1
DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN RAWAT INAP PENDERITA KARDIOVASKULAR DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
TICHA LYDIYAWATI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
Judul
: Daya Terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular Di RSUP Fatmawati Jakarta
Nama Mahasiswa
: Ticha Lydiyawati
Nomor Pokok
: A54103039
Menyetujui: Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Yekti hartati effendi
Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc
NIP.140 092 953
NIP. 131645543
Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :......................
3
DAYA TERIMA, KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN RAWAT INAP PENDERITA KARDIOVASKULAR DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
TICHA LYDIYAWATI
Skripsi Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
4
RINGKASAN TICHA LYDIYAWATI. Daya terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di RS Fatmawati Jakarta. Dibawah bimbingan dr.Yekti Hartati Efendi dan Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima dan konsumsi energi dan zat gizi pasien (Protein, Lemak, Kolesterol dan Natrium). Tujuan Khusus meliputi: Mengidentifikasi : 1) Karakteristik pasien (umur, sex, TB, BB, jenis diit, jenis penyakit, riwayat penyakit, pendidikan dan pekerjaan) 2) Riwayat pemeliharaan pasien (lama rawat, saran diit, perolehan diit sebelum dan penerapannya). Menghitung : 3) Kebutuhan energi dan zat gizi pasien, 4) Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan RS, 5) Konsumsi energi dan zat gizi pasien (makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus), 6) Menganalisis hubungan daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien makanan RS. Desain studi dalam penelitian adalah cross sectional. Tempat penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan lokasi secara purposive sampling (Singarimbun & Effendi, 1989). Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan Juni sampai Agustus 2007. Pasien dalam penelitian adalah pasien rawat inap penderita penyakit kardiovaskular di IRNA B lantai VI selatan. Jumlah pasien rawat inap kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) selama tiga bulan berdasarkan diagnosa dokter sebanyak 136 orang. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara purposive sampling dengan kriteria yang ditentukan. Maka diperoleh 35 pasien yang memenuhi ktriteria tersebut, hanya 30 pasien yang mempunyai data lengkap maka dijadikan contoh pasien dalam penelitian ini. Jenis data dalam penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, dan wawancara dengan alat bantu kuisioner yang meliputi: (1) Karakteristik pasien (umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, riwayat penyakit, pekerjaan dan tingkat pendidikan) (2) riwayat pemeliharaan kesehatan pasien (lama rawat, saran diit, perolehan diit sebelumnya, dan penerapannya) (3) Kebutuhan energi dan zat gizi pasien (4) Ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS (5) Konsumsi energi dan zat gizi pasien (menu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus) (6) Daya terima terhadap menu makanan RS. Data sekunder meliputi: (1) Gambaran umum RS Fatmawati Jakarta (lokasi, klasifikasi, sejarah, visi dan misi dan fasilitas pelayanan kesehatan), (2) Gambaran umum Instalansi Gizi RS Fatmawati Jkt (Struktur organisasi, visi, misi, tujuan, tugas pokok, fungsi, tenaga kerja, kegiatan penyelenggaraan makanan), (3) Jenis penyakit, jenis diet, cairan infus dan lama perawatan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft excel dan SPSS versi 13,0 for Windows. Untuk menganalisis hubungan daya terima dan tingkat konsumsi pasien terhadap makanan RS digunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian ini sebesar 70% pasien dalam kategori usia dewasa menengah (40-65 thn), 63,3% jenis kelamin laki-laki. Jenis penyakit pasien 56,7% jantung, 40% penyakit stroke dan penyakit hipertensi 3,3%. Pendidikan pasien 46,7% SMU. Jenis pekerjaan 33,3% IRT, buruh 16,7%, wiraswasta 16,7%, swasta 13,3%, PNS 10%, dan sisanya pensiunan 10%. Sebanyak 46,7% berdasarkan riwayat penyakit dulu menunjukan pernah menderita penyakit pernah hipertensi, 36,7% pernah penyakit jantung, 3,3 % pernah penyakit stroke, 3,3% penyakit lambung, dan 10% tidak memiliki riwayat penyakit dulu. Pasien
5
yang memiliki riwayat penyakit pada keluarga antara lain penyakit hipertensi 13,3%, jantung 6,7%, dan stroke 13,3%. Lebih dari separuh pasien 66,7% tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Jenis diit yang diperoleh pasien terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak (RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi biasa (RG ll NB), diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) Sebanyak 33,3% pasien menjalani rawat inap kurang dari 5 hari, 20% antara 5-10 hari dan sisanya 6,7% lebih dari 10 hari. Sebanyak 56,7% belum pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit yang dideritanya. Sebanyak 53,3% tidak pernah mendapatkan diit yang sama dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit. Kebutuhan energi total sehari berdasarkan perhitungan Harris Bennedict lebih tinggi dibandingkan perhitungan mengunakan rumus cepat berdasarkan Ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Berdasarkan perhitungan Harris Bennedict untuk kebutuhan energi dan protein pasien yaitu kebutuhan energi 1772 Kkal/hari(1320-2412) Kkal, protein73,9 g/hari (55-100) g/hari. Berdasarkan rumus cepat energi 1591 Kkal/hari (1035-22214) Kkal, protein 55,9 g/hari (41,4-73,8)g/hari. Kebutuhan lemak, dan kolesterol, semua pasien dibatasi konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk konsumsi lemak adalah tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran konsumsi kolesterol <300mg/hari. Rata-rata ketersedian energi dan zat gizi makanan RS yaitu energi 1516,26 Kkal/hari; protein 60,35 gram/hari; lemak 48,72 g/hari; natrium 414,93 mg/hari, dan kolesterol 213,56mg/hari. Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan yang disajikan RS dibandingkan dengan standar porsi menurut jenis Diit Jantung ll, Diit Jantung lll dan Rendah Garam NB diperoleh hasil yang lebih rendah berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 36,7% pasien berada kategori defisit energi, 43,3% normal dan 20% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 6,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 20% normal dan 73,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 86,88% berarti berada pada kategori defisit (<90% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 135,32% berarti berada pada kategori diatas kebutuhan (≥120 angka kebutuhan). Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 40% pasien berada kategori defisit energi, 30% normal dan 30% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 16,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 56,7% normal dan 26,7% berada pada kategori diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 99,52% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 109,57% berarti berada pada kategori normal. Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien meskipun diperoleh dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus namun kontribusi energi dan zat gizi makanan RS terhadap total konsumsi energi dan zat gizi sehari makanan RS tetap besar adalah energi 89%; protein 89%; lemak 92 %; kolesterol 88%; natrium 69%. Makanan dari luar RS sedikit memberikan kontribusi energi dan zat gizi terhadap total konsumsi sehari energi 10,73%; protein 10%; lemak 8,52 %;kolesterol 6,97%; dan natrium 17,14%. Cairan infus hanya memberikan kontribusi natrium terhadap total konsumsi
6
sehari yaitu natrium 16%. Total rata-rata konsumsi pasien yaitu energi 1496Kkal/hari; protein 57,1g/hari;kolesterol 195,6mg/hari; lemak 52,9mg/hari dan natrium 597,1mg/hari, meliputi makanan RS energi 1338 Kkal, protein 5,6 g/hari, lemak 49,3 g/hari, kolesterol 182,7mg/hari dan natrium 411,4 mg/hari; makanan luar RS energi 158Kkal/hari, protein 5,6gram/hari, lemak 3,6mg/hari, kolesterol 12,9mg/hari dan natrium 86,7mg/hari; cairan infus yaitu natrium 99 mg/hari. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 10% pasien defisit tingkat berat energi, 3,3% defisit tingkat sedang, dan 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal. Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 60% normal. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat 10% pasien berada pada kategori defisit tingkat berat energi (<70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal (90-100% angka ketersediaan). Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 13,3% defisit tingkat ringan dan normal 63,3%. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap terhadap ketersediaan energi 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 20% pasien berada pada kategori normal, 33,3% defisit tingkat berat energi, 16,7% defisit tingkat sedang, 30% defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 33,3% pasien berada pada kategori normal, 46,7 % diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 10% defisit tingkat berat (< 70% angka ketersediaan) dan 10% defisit tingkat ringan. Ratarata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 76,51% berarti berada pada kategori defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 114,83% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan). Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 43,3% pasien berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 23,3,7% defisit tingkat berat energi (< 70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), dan 16,7% defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 46,7% pasien berada pada kategori normal, 16,7 defisit berat protein, 6,7% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 13,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 87,79% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 93,3% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan) Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari, konsumsi kolesterol pasien adalah 195,6mg/hari, dan konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. Seluruh pasien mengkonsumsi lemak, kolesterol dan natrium sesuai dengan anjuran Daya terima pasien berdasarkan waktu makan menunjukkan daya terima makan pagi memiliki nilai daya terima yang lebih rendah dari pada makan siang serta makan sore. Daya terima pasien terhadap makanan utama yang disajikan
7
(tiga hari pengamatan) sebanyak 40 % pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima terhadap makanan selingan sebanyak 96,8% pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima pasien berdasarkan jenis menu menunjukkan menu yang paling banyak disukai yaitu menu ke-5 dan yang tidak disukai menu ke-31. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin menyebabkan atribut rasa dan suhu yang relatif kurang disukai pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant beberapa variabel antara lain tingkat konsumsi energi dan protein pasien dengan lama rawat pasien, daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien dan daya terima pasien dengan lama rawat pasien.
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1985 dari pasangan keluarga bapak (Alm) Suwardji dan dan Ibu Sulmini. Penulis merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara yaitu Pujianto dan Arman Maulana Pendidikan formal pertama yang ditempuh penulis adalah taman kanakkanak di TK Marsudi Asih, Tangerang dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1991. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 sampai 1997 di SD Negeri Kreo 01. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 267 Jakarta hingga tahun 2000, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 63 Jakarta mulai tahun 2000 sampai tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menyelesaikan studi di IPB, penulis pernah mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kabupaten Bogor. Penulis aktif menjadi staf Humas di HIMAGITA pada tahun 2004/2005. Selain itu penulis aktif dan tercatat sebagai sekertaris dalam kegiatan Perkumpulan IAS3 (Ikatan Alumni SMU Sepesanggrahan Sekebayoran dan Sekitarnya) periode 2004/2005. Kegiatan yang pernah diikuti antara lain PESTA IPB dan BIBIT FAPERTA MPF tahun 2004 sebagai PAK (Pembimbing Anak Kelompok), Hari pelepasan sarjana tahun 2005, Wonder tahun 2005, Seminar NPGK Vlll tahun 2004 dan NPGK lX tahun 2005 sebagai seksi Pubdekdok (Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) dan seminar konsultasi Gizi tahun 2007 sebagi seksi Danus.
9
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Daya Terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di RSUP Fatmawati Jakarta” dilakukan sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluaraga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Yekti Hartati Effendi dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Ir. Lilik Noor Yuliati MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguj,i serta Bashir, Kiki, dan Rena selaku pembahas seminar yang telah banyak memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Dr. H. Kemas M. Akib Aman, SP r, MARS sebagai Direktur RSUP Fatmawati dan Dr. Pauline Endang P,Sp GK (Kepala Instalasi Gizi RSUP Fatmawati) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian 4. Listiawaty, DCN selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan kritikan kepada penulis selama melakukan penelitian. 5. Keluarga ku Ayah, Ibunda, Papah dan mamah (tercinta), Mas Anto, Arman, tirta, dewi, dika dan imeh. Special untuk ‘Rizki’ serta Sahabat-sahabat ku Farah, Ade dan Eni terima kasih atas segala bantuan, doa dan dukungan yang diberikan dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar belakang ...................................................................................
1
Perumusan Masalah ..........................................................................
2
Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
Kegunaan Penelitian ..........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
5
Kardiovaskular.....................................................................................
5
Jantung................................................................................................
6
Jenis diit jantung...................................................................................
6
Hipertensi ............................................................................................
7
Jenis diit rendah garam........................................................................
8
Stroke ..................................................................................................
8
Jenis diit stroke......................................................................................
9
Penyelenggaraan makanan.................................................................
9
Kebutuhan............................................................................................
13
Konsumsi ............................................................................................
15
Daya terima..........................................................................................
16
Kecukupan .........................................................................................
18
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................
19
METODE PENELITIAN ...........................................................................
22
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ..............................................
22
Jumlah dan Cara Pengambilan pasien .............................................
22
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................
24
Pengolahan dan Analisis Data ...........................................................
26
Definisi Operasional ...........................................................................
31
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
34
Gambaran Umum RS dan Instalasi Gizi..............................................
34
Karakteristik pasien.............................................................................
41
Riwayat pemeliharaan kesehatan.................................................. .....
44
Kebutuhan energi dan zat gizi pasien..................................................
47
11
Ketersediaan energi dan zat gizi..........................................................
47
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi..........................................
49
Konsumsi energi dan zat gizi...............................................................
50
Tingkat konsumsi Energi dan Protein..................................................
53
Tingkat Kecukupan energi dan ketersediaan.......................................
54
Rata-rata tingkat ketersediaan, konsumsi dan kecukupan..................
55
Daya terima..........................................................................................
56
Daya terima berdasarkan waktu makan.........................................
57
Daya terima berdasarkan makanan utama....................................
57
Daya terima berdasarkan makanan selingan.................................
58
Daya terima berdasarkan jenis menu............................................
58
Penilaian terhadap atribut daya terima..........................................
59
Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat...
61
Hubungan daya terima dan tingkat konsumsi energi dan protein........
62
Hubungan daya terima dengan lama rawat.........................................
63
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
64
Kesimpulan ........................................................................................
64
Saran ..................................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
68
LAMPIRAN ..............................................................................................
71
12
DAFTAR TABEL Halaman 1
Penggolongan tekanan darah.............................................................
2
Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan..............................
3
7 26
Jenis data, peubah, kategori peubah menurut sumber konsumsi pasien..................................................................................................
28
4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut tingkat ketersediaan tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein...............
29
5
Kapasitas tempat tidur.........................................................................
35
6
Ketenagaan diinstalasi berdasarkan jenis pekerjaan...........................
36
7
Sebaran pasien berdasarkan umur......................................................
41
8
sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin..........................................
41
9
Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit........................................
41
10 Sebaran pasien berdasarkan pendidikan.............................................
42
11 Sebaran pasien berdasarkan pekerjaan..............................................
42
12 Sebaran pasien berdasarkan jenis diit dan jenis penyakit...............................................................................................
43
13 Keragaan statistik BB dan TB............................................................... 14 Sebaran pasien berdasarkan lama rawat............................................
44
15 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit dulu............................
44
16 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit kelurga.......................
45
17 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelumnya...................
45
18 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelumnya dan penerapannya............................................................................... 19 Sebaran pasien berdasarkan saran diit..............................................
46 46
20 Sebaran pasien berdasarkan saran diit dimasa lalu dan penerapannya...............................................................................
46
21 Rata-rata kebutuhan energi dan protein.............................................
47
22 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi)..................
48
23 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi Diit Jantung Rendah Garam.................................................................
48
24 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi Diit Rendah Garam..............................................................................
49
25 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein
50
13
26 Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi pasien....................................
51
27 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi makanan luar.........................
51
28 Sebaran pasien berdasarkan cairan infus............................................
52
29 Sebaran pasien berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein.....
54
30 Sebaran pasien berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein...
55
31 Nilai tingkat ketersediaan, tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan...
57
32 Sebaran daya terima pasien terhadap waktu makan...........................
57
33 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama.......................
57
34 Sebaran daya terima pasien terhadap selingan...................................
58
35 Sebaran daya terima pasien terhadap perjenis menu..........................
59
36 Sebaran pasien berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan......
61
37 Sebaran TKE dan TKP berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan...................................................................................
62
38 Sebaran daya terima pasien berdasarkan TKE dan TKP....................
63
14
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran...............................................................................
20
2 Cara penarikan pasien...........................................................................
23
15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Struktur organisasi instalasi gizi ............................................................
72
2 Menu makanan utama...........................................................................
73
3 Menu makanan selingan.......................................................................
75
4 Standar porsi diit jantung ......................................................................
76
5 Standar porsi diit rendah garam.............................................................
77
PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan memiliki peranan yang sangat penting terhadap kehidupan manusia antara lain untuk memelihara kesehatan tubuh, perawatan penyakit, dan penyembuhan penyakit. Meningkatnya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sejalan dengan berkembangnya penyakit, salah satu penyakit diantaranya penyakit kardiovaskuler. Di Iindonesia penyakit kardiovaskuler dalam dua dekade sebelumnya belum begitu dikenal namun secara berangsur-angsur tetapi pasti, telah menggeser kedudukan penyakit infeksi di Indonesia (Moehyi 1999). Adapun prevalensi gejala penyakit jantung berdasarkan data SKRT berdasarkan kawasan di Indonesia antara lain kawasan Jawa-Bali dengan prevalensi 5,5 %, Kawasan Timur Indonesia dengan prevalensi sebesar 7,7% dan prevalensi paling tinggi berada dikawasan Sumatera dengan prevalensi 10,2% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes 2005). Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14% dengan kisaran (13,4 - 14,6%). Prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur yaitu pada kelompok umur 25-34 tahun sebesar 7% meningkat menjadi 16% pada kelompok umur 35-44 tahun, dan pada kelompok umur 65 tahun atau lebih meningkat menjadi 29%. Prevalensi penyakit hipertensi berdasarkan jenis kelamin yaitu pada perempuan 16% lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki 12%. Prevalensi hipertensi menurut daerah tidak tampak adanya perbedaan yaitu pedesaan 13,9% dan perkotaan 14,2%. Begitu juga tidak tampak adanya perbedaan prevalensi hipertensi berdasarkan kawasan di Indonesia yaitu Sumatera 13,9%,
16
Jawa-Bali 14%, Kawasan Timur Indonesia 13,9% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes 2005). Stroke menempati urutan ketiga sabagai penyakit mematikan setelah kanker. Di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab di rumah sakit yaitu sebanyak 35,8% orang usia lanjut dan 12,9% usia lebih muda karena pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Setiap tahun 500 ribu penduduk indonesia terkena serangan stroke, sebanyak 25% meninggal dunia dan sisanya cacat ringan dan berat (Misbach J 2007). Menurut hasil penelitian di Jawa tengah terhadap pasien rawat inap sebanyak lebih dari 50% penderita secara kuantitas makanan kurang dari cukup, kurang asupan protein, kurang minum, kehilangan nafsu makan dan mengalami stres psikologik/penyakit akut akibat penyakit yang dideritanya sebelum dirawat dirumah sakit. Penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara malnutrisi pasien rawat inap dengan outcome antara lain tingkat mortalitas, lamanya perawatan serta perawatan berulang dirumah sakit. Selain itu status gizi pasien berhubungan dengan lama perawatan di rumah sakit (Pranarka, Sri & Rejeki, 2006). Menurut The Journal Of The American Medial Association (2004) bahwa sebanyak 50% pasien yang dirawat dirumah sakit mendapatkan nutrisi zat gizi yang lebih rendah dari kebutuhan zat gizi yang diperlukan akibat penyakit yang dideritanya. Akibat dari kekurangan zat gizi pada pasien berkorelasi kuat terhadap resiko meningkatnya angka kematian. Perlu upaya pencegahan untuk menurunkan masalah gizi kurang dirumah sakit. Pasien yang lama menjalani rawat inap dirumah sakit mempunyai resiko yang latif tinggi untuk menderita malnutrition hal tersebut disebabkan menderita kekurangan gizi sebelumnya, selera makan yang menurun dan ketidakmampuan untuk makan akibat penyakit yang dideritanya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Herfani (2004) terhadap penyelenggaraan makanan dan evaluasi menu diit jantung di RS pusat jantung nasional Harapan Kita Jakarta menyebutkan bahwa pasien memiliki tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan tergolong defisit energi 50% pasien dan protein 81,7% pasien. Pasien memiliki tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan tergolong dalam defisit energi 70% pasien dan protein 80% pasien. Pasien memiliki tingkat kecukupan energi dan protein
17
terhadap kebutuhan tergolong defisit energi 91,6% pasien dan protein 100% pasien. Perumusan Masalah Penilaian terhadap berbagai kualitas hidangan makanan erat kaitannya dengan tingkat penerimaan seseorang yang akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk mengkonsumsinya. Perbedaan dalam konsumsi makanan akan mempengaruhi tingkat keadaan gizi atau status gizi seseorang, tingkat kesehatan serta tingkat sumbangannya terhadap kecukupan gizi yang diperlukan untuk hidup sehat (Nasoetion 1988). Perawatan dirumah sakit menyebabkan orang sakit menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialaminya sehari-hari dirumah. Apa yang dimakannya, dimana ia makan, bagaimana makanan yang disajikan, dengan siapa ia makan, ditambah lagi dengan hadirnya orang-orang yang masih asing mengelilinginya setiap waktu seperti dokter, perawat serta paramedis lainya. Rasa tidak tenang, rasa takut, ketidakbebasan geraknya karena adanya penyakit dapat menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa itu sering berupa hilangnya nafsu makan, rasa mual dan sebagainya (Moehyi 1999). Menurut hasil penelitian masalah penyajian makanan kepada orang sakit lebih kompleks daripada penyajian makanan untuk orang sehat. Hal ini disebabkan terutama oleh nafsu makan dan kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang dideritanya, aktivitas fisik yang menurun dan reaksi obatobatan. Upaya khusus perlu dilakukan guna meningkatkan daya terima makanan yang disajikan dirumah sakit (Almatsier, Jus’at, & Akmal 1992). Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima dan konsumsi energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) pasien rawat inap penderita kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) di RSUP Fatmawati Jakarta. Tujuan Khusus: 1. Mengidentifikasi karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, riwayat penyakit, jenis diit, jenis penyakit, pendidikan, dan pekerjaan). 2. Mengidentifikasi riwayat pemeliharaan kesehatan pasien (lama rawat, saran diit, perolehan diit sebelumnya, dan penerapan diit). 3. Menghitung kebutuhan energi dan zat gizi pasien
18
4. Menghitung ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan RS 5. Menghitung konsumsi energi dan zat gizi pasien (makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus). 6. Menganalisis hubungan daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien terhadap menu makanan RS.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam usaha penyempurnaan kegiatan
penyelenggaraan
makanan
bagi
pasien
penderita
penderita
kardivaskular (hipertensi, jantung dan stroke). Bagi pasien dan masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya konsumsi energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) makanan yang mencukupi kebutuhan zat gizi sehingga dapat mempecepat proses penyembuhan penyakit dan mempersingkat lamanya perawatan.
19
TINJAUAN PUSTAKA Kardiovaskular Menut Santoso (2000) bahwa secara garis besar penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit jantung bawaan, penyakit otot dan selaput jantung, gangguan irama jantung dan pembuluh darah ferifer. Sistem kardiovaskular atau sistem sirkulasi adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis). Ada tiga jenis sistem sirkulasi: tanpa sistem sirkulasi, sistem sirkulasi terbuka, dan sistem sirkulasi tertutup (Anonymous, 2008). Empat macam penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering dijumpai dan menjadi perhatian utama antara lain aterosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit stroke. Aterosklerosis adalah keadaan pengerasan didinding pembuluh darah. Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (otak), penyakit jantung koroner (pembuluh darah jantung dan hipertrofi ventrikel kiri (untuk otot jantung). Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat obstruktif pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan fungsi jantung terganggu, yang disebabkan terutama oleh proses aterosklerosis. Jenis penyakit jantung koroner yang umumnya dikenal antara lain Angina pectoris, Infark miocardium akut (IMA), penyakit Jantung Iskhemia, Kematian mendadak (sudden death). Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara akut dengan tanda klinis fokal maupun global yang terjadi lebih dari
20
24 jam atau menyebabkan kematian yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak (kriteria WHO) (Martini , S 2007). Jantung Menurut Almatsier (2002) penyakit jantung terjadi akibat proses berkelanjutan,
dimana
jantung
secara
berangsur-angsur
kehilangan
kemampuannya untuk melakukan fungsi secara normal. Pada awal penyakit, jantung mampu berkompensasi ketidakefisienan fungsinya dan mempertahankan sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan peningkatan denyut nadi (Compensated
Heart
Disease)
dalam
keadaan
tidak
terdekompensasii
(decompensation cordis), sirkulasi darah yang tidak normal menyebabkan sesak napas, rasa lelah dan rasa sakit di daerah jantung. Berkurangnya aliran darah dapat menyebabkan kelainan fungsi ginjal, hati, otak, serta tekanan darah yang dapat berakibat terjadinya reabsorpsi natrium. Hal ini akhirnya menimbulkan edema. Penyakit jantung menjadi akut bila disertai infeksi (endocarditis atau carditis), gagal jantung, setelah myocard infarct, dan setelah operasi jantung. Menurut Almatsier (2002), tujuan dan syarat-syarat pemberian diet jantung ialah sebagai berikut: Tujuan diet penyakit jantung: 1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memeberatkan kerja jantung 2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk 3. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet penyakit jantung : 1. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, 2. Protein cukup, yaitu 0,8 gram/kg BB 3. Lemak sedang, yaitu 25-30 dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari lemak jenuh, 10-15% lemak tidak jenuh 4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia 5. Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium, dan magnesium jika dibutuhkan 6. Garam rendah, 2-3 gram/hari, jika tidak disertai hipertensi atau edema 7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas 8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi 9. Cairan cukup, ± 2 liter/hari, sesuai dengan kebutuhan 10. Bentuk makanan disesuaikan dengan bentuk penyakit, diberikan dalam porsi kecil
21
11. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi, melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi. Jenis diet penyakit jantung menurut Bagian Gizi RSCM & PERSAGI (2003) dibedakan sebagai berikut : Diet Jantung I Diberikan kepada pasien penyakit jantung akut seperti Myocard Infarct (MCL) atau Dekompensasio Kordis Berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama. Diet ini sangat rendah energi dan semua zat gizi sehingga diberikan selama 1-3 hari. Diet Jantung II Diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung I atau fase akut dapat diatasi. Jika disertai hipertensi dan atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung II garam rendah. Diet ini rendah energi, protein, kalsium dan tiamin. Diet Jantung III Diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau kepada pasien jantung dengan kondisi tidak terlalu berat. Jika disertai hipertensi dan atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung III garam rendah. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain. Hipertensi Hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer, kira-kira sepertiganya tidak menunjukan gejala sesuatu pun selama 10 atau 20 tahun baru diketahui ketika melakukan pemeriksaan ke dokter sedangkan dua pertiganya gejala yang timbul agak samar-samar dan berubah serta banyak gejalanya tidak disebabkan karena kenaikan tekanan darahnya. Hipertensi sekunder adalah sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan (Siaw 1994). Tekanan darah adalah kuatnya darah menekan dinding pembuluh darah saat dipompa dari jantung menuju keseluruh jaringan. Fungsi tekanan darah adalah untuk mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh. Dengan demikian semua organ penting didalam tubuh mendapatkan oksigen dan zat-zat gizi yang dibawa oleh darah. Tekanan dibedakan menjadi dua bagian tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole. Tekanan sistole menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat darah berkontraksi (jantung
22
berdenyut), sedangkan tekanan darah diastole adalah besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan (Purwati, Salimar & Rahayu 2002). Jenis penyakit hipertensi berdasarkan tekanan darah menurut WHO diacu dalam Siauw (1994) seperti pada tabel 1. Tabel 1 Penggolongan tekanan darah Tekanan darah sisitolik Tekanan darah diastolik (mmHg) (mmHg) Normal <140 90 Boderline 140-159 91-94 Hipertensi definitif 160 95 Hipertensi ≥ 160 ≥ 95 Sumber: WHO diacu dalam Siauw (1994) Penggolongan
Menurut Almatsier (2002), tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Macam diet garam rendah sebagai berikut: Diet Garam Rendah I (200 - 400 mg Na) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Diet Rendah Garam II (600 - 800 mg Na) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1/2 sdt garam dapur (2 g). Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Diet Rendah Garam III (1000 - 1200 mg Na) Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pegolahan makanannya boleh menggunakan 1sdt (4 g) garam dapur. Stroke Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologi, dan perilaku. Gejala paling khas adalah kesulitan menelan,
23
kesulitan berbicara, hilangnya sensasi diwajah, lengan, atau tungkai disalah satu sisi, dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi (Feigin,V 2006). Stroke adalah penyakit peredaran darah otak menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang terjadi bila pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat-zat gizi ke bagian otak tersumbat atau pecah. Akibatnya dapat terjadi beberapa kelainan yang berhubungan dengan kemampuan makan pasien yang pada akhirnya berakibat penurunan status gizi. Tujuan diet penyakit stroke: 1. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan dan komplikasi penyakit. 2. Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelainan ginjal dan debukitus. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Syarat-syarat diit penyakit stroke: 1. Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/kgBB 2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/kgBB 3. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total 4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan energi total 5. Vitamin cukup, terutama Vitamin A, Riboflavin, B6, Asam Folat, B12, C dan E 6. Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium, dan kalium 7. Serat cukup 8. Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari, kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. 9. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien 10. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering Jenis diet penyakit jantung menurut Almatsier (2002) dibedakan sebagai berikut : Diet Stroke l Diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila ada gangguan fungsi menelan. Makanan diberikan dalam bentuk cairan kental atau kombinasi cair jernih dan cairan kental yang diberikan secara oral atau NGT sesuai dengan keadaan penyakit. Makanan diberikan dalam porsi kecil tiap 2-3 jam. Lama pemberian disesuaikan dengan keadaan pasien. Diet Stroke ll
24
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet stroke i atau kepaada pasien pada fase pemulihan. Bentuk makanan merupakan kombinasi cairan jernih dan cairan kental, saring, lunak, dan biasa. Pemberian diet pada pasien stroke disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Penyelengaraan Makanan Menurut Mukrie et al (1990), penyelengaraan makanan adalah suatu proses kegiatan manusia, alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang layak dan bermutu. Dengan demikian konsep dari manajemen makanan meliputi pemecahan masalah dalam menyediakan makanan bagi konsumen. Makanan yang dipersiapkan dengan baik, bergizi, serta harga yang layak sehingga memuaskan konsumen merupakan hal yang pokok dalam setiap pelayanan makanan. Penyelengaraan
makan
merupakan
suatu
proses
yang
meliputi
perencanaan menu, perencanaan pembelanjaan, penerimaan bahan dan penyimpanaan, persiapan pemasakan, pemasakan, pembagian makanan, penyajian (Djojodibroto 1997). Kegiatan penyelengaraan makanan di rumah sakit adlah suatu proses kegiatan instalasi gizi di rumah sakit yang mencakup perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanaan dan penyaluran makanan serta pencatatan dan pelaporan
untuk
pasien
dan
pegawai
sesuai
ketentuan
yang
berlaku
(Subandriyo 1993). Langkah-langkah penyelenggaran makanan yaitu:1) perencanaan menu; 2) perencanaan kebutuhan bahan makanan;3) pembelian dan penerimaan bahan makanan;4) penyimpanan dan pengeluaran bahan makanan; 5) pengolahan makanan;6) persiapan dan penilaian mutu makanan;7) pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan makanaan (Depkes 1993). Perencanaan Menu Menu adalah kumpulan beberapa macam hidangan atau makanan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan berupa hidangan pagi, hidangan siang, dan hidangan sore. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi dan kombinasi yang serasi bagi konsumen (Depkes 1993). Fungsi perencanaan menu yang baik menurut Subandriyo (1993) adalah a) untuk memudahkan pelaksanaan dalam menjalankan tugas sehari-hari; b) secara garis besar dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi
25
essensial yang dibutuhkan oleh tubuh; c) variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur, sehingga dapat menghindari kebosanan yang disebabkan pemakaian jenis bahan makanan dan jenis makanan yang sering terulang; d) menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia sehingga kekurangan uang belanja dapt dihindari atau harga makanan dapat dikendalikan; e) waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin f) dengan perencanaan menu yang matang, bahan makanan kering dapat dibeli sekaligus untuk beberapa minggu, sehingga tenaga dan waktu dapat dihemat, tidak perlu mondar-mandir kepasar. Faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu antara lain kebutuhan gizi bagi setiap penderita (pasien) tidak sama. Hal ini tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kadar hemoglobin dan hematokrit, serta jenis penyakit penderita disamping itu perlu diperhatikan variasi, kebiasaan makan dan sosial budaya penderita, iklim, musim keadaan pasar, tenaga, peralatan, dana yang tersedia, teknik dan cara pemasakan serat modifikasi menu (Subandriyo 1993) Menurut Mukrie et al. (1990), dalam mengelola makanan institusi perlu diikuti prinsip-prinsip yang mendasar seperti tanggung jawab berkesinambungan yang harus dipertimbangkan : a) menyediakan makanan sesuai dengan jumlah dan
macam
zat
gizi
yang
diperlukan
konsumen
secara
menyeluruh;
b) memperhitungkan keingianan dan kepuasan konsumen secara menyeluruh; c) dipersiapkan dengan citra rasa yang tinggi, dilaksanakan dengan cara kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang layak serta menjamin harga makanan yang dijangkau konsumen segala tingkat. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Menurut Depkes (1993), perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan dalam menetapkan jumlah, macam, dan kualitas bahan makanan yang diperlukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan alokasi dana yang tersedia, menu yang disusun, peraturan makanan yang berlaku dan jumlah yang diberi makan. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Menurut Depkes (1991), penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi memeriksa atau meneliti, mencatat dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan. Menurut Moehyi (1992), bahan
26
makanan yang telah diterima dari pemasok sebagian langsung digunakan dan yang sebagian lagi mungkin masih harus disimpan. Persiapan dan Pemasakan Makanan Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses menyiapkan bahan makanan dan bumbu yang siap untuk pemasakan yang sesuai dengan standar resep serta perlengkapan atau peralatan sebelum pemasakan. Pemasakan adalah proses kegiatan terhadap bahan makanan yang telah dipersiapkan menurut prosedur yang telah ditentukan dengan penambahan bumbu menurut resep standar dalam rangka mewujudkan masakan dan cita rasa yang tinggi (Subandriyo 1993). Menurut Depkes (1993), tujuan pengolahan bahan makanan adalah mempertahankan nilai gizi semaksimal mungkin, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, bau, rasa, keempukan dan penampilan makanan, bebas dari mikroorganisme dan zat berbahaya. Proses Distribusi Makanan Menurut Moehyi (1992), untuk sampai terhadap konsumen atau pasien, makanan setelah mengalami proses pemasakan, harus pula didistribusikan menurut ketentuan yang ditetapkan pengelola makanan. Umunmnya ada dua cara distibusi atau pembagian makanan dirumah sakit yaitu : 1) Cara sentralisasi yaitu semua makanan jadi dimasak dan diolah disatu dapur kemudian dibagi sesuai dengan porsi masing-masing makanan dan ditempatkan dalam plato, kemudian dibawa kebangsal-bangsal untuk dibagikan kepada pasien menggunakan kereta makanan. 2) Cara desentralisasi yaitu makanan yang sudah dimasak didapur sentral diangkut ketempat distribusi dan penyajian dalam jumlah besar. Makanan yang dikirim kebangsal belum dibagi dalam porsi-porsi untuk masing-masing pasien setelah sampai dibangsal kemudian dibagi kedalam plato-plato. Diit di Rumah Sakit Makin besar kapasitas rumah sakit, makin rumit penyelenggaraan dan pengelolaan makanannya. Dewasa ini, penyelenggaraan makanan orang sakit di rumah sakit sudah merupakan bidang profesi tersendiri yang sama pentingnya dengan
bidang
profesi
lain,
seperti
perawatan
dan
penyediaan
obat.
Penyelenggaraan makanan orang sakit di rumah sakit sudah dikelola oleh professional dengan memperkerjakan sejumlah tenaga professional seperti ahli gizi dan ahli gastronomi (Moehyi 1992)
27
Makanan untuk orang sakit mempunyai keistimewaan tersendiri yaitu tujuan makanan institusi bagi orang sakit adalah sama, namun sasarannya adalah orang sakit. Jadi dalam menyediakan makanan harus disesuaikan dalam menunjang penyembuhan pasien (Mukrie et al. 1990). Menurut Mukrie et al. (1990) bahwa makanan untuk orang sakit memiliki kekhususan antara lain: a) pengelola adalah pemilik rumah sakit ataupun melalui badan atau bagian tertentu yang diserahi tugas tersebut bertanggung jawab tetap berada pada pemilik; b) rumah sakit memilki kelengkapan untuk sarana fisik, peralatan serta penunjang lain termasuk sumber daya untuk pelaksanaan 3) makanan yang disajikan adalah makan penuh sehari 3-4 kali makan sehari dengan atau tanpa makanan selingan 4) standar makanan memuat standar makanan orang sakit sesuai dengan peraturan dan syarat kesehatan yang disesuaikan dengan policy rumah sakit 5) konsumen lebih bervariasi dan ketiganya tidak tetap dengan macam makanan yang juga berbeda dari hari kehari berikutnya 6) harga makanan perporsi sesuai dengan ketetapan rumah sakit 7) frekuensi makan, waktu makan, macam pelayanan dan distribusi makanan disesuaikan menurut peraturan rumah sakit yang berlaku 8) melayani kekhususan dari setiap individu terutama yang memerlukan makanan tertentu dalam jangkauan yang terbatas 9) dilaksanakan dengan batas tanggung jawab tenaga gizi atau tenaga terlatih dalam bidang gizi dietetik. Kebutuhan Zat Gizi Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau nutrien
yang
diklasifikasikan
sebagai
makronutrien
dan
mikronutrien.
Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat ke tiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000). Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan, terutama bila berlangsung lama dalam jangka waktu yang berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah & Martatianto 1989).
28
Energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2001). Energi dibutuhkan tubuh untuk metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi untuk metabolisme basal adalah kebutuhan energi minimum dalam keadaan istirahat total tetapi tidur dilingkungan suhu yang nyaman dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk fungsi tubuh lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja, dan beraktivitas lainnya (Soekirman 2000). Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) diacu dalam Almatsier (2002) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan memungkinkan pemeliharaan aktifitas yang dibutuhkan secara social dan ekonomi. Kebutuhan energi total orang dewasa diperlukan untuk metabolisme lemak, aktifitas fisik dan efek makanan atau pengaruh dinamik khusus (Spesifik Dynamic Action/ SDA). Protein Kebutuhan protein untuk pasien rumah sakit kurang lebih 1,5 sampai 2,0 gram perkiilogram berat badan keebutuhan protein bisa diukur berdasarkan rasio kalori :nitrogen 150 : 1 sekalipun dalam keadaan kebutuhan protein yang tinggi seperti (luka bakar) dapat digunakan rasio 75-100 :1 (Hartono 2000). Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh, sebagai zat pengatur dalam tubuh, mengganti bagian tubuh yang rusak, serta mempertahankan tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Selain itu, protein dapat juga digunakan sebagai sumber energi (kalori) bagi tubuh, bila energi yang berasal dari karbohidrat (pati, gula) atau lemak tidak mencukupi (Muchtadi 1989). Agar seorang pulih pada kesehatan normal, diperlukan peningkatan protein dalam makanan. Selama dalam keadaan sakit selera makan seseorang sering menurun atau bahkan menghilang, untuk beberapa hari konsumsi pangan biasanya berkurang. Tubuh lebih kehilangan lagi zat gizi yang diperlukan jika orang tua tersebut tidak makan cukup pangan secara teratur, gangguan yang
29
parah dapat terjadi pada waktu sakit. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut dapat memperoleh kembali keadaan kesehatan yang normal (Harper, Deaton & Driskel 1989). Natrium Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Dalam tubuh seperti halnya dalam makanan, sebagi natrium, konsumsi garam perorang perhari diperkirakan sekitar 6-18 g Nacl (Winarno 1997). Kebanyakan natrium dalam tubuh dapat menyebabkan hipertensi atau tekanan darah meningkat. Natrium yang terlalu banyak ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstrakseluler yang menyebabkan oedema. Kebutuhan manusia 5-15 gram natrium klorida pehari. Metabolisme natrium diatur oleh aldosteron, suatu hormone korteks adrenal yang tinggi penyerapan kembali (reabsorpsi) dari ginjal. Jumlah Nacl yang diserap oleh usus sekitar 44 gr/hari bagi orang dewasa. Nacl sebanyak ini berasal dari bahan pangan dan juga dari sekresi system gastrointestinal (Nasoetion et al. 1994). Lemak Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7% dari lemak tidak jenuh ganda. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari. Kolesterol didalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Berasal dari karbohidrat, protein, lemak jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Konsumsi Pangan Perilaku konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian kualititatif dapat dilakukan dengan mengetahui riwayat pola makan serta frekuensi makan. Penilaian secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya yang sering digunakan adalah cara invetaris, cara pendaftaran, cara recall dan penimbangan. Dalam mengkaji asupan makanan ada 3 tingkat kegiatan yaitu 1) perhitungan asupan makanan, 2) perhitungan asupan zat gizi dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan
30
kebutuhan gizi. Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain status ekonomi; cara mempersiapkan makanan; pekerjaan dan aktifitas fisik pasien; dan kondisi pasien (Depkes 2003). Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan oleh seorang atau keluarga orang dengan tujuan tertentu dalam aspek gizi, tujuan memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh (Hardinsyah & Martianto 1989).
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit Bila saat jam makan kebutuhan pasien telah telah terpenuhi oleh makanan yang berasal dari luar rumah sakit maka kemungkinan besar makanan yang disajikan tidak akan dihabiskan. Rasa lapar yang tidak segera teratasi pada pasien yang dalam perawatan dan maknan yang kurang bervariasi akan mengakibatkan pasien mencari makanan diluar. Hal ini berakibat makanan yang disajikan tidak dihabiskan (Moehyi 1992). Cairan infus Nutrisi parenteral adalah pemberian nutrien melalui pembuluh darah balik yang bisa berupa vena perifer atau vena sentral. Nutrisi parenteral diperlukan bagi pasien-pasien yang menghadapi resiko malnutrisi namun tidak mampu atau tidak boleh mendapatkan kecukupan nutrien lewat saluran cerna. Nutrisi parenteral disebut nutrisi parenteral total jika seluruh kebutuhan nutrien bagi pasien diberiakn lewat pembuluh darah atau nutrisi parenteral parsial bila hanya sebagian kebutuhan saja yang diberikan lewat pembuluh darah. Nutrisi parenteral bisa pula disebut sebagai terapi nutrisi primer atau sebagai terapi nutrisi suplemental atau suportif (Hartono 2000). Sisa Makanan Menurut Prakoso diacu dalam Noras (2000) habis tidaknya makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh cita rasa makanan, nafsu makanan, makanaan dari luar rumah sakit dan cara penyajian. Terjadinya sisa makanan disebabkan
makanan
yang
disajikan
tidak
habis.
Faktor
mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah selera makan.
utama
yang
31
Secara umum yang dimaksud dengan sisa makanan bukan hanya makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi, tetapi juga terjadi kehilangan bahan makanan pada proses penyimpanan, persiapan dan pengolahan bahan makanan. Jadi yang dimaksud dengan sisa makanan secara luas adalah bahan makan atau makanan yang tidak habis dimakan (Moehyi 1992). Daya Terima Makanan Pasien yang dirawat dapat dirumah sakit dapat mempengaruhi terhadap penerimaan makanan. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya perbedaan dari waktu makanan, rasa, besar porsi dan jenis makanan (Depkes 1991). Dalam menyusun menu sehari-hari dirumah tangga ada tiga faktor yang perlu diperhatikan yaitu kemampuan ekonomi (daya beli), kebutuhan atu kecukupan gizi dan daya terima konsumen (Hardinsyah et al. 1988). Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip, pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur, dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedoniK skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang
senang
atu
tidaknya
terhadap
kualitas
makanan
yang
dinilai
(Hardinsyah et al. 1988). Rasa Makanan Menurut Winarno (1997), rasa merupakan suatu komponen flavor yang terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan. Pada cita rasa lebih banyak melibatkan indera kecapan (lidah). Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat macam cecapan utama yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Masakan yang mempunyai variasi empat macam rasa tersebut lebih disukai daripada rasa yang dominan. Menurut Moehyi (1992), rasa makanan sangat berpengaruh terhadap cita rasa makanan. Beberpa faktor yang berpengaruh adalah aroma makanan, bumbu masakan, keempukan makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan, serta suhu makanan. Warna Makanan Betapapun lezatnya makanan apabila penampilannya tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera makan seseorang menjadi hilang. Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan. Warna
32
daging yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat
tidak
menarik
dan
menghilangkan
selera
untuk
memakannya
(Moehyi 1992). Tekstur Makanan Menurut Nasoetion (1988) tekstur menggambarkan keadaan struktur makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan, cara mengolah, dan kontak makanan dengan udara. Menurut Moehyi (1992), yang dimaksud dengan kerenyahan makanan adalah makanan yang telah dimasak menjadi kering tetapi tidak keras. Kerenyahan makanan memberi pengaruh tersendiri terhadap cita rasa makanan. Untuk mendapatkan makanan yang renyah juga diperlukan cara memasak yang tepat.
Suhu Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh dibawah 20°C atau diatas 30°C. Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan akan tetapi sel cecapan yang telah rusak akan diganti dengan sel yang baru dalam beberapa hari kemudian makanan yang dingin apat membius kuncup cecapan sehingga tidak peka lagi (Winarno 1997). Bau Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan kelezatan makanan tersebut. Bau-bauan dapat dikenali dalam bentuk uap. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan 4 bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Nasoetion 1988). Menurut Moehyi (1992), aroma makanan disebabkan oleh adanya suatu senyawa yang mudah menguap akibat reaksi yang terjadi dengan atau tanpa enzim. Aroma yang timbul bergantung pada jenis makanannya, cara memasak, dan aroma sintetik yang ditambahkan. Aroma makanan yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium dapat membangkitkan selera. Kebersihan Alat Makan Alat yang digunakan harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan.
Makanan
menggunakan
piring
yang
berkuah
ceper.
banyak
Sebaliknya,
tentu
makanan
tidak yang
sesuai
dengan
tidak
berkuah
hendaknya tidak disajikan dengan menggunakan tempat yang cekung dan dalam, tetapi disajikan dengan menggunakan tempat yang agak datar. Salah
33
satu hal yang harus dihindarkan adalah menyajikan makanan yang melimpah ruah karena alat penyaji yang digunakan terlalu kecil atau menyajikan makanan terlalu sedikit (Moehyi 1992). Kecukupan Zat Gizi Kecukupan gizi merupakan suatu taraf asupan (intake) yang dianggap dapat memenuhi kecukupan gizi semua orang yang sehat menurut berbagai kelompoknya sehingga kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya, karena baik kurang atau lama Kecukupan pangan dapt diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Ukuran kuantitatif meliputi nilai social beragam jenis pangan dan nilai cita rasa sedangkan nilai kuantitatif yang umum digunakan adalah kandungan zat gizi (Khumaidi 1994). Menurut Hardinsyah & Martianto (1989) kecukupan energi seseorang pada kelompok umur tertentu sama dengan atau sedikit lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan energi kelompok tertentu yaitu ditambah 1-5%, sedangkan untuk kecukupan protein ditentukan sebesar rata-rata. Kebutuhan protein seseorang ditambah dua kali simpangan baku atau kira-kira 20-30%.angka kecukupan gizi dan protein berguna untuk mengukur tingkat konsumsi pangan, merencanakan konsumsi pangan dan ketersediaan pangan.
34
KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu bentuk pelayanan gizi rumah sakit adalah penyediaan makanan untuk pasien melalui kegiatan penyelenggaraan makanan RS. Ketersediaan makanan RS didasarkan pada kebutuhan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) pasien dengan mempertimbangkan karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan) dan jenis penyakit. Konsumsi energi dan zat gizi pasien dipengaruhi oleh riwayat pemeliharaan kesehatan, ketersediaan makanan RS dan daya terima pasien terhadap makanan RS Konsumsi pasien didapat dari makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus. Kualitas makanan dapat dinilai dari daya terima terhadap makanan yang disajikan, selanjutnya akan berpengaruh terhadap konsumsi pasien. Konsumsi energi dan zat gizi pasien pasien akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan pasien Hubungan variabel yang diamati dalam penelitian disajikan pada gambar 1.
35
Jenis penyakit
Riwayat Pemeliharaan Kesehatan - Lama rawat - Diit Sebelumnya - Saran Diit - Penerapan Diit
Cairan Infus
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Makanan
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien
Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Pasien
umur, jenis kelamin, BB, dan TB
Jenis Diit
Riwayat penyakit pendidikan, dan pekerjaan
Penyelenggaraan Makanan RS
Daya terima pasien terhadap Menu Makanan RS
Makanan luar RS
36
Keterangan : ---------
= variabel dan hubungan yang diteliti = variabel yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Daya Terima, Konsumsi Energi dan Zat Gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) Pasien Rawat Inap Penderita Kardiovaskular di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta
METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain penelitian survei karena penelitian mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
37
pengumpulan data yang utama, dan merupakan studi cross sectional karena pengumpulan dilakukan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dan hubungan antar variabel (Singarimbun & Effendi, 1989). Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Juni sampai Agustus 2007. Pemilihan lokasi secara purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa rumah sakit pemerintah yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian adalah pasien rawat inap penderita penyakit kardiovaskular (hipertensi, jantung dan stroke) di IRNA B (lantai VI selatan) pada RSUP Fatmawati Jakarta. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara purposive sampling (Singarimbun & Effendi 1989) dengan kriteria sebagai berikut: •
Laki-laki atau perempuan
•
Berumur 17 tahun keatas
•
Dirawat di kelas lll
•
Tidak dalam keadaan demam (panas tinggi)
•
Dapat menilai makanan yang disajikan secara objektif
•
Dalam keadaan sadar, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik.
•
Telah dirawat minimal dua hari (telah mengalami penyesuaian terhadap makanan yang disajikan).
•
Selama pengamatan tidak mengalami perubahan jenis diet,
•
Bersedia diwawancara dan dijadikan contoh
Jumlah Seluruh Pasien RSUP Fatmawati Juni, Juli, Agustus 2007 173443 orang
Jumlah Pasien Rawat Inap 9743 pasien
38
Jumlah Pasien Rawat Inap di IRNA B 3965 pasien
Jumlah Pasien kelas lll (lantai VI selatan) Dibagian penyakit (Dalam, Jantung & Syaraf) 758 pasien
Jumlah Calon Pasien Berdasarkan Diagnosa Dokter 136 orang (Hipertensi 12 orang , Jantung 43 orang, dan Stroke 81 orang) J t (43 i ) Purposive sampling, dengan kriteria : • Laki-laki atau perempuan, • berumur 17 tahun keatas, • tidak demam(panas tinggi), • dalam keadaan sadar, • dapat berkomunikasi dengan baik, dapat menilai makanan yang disajikan secara objektif, • telah dirawat minimal dua hari (telah mengalami penyesuaian terhadap makanan yang disajikan, • bersedia diwawancara dan bersedia dijadikan contoh 35 Pasien sesuai kriteria Data tidak lengkap 5 pasien
Data lengkap 30 pasien
30 Pasien sebagai contoh
Gambar 2 Cara Penarikan contoh (Juni,Juli dan Agustus 2007) Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi :
39
1. Data karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, pendidikan dan pekerjaan) dan data riwayat pemeliharan kesehatan (saran diit, perolehan diit sebelumnya, dan penerapan diit) diperoleh melalui wawancara mengunakan kuesioner. 2. Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan dengan mengunakan bath room scale hari pertama pengamatan. 3. Data tinggi badan dikumpulkan dengan pengukuran mengunakan microtoise bagi pasien yang dapat berdiri diambil pada saat hari pertama pengamatan. 4. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien 4.1 Perhitungan menggunakan Harris Bennedict a) Perhitungan kebutuhan energi total sehari (TDE) (School1987) diacu dalam (Hartono 2000) sebagai berikut : TDE (Total Daily Energy) = BEE X Faktor Aktifitas X Faktor injury Keterangan : BEE (Basal Energy Expenditure) dihitung dengan rumus • BEE laki-laki = 66 +(13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) • BEE perempuan = 655 +(9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7x U) TB = Tinggi Badan (cm); U = umur BB
tersebut
menggunakan
BBI
(kg)
berdasarkan
rumus
Brocca
(RSUP Fatmawati) sebagai berikut: BBI = [Tinggi Badan(cm)-100]-10%[Tinggi Badan(cm)-100] Faktor Aktifitas (FA) : - Non ambulatory = 1,2 - Ambulatory = 1,3 Faktor Injury (FI)
:
- Non-stres ventilator dependen : 1,0-1,2 - Gagal jantung kongestif : 1,1-1,2 - Stroke : 1,1 b)
Perhitungan
kebutuhan
protein
(g/hari),
dihitung
berdasarkan
rasio
kalori : nitrogen = 150:1, 1 gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein. maka kebutuhan protein dihitung: kebutuhan protein = kebutuhan kalori total x 6,25 150 c) Perhitungan kebutuhan lemak (gram/hari) menurut AHA (The American Heart Association) dihitung dengan rumus (Hartono 2000).
30% x kebutuhan energi total
40
d)
Kebutuhan kolesterol yaitu dianjurkan asupan kolesterol kurang dari 300mg/hari (Hartono 2000).
4.2 Perhitungan berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati a) Kebutuhan energi total sehari (TDE) dihitung menurut ketentuan instalasi gizi dengan rumus cepat tanpa memperhitungkan faktor aktifitas (FA) dan faktor injury (FI) (Almatsier 2000) sebagai berikut: AMB Laki-laki = 30 X BB (kg) AMB Perempuan = 25 X BB (kg) b) Kebutuhan protein /hari (g/hari), dihitung menggunakan rumus yaitu 1g per KgBB per hari (Almatsier 2000). c) Kebutuhan natrium yang digunakan berdasarkan ketentuan RSUP Fatmawati adalah diit rendah garam ll (600-800 mg/hari). 5. Perhitungan data ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan RS (dalam satuan gram) untuk makanan pagi, siang, sore serta selingan dengan menggunakan Food Weighing Method (metode penimbangan) sebelum makanan disajikan. 6. Pengumpulan data konsumsi makan pasien dari menu makanan RS (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang dan sore serta selingan dikumpulkan dengan menggunakan food weighing method. Data konsumsi makan pasien dijumlahkan dari konsumsi makanan RS, cairan infus dan makanan luar RS yang diamati selama 3 hari berturut-turut. Makanan luar RS diperoleh dengan recall method (3hari) (dalam satuan gram) mulai ditanyakan pada hari berikutnya). Konsumsi makan pasien terhadap menu makanan RS adalah makanan yang disajikan RS dikurangi dengan makanan sisa yaitu termakan habis dan tidak ada sisa atau tidak termakan habis dan ada sisa. 7. Pengumpulan data daya terima pasien terhadap makanan RS diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang uji hedonik skala verbal dengan penilaian organoleptik. Pengambilan data dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, makan siang, dan makan sore.
Data sekunder meliputi : 1. Gambaran umum RS Fatmawati Jakarta (lokasi, klasifikasi, sejarah, visi dan misi, dan fasilitas pelayanan kesehatan) dan gambaran umum Instalansi Gizi
41
RSUP Fatmawati Jakarta (Struktur organisasi, visi, misi, tujuan, tugas pokok, fungsi, tenaga kerja, kegiatan penyelenggaraan makanan) didapatkan melalui membaca laporan dan wawancara dengan staf RSUP Fatmawati jakarta 2. Data jenis penyakit dan jenis diet dikumpulkan dari hasil diagnosa dokter melalui rekam medis. 3. Data lama rawat dikumpulkan dari membaca laporan atau dokumen rekam medis (selama pasien dirawat hingga saat wawancara). 4. Data konsumsi cairan infus mengenai jumlah cairan yang diberikan dalam satuan ml diambil dari catatan rekam medis selama 3 hari berturut-turut. Pengolahan dan Analisis Data Data karakteristik pasien dan data riwayat pemeliharaan kesehatan untuk pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan Jenis data Primer Primer Primer
Primer Primer Primer Primer Primer Primer Sekunder Sekunder
Peubah Umur (papilia, 1986)
Kategori Peubah Dewasa awal (17-40 tahun) Dewasa menengah (40-65 tahun) Dewasa akhir (>65 tahun) Wanita b. Pria Tidak tamat SD/ sederajat SD/sederajat SMP SMA Perguruan tinggi Buruh d. Wiraswasta Swasta e. PNS IRT f. Pensiunan Tidak b. Hipertensi Jantung d. Stroke Tidak b. Hipertensi Jantung d. Stroke Tidak ada b. Dokter Teman d. Keluarga Ya b. Tidak Ya b. Tidak
a. b. c. Jenis kelamin a. Pendidikan a. b. c. d. e. Pekerjaan a. b. c. Memiliki riwayat penyakit a. c. keluarga Memilki riwayat penyakit a. dulu c. Saran diit a. c. Penerapan diit dirumah a. a. Perolehan diit sebelumnya Lama rawat a. <6 hari b. 6-10 hari Jenis penyakit a. Hipertensi c. Stroke
c. >10 hari b. Jantung
Tabel 2 Jenis data, peubah dan kategori peubah menurut karakteristik dan riwayat pemeliharaan kesehatan (lanjutan) Jenis data
Peubah
Kategori Peubah
42
Sekunder
Jenis diit yang diperoleh (diagnosa dokter)
a. Diit Rendah Garam ll Nasi Biasa b. Diit Rendah Garam ll Bubur Biasa/Tim(RGll Lunak) c. Diit Jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll) d. Diit Jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll)
Pengolahan data kebutuhan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) pasien dengan perhitungan rumus mengunakan Program komputer Microsoft Excell. Pengolahan data ketersediaan makanan RS dikonversikan ke dalam energi (kal) dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) dalam satuan gram selama tiga hari berturut-turut menggunakan program Nutrisoft mengacu dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes RI. Perhitungan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan dihitung dengan menggunakan rumus : TKet (E ) = Jumlah Energi Makanan RS x 100% Kebutuhan Energi TKet (P) = Jumlah Protein Makanan RS x 100% Kebutuhan Protein Kategori tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan dikategorikan
menjadi
3
yaitu
defisit,
normal,
dan
diatas
kebutuhan
(Dir. BGM 1996). Pengolahan data konsumsi makan pasien dijumlahkan dari konsumsi makanan RS dalam satuan gram, cairan infus dalam satuan ml dan makanan luar RS menggunakan URT dalam satuan gram yang diamati selama 3 hari berturut-turut dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi (protein, lemak kolesterol dan natrium) menggunakan program Nutrisoft mengacu pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Depkes RI. Perhitungan konsumsi natrium cairan infus menggunakan pedoman cairan Infus yang dikeluarkan PT. Otsuka indonesia (2003) Nacl 0,9 % mengandung natrium 3,85 mEq/ 25ml, RL mengandung natrium 130 mEq/L, Asering mengaandung natrium 130 mEq/L (tabel 3). Perhitungan konsumsi kolesterol, lemak dan natrium dengan cara membandingkan jumlah kolesterol dan natrium yang dikonsumsi (dari RS dan luar
RS)
dengan
batas
minimum
yang
diperbolehkan.
Menurut
AHA
(The American Heart Association) bahwa konsumsi maksimal kolesterol lemak
43
yang dianjurkan tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori total dan konsumsi kolesterol < 300mg kolesterol perhari. Kebutuhan natrium yang digunakan adalah diit rendah garam ll (600-800 mg Na perhari) berdasarkan ketentuan RSUP Fatmawati. Tabel 3 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut sumber konsumsi pasien Jenis data Primer Sekunder
Peubah Mengkonsumsi Makanan Luar RS Jenis cairan infus
a. a. b. c. d.
Ya
Kategori Peubah b. Tidak
Asering NaCl 0,9% Ringer Laktat Tidak pakai infus
Perhitungan tingkat konsumsi energi dan protein pasien terhadap ketersediaan dihitung dengan menggunakan rumus : TKon (E ) = Jumlah Energi Makanan RS yang dikonsumsi x 100% Jumlah Energi Makanan RS TKon (P ) = Jumlah Protein Makanan RS yang dikonsumsi
x 100%
Jumlah Protein Makanan RS Kategori tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein dikategorikan menjadi 4 yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan dan normal (Dir. BGM 1996) (tabel 4). Perhitungan tingkat kecukupan energi dan protein pasien terhadap kebutuhan dihitung dengan menggunakan rumus: TKec (E ) = Jumlah Energi Yang Dikonsumsi x 100% Kebutuhan energi TKec (P ) = Jumlah Protein Yang Dikonsumsi x 100% Kebutuhan Protein Kategori tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein dikategorikan menjadi 5 yaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal dan diatas kebutuhan (Dir. BGM 1996) (tabel 4). Keterangan : Kandungan energi yang dikonsumsi contoh yaitu makanan RS, makanan luar RS, cairan infus contoh Tabel 4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut tingkat ketersediaan, tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein Jenis data
Peubah
Kategori Peubah
44
Primer
Primer
Primer
Tingkat Ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996) Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996) Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996)
b. Defisit (<90% angka kebutuhan) c. Normal (90-119% angka kebutuhan) c. Lebih (≥120% angka kebutuhan) a. Defisit Tingkat Berat (< 70% angka ketersediaan) b. Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan) c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan) d. Normal (90-100% angka ketersediaan) a. Defisit Tingkat Berat (< 70% angka ketersediaan) b. Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan) c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan) d. Normal (90-119% angka ketersediaan) e. Lebih (≥120% angka ketersediaan)
Penilaian daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit berdasarkan tiap jenis menu, waktu makan, makanan utama (9 x makan utama), makanan selingan (3x makan selingan)) diuji dengan Uji Hedonik Skala Verbal yaitu menanyakan penilaian indrawi contoh terhadap tujuh atribut makanan pada waktu makan pagi, siang, dan sore selama tiga hari berturut-turut. Atribut makanan untuk menilai tersebut meliputi bentuk, warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, dan kebersihan alat. Setiap jawaban pertanyaan mendapatkan skor (1) jika menjawab sangat tidak suka (STS), (2) jika menjawab tidak suka (TS), (3) jika menjawab biasa (B), (4) jika menjawab suka (S), (5) sangat suka (SS). Total skor yang diperoleh per satu siklus menu (menu ke-1 sampai menu ke-10 dan menu ke-31) berkisar antara total nilai terendah 7 sampai total nilai tertinggi 35. Total skor yang diperoleh berdasarkan waktu makan selama tiga hari (tiap waktu makan pagi, siang, sore) berkisar antara total nilai terendah 21(1x7x3) sampai total nilai tertinggi 105 (5x7x3). Total skor yang diperoleh selama tiga hari untuk makanan utama (9 x makan utama) berkisar antara total nilai terendah 63 (1x7x3x3)sampai total nilai tertinggi 315 (5x7x3x3). Total skor yang diperoleh selama tiga hari untuk makanan utama berkisar antara total nilai terendah 21 (1x7x1x3)sampai total nilai tertinggi105 (5x7x1x3). Total skor yang diperoleh dikonversikan sehingga berada pada rentang 0-100 % berdasarkan rumus sebagai berikut :
45
Y = (nilai contoh– nilai minimal) x 100 % (nilai maksimal – nilai minimal) Kategori nilai daya terima terhadap makanan RS berdasarkan tiap jenis menu makanan RS sebagai berikut: nilai daya terima rendah (jika y<36) %, nilai daya terima sedang (jika 36% ≤ y ≤ 75%), dan nilai daya terima tinggi (jika >75%) (tabel 4). Kategori nilai daya terima terhadap makanan RS berdasarkan waktu makan, makanan utama (9 x makanan utama), makanan selingan(3xmakanan selingan) sebagai berikut: nilai daya terima rendah (jika y<37) %, nilai daya terima sedang (jika 37% ≤ y ≤ 77%), dan nilai daya terima tinggi (jika >77 %). Tabel 4 Jenis data, peubah, kategori peubah menurut daya terima (tabel 4). Jenis data Primer
Primer
Peubah Daya terima pasien terhadap makanan RS berdasarkan jenis menu Daya terima pasien terhadap makanan RS berdasarkan waktu makan, makanan utama dan makanan selingan
Kategori Peubah a. Rendah (jika y<36%), b. Sedang (jika 36% ≤ y ≤75%), c. Tinggi (jika >75 %). a. Rendah (jika y<37%), b. Sedang (jika 36% ≤ y ≤ 77%), c. Tinggi (jika >77 %).
Analisis Data Data-data yang telah dikumpulakan selanjutnya akan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensial dengan menggunakan program SPSS versi 13.0 for Windows. Pengolahan data dilakukan berupa editing, coding cleaning , entry dan analisis. Untuk menganalisis hubungan antara beberapa variabel digunakan uji korelasi Spearman. 1. Deskriptif (persentase dan rata-rata) a. Karakteristik pasien b. Riwayat pemeliharaan kesehatan c. Kebutuhan energi dan zat gizi pasien d. Ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS e. Konsumsi energi dan zat gizi pasien. f.
Tingkat ketersediaan energi dan protein pasien.
g. Tingkat konsumsi energi dan protein pasien. h. Tingkat kecukupan energi dan protein pasien.
46
2. Uji Kolerasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel, yaitu: a. Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat. b. Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan daya terima pasien c. Hubungan daya terima psien dengan tingkat konsumsi energi dan protein.
Batasan Operasional Lama rawat adalah jumlah hari rawat pasien menjalani rawat inap di RS sampai saat wawancara.
47
Rawat Inap RS adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk RS yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya. Penyelenggaraan makanan RS adalah serangkaian kegiatan perencanaan menu, pembelian, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, pemorsian, distribusi, penyajian, dan pengolahan sisa bahan makanan maupun makanan pasien. Perencanaan menu RS adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan diit untuk pasien agar sebagian besar kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi guna mempercepat masa penyembuhan. Diit rendah garam ll adalah diit rendah garam yang mengandung 600-800 mg Na atau dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 g) dan menghindari bahan makanan yang tinggi natrium. Kebutuhan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) adalah jumlah minimal energi, dan zat gizi (protein, natrium, lemak dan kolesterol) yang diperlukan oleh tiap individu perhari agar hidup sehat. Ketersediaan energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium adalah jumlah energi, protein, dan natrium dari makanan RS untuk pasien ditiap kelas perawatan dalam satu hari rawat. Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein dari makanan RS terhadap kebutuhan energi dan protein pasien. Konsumsi energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium adalah jumlah energi, protein, lemak, kolesterol dan natrium yang dikonsumsi oleh pasien dalam satu hari rawat. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dari RS terhadap jumlah energi dan protein dari menu makanan yang disajikan.
Kecukupan energi dan zat gizi (protein, lemak, kolesterol dan natrium) adalah jumlah minimal energi, dan zat gizi (protein, natrium, lemak dan kolesterol) yang diperlukan dan dianggap dapat memenuhi kecukupan gizi semua orang yang sehat menurut berbagai kelompoknya.
48
Tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dari makanan RS dan makanan luar RS terhadap kebutuhan energi dan protein pasien. Tingkat konsumsi lemak, kolesterol dan natrium terhadap ketersediaan lemak, kolesterol dan natrium adalah membandingkan jumlah lemak, kolesterol dan natrium yang dikonsumsi (dari RS dan luar RS) dengan batas minimum yang diperbolehkan. Daya terima pasien berdasarkan waktu makan, makanan utama, selingan dan perjenis menu) adalah penilaian indrawi pasien terhadap tujuh atribut makanan. Atribut makanan tersebut yaitu bentuk, warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, dan kebersihan alat. Rasa makanan adalah reaksi atau tanggapan indera pengecap contoh terhadap menu makanan yang disajikan Warna makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan contoh terhadap keserasian warna menu makanan yang disajikan. Bentuk makanan adalah reaksi atau tanggapan indera penglihatan contoh terhadap rupa makanan yang disajikan. Suhu makanan adalah temperatur menu makanan yang disajikan rumah sakit. Kebersihan alat makan adalah penampakan dari makanan yang disajikan yaitu tidak tercecer di baki, alat hidang yang bersih dan penempatan makanan dengan rapih di baki.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati Lokasi, Klasifikasi, dan Sejarah
49
RSUP Fatmawati menempati area tanah seluas 44 ha, yang terletak dikelurahan Cilandak, kecamatan Cilandak yang berada diwilayah Jakarta Selatan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, yang dikelola oleh departemen kesehatan sejak 12 April 196. RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai rumah sakit umum kelas B Pendidikan. Pada tanggal 20 Mei 1967 oleh menteri kesehatan RI prof Dr. G.A Siwabesi nama RSU Ibu soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Pada tanggal 30 mei 1984, RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah jakarta selatan. Kemudian RSU fatmawati ditetapkan menjadi rumah sakit swadana bersyarat, dua tahun mulai 1 Agustus. Pada tanggal 2 september 1992 RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi rumah sakit unit swadana tanpa syarat Pada bulan juli 1997 rumah sakit mengalami perubahan kebijakan dari unit swadana menjadi PNBP(Penerimaan Negara Bukan Pajak). Pada bulan Desember 2000, rumah sakit fatmawati ditetapkan sebagai rumah sakit perjan (perusahaan
jawatan)
yang
berdasarkan
peraturan
pemerintah
republik
indonesia nomor 117 tahun 2000, tentang pendirian perusahaan jawatan rumah sakit Fatmawati Jakarta. Visi dan Misi RSUP
Fatmawati
mempunyai
visi
memberikan
pelayanan
yang
melampaui harapan pelanggan. Misi RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar pelayanan yang dapat dijangkau, melakukan perbaikan berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada pelanggan; memfasilitasi dan meningkatkan pendidikan, pelatihan, dan penelitian untuk pengembangan sumber daya manusia dan pelayanan; menyelenggarakan administrasi rumah sakit yang efisien dan efektif; melaksanakan pengelolaan keuangan yang fleksibel berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat; meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia RS. Fasilitas Pelayanan Beberapa pelayanan yang terdapat di RSUP Fatmawati diantaranya adalah instalasi rawat darurat dilengkapi dengan radiologi, laboratorium, apotik 24 jam dan ruang operasi(cito), instalasi rawat jalan memberikan pelayanan dengan unggulan spesialistik, instalasi rawat inap dibagi menjadi 7 bagian yaitu paviliun anggrek, unit stroke, instalasi rawat inap A (bersalin, high care, isolasi, perawatan kebidanan dan bayi, perawatan anak), instalasi rawat inap B(bedah, THT, mata, gigi, paru non TB, penyakit dalam&jantung, saraf, penyakit dalam,
50
jantung&saraf), instalasi rawat inap C (bedah orthopaedi), insalasi rawat intensif(ICU (Intensif Care Unit), CEU (Cardiac Emergency Unit), NICU/PICU (Neonatal/Pediatric Intensif Care Unit), dan instalasi bedah sentral(ruang operasi). Data kapasitas tempat tidur yang ada di RSUP Fatmawati sebanyak 554 tempat tidur berdaasarkan kelas perawatan, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5 Kapasitas tempat tidur di RSUP Fatmawati Jakarta No
Kelas
Kapasitas Tempat Tidur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Super VIP VIP B VIP C Kelas l Kelas ll Kelas lll High Care R.Isolasi Kelas ll R.Isolasi Kelas lll ICU/CEU NICU/PICU Total
4 13 28 46 120 257 16 11 21 18 4 534 Gambaran Umum Instalasi Gizi
Struktur Organisasi Instalasi Gizi Instalasi gizi merupakan wadah yang menangani kegiatan kesehatan khususnya didalam kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit. Instalasi gizi merupakan unit kerja fungsional dan bersifat operasional yang sesuai dengan kegiatannya serta mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan gizi pasien rawat inap dan rawat jalan berdasarkan kebijakan teknis dari direktur rumah sakit. Instalasi gizi berada dibawah naungan wakil direktur penunjang medik dan pendidikan, dengan dikepalai oleh seorang ahli lulusan S1. kepala instalasi gizi membawahi staf administrasi(tata usaha), wakil kepala instalasi gizi, dan tiga penyelia diantaranya: penyelia umum diklit dan SDM, penyelia produksi dan distribusi, penyelia gizi rawat inap dan rawat jalan. Struktur organisasi instalasi gizi dapat dilihat pada lampiran. Tugas unit-unit kerja masing-masing profesi di instalasi gizi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 1 Visi dan Misi Instalasi Gizi Visi dari instalasi gizi RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan gizi secara efektif dan efektif dengan mutu yang prima; inovasi terus-menerus
51
dalam bidang gizi rumah sakit yang terbaik di Indonesia. Sedangkan misi dari instalasi gizi RSUP Fatmawati antara lain melakukan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan pihak-pihak terkait. Tujuan, Tugas Pokok, Fungsi Instalasi Gizi Tujuan instalasi gizi yaitu tercapainya pengelolaan makanan, penyuluhan, konsultasi dan terapi gizi yang bermutu serta mengutamakan kepuasan pelanggan. Tugas pokok instalasi gizi yaitu manajemen sistem penyelenggaraan makanan rumah sakit;memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi diruang rawat inap; memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi diruang rawat jalan; dan penelitian gizi terapan. Fungsi instalasi gizi yaitu m enyelenggarakan administrasi barang dan bahan baku; merencanakan kebutuhan bahan makanan dan evaluasi diet; penyimpanan barang dan bahan makanan; pendistribusian makanan pasien; pengolahan bahan makanan; penyelenggaraan klinik konsultasi gizi; penelitian dan pengembangan pelayanan gizi. Tenaga Kerja Ketenagaan instalasi gizi berdasarkan jenis pekerjaan dengan total jumlah pekerja sebanyak 89 orang, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Ketenagaan di instalasi gizi berdasarkan jenis pekerjaan No 1 2
Jenis ketenagaan Dokter gizi medis Ahli gizi(S1,D4,D3 Gizi)
3
Pengatur Gizi(D1 Gizi)
4
Tenaga Administrasi
5 6
Tenaga Pengolah Makanan Tenaga Pramusaji Jumlah
Jumlah Keterangan 1 Kepala Instalasi Gizi 16 Wakil Kepala, Penyelia, dan Ahli Gizi Ruangan dan Produksi 3 Pengawas Pengolahan 2 Orang, Administrasi Poli Gizi 1 Orang 4 Administrasi Umum dan Gudang Gizi 28 Pagi, siang, sore 37 Subuh dan sore 89
Jam kerja diinstalasi gizi di RSUP Fatmawati telah memiliki kebijakan tersendiri dalam pembagian waktu kerja. Jam dinas di instalasi gizi RSUP Fatmawati terbagi 2 bagian yaitu shift dan non shift, sebagai berikut: a. Karyawan shift Bagian produksi : - Dinas subuh dari pukul 04.30-13.00 WIB
52
- Dinas siang dari pukul 08.00-15.00 WIB - Dinas sore dari pukul 12.00-19.00 WIB Bagian pramusaji - Dinas subuh dari pukul 05.00-14.00 WIB - Dinas sore dari pukul 13.00-19.00 WIB b. Karyawan non shift Dinas pagi dari pukul 08.00-16.00 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan RS Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RSUP Fatmawati adalah sistem swakelola, pada sistem ini unit pelayanan gizi atau instalasi gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan makanan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sistem penyelenggaraan makanan tersebut telah disesuaikan dengan pedoman pelayanan gizi rumah sakit Departemen Kesehatan RI. Mekanisme kerja kegiatan penyelenggaraan makanan di RSUP Fatmawati, meliputi : 1. Perencanaan Anggaran Belanja Makanan Perencanaan anggaran belanja makanan (PAMB) adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien yang dilayani dengan tujuan memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan gizi. Perencanaan anggaran belanja makanan dibuat oleh instalasi gizi atas persetujuan dari pihak rumah sakit. Perencanaan ini dibuat 8 bulan sebelum tahun anggaran. 2. Perencanaan Menu Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan penyusunsn menu yang akan diolah untuk memenuhi selera pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu berdasarkan klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit. Siklus menu yang ditetapkan di instalasi gizi adalah siklus menu 10 hari diperuntukkan bagi kelas I,ll dan lll sedangkan untuk VIP menggunakan siklus menu pilihan.
3. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan menyusun kebutuhan bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan
53
makanan. Tujuan agar tercapai taksiran kebutuhan bahan makanan sesuai dengan menu, jumlah klien untuk kurun waktu tertentu (1bulan, 3bulan dan 6 bulan). Di instalasi gizi gizi RSUP Fatmawati, perencanaan kebutuhan bahan makanan dilakukan 1 bulan sebelum waktu berjalan. 4. Pengadaan Bahan Makanan Pengadaan bahan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RSUP Fatmawati adalah dengan menggunakan sistem penunjukkan langsung oleh pihak rumah sakit dengan kontrak kerja selama 1 bulan. Adapun prosedur pengadaan bahan makanan adalah membuat perencanaan yang dilakukan oleh instalasi gizi kemudian diajukan ke Direktur penunjang medis untuk meminta persetujuannya bagian tim pengadaan barang(tim pembelian), kemudian melakukan kontrak dengan rekan yang telah ditunjuk oleh rumah sakit, untuk selanjutnya melakukan pembelian bahan makanan. 5. Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah suatu proses atau kegiatan yang menyusun order atau permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Tujuannya adalah agar tersedianya daftar pesanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Pemesanan dan pembelian bahan makanan meliputi bahan makanan segar dipesan setiap hari dan bahan makanan kering yang setiap 1 bulan sekali. Pemesanan bahan makanan dibuat oleh tenaga gizi bagian perencanaan yang selanjutnya dibuat rekapitulasi untuk esok hari, kemudian hasil perhitungan diserahkan kebagian gudang logistik sesuai dengan kebutuhan menu yang ada. Selanjutnya, bagian gudang akan menyiapkan bahan makanan dengan permintaan, kemudian bagian produksi mengambil bahan makanan yang dipesan. Pembelian bahan makanan menggunakan metode penunjukan langsung oleh pihak rumah sakit yaitu melalui tender yang dilakukan oleh perusahaan makanan kepada pihak rumah sakit. 6. Penerimaan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan memeriksa, meneliti, mencatat dan melaporkan macam, jumlah, dan kualitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan. Penerimaan dilakukan oleh tim penerimaan bahan makanan yang salah satu anggotanya adalah ahli gizi rumah sakit yang telah ditunjuk. Apabila ada kesalahan pengiriman bahan makanan yang dikirim
54
oleh pihak rekanan maka barang tersebut dikembalikan dan diganti dengan makanan yang sesuai dengan pemesanan. 7. Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan adalah proses pemasukan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makan. Penyimpanan bahan makanan yang dilakukan di instalasi gizi RSUP Fatmawati dilakukan dua pemisahan yaitu bahan makanan segar dan bahan makanan kering. Penyimpanan bahan makanan terdapat di gudang. Gudang yang ada diinstalasi gizi terdapat dua yaitu gudang gizi yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan kering dan segar yang disesuaikan dengan pemesanan dan gudang harian. 8. Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan bahan makanan dibagi menjadi pengolahan makanan untuk VIP dan kelas 1, pasien NB ll dan lll, pasien diet ll dan pasien diet lll, makanan saring, makanan cair, dan selingan VIP. Pengolahan makanan disesuaikan dengan bahan makanan yang diterima digudang untuk pagi, dan siang, bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada hari sebelumnya. Sedangkan untuk makan sore bahan makanan yang akan diolah disiapkan pada hari itu juga. Kegiatan pengolahan makanan meliputi persiapan, pengolahan dan pemasakan dan distribusi makanan dan penyajan makanan. Kegiatan pengolahan makanan meliputi: 1. Persiapan Persiapan meliputi persiapaan alat, bahan makanan bumbu termasuk mengupas, memotong dan meracik. 2. Pengolahan dan Pemasakan Pengolahan makanan dimulai dari bahan makanan diambil dari gudang gizi untuk bahan makanan segar dan gudang harian untuk bahan makanan kering oleh tenaga pemasakan yang sesuai dengan shift kerjanya. Untuk bahan makanan segar seperti sayuran yang sudah dipotong dan dicuci lalu diolah sesuai dengan menu pada hari tersebut. 3. Distribusi Makanan dan Penyajian Makanan Sistem distribusi pembagian makanan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati adalah sistem sentralisasi karena semua hidangan yang disajikan langsung disajikan ke pasien. Hidangan yang disajikan ke pasien kelas ll dan lll menggunakan alat hidang berupa plato yang terbuat dari melamin yang bersekat utnuk memisahkan macam makanan dan sendok platik sedangkan
55
Untuk kelas l dan VIP, piring makan, mangkok lauk, mangkuk sup yang terbuat dari keramik serta sendok dan garpu yang terbuat dari stainless stell. Pemorsian makan dilakukan setengah jam sebelum jadwal makan yang dilakukan oleh tenaga pramusaji dan tenaga pengolah. Waktu pendistribusian makan pagi jam 06.30-7.00 WIB, siang jam 11.30-12.00 dan sore jam 16.30-17.00 WIB. Setelah hidangan diporsi kemudian didistribusikan ke pasien dengan menggunakan troley makanan yang berkapasitas ±48 buah sbuah tempat makan. 9. Pengawasan Mutu Pangan Pengawasan mutu makanan di RSUP Fatmawati dilakukan oleh pihak instalasi gizi melalui uji cita rasa. Hal ini dilakukan untuk menilai kualitas dan kesesuaian makanan yang dihasilkan apakah sudah selesai dengan standar menu. Uji cita rasa dilakukan setiap hari pada waktu makan sehingga semua yang dihasilkan terkontrol. 10. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun dalam pengambilan keputusan. Proses pencatatan dilakukan pada setiap langkah kegiatan yang dilakukan . laporan dilakukan berkala sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Karakteristik Pasien Umur
56
Umur pasien berkisar antara 28-69 tahun. Lebih dari separuh pasien termasuk dewasa menengah sebanyak 70%. Sisanya termasuk dewasa awal sebanyak 16,7% dan dewasa akhir sebanyak 13,3% (tabel 7). Umur diatas 40 tahun memiliki faktor resiko yang tinggi terhadap terjadinya penyakit jantung dan stroke (Maryono, j 2007). Tabel 7 Sebaran pasien berdasarkan kelompok umur Tahapan umur Dewasa awal Dewasa menengah Dewasa akhir Total
Total n 5 21 4 30
% 16,7 70 13,3 100
Jenis Kelamin Pada tabel 8 terlihat bahwa lebih dari separuh pasien sebanyak 63,3% memiliki jenis kelamin laki-laki dan sisanya sebanyak 36,7% perempuan. Umur diatas 50 tahun pada wanita memiliki faktor resiko terhadap penyakit hipertensi yang lebih tinggi dari laki-laki dan umur dibawah 50 tahun pada laki-laki memiliki faktor resiko yang lebih tinggi dari wanita (Martini, S 2007). Tabel 8 Sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Total n 19 11 30
Laki-laki Perempuan Total
% 63,3 36,7 100
Jenis Penyakit Lebih dari separuh pasien menderita penyakit jantung sebanyak (56,7%). Pasien yang menderita penyakit stroke sebanyak (40%) dan sisanya menderita penyakit hipertensi sebanyak 3,3% dapat dilihat pada tabel 9 Tabel 9 Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit Jenis penyakit Hipertensi Jantung Stroke Total
Pendidikan
Total n 1 17 12 30
% 3,3 56,7 40 100
57
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat sebaran pasien berdasarkan tingkat pendidikan pasien. Mayoritas pasien sebanyak 46,7% berpendidikan tamatan SLTA/sederajat. Tabel 10 Sebaran pasien berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Total
Tidak tamat Sekolah Dasar/sederajat Tamatan Sekolah Dasar SD/sederajat Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama /sederajat Tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/sederajat Tamatan Perguruan Tinggi Total
n 1 8 4 14 3 30
% 3,3 26,7 13,3 46,7 10 100
Pekerjaan Sebaran jenis pekerjaan antara lain swasta sebanyak 13,3%, buruh dan wiraswasta masing-masing sebanyak 16,7%, pegawai negeri sipil dan pensiunan masing-masing 10% sisanya ibu rumah tangga (33,3%) (tabel 11). Tabel 11 Sebaran pasien berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Ibu rumah tangga Buruh Swasta Wiraswasta Pegawai negri sipil Pensiunan Total
Total n 10 5 4 5 3 3 30
% 33,3 16,7 13,3 16,7 10 10 100
Jenis Diit Jenis diit yang diperoleh pasien terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak (RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi biasa (RG ll NB) , diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) dapat dilihat pada tabel 12. Jenis diit yang diperoleh pasien pada saat pasien masuk RS yaitu RG ll lunak sebanyak 43,3% pasien, DD ll RG ll 50% pasien, dan DD lll RG ll 6,7% pasien. Jenis diit saat pasien diteliti yaitu RG ll lunak sebanyak 36,7% pasien, RG ll NB 6,7%, DD ll RG ll 46,7%, dan DD lll RG ll 10%. Sebanyak 88,2% pasien penyakit jantung yang mendapatkan diit DD ll RG ll pada saat pasien masuk RS dan pada saat pasien diteliti menjadi 82,4% pasien. Sebanyak 11,8% pasien penyakit jantung dengan jenis diit DD lll RG ll pada saat pasien masuk dan pada saat pasien diteliti menjadi 17,6% pasien. Sebanyak 100% pasien penyakit
58
stroke yang mendapat diit RG ll lunak dan pada saat pasien diteliti menjadi 83,3%. Sebanyak 16,7% pasien yang mendapat diit RG ll NB pada saat pasien diteliti. Pada saat orang sakit menderita penyakit yang memerlukan diit untuk menunjang penyembuhannya atau jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa orang sakit menderita penyakit yang memerlukan perubahan makanan maka terapi diit sangat diperlukan (Moehyi 1997). Berikut tabel sebaran pasien berdasarkan jenis diit yang diperoleh dan jenis penyakit: Tabel 12 Sebaran pasien berdasarkan jenis diit dan jenis penyakit Jenis diit
Hipertensi n %
Jantung n %
Saat pasien masuk RS RG II lunak 1 100 0 0 DD II RG II 0 0 15 88,2 DD III RG II 0 0 2 11,8 Total 1 100 17 100 Saat pasien diteliti RG II lunak 1 100 0 0 RG II NB 0 0 0 0 DD II RG II 0 0 14 82,4 DD III RG II 0 0 3 17,6 Total 1 100 17 100 Keterangan : RG ll lunak = diit rendah garam ll bubur/tim RG ll NB = diit rendah garam ll nasi biasa DD ll RG ll = diit jantung ll rendah garam ll DD lll RG ll = diit jantung lll rendah garam ll
n
Stroke %
n
Total %
12 0 0 12
100 0 0 100
13 15 2 30
43,3 50 6,7 100
10 2 0 0 12
83,3 16,7 0 0 100
11 2 14 3 30
36,7 6,7 46,7 10 100
Pada tabel 13 terlihat bahwa rata-rata berat badan pasien laki-laki dalam penelitian adalah 63,9 kg, sedangkan pasien perempuan adalah 47 kg. Rata-rata tinggi badan pasien laki-laki adalah 167,9 cm, sedangkan pasien perempuan adalah 152 cm. Berikut tabel keragaan statistik BB dan TB pasien. Tabel 13 Keragaan stasitik BB dan TB pasien Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Rata-rata 63,9 47 167,9 152
SD 12,2 8,5 5,6 4,4
Min 40 35 160 146
Max 82 60 182 162
59
Lama Rawat Lebih dari separuh pasien di rawat kurang dari 6 hari sebanyak 66,7%. Pasien yang mengalami lama perawatan 6-10 hari sebanyak 26,7% dan sisanya dirawat lebih dari10 hari sebanyak 6,7%. Lamanya hari perawatan diduga berkaitan erat dengan tingkat keparahan penyakit pasien. Salah
satu
upaya
untuk
memperpendek
hari
perawatan
dan
mempercepat penyembuhan penyakit yaitu dengan adanya penyelenggaran makanan yang dikelola pihak rumah sakit sehingga pasien memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya (Moehyi 1986). Berikut tabel sebaran pasien berdasarkan lama perawatan Tabel 14 Sebaran pasien berdasarkan lama perawatan Lama perawatan (hari)
Total n 20 8 2 30
<6 6-10 >10 Total
% 66,7 26,7 6,7 100
Riwayat Penyakit Pasien Riwayat Penyakit Dulu Berdasarkan riwayat penyakit dahulu pasien menunjukan riwayat penyakit dahulu pasien pernah menderita penyakit hipertensi sebanyak 46,7%, jantung 36,7%, stroke dan lambung 6,6% dan sisanya 10% tidak memiliki riwayat penyakit dulu dapat dilihat pada tabel 15. Hipertensi yang diderita secara terus-menerus dengan tekanan darah diatas 130/80 mmHg merupakan salah satu faktor penyebab stroke, serangan jantung, gagal jantung, diabetes dan penyakit ginjal (Anonymous 2003). Penelitian oleh National Institute Of Health Amerika dan rujukan ahli jantung seluruh dunia bahwa faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung antara lain penyakit hipertensi, diabetes, dan obesitas (Raharjo, S 2005). Tabel 15 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit dulu Riwayat Penyakit Dulu Tidak ada Hipertensi Jantung Stroke Lambung Total
Total n 3 14 11 1 1 30
% 10 46,7 36,7 3,3 3,3 100
60
Riwayat Penyakit Keluarga Berdasarkan riwayat penyakit pada keluarga menunjukkan riwayat penyakit keluarga pasien yaitu penyakit hipertensi sebanyak 13,3%, jantung 6,7%, dan stroke13,3%. Lebih dari separuh pasien 66,7% tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Salah satu faktor resiko untuk penyakit kardiovaskular yaitu terdapatnya riwayat keluarga yang menderita penyakit kardiovaskuler pada usia relatif muda (Markum, M 2005). Berikut adalah sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit keluarga pasien Tabel 16 Sebaran pasien berdasarkan riwayat penyakit keluarga Riwayat Penyakit Keluarga
Total n 20 4 2 4 30
Tidak ada Hipertensi Jantung Stroke Total
% 66,7 13,3 6,7 13,3 100
Riwayat Pemeliharaan Kesehatan Perolehan Diit Dimasa Lalu Berdasarkan Jenis Penyakit Pasien yang memperoleh diit yang sama dimasa lalu yaitu penyakit hipertensi sebanyak 100% pasien, 47,1% penyakit jantung, dan 16,7% penyakit stroke sedangkan pasien yang belum pernah mendapatkan diit yang sama dimasa lalu yaitu penyakit jantung sebanyak 52,9% pasien dan sebanyak 83,3% pasien penyakit stroke. Berikut adalah sebaran pasien berdasarkan perolehan diit dimasa lalu berdasarkan jenis penyakit Tabel 17 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit yang sama dimasa lalu berdasarkan jenis penyakit pasien Perolehan Diit Sebelumnya Tidak Ya Total
Hipertensi n % 0 0 1 100 1 100
Jantung n % 9 52,9 8 47,1 17 100
Stroke n % 10 83,3 2 16,7 12 100
Total n % 19 63,3 11 36,7 30 100
Lebih dari separuh pasien 53,3% tidak memperoleh diit yang sama dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit. Sebanyak 36,7% pasien yang mendapatkan diit yang sama dimasa lalu sebanyak 10% pasien yang menerapkannya (tabel 18). Pasien yang pernah mendapatkan diit yang sama dimasa lalu dapat dikatakan sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk dapat
beradaptasi
dengan
diit
tersebut
mengkonsumsi diit tersebut sampai habis.
sehingga
diharapkan
dapat
61
Tabel 18 Sebaran pasien berdasarkan perolehan diit sebelum dan penerapannya Perolehan Diit Sebelumnya
Tidak n 16 8 24
Tidak Ya Total
% 53,3 26,7 80
Penerapan diit Ya n % 3 10 3 10 6 20
Total n 19 11 30
% 63,3 36,7 100
Saran Diit Pada tabel 19 dapat dilihat sebaran pasien berdasarkan saran diit yang diperoleh bahwa lebih dari separuh pasien sebanyak 56,7% sebelumnya belum pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit yang dideritanya. Saran diit yang diterima pasien bersumber antara lain dokter, keluarga dan teman. Mayoritas saran diit didapatkan dari dokter 30%. Saran diit yang diterima pasien antara lain mengurangi konsumsi garam, tidak menggunakan penyedap rasa pada masakan yang dikonsumsi dan tidak mengkonsumsi daging kambing. Tabel 19 Sebaran pasien berdasarkan saran diit yang diperoleh Saran diit
Total n 17 9 1 3 30
Tidak ada Dokter Teman Keluarga Total
% 56,7 30 3,3 10 100
Saran Diit Dimasa Lalu dan Penerapannya Pada tabel 20 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pasien
tidak
mendapatkan saran diit dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit sebanyak 53,3%. Dari 46,7 % pasien yang mendapatkan saran diit dimasa lalu sebanyak 20% pasien yang menerapkannya. Saran diit yang diterima dapat menunjang pengetahuan pasien terhadap makanan yang boleh dikonsumsi dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi sehingga dapat menunjang usaha penyembuhan pada pasien. Tabel 20 Sebaran pasien berdasarkan saran diit dimasa lalu dan penerapannya Saran diit Tidak Tidak Ya Total
n 16 8 24
% 53,3 26,7 80
Penerapan diit Ya n % 0 0 6 20 6 20
Total n 16 14 30
% 53,3 46,7 100
62
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Kebutuhan energi dihitung menggunakan perhitungan Harris Benedict yaitu rata-rata kebutuhan energinya 1772 Kkal/hari (1320-2412)Kkal yaitu laki-laki 1903 Kkal/hari dan perempuan 1546 Kkal/hari, sedangkan protein 73,9 g/hari (55-100)g/hari yaitu laki-laki 79,3 g/hari dan perempuan 64,4 g/hari. Kebutuhan energi berdasarkan rumus cepat 1591Kkal/hari (1035-22214)Kkal, yaitu laki-laki 1833Kkal/hari dan perempuan 1172 Kkal/hari, sedangkan protein 55,9g/hari(41,4-73,8)g/hari yaitu laki-laki 61,1 g/hari dan perempuan 46,9 g/hari. kebutuhan natrium, lemak, dan kolesterol, semua pasien dibatasi konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk konsumsi lemak tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran konsumsi kolesterol <300mg/hari (Hartono 2000), dan rata-rata anjuran konsumsi natrium dibatasi 600-800mg/hari (Ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), Kebutuhan energi terbesar umumnya diperlukan untuk metaboisme basal karena berat badan dan luas permukaan tubuh serta aktivitas yang bervariasi antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata yang nyata dalam metabolisme basal laki-laki dan perempuan sehingga kebutuhan energinya pun berbeda. Tabel 21 Rata-rata kebutuhan zat gizi pasien dan jenis kelamin berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Rata-Rata Kebutuhan Energi dan Protein Zat Gizi Harris Bennedict (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati L P Total L P Total Energi (kal/hari) 1903,45 1545,89 1772,35 1833,16 1172,05 1590,75 Protein(g/hari) 79,31 64,41 73,85 61,11 46,88 55,890 Rata-rata
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi ketersedian energi dan zat gizi makanan
RS
yaitu
1516,26 kkal/hari untuk energi; 60,35 gram/hari untuk protein; 48,72 gram/hari untuk lemak; 414,93 mg/hari untuk natrium, dan 213,56mg/hari untuk kolesterol. Ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
yaitu
Diit
Jantung
ll
untuk
energi
1800,2
Kkal/hari,
protein 67,9 g/hari dan lemak 37,3 g/hari; Diit Jantung lll untuk energi 2030,8 Kkal/hari, protein 71,1 g/hari dan lemak 44,8 g/hari; Diit Rendah Garam ll untuk energi 1904 Kkal, protein 64,1 g/hari dan lemak 54,6 g/hari. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2
63
Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan RS yang disajikan yaitu jenis Diit Jantung ll dan Diit Jantung lll dibandingkan dengan standar porsi berdasarkan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati diperoleh hasil yang lebih rendah. Standar porsi makanan RS selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 Tabel 22
Ketersediaan energi, protein dan lemak berdasarkan standar porsi RSUP Fatmawati dan makanan yang disajikan RS kepada pasien
Jenis diit
Diit Jantung ll Diit Jantung lll Diit Rendah Garam ll NB
Standar Porsi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Energi Protein Lemak (Kkal) (g) (g) 1800,2 67,9 37,3 2030,8 71,1 44,8 1904 64,1 54,6
Makanan yang disajikan RS kepada pasien Energi Protein Lemak (Kkal) (g) (g) 1538 58,7 49,7 1729 69,3 50,5 1559 61,8 39,4
Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium tiap nomor menu yang disediakan tergantung dari jenis diit. Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pada diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll) lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata ketersediaan yang terdapat pada diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll) (lampiran 5). Tabel 23 Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium berdasarkan jenis diit jantung rendah garam Menu Energi (Kkal) Protein (gram) hari DD2 DD3 DD2 DD3 ke RG2 RG2 RG2 RG2 1 1406 1762 56,3 68,5 2 1256 1754 50,9 76,4 3 1413 1758 46,6 74.3 4 1341 50,7 5 1312 49,0 6 1298 1529 46,5 56,7 7 1515 1928 60,5 77,2 8 1723 1643 57,1 62.5 9 1472 55,2 10 1407 54,3 31 2780 118,1 *Rata 1538 1729 58,7 69,3 -rata * rata-rata ketersediaan selama 3 hari
Lemak (gram)
Kolesterol (mg)
Natrium (mg)
DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
DD2 RG2
DD3 RG2
50,5 34,9 49,2 43,4 44,3 37,5 40,7 76,8 38,4 49,3 81,3
52,35 50,2 44,8 39,4 60,7 55,4 -
110,4 221 255,8 105,3 320,3 252,5 303,6 184,9 148,7 118,9 336
102,7 113,4 192 72,1 334,5 304,8 -
274,2 282,8 563,1 259,4 388,6 346,9 203,5 378,2 227,7 298,8 604,7
361 234,7 579,4 209,7 385,4 409,4 -
49,7
50,5
214,3
186,6
347,9
363,3
Ketersediaan energi dan zat gizi (standar porsi) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati yaitu Diit Rendah Garam ll NB untuk energi 1904 Kkal, protein 64,1 g/hari dan lemak 54,6 g/hari. Ketersediaan energi, protein dan lemak untuk jenis Diit Rendah Garam ll NB dibandingkan dengan standar porsi berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati diperoleh hasil yang lebih rendah.
64
Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol dan lemak pada diit rendah garam ll lunak (RG2 BB/Tim) lebih besar dibandingkan dengan rata-rata ketersediaan yang terdapat pada diit rendah garam ll nasi (RG2NB). Hal tersebut dikarenakan pasien yang mendapatkan diit rendah garam ll nasi (RG2 NB) menu untuk pagi hari diganti dengan roti tawar dan telur rebus sesuai dengan permintaan pasien. Sedangkan rata-rata ketersediaan natrium pada diit rendah garam ll nasi (RG2 NB) lebih besar dari diit rendah garam ll lunak (RG2 BB/Tim). Tabel 24 Rata-rata ketersediaan energi, protein, kolesterol,lemak dan natrium berdasarkan jenis diit rendah garam Menu hari ke 1 2
Energi(Kkal) RG2 lunak
RG NB
Protein(gram) RG2 lunak
RG NB
Lemak(gram) RG2 lunak
RG NB
Kolesterol(mg) RG2 lunak
RGNB
Natrium(mg) RG2 lunak
RGNB
1663
-
65,6
-
52,57
-
177,3
-
331,7
-
1607
1580
70,4
66,6
48,52
35,5
151,25
324
426,5
268,3
3
1724
1670
74,8
65,7
59,37
40,3
324,7
283,2
614,4
682,1
4
1410
1612
64.4
48
-
57,2
43,4
98,5
91,7 -
125,2
1380
41,9 -
124,5
5
67,3 -
233,2 -
6
1523
1455
68.3
51,2
52,4
34,1
237,3
339,3
486,8
871
7
1745 1495
1569 1473
76,3 60,2
60,4 54,73
61,8
44,97
314,7
550,6 292,4 -
314,4 346,6
-
46,2 38,1 -
290,33 205
1481
58,5 61,2 -
384,9
988,9 1029,5 -
61,9
-
57,4
-
112,9
-
372,4
-
66,9
-
59,5
-
318,5
-
559,6
-
52,8
39,4
382,6
313,5
214
678,8
8 9 10 31
1499 1634
-
*Rata 1560 1559 66,2 61,8 -rata * rata-rata ketersediaan selama 3 hari
246,4
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan pasien menurut perhitungan Harris Benedict menunjukkan berada pada kategori normal sebanyak 43,3% pasien, 36,7% defisit dan sisanya sebanyak 10% diatas angka kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan lebih dari separuh pasien sebanyak 73,3% berada pada kategori diatas angka kebutuhan, 20% normal dan sisanya 6,7% defisit. Sedangkan menurut rumus cepat bahwa tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan energi pasien berada pada kategori defisit energi 40%, 30% normal dan sisanya 30% diatas angka kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan protein lebih dari separuh pasien 56,7% mempunyai ketersediaan protein terhadap kebutuhan berada pada kategori diatas normal, 26,7% diatas angka kebutuhan dan sisanya sebanyak 16,7% defisit.
65
Makanan yang disediakan oleh rumah sakit belum memenuhi kebutuhan pasien secara maksimum. Hal tersebut mungkin terjadi karena penyediaan makan pasien tidak didasarkan kebutuhan gizi perorangan. Penyediaan makanan hanya didasarkan pada jenis dietnya saja dengan merujuk kepada kondisi kesehatan pasien. Pemorsian makanan yang tidak sesuai dengan standar juga memungkinkan terjadinya penyediaan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Pemorsian makanan pokok masih belum standar karena pemorsiannya tidak menggunakan alat porsi yang seragam. Oleh karena itu, sulit untuk mendapatkan pemorsian yang sesuai dengan standar. Menurut Moehyi (1997) bahwa makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien karena makanan dapat berfungsi sebagai salah satu
bentuk
terapi,
penunjang
Menurut Harper, Deaton & Driskel
pengobatan
dan
tindakan
medis.
(1986) kebutuhan fisiologis pertama dan
sangat penting akan zat gizi dalam tubuh adalah menyediakan energi bagi mereka yang sedang sakit dan sedang dalam proses penyembuhan. Seseorang yang tidak makan cukup pangan secara teratur dapat mengakibatkan tubuh kehilangan zat gizi yang diperlukan. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh harus digantikan sebelum orang tersebut memperoleh kembali kesehatan normal. Agar seseorang pulih kedalam kesehatan normal, diperlukan
peningkatan
protein
dan
zat
gizi
lain
dalam
makanan
(Harper, Deaton & Driskel 1986). Tabel 25 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein menurut Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Tingkat ketersediaan terhadap kebutuhan Defisit Normal Diatas kebutuhan Total
Harris Benedict Energi n % 11 36,7 13 43,3 6 20 30 100
Protein n % 2 6,7 6 20 22 73,3 30 100
(Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Energi Protein n % n % 12 40 5 16,7 9 30 17 56,7 9 30 8 26,7 30 100 30 100
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien diperoleh dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus. Total rata-rata konsumsi pasien yaitu energi 1496 Kkal/hari; protein 57,1g/hari; kolesterol 195,6mg/hari; lemak 52,9mg/hari dan natrium 597,1mg/hari. Konsumsi
66
dari Makanan RS. Pasien rata-rata mengkonsumsi makanan RS yaitu energi 1338 Kkal/hari, protein 51,5g/hari, lemak 49,3g/hari, kolesterol 182,7mg/hari dan natrium 411,4mg/hari. Konsumsi dari Makanan luar RS. Pasien rata-rata mengkonsumsi makanan luar
yaitu
energi
158Kkal/hari,
protein
5,6
g/hari,
lemak
3,6mg/hari,
kolesterol 12,9mg/hari dan natrium 86,7mg/hari. Konsumsi dari Cairan infus. Pasien rata-rata mengkonsumsi natrium yang berasal dari cairan infus yaitu natrium 99 mg/hari. Tabel 26 Rata-rata konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien perhari Sumber energi dan zat gizi Jenis diit RG II lunak RG II NB DD II RG II DD III RG II *Rata-rata Makanan luar *Rata-rata Cairan Infus *Rata-rata Total
Energi
Protein
Lemak
Kolesterol
Natrium
1459 913 1235 1663 1338
59,2 29,1 45,2 67,4 51,5
48,4 18,1 40,9 48,6 49,3
199,3 142,2 179,1 165,5 182,7
410,4 443,8 406,7 415,7 411,4
158
5,6
3,6
12,9
86,7
-
-
-
-
99
1496
57,1
52,9
195,6
597,1
rata-rata konsumsi selama 3 hari
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Makanan Luar RS Pada tabel 27 lebih dari separuh pasien 56,7% mengkonsumsi (makanan luar RS dan makanan RS) dan sisanya 43,3% hanya mengkonsumsi makanan RS. Kontribusi energi dan zat gizi makanan luar RS terhadap total konsumsi energi dan zat gizi sehari adalah energi 10,73%; protein 10%; lemak 8,52 %; kolesterol 6,97%; natrium 17,14%. Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan dari luar RS dikarenakan pasien tidak mempunyai keberanian untuk mengkonsumsi makanan lain selain dari yang disediakan rumah sakit karena merasa khawatir akan memberi dampak yang buruk pada penyakit mereka. Tabel 27 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi makanan luar RS Konsumsi Makanan Luar RS Tidak Ya Total
Total n 13 17 30
% 43,3 56,7 100
67
Jenis makanan yang biasanya dikonsumsi pasien selain dari rumah sakit adalah buah-buahan (apel, jeruk, pear, pepaya dan melon), biskuit, soto ayam, kue-kue, roti tawar, susu, jus melon, perkedel dan teh manis. Makanan yang disajikan pihak RS tetap dikonsumsi tetapi terkadang tidak dihabiskan karena sudah kenyang mengkonsumsi makanan dari rumah sakit. Pasien mengkonsumsi makanan dari luar RS dengan alasan • Kurang menyukai rasa makanan RS yang berbeda dari kebiasaan makan sehari-hari,
padahal
kebiasaan
makanan
pasien
cenderung
tidak
memperhatikan pengaruh terhadap penyakit yang sedang dideritanya, • Merasa bosan terhadap makanan yang disajikan oleh rumah sakit dan ingin makan makanan tertentu, • Sudah merasa lapar tapi makanan belum datang • Masih lapar meskipun sudah menghabiskan makanan dari RS. Menurut Budiyanto (2002) bahwa adanya makanan dari luar fasilitas kesehatan yang disebabkan oleh budaya membawa oleh-oleh ketika berkunjung kepada pasien serta tidak adanya manajemen yang jelas seperti larangan membawa makanan atau minuman tertentu pada pasien merupakan salah satu hal yang mendasar yang menyebabkan terapi diit kurang berhasil. Konsumsi
Natrium Cairan Infus
Macam cairan infus yang diberikan pada pasien selama penelitian yaitu asering (larutan elektrolit), NaCl 0,9% (larutan elektrolit), dan ringer laktat (larutan elektrolit). Sebanyak 66,6% pasien mendapatkan infus selama penelitian. Sisanya sebanyak 33,4% tidak menggunakan infus selama penelitian. Lebih dari separuh pasien 60% mendapatkan jenis infus ringer laktat (larutan elektrolit). Cairan Isotonik contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Jenis infus yang digunakan pasien dapat dilihat pada tabel 28 Tabel 28 Sebaran pasien berdasarkan jenis infus Jenis Infus Tidak ada Asering Nacl 0.9% Ringer laktat Total
Total n 10 1 1 18 30
% 33,4 3,3 3,3 60 100
68
Konsumsi Lemak Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari. Semua pasien telah mengkonsumsi lemak sesuai anjuran tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori dari makanan yang disediakan di rumah sakit sehingga pasien tidak mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang berlebihan. Konsumsi makanan dari luar rumah sakit dalam jumlah sedikit tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap ketersediaan lemak pasien. Pembatasan konsumsi lemak pada penderita jantung dimaksudkan
untuk
mengurangi
resiko
penyakitnya
karena
bila
terjadi
penimbunan lemak pada pembuluh darah khususnya pembuluh darah jantung dapat mengakibatkan kematian (Heslet 2003). Konsumsi Kolesterol Rata-rata konsumsi kolesterol pasien adalah 195,6mg/hari. semua pasien telah mengkonsumsi kolesterol sesuai anjuran yaitu dibatasi <300 mg/hari (Hartono 2000). Stroke dan serangan jantung ada kaitannya dengan tingginya kadar kolesterol selain dari faktor resiko stress, diabetes dan tekanan darah tinggi. Tingginya kolesterol memudahkan terjadinya penyempitan pembuluh darah (Suparto 2005). Konsumsi Natrium Rata-rata konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. semua pasien mengkonsumsi natrium sesuai anjuran berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati yaitu diit rendah garam ll (600-800 mg/hari). Hal ini berdasarkan pertimbangan jika digunakan diit rendah garam l maka daya terima terhadap diit yang disajikan akan menurun karena dalam pemasakan tidak ditambahkan garam. Diit rendah garam lll juga tidak digunakan karena penggunaan
garamnya
relatif
banyak
dan
dapat
mengganggu
proses
penyembuhan penyakit. Pola konsumsi makanan sehat pada penderita penyakit jantung sangat diperlukan terutama konsumsi garam harus ditekan kurang dari 5 gram, karena kelebihan asupan garam dapat memicu pengerasan pembuluh nadi serta mendorong tubuh meretensi cairan yang akan membebani kerja jantung (E, Yekti 2003). Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Terhadap Ketersediaan Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict lebih dari separuh pasien berada pada kategori normal 70% dan
69
sisanya 30% mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan energi 16,7%, defisit tingkat sedang 3,3%, dan defisit tingkat berat 10%.Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan lebih dari separuh pasien 60% berada pada kategori normal dan sisanya 40% mengalami defisit baik defisit tingkat ringan protein 16,7%, defisit tingkat sedang 10% dan defisit tingkat berat 13,3%. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat lebih dari separuh pasien 70% berada pada kategori normal dan sisanya 30% mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan energi 16,7%, defisit tingkat sedang 3,3% dan defisit tingkat berat 10%. Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan lebih dari separuh pasien (63,3%) berada pada kategori normal dan sisanya 36,7% mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan protein13,3%, defisit tingkat sedang 10% dan defisit tingkat berat (13,3%). Pasien yang berada pada kategori defisit baik tingkat ringan, sedang maupun berat diduga karena kondisi fisik pasien yang menurun. Menurut Khomsan (2003), bahwa faktor konsumsi obat juga berpengaruh terhadap konsumsi pangan, obat-obatan tertentu dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan. Pasien yang tidak mampu menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit dengan alasan mual, tidak nafsu makan, dan tidak cocok dengan rasa makanan rumah sakit. Tabel 29 Sebaran tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Tingkat Konsumsi Terhadap Ketersediaan Normal DTR DTS DTB Total
Harris Benedict Energi n % 21 70 5 16,7 1 3,3 3 10 30 100
Protein n % 18 60 5 16,7 3 10 4 13,3 30 100
(Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Energi Protein n % n % 21 70 19 63,3 5 16,7 4 13,3 1 3,3 3 10 3 10 4 13,3 30 100 30 100
DTR : defisit tingkat ringan; DTS : defisit tingkat sedang; DTB : defisit tingkat berat
Tingkat kecukupan Energi dan Protein Terhadap Kebutuhan Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict sebanyak 80% pasien mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan energi 30%, defisit tingkat sedang 16,7%, dan defisit tingkat berat 33,3% dan sisanya 20% berada pada kategori normal. Kondisi tersebut menunjukkan
70
bahwa konsumsi pasien masih rendah sehingga belum dapat mencukupi kebutuhan energinya. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan sebanyak 46,7% berada pada kategori diatas angka kebutuhan, 33,3% normal, dan sisanya mengalami defisit 20%, baik defisit tingkat ringan energi 10% dan tingkat berat 10%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konsumsi protein pasien dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat sebanyak 43,3% berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan, dan sisanya mengalami defisit 46,7%, baik defisit tingkat ringan 16,7%, defisit tingkaat sedang 6,7% dan defisit tingkat berat 23,3%. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan protein sebanyak 46,7% berada pada kategori normal, 13,2% diatas kebutuhan dan sisanya mengalami defisit, baik defisit tingkat ringan 16,7%, defisit tingkat sedang 6,7%, dan defisit tingkat berat 16,7%. Tabel 30 Sebaran tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan Harris Bennedict dan (Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Tingkat Kecukupan Terhadap Kebutuhan Diatas kebutuhan Normal DTR DTS DTB Total
Harris Bennedict Energi n % 0 0 6 20 9 30 5 16,7 10 33,3 30 100
Protein n % 14 46,7 10 33,3 3 10 0 0 3 10 30 100
(Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Energi Protein n % n % 3 10 4 13,2 13 43,3 14 46,7 5 16,7 5 16,7 2 6,7 2 6,7 7 23,3 5 16,7 30 100 30 100
DTR : defisit tingkat ringan; DTS : defisit tingkat sedang; DTB: defisit tingkat berat
Rata-Rata Tingkat Ketersediaan, Konsumsi dan Kecukupan Energi dan Protein Pasien Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah masing-masing sebesar energi 86,88% dan protein 135,32%. Kategori defisit untuk tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan adalah <90% angka kebutuhan. Kategori diatas kebutuhan untuk tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan adalah >120% angka kebutuhan. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan energi pasien belum memenuhi kebutuhan energi pasien. Sedangkan ketersediaan protein pasien sudah memenuhi kebutuhan protein pasien. Nilai maksimum tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan pasien masing-masing sebesar 127%
71
(diatas kebutuhan) dan 213% (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 60% (defisit) dan 57% (defisit). Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat masing-masing sebesar energi 99,52% dan protein 109,57%. Kategori normal untuk tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan adalah 90-119% angka kebutuhan. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan energi dan protein pasien masih dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein pasien. Nilai maksimum tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein pasien masing-masing sebesar 156% (diatas kebutuhan) dan 159% (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 63% (defisit) dan 69% (defisit). Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict dan rumus cepat adalah masingmasing sebesar 88,29% untuk energi dan protein 85,46%. Kategori defisit tingkat ringan untuk tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein adalah 80-89% angka kebutuhan. Nilai maksimum tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein pasien masingmasing sebesar 100% (normal) dan 100% (normal) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 39% (defisit) dan 21% (defisit). Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah masing-masing sebesar 76,51% untuk energi dan protein 114,83%. Kategori defisit tingkat sedang untuk tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan energi pasien 70-79%, sedangkan kategori normal untuk tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan protein adalah 90-119% angka kebutuhan. Hal ini dikarena terdapat sisa makanan rumah sakit dan sebagian pasien hanya mengkonsumsi makanan yang disajikan dirumah sakit untuk memenuhi kecukupan energi dan proteinnya. Nilai maksimum tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh masing-masing sebesar 109% (normal) dan 180 (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 35% (defisit) dan 28% (defisit). Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat adalah masing-masing sebesar 87,79% untuk energi dan protein 93,30%. Kategori defisit tingkat ringan untuk tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan pasien 80-89%, sedangkan kategori normal untuk
72
tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan adalah 90-119% angka kebutuhan. Nilai maksimum tingkat kecukupan energi dan protein terhadap kebutuhan masing-masing sebesar 137% (diatas kebutuhan) dan 136% (diatas kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 36% (defisit) dan 22% (defisit). Tabel 31 Nilai Tingkat Ketersediaan, Konsumsi dan Kecukupan Energi dan protein N
Harris Benedict
o
1.
2.
3.
Tingkat ketersediaan Energi Protein Tingkat konsumsi Energi Protein Tingkat kecukupan Energi Protein
(Rumus Cepat) Instalasi Gizi RSUP Fatmawati **Rata Nilai Nilai -rata Maksi Minim mum um
*Ratarata
Nilai Maksi mum
Nilai Minim um
86,88 135,32
127 213
60 87
99,52 109,57
39 21
88,29 85,46
35 28
87,79 93,30
88,29 85,46 76,51 114,83
100 100 109 180
156 159 100 100 137 136
63 69 39 21 36 22
Daya Terima Terhadap Makanan Rumah Sakit a. Daya terima Berdasarkan Waktu Makan Pasien cenderung memiliki daya terima yang lebih rendah pada waktu makan pagi dari makan siang serta makan sore (tabel 32) Tabel 32 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama RS dan waktu makan Daya Terima Pagi Rendah Sedang Tinggi Total
n 8 14 8 30
% 26,7 46,7 26,7 100
Waktu makan Siang n % 8 26,7 11 36,7 11 36,7 30 100
Sore n 7 12 11 30
% 23,3 40 36,7 100
b. Daya Terima Berdasarkan Makanan Utama (9xmakanan utama) Sebanyak 40% pasien memiliki daya terima tinggi, 36,7% pasien dengan daya terima sedang dan daya terima rendah sebanyak 23,3 (tabel 33).
73
Tabel 33 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan utama RS (9 x makan utama) Daya terima Rendah Sedang Tinggi Total
Total n 7 11 12 30
% 23,3 36,7 40 100
c. Daya Terima Terhadap Makanan Selingan (3 x makan selingan) Berdasarkan tabel 30 dapat dilihat bahwa daya terima terhadap makanan selingan mayoritas pasien 96,8% memiliki daya terima tinggi. Sebagian besar pasien menghabiskan makanan selingan yang disajikan dengan alasan bosan dengan makanan utama. Jenis makanan selingan yang disukai oleh pasien terutama kacang hijau dan pisang rebus. Namun terdapat beberapa pasien juga merasa bosan terhadap menu selingan, karena menu tersebut berulang pada hari yang berdekatan. Menu selingan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3 Tabel 34 Sebaran daya terima pasien terhadap makanan selingan Daya terima Rendah Sedang Tinggi Total
Total n 0 1 30 31
% 0 3,2 96,8 100
d. Daya Terima Berdasarkan perjenis menu Dapat dilihat pada tabel 35 daya terima pasien berdasarkan per jenis menu menunjukkan pasien menyukai menu ke-5 (siang dan malam), hal tersebut dapat dilihat dari daya terima tinggi pada menu tersebut. Daya terima rendah terdapat pada menu ke-31 merupakan jenis hidangan yang kurang disukai oleh pasien. Rata-rata alasan pasien menilai kurang suka terhadap menu yang disajikan disebabkan oleh warna yang tidak menarik, aroma dan rasa yang tidak enak, tingkat keempukan yang tidak pas, tidak menyukai jenis bahan makanan yang digunakan seperti ikan dan rata-rata pasien merasa bosan sehingga mudah menghafal menu. Rasa bosan pasien terhadap makanan karena makanan kurang bervariasi baik dari segi masakan maupun bentuk makanannya serta terdapat pengulangan menu baik menu pada hari berikutnya maupun dalam satu hari.
74
Variasi dalam warna, tekstur, citarasa dan temperatur makanan dapat menarik perhatian pasien pada makanan. Selain itu penyajian makanan yang sesuai dengan jenis makanan dan pembagian porsi yang tepat pada setiap waktu makan akan berpengaruh pada nafsu makan pasien (Budiyanto 2002). Tabel 35 Sebaran daya terima pasien berdasarkan jenis menu Waktu Makan Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Total
Siklus Menu * Ke-1
Ke-2
Ke-3
Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-31
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
4 3 4 5 4 4 4 3 3 3 2 2 1 1 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 65
44,4 33,3 44,4 41,7 33,3 33,3 33,3 25 25 33,3 22,2 22,2 16,7 14,3 14,3 27,3 20 20 25 12,5 12,5 10 10 10 16,7 0 16,7 20 20 20 50 0 50 24,1
3 3 2 5 5 5 5 5 4 4 4 4 2 1 1 5 5 6 4 4 5 7 5 6 3 4 3 3 3 3 1 2 1 123
33,3 33,3 22,2 41,7 41,7 41,7 41,7 41,7 33,3 44,4 44,4 44,4 33,3 14,3 14,3 45,5 50 60 50 50 62,5 70 50 60 50 66,7 50 60 60 60 50 100 50 45,6
2 3 3 2 3 3 3 4 5 2 3 3 3 5 5 3 3 2 2 3 2 2 4 3 2 2 2 1 1 1 0 0 0 82
22,2 33,3 33,3 16,7 25 25 25 33,3 41,7 22,2 33,3 33,3 50 71,4 71,4 27,3 30 20 25 37,5 25 20 40 30 33,3 33,3 33,3 20 20 20 0 0 0 30,4
9 9 9 12 12 12 12 12 12 9 9 9 6 7 7 11 10 10 8 8 8 10 10 10 6 6 6 5 5 5 2 2 2 270
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
* data selengkapnya untuk siklus menu dapat dilihat pada lampiran 2
Penilaian terhadap atribut makanan Penilaian terhadap atribut daya terima bentuk pada waktu pagi dan siang yang menilai (B-SS) 76,7 %, pagi hari 20% (TS) dan STS (3,3%), sedangkan
75
siang dan sore 20% (TS) dan 3,3%(STS). Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima bentuk tidak disukai karena bentuk makanan yang disajikan kurang menarik. Penilaian terhadap atribut daya terima bau pada waktu makan siang dan sore hari yang menilai (B-SS) 76,7 %, 23,3 % pasien (TS) sedangkan pada pagi hari yang menilai (B-S) 75,5% sedangkan 21,1%(TS) dan 3,3%(STS). Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima bau tidak disukai karena beberapa pasien tidak menyukai bau amis dari ikan dan bau langu dari sayuran yaitu toge Penilaian terhadap atribut daya terima tekstur pada waktu makan siang dan sore hari yang menilai (B-SS) 76,7 %, 23,3 % (TS) (siang dan sore hari) sedangkan pada pagi hari yang menilai (B-S) 74,4 %, sedangkan 25,6 %(TS) tidak menyukai terhadap atribut tekstur. Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima tekstur tidak disukai karena pada bahan makanan yaitu daging kurang empuk. Penilaian terhadap atribut daya terima warna pada pagi hari 23,3%yang menilai (TS), 81,1 % (B-SS) sedangkan 16,7 %(TS) dan 2,2% (STS, siang hari yang menilai (B-SS) 82,2%, 17,8 % pasien (TS), sedangkan sore hari yang menilai (B-S) 76,7 %, 23,3%(TS). Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima warna tidak disukai karena beberapa pasien tidak menyukai karena bahan makanan yaitu tempe warnanya pucat. Penilaian terhadap atribut daya terima kebersihan pada pagi,siang dan sore hari yang menilai (B-S) 94,5%dan sisanya 5,6% (TS). Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima kebersihan tidak disukai karena tercecernya makanan pada plato ketika makanan dibagikan pada pasien. Penilaian terhadap atribut daya terima rasa pada pagi hari menilai 27,8% (STS),28,9% TS dan (B-S) 43,3%, siang hari yang menilai (B-S) 63,3%, 27,8% (TS) sedangkan sore hari 32,2% (TS) dan (B-S) 67,8%. Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima rasa tidak disukai karena rasa yang hambar pada sayuran. Penilaian terhadap atribut daya terima suhu pada pagi hari menilai 23,3% (STS),28,9% TS dan (B-S) 47,8%, siang hari yang menilai (B-S) 64,4%, 35,6% (TS) sedangkan sore hari 31,1% (TS) dan (B-S) 68,9%. Alasan pasien menilai terhadap atribut daya terima suhu tidak disukai karena makanan yang diterima dalam keadaan dingin. Berikut tabel sebaran pasien berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan dan waktu makan:
76
Tabel 36 Sebaran pasien berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan dan waktu makan Atribut makanan
STS n %
Skala Penilaian TS B S n % n % n %
Pagi hari Bentuk 3 3,3 18 20 Bau 3 3,3 19 21,1 Kebersihan 0 0 5 5,6 Tekstur 0 0 23 25,6 Rasa 25 27,8 26 28,9 Suhu 21 23,3 26 28,9 Warna 2 2,2 15 16,7 Siang hari Bentuk 0 0 21 23,3 Bau 0 0 21 23,3 Kebersihan 0 0 5 5,6 Tekstur 0 0 21 23,3 Rasa 0 0 33 36,7 Suhu 0 0 32 35,6 Malam hari Bentuk 0 0 21 23,3 Bau 0 0 21 23,3 Kebersihan 0 0 5 5,6 Tekstur 0 0 21 23,3 Rasa 0 0 29 32,2 Suhu 0 0 28 31,1 Warna 0 0 21 23,3 n*= 1 makan sore x 3hari x 30 orang
SS n %
Total n* %
18 20 0 19 14 15 22
20 22,2 0 21,1 15,6 16,7 24,4
49 46 6 46 24 27 49
54,5 51,1 6,7 51,1 26,7 30 54,4
2 2 79 2 1 1 2
2,2 2,2 87,8 2,2 1,1 1,1 2,2
90 90 90 90 90 90 90
100 100 100 100 100 100 100
18 18 0 20 27 27
20 20 0 22,2 30 30
49 50 6 48 29 30
54.5 55,6 6,7 53,3 32,2 33,3
2 1 79 1 1 1
2,2 1,1 87,8 1,1 1,1 1,1
90 90 90 90 90 90
100 100 100 100 100 100
18 18 0 20 30 30 18
20 20 0 22,2 33,3 33,3 20
50 50 6 48 30 31 50
55.6 55,6 6,7 53,3 33,3 34,4 55.6
1 1 79 1 1 1 1
1,1 1,1 87,8 1,1 1,1 1,1 1,1
90 90 90 90 90 90 90
100 100 100 100 100 100 100
Hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat pasien Pada pasien yang menjalani rawat inap lebih dari 10 hari memiliki tingkat konsumsi energi dan protein pada kategori defisit tingkat ringan dan defisit tingkat berat masing-masing sebanyak 3,3%. Mayoritas pasien yang menjalani rawat inap kurang dari 6 hari termasuk kedalam kategori normal yaitu tingkat konsumsi energi 43,3% dan tingkat konsumsi protein 40%. Pasien yang menjalani rawat inap antara 6-10 hari termasuk kedalam kategori normal yaitu tingkat konsumsi energi 26,7% dan tingkat konsumsi protein 20%.s Berdasarkan tabel 37 hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan lama rawat (r =0.111 p=0.558 untuk TKE dan r=0.133 p=0.485 untuk TKP). Pasien yang menderita penyakit kronins kadang memerlukan hari perawatan yang lama sehingga pasien mudah menghafal menu yang disajikan
77
rumah sakit. Akibatnya nafsu makan hilang sebelum makanan disajikan (Moehyi 1997) Tabel 37 Sebaran tingkat konsumsi energi dan protein berdasarkan lama rawat pasien Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan Energi Normal DTR DTS DTB Total Protein Normal DTR DTS DTB Total
< 6 hari n %
Lama rawat (hari) 6-10 hari >10 hari n % n %
Total n
%
13 4 1 2 20
43,3 13,3 3,3 6,7 66,7
8 0 0 0 8
26,7 0 0 0 26,7
0 1 0 1 2
0 3,3 0 3,3 6,6
21 5 1 3 30
70 16,7 3,3 10 100
12 4 3 3 22
40 13,3 10 10 73,3
6 0 0 0 6
20 0 0 0 20
0 1 0 1 2
0 3,3 0 3,3 6,7
18 5 3 4 30
60 16,7 10 13,3 100
Hubungan daya terima dengan tingkat konsumsi energi dan protein Mayoritas pasien yang memiliki daya terima rendah, daya terima sedang dan daya terima tinggi adalah pasien yang memiliki tingkat konsumsi energi dan protein dalam kategori normal. Tingkat konsumsi energi terhadap daya terima dengan persentase 23,3 % memiliki daya terima tinggi, 36,7 % daya terima sedang dan 10% daya terima rendah. Tingkat konsumsi protein terhadap daya terima dengan persentase 23,3 % memiliki daya terima tinggi, 30% daya terima sedang dan 6,7% daya terima rendah. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant antara daya terima dengan tingkat konsumsi energi dan protein (r =0.354 p=0.055 untuk TKE dan r=0.322 p=0.082). Faktor pribadi dan kesukaan akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi (Harper, Deaton & Driskel 1985). Manifestasi rasa putus asa berupa hilangnya nafsu makan, rasa mual merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghabiskan porsi makanan yang disajikan (Moehyi 1997).
78
Tabel 38 Sebaran daya terima pasien berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan Energi Normal DTR DTS DTB Total Protein Normal DTR DTS DTB Total
Rendah n %
Daya Terima Sedang n %
Total Tinggi n %
n
%
3 1 1 2 7
10 3,3 3,3 6,7 23,3
11 2 0 1 14
36,7 6,7 0 3,3 46,7
7 2 0 0 9
23,3 6,7 0 0 30
21 5 1 3 30
70 16,7 3,3 10 100
2 2 1 2 7
6,7 6,7 3,3 6,7 23,3
9 2 1 2 14
30 6,7 3,3 6,7 46,7
7 1 1 0 9
23,3 3,3 3,3 0 30
18 5 3 4 30
60 16,7 10 13,3 100
Hubungan antara daya terima dengan lama rawat Mayoritas pasien yang memiliki daya terima rendah, daya terima sedang dan daya terima tinggi adalah pasien yang menjalani rawat inap kurang dari 6 hari, dengan persentase 23,3% pasien memiliki daya terima tinggi, 23,3% pasien memiliki daya terima sedang dan 20% memiliki daya terima rendah. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant antara daya terima pasien dengan lama rawat (r = -0.137 p=0.470). Daya terima seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain nafsu makan, kebiasaan makan dan psikologis (Moehyi 1997). Tabel 35 Sebaran daya terima berdasarkan lama rawat pasien Lama rawat (hari) <6hari 6-10hari >10hari Total
Rendah n % 6 20 1 3,3 0 0 7 100
Daya Terima Sedang n % 7 23,3 5 16,7 2 6,7 14 100
Total Tinggi n 7 2 0 9
% 23,3 6,7 0 100
n 20 8 2 30
% 66,7 26,7 6,7 100
79
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini mayoritas pasien termasuk dalam kategori umur dewasa menengah. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Jenis penyakit pasien yang diteliti yaitu hipertensi, jantung dan stroke. Pendidikan pasien paling banyak tamatan SMU/sederajat. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki pasien yaitu ibu rumah tangga. Paling banyak pasien pernah memiliki riwayat penyakit dulu jantung dan hipertensi. Lebih dari separuh pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Jenis diit yang diperoleh pasien terdiri dari yaitu diit rendah garam ll lunak (RG ll lunak), diit rendah garam ll nasi biasa (RG ll NB) , diit jantung ll rendah garam ll (DD ll RG ll), dan diit jantung lll rendah garam ll (DD lll RG ll). Mayoritas pasien yang diteliti menjalani rawat inap kurang dari 6 hari. Lebih dari separuh pasien belum pernah mendapatkan saran diit terhadap penyakit yang dideritanya. Paling banyak pasien tidak pernah mendapatkan diit yang sama dimasa lalu dan tidak melakukan penerapan diit. Kebutuhan energi total sehari berdasarkan perhitungan Harris Bennedict lebih tinggi dibandingkan mengunakan rumus cepat berdasarkan Ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Kebutuhan lemak, dan kolesterol, semua pasien dibatasi konsumsinya, anjuran AHA (American Heart Association) untuk konsumsi lemak adalah tidak lebih dari 30% kebutuhan kalori, rata-rata anjuran konsumsi kolesterol <300mg/hari Rata-rata ketersediaan energi, protein dan lemak makanan yang disajikan RS dibandingkan dengan standar porsi menurut jenis Diit Jantung ll, Diit Jantung lll dan Rendah Garam NB diperoleh hasil yang lebih rendah berdasarkan ketentuan Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Tingkat
ketersediaan
energi
terhadap
kebutuhan
berdasarkan
perhitungan Harris Benedict 36,7% pasien berada kategori defisit energi, 43,3% normal dan 20% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 6,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 20% normal dan 73,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 86,88% berarti berada pada kategori defisit (<90% angka kebutuhan). Rata-rata tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 135,32% berarti berada pada kategori diatas kebutuhan (≥120 angka kebutuhan). Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 40% pasien
80
berada kategori defisit energi, 30% normal dan 30% diatas kebutuhan. Tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan 16,7% pasien berada pada kategori defisit protein, 56,7% normal dan 26,7% berada pada kategori diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan 99,52% berarti berada pada
kategori
normal
(90-119%
angka
kebutuhan).
Rata-rata
tingkat
ketersediaan protein terhadap kebutuhan 109,57% berarti berada pada kategori normal. Konsumsi energi, protein, kolesterol, lemak dan natrium pasien meskipun diperoleh dari tiga sumber yaitu makanan RS, makanan luar RS dan cairan infus, kontribusi energi dan zat gizi makanan RS terhadap total konsumsi energi dan zat gizi sehari paling besar, sedangkan makanan dari luar RS sedikit kontribusi terhadap energi dan zat gizi begitu juga dengan Cairan infus hanya memberikan kontribusi natrium saja. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 10% pasien defisit tingkat berat energi, 3,3% defisit tingkat sedang, dan 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal. Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% pasien defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 60% normal. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan. Tingkat konsumsi energi terhadap ketersediaan berdasarkan rumus cepat 10% berada pada kategori defisit tingkat berat energi (<70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), 16,7% defisit tingkat ringan dan 70% normal (90-100% angka ketersediaan). Tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 13,3% defisit tingkat berat protein, 10% defisit tingkat sedang, 13,3% defisit tingkat ringan dan normal 63,3%. Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap terhadap ketersediaan energi 88,29% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan 85,46% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan Harris Benedict 20% pasien berada pada kategori normal, 33,3% defisit tingkat berat energi, 16,7% defisit tingkat sedang, 30% defisit tingkat ringan. Tingkat
81
kecukupan protein terhadap kebutuhan 33,3% pasien berada pada kategori normal, 46,7 % diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 10% defisit tingkat berat (< 70% angka ketersediaan) dan 10% defisit tingkat ringan. Ratarata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 76,51% berarti berada pada kategori defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan). Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 114,83% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan). Tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan berdasarkan rumus cepat 43,3% pasien berada pada kategori normal, 10% diatas kebutuhan (≥120% angka ketersediaan), 23,3,7% defisit tingkat berat energi (< 70% angka ketersediaan), 3,3% defisit tingkat sedang (70-79% angka ketersediaan), dan 16,7% defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 46,7% pasien berada pada kategori normal, 16,7 defisit berat protein, 6,7% defisit tingkat sedang, 16,7% defisit tingkat ringan dan 13,3% diatas kebutuhan. Rata-rata tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan 87,79% berarti berada pada kategori defisit tingkat ringan (80-89% angka ketersediaan) Rata-rata tingkat kecukupan protein terhadap kebutuhan 93,3% berarti berada pada kategori normal (90-119% angka ketersediaan) Rata-rata konsumsi lemak pasien 52,9 g/hari, konsumsi kolesterol pasien adalah 195,6mg/hari, dan konsumsi natrium pasien adalah 597,1 mg/hari. Seluruh pasien mengkonsumsi lemak, kolesterol dan natrium sesuai dengan anjuran Daya terima pasien berdasarkan waktu makan menunjukkan daya terima makan pagi memiliki nilai daya terima yang lebih rendah dari pada makan siang serta makan sore. Daya terima pasien terhadap makanan utama yang disajikan (tiga hari pengamatan) sebanyak 40 % pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima terhadap makanan selingan sebanyak 96,8% pasien memiliki nilai daya terima tinggi. Daya terima pasien berdasarkan jenis menu menunjukkan menu yang paling banyak disukai yaitu menu ke-5 dan yang tidak disukai menu ke-31. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin menyebabkan atribut rasa dan suhu yang relatif kurang disukai pasien. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang significant beberapa variabel antara lain tingkat konsumsi energi dan protein pasien dengan lama rawat pasien, daya terima pasien dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien dan daya terima pasien dengan lama rawat pasien.
82
Saran Sebaiknya kuantitas energi dan zat gizi makanan RS pada menu makanan yang disajikan kepada pasien hendaknya sesuai dengan standar porsi yang telah ditetapkan Instalasi Gizi. Instalasi Gizi sebaiknya mengkaji kembali perencanaan menu yang telah dibuat beradsarkan perhitungan kebutuhan gizi pasien secara perorangan yang kemudian akan diterjemahkan kedalam makanan disesuaikan dengan jenis diit pasien. Untuk itu di sarankan penggunaan program software komputer yang mampu menghitung kebutuhan tiap pasien sesuai dengan kebutuhan secara cepat, mudah dan praktis. Meskipun telah ada kajian standar porsi dan perencanaan menu yang lebih tepat, namun diperlukan pengawasan terhadap petugas pemorsian karena diduga salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya angka ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS yang disajikan dibandingkan dengan standar porsi. Petugas pengolahan makanan untuk dapat memperhatikan rasa dan menyajikan makanan dalam keadaan hangat sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pasien. Peningkatan frekuensi pemberian konseling gizi sehingga memotivasi pasien untuk makan dan menghabiskan makanan yang disajikan sehingga dapat mempercepat masa penyembuhan.
83
DAFTAR PUSTAKA Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Almatsier, S., Jus’at, I & Akmal. 1992. Peresepsi Pasien Terhadap Makanan Di Rumah Sakit (Survey Pada 10 Rumah Sakit Di DKI Jakarta. Dalam Gizi Indonesia 17(1/2): 87-96. Annonymous. 2003. Pedoman Cairan Infus (Edisi Revisi Vlll). Otsuka. Jatim Annonymous. 2008. Sistem Kardiovaskular. http//id.wikipedia.org/wiki/sistem kardiovaskular. 21 Januari 2008 Bagian Gizi R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diit. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Budiyanto, M.A.k. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. UMM, Malang Pradono, et al. 2005. Survei Kesehatan Nasional. Survey Kesehatan Rumah Tangga: volume 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pelayanan Gizi dan Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Depkes, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Teknis Pelayanan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan Di Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khuus dan Swasta. Depkes, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Atlet. Direktorat Jendral Pembinaan kesehatan masyarakat. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, Jakarta. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1990. Pedoman Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan Gizi dii Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Djojodibroto, R, D. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates, Jakarta. Effendi, Y. H. Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi. Bahan Ajar Dietetika. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor Gibson. 1993. Nutritional Assessment Laboratory Mannual. University of Guelph. NewYork. Hardinsyah & D. Martianto. 1989. Menaksir kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Menu Gizi Konsumsi Pangan. Wisari, Jakarta.
84
Hardinsyah & D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardinsyah, et al. 1989. Aspek Giz dan Daya Terima Menu Makanan Pokok Beragam Dalam Upaya Penyelenggaraan Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Gizi, Bogor. Harrisons’s. 2005. Principles Of Internal Medicine Volume II. Mc Graw-Hill Companies, United Stated of America. Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit : Diagnosis, Konseling & Preskripsi. EGC, Jakarta. Harper, L.J., B.J. Deaton, & J.A. Driskel. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian (Suhardjo, Penerjemah). UI Press, Jakarta. The Journal Of The American Medial Association.2004. Nutritional Content of Hospital Diets. American Medical Association. Vol. 291 No. 18, 12 Mei. Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Moehyi, S. 1989. Ilmu Gizi Jilid 2. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhatara, Jakarta. . 1997. Pengaturan Makan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit. Gramedia, Jakarta. Mukrie, N.A.,A.B. Ginting, I. Ngadiarti, A. Hendrorini, N. Budiarti, & Tugiman. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi dan Departemen Kesehatan RI Jakarta. Nasoetion, A. 1989. Cara Pnilaian Kualitas Hidangan dan Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Noras, J. U. 2000. Penilaian Pasien Terhadap Pelayanan Gizi Diruang Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Papalia, D.E. & Olds. 1986. human development (3 company, Newyork.
rd
ed). McGraw-Hill Book
Purwati, Salimar & Rahayu. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita tekanan Darah Tinggi. Penebar Swadaya, Jakarta. Pranadji, K.D & Rina, Y. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Trubus Agriwidya, Jakarta.
85
Pranaka, Sri & Rejeki. 2006. Hubungan Status Gizi dengan Hasil Akhir Perawatan Penderita Divis Geriarti Rumah Sakit Kariadi Semarang. Dalam Media Medika Indonesiana. Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Tengah. Volume: 4. Riyadi, H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Buku Ajar Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. Rilayantono, L. S, et al. 1989. Kardiologi. FKUI. Jakarta. Santoso. 2000. Penatalaksanaan Awal Jantung Berdasarkan Paradigma Sehat. http:/www.new merapi. net/umum/jantung/index. 30 mei 2007 Siauw, S I. 1994. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi). Dabara Publisers, Jakarta. Subandriyo, V. U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor Tambunan, V. 2003. Panduan Pengalaman Laporan I dan Program Integrasi (Gizi Lansia dan Faktor Resiko Hipertensi). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
86
LAMPIRAN
87
Lampiran 1
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUP FATMAWATI JAKARTA
KEPALA INSTALASI GIZI
TATA USAHA WAKIL KEPALA INSTALASI GIZI
Penyelia Umum Diklit dan SDM
Penyelia Produksi
Penyelia Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan
88
Lampiran 2 Menu Makanan Utama Kelas ll dan lll Menu ke-
Pagi
Siang
1
• Daging bumbu tomat • Oseng tempe daun bawang, • Capcay sayur baso
• Ikan panggang bumbu pepes • Tahu bumbu terik • Sayur asam • Buah : jeruk
2
• Ayam bumbu semur • Opor tahu • Oseng kacang panjang+labu siam
• • • •
3
• Daging bumbu semur • Tempe terik • Oseng toge + tahu
• • •
• Ayam bumbu semur • Opor tahu • Sgr kacang panjang+labu siam
• • • •
4
5
6
7
•
Sore • Ayam panggang bumbu kecap • Tempe bacem • Kare buncis + wortel • Buah : pisang
Daging bumbu semur • Ikan panggang bumbu gulai Tempe bacem • Perkedel tahu baker Sup sayuran • Bening bayam+labu Buah : semangka siam • Buah : pisang ambon Telur dadar • Ayam panggang bumbu kecap Semur tahu • Oseng tempe+daun Sup makaroni + bawang ayam • Gulai buncis+labu siam Buah : melon • Buah : pepaya Daging bumbu terik Tim tahu Sayur lodeh Buah : jeruk
• Opor telur • Tempe bacem • Cah caisin + tahu
• Ikan panggang bumbu kuning • Tempe bacem • Sup oyong+wortel • Buah : pepaya
• Ayam panggang bumbu kecap • Terik tahu • Soto toge+ soun • Buah : semangka • Kare ayam • Daging bumbu semur • Tahu bacem • Terik tempe • Oseng buncis • Cap sayuran+baso +jagung manis+baso • Buah : melon
• Semur daging • Tempe bumbu terik • Sayur asam Buah : pepaya
• Opor ayam • Semur tahu • Oseng kacang panjang+tempe
• • • •
• Semur daging
• Ikan panggang bumbu kuning • Tempe bumbu terik • Bobor bayam+labu siam • Buah : jeruk • Ayam panggang
• Ayam panggang bumbu kecap • Tahu bacem • Sayur lodeh • Buah : pepaya Daging empal basah Rollade tahu Soto mie Buah : pepaya
• Ikan panggang bumbu
89
8
• Terik tahu • Ca buncis + labu siam
kecap • Tempe bacem • Cap cay sayur baso • Buah : semangka
kuning • Semur tahu • Sup buncis + jagung manis • Buah : pisang ambon
Lampiran 2 Menu Makanan Utama Kelas ll dan lll (lanjutan) Menu ke9
10
31
Pagi
Siang
Sore
• Ayam bumbu semur • Ikan panggang bumbu kuning • Tempe bacem • Semur tahu • Oseng kacang panjang+tempe • Gulai buncis+labu siam • Buah: melon
• • • •
• Daging semur • Terik tahu • Ca buncis+jagung manis+baso
• Ayam bumbu terik • Perkedel tahu panggang • Sup oyong+wortel • Buah: pisang raja
• Ca daging + bawang bombay • Semur tahu • Sayur lodeh • Buah : pepaya
• Semur telur • Opor tahu • Cah kacang panjang+tempe
• Ayam bumbu kare • Tempe bacem • Bobor bayam + labu siam • Buah : semangka
• Semur daging • Cah tahu daun bawang • Sup oyong + soun • Buah : pisang ambon
Semur telur kering Terik tempe Laksa toge Buah : pepaya
90
Lampiran 3 Menu Selingan l
Puding roti
ll
Bubur kacang hijau
lll
Agar-agar srikaya
lV
Pisang rebus
V
Bubur kacang hijau
Vl
Kue talam coklat
Vll
Pisang rebus
Vlll
Roti manis
lX
Kacang hijau
X
Hunkwe pisang
XI
Puding roti
91
Lampiran 4 Standar Porsi Diit Jantung ll dan Jantung lll Kandungan energi dan Zat Gizi Diit Jantung ll Diit Jantung lll Energi Protein Lemak Energi Protein Lemak (Kkal) (g) (g) (Kkal) (g) (g) 1800,2 67,9 37,3 2030,8 71,1 44,8 Bahan Diit Jantung ll Bahan Diit Jantung lll makanan makanan Berat URT Berat URT (gr) (gr) Pagi Pagi Bubur 250 12 sdm Nasi tim 200 10sdm Daging 40 1 ptg Daging 40 1 ptg Sayuran 75 ¾ gls Sayuran 75 ¾ gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Jam 10.00 Jam 10.00 Selada 200 1 ptg Selada 200 1 ptg buah buah Gula pasir 10 1 sdm Gula pasir 10 1 sdm Siang Bubur 300 15 sdm Nasi tim 300 15 sdm Daging 40 1 ptg Daging 40 1 ptg Tempe 50 1ptg Tempe 30 1ptg Sayuran 100 1 gls Sayuran 100 1 gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Buah 200 1 ptg Buah 200 1 ptg pepaya pepaya Jam 16.00 Jam 16.00 Sirup 20 2 sdm Tepung 20 gr 4 sdm susu skim Tepung 20 4 sdm Gula pasir 10 gr 1 sdm susu skim Buah 75 1 buah Buah 75 gr 1 bh pisang pisang Malam Malam Bubur 250 12 sdm Nasi tim 300 15 sdm Ikan 50 1 ptg Daging 50 1 ptg Tempe 30 1 ptg Tempe 30 1ptg Sayuran 100 1 gls Sayuran 100 1 gls Minyak 5 ½ sdm Minyak 5 ½ sdm Buah 75 1 bh Buah 75 1 ptg pisang pisang
92
Lampiran 5 Standar Porsi Diit rendah Garam NB Bahan makanan Energi (Kkal) 1904 Pagi Nasi Telur Tahu Sayuran minyak Jam 10.00 Buah Siang Nasi Daging Tempe Sayuran Minyak Buah Jam 16.00 Buah Malam Nasi Daging Tempe Sayuran Minyak Buah
Rendah garam ll Berat (gr) Protein (g)
URT Lemak (g)
64,1
54,6
150 50 50 75 5
10 sdm 1 btr 1 ptg ¾ gls ½ gls
200
1 ptg pepaya
150 40 30 100 10 75
10 sdm 1 ptg 1 ptg 1 gls 1 sdm 1 bh pisang
200
1 ptg pepaya
150 40 30 100 10 75
10 sdm 1 ptg 1 ptg 1 gls 1 sdm 1 bh pepaya
93