FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH REALISASI DAN RAMALAN PERMINTAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN-ENERGI PADA PT BRI AGRO SEMARANG
EMILIA HUDA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi pada PT BRI AGRO Semarang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Emilia Huda NIM H3409008
ABSTRAK EMILIA HUDA. Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi pada PT BRI AGRO Tbk Semarang. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH. KKP-E adalah kredit modal kerja yang diberikan kepada Usaha Mikro, dan Kecil agribisnis dalam rangka pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Tanaman Bahan Baku dan Bahan Bakar Nabati. PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan perbankan yang aktif dalam menyalurkan KKP-E kepada UMK pertanian di Jawa Tengah. Walaupun potensi UMK pertanian di Jawa Tengah sangat besar, PT BRI AGRO Tbk Semarang belum mencapai target realisasi KKP-E. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis: 1. karakteristik debitur (prinsip 5C realisasi kredit), 2. faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E (metode regresi linear berganda), 3. peramalan permintaan KKP-E selama 12 bulan mendatang (metode peramalan Single Exponential Smoothing). Faktor-faktor yang dianalisis adalah lama pendidikan, tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Hasil analisis menunjukkan: 1. Karakteristik debitur berpendidikan SMA (Capacity), jumlah tanggungan 1-2 orang, lama usaha kurang dari 11 tahun (Capacity), pendapatan bersih Rp 1 983 333–Rp 3 866 666 per bulan (Capital), pengalaman meminjam dua kali (Character), menyertakan agunan dengan nilai lebih dari Rp 31 600 000 (Collateral), 2. Faktor lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan, dan agunan yang berpengaruh secara nyata, 3. Peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E adalah 28 kelompok tani. Kata kunci: KKP-E, faktor realisasi, peramalan permintaan
ABSTRACT EMILIA HUDA. The Factors that Affect the Number of Realization and Demand Forecasting of Energy-Food Security Credit at PT BRI AGRO Tbk Semarang. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH. KKP-E is working capital loan that given to micro and small agricultural enterprise based on the implementation of Food Security Program and Biofuel and Basic Matter Plantations Program. PT BRI AGRO Tbk Semarang is banking institution that active in distributing KKP-E for the agricultural MSE in Central Java. The potency of agricultural MSE in Central Java is huge but PT BRI AGRO Tbk Semarang had not achieve the realization target of KKP-E. The purposes of this study were to identify and analyze: 1. characteristics of the debtor (5C principle), 2. factors that affect the realization of KKP-E (linear regression method), 3. Demand forecasting of KKP-E for the next 12 months (Single Exponential Smoothing forecasting method). The analyzed factors were long of education, number of dependents, duration of business, net income per month, borrowing experience, and collateral. The results showed: 1. Characteristics of the borrowers had senior high school education (Capacity), 1-2 people of dependents, duration of business less than 11 years (Capacity), net income Rp 1,983,333-Rp 3,866,666 per month (Capital), borrowing experience two times (Character), give the guarantee more than Rp 31 600 000 (collateral), 2. Duration of business, net income per month, and the collateral affected real, 3. Demand forecasting of KKP-E realization was 28 farm groups. Keywords: KKP-E, realization factors, demand forecasting
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH REALISASI DAN RAMALAN PERMINTAAN KREDIT KETAHANAN PANGAN-ENERGI PADA PT BRI AGRO SEMARANG
EMILIA HUDA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi Pada PT BRI AGRO Semarang Nama : Emilia Huda NIM : H34090080
Disetujui oleh
Yanti N. Muflikh, SP. M.Agribuss Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Februari 2013ialah pembiayaan, dengan judul Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan Kredit Ketahanan Pangan-Energi Pada PT BRI AGRO Semarang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Suparwo Priyadi selaku Pemimpin Cabang PT BRI AGRO Semarang, Bapak Armansyah Siregar selaku Manajer Pemasaran dan Pak Boyong Windu serta Pak Djunaidi Irwansyah selaku Account Officer yang banyak mendampingi dan memberikan ilmu khususnya tentang Kredit Ketahanan PanganEnergi serta curahan waktu kepada penulis selama penulis melakukan penelitian. Terimakasih penulis ucapkan kepada Mas Aditia Soelaksono yang telah membantu penyempurnaan proposal, Mbak Megawati yang telah membantu penulis dalam pengolahan data skripsi, Cynthia Mawarnita, Novita Dewi Ratnasari, Rina Fauzah, Nora Asfia, Anggi Lesmana, Puji Mustika dan temanteman sebimbingan terhebat dan seluruh teman-teman Agribisnis 46_squad serta teman-teman kostan JAIKA 3 terkasih yang telah menemani penulis selama proses pengerjaan skripsi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papah, mamah, Mas Luqman, Mbak Hida, Nyunge dan seluruh keluarga besar tercinta atas limpahan doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Emilia Huda
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Pembiayaan Pertanian Pertimbangan Pemberian Kredit Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Peramalan Permintaan KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Permintaan dan Penawaran Kredit Pertanian Jenis-Jenis Kredit Pertanian Manfaat Kredit Prinsip-Prinsip Realisasi Kredit Kredit Ketahanan Pangan-Energi Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis, Sumber Data, dan Metode Pengambilan Data Metode Penentuan Responden Metode Analisis Data Analisis Kualitatif Analisis Regresi Linear Berganda Evaluasi Pendugaan Linear Berganda Asumsi Analisis Regresi Linear Berganda Hipotesis Regresi Linear Berganda Analisis Peramalan GAMBARAN UMUM PT BRI AGRO Tbk Sejarah PT BRI AGRO Tbk Visi, Misi, Tujuan dan Sasarann Jangka Panjang PT BRI AGRO Tbk Organisasi dan Jaringan Kerja PT BRI AGRO Tbk Bidang Usaha PT BRI AGRO Tbk Produk-Produk PT BRI AGRO Tbk Gambaran Umum PT BRI AGRO SEMARANG MEKANISME PENYALURAN KKP-E PT BRI AGRO Tbk Kegiatan usaha dilaksanakan secara mandiri/kelompok tani Kegiatan usaha dilakukan melalui koperasi Kegiatan usaha bekerjasama dengan mitra usaha
x xi xi 1 1 5 10 10 10 11 11 12 13 14 16 17 17 17 20 21 22 24 26 31 31 31 32 32 32 33 33 34 35 36 37 37 38 39 40 40 43 44 44 45 45
Mekanisme Penyaluran KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Responden Karakteristik Usaha Responden Karakteristik Kredit Responden Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi KKP-E Peramalan Frekuensi Permintaan Realisasi KKP-E SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
46 49 49 51 54 56 62 64 65 65 66 70
DAFTAR TABEL 1 Jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 2 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan PDB atas harga berlaku menurut usaha mikro dan kecil di Indonesia tahun 2008 - 2009 3 Rata-rata penyaluran kredit modal kerja perbankan sektor ekonomi tahun 20092013 (milyar) 4 Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan subsidi bunga 5 Jumlah usaha mikro dan kecil Provinsi Jawa Tengah menurut sektor usaha tahun 2012 6 Komitmen bank, realisasi serapan, cakupan komoditas kredit program tahun 2011 7 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden (debitur) PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut lama pendidikan 8 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut jumlah tanggungan keluarga 9 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut lama usaha 10 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut pendapatan bersih usaha per bulan 11 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut pengalaman meminjam 12 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut agunan 13 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 14 Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E Bulan Juni 2013–Mei 2014 dengan metode Double Exponential Smoothing 0.4 0.3
1 2 3 4 6 25 50 51 52 53 54 55 56 63
DAFTAR GAMBAR 1 Total alokasi KKP-E per provinsi tahun 2012 2 Grafik realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang pada bulan Juni – Oktober 2012 3 Permintaan dan penawaran kredit 4 Fungsi penawaran dana pinjaman 5 Fungsi permintaan dana pinjaman (Puspopranoto 2004) 6 Kerangka pemikiran operasional faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi dan ramalan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 7 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani / peternak / pekebun secara individu / kelompok tani secara langsung ke BRI AGRO Tbk 8 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani / kelompok tani / koperasi yang bekerjasama dengan mitra usaha kebutuhan indikatif kredit
6 7 18 19 20 30 44 46
DAFTAR LAMPIRAN 1 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk 2 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk Semarang 3 Data hasil kuesioner responden debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 4 Hasil analisis regresi berganda pada faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang 5 Uji Normalitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 6 Uji homogenitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 7 Uji autokorelasi faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang 8 Data (frekuensi) realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang Bulan JuniDesember 2012 9 Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang untuk Bulan Juni 2013-Mei 2014 dengan metode Double Exponential Smoothing 0.4 0.3 10 Dokumentasi penelitian
70 71 72 73 74 74 75 75 76 77
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak potensi pertanian yang berfungsi sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia dan merupakan penyangga pasokan gizi Bangsa Indonesia. Sektor pertanian juga memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal tersebut tercermin pada jumlah usaha yang dijalankan oleh penduduk Indonesia. Pada Tabel 1. dapat diidentifikasi jumlah unit usaha terbesar dari sektor usaha mikro adalah (1) sektor pertanian sebanyak 26.364.440 unit, (2) sektor perdagangan sebanyak 15.112.028 unit, (3) sektor pengangkutan dan komunikasi sebanyak 3.388.742 unit pada tahun 2009. Tabel 1 Jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi 2008-2009 Jumlah usaha (unit) Sektor ekonomi Tahun 2008 Tahun 2009 Pertanian, peternakan, 26.222.578 26.364.440 perikanan, dan kehutanan Pertambangan dan penggalian 258.974 269.516 Industri pengolahan 3.176.471 3.205.046 Bangunan 485.530 538.603 Perdagangan, hotel, dan 14.387.690 15.112.028 restoran Pengangkutan dan komunikasi 3.186.181 3.388.742 Keuangan, persewaan, dan jasa 970.163 1.031.609 perusahaan Jasa-jasa 2.149.428 2.255.973 Total 50.847.771 52.176.795 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2010)
Berdasarkan Tabel 1. dapat diidentifikasi bahwa sektor pertanian merupakan sektor usaha mikro dan kecil yang paling banyak dijalankan oleh sebagian besar penduduk Indonesia, dengan demikian akan berpengaruh pada kapasitas penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 2. dapat diidentifikasi jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar adalah (1) sektor pertanian sebanyak 42.041.978 orang yang mengalami peningkatan 0.38 persen dari tahun 2008, (2) sektor perdagangan sebanyak 20.518.886 orang mengalami peningkatan 2.76 persen dari tahun 2008, (3) sektor industri pengolahan sebanyak 8.833.784 orang dan mengalami peningkatan 2.09 persen dari tahun 2008. Di samping itu, salah satu indikator yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh sektor usaha ekonomi terhadap pendapatan nasional adalah tingkat pertumbuhan PDB. Pada Tabel 2. dapat diidentifikasi jumlah PDB terbesar (atas
2
harga berlaku) oleh usaha mikro pada tahun 2009 adalah (1) sektor pertanian sebesar Rp 258 787 50 milyar, menunjukkan peningkatan sebesar 2,13 persen dari tahun sebelumnya, (2) sektor perdagangan sebesar Rp 199 497 30 milyar, menunjukkan peningkatan sebesar 2.65 persen dari tahun 2008, (3) sektor jasajasa sebesar Rp 70 320 80 milyar, menunjukkan peningkatan sebesar 0.86 persen dari tahun 2008. Tabel 2 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan PDB atas harga berlaku menurut usaha mikro dan kecil di Indonesia tahun 2008-2009 Tenaga Kerja (orang) PDB (Rp milyar) Sektor ekonomi Tahun Tahun Tahun Tahun 2008 2009 2008 2009 Pertanian,peterna kan, perikanan, 41.720.781 42.041.978 247.922,60 258.787,50 dan kehutanan Pertambangan dan 913.150 985.077 16.888,90 18.099,90 penggalian Industri pengolahan 8.471.573 8.833.784 61.302,70 64.822,40 Listrik, gas, dan air 82.463 74.576 33,90 34,40 bersih Bangunan 3.515.263 3.449.378 13.628,80 14.696,10 Perdagangan, hotel, 19.417.114 20.518.886 196.077,70 199.497,30 dan restoran Pengangkutan dan 5.745.591 5.670.008 32.199,70 34.414,70 komunikasi Jasa-jasa 6.845.366 7.307.185 66.685,90 70.320,80 Total 87.810.366 90.012.694 655.703,80 682.462,40 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2010)
Pada tabel di atas, dapat diidentifikasi bahwa sektor usaha mikro dan kecil pertanian merupakan salah satu sektor strategis dan terbukti mampu memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh kontribusi sektor usaha mikro dan kecil pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan PDB nasional. Sampai saat ini, perkembangan usaha mikro pertanian masih terkendala oleh beberapa masalah. Permasalahan yang sering dihadapi adalah permodalan dan akses permodalan petani yang lemah. Permodalan yang lemah disebabkan oleh kecilnya skala usaha sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan akumulasi modal sehingga setiap selesai panen raya, hasil penjualan digunakan untuk membayar pinjaman sarana produksi dan kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara itu, lemahnya akses petani kecil terhadap sumber-sumber permodalan formal disebabkan oleh prosedur yang tidak sederhana dan persyaratan kolateral yang harus dipenuhi oleh petani (Rivai 2011). Oleh karena itu, pelaku usaha pertanian lebih mengandalkan permodalan secara internal, yakni dari dalam usaha sendiri atau kemampuan sumberdaya pelaku usaha. Sektor UMK pertanian selama
3
ini kurang mendapatkan perhatian dari dunia perbankan karena dunia perbankan dengan prinsip kehati-hatian menganggap sektor ini memiliki risiko dan kelemahan yang besar (Thamrin 2008). Sama halnya dengan Rivai (2011) yang menyatakan pihak perbankan tidak tertarik untuk membiayai sektor pertanian karena seringnya gangguan alam seperti banjir dan kekeringan serta serangan penyakit. Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting untuk membiayai kegiatan usaha. Usaha mikro, kecil, dan menengah, khususnya di sektor pertanian sangat memerlukan pinjaman berupa kredit sebagai tambahan permodalan dalam pengembangan skala usaha. Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan kredit modal kerja kepada UMKM pertanian. Kredit sebagai produk pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada sektor pertanian masih relatif rendah. Seperti data pada Tabel 3. kredit yang diberikan oleh perbankan kepada sektor pertanian di tahun 2013, menduduki posisi keempat dengan prosentase sebesar 6.62 persen dari total alokasi kredit perbankan setelah sektor perdagangan, perindustrian, dan jasa-jasa sebesar 43.29 persen, 33.00 persen, dan 10.80 persen. Tabel 3 Rata-rata penyaluran kredit modal kerja perbankan sektor ekonomi tahun 2009-2013 (milyar) Tahun
Pertanian Pertambangan
Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa
2009
37,639
26,175
188,101
257,505
188,996
2010
36,704
31,808
196,109
249,986
90,682
2011 2012 2013
42,299 61,817 67,806
44,261 54,548 64,419
234,375 300,806 338,064
301,169
122,388
387,000 443,398
112,130 110,672
Sumber : Bank Indonesia, 2013 (Diolah)
Sebagian besar UMK pertanian masih menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya dan tidak jarang terlibat masalah dengan lembaga keuangan non-bank. Keterbatasan akses UMK pertanian untuk memperoleh permodalan disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas terhadap lembaga perbankan, lemahnya administrasi dan kurangnya jaminan yang dimiliki, meskipun usaha mikro pertanian tersebut layak secara ekonomi (feasible). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Rahmi (2012) dan Furqan (2012) yang menyatakan bahwa UMK khususnya di sektor pertanian masih terkendala oleh akses pembiayaan sehingga menyebabkan produktivitas UMK rendah. Diperlukan produk pembiayaan alternatif berupa kredit lunak yang sesuai dengan karakteristik pertanian dan mempunyai unsur kemudahan dalam mekanisme penyaluran kredit kepada UMK pertanian. Kredit sebagai penghubung antara lembaga keuangan perbankan dengan sektor usaha pertanian. Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi yang baik dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan
4
produksi (output). Peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi baru yang membutuhkan modal. Dengan kata lain, bahwa untuk melaksanakan pembangunan dibutuhkan peningkatan penggunaan modal pula (Hutagaol 2009). Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E) merupakan salah satu alternatif pembiayaan berupa kredit modal kerja dan investasi pertanian yang diberikan bagi UMK pertanian dalam rangka pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Tanaman Bahan Baku dan Bahan Bakar Nabati. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah meluncurkan skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dengan sumber dana berasal dari perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh Kementerian Keuangan. KKP-E merupakan program pemerintah untuk memperkuat permodalan UMK pertanian. Dengan adanya KKP-E sebagai kredit pertanian bagi usaha mikro dan kecil di bidang pertanian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan modal kerja sehingga mengembangkan skala usaha pertanian. Besar tingkat bunga KKP-E dapat ditunjukkan oleh Tabel 4. dimana bunga KKP-E (usahatani tebu) maksimal 10.5 persen dengan subsidi bunga 4.5 persen dari total pinjaman dan KKP-E non-tebu sebesar 11.5 dengan subsidi bunga 7.5 persen dari total pinjaman. Subsidi bunga usahatani tebu jauh lebih rendah daripada subsidi bunga usahatani non-tebu karena terdapat penjaminan hasil produksi oleh avalis yang dapat memperkecil risiko kerugian petani tebu sehingga dapat menekan risiko kegagalan kredit yang telah diberikan. Subsidi bunga ditanggung oleh Departemen Keuangan Indonesia. Hal tersebut merupakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pertanian, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Direktur Jenderal Anggaran. Tabel 4 Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan subsidi bunga Tingkat Beban bunga Subsidi Kelompok kegiatan usaha bunga debitur bunga KKP-E tebu
10.50 %
6.00 %
4.50 %
KKP-E non-tebu
11.50 %
4.00 %
7.50 %
Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (S-3959/MK 5/12)
Perbankan merupakan salah satu bagian dari sistem pendukung agribisnis. Fungsi dasar bank adalah menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kepada sektor-sektor usaha yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional Indonesia (Kasmir 2010). Departemen Pertanian bersama Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam Buku Panduan KKP-E (2007) telah menunjuk 22 perbankan sebagai lembaga penyalur kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) yaitu sembilan bank umum, yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin, CIMB Niaga, BRI AGRO, BCA, BII,
5
dan Artha Graha serta 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Barat, BPD Sumatera Selatan, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD DI Yogyakarta, BPD Jawa Timur, BPD Bali, BPD Sulawesi Selatan, BPD Kalimantan Selatan, BPD Papua, BPD Riau, dan BPD Nusa Tenggara Barat. Plafon KKP-E nasional sebesar Rp 8 806 trilyun yang meliputi sub sektor tanaman pangan sebesar Rp 2 730 trilyun, hortikultura sebesar Rp 725 330 milyar, perkebunan (tebu) sebesar 2 993 trilyun, peternakan sebesar Rp 2 046 trilyun dan pengadaan pangan sebesar Rp 310 830 milyar. PT BRI AGRO Tbk merupakan perbankan yang sangat menyadari dan mendukung besarnya potensi pertanian Indonesia sehingga menetapkan usaha mikro dan kecil di sektor pertanian sebagai sektor pendorong perkembangan ekonomi nasional melalui proses realisasi KKP-E. Komitmen PT BRI AGRO Tbk sebagai perseroan pengembang sektor pertanian di Indonesia tidak akan berubah, karena PT BRI AGRO Tbk percaya terhadap potensi usaha mikro dan kecil pertanian yang dapat bersaing hingga tingkat nasional. PT BRI AGRO Tbk merupakan bank umum yang telah menyalurkan KKP-E di tingkat nasional (Desember 2010) sebesar Rp 1 576 837 triliun sehingga PT BRI AGRO Tbk menduduki peringkat kedua setelah Bank BRI (Direktorat Pembiayaan 2011). Menurut manager pemasaran PT BRI AGRO Tbk, konsep KKP-E yang ditawarkan memiliki keunggulan dari sisi pendampingan yang dilakukan secara langsung oleh Account Officer kepada debitur. Pendampingan yang dilakukan berupa bantuan penyusunan administrasi keuangan dan kebutuhan kelompok, pengontrolan terhadap usahatani atau ternak, pengontrolan terhadap waktu dan aktivitas pembayaran angsuran kredit, dan bantuan koordinasi perolehan pakan dengan perusahaan pakan yang bekerja sama dengan BRI AGRO. Pendampingan dilakukan satu sampai dua kali setiap bulan. Sumber dana KKP-E PT BRI AGRO Tbk sepenuhnya berasal dari dana komersial PT BRI AGRO Tbk. Tujuan akhir program KKP-E adalah mendukung peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku dan bahan bakar nabati serta dalam rangka meningkatkan kekuatan sendi perekonomian, pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja.
Perumusan Masalah PT BRI AGRO Tbk merupakan salah satu bank pelaksana realisasi KKP-E. KKP-E PT BRI AGRO Tbk dirilis sejak tahun 2006. PT BRI AGRO Tbk merilis KKP-E dengan konsep baru yang merupakan penyempurnaan konsep dari bank pelaksana KKP-E sebelumnya (BRI dan BNI) yang sebagian besar menemui kegagalan dalam pengembalian kredit sebab tidak ada fasilitas pendampingan yang berkelanjutan kepada debitur. Oleh karena itu, PT BRI AGRO Tbk mencoba mempelajari kekurangan dalam penerapan KKP-E sebelumnya dengan memberikan fasilitas berupa program pembinaan, monitoring, dan evaluasi serta laporan setelah proses realisasi KKP-E kepada debitur. Debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang adalah individu-individu petani dan peternak yang bergabung menjadi sebuah kelompok tani dan ternak. PT BRI AGRO Tbk Semarang juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
6
lain-lain untuk mengetahui daerah mana saja yang layak untuk mendapatkan pinjaman KKP-E. PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan salah satu kantor cabang PT BRI AGRO Tbk yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 165 Semarang Selatan, untuk melayani penyaluran program KKP-E kepada UMKM pertanian di Wilayah Jawa Tengah sejak pertengahan tahun 2012. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi pertanian serta usaha mikro pertanian yang besar sehingga mendukung perkembangan perekonomian di wilayah tersebut. Hal tersebut ditunjukkan oleh Tabel 6. dimana Provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah UMK sebesar 7.8 juta unit usaha, sekitar 4.4 juta UMK bergerak di sektor pertanian dan 3.6 juta di sektor non-pertanian (Suara Merdeka 2012). Tabel 5 Jumlah usaha mikro dan kecil Provinsi Jawa Tengah menurut sektor usaha tahun 2012 Sektor Usaha Jumlah Usaha (juta) Pertanian 4.4 Non-pertanian 3.6 Total 7.8 Sumber: Suara Merdeka (2012)
Jawa Tengah merupakan wilayah dengan penyaluran KKP-E terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Sebagai contoh, Kecamatan Sukorejo (Kabupaten Kendal) dan Kabupaten Batang mengusahakan ayam petelur, Desa Batur (Kabupaten Salatiga) mengusahakan sapi perah, Desa Gondang (Kabupaten Pemalang) mengusahakan tebu rakyat, Kecamatan Bandungan yang mengusahakan komoditi hortikultura, Kota Ungaran yang mengusahakan padi, Kabupaten Kudus yang mengusahakan perkebunan tebu rakyat, dan lain-lain. Grafik total alokasi KKP-E per provinsi dapat diidentifikasi di Gambar 1.
Gambar 1 Total alokasi KKP-E per provinsi tahun 2012 Sumber: Panduan KKP-E tahun 2007
7
Pada Gambar 1. dapat diidentifikasi bahwa PT BRI AGRO Tbk menyadari potensi pertanian terutama usaha mikro dan kecil pertanian yang dimiliki Jawa Tengah sehingga total alokasi KKP-E yang dapat direalisasikan adalah Rp 1 449 650 000. Calon kreditur PT BRI AGRO Tbk merupakan pelaku usaha pertanian yang produktif dan layak (feasible), namun belum memenuhi syarat perbankan dalam jumlah agunan (bankable). Fisibilitas usaha agribisnis diidentifikasi dari laba yang diperoleh suatu usaha, riwayat usaha, dan rekam jejak calon debitur sehingga diharapkan mampu mengelola pinjaman dengan baik dan mengembalikan angsuran kredit beserta bunga tepat waktu. PT BRI AGRO Tbk mensyaratkan besar agunan yang harus disertakan oleh kelompok tani atau ternak adalah 125 persen dari total KKP-E yang diterima, meliputi usaha agribisnis yang dibiayai dan sisanya adalah kekayaan legal yang dimiliki debitur. Pada umumnya, agunan yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro dan kecil pertanian tidak memenuhi persyaratan bank, untuk itu program KKP-E didesain khusus oleh pemerintah untuk kelompok usaha mikro dan kecil pertanian sehingga agunan yang diminta oleh bank dapat terpenuhi. Semakin besar potensi usaha mikro dan kecil pertanian yang dimiliki Jawa Tengah, maka semakin besar peluang realisasi KKP-E. Hal tersebut berdampak pada pencapaian target realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang sehingga dapat membantu perkembangan pertanian nasional. Grafik realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 Grafik realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang pada bulan Juni – Oktober 2012 Sumber :
PT BRI AGRO Tbk Semarang (2012)
Berdasarkan Gambar 2. dapat diidentifikasi bahwa penyaluran KKP-E telah direalisasikan pada 13 kelompok UMKM pertanian. 13 kelompok tani dan ternak tersebut adalah A (KPTR Sari Buwana Kudus dengan plafon Rp 5 milyar), B (KPT Cinta Manis Klaten dengan plafon sebesar Rp 10 milyar), C (Kelompok
8
Peternak Sapi Potong Batur Maju I Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), D (Kelompok Peternak Sapi Perah Bumi Makmur dengan plafon Rp 499,55 juta), E (Kelompok Peternak Sapi Perah Temen Tinemu Salatiga dengan besar plafon Rp 999 juta), F (Kelompok Peternak Sapi Potong Batur Maju II Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), G (KPTR Mulia Pemalang dengan plafon sebesar Rp 5 milyar), H (Kelompok Peternak Sapi Perah Tani Unggul dengan besar plafon Rp 998 juta), I (Kelompok Peternak Ayam Petelur Mekar Jaya Batang dengan plafon sebesar Rp 992 juta), J (Kelompok Peternak Sapi Potong Pangudi Mulyo Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), K (Kelompok Peternak Sapi Potong Ngudi Raharjo Salatiga dengan besar plafon Rp 499,2 juta), L (Peternak Ayam Petelur Mekar Arum Boja dengan plafon sebesar Rp 860 juta), dan M (Kelompok Kelompok Peternak Ayam Petelur Mekar wangi Boja dengan plafon sebesar Rp 790 juta). Berdasarkan data di atas, dapat diidentifikasi bahwa Jawa Tengah memiliki potensi UMK pertanian yang besar, namun PT BRI AGRO Tbk Semarang belum dapat mencapai target realisasi KKP-E kepada UMK pertanian. Target minimal realisasi KKP-E yang ditetapkan PT BRI AGRO Tbk Semarang dalam satu tahun adalah Rp 35 milyar. Tetapi target minimal realisasi KKP-E adalah 80 persen dari 35 milyar yaitu Rp 28 milyar. Target realisasi tersebut merupakan target minimal yang harus dicapai dalam periode satu tahun. Dari target tersebut, PT BRI AGRO Tbk Semarang telah merealisasikan KKP-E sebesar Rp 27 134 milyar kepada 175 debitur (13 kelompok tani dan ternak). Namun, plafon realisasi kepada tiga KPTR (usahatani tebu) senilai Rp 20 milyar bukan diambil dari plafon PT BRI AGRO Tbk Semarang melainkan plafon PT BRI AGRO Tbk Jakarta (pusat) karena plafon kredit debitur yang dijamin oleh avalis termasuk ke dalam plafon KKP-E nasional. Oleh karena itu, total realisasi PT BRI AGRO Tbk Semarang hanya sebesar Rp 7 134 milyar dengan persentase 20.38 persen dari target minimum realisasi KKP-E. Adanya plafon KKP-E yang belum terealisasi, menunjukkan masih terdapat peluang sebesar 59.62 persen terhadap realisasi KKP-E kepada UMK pertanian di seluruh wilayah Jawa Tengah. Plafon KKP-E maksimal untuk komoditas hortikultura per ha adalah sebagai berikut: cabai Rp 62 082 juta, bawang merah Rp 54 224, kentang Rp 61 856 juta, bawang putih Rp 44 690 juta, jahe Rp 38 950 juta, pisang Rp 18 juta, tomat Rp 50 330 juta, nenas Rp 38 juta, semangka Rp 30 324 juta, buah naga Rp 97 529, melon Rp 52 739 juta, salak Rp 49 125 juta, durian Rp 35 168 juta, mangga Rp 22 595 juta, dll. Plafon maksimal untuk pengembangan budidaya tebu per ha Rp 18 juta, pemeliharaan teh Rp 7 663 juta, kopi robusta Rp 9 168 juta, kopi arabika Rp 12 885 juta dan lada Rp 32 250 juta. Plafon KKP-E maksimal untuk peternakan adalah sebagai berikut: ayam buras Rp 100 juta, ayam ras petelur Rp 100 juta, ayam ras pedaging Rp 100 juta, itik Rp 100 juta, burung puyuh Rp 100 juta, kelinci Rp 100 juta, sapi perah Rp 100 juta, penggemukan sapi Rp 100 juta, domba/kambing Rp 100 juta, kerbau Rp 100 juta, dan babi Rp 100 juta per satuan unit usaha. Jangka waktu peminjaman KKP-E untuk pertanian (hortikultura dan perkebunan) adalah satu kali masa tanam atau sesuai dengan perjanjian antara debitur dengan PT BRI AGRO Tbk Semarang, sedangkan jangka waktu peminjaman KKP-E untuk peternakan adalah 60 bulan. KKP-E diharapkan dapat membantu permodalan UMK pertanian sehingga dapat meningkatkan
9
kesejahteraan pelaku usaha pertanian dan dapat mengembangkan pertanian nasional dalam jangka panjang. Sumber dana berasal dari dana komersial PT BRI AGRO Tbk Semarang maka proses penyaluran KKP-E perlu dilakukan secara hati-hati karena semua risiko akan menjadi tanggung jawab PT BRI AGRO Tbk Semarang. Oleh karena itu, kelompok petani atau peternak yang telah memperoleh pengesahan disarankan bermitra dengan perusahaan atau bekerja sama dengan koperasi yang menjamin pengadaan sarana produksi, penyuluhan, dan jaminan pemasaran hasil produksi. Pada penelitian ini, tidak semua petani dapat secara langsung mengakses kredit ke sumber pembiayaan untuk digunakan dalam usahatani. Akses Kabupaten Salatiga terhadap KKP-E terkendala oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Kemampuan peternak berkelompok dan bekerja sama masih kurang. Pada umumnya, pembentukan kelompok masih bersifat program yang belum menunjukkan kemandirian sebagai kelompok tani yang mendapatkan pengesahan dari Dinas Peternakan Ungaran. Sifat kemandirian kelompok dalam kegiatan kerja sama belum menunjukkan kinerja pengurus yang aktif serta masih bersifat sentralistik (bergantung pada ketua kelompok). 2. Persyaratan aplikasi tidak sesederhana yang diperkirakan sehingga kelompok tani sulit untuk mengakses KKP-E karena belum ada sosialisasi program KKP-E baik dari perbankan atau dinas terkait kepada kelompok tani. 3. Proses pencairan kredit sering tidak tepat dengan perkiraan waktu peternak sehingga peternak harus membuat periode ternak yang baru. 4. Penggemukan sapi yang diusahakan harus sesuai dengan permintaan pasar dengan harga jual yang pasti supaya dalam uji kelayakan usaha memungkinkan untuk dibiayai melalui KKP-E. 5. Instansi teknis terkait belum secara langsung terkoordinasi dengan PT BRI AGRO Tbk Semarang dalam penyaluran KKP-E karena belum ada sosialisasi secara bersama-sama tentang penyauran KKP-E kepada peternak/kelompok, PPL hanya sebatas mengetahui pelaksanaan transaksi kredit, belum ada instruksi dari pusat untuk koordinasi, sosialisasi pelaksanaan penyaluran KKP-E. Upaya untuk mengurangi kendala-kendala di atas sehingga akses UMK pertanian di Salatiga terhadap realisasi KKP-E meningkat dapat dilakukan melalui analisis karakteristik calon debitur yang menunjukkan riwayat usaha debitur dan kemampuan pengelolaan usaha sehingga dapat mengakses pinjaman KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Selain itu, dilakukan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi KKP-E yang akan menguntungkan bagi UMK pertanian di Jawa Tengah karena akan diketahui faktor apa saja yang dipertimbangkan oleh PT BRI AGRO Semarang serta perlu juga dilakukan penyusunan strategi perencanaan pemasaran KKP-E oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang dengan mengetahui terlebih dahulu frekuensi permintaan realisasi KKP-E di masa mendatang melalui analisis peramalan. Proses pemasaran KKP-E kepada calon debitur harus dilakukan secara aktif oleh Account Officer PT BRI AGRO Tbk Semarang untuk mencapai target minimal realisasi KKP-E.
10
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang? 3. Berapa jumlah perkiraan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang untuk dua belas bulan mendatang (Juni 2013-Mei 2014)?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis perkiraan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang untuk dua belas bulan mendatang (Juni 2013-Mei 2014). Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat, informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu: 1. Bagi PT BRI AGRO Tbk Cabang Semarang diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan jumlah realisasi KKP-E sehingga dapat mencapai target realisasi KKP-E dan juga tepat sasaran dengan melihat faktor-faktor atau karakteristik debitur yang mempengaruhi realisasi KKP-E dan mempertimbangkan ramalan jumlah permintaan KKP-E. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi kebijakan rencana penyaluran KKP-E. 2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian yang terkait. 3. Bagi penulis, dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan, mampu menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat kuliah, mengaplikasikan teori dalam fenomena yang terjadi di lapangan dan pengalaman praktis dalam dunia kerja perbankan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan hanya pada debitur UMK peternakan penggemukan sapi di Salatiga, Jawa Tengah dengan menggunakan analisis karakteristik (individu, usaha dan kredit) debitur, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi (lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan) dan
11
analisis peramalan permintaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) menggunakan data frekuensi realisasi KKP-E Bulan Juni-Desember 2012. Penelitian dilakukan pada 35 individu peternak yang tergabung dalam kelompok ternak Batur Maju I (10 peternak), Batur Maju II (10 peternak), Pangudi Mulyo (10 peternak), dan Ngudi Raharjo (5 peternak) yang terletak di desa berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan analisis yang lebih mengacu pada PT BRI AGRO Tbk Semarang.
TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Pangan adalah sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia serta merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Pemenuhan kebutuhan pangan menurut Suyastiri (2008) dapat disediakan melalui hasil produksi dalam negeri dengan memberdayakan modal alam, manusia, sosial dan ekonomi yang dimiliki bangsa Indonesia sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Ketahanan pangan dapat didukung oleh diversifikasi pangan (proses pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan) menggunakan potensi lokal (selain beras) untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat. Menurut Cahyanto, dkk (2012), peranan usaha harus sejalan dengan kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang pada kehidupan masyarakat pedesaan selama ini. Dengan begitu ketahanan pangan nasional akan terwujud dengan adanya diversifikasi pangan berbasiskan kearifan lokal. Ketika ketahanan pangan nasional tercapai maka pembangunan nasional dapat terlaksana sehingga kesejahteraan masyarakat Indonesia terwujud. Sejalan dengan penelitian Cahyanto, dkk (2012) tentang kearifan lokal sebagai basis diversifikasi, menurut Atmanti (2010), setiap daerah perlu memfokuskan pengembangan pada komoditas yang paling sesuai dengan karakteristik sumber daya dan prospek ekonomi. Dengan demikian perdagangan antar pulau maupun internasional dapat tumbuh dan berkembang. Spesialisasi komoditas mendorong terjadinya diversifikasi regional dalam wilayah Indonesia. Ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama menurut Hanani (2012), yaitu ketersediaan (Food Availability), akses (Food Access), dan penyerapan pangan (Food Utilization) sedangkan status gizi (Nutritional Statue) merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketiga sub sistem mempunyai beberapa indikator yang merefleskikan ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan (ketersediaan energi per kapita, ketersediaan protein per kapita, dan cadangan pangan), akses pangan (stabilitas harga pangan, akses terhadap sistem informasi dan kewaspadaan pangan, pengeluaran untuk pangan, dan akses terhadap transportasi), penyerapan pangan (kecukupan energi perkapita/hari, kecukupun protein per
12
kapita/hari, kecukupan gizi mikro, penganekaragaman pangan, dan penurunan kasus keracunan pangan). Suryana (2011) menegaskan secara umum tujuan ketahanan pangan adalah membangun ketahanan dan kemandirian pangan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat individu. Arah pembangunan ketahanan pangan adalah peningkatan produksi dan produktivitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing, serta meningkatkan kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sementara itu, menurut Mackfoedz (2011), problem utama ketahanan pangan terletak pada orientasi impor dan romantisme pangan murah yang mematikan segala stimuli dan insentif pembangunan berbasis pertanian dalam negeri sebagai penyedia dan penopang utama ketahanan pangan nasional. Memberikan proteksi dan stimuli berupa pembiayaan terhadap petani dan sektor pertanian merupakan satu kebijakan ketahanan pangan yang penting, disamping membatasi impor dan mengubah romantisme pangan murah melalui peningkatan produksi. Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi yang baik dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi (output) tersebut hanya dapat dicapai dengan cara menambahkan jumlah input atau adanya penerapan teknologi baru yang membutuhkan modal. Dengan kata lain, bahwa untuk melaksanakan pembangunan dibutuhkan peningkatan penggunaan modal pula (Hutagaol 2009).
Pembiayaan Pertanian Pembiayaan merupakan studi makro tentang usaha untuk mendapatkan modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya di bidang pertanian. Pembiayaan merupakan salah satu komponen strategis dalam revitalisasi pertanian. Secara garis besar, kebijakan pembiayaan pertanian mencakup dua hal, yaitu: (1) kebijakan pembiayaan pembangunan pertanian yang memprioritaskan anggaran untuk sektor pertanian dan sektor pendukungnya; dan (2) kebijakan pembiayaan pertanian yang mudah di akses masyarakat (Deptan 2005). Pentingnya peran pembiayaan berupa kredit dalam pembangunan pertanian menurut Syukur, dkk (2006) antara lain: (1) membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian, (3) mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani. Gambaran pembiayaan pertanian yang disampaikan oleh Ibrahim (2009) tentang aksesibilitas petani terhadap lembaga pembiayaan sangat rendah, petani cenderung menggunakan dana yang berasal dari renternir dan modal sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya agunan yang dimiliki petani dan peternak, adanya anggapan usaha agribisnis mempunyai risiko tinggi, rendahnya peranan
13
pemerintah daerah dalam pengawalan kredit, dan belum adanya bank khusus pertanian di Indonesia. Nurmanaf, dkk (2006), menjelaskan bahwa secara umum, pembiayaan pertanian berasal dari dua sumber, yaitu dari modal sendiri dan pinjaman. Pinjaman dibagi dalam tiga jenis kredit, yakni kredit program pemerintah, kredit dari lembaga formal, dan kredit dari lembaga informal. Menurut Hastuti dan Supandi (2009), kredit formal bersifat tidak fleksibel, prosedur berbelit, kedua belah pihak tidak saling mengenal dengan baik, memerlukan waktu yang lama, baik untuk mengambil maupun membayar kredit. Sedangkan kredit non-formal lebih bersifat fleksibel, tanpa prosedur berbelit, saling mengenal, pinjaman tidak diawasi dengan ketat, petani bebas menggunakan kreditnya, kreditor mengetahui betul kelayakan usaha petani, dan waktu dan tempat pencairan kredit disesuaikan permintaan petani sehingga petani cenderung lebih memilih kredit non-formal. Oleh karena itu, dibutuhkan kemudahan akses terhadap kredit formal untuk petani. Hal tersebut dijelaskan dalam penelitian Supriatna (2009) tentang pola ideal pelayanan ktredit mikro untuk petani tanaman pangan dan sayuran adalah (1) menghindari persyaratan agunan sertifikat tanah, apabila terpaksa dapat diwakili oleh sertifikat pengurus kelompok tani atau lembaga penjamin kredit (avalis), (2) kredit bersifat jangka pendek (musiman) dan pembayaran dilakukan setelah panen, (3) tingkat suku bunga komersial masih dapat diakses oleh petani, (4) besar plafon kredit sesuai dengan biaya pengadaan benih, pupuk, dan obat-obatan, (5) Penyaluran kredit dilakukan melalui kelompok tani sehingga ada kontrol tehadap usaha petani, (7) sanksi berupa tanggung renteng atau penjadwalan ulang waktu pembayaran kredit. Menurut Alfendi (2011), pentingnya kelompok tani sebagai subjek pembangunan pertanian. Petani harus berkelompok, mengingat usahatani pada umumnya dihadapkan pada banyak intervensi dari lingkungan sehingga melemahkan posisi tawar petani. Mayoritas pihak yang mengintervensi usahatani adalah lembaga. Menurut Swastika (2011), pembentukan kelompok tani merupakan proses perwujudan pertanian yang terkonsolidasi sehingga dapat berproduksi secara optimal dan efisien. Dengan demikian, volume sarana produksi yang dibeli dan volume hasil yang dijual menjadi lebih besar, sehingga biaya pengadaan per satuan sarana dan pemasaran per satuan hasil menjadi lebih rendah. Demikian juga penerapan teknologi pertanian kepada petani akan lebih efisien jika dilakukan pada kelompok tani karena dapat menjangkau petani lebih banyak dalam satuan waktu tertentu.
Pertimbangan Pemberian Kredit Menurut Kasmir (2010), kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan kegiatan utama. Besar jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit, sementara dana yang terhimpun dari simpanan banyak, akan menyebabkan bank tersebut rugi. Oleh karena itu, pengelolaan kredit harus dilakukan sebaik-baiknya
14
mulai dari perencanaan jumlah kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisis pemberian kredit sampai pada pengendalian kredit yang macet. Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah atau debitur dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya, jika salah dalam menganalisis, kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih atau macet. Namun, kesalahan dalam menganalisis bukan faktor utama penyebab kredit macet. Penyebab lainnya disebabkan oleh musibah seperti bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah atau debitur. Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, langkah yang dilakukan oleh bank adalah berupaya menyelamatkan kredit tersebut dengan berbagai cara tergantung dari kondisi debitur atau penyebab dari kredit macet. Jika masih dapat dibantu, bank akan melakukan tindakan, yaitu dengan menambah jumlah kredit atau memperpanjang jangka waktu pengembalian kredit. Namun, jika memang tidak dapat diselamatkan kembali maka tindakan terakhir yang dilakukan bank adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh debitur. Menurut Kasmir (2010), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian kredit adalah kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, risiko, dan balas jasa. Unsur kepercayaan adalah keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu, yang sebelumnya dilakukan observasi terhadap usaha debitur. Unsur kesepakatan adalah prosedur yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian. Unsur jangka waktu mecakup masa pengambilan kredit yang telah disepakati. Unsur risiko kerugian dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu risiko kesengajaan dan tidak dari debitur. Unsur balas jasa akibat dari pemberian kredit bank tentu mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Menurut analisis regresi linear berganda yang dilakukan oleh Hidayanto (2010) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR terhadap 81 debitur KUR yang bisnisnya di bidang agribisnis menunjukkan lima faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR, yaitu tingkat pendapatan, frekuensi kredit, modal usaha, lama pendidikan, dan waktu pengembalian dengan variabel dependent adalah jumlah realisasi kredit. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi bank karena pihak bank akan percaya memberikan kredit kepada calon debitur yang memiliki pendapatan tinggi. Frekuensi kredit juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena memperlihatkan kemampuan dan bagus tidaknya seorang nasabah dalam membayar angsuran dan mengembalikan kredit yang diterima. Modal usaha yang besar akan menggambarkan skala usaha yang besar pula sehingga mempengaruhi perilaku pemilik usaha karena apabila modal yang ditanamkan lebih besar maka pemilik usaha akan melakukan usahanya dengan penuh kesungguhan. Lama pendidikan akan memberikan pengaruh kepada calon debitur dalam memahami kewajiban seorang debitur (membayar angsuran kredit). Waktu pengembalian ditentukan
15
melalui perhitungan pendapatan calon debitur sehingga mempengaruhi kemampuan debitur dalam membayar angsuran kredit. Penelitian ini memberikan rekomendasi saran yaitu lebih meningkatkan kegiatan promosi KUR agar penyerapan KUR meningkat, lebih memperhatikan karakteristik debitur untuk meningkatkan realisasi, dan BRI diharapkan lebih memperhatikan RPC (Repayment Capacity) nasabah yang akan berpengaruh pada realisasi dan pengembalian kredit. Hal yang sama dilakukan oleh Oktiviati (2012) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja pada PT BPR Mitra Daya Mandiri terhadap 30 nasabah yang memiliki usaha di sektor pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah lama usaha, pengalaman kredit, dan jaminan. Faktor yang sangat berpengaruh nyata adalah pendapatan usaha dan jaminan. Semakin besar pendapatan uaha akan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang direalisasikan karena nasabah dianggap mampu untuk membayar pinjaman. Begitu pula semakin besar jaminan yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan bank terhadap pinjaman yang akan diberikan (jumlah minimal jaminan adalah 80 persen dari total pinjaman). Lama usaha nasabah berpengaruh pada tingkat kematangan pengelolaan usaha dan apabila semakin lama usaha yang telah dijalankan maka berpengaruh pada tingkat pengembalian kredit. Pengalaman kredit nasabah menunjukkan riwayat pembayaran di bank lain sehingga meningkatkan kepercayaan bank sebagai pemberi kredit. Saran yang diberikan adalah lebih meningkatkan sosialisasi akan kredit melalui kegiatan customer gathering dan membuat standardisasi agunan relatif rendah yang sesuai dengan kemampuan pedagang di wilayah Citeureup. Analisis regresi linear berganda Mahliza (2011), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan murabahah (Studi Kasus: KBMT Bill Barkah, Bogor) adalah lama pendidikan, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, dan adanya agunan. Jumlah responden yang diambil adalah 40 debitur. Faktor yang sangat berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi kredit adalah agunan karena sebagai alat pengaman dana kreditur apabila usaha yang dibiayai dengan pembiayaan murabahah gagal atau mendapat sebab lain sehingga debitur tidak mampu melunasi pinjaman. Lama pendidikan mengindikasikan kedisiplinan dan tanggung jawab debitur terhadap pinjamannya. Semakin lama usaha yang dijalankan menunjukkan kelayakan suatu usaha dan kecermatan debitur dalam mengelola kebutuhan pinjaman. Pendapatan bersih usaha per bulan menunjukkan kemampuan debitur dalam pembayaran angsuran kredit. Saran yang diberikan kepada pihak KBMT adalah lebih memperhatikan karakteristik dan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah realisasi pembiayaan murabahah. Di samping itu, pihak KBMT diharapkan melakukan pembinaan terhadap usaha nasabah agar lebih profitable. Selain itu, suku bunga KUR yang relatif rendah yaitu sebesar 13,5 persen per tahun, membuat KUR menjadi target utama pengusaha kecil di sektor agribisnis guna pemenuhan kebutuhan modal usahanya. Usaha yang kurang layak ataupun karakter yang kurang baik merupakan sebagian kecil alasan mengapa nasabah yang mengajukan pinjaman modal tidak dapat memperoleh pencairan pinjaman dari BRI. Berdasarkan pemasalahan tersebut menjadi dasar bagi Hutagaol (2009) untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor
16
Agribisnis (Kasus pada BRI Unit Cigombong-Bogor) terhadap 43 nasabah yang aktif di sektor agribisnis. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata adalah lama usaha, pendapatan usaha, pendidikan nasabah, agunan, dan jarak usaha. Sedangkan faktor yang sangat berpengaruh terhadap realisasi kredit adalah agunan karena merupakan barang jaminan yang diserahkan oleh nasabah sebagai jaminan atas kredit yang diterima. Rekomendasi saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah lebih meningkatkan sosialisasi KUR pada calon nasabah, lebih memperhatikan agunan nasabah, sumber pendapatan usaha, lama usaha, pendidikan nasabah, dan lokasi usaha yang dekat dengan BRI Unit Cigombong Bogor.
Peramalan Permintaan Kredit Menurut Hutajulu (2011), peramalan permintaan untuk masa mendatang merupakan dasar dalam perumusan perencanaan optimasi produksi. Dalam penelitiannya tentang peramalan permintaan yang menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara, studi literatur, dan dokumentasi yang dimiliki oleh PT Indocement Tbk. Tahap peramalan permintaan satu tahun ke depan menggunakan data permintaan semen PT Indocement Tbk Bulan JanuariDesember 2008. Berdasarkan hasil analisis peramalan time series metode peramalan yang dipilih adalah metode peramalan dekomposisi multiplikatif dengan MSE terkecil (766.566.168). Hasil peramalan menunjukkan bahwa jumlah permintaan semen untuk periode November 2009-Oktober 2010 adalah 1.901.014 ton semen. Hasil tersebut dijadikan sebagai dasar penentuan perencanaan optimasi produksi sehingga meminimumkan penyimpangan dari sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam melakukan proses produksi, yang dihasilkan jumlah produksi optimal dengan biaya produksi minimum sehingga meningkatkan profitabilitas perusahaan. Sejalan dengan Hutajulu (2011), penelitian yang dilakukan oleh Lisjiyanti (2011) tentang analisis peramalan penjualan Tahu Kita pada PT Kitagama menggunakan beberapa metode time series dengan bantuan Excel dan Minitab 14. Dari hasil peramalan didapatkan metode terbaik untuk penjualan Tahu Kita pada outlet Patellia dan outlet Kemchicks menggunakan Decomposition Additive. Hasil perhitungan menunjukkan total perkiraan pendapatan kotor produk Tahu Kita selama 15 bulan, yaitu dari Bulan Januari 2011 sampai Maret 2012 untuk outlet Pastellia Rp 7 560 000 dan outlet Kemchicks Rp 5 728 000. Hasil tersebut digunakan sebagai dasar perencanaan pembiayaan di masa mendatang dan perencanaan pemasaran bagi peningkatan penjualan Tahu Kita. Menurut Ramadhan (2011), analisis peramalan ekspor,konsumsi domestik dan produksi CPO yang menggunakan metode peramalan Box-Jenkins (ARIMA) dan metode deskriptif Combining Forecast. Penelitian menggunakan datatime series ekspor-impor, konsumsi domestik, produksi, dan harga CPO. Hasil penelitian didapatkan ekspor CPO Indonesia berhubungan dengan harga CPO Rotterdam, sedangkan impor CPO Indonesia tidak berhubungan dengan harga CPO Malaysia. Proyeksi ekspor CPO menunjukkan pertumbuhan meningkat dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6.661 persen. Begitu juga
17
dengan proyeksi konsumsi domestik dan proyeksi produksi yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Masing-masing pertumbuhannya adalah 4.834 persen dan 4.494 persen. Rekomendasi yang peneliti sarankan untuk meminimalisasi impor adalah peningkatan produksi melalui perluasan lahan, peningkatan produktivitas, dan penguatan kelembagaan dalam bentuk PIR. Dalam penelitian ini, peramalan permintaan dilakukan untuk mengetahui jumlah permintaan realisasi KKP-E di Jawa Tengah pada Juni 2013-Mei 2014 sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pemasaran bagi peningkatan realisasi KKP-E guna mencapai target minimal realisasi KKP-E sebesar Rp 28 milyar.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Permintaan dan Penawaran Kredit Pertanian Permintaan merupakan jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Permintaan seseorang atau masyarakat pada suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor, diantaranya: harga barang itu sendiri (Px), harga barang lain (Py), pendapatan konsumen (Inc), cita rasa (T), iklim (S), jumlah penduduk (Pop), dan ramalan masa yang akan datang (F). Hukum permintaan adalah ketika harga barang meningkat, maka jumlah permintaan akan menurun dan semua hal dibiarkan sama (Mankiw 2006). Perbankan memiliki peran yang signifikan bagi aktivitas perekonomian suatu wilayah. Menurut Sugema (2006), tidak optimalnya penyaluran kredit dapat disebabkan oleh faktor permintaan kredit atau penawaran kredit. Setelah periode krisis perbankan nasional mengalami excess supply kredit akibat lemahnya permintaan kredit. Di sisi lain, Penyebab terjadi kendala penyaluran kredit perbankan adalah melambatnya kemajuan dunia usaha terhadap perubahan fokus penyaluran kredit oleh perbankan yang dapat diidentifikasi dari rationing perbankan untuk sektor-sektor tertentu. Menurut Puspopranoto (2004) (kutipan dalam Irawati 2011), bahwa bank merupakan sebuah badan usaha yang mempunyai fungsi pendapatan dan biaya sama halnya dengan perusahaan lainnya. Fungsi ini dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut : Laba = R(Q) – C(Q) Dimana : Q = Output bank R = Pendapatan bank (revenue) dari penjualan output C = Biaya bank (cost) untuk memproduksi dan menjual output Menurut Puspopranoto (2004), pendapatan merupakan fungsi dari output. Jumlah pendapatan yang diperoleh bank tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan dijual. Kegiatan perkreditan merupakan output utama dari sebuah bank dan berkisar dari kredit konsumen hingga pembelian berbagai jenis klaim keuangan di pasar keuangan. Biaya juga merupakan fungsi dari output. Biaya
18
bank terdiri dari bunga dan biaya lain yang dipergunakan untuk menarik simpanan maupun biaya pemberian dan administrasi kredit. Laba yang direalisasikan adalah sebesar selisih antar pendapatan dan biaya, dan tujuan bank adalah untuk memperoleh laba. Pemerintah dalam usahanya untuk membantu permodalan usaha mikro telah melaksanakan dan mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang perbankan melalui program KUR. Program KUR yang dijalankan pemerintah merupakan program kredit bersubsidi. Bentuk subsidi tersebut adalah penetapan suku bunga kredit program yang lebih rendah dari suku bunga di pasar umum. Dalam penetapan suku bunga KUR, pemerintah melalui bank-bank pemerintah menetapkan suku bunga 1,025 persen per tahun. Pembebanan bunga KUR sebesar 1,025 persen per tahun sangat rendah, hal ini dikarenakan tidak adanya provisi (biaya yang dipungut dari BRI). Kebijakan tersebut bertujuan untuk menggeser kurva penawaran kredit ke arah kanan. Permintaan dan penawaran kredit dapat dilihat pada Gambar 3. Suku bunga (r) S0 r0
E0
S1 E1
r1
D Q0
Q1
Gambar 3 Permintaan dan penawaran kredit Sumber:
Lipsey (1995)
Berdasarkan Gambar 3, dapat diidentifikasi bahwa pada saat modal langka, keseimbangan di titik E0 dimana jumlah dana yang ditawarkan adalah Q0 pada suku bunga r0. Dengan adanya kebijakan pemerintah diharapkan dapat menggeser kurva penawaran dari S0 ke S1 (E0 ke E1). Jika E1 dapat dicapai maka jumlah dana yang ditawarkan akan lebih banyak dengan harga yang lebih rendah (Q1 > Q0 dan R1 < R0) serta dapat menjangkau lebih banyak pelaku usaha mikro. Tingkat bunga adalah biaya peminjaman atau harga yang dibayar untuk meminjam sejumlah dana (Puspopranoto 2004). Menurunnya suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang berarti menurunnya pendapatan perbankan dari penempatan dana pada SBI dan mendorong perbankan pada pembiayaan sektor riil. Namun, suku bunga kredit tidak serta merta mengikuti gerakan suku bunga SBI (memerlukan kesenjangan waktu) dan keterbatasan daya serap sektor riil dalam menerima pembiayaan kredit.
19
Menurut Puspopranoto (2004) (kutipan dalam Irawati 2011), metode untuk menentukan tingkat bunga dalam sistem keuangan dikemukakan oleh Cargill (1991: 90-99) melalui pendekatan penawaran dan permintaan dana pinjaman. a. Penawaran dana pinjaman Menurut Puspopranoto (2004), penawaran dana pinjaman merupakan hubungan antara jumlah dana pinjaman yang ditawarkan dalam sistem keuangan dan tingkat bunga. Penawaran dana yang dapat dipinjamkan dapat dinyatakan sebagai berikut: SL = SL(r,Y) Keterangan : SL = Penawaran Dana yang Dapat Dipinjamkan r = Suku Bunga Y = Tingkat Penghasilan. Tingkat bunga (r) SL1=SL(r,Y1) Y2>Y1 SL2=SL(r, Y2)
Jumlah dana pinjaman L1
L2
Gambar 4 Fungsi penawaran dana pinjaman Sumber:
Puapopranoto (2004)
Gambar 4. menunjukkan hubungan positif antara jumlah dana pinjaman yang ditawarkan dalam sistem keuangan dan tingkat bunga. Bila Y konstan pada Y1, jumlah dana yang ditawarkan secara langsung dipengaruhi tingkat bunga. Pada tingkat bunga yang lebih tinggi, ada kesediaan yang lebih kuat untuk menawarkan dananya pada pasar kredit. Perubahan tingkat penghasilan akan menggeser fungsi penawaran dana pinjaman. Bila tingkat penghasilan meningkat menjadi Y2, fungsi penawaran akan bergeser ke arah kanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah dana pinjaman yang ditawarkan akan lebih besar pada tingkat bunga berapa pun. b. Permintaan dana pinjaman Menurut Puspopranoto (2004), tingkat bunga mencerminkan biaya dari peminjaman. Bila tingkat bunga meningkat, biaya peminjaman juga meningkat dan akibatnya jumlah dana yang diminta dalam sistem
20
keuangan juga menurun. Permintaan total akan dana pinjaman dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut: DL=DL(r) Keterangan : DL = Permintaan akan Dana Pinjaman r = Suku Bunga Tingkat bunga (r)
DL1
DL2 Jumlah dana pinjaman
L2 L1 Gambar 5 Fungsi permintaan dana pinjaman Sumber:
Puspopranoto 2004
Pada Gambar 5. di atas, dapat diidentifikasi bahwa terdapat hubungan yang terbalik atau negatif antara jumlah dana pinjaman yang diminta dan tingkat bunga, dengan asumsi faktor-faktor lain tetap, ceteris paribus. Pergeseran kurva ke arah kanan akan meningkatkan jumlah dana pinjaman yang diminta pada setiap tingkat bunga. Jenis-Jenis Kredit Pertanian Menurut Darmawanto (2008), kebijakan perbankan yang ekspansif tetapi tetap mengacu pada asas kehati-hatian (prudent), menjadi pendukung utama dalam memacu pengembangan sektor pertanian. Hal tersebut memicu bank untuk membiayai kredit pada sektor pertanian dengan bunga dibawah kredit komersil. Oleh karena itu, jenis-jenis kredit pada sektor pertanian antara lain adalah 1. Binaan Massal (BIMAS) Program yang berorientasi pada pembangunan pertanian secara umum dan swasebada beras. Program ini merupakan bimbingan yang berhubungan dengan aplikasi ilmu dan teknologi untuk mencapai hasil optimal. Dana kredit berasal dari BI yang dikelola oleh BRI sejak tahun 1967/1970 dengan tingkat bunga 3 persen per tahun sementara tingkat bunga BRI sebesar 12 persen. 2. Kredit Usaha Tani (KUT) Kredit yang diberikan kepada petani guna mendukung peningkatan produksi pangan melalui pembiayaan usahatani untuk intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. KUT disalurkan mlalui kelompok tani, KUD, dan LSM yang telah direkomendasikan oleh dinas diluar perbankan. KUT merupakan kelanjutan dari BIMAS, disalurkan melalui BRI dengan dukungan Kredit
21
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Likwiditas Bank Indonesia (KLBI). Hasil nyata KUT, tercapainya swasembada beras tahun 1984. Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Dana bergulir yang disalurkan langsung ke kelompok tani yang diharapkan dapat diputar dalam kelompok. Kelompok tani membuat rencana kegiatan kelompok dan anggota diharapkan dapat digunakan untuk usaha dalam rencana dan membayar ke kelompok dengan tingkat suku bunga yang disepakati dalam kelompok. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Langkah lanjutan dari program BPLM dimana setelah kelompok tani mendapat BPLM telah mampu memupuk modal, diharapkan dapat membentuk LKM. Departemen Pertanian telah memberikan pembinaan serta dukungan terhadap 368 LKMA di 12 provinsi selama periode 20042006. Proyek Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K) Proyek penyuluhan (non-formal), yang membimbing dan memotivasi petani-nelayan agar mau dan mampu menjangkau sumber daya pembangunan yang tersedia untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Program penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di perdesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor. PUAP merupakan bagian tak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dikoordinasikan oleh Kantor Menko Kesejahteraan Rakyat. Total anggaran PUAP sebesar Rp 1 triliun. Kredit Kepada Koperasi (KKOP) Kredit investasi atau modal untuk mengembangkan koperasi agribisnis guna pembiayaan usaha agribisnis, yaitu semua kegiatan yang terkait dengan pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian, budidadaya pertanian, pengolahan hasil pertanian, dan pemasaran hasil pertanian. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS) Kredit investasi untuk biaya pensertifikatan tanah atau modal kerja yang diberikan oleh bank pelaksana pada petani atau peternak di daerah aliran sungai. Program tersebut diusung oleh Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bank pelaksana. Kredit Ketahanan Pangan (KKP) Kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh bank pelaksana pada petani, peternak, nelayan dan petani ikan (perseorangan dan atau kelompok tani) untuk pembiayaan intensifikasi usahatani dalam pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.
Manfaat Kredit Manfaat kredit dapat ditinjau dari sudut kepentingan perbankan dan debitur. Pihak-pihak tersebut mempunyai kepentingan secara langsung terhadap manfaat perolehan dan pengelolaan kredit. Apabila perkreditan dtinjau dari sudut kepentingan debitur, maka modal dapat dipenuhi dari berbagai sumber baik dari internal perusahaan maupun dari sumber eksternal. Salah satu sumber dana
22
eksternal formal adalah perbankan. Menurut Muljono TP (1987), keuntungan yang diperoleh debitur dengan adanya pemenuhan sumber-sumber dana dari sektor perkreditan yaitu: 1. Relatif mudah diperoleh kalau memang usahanya benar-benar feasible 2. Telah ada lembaga yang kuat di masyarakat perbankan yang menawarkan jasanya di bidang penyediaan dana (kredit) 3. Biaya untuk memperoleh kredit (bunga, administrasi expense) dapat diperkirakan dengan mudah dan tepat 4. Dengan fasilitas kredit memungkinkan para debitur untuk memperluas dan mengembangkan usahanya 5. Jangka waktu kredit dapat disesuaikan dengan kebutuhan dana bagi usaha debitur, untuk kredit investasi dapat disesuaikan dengan rencana pelunasan yang sesuai dengan kapasitas usaha debitur yang bersangkutan, sedangkan untuk kredit modal kerja dapat diperpanjang berulang-ulang. Menurut Muljono TP (1987), apabila perkreditan ditinjau dari sudut kepentingan perbankan, maka perbankan akan memperoleh manfaat antara lain: 1. Memperoleh pendapatan bunga kredit, yaitu selisih antara bunga kredit yang diterima dari para debitur, dikurangi dengan biaya untuk memperoleh dana dari masyarakat dan dikurangi lagi dengan biaya-biaya overhead dalam mengelola kredit tersebut. 2. Untuk menjaga solvabilitas usahanya 3. Dengan memberikan kredit akan membantu memasarkan jasa-jasa perbankan yang lain 4. Pemberian kredit untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya 5. Pemberian kredit untuk merebut pasar (market share) dalam industri perbankan 6. Dengan pemberian kredit akan memungkinkan perbankan untuk mendidik para stafnya untuk mengenal kegiatan-kegiatan industri yang lain secara mendetail Prinsip-Prinsip Realisasi Kredit Pihak bank biasanya melakukan pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko terjadinya penunggakan pada pinjaman. Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung oleh Account Officer terhadap keadaan usaha calon debitur. Menurut Rivai (2008), prinsip 5C yang diperhatikan pada saat pemeriksaan, yaitu 1. Character Watak atau sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad atau kemauan calon nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Pemberian pembiayaan harus atas dasar kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank, bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, dan sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Di samping itu, memiliki rasa tanggungjawab, baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupannya sebagai anggota masyarakat, maupun dalam melakukan kegiatan usahanya.
23
2. Capital Jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Makin besar modal sendiri yang dimiliki, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah menjalankan usahanya (karena ikut menanggung risiko terhadap gagalnya usaha) dan lembaga keuangan akan merasa lebih yakin memberikan pembiayaan. Penilaian atas besarnya modal sendiri adalah penting, mengingat pembiayaan lembaga keuangan hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan. Dalam prakteknya, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self financial, yang sebaiknya memiliki jumlah yang lebih besar dari pembiayaan yang diminta kepada lembaga keuangan. Bentuk dari self financial ini tidak harus berupa uang tunai, bisa saja dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca perusahaan, yaitu pada owner equity, laba yang ditahan, dan lain-lain. Untuk perorangan, dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan setelah dikurangi utangutangnya. 3. Capacity Kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu, dari hasil usaha yang diperolehnya. Pengukuran capacity dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain: a. Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. b. Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan-perusahaan yang mengandalkan keahlian teknologi tinggi atau perusahaan yang memerlukan profesionalitas tinggi, seperti rumah sakit dan biro konsultan. c. Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank. d. Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan. e. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon nasabah mengelola faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan/mesin-mesin, administrasi dan keuangan, industrial relation, sampai pada kemampuan merebut pasar. 4. Collateral Barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan, dan status hukumnya. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan. Bisa juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht),
24
letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi, dan avails. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: a. Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan. b. Segi yuridis, yaitu apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan. 5. Condition of Economy Situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinan pada suatu saat dapat mempengaruhi kelancaran usaha calon nasabah. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai beberapa hal, antara lain: a. Keadaan konjungtur b. Peraturan-peraturan pemerintah c. Situasi politik dan perekonomian dunia d. Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran Kondisi ekonomi yang perlu disoroti mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Pemasaran : Kebutuhan, daya beli masyarakat, luas pasar, perubahan mode, bentuk persaingan, peranan barang substitusi, dan lain-lain. b. Teknis Produksi : Perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, dan cara penjualan dengan sistem cash atau pembiayaan. c. Peraturan Pemerintah : Kemungkinan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan. Misalnya, larangan peredaran jenis obat tertentu. Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E) KKP-E adalah salah satu alternatif pembiayaan berupa kredit modal kerja dan investasi pertanian yang diberikan bagi UMK pertanian dalam rangka pelaksanaan Program Ketahanan Pangan dan Program Tanaman Bahan Baku dan Bahan Bakar Nabati. KKP-E merupakan program pemerintah yang dititipkan kepada 22 bank umum di Indonesia, termasuk PT BRI AGRO Tbk. Namun, PT BRI AGRO Tbk mensyaratkan besar agunan yang harus disertakan oleh kelompok tani atau ternak adalah 125 persen dari total KKP-E yang diterima, meliputi usaha agribisnis yang dibiayai dan sisanya adalah kekayaan legal yang dimiliki debitur. Sumber dana KKP-E sepenuhnya berasal dari dana komersial PT BRI AGRO Tbk. Pada umumnya, agunan yang dimiliki oleh pelaku usaha mikro dan kecil pertanian tidak memenuhi persyaratan bank, untuk itu program KKP-E didesain khusus oleh pemerintah untuk kelompok usaha mikro dan kecil pertanian sehingga agunan yang diminta oleh bank dapat terpenuhi. Menurut Nurmanaf, dkk (2006) pemerintah Mengganti KUT dengan program yang telah diperbaharui, yaitu Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Aturan pada KKP kembali pada keikutsertaan bank yang berhadapan dengan peluang risiko (executing) menjadikan mereka sangat berhati-hati. Tingkat bunga masih disubsidi, dan pemerintah mengurangi subsidi tersebut secara bertahap sampai 2004. Tujuan KKP menurut Ashari (2010) yaitu (1) intensifikasi tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubi kayu) dan (2) pengadaan pangan. Target KKP adalah kelompok tani dan koperasi. Bank pelaksana KKP adalah BRI, BRI AGRO, Bukopin, Bank Mandiri, dan Bank Pembangunan Daerah. Pada tahun 2006, KKP
25
yang telah tersalur sebesar Rp 4,98 triliun. Maksimum pinjaman per petani (BRI) adalah Rp 15 juta dengan maksimum pemilikan lahan 2 ha dan periode peminjaman 12 bulan. Dalam perkembangan KKP ini sejak tahun 2007 diubah namanya menjadi KKP-Energi. Tingkat realisasi penyerapan skim kredit program KKP-E menurut Laporan Kinerja Kementan 2011 rata-rata masih rendah, yang ditunjukkan pada Tabel 6. berkisar 20% per tahun dari total komitmen bank pelaksana sebesar Rp 8,779 triliun. Komitmen bank dan realisasi serapan KPEN-RP secara kumulatif (20072011) per Oktober 2011 sebesar Rp 1,818 triliun. Sedangkan realisasi serapan secara kumulatif (2009-2011) per Oktober 2011 sebesar Rp.391,543 miliar. Tabel 6 Komitmen bank, realisasi serapan, cakupan komoditas kredit program tahun 2011 Skim Cakupan Komitmen bank Realisasi % terhadap kredit
komoditas
KKP-E
Tan. Pangan,
(RP triliun)
(Rp triliun)
Komitmenbank
1,589
18,1
Hortikultura, Perkebunan, Peternakan,
8,779
Pengadaan Pangan Sumber: Menteri Keuangan RI (2012)
Menurut Rivai (2011), penekanan program KKP-E yang diarahkan pada usaha budidaya pertanian pada umumnya masih melibatkan petani sebagai debitur. Oleh karena itu, penyaluran KKP-E ditingkat petani diupayakan untuk membiayai semua subsektor pertanian yang terbatas pada peningkatan produksi berbagai komoditas bernilai tinggi dan mempunyai pasar yang jelas. KKP-E BRI di Jawa Timur disalurkan kepada kelompok tani, koperasi, maupun perusahaan/perantara pemasaran produk pertanian. Jumlah kelompok yang terlibat di dalam penyaluran KKP-E terbatas karena kehati-hatian pihak perbankan untuk menanggung risiko kegagalan dalam pengembalian kredit. Beberapa langkah strategis yang dilakukan oleh BRI Cabang Jember untuk menjaring nasabah yang belum mendapat akses KKP-E adalah melakukan pendekatan secara pribadi kepada pengurus kelompok, menempatkan calon nasabah sebagau mitra yang sejajar dengan bank, kelayakan usaha dijalankan dengan kesesuaian pasar, nasabah memiliki pengalaman di dalam usaha, ketersediaan sumberdaya alam untuk menunjang usaha yang dijalankan, jaminan yang terbuka antara kelompok dengan BRI, jaminan berupa agunan dapat ditanggung oleh beberapa anggota kelompok asal nilai agunan memenuhi syarat jumlah dan kesesuaian sebagai agunan. BI Cabang Jember dalam menyalurkan kredit ke KUD dan nasabah
26
lainnya tidak hanya meminta jaminan tetapi juga meminta referensi dan kesehatan finansial kelompok.Kuota kredit maksimal dari BRI adalah Rp 500 juta per debitur. Jika pengembalian kredit melampaui jatuh tempo maka akan diterapkan bunga komersial. Sejalan dengan penyaluran KKP-E BRI di Jawa Timur, penyaluran KKP-E PT BRI AGRO melalui kelompok tani dan ternak, koperasi, maupun perusahaan/perantara pemasaran produk pertanian. Langkah strategis yang dilakukan oleh PT BRI AGRO adalah melakukan pendekatan secara personal kepada ketua kelompok melalui petugas penyuluh lapang dan pendamping petani untuk PT BRI AGRO, pengecekan terhadap pengetahuan dan pengalaman usaha petani melalui wawancara dan observasi langsung ke tempat usaha, melihat ketersediaan sumberdaya alam (pakan hijauan untuk peternakan) untuk menunjang usaha yang dijalankan, jaminan dapat ditanggung oleh beberapa anggota kelompok dan pengurus kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok agar mencapai syarat jumlah yang ditentukan, dan memberikan pendampingan baik dalam pengelolaan usaha maupun dalam pengelolaan kredit mulai dari pencairan sampai pelunasan kredit. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya kredit macet debitur. Penyaluran KKP-E PT BRI AGRO Semarang di Jawa Tengah, khususnya di Desa Batur, Kabupaten Salatiga terdiri dari KKP-E penggemukan sapi (empat kelompok ternak dengan jumlah anggota 40 orang peternak penggemukan sapi) dengan plafon kredit masing-masing kelompok ternak adalah Rp 500 juta. Pada umumnya, bentuk agunan KKP-E yang diberikan oleh debitur kepada PT BRI AGRO Semarang adalah sertifikat tanah beserta bangunan. Menurut Rivai (2011), salah satu syarat pengajuan KKP-E yang dikeluhkan masyarakat adalah agunan. Menurut pihak perbankan, agunan bukan syarat mutlak dan hanya difungsikan sebagai pengikat agar timbul motivasi bagi debitur untuk lebih serius dalam mengelola pinjaman yang telah diberikan. Terdapat kesan bahwa kredit yang diberikan tanpa agunan akan dianggap sebagai kredit gratis oleh penerima dan tidak perlu dikembalikan.
Kerangka Pemikiran Operasional PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan salah satu kantor cabang yang melayani penyaluran program KKP-E kepada UMK pertanian, peternakan, dan perkebunan di wilayah Jawa Tengah. Di antara kantor cabang yang berada di bawah PT BRI AGRO Tbk, PT BRI AGRO Tbk Semarang memiliki peluang terhadap sektor pertanian karena potensi UMK pertanian yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah. PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan alternatif lembaga keuangan bank yang aktif berpartisipasi dalam penyaluran KKP-E bagi UMK pertanian di Jawa Tengah. Namun pada kenyataannya, PT BRI AGRO Tbk Semarang belum dapat mencapai target minimal realisasi KKP-E kepada UMK pertanian di Jawa Tengah. Pada penelitian ini digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk manganalisis karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang, kemudian akan dikelompokkan ke dalam prinsip realisasi kredit 5C, yaitu Character, Capacity, Capital, Condition of Economy, Collateral
27
(Rivai 2008). Prinsip 5C tersebut digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang menjadi faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E dan didukung oleh referensi (penelitian terdahulu). Namun pada penelitian ini dan sesuai dengan kondisi lapang maka digunakan variabel-variabel yang hanya menggambarkan prinsip 4C, yaitu Character, Capacity, Capital dan Collateral. Variabel yang digunakan dalam analisis karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang berasal dari ide penulis yang disesuaikan dengan hasil wawancara dengan manajer pemasaran PT BRI AGRO Semarang. Pada awalnya, penulis menggunakan delapan variabel yang cocok untuk menggambarkan karakteristik debitur, yaitu umur, jenis kelamin, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Namun, setelah diskusi dilakukan, variabel umur dan jenis kelamin tidak diperhatikan oleh PT BRI AGRO Semarang karena usia dan jenis kelamin tidak menjamin keberhasilan pinjaman KKP-E yang akan diberikan. PT BRI AGRO Tbk Semarang lebih memperhatikan pengalaman dan kapasitas usaha melalui variabel lama usaha, pendapatan bersih per bulan, dan agunan. Berdasarkan hal tersebut, maka hanya enam variabel yang digunakan dalam penilaian karakteristik debitur. Karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang dikelompokkan ke dalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik individu, usaha, dan kredit. Karakteristik individu terdiri dari lama pendidikan yang termasuk ke dalam prinsip capacity dan jumlah tanggungan keluarga. Alasan pemilihan karakteristik individu dalam penelitian ini karena objek penelitian ini adalah UMKM pertanian yang sangat erat hubungannya dengan peran debitur dalam menjalankan usaha. Karakteristik usaha terdiri dari lama usaha dan pendapatan bersih usaha per bulan yang termasuk ke dalam prinsip capital (pendapatan bersih dihitung dari penerimaan kotor usaha debitur sebelum menerima pinjaman KKP-E dikurangi oleh biaya-biaya pengelolaan ternak). Alasan pemilihan karakteristik usaha, karena penelitian ini berkaitan dengan penyaluran KKP-E pada usaha, mikro, kecil, dan menengah. Lama usaha dipilih karena kredit yang diberikan harus melihat pengalaman dan prospek usaha debitur sehingga membantu PT BRI AGRO Tbk Semarang dalam memutuskan jumlah realisasikan KKP-E. Sedangkan variabel pendapatan per bulan sangat menggambarkan besar keuntungan dan kelancaran usaha debitur yang berdampak pada kemampuan debitur untuk mengembalikan pinjaman KKP-E sesuai waktu yang telah ditetapkan. Karakteristik kredit meliputi pengalaman meminjam yang termasuk ke dalam prinsip character dan agunan yang termasuk ke dalam prinsip collateral. Alasan pemilihan karakteristik kredit dalam penelitian ini karena KKP-E merupakan objek yang diteliti dan akan diidentifikasi pengaruhnya terhadap variabel-variabel bebas. Variabel pengalaman meminjam dipilih karena menggambarkan riwayat pembiayaan lain yang pernah diambil sebelumnya oleh debitur. Sedangkan ada atau tidaknya agunan mencerminkan seberapa besar tanggung jawab debitur atas pinjaman yang diambil. Agunan merupakan jaminan terhadap pinjaman yang jumlahnya harus 125 prsen dari total pinjaman yang diperoleh debitur. Analisis kuantitatif digunakan analisis regresi linear berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E dengan dan
28
analisis peramalan time series untuk menganalisis ekspektasi permintaan realisasi KKP-E pada 12 bulan mendatang. Pada penelitian ini, terdapat enam faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap realisasi KKP-E, yaitu lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E didasarkan pada penelitian terdahulu dan diskusi yang dilakukan dengan pemimpin cabang dan Account Officer KKP-E PT BRI AGRO Tbk Cabang A. Yani Semarang. Variabel lama pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki calon debitur dalam mengajukan kredit dan dalam menjalankan usaha. Diduga semakin tinggi lama pendidikan calon debitur, maka calon debitur akan semakin memahami penggunaan kredit yang diajukan serta kewajibannya terkait angsuran kredit maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang akan diberikan. Variabel jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin besar beban biaya yang akan dikeluarkan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan pembayaran angsuran. Oleh karena itu, diduga semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin kecil jumlah realisasi kredit yang akan diberikan kepada calon debitur. Variabel pendapatan bersih per bulan berkaitan dengan besar keuntungan usaha sebelum menerima pinjaman KKP-E yang telah dikurangi dengan biayabiaya usaha. Pendapatan bersih usaha per bulan mencerminkan kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit berdasarkan waktu yang ditentukan. Semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang akan diberikan. Variabel lama usaha membuktikan performa usaha dan menunjukkan usaha tersebut memiliki prospek yang baik untuk dibiayai serta menunjukkan pengalaman pengelolaan bidang usaha calon debitur. Semakin lama usaha yang dijalankan maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang akan diberikan. Variabel pengalaman meminjam berkaitan dengan karakter calon debitur yang dapat dipercaya dan hal tersebut telah terbukti dari pengalaman kredit sebelumnya. Banyaknya pengalaman meminjam yang telah diambil calon debitur, menunjukkan kesuksesan debitur mengelola kredit tersebut dan membuat hubungan yang semakin baik dengan lembaga penyalur kredit tersebut. Diduga semakin tinggi Pengalaman meminjam maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan karena tingkat kepercayaan PT BRI AGRO Semarang terhadap calon debitur tinggi. Variabel agunan berkaitan dengan ada atau tidaknya jaminan yang diserahkan debitur. Hal tersebut karena pihak PT BRI AGRO Tbk Semarang memiliki ketentuan dimana total agunan yang harus diserahkan sebesar 125 persen dari total kredit yang diajukan. Agunan berperan sebagai penjamin, apabila debitur tidak dapat mengembalikan kredit dengan baik atau dapat menjadi pengganti kredit tersebut. Diduga semakin besar agunan yang diberikan maka akan semakin besar pula jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Semua variabel tersebut diduga memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Penentuan faktor-faktor ini menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Setelah output regresi linear
29
berganda didapatkan, maka akan diinterpretasikan untuk menunjukkan faktorfaktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E. Permasalahan PT BRI AGRO Semarang adalah belum tercapainya target realisasi KKP-E. Kurangnya permintaan realisasi KKP-E dari calon debitur diduga disebabkan oleh minimnya pemasaran atau promosi yang dilakukan PT BRI AGRO Semarang dan sulitnya mencari debitur potensial yang layak dibiayai di daerah Jawa Tengah. Peluang realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang adalah plafon kredit yang belum terealisasikan sesuai target. PT BRI AGRO Semarang perlu membuat perencanaan target realisasi KKP-E dengan baik dan tepat sebagai dasar pengambilan keputusan. Salah satu cara untuk mencapai target realisasi KKP-E adalah melakukan analisis peramalan frekuensi permintaan KKP-E di Jawa Tengah. Aktivitas peramalan dimaksudkan agar PT BRI AGRO Tbk Semarang dapat menyiasati kemungkinan jumlah permintaan KKP-E di masa mendatang sehingga memungkinkan optimalisasi pemasaran KKP-E untuk pencapaian target realisasi. Seperti yang telah dilakukan oleh Hutajulu (2010), peramalan permintaan semen PT Indocement selama satu tahun ke depan untuk menentukan perencanaan optimasi produksi semen sehingga diperoleh jumlah yang optimal dengan metode peramalan time series. Metode terbaik yang diperoleh adalah dekomposisi multiplikatif dengan nilai Mean Square Error (MSE) terkecil. Analisis peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E untuk Juni 2013Mei 2014 menggunakan metode peramalan time series (memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi pada masa mendatang berdasarkan data kuantitatif masa lalu). Pola data yang akan digunakan dalam peramalan (frekuensi realisasi KKP-E Juni-Desember 2012) adalah tidak stasioner dan memiliki unsur trend, sehingga metode peramalan yang dipilih adalah Double Exponential Smoothing 0,4 0,3. Selanjutnya, metode digunakan sebagai acuan untuk menyusun perencanaan pemasaran KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Dari analisis tersebut, akan diperoleh hasil berupa karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E, dan frekuensi perkiraan permintaan realisasi KKP-E sehingga dapat dirumuskan rekomendasi strategi untuk PT BRI AGRO Tbk Semarang. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kerangka pemikiran operasional dapat ditunjukkan oleh Gambar 6.
30
Permasalahan: Belum tercapainya target penyaluran KKP-E di Jawa Tengah PT BRI AGRO Tbk – Semarang Pencapaian realisasi: Rp 7 134 milyar Target realisasi: Rp 28 milyar
Kredit Ketahanan Pangan-Energi (KKP-E)
Analisis kualitatif: Karakteristik debitur Analisis prinsip 4C Karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Semarang: 1. Karakteristik Debitur - Lama pendidikan (Capacity) - Jumlah tanggungan keluarga (-) 2. Karakteristik Usaha - Lama usaha (Capacity) - Pendapatan bersih/bulan (Capital) 3. Karakteristik Kredit - Pengalaman meminjam (Character) - Agunan (Collateral)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Analisis kuantitatif: Regresi Linear Berganda
Analisis kuantitatif: Peramalan Time Series
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KKP-E:
Peramalan Frekuensi Permintaan Realisasi KKPE menggunakan data frekuensi realisasi KKP-E Bulan Juni-Desember 2012
Lama Pendidikan Jumlah tanggungan keluarga Lama usaha Pendapatan brsih/bulan Pengalaman meminjam Agunan
Metode Double E.S. 0,4 0,3
1. Karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Semarang 2. Faktor yang berpengaruh terhadap realisasi KKP-E 3. Ekspektasi frekuensi permintaan realisasi KKP-E Juni ’13 – Mei ‘14
Rekomendasi strategi untuk PT BRI AGRO Semarang
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi dan ramalan permintaan KKP-E PT BRI AGRO Semarang
31
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT BRI AGRO Tbk Semarang Jawa Tengah tepatnya di Desa Batur, Kabupaten Salatiga yang merupakan sentra peternakan penggemukan sapi. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan bank dengan total alokasi realisasi KKP-E terbesar kedua setelah PT BRI AGRO Cabang Jawa Timur karena besarnya potensi pertanian dan UMK pertanian yang dimiliki Jawa Tengah sehingga menyebabkan pertanian lebih variatif. Selain itu, merupakan keputusan Manager Pemasaran yang memberikan pendamping (Account Officer) khusus KKP-E penggemukan sapi bagi penulis dalam melakukan penelitian serta mekanisme realisasi penggemukan sapi yang relatif mudah untuk dipelajari penulis. Pelaksanaan turun lapang berlangsung pada bulan Januari sampai dengan Februari 2013.
Jenis, Sumber Data, dan Metode Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat melalui pengamatan langsung, dikusi, wawancara dengan debitur KKP-E yang berpedoman pada kuesioner, dan pihak manajemen PT BRI AGRO Tbk Semarang yang berpedoman pada interview guide. Data sekunder merupakan data yang diambil berdasarkan data internal dan eksternal PT BRI AGRO Tbk Semarang. Data internal dapat berupa laporan bulanan PT BRI AGRO Tbk Semarang, laporan keragaan, dan dokumen pemohon kredit seluruh debitur KKP-E. Data eksternal berupa dokumen perusahaan, instansi terkait seperti Dinas Pertanian Republik Indonesia, Laporan Publikasi Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, jurnal penelitian, skripsi, tesis, penelusuran internet, dan sumber lain yang relevan sehingga dapat menjadi acuan dalam penelitian. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara yang berpedoman pada kuesioner kepada debitur PT BRI AGRO Tbk Semarang di Desa Batur, Salatiga. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu survey awal, lanjutan, dan pengambilan data responden. Survey awal telah dilakukan penulis pada tanggal 2 November 2012 di Desa Batur Kabupaten Salatiga bersama Accounting Officer PT BRI AGRO Tbk Semarang. Pada survey awal, penulis melakukan diskusi dengan ketua kelompok Batur Jaya seputar KKP-E yang diberikan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang. Survey lanjutan dilakukan penulis pada tanggal 17 Januari 2013 bersama Account Officer PT BRI AGRO Semarang. Pada survey lanjutan, penulis memastikan dan meminta izin kepada ketiga ketua kelompok ternak untuk melakukan penelitian berhubungan dengan usaha penggemukan sapi yang memperoleh realisasi KKP-E dari PT BRI AGRO Semarang. Pengambilan data responden dilakukan pada tanggal 19 Januari-12 Februari 2013. Pengambilan data dilakukan dengan panduan kuesioner kepada peternak penggemukan sapi.
32
Metode Penentuan Responden Responden yang diambil dalam penelitian adalah debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang di Desa Batur. Metode penentuan responden yaitu simple random sampling yang dilakukan dengan mengetahui jumlah seluruh debitur (peternak penggemukan sapi) di Desa Batur terlebih dahulu, kemudian memberi nomor kepada masing-masing debitur dari 1-40 ke dalam gulungan kertas. Selanjutnya memilih secara acak agar didapat data yang variatif dengan cara dikocok. Jumlah seluruh debitur (peternak penggemukan sapi) di Desa Batur adalah 40 orang. Jumlah debitur yang dipilih secara acak sebanyak 35 responden yang merupakan anggota dari Kelompok Peternak Batur Maju I (10 peternak), Batur Maju II (10 peternak), Pangudi Mulyo (10 peternak), dan Ngudi Raharjo (5 peternak).
Metode Analisis Data Pengolahan data penelitian menggunakan perangkat komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14. Nazir M (2009) mendefinisikan, analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis, data dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif berupa deskripsi karakteristik pelaku usaha (UMK pertanian) yang merupakan debitur KKP-E PT BRI AGRO Semarang dan analisis prinsip realisasi kredit 4C (character, capacity, capital, dan collateral). Karakteristik debitur dikategorikan menjadi tiga kelas interval yang menggunakan rumus Slamet (2009) dengan rumus pembagian antara selisih koefisien (koefisien terbesar dengan koefisien terendah) dengan jumlah interval kelas yang diinginkan. Dalam penelitian ini, karakteristik debitur dibagi menjadi tiga interval kelas. Karakteristik pelaku usaha dikelompokkan ke dalam tiga karakteristik, yaitu karakteristik individu, usaha, dan kredit. Karakteristik individu terdiri dari lama pendidikan yang termasuk ke dalam prinsip capacity dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik usaha terdiri dari lama usaha dan pendapatan bersih usaha per bulan yang termasuk ke dalam prinsip capital (pendapatan bersih dihitung dari penerimaan kotor usaha utama (berternak) dan sampingan (bertani) debitur sebelum menerima pinjaman KKP-E dikurangi oleh biaya-biaya pengelolaan ternak dan tani. Karakteristik kredit meliputi pengalaman meminjam yang termasuk ke dalam prinsip character dan agunan yang termasuk ke dalam prinsip collateral. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif yang digunakan adalah regresi linear berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi KKP-E dan analisis time series untuk meramalkan frekuensi permintaan realisasi KKP-E pada Juni 2013-Mei 2014. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E
33
diperlukan untuk menganalisis variabel-variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E. Variabel-variabel independent terdiri dari variabel lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Analisis peramalan menggunakan metode time series, yaitu Double Exponential Smoothing 0,3 0,4 untuk meramalkan frekuensi permintaan realisasi KKP-E pada 12 bulan mendatang (Juni 2013-Mei 2014) sehingga dapat menjadi pertimbangan BRI AGRO dalam menyusun strategi pemasaran KKP-E agar target realisasi KKP-E dapat tercapai. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KKP-E. Model regresi linear berganda merupakan persamaan regresi dengan pendugaan nilai peubah Y (dependent) berdasarkan hasil pengukuran beberapa peubah X (independent). Variabel terikat atau dependent (peubah Y) adalah jumlah realisasi KKP-E yang diterima debitur. Variabel bebas (peubah X) terdiri dari variabel lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Persamaan regresi linear berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E adalah Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4 + b5X5 + b6X6 + e Dugaan nilai parameter: b0, b1, b3, b4, b5, b6 dan c1 < 0 adalah koefisien untuk setiap variabel bebas dimana: Y = Variabel dependent, yaitu jumlah realisasi KKP-E (000 rupiah) b0 = Konstanta atau intercept model garis regresi X1 ,…,X6 = Variabel independent X1 = Lama pendidikan (tahun) X2 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X3 = Lama usaha (tahun) X4 = Pendapatan bersih per bulan (000 rupiah) X5 = Pengalaman meminjam (kali) X6 = Agunan (000 rupiah) e = Kesalahan pengganggu Evaluasi Model Pendugaan 1. Uji-F Pengujian statistik F untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas (X) secara bersamaan terhadap variabel terikat (Y). Hipotesis dan rumus uji F dirumuskan sebagai berikut : H0:b1 = b2 = 0 (Semua variabel X tidak mempengaruhi variabel Y) H1:b1 ≠0 (Sekurang-kurangnya ada satu X yang mempengaruhi variabel Y) Rumus Uji F :
34
Keterangan : JKK : Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG : Jumlah kuadrat galat k : Jumlah faktor yang dianalisis n : Jumlah contoh Kriteria Uji : 1. F-hit > F Tabel, maka tolak H0 artinya semua variabel bebas mampu secara simultan menjelaskan variasi dari variabel terikat. 2. F-hit < F Tabel, maka terima H0 artinya semua variabel bebas tidak mampu secara simultan menjelaskan varisi dari variabel terikat. Koefisien Determinasi (R2) Akurasi model dugaan (goodness of fit) dengan memperhatikan koefisien determinasi (R2) untuk mengukur besarnya variasi variabel independent yang dijelaskan oleh model. Semakin besar tingkat keragaman yang dapat dijelaskan oleh suatu model maka semakin besar koefisien determinasi yang diperoleh (Gujarati 1997). Dengan katab lain, model semakin dapat merepresentasikan apa yang terjadi di lapangan. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut: 2.
3.
Uji-t Pengujian signifikansi variabel-variabel bebas secara individu dengan uji t. Hipotesis dan rumus uji t dirumuskan sebagai berikut : H0 : b1 = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y) H1 : b1 ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y) Rumus Uji F (Walpole, 1993) : Keterangan : b = Slope variabel Xi b0 = Slope konstanta SE = Standard Error Kriteria Uji : 1. t-hit > t tabel, maka tolak H0 artinya variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 2. t-hit < t tabel, maka terima H0 artinya variabel-variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Asumsi Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis hubungan dua variabel atau lebih dan menelusuri pola hubungan yang belum diketahui sempurna modelnya atau mengetahui bagaimana variasi beberapa variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen (Abdurahman 2007). Jika X1, X2,…XK adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara variabel X dan Y. Menurut (Yamin, Rachmach, dan Kurniawan 2011), asumsi pada analisis regresi linear berganda, yaitu:
35
1. Uji Normalitas Pembuktian bahwa kesimpulan yang diambil dalam uji global dan parsial valid. Kenormalan diperlukan dalam regresi linear berganda karena merupakan metode analisis parametrik. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah melihat plot garis dari Standardized Residual Cumulative Probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal maka dapat dikatakan data yang diuji memiliki sebaran normal (Standardized Residual Cumulative Probability P-value > α). 2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi bernilai berbeda untuk semua nilai variabel-variabel bebas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dengan cara membuat scatter plot dari persamaan regresi. Jika membentuk pola tertentu, akan terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak membentuk pola yang jelas serta titik-titik tersebut tersebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, heteroskedastisitas tidak terjadi atau disebut homoskedastisitas. 3. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi ketika variabel-variabel bebas saling berkorelasi. Variabel-variabel bebas yang berkorelasi membuat pendugaan koefisen menjadi tidak stabil. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF>10 menunjukkan adanya multikolinearitas. Nilai VIF >10 menunjukkan variabel berkolinear berganda. Adanya kolinear ganda dalam model mengakibatkan pendugaan koefisien regresi menjadi tidak nyata. 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi terjadi ketika residu-residu berhubungan yang berada dalam regresi linear berganda saling berkorelasi. Autokorelasi diuji menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai d (statistik Durbin-Watson) berkisar dari nol hingga empat. Jika nilai d berkisar pada angka dua, hal tersebut menunjukkan model tidak mengandung autokorelasi. Hipotesis Regresi Linear Berganda Berdasarkan ide penulis yang disesuaikan dengan hasil wawancara dengan manajer pemasaran PT BRI AGRO Semarang dan berdasarkan beberapa penelitian terdahulu mengenai variabel-variabel yang sesuai untuk digunakan dalam analisis regresi berganda. Hasil dari wawancara dan beberapa penelitian tersebut agar menjadi bahan rekomendasi untuk penelitian Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi dan Ramalan Permintaan KKP-E pada PT BRI AGRO Tbk Semarang, maka: 1. Lama pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Semakin lama pendidikan formal akan semakin besar pemahaman kredit maka manajemen usaha yang diterapkan akan semakin baik sehingga realisasi KKP-E yang diberikan akan semakin besar karena debitur dianggap lebih bertanggung jawab dalam pengembalian KKP-E. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Koefisien Lama pendidikan tidak berpengaruh nyata H1 = Koefisien Lama pendidikan berpengaruh nyata
36
2. Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh terhadap jumlah pengeluaran keluarga sehingga mempengaruhi kemampuan debitur dalam pengembalian kredit. Hal tersebut berhubungan negatif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin kecil jumlah realisasi KKP-E. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Koefisien jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata H1 = Koefisien jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata 3. Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E karena semakin lama usaha berjalan, maka debitur diharapkan telah mengetahui strategi untuk menjalankan usaha, membuktikan usaha debitur mampu bersaing, dan memiliki prospek yang baik. Sehingga semakin lama usaha, maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Koefisien lama usaha tidak berpengaruh nyata H1 = Koefisien lama usaha berpengaruh nyata 4. Pendapatan bersih dihitung dari penjumlahan usaha utama (berternak) dan sampingan (bertani) dimana penerimaan kotor usaha debitur sebelum menerima pinjaman KKP-E dikurangi oleh biaya-biaya pengelolaan ternak dan tani. Pendapatan bersih usaha per bulan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Semakin kecil pendapatan bersih per bulan, maka semakin kecil kemampuan debitur membayar angsuran KKP-E sehingga semakin kecil pula jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Hipotesis yang digunakan adalah: H0= Koefisien pendapatan bersih usaha per bulan tidak berpengaruh nyata H1 = Koefisien pendapatan bersih usaha per bulan berpengaruh nyata 5. Pengalaman meminjam diduga berimplikasi positif terhadap jumlah realisasi KKP-E, semakin banyak pengalaman meminjam maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Semakin banyak pengalaman meminjam, membuktikan debitur tidak mempunyai masalah dengan pihak (bank) lain dalam proses realisasi kredit sehingga PT BRI AGRO percaya untuk merealisasikan KKP-E karena telah menilai karakter, riwayat usaha, dan kredit debitur. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Koesfisien frekuensi pinjaman tidak berpengaruh nyata H1 = Koesfisien frekuensi pinjaman berpengaruh nyata 6. Agunan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Agunan bersifat mengikat antara debitur dengan PT BRI AGRO Semarang, sehingga adanya agunan membuat jumlah realisasi KKP-E semakin besar karena tingkat kepercayaan PT BRI AGRO Semarang lebih besar terhadap KKP-E yang diberikan. Selain itu, agunan sebagai penjamin dan pengganti dana bank yang telah diberikan jika debitur tidak dapat mengembalikan KKP-E. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Koefisien agunan tidak berpengaruh nyata H1 = Koefisien agunan berpengaruh nyata Analisis Peramalan Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan yang dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa mendatang dengan
37
suatu bentuk model matematik. Kegunaan dari peramalan dapat dilihat pada saat pengambilan keputusan, karena adanya perbedaan waktu antara kesadaran akan dibutuhkannya suatu kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan kebijakan tersebut dan untuk memperkirakan peluang, serta kesempatan yang ada dan ancaman yang mungkin terjadi di masa mendatang. Menurut Santoso (2009), peramalan berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun dibedakan atas dua macam, yaitu metode peramalan kualitatif dan kuantitatif. Menuurt Heizer dan Render (2006), metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu metode deret waktu (time series) dan peramalan kausal. Metode time series dapat digunakan untuk dua pola data, yaitu data stasioner dan tidak stasioner. Pola data yang akan digunakan pada metode peramalan adalah tidak stasioner dan diduga mengandung unsur trend. Oleh karena itu, metode peramalan yang digunakan adalah Double Exponential Smoothing (Holt).Metode ini digunakan untuk pola data tidak stasioner yang diduga mengandung pola trend, karena metode ini menambahkan pertumbuhan atau faktor trend dari persamaan dasar smoothing. Metode ini memiliki dua komponen, yaitu komponen level dan trend. Rumus metode ini adalah Komponen level estimate: Komponen trend estimate: Peramalan periode ke p: Keterangan: L: level estimate (dipengaruhi oleh besaran α) T: trend estimate (dipengaruhi oleh besaran β) Ŷ : nilai peramalan untuk periode mendatang
GAMBARAN UMUM PT BRI AGRO Tbk Sejarah PT BRI AGRO Tbk PT BRI AGRO merupakan salah satu bank nasional terkemuka di Indonesia yang memfokuskan layanan perbankannya pada pembiayaan agribisnis seperti perkebunan, perikanan, peternakan, dan pengolahan. BRI AGRO didirikan di Jakarta pada tanggal 27 September 1989 atas usulan dari petinggi PTPN IX dan memperoleh dukungan dari para tokoh agribisnis baik pemerintah, BUMN maupun swasta nasional. BRI AGRO terbentuk dari beberapa gabungan saham yang berasal dari dana pensiunan perkebunan (Depenbun) sebesar 95.62 persen dan dana perorangan sebesar 4.38 persen. Kelahiran BRI AGRO merupakan pelopor sejarah perbankan agribisnis di Indonesia. Bahkan saat ini BRI AGRO merupakan satu-satunya Bank Agribisnis di Indonesia. Terdapat beberapa perubahan dan pembenahan sistem yang dilakukan oleh BRI AGRO yaitu pada tahun 2003, BRI AGRO memperoleh persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal menjadi perusahaan publik sehingga namanya menjadi PT
38
BRI AGRO Tbk dan pada tahun yang sama mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya. Seiring merger antara Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia, sejak tahun 2007 saham BRI AGRO dengan kode AGRO tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2006 BRI AGRO meningkat statusnya menjadi Bank Umum Devisa. Sejak awal berdiri tahun 1989, BRI AGRO bernama Agroniaga, selanjutnya berubah menjadi BRI AGRO setelah diakuisisi oleh PT BRI pada Oktober 2010. Pergantian nama menjadi BRI AGRO terlaksana pada pertengahan tahun 2012 disusul dengan pergantian logo bank. Sejak awal berdiri hingga saat ini portofolio kredit BRI AGRO sebagian besar (antara 65 persen – 75 persen) disalurkan di sektor agribisnis, baik on farm seperti usaha perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu, teh, maupun peternakan sapi dan off farm seperti pengembangan pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), pembiayaan perdagangan gula, hingga pembiayaan ekspor minyak kelapa sawit (CPO), teh, impor sapi, dan lain-lain. BRI AGRO membangun reputasi atas dasar pelayanan prima dan produk keuangan inovatif bagi nasabah didukung oleh jaringan kantor pelayanan di sentra-sentra agribisnis di berbagai kota besar hingga pelosok perkebunan seperti Medan, Pekanbaru, Kampar, Dalu-Dalu, Jambi, Lampung, Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Balikpapan melalui 20 kantor jaringan pelayanan yang didukung oleh 463 karyawan. Guna meningkatkan kualitas layanan, efisiensi dan keandalan, BRI AGRO terus melakukan upaya restrukturisasi yang mencakup aspek manajemen, karyawan, organisasi, sistem, budaya perusahaan dan identitas perusahaan. Upaya tersebut berhasil meletakkan landasan dan infrastrukstur yang baru guna mendukung pertumbuhan berdasarkan prinsip transparansi, tanggung jawab, integritas dan profesionalisme.
Visi, Misi, Tujuan dan Sasarann Jangka Panjang PT BRI AGRO Tbk Visi Mewujudkan bank komersial terkemuka yang fokus pada sektor pertanian dalam mendukung pengembangan agribisnis di Indonesia. Misi a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik pada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terutama sektor agribisnis untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestrian lingkungan. b. Memenuhi kebutuhan pokok, jasa dan layanan perbankan yang berkualitas, didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas tinggi dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance. c. Memberikan manfaat yang optimal bagi para stakeholder.
39
Tujuan a. Bagi Pemerintah Berperan dalam meningkatkan mutu industri perbankan Indonesia, memperlancar perputaran uang di masyarakat, menjadi agen pembangunan dan meningkatkan pendapatan pajak. b. Bagi Pemegang saham Memberikan tambahan penghasilan bagi pemegang saham melalui dividen yang dibagikan sesuai keuntungan dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). c. Bagi Nasabah Memberikan bantuan permodalan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah sektor pertanian. Hal tersebut ditunjukkan dengan hampir 80 persen dari jumlah kredit yang disalurkan oleh BRI AGRO dan mengamankan dana nasabah serta memberikan jasa perbankan melalui pelayanan dan kualitas yang terbaik, sehingga memberikan niai tambah dan hubungan kemitraan dengan nasabah terpelihara dengan baik. d. Bagi Pekerja Menjadikan pekerja sebagai aset utama perusahaan serta menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang sehat, mengembangkan budaya kerja perusahaan dan memberikan penghasilan bagi pekerja. e. Bagi Masyarakat Memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membangun ekonomi, sosial, maupun lingkungan dengan menyisihkan sebagian laba usaha yang diperoleh. Sasaran jangka panjang a. Menjadi bank sehat yang memiliki aset dan keuntungan yang besar. b. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pertanian. c. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan pendanaan investasi usaha mikro, kecil, dan menengah. d. Menjadi melaksanakan bank yang good corporate governance secara konsisten.
Organisasi dan Jaringan Kerja PT BRI AGRO Tbk BRI AGRO adalah bank besar yang berbasis pertanian, guna memastikan standar tata kelola BRI AGRO memiliki Dewan Komisaris yang dibantu oleh beberapa komite yaitu komite audit yang berfungsi sebagai sumber informasi kepada dewan komisaris seputar kinerja dan posisi BRI AGRO, komite pemantau risiko yang berfungsi sebagai penyedia informasi terkait manajemen risiko secara menyeluruh, dan komite remunerasi dan nominasi yang berfungsi sebagai penyelaras pihak independen di luar komisaris dan dipimpin oleh komisaris independen. BRI AGRO dipimpin oleh seorang direktur utama yang dibantu oleh tiga direktur yang membidangi operasi, pemasaran dan pengembangan bisnis, dan kepatuhan manajemen risiko. Unit kerja kantor pusat BRI AGRO meliputi bidang operasi dan penunjang, yang masing-masing dipimpin oleh para kepala divisi yang membawahi para staf. Unit kerja di kantor cabang BRI AGRO dipimpin oleh
40
pemimpin cabang yang dibantu oleh wakil pemimpin cabang yang membawahi para officer, account officer, dan funding officer.
Bidang Usaha PT BRI AGRO Tbk Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa perbankan, PT BRI AGRO mempunyai beberapa bidang usaha yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian usaha dana masyarakat (simpanan), pinjaman, dan jasa bank lainnya. Bidang Simpanan Meliputi Giro BRI AGRO, Deposito BRI AGRO baik dalam mata uang Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI AGRO, Tabungan. Bidang Pinjaman Meliputi Kredit BRI AGRO, Kredit Non BRI AGRO, Kredit Pensiun, Kredit Konsumsi, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi. Usaha Jasa Bank Meliputi transfer dan LLG, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine (ATM), Transaksi online, Kliring, dan jual beli Bank Notes atau mata uang asing.
Produk-Produk PT BRI AGRO Tbk Sebagai perbankan simpan pinjam, PT BRI AGRO Tbk Semarang memiliki berbagai produk perbankan untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Secara garis besar, PT BRI AGRO Tbk Semarang melayani tiga macam produk, yaitu simpanan, pinjaman, dan jasa bank lainnya. Tabungan BRI AGRO Tabungan BRI AGRO merupakan basis produk dari PT BRI AGRO, karena fungsi dasar suatu perbankan adalah lembaga penyimpan dana masyarakat. Tabungan BRI AGRO memiliki batas setoran minimal sebesar Rp 50 000. Dengan setoran awal sebesar Rp 100 000, nasabah akan memperoleh banyak keuntungan, salah satunya adalah besar bunga yang akan diperoleh maksimal empat persen. Tabungan BRI AGRO dilengkapi dengan BRI AGRO Card (kartu BRI AGRO) yang dapat digunakan sebagai kartu ATM. Tabungan BRI AGRO Berhadiah Tabungan BRI AGRO Berhadiah merupakan produk tabungan BRI AGRO dengan format baru yang lebih mengutamakan nasabah besar, nasabah yang menyimpan dananya dengan nominal tertentu akan langsung mendapatkan hadiah eksklusif tanpa diundi tetapi dana tersebut akan ditahan atau dihold dalam jangka waktu tertentu. Produk ini merupakan tabungan praktis dan memberikan beberapa keuntungan yaitu jaringan yang tersebar luas di 13 kantor cabang BRI AGRO,
41
hadiah eksklusif yang langsung diperoleh nasabah, suku bunga tabungan BRI AGRO Berhadiah sebesar 0.5 persen dilengkapi BRI AGRO Card (Kartu BRI AGRO) yang dapat berfungsi sebagai kartu ATM (jika memiliki saldo di atas saldo minimal). Terdapat tiga jenis Tabungan BRI AGRO Berhadiah, yaitu BRI AGRO Platinum dengan menyimpan dana minimal Rp 800 000 000 masa hold tiga bulan, langsung mendapat hadiah new Ipad dan Samsung Galaxy SIII (berlaku nominal simpanan dan hadiah berbeda), BRI AGRO Gold dengan menyimpan dana minimal Rp 480 000 000 masa hold tiga bulan, langsung mendapat hadiah Acer Notebook (berlaku nominal simpanan dan hadiah berbeda), dan BRI AGRO Silver dengan menyimpan dana minimal Rp 160 000 000 masa hold tiga bulan, langsung mendapat hadiah HP Samsung Galaxy Y (berlaku nominal simpanan dan hadiah berbeda). Deposito BRI AGRO Deposito BRI AGRO merupakan produk deposito yang memberikan keamanan dalam investasi dana. Deposito sebagai simpanan berjangka sangat diminati nasabah karena menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan tabungan. Suku bunga yang ditawarkan sesuai dengan suku bunga LPS yaitu 5.25 persen. Jumlah minimal deposito adalah Rp 500 ribu dengan jangka waktu deposito mulai dari satu, tiga, enam, 12, dan 24 bulan. Deposito BRI AGRO Berhadiah Sejalan dengan Tabungan BRI AGRO Berhadiah, Deposito BRI AGRO Berhadiah juga merupakan produk BRI AGRO dengan format baru yang memberikan keamanan dalam investasi dana bagi deposan besar. Nasabah akan mendapatkan hadiah langsung tanpa diundi berupa paket umroh atau paket liburan ke berbagai negara. Deposito BRI AGRO Berhadiah merupakan simpanan berjangka dengan masa hold tiga, enam, dan 12 bulan. Jumlah minimal deposito akan disesuaikan dengan masa hold yang diinginkan oleh nasabah. Sebagai contoh, jumlah dana deposito minimal untuk masa hold tiga bulan adalah minimal Rp 24 milyar dan nasabah berhak mendapatkan hadiah langsung berupa paket umroh. Giro BRI AGRO Alat transaksi yang digunakan oleh nasabah PT BRI AGRO untuk melakukan pembayaran dengan mengeluarkan giro pada pihak pembayar (BRI AGRO). Selanjutnya pihak BRI AGRO akan mentransfer dana kepada pihak penerima dan langsung ke akun penerima. Giro merupakan alat transaksi yang menerapkan sistem dorong pada bank sebagai pihak pembayar. Alat transaksi berupa giro bersifat lebih aman bagi nasabah yang sering bertransaksi dengan nominal yang besar, karena nasabah tidak perlu membawa uang tunai ketika bertransaksi. Terdapat dua jenis giro yang ditawarkan yaitu giro perorangan dan giro perusahaan. Syarat giro perorangan adalah jumlah setoran pertama sebesar Rp 1 juta dengan saldo endapan minimal Rp 500 ribu. Sedangakan giro perusahaan, jumlah setoran pertama sebesar Rp 2 juta dengan saldo endapan minimal Rp 1 juta.
42
Produk Pinjaman a. Kredit Konsumsi Kredit komersial merupakan produk awal dan unggulan BRI AGRO khususnya untuk karyawan Perkebunan Nusantara. Kredit konsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan konsumsi barang dan jasa. Kredit konsumsi dapat digunakan untuk pembelian rumah, mobil, dan alat-alat rumah tangga. Besar bunga yang dibebankan pada nasabah adalah 13-14 persen yang disesuaikan dengan besar pinjaman yang diperoleh. Jangka waktu pengembalian kredit adalah maksimal lima tahun. Persyaratan yang harus dilengkapi oleh nasabah adalah 1. Data personal nasabah 2. Daftar keterangan penghasilan 3. NPWP (jika pinjaman di atas Rp 50 juta) b. Kredit Komersial Kredit komersial merupakan kredit yang ditujukan untuk perusahaanperusahaan yang sedang atau ingin mengembangkan skala usaha. Kredit komersial digunakan untuk pembangunan atau pembelian investasi yang bersifat jangka pendek. Besar bunga yang dibebankan pada nasabah adalah 13 persen dengan jangka waktu pengembalian pinjaman 12 bulan. Persyaratan yang harus dilengkapi oleh nasabah adalah 1. Data intern perusahaan 2. Daftar pemegang saham 3. Jenis usaha 4. Laporan keuangan untuk dua tahun terakhir 5. Jumlah profit yang telah diperoleh c. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E adalah kredit modal kerja yang diberikan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agribisnis yang layak namun tidak memiliki cukup agunan sehingga sulit dijangkau oleh perbankan. KKP-E diselenggarakan untuk membantu para pengusaha mikro, kecil, dan menengah agribisnis khususnya kelompok tani atau ternak yang berada di wilayah PT BRI AGRO Semarang. KKP-E dengan kemudahan yang diberikan, yaitu persyaratan pengajuan yang mudah untuk dipenuhi petani atau peternak dan bunga pinjaman yang sangat rendah hanya empat persen dari total pinjaman. Hal tersebut sangat membantu petani atau peternak dalam memperoleh modal kerja pertanian untuk mengembangkan skala usaha. KKP-E merupakan program pemerintah yang menyalurkan kredit modal kerja langsung dalam bidang pertanian dengan plafon kredit hingga 500 juta rupiah, diberikan kepada pengusaha mikro, kecil, dan menengah yang memiliki usaha pertanian produktif karena mendapat subsidi bunga pinjaman dari Departemen Keuangan. Tujuan KKP-E PT BRI AGRO adalah a. Mengembangkan UMKM pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b. Membina UMKM pertanian sehingga menjadi debitur yang potensial sehingga dapat mengembangkan pertanian nasional.
43
Secara umum, KKP-E PT BRI AGRO memiliki berbagai persyaratan, antara lain : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Surat permohonan calon debitur (kelompok tani) dari Kepala Desa Surat keterangan dari Kepala Desa tentang keberadaan usaha Surat rekomendasi dari Dinas Peternakan dan Perikanan Gambaran umum usaha calon debitur Daftar anggota kelompok beserta susunan pengurus Foto kopi KTP anggota Akte kelompok tani (calon debitur) Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok tani Surat kuasa yang ditandatangani oleh seluruh anggota kelompok tani dilengkapi dengan materai
Jangka waktu pengembalian pinjaman didasarkan pada kriteria nasabah dan penggunaan pinjaman, yaitu untuk pinjaman modal kerja dengan jangka waktu maksimal lima tahun, pinjaman untuk investasi dengan jangka waktu satu tahun. Apabila persyaratan dan ketentuan tidak dipenuhi maka pihak PT BRI AGRO berhak untuk menolak pengajuan pinjaman tersebut.
Gambaran Umum PT BRI AGRO Tbk SEMARANG PT BRI AGRO Semarang adalah salah satu kantor cabang dari delapan kantor cabang yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Surabaya, Medan, Pekanbaru, Bandar Lampung, Jambi, Bandung, Semarang, dan Balikpapan. PT BRI AGRO Semarang dipimpin oleh seorang pemimpin cabang yang membawahi kegiatan pelayanan operasional dan kredit. Struktur organisasi PT BRI AGRO Semarang dapat ditunjukkan pada Lampiran 2. Dalam kegiatan perbankan, pemimpin cabang dibantu oleh dua orang manajer, yaitu: Manajer Operasional dan Layanan (MOL) Manajer Operasional dan Layanan bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh proses kegiatan operasional cabang. Manajer operasional membawahi Fungsi Penunjang Bisnis, Fungsi Penunjang Operasional, dan Supervisor yang membawahi Back Office bertugas sebagai pendukung Front Office (office departement, marketing, teller dan customer service) selain itu Back Office bertugas untuk menyampaikan transaksi bank yang dilakukan nasabah kepada bagian Front Office, Teller bertugas untuk melayani nasabah untuk melakukan transaksi tunai (penerimaan dan pembayaran kas), dan Customer Service bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di PT BRI AGRO Semarang yang bersifat administratif, selain itu bertugas untuk memberikan informasi kepada nasabah tentang produk-produk yang dimiliki oleh PT BRI AGRO Semarang. Manajer Pemasaran (MP) Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap kredit dan dana. Kredit merupakan sejumlah dana PT BRI AGRO Semarang yang dipinjamkan kepada nasabah. Sedangkan dana adalah pemasukan yang diterima oleh PT BRI AGRO
44
Semarang melalui simpanan, pinjaman, penjualan saham AGRO. Manajer Pemasaran membawahi tujuh Account Officer (AO) yang bertugas menganalisis kredit yang diberikan dan memberi rekomendasi keputusan kredit serta mendampingi nasabah hingga kredit yang diberikan lunas. Manajer Pemasaran juga membawahi satu Funding Officer (FO) yang bertugas sebagai pencari dana untuk PT BRI AGRO Semarang melalui calon-calon nasabah besar dan potensial yang bersedia untuk menyimpan atau menginvestasikan dana pada PT BRI AGRO Semarang.
MEKANISME PENYALURAN KKP-E PT BRI AGRO Tbk Proses pemberian KKP-E berdasarkan asas kepercayaan, maka harus mengenal terlebih dahulu karakter dan reputasi calon debitur. Secara umum tahapan realisasi KKP-E sama untuk semua kegiatan usaha, baik yang dilaksanakan oleh petani/peternak/pekebun secara individu, kelompok tani, mandiri, atau bekerjasama dengan mitra usaha baik oleh petani/peternak/pekebun. Kelompok tani/koperasi yang membutuhkan pembiayaan KKP-E wajib melakukan penyusunan Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sebagai dasar perencanaan kebutuhan KKP-E dengan memperhatikan kebutuhan indikatif yang telah ditetapkan. Terdapat tiga mekanisme pencairan KKP-E, yaitu kegiatan usaha yang dilaksanakan secara mandiri, koperasi, dan dengan mitra. Kegiatan usaha dilaksanakan secara mandiri/kelompok tani
BRI AGRO c d
c/f
Koordinasi
d g
Kelompok tani a e
c
f
Petani/peternak/ pekebun
b
Dinas Teknis/Terkait Pembinaan
Gambar 7 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani/peternak/pekebun secara individu/kelompok tani secara langsung ke BRI AGRO
45
Dari bagan alir di atas dapat dijelaskan prosedur penyaluran KKP-E kepada petani/peternak/pekebun/kelompok tani sebagai berikut: a. Petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit secara individu menyusun RKU dan atau kelompok tani menyusun RDKK dibantu oleh petugas Dinas Teknis setempat/penyuluh pertanian. b. Pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis/penyuluh pertanian terkait mensahkan RKU atau RDKK. c. Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebun dan atau RDKK yang sudah disahkan langsung ke BRI AGRO. d. BRI AGRO meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit dan atau dengan kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E pada kelompok tani. e. Kelompok tani/koperasi meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan pada petani/anggota kelompok tani. f. Petani/peternak/pekebun yang secara individu langsung mengembalikan kredit pada BRI AGRO sesuai jadwal dan bila melalui kelompok tani anggota mengembalikan kepada kelompok tani. g. Kelompok tani harus mengembalikan kewajiban KKP-E kepada BRI AGRO sesuai dengan jadwal dalam akad kredit, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.
Kegiatan usaha dilakukan melalui koperasi a. Permohonan yang diajukan melalui koperasi disampaikan kepada BRI AGRO dilampiri dengan rekapitulasi RDKK dan RDKK yang telah ditandatangani oleh kelompok tani dan telah disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/penyuluh pertanian. b. Pengurus koperasi menandatangani akad kredit dengan BRI AGRO. c. BRI AGRO merealisasikan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan pada koperasi untuk diteruskan pada kelompok tani. d. Kelompok tani meneruskan KKP-E pada waktu dan jumlah sesuai kebutuhan pada petani/anggota kelompok tani. e. Petani/kelompok tani harus mengembalikan kewajiban KKP-E melalui koperasi pada BRI AGRO sesuai dengan jadwal, tanpa harus menunggu saat jatuh tempo.
Kegiatan usaha bekerjasama dengan mitra usaha Bekerjasama dengan mitra usaha (perusahaan BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian) dapat menjamin keberhasilan pengembalian suatu kredit yang diberikan pada petani/peternak/ pekebun/kelompok tani. Berikut bagan alir tentang prosedur realisasi KKP-E BRI AGRO
46
BRI AGRO Koordinasi
Koordinasi c
Dinas Pertanian
b a
d
g
b Petani/kelompok a tani/koperasi
f
e
f e
Mitra Usaha (perusahaan/ b koperasi)
Koordinasi Gambar 8 Prosedur penyaluran KKP-E oleh petani/kelompok tani/ koperasi yang bekerjasama dengan mitra usaha kebutuhan indikatif kredit Dari bagan alir di atas dapat dijelaskan prosedur penyaluran KKP-E kepada petani/kelompok tani/koperasi yang bekerja sama dengan mitra usaha sebagai berikut: a. Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan Kelompok Tani menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dibantu oleh petugas Dinas Teknis setempat/penyuluh pertanian. b. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis setempat/penyuluh pertanian terkait mensahkan RKU atau RDKK yang diketahui oleh mitra usaha. c. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke BRI AGRO. d. BRI AGRO meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan petani/kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada kelompok tani. e. Mitra usaha dapat bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian dengan pihak yang bermitra. f. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi pertanian dan membantu kelancaran pengembalian kredit yang berkoordinasi dengan BRI AGRO. g. Petani/kelompok tani melalui avalis mengembalikan angsuran KKP-E langsung kepada BRI AGRO sesuai jadwal yang telah disepakati dalam akad kredit.
Mekanisme Penyaluran KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Semua prosedur realisasi KKP-E tidak lepas dari prinsip 5C, yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy. Proses pencairan KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang kurang lebih seminggu setelah pengajuan permohonan kredit. Mekanisme penyaluran kredit yang dilakukan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang, sebagai berikut: Permohonan Kredit Calon debitur harus melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan, mencantumkan latar belakang usaha, jenis bidang usaha, identitas usaha, perkembangan usaha, identitas ketua kelompok sebagai penanggung jawab, dan
47
identitas anggota. Selain itu, perlu diketahui tujuan permohonan KKP-E, apakah untuk mengembangkan skala usaha atau menambah modal usaha. Pendaftaran dapat dilakukan dengan menyusun proposal dan melampirkan RKU dan RDKK terlebih dahulu. Penilaian kelayakan jumlah KKP-E dapat diidentifikasi dari RDKK dan RKU usaha yang akan dibiayai. Jika hasil analisis tidak sesuai dengan permohonan, pihak PT BRI AGRO Semarang tetap berpedoman pada hasil analisis yang dilakukan dalam memutuskan jumlah KKP-E yang akan diberikan kepada calon debitur. Pemenuhan Kelengkapan Berkas Setelah permohonan kredit dilakukan, selanjutnya adalah proses administrasi. Sebelumnya, AO bertugas memeriksa apakah calon debitur memiliki pinjaman di bank lain dan masuk ke dalam daftar buku hitam Bank Indonesia atau tidak (BI Checking). Jika calon debitur tidak terdaftar dalam buku hitam Bank Indonesia, proses administrasi dilakukan oleh AO terhadap usaha mencakup cashflow untuk mengetahui besar keuntungan calon debitur (mampu atau tidak membayar angsuran kredit dan membiyai kebutuhan hidup), lama usaha (pengalaman usaha), dan agunan yang diberikan serta prospek usaha ke depan (dapat diidentifikasi dari kemudahan akses pakan, bibit, dan pasar penjualan). Setelah berkas lengkap, berkas diberikan kepada Manajer Pemasaran untuk diproses lebih lanjut. Sebelum pemutusan permohonan kredit, MP menugaskan AO untuk melakukan survey guna memeriksa kebenaran laporan usaha yang telah diberikan calon debitur. Pemeriksaan Langsung Terhadap Usaha Calon Debitur Pemeriksaan usaha calon debitur sangat diperlukan untuk meminimalisasi risiko penunggakan pinjaman. Pemeriksaan dapat dilakukan langsung oleh AO PT BRI AGRO Semarang. Informasi yang berkaitan dengan usaha calon debitur dapat diperoleh dengan melakukan wawancara, baik langsung maupun tidak langsung melalui tetangga atau relasi sekitar lingkungan tempat tinggal maupun usaha. Prinsip 5C sangat diperhatikan pada pemeriksaan yang dilakukan. Oleh karena itu, AO harus mengamati dan melakukan wawancara terhadap orang-orang yang tepat guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis usaha calon debitur. Dalam hal ini Character menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Kriteria pemeriksaan meliputi : 1. Domisili calon debitur sesuai dengan KTP yang telah diberikan. 2. Calon debitur mempunyai karakter yang baik, dapat diketahui dari hasil wawancara dengan tetangga, relasi, maupun perangkat desa yang berada di sekitar lingkungan tempat tinggal dan usaha debitur. 3. Usaha mempunyai prospek yang baik. 4. Usaha benar-benar sesuai dengan surat keterangan dari kecamatan atau kelurahan yang diberikan. Pada saat kunjungan ke calon debitur, AO PT BRI AGRO Tbk Semarang membawa Laporan Survey Nasabah yang nantinya harus diisi oleh calon debitur yang meliputi identitas responden, lama usaha, alamat usaha, modal usaha, perkiraan pendapatan, dan tanggungan keluarga. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh AO pada tahap sebelumnya ditambah dengan Laporan Survey
48
Nasabah, dapat menjadi rekomendasi apakah calon debitur tersebut layak diberikan KKP-E atau tidak. Proses Keputusan Kredit Hasil analisis yang telah dilakukan oleh AO kemudian diberikan kepada Manajer Pemasaran (MP). MP akan melakukan peninjauan dan menilai analisis kunjungan terhadap nasabah yang telah dilakukan oleh AO. Jika MP menyatakan kredit diterima, maka pihak PT BRI AGRO Tbk Semarang akan mempersiapkan administrasi. Keputusan kredit mencakup jumlah pinjaman yang diterima, jangka waktu kredit, dan angsuran pokok pinjaman beserta bunga yang harus dibayarkan. Jika kredit ditolak akan dikirimkan surat penolakan sesuai dengan alasan masingmasing. Proses Realisasi Kredit Setelah kredit disetujui, maka proses selanjutnya adalah realisasi kredit. Tetapi sebelum kredit dicairkan, calon debitur harus diikat oleh pihak bank. Pengikatan yang dilakukan dengan menandatangani akad kredit dan pengikatan jaminan. Penandatanganan dilaksanakan dengan disaksikan seorang notaris. Lama proses realisasi KKP-E adalah satu minggu. Proses pencairan KKP-E dilakukan secara bertahap. Tahap awal adalah pencairan kredit ke rekening kelompok untuk membeli bakalan sapi. Kemudian secara periodik, PT BRI AGRO Tbk Semarang mencairkan sisa kredit untuk pembelian pakan ke perusahaan pakan (PT TOSSA AGRO) yang telah bekerja sama dengan PT BRI AGRO Tbk Semarang, sehingga peternak dapat menerima pencairan kredit berupa pakan melalui pendamping yang telah ditunjuk oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi risiko penyalahgunaan KKP-E. Pembinaan dan Pelaporan Debitur KKP-E Pembinaan dalam pelaksanaan KKP-E di tingkat pusat dilakukan oleh Direktorat Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian bersama instansi lain serta BRI AGRO. Pembinaan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan Dinas Teknis melalui penyuluh pertanian yang berkoordinasi dengan pendamping yang sebelumnya telah bekerjasama dengan BRI AGRO. Pembinaan diarahkan dalam hal: 1. Membimbing petani/peternak/pekebun/kelompok tani dalam penyusunan rencana kebutuhan usaha atau RDKK. 2. Melakukan sosialisasi sumber pembiayaan pertanian kepada petani/peternak/pekebun dan penyuluh di tingkat lapangan. 3. Melakukan intermediasi akses pembiayaan ke lembaga perbankan. 4. Memfasilitasi mencarikan penjamin pasar hasil produksi. 5. Mendampingi peternak/petani/pekebun/kelompok tani dalam pemanfaatan KKP-E secara optimal, sehinggamampu menerapkan teknologi guna meningkatkan mutu intensifikasinya. 6. Memberikan pemahaman kepada petani/peternak/pekebun/kelompok tani bahwa kredit yang diterima wajib dikembalikan sesuai jadwal. Setelah dilaksanakan pembinaan secara periodik, BRI AGRO wajib melakukan pelaporan berupa laporan bulanan atau tiga bulanan perkembangan
49
penyaluran dan pengembalian KKP-E kepada Dinas Teknis (Tanaman pangan dan Hortikultura, Pertanian, Peternakan) selambat-lambatnya tangga 10 bulan berikutnya. Selanjutnya, Dinas Teknis menyampaikan laporan tersebut kepada Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian serta Kementerian Pertanian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Karakteristik responden KKP-E PT BRI AGRO Semarang berhubungan dengan tahap realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Responden yang dimaksud adalah debitur KKP-E PT BRI AGRO Semarang yang merupakan peternak penggemukan sapi di Dusun Dukuh, Dusun Batur Kidul, Dusun Senden (Desa Batur). Karakteristik debitur diidentifikasi berdasarkan beberapa faktor yang diduga penting dalam realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Faktorfaktor yang diduga penting dalam realisasi KKP-E berasal dari tiga karakteristik responden, yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit. Proses realisasi KKP-E perlu memperhatikan dan menerapkan prinsipprinsip realisasi kredit atau yang lebih dikenal sebagai prinsip 5C (Character, Capacity, Collateral, Capital, dan Condition of Economic). Debitur PT BRI AGRO Semarang memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat berpengaruh terhadap proses realisasi KKP-E.
Karakteristik Individu Respoden Responden sebagai penerima realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang diidentifikasi berdasarkan karakteristik individu yang digambarkan oleh variabel lama pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. Lama Pendidikan Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuan dalam mengelola dan mengembangkan usaha. Demikian pula usaha debitur KKP-E yang membutuhkan banyak pengetahuan, diduga dipengaruhi oleh lama pendidikan yang telah dienyam. Selain itu, lama pendidikan juga diduga mempengaruhi pemahaman prosedur pengajuan dan realisasi KKP-E. Adapun kaitannya dengan kelancaran kredit adalah semakin lama pendidikan debitur maka semakin disiplin dan bertanggung jawab serta mengetahui kewajiban debitur KKP-E terhadap pengembalian kredit, sehingga dapat memperkecil risiko keterlambatan pembayaran angsuran kredit. Di dalam penelitian, lama pendidikan responden berkisar enam sampai 12 tahun. Berdasarkan jumlah dan proporsi responden debitur KKP-E menurut lama pendidikan, dapat ditunjukkan oleh Tabel 8, diketahui lama pendidikan sebagian besar debitur adalah 12 tahun (SMA) sebesar 54.29 persen. Debitur yang
50
menyelesaikan pendidikan selama enam tahun (SD) sebesar 11.43 persen, dan debitur yang menyelesaikan pendidikan selama 9 tahun (SMP) sebesar 34.28 persen. Tabel 7 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden (debitur) PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut lama pendidikan Lama Pendidikan (tahun)
Jumlah Realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total
< 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) ≤ 6 (SD) 0 0 3 8.57 1 2.86 4 11.43 7<X≤9 (SMP) 4 11.43 8 22.86 0 0 12 34.28 ≥ 12 (SMA) 6 17.14 11 31.43 2 5.71 19 54.29 Total 10 28.57 22 62.86 3 8.57 35 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat diidentifikasi bahwa debitur KKP-E yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki lama pendidikan yang beragam, tetapi sebagian besar responden memiliki lama pendidikan selama 12 tahun atau setara dengan SMA. Dapat diidentifikasi bahwa pendidikan “wajib belajar 12 tahun” dinilai sangat penting bagi para peternak, walaupun mereka merupakan masyarakat pedesaan yang jauh dari akses pendidikan formal. Lama pendidikan juga tergolong ke dalam prinsip Capacity, yang berkaitan erat dengan kemampuan yang dimiliki debitur untuk menjalankan usaha guna memperoleh laba yang diharapkan untuk memenuhi kewajiban debitur sehingga dapat mencegah keterlambatan pembayaran angsuran yang telah ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan konsep Kasmir (2002), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan prinsip Capacity dalam realisasi kredit. Sejalan dengan Kasmir (2002), dalam penelitian Irawati (2011) juga menyatakan pengukuran Capacity calon debitur KUR BRI Unit Cibinong melalui beberapa pendekatan, salah satunya pendekatan educational yang melihat tingkat pendidikan calon debitur KUR. Penelitian yang dilakukan oleh Mahliza (2011) juga menyebutkan bahwa pendidikan termasuk dalam prinsip Capacity karena berhubungan dengan pengelolaan usaha yang berdampak pada kesuksesan pinjaman yang telah diterima. Pada penelitian ini, realisasi KKP-E paling sedikit terjadi pada responden dengan lama pendidikan 6 tahun atau setara dengan pendidikan SD. Artinya, lama pendidikan responden sesuai dengan asumsi penelitian terhadap jumlah realisasi KKP-E bahwa semakin lama pendidikan responden maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud adalah orang yang tinggal bersama responden dan seluruh kebutuhan hidupnya ditanggung oleh responden. Diasumsikan bahwa semakin sedikit tanggungan dalam keluarga maka semakin kecil pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
51
Tabel 8 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut jumlah tanggungan keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) <1 1–2 >2 Total
Jumlah Realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total
< 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 3 8.57 2 5.71 0 0 5 14.29 7 20 14 40 2 5.71 23 65.71 0 0 6 17.14 1 2.86 7 20 10 28.57 22 62.86 3 8.57 35 100
Berdasarkan Tabel 8, jumlah tanggungan keluarga responden PT BRI AGRO Tbk Semarang adalah satu sampai dua orang dengan proporsi terbesar yaitu 65.71 persen. Proporsi jumlah tanggungan keluarga tiga orang sebesar 20 persen dan proporsi debitur yang tidak memiliki tanggungan keluarga sebesar 14.29 persen. Jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan biaya yang harus dikeluarkan responden dalam memenuhi kebutuhan keluarga sehingga berpengaruh terhadap kemampuan pembayaran angsuran setiap bulan. Jumlah tanggungan keluarga juga secara tidak langsung menunjukkan kemampuan responden dalam mengelola dan mengalokasikan pembiayaan KKP-E yang diberikan dengan baik dan benar. Hasil identifikasi jumlah tanggungan keluarga terhadap jumlah realisasi KKP-E tidak sesuai dengan asumsi penelitian, karena PT BRI AGRO Tbk Semarang tidak menilai jumlah realisasi KKP-E dari jumlah tanggungan keluarga, terbukti dari jumlah realisasi KKP-E terbesar tidak berada pada jumlah tanggungan keluarga kurang dari satu orang (tidak memiliki tanggungan) tetapi pada jumlah tanggungan keluarga sebanyak satu sampai dua orang. Hal tersebut disebabkan gaya hidup responden jauh dari budaya konsumtif karena mereka berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dalam membelanjakan keuangan yang merupakan ajaran orang tua terdahulu. Di samping itu, PT BRI AGRO Tbk Semarang percaya bahwa responden dapat mengelola keuangan dengan baik dan benar.
Karakteristik Usaha Responden Secara keseluruhan responden sebagai penerima realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang diidentifikasi karakteristik usahanya berdasarkan variabel lama usaha dan pendapatan bersih per bulan sebagai berikut: Lama Usaha Lama usaha berhubungan dengan seberapa lama debitur menjalankan usaha. Lama usaha responden berkisar empat hingga 25 tahun. Proporsi terbesar dimiliki oleh responden yang memiliki lama usaha kurang dari 11 tahun dengan proporsi
52
45.71 persen, kemudian responden yang memiliki lama usaha 11 hingga 18 tahun dengan proporsi 31.43 persen. Sedangkan sisanya adalah responden yang memiliki lama usaha kurang dari 18 tahun dengan proporsi 22.86 persen. Diasumsikan semakin lama usaha maka semakin banyak pengalaman usaha yang didapat responden dan menunjukkan usaha tersebut memiliki prospek yang baik sehingga jumlah realisasi KKP-E semakin besar. Tabel 9 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut lama usaha Lama Usaha (tahun) < 11 11-18 >18 Total
Jumlah Realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total
< 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 10 28.57 6 17.14 0 0 16 45.71 0 0 10 28.57 1 2.86 11 31.43 0 0 6 17.14 2 5.71 8 22.86 10 28.57 22 62.86 3 8.57 35 100
Tabel 9. menunjukkan, lama usaha responden merupakan data yang beragam. Lama usaha adalah salah satu faktor penting yang dinilai oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang sebelum merealisasikan KKP-E, karena menunjukkan pengalaman responden dan secara tidak langsung menunjukkan kemampuan responden dalam mengelola usaha peternakan sehingga usaha tersebut memiliki prospek yang baik. Oleh karena itu, lama usaha menjadi bagian prinsip Capacity yang diperhatikan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang. Hal tersebut sesuai dengan konsep Kasmir (2002), yang menyatakan bahwa lama usaha merupakan prinsip Capacity dalam realisasi kredit. Sejalan dengan Kasmir (2002), dalam penelitian Irawati (2011) juga menyatakan pengukuran Capacity calon debitur KUR BRI Unit Cibinong melalui beberapa pendekatan, salah satunya pendekatan managerial yang melihat lama usaha sebagai gambaran atas kemampuan calon debitur melaksanakan fungsi manajemen dalam usahanya. Penelitian yang dilakukan oleh Mahliza (2011) juga menyebutkan bahwa lama usaha termasuk dalam prinsip Capacity karena berhubungan dengan pengalaman pengelolaan usaha yang berdampak pada kesuksesan pinjaman yang telah diterima. Pada kenyataannya, lama usaha menentukan jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Berdasarkan sebaran responden, jumlah realisasi KKP-E dipengaruhi oleh lama usaha yang telah dijalankan. Hal tersebut telihat pada jumlah realisasi KKP-E lebih dari Rp 50 920 000 lebih banyak diberikan kepada debitur yang memiliki lama usaha lebih dari 18 tahun daripada debitur yang hanya memiliki lama usaha kurang dari 18 tahun karena semakin lama usaha telah dijalankan, maka semakin besar kepercayaan PT BRI AGRO Tbk Semarang akan kemampuan debitur untuk mengembalikan pinjaman KKP-E yang diberikan.
53
Pendapatan Bersih Usaha per Bulan Pendapatan bersih usaha per bulan adalah selisih antara jumlah penerimaan kotor usaha debitur (utama dan sampingan) sebelum menerima pinjaman KKP-E dengan biaya budidaya ternak dan tani per bulan, kemudian dialokasikan untuk membayar angsuran pokok beserta bunga pinjaman setiap bulan. Pendapatan bersih usaha per bulan responden dalam penelitian ini berkisar antara Rp 1 000 000 (nilai terendah) sampai Rp 5 750 000 (nilai tertinggi). Tabel 10. menunjukkan sebagian besar responden, yaitu 17 orang memiliki pendapatan bersih usaha per bulan antara Rp 1 983 333 sampai Rp 3 866 666 dengan proporsi sebesar 45.58 persen. Sedangkan responden yang memiliki pendapatan bersih usaha per bulan di bawah Rp 1 983 333 sebanyak sembilan orang dengan besar proporsi 25.71 persen. Sisanya dengan proporsi 25.71 persen yaitu sembilan responden yang memiliki pendapatan bersih usaha per bulan di atas Rp 3 866 666. Tabel 10 Pendapatan bersih usaha per bulan (rupiah)
Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Semarang menurut pendapatan bersih usaha per bulan Jumlah realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total < 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) < 1 983 333 6 17.14 2 5.71 1 2.86 9 25.71 1 983 333-3 2 5.71 14 40 1 2.86 17 45.58 866 666 > 3 866 666 2 5.71 6 17.14 1 2.86 9 25.71 Total 10 28.57 22 62.86 3 8.57 35 100
Pendapatan bersih usaha per bulan termasuk prinsip Capital, karena penerimaan yang diperoleh merupakan hasil dari usaha yang dijalankan menggunakan dana sendiri tanpa dana pinjaman sehingga mencerminkan jumlah dana sendiri yang dimiliki oleh debitur. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Hidayanto (2010), yang menyatakan bahwa pendapatan bersih per bulan merupakan keuntungan usaha yang sebagian dialokasikan sebagai modal usaha dan menggambarkan skala usaha debitur sehingga semakin kuat unsur capital debitur maka akan semakin dipercaya untuk memperoleh kredit. Pendapatan bersih usaha per bulan yang diterima debitur KKP-E merupakan gabungan antara pendapatan usaha utama (beternak penggemukan sapi) dan usaha sampingan (bertani) sebelum memperoleh pinjaman KKP-E. Responden yang memiliki pendapatan bersih per bulan tertinggi adalah responden yang memiliki jumlah ternak berupa sapi gemukan sebanyak lebih dari tiga ekor dan mengusahakan tanaman cabai sehingga pendapatan bersih per bulan (selisih antara penerimaan kotor dengan biaya-biaya usaha ternak dan tani) lebih besar daripada pendapatan bersih per bulan debitur yang hanya memiliki sapi demukan sebanyak kurang dari tiga ekor dan hanya mengusahakan tanaman sayuran. Berdasarkan sebaran responden terlihat bahwa debitur yang memiliki pendapatan bersih Rp 1 983 333-Rp 3 866 666 per bulan mendapatkan proporsi realisasi terbesar yaitu 45.58 persen dengan jumlah realisasi KKP-E sebesar Rp 49 920 000-Rp 50 920
54
000. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis, dimana semakin menurun pendapatan bersih per bulan, maka jumlah realisasi KKP-E juga akan semakin menurun.
Karakteristik Kredit Responden Seluruh responden adalah penerima realisasi KKPE PT BRI AGRO Tbk Semarang juga diidentifikasi karakteristik kreditnya berdasarkan variabel pengalaman meminjam dan agunan, sebagai berikut: Pengalaman Meminjam Pengalaman meminjam menunjukkan loyalitas responden yang dapat meningkatkan kepercayaan PT BRI AGRO Tbk Semarang untuk merealisasikan KKP-E. Selain itu, banyaknya pengalaman meminjam yang telah diambil debitur menunjukkan karakter dan kesungguhan debitur dalam pengeolaan kredit serta menunjukkan hubungan baik antara debitur dengan lembaga kreditur (perbankan) lain. Berdasarkan Tabel 11, proporsi terbesar dimiliki oleh responden dengan pengalaman meminjam kredit dua kali sebesar 57.14 persen. Sedangkan pengalaman meminjam kredit satu kali memiliki proporsi sebesar 42.86 persen. Tabel 11 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut pengalaman meminjam Pengalaman meminjam (kali) 1 2 Total
Jumlah realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total < 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 8 22.86 6 17.14 1 2.86 15 42.86 2 5.71 16 45.71 2 5.71 20 57.14 10 28.57 22 62.86 3 8.57 35 100
KKP-E bertujuan untuk membantu UMKM agribisnis dalam memperoleh tambahan modal usaha. Pengalaman meminjam merupakan faktor yang juga diperhatikan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang, karena menunjukkan riwayat usaha dan secara tidak langsung mencerminkan i’tikad dan tanggung jawab yang baik dari debitur untuk melunasi pinjaman tepat waktu. Pengalaman meminjam termasuk prinsip Character, oleh karena itu realisasi KKP-E tidak akan terlaksana jika debitur memiliki rekam jejak usaha yang kurang baik. Hal tersebut sesuai dengan konsep Kasmir (2002), yang menyatakan bahwa frekuensi meminjam kredit merupakan prinsip Capacity. Sejalan dengan Kasmir (2002), dalam penelitian Irawati (2011) juga menyatakan pengukuran Character calon debitur KUR BRI Unit Cibinong melalui faktor moral risk yang melihat kemauan membayar hutang dari calon debitur KUR. Penelitian yang dilakukan oleh Mahliza (2011) juga menyebutkan bahwa pengalaman kredit termasuk dalam
55
prinsip Character karena menggambarkan karakter nasabah yang dapat dipercaya dari pengalaman kredit sebelumnya. Sebelum terjadi proses realisasi KKP-E, Account Officer PT BRI AGRO Tbk Semarang mengumpulkan banyak informasi tentang debitur yang mengajukan kredit KKP-E dengan cara melakukan Bank Indonesia Checking dan Rate Checking. Jika hasil pengecekan baik, debitur tersebut layak diberi pinjaman KKP-E. Hal tersebut sesuai dengan asumsi penelitian bahwa semakin sering responden melakukan pinjaman kredit maka semakin besar jumlah realisasi KKPE yang diberikan PT BRI AGRO Semarang. Agunan Agunan merupakan suatu barang yang dijaminkan oleh responden ketika melakukan pinjaman KKP-E ke PT BRI AGRO Tbk Semarang. Agunan yang disertakan responden berupa lembaran sertifikat yang telah dilegalkan oleh notaris. Berdasarkan jumlah lembaran agunan pada Tabel 12, diketahui bahwa nilai agunan yang disertakan debitur berkisar dari Rp 15 juta sampai Rp 62 juta. Agunan yang disertakan sebagian besar bernilai lebih dari Rp 31.600.000 dengan proporsi 71.42 persen. Jumlah responden yang menyertakan agunan dengan nilai kurang dari Rp 15.800.000 memiliki proporsi 14.29 persen sebanyak lima orang. Sisanya sebanyak lima orang responden menyertakan setidaknya agunan yang bernilai Rp 15.800.000-Rp 31.600.000 kepada PT BRI AGRO Tbk Semarang. Tabel 12 Jumlah realisasi KKP-E dan proporsi responden PT BRI AGRO Tbk Semarang menurut agunan Agunan (000 rupiah) < 15.800 15,80031.600 > 31.600 Total
Jumlah realisasi KKP-E (000 rupiah)
Total
< 49 920 49 920-50 920 > 50 920 Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi Resp Proporsi (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 5 14.29 0 0 0 0 5 14.29 5
14.29
0
0
0
0
5
14.29
0 10
0 28.58
22 22
62.86 62.86
3 3
8.57 8.57
25 35
71.42 100
Agunan merupakan syarat penting dalam realisasi KKP-E yang ditetapkan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang. Hipotesis penelitian bahwa semakin besar nilai agunan yang disertakan, maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Berdasarkan Tabel 12, bila ditinjau dari sebaran responden, terlihat bahwa responden yang menyertakan agunan dengan nilai lebih dari Rp 31 600 000 akan mendapatkan jumlah realisasi KKP-E sebesar Rp 49 920 000-Rp 50 920 000 dengan proporsi 62.86 persen. Sebagian besar responden menyertakan agunan berupa sertifikat tanah dan bangunan. Plafon KKP-E berasal dari dana komersial PT BRI AGRO Tbk Semarang, maka agunan berperan sebagai penjamin dana komersial yang diberikan PT BRI AGRO Tbk Semarang, apabila debitur tidak dapat mengembalikan kredit tepat waktu. Dapat disimpulkan bahwa agunan merupakan solusi untuk memperkecil risiko kerugian yang mungkin dialami oleh
56
ke dua belah pihak yaitu, PT BRI AGRO Tbk Semarang dan kelompok ternak tersebut. Agunan merupakan prinsip Collateral yang sesuai dengan konsep Kasmir (2002), bahwa jaminan merupakan prinsip Collateral. Sejalan dengan Kasmir (2002), dalam penelitian Irawati (2011) juga menyatakan pengukuran Collateral calon debitur KUR BRI Unit Cibinong melalui dua sudut pandang, yaitu nilai ekonomis dan nilai yuridis dari syarat-syarat BRI. Penelitian yang dilakukan oleh Mahliza (2011) juga menyebutkan bahwa agunan termasuk dalam prinsip Collateral karena berhubungan dengan penjaminan dana yang diberikan oleh pihak KBMT.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang, dapat diketahui menggunakan analisis regresi linear berganda pada data responden. Pada penelitian ini, diduga terdapat enam faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E untuk usaha pertanian. Faktorfaktor tersebut adalah lama pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), lama usaha (X3), pendapatan bersih per bulan (X4), pengalaman meminjam (X5), dan agunan (X6). Pengujian data ini, menggunakan taraf nyata (α) lima persen atau tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, diperoleh persamaan, yaitu: Jumlah Realisasi (000 rupiah) = 48220 – 6.4 Lama Pendidikan + 76 Tanggungan Keluarga + 89 Lama Usaha – 0.454 Pendapatan Bersih per Bulan - 204 Pengalaman Meminjam + 0.0534 Agunan Tabel 13 Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Variabel Coef T Constant 48219.5 74.73 Lama Pendidikan -6.40 -0.14 Jumlah Tanggungan Keluarga 76.1 0.69 Lama Usaha 89.03 4.34 Pendapatan Bersih per Bulan -0.4540 -4.26 Pengalaman Meminjam -204.2 -0.92 Agunan 0.05345 5.21 R2= 78.6% R2(adj) = 73.7% ANOVA Source DF SS MS F P Regression 6 23774407 4021723 15.93 0.000 Residual Error 26 6468017 248770 Total 32 30242424 Durbin-Watson statistic = 1.83793 Keterangan : *Signifikan pada taraf nyata 5%
P-Value 0.000 0.891 0.494 0.000* 0.000* 0.365 0.000*
VIF 1.3 1.5 1.8 2.4 1.6 3.2
57
Ketepatan model diuji dengan menggunakan beberapa uji statistik, yaitu ujit, uji F, dan koefisien determinasi (R2). Uji F dan uji-t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap jumlah realisasi KKP-E pada PT BRI AGRO Tbk Semarang dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKPE. Uji F memberikan hasil P-value lebih kecil dari taraf nyata sebesar lima persen (P = 0.000 < α = 0.05) sehingga kesimpulannya adalah tolak H0, artinya setidaknya ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Pengujian pengaruh nyata variabel-variabel bebas terhadap realisasi KKP-E dilakukan dengan uji-t. Berdasarkan hasil uji-t, variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E di BRI AGRO Tbk Semarang berjumlah tiga variabel dari enam variabel yang diduga berpengaruh nyata. Variabel-variabel bebas tersebut adalah lama usaha, pendapatan bersih per bulan, dan agunan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan variabel lainnya seperti lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman meminjam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Akurasi model dugaan (goodness of fit) dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi (R2), yaitu sebesar 78.6 persen. Pengujian dilakukan untuk melihat berapa besar variabel-variabel bebas yang digunakan mampu menjelaskan secara nyata keragaman dalam realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Koefisien determinasi (R2) menjelaskan bahwa sebesar 78.6 persen variasi variabel terikat (jumlah realisasi KKP-E) dapat dijelaskan secara nyata oleh variabel-variabel bebas (lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, agunan) dalam model, sedangkan sisanya sebesar 21.4 persen dapat dijelaskan oleh variabel eror (variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model). Dalam suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, autokorelasi, multikolinearitas, dan heterokedasitas. 1. Uji Normalitas, plot garis dari Standardized Residual Cumulative Probability menunjukkan bahwa sebaran data berada pada garis normal. Selain itu, P-value > α maka data menyebar normal. Berdasarkan hasil uji, dapat dikatakan bahwa data penelitian ini memiliki sebaran yang normal. (Lampiran 5) 2. Uji Heteroskedastisitas, plot antara Standardized Residual Cumulative Probability dengan variabel X. Jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan data tersebut homogen. Pengujian ini diperjelas dengan Test for Equal Variance for Residual. Jika P-value Barlett’s test dan P-value Levene’s test > α, maka data yang digunakan homogen. Berdasarkan hasil uji, dapat dikatakan bahwa data yang diuji pada penelitian ini homogen karena P-value Barlett’s test dan P-value Levene’s test > α (Lampiran 6). 3. Uji Multikolinearitas, berdasarkan nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas. Dari hasil pengujian, diperoleh nilai VIF seluruh variabel bebas lebih kecil dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinear pada variabel bebas atau tidak terdapat hubungan antara variabel bebas yang digunakan dalam penelitian (Lampiran 4).
58
4. Uji Autokorelasi, menggunakan uji Durbin-Watson didapat nilai d (statistik Durbin-Watson) = 1.83793 (mendekati nilai d=2). Hal ini menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengandung autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji-t dan uji F adalah valid (Lampiran 4 dan 7 ). Pada Tabel 13. terlihat jelas, hanya tiga variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E pada taraf nyata lima persen. Ketiga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E, yaitu lama usaha, pendapatan bersih per bulan, dan agunan. Sedangkan variabel bebas lainnya, seperti lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman meminjam tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E. Lama pendidikan Hasil regresi linear berganda dengan koefisien variabel lama pendidikan berpengaruh negatif 6.40 terhadap jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Hal tersebut menggambarkan, apabila lama pendidikan bertambah satu tahun maka jumlah realisasi KKP-E yang diberikan akan menurun Rp 6 400 (cateris paribus). Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa seharusnya semakin lama pendidikan maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Lama pendidikan yang telah dienyam responden berpengaruh terhadap pemahaman tentang risiko berhutang kepada pihak perbankan sehingga responden memilih untuk menjalankan usaha ternaknya dengan kemampuan (dana) milik sendiri, walaupun sebenarnya dana tersebut hanya cukup untuk memnuhi kebutuhan hidup responden. Oleh karena itu, debitur memiliki usaha sampingan untuk menambah penerimaan yaitu bertani hortikultura. Lama pendidikan juga diduga berpengaruh secara nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E karena menunjukkan tingkat kedisiplinan dan tanggung jawab debitur terhadap kredit yang diberikan. Namun berdasarkan hasil uji, lama pendidikan debitur tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya realisasi KKP-E karena P-value lebih besar dari taraf nyata (P = 0.873 > α = 0.05). Hal tersebut menunjukkan semakin lama pendidikan formal debitur tidak akan mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E secara signifikan. Lama pendidikan formal yang telah dienyam oleh debitur tidak menjamin tingkat keberhasilan KKP-E. Kedisiplinan dan tanggung jawab dapat berasal dari faktor lain selain lama pendidikan, misalnya budaya dalam keluarga dan pengalaman usaha yang relatif lama. Dapat disimpulkan bahwa, PT BRI AGRO Tbk Semarang tidak hanya mengutamakan debitur yang memiliki lama pendidikan sembilan tahun, tetapi juga debitur yang memiliki lama pendidikan enam tahun karena lama pendidikan belum tentu menjamin keberhasilan debitur dalam pengembalian pinjaman KKP-E yang telah diberikan. Jumlah tanggungan keluarga Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Dalam hal ini akan berpengaruh terhadap jumlah realisasi KKPE karena terkait dengan kemampuan dalam mengembalikan kredit dengan tepat waktu. Berdasarkan hasil uji, variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif 76.1 terhadap jumlah realisasi KKP-E. Artinya, saat jumlah tanggungan
59
keluarga bertambah satu orang, maka jumlah realisasi KKP-E akan meningkat sebesar Rp 76 100 (cateris paribus). Pengaruh tersebut tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin kecil jumlah realisasi KKP-E. Pada kenyataannya, semakin banyak junlah tanggungan keluarga akan menyebabkan kebutuhan hidup sehari-hari responden meningkat maka responden harus mencari tambahan pemasukan berupa pinjaman agar kebutuhan hidup tanggungan keluarga responden tidak terganggu oleh alokasi modal usaha ternak sehingga jumlah realisasi yang diberikan akan semakin besar. Variabel jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E, karena P-value lebih besar dari taraf nyata (P = 0.439 > α = 0.05). Hal tersebut menunjukkan, berapapun jumlah tanggungan keluarga debitur tidak mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E kepada debitur. Dapat disimpulkan bahwa PT BRI AGRO Tbk Semarang merealisasikan KKP-E tidak berdasarkan jumlah tanggungan keluarga debitur, tetapi berdasarkan kemampuan debitur untuk mengembalikan KKP-E yang telah diberikan, dengan kata lain terlepas dari besarnya biaya pemenuhan kebutuhan debitur. Hal tersebut sesuai dengan misi PT BRI AGRO Tbk Semarang yaitu membantu memperkuat perekonomian kalangan mikro dan kecil khususnya para peternak yang sebenarnya potensial dalam mengembangkan sektor peternakan daerah. Lama usaha Dalam penelitian ini, lama usaha merupakan salah satu faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KKP-E. Lama usaha diduga memiliki pengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Berdasarkan hasil uji, variabel lama usaha memberikan pengaruh yang positif terhadap besarnya realisasi KKP-E karena koefisien variabel positif, yang menunjukkan ketika lama usaha bertambah satu tahun, maka jumlah realisasi KKP-E akan meningkat sebesar Rp 89 030 (cateris paribus). Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis awal, dimana semakin lama usaha debitur maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E kepada debitur. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan variabel lama usaha berpengaruh secara nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E, karena P-value lebih kecil dari taraf nyata (P = 0.000 < α = 0.05). Artinya, semakin lama usaha yang telah dijalankan debitur maka semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Hal tersebut didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya, ditinjau dari sebaran responden berdasarkan lama usaha yang telah dijalankan dan jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang, diketahui bahwa debitur yang memiliki lama usaha lebih dari 18 tahun mendapatkan jumlah realisasi KKP-E paling besar yaitu lebih dari Rp 50 920 000. Dapat dikatakan bahwa lama usaha menggambarkan pengalaman debitur dalam mengelola usaha sehingga berpengaruh terhadap kemampuan debitur dalam mengalokasikan kebutuhan pembiayaan usaha dengan tepat. Lamanya lama usaha debitur akan memperkecil risiko kegagalan pengembalian kredit karena debitur telah terbiasa menjalankan usaha dengan sungguh-sungguh dan penuh kehati-hatian dalam menggunakan pendanaan dari PT BRI AGRO Tbk Semarang.
60
Pendapatan bersih per bulan Pendapatan bersih usaha per bulan merupakan selisih antara jumlah penerimaan kotor usaha debitur (utama dan sampingan) sebelum menerima pinjaman KKP-E dengan biaya budidaya ternak dan tani per bulan, kemudian dialokasikan untuk membayar angsuran pokok beserta bunga pinjaman setiap bulan. Pendapatan bersih per bulan debitur diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi KKP-E. Berdasarkan analisis regresi linear berganda, variabel pendapatan bersih per bulan berpengaruh negatif 0.4540 terhadap jumlah realisasi KKP-E. Artinya, apabila pendapatan bersih per bulan debitur menurun satu rupiah maka jumlah realisasi KKP-E akan meningkat sebesar Rp 454 (cateris paribus). Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal, dimana semakin menurun pendapatan bersih per bulan maka semakin kecil pula jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Tetapi hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan besar pendapatan bersih per bulan berpengaruh secara nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E karena memiliki P-value lebih kecil dari taraf nyata (P = 0.000 < α = 0.05). Artinya, semakin besar pendapatan bersih per bulan debitur maka akan semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Hal tersebut didukung pula oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya, ditinjau dari sebaran responden berdasarkan pendapatan bersih per bulan dan jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang, diketahui bahwa hanya 25.71 persen debitur yang memiliki pendapatan bersih lebih dari Rp 3 866 666 per bulan karena hanya sembilan orang debitur yang memiliki pendapatan yang besar. Sembilan orang debitur tersebut memiliki ternak lebih dari tiga ekor sapi dan memiliki usaha sampingan yaitu sebagai petani cabai. Akibat biaya usahatani cabai yang tinggi (dibandingkan dengan usahatani tanaman sayuran) maka hanya sedikit debitur yang mampu berusahatani cabai. Padahal pada saat itu, harga cabai mencapai Rp 20 000 per Kg. Oleh karena itu, debitur membutuhkan pinjaman KKP-E untuk menambah modal usaha agar penerimaan yang didapat lebih besar. Dapat disimpulkan bahwa, PT BRI AGRO Tbk Semarang sebagai lembaga keuangan perbankan yang aktif menyalurkan KKP-E mempertimbangkan pendapatan bersih usaha per bulan dalam menentukan jumlah realisasi KKP-E yang akan diberikan. Hal tersebut disebabkan oleh tujuan dasar KKP-E adalah untuk mendukung peningkatan jumlah produksi dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional sehingga kesejahteraan debitur meningkat. Pengalaman meminjam Pengalaman kredit ditentukan oleh apakah debitur pernah mengajukan kredit atau tidak sebelumnya. Pengalaman meminjam diduga berpengaruh positif terhadap realisasi KKP-E. Berdasarkan hasil uji, pengalaman meminjam memberikan pengaruh negatif 204.2, yaitu ketika pengalaman meminjam bertambah satu kali, maka jumlah realisasi KKP-E akan menurun sebesar Rp 204 200 satuan (000 rupiah) (cateris paribus). Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa semakin tinggi pengalaman meminjam debitur akan semakin besar jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Pada kenyataannya, semakin banyak pengalaman meminjam debitur tidak menjamin bahwa reputasi atau riwayat usaha baik adanya, karena tidak sedikit masyarakat Desa Batur mengalami kegagalan saat diberikan pinjaman modal
61
usaha. Semakin banyak pengalaman meminjam debitur akan semakin memicu kehati-hatian dan ketelitian Account Officer PT BRI AGRO Tbk Semarang dalam analisis usaha debitur sebelum proses realisasi KKP-E sehingga cenderung menurunkan jumlah realisasi KKP-E karena pengalaman meminjam sangat mencerminkan karakter debitur. Hasil analisis menunjukkan variabel pengalaman meminjam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E, karena memiliki P-value lebih besar dari taraf nyata (P = 0.309 > α = 0.05). Artinya, berapa kalipun debitur meminjam kredit sebelumnya, tidak mempengaruhi jumlah realisasi KKP-E yang diberikan kepada debitur. Berdasarkan hasil analisis deskriptif sebelumnya, PT BRI AGRO Tbk Semarang memberikan jumlah realisasi KKP-E dengan proporsi yang hampir sama kepada debitur baik yang memiliki pengalaman meminjam sebanyak dua kali maupun debitur yang baru memiliki pengalaman meminjam satu kali, karena banyaknya pengalaman meminjam tidak menjamin keberhasilan pengembalian pinjaman KKP-E. PT BRI AGRO Tbk Semarang beranggapan bahwa lebih baik debitur belum pernah meminjam kredit sebelumnya daripada pernah meminjam tetapi gagal dalam pengembalian kredit. Pengalaman meminjam menggambarkan bagus atau tidaknya debitur dalam membayar angsuran kredit yang diterima, maka PT BRI AGRO Tbk Semarang selalu melakukan pengecekan ulang terhadap debitur dengan BI checking (informasi riwayat kredit debitur dari Bank Indonesia) dan rate checking (informasi riwayat usaha dan kerjasama debitur dari supplier dan buyer) serta bank to bank information ke bank lain. Agunan Agunan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah realisasi KKP-E karena berhubungan erat dengan besarnya rasa kepercayaan PT BRI AGRO Tbk Semarang terhadap debitur. Menurut hasil uji, variabel agunan memberikan pengaruh yang positif 0.05345 terhadap jumlah realisasi KKP-E. Artinya, ketika jumlah agunan (sertifikat) bertambah satu lembar maka jumlah realisasi KKP-E juga akan meningkat sebesar Rp 53 (cateris paribus). Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian. Hasil analisis regresi berganda juga menunjukkan bahwa variabel agunan berpengaruh secara nyata terhadap jumlah realisasi KKP-E, karena memiliki Pvalue lebih kecil dari taraf nyata (P = 0.000 < α = 0.05). Artinya, semakin banyak jaminan yang diserahkan dalam bentuk sertifikat, maka semakin besar pula jumlah realisasi KKP-E yang diberikan. Hal tersebut didukung oleh analisis deskriptif sebelumnya bahwa jumlah realisasi KKP-E yang diberikan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang dipengaruhi oleh besarnya nilai agunan yang disertakan. Agunan berperan penting sebagai jaminan yang disertakan oleh debitur ketika mengajukan KKP-E. Agunan juga berfungsi untuk pengaman dana PT BRI AGRO Tbk Semarang, jika usaha debitur yang dibiayai mengalami kerugian atau sebab-sebab lain sehingga debitur tidak mampu melunasi kredit yang telah diberikan karena agunan merupakan alternatif solusi untuk memperkecil risiko kerugian yang mungkin dialami oleh ke dua belah pihak yaitu, PT BRI AGRO Tbk Semarang dan kelompok ternak tersebut. Dari hasil analisis di atas, dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap jumlah realisasi KKP-E yaitu lama usaha, pendapatan
62
bersih per bulan, dan agunan. Dari hasil analisis, faktor lama usaha debiturlah yang sangat responsif terhadap jumlah realisasi KKP-E. Faktor lain yang dipertimbangkan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang adalah lama pendapatan bersih usaha per bulan dan nilai agunan. KKP-E merupakan skim kredit yang diberikan khusus untuk membiayai UMKM di sektor pertanian dengan persyaratan atau faktor-faktor yang sederhana, oleh karena itu dibutuhkan kesungguhan yang kuat dan pengalaman usaha yang relatif banyak untuk menjalankan usaha pertanian tersebut. Kredit pertanian yang diusung PT BRI AGRO Tbk Semarang memiliki risiko yang relatif besar, karena bisnis di sektor pertanian sarat atas kegagalan produksi dan kegagalan pasar terkait dengan tingkat harga. Sebenarnya program KKP-E telah dilaksanakan oleh PT BRI AGRO Tbk Jakarta (kantor pusat) sejak tahun 2006, tetapi baru pertengahan tahun 2012 PT BRI AGRO Tbk Jakarta memberikan kepercayaan untuk seluruh kantor cabang termasuk PT BRI AGRO Semarang untuk menyalurkan KKP-E di regional masing-masing. Oleh karena itu, KKP-E merupakan produk baru bagi PT BRI AGRO Semarang. Jumlah debitur PT BRI AGRO Tbk Semarang baru mencapai 175 orang. Debitur tersebut merupakan debitur yang baru mengajukan KKP-E sehingga untuk meningkatkan jumlah realisasi KKP-E, para Account Officer harus mencari debitur baru, karena jika menambah kredit untuk debitur lama belum dapat dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena program KKP-E merupakan skim kredit dengan jangka waktu peminjaman maksimal lima tahun. Artinya, sebelum kredit lama lunas, debitur lama tidak diperbolehkan untuk menambah jumlah kreditnya. Selain faktor-faktor yang berpengaruh dan karakteristik debitur di atas, promosi juga berpengaruh terhadap peningkatan permintaan dan jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang. Selama program KKP-E berlangsung, promosi kurang digencarkan oleh PT BRI AGRO Tbk Semarang sehingga kurang mampu menarik perhatian calon debitur untuk mengajukan kredit KKP-E, calon debitur biasanya mendapatkan informasi KKP-E BRI AGRO Tbk dari teman sesama peternak yang sebelumnya telah mengajukan KKP-E. PT BRI AGRO Tbk Semarang harus lebih gencar dalam memperkenalkan KKP-E kepada para pelaku usaha agribisnis di daerah Jawa Tengah. Selain itu, para Account Officer KKP-E juga harus lebih giat dalam menawarkan produk KKP-E agar dapat meningkatkan jumlah realisasi KKP-E sehingga target yang telah ditetapkan terpenuhi.
Peramalan Frekuensi Permintaan Realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang PT BRI AGRO Tbk Semarang merupakan salah satu lembaga keuangan bank yang berperan sebagai penyalur KKP-E di Provinsi Jawa Tengah. Dalam usahanya tersebut, PT BRI AGRO Tbk Semarang belum mencapai target realisasi KKP-E, maka diperlukan proses peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E untuk 12 bulan mendatang (Juni 2013 sampai Mei 2014). Pada tahap peramalan, digunakan data frekuensi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang dari bulan Juni sampai dengan Desember 2012 (Lampiran 7) yang akan diolah dengan metode peramalan time series. Metode time series yang digunakan adalah Double
63
Exponential Smoothing 0,4 0,3 untuk meramalkan permintaan realisasi KKP-E 12 bulan mendatang. Hasil metode Double Exponential Smoothing 0,4 0,3 dapat diidentifikasi pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E Bulan Juni 2013 – Mei 2014 dengan metode Double Exponential Smoothing 0.4 0.3 Frekuensi peramalan Permintaan Realisasi Periode KeBulan KKP-E 1 Juni 2013 26 2 Juli 2013 25 3 Agustus 2013 25 4 September 2013 24 5 Oktober 2013 24 6 November 2013 23 7 Desember 2013 23 8 Januari 2014 22 9 Februari 2014 22 10 Maret 2014 21 11 April 2014 21 12 Mei 2014 20 Total 276 Dari tabel di atas, hasil peramalan permintaan realisasi KKP-E 12 bulan mendatang mengandung unsur trend karena hasil ramalan permintaan KKP-E dari periode ke satu sampai ke 12 cenderung menurun. Hasil ramalan permintaan realisasi KKP-E terbilang relatif baik, karena terdapat permintaan realisasi KKP-E setiap bulannya, hal tersebut akan berpengaruh positif terhadap pencapaian target realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Hasil ramalan terdapat 276 permintaan realisasi KKP-E di Jawa Tengah pada tahun 2013. Hal tersebut menunjukkan peluang permintaan realisasi kurang lebih 28 kelompok karena ratarata debitur KKP-E adalah kelompok tani dan atau ternak yang memiliki 10 orang anggota. Hasil peramalan permintaan realisasi KKP-E untuk 12 bulan mendatang hampir dua kali lebih besar daripada realisasi aktual pada tahun 2012 (13 kelompok tani dan ternak). Hal tersebut mengindikasikan bahwa Account Officer PT BRI AGRO Semarang harus berusaha dua kali lebih aktif dalam mencari calon debitur dan mengevaluasi UMK agribisnis di seluruh wilayah Jawa Tengah. Besarnya frekuensi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang berkaitan erat dengan kemampuan dan besar kinerja Account Officer PT BRI AGRO Semarang. Produk usaha PT BRI AGRO yang beragam membuat AO tidak fokus dalam proses realisasi KKP-E. Oleh karena itu, spesialisasi kerja dapat dilakukan untuk optimalisasi penyaluran KKP-E di Jawa Tengah. Namun, spesialisasi kerja, harus diimbangi oleh perhitungan bonus yang berbeda untuk AO yang fokus dalam penyaluran KKP-E, karena tingkat kerumitan dan tenaga yang dikeluarkan lebih besar. Strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai target realisasi KKP-E adalah strategi efektif dan efisien. Strategi efektif adalah Account Officer PT BRI AGRO
64
Semarang harus giat mencari calon debitur yang memiliki usaha pertanian yang layak dan memiliki riwayat usaha baik dengan nominal realisasi KKP-E minimal Rp 500 juta rupiah hingga Rp 1 milyar rupiah. Sedangkan strategi efisien adalah Account Officer PT BRI AGRO Semarang harus fokus dalam pemilihan calon debitur yang memiliki usaha pertanian potensial dengan skala usaha menengah atau besar dengan nominal realisasi di atas Rp 1 milyar. Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa target minimal realisasi KKPE per tahun adalah 80 persen dari total plafon realisasi KKP-E (35 milyar) yaitu 28 milyar. Jika dihubungkan dengan hasil ramalan permintaan realisasi KKP-E tahun 2013 yang mencapai 28 kelompok tani dan ternak, maka setiap bulan Account Officer PT BRI AGRO Semarang harus berusaha melakukan realisasi KKP-E sebanyak dua sampai tiga kali kepada debitur dengan plafon kredit masing-masing minimal Rp 1 milyar. Hal tersebut merupakan strategi efektif yang lebih cocok untuk PT BRI AGRO Semarang, karena sebagian besar debitur PT BRI AGRO Semarang adalah peternak yang memiliki skala usaha mikro dan kecil. KKP-E telah diberikan kepada kelompok tani tebu rakyat (termasuk plafon nasional) minimal Rp 5 M, kelompok ternak sapi perah (minimal Rp 999 juta), kelompok ternak penggemukan sapi (minimal Rp 500 juta), dan kelompok ternak ayam ras (minimal Rp 999 juta). Tetapi awal tahun 2013, Bank Indonesia menghimbau kepada perbankan nasional khususnya PT BRI AGRO Tbk Semarang untuk menghentikan sementara penyaluran KKP-E kepada kelompok ternak ayam ras karena isu penyakit flu burung yang dapat mengakibatkan kerugian bagi peternak dan perbankan. Oleh karena itu, KKP-E hanya dapat diberikan kepada kelompok ternak sapi perah dan penggemukan sapi. Setidaknya pada setiap bulan terjadi realisasi sebesar Rp 2 M-Rp 3 M. Di bawah ini, terdapat beberapa alternatif alokasi realisasi (masing-masing alternatif realisasi berjumlah Rp 3 M) KKP-E kepada: 1. 2 kelompok ternak penggemukan sapi dengan plafon masing-masing Rp 500 juta dan 2 kelompok ternak sapi perah dengan plafon masing-masing Rp 1 M. 2. 3 kelompok ternak sapi perah dengan plafon masing-masing Rp 1 M. 3. 2 kelompok ternak sapi perah dengan plafon masing-masing Rp 1.5 M. 4. 3 kelompok ternak penggemukan sapi dengan plafon masing-masing Rp 1 M. 5. 4 kelompok ternak penggemukan sapi dengan plafon masing-masing Rp 500 juta. 6. 6 kelompok ternak penggemukan sapi dengan plafon masing-masing Rp 500 juta. Alternatif realisasi KKP-E di atas menunjukkan bahwa usaha yang harus dilakukan Account Officer PT BRI AGRO Semarang adalah dua sampai tiga kali lebih besar daripada tahun 2012. Tujuan utama realisasi KKP-E adalah membantu permodalan usaha pertanian dengan skala mikro, kecil, dan menengah sehingga dapat mengembangkan pertanian nasional.
65
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik debitur KKP-E PT BRI AGRO Semarang dapat diidentifikasi berdasarkan lama pendidikan, tanggungan keluarga, lama usaha, pendapatan bersih per bulan, pengalaman meminjam, dan agunan. Proporsi terbesar berasal dari debitur yang berpendidikan 12 tahun atau setara dengan SMA sebanyak 19 orang (54.29 persen) dan termasuk ke dalam prinsip Capacity, memiliki jumlah tanggungan keluarga 1-2 orang sebanyak 23 orang (65.71 persen), memiliki lama usaha kurang dari 11 tahun sebanyak 16 orang (45.71 persen) dan termasuk ke dalam prinsip Capacity, memiliki pendapatan bersih usaha Rp 1 983 333 – Rp 3 866 666 per bulan sebanyak 17 orang (45.58 persen) dan termasuk ke dalam prinsip Capital, memiliki pengalaman meminjam dua kali sebanyak 20 orang (57.14 persen) dan termasuk ke dalam prinsip Character, dan menyertakan agunan dengan nilai lebih dari Rp 31 600 000 adalah 25 orang (71.42 persen) dan termasuk ke dalam prinsip Collateral. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan, dan agunan. Dari ketiga faktor tersebut, hanya pendapatan bersih usaha per bulan saja yang memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Hal tersebut berarti semakin lama usaha yang dijalankan debitur dan semakin banyak lembar sertifikat (agunan) yang diserahkan oleh debitur, maka semakin besar pula jumlah realisasi KKP-E yang akan diberikan oleh PT BRI AGRO Semarang. Berbeda dengan pendapatan bersih usaha per bulan, semakin besar pendapatan bersih usaha per bulan, maka semakin kecil jumlah realisasi KKP-E yang diberikan kepada debitur. Hasil peramalan permintaan realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang 12 bulan mendatang (Juni 2013-Mei 2014) adalah 276 realisasi atau 28 kelompok tani dan ternak, maka setiap bulan harus terjadi dua sampai tiga kali realisasi KKP-E kepada debitur dengan plafon masing-masing Rp 1 milyar.
Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Pihak PT BRI AGRO Semarang harus lebih giat dalam mempromosikan KKPE AGRO kepada UMK pertanian dan peternakan di Jawa Tengah (terkait dengan hasil peramalan permintaan realisasi KKP-E) sehingga dapat meningkatkan frekuensi realisasi KKP-E, misalnya dengan mengikuti pameran yang mensosialisasikan KKP-E sebagai kredit modal kerja pertanian berbunga rendah. Selain itu, dapat dilakukan dengan labelling (pemberian papan nama) terhadap usaha yang telah dibiayai PT BRI AGRO Semarang atau melalui
66
2. Pihak PT BRI AGRO Semarang melalui Account Officer diharapkan lebih giat untuk melakukan pendampingan kepada UMK peternakan dan petanian berupa sosialisasi faktor-faktor apa saja yang dinilai penting oleh PT BRI AGRO Semarang dan yang berpengaruh terhadap jumlah realisasi KKP-E khususnya faktor lama usaha, pendapatan bersih usaha per bulan dan agunan. Hal tersebut akan membantu UMK pertanian dan peternakan untuk mengakses KKP-E sehingga meningkatkan frekuensi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Di samping itu, PT BRI AGRO Semarang juga dapat mencapai target minimal realisasi KKP-E. 3. Pihak PT BRI AGRO Semarang melalui Account Officer diharapkan lebih proaktif dalam memperluas jaringan kerja sehingga mendapatkan banyak alternatif calon debitur KKP-E yang potensial dan bekerjasama dengan pejabat dinas yang terkait dalam pendataan UMK pertanian dan peternakan yang layak di Jawa Tengah sehingga tercipta sebuah integrasi yang baik antara pemerintah dan lembaga keuangan bank. Dengan demikian, akan semakin banyak UMK pertanian dan peternakan yang dapat memperoleh KKP-E PT BRI AGRO Semarang. Selain itu. 4. Pihak PT BRI AGRO Semarang melalui pemimpin cabang yang berkoordinasi dengan kantor pusat untuk melakukan spesialisasi kerja untuk Account Officer dalam penyaluran KKP-E, agar menghasilkan kinerja yang optimal dalam penyaluran KKP-E sehingga diharapkan dapat meningkatkan realisasi KKP-E kepada UMK pertanian dan peternakan di Jawa Tengah. 5. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji efektivitas penyaluran KKP-E sehingga dapat diketahui perbandingan kondisi debitur sebelum dan sesuadah menerima pinjaman KKP-E yang dapat memperlihatkan pemanfaatan pinjaman KKP-E bagi para debitur (kelompok ternak atau tani).
DAFTAR PUSTAKA Achmad, S. 2011. Ketahanan Pangan dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal Dialog Kebijakan Publik : 2-3. Alfendi. 2011. Analisa Dinamika Kelompok Pada Kelompok Tani Saiyo Dikampung Jambak Kelurahan Koto Lalang Padang. Jurnal Pembiayaan. Aritonang. 2002. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta. Ariyatno, H. 2003. Strategi Pembiayaan Jaringan Kemitraan Bisnis bagi Usaha Kecil dan Menengah. Jurnal Seminar Alih Teknologi dalam Pengembangan UKM dan Agrobisnis. Bank Indonesia. 2013. Jumlah Kredit Modal Kerja Perbankan Sektor Ekonomi Tahun 2009-2013. http:www.bi.go.id. Diakses pada 18 April 2013. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia Tahun 2009-2010. Jakarta: BPS Jakarta. Cahyanto, Bonifatius, dan Muktaman. 2012. Penguatan Kearifan Lokal Sebagai Solusi Permasalahan Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding The 4th
67
International Conference on Indonesian Studies : ”Unity, Diversity and Future”. Dariyus. 2010. Analisis Random Walks pada Harga Saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Darmawanto. 2008. Pengembangan Kredit Sektor Pertanian (Tinjauan Pada PT Bank Pembangunan Derah Jawa Tengah) [Tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro. Direktorat Pembiayaan. 2011. Plafon KKP-E Bank Umum Nasional Tahun 2011. Jakarta. Djanoko, M. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengembalian Kredit Usaha Mikro di Swamitra (Studi kasus: Swamitra Yogyakarta) [thesis]. Bogor: MB-IPB. Djohanputro, Bramantyo. 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro.PPM. Jakarta. Fahmi, I. 2010. Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung : Alfabeta. Furqan, Chairil, A. 2012. Problematika Praktik Akuntansi pada UMKM Serta Keterkaitannya Terhadap Akses Kredit. Jurnal Balitbang Sulawesi Tenggara. Hidayanto, E. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Studi Kasus Usaha Agribisnis di BRI Unit Tongkol, Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Hanani. 2012. Strategi Pencapaian Ketahanan Pangan Keluarga. E-Journal Ekonomi Pertanian PERHEPI. Hanke, JE., Reitsch, A.G. 2005. Business Forecasting. New Jersey: Prentice Hall International Editions. Hastuti dan Supandi. 2009. Aksesibilitas Masyarakat terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian di Pedesaan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Hutagaol, EIP. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis (Kasus pada BRI Unit Cigombong Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hutajulu, OP. 2010. Kajian Peramalan Permintaan dan Perencanaan Optimasi Produksi Semen pada Plant 11 PT Indocement [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Irawati, R. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi danPengembalian Kredit usaha Rakyat (KKP-E) Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Cibinong Cabang Bogor-Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Jayanto dan Syukriyadin. 2012. Peramalan Beban Puncak Transformator Daya Gardu Induk Lampeuneurut Menggunakan Metode Time Series Stokastik. Jurnal Online Teknik Elektro. Kasmir, S. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kasmir. 2010. Dasar-Dasar Perbankan. Ed. Ke-8. Jakarta: Rajawali Pers. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2010. Jumlah Unit Usaha Sektor tahun 2009. http:www.depkop.go.id. Diakses pada 19 April 2013.
68
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2012. Jumlah Unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah tahun 2011 http:www.depkop.go.id. Diakses pada 19 April 2013. Lesmana, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) (Studi Kasus Pada BNI UKC Cabang Karawang [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, RG, Purvis, dan Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi ke-10. Jakarta: Binarupa Aksara. Lubis, AM. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi dan Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (Kasus: BRI Unit Cibungbulang) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mackfoedz, MM. 2011. Mewujudkan Ketahanan Berdaulat, Reorientasi Kebijakan Politik Pangan. Jurnal Dialog Kebijakan Publik : vii. Mahliza, F. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Murabahah untuk Usaha Mikro Agribisnis Sektor Perdagangan (Studi Kasus: KBMT Bil Barkah, Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Mankiw, NG. 2006. Makroekonomi, Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Muharam. 2013. Koperasi Ujung Tombak Pembangunan Ekonomi. Bacaan Pengambil Kebijakan. Nazir, M. 2009. Metodologi Penelitian. Edisi Ketujuh. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nurmanaf, dkk. 2006. Analisis Sistem Pembiayaan mikro dalam Mendukung Usaha Pertanian di Pedesaan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seminar Hasil Penelitian. Nuryartono, N., Zeller, M. and R. Birner (2004). Poverty Allevation Through Participation in Protected Area Management? Evidence from the Lore Lindu National Park, Central Sulawesi, Indonesia. Paper presented at the Xth Biennial Conference of the International Association for the Study of Common Property (IASCP), Oaxaca, Mexico, August, 2004. Oktaviati, RA. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit di Sektor Agribisnis (Studi Kasus: Danamon Simpan Pinjam Unit Citeureup Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Pasha. 2007. Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit serta Identifikasi Peluang Ekspansi Pembiayaan Kredit Sektoral di Wilayah Kerja KBI Malang. Jurnal Keuangan danPerbankan, Vol. 13, hal. 148-164. Puspopranoto, S. 2004. Keuangan Perbankan dan Pasar Keuangan, Konsep Teori dan Realita. Edisi Pertama. Jakarta : LP3ES. Retnadi. 2006. Memilih Bank yang Sehat, Kenali Kinerja dan Pelayanannya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Rahmi, S. 2012. Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Ritonga, JT. 2007. Peranan Bank Dalam Mendukung Kredit Ketahanan Pangan dan Energi di Sumatera Utara. Jurnal Pertanian Indonesia. Rivai, Veithzal P. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: Raja Grafindo
69
Persada. Santoso, S. 2009. Metode Peramalan Kuantitatif dan Peramalan Kualitatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Supriatna. 2009. Pola Pelayanan Pembiayaan Sistem Kredit Mikro Usaha Tani di Tingkat Pedesaan. Jakarta: Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian. Suyastiri, NM. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan : 51-60. Swastika. 2011. Penerapan Teknologi Pertanian “Roles of Farmers’ Groups in Agricultural Technology Adoption”. Jurnal Peran Kelompok Tani. Thamrin, FD. 2008. Studi Efektivitas LKM dalam Menunjang Penelitian dan Pembiayaan Sektor Pertanian. Working Paper Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Mayarakat. Institut Pertanian Bogor. Tulus, T. 2009. Ketahanan Pangan di Indonesia Inti Permasalahan dan Alternatif Solusinya. Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti. Usaha Mikro dan Kecil Pertanian Jawa Tengah. 2012. Suara Merdeka. 1 (1):8 Yusiana, A. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) Usaha Mikro Pada PT BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
70
LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk DEWAN KOMISARIS
KOMITE NOMINASI & REMUNERASI
DDIREKTUR IREKTUR UUTAMA TAMA
KOMITE PEMANTAU RISIKO
KOMITE AUDIT
DIREKSI SATUAN KERJA AUDIT INTERN
SEKRETARIS
DIREKTUR DIREKTUR OPERASI OPERASI
DIREKTUR PEDIREKTUR MASARAN & PEMASARAN PENGE
DIVISIKANTOR PUSAT OPERASIONAL PERENCANAAN KEU. & MIS TEKNOLOGI INFORMASI TEKNOLOGI INFORMASI TEKNOLOGI INFORMASI
DIVISI SUPERVISI CABANG
DIREKTUR KEPATUHAN DIREKTUR MANJ. & MAN. RISIKO RISIKO
DIVISI DANA
DIVISI KREDIT AGRO
BAG. PEMBINAAN & PENYELESAIAN KREDIT
‐ ‐ ‐
mKOMITE ALCO KOMITE KREDIT KOMITE MNJ. RISIKO
DIVISI KREDIT NON-AGRO
DIVISI SDM
BAG. PENGEMBANGAN PRODUK PASAR
BAG. MANAJEMEN RISIKO
BAG. WILAYAH JABODETABEK
BAG. MANAJEMEN RISIKO
71 71
Lampiran 2 Struktur organisasi PT BRI AGRO Tbk Semarang
SKAI SUPARWO PRIYADI Pemimpin Cabang
Manager Operasional & Layanan Septaris Dwi Koranto
Fungsi Penunjang Bisnis - Josep B.M. (Legal) - Indira (Dok&Pelp) - Nevi (Oprs. Kredit)
Fungsi Penunjang Oprs Indra (SDM & Umum) Novita (F. Ctrl &MIS)
Authorized Signer Dionysia H
- Retno W (CS) - Tejo W (DFT) - Dian (Teller)
Manager Pemasaran Armansyah Siregar
Account Officer - Wegig Sembodo - Boyong Windu - Rahmat Sesario - M. Tri Pramono - Rujiati - Djunaidi Irwansyah - Habibullah Lubis
Resident Auditor Ratna Handayani
Kantor Cabang Pembantu
Funding Officer Indah M.
Kepala Kantor Kas Fero Kurniawan
Teller Kantor Kas Oktaf Noni S.
72 Lampiran 3 Data hasil kuesioner responden debitur KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang RSP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
RK 50920 48920 49920 48920 49920 50920 49920 50920 48920 48920 50920 49920 49920 49920 51920 48920 49920 51920 50920 48920 50920 50920 49920 49920 48920 51920 48920 49920 50920 48920 50920 50920 49920 49920 48920
Keterangan: LP TK
LP 9 12 12 12 9 12 6 12 12 12 9 12 9 6 6 12 12 12 12 9 6 9 12 12 9 12 12 12 9 9 12 9 9 12 9
TK 2 2 1 1 2 2 0 3 1 0 3 2 2 0 1 1 2 3 3 2 1 2 1 3 2 1 0 1 2 0 2 2 3 3 2
LU 13 8 20 8 15 10 10 20 7 4 22 11 7 9 17 6 10 20 12 10 25 13 18 17 9 20 9 6 15 7 20 21 18 17 8
: Lama pendidikan : Jumlah tanggungan keluarga
PB 2466 1757 3071 3305 4971 2344 2833 3107 1682 1607 4972 2377 2696 2725 2350 4790 1333 4278 1000 1233 2800 4277 2344 2291 1550 1400 3471 5750 4790 4207 2786 3428 4971 2900 1757
PM 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1
AG 62400 30000 60000 45000 62400 45000 45000 45000 15700 15000 60000 45000 45500 45000 60000 62400 30500 60000 30000 15000 45000 45000 30000 30000 15000 45000 45000 60000 60000 45000 45000 60000 45000 45000 15000
73 LU PB PM AG
: Lama usaha : Pendapatan bersih usaha per bulan : Pengalaman meminjam : Agunan
Lampiran 4
Hasil analisis regresi berganda pada faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang
Regression Analysis: RK versus LP; TK; LU; PB; PM; AG The regression equation is RK = 48220 - 6,4 LP + 76 TK + 89,0 LU - 0,454 PB - 204 PM + 0,0534 AG
Predictor Constant LP TK LU PB PM AG
Coef 48219,5 -6,40 76,1 89,03 -0,4540 -204,2 0,05345
S = 498,768
SE Coef 645,3 46,39 109,6 20,50 0,1065 221,6 0,01025
R-Sq = 78,6%
T 74,73 -0,14 0,69 4,34 -4,26 -0,92 5,21
P 0,000 0,891 0,494 0,000 0,000 0,365 0,000
VIF 1,3 1,5 1,8 2,4 1,6 3,2
R-Sq(adj) = 73,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source LP TK LU PB PM AG
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 26 32
SS 23774407 6468017 30242424
MS 3962401 248770
F 15,93
P 0,000
Seq SS 606575 4720946 11172363 28263 481775 6764485
Unusual Observations Obs 17
LP 12,0
RK 51920,0
Fit 51007,5
SE Fit 201,8
Residual 912,5
St Resid 2,00R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,83793
74 Lampiran 5 Uji Normalitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Normal Probability Plot of the Residuals (response is RK) 99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1000
-500
0 Residual
500
1000
Lampiran 6 Uji homogenitas faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Residuals Versus the Fitted Values (response is RK) 1000
Residual
500
0
-500
-1000 48000
49000
50000 Fitted Value
51000
52000
75 Lampiran 7 Uji autokorelasi faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KKP-E PT BRI AGRO Tbk Semarang Residuals Versus the Order of the Data (response is RK) 1000
Residual
500
0
-500
-1000 1
5
10
15 20 Observation Order
25
30
Lampiran 8 Data (frekuensi) realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang Bulan Juni-Desember 2012 Periode keFrekuensi realisasi (kali) 6 50 7 0 8 9 9 50 10 34 11 33 12 17
76 Lampiran 9
Hasil peramalan frekuensi permintaan realisasi KKP-E PT BRI AGRO Semarang untuk Bulan Juni 2013-Mei 2014 dengan metode Double Exponential Smoothing 0.4 0.3 DO UBL E EXPO N EN TIAL 0 ,4 0 ,3
150
Variab le A c tu al F its F o recasts 95,0% P I
Jumlah realisasi (kali)
100
S mo o th in g C o n stan ts A lp h a (lev el) 0,4 G amma (tren d ) 0,3
50
A c cu rac y M easu res MA PE 62,233 MA D 19,225 MSD 555,938
0
-50
-100 2
4
6
8
10 Inde x
12
14
16
18
Double Exponential Smoothing for Jumlah realisasi (kali) * NOTE * Zero values of Yt exist; MAPE calculated only for non-zero Yt. Data Length
Jumlah realisasi (kali) 7
Smoothing Constants Alpha (level) Gamma (trend)
0,4 0,3
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
62,233 19,225 555,938
Forecasts Period 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Forecast 26,5202 25,9900 25,4598 24,9296 24,3994 23,8692 23,3390 22,8088 22,2786 21,7484 21,2182 20,6880
Lower -20,5803 -25,1260 -30,0930 -35,3884 -40,9404 -46,6942 -52,6082 -58,6506 -64,7971 -71,0288 -77,3308 -83,6915
Upper 73,621 77,106 81,013 85,248 89,739 94,433 99,286 104,268 109,354 114,526 119,767 125,068
77
DOKUMENTASI
78
79
80
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 27 Mei 1991 dari pasangan Suhud, SE dan Sofiatun. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Gebangsari 01-02 pada tahun 2004 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 6 Semarang pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Semarang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kampus dan berbagai kepanitiaan. Pada tahun 2009-2010, penulis menjabat sebagai Bendahara pada Organisasi Daerah PATRA ATLAS Semarang. Pada tahun 2010-2011, penulis menjabat sebagai staf Career and Creativity Development Department Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Dilanjutkan pada tahun 2011-2012 penulis menjabat sebagai kepala Career and Creativity Development Department Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selain itu, penulis juga pernah meraih beasiswa dari Djarum Beasiswa Plus pada periode tahun 2011-2012.