KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA PENDERITA PENYAKIT HATI RAWAT INAP DI PERJAN RS DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Primadhani
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN PRIMADHANI. Konsumsi Energi dan Protein Pada Penderita Penyakit Hati Rawat Inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Di bawah bimbingan YEKTI HARTATI EFFENDI dan IRSAN HASAN. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tujuan khususnya adalah mempelajari karakteristik dan lama perawatan penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari kebutuhan energi dan protein penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari ketersediaan Diet Hati penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari konsumsi energi dan protein penderita penyakit hati rawat inap, serta mempelajari daya terima penderita penyakit hati rawat inap terhadap Diet Hati. Penelitian dengan disain cross sectional study ini dilakukan di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo selama empat bulan dari Agustus hingga November 2004. Contoh dimbil secara purposive sampling dengan ketentuan sebagai berikut : penderita penyakit hati di Bagian Penyakit Dalam kelas III (Instalasi Rawat Inap B/IRNA B), berusia 17 tahun ke atas, telah dirawat minimal dua hari, mendapat Diet Hati atau Diet Hati Rendah Garam secara oral, tidak sedang berpuasa, kesadaran baik dan bisa diajak komunikasi, serta bersedia diwawancara. Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan 20 pasien dengan data lengkap dan dijadikan sebagai contoh penelitian. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis penyakit hati, status gizi, pendidikan, pekerjaan), lama perawatan, kebutuhan energi-protein contoh, ketersediaan Diet Hati contoh (jenis Diet Hati dan ketersediaan energi-protein Diet Hati), konsumsi energi-protein contoh (konsumsi energi-protein dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus), dan daya terima contoh terhadap Diet Hati (bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, kebersihan alat makan). Data karakteristik contoh dan daya terima contoh terhadap Diet Hati diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale. Data tinggi badan dikumpulkan dengan pengukuran menggunakan microtoise bagi pasien yang bisa berdiri atau menggunakan pengukuran tinggi lutut bagi pasien yang tidak bisa berdiri. Data jenis penyakit hati, kadar serum albumin, dan lama perawatan diperoleh dari rekam medis. Data kebutuhan energi dan protein contoh ditentukan melalui perhitungan menggunakan rumus dengan mengacu pada data karakteristik contoh. Data jenis Diet Hati yang diterima contoh diketahui dari buku makanan IRNA B Bagian Penyakit Dalam kelas III. Data ketersediaan Diet Hati contoh (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I dikumpulkan dengan penimbangan makanan dari Unit Produksi Makanan (UPM) sebelum dikonsumsi contoh sedangkan untuk makan sore dan selingan II merujuk pada standar porsi bahan makanan UPM karena tidak dilakukan penimbangan makanan. Data konsumsi Diet Hati (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I dikumpulkan dengan food weighing method sedangkan untuk makan sore, selingan II, dan makanan luar dengan recall method. Data konsumsi infus diambil dari rekam medis. Data ketersediaan Diet Hati serta data konsumsi
Diet Hati, konsumsi makanan luar, dan konsumsi cairan infus diambil selama tiga hari berturut-turut. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum Perjan RSCM, IRNA B, dan UPM. Data tersebut didapatkan melalui wawancara dengan staf Perjan RSCM dan membaca dokumen/laporan Perjan RSCM serta pengamatan langsung selama penelitian. Semua data yang didapatkan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan program komputer Microsoft Excell. Sebagian besar contoh (85%) berjenis kelamin laki-laki dan mayoritas contoh (55%) berada pada kategori umur dewasa menengah. Sebanyak 60% contoh menderita penyakit sirosis hati. Contoh paling banyak (30%) berpendidikan tamat SMA/sederajat dan bekerja sebagai PNS (20%). Malnutrisi protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan masing-masing ditemukan pada 40% contoh. Separuh contoh (50%) berada pada lama perawatan 5-10 hari. Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan rata-rata 2459±258 kkal pada laki-laki dan 1967±208 kkal pada perempuan. Kebutuhan protein per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan rata-rata 80,4±14,9 gram pada laki-laki dan 64,2±12,8 gram pada perempuan. Diet Hati yang disediakan UPM untuk contoh saat diteliti berupa Diet Hati II Saring, Diet Hati III Lunak, dan Diet Hati III Biasa dalam bentuk rendah garam dan tidak rendah garam. Diet Hati III paling banyak diterima contoh sebelum dan saat diteliti. Diet Hati Rendah Garam hanya diberikan pada sebagian kecil contoh (15%). Rata-rata ketersediaan energi Diet Hati II Saring 1884±164 kkal, Diet Hati III Lunak 1733±143 kkal, dan Diet Hati III Biasa 1901±125 kkal sedangkan rata-rata ketersediaan protein Diet Hati II Saring 54,1±5,4 gram, Diet Hati III Lunak 62,2±7,3 gram, dan Diet Hati III Biasa 65,3±4,4 gram. Konsumsi energi contoh berasal dari konsumsi Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus. Contoh rata-rata mengkonsumsi energi 1565±710 kkal per hari dan protein 50,3±26,0 gram per hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi makanan luar (85%) dan cairan infus (65%). Makanan luar yang dikonsumsi contoh berupa makan pokok, lauk hewani, lauk nabati, buah, susu, dan makanan jajanan. Cairan infus yang diberikan pada contoh yaitu Asering, Dextrose 5%, KAEN 3B, NaCl 0,9%, Albumin 20%, Triofusin 500, dan Triofusin E 1000. Rata-rata konsumsi energi per hari dari Diet Hati 1293±374 kkal, makanan luar 203±213 kkal, dan cairan infus 69±123 kkal sedangkan rata-rata konsumsi protein per hari dari Diet Hati 43,2±14,9 gram, makanan luar 6,1±6,7 gram, dan cairan infus 1,0±4,4 gram. Sebagian besar contoh tergolong defisit pada tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan energi (85%) dan tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan protein (75%). Separuh contoh (50%) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan proteinnya tergolong defisit tingkat berat. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein mayoritas contoh (60%) tergolong defisit tingkat berat. Pada umumnya contoh menyukai semua atribut makanan penentu daya terima terhadap Diet Hati. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin menyebabkan atribut rasa dan suhu paling kurang disukai contoh. Daya terima dengan kategori tinggi dimiliki sebagian besar contoh (90%) pada waktu makan pagi dan seluruh contoh (100%) pada waktu makan siang.
ABSTRACT PRIMADHANI. Energy and Protein Consumption of Hospitalized Patients with Liver Disease in Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Under Supervision YEKTI HARTATI EFFENDI dan IRSAN HASAN. The objectives of this research are to study characteristic, treatment duration, energy and protein requirements, availability of Liver Diet, consumption of energy and protein liver disease hospitalized patient, and acceptance of Liver Diet. This research with cross sectional study design was done in Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta from August to November 2004. Samples were taken by purposive sampling. Total samples were 20 patients. Primary data were characteristic, treatment duration, energy and protein requirements, availability of Liver Diet, consumption of energy and protein samples, and acceptance of Liver Diet. Most of samples (85%) are men. Mayority of samples age were at middle adulthood category (55%), liver cirrhosis suffered (60%), High School graduated (30%), and work as PNS (20%). Protein malnutrition (kwashiorkor) and mild malnutrition recpectively found at 40% samples. Half of sample (50%) were treated 5-10 days. Energy requirement of samples per day 1800-2900 kkal with mean 2459±258 kkal at men and 1967±208 kkal at woman. Protein requirement of samples per day 49,5-98,6 gram with mean 80,4±14,9 gram at men and 64,2±12,8 gram at woman. Mean of energy availability of Liver Diet per day from Pureed Liver Diet II 1884±164 kkal, Soft Liver Diet III 1733±143 kkal, and General Liver Diet III 1901±125 kkal. Mean of protein avalilability of Liver Diet per day from Pureed Liver Diet II 54,1±5,4 gram, Soft Liver Diet III 62,2±7,3 gram, and General Liver Diet III 65,3±4,4 gram. Mean consumption of energy samples per day 1565±710 kkal and consumption of protein samples per day 50,3±26,0 gram from Liver Diet, home food, and dilution infuse. Most of samples are deficit in level of energy-protein availability to energy-protein requirements, severe deficit in level of energy-protein consumption to energy-protein availability, and severe deficit in level of energy-protein consumption to energy-protein requirements. Generally, sample accept all of food determinant of acceptance of Liver Diet. Acceptance of Liver Diet with high category included 90% from breakfast and 100% from lunch for all of samples.
KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA PENDERITA PENYAKIT HATI RAWAT INAP DI PERJAN RS DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Primadhani A05400018
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsumsi Energi dan Protein Pada Pasien Penderita Penyakit Hati Rawat Inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada : 1. dr. Yekti Hartati Effendi dan dr. Irsan Hasan, Sp.PD-KGEH selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS selaku dosen pembimbing akademik beserta seluruh dosen dan staf Departemen GMSK yang telah memberikan ilmu, bimbingan, serta arahannya selama penulis menempuh pendidikan di Departemen GMSK. 4. Direktur Utama Perjan RSCM dr. Merdias Almatsier, Sp.S(K), Kepala Bidang Penelitian Pelayanan Medik Perjan RSCM dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK(K), M.Epid,
Kepala
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
Perjan
RSCM
Prof. dr. H.A. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH, Kepala Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Perjan RSCM Prof. Dr. H. Ali Sulaiman, Ph.D., Sp.PD-KGEH, FACG,
Kepala Instalasi Gizi Perjan RSCM
S.A. Budi Hartati, SKM, M.Epid, dan Kepala Unit Produksi Makanan Perjan RSCM Triyani Kresnawan, DCN., M.Kes. yang telah memberikan izin penelitian. 5. Pembimbing lapang dan koordinator gizi di IRNA B lantai (Utih Arupah, SKM), koordinator gizi di IRNA B lantai 4 (Syahrial, SKM), para petugas gizi IRNA B lantai 5 dan lantai 4, serta para juru masak di bagian masakan diet UPM Perjan RSCM atas bantuan dan kerja samanya. 6. Kepala Ruangan beserta staf dan perawat, dokter, dan dokter coass di IRNA B lantai 4 dan 5 Perjan RSCM serta Kepala Unit Pelayanan Rekam Medik Perjan RSCM beserta staf atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
7. Bapak (Benny Subyarmono), Ibu (Wariyati), serta Dik Rio dan Dik Rizky yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, doa, serta semangat kepada penulis dan Bude Sri Kurnianingsih sekeluarga yang telah memberikan perhatian, bantuan, dan dukungannya. 8. Keluarga besar GMSK 37 dan teman-teman di Wisma Melati Bateng, Fauziah Bateng, dan Wisma Melati Radar atas bantuan dan kebersamaannya sampai saat ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2006
Primadhani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 1982 dari pasangan Bapak Benny Subyarmono dan Ibu Wariyati. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri I Purworejo, Kab. Purworejo, Jawa Tengah dan lulus tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi staf Biro Keprofesian dan Kajian Strategis pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2001/2002 dan staf Departemen Keuangan dan Usaha pada Keluarga Mahasiswa Purworejo IPB (Gamapuri) tahun 2001/2002. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Gizi Kelompok Khusus pada Program Studi Diploma Manajemen Usaha Boga, Fakultas Pertanian, IPB tahun ajaran 2005/2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................
1
Tujuan ............................................................................................
2
Kegunaan .......................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Anatomi dan Fisiologi Hati ...........................................................
4
Anatomi Hati ........................................................................
4
Fisiologi Hati .......................................................................
4
Penyakit Hati .................................................................................
6
Hepatitis ...............................................................................
6
Sirosis Hati ..........................................................................
11
Hepatoma .............................................................................
13
Gizi Kurang Pada Penyakit Hati ..................................................
14
Kebutuhan dan Konsumsi Zat Gizi................................................
15
Energi ............................................................................................
16
Protein ..........................................................................................
17
Daya Terima terhadap Makanan ...................................................
18
Pelayanan Gizi Rumah Sakit .........................................................
21
Diet Pada Penyakit Hati ................................................................
24
Diet Rendah Garam .......................................................................
25
Pemberian Dukungan Gizi ............................................................
26
KERANGKA PEMIKIRAN .....................................................................
29
METODE ..................................................................................................
31
Disain, Tempat, dan Waktu ..........................................................
31
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ..............................................
31
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................
33
Pengolahan dan Analisis Data .......................................................
35
Definisi Operasional ......................................................................
40
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
43
Gambaran Umum Lokasi ..............................................................
43
Gambaran Umum Perjan RSCM ........................................
43
Gambaran Umum IRNA B ................................................
46
Gambaran Umum UPM .....................................................
46
Karakteristik Contoh
..................................................................
51
Umur ..................................................................................
51
Jenis Kelamin dan Jenis Penyakit Hati ..............................
52
Tingkat Pendidikan ............................................................
52
Pekerjaan ............................................................................
52
Status Malnutrisi .................................................................
53
Lama Perawatan ...........................................................................
54
Kebutuhan Energi dan Protein Contoh .........................................
54
Ketersediaan Diet Hati ..................................................................
55
Jenis Diet Hati ....................................................................
55
Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati .........................
56
Konsumsi Energi dan Protein Contoh ..........................................
57
Konsumsi Energi dan Protein Diet Hati ............................
58
Konsumsi Energi dan Protein Makanan Luar .....................
58
Konsumsi Energi dan Protein Cairan Infus ........................
59
Perbandingan Antara Kebutuhan, Ketersediaan, dan Konsumsi Energi-Protein ............................................................................
59
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan Protein ..........................................
59
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Ketersediaan Energi dan Protein .........................................
61
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan Protein ...........................................
62
Daya Terima terhadap Diet Hati ....................................................
62
Penilaian terhadap Atribut Makanan ..................................
62
Daya Terima Berdasarkan Waktu Makan ..........................
64
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
65
Kesimpulan ...................................................................................
65
Saran ............................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
67
LAMPIRAN ..............................................................................................
71
DAFTAR TABEL Halaman 1
Data yang dikumpulkan dan cara memperoleh .............................
34
2
Pengkategorian status malnutrisi berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal (%) dan kadar serum albumin (g/l) .................................................................................
35
3
Peubah dan kategori peubah .........................................................
39
4
Jenis dan jumlah tenaga kerja di Perjan RSCM ............................
46
5
Tingkat pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM ........................
47
6
Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur ...............................
51
7
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit hati
52
8
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ...........................
52
9
Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ................................
53
10 Sebaran contoh berdasarkan status malnutrisi ..............................
53
11 Sebaran contoh berdasarkan lama perawatan ...............................
54
12 Sebaran contoh berdasarkan jenis diet hati ...................................
55
13 Sebaran contoh berdasarkan diet hati rendah garam dan asites ....
56
14 Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh per hari berdasarkan jenis diet hati .............................................................
57
15 Kandungan energi dan protein makanan biasa, makanan lunak, dan makanan saring kelas III per hari ...........................................
57
16 Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh per hari ................
57
17 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi makanan luar ................
58
18 Sebaran contoh berdasarkan jenis infus ......................................
59
19 Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein ........................................................
60
20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein .............................
60
21 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein ....................................................
61
22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein .........................
61
23 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein ........................................................
62
24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein .............................
62
25 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan pagi .................................................................
63
26 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan siang ................................................................
63
27 Sebaran daya terima contoh terhadap diet hati berdasarkan waktu makan .................................................................................
64
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian ....................................................
30
2
Cara penarikan contoh ..................................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan lunak .....................................................................................
72
2
Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan saring ...........................................................................................
73
3
Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada diet rendah garam ..............................................................................
74
4
Struktur organisasi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ..........................................................................................
75
5
Struktur organisasi Unit Produksi Makanan Perjan RS Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta ..............................................................
76
6
Menu kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM
77
7
Menu selingan kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM .............................................................................
78
8
Standar makanan cair diet hati Perjan RSCM ............................
79
9
Data kebutuhan energi-protein contoh berdasarkan jenis kelamin
80
10 Data ketersediaan dan konsumsi energi-protein contoh dari diet hati ......................................................................................
81
11 Data konsumsi energi-protein contoh dari makanan luar.............
82
12 Data konsumsi energi-protein contoh dari cairan infus...............
83
PENDAHULUAN Latar Belakang Hati adalah salah satu organ di dalam tubuh manusia. Organ ini merupakan organ tubuh dengan fungsi terbanyak dan merupakan salah satu organ terpenting dalam metabolisme zat gizi (Mahan & Arlin 1992). Ada beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang hati yaitu hepatitis, sirosis hati, dan hepatoma. Di Indonesia, prevalensi hepatitis cukup tinggi yaitu berkisar antara 2-20% (Chairulsjah 2004). Pada Majalah Sehat No. 12 tahun 2004 disebutkan bahwa sirosis hati di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia. Hepatoma berada pada urutan kelima penyakit neoplasma yang paling banyak diderita pasien rawat inap pada tahun 1998 (Dir. Jen. Yan. Medik 2000). Menurut Bagian Rekam Medis Perjan RSCM, pada tahun 2003 penderita penyakit hati rawat inap paling banyak menderita sirosis hati kemudian disusul oleh hepatoma dan hepatitis. Hati tidak dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal apabila penyakit yang menyerangnya telah mengakibatkan lebih dari 80% sel hati rusak. Pada kondisi tersebut penderitanya mengalami ikterus, asites, dan ensefalopati (Budihusodo 2004). Pada tahun 1992 sebesar 1,8% kematian pada seluruh umur di Indonesia disebabkan oleh penyakit hati (BKKBN 1995, diacu dalam Tjiptoherijanto 1999). Penderita penyakit hati yang menjalani rawat inap di rumah sakit tidak hanya mendapatkan pelayanan pengobatan dan penyembuhan. Penderita tersebut juga mendapatkan pelayanan gizi.
Pelayanan gizi dalam bentuk yang paling
umum yaitu penyelenggaraan makan (Moehyi 1986) oleh instalasi gizi rumah sakit (Almatsier 1992). Keadaan gizi pada penderita penyakit hati perlu mendapat perhatian khusus karena gangguan gizi dapat memperberat morbiditas serta memperburuk prognosis penyakitnya.
Pada 10-80% penderita ditemukan dalam keadaan
malnutrisi. Oleh karena itu, perubahan kebutuhan dan tolerasi terhadap beberapa komponen gizi selama sakit harus diperhatikan (Noer 2003). Pasien rawat inap mendapatkan makanan yang berbeda dengan makanan yang biasa dimakan di rumah. Perbedaan tersebut diantaranya dalam hal jenis
2
makanan, cara menghidangkan, tempat makan, dan waktu makan. Apabila tidak diperhatikan, maka bisa menjadi beban mental pasien yang pada akhirnya bisa menghambat proses penyembuhan penyakit (Moehyi 1997). Diet yang tepat untuk penderita penyakit hati disebut Diet Hati. Diet Hati terbagi menjadi Diet Hati I, II, III, dan IV. Penggolongan tersebut berdasarkan kondisi kesehatan pasien. Kandungan energi dan protein pada masing-masing Diet Hati berbeda. Semakin tinggi Diet Hati-nya maka kandungan energi dan proteinnya semakin tinggi pula seiring dengan semakin baiknya kondisi pasien. Pada pasien dengan asites dan pengeluaran urinnya kurang baik maka Diet Hatinya bisa dikombinasikan dengan Diet Rendah Garam (Bagian Gizi RSCM & Persagi 2002). Konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati merupakan dua hal yang perlu mendapat perhatian khusus.
Konsumsi energi yang tinggi
diperlukan untuk mencegah terjadinya katabolisme protein sedangkan konsumsi protein tinggi agar terjadi anabolisme protein (Yunahar 2004).
Meskipun
demikian, konsumsi protein harus disesuaikan dengan kondisi penderita. Pada penyakit hati yang berat metabolisme protein terganggu sehingga amonia terakumulasi secara abnormal di dalam darah. Keadaan ini bisa meracuni sistem saraf pusat sehingga terjadi ensefalopati (kerusakan sel-sel otak) yang dapat memicu terjadinya komplikasi serius yang bisa berakhir dengan kematian. Pada pasien dengan kondisi ini protein diperlukan dalam jumlah yang rendah (Eschleman 1996). Tujuan Tujuan Umum Mempelajari konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik dan lama perawatan penderita penyakit hati rawat inap. 2. Mempelajari kebutuhan energi dan protein penderita penyakit hati rawat inap. 3. Mempelajari ketersediaan Diet Hati penderita penyakit hati rawat inap.
3
4. Mempelajari konsumsi energi dan protein penderita penyakit hati rawat inap. 5. Mempelajari daya terima penderita penyakit hati rawat inap terhadap Diet Hati. Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam penyelenggaraan Diet Hati bagi pasien rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta serta sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Hati Anatomi Hati Menurut Pearce (1997), hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh. Letaknya di bagian teratas di dalam rongga abdomen sebelah kanan, di bawah diafragma. Tulang-tulang iga melindungi hati secara luas. Hati terdiri dari dua belahan utama yaitu kanan dan kiri. Permukaan atas hati berbentuk cembung sedangkan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilewati oleh berbagai pembuluh darah yang keluar-masuk hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah sedangkan ligamen falsiformis di permukaan atas hati. Secara umum hati dibagi menjadi belahan kanan, belahan kiri, belahan kaudata, dan belahan kuadrata. Belahan (lobus) terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polihedral (segibanyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus. Cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati (Pearce 1997). Fisiologi Hati Hati mempunyai banyak fungsi. Menurut Tortora dan Anagnostakos (1992), fungsi hati yaitu : 1. Metabolisme karbohidrat Pada metabolisme karbohidrat, hati berperanan penting dalam menjaga kenormalan kadar gula darah. Hati akan mengubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) saat kadar gula darah tinggi serta mengubah glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis) dan mengubah asam amino menjadi glukosa (glukoneogenesis) saat kadar gula darah rendah. Hati juga dapat mengubah fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa serta mengubah glukosa menjadi lemak. 2. Metabolisme lemak Hati memecah asam lemak menjadi asetil koenzim A (beta oksidasi), mengubah kelebihan asetil koenzim A menjadi keton (ketogenesis);
5
mensintesis lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid; memecah kolesterol menjadi garam empedu, dan menyimpan lemak. 3. Metabolisme protein a. Deaminasi asam amino, yaitu pelepasan gugus amina (NH2) sehingga asam amino bisa digunakan sebagai sumber energi atau dikonversi menjadi karbohidrat atau lemak. b. Konversi amonia (NH3) yang bersifat racun menjadi ureum yang kemudian diekskresikan melalui urine. Amonia dihasilkan dari proses deaminasi dan bakteri yang ada pada saluran pencernaan. c. Sintesis sebagian besar plasma protein, seperti alfa dan beta globulin, albumin, protrombin, dan fibrinogen d. Transaminasi, yaitu pemindahan gugus amina dari suatu asam amino ke substansi lain (asam keto-á) sehingga menghasilkan satu asam amino baru dan satu asam keto baru. 4. Merubah obat dan hormon Hati dapat mendetoksifikasi atau mengekskresikan ke dalam empedu berbagai jenis obat seperti penisilin, ampisilin, erithromisin, dan sulfonamid.
Hati
secara kimia juga dapat merubah atau mengekskresikan hormon steroid seperti estrogen, aldosteron, dan tiroksin. 5. Ekskresi empedu (bilirubin) Bilirubin yang merupakan turunan hem dari sel darah merah yang sudah tua, diserap hati dari darah, dan diekskresikan ke dalam empedu. Kebanyakan bilirubin pada empedu dimetabolisme di usus oleh bakteri dan dikeluarkan melalui feses. 6. Sintesis garam empedu Garam empedu digunakan usus halus untuk emulsifikasi dan absorpsi lemak, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein. 7. Penyimpanan Hati berfungsi sebagai tempat penyimpanan glikogen, vitamin (A, B12, D, E, dan K), dan mineral (Fe dan Cu). Sel hati mengandung protein yang disebut apoferitin yang bergabung dengan besi membentuk feritin. Feritin merupakan
6
bentuk mineral besi yang disimpan di hati dan dapat dilepaskan saat dibutuhkan. 8. Fagositosis Sel Kupffer hati mengfagositasi sel darah merah dan sel darah putih yang sudah tua serta beberapa bakteri. 9. Aktifasi vitamin D Hati dan ginjal berpartisipasi dalam mengaktifasi vitamin D. Penyakit Hati Hepatitis 1. Epidemiologi a. Hepatitis A Hepatitis A dahulu disebut hepatitis infeksiosa.
Penularannya
terutama melalui kontaminasi oral-fekal akibat higiene yang buruk atau makanan yang tercemar. Individu yang tinggal di tempat-tempat padat yang higienenya mungkin tidak baik, seperti panti asuhan, institusi mental, penjara, dan penampungan gelandangan, beresiko mengidap penyakit ini. Virusnya kadang-kadang ditularkan melaui darah (Corwin 2001).
Di
Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit, hepatitis A merupakan bagian terbesar dari kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu sebesar 39,868,3% (Akbar et al. 1981, diacu dalam Sulaiman & Julitasari 1995). b. Hepatitis B Hepatitis B kadang-kadang disebut hepatitis serum. Virus hepatitis B (HBV) ada dalam semua cairan tubuh individu yang terinfeksi, termasuk darah, semen, ludah, dan kencing.
Penularan HBV terutama terjadi
dengan jalan parenteral, seksual, atau vertikal (ibu-bayi) sedangkan jalan tinja-oral relatif tidak penting. Penularan biasanya memerlukan inokulasi yang jelas (tranfusi darah, injeksi dengan jarum yang terkontaminasi, atau luka karena ujung jarum yang tidak disengaja) atau kontak personal yang intim (antara mitra seksual atau ibu dan neonatus).
Kelompok yang
beresiko tinggi terinfeksi HBV yaitu penyalahguna obat intravena yang memakai jarum bersama, homoseksual laki-laki, hubungan seksual yang
7
tidak selektif, pekerja kesehatan, penderita yang ditranfusi, dan penderita hemofilia (Shulman et al. 1994). Di dunia terdapat sekitar 284 juta orang pembawa kuman (carrier) dengan sekitar 200 juta berada di Asia. Prevalensi tertinggi yaitu 8-20% yang terdapat di daerah endemisitas tinggi seperti Afrika dan Asia. Satu per lima atau lebih penduduknya mungkin telah terinfeksi secara kronis yang kebanyakan telah menderita sejak bayi (Sulaiman et al. 1995). c. Hepatitis C Hepatitis C dahulu disebut hepatitis non-A non-B. Virus hepatitis C (HCV) merupakan penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial (Corwin 2001).
Virus ini bisa
menyebabkan hepatitis akut yang sebagian besar penderitanya berlanjut menjadi hepatitis kronis dan pengidap yang merupakan sumber infeksi. Sekitar 20% dari penderita hepatitis C kronis akan berkembang menjadi sirosis hati yang berpotensi besar berkembang menjadi hepatoma di masa yang akan datang. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang menjadi sirosis hati yaitu 17 tahun sedangkan untuk menjadi hepatoma sekitar 20 tahun (Dalimartha 2004). d. Hepatitis D Virus Hepatitis D (HDV) diduga tersebar luas di seluruh dunia dan pernah endemik di Amerika Selatan. Penularannya sama dengan HBV, kecuali transmisi vertikal. Penyakit ini timbul karena adanya koinfeksi atau superinfeksi dengan HBV. Koinfeksi yaitu infeksi HDV dan HBV yang terjadi secara bersamaan sedangkan superinfeksi yaitu penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh HDV. Koinfeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut yang diikuti dengan kesembuhan total sedangkan superinfeksi sering berkembang menjadi kronis dengan tingkat penyakit lebih berat yang berakibat fatal (Dalimartha 2004). e. Hepatitis E Virus Hepatitis E (HEV) terutama ditularkan melalui ingesti air yang tercemar. Sebagian besar kasus yang dilaporkan ditemukan di negaranegara berkembang. Virus tersebut tidak menimbulkan keadaan pembawa
8
(carrier) atau menyebabkan hepatitis kronik. Akan tetapi, bisa menjadi hepatitis fulminan yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan hati dan kematian (Corwin 2001). 2. Etiologi Hepatitis A, B, C, D, dan E disebabkan oleh virus.
Hepatitis A
disebabkan oleh virus RNA berukuran 27 nm dan termasuk golongan picornaviridae.
VHB yaitu virus DNA berukuran 42 nm yang termasuk
golongan hepadnaviridae. VHC termasuk golongan flaviviridae
dan
merupakan virus RNA berantai tunggal dengan ukuran 50-60 nm.
VHD
bernama antigen delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna. VHE merupakan virus RNA yang termasuk golongan caliciviridae (Dalimartha 2004). 3. Gambaran Klinis Menurut Corwin (2001), gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimptomatik sampai penyakit yang mencolok, kegagalan hati, dan kematian.
Ada tiga stadium pada semua jenis hepatitis yaitu stadium
prodromal, stadium ikterus, dan stadium konvalesensi. a. Stadium Prodromal Stadium prodromal disebut periode praikterus karena ikterus belum muncul. Stadium ini dimulai setelah periode masa tunas virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Penderita sangat infeksius pada stadium ini.
Antibodi terhadap virus biasanya belum
dijumpai. Stadium ini berlangsung selama 1-2 minggu dan ditandai oleh malese umum, rasa lelah, gejala-gejala infeksi salauran napas atas, mialgia, dan enggan terhadap sebagian besar makanan. b. Stadium Ikterus Pada sebagian besar orang stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus yang dapat berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih. Manifestasi lain yang timbul selain ikterus yaitu memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal, pembesaran dan nyeri hati, splenomegali, dan mungkin gatal di kulit.
9
c. Stadium Kovalesensi (Pemulihan) Stadium ini biasanya timbul dalam 4 bulan untuk hepatitis B serta hepatitis C dan 2-3 bulan untuk hepatitis A. Pada stadium ini gejala-gejala mereda (termasuk ikterus) dan nafsu makan pulih 4. Diagnosis Menurut Sulaiman & Julitasari (1995), diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dibantu hasil pemeriksaan laboratorium. a. Anamnesis, gejala prodromal, riwayat kontak b. Pemeriksaan jasmani • ikterus pada sklera, kulit, dan selaput lendir langit-langit mulut • pada kasus yang berat (fulminan) mulut berbau spesifik (foetor hepaticum) • pada perabaan, hati membengkak 2-3 jari di bawah arkus kosta dengan konsistensi lemah, tepi tajam, dan sedikit nyeri tekan, perkusi pertama positif • limpa kadang-kadang teraba lunak c. Pemeriksaan laboratorium • tes fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT, GGT, alkali fosfatase) • tes serologi 5. Penatalaksanaan Menurut Corwin (2001), pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif yang mencakup : a. Istirahat sesuai keperluan b. Pendidikan agar menghindari penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan c. Pendidikan mengenai cara penularan hepatitis kepada mitra seksual dan anggota keluarga d. Pemberian vaksin hepatitis Obat–obatan yang bisa diberikan pada penderita hepatitis menurut Dalimartha (2004) yaitu : a. Obat antivirus untuk mencegah terjadinya replikasi virus. Contohnya interferon (IFN), adenine arabinoside (ARA-A), dan ribavirin.
10
b. Obat imunomodulator.
Obat ini dapat memodulasi sistem kekebalan
tubuh. Contohnya kortikosteroid. c. Biological Response Modifiers yang merupakan obat baru. Contohnya IFN alfa dan thymosin alfa I. d. Obat nonspesifik untuk membantu pemulihan kelainan yang timbul baik klinis maupun laboratoris. Contohnya methicol, litrison, curcil, curcuma, dan urdafalk. e. Obat simptomatik untuk menghilangkan keluhan dan gejala klinis. Contohnya paracetamol dan enzyplex. Menurut Williams (1995), prinsip terapi diet yang sesuai dengan kebutuhan penderita hepatitis yaitu : a. Tinggi protein Protein diperlukan untuk membangun sel dan jaringan yang baru. Selain itu, protein juga mencegah kerusakan akibat infiltrasi lemak dalam jaringan hati. Protein yang dibutuhkan sehari berkisar antara 70 sampai 100 g. b. Tinggi karbohidrat Penyediaan glukosa ditingkatkan untuk melindungi simpanan glikogen di hati. Ini juga membantu menyediakan energi dan mencegah pemecahan protein untuk energi.
Diet seharusnya mengandung 300-400 gram
karbohodarat per hari. c. Lemak sedang Beberapa lemak menyedapkan makanan sehingga meningkatkan selera makan. Produk susu dan minyak tumbuhan dalam jumlah sedang sangat bermanfaat. Makanan sebaiknya mengandung 100-150 garam lemak per hari. d. Tinggi energi Energi yang dibutuhkan per hari berkisar antara 2500-3000 Kal. Peningkatan kebutuhan energi ini untuk mendukung proses penyembuhan, menutupi kehilangan energi akibat demam dan kondisi tubuh yang lemah, serta memperbaharui tenaga untuk sembuh dari penyakit.
11
e. Pemberian makan Makanan yang diberikan pertama kali sebaiknya dalam bentuk cair seperti milkshake yang tinggi protein dan kalori atau produk formula khusus untuk penggunaan yang berulang. Apabila selera makan dan toleransi terhadap makanan meningkat maka bentuk makanan diberikan perlu segera diubah. Ini harus dibarengi dengan memperhatikan makanan yang disukai dan tidak disukai pasien untuk meningkatkan intake makanan. Sirosis Hati 1. Epidemiologi Sirosis hati merupakan penyakit dengan peradangan difus dan menahun pada hati yang diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer et al. 1992).
Menurut Dalimartha (2004), sirosis hati di
Indonesia lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan. 2. Etiologi Menurut Lesmana & Hasan (2001) ada berbagai macam penyebab sirosis hati. Penyebab tersebut yaitu virus hepatitis B, C, dan delta, alkohol, gangguan metabolik, kolestasis, imunologi, zat toksik dan obat, serta kriptogenik. 3. Gambaran Klinis Gambaran klinis sirosis hati adalah sebagai berikut : a. Gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah, dan diare. b. Demam, berat badan turun, dan lekas lelah. c. Asites, hidrotoraks, dan edema. d. Ikterus dan kadang urin menjadi lebih tua warnanya/kecoklatan. e. Hepatomegali dan dapat mengecil karena fibrosis bila lebih lanjut. f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus. g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme seperti : • impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis • amenore, hiperpigmentasi areola mamae
12
• spider nevi dan eritema • hiperpigmentasi h. Jari tabuh (Mansjoer et al. 2002). 4. Diagnosis Menurut Lesmana & Hasan (2001), kriteria diagnosis pada sirosis hati yaitu stigmata penyakit hati kronik, hepatosplenomegali, serta asites dan edema tungkai pada keadaan dekompensasi. Diagnosis bandingnya yaitu hepatitis kronik aktif. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan yaitu tes faal hati (albumin, globulin), petanda virus hepatitis B dan C, ultrasonografi abdomen atas, biopsi hati, endoskopi saluran cerna, dan pungsi abdomen. 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan sirosis hati dibagi menjadi dua yaitu untuk sirosis hati kompensasi dan sirosis hati dekompensasi. Pada sirosis hati kompensasi dilakukan evaluasi tes faal hati secara berkala dan diberikan obat antivirus untuk sirosis yang disebabkan oleh HBV atau HCV yang masih mengalami replikasi. Sirosis hati dekompensasi penderitanya dirawat inap di rumah sakit, diberi Diet Hati, dan roboransia.
Pada sirosis hati dekompensasi dengan
penyulit (perdarahan varises esofagogastrik dan gastropati hipertensi portal, koma hepatik, Peritonitis Bakterial Spontan, asites masif) maka penyulitnya harus diatasi sedangkan pada sirosis hati dekompensasi tanpa penyulit diberi diuretik (Lesmana & Hasan 2001). Menurut Williams (1995), prinsip terapi diet yang sesuai dengan kebutuhan penderita sirosis hati yaitu : a. Protein menurut toleransi Apabila tidak ada tanda dan gejala koma hepatikum, protein dibutuhkan 80-100 gram per hari untuk memperbaiki malnutrisi berat, memperbaiki jaringan hati, dan memperbaharui plasma protein. Apabila mulai ada tanda-tanda koma, protein harus dibatasi. b. Rendah natrium Natrium dibatasi menjadi 500-1000 mg/hari untuk membantu mengurangi retensi cairan (asites).
13
c. Makanan bertekstur lunak Makanan lunak membantu mencegah ruptur dan pendarahan saat varises esofagus berkembang. d. Nutrisi secara umum yang optimal Prinsip diet pada hepatitis dilanjutkan untuk sirosis yang penyebabnya sama dengan hepatitis.
Energi, karbohidrat, dan vitamin, khususnya
vitamin B kompleks termasuk tiamin dan folat, sangat penting. Alkohol tidak boleh dikonsumsi. Hepatoma 1. Epidemiologi Menurut Dalimartha (2004), hepatoma disebut juga Karsinoma Hepato Seluler (KHS). Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Hepatoma tersebar di seluruh dunia dengan kasus terbanyak di Sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara.
Penyakit ini secara makroskopis
dibedakan menjadi tipe masif, nodular, dan difus.
Tipe masif umumnya
terjadi di lobus kanan, berbatas tegas, dan dapat dikelilingi nodul-nodul kecil. Pada tipe nodular ukuran nodulnya bervariasi dan terjadi di seluruh hati. Tipe difus batas-batasnya sukar ditentukan. 2. Etiologi Hepatoma bisa disebabkan oleh HBV dan HCV, sirosis hati, aflatoksin, dan infeksi beberapa macam parasit. Selain itu, faktor keturunan dan ras juga bisa memicu timbulnya penyakit ini (Dalimartha 2004). 3. Gambaran Klinis Menurut Corwin (2001), gambaran klinis pada penderita hepatoma adalah sebagai berikut : a. Nyeri tumpul dan perasaan penuh pada abdomen b. Mual dan muntah c. Ikterus d. Anoreksia dan enggan mengkonsumsi makanan tertentu e. Tumor yang menyumbat saluran empedu bisa menyebabkan hipertensi porta dan asites, ikterus memburuk, dan timbul nyeri kolik. f. Hepatomegali
14
4. Diagnosis Diagnosis hepatoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan tambahan seperti rontgen, USG, CT scan, peritoneoskopi, biopsi hati, dan tes laboratorium.
Pada penderitanya
ditemukan peningkatan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa fetoprotein darah serta peningkatan kadar SGOT, SGPT, fosfatase alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa L-fukosidase (Dalimartha 2004). 5. Penatalaksanaan Upaya
pengobatan
dan
penyembuhan
bisa
dilakukan
dengan
pembedahan dan kemoterapi. Prognosisnya sangat buruk. Angka bertahan hidup setelah 5 tahun hanya sekitar 1% (Corwin 2001). Gizi Kurang Pada Penyakit Hati Malnutrisi yang biasanya terjadi pada seseorang yang menderita suatu penyakit yaitu gizi kurang. Faktor resiko terjadinya gizi kurang diantaranya yaitu asupan makanan yang tidak cukup selama lebih dari 7 hari dan kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam waktu singkat (Dir. Jen. Yan. Medik 1999a). Secara umum prevalensi malnutrisi pada penderita penyakit hati kronis meningkat seiring dengan tingkat penyakit yang semakin berat. Akan tetapi, hubungan antara perubahan status malnutrisi dengan penyebab penyakit tidak jelas (Italian Multicentre Co-operative Project 1994 & Wilkins et al. 1995, diacu dalam Morgan & Heaton 2000). Menurut McCullough & Tabill (1991) diacu dalam Nelson et al. (1994), beberapa penyebab malnutrisi pada penderita penyakit hati yaitu : 1. Penurunan intake makanan karena menurunnya kualitas dan/atau kuantitas makanan. 2. Penurunan kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan. 3. Kebutuhan energi yang meningkat. 4. Sintesis protein yang tidak efisien, pemecahan protein yang semakin cepat, dan peningkatan oksidasi protein.
15
Kebutuhan dan Konsumsi Zat Gizi Kebutuhan zat gizi yaitu sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebutuhan manusia akan energi dan zat gizi lainnya sangat barvariasi meskipun faktor-faktor seperti ukuran badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan faktor lainnya sudah diperhitungkan. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas makanan karena efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh komposisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992). Menurut Supariasa et al. (2001), kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktifitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif seperti gangguan pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, serta perbedaan pengeluaran dan penghancuran zat gizi dalam tubuh. Manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan yang mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya berguna untuk energi dalam melakukan kegiatan fisik sehari-hari, memelihara proses tubuh, serta pertumbuhan dan perkembangan (Suhardjo & Kusharto 1992). Ada beberapa faktor yang menentukan seseorang dalam memilih makanannya.
Faktor-faktor tersebut yaitu kesenangan dan ketidaksenangan,
kebiasaan, daya beli dan ketersediaan makanan, kepercayaan dan ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama dan psikologis, serta pertimbangan gizi dan kesehatan (Hartono 2000). Konsumsi makanan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Tingkat konsumsi seseorang merupakan persen angka konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari survei terhadap angka kecukupan yang dianjurkan. (Suhardjo et al. 1988). Menurut Supariasa et al. (2001), survei konsumsi makanan dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode recall 24 jam dan metode penimbangan makanan (food weighing method). Prinsip metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karenanya jumlah makanan yang dikonsumsi individu harus ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukur
16
rumah tangga (URT) seperti sendok, piring, dan lain-lain untuk mendapatkan data kuantitatif.
Menurut Suhardjo (1989), prinsip food weighing method yaitu
mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi. Berat makanan yang dikonsumsi didapatkan dari mengurangi berat makanan sebelum dimakan dengan berat makanan yang tersisa setelah makan. Tingkat ketelitian metode ini paling tinggi dibanding metode lainnya dalam hal mengukur konsumsi pangan secara kuantitatif. Energi Energi dalam makanan berbentuk energi kimia yang dapat diubah menjadi energi dalam bentuk yang lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan prosesproses biologis adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas, dan energi listrik (Budiyanto 2002). Energi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi harus tersedia dalam jumlah yang cukup agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino untuk memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994). Energi tersebut diperoleh dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada makanan serta alkohol. Setiap gram karbohidrat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 Kal, lemak menghasilkan 9 Kal, dan alkohol menghasilkan 7 Kal. Metabolisme karbohidrat,protein, lemak, dan alkohol diatur oleh hati (Almatsier 2002). Oleh karena itu, hati dikatakan sebagai sebagai pemegang peran utama dalam menjaga keseimbangan energi (Morgan & Heaton 2000). Sumber energi tinggi yaitu bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan, dan padi-padian. Setelah itu, bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2002). Kekurangan energi pada orang dewasa bisa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Kelebihan energi juga tidak baik karena kelebihannya akan diubah menjadi lemak tubuh yang dapat mengakibatkan kegemukan. Pada akhirnya ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi tubuh yang merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis dan memperpendek harapan hidup (Almatsier 2002).
17
Protein Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 1997). Fungsi utama protein bagi tubuh yaitu membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Secara garis besar fungsi protein yaitu sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, membangun sel-sel jaringan tubuh, pertahanan tubuh, bahan bakar dan pemberi tenaga, menjaga asam basa cairan tubuh, membuat protein darah, dan media perambatan impuls saraf (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme protein yang terganggu bisa menimbulkan komplikasi pada penyakit hati.
Komplikasi tersebut dikenal dengan Hepatic Encephalopathy
(Koma Hepatik). Beberapa hal yang mendorong terjadinya Koma Hepatik yaitu : 1. Akumulasi bermacam-macam racun yang disebabkan oleh melemahnya fungsi hati. Amonia merupakan penanda racun yang dihubungkan dengan encephalopathy. 2. Neurotransmiter yang salah. Ini ditandai dengan perubahan komposisi plasma asam amino dan penurunan rasio asam amino rantai cabang (BCAA) terhadap asam amino aromatik (AAA). 3. Peningkatan substansi penghambat saraf otak dan serum yang ditandai dengan peningkatan kadar asam gama-aminobutirik (GABA) dan peningkatan densitas reseptor GABA otak (Nelson et al. 1994). Menurut Almatsier (2002), bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu. Contoh sumber protein hewani yaitu telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.
Sumber protein nabati
contohnya kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacangkacangan lain. Padi-padian dan hasil-hasilnya relatif rendah dalam protein tetapi jika dimakan dalam jumlah besar dapat memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari. Kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor, marasmus, atau gabungan keduanya.
Ini mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan sampai suatu
18
sindrom klinis berat yang spesifik. Keadaan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh intake makanan. Akan tetapi, juga keadaan lingkungan seperti pemukiman, sanitasi dan higiene, serta infeksi berulang yang ditimbulkannya (Effendi 2002). Kelebihan protein bisa menyebabkan obesitas karena makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak.
Selain itu, kelebihan protein menyebabkan
asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan urea darah, dan demam. Asam amino yang berlebihan akan memberatkan kerja ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier 2002). Pembatasan konsumsi protein pada penderita penyakit hati dilakukan apabila pasien mengalami intoleransi protein. Kondisi ini biasanya ditemukan pada pasien dengan Koma Hepatik. Konsumsi sumber protein selain daging, seperti sayuran dan produk susu, sangat dianjurkan. Sayuran dan produk susu mengandung amonia, metionin, dan asam amino aromatik (AAA) yang lebih rendah serta asam amino rantai cabang (BCAA) yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging (Nelson et al. 1994). Daya Terima terhadap Makanan Daya terima (tingkat penerimaan) konsumen yang selanjutnya akan berpengaruh pada kemampuan mengkonsumsi makanan berhubungan erat dengan penilaian inderawi terhadap makanan tersebut. Indera yang terlibat yaitu indera penglihat, pembau, pencecap, dan bahkan indera pendengar. Kualitas makanan yang dinilai sangat tergantung pada keadaan makanan itu sendiri yang meliputi faktor rupa (contohnya bentuk dan warna), tekstur, dan citarasa (contohnya bau, rasa, dan suhu).
Ketiga faktor tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi
merupakan sesuatu yang saling berhubungan seperti sebuah lingkaran. Sikap penilai yang terbentuk dari faktor budaya, agama, lingkungan, kondisi psikis dan fisiologis juga mempengaruhi penilaian yang diberikan (Nasoetion 1988). Selain itu, penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan di tempat saji, dan penghias hidangan juga mempengaruhinya (Moehyi 1997).
19
Berikut adalah beberapa atribut makanan yang dinilai untuk menentukan daya terima terima terhadap makanan : 1. Bentuk Bentuk makanan sangat ditentukan oleh komposisi serta kandungan komponen-komponen makanan seperti air, protein, karbohidrat, lemak, dan lainnya (Nasoetion 1988). Makanan yang disajikan dalam bentuk tertentu bisa membuat makanan lebih menarik daripada biasanya. Bentuk makanan yang disajikan bisa : (a) sesuai bentuk aslinya, (b) menyerupai bentuk asli tetapi bukan merupakan bahan makanan yang utuh, (c) diperoleh dengan memotong bahan makanan dengan teknik tertentu, atau (d) dibuat sebagai sajian khusus (Moehyi 1992). 2. Warna Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna tergantung pada faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 1997).
Warna makanan dipengaruhi oleh
pigmen di dalam pangan itu sendiri, reaksi antara unsur kimia dalam makanan dengan udara, teknik memasak, serta penambahan zat warna alami atau sintetik (Nasoetion 1988 & Moehyi 1992). 3. Tekstur Menurut Nasoetion (1988), tekstur menggambarkan keadaan struktur makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan, cara mengolah makanan, dan kontak makanan dengan udara. 4. Bau Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan kelezatan makanan tersebut. Bau-bauan dapat dikenali bila dalam bentuk uap. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Nasoetion 1988).
Bau makanan yang harum disebut aroma (Depdikbud
1995). Menurut Moehyi (1992), aroma makanan disebabkan oleh adanya suatu senyawa yang mudah menguap akibat reaksi yang terjadi dengan atau
20
tanpa enzim.
Aroma makanan yang timbul bergantung pada jenis
makanannya, cara memasak, atau aroma sintetik yang ditambahkan. Aroma makanan yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium dapat membangkitkan selera. 5. Rasa Rasa makanan diberikan oleh rempah-rempah sebagai bumbu masakan yang berinteraksi dengan bahan makanan primer. Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menambahkan bahan penyedap alami maupun sintetis (Moehyi 1992). Semakin tua usia manusia maka semakin rendah jumlah kuncup perasanya. Oleh karena itu, indera pencecap seringkali dibantu indera pencium, penglihat, serta peraba untuk mengenali rasa (Nasoetion 1988). 6. Suhu Suhu mampengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa.
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di
bawah 200C atau di atas 300C (Winarno 1997).
Makanan yang dapat
memancarkan aroma sedap sebaiknya dihidangkan dalam keadaan panas sedangkan makanan yang harus dihidangkan dalam keadaan dingin sebaiknya dihidangkan dalam keadaan dingin (Moehyi 1992). Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan. Akan tetapi, sel cecapan yang telah rusak akan diganti dengan sel yang baru dalam beberapa hari kemudian.
Makanan yang dingin dapat membius kuncup cecapan
sehingga tidak peka lagi (Winarno 1997). 7. Kebersihan Alat Makan Menurut hasil penelitian Faizal (1991) diacu dalam Noras (2000), alat yang digunakan dalam penyajian makanan berpengaruh terhadapa sisa makanan. Apabila alat yang digunakan bersih maka makanan yang diberikan akan habis dimakan. Menurut Yuliati (2001), kebersihan peralatan makan dijaga dengan melakukan pencucian yang baik. Indikasi kebersihan makanan secara fisik dapat diketahui dengan tidak adanya kotoran/noda dan tidak berbau (amis, tengik, atau bau makanan). Daya terima terhadap makanan dapat diketahui dengan melakukan Uji Penerimaan. Salah satu jenis Uji Penerimaan yaitu Uji Hedonik Skala Verbal.
21
Seseorang yang melakukan Uji Hedonik Skala Verbal mengemukakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sifat sensorik atau kualitas makanan yang dinilai (Soekarto 1984, diacu dalam Hardinsyah et al. 1988). Pelayanan Gizi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu tempat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang meliputi kuratif, rehabilitatif, preventif, dan promotif melalui pelayanan medis, rawat inap, dan administratif secara rawat jalan, rawat darurat dan rawat tinggal (Soeprapto 1985). Fungsi utamanya adalah menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.983/SK/MENKES/XI/92, rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Djojodibroto 1997). Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan rumah sakit bagi penderita yang dirawat dan yang berobat jalan untuk memperoleh makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal. Kegiatan pokoknya yaitu produksi/pengolahan makanan, pelayanan gizi di ruang perawatan; penyuluhan, konsultasi dan rujukan gizi; serta penelitian dan pengembangan gizi terapan (Uripi 1993).
Menurut SK Menkes RI No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum, kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dilaksanakan oleh unit gizi yang disebut Instalasi Gizi (Almatsier 1992). Menurut Moehyi (1986), pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan lain seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis, dan sebagainya yang diberikan untuk penyembuhan penyakit. Pelayanan dalam bentuk yang paling umum yaitu penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat. Pengelolaan penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan supaya penderita yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya sehingga dapat mempercepat penyembuhan penyakit, memperpendek hari perawatan, dan biaya yang disediakan untuk penyelenggaraan
22
makan orang sakit dapat digunakan dengan tepat sehingga diperoleh daya guna dan hasil guna yang maksimal. Aspek pokok dalam pengelolaan penyelenggaraan makanan yaitu aspek teknis
dan
aspek
administratif.
Aspek
teknis
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pembagian tugas dan tanggung jawab, dan mekanisme kerja pelayanan makanan.
Aspek administratif mencakup perencanaan keuangan,
pengelolaan keuangan, barang, serta laporan dan evaluasi (Moehji 1986). Menurut Moehyi (1997), dalam upaya penyembuhan penyakit makanan dapat berfungsi sebagai : 1. Salah satu bentuk terapi/pengobatan. Misalnya pengaturan diet pada penderita obesitas yang merupakan upaya primer dalam penyembuhan penyakit tersebut. 2. Penunjang pengobatan. Misalnya pemberian makanan dibarengi dengan pemberian suntikan insulin pada penderita diabetes melitus agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas normal. 3. Penunjang tindakan medis. Misalnya pemberian Makanan Cair bagi penderita penyakit saluran pencernaan yang baru selesai dioperasi. Beberapa hal yang dijadikan dasar dalam penentuan diet bagi orang sakit yaitu : 1. Diet yang diberikan sebisa mungkin dapat memenuhi kebutuhan berbagai zat gizi esensial orang sakit dengan mempertimbangkan aktifitasnya sehari-hari dan latihan yang diberikan kepadanya. 2. Diet Khusus diberikan dengan indikasi yang kuat dan sangat diperlukan serta harus segera diubah ke Diet Biasa jika tidak diperlukan untuk jangka waktu yang sangat lama. Diet Khusus ini harus berpola pada Makanan Biasa dan fleksibel dengan kondisi pasien. 3. Jenis bahan makanan/makanan yang disajikan harus dapat diterima orang sakit serta sebaiknya alami, mudah didapat, mudah diolah, dan lazim digunakan. 4. Makanan diberikan lewat mulut sepanjang orang sakit dapat makan melalui mulut. 5. Penderita dan keluarganya harus mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat diet yang diberikan.
23
Menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002), standar makanan rumah sakit yaitu Makanan Biasa, Makanan Lunak, Makanan Saring, dan Makanan Cair. 1. Makanan Biasa (MB) Makanan ini diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan makanan khusus yang berhubungan dengan penyakitnya.
Makanan tersebut cukup
energi, protein, dan zat gizi lainya. Makanan yang merangsang atau yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan tidak boleh diberikan. Makanan yang merangsang contohnya makanan yang sangat berlemak, terlalu manis atau berbumbu, serta minuman yang beralkohol. 2. Makanan Lunak (ML) Makanan ini diberikan pada penderita sesudah operasi tertentu atau penderita penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Menurut keadaan penyakit, Makanan Lunak merupakan perpindahan dari Makanan Saring ke Makanan Biasa. Makanan tersebut mudah dicerna, rendah serat, dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Kandungan energi, protein, dan zat gizi lainnya cukup. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada Makanan Lunak dapat dilihat pada Lampiran 1. 3. Makanan Saring (MS) Makanan Saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi tertentu, pada infeksi akut, termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastro enteritis, dan pada kesukaran menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan ini diberikan langsung kepada penderita atau merupakan perpindahan dari Makanan Cair ke Makanan Lunak.
Makanan Saring tidak memenuhi
kebutuhan gizi, terutama energi dan thiamin, sehingga jangka waktu pemberiannya pendek. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada Makanan Saring dapat dilihat pada Lampiran 2. 4. Makanan Cair (MC) Makanan Cair diberikan pada penderita sebelum dan sesudah operasi tertentu, dalam keadaan mual dan muntah, kesadaran menurun, suhu badan sangat tinggi atau infeksi akut.
Makanan Cair berupa cairan jernih yang tidak
merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Makanan yang boleh diberikan yaitu teh, kopi, kaldu jernih, air bubur kacang hijau, sari buah, sirup, dan gula
24
pasir. Jangka waktu pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja karena nilai gizinya sangat rendah. Diet Pada Penyakit Hati Tujuan diet pada penyakit hati yaitu untuk memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaan hati. Syarat diet pada penyakit hati yaitu : 1. Energi tinggi, karbohidrat tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan keadaan klinik penderita. Diet diberikan secara berangsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi penderita terhadap protein. 2. Cukup mineral dan vitamin. 3. Garam rendah bila ada retensi garam atau air. 4. Mudah dicerna dan tidak merangsang. 5. Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindarkan. Bahan makanan yang tidak boleh diberikan yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak seperti daging kambing dan daging babi. Selain itu, juga bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka (Bagian Gizi RSCM & Persagi 2002). Semua bahan harus dimasak dengan cara direbus, dikukus, atau dipanggang. Jenis makanan yang digoreng atau bertekstur keras harus dihindari (Uripi 2001). Berikut adalah macam diet pada Penyakit Hati dan indikasi pemberiannya menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002) : 1. Diet Hati I (DH I) Diet tersebut diberikan kepada penderita sirosis hati berat dan hepatitis infeksiosa akut dalam keadaan prekoma atau segera sesudah penderita dapat makan kembali. Pemberian sumber protein sedapat mungkin dihindarkan. Makanan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti sari buah, sirup, dan teh manis. Cairan diperlukan kurang lebih 2 liter sehari bila tidak ada asites. Bila ada asites dan diuresa belum sempurna pemberian cairan maksimum 1 liter sehari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, besi, dan thiamin.
Pemberiannya tidak lebih dari 3 hari. Infus glukosa dapat
diberikan untuk menambah energi.
25
2. Diet Hati II (DH II) Diet ini diberikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan penderita sudah mulai mempunyai nafsu makan. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak menurut keadaan penderita. Protein dibatasi (30 g sehari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. rendah energi, kalsium, besi, dan thiamin.
Makanan ini
Sebaiknya diberikan selama
beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai Diet Hati II Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresa belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I). 3. Diet Hati III (DH III) Diet tersebut diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau pada penderita yang nafsu makannya cukup.
Makanan diberikan dalam
bentuk lunak atau biasa menurut keadaan penderita. Protein diberikan 1 g/kg berat badan dan lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, besi, vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium dan thiamin. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresa belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I). 4. Diet Hati IV (DH IV) Diet ini diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati III atau kepada penderita hepatitis infeksiosa dan sirosis hati yang nafsu makannya baik, dapat menerima protein dan tidak menunjukkan gejala sirosis hati aktif. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa menurut kesanggupan penderita. Makanan ini tinggi energi, protein, lemak, karbohidrat, dan cukup vitamin serta mineral. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai Diet Hati IV Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresa belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I). Diet Rendah Garam Menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002), Diet Rendah Garam bertujuan membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan tubuh serta menurunkan tekanan darah pada hipertensi.
26
Syarat dietnya yaitu : 1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin 2. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit 3. Jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan/atau hipertensi. Diet Rendah Garam terbagi menjadi : 1. Diet Rendah Garam I (DRG I) Kadar natrium dalam makanan sehari yaitu 200-400 mg. Saat memasak tidak ditambahkan garam dapur dan bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini untuk penderita dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat. 2. Diet Rendah Garam II (DRG II) Kadar natrium dalam makanan sehari yaitu 600-800 mg. Saat memasak boleh ditambah ¼ sendok teh garam dapur (1 g) dan bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini untuk penderita dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak terlalu berat. 3. Diet Rendah Garam III (DRG III) Kadar natrium dalam makanan sehari 1000-1200 mg. Saat memasak boleh ditambah ½ sendok teh garam dapur (2 g). Makanan ini untuk penderita dengan edema dan/atau hipertensi ringan. Diet Rendah Garam membatasi konsumsi garam dapur dan bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi dapat dilihat pada Lampiran 3. Bumbu-bumbu yang tidak mengandung natrium dapat digunakan untuk mempertinggi rasa makanan.
Bumbu-bumbu tersebut
seperti gula, cuka, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, laos, salam, dan sebagainya. Makanan yang dikukus, ditumis, digoreng, atau dipanggang lebih enak daripada yang direbus. Pemberian Dukungan Gizi Menurut Dir. Jen. Yan. Medik (1999a), pemberian dukungan gizi bagi pasien rawat inap dapat berupa gizi enteral (melalui gastrointestinal) dan gizi parenteral (melalui vena). Dukungan gizi ini diberikan apabila asupan zat gizi pasien dengan makanan padat tidak dapat memenuhi kebutuhan.
27
1. Gizi Enteral Pemberian gizi enteral bertujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi keseluruhan (terapetik) pada pasien yang tidak dapat makan sama sekali dan sebagai tambahan (suplementasi) pada pasien yang mampu makan dan minum tetapi tidak mencukupi kebutuhannya. Indikasi pemberiannya yaitu adanya gangguan mekanin (kesadaran terganggu), gangguan menelan, koma, stroke, kekacauan sistem saraf pusat, dan selera makan yang buruk. Gizi enetaral dapat diberikan melalui mulut (oral), pipa (sonde), dan enterostomi (esofagustomi, jejunostomi). Makanan enteral terdiri dari formula rumah sakit dan formula komersial. Formula rumah sakit dibuat oleh rumah sakit dari berbagai bahan makanan yang dihaluskan. Konsistensi, kandungan zat gizi, dan osmolaritas formula rumah sakit berubah-ubah pada saat pembuatannya.
Formula komersial
merupakan formula yang sudah siap digunakan dan tersedia di pasaran. Pemilihan formula yang digunakan bergantung pada kebutuhan zat gizi pasien, kebutuhan cairan, fungsi gastrointestinal, restriksi zat gizi (energi, protein, lemak, mineral), dan kebutuhan tambahan (ekstra). Pemberian gizi enteral memiliki kelebihan dibadingkan dengan gizi parenteral.
Keuntungan tersebut yaitu bersifat fisiologis, lebih efektif,
komplikasi kurang, energi tinggi mudah dicapai, teknik pemasangannya mudah, dan biayanya murah. 2. Gizi Parenteral Menurut Hartono (2000), gizi parenteral bisa diberikan melalui vena perifer atau vena sentral kepada pasien yang beresiko malnutrisi tetapi tidak mampu dan/atau tidak boleh mendapatkan zat gizi lewat saluran cerna. Gizi parenteral disebut gizi parenteral total jika seluruh kebutuhan zat gizi pasien diberikan lewat vena dan disebut gizi parenteral parsial jika hanya sebagain kebutuhan zat gizi saja yang diberikan lewat vena. Pemberian gizi parenteral dapat dilakukan sebagai terapi gizi primer dan terapi gizi suplemental/suportif. Gizi parenteral sebagai terapi gizi primer diberikan pada pasien yang tidak mampu mempertahankan, mencerna atau menyerap makanan, seperti pada kasus bedah dan interne. Gizi parenteral
28
sebagai terapi gizi suplemental/suportif diberikan pada pasien yang bisa makan atau mendapat gizi enteral tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Kondisi ini biasanya ditemui pada pasien prabedah, pascabedah, trauma, penderita kanker, malnutrisi protein atau energi protein, dan penolakan atau ketidakmampuan makan.
Nutrisi parenteral tidak boleh
diberikan pada pasien dengan krisis hemodinamik atau kegagalan pernafasan yang membutuhkan bantuan respirator.
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu bentuk pelayanan gizi rumah sakit bagi penderita penyakit hati rawat inap yaitu pemberian makanan dalam bentuk Diet Hati. Konsumsi Diet Hati dipengaruhi oleh ketersediaan Diet Hati, daya terima terhadap Diet Hati, lama perawatan dan selera makan.
Ketersediaan Diet Hati didasarkan pada
kebutuhan energi dan protein pasien dengan mempertimbangkan karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis penyakit hati). Daya terima terhadap Diet Hati merupakan penilaian pasien terhadap atribut makanan seperti bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, dan kebersihan alat makan. Konsumsi energi dan protein merupakan dua hal yang mendapat perhatian khusus pada penderita penyakit hati. Konsumsi energi dan protein penderita penyakit hati rawat inap didapatkan dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus. Pada akhirnya, konsumsi energi dan protein akan mempengaruhi status gizi pasien setelah perawatan. Bagan kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
30
Umur, Jenis Kelamin, Berat Badan, Tinggi Badan, Jenis Penyakit Hati
Status malnutrisi, tingkat pendidikan, pekerjaan
Kebutuhan Energi dan Protein Pasien
Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati Lama Perawatan Konsumsi Diet Hati Selera Makan Cairan Infus
Konsumsi Energi dan Protein
Status Gizi Setelah Perawatan Keterangan : : Variabel yang Diteliti : Variabel yang Tidak Diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Daya Terima terhadap Diet Hati (bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, kebersihan alat makan)
Konsumsi Makanan Luar
METODE Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian survei karena contoh diambil dari satu populasi dan datanya dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun 1995). Disain penelitiannya yaitu cross sectional study. Data hanya diambil pada suatu periode tertentu dan setiap contoh hanya diamati satu kali selama penelitian (Budiarto 2003). Penelitian dilakukan di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo (Perjan RSCM), Jakarta.
Lokasi ini dipilih secara purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/FKUI) dan rumah sakit rujukan nasional kelas A (Dir. Jen. Yan. Medik 1999b). Oleh karena itu, Perjan RSCM dapat memberikan kesempatan kepada penulis dalam menggunakannya sebagai tempat penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Agustus hingga November 2004. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh penelitian adalah penderita penyakit hati rawat inap di Bagian Penyakit Dalam kelas III (Instalasi Rawat Inap B/IRNA B) Perjan RSCM, Jakarta pada saat penelitian dilakukan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : 1. Penderita penyakit hati di Bagian Penyakit Dalam kelas III (IRNA B). 2. Berusia 17 tahun ke atas untuk mempermudah komunikasi dan dapat menilai makanan yang disajikan secara rasional. 3. Telah dirawat minimal dua hari sehingga sudah mengalami penyesuaian terhadap makanan rumah sakit. 4. Mendapatkan Diet Hati atau Diet Hati Rendah Garam secara oral. 5. Tidak sedang berpuasa. 6. Kesadaran baik dan bisa diajak komunikasi sehingga data yang didapatkan rasional. 7. Bersedia diwawancara.
32
Selama penelitian berlangsung ada 904 pasien penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 dengan 72 pasien menderita penyakit hati berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penarikan contoh sebanyak 30 orang. Selanjutnya 30 orang pasien tersebut diwawancara dan dilihat konsumsi energi dan proteinnya selama tiga hari berturut-turut. Sebanyak 20 pasien dengan data lengkap dijadikan sebagai contoh penelitian. Penjelasan lebih lanjut mengenai cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Pasien Rawat Inap di IRNA B RSCM
Pasien di Bagian Penyakit Dalam kelas III 904 orang
Pasien penderita penyakit hati berdasarkan diagnosa dokter (hepatitis, sirosis hati, abses hati, hepatoma) 72 orang
Purposive sampling sesuai kriteria
30 orang Wawancara dan penimbangan makanan (3 hari)
Data tidak lengkap 10 orang
Data lengkap 20 orang
Contoh penelitian Gambar 2 Cara penarikan contoh
33
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi : 1. Karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis penyakit hati, status malnutrisi, tingkat pendidikan, pekerjaan). 2. Lama perawatan contoh. 3. Kebutuhan energi dan protein contoh. 4. Ketersediaan Diet Hati (jenis Diet Hati dan ketersediaan energi-protein Diet Hati). 5. Konsumsi energi dan protein contoh (konsumsi energi-protein dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus). 6. Daya terima terhadap Diet Hati. Data karakteristik contoh dan daya terima contoh terhadap Diet Hati diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner.
Data berat badan
dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale. Data tinggi badan dikumpulkan dengan pengukuran menggunakan microtoise bagi pasien yang bisa berdiri atau menggunakan pengukuran tinggi lutut bagi pasien yang tidak bisa berdiri. Data jenis penyakit hati, kadar serum albumin, dan lama perawatan diperoleh dari rekam medis. Data kebutuhan energi dan protein contoh ditentukan melalui perhitungan menggunakan rumus dengan mengacu pada data karakteristik contoh. Data jenis Diet Hati yang diterima contoh diketahui dari buku makanan IRNA B Bagian Penyakit Dalam kelas 3. Data ketersediaan Diet Hati contoh (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I dikumpulkan dengan penimbangan makanan dari Unit Produksi Makanan (UPM) sebelum dikonsumsi contoh sedangkan makan sore dan selingan II merujuk pada standar porsi bahan makanan UPM karena tidak dilakukan penimbangan makanan. Data konsumsi Diet Hati (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I dikumpulkan dengan food weighing method sedangkan makan sore, selingan II, dan makanan luar dengan recall method. Data konsumsi infus diambil dari rekam medis. Data ketersediaan Diet Hati serta data konsumsi Diet Hati, konsumsi makanan luar, dan konsumsi cairan infus diambil selama tiga hari berturut-turut.
34
Data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi: 1. Gambaran umum Perjan RSCM (sejarah, lokasi, klasifikasi, visi dan misi, maksud dan tujuan, fungsi, kegiatan, pelayanan kesehatan, tenaga kerja, dan struktur organisasi) 2. Gambaran umum IRNA B Perjan RSCM 3. Gambaran umum UPM Perjan RSCM (struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, tenaga kerja, jam kerja, penyelenggaraan makan, dan pengawasan) Data sekunder didapatkan melalui wawancara dengan staf Perjan RSCM dan membaca dokumen/laporan Perjan RSCM. Selain itu, dilakukan juga pengamatan langsung selama penelitian untuk melengkapi data gambaran umum Perjan RSCM, IRNA B, dan UPM. Tabel 1 Data yang dikumpulkan dan cara memperoleh Data Karakteristik contoh
Jenis Data Primer
Cara Pengumpulan Wawancara, penimbangan, pengukuran, rekam medis
Alat Kuesioner, timbangan kamar mandi, microtoise, alat pengukur tinggi lutut
Lama perawatan contoh
Primer
Rekam medis
Kuesioner
Kebutuhan energi dan protein contoh
Primer
Perhitungan menggunakan rumus
Program komputer Microsoft Excell
Ketersediaan Diet Hati contoh
Primer
Buku makanan IRNA B Bagian Penyakit Dalam kelas III, food weighing, standar porsi bahan makanan UPM
Kuesioner, timbangan makanan digital Tanita
Konsumsi energi dan protein
Primer
Food weighing, recall, rekam medis
Kuesioner, timbangan makanan digital Tanita, food model
Daya terima terhadap Diet Hati
Primer
Wawancara
Kuesioner
Gambaran umum Perjan RSCM
Sekunder
Wawancara, dokumen/laporan
Kuesioner
Gambaran umum IRNA B Perjan RSCM
Sekunder
Pengamatan langsung
Kuesioner
Gambaran umum UPM Perjan RSCM
Sekunder
Wawancara, dokumen/laporan, pengamatan langsung
Kuesioner
35
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, jenis penyakit hati, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status malnutrisi. Data jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan jenis penyakit hati digunakan untuk menghitung kebutuhan energi dan protein contoh. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Umur dikelompokkan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah (40-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun) (Papalia & Olds 1986). Menurut Chumlea et al. (1984) diacu dalam Gibson (1993) tinggi badan pasien yang tidak dapat berdiri ditentukan dengan memasukkan hasil pengukuran tinggi lutut ke dalam rumus sebagai berikut : ¬ Tinggi badan laki-laki = [2.02 x tinggi lutut (cm)] - [0.04 x umur (tahun)] + 64.19 ¬ Tinggi badan perempuan = [1.83 x tinggi lutut (cm)] - [0.24 x umur (tahun)] + 84.88 Jenis penyakit hati dikelompokkan menjadi hepatitis, sirosis hati, dan hepatoma. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tamat SD/sederajat, tidak tamat SD/sederajat, SMA/sederajat,
tamat tidak
SMP/sederajat, tamat
tidak
tamat
SMA/sederajat,
D3,
SMP/sederajat, dan
S1.
tamat
Pekerjaan
dikelompokkan menjadi buruh, petani, wiraswasta, karyawan swasta, PNS, pensiunan, dan ibu rumah tangga. Status malnutrisi dikategorikan menurut Funk & Ayton (1995) diacu dalam Stump (1997) berdasarkan berat badan (kg) dan kadar serum albumin (g/l) seperti terlihat pada Tabel 2. Data lama perawatan dibedakan menjadi tiga yaitu <5 hari, 5-10 hari, dan >10 hari. Tabel 2 Pengkategorian status malnutrisi berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal (%) dan kadar serum albumin (g/l) Serum Albumin (g/l)
Persentase Berat Badan Aktual terhadap Berat Badan Ideal (%) < 60 Malnutrisi energiprotein berat
60-75 Malnutrisi energiprotein berat
76-90 Malnutrisi sedang
> 90 Malnutrisi protein (kwashiorkor)
25-30
Malnutrisi energiprotein berat
Malnutrisi sedang
Malnutrisi sedang
Malnutrisi protein (kwashiorkor)
31-35
Malnutrisi sedang
Malnutrisi sedang
Malnutrisi ringan
Malnutrisi ringan
Malnutrisi energi Malnutrisi energi (marasmus) (marasmus) Sumber : Funk & Ayton (1995) diacu dalam Stump (1997)
Malnutrisi ringan
Tidak malnutrisi
< 25
> 35
36
Menurut Sutardjo (2004), kebutuhan energi contoh dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktifitas x Faktor Trauma/Stres AMB (Angka Metabolisme Basal) dihitung menggunakan Rumus Harris Benedict yaitu: a. AMB laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) b. AMB permpuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) Keterangan : ¬ BB = Berat Badan Ideal (kg) BBI ditentukan menggunakan Rumus Brocca yaitu : BBI = [Tinggi Badan (cm) - 100] – 10% [Tinggi Badan (cm) - 100] ¬ TB = Tinggi Badan (cm) ¬ U = Umur (tahun) Faktor aktifitas dibedakan menjadi dua yaitu : a. Istirahat di tempat tidur
= 1,2
b. Tidak terikat di tempat tidur = 1,3 Faktor taruma/stres dibedakan menjadi : a. Tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik
= 1,3
b. Stres ringan
= 1,4
c. Stres sedang
= 1,5
d. Stres berat
= 1,6
e. Stres sangat berat
= 1,7
f. Luka bakar sangat berat
= 2,1
Pada penelitian ini faktor trauma/stress yang digunakan berdasarkan kondisi klinis pasien yaitu : a. Hepatitis akut
= 1,4
b. Sirosis hati
= 1,5
c. Hepatoma
= 1,5
Kebutuhan protein penderita penyakit hati didasarkan pada kondisi klinisnya.
Menurut European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
(ESPEN) (1997) diacu dalam Morgan & Heaton (2000) penderita hepatitis virus berat dan gagal hati fulminant membutuhkan protein 1,2–1,5 gram/kg BB/hari, penderita sirosis kompensasi membutuhkan 1–1,2 gram/kg BB/hari, dan penderita sirosis dekompensasi membutuhkan 1,5 gram/kg BB/hari. Penderita hepatoma
37
yang merupakan salah satu jenis penyakit kanker membutuhkan 1 – 1,5 gram protein/kg BB/hari (Sri 2004). Pada penelitian ini kebutuhan protein contoh berdasarkan pada kondisi klinisnya adalah sebagai berikut: • Hepatitis virus berat
= 1,2 gram/kg BB/hari
• Sirosis kompensasi
= 1 gram/kg BB/hari
• Sirosis dekompensasi
= 1,5 gram/kg BB/hari
• Hepatoma
= 1 gram/kg BB/hari
Ketersediaan Diet Hati dari hasil penimbangan makanan sebelum dikonsumsi contoh (pagi, siang, selingan I) dan standar porsi bahan makanan (sore, selingan II) dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein. Konversi tersebut dilakukan dengan menggunakan Program komputer Nutrsoft dari Puslitbang Gizi. Konsumsi Diet Hati pada makan pagi, siang, dan selingan I dihitung dari berat makanan rumah sakit sebelum dikonsumsi dikurangi dengan berat makanan sisa.
Konsumsi Diet Hati pada makan sore dan selingan II serta konsumsi
makanan luar dihitung dari hasil recall. Konsumsi Diet Hati dan makanan luar (dalam satuan gram) dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein menggunakan Program komputer Nutrsoft dari Puslitbang Gizi. Konsumsi energi dan protein dari cairan infus dihitung menurut Pedoman Cairan Infus yang dikeluarkan PT Otsuka Indonesia (2003). mengandung energi 200 Kkal/l.
Dextrose 5%
KAEN 3B mengandung energi 108 Kkal/l.
Triofusin 500 mengandung energi 500 Kkal/l. Trofusin E 1000 mengandung energi 1000 Kkal/l. Albumin 20% mengandung protein 200 g/l. Asering dan NaCl 0,9%, tidak mengandung energi dan protein. Tingkat ketersediaan energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein dihitung dengan membandingkan kandungan energi-protein Diet Hati sebelum dikonsumsi contoh dengan kebutuhan energi-protein contoh.
Penilaiannya
dikategorikan menjadi (1) defisit: jika <90% angka kebutuhan, (2) normal: jika 90-119% angka kebutuhan, dan (3) di atas kebutuhan: jika ≥120% angka kebutuhan (Dir. BGM 1996).
38
Tingkat konsumsi energi-protein terhadap ketersediaan energi-protein diperoleh dengan menghitung perbandingan antara konsumsi energi-protein dari Diet Hati dengan kandungan energi-protein Diet Hati sebelum dikonsumsi contoh. Penilaiannya dikategorikan menjadi (1) defisit tingkat berat: jika <70% angka ketersediaan, (2) defisit tingkat sedang: jika 70-79% angka ketersediaan, (3) defisit tingkat ringan: jika 80-89% angka ketersediaan, dan (4) normal: jika 90-100% angka ketersediaan (Dir. BGM 1996). Tingkat konsumsi energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein dihitung dengan membandingkan antara jumlah konsumsi energi-protein contoh dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus yang didapatkan contoh dengan kebutuhan energi-protein contoh.
Penilaiannya dikategorikan menjadi (1) defisit tingkat
berat: jika <70% angka kebutuhan, (2) defisit tingkat sedang: jika 70-79% angka kebutuhan, (3) defisit tingkat ringan: jika 80-89% angka kebutuhan, (4) normal: jika 90-1i9% angka kebutuhan, dan (5) di atas kebutuhan: jika ≥120% angka kebutuhan (Dir. BGM 1996). Daya terima contoh terhadap Diet Hati diuji dengan Uji Hedonik Skala Verbal dengan menanyakan penilaian inderawi contoh terhadap tujuh atribut makanan pada waktu makan pagi dan siang selama tiga hari berturut-turut. Atribut makanan tersebut yaitu bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, dan kebersihan alat makan. Setiap jawaban pertanyaan mendapatkan skor (1) jika menjawab tidak suka, (2) jika menjawab kurang suka, dan (3) jika menjawab suka. Total skor yang diperoleh selama tiga hari (tiap waktu makan pagi dan siang) berkisar antara 21-63. Total skor dikonversikan sehingga berada pada rentang 0 sampai 100% berdasarkan rumus sebagai berikut: (skor contoh – skor minimal) y = ————————————— x 100% (skor maksimal – skor minimal) Penilaian daya terima dibagi menjadi tiga kategori yaitu (1) rendah: jika y < 60%, (2) sedang: jika 60% • y < 80% , dan (3) tinggi: jikay • 80%. Analisis Data Semua data yang didapatkan diolah dan dianalisis secara deskriptif (persentase, rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum). dilakukan dengan program komputer Microsoft Excell.
Analisis data
39
Tabel 3 Peubah dan kategori peubah Peubah Jenis kelamin
Kategori Peubah a. Laki-laki b. Perempuan
Umur (Papalia & Olds 1986)
a. Dewasa awal (18-40 tahun) b. Dewasa menengah (40-65 tahun) c. Dewasa akhir (>65 tahun)
Jenis penyakit hati
a. Hepatitis b. Sirosis hati c. Hepatoma
Tingkat pendidikan
a. b. c. d.
Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tidak tamat SMP/sederajat Tamat SMP/sederajat
e. f. g. h.
Pekerjaan
a. b. c. d.
Buruh Petani Wiraswasta Karyawan swasta
e. PNS f. Pensiunan g. Ibu Rumah Tangga
Status malnutrisi
a. b. c. d. e. f.
Malnutrisi energi-protein berat Malnutrisi sedang Malnuitrisi energi (marasmus) Malnutrisi ringan Malnutrisi protein (kwashiorkor) Tidak malnutrisi
Lama perawatan
a. < 5 hari b. 5-10 hari c. >10 hari
Jenis Diet Hati
a. b. c. d. e. f.
Konsumsi makanan luar
a. Ya b. Tidak
Jenis cairan infus
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Tidak tamat SMA/sederajat Tamat SMA/sederajat D3 S1
Diet Hati I Cair Diet Hati II Saring Diet Hati III Lunak Diet Hati III Biasa Diet Hati Rendah Garam III Lunak Diet Hati Rendah GaramIII Biasa
Asering Dextrose 5% KAEN 3B NaCl 0,9% NaCl 0,9%+Dextrose 5% NaCl 0,9%+Albumin 20% NaCl 0,9%+Triofusin 500 NaCl 0,9%+Dextrose 5%+KAEN 3B+Triofusin E 1000 Tidak pakai infus
40
Tabel 3 (lanjutan) Peubah Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein (Dir. BGM 1996)
Kategori Peubah a. Defisit (<90% angka kebutuhan) b. Normal (90-119% angka kebutuhan) c. Di atas kebutuhan (≥120% angka kebutuhan)
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein (Dir. BGM 1996)
a. Defisit tingkat berat (<70% angka ketersediaan) b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan) c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) d. Normal (90-100% angka ketersediaan)
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein (Dir. BGM 1996)
a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) d. Normal (90-1i9% angka kebutuhan) e. Di atas kebutuhan (≥120% angka kebutuhan)
Daya terima terhadap Diet Hati (skor contoh – skor minimal) y = ———————————— x 100% (skor maksimal – skor minimal)
a. Rendah ( y < 60%) b. Sedang (60% • y < 80%) c. Tinggi (y • 80%)
Definisi Operasional Contoh adalah pasien rawat inap penderita penyakit hati di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Responden adalah contoh yang diwawancarai saat pengumpulan data primer atau pegawai Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang diwawancarai saat pengumpulan data sekunder. Umur adalah waktu yang telah dilalui contoh untuk hidup. Jenis kelamin adalah identitas seksual contoh. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh contoh secara penuh. Pekerjaan adalah tugas pokok contoh sehari-hari yang menghasilkan pendapatan. Jenis penyakit hati adalah spesifikasi penyakit hati contoh yang telah diidentifikasi dan
didiagnosis
Mangunkusumo, Jakarta.
oleh
dokter
Perjan
RS Dr.
Cipto
41
Status malnutrisi adalah keadaan malnutrisi pada contoh yang ditentukan berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal dan kadar serum albumin. Lama perawatan adalah jumlah hari contoh menjalani rawat inap sampai saat diwawancarai. Jenis cairan infus adalah cairan infus yang diperoleh contoh selama contoh diteliti. Diet Hati adalah diet untuk contoh yang disediakan UPM Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jenis Diet Hati adalah spesifikasi Diet Hati (DH I, DH II, DH III, dan DH IV) yang disediakan rumah sakit untuk contoh.
DH I jika penderita dalam
keadaan prekoma atau segera sesudah penderita dapat makan kembali,
DH
II jika penderita sadar dan nafsu makannya kurang, DH III jika penderita sadar dan nafsu makannya cukup, dan DH IV jika penderita sadar, nafsu makan baik, dan penyakitnya sudah ringan. Waktu makan adalah saat makanan (rumah sakit) disajikan kepada contoh. Daya terima adalah tanggapan contoh mengenai tingkat kesukaannya terhadap kualitas atribut makanan (rumah sakit) yang dinilai berdasarkan tiap waktu makan dan tiap hari selama tiga hari pengamatan yang ditentukan dengan skor (1) jika tidak suka, (2) jika kurang suka, dan (3) jika suka. Penilaiannya dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi . Bentuk makanan adalah tanggapan indera penglihatan (mata) contoh terhadap rupa makanan yang disajikan rumah sakit. Warna makanan adalah tanggapan indera penglihatan (mata) contoh terhadap keserasian warna makanan yang disajikan rumah sakit. Tekstur makanan adalah struktur makanan yang dirasakan di dalam mulut. Bau makanan adalah tanggapan indera pembau (hidung) terhadap aroma yang timbul dari makanan yang disajikan rumah sakit.
42
Rasa makanan adalah tanggapan indera penecap (lidah) contoh terhadap makanan yang disajikan. Suhu makanan adalah temperatur makanan yang disajikan rumah sakit. Kebersihan alat makan adalah kebersihan plato yang digunakan sebagai alat hidang yang ditandai dengan tidak adanya kotoran/noda dan bau amis/tengik. Ketersediaan energi dan protein adalah jumlah energi dan protein yang terkandung dalam Diet Hati yang disajikan rumah sakit. Konsumsi energi dan protein adalah jumlah energi dan protein dari konsumsi Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus. Kebutuhan energi dan protein adalah jumlah energi dan protein minimal yang dibutuhkan seseorang agar dapat hidup sehat. Tingkat ketersediaan energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein adalah perbandingan antara kandungan energi-protein Diet Hati sebelum dikonsumsi contoh dengan kebutuhan energi-protein contoh. Penilaiannya dikategorikan menjadi defisit, normal, dan di atas kebutuhan. Tingkat konsumsi energi-protein terhadap ketersediaan energi-protein adalah perbandingan antara konsumsi energi-protein dari Diet Hati dengan kandungan
energi-protein
Diet
Hati
sebelum
dikonsumsi
contoh.
Penilaiannya dikategorikan menjadi defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, dan normal. Tingkat konsumsi energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi-protein contoh dari Diet Hati, makanan luar, dan infus yang didapatkan contoh dengan kebutuhan energiprotein contoh. Penilaiannya dikategorikan menjadi defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal, dan di atas kebutuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Gambaran Umum Perjan RSCM 1. Sejarah Perjan RSCM Pada awal berdirinya di tahun 1919, Perjan RSCM dikenal dengan nama Centrale Burgevlijke Ziekeninvichting (CBZ). CBZ didirikan pemerintah pada masa itu sebagai wujud dari keinginan sekolah dokter “STOVIA” (School tot Opleiding van Inlandse Artsen) untuk memiliki rumah sakit pendidikan sendiri dengan pengajar dari STOVIA. Sejak saat itu CBZ dan STOVIA tidak bisa dipisahkan seperti Perjan RSCM dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada saat ini. Keduanya saling tergantung dan saling mengisi (Rukmono & Manus 1989). CBZ mengalami beberapa kali perubahan nama sebelum pada akhirnya menjadi Perjan RSCM. Pada masa pendudukan Jepang di tahun 1942, CBZ diubah namanya menjadi Ika Daiku Byongin/Rumah Sakit Perguruan Tinggi. Tahun 1945 namanya diubah lagi menjadi Roemah Sakit Oemoem Negeri (RSON).
Tanggal 17 Agustus 1964 nama Dr. Cipto Mangunkusumo
diresmikan untuk rumah sakit ini oleh Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. Satrio. Setelah itu, rumah sakit ini dikenal dengan nama Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunksumo (RSCM) hingga Semarang (Rukmono & Manus 1989). 2. Lokasi, Klasifikasi, Visi, dan Misi Perjan RSCM Perjan RSCM terletak di Jalan Diponegoro No. 71, Salemba, Jakarta Pusat 10430, Telp. (021) 330898, 3918301-11, dan Fax. (021) 3148991. RSCM merupakan perusahaan jawatan milik negara (berdasarkan PP No. 116 tahun 2000) di bawah pengawasan Departemen Keuangan, Kantor Menteri Negara BUMN, dan secara teknis di bawah Departemen Kesehatan RI. Menurut klasifikasinya, RSCM termasuk rumah sakit rujukan nasional kelas A, rumah sakit pendidikan utama dari FKUI, dan rumah sakit lahan pendidikan untuk institusi pendidikan kesehatan. Visi Perjan RSCM yaitu menjadi rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di ASEAN tahun 2005 dan ASIA PASIFIK tahun 2010 sedangkan misinya memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau di semua lapisan
44
masyarakat, menjadi tempat pendidikan, dan penelitian tenaga kesehatan, serta tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. 3. Maksud dan Tujuan, Fungsi, dan Kegiatan Maksud dan tujuan Perjan RSCM adalah menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan, pendidikan, dan penelitian serta usaha lain di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Berdasarkan maksud dan tujuan tersebut, Perjan RSCM mempunyai 6 fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medis; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; serta administrasi umum dan keuangan. Kegiatan yang diselenggarakan yaitu pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik dalam bentuk promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif secara paripurna; pengembangan pelayanan, pendidikan, dan penelitian proyek-proyek unggulan kesehatan sesuai dengan fungsinya sebagai rumah sakit pendidikan rujukan nasional; pelayanan kesehatan lainnya; serta pendidikan, penelitian dan usaha lain dalam bidang kesehatan. 4. Struktur Organisasi Perjan RSCM Pimpinan tertinggi Perjan RSCM dipegang oleh seorang Direktur Utama yang membawahi 4 Direktur, 1 Satuan Pengawas Intern, dan 1 Komite Medik. Direktur Utama tersebut berada di bawah Dewan Pengawas. Tugas Direktur Utama dan 4 Direktur di bawahnya dibantu oleh Sekretaris Direksi. Masingmasing Direktur membawahkan beberapa bidang, bagian, departemen, unit pelayanan, dan instalasi. Struktur organisasi Perjan RSCM yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4. 5. Pelayanan Kesehatan Perjan RSCM memberikan pelayanan medis dan penunjang medis. Pelayanan medis yang diberikan terdiri atas rawat jalan dan rawat inap. Instalasi rawat jalan dibagi menjadi 3 bagian yaitu kunjangan medis, kunjungan penunjang, dan poliklinik utama. Kunjungan medis terdiri atas 16 bagian yaitu akupuntur, anestesi, anak, bedah syaraf, bedah umum, gigi, gizi, jantung, jiwa, kebidanan, kulit, mata, pejabat teras, penyakit dalam, syaraf,
45
dan THT.
Kunjungan penunjang terdiri atas hemodialisa, IGD (Instalasi
Gawat Darurat) lantai 3, instalasi rekam medik, radiologi, dan radioterapi. Poliklinik utama terdiri atas poliklinik anggrek, bedah plastik, PKS (Paviliun Khusus Swasta), teratai, wijaya kusuma, cempaka, PTK (Paviliun Tumbuh Kembang), dan bedah urologi. Instalasi Rawat Inap Perjan RSCM dikelola oleh 23 bagian yaitu anak, bedah jantung, bedah syaraf, bayi, bedah, Eria, ICCU (Intensive Cardiac Care Unit), ICU (Intensive Care Unit), IGD, IW Anak (Intermediate Ward Anak), jiwa, kebidanan, kulit, mata, NICU (Neonatus ICU), penyakit dalam, perinatologi, radioterapi, syaraf, THT (Telinga Hidung Tenggorokan), ULB (Unit Luka Bakar), ICU anak, dan umum. Ruang rawat untuk pasien rawat inap ada 3 yaitu Instalasi Rawat Inap A (IRNA A), Instalasi Rawat Inap B (IRNA B), dan Paviliun Swadana. Paviliun Swadana terdiri atas paviliun cendrawasih I sampai IV, mawar, melati, PTK I, PTK II, ULB, dan stroke. Ruang rawat inap dibagi menjadi 4 tipe yaitu VIP, Kelas 1, Kelas 2, Kelas 3, dan Kelas Khusus. Kelas Khusus terdiri atas pasien yang dirawat inap di ICU, ICCU, IW anak, dan IGD lantai 2. Kapasitas tempat tidur untuk masingmasing tipe ruang rawat inap yaitu 144 pada kelas VIP, 46 pada Kelas 1,
212
pada Kelas 2, 729 pada Kelas 3, dan 83 pada Kelas Khusus. Selain pelayanan medis, Perjan RSCM juga memberikan pelayanan penunjang medis. Pelayanan penunjang medis di Perjan RSCM dikelola oleh instalasi patologi klinik, patologi anatomik, forensik, radiodiagnostik, radioterapi, gizi, farmasi, tranfusi darah, dan pemulasaran jenazah. 6. Tenaga Kerja Berdasarkan data pada tahun 2003, tenaga kerja di Perjan RSCM mencapai ribuan orang. mengimbangi
banyaknya
Jumlah yang sangat besar tersebut untuk pelayanan
Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 4.
yang
diberikan
Perjan
RSCM.
46
Tabel 4 Jenis dan jumlah tenaga kerja di Perjan RSCM tahun 2003 No. 1.
Jenis Tenaga Tenaga Medis -PNS Departemen Kesehatan -PNS Departemen Pendidikan Nasional Tenaga Perawat Paramedis non Perawat Tenaga non Medis
Jumlah
566 342 2. 1282 3. 354 4. 1327 Total 3801 Peserta Pendidikan Dokter Spesialis 1198 Sub. Total 5098 Sumber : Bagian Penelitian dan Pelayanan Medik Perjan RSCM (2004) Gambaran Umum IRNA B IRNA B terdiri atas 7 lantai. Tiap lantai dibagi menjadi 2 bagian yaitu kiri dan kanan. Lantai 1 untuk pasien neurologi, lantai 2 untuk pasien penyakit kulit dan kelamin serta THT, lantai 3 untuk pasien anak dan mata, lantai 4 untuk pasien penyakit dalam laki-laki, lantai 5 untuk pasien penyakit dalam perempuan, lantai 6 untuk pasien penyakit dalam laki-laki dan perempuan, dan lantai 7 untuk paviliun melati. Masing-masing lantai dikelola oleh tenaga medis dan non medis. Tenaga medis seperti dokter, perawat, dan co-ass. Tenaga non medis seperti ahli gizi, petugas gizi, petugas administrasi, petugas pengantar pasien, dan cleaning service. Tenaga medis dan non medis bagian kiri dan kanan berbeda kecuali dokter dan co-ass. Gambaran Umum Unit Produksi Makanan 1. Struktur Organisasi Seiring dengan perubahan status RSCM menjadi perusahaan jawatan (perjan) maka Unit Produksi Makanan (UPM) tidak lagi berada di bawah Instalasi Gizi berdasarkan SK Dinas No. 207/TU./I/2003. UPM menjadi di bawah Direktur Sarana & Prasarana dan sebagai bagian dari Unit Pelayanan Umum & Utilitas sedangkan Instalasi Gizi dibawah Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan dan sebagai bagian dari Instalasi Penunjang Medik.. Pimpinan tertinggi UPM dipegang oleh seorang Manager III yang membawahkan 2 manager yaitu Manager II Bidang Perencanaan dan Administrasi serta Manager II Operasional Bidang Pengolahan dan Penyaluran Makanan. Masing-masing Manager II tersebut membawahkan
47
beberapa Pelaksana IV dan Pelaksana V. Strukrur organisasi UPM secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 5. 2. Tugas Pokok dan Fungsi Tugas
pokok
UPM
yaitu
memantau
jumlah
pelanggan
dan
mengendalikan mutu, serta biaya dalam kegiatan penyelenggaraan makanan mulai dari penerimaan, persiapan, pengolahan/pemasakan sampai dengan pendistribusian makanan pasien, karyawan, dokter, dan peserta didik yang mempunyai jatah makanan di rumah sakit. Fungsi UPM yaitu : a. Mendata jumlah pasien, karyawan, pelanggan luar yang memesan makanan ke UPM. b. Menyelenggarakan perencanaan menu. c. Memantau mutu bahan makanan yang diterima. d. Memantau persiapan bahan makanan. e. Mengawasi
pengolahan/pemasakan
makanan
dan
distribusi
hasil
pemasakan. f. Menilai dan mengendalikan mutu masakan (hasil olahan)/hasil produksi makanan. g. Memantau dan mengevaluasi keluhan pelanggan, serta arus biaya penyelenggaraan makanan. 3. Tenaga Kerja Tabel 5 Tingkat pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM No. Tingkat Pendidikan 1. S2 2. S1 3. D3 4. D1 5. SME/SMEA/SMKK/SMTK/SKKP 6. SMP Total Sumber : UPM Perjan RSCM (2004)
Jumlah 1 1 8 1 65 20 96
Tenaga kerja di UPM sebanyak 96 orang dengan 53 orang berstatus PNS dan 43 orang pegawai kontrak.
Pada Tabel 5 di atas disajikan tingkat
pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM.
48
4. Jam Kerja Total jam kerja yang dibebankan kepada pegawai UPM yaitu 42 jam/minggu. Banyaknya hari kerja ada 2 yaitu : a. Lima (5) hari kerja/minggu Jumlah jam kerja yang harus dipenuhi yaitu 8 jam/hari. Ini berlaku untuk Manager UPM dan pengawas. Shift kerjanya : • Subuh
: Pukul 05.00-13.00
• Pagi
: Pukul 07.30-15.30
• Sore
: Pukul 11.30-18.30
b. Enam (6) hari kerja/minggu Jumlah jam kerja yang harus dipenuhi yaitu 7 jam/hari. Ini berlaku untuk pegawai UPM selain Manager dan pengawas. Contohnya juru masak, pegawai administrasi, dan lain-lain. Shift kerjanya : • Subuh
: Pukul 05.00-12.00
• Pagi
: Pukul 07.30-14.30
• Sore
: Pukul 11.30-17.30
• Malam
: Pukul 18.30-05.00
5. Penyelenggaraan Makan a. Perencanaan Menu Perencanaan menu menjadi tanggung jawab Pelaksana V sebagai penanggung jawab pengembangan resep makanan di bawah Manager II Bidang Perencanaan dan Administrasi. Menu makanan dikembangkan dari bahan makanan utama yang frekuensi pemakaiannya dalam satu siklus menu sudah ditentukan terlebih dahulu.
Setelah ditentukan menunya,
dibuat resep standar dengan cara trial and error untuk menentukan jenis dan jumlah bahan makanan yang sesuai untuk satu porsi makanan dan dapat diterima secara organoleptik.
Menu makanan dievaluasi setiap
bulan dan akan direvisi apabila diperlukan.
49
b. Pengadaan Bahan Makanan Pengadaan bahan makanan dilakukan sesuai dengan perencanaan kebutuhan bahan makananan yang dibuat setiap bulan.
Perencanaan
bahan makanan didasarkan pada standar porsi bahan makanan, rata-rata kekuatan pasien dan pegawai tiga bulan terakhir, harga pasar pada saat itu, Rencana Kebutuhan Anggaran Tahunan, dan biaya pembelian bahan makanan triwulan sebelumnya sehingga dihasilkan daftar kebutuhan dan perkiraan biaya bahan makanan. Biaya yang ditetapkan per pasien per hari untuk makanan saring kelas III B Rp 8.200, makanan lunak kelas III B Rp 9.065, dan makanan biasa kelas III B Rp 9.370. Daftar kebutuhan dan perkiraan biaya bahan makanan dijadikan sebagai acuan pengadaan bahan makanan. Pengadaan bahan makanan dilakukan melalui dua cara yaitu tender dan pembelian langsung. Tender dilakukan oleh Panitia pembelian sampai mendapatkan rekanan yang mampu memberikan harga paling rendah dan memiliki spesifikasi bahan makanan sesuai dengan standar UPM. Rekanan pemenang tender akan mengirimkan bahan makanan dalam jangka waktu yang berbeda-beda (harian, mingguan, bulanan) tergantung pada jenis dan pemakaian bahan makanan.
Pembayaran dilakukan setiap 10 hari setelah rekanan
memenuhi semua pesanan. Pembelian langsung dilakukan khusus untuk masakan VIP.
UPM membeli langsung pada penjual bahan makanan
menggunakan uang muka kerja yang diberikan RS. Setiap bulan UPM merekap penggunaan bahan makanan tersebut dan melaporkan biaya yang dikeluarkan kepada pihak RS. c. Penerimaan Bahan Makanan Panitia penerimaan bahan makanan yang ditetapkan berdasarkan SK Direktur RS bertanggung jawab pada penerimaan bahan makanan di UPM. Panitia tersebut memeriksa kualitas dan kuantitas setiap bahan makanan yang dikirim oleh rekanan sebelum digunakan oleh UPM. Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek kesesuaian antara kualitas dan kuantitas bahan makanan yang telah disepakati dalam kontrak dengan bahan makanan yang dikirim rekanan.
50
d. Penyimpanan Bahan Makanan Bahan makanan yang dibeli UPM ada yang langsung digunakan dan ada yang tidak. Bahan makanan yang tidak langsung digunakan akan disimpan pada tiga ruang penyimpanan yaitu ruang penyimpanan lauk hewani & nabati; sayur, buah, & bumbu; dan bahan makanan kering. Ruang penyimpanan lauk hewani & nabati serta sayur, buah, & bumbu dilengkapi dengan refrigerator dan freezer yang dapat diatur suhunya untuk menjaga mutu bahan makanan. Ruang penyimpanan ini sekaligus berfungsi sebagai ruang penyiapan beberapa bahan makanan. e. Penyiapan Bahan Makanan Penyiapan bahan makanan bisa dilakukan di ruang penyimpanan atau ruang pengolahan.
Lauk hewani, buah, dan bumbu disiapkan di
ruang penyimpanan sedangkan lauk nabati dan sayuran disiapkan ruang pengolahan. Jumlah bahan makanan yang disiapkan untuk diolah disesuaikan dengan jumlah pasien rawat inap dan pegawai yang bertugas pada hari itu, standar porsi bahan makanan, dan standar bumbu. f. Pengolahan Bahan Makanan Ruang pengolahan bahan makanan dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama untuk makanan biasa pasien kelas I, II, dan III, pegawai, dokter, dan co-ass. Kedua, untuk makanan diet. Ketiga, untuk snack (makanan selingan).
Keempat, untuk makanan anak dan saring dan
kelima, untuk pasien kelas VIP. Selain itu, ada satu bagian khusus untuk memasak nasi dan bubur nasi. Setiap bagian dipegang oleh satu sampai lima orang juru masak. g. Pembagian Makanan Pembagian makanan di UPM dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Makan pagi dibagikan pukul 06.30 – 07.30, makan siang pukul 11.30-12.30, dan makan sore pukul 17.00-18.00. Apabila pada jam tersebut makanan belum siap maka jam pembagian makanannya menjadi mundur. Pembagian makanan dilakukan di meja pembagian yang ada di ruang pengolahan oleh juru masak masing-masing bagian. Makanan yang telah dibagikan kemudian dibawa oleh petugas gizi ke ruangan masing-
51
masing menggunakan kereta makan yang terbuat dari stainless steel, rantang, atau container. Pembagian makanan di ruangan dilakukan dengan dua cara yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Cara sentralisasi untuk ruang rawat kelas III dan ruang rawat anak di IRNA A dan B sedangkan ruangan lainnya menggunakan cara desentralisasi. h. Penyajian Makanan Makanan untuk pasien di ruang rawat kelas I, II, III, dan VIP disajikan menggunakan tempat makan yang berbeda. Pada kelas I dan II makanan disajikan dengan tempat makan dari melamin, kelas III menggunakan plato stainless steel, dan kelas VIP menggunakan tempat makan keramik dengan garnish dan diwrapping. 6. Pengawasan Kegiatan produksi makanan di UPM diawasi oleh pengawas yang bertugas secara bergantian. Satu orang pengawas bertugas pada jam makan pagi dan dua orang pengawas bertugas pada makan siang dan sore. Selain itu, dilakukan juga pengawasan terhadap mutu organoleptik makanan oleh tujuh orang ahli gizi yang bergantian setiap harinya. Karakteristik Contoh Umur Umur contoh yang berselang antara 26-70 tahun dikategorikan menjadi dewasa awal, dewasa menengah, dan dewasa akhir. Mayoritas contoh termasuk dewasa menengah yaitu 55%. Sisanya sebanyak 30% termasuk dewasa awal dan 15% dewasa akhir. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur Dewasa Awal Dewasa Menengah Dewasa Akhir Total
Total n 6 11 3 20
% 30 55 15 100
52
Jenis Kelamin dan Jenis Penyakit Hati Jenis kelamin sebagian besar contoh (85%) yaitu laki-laki dan 15% sisanya perempuan. Jenis penyakit hati yang diderita contoh dari yang paling banyak sampai paling sedikit berturut-turut yaitu sirosis hati (60%), hepatoma (35%), dan hepatitis B (5%).
Contoh yang menderita sirosis hati lebih banyak berjenis
kelamin laki-laki daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akbar (2002) dan Dalimartha (2004). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit hati Jenis Penyakit Hati Hepatitis B Sirosis Hati Hepatoma Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n % 1 5 9 45 3 15 7 35 17 85 3 15
Total n 1 12 7 20
% 5 60 35 100
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan contoh menyebar dari tidak tamat SD/sederajat sampai dengan S1. Paling banyak contoh berpendidikan tamat SMA/sederajat yaitu 30% sedangkan paling sedikit contoh tidak tamat SMP/sederajat dan D3 masingmasing sebesar 5%. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Total
Tamat Sekolah Dasar/sederajat Tidak tamat Sekolah Dasar/sederajat Tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat Tidak tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat Tamat Sekolah Menengah Atas/sederajat Tidak tamat Sekolah Menengah Atas/sederajat D3 S1
n 2 5 2 1 6 1 3
% 10 25 10 5 30 0 5 15
Total
20
100
Pekerjaan Pekerjaan contoh tersebar hampir merata pada jenis pekerjaan yang terlihat pada Tabel 9. Persentase tertinggi (20%) ada pada pekerjaan PNS. Sebesar 15%
53
contoh pada pekerjaan wiraswasta, karyawan swasta, pensiunan, dan ibu rumah tangga. Sisanya masing-masing sebesar 10% memiliki pekerjaan sebagai buruh dan petani. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan Total Pekerjaan n Buruh 2 Petani 2 Wiraswasta 3 Karyawan Swasta 3 Pegawai Negeri Sipil 4 Pensiunan 3 Ibu Rumah Tangga 3 Total 20
% 10 10 15 15 20 15 15 100
Status Malnutrisi Tidak semua contoh bisa diketahui status malnutrisinya berdasarkan berat badan dan kadar albumin darah. Ada 5% contoh yang tidak diketahui kadar albumin darahnya sehingga status malnutrisinya tidak bisa ditentukan sedangkan 95% sisanya mengalami malnutrisi. Contoh paling banyak mengalami malnutrisi protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan masing-masing sebesar 40%. Sisanya sebesar 5% mengalami malnutrisi energi-protein berat dan 10% mengalami malnutrisi sedang. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status malnutrisi Total Status Malnutrisi n Malnutrisi Energi-Protein Berat 1 Malnutrisi Sedang 2 Malnutrisi Energi (Marasmus) Malnutrisi Ringan 8 Malnutrisi Protein (Kwashiorkor) 8 Tidak Malnutrisi Tidak Ada Data 1 Total 20
% 5 10 0 40 40 0 5 100
Penderita penyakit hati kronis dengan malnutrisi sedang atau berat cenderung mempunyai serum bilirubin yang lebih tinggi, serum albumin lebih rendah, dan masa protrombin lebih panjang.
Selain itu, mereka cenderung
mempunyai asites yang resisten, mengalami infeksi berulang, dan tingkat
54
mortalitasnya lebih tinggi (Mendenhall et al. 1986 & Merli et al. 1996, diacu dalam Morgan & Heaton, 2000). Kondisi malnutrisi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi (oral, enteral, parenteral, atau kombinasinya) dengan memperhatikan kondisi pasien mutlak diperlukan. Lama Perawatan Contoh menyebar pada lama perawatan kurang dari 5 hari, 5-10 hari, dan lebih dari 10 hari. Separuh contoh (50%) ada pada lama perawatan 5-10 hari sedangkan persentase terendah yaitu sebesar 10% ada pada lama perawatan lebih dari 10 hari. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama perawatan Total Lama Perawatan n % < 5 hari 8 40 5 – 10 hari 10 50 > 10 hari 2 10 Total 20 100 Salah satu upaya untuk memperpendek hari perawatan dan mempercepat penyembuhan penyakit yaitu dengan adanya penyelenggaraan makanan yang dikelola pihak rumah sakit sehingga pasien memperoleh makanan sesuai dengan kebutuhan gizinya (Moehyi 1986). Pasien yang menderita penyakit kronis kadang memerlukan hari perawatan yang lama sehingga pasien mudah menghafal menu yang disajikan rumah sakit.
Akibatnya nafsu makan pasien hilang sebelum
makanan disajikan (Moehyi 1997). Kebutuhan Energi-Protein Contoh Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan rata-rata 2459±258 kkal pada laki-laki dan 1967±208 kkal pada perempuan. Energi
dibutuhkan
manusia
untuk
mempertahankan
hidup,
menunjang
pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi tersebut diperoleh dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak, protein, dan alkohol pada makanan yang metabolismenya diatur oleh hati (Almatsier 2002). Oleh karena itu, hati dikatakan sebagai pemegang peran utama dalam menjaga keseimbangan energi (Morgan & Heaton 2000).
55
Kebutuhan protein contoh per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan rata-rata 80,4±14,9 gram pada laki-laki dan 64,2±12,8 gram pada perempuan. Fungsi utama protein yaitu membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada (Almatsier 2002). Proses sintesis dan degradasi protein berpusat di hati (Lieber 1999). Pada penderita penyakit hati, protein dibutuhkan dalam jumlah yang agak tinggi agar terjadi anabolisme protein (Yunahar 2004). Akan tetapi, pada pasien yang mengalami ensefalopati, protein dibutuhkan dalam jumlah yang rendah untuk meminimalkan hasil metabolisme protein yang berupa amonia. Ini terjadi karena hati tidak bisa bekerja maksimal dalam mengubah amonia menjadi urea sebelum diekskresikan melalui urin (Nelson et al. 1994). Amonia yang tidak terkonversi tersebut akan meracuni sistem saraf pusat sehingga penderitanya mengalami ensefalopati yang ditandai dengan terjadinya koma. Kondisi tersebut bisa berakhir dengan kematian (Eschleman 1996). Ketersediaan Diet Hati Jenis Diet Hati Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis diet hati Jenis Diet Hati Sebelum Contoh Diteliti Diet Hati I + Diet Hati II Diet Hati II Diet Hati II + Diet Hati III Diet Hati III Total Saat Contoh Diteliti Diet Hati II Diet Hati II + Diet Hati III Diet Hati III Total
n
Total
%
3 2 5 10 20
15 10 25 50 100
4 5 11 20
20 25 55 100
Diet Hati yang disediakan UPM Perjan RSCM berupa makanan utama dan makanan selingan. Menu dietnya bisa dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Selama contoh menjalani perawatan, diet yang diberikan rumah sakit akan berubah seiring dengan perubahan kondisi kesehatan contoh. Diet Hati III paling banyak diterima contoh sebelum (50%) dan saat (55%) diteliti.
Secara umum, Diet Hati I
diberikan pada contoh dengan kondisi koma, hematemesis, melena, atau setelah menjalani tindakan medis tertentu (contohnya ligasi dan endoskopi). Diet Hati II
56
diberikan pada pasien dengan kesulitan menelan, nafsu makan rendah, atau sebagai perpindahan dari Diet Hati I sedangkan Diet Hati III diberikan pada pasien dengan nafsu makan cukup, kondisinya cukup baik, atau sebagai perpindahan dari Diet Hati II. Diet Hati ada yang rendah garam dan tidak rendah garam. Diet Hati Rendah Garam diberikan kepada pasien dengan asites (perut busung) berat dan diuresisnya (kelancaran kencing) belum baik. UPM RSCM menyediakan Diet Hati Rendah Garam hanya untuk Diet Hati Lunak atau Biasa. Menu Diet Hati dan Diet Hati Rendah Garam sama hanya penambahan garam dapur pada sayur dan lauk hewaninya berbeda. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan diet hati rendah garam dan asites Diet Hati Rendah Garam Ya Tidak Total
n 2 8 10
Ya
Asites % 10 40 50
n 1 9 10
Tidak
Total % 5 45 50
n 3 17 20
% 15 85 100
Ada 15% contoh yang mendapat Diet Hati Rendah Garam dengan 10% mengalami asites hebat dan 5% menderita hipertensi. Sebanyak 40% contoh dengan asites tidak mendapat Diet Hati Rendah Garam dengan alasan asites ringan dan diuresisnya masih bisa diatasi dengan pemberian obat. Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati Rata-rata ketersediaan energi dan protein Diet Hati III Biasa lebih besar daripada Diet Hati II Saring (Tabel 14).
Hal ini dimungkinkan oleh jenis
makanan pada Diet Hati III yang lebih lengkap daripada Diet Hati II. Diet Hati III terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah sedangkan pada Diet Hati II hanya terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, dan buah. Rata-rata ketersediaan energi dan protein Diet Hati III Biasa lebih besar daripada Diet Hati III Lunak (Tabel 14). Ini dikarenakan makanan pokok pada Diet Hati III Biasa disajikan dalam bentuk nasi sedangkan pada Diet Hati III Lunak dalam bentuk bubur nasi. Rata-rata ketersediaan energi Diet Hati III Lunak lebih kecil daripada Diet Hati II Saring sedangkan ketersediaan proteinnya lebih besar (Tabel 14). Hal ini
57
sesuai dengan standar kandungan energi dan protein yang dikeluarkan rumah sakit (Tabel 15). Tabel 14 Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh per hari berdasarkan jenis diet hati Zat Gizi
Diet Hati II Saring 1884±164 54,1±5,4
Energi (kkal) Protein (g)
Kandungan Zat Gizi Diet Hati III Lunak 1733±143 62,2±7,3
Diet Hati III Biasa 1901±125 65,3±4,4
Apabila rata-rata ketersediaan energi-protein Diet Hati (Tabel 14) dibandingkan dengan standar kandungan energi-protein makanan rumah sakit (Tabel 15) maka nilainya tidak sama.
Perbedaan ini dimungkinkan oleh
pemorsian makanan yang tidak sesuai standar sebab sulit untuk menyamakan jumlah dan besar potongan bahan makanan setiap porsi makanan. Meskipun demikian, ketersediaan energi dan protein Diet Hati dirasa sudah sesuai dengan alokasi biaya makanan yang dianggarkan rumah sakit. Tabel 15 Kandungan energi dan protein makanan biasa, makanan lunak, dan makanan saring kelas III per hari Zat Gizi
Makanan Saring Energi (Kkal) 1765 Protein (g) 50,0 Sumber: UPM Perjan RSCM (2001)
Kandungan Zat Gizi Makanan Lunak 1745 72,7
Makanan Biasa 2048 71,3
Konsumsi Energi dan Protein Contoh Konsumsi energi dan protein contoh berasal dari tiga sumber.
Sumber
tersebut yaitu Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus. Tabel 16 Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh per hari Sumber Energi dan Protein Diet Hati DH II Saring DH III Lunak DH III Biasa Rata-rata Makanan luar Rata-rata Cairan Infus Rata-rata Total
Konsumsi Zat Gizi Energi (Kkal) Protein (g) 1299±337 1145±343 1572±334 1293±374
35,3±10,9 44,7±16,1 51,3±12,8 43,2±14,9
203±213
6,1±6,7
69±123 1565± ±710
1,0±4,4 50,3± ±26,0
58
Konsumsi Energi dan Protein Diet Hati Konsumsi energi Diet Hati contoh per hari antara 518 sampai 1947 Kkal dengan rata-rata 1293±374 Kkal. Energi harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino untuk memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994). Konsumsi protein Diet Hati per hari yaitu antara 22,5 sampai 65,2 gram dengan rata-rata 43,2±14,9 gram. Konsumsi protein yang cukup diperlukan untuk memperbaiki kondisi malnutrisi yang ditemukan pada sebagian besar penderita penyakit hati serta mencegah terjadinya Koma Hepatik pada pasien yang mengalami intoleransi protein (Nelson et al. 1994). Konsumsi Energi dan Protein Makanan Luar Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi makanan luar Konsumsi Makanan Selain dari Rumah Sakit Ya Tidak Total
n 17 3 20
Total
% 85 15 100
Sebagian besar contoh (85%) mengkonsumsi makanan selain yang disediakan rumah sakit (makanan luar). Rata-rata konsumsi energi makanan luar 203±213 Kkal dan rata-rata konsumsi protein makanan luar 6,1±6,7 gram. Contoh mengkonsumsi makanan luar dengan alasan : •
ingin makan makanan tertentu,
•
sudah merasa lapar tetapi makanan belum datang,
•
masih merasa lapar meskipun sudah menghabiskan makanan dari rumah sakit,
•
meneruskan kebiasaan makan makanan tertentu seperti saat tinggal di rumah, atau
•
mengikuti saran dokter/salah satu anggota keluarga untuk mengkonsumsi makanan tertentu.
Sebanyak 15% contoh tidak mengkonsumsi makanan luar karena merasa cukup dengan porsi makanan yang disediakan rumah sakit atau takut makanan luar mempengaruhi penyakit yang dideritanya. Makanan luar yang dikonsumsi contoh sangat bervariasi, dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, buah, susu, sampai bermacam-macam makanan
59
jajanan. Makanan tersebut yaitu nasi, arem-arem, bubur ayam, bubur sum-sum, ayam goreng, hati ayam, tempe, telur ayam kampung, telur ayam ras, pisang emas, pisang ambon, jus melon, apel merah, jeruk medan, jeruk mandarin, kelengkeng, anggur, pir, semangka, Hepatosol, susu tinggi kalsium, susu full cream, susu non fat, susu kental manis, bubur kacang hijau, roti tawar, roti keju, roti coklat, roti nanas, roti isi kelapa, biskuit, malkist, wafer, kue mangkok, putu ayu, talam, kelepon, dan agar-agar. Konsumsi Energi dan Protein Cairan Infus Macam cairan infus yang diberikan pada contoh selama penelitian yaitu asering (larutan elektrolit), dextrose 5% (larutan infus karbohidrat), KAEN 3B (larutan rumatan), NaCl 0,9% (larutan elektrolit), albumin 20% (larutan protein), serta Triofusin 500 dan Triofusin E 1000 (larutan infus karbohidrat). Sebanyak 65% contoh mendapatkan infus selama diteliti. Hanya 35% contoh yang tidak memakai infus. Rata-rata konsumsi energi dari cairan infus per hari sebesar 69±123 Kkal dan rata-rata konsumsi protein dari cairan infus per hari sebesar 1,0±4,4 gram. Menurut Wattlers et al.(1995) diacu dalam Karsono (2000), cairan infus dapat menggantikan kehilangan cairan tubuh akut (resusitasi), memelihara keseimbangan cairan tubuh dan zat gizi (rumatan), serta menjaga akses ke vena untuk pemberian obat. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis infus Jenis Infus Asering Dextrose 5 % KAEN 3B NaCl 0.9 % NaCl 0.9 % + Dextrose 5 % NaCl 0.9 % + Albumin 20% NaCl 0.9 % + Triofusin 500 NaCl 0.9 % + Dextrose 5 % +KAEN3B+Triofusin E 1000 Tidak pakai infus Total
Total n 1 1 1 3 4 1 1 1 7 20
% 5 5 5 15 20 5 5 5 35 100
Perbandingan Antara Kebutuhan, Ketersediaan, dan Konsumsi Energi-Protein Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan Protein Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh rata-ratanya masing-masing sebesar 78±12% dan 81±18%. Nilai
60
maksimum tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh masing-masing sebesar 105% (normal) dan 131% (di atas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 60% (defisit) dan 57% (defisit). Tabel 19 Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein Tingkat Ketersediaan terhadap Kebutuhan (% angka kebutuhan) Energi Protein
Rata-rata
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
78±12 81±18
105 131
60 57
Makanan yang disediakan rumah sakit belum bisa memenuhi kebutuhan contoh secara maksimum meskipun ragam makanannya dirasa sudah sesuai dengan alokasi biaya makanan rumah sakit. Hal ini terlihat dari sebagian besar contoh yang tergolong defisit pada tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan energi (85%) dan tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan protein (75%). Kondisi tersebut mungkin terjadi karena penyediaan makanan contoh tidak didasarkan pada perhitungan kebutuhan gizi perorangan. Penyediaan makanan hanya didasarkan pada jenis dietnya saja dengan merujuk pada kondisi kesehatan contoh. Masing-masing jenis Diet Hati mempunyai standar pembagian bahan makanan dan nilai gizi tertentu. Pemorsian makanan yang tidak sesuai dengan standar juga memungkinkan terjadinya penyediaan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan contoh. Standar pemorsian makanan disusun dalam satuan gram sedangkan pemorsian makanan dilakukan menggunakan ukuran rumah tangga. Oleh karena itu, sulit didapatkan pemorsian yang sesuai dengan standar. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein Tingkat Ketersediaan terhadap Kebutuhan Defisit Normal Di Atas Kebutuhan Total
n 17 3 0 20
Energi
% 85 15 0 100
Protein n % 15 75 4 20 1 5 20 100
61
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Ketersediaan Energi dan Protein Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein contoh masing-masing sebesar 71±17% dan 72±19%.
Tingkat
konsumsi energi terhadap ketersediaan energi berkisar antara 29% sampai 98% sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan protein berkisar antara 35% sampai 99%. Tabel 21 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein Tingkat Konsumsi terhadap Ketersediaan (% angka ketersediaan) Energi Protein
Rata-rata
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
71±17 72±19
98 99
29 35
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein sebagian besar contoh yaitu 85% untuk energi dan 80% untuk protein tergolong defisit tingkat berat, sedang, dan ringan. Bahkan 50% contoh tergolong defisit tingkat berat (Tabel 22). Contoh tidak mampu menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit dengan alasan perutnya terasa begah setelah makan beberapa suap, mual, sedang tidak selera makan, atau tidak cocok dengan rasa makanannya. Menurut Noer (2003), keadaan anoreksia, mual, atau pembesaran abdomen yang mengganggu dalam mengkonsumsi makanan dapat diatasi dengan memberikan makanan lebih sering dalam jumlah yang kecil. Misalnya 4 sampai 6 kali pemberian makanan dalam sehari. Apabila cara di atas dirasa belum cukup maka bisa dibantu dengan makanan tambahan yang dapat berupa larutan yang mengandung 1-1,5 kkal/ml. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein Tingkat Konsumsi terhadap Ketersediaan Derfisit Tingkat Berat Defisit Tingkat Sedang Defisit Tingkat Ringan Normal Total
Energi n % 10 50 4 20 3 15 3 15 20 100
Protein n % 10 50 1 5 5 25 4 20 20 100
62
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan Protein Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan energi contoh sebesar 67±22% dengan nilai maksimum 118% (normal) dan nilai minimum 29% (defisit tingkat berat). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan protein contoh sebesar 66±22% dengan nilai maksimum 107% (normal) dan nilai minimum 32% (defisit tingkat berat). Tabel 23 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein Tingkat Konsumsi terhadap Kebutuhan (% angka kebutuhan) Energi Protein
Rata-rata
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
67±22 66±22
118 107
29 32
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein mayoritas contoh (60%) tergolong defisit tingkat berat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi contoh masih rendah sehingga belum bisa mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Ini bisa terjadi karena 70% contoh berada dalam kategori defisit tingkat berat dan sedang untuk tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan energi. Disamping itu, 55 % contoh juga berada dalam kategori defisit tingkat berat dan sedang untuk tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan protein (Tabel 22). Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein Tingkat Konsumsi terhadap Kebutuhan Derfisit Tingkat Berat Defisit Tingkat Sedang Defisit Tingkat Ringan Normal Di atas kebutuhan Total
Energi n % 12 60 3 15 3 15 2 10 0 0 20 100
Protein n % 12 60 1 5 5 25 2 10 0 0 20 100
Daya Terima terhadap Diet Hati Penilaian terhadap Atribut Makanan Rasa dan suhu merupakan dua atribut makanan yang kurang disukai di antara tujuh atribut makanan yang ditanyakan pada contoh. Rasa makanan yang
63
kurang disukai contoh diakibatkan dari penggunaan bumbu masakan yang jenis dan jumlahnya terbatas, terutama garam dapur dan bumbu-bumbu yang dapat merangsang saluran cerna meskipun bumbu tersebut mampu meningkatkan nafsu makan.
Suhu makanan sumber karbohidrat utama seperti nasi/bubur sum-
sum/bubur havermout, lauk hewani/nabati, dan sayur yang sebaiknya disajikan dalam keadaan panas biasanya sudah menjadi dingin saat diterima pasien. Hal ini dimungkinkan oleh jarak bangsal dan UPM yang cukup jauh. Selain itu, makanan dari UPM sudah diporsikan ke dalam plato sehingga luas permukaannya lebih lebar dan cepat dingin. Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan pagi Atribut Makanan
Tidak Suka n % Bentuk 0,0 Warna 0,0 Tekstur 2 3,3 Bau 2 3,3 Rasa 4 6,7 Suhu 2 3,3 Kebersihan alat makan 0,0 *) n = 1 makan pagi x 3 hari x 20 orang
Skala Penilaian Kurang Suka n % 2 3,3 4 6,7 5 8,3 6 10,0 18 30,0 18 30,0 3 5,0
n 58 56 53 52 38 40 57
Suka
% 96,7 93,3 88,3 86,7 63,3 66,7 95,0
Total n*) 60 60 60 60 60 60 60
% 100 100 100 100 100 100 100
Penilaian contoh terhadap atribut makanan pada waktu makan siang (Tabel 26) lebih baik daripada makan pagi (Tabel 25). Ini terlihat dari contoh yang menilai suka terhadap berbagai atribut makanan yang ditanyakan pada waktu makan siang lebih banyak daripada makan pagi Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan siang Atribut Makanan
Tidak Suka n % Bentuk 0,0 Warna 0,0 Tekstur 0,0 Bau 0,0 Rasa 4 6,7 Suhu 2 3,3 Kebersihan alat makan 0,0 *) n = 1 makan siang x 3 hari x 20 orang
Skala Penilaian Kurang Suka n % 0,0 1 1,7 2 3,3 1 1,7 14 23,3 12 20,0 2 3,3
n 60 59 58 59 42 46 58
Suka
% 100,0 98,3 96,7 98,3 70,0 76,7 96,7
Total n*) 60 60 60 60 60 60 60
% 100 100 100 100 100 100 100
64
Daya Terima Berdasarkan Waktu Makan Sebagian besar contoh memiliki daya terima tinggi pada waktu makan pagi (90%). Bahkan 100% contoh memiliki daya terima tinggi pada waktu makan siang. Pada waktu makan pagi contoh cenderung memiliki daya terima yang lebih rendah daripada makan siang. Hal ini terlihat dari contoh dengan daya terima sedang pada waktu makan pagi lebih banyak daripada makan siang. Selain itu, penilaian atribut makanan pada waktu makan pagi kurang baik dibandingkan dengan makan siang (Tabel 25 dan 26). Tabel 27 Sebaran daya terima contoh terhadap diet hati berdasarkan waktu makan Daya Terima Rendah Sedang Tinggi Total
n 2 18 20
Pagi
Waktu Makan % 0 10 90 100
n 20 20
Siang
% 0 0 100 100
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini mayoritas contoh termasuk dalam kategori umur dewasa menengah. Contoh yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Jenis penyakit hati yang diderita contoh dari yang paling banyak yaitu sirosis hati, hepatoma, dan hepatitis.
Pendidikan contoh paling banyak
tamat SMA/sederajat. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki contoh yaitu PNS. Malnutrisi protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan paling banyak ditemukan pada contoh.
Separuh dari contoh yang diteliti sedang menjalani rawat inap
selama 5-10 hari. Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan rata-rata 2459±258 kkal pada laki-laki dan 1967±208 kkal pada perempuan. Kebutuhan protein per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan rata-rata 80,4±14,9 gram pada laki-laki dan 64,2±12,8 gram pada perempuan. Diet Hati yang disediakan UPM untuk contoh berupa Diet Hati I Cair, Diet Hati II Saring, Diet Hati III Lunak, dan Diet Hati III Biasa dalam bentuk rendah garam dan tidak rendah garam. Diet Hati III paling banyak diterima contoh sebelum dan saat diteliti. Diet Hati Rendah Garam hanya diberikan pada sebagian kecil contoh. Pada saat contoh diteliti rata-rata ketersediaan energi Diet Hati II Saring 1884±164 kkal, Diet Hati III Lunak 1733±143 kkal, dan Diet Hati III Biasa 1901±125 kkal sedangkan rata-rata ketersediaan protein Diet Hati II Saring 54,1±5,4 gram, Diet Hati III Lunak 62,2±7,3 gram, dan Diet Hati III Biasa 65,3±4,4 gram. Konsumsi energi contoh berasal dari konsumsi Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus. Sebagian besar contoh mengkonsumsi makanan luar dan cairan infus. Contoh rata-rata mengkonsumsi energi 1565±710 kkal per hari dan protein 50,3±26,0 gram per hari.
Rata-rata konsumsi energi per hari dari Diet Hati
1293±374 kkal, makanan luar 203±213 kkal, dan cairan infus 69±123 kkal sedangkan rata-rata konsumsi protein per hari dari Diet Hati 43,2±14,9 gram, makanan luar 6,1±6,7 gram, dan cairan infus 1,0±4,4 gram. Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein sebagian besar contoh tergolong defisit. Separuh contoh tingkat konsumsi
66
energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan proteinnya tergolong defisit tingkat berat.
Mayoritas contoh tergolong defisit tingkat berat pada tingkat
konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan proteinnya. Pada umumnya contoh menyukai semua atribut makanan penentu daya terima terhadap Diet Hati. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin menyebabkan atribut rasa dan suhu paling kurang disukai contoh. Daya terima terhadap Diet Hati dengan kategori tinggi dimiliki sebagain besar contoh pada waktu makan pagi dan seluruh contoh pada waktu makan siang. Daya terima contoh terhadap Diet Hati pada waktu makan siang labih baik daripada makan pagi.
1.
Saran Pasien tanpa intoleransi protein (kondisi keseluruhan baik)
yang
memerlukan Diet Hati cair setelah menjalani tindakan medis sebaiknya tidak diberi Diet Hati I. Akan tetapi, bisa langsung mendapatkan Diet Hati II, III, atau IV yang berbentuk cair sesuai dengan kondisi pasien tersebut agar terpenuhi kebutuhan energi dan proteinnya. 2.
Tenaga medis (dokter/dokter muda) perlu berperan aktif dalam memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya terapi diet yang berkaitan dengan penyakit pasien sehingga dapat mempercepat masa penyembuhan.
3.
Ahli gizi perlu meningkatkan frekuensi pemberian konseling gizi sehingga memotivasi pasien untuk makan dan menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit.
4.
UPM sebaiknya mengkaji kembali standar nilai gizi yang ditetapkan untuk masing-masing jenis Diet Hati agar bisa memenuhi kebutuhan gizi pasien secara perorangan.
DAFTAR PUSTAKA Akbar, N. 2002. Zat Pewarna dan Pengawet Makanan Pemicu Sirosis Hepatis. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/fig-1.htm [23 Sep 2004]. Almatsier S. 1992. Pelayanan gizi rumah sakit dan perkembangan ilmu serta teknologi. Gizi Indonesia 17: 97-104. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier S, Jus’at I, Akmal N. 1992. Persepsi pasien terhadap makanan di rumah sakit (Survei pada 10 rumah sakit di DKI Jakarta). Gizi Indonesia 17: 87-96. [Anonim]. 2003. Indonesia.
Pedoman Cairan Infus.
Ed Rev VIII.
Jakarta: Otsuka
[Anonim]. 2004. Sirosis: Merusak Semua Fungsi Hati. Sehat Plus 2(12): 24-27. [Bagian Gizi RSCM, Persagi] Bagian Gizi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Budiarto E. 2003. Jakarta: EGC.
Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar.
Budihusodo U. 2004. Liver Vailure and Clinical Nutrition. http://www.kalbe.co.id/kfportal.nsf/0/c09837f54f7f545047256e3000269f69 ?OpenDocument&Autoframed&Click= [ 23 Sep 2004]. Budiyanto MAK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Muhammadiyah Malang.
Malang: Universitas
Chairulsjah. 2004. Prevalensi Hepatitis Masih Tinggi. http://www.sinarharapan.co.id/nasional/2004/s0405.html [25 Feb 2005] . Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Pendit BU, penerjemah); Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Handbook of Pathophysiology. Dalimartha S. 2004. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta: Penebar Swadaya. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Bahasa Indonesia. Ed ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
Kamus Besar
[Dir. BGM] Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survei Konsumsi Gizi Tahun 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1999a. Pedoman Pencegahan Gizi Kurang di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1999b. Daftar Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
68
[Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2000. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djojodibroto RD. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta: Hipokrates. Effendi, Y. H. 2002. Pengantar gizi kesehatan [diktat]. Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor: Fakultas
Eschleman MM. 1996. Introductory Nutrition and Nutrition Therapy. Ed ke-3. Philapelphia: Lippincott. Gibson RS. 1993. Nutritional Assessment: A Laboratory Manual. New York: Oxford Univ Pr. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Setiawan B, Marliyati SA. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Bogor: Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hartono A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit: Diagnosis, Konseling, dan Preskripsi. Jakarta: EGC. Karsono S. 2000. Prinsip Terapi Cairan Intravena. Ed ke-1. Jakarta: Widatra Bhakti. Lesmana LA, Hasan I. 2001. Sirosis hati. Di dalam: Simadibrata M et al., editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 125-126. Lieber CS. 1999. Nutrition in liver disorders. Di dalam: Shils ME, Olson JA, Shike M, Ross AC, editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-9. Pennsylvania: Williams & Wilkins. hlm 1177-1189. Mahan LK, Arlin MT. 1992. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. Ed ke-8. Philadelphia: WB Saunder. Mansjoer A et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid ke-1. Ed ke-3. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Moehyi S. 1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara. Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Gramedia. Morgan MY, Heaton KW. 2000. Nutrition, the liver, and gallstones. Di dalam:Garrow JS, James WPT, Ralph A, editor. Human Nutrition and Dietetics. London: Churchill Livingstone. hlm 575-600.
69
Nasoetion A. 1988. Cara Penilaian Kualitas Hidangan dan Konsumsi Pangan. Bogor: Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nasoetion A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1994. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nelson JK, Moxness KE, Jensen MD, Gastineau CF. 1994. Mayo Clinic Diet Manual: A Handbook of Nutrition Practices. Ed ke-7. Philadelphia: Mosby. Noer
S. 2003. Gizi dan Penyakit Hati. http://www.papdi.or.id/nutrisi/Nutrisi%2011%20gizi_dan_penyakit_hati.ht m [23 Sep 2004].
Noras JU. 2000. Penilaian pasien terhadap pelayanan gizi di ruang rawat teratai RSUP Fatmawati Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Papalia ED, Olds SW. 1986. Human Development. New Yoerk: McGraw-Hill. Pearce EC. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Handoyo SY, penerjemah; Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Anatomy & Physiology for Nurses. Ratnasari L. 2003. Daya terima makanan dan tingkat konsumsi energi-protein pasien rawat inap penderita penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupatern Cilacap [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rukmono, Manus MPB. 1989. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Di dalam: Tim Penyusun, editor. Sejarah & Perjuangan RSCM-FKUI. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. hlm. 15-25. Shulman ST, Phair JP, Sommers HM. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Wahab AS, penerjemah. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari: The Biological & Clinical Basis of Infectious Diseases. Singarimbun M. 1995. Metode dan poses penelitian. Di dalam: Singarimbun M, Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. hlm 3-15. Soeprapto. 1985. Administrasi Rumah Sakit. Surabaya: Brata Jaya. Sri L. 2004. Diet penyakit kanker. Di dalam: Almatsier S, editor. Penuntun Diet. Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 201-204. Stump SE. 1997. Nutrition and Diagnosis Related Care. Ed ke-4. Baltimore: Willliams & Wilkims. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suhardjo, Kusharto CM. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
70
Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sulaiman A, Julitasari. 1995. Hepatitis A. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. Sulaiman A, Kandun IN, Sastrosoewignjo RI, Budihusodo U. 1995. Hepatitis B. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. Supariasa IPN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Sutardjo S. 2004. Pedoman menuju gizi seimbang. Di dalam: Almatsier S, editor. Penuntun Diet. Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 12-26. Tjiptoherijanto P. 1999. Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. Studi Indonesia 9:1 [terhubung berkala]. http://psi.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm [25 Feb 2005]. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1992. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-6. New York: Harper & Row. Uripi V. 1993. Pengelolaan makanan di rumah sakit [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uripi V. 2001. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluran Pencernaan. Jakarta: Puspa Swara. Williams SR. 1995. Basic Nutrition and Diet Therapy. Ed ke-10. St. Louise: Mosby. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yuliati LN. 2001. Manajemen jasa makanan dan gizi [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yunahar, H. 2004. Diet penyakit hati. Di dalam: Almatsier S, editor. Penuntun Diet. Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 120-129.
LAMPIRAN
72
Lampiran 1 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan lunak Golongan Bahan Makanan
Makanan yang Boleh Diberikan
Sumber karbohidrat
Beras ditim, dibubur; kentang direbus atau dipuree; makaroni, mi, soun, misoa rebus; roti; tepung beras, maizena, hunkwee, havermout dibubur atau dibuat puding Daging sapi, kerbau, ikan, unggas direbus, dikukus, disemur, ditim, dipanggang; telur didadar, diceplok air, dicampur dalam makanan atau minuman; keju, yogurt, susu Tahu, tempe, oncom, direbus, dikukus, dipanggang; kacangkacangan: kacang hijau, kacang merah direbus dalam jumlah terbatas; sari kedelai Mentega, margarin, minyak goreng untuk menumis; santan encer Sayuran yang tidak banyak serat dan dimasak: bayam, kangkung, kacang panjang, buncis muda, oyong muda dikupas, labu siam, labu kuning, labu air, tomat, terubuk, kembang kol dan ketimun yang dikupas dan dikeluarkan bijinya Buah segar: pisang, pepaya, sari sirsak, jeruk, mangga, sawo, dan alpukat; buah lain dimasak dengan menghilangkan kulit dan biji: nanas, jambu biji; buah dalam kaleng dan sari buah Dalam jumlah terbatas: bumbu dapur, pala, kayu manis, asam, gula, garam Teh encer, kopi encer, coklat, susu, sirup
Sumber protein hewani
Sumber protein nabati
Lemak Sayuran
Buah-buahan
Bumbu-bumbu Minuman
Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
Makanan yang Tidak Boleh Diberikan Nasi goreng, beras ketan, bulgur, jagung, cantel, ubi, singkong, tales
Daging berlemak banyak; daging, ikan, telur digoreng; ikan banyak duri; bandeng, mujair, mas, selar, dan sebagainya Dalam bentuk digoreng
Untuk kental
menggoreng,
santan
Sayuran mentah; sayuran yang menimbulkan gas: kol, sawi, lobak; sayuran yang banyak serat: genjer, kapri, daun singkong, daun kelor, daun katuk, keluwih, melinjo, pare, nangka muda, krokot Buah-buahan yang banyak mengandung serat dan/atau menimbulkan gas: nangka, durian, kedondong, nanas, dsb Cabe, merica, dan bumbu lainnya yang merangsang Minuman yang mengandung alkohol : bir, wiski; minuman yang mengandung gas: air soda, limun, coca cola, orange crush, dan sebagainya
73
Lampiran 2 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan saring Golongan Bahan makanan Sumbet karbohidrat
Sumber protein hewani
Sumber protein nabati Lemak Sayuran
Buah-buahan
Bumbu-bumbu Minuman
Makanan yang Boleh Diberikan Beras dibubur saring atau dihaluskan; roti dipanggang; krakers, biskuit; tepungtepungan: beras, maezena, sagu, hunkwe, havermout dibubur, dipuding, dsb; gula pasir, sirup Daging giling saring atau dihaluskan; telur ayam direbus ½ masak, diceplok air atau dicampur dalam makanan atau minuman; susu Tahu giling, kacang hijau saring atau dihaluskan; sari dele Mentega atau margarin dalam jumlah terbatas Sayurannyang rendah serat dan disaring atau dihaluskan, seperti bayam, wortel, labu kuning, labu siam Buah-buahan yang tidak banyak dserat disaring atau dihaluskan, seperti pepaya, jeruk, dsb Bumbu yang tidak merangsang dalam jumlah terbatas Teh encer, kopi encer, coklat dalam jumlah terbatas
Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
Makanan yang Tidak Boleh Diberikan Beas ketan, bulgur, jagung, cantel, ubi, tales
Daging berlemak; daging digoreng; daging diawet; dendeng, daging asap; ikan diawet; ikan banyak duri: bandeng, mujahir, mas, selar, dsb; telur digoreng Sumber protein nabati lain Santan, minyak Sayuran mentah; sayuran yang menimbulkan gas: kol, sawi, lobak; sayuran yang banyak serat: genjer, kapri, daun singkong, nangka muda, keluwih, dsb Buah-buahan yang banyak serat dan/atau menimbulkan gas: nangka, durian, kedondonh, nanas, dsb Lombok, merica, dan bumbu merangsang yang lain Minuman yang mengandung alkohol: bir, wiski; minuman yang mengandung gas: air soda, minumjan botol ringan (coca cola, fanta, dsb)
74
Lampiran 3 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada diet rendah garam Golongan Bahan Makanan
Makanan yang Boleh Diberikan
Sumber karbohidrat
Beras, bulgur, kentang, singkong, terigu, tapioka, hunkwee, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tersebut di atas tanpa garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit, kue kering, dan sebagainya Daging dan ikan maksimum 100 g sehari; telur maksimum 1 butir sehari; susu maksimum 200 g sehari
Sumber protein hewani
Sumber protein nabati
Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasak tanpa garam
Lemak
Minyak, margarin tanpa garam, mentega tanpa garam Semua sayuran segar; sayuran yang diawet tanpa garam dapur, natrium benzoat, dan soda
Sayuran
Buah-buahan
Bumbu-bumbu
Minuman
Semua buah-buahan segar; buah-buahan yang diawet tanpa garam dapur, natrium benzoat dan soda. Semua bumbu-bumbu segar dan kering yang tidak mengandung garam dapur dan lain ikatan natrium
Teh, kopi, minuman ringan Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
botol
Makanan yang Tidak Boleh Diberikan Roti, biskuit dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur dan atau soda
Otak, ginjal, lidah, sarden, keju; daging, ikan, dan telur yang diawet dengan garam dapur seperti: daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin, telur pindang, dan sebagainya Keju kacang tanah dan semua kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain ikatan natrium Margarin dan mentega biasa Sayuran yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan, acar, dan sebagainya Buah-buahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium Garam dapur, baking powder, soda kue, vetsin dan bumbubumbu yang mengandung garam dapur seperti: kecap, terasi, maggi, saus tomat, petis, tauco Coklat
75
76
Lampiran 5 Struktur organisasi Unit Produksi Makanan Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Direktur Sarana & Prasarana Manager III UPM
Manager II Perencanaan & Administrasi
Pelaksana V Pj Makanan Swadana
Pelaksana IV Pj Kepegawaian
Sumber: UPM Perjan RSCM (2004)
Pelaksana IV Pj Sarana & Inventaris Alat
Manager II Oprasional Pengolahan & Penyaluran Makanan
Pelaksana V Pj Pengembangan Resep Makanan
Pelaksana V Pj Penyediaan & Persiapan
Pelaksana V Pj Pengolahan & Distribusi
Pelaksana V Pj Pengolahan & Mutu
Pelaksana IV Pj Pengolahan Higiene & Sanitasi
Pelaksana IV Pj Pengolahan Makanan Pegawai
77
Lampiran 6 Menu kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM Siklus Menu Hari ke-I
Pagi Bubur sumsum+saus gula merah (B, L, S) Telur rebus (B, L, S)
Hari ke-II
Roti+gula aren (B, L) Bubur sumsum+saus gula merah (S) Telur rebus (B, L, S)
Hari ke-III
Bubur ayam (B, L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Bawang goring, tongcay, daun seledri (B, L) Ayam bumbu semur (B, L), Telur rebus (S)
Hari ke-IV
Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Telur dadar (B, L), Telur rebus (S) Tumis kacang panjang (B, L)
Hari ke-V
Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Daging bumbu semur ( B, L), Telur rebus (S) Cah wortel (B, L)
Hari keXXXI
Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Telur dadar (B, L), Telur rebus (S) Tumis kacang panjang (B, L)
Sumber: UPM Perjan RSCM (2001) Keterangan : B = Diet Hati III Biasa L = Diet Hati III Lunak S = Diet Hati II Saring
Waktu Makan Siang Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Daging bumbu sate manis (B, L), Telur rebus (S) Bihun goreng (B, L) Cah wortel (B, L) Pisang Ambon (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ikan panggang bumbu kuning (B, L), Telur rebus (S) Tahu bumbu tumis tanpa cabe (B, L) Sayur asem (B, L) Jeruk (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ayam laksa+kemangi (B, L), Telur rebus (S) Tempe bacem (B, L) Sup sayuran (B, L) Pepaya (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Daging empal basah (B, L), Telur rebus (S) Tempe bacem (B, L) Tumis buncis (B, L) Pepaya (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ayam bumbu sapit (B, L), Telur rebus (S) Tahu bacem (B, L) Tumis kacang panjang (B, L) Jeruk (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Semur hati (B, L), Telur rebus (S) Tumis tempe (B, L) Sayur kerry (B, L) Pepaya (B, L, S)
Sore Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ayam bumbu opor (B, L), Telur rebus (S) Tempe tumis (B, L) Sayur bening bayam (B, L) Pepaya (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Telur bumbu semur (B, L), Telur rebus (S) Tempe bumbu tomat (B, L) Tumis kacang panjang+toge (B, L) Pisang ambon (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ikan panggang bumbu kuning (B, L), Telur rebus (S) Tahu semur (B, L) Sayur lodeh (B, L) Jeruk (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Telur bumbu kuning (B, L), Telur rebus (S) Mie goreng (B, L) Bening bayam (B, L) Pisang ambon (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Daging bumbu malbi (B, L), Telur rebus (S) Mie goreng (B, L) Sup sayuran (B, L, S) Pisang ambon (B, L, S) Nasi (B), Bubur nasi (L), Bubur sumsum+saus gula merah/Bubur havermout+saus santan (S) Ayam waikiki (B, L), Telur rebus (S) Bihun goreng (B, L) Gulai manis labu siam (B, L) Jeruk (B, L, S)
78
Lampiran 7 Menu selingan kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM Jenis Masakan
Siklus Menu Hari ke-I
Masakan Saring
Hari ke-II Hari ke-III Hari ke-IV Hari ke-V Hari ke-XXXI Hari ke-I
Masakan Diet
Hari ke-II Hari ke-III Hari ke-IV Hari ke-V Hari ke-XXXI
Waktu Makan Siang Agar-agar srikaya bumbu Cake tape spekuk Bubur kacang hijau Puding sagu ambon Agar-agar coklat Lapis basah Puding maizena Zantar isi buah Bubur kacang hijau Balu zebra Agar-agar srikaya bumbu Biskuat spekuk Puding agar-agar bumbu Pisang raja spekuk Sus isi vla Pisang ambon Agar-agar buah Cake marmer Puding maizena Jeruk Puding cocktail Pepaya Pepaya Puding cocktai
Malam Malkis Biskuit Roti bagelen Malkis Roti bagelen Creekers -
Sumber: UPM Perjan RSCM (2001) Keterangan : • Menu selingan masakan saring untuk Diet Hati II Saring • Menu selingan masakan diet untuk Diet Hati III Lunak dan Diet Hati III Biasa
79
Lampiran 8 Standar makanan cair diet hati Perjan RSCM Bahan Makanan Satuan Susu full cream gram Susu skim gram Gula pasir gram Maizena gram Telur ayam butir Sirup gram Nilai Gizi Kalori Kkal Protein gram Lemak gram Karbohidrat gram Sumber: UPM Perjan RSCM (2000)
DH I 150 20 50
DH II 80 200 20 1 -
DH III 40 80 160 20 1 -
DH IV 150 150 150 20 -
723 1,83 0,78 183
1296 30,3 30,1 231,8
1240 48,4 19,7 221,4
1910 94,2 56,3 276
80
Lampiran 9 Data kebutuhan energi-protein contoh berdasarkan jenis kelamin Contoh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata Nilai maksimum Nilai minimum Standar deviasi
Kebutuhan Energi Protein Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 2400 57.6 2300 74.3 2700 94.5 2300 54.0 2300 75.6 2700 98.6 2700 87.8 2900 97.2 1900 71.6 1800 71.6 2200 49.5 2400 81.0 2200 81.0 2700 87.8 2500 82.4 2800 93.2 2400 75.6 1900 75.6 2300 98.6 2300 52.2 2457 1900 81.5 72.0 2900 2200 98.6 71.6 1900 1800 52.2 49.5 274 208 14.6 13.0
81
Lampiran 10 Data ketersediaan dan konsumsi energi-protein contoh dari diet hati Ketersediaan Diet Hati
Jenis Diet Hati
Contoh
Energi Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Konsumsi Diet Hati Protein
Energi
Protein
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
1
DH II Saring
DH II Saring
DH II Saring
1863
1977
1768
59.2
57.5
57.2
1308
1308
1124
42.5
37.6
38.7
2
DH III Lunak
DH III Lunak
DH III Lunak
2004
1690
1749
75.0
58.2
61.0
701
405
449
33.7
18.4
15.8
3
DH III Biasa
DH III Biasa
DH III Biasa
2076
1973
1861
65.7
61.2
65.8
1590
1829
1846
48.0
55.5
64.1
4
DH II Saring
DH II Saring
DH II Saring
1970
1927
1999
54.4
52.8
53.7
1397
1363
1068
36.1
37.1
21.4
5
DH III Lunak
DH III Lunak
DH III Biasa
1839
1875
1894
62.4
67.4
63.4
1182
1421
914
26.5
54.2
24.4
6
DH II Saring
DH III Lunak
DH III Lunak
2018
1794
1760
62.3
60.4
51.4
648
997
1066
15.8
44.8
35.2
7
DH III Lunak
DH III Lunak
DH III Lunak
1780
1631
1752
59.5
64.5
69.8
1507
1631
1626
54.9
64.5
67.5
8
DH II Saring
DH II Saring
DH III Lunak
1875
1899
1771
52.6
52.4
61.4
1148
1285
1307
30.0
33.3
38.7
9
DH II Saring
DH II Saring
DH II Saring
1910
1790
1990
53.4
50.0
53.0
1097
1011
997
25.9
21.2
20.6
10
DH III Biasa
DH III Biasa
DH III Biasa
1926
1924
1838
73.0
74.3
62.9
1143
1210
1212
43.8
35.0
37.4
11
DH III Lunak
DH III Lunak
DH III Lunak
1679
1635
1935
57.7
60.2
76.3
1496
974
1042
55.4
40.8
42.5
12
DH II Saring
DH II Saring
DH II Saring
1946
1849
1975
57.1
57.8
53.9
1535
1540
1975
45.6
45.8
53.9
13
DH III Biasa
DH III Biasa
DH III Biasa
2023
1739
1693
63.8
65.5
57.1
1946
1323
1510
62.3
50.6
55.1
14
DH II Saring
DH III Biasa
DH III Lunak
1898
1734
1597
56.2
64.9
58.6
1298
1377
1037
40.8
43.7
37.1
15
DH II Saring
DH II Saring
DH III Lunak
1623
1341
1530
49.0
36.5
61.2
1451
759
1384
60.2
23.2
45.1
16
DH II Saring
DHRG III Lunak
DHRG III Lunak
2111
1649
1848
59.1
63.5
69.1
1547
915
706
47.1
31.9
14.6
17
DHRG III Lunak
DHRG III Lunak
DHRG III Lunak
1749
1696
1865
55.3
62.5
69.6
1421
1202
1098
49.6
52.5
57.2
18
DH III Lunak
DH III Lunak
DH III Lunak
1791
1610
1899
59.7
64.0
71.5
1607
1536
1899
57.7
63.1
71.5
19
DHRG III Biasa
DHRG III Biasa
DHRG III Biasa
2120
1905
1904
66.8
62.4
67.6
2120
1816
1904
66.8
61.3
67.6
DH III Lunak
1306
1779 1819 166 1884 164 1733 143 1901 125
1570
40.1
60.9 60.3 7.5 54.1 5.4 62.2 7.3 65.3 4.4
57.4
895
1410 1293 374 1299 337 1145 343 1572 334
1078
35.0
54.6 43.2 14.9 35.3 10.9 44.7 16.1 51.3 12.8
37.8
20 DH III Lunak DH III Lunak Rata-rata Diet Hati Standar Deviasi Diet Hati Rata-rata Diet Hati II Saring Standar Deviasi Diet Hati II Saring Rata-rata Diet Hati III Lunak Standar Deviasi Diet Hati III Lunak Rata-rata Diet Hati III Biasa Standar Deviasi Diet Hati III Biasa
82
Lampiran 11 Data konsumsi energi-protein contoh dari makanan luar Konsumsi Makanan Luar Contoh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata Standar Deviasi
Hari ke-1 93 0 215 0 669 0 496 209 0 0 183 134 297 0 0 0 574 438 382 0
Energi Hari ke-2 93 53 379 19 156 172 496 187 0 281 206 0 481 0 298 257 392 429 829 0 203 213
Hari ke-3 93 379 252 0 0 136 496 320 0 0 0 0 265 0 485 0 338 429 594 0
Hari ke-1 7.7 0.0 2.8 0.0 13.2 0.0 16.0 8.7 0.0 0.0 2.8 3.3 4.6 0.0 0.0 0.0 13.8 17.2 14.6 0.0
Protein Hari ke-2 7.7 2.0 5.0 0.3 2.3 6.6 16.0 12.6 0.0 13.8 6.6 0.0 12.2 0.0 2.8 3.8 10.8 16.1 25.4 0.0 6.1 6.7
Hari ke-3 7.7 14.7 6.2 0.0 0.0 5.4 16.0 7.3 0.0 0.0 0.0 0.0 4.2 0.0 4.8 0.0 10.2 16.1 22.4 0.0
83
Lampiran 12 Data konsumsi energi-protein contoh dari cairan infus Contoh
Jenis Cairan Infus Hari ke-1 NaCl 0.9% NaCl 0.9% NaCl 0.9% NaCl 0.9% NaCl 0.9%+Dextrose 5% NaCl 0.9% NaCl 0.9%+Triofusin 500 Asering Dextrose 5% KAEN 3B NaCl 0.9%+Dextrose 5% NaCl 0.9%+Triofusin E 1000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata Standar Deviasi
Hari ke-2 NaCl 0.9% NaCl 0.9% NaCl 0.9%+Dextrose 5% NaCl 0.9%+Dextrose 5% Dextrose 5% Albumin 20%+NaCl 0.9% KAEN 3B KAEN 3B+Dextrose 5%
Hari ke-3 NaCl 0.9% NaCl 0.9% Albumin 20% NaCl 0.9%+Dextrose 5% Dextrose 5% NaCl 0.9% Dextrose 5% Albumin 20%+NaCl 0.9% KAEN 3B NaCl 0.9% KAEN 3B+Dextrose 5%
Hari ke-1 0 0 0 0 0 0 200 0 250 0 0 0 0 0 200 0 216 400 0 500
Energi Hari ke-2 0 0 0 0 0 0 200 200 0 0 0 0 0 0 200 0 324 0 0 308 69 123
Konsumsi Cairan Infus Hari ke-3 0 0 0 0 0 0 200 200 0 0 0 0 0 0 200 0 216 0 0 308
Hari ke-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Protein Hari ke-2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 1.0 4.4
Hari ke-3 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0