Faktor Risiko Kejadian Kanker Paru pada Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2011-2012 Salsabila Benazir1*), dr. Yovsyah, M.Kes2*) 1
2
Program Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *)
Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, baik yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian kanker paru pada pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) Tahun 2011-2012. Desain penelitian ini adalah kasus kontrol dan dianalisis secara univariat dan bivariat. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dan rawat jalan di bagian pulmonologi RSCM dan memiliki catatan rekam medis yang lengkap. Hasil penelitian menunjukkan pasien laki-laki memiliki risiko 2,05 (95%CI = 1,062-3,974) kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien perempuan. Untuk tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 0,23 (95% CI=0,08-0,64) kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan, pasien yang merokok memiliki risiko 3,19 (95% CI = 1,632,23) kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien yang tidak merokok, pasien yang merokok ≥ 20 batang per hari memiliki risiko 7,62 (95%CI = 2,00-28,97) kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok, dan pasien yang merokok selama 1-24 tahun memiliki risiko 3,87 (95% CI = 1,89-7,91) kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok. Kata Kunci : Kanker Paru, Faktor Risiko, RSCM ABSTRACT Lung cancer is all of malignant lung disease , including malignancy derived from the lung itself or from extrapulmonary malignancy. This hospital-based-case-control study aims to determine risk factors of lung cancer incidence in Inpatient and Outpatient at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in Jakarta 2011-2012. The samples in this study were patients undergoing inpatient and outpatient at pulmonologi RSCM and have a complete medical record. Results showed that male patients had a risk of 2.05 (95% CI = 1.062 to 3.974) times greater for lung cancer than women. For the low education levels have an increased risk of 0.23 (95% CI=0.08-0.64) times greater for lung cancer than patients with higher education levels. The results also showed that patients who smoke have a risk of 3.19 (95% CI = 1.63 to 2.23) times greater for lung cancer than non-smokers, patients who smoked ≥ 20 cigarettes per day had a risk of 7.62 (95% CI = 2.00 to 28.97) times greater than patients who did not smoke, and patients who smoked for 1-24 years had a risk of 3.87 (95% CI = 1.89 to 7.91 ) times greater than patients who do not smoke. Key Word : Lung Cancer, Risk Factor, RSCM
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
PENDAHULUAN Salah satu penyakit kanker yang mengakibatkan kematian tertinggi di dunia adalah kanker paru. Sebanyak 1,3 juta penduduk dunia meninggal akibat kanker paru dan secara global, kanker paru merupakan kanker yang paling sering terdiagnosa sejak tahun 1985 dan memiliki insiden paling tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan kanker lainnya (WHO, 2004). Di Amerika, kanker paru merupakan penyebab kematian utama pada pria dan wanita Selama tahun 2012 di perkirakan akan ada 226.160 kasus baru kanker paru dan 160.340 orang Amerika akan meninggal akibat kanker paru. Di United Kingdom, kanker paru menempati peringkat ke-2 kasus penyakit kanker terbanyak atau sekitar 13% dari seluruh kasus baru penyakit kanker. Di Indonesia, kanker paru menempati peringkat ke-3 penyakit kanker terbanyak. Kanker paru masuk dalam 10 besar penyakit neoplasma ganas pada pasien rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit (Profil Kesehatan Indonesia, 2004&2005). Di RS Dharmais Jakarta pada tahun 2007, kanker paru menempati kasus ke-3 terbanyak setelah kanker payudara dan kanker serviks dengan jumlah 113 kasus, sedangkan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), kanker paru menempati peringkat ke-5 penyakit kanker terbanyak dengan jumlah 124 kasus pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 141 kasus pada tahun 2012. Apabila dilihat dari angka ketahanan hidup, penderita kanker memiliki angka ketahanan hidup yang relatif rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Cancer Institute pada tahun 1983-1998 menunjukkan bahwa angka ketahanan hidup 1 tahun penderita kanker paru hanya 41,8% dan angka ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker paru hanya 12,0%. Faktor risiko dari kanker paru juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa kanker paru disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah umur, merokok dan terpapar oleh asap rokok, terpapar oleh polusi udara di rumah atau tempat kerja seperti radon atau asbestos, dan mempunyai riwayat keluarga yang berkaitan dengan kanker paru (CDC). Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM) karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit rujukan nasional terbesar di Indonesia termasuk untuk penyakit kanker paru. TINJAUAN TEORITIS Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru mencakup keganasan dari paru sendiri (primer) atau penyebaran (metastasis) tumor dari organ lain/sekunder (Depkes, 2003). Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan se-sel paru yang normal menjadi abnormal
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
atau tidak terbatas dan merusak jaringan-jaringan sel yang normal. Pertumbuhan sel-sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar yang biasa disebut tumor ganas. Walaupun faktor risiko kejadian kanker paru belum diketahui secara pasti, menurut beberapa literatur dan penelitian-penelitian terdahulu terdapat beberapa faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker paru. Faktor risiko yang diduga paling berpengaruh terhadap kejadian kanker paru dan telah banyak penelitian serta bukti statistik yang menunjukkannya adalah merokok. Tiga penyelidikan prospektif yang melibatkan hampir 200.000 pria usia 50-69 tahun, yang diteliti selama 44 bulan menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker paru per 100.000 orang diantara mereka yang merokok 10 sampai 20 batang per hari adalah 59,3 dan pada mereka yang merokok 40 batang atau lebih per hari adalah 217,3 (Price&Wilson, 1982). Diperkirakan bahwa karsinogen atau metabolit lain dalam asap rokok dapat mempengaruhi fungsi gen gen kunci yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan sel epitel. Mutasi tertentu pada gen supresor kanker tertentu telah memperlihatkan terjadi dengan pajanan asap rokok yang lama. Apabila gen supresor tumor tidak berfungsi dengan baik, pembelahan sel yang tidak terkendali dapat terjadi dan mengakibatkan kanker (Corwin, 2008). Faktor risiko lainnya yang dianggap berpengaruh terhadap kejadian kanker paru adalah umur 40 tahun ke atas (Bahi Takkouche er.al, 1996), jenis kelamin laki-laki (America National Cancer Institute), ras kulit hitam (Ruano-Ravina et.al, 2002), riwayat kanker pada keluarga (Samet J.M, 1994), riwayat penyakit paru lainnya (Zheng et.al, 1987 ; Ruano-Ravina et.al, 2002), konsumsi alkohol (Bahi Takkouche et.al, 1996 ; American College of Chest Physicians), diet (Ruano-ravina et.al, 2002), bahan karsinogen di tempat kerja (Archer VE et. al ; Lubin JH et.al), Environmental Tobacco
Smoke (Beata Swiatkowska, 2007), jenis
pekerjaan (Jos H J Droste et.al , 1999), dan social ekonomi (Beata Siatkowska, 2007). METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah studi epidemiologi analitik dengan desain penelitian kasus kontrol dengan perbandingan kasus dengan kontrol adalah 1:1. Penelitian ini dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama bulan April hingga Mei 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani pelayanan rawat inap dan rawat jalan di bagian pulmonologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2012. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah pasien pulmonologi yang didiagnosis menderita kanker paru berdasarkan pemeriksaan sitologi sputum atau biopsy hispatologi yang tercatat dalam rekam medis pada tahun 2011-2012.
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
Sedangkan sampel kontrol adalah pasien yang tidak terdiagnosis sebagai kanker paru dilihat dari kode ICD 10 yang tercatat dalam rekam medis pada tahun 2011-2012, dalam penelitian ini yang diambil adalah penyakit terbanyak selain kanker paru di pulmonologi yaitu asma, efusi pleura, pneumonia, dan TB paru. Sampel diambil dengan menggunakan metode pengambilan convenience sample atau hanya mengambil sampel yang tersedia dan dapat dianalisis saja. Hasil perhitungan sampel minimal dengan menggunakan rumus kasus kontrol Lemeshow diperoleh sebanyak 198 orang dengan 99 orang responden sebagai kasus dan 99 orang responden sebagai kontrol. Namun, sampel yang berhasil didapatkan pada penelitian ini tidak memenuhi sampel minimal yaitu hanya 150 orang dengan 75 orang responden sebagai kasus dan 75 orang responden sebagai kontrol. Tidak terpenuhinya jumlah sampel minimal dalam penelitian ini dikarenakan pasien kanker paru pada tahun 2011-2012 banyak yang masih dalam masa perawatan dan masa kontrol, sehingga sulit untuk melihat status rekam medis pasien karena status rekam medis masih diperlukan untuk keperluan kontrol/perawatan pasien. Peneliti melakukan analisis data menggunakan aplikasi statistik (software SPSS 13.0 for windows). Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. HASIL PENELITIAN Pada pasien yang memiliki umur ≥ 40 tahun, presentase kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 77,3% dan persentase kelompok kontrol sebesar 72,0%. Sedangkan pada pasien yang memiliki umur < 40 tahun, persentase kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase kelompok kontrol sebesar 28,0% dan persentase kelompok kasus sebesar 22,17%. Dengan nilai odds ratio sebesar 1,33 (95% CI 0,634-2,778) menunjukkan bahwa pasien yang berumur ≥ 40 tahun memiliki peluang sebesar 1,33 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan dengan pasien yang berumur < 40 tahun. Namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (nilai-p = 0,574) Pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki persentase kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 66,7% dan persentase kelompok kontrol sebesar 49,3%. Sedangkan pada pasien yang berjenis kelamin perempuan persentase kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase kelompok kontrol sebesar 50,7% dan persentase kelompok kontrol sebesar 33,3%. Dengan nilai odds ratio sebesar 2,05 (95% CI 1,062-3,974) menunjukkan bahwa pasien yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang sebesar 2,05 kali lebih besar
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
untuk terkena kanker paru dibandingkan dengan pasien yang berjenis kelamin perempuan dan hubunga ini bermakna secara statistik (nilai-p = 0,047) Tabel 1. Hubungan antara Faktor Risiko Kejadian Kanker Paru dengan Kejadian Kanker Paru di RSCM Tahun 2011-2012 Variabel
Kasus
Kontrol
N
%
N
%
≥ 40 Tahun
58
77,3
54
72,0
< 40 Tahun
17
22,17
21
28,0
Laki-laki
50
66,7
37
49,3
Perempuan
25
33,3
38
50,7
Dasar
17
22,7
37
Menengah
42
56,0
Lanjut
16
Ya Tidak
P- value
OR
OR (95%CI)
0,574
1,33
0,634-2,778
0,047
2,05
1,062-3,974
49,3
0,005
0,23
0,08-0,64
30
40,0
0,471
0,70
0,26-1,84
21,3
8
10,7
7
9,3
2
2,7
68
90,7
73
97,3
Ya
45
60,0
24
32,0
Tidak
30
40,0
51
68,0
Tidak Merokok
29
38,7
51
68,0
<20 batang/hari
33
44,0
21
28,0
0,147
2,76
0,70-10,85
≥20 batang/hari
13
17,3
3
4,0
0,003
7,62
2,00-28,97
Tidak Merokok
30
40,0
51
68,0
1-29 tahun
41
54,7
18
22,7
0,000
3,87
1,89-7,91
≥ 30 tahun
4
5,3
6
8,0
0,855
1,13
0,29-4,34
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Riwayat
1,00
Kanker
Keluarga 0,166
3,76
0,75-18,72
0,001
3,19
1,63-2,23
Status Merokok
Jumlah
Rokok
yang Dihisap 1,00
Lama Merokok 1,00
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
Pada pasien dengan tingkat pendidikan rendah persentase kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase kelompok kontrol sebesar 49,3% dan persentase kelompok kasus sebesar 22,7%. Pada pasien dengan tingkat pendidikan menengah terlihat bahwa persentase kelompok kasus lebih tinggi dibandingan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 56,0% dan persentase kelompok kontrol sebesar 40%. Dan terakhir pada pasien dengan tingkat pendidikan lanjut persentase kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 21,3% dan persentase kelompok kontrol sebesar 10,7%. Dari nilai odd ratio yang diperoleh menunjukkan pasien yang memiliki tingkat pendidikan dasar mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 0,23 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki tingkat pendidikan lanjut dan hubungan ini bermakna secara statistik (nilai p = 0,005). Sedangkan pada pasien yang memiliki tingkat pendidikan menengah mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 0,70 kali lebih besar dibandingkan pasien yang memiliki tingkat pendidikan lanjut namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (nilai p = 0,471). Pada pasien yang memiliki riwayat kanker keluarga persentase pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 9,3% dan persentase kelompok kontrol sebesar 2,7%. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat kanker keluarga persentase pada kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase pada kelompok kontrol sebesar 97,3% dan persentase pada kelompok kasus sebesar 90,7%. Dengan nilai odds ratio sebesar 3,76 (95% CI 0,75-18,72) menunjukkan bahwa pasien yang memiliki riwayat kanker keluarga memiliki peluang sebesar 3,76 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat kanker keluarga, namun hubungan ini dinilai bermakna secara statistik (nilai-p = 0,116). Pada pasien yang merokok persentase pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 60% dan persentase kelompok kontrol sebesar 32%. Sedangkan pada pasien yang tidak merokok persentase kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase kelompok kontrol sebesar 68% dan persentase kelompok kasus sebesar 40%. Dengan nilai odds ratio sebesar 3,19 (95%CI 1,63-2,23) menunjukkan bahwa pasien yang merokok memiliki peluang sebesar 3,19 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok dan hubungan ini bermakna secara statistik (nilai-p = 0,001).
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
Pada pasien yang merokok kurang dari 20 batang per hari persentase pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 44,0% dan persentase kelompok kontrol sebesar 28,0%. Dan pada pasien yang merokok 20 batang per hari atau lebih persentase pada kelompok kasus juga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase kelompok kasus sebesar 17,3% dan persentase kelompok kontrol sebesar 4,0%. Dari nilai odds ratio yang diperoleh dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa pasien yang merokok < 20 batang per hari mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 2,76 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok, namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (nilai-p = 0,147). Sedangkan pada pasien yang merokok ≥ 20 batang per hari mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 7,62 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok dan hubungan ini bermakna secara statistik (nilai-p = 0,003) Pada pasien yang merokok selama 1-29 tahun persentase kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan persentase pada kelompok kasus sebesar 54,7% dan persentase kelompok kontrol sebesar 22,7%. Dan pada pasien yang merokok selama 30 tahun atau lebih persentase pada kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kasus, dengan persentase kelompok kontrol sebesar 8,0% dan persentase kelompok kasus sebesar 5,3%. Dari nilai odds ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa pasien yang merokok selama 1-29 tahun mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 3,87 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok dan hubungan ini bermakna secara statistik (nilai-p = 0,000). Sedangkan pada pasien yang merokok selama ≥ 30 tahun mempunyai kecenderungan untuk terkena kanker paru sebesar 1,13 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok, namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (nilai-p = 0,855). PEMBAHASAN Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dan kekuatan. Kelemahan penelitian ini diantaranya adalah penelitian ini menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien poliklinik pulmonologi Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo sehingga validitas data yang diperoleh sangat tergantung pada informasi dari formulir rekam medis tersebut. Selain itu, tempat penelitian ini adalah rumah sakit sehingga tidak dapat diambil suatu generalisasi ke dalam populasi namun hanya dapat dilakukan generalisasi pada rumah sakit yang mempunyai tipe yang sama dengan derajat kesehatan masyarakat yang sama. Sebagian pasien juga memiliki catatan rekam medis yang tidak lengkap, terutama untuk variabel yang
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
berkaitan dengan rokok seperti status merokok, jumlah rokok yang dihisap, dan lama merokok yang tidak terdapat pada data dasar bagian perilaku pasien dalam formulir rekam medis. Kemudian , tidak semua variabel yang menjadi faktor risiko kejadian kanker paru dapat diambil untuk diteliti, karena harus disesuaikan dengan ketersediaan informasi yang ada dalam rekam medis tersebut. Dan yang terakhir, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 pasien, dimana 75 adalah kasus dan 75 adalah kontrol. Namun jumlah sampel tersebut belum memenuhi jumlah sampel minimal yaitu 198 pasien dimana 99 untuk kasus dan 99 untuk kontrol. Hal ini dikarenakan banyak pasien kanker paru tahun 20112012 yang masih dalam masa perawatan atau masa kontrol, sehingga rekam medis pasien tersebut tidak dapat dilihat karena masih digunakan untuk keperluan perawatan atau kontrol pasien. Oleh karena itu kemungkinan penelitian ini menjadi kurang representatif. Sedangkan kekuatan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dimana kasus kontrol relatif murah dan mudah dilakukan. Penelitian ini cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang sehingga peneliti tidak perlu mengikuti perkembangan penyakit pada subyek yang telah mengalami penyakit dan tidak mengalami penyakit, lalu mencatat riwayat paparan mereka. Selain itu, subyek penelitian ini dipilih berdasarkan status penyakit, maka peneliti memiliki keleluasaan menentukan rasio ukuran sampel kasus dan kontrol yang optimal. Dan yang terakhir, penelitian ini dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap sebuah penyakit (Murti B, 1995). Penelitian ini menunjukkan bahwa umur tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian kanker paru. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini, 2011 dimana menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan kejadian kanker paru dan pasien yang berumur ≥ 40 tahun memiliki risiko 18 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru. Menurut Underwood 1996, insiden kanker meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya waktu interval laten yang lama antara mulai terkenanya agen karsinogenik sampai manifestasi klinis sebagai hasil terjadinya kanker. Tidak adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara umur dengan kejadian kanker paru dalam penelitian ini diduga disebabkan karena bias seleksi dalam pemilihan sampel kontrol. Pasien berjenis kelamin laki-laki memiliki risiko 2,05 kali lebih tinggi untuk terkena kanker paru dibandingkan dengan pasien yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini tahun 2011, dimana terdapat hubungan statistik yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kanker paru dan pasien yang
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
memiliki jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko 4,64 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan dengan pasien yang memiliki jenis kelamin perempuan. Hubungan jenis kelamin dengan kanker paru sering dikaitkan dengan kebiasaan merokok. Di seluruh dunia, sekitar 47% dari semua laki-laki dan 11% dari semua wanita adalah perokok dan secara global, rasio perbandingan laki-laki perokok dan wanita perokok diperkirakan 3:1 (Jha et al., 2002). Kanker paru lebih banyak ditemukan pada laki-laki kemungkinan akibat dari kebiasaan merokok, sehingga pada perempuan insidennya lebih rendah. Pasien dengan tingkat pendidikan rendah memiliki kecenderungan untuk mengalami kejadian kanker paru 0,23 kali lebih besar dibandingkan responden yang memiliki tingkat pendidikan lanjut. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan rendah memiliki efek perlindungan (protektif) terhadap kejadian kanker paru (OR<1). Sedangkan pada responden yang memiliki tingkat pendidikan menengah memiliki kecenderungan mengalami kejadian kanker paru 0,70 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan lanjut. Tingkat pendidikan menengah juga memiliki efek perlindungan terhadap kejadian kanker paru (OR<1). Namun secara statistik, hanya tingkat pendidikan dasar yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian kanker paru. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hashibe et.al, 2009 dimana terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kanker paru (nilai p<0,0001) dengan tingkat pendidikan lanjut dan menengah yang memiliki efek perlindungan terhadap kejadian kanker paru (OR=0,36 ; OR=0,41). Menurut Yang Mao, sangat mungkin bahwa gaya hidup yang tidak sehat terutama kebiasaan merokok (frekuensi dan intensitas inhalasi) lebih sering ditemukan pada orang yang berpendidikan rendah dan masih terjadi kesulitan untuk memisahkan efek sesungguhnya dari sosial ekonomi termasuk tingkat pendidikan dari efek pengganggu atau confounding terutama dari kebiasaan merokok yang berhubungan erat dengan status sosial (Swiatkowska B, 2007). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah memiliki risiko yang paling besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan dengan tingkat pendidikan menengah dan lanjut. Hal ini dapat disebabkan karena adanya bias seleksi dalam pengambilan sampel dan jumlah sampel yang tidak memenuhi perhitungan sampel minimal. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa riwayat kanker pada keluarga bukan merupakan faktor risiko kejadian kanker paru. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Amos CI et,al pada tahun 1992 menunjukkan bahwa keluarga sedarah terdekat dari penderita kanker apapun memiliki risiko 2,4 kali lebih untuk mengalami kejadian kanker
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
paru. Menurut Ruano-Ravina et.al, 2002, riwayat kanker keluarga merupakan salah satu faktor yang dicurigai memiliki asosiasi dengan kejadian kanker paru. Faktor risiko riwayat kanker keluarga diduga secara etiologi berhubungan dengan warisan genetik, kemungkinan di daerah gen supresor tumor dan proto-onkogen sehingga menimbulkan kecenderungan untuk meningkatkan gangguan biologis. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang merokok memiliki risiko 3,19 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu yang telah memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara merokok dengan kejadian kanker paru. Penelitian yang dilakukan oleh Nuraini P tahun 2011 menunjukkan bahwa pasien yang merokok memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker paru sebesar 4,7 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok dengan nilaip=0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kanker paru. Penelitian yang dilakukan oleh Stefani ED et.al, 2003 juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian kanker paru dengan OR 32,3 (95%CI 8,8-118,2) yang artinya responden dengan kebiasaan merokok memiliki risiko sebesar 32,3 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak merokok, Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu Z-Y et,al tahun 1996 yang menunjukkan bahwa merokok memiliki asosiasi dengan 2,7 kali (95%CI 2,0-3,3) peningkatan risiko kejadian kanker paru pada laki-laki dan 2,6 kali (95% CI 2,0-3,3) pada perempuan di Shenyang. Merokok merupakan risiko utama untuk kejadian kanker paru. Parkim DM et,al melaporkan bahwa diperkirakan sekitar
85-90% dari semua neoplasis paru berasal dari
kebiasaan merokok. Risiko untuk terkena kanker paru memiliki asosiasi dengan kebiasaan merokok juga bergantung pada beberapa faktor seperti usia awal merokok, durasi merokok, jumlah dan tipe rokok yang dihisap, serta frekuensi menghirup asap rokok. (Peto.R dalam Swiatkowska, 2007) Terdapat hubungan dose-response antara jumlah rokok yang dihisap dengan risiko kejadian kanker paru, yaitu semakin besar jumlah batang rokok yang dihisap per hari maka semakin besar risiko untuk mengalami kejadian kanker paru. Pasien yang menghisap rokok kurang dari 20 batang per hari memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker paru sebesar 2,76 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok sama sekali, namun hubungan ini tidak bermakna secara statistik (nilai p>0,005). Sedangkan pasien yang menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari memiliki risiko sebesar 7,62 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan pasien yang tidak merokok sama sekali,
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
dengan nilai p<0,005 hubungan ini dinilai bermakna secara statistik. Hal ini sejalan dengan Pada penelitian yang dilakukan oleh Minowa M di Yokosuka, Jepang tahun 1991 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah rokok yang dihisap dengan risiko kejadian kanker paru. Pada responden yang menghisap rokok sebanyak 1-19 batang per hari memiliki risiko 6,78 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan responden yang tidak merokok. Peneliti menduga tidak adanya hubungan yang signifikan pada pasien yang merokok kurang dari 20 batang per hari terhadap risiko kejadian kanker paru disebabkan oleh jumlah sampel yang kurang dan adanya bias seleksi dalam pemilihan kontrol pada penelitian ini. Durasi atau lama merokok merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam menentukan risiko kejadian kanker paru. Menghisap rokok 1 bungkus per hari selama 40 tahun lebih berisiko dibandingkan dengan menghisap rokok 2 bungkus selama 20 tahun, sehingga semakin lama durasi merokok maka semakin besar risiko untuk mengalami kejadian kanker paru (Peto R et.al dalam Swiatkowska, 2007). Dalam penelitian ini di dapatkan informasi bahwa pasien yang merokok selama 1-29 tahun memiliki risiko 3,87 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok, sedangkan untuk pasien yang merokok selama 30 tahun ke atas memiliki risiko 1,13 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Namun berdasarkan hasil uji statistik hanya merokok selama 1-29 tahun saja yang memiliki hubungan signifikan terhadap risiko kejadian kanker paru (p<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luo Ren-Xia di China tahun 1996 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama merokok dengan kejadian kanker paru. Responden yang merokok selama 1-29 tahun memiliki risiko 5,7 kali (95% CI 1,0-32,9) lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak merokok, sedangkan responden yang merokok selama lebih dari 30 tahun memiliki risiko 12,5 kali (95%CI 2,8-55,4) lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak merokok . Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Eduardo Stefani et.al di Uruguay pada tahun 2004 yang menunjukkan bahwa responden yang merokok selama 1-24 tahun memiki risiko 9,3 kali (95%CI 2,2-39,9) lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak merokok dan pada responden yang merokok dengan rentang waktu selama 25 hingga 44 tahun memiliki risiko sekitar 25 kali lebih besar untuk mengalami kejadian kanker paru dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proporsi penderita kanker paru adalah pasien dengan umur ≥ 40 tahun (77,3%), jenis kelamin laki-laki (66,7%), tingkat pendidikan menengah (56,0%), tidak memiliki riwayat kanker keluarga (90,7%), merokok (60%), menghisap rokok sebanyak < 20 batang per hari (44,0%), dan menghisap rokok selama 1-29 tahun (54,7%). Selain itu, berdasarkan penelitian ini terdapat beberapa variabel yang merupakan faktor risiko untuk kejadian kanker paru pada pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2011-2012. Variabel-variabel yang menjadi faktor risiko diantara adalah jenis kelamin laki-laki dengan OR = 2,05 (95%CI = 1,062-3,974), status merokok dengan OR = 3,19 (95% CI = 1,63-2,23), menghisap rokok ≥ 20 batang per hari dengan OR = 7,62 (95%CI = 2,00-28,97), dan menghisap rokok selama 1-24 tahun dengan OR = 3,87 (95% CI = 1,89-7,91). SARAN Sebagai upaya menurunkan kejadian kanker paru diperlukan adanya keterlibatan berbagai pihak seperti: a. Dinas Kesehatan dan Instansi Terkait Lainnya dengan penyebarluasan informasi mengenai penyakit kanker paru kepada masyarakat umum secara lebih aktif, terutama masyarakat yang berisiko tinggi yaitu mereka yang merokok, berumur ≥ 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan berpendidikan rendah. Penyebarluasan informasi ini dapat melalui media cetak ataupun media elektronik seperti web dan jejaring sosial yang sering digunakan oleh masyarakat terutama para kaum muda. Diharapkan dengan penyebarluasan informasi ini maka kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini meningkat. b. Masyarakat umum dengan menghindari faktor-faktor risiko menyebabkan terjadinya kanker paru dengan menjalani gaya hidup sehat dengan tidak merokok/mengurangi jumlah rokok yang dihisap/berhenti merokok, karena seperti yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang kuat dan dapat menyebabkan kejadian kanker paru. Tidak merokok atau berhenti merokok dapat mengurangi risiko terhadap penyakit kanker paru. c. Peneliti selanjutnya untuk sebaiknya dilakukan penelitian dengan analisis lebih dalam mengenai faktor risiko kejadian kanker paru dengan mengontrol variabel pengganggu sehingga dapat dilihat faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian kanker
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
paru dan menggunakan metode wawancara/kuesioner dengan pasien sehingga variabel yang diteliti dapat lebih banyak dan bervariasi. DAFTAR PUSTAKA A. Ruano-Ravinaa et. al. (2002). Lung cancer and related risk factors: an update. Public Health, 149–156. Alyson J. Littman, M. D. (2004). Prior Lung Disease and Risk of Lung Cancer in a Large Prospective Study. Cancer Causes & Control, 819-827. Danny R. Youlden et.al. (2008). The International Epidemiology of Lung Cancer. Journal of Thoracic Oncology, 819-831. DU, Y.-x. (1996). An epidemiological study of risk factors for lung. Lung Cancer, 9-37. Eduardo De Stefani et.al. (2004). Cigarette smoking and risk of large cell carcinoma. Lung Cancer, 267—274. Gustavsson et.al. (2000). Occupational Exposure and Lung Cancer Risk: A Population-based Case-Referent Study in Sweden. American Journal of Epidemiology, 32-40. Hood, A. (2002). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press . Jos H. J. Droste et.al. (1999). Occupational Risk Factors of Lung Cancer: A Hospital Based Case-Control Study. Occupational and Environmental Medicine, 322-327. Moira Chan-Yeung et.al. (2003). Risk factors associated with lung cancer in Hong Kong. Lung Cancer, 131-140. S. Jane Henley et. al. (2002). Leanness and Lung Cancer Risk: Fact or Artifact? Epidemiology, 268-276. Samet, J. M. (1994). Epidemiology of Lung Cancer. New York: Dekker. Świątkowska, B. (2007). Modifi able risk factors for the prevention of lung. Rep Pract Oncol Radiother, 119-124. Takkouche, B. (1996). The epidemiology of lung cancer: Review of risk factors and. European Journal of Epidemiology,, 341-349. William D. Travis et.al. (2004). Pathology & Genetics; Tumours of the Lung, Pleura,. Lyon: IARCPress. A Jeanne M van Loon, R. A. (1997). Socioeconomic status and lung cancer incidence in men in The Netherlands: is there a role for occupational exposure? Journal of Epidemiology and Community Health, 24-29.
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
Ann G. Schwartz, P. Y. (1996). Familial Risk of Lung Cancer among Nonsmokers and Their Relatives. American Journal of Epidemiology, 554-562. Annie J.S, R. M.-L. (2002). A case-control study of lung cancer in Casablanca, Morocco. Cancer Causes and Control , 609-616. B Ganesh, S. S. (2011). A Case-control Study of Risk Factors for Lung Cancer in Mumbai, India. Asian Pacific J Cancer Prevention, 357-362. C.A, N., Mark, A., Eva, M., & et, a. (2009). Epidemiological Risk Factors for Cancers of the Lung, Breast, Colon-rectum & Oral cavity: A case-control study in the Philippines. Acta Medica Philippina, 29-34. Consonni, D., Matteis, Lubin, J., & et, a. (2010). Lung Cancer and Occupation in a Population-based Case-Control Study. American Journal of Epidemiology, 323-333. Darren R Brenner, R. J.-S. (2010). RLeusenarcgh a rctiaclencer risk in never-smokers: a population-based case-control study of epidemiologic risk factors. BMC Cancer, 1-9. Eduardo De Stefania, H. D.-P. (2004). Cigarette smoking and risk of large cell carcinoma of the lung: a case-control study in Uruguay. Elsevier, 267-274. Františka Hrubá, E. F. (2009). Socioeconomic Indicators and Risk of Lung Cancer in Central and Eastern Europe. Central Europe J Public Health, 115-121. Ian Hunt, M. M. (2009). ABC of Lung Cancer. Singapore: Wiley-Blackwell. Karl-Heinz Jockel, W. A.-A. (1998). Occupational risk factors for lung cancer: a case-control study in West Germany. International Epidemiological Association, 549-560. Kreienbrock L, K. M. (2001). Case-Control Study on Lung Cancer and Residential Radon in Western Germany. American Journal of Epidemiology, 42-52. M Kreuzer, P. B. (2000). Gender differences in lung cancer risk by smoking: a multicentre caseÐcontrol study in Germany and Italy. British Journal of Cancer, 227–233. M. Minowa, S. H. (1991). A Case-Control Study of Lung Cancer with Special Reference to Asbestos Exposure. Envronmental Health Perspectives, 39-42. Matos E, V. M. (1998). Lung cancer and smoking: A case-control study in Buenos Aires, Argentina. Elsevier, 155-163. Mia Hashibe, B. S. (2010). Socioeconomic Status and Lung Cancer Risk in Nepal. Asian Pacific J Cancer Prevention, 1083-1088. Mostafa Hosseini, P. A. (2009). Environmental risk factors for lung cancer. International Journal of Epidemiology, 989-996. Nuraini, P. (2011). Faktor Risiko Kanker Paru di RSUP Persahabatan tahun 2009-2010. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013
Ren-xia Luo, B. W.-n.-w. (1996). Indoor burning coal air pollution and lung cancer-a casecontrol study in Fuzhou, China. Elsevier, 113-119. Underwood. (1999). Patologi Umum dan Sistematik . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Wiliiam D. Travis, E. b. (2004). Pathology and Genetics : Tumours of the Lung, Pleura, Thymus and Heart. Lyon: IARCPress. Yu-Tang, G. (1996). Risk factors for lung cancer among nonsmokers with. Elsevier, 39-45. American Lung Association. (2012). Lung Cancer Fact Sheet. Washington DC. http://www.lung.org/lung-‐disease/lung-‐cancer/resources/facts-‐figures/lung-‐cancer-‐fact-‐ sheet.html
Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta Price S.A, Wilson. (1982). Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC. Corwin Elizabeth J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Center of Disease Control and Pervention. (2013). Lung Cancer. USA.
World Health Organization (WHO). (2008). Cancer.
Cancer Search UK. (2012). Lung Cancer. London.
Faktor risiko…, Salsabila Benazir, FKM UI, 2013