UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN DI RSUPN dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Oleh : FERA LIZA NPM. 0906594343
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI 2013
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN DI RSUPN dr. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Oleh : FERA LIZA NPM. 0906594343
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JANUARI 2013
i Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Fera Liza
NPM
: 0906594343
Tanda tangan
:
Tanggal
: 03 Januari 2013
ii Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh : Nama NPM Program Studi Judul Karya Ilmiah Akhir
: Fera Liza : 0906594343 : Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
iii
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir
tentang “Analisis
Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Karya Ilmiah Akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis mendapat bimbingan dan masukan
dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada : 1. Prof. Dra. Elly Nurachmah M.App. Sc., DNSc, selaku supervisor utama, yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis. 2. I Made Kariasa,S.Kp., MM., M.Kep. Sp.KMB selaku supervisor, yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan pada penulis 3. Ns. Enny Mulyatsih, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB, selaku supervisor klinik sekaligus Manajer Keperawatan Gedung A
RSUPN
dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis. 4. Dewi Irawati, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 5. Astuti Yuni Nursani, S.Kp, MN, selaku Ketua Program Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 6. Lestari Sukamarini, MNS, selaku koordinator praktik residensi, yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis. 7. Direktur Utama RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan izin pelaksanaan praktik residensi.
iv Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
8. Manajemen Gedung A, kepala Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta beserta staf atas bantuan, dukungan, kerja sama dan kebersamaannya selama kami berpraktek. 9. Seluruh staf dosen dan civitas akademi di lingkungan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 10. Teristimewa buat suamitercinta (Aiptu Syafri, SH)dan anak-anak tersayang (Ijlalul Fajri dan Agil Digo Hawari), orang tua ( Yurnizal Alm. dan Hj. Lismawarti, S.Pd), mertua serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan pengorbanan selama penulis mengikuti pendidikan. 11. Seluruh teman-teman residensi KMB Fakultas Ilmu Keperawatan angkatan genap 2012 (Aria, Amila, Siska, Eva, Nurlia, Sukarmin dan Yowel)atas kebersamaannya selama ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengaharapkan masukan yang membangun demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Depok, 03 Januari 2013
Penulis
v Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Fera Liza NPM : 0906594343 Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Departemen : Keperawatan Medikal Bedah Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas Karya Ilmiah Akhir saya yang berjudul: “Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo di Jakarta “ beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan namasaya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 3 Januari 2013 Yang menyatakan
(Fera Liza)
vi Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Fera Liza
Program Studi
: Program Pendidikan Spesialis Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Judul
: Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah padaPasien dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUPN dr.CiptoMangunkusumo Jakarta
Sistem persarafan manusia adalah sistem khusus yang mengontrol dan mengintegrasi bermacam aktivitas sel tubuh. Gangguan sistem saraf merupakan Global Burden of Disease (GBD) karena dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah merupakan wadah untuk menerapkan peran sebagai Advanced Practice Nurse (APN) dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neurologi. Pada asuhan keperawatan pada Stroke iskemik dan gangguan sistem saraf dengan pendekatan Model Adaptasi Roy ditemukan masalah keperawatan akibat perilaku tidak adaptif pada mode fisiologis adalah risiko ketidakefektifan jaringan perfusi serebral, kerusakan mobilitas fisik dan padamode adaptasi psikologis adalah ansietas. Hasil penerapan Evidence Based Nursing (EBN) menunjukkan bahwa minyak lada hitam meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke. Hasil penerapan inovasi bladder trainingdapat meningkatkan fungsi berkemih pasien dengan gangguan neurologi.
Kata Kunci: gangguan sistem saraf Model Adaptasi Roy, Stroke Iskemik, asuhan keperawatan, stimulasi olfaktorius, bladder training.
vii Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Fera Liza
Program
: Program of Nursing Spesialist Medical Surgical Nursing Faculty of Nursing of Indonesia University
Title
: Analysis of Medical Surgical Nursing Clinical Practice of Residency on Patient to Neurological System Disorder RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta
Human nervous system is a special system that controls and integrates a variety of body function activity through electrical impulses. Neurological disorder is the Global Burden of Disease (GBD) as it can cause disability and mortality. Medical Surgical Nursing Practice Residency is a chance to apply the role of Advanced Practice Nurse (APN) to provide nursing care to patients with neurological disorders. In nursing care to Ischemic stroke and number of neurological disorder to approach Roy Adaptation Model nursing due to behavioral problems are found to be ineffective at physiological mode is the risk of cerebral perfusion ineffective tissue, impaired pyhsical mobility and the psychological adaptation mode is anxiety. The results of the application of Evidence Based Nursing (EBN) show that black pepper oil improve swallowing ability of stroke patients. The results of the application of innovation bladder training can improve voiding function of patients with neurological disorders.
Keywords : Neurological disorder, Roy’s Adaptation Model, Ischemic stroke, Nursing care, Olfactory stimulation.
viii Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................... Halaman Pernyataan Orisinalitas .......................................................... Halaman Pengesahan ........................................................................... Kata Pengantar..................................................................................... Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ........................................... Abstrak ............................................................................................... Abstract .............................................................................................. Daftar Isi ............................................................................................. Daftar Tabel ........................................................................................ Daftar Lampiran .................................................................................. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 1.3 Manfaat Penelitian ............................................................... BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Pustaka .................................................................. 2.2 Mode Adaptasi Roy (MAR) ................................................ 2.2.1 Gambaran Mode Adaptasi Roy (MAR) ............................. 2.2.2 Proses Keperawatan pada Stroke Iskemik dengan Model Adaptasi Roy (MAR) ................................................ BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFANDENGAN MODE ADAPTASI ROY (MAR) 3.1 Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Stroke Iskemik ......... 3.2 Pembahasan Kasus Stroke iskemik pada Ny.S ........................ 3.3 Analisis Penerapan Teori Adaptasi Roy pada 32 Kasus Kelolaan ...................................................................... BAB 4 : PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA PASIEN STROKE DENGAN GANGGUAN MENELAN 4.1 Hasil Reading Journal .......................................................... 4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian ................... 4.3 Pembahasan .......................................................................... BAB 5 : KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN 5.1 Analisis Situasi ....................................................................... 5.2 Kegiatan Inovasi ..................................................................... 5.3 Pembahasan ............................................................................ BAB 6 : PENUTUP................................................................................... DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN
ix Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Hal i ii iii iv vi vii viii ix x xi 1 6 7
8 22 21 23
42 69 85
91 94 96
98 103 106 108
DAFTAR TABEL
Hal 38
Tabel 2.1
Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik...........
Tabel 3.1
Rencana Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik pada Ny. S dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy.......................
55
Tabel 3.2
Distribusi Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB NeurologiDi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012.................................................................
85
Tabel 3.3
Tabel Distribusi Masalah Keperawatan Pada Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB Neurologi Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012...................
89
x Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Lampiran 2 : Lampiran 3 : Lampiran 4 : Lampiran 5 : Lampiran 6 : Lampiran 7 : Lampiran 8 ; Lampiran 9 : Lampiran 10 : Lampiran 11 : Lampiran 12 : Lampiran 13 :
Format Pengkajian Keperawatan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy Penilaian Status Fungsional (Berdasarkan Penilaian Barthel Indeks) Pengkajian Risiko Dekubitus (Berdasarkan Skala Norton) Instrumen Penilaian Stroke (National Institute Health Stroke Scale/NIHSS) Instrumen Skrining Disfagia Pada Stroke Akut Kuisioner (Karakteristik Pasien pada Strimulasi Olfaktori dengan Minyak Lada Hitam Instrumen Status Menelan (The Royal Adelaide Prognostic Index for Dyasphagic Stroke/RAPIDS) Format Observasi Stimulasi Olfaktori Satuan Acara Penyuluhan (SAP) dan Leaflet Skema pelaksanaan Bladder Training Format Catatan Berkemih (Bladder Diary) Resume Kasus Kelolaan Daftar Riwayat Hidup
xi Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem saraf manusia adalah sistem khusus yang mengontrol dan mengintegrasi bermacam aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Sistem saraf berperan penting
dalam adaptasi individu. Sistem saraf adalah sistem yang
penting dan rumit. Secara spesifik sistem saraf adalah sistem protektif yang mengenali diri sendiri (self) dan dari luar diri (non-self), merupakan pabrik berbagai molekul yang menghantarkan sinyal, dan merupakan sistem komunikasi yang mengirim dan menerima pesan tubuh. Mekanisme ini menyebabkan sistem saraf dapat mengendalikan fungsi vegetatif tubuh yang paling sederhana sampai fungsi integratif yang kompleks (Price & wilson, 2006). Fungsi sistem saraf ataulistrik
diotak,
akan terganggu bila ada kelainan struktural, biokimia saraf
tulang
belakangatau
saraf
lainnya
yang
dapatmengakibatkan berbagaigejala. Gejala-gejala gangguan sistem saraf yang sering munculmeliputikelumpuhan, kelemahan otot, koordinasi yang buruk, hilangnya
sensasi,
kejang,
kebingungan,
rasa
sakit
danperubahan
tingkatkesadaran. (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher & Camera, 2011). Gangguansaraf merupakan bagian Global Burden of Disease (GBD). Gangguan saraf mengakibatkan Years of Life Lost (YLL) dan Years of Life disability (YLD) dan kedua komponen ini menyebabkan Disability-adjusted Life Years (DALYs). Pada tahun 2005 gangguan saraf berkontribusi terhadap 4,3% GBD dan 92 juta DALYs, dan diperkirakan akanmeningkat menjadi 103 juta pada tahun 2030 (naik 12%). Gangguan saraf ini terdiri dari penyakit serebrovaskuler 55%, Alzheimer dan demensia lainnya 12%, Migrain 8,3%, Epilepsi 7,9%, Tetanus 7%, Meningitis 5,8%. Gangguan saraf juga berkontribusi terhadap 12% total kematian secara umum. Kematian ini disebabkan oleh penyakit Serebrovaskuler 85%, Alzheimer dan Demensia lainnya 6,28%, Tetanus 2,83%, Meningitis 2,24%, Epilepsi 1,86%, penyakit Parkinson 1,55%, Multipel sklerosis 0,24%, Ensepalitis Jepang 0,17% (GBD, 2009).
1 Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
2
Berdasarkan data-data di atas, penyakit serebrovaskuler (stroke) merupakan kasus neurologi terbanyak yang menyebabkan DALYs dan kematian. Stroke merupakan sindrom neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan. Stroke adalah brain attack yang merupakankegawatdaruratan neurologi yang mendadak (akut) karenaoklusi atau hipoperfusi pada pembuluh darah otak. Sehingga jika tidak segera diatasi maka akan terjadi kematian sel dalam beberapa menit, kemudian menimbulkan defisit neurologis dan menyebabkan kecacatan atau kematian (Misbach, 2011). Di Amerika kira-kira 795.000 orang menderita strokesetiap tahun, 600.000 diantaranya adalah kasus stroke baru, sisanya adalah stroke rekuren. Ini berarti rata-rata satu serangan stroke terjadi setiap 40 detik. Stroke merupakan penyebab kematian ke-4 dan kecacatan pertama di Amerika. Stroke telah membunuh 273.000 orang setiap tahun, berarti stroke penyebab pertama dari 18 kematian. Rata-rata setiap 4 menit, seorang meninggal karena stroke. Dari semua kasus stroke 87% diantaranya adala Stroke iskemik, 10% adalah stroke perdarahan intrakranial (ICH) dan 3% perdarahan sub araknoid (SAH). Kira-kira 40% stroke terjadi pada laki-laki dan 60% pada wanita.Pada tahun 2012 Amerika menghabiskan biaya 73,7 juta dolar untuk pengobatan dan kecacatan akibat stroke. (American Stroke Association, 2012).Di Indonesia data nasional menunujukkan stroke penyebab kematian tertinggi yaitu 15,4% dan penyebab utama kecacatan pada kelompok usia dewasa (Kemenkes RI, 2007). Stroke menyebabkan berbagai masalah fisik, masalah komunikasi serta perubahan emosi dan perilaku individu. Masalah yang muncul tergantung pada lokasi obstruksi dan luasnya jaringan otak yang dikenai.Stroke juga mempengaruhi anggota keluarga. Serangan stroke yang tiba-tiba membuat keluarga cemas dan tidak siap menghadapi perubahan yang dialami orang yang mereka sayangi. Keluarga juga tidak siap menerima peran baru sebagai caregiver.Padahal peran keluarga ini sangat penting dalam tahap pemulihan dan rehabilitasi jangka panjang. Stroke juga menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem, diantaranya adalah komplikasi pada sistem saraf. Komplikasi yang terjadi seperti edema otak, kejang, tekanan tinggi intra kranial, infark berdarah, stroke berulang (sekunder), delirium
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
3
akut dan depresi (Misbach, 2007). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bila seseorang sudah pernah menderita stroke maka kemungkinan 20% lebih besar untuk menderita stroke ulang (stroke sekunder) dalam dua tahun dibandingkan yang lain (Strokeengine, 2010). Menurut National Stroke Association (2010) persentase kejadian stroke sekunder adalah 3-10% dalam 30 hari, 4-14% dalam 1 tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya. Tingginya angka kecacatan, kematian, komplikasi sistem saraf serta dampak terhadap
ekonomi
dan
sosial
keluarga
akibat
stroke,
makadiperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif yang mencakup aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual baik pasien maupun keluarga, yang dimulai dari fase hiperakut, akut, sub akut dan rehabilitasi. Sesuai dengan motto penatalaksanaan stroke adalah “time is brain”, sehingga makin cepat dan tepat penatalaksanaan stroke sangat menentukan kualitas hidup pasien (Rasyid, 2007). Di Indonesia prinsip penatalaksanaan ini sulit diterapkan karena faktor sarana dan prasaranaserta kebiasaan masyarakat. Hal ini didukung data dari 28 RS, dimana waktu tiba di RS sejak saat terjadinya serangan antara 1 jam sampai 968 jam. Selama waktu tersebut yang datang kurang dari 3 jam sebanyak
21,1% ,
sedangkan 32,7% kurang dari 6 jam, 44,8% kurang dari 12 jam dan 50,2% kurang dari 24 jam. Alasan keterlambatan datang ke RS adalah 56,3% tidak menyadari terkena stroke, 21,5% alasan transportasi, 11,8% melakukan pengobatan tradisional, 4,2% berobat ke dukun dan 6,2% tidak tahu mencari pertolongan ke rumah sakit mana. Oleh karena itu banyak ditemukan pasien datang ke RS dalam kondisi yang sudah berat. Menurut WHO penatalaksanaan stroke terdiri dari preventif primer, preventif sekunder dan preventif tersier yang melibatkan multidisipliner. Perawat merupakan salah satu tim stroke yang mempunyai peran utama atau core dalam tim stroke.Tanggung jawab perawat di sini adalah memberikan perawatan, menggali sumber pendidikan dan pendukung yang ada dalam komunitas, dengan sasaran meningkatkan fungsi atau kemampuan diri serta kualitas hidup pasien stroke dan keluarga.Sedangkan peran perawat dalam perawatan komprehensif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
4
pasien stroke adalah promotif, preventif, perawatan akut, post perawatan akut dan perawatan paliatif dan rumah (Haroen, 2012). Upaya untuk meningkatkan peran perawat tersebut adalah dengan mencetak keperawatan
yang
profesional
melalui
pendidikan
keperawatan
yang
berkelanjutan sampai ke jenjang master, spesialisasi maupun doktoral. Keperawatan neurologi spesialisasi adalah bagian dari Keperawatan Medikal Bedah yang menuntut
pemahaman tentangneuroanatomi, neurofisiologi, tes
neurodiagnostik, keperawatan kritis, dan keperawatan rehabilitasi. Selain melakukan pengkajian neurologi yang berkesinambungan, peran perawat adalah menolong pasien dalam mengidentifikasi masalah, membuat tujuan bersama, memberikan intervensi keperawatan yang meliputi konseling, penyuluhan dan koordinator kegiatan dan evaluasi intervensi. Perawat Spesialisasi Neurologi Keperawatan Medikal Bedah adalah Clinical Nurse Spesialist (CNS) yang merupakan bagian dari Advanced Practice Nurse (APN), dimana secara umum ada lima peran APN yaitu sebagai ahli (expert), edukator (educator), kolabolator (collabolator), peneliti (researcher) dan pemimpin (leader)Robinson & Kish (2001 dalam Liza, 2012). Dalam rangka menyelesaikan Program Pendidikan Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah Spesialisasi Neurologi, penulis berusaha menerapkan peran-peran APN tersebut selama mengikuti program residensi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusomo Jakarta. Sebagai ahli(spesialis) APN mampu mendiagnosis dan memberikan perawatan terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial dalam sebuah area spesialisasi keperawatan. Dalam hal ini penulis telah menerapkan kemampuan memberi asuhan keperawatan terhadap 32 kasus resume pada berbagai gangguan saraf. Kasus resume itu diantaranya asuhan keperawatan pada Stroke, Cidera kepala, SOL, infeksi sistem saraf, Myastenia Gravis, Guilanne Barre Syndroma (GBS), Multiple Sklerosis, Vertigo dan sebagainya. Kasus-kasus resume ini dipaparkan pada BAB 3. Gangguan saraf yang menjadi kasus kelolaan utama
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
5
adalah asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik yang dibahas dalam BAB 2 dan BAB 3 laporan residensi ini. Sebagai edukator APN mengedukasi klien sebagai individu dan atau keluarganya, dimana tujuan edukasi adalah untuk mencegah penyakit dan komplikasi, promosi kesehatan, mem-follow up serta untuk mencegah kekambuhan. Dalam peran ini penulistelahmemberikanedukasikepadapasienkelolaandankeluarganya (sebagaibagiandaridischarge planning RS). Implementasi utama discharge planning adalah pemberian pendidikan kesehatan (health education) pada pasien dan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta dukungan terhadap kondisi kesehatan pasien serta tindak lanjut yang harus dilakukan setelah pulang ke rumah (Slevin, 2008 dalam Pemila 2009).
Sebagaikolabolator APN mampu berkolaborasi dan bekerjasama dengan dokter dan tim interdisiplin untuk menemukan kebutuhan klien yang kompleks.Dalam peran ini penulis mendiskusikan penambahan atau pengurangan terapi sebagai hasil penilain penulis terhadap pasien, ataupun mengusulkan penatalaksanaan pasien lainnya kepada dokter, ahligizi, fisioterapis, terapiswicaradanmenelan.
Sebagai peneliti APN mempunyai posisi yang ideal untuk melakukan riset dan menggunakan hasil riset dalam perawatan pasien.Sebagai peneliti, penulis telah menerapkan sebuah Evidence Based Nursing (EBN) tentang aroma terapi dengan minyak lada hitam untuk menstimulasi refleks menelan pasien stroke. Menurut review literature yang penulis lakukan bahwa aroma terapi memakai minyak lada hitam selama satu menit sebelum makan dapat meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) di korteks insular, sehingga meningkatkan fungsi menelan pasien stroke (Ebihara, 2006). Penerapan EBN dibahas dalam BAB 4 laporan ini. Sedangkan sebagai pemimpin APN adalah leader dalam layanan praktik dan profesi keperawatan. APN mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk membawa perubahan dan pengaruh bagi orang lain (Robinson & Kish, 2001). Sedangkan peran sebagai pemimpin, salah satunya tertuang dalam proyek inovasi kelompok tentang bladder training.Tujuan dari inovasi ini adalah untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
6
mengetahui kemampuan berkemih pasien, untuk menilai dan menetapkan perlu tidaknya pasien dipasang kateter ulang serta untuk membantu mengurangi risiko infeksi pada pasien akibat pemasangan kateter ulang. Inovasi ini diuraikan pada BAB 5 laporan residensi ini. Sedangkan menurut Summers et al (2009) peran APN dalam perawatan Stroke iskemik akut adalah merencanakan dan memimpin tim untuk mengembangkan alat klinik, mengorganisasikan anggota tim untuk mempercepat perawatan pasien Stroke iskemik akut, memonitor keluaran dan memprakarsai peningkatan kualitas perawatan.
APN
mengintegrasikan
pendidikan,
penelitian,
manajemen,
kepemimpinan, dan konsultasi dalam peran klinik dalam memutuskan tentang manajemen klinik, alasan diagnostik dan mengembangkan intervensi terapeutik. APN memiliki peran kepemimpinan dalam mengembangkan program seperti sebagai tim disfagia, tim inkontinensia, dan klinik antikoagulan serta terlibat aktif dalam pemulangan, perawatan paliatif dan pencegahan sekunder. Pada laporan ini penulis menggunakan pendekatan teori Model Adaptasi Roy.Teori Roy Adaptation Model (RAM) adalah teori yang mendeskripsikan individu sebagai sebuah sistem adaptasi. Sebagai gabungan dari berbagai sistem, individu mempunyai proses internal yang mempertahankan integritas individu. Teori ini penulis anggap cukup komprehensif membahas individu dari aspek fisiologi, konsep, peran dan interdependensi.Penulis juga menggunakan standar Nourth American Nursing Diagnosis Association (NANDA) dalam merumuskan diagnosa, Nursing OutcomeClassification (NOC) dalam menetapkan tujuan dan Nursing
Intervension
Classification
(NIC)
dalam
menetapka
intervensi
keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Memberikan gambaran hasil penulis residensi Program Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah kekhususan Keperawatan Neurologi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
7
1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus meliputi : a. Memberikan gambaran hasil analisiskasus selama mengikuti praktek residensi keperawatan neurologi Program Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. b. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan Evidence Based Nursing (EBN) pada pasien stroke dengan gangguan menelan di ruang neurologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. c. Memberikan gambaran hasil analisis penerapan inovasi tentang bladder trainingpada pasien gangguan sarafyang terpasang foley kateter di ruang neurologi dan bedah saraf RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1
Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Dapat menjadi masukan bagi perawat bagaimana menerapkan asuhan keperawatan neurologi khususnya, dengan menggunakan pendekatan Teori Model Adaptasi Roy, Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC) dan standar diagnosa dari NANDA. b. Sebagai masukan bagi lahan praktek yang diharapkan dapat mengadopsi EBN (Evidence Based Nursing) dan inovasi yang telah diterapkan untuk dijadikan salah intervensi keperawatan pada pasien neurologi.
1.3.2
Bagi Kelimuan Keperawatan
Dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan penerapan teori keperawatan khususnya teori Model Adaptasi Roy,memperkaya ilmu pengetahuankeperawatan, menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat klinikbedah serta mahasiswa keperawatan dalam memberikanasuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem persarafan. 1.3.3
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan evaluasi bagi institusi pendidikan tentang proses belajar mengajar mahasiswa residensi neurologi Keperawatan Medikal Bedah, agar lebih baik di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Stroke 2.1.1 Definisi Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan disebabkan semata-mata oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke adalah serangan otak (brain attack/cerebrovascular accident) merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat dan tepat. (FKUI, 2004). 2.1.2 Klasifikasi Stroke 2.1.2.1 Klasifikasi modifikasi Marshall, yaitu : a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1) Stroke iskemik a) Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA) b) Trombosis serebri c) Emboli serebri 2) Stroke Hemoragik a) Perdarahan Intra Serebral (PIS) b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA) b. Berdasarkan stadium atau waktu proses stroke 1) Transient Ischemic Attack (TIA) 2) Stroke in Evolution atau Progressing Stroke 3) Completed Stroke atau stroke komplit 4) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) c. Berdasarkan sistem pembuluh darah 1) Sistem karotis 2) Sistem vertebro-basilar
8 Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9
2.1.2.2 Klasifikasi berdasarkan Bamford (1992), mengajukan klasifikasi berdasarkan klasifikasi klinis saja, yaitu: a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI) b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI) c. Lacunar Circulation Infarct (LACI) d. Posterior Circulation Infarct (POCI) ( Misbach, 2011)
2.1.3 Faktor Risiko Faktor Risiko Stroke dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko tidak dapat dimodifikasi. a. Yang tidak dapat dimofikasi 1) Usia Menurut Iskandar (2003), risiko Stroke meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Risiko strokemeningkat dua kali lipat pada usia di atas 55 tahun tiap 10 tahun. Pertambahan usia menyebabkan penurunan fungsi sistem pembuluh darah. Menurut Feigin (2004), setelah mencapai usia 50 tahun, setiap penambahan usia tiga tahun risiko stroke meningkat sebesar 11-20%. Risiko stroke tertinggi adalah pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi hampir 25% dari semua stroke terjadi pada usia kurang dari 65 tahun, dan 4% terjadi pada usia antara 15 dan 40 tahun. 2) Jenis kelamin Stroke lebih sering terjadi pada pria dari wanita, tetapi kematian akibat stroke lebih banyak mengenai wanita. (Lewis, 2011). Laki-laki lebih beresiko dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut, resiko stroke pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Iskandar (2003), laki-laki beresiko terkena Stroke iskemik, sedangkan wanita cenderung terkena stroke perdarahan subarakhnoid. Stroke pada wanita diduga akibat pemakaian obat kontrasepsi oral. 3) Ras Bangsa Afrika Amerika lebih banyak menderita stroke dan meninggal dibanding bangsa Amerika yang berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
10
tingginya kejadian Hipertensi, Obesitas dan Diabetes melitus pada bangsa ini (Lewis, 2011). 4) Riwayat keluarga (herediter) Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke seperti Hipertensi, penyakit jantung, Diabetes Melitus dan kelainan pembuluh darah. Faktor genetis berperan besar dalam perdarahan subarakhnoid. Genetis menjadi penyebab pada 7% total kasus dan sampai 20% pada orang berusia muda. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 60 tahun, akan meningkatkan risiko stroke (Feigin, 2004).
b. Yang dapat dimodifikasi 1) Hipertensi : Orang yang menderita hipertensi 4 sampai 6 kali berisiko terkena stroke. Hipertensi mempertebal dinding pembuluh darah, menyebabkan kolesterol atau lemak lainnya (plak) terbentuk dan menghambat aliran darah ke otak (National Stroke Association, 2009). 2) Hiperlipidemia Kolesterol berlebih atau terbentuknya plak di arteri bisa menyumbat aliran darah ke otak, berisiko terbentuk aterosklerosis sehingga menyebabkan Stroke (National Stroke Association, 2009). 3) Diabetes melitus Diabetes menyebabkan perubahan pada sistem vaskuler dan menyebabkan terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2004). 4) Merokok Rokok meningkatkan stroke empat kali lipat. Rokok menurunkan jumlah oksigen dalam darah yang menyebabkan jantung bekerja lebih kuat dan memudahkan terbentuknya gumpalan darah (National Stroke Association, 2009). Perokok pasif juga meningkatkan risiko stroke sebesar 80%. 5) Konsumsi alkohol berlebihan Meminum alkohol lebih dari 1 gelas alkohol sehari dapat meningkatkan 50% risiko Stroke. Menurut National Stroke Association (2009), alkohol
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
11
juga dapat mencegah stroke, dengan meningkatkan kadar High Density Lipoproteins (HDL). HDL membawa kolesterol ke hati yang akan difilter dan dikeluarkan. 6) Obesitas Obesitas meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung, diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas juga dapat menyebabkan stroke melalui efek snoring atau mendengkur dan sleep apnea, karena berhentinya suplai oksigen secara mendadak ke otak. 7) Penyakit jantung Myocardial Infarct, Kardiomiopati, Fibrilasi atrium (FA) dan kelainan katup jantung berisiko menyebabkan Stroke. Fibrilasi Atrium menggambarkan irama jantung yang tidak teratur dan cepat yang bisa menyebabkan darah terkumpul di jantung. Kondisi ini berpotensi terbentuknya gumpalan yangkemudian terbawa ke otak dan menyumbat aliran darah ke otak. AF meningkatkan risiko stroke 500% dan menyebabkan kematian lebih dari 70% pasien stroke (National Stroke Association, 2009). Kelainan katup jantung menyebabkan terbentuknya embolus. Embolus ini akan terlepas dan masuk ke otak dan menyumbat arteri dan menimbulkan Stroke iskemik. 8) Kontrasepsi oral Sebagian besar kontrasepsi oral mengandung progesteron dan estrogen. Hormon ini menyebabkan darah menjadi kental dan memudahkan terbentuknya bekuan dan dapat meningkatkan tekanan darah (Feigin, 2004). 9) Migrain Migrain adalah faktor risiko Stroke iskemik terutama pada wanita usia kurang dari 50 tahun yang juga merokok dan menggunakan kontrasepsi oral. 10) Hiperkolesterolemia Kadar lemak yang tinggi dapat meningkatkan risiko aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Kedaan ini meningkatkan 20% risiko Stroke iskemik dan TIA.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
12
11) Penggunaan obat-obatan Menurut Feigin (2004), heroin, amfetamin, kokain, fensiklidin, mariyuna dan obat-obat adiktif lainnya dapat menyebabkan stroke akibat peradangan arteri dan vena, spasme (kejang) arteri otak, disfungsi jantung, pembekuan darah dan peningkatan tekanan darah. 12) Kurang aktifitas fisik Aktifitas fisik terkait dengan risiko stroke, karena mempengaruhi faktor terbentuknya aterosklerotik seperti hipertensi, resistensi insulin, intoleransi glukosa, rendah konsentrasi kolesterol lipoprotein dan obesitas. Menurut Lawrence (2009) individu yang melakukan aktifitas fisik memiliki risiko 27% lebih rendah dibandingkan yang tidak melakukan aktifitas fisik. 13) Faktor makanan Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang digunakan sehari-hari, maka kalori tersebut akan dirubah menjadi lemak dalam tubuh. Makanan yang banyak mengandung lemak, kolesterol, garam, kurang sayuran dan buah, akan mempercepat terbentuknya aterosklerosis. 14) Sindroma apnea saat tidur Kebisaan ngorok saat tidur dapat menimbulkan stroke. Hal ini terjadi karena terganggunya jalan nafas pada saat tidur, sehingga mengganggu aliran darah ke paru-paru, jantung dan otak. Gangguan ini bisa menyebabkan terjadinya stroke, serangan jantung, maupun mati mendadak pada waktu tidur (Sutrisno, 2007).
2.1.4 Patofisiologi Stroke iskemik terjadi karena tidak adekuatnya aliran darah ke bagian otak. Gangguan pasokan aliran darah otak ini dapat terjadi dimana saja di dalam arteriarteri yang membentuk siklus Willis seperti pada arteri karotis interna dan sistem vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya.Dalam keadaan normal dan sehat rata-rata aliran darah otak (CBF) adalah 50,9/100 gram otak/menit. Bila CBF < 15 cc/100 gram/menit maka akan menyebabkan kematian sel saraf dan bila terjadi selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan (Misbach, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
13
Proses patologik yang mendasari Stroke iskemik adalah 1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti pada aterosklerosis dan trombosis. Selain itu proses pada arteriole karena vaskulitis atau lipohialinosis, 2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah, 3) gangguan aliran darah akibat, trombosis arteri bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium (Price & Wilson, 2006).
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversible akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat dan lain-lain. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional, keadaan ini disebabkan oleh sumbatan satu pembuluh darah otak yang bisa mengenai sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak.
Sebagai akibat penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai pada tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan struktur sel kemudian diikuti kerusakan fungsi utama serta integritas fisik susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Di samping itu terjadi pula perubahan millu ekstra seluler, karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurostransmiter (glutamat) serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai kerusakan sawar darah otak (blood brain barier) (Misbach, 2011).
Apabila aliran darah pada daerah yang iskemik membaik sebelum terjadi kerusakan yang irreversible, maka gejala timbul dalam beberapa saat. Tetapi apabila aliran darah ke daerah tersebut tidak membaik akan menyebabkan iskemia jaringan otak irreversible, maka defisit neurologis yang terjadi akan menetap. Gambaran klinis Stroke iskemik tergantung pada area otak yang mengalami iskemia atau lokasi oklusi (Machfoed, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
14
2.1.5 Gambaran Klinis Stroke iskemik menyebabkan bermacam-macam defisit neurologis, tergantung pada lokasi lesi atau pembuluh darah yang tersumbat, luas area yang mengalami hipoperfusi dan jumlah kolateral aliran darah. Berikut defisit neurologis yang paling sering muncul akibat Stroke iskemikmenurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010) adalah : a. Kehilangan motorik Stroke adalah lesi pada Upper Motor Neuron (UMN) dan hasil dari kehilangan kontrol volunter melebihi pergerakan motorik. Disfungsi motorik yang paling sering adalah hemiparese atau kelemahan pada satu sisi tubuh atau tanda lain. Pada stadium awal ditemukan paralisis flaksid dan penurunan refleks tendon dalam. b. Kehilangan komunikasi Stroke paling banyak menyebabkan afasia. Berikut disfungsi berbahasa dan berkomunikasimeliputi disartria, disfasia dan apraksia. Disartria (kesulitan berbicara), disebabkan oleh paralisis otot-otot yang bertanggung jawab terhadap produksi bicara atau kesulitan membentuk kata. Disfasia (kerusakan berbicara) atau afasia (kehilangan bicara) yang berupa afasia ekspresif, afasia reseptif atau afasia global. Apraksia (ketidakmampuan membentuk tindakan belajar yang terus menerus). c. Gangguan persepsi Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke bisa menyebabkan disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori, seperti hemianopsia homonimous (kehilangan sebagian lapang pandang). d. Kehilangan sensori Kehilangan sensori akibat stroke seperti melalaikan gangguan sentuh, kehilangan proprioseptif (kemampuan menerima posisi dan pergerakan bagian tubuh), kesulitan interpretasi penglihatan, taktil dan pendengaran. Agnosia adalah penurunan kemampuan mengenal benda yang sudah dikenal dengan satu atau lebih sensasi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
15
e. Kerusakan kognitif dan efek psikologik Jika kerusakan di lobus frontal, akan mengganggu kemampuan belajar, fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi seperti : rentang perhatian terbatas, kesulitan
komprehensi,
kurang
motivasi.
Perubahan-perubahan
ini
menyebabkan pasien mudah frustasi. Depresi sering terjadi begitu juga emosi labil, frustasi, permusuhan, kurang kooperatif dan masalah psikologis lainnya.
Manifestasi klinis sesuai arteri yang dikenai menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher dan Camera (2011) adalah : a. Anterior Cerebral Artery Defisit motor dan atau sensori (kontralateral), menelan dan menghisap, kekakuan, masalah gait (gaya berjalan), kehilangan propriosepti, sentuh. b. Middle Cerebral Artery Sisi dominan : apasia, defisit motor dan sensori, hemianopsia.Sisi nondominan : neglect, defisit motor dan sensori, hemianopsia c. Posterior Cerebral Artery Hemianopsia, halusinasi visual, nyeri spontan, defisit motori. d. Vertebral Artery Gangguan nervus otak, diplopia, pusing, mual, muntah, disartria, disfagia dan atau koma.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari penyebab, mencegah rekurensi serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memperburuk fungsi Susunan Saraf Pusat (SSP)(Ginsberg, 2008). a. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat pasien strokemasuk RS dan diulangi sesuai kondisi pasien. Pemeriksaan tersebut meliputi : 1) Pemeriksaan hematologi lengkap yang meliputi kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Pemeriksaan ini untuk mengetahui kelainan darah yang dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
16
menyebabkan stroke seperti polisitemia vera, anemia sel sabit dan trombositemia esensial (Setiabudy, 2007). 2) Pemeriksaan kimia darah lengkap a) Gula darah sewaktu : untuk mendeteksi adanya hipoglikemi atau hiperglikemia, karena keduanya dapat menunjukkan gejala neurologis (Setiabudy, 2007). b) Analisa Gas Darah (AGD) : berguna untuk mendeteksi asidosis metabolik pada Diabetic Keto Acidosis (DKA), hipoksia dan hiperkapnia yang dapat menyebabkan gangguan neurologis. c) Elektrolit : untuk mengetahui kelainan elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium, karena dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat (Setiabudy, 2007). d) Fungsi ginjal seperti ureum, kreatinin dan asam urat : berhubungan dengan diabetes dan hipertensi (Machfoed, 2011). e) Fungsi
hati
seperti
SGOT
dan
SGPT
:
untuk
mengeksklusi
encephalopathy hepatic (Machfoed, 2011). f) Enzim jantung : untuk mengeksklusi gangguan jantung g) Profil lipid meliputi kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) untuk mengetahui risiko aterosklerosis yang menyebabkan iskemik. 3) Pemeriksaan hemostasis a) Waktu protombin (Prothombin Time/PT), Activated Partial Partial Thromboplastin Time (APTT)dan International Normalized Ratio (INR): perlu dikerjakan karena mungkin stroke perdarahan terjadi pada pasien yang sedang mendapat antikoagulan oral atau heparin. Pemeriksaan ini berguna dalam pertimbangan pemberian terapi trombolitik. INR >1,5 adalah kontra indikasi absolut terapi IV rt-PA. INR bertujuan untuk mengevaluasi pemberian warfarin. b) Kadar fibrinogen, D-dimer, Viskositas plasma 4) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi seperti : Protein C, Protein S, ACA dan homosistein.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
17
b. Pemeriksaan Diagnostik 1) Computed Tomography (CT Scan) CT Scan merupakan gold standard pada Stroke iskemik Akut. CT Scan ini berguna untuk membedakan Stroke iskemik dan perdarahan. Pemeriksaan ini juga untuk menyingkirkan diagnosis banding lain seperti tumor intra kranial, hematoma subdural (Ginsberg, 2008). Pemeriksaan CT Scan perlu diulang dalam 24 jam setelah onset pada pasien yang diberi terapi trombolisis dan atau terjadi perburukan untuk mengetahui transformasi perdarahan dan perkembangan infark (Summers et al.,2009). 2) Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI sangat baik untuk melihat jaringan lunak, struktur pembuluh darah. MRI dapat menunjukkan kejadian injuri iskemik pada otak lebih awal (dalam 72 jam) dibanding CT Scan bagi semua jenis stroke. MRI dapat mendeteksi
area iskemik dalam beberapa menit setelah onset stroke.
Magnetic Resonance Angiography (MSA) prosedur noninvasif berguna untuk evaluasi pembuluh darah di ekstrakranial dan intrakranial (Summers et al., 2009). 3) Ultrasonography Pemeriksaan non invasive lain yang diperlukan untuk mengetahui stenosis arteri internal servikal (Summers et al., 2009). 4) Cerebral Angiography Merupakan alat terbaik untuk menilai secara akurat karakteristik arteri stenosis dan merupakan gold standard untuk mengukur tingkat stenosis arteri servikal atau sepalik.
(Summers et al., 2009). Dengan Cerebral
Angiography juga dapat diketahui aneurisma maupun AVM, penyempitan dan derajat penyempitan pembuluh darah otak. Biasanya dilakukan setelah hasil CT Scan menunjukkan kelainan pembuluh darah (Sutrisno, 2007). 5) Transesophageal dan Transthoracic Ecocardiography (TEE/TTE) Diperlukan pada pasien stroke emboli yang dicurigai berasal dari jantung dan mendeteksi adanya trombus intra kardiak. TTE baik untuk mengidentifikasi kelainan ventrikel seperti diskinetik segment dinding ventrikel, sedangkan TEE bagus untuk mengidentifikasi kelainan atrium dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
18
aorta seperti patent foramen ovale atau aterosklerosis lengkungan aorta, dan sensitif untuk mendeteksi apical thrombi dan kelainan katup atrium atau patent foramen ovale (Summers et al., 2009). 6) Transcranial Doppler (TCD) Bertujuan untuk mengukur velocity (kecepatan) aliran darah pembuluh darah otak. TCD berguna untuk mendeteksi stenosis intrakranial berat, mengevaluasi pembuluh darah karotid dan vertebrobasiler, mengkaji pola dan luas sirkulasi kolateral pada pasien yang mengalami stenosis atau oklusi arteri dan mendeteksi mikroemboli (Hickey, 2003). 7) Chest Radiography Dilakukan untuk mendeteksi gangguan paru dan jantung. 8) Electrocardiography (ECG) Berguna untuk mendeteksi dugaan stroke emboli kardiak atau dan penyakit arteri koroner, serta untuk mendeteksi kelainan irama jantung seperti Atrial Fibrilasi (AF) (Hickey, 2003). 9) Electroencephalography (EEG) Dilakukan sesuai inidikasi seperti pada pasien stroke yang dicurigai mengalami kejang.
2.1.7 Penatalaksanaan 2.1.7.1 Penatalaksanaan Medis Pengobatan medik spesifik dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang mengalami iskemik. Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak ini disebut terapi reperfusi.Terapi yang digunakan adalah : a. Terapi trombolisis Terapi ini bertujuan untuk melisis trombus dengan menggunakan trombolitik tissue Plasminogen Activator (t-PA) intravena. t-PA merupakan katalisator konversi palsminogen menjadi plasmin, sehingga meningkatkan kecepatan melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi Stroke iskemik. Salah satu indikasi pemberian t-PA adalah onset stroke < 3 jam. Terapi trombolitik intra arteri dengan menggunakan urokinase, prourokinase,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
19
merupakan tromblosis pada stroke dengan onset 3-6 jam. Biasanya untuk Stroke iskemik pada arteri cerebri media (Machfoed, 2011). b. Terapi antikoagulan dan antiplatelet Terapi ini bertujuan untuk mencegah terjadiya trombus pada arteri kolateral. Antikoagulan berfungsi untuk mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak melisis trombus pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Antikoagulan yang bisa dipakai adalah heparin, warfarin atau golongan Low-Weight Mollecular Heparin (LMWH). Pada kasus Stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya trombus digunakan antiplatelet (asetosal, clopidorel, cilostastol, dipiridamol) (Machfoed, 2011). c. Terapi neuroprotektan Terapi ini bertujuan untuk menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia pada area penumbra. Tetapi efektifitas terapi ini masih menjadi pro dan kontra pada berbagai penelitian (Machfoed, 2011). d. Terapi pembedahan Terapi ini untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial akibat proses edema sitotoksik. Kondisi ini bisa mengakibatkan kematian akibat herniasi batang otak (Machfoed, 2011). Stroke emboli pada arteri serebri media yang menyebabkan defisit neurologis akut, dapat dilakukan prosedur microsurgery embolektomy emergensi. Tindakan karniektomi dekompresi juga memberikan hasil keluaran fungsional yang baik pada edema serebral malignan akibat Stroke iskemik (Sadewo dkk, 2011). e. Terapi hipertensi, hiperglikemi dan leukositosis. Kondisi ini merupakan reaksi hipotalamus-hipofisis menghadapi stres, walaupun sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan infeksi (Machfoed, 2011).
2.1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Summers et al (2009) selama fase perawatan akut, perawat harus fokus pada kelanjutan stabilisasi pasien stroke melalui evalusi secara teratur meliputi : status
neurologi,
manajemen
tekanan
darah
dan
pencegahan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
20
komplikasi.Komplikasi stroke seperti : pneumonia, hipertensi, hiperglikemia, dehidrasi, gangguan nutrisi, demam, penyakit arteri koroner, edem serebral, infeksi dan tromboemboli (Deep Vein Thrombosis/DVT, embolisme paru). Komplikasi tersebut memperburuk keluaran pasien. Summers et al (2009) juga mengatakan bahwa dalam memberikan perawatan yang berkualitas tinggi, perawat harus berkoordinasi dengan tim multidisipliner. Peran perawat dalam fase akut Stroke iskemik meliputi manajemen intensif, pengkajian neurologi,
menggunakan NIHSS, manajemen tekanan darah
berkelanjutan, manajemen suhu, pemantauan kondisi jantung berkelanjutan, pengkajian oksigenasi, angioedema, memonitor glukosa darah (hiperglikemia dan hipoglikemia), edema serebral setelah stroke, pencegahan kejang.
Menurut Summers et al (2009) perawatan supportif pada Stroke iskemik meliputi manajemen medis maupun perawatberfokus pada pencegahan sub akut komplikasi stroke yang meliputi infeksi (pneumonia dan infeksi saluran kencing), perawatan eliminasi fekal dan berkemih, mobilitas dan sistem muskuloskeletal, emboli paru dan DVT, jatuh, perawatan kulit, deteksi kemampuan menelan dan pencegahan aspirasi, dan pengawasan status nutrisi.
Peran perawat dalam pencegahan sekunder stroke yaitu berperan penting dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, baik saat pasien dirawat maupun rawat jalan. Edukasi stroke terdiri dari penjelasan tentang stroke, faktor risiko yang bisa dimodifikasi, pengobatan dokter. Perawat memainkan peran penting dalam edukasi (discharge planning), meliputi strategi modifikasi gaya hidup seperti memberikan saran menurunkan tekanan darah dengan mengatur diet, melakukan aktivitas fisik, membatasi konsumsi alkohol, berhenti merokok. Konsumsi Warfarin bagi pasien stroke dengan Atrial Fibrilasi, minum antiplatelet dalam jangka panjang, pencegahan sekunder stroke dengan obat-obatan dan modifikasi gaya hidup berisiko stroke.(Summers et al., 2009)
Discharge planning membutuhkan perencanaan yang komprehensif, meliputi perawatan, rehabilitasi dan pencegahan stroke sekunder. National Institute of
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
21
Neurological Disorders and stroke (NINDS) mengatakan bahwa 30% penderita stroke akan mengalami kecacatan atau gangguan minimal atau komplet. 40% akan membutuhkan perawatan subakut, 10% membutuhkan perawatan pada fasilitas perawat spesialis. 15% pasien meninggal segera setelah onset stroke, 14% mengalami stroke rekuren dalam 1 tahun. 68% sampai 74% pasien stroke membutuhkan anggota keluarga di rumah. Perencanaan detail perawatan stroke akut akan mengoptimalkan keluaran dan menurunkan risiko dan ketegangan kontrol keuangan.
Tujuan discharge planning adalah memastikan transisi yang aman antara fasilitas perawatan akut, rehabilitasi, rawat jalan, praktik dokter, komunitas untuk mempertahankan kontinuitas perawatan yang akan mengoptimalkan rehabilitasi dan memastikan prevensi sekunder. Sebelum memulai discharge planning perawat mengkaji terlebih dahulu kebutuhan belajar pasien dan keluarga serta menentukansiapa yang akan merawat pasien (caregiver) setelah pulang ke rumah.
2.2 Model Adaptasi Roy (MAR) 2.2.1 Gambaran Model Adaptasi Roy (MAR) Sister Callista Roy mulai bekerja pada model keperawatan sambil menyelesaikan pendidikan dari tahun 1963 sampai 1966. Artikel pertamanya diterbitkan tahun 1970 dan pada tahun yang sama menerapkan teori adaptasinya pada sebuah sekolah di Mount St. Mary di Los Angeles. Roy mendeskripsikan individu sebagai sebuah sistem adaptasi. Sebagai gabungan dari berbagai sistem, individu mempunyai proses internal yang mempertahankan integritas individu. Proses ini dikategorikan sebagai regulator subsystem dan cognator subsystem. Regulator subsystem terdiri dari proses fisiologi seperti proses
kimia,
neurologi
dan
respon
endokrin
yang
membantu
tubuh
mempertahankan diri akibat perubahan lingkungan.
Cognator subsystem terdiri dari proses kognitif dan emosional yang berinteraksi dengan lingkungan. Aktifitas regulator dan kognator dimanifestasikan dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
22
empat cara pada masing-masing individu dan individu dalam kelompok dalam bentuk perilaku physiologic-physical function, self concept dangroup identity,role function dan interdependence. Empat kategori ini berdampak terhadap aktivitas kognator dan regulator sehingga disebut mode adaptasi. Mode adaptasi dan proses koping pada individu dan individu dalam kelompok digambarkan dalam model Roy.
Model Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi, keadaan yang mempengaruhi dan berdampak terhadap perkembangan dan perilaku individu dan kelompok. Interaksi lingkungan adalah masukan bagi individu dan kelompok sebagai sistem adapatif. Input ini terdiri dari input internal dan eksternal. Roy menggunakan sebuah fisiologi psikologi untuk mengkategorikan faktor-faktor ini sebagai stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Model Adaptasi Roy menjelaskan tiga kelompok stimulasi yang berasal dari lingkungan. Nama dan diskripsi stimulus bersadarkan pada kerja fisiologi psikologis. Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal yang paling cepat dalam kesadaran individu atau kelompok. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus yang ada dalam situasi yang berkontribusi dan mempengaruhi stimulus fokal. Jadi stimulus kontekstual adalah semua faktor lingkungan yang ada pada sistem adaptif manusia dari dalam atau luar tetapi bukan merupakan pusat perhatian atau energi. Stimulus residual adalah faktor lingkungan dalam atau luar sistem manusia, efek yang tidak jelas dalam situasi saat ini (Roy, 2009).
Konsep sehat Roy dihubungkan dengan konsep adaptasi. Individu adalah gambaran sebuah sistem yang berinteraksi dengan lingkungan dan tumbuh, berkembang baik. Sehat adalah refleksi interaksi individu dengan lingkungan yang adapatif. Respon adaptif meningkatkan integritas. Menurut model Roy, sehat didefinisikan sebagai sebuah proses dan kondisi dan menjadi bagian keseluruhan dan terintegrasi dalam sebuah cara yang merefleksikan mutu individu dan lingkungannya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
23
Pandangan Roy terhadap tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam 4 model adaptasi, hal ini berkontribusi terhadap kesehatan, kualitas hidup dan kematian yang tenang dengan mengkaji perilaku dan faktor yang mempengaruhi adaptasi dan intervensi untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan meningkatkan interaksi lingkungan.
Tingkat adaptasi dikenal dengan tiga kemungkinan kondisi proses kehidupan sistem adaptasi manusia yaitu integrasi, kompensatori dan kompromi. Tingkat integrasi yaitu menggambarkan struktur dan fungsi dari proses kehidupan bekerja sebagai keseluruhan untuk menemukan kebutuhan manusia. Tingkat kompensasi pada kognator dan regulator sudah diaktifkan oleh sebuah tantangan terhadap proses integrasi. Tingkat kompromi, bila proses integrasi dan kompensasi tidak adekuat, sebuah masalah adaptasi akan muncul.
Perilaku adalah sensasi yang luas sebagai tindakan internal dan eksternal dan reaksi di bawah keadaan spesifik. Seorang individu yang berespon terhadap suara yang keras berjalan menuju suara itu berarti dia berespon eksternal. Pada waktu yang sama, irama jantung meningkat sebagai respon internal. Perilaku
bisa
adaptif atau tidak efektif. Perilaku adaptif adalah yang meningkatkan integritas sistem manusia dalam masa tujuan adaptasi : bertahan hidup, perkembangan, reproduksi, penguasaan dan manusia dan transformasi lingkungan. Sedangkan respon tidak efektif dimana tidak ada peningkatan integritas dan tidak ada kontribusi terhadap tujuan adaptasi.
2.2.2 Proses Keperawatan pada Stroke iskemik dengan pendekatanModel Adaptasi Roy(MAR) Menurut Model Adaptasi Roy langkah-langkah proses keperawatan yaitu pengkajian perilaku dan stimulus, diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan, intervensi, dan evaluasi. 2.2.2.1Pengkajian Perilaku dan Stimulus Perilaku adalah tindakan atau reaksi di bawah keadaan yang spesifik. Perilaku sistem menunjukkan apakah aktifitas koping efektif dalam melakukan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
24
perubahan.Perilaku
bisa diobservasi dan tidak bisa diobservasi.Pengkajian
stimulus berdasarkan pada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku. a. Mode fisiologi Mode fisiologi terdiri dari proses fisik dan kimia yang meliputi fungsi dan aktifitas organisme hidup. Terdiri dari oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi, sensasi, cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa, fungsi neurologi, fungsi endokrin, mode konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependensi. 1) Oksigenasi a) Respon Perilaku Perilaku ventilasi : pola dan frekuensi nafas, irama, reguler, pergerakan dada, retraksi, konsentrasi oksigen dan karbondioksida, bunyi nafas, hasil foto dada, MRI. Pertukaran gas : kadar Hb dan AGD. Transpor gas : bunyi jantung, tekanan darah , nadi, suhu,
warna kulit, membran
mukosa, dasar kuku, CRT, sianosis, pucat, saturasi O2,penurunan keluaran urin dan pemeriksaan EKG . b) Respon Stimulus Pengkajian stimulus meliputi : integritas struktur dan fungsi seperti kepatenan jalan nafas, reaksi inflamasi, aspirasi, deformitas atau atropi struktur muskuloskeletal (fraktur, skoliosis), kekurangan sel darah merah, endokarditis, Miokardial infark, gagal jantung kongestif, kemampuan pompa jantung, perdarahan, dehidrasi. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Pada Stroke iskemik berisiko mengalami hipoksemia dan penurunan saturasi oksigen. Faktor yang mempengaruhi keadekuatan oksigenasi seperti penurunan tingkat kesadaran, aspirasi dan atelektasis.Banyak pasien Stroke iskemik berisiko mengalami MCI pada fase akut stroke(Summers et al., 2009). Gangguan oksigenasi pada Stroke iskemik bisa disebabkan oleh komplikasi seperti pneumonia, emboli paru serta edema serebral. Pada pengkajian ditemukan :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
25
- Perilaku proses ventilasi berupa
gangguan refleks batuk pada
disfagia, ronki, lidah jatuh kebelakang dan apnea. Perilaku pada pertukaran gas terlihat pada AGD yangmenunjukkan hipoksemia, hiperkapnea, penurunan saturasi O2.Perilaku pada transpor gas adalah seperti hipertensi, aritmia, Cappilary Refilling Time (CRT)< 3 detik, bunyi jantung mur-mur dan gallop, bruit, foto thoraks dan ECG menunjukkan gangguan jantung, penurunan GCS atau tingkat kesadaran, hasil CT Scan menunjukkan iskemik. - Stimulus fokal :embolus, trombus, iskemik atau infark serebral, edema serebral, hematoma.Stimulus kontekstual : Mitral stenosis, Atrial fibrilasi, MCI, Hipertensi, Diabetes mellitus,hiperkolesterolemia, Migrain.Stimulus residual : usia, kontrasepsi oral, gaya hidup tidak sehat (meliputi diit, merokok, alkohol, kurang aktifitas fisik), sindroma apnea tidur. 2) Nutrisi a) Respon Perilaku Perilaku nutrisi meliputi pola makan, profil nutrisi, sensasi rasa, bau, kondisi rongga mulut, selera makan, haus, TB dan BB, alergi makanan, nyeri, proses pencernaan, nilai laboratorium (plasma protein, lemak, hitung darah lengkap, Hgb A1C). b) Respon Stimulus Stimulus nutrisi meliputi gigi, lidah, kelenjer air ludah, hati, pangkreas, lesi, obstruksi, gangguan menelan. Kondisi saat makan seperti waktu khusus, tempat, suasana nyaman, pilihan makanan. Faktor lain : emosional, tekanan sosial, kebiasaan, rasa enek, penurunan nafsu makanan, nyeri, stres, keinginan mengatur berat badan,kesadaran, kognitif, budaya dan pengobatan. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Sebanyak 76% pasien stroke mengalami gangguan menelan (disfagia). Hal ini disebabkan oleh edema otak, gangguan tingkat kesadaran atau diaschisis. Disfagia sebagian besar menetap selama 2 minggu dan sebagian kecil berlangsung sampai 6 bulan. Disfagia berkontribusi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
26
terhadap kejadian pneumonia dan malnutisi (Rosenvinge et al., 2005). Sebanyak 50% pasien stroke berat mengalami malnutrisi setelah 2 sampai 3 minggu setelah stroke.Komplikasi nutrisi tidak adekuat berisiko menurunkan berat badan, gangguan sistem imun, kelemahan, meningkatkan lama rawat dan kematian (Summers et al., 2009). Pada pengkajian biasa ditemukan : - Perilaku nutrisi berupadisfagia ditandai antara lain dengan batuk, tercekik atau tersedak saat minum atau makan, suara serak, terlambat menelan, tidak ada koordinasi menelan, penumpukan makanan di mulut, ngeces (drolling), aspirasi. Status nutrisi meliputi : riwayat diet, Indeks Masa Tubuh (IMT). Hasil laboratoriummenunjukkan abnormalitas protein, kadar hemoglobin, fungsi hati, profil lipid, glukosa darah, ureum dan kreatinin. - Pengkajian stimulus fokal : kelemahan otot menelan, parese N V, VII, IX, X, dan XII, penurunan kesadaran, penurunan refleks batuk dan refleks muntah. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : usia, budaya (pola makan) dan keyakinanindividu, pengetahuan, jenis diit, alergi makanan, kondisi rongga mulut.
3) Eliminasi Eliminasi intestinal adalah pengeluaran bahan yang tidak dicerna dari tubuh melalui anus berupa feses. Eliminasi urin adalah eliminasi sisa cairan dan kelebihan ion sebagai hasil proses penyaringan . a) Respon Perilaku Perilaku eliminasi feses meliputi karakteristik feses seperti jumlah, warna, konsistensi, frekuensi, bau, usaha. Isi feses seperti darah, lendir, pus, caicing. Frekuensi bising usus, nyeri saat BAB, hemoroid. Hasil laboratorium seperti darah, bakteri, parasit, virus. Perilaku eliminasi urin seperti jumlah selama 24 jam. Karakteristik urin (warna, tranparansi, bau), usaha berkemih,frekuensi dan urgensi. Indikasi retensi, inkontinen, kesulitan saat mulai dan berhenti berkemih, nyeri. Hasil laboratorium urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein, bilirubin, sel darah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
27
merah, kristal, sel darah putih, sel epitel. Tes darah seperti Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin, sodium, klorida, potasium, karbondioksi, kalsium, phosphat, asam urat, pH. b) Respon Stimulus Stimulus eliminasi meliputi masukan dan komposisi makanan dan cairan. (IWL). Lingkungan saat eliminasi, posisi, nyeri seperti ada hemoroid, anal fissure, kram abdomen, iritasi di sekitar anus, retensi urin, infeksi saluran kemih. Faktor pencetus inkontinensia urin, kebiasaan eliminasi, stres, cemas, ketakutan, keluarga dan nilai budaya. Status perkembangan, penurunan kardiak out put, retensi urin. Penyakit sistem saraf pusat, kehilangan kontrol volunter, kelenjer prostat, penyakit infeksi seksual, ulseratif kolitis, obstruksi intestinal, fistula, keganasan dan pengobatan c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik. Inkontinensia biasa terjadi 30-60% pada awal serangan stroke. Hal ini disebabkan oleh infark pada lobus frontal, pons atau pusat mikturisi pontin.
Masalah
pengosongan
sepertiincontinence urge,
urgensi.
Penyebab lain, berupa penurunan kesadaran, gangguan proses fikir yang mempengaruhi pengosongan kandung kemih. Komplikasi inkontinensia urin adalah dermatitis, kerusakan kulit dan infeksi saluran kemih. Konstipasi merupakan masalah yang paling sering pada stroke (Summers et al., 2009). Pada pengkajian ditemukan : - Perilaku
berupa
inkontinensia
urin
seperti
neurogenik
bladder,hiperfleksia dengan urgensi, dan frekuensi dan retensi urin tanpa overflow incontinence fungsional. Konstipasi, bising usus, distensi abdomen (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Pemeriksaan urin rutin seperti glukosa, keton, darah, protein, bilirubin, sel darah merah, kristal, sel darah putih, sel epitel. Pemeriksaan darah seperti Blood Urea Nitrogen (BUN), kreatinin, sodium, klorida, potasium, karbondioksi, kalsium, phosphat, asam urat, pH, penggunaan diuretik. - Pengkajian stimulus fokal : ketidakmampuan mengkomunikasikan keinginan berkemih, atonik kandung kemih, kerusakan sensasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
28
kandung kemih, kehilangan sfingter urinarius eksternal, kehilangan kontrol bowel. Stimulus kontekstual : gangguan kognitif, penurunan kesadaran, kerusakan kontrol motorik dan postural. Stimulus residual : immobilisasi, intake cairan tidak adekuat, kurang asupan serat, lingkungan saat eliminasi, stres. 4) Aktivitas dan istirahat Meliputi aktifitas fisik, fungsi motorik seperti pengkajian fungsi (berpakaian, makan berjalan, mandi), tonus dan masa otot, kekuatan otot, joint mobility, postur, gait, koordinasi motor. a) Respon Perilaku Meliputi kuantitas dan kualitas istirahat dan tidur, masalah tidur seperti kelebihan tidur, terbangun tengah malam. Tanda-tanda kurang tidur seperti mata merah, lingkaran hitam di sekitar mata, bengkak kelopak mata, sering menguap. b) Respon Stimulus Meliputi kondisi fisik muskuloskeletal, injuri fisik, gangguan sistem saraf pusat, nyeri, pembatasan secara medis, stres fisik, sakit berat. Kondisi psikologis
seperti
motivasi,
pengetahuan,
stres,
tidak
nyaman.
Lingkungan seperti lingkungan tidak dikenal, suara bising, penerangan, bau, suhu, aktifitas fisik. Kebiasaan olah raga, penggunaan obat dan alkohol, status perkembangan. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik. Strokemenyebabkan
lesi
pada saraf motorik
dan
menyebabkan
kehilangan kontrol gerakan volunter, gangguan kognitif, penurunan kesadaran sehingga pasien tidak mampu memenuhi aktifitas sehari-hari secara mandiri (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). - Pengkajian perilaku meliputihemiparese atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, polaistirahat
dan tidur, penurunan nilai Barthel
Indeks. Ketidakmampuan istirahat, spasme otot, tonus otot flasid atau spastik. Gangguan postur, gait, dan koordinasi motorik. (Lewis, Dirksen, HeitKemper, Bucher & Camera, 2011).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
29
- Pengkajian stimulus fokal ; gangguan neuromuskuler,
penurunan
kekuatan otot, nyeri,kehilangan pergerakan volunter, penurunan kesadaran, lesi pada upper motor neuron (UMN). Stimulus kontekstual adalah iskemik atau infark. Stimulus residual : usia, status perkembangan, motivasi, stres, lingkungan tidak nyaman seperti bising dan kurang cahaya serta penggunaan obat dan alkohol.
5) Proteksi Proteksi meliputi dua proses kehidupan dasar yaitu proses pertahanan tidak spesifik dan spesifik (adaptive immunity) a) Respon Perilaku Pengkajian perilaku imun tidak spesifik meliputi riwayat penyakit, riwayat keluarga, psikososial, gaya hidup. Inspeksi kulit, penampilan, warna seperti eritema, sianosis, jaundis, pucat (wajah, konyuntiva dan membran mukosa), perubahan pigmen, lesi (warna, distribusi, ketebalan, durasi penyebab primer atau sekunder), vaskularisasi. Palpasi kulit, nyeri, bekas insisi, rambut, kuku, keringat, membran mukosa, rongga mulut, sistem pencernaan, respon inflamasi akut dan kronik. Hasil laboratorium darah, urin dan sekresi seperti bakteri, protein plasma, sel asing. Pengkajian imun spesifik meliputi malaise, sakit dan nyeri, mual, muntah dan diare, penyakit akut dan kronik leukemia, AIDS, pneumonia. Hasil laboratorium hitung sel darah, kadar immunoglobulin, serum lengkap. b) Respon Stimulus Meliputi faktor lingkungan, integritas mode, status malnutrisi, defisiensi protein, status perkembangan, rokok, alkohol dan obat-obatan seperti antibiotik, sitotoksik, anti inflamasi non stertoid, kortikosteroid, radiasi, operasi pengangkatan kelenjer thymus, limfa. Efektifitas kognator seperti persepsi, pengetahuan. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Pasien stroke berisiko mengalami kerusakan kulit karena kehilangan sensasi, kerusakan sirkulasi, usia tua, penurunan kesadaran dan ketidakmampuan bergerak karena paralisis. Efek samping terapi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
30
pengobatan seperti antikoagulan dapat menyebabkan transformasi perdarahan. Stroke yang mengenai hemisper kanan mengalami neglect (pengabaian), sehingga berisiko tinggi jatuh. Peningkatan suhu tubuh pada Stroke akut disebabkan oleh
injuri iskemik pada saraf yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan metabolik dan hasil radikal bebas. Komplikasi infeksi pada saluran kemih terjadi pada 15%-60% pada pasien stroke. Sedangkan pneumonia terjadi sekitar 15%-25% pasien stroke, serta Deep Vein Thrombosis (DVT) (Summer et al., 2009). - Pengkajian perilaku meliputi lecet atau luka, fraktur, demam, tandatandainfeksi
dan
perdarahan.
Laboratorium
:
protein,
faktor
pembekuan darah, kadar imunoglobulin, leukosit, laju endap darah kultur urin, pemeriksaan radiologi. - Pengkajian stimulus fokal : kelemahan, hipoksia jaringan, defisit neurologis.Stimulus
kontekstual
:
stroke
emboli
atau
trombus.Stimulus residual : usia, defisit perawatan diri, immobilisasi, koagulasi, penurunan imun,status cairan dan nutrisi, efek terapi obat antikoagulan, rokok, alkohol, kurang pengetahuan.
6) Sensasi a) Respon Perilaku Perilaku sensasi meliputi penglihatan, pendengaran, perasaan, dan nyeri. Diantaranya akomodasi, ketajaman penglihatan, buta warna, rasa sentuh, rasa nyeri dan rasa suhu. b) Respon Stimulus Pengalaman persepsi, paralisis atau kehilangan sensasi, bedah tumor otak, gangguan pembuluh darah otak, kehilangan pendengaran jangka pendek dan panjang, parestesia, degenerasi retina. Kehilangan fungsi penglihatan. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik. Kehilangan sensasi pada stroke karena melalaikan kerusakan sensasi rasa dengan kehilangan propriosepsi dan kesulitan meningterpretasikan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
31
sensasi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Pada pengkajian ditemukan : - Perilaku meliputi gangguan persepsisensasi penglihatan, taktil dan pendengaran. Gangguan dalam hubungan visual-spasial, kehilangan sensori,parestesia (terjadi pada sisi berlawanan pada lesi) seperti kebas dan kesemutan pada sebagian tubuh.Penurunan fungsi penglihatan seperti hemianopia, hilangnya sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan. - Stimulus meliputi stimulus fokal : defisit sensorimotorik,penurunan kesadaran. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : usia, budaya, agen cidera,kondisi emosional, kurang informasi dan stres.
7) Cairan, Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa a) Respon Perilaku Perlaku oksigenasi meliputi aritmia kardiak (kelebihan potasium darah), volume darah (nadi, tekanan darah), elektrolit, keseimbangan asam basa, pernafasan, perubahan warna kulit. Perilaku nutrisi meliputi lapar, haus, gejala mual muntah, kondisi lidah, bertambah haus (peningkatan sodium dan potasium), kering, masukan dan keluaran urin dan intestinal, penurunan bising usus (penurunan potasium), fungsi saraf. Pemeriksaan labor meliputi kadar ion dan elektrolit, normal (nitrogen, sodium, potasium), abnormal (glukosa, albumin, protein, darah, pus, sel darah putih, empedu, kadar hemoglobin dan hematokrit). b) Respon Stimulus Meliputi sakit akut dan kronis, luka bakar berat, keganasan, sakit ginjal, diabetes, mual muntah kronis, keringat berlebihan, kehilangan darah, drainase luka, infeksi, cuaca, pemberian cairan intravena, obat diuretik, antasid, laxatif dan pengetahuan. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Gangguan menelan (disfagia), gangguan kognitif dan penurunan kesadaran dapat menyebabkan dehidrasi pada stroke. Ketidakseimbangan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
32
elektrolit dan gas darah dapat disebabkan ganggguan mekanisme auto regulasi otak (Summers et al., 2009). - Perilaku meliputi : disfagia, dehidrasi, mual, muntah, status nutrisi dan cairan, penurunan kesadaran (apatis, konfusi, disorientasi), sakit kepala,peningkatan
ureum
kreatinin.
Perubahan
kadar
AGD,
hemoglobin,elektrolit, dan hematokrit. - Pengkajian stimulus fokal : kegagalan mekanisme pengaturan. Stimulus kontekstual :perubahan status mental, penurunan kesadaran, intake tidak adekuat. Sedangkan stimulus residual yaitukurang pengetahuan dan usia.
8) Fungsi Neurologi a) Respon Perilaku Meliputi kognitif, memori, berbahasa, proses output meliputi rencana, respon motor, pengkajian perilaku kesadaran meliputi tingkat kesadaran, respon motorik, respon nyeri, orientasi dan tingkat kesadaran, tandatanda vital. Tingkat kesadaran dinilai menggunakan Glassgow Coma Scale (GCS). b) Respon Stimulus Meliputi amnesa, onset, penyakit seperti trauma kepala, infeksi, penyakit neuromuskuler, kerusakan vaskuler, tumor, gangguan mental, penyakit degeneratif (Parkinson, Hungtinton’s chorea dan Alzeimer). Alkohol, aseton, zat kimia lain seperti kerosin, karbon tetraklorida atau gasolin. Obat-obatan, penghisapan lendir dan pungsi vena. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Berkurangnya pasokan darah ke bagian otak dapat mengakibatkan iskemik otak yang bersifat fokal atau global, sehingga menimbulkan proses patologik pada daerah tersebut. Defisit neurologis yang muncul tergantung pada area otak yang mengalami iskemia atau lokasi oklusi (Machfoed, 2011). Pada pengkajian akan ditemukan : - Perilaku neurologi meliputi gangguan fungsi motorik seperti hemiparese, hemiplegie, disfagia, disartria, ataksia,afasia motorik dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
33
sensorik. Gangguan fungsi sensori berupa parestesia dan otonom, gangguan kognitif dan emosi, penurunan tingkat kesadaran atau GCS< 15. Perubahan refleks, reaksi dan ukuran pupil, gangguan saraf kranial yang paling sering N VII dan XII tipe sentral, penurunan refleks fisiologis, refleks patologis positif. Penilaian tingkat keparahan stroke menggunakan instrumen National Institute Health Stroke Scale (NIHSS). Komponen NIHSS ini meliputi : derajat kesadaran, menjawab pertanyaan, mengikuti perintah, gerakan mata konyugat horizontal, lapang pandang pada tes konfrontasi, paresis wajah, motorik, ataksia, sensorik, bahasa terbaik, disartria dan neglect (Summers et al., 2009).Tanda-tanda vital kemungkinan : hipertensi, takikardia, demam, sesak nafas.Hasil laboratorium : penurunan hemoglobin, penurunan waktu protombin ( PTT, APTT dan INR), kadar fibrinogen, d-dimer dan vikositas plasma, enzim jantung. Hasil CT Scan dan MRI iskemik atau infark serebral, TCD menunjukkan penurunan velocity. Pada TTE, TEE dan EKG ditemukan gangguan jantung seperti Atrial Fibrilasi, MCI, Mitral stenosis. - Pengkajian stimulus fokal :iskemik atau infark serebral. Stimulus kontekstual :hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung (mitral stenosis, atrial fibrilasi, MCI), hiperkolesterol, migrain. Stimulus residual :usia, riwayat stroke dalam keluarga, pil KB, sindroma apnea tidurgaya hidup tidak sehat (rokok, alkohol, diit atau obesitas, kurang aktifitas fisik). Efek obat seperti antikonvulsan, vasodilator serebral, analgetik narkotik, antikonvulsan, sedatif, antikoagulan, tombrolitik.
9) Fungsi Endokrin a) Respon Perilaku Meliputi oksigenasi, aktivitas dan istirahat, nutisi, cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa, eliminasi, proteksi, sensasi, fungsi neurologi, perkembangan struktur, mode adaptasi lain, tes laboraorium. b) Respon Stimulus
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
34
Meliputi status perkembangan, riwayat keluarga, kondisi lingkungan, intervensi perawatan dan tingkat pengetahuan, integrasi mode lain. c) Respon Perilaku dan Stimulus pada Stroke Iskemik Peningkatan glukosa darah terjadi pada 2/3 pasien stroke iskemik akut. Peningkatan glukosa darah berhubungan dengan Diabetes mellitus yang tidak terkontrol atau tidak terdeteksi. Kemungkinan lain stres meningkatkan pelepasan kortisol dan norepineprin. Selanjutkan terjadi metabolisme anaerobik yang meningkatkan asam laktat. Komplilkasi hiperglikemia
adalah
keluaran
yang
jelek,
memperluas
infark,
meningkatkan hari rawat dan angka kematian. Sedangkan hipoglikemia jarang menyebabkan defisit neurologis (Summers et al., 2009). - Pengkajian perilaku fungsi endokrin pada pasien stroke adalah hiperglikemia atau hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah dan Hgb A1C. - Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal berupa : cidera neuron, infark atau iskemia serebral. Stimulus kontekstual : gangguan toleransi glukosa. Stimulus residual : riwayat Diabetes mellitus, riwayat keluarga, pola makan, budaya, kurang pengetahuan dan kepatuhan terhadap manajemen Diabetes mellitus.
b. Konsep diri Konsep diri berpusat pada pasien. Penemuan kebutuhan ini penting bagi adaptasi individu, sebaik integritas mode lain. Konsep diri menurut Roy meliputi fisik diri yaitu bagaimanaseseorang memandang dirinya dan kepribadian diri yang berkaitan dengankonsistensi diri, ideal diri, moral-etik dan spiritual. Pada pasien Stroke iskemik biasa ditemukan : 1) Perilaku berupa kerusakan memori, atau fungsi intelektual seperti lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi, yang menyebabkan pasien mudah frustasi dan depresi pada saat fase rehabilitasi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Kehilangan kontrol diri, emosi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
35
labil, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, menarik diri, rasa takut, bermusuhan, marah, menangis. 2) Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal berupa ancaman terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan, fungsi peran, merasa kehilangan fungsi tubuh, disabilitas. Stimulus kontekstual : kebutuhan yang belum terpenuhi, perubahan peran dan hubungan sosial. Stimulus residual berupa stres, perasaan negatif tentang tubuh dan koping tidak efektif, usia, status perkembangan fisik dan mental, krisis maturasi, interaksi dan transaksi antara individu dan lingkungan. Sistem dukungan keluarga dan komunitas.
c. Fungsi peran Pengkajian perilaku peran adalah mengidentifikasi peran yang meliputi peran primer, sekunder dan tersier individu. Peran primer menentukan sebagian besar peran seseorang selama hidup yang ditentukan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkatan perkembangan. Peran sekunder merupakan peran yang dimiliki untuk melengkapi tugas yang berhubungan dengan peran primer dan tingkat perkembangan yang menggambarkan kebiasaan setiap individu untuk memenuhi kewajiban mereka. Peran tersier merupakan peran sementara dan bebas dipilih oleh individu termasuk aktivitas (Roy, 2009).
Pada Stroke iskemik ditemukan gangguan peran primer, sekunder maupun tersier.Pengkajian stimulus peran meliputi stimulus fokal : penurunan status kesehatan, penurunan kesadaran, gangguan kognitif. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : kebutuhan peran,atribut fisik, konsep diri dan emosional, pengetahuan dan target perilaku, peran lain, model peran, norma sosial, seting sosial, proses kognator, sumber kognitif, persepsi sosial, usia dan status perkembangan fisik dan mental.
d. Interdependensi Mode interdependensi menunjukkan adanya kebutuhan akan afeksi yang adekuat dan sistem dukungan dari keluarga, teman-teman dan masyarakat (Christensen
&
Kenney,
2009).
Pengkajian
perilaku
interdependensi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
36
difokuskan pada orang terdekat, sistem pendukung dan perilaku memberi dan menerima dalam hubungan. Pengkajian perilaku meliputi sistem pendukung, seperti individu, pekerjaan dan organisasi.
Pada Stroke iskemik ditemukan pasien memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap orang lain.Pengkajian stimulus meliputi stimulus fokal : defisit neurologis dan disabilitas, penurunan status kesehatan. Stimulus kontekstual : iskemik atau infark serebral. Stimulus residual : kemampuan memelihara, konsep diri, harapan, tingkat dan kebaikan keterampilan interaksi, kehadiran orang lain dalam lingkungan fisik, pengetahuan, usia, status perkembangan. 2.2.2.2 Diangosa Keperawatan Langkah kedua proses keperawatan menurut MAR adalah menginterpretasi data untuk menegakkan diangosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah sebuah pernyataan interpretasi tentang sistem adaptasi manusia. Interpretasi ini dibuat dengan
mempertimbangkan
perilaku
dan
stimulus
yang
sudah
dikaji
sebelumnya.Diagnosa keperawatan dalam MAR sebagai pertimbangan proses menghasilkan dalam pernyataan menyampaikan status adaptasi individu atau kelompok.Diagnosa MAR merujuk pada standar Nourth AmericanNursing Diagnosis Association (NANDA) (NANDA International, 2012). Masalah keperawatan pada Stroke iskemik yang sering muncul adalah risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, gangguan menelan, kerusakan komunikasi verbal, inkontinesia urin dan alvi, risiko gangguan integritas kulit, ketidakefektifan koping, ketegangan peran caregiver. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
2.2.2.3 Menetapkan tujuan Tujuan ditetapkan satu kali oleh perawat yang sudah mengkaji perilaku dan stimulus individu atau kelompok yang mempengaruhi perilaku dan sudah teridentifikasi
sebuah
diagnosa
keperawatan
dari
informasi
pengkajian.
Menetapkan tujuan didefinisikan sebagai membuat pernyataan yang jelas dari
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
37
keluaran perilaku dari asuhan keperawatan. Pernyataan tujuan harus menunjukkan tiga elemen yaitu perilaku (behavior), perubahan yang diharapkan (expected change) dan kerangka atau target waktu (time frame).Pada asuhan keperawatan Stroke
iskemik
tujuan
mengacu
pada
Nursing
Outcome
Classification(NOC)(Bulechek, Butcher & Dochterman, 2008).Tujuan yang ingin dicapai selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.2.2.5 Intervensi Keperawatan Setelah tujuan ditetapkan secara relatif terhadap perilaku, maka perawat menentukan bagaimana cara terbaik membantu individu dan kelompok untuk mencapai tujuan ini. Intervensi digambarkan sebagai seleksi pendekatan keperawatan untuk meningkatkan adaptasi oleh perubahan stimulus atau memperkuat proses adaptasi. Intervensi keperawatan pada Stroke iskemik ini diseleksi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul. Intervensi dibuat mengacu pada Nursing Intervention Classification (NIC)(Moorhead, Johnson, Maas & Swanson, 2008). Kemudian dari NIC yang telah ditetapkan, dipilih pula aktifitas keperawatan yang sesuai untuk mencapai. Intervensi selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
2.2.2.6 Evaluasi Langkah terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi terdiri dari penilaian efektifitas intervensi keperawatan dalam hubungan dengan perilaku individu atau kelompok. Intervensi keperawatan akan dinilai efektif jika perilaku individu atau kelompok cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi menurut Roy berdasarkan pada respon perilaku yang ditunjukkan individu apakah beradaptasi secara integrasi, kompensasi atau kompromi ataupun menunjukkan perilaku tidak efektif (Roy, 2009). Tetapi pada makalah ini penulis akan menggunakan terminasi adaptif, adaptif sebagian dan tidak adaptif pada evaluasi. Hal ini dikarenakan istilah integrasi, kompensasi atau kompromi menurut MAR belum lumrah digunakan dan masih adanya perbedaan persepsi tentang perbedaan ketiga tingkat adaptasi tersebut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
38
Pada tabel 2.1 berikut ini tercantum masalah keperawatan yang sering muncul pada Stroke Iskemik berdasarkan pendekatan Model Adaptasi Roy. Diagnosa dirumuskan berdasarkan NANDA, tujuan ditetapkan berdasarkan NOC, sedangkan intervensi berdasarkan NIC.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
39
Tabel. 2.1 Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Pendekatan Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC
Perilaku
Fisiologis
Oksigenasi
Nutrisi & metabolik
Stimulus
Domain/kelas
Diagnosa Keperawatan
NOC
F :embolus, trombus, iskemik/infark, edema K :hipertensi, penyakit jantung DM, hiperlipidemia, migrain R : usia, gaya hidup, riwayat keluarga, sindroma apnea tidur, kontrasepsi oral.
Aktivitas/istira hat Kelas 4 : respon kardiovaskuler dan pulmoner
Ketidakefekti fan perfusi jaringan serebral
-
F : akumulasi sekret, K :infeksi paru, disfagia R : lingkungan tidak sehat, rokok F :gangguan neuromuskuler (parese otot menelan), penurunan refleks batuk K : iskemik/infark R :jenis diit, usia, budaya, Pengetahuan F :intake tidak adekuat K : disfagia, penurunan kesadaran R : usia, jenis diit, budaya, nilai, alergi, lingkungan saat makan
Keamanan dan perlindungan Kelas 2 : Cedera fisik Nutrisi Kelas 1 : makan
Ketidakefekti fan bersihan jalan napas Gangguan menelan
- Status respirasi: jalan - napas paten, pertukaran gas, ventilasi - pencegahan aspirasi - Status menelan : fase oral, esofageal, faringea
Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Status nutrisi - Status nutrisi: kadar biokimia - Status nutrisi: intake - makanan dan cairan
Nutrisi Kelas 1 : makan
Status neurologi Perfusi jaringan serebral Tingkat konfusi akut Tingkat agitasi Kognisi
NIC -
Monitoring neurologi Meningkatkan perfusi serebral Stimulasi kognitif Manajemen obat Manajemen lingkungan aman Pencegahan jatuh Posisi neurologi
- Manajemen airway - Penghisapan jalan napas - Penguatan batuk - Pencegahan aspirasi - Terapi menelan
-
Monitoring nutrisi Manajemen nutrisi Terapi nutrisi Memberi makan Mengontrol berat Masukan zat makanan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
40
Eliminasi
Fisiologi
Aktifitas istirahat
Proteksi
&
F : tidak mampu mengkomuni- kasikan keinginan berkemih, kehilangan sfringter urinarius. Kerusakan neuron bagian atas sakral atau pusat pontine mikturisi K ;gangguan kognitif, penurunan kesadaran R : usia, stres, intake cairan, obat F : Lesi pusat defekasi, tidak ada sensasi buang air besar K : iskemik/infark, penurunan kesadaran, R : immobilisasi, kurang intake serat dan air, jenis diit, obat F : gangguan neuromuskuler, kerusakan pusat voluenter motorik K : emboli, trombus, penurunan kesadaran R :usia, status perkembangan, motivasi dan stres F : keterbatasan mobilisasi, penurunan kesadaran, disabilitas fisik dan kognitif K : iskemik atau infark R : kurang pengetahuan, dukungan keluarga F : kelemahan otot menelan, sumbatan jalan nafas, disfagia, penurunan refleks batuk K : iskemik atau trombus, penurunan kesadaran R : infeksi paru, usia, perkembangan fisik
Eliminasi dan pertukaran kelas 1: Fungsi urinarius
Inkontinensia : Refleks urin
- Kontinensia urine - Eliminasi urine
- Kateter urin : intermiten - Manajemen eliminasi urin - Perawatan inkontinesia urin
Eliminasi dan pertukaran Kelas 1 : Fungsi gastrointestinal
Inkontinensia defekasi
- Kontinensia usus - Eliminasi usus
- Perawatan inkontinensia alvi - Manajemen bowel - Bowel training
Aktivitas /istirahat Kelas 2 : Aktivitas dan latihan
Hambatan mobilitas fisik
-
Mobilisasi Ambulasi Perawatan diri : ADL Instrumental aktivitas ADL - Penampilan transfer
- Posisi - Terapi latihan : ambulasi - Joint mobility
Aktivitas / istirahat Kelas 5 : Perawatan diri
Defisit perawatan diri (mandi, makan, berpakaian, toileting)
- Status perawatan diri - Perawatan diri: ADL
Keamanan / perlindungan Kelas 2 : Cidera fisik
Risiko aspirasi
- Pencegahan aspirasi - Satus menelan
- Bantuan perawatan diri: mandi - Bantuan perawatan diri: berpakaian - Bantuan perawatan diri: makan - Bantuan perawatan diri: toileting - Pencegahan aspirasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
41
Sensasi
Fisiologi
Cairan, elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa
Fungsi Neurologi
F : immobilisasi, defisit perawatan diri K : penurunan kesadaran, gangguan kognitif R : penurunan imun, status nutrisi dan cairan, kurang pengetahuan F : penurunan derajat kekuatan otot, gangguan persepsi sensori K : iskemik/ infark gangguan kognitif, penurunan kesadaran R : usia, status perkembangan F : gangguan persepsi, defisit neurologi neurologi, gangguan kognisi K : iskemik/infark R:F ; gangguan neuromuskuler, disfagia, penurunan kesadaran K : iskemik / infark serebral R : usia, motivasi, pengetahuan F : ketidakseimbangan cairan, gangguan mekanisme penagturan K : intake tidak adekuat, penurunan kesadaran R : usia, motivasi, pengetahuan
F : parese N VII & XII, gangguan kognitif, penurunan kesadaran K : iskemik atau infark R : usia, status perkembangan
Keamanan /perlindungan Kelas 2 : Cidera fisik
Risiko kerusakan integritas kulit
- Integritas jaringan kulit dan membran mukosa
- Pressure management - Pencegahan dekubitus
Keamanan / perlindungan Kelas : 2 Cidera fisik
Risiko jatuh
- Perilaku pencegahan jatuh - Pengetahuan: pencegahan jatuh
- Pencegahan jatuh - Pengkajian setelah jatuh - Surveilence : keamanan
Kealpaan Tubuh Unilateral
-
- Managemen unilateral neglect
Persepsi kognisi Kelas 1 perhatian
/ :
Posisi tubuh Mobilitas Perawatan diri : ADL Gambaran diri Inisiatif diri Keseimbangan cairan Status nutrisi : makanan dan cairan
Nutrisi Kelas : hidrasi
Risiko kekurangan volume cairan
- Manajemen cairan - Manajemen hipovolemia - Manajemen syok : volume
Nutrisi Kelas : hidrasi
Risiko ketidakseimban gan elektrolit
- Keseimbangan elektrolit asam basa - Keseimbangan cairan - Hidrasi - Status nutrisi : intake makanan dan cairan - Pengukuran biokimia
-
Persepsi / kognisi Kelas 5 : Komunikasi
Hambatan komunikasi verbal
- Komunikasi ekspresif - Komunikasi reseptif
- Penguatan komunikasi penurunan bicara - Mendengarkan aktif
Monitor elektrolit Manajemen elektrolit Hiponatremia Manajemen cairan/elektrolit Interpretasi hasil labor
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
42
F : penurunan kesadaran K : infark / iskemik R : keterbatasan kognisi Endokrin
Konsep diri
Peran diri
Interdepen densi
F : cedera neuron, iskemik, K : gg toleransi glukosa, monitoring glukosa yang tidak adekuat, R : asupan diit, stres, kurang pengetahuan, tidak taat terhadap rencana pengobatan, riwayat DM F: Krisis situasi, ketidakpastian K : Dukungan sosial tidak adekuat R : Karakteristik personal,dan harapan tidak realistis F : Ganggun fungsi tubuh K : Tirah baring lama R: Budaya, persepsi yang negatif F :Ketidakadekuatan sistempendukung K : penurunan status kesehatan, penurunan kognitif, disabilitas fisik R : usia, keuangan, pendidikan F : sistem pendukung tidak efektif, status kesehatan K : defisit neurologis R : kurang pengetahuan, keuangan, stress, peran baru F :sistem dukungan keluarga K : penurunan status kesehatan R : edukasi, peran, hubungan, pasien dan keluarga
Persepsi dan kognitif Kelas 4: Kognisi Nutrisi Kelas 4 metabolisme
Kerusakan memori
:
Risiko ketidakstabilan glukosa darah
Koping / toleransi stres Kelas 2 : Respon koping Persepsi /kognisi Kelas 3 : Citra tubuh Hubungan peran Kelas 3 : Performa peran
Ketidakefektifa n Koping
Hubungan peran Kelas 1 : Peran pemberi asuhan
Ketegangan peran caregiver
Hubungan peran Kelas 2 : Hubungan keluarga
Kesiapan peningkatkan proses keluarga
Gangguan citra tubuh Ketidakefektifa n performa peran individu
- Orientasi kognitif - Memory - Status neurologi : kesadaran - Kadar glukosa darah - Pengetahuan: manajemen - diabetes
-
Koping Membuat keputusan Impuls self control Proses informasi Citra tubuh Adaptasi terhadap keterbatasan fisik Penampilan peran Penyesuaian psikososial: perubahan hidup
- Kesehatan emosional penampilan, dukungan, stressor, peran caregiver - Hubungan pasiencaregiver - Koping keluarga - Perilaku mencari kesehatan
- Latihan memori - Penilaian memori yang realistik
- Manajemen hipoglikemia - Manajemen hiperglikemia - Pengajaran: individu
- Penguatan koping - Dukungan membuat keputusan
-
Pencapaian citra tubuh Peningkatan kesadaran diri Peningkatan support sistem Peningkatan peran Dukungan caregivers Pengajaran: individu
- Dukungan caregiver
-
Peningkatan koping Dukungan cargiver Dukungan membuat keputusan Peningkatan integritas keluarga Mempertahankan proses keluarga
(F: fokal, K : kontekstual, R : Residual, NOC :Nursing Outcome Classification, NIC :Nursing Intervention Classification)
( Sumber : Ackley & Ladwing, 2011; Bulechek, Butcher & Dochterman, 2008 ; Moorhead, Johnson, Maas & Swanson, 2008 ; NANDA International, 2012 ; Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010 ; Roy, 2009 ) Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN DENGAN MODEADAPTASI ROY (MAR) Pada Bab 3 ini akan dibahas kasus utama tentang Stroke iskemik dan kasus resume pada sistem persarafan. 3.1 Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Iskemik Data demografi pasien : Ny. S usia 45 tahun, NMR 376-29-94, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Tanah Abang Jakarta. Masuk IGD RSCM tanggal 30 Oktober 2012 sekitar jam 04.00. Masuk Ruang neurologi tanggal 31 Oktober 2012 sekaligus pengkajian awal dilakukan. 3.1.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus 3.1.1.1 Model Adaptasi Fisiologis a. Oksigenasi 1) Pengkajian perilaku a) Pola ventilasi : frekuensi nafas 20 kali/menit, irama teratur, pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada.Bunyi nafas menurun di basal paru kanan, ronki basah basal paru kiri. Hasil foto toraks tanggal 30 Oktober 2012 kesan kardiomegali dan pneumonia. Foto toraks tanggal 14 November 2012 : infiltrat kedua paru berkurang (perbaikan). b) Konsentrasi oksigen Hasil AGD tanggal 30 Oktober 2012 : pH=7,460 (7,35-7,45), pCO2=46,20 (35-45), pO2=130,60 (75-100), O2 saturasi=97,6 (95100%), BE=4,2 (-2,5- +2,5),
BE/stand=9 (6-7), HCO3/stand=32,4 (21-
25), HCO3=32,8 (21-25), Total.CO2=34,20 (21-25). c) Transportasi gas Bunyi jantung : BJ I-II reguler, tidak ada mur-mur dan gallop, TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 90kali/menit, tidak ada sianosis,Capilary Refiiling Time (CRT) < 3 detik, GCS : E3M5Vafasia.Hasil perekaman EKG tanggal 30 Oktober 2012, HR 90 kali/menit, gelombang normal, PR
43 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
44
interval < 0,2 detik, durasi QRS < 0,08 detik, tidak ada perubahan ST-T, T inverted, LVH dan BBB. Hasil Echocardiography tanggal 5 November 2012 diperoleh : LVH konsentrik, AR mild, hipokinetik segmental sesuai CAD, fungsi sistolik LV dan RV baik, disfungsi diastolik ringan, efusi perikard minimal. Sedangkan hasil Transesophageal Echocardiography (TEE) tanggal 29 November 2012 ditemukan mitral stenosis mild-moderate (MVA 1,6cm2) Aorta regurgitasi mild moderate dengan penebalan dan gangguan koaptasio RCC-NCC-LCC, trombus LAA (+). CT Scan tanpa kontras (30 Oktober 2012) : tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakranial. CT Scan ulang tanpa kontras tanggal ( 23 November 2012), dibandingkan CT Scan tanggal 30 Oktober 2012 : infark perdarahan lobus temporal kiri. 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : emboli, infark serebral, akumulasi sekret. Stimulus kontekstual :gangguan katup jantung (Stenosis mitral),infeksi paru . Stimulus residual :konsumsi kontrasepsi oral, gaya hidup tidak sehat (pola makan), lingkungan kurang sehat,sering sakit batuk dan demam sebelum dirawat.
b. Nutrisi 1) Pengkajian perilaku Pasien terpasang NGT, diit makanan cair 6 x 250 cc 1500 kalori, sensasi rasa dan bau tidak bisa dinilai. Kondisi rongga mulut : bersih, mukosa mulut lembab dan kemerahan, jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, lesi mulut, bau, stomatitis.Tinggi dan Berat Badan : BB=57 kg(BB ideal adalah 45-55 kg), tinggi=150 cm.Body Mass Index (BMI) =25,3.(BB sedikit lebih), tidak ada alergi makanan.Pasien mengalami gangguan menelan, tidak ada mual dan muntah. Konyuntiva sub anemis. Hasil laboratorium tanggal 31 Oktobber 2012: Hb=10,3 g/dL (12-14), GD sewaktu = 91mg/dL (70-100). Protein total 7,0 g/dL (6,4-8,7) Albumin=4,07 g/dL (3,4-4,8), globulin 2,93 g/dL (1,8-3,9) dan albumin-globulin ratio 1,4 (≥ 1).Ureum 21 (<50),
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
45
kreatinin 0,7 (0,6-1,2). Kolesterol HDL 43 mg/dL (≥40), kolesterol total 199 gr/dL (120-200). 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : disfungsi neuromuskuler, parese otot-otot menelan, penurunan refleks batuk dan muntah. Stimulus kontekstual : infark serebri, stimulus residual : tidak ada.
c. Eliminasi 1) Pengkajian perilaku BAB (+) konsistensi dan warna normal, bising usus (+).BAK (+) terpasang foley kateter, warna urin jernih kekuningan. Jumlah 600 cc, pemeriksaan labor BAK normal. Intake cairan : minum 1500 cc/hari (makanan cair+air putih), IVFD NaCL 0,9% 500 cc/8 jam (1500 cc). 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : tidak mampu mengkomunikasikan keinginan berkemih. Stimulus kontekstual : keterbatasan fisik dan kognitif. Stimulus residual : stres
d. Aktifitas dan istirahat 1) Pengkajian perilaku Mobilitas :Semua aktivitas pasien seperti makan, minum, mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi dibantu orang lain (keluarga dan perawat). Nilai Bartel Index 3/20, derajat kekuatan otot
/ହହହହ /ହହହହ
, tonus otot dan
Joint mobilitynormal.Postur tubuh : kepala, bahu dan panggul dalam satu garis lurus, gait (gaya berjalan) dan koordinasi motorik: tidakbisa dinilai,pasienterlihat cenderung tidur dan sulit dibangunkan.Pasien terlihat sakit berat, kondisi psikologis tidak bisa dinilai. Lingkungan rawatan pakai AC, pasien tidak mendapat obat tidur dan tidak mengkonsumsi kafein. Lingkungan rawatan cukup tenang dan nyaman. kebiasaan tidur individu tidak bisa dinilai. Pasien berada pada tahap perkembangan : usia 45 tahun dewasa menengah (tidur normal 7-8 jam sehari).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
46
2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : kerusakan neuromuskuler, penurunan kesadaran.Stimulus kontekstual :iskemik dan infark serebral. Stimulus residual :
kurang
motivasi.
e. Proteksi 1) Pengkajian perilaku Integritas kulit baik, skala Norton = 8 ( risiko tinggi dekubitus). Keluhan nyeri tidak bisa dinilai, kesan tidak ada nyeri. Tidak ditemukan tanda inflamasi akut seperti kemerahan, panas, bengkak dan nyeri. Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa. Distribusi rambut merata, warna hitam, tidak mudah dicabut, kulit kepala bersih dan tidak ada lesi. Suhu tubuh : suhu tubuh 36,5oC,
tidak
berkeringat.
Hasil
labor
tanggal
31Oktober
2012
3
leukosit=10,71 (5-10 /µL). Hitung jenis : basofil 0,1% (0-1), eosinofil 0,1% (1-3), neutrofil 84,6% (52-76), limfosit 11% (20-40), monosit 4,2% (2-8), LED : 45 mm (0-20). Hasil procalsitonin (4/11/2012) : 0,85 (<0,1). Masa protombin Prothrombin Time(PT) = pasien 11,3 detik : kontrol 11,5 (rasio 0,982). Partial Thromboplastin Time (APTT) pasien 33,6 : 31,7 detik (rasio 1,059). D-dimer kuantitatif 0.5 mg/dL (0,6-1,2). 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : immobilisasi fisik, defisit neurologis, stimulus kontekstual : emboli, iskemik, infark, stimulus residual : suhu lingkungan, kelembaban kulit.
f. Sensori 1) Pengkajian perilaku Penglihatan, pendengaran, perasaan dan nyeri sulit dinilai. Kesan tidak ada gangguan penglihatan dan pendengaran. 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : defisit sensori motorik, gangguan kognitif, stimulus kontekstual : iskemik dan infark serebral, stimulus residual : tidak ada.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
47
g. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa 1) Pengkajian perilaku Tanda-tanda vital TD : 140/90mmHg, Nadi = 86 kali/menit, nafas 20 kali/menit, suhu 37oC. Intake cairan (IVFD NaCl 0,9% + makan cair + air putih) ± 3000 ml, output (urin + IWL) = 2900
ml. Kadar elektrolit
31Oktober 2012, Na = 145 (132-147), K = 4 ( 3.30-5.40), Cl = 105 (94111), dan Analisa Gas Darah (AGD) tanggal :pH =7,497, pCO2=31,7 pO2 = 144,5HCO3 = 24,5, total CO2 = 25,5, BE = 1,8, saturasi O2 = 99, standar HCO3 = 27,2, standar BE=3,0.Bising usus (+), tidak ada muntah dan diare, BAK = 2100 ml. 2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : gangguan neuromuskuler, gangguan kognitif, penurunan kesadaran, stimulus kontekstual : iskemik/infark serebral, kegagalan mekanisme pengaturan. Stimulus residual : kurang pengetahuan keluarga.
h. Fungsi neurologis 1) Pengkajian perilaku Pada saat tidur malam tiba-tiba sisi badan sebelah kanan sulit digerakkan, mulut mencong ke kiri dan sulit diajak bicara.Kesadaran somnolen, GCS = E3M5Vafasia, fungsi motorik : derajat kekuatan otot
/ହହହହ
, tanda vital :
/ହହହହ
TD 140/90 mmmHg, nadi 86 kali/menit, nafas 20 kali/menit, suhu : 37oC. Pupil : refleks cahaya (+/+), Ø isokor (3mm/3mm), RCL (+/+), RCTL (+/+), fungsi otonom, terpasang kateter, tanda ransang meningeal : kaku kuduk (-), kernig(<135o/<135o), laseque (<70o/<70o), Burdzinki I (-/-), Burdzinki II (-/).Saraf kranial I – XII : belum bisa dinilai, kesan parese N VII dekstra sentral, fungsi sensorik belum bisa dinilai, reflek fisiologis kanan dan kiri biseps (+2/+2), triseps (+2/+2),patella (+2/+2). Refleks patologis babinski (/-), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-). Fungsi luhur : sulit dinilai. Nilai NIHSS : 19, skala RAPIDS : 78 (normal 100). CT Scan tanpa kontras (30 Oktober 2012) : tak tampak infark, perdarahan maupun SOL intrakranial, CT Scan ulang tanpa kontras tanggal ( 23 November 2012), kesan : infark perdarahan lobus temporal kiri.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
48
2) Pengkajian stimulus Stimulus fokal : defisit neurologis, gangguan neuromuskuler, motorik, kognitif, stimulus kontekstual: iskemik dan infark serebral, mitral stenosis. Stimulus residual : gaya hidup tidak sehat,konsumsi kontrasepsi oral selama 13 tahun.
i. Endokrin 1) Pengkajian perilaku Pasien tidak memiliki riwayat diabetes, tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, hasil labor tanggal 4 November 2012 : GDS=91mg/dL (70-140). Gliko Hb (HbA1c) 6,6 (4,8-5,9). 2) Pengkajian stimulus :tidak ada, semua perilaku adaptif
3.1.1.2 Mode Adaptasi Konsep Diri Perilaku dan stimulus mode adaptasi konsep diri saat sakit tidak bisa dikaji,karena klien mengalami afasia. 3.1.1.3 Mode Fungsi Peran Perilaku dan stimulus mode fungsi peransaat sakit tidak bisa dikaji, karena klien mengalami afasia. 3.1.1.4 Pengkajian model Interdependen a. Perilaku model interdependen Sejak Ny.S sakit, suami Ny. S tidak masuk bekerja.Suami selalu menunggui pasien di RS, karena 2 orang anaknya sibuk bekerja dan 1 orang masih sekolah. Suami Ny. S selalu membantu pemenuhan ADL Ny.S seperti makan, minum, eliminasi, mobilisasi, kebersihan diri, berpakaian dan sebagainya.Bagi suami Ny.S, kondisi sakitpasien merupakan kesempatan untuk membalas kebaikan pasien saat sehat. Suami mengatakan apapun kondisi pasien saat ini, dia tidak merasa terbebani, suami ikhlas melakukan apapun asalkan pasien bisa sembuh kembali. Suami juga selalu memberi semangat isterinya supaya tidak putus asa seperti, “ Ayo Bu, gerakkan tangannya, ayo sebut ma ma ma...”.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
49
Walau suami hanya berpendidikan SD, rasa ingin tahu suami pasien sangat tinggi. Suami Ny.S tidak malu-malu untuk bertanya kepada perawat dan dokter tentang penyakit dan perawatan pasien. Suami pasien selalu menyimak dengan penuh
perhatian
setiap
informasi
yang
disampaikan
dan
berusaha
menerapkannya. Termasuk mengikuti seminar stroke awam. Selama perawatan di RS pasien dapat Jamkesda dimana semua biaya perawatan dan obat-obatan ditanggung RS. Untuk biaya harian seperti untuk makan, dan keperluan pribadi lainnya suami pasienNy. S mengandalkan gaji dan bantuan dari dua anak pasien yang sudah bekerja. b. Pengkajian stimulus Stimulus fokal : pasien mengalami ketergantungan tinggi dalam pemenuhan ADL terhadap orang lain, Stimulus kontekstual : defisit neurologis, gangguan fisik/kognitif. Stimulus residual : motivasi, hubungan dan proses keluarga, edukasi adekuat, keuangan, dukungan sistem
3.1.2
Rencana Asuhan Keperawatan
Asuhan
keperawatanmeliputi
diagnosa
keperawatan,
tujuan,
intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan pada Ny. S dengan Stroke Iskemik digambarkan pada tabel di 3.1.
3.1.3 Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan berupa aktivitas keperawatan yang dipilih dari masingmasing NIC yang telah ditentukan seperti pada tabel 3.1. Implementasi pada masing-masing masalah keperawatan adalah sebagai berikut : a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah : 1) NIC : Monitoring neurologi, aktifitas keperawatannya adalah : a)memonitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaksi terhadap cahaya, b) memonitor tingkat kesadaran dan GCS, tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu dan nafas, kekuatan otot dan menggenggam, kesimetrisan wajah, c) mencatat keluhan sakit kepala, d) memonitor respon babinski, e) memonitor respon terhadap pengobatan, menggunakan NIHSS untuk evaluasi kondisi pasien, memonitor perubahan status mental atau perilaku.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
50
2) NIC : Meningkatkan perfusi serebral, aktifitas keperawatannya adalah : a) memberikan resusitasi cairan isotonik secara hati-hati. Seperti NaCl 0,9%, b) memberikan oksigen 3 liter/menit nasal kanul sesuai terapi, c) memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, d) memberikan manitol dosis rendah atau dekstran dengan berat molekul rendah, e) mempertahankan kadar hematokrit sekitar 33%, f) menghindari fleksi leher, paha dan lutut berlebihan, g) memberikan obat antikoagulan heparin 10.000 unit/24 jam, h) memberikan obat antiplatelet ascardia 1 x 80 mg, i) memonitor PTT dan APTT, j) memonitor MAP, k) mempertahankan kadar pCO2 di level ≥ 25 mmHg, l) memonitor status AGD, m) memonitor intake output, n) mempertahankan lingkungan perawatan yang tenang. 3) NIC : Stimulasi kognitif, aktifitas keperawatannya adalah : a) memberikan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan orang yang berbeda, b) berbicara pada pasien, c) menstimulasi dengan menggunakan radio atau musik, d) meleetakkan objek yang dikenal pasien seperti foto keluarga, di dekat pasien, e) menggunakan instruksi verbal dan tulisan, f) menggunakan terapi sentuhan, g) Ajarkan keluarga cara stimulasi kognitif. 4) NIC : Manajemen obat, dengan aktifitas keperawatannya adalah : a) memperhatikan prinsip 7 benar dalam pemberian obat, b) memberikan obat-obat sesuai program dokter : Ascardia 1x80mg po, citicholin 2x1000mg IV, ondansentron 3x4mg IV, simvastatin 1x20mg po, B6B12+asam folat 2x1tab po, manitol loading 4x125cc IV, heparin 10.000 ui/24 jam, c) memonitor pasien terhadap efek terapi obat, d) memonitor efek samping obat, e) memonitor efek samping terapi antikoagulan seperti adanya tanda perdarahan, f) Memfasilitasi perubahan obat pada dokter bila perlu, g) memonitor kadar serum darah (elektrolit, protombin, obatan). b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah : 1) NIC : Jalan nafas, aktifitas keperawatannya adalah : a) mempertahankan kepatenan jalan nafas, b) memonitor pola dan bunyi nafas, c) menghitung balance cairan, d) melakukan oral higiene teratur 2
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
51
kali sehari dengan menggunakan minosep, e) memonitor frekuensi nafas, usaha, kedalaman, pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot asesoris, retraksi, f) mencatat sekresi pernafasan, dipsnea, g) melakukan fisioterapi dada, h) memberikan Oksigen lembab 3 liter/menit , i) memberikan terapi obat cefotaxime 3x1gr IV, azitromycin 1x500 mg po, Fluimucyl 3 x 1, j) memoitor hasil foto toraks ulang, k)menganjurkan keluarga dan pengunjung untuk tidak merokok di lingkungan perawatan pasien 2) NIC : Penguatan batuk, aktifitas keperawatannya adalah mengajarkan batuk efektif bila memungkinkan (mengerti perintah). c. Gangguan menelan , adalah : 1) NIC : Pencegahan aspirasi, aktifitas keperawatannya adalah, a) memonitor tingkat kesadaran,
reflek batuk, reflek menelan dan
kemampuan menelan, b) memonitor status pulmo, c) mempertahankan jalan nafas, d) memberikan posisi 90 derajat atau setinggi mungkin memberi makan, e) memberi makan dalam jumlah kecil, f) melakukan pengecekan penempatan NGT dan residu
NGT sebelum makan, g) menghindari
memberi makan bila residual tinggi, h) menghindari cairan, gunakan makanan kental atau padat, i) menawarkan makanan atau minuman yang bisa dibentuk jadi bolus sebelum menelan, j) memotong makanan kecilkecil, k) menggirus atau menghaluskan obat-obatan, l) memberikan posisi kepala tempat tidur tinggi selama 30 – 45 menit setelah makan.
2) NIC : Terapi menelan, aktifitas keperawatannya adalah a)menjaga privasi pasien saat terapi, b) menelaskan rasional menelan pada keluarga, c) menganjurkan pasien duduk 90o saat makan atau latihan, d) meinta pasien untuk menekuk kepala dalam persiapan menelan (“chin tuck”) Berikan pasien posisi duduk selama 30 menit setelah makan, e) meletakkan makanan di pangkal dan sisi yang sehat, f) memonitor tanda dan gejala aspirasi, g) memonitor pergerakan lidah ketika makan, h) memonitor tanda keletihan selama makan, minum dan menelan, i) memberi periode istirahat di antara latihan, j) memeriksa mulut makanan yang tertinggal, k)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
52
melakukan modifikasi diit dengan ahli gizi, l) mempertahankan masukan kalori dan cairan, m) memonitor berat badan, n) memonitor status cairan tubuh pasien (masukan, keluaran, turgor kulit dan membran mukosa), o) berkolaborasi dengan terapis wicara.
d. Hambatan mobilitas fisik 1) NIC : Posisi, aktifitas keperawatannya adalah : a) menempatkan pasien dengan tepat pada kasur, b) merubah posisi pasien setiap 2-3 jam, c) memonitor status oksigenasi, TD, nadi sebelum dan sesudah berubah posisi, d) memberikan pasien posisi terapeutik, sokong ekstremitas yang lemah dengan bantal atau gulungan kain, e) memberikan posisi semi fowler untuk mencegah dispnea, f) melakukan latihan ROM pasif aktif 2 sampai 3 kali sehari sesuai kondisi pasien, g) memberikan footboard pada tempat tidur, h) meletakkan nurse call di posisi yang mudah dijangkau pasien atau keluarga.
2) NIC : Terapi latihan : ambulasi, aktifitas keperawatannya adalah a) memonitor tonus otot, pergerakan motorik, gait dan proprioseptif, b) memberikan pasien posisi duduk dan duduk di pinggir tempat tidur, c) membantu pasien untuk melakukan ambulasi, d) meningkatkan kemandirian dalam ADL, kemandirian sehingga pasien mendapat kekuatan, d) berkolaborasi dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi dan evaluasi lebih lanjut, latihan kekuatan, latihan gait, dan pengembangan rencana mobilisasi. 2) NIC : Joint Mobility, aktifitas keperawatannya adalah : a) menentukan batas pergerakan sendi dan efek pada fungsinya, b) melindungi pasien dari trauma selama latihan, c) melakukan ROM pasif dan aktif, d) memberikan reinforcement positif, bila pasien mampu latihan, e) mengajarkan keluarga latihan ROM pasif serta teknik ambulasi yang aman.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
53
e. Hambatan komunikasi verbal NIC : Penguatan komunikasi : penurunan bicara, aktifitas keperawatannya a)
meminta keluarga untuk memahami pembicaraan pasien, b) memberikan
verbal yang tepat dan berulang kali, c) memberikan satu petunjuk sederhana dan kalimat pendek, d) menjaga untuk tidak menurunkan suara di akhir kalimat, e) berhadapan dengan pasien saat berbicara, f) menggunakan papan gambar, lambang yang menggambarkan kebutuhan sehari-hari pasien g) menggunakan gerakan tangan, h) meminta pasien untuk mengulangi kata, i) memberikan reinforcement positif dan pujian bila pasien menunjukkan kemajuan, j) melakukan percakapan satu arah, k) berkolaborasi dengan terapi wicara.
f. Risiko kerusakan integritas kulit 1) Pressure management, aktifitas keperawatan yang dilakukan adalah : a)melakukan pengkajian risiko dekubitus dengan Skala Norton, b) mecatat berat badan, c) mencatat status kulit pada saat masuk dan setiap hari, d) mencatat area kulit yang kemerahan, membersihkan kulit dari lembab yang berlebihan seperti : keringat, feses, urin, d) memberikan kulit pelembab atau minyak kelapa, e) merubah posisi pasien per 2-3 jam, f) menginspeksi kulit di sekitar penonjolan tulang dan titik tekan lainnya, g) menghindari masase pada area tonjolan tulang, h) mempertahankan linen bersih, kering dan tidak berkerut, j) menghindari air panas dan gunakan sabun mandi lembut, k) memonitor sumber tekanan dan friksi, l) memberikan pelindung tumit dan siku, m) memonitor mobilitas dan aktivitas individu, n) memastikan intake makanan adekuat seperti protein, vitamin B, C, zat besi, kalori dan berikan suplemen, o) meminta anggota keluarga untuk mengamati gejala kerusakan kulit seperti lecet, kemerahan, ruam-ruam.
2) NIC : Pencegahan dekubitus, aktivitas keperawatannya adalah, a)memberikan pasien pakaian yang longgar, b) menggosok punggung dan leher dengan tepat, c) menghindari tekanan lama pada daerah yang sakit/kelemahan, d) mengelevasikan ekstremitas yang sakit, memonitor
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
54
status nutrisi pasien, e) mengajarkan keluarga cara merubah posisi pasien, melakukan masase dan perawatan kulit.
g. Inkontinensia urin refleks 1) NIC : Kateter Urin, aktivitas keperawatan adalah, a)menjelaskan prosedur dan rasional tindakan, b) memasang kateter urin dengan tepat, c) mempertahankan teknik aseptik, d) memasukkan kateter ke vesika urinaria, e) menggunakan kateter ukuran kecil, f) menghubungkan kateter ke kantong urin, g) mempertahankan posisi kateter dan aman dari kulit, h) memonitor intake out put, i) mencatat residu urin setelah pemasangan kateter.
2) NIC : Manajemen eliminasi urin, aktivitas keperawatannya, a) memonitor karakteristik urin, b) menindentifikasi penyebab inkontinen (keluaran urin, pola berkemih, gangguan kognitif, residu urin setelah berkemih dan obatan), c) menganjurkan minum 8 gelas /hari, d) mengajarkan keluarga cara membuang dan mencatat keluaran urin.
3) NIC : Perawatan inkotinen urin, aktivitas keperawatannya adalah a) memberikan privasi saat eliminasi, b) memonitor eliminasi urin, frekuensi, jumlah, warna, bau, c) mengkaji sensasi berkemih, d) membersihkan area genital secara teratur, e) membatasi cairan 2 sampai 3 jam sebelum tidur, f) menghindari terjadinya konstipasi, g) tidak memberi minuman yang mengiritasi bladder (kopi, teh, kopi dan cola), h) memonitor efek obat-obatan.
h. Kesiapan meningkatkan proses keluarga 1) NIC : Peningkatan koping, aktifitas keperawatannya adalah a)gali pemahaman keluarga terhadap proses penyakit pasien, b) menghargai dan mendiskusikan alternatif respon terhadap situasi pasien, c) melakukan pendekatan dengan tenang dan nyaman, d) memantu mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan, e) menghargai sikap harapan realistik dan putus
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
55
asa, f) mengevaluasi kemampuan membuat keputusan keluarga, g) mendukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat, h) menghargai ekspresi verbal tentang, persepsi dan ketakutan keluarga, i) membantu mengidentifikasi sistem dukungan, j) membantu keluarga mengidentifikasi strategi positif dan mengatur gaya hidup yang dibutuhkan atau perubahan peran.
2) NIC : Dukugan caregiver, aktifitas keperawatannya adalah, a) menentukan tingkat pengetahuan keluarga (caregiver), b) menentukan penerimaan caregiver terhadap peran, c) menerima ekspresi emosi negatif, d) mengeksplorasi kekuatan dan kelemahan caregiver, e) memberi perawatan, f) memberikan dukungan terhadap keputusan yang dibuat caregiver g) memonitor indikator stres, h) mendukung caregiver melalui proses duka cita, i) menghargai partisipasi
caregiver dalam dukungan kelompok, j)
mendukung caregiver untuk merawat diri sendiri, k) menjelaskan pada caregiver tentang pengertian dan penyebab stroke, faktor risiko dan gejala stroke dan gaya hidup yang dapat menurunkan risiko stroke serta pencegahan stroke berulang, l) memberikan edukasi tentang informasi terbaru tentang kondisi, diagnosa, pengobatan dan prognosa pasien, m) mengajarkan caregiver cara meningkatkan keamanan pasien,
n) mempertahankan
perawatan kesehatan untuk menopang kesehatan fisik dan mentalnya, o) menginformasikan caregiver perawatan kesehatan dan sumber komunitas, p) mengakses dan memaksimalkan perawatan kesehatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
56
Tabel. 3.1 Rencana Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik pada Ny. S dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy, NANDA, NOC dan NIC
Mo de 1
Perilaku Oksigenasi : - APTT : 1,059 dtk - PT : 0, 982 dtk -Echocardiography tanggal 5/11/ 2012 diperoleh : LVH konsentrik, AR mild, hipokinetik segmental sesuai CAD, fungsi sistolik LV dan RV baik, disfungsi diastolik ringan, efusi perikard minimal. - Transesophageal Echocardiography (TEE) tanggal 29/11/2012 ditemukan mitral stenosis mildmoderate (MVA 1,6cm2) Aorta regurgitasi mild moderate dengan penebalan dan gangguan koaptasio
Stimulus
Domain/ Kelas
F : infark serebri K: Mitral Stenosis R:pola makan tidak sehat, konsumsi pil KB 13 tahun
Aktivitas /istirahat Kelas 4 : respon kardivas kuler dan pulmonal
Diagnosa Kep Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ( 31 Oktober 2012)
NOC Status neurologi:
NIC Monitoring neurologi
- Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaksi terhadap cahaya. - Monitor tingkat kesadaran dan GCS - Monitor tingkat orientasi - Monitor tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu dan nafas. - Monitor kekuatan otot dan menggenggam. - Monitor kesimetrisan wajah. - Catat keluhan sakit kepala - Monitor respon babinski - Monitor respon terhadap pengobatan - Gunakan NIHSS untuk evaluasi kondisi pasien. - Monitor perubahan status mental atau perilaku
Meningkat kan perfusi serebral
-
- Tingkat kesadaran - Ukuran dan reaksi pupil - pola nafas - Tanda vital - Kemampuan kognitif
Perfusi jaringan: - Kognisi - Tingkat kesadaran - Koagulasi darah - Komunikasi - Status menelan - Status neurologi - Tekanan darah
Aktivitas keperawatan
-
Berikan resusitasi cairan isotonik seperti NaCl 0,9% Berikan oksigen sesuai terapi Berikan posisi elevasi kepala 30o Berikan manitol dosis rendah atau dekstran dengan berat molekul rendah. Pertahankan kadar hematokrit sekitar 33% Hindari fleksi leher, paha dan lutut berlebihan. Berikan obat antikoagulan Berikan obat antiplatelet Monitor PT dan PTT Monitor MAP Pertahankan kadar pCO2 di level ≥ 25 mmHg Monitor status AGD Monitor intake output Pertahankan lingkungan perawatan yang tenang. Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
57
Mo de
Perilaku
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC
RCC-NCC-LCC. Trombus LAA (+)s. - GCS E3M5Vafasia /ହହହହ - motorik
NIC Stimulasi kognitif
/ହହହହ
- parese N VII dekstra sentral
Manajemen obat
2.
Fisi olo gis
Oksigenasi ; - Somnolen - GCS E3M5V afasia - TD 150 /80mmHg - Nafas 20 x/menit - Takikardia HR = 96x/menit - Gelisah - Tidak ada batuk - Ronki basah (+) basal paru kiri, penuru n bunyi
F : akumu lasi sekret K: disfungsi neuromuskuler, disfagia infeksi, R : sering sakit batuk dan demam sebelum
Domain 11 Keamana n dan perlindun gan Kelas 2 : Cidera fisik
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
(31Okto ber 2012
Status jalan nafas paten :
Manajemen jalan nafas
- Frekuensi, irama, dalam pernafsan - Kemampuan mengeluark an sekresi - Batuk Penguatan batuk
Aktivitas keperawatan - Berikan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan orang yang berbeda - Berbicara pada pasien - Stimulasi dengan menggunakan radio atau musik. - Letakkan objek yang dikenal pasien seperti foto keluarga, di dekat pasien. - Gunakan instruksi verbal dan tulisan - Gunakan terapi sentuhan. - Mengajarkan keluarga cara menstimulasi kognitif - Perhatikan prinsip 7 benar dalam pemberian obat - Berikan obat-obat sesuai program dokter : Monitor pasien terhadap efek terapi obat. - Monitor efek samping obat - Monitor efek samping terapi antikoagulan seperti adanya tanda perdarahan - Memfasilitasi perubahan obat pada dokter bila perlu - Monitor kadar serum darah (elektrolit, protombin, obatan) -
Pertahankan kepatenan jalan nafas Fisioterapi dada Berikan Oksigen lembab 3 liter/menit Balance cairan Lakukan oral higiene teratur. Monitor frekuensi, kedalaman dan usaha bernafas. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot asesoris, retraksi, bunyi nafas, dispnea - Monitor foto toraks - Anjurkan keluarga dan pengunjung untuk tidak merokok di lingkunga perawatan pasien. - Ajurkan batuk efektif bila memungkinkan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
58
Mo de
3.
Perilaku paru di basal paru kanan - Foto thorak (30/10/2012) : kardiomegali dan pneumonia - leukosit : 14.620/µl - LED : 45 mm Nutrisi dan metabolik - Gangguan menelan Nilai RAPIDS 78 Skrining disfagia (+), E3M5Vafasia - Somnolen
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC
NIC
Aktivitas keperawatan
Pencegahan aspirasi
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan kemampuan menelan - Monitor status pulmo. - Pertahankan jalan nafas - Posisikan 90 derajat atau sejauh mungkin - Makan dalam jumlah kecil - Cek penempatan NGT sebelum makan - Cek residu NGT sebelum makan - Hindari memberi makan bila residual tinggi - Hindari cairan, gunakan makanan padat - Tawarkan makanan atau minuman yang bisa dibentuk jadi bolus sebelum menelan - Potong makanan kecil-kecil - Girus atau haluskan obat-obatan. - Kolaborasi dengan Speech Pathology - Anjurkan untuk video fluoroscopy. - Biarkan kepala TT tinggi selama 30 – 45 menit setelah makan
Terapi menelan
- Tentukan kemampuan untuk memusatkan perhatian saat makan atau menelan - Jaga privasi pasien - Jelaskan rasional menelan pada keluarga - Kolaborasi dengan terapi wicara - Anjurkan pasien duduk 90o saat makan atau latihan
dirawat, ventilasi rumah tidak adekuat
K: kerusakan neuro muskuler, penurunan refleks batuk dan muntah F: iskemik / infark R: -
Nutrisi Kelas 1 : makan
Gangguan menelan
Status menelan
Fase phase Tanggal : esophageal 31 Oktober - Makanan di 2012 mulut - Produksi saliva - Penghantara n hantar - Kemampuan membersihk an rongga mulut - Lama waktu makan - Penerimaan makanan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
59
Mo de
Perilaku
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC
NIC
Aktivitas keperawatan - Minta pasien untuk menekuk kepala dalam persiapan menelan (“chin tuck”) - Berikan pasien posisi duduk iselama 30 menit setelah makan. - Instruksikan jangan berbicara ketika makan - Pandu pasien mengucapkan “ahs” untuk meningkatkan elevasi palatum - Minta pasien meletakkan makanan di pangkal dan sisi yang sehat. - Monitor tanda dan gejala aspirasi - Monitor pergerakan lidah ketika makan - Monitor tanda keletihan selama makan, minum dan menelan - Beri periode istirahat di antara latihan - Periksa mulut makanan yang tertinggal - Lakukan modifikasi diit dengan ahli gizi - Pertahankan masukan kalori dan cairan. - Monitor BB - Monitor status cairan tubuh pasien (masukan, keluaran, turgor kulit dan membran mukosa - Lakukan perawatan mulut
4.
Aktivitas dan istirahat - GCS E3M5Vafasia - Derajat kekuatan /ହହହହ otot /ହହହହ
- kesan hemiparese dekstra - keterbatasan rentang gerak sendi - terlihat cenderung tidur - kontak tidak
F: penurunan kekuatan otot sisi tubuh kanan K: iskemik/ infark serebri R : stres, kurang motivasi
Aktivitas / istirahat Kelas 2 : Aktivitas dan latihan
Hambatan Mobilitas fisik
(31Oktobe r 2012)
Mobilisasi - Balance - Koordinasi - Gait - Penampilan posisi tubuh - Peningkatan kekuatan otot - Peningkatan aktifitas fisik dan
Posisi
- Tempatkan pasien dengan tepat pada kasur. - Rubah posisi pasien setiap 2 jam. - Monitor status oksigenasi, TD, nadi sebelum dan sesudah berubah posisi. - Berikan pasien posisi terapeutik, sokong ekstremitas yang lemah dengan bantal atau gulungan kain. - Berikan posisi semi fowler untuk mencegah dispnea. - Lakukan latihan ROM pasif aktif 2 sampai 3 kali sehari sesuai kondisi pasien - Berikan footboard pada TT - Letakkan nurse call di posisi yang mudah dijangkau pasien atau keluarga - Ajarkan keluarga cara mengatur posisi Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
60
Mo de
Perilaku
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
adekuat - Bartel indeks = 3/20
NOC
NIC
Aktivitas keperawatan
mobilisasi Terapi latihan : Ambulasi
-
Joint mobility
5.
Fungsi neurologi - E3M5Vafasia - Cendrung tidur - Parese N VII dekstra sentral - Tidak ada kontak mata - Tidak dapat bicara
F: defisit neurologis, gangguan neuromusk uler, motorik, kognitif K: iskemik / infark
Persepsi/ kognisi
Kelas 5 : komunik asi
Hambatan komunika si verbal
Komunikasi ekspresif
- Gunakan bahasa tulisan (tanggal 31 - bicara dengan Oktober vokal - gunakan suara 2012) esophageal
Berikan pasien pakaian yang longgar Tempat TT di posisi yang mudah di jangkau Monitor tonus otot, pergerakan motorik, gait dan proprioseptif. Berikan pasien posisi duduk dan duduk di pinggir TT Kolaborasi dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi dan evaluasi lebih lanjut, latihan kekuatan, latihan gait, dan pengembangan rencana mobilisasi. Bantu pasien untuk melakukan ambulasi. Berikan alat untuk mebantu aktifitas, seperti gait belt, weight vest, walker, kruk, atau kursi roda sebelum aktifitas dimulai. Gunakan gait walking belt bila memindahkan pasien. Tingkatkan kemandirian dalam ADL, kemandirian sehingga pasien mendapat kekuatan. Ajarkan keluarga cara melakukan ROM
- Tentukan batas pergerakan sendi dan efek pada fungsinya - Kolaborasi dengan fisioterapi untuk mengembangkan rencana pergerakan - Lindungi pasien dari trauma selama latihan. - Lakukan ROM pasif dan aktif - Berikan reinforcement positif, bila pasien mampu latihan.
- Minta keluarga untuk memahami pembicaraan pasien. Penguatan komunikasi : - Ijinkan untuk mendengar perkataan berulang kali. penurunan - Berikan verbal yang tepat. bicara - Berikan satu petunjuk sederhana dan kalimat pendek. - Jangan turunkan suara di akhir kalimat - Berdiri di depan pasien bila berbicara. - Gunakan papan gambar - Gunakan gerakan tangan - Ajarkan berbicara dari esophageal Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
61
Mo de
Perilaku - Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal
6
-
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC
NIC
- gunakan gambar suara jelas, tanda, bahasa non verbal
mitral stenosis R: kontrasepsi oral, gaya hidup
F : immobili tas fisik, gangguan Immobilitas fisik GCS E3M5V kognitif K : emboli, afasia iskemik, Kesadaran infark somnolen R : suhu Pasien cendrung lingkungan, tidur Hemiparese dekstra kelembaban kulit.
Proteksi -
Stimulus
Keamana n/ perlindun gan
Risiko kerusakan integritas kulit
Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa :
Kelas 2 : cidera fisik
- Temperatur ( tanggal - Sensasi 31 Oktober - Elastis - Hidrasi 2012) - Keringat - Tekstur - Integritas kulit
Pressure management
Aktivitas keperawatan -
Minta pasien untuk mengulangi kata Berikan reinforcement positif dan pujian Lakukan percakapan satu arah Kolaborasi dengan terapi wicara.
-
Lakukan pengkajian dengan Skala Norton. Catat BB Catat status kulit pada saat masuk dan setiap hari. Catat area kulit yang kemerahan Bersihkan kulit dari lembab yang berlebihan seperti : keringat, feses, urin. Berikan kulit pelembab atau minyak kelapa Rubah posisi pasien per 2-3 jam Inspeksi kulit di sekitar penonjolan tulang dan titik tekan lainnya Hindari masase pada area tonjolan tulang Pertahankan linen bersih, kering dan tidak berkerut. Gunakan tempat tidur dengan matras anti dekubitus Hindari air panas dan gunakan sabun mandi lembut Monitor sumber tekanan dan friksi Berikan pelindung tumit dan siku Monitor mobilitas dan aktivitas individu Pastikan intake makanan adekuat seperti protein, vitamin B, C, zat besi, kalori dan berikan suplemen. Bantu pasien mempertahankan BB ideal Ajarkan keluarga untuk mengamati gejala kerusakan kulit.
-
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
62
Mo de
7
Perilaku
Eliminasi - Kontak tidak adekuat - Cenderung tidur - E3M5Vafasia - Tidak mampu berkemih secaravolunter - Tidak ada sensasi berkemih
Stimulus
F : disfungsi neurologis di atas pusat mikturisi pontine K: keterbatas an fisik dan kognitif, afasia R : stres.
Domain/ Kelas
Eliminasi dan pertukara n Kelasi 1 : fungsi urinarius
Diagnosa Kep
Inkontinen sia Urine refleks ( Tanggal 7 Oktober 2012)
NOC
Kontinen urin: - pengosonan bladder - berkemih 150/jam - Mampu mengontrol beremih
Eliminasi urin - Pola elimanasi - Bau, warna, jumlah, kejernihan - Intake cairan - Pengosonga n bladder - Merasakan ingin berkemih
NIC
Aktivitas keperawatan
Pencegahan dekubitus
-
Berikan pasien pakaian yang longgar Gosok punggung dan leher dengan tepat Hindari tekanan lama pada daerah yang sakit/kelemahan Elevasikan ekstremitas yang sakit Monitor status nutrisi pasien. Ajarkan keluarga cara masase dan perawatan kulit.
Kateter Urin
-
Manajemen eliminasi urin
-
Perawatan inkotinen urin
- Identifikasi penyebab multifaktor inkontinen (keluaran urin, pola berkemih, gangguan kognitif, residu urin setelah berkemih dan obatan) - Berikan privasi saat eliminasi. - Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan - Monitor eliminasi urin, frekuensi, jumlah, warna, bau - Kaji sensasi berkemih - Bersihkan area genital secara teratur
Jelaskan prosedur dan rasional tindakan Pasang kateter urin dengan tepat Pertahankan teknik aseptik Masukkan kateter ke vesika urinaria, gunakan kateter ukuran kecil, hubungkan ke kantong urin, pertahankan posisi kateter dan aman dari kulit, - Monitor intake out put - Catat residu urin setelah pemasangan kateter. Monitor karakteristik urin Kaji penyebab inkontinen Anjurkan minum 8 gelas /hari Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda infeksi. Batasi cairan bila perlu Ajarkan keluarga cara membuang dan menghitung keluaran urin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
63
Mo de
Perilaku
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC
NIC
Aktivitas keperawatan - Batasi cairan 2 sampai 3 jam sebelum tidur - Hindari terjadinya konstipasi - Batasi minuman yang mengiritasi bladder (kopi, teh, kopi dan cola) - Monitor efek obat-obatan - Monitor kebiasaan defekasi
8.
Interdependensi - Aktifitas keluarga dalam membantu pemenuhan ADL pasien. - Komunikasi keluarga (suami) adekuat - Mengekspresikan kesediaan untuk merawat pasien di RS maupun dirumah - Perilaku menunjukkan dukungan pada anggota keluarga yang sakit seperti memberi motivasi berpartisipasi dalam perawatan pasien - Mencari informasi tentang penyakit
F: ketergantun gan tinggi dalam pemenuhan ADL terhadap orang lain K : - defisit neurologis, gangguan fisik/kognit if. R: motivasi, hubungan dan proses keluarga, edukasi adekuat, keuangan, dukungan sistem
Hubun gan peran Kelas 2 ; Hubu ngan keluarga
- Peningka Koping Kesiapan tan koping meningkat keluarga : kan proses keluarga - Mengatur masalah keluarga - Merawat anggota keluarga - Prioritas keluarga - Menggunakan - Dukungan caregiver sistem dukungan keluarga dan komunitas yang tersedia Perilaku mencari kesehatan : - Bertanya - tugas- tugas kesehatan
-
Hargai pemahaman keluarga terhadap proses penyakit pasien. Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi. Lakukan pendekatan dengan tenang dan nyaman. Bantu mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan. Hargai sikap harapan realistik dan putus asa Evaluasi kemampuan membuat keputusan keluarga. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat Hargai ekspresi verbal tentang, persepsi dan ketakutan keluarga Bantu mengidentifikasi sistem dukungan Bantu keluarga mengidentifikasi strategi positif dan mengatur gaya hidup yang dibutuhkan atau perubahan peran. Tentukan tingkat pengetahuan keluarga (caregiver). Tentukan penerimaan caregiver terhadap peran. Terima ekspresi emosi negatif Eksplorasi kekuatan dan kelemahan caregiver. Akui/nyatakan kesulitan peran memberi perawatan Berikan dukungan terhadap keputusan yang dibuat caregiver Monitor indikator stres. Dukung caregiver melalui proses duka cita Hargai partisipasi caregiver dalam dukungan kelompok Dukung caregiver untuk merawat diri sendiri. Memberikan edukasi pada caregiver tentang : Stroke, etiologi, faktor risiko, perawatan, informasi terbaru tentang kondisi, diagnosa, pengobatan dan prognosa pasien, cara meningkatkan keamanan pasien, manajemen stres, mempertahankan perawatan Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
64
Mo de
Perilaku dan perawatan pasien - Menghargai anggota keluarga - Menunjukkan sikap kerja sama dengan petugas kesehatan
Stimulus
Domain/ Kelas
Diagnosa Kep
NOC - Mencari bantuan dari anggota keluarga yang lain
NIC
Aktivitas keperawatan kesehatan untuk menopang kesehatan fisik dan mentalnya, Informasikan caregiver perawatan kesehatan dan sumber komunitas, mengakses dan memaksimalkan perawatan kesehatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
63
3.1.4 Evaluasi keperawatan Asuhan keperawatan dilakukanpada Ny. S dari tanggal 31 Oktober 2012 sampai dengan 30 Novemver 2012, maka diperoleh evaluasi sebagai berikut :
3.1.4.1 Fase Akut setelah 7 hari perawatan (7 November 2012) ; a. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.Ditandai dengan pasien masih terlihat banyak tidur, tetapi kontak mulai adekuat, GCS E3M6V afasia, motorik kesan hemiparese dextra, sensorik belum bisa dikaji, pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 150/80 mmHg, nafas 18x/menit reguler, suhu 37oC, nadi 76x/menit, pasien bisa mengikuti satu perintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri, tetapi respon lambat. Hasil pemeriksaan koagulasi darah tanggal 4 November 2012Prothombin Time (PT) 11,8/11,6( 1,017 detik) dan fibrinogen 449,8. Hasil AGD tanggal 6 November 2012 : pH 7.365, pCO2 49.5, pO2 46.9, HCO3 28.2, total CO2 29.8, Bases excess 5.20, Standar HCO3 26.2, BE 2.4 dan O2 saturasi 80,5. Pasien masih terpasang NGT diit MC 6x250 ml. Intervensi : monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral, stimulasi kognitif dan manajemen obat dilanjutkan. Pasien rencana akan dilakukan pemeriksaan ulang koagulasi darah, untuk indikasi terapi heparin lagi 10.000 ui/24 jam.
b.
Ny.S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, reflek batuk lemah, irama teratur, tidak ada penggunaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas vesikuler di paru kanan, paru kiri ronki halus basah berkurang. Rongga mulut bersih, pasien makan dengan posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6 x 250 ml. Intervensi : posisi duduk tinggi setelah makan, menjaga kebersihan mulut 2 kali sehari, terapi antibiotik sesuai program, foto dada ulang.
c. Ny.S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadapgangguan menelan. Pasien masih terpasang NGT dengan diit MC 6x250 ml + air putih 6 x 100 per hari., pasien terlihat cendrung tidur. Saat dicoba minum air per oral , pasien masih
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
64
tersedak, reflek batuk dan muntah lemah. Intervensi : pencegahan aspirasi dan terapi menelan, kaji RAPIDS siapkan pasien untuk dilakukan aroma terapi dengan minyak lada hitam, kolaborasi dengan terapi wicara untuk stimulasi dan latihan menelan. d. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap hambatan mobilitas fisik.. Ny.S sudah mampu miring sendiri ke arah kanan dengan perpegangan pada pembatas tempat tidur kanan, miring ke arah kiri dibantu oleh keluarga. Derajat kekuatan otot sulit dinilai kesan hemiparese dekstra. Bartel indeks 4/20, semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat).Intervensi : rubah posisi setiap 2 jam, ROM pasif, evaluasi kemampuan mobilisasi, kolaborasi dengan fisioterapi, melibatkan keluarga dalam mobilisasi dan ROM pasien.
e. Ny.S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadap hambatan komunikasi verbal. Pasien tidak atensi dengan lingkungan, tetapi kontak mulai adekuat, bila diajak bicara pasien hanya menatap sebentar dan tidak ada respon, belum mampu memahami simbol atau gambar yang ditunjukkan. Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam stimulasi kognitif dan bicara pasien.
f. Ny.S menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko kerusakan integritas kulit. Tidak ada kemerahan, lecet, lesi pada kulit. Skala Norton : 9 (risiko tinggi dekubitus). Kebersihan diri baik. Kondisi linen bersih dan rapi. Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak kelapa. Intake cairan minimal 2 sampai 2,5 liter per hari.
3.1.4.2 Fase Akut setelah 14 hari perawatan (14 November 2012) a. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Ditandai dengan kontak dengan lingkungan mulai adekuat, GCS E4M6V afasia, motorik kesan hemiparese dextra, sensorik belum bisa dikaji, pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 140/80 mmHg, nafas 18x/menit reguler, suhu 37oC, nadi 80x/menit, pasien bisa mengikuti Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
65
duaperintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri dan menggerakkan, membuka mulut tetapi respon lambat.Terapi Heparin tanggal 8 November dihentikan karena ada perdarahan urin. Sakit kepala (+) terlihat dari perilaku non vebal meringis dan memegang kepala, sambil menarik-narik rambut. Hasil laboratorium tanggal 11 November 2012 : DPL dan elekrolit dalam batas normal, koagulasi PT 11,8/11,9 (0,99 detik), APTT 32,8/31,6 (1,037 detik). AGD normal. Intervensi : kolaborasi cek koagulasi darah PT/APTT, lanjutkan monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral dan stimulasi kognitif. Siapkan pasien untuk pemeriksaan TEE dan CT Scan ulang.
b.
Ny.Smenunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, reflek batuk lemah, irama teratur, tidak ada penggnaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas vesikuler di kedua lapang paru. Rongga mulut bersih, pasien makan dengan posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6 x 250 ml, dan tetap duduk sampai 30 menit setelah makan. Hasil foto thoraks ulang tanggal 14 November 2012 : infiltrat di kedua lapang paru berkurang. Intervensi : manajemen jalan nafas, pemberian terapi sesuai program dokter.
c. Ny. S mulai menunjukkan perilaku adaptif
terhadap gangguan menelan.
Ditandai dengan masih terpasang NGT dengan diit MC 6x250 ml + air putih 6 x 100 per hari. Pasien sudah minum air per oral beberapa sendok , pasien masih tersedak, ada reflek batuk dan muntah. Nilai RAPIDS belum bisa dikaji, pasien belum kooperatif untuk membuka mulut.Intervensi : pencegahan aspirasi dan terapi menelan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk kombinasi diit ½ bubur sumsum dan ½ MC, pasien disiapkan untuk dilakukan aroma terapi dengan minyak lada hitam, kolaborasi dengan terapi wicara untuk stimulasi dan latihan menelan.
d. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap hambatan mobilitas fisik, . Ny.S sudah mampu miring sendiri ke arah kanan dengan perpegangan pada pembatas tempat tidur kanan, miring ke arah kiri dibantu oleh keluarga.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
66
ଵଵଵଵ/ହହହହ
Derajat kekuatan otot : ଵଵଵଵ/ହହହହ, kesan hemiparese dekstra. Bartel indeks 4/20, semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat).Pasien sudah mampu duduk bersandar 60-90 derajat selama 30-45 menit, Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam dan latihan duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai program fisioterapi.
e. Ny.S mulai menunjukkan perilaku adaptif terhadap hambatan komunikasi verbal. Ditandai dengan pasien sudah ada atensi dengan lingkungan, kontak mulai adekuat, bila diajak berkomunikasi pasien mampu berespon mengangguk dan menggeleng atau, belum mampu memahami simbol atau gambar yang ditunjukkan. Mulai bisa menyebut huruf “ a a a” tetapi suara tidak begitu jelas. Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam stimulasi kognitif dan bicara pasien.
f. Ny S menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko gangguan integritas kulit. Ditandai dengan tidak ditemukannya lesi, kemerahan dan lecet di pada kulit. Skala Norton : 11 (risiko tinggi dekubitus). Kebersihan kulit baik, Kondisi linen bersih dan rapi. Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak kelapa. Intake cairan minimal 2-2,5 liter per hari.
g. Ny S belum menunjukkan perilaku adaptif terhadap inkontinensia urin reflek. Pasien masih terpasang foley kateter dan diaper, belum mampu merasakan dorongan berkemih. Jumlah urin 1550-2000 cc/hari, warna jernih kekuningan, bau aromatik. Tidak ditemukan gejala infeksi saluran kemih. Area di sekitar genitalia bersih. Intervensi : pertahankan kepatenan pemasangan kateter urin, kebersihan area genetalia. Intake cairan 2-2,5 liter.
h. Keluarga Ny. S (suami) menunjukkan perilaku adaptif terhadap kesiapan meningkatkan proses keluarga. Ditandai keluarga mengatakan “ walau kondisi ibu seperti ini, saya harus menunggui setiap hari dan ijin tidak masuk kerja
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
67
sampai gaji saya dipotong, tidak masalah bagi saya, karena Saya sangat menyayangi ibu, sudah 30 tahun kami ber-rumah tangga, ingin jalan-jalan lagi berdua seperti dulu, benarkan bu... ”. Intervensi : berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan pasien dan rencana tindakan selanjutnya dan apa peran keluarga. Libatkan keluarga (khusunya suami sebagai caregiver informal) dalam discharge planningpasien. 3.1.4.3 Fase Sub Akut Setelah 1 bulan perawatan ( tanggal 30 November 2012), hasil evaluasi : a. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagaian terhadap ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Kontak dengan lingkunganadekuat, GCS E4M6V ଵଵଵଵ/ହହହହ
afasia, motorik kesan hemiparese dextraଵଵଵଵ/ହହହହ, sensorik belum bisa dikaji, pupil isokor 3mm/3mm, refleks (+/+), TD 120/80 mmHg, nafas 18x/menit reguler, suhu 36,5oC, nadi 78x/menit, pasien bisa mengikuti lebih dari dua perintah sederhana, seperti mengangkat tangan kiri dan menggerakkan tangan kanan (lemah) dengan tangan kiri (normal). Mulai berespon dengan tersenyum dan mengangguk bila dipanggil nama. Tidak ada keluhan sakit kepala. NIHSS saat evaluasi 11 (saat masuk 19). Intervensi :, lanjutkan monitoring status neurologi, peningkatan perfusi serebral dan stimulasi kognitif. Siapkan untuk CT Scan ulang.
b.
Ny.Ssudah menunjukkan perilaku adaptif terhadap ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ditandai dengan frekuensi nafas 18 kali/menit, refleks batuk kuat, irama teratur, tidak ada penggnaan otot asesori pernafasan, bunyi nafas vesikuler vesikuler di kedua lapang paru. Rongga mulut bersih, pasien makan dengan posisi duduk bersandar 60-80 derajat. Diit MC 6 x 250 ml, dan tetap duduk sampai 30 menit setelah makan. Oksigen tambahan sudah dilepas. AGD dalam batas normal.
c. Ny. S sudah menunjukkan perilaku adaptifterhadap gangguan menelan. NGT sudah dilepas, 1/2 nasi tim dan ½ makanan cair 3x250 cc, air putih 6 x 100 per hari. Pasien sudah minum air per oral, terdapat releks batuk dan tidak ada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
68
muntah. Nilai RAPIDS saat ini 87, sebelum aroma terapi dengan minyak lada hitam nilai RAPIDS 78. Intervensi :Stimulasi dengan minyak lada hitam dan latihan menelan sesuai program terapis dilanjutkan.
d. Ny. S menunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap hambatan mobilitas fisik. Ditandai denan Ny.S sudah mampu duduk sendiri tanpa sandaran dengan berpegangan pada pembatas tempat tidur, dan bagian tubuh kanan dibantu oleh keluarga. Derajat kekuatan otot :
ଵଵଵଵ/ହହହହ ଵଵଵଵ/ହହହହ
, kesan hemiparese dekstra. Bartel
indeks 4/20, semua pemenuhan ADL dibantu oleh orang lain (suami dan perawat). Intervensi : lanjutkan perubahan posisi anti dekubitus setiap 2 jam dan latihan duduk tanpa sandaran dan latihan keseimbangan duduk sesuai program fisiterapi.
e. Ny.S menunjukkan perilaku adaptif sebagian terhadap hambatan komunikasi verbal. Ditandai dengan pasien sudah ada atensi dengan lingkungan, kontak mulai adekuat, bila diajak berkomunikasi pasien mampu berespon mengangguk dan menggeleng atau, sudah mampu memahami simbol atau gambar yang ditunjukkan. Mulai bisa menyebut suku kata“ ma ma ma ma....pa pa pa pa, bis mil lah ” suara tedengar cukup jelas. Gerakan mulut masih kurang simetris. Intervensi : penguatan komunikasi dilanjutkan, melibatkan keluarga dalam stimulasi kognitif dan bicara pasien.
f. Ny S sudah menunjukkan perilaku adaptif terhadap risiko gangguan integritas kulit. Tidak ditemukan lesi, kemerahan dan lecet pada kulit. Skala Norton : 11 (risiko tinggi dekubitus). Kebersihan kulit baik, Kondisi linen bersih dan rapi. Intervensi : rubah posisi per 2 jam, perawatan kulit dan masase dengan minyak kelapa. Intake cairan minimal 2-2,5 liter per hari.
g. Ny. S menunjukkan perilaku tidak adaptif terhadap inkontinensia urin refleks, Ny S. masih terpasang Foley kateter dan diaper, pasien belum mampu merasakan dorongan berkemih. Warna jernih kekuningan, bau aromatik. Tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
69
ditemukan gejala infeksi saluran kemih. Area di sekitar genitalia bersih. Intervensi : anjurkan keluarga mengganti diaper teratur 2-3 sehari, menjaga personal higine pasien. Intake cairan 1,5 – 2 liter/hari.
h. Kesiapan meningkatkan proses keluarga. Keluarga Ny. S (suami)sudah menunjukkan perilaku adaptif terhadap kondisi kesehatan Ny.S. keluarga mengatakan “ saya siap merawat ibu, bagi saya yang penting ibu sembuh. Saya akan ikuti semua saran petugas di sini, tolong ingatkan kalau saya ada yang lupa ya Sus ”. Intervensi : berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan pasien dan rencana tindakan selanjutnya dan apa peran keluarga. Libatkan keluarga (khususnya suami sebagai caregiver informal) dalam discharge planning. 3.2 Pembahasan Kasus Stroke Iskemik pada Ny. S 3.2.1 Model Adaptasi Fisiologis Terganggunya suplai
oksigen ke otak menimbulkan berbagai
masalah
keperawatan pada Ny. S, seperti ; ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan menelan, risiko aspirasi, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, risiko kerusakan gangguan integritas kulit, inkontinesia urin refleks, peningkatan proses keluarga. 3.2.1.1 Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Tidak efektifnya suplai darah ke otak pada Ny.S. disebabkan stimulus fokal : tersumbatnya arteri karotis atau vertebra oleh emboli yang berasal dari jantung. Stimulus kontekstual : hasil TTE tanggal 5 November 2012 dan TEE tanggal 29 November 2012 menunjukkan kelainan katup jantung yaitu Mitral stenosis derajat sedang. Dari hasil wawancara dengan keluarga, pasien tidak pernah menderita hipertensi, diabetes, sakit jantung, tidak ada riwayat stroke keluarga.
Menurut Misbach (2011) adapun kelainan jantung yang sering menjadi faktor risiko dan penyebab stroke antara lain Infark Miokard Akut, Atrial Fibrilasi, penyakit jantung iskemik, kelainan katup mitral, kelainan katup aorta dan penyakir jantung jantung kongestif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ASNA
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
70
Stroke Epiodemiological Study 1996, faktor risiko jantung yang menyebabkan stroke adalah Atrial Fibrilasi 6%, penyakit jantung iskemik 19%, kelainan katup mitral 3%, kelainan katup aorta 0,6% dan penyakit jantung kongesti 4%. Mitral stenosis adalah merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Sehingga menyebabkan pembesaran atrium kiri, denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur (Atrium fibrilasi). Kondisi ini menyebabkan terbentuknya embolus yang menyumbat arteri di otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitral. Biasanya bekuan yang sangat kecil, fragmen-fregmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis, sehingga gejala yang timbul bergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa bekuan berjalan di percabangan arteri tersangkut (Price & Wilson, 2006). Dari klinis pasien kemungkinan pasien mengalami infark otak luas yaitu tipe Total Anterior Circulation Infarct (TACI), dengan gambaran klinis hemiparese dengan gangguan sensorik dan hemianopia (kontralateral sisi lesi), ganggua fungsi luhur seperti disfasia, gangguan visuospasial, hemineglect, agnosia dan apraxia (Misbach, 2011). Sesuai dengan Pasien Ny. S yang cenderung tidur, acuh dengan lingkungannya, hanya mampu mengikuti satu perintah, tersedak bila makan terutama minum. Menurut Misbach (2011), stroke infark tipe TACI ini kemungkinan disebabkan oleh adanya emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui fungsi kardiak untuk mengeksplorasi faktor risiko pasien seperti EKG dan foto toraks. Jika pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri normal (bruit leher negatif dan dupleks karotis normal), maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekokardiografi. Otak membutuhkan aliran darah 50-60cc/100gram/menit. Tersumbatnya arteri ini menyebabkan jaringan otak tidak mendapat mendapat suplai oksigen yang cukup. Bila hal ini turun sampai <15cc/100gram/menit maka aktivitas listrik neuron terhenti tetapi struktur sel masih baik sehingga gejala klinis masih reversibel. Bila
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
71
penurunan aliran darah semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak yang disebut infark. Jadi infark timbul karena iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang reversibel, sehingga menimbulkan gangguan neurologis (Gofir, 2009).
Posisi kepala harus dielevasikan 30 derajat bisa memfasilitasi peningkatan aliran darah ke otak dan memaksimalkan oksigen ke jaringan otak. Posisi ini juga baik untuk pasien berisiko aspirasi
atau penyumbatan jalan nafas akibat disfagia.
Posisi ini dapat mencegah kerusakan aliran vena melalui vena jugularis (Smeltzer & Barre, 2002).
Menurut Summers (2009), pemberian oksigen tambahan pada pasien stroke adalah untuk mencegah terjadii hipoksia. Memaksimalkan oksigenasi pada semua pasien stroke akut sudah dilakukan pada sebuah penelitian quasi-randomized trial dan tidak ditemukan manfaat penambahan oksigen kecuali bila pasien mengalami hipoksia. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mencegah hipoksia adalah mempertahankan PaO2 lebih dari 60 mmHg, memantau AGD, mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Menurut Summers (2009), memonitor saturasi oksigen akan menurunkan risiko defisit neurologik karena hipoksemia. Pemberian oksigen tambahan 2-4 liter/menit direkomendasikan untuk saturasi oksigen <92%. Bila saturasi oksigen 92% tidak bisa dipertahankan maka perlu pemeriksaan AGD dan foto toraks ulang. Bila tidak ditemukan hipoksemia maka oksigen tambahan tidak diperlukan. Pada saat serangan stroke pada Ny S, pasien mengalami kelemahan pada sisi tubuh terutama tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan. Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan Kerry (2010) gangguan motorik yang paling banyak pada stroke adalah hemiplegia yang disebabkan oleh adanya lesi di sisi berlawanan dari otak. Gejala lain adalah hemiparese dan kelemahan salah satu sisi tubuh. Stroke menimbulkan lesi di Upper Motor Neuron (UMN) dan menghilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
72
Fungsi otak yang terganggu lainnya adalah berbahasa dan berkomunikasi. Stroke paling banyak menyebabkan afasia. Afasia adalah kehilangan daya berbahasa. Menurut Markam (2009) afasia broca terjadi bila pusat wicara di girus frontalis inferior hemisfer kiri mengalami kerusakan, penyebab tersering adalah gangguan peredaran darah di daerah ini. Hal ini sesuai dengan Ny. S, pada saat dipanggil pasien juga tidak mampu berbicara dan bibir terlihat mencong ke kanan. Mulamula pasien tidak bicara sama sekali, kemudian setelah menjalani perawatan selama satu bulan pasien mulai berbicara lagi tetapi lebih sedikit dari biasanya, tidak lancar dan tidak mengikuti aturan tata bahasa. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa saraf otak yang paling sering terkena pada stroke adalah N VII (Nervus Fasial ) dan N XII (Nervus hipoglosus) tipe sentral yang ditandai dengan mulut mencong dan bicara pelo. Ny. S terkena stroke ketika sedang tidur. Menurut Price & Wilson, 2006, sebagian besar stroke terjadi saat tidur, hal ini disebabkan oleh saat tidur pasien mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Penyebab lain adalah kebiasaan tidur mengorok dapat mengakibatkan terjadinya serangan stroke. Hal ini karena terganggunya jalan nafas saat tidur, sehingga mengganggu aliran darah ke paruparu, jantung dan otak. Kadar oksigen dalam darah turun (hipoksemia). Gangguan ini dapat menyebabkan terjadinya stroke, serangan jantung maupun mati mendadak pada waktu tidur (Sutrisno, 2009). Pada anamnesa dengan keluarga juga diketahui bahwa pasien mengkonsumsi kontrasepsi oral selama 13 tahun, tetapi keluarga tidak mengetahui jenis pil KB yang dipakai. Menurut Sutrisno (2007), bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat menyebabkan stroke iskemik, hal ini disebabkan oleh hormon yang terkandung dalam pil ini menjadikan darah menjadi lebih kental, sehingga dapat menyebabkan gumpalan darah, dan menyumbat arteri ke otak. Risiko ini meningkat pada wanita perokok usia di atas 30 tahun dan pil yang mengandung estrogen dan progesteron. Menurut Hickey (2003) bahwa arteri yang paling sering tersumbat adalah left middle cerebral artery, karena arteri ini merupakan pembuluh darah yang relatif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
73
lurus dan menyediakan jalan yang kecil bagi embolus. Arteri ini merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis, parietalis dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks audiorik (Misbach, 2011). Perkembangan iskemik
sangat cepat dengan defisit maksimal terjadi dalam
beberapa menit. Kondisi ini sesuai dengan manifestasi klinis yang dialami Ny.S yaitu kelemahan pada sisi tubuh sebelah kanan, gangguan fungsi luhur, disfagia, parese N VII dan XII dekstra. Hal ini sesuai dengan lesi pada otak berlawanan dengan sisi tubuh yang mengalami gangguan (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, Camera, 2011).
Walaupun CT Scan Kepala Ny. S pada saat masuk tanggal 30 Oktober 2012 adalah normal (tidak ada infark, perdarahan maupun SOL intrakranial), tetapi gejala klinis yang ditemukan menunjukkan kalau Ny. S mengalami infark otak luas. CT Scan kepala normal ini mungkin saja terjadi, karena pemeriksaan CT Scan dilakukan 4 jam setelah onset stroke.
Menurut Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu mendeteksi iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno ( 2007) juga dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa hari yang kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil atau di serebelum atau di batang otak, maka CT Scan memang tidak bisa menentukan seketika jenis gangguan. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8% kasus Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.
Hasil pemeriksaan EKG Ny. S tanggal 30 Oktober 2012 menunjukkan Left Ventricle Hyperthropy (LVH) dan foto toraks tanggal 30 Oktober 2012 menunjukkan kardiomegali dan pneumonia. Pembesaran jantung ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya penyempitan pada lubang katup mitral yang menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel. Dari hasil anamnesa dengan keluarga Ny. S, tidak diperoleh riwayat sakit jantung reumatik pada Ny. S, tetapi keluarga mengatakan, Ny.S sering mengeluh batuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
74
dan demam, sesak nafas dan dada berdebar-debar, tetapi tidak pernah diperiksakan karena Ny.S merasa keluhan itu tidak mengganggu aktifitasnya. Pasien hanya membeli obat batuk di warung, lalu merasa sembuh.
Aktivitas keperawatan yang dilakukan pada Ny S untuk memperbaiki perfusi serebral adalah memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, oksigen 3 liter/menit per nasal kanul, memonitor NIHSS, memberikan terapi neuro protektan Citicholin 2x1000mg IV, memberikan antikoagulan Heparin 10.000/24 jam, memberikan antiplatetelet ascardia 1x80 mg, memonitor adanya keluhan sakit kepala, memonitor pemeriksaan darah PT dan PTT. Memonitor status saturasi oksigen, memonitor efek samping obat.
Pada minggu pertama perawatan pasien cenderung tidur dan apatis. Dari pemeriksaan hemoglobin terlihat penurunan yaitu 11,5 gr/dL dan 10,5 gr/dL.Menurut Misbach (2011), hemoglobin rendah menyebabkan kapasitas darah turun dan hipoksia serebral dengan kemungkinan konfusi. Jika hemoglobin di atas normal besar kemungkinan terbentuk klot, sumbatan pembuluh darah, lebih jauh akan terjadi iskemia dan perubahan kesadaran gangguan kognisi.Selain hemoglobin, gas darah juga berdampak terhadap kognitif dan kesadaran. PaCO2 berdampak pada darah aretri dan PaO2 berdampak pada aliran darah otak.
Melakukan monitor neurologi pada stroke menggunakan skala National Institute Health Stroke Scale (NIHSS) adalah penting. Monitor dilakukan dua kali yaitu pada saat pasien masuk (hari pertama perawatan) dan saat pasien akan meninggalkan ruang perwatan. Perbedaan nilai saat masuk dan keluar, dapat menjadikan
patokan
keberhasilan
perawatan
(Misbach,
2011).
NIHSS
memberikan informasi prognostik yang bisa dinilai dan berhubungan dengan volume infark. Pasien dengan nilai NIHSS <10 lebih baik keluarannya dibanding nilai NIHSS >20. NIHSS juga berguna untuk menyusun kebutuhan discharge planning pasien bersama keluarga (Summers, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
75
Pada hari kedua perawatan (tanggal 1 November 2012). Pasien diberi terapi antikoagulan Heparin 10.000 ui/24jam. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin, dan Wardah (2011), antikoagulan dan antiplatelet adalah terapi untuk mencegah terjadinya trombus pada arteri kolateral. Antikoagulan dipergunakan untuk stroke emboli yang embolinya berasal dari jantung, antikoagulan
berfungsi untuk
mencegah terjadinya stroke emboli pada arteri kolateral dan tidak melisis trombus pada arteri yang telah mengalami penyumbatan akibat emboli sebelumnya. Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (R/lovenox), warfarin atau golongan Low-Weight Molleculer Heparin (LMWH). Dalam Misbach (2011) efek heparin adalah menginhibisi faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Sedangkan antiplatelet diberikan pada kasus
stroke iskemik trombotik, untuk mencegah terjadinya trombus seperti
asetosal, clopidogrel, cilostatol dan dipiridamol.
Terapi heparin hanya diberikan ± 15 jam, lalu terapi ini dihentikan, karena Ny. S mengalami hematuri. Hal ini kemungkinan disebabkan efek samping heparin.Pada pasien yang mendapat heparin APTT memanjang karena heparin meningkatkan aktivitas antitrombin dalam menetralkan faktor pembekuan yang tergolong protease serin, sehingga memudahkan terjadi perdarahan. Misbach (2011) heparin berisiko menyebabkan perdarahan intraserebral yang cepat terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang luas. Oleh karena itu pemeriksaan PT dan APTT rutin penting dilakukan pada pasien yang sedang mendapat antikoagulan oral atau heparin.
Ny. S juga mendapat terapi Citicholin 2x1000mg intra vena. Memberikan terapi terapi neuroprotektan bertujuan untuk mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat ini berperan menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat
kaskade iskemik. Kaskade meliputi kegagalan homeostasis kalsium, produkdi berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmiter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit dan obstruksi mikrosirkulasi. Citicholin juga bertujuan untuk memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme regional di daerah iskemia otak,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
76
disamping juga itu menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia pada area penumbra. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari (Misbach, 2011).
3.2.1.2 Ketidakefektifaan Bersihan Jalan Nafas Merupakan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahakan bersihan jalan nafas. Faktor yang mempengaruhi berupa lingkungan, obstruksi jalan nafas dan fisiologis seperti disfungsi neuromuskular dan infeksi paru pneumonia yang dialami Ny. S.
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Mikroorganisme ini masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dan atmosfer, juga dapat melalui aspirasi nasofaring atau orofaring,
perkontinuitatum dari daerah sekitar paru
ataupun melalui penyebaran secara hematogen. Peradangan ini menimbulkan akumulasi cairan di dalam paru-paru Djojodibroto (2009). Pneumoni yang dialami Ny. S sudah diketahui sejak masuk RS, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebersihan lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Bila akumulasi lendir bertambah maka akan menghambat jalan nafas. Selain kondisi disfgia dan lemahnya refleks batuk juga dapat menyebabkan penumpukan lendir yang dapat menyebabkan jalan nafas tidak lancar. Memberikan posisi kepala 30 derajatpada Ny. S diharapakan dapat memaksimalkan pengembangan paru. Melakukan fisioterapi dada bertujuan untuk mengalirkan akumulasi cairan dan perawatan mulut diharapkan dapat meminimalisasi infeksi yang masuk ke saluran pernafasan. Menurut Kelly et al (2010), perawatan mulut bagi pasien stroke, gangguan spasial, kognitif, keseimbangan
duduk dan kelemahan
ekstermitas, karena kebersihan mulut yang jelek dapat meningkatkan kejadian aspirasi pneumonia dan Candida mulut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
77
3.2.1.3 Gangguan Menelan Gangguan menelan Ny. S diketahui sejak awal masuk, salah satunya dengan menggunakan Acute Stroke Dysphagia Screen (ASDS). Ny. S mengalami juga penurunan kesadaran, kontrol batuk terganggu, afasia dan infeksi paru (hasil foto thoraks tanggal 30 Oktober 2012). Kondisi ini mendukung munculnya masalah disfagia pada Ny.S. Menurut Misbach (2011), kemungkinan gangguan menelan harus diperhitungkan pada keadaan seperti stroke berat ( kesadaran menurun, kelumpuhan berat dan ataksia trunkal), disfasia hemineglek dan hemianopia, usia tua, kegelisahan, paresis diafragma, kontrol batuk terganggu, suara serak, bicara berat, infeksi paru, sensasi faring yang berkurang.
Aktifitas keperawatan pada Ny. S dengan gangguan menelan adalah, melakukan skrining gangguan menelan dengan instrumen (ASDS),
memonitor tingkat
kesadaran, mengkaji status menelan dengan instrumen The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke(RAPIDS), mengecek penempatan dan residu NGT sebelum pemberian makanan cair, melakukan teknik kompensatori saat makan tanpa NGT, memberikan stimulasi refleks menelan dengan aromaterapi minyak lada hitam, melakukan latihan otot-otot mengunyah dan menelan.
Acute Stroke Dysphagia Screen (ASDS) merupakan instrumen skrining disfagia yang digunakan tenaga kesehatan termasuk perawat untuk mendeteksi adanya kesulitan menelan pada pasien stroke secara cepat dan akurat. ASDS ini juga reliabel dan sensitif untuk mendeteksi risiko aspirasi pada pasien stroke akut (Edmiaston, Connor, Loehr dan Nassief, 2009). Dari skrining yang dilakukan hari kedua onset stroke diketahui bahwa Ny. S mengalami disfagia, sehingga pasien makan dan minum per NGT dilanjutkan.
Gangguan menelan menyebabkan pasien berisiko aspirasi, penumonia, dehidrasi dan malnutrisi. Pada kondisi ini pasien diberikan alternatif teknik menelan, seperti makanan ukuran kecil, pada awal berikan makanan mudah ditelan, mulai makanan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
78
yang lebih kental, berikan pasien posisi duduk tinggi saat makan, dan menekuk wajah ke arah dada untuk memudahkan menelan.
The Royal Adelaide Prognostic Index For Dysphagic Stroke(RAPIDS) adalah sebuah alat skrining spesifik bagi disfagia dan risiko aspirasi yang signifikan bagi pasien dengan gangguan menelan. RAPIDS test bisa memprediksi disfagia yang memanjang dengan spesificiti (92%) dalam 24-48 jam pertama masuk. Faktor klinikal digunakannya pengkajian RAPIDS ini adalah desain yang sederhana dan mudah untuk dilakukan di ruang rawat dan tidak membutuhkan prosedur invasif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa RAPIDS test valid dalam memprediksi disfagia memanjang pada stroke akut (Broadley, dkk, 2005).
Memberikan stimulasi refleks menelan dengan aromaterapi minyak lada hitam pada Ny. S, dengan frekuensi 3 kali sehari masing-masing selama 1 menit sebelum makan. Stimulasi dilakukan selama 15 hari. Pada penilaian fungsi menelan Ny. S diperoleh nilai RAPIDS mengalami peningkatan dari 78 menjadi 87. Hal ini menunjukkan ada perbaikan fungsi menelan pada pasien setelah pemberian stimulasi inhalasi dengan minyak lada hitam.
Menurut Ebihara (2006), stimulasi olfaktori dengan menggunankan minyak lada hitam dapat meningkatkan fungsi menelan pasien pasca stroke. Stimulasi ini identik dengan aromaterapi. Stimulasi olfaktori ini diberikan sebanyak tiga kali sehari selama 1 menit sebelum makan. Sebelum intervensi, dilakukan penilaian RAPIDS dan pada akhir terapi (ketika pasien akan pulang) dilakukan pemeriksaan RAPIDS ulang.
Menurut Ebihara, disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia, dimana korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
79
meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus dengan minyak lada hitam ini dapat meningkatkan dan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada hitam merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi untuk meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara, et all, 2006).
3.2.1.4 Hambatan Mobilitas Fisik Aktivitas keperawatan untuk mengatasi masalah hambatan mobiltas fisik pada Ny. S adalah bedrest pada awal fase akut dan mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil, memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, melakukan mobilisasi dini, memberikan posisi yang tepat (seperti memberikan sokongan ekstremitas yang lemah lebih tinggi dari daerah proksimal dengan menempatkan bantal di bawah lengan dan kaki, dengan posisi tangan dan kaki netral, posisi jari dan tangan supinasi).
Merubah posisi setiap 2-3 jam (miring ke kanan dan kiri serta
telentang), melakukan Range of Motion (ROM) pasif dan aktif, melibatkan keluarga dalam ROM dan ambulasi.
Pasien dengan hemiplegie mengalami paralisis pada satu sisi tubuh. Bila kontrol otot volunter hilang, kekuatan otot fleksor menekan kontrol ekstensor. Lengan cenderung adduksi (otot adduktor lebih kuat dari abduktor) dan berotasi internal. Siku dan jari-jari cenderung fleksi. Efek pada kaki, kaki cendrung rotasi ekternal pada paha dan fleksi pada lutut, dan kaki pada sendi pergelangan kaki supinasi dan cenderung menjadi plantar fleksi.
Menurut Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010), posisi yang benar diperlukan untuk mencegah kontraktur, menurunkan tekanan, mempertahankan body alignment yang baik dan mencegah neuropati, mencegah fleksi ekstremitas dan mempertahankan posisi yang baik selama tidur.
Menurut Summers dkk (2009), pasien stroke pada awalnya dipertahankan istirahat di tempat tidur selama 48-72 jam pertama, kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat. Bila hemodinamiknya stabil maka mobilisasi ditingkatkan. Mobilisasi dini
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
80
menurunkan risiko atelektasis, pneumonia, DVT dan embolisme paru. Komplikasi akibat immobilisasi
menyebabkan kematian sebanyak >51% dalam 30 hari
pertama stelah stroke iskemik. Immobilisasi juga bisa menyebabkan kontraktur, komplikasi ortopedi, atropi dan penekanan saraf. Perawat harus mengkaji deformitas akibat efek samping seperti adduksi bahu dan subluksasi. Hal ini bisa dicegah dengan menghindari menarik
tangan dan bahu saat merubah posisi
pasien. Intervensi keperawatan seperti ROM dan teknik posisi bisa mencegah kontraktur sendi dan atropi. Latihan dilakukan 4 sampai 5 kali sehari.
Menurut Tseng, Chen, Wu dan Lin (2006) dalam penelitiannya tentang Effect of a Range of Motion Exercise Programme pada pasien stroke, menyimpulkan bahwa program latihan ROM yang diberikan perawat membangkitkan efek positif dalam memperkuat fungsi fisik dan psikologik pasien stroke yang terbaring di tempat tidur. Dalam penelitian ini juga ditemukan peningkatan signifikan joint angle. fungsi aktivitas, persepsi nyeri dan menurunkan gejala depresi. Selain hal di atas ROM juga berfungsi untuk mencegah perburukan sistem neuromuskuler dan memperkuat sirkulasi, statis vena yang dapat menyebabkan trombosis dan emboli paru.
Merubah posisi pasien setiap 2 jam bertujuan untuk meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema. Posisi miring pada sisi yang mengalami gangguan sensasi dibatasi lamanya dibandingkan sisi yang sehat dan menempatkan bantal diantara dua kaki sebelum berubah posisi (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).
Sesegera mungkin pasien dibantu untuk turun dari tempat tidur dan memulai rehabilitasi aktif. Pertama pasien latihan keseimbangan duduk dan kemudian posisi berdiri dan belajar keseimbangan sambil berdiri. Belajar transfer dari tempat tidur ke kursi roda. Belajar berjalan pada pegangan paralel. Tetapi pada kondisi Ny. S, hal ini belum bisa dilakukan karena transformasi perdarahan pada infark yang diketahui pada minggu ketiga perawatan (hasil CT Scan kepala
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
81
tanggal 23 November 2012 : infark perdarahan pada lobus temporal kiri), sehingga latihan masih dibatasi secara pasif di tempat tidur.
3.2.1.5 Hambatan Komunikasi Verbal Kondisi ini didefinisikan sebagai penurunan, kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim dan atau menggunakan sistem simbol (NANDA, 2012). Aktivitas keperawatan meliputi meningkatkan harga diri positif, meningkatkan kemampuan komunikasi, meningkatkan stimulasi pendengaran dan membantu koping keluarga. Intervensi yang dilakukan adalah berbicara dengan cara dan nada yang benar dan tepat, gunakan kata dan kalimat pendek dan berhenti diantara dua frase dan beri kesempatan pasien memahaminya, berhadapan dengan pasien dan pertahankan kontak mata saat berbicara, gunakan alat bantu (gambar, gerakan tangan tulisan dan benda-benda), ajarkan berbicara, meminta pasien untuk mengulangi kata, melakukan percakapan satu arah. Afasia mengganggu kemampuan pasien mengekspresikan perasaannya dan memahami perkataan orang lain. Area kortikal yang bertanggung jawab dalam komprehensi dan formulasi bahasa yang disebut area Broca. Lokasi ini diperdarahi oleh arteri serebri media. Area ini bertanggung jawab untuk kontrol dan kombinasi pergerakan otot yang dibutuhkan untuk berbicara. Area Broca ini begitu dekat dengan area motorik kiri yang bila akan terganggu akan mengganggu area bicara (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010). Proporsi pasien pada stroke akut menunjukkan gangguan komunikasi satu atau lebih dan mulai ringan sampai berat adalah 88%, sedangkan insiden afasia bervariasi mulai 21% sampai 38% (Bortwick, 2012).
Peran perawat dalam gangguan bicara sangat besar, karena pasien dengan afasia mudah
depresi.
Ketidakmampuan
berbicara,
menjawab
pertanyaan
atau
berpartsipasi dalam percakapan sering menyebabkan pasien marah, frustasi, takut akan masa depan dan putus asa. Intervensi keperawatan adalah strategis untuk membuat suasana kondusif untuk berkomunikasi. Intervensi ini meliputi sensitivitas terhadap reaksi pasien dan merespon mereka dengan cara yang tepat.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
82
Perawat memberikan dukungan emosional yang kuat dan memahaminya untuk menghilangkan rasa cemas dan frustasi pasien.
Sikap keluarga merupakan faktor penting dalam membantu pasien. Keluarga diminta mendukung pasien secara alamiah dan menyenangkan pasien dengan cara yang sama seperti sebelum sakit. Keluarga harus menyadari kemampuan pasien bervariasi dari hari ke hari dan menjadi lelah setelah bicara, mogok bicara, menangis dan tertawa yang terjadi tanpa sebab yang jelas. Biasanya disebabkan oleh perubahan suasana hati (Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, 2010).
Menurut Borthwick (2012), adalah penting bagi anggota multidisipliner menilai potesial kesulitan komunikasi, setiap tim harus mempunyai keterampilan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif merupakan landasan perawatan kesehatan yang baik. Karena afasia bisa mengganggu pasien dan keluarga. Hasil penelitian Hilari et al, (2003, Borthwick, 2012) afasia mempunyai efek negatif pada kesehatan dan kualitas hidup pasien.
3.2.1.6 Risiko Kerusakan Integritas Kulit Risiko kerusakan integritas kulit yaitu kondisi yang berisiko mengalami perubahan kulit yang buruk (NANDA, 2012). Pasien stroke berisiko mengalami kerusakan kulit karena kehilangan sensasi dan gangguan sirkulasi, usia tua, penurunan tingkat kesadaran dan paralisis. Komplikasi yang berhubungan seperti inkontinensia bisa mempercepat kerusakan kulit. Tekanan paling besar biasanya pada tumit, sakrum, malleoli samping. Aktifitas keperawatan yang dilakukan, kerusakan kulit harus dinilai pada saat berubah posisi atau duduk. Perawatan khusus bila pasien berubah posisia adalah hindari friksi atau tekanan yang berlebihan. Pasien harus berubah posisi setiap 2 jam, kulit harus selalu bersih, kering dan bila perlu gunakan matras khusus. Menggunakan skala penilaian dekubitus seperti seperti Skala Norton (Summers, 2009). Menilai pasien berisiko tinggi mengalami kerusakan integritas kulit memandu merencanakan pencegahan dan perawatan pasien. Perencanaan individu tegantung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
83
pada kondisi kulit pasien, kebutuhan dan hal yang disukai pasien. Sebuah alat ukur yang valid harus digunakan untuk menilai risiko immobilisasi dan risiko gangguan kulit seperti skala Norton atau Barden. Tujuan perawatan
adalah
mempertahankan pasien nyaman, berputar dan berubah posisi. Mempertahankan kepala pada TT pada tingkat lebih rendah dari elevasi untuk menurunkan friksi dan menggunakan alat bantul seperti bantal untuk menurunkan tekanan di TT. Status nutrisi membantu menurunkan risiko kerusakan kulit (Ackley, 2011). Ny. S, mampu merubah posisi miring ke kanan sendiri, tetapi bila miring ke kiri pasien membutuhkan bantuan, kekuatan motorik kanan
ଵଵଵଵ/ହହହହ
. Pasien tidak
ଵଵଵଵ/ହହହହ
mengalami kerusakan kulit seperti kemerahan dan lecet. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh partisipasi keluarga (suami Ny.S) yang rajin membantu mobilisasi pasien, memberi perawatan kulit seperti memandikan, masase, memberi minyak pada punggung dan area kulit lainnya yang berisiko terjadi lecet. 3.2.1.7 Inkontinensia Urin Refleks Inkontiensia urin refleks adalah kehilangan urine involunter pada interval yang dapat diprediksi ketika tercapai volume kandung kemih tertentu. Menurut Warlow (2001, dalam Misbach, 2011), 60-80% pasien stroke mengalami inkontinensia. Gangguan berkemih yang bisasnya diakibatkan oleh stroke adalah Inhibited Neurogenic Bladder Dysfunction. Gejalanya adalah gangguan adalam refleks miksi, gangguan sensasi untuk memprakarsai miksi dan menghambat miksi. Kandung kemih pasien tidak mampumenerima penuh urin dan tidak mampu mengontrol spinter, sehingga pada volume kandung kemih kurang 200 ml, otot destruksor sudah berkontrasi (Misbach, 2011). Gangguan fungsi berkemih ini menyebabkan stres pada pasien, keluarga dan berimplikasi terhadap masalah kesehatan pasien. Komplikasi inkontinensia urin ini diantaranya infeksi saluran berkemih, luka lecet, urosepsis dan mempengaruhi keberhasilan pemulihan pasien pada tahap rehabilitasi. Pada Ny. S, implikasi keperawatan yang dilakukan adalah pemberian cairan yang adekuat 200 ml setiap 2 jam pada siang hari. Pemasangan foley kateter pada 2
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
84
minggu pertama rawatan masih dilakukan, pada minggu ketiga dan keempat pasien
terpasang
diaper
untuk
mencegah
risiko
infeksi
saluran
perkemihan.Bladder training tidak bisa diterapkan pada Ny. S, karena pasien mengalami gangguan kognitif dan hemiparese dextra serta kontak yang tidak adekuat. 3.2.1.8 Kesiapan Meningkatkan Proses Keluarga Masalah keperawatan ini merupakan pola fungsi keluarga yang memadai untuk mendukung kesejahteraan anggota keluarga dan dapat ditingkatkan (NANDA, 2012). Intervensi pada keluarga Ny. S dalam hal ini suami adalah peningkatan koping dan memberikan dukungan pada keluarga (family caregiver). Keluarga Ny. S (suami) selalu menunggui pasien selama dirawat di rumah sakit. Di samping menunggui, keluarga selalu aktif terlibat dalam perawatan Ny. S terutama dalam pemenuha ADL pasien, seperti memandikan, mengganti pempers memberi makan per NGT, berpakaian, merubah posisi, ROM akitif, masase kulit, termasuk menerima informasi tentang perawatan pasien. Anggota keluarga memainkan peran penting dalam perbaikan pasien. Anggota keluarga diberi dukungan untuk berpartisipasi dalam konseling dan menggunakan support system yang akan membantu perawatan stres dan emosional pasien. Perawatan pasien dan metoda dan teknik manajemen stres guna mempertahankan kesehatan individu juga memfasilitasi koping keluarga. Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever, (2010), keluarga mengalami kesulitan menerima keterbatasan pasien dan memiliki harapan yang tidak realistik. Mereka diberi informasi tentang harapan yangg dicapai pasien stroke dan konsultasi untuk menghindari aktifitas yang bisa mereka (pasien) lakukan. Mereka diyakinkan bahwa cinta dan perhatian mereka (keluarga) adalah bagian dari terapi pasien. Keluarga membutuhkan informasi tentang rehabilitasi pasien hemiplegi yang membutuhkan waktu berbulan-bulan dan kemajuan yang lambat. Keuntungan dan informasi yang telah diperoleh keluarga di rumanh sakit harus dipertahankan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
85
Sebagian besar keluarga pasien stroke membantu perubahan fisik lebih baik dibanding aspek emosional. Keluarga harus disiapkan untuk menghadapi emosi pasien yang labil. Pasien mudah tertawa dan mudah menangis serta mudah depresi dan bingung. Perawat harus menjelaskan pada famili bahwa pasien mengalami emosi yang labil. Saat dirawat di RS Ny. S ditunggui dan dibantu oleh suami sebagai familycaregiver.Family caregiver berperan penting pada pasien, karena sekitar 80% pasien stroke membutuhkan perawatan jangka panjang (Long Term Care/LCT). Merawat pasien stroke merupakan beban tersendiri bagi keluarga, baik beban fisik, emosional maupun keuangan. Peran keluarga dalam konteks ini adalah dalam hal perawatan di rumah sakit dan di rumah, pemulihan dan pencegahan terjadinya stroke berulang.Oleh karena itu keluarga harus diberi informasi dan dilibatkan dalam perawatan serta penyusunan discharge planning (Liza, 2012). 3.3 Analisis Penerapan Model Adapatasi Roy Pada 32 Kasus Kelolaan Sub BAB ini akan menguraikan kasus yang diperoleh penulis ketika praktik residensi di Ruang Neurologi dan Bedah Saraf Gedung A, poliklinik saraf, ehabilitasi medik, Instalasi Gawat Darurat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Praktik residensi dimulai tanggal 20 Februari 2012 sampai dengan 14 Desember 2012 dengan jumlah kasus 32 kasus neurologi.
3.2 Distribusi Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB Neurologi Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12.
Diagnsoa Medis Stroke Cidera Kepala Space Occupying Lesion (SOL) Infeksi sistem saraf Myastenia Gravis Pasca Kraniektomi Pasca VP Shunt a.i MEA Pasca Laminektomi a.i HNP Vertigo Sindrom Guillane Barre Status Epileptikus Multiple Sklerosis Jumlah
Jumlah
Persentase (%)
12 4 3 3 2 2 1 1 1 1 1 1 32
37,5 12,5 9,4 9,4 6,3 6,3 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 100
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
86
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah kasus resume adalah 32 kasus dan kasus terbanyak adalah Stroke 12 kasus (37,5%), cidera kepala 4 kasus (12,5%), SOL 3 kasus (9,4%) dan Infeksi sistem saraf 3 kasus (9,4%), kasus lainnya dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan jenis stroke dan jensi kelamin, dari 12 kasus stroke 10 kasus (83,3%) adalah Stroke Iskemik, 2 kasus (16,7%) stroke Hemoragik. Dari 12 kasus stroke 9 pasien (75%) adalah wanita dan semuanya terkena Stroke Iskemik, 3 pasien (25%) pasien laki-laki yang 2 diantaranya adalah stroke perdarahan, 1 stroke iskemik. Hal di atas sesuai dengan Smeltzer, Bare, Hinkle dan Cheever (2010) yang menyebutkan bahwa sebagian besar 85% kasus stroke adalah stroke iskemik, 15% perdarahan. Sedangkan menurut Iskandar (2003), laki-laki lebih berisiko terkena stroke 1,3 kali lebih banyak dibanding wanita. Pada laporan praktik ini, kasus stroke pada wanita lebih banyak mungin disebabkan penulis lebih banyak berpraktik di ruang rawat wanita. Dari 12 kasus stroke, 3 orang (25%) adalah stroke berulang, 2 diantaranya adalah Stroke hemoragik dan terserang stroke kedua setelah 3 tahun stroke pertama. Dalam penelitian terakhir, orang yang menderita stroke mempunyai risiko 20% untuk menderita stroke ulang dalam 2 tahun dibandingkan yang lain. Sedangkan persentase kejadian stroke berulang adalah 3-10% dalam 30 hari, 5-14% dalam 1 tahun dan 25-40% dalam 5 tahun pertama setelah serangan stroke sebelumnya (Nasional Stroke Association, 2010). Dari 12 pasien stroke, 7 orang (58,3%) berusia dewasa menengah (41-55 tahun) dan 5 orang (41,7%) berusia lansia (>55 tahun). Secara umum menyerang usia rata-rata 56 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian stroke berbanding lurus dengan pertambahan usia. Menurut Framingham dalam Misbach (2011), terdapat korelasi yang bermakna antara kejadian stroke dengan bertambahnya usia. Semakin bertambah tua usia seseorang, semakin tinggi risiko terkena stroke. Dari 12 pasien stroke, sebagian besar atau 10 orang (83,3%) dengan faktor risiko hipertensi, 1 orang (8,3%) dengan riwayat stroke. Sebanyak 5 dari 12 pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
87
stroke diantaranya mempunyai lebih dari satu faktor risiko. Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher dan Camera, (2011), hipertensi adalah faktor risiko tunggal yang paling penting yang bisa dimodifikasi, tetapi sering tidak terdeteksi dan tidak diterapi secara adekuat. Risiko stroke dapat diturunkan 50% dengan perawatan hipertensi yang tepat. Dalam Lewis dkk dipaparkan bahwa penyakit jantung yang berisiko menyebabkan stroke meliputi Atrial fibrilasi, Miokardiak infark, Kardiomiopati, kelaiann katup jantung. Insiden terbanyak adalah pada Atrial fibrilasi yaitu 20% dari semua stroke. Penyakit jantung ini bisanya menyebabkan stroke embolik. Dimana embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di rongga jantung dan di katup mitra (Price & Wilson, 2006). Diabetes mellitus adalah faktor signifikan yang menyebabkan stroke. Diabetes menimbulkan perubahan pada pembuluh darah dan jantung serta mendorong terjadinya aterosklerosis. Risiko stroke pada penderita diabetes mellitus 5 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak menderita diabetes (Feigin, 2004). Merokok menyebabkan menyebabkan dua kali risiko stroke. Merokok dapat menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh. Sehingga mendorong terjadinya aterosklerosis. Sedangkan kontrasepsi oral menyebabkan darah lebih kental dan memudahkan terbentuk gumpalan (Feigin, 2004). Semakin banyak seseorang memiliki faktor risiko stroke, maka akan meningkatkan risiko terserang stroke. Dari 10 kasus Stroke iskemik 5 kasus (50%) gambaran CT Scan infark, 2 kasus (20%) gambaran CT Scan iskemik, 3 kasus (30%) CT Scan normal. Menurut Rasyid (2007) bahwa pada fase hiperakut, CT Scan belum mampu mendeteksi iskemik selama waktu 6-12 jam setelah kejadian. Dalam Sustrisno ( 2007) juga dikatakan, CT Scan tidak bisa mendeteksi stroke sebelum beberapa hari yang kerusakannya masih terlalu kecil atau kerusakan terletak di otak kecil atau di serebelum atau di batang otak. Misbach (2011) juga mengatakan bahwa 8% kasus Stroke iskemik mempunyai gambaran CT Scan normal.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
88
Hasil penilaian derajat keparahan stroke menggunakan skala National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) terhadap 12 kasus stroke, diperoleh NIHSS pada awal perawatan dengan rata-rata nilai 14,75 (stroke sedang) dan akhir perawatan dengan rata-rata nilai 12,92. (stroke sedang). Rata-rata perbedaan nilai awal dan akhir adalah 3,5. Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan uji
non
parametric test wilcoxondiperoleh nilai p=0,108 (α = 0,05). Ini menunjukkan bahwa nilai NIHSS di awal dan akhir perawatan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Hal ini mungkin disebabkan oleh, dari 12 orang pasien stroke, 9 pasien mengalami penurunan nilai NIHSS dengan rata-rata penurunan 3,6. Sedangkan 2 pasien mengalami peningkatan nilai NIHSS dengan rata-rata 5, seorang pasien dengan nilai NIHSS sama di awal dan akhir perawatan. Kemungkinan penyebab lain adalah, lama hari rawat pasien yang berbeda-beda. Jumlah hari perawatan tersingkat adalah 2 hari dan paling lama 21 hari. Perbedaan yang menyolok ini dikarenakan penulis berpindah-pindah ruangan praktek atau pasien yang pindah rawat ke ruang lain. Seperti hari rawatan tersingkat adalah di IGD yaitu sebanyak 2 orang pasien (selama 2 dan 3 hari). Menurut Misbach (2011), NIHSS adalah suatu skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat kemajuan hasil perawatan fase akut (akibat impairment). Penilaian dilakukan saat masuk (hari pertama perawatan) dan saat akan keluar dari perawatan. Perbedaan nilai ini dapat dijadikan patokan keberhasilan perawatan. Nilai NIHSS adalah antara 0 – 42 yang terdiri dari 11 komponen. Klasifikasi penilaiannya adalah, nilai <4 stroke ringan, nilai 4-15 stroke sedang, nilai >15 stroke berat. Menurut Summers (2009), NIHSS adalah alat ukur yang valid, efisien dan reliabel untuk mengkaji status pasien setelah terserang stroke dan menilai keluaran setelah perawatan. NIHSS terdiri parameter guna mengobservasi perubahan dalam status neurologi dan mengukur keparahan stroke. Dapat dipakai untuk pasien yang sedang dirawat di RS dan selama periode rawat jalan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
89
Kasus Trauma kepala ditemukan sebanyak 4 orang (12,5%), terdiri dari 3 wanita 1 laki-laki. Semua kasus dengan GCS 15, disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Hasil CT Scan 3 pasien menunjukkan ada perdarahan otak dan 1 CT Scan suspect fraktur basis cranii. Menurut Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah (2011), Trauma kepala terjadi pada semua usia, namun puncaknya pada usia 15-24 tahun. Laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Kasus SOL ditemukan pada 3 orang (9,4%), terdiri 2 meningioma dan 1 glioma. Satu kasus diduga tumor sekunder yaitu metastase dari tumor paru. Ketiga kasus adalah wanita, 2 diantara mempunyai riwayat menggunakan kontrasepsi oral. Penyebab tumor otak belum diketahui, pada umumnya karena perubahan atau mutasi struktur genetik. Perubahan tersebut disebabkan beberapa faktor yang berhubungan dengan keturunan, lingkungan, zat kimia, energi radiasi, mikroba dan penyebab lainnya (Machfoed, Hamdan, Machin dan Wardah, 2011). Kasus infeksi sistem saraf ditemukan 3 orang (9,4%), 2 kasus Mengitis Tuberkulosis dan 1 kasus Meningo ensefalitis. Ketiga pasien ini mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosisi, 2 orang dengan kondisi GCS15, sedangkan 1 lagi dengan penurunan kesadaran meninggal dalam minggu ketiga perawatan. Di bawah ini adalah masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan pada 32 kasus keloaan, sebagai berikut : 3.3 Tabel Distribusi Masalah Keperawatan Pada Kasus Kelolaan Praktik Residensi KMB Neurologi Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2012 No
Masalah Keperawatan
Jumlah
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Hambatan mobilitas fisik Ansietas Nyeri akut Risiko injuri Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Risiko kerusakan integritas kulit Gangguan pertukaran gas Risiko infeksi
21 12 8 7 7 7 5
65,6 37,5 25,0 21,9 21,9 21,9 15,6
4 3 3
12.5 9,4 9,4
8. 9. 10.
(10 masalah keperawatan terbanyak dari 26 masalah keperawatan )
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
90
Dari tabel 3.2 di atas terlihat bahwa lebih dari separuh kasus kelolaan (65,6%) mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Hampir separuh (37,5%) mengalami hambatan mobilitas fisik, seperempat kasus (25 %) mengalami ansietas, selanjutnya dapat dilihat pada tabel diatas. Dari uraian di atas menunjukkan gangguan mode adaptasi fisiologis menurut Model Adaptasi Roy (MAR) yang paling banyak ditemukan adalah oksigenasi yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan pertukaran gas dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas, selanjutnya gangguan konsep diri yaitu cemas, aktifitas dan istirahat yaitu hambatan mobilitas fisik, proteksi meliputi nyeri akut dan risiko injuri. Nutrisi yaitu Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 4 PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PADA PASIEN STROKE DENGAN GANGGUAN MENELAN Pada BAB 4 ini akan dijelaskan tentang penerapan Evidence Based Nursing (EBN) pada pasien stroke yang mengalami gangguan menelan. EBN ini berupa stimulasi olfaktori menggunakan minyak lada hitam untuk meningkatkan kemampuan menelan pasien Stroke. Hampir 76% pasien pasien stroke mengalami gangguan menelan setelah terserang stroke, dimana pada sebagian besar pasien gejala ini menetap selama 2 minggu dan sebagian kecil berlangsung sampai 6 bulan. Disfagia ini merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
pneumonia
dan
malnutrisi.
Aspirasi
pneumonia
dan
disfagia
dihubungkan dengan peningkatan lama rawatan di rumah sakit dan membutuhkan biaya yang mahal (Rosenvinge dkk, 2005). Mengatasi masalah gangguan menelan ini memerlukan
program rehabilitasi.
Rehabilitasi ini dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit dan berlanjut sampai pasien pulang. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki tingkat ketergantungan dan pemulihan yang melibatkan tim multidisipliner. Proses ini tergantung pada komunikasi yang bagus antara semua tenaga kesehatan, pasien, keluarga dan yang memberi perawatan. (NICE 2008, Hughes, 2011).
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan deteksi dini adanya disfagia sejak pasien stroke masuk rumah sakit. Selain untuk mencegah aspirasi, deteksi juga untuk menetapkan sedini mungkin penatalaksanaan pemasukan nutrisi yang tepat dan akurat bagi pasien (Rasyid, 2007). Diagnosis awal dan manajemen efektif disfagia menurunkan insiden pneumonia, menurunkan biaya, dan meningkatkan kualitas rawatan dan keluaran.
Stimulasi olfaktori identik dengan aroma terapi. Aroma terapi merupakan salah satu aktivitas keperawatan, dimana menurut Bulechek, Butcher dan Dochterman (2008) aromaterapi adalah memberikan minyak esensial melalui masase, salep kulit atau lotin, menghirup, mandi, kompres (hangat atau dingin) untuk
91 Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
92
menenangkan, menyejukkan, menurunkan nyeri, dan meningkatkan relaksasi dan kenyamanan. Tetapi aroma terapi yang dimaksud Ebihara (2006) di sini adalah untuk menstimulasi refleks menelan pasien stroke.
4.1 Hasil Journal Reading Penelusuran literatur ini melalui online menggunakan Elton B.Stephens Company (EBSCO) dengan menggunakan kata kunci “Olfactory Stimulation “ dan “Black Pepper Oil” kemudian “Swallowing Management of Stroke ” ditemukan sejumlah artikel diantaranya adalah “ A randomized Trial of Olfactory Stimulation Using Black Pepper Oil in Older People with Swallowing Dysfucntion”, oleh Ebihara, dkk (2006). Artikel penelitian lainnya yang juga diteliti oleh Ebihara dkk (2010) “ Sensory Stimulation to Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in Elderly Dyasphagia People”. Penelitian Ebihara lainnyatentang“ Intensive Stepwise Methode for Oral Intake Using A Combination of Transient Receptor Potential Stimulation and Olfactory Stimulation Inhibits The Incidence of pneumonia in Dysphagic Older Adults “ Penelitian Ebihara tahun 2006, yang meneliti tentang efek stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam pada pasien stroke gangguan menelan. Pada penelitian ini Ebihara menggunakan design Randomized Controlled Trial (RCT) terhadap 150 orang pasien post stroke kemudian membagi responden tiga kelompok intervensi. Kelompok I diberi intervensi inhalasi menggunakan minyak lavender, kelompok II diberi intervensi inhalasi dengan air suling dan kelompok III diberi intervensi inhalasi minyak lada hitam. Ketiga kelompok diberikan intervensi inhalasi selama 1 menit sebelum makan. Kemudian setelah 1 bulan ketiga kelompok dievaluasi dengan menggunakan Latency of the Swallowing Reflex (LTSR), Serum Substance P (SP) dan regional Cerebral Blood Flow (rCBF). Hasil intervensi menunjukkan pada kelompok I dan II terdapat peningkatan LTSR p<0,03 sedangkan pada keleompok III, p<0,001. Sedangkan peningkatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
93
pergerakan menelan pada kelompok I dan II p<0,03 dan kelompok III p<0,001. (peningkatan di rCBF di bagian kanan orbitofrontal dan kortek insular kiri). Dari penelitian Ebihara ini disimpulkan bahwa inhalasi dengan minyak lada hitam yang mengaktifkan korteks insular atau orbitofrontal menghasilkan meningkatan pergerakan refleks menelan tanpa memperhatikan tingkat kesadaran, status fisik dan mental. Penelitian Ebihara tahun 2010, menggunakan beberapa intervensi stimulasi sensori seperti stimulasi suhu, stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam, perawatan mulut dan refleks batuk dan menelan. Tujuan penelitian untuk memperbaiki refleks menelan dan kejadian pneumonia.Pada hasil penelitian disimpulkan bahwa kombinasi stimulasi tersebut bisa memperbaiki kemampuan menelan dan mencegah aspirasi pneumonia.
Tujuan penelitian ini untuk melihat efek metode Stepwise yang dikombinasikan dengan stimulasi potensial resesptor transient dan stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam tehadap kejadian pneumonia.
Intervensi terhadap yang digunakan adalah mengkombinasi ketiga teknik di atas. Intensive metoda stepwise dilakukan ketika akan mulai intake oral. Responden terdiri dari 14 orang kelompok kontrol dan 14 kelompok intervensi. Hasil penelitian menunjukkan intake oral sebelum intevensi lebih besar dan jumlah total limfosit sebelum intake oral lebih sedikit dibanding fase sesudahnya ( p<0,01 dan <0,05). Insiden pneumonia dan jumlah hari febrile selama 1 bulan dari mulai intake oral
pada kelompok intervensi berkurang signifikan dibanding
kelompok kontrol (p<0,01).
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
metode intensive stepwise selama mulai
intake oral pada orang lanjut usia dengan disfagia efektif menurunkan kejadian pneumonia. Peningkatan reflek menelan akan meningkatkan kemampuan pasien untuk menelan air ludah dan makanan dan minuman, sehingga menurunkan risiko
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
94
terjadi pneumonia. Metode ini menurunkan jumlah pasien yang membutuhkan pemasangan NGT.
Lada hitam atau piper ningrum merupakan kategori tanaman herbal dan suplemen. Lada hitam telah digunakan sebagai obat rakyat dan bumbu masakan yang telah digunakan di dunia selama ribuan tahun. Kandungan minyak lada hitam ini adalalah piperin yang merupakan komponen bioaktif terbanyak lada hitam maupun lada putih yang dilaporkan berfungsi dan bereaksi seperti obat.
Kasiat lada hitam lainnya seperti ; menurunkan kadar gula darah, tekanan darah, antioksidan, analgetik, meningkatkan fungsi menelan, meningkatkan rasa ngantuk. Manfaat lada hitam lainnya terhadap sistem persarafan dikemukanan dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh Singletary (2010). Ia menemukan bahwa ekstrak lada hitam dapat menekan aktivitas kejang, menghirup komponen minyak lada hitam dapat meningkatkan refleks menelan pasien stroke dengan mengaktifkan bagian otak tertentu , selain itu menghirup ekstrak lada hitam dapat menstimulasi sensasi saluran pernafasan sebagai efek dari berhenti merokok.
4.2 Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian 4.2.1
Penerapan EBN
EBN ini diterapkan di ruang neurologi Lt V Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai tanggal 15 November sampai dengan 14 Desember 2012. Jumlah pasien stroke yang berpartisipasi sebanyak 5 orang. EBN ini melibatkan keluarga dan mahasiswa dalam pemberian intervensi aromaterapi dengan minyak lada hitam, sedangkan untuk pengumpulan data karakteristik responden dan penilaian RAPIDS, langsung dilakukan oleh praktikan (penulis). Sebelum menerapkan EBN, penulis mensosialisasikan dulu kepada supervisor Lt 5, Head Nurse neurologi dan perawat ruangan yang pasiennya akan dijadikan responden. Selain itu penulis juga minta persetujuan kepada dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)Neurologi, Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) penyakit Stroke dan ketua Divisi CVD Departemen Neurologi RSCM,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
95
terkait kemungkinan reaksi alergi atau merugikan akibat pemakaian minyak lada hitam. Cara melakukan EBN ini adalah pertama tahap persiapan
dan kedua tahap
intervensi. Pada tahap persiapan minyak lada hitam di tempatkan dalam wadah botol kaca yang tertutup rapat. Lalu atur posisi pasien dengan posisi ½ duduk (elevasi kepala 45-60 derajat) atau duduk (90 derajat), kemudian lakukan penilaian Royal Adelaide Prognostic Index For Dyspagic Stroke (RAPIDS). Selanjutnya pada tahap intervensi, minta pasien menghirup aroma minyak lada hitam selama 1 menit (lebih kurang 20 kali pernafasan normal) setiap sebelum makan. Hal ini dilakukan 3 kali sehari sampai menjelang pasien pulang. Pada saat pasien akan pulang, penulis melakukan lagi penilaian RAPIDS. Jumlah pasien yang berpartisipasi sesuai kriteria inklusi dan ekslusi yang ditetapkan pada penerapan EBN ini adalah sebanyak 5 (lima) orang. Karakteristik pasien adalah sebagai berikut 100% pasien dengan diagnosa medis Stroke Iskemik, 60% berjenis kelamin laki-laki, 60% berusia <55 tahun, saat mulai intervensi 60% pasien berada pada fase sub akut, 80% pasien dengan serangan stroke pertama. Pada semua pasien terjadi peningkatan nilai RAPIDS. Rata-rata hasil RAPIDS pada penilaian I (sebelum intervensi) adalah 84,4 (dengan nilai minimum 20 dan maksimum 100), pada penilaian II (sesudah intervensi) adalah 94,6. Rata-rata selisih peningkatan nilai RAPIDS adalah 10,2. Rata-rata lama hari melakukan intervensi adalah selama 14 hari. Setelah dilakukan analisa non parametrik menggunakan Wilcoxon diperoleh bahwa peningkatan nilai RAPIDS pada pengukuran I dan II adalah signifikan dengan p value =0,043 (α = 0,05 ). 4.2.2
Hambatan dan Solusi
Selama pelaksanaan
EBN ini, penulis kesulitan mendapat pasien yang tidak
mengalami infeksi paru. Rata-rata pasien masuk menunjukkan hasil foto toraks
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
96
pneumonia (Community Aquired Pneumonia/CAP). Upaya yang dilakukan adalah menunggu perbaikan infeksi paru terlebih dahulu. Penulis kesulitan membagi waktu untuk melakukan intervensi karena jarak waktu tiga kali makan cukup jauh. Walaupun satu kali intervensi hanya membutuhkan waktu 1 menit, tetapi penulis harus menunggui pasien pada waktu makan berikutnya. Pemecahan masalah ini adalah dengan cara melibatkan keluarga dan mahasiswa praktik lainnya (Praktek Ners dari FIK). Pada hari I dan II penulis selalu melakukan langsung intervensi pada pasien, pada hari selanjutnya penulis meminta keluarga dan mahasiswa lain yang melakukan. Sebelumnya mereka diberikan edukasi tentang tujuan intervensi dan cara melakukannya. Disamping itu instrumen RAPIDS yang digunakan untuk evaluasi kemampuan menelan menyebabkan sampel menjadi terbatas, karena penulis harus mencari pasien yang sadar dan mengerti perintah. Kesulitan lain adalah bahwa minyak lada hitam ini sulit diperoleh, tidak dijual di apotik-apotik, toko obat atau toko herbal. Karena sulit didapat, harga minyak ini cukup mahal. 4.2.3
Rekomendasi
Aroma terapi dengan menggunakan minyak lada hitam ini dapat menjadi salah satu tindakan keperawatan untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan menelan pasien pasca stroke. Tindakan ini mudah dilakukan dan tidak menimbulkan efek samping. 4.3 Pembahasan
Penelitian Ebihara, dkk (2006), menemukan bahwa stimulasi olfaktori menggunakan minyak lada hitam selama satu menit sebelum pasien makan, berpengaruh signifikan terhadap peningkatan sensori dan refleks motor menelan pada pasien stroke usia lanjut yang mengalami gangguan dan berisiko aspirasi pneumonia. Hal ini juga didukung oleh penelitian Ebihara (2010) lainnya dimana peneliti memberikan berbagai stimulasi kepada pasien yang mengalami gangguan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
97
menelan yaitu stimulasi suhu, stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam, perawatan mulut dan refleks batuk dan menelan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi stimulasi tersebut dapat memperbaiki kemampuan menelan dan mencegah aspirasi pneumonia. Penelitian Ebihara lainnya (2006) menerapkan metode stepwise yang dikombinasikan dengan stimulasi potensial reseptor transient dan stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam dapat menurunkan kejadian pneumonia.
Disfagia terjadi karena adanya infark di daerah basal ganglia, tetapi dilaporkan bahwa korteks insular memainkan peranan penting dalam disfagia. Hipoperfusi pada korteks insular berhubungan dengan kejadian aspirasi penumonia. Korteks insular juga berperan penting pada nafsu makan. Rasa lapar diasosiasikan dengan peningkatan aliran darah serebral atau Cerebral Blood Flow (CBF) dalam korteks insular. Lebih jauh stimulus rasa lapar, farmakologi dan nonfarmakologi bisa meningkatkan aliran darah ke korteks insular. Stimulus lapar pada orang usia lanjut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki aliran darah di sana. Minyak lada hitam merupakan salah satu rangsangan yang kuat yang dapat menjadi intervensi untuk meningkatkan menelan pasien dan mencegah aspirasi pneumonia (Ebihara, et all, 2006).
Salah satu sifat khas lada hitam adalah adanya piperin yang dapat menghangatkan dan melancarkan peredaran darah. Piperin dalam lada hitam juga merangsang produksi endorfin otak, dimana endorfin adalah zat antidepresan. Kondisi ini diduga dapat membantu mengurangi gejala depresi yang sering timbul akibat gangguan menelan dan defisit neurologi lainnya pada pasien stroke. Menurut Singletary (2010), mengatakan bahwa piperin dapat meningkatkan kadar antiepilepsi dan antihipertensi dalam darah, sehingga dapat diharapkan melancarkan aliran darah ke otak yang mengalami iskemik akibat serangan stroke.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 5 KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN Bab ini menguraikan tentang pelaksanaan kegiatan inovasi yang dilaksanakan di ruang Neurologi dan ruang Bedah Saraf Lantai V Gedung Rawat Inap A RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok oleh : Fera Liza, Amila, Nurlia Ikaningtyas, Eva Dwi Ramayanti, Fransiska Anitas ERS. Maksud kegiatan ini adalah untuk mengaplikasikan peran sebagai inovator keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Inovasi yang dilakukan adalah tentang pelaksanaan Bladder Training pada pasien dengan gangguan sistem persarafan. Kegiatan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 5.1 Analisis Situasi Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh. Gangguan sistem perkemihan tidak semata disebabkan masalah urologi tetapi juga bisa disebabkan oleh gangguan neurologi, baik secara langsung mengenai serabut saraf pengindera maupun serabut saraf penggerak serta gangguan kesadaran. Sistem saraf yang mempengaruhi kemampuan berkemih seseorang adalah karena adanya aktifitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonom dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destruksor dan spingter meluas dari lobus fontralis ke medulla spinalis bagian sakral sehingga lesi pada berbagai derajat pada jaras ini menyebabkan gangguan berkemih neurogenik (Neurogenic Bladder) (Jepardi, 2002). Kemampuan pengosongan berkemih merupakan suatu refleks spinopontinspinal, refleks ini juga dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak dan dipengaruhi oleh instingtual motorik yang disadari (volunter) (Misbach, 2007). Pengosongan kandung kemih dilakukan oleh otot – otot polos detrussor yang dipersyarafi oleh system syaraf parasimpatis. Selama pengosongan, kandung kemih berkontraksi spinkter internal dan eksternal serta otot pelvis untuk mengalirkan urine ke uretra. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
98 Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
99
dapat berkembang menjadi Neurogenic Bladder yang terjadi karena adanya lesi atau penyakit pada susunan syaraf pusat atau perifer (Newman &Wein, 2009 dalam Newman & Wilson, 2011). Orang yang mengalami injuri atau gangguan neurologi mungkin tidak mampu untuk mempertahakan pola eliminasi urin normal, karena disfungsi di tingkat batang otak, spinal atau otak besar. Kerusakan jaras sensorik dan motorik pada sistem perifer atau sentral yang memberikan dampak pada kandung kemih sehingga akan menyebabkan gangguan pola eliminasi urin (Hickey, 2003). Menurut Hickey (2003), terdapat beberapa perubahan eliminasi urin akibat gangguan sistem persarafan seperti lesi LMN (cederasaraf pelvic, Peripheral Neuropathy, Diabetes Mellitus), Upper Motor Nueron (UMN) atau yang biasa disebut sebagai lesi susunan syaraf pusat seperti stroke, parkinson dan Multiple Sklerosis dan Bladder Neurogenic. Neurogenic Bladder merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi pada orang dengan gangguan neurologik. Perubahan eliminasi tipe Bladder Neurogenic meliputi Uninhibited Neurogenic, Refleks Neurogenic, Areflexic Neurogenic, Motor Paralytic Neurogenic dan Sensory Paralytic Neurogenic. Jepardi (2002) juga melaporkan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada beberapa bagian lobus frontal dapat menyebabkan gangguan berkemih, urgensi, inkontinensia dan hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urin. Kondisi ini dapat berdampak pada kualitas hidup seperti gangguan intreraksi sosial, distres psikologis dan gangguan pemenuhan aktifitas sehari-hari. Kondisi ini
memerlukan
penatalaksanaan
yang
terintegrasi,
seperti
program
manajemenberkemih. Beberapa bentuk program manajemen berkemih diperlukan untuk memulai pengosongan atau memastikan pengosongan telah sempurna pada kandungkemih. Program manajemen berkemih meliputi intervensi seperti obat – obatan, jadwal berkemih, kateter indwelling, manual expression, urinary diversion dan kateterisasi intermitten. Kateterisisasi intermiten merupakan salah satu metode yang paling efektif pada pasien dengan Neurogenic Bladder, namun dalam jangka Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
100
panjang dapat menimbulkan komplikasi pada uretra, skrotal dan kandung kemih. Komplikasi pada uretra dan scrotal, meliputi perdarahan, urethritis, striktur, false passage, epididimytis, sedangkan pada kandung kemih dapat menyebabkan perdarahan, pembentukan batu dan infeksi saluran kemiha tau Infeksi saluran Kemih (ISK) (Newman & Wilson, 2011).
Infeksi saluran kemih merupakan penyebab infeksi dirumah sakit yang dapat meningkatkan kematian karena infeksi sekunder septikemia. Menurut literatur lain didapatkan pemasangan Dower kateter mempunyai dampak terhadap 80% terjadinya infeksi saluran kemih (Heather & Hannie, 2001). Risiko infeksi saluran kemih juga diperkirakan sekitar 5% perhari dan sekitar 4% dari infeksi ini mengakibatkan bakterimia, bersifat tidak menimbulkan gejala dan biasanya tidak memerlukan pengobatan (Steven, 2005; Saint et al, 2009). Selain itu penggunaan kateterisasi juga meningkatkan biaya dan lama rawat pasien, menimbulkan injuri uretra dan hematuria (Darlene et al, 2001; Teng etal, 2005).Selain komplikasi fisik, penggunaan kateter dapat menimbulkan dampak sosial dan psikologis bagi pasien (NICE, 2012). Kateter menimbulkan perasaan tidak nyaman, malu, stres psikologis pagi pasien.
Masih tingginya sumbangan tindakan invasif pada pemeriksaan urin terhadap kejadian infeksi nasokomial dan waktu yang lama untuk mencapai tingkat akurasi yang baik, sehingga dibutuhkan upaya untuk meminimalkan tindakan invasif, salah satunya adalah tindakan keperawatan mandiri perawat, seperti bladder training yang didokumentasikan dalam bentuk bladder diary.
Menurut Berman dan Snyder (2012) penatalaksanaan keperawatan mandiri pada inkontinensia urin meliputi program latihan kontinens yang berorientasi pada perilaku yang terdiri dari (bladder training, habbit training, prompted voiding, pelvic muscule exercise dan memberikan dukungan positif), perawatan kulit, dan penggunaan kondom kateter bagi pria.
Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
101
Bladder training atau disebut bladder retraining membutuhkan keterlibatan perawat, pasien dan dukungan keluarga. Pasien harus sadar, dan orientasi baik serta secara fisik dapat berpartisipasi dalam protokol latihan. Selain itu juga diperlukan pispot/urinal, commode chair, akses ke kamar mandi. Pada saat bladder training pasien juga membutuhkan edukasi tentang fisiologi, patofisiologi dan teknik bladder training. Metoda edukasi disesuaikan kemampuan kognitif pasien (Hickey, 2003). Semua aktifitas bladder training ini serta kemajuan berkemih pasien setiap hari dicatat dalam format dokumentasi yang disebut bladder diary. Bladder diary merupakan suatu alat yang murah dan sangat berguna dalam mendiagnosis dan mengatasi gangguan berkemih. Bladder diary merupakan suatu format yang berisi catatan waktu berkemih, frekuensi berkemih, jumlah intake cairan, volume urin dan beberapa pengukuran inkontinensia urin. Bladder diary mampu meningkatkan kemampuan berkemih pasien dengan mengontrol jadwal berkemih pasien. Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai dengan memberikan bladder diary pada pasien yaitu memperbaiki kontrol terhadap bladder dan mencapai pola berkemih yang normal,memperpanjang jarak berkemih dan mencapai jarak selama mungkin, meningkatkan kapasitas bladder dan mengurangi episode ngompol (Mair, 2012). Lebih lanjut menurut Mair, 2012 , bladder diary dapat dilakukan mandiri oleh pasien dan keluarga setelah pemberian edukasi terstruktur yang baik, sehingga dapat memberikan manfaat seperti informasi komprehensif tentang fungsi atau disfungsi bladder, informasi lebih rinci berdasarkan anamnesis, riwayat gangguan dan pemeriksaan urodinamik, standar dalam mengevaluasi disfungsi berkemih dan harus dilakukan sebelum pemeriksaan diagnostik invansif, dapat digunakan untuk penelusuran diagnostik, kontrol terapi dan informasi perkembangan terapi pasien; dimana kondisi ini sangat penting untuk menentukan strategi dan keberhasilan terapi, lebih ekonomis dan murah dibandingkan pengontrolan urodinamik.
Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
102
Ruang neurologi dan bedah saraf lantai V Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo merawat bermacam-macam kasus neurologi diantaranya yang terbanyak adalah cidera kepala, stroke, meningitis, pre dan post operasi tumor otak dan lain-lain. Sebagian besar pasien ini berkemih dengan bantuan foley kateter. Foley kateter ini diganti rata-rata pada hari ke-7 setelah pemasangan. Setelah pelepasan kateter biasanya perawat akan memasang kembali foley kateter bagi pasien yang dinilai mengalami inkontienensia urin, dan kondom kateter pada pasien pria. Berdasarkan pengamatan residen belum dilakukannya bladder training yang terstruktur seperti Pelvic Floor Muscles Exercise dan pencacatan yang sistematis tentang fungsi berkemih pasien seperti bladder diary.
Bladder training yang rutin dilakukan di ruang rawat lantai V saat ini adalah dengan mengklem slang kateter
dan klem dilepas ketika pasien merasakan
rangsang berkemih. Hal ini masih menjadi kontroversi karena bahaya refluks urin bila dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan kognitif. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan neurologi dan bedah saraf, bahwa di ruang rawat tersebut belum ada suatu bentuk format tentang penatalaksanaan Bladder Training.
Analisa SWOT penerapan inovasi bladder training di ruang neurologi dan bedah saraf Gedung A adalah : a. Kekuatan ( Strength ) 1) Pendidikan perawat di ruang neurologi dan bedah saraf sebagian besar (80%) DIII keperawatan dengan pengalaman dan pelatihan dibidang keperawatan neurologi. 2) Visi dan misi dari RSUPN dr Cipto Mangunkusumo yaitu menjadi RS pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014 yang mendukung pelaksanaan praktek residensi KMB peminatan Neurologi FIK UI. 3) Penerapan manajemen keperawatan di RSCM sudah menggunakan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP).
Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
103
4) Telah memiliki konsultan keperawatan neurologi yang handal dan peduli terhadap pengembangan pelayanan neurologi. 5) Adanya kesempatan dan izin dari pihak diklat RSCM untuk mengikuti praktek residensi keperawatan medikal bedah peminatan neurologi di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. b. Kelemahan (Weakness) 1) Memerlukan persiapan dan waktu
yang cukup lama untuk evaluasi
penerapannya. 2) Biaya pengadaan alat penunjang inovasi seperti bladder scan yang cukup mahal 3) Program bladder training belum dilakukan secara terstruktur di lantai V ruang Neurologi dan Bedah saraf 4) Belum adanya prosedur blader training terstruktur di ruang neurologi dan bedah saraf 5) Beban kerja perawat yang cukup tinggi c. Peluang ( Opportunity) 1) Jumlah pasien dengan gangguan neurologis dengan BOR > 80% 2) Hanya sedikit rumah sakit yang telah mengaplikasikan program bladder training secara terstruktur. 3) Merupakan tindakan keperawatan baru yang belum banyak diterapkan di RS . d. Ancaman ( Threat ) Motivasi untuk melaksanakan inovasi .
5.2 Kegiatan inovasi Kegiatan inovasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan-tahap tersebut dijabarkan sebagai berikut: 5.2.1
Persiapan
Persiapan dari bladder training meliputi: a. Setelah proposal inovasi disetujui supervisor klinik dan akademik, kami berkoordinasi dengan supervisor lantai V, Head Nurse ruang neurologi dan Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
104
bedah saraf untuk melakukan kegiatan sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 14 November 2012. Diadakan di ruang 501 dan dihadiri oleh Supervisor dan HN serta perwakilan perawat ruangan neurologi dan bedah saraf. (absensi berita acara dan terlampir). b. Identifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan atau penggantian kateter di ruang neurologi dan bedah saraf.
5.2.2
Pelaksanaan
Pelaksanaan Kegiatan inovasi bladder training dijabarkan dalam tahapan sebagai berikut: a. Melakukan pengkajian fungsi perkemihan pada pasien yang terpasang kateter menetap pada hari ke 5-7 yang direncanakan pelepasan atau penggantian kateter menetap. b. Menyiapkan format Bladder diary. c. Langkah-langkah melakukan bladder training. 1) Pada 2 jam pertama : Setelah kateter dilepas, pasien diberi cairan 200 cc, setelah 2 jam minta pasien berkemih dengan menggunakan urinal bagi pasien laki-laki dan pistpot bagi pasien wanita atau ke kamar mandi bagi pasien. Setelah pasien berkemih dilakukan pemeriksaan dengan bladder scanuntuk mengetahui residu urine: -
Jika residu > 300 cc, pasien bisa merasakan berkemih maka pasien menggunakan kateter menetap.
-
Jika residu < 100 cc dan pasien tidak bisa merasakan berkemih maka pasien diindikasikan pemasangan kateter kondom atau diapers dan masuk pada tahapan berikutnya kemudian dilanjutkan dengan program bladder diary dan kegel’s exercise.
-
Jika residu < 100 cc, pasien dapat berkemih dan merasakan sewaktu hendak berkemih, pasien bisa berkemih secara normal tidak memerlukan pemasangan kateter maupun diapers.
-
Dokumentasikan pada format bladder diary.
-
Lanjutkan pada algoritma tahapan 2 jam kedua Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
105
2) Pada 2 jam kedua Pasien diberikan cairan 200 cc, kemudian setelah 2 jam pasien diminta berkemih dengan pemberian commode atau memfasilitasi pergi ke kamar mandi jika memungkinkan. Setelah pasien berkemih lakukan pemeriksaan dengan bladder scan. -
Jika residu < 100 cc pasien tidak bisa merasakan berkemih lanjut pada tahap 2 jam ketiga.
-
Jika residu < 100cc pasien dapat merasakan maka lanjutkan dengan tahap 2 jam ketiga.
-
Dokumentasikan pada format bladder diary.
-
Lanjutkan tahapan 2 jam ketiga.
3) Pada 2 jam ketiga. Pasien diberikan cairan 200 cc, kemudian diminta berkemih dengan pemberian commode atau memfasilitasi pergi ke kamar mandi jika memungkinkan. Lakukan pemeriksaanbladder scan. -
Jika residu < 100 cc pasien tidak bisa merasakan berkemih lakukan tahap.
-
Jika residu < 100cc pasien dapat merasakan maka lanjutkan dengan tahapan.
Jika hasil pasien ternyata pasien tidak bisa berkemih atau tidak merasakan berkemih, maka indikasi pemasangan kateter menetap atau kolaborasi dengan profesi lain untuk penatalaksanaan selanjutnya 5.2.3
Evaluasi No
Evaluasi ( output/outcome)
Alat Evaluasi
1
Kemampuan berkemih
Format bladder diary
2
Peningkatan pengetahuan dan kepatuhan berkemih dengan penjadwalan berkemih
Format bladder diary
Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
106
5.3 Pembahasan Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik. Bladder training merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal (Japardi, 2002). Pengendalian kandung dan sfingter dilakukan agar terjadi pengeluaran urin secara kontinen. Latihan kandung kemih harus dimulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih saat mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang dalam waktu lama, dengan tindakan ini bisa mencegah retensi (Smeltzer & Bare, 2002). Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Potter dan Perry, 2000). Bladder Training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urin, pada pasien anak yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu (Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien yang menggunakan kateter yang lama, dan pasien yang mengalami inkontinensia urin. Bladder training terdiri dari beberapa kegiatan seperti:Conditioning, Masukan cairan, Stimulus, Kegel/ Pelvic Floor Muscle.
Dokumentasi pelaksanaan bladder training dilakukan dengan menggunakan bladder diary. Blader diary merupakan suatu bentuk chart yang berisi catatan harian kemampuan berkemih pasien setiap harinya. Bladder diary dilakukan setelah pasien maupun keluarga diberikan edukasi mengenai sistem berkemih dan fungsi traktur urinarius bagian bawah. Bladder diary merupakan suatu upaya pengontrolan berkemih pada pasien yang terdiri dari : Training kebiasaan, perkemih terjadwal (timed voiding), berkemih atas perintah (prompted voiding).
Blader diary berisi catatan mengenai jenis dan banyaknya cairan yang diintake, frekuensi berkemih dan kejadian inkotinensia urin. Dengan bladder diary kita dapat menegathui apakah pasien mengalami kejadian overeaktif bladder. Balder Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
107
diary bsia membedakan anatar overeaktive blader dengan stress inkotinen sehingga penangan lebih lanjut dari kondisi pasien.
Bladder training dilakukan pada pasien sebanyak 10 orang. Terbagi dalam 3 tahapan dimana masing-masing tahapan berlangsung setiap 2 jam. Pelaksanaan bladder training dilakukan sesuai dengan algoritme yang ada dalam lampiran. Program inovasi dilakukan selama 2 minggu dengan hasil seluruh pasien mampu berkemih dengan sebagian besar diantara mereka melakukanya secara kontinen. Semua pasien tidak perlu dipasang kateter ulang.
Keberhasilan bladder training dengan intake cairan, conditioning, urgency upresion dan kegel mampu membatu klien berkemih secara optimal (Dora, 2011). Namun, pada observasi lebih lanjut yaitu 24 jam pertama ada 1 pasien yang dipasang kateter ulang, kondisi ini dikarenakan pasien mengalami perburukan kondisi akibat perluasan infeksi di medula spinalis ec TB dengan kerusakan jaras somatosensorik pada C7-T12 (hasil pemeriksaan diagnostik keluar setelah dilakukan bladder training). Kerusakan saraf ini menyebabkan ketidakmampuan untuk menahan spinkter berkemih, sehingga muncul inkontinensia. Pada 2 jam tahap I hingga tahap III berhasil kemungkinan disebabkan keinginan pasien untuk dapat berkemih mandiri sehingga ketika pasien merasakan berkemih pasien langsung ke kamar mandi untuk mengeluarkan urin (Mardjono dan Sidharta, 2010).
Berdasarkan hasil pelaksanaan inovasi, saran yang bisa diberikan diantaranya: Bladder training dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial akibat dampak pemasangan kateter pada pasien dengan gangguan neurologis. Perlu melibatkan keluarga dalam penerapan bladder training yaitu memberikan dukungan kepada pasien seperti menemani pasien selama pelaksanaan berkemih, membantu mendokumentasikan (masukan cairan, volume berkemih, kering/basah, nyeri pada saat berkemih, kesulitan berkemih) dalam format bladder diary. Perlunya
pengadaan
bladder
scan
dan
format
bladder
diary
dalam
pendokumentasian bladder training di ruang neurologi dan bedah saraf. Universitas Indoensia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari laporan residensi ini adalah : a. Hasil analisa kasus menunjukkan bahwa diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang penerapan teori Model Adaptasi Roy (MAR) pada gangguan neurologi. Dimana selama ini perawat lebih fokus pada aspek fisiologi dan kurang mengeksplorasi masalah psikologis pasien dan keluarganya. b. Evidence Based Nursing (EBN) tentang stimulasi olfaktori dengan minyak lada hitam dapat meningkatkan kemampuan menelan pasien stroke di ruang neurologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. c. Metoda bladder training yang diterapkandapat menjadi alternatif tindakan keperawatan dalam membantu memulihkan fungsi kandung kemih pasien gangguan neurologi setelah pelepasan foley kateter. d. Praktik residensi ini dapat menjadi wadah untuk menerapkan peran Advanced Practice Nurse (APN), yaitu sebagai ahli (expert), edukator (educator), kolabolator (collabolator), peneliti (researcher) dan pemimpin (leader).
6.2 Saran 6.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan a. Perlunya pelatihan atau persamaan persepsi pada perawat sebelum menerapkan Teori Model Adaptasi Roy, Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC) dan standar diagnosa dari NANDA sebelum menerapkannya pada pasien gangguan neurologi. b. Lahan praktek dapat mengadopsi EBN (Evidence Based Nursing) dan inovasi yang telah diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neurologi.
6.2.2
Bagi Kelimuan Keperawatan
Menjadikan rujukan dalam mengembangkan penerapan teori keperawatan khususnya teori Model Adaptasi Roy, dalammemperkaya ilmu pengetahuan
108 Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
109
keperawatan, menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat klinik bedah serta mahasiswa keperawatan. Menjadikan laporan residensi ini sebagai perbandingan dengan penerapan teori keperawatan lainnya pada kasus neurologi.
6.2.3
Bagi Institusi Pendidikan
Mengevaluasi
proses
belajar
mengajar
mahasiswa
Keperawatan
Medikal Bedah, dimana diperlukannya
residensi
neurologi
pembekalan bagi
mahasiswa tentang bagaimana merancang dan menerapkan EBN serta melaksanakan praktik residensi yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Ackley,B.J., &Ladwig,G.B.(2011). Nursing Diagnosis Handbook. An EvidenceBased Guide to Planning Care. Ninth Edition. Evolve Elseiver. Alway, D., & Cole, J.W. (2012). Esensial Stroke untuk Layanan Primer. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Ardi, M.(2012). Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan di RSUP Fatmawati Jakarta. FIK UI. Jakarta.Tidak dipublikasikan. Arias, M., & Smith, L.N.(2007). Early Mobilization of Acute Stroke Patients. Journal of Clinical Nursing. 16, 282-288. Ebsco Online Database. Berman, A., &Snyder,S. (2012). Fundamentals of Nursing. Concepts Process and Practice. Kozier & Erb’s. Ninth Edition. Pearson Education. Bortwick. (2012). Communication Impairment in Patient Following Stroke. Nursing Standard January 11 : vol 26 n0 19. 2012. Ebsco online Database. Broadley, et al. (2005). Predicting Dysphagia in Acute Stroke : the Royal Adelaide Prognostic Index for Dysphagic Stroke (RAPIDS).Dysphagia 20:303-310 (2005). Ebsco online database. Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M.(2008). Interventions Classification (NIC). Fifth edition. Mosby Elsevier.
Nursing
Chandra, et al. (2008). Disease Control Priorities in Developing Countries . http://www.searo.who.int/LinkFiles/Mental_Health_Resources_DCP32.pdf Djojodibroto, D.(2009). Respirologi (Respiratory Medicine).Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Ebihara, T., et al. (2006). A Randomized Trial of Olfactory Stimulation Using Black Pepper Oil in Older People with Swallowing Dysfunction. Journal Compilation. The American Geriatrics Society. 54 : 1401-1406, 2006. Ebsco online database. Ebihara, S., Kohzuki, M., Sumi, Y.,& Ebihara, T. (2011). Sensory Stimulation to Improve Swallowing Reflex and Prevent Aspiration Pneumonia in Elderly Dysphagic People. Journal of Pharmacological Sciences. The Japanese Pharmacological Sciences. January, 18 2011. Ebsco online database. Edmiaston,J., Connor, L.T,. Loehr,L.,& Nassief,A. (2009). Validation of A Dysphagia Screening Tool in Acute Stroke Patients. AJCC American Journal of Critical Care, July 2010, Volume 19, No4. Ebsco Online Database.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Feigin, V.(2004). Stroke. Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. Kelompok Gramedia. -------------------.(2012). Global Burden of Neurological Disorder. Estimates and Projections. FKUI. (2004). Neuro Updates. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Haroen.(2012). Stroke Guideline and Model. National Nursing Seminar For Cerebrovasculer Disease Care. Hughes, S.M. (2011). Management of Dysphagia in Stroke Patients. Nursing Older People. April 2011 volume 23 number 3. Ebsco online database. Ginsberg, L.(2008). Lecture Notes Neurologi. Edisi Kedepalan. Erlangga Medical Series. Penerbit Erlangga. Jakarta. Gofir, A.(2009). Manajemen Stroke. Evidence Based Medicine. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta. Hickey, J.V.(2003). The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Iskandar, J.(2003). Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Kelly, et al. (2010). Review of the Evidence to Support oral Hygiene in Stroke Patient.Nursing Standard. May 19: vol 24 no 37 : 2010. Ebsco online database. Kemenkes RI.(2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Lawrence. (2010). A Summary of The Guidance Relating to Four Lifestyle Risk Factors for Reccurent Stroke. British Journal of Neuroscience Nursing October 2009 Vol 5 No 10. Ebsco online data base. Lewis, S.L.(2011). Medical Surgical Nursing. Assessment and Management of Clinical Problems. Eight Edition. Volume 2. Elsevier Mosby. Liza, F., Sitorus, R., & Herawati, T.(2012). Efektifitas Stroke Education Program (SEP) terhadap Peran Family Caregiver dalam Modifikasi Gaya Hidup Pasien Stroke di RS Stroke Nasional Bukittinggi. FIK UI. Tesis. Jakarta. Tidak Dipublikasikan. Machfoed, M.H., Hamdan, M., Machin, A., &Wardah.(2011). Buku Ajar Imu Penyakit Saraf. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Makhfudli & Efendi, F.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Markam, S.(2009). Dasar-dasar Neuropsikologis Klinis. Jakarta. Sagung Seto. Martino, R., et al.(2005). Dysphagia After Stroke : Incidence, Diagnosis, and Pulmonary Complication.American Stroke Association 2205 :36: 2756-2763. http://stroke.ahajournals.org/content/36/12/2756. Misbach, J.(2011). Stroke. Aspek Diagnostik Patofisiologi Manajemen. Kelompok Studi Stroke. Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. Moorhead,S., Johnson,M., Maas,M.L., &Swanson,E.(2008). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby Elseiver. Mulyatsih,E., & Ahmad, A.(2010). Stroke. Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah.Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. NANDA International.(2012). Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. National Stroke Association.(2010). Stroke Recovery Guide. www.stroke.org. National Stroke Association. (2010). HOPE A Stroke Recovery Guide. Chapter three. www.stroke.org Panitian Lulusan Dokter.(2004). Updates in Neuroemergencies. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pemila, U.(2009). Laporan Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Laporan Residensi. FIK UI. Tidak Dipublikasikan. Jakarta. Price,S.A., & Wilson, L.M.(2006). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Rasyid, A. (2007). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Reynolds, M. (2012). Benefits of Black Pepper Oil.http://aromatichealth.ca/2012/04/benefits-of-black-pepper-oil/ ----------.(2011). Black pepper (Piper nigrum). http://www.health24.com/natural/Herbs/17-666-676,65420.asp Rosenvinge, S.K., & Starke, I.D. (2005). Improving Care for Patients With Dysphagia. Age and Aging 2005: 34 : 587-593. Ebsco Online database.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Robinson, D., & Kish, C.P.(2001). Core Concepts in Advanced Practice Nursing. Mosby. Rodger, H. (1999). Randomized Controlled Trial of a Comprehensive Stroke Education Program for Patients and Caregivers. Stroke 1999. http://stroke.ahajournals.org/cgi Roy, S.C.(2009). The Roy Adaptation Model. Third Edition. Perason Education. Sadewo, et al.(2011). Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Diperuntukan Bagi Dokter Umum, Mahasiswa Kedokteran dan Pemerhati Kesehatan. Cetakan Pertama. Departemen Bedah Saraf FKUI RSCM. Jakarta. Sagung Seto. Setiabudy, R.D.(2007). Hemostasis dan Trombosis. Edisi ketiga. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Singletary, K. (2010). Black Pepper.Overview of Health Benefits.Nutrition Today. Volume 45.Number 1. January/February, 2010. http://cfprod.mccormick.com/msi2prod/assets/Singeltary%20Nutr%20Toda y%2045,43,2010.pdf. Smeltzer,S.C., Bare,B.G., Hinkle,J.L., & Cheever, K.H.(2010). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. Twelfth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. StrokeEngine.(2009). Secondary Stroke Prevention. Information for patient and families.www.strokengine.ca diunduh tanggal 6 Juli 2011 Summer, et al.(2009). Comprehensive Overview of Nursing and Interdisciplinary Care of The Acute Ischemic Stroke Patient: A Scientific Statement From the American Heart Association. American Stroke Association. Stroke 2009, 40:2911-2944 : originally published online May 28, 2009. http://stroke.ahajournals.org/ Sutrisno, A.(2007). Stroke??. You Must Know Before You Get. Jakarta. PT Buana Printing. Swann, Julie.(2009). Correct Positioning : Reducing The Risk of Pressure Damage. Nursing Residential Care, August 2009, vol 11 No.8. Ebsco online Database. Tseng,C.N., Chen, C.C.H., Wu, S.C.,& Lin, L.C.(2006). Effects of a Range of Motion Exercise Programme. Journal of Advaced Nursing (JAN) Original Reserach. 57(2),181-191. Ebsco Online Database. Wikipedia.(2012).Neurological disorder.http://en.wikipedia.org/wiki/Neurological_disorder,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY Informasi Umum Nama : : ........................................ Tgl lahir/umur : ............../............. Jenis Kelamin : ............................. Agama : ....................................... Informan :......................................
Status perkawinan : belum kawin/Kawin/Duda/Janda Pendidikan : Tidak Sekolah/SD/SMP/SMA/PT Pekerjaan : .................................................................. Suku : .......................................................................... Alamat .......................................................................
□ Tidak ada alergi : □ Alergi obat , sebutkan ..................................................... □ Alergi makanan ............................................................... □ Alergi lain .......................................................................
No. MR : ........................... Tgl. MRS ........................... Tgl Pengkajian .................. Dx Medis : ........................
Reaksi : ........................................................................................ Reaksi : ....................................................................................... Reaksi : ........................................................................................
Keluhan utama : ............................................................................................................................................................................ Riwayat Kesehatan Sekarang : .................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................................................... Riwayat Kesehatan/Pengobatan Dahulu : ................................................................................................................................... Riwayat Kesehatan Keluaga :........................................................................................................................................................
MODE ADAPTASI FISIOLOGI Pengkajian Perilaku
2.
Nutrisi dan metabolik
1. Oksigenasi
Subjektif : Kesulitan bernafas : □ Tidak □ Ya Dipengaruhi aktifitas : □ Tidak □Ya Aktifitas ................................................................................ Batuk : □ Tidak □ Ya Berhahak : □ Tidak □ Ya Objektif : Tekanan darah : ............ mmHg Pergerakan dada : simetris /tidak
Nadi : ........ x/menit Irama : teratur/tidak
Suhu : ............oC Otot bantu : tidak/ya
Nafas .......x/menit Bunyi nafas;vesikuler/ronki/ wheezing Bunyi jantung: BJ I/BJII :...........Mur-mur : .....................gallop : .............. HR : .....x/menit , reguler : ya / tidak Analisa Gas Darah ( tanggl...................) : pH : ................... PaO2..................mmHg PaCo2...................mmHg HCO3 ; ............ mmol/L Saturasi O2: .................% BE ................. mmol/L total CO2 ............... mmol/L Radiologi : .......................................................................................................................................................................... EKG : ................................................................................................................................................................................... CT Scan : ............................................................................................................................................................................. Pengkajian Stimulus : Stimulus Fokal : .................................................................................................................................................................. Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................ Stimulus Residual : .............................................................................................................................................................. Pengkajian Perilaku Subjektif : Apakah mengalami : □ Anoreksia □ Mual □ Muntah □ Kesulitan Mengunyah □ Kesulitan menelan Makan : frekuensi ......... kali/hari Jenis makanan : .................. Diet khusus □ ya ...............□ khusus Kebiasaan makan : .................................................... makanan pantangan ..................................................................... Objektif : Kulit : □ Ruam □ Edema □ Kering □ lembab Kuku : warna............... kerbersihan ................... Mukosa mulut : □ Lembab □ Kering □ Lesi □ Stomatitis Gigi...................buah, kebersihan : ................... BB : ...................kg IMT : ...........................kg/m2 TB : ................... cm LLA : ........................ cm Laboratorium : Hb ..........g/dl Hematokrit : ........ % Trombosit : ....... 103/µl Eritrosit .......juta/µl, Albumin :.......g SGPT : .............U/I Glukosa darah sewaktu :..........gr/dL Gliko Hb (Hb 1Ac) ...........% SGOT : ...........U/I Profil lipid : Trigliserida : ............gr/dL Total kolaterol : ...........gr/dL HDL : .......mg/dL LDL : ...............mg/dL Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal : ................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual : ........................................................................................................................................................ Stimulus Residual :...................................... .....................................................................................................................
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Pengkajian Perilaku
3. Eliminasi
Subjektif: BAK: □ Tidak ada masalah □ Retensi □ Inkontinensia □ Frekuensi □ Disuria □ Perasaan terbakar □ Nokturia □Lain BAB: Tidak ada masalah Konstipasi Diare Inkontinensia Nyeri Melena Lain-lain ................................. Apakah membutuhkan obat-obatan untuk BAB/BAK?
Objektif: Urine: Bau ................... Warna: ................. Jumlah: ..............Feses: Bau: ..................... Warna: ...................Konsistensi: ................ Distensi bladder Ya Tidak Teraba scibala Ya Tidak Bising usus: .........x/menit Laboratorium:Urine: ...............................................................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: .................................................................................................................................................................. Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................ Stimulus Residual : ............................................................................................................................................................ Pengkajian Perilaku
4. Aktifitas dan istirahat
Subjektif: Jenis aktivitas yang dilakukan: ......................................... Frekuensi .......................... Intensitas ......................Durasi...................... Adakah sesuatu yang membatasi aktivitas bapak/ibu? ........................................................................................................................ Kualitas tidur: ................................. Kuantitas tidur: ..................jam/hari Gangguan tidur: Tidak Ya: .............................. Kebiasaan tidur : □ selimut, □ lampu, □ kipas angin/AC
Objektif: Keterbatasan: Tidak ada Kelemahan Kelelahan Lain-lain.................................................................................................... Tonus otot: Normal Menurun Meningkat Massa otot: Normal Atropi Hipertropi ROM terbatas: Ya Tidak, Hemiplegia: Ya Tidak, Hemiparese: Ya Tidak, Kekuatan otot: ................................ Kemampuan perawatan diri: Skor Bartel Indeks□20: Mandiri □ 12-19 : ketergantungan ringan □ 9-11 ketergantungan sedang □ 5-8 : ketergantugan berat □ 0-4 ketergantu total [ ]Makan [ ]Mandi [ ]Merawat diri [ ]Berpakaian [ ]Penggunaan toilet [ ]Berpindah/Ambulasi Kesimpulan: ........................................................................................................................................................................................... Perubahan gaya berjalan: □ Pelan □ Sulit melangkah □ Kaki diseret, □ Kordinasi dan keseimbangan: ......................................... Bahasa non verbal: □ Menguap □ Bayangan hitam di bawah mata □ Tidak dapat berkonsentrasi
5. proteksi
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: ................................................................................................................................................. Stimulus Kontekstual: ...................................................................................................................................... Stimulus Residual: ............................................................................................................................................. Pengkajian Perilaku Subjektif: Riwayat: □ Trauma □ Alergi, Jelaskan...................................................................................................... Objektif: Kulit: □Intak □ Dekubitus □ Lesi □ Luka □ Lembab □ Lain-lain........................................................... Temperatur kulit: Panas Hangat Dingin Turgor: baik Menurun Jelek Rambut : □ Distribusi:.........□.teksture:...........□ kulit kepala: .......□ Kuku: ...... □Perspirasi: .......□.. Membran mukosa Skala Norton : □ 16-20 : tidak ada risiko terjadi dekubitus, □ 12-15 rentan terjadi dekubitus □ < 12 risiko tinggi dekubitus Respon peradangan: panas merah bengkak nyeri Skala Norton : Laboratorium: ................................................................................................................................................................... Therapy: .................................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: ................................................................................................................................................................. Stimulus Kontekstual: ...................................................................................................................................................... Stimulus Residual:............................................................................................................................................................ Pengkajian Perilaku
6. Sensasi
Subjektif: Apakah ada gangguan penglihatan? Tidak Kacamata Apakah ada gangguan pendengaran? Tidak Tuli [D/S] Alat bantu dengar [D/S] Kesulitan pengecapan dan penghidu: Ya Tidak, jelaskan .......................................................................................................... Nyeri/ketidaknyamanan: Jelaskan: .................................................................................................................................................................................................
Objektif: Gangguan fisik pada: Mata Telinga Hidung Lidah Kulit, Lama mengalami gangguan: ........................ Visus OD/OS: Sensasi: Nyeri [ ] Suhu [ ] Taktil [ ] Posisi [ ] Vibrasi [ ], Skala nyeri (1-10):............Ekspresi wajah................ Perilaku: .... Therapy: ..............................................................................................................................................................................................
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Pengkajian Stimulus
7. cairan elektrolit & keseimbangan asam basa
Stimulus Fokal: .................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual: .......................................................................................................................................................... Stimulus Residual: .............................................................................................................................................................. Pengkajian Perilaku
Subjektif: Jenis minuman yang dikonsumsi: ............................Jumlah: ..................., Apakah mengkonsumsi suplemen?
Ya: .....
Tidak
Objektif: EKG:........................................................................................................................................................................................................ Chlorida: ...........mmol/l t Laboratorium: Tanggal:.................. Natrium:........... mmol/l Kalium: ........mmol/l AGD : tanggal pH :............. PO2 : ................... P CO2 : ............... HCO3 : ...................BE : ............Saturasi O2 ..............total CO2,.... Therapy: ..............................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: ................................................................................................................................................................... Stimulus Kontekstual: ......................................................................................................................................................... Stimulus Residual ................................................................................................................................................................ Pengkajian Perilaku
Subjektif: Apakah merasa ada perubahan dalam rentang perhatian? kewaspadaan? ingatan? Jelaskan:........................................................... Apakah mengalami kesulitan menelan? Makan? Berjalan? Jelaskan: ................................................................................................ Apakah pernah mengalami kejang? Kapan? Berapa kali? Berapa lama? Jelaskan: ............................................................................. Apakah mengalami tremor? Dimana? Berapa lama? Jelaskan: .........................................................................................................
8. Neurologi
Objektif: Status Mental Tingkat kesadaran: □ Compos mentis □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □ Soporo-comatous □ Coma □ Skor GCS: E....M....V.......... Orientasi: Waktu Ya Tidak Tempat Ya Tidak Orang Ya □ Tidak Pupil : reaksi : ......../......... ukuran Ө ........mm/........ mm, RCL : ........... / ............... RCTL ............../ .............. Motorik : derajat kekuatan otot : .................. sensorik : kanan........kiri......... Fungsi luhur : □ normal □ Tidak Memori: Segera □ Ya □ Tidak Jangka pendek □Ya □ Tidak Jangka panjang □Ya Tidak Bahasa: □ Disartria □Afasia □ Disfonia □ Aleksia Skor NIHSS : < 4 : stroke ringan 4-15 : stroke sedang > 15 : stroke berat Skor MMSE : 0-16 : definite gangguan kognitif 17-23 : probable gangguan kognitif 24-30 : normal Nervus cranial: Normal Tidak normal, Gambarkan penyimpangan: ...................................................................................... Refleks Fisiologis: Biseps:..../....... Triseps: ......../....... Patella: ......../......... Achilles: ...../......Refleks Patologis: Babinsky........./...... Iritasi Meningen: Kaku kuduk: ........ Brudzinsky I: ........./........ Brudzinsky II: ..../... Kernig sign:..../.....Laseque sign: ........./.........
CT Scan ............................................................................................................................................................................. MRI .................................................................................................................................................................................... EEG .................................................................................................................................................................................... TCD .................................................................................................................................................................................... Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: .................................................................................................................................................................. Stimulus Kontekstual: ........................................................................................................................................................ Stimulus Residual: .............................................................................................................................................................. Pengkajian Perilaku
Subjektif: Apakah ada riwayat diabetes melitus?
9. Endokrin
Objektif: Pembesaran tiroid: Ya Tidak Eksoftalmus: Ya Tidak Kretinisme: Ya Tidak Gigantisme: Ya Tidak Nutrisi : Tinggi ; .................... cm. Berat Badan : ...........................kg, Cairan : Masuk : ........................ cc keluar : ...................... cc Laboratorium:....................................................................................................................................................................................... Therapy: ....................................................................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus fokal : ................................................................................................................................................................... Stimulus kontekstual : ......................................................................................................................................................... Stimulus residual : .................................................................................................................................................................
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
2. MODE ADAPTASI KONSEP DIRI Pengkajian Perilaku
Fisik diri/ personal diri
Subjektif: Sensasi tubuh: Bagaimana perasaan bapak/ibu dengan penyakit yang dialami? ............................................................................................... ........ Citra tubuh: Apakah pernah mengalami perubahan fisik pada tubuh bapak/ibu? □ Ya □ Tidak Perubahan fisik yang dialami:................................................................................................ ................................................................ Apakah bapak/ibu sulit menerima perubahan kondisi yang dialami? .................................................................................................... Bagaimana perasaan bapak/ibu terhadap penampilannya? ............................................................. ....................................................... Apakah focus diri bapak/ibu terhadap penampilannnya ………………………………………………………………………………… Konsistensi diri: Bagaimana bapak/ibu menggambarkan diri sebagai manusia? Karakter pribadi? .................................................................................. Ideal diri: Apa harapan bapak/ibu terhadap diri?...................................................................................................................................................... Moral-etik-spiritual diri: Keyakinan spiritual: ........................................................ Jenis aktivitas keagamaan yang diikuti: .........................................................
Objektif: Komunikasi non verbal: □ Tidak mau melihat bagian tubuh .......................... □ Tidak mau menyentuh bagian tubuh ...................... Penampilan: ................................................................................................................. ........................................................................... Ekspresi perasaan: Menyalahkan diri Tidak berdaya Kesendirian Perasaan sedih yang sangat hebat Nilai dan praktik keagamaan sejak sakit:..................................................................................................................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: Stimulus Kontekstual: Stimulus Residual: 3. MODE ADAPTASI FUNGSI PERAN Pengkajian Perilaku Peran primer: ............................................................................................................................. ........................................................... . Peran sekunder: ............................................................................................................................................................. ......................... Peran tertier: .......................................................................................................................................................................................... . Pengharapan keluarga/orang terdekat: ............................................................................... .................................................................. . Pendapat bapak/ibu tentang pengharapan orang lain? .......................................................................... ……………………………….. Harapan terhadap diri sendiri: .............................................................................................. ................................................................. Pengetahuan pasien terkait peran sakit ………………………………………………………………………………………………….. Model peran ………………………………………………………………………………………………………………………………
Objektif: Peran selama sakit: ......................................................................................................... ......................................................................... Interaksi sosial selama di rumah sakit ……………………………………………………………………………………………………
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: Stimulus Kontekstual: Stimulus Residual: 4. MODE ADAPTASI INTERDEPENDENSI Pengkajian Perilaku Anggota keluarga: .................................................................................................................................................................................... Orang yang paling dekat: ........................................................... alasan: ....................................................................................... ......... Selain keluarga, sosialisasi dengan ................................................................ ................................................................................. Tahapan perkembangan …………………………………………………………………………………………………………………. Sumber – sumber pendukung pembiayaan ……………………………………………………………………………………………….
Objektif: Respon non verbal saat berinteraksi dengan orang lain: ........................................................................................................................... Observasi perilaku memelihara kasih sayang, perhatian, bantuan: ................................................... .....................................................
Pengkajian Stimulus Stimulus Fokal: Stimulus Kontekstual: Stimulus Residual: (Roy, 2009 : Ardi 2012 “telah dimodifikasi”)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 2 PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL (BERDASARKAN PENILAIAN BARTHEL INDEKS)
N o
Fungsi
Skor
2
Mengendalikan rangsang defekasi (BAB)
Mengendalikan rangsang berkemih (BAK)
1 2 0
Tak terkendali / pakai kateter
1 2
3
Membersihkan diri (cuci muka, sisir rambut, sikat gigi)
0 1 2 0
4
Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan menyiram)
1 2 0
5
Makan
1 2 0
6
7
Berubah sikap dari berbaring ke duduk
Berpindah/berjalan
1 2 3 0 1 2 3 0
8
Memakai baju
9
Naik turun tanggan
10
Mandi
Uraian Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar) Kadang-kadang tak terkendali Mandiri
0 1
Sblm sakit
1 2 0 1 2 0 1
Nilai Saat masuk RS
Kadang-kadang tak terkendali (1x24 jam) Mandiri Butuh pertolongan orang lain Mandiri Tergantung pertolongan orang lain Tergantug pertolongan orang lain Perlu pertolongan pada berapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri kegiatan yang lain Mandiri Tidak mampu Perlu ditolong memotong makanan Mandiri Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang) Bantuan (2 orang) Mandiri Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri Tergantung orang lain Sebagian dibantu (misalnya mengancing baju) Mandiri Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri Tergantung orang lain Mandiri
Total skor Nama dan TT Perawat
Keterangan : 20 12-19 9-11
: Mandiri : ketergantungan ringan : ketergantungan sedang
5-8 0-4
: ketergantungan berat : ketergantungan total
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Pulang
Lampiran 3
PENGKAJIAN RISIKO DEKUBITUS (BERDASARKAN SKALA NORTON )
Nama pasien Usia Jenis kelamin
: : :
Penilaian
Nilai 4
3
2
1
Kondisi fisik
Baik
Sedang
Buruk
Sangat buruk
Status mental
Sadar
Apatis
Bingung
Stupor
Aktifitas
Jalan sendiri
Jalan dengan bantuan
Kursi roda
Di Tempat tidur
Mobilitas
Bebas bergerak
Agat terbatas
Sangat terbatas
Tidak mampu bergerak
Inkontinensia
kontinen
Kadangkadang kontinen
Selalu inkotinensia urin
Inkontinensia urin & alvi
Skor Total Skor
Keterangan : 16 - 20 12 – 15 < 12
: tidak ada risiko terjadi dekubitus : rentan terjadi dekubitus : risiko tinggi terjadi dekubitus Yang menilai
( ....................................... )
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 4 INSTRUMEN PENILAIAN STROKE NATIONAL INSTITUTE HEALTH STROKE SCALE (NIHSS) Nama pasien No MR Usia Jenis Stroke Tanggal masuk Tanggal keluar No
: : : : : :
Komponen
Skor
Keterangan I
1.
Derajat kesadaran
2.
Menjawab pertanyaan
3.
Mengikuti perintah
0 1 2 3 0 1
-
2
-
0
-
1 4.
5.
6.
7.
Gerakan mata konyugat horizontal Lapang pandang pada test konfrontasi Paresis wajah
Motorik lengan kanan
2 0 1 2
-
0 1 2 3 0 1 2 3 0
-
1
-
2
-
3 4
-
Sadar penuh Somnolen Stupor Koma Dapat menjawab pertanyaan dengan benar Hanya dapat menjawab satu pertanyaan dengan benar Tidak dapat menjawan kedua pertanyaan dengan benar Dapat melakukan dua perintah dengan benar Hanya dapat melakukan satu perintah dengan benar Tidak dapat melakukan kedua perintah dengan benar Normal Gerakan abnormal hanya pada satu mata Deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata Tidak ada gangguan Kuandranopia Hemianopia total Hemianopia bilateral / buta kortikal Normal Paresis ringan Paresis parsial Paresis total Tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya selama 10 detik Lengan menyimpang ke bawah sejauh 10 detik Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh Tidak dapat melawan gravitasi Tidak ada gerakan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Skor II
No 8.
Komponen
Skor
Motorik lengan kiri
0
1 2
9.
Motorik kaki kanan
3 4 0 1 2
10.
Motorik kaki kiri
3 4 0 1 2
11.
12.
3 4 0 1 2 0 1 2
Ataksia anggota badan sensorik
13.
Bahasa terbaik
0 1 2 3
14.
Disartria
15.
Neglect / tidak ada atensi
0 1 2 0 1 2
Keterangan
Skor
- Tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua lengannya selama 10 detik - Lengan menyimpang ke bawah sejauh 10 detik - Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh - Tidak dapat melawan gravitasi - Tidak ada gerakan - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua kakinya selama 10 detik - Kaki menyimpang ke bawah sejauh 10 detik - Kaki terjatuh ke kasur atau tidak dapat diluruskan secara penuh - Tidak dapat melawan gravitasi - Tidak ada gerakan - Tidak ada simpangan bila pasien disuruh mengangkat kedua kakinya selama 10 detik - Kaki menyimpang ke bawah sejauh 10 detik - Kaki terjatuh ke kasur atau tidak dapat diluruskan secara penuh - Tidak dapat melawan gravitasi - Tidak ada gerakan - Tidak ada - Pada satu ekstremitas - Pada dua atau lebih ekstremitas - Normal - Defisit parsial yaitu merasa tetapi kurang - Defisit berat yaitu jika pasien tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral - Tidak ada afasia - Afasia ringan – sedang - Afasia berat - Tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma - Artikulasi normal - Disartria ringan – sedang - Disartria berat - Tidak ada - Parsial - Total = Total skor
(Sumber : Summers dkk, 2009) Catatan : Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42 Nilai < 4 = stroke ringan Nilai antara 4 – 15 = stroke sedang Nilai > 15 = stroke berat
Pemeriksa
( ______________________)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
=
Lampiran 5 INSTRUMEN SKRINING DISFAGIA PADA STROKE AKUT Nama NMR Umur
: ...................................... : ...................................... : ......................................
No
Pertanyaan
Ya
1.
Apakah GCS kurang dari 13
2.
Apakah wajah tidak simetris / ada kelemahan
3.
Apakah lidah tidak simetris / ada kelemahan
4.
Apakah palatum tidak simetris / ada kelemahan
5.
Adakah gejala aspirasi selama tes minum air
Tidak
Sumber : Edmiaston, Connor, Loehr, Nassief, 2009)
Catatan : a. Jika semua jawaban 4 pertanyaan pertama adalah TIDAK, lanjutkan tes minum air sebanyak 3 sendok b. Berikan 3 sendok air minum, catat pengosongan kerongkongan, batuk atau perubahan dalam kualitas vokal segera setelah 1 menit menelan. Jika kosong, batuk dan ada perubahan dalam kualitas fokal, lalu kirim atau rujuk ke terapis wicara. c. Jika semua jawaban TIDAK, mulai makan seperti biasa.
Kesimpulan : Disfagia : Ya
Tidak
Perawat
( _____________________)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 6
KUISIONER Karakteristik Pasien Stimulasi Olfaktori Minyak Lada Hitam
Inisial responden
:
Jenis kelamin
:
Jenis stroke
:
Frekuensi serangan ke
:
Ruang rawat
:
Onset hari ke
:
Mulai intervensi tanggal
:
Akhir intervensi tanggal
:
CT scan kepala
:
Nilai RAPPIDS I
:
Nilai RAPPIDS II
:
Pemeriksa
( ___________________)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 7 INTRUMEN STATUS FUNGSI MENELAN THE ROYAL ADELAIDE PROGNOSTIC INDEX FOR DYSPHAGIC STROKE(RAPIDS) 1. 2. 3. 4. 5.
Nama pasien Tanggal pengkajian I Total skor I Tanggal pengkajian II Total skor II
No
: ..................................................... : ..................................................... : ..................................................... : ..................................................... : ..................................................... I
Pernyataan
1.
Kesadar an
2 Tidak berespon
5 Sukar dibangunk an
6 Somnolen (tidur tp mudah dibangunkan)
8 apatis
10 Sadar penuh
2.
Suara nafas
2 Slim banyak
4 Ronchi berat
6 Ronchi sedang
8 Ronchi ringan
10 Bersih
3.
Kompre hensi
1 Respon minimal/ti dak ada respon
2 Mengikuti pembicara an
3 Mengikuti satu perintah
4 Kadangkadang bisa
5 Normal
4.
Bicara/ ucapan
1 Tidak ada/suara minimal
2 Beberapan kata saja
3 Membentuk kalimat/tidak sesuai
4 disartria
5 Normal
5.
Gerak bibir
1 Tidak ada gerakan
3 Tidak semetris/gerak an terganggu
4 Sedikit tidak simetris
5Normal
6.
Gerak lidah
2 Tak ada gerakan
2 Sangat tidak simetris/su kar digerakkan 4 ROM sangat terbatas
6 ROM terbatas
8 Gangguan ROM ringan
10 Normal
7.
Gerak palatum
1 Tak ada gerakan
3 Asimetris sedang
4 Asimetris ringan
5 Normal
8.
Reflek gag
1 Tidak bisa dikaji
2 Asimetris berat 2 Reflek satu sisi hilang
3 Reflek menurun
4 Reflek gag tidak simetris
5 Normal
9.
Fonasi
1 Tidak ada suara/suara minimal
2 Seperti suara berkumur
3 serak
4 Serak ringan
5 Normal
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
II
No
I
Pernyataan
10.
Batuk
2 Tidak ada
4 Reflek batuk sangat lemah
6 Reflek batuk agak lemah
8 Sering batuk
10 Normal
11.
Mengun yah
1 Tidak bisa
2 minimal
3 Kurang mampu membentuk bolus
4 Ada sisi makanan di mulut
5 Normal
12.
Oral
2 Tak ada gerakan
4 Sangat tidak terorganisa si
6 Sangat lambat memindahkan makanan (>5 detik)
8 Lambat memindahka n makanan (1-5 detik)
10 Normal
13.
Pharynk
2 Tidak ada gerakan
4 Sangat lambat (>5 dtk)
6 Lambat (3-5 dtk)
8 Agak lambat (1-2 detik)
10 Normal
14.
Tolerans i menelan
1 Tidak toleran
2 Toleran makanan kental
3 Makanan kental dan cair
4 Makanan lunak dan cair
5 Semua jenis makanan
Total
Sumber : Broadley,dkk (2005)
Pemeriksa
( _______________________)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
II
Lampiran : 8 FORMAT OBSERVASI Stimulasi Olfaktori dengan Minyak Lada hitam Nama Pasien NMR Usia
: ............................................ : ............................................ : ...........................................
No
Pagi
Hari/tgl
Siang
Sore
Respon responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Perawat/keluarga
(______________________)
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 9
SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Peran Keluarga Modifikasi Gaya Hidup Pasien Stroke Sub Pokok Bahasan : Definisi stroke, Penyebab stroke, Jenis stroke, Gejala stroke, Faktor risiko stroke, Stroke berulang (sekunder)
Sasaran Hari / tanggal Tempat Sesi
Keluarga pasien stroke dan pasien 30-45 menit Ruang perawatan neurologi (518) RSCM 1 (satu)
: : : :
A. Tujuan Instruksional Umum ( TIU ) Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dapat memahami tentang konsep penyakit stroke. B. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK ) Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien (bila memungkinkan) mampu : 1. Menjelaskan pengertian stroke 2. Menjelaskan penyebab stroke 3. Menjelaskan faktor risiko stroke 4. Menjelaskan gejala stroke 5. Menjelaskan pengertian stroke sekunder (ulang) 6. Menjelaskan cara pencegahan stroke sekunder C. Materi edukasi 1. Pengertian stroke 2. Penyebab stroke 3. Faktor risiko stroke 4. Gejala stroke 5. Pengertian stroke sekunder (ulang) 6. Cara pencegahan stroke sekunder D. Metode dan Media 1. Metode
: ceramah dan diskusi
2. Media
: lembar balik dan leaflet
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
E. Kegiatan SEP No
Sesi
Waktu
Kegiatan Perawat
1
Pendahuluan
10 menit
Keluarga
Mengucapkan salam
Menjawab salam
Mengkaji ulang kebutuhan
Menjawab
Apersepsi tentang stroke keluarga edukasi keluarga
Memperhatikan
Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan yang akan diberikan sesuai kebutuhan edukasi keluarga 2
Penyajian
20-30 menit
3
Penutup
5 menit
Menjelaskan pengertian stroke Menjelaskan penyebab stroke Menjelaskan faktor risiko stroke Memberi kesempatan keluarga bertanya Menjelaskan gejala stroke Meminta pasien mengulang apa yang telah dijelaskan Memberi kesempatan pasien bertanya Menjelaskan pengertian stroke sekunder Menjelaskan cara mencegah stroke sekunder
Mendengarkan Memperhatikan Memperhatikan Bertanya
Memperhatikan Mengulang dengan kalimat sendiri Bertanya
Memperhatikan
Memperhatikan
Melakukan evaluasi dengan menanyakan kembali materi yang telah diberikan
Menjawab pertanyaan
Membuat kesimpulan materi
Mengucapkan salam
Memperhatikan dan ikut menyimpulkan Menjawa salam
F. Evaluasi Tujuan pendidikan kesehatan tercapai bila keluarga mampu mengulang materi kembali dengan menggunakan kalimat sendiri tentang : 1. Pengertian stroke 2. Penyebab stroke 3. Gejala stroke : minimal 3 gejala (FAST) 4. Faktor risiko stroke : minimal 3 faktor risiko 5. Pengertian stroke sekunder 6. Cara pencegahan stroke sekunder
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Sasaran Waktu Tempat Sesi
Peran Keluarga Modifikasi Gaya Hidup Pasien Stroke Modifikasi gaya hidup meliputi : diit, obesitas, alkohol, rokok dan aktifitas fisik. Keluarga pasien Stroke dan pasien 30 - 45 menit Ruang perawatan neurologi (518) RSCM II (dua)
A. Tujuan Instruksional Umum ( TIU ) Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien ( bila memungkinkan) dapat memahami tentang peran keluarga dalam modifikasi gaya hidup pasien stroke B. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK ) Setelah mendapatkan penyuluhan keluarga dan pasien ( bila memungkinkan) mampu menjelaskan peran keluarga : 1. Pengertian diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa 2. Tips-tips pemilihan diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa 3. Cara mengolah makanan yang sehat 4. Efek rokok dan alkohol terhadap terjadinya stroke 5. Tujuan dan cara berhenti merokok dan konsumsi alkohol 6. Tujuan aktifitas fisik bagi pasien stroke 7. Tips-tips aktifitas fisik yang baik seperti : lama, frekuensi, dan jenis aktifitas yang sesuai. 8. Tanda dan gejala kapan aktifitas fisik harus dihentikan. C. Materi edukasi 1. Pengertian diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukos 2. Tips-tips pemilihan diit rendah garam, kolesterol dan glukosa 3. Cara mengolah makanan yang sehat 4. Efek rokok dan alkohol 5. Tujuan dan cara berhenti merokok dan konsumsi alkohol 6. Tujuan aktifitas fisik bagi pasien stroke
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
7. Tips-tips aktifitas fisik yang baik seperti : lama, frekuensi, dan jenis aktifitas yang sesuai. 8. Tanda dan gejala kapan aktifitas fisik harus dihentikan. 9. Metode dan Media 1. Metode
: ceramah dan diskusi
2. Media
: lembar balik dan leaflet
10. Kegiatan SEP Kegiatan No 1
2
Sesi Pendahuluan
Penyajian
Waktu 5 menit
15 menit
Keluarga
Perawat Mengucapkan salam
Menjawab salam
Apersepsi tentang peran keluarga dalam modifikasi diit
Menjawab
Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan yang akan diberikan
Memperhatikan
Menjelaskan tentang pengertian diit rendah gara, rendah kolesterol dan rendah glukosa.
Mendengarkan
Menjelaskan tujuan diet tersebut pada pasien stroke
Memperhatikan
Menjelaskan makanan yang dilarang, dibatasi dan dianjurkan dalam diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa.
Memperhatikan
Memberi kesempatan keluarga bertanya
Bertanya
Menjelaskan alkohol
Memperhatikan
efek
rokok
Menjelaskan tips-tips merokok dan alkohol
dan
berhenti
Memperhatikan
Menjelaskan aktifitas bagi pasien stroke dan tips aktifitas fisik yang baik.
Memperhatikan
Menjelaskan peran keluarga dalam merubaha gaya hidup : diit, rokok, alkohol dan aktifitas fisik.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Memperhatikan
Kegiatan No 3
Sesi Penutup
Waktu 5 menit
Keluarga
Perawat Melakukan evaluasi dengan menanyakan kembali materi yang telah diberikan
Menjawab pertanyaan
Membuat kesimpulan materi
Mengucapkan salam
Memperhatikan dan ikut menyimpulkan Menjawa salam
11. Evaluasi Tujuan pendidikan kesehatan tercapai bila keluarga mampu mengulang materi kembali dengan menggunakan kalimat sendiri peran keluarga dalam : 1. Tujuan diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa 2. Tips memilih diit rendah garam, glukosa dan glukosa 3. Makanan yang dilarang, dibatasi dan dianjurkan dalam diet rendah garam, rendah kolesterol dan rendah glukosa 4. Tips-tips berhenti merokok dan minum alkohol 5. Tujuan aktifitas fisik pada pasien stroke 6. Memilih aktiftas fisik yang baik
Referensi : Feigin V. (2004). Stroke. Panduan Bergambar tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta. PT BHUANA ILMU POPULER. Kelompok Gramedia. Makhfudli & Efendi, F,.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika National Stroke Association. (2010). HOPE A Stroke Recovery Guide. Chapter three. www.stroke.org Rodger, H. (1999). Randomized Controlled Trial of a Comprehensive Stroke Education Program for Patients and Caregivers. Stroke 1999. http://stroke.ahajournals.org/cgi Panduan Diit dari RS Stroke Nasional Bukittinggi, RS Fatmawati, Yayasan Jantung Indonesia.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
dapat bicara) caranya ; minta pasien mengucapkan kalimat sederhana
APA ITU STROKE ???... Stroke adalah : suatu kondisi Universitas Indonesia
PERAN KELUARGA DALAM MERUBAH GAYA HIDUP PASIEN STROKE Meliputi : 1) 2) 3) 4)
Makanan yang sehat Berhenti merokok Mengurangi konsumsi alkohol Meningkatkan aktifitas fisik
Oleh : FERA LIZA Mahasiswa Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Penyebab stroke, ada 2 : 1) Sumbatan pada pembuluh darah otak (stroke iskemik) 2) Perdarahan (stroke hemoragik)
T = Time Bila menemukan gejala di atas segera bawa pasien ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.
Faktor risiko stroke ; 1) Yang tidak bisa diubah - Usia - Jenis kelamin - RAS/suku bangsa - Riwayat keluarga menderita stroke - Pernah menderita stroke atau TIA 2) Yang bisa diubah - Hipertensi, diabetes mellitus, merokok, alkohol, hiperkolesterol, kurang aktifitas fisisk, obesitas, diit tidak sehat, penyakit jantung, Gejala awal yang diduga stroke : FAST F = Face ( salah satu sisi muka tertinggal) Caranya : Minta pasien tersenyum atau memperlihatkan giginya A = Arm (salah satu lengan bergerak turun) Caranya : minta pasien mengangkat kedua lengan lurus ke depan sekitar 10 detik. S = Speech (menggunakan kata yang salah atau tidak Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
TUJUAN MERUBAH GAYA HIDUP PASIEN STROKE ADALAH : 1.
Untuk menurunkan faktor risiko stroke yang dimiliki pasien. 2. Untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
MAKANAN YANG SEHAT
-
Tujuan makanan sehat : Mencegah hipertensi, diabetes mellitus dan aterosklerosis (penge.
-
-
Tidak terjadi STROKE MAKANAN RENDAH NATRIUM Tujuan diit : untuk membantu menurunkan tekanan darah 1) Makanan yang dianjurkan : - Makanan segar : sumber hidrat arang, protein nabati dan hewani, sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung serat. - Makanan yang diolah tanpa atau sedikit mengandung garam natrium, vetsin, kaldu bubuk. - Sumber protein : telur 2 x seminggu dan daging 3 x seminggu, ayam/ikan ≤ 100 gram/hari 2) Makanan yang dibatasi : - Garam dapur 1 ¼ sendok teh/hari - Yang mengandung natrium seperti : soda kue
Makanan dan minuman kaleng: sarden, sosis, kornet, sayuran buahan dan kaleng. Makanan yang diawetkan : dendeng, abon, ikan asin, udang kering, telur asin, telur pindang, selai kacang. Mentega dan keju Bumbu-bumbu : kecap , terasi, petis, garam, saus tomat, saus sambel, tauco dan penyedap lainnya.
4) Tips mengatur diit - Untuk mencegah stroke berulang dianjurkan mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan, seperti : ikan, buah-buahan, sayuran, kacan polong, asam lemak omega 3. - Rasa tawar dapat diganti dengan : Menambah gula pasir/merah, bawang merah/putih, jahe, kencur, salam dan bumbu lain yang tidak mengandung natrium. - Ganti garam meja dengan garam rendah natrium (misalnya Halsolat, Nusalt, Lasosa dan lain-lain) - Baca label makanan sebelum membeli.
RENDAH LEMAK DAN KOLESTEROL 3) Makanan yang dihindari : - Otak, paru, jantung, usus, hati, daging kambing. - Makanan yang diolah pakai natrium : biskuit, krupuk dan makanan kering, asin.
Tujuan diit : -
Menurunkan kadar kolesterol darah - Menurunkan berat badan kelebihan berat badan. Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
bila
1) Jenis lemak : - Lemak jenuh : bila dikonsumsi secara berlebihan dapat meningkatkan kolesterol seperti : minyak kelapa, keju keras dan lemak hewani. - Lemak tidak jenuh tunggal : berpengaruh sedikit terhadap kolesterol seperti : minyak zaitun, minyak biji kapas, minyak wijen dan minyak kepala sawit. tidak jenuh ganda : - Lemak menurunkan kolesterol seperti : minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji bunga matahari dan minyak ikan. 2) Sumber lemak ; - Lemak tidak kelihatan : daging, telur, biji-bijian dan kacang-kacangan. - Lemak kasat mata : minyak goreng, gajih, margarin. - Lemak yang ditambahkan : pastry, es krim, pie, cake dan makanan yang digoreng 3) Tips memilih makanan rendah lemak : - Pilih daging merah - Buang lemak kasat mata sebelum dimasak - Gunakan susu rendah lemak - Hindari masak dengan santan - Lebih sering memasak dengan merebus, mengukus, mengungkep, menumis atau memanggang.
-
Gunakan minyak baru, hindari menggunakan minyak jelantah. Bila menggoreng, gunakan minyak dengan panas sedang. Hindari makanan berkolesterol tinggi seperti : kuning telur, hati, otak, paru, usus, limpa, ginjal, lidah, buntut, kepiting, kerang-kerangan.
-
Sumber lemak : daging ayam, ikan, susu skim. 4) Makanan yang tidak dibatasi : Jamur kuping segar, ketimun, labu air, lobak, selada air, tomat.
PERAN KELUARGA DALAM PENYEDIAAN MAKANAN SEHAT
3. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS MENGURANGI KONSUSMSI ALKOHOL ??.... -
MAKANAN RENDAH GLUKOSA Tujuan diit : - Menurunkan kadar gula darah menjadi normal - Menapai berat badan ideal 1) Pengaturan diit - Makan secara teratur sesuai jumlah, jenis dan jadwal makan yang telah ditentukan. 2) Bahan makanan yang dihindari Makanan yang mengandung hidrat arang murni (gula pasir, gula merah) dan makan yang diolah dengan gula murni seperti : permen, dodol, kecap, coklat, sirup, madu, cake, es krim, makanan/minuman kaleng, tapem, susu kental manis.
1) Keluarga mengenal makanan yang sehat dan tidak sehat bagi pasien 2) Keluarga menjelaskan pada keluarga efek makanan tidak sehat terhadap terjadinya stroke. 3) Memotivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah kolesterol, natrium dan rendah glukosa 4) Memilih dan memasak sendiri makanan untuk pasien di rumah. 5) Melarang anggota keluarga lain makan makanan yang tinggi kolesterol, natrium dan glukosa di depan pasien. 6) Berkonsultasi dengan petugas keseahatan bila menemui kesulitan dan memilih dan mengolah makanan bagi pasien.
Alkohol berkalori tinggi dan rendah gizi Alkohol menyebabkan kegemukan dan menghambat pembakaran lemak Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah Terjadi STROKE
Alkohol boleh dikonsumsi dalam jumlah kecil ( < 200 cc / hari) Sebaiknya penderita mengkonsumsi alkohol.
stroke
tidak
Peran keluarga dalam mengurangi konsumsi alkohol :
3) Bahan makanan yang dibatasi : - Sumber karbohidrat seperti : nasi, ketan, roti, mie, kentang, singkong, ubi, talas, macaroni, bihun, tepungtepungan dan hasil olahannya. - Sumber protein : kacang-kacangan, tahu dan tempe.
1.
Menjelaskan efek alkohol terhadap terjadi stroke. 2. Memotivasi pasien untuk mengurangi atau berhenti mengkonsumsi alkohol. Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
3. Menjauhkan pasien dari lingkungan/aktifitas yang mengkonsumsi alkohol. 4. Membawa pasien ke pelayanan kesehatan bila mengkonsumsi alkohol berlebihan / ketergantungan alkohol
4. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS BERHENTI MEROKOK ??.... Kandungan rokok :
-
Penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri. Mengurangi aliran darah ke otak Darah menggumpal terjadi STROKE
PERAN KELUARGA PADA PASIEN PEROKOK 1.
Memberi tahu pasien dan keluarga yang lain bahwa rokok dapat menyebabkan stroke
2. Memotivasi pasien berhenti merokok
5. MENGAPA PASIEN STROKE HARUS MENINGKATKAN AKTIFITAS FISIK ??.... -
Aktifitas fisik menurunkan berat badan Aktifitas fisisk menurunkan tekanan darah Aktifitas mengurangi risiko arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah arteri) mencegah STROKE
3. Melarang keluarga yang lain dan tamu merokok di dalam rumah/dekat pasien. 4. Membawa pasien ke RS/puskesmas untuk berkonsultasi cara berhenti merokok
Akibat bahan-bahan menyebabkan :
kimia
di
atas
5. Membawa pasien ke pelayanan kesehatan bila terdapat keluhan akibat merokok seperti : batuk lama, sesak nafas dan demam Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Macam- macam aktifitas fisik yang dapat dilakukan : -
Jalan kaki Joging Berenang Berkebun Bersepeda Bermain golf og Motion) = ROM (Range menggerakkan sendi tangan dan kaki Latihan Treadmill
-
Stationary cycle
Aktifitas jalan kaki
Gambar tread mill
Latihan keseimbangan dan koordinasi Dan lain-lain
Tips aktifitas fisik bagi pasien stroke ; 1) Pilihan aktifitas disesuaikan kemampuan pasien
dengan
2) Pilih aktifitas yang menyenangkan pasien 3) Lama aktifitas : 30 menit / aktifitas (dilakukan secara bertahap) 4) Frekuensi : 3 – 4 kali dalam seminggu
Gambar ROM (Range of Motion)
5) Bila pasien mengalami kelemahan/keterbatasan fisik, aktifitas dibantu oleh keluarga dan petugas fisioterapi
PENTING !!!.. Dukungan keluarga sangat penting dalam membantu merubah gaya hidup yang kurang sehat menjadi gaya hidup yang sehat.
Macam-macam aktifitas
Karena keluarga adalah orang terdekat yang akan melanjutkan perawatan pasien di rumah. Dengan mematuhi terapi pengobatan dan gaya hidup sehat maka risiko pasien untuk terkena stroke berulang 80 % dapat dicegah . ----------- semoga lekas sembuh ------Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 10 Pelepasan Kateter
2 jam pertama
• •
•
Pemberian cairan 200 cc Meminta pasien untuk berkemih dengan urinal bagi pasien laki-laki dan pistpot bagi pasien wanita Pencatatan cairan yang keluar
Hasil pengkajian
Tidak mampu berkemih
Klien mampu berkemih Hasil bladder scan < 100
2 jam kedua
Bisa mengontrol
Berkemih secara normal
Tidak bisa mengontrol
Pemasangan kateter kondom bagi pasien laki-laki atau diapers bagi pasien wanita
• • •
− Pemberian cairan 200 cc − Pemberian kondisioning pada pasien antara lain pemakaian commode, memfasilitasi pasien untuk berkemih di kamar mandi. − Pencatatan cairan yang keluar − Pemantauan dengan bladder scann − Stimulusi perangsangan berkemih
Kegel exercise Urgency supression Bladder diary
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
2 jam ketiga...............
2 jam ketiga
• •
• •
Pemberian cairan 200 cc Pemberian kondisioning pada pasien antara lain pemakaian commode, memfasilitasi pasien untuk berkemih di kamar mandi. Pencatatan cairan yang keluar Pemantauan lewat bladder scan
Hasil pengkajian
Tidak mampu berkemih
Klien mampu berkemih
Pasang kateter menetap
Tidak bisa mengontrol
− − − −
Kegel exercise Urgency Supression Bladder diary Conditioning
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Bisa mengontrol
Berkemih secara normal
Lampiran 11 CATATAN HARIAN BERKEMIH (BLADDER DIARY) Nama pasien NMR Jenis Kelamin Tanggal Lahir/usia Tanggal Masuk Diagnosa Medis
Hari/ tanggal
: ................................................. : ................................................. : ................................................. : ................................................. : . ................................................ : .................................................
Intake cairan Waktu Jenis Jumlah (ml)
Waktu berkemih
Output urin Volume Keringberkemih basah (*) (ml)
paraf Residu (ml)
(Sumber : Modifikasi dari McKertich, 2008). (*) pilih salah satu, mengompol (basah) atau tidak ngompol (kering). NB : Sebisa mungkin pencatatan dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pertama setelah kateter
dilepas. Pencatatan dianjurkan dilanjutkan
sampai 3x24 jam atau
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pencatatan dapat melibatkan keluarga, sebelumnya keluarga diberikan edukasi terlebih dahulu.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 12 RESUME KASUS NEUROLOGI Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 1. Informasi umum
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada SOL (massa primer lobus fronto parietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan atau jenis Meningioma) Ny. L . usia 37 tahun alamat : Sukabumi, pekerjaan ibu rumah tangga, masuk RSCM tanggal 19 Februari 2012, klien kiriman dari RS Pasar Rebo dengan keluhan waktu masuk 1,5 tahun SMRS sakit kepala sebelah kiri rasa berdenyut dan seperti tertusuk-tusuk hilang timbul, sakit bertambah bila mengedan, hilang tanpa obat, mual (-), muntah (-), pandangan ganda (+), terutama bila melihat ke depan, pasien berobat ke klinik, keluhan tidak berkurang. 8 bln SMRS penglihatan semakin berkurang, pendengaran telinga kiri berkurang. Pengkajian (tanggal 24 Februari 2012) ditemukan : klien mengeluh pusing, kepala sebelah kiri terasa sakit berdenyut, nyeri berkurang bila istirahat, batuk dan pilek, kedua mata tidak bisa melihat sama sekali. RKD : pengguna kontrasepsi pil. RKK : tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa. Saat pengkajian tanggal 24 Februari 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : perilaku adaptif, 2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan ringan ). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, Stimulus ; penurunan sensori , 5) Proteksi : Skala Norton (risiko luka) = 18 (tidak ada risiko dekubitus), suhu 36,5oC, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi :Kesadaran kompos mentis, GCS=15, pupil isokor, Ø 6 mm/6mm, RCL : ↓/↓, RCTL ↓/↓ , ekstremita tidak ada parese. Parese N II.Optikus : visus : 0/0, lapang pandang : tidak bisa dinilai, papil edema : (+/+), N.V Trigeminus : sensori ka/ki : (+/↓). N.VII facialis : parese dextra sentral. VAS (Visual Analogue Scale) : 3. Refleks fisiologis (+), Refleks patologis (-), rangsang meningeal (-), Stimulus : CT Scan kepala (26 Desember 2011) ; masa frontal-para ventrikel, lateral sinistra dd astrocytoma, MRI kepala (15 Februari 2012) : masa primer lobus frontoparietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan, lesi kistik intrasella, sinusitis ethmoidalis kiri. Hasil NO (Neuro Oftalmologi) (15 Februari 2012) : gangguan fungsi luhur, gg visus bilateral, papil atrofi sekunder os lateral ec SOL IK. 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : perilaku adaptif Penurunan kapasitas adaptif intrakranial, Risiko injuri, Defisit perawatan diri Status neurologi, kesadaran, pencegahan jatuh, lingkungan perilaku diri aman. Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral,monitor peningkatan TIK. Kaji tanda-tanda peningkatan TIK, monitor status neurologi seperti GCS, respon nyeri, dan orientasi terhadap waktu tempat dan orang, berikan posisi kepala 30 derajat dan posisi kepala netral, dexametasone 4 x 1 mg IV, Paracetamol 2 x 1 tab, cegah valsava manuver, berikan laxadine 3x1C, Orientasikan pasien pada peralatan yang ada disekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat melukai, pasang pembatas dan kunci roda tempat tidur, libatkan keluarga dalam membantu ADL pasien. Kaji ulang nilai visus klien setiap hari kaji risiko kejang berulang (gejala aura), berikan terapi Keppra 2 x 500 mg, Kolaborasi klien untuk tindakan pembedahan (craniotomy removal tumor) Evaluasi tanggal 9 Maret 2012. Keluhan sakit kepala hilang timbul, tetapi tidak mengganggu aktifitas istirahat dan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
1.
Resume : asuhan keperawatan pada SOL (massa primer lobus fronto parietalis kiri dengan herniasi subfalcin ke kanan atau jenis Meningioma) tidur, GCS 15, tidak ada penambahan defisit neurologis, visus 0/0, pemenuha ADL. Pasien sudah direncanakan dilakukan tindakan Kraniotomi removal tumor
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 2.
Resume : asuhan keperawatan pada SOL (Glioma)
Informasi umum
Pasien Ny. D.I, 28 th, perawat, menikah. 1 anak, alamat Jokjakarta. Sekitar 2 mgg SMRS Cipto klien mengeluh sakit kepala berputar disertai kelemahan pada separuh badan, tangan dan kaki kanan terasa kebas, bicara menjadi lambat dan suara sedikit serak. Sakit kepala disertai mual dan muntah. Kemudian klien dirawat di RS PKU Jokjakarta selama 3 hari kemudian dirujuk ke RS Sardjito Jokjakarta. Hasil CT Scan dan MRI kepala menunjukkan ada masa pada batang otak, lalu klien dirujuk ke RSCM untuk radiasi tanggal 16 Maret 2012. RKD : klien pengguna kontrasepsi pil selama ± 1 th terakhir. Hasil USG : Saat ini klien hamil 9 minggu
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 19 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : kesadaran kompos mentis kooperatif, GCS = 15, pernafasan 28x/menit. Stimulus : depresi batang otak. Hasil MRI cerebral tanggal 10 Maret 2012 : SOL (suspek glioma) regio batang otak/MO DDawal hematoma ringan : glioma ganglia basalis2) Nutrisi ; makan ML habis 1/3 porsi sejak sakit, mual (+) dan muntah (+), BB saat ini tidak diketahui, saat sehat BB = 45 kg TB = 156 cm. Penampilan kurus. Stimulus : intake tidak adekuat, . 3) Eliminasi : BAK (+) kapai pempers, BAB (-) sejak 10 hari yll, stimulus : kurang intake serta dan cairan, 4) Aktivitas dan istirahat : mengeluh susah tidur dan sering terbangun karena sakit kepala serta mual muntah. Semua aktifitas di atas TT dibantu keluarga dan perawat. Pasien hanya mampu merubah posisi miring kanan, kiri dan telentang. Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot. nilai bartel indeks = 8/20 (ketergantungan berat ). Hemiparese dekstra, 5) Proteksi : Skala Norton (risiko luka) = 18 (tidak ada risiko dekubitus), suhu 36,5oC, 6) Sensasi : kebas pada tangan kanan, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : minum 2-3 gelas/hari (400 cc), IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Mukosa bibir kering. Stimulus : intake cairan tidak adekuat, 8) fungsi neurologi : pasien mengeluh sakit kepala, sakit terasa berputar dan meningkat bila kepala tempat tidur diturunkan, VAS : 8, derajat kekuatan otot ekstremitas kanan 3333/3333, ekstremitas kiri 5555/5555, tubuh sebelah kanan terasa berat dan kebas, stimulus : Hasil MRI cerebral tanggal 10 Maret 2012 : SOL (suspek glioma) regio batang otak/MO DD-awal hematoma ringan : glioma ganglia basalis, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : merasa penyakitnya semakin parah, klien cemas penyakitnya tidak dapat diobati, 11) Mode fungsi peran : merasa tidak mungkin mampu lagi merawat anaknya yang di tinggal di Jogja dan yang di dalam kandungan, 12) mode interdependensi : semua aktifitas dibantu suami dan ibu. Tidak efektif perfusi jaringan serebral, penurunan kapasitas adaptif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, konstipasi, ansietas. Status neurologi, kesadaran, status nutrisi, intake makanan, eliminasi bowel, hidrasi. kontrol cemas sendiri. Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral,monitor peningkatan TIK, manajemen dan terapi nutrisi, manajemen konstipasi, penurunan kecemasan.
Dx. NOC
NIC
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
2.
Resume : asuhan keperawatan pada SOL (Glioma)
Aktivitas keperawatan
Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) monitor status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV, dan fungsi nervus kranial 2) meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat, 3) Memberikan oksigen binasal kanul 2 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan menganjurkan pasien 6-8 gelas/hari dan konsumsi sayur dan buah tinggi serat seperti pepaya dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, dan YAL, 5) berkolaborasi untuk pemberian radiasi. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial : Monitor status neurologis : GCS, TTV, pupil, kekuatan otot, mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi dan lokasi, mengkaji keluhan mual dan muntah yang menyertai sakit kepala, memberikan PCT 3 x 1 tablet untuk mengurangi nyeri kepala, berkolaborasi dalam pemberian obat steroid, Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menganjurkan pasien makan sedikit-sedikit tapi sering, , memberikan obat untuk mengurangi muntah : Primperan 3 x 1 ampul IV, Ranitidin 2 x 1 ampul, Menurunkan kecemasan dengan : meyakinkan pasien bahwa perawat akan mendengarkan keluhan pasien, mendengarkan ungkapan verbal dan nonverbal pasien, membantu pasien mendapatkan informasi yang tepat tentang perawatan dan pengobatannya. Pada tanggal 22 Maret 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral belum teratasi : sakit kepala (+), mual (+) dan muntah (+) kebas (+) menjalar ke pipi sebelah kiri. Risiko penurunan kapasitas adaptif serebral belum berkurang : BAB sudah ada, risiko kurang nutrisi belum teratasi : badan bertambah letih, klien mengatakan akan berusaha menghabiskan diitnya, kecemasan sedikit berkurang :
Evaluasi :
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 3.
Resume : asuhan keperawatan pada HNP Post Laminatomi + Diskektomi
Informasi umum
Ny. K, NMR : 353 92 58, usia 30 th, menikah, pekerjaan dagang, belum punya anak. Alamat Bengkulu. Masuk RSCM tanggal 4 Marey 2012 dengan keluhan nyeri pinggang, bokong, paha belakang dan betis kanan sejak 2 tahun yang lalu. Rasa baal dan tidaki daerah kemaluan. Klien merasakan tungkai kanan lebih berat dan tidak dapat jinjit, nyeri berkurang bila istirahat. Hasil MRI tanggal : HNP L4S1. Klien dilakukan operasi tanggal 16 Maret 2012. Saat pengkajian tanggal 19 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : perilaku adaptif, 2) Nutrisi ; perilaku adaptif, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : Klien 3 hari pasca operasi. Klien hanya mampu berbaring di tempat tidur, mampu miring kanan dan kiri. Aktifitas klien dibantu keluarga dan perawat. Tidur malam hari 7-8 jam, siang bisa istirahat. Motorik kesan hemiparese kiri. 5) Proteksi : Ada bekas luka operasi tertutup verban + drain (out put darah ± 150 cc berwarna merah kental kehitaman), terpasang infus di lengan kanan. Skala norton (risiko luka) = 14 (rentan terjadi dekubitus), risiko cidera (jatuh) = 70 (risiko rendah), 6) Sensasi : kebas di daerah betis, paha belakang dan dan bokong. Nyeri di daerah pinggang belakang dan area operasi, VAS 3-4. 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris, isokor Ø 3 mm,
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
3.
Resume : asuhan keperawatan pada HNP Post Laminatomi + Diskektomi
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
RCL (+/+) RCTL (+/+). Laseque (+/+). Brudzinki I dan II (+/+). Motorik : derajat kekuatan otot, ekstremitas kanan 5555/4444 dan ekstremitas kiri 5555/4444, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien cemas dengan penyakitnya, pasien takut tidak bisa berjalan lagii, 11) Mode fungsi peran : merasa suami tidak perhatian, karena belum pernah mengunjungi ke RS,12) mode interdependensi : sebagian aktifitas dibantu adik. Nyeri, risiko infeksi, perubahan persepsi sensori, kurang pengetahuaan, ansietas. Kontrol nyeri, tingkat nyeri dan kenyamanan, fungsi sensori, gambaran diri, pengetahuan keselamatan diri, prosedur perawatan, Manajemen nyeri, terapi analgesik, stimulasi, memfasilitasi belajar. Untuk mengurangi nyeri dilakukakan : Mengkaji tingkat nyeri pasien, pemberian posisi TT datar dengan elevasi kepala 5-10 derajat, memberikan bantak tipis di bawah kepala pasien, mempertahankan pasien dalam posisi spinal netral, Menggunakan strategi menurunkan nyeri dengan teknik nafas dalam dan relaksasi dan memberikan obat ketorolac 2 x 1 amp IV, merubah posisi pasien setiap 2 jam miring kanan, kiri dan telentang, emonitor respon pasien sebelum dan setelah terapi menurunkan nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale) 1-10. Memonitor luka insisi, memonitor persepsi sentuhan dan nyeri yaitu sensasi di daerah pinggang bawah, bokong dan kaki, melindungi area luka dari injuri, mengajarkan pasien mengatur posisi ekstremitas yang baik. HNP berulang seperti, membantu pasien mengembangkan strategi mengurangi stres dan kecemasan, mengajarkan teknik relaksasi imajinasi untuk mengurangi nyeri, Evaluasi tanggal 22 Maret 2012 Nyeri daerah pinggang dan bekas insisi sudah berkurang, VAS = 3. Klien sudah mampu turun tempat tidur dan jalan ke kamar mandi. Infeksi area operasi bersih dan kering, drain dan jahitan sudah dibuka. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Baal pada daerah betis, paha belakang dan bokong mulai berkurang. : menggunakan mekanika tubuh yang benar, , menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 4.
Resume : asuhan keperawatan pada Toksoenselofati/meningoensefalopati
Informasi umum
Tn. D, 32 tahun, karyawan swasta, menikah dengan 1 orang isteri dan 1 org anak berusia 2 th. masuk IGD RSCM tanggal 26 Maret 2012 dengan keluhan sakit kepala sebelah kanan terutama sejak 1 minggu yang lalu. Sakit kepala terasa menusuk-nusuk, dan hilang timbul, dalam sehari sakit kepala muncul 3-4 kali selama 10-15 menit. Klien mempunyai riwayat SIDA sejak tahun 2006 dan telah mendapat ARV, tetapi sejak tahun 2011 klien putus obat. Tahun 2002 klien didiagnosa TB Paru lalu mendapat OAT sampai tuntas. Saat pengkajian di IGD tanggal 26 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 120/80 mg, nafas 20x/menit, suhu 37oC, nadi 78x/menit,motorik kesan hemiparese sinistra, 2) Nutrisi ; penurunan nafsu makan sejak 1 minggu SMRS, 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : Klien gelisah karena sakit kepala VAS 3-4. Kelihatan letih dan lemas. , 5) Proteksi : barthel indeks 13 (ketergantungan ringan) 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : Kesadaran kompos mentis, GCS 15, pupil simetris,
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
4.
Resume : asuhan keperawatan pada Toksoenselofati/meningoensefalopati isokor Ø 3 mm, RCL (+/+) RCTL (+/+). Motorik
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
ହହହହ/ସସସସ , ହହହହ/ସସସସ
9) fungsi endokrin :
perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien cemas dengan penyakitnya, pasien takut penyakit lamanya kambuh lagi, 11) Mode fungsi peran : cemas karena sudah hampir 1 minggu bolos kerja12) mode interdependensi : klien diantar orang tua ke IGD, isteri dan anak di rumah Ketidakefektifan perfusijaeingan serebral, nyeri akut, kurang pengetahuaan, ansietas. Monitoring neurologi, status neurologi, kontrol dan nyeri dan, prosedur perawatan Meningkatkan perfusi serebral, manajemen nyeri, , memfasilitasi belajar. Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan memonitor tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan fungsi nervus kranial, meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk mempertahankan aliran darah vena, memberikan oksigen 3 liter/menit, m encegah manuver valsava dengan memberikan cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm. Untuk mengurangi nyeri dilakukakan : Mengkaji tingkat nyeri pasien, pemberian posisi TT datar dengan elevasi kepala 5-10 derajat, menggunakan strategi menurunkan nyeri dengan teknik nafas dalam dan relaksasi dan memberikan obat ketorolac 2 x 1 amp IV, merubah posisi pasien setiap 2 jam miring kanan, kiri dan telentang, memonitor respon pasien sebelum dan setelah terapi menurunkan nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale) 1-10. Untuk mengurangi kecemasan : jelaskan pada pasien tentang penyakitnya, pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan, libatkan keluarga untuk memberi dukungan dan semangat pada pasien. Tanggal 26 Maret 2012 Klien masih diobservasi di IGD dan sedang menunggu hasil pemeriksaan labor, foto thorak dan CT Scan. Klien kelihatan lemah, perilaku distraksi, komunikasi singkat dan klien cendrung menutup diri. Tetapi klien cukup kooperatif saat pemeriksaan. Klien 1 hari di IGD dan langsung pindah ke rawat inap.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 5.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark
Informasi umum
Pasien Ny. P, 72 th, no MR 207-73-09, alamat Johar Baru Jakarta Pusat masuk RSCM tanggal 2 April 2012 jam 20.30 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 4,5 jam SMRS. Sebelumnya klien tersedak saat makan, kemudian klien terjatuh saat akan mengambil air minum, lalu terjadi penurunan kesadaran. Mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), riwayat kesehatan dahulu, menderita hipertensi sejak ± 20 th yll, pembesaran jantung sejak 1 bln yll ( sudah berobat ke dokter dan nafas sesak disertai, kedua kaki bengkak). Saat pengkajian tanggal 3 April 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = E2 M5 Vapasia, pernafasan 28x/menit. TD : 180 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas 24 kali/menit, suhu 36,5oC. Stimulus : Foto thorak : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi infiltrat di paracardial kanan. AGD : pH = 7,458 (7,35-7,45), pCO2 = 18,7 (35-45), pO2 = 81,1 (75-100), O2 saturasi = 99,8, Base Excess = -7,6 (-) 2,5 – (+) 2,5, Standar BE -10,7, standar HCO3 18,3, HCO3 = 13,4 (21-25), total CO2 = 14,0 (21-25). Stimulus : Hasil CT
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
5.
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark Scan kepala tanggal 2 April 2012 : infark akut di basal ganglia kiri, infark kronik di subkorteks lobus frontal kiri, lobus temporalis kiri dan basal ganglia kiri, atrofi serebri senilis. Foto thoraks ( tgl 2/4/2012) : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi infiltrat di parakardial kanan. EKG ( tgl 2/4/2012 ) : Atrial Fibrilasi, 2) Nutrisi ; makan MC per NGT 6 x 250 cc. Mual (-) dan muntah (-), BB saat ini tidak diketahui, saat sehat BB sekitar = 47 kg TB = 156 cm. Penampilan kurus. Stimulus : 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan kesadaran, stimulus : infark akut di basal ganglia kiri. 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko terjadi dekubitus), 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x 250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc. Kedua kaki edema, stimulus : penurunan kesadaran 8) fungsi neurologi : GCS = E2M5Vapasia pasien gelisah, kesadaran somnolen, derajat kekuatan otot hemiparese dekstra, pupil reflek kornea +/+, RCL +/+, RCTL +/+, θ 3 mm/3mm. Reflek fisiologis lengan dan tungkai +/+, reflek patologis -/-, stimulus : infark akut di basal ganglia kiri, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa dikaji. Ketidakefektifitasan perfusi jaringan serebral, tidak efektif bersihan jalan nafas, risiko kelebihan volume cairan, risiko aspirasi. Status neurologi, perfusi jaringan, pencegahan aspirasi, jalan nafas paten, pertukaran gas, status menelan, status pernafasan. Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral, manajemen obat, manajemen jalan nafas, suksion jalan nafas, pencegahan aspirasi. Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) Memonitor tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan fungsi nervus kranial, 2) Meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk mempertahankan aliran darah vena 3) Memberikan oksigen via masker non rebreathing 8 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan memberikan cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, 5) memberikan obat neuroprotektan Citicolin 2 x 500 mg IV, 6) Memberikan manitol hari I 125 cc drip 3 x 1, hari II 2 x 1 dan dan hari III 1 x1. 7) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang yang ditentukan untuk mencukupi tekanan perfusi serebral dengan memberikan drip Perdifin 1 mg/kgBB/ml (5 cc/jam), dan captopril 2 x 25 mg po, 8) Menghindari posisi yan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan intratorakal seperti fleksi pinggul dan telungkup. Untuk meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas dilakukan : Merubah posisi pasien tiap 2 jam miring kiri dan kanan untuk memfasilitasi pengeluaran sekret dari oroparingeal, mengelevasikan kepala tempat tidur 30 derajat, melakukan chest fisioterapi, memberikan oksigen per masker non rebreathing 8 liter/menit pasien mendapat oksigen dengan kelembaban yang adekuat, memberikan inhalasi dengan ventolin : NaCl 0,9% 1 : 1 tiap 6 jam dan inhalasi dengan Flixotide 1 flash tiap 12 jam. Mengurangi risiko aspirasi dengan cara ; pertahankan status nothing by mouth, memasang NGT no 16, melakukan pemeriksaan kemampuan menelan sebelum mencoba memberikan intake per oral dengan memberikan air dengan sendok, Cegah aspirasi saat memberikan intake per oral dengan meninggikan kepala tempat tidur dan menegakkan kepala pasien, Memberikan Makanan Cair 6 x 250 cc, memberikan susu cair dan air putih sedikit-sedikit. Bila pasien tersedak pemberian dihentikan.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
5.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Infark Mengatasi kelebihan cairan dengan cara : menghitung intake out put, membatasi / retraksi cairan, memberikan diuretik lasix 2 x 1 ampul dan KSR 3 x1 po.
Evaluasi :
Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi : kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti menggenggam, membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak terjadi. Bersihan jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke kanan sendiri tanpa bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 6.
Resume : asuhan keperawatan pada SOL Intra kranial
Informasi umum
Pasien Ny. L, 49 tahun, alamat Jakarta, MR. 369-08-01 masuk RSCM tanggal 10 April 2012 dengan keluhan 4 mg SMRS klien mengeluh kaki kanan terasa tidak terasa menapak dan tubuh terasa tidak seimbang saat berjalan. 2 mg SMRS klien berbicara tidak nyambung dan tidak berespon bila diajak bicara. Kemudian pasien mengeluh sakit kepala. Sakit terasa berdenyut, selama 10 menit dan muncul 2-3 kali sehari. 1 mgg SMRS anggota gerak kanan berat digerakkan. 3 hr SMRS sakit kepala memberat disertai muntah (-), kejang (-). RKD : hipertensi (-), penggunaan kontrasespi (-), belum pernah dirawat. RKK : tidak ada keluarga yang menderita tumor. Ayah klien menderita stroke. Saat pengkajian tanggal 10 April 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : kesadaran apatis, GCS = E4 M5 V4, nafas 16x/menit. 110 mmHg, nadi 66 x/menit, suhu 36,5oC. AGD tanggal 10-042012: pH = 7,419 (7,35-7,45), pCO2 = 27,4 (35-45), pO2 = 198,5 (75-100), O2 saturasi = 98,9, Base Excess = -4,8 (-) – (+) , Standar BE -6,8, standar HCO3= 20,4, HCO3 = 17,9 (21-25), total CO2 = 18,7 (21-25). Stimulus : CT Scan kepala tanggal: edema ventrikel kiri dan desakan midline ke kanan. MRI kepala tanggal 11 April 2012 : masa intrakranial. 2) Nutrisi ; makan MC per NGT 6 x 250 cc, stimulus : - 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : penurunan kesadaran, stimulus : masa di intrakranial 5) Proteksi : skala norton 10 (risiko terjadi dekubitus)stimulus : -, 6) Sensasi : tidak bisa dinilai, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x 250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc , 8) fungsi neurologi : GCS = ଷଷଷଷ/ହହହହ E2M5Vapasia, gelisah, derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra ଷଷଷଷ/ହହହହ,
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Pupil reflek kornea +/+, RCL +/+, RCTL +/+, ukuran anisokor θ ka/ki= 2 mm/4mm. Visus dan lapang pandang tidak bisa dinilai. Reflek fisiologis +/+, reflek patologis /-, stimulus : masa di intrakranial. 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri :, 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa dikaji. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Status neurologi, perfusi jaringan Monitor status neurologi, meningkatkan perfusi serebral Untuk mengurangi perubahan efektifitas jaringan dilakukan : mengkaji defisit neurologis dan tanda-tanda vital, Memberikan posisi semi fowler,
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
6.
Resume : asuhan keperawatan pada SOL Intra kranial
Evaluasi :
memberikan oksigen 2-3 liter/menit per nasal kanul, mencegah valsava manuver dengan memberikan klien minum 1-1,5 liter/hari, memberikan Laxadine Syrup 3 x 1 sdm, memberikan terapi Dexametason 4 x 5 mg IV, Ranitidin 2x1 ampul. Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi : kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan, terlihat bingung, disorientasi. Rencana klien akan dilakukan Foto thorak untuk mengetahui kemungkinan penyebaran masa.
Asuhan keperawatan pada kasus neurologi 7.
Resume : asuhan keperawatan pada Vertigo
Informasi umum
Pasien Ny. M, tahun, menikah punya 3 orang anak, pekerjaan guru, No.CM 3546970, Jakarta. Dengan keluhan tahun 2004 ketika sedang beraktifitas, pasien mengeluh sakit kepala di bagian belakang kepala seperti ditimpa benda berat disertai kaku pada tengkuk, durasi ± 10 menit, tidak bertambah ketika batuk dan mengedan, dan berkurang bila istirahat. Mual (-), muntah (-) lalu berobat ke RSCM keluhan membaik. 2 bulan sebelum periksa ke poli neuro, ketika bangun dari tidur, dari posisi telentang ke duduk, pasien mengeluh pusing bergoyang, seperti terombang ambing di atas kapal. Durasi sekitar 2 menit, membaik dengan istirahat, mual (+), muntah 1 x (+),keringat dingin (-), baal disekita mulut (-). Klien tidur cukup 7 jam. Klien berobat ke RS Budi Asih diberi obat dan keluhan membaik. Lalu klien disarankan periksa MRI, dan NOT. Gangguan pendengaran (-), telingan berdenging (-), muntah, menyemprot (-), tersedak saat makan dan minum (-), mulut mencong (-), bicara pelo (-), suara bindeng. Saat pengkajian tanggal 25 April 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, nafas 18 x/menit, stimulus : -, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : Pasien tidur cukup 7 jam, terbangun hanya untuk BAK 1 kali/malam. Aktifitas klien sebagai guru tidak terganggu. Tetapi bila sedang sibuk saki kepala muncul di bagian belakang kepala dan disertai kaku pada tengkuk. stimulus ; , 5) Proteksi : perilaku adaptif, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : 15, saraf kranial : tak ada kelainan,derajat kekuatan otot : tak ada kelainan. Refleks fisiologis dan patologis tidak ada kelainan. Keseimbangan dan koordinasi : tes Romberg dipertajam (menutup mata) klien jatuh ke kiri, Stepping tes 50 kali (Fukuda) deviasi ke kiri > 90o,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : klien cemas penyakitnya belum sembuh-sembuh 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : stimulus : perubahan status kesehatan. Risiko cidera, ansietas Pencegahan jatuh, lingkungan perilaku diri aman, prosedur perawatan Pencegahan jatuh, memfasilitasi belajar Risiko tinggi cedera : mengkaji vertigo yang meliputi riwayat , awitan gambaran serangan, durasi, frekuensi dan adanya gejala telinga yang terkait (kehilangan
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
7.
Resume : asuhan keperawatan pada Vertigo
Evaluasi :
pendengaran, tinitus, rasa penuh di telinga), mengkaji ketidakmampuan aktifitas sehari-hari, melakukan pemeriksaan nistagmus, test Tomberg, menganjurkan pasien untuk berbaring bila merasa pusing dan memberi batas penghalang di tepi tempat tidur, menganjurkan pasien tetap membuka matanya dan memandang lurus ke depan ketika berbaring dan mengalami vertigo, menganjurkan keluarga membantu ambulasi pasien bila perlu. Menurunkan ansietas : mengkaji tingkat ansietas, menjelaskan mengenai verigo dan perawatannya, menganjurkan pasien menghindari aktivitas yang menimbulkan stres, menganjurkan pasien mengikuti program pengobatan dan perawatan yang diberikan di rumah. Pada tanggal 25 April 2012 ditemukan : pasien mengalami gangguan keseimbangan ( tes Romberg (+) dan tes Fukuda (+), pasien telah memahami cara mencegah terjadinya cidera dan cara mengurangi kecemasan. Pasien mengatakan akan mengikuti edukasi yang diberikan perawat. Pasien pulang.
Asuhan keperawatan pada kasus neurologi 8.
Resume : asuhan keperawatan pada Sindroma Guilanne Barre (SGB)
Informasi umum
Pasien Nn. FS usia 17 tahun, pekerjaan pelajar, alamat di Sulawesi Utara, masuk RSCM tanggal 14 Februari 2012 dengan keluhan sejak 2 minggu SMRS klien demam dan diare > 3 kali lalu dirawat di RS Manado, kemudian klien didiagnosa Appendiksitis dan dilakukan operasi dan dirawat selama 3 hari. Saat klien hendak bangun dari BAK klien harus dipapah 2 org (sebelumnya hanya dibantu 1 org). Setelah itu klien merasa kelemahan dimulai dari ujung kaki, merambat ke bagian atas, kemudian klien dirawat lagi di RS Manado. Setelah dirawat 7 hari kedua lengan juga lemah dan tidak ada perbaikan, lalu klien di rujuk ke RSCM. Klien dirawat di ICU dan HCU lalu pindah ke ruang rawat neurologi Zona A tanggal 4 Maret 2012. Pengkajian dilakukan tanggal 5 Maret 2012, ditemukan kelemahan pada keempat ekstremitas terutama kedua kaki, nyeri terutama pada tungkai kanan, terutama bila disentuh dan digerakkan, nyeri terasa menusuk dan hilang-timbul. Nafsu makan menurun, mual(-), pusing (+). Pada femor kiri masih terpasang Mahokar (setelah plasmaforesis 5 x). Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini. RKD : Appendiksitis dan diare.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 5 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, nafas 24 x/menit, suhu 38oC, stimulus : , 2) Nutrisi : diit makanan lunak, habis ½ porsi. Stimulus : nyeri kaki 3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : susah tidur dan istirahat karena kaki kanan nyeri digerakkan dan disentuh bartel indeks = 8 (ketergantungan berat) stimulus ; susp DVT pada kaki kanan. 5) Proteksi : nyeri pada kaki kanan VAS ; 8, kaki bengkak, panas dan kemerahan, skala norton 13 ( rentan terjadi dekubitus), terpasang mahokar pada kakai kiri, 6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : 15, saraf kranial : tak ସସସସ/ସସସସ . Refleks fisiologis dan patologis ada kelainan,derajat kekuatan otot : ଷଷଷଷ/ଷଷଷଷ
normal, stimulus : hasil lumbal pungsi 24/2/2012: inflamasi, GBS, dan EMG : GBS tipe AMSAN, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri :
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
8.
Resume : asuhan keperawatan pada Sindroma Guilanne Barre (SGB)
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
klien sering berteriak dan menangis kesakitan, cemas akan penyakitnya dan ingin segera pulang 11) Mode fungsi peran : hampir 2 bulan klien tidak masuk sekolah, 12) mode interdependensi : stimulus : selalu ingin orang tua berada di sampingnya perubahan status kesehatan. Risiko bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, ansietas Clearance airway, kenyamanan, joint mobilisation, prosedur perawatan Management airway, memfasilitasi belajar Pantau TTV, kaji bunyi, jumlah, dan pola nafas, monitor hasil AGD, monitor kemampuan batuk, perubahan status mental, elevasikan kepala TT 30o atau sesuai toleransi pasien, dorong untuk melakukan batuk dan nafas dalam. catat intake dan outpun cairan, ubah posisi secara teratur, lakukan masase kulit, pertahankan kebersihan dan kerapihan linen, latihan pasif pada kedua tungkai, rencanakan pemakaian stoking antiemboli, pantau hasil laboratorium PT/APTT. Kaji tingkat durasi, tipe, skala nyeri, berikan kompres dingin di kaki kananpi, lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal atau gulungan pada ekstremitas bawah, anjurkan melakukan teknik relaksasi, lakukan ROM pasif, kolaborasi dalam pemberian obat analgetik tramadol 3 x100 mg IV, Berikan terapi Mecobalamin 3x500 mg, methycobalt 3x500 mg, Gabapentin 3x300mg, Cefpirome 1 x1000mg, metronidazol 3 x 1c. Kaji kekuatan otot, lakukan ROM pasif, berikan antikoagulan Heparin 1x5000 ui SC, kolaborasi dengan fisioterapi, okupasi terapi, libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan ADL pasien. Beri kesempatan klien menyampaikan perasaannya secara verbal, kurangi stimulus, berikan aktifitas untuk mengalihkan nyeri dan kecemasan klie seperti mendengarkan musik melalui HP, berikan pujian bila klien berespon/berperilaku positif, tunjukkan penampilan yang percaya diri dan siap mem bantu klien. Tanggal 12 Maret 2012 Tidak ditemukan gangguan pernafasan, nafas 18x/menit, teratur dan spontan, nyeri pada kaki sudah mulai berkurang, klien sudah mulai menggerakkan kakinya tanpa nyeri yang berarti, klien bisa miring sendiri dengan bantuan minimal, , kekuatan ହହହହ/ହହହହ , tanda-tanda DVT berkurang, klien rencana dilakukan otot meningkat ସସସସ/ସସସସ
Foto toraks untuk mengetahui effusi pleura dan USG kedua tungkai serta pemakaian stoking antiembolisme.
Asuhan keperawatan kasus neurologi 9.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB
Informasi umum
Pasien Tn. E, 40 tahun alamat Jatinegara, pekerjaan pedagang, Nomor MR 3691840 masuk RSCM tanggal 13 Mei 2012 dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak ± 7 jam SMRS. Lebih kurang 2,5 bulan SMRS pasien mengalami nyeri kepala hebat terutama pagi dan tengah malam, muntah (+), nyeri dirasakan semakin lama semakin berat. ± 2 bulan SMRS pasien periksa MRI di RS Premier dan diketahui terdapat cairan pada otak, lalu dilakukan VP Shunt, dirawat ± 5 hari, lalu pasien bisa beraktifitas seperti biasa, nyeri kepala (-). ± 3 minggu SMRS pasien mulai merasa sering ngantuk, keluar air liur, nyeri kepala (-), muntah (-),
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
9.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB kelemahan satu sisi (-), jalan sempoyongan (-), pasien dibawa ke RS Premier dilakukan MRI lagi dan diketahui ada perdarahan di otak, lalu dilakukan tindakan burr hole. Setelah 2 minggu di rumah, keadaan klien tidak membaik, klien mengeluh sakit kepala hebat dan demam tinggi serta kesadaran menurun. Kemudia klien dibawa ke RSCM. RKD : tidak ada riwayat batuk lama,TB, stroke, dan HT
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Saat pengkajian tanggal 22 Mei 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E3M4Vafasia,TD 110780 mmHg, nadi 88x/menit, nafas 18 x/menit, ronki (+/+), batuk (+), LED 55,stimulus: CT Scan 21/5/2012 tak tampak hidrosefalus, tak tampak penyangatan pada meningen, subdural higroma regio parietal kiri. Terpasang VP shunt dengan ujung di intraventrikel lateral kiri kornu posterior. , 2) Nutrisi : makanan cair 6 x 250 cc, tidak ada tanda malnutrisi, stimulus : -3) Eliminasi : perilaku adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : pasien penurunan kesadaran, bartel indeks = 3/20 (ketergantungan total), stimulus : -, 5) Proteksi : suhu 37,8oC, skala norton 6 (risiko tinggi dekubitus), stimulus : penurunan kesadaran, 6) Sensasi : tidak dapat dikaji, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS : E3M4Vafasia, saraf ଷଷଷଷ/ଶଶଶଶ kranial : tidak dapat dinilai, motorik : Refleks fisiologis dan patologis ଷଷଷଷ/ଶଶଶଶ tidak ada kelainan reflek pupil (+/+) Ø =3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Tanda ransang meningeal (-). Stimulus : hasil lumbal pungsi : infeksi di selaput otak. ,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran : dan12) mode interdependensi tidak bisa dinilai Ketidakefektifan perfusi serebral, risiko bersihan jalan nafas tidak efektif,kerusakan mobilitas fisik, risiko penyebaran. Perfusi jaringan, status neurologi, patensi jalan nafas, mobilisasi, manajemen infeksi, Monitoring neurologi, meningkatkan perfusi serebral, manajemen jalan nafas,terapi latihan, positioning, kontrol dan proteksi infeksi Untuk mengatasi meningkatkan perfusi serebral telah dilakukan tindakan:1) mengukur TTV : TD, HR, nadi, suhu, frekuensi, bunyi dan pola nafas, 2) posisi elevasi kepala 30-45o posisi kepala netral, 2) memberikan resusitasi cairan isotonik NaCl 0,9 %/12 jam, 3) menghitung intake dan output cairan per 24 jam, memantau, 4) memonitor karakteristik urin : warna dan bau, 5) menilai turgor kulit, membran mukosa mulut, 6) meminimalisir stres fisiologis yang dapat menyebabkan hipoksemia, seperti stres lingkungan dengan membatasi tamu, memastikan sirkulasi udara di sekitar pasien baik, 7) memberikan terapi oksigen 3 liter/menit, 8) menilai status neurologis : GCS, pupil, ukuran, reaksi terhadap cahaya, derajat kekuatan otot, 9) memonitor hasil labor seperti : analisa gas darah/hari, 10) memberikan terapi obat ceftriaxone 2 x 1 gr IV, pirazinamid 1 x 1 gr po, rifampicin 1 x 450 mg po, INH 1 x 300 mg, ethambutol 1 x 1000 mg, 11) memberikan terapi dexametason 4 x 5 mg IV, manitol 4 x 125 cc. 12) memberikan masase punggung dengan minyak kepala , 13) memberikan batas waktu istirahat antara aktivitas perawatan seperti perubahan posisi, ROM pasif, fisioterapi dada, memberikan inhalasi ventolin : bisolvon : NaCl=1:1:1 /8 jam. Tanggal 4 Juni 2012. Perfusi serebral belum efektif, kesadaran makin menurun GCS E2M4V4, suhu 38,9oC, nadi 115x/menit, nafas 28x/menit, ronki (+/+), hasil MRI 1 Juni 2012 ;
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
9.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB menunjukkan hidrosefalus, dekubitus tidak ada. Klien direncakan akan dilakukan cek labor ulang.
Asuhan keperawatam kasus neurologi 10.
Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala
Informasi umum
Pasien Ny. R, 22 th, alamat Bogor. Sekitar 12 jam SMRS Cipto tanggal 10 September 2012, pasien terlempar dari sepeda motor saat berboncengan dengan temannya, saat itu pasien tidak memakai helm, kepala bagian kiri terbentur ke aspal, lalu pasien tidak sadar, lama pingsan tidak diketahui. Klien dibawa ke RS Abdi Waluyo, dilakukan CT Scan kepala, pasien muntah beberapa kali, setelah sadar pasien tidak ingat kejadian yang dialaminya. Lalu pasien dirujuk ke RSCM. RKK : tidak pernah menderita Hipertensi, stroke dan trauma.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 12 September 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = E3M6V5, pernafasan 20x/menit, AGD dalam batas normal, stimulus : CT Scan kepala (tanggal 11/9 2012) Kesan : ICH temporal sinistra, SAH frontal dan pneumoensefal, Foto thorak (tanggal 11/9 2012) : Infiltrat minimal paru kiri kalsifikasi paru kanan, susp TB. 2) Nutrisi : makan ML habis 2 sendok, mual (+) dan muntah (+), BB saat ini tidak diketahui, saat sehat BB = 50 kg TB = 160 cm, stimulasi : nyeri kepala, 3) Eliminasi : BAK (+) foley kateter warna kekuningan, BAB (-) sejak dirawat, perilaku maladaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : terlihat lebih banyak tidur, terbangun karena sakit kepala serta rasa mual. Semua aktifitas di TT dibantu keluarga dan perawat. Untuk merubah posisi miring kanan, kiri dan telentang butuh bantuan, karena kaki kanan lebam dan terdapat luka lecet. Stimulus : nyeri kepala, 5) Proteksi : skala norton : 13 (rentang terjadi dekubitus), suhu 36oC, stimulasi : nyeri,6) Sensasi : perilaku adaptif, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : minum 2 aqua gelas/hari (250cc), IVFD NaCl 0,9%/8 jam. Mukosa bibir sedikit kering. stimulus : intake tidak adekuat 8) fungsi neurologi : GCS=14, terlihat lebih banyak tidur, pasien mengeluh sakit kepala, sakit terasa berdenyut terutama bagian kepala sebelah kiri dan meningkat bila berubah posisi, VAS : 9-10, derajat kekuatan otot ekstremitas kanan 5555/5555, ekstremitas kiri 5555/5555. RF +/+, RP -/-. Stimulus : CT Scan kepala (tanggal 11/9 2012) Kesan : ICH temporal sinistra, SAH frontal dan pneumoensefal,9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : cemas karena sakit kepala belum berkurang 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : stimulus : perubahan status kesehatan. Tidak efektif perfusi jaringan serebral, nyeri, ketidakseimbangan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas. Status neurologi, tingkat kesadaran, rasa nyaman, status nutrisi Monitor status neurologi, manajemen nyeri, terapi analgetik, anti emetik memfasilitasi belajar Intervensi dan implementasi (tanggal 12 s.d 17 September 2012) Memonitor status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV, dan fungsi nervus kranial, meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat, memberikan oksigen binasal kanul 4 liter/menit, mencegah manuver valsava, laxadyn syrup 3 x 1 sdm, memberikan obat-obatan : citicolin 2x 500 mg, nimotop 2 x 60 mg (bila
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
10.
Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala TD ≥120 mmHg). Menurunkan nyeri : monitor status neurologis : GCS, TTV, pupil, kekuatan otot, mengkaji keluhan sakit kepala : intensitas, durasi, frekuensi dan lokasi serta tipe muntah yang menyertai, memberikan posisi elevasi kepala 30 derajat, kepala netral, memberikan terapi oksigen binasal kanul 4 liter/menit, berikan periode istirahat pada pasien diantara tindakan keperawatan, ciptakan lingkungan yang tenang, dengan membatasi tamu pasien, memberikan terapi tramadol 3 x 100 mg dan codein 3 x 10 mg. Mengatasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan cara ; memberikan makanan lunak, menganjurkan pasien makan sedikit-sedikit tapi sering, menganjurkan pasien makan diit dalam keadaan hangat, memotivasi pasien dengan menjelaskan fungsi makanan bagi kesehatan pasien, memberikan obat untuk mengurangi muntah : omeprazole 1 x 40 mg IV, ondansentron 3 x 1 mg po. Meurunkan kecemasan pasien dengan cara ; meyakinkan pasien bahwa perawat akan mendengarkan keluhan pasien, mendengarkan ungkapan verbal dan nonverbal pasien, memberikan dukungan dan semangat pada pasien untuk sembuh, engalihkan pasien dari pikiran tentang penyakitnya dengan mengajak pasien bercerita-cerita tentang hal lain yang seperti keluarga dan anaknya.
Evaluasi :
Pada tanggal 17 September 2012 ditemukan : risiko tidak efektif perfusi serebral belum teratasi : sakit kepala ber(-). Nyeri kepala sudah berkurang. VAS 1-2, Klien dapat menghabiskan diit ½ porsi. Kecemasan berkurang, pasien mau mengikuti saran keluarga dan perawat. Ekspresi cemas berkurang, pasien rencana akan dilakukan CT Scan ulang.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 11 Informasi umum
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke infark Tn. AH, usia 62 tahun, MR. 3701993. Masuk RSCM tanggal 12 Maret 2012. Dua hari SMRS pagi hari saat berjalan, tiba-tiba sisi tubuh sebelah kiri lemah sehingga sempat terhuyung ingin jatuh (kepala tidak terbentur), mulut mencong (+), pelo (+), tersedak (-), baal sensasi (-), sakit kepala (+), mual (-), muntah (-), penurunan kesadaran mendadak, kejang (-).
Pengkajian Tanggal 19 Maret 2012 : Mode adaptasi fisiologi : perilaku dan 1) Oksigenasi : kesadaran kompos mentis, GCS = E2 M5 Vapasia, pernafasan stimulus 28x/menit. Saturasi O2=98%, foto thorak : kardiomegali dengan aorta kalsifikasi infiltrat di paracardial kanan. TD : 180 mmHg, nadi 96 x/menit, nafas 24 kali/menit, suhu 36,5oC. AGD : pH = 7,458 (7,35-7,45), pCO2 = 18,7 (35-45), pO2 = 281,1 (75-100), O2 saturasi = 99,8, Base Excess = -7,6 (-) 2,5 – (+) 2,5, Standar BE -10,7, standar HCO3 18,3, HCO3 = 13,4 (21-25), total CO2 = 14,0 (2125). Stimulus : Hasil CT Scan tanggal 2 Juni 2012 kesan : infark parenkim cerebri di white matter.2) Nutrisi : makan MC per NGT 6 x 250 cc. Estimasi BB sekitar = 47 kg TB = 156 cm. Stimulus : kelemahan otot menelan, 3) Eliminasi : BAK (+) pakai DC, BAB (-) sejak masuk RS, 4) Aktivitas & istirahat : klien mengalami penurunan kesadaran, semua aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga. Klien terpasang EKG monitor, IVFD, NGT dan DC. Stimulus : penurunan derajat otot, 5) Proteksi : bartel indeks 12, suhu 36oC, 6) Sensasi:
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
11
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke infark tidak bisa dikaji, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Makanan cair per NGT 6 x 250 cc. Mukosa bibir kering, urin 1100 cc. Kedua kaki edema. 8) fungsi neurologi : GCS = E2M5Vapasia pasien gelisah, kesadaran somnolen, derajat kekuatan otot tidak bisa dikaji kesan hemiparese dekstra, reflek kornea +/+, refleks pupil RCL +/+, RCTL +/+, θ 3 mm/3mm. Reflek fisiologis lengan dan tungkai +/+, reflek patologis -/-, stimulus : sumbatan pada pembuluh darah otak. 9) fungsi endokrin : adaptif, 10) Mode konsep diri : 11) Mode fungsi peran : 12) mode interdependensi : tidak bisa dikaji Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko kelebihan volume cairan, risiko aspirasi. NOC Defisit neurologis berkurang, bersihan jalan nafas , mobilisasi, ambulasi, balance cairan. NIC Monitoring neurologi, jalan nafas paten, joint mobilisation. Aktivitas Intervensi 19 s.d 22 Maret 2012 keperawatan Meningkatkan efektifitas perfusi jaringan serebral dengan cara :1) Memonitor tanda-tanda vital dan status neurologis : GCS, pupil, derajat kekuatan otot dan fungsi nervus kranial, 2) Meninggikan posisi kepala TT pasien 30-45 derajat untuk mempertahankan aliran darah vena 3) Memberikan oksigen via masker non rebreathing 8 liter/menit, 4) Mencegah manuver valsava dengan memberikan cairan 2-2,5/hari dan memberikan dulcolax syrup 3 x 1 sdm, 5) memberikan obat neuroprotektan Citicolin 2 x 500 mg IV, 6) Memberikan manitol hari I 125 cc drip 3 x 1, hari II 2 x 1 dan dan hari III 1 x1. 7) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang yang ditentukan untuk mencukupi tekanan perfusi serebral dengan memberikan drip Perdifin 1 mg/kgBB/ml (5 cc/jam), dan captopril 2 x 25 mg po, 8) Menghindari posisi yan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan intratorakal seperti fleksi pinggul dan telungkup. Untuk meningkatkan bersihan jalan nafas : 1)Merubah posisi pasien tiap 2 jam miring kiri dan kanan untuk memfasilitasi pengeluaran sekret dari oroparingeal, 2) Mengelevasikan kepala tempat tidur 30 derajat, 3) Melakukan chest fisioterapi, 4) Memberikan oksigen per masker non rebreathing 8 liter/menit pasien mendapat oksigen dengan kelembaban yang adekuat, 5) Memberikan inhalasi dengan ventolin : NaCl 0,9% 1 : 1 tiap 6 jam dan inhalasi dengan Flixotide 1 flash tiap 12 jam, 6) Mengurangi risiko aspirasi dengan cara ; 1)Pertahankan status nothing by mouth, memasang NGT no 16. 2)Melakukan pemeriksaan kemampuan menelan sebelum mencoba memberikan intake per oral dengan memberikan air dengan sendok. 3) Cegah aspirasi saat memberikan intake per oral dengan meninggikan kepala tempat tidur dan menegakkan kepala pasien, 4) Memberikan Makanan Cair 6 x 250 cc, 5)Memberikan susu cair dan air putih sedikit-sedikit. Bila pasien tersedak pemberian dihentikan. Mengatasi kelebihan cairan dengan cara : 1) Menghitung intake out put, 2) Membatasi / retraksi cairan, 3) Memberikan diuretik lasix 2 x 1 ampul dan KSR 3 x1 po. ROM pasif. Evaluasi :
Pada tanggal 5 April 2012 ditemukan : perubahan perfusi serebral mulai teratasi : kesadaran meningkat menjadi apatis, GCS=E3M4Vapasia, klien mampu mengikuti perintah sederhana kekuatan otot sebelah kanan 4444/4444 seperti menggenggam, membuka mulut dan menelan air sedikit-sedikit, aspirasi tidak terjadi. Bersihan jalan nafas efektif batuk (-), ronki (-). Pasien mampu miring ke kanan sendiri tanpa bantuan. Edema pada kedua kaki berkurang, sesak (-).
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 12 Informasi umum
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik Ny. A 54 th, mengalami kelemahan tubuh sebelah sisi sejak 2 hari SMRS Cipto tanggal 6 Juni 2012, saat itu pasien sedang duduk nonton TV, mulut sedikit mencong, bicara sedikit cadel, sakit kepala (-), muntah (-), penurunan kesadaran (), kejang (-) gangguan menelan (-). RKD : klien mempunyai riwayat hipertensi sejak ± 5 tahun SMRS, belum pernah stroke sebelumnya, RKK : Hipertensi (ibu dan kakak), Diabetes mellitus (ayah). CT Scan tanggal 5 Juni 2012 : Infark basal ganglia & thalamus kiri. Pengkajian Tanggal 6 Juni 2012 : mode adaptasi fisiologi : perilaku dan 1) Oksigenasi : TD 180/120 mmHg, Nadi 88 kali.menit, nafas : 20 x /menit, suhu stimulus 36oC, GCS = 15. Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak. Infark di basal ganglia dan talamus kiri. Riwayat HT 2) Nutrisi : kolesterol HDL 177 mg/dLstimulus : pola makan kurang sehat, klien suka jeroan, kurang sayur dan buah.3) Eliminasi : adaptaif.4) Aktivitas & istirahat : derajat kekuatan otot ekstremitas 5555/3333 5555/4444 klien mampu merubah posisi sendiri di TT, pemenuhan ADL dibantu keluarga Bartel Indeks = 12 ( ketergantungan ringan). Tidur sekitar 7-8 jam/hari, tapi sering terbangun karena perasaan tidak tenang. Stimulus fokal: infark di jaringan otak. Stimulus kontekstual : cemas akan penyakit yang diderita. 5) Proteksi ,6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptasi, 8) fungsi neurologi : GCS 15, TD 180/120 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36oC, nyeri (-), gangguan fungsi luhur (-), rangsang meningeal (-), gangguan sensori (-), nervus kranial : N VII : paresis sentral, stimulus : infarkbasal ganglia & thalamus kiri. 9) fungsi endokrin : glukosa puasa 131 mg/dL, stimulus : ayah klien menderita DM. 10) Mode konsep diri : klien cemas sakit tidak bisa sembuh dan merasa merepotkan keluarga 11) Mode fungsi peran : klien tidak mampu lagi melakukan aktifitas sebagai isteri dan ibu RT 12) mode interdependensi ; selama dirawat ditunggui suami, pemenuhan aktifitas dibantu keluarga. Stimulus : kurang pengetahuan tentang penyakit dan mekanisme koping tidak efektif. Dx. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Hambatan mobilitas fisik, ansietas. NOC Defisit neurologis berkurang, Mobilisasi, ambulasi, self care, peningkatakan kekuatan otot NIC Defisit monitoring, ambulasi, positioning, joint mobility. Aktivitas Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : defisit neurologis berkurang, keperawatan ambulasi, positioning, joint mobility. Aktivitas yang dilakukan : berikan posisi tidur HOB 30oC, posisi kepala netral, beri oksigen binasal kanul 2 liter/menit, berikan obat ascardia 1 x 80 mg, simvastatin 1 x 80 mg, citicolin 2 x 1000 mg IV, laxadine sy 3 x 1sd, amlodipin 1 x 10 mg, asam folat 1 x 50 mg. IVFD NaCl 0,9%/12 jam. Monitor dan catat derajat kekuatan otot setiap hari, kaji penyebab kerusakan motorik, lakukan ROM pasif dan aktif 3 kali sehari menggunakan kedua ekstremitas, bantu klien klien mobilisasi duduk bersandar, tidak bersadar, duduk berjuntai, tingkatkan ADL. Jelaskan tentang penyakit stroke dan perawatannya pada pasien dan keluarga, jelaskan kecemasan yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah pasien. Evaluasi : Evaluasi tanggal 10 Juni 2012 : Defisit neurologik tidak bertambah, GCS=15, TD 150 mmHg, klien sudah bisa duduk di TT dan menyuap makanan dengan bantuan minimal, klien sudah bisa istirahat dan tidur dengan nyenyak, kecemasan berkurang.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 13 Informasi umum
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx.N NOC NIC & aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada Cidera kepala ringan GCS 15 Tn. DW. 45 th pekerjaan swasta. Masuk RSCM tanggal 20 September 2012.. Kira-kira 2,5 jam SMRS klien jatuh darin sepeda motor karena menabrak pembatas jalan, mekanisme jatuh tidak diketahui, pada saat itu klien tidak memakai helm, kemudia tidak sadarkan diri selama 25 menit, klien sadar ketika IGD. Muntah (-), perdarahan hidung (-), telinga (-), jejas di dada (-), sakit kepala (+), kaku kuduk (+), klien tidak ingat kejadian. CT Scan : hemoragik di lobus temporal kanan, perdarahan subdural sangat minimal dengan regio parietal kanan, hematosinus frontalis, ethmoidalis dan fraktur os frontalis kiri dengan hematom, jaringan lunak fronto temporalis. Tanggal 24 September 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 20, tidur sekitar 7-8 jam/hari, tapi kurang nyenyak karena sakit kepala. Stimulus fokal: perdarahan minimal di sub dural. Stimulus kontekstual : tidak ada. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptasi dan 8) fungsi neurologi : GCS 15, TD 130/90 mmHg, Nadi 88 x/menit, suhu 36oC, nyeri kepala (+) sebelah kiri.Stimulus : perdarahan otak minimal. Kepala terbentur benda keras (aspal). 9) fungsi endokrin,10) Mode konsep diri : klien takut tidak bisa bekerja lagi setelah dirawat , 11) Mode fungsi peran : klien duda sejak 4 tahun, saat ini tinggal sendiri di kontrakan, 12) mode interdependensi : selama dirawat klien hanya sendirian. Stimulus : kurang dukungan orang terdekat. Nyeri akut, gangguan proses keluarga Kontrol nyeri, tingkat kenyamanan, dukungan keluarga. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : Aktifitas fisik yang dilakukan : Kaji karakteristik nyeri : skala nyeri, lokasi, durasi, intensitas, pencetus, jelaskan pada klien penyebab nyeri, ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam, anjurkan istirahat di TT, anjurkan mengalihkan perhatian dengan mendengarkan musik. Berikan terapi analgesik sesuai program dokter tramadol 2 x 10 mg. Mengkaji kekuatan sistem keluarga, kaji interaksi klien dengan keluarga, beri kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaannya secara verbal. Anjurkan keluarga dekat mengunjungi atau menemani klien di rumah sakit. Evaluasi tanggal 28 September 2012 : Nyeri kepala sudah berkurang VAS 1-3, klien sudah bisa tidur dan istirahat. Klie hanya sendiri di rumah sakit, siang hari dikunjungi oleh teman dekat. Keluarga hanya datang untuk bezuk, karena kesibukan kerja. Mantan isteri tidak datang, tetapi anak klien datang bezuk 1 kali.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 14 Informasi umum
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik Ny. SS 62 th. Kira-kira1 hari SMRS, ketika pasien di kamar mandi, tiba-tiba klien terjatuh dan kepala terbentur ke lantai. Pingsan (-), mual(-), muntah (-), nyeri di daerah benturan, kejang (-), kelemahan sebelah sisi (-), kemudian klien dibawa ke RS, dilakukan CT Scan hasil : normal. TD 200/100 mmHg, lalu klien dipulangkan. 8 jam SMRS pasien merasa lengan dan kaki kiri sulit digerakkan, bicara (-), mulut mencong (-). 2 jam SMRS terjatuh lagi saat akan berjalan,
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
14
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik kelemahan sesisi semakin berat disertai mulut mencong dan bicara agak pelo. Lalu pasien dibawa ke RSCM tanggal 5 September 2012
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 10 September 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD : 140/90 mmHg, Nadi 76 kali/menit, nafas : 20 kali/menit. Stimulus : riwayat hipertensi sejak 5 th yll. 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 16 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi dibantu keluarga. Stimulus : usia lansia dan penurunan pendengaran. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptasi dan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : 5555/5555 N VIII : gangguan pendengaran sejak 1 th SMRS. 5555/5555 Stimulus : usia lansia ( 62 tahun). 9) fungsi endokrin : menderita diabetes mellitus sejak 11 th yll dan mendapat terapi insulin, 1 bln SMRS tidak mendapat suntikan insulin 10) Mode konsep diri : klien merasa senang karena semua keluarga memperhatikan klien, 11) Mode fungsi peran : klien ibu dari 4 orang anak dan 11 cucu, sehari-hari klien lebih banyak di rumah bermain dengan cucunya, 12) mode interdependensi : klien selalu ditunggui keluarga secara bergantian, suami selalu menunggui klien selama dirawat. Stimulus : -
Dx.N NOC NIC & aktivitas keperawatan
Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan diri (00162) Tersedia asistensi pemeliharaan kesehatan di rumah Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : Aktifitas fisik yang dilakukan : Tentukan anggota keluarga yang akan berperan sebagai caregiver di rumah, jelaskan pada caregiver bahwa klien berisiko untuk terkena stroke ulang. jelaskan pada keluarga bahwa stroke berulangdapat dicegah dengan kontrol teratur dan modifikasi gaya hidup di rumah. Jelaskan peran keluarga dalam modifikasi gaya hidup pasien stroke di rumah. Seperti : pengaturang diit, terutama rendah natrium, rendah glukosa dan rendah kolesterol/lemak, hindari perilaku merokok dalam lingkungan rumah, perbanyak aktifitas fisik (sesuaikan dengan kemampuan klien), hindari perilaku konsumsi alkohol di dekat klien.
Evaluasi :
Evaluasi tanggal 14 September 2012 : Keluarga mengatakan bahwa bila klien sudah pulang ke rumah mereka akan mengawasi klien di rumah, akan menyediakan pembantu untuk memasak makanan khusus untuk klien. Dan untuk membantu pekerjaan rumah. Anak dan menantu klien akan datang setiap hari ke rumah untuk memantau kondisi klien dan membawa klien kontrol ke dokter/RS, terutama kontrol gula darah dan tekanan darah.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 15
Resume : asuhan keperawatan pada Status Epileptikus tipe bangkitan SGC susp SOL IK, pe↑transaminase
Informasi umum
Nn. Sri Mutia Solihat, 19 th, Bln Juli 2012 klien mengalami kejang setelah pulang ujian akhir SMA, kejang pada malam hari pada kaki kiri dan tangan kiri, saat itu kaki kiri seperti bergerak-gerak yang didahului kedutan di alis kiri. Saat itu klien
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
15
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx.N NOC NIC & aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada Status Epileptikus tipe bangkitan SGC susp SOL IK, pe↑transaminase dalam keadaan sadar dan tidak ngompol. 1 mgg SMRS kejang sering berulang. Pre iktal : sadar, lengan dan tungkai kiri terasa kesemutan yang merambat ke bawah. iktal : mulut mencong, kepala menengok ke kiri, mata mendelik, mulut mengatup dan kaki kaku. Post iktal : pasien membuka mata, dapat diajak bicara, namun tidak nyambung. Kejang berulang 3 kali dengan durasi 5-10 menit. Sakit kepala yang memberat (-), mual munta (-), kelemahan sisi kiri (+), mulut mencong (-). RKD : pada bulan Juli 2012klien dirawat di RCSM, dengan keluhan yang sama, tetapi klien minta pulang paksa, dan menolak dilakukan CT Scan. Saat pengkajian tanggal 12 September 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS = 15, TD : 130/90 mmHg, Nadi 76 kali/menit, nafas : 20 kali/menit. Stimulus : 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu keluarga. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : 4444/5555 4444/5555 klien mengeluh ekstremitas kiri terutama tangan kiri sering bergerak-gerak sendiri tanpa bisa dikontrol. Hilang sendiri. Gerakan muncul tanpa ada ransangan dan tidak ada waktu tertentu.. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri. EEG (26 julit 2012) : EEG Abnormal berupa aktifitas epileptiform di frontal kanan dan perlambatan fokal di centro parietal kanan dan frontal kiri disertai perlambatan latar belakang. 9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi. Risiko cedera Pencegaha jatuh, perilaku keamanan personal. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : pendidikan kesehatan, manajemen lingkungan dan pencegahan jatuh. Aktivitas keperawatan : Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas secara mandiri, pasang pembatas tempat tidur dan kunci roda tempat tidur bila klien berada di atas TT, libatkan keluarga dalam membantu aktifitas pasien turun dari TT dan ke kamar mandi.t Anjurkan pasien memakai alas kaki yang kesat. Pastikan lantai ruang rawat dan kamar mandi tidak licin. Berikan terapi obat sesuai program dokteri : penitoin : 2x 15 mg, kolaborasi untuk pemeriksaan diagnostik MRI otak untuk mengetahui penyebab kejang. Evaluasi tanggal 16 September 2012 : Gerakan involunter pada tangan kiri, sudah berkurang, pagar dan tempat tidur selalu terkunci ketika pasien di atas TT, kejang berulang (-). Klien sudah ijadwalkan untuk pemeriksaan MRI kepala.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 16
Resume : asuhan keperawatan pada Multiple Slerosis
Informasi umum
Ny. Debora Situmorang, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal ........ dengan keluhan paha kiri sampai kaki terasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, keluhan dirasakan setiap saat dalam keadaan duduk, aktivitas dengan VAS 5-6. Pasien merasakan kelemahan dari pangkal paha kiri ke bawah. Sehingga pasien tidak bisa berjalan, kesemutan (-). 13 hari SMRS pasien merasakan tungkai kanannyapun mulai lemas dari pangkal paha sampai kaki. Dalam 2 hari kedua tungkai tidak dapat digerakkan sama sekali. Kemudian pasien dilakukan plasmaferesis, keluhan nyeri mulai berangsur-angsur membaik. RKD : pasien sdh pernah dirawat bulan Februari 2012 di RS dengan keluhan tidak berasa dari pangkal paha ke bawah dan ketika memakai dandal sering terlepas, saat dipulangkan pasien bisa berjalan tetapi jalan tertatih-tatih. April 2012 juga dirawat dengan keluhan yang sama. Riwayat HT (-), Stroke (-), Diabetes (-). Saat pengkajian tanggal 19 September 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 8 (ketergantungan berat), . Stimulus : MRI : multiple sklerosis. 5) Proteksi, 6) Sensasi: , 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptifdan 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot ekstremitas atas : 3333/4444, ekstremitas bawah: 4444/444. Kedua kaki terasa berat digerakkan tangan kesulitan untuk langsung benda. Dan sering terlepas saat memegang benda tersebut. Stimulus : MRI (24/8/2012) : lesi pada medulla spinalis setinggi L4-6 sesuai plak multiplr sklerosis. Tidak tampak gambaran HNP. EMG (25/7/2012) : sesuai dengan blok parsial jaras visual tipe demyelinasasi bilateral. Sensorik : hiperestesi setinggi C5 ke bawah, gangguan propiseptif. Neurobehaviour (fungsi luhur) : keterbatasan motorik pada klien didapatkan gangguan memori tunda. Hal ini dapat sesuai denga Age Associated Memory Impairment (AAMI). 9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri : klien merasa dirinya 11) Mode fungsi peran : ingin segera sembuh dan pulang rumahdan beraktifitas seperti dulu sebagai ibu RT, 12) mode interdependensi : suami selalu mendampingi pasien selama berada di rumah sakit. Stimulus : perawatan jangka panjang Risiko cedera, Gangguan mobilitas fisik Pencegahan jatuh, perilaku keamanan personal. Joint mobilisation. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : mobilisasi, ROM, sitting balance. Transfer. Aktivitas keperawatan : Kaji dan evaluasi derajat kekuatan otot pasien, anjurkan merubah posisi seperti dari tidur ke duduk, duduk berjuntai dengan bantuan minimal. Anjurkan duduk berjuntai tanpa bantuan untuk latihan kesimbangan duduk. Latih tangan klien memegang sesuatu seperti aqua gelas, sendok, dsb. Anjurkan klien banyak bergerak, seperti jalan-jalan ke luar ruang rawat dengan menggunakan kursi roda. Hindari banyak tiduran di TT. Kolaborasi dengan fisioterapi. Berikan obat-obatn sesuai dengan program dokter : prednison 0-5-0-5, valsartan 1 x 80 mg, ascardia 1 x 80 mg, pletal 1 x 50 mg, OMZ 1 x 20 mg, gabamapentin, amitripilin 1 x 12,5 mg, fiton 2 x 500 mg dan ketulax 3 x C1. Evaluasi tanggal 26 September 2012 : Klien sudah bisa bangun dari tidur dengan bantuan minimal, keseimbangan duduk masih terganggu. Mengeluh nyeri paha dan gluteal dan daerah perut, derajat
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx.N NOC NIC & aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
16
Resume : asuhan keperawatan pada Multiple Slerosis kekuatan otot ekstremitas atas 3333/4444, bawah 4444/4444. Klien sudah mampu jalan-jalan pakai kursi roda didorong oleh suami keliling ruang rawat.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 17.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningo Ensefalokel Anterior (MEA) + Porensefali post VP shunt.
Informasi umum
Nn. NPL, 25 th. Masuk RS tgl 21 September 2012. Sejak lahir sering keluar air mata di kedua mata klie, kedua mata pandangan buram. 3 minggu SMRS timbul benjolan di pangkal hidung, sebelah kiri. Lalu klien berobat ke dokter mata direncanakan akan dilakukan operasi pembuatan saluran air mata. Karena ditemukan “Saddle Nose “ klien dirujuk ke THT ditemukan “pro septoplasti DCR eksterna. Sering pusing. Lalu klien disarankan berobat ke dokter bedah saraf dan ditemukan MEA + porensefali dan 1 minggu sebelum pengkajian telah dilakukan VP Shunt. Klien mengalami keterbelakangan mental. RKD ; riwayat kejang seluruh tubuh 1 kali, usia 4 tahun. Riwayat kehamilan ibu : klien anak I dari 2 bersaudara, lahir spontan, pasca melahirkan ibu kejang. Riwayat ibu minum jamu selama kehamilan dan minum obat penggugur kehamilan sampai usia kandungan 5 bulan. RKK : tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini. Saat pengkajian tanggal 1 Oktober 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi, 2) Nutrisi dan 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan), jalan ke kamar mandi kadang dibantu keluarga. Stimulus : CT Scan kesan dicurigai massa atau perdarahan di otak kiri. 5) Proteksi : pusing (+), klien 1 minggu post VP Shunt 1 mgg sebelum pengkajian, terdapat luka post di kepala sebelah kanan.Nyeri di daerah peritonimu (insisi VP Shunt) terutama bila berubah posisi, nilai VAS = 4. Stimulus : post VP Shunt 1 minggu yang lalu 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS = 15, derajat kekuatan otot : ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah : 5555/5555, saraf otak, N I, N V, VII, VIII, IX, X, XII tiidak ada kelainan, N II : penglihatan buram (nilai visus sulit ditentukan), pusing (-). CT Scan : kesan hipodens regio hemisfer cerebri dextra et sinistra. Sistem ventrikel lateral tidak terbentuk. Midline tidak tampak. WD : infark cerebri hemisfer dextra et sinistra agenusis corpus colosum, multiple kengenital disorder. 9) fungsi endokrin, 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi peran, dan 12) mode interdependensi sulit dinilai, klien mengalami keterbelakangan mental.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx.N NOC NIC & aktivitas keperawatan
Risiko cidera Nyeri Pencegahan jatuh, keamanan personal. Manajemen nyeri Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : pencegahan jatuh. Aktivitas keperawatan : Kaji dan evaluasi defisit neurologis , pasang pembatas TT dan kunci roda TT, saat klien berada di tas TT. Libatkan keluarga dalam membantu klien jalan ke kamar mandi, untuk mandi dan eliminasi. Anjurkan klien merubah posisi secara perlahan-lahan, anjurkan klien untuk melakukan teknik nafas dalam saat terasa
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
17.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningo Ensefalokel Anterior (MEA) + Porensefali post VP shunt.
Evaluasi :
nyeri. Berikan terapi obat sesuai program dokter : paracetamol 3 x 500 mg, celebrex 2 x 250 mg, ranitidin 2 x 100 mg, cefixime 2 x 100 mg. Evaluasi tanggal 26 September 2012 : Cidera tidak terjadi, Nyeri pada peritoneum sudah berkurang VAS 2. Pusing (-). Klien dapat beraktifitas dan beristirahat dengan lebih nyaman.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 18.
Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy Evakuasi hematoma a.i SDH FD dextra + post Trep. Ren. TVM a.i tumor CPA sinistra.
Informasi umum
Ny. S, 52 th. Masuk RS tgl 18 September 2012. Klien post craniotomy tanggal 1 Oktober 2012, dengan keluhan sebelum operasi penurunan kesadaran sejak 12 SMRS. ± 1, 5 tahun SMRS, klien mengeluh pusing berputar, hilang timbul, telinga berdenging (-), mual (-), sakit kepala (+) berdenyut di kepala sebelah kiri yang semakin memberat. Lama kelamaan pasien merasakan kaki terasa berat digerakkan. Menurut keluarga kedua tangan tetap aktif. Bicara pelo (-), mulut mencong (-). Pasien berobat ke beberapa dokter dan dikatakan stroke ringan. Setelah itu kondisi klien makin menurun, kemudian klien berobat ke RS Budhi Asih dan dilakukan CT Scan dan MRI kesan : tumor CPA di kiri susp vestibuler Schwanoma, hidrosepalus non komunikan. Pasien dianjurkan operasi, tetapi pasien menolak dan berobat ke pengobatan alternatif. Setelah itu kondisi klien makin memburuk dan penurunan kesadaran, akhirnya klien dibawa ke RSCM.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 8 Oktober 2012 : mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E3M4V2 = 9, TD = 114/80 mmHg, HR = 143, suhu 37,7oC, nafas =22 kali/menit, ronki (+), AGD : pH 7, 484, pCO2 =38,70 mmHg, pO2= 83,7 mmHg, HCO3 = 29 mmol/L, total CO2 30,2 mmol/L, 2) Nutrisi : MC 6 x 250 ml, protein , SGOT=501 U/L, SGPT 184 U/L, bilirubin : total=2,28 mg/dL, direk=1,79 mg/dL, Albumin=2,77 g/dL, 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0 (ketergantungan total), klien penurunan kesadaran, stimulus : CT Scan ulang tanggal 9 Oktober 2012 post kraniektomi : dibandingkan CT Scan 27 September 2012, subdural hematoma di temporoparietal kanan dan hemoragi intra parenkial lobus parietal kiri posterior agak berkurang. Msh terlihat masa residu di hemisfer cerebri kiri dengan penekanan ventrikel IV dan perubahan ventrikel lateralis kiri. 5) Proteksi : suhu; 37,7oC, skala Norton : 5 (risiko tinggi dekubitus), terdapat luka tekan pada area sakrum seluas 2 x 3 cm derajat I. Mukosa mulut mudah berdarah, rongga mulut kotor. Karies gigi (+), insisi luka operasi tertutup verban di area frontal parietal kiri dan kanan. 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS = 9, derajat kekuatan otot : sulit dinilai kesan : hemiparese sinistra. Pupil : reaksi +/+, ukutan Ø 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Fungsi saraf otak : sulit dinilai, RF +/+, RP -/-, sensorik : tidak bisa dinilai. Stimulus : post craniectomy. 9) fungsi endokrin : adaptif. 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi peran, dan 12) mode interdependensi tidak bisa dinilai.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
18.
Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy Evakuasi hematoma a.i SDH FD dextra + post Trep. Ren. TVM a.i tumor CPA sinistra.
Dx.N
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif, ketidakefektifan perfusi serebral, gangguan integritas kulit, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Bersihan jalan nafas, defisit neurologis, integritas kulit, nutrisi adekuat Monitoring status neurologis, positioning, manajemen obat, peningkatan status neurologis. Monitor status neuorologis tiap 2-3 jam (GCS, pupil, TTV, derajat kekuatan otot), berikan posisi semi fowler 30o-45o dan kepala netral, berikan terapi manitol 6 x 150 cc diet hepar, fenitoin 3 x 100 mg, dexametason 3x5 mg, lakukan penghisapan lendir, berikan inhalasi/8 jam ( NaCl 0,9% : bisolvon : ventolin=1 : 1 ; 1), berikan oksigen simple mask 6 liter.menit, lakukan chest fisiotherapi, berikan terapi gentamisin 3 x 80 mg, berikan IVFD NaCl 0,9% tiap 8 jam, Aminoleban 8 %/12 jam, Hp Pro 3 x 2 tab. Lakukan perawatan luka dekubitus dengan normal salin dan madu murni, berikan perubahan posisi tiap 2-3 jam, lakukan masase dengan minyak kelapa pada kulit klien terutama dengan penonjolan tulang.
NOC NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Evaluasi tanggal 5 Oktober 2012 : Defisit neurologis berkurang GCS E4M4V3, bisa mengikuti perintah sederhana, NRM (Non Rebreathing Mask) 8 liter/menit, nutrisi mulai adekuat, residu lambung <50 cc, luka dekubitus bertambah. Batuk (+), slem (+),
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 19.
Informasi umum
Pengkajian perilaku dan stimulus
Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy dekompresi + evakuasi hematoma a.i SDH TP sinistra + corpus alienum retro orbita basis cranii anterior. Ny. J , 70 th. Masuk RSCM dengan keluhan tgl 23 September 2012. Sebelumnya 2 jam SMRS, ditemukan pasien dianiaya anak kandungnya di dalam kamar. Mata klien ditusuk dengan pisau. Lalu pasien dibawa ke RS Agung, kemudian dirujuk ke RSCM. Saat menuju RSCM, pasien tidak sadar, muntah (+), kejang (-), keluar darah dari telingan (+) dan hidung (+). Kemudian klien dilakukan craniotomy tanggal 24 September 2012. Saat pengkajian tanggal 8 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E2M4Vtrakeostomi = 6, TD = 160/90 mmHg, HR = 130 x/menit, suhu 38,5oC, nafas =30 kali/menit, ronki (+), AGD : pH 7, 427, pCO2 =50,50 mmHg, pO2= 62,10 mmHg, HCO3 = 33,20 mmol/L, total CO2 34,80 mmol/L, base excess=8,70, O2 saturation =92,00, Hb=8,6 gr/dL, Stimulus : Foto thoraks : TB paru lama aktif. 2) Nutrisi : MC 6 x 250 ml, protein, Albumin=2,77 g/dL, globulin=3,45 g/dL, Hb=8,6 gr/dL, 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0 (ketergantungan total), klien penurunan kesadaran, dan infark serta corpus alienum di posteriorsuperior orbita kiri. 5) Proteksi : suhu; 38,5oC, skala Norton : 5 (risiko tinggi dekubitus), stimulus : CT Scan perdarahan 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : kalium 3,15, protein total : 5,8 g/dL, albumin : 1,26 g/dL, edema (+) pada keempat ekstremitas 8) fungsi neurologi : GCS E2M4Vtrakeostomi, derajat kekuatan otot : sulit dinilai kesan : hemiparese sinistra. Pupil : reaksi +/+, ukutan Ø 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Fungsi saraf otak : sulit dinilai, RF +/+, RP -/-, sensorik : tidak bisa dinilai. Stimulus :
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
19.
Dx.N NOC NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada post Craniotomy dekompresi + evakuasi hematoma a.i SDH TP sinistra + corpus alienum retro orbita basis cranii anterior. post kraniektomi dekompresi. 9) fungsi endokrin : glukosa darah sewaktu ; 139 gr/dL. Stimulus : trauma jaringan. 10) Mode konsep diri, 11) Mode fungsi peran, dan 12) mode interdependensi tidak bisa dinilai. Ketidakefektifan jalan nafas tidak efektif, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Infeksi Bersihan jalan nafas, defisit neurologis, nutrisi adekuat Monitoring status neurologis, positioning, manajemen obat, peningkatan status neurologis. Monitor status neurologis tiap 2-3 jam (GCS, pupil, TTV, saturasi oksigen, derajat kekuatan otot), berikan posisi semi fowler 30o-45o dan kepala netral, berikan oksigen simple mask lewat ke trakeostomi 8 liter/menit. Lakukan inhalasi dengan NaCl 0,9% : Bisolvon dan ventolin = 1:1:1 setiap 8 jam, Lakukan penghisapan lendir, lakukan fisioterapi dada, Berikan terapi obat sesuai program dokter.berikan transfusi albumin 100 mg/hari, MC+3 putih telur 6x350 tranfusi PRC 3 x 200 cc. Lakukan pemeriksaan laboratorium : protein, DPL setelah tranfusi. Evaluasi tanggal 5 Oktober 2012 : Setelah dilakukan perawatan selama 1 minggu perfusi jaringan serebral belum efektif : defisit neurologis belum membaik GCS E2M4Vtrakeostomi, TD 150/90 mmHg. Bersihan jalan nafas belum efektif, ronki (+), Suhu 37,5oC, slem (+), nutrisi mulai terpenuhi : Hb 9,8 gr/dL, albumin 2,0 g/dL. Kondisi klien makin melemah.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 20.
Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia Gravis
Informasi umum
Ny. J, 31 th. Masuk tanggal 3 Oktober 2012 dengan keluhan sejak 1,5 bulan SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang dirasa semakin memberat, sesak mengganggu aktifitas, berkurang dengan istirahat. Bicara pelo, badan terasa lemas dan tangan sulit digerakkan, kelopak mata menjadi turun, klien konsumsi Mestinon 5 x 60 mg tetapi tidak ada perubahan, lalu klien dirujuk ke RSCM. Klien dirawat di ICU mulai tgl 4 s.d 11/9/2012 dan pindah ke neurolgi tgl 11/9/2012. Sebelumnya, 2 th SMRS pasien mulai merasa sesak nafas, suara serak, pandangan menjadi ganda, susah menelan, yang membaik saat bangun tidur pagi dan menurun siang dan sore hari. Kondisi ini berulang bila pasien sedang stres dan banyak pikiran. Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : TD = 110/80 mmHg, HR = 84x/menit, suhu 37,5oC, nafas =20 kali/menit, kadang nafas agak sesak. Hb=9,5 gr/dL, AGD : pH 7, 460, pCO2 =46,20 mmHg, pO2= 130,60 mmHg, HCO3 = 32,80 mmol/L, total CO2 34,20 mmol/L, base excess=9,00, O2 saturation =98,70, Hb=8,6 gr/dL, standar HCO3=32,4. Counting test=14. Stimulus : Foto thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal. EKG: VES begemini 2) Nutrisi, 3) Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 16 (ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555, ekstremitas bawah 4433/3344, stimulus : kelemahan neuromuskuler, 5) Proteksi : terpasang mahokar di arteri femoralis kanan, skala Norton : 18 (tidak berisiko dekubitus), suhu 37,5oC,stimulus : kelemahan neuromuskuler. 6) Sensasi, 7) Cairan,
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
20.
Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia Gravis
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
elektrolit & keseimbangan asam basa : tersedak bila minum air putih, sampai keluar hidung, 8) fungsi neurologi : Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555, ekstremitas bawah 4433/3344. Nervus kranial : N.III, IV, VI : diplopia, N VII parese sentral, N XII : disatria, cadel. Stimulus : kelemahan neuromuskuler, 9) fungsi endokrin adaptif,10) Mode konsep diri : klien mengaku gampang panik kalo ada masalah, klien baru menikah 3 bulan SMRS. 11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang, menjadi ibu RT dan segera punya anak,12) mode interdependensi : klien siang hari tidak ditunggui, malam hari ditunggui oleh suami setelah pulang kerja. Stimulus : sakit kronis. Risiko gangguan pola nafas, risiko cidera, risiko hambatan religiositas. Pola nafas efektif, patient safety, kepuasan pasien. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah : kepatenan jalan nafas, self care, positioning, penguatan ritual agama. Aktivitas keperawatan : Berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit bila perlu. Monitor AGD setiap hari. Lanjutkan tindakan plamaferesis sampai 5x. Pasang pembatas TT dan kunci roda TT. Bantu pasien turun dari TT. Libatkan keluarga dalam membantu ambulasi klien. Berikan obat-obatan sesuai terapi dokter : Mestinon 5 x 60 mg, metilprednisolon 1 x 32 mg, dexametason 2 x 1 amp, OMZ 2 x 40 mg, KSR 3 x1 Identifikasi perhatian klien tentang ibadah agamanya. Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 : Rasa sesak nafas tidak ada, kedua tungkai masih berat digerakkan, tetapi mampu pindah dari TT ke kursi roda atau sebaliknya. Sudah mampu minum tanpa keselek. Klien berjanji akan meminta suami membawakan buku zikir dan buku agama, dan akan mecoba shalat sesuai kemampuan klien.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 21.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik
Informasi umum
Ny. A, 59 tahun. Masuk RSCM tanggal 13 Oktober 2012 dengan keluhan masuk 2 hari SMRS ketika klien menonton TV, tiba-tiba klien tidak bisa bicara disertai kedutan di pipi kanan ± 2 menit, berulang 8-10 kali/menit. Mulut mencong (+), sakit kepala (-), muntah (-), kesemutan (-), kejang (-), pandangan ganda (-), tidak ada penurunan kesadaran. Sekitar 8 jam SMRS kedutan di pipi kanan dan sekitar mulut ± 1 menit, mulut mencong ke kanan, gejala pre iktal (-), post iktal klien bengong ± 1-2 menit, lalu sadar penuh kembali. RKK : stroke iskemik tahun 2009, gejala sisa kelemahan sisi tubuh kanan. HT (+) kontrol tidak teratur, DM (-), jantung (-).
Pengkajian perilaku dan stimulus
Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS E4M6V afasia. Derajat kekuatan otot : ekstremitas atas 4444/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, tersedak bila minum air, gangguan mood. Stimulus : CT Scan kepala : infark multiple di thalamo basal ganglia kiri thalamus kanan dan frontotemporal kiri. Atrofi serebri. , AGD : pH 7, 460, pCO2 =46,20 mmHg, pO2= 130,60 mmHg, HCO3 = 32,80 mmol/L, total CO2 34,20 mmol/L, base excess=9,00, O2 saturation =98,70,
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
21.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Hb=8,6 gr/dL, standar HCO3=32,4. Stimulus : Foto thoraks : kardiomegali dengan aorta elongasi, infiltrat parakardial kanan, 2) Nutrisi : terpasang NGT, diit MC 6 x 350 ml, droling (+), kadar trigliserida 178 mg/dL, LDL = 147 mg/dL, Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 4444/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, stimulus : iskemik jaringan otak, 5) Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada berisiko dekubitus), stimulus : iskemik jaringan otak. 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi : NIHSS= , MMSE=, Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, 9) fungsi endokrin adaptif,10) Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : sulit dinilai, klien afasia motorik Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, Status neurologi , mobilitas, self care, ADL, komunikasi ekspresif Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, terapi latihan, ambulasi, positioning. Penguatan komunikasi, defisit bicara Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, impepsa 3 x 1C, berikan obat-obatan citicoline 2 x 500 mg, neurodex 2 x 1, asam folat 2 x 1, depahene syr 3x10 cc. Monitor dan cata toleransi klien terhadap aktifitas, lakukan ROM aktif dan pasif paling kurang 2 kali sehari, bantu klien untuk merubah posisi, libatkan keluarga dalama mobilisasi klien, kolaborasi untuk fisioterapi. Gunakan teknik komunikasi terapeutik, berbicara dengan intonasi suara, komunikasi sederhana, pertahankan kontak mata, dapatkan perhatian klien sebelum bicara dan tunjukkan perhatian bagi klien, kolaborasi dengan terapi wicara. Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 : Perfusi oksigen ke otak baik, tidak ada penambahan defisit neurlogis, klien mampu mobiliasi dengan bantuan mininal, seperti dari berbaring ke duduk, miring kiri kanan, derajat kekuatan otot belum ada peningkatan.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 22.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik
Informasi umum
Ny. S, 58 tahun, masuk RSCM tanggal 12 Oktober 2012 dengan keluhan 3 hari SMRS, ketika sedang duduk mendadak kaki kanan klien bergerak-gerak sendiri, saat itu klien sadar. Keluhan berulang 3-4 kali/hari, 2 jam SMRS saat klien sedang tidur, klien ditemukan kejang kelonjotan seluruh tubuh, klien tidak sadar, mulut terkunci (+), mulut berbusa (-), ngompol (-). Setelah kejang klien sadar dan dibawa ke RSCM. Saat di IGD kejang berulang didahului kaki kanan lalu diikuti oleh seluruh tubuh, lamanya kejang ± 15 menit, setelah itu klien kelihatan bingung, kelemahan sisi kanan tubuh (+). Hiperglikemi ± 600 mg/dL. RKK : hipertensi sejak 30 th yll, kateterisasi jantung tahun 2006 dan rutin minum ascardia 1 x 80 mg. DM tidak diketahui. Saat pengkajian tanggal 15 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=15, Derajat kekuatan otot : ekstremitas atas 5555/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, Stimulus : CT Scan
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
22.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke iskemik
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
kepala (13/10/2012) : iskemik pada talamus kiri, kalsifisikasi pada lobus frontal kanan dan parietal kiri. 2) Nutrisi : disfagia (-), kadar trigliserida 308 mg/dL, kolesterol total=242 mg/dL, HDL=36 mg/dL, LDL = 155 mg/dL, , Eliminasi : perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 12 (ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; ekstremitas atas : 5555/5555, ekstremitas bawah 4444/5555, kejang (-). Stimulus : iskemik jaringan otak, 5) Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada berisiko dekubitus), stimulus : iskemik jaringan otak. Penglihatan sedikit buram sejak 2 th yang lalu. 6) Sensasi, 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi : NIHSS= , MMSE=, Stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, 9) fungsi endokrin : glukosa puasa 123 mg/dL, Gliko Hb (Hb A1c)=11,6% ,10) Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : perilaku adaptif. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, risiko ketidakstabilan glukosa darah Status neurologi , kadar glukosa darah. Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen hiperglikemia Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, omeprazole 1x40 mg, berikan obat-obatan citicoline 2 x 500 mg, neurodex 2 x 1, asam folat 2 x 1, repakate ER 1 x 500 mg, valsartan 1x8mg, domperidon 3x10 mg, simvastatin 1x20 mg, KSR 2x60 mg. Monitor glukosa darah tiap 8 jam, berikan insulin drip 8 ui/jam, berikan lantus 1x10 ui malam hari, anjurkan evaluasi Hb A1C tiap 2-3 bulan. Monitor gejala-gejala hipoglikemia, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diit diabetes, awasi hipoglikemia pada pasien tanpa diabetes yang juga menderita gagal jantung. Evaluasi obat-obat yang dapat mempengaruhi glukosa darah. Jelaskan untuk hanya makan makanan dari RS, jelaskan efek hiperglikemia terhadap kejadian stroke klien. Evaluasi tanggal 19 Oktober 2012 : Perfusi jaringan otak baik, tidak ada penambahan defisit neurologis, kejang (-), glukosa klien masih belum stabil, glukosa darah terakhir 210 mg/dL, insulin drip sudah dihentikan. Cek glukosa darah 3 kali/hari, injeksi insulin 6 ui//8 jam sebelum makan, lantus 1x10 ui.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 23. Informasi umum
Pengkajian perilaku dan stimulus
Resume : asuhan keperawatan pada Contusio Cerebri susp fraktur basis kranii susp TON OD. Ny. S, 32 tahun. Masuk RSCM tanggal 20 Oktober 2012 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jamSMRS setelah kecelakan lalin. Klien naik taksi duduk di jok belakang dan tertidur, taksi menabrak truk di depannya, mekanisme kejadian tidak diketahui pasti. Klien dibawa ke RSCM dalam kondisi pingsan dan baru sadar di RSCM. Perdarahan telinga (-), hidung (-), kelemahan anggota gerak (-), riwayat alkohol (-), sakit kepala (+), mata kanan memar, muntah (-). Klien pindah ke ruang neurologi tanggal 21 Oktober 2012. Saat pengkajian tanggal 22 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=13 E3M6V4, Derajat kekuatan otot : kesan tidak ada parese, TD 120/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 36,5oC,
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
23.
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada Contusio Cerebri susp fraktur basis kranii susp TON OD. nafas 20 x/menit. Stimulus : CT Scan kepala (20/10/2012) : fraktur dinding medial sinus maksilaris kanan, dasar cavum orbita kanan, serta dinding lateral sinus ethmoidalis kanan disertai hematosinus maksilaris dan ethmoidalis kanan. Emfisema pada jaringan lunak di retro orbita kanan. Hematoma disertai defek jaringan lunak di regio infra orbita kana dan hematoma di regio frontal. Foto schedel proyeksi AP & lateral : sinusitis maksilaris kanan deviasi septum nasi ke kanan. 2) Nutrisi,: terpasang OGT, diit MC 6 x 250 ml, 1500 kalori. perilaku adaptaif. 3) Eliminasi : maladaptif,4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 6 (ketergantungan berat). Derajat kekuatan otot ; kesan tidak ada parese, klien cendrung banyak tidur. Stimulus : penurunan kesadaran, 5) Proteksi : skala Norton : 12 (rentan terjadi dekubitus), suhu 36,5oC, hematoma pada mata kanan dan heacting pada palpebra mata kanan,Racon eye dextra (+), stimulus : penurunan kesadaran. 6) Sensasi : tidak bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa, adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=13 E3M6V4, kekuatan otot kesan tidak ada parese, fungsi saraf kranial N II, hemiapnosia dekstra, sensorik (+), fungsi luhur tidak bisa dinilai, , Rf=+/+, Rp=Babinski -/-, stimulus : hematoma dan defek jaringan lunak di regio infraorbita dekstra dan hematoma di regio frontal 9) fungsi endokrin : adaptif, 10) Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran,12)mode interdependensi : adaptif. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, risiko infeksi, risiko gangguan persepsi sensori Status neurologi , mobilisasi, integritas kulit, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : citicholin 2 x 500 mg, OMZ 1x40 mg, Surbex Z 1x1 tab, Cavit D3 3x1 tab, laxacite 3xC1. Monitor ketajaman, lapang pandang mata kanan, lakukan perawatan luka dengan normal salin, berikan obat : ceftriaxone 2x2 gr, tetes mata cenfresh 1 tts OD, kemicetin OD. observasi tanda-tanda infeksi. Pertahankan kebersihan di sekitar mata kanan. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan ADL dan mobilisasi klien. Evaluasi tanggal 2 November 2012 : Perfusi jaringan sudah membaik, defisit neurologis (-), gangguan lapang pandang mata kanan ber (-). GCS=15, reaksi dan ukuran pupil normal, mobilisasi jalan ke kamar mandi. 4 hari sebelum evaluasi dilakukan, klien mengalami konstipasi, masalah teratasi setelah klien banyak mobilisasi dan menambah intake cairan 22,5 liter/hari, makan buah pepaya. Rencana akan dilakukan CT Scan ulang.
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 24.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik + HAP
Informasi umum
Ny. N, 52 th. Masuk RSCM tanggal 21/10/2012. Dengan keluahan kelemahan sisi tubuh kiri memberat sejak 1 hari SMRS. Sejak 7 hr SMRS, saat pasien bangun dari tidur sisi sebelah tubuh mendadak berat digerakkan, kesemutan (+), pusing(-), mual muntah (-), pandangan ganda (-), bicara pelo (+), mulut mencong (+), kejang (-). Lalu berobat ke RSCM. Sesak nafas ± 12 jam SMRS. RKD : hipertensi (+), minum amlodipin 10 mg/hari. Merokok (+) tapi sudah berhenti ± 5 tahun SMRS.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
24.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Iskemik + HAP Masuk ruang neurologi tanggal 22/10/2012. Saat pengkajian tanggal 23 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V4, Derajat kekuatan otot : sulit dinilai kesan hemiparese sinistra, TD 140/90 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC, nafas 26 x/menit. Ronkhi : ka(+)/ki(+), fremitus kiri : ↓, perkusi kiri : pekak,. AGD pCO2= 54,2, HCO3=33,9, total CO2=35,6 foto toraks : kesan kardiomegali, infiltrat (+) ?, Stimulus : CT Scan kepala(15/10/2012) : tidak tampak iskemik atau perdarahan. 2) Nutrisi, Eliminasi : terpasang NGT, diit MC 3x250 ml, perilaku adaptaif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0 (ketergantungan berat). Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese sinistra, klien terlihat gelisah karena nafas sesak, batuk dan susah mengeluarkan dahak. Stimulus : infiltrat pada lapang paru, 5) Proteksi : skala Norton : 11 (risiko tinggi dekubitus), leukosit=19.800 g/dL, suhu 39oC, diaforesis (+) stimulus : suspek iskemik jaringan otak. 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : Na=142, K=2,71, Cl=97 mEq/L, 8) fungsi neurologi : GCS=E3M5V4, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial, sensorik, fungsi luhur tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, NIHSS= >15 (stroke berat), Rf=+/+, Rp=Babinski -/-, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : belum bisa dinilai. Perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan pertukaran gas, hambatan mobilitas fisik, risiko kerusakan integritas kulit. Status neurologi, status pernafasan, mobilisasi, integritas kulit Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, asam basa management airway management, positioning, skin care,. Kaji status neurologi, berikan oksigen binasal kanul 4 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : citicholin 2x1000mg IV, ascardia 1x80 mg, forneuro 2x1 tab, amlodipin 1x5mg, sistenole 3x1 tab, simvastatin 1x20 mg. Monitor status pernafasan (frekuensi, kedalaman, irama, bunyi nafas), monitor perubahan status mental dan saturasi O2, berikan inhalasi /8 jam (ventolin : NaCl 0,o9%=1:1), lakukan penghisapan lendir, anjarkan batuk efektif dan nafas dalam, lakukan fisioterapi dada, cek AGD setiap hari, kolaborasi pemberikan oksigen dengan NRM, RM atau simple mask atau NK sesuai hasil AGD, berikan obat meropeneme 3x1gr IV, metronidazole 3x50mg IV dan hepamax 3x1 tab. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak Evaluasi tanggal 2 November 2012 : Perfusi jaringan serebral membaik, defisit neurologis ber(-), GCS:15, klien sudah mampu makan dan minum per oral sedikit-sedikit,. Masih terpasang NRM, AGD terakhir pCO2=54,2, total CO2= 35,6 rencana cek AGD ulang. Foto thorak ulang tanggal 29/10/2012 : suspek tumor paru kiri, anjuran CT Scan thorak, tapi belum dilakukan. Menunggu hasil konsul dr pulmo.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 25.
Resume : asuhan keperawatan pada EDH + susp fraktur basis kranii
Informasi umum
Ny. H, 45 th. Masuk RSCM tanggal 21 Novemver 2012, dengan keluahan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari SMRS. Ketika klien akan menyeberang jalan pasien tertabrak sepeda motor dari arah depan. Pasien terjatuh dan kepala terbentur trotoar, muntah (+) 1 kali, pingsan (+), perdarahan hidung (+), perdarahan telingan (+), kelemahan sesisi (-), bicara pelo (), mulut mencong (-), kejang (-). RKD : alkoholisme (-), HT (-). Pindah ruang neurologi 22/10/2011. Saat pengkajian tanggal 22 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot : tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas 20 x/menit. Stimulus : CT Scan kepala tanpa kontras (21/10/2012) : epidural hematom di reg pariaeta oksipital kanan disertai hematosinus etmoidalis kanan sphenoidalis kanan, maksilaris kanan serta hemato mastoid kanan hematoma subgaleoal di regio parietal kanan. edema serebral. 2) Nutrisi, Eliminasi : diit habis 3 sendok, Hb= 8,3 gr/dL, , rahang sakit bila makan, mual (+), konyuntiva sub anemia, konyuntiva tidak ikterik. stimulasi : intake tidak adekuat 4) Aktivitas dan istirahat : nilai barthel indeks = 11 (ketergantungan sedang). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, luka memar dan bengkak pada kaki kanan, klien terlihat gelisah, kepala sakit seperti dihimpit beban berat terutama sebelah kanan, VAS = 8,; EDH, foto tibia fibula AP & lateral : fraktur tibia komplit, Stimulus : CT Scan ; perdarahan otak, 5) Proteksi : skala Norton : 15 (rentan terjadi dekubitus), luka memar dan bengkak pada kai kanan, stimulasi : foto tibia fibula AP & lateral : fraktur tibia komplit , , 6) Sensasi : perilaku : adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) Neurologi : GCS=E4M6V5, kekuatan otot : parese (-), sakit kepala (+), mual (+), VAS=8, stimulus CT Scan kepala ; EDH (perdarahan ±30), 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : cemas karena sakit kepala belum berkurang,11) Mode fungsi peran : peran sebagai ibu dan isteri terganggu, klien ingin cepat pulang, 12) mode interdependensi : semua ADL saat ini dibantu anak. Perilaku : adaptif. Perubahan perfusi jaringan serebral, nyeri akut , hambatan mobilitas fisik, risiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Status neurologi, promosi jaringan serebral, mobilisasi, pain control, status nutrisi. Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, manajemen nyeri, positioning, manajemen nutrisi Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : citicholin 2x500mg IV, ketorolac 2x30 mg IV, extrace 1x400 mg IV, ranitidin 2x50 mg IV, ceftriaxone 2x1 gr IV. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan rawatan yang nyaman, batasi pengunjung, berikan diit ML 1500 kalori. Berikan tranfusi darah PRC 750 cc. Cek DPL, protein. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Evaluasi tanggal 2 November 2012 : Perfusi jaringan serebral membaik, defisit neurologis(-), GCS:15, nyeri kepala (+) VAS 5-6, sudah terpasang gips pada kaki kanan. Cek DPL post tranfusi, hasil belum ada. Intake makanan belum adekuat, makan habis 1/3 porsi.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 26. Informasi umum
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada Myastenia gravis +post tymektomi a.i tumor mediastinum susp tymoma. Nn I.D, 30 th. Klien masuk RSCM tanggal 30/9/2012, dilakukan operasi tanggal 17/10/2012, pindah dari ICU ke ruang neurologi tanggal 29/10/2012 dengan keluhan dada bekas insisi operasi terasa nyeri terutama bila batuk dan nafas terasa agak sesak. Sebelum operasi klien mengeluh 3 minggu SMRS, klien sulit menelan dan tersedak saat makan dan minum, terutama siang hari dan sore hari. Pandangan terasa berbayang dan suara mulai melemah bila siang dan sore serta membaik pagi hari. Tidak ada keluhan sakit kepala, kejang, kelemahan sesisi badan, mual, muntah, bicara pelo, bibir mencong. 1 mg SMRS klien sulit menelan, kedua kelopak mata sulit diangkat bila siang hari, suara melemah dan terasa lemas. RKD : asma sekitar 6 bulan SMRS. Saat pengkajian tanggal 16 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot : tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 84x/menit, suhu, 37oC, nafas 20 x/menit. Batuk (+) berdahak (+), dada terasa nyeri dan agak sesak, counting test=16, Stimulus : post ekstubasi ventilator, foto torak 29/10/2012 : infiltrat prekardial kanan, 2) Nutrisi&Eliminasi : adaptif, 4) Aktivitas dan istirahat : nilai barthel indeks = 13 (ketergantungan ringan). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, istirahat dan tidur terganggu karena batuk dan nyeri di daerah operasi. Stimulus : post tymektomi, 5) Proteksi : skala Norton : 17 (tidak ada risiko dekubitus), luka post op di daerah sternum tertutup verban, luka nyeri bila batuk VAS=4. Stimulus : post tymektomi, 6) Sensasi : perilaku : adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=15, counting test : stimulus : Harvey Masland Test = (+), :16, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : merasa lega karena sudah selesai operasi ,11) Mode fungsi peran : klien belum menikah dan bekerja sebagai PRT di Jakarta, ingin cepat pulang ke kampung halaman di Jawa, 12) mode interdependensi : sebagian ADL saat ini dibantu family. Perilaku : adaptif. Risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko infeksi Status pernafasan : Jalan nafas paten, deteksi risiko Manajemen jalan nafas, peningkatan batuk, kontrol infeksi. Monitor status pernafasan (bunyi, pola, frekuensi, saturasi). Cek Analisa Gas Darah, ajarkan klien nafas dalam dan batuk efektif, anjurkan klien mulai mobiliasasi bertahap, berikan intake cairan 2,5 liter/hari , berikan inhalasi per 8 jamur (NaCl 0,9% : Ventolin=1:1), berikan fisioterapi pelan-pelan, periksa kultur sputum. Berikan obatan : mestinon 4x60 mg, fluimucyl 3xC1, vitamin C 2x200 mg IV, ketorolac 3x30 mg, IVFD NaVl 0,9% per 12 jam. Observasi dan laporkan tanda-tanda infeksi (kemerahan, panas, keluaran luka, demam, laporkan hasil laboratorium : sel darah putih, diferensial, serum protein, albumin), lakukan perawatan luka operasi dengan normal salin setiap hari, gunakan teksnik aseptik (sarung tangan dan teknik steril), jaga personal hygine pasien. Evaluasi tanggal 2 November 2012 : Bersihan jalan nafas efektif : frekuensi batuk ber(-), nyeri dada berkurang, counting test -16, hasil kultur sputum belum ada, mobilisasi jalan kekamar mandi. Infeksi pada luka post op tidak terjadi, luka kering dan verban sudah dibuka.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 27.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik
Informasi umum
Pasien Tn. MR usia 56 tahun, pekerjaan eks karyawan swasta, alamat di salemba Jakpus, masuk RSCM tanggal 23 Mei 2012, dengan keluhan kelemahan sisi tubuh kanan sejak 2 jam SMRS, saat pasien sedang berolahraga pasien tiba-tiba merasa sisi tubuh kanannya lemas, tangan dan kaki kanan sulit diangkat. Mulut terlihat mencong, bicara pelo, gangguan menelan (-), sakit kepala (-), munta (-), kejang (), lalu klien dibawa klien ke RSCM. Hasil CT Scan di IGD ditemukan ada perdarahan di thalamus kiri. RKD : Hipertensi sebelum stroke I tidak diketahui, setelah stroke I hipertensi (+) jarang kontrol dan makan obat, DM (-), penyakit jantung (-), stroke perdarahan 1 kali, 3 tahun yang lalu, lokasi perdarahan di serebelum kanan dan dilakukan VP shunt. RKK : Riwayat stroke keluarga disangkal, HT, DM, jantung. Saat pengkajian tanggal 28 Mei 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5 disartria, Derajat ସସସସ/ହହହହ kekuatan otot : ସସସସ/ହହହହ, TD 150/80 mmHg, Nadi 84x/menit, suhu, 37oC, nafas
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
18 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (23/05/2012) : perdarahan pada talamus kiri. 2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif. .4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang). Sebagian ADL dibantu isteri, 5) Proteksi : skala Norton : 16 (tidak ada risiko dekubitus), 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif 8) fungsi neurologi : GCS=E4M6V5 disartria, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, sensasi taktil, suhu dan nyeri menurun pada sisi tubuh sebelah kanan,fungsi saraf kranial parese N VII dekstra sentral, NXII parese dekstra, NIHSS= 6 (stroke stroke sedang), stimulus : perdarahan di talamus kiri, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri : klien yakin sembuh dan akan mengikuti pengobatan dan perawatan di RS sampai diperbolehkan pulang,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : perilaku adaptif Risiko perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, risiko cidera Status neurologi, ambulasi, mobilisasi, self care, fungsi sensori, prosedur perawatan Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, ambulasi positioning,manajemen lingkungan, memfasilitasi edukasi. 1) Mengkaji status neurologis, tanda vital dan GCS 4) mengkaji perubahan mental, 5) memonitor data laboratorium seperti AGD, elektrolit, glukosa darah 6), 7) menghindari stres psikologis yang dapat menyebabkan hipoxemia seperti membatasi jumlah tamu, 8) memasang pembatas TT untuk mencegah jatuh, 10) memberikan obat-obatan sesuai terapi : citicolin, 2 X 500 mg, amlodipin 2 x 40 mg, vitamin B6 2 x 1, B12 2 x 1, valsartan 1 x 160 mg, 11) minta keluarga melaporkan bila terjadi serangan stroke baru seperti : gangguan menelan, bicara, perubahan penglihatan, hemiparese, hemiplegie, dispasia, 12) 3) memonitor dan catat kemampuan klien mentoleransi aktifitas, 4) berkolaborasi dengan fisioterapi untuk evaluasi dan terapi lebih lanjut, 5) melakukan ROM aktif, ulangi 3 kali sehari, menggunakan kedua ekstremitas atas dan bawah, 7) membantu klien mobilisasi dan mulai duduk tidak bersandar, duduk berjuntai dan berdiri bila tidak ada kontraindikasi. Pada pasien stroke perdarahan, mobilisasi tidak dianjurkan terlalu cepat, pada hari ke-5-7 dibolehkan duduk bersandar di TT,
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
27.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik
Evaluasi :
dengan sudut ≥ 45 derajat, pada hari ke-8-10 duduk tidak bersandar di TT, hari ke11-12, duduk berjuntai dan hari ke-13-14 dan selanjutnya latihan berjalan. 8) meningkatkan melakukan ADL sesuai kemampuan klien, mulai duduk sendiri, menyuap makanan, memegang gelas, berpakaian, dsb, 9) 3) memberikan stimulus terhadap rasa sentuhan, bandingkan sisi tubuh kanan dan kiri, 4) melindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan, 7) mengkaji area tersebut dari gejala iritasi dan injuri, 8) memberi kesempatan pasien untuk memegang berbagai objek yang berbeda berat, tektur dan ukurannya. Untuk meningkatkan pengetahuan dilakukan : mendiskusikan dengan keluarga dan pasien tentang kebutuhan belajar, 7) memastikan keluarga yang terlibat dalam proses pengajaran adalah yang dominan merawat pasien di RS dan rumah, 8) menjelaskan materi : Stroke (definisi, jenis, etiologi, faktor risiko, gejala, patofisiologi, pengobatan dan perawatan), menjelaskan modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang : Pengaturan diit, Penurunan berat badan, Berhenti merokok, Aktivitas fisik, Berhenti minum alkohol, menjelaskant tanda-tanda serangan stroke, 9) menjelaskan peran keluarga dalam modifikasi gaya hidup untuk mencegah stroke berulang, dan gejala Tanggal 4 Juni 2012. Perubahan perfusi serebral tidak terjadi, ditandai dengan tidak ditemukan peningkatan defisit neurologis. Perubahan persepsi sensori belum banyak perubahan. Gangguan sensasi belum teratasi. Kurang pengetahuan teratasi dengan program edukasi setiap hari selama asuhan diberikan sampai pasien pulang. Program edukasi berfokus pada modifikasi gaya hidup untuk pencegahan stroke berulang
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 28.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB
Informasi umum
Nn. V, 19 tahun. Masuk RSCM tanggal 30/10/2012. Dengan keluhan 1 mgg SMRS pasien demam turun naik, sering muntah. 1 hari SMRS saat pasien di kamar mandi pasien tampak kejang seluruh tubuh didahului dengan menengok ke satu sisi, kelumpuhan seluruh tubuh (+), tidak sadar (+) kejang selama ± 3 menit, setelah kejang pasien bingung. Klien Down syndrom RKD : demam hilang timbul sekitar 2 bulan. RKK : HT, Tuberkulosis, Masuk ruang neurologi tanggal 27/10/2012 Saat pengkajian tanggal 29 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6Vafasia, Derajat kekuatan otot : tidak ada parese, TD 110/80 mmHg, Nadi 80x/menit, suhu, 36oC, nafas 18 x/menit, Stimulus : Foto thorak (28/10/2012) : infiltrat di kedua lapang atas paru dan perhiler kanan+ingestif TB Paru. 2) Nutrisi ; perilaku adaptif. 3) Eliminasi : perilaku adaptif.4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 15/20 (ketergantungan ringan ). Derajat kekuatan otot ; tidak ada parese, Stimulus : dowm syndroma , 5) Proteksi : skala Norton : 13 (rentan terjadi dekubitus), leukosit=10,710 g/dL, LED= 45 dtk, suhu 37oC, APTT pasien/kontrol=33,6/31,7 (1,059). stimulus : suspek infark hemisper kiri dan proses koagulasi. Foto toraks : kardiomegali dan pneumonia, 6) Sensasi :
Pengkajian perilaku dan stimulus
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
28.
Resume : asuhan keperawatan pada Meningitis TB
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : N 8) fungsi neurologi : GCS=E3M6Vafasia motorik, kekuatan otot kesan : tidak parese, fungsi saraf kranial, sensorik tidak bisa dinilai, afasia , , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus fokal : : peradangan di meningen otak stimulus kontekstual : Lumbal pungsi=102 gr/dL, stimulus residual, 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : tidak bisa dinilai. Risiko ketidakefektifanperubahan perfusi jaringan serebral, risiko gangguan pertukaran gas Status neurologi, status pernafasan Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, airway management. Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, suhu, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : dexametasone 4x1,25 ml IV, rifamfisin 1x300 mg, INH 1x300 mg, etambutol 1x600mg, pyrazinamid 1x600 mg, PCT 3x500mg, domperidon 3x10 mg, cefotaxime 3x1gr, azitromisin 1x50mg, ranitidin 2x50mg, ondansentron 3x40mg IV. Ajarkan batuk efektif dan nafas dalam, lakukan fisioterapi dada, cek AGD setiap hari. Evaluasi tanggal 2 November 2012 : Perfusi jaringan serebral efektif, defisit neurologis tidak ada GCS:E4M6Vafasia motorik. Sebagian ADL dibantu ibu, gangguan kognitif (+).
Resume Asuhan Keperawatan Sistem Neurologi 29.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik
Informasi umum
Tn. Alogo, 60 tahun. Masuk RSCM tanggal 15/09/2012. Dengan keluhan utama penurunan kesadaran ± 5 jam SMRS. Saat itu klien didapati keluarga dalam keadaan kejang dan tidak sadarkan diri di tempat tidur. Kemudian klien diberi obat oleh dokter keluarga, kejang berhenti dan klien bisa bicara tetapipelo, mulut mencong, kepala sakit. Beberapa saat setelah itu pasien kembali mengalami penuruna kesadaran dan dibawa ke IGD RSCM.
Pengkajian perilaku dan stimulus
RKD : HT (+), DM (-), jantung (-), stroke (+) tahun 2008 dirawat di RS Carolus, tetapi setelah itu jarang kontrol. Gejala sisa hemiparese sinistra. RKK : ayah klien meninggal karena stroke Masuk ruang neurologi tanggal 17/09/2012 Saat pengkajian tanggal 25 September 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC, nafas 20 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan intraventrikel lateralis kanan kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus kiri dan parietal kanan dan kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru 2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter, urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran. .4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total). Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
29.
Resume : asuhan keperawatan pada Stroke Hemoragik
Dx.
NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Stimulus : perdarahan di otak , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi dekubitus), suhu 39oC, diaferosis (+), APTT pasien/kontrol=31,0/37,7 (0,823). Leukosit 17.800/ stimulus /µL. Stimulus : gangguan pusat regulasi suhu di hipotalamus dan infeksi paru, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial, sensorik belum bisa dinilai, afasia global, , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : belum bisa dinilai. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, risiko kekurangan volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit. Interupsi proses keluarga. Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint mobilisation, ambulasi, Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : perdipin 2 cc/jam IV, manitol 4x125 mg, amlodipin 1x10mg, captopril 3x50mg, laxadine 3x1C, clonidin 2x0,5 mg, paracetamol 3x500 mg. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam., Monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen, berikan kompres. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung, bokong, dan daerah tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan pasien. Evaluasi tanggal 25 September 2012 : Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis ber(+), GCS:E2M5V2, demam tidak berkurang, TD 160/90 mmHg, slem (+), terpasang EKG monitor. Hambatan mobilitas bertambah, klien belum mampu mobilisasi. Terjadi kerusakan integritas kulit, dekubitus di daerah sakrum dan punggung. Keluarga mau berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL klien, tetapi keluarga butuh waktu agak lama untuk mengambil keputusan perawatan pasien. Pasien pindah rawat ke RS Thamrin atas permintaan keluarga.
Resume asuhan keperawatan neurologi 30.
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang
Informasi umum
Ny. T, 42 th. Masuk RSCM 14/11/2012 dengan keluhan 10 jam SMRS klien tibatiba jatuh ketika jalan pagi hari dan kepala membentur pintu. Setelah itu klien mengeluh sakit kepala kemudian tidak sadarkan diri. Sebelumnya klien mengeluh sakit kepala (+), bicara pelo (-), kelemahan sesisi memberat, mulut mencong, tersedak (-). 6 jam SMRS tangan kiri menjadi kaku dan kejang (?), berlangsung 2
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
30.
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx.
NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang menit, muntah (-), demam (-) pasien dibawa ke RSH Depok lalu dirujuk ke RSCM. Di IGD pasien kejang pre iktal tangan kiri kaku, kaki kiri kaku, mata mendelik ke kiri, keluar busa dari mulut, kaku seluruh tubuh, durasi ± 2 menit.. post iktal pasien mendengkur, kejang terjadi 2x, antara 2 kejang pasien tidak sadar. Saat pengkajian tanggal 14 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese dupleks, TD 180/80 mmHg, Nadi 96x/menit, suhu, 39oC, nafas 20 x/menit, Stimulus : CT Scan kepala (15/09/2012) : perdarahan intraventrikel lateralis kanan kiri ventrikel III, IV dan basal ganglia kiri, thalamus kiri dan parietal kanan dan kiri. Foto thorak (15/09/2012) : kesan TB paru 2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter, urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran. .4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 0/20 (ketergantungan total). Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur. Stimulus : perdarahan di otak , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi dekubitus), suhu 39oC, diaferosis (+), APTT pasien/kontrol=31,0/37,7 (0,823). Leukosit 17.800/ stimulus /µL. Stimulus : gangguan pusat regulasi suhu di hipotalamus dan infeksi paru, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese sinistra, fungsi saraf kranial, sensorik belum bisa dinilai, afasia global, , NIHSS= 21 (stroke berat) nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi endokrin : adaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : belum bisa dinilai. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, risiko kekurangan volume cairan, risiko kerusakan integritas kulit. Interupsi proses keluarga. Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint mobilisation, ambulasi, Kaji status neurologi setiap shift (GCS, pupil, derajat kekuatan otot, TTV), berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, berikan obat : perdipin 2 cc/jam IV, manitol 4x125 mg, amlodipin 1x10mg, captopril 3x50mg, laxadine 3x1C, clonidin 2x0,5 mg, paracetamol 3x500 mg. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam., Monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen, berikan kompres. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung, bokong, dan daerah tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan pasien. Evaluasi tanggal 25 September 2012 : Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis ber(+), GCS:E2M5V2, demam tidak berkurang, TD 160/90 mmHg, slem (+), terpasang EKG monitor. Hambatan mobilitas bertambah, klien belum mampu mobilisasi. Terjadi kerusakan integritas kulit, dekubitus di daerah sakrum dan punggung. Keluarga mau
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
30.
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik berulang berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL klien, tetapi keluarga butuh waktu agak lama untuk mengambil keputusan perawatan pasien. Pasien pindah rawat ke RS Thamrin atas permintaan keluarga.
Resume asuhan keperawatan neurologi 31.
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik
Informasi umum
Ny. S, 45 tahun, ibu RT. Jakarta, masuk RSCM tanggal 30 Oktober 2012 dengan keluhan 2 jam SMRS klien mengalami penurunan kesadaran. Klien tiba-tiba sulit dibangunkan dan tidak dapat diajak bicara saat tidur, kelemahan pada sisi tubuh kanan, bibir mencong ke kiri. Sebelumnya tidak ada keluhan sakit kepala, mual, muntah, kejang, baal sesisi, pandangan kabur dan pandangan ganda. RKD : tidak pernah menderita hipertensi, DM, jantung, stroke. Kosumsi kontrasepsi oral selama ± 13 tahun. RKK : tidak ada keluarga sakit seperti klien. Saat pengkajian tanggal 31 Oktober 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E3M5Vafasia, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, TD 150/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas 20 x/menit, Stimulus : -, CT Scan kepala (30/10/2012) : tidak terdapat infark, perdarahan ataupun SOL intra kranial. Foto thorak (30/10/2012) : pneumonia dan kardiomegali. 2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter, urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran. .4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 3/20 (ketergantungan total). Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur. Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 10 (risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=35,4/32,6 (1,086). Leukosit 14.540/ stimulus /µL. Stimulus : Foto toraks : penumonia + kardiomegali, 6) Sensasi : belum bisa dinilai 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=E3M5Vafasia, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial, sensorik belum bisa dinilai, kesan parese N VII sentral, NIHSS= 21 (stroke berat) nilai MMSE=tidak bisa dinilai, stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, , 9) fungsi endokrin : HBfadaptif, Mode konsep diri ,11) Mode fungsi peran, 12) mode interdependensi : belum bisa dinilai. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, risiko gangguan pertukaran gas kulit. Interupsi proses keluarga. Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, koping keluarga Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint mobilisation, ambulasi, Kaji status neurologi, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg, B6,B12 asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada kulit . Lakukan dan ajarkan kelurga
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
31.
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik
Evaluasi :
ROM pasif. Lakukan chest fisioterapi, periksa AGD, berikan terapi obat cefotaxime 3x 1 gr IV, Azitromycin 3 x 1 gr IV, Ondansentron 3 x 4 mg IV. Evaluasi tanggal 6 November 2012 : Perfusi jaringan serebral belum efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6Vafasia, TD 150/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : hemiparese dekstra, klien belum mampu mobilisasi. integritas kulit baik, Keluarga mau berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL dan ROM pasif klien.
Resume asuhan keperawatan neurologi 32.
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik
Informasi umum
Ny. Sri,S, 50 th, Ibu RT. Alamat Jakarta. Masuk RSCM tanggal 20 November 2012 dengan keluhan anggota gerak kanan tiba-tiba mengalami kelemahan, setelah jatuh di kamar mandi, dan saat dipapah kaki kanan tidak bisa menapak dan kaki diseret ketika berjalan. Tidak ada keluhan muntah, sakit kepala dan penurunan kesadaran. Klien susah diajak bicara dan hanya menangis bila ditanya. Saat pengkajian tanggal 23 November 2012 : Mode adaptasi fisiologi : 1) Oksigenasi : GCS=E4M6V5, Derajat kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, TD 170/90 mmHg, Nadi 86x/menit, suhu, 37oC, nafas 20 x/menit, AGD dalam batas normal, Stimulus : CT Scan kepala (23/11/2012) : infark periventrikel bilateral, Foto thorak (23/11/2012) : pneumonia 2) Nutrisi ; terpasang NGT, diit MC 6x250, stimulus : kelumpuhan otot-otot menelan dan pola diit tidak terkontrol. 3) Eliminasi : terpasang foley kateter, urine (+), warna kekuningan + pempers. Stimulasi : penurunan kesadaran. .4) Aktivitas dan istirahat : nilai bartel indeks = 10/20 (ketergantungan sedang). Derajat kekuatan otot ; kesan hemiparese dekstra, klien terlihat lebih banyak tidur. Stimulus : penurunan derajat kekuatan otot , 5) Proteksi : skala Norton : 15 (risiko tinggi dekubitus), suhu 36oC, APTT pasien/kontrol=31,1/33,1 (0,94). Foto toraks : penumonia, 6) Sensasi : perilaku adaptif 7) Cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa : perilaku adaptif, 8) fungsi neurologi : GCS=E4M6V5, kekuatan otot kesan hemiparese dekstra, fungsi saraf kranial, kesan parese N VII sentral, NIHSS= 10 (stroke berat), stimulus : kurang suplai oksigen ke otak, CT Scan kepala (23/11/2012) : infark periventrikel bilateral, 9) fungsi endokrin : perilaku adaptif, Mode konsep diri : cemas dan tidak menyangka terkena stroke11) Mode fungsi peran : ingin segera pulang untuk mengurus anak-anak 12)mode interdependensi : Perubahan perfusi jaringan serebral, gangguan hambatan mobilitas fisik, , cemas. Status neurologi, mobilisasi, integritas kulit, prosedur keperawatan Monitor status neurologi, promosi jaringan serebral, positioning, joint mobilisation, ambulasi, fasilitasi pengetahuan. Kaji status neurologi setiap shift, berikan oksigen binasal kanul 3 liter/menit, berikan posisi elevasi HOB 30 derajat dan posisi kepala netral, cegah terjadinya valsava manuver, laxadine 3x1C,. Berikan resusitasi cairan isotonik Nacl 0,9% 500 ml/8 jam, berikan terapi obat Citicoline 2x1000 mg IV, ascardia 1 x 80 mg, B6,B12 asam folat 2 x 1 tab, heparin 10.000 ui/24 jam, monitor profil darah (DPL, AGD, PTT/APTT). monitor TTV, saturasi oksigen. Eksplorasi faktor risiko seperti adanya gangguan jantung. Ubah posisi miring kiri kanan dan telentang per 2 jam, berikan masase dengan minyak kelapa pada punggung, bokong, dan daerah
Pengkajian perilaku dan stimulus
Dx. NOC
NIC Aktivitas keperawatan
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
32.
Evaluasi :
Resume : asuhan keperawatan pada stroke iskemik tonjolan tulang. Jelaskan dan libatkan keluarga dalam merubah posisi, membantu pemenuhan ADL pasien. Lakukan dan ajarkan kelurga ROM pasif. Hitung intake dan out put cairan, jelaskan pada keluarga tentang kondisi klien, pengobatan dan perawatan serta peran keluarga dalam perawatan pasien. Evaluasi tanggal 9 November 2012 : Perfusi jaringan serebral mulai efektif, defisit neurologis (+), GCS:E3M6V5, TD ସ ସସସ/ହହହହ 140/80 mmHg, belum ada peningkatan derajat motorik : ସସସସ/ହହହହ , klien sudah mampu miring kiri kanan sendiri, duduk dengan berpegangan ke TT, duduk berjuntai di TT. Keluarga mau berpartisipasi dalam membantu pemenuhan ADL. Setelah terapi antikoagulan, rencana pasien akan dilakukan CT Scan ulang.
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013
Lampiran 13 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Diri Nama Tempat / Tanggal Lahir Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Rumah
Alamat Kantor Alamat e-Mail
Riwayat Pendidikan 1983 – 1989 1989 – 1992 1992 – 1995 1995 – 1998 2000 – 2003
2010 – 2012 2012 - 2013
: Fera Liza : Sungai Puar / 2 Februari 1977 : Perempuan : Staf Perawat Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi-Sumatera Barat : Jl. Raya Bukittinggi- Medan KM 3, Lapau Konsi Nagari Gadut Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat HP : 08126786199 : Jl. Jendral Sudirman Kota Bukittinggi Sumatera Barat (0752) 21013 :
[email protected]
: SDN 1 Kapalo Koto Sungai Puar, Kab. Agam : SMP Negeri 1 Sungai Puar Kab. Agam-Sumbar : SMA Negeri 2 Bukittinggi Sumbar : AKPER Depkes RI Padang Sumbar : Program Studi Ilmu Keperawatan-Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (UNAND) Padang- Sumbar : Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : Program Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah- Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Riwayat Pekerjaan 1999 - 2000 2003 - sekarang
: Staf Pengajar Akper Depkes RI Padang : Staf Perawat RS Stroke Nasional Bukittinggi Sumatera Barat
Analisis praktik ..., Fera Liza, FIK UI, 2013