FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT MODAL KERJA (KMK) USAHA MIKRO PADA PT. BPR MITRA DAYA MANDIRI KOTA BOGOR
SKRIPSI
ALFERA YUSIANA H34086003
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN EKSEKUTIF ALFERA YUSIANA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) Usaha Mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Pemberdayaan Usaha Mikro menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Usaha mikro telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang nyata terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah usaha mikro yang ada di Indonesia. Melihat potensi tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan. Bank Perkreditan Rakyat merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR. Salah satu BPR di kota Bogor yaitu PT. BPR Mitra Daya Mandiri. Sejak tahun 2006, penyaluran kredit yang dilakukan PT. BPR Mitra Daya Mandiri didominasi oleh kredit konsumtif. Proporsi KMK (KMK) relatif lebih kecil, tentu ini menjadi suatu indikator bahwa kredit yang disalurkan PT. BPR Mitra Daya Mandiri untuk modal kerja sektor Usaha Mikro Kecil masih relatif kecil. Sehingga untuk itu, perlu diketahui bagaimana prosedur yang dijalankan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri dalam menyalurkan kreditnya khususnya untuk KMK untuk sektor usaha mikro saat ini, dan bagaimana perbaikannya kedepan agar dapat mencapai target portofolio yang telah ditetapkan. Sehingga untuk itu perlu diketahui bagaimana prosedur yang dijalankan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri dalam menyalurkan kreditnya khususnya untuk KMK untuk sektor usaha mikro. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis karakteristik nasabah KMK untuk usaha mikro sektor agribisnis PT BPR Mitra Daya Mandiri dan (2) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi KMK untuk usaha mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive. Populasi dalam penelitian ini adalah debitur KMK. Berdasarkan data performent bulan Juni 2010 total populasi debitur KMK PT BPR Mitra Daya Mandiri adalah 166 orang yang terbagi menurut sektor ekonomi baik agribisnis maupun non agribisnis. Sampel yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah debitur yang telah menerima kredit maksimum sebesar lima juta rupiah dan omzet usaha per tahun kurang dari 300 juta rupiah serta nilai agunan maksimum 50 juta rupiah yaitu 115 orang. Semua faktor yang diduga
ii
mempengaruhi realisasi KMK pada BPR MDM dianalisis mengggunakan analisis Deskriptif dan Regresi. Analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat realisasi kredit dengan menggunakan model analisis Regresi Linear Berganda sehingga diketahui variabel-variabel bebas yang secara nyata berpengaruh atau tidak terhadap tingkat realisasi kredit sebagai variabel tak bebas. Variabel-variabel tak bebas model tersebut terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jenis usaha, lama usaha, omzet usaha per bulan, pendapatan usaha per bulan, frekuensi peminjaman, jumlah pengajuan kredit dan nilai agunan. Data yang terkumpul, diolah menggunakan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14 for windows. Berdasarkan analisis deskriptif, karakteristik debitur responden penerima realisasi KMK untuk usaha mikro pada BPR MDM adalah (1) proporsi terbesar responden berada pada usia 5 tahun, berjenis kelamin pria dan jumlah tanggungan keluarga maksimum tiga orang, (2) sebagian besar memilik pendapatan usaha bersih per bulan maksimum dua juta rupiah dan jenis usaha bidang agribisnis (3) sebagian besar frekuensi peminjaman kredit satu kali, jumlah kredit yang diajukan dua sampai empat juta rupiah. nilai agunan dua sampai lima juta rupiah, bunga efektif 40-42 persen dan jangka waktu dua belas sampai delapan belas bulan. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi KMK untuk usaha mikro pada BPR MDM adalah variabel tingkat pendapatan usaha bersih per bulan, frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan dan jangka waktu kredit pada tingkat kepercayaan 95 persen. Variabel lainnya seperti umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan, jenis usaha, dan bunga efektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya realisasi KMK yang dapat diterima oleh debitur. Pihak BPR MDM hendaknya lebih memperhatikan persyaratan kredit khususnya mengenai pendapatan bersih per bulan, frekuensi kredit, pengajuan kredit, nilai agunan dan jangka waktu kredit sehingga jumlah realisasi KMK pada BPR MDM dapat meningkat. Hal ini sebagai salah satu cara agar performance KMK proporsinya terus meningkat dibandingkan kredit lainnya seperti kredit konsumsi dan kredit investasi. Diharapkan bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis perbandingan penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian kredit KMK untuk usaha mikro dengan kredit lainnya sehingga bisa diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja masing-masing kredit tersebut.
iii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT MODAL KERJA (KMK) USAHA MIKRO PADA PT. BPR MITRA DAYA MANDIRI KOTA BOGOR
ALFERA YUSIANA H34086003
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
iv
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) Usaha Mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor Nama
: Alfera Yusiana
NIM
: H34086003
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 19690410 199512 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) Usaha Mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor” adalah benar karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Alfera Yusiana H34086003
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tasikmalaya pada tanggal 8 Agustus 1986. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Aland Yoes S. dan Ibunda Ai Komariah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kalangsari II Tasikmalaya pada tahun 2000, dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2003 di MTs Persis Benda Tasikmalaya. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 3 Tasikmalaya pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005 pada program Diploma III Manajemen Agribisnis dan menyelesaikan masa studinya pada tahun 2008. Selama pendidikan Diploma IPB, penulis mendapatakan beasiswa yaitu Beasiswa dari Yayasan SUPERSEMAR pada tahun 2007-2008. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2008, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selain belajar, penulis juga pada awal tahun 2009 sampai sekarang bekerja sebagai karyawan / staff Legal Officer pada PT BPR Mitra Daya Mandiri.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) untuk Usaha Mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik nasabah kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro sektor agribisnis PT BPR Mitra Daya Mandiri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro sektor Agribisnis pada PT BPR Mitra Daya Mandiri. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis. Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi sehingga saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan, baik dari segi format penulisan, isi kajian, maupun dari kedalaman kajian.
Bogor, Desember 2010
Alfera Yusiana
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Sebagai bentuk rasa syukur tersebut, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya pada beberapa pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan yaitu kepada: 1. Orangtua tercinta Aland Yoes S. dan Ai Komariah yang selalu memberikan dukungan cinta dan doanya. Semoga ini bisa menjadi persembahan terbaik untuknya. 2. Kakak dan adik-adikku tercinta (Alni, Ferry, dan Frian) dan seluruh keluarga tercinta, terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya, I love you all 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, pengarahan, serta saran mulai dari persiapan proposal sampai penulisan skripsi ini. 4. Ir. Dr. Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen evaluator kolokium yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan penelitian ini. 5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Suprehatin, SP. MAB sebagai dosen penguji utama dan dosen penguji dari wakil komisi pendidikan pada ujian sidangpenulis yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini. 6. Ir. Dwi Rachmina, Msi sebagai dosen pembimbing akademik, terimakasih atas arahannya selama proses belajar penulis. 7. Direksi dan seluruh staf karyawan pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri: Effi B. Emor, Gatot Sumargono, Endang Sri Rejeki, Nefo, Yayan, seluruh staff Account Officer (Lukman, Zaki, Ricky, Derry, Agus, Emir, Andri, Indra), staff operasional (Sri Elvi, Siti Halimah,Siti Sarah, Budi), staff remedial (Yudi, Rizal, Joko, Opik, Ulung) dan yang lainnya yang tidak bisa sebutkan satu persatu. 8. Teman kosan penulis M14 : Sani, Meli, Mahdalena, Dede Aden, Adi, Lani yang senantiasa membantu dalam penulisan skripsi ini.
ix
9. Temen seperjuangan saat Diploma III : Kemal, Dua Neneng : Ashafirrah dan Resti Lestari, Kita untuk selamanya teman. ”Thanks a lot”. 10. Mayang Dwi Aprianti, sebagai pembahas seminar hasil penelitian penulis dengan memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam perbaikan skripsi ini. 11. Seluruh staf dosen dan Sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis atas bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar. 12. Rekan-rekan seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 5’ yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Suatu kebanggan tersendiri bagi penulis dapat menjadi bagian dari keluarga besar Agribisnis. Growing the future! 13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan terhadap penulis.
Bogor, Desember 2010
Alfera Yusiana
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xiii xv xvi
I.
PENDAHULUAN ................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ........................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian..................................................
1 1 7 9 9 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 2.1 Tinjauan Umum Usaha Mikro Kecil ................................. 2.2 Tinjauan Empiris Penelitian Terdahulu ............................. 2.2.1 Studi Tentang Peran Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Perkreditan Rakyat .................................... 2.2.2 Studi Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit ........................................................
11 11 14
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit ........ 3.1.2 Prinsip-prinsip Perkreditan ........................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 3.3 Hipotesis ........................................................................... 3.3.1 Hipotesis Analisis Realisasi Kredit Berdasarkan Karakteristik Individu ............................................... 3.3.2 Hipotesis Analisis Realisasi Kredit Berdasarkan Karakteristik Usaha ..................................................
23 23 23 28 29 35
35
IV.
METODE PENELITIAN ...................................................... 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data ............................................... 4.4 Metode Analisis Data ........................................................ 4.4.1 Analisis Model Regresi Linear Berganda ................. 4.4.2 Asumsi Model Regresi Linear Berganda ................... 4.5 Definisi Operasional ..........................................................
36 36 37 37 38 39 42 43
V.
GAMBARAN UMUM PT BPR MITRA DAYA MANDIRI 5.1 Sejarah PT BPR Mitra Daya Mandiri ................................. 5.2 Visi dan Misi PT BPR Mitra Daya Mandiri........................ 5.3 Organisasi dan Manajemen PT BPR Mitra Daya Mandiri .. 5.4 Kegiatan Operasional PT BPR Mitra Daya Mandiri ........... 5.5 Perkembangan Usaha PT BPR Mitra Daya Mandiri ...........
45 45 46 47 47 50
III.
14 16
35
xi
VI.
VII.
5.6 Mekanisme Penyaluran Kredit Modal Kerja pada PT BPR Mitra Daya Mandiri .............................................
50
KARAKTERISTIK DEBITUR KREDIT MODAL KERJA PT BPR MITRA DAYA MANDIRI ...................................... 6.1 Perbandingan Karakteristik Individu Responden ................ 6.2 Perbandingan Karakteristik Usaha Responden ................... 6.3 Perbandingan Karakteristik Kredit Responden ...................
55 55 59 61
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KMK BPR MDM .............................................. 7.1 Umur Debitur ................................................................... 7.2 Jenis Kelamin ................................................................... 7.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ........................................... 7.4 Pendapatan Bersih Per Bulan ............................................ 7.5 Jenis Usaha ....................................................................... 7.6 Frekuensi Peminjaman Kredit ........................................... 7.7 Jumlah Kredit Yang Diajukan ........................................... 7.8 Nilai Agunan .................................................................... 7.9 Bunga Efektif ................................................................... 7.10 Jangka Waktu Kredit ........................................................
67 69 70 71 72 72 73 74 75 76 76
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 8.1 Kesimpulan ........................................................................ 8.2 Saran ..................................................................................
78 78 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
80
LAMPIRAN .......................................................................................
82
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 ....................................................................................
1
Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2007 ...............................................
2
3. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 – 2008 atas Harga Konstan 2000 ................................
3
2.
4.
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro Kecil, Menengah (UMKM) menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 ...........................
4
Perkembangan Nilai Investasi menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 .......................
5
Perkembangan Kredit BPR Konvensional di Kota Bogor Period Agustus 2009-Januari 2010 ...........................................................
7
Realisasi Penyaluran Kredit pada PT BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan Jenis Kredit Tahun 2006-2009 ...................................
8
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang Berlokasi di Kota Bogor Tahun 2010 Berdasarkan Realisasi Kredit ( Ribuan Rupiah) .........
36
Kondisi Karyawan BPR Mitra Daya Mandiri Berdasarkan Pendidikan Terakhir .....................................................................
47
10. Perkembangan Usaha PT. BPR Mitra Daya Mandiri Lima Tahun Terakhir 2005-2009 (dalam jutaan) ...............................................
50
11. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Umur....................
56
12. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jenis Kelamin .......
57
13. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jumlah Tanggungan Keluarga .......................................................................................
58
5. 6.
7.
8.
9.
xiii
14. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Pendapatan Usaha Bersih Per Bulan ...........................................................................
59
15. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jenis Usaha ..........
60
16. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Frekuensi Peminjaman Kredit .......................................................................
61
17. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jumlah Kredit Yang Diajukan ..............................................................................
63
18. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Nilai Agunan ........
64
19. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Bunga Effektif ......
65
20. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jangka Waktu .......
66
21. Hasil Analisis terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KMK pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri .......................
67
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Pergerakan Sepanjang Kurva Permintaan Kredit ...........................
24
2.
Pergeseran Kurva Permintaan Kredit .............................................
25
3.
Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran Kredit ............................
26
4.
Pergeseran Kurva Penawaran Kredit .............................................
27
5.
Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ....................................
34
6.
Komposisi Kredit Berdasarkan Penggunaan ..................................
49
7.
Prosedur Penyaluran Kredit pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri ....
51
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Struktur Organisasi PT BPR Mitra Daya Mandiri ..........................
83
2.
Formulir Aplikasi Kredit Umum BPR Mitra Daya Mandiri ...........
84
3.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ........................................
85
4.
Normal Probability Plot Komponen Standardized Residual menurut Persentase (Realisasi KMK BPR MDM) ....................................... 86
5.
Plot Komponen Standardized Residual Menurut Variabel Dependent (Realisasi KMK BPR MDM) ........................................................ 86
xvi
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena
potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Usaha mikro telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang nyata terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah usaha mikro yang ada di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1 pada tahun 2007 jumlah usaha mikro mendominasi yaitu mencapai 98,89 persen dari total usaha yang ada di Indonesia (Kementrian Negara Koperasi dan UMKM 2009). Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 No.
Skala Usaha 1 2 3 4
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Jumlah
Jumlah Unit 2007 2008* 49.287.276 50.697.659 498.565 520.221 38.282 39.657 4.463 4.372 49.828.586 51.261.909
Perkembangan Jumlah % 1.410.383 2,86 21.656 4,34 1.375 3,59 -91 -2,04 1.433.323 2,88
Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009
Jumlah pelaku usaha terbesar menurut skala usaha di Indonesia pada tahun 2007-2008 dimiliki oleh Usaha Mikro yaitu mencapai 98,89 persen dari total usaha yang ada. Hal ini menunjukkan besarnya peran Usaha Mikro dalam pembangunan perekonomian Indonesia jika dibandingkan sektor usaha lainnya. Persentase terbesar dari usaha mikro adalah dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 52,95 persen. Selain itu, sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 28,12 persen. Sektor ekonomi tersebut merupakan agribisnis, peran agribisnis inilah yang tidak akan terlepas dari perekonomian Indonesia
sebagai negara agraris.
Sebagai
pembanding, berikut disajikan perkembangan jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2007 Mikro No.
Kecil
Sektor Ekonomi (Unit) % (Unit) Pertanian, Peternakan, 1 Kehutanan dan Perikanan 26.383.268 52,95 1.019 Pertambangan dan 2 Penggalian 263.250 0,53 2.092 3 Industri Pengolahan 3.179.143 6,38 52.870 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.537 0,02 568 5 Bangunan 167.640 0,34 12.387 Perdagangan, Hotel dan 6 Restoran 14.012.134 28,12 365.533 Pengangkutan dan 7 Komunikasi 2.774.573 5,57 16.408 Keuangan, Persewaan dan 8 Jasa Perusahaan 928.713 1,86 22.027 9 Jasa – Jasa 2.103.865 4,22 25.661 Total 49.824.123 100,00 498.565 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009
% 0,20 0,42 10,60 0,11 2,48 73,32 3,29 4,42 5,15 100,00
Agribisnis merupakan suatu cara baru melihat pertanian. Cara baru yang dulu melihat secara sektoral sekarang intersektoral. Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan beberapa subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem tersebut adalah subsistem faktor input pertanian (input subsystem), subsistem produksi pertanian (production subsystem), subsistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system), subsistem pemasaran, baik untuk faktor produksi, hasil produksi maupun hasil olahannya (marketing subsystem), dan subsistem kelembagaan penunjang (supporting institution system) (Saragih, 2010). Berdasarkan cara pandang ini, sektor ekonomi yang termasuk sektor agribisnis adalah keseluruhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sebagian besar dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa sekitar 75 persen dari seluruh pelaku Usaha Mikro di Indonesia bergerak di bidang Agribisnis yaitubeasal dari sektor ekonomi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sebagian sektor ekonomi perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini menunjukkan besarnya peran Usaha Mikro agribisnis dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
2
Peranan Usaha Mikro dalam memajukan perekonomian Indonesia juga dapat dilihat berdasarkan kontribusinya terhadap penciptaan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai persentase Produk Domestik Bruto (PDB) usaha mikro kecil dan menengah pada tahun 2007-2008 mengalami perkembangan. Seperti halnya untuk penyebaran jumlah pelaku usaha, usaha mikro sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan juga mempunyai kontribusi cukup besar terhadap PDB yaitu sebesar 38,01 persen pada skala mikro, sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29,50 persen. Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa proporsi usaha mikro Agribisnis dalam penciptaan PDB pada tahun 2007 lebih besar yaitu lebih dari 60 persen. Tabel 3. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 atas Harga Konstan 2000 Mikro No.
Sektor Ekonomi Pertanian, Peternakan, 1 Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan 2 Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Bangunan Perdagangan, Hotel dan 6 Restoran Pengangkutan dan 7 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 8 Jasa Perusahaan 9 Jasa – Jasa PDB Total
Kecil
Milyar
%
235.734,1
38,01
566,6
0,28
15.716,9 59.957,1
2,53 9,67 0,0 1 2,05
1.196,6 42.816,1
0,59 21,00
163,5 7.465,9
0,08 3,66
29,50 100.506,3 5,0 0 9.311,6 3,1 8 19.705,4 10,07 22.115,3 100,00 203.847,3
49,30
33,1 12.694,3 182.959,1 31.000,3 19.703,4 62.452,8 620.251,1
Milyar
%
4,57 9,67 10,85 100,00
Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009
Umumnya, usaha mikro merupakan usaha padat karya sehingga sangat berperan dalam mengatasi masalah perekonomian Indonesia, khususnya dalam mengurangi pengangguran dengan penciptaan kesempatan kerja dan membuka peluang lapangan kerja. Usaha mikro mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja usaha mikro tahun 2007 pada Tabel 4. Usaha mikro mampu menyerap tenaga kerja sebesar 81,7 juta orang dan sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan
3
perikanan sebesar 41,6 juta orang. Selanjutnya diikuti oleh usaha kecil yang mampu menyerap tenaga kerja 3,8 juta orang (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2007). Besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap, adalah sektor mikro maka sektor mikro merupakan kunci kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tabel 4. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 No.
Sektor Ekonomi
Mikro Orang
Kecil %
Orang
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 41.673.522 50,99 60.321 Pertambangan dan 2 Penggalian 559.462 0,68 26.662 3 Industri Pengolahan 7.561.504 9,25 1.119.338 Listrik, Gas dan Air 4 Bersih 52.844 0,06 19.832 5 Bangunan 540.795 0,66 130.489 Perdagangan, Hotel dan 6 Restoran 21.144.377 25,87 1.595.918 Pengangkutan dan 7 Komunikasi 3.346.047 4,09 154.228 Keuangan, Persewaan 8 dan Jasa Perusahaan 2.000.365 2,45 308.165 9 Jasa – Jasa 4.853.514 5,94 450.042 Total 81.732.430 100,00 3.864.995 Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009 1
% 1,56 0,69 28,96 0,51 3,38 41,29 3,99 7,97 11,64 100,00
Pengembangan usaha mikro saat ini dan mendatang menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Namun demikian dengan berbagai keterbatasan yang ada, usaha mikro masih mampu menjadi andalan utama perekonomian Indonesia. Karakteristik yang dimiliki oleh usaha mikro mengisyaratkan adanya kelemahan yang potensial menimbulkan berbagai masalah internal terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Demikian pula halnya usaha mikro Agribisnis, sebagian besar permasalahan yang dihadapi pelaku agribisnis adalah dalam hal pendanaan. Pelaku usaha memerlukan dana untuk menjalankan usahanya mulai dari pembelian barang hingga kembali berputar menjadi kas. Siklus perputaran setiap jenis usaha berbeda tergantung dari pengelolaan usaha masing-masing. Apabila usaha makin besar, maka pelaku usaha tersebut membutuhkan tambahan modal. Tambahan modal ini bisa diperoleh dari pencairan tabungan, maupun berasal dari pinjaman (pinjaman atau kredit pihak ketiga ataupun pinjaman dari Bank).
4
Usaha mikro umumnya termasuk usaha mikro agribisnis masih mengandalkan modal sendiri dalam menjalankan usahanya dan sering kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pinjaman modal dari bank, karena sebagian besar usaha mikro telah feasible1 tapi belum bankable2. Produk bank yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan persoalan modal ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha mikro misalnya bunga yang memberatkan, adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit usaha mikro, biaya transaksi kredit usaha mikro relatif tinggi, persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal), terbatasnya akses karena kurangnya informasi pelaku usaha mikro terhadap bank. Rendahnya penyerapan modal ini dapat dilihat pada kontribusi usaha mikro dalam pembentukan investasi nasional yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Nilai Investasi menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 No.
Skala Usaha 1 Usaha Mikro 2 Usaha Kecil UMK 3 Usaha Menengah 4 Usaha Besar Jumlah
Jumlah (Rp Juta) 2007 2008* 32.157.312 37.264.208 77.234.590 89.347.419 109.391.902 126.611.627 85.354.385 96.131.849 185.387.844 207.275.710 380.134.131 430.019.186
Perkembangan Jumlah % 5.106.896 15,88 12.112.829 15,68 17.219.725 15,74 10.777.464 12,63 21.887.866 11,81 67.104.780 17,65
Keterangan :*) Angka Sementara Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UMKM (2009)
Rendahnya investasi usaha mikro merupakan indikasi terbatasnya kelompok usaha ini dalam mengakses sumberdaya produktif terutama pembiayaan untuk pengembangan usahanya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumbersumber pembiayaan usaha mikro masih menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006), dari 49,82 juta pengusaha mikro, hanya sekitar sekitar 19,1 juta (39 persen) yang telah mendapatkan pinjaman dari bank. Sementara itu, sisanya, yaitu 29,84 juta pengusaha (61 persen), masih belum dapat dilayani oleh perbankan.
1
Memungkinkan secara kelayakan usaha. Belum memenuhi persyaratan kelyakan menurut bank misalnya saja dalam hal collateral (agunan).
2
5
Mempertimbangkan kondisi tersebut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan. Nota Kesepahaman Bersama tersebut, ditandatangani oleh para pihak yang berwenang pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM. Melihat kesempatan tersebut beberapa bank umum baik yang berstatus BUMN ataupun bank umum swasta nasional saat ini mulai menyalurkan dananya ke sektor usaha mikro tidak terkecuali BPR yang sejak awal penbentukannya diperuntukkan untuk melayani pengusaha mikro, kecil dan menengah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR. Realisasi penyaluran kredit melalui Bank Perkreditan Rakyat di Kota dan Kabupaten Bogor mengalami peningkatan, ini terlihat dari penyaluran kredit BPR per bulan Desember 2008 dan Desember 2009. BPR Kota Bogor pada tahun 2008 menyalurkan kredit sebesar Rp 69 juta dan penyalurannya meningkat sebesar 14,14 persen menjadi Rp 78,8 juta. Demikian juga dengan BPR Kabupaten Bogor pada tahun 2007 menyalurkan kredit sebesar Rp 157 juta dan mengalami peningkatan sebesar 22 persen menjadi Rp 192 juta. Peningkatan penyaluran tersebut menjadi indikasi BPR ikut menyalurkan kredit kepada masyarakat Kota dan Kabupaten Bogor. Berikut penyaluran kredit BPR Konvensional di Kota dan Kabupaten Bogor Periode Desember 2007 dan Desember 2008.
6
Tabel 6. Perkembangan Kredit BPR Konvensional di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor Periode Desember 2008 dan Desember 2009 Kota/ Kabupaten Tahun Desember 2008 Desember 2009 Kota Bogor 69.032.513 78,816,003 Kabupaten Bogor 157.779.333 192,720,354 Sumber : Statistik BPR Konvensional Bank Indonesia, 2010
3
Perkembangan kredit tersebut memperlihatkan bahwa BPR ikut serta dalam memberikan kredit sebagai upaya memberikan modal pada sektor usaha mikro. Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu alasan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sangat dipengaruhi oleh perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang keberadaannya semakin lama semakin banyak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena pangsa pasar utama dari BPR adalah masyarakat menengah bawah. Sehingga BPR sangat berperan dalam penyaluran kredit mikro yaitu adalah kredit dengan plafon maksimum Rp.50 juta (SIPUK Bank Indonesia, 2010)4. 1.2
Perumusan Masalah BPR Mitra Daya Mandiri adalah BPR yang dalam menjalankan kegiatan
usahanya dilakukan secara konvensional dengan menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito kemudian menyalurkannya dalam bentuk pemberian kredit. BPR ini didirikan untuk melayani masyarakat dan pengusaha kecil yang berada mulai dari tingkat Kecamatan sampai ke pedesaan yang sifat usahanya untuk mendukung sektor informal di kota-kota. Sampai saat ini BPR Mitra Daya Mandiri telah menyalurkan kredit kepada masyarakat kota dan kabupaten Bogor dan sekitarnya dalam bentuk kredit mikro baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal kerja. Besarnya kredit yang disalurkan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7.
3 4
www.bi.go.id/web/id/statistik+perbankan/statistik+bpr/kredit [12 Maret 2010] www.bi.go.id/Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil [2 Maret 2010]
7
Tabel 7. Realisasi Penyaluran Kredit pada PT BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan Jenis Kredit Tahun 2006-2009 Jenis Kredit
31-Des-06
Realisasi Kredit (Rp Juta) 31-Des-07 31-Des-08 30-Des-09
Kredit Modal Kerja
1.200
1.046
982
753
Kredit Investasi Kredit Konsumsi
824 2.522
532 3.938
424 6.558
459 9.444
Sumber : Data Performace PT. BPR Mitra Daya Mandiri, 2009
Berdasarkan Tabel 7 terlihat penyaluran kredit yang dilakukan PT. BPR Mitra Daya Mandiri didominasi oleh kredit konsumtif. Proporsi kredit modal kerja (KMK) relatif lebih kecil, tentu ini menjadi suatu indikator bahwa kredit yang disalurkan PT. BPR Mitra Daya Mandiri untuk modal kerja sektor Usaha Mikro masih relatif kecil. Padahal kolektabilitas debitur KMK cukup baik dimana dari 166 orang debitur 114 debitur atau 68 persen diantaranya adalah debitur dengan kolektabilitas lancar. Kecilnya proporsi KMK ini terkait dengan kebijakan dari PT BPR Mitra Daya Mandiri yang beberapa tahun terakhir memang fokus ke kredit corporate dengan tujuan konsumtif yang dilakukan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak perusahaan atau instansi tertentu (pemerintah atau swasta) dengan pemberian pinjaman tanpa agunan untuk PNS dan karyawan dan pemabayaran angsuran dengan cara potong gaji setiap bulannya. Cara ini sebenarnya cukup efektif terlihat dari terus meningkatnya kredit konsumtif tapi berjalannya waktu pengalaman dilapangan kredit jenis ini pun tidak terhindar dari risiko kemacetan. Sehingga satu tahun terakhir tepatnya pada rencana kerja tahun 2009 pihak manajemen berusaha meningkatkan proporsi kredit lainnya yaitu KI dan KMK yang ditujukan karena saat ini portofolio kredit yang didominasi kredit konsumtif dinilai kurang baik karena tidak ada penyebaran risiko. Sehingga untuk itu, perlu diketahui bagaimana prosedur yang dijalankan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri dalam menyalurkan kreditnya khususnya untuk kredit modal kerja (KMK) untuk sektor usaha mikro saat ini, dan bagaimana perbaikannya kedepan agar dapat mencapai target portofolio yang telah ditetapkan.
8
Plafond maksimum kredit modal kerja di BPR Mitra Daya Mandiri pada awalnya mencapai lima puluh juta rupiah namun saat ini hampir 75 persen kredit modal kerja (KMK) yang disalurkan yaitu dengan plafond maksimum sebesar lima juta rupiah. Dengan besar plafon yang dikeluarkan oleh BPR Mitra Daya Mandiri diharapkan usaha mikro dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit dari nasabah. Untuk dapat mencapai peningkatan realisasi kredit mikro tersebut, perlu mengetahui dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja berdasarkan prinsip 5 C yaitu character, capacity, capital, collateral dan condition of economy yang ditinjau dari sisi kelayakan debiturnya baik karakteristik individu, karakteristik usahanya serta kelayakan debitur dari sisi perbankan. Karakteristik individu debitur merupakan penjabaran dari prinsip character terdiri dari umur, jenis kelamin dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik usaha debitur merupakan penjabaran dari prinsip capacity dan condition of economy terdiri dari tingkat pendapatan usaha dan jenis usaha. Kelayakan dari sisi perbankan merupakan penjabaran dari prinsip capital dan collateral terdiri dari frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukkan, nilai agunan, bunga efektif dan jangka waktu kredit. Kelayakan debitur dari dua sisi tersebut sangat penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter debitur atau keberhasilan debitur dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian BPR Mitra Daya Mandiri dapat menentukan nasabah yang tepat dan jumlah atau plafond yang tepat untuk nasabah tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut : 1)
Bagaimana Karakteristik nasabah kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan realisasi kredit?
2)
Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri ?
9
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis karakteristik nasabah kredit modal kerja
(KMK) untuk
usaha mikro sektor agribisnis PT BPR Mitra Daya Mandiri. 2.
Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro sektor Agribisnis pada PT BPR Mitra Daya Mandiri.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan
juga informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu : 1.
Bagi PT. BPR Mitra Daya Mandiri, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran kredit sehingga realisasi kredit modal kerja (KMK) akan meningkat dan akhirnya mencapai target realisasi serta mengurangi bahkan mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah).
2.
Bagi mahasiswa, mudah-mudahan dapat memberi masukan dan menjadi bahan referensi dalam melakukan kajian dan penelitian terkait.
3.
Bagi penulis, semoga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh dimasa perkuliahan, sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja serta pengalaman berharga dalam pengaplikasian teoriteori ilmiah dengan fenomena di lapangan.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
difokuskan
kepada
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro dengan batasan plafon kredit lima juta rupiah, omzet usaha maksimum 300 juta rupiah per tahun dan nilai jaminan maksimum 50 juta rupiah. Studi kasus pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Umum Usaha Mikro Kecil Terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya yang berkaitan dengan variabel Usaha Mikro Kecil terdapat beberapa batasan usaha mikro kecil menurut berbagai negara. Definisi UKM ternyata tidak hanya rancu di Indonesia. Pada tingkat internasional pun ada banyak definisi yang digunakan untuk UKM. Demikian juga banyak negara yang tidak memiliki definisi yang sama. Berikut ini dilihat definisi UKM pada tingkat internasional. Menurut Adiningsih S (2003) dalam penelitiannya mengenai regulasi dalam revitalisasi usaha kecil dan menengah di Indonesia disebutkan beberapa kriteria mengenai Usaha Kecil Menengah. Menurut penelitianya setiap negara atau lembaga internasional memiliki batasan yang berbeda dalam menetapkan batasan usaha mikro, kecil dan menengah hal ini dikarenakan perbedaan kondisi ekonomi masing-masing negara. World Bank membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu: Medium enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan maksimal 300 orang, (b) pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan (c) jumlah aset hingga sejumlah $15 juta. Small enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 30 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan (c) jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. Micro enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 10 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan (c) jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu. Europa Commission, membagi UKM ke dalam tiga jenis, yaitu: Medium-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 250 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi EUR 50 juta (sebanding dengan $ 58,5 juta5), dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 43 juta (sebanding dengan 50.3 juta). Small-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari 50 orang, (b) pendapatan setahun tidak melebihi EUR 10 juta (sebanding dengan $ 11,7 juta),dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 13 juta (sebanding dengan $15,2 juta). Micro-sized enterprise, dengan kriteria: (a) jumlah karyawan kurang dari EUR 10 juta orang, (b)
5
Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD
pendapatan setahun tidak melebihi EUR 2 juta (sebanding dengan $ 2,3 juta), dan (c) jumlah aset tidak melebihi EUR 2 juta.Di samping itu, usaha tersebut harus memenuhi kriteria independensi. Usaha yang independen berarti usaha yang modal atau hak votingnya sebesar 25% atau lebih baik dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan secara bersama-sama. Negara-negara di Asia memiliki kriteria lain mengenai batasan untuk Usaha Kecil Menengah ini. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta (sebanding dengan US$ 8,7 juta). Untuk perusahaan jasa, jumlah karyawannya minimal 200 orang. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawanyang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M$ 2,5 juta (sebanding dengan US$ 6,6 juta6). Definisi ini masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu: Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan antara 5 - 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah MYR 500 ribu (atau sebanding dengan US$ 132 ribu). Medium industry (MT), dengan kriteria jumlah karyawan antara 50 - 75 orang atau jumlah modal saham antara MYR 500 ribu - MYR 2,5 juta. Jepang, membagi UKM sebagai berikut: Mining and manufacturing, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 300 juta (atau sebanding dengan US$ 2,5 juta). Wholesale, dengan kriteria jumIah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 100 juta (atau sebanding dengan US$ 840 ribu). Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 50 juta (atau sebanding dengan U5$ 420 ribu). Services, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah ¥ 50 juta (atau sebanding dengan US$ 420 ribu). Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlah karyawannya di bawah 300 orang dan jumlah asetnya kurang dari US$ 60 juta.
6
Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, 1 MYR = 0,26 USD
12
Melihat berbagai macam definisi UKM dari berbagai negara dan lembaga internasional tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan negara dan lembaga internasional masih menganut ukuran kuantitatif dalam menentukan kriteria UKM. Berdasarkan kondisi perekonomian yang ada di masing-masing negara, definisinya berbeda jauh. Semakin maju perekonomian negara, batas kriterianyamisalnya hasil penjualan dan aset-pun semakin tinggi. Namun, setidaknya berbagai definisi UKM di atas dapat kita jadikan referensi untuk menentukan definisi UKM yang sesuai bagi Indonesia. Indonesia memiliki peraturan dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah yang mengelompokkan pengertian dan batasan usaha mikro, kecil dan menengah yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan paling banyak Rp. 2,5 miliar. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp. 50 miliar.
13
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Joko Sutrisno dan Sri Lestari HS dalam Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM bekerjasama dengan Gunatama Megah Bussines and Consultant (2004) menyatakan bahwa pengembangan usaha mikro merupakan program nasional yang memiliki peranan yang sangat strategis karena merupakan bagian integral dari upaya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Menurut kajian tersebut faktor-faktornya yang masih jadi kendala dalam peningkatan daya saing dan kinerja usaha mikro antara lain lemahnya sistem pembiayaan dan kurangnya komitmen pemerintah terhadap dukungan permodalan usaha mikro, kurangnya kemampuan usaha mikro untuk meningkatkan akses pasar, terbatasnya informasi sumber bahan baku dan panjangnya rantai distribusi, belum tercapainya blue print platformteknologi dan informasi, masih rendahnya kualitas SDM, proses perijinan badan usaha yang rumit, keberadaan jasa lembaga penjamin, asuransi dan lembaga keuangan bank yang belum mampu melayani usaha mikro, dan belum mampu melayani usaha mikro, dan tidak berfungsinya lembaga promosi pemerintah. Dalam upaya membantu meningkatkan kemampuan pengusaha mikro diperlukan pembinaan secara terpadu dari semua unsur terutama dinas-dinas terkait agar usaaha mikro dapat berkembang secara berkesinambungan yang akan berdampak pada peningkatan perekonomian daerah dan perekonomian nasional. 2.2
Tinjauan Empiris Penelitian Terdahulu
2.2.1 Studi Tentang Peran Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Perkreditan Rakyat Suatu pengkajian empiris tentang LKM yang bertujuan untuk mengetahui kinerja LKM dalam perspektif pembangunan ekonomi masyarakat telah dilakukan di Jawa dan Luar Jawa melalui pendekatan pemahaman secara partisipatif menggunakan metode group interview dan individual indepth interview melibatkan pengurus dan pengguna LKM. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hendayana dan Bustaman (2007) melakukan penelitian dengan judul Fenomena Lembaga Keuangan Mikro Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif terhadap LKM contoh yang dipilih secara sengaja, diperoleh gambaran sebagai berikut: (a) Keberadaan LKM diakui masyarakat
14
memiliki peran strategis sebagai intermediasi aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga perbankan umum/bank konvensional; (b) Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari 10 persen terhadap total plafon LKM; (c) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna jasa layanan LKM; (d) Untuk memprakarsai penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM, dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah pengguna kredit. Selanjutnya salah satu variabel penting dalam penelitian ini adalah batasan mengenai objek kajian dalam penelitian ini. Karena objek penelitian ini adalah debitur pada Bank Perkreditan Rakyat, maka perlu diketahui faktor pembeda antara Bank Perkreditan Rakyat dengan bank lainnya. Pengertian bank menurut Sinungan (2000), Kasmir (2003) dan Siamat, D (2004) sesuai yang tersirat dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah : Pertama, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Kedua, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsif syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ketiga, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Herri et al (2006) melihat potensi Bank Perkreditan Rakyat dari segi perannya terhadap Usaha Mikro Kecil (UMK) khususnya untuk daerah penelitian Sumatera Barat. Berdasarkan penelitiannya keberadaaan BPR bagi masyarakat di
15
daerah perdesaan diharapkan mampu menjadi ujung tombak dalam pembiayaan sektor UMK. Peran BPR di dalam pembiayaan berdasarkan kepada jenis kredit dapat dikelompokkan yaitu pembiayaan untuk kredit investasi dan kredit modal kerja menunjukkan kecenderungan naik baik dalam jumlah kredit yang disalurkan maupun jumlah debitur yang dilayani. Sementara itu untuk kredit konsumsi terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam jumlah kredit yang disalurkan sekitar 45 persen per tahun selama tiga tahun terakhir. Penurunan jumlah kredit ini tidak diikuti oleh jumlah debitur yang cenderung tidak mengalami perubahan khususnya dua tahun terakhir. Dengan penelitian ini, diharapkan terjadi peningkatan peran yang signifikan terhadap pembiayaan Usaha Mikro Kecil (UMK). 2.2.2 Studi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Beberapa kajian empiris yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi kredit telah dilakukan sebelumnya untuk beberapa kasus bank konvensional pada beberapa tahun sebelumnya. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut memberikan pengamatan yang berbeda-beda pada pola pengambilan data, metode analisis, dan hasil yang dicapai. Penelitian tersebut dilakukan pada realisasi program KUR BRI yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) yang melakukan penelitian di BRI Unit Cigombong, Lubis (2009) yang melakukan penelitian di Bank Rakyat Indonesia Unit Cibungbulang dan Mulyarto (2007) yang melakukan penelitian di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang. Sama halnya dengan program KUR, program KUPEDES BRI juga menjadi fokus beberapa peneliti untuk mengkaji penyaluran kredit mikro terhadap sektor UMKM yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) di dua tempat Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea dan Unit Citeureup dan Safitri (2007) melakukan penelitian pada Bank Rakyat Indonesia Unit Ciampea. Sementara Mardianingsih (2006), kajiannya sedikit berbeda yaitu melakukan penelitian mengenai dana bergulir Reksa Desa di wilayah pembangunan Bogor Barat. Mulyarto (2007) yang melakukan kajian mengenai karakteristik nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang dan faktor-faktor yang mempengruhi realisasi kredit. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Sedangkan metode analisis yang
16
digunakan sama yaitu anlisis deskriptif untuk menganalisis gambaran karakteristik debitur KUR dan analisis kuantitatif menggunakan analisis regresi linear berganda. Sementara Hutagaol (2009) menganalisis mekanisme penyaluran KUR dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan pinjaman KUR pada sektor agribisnis di BRI Unit Cigombong. Metode pengambilan sampel yang digunakan berbeda yaitu menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 43 debitur yang kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Lubis (2009) melengkapi penelitian tersebut yaitu melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi dan pengembalian kredit usaha rakyat (kasus BRI Unit Cibungbulang). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sensus dimana sampel yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Cibungbulang adalah sama dengan jumlah populasi. Metode analisis yang digunakan antara lain analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berupa deskriptif dari karakteristik pelaku usaha mikro sebagai debitur KUR. Sedangkan analisis kuantitatif yang digunakan untuk menganalisis realisasi kredit digunakan metode analisis Regresi Linear Berganda. Kajian berikutnya mengenai program kredit dari BRI tapi untuk skim kredit lainnya yaitu KUPEDES. Safitri (2007) yang melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besar Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) pada nasabah BRI Unit Ciampea Bogor. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak. Sedangkan metode analisis yang digunakan sama yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan pola pengembalian dari responden, sedangkan
analisis
kuantitatif
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya besarnya KUPEDES menggunakan model regresi berganda yang selanjutnya diuji dengan uji F dan uji T. Sari (2007) melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) di wilayah pedesaan dan perkotaan studi kasus BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Sama seperti Safitri, metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu menggunakan simple random
17
sampling yaitu secara acak. Begitu pula metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis gambaran umum BRI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup sedangkan analisis kuantitatif untuk mengetahui tingkat permintaan KUPEDES dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan model regresi berganda Berdasakan uraian diatas ternyata terdapat beberapa metode sampel yang dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi atau pencairan kredit pada lembaga keuangan khususnya BRI yaitu menggunakan simple random sampling, purposive sampling dan sensus. Akan tetapi dari penelitian terdahulu diatas semuanya menggunakan metode analisis yang sama yaitu metode analisis Regresi Linear Berganda. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pencairan atau realisasi kredit menurut kajian sebelumnya berbeda-beda. Mulyarto (2007) menurut penelitiannya faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan kredit pada BRI Unit Leuwiliang adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha, asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan. Secara umum mayoritas laki-laki sebesar 87,5 persen dan berusia 33-46 tahun sebesar 46,25 persen. Tingkat pendidikan yang dicapai nasabah mayoritas hanya sampai SMU sebesar 43,75 persen. Jenis pekerjaan nasabah mayoritas sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen. Jumlah penghasilan per bulan nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang mayoritas berkisar satu sampai dengan lima juta rupiah sebesar 47,5 persen. Waktu yang ditempuh nasabah untuk dapat ke BRI Unit Leuwiliang yaitu selama satu sampai 15 menit sebesar 81,25 persen. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi secara negatif, yaitu asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan. Hutagaol (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan kredit adalah lama usaha (tahun), pendapatan bersih rumah tangga per tahunnya ( dalam rupiah), tingkat pendidikan nasabah (dimana D=0 jika tingkat pendidikan SD;
18
D=1 jika tingkat pendidikan SMP/SLTP; D=2 jika tingkat pendidikan SMA/SLTA), ada tidaknya agunan atau jaminan (dimana D=0 jika tidak ada agunan; D=1 jika ada agunan), jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong (km), dan usia nasabah (tahun). Hasil analisisnya menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pencairan kredit adalah pengalaman usaha, pendapatan rumah tangga dalam setahun, tingkat pendidikan, ada tidaknya jaminan, dan usia nasabah. Sedangkan jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong tidak berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi KUR. Sementara menurut Lubis (2009), karakteristik debitur realisasi KURKupedes adalah (1) sebagian besar berusia 36 hingga 45 tahun, berjenis kelamin pria, dan jumlah tanggungan keluarga empat hingga enam orang, (2) sebagian besar memiliki omzet usaha diatas lima juta hingga 10 juta rupiah per bulan, pendapatan bersih diatas 250 ribu hingga 500 ribu per bulan, usaha off farm, dan dan lama usaha maksimal lima tahun, (3) sebagian besar frekuensi peminjaman kredit maksimal dua kali, jumlah kredit yang diajukan diatas diatas empat juta hingga lima juta rupiahdan nilai agunan maksimal dua juta rupiah. Sedangkan berdasarkan analisis regresi berganda, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap realisasi KUR-Kupedes di BRI Unit Cibungbulang adalah omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan. Omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan memiliki pengaruh positif terhadap realisasi KUR-Kupedes, sedangkan jenis usaha (off farm bernilai 1) memiliki pengaruh yang negatif terhadap besarnya realisasi KUR-Kupedes. Safitri (2007), analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besar KUPEDES adalah nilai agunan, tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun. Nilai agunan, tingkat pendidikan dan frekuensi peminjaman memiliki hubungan yang signifikan dan positif terhadap besar kredit. Sedangkan asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun tidak memiliki pengaruh terhadap besar kredit yang diberikan.
19
Sari (2007), analisis faktor yang mempengaruhi permintaan KUPEDES adalah pendapatan per tahun, asset keluarga, asset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal. Peningkatan pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan kredit dimana semakin meningkatnya pendapatan nasabah maka semakin meningkat permintaan KUPEDES. Asset keluarga berpengaruh positif terhadap permintaan kredit, sedangkan asset usaha berpengaruh negatif. Pengaruh negatif ini menyatakan bahwa asset usaha tidak mempengaruhi permintaan kredit karena untuk beberapa usaha terdapat beberapa yang tidak memiliki asset usaha yaitu untuk usaha kredit barang. Faktor lainnya yaitu frekuensi peminjaman kredit berpengaruh terhadap besar pinjaman dan waktu perealisasian kredit. Agunan tidak berpengaruh dalam pemberian kredit tetapi berpengaruh terhadap jumlah perealisasian. Faktor lainnya adalah modal, semakin besar modal maka dalam perkembangan dan perluasan usahanya diperlukan tambahan modal, sehingga nasabah mengajukan kredit untuk mendapatkan dana. Berdasarkan uraian diatas, beberapa peneliti terdahulu menduga terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pencairan atau realisasi kredit. Faktorfaktor tersebut adalah pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha, asset keluarga, asset usaha dan lama pendidikan (Mulyarto 2007). Lama usaha (tahun), pendapatan bersih rumah tangga per tahunnya, tingkat pendidikan nasabah, ada tidaknya agunan atau jaminan, jarak lokasi usaha dari BRI Unit Cigombong, dan usia nasabah (Hutagaol 2009). Omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan (Lubis 2009). Nilai agunan, tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, asset usaha, asset rumah tangga, jarak dan pendapatan usaha per tahun (Safitri 2007). Pendapatan per tahun, asset keluarga, asset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal (Sari 2007). Analisis mengenai penyaluran dana pada usaha mikro tidak hanya dilakukan pada lembaga keuangan bank. Mardianingsih (2006) melakukan penelitian mengenai analisis penyaluran dan pengembalian kredit dana bergulir sebagai modal pendanaan usaha mikro di wilayah pembangunan Bogor Barat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana proses dan mekanisme penyaluran kredit dana bergulir Reksa Desa bagi pengusaha kecil di Kabupaten
20
Bogor dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dana bergulir sebagai penyedia dana pengusaha kecil di pedesaan. Metode pengambilan sampling yang digunakan dilakukan untuk dua kategori yaitu purposive untuk penentuan sampel lokasi dan simple random sampling untuk penentuan responden penerima kredit dana bergulir. Metode analisis yang digunakan adalah analisis probit untuk variabel dependent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sasaran utama yang dituju dari program dana bergulir Raksa Desa ini adalah usaha mikro, kecil atau menengah (UMKM) yang memiliki usaha produktif dan menguntungkan. Jumlah dana pinjaman Reksa Desa yang diperoleh responden antara Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,- yaitu sebesar 86 persen dari kategori pengembalian lancar dan 95 persen dari kategori pengembalian tidak lancar. Sedangkan faktor faktor yang mempengaruhi realisasi KUR ada empat yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha. Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya penulis menjadikan beberapa kajian sebelumnya tersebut sebagai referensi dalam penelitian yang akan dilakukan, hal ini karena secara umum ternyata terdapat persamaan yang mendasar dengan penelitian sebelumnya. Persamaannya pada jenis analisis yang digunakan dan metode analisis dalam penelitian ini, yaitu analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik dan analisis faktor khususnya untuk kasus kredit pada lembaga keuangan bank. Dimana dapat menjawab tujuan dari penelitian yang sama. Metode analisis yang digunakan penulis juga sama yaitu menggunakan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui beberapa variabel yang berpengaruh maupun tidak berpengaruh terhadap realisasi kredit. Penulis melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit di BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor. Selama ini di BPR Mitra Daya Mandiri sendiri menurut wawancara dengan pihak direksi, penelitian yang secara khusus mengkaji Kredit Modal Kerja belum pernah dilakukan, sehingga penulis mencoba mengembangkan penelitian analisis faktor terhadap realisasi kredit dengan menganalisis realisasi kredit terhadap debitur KMK pada BPR Mitra Daya Mandiri yang berlokasi di Tajur Kota Bogor dan mempunyai cakupan wilayah operasional yang lebih luas dari penelitian sebelumnya yang hanya mencakup
21
wilayah satu Kecamatan, sedangkan BPR Mitra Daya Mandiri memiliki cakupan wilayah operasional Kota dan Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Sehingga harapan penulis terdapat variasi debitur yang beda dan dapat dijadikan bahan perbandingan dan pembelajaran bagi penulis ataupun bagi pembaca.
22
III 3.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya apabila seorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali. Sinungan (2000) menyatakan manajemen perkreditan pada dasarnya merupakan suatu proses yang terintegrasi antara sumber-sumber dana kredit, alokasi dana yang dapat dijadikan kredit dengan perencanaan, pengorganisasian, pemberian, administrasi, dan pengamanan kredit. Pada prinsipnya, kredit itu hanya satu macam, yaitu uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu tertentu di waktu yang akan datang, disertai kontra prestasi berupa bunga. Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor, diantaranya : harga barang itu sendiri (Px), harga barang lain ( Py), pendapatan konsumen (Inc), cita rasa (T), iklim (S), jumlah penduduk (Pop), dan ramalan masa yang akan datang (F). Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan pernyataan bahwa, jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat, maka jumlah permintaanya akan menurun (Mankiw, 2006). Demikian pula dengan kredit, permintaan kredit pada dasarnya sama dengan permintaan sebuah barang hanya saja jenis barang yang diminta dalam bentuk uang (kas). Permintaan kredit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: harga barang itu sendiri atau interest (ix) dari bank yang bersangkutan, harga barang lain atau interest (iy) dari bank lain, pendapatan debitur (Inc), jumlah penduduk (Pop), dan ramalan masa yang akan datang (F). Hipotesis permintaan kredit : “ Hubungan antara kredit yang diminta dengan tingkat bunga yang berlaku dimana hubungannya berbanding terbalik ketika
tingkat bunga meningkat atau naik maka jumlah kredit yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila bunga turun maka jumlah kredit yang diminta pun akan meningkat.” Persamaannya : (Qd kredit = F (ix, iy, Inc, Pop, F) Kurva permintaan merupakan garis menurun yang menghubungkan harga dengan jumlah permintaan suatu barang. Perubahan yang terjadi pada kurva permintaan terdiri dari gerakan sepanjang kuva dan perubahan kurva permintaan. a. Pergerakan Sepanjang Kurva Permintaan Perubahan sepanjang kurva permintaan kredit berlaku apabila kredit yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun.
0 Gambar 1. Pergerakan Sepanjang Kurva Permintaan Kredit Sumber : Mankiw (2006) b. Pergeseran Kurva Permintaan Kredit Kurva permintaan kan bergerak kekanan atau kekiri apabila terdapat perubahan perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktorfaktor selain bunga yang berlaku pada bank tersebut, sekiranya bunga pada bank lain, pendapatan debitur dan berbagai faktor bukan bunga lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu akan menyebabkan kurva permintaan akan pindah ke kanan atau ke kiri.
24
0 Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan Kredit Sumber : Mankiw (2006) Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Yang tepenting adalah : harga barang tersebut (Px), harga barang lain (Py), biaya faktor produksi FP, teknologi, tujuan perusahaan, ekspektasi (ramalan). Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : “Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat, maka jumlah penawarannya akan meningkat” (Mankiw, 2006). Penawaran kredit adalah besarnya uang yang dicairkan (direalisasikan) oleh pihak bank (kreditur) pada periode tertentu dan pada tingkat bunga tertentu. Penawaran kreditpun dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: harga barang tersebut atau bunga bank tersebut (ix), harga barang lain atau bunga pada bank lain (iy), biaya faktor produksi dalam hal ini biaya administrasi bank (FP), teknologi, tujuan perusahaan, ekspektasi (ramalan). Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : “Semakin tinggi tingkat bunga yang berlaku, semakin besar kredit yang akan dicairkan oleh bank tersebut. Sebaliknya, makin rendah bunga yang berlaku, semakin sedikit jumlah kredit yang yang dicairkan.”
25
Secara matematis : Qs = F (ix, iy, Fp, T1 ............... ) Gerakan Sepanjang dan Pergeseran Kurva Penawaran a.
Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran Kredit Kurva penawaran selalu naik, karena ketika semua hal dianggap tidak
berubah, tingkat bunga yang tinggi akan meningkatkan pencairan kredit oleh pihak bank (saat i naik dari i ke i1 maka Qs pun meningkat dari Qs ke Qs1 ).
0 Gambar 3. Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran Kredit Sumber : Mankiw (2006) b.
Pergeseran Kurva Penawaran Kredit Perubahan dalam jumlah yang ditawarkan dapat berlaku sebagai akibat
dari pergeseran kurva penawaran. Perubahan apapun yang meningkatkan jumlah yang ingin dibeli oleh pembeli pada harga berapa pun menggeser kurva penawaran ke kanan. Perubahan apapun yang menurunkan jumlah yang ingin dibeli oleh pembeli pada harga berapapun menggeser kurva penawaran ke kiri. Demikian juga dengan kredit, jumlah kredit yang dicairkan untuk setiap tingkat bunga, dengan asumsi semua faktor lain, diluar tingkat bunga pada bank tersebut, yang mempengaruhi keputusan kreditur untuk mencairkan kredit, tidak ada yang berubah. Sebagai contoh, misalkan biaya administasi turun. Karena biaya administrasi merupakan biaya yang dikeluarkan bank sebagai kreditur, turunnya biaya administrasi akan membuat biaya yang dikelurakan bank semakin efisien sehingga akan meningkatkan pendapatan bank, ini akan meningkatkan jumlah
26
kredit yang akan dicairkan. Pada tingkat bunga berapapun, bank akan menacairkan kredit dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, kurva permintaan akan bergeser ke kanan seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Pergeseran Kurva Penawaran Kredit Sumber : Mankiw (2006) Beradasarkan Gambar tersebut, kasus realisasi kredit yang diteliti merupakan termasuk ke dalam penawaran dalam hal ini penawaran pihak bank sebagai produsen atau kreditur pada tingkat bunga tertentu kepada pihak konsumen atau debitur. Penawaran kredit tersebut seperti telah dijelaskan sebelumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat bunga abank tersebut yang akan membuat kurva penawaran kredit bergerak sepanjang garis atau tingkat bunga bank lain, biaya input bank (misal biaya administrasi dan provisi bank), teknologi, dan ekpektasi (ramalan) sebagai faktor yang akan menggeser kurva penawaran kredit ke kiri atau ke kanan. Kurva penawaran selalu naik, karena ketika semua hal dianggap tidak berubah, tingkat bunga yang tinggi akan meningkatkan pencairan kredit oleh pihak bank. Perubahan apapun yang meningkatkan jumlah yang ingin dicairkan oleh debitur pada tingkat bunga berapa pun akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Perubahan apapun yang menurunkan jumlah yang ingin dicairkan oleh debitur pada tingkat bunga berapapun akan menggeser kurva penawaran ke kiri.
27
3.1.2 Prinsip-prinsip Perkreditan Menurut Siamat (2004), Prinsip perkreditan disebut pula konsep 5 C. Pada dasarnya konsep 5 C ini dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan menbayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Prinsip perkreditan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Character Penilaian karakter nasabah merupakan masalah yang cukup kompleks berkaitan dengan watak dan perilaku seseorang individu maupun dalam komunitas atau lingkungan usahanya. Pejabat analisis dalam menilai karakter debitur perlu memperhatikan terutama sifat-sifat sebagai berikut: kejujuran,
ketulusan,
kecerdasan,
kesehatan,
kebiasaan-kebiasaan,
tempramental, kaku, membanggakan diri sendiri secara berlebihan dan sebagainya. Pada prinsipnya penilaian karakter nasabah ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana itikad baik dan kemauan debitur untuk melunasi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian kredit. b.
Capacity Capacity berkaitan dengan kemampuan peminjam mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba sesuai dengan yang diperkirakan. Penilaian tersebut perlu untuk mengetahui sejauhmana hasil usaha debitur dapat membayar kewajibannya (ability to pay) tepat pada waktunya sesuai dengan perjanijan kredit.
c.
Capital Penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah debitur memiliki modala yang memadai untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Semakin besar jumlah modal yang ditanamkan oleh debitur kedalam usaha yang akan dibiayai dengan dana bank semakin memperlihatkan keseriusan debitur untuk menjalankan usahanya tersebut. Disamping itu, besarnya modal akan memperkuat daya tahan usaha nasabah menghadapi siklus atau fluktuasi bisnis. Penilaian terhadap permodalan ini penting mengingat kredit yang diberikan bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan untuk
28
membiayai keseluruhan dana atau modal yang ditanamkan debitur. Modala yang dimaksudkan dapat berupa benda bergerak atau benda tak bergerak. d.
Collateral Penilaian barang jaminan (collateral) yang diserahkan debitur sebagai jamianan atas kredit bank yang diperolehnya adalah untuk mengetahui sejauhmana nilai barang jaminan atau agunan tersebut dapat menutupi risiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Fungsi jamianan adalah sebagai alat pengamanan terhadap kemungkinan ketidakmampuan debitur melunasi kewajibannya. Dalam hubungan ini suatu proyek yang akan dibiayai mungkin feasible namun belum tentu bankable atau memenuhi syarat untuk memperoleh kredit bank akibat misalnya tidak memadainya jaminan. e. Condition of economy Prinsip C terakhir adalah kondisi ekonomi yang berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu saat yang secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha debitur. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain mencakup yaitu pertama masalah pemasaran yang meliputi perkiraan permintaan, daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, barang substitusi dan sebagainya.
Kedua masalah produksi yang
berkaitan dengan
perkembanagn teknologi, ketersediaan bahan baku, dan sebagainya. Ketiga, keberadaan pasar uang dan pasar modal, kredit penjual, kredit pembeli, dan perubahan suku bunga dan sebagainya.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional BPR Mitra Daya Mandiri adalah BPR yang dalam menjalankan kegiatan
usahanya dilakukan secara konvensional dengan menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito kemudian menyalurkannya dalam bentuk pemberian kredit. BPR ini didirikan untuk melayani masyarakat yang berada mulai dari tingkat Kecamatan sampai ke pedesaan yang sifat usahanya untuk mendukung sektor informal di kota-kota. Hal ini sesuai dengan misinya yaitu meningkatkan perekonomian masyarakat Bogor dan sekitarnya dengan berperan serta membiayai usaha Mikro dan Kecil.
29
Saat ini PT BPR Mitra Daya Mandiri telah menyalurkan kreditnya dengan plafond maksimum sebesar lima puluh juta rupiah. Namun dari kredit modal kerja yang disalurkan hampir 75 persen plafond kredit yang disalurkan maksimum sebesar lima juta rupiah. Dengan besar plafon yang dikeluarkan oleh BPR Mitra Daya Mandiri ini diharapkan usaha mikro dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan realisasi kredit oleh nasabah. Kenyataan yang terjadi adalah proporsi kredit modal kerja yang disalurkan relatif menurun tiap tahun padahal ternyata dari tingkat pengembaliannya cukup baik. Adanya penurunan proporsi penyaluran kredit modal kerja tersebut menjadi masalah yang harus diketahui mengapa hal tersebut bisa terjadi, sehingga perlu diketahui prosedur penyaluran serta prosedur pengembalian kredit tersebut yang akan dianalisis secara deskriptif. Dari analisis deskriptif tersebut dapat diketahui karakteristik debitur kredit modal kerja tersebut. Karakteristik debitur sangat penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah atau keberhasilan nasabah dalam menjalankan usahannya serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian BPR Mitra Daya Mandiri dapat menentukan nasabah yang tepat dan jumlah atau plafond yang tepat untuk nasabah tersebut. Karakteristik nasabah ini dinilai sesuai dengan konsep lima C yaitu : Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy. Pemilihan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap realisasi kredit modal kerja didiskusikan dengan pihak manajemen yang menangani perkreditan serta didukung oleh referensi dari penelitian sebelumnya (terdahulu). Secara rinci mengenai variable-variabel yang berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Karakteristik individu, meliputi usia, jenis kelamin dan jumlah tanggungan keluarga. Semua variabel tersebut diturunkan dari factor character pada prinsip kredit 5C. a. Usia mempengaruhi keberanian pengusaha dalam mengambil keputusan secara rasional, karena peningkatan usia pada umumnya akan mempengaruhi kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kredit. Oleh karena itu usia diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi
30
kredit. Semakin tinggi usia debitur maka kebijaksanaan bertindak akan lebih baik dan tanggung jawab yang dimilikinya akan semakin tinggi dalam
memenuhi
kewajiban pembayaran kredit.
Variabel usia
merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) dan Hutagaol (2009). b. Jenis Kelamin diduga berpengaruh terhadap realisasi kredit. Pada umunya kepala keluarga pria sehingga pria sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga diduga lebih banyak mengajukan kredit dibandingkan dengan wanita. Demikian juga dengan penelitian Lubis (2009) mengungkapkan
bahwa
wanita
berpengaruh
negatif
terhadap
pengembalian kredit. Sehingga menurut penelitiannya wanita diduga tidak lancar dalam mengembalikan kreditnya. c. Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap realisasi kredit. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga lebih besar proporsinya dalam menghabiskan pendapatan keluarga. Variabel jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) namun faktor tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi kredit. 2.
Karakteristik usaha, meliputi omzet usaha per bulan, pendapatan usaha per bulan, jenis usaha dan lama usaha (pengalaman usaha). Semua variabel tersebut diturunkan dari faktor capacity dan condition of economy pada prinsip 5C. a. Pendapatan usaha usaha bersih debitur per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Hal ini terkait dengan kemampuannya dalam memenuhi kewajibannya yaitu membayar angsuran dan bunga per bulannya. Variabel omzet usaha merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009), Hutagaol (2009), Mulyarto (2007), Safitri (2007), Sari (2007) dan Mardianingsih (2006). Faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi kredit. b. Jenis usaha berpengaruh terhadap realisasi kredit karena setiap usaha memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi kemampuan
31
usaha dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya digunakan dalam membayar pinjaman. Usaha agribisnis diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usaha non agribisnis sehingga diduga debitur yang memiliki usaha non agribisnis diduga memiliki peluang yang lebih besar dalam realisasi kredit. Variabel jenis usaha merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) dan faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi kredit. Menurut hasil penelitiannya, jenis usaha agribisnis berpengaruh negatif terhadap realisasi kredit. 3.
Karakteristik Kredit, meliputi frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukan dan nilai agunan. Variabel tersebut diturunkan dari faktor capital dan collateral pada prinsip 5C dan kesepakatan kredit antara kedua belah pihak. a. Frekuensi peminjaman kredit diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin sering meminjam maka debitur tersebut akan lebih memahami bagaimana pola kredit yang diambil dan bagaimana memanfaatkannya, sehingga meningkatkan kepercayaan bank untuk merealisasikan kredit yang lebih besar. Selain itu, semakin sering debitur tersebut melunasi pinjamannya sehingga peluang mengembalikan kredit berikutnya dengan lancar akan lebih besar. Variabel frekuensi kredit merupakan salah satu faktor yang diteliti Mulyarto (2007), Safitri (2007) dan Mardianingsih (2006). b. Jumlah kredit yang diajukan selalu lebih besar atau sama dengan jumlah kredit yang direalisasikan oleh bank sehingga jumlah kredit yang diajukan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin besar jumlah kredit yang diajukan oleh debitur kepada bank maka diduga nantinya, jumlah kredit yang direalisasikan oleh bank akan semakin besar. Variabel jumlah kredit yang diajukan merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) dan faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi kredit. c. Agunan merupakan jaminan tambahan yang disertakan pengusaha ketika melakukan pinjaman di bank. Nilai agunan berpengaruh positif realisasi kredit karena semakin tinggi nilai agunan maka rasa memiliki debitur
32
terhadap agunan tersebut akan semakin besar sehingga akan timbul rasa waspada yang lebih tinggi pada nasabah. Agunan dapat berpindah kepemilikan kepada pihak bank jika pengembalian kreditnya tidak lancar. Hal ini akan mendorong debitur untuk mengembalikan kredit dengan lancar. Variabel agunan merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) dan faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi kredit. d. Sistem bunga efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok
hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Bunga effektif diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi kredit karena semakin tinggi bunga yang ditetapkan terhadap debitur maka keuntungan yang akan diperoleh akan semakin tinggi. Maka diduga semakin tinggi bunga yang diberikan ke debitur maka besarnya kredit yang akan dicairkan pihak bank semakin tinggi pula. Variabel ini merupakan varibel yang belum diteliti dalam penelitian sebelumnya. e. Jangka waktu yaitu periode kredit atau jangka waktu peminjaman kredit.
Jangka waktu diduga berpengaruh positif karena semakin panjang jangka waktu kredit maka besarnya bunga yang akan diterima pihak bank akan lebih tinggi. Semua karakteristik tersebut diperkirakan memiliki pengaruh yang nyata terhadap realisasi kredit modal kerja sehingga BPR Mitra Daya Mandiri perlu memperhatikan karakteristik nasabah dalam menyetujui suatu permohonan kredit. Hasil analisis faktor-faktor dari semua karakteristik nasabah yang mempengaruhi kredit tersebut akan menghasilkan karakteristik nasabah yang layak diberikan kredit dengan plafon yang tepat dan memiliki peluang yang besar dalam mengembalikan pinjaman sebaik mungkin (lancar). Hasil analisis tersebut merupakan rekomendasi bagi BPR Mitra Daya Mandiri untuk mengatasi masalah rendahnya realisasi kredit modal kerja. Karakteristik nasabah tersebut dapat diimplementasikan dalam menyetujui permohonan kredit sehingga BPR Mitra Daya Mandiri tidak ragu lagi dalam
33
meningkatkan realisasi kredit modal kerja terhadap Usaha Mikro khususnya agribisnis. Kebijakan mengenai penyaluran kredit perlu direncanakan dengan baik agar menjadi saling menguntungkan baik untuk debitur yang memerlukan dana untuk modal usahanya dan pihak bank sebagai pihak yang memberikan dananya kepada para pelaku Usaha Mikro. Sehingga diharapkan BPR Mitra Daya Mandiri tetap dapat menjadi lembaga keuangan mikro bank yang dekat dengan masyarakat kecil khususnya pelaku usaha mikro sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan pengembangan usaha rakyat kecil khususnya di pedesaan. Untuk lebih jelasnya, Gambar 5 menunjukkan bagan kerangka pemikiran penelitian ini. PT BPR MITRA DAYA MANDIRI
Penyaluran Kredit Modal Kerja pada Usaha Mikro Permasalahan : Proporsi Kredit Modal Kerja Menurun Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja berdasarkan prinsip 5 C 1. Karakteristik individu (Usia, jenis kelamin, Jumlah Tanggungan Keluarga) 2. Karakteristik usaha (tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha) 3. Karekteristik Kredit (Frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan, bunga efektif dan jangka waktu).
Karakteristik nasabah yang layak realisasi
Rekomendasi Kebijakan Gambar 5. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional
34
3.3
Hipotesis
3.3.1 Hipotesis Analisis Kredit berdasarkan Karakteristik Individu Besarnya realisasi kredit dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu debitur kredit modal kerja, diantaranya :
Usia berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi kredit
Jenis Kelamin, pria lebih berpengaruh terhadap realisasi kredit dibandingkan wanita sehingga pria =1 dan wanita = 0
Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi kredit.
3.3.2 Hipotesis Analisis Kredit berdasarkan Karakteristik Usaha Besarnya realisasi kredit dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik usaha debitur kredit modal kerja, diantaranya :
Pendapatan usaha per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit modal kerja
Jenis usaha, usaha non Agribisnis lebih berpengaruh terhadap realisasi kredit dibandingkan usaha Agribisnis sehingga usaha non Agribisnis = 1 dan Agribisnis = 0
3.3.3 Hipotesis Analisis Realisasi Kredit berdasarkan Karakteristik Kredit Besarnya realisasi kredit dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik kredit debitur kredit modal kerja, diantaranya:
Frekuensi peminjaman kredit berpengaruh positif terhadap realisasi kredit
Nilai agunan berpengaruh positif dengan realisasi kredit
Jumlah kredit yang diajukan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit
Bunga Efektif berpengaruh positif terhadap realisasi kredit.
Jangka waktu kredit berpengaruh positif terhadap realisasi kredit.
35
IV 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT BPR Mitra Daya Mandiri, Kota Bogor
yang berlokasi di Jalan Raya Tajur Nomor 185 Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa BPR khususnya PT BPR Mitra Daya Mandiri diakui fokus bisnisnya pada penyaluran kredit untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) serta dipilih secara purposive (sengaja) karena pertimbangan bahwa perkembangan penyaluran kredit modal kerja (KMK) PT BPR Mitra Daya Mandiri beberapa tahun terakhir terus menurun seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang Berlokasi di Kota Bogor Tahun 2010 Berdasarkan Realisasi Kredit ( Ribuan Rupiah) BPR di Kota Bogor Realisasi Kredit (Ribuan Rupiah) PT BPR Supra Wahana Arta 8,694,378 PT. BPR Kujang Artha Sembada 12,232,344 PT. BPR Rama Ganda 14,592,736 PT. BPR Duta Pakuan Mandiri 20,274,145 PT BPR Mitra Daya Mandiri 14,668,169 PT. BPR Sumber Ekonomi 5,578,399 PD. BPR BP Kota Bogor 20,969,506 Sumber : Laporan Publikasi Bank Indonesia, 2010
Menurut Tabel 8 dijelaskan bahwa jika dibandingkan dengan BPR lainnya misalnya saja BPR BP Kota Bogor dan BPR Duta Pakuan Mandiri, BPR Mitra Daya Mandiri merupakan BPR dengan penyaluran kredit masih rendah. Namun demikian, BPR Mitra Daya Mandiri merupakan BPR dengan kriteria sehat tetapi dari penyaluran kredit modal kerja pada Tabel 7 sebelumnya terlihat penyalurannya relatif terus menurun. Sehingga melihat kondisi tersebut, perlu dikaji bagaimana kondisi penyaluran kredit pada BPR Mitra Daya Mandiri khususnya kredit modal kerja. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai September 2010 sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dilakukan sejak bulan Mei 2010.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer berupa informasi yang didapat melalui kegiatan wawancara dengan pihak manajemen PT BPR Mitra Daya Mandiri yang terkait langsung dan mengetahui secara benar dalam mekanisme dan tata cara pemberian kredit kepada debitur dari awal pengajuan pinjaman atau kredit sampai dengan perealisasian pinjaman kepada debitur, serta tata cara pemabayaran kredit. Sedangkan data dari responden didapat dengan cara wawancara terhadap debitur PT BPR Mitra Daya Mandiri khususnya debitur kredit investasi. Data yang diperoleh langsung dengan debitur adalah berupa kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan, fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan PT BPR Mitra Daya Mandiri yang berkaitan dengan permintaan realisasi kredit. Data sekunder berupa data-data internal dan data eksternal PT BPR Mitra Daya Mandiri. Pengumpualan data sekunder dilakukan dengan mengidentifikasi data-data terkait dengan penelitian yang berasal dari dokumen perusahaan, instansi terkait seperti Kementrian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), perpustakaan, majalah, jurnal-jurnal, penelitian terdahulu dan penelusuran internet.
4.3
Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah para debitur Kredit Modal Kerja (KMK). Berdasarkan data performance bulan Juni 2010 total debitur Kredit Modal Kerja PT BPR Mitra Daya Mandiri adalah 166 orang yang terbagi menurut sektor ekonomi baik agribisnis maupun non agribisnis. Sampel yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah debitur yang telah menerima kredit modal kerja dengan plafon maksimum sebesar lima juta rupiah, omzet usaha per tahun kurang dari 300 juta rupiah dan nilai agunan maksimum 50 juta rupiah yaitu 115 orang. Batasan tersebut sesuai dengan kriteria usaha mikro menurut Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah yang mengelompokkan pengertian dan batasan usaha mikro, kecil dan menengah yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu Usaha Mikro adalah
37
usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300 juta. Batasan plafond kredit lima juta rupiah dipilih dengan pertimbangan bahwa debitur yang menerima kredit maksimum sebesar lima juta rupiah adalah sekitar 75 persen dari debitur KMK. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut diambil sampel secara sensus yaitu 115 orang debitur. 4.4
Metode Analisis Data Nazir (2003) mendefinisikan analisis data sebagai bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data yang terkumpul dilapangan akan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu subjek, sustu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Data kualitatif pendapat responden diuraikan secara deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum BPR Mitra Daya Mandiri, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang dikeluarkan BPR Mitra Daya Mandiri. Dengan demikian dapat diketahui mekanisme penyaluran kredit di BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan prinsip lima C, yaitu character (karakter), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (aguanan), dan condition of economy (kondisi ekonomi). Model analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis terhadap faktorfaktor yang berpengaruh pada tingkat realisasi kredit dengan menggunakan model analisis
Regresi
Linear
Berganda
sehingga
diketahui
variabel-variabel
independent yang secara nyata berpengaruh atau tidak terhadap tingkat realisasi kredit sebagai variabel dependent. Variabel-variabel independent model tersebut terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
38
jenis usaha, lama usaha, omzet usaha per bulan, pendapatan usaha per bulan, frekuensi peminjaman, jumlah pengajuan kredit dan nilai agunan. Data yang terkumpul, akan diolah menggunakan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14 for windows.
4.4.1 Analisis Model Regresi Linear Berganda Model Regresi Linear Berganda merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independent yang berskala metrik (variabel yang belum metrik maka dirubah menjadi dummy) terhadap variabel dependent yang juga berskala metrik. Model ini merupakan model terbaik untuk memprediksi arah, besar koefisien dan sensitifitas perubahan variabel dependent atas perubahan variabel-variabel independent. Variabel dependent adalah jumlah realisasi kredit terakhir yang diterima oleh debitur. Variabel independent diturrunkan dari tiga jenis karakteristik debitur yaitu karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan jumlah tanggungan keluarga), karakteristik usaha (omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, dan lama usaha) serta karakteristik kredit (frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan dan bunga effektif). Estimasi model untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja adalah:
= β 0 +β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 4 X 4 +β 5 X 5 +...... +β 10 X 10 Keterangan :
= Variabel dependent, yaitu jumlah realisasi kredit (Rupiah)
β0
= Konstanta atau intercep model garis regresi
X 1 ,... X 12 = Variabel independent X1
= Umur (Tahun)
X2
= Jenis Kelamin, sebagai dummy (1=pria dan 0=wanita)
X3
= Jumlah tanggungan Keluaga (orang)
X4
= Tingkat pendapatan per bulan (Rp)
X5
= Jenis usaha, sebagai variabel dummy (usaha agribisnis = 0 dan usaha non agribisnis =1)
39
X6
= Frekuensi peminjaman kredit (kali)
X7
= Jumlah kredit yang diajukan (Rp)
X8
= Nilai agunan (Rp)
X9
= Bunga efektif (persen)
X 10
= Jangka waktu (Bulan)
β 1 ,...., β 12 = Koefisien variabel independent
1. Uji Signifikasi Model Pengujian terhadap kelayakan model menggunakan statistik F yang merupakan nisbah kemungkinan maksimum untuk mengetahui peran faktor-faktor (X i ) secara bersamaan (simultan) terhadap variabel terikat (). Rumus Uji F yaitu :
SS Re gression DFRe gression MS Re gression Fhit = = MS Error SS Error DFError Keterangan : SS Re g = Sum Square Regression (jumlah kuadrat kolom)
SS Error = Sum Square Error (jumlah kuadrat galat) DFRe g = Degree of Freedom Regression (derajat bebas kolom) DFError = Degree of Freedom Error (derajat bebas galat)
MS Re g = Mean Square Regression (jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom) MS Error = Mean Square Error (jumlah kuadrat untuk nilai tengah galat)
Hipotesis :
H 0 = β 1 = β 2 = ... = β k = 0 H 1 = Minimal ada satu slope (β) ≠ 0
Statistik Fhit menyebar mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang = DFRe gression = v1 = k, dan derajat bebas penyebut = DFError = v2 = (n – k – 1). Jika nilai Fhit > X ( v1,v 2) atau bila nilai P dari statistik F lebih kecil dari
40
taraf nyata (α = 0,050) maka keputusannya adalah menolak H 0 , artinya setidaktidaknya ada satu variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent.
2. Akurasi Model Dugaan Akurasi model dugaan (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi (R2) yang mengukur besarnya variasi variabel independent yang dapat dijelaskan oleh model. Semakin besar tingkat keragaman yang dapat dijelaskan oleh suatu model maka semakin besar koefisien determinasi yang diperoleh. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : R2 = 1-
MS Error (n 1) S 2 y
3. Uji Signifikasi Variabel Prediktor Secara Individu Pengujian terhadap signifikasi masing-masing variabel independent secara individu dilakukan dengan uji T, dengan rumus : T hitung =
b j b j H0 S Devbj
Keterangan :
bj
= Slope faktor X j
b j H0
= Slope konstanta (dijelaskan pada H 0
S Devbj = Standard Error
Hipotesis :
H 0 = β j = 0 (variabel X j tidak mempengaruhivariabel Y) H 1 = β j ≠ 0 (variabel X j mempengaruhivariabel Y)
Statistik Thit menyebar mengikuti sebaran T dengan derajat bebas DFError = (n – k – 1). Jika nilai Thit > X
2
n k 1
atau bila nilai P dari statistik T lebih kecil
dari taraf nyata (α = 0,050) maka keputusannya adalah menolak H 0 , artinya variabel independent ke-j tersebut berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependent.
41
4.4.2 Asumsi dalam Analisis Regresi Linear Menurut Atmaja (2009), penelitian yang menggunakan alat analisis berganda harus mengenali asumsi-asumsi yang mendasarinya. Apabila asumsiasumsi tersebut tidak terpenuhi, maka hasil analisis kemungkinan berbeda dari kenyatan (bias). Sunyoto (2009) menyebutnya uji asumsi klasik model regresi berganda.
Asumsi-asumsi
tersebut
yaitu
normalitas,
homogenitas,
multikolineritas, dan autokorelasi. Normalitas atau disebut juga uji kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analaisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumulative probabily. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan bahwa data yang diuji memiliki sebaran normal dan sebaliknya jika garis tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal. Autokorelasi Error lag k adalah kondisi dimana terdapat hubungan antara
i dan i k sehingga ragam koefisien regresi (StDev b j ) dan ragam error (MSE) underestimited sehingga hasil uji T dan uji F tidak valid. Unutk itu, dalam analisis regresi linier menetapkan asumsi bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error. Autokorelasi dapat dideteksi melalui analisis grafik dan uji Durbin-Watson. Homogenitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai variabel terikat (Y) bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk mengujji asumsi ini, dibuat plot data standardized residual dengan faktor X. Jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen. Multikolonieritas (kolinier ganda) merupakan hubungan linier yang sama kuat antara peubah-peubah bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya kolonier berganda ini menyebabkan pendugaan oefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda, dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF ini diperoleh dari persamaan: VIF =
1 1 R 2j
42
Keterangan : R 2j = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua peubah
lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda. Adanya kolinier ganda dalam model akan mengakibatkan : a. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun R 2j nya tinggi. b. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data c. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang sangat besar.
4.5 Definisi Operasional 1.
Debitur adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Pada penelitian ini debitur yang dimaksud adalah debitur pengguna kredit di BPR Mitra Daya Mandiri. Debitur pengguna kredit lebih dikenal dengan nama debitur.
2.
Karakter debitur merupakan salah satu dari prinsip lima C yang merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran kredit.
3.
Usia yaitu umur debitur sejak lahir hingga proses pengajuan pinjaman yang terdata dalam dokumen permohonan (aplikasi kredit) PT. BPR Mitra Daya Mandiri, dihitung dalam satuan tahun.
4.
Jumlah tanggungan kelurga adalah banyaknya orang yang masih dibiayai hidupnya oleh debitur dalam keluarganya (termasuk debitur sendiri), dihitung dalam satuan orang.
5.
Tingkat pendapatan usaha yaitu selisih antara jumlah penerimaan kotor usaha dikurangi dengan pengeluaran untuk usaha per bulannya, diukur dengan satuan rupiah.
6.
Jumlah kredit yang diajukan yaitu nominal pinjaman kredit yang diterima oleh debitur (realisasi kredit) yang diukur dalam satuan rupiah.
7.
Nilai agunan adalah nilai pasar baik barang atau surat berharga lainnya yang diserahkan ke bank sebagai jaminan kredit, diukur dalam satuan rupiah.
43
8.
Frekuensi peminjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit yang telah dilakukan responden, diukur dalam berapa kali.
9.
Bunga efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Rumus perhitungannya: Sisa pokok x bunga x 1 12
10.
Jangka waktu yaitu periode kredit atau jangka waktu peminjaman kredit, diukur dalam satuan bulan.
44
V GAMBARAN UMUM PT BPR MITRA DAYA MANDIRI (BPR MDM) 5.1
Sejarah PT BPR Mitra Daya Mandiri (BPR MDM) PT. BPR Mitra Daya Mandiri pada awalnya didirikan pada tanggal 17 Juli
1992, di hadapan Notaris Misahardi Wilamarta, SH., di Jakarta,dengan akta No. 317, NPWP Perseroan : 1.670.956.0.404 dengan nama BPR Bali Dayaupaya Mandiri yang biasa disingkat dengan BPR Bali. PT. BPR Mitra Daya Mandiri atau PT. BPR Bali Dayaupaya Mandiri didirikan tahun 1992, sesuai Surat Keputusan Departemen Keuangan Republik Indonesia No.S-402/MK.17/1992 perihal Persetujuan Prinsip Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.02-1406 HT.01.01.Th 93. PT. BPR Bali Dayaupaya Mandiri merupakan kerjasama antara PT. Bank Bali,Tbk dan KUD Dayaupaya Bogor, dengan maksud untuk menanggapi himbauan pemerintah saat itu pada kongres Perbanas IX yang dikenal dengan istilah Kemitraan Jimbaran Bali, agar terjadi kemitraan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil. Modal awal pada saat pendirian BPR Bali sebesar Rp. 50.000.000, dengan perbandingan saham sebanyak 30.000 lembar saham dimiliki oleh PT. Bank Permata dan 20.000 lembar saham dimiliki oleh KUD Dayaupaya Bogor, yang masing-masing sahamnya bernilai nominal Rp. 1.000,-/lembar. BPR Bali merupakan salah satu dari delapan belas anak perusahaan PT. Bank Permata (sebelumnya Bank Bali) yang bergerak dibidang perbankan di Indonesia. Wilayah operasi BPR Bali meliputi wilayah Bogor dan sekitarnya. PT. BPR Bali Dayaupaya Mandiri bertempat di Jalan Raya Tajur No. 216 Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Perusahaan ini merupakan perusahaan tertutup yang kegiatan usaha perseroan ini seperti tercantum dalam akta pendiriannya adalah sebagai berikut : (1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan. (2) Menyediakan atau memberikan kredit bagi pengusaha kecil dan atau masyarakat pedesaan. Setelah perjalanan lebih dari 14 tahun, sejak tanggal 01 Desember 2006 kepemilikan saham mayoritas (Saham Pengendali ) PT.Bank Permata, Tbk pada PT. BPR Bali Dayaupaya Mandiri telah beralih kepada Koperasi Karyawan Bank
Yudha Bhakti dan PT. BPR Bali Dayaupaya Mandiri pun berganti nama menjadi PT. BPR Mitra Daya Mandiri dan sampai saat ini telah memiliki tiga kantor kas yaitu kantor Kas 1 bertempat di Jalan Raya KS Tubun No. 130, kantor Kas 2 di Jalan Otto Iskandardinata No. 68, dan kantor Kas 3 di Jalan Raya Dramaga No. 12. Terhitung sejak tanggal 19 Juli 2010 PT. BPR Mitra Daya Mandiri berpindah tempat menjadi di Jalan Raya Tajur No. 185 Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor.
5.2
Visi dan Misi PT. BPR Mitra Daya Mandiri (BPR MDM) Visi BPR MDM adalah menjadi penyedia jasa kuangan mikro terpercaya
dan profesional yang memiliki hubungan erat dengan nasabah sehingga tercipta kemitraan yang saling menguntungkan, sedangkan misi BPR MDM adalah sebagai berikut : a. Menjalankan usaha dengan berhati-hati dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang optimal. b. Menyediakan produk dan jasa yang memberikan solusi atas kebutuhan keuangan nasabah dengan menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme c. Melayani lapisan masyarakat menengah ke bawah dengan mempertahankan standar kualitas yang tinggi serta berusaha menjadi yang terbaik dalam pelaksanaan tata kelola keuangan usaha kecil dan menengah. Selain itu, kepada seluruh karyawan, sejak awal ditanamkan motto bahwa "hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini". Dengan kejujuran, kerja keras, profesionalisme disertai rasa pengabdian kepada sesama
bersama seluruh karyawan PT. BPR Mitra Daya Mandiri
melaksanakan tugas dari hari ke hari, apalagi disadari tantangan dunia Perbankan yang semakin berat dan ketatnya persaingan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka BPR MDM telah mempunyai tujuan yang jelas khususnya dibidang kredit yaitu menjadi penyedia keuangan mikro yang diperuntukkan untuk masyarakat menengah kebawah.
Bidang
pendanaan BPR MDM yaitu dengan menjalin hubungan erat dengan nasabah sehingga tercipta kemitraan yang saling menguntungkan.
46
5.3
Organisasi dan Manajemen PT. BPR Mitra Daya Mandiri (BPR MDM) Dasar hukum pendirian PT. BPR Mitra Daya Mandiri berbentuk Perseroan
Terbatas. Kepengurusan BPR MDM dipimpin oleh dua orang Direksi dibawah pengawasan Dewan Komisaris, yang terdiri atas dua orang yang telah ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Direksi merupakan pimpinan tertinggi dan bertanggungjawab atas aktivitas perusahaan, baik kedalam perusahaan maupun keluar perusahaan. Dalam kegiatan operasional perusahaan sehari-hari, tugas dan wewenang Direksi dibantu oleh lima orang kepala unit yaitu Kredit Unit Head, Funding Unit Head, Operasional Unit Head, Suppot Unit Head, dan Branch Unit Head. Masing-masing kepala unit membawahi para staf. Perusahaan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi karyawan untuk bekerja dengan prestasi kerja, mutu dan keterampilan yang setinggi-tingginya demi kemajuan bersama. Struktur organisasi BPR MDM selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan latar belakang pendidikan komposisi karyawan BPR MDM, saat ini perusahaan mempekerjakan 32 karyawan yang terdiri dari : Tabel 9. Kondisi Karyawan BPR Mitra Daya Mandiri Berdasarkan Pendidikan Terakhir Jenis Kelamin
Jumlah Karyawan
Strata 1
14 Orang
Diploma 3
6 Orang
SMU
12 Orang
Jumlah
Orang
Sumber : BPR MDM, 2010
5.4
Kegiatan Operasional PT. BPR Mitra Daya Mandiri (BPR MDM) Secara umum kegiatan operasional perusahaan meliputi dua kegiatan yaitu
(1) kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito, (2) penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk kredit. 1)
Penghimpunan dana Dalam
rangka
penghimpunan dana
dari
masyarakat
BPR
MDM
mengeluarkan dua produk yaitu :
47
a.
Produk tabungan yaitu simpanan dana pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dilakukan setiap saat dan tidak dibatasi selama saldo tabungan mencukupi. Adapun produk tabungan tersebut yaitu : 1.
Tabungan Mitra Daya Tabungan dengan suku bunga 6 % pa Setoran minimal Rp. 5.000,membantu anda untuk menyisihkan sebagian keuntungan guna kepentingan tertentu, dan kami memberikan berbagai kemudahan untuk penyetorannya
2.
Tabungan Unggul Tabungan dengan suku bunga 8 % pa Setoran minimal Rp. 10.000,membantu anda untuk menyisihkan sebagian keuntungan dengan suku bunga di atas bank umum sehingga uang yang anda sisihkan menghasilkan lebih banyak
3.
Tabungan Paket Mitra Daya Tabungan berjangka dengan suku bunga maksimal penjaminan, setoran bulanan minimal Rp. 50.000,- membantu anda untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk rencana panjang seperti pendidikan sibuah hati, Lebaran, Qurban, Hajatan dll dengan suku bunga cukup tinggi sehingga dpt mengantisipasi efek inflasi
b.
Produk deposito yaitu simpanan dana pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu sesuai dengan perjanjian dan ketentuan dari bank. Deposito di BPR merupakan sarana menyimpan uang yang menguntungkan karena: 1. dapat dimulai dari nominal Rp 500.000,2. bunga deposito umumnya lebih menarik 3. memiliki jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan hingga terhindar dari penggunaan dana yang tidak terencana 4. deposito BPR juga dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
48
2)
Penyaluran dana Proses penyaluran dana pada BPR MDM yaitu dengan mengeluarkan
produk kredit. Fasilitas yang diberikan oleh BPR MDM ke masyarakat meliputi : a.
Kredit Modal Kerja Untuk pengembangan usaha peningkatan modal dan perluasan jaringan
bisnis anda dengan cicilan ringan karena
jangka waktu pengembalian cukup
panjang s/d 3 tahun b.
Kredit Investasi Membantu anda menambah atau mengganti sarana penunjang bisnis anda
termasuk peralatan, alat transportasi, gedung dll, dengan cicilan ringan karena jangka waktu pengembalian cukup panjang sampai dengan 3 tahun c.
Kredit Konsumsi Membantu anda memenuhi kebutuhan konsumtif termasuk pembelian atau
renovasi rumah, pembelian elektronik, furniture dll, dengan cicilan ringan karena jangka waktu pengembalian cukup panjang sampai dengan 3 tahun
Semua kemajuan yang
kami alami adalah adanya sinergi positif dari
seluruh stake holder untuk mencapai tujuan, serta kekuatan kami adalah Net Interest margin yang tinggi, hal ini menunjukan penyerapan produk yang cukup berhasil serta masih terbukanya peluang untuk lebih ekspansif. Komposisi Kredit berdasarkan penggunaan dapat dilihat dari gambar berikut ini : 4500
4184
4000
3500
3000
2643
2500
1743
2000 1544 1356 1500
1200
1127 992
1000
1364 1080
915
819
816
824
402 500
0 2003
2004
2005
KMK
KI
2006
2007
KK
Gambar 6. Komposisi Kredit Berdasarkan Penggunaan Sumber : BPR MDM, 2010
49
5.5
Perkembangan Usaha PT. BPR Mitra Daya Mandiri BPR Mitra Daya Mandiri berdiri sejak tahun 1994, sampai saat ini telah
memiliki 2.650 nasabah kredit dan lebih dari 3.867 penabung dan deposan. Dalam 5 tahun terakhir performance BPR menunjukan grafik yang cukup baik bahkan perkembangan, laba dua tahun terakhir mencapai dua kali lipat, seperti yang tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Perkembangan Usaha PT. BPR Mitra Daya Mandiri Lima Tahun Terakhir 2005-2009 (dalam juta rupiah) Parameter
2005
2006
2007
2008
2009
Total Assets Loan Funding Laba sblm pajak NPL : Nominal (Rp) Persentase (%)
5.198 3.923 4.461 6
6.478 4.667 5.337 164
7.088 5.667 5.637 409
10.686 8.162 6.531 628
14.281 10.925 10.657 1.165
330 8.41%
316 6.77%
270 4.76%
217 3.65%
248 2,63%
Sumber : BPR MDM, 2009
5.6
Mekanisme Penyaluran Kredit Modal Kerja pada BPR MDM Kebijakan kredit yang standar untuk BPR dibuat dengan tujuan untuk
memberikan pedoman yang jelas kepada seluruh karyawan yang berhubungan dengan pemberian fasilitas kredit ke nasabah (debitur). Kredit modal kerja (KMK) merupakan pinjaman untuk modal kerja dengan jangka waktu pengembalian maksiamal tiga tahun. Kredit Modal Kerja yang dilayani oleh BPR MDM adalah untuk pengusaha yang memiliki usaha di wilayah kerja BPR MDM yaitu kota dan kabupaten Bogor dengan menetapkan suku bunga floating rate yaitu berkisar 2-3 persen flate per bulan. Penyaluran kredit modal kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak BPR dan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Semua prosedur penyaluran kredit tidak terlepas dari prinsip 6C yaitu character, capacity, collateral, capital, dan condition of economy. Proses pencairan kredit di BPR MDM kurang lebih membutuhkan waktu seminggu setelah pengajuan kredit. Berikut adalah bagan prosedur pencairan kredit pada BPR MDM.
50
Rencana Pengembangan Usaha
Mengisi Formulir Aplikasi Kredit Melengkapi Persyaratan: -
Data Pribadi
-
Data Perusahaan
-
Data Jamian
Tidak Persyaratan Lengkap ? Ya Penyerahan Dokumen ke BPR
Konfirmasi Data/ Dokumen Tidak Persyaratan Lengkap Ya Analisis Kredit Kelayakan 5 C Analisis Keuangan Ya
Revisi
Tidak
OK? Ya
Stop
Persetujuan Kredit
Gambar 7. Prosedur Penyaluran Kredit pada PT. BPR Mitra Dya Mandiri
Pengajuan kredit dari nasabah kepada pihak bank melalui beberapa tahap atau prosedur. Prosedur perkreditan ini sangat penting dilaksanakan oleh pihak BPR Mitra Daya Mandiri dalam melaksanakan perealisasian kredit. Prosedur
51
umum perkreditan umum dimulai dari tahap awal yaitu permohonan kredit (mengisi formulir aplikasi kredit sesuai pada Lampiran 2), pemenuhan persyaratan kredit kemudian pengisian formulir aplikasi kredit, setelah itu dilakukan penilaian dan analisis dari permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah, hingga tahap pengawasan kredit. Bagi seorang nasabah atau calon nasabah yang akan mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) diharuskan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan BPR MDM yaitu : 1.
Fotocopi KTP Suami / Istri pemohon yang masih berlaku bila sudah menikah
2.
Fotocopi KK (Kartu Keluarga) yang masih berlaku
3.
Fotocopi Buku Nikah bila sudah menikah
4.
Fotocopi bukti telepon, listrik dan PDAM tiga bulan terakhir
5.
Fotocopi SIUP atau Surat Keterangan Usaha dari Kantor Kelurahan setempat
6.
Pas foto 4 x 6 suami istri sebanyak 2 lembar
7.
Data agunan Jika persyaratan sudah dilengkapi, maka permohonan kredit nasabah akan
diterima oleh account officer. Account officer memiliki tugas dan tanggung jawab untuk prospecting, penyusunan jadwal kunjungan, kunjungan, penyususnan call memo, trade checking, order appraisal, analisa kredit, pengajuan proposal kredit, order legal, pemberitahuan jadwal pengikatan kredit, monitoring pencairan kredit, penyelesaian kredit bermasalah. Setelah menerima permohonan dari calon nasabah, account officer akan melakukan survei awal ketempat calon nasabah untuk melakukan penilaian awal mengenai individu, agunan dan usaha calon nasabah. Tahap berikutnya pihak account officer melakukan order appraisal, hal ini dilakukan agar pihak account officer tidak subyektif dalam menilai calon debiturnya, sehingga analisis kredit yang dilakukannya akan bersifat objektif. Seorang appraisal akan melakukan pemeriksaan agunan dan penilaian harga taksiran agunan menurut bank jika ada, serta melakukan pembinaan awal dan penilaian karakter nasabah. Beberapa hal yang dilakukan oleh appraisal dalam pemeriksaan tersebut antara lain :
52
1.
Menilai apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan surat keterangan usaha yang sudah dilengkapi
2.
Mengetahui apakah alamat nasabah sudah sesuai dengan alamat pada KTP
3.
Menilai apakah usaha yang dijalankan oleh calon nasabah memiliki prospek yang baik
4.
Mengertahui karakteristik nasabah baik melalui wawancara langsung dengan calon debitur, tetangga ataupun dengan relasi calon debitur
5.
Kebenaran agunan yang dijaminkan di bank. Pemeriksaan terhadap usaha calon debitur dapat dilihat dari beberapa
aspek yang meliputi aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek manajemen usaha dan aspek sosial ekonomi. Aspek pemasaran dianalisis untuk memenuhi berapa besar usaha diterima dan dibutuhkan oleh pasar yang nantinya akan menjamin keberlanjutan perkembangan usaha tersebut. Penilaian terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data keuangan calon debitur dari kegiatan usaha yang sudah dijalankannya. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diperkirakan sejauh mana keuntungan dari usaha yang dijalankan di masa yang akan datang sehingga BPR dapat mengetahui seberapa besar tingkat kesehatan usaha tersebut. Hal ini nantinyaa akan menjadi salah satu faktor yang akan dipertimabangkan dalam menentukan besar pinjaman yang akan direalisasikan. Aspek manajeman dapat mencerminkan hubungan antara kemampuan (keahlian), pengalaman, kejujuran, cara mengelola usaha serta hubungan antara pemilik dengan karyawannya. Aspek ini berhubungan erat dengan keseriusan calon debitur dalam mengelola usaha dan nantinya akan berpengaruh terhadap kemempuannya dalam mengembalikan kredit. Aspek sosial ekonomi dapat dilihat dari baik atau buruknya peran calon debitur terhadap lingkungan masayarakan disekitarnya, misalnya tingkat penerimaan masyarakat di sekitar lokasi usaha terhadap keberadaan usaha tersebut. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kelangsungan usaha dalam jangka panjang dan nantinya mempengaruhi kemampuan usaha dalam mengembalikan kredit. Selanjutnya setelah tim appraisal melakukan penilaian, hasilnya akan diserahkan kepada pihak account officer untuk direkomendasikan apakah hasil beberapa penilaiannya kredit tersebut layak untuk disetujui atau ditolak. Jika
53
permohonan kredit dinilai layak, account officer selanjutnya akan meminta approval (persetujuan) kepada credit officer. Pihak-pihak yang termasuk credit officer diantaranya kepala kredit, direktur, direktur utama, komisaris dan presiden komisaris. Pihak-pihak tersebut memberikan persetujuan sesuai dengan credit approval limit yaitu jumlah plafon tetentu yang akan diberikan oleh credit officer dengan jaminan (kelayakan kredit) sesuai dengan kebijakan kredit.
54
VI
KARAKTERISTIK DEBITUR KREDIT MODAL KERJA BPR MITRA DAYA MANDIRI Responden yang dimaksud adalah seluruh debitur penerima kredit modal
kerja di BPR MDM yang usahanya bergerak dalam bidang agribisnis dan masih tergolong sebagai debitur aktif hingga akhir Juni 2010. Karakteristik debitur diidentifikasi melalui beberapa faktor yang diduga mempengaruhi realisasi kredit modal kerja di BPR MDM yang terdapat dalam masing-masing responden terpilih tersebut. Faktor-faktor tersebut berasal dari tiga kelompok karakteristik responden baik dilihat dari sisi debitur yaitu karakteristik individu, karakteristik usaha dan dilihat dari sisi bank yaitu karakteristik kredit. 6.1
Perbandingan Karakteristik Individu Responden Seluruh responden sebagai penerima realisasi KMK BPR MDM
diidentifikasi karakteristik individunya (personal) berdasarkan variabel usia, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan keluarga sebagai berikut : a)
Umur Umur mempengaruhi keberanian pelaku usaha dalam mengambil
keputusan secara rasional, karena peningkatan usia pada umumnya akan mematangkan kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kredit. Oleh karena itu, usia diduga berpengaruh positif terhadap besarnya realisasi kredit. Berdasarkan Tabel 10 secara keseluruhan diketahui bahwa proporsi terbesar responden berada pada usia 5 tahun yaitu mencapai 40 persen. Proporsi responden terbesar berikutnya adalah pada kisaran usia 36 tahun hingga 46 tahun yaitu mencapai 35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar debitur Kredit Modal Kerja (KMK) BPR MDM
yang menjadi responden masih dalam usia produktif.
Semakin produktifnya usia diharapkan dapat memberikan peluang yang lebih besar dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Proporsi realisasi paling rendah berada pada kisaran usia diatas 57 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa debitur responden yang terlalu tua dikhawatirkan mengalami penurunan kemampuan khususnya kekuatan fisiknya dalam menjalankan usahanya walaupun mungkin pengalamannya lebih banyak dibandingkan debitur yang berusia lebih muda.
Tabel 11. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Umur
Umur (Tahun) 35 36-46 47-57 58 Total
Jumlah Responden untuk Realisasi : < 2 juta 2 juta < x 4 juta 4 juta < x 5 juta Orang (%) Orang (%) Orang (%) 2 1,67 41 35,00 4 3,33 0 33 28,33 7 6,67 0 22 18,33 3 4,17 0 3 2,50 0 0,00 2 1,67 99 84,17 14 14,17
Total Orang (%) 47 40 25 3 115
40,00 35,00 22,50 2,50 100
Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan usia dan besar realisasi Kredit Modal Kerja (KMK), diketahui bahwa sebagian besar responden pada ketiga kisaran usia debitur (usia dibawah 58 tahun) memperoleh kredit sebesar dua sampai empat juta rupiah. Padahal sebelumnya diduga bahwa usia berpengaruh terhadap kematangan berpikir sehingga usia berpengaruh positif, tetapi jika dilihat dari data diatas ternyata usia muda yaitu kisaran usia dibawah 58 tahun justru lebih dominan memperoleh kredit KMK pada BPR MDM. Hal ini terkait bahwa semua debitur peserta kredit pada BPR MDM diikutsertakan dalam asuransi jiwa yang bertujuan sebagai pengaman jika sewaktu-waktu terjadi kematian atau cacat fisik total dari debitur, dan ternyata dari informasi divisi asuransi semakin tinggi usia debitur semakin rentan tidak dicover pihak asuransi. Sehingga kematangan usia tidak berpengaruh terhadap realisasi kredit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usia debitur tidak terlalu mempengaruhi besarnya realisasi kredit KMK pada BPR MDM. b)
Jenis Kelamin Kepala keluarga umumnya dalah pria sehingga pria sebagai pencari nafkah
utama dalam suatu keluarga diduga lebih banyak mengajukan kredit dibandingkan wanita. Selain itu, account officer yang semuanya pria diduga lebih mempercayai pria dibandingakn wanita sehingga pria lebih memiliki peluang dalam memperoleh realisasi kredit lebih besar. Sehingga jenis kelamin diduga memberikan pengaruh dalam menentukan jumlah (besar) realisasi Kredit Modal Kerja (KMK) yang diterima oleh debitur.
56
Pada dasarnya BPR Mitra Daya Mandiri dalam penyaluran kreditnya tidak membedakan pria dan wanita sebagai debiturnya. Jenis kelamin responden secara keseluruhan didominasi oleh pria dengan proporsi sebesar 80 persen dan sisanya wanita. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya pria merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam mencari penghasilan sehingga lebih memiliki penghasilan yang tetap dibandingkan wanita. Wanita biasanya bekerja hanya sebagi pelengkap pengahasilan yang diperoleh pria (kepala keluarga) sehingga tingkat kepercayaan bank terhadap pria lebih besar dibandingkan wanita. Tabel 12. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Jumlah Responden untuk Realisasi : < 2 juta 2 juta < x 4 juta 4 juta < x 5 juta Orang (%) Orang (%) Orang (%) 2 1,74 80 69,57 11 9,57 0 0,00 19 16,52 3 2,61 2 1,67 99 84,17 14 14,17
Total Orang 93 22 115
(%) 80,00 20,00 100,00
Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah responden menurut jenis kelamin terlihat dominasi responden pria. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap besar realisasi KMK yang diterima oleh debitur BPR MDM. Oleh karena itu, sebaiknya calon debitur yang mengajukan kredit adalah kepala keluarga yaitu pria, karena ternyata wanita akan terhambat akibat adanya perbedaan jenis kelamin tersebut. Namun BPR MDM tidak menutup kemungkinan kesempatan wanita untuk mengajukan kredit walaupun ternyata persentasenya kecil yaitu hanya 20 persen. c)
Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga yang dimaksud adalah tidak hanya anggota keluarga
atau yang ada hubungan keluarga dengan debitur tetapi juga orang yang tinggal dengan debitur dan kebutuhan hidupnya ditanggung oleh debiturnya. Jumlah tanggungan dalam sebuah keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi kredit. Asumsinya, semakin banyak jumlah tanggungan dalam sebuah keluarga maka semakin besar pula pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga menghabiskan lebih besar proporsi pendapatan
57
keluarga. Sehingga semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin kecil realisasi kredit yang akan diperoleh debitur. Jumlah tanggungan keluarga responden dalam penelitian ini mulai dari satu sampai delapan orang. Tabel 13. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Responden untuk Realisasi : Tanggunga n Keluarga 3 4–6 7-8 Total
Total
< 2 juta 2 juta< x 4juta 4 juta<x5 juta Oran (%) g Orang (%) Orang (%) Orang (%) 2 1,74 81 70,43 9 7,83 92 80,00 0 0,00 18 15,65 4 3,48 22 19,13 0 0,00 0 0,00 1 0,87 1 0,87 2 1,74 99 86,09 14 12,17 115 100,00
Tabel 13 menunjukkan bahwa responden debitur KMK MDM umumnya memiliki tanggungan keluarga tidak lebih dari tiga (satu sampai tiga) karena mendominasi hampir 80 persen dari keseluruhan debitur responden. Dengan kata lain, debitur tersebut lajang atau memiliki satu sampai dua orang anak. Proporsi tersebut sangat mendominasi jika dibandingkan dengan yang lainnya yaitu debitur dengan jumlah tanggungan empat sampai enam orang hanya 19,13 persen bahkan debitur dengan jumlah tangggungan tujuh sampai sepuluh hanya 0,87 persen atau hanya satu orang debitur. Proporsi tersebut sesuai dengan pendugaan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin kecil realisasi kredit yang akan diterima. Realisasi kreedit paling sedikitnya terjadi pada responden dengan jumlah tanggungan keluarga lebih dari enam. Tingginya jumlah tanggungan keluarga debitur akan menurunkan kepercayaan bank dalam merealisasikan kreditnya karena bank akan semakin khawatir jika dana pinjaman tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan diluar usaha seperti untuk biaya kebutuhan sehari-hari anggota keluarga. Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga debitur dan besar realisasi KMK MDM, diketahui bahwa sebagian besar responden pada semua tingkat kisaran jumlah tanggungan keluarga memperoleh realisasi kredit yang sama yaitu dua hingga empat juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa prediksi sebelumnya sesuai yaitu kisaran realisasi kredit yang terbesar diperoleh debitur yang memiliki jumlah tanggungan keluarga
58
terkecil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga sangat berpengaruh terhadap besarnya realisai kredit KMK yang diterima debitur responden. Dengan kata lain BPR MDM sangat mempertimbangkan jumlah tanggungan keluarga sebagai faktor yang menentukan realisasi kredit KMK. 6.2
Perbandingan Karakteristik Usaha Responden Seluruh responden sebagai penerima realisasi KMK BPR MDM
diidentifikasi karakteristik usahanya berdasarkan variabel omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha dan lama usaha sebagai berikut : a)
Pendapatan Usaha Bersih per Bulan Pendapatan usaha bersih debitur per bulan merupakan jumlah dana yang
memungkinkan untuk dialokasikan debitur dalam membayar kewajibannya baik dalam membayar angsuran pokok pinjaman maupun bunga pinjaman pada setiap bulannya. Pendapatan usaha bersih debitur per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar pendapatan bersih usaha per bulannya maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan bersih per bulan yang lebih besar diduga lebih berpeluang dalam mendapatkan realisasi kredit yang lebih besar. Tabel 14. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Pendapatan Usaha Bersih Per Bulan Pendapatan Bersih Per Bulan (Rp. 000)
Jumlah Responden untuk Realisasi :
Total
< 2 juta 2 juta< x 4 juta 4 juta<x5 juta Orang Orang (%) Orang (%) Orang (%) 2 1,74 60 52,17 9 7,83 71
(%) 61,74
2.000,0015.000 > 5.000
0
0,00
33
28,70
3
2,61
36
31,30
0
0,00
6
5,22
2
1,74
8
6,96
Total
2
1,74
97
86,61
13
11,61
115
100,00
Pendapatan bersih per bulan debitur KMK pada BPR MDM yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara Rp. 230.000,- (nilai terendah) sampai Rp. 7.590.000,- (nilai tertinggi). Sebagian besar responden memiliki pendapatan bersih maksimal dua juta rupiah perbulannya yaitu sebesar 61,74 persen. Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan pendapatan bersih responden
59
per bulan dan besar realisasi kredit KMK, diketahui bahwa sebagian besar responden dengan pendapatan bersih rendah per bulannya (maksimal dua juta rupiah) sebagian besar memperoleh realisasi kredit antara dua sampai empat juta rupiah. Sedangkan untuk pendapatan diatas lima juta rupiah bukan berarti tidak mendapatkan kesempatan kredit yang lebih besar yaitu lebih dari empat juta rupiah, melainkan pengajuan kredit debitur dengan pendapatan tinggi biasanya melebihi lima juta rupiah bahkan sampai batas pemberian kredit yaitu 50 juta rupiah, hanya saja tidak dijadikan responden dalam penelitian ini. Hal ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, dimana semakin besar pendapatan bersih debitur per bulannya maka realisasi KMK yang diperoleh akan semakin besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendapatan usaha bersih per bulan sangat mempengaruhi besar realisasi KMK yang dapat diterima oleh debitur responden. b)
Jenis Usaha Jenis usaha berpengaruh terhadap realisasi kredit karena setiap usaha
memiliki risiko yang berbeda-beda. Tingkat risiko ini akan berpengaruh terhadap kemampuan usaha tersebut dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya akan digunakan dalam membayar pinjaman. Usaha agribisnis diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha non agribisnis sehingga usaha agribisnis diduga akan memperoleh realisasi kredit yang lebih rendah dibandingkan realisasi kredit pada usaha non agribisnis. Tabel 15. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jenis Usaha Jenis Usaha Agribisnis Non Agribisnis Total
Jumlah Responden untuk Realisasi : Total < 2 juta 2 juta< x 4 juta 4 juta<x5 juta Orang (%) Orang (%) Orang (%) Orang (%) 1 0,87 71 61,74 10 8,70 82 71,30 1 0,87 28 24,35 4 3,48 33 70 2
1,74
99
86,09
14
12,17
115
100,00
Jenis usaha responden secara keseluruhan didominasi oleh usaha agribisnis dengan proporsi 71,30 persen dan sisanya usaha non agribisnis. Jumlah proporsi yang besar menunjukkan bahwa prediksi sebelumnya tidak sesuai bahwa ternyata usaha agribisnis justru memperoleh realisasi kredit yang jauh lebih besar daripada
60
usaha non agribisnis. Usaha responden yang termasuk usaha agribisnis meliputi warung sembako, usaha makanan (warteg, catering, warung kelontong, penjual bakso dan mie ayam, produsen kue, roti, donat dll), usaha tanaman hias, usaha hasil pertanian, poultry shop, penjual kelapa, penjual sayuran dipasar ataupun keliling, penjual daging, kikil dan pengolahan tepung, aci dan RPA. Sebagian besar usaha debitur KMK adalah usaha warung sembako. Sedangkan usaha debitur yang tergolong kedalam kelompok non agribisnis yaitu meliputi agen koran, usaha bengkel, percetakan dan sablon, salon, usaha besi dan bangunandan usaha counter pulsa. 6.3 Perbandingan Karakteristik Kredit Responden Seluruh responden sebagai penerima realisasi KMK pada BPR MDM juga diidentifikasi karakteristik kreditnya berdasarkan variabel frekuensi peminjaman, jumlah kredit yang diajukan dan nilai agunan sebagai berikut : a)
Frekuensi Peminjaman Kredit Frekuensi peminjaman kredit mengindikasikan bahwa semakin seringnya
debitur meminjam maka debitur lebih memahami bagaimana pola kredit dan bagaimana menggunkannya. Selain itu semakin sering debitur meminjam maka akan terlihat bagaimana aktivitas pengembaliannya sehingga jika seorang debitur tergolong lancar maka tingkat kepercayaan bank untuk merealisasikan kredit akan semakin tinggi. Sehingga tingginya frekuensi peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Frekuensi peminjaman kredit responden debitur KMK pada penelitian ini mulai dari satu sampai sebelas kali. Tabel 16. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Frekuensi Peminjaman Kredit Jumlah Responden untuk Realisasi :
Total
Frekuensi Peminjaman
< 2 juta Orang (%)
1
2
1,74
46
40,00
10
8,70
58
50,43
2
0
0,00
31
26,96
2
1,74
33
28,70
3-5
0
0,00
20
17,39
1
0,87
21
18,26
5
0
0,00
2
1,74
1
0,87
3
2,61
Total
2
1,74
99
86,09
14
12,17
115
100,00
2 juta< x 4 juta Orang (%)
4 juta<x5 juta Orang (%)
Orang
(%)
61
Berdasarkan Tabel 16, proporsi terbesar dimiliki oleh responden dengan frekuensi peminjaman kredit satu kali yaitu 50,43 persen. Sedangkan pada frekuensi peminjaman kredit yang lebih tinggi justru memiliki proporsi yang lebih rendah. KMK adalah jenis kredit yang ditujukan untuk membantu usaha mikro memperoleh tambahan modal usaha sehingga target utamanya yaitu pelaku usaha mikro yang layak namun selama ini belum dapat menjangkau perbankan dalam memperoleh kredit sehingga proporsi tebesarnya dimiliki oleh responden dengan frekuensi kredit satu kali. Responden lainnya yang pernah menerima kredit lebih dari dua kali, memanfaatkan KMK karena adanya prosedur kredit yang lebih mudah. Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan frekuensi peminjaman kredit dan besar realisasi kredit KMK BPR MDM, diketahui bahwa sebagian besar responden pada kisaran frekuensi peminjaman sampai satu kali memperoleh realisasi kredit sebesar dua hingga empat juta rupiah sedangkan hanya debitur yang meminjam satu kali pula yang memperoleh kredit dibawah dua juta rupiah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa frekuensi peminjaman tidak terlalu berpengaruh dalam penentuan besar realisasi KMK pada PT BPR MDM. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya, bahwa semakin sering debitur melakukan peminjaman maka realisasi KMK juga akan semakin besar. Analisis deskripstif ini mengungkapkan bahwa BPR MDM mencoba meraih debitur baru yaitu dengan membantu memberikan modal untuk usaha-usaha mikro disekitar Kota dan Kabupaten Bogor. b)
Jumlah Kredit yang Diajukan Jumlah kredit yang diajukan pada umumnya lebih besar daripada jumlah
kredit yang direalisasikan oleh bank sehingga jumlah kredit yang diajukan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin besar jumlah kredit yang diajukan oleh debitur maka diduga nantinya jumlah kredit yang direalisasikan oleh bank akan semakin besar. Jumlah kredit yang diajukan responden berkisar antara 1,5 juta hingga lima juta rupiah. Proporsi terbesar diperoleh kelompok responden dengan pengajuan kredit diatas dua juta sampai empat juta yaitu 64,35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kredit yang diajukan tidak terlalu besar karena kredit yang diajukan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan modal
62
yang diperlukan untuk usaha responden. Sehingga ini mengindikasikan bahwa secara keseluruhan penggunaan dana benar-benar ditujukkan untuk penambahan modal usaha mikro. Tabel 17. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jumlah Kredit yang Diajukan Jumlah Kredit yang Diajukan (Rp 000) 2.000 2.000,0014.000 4.000,0015.000 >5.000 Total
Jumlah Responden untuk Realisasi :
Total
< 2 juta
2 juta< x 4 juta<x5 juta 4 juta Orang (%) Orang (%) Orang (%) Orang (%) 2 1,74 14 12,17 0 0,00 16 13,91 0 0,00 74 64,35 0 0,00 74 64,35 0
0,00
10
8,70
13
11,30
23
20,00
0
0,00
1
0,87
1
0,87
2
1,74
2
1,74
99
86,09
14
12,17
115
100
Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan jumlah kredit yang diajukan dan besar realisasi kredit KMK, diketahui
bahwa sebagian besar responden
dengan pengajuan terendah memperoleh realisasi kredit terendah pula. Begitu juga dengan responden dengan pengajuan kredit terbesar pun memperoleh realisasi kredit terbesar dimana dari dua responden yang mengajukan kredit diatas lima juta rupiah satu orang diantaranya memperoleh realisasi kredit KMK diatas empat juta rupiah. Hal ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, dimana semakin tinggi jumlah pengajuan kredit maka semakin besar pula realisasi kredit yang akan diterima. Dengan demikian, jumlah kredit yang diajukan sangat mempengaruhi besar realisasi kredit KMK yang akan diterima oleh debitur responden. Akan tetapi, perlu diingat sebaiknya jumlah kredit yang dijaukan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan modal dan kemampuan usahanya sehingga kredit yang diajukan benar-benar bisa bermanfaat bagi pengembangan usaha responden. c)
Nilai Agunan Agunan merupakan jaminan yang disertakan debitur ketika melakukan
pinjaman ke bank. Nilai agunan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar nilai agunan maka semakin besar kepercayaan bank untuk
63
memberikan pinjaman lebih besar. Nilai agunan terendah yang dimiliki responden dalam penelitian ini adalah 2,5 juta rupiah, sedangkan nilai agunan tertinggi responden mencapai 50 juta rupiah. Jumlah dan proporsi responden debitur KMK menurut nilai agunan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 18. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Nilai Agunan Jumlah Responden untuk Realisasi : Nilai Agunan (Rp 000)
< 2 juta Orang
(%)
2 juta< x 4 juta Orang (%)
Total
4 juta< x 5 juta Orang (%)
Orang (%)
2.000,001-5.000
2 1,74
51 44,35
0
0,00
53
46,09
5.000,001-10.000
0 0,00
44 38,26
8
6,96
52
45,22
> 10.000
0 0,00
6
5,22
10
8,70
Total
2 1,74
4
3,48
99 86,09
14 12,17
115 100,00
Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan nilai jaminan dan besar realisasi kredit KMK BPR MDM, diketahui bahwa debitur dengan nilai jaminan antara dua sampai lima juta rupiah memperoleh proporsi realisasi kredit terbesar yaitu 46,09 persen. Namun dari besarnya realisasi kredit ternyata debitur dengan nilai jaminan diatas sepuluh juta memperoleh kredit diatas empat juta yaitu sekitar 5,22 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai jaminan berpengaruh dalam penentuan besar realisasi KMK pada PT BPR MDM. Ini karena pihak BPR MDM sendiri memiliki kebijakan bahwa besarnya pemberian kredit ditentukan pula oleh nilai jaminan tersebut dimana jika jaminannya kendaraan maka maksimal besar realisasi kredit adalah 50 persen dari nilai taksasinya, sedangkan jika jaminannya tanah dan bangunan maksimal besar realisasi kredit adalah 70 persen dari nilai taksasinya. Hal ini sesuai dengan dugaan sebelumnya, bahwa semakin besar nilai jaminan maka semakin besar pula realisasi kredit yang akan diperoleh debitur. d.
Bunga Efektif Bunga Efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang
tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Sistem bunga efektif
64
ini biasanya diterapkan untuk pinjaman jangka panjang. Karena jangka waktu kredit KMK pada BPR MDM maksimal 36 bulan maka pihak BPR MDM juga menerapkan sistem bunga effektif. Bunga effekrif yang diterapkan oleh pihak BPR MDM yaitu pada kisaran 40-45 persen. Bunga effektif diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar bunga semakin tinggi pula realisasi kredit karena tingkat keuntungan yang akan diperoleh pihak akan lebih besar. Proporsi terbesar diperoleh kelompok responden dengan bunga 40-42 persen yaitu 66,09 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat bunga yang ditetapkan tidak terlalu besar karena disesuaikan dengan kondisi ekonomi (tingkat inflasi) dan pasar. Adapun jumlah dan proporsi debitur menurut bunga efektif dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Bunga Efektif Bunga Efektif (%) 40-42 42,01-44 44,01 - 45 Total
Jumlah Responden untuk Realisasi : < 2 juta Orang 1 0 1 2
2 juta< x 4 juta
Total
4 juta< x 5 juta
(%) Orang (%) Orang (%) 0,87 68 59,13 7 6,09 0,00 0,87 1,74
16 15 99
13,91 13,04 86,09
4 3 14
3,48 2,61 12,17
Orang
(%) 76
66,09
20 19 115
17,39 16,52 100,00
Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan bunga efektif dan besar realisasi kredit KMK BPR MDM, diketahui bahwa debitur dengan bunga efektif 40-42 persen memperoleh proporsi realisasi kredit terbesar yaitu 66,09 persen. Demikian juga dengan besaran realisasi kredit ternyata debitur yang memperoleh realisasi terbesar adalah debitur dengan bunga efektif antara 40-42 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bunga effektif tidak berpengaruh dalam penentuan besar realisasi KMK pada BPR MDM. Ini karena pihak BPR MDM sendiri memiliki kebijakan bahwa besarnya bunga yang ditetapkan disesuaikan dengan kondisi perekonomian (tingkat inflasi) yang berlaku dan kondisi pasar (persaingan perbankan). Sehingga diharapkan bunga yang diberikan tidak memberatkan debiturnya.
65
e.
Jangka Waktu Kredit Jangka waktu yaitu periode kredit atau jangka waktu peminjaman kredit.
Jangka waktu yang diterapkan BPR MDM untuk debitur KMK adalah 36 bulan namun yang menjadi sampel debitur dalam penelitian ini adalah debitur dengan jangka waktu enam sampai 24 bulan. Jangka waktu kredit diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin panjang periode waktu kredit semakin tinggi pula realisasi kredit karena tingkat keuntungan yang akan diperoleh pihak akan lebih besar. Proporsi terbesar diperoleh kelompok responden dengan bunga 12-18 bulan yaitu 93,04 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jangka waktu yang ditetapkan cukup panjang karena disesuaikan dengan kemampuan debitur dalam membayar angsuran tiap bulannya. Adapun jumlah dan proporsi debitur menurut jangka waktu kredit dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Jumlah dan Proporsi Responden Debitur Kredit Modal Kerja (KMK) PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut Jangka Waktu Jangka Waktu (Bulan) 6-9 12-18 24 Total
Jumlah Responden untuk Realisasi :
Total
< 2 juta 2 juta< x 4 juta 4 juta< x 5 juta Orang (%) Orang (%) Orang (%) Orang (%) 1 0,87 2 1,74 0 0,00 3 2,61 2 0,00 95 82,61 10 8,70 107 93,04 0 0,00 1 0,87 4 3,48 5 4,35 3 0,87 99 85,22 14 12,17 115 100,00
Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan jangka waktu dan besar realisasi kredit KMK BPR MDM, diketahui bahwa debitur dengan jangka waktu dua belas sampai delapan belas bulan memperoleh proporsi realisasi kredit terbesar yaitu 93,04 persen. Demikian juga dengan besaran realisasi kredit ternyata debitur yang memperoleh realisasi terbesar adalah debitur dengan jangka waktu dua belas sampai delapan belas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jangka waktu berpengaruh dalam penentuan besar realisasi KMK pada BPR MDM. Ini karena pihak BPR MDM sendiri memiliki pertimbangan khusus dalam penentuan jangka waktu kredit misalnya saja disesuaikan dengan kemampuan debitur dalam membayar angsuran tiap bulannya. Sehingga diharapkan jangka waktu yang ditetapkan sesuai dengan kemampuan membayar debitur.
66
VII ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP REALISASI KREDIT KMK BPR MDM Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja dapat dituliskan dalam suatu fungsi permintaan. Pada penelitian ini, diduga ada 10 faktor yang mempengaruhi realisasi KMK, yaitu usia debitur, jenis kelamin (dummy), jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha (dummy), jumlah kredit yang diajukan, frekuensi peminjaman kredit, nilai agunan, bunga efektif dan jangka waktu kredit. Variabel dummy untuk jenis kelamin debitur dibagi atas pria (D=1) dan wanita (D=0), dummy untuk jenis usaha debitur dibagi atas agribisnis (D=0) dan non agribisnis (D=1). Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KMK pada BPR Mitra Daya Mandiri dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Analisis terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KMK pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri Variabel
Koefisie n Regresi 1092999 -998
T-hit
0,70 -0,20
0,488 0,843
-18317
-0,17
0,864
26017
0,85
0,395
0,03194
1,75
0,045*
-56746
-0,62
0,537
21171
1,76
0,048*
0,63990
13,96
0,000*
X 8 = Nilai agunan (Rp)
0,029236
3,73
0,000*
X 9 = Bunga efektif (%)
-17519
-0,49
0,627
21375 X 10 = Jangka waktu kredit (bulan) R-Sq =79,7 % R-Sq(adj) = 77,7% ANOVA Model DF SS MS Regression 10 7,52215E+13 7,52215E+12 Residual Error 104 1,91740E+13 1,84365E+11 Total 114 9,43955E+13
1,92
0,032*
Konstanta X 1 = Umur (Tahun) X 2 = Jenis Kelamin (dummy) X 3 = Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) X 4 = Tingkat pendapatan per bulan (Rp) X 5 = Jenis Usaha (dummy) X 6 = Frekuensi peminjaman kredit (kali) X 7 = Jumlah kredit yang diajukan (Rp)
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5 %
F 40,80
Pvalue
P 0,000
Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa p-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata sebesar lima persen (P = 0,000 < α) sehingga keputusannya adalah menolak H0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Akurasi model dugaan (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi (R 2) yaitu sebesar 79,7 persen. Hal ini menandakan bahwa sebesar 79,7 persen variasi variabel dependent (besar realisasi KMK) dapat dijelaskan oleh model dan sisanya sebesar 20,3 persen dapat dijelaskan oleh variabel error (variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model). Pengujian terhadap signifikansi masing-masing variabel independent secara individu dilakukan dengan uji T (Tabel 21), sehingga diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi KMK pada BPR Mitra Daya Mandiri adalah variabel tingkat pendapatan bersih per bulan, frekuensi kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan dan jangka waktu kredit pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, bahwa semua variabel diduga berpengaruh nyata terhadap besarnya realisasi KMK yang diterima oleh debitur. Sedangkan variabel lainnya seperti umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan, pendapatan usaha perbulan, jenis usaha, dan bunga efektif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya realisasi KMK yang dapat diterima oleh debitur. Menurut Sunyoto (2009), dalam membuat suatu persamaan regresi linear berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas, autokorelasi, dan multikolinieritas. 1.
Normalitas, plot garis dari standarized residual cumulative probability memperhatikan bahwa sebaran data berada pada garis normal, sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji pada penelitian ini memiliki sebaran yang normal (Lampiran 4).
2.
Autokorelasi, melalui uji Durbin-Watson diperoleh nilai d = 1,88 (mendekati nilai d=2) maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada komponen error sehingga hasil uji T dan uji F adalah valid (Lampiran 3).
3.
Homoskedastisitas, plot antara standardized residual dengan variabel independent (besarnya realisasi KMK yang diterima oleh debitur)
68
memperlihatkan bahwa tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut homogeni atau komponen error tidak heterokedastisitas (Lampiran 5). 4.
Multikolinieritas, berdasarkan hasil VIF (Variance Inflation Factors) diketahui bahwa nilai VIF dari seluruh variabel independent adalah lebih kecil dari 10 (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinier pada variabel independent atau tidak terdapat hubungan yang kuat diantara variabel-variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini. Pada Tabel 21 dapat dilihat secara satu persatu, hanya lima variabel
independent mempengaruhi secara signifikan terhadap besarnya realisasi KMK pada taraf nyata lima persen. Kelima variabel independent tersebut berpengaruh positif terhadap besarnya KMK yang diterima oleh debitur yaitu tingkat pendapatan bersih, frekuensi kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan dan jangka waktu kredit. Sedangkan, variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha, jenis usaha, frekuensi peminjaman dan bunga efektif ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap besarnya KMK yang dapat diterima oleh debitur. 7.1
Umur Debitur Umur debitur adalah usia debitur sejak lahir hingga proses pengajuan
pinjaman yang terdata dalam dokumen permohonan (aplikasi kredit) PT. BPR MDM. Namun demikian, hasil analisis model regresi yang telah disusun menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap realisasi KMK BPR MDM. Koefisien variabel umur mencapai -998, namun karena variabel umur tidak berpengaruh nyata pada realisasi kredit maka semakin tua atau muda umur debitur tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan realisasi KMK BPR MDM secara signifikan. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi umur debitur maka akan semakin besar realisasi kredit KMK yang diperoleh. Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana sebagian besar debitur pada ketiga kisaran usia debitur (usia dibawah 58 tahun) memperoleh realisasi KMK yang sama yaitu pada kisaran dua sampai empat juta 69
rupiah. Begitu pula dengan debitur usia diatas 58 tahun ternyata tidak memperoleh realisasi kredit yang lebih besar tetapi hanya memperoleh realisasi kredit pada kisaran yang sama yaitu dua sampai empat juta rupiah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umur debitur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besar realisasi KMK yang diterima oleh debitur. Hasil ini mengindikasikan bahwa BPR MDM lebih mempercayai debitur yang berusia produktif khususnya yang berumur dibawah 36 tahun karena dianggap akan mampu mengelola usahanya lebih baik sehingga lebih dipercaya mengelola kredit sampai empat juta rupiah. 7.2
Jenis Kelamin Kepala keluarga umumnya dalah pria sehingga pria sebagai pencari nafkah
utama dalam suatu keluarga diduga lebih banyak mengajukan kredit dibandingkan wanita. Selain itu, account officer yang semuanya pria diduga lebih mempercayai pria dibandingakn wanita sehingga pria lebih memiliki peluang dalam memperoleh realisasi kredit lebih besar. Sebagai variable dummy, jenis kelamin pria diberi nilai 1 yang artinya mendukung realisasi kredit yang lebih besar dan wanita diberi nilai 0. Berdasarkan regresi linear berganda, diketahui koefisien variabel dummy jenis kelamin adalah -18317 namun karena variabel dummy jenis kelamin tidak berpengaruh nyata pada realisasi kredit maka pria atau wanita tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan realisasi KMK BPR MDM secara signifikan. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana jenis kelamin pria lebih mendukung realisasi kredit KMK yang lebih besar. Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana sebagian besar debitur pria dan wanita memperoleh realisasi KMK yang sama yaitu dua sampai empat juta rupiah. Dengan demikian, tidak ada perbedaan besar realisasi KMK yang diterima oleh debitu pria dan wanita. Artinya jenis kelamin debitur tidak mempengaruhi besaran realisasi KMK. Untuk itu, calon debitur baik pria maupun wanita tidak perlu enggan mengajukan kredit karena pihak manajemen BPR MDM akan menganalisis kelayakan persetujuan pinjaman secara objektif.
70
7.3
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tangungan dalam sebuah keluarga diduga berpengaruh negatif
terhadap besarnya realisasi kredit
karena akan memperngaruhi tingkat
kepercayaan pihak bank untuk memberikan kredit dalam jumlah besar, hal ini terkait dengan kemampuannya dalam mengembalikan kredit. Asumsinya, semakin banyak jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan keluarga maka semakin besar pengeluaran debitur untuk kebutuhannya sehingga kemampuan keuangannya akan semakin kecil. Sehingga semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka diduga semakin kecil realisasi KMK yang akan diperoleh debitur. Koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga mencapai 26017, namun karena variabel jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata pada realisasi KMK BPR MDM maka semakin banyak jumlah keluarga debitur tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan realisasi KMK BPR MDM secara signifikan. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka akan semakin kecil realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Hal ini berarti berapapun jumlah tanggungan debitur tidak berpengaruh terhadap besarnya realisasi kredit yang diterima debitur. Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana semua debitur pada setiap tingkat kisaran jumlah tanggungan keluarga menerima kredit pada kisaran dua sampai empat juta rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan pendugaan sebelumnya, dimana perbedaan kisaran jumlah tanggungan keluarga seharusnya diikuti oleh perubahan kisaran realisasi KMK, atau dengan kata lain semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka semakin menurunkan realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Analisis ini menggindikasikan bahwa BPR MDM lebih mempertimbangkan faktor lain dibanding faktor ini dalam menentukan besarnya realisasi KMK. Sehingga jumlah tanggungan keluarga debitur tidak mempengaruhi besaran realisasi KMK. Untuk itu, calon debitur yang memiliki jumlah anggota keluarga banyak tidak perlu enggan mengajukan kredit karena pihak manajemen BPR MDM akan menganalisis kelayakan persetujuan pinjaman secara objektif.
71
7.4
Pendapatan Usaha Bersih Per Bulan Pendapatan usaha bersih debitur per bulan merupakan jumlah dana yang
memungkinkan untuk dialokasikan debitur dalam membayar kewajibannya baik dalam membayar angsuran pokok pinjaman maupun bunga pinjaman pada setiap bulannya. Pendapatan usaha bersih debitur per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar pendapatan bersih usaha per bulannya maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan bersih per bulan yang lebih besar diduga lebih berpeluang dalam mendapatkan realisasi kredit yang lebih besar. Koefisien variabel pendapatan adalah positif yaitu 0,03194 dan berpengaruh nyata pada realisasi KMK BPR MDM maka semakin tinggi besar pendapatan usaha bersih debitur akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi KMK BPR MDM sebesar 0,03194. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin besar tingkat pendapatan usaha seseorang maka akan semakin besar realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Analisis ini mengindikasikan bahwa BPR MDM mempertimbangkan faktor pendapatan usaha bersih sebagai salah satu faktor dalam menentukan besarnya realisasi KMK, namun disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya pula. Oleh karena itu, calon debitur perlu memperhatikan variabel ini jika ingin memperoleh realisasi KMK yang lebih besar yaitu dengan meningkatkan pendapatan usaha bersih per bulannya. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan penjualan per bulannya atau dengan menghemat biaya usaha dan biaya hidupnya. Pihak BPR MDM juga dapat memanfaatkan informasi ini dalam mencapai target realisasi KMK yaitu dengan lebih memperhatikan pendapatan usaha bersih per bulan calon debitur dalam menganalisis pengajuan kredit dan menentukan besar realisasi KMK yang layak diterima oleh debitur. 7.5
Jenis Usaha Tingkat risiko dalam suatu usaha berbeda-beda. Tingkat risiko ini akan
berpengaruh
terhadap
kemampuan
usaha
tersebut
dalam
menghasilkan
keuntungan yang nantinya akan digunakan dalam membayar pinjaman. Usaha agribisnis diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha non 72
agribisnis sehingga usaha agribisnis diduga akan memperoleh realisasi kredit yang lebih rendah dibandingkan realisasi kredit pada usaha non agribisnis. Sehingga sebagai variabel dummy maka usaha non agribisnis diberi nilai 1 yang artinya mendukung realisasi yang besar dan usaha agribisnis diberi nilai 0. Berdasarkan regresi linear berganda, diketahui koefisien variabel dummy jenis usaha adalah -56746 namun karena variabel dummy jenis usaha tidak berpengaruh nyata pada realisasi kredit maka usaha agribisnis maupun non agribisnis tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan realisasi KMK BPR MDM secara signifikan. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana usaha non agribisnis lebih mendukung realisasi kredit KMK yang lebih besar. Analisis ini mengindikasikan bahwa apapun jenis usaha debitur apabila dinilai layak sesuai prinsip lima C (caracter, capacity, capital, collateral dan condition of economi) maka realisasi kreditnya akan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Hal ini didukung oleh hasil analisis deskriftif sebelumnya, bahwa usaha agribisnis yang dinilai risikonya tinggi ternyata proporsinya lebih banyak dibandingkan dengan usaha non agribisnis yaitu sebesar 71,30 persen. Dan ternyata memperoleh realisasi KMK yang cukup tinggi pula 61,74 persen diantaranya memperoleh kredit antara dua sampai empat juta dan 8,70 persen memperoleh kredit diatas empat juta rupiah. Sedangkan usaha non agribisnis lebih sedikit yang memperoleh realisasi KMK diatas empat juta rupiah yaitu sebesar 3,48 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha agribisnis lebih berpengaruh memperoleh realisasi KMK lebih besar dibandingkan usaha non agribisnis. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya karena ternyata usaha-usaha debitur KMK yang termasuk usaha agribisnis yang diduga risiko usahanya lebih tinggi justru memperoleh realisasi kredit yang lebih besar.
7.6
Frekuensi Peminjaman Kredit Frekuensi peminjaman kredit mengindikasikan bahwa semakin seringnya
debitur meminjam maka debitur lebih memahami bagaimana pola kredit dan bagaimana menggunkannya. Selain itu semakin sering debitur meminjam maka akan terlihat bagaimana aktivitas pengembaliannya sehingga jika seorang debitur
73
tergolong lancar maka tingkat kepercayaan bank untuk merealisasikan kredit akan semakin tinggi. Sehingga tingginya frekuensi peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Frekuensi peminjaman kredit debitur debitur KMK pada penelitian ini mulai dari satu sampai sebelas kali. Koefisien variabel frekuensi peminjaman kredit adalah positif yaitu 21171 dan berpengaruh nyata pada realisasi KMK BPR MDM maka semakin tinggi besar frekuensi kredit debitur akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi KMK BPR MDM sebesar 21171. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi frekuensi kredit seseorang maka akan semakin besar realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Analisis ini mengindikasikan bahwa BPR MDM mempertimbangkan faktor frekuensi kredit sebagai salah satu faktor dalam menentukan besarnya realisasi KMK BPR MDM. Kesimpulan ini tidak sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana semua debitur pada setiap tingkat kisaran frekuensi peminjaman menerima kredit pada kisaran dua sampai empat juta rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan pendugaan sebelumnya, dimana perbedaan kisaran frekuensi peminjaman seharusnya diikuti oleh perubahan kisaran realisasi KMK, atau dengan kata lain semakin sering debitur meminjam maka akan semakin meningkatkan realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Analisis ini mengindikasikan bahwa KMK BPR MDM ditujukan untuk membantu para pengusaha muda (usaha mikro) di wilayah Kota dan
Kabupaten
Bogor
dalam
memperoleh
modal
tambahan
dalam
mengembangkan usahanya. Namun demikian pelaku usaha yang telah mengambil kredit lebih sering memperoleh kemudahan dalam proses pencairan kredit.
7.7
Jumlah Kredit yang Diajukan Jumlah kredit yang diajukan pada umumnya lebih besar daripada jumlah
kredit yang direalisasikan oleh bank sehingga jumlah kredit yang diajukan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin besar jumlah kredit yang diajukan oleh debitur maka diduga nantinya jumlah kredit yang direalisasikan oleh bank akan semakin besar. Jumlah kredit yang diajukan debitur berkisar antara 1,5 hingga lima juta rupiah.
74
Variabel jumlah kredit yang diajukan memberikan pengaruh yang positif yaitu 0,63990 dan signifikan terhadap besarnya realisasi KMK maka semakin tinggi besar pengajuan kredit debitur akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi KMK BPR MDM sebesar 0,63990. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana jumlah kredit yang diajukan secara signifikan berpengaruh positif
dalam mempengaruhi besar realisasi KMK. Artinya, semakin tinggi
jumlah kredit yang diajukan oleh debitur maka semakin besar pula realisasi KMK yang akan diperoleh debitur. Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana sebagian besar debitur dengan pengajuan kredit terendah memperoleh kisaran realisasi yang terendah juga. Hal ini tidak sesuai dengan pendugaan sebelumnya, dimana perbedaan kisaran kredit yang diajukan diikuti oleh perubahan kisaran realisasi KMK, atau dengan kata lain semakin tinggi jumlah kredit yang diajukan maka semakin akan meningkatkan realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Secara umum debitur KMK ternyata mampu mengukur kelayakannya dalam menerima realisasi KMK sehingga pengajuan kredit mendekati besar realisasi kredit.
7.8
Nilai Agunan Agunan merupakan jaminan yang disertakan debitur ketika melakukan
pinjaman ke bank. Nilai agunan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin besar nilai agunan maka semakin besar kepercayaan bank untuk memberikan pinjaman lebih besar. Nilai agunan terendah yang dimiliki debitur dalam penelitian ini adalah 2,5 juta rupiah, sedangkan nilai agunan tertinggi debitur mencapai 50 juta rupiah. Variabel nilai agunan memberikan pengaruh yang positif terhadap besarnya realisasi KMK karena koefisien variabel ini positif yaitu sebesar 0,029236 maka semakin tinggi besar pengajuan kredit debitur akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi KMK BPR MDM sebesar 0,029236. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi nilai agunan debitur maka akan semakin besar realisasi KMK yang akan diperoleh oleh debitur. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa variabel nilai agunan signifikan dalam mempengaruhi besar realisasi KMK, karena p-value nya lebih kecil dari taraf
75
nyata. Artinya, semakin tinggi nilai agunan maka semakin besar realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Kesimpulan ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana debitur pada tingkat kisaran nilai agunan terendah menerima kredit pada kisaran maksimum empat juta rupiah. Sebaliknya dengan debitur yang nilai agunannya tinggi. Hal ini sesuai dengan pendugaan sebelumnya, dimana perbedaan kisaran nilai agunan diikuti oleh perubahan kisaran realisasi KMK, atau dengan kata lain semakin tinggi nilai agunan maka akan semakin meningkatkan realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur.
7.9
Bunga Efektif Bunga Efektif yaitu porsi bunga dihitung berdasarkan pokok hutang
tersisa. Sehingga porsi bunga dan pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran angsuran per bulannya tetap sama. Sistem bunga efektif ini biasanya diterapkan untuk pinjaman jangka panjang. Bunga efekrif yang diterapkan oleh pihak BPR MDM yaitu pada kisaran 40-45 persen. Koefisien variabel bunga effektif adalah negatif yaitu -17519, namun karena variabel bunga efektif tidak berpengaruh nyata pada realisasi KMK BPR MDM maka semakin besar bungayang ditetapkanterhadap debitur tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan realisasi KMK BPR MDM secara signifikan. Pengaruh ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin tinggi bunga efektif maka akan semakin besar realisasi KMK yang akan diterima oleh debitur. Hal ini berarti berapapun bunga efektif debitur tidak berpengaruh terhadap besarnya realisasi kredit yang diterima debitur. Hasil ini sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana sebagian besar debitur dengan bunga efektif paling rendah (40-42 persen) memperoleh realisasi KMK sampai lima juta rupiah. Hal ini berarti bunga efektif yang ditetapkan terhadap debitur tidak berpengaruh terhadap besarnya realisasi kredit yang diterima debitur. 7.10
Jangka Waktu Kredit Jangka waktu yaitu periode kredit atau jangka waktu peminjaman kredit.
Jangka waktu kredit diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin panjang jangka waktu kredit maka semakin besar tingkat keuntungan 76
yang akan diperoleh bank dari bunga yang ditetapkan. Jangka waktu kredit yang diterapkan oleh pihak BPR MDM terhadap kredit KMK yaitu 36 bulan namun sampel debitur dalam penelitian ini memiliki jangka waktu pada kisaran enam sampai 24 bulan. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, variabel jangka waktu memberikan pengaruh yang positif terhadap besarnya realisasi KMK karena koefisien variabel ini positif yaitu sebesar 21375 maka semakin tinggi besar pengajuan kredit debitur akan berpengaruh terhadap peningkatan realisasi KMK BPR MDM sebesar 21375. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana semakin panjang jangka waktu kredit yang ditetapkan terhadap debitur maka akan semakin besar realisasi KMK yang akan diperoleh oleh debitur. Kesimpulan ini tidak sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana debitur dengan jangka waktu kredit dua belas sampai delapan belas bulan memperoleh realisasi tertinggi. Analisis ini mengindikasikan bahwa jangka waktu KMK BPR MDM disesuaikan dengan kemampuan membayar debitur karena jangka waktu erat hubungannya dengan besarnya angsuran yang akan dibayar debitur setiap bulannya.
77
VIII 8.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut : 1.
Karakteristik debitur KMK BPR MDM yang menjadi responden dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a.
Karakteristik individu : proporsi terbesar responden berada pada usia 5 tahun yaitu mencapai 40 persen, berjenis kelamin pria yaitu 80 persen dan jumlah tanggungan keluarga maksimum tiga orang yaitu 80,33 persen.
b.
Karakteristik usaha : pendapatan bersih per bulan diantara maksimum dua juta rupiah dan jenis usaha adalah jenis usaha agribisnis.
c.
Karakteristik kredit : proporsi terbesar frekuensi peminjaman kredit satu kali, jumlah kredit yang diajukan pada kisaran dua sampai empat juta rupiah, nilai agunan pada kisaran dua sampai lima juta rupiah, bunga efektif antara 40-42 persen dan jangka waktu kredit dua belas sampai delapan belas bulan.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KMK pada BPR MDM adalah sebagai berikut : a.
Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi KMK pada BPR MDM adalah variabel pendapatan usaha bersih per bulan, frekuensi kredit, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan dan jangka waktu pada tingkat kepercayaan 95 persen.
b.
Usia, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, jenis usaha dan jangka waktu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi KMK BPR MDM.
8.2
Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka beberapa saran yang
dapat disampaikan antara lain : 1.
BPR MDM hendaknya lebih memperhatikan persyaratan kredit khususnya mengenai pendapatan bersih per bulan, frekuensi kredit, pengajuan kredit,
nilai agunan dan jangka waktu kredit sehingga jumlah realisasi KMK pada BPR MDM dapat meningkat. Hal ini sebagai salah satu cara agar performance KMK proporsinya terus meningkat dibandingkan kredit lainnya seperti kredit konsumsi dan kredit investasi. 2.
Diharapkan bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis perbandingan penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian kredit KMK untuk usaha mikro dengan kredit lainnya sehingga bisa diketahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi kinerja masing-masing kredit tersebut.
79
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih S. 2003. Regulasi Dalam Revitalisasi Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia. http://www.lfip.org. [25 Oktober 2010]. Atmadja LS. 2009. Statistika untuk bisnis dan ekonomi. Yogyakarta: ANDI. [Depkop] Departemen Koperasi. 2009. Statistik Usaha Kecil dan Menengah 2007-2008. Jakarta. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Data Performance PT. BPR Mitra Daya Mandiri. 2010 Hendayana R, Bustaman. 2007. Fenomena Lembaga Keuangan Mikro Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Pedesaan. [abstrak]. Hasil Penelitian Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor: BPPTP. Herri et al. 2006. Studi Peningkatan Peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam Pembiayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Sumatera Barat. Hasil Penelitian kerjasama antara Bank Indonesia dan Center for Banking Research (CBR)-Andalas University. Sumatera Barat. Hutagaol. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) Di Sektor Agribisnis (Kasus Pada BRI Unit Cigombong-Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kasmir. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. Lubis
AM. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Dan Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (Kasus BRI Unit Cibungbulang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Mankiw NG. 2006. Principle of Economics. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat. Mardianingsih D. 2006. Analisis Penyaluran dan Pengembalian Kredit Dana Bergulir Reksa Desa Sebagai Model Pendanaan Usaha Mikro di Wilayah Pembangunan Bogor Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mulyarto EP. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Safitri I. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Pada Nasabah BRI Unit Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saragih B. 2010. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor: IPB Press. Sari GW. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Di Wilayah Pedesaan Dan Perkotaan (Kasus Pada BRI Unit Ciampea Dan BRI Unit Citeureup) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siamat D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sinungan M. 2000. Manajemen Dana Bank Edisi Dua. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sunyoto D. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Jakarta: Media Pressindo. Sutrisno J, Lestari S. 2006. Kajian Usaha Mikro Indonesia. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM 2:13-25. Walpole R. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. BPR Mitra Daya Mandiri
RUPS/RUPSLB
DEWAN KOMISARIS
INTERNAL CONTROL
DEWAN DIREKSI PERSONALIA
MARKETING UNIT HEAD
OPERATION UNIT HEAD
SUPPORT UNIT HEAD
FUNDING UNIT
BRANCH UNIT HEAD
83
Lampiran 2. Formulir Kredit Umum BPR Mitra Daya Mandiri
84
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Realisasi = 1092999 - 998 Umur - 18317 Jenis Kelamin + 26017 Tanggungan Keluarga + 0,0319 Pendapatan Usaha - 56746 Jenis Usaha+ 21171 Frekuensi Kredit + 0,640 Pengajuan + 0,0292 Nilai Agunan17519 Bunga Efektif + 21375 Jangka Waktu Predictor Constant Umur Jenis Kelamin Tanggungan Keluarga Pendapatan Usaha Jenis Usaha Frekuensi Kredit Pengajuan Nilai Agunan Bunga Efektif Jangka Waktu S = 429378
Coef 1092999 -998 -18317 26017 0,03194 -56746 21171 0,63990 0,029236 -17519 21375
R-Sq = 79,7%
SE Coef 1571544 5038 106376 30461 0,04237 91579 27780 0,04590 0,007842 35964 14082
T 0,70 -0,20 -0,17 0,85 1,75 -0,62 1,76 13,94 3,73 -0,49 1,92
P 0,488 0,843 0,864 0,395 0,045 0,537 0,048 0,000 0,000 0,627 0,032
VIF 1,5 1,1 1,6 1,1 1,1 1,1 1,4 1,7 1,3 1,4
R-Sq(adj) = 77,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 104 114
SS 7,52215E+13 1,91740E+13 9,43955E+13
MS 7,52215E+12 1,84365E+11
F 40,80
P 0,000
Durbin-Watson statistic = 1,88241
85
Lampiran 4. Normal Probability Plot Komponen Standardized Residual Menurut Persentase (Realisasi KMK BPR MDM) Normal Probability Plot of the Residuals (response is Realisasi)
99,9 99 95
Percent
90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0,1
-3
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
3
Lampiran 5. Plot Komponen Standardized Residual Menurut Variabel Dependent (Realisasi KMK BPR MDM) Residuals Versus Realisasi (response is Realisasi)
Standardized Residual
2 1 0 -1 -2 -3 1000000
2000000
3000000 Realisasi
4000000
5000000
86