ANALISIS ZAT GIZI DAN HARGA PLATE WASTE PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA
AMIDA NUR YAUMAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Zat Gizi dan Harga Plate Waste pada Pasien Rawat Inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Amida Nur Yaumah NIM I14120084
ABSTRAK AMIDA NUR YAUMAH. Analisis Zat Gizi dan Harga Plate Waste pada Pasien Rawat Inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan REISI NURDIANI. Penelitian ini bertujuan menganalisis zat gizi dan harga plate waste pada pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah case study dengan jumlah contoh 66 orang yang terdiri dari 25 orang per siklus menu selama 10 hari. Data karakteristik contoh dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner, sedangkan sisa makanan contoh diperoleh melalui penimbangan dan menggunakan formulir visual Comstock. Hasil analisa menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, pendidikan, dan penyakit dengan jumlah sisa makanan (p>0.05). Uji kesukaan (warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan) dan kepuasan (citarasa, waktu, petugas, kebersihan, dan kepuasan pelayanan gizi) tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan jumlah sisa makanan (p>0.05). Kata kunci : harga, pasien rawat inap, sisa makanan
ABSTRACT AMIDA NUR YAUMAH. Analyse of Nutrients and Plate Waste Prices in Patients in RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Supervised by FAISAL ANWAR and REISI NURDIANI. The aim of this study was to analyse of nutrients and plate waste prices in patients in RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. The design was a case study with 66 subjects, which consisted of 25 patients per10-day cycle menu. Data for subject characteristics were collected through questionnaires, while the plate waste of subject were collected by weighing and using visual form Comstock. The result showed that there were no significant correlations between sex, age, education, and disease with plate waste (p>0.05). Hedonic test (color, aroma, flavor, texture, and overall) and level of satisfaction (taste, time, personnel, hygiene, and nutrition services) were not significantly correlated with plate waste (p>0.05). Key words : price, patients, plate waste
ANALISIS ZAT GIZI DAN HARGA PLATE WASTE PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA
AMIDA NUR YAUMAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Zat Gizi dan Harga Plate Waste pada Pasien Rawat Inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta”. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku pembimbing akademik dan sebagai dosen pembimbing skripsi pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan selama perkuliahan sampai dengan terselesaikannya skripsi. 2. Reisi Nurdiani, SP., M.Si selaku pembimbing skripsi kedua yang telah memberikan kesempatan, motivasi, bimbingan, dan arahan sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi. 3. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku pemandu seminar dan sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran, masukkan, dan motivasi. 4. Kepala Rumah Sakit, Kepala Instalasi Gizi, Ahli gizi dan staf RSPAD Gatot Soebroto yang telah memberikan izin, sarana, dan waktu untuk terlaksananya penelitian ini. 5. Kedua orangtua Papap (Dadang Suherman) dan Mamah (N. Minarni), dan adik (Rubidium Wildan Mubarok dan Hilyatun Jamilah), serta keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil. 6. Teman-teman Feni, Mia, Anisa, Indri, Cut, Maedyta, Nadia, Muthia, Tevin, Fahrul, dan jungle land Levita, Ajeng, Seila, Fajria, Rily, Jannah, Syifa, Dyana, Lendy, dan Muti’ah dan My Family Dena, Chintya, Elza, Putri, Novie, Imam, Reisya, dan Anggia serta teman-teman AKG 49 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan. 7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, namun tidak sempat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, November 2016
Amida Nur Yaumah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 26 Mei 1994 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Dadang Suherman dan ibu N. Minarni. Penulis mendapatkan pendidikan formal berawal dari TK Cempaka (1999-2000), SDN 1 Purbahayu (2000-2006), SMP Terpadu Ar-risalah (2006-2009), SMAN 2 Ciamis (2009-2012). Penulis diterima sebagai mahasiswa di IPB melalui jalur SNMPTN Tulis pada tahun 2012 pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusi (FEMA). Selama masa perkuliahan, penulis berkontribusi dalam berbagai kegiatan kepanitiaan diantaranya adalah panitia MAGNET (HIMAGIZI-Network) sebagai anggota divisi dana usaha pada tahun 2015, dan panitia Seminar Nasional Nutrition Fair 2015 sebagai anggota divisi kesekretariatan. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata -Keprofesian (KKN-P) di desa Kerta Mekar, Kecamatan Tanjung Kerta, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada tahun 2015 selama dua bulan sebagai profesi gizi masyarakat dalam program revitalisasi posyandu, pendidikan gizi sekolah dasar, konsultasi gizi puskesmas, dan penyuluhan ibu dan balita gizi kurang dan gizi buruk. Penulis juga melaksanakan Internship Dietetics and Food Service di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta pada tahun 2015 selama lima minggu. Selama internship penulis melaksananan proses asuhan gizi terstandar dalam penatalaksanaan diit kasus diabetes melitus ketoasidosis, karsinoma nasofaring (KNF), dan kanker lidah.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan
3
Manfaat
3
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE
5
Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian
5
Teknik Penarikan Contoh
6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Gambaran Umum
10
Penyelenggaraan Makanan RSPAD Gatot Soebroto
11
Karakteristik Contoh
14
Siklus Menu Rumah Sakit
15
Asupan Makanan Pasien
17
Daya Terima
19
Nilai Zat Gizi Sisa Makanan
24
Harga Sisa Makanan
25
Hubungan Antar Variabel
26
SIMPULAN DAN SARAN
29
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
34
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data 2 Kategori karakteristik contoh 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit 6 Siklus menu rumah sakit 7 Asupan zat gizi contoh 8 Tingkat kecukupan zat gizi 9 Sisa berat sisa makanan contoh 10 Sisa berat sisa makanan contoh menurut jenis penyakit 11 Sebaran tingkat kesukaan contoh pada siklus menu 12 Sebaran contoh yang menyatakan tidak suka menurut jenis penyakit 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan 14 Sebaran contoh yang menyatakan tidak puas menurut jenis penyakit 15 Rata-rata zat gizi sisa makanan contoh 16 Rata-rata harga sisa makanan contoh
7 7 14 14 15 16 17 18 19 20 21 22 22 23 24 25
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian analisis zat gizi dan harga plate waste pada pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad 2 Persentase tingkat ketersediaan zat gizi contoh 3 Distribusi sentralisasi 4 Distribusi sentralisasi
5 18 36 36
DAFTAR LAMPIRAN
1 Menu RSPAD Gatot Seobroto Ditkesad 2 Dokumentasi Penelitian
34 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penyelenggaraan makanan institusi pada dasarnya terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan (bersifat non komersial). Penyelenggaraan makanan komersial dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, seperti restoran, snackbar, cafeteria, dan catering. Sedangkan penyelenggaraan makanan non komersial dilakukan oleh suatu institusi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial, seperti asrama, panti asuhan, rumah sakit, sekolah dan lain-lain (Moehyi 1992). Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Penyelenggaraan makanan dilakukan dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi. Pelayanan makanan (food service) di rumah sakit merupakan salah satu bentuk kegiatan pelayanan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dalam upaya mempercepat penyembuhan penyakit, mencapai status gizi optimal dan dapat memenuhi ukuran kepuasan pasien. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan dapat dinilai dari ada tidaknya sisa makanan, sehingga sisa makanan dapat dipakai sebagai indikator untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan gizi rumah sakit (Depkes RI 2013). Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Amerika tahun 2012, menyatakan bahwa sisa makanan pasien di ruang rawat inap selama 6 hari, secara total 38% dari makanan yang disediakan oleh dapur rumah sakit tersisa (Van Bokhrost-de van der Schueren et al. 2012). Penelitian di sebuah rumah sakit di Seoul menemukan rata-rata sisa makanan pasien sebesar 49.6% (Yang 2001). Penelitian lain di sebuah rumah sakit di Malaysia menemukan rata-rata sisa makanan pasien sebesar 42.6% (Zakiah 2005). Makanan sisa pasien masih banyak terjadi di berbagai rumah sakit di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung didapatkan bahwa rata-rata sisa makanan lunak sebesar 31.2% (Munawar 2011). Begitu pula dengan penelitian Djamaluddin (2005), yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh rata-rata sisa makanan sebesar 23.41% dan biaya yang terbuang sebesar Rp1265 08.- atau 10.79% dari biaya makan pasien per hari. Hasil ini lebih tinggi dari indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disyaratkan untuk pelayanan gizi rumah sakit menurut Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien ≤20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di Indonesia (Depkes RI 2008).
2
Sisa makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri pasien (internal) dan faktor dari luar pasien (eksternal). Nafsu makan merupakan faktor utama dalam diri pasien yang menyebabkan tingginya sisa makanan. Menurut penelitian Van Bokrost-de van der Schueren et al. (2012) menyatakan bahwa, semakin rendahnya nafsu makan pasien, maka semakin tinggi sisa makanan pasien. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien dapat menekan atau menurunkan nafsu makan. Beberapa efek khusus obat dapat menyebabkan perubahan indera pengecap dan penciuman, mual dan muntah. Faktor lainnya yaitu seperti usia, jenis kelamin, kelas perawatan, lama perawatan, dan jenis penyakit yang diderita. Menurut penelitian Zakiah (2005), menyatakan bahwa pasien dengan usia >50 tahun lebih banyak menyisakan makanan dibandingkan dengan pasien dengan usia <50 tahun. Yang (2001) menyatakan bahwa, sisa makanan pasien perempuan lebih besar dibandingkan dengan sisa makanan pasien laki-laki, serta sisa makanan pasien bedah lebih tinggi dibandingkan dengan pasien lainnya. Semakin tinggi tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien maka semakin tinggi sisa makanan pasien (Van Bokrost-de van der Schueren et al. 2012). Sisa makanan dapat disebabkan dari faktor makanan itu sendiri seperti aroma, rasa, penampilan makanan, besar porsi, variasi menu dan faktor lingkungan seperti jadwal makan, adanya asupan makan dari luar RS, alat makan dan petugas penyaji makanan (Djamaluddin 2005). Menurut Munawar (2011), rasa dari makanan yang hambar dapat menyebabkan seseorang memiliki nafsu makan yang kurang untuk mengonsumsi makanan tersebut. Selain itu, terdapat hubungan yang bermakna antara penampilan makanan dan penyaji makanan dengan sisa makanan pasien. Adanya sisa makanan ini mengakibatkan ketidakcukupan asupan nutrisi pada pasien seperti Ca, Fe, Vit. B2, dan menimbulkan kerugian keuangan yang besar (Yang 2001). Makanan mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar, sehingga diperlukan penyelenggaraan makanan yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti tingkat keberhasilan penanganan terhadap pasien cukup tinggi dan efisien berarti hemat dalam penggunaan sumber daya yang ada. Tingginya sisa makanan mengakibatkan kebutuhan gizi pasien tidak adekuat dan secara ekonomis menunjukkan banyaknya biaya yang terbuang. Adanya biaya yang terbuang menyebabkan anggaran makanan kurang efisien, sehingga pengelolaan biaya makan tidak mencukupi kebutuhan pasien. Terdapat zat gizi yang terbuang pada sisa makanan pasien, terutama zat gizi energi, protein, dan lemak yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien (Depkes RI 1991). RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit tingkat satu dan menjadi rujukan tertinggi di jajaran TNI yang memberikan perawatan kesehatan untuk prajurit TNI AD, Pegawai Negeri Sipil serta masyarakat umum. RSPAD Gatot Soebroto merupakan rumah sakit tipe A yang terletak di Jakarta Pusat yang belum pernah dilakukan penelitian serupa mengenai sisa makanan pasien. RSPAD Gatot Soebroto merupakan salah satu rumah sakit terbesar di Indonesia dengan biaya makanan pasien yang sama rata untuk semua kelas perawatan, yang membedakan hanya jenis diet pasien. Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari (2016), diketahui bahwa terdapat sisa makanan sebesar 33.3% dengan jumlah sisa terbesar berasal dari makanan pokok (43.3%). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah sisa makanan pasien, zat
3
gizi dan harga dari sisa makanan tersebut, penyelenggaraan makanan di rumah sakit tersebut.
sebagai
bahan
evaluasi
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan masalah seperti di bawah ini. 1. Bagaimana karakteristik pasien? 2. Bagaimana siklus menu rumah sakit? 3. Bagaimana konsumsi dan tingkat kecukupan gizi pasien? 4. Bagaimana daya terima menu rumah sakit dengan uji kesukaan, kepuasan pasien, dan jumlah sisa makanan pasien? 5. Berapakah zat gizi sisa makanan pasien? 6. Berapakah estimasi harga sisa makanan pasien? 7. Bagaimana hubungan karakteristik pasien dengan jumlah sisa makanan pasien? 8. Bagaimana hubungan antara uji kesukaan dan kepuasan pasien dengan jumlah sisa makanan pasien?
Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jumlah zat gizi dan harga plate waste pada pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Tujuan Khusus 1. Menganalisis karakteristik pasien yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan jenis penyakit pasien. 2. Menganalisis siklus menu rumah sakit. 3. Menganalisis konsumsi dan tingkat kecukupan gizi pasien. 4. Menganalisis daya terima menu rumah sakit dengan uji kesukaan, kepuasan pasien, dan jumlah sisa makanan pasien. 5. Mengidentifikasi nilai zat gizi sisa makanan pasien. 6. Mengidentifikasi estimasi harga sisa makanan pasien. 7. Menganalisis hubungan karakteristik pasien dengan jumlah sisa makanan pasien. 8. Menganalisis hubungan antara uji kesukaan dan kepuasan pasien dengan jumlah sisa makanan pasien.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti mengenai analisis zat gizi dan harga dari sisa makanan, sebagai bahan dasar untuk melakukan evaluasi saat bekerja nanti. Hasil penelitian diharapkan bisa bermanfaat bagi rumah sakit sebagai bahan evaluasi pelayanan gizi di RSPAD Gatot Soebroto dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
4
siklus menu secara berkala sehingga lebih efisien dalam penggunaan dana dan efektif dalam kecukupan gizi pasien agar pasien terhindar dari malnutrisi. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada instansi pendidikan mengenai analisis zat gizi dan harga akibat dari sisa makanan tersebut.
KERANGKA PEMIKIRAN Penyelenggaraan makanan rumah sakit terdiri dari serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, yang terdiri atas perencanaan menu dan anggaran belanja, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, persiapan dan pengolahan bahan makanan, pendistribusian kepada konsumen, pelaporan serta evaluasi (Depkes RI 2013). Hasil dari penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah makanan yang disajikan ke pasien rawat inap. Mutu makanan memengaruhi daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit. Indikator untuk mutu makanan yang disajikan rumah sakit dapat dilihat dari cita rasanya yang berupa penampilan makanan (besar porsi, warna makanan, dan penyajian) serta rasa makanan (aroma, bumbu, dan tekstur makanan yang disajikan) (Almatsier 2010). Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam keadaan sakit. Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari malnutrisi. Kebiasaan makan pasien memengaruhi asupan makan pasien di rumah sakit, adakalanya pasien tidak hanya mengonsumsi makanan dari rumah sakit saja, pasien juga mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Daya terima terhadap suatu makanan dapat diketahui dengan mengukur tingkat konsumsi pasien, serta uji hedonik (kesukaan) dan kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit. Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka semakin tinggi sisa makanan dan semakin rendah tingkat kecukupan zat gizi pasien. Sisa makanan merupakan indikator untuk mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit. Penyelenggaraan makanan optimal jika sisa makanan ≤20% dari makanan yang disajikan rumah sakit (Depkes RI 2008). Bersamaan dengan sisa makanan terdapat zat gizi yang terbuang, yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, terdapat biaya yang dikeluarkan rumah sakit yang terbuang dari makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien. Berikut adalah kerangka pemikiran penelitian analisis zat gizi dan harga plate waste pada pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto disajikan dalam Gambar 1.
5
Makanan rumah sakit
Karakteristik makanan: - Aroma - Warna - Rasa - Tekstur - Keseluruhan
Karakteristik contoh: - Usia - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Jenis penyakit
Daya terima : - Kesukaan - Kepuasan
Konsumsi makanan Makanan luar rumah sakit
Sisa makanan
Zat gizi yang terbuang
Harga sisa makanan
Tingkat Kecukupan Gizi
Status gizi
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian analisis zat gizi dan harga plate waste pada pasien rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
METODE
Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah case study, yaitu suatu penelitian dimana peneliti menggali suatu kasus dalam suatu waktu dan kegiatan serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu (Creswell 1998). Penelitian dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad di Jakarta Pusat. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa rumah
6
sakit belum pernah dilakukan penelitian serupa analisis zat gizi dan harga sisa makanan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2016, yang mencakup perizinan, penentuan contoh, dan pengambilan data. Penelitian dilakukan terhadap sisa makanan pasien setiap makan pagi, siang dan sore selama perawatan maksimal 10 hari.
Teknik Penarikan Contoh Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh pasien rawat inap RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta Pusat. Contoh penelitian adalah pasien rawat inap ruang perawatan umum dengan kriteria inklusi sebagai berikut: berusia 20 tahun ke atas, berada pada ruang rawat inap sejak tanggal dimulainya penelitian, pasien mempunyai kesadaran yang baik, pasien yang mendapatkan diet lunak, dan telah mendapatkan minimal satu kali makan dari rumah sakit. Kriteria eksklusi: pasien puasa, pasien pulang, pasien mendapat diet biasa, diet cair, dan diet lunak rendah garam. Besar contoh minimal dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus (Lemeshow 1997). Z ∝2 PQ 𝑛= 𝑑2 𝑛 = 22 Keterangan : n = Jumlah contoh Zα = Koefisien reliabilitas dengan α = 5%, sehingga Zα = 1.96 P = Proporsi pasien yang menyisakan makanan sebesar 0.333 Q = 1-P = 1-0.333 = 0.667 d = Tingkat presisi sebesar 20% Berdasarkan rumus (Lemeshow 1997) besar contoh di atas diperoleh jumlah contoh sebanyak 22 orang, untuk menghindari terjadinya drop out ditambahkan 10% sehingga menjadi 25 orang contoh dalam sehari. Jumlah contoh yang diambil pada saat penelitian selama 10 hari yaitu 66 orang. Beberapa pasien mendapatkan lebih dari satu siklus menu selama penelitian berlangsung.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa karakteristik contoh dan sisa makan contoh. Karakteristik contoh dikumpulkan dengan cara wawancara dengan bantuan kuesioner, sedangkan sisa makan contoh diperoleh melalui penimbangan/weighing (Williams 2011) dan menggunakan formulir visual Comstock (1981). Data sekunder berupa riwayat rumah sakit dan jumlah pasien rawat inap diperoleh dari data yang ada di bagian rawat inap dan instalasi gizi. Selain itu data kandungan zat gizi diperoleh dari daftar kandungan bahan makanan (DKBM). Data harga diperoleh dari biaya per menu yang ditetapkan oleh RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Selengkapnya, jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1 berikut.
7
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No 1 2
3 4 5
6
Data Profil ruang rawat inap dan dapur Karakteristik Contoh - Nama - Usia - Jenis Kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Jenis Penyakit - Jenis Diet Sisa makanan contoh Harga menu Konsumsi - Kebutuhan zat gizi - Asupan zat gizi Daya terima - Kesukaan - Jumlah sisa makanan - Kepuasan
Jenis Data Sekunder
Primer
Cara Pengumpulan Arsip rumah sakit
Wawancara dengan kuesioner
Sekunder
Rekam medis
Primer Sekunder
Penimbangan + Comstock Arsip dapur rumah sakit
Sekunder
Rekam Medis
Primer
Penimbangan+ wawancara
Primer
Wawancara + Penimbangan
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diambil dari contoh dikumpulkan kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dan analisis korelasi. Tahapan yang dilakukan yaitu editing untuk menghindari kesalahan, koding karakteristik contoh, entri data, analisis data, dan uji statistik. Selengkapnya, disajikan kategori karakteristik contoh pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Kategori karakteristik contoh Karakteristik Contoh Usia
Jenis Kelamin Pendidikan
Pekerjaan
Jenis Penyakit
Kategori 19-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun 60-69 tahun ≥70 tahun Laki-laki Perempuan Tidak sekolah/Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan tinggi Tidak Bekerja Buruh PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular
Sumber Pustaka Depkes RI 2013
-
-
-
8
Tabel 2 Kategori karakteristik contoh (lanjutan) Karakteristik Contoh Jenis Diet
Sisa Makanan
Kesukaan Kepuasan Asupan Zat Gizi
Kategori Diet biasa Diet lunak Diet Cair Skor 0 (0%) jika tidak ada sisa makanan Skor 1 (25%) jika tersisa ¼ porsi Skor 2 (50%) jika tersisa ½ porsi Skor 3 (75%) jika tersisa ¾ porsi Skor 4 (95%) jika tersisa hampir mendekati utuh Skor 5 (100%) jika tersisa semua Suka Tidak Suka Puas Tidak Puas Kurang (<80%) Baik (80-110%) Lebih (>110%)
Sumber Pustaka Almatsier 2004
Comstock 1981 (terstandarisasi oleh Depkes 2012)
Hardinsyah dan Tambunan (2004)
Jenis penyakit pasien dikelompokkan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular terdiri dari penyakit diare, infeksi, dan malaria, sedangkan penyakit tidak menular terdiri dari penyakit diabetes, jantung, ginjal, bedah, dan syaraf. Sisa makanan dapat diketahui dengan menghitung selisih berat makanan yang disajikan dengan berat makanan yang dihabiskan lalu dibagi berat makanan yang disajikan dan diperlihatkan dalam persentase (NHS 2005). Menurut NHS (2005), sisa makanan dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: % 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝑀𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑖𝑠𝑎 𝑀𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 Berat Makanan yang Disajikan
x 100%
Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi dihitung menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994) : KGij = {(Bj/100) x (Gij x (BDDj/100)} Keterangan : Kgij = Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj = Berat bahan pangan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dalam 100 gram bahan pangan j BDDj = % bahan pangan j yang dapat dimakan (%BDD)
Kebutuhan energi basal ditentukan dengan menggunakan formula resting energy expenditure (REE) dari persamaan Haris Benedict untuk pasien dengan status gizi normal (Hartono 2004) : REE laki-laki = 66.5 +13.7 BB + 5.0 TB – 6.8 U REE perempuan = 665 + 9.7 BB + 1.7 TB – 4.7 U Keterangan : BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi badan (cm) U = Usia (tahun)
9
Kebutuhan energi basal ditentukan dengan menggunakan formula resting energy expenditure (REE) dari persamaan Mifflin-St. Jeor untuk pasien dengan status gizi obesitas (Mifflin 1990) : REE laki-laki = 9.99 BB + 6.25 TB – 4 U + 5 REE perempuan = 10 BB + 6 TB + - 5 U + 161 Keterangan : BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi badan (cm) U = Usia (tahun)
Kebutuhan energi total diperhitungkan dari REE, faktor stres dan aktivitas fisik setiap individu. Sedangkan kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan jenis penyakitnya (Almatsier 2010). Asupan zat gizi selama dirawat diperhitungkan dari makanan yang dikonsumsi baik yang berasal dari rumah sakit maupun luar rumah sakit. Asupan makanan rumah sakit diperoleh dengan cara penimbangan dan mengamati sisa makanan dengan metode visual Comstock, sedangkan asupan dari luar rumah sakit dengan metode food recall. Data tingkat konsumsi diperoleh dengan cara membandingkan rata-rata asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi pasien. Data dientri ke dalam program komputer, kemudian data dianalisis menggunakan bantuan Micosoft Excel 2007 for Windows dan SPSS (Statistical Program for Social Science) version 18.0 for Windows. Uji Komogorov-Smirnov digunakan untuk menguji normalitas data, disebabkan jumlah contoh yaitu 66 orang. Uji statistik lainnya yang digunakan yaitu uji korelasi Sperman untuk data tidak normal, Pearson untuk data normal, dan uji Chi-square.
Definisi Operasional Besar porsi makanan adalah ukuran makanan yang disajikan sesuai dengan standar porsi. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan makanan dalam rangka menghasilkan suatu menu. Biaya yang hilang adalah biaya dari sisa makanan pasien, dihitung dari konversi sisa makan pasien ke rupiah dengan menggunakan harga per menu yang diberlakukan oleh rumah sakit. Daya terima adalah tingkat penerimaan pasien terhadap makanan yang disajikan dan dapat diukur dari tingkat konsumsi dan sisa makanan. Harga per menu adalah harga setiap menu yang disajikan yang dihitung dari biaya bahan baku untuk memproduksi setiap menu. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Menu pasien adalah makanan utama yang diberikan kepada pasien dalam bentuk diet lunak atau makanan biasa yang terdiri dari makan pagi, siang, dan sore. Pasien rawat inap adalah pasien yang menempati ruang rawat inap pada saat penelitian dilakukan, minimal telah mendapat satu kali makanan utama rumah sakit.
10
Siklus menu adalah daftar menu makan utama rumah sakit yang diberlakukan secara berulang setiap 10 hari +1. Sisa makanan adalah berat (gram) dari makanan yang disajikan kepada pasien dan benar-benar dapat dimakan, tetapi tidak habis dimakan atau tidak dimakan dan dibuang sebagai sampah, diukur dengan melakukan penimbangan langsung dan formulir visual comstock. Standar porsi adalah standar berat makanan yang diberikan rumah sakit, diperoleh dari penimbangan sebelum penyajian. Tingkat konsumsi adalah perbandingan rata-rata asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi seseorang. Waktu makan adalah waktu penyajian makanan menurut pembagian waktu (makan pagi, siang dan sore). Zat gizi yang hilang adalah zat gizi dari sisa makanan pasien, dihitung dari konversi sisa makan pasien ke kandungan zat gizi berdasarkan daftar kandungan bahan makanan (DKBM).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Ditkesad (disingkat RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad) adalah sebuah rumah sakit tipe A yang terletak di Jakarta Pusat, tepatnya berada di Jl. Dr. Abdul Rachman Saleh. RSPAD berada di bawah Komando Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang didirikan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1819. Saat ini RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan rumah sakit tingkat satu dan menjadi rujukan tertinggi di jajaran TNI yang memberikan perawatan kesehatan untuk prajurit TNI AD, Pegawai Negeri Sipil serta masyarakat umum. Visi dari RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yaitu menjadi rumah sakit berstandar Internasional, rujukan utama, dan rumah sakit pendidikan serta merupakan kebanggan prajurit dan masyarakat. Sedangkan misinya adalah menyelenggarakan fungsi rumah sakit tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI-AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI-AD; menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara menyeluruh untuk prajurit atau PNS TNI-AD dan keluarga serta masyarakat; mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan; meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan; dan memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad merupakan salah satu rumah sakit terbesar di Indonesia dengan biaya makanan pasien yang sama rata untuk semua kelas perawatan, yang membedakan hanya jenis diet pasien.
11
Penyelenggaraan Makanan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Perencanaan Menu dan Anggaran Biaya Perencanaan menu di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad diawali dengan pembentukan tim kerja yang disebut Si Diamak (Seksi Penyedia Makanan). Perencanaan menu dilakukan setiap sekali dalam setahun dengan pertimbangan kekuatan pasien, kesukaan, dan variasi menu yang direncanakan oleh Si Diamak Unit Gizi dan tim penyusun menu Si Diamak. Tim ini terlebih dahulu melakukan perincian jumlah pasien yang akan dilayani termasuk jenis dietnya, serta dilakukan pengumpulan data peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia. Penyusunan bahan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dimulai dengan menetapkan jumlah pasien rata-rata yang dirawat, kemudian menghitung macam bahan makanan dalam satu siklus menu. Penyusunan bahan makanan ditetapkan kurun waktu kebutuhan makanan dan berapa siklus dalam satu periode menggunakan kalender. Selanjutnya dihitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan untuk kurun waktu yang ditetapkan, yaitu untuk satu bulan, enam bulan, satu tahun. Siklus menu yang digunakan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yaitu siklus menu 10 hari +1 yang ditetapkan untuk satu tahun. Kebutuhan bahan makanan dimasukkan ke dalam formulir kebutuhan bahan makanan lengkap dengan spesifikasinya, dan digolongkan berdasarkan jenis bahan makanan segar dan bahan makanan kering. Anggaran belanja bahan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad didasarkan pada penggunaan dana BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Anggaran untuk makan pasien dari dana BPJS adalah Rp 40 000,-/orang perhari. Anggaran tersebut diperuntukkan menyediakan bahan makanan untuk tiga kali makan utama, satu snack, dan satu buah dalam satu hari. Anggaran biaya tersebut ditunjukan untuk semua kalangan dengan tidak membedakan kelas perawatan pasien. Kelas VIP, kelas 1, 2 dan 3 mendapatkan makanan dengan jenis yang sama dan disesuaikan dengan jenis dietnya. Perhitungan anggaran biaya bahan makanan dilakukan oleh Kaur Si Diamak atau bagian penyedia makanan yang didasarkan pada kekuatan pasien. Berat standar bahan makanan Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yaitu makanan pokok 150 gram, lauk hewani 50 gram, lauk nabati 50 gram, sayur 100 gram, buah 100 gram, snack 50 gram, dan gula 13 gram. Harga per satuan bahan makanan yang disepakati oleh supplier yaitu makanan pokok Rp 17 per gram, lauk hewani Rp 80 per gram, lauk nabati Rp 90 per gram, sayur Rp 15 per gram, buah Rp 15 per gram, snack Rp 30 per gram, dan gula Rp 10 per gram. Jumlah masing-masing bahan makanan sesuai standar porsi dikalikan dengan jumlah pasien yang ada pada hari sebelumnya dan dikalikan kembali dengan harga per satuan masing-masing yang disepakati oleh supplier. Hasil perhitungan tersebut menentukan harga yang harus dibayarkan rumah sakit untuk membeli bahan makanan yang dibutuhkan. Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam setiap perhitungan anggaran biaya bahan makanan selalu dilebihi 30 porsi untuk bahan makanan telur, 10 porsi untuk bahan makanan ayam, daging atau ikan untuk persediaan apabila terdapat pasien tambahan.
12
Pembelian Bahan Makanan Pembelian bahan makanan dilakukan dengan penyusunan permintaan bahan makanan yang sesuai dengan standar menu, standar resep, dan rata-rata jumlah pasien yang dirawat. Si Diamak RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad memiliki persyaratan umum untuk pemesanan bahan makanan yang meliputi adanya prosedur pengadaan bahan pangan, dana, anggaran penyedia bahan makan, memiliki form spesifikasi bahan makanan, menu dan jumlah bahan makanan. Bahan pangan dalam pengadaan bahan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan bahan makanan kering dan golongan bahan makanan basah. Golongan bahan makanan kering yaitu gula, tepung, garam, minyak, bumbu dapur, dan susu formula. Golongan bahan makanan basah dibagi menjadi dua golongan lagi yaitu golongan I dan golongan II. Golongan I bahan makanan basah meliputi lauk nabati, sayur, dan buah, sedangkan golongan II bahan makanan basah meliputi lauk hewani. Pengadaan bahan pangan dimulai dari pembuatan daftar taksiran bahan makanan yang terdiri dari bahan pangan yang dibutuhkan, spesifikasi, jumlah pemesanan untuk dua golongan pangan. Daftar taksiran bahan makanan dihitung sesuai dengan menu dan kekuatan pasien (jumlah pasien pada hari tertentu). Estimasi pasien untuk setiap taksiran 250 sampai 280 pasien. Kebutuhan makanan harian dihitung dengan cara mengalikan standar porsi suatu bahan makanan dengan perkiraan jumlah pasien. Pengadaan barang di Si Diamak (Seksi Penyedia Makanan) Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan dengan proses pemesanan dan pembelian barang yang dilakukan satu bulan sekali tetapi pengiriman bahan makanan dilakukan setiap hari, sesuai dengan prosedur pemesanan makanan yang mengacu pada SPO penyelenggaraan makanan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Prosedur pemesanan bahan pangan dimulai dengan memberikan daftar bahan pangan yang dibutuhkan kepada kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, pelelangan dilakukan setelah daftar bahan pangan diterima oleh Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad kepada perusahaan-perusahaan supplier bahan pangan, supplier bahan pangan yang terpilih akan ditunjuk sebagai rekanan penyedia bahan makanan oleh kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berasal dari supplier/rekanan. Pihak yang terlibat dalam pengecekan bahan makanan adalah Quality Control (QC) dan petugas gudang. Quality Control bertugas untuk melakukan pengecekan bahan makanan dalam hal kualitas sedangkan petugas gudang melakukan pengecekan dalam hal kuantitas. Penerimaan bahan makanan dimulai dengan pemeriksaan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi. Bahan makanan yang telah sesuai spesifikasi lalu diberi label tanggal kedatangan di setiap kemasannya. Kemudian bahan makanan yang telah diberi label disimpan di gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau langsung digunakan untuk persiapan menu hari itu. Jika terdapat bahan makanan yang tidak sesuai spesifikasi maka dikembalikan ke rekanan dan penggantian bahan makanan dilakukan pada hari yang sama. Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dalam penerimaan bahan makanan terdapat pemeriksaan kadar masing-masing zat yang bersifat toksik.
13
Pemeriksaan bahan makanan terdiri dari tes kit untuk pemeriksaan boraks, tes kit untuk pemeriksaan methanil yellow, tes kit untuk pemeriksaan Rodhamin B, dan tes kit untuk pemeriksaan formalin. Tujuan dari tes kit ini yaitu agar makanan yang dihasilkan bebas dari pengawet yang berbahaya serta menjadikan bahan makanan yang diolah tidak berbahaya saat di konsumsi pasien. Penyimpanan bahan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad terbagi menjadi dua bagian yaitu gudang makanan kering dan gudang makanan basah. Gudang makanan kering digunakan untuk menyimpan bahan makanan yang harus disimpan pada suhu ruang seperti beras, tepung, minyak, dan bumbu dapur. Gudang makanan segar digunakan untuk menyimpan lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan bumbu. Gudang kering di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad terbagi dua yaitu gudang I untuk penyimpanan beras dan susu kemasan dengan suhu 18.10C dan gudang II untuk penyimpanan bumbu-bumbu kering, makanan kemasan, dan buah dengan suhu 20.40C. Menurut PGRS (Depkes RI 2013), sayur, buah, dan minuman disimpan pada suhu 5-70C untuk waktu kurang dari 3 hari dan suhu ruangan bahan kering berkisar antara 19-210C. Pengeluaran bahan makanan kering menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out). Gudang makanan segar memiliki 6 chiller yang terdiri dari 2 chiller telur ayam, 2 chiller lauk nabati dan sayuran, 1 chiller bumbu, dan 1 chiller lauk hewani. Chiller telur dan chiller lauk nabati dan sayuran dibedakan menjadi chiller sore dan malam, dan chiller siang. Pengeluaran bahan makanan basah dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Persiapan dan Pengolahan Bahan Makanan Proses pelayanan makanan di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dimulai dari jam 07.00 – 12.00 WIB untuk makan siang, jam 13.00 – 18.00 WIB untuk makan malam, dan jam 12.00 – 05.00 WIB untuk makan pagi. Proses pengolahan makanan diawali dengan persiapan bahan pangan. Persiapan bahan makanan di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad memiliki lima bagian, yaitu persiapan bumbu, persiapan makanan pokok, persiapan lauk biasa, persiapan lauk diet, dan persiapan sayur. Bahan makanan yang telah disiapkan lalu diolah. Pengolahan bahan makanan dibagi menjadi dua tempat, yaitu pengolahan dapur utama dan pengolahan makanan enteral. Pengolahan di dapur utama dibagi menjadi empat tempat yaitu pengolahan makanan pokok, pengoalahan lauk biasa, pengolahan lauk diet, dan pengolahan sayur. Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad tidak mengolah snack untuk pasien, melainkan dipesan dari supplier snack. Makanan snack diberikan satu kali pada jam 08.00 WIB dan pemberian buah dilakukan satu kali pada waktu makan siang. Buah yang digunakan di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad hanya pisang dan pepaya. Penyajian dan Pendistribusian Makanan Pemorsian di Unit RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad yaitu menu di masukkan ke tempat makan yang terbuat dari Tupperware yang telah diberi label pada setiap tutupnya dengan keterangan nama pasien, ruangan, dan jenis diet pasien. Tempat makan pasien tersebut terbagi menjadi lima kotak yang dibatasi oleh sekat. Lima kotak tersebut diperuntukkan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, buah, dan sayur. Hal ini sesuai dengan prinsip pewadahan pada prinsip
14
penyajian makanan bahwa setiap jenis makanan harus ditempatkan dalam wadah terpisah dan memiliki tutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang (Depkes RI 2013). Sistem pendistribusian makanan yang digunakan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah sistem kombinasi, yaitu sistem pendistribusian makanan dengan cara sentralisasi untuk makanan utama dan desentralisasi untuk snack. Jadwal pembagian atau distribusi makanan di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad terbagi menjadi empat. Jadwal tersebut adalah makan pagi didistribusikan pada pukul 05.00 - 07.00 WIB, snack didistribusikan pada pukul 08.00 - 09.30 WIB, makan siang didistribusikan pada pukul 11.30 - 13.30 WIB, dan makan malam didistribusikan pada pukul 16.00 - 19.00 WIB.
Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini merupakan pasien rawat inap di gedung perawatan umum lantai 3 sampai lantai 6. Contoh merupakan pasien yang mendapatkan diet makanan lunak. Hal ini disebabkan saat penelitian dilaksanakan, pasien terbanyak yaitu pasien yang mendapatkan diet makanan lunak. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia dapa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia (tahun) 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70 Total
n 29 37 n 5 7 17 13 15 9 66
% 43.9 56.1 % 7.6 10.6 25.8 19.7 22.7 13.6 100
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin adalah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki yaitu sebesar 56.1%. Kriteria pemilihan contoh dalam penelitian ini adalah contoh berusia 20 tahun ke atas. Penelitian ini menggolongkan pembagian umur contoh penelitian berdasarkan Depkes RI (2013). Sebaran usia contoh antara usia 23 sampai 83 tahun, dengan rata-rata usia 53.5±14.9. Hal ini dikarenakan peneliti hanya mengambil contoh di gedung perawatan umum dengan rata-rata pasien rawat inap berusia 20 tahun ke atas. Sebagian besar contoh (25.8%) berada pada kelompok usia 40 sampai 49 tahun, contoh lainnya berada pada rentang usia 60 sampai 69 tahun, dan sebagian kecil contoh berada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan Pendidikan Tidak sekolah/Tidak tamat SD SD/Sederajat
n 1 11
% 1.5 16.7
15
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan (lanjutan) Pendidikan SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan tinggi/Sederajat Pekerjaan Tidak bekerja/IRT Buruh PNS Pegawai Swasta Wiraswasra Lainnya
n 8 36 10 n 30 0 11 11 4 10
% 12.1 54.5 15,.2 % 45.5 0 16.7 16.7 6.1 15.2
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh sebagian besar (54.5%) yaitu tamat SMA. Pendidikan mempunyai peran penting dalam proses tumbuh kembang seluruh kemampuan perilaku manusia. Semakin tinggi pendidikan akan semakin berkualitas pengetahuan seseorang dan merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru tentang perilaku kesehatan (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukkan sebagian besar contoh (45.5%) merupakan ibu rumah tangga, sedangkan sebagian kecil contoh bekerja sebagai wiraswasta (6.1%). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit Penyakit Menular Tidak Menular
n 8 58
% 12 88
Jenis penyakit yang paling banyak didapat oleh pasien adalah penyakit tidak menular (88%) yang terdiri dari penyakit diabetes, jantung, ginjal, kanker, syaraf dan bedah. Sebagian kecil pasien (12%) mengidap penyakit menular seperti diare dan malaria. Sisa makanan pasien dapat disebabkan oleh faktor lain yang berkaitan dengan jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan. Beberapa jenis obat yang dikonsumsi oleh pasein memiliki efek samping menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan, dan menganggu saluran pencernaan. Terdapat pula efek jangka panjang pemakaian obat yang berhubungan dengan nutrisi dan menghasilkan perubahan nafsu makan, selera, ketidakmampuan mencerna, menyerap serta berkurangnya mineral dan vitamin (Mahan dan Stump 2008). Aula (2011), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi psikis yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi (stress) dapat mengurangi asupan makan.
Siklus Menu Rumah Sakit Menurut Budiyanto (2002), siklus menu adalah perputaran menu atau hidangan yang akan disajikan kepada pasien dalam jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa macam siklus menu, yaitu siklus lima hari, tujuh hari, dan sepuluh hari. Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mengikuti siklus menu 10 hari yang artinya menu akan berbeda setiap hari selama 10 hari, pada hari ke-
16
11 dan hari ke-21 menu akan kembali ke menu pertama. Susunan hidangan berupa tiga kali makanan utama dan satu kali selingan (snack). Susunan menu dari siklus menu ke-1 sampai menu ke-10 dapat dilihat pada lampiran 1. Evaluasi menu standar dilakukan dengan memerhatikan pengulangan menu dan pengulangan bahan. Terdapat pengulangan menu untuk siklus menu hari ke-1 (telur semur, ayam semur, dan telur semur) pada makanan lunak. Pengulangan menu yang dilakukan ialah telur semur, telur semur merupakan menu untuk makan pagi dan makan sore. Pengulangan bahan terjadi pada siklus menu 10 hari +1 Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Pengulangan menu telur semur saat sarapan berulang pada 5 siklus menu. Pengulangan bahan yang dilakukan yaitu penggunaan bahan makanan hewani, nabati, dan sayuran. Siklus makanan lunak mengalami pengulangan bahan hewani yaitu ayam, bahan makanan ayam ada di setiap siklus menu kecuali siklus menu hari ke-2. Makanan nabati yang digunakan berulang ialah tempe dan tahu, bahan makanan tempe dan tahu ada di setiap siklus menu kecuali siklus menu hari ke-4 untuk tempe dan siklus menu hari ke-9 untuk tahu. Penggunaan bahan sayuran seperti wortel juga dilakukan berulang kali dalam satu hari, yaitu pada siklus menu hari ke-1 untuk makan siang dan makan sore. Bahan makanan wortel juga ada di setiap siklus menu kecuali siklus menu hari ke-3 dan siklus menu hari ke-6. Buah yang disajikan sebaiknya tidak hanya dua macam dalam satu siklus menu, yaitu pisang dan pepaya. Mutu gizi makanan merupakan keanekaragaman sumbangan zat gizi yang terdapat pada makanan sesuai dengan kebutuhan. Mutu gizi makanan yang dievaluasi diantaranya jumlah zat gizi makro seperti energi, lemak, dan protein. Berikut nilai gizi menu standar dari siklus menu hari ke-1 sampai siklus menu hari ke-10 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Siklus menu rumah sakit Siklus Menu Menu 1 Menu 2 Menu 3 Menu 4 Menu 5 Menu 6 Menu 7 Menu 8 Menu 9 Menu 10 Rata-rata
Energi (kkal) 1740 1595 1732 1840 1825 1677 1874 1695 1793 1679 1745
Zat Gizi Lemak (gram) 47.0 28.3 45.0 62.2 48.1 41.0 46.4 46.1 43.1 42.3 44.9
Protein (gram) 63.7 64.6 65.8 66.4 67.5 70.7 71.6 63.8 56.8 67.3 65.8
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa siklus menu hari ke-7 dengan menu pagi ayam saos tiram, menu siang telur semur, dan makan sore daging teriyaki menyumbang nilai zat gizi energi dan protein paling tinggi, yaitu energi 1874 kkal dan protein 71.6 gram. Siklus menu hari ke-4 dengan menu pagi ayam semur, menu siang daging teriyaki, dan menu sore ayam bumbu pepes menyumbang nilai zat gizi lemak paling tinggi, yaitu lemak sebesar 62.2 gram. Rata-rata ketersediaan siklus menu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad memenuhi 80% rata-rata kebutuhan pasien yang dirawat. Diasumsikan 20% kebutuhan
17
tercukupi oleh cairan infuse dan terdapat tambahan susu formula WHO untuk pasien anak, serta susu formula seperti entrasol dan peptamen untuk pasien dewasa. Siklus menu hari ke-2 (daging keri, ikan pindang kecap, dan telur keri) memiliki kandungan zat gizi paling rendah dibandingkan dengan siklus menu lainnya, hal ini disebabkan terdapat bahan pangan yang memiliki kandungan zat gizi kurang dari 50 kkal, seperti bayam, wortel, buncis, jagung manis, dan pepaya. Namun, kandungan zat gizi siklus menu hari ke-2 masih dalam rentang minus 10% untuk memenuhi 80% kebutuhan zat gizi pasien.
Asupan Makanan Pasien Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, serta kondisi khusus seperti ibu hamil dan menyusui (Almatsier 2010). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari malnutrisi. Menurut Depkes RI (2013), dalam penyelenggaraan di rumah sakit terdapat perbedaan pengertian istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelompok agar hampir semua orang (97.5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi. Pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi masih banyak terjadi di rumah sakit akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka semakin tinggi sisa makanan. Pemberian makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad tidak membedakan jumlah dan nilai zat gizi pada pasien laki-laki maupun perempuan. Setiap pasien diberikan menu standar yang sama sesuai dengan jenis diet masingmasing. Intake zat gizi pasien dapat dihitung dari hasil pengukuran sisa makanan dengan metode penimbangan dan visual Comstock yang terstandarisasi oleh Depkes RI (2013). Hasil dari penimbangan sisa makanan dikalikan dengan kandungan zat gizi yang diperoleh dari daftar kandungan bahan makanan (DKBM). Asupan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 7.
Keterangan Kebutuhan Ketersediaan Asupan
Tabel 7 Asupan zat gizi contoh Energi (kkal) Lemak (g) 2023±407.1 45±11.3 1745±87 44.9±8.3 1267±323 33±10.5
Protein (g) 74±18.7 65.8±4.1 47±13
Asupan rata-rata zat gizi contoh yaitu memenuhi 63% dari kebutuhan zat gizi contoh. Namun jika dibandingkan dengan tingkat ketersediaan, asupan zat gizi contoh yaitu memenuhi 72% dari tingkat ketersediaan. Hal ini menunjukkan
18
bahwa contoh mengalami malnutrisi disebabkan rendahnya asupan zat gizi contoh yang masih dibawah 80% tingkat kebutuhan. Tingkat kecukupan zat gzi dihitung dengan membandingkan asupan zat gizi dengan nilai kebutuhan pasien. Hardinsyah dan Tambunan (2004) dalam WNPG VIII, mengkategorikan tingkat kecukupan zat gizi untuk energi, protein dan lemak menjadi tiga kategori, yaitu kurang (<80%), baik (80-110%), dan lebih (>110%). Berikut persentase tingkat kecukupan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Tingkat kecukupan zat gizi contoh Kategori Energi (%) Lemak (%) Protein (%) Kurang 80.3 54.5 72.7 Baik 18.2 36.4 22.7 Lebih 1.5 9.1 4.5 Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh berada pada kategori kurang yaitu tingkat kecukupan zat gizi <80%. Sebagian besar contoh mengeluh selera makan yang berkurang saat masuk rumah sakit, serta beberapa pasien mengeluhkan kurang menyukai dengan tipe diet yang diberikan yaitu diet makanan lunak. Hal ini sesuai dengan penelitian Walton (2012) rendahnya asupan makanan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis penyakit, penglihatan, pendengaran, indera perasa, dan kemampuan menelan. Faktor lainnya yaitu selera, tipe diet, ketersediaan pemilihan menu. Asupan makan contoh dapat dilihat juga berdasarkan tingkat ketersediaan, yang menggambarkan persentase asupan makan contoh terhadap makanan yang disediakan rumah sakit. Berikut disajikan persentase tingkat ketersediaan zat gizi contoh dapat dilihat pada Gambar 2. 60,0 50,0
(%)
40,0
Kurang
30,0
Baik
20,0
Lebih
10,0 0,0 Energi
Lemak
Protein
Gambar 2 Persentase tingkat ketersediaan zat gizi contoh Berdasarkan dengan tingkat ketersediaan, asupan konsumsi contoh <80%, kecuali untuk asupan zat gizi lemak, sebagian besar contoh kelebihan asupan zat gizi lemak (39.4%). Hal ini dikarenakan menu makanan yang cenderung bersantan dan berminyak, selain itu juga terjadinya pengulangan bahan makanan ayam. Penggunaan bahan makanan ayam di Unit RSPAD Gatot Soebroto yaitu bukan ayam fillet melainkan ayam utuh atau ayam yang masih terdapat kulit dan tulang sehingga menyumbang kontribusi lemak yang cukup tinggi.
19
Menurut Renaningtyas (2004), pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini disebabkan makanan yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang sudah ditetapkan. Sisa makanan yang tinggi menyebabkan asupan pasien tidak adekuat, dan jika terjadi dalam jangka waktu yang lama akan berisiko terjadi malnutrisi rumah sakit sebesar 2,4 kali (Kusumayanti 2004). Pemenuhan makanan atau zat gizi yang cukup akan memegang peranan penting dalam proses penyembuhan dan memperpendek lama rawat inap (Walton 2008). Oleh karena itu, asupan makan pasien di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad belum adekuat karena tingkat kecukupan zat gizi <80%. Asupan makan pasien <80% menunjukkan bahwa sisa makanan pasien ≥20%, hal ini menandakan bahwa penyelenggaraan makan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad belum optimal. Keluarga mempunyai peranan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien yang mengalami gangguan sulit makan. Meskipun belum ada penelitian yang secara khusus mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap nafsu makan pada pasien, namun kondisi tersebut memerlukan perhatian oleh keluarga sebagai salah satu sistem pendukung pasien (Smeltzer dan Bare 2006). Hasil penelitian Tjahjono (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan nafsu makan pasien.
Daya Terima Daya terima makanan merupakan tingkat penerimaan pasien terhadap makanan yang disajikan dan dapat diukur dari tingkat konsumsi dan sisa makanan. Daya terima makanan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dapat dilihat dari sisa makanan. Persentase makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien mencapai 26%. Ketidaksesuaian ini disebabkan adanya pasien yang tidak memiliki nafsu makan, serta terdapat mual dan muntah. Menurut hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di rumah dan saat di rumah sakit akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Pola makan pasien yang tidak sesuai dengan makanan yang disajikan rumah sakit akan memengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Jenis makanan yang ditimbang sisa makanannya yaitu makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan snack. Sebaran jumlah sisa makanan contoh dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran berat sisa makanan contoh Jenis Makanan Makanan Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur Buah Snack Rata-rata
Berat Sisa (gram) 112±30 32±9 27±11 91±23 6±5 1±3
% 12.5 21 27 30 6 3 26
20
Berdasarkan hasil penimbangan, lauk hewani, lauk nabati dan sayur masih memiliki sisa makanan lebih dari 20%. Hal ini disebabkan penurunan nafsu makan pasien dan kondisi fisik seperti mual dan muntah serta kondisi lainnya. Pasien kurang menyukai ikan yang disajikan di rumah sakit, disebabkan ikan yang disajikan masih tercium bau amis, sehingga membuat pasien merasa mual. Pasien kurang menyukai pengolahan menu tahu dan tempe yang terus berulang yaitu pengolahan disemur atau kari. Pasien tidak menyukai tekstur dari sayur yang masih keras seperti sayur wortel dan buncis. Sesuai dengan Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien tidak boleh lebih dari 20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi disetiap rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, pelayanan gizi di Instalasi Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dengan rata-rata sisa makanan lunak pasien 26% belum melewati standar pelayanan minimal. Menurut Depkes (2013) jenis penyakit dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Jenis penyakit dapat mempengaruhi nafsu makan pasien yang disebabkan oleh jenis pengobatan yang dilakukan ataupun dari diri pasien itu sendiri, sehingga sebagian pasien meninggalkan sisa makanan. Berikut disajikan berat sisa menurut jenis penyakit contoh dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran berat sisa makanan contoh menurut jenis penyakit Jenis Makanan Makanan Pokok Lauk Hewani Lauk Nabati Sayur Buah Snack
Sisa makanan contoh (gram) menurut jenis penyakit Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular 58 52 39 27 25 23 95 81 11 5 3 3
Berdasarkan penimbangan sisa makanan menurut jenis penyakit contoh, sisa makanan contoh pada pasien penyakit menular lebih tinggi dibandingkan dengan sisa makanan contoh pada pasien penyakit tidak menular. Hal ini disebabkan pada pasien penyakit menular terdapat contoh yang menderita penyakit diare, contoh tersebut memiliki nafsu makan yang kurang akibat mual dan muntah serta diare yang dideritanya sehingga asupan makan contoh lebih sedikit dibandingkan dengan pasien lainnya. Namun sisa makanan pasien tidak menular tidak berbeda jauh dengan sisa makanan pasien menular. Sisa makanan saat penelitian menurun 7.3% dibandingkan saat survey pendahuluan penelitian. Hal ini kemungkinan disebabkan saat survey pendahuluan, Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad masih menggunakan sistem distribusi desentralisasi, sedangkan saat penelitian berlangsung menggunakan sistem distribusi sentralisasi. Terdapat perbedaan saat distribusi desentralisasi dan sentralisasi, saat desentralisasi makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang perawatan pasien dalam jumlah besar kemudian selanjutnya disajikan pada alat makan masing-masing pasien. Sedangkan saat sentralisasi makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan makanan, sehingga kehangatan makanan lebih baik
21
dibandingkan saat ditribusi desentralisasi yang akan memengaruhi nafsu makan pasien. Selain itu, saat survey pendahuluan metode pengukuran sisa makanan yang digunakan yaitu pendekatan menggunakan visual Comstock. Sedangkan saat penelitian dilaksanakan, metode yang digunakan yaitu penimbangan/weighing dan visual Comstock. Alat makan yang masih kotor akan memengaruhi daya terima pasien, pasien menjadi kurang nafsu makan apabila alat makan yang digunakan masih kotor, hal ini menyebabkan makanan bersisa. Selain itu, pasien mengeluhkan beberapa petugas yang tidak memberikan sendok saat penyajian makanan, sehingga pasien yang tidak membawa sendok dari rumah terhambat menyantap makanan yang disajikan di rumah sakit. Petugas yang tidak memberikan sendok beralasan, bahwa adakalanya sendok yang disediakan rumah sakit, hilang terbawa oleh pasien, sehingga petugas mengalami pengeluaran yang tak terduga untuk mengganti sendok atau gelas yang hilang. Waktu penyajian makanan juga memengaruhi asupan makanan pasien, makanan yang disajikan terlalu pagi membuat pasien menunda waktu makan yang menyebabkan saat pasien mengonsumsi makanan yang disajikan makanan tersebut sudah tidak terlalu hangat. Daya terima terhadap suatu makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonik (kesukaan). Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang suka atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardinsyah dan Briawan 1994). Menurut Munawar (2011) makanan lunak memiliki kelemahan yaitu kadar air tinggi sehingga volumenya besar, selain itu bumbu yang digunakan tidak boleh merangsang. Hal ini seringkali membuat rasa makanan menjadi hambar sehingga dapat mempengaruhi daya terima pasien. Sebaran contoh berdasarkan uji hedonik (kesukaan) dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran tingkat kesukaan contoh pada siklus menu Siklus Menu Menu 1 Menu 2 Menu 3 Menu 4 Menu 5 Menu 6 Menu 7 Menu 8 Menu 9 Menu 10
Suka n 18 18 18 17 19 17 18 18 17 17
Tidak Suka % 72 72 72 68 76 68 72 72 68 68
n 7 7 7 8 6 8 7 7 8 8
% 28 28 28 32 24 32 28 28 32 32
Sebagian besar contoh suka terhadap menu makanan di Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Siklus menu yang paling disukai yaitu siklus menu hari ke-5 dengan menu telur semur, ayam semur, dan daging teriyaki, hal ini dikarenakan beragamnya menu yang disajikan dan menu makanan yang khas disukai orang, serta tidak terdapat pengulangan bahan makanan untuk lauk hewani dan lauk nabati. Kesukaan contoh terhadap makanan di rumah sakit yang masih <80% dipengaruhi oleh rasa dan tekstur dari makanan yang disajikan. Contoh mengatakan rasa yang terlalu hambar dan encer untuk makanan pokok yang
22
disajikan, serta menu lauk hewani dan nabati yang berulang yaitu semur dan kari yang membuat contoh merasa bosan dengan rasa makanan yang disajikan. Selain itu contoh juga mengeluhkan tekstur dari sayur yang masih kurang matang sehingga tekstur sayur tersebut agak keras saat dimakan. Hal ini menyebabkan contoh menyisakan makanan yang tidak sesuai dengan selera contoh. Berikut disajikan tingkat ketidak sukaan contoh terhadap cita rasa makanan menurut jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh yang menyatakan tidak suka menurut jenis penyakit Kategori Aroma Warna Tekstur Rasa Keseluruhan
Tidak Suka (%) Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular 3.0 19.7 1.5 16.7 6.1 34.8 6.1 36.4 6.1 37.9
Sebagian besar contoh yang menyatakan tidak suka terhadap cita rasa makanan yaitu contoh yang menderita penyakit tidak menular. Hal ini disebabkan pada contoh penyakit tidak menular terdapat beberapa contoh yang menderita kanker, contoh tersebut memiliki nafsu makan yang kurang dikarenakan pengobatan chemotherapy yang dilakukan. Adakalanya setelah contoh melakukan chemotherapy tersebut, contoh merasa mual saat menghirup aroma makanan yang disajikan yang mempengaruhi daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan. Adapun sebagian besar contoh tidak suka terhadap cita rasa makanan rumah sakit, contoh tetap mengonsumsi makanan yang disajikan rumah sakit, sehingga sisa makanan contoh penyakit tidak menular lebih sedikit dibandingkan sisa makanan contoh penyakit menular. Mutu dari makanan perlu diperhatikan agar dapat meningkatkan kepuasan pasien. Kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit dapat dilihat dari penilaian pasien terhadap penampilan dan rasa makanan (Almatsier 2010). Kepuasan pasien secara signifikan berhubungan dengan kualitas pelayananan makanan yang disediakan. Kepuasan pasien terhadap pelayanan makanan di rumah sakit dapat membantu dalam mencapai asupan gizi yang tepat dan pemulihan tepat waktu. Dua belas studi meneliti kepuasan pasien dan asupan makanan menggunakan sistem pelayanan yang berbeda. Sistem distribusi makanan berperan penting dalam menjaga kualitas gizi, konten, suhu, dan tekstur makanan, dan merupakan faktor penting yang berkontribusi untuk kepuasan pasien (Mahoney 2009). Kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan Kriteria Kepuasan Cita Rasa Kebersihan Petugas Waktu Kepuasan Pelayanan Gizi
Puas n 31 51 61 65 64
% 47 77 92 98 97
Tidak Puas n % 35 53 15 23 5 8 1 2 2 3
23
Berdasarkan tingkat kepuasan terhadap makanan rumah sakit diperoleh bahwa sebagian besar contoh puas terhadap kebersihan alat makan (77%), petugas penyaji makanan (92%), waktu pemberian makanan (98%). Contoh kurang puas terhadap cita rasa makanan rumah sakit (53%), hal ini dikarenakan nafsu makan contoh yang berkurang saat masuk rumah sakit sehingga menyatakan menu makanan tidak enak yang dapat disebabkan indra perasa contoh yang terganggu karena sedang sakit dan tidak menyukai bahan makanan yang disajikan. Menurut salah satu penelitian di UK tentang daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit menunjukkan bahwa sebagian besar (40%) pasien memiliki nafsu makan yang kurang merupakan penyebab tingginya sisa makanan, selain itu dipengaruhi oleh kualitas makanan 27%, dan porsi makanan yang terlalu banyak (19%) (Williams 2011). Secara kesuluruhan, tingkat kepuasan contoh dari segi pelayanan gizi oleh Unit RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mencapai 97%. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan gizi rumah sakit cukup baik, namun pelayanan tersebut perlu semakin ditingkatkan terutama bagian penyajian makanan baik dari segi penampilan makanan, porsi makanan, waktu penyajian, cita rasa makanan, dan kesesuaian tekstur makanan. Mutu pelayanan gizi dari segi kebersihan dan sikap serta penampilan petugas yang sudah baik pun dapat terus ditingkatkan.Berikut disajikan tingkat ketidak puasan contoh menurut jenis penyakit terhadap makanan rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh yang menyatakan tidak puas menurut jenis penyakit Kategori Cita Rasa Kebersihan Petugas Waktu Kepuasan Pelayanan Gizi
Penyakit Menular 3.0 3.0 1,5 0 0
Tidak Puas (%) Penyakit Tidak Menular 50.0 19.7 6.1 1.5 3.0
Sebagian besar contoh yang menyatakan tidak puas terhadap cita rasa makanan, kebersihan, petugas dan kepuasan pelayanan gizi yaitu contoh yang menderita penyakit tidak menular. Hal ini disebabkan nafsu makan yang kurang akibat penyakit yang dideritanya serta penggunaan obat-obatan. Interaksi antara obat dan makanan dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu saluran pencernaan. Selain itu terdapat petugas yang tidak memberikan sendok, keterlambatan penyajian, serta adakalanya plato untuk menyajikan makanan masih kurang bersih. Hal ini mempengaruhi nafsu makan contoh sehingga kurang puas terhadap cita rasa makanan yang disajikan. Menurut Dupertuis (2003), kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan bukan didominasi oleh penyakit saja tetapi ada faktor risiko lain seperti jenis kelamin, resep diet yang dimodifikasi, lama rawat, dan makanan yang disajikan, sehingga instalasi gizi harus meningkatkan pelayanan makanan di rumah sakit.
24
Nilai Zat Gizi Sisa Makanan Tujuan akhir dari konsumsi makanan oleh tubuh adalah tercapainya status gizi yang optimal, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2010). Keberadaan sisa makanan dapat menyebabkan hilangnya zat gizi yang seharusnya dikonsumsi pasien untuk membantu proses penyembuhan. Menurut Diaz (2013) kehilangan selera makanan merupakan faktor utama tingginya sisa makanan, disertai dengan kehilangan indera perasa. Adanya sisa maknaan pasien di rumah sakit mengakibatkan asupan gizi pasien tidak adekuat. Pasien dengan asupan gizi yang tidak adekuat mempunyai resiko 2.4 kali untuk terjadi malnutrisi rumah sakit (Kusumayanti 2004). Berikut zat gizi yang terbuang bersama sisa makanan contoh dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata zat gizi sisa makanan contoh Siklus Menu Menu 1 Menu 2 Menu 3 Menu 4 Menu 5 Menu 6 Menu 7 Menu 8 Menu 9 Menu 10 Rata-rata
Energi (kkal) 506±346 371±269 362±279 329±221 354±220 384±295 349±227 293±242 233±211 249±212 343±252
Lemak (gram) 9.8±8.3 5.9±4.9 7.9±7.2 7.9±6.7 6.3±4.8 9.5±7.8 7.2±6.2 7±6.8 5.6±5.5 4.8±4.8 7.2±6.3
Protein (gram) 17.1±13.3 18.2±12.9 14.6±10.8 9.9±6.6 11.8±6.9 16.9±14.3 12.8±10.2 11.4±9.7 8.9±8.2 12.2±9.8 13.4±10.3
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad menargetkan makanan yang disajikan 100% dikonsumsi oleh pasien. Rata-rata kandungan zat gizi dari sisa makanan <21% dari ketersediaan kandungan zat gizi menu rumah sakit, 80% makanan yang disajikan dikonsumsi oleh pasien. Ketersediaan kandungan zat gizi menu rumah sakit merupakan 80% tingkat kebutuhan contoh, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya asupan contoh yang belum mencukupi 80% dari kebutuhan zat gizi contoh. Menurut Depkes RI (2013) menyatakan bahwa asupan dikatakan baik bila pasien mengonsumsi ≥80% dari standar yang diberikan oleh rumah sakit. Jenis makanan yang paling banyak tidak dikonsumsi yaitu sayur, namun sayur hanya menyumbang sedikit energi, sehingga energi dari sisa makanan masih tergolong rendah. Sisa makanan pada menu hari ke-1 (telur semur, ayam semur, dan telur semur) dan ke-6 (telur semur, ayam semur, dan ikan pesmol) lebih tinggi dibandingkan dengan siklus menu hari lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh menu yang disajikan oleh instalasi gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dirancang dengan siklus menu 10 hari dengan susunan hidangan yang sama dan dengan pengulangan beberapa kali bahan makanan pada setiap siklus seperti daging ayam, telur, tahu, tempe, dan wortel yang selalu ada di setiap siklus. Tingginya sisa makanan pada menu tersebut kemungkinan terjadi karena cara pengolahan atau bumbu yang berulang seperti bumbu semur dan keri yang terdapat pada setiap siklus menu sehingga pasien merasa bosan dengan rasa menu
25
makanan rumah sakit, atau bumbu tersebut kurang disukai pasien karena rasanya yang tidak sesuai. Harga Sisa Makanan Anggaran belanja bahan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad didasarkan pada penggunaan dana BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Anggaran untuk makan pasien dari dana BPJS adalah Rp40 000,-/orang per hari. Anggaran tersebut diperuntukkan menyediakan bahan makanan untuk tiga kali makan utama, satu snack, dan satu buah dalam satu hari. Anggaran biaya tersebut ditunjukkan untuk semua kalangan dengan tidak membedakan kelas perawatan pasien. Berikut harga sisa makanan contoh dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata harga sisa makanan contoh Siklus Menu Menu 1 Menu 2 Menu 3 Menu 4 Menu 5 Menu 6 Menu 7 Menu 8 Menu 9 Menu 10 Rata-rata Harga Menu
Harga Sisa Makanan (rupiah) 11 849±8 819 11 333±7 885 9 157±6 701 6 096±4 065 8 311±4 434 10 444±8 771 7 443±6 180 7 431±6 271 5 501±5 275 6 979±5 773 8 454±2 181 40.000
% 29.6 28.3 23 15.3 20.8 26 18.6 18.6 13.8 17.4 21
Berdasarkan Tabel 16 didapatkan hasil bahwa rata-rata biaya yang terbuang dari sisa makanan pasien sebesar Rp8 454±2 181 per orang per hari. Variasi biaya yang terbuang dari sisa makanan pada setiap siklus menu berkisar antara Rp5 501 sampai Rp11 849. Biaya sisa makanan tertinggi pada siklus menu ke-1 (telur semur, ayam semur, dan telur semur) dan menu ke-2 (daging keri, ikan pindang kecap, dan telur keri) masing-masing sebesar Rp11 849 dan Rp11 333. Besarnya biaya sisa makanan dipengaruhi oleh besarnya harga satuan dari bahan makanan dan banyaknya sisa makanan (Djamaluddin 2005). Pengaturan variasi menu merupakan salah satu cara meningkatkan mutu makanan serta cita rasa makanan. Hal ini diharapkan dapat menurunkan sisa makanan yang disajikan sehingga dapat menurunkan biaya sisa makanan. Total biaya makan yang terbuang dari sisa makanan pada penelitian ini yaitu 21% dari total harga menu (food cost). Biaya makan yang terbuang dari sisa makanan lebih dari 20% dari harga makanan, yang menggambarkan belum optimalnya penyelenggaraan makanan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad, apabila diperhitungkan dalam setahun akan diperoleh total biaya makan yang terbuang sebesar Rp3 085 710 per orang. Jumlah ini lebih besar dari penelitian Wirasmadi (2015), di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang menunjukkan bahwa total biaya makan yang terbuang sebesar 14.61% per hari. Penelitian Djamaluddin (2005) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta total biaya makan
26
yang terbuang sebesar 10.79% per hari, serta penelitian Irawati (2010) di RS Jiwa Madani Palu biaya terbuang sebesar 9.97% per hari. Perbedaan besar biaya yang terbuang ini kemungkinan harga bahan makanan di masing-masing daerah berbeda, dan juga jenis bahan makanan yang tersisa dari menu standar. Jumlah biaya yang terbuang jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah pasien yang dilayani yang mendapatkan makanan lunak pada saat penelitian berlangsung yaitu 200 sampai 220 orang per hari maka total biaya makan yang terbuang sehari sebesar Rp1 690 800 dan apabila diperhitungkan dalam setahun akan diperoleh total biaya makan yang terbuang sebesar Rp617 142 000. Adanya sisa makanan berdampak biaya yang terbuang sia-sia dari biaya yang sudah dikeluarkan oleh manajemen rumah sakit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa output yang dihasilkan oleh instalasi gizi masih belum efektif dan kurang dapat diterima konsumen. Jumlah biaya terbuang hendaknya ditekan seminimal mungkin sehingga pengelolaan biaya makan mencapai tujuan yang optimal. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengevaluasi siklus menu 10 hari, sehingga pengulangan bahan makanan dan pengulangan menu tidak terjadi. Penyusunan standar resep untuk memperbaiki rasa makanan sehingga bisa mengurangi jumlah sisa makanan. Faktor-faktor dari luar yang menjadi penyebab terjadinya sia makanan diantaranya yaitu penampilan makanan dan cita rasa makanan. Makanan yang disajikan instalasi gizi rumah sakit diharapakan mempunyai penampilan yang menarik dari segi bentuk dan warna, serta mempunyai rasa yang enak dan tekstur yang pas serta porsi yang pas untuk masing-masing pasien. Hal ini dapat mengurangi terjadinya sisa makanan, sehingga dapat diartikan konsumen menerima makanan yang disajikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan performance rumah sakit dengan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang betujuan untuk meminimalkan biaya yang terbuang. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak memperhitungkan pemberian obat yang mungkin mempengaruhi nafsu makan.
Hubungan Antar Variabel Hubungan karakteristik contoh dengan sisa makanan Hasil uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan sisa makanan (p=0.054, r=0.238). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Wirasamadi (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pada sisa makanan dengan jenis kelamin, pasien perempuan lebih banyak meninggalkan sisa daripada pasien laki-laki. Demikian juga dengan penelitian Weta (2009) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara sisa makanan pasien perempuan dengan sisa makanan pasien laki-laki. Laki-laki mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan disebabkan kebutuhan zat gizi pada laki-laki lebih tinggi. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain yang memengaruhi nafsu makan pasien sehingga pasien meninggalkan sisa makanan. Sesuai dengan pernyataan Benelam (2009) bahwa jenis kelamin dapat memengaruhi nafsu makan dan asupan makan pasien. Hasil uji Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan sisa makanan (p=0.427, r=-0.099). Arah korelasi (r) negatif
27
mengindikasikan adanya kecenderungan hubungan yang berbanding terbalik antara usia dengan sisa makanan. Semakin tinggi usia contoh semakin sedikit jumlah sisa makanan. Hal ini sejalan dengan penelitian Nida (2011) yang menyatakan bahwa sisa makanan pasien >35 tahun lebih banyak dibandingkan dengan sisa makanan pasien usia <35 tahun. Hal ini disebabkan pasien dengan usai >35 tahun aktivitas fisiologisnya menurun, dengan menurunnya aktivitas maka kebutuhan kalori dan protein lebih sedikit. Berbeda dengan penelitian Djamaluddin (2005) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan sisa makanan menurut kelompok usia (17-25 tahun; 26-35 tahun; 36-45 tahun; dan 4660 tahun). Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel dan pengelompokkan usia yang berbeda. Hasil uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pendidikan dengan sisa makanan (p=0.135, r=-0.186). Arah korelasi (r) negatif mengindikasikan adanya kecenderungan hubungan yang berbanding terbalik antara jenis pendidikan dengan sisa makanan. Semakin tinggi tingkat pendidikan contoh semakin sedikit jumlah sisa makanan. Menurut Notoatmojdo (2003), tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku tentang kesehatan. Tingkat pendidikan contoh sebagian besar (54.5%) yaitu tamat SMA. Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan sisa makanan (p=0.016, r=-0.297). Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis penyakit dengan sisa makanan (p=0.351, r=0.622). Arah korelasi (r) positif mengindikasikan adanya kecenderungan hubungan yang berbanding lurus antara jenis penyakit dengan sisa makanan. Menurut penelitian Djamaluddin (2005) terjadi sisa makanan yang banyak pada pasien bedah dan kanker, karena pada umumnya pasien penyakit bedah dan kanker mempunyai tingkat stress yang tinggi yang disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya, sehingga nafsu makan menurun. Berbeda dengan penelitian Wirasmadi (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kelompok penyakit dengan sisa makanan. Wirasmadi mendapatkan tujuh kelompok penyakit yaitu interna, mata, obgyn, onkologi, orthopedi, syaraf, dan urologi. Jenis diet yang diberikan sama berupa makanan biasa standar rumah sakit, yang berarti pasien dianggap mempunyai tingkat stress yang sama dan pasien tidak memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan kondisi psikis maupun pengobatan yang dialami pasien yang berbeda. Hubungan uji kesukaan dengan sisa makanan Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan terhadap aroma makanan dengan sisa makanan (p=0.540, r=0.801). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Aula (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara aroma makanan dengan sisa makanan. Aroma makanan merupakan bau yang disebarkan oleh makanan, bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Aroma makanan yang enak dapat menimbulkan atau meningkatkan selera makan sehingga dapat mengurangi sisa makanan (Winarno 2004). Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan terhadap warna makanan dengan sisa makanan
28
(p=0.498, r=0.761). Hal ini tidak sesuai dengan West (1998), yang menyatakan bahwa warna makanan hal yang paling mempengaruhi dalam penampilan makanan. Kombinasi warna akan membantu penerimaan makanan dan dapat merangsang selera makanan secara tidak langsung. Suatu hidangan akan lebih menarik dengan kombinasi warna yang lebih dari tiga warna. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan terhadap rasa makanan dengan sisa makanan (p=0.239, r=0.385). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Aula (2011) menyatakan bahwa pasien yang menilai rasa makanan tidak enak akan memberikan sisa makanan yang lebih banyak, sedangkan pasien yang menilai makanan enak akan memberikan sisa makanan yang lebih sedikit. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan terhadap tekstur makanan dengan sisa makanan (p=0.179, r=0.302). Hal ini sesuai dengan penelitian Aula (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tekstur makanan dengan sisa makanan. Hal ini dimungkinkan bahan makanan yang disajikan mengalami proses pengolahan yang kurang baik sehingga merusak tekstur makanan. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesukaan secara keseluruhan dengan sisa makanan (p=0.073, r=0.137). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Aula (2011) menunjukkan bahwa penampilan makanan yang menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam mengonsumsi makanan yang dihidangkan di rumah sakit sehingga dapat mengurangi sisa makanan. Hubungan uji kepuasan dengan sisa makanan Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan citarasa dengan sisa makanan (p=0.767, r=0.993). Hal ini sesuai dengan penelitian Aula (2011) yang menyatakan bahwa cita rasa makanan yang kurang baik mengakibatkan persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang baik pula. Persepsi pasien yang kurang baik terhadap makanan yang disajikan makan dapat menyebabkan makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi sehingga menimbulkan sisa makanan. Penelitian Puspita dan Rahayu (2011) di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi mengenai cita rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan pasien. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan kebersihan alat makan dengan sisa makanan (p=0.263, r=0.436). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Lumbantoruan (2012) menyatakan bahwa peralatan makan yang digunakan dalam menyajikan makanan mempengaruhi daya terima makanan pasien sehingga pada penyajian makanan perlu diperhatikan kesesuaian dan kebersihan peralatan yang digunakan dengan jenis makanan dan tingkat kualitas makanan. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan petugas penyaji makanan dengan sisa makanan (p=0.818, r=1). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Aula (2011) yang menyatakan bahwa sikap petugas ruangan dalam menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan. pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam bersikap, berekspresi, dan senyum. Hal ini akan mempengaruhi pasien untuk menikmati
29
makanan dan akhirnya akan menimbulkan rasa puas, serta penting untuk meningkatkan asupan pasien. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan waktu penyajian dengan sisa makanan (p=0.569, r=1). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Mahoney (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara waktu penyajian dengan sisa makanan. Sisa makanan dapat dicegah jika memberikan pasien hak pilihan atas apa dan waktu makan sehingga meningkatkan kepuasan dan asupan makanan. Penelitian Priyanto (2009) menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi mengenai makanan luar RS dan ketepatan waktu penyajian dengan terjadinya sisa makanan. Waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang, dan malah hari dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan pelayanan gizi dengan sisa makanan (p=0.417, r=1). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Mahoney (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan pelayanan gizi dengan sisa makanan. Faktor yang penting untuk dipertimbangkan untuk meningkatkan asupan zat gizi pasien yaitu hubungan antara emosi pasien yang berada di rumah sakit. Kecemasan dirawat di rumah sakit dapat mempengaruhi nafsu makan yang menurun. Faktor lain yang penting untuk mengurangi sisa makanan yaitu memberikan pasien hak pilihan atas porsi makanan sesuai dengan kebiasaan makan pasien.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata sisa makanan pasien sebesar 26%, hal ini sudah melewati standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu ≤20%. Rata-rata biaya yang terbuang dari sisa makanan dalam sehari sebesar Rp8 454 per pasien, 21.14% dari total harga menu (food cost). Rata-rata energi dari sisa makanan yaitu 343 kalori, lemak 7.2 gram, dan protein 13.4 gram. Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad mengikuti siklus menu 10 hari +1, berupa tiga kali makanan utama dan satu kali selingan. Evaluasi menu standar dilakukan dengan memperhatikan pengulangan menu dan pengulangan bahan. Terdapat pengulangan menu dan bahan makanan pada siklus menu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad seperti ayam, telur, tahu, tempe, dan wortel. Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh berada pada kategori kurang yaitu tingkat kecukupan zat gizi <80%. Sebagian besar contoh menyukai semua aspek cita rasa makanan yang meliputi aroma (80.3%), warna (81.8%), rasa (68.2%), tekstur (69.7%), dan keseluruhan (68.2%). Sebagian besar contoh merasa puas terhadap kebersihan alat makan (77%), petugas penyaji makanan (92%), waktu pemberian makanan (98%), dan pelayanan gizi (97%), namun contoh masih kurang puas terhadap cita rasa makanan rumah sakit (53%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan pada karakteristik contoh (kecuali untuk pekerjaan), uji kesukaan, dan uji kepuasan dengan jumlah sisa makanan.
30
Saran Pelayanan diet pada kebutuhan zat gizi pasien kelompok usia lansia dan jenis penyakit kritis perlu menjadi perhatian. Pada penelitian ini diharapkan instalasi gizi untuk mengevaluasi kembali siklus menu 10 hari+1, sehingga pengulangan menu dan bahan makanan tidak terlalu sering terjadi. Perbaikan rasa dan tekstur makanan terutama untuk bumbu masakan dengan pembuatan standar resep untuk seluruh jenis menu yang ada. Pada penelitian ini diharapkan ahli gizi dapat memaksimalkan pendidikan gizi kepada pasien mengenai diet dan aturan makan rumah sakit agar pasien lebih memahami mengenai diet yang diberikan dan mau menghabiskan makanan yang disajikan rumah sakit. Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini agar dilakukan mengukur sisa makanan di semua gedung perawatan dan semua jenis diet sehingga dapat menggambarkan sisa makanan dan biaya yang terbuang secara keseluruhan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. __________. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Aula LE. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011 [Skripsi]. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Benelam B. (2009). Satiation, Satiety and Their Effects on Eating Behaviour. Nutrition Bulletin. (34): 126–173. Budiyanto MAK. 2002. Gizi dan Kesehatan. Malang (ID): Penerbit Malang. Comstock EM, St Perre RG, Mackiernan YD. 1981. Measuring Individual Plate Waste in School Lunches. Visual Estimation and Children’s Rating vs. Actual Weighing of Plate Waste. Journal of the American Dietetic Association 79(3): 290-296. Creswell JW. 1998. Qualitative inquiry and research design: Choosing among five traditions. Thousand Oaks (CA): Sage. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. __________. 2003. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. __________. 2008. Standar Profesi Gizi. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. __________. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Diaz AV, Garcia AC. 2013. Evaluation of factors affecting plate waste of inpatients in different healthcare settings. Nutr Hosp ISSN 28 (2): 419-427. Djamaluddin M. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien dengan Makanan Biasa di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3): 108-112. Dupertuis Y. 2003. Food Intake in 1707 Hospitalised Patients: a Prospective Comprehensive Hospital Survey. Clinical Nutrition 22 (2): 115-123. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
32
“Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”. Jakarta (ID): 17-19 Mei 2004 LIPI. Hartono A. 2004. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID) : Buku Kedoteran EGC. Irawati. 2010. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pasien Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 6(3): 123-131. Kusumayanti I, Haman H, Susetyowati. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malnutrisi Pasien Dewasa di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(1). Lemeshow S, David WHJr. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan). Yogyakarta (ID) : Gajahmada University Press. Lumbantoruan DBS. 2012. Hubungan Penampilan Makanan dan Faktor lainnya dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Kelas 3 Seruni RS Puri Cinere Depok Bulan April-Mei 2012 [Skripsi]. Depok (ID): FKM UI. Mahan LK, Stump SE. 2008. Krause’s Food, Nutrition, Diet Therapy, 12th ed. Philadhelphia (US): W.B Saunders Company. Mahoney S, Zulli A, Walton K. 2009. Patient Satisfaction and Energy Intakes are Enchanced by Point of Service Meal Provision. Nutrition and Dietetics 66(4): 212-220. McDonald RB, Ruhe RC. 2004. The Progression from Physiological Aging To Disease: The Impact of Nutrition. In Handbook of Clinical Nutrition and Aging (3): 49-62. Mifflin MD. 1990. A New Predictive Equation for Resting Energy Expenditure in Healthy Individuals. AJCN 51: 241-247. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta (ID): Bhratara. Munawar A.H. 2011. Hubungan Penampilan Makanan, Rasa Makanan dan Faktor Lainnya dengan Sisa Makanan (Lunak) Pasien Kelas III di RSUP DR Hasan Sadikin Bandung [Tesis]. Depok (ID): FKM UI. [NHS] National Health Service. 2005. Managing Food Waste in the NHS. Inggris (GB): Department of Health NHS Estates. Nida K. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum [Skripsi]. Banjarbaru (ID): Sekolah Tinggi Imlu Kesehatan Husada Borneo. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Priyanto OH. 2009. Faktor yang berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap kelas III di RSUD Kota Semarang [Skripsi].
33
Semarang (ID): Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Puspita DK, Rahayu RSR. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Menyisakan Makanan Pasien Diit Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat 6(2): 120-126. Ratna MR. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Rd. R Soeharso Surakarta [Skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Renaningtyas D. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk Nabati Tempe Terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(1): 47-50. Smelzer SC, Bare BG. 2006. Brunner & Suddart’s: Textbook of Medical Surgical
Nursing
10th .
Philadelphia
(US):
Lippincott-Raven
Publishers. Tjahjono HD. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nafsu Makan pada Pasien dengan Penyakit Pernafasan Obstruksi Kronis di RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya [Tesis]. Depok (ID): FIK UI. Van Bokhrost-de van der Schueren MAE, Roosemalen MM, Weijs PJM, Langius JAE. 2012. High waste contributes to low food intake in hospitalized patients. Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition 27(2): 274-80. Walton KL, Williams P, Bracks J, Zheng Q, Pond L. 2008. A Volunteer Feeding Assistance Program Can Improve Dietary Intakes of Elderly Patients - A Pilot Study. Nutrition and Dietetics 51(2): 244-248. Walton KL, Krassie J. 2012. Measurung plate waste in hospitals. Nutrition and Dietetics, vol 69 (2): 169-173. West, Bassie B, Levelle Wood. 1988. Food Service in Institution. Edisi 6. New York (US): Macmillan Publishing. Weta IW, Wirasmadi NLP, Adhi T. 2009. Kecukupan Zat Gizi dan perubahan Status Gizi Pasien Selama Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Gizi Indonesia. 32(2): 139-149. Williams PG, Karen W. 2011. Plate Waste in Hospitals and Strategies for Change. European e-journal of clinical nutrition and metabolism. 6(6), e235-41. Wilson MMG, Morley JE. 2003. Physiology of Aging, Inveted Review: Aging and Energy Balance. Journal of Applied Physiology. (95): pp 1728-1736. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
34
Wirasmadi NLP. 2015. Analisis Jumlah Biaya dan Faktor Penentu Terjadinya Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar [Tesis]. Bali (ID): Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. Yang IS, Kim JL, Seoul HY. 2001. An Assessment of Factors Affecting Plate Waste and Its Effects in Normal and Soft Diets Provided from Hospital Foodservice. Korean Journal of Community Nutrition 6(5): 830-836. Zakiah L, Saimy I, Maimunah AH. 2005. Plate Waste Among Hospital Inpatients. Malaysian Journal of Public Health Medicine 5 (2): 19-24.
Lampiran 1 Menu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menu 1
Waktu Makan Pagi
Siang
Sore
2
Pagi
Siang
Sore
3
Pagi
Siang
Sore
Menu Diet Bubur/Tim Telur Semur Tumis Lb Siam jgg Manis Bubur/Tim Ayam Semur Tempe Opor Sup labu air+wortel Pisang DM: Tumis Bayam Bubur/Tim Telur Semur Tahu Keri Sup Wortel+macaroni DM: Tumis Kangkung Bubur/Tim Daging Keri Tms Buncis +Jagung Putren Bubur/Tim Ikan Pindang Kecap Tempe Keri Sup Wortel + Makaroni Pepaya DM: Tumis Bayam Bubur/Tim Telur Keri Tahu Semur Benng Bayam+Jag Manis DM: Acr Wrtel +Ketimun Bubur/Tim Daging Teriyaki Tms Labu Siam+Jag Manis Bubur/Tim Ayam Saus Tiram Tempe Keri Sup Buncis+Kentang Pisang DM: Tms Lb Sm+jag Mns Bubur/Tim Telur Semur Tahu Opor Sup Oyong
Menu 6
Waktu Makan Pagi
Siang
Sore
7
Pagi
Siang
Sore
8
Pagi
Siang
Sore
Menu Diet Bubur/Tim Telur Semur Sayur Labu Segar Bubur/Tim Ayam Semur Tempe Keri Bobor Bayam Labu Siam Pepaya DM: Tms Bncis+Putren Bubur/Tim Ikan Pesmol Tahu Bacem Sayur Lodeh DM: Setup Wortel Bubur/Tim Ayam Saus Tiram Gulai Kcg Panjang Bubur/Tim Telur Semur Tempe Opor Sayur Lodeh Pisang DM: Tms Bncis+Putren Bubur/Tim Daging Semur Tahu bb Keri Sup Wortel, makaroni DM: Tumis Kangkung Bubur/Tim Telur Semur Acr wortel buncis ketimun Bubur/Tim Ayam BB keri Tahu Semur Sup Labu Siam Pepaya DM: Tms Bncis+Putren Bubur/Tim Telur Keri Tempe Bacem Sayur Lodeh
35
4
Pagi
Siang
Sore
DM: Tumis Kangkung Bubur/Tim Ayam Semur Acr wortel buncis ketimun Bubur/Tim Daging Keri Perkedel Tahu Sup wortel +Kcg hijau Pepaya DM: Tms Kacang Panjang Bubur/Tim Ayam bb Pepes Tahu Semur Sayur Lodeh DM: Tms Bncis+Putren
9
Pagi
Siang
Sore
DM: Acr Wrtel +Ketimun Bubur/Tim Ayam Semur Sup Buncis + Makaroni Bubur/Tim Fuyunghay Tempe Keri Bening Bayam, Labu siam Pisang DM: Tms Kacang Panjang Bubur/Tim Daging Teriyaki Perkedel Kentang Cah Labu Siam, wortel DM: Tumis Bayam
Lampiran 1 Menu RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad (lanjutan) Menu 5
Waktu Makan Pagi
Siang
Sore
Menu Diet
Menu
Bubur/Tim Telur Semur Sayur Keri Buncis wortel kentang Bubur/Tim Ayam Semur Tempe Keri Bening Bayam+Labu Kuning Pisang DM: Stup Wortel
10
Bubur/Tim Daging teriyaki Perkedel Tahu Sup Wortel+macaroni DM: Tumis Bayam
Waktu Makan Pagi
Siang
Sore
Menu Diet Bubur/Tim Telur Semur Sup Oyong + Wortel Bubur/Tim Ikan Saus Tiram (Anak: Cincang Cetak) Tempe Opor Sayur Lodeh Pepaya DM: Acr Wrtel + Ketimun Bubur/Tim Ayam Semur Perkedel Tahu Sup Sayuran DM: Tumis Bayam
36
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian
Gambar 3 Distribusi sentralisasi
Gambar 4 Distribusi sentralisasi