PREVALENSI DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA PASIEN DEWASA DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PADA TAHUN 2010 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Andy Omegaa dan Muchtaruddin Mansyurb a Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan b Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini membahas gambaran penyakit dispepsia fungsional dan faktor-faktor yang berhubungan. Dispepsia fungsional merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kasusnya, sehingga berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Dispepsia fungsional dapat disebabkan oleh pelbagai faktor risiko, terutama sosioekonomi dan demografi, serta perilaku dan status kesehatan. Dengan diketahuinya hubungan antara faktor-faktor tersebut, diharapkan dapat membantu dalam pencegahan dan penatalaksanaannya. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik poli rawat jalan RSCM tahun 2010. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara proportional random sampling. Analisis statistik dilakukan untuk mendapatkan prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dispepsia fungsional. Didapatkan hasil prevalensi dispepsia fungsional menempati peringkat kelima penyakit terbanyak di poli rawat jalan RSCM (4,7%). Berdasarkan uji hipotesis, didapatkan faktor yang berperan pada terjadinya dispepsia fungsional adalah variabel pekerjaan (p=0,048), penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,001), dan tingkat pendidikan (p=0,001). Sedangkan, variabel usia (p=0,070), jenis kelamin (p=0,376), status pernikahan (p=0,522), gaya hidup (p=0,587), status gizi (p=1,000), dan IMT (p=0,611), tidak menunjukkan hubungan yang bemakna secara statistik dengan terjadinya dispepsia fungsional. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dispepsia fungsional dengan sosioekonomi dan demografi, serta perilaku dan status kesehatan. Kata kunci: Dispepsia fungsional; sosioekonomi; demografi; perilaku kesehatan; status kesehatan ABSTRACT This study discussed the overview of functional dyspepsia disease and its related factors. Functional dyspepsia is one of the non-communicable diseases which is often found in daily practice. In the recent years, the increase of the diseases’ prevalence has impaired Indonesia in terms of economy and productivity. Functional dyspepsia can be due to various risk factors, especially socioeconomic and demographic, and behavioral and health status. By knowing the relationship between these factors, it is expected that this may increase the awareness of the disease, including its prevention and management. This research carried out by using a cross sectional method utilizing secondary data from outpatient medical records RSCM in 2010. Sampling method was done by using a proportional random sampling. Statistical analysis was done to obtain the prevalence of functional dyspepsia and its related factors. The result showed that the prevalence of functional dyspepsia ranked fifth most diseases in RSCM outpatients (4.7%). Based on a statistical hypothesis testing, factors that contribute to the occurance of functional dyspepsia are occupation (p=0.048), utilization of health care facilities (p=0.001), and level of education (p=0.001). Meanwhile, age variable (p=0.070), gender (p=0.376), marital status (p=0.522), lifestyle (p=0.587), nutritional status 1
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
(p=1.000), and BMI (p=0.611) showed no relationship with the occurance of functional dyspepsia. In conclusion, there was a relationship between functional dyspepsia with socioeconomic and demographic, and behavioral and health status. Keywords: Functional dyspepsia; socio-economics; demography; health behaviour; health status
PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM).1 Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh PTM sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47% dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60%.2 Di Indonesia, menurut Depkes, proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa.3 Salah satu PTM yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari adalah dispepsia. Sekitar 25% populasi di seluruh dunia memiliki gejala dispepsia enam kali setiap tahunnya. Dari populasi dengan dispepsia tersebut, sekitar 60% termasuk pada dispepsia fungsional.4 Secara global, prevalensi dispepsia fungsional berkisar antara 11% hingga 29,2%.5 Di Indonesia, diperkirakan sekitar 15-40% populasi mengalami dispepsia. Menurut data Depkes tahun 2004, dispepsia menempati urutan ke-15 dari daftar 50 penyakit pada pasien rawat inap terbanyak di seluruh Indonesia dengan proporsi 1,3% dan menempati urutan ke-35 dari daftar 50 penyakit penyebab kematian.6 Menurut data terakhir yang diperoleh di RSCM tahun 1998, disebutkan dari 100 pasien dengan keluhan dispepsia, 80% mengalami dispepsia fungsional.7 Dispepsia fungsional merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh pelbagai faktor risiko, termasuk gaya hidup dan sosiodemografi. Dengan diketahuinya hubungan antara faktor-faktor tersebut, diharapkan akan sangat membantu dalam pencegahan dan penatalaksanaan dispepsia fungsional kedepannya dari segi modifikasi gaya hidup dan kondisi sosiodemografi. Berdasarkan data-data dan kondisi di atas, pada studi ini akan dibahas mengenai prevalensi dispepsia fungsional pada pasien dewasa di RSCM Jakarta pada tahun 2010 dan faktor-faktor yang berhubungan. Tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui besarnya prevalensi dispepsia fungsional dan untuk mengetahui hubungan antara dispepsia fungsional dengan faktor-faktor yang diteliti.
2
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
TINJAUAN TEORITIS Berdasarkan Konsensus di Roma pada tahun 1999, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.8 Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, nyeri belakang sternum (heart burn), dan regurgitasi, yang berlangsung lebih dari tiga bulan.4 Berdasarkan etiologinya, dispepsia diklasifikasikan menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah dispepsia yang penyebabnya merupakan kelainan organik yang telah diketahui melalui berbagai pemeriksaan.9 Sedangkan, dispepsia fungsional adalah dispepsia yang tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, tidak terdapat kelainan atau gangguan pada struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi. 9, 10 Pada dispepsia fungsional, proses patofisiologi yang paling sering terjadi adalah adanya hipersekresi asam lambung, infeksi bakteri Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, disfungsi persarafan vagal, dan hipersensitivitas viseral.4, 11 Faktor yang telah diketahui melalui berbagai penelitian dan survey merupakan faktor risiko pada dispepsia fungsional adalah stres psikologis.5 Faktor pekerjaan, berdasarkan penelitian, ternyata memiliki hubungan bermakna dengan dispepsia fungsional dan diduga berhubungan dengan stres psikologis.5 Faktor lain yang diduga berhubungan dengan dispepsia fungsional yaitu usia, jenis kelamin, status gizi, dan indeks massa tubuh, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.5, 12, 13, 14, 15, 16 Sedangkan, terhadap hubungan antara faktor status pernikahan, penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan tingkat pendidikan dengan dispepsia fungsional, belum ada publikasi dari literatur mana pun.17 METODE Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari rekam medik pasien dewasa yang datang ke poli rawat jalan di RSCM pada tahun 2010 sejumlah 904 sampel. Desain penelitian yang dilakukan yaitu analisis potong lintang (cross-sectional). Sampel penelitian ini diambil dari seluruh departemen di RSCM, kecuali Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Departemen Obstetri dan Ginekologi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara proportional random sampling, yaitu dengan terlebih dahulu menghitung jumlah sampel yang akan diambil dari rekam medis
3
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
tiap poli rawat jalan di RSCM secara proporsional dengan cara melihat perbandingan jumlah kunjungan pada departemen tersebut dengan jumlah kunjungan total ke RSCM selama tahun 2010. Kemudian, dari tiap departemen dipilih dengan menggunakan suatu teknik randomisasi yang dikerjakan oleh pegawai Unit Rekam Medis RSCM. Data-data rekam medis pada Unit Rekam Medis RSCM tersusun dalam program BES3 yang tersusun berdasarkan tanggal terakhir masuknya rekam medis ke unit rekam medis. Kemudian, data dipisahkan tiap departemen. Dari data tiap departemen, kemudian data diurutkan berdasarkan dua nomor terakhir dalam nomor rekam medis. Dua angka terakhir pada rekam medis mewakili nomor rak penyimpanan berkas rekam medis pada unit rekam medik. Dalam satu nomor rak, terdapat rekam medik dari berbagai departemen. Setelah data diurutkan berdasarkan dua angka terakhir nomor rekam medik, lalu data juga diurutkan berdasarkan tanggal jika ditemukan dua angka terakhir tersebut sama. Kemudian data yang telah diurutkan berdasarkan dua angka terakhir tersebut, diambil dari urutan pertama sejumlah data yang diperlukan. Pada analisis statistik data faktor risiko yang merupakan jenis data nominal, maka dilihat terlebih dahulu bentuk tabel uji hipotesisnya. Jika bentuk tabelnya adalah 2x2 maka uji yang dilakukan adalah uji chi-square dan apabila tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji Fisher. Jika bentuk tabelnya adalah 2x3 maka uji yang dilakukan adalah uji chi-square dan apabila tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila bentuk tabel bukan 2x2 maupun 2x3, maka dilakukan modifikasi terhadap klasifikasi faktor risiko agar dapat memenuhi kedua bentuk tabel di atas. Selain dilakukan analisis hubungan penyakit dan faktornya, dilakukan juga penilaian rasio prevalens faktor risiko yang didapatkan dari tabel estimasi risiko. Definisi operasional diagnosis dispepsia fungsional pada penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis dispepsia fungsional atau berkode penyakit K30 sesuai ICD 10 pada rekam medik RSCM. Pasien yang menjadi sampel adalah pasien dengan rentang usia 18-65 tahun. Variabel bebas yang dianalisis pada penelitian ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok variabel sosioekonomi dan demografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan, penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan, dan tingkat pendidikan), dan kelompok variabel perilaku dan status kesehatan (gaya hidup berisiko, status gizi, dan indeks massa tubuh).
4
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
HASIL Sesuai kriteria penelitian, didapatkan data rekam medis pasien sejumlah 904 data yang berasal dari pasien yang berkunjung ke RSCM sejak bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010. Variabel-variabel yang ada pada karakteristik sampel penelitian terdiri dari variabel numerikal dan kategorikal. Variabel data numerikal antara lain variabel usia, tinggi badan, dan berat badan. Dari 904 rekam medis yang diambil, hanya data usia yang terisi lengkap, sedangkan data tinggi badan dan berat badan tidak terisi lengkap. Pada data tinggi dan berat badan, masing-masing terdapat 846 data kosong (93,2%) dan 827 data kosong (90,7%). Berdasarkan hasil uji normalitas, dapat diketahui bahwa data berat badan memiliki persebaran normal (p=0,198), sedangkan data usia dan tinggi badan memiliki persebaran tidak normal (secara berturut-turut yaitu p=0,01 dan p<0,001). Data berat badan disajikan dengan mean ± simpang baku, yaitu 60,03 ± 13,38. Sedangkan data usia dan tinggi badan disajikan dalam bentuk median ± min-max, secara berturut-turut yaitu 44 ± 18-65 dan 160 ± 145-175. Variabel kategorikal dikategorikan berdasarkan sosioekonomi dan demografi, serta perilaku dan status kesehatan. Data-data tersebut disajikan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Sosioekonomi dan Demografi n
%
Perempuan
438
48,5
Laki-laki
466
51,5
Menikah
288
31,9
Belum Menikah atau Cerai
114
12,6
Tidak ada data
502
55,5
PNS
97
10,7
Swasta
175
19,4
Pelajar
43
4,8
Tidak Bekerja
133
14,7
Tidak ada data
456
50,4
Jenis Kelamin
Status Pernikahan
Pekerjaan
5
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
Tabel 1. (sambungan) Jenis Pembiayaan Asuransi
209
23,1
Umum
251
27,8
Tidak ada data
444
49,1
Rendah
240
26,6
Tinggi
129
14,2
Tidak ada data
535
59,2
Tingkat Pendidikan
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Perilaku dan Status Kesehatan n
%
Tidak ada gaya hidup berisiko
72
8,0
Ada gaya hidup berisiko
9
1,0
823
91,0
Baik
80
8,9
Kurang
50
5,5
Tidak ada data
774
85,6
Normal atau di bawah normal
29
3,2
Di atas normal
28
3,1
Tidak ada data
847
93,7
Gaya Hidup
Tidak ada data Status Gizi
Indeks Massa Tubuh
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penyakit pada Pasien Dewasa RSCM Tahun 2010 Berdasarkan Sepuluh Penyakit Terbanyak No Semua Data
n
1
Katarak Senilis
2
Hipertensi
(%)
n
(%)
Perempuan
n
(%)
93 10,3 Katarak Senilis
42
9,0
Katarak Senilis
51
11,6
74
39
8,4
Hipertensi
36
8,2
8,2
Laki-laki Diabetes Mellitus Tipe 2
6
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
Tabel 3. (sambungan) 3
Diabetes
61
6,7
Hipertensi
38
8,1
Mellitus Tipe 2 4
Penyakit
tak 51
Dispepsia
5,6
Dispepsia
35
7,5
fungsional 43
4,7
fungsional 6
5,0
38
4,2
Penyakit
tak
21
4,8
18
4,1
18
4,1
teridentifikasi
Penyakit
tak 30
6,4
teridentifikasi
Tuberkulosis
22
Mellitus Tipe 2
teridentifikasi 5
Diabetes
Dispepsia fungsional
Tuberkulosis
22
4,7
Pemakaian lensa intraokuler
7
Pemeriksaan penyakit
35
3,9
atau
Lipid
storage 22
4,7
Jerawat
17
3,8
20
4,3
Nyeri dada
17
3,8
16
3,4
Tuberkulosis
16
3,6
Penyakit jantung 13
2,8
Astigmatisma
15
3,4
disorders
kondisi 8
Lipid
storage 34
3,8
disorders
Pemeriksaan penyakit
atau
kondisi 9
Pemakaian
10
29
3,2
Hipertensi
lensa
penyakit
intraokuler
kronik
Sindrom
27
Nefritik Kronik
3,0
ginjal
iskemik
Tabel 4. Hubungan Variabel Sosioekonomi dan Demografi dengan Dispepsia Fungsional Dispepsia Fungsional (+) n
(-) %
n
Rasio prevalens p
max)
%
Usia
0,070
> 40 tahun
30
5,9
480
94,1
1,8 (0,9-3,4)
< 40 tahun
13
3,3
381
96,7
1 (ref)
Jenis Kelamin
0,376
Laki-laki
25
5,4
441
94,6
1,3 (0,7-2,4)
Perempuan
18
4,1
420
95,9
1 (ref)
7
(95% CI: min –
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
Tabel 4. (sambungan) Status Pernikahan
0,522
Menikah
10
3,5
278
96,5
2,0 (0,4-8,9)
Belum Menikah atau cerai
2
1,8
112
98,2
1 (ref)
Pekerjaan
0,048
Tidak bekerja
15
8,5
161
91,5
2,1 (1,0-4,5)
Bekerja
11
4,0
261
96,0
1 (ref)
Jenis Pembiayaan
0,001
Asuransi
14
6,7
195
93,3
8,4 (2,0-36,6)
Umum
2
0,8
249
99,2
1 (ref)
Tingkat Pendidikan
0,001
Tinggi
8
6,2
121
93,8
14,9 (2,0-117,7)
Rendah
1
0,4
239
99,6
1 (ref)
Tabel 5. Hubungan Variabel Perilaku dan Status Kesehatan dengan Dispepsia Fungsional Dispepsia Fungsional (+) n
(-) %
n
Rasio prevalens p
max)
%
Gaya Hidup
(95% CI: min –
0,587
Tidak ada gaya hidup berisiko
9
12,5
63
87,5
1,1 (1,0-1,3)
Ada gaya hidup berisiko
0
0,0
9
100,0
1 (ref)
Status Gizi
1,000
Baik
5
6,2
75
93,8
1,0 (0,2-4,6)
Kurang
3
6,0
47
94,0
1 (ref)
Indeks Massa Tubuh
0,611
Normal atau di bawah normal
3
10,3
26
89,7
3,1 (0,3-31,9)
Di atas normal
1
3,6
27
96,4
1 (ref)
Dari tabel 3, terlihat bahwa dispepsia fungsional menempati peringkat kelima penyakit terbanyak dari keseluruhan sampel, dengan persentase 4,7%. Pada sampel laki-laki, dispepsia fungsional menempati peringkat keempat dengan persentase 7,5%, sedangkan pada sampel perempuan, dispepsia fungsional menempati peringkat kelima dengan persentase 4,1%. Pada 8
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
tabel 4, dapat dilihat hasil uji hipotesis serta risiko relatif pada kelompok variabel sosioekonomi dan demografi, sedangkan di tabel 5, dapat dilihat berdasarkan kelompok variabel perilaku dan status kesehatan. DISKUSI Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa minimnya data mengenai variabel faktorfaktor yang diduga berhubungan dengan terjadinya dispepsia fungsional. Minimnya data yang didapatkan terjadi akibat kekosongan data pada rekam medik pasien, yaitu hanya variabel faktor usia dan jenis kelamin saja yang terisi lengkap, sedangkan variabel-variabel lainnya banyak yang tidak terisi pada rekam medis. Dengan adanya keterbatasan pada kelengkapan data, maka analisis statistik bivariat yang dilakukan adalah berdasarkan kelengkapan data masing-masing. Sehingga, hanya hasil analisis statistik pada variabel usia dan jenis kelamin yang dapat menggambarkan hasil sebenarnya pada populasi terjangkau, sedangkan hasil analisis statistik pada variabel selain usia dan jenis kelamin kurang dapat menggambarkan hasil sebenarnya pada populasi terjangkau. Selain itu, dengan adanya keterbatasan pada kelengkapan data, penyingkiran faktor perancu melalui analisis statistik multivariat tidak dapat dilakukan. Pada rekam medis juga didapatkan keterbatasan tidak dicatatnya stres atau depresi sebagai gaya hidup pada rekam medis selain dari rekam medis Departemen Psikiatri RSCM. Dari berbagai literatur, stres atau depresi merupakan faktor risiko yang penting pada dispepsia fungsional.18 Dispepsia fungsional menduduki peringkat kelima penyakit terbanyak yang didiagnosis di RSCM pada tahun 2010 dengan prevalensi sebesar 4,7%. Persentase pasien laki-laki dewasa dengan dispepsia adalah 7,5% dan perempuan dewasa 4,1%. Prevalensi dispepsia secara global diperkirakan berkisar antara 11% hingga 29,2% dari total seluruh penduduk dunia.5 Persentase dispepsia fungsional di RSCM yang lebih rendah dibandingkan prevalensi dispepsia fungsional global terjadi karena terdapat perbedaan pada populasi yang menjadi sampel. Pada penelitian ini, populasi sampel adalah populasi orang sakit yang berkunjung ke poli rawat jalan, sedangkan pada penelitian secara global, populasi yang menjadi sampel adalah populasi umum masyarakat. Berdasarkan faktor usia, proporsi sampel berusia >40 tahun yang mengalami dispepsia fungsional lebih banyak daripada sampel berusia <40 tahun dengan risiko 1,8 kali lebih besar. Namun, secara statistik, perbedaan ini tidak bermakna (p=0,070). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shaib dan Serag (2004)12, yang didapatkan data bahwa dispepsia fungsional lebih banyak muncul pada kelompok usia yang lebih tua, tetapi tidak
9
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,1). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan di Indonesia. Harahap (2010)14, mempublikasikan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan dispepsia fungsional (p=0,251). Masih belum diketahui secara jelas mekanisme yang mendasari hubungan antara bertambahnya usia dengan dispepsia fungsional. Berdasarkan faktor jenis kelamin, proporsi laki-laki dengan dispepsia fungsional lebih banyak daripada perempuan, dengan risiko 1,3 kali lebih besar. Namun, secara statistik perbedaan ini tidak bermakna (p=0,376). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianpenelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Pada survey yang dilakukan di Australia, jumlah kasus dispepsia pada perempuan dewasa secara signifikan melebihi laki-laki pada kebanyakan kasus kelainan pencernaan fungsional, termasuk dispepsia fungsional, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.5 Di Indonesia, belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan dispepsia fungsional. Berdasarkan status pernikahan, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang berstatus menikah lebih banyak daripada proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang belum menikah atau cerai, dengan risiko 2,0 kali lebih besar. Dari uji statistik didapatkan hasil bahwa perbedaan ini tidak bermakna (p=0,522). Kondisi status pernikahan diduga berkaitan terhadap stress. Akan tetapi, penelitian mengenai hubungan pernikahan dengan tingkat stress masih sangat minim jumlahnya, sehingga masih sulit untuk dibuktikan adanya hubungan yang kuat antara status pernikahan dengan tingkat stress.17 Namun, tidak ada literatur yang mendukung hasil penelitian ini karena hingga saat ini belum ada literatur yang mempublikasikan mengenai hubungan antara status pernikahan dengan dispepsia fungsional. Dari data pekerjaan, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang tidak bekerja lebih besar daripada sampel yang memiliki pekerjaan, dengan risiko 2,1 kali lebih besar. Secara analisis, perbedaan ini bermakna (p=0,048). Stress dapat ditimbulkan karena rendahnya pendapatan dalam keluarga yang disebabkan karena pekerjaan dengan pendapatan yang rendah atau karena tidak bekerja. Kelompok yang tidak bekerja merupakan kelompok dengan pendapatan terendah. Pada penelitian di Amerika Serikat, didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara rendahnya pendapatan dalam keluarga dengan peningkatan kejadian dispepsia fungsional.5 Dengan demikian, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan dengan dispepsia fungsional.5 Di Indonesia, belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara pekerjaan dengan dispepsia fungsional.
10
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
Berdasarkan dari segi jenis pembiayaan, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang membayar menggunakan asuransi lebih banyak daripada proporsi sampel yang membayar dengan pembayaran umum, dengan risiko 8,4 kali lebih besar. Secara statistik, perbedaan ini bermakna (p=0,001). Terjangkaunya biaya untuk menggunakan pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi tingkat penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Semakin terjangkau biaya kesehatan, semakin tinggi pula tingkat penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini didukung oleh data dari penelitian yang dilakukan oleh Mushtaq, et al. (2011)19, yang menyimpulkan bahwa masalah utama pada penggunaan atau kunjungan ke pelayanan kesehatan yang rendah adalah biaya yang mahal yang tidak mampu dijangkau (p<0,001). Asuransi kesehatan adalah salah satu cara pasien untuk dapat menjangkau biaya kesehatan. Dapat disimpulkan, jenis pembiayaan sampel pada penelitian ini secara tidak langsung menggambarkan tingkat penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan dispepsia fungsional. Belum ada literatur yang mendukung hasil penelitian ini karena belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya jenis pembiayaan kesehatan dengan dispepsia fungsional. Berdasarkan variabel tingkat pendidikan, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih banyak daripada proporsi sampel berpendidikan rendah, dengan risiko 14,9 kali lebih besar. Secara statistik, perbedaan ini bermakna (p=0,001). Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan orang tersebut. Dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang kesehatan dirinya, orang tersebut akan semakin sadar untuk berperilaku mencegah penyakit, serta tidak akan menunda kunjungan ke pelayanan kesehatan saat dirinya sakit.14 Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mushtaq, et al. (2011)19, didapatkan data bahwa proporsi terbanyak sampel yang berkunjung ke pelayanan kesehatan milik pemerintah atau swasta adalah sampel yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (p=0,433). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahadeva, et al. (2010)20, disimpulkan bahwa proporsi sampel dispepsia dengan tingkat pendidikan tinggi lebih besar daripada tingkat pendidikan rendah dan berbeda bermakna (p=0,008). Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan hubungan tingkat pendidikan dengan dispepsia fungsional karena dari populasi dengan dispepsia tersebut, sekitar 60% termasuk pada dispepsia fungsional.4 Namun, tidak ada literatur yang mendukung hasil penelitian ini secara langsung karena hingga saat ini belum ada literatur yang mempublikasikan mengenai hubungan antara tingkat pendidikan dengan dispepsia fungsional.
11
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
Berdasarkan gaya hidup, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang tidak memiliki gaya hidup berisiko lebih banyak daripada proporsi pasien yang memiliki gaya hidup berisiko, dengan risiko 1,1 kali lebih besar. Secara statistik, perbedaan ini tidak bermakna (p=0,587). Namun, terdapat keterbatasan lain selain kurang lengkapnya data, yaitu tidak pernah dicatat ada atau tidaknya stres pada rekam medis selain rekam medis yang berasal dari Departemen Psikiatri, sehingga hasil analisis statistik ini kurang menggambarkan hasil pada populasi terjangkau. Pada hampir semua survey yang dilakukan untuk mempelajari gangguan psikologis sebagai faktor risiko, didapatkan kesimpulan bahwa stres merupakan faktor risiko pada gangguan gastrointestinal, khususnya dispepsia fungsional.5 Beberapa mekanisme sudah dibuktikan tentang pengaruh stres dengan reaksi tubuh yang merugikan, khususnya berkaitan dengan sistem hormonal. Proses ini memicu terjadinya penyakit psikosomatik dengan gejala dispepsia seperti mual, muntah, diare, pusing, sakit otot dan sendi.11, 18 Di Indonesia, belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara gaya hidup dengan dispepsia fungsional. Berdasarkan status gizi, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang memiliki status gizi baik lebih banyak daripada proporsi sampel berstatus gizi kurang, dengan risiko sama besar (1,0 kali). Akan tetapi, secara statistik, perbedaan ini tidak bermakna (p=1,000). Semakin baik status gizi seseorang maka tingkat kesehatannya akan semakin baik. Untuk dapat menentukan status gizi seseorang, dibutuhkan suatu pengukuran objektif, yaitu IMT.21 Status gizi yang baik adalah yang memiliki IMT normal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oijen, et al. (2006)16, yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara IMT dengan munculnya gejala gastrointestinal, khususnya dispepsia fungsional (p=0,540). Di Indonesia, belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara status gizi dengan dispepsia fungsional. Berdasarkan IMT, proporsi sampel dengan dispepsia fungsional yang memiliki IMT normal atau di bawah normal lebih banyak daripada sampel yang memiliki IMT di atas normal, dengan risiko 3,1 kali lebih besar. Secara statistik, perbedaan ini tidak bermakna (p=0,611). IMT merupakan ukuran objektif dari status gizi seseorang dan dapat menyatakan ukuran kondisi tubuh secara objektif.21 Penelitian yang dilakukan oleh Oijen, et al. (2006)16, menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara IMT dengan munculnya gejala gastrointestinal, khususnya dispepsia fungsional (p=0,540). Di Indonesia, belum ada literatur yang mempublikasikan adanya hubungan antara IMT dengan dispepsia fungsional.
12
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dari 904 rekam medik yang terpilih sebagai sampel, hanya terdapat 2 variabel dari 8 variabel yang terisi penuh pada semua sampel, yaitu variabel usia dan jenis kelamin. Prevalensi dispepsia fungsional selama tahun 2010 di RSCM adalah sebesar 4,7% dari 904 sampel (menduduki peringkat kelima penyakit terbanyak), dengan perincian 7,5% pada pasien laki-laki dewasa, dan 4,1% pada pasien perempuan dewasa. Berdasarkan analisis statistik, terdapat hubungan bermakna antara dispepsia fungsional dengan variabel pekerjaan, pelayanan kesehatan, dan tingkat pendidikan. Akan tetapi, analisis statistik yang paling menggambarkan populasi terjangkau hanya terdapat pada analisis variabel usia dan jenis kelamin karena hanya kedua variabel tersebut yang terisi lengkap pada rekam medis. SARAN Saran yang dapat peneliti berikan untuk RSCM adalah untuk meningkatkan kualitas pengisian rekam medik agar tidak ditemukan lagi banyak data yang kosong pada rekam medis. Diperlukan adanya quality control untuk meningkatkan kualitas kelengkapan pengisian rekam medis. Dengan pengisian rekam medis yang baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan melalui pendekatan yang holistik dan berkesinambungan dengan ditunjang catatan medik yang lengkap. Selain itu, mutu penelitian juga dapat meningkat dengan cara membuat atau mengisi rekam medis dengan baik. Untuk dokter dan praktisi kesehatan, disarankan untuk lebih memerhatikan permasalahan dispepsia fungsional yang berdasarkan hasil penelitian ini merupakan peringkat kelima terbanyak di poli rawat jalan RSCM, baik dari segi kuratif, maupun preventif. Untuk peneliti selanjutnya disarankan dilakukan penelitian lanjutan dalam model penelitian lain untuk menganalisa lebih dalam mengenai variabel-variabel yang diduga memiliki hubungan pada penelitian ini.
13
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007 [internet]. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2007 [cited 2012 Sep 30]. Available from: http://www.depkes.go.id. 2. WHO. Scaling Up Prevention and Control of Non-Communicable Disease [internet]. Thailand: WHO; 2007 [cited 2012 Sep 30]. Available from: http://www.searo.who.int. 3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan RI tahun 2007 [internet]. Departemen Kesehatan; 2008 [cited 2012 Sep 30]. Available from: http://www.depkes.go.id. 4. Longo DL, Fauci AS. Harrison’s: Gastroenterology and Hepatology. New York: McGraw Hill Companies; 2010. p. 35. 5. Mahadeva S, Goh LK. Epidemiology of functional dyspepsia: A global perspective. World Journal of Gastroenterology. 2006 May 7; 12(17): 2661-2666. 6. Harahap Y. Karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007. Skripsi; 2010. p. 3 [cited 2012 Sep 30]. Available from: http://library.usu.ac.id. 7. Ambarwati S. Gambaran trait kepribadian, kecemasan, dan stres, serta strategi coping pada penderita dispepsia fungsional. Tesis; 2007 [cited 2012 Nov 15]. Available from: http://www.digilib.ui.ac.id/. 8. Bazaldua OV, David S. Evaluation and management of dyspepsia. American Family Phisician. 1999; 60:6. 9. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, Gastroduodenal. Gastroenterology. 2006;130:1466-1479.
et al. Functional
10. Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. American Gastroenterological Association technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology. 2005;129: 1754. 11. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 354-6. 12. Shaib Y, Serag HB. The prevalence and risk factors of functional dyspepsia in a multiethnic population in the United States. Am J Gastroenterol. 2004; 99: 22102216. 13. Nakao H, Konishi H, Mitsufuji S, Yamauchi J, Yasu T, Taniguchi J, Wakabayashi N, Kataoka K. Comparison of clinical features and patient background in functional dyspepsia and peptic ulcer. Dig Dis Sci. 2007; 52: 2152–2158. 14. Harahap Y. Karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007. Skripsi; 2010. p. 40 [cited 2012 Sep 30]. Available from: http://library.usu.ac.id. 15. Flier SN, Rose S. Is functional dyspepsia of particular concern in women? A review of gender differences in epidemiology, pathophysiologic mechanisms, clinical presentation, and management. American Journal of Gastroenterology. 2006;101: S644–S653. 14
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013
16. Oijen MGH, Josemanders DFGM, Laheij RJF, Rossum LGM, Jansen JBMJ. Gastrointestinal disorder and symptoms: does body mass index matter?. Netherlands The Journal of Medicine. 2006; 3(64): 2. 17. Lillard LA, Panis CWA. Marital status and mortality: the role of health. Demography Journal. 1996 Aug; 33(33): 313-27. 18. Greenburger NJ. Dyspepsia. In: Merck Manuals Online Medical Library [internet]. Whitehouse Station (NJ): Merck; 2009 [last modified 2008 Mar; cited 2012 July]. Available from: http://www.merck.com/ mmpe/sec02/ch007/ch007c.html. 19. Mushtaq MU, Gull S, Shad MA, Akram J. Socio-demographic correlates of the healthseeking behaviours in two districts of Pakistan's Punjab province. JPMA. 2011; 4(61): 1205. 20. Mahadeva S, Yadav H, Rampal S, Goh KL. Risk factors associated with dyspepsia in a rural Asian population and its impact on quality of life. Am J Gastroenterol. 2010; 105(26): 904-912. 21. Robert Johnson Foundation. Work and health issue: work matters for health. New Jersey: Robert Johnson Foundation; 2008. p.1-18.
15
Prevalensi dispepsia fungsional..., Andy Omega, FK UI, 2013