PERBEDAAN PROPORSI PENDIDIKAN DAN FAKTOR LAIN PADA KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PASIEN HEMODIALISIS DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN 2014 Ayu Prieska Precilia Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Pasien gagal ginjal terminal dengan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis dapat meningkatkan harapan hidupnya, namun kualitas hidup yang rendah pada pasien tersebut masih banyak ditemui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor risiko pada kualitas hidup terkait kesehatan pasien hemodialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2014. Sebanyak 94 responden yang diteliti menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF dan ditemukan sebesar 51,1% responden memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk. Responden dengan kategori usia muda (75,5%), laki-laki (57,4%), berpendidikan tinggi (80,9%), berstatus tidak bekerja (66,0%), berpenghasilan rendah (61,7%), berstatus gizi baik menurut lingkar otot lengan atas (67,0%), memiliki komorbiditas (75,5%), dan dengan tingkat aktivitas fisik rendah (11,7%). Pendidikan memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup terkait kesehatan (p= 0,024, OR=4,324). Pendapatan memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup terkait kesehatan (p= 0,005, OR= 3,972). Ahli gizi dan staff dapat membantu meningkatkan pengetahuan pasien tentang terapi gizi terkait penyakitnya yang disesuaikan dengan pendapatannya, sehingga pasien dapat mempertahankan status gizinya dan meningkatkan kualitas hidupnya. Kata Kunci: Hemodialisis, kualitas hidup terkait kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
Abstract ESRD patient with maintenance hemodialysis therapy can increase its life expectancy, but its quality of life is found relatively low in many patients. This research is objected to know the difference proportion of some factors of health related quality of life (HRQOL) in hemodialysis patients. Among 94 samples of hemodialysis patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo were participated in this crossectional study.Using WHOQOLBREF questionnaire there was found 51,1% respondent have low HRQOL. Respondent within the young age category is 75,5%, proportion of male respondent is 57,4%, higher education category is 80,9%, unemployeed respondent is 66%, low income category is 61,7%, low nutrition status based on mid arm muscle circumference 67,0%, having comorbidity is 75,5%, and low activity level is 11,7%. Education has a significant relation with health related quality of life (p= 0,024, OR=4,324). Income has a significant relation with health related quality of life (p= 0,005, OR= 3,972). Dietitian and staff can help the patients to increase their knowledge on nutrition therapy that fit with their disease condition and income, so that patients be able to maintain their nutritional status and increase their quality of life. Keywords: Hemodialysis, health-related quality of life, education, and income.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Pendahuluan Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, berbagai penelitian membuktikan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan atau health-related quality of life (HRQOL) pada pasien dengan penyakit kronis menjadi penyebab yang berhubungan dengan mortalitas (Han et al., 2009). Salah satu jenis penyakit kronis yang dimaksud adalah penyakit ginjal kronis (PGK) stadium terminal atau gagal ginjal terminal (GGT). Pasien GGT dengan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis dapat meningkatkan harapan hidupnya, namun kualitas hidup yang rendah pada pasien tersebut masih banyak ditemui (Stojanovic & Stefanovic, 2007; Osthus et al., 2012; Yusop, 2013). Di Mesir pada penelitian Kamal et al., 2012 didapati sebesar 64% pasien hemodialisis memiliki kualitas hidup rendah. Di Indonesia sendiri, penelitian Nurcahyati, 2010 di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto dan penelitian Septiwi, 2010 di RSI Fatimah, Cilacap didapati sebesar 46,5% dan 47,4% pasien hemodialisis yang berkualitas hidup rendah. Kualitas hidup terkait kesehatan atau helath-related quality of life (HRQOL) digunakan sebagai pengukuran subjektif dampak penyakit terhadap aspek fisik, psikologis dan fungsi sosial pasien hemodialisis (Sathvik, 2009; Stojanovic & Stefanovic, 2007). Hasil pengukuran HRQOL dapat digunakan sebagai strategi penyembuhan pasien hemodialisis agar mendapatkan penanganan yang efisien dan pelayanan yang berkualitas (Kamal, 2012). Beberapa faktor yang berhubungan dengan HRQOL pada pasien hemodialisis adalah karakteristik pasien, yaitu usia (Osthus et al., 2012), jenis kelamin (Stojanovic & Stefanovic, 2007), pendidikan (Kamal et al., 2012), status bekerja (Septiwi, 2010), dan pendapatan (Stojanovic & Stefanovic, 2007). Status gizi menurut lingkar otot lengan atas (Janardhan et al., 2011). Faktor risiko lainnya adalah keadaan komorbiditas (Stojanovic & Stefanovic, 2007; Yusop et al.,2013) dan tingkat aktivitas fisik (Johansen et al., 2000; Anand et al., 2011; Jaar et al., 2013). Penelitian mengenai kualitas hidup pernah dilakukan sebelumnya, tetapi penelitian mengenai HRQoL yang dihubungkan dengan karakteristik pasien, status gizi, keadaan komorbiditas, dan tingkat aktivitas fisik belum pernah dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dari pemaparan tersebut, penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan faktor – faktor pada kualitas hidup terkait kesehatan atau health related quality of life (HRQOL) pada pasien hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2014.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Tinjauan Teoritis Kualitas hidup dan hubungannya dengan kesehatan atau kualitas hidup terkait kesehatan berawal dari model patologi kesehatan dan dampaknya, fokus pada pengukuran penurunan fisik dan mental, dan penurunan fungsi peran sosial. Definisi kualitas hidup terkait kesehatan yang digunakan saat ini adalah persepsi subjektif individu pada aspek kehidupan, seperti fungsi fisik dan sosial yang dipengaruhi oleh penyakit, terapi atau intervensi dan kebijakan kesehatan. Secara umum terdapat tiga domain kualitas hidup terkait kesehatan yang diukur, yaitu domain fisik, psikologi dan sosial (Patrick & Erickson, 1996; Bird et al., 2000; Irene, 2003; Avramovic & Stefanovic, 2011).
Terapi hemodialisis merupakan terapi
pengganti ginjal yang paling banyak digunakan oleh pasien GGT di dunia. Namun demikian, hemodialisis merupakan terapi yang memakan waktu yang lama, mahal dan membutuhkan pembatasan cairan dan diet. Pasien hemodialisis menahun akan berkurang kebebasannya, bertambah ketergantungan kepada perawat, terganggunya hubungan keluarga dan sosial, serta meningkatkan pengeluaran, sehingga dibandingkan dengan populasi secara umum pasien hemodialisis memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih rendah. Pada penelitian yang dilakukan Moreno et al., 1996 dan Sesso et al., 2003 menemukan bahwa semakin tinggi tingkat sosial ekonomi yang diindikasikan dengan tingkat pendidikan, pendapatan dan status bekerja berkorelasi positif terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien hemodialisis (Mollaoglu, 2013; Yusop et al., 2013). Status gizi didefinisikan sebagai kondisi kesehatan seseorang yang dipengaruhi asupan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Ketika tubuh mendapatkan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya, seseorang akan berada dalam status gizi normal atau baik. Di sisi lain, ketika asupan gizi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh akan terjadi malnutrisi, yaitu ketidakseimbangan gizi di dalam tubuh. Ginjal memiliki peran yang unik dalam metabolisme nutrisi di dalam tubuh dan karena progresivitas penyakit, pasien hemodialisis cenderung mengalami kurang gizi. Jenis dan derajat kurang gizi yang dialami tergantung lamanya terapi yang dijalani. Penurunan status gizi ini akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup terkait kesehatan. Keadaan komorbiditas didefinisikan sebagai ada atau tidaknya kondisi medis (penyakit atau gangguan) yang terjadi bersamaan atau sebelumnya pada organ selain ginjal, dapat juga merupakan penyebab timbulnya penyakit utama dan dapat berpengaruh pada prognosis penyakit tersebut. Meningkatnya jumlah pasien GGT berbanding lurus dengan peningkatan jumlah pasien diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler dan komorbiditas lainnya (Chang et
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
al., 2010). Menurut Miskulin et al., 2001 beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan komorbiditas pada pasien hemodialisis adalah bertambahnya usia, semakin panjangya interval atau lamanya menjalani dialisis, diabetes dan penyakit lain yang menyebabkan GGT, rendahnya tingkat pendidikan, status bekerja, dan rendahnya serum kreatinin. Aktivitas fisik didefiisikan sebagai pergerakan anggota tubuh dengan otot rangka yang memerlukan energi, baik pergerakan yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur. Dimensi dari aktivitas fisik adalah frekuensi, durasi dan intensitas. Dibandingkan dengan populasi secara umum dengan tingkat aktivitas ringan, pasien hemodialisis memiliki tingkat aktivitas yang lebih rendah akibat kondisi penyakit dan terapi yang dijalaninya. Pada beberapa penelitian, dibuktikan bahwa pasien hemodialisis memiliki toleransi latihan, kapasitas fungsional, ketahanan dan kekuatan otot lebih rendah dibandingkan dengan populasi orang yang sehat dan pasien gagal ginjal kronis yang belum menjalani terapi hemodialisis. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang menyertai pasien hemodialisis seperti asidosis, abnormalitas vitamin D, malnutrisi, hiperparatiroidisme, ketidakcukupan dosis dialisis, inaftivitas fisik yang berlangsung lama (Johansen et al., 2001; Kosmadakis et al., 2010; Delgado & Johansen, 2011). Penyakit Ginjal Kronis (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan glomerolus filtration rate (GFR) <60 ml/min/1,73m2 dalam 3 bulan atau lebih. PGK stadium V menandakan gagal ginjal stadium terminal (GGT) atau end-stage renal disease (ESRD). Hemodialisis merupakan salah satu jenis terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut atau pasien gagal ginjal kronis stadium terminal untuk mengeluarkan produk sampah tubuh seperti zat-zat nitrogen yang toksik dalam darah, memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, serta memperbaiki beberapa manifestasi kegagalan ginjal yang irreversibel (Corwin, 2009; Levy et al., 2009). Metode Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross-sectional dilakukan pada 4-11 Juni 2014 di Unit Hemodialisis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Kriteria inklusi adalah pasien yang menjalani hemodialisis minimal empat jam sebanyak dua kali per minggu, berusia di atas 18 tahun dan menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu penelitian dilakukan kepada seluruh sampel yang tersedia di Unit Hemodialisis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dari total 172 pasien hemodialisis yang ada ketika waktu Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
dilakukannya pengumpulan data di Unit Hemodialisis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, sebanyak 115 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju menjadi responden dan sebanyak 94 responden yang memenuhi kelengkapan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Uji coba kuesioner yang sebelumnya dilakukan di RS Marzoeki Mahdi, Bogor kepada 23 responden menunjukan hasil uji validitas pada beberapa pertanyaan memiliki r hitung < r tabel, sehingga beberapa pertanyaan itu dinyatakan tidak valid digunakan untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien hemodialisis. Beberapa pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan nomor B4, B9, B11, B12, B13, B23, B24, B25, dan B26 yang kemudian oleh peneliti diubah redaksionalnya. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas dan didapatkan koefisien α Cronbach bernilai 0,77 yang berarti kuesioner ini reliable atau handal digunakan dalam mengukur kualitas hidup terkait kesehatan. Pada pelaksanaan penelitian ini, petugas pengumpul data adalah peneliti dengan bantuan enumerator, yaitu mahasiswa gizi angkatan 2010. Sumber data berjenis primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pasien, sedangkan data sekunder diperoleh dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Instrumen yang digunakan, yaitu kuesioner yang terdiri dari beberapa bagian yang merupakan hasil modifikasi beberapa kuesioner yang berhubungan dengan pengukuran variabel yang telah tervalidasi sebelumnya. Bagian pertama merupakan pertanyaan mengenai identitas responden yang terdiri dari nama, nomor identitas, usia, pendidikan, status bekerja, dan pendapatan. Bagian kedua adalah kualitas hidup terkait kesehatan yang dimodifikasi dari kuesioner WHO Quality of Life (WHOQoL-BREF) dengan 26 pertanyaan. Bagian ketiga adalah tingkat aktivitas fisik hasil modifikasi kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dengan 7 pertanyaan, dilanjutkan dengan bagian keadaan komorbiditas. Bagian terakhir adalah pengukuran status gizi yang terdiri dari lima indikator status gizi. Alat ukur antropometri terdiri dari timbangan digital dengan range pengukuran 0 – 200 kg dan ketelitian 0,1 kg merek seca yang telah dikalibrasi sebelumnya, microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan range pengukuran 0 – 200 cm dan ketelitian 0,1 cm, pita LLA atau inch tape untuk mengukur lingkar lengan atas dengan range pengukuran 0 – 150 cm dan ketelitian 0,1 cm merek seca, fold calliper untuk mengukur triceps skinfold (TSF) dan lebar siku dengan range pengukuran 0 – 80 mm dan ketelitian 0,5 mm merek harpenden. Data yang telah dikumpulkan, diolah menggunakan aplikasi SPPS 16. Analisis univariat dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel penelitian.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Setelah dilakukan analisis univariat dan mengategorisasi seluruh data numerik, dilakukan analisis bivariat terhadap dua variabel yang diduga berhubungan dengan uji chi-square.
Hasil Penelitian Tabel 1.1 Rekapitulasi Distribusi Univariat Pasien Hemodialisis RSCM Variabel N % Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Baik (> 54,8) 46 48,9 Buruk (< 54,8) 48 51,1 Usia Muda (< 60 tahun) 73 75,5 Tua (> 60 tahun) 23 24,5 Jenis Kelamin Laki-laki 54 57,4 Perempuan 40 42,6 Pendidikan Tinggi 76 80,9 - SMA/ sederajat 34 36,2 - D3/D4/PT/ sederajat 42 44,7 Rendah 18 19,1 - SD/ sederajat 12 12,8 - SMP/ sederajat 6 6,4 Status Bekerja Bekerja 32 34 Tidak Bekerja 62 66 Pendapatan Tinggi (> UMR) 31 38,3 Rendah (< UMR) 63 61,7 Lingkar Otot Lengan Atas Gizi Baik (> persentil 15) 63 67,0 Gizi Kurang (< persentil 15) 31 33,0 Keadaan Komorbiditas Ada 71 75,5 - Diabetes Mellitus Tipe 2 17 18,1 - Hipertensi 29 30,9 - Coronary Artery Disease 7 7,4 - Congenital Heart Failure 6 6,4 - Hepatitis B Kronis 4 4,3 - Lain-lain 21 22.3 Tidak 23 24,5
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Aktivitas Fisik Tinggi Rendah
11 83
11,7 88,3
Peneliti menggunakan nilai rata-rata atau mean sebagai cut off point untuk mengategorisasi nilai kualitas hidup terkait kesehatan tersebut menjadi dua kategori, yaitu baik dan buruk. Didapatkan sebesar 48,9% atau sebanyak 46 responden memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang baik, sedangkan 51,1% sisanya atau 48 responden memiliki kualitas hidup yang buruk. Rata-rata kualitas hidup terkait kesehatan responden adalah 54,834 + 0,9747 dengan nilai minimal 31,3 dan nilai maksimal 83,8. Diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berusia 21 hingga 80 tahun dengan rata – rata usia 50,62 + 12,886 tahun. Usia responden dikategorikan menjadi dua kategori usia dengan distribusi responden terbanyak berada pada kategori usia muda. Responden dengan kategori usia muda adalah responden yang berusia hingga 60 tahun dengan proporsi sebesar 75,5% atau sebanyak 271 orang. Kategori usia tua adalah responden yang berusia di atas 60 tahun dengan proporsi sebesar 24,5% atau sebanyak 23 orang. Distribusi responden penelitian terbanyak merupakan responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 57,4% atau 54 orang dan 42,6% atau 40 orang sisanya adalah perempuan. Sebesar 80,9% atau 76 orang dikategorikan berpendidikan tinggi dan hanya sebesar 18 orang dikategorikan berpendidikan rendah. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan terbanyak adalah perguruan tinggi, yaitu sebesar 44,7% atau 42 orang dan hanya terdapat sebesar 1,1% atau 1 orang responden yang tidak sekolah. Distribusi terbanyak responden adalah dengan status tidak bekerja, yaitu sebesar 66% atau 62 orang. Sisanya, sebesar 34% atau 32 orang responden masih berstatus bekerja. Distribusi responden dengan kategori tingkat pendapatan rendah lebih banyak dari pada responden dengan tingkat pendapatan tinggi. Sebesar 61,7% atau 63 responden berpendapatan rendah, sedangkan hanya 38,3% atau 31 responden berpendapatan tinggi. Didapati sebesar 67,0% atau 63 responden dikategorikan memiliki status gizi baik menurut lingkar otot lengan atas. Responden dikategorikan memiliki gizi baik apabila hasil pengukuran lingkar otot lengan atas memberikan nilai lebih dari daerah persentil 15. Responden yang dikategorikan gizi kurang atau nilai lingkar otot lengan atas kurang dari persentil 15 sebesar 33,0% atau sebanyak 31 responden.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Tabel 1.2 Rekapitulasi Analisis Bivariat Perbedaan Faktor – Faktor pada Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien Hemodialisis RSCM Kualitas Hidup Total OR P Variabel Baik Buruk (95% CI) value N % N % N % Usia Muda (< 60 tahun) 37 52,1 34 47,9 71 100 1,693 0,400 (0,649-4,413) Tua (> 60 tahun) 9 39,1 14 60,9 23 100 Jenis Kelamin Laki-laki 26 48,1 28 51,9 54 100 0,929 1,000 Perempuan 20 50,0 20 50,0 40 100 (0,410-2,104) Pendidikan Tinggi (SMA/PT) 42 55,3 34 44,7 76 100 4,324 0.024 Rendah 4 22,2 14 77,8 18 100 (1,303-14,350) (Tidak sekolah/SD/SMP) Status Bekerja Bekerja 20 62,5 12 37,5 32 100 2,308 0,094 Tidak Bekerja 26 41,9 36 58,1 62 100 (0,961-5,539) Pendapatan Tinggi (> UMR) 22 71,0 9 29,0 31 100 3,972 0,005 Rendah (< UMR) 24 38,1 39 61,9 63 100 (1,571-10,041) Lingkar Otot Lengan Atas Gizi Baik 31 49,2 32 50,8 63 100 (> persentil 15) 1,003 1,000 (0,437-2,443) Gizi Kurang 15 48,4 16 51,6 31 100 (< persentil 15) Aktivitas Fisik Tinggi 6 54,4 5 45,5 11 100 1,290 0,940 (0,365-4,559) Rendah 40 48,2 43 51,8 86 100 Keadaan Komorbiditas Tidak Ada 14 60,9 9 39,1 23 100 1,896 0,281 Ada 32 45,1 39 54,9 71 100 (0,727-4,947)
Terdapat sebesar 75,5% atau 71 responden dengan keadaan komorbid dengan jenis penyakit terbanyak adalah hipertensi sebesar 30,9% atau 29 orang, diikuti penyakit lain-lain sebesar 26,9% atau 21 orang, dan responden dengan DM tipe 2 sebesar 18,1% atau 17 orang. Didapati sebesar 11,7% atau 11 orang responden dikategorikan memiliki tingkat aktivitas tinggi, yaitu responden yang melakukan aktivitas intensitas tinggi 3x/minggu dan > 1500 MET-menit/minggu; atau kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang dan berat mencapai > 3000 MET-menit/minggu. Proporsi terbesar adalah responden yang
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
dikategorikan memiliki aktivitas fisik rendah, yaitu responden yang melakukan aktivitas pada kategori rendah dan sedang sebesar 88,3% atau 83 orang.
Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase responden dengan kualitas hidup buruk lebih besar dari pada responden dengan kualitas hidup baik sama halnya dengan hasil penelitian Kamal, et al. pada tahun 2013 pada 170 pasien hemodialisis di RS El-Mina, Mesir yang menunjukkan besarnya presentase responden dengan kualitas hidup terkait kesehatan yang baik lebih kecil, yaitu 36% dari pada responden dengan kualitas hidup buruk sebesar 64%. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurcahyati pada tahun 2010 di RSI Fatimah dan RSUD Banyumas terhadap 95 pasien hemodialisis yang menghasilkan besarnya presentase responden dengan kualitas hidup baik 52,6% dan responden dengan kualitas hidup buruk sebesar 47,4%. Selain itu, penelitian Septiwi pada tahun 2010 di RS Prof. Margono Soekarjo Purwokerto juga menunjukkan besarnya presentase responden dengan kualitas hidup baik sebesar 53,5% dan kualitas hidup buruk sebesar 46,5%. Analisis mengenai hubungan antara usia dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada penelitian ini tidak signifikan. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Knight et al., 2003 dan Stojanovic & Stefanovic, 2007 yang menemukan hubungan yang bermakan antara usia dengan kualitas hidup. Peneliti menduga tidak ditemukannya perbedaan proporsi usia yang signifikan pada penelitian ini karena perbedaan jumlah sampel dan jenis studi. Penelitian di Amerika tersebut dilakukan pada 14.815 responden. Sedangkan, penelitian di Serbia tersebut merupakan penelitian longitudinal, yaitu penelitian dengan sebab dan akibat yang telah diketahui sebelumnya sehingga hubungan antar variabel memberikan kemungkinan berhubungan lebih besar dari pada penelitian dengan studi cross-sectional. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyati pada tahun 2010 dan Riyanto pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kualitas hidup dengan jenis kelamin pasien hemodialisis karena pada dasarnya jenis kelamin perempuan dan laki – laki memiliki risiko yang sama mengalami penyakit kronis dan yang membedakan adalah pengaruh pola hidup (Kring & Crane, 2009). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kamal et al. pada tahun 2012 yang membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit kronis dan pasien dapat menghadapi masalah terkait penyakitnya dan terapi yang
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
dijalani lebih baik dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Selain itu, menurut Azwar dalam Nurcahyati, 2010 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan memiliki kecenderungan untuk berperilaku positif karena tingkat pendidikan berperan dalam peletakan dasar – dasar seseorang untuk berperilaku. Tidak adanya hubungan yang bermakna pada penelitian ini diduga disebabkan oleh karena responden tidak merasa dengan memiliki mobilitas yang lebih tinggi dan pemasukan yang lebih besar dari pada pasien yang tidak bekerja tersebut mendatangkan kepuasan terhadap keadaan fisik, psikologi, sosial, dan lingkungan yang merupakan komponen utama kualitas hidupnya. Selain itu, perbedaan jenis pekerjaan responden di Purwokerto dan di Jakarta yang membawa perbedaan beban pekerjaan kemungkinan memberi pengaruh terhadap hubungan status bekerja dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada penelitian ini. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Stojanovic dan Stevanovic, 2007 dan Sathvik et al., 2008 menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan pasien hemodialisis akan meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan. Pendapatan digolongkan sebagai salah satu penentu status soial yang berhubungan langsung dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis. Pasien hemodialisis memiliki kecenderungan tidak bekerja akibat kondisi fisiknya, sehingga menurunkan pendapatan pasien. Padahal, semakin tinggi pendapatan pasien berbanding lurus dengan kualitas hidup pasien karena pasien dengan pendapatan tinggi mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal untuk menangani penyakitnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Yusop et al, 2013 bahwa tidak hubungan yang bermakna antara lingkar otot lengan atas dengan kualitas hidup terkait kesehatan. Peneliti menduga tidak adanya perbedaan yang signifikan antara status gizi menurut lingkar otot lengan atas pada pasien hemodialisis berhubungan dengan patofisiologi penyakit ginjal, penyakit komorbiditas yang dimiliki, terapi hemodialisis dan diet yang dijalani yang berpengaruh pada status gizi pasien hemodialisis tersebut. Sehingga, untuk menentukan status gizi pada pasien hemodialisis sebaiknya dilakukan beberapa penilaian dan parameter karena dalam praktiknya tidak terdapat satu indikator yang akurat menentukan status gizi pasien hemodialisis (National Kidney Foundation, 2000; Donadio et al., 2010; Moreira et al., 2013). Tidak adanya perbedaan keadaan komorbiditas yang signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan pasien hemodialisis pada panelitian ini dapat disebabkan oleh karena pada penelitian Stojanovic dan Stefanovic, 2007 tidak hanya meneliti tentang ada atau tidak adanya komorbiditas. Peneliti tersebut meneliti lebih lanjut mengenai hubungan jenis dan Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
tingkat keparahan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pasien hemodialisis. Dijelaskan bahwa yang menjadi faktor dominan kualitas hidup terkait kesehatan adalah tingkat keparahan komorbiditas pasien hemodialisis. Contohnya, pada pasien hemodialisis dengan diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi memiliki kondisi fisik dan fungsi organ yang lebih baik dari pada pasien hemodialisis dengan diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi. Pada penelitian tersebut dibuktikan bahwa setiap peningkatan satu derajat keparahan komorbid responden akan menurunkan skor kualitas hidup sebesar 15,2. Tidak adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik yang signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan pada penelitian ini diduga disebabkan oleh karena pada penelitian Katayama et al., 2013 proporsi responden laki-laki jauh lebih besar dari pada responden perempuan yang memungkingkan penelitian tersebut mendapatkan tingkat aktivitas yang lebih tinggi dari pada penelitian ini. Selain itu, peneliti menduga bahwa pasien hemodialisis umumnya mengalami keterbatasan melakukan aktivitas fisik mengingat adanya atrofi (kehilangan massa otot), miopati (kemampuan untuk membuat gaya per unit massa atau kekuatan yang spesifik), kegagalan aktivasi sentral (kemampuan sistem syaraf sentral mengaktivasi unit motor) atau kombinasi ketiganya (Johansen et al., 2003). Maka dari itu, tingginya aktifivitas fisik yang dilakukan oleh pasien hemodialisis tidak serta merta meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup terkait kesehatannya. Kesimpulan Responden yang merupakan pasien hemodialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk lebih banyak dari pada yang baik, yaitu sebesar 51,1%. Terdapat perbedaan proporsi pendidikan yang signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan. Responden yang berpendidikan tinggi berpeluang empat kali untuk memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang baik dari pada responden yang berpendidikan rendah. Terdapat perbedaan proporsi pendapatan yang signifikan pada kualitas hidup terkait kesehatan. Responden yang berpendapatan tinggi berpeluang empat kali untuk memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang baik dari pada responden yang berpendapatan rendah. Saran Staff dan ahli gizi Unit Hemodialisis RSCM dapat memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien hemodialisis terutama meningkatkan pengetahuan pasien tentang terapi gizi terkait penyakitnya yang disesuaikan
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
dengan pendapatannya, sehingga pasien dapat mempertahankan status gizi dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Daftar Referensi Abu-Al Makarem, Zaki S. (2004). Nutritional Status Assssment of the Hemodialysis Patients in Riyadh Al-Kharj Hospital. Thesis. Clinical Nutrition King Saud University. Aparicio, et al. (1999). Nutritional status of haemodialysis patients: a French national cooperative study. Nephrology Dialysis Transplantation 14 (1679-1686). Avramovic, Marina dan Stefanovic, Vladisav. (2012). Health-Related Quality of Life in Different Stages of Renal Failure. Artificial Organs Vol. 36 (581-589). Butar-Butar Aguswina dan Siregar, Cholina Trisa. (2012). Karakteristik Pasien dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Jurnal. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Blay, SL dan Marchesoni, MSM. (2011). Association among physical, psychiatric and socioeconomic conditions and WHOQOL-Bref scores. Cad. Saude Publica, Vol.27, Number 4 (677-686). Bowling, A. (1999). Health-Rlated Quality of Life: A Discussion of the Concept, Its Use and Measurement Background: The Quality of Life. Presented to the Adapting to Change Core Course. Curtin, et al. (2002). Hemodialysis Patients’ Symptom Experiences: Effects on Physical and Mental Functioning. Nephrology Nursing Journal, pg. 562. Diaz, et al. (2005). Assessment of Heatlh-Related Quality of Life in Chronic Dialysis Patients with the COOP/WONCA Charts. Nephron Clinical Practice (104:c7-c14). Donadio, et al. (2010). Assessment of nutritional status and risk of death in mantenance haemodialysis patients. HealthMED, Vol. 4, Number 1, supplement 1. Fisher, Josef E. (2007). Mastery of Surgery Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia USA. Fresenlus Medical Care. (2012). Module 10: Getting Adequate Dialysis. Medical Education Institute. North America. Fukuhara, et al. (2003). Health-related quality of life among dialysis patients on three continents: The Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study. Kidney International, Vol. 64 (1903-1910). Groot, et al. (2003). How to measure comorbidity: a critical review of availabe methods. Journal of Clinical Epidemiology 56 (221-229).
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Hall, Stephen F. (2006). A user’s guide to selecting a comorbidity index for clinical research. Journal of Clinical Epidemiology. Vol. 59 (849-855). Han, et al. (2009). Quality of life and mortality from nephrologist’s view: a prospective observational study. BMC NephrologyVol. 10 (pg 39). Harty, et al. (1994). The normalized protein catabolic rate is a flawed marker of nutrition in CAPD patients. Kidney International Journal. Vol.45 (103-109). Himmelfarb, Jonathan dan Ikizler. (2010). Medical Progress Hemodialysis. The New England Journal of Medicine Vol. 363 (1833-1845). Honda, et al. (2007). Obese sarcopenia in patients with end-stage renal disease is associated with inflammation and increased mortality. Am J Clin Nutr Vol.86 (633–638). Howard, Kit. (2008). Validating Questionnaires. Kestrel Consultants, Inc. Jaar, et al. (2013). Can We Improve Quality of Life of Patients on Dialysis? Clin J. Am Soc Nephrol, Vol. 8 (1-4). Jager, et al. (2001). Nutritional Status over Time in Hemodialysis and Peritoneal Dialysis. J Am Soc Nephrol, Vol. 12 (1272-1279). Janardhan, Vasantha, et al. (2011). Prediction of Malnutrition Using MSGA-dialysis Malnutrition Score in Patients on Hemodialysis. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences Vol. 73 (38-45). Jones, Colin H, Rachel C. Wolfenden and Louise M. Wells. (2004). Is subjective global assessment a reliable measure of nutrition status in hemodialysis? Journal of Renal Nutrition Vol. 14, Issue 1 (26-30). Kamal, et al. (2012). Health-related quality of life among hemodialysis patients at El-Mina University Hospital, Egypt. J Public Health Vol. 21 (193-200). Khan, Izhar H. (1998). Comorbidity: the major challenge for survival and quality of life in end-stage renal disease. Nephrology Dialysis Transplantation 13 (76-79). Knight, et al. (2003). Tthe association between mental health, physical functioning and hemodialysis mortality. Kidney International, Vol. 63 (pp. 1843-1851). Kotayama, et al. (2014). Evaluation of physical activity and its relationship to health-related quality of life in patients on chronic hemodialysis. Environ Health Prev Med. Li, Mingzi, Liping Li, Xiaozhi Fan. (2010). Patients having haemodialysis: physical activity and associated factors. Journal of Advanced Nursing. (1338-1345).
Manen, et al. (2003). Adjustment for Comorbidity in Studies on Health Status in ESRD Patients: Which Comorbidity Index to Use? J Am Soc Nephrol 14: 478-485.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Mazairac, et al. (2011). Differences in quality of life of hemodialysis patients between dialysis centers. Qual Life Res Vol. 21 (299-307). _________ (2010). A Composite score of protein-energy nutritional status predicts mortality in haemodialysis patients no better than its individual components. Nephrology Dialysis Transplantation (1-6). Miskulin, et al. (2001). Comorbidity assessment using the Index of Coexistent Disease in multicenter clinical trial. Kidney International, vol. 60 (1498-1510). Mollauglu, Mukadder. (2013). Quality of Life in Patients Undergoing Hemodialysis. Intech. Moreira, et al. (2013). Nutritional status influences generic and disease-specific quality of life measure in hemodialysis patients. Nutr Hosp, Vol. 28 (951-957). National Kidney Foundation. (2000). Appendix VII. Methods for Performing Anthropometry and Calculating Body Measurements and Reference Tables. Diunduh dari http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_updates/nut_appx07a.html pada 18 Februari 2014 pukul 06.00 WIB. _________ (2000). K/DOQI Nutrition Clinical Practice Guidelines. American Journal of Kidney Diseases, Vol. 35, No 6. Nephrology Dialysis Transplantation. (2005). 8 Nutrition in peritoneal dialysis. Oxford University Press. Nurcahyati, Sofiana. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSI Fatimah Cilacap dan RSUD Banyumas. Skripsi. FIK UI. Ogrizovic, et al. (2009). Health-Related Quality of Life, Treatment Efficacy and Hemodialysis Patient Outcome. Informa Healthcare Vol.31 (201-206). Painter, et al. (2011). Self-Reported Physical Activity in Patients with End Stage Renal Disease. Nephrology Nursing Journal Vol. 38 (139-148). Peng, Yu Sen, et al. (2013). Women on hemodialysis have lower self-reported health-related quality of life scores but bettersurvival than men. JNephrol Vol 26 (366-374). Pomeroy, Ian M., Alan Tennant, Carolyn A. Young. (2013). Rasch analysis of the WHOQOL-BREF in post polio syndrome. Journal of Rehabilitation Medicine Vol. 45 (873-880). Riyanto, Welas. (2011). Hubungan antara Penambahan Berat Badan di antara Dua Waktu Hemodialisis (IDWG) terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. FIK UI. Sathvik, et al. (2008). An assessment of quality of life in hemodialysis patients using the WHOQOL-BREF questionnaire. Indian Journal of Nephrology, Vol. 18, Issue 4.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Septiwi, Cahyu. (2010). Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis. FIK UI. Society of Hospital Medicine. (2004). Subjective Global Assessment. Clinical Toolbox for Geriatric Care. Stack, et al. (2008). Exercise and Limitations in Physical Activity Levels among New Dialysis Patients in the United States: An Epidemiologic Study. Ann Epidemiol Vol. 18 (880-888). Steiber, et al. (2004). Subjective Global Assessment in Chronic Kidney Disease: A Review. National Kidney Foundation Vol. 14, No. 4 (191-200). Stojanovic, Miomir dan Stefanovic, Vladisav. (2007). Assessment of Health-Related Quality of Life in Patoents Treated with Hemodialysis in Serbia: Influence of Comorbidity, Age and Income. Artificial Organs Vol. 31 (53-60). Tentori, et al.(2010). Physical exercise among participants in the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study (DOPPS): correlates and associated outcomes. Nephrology Dialysis Transplantation Vol.25 (3050-3062). Thunberg, Barbara J., et al. (1981). Cross-sectional and longitudinal nutritional measurement in maintenance hemodialysis patients. The American Journal of Clinical Nutrition Vol. 34. (1995). Guidelines for Data Processing and Analysis of the Internatioal Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Diunduh dari www.ipaq.ki.se pada tanggal 20 Februari 2014 pukul 11.00 WIB. University of Washington. (1997). WHOQOL-BREF. Seattle, Washington. United States of America. USRDS. (2012). Rehabilitation/ Quality of Life & Nutrition Special Studies. USRDS Annual Data Report, Vol. 2. Weisbord, Steven dan Unruh, Mark. (2006). The Importance of Health-Related Quality of Life in the Clinical Care of Patients with Chronc Kidney Disease. Rattanasompattikul, et al... (2012). Charlson comorbidity score is a strong predictor of mortality in hemodialysis patients. Int Urol Nephrol Vol. 44 (18131823). World Health Organization. (1996). WHOQOL-BREF Introduction, Administration, Scoring, and Generic Version of the Assessment. Geneva. ________. (1998). Draft Programme on Mental Health WHOQOL User Manual. Division of Mental Health and Prevention of Substance Abuse. Geneva.
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014
Yang, et al. (2013). Validation of the English Version of the Kidney Disease Quality of Life Questionnaire (KDQOL-36) in Haemodialysis Patients in Singapore. Springer International Publishing Switzerland Vol.6 (135-141). Yuniarta, Edo. (2011). Hubungan Tingkat Pendidikan Pasien terhadap Kepuasan Pemberian Informed Consent di Bagian Bedah RSUP Dr. Kariadi Semarang.Skripsi. FK UNDIP. Yusop, et al. (2013). Factors Associatiated with Quality of Life among Hemodialysis Pateints in Malaysia. PLOS One, Vol. 8, Issue 12, e84152. Zhang, et al. (2013). Malnutrition, a new inducer for arterial calcification in hemodialysis
Universitas Indonesia Perbedaan proporsi..., Ayu Prieska Precilia, FKM, 2014