FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KB IMPLAN DI DESA PAGERSARI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG Ira Bontong*) Masruroh**) Gipta Galih Widodo**) PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN Email :
[email protected] ABSTRAK Faktor yang mempengaruhi menurunnya penggunaan kontrasepsi implant yaitu dari faktor pasangan (motivasi dan rehabilitasi): umur, gaya hidup, jumlah keluarga, pengalaman, sikap, dukungan suami. Faktor kesehatan (absolute atau relative: status kesehatan, pemeriksaan fisik. Metode kontrasepsi: efektifitas, efek samping, kerugian komplikasi, biaya, pengetahuan Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan pendekatan cross sectional , jumlah sampel 88 orang diambil dengan metode proportional random sampling. Alat ukut yang digunakan untuk mengukur pemakain implan menggunakan kuesioner. Umur, pengetahuan dan dukungan suami merupakan variabel independent dan pemakaian KB implan merupakan variabel dependent. Analisis data menggunakan Program Statistic Package for the social science (SPSS). Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur > 35 tahun sebanyak 65 orang (73,9%), mendapat dukungan suami sebanyak 52 orang (59,1), dan pengetahuan kurang sebanyak 42 orang (42,7%). Analisis bivariat menggunakan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara umur dengan pemakaian KB implant dengan nilai p-value = 0,040, dukungan suami menunjukkan ada hubungan dengan pemakaian KB implant dengan nilai p-value = 0,036, ada hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian KB implant dengan nilai p-value = 0,000 Terdapat hubungan antara umur, pengetahuan, dan dukungan suami dengan pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.
Kata Kunci
: Umur, pengetahuan, dukungan suami, pemakaian KB implant
Kepustakaan : 28 (2005 - 2015)
The Factors Associated with the Use of Contraceptive Implant at Pagersari Village Bergas Sub-district Semarang Regency (xv + 87 pages + 11 tables + 9 appendices) ABSTRACT The influencing factors of decreased use of contraceptive implant of the factors of the couple (motivation and rehabilitation): age, lifestyle, family size, experience, attitude, husband’s support, of the health factors (absolute or relative): health status, physical examination, and of the methods of contraception: effectiveness, side effects, complications losses, costs, and knowledge. This study aims to find the factors associated with the use of contraceptive implant at Pagersari Village Bergas Sub-district Semarang Regency. This was a correlative study with cross sectional approach. The samples in this study were 88 respondents that sampled by using proportional random sampling technique. The instrument to assess the use of implants used questionnaires. Age, knowledge and husband’s support as the independent variable and the use of contraceptive implant was the dependent variable. The data analysis used the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) software. The bivariate analysis used Chi-square test. The results of the univariate analysis indicate that the respondents are mostly in the age group of >35 years as many as 65 respondents (73.9%), who have husband’s support as many as 52 respondents (59.1%), and who have poor knowledge as many as 42 respondents (42.7%). The result of bivariate analysis by using chi-square test indicate that there is a correlation between age and the use of contraceptive implant with the p-value of 0.040, there is a correlation of husband’s support and the use of contraceptive implant with the p-value of 0.036, there is a correlation between knowledge and the use of contraceptive implant with the p-value of 0.000. There is a correlation between age, knowledge, and husband’s support and the use of contraceptive implant at Pagersari Village Bergas Sub-district Semarang Regency. : Age, Knowledge, Husband’ support, the use of contraceptive implant Bibliographies : 28 (2005 - 2015) Keywords
PENDAHULUAN Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar serta utama bagi wanita dan merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. Sasaran program KB terbagi menjadi dua yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung ditujukan kepada
Pasangan Usia Subur (15-49 tahun) yaitu pasangan suami istri yang ingin menunda jarak kelahiran dan pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi sedangkan sasaran tidak langsung yaitu pelaksana dan pengelola KB, yaitu petugas tenaga kesehatan berkewajiban memberikan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) pada pasangan usia subur dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010) Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Mengenah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), Implant (susuk) dan Sterilisasi (MOW, MOP). Di Indonesia pemakaian MKJP cenderung menurun. Di Indonesia metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (47,54%) dan terbanyak ke dua adalah pil (23,58%). IUD (11,7%), Implan (10,46%), Metoda Operasi Pria (MOP) sebanyak 0,69%, MOW (3,52%) dan kondom sebanyak 3,15% (Profil kesehatan Indonesia, 2015). Data pengguna KB aktif di Jawa Tengah adalah suntikan (56,7%), pil (14,5%), IUD (8,7%), Implan (11,5%), MOP (1,0%), MOW (5,3%) dan kondom (3,15%) (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2015). Program Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada tahun 2014 metode kontrasepsi Implan menduduki peringkat terendah nomor 3 setelah metode Kontrasepsi Mantap (Kontap) MOP dan IUD. Strategi peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti Implan, terlihat kurang berhasil, yang terbukti dengan jumlah pengguna Implan lebih sedikit dari program metode kontrasepsi mantap (Kontap) MOW,padahal target program MKJP KB Implan tahun 2015 adalah 10,46% dari cakupan target pencapaian 70%. Implant merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, yang dipasang pada lengan atas dan termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian Implant yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama yaitu 3 sampai 5 tahun, cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen dan kesuburan cepat kembali setelah Implant di lepas (Handayani, 2010). Menurut Notoadmojo (2010) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang dalam dan luar. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi secara umum turun dengan naiknya tingkat pendidikan wanita, semakin tinggi pendidikan wanita, semakin rendah presentase wanita yang kebutuhan KBnya tidak terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan KB menunjukkan hubungan positif dengan tingkat pendidikan.Pendidikan merupakan salah satu sarana meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan (BKKBN, 2013). Menurut SDKI (2007) apabila pasangan suami istri mempunyai sikap yang positif terhadap KB, maka mereka cenderung akan memakai alat kontrasepsi.
Terbentuknya sikap positif atau negatif terhadap salah satu alat kontrasepsi dipengaruhi juga terhadap pengetahuan tentang alat kontrasepsi tersebut. Menurut Hapsari (2009), banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan, efek samping, potensi, konsekuensi kegagalan/kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang diinginkan/direncanakan, persetujuan pasangan bahkan norma budaya lingkungan integral yang sangat tinggi dalam pelayanan KB.Alasan-alasan lain yang berkaitan dengan kondisi sosial pemilihan yaitu biaya terlalu mahal Suami mempunyai peranan sebagai kepala keluarga yang mempunyai peranan penting dan mempunyai hak untuk mendukung atau tidak mendukung apa yang dilakukan istri sehingga dukungan suami dalam penggunaan metode kontrasepsi sangat diperlukan. Dengan adanya dukungan suami mengenai kontrasepsi yang dipakai oleh istri menyebabkan pemakaian kontrasepsi dapat berlangsung terusmenerus yang merupakan usaha untuk penurunan tingkat fertilitas. Seringkali tidak adanya keterlibatan suami mengakibatkan kurangnya informasi yang dimiliki seorang suami mengenai kesehatan reproduksi terutama alat kontrasepsi (BKKBN, 2013). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa. Maka umur mempengaruhi pengunaan kontrasepsi. Umur di bawah 20 tahun dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda. Umur isteri antara 20-30 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak anatara kelahiran adalah 2-4 tahun jadi dianjurkan menggunakan kontrasepsi AKDR atau AKBK. Umur diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah 2 orang anak karena alasan medis dan alasan lainnya sehingga dianjurkan menggunakan kontrasepsi AKDR, AKBK, juga Kontrasepsi mantap (Wawan dan Dewi, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2016 di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang di Desa Pagersari adalah jumlah PUS 815 dimana yang ber KB adalah 685 dimana akseptor suntikan (69,9%), pil (9,3%), IUD (5,7%), Implan (9,8%), Kontap (3,2%). KB Implan Desa Pagersari masih jauh dari target 15%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi Implant masih rendah dan kurang dipilih oleh wanita usia subur (WUS), sehingga terlihat berbanding terbalik dengan tujuan pemerintah yang mencanangkan tingginya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti Implant. Berdasarkan wawancara pada 7 WUS yang tidak mau menggunakan metode kontrasepsi Implant, 2 WUS usia 26 dan 35 takut untuk menggunakan KB Implan, adanya perasaan takut dilihat dari proses pemasangan/saat dilakukan insisi, 2 WUS mengatakan tidak didukung suami menggunakan KB Implan dikarenakan suami takut
bahaya karena pemasangan dilakukan di tangan istri, 3 ibu kurang tahu tentang macam, keuntungan, kerugian, efek samping, indikasi serta kontra indikasi dari KB Implan. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang mencari ada tidaknya hubungan dua variabel penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang pada tanggal 3-7 Agustus 2016. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang bulan Juli 2016 sebanyak 685 PUS. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 88 responden. Teknik pengambila sampel dalam penelitian ini adalah proportional random sampling.
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Umur Pemasangan KB Frekuensi Persentase (%) ≤35 Tahun 23 26,1 > 35 Tahun 65 73,9 Jumlah 88 100,0 Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar melakukan KB saat berumur > 35 tahun, yaitu sejumlah 65 orang (73,9%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan PUS tentang KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Pengetahuan tentang KB Implan Kurang Cukup Baik Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
42 31 15 88
47,7 35,2 17,0 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang KB implant, sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 42 orang (47,7%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Suami pada PUS dalam Memilih KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Dukungan Suami Tidak Mendukung Mendukung Jumlah
Frekuensi 36 52 88
Persentase (%) 40,9 59,1 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden merasa mendapat dukungan suami untuk memilih KB Implan, yaitu sejumlah 52 orang (59,1%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemakaian KB Implan pada PUS dalam Memilih KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Pemakaian KB Implan Tidak Memakai Implan Memakai Implan Jumlah
Frekuensi 64 24 88
Persentase (%) 72,7 27,3 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar PUS di Desa Pagersari, Kecamatan Bergas tidak memakai KB implant, yaitu sejumlah 64 orang (72,7%). Sedangkan yang memakai KB Implan sejumlah 24 orang (27,3%).
Analisis Bivariat Tabel 4.7 Hubungan Umur PUS dengan Pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
Umur ≤35 Tahun > 35 Tahun Total OR
Pemakaian KB Implan Tidak Implan Total Implan % % f f f % 21 91,3 2 8,7 23 100 43 66,2 22 33,8 65 100 64 72,7 24 27,3 88 100 5,572
²
p-value
4,224
0,040
CI 95% 1,15325,026
Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa nilai ² hitung 4,224 dengan pvalue 0,040. Oleh karena p-value 0,040 < α (0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan pemakaian KB implant di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa tingkat resiko antara faktor umur dengan pemakaian KB Implan ditunjukkan dengan nilai OR sebesar 5,572 sehingga dapat dinyatakan bahwa ibu yang berumur ≤ 35 tahun tahun 5,5 kali beresiko lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur > 35 tahun. Nilai CI = 1,153-25,026 artinya ibu yang berumur ≤ 35 tahun memiliki resiko terenda 1,153 kali dan resiko tertinggi 25,026 kali untuk memakai KB Implan. Tabel 4.8 Hubungan Pengetahuan PUS dengan Pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total
Pemakaian KB Implan Tidak Implan Total Implan % % f f f % 41 97,6 1 2,4 42 100 22 71,0 9 29,0 31 100 1 6,7 14 93,3 15 100 64 72,7 24 27,3 88 100
²
p-value
46,171
0,000
Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa nilai ² hitung 46,171 dengan pvalue 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < α (0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan PUS dengan dengan pemakaian KB implant di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.
Tabel 4.9 Hubungan Dukungan Suami dengan Pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Pemakaian KB Implan Tidak Implan Dukungan Total Implan Suami % % f f f % Tdk Mendukung 31 86,1 5 13,9 36 100 Mendukung 33 63,5 19 36,5 52 100 64 72,7 24 27,3 88 100 Total 3,570 OR
²
p-value
4,419
0,036
CI 95% 1,18810,728
Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa nilai ² hitung 4,419 dengan pvalue 0,036. Oleh karena p-value 0,036 < α (0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan dengan pemakaian KB implant di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa tingkat resiko antara faktor dukungan suami dengan pemakaian KB Implan ditunjukkan dengan nilai OR sebesar 3,570 sehingga dapat dinyatakan bahwa ibu yang mendapat dukungan suami 3,5 kali beresiko lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan suami. Nilai CI = 1,188-10,728 artinya ibu yang mendapat dukungan suaminmemiliki resiko terendah 1,188 kali dan resiko tertinggi 10,728 kali untuk memakai KB Implan. PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran umur PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Hasil penelitian menunjukkan dari 88 responden yang menggunakan KB sebagian kecil berumur < 35 tahun yaitu sejumlah 23 responden ( 26,1%). Pada usia tersebut adalah usia yang tepat dalam menikah dan bereproduksi karena organ-organ reproduksi sudah matang. Selain itu, aspek umur berhubungan dengan masa subur untuk melahirkan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Winkjosastro (2007), bahwa kehamilan dan persalinan dalam kurun reproduksi sehat adalah 20-35 tahun. Salah satu kesiapan fisik bagi seorang ibu agar dapat hamil dan melahirkan bayi yang sehat adalah menyangkut faktor usia ibu pada saat hamil. Pada usia 20-35 tahun merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling rendah bagi ibu dan anak. Hasil penelitian didapatkan dari 88 responden sebagian besar yaitu umur > 35 tahun yang menggunakan KB yaitu sejumlah 65 tahun (73,9%). Dimana umur
perempuan yang berusia lebih dari 35 tahun akan mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil. Oleh karena itu kontrasepsi yang aman dan efektif untuk dipilih untuk jangka panjang adalah AKDR dan AKBK (Pinem, 2009). Gambaran dukungan suami tentang Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 88 responden PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sebagian besar mendapat dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi yaitu sejumlah 52 responden (59,1%). Sedangkan yang tidak mendapat dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi yaitu sejumlah 36 responden (40,9%). Dimana hal ini sejalan dengan teori Hartanto (2010) dimana metode kontrasepsi tertentu tidak dapat dipakai tanpa kerjasama pihak suami. Metode kesadaran akan fertilitas membutuhkan kerja sama dan saling percaya antara pasangan suami istri. Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 88 responden yang sebanyak 77 responden (87,5%) sebagian besar menjawab pernyataan kuesioner nomor 1 yang menyatakan responden mendapat dukungan suami secara emosional dan menyatakan bahwa suami menganjurkan saya untuk menggunakan metode kontrasepsi Implan, dan sebanyak 23 responden (26%) menjawab tidak pada pernyataan kuesioner nomor 3 yang berbunyi suami tidak pernah mengantar saya untuk melakukan kontrasepsi hal ini disebabkan karena suami tidak pernah meyakinkan ibu bahwa KB implant itu aman sebanyak 68,2% dan suami tidak mencari informasi tentang kontrasepsi implant sebanya 30,7% dari 88 responden, dengan demikian masih banyak suami yang tidak mengizinkan pasanganyya untuk menggunakan implan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan suami sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi (Taufik, 2011). Pada dukungan instrumental pada pernyataan kuesioner nomor 10 sejumlah 28 responden (31,8%) menyatakan bahwa suami tidak memberikan uang untuk biaya alat kontrasepsi hal ini disebabkan suami tidak mendukung dengan metode yang dipilh sebanyak 34% dan suami tidak memberikan izin untuk pemakaian kontrasepsi implant sebanyak 79,5%. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan suami merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dengan kata lain dukungan suami yang diberikan yaitu berupa dukungan ekonomi yang diantaranya memenuhi kebutuhan istri dalam hal kesehatan (Friedman, 2008). Hal ini menyebabkan rendahnya pemakaian implan, dikarenakan kurangnya dukungan dari suami, baik secara dukungan emosional, penilaian, informasional dan instrumental. Gambaran pengetahuan PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 88 responden PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sebagian besar memiliki
pengetahuan kurang yaitu sejumlah 42 responden (47,7%), responden yang memiliki pengetahuan cukup yaitu sejumlah 31 (35,2%), dan yang memiliki pengetahuan baik yaitu sejumlah 15 responden (17,0%). Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 88 responden terdapat 51 responden (58%) memilih jawaban tidak berdasarkan kuesioner nomor 19 yang menyatakaan efek samping KB implant adalah ibu tidak mengalami haid dan 51 responden (58%) yang memilih jawaban ya berdasarkan kuesioner nomor 13 yang menyatakan KB implant tidak dapat dipakai ibu menyusui,jawaban tersebut menunjukkan bahwa masih beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang, hal ini disebabkan kebanyakan pengetahuan responden yang kurang mengenai alat kontrasepsi karena kurangnya kesadaran dari PUS untuk meningkatkan pengetahuan mengenai alat kontrasepsi ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran mereka dalam mengikuti penyuluhan tentang alat kontrassepsi ataupun konsultasi ke tenaga kesehatan tentang alat kontrasepsi. Hal ini tidak sesuai dengan teori Notoadmojo (2007) yang menyatakan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi meiliki kemungkinan dua kali lebih besar menggunakan metode kontrasepsi yang lebih aman dan efektif termasuk pemakaian Implan (AKBK). Gambaran akseptor KB implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 88 responden PUS di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang sebagian besar bukan merupakan akseptor KB Implan yaitu sejumlah 64 responden (72,7%), dan yang merupakan akseptor KB implan sejumlah 24 responden (27,3%) hal ini disebabkan karena belum terbiasanya masyarakat setempat dalam penggunaan kontrasepsi implan dan pandangan bahwa implan dapat berpindah tempat apabila dipakai untuk mengangkat beban yang berat. Keluhan lain yaitu adanya darah dan pus pada tempat insisi, nyeri pada lengan yang dipasang implan, adanya perdarahan bercak dapat mempengaruhi dalam pemilihan alat kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan teori mengenai efek samping dari pemasangan implan antara lain: amenorhea, perdarahan bercak, kehilangan berat badan, infeksi pada daerah insisi (Handayani, 2010) Analisis Bivariat Hubungan umur ibu dengan penggunaan KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Dari hasil penelitian umur < 35 tahun dengan jumlah responden yang tidak memakai implan yaitu 21 responden (91,3%) umur ini lebih baik tidak menggunkan implan sejalan dengan teori Long dalam Nursalam (2001) ada pengaruh antara umur dengan pemilihan kontrasepsi.
Perempuan yang berumur < 35 tahun lebih dianjurkan untuk menggunakan KB pil, ataupun suntik dikarenakan dapat dipakai selama 2-4 tahun sesuai dengan jarak kehamilan yang aman untuk ibu dan anak. Dari 24 responden (27,3%) yang memakai implan terdapat 22 responden (33,8%) yang lebih memilih menggunakan KB implan di umur > 35 tahun dan terdapat 2 responden (8,7%) yang memakai implan di umur ≤ 35 tahun. Dimana ibu yang berumur > 35 tahun yang memilih menggunakan KB Implan dikarenakan ibu mengatakan bahwa ingin memakai KB yang jangka panjang dan tidak ingin memakai KB yang bisa mengganggu saat berhubungan, juga beberapa ibu merasa tidak ada keluhan saat menggunakan KB Implan dan merasa cukup memiliki anak dan takut apabila di umur mereka sekarang hamil lagi sehingga mereka lebih memilih menggunakan KB Implan. Hal ini sejalan dengan teori Pinem (2009) dimana usia > 35 tahun akan mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil. Oleh karena itu kontrasepsi yang aman dan efektif dipilih untuk jangka panjang adalah AKDR dan AKBK Hubungan dukungan suami dengan pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square di dapat pvalue 0,036. Oleh karena p-value = 0,036 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan suami dengan penggunaan KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Dimana dari 88 responden terdapat 64 responden (72,7%) yang tidak menggunakan KB Implan yaitu terdiri dari yang mendapat dukungan suami sejumlah 35 responden (39,8%) dan yang tidak mendapat dukungan suami sejumlah 29 responden (33,0%). Selain itu, terdapat 24 responden yang menggunakan KB Implan dan seluruhnya mendapat dukungan dari suami yaitu 24 responden. Dilihat dari hasil penelitian bahwa responden yang menggunakan KB Implan yang mendapat dukungan dari suami yaitu 19 responden dari 24 responden. Hal ini terjadi karena anggapan masyarakat di Desa Pagersari, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang bahwa keputusan keluarga ditangan suami. Sehingga pembicaraan antara suami dan istri mengenai keluarga berencana selalu menjadi prasyarat dalam penerimaan KB, tidak adanya diskusi tersebut dapat menjadi halangan terhadap pemakaian KB. Sedangkan 5 responden yang memakai implan tidak mendapatkan dukungan suami dikarenakan tidak adanya diskusi antara suami istri mungkin merupakan cerminan kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu persoalan, atau sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek seksual. Apabila pasangan suami istri mempunyai sikap positif terhadap KB, maka mereka cenderung akan memilih untuk menggunakan KB Implan.
Hubungan pengetahuan PUS dengan pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square di dapat pvalue 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Dimana dari dari 88 responden terdapat 42 responden (47,7%) yang tidak menggunakan KB implan memiliki tingkat pengetahuan kurang mengenai KB implan, dan dari 31 responden (35,2%) yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sebagian besar tidak menggunakan KB implan yaitu sejumlah 22 responden (22,5%) sedangkan yang menggunakan KB Implan sejumlah 9 responden (8,5%). Selain itu, dari 15 responden (17,1%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebagian besar menggunakan KB implan yaitu sejumlah 14 responden (93,3%) sedangkan yang tidak menggunakan KB Implan sejumlah 1 responden (6,7%) . Dari 24 responden (27,3%) yang memakai implan sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik yaitu sejumlah 14 responden (93,3%) hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan respoonden yang baik mengenai KB implan akan memberikan dampak yang positif dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan KB implan. Dimana hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung lainnya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pemakaian KB Implan di Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang, dimana dalam penelitian ini mengambil 88 sampel yang terdiri dari akseptor KB, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran umur ibu seluruh akseptor KB di Desa Pagersari yang berumur > 35 tahun yaitu sebanyak 65 orang (73,9%). 2. Gambaran dukungan suami mengenai Implan di Desa Pagersari yang mendukung yaitu sebanyak 52 orang (59,1%). 3. Gambaran pengetahuan ibu mengenai implan di Desa Pagersari yang pengetahuan kurang yaitu sebanyak 42 orang (47,7%). 4. Gambaran akseptor KB yang menggunakan KB Implan di Desa Pagersari sebanyak 24 orang (27,3%). 5. Ada hubungan antara umur ibu dengan rendahnya pemakaian KB Implan di Desa Pagersari dengan p-value = 0,040 < α (0,05) 6. Ada hubungan antara dukungan suami dengan rendahnya pemakaian KB Implan di Desa Pagersari dengan p-value = 0,036 < α (0,05) 7. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan rendahnya pemakaian KB Implan di Desa Pagersari dengan p-value = 0,000 < α (0,05)
DAFTAR PUSTAKA Anggraini dan Martini. (2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Rohima Press. BKKBN . www. Bkkbn Jateng. go.id . Jakarta. 2013 Friedman. (2008). Keperawatan Keluarga : Teori Dan Praktik (edisi 3). Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Handayani. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarata : Pustaka Rihama; 2010 Hartanto. (2010). Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan; 2004. Hapsari. (2009). Analisa Deskriptif Penggunaan KB Implan di Kecamatan Tugurejo Kota Semarang. Skripsi. UNIMUS. Hidayat. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika ; 2012 Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2010 Profil Kesehatan Indonesia 2015 Profil Kesehatan Jawa Tengah 2015 Sarwono. (2008). Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.. Wawan dan Dewi. (2011). Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta. Medical Books. Wiknjosastro. (2007). Ilmu kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.