UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT X JAKARTA
TESIS
DEDE SRI MULYANA NPM. 1106118400
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT X JAKARTA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Rumah Sakit
TESIS
DEDE SRI MULYANA NPM. 1106118400
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013 i Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
:
Dede Sri Mulyana
NPM
:
1106118400
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
18 Januari 2013
ii
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama
: Dede Sri Mulyana
NPM
: 1106118400
Mahasiswa Program : S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan
: Kajian Administrasi Rumah Sakit .
Tahun Akademik
: 2012/2013
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Tesis saya yang berjudul : ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT "X" JAKARTA Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan. Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 18 Januari2013
(Dedfij Sri Mulyana) iv Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1.
Allah SWT, Sang Khalik seluruh alam. Pemberi pertolongan yang tak terkira, yang selalu ada untuk hamba-Nya. Yang Maha Pemberi Rahmat. Yang Maha Pembuat Rencana Terindah untuk setiap hamba-Nya;
2.
Ibu Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhD, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; semoga bimbingan yang telah ibu berikan dalam penyusunan tesis ini bernilai ibadah
disisi Allah SWT dan
mendapatkan pahalaNYA; 3.
Kedua orang tua saya yang tidak pernah bosan selalu mendoakan anak-anaknya, serta senantiasa memberikan dukungan untuk kemajuan anaknya;
4.
Anak dan istri tercinta yang selalu memberikan perhatian dan dukungan semangat selama menjalani perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini;
5.
Pihak Rumah Sakit “X” Jakarta, yang telah memberikan izin melakukan penelitian di rumah sakit tersebut dalam rangka memperoleh data;
6.
Rekan – rekan perawat di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta, yang telah bersedia sebagai responden dalam pengambilan data penelitian;
7.
Semua rekan kerja di Komite Mutu, terimakasih atas dukungan dan pengertiannya selama ini;
Tentunya penelitian ini tidak lepas dari kesalahan atau kekurangan, baik secara konteks maupun konten, sehingga peneliti memohon maaf sebesar-besarnya dan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
membuka diri untuk saran dan kritik untuk penelitian ini. Peneliti juga berharap akan ada penelitian sejenis dan lebih baik dari penelitian ini untuk mengembangkan keilmuwan mengenai keselamatan pasien di Indonesia. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 18 Januari 2013
Penulis
v
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
; Dede Sri Mulyana
NPM
:
1106118400
Program Studi
; Kajian Administrasi Rumah Sakit
Fakultas
; Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya
; Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT "X" JAKARTA beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royati Non-Eksklusif ini berarti Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuatdi
: Depok Pada tanggal
: 18 Januari 2013 Yang menyatakan,
vi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
ABSTRAK
Nama
: Dede Sri Mulyana
Program Studi
: Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul
: Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit “X’ Jakarta
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, dan seterusnya. Sejak dideklarasikannya pelaksanaan Patient Safety di Rumah Sakit X pada tahun 2009 hingga tahun 2011, tercatat Insiden Keselamatan Pasien (IKP) sebanyak 171 kasus, dimana IKP paling banyak yaitu sekitar 60% terjadi di pelayanan rawat inap. Melalui penelitian ini, dianalisis penyebab terjadinya IKP di ruang perawatan Rumah Sakit X. Studi dilakukan terhadap 100 perawat pelaksana dengan menggunakan desain cross sectional untuk melihat bentuk hubungan antara variabel individu, kompleksitas pengobatan, kerjama, gangguan/ interupsi, komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan kenyamanan tempat kerja terhadap kejadian IKP. Hasil penelitian menunjukkan variabel karakteristik individu, yang terdiri dari usia, masa kerja, dan kompetensi; dan variabel kerja sama yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian IKP dengan nilai P value masing-masing sebesar 0.028, 0.010, 0.028, dan 0.012. Dengan kata lain variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian IKP adalah variabel karakteristik individu sehingga hasil studi ini bisa menjadi pertimbangan bagi Bagian SDM, Komite Keperawatan dan Bagian Keperawatan Rumah Sakit X dalam melakukan seleksi dan pengembangan SDM Keperawatan dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien. Kata kunci : keselamatan pasien, unit rawat inap, insiden keselamatan pasien, perawat
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
ABSTRACT
Name
: Dede Sri Mulyana
Study Progam
: Post Graduate of Hospital Administrative Study
Title
: Causes Analysis of Patient Safety Incident by Nurses at Inpatient Unit in “X” Hospital Jakarta
Patient safety is a system to make patient care become safer. The systems include risk assessment, identifying and managing the risks associated with patient, and so on. Since the patient safety program has been declared in ‘X’ Hospital in 2009 until 2011, there are 171 cases recorded as a number of the patient safety incident (PSI), most cases about 60% occur in inpatient unit. Through this study, determinants of PSI in inpatient unit X Hospital are analyzed. Study is applied to 100 nursing staffs by cross sectional study design in order to observe the correlation between variable of individual characteristic, medication complexity, teamwork, interruption, communication, standard of procedure operational, and work place comfortable to PSI. Result shows that there is a significant correlation between variable of individual characteristic (include age, working time, and levels of competence) and teamwork to PSI, with the P value: 0.028, 0.010, 0.028, and 0.012. In other word, the most significant variable to PSI is individual characteristic variable so it could be a consideration to recruit and do improvement based on patient safety by Human Resources, Nursing Committee and Nursing Unit of X Hospital.
Keyword: patient safety, inpatient unit, patient safety incident, nurse
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………
iii
SURAT PERNYATAAN ………………………………………………….
iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………
vi
ABSTRAK…………………………………………………………………..
vii
ABSTRACT…………………………………………………………………
viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..
x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….
xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………..
1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….
4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………...
5
1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………….
5
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………
5
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………
6
ix
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Tatakelola Rumah Sakit dan Tatakelola Klinis ……………………
8
2.2.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit …………………………………
9
2.2.1. Latar Belakang………………………………………………..
9
2.2.2. Definisi Keselamatan Pasien …………………………………
11
2.2.3. Tujuan Program Keselamatan Pasien ………………………..
12
2.2.4. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien …………………………
12
2.2.5. Rekomendasi Kebijakan Terkait Keselamatan Pasien ……….
13
2.2.6. Lima Prinsip Keselamatan Pasien ……………………………
14
2.2.7. Enam Sasaran Keselamatan Pasien
14
2.3.
Insiden Keselamatan Pasien ……………………………………….
19
2.3.1. Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien ……………………..
20
2.3.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Insiden
2.4.
Keselamatan Pasien ………………………………………….
21
Manajemen Keperawatan ………………………………………….
32
2.4.1. Pengertian Perawat ………………….………………………..
33
2.4.2. Peran dan Fungsi Perawat …………………………………….
33
2.4.3. Pelayanan Keperawatan ………………………………………
34
2.4.4. Asuhan Keperawatan …………………………………………
35
2.4.5. Kompetensi Perawat…………………………………………..
36
BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT “X” 3.1.
Keyakinan Dasar, Nilai Dasar dan Tata Nilai Rumah Sakit X …….
41
3.2.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit X ………………………………….
42
3.3.
Sistem Manajemen Mutu Akreditasi Rumah Sakit dan ISO
42 Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
9001:2008…………………………………………………………… 3.4.
Struktur Organisasi Rumah Sakit X ………………………………...
43
3.5.
Produk yang Dihasilkan Rumah Sakit X .………………………….
48
3.6.
Sumber Daya Manusia Rumah Sakit X ……………………………
51
3.7.
Sarana dan Prasarana ……………………………………………….
53
3.8.
Kinerja Rumah Sakit X……………………………………………..
54
3.9.
Gambaran Umum Bagian Keperawatan Rumah Sakit X…………..
56
BAB 4 KERANGKA TEORI, KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 4.1
Kerangka Teori ……………………………………………………….
60
4.2
Kerangka Konsep……………………………………………………..
61
4.3
Hipotesis………………………………………………………………
62
4.4
Definisi Operasional…………………………………………………..
64
BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN 5.1
Jenis Penelitian………………………………………………………..
70
5.2
Waktu dan Lokasi Penelitian …………………………………………
70
5.3
Populasi dan Sampel……….………………………………………….
70
5.3.1 Populasi………………………………………………………..
70
5.3.2 Sampel………………………………………………………...
70
Teknik Pengumpulan Data……………………………………………
72
5.4.1 Sumber Data ………………………………………………….
72
5.4.2 Instrumen Penelitian ………………………………………….
73
5.4.3 Cara Pengumpulan Data ……………………………………...
73
5.4
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
5.4.4 Prosedur Penelitian …………………………………………...
73
Uji Penelitian………………………………………………………….
74
5.6. Analisis Data………………………………………………………….
75
5.5
BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1
Hasil Analisa Univariat……………………………………………..
76
6.2
Hasil Analisis Bivariat………………………………………………
83
BAB 7 PEMBAHASAN 7.1
Pelaksanaan Penelitian………………………………………………
94
7.2
Keterbatasan Penelitian……………………………………………..
94
7.3
Hasil Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Individu..………… Insiden Keselamatan Pasien………………………………………..
95
7.4
106
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan…………………………………………………………
107
8.2
Saran………………………………………………………………...
109
DAFTAR REFERENSI
xiii
Lampiran
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Model Sistem Sosioteknikal ………………………………………..……..22 Tabel 3.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ………………............52 Tabel 3.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Profesi ……………………………53 Table 3.3 Pola Ketenagaan Perawat………………………………………………….56 Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan...……………..77 Tabel 6.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja……………….77 Table 6.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenjang Kompetensi……..78 Table 6.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur…….………………78 Tabel 6.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kompleksitas Pengobatan…………………………………………………………………………..79 Tabel 6.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kerjasama dalam Unit….………………………………………………...................80 Tabel 6.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Gangguan/interupsi saat bekerja...……………………………….…………………..80 Tabel 6.8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Komunikasi…………………….…………………………………………………….81 Tabel 6.9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Standar Prosedur Operasional….………...……….………………………………….81 Tabel 6.10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kenyamanan Tempat Kerja……………………………..………………….82 Tabel 6.11. Distribusi Insiden Keselamatan Pasien .………………………..……….83 Table 6.12 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) ……………………………………………………………83 Table 6.13. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………………………………………………………84 Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Table 6.14 Distribusi Responden Menurut Kompetensi Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) ……….………………………………………….85 Table 6.15 Distribusi Responden Menurut Usia Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)………………………..…………………………………..86 Table 6.16 Distribusi Responden Menurut Kompleksitas Pengobatan pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)………………............88 Table 6.17 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerjasama pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………................88 Table 6.18 Distribusi Responden Menurut Persepsi Gangguan / Interupsi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……..………………….………89 Table 6.19 Distribusi Responden Menurut Persepsi Komunikasi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)…………..……………………91 Table 6.20 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap SPO pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……..………………………...91 Table 6.21 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap Kenyamanan dalam Tempat Kerja pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………………………………………………………………………….…92
x Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berkontribusi pada Insiden Keselamatan Pasien…..24 Gambar 2.2 Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” Diagram ………………………25 Gambar 2.3 Model ‘Swiss Cheese’ ………………………………………………...26 Gambar 4.1 Kerangka Teori Insiden Keselamatan Pasien …………………………60 Gambar 4.2 Kerangka Konsep Penelitian..………………………………………….62
xi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Kuesioner Lampiran 2. Crosstab Hasil Analisis Data Lampiran 3. Kuesioner Sebelum Uji Coba Lampiran 4. Kuesioner Setelah Uji Coba
xii
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya
cedera
yang
disebabkan
oleh
kesalahan
akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes, 2011). Di dalam keselamatan pasien terdapat istilah insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden yaitu setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC). Menurut laporan dari IOM (Institute of Medicine) di Amerika tahun 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah keadaan ini menyebabkan tuntutan hukum yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%),diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), transcribing (11%). Kemudian pada tahun 2000, IOM menerbitkan laporan : “To Err is Human”, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
2
penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York tentang Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian, sementara di New York angka KTD sebedar 3,7% dengan angka kematian mencapai 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Dari publikasi WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka – angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6%. Tahun 2001 dalam laporan FDA Safety, Thomas Maria R, et al menemukan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan obat adalah : komunikasi (19%), pemberian label (20%), nama pasien yang membingungkan (13%), faktor manusia (42%), dan disain kemasan (20,6%). Adapun kesalahan yang berhubungan dengan faktor manusia antara lain berhubungan dengan : kurangnya pengetahuan (12,3%), kurangnya kinerja (13,2%), kelelahan (0,3%), kesalahan kecepatan infuse (7%), dan kesalahan dalam menyiapkan obat (7%). Sedangkan menurut penelitian tersebut menurut jenis kesalahan yang paling banyak adalah salah obat (22%), over dosis (17%), salah rute obat (8%), salah tehnik (7%), dan kesalahan dalam monitoring (7%). Ballard (2003) melaporkan bahwa bentuk
KTD meliputi: 28%
merupakan reaksi dari pengobatan atau obat – obat yang diberikan, 42% adalah kejadian yang mengancam kehidupan tetapi dapat dicegah, 20% pelayanan di poliklinik, 10 – 30% kesalahan di laboratorium. Sementara itu bentuk KTD lain yang dilaporkan oleh Mengis & Nicholini (2010) adalah berupa kesalahan dalam pemberian obat dan terkait intervensi pembedahan. Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004. Pada tahun 2007 KKP-RS melaporankan insiden keselamatan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
3
pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lainlain 6%, dan lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, , Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68% . Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses pengobatan pasien. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pelayanan selama menjalani perawatan. Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan yang sedang dijalaninya, memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya setiap pelayanan yang diberikan dan turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diberikan bersama dengan tenaga kesehatan lain. Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat diantaranya melalui Program Keselamatan Pasien dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004. Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005. Setiap rumah sakit membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya cidera yang disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Terjadinya insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit, akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien pada khususnya karena sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan lainnya adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
4
terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan, karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu (Flynn, 2002 dalam Cahyono, 2008).
1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan keselamatan pasien dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada pasien, oleh karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit. Terdapat faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien seperti yang dikemukakan oleh Leape (1994); Dineen (2002); AHRQ (2003); Depkes (2008), Henrikson, et al (2008) meliputi faktor karakteristik individu, sifat dasar pekerjaan, lingkungan fisik, interaksi antara system & manusia, lingkungan organisasi dan sosial, manajemen, dan lingkungan eksternal. Sejak dideklarasikannya pelaksanaan Patient Safety di Rumah Sakit “X” pada tahun 2009, tercatat sampai Desember 2011 jumlah Insiden Keselamatan Pasien berjumlah 171 kasus. Dari jumlah tersebut sekitar 34,5% kasus terkait penggunaan obat (medication error) dan 65,5% kasus lainnya seperti pasien jatuh, salah identitas, salah hasil laboratorium, dan lain-lain. Berdasarkan insiden keselamatan pasien tersebut maka yang tergolong ke dalam Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) sekitar 18%, Kejadian Tidak Cedera (KTC) sekitar 9,4%, dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sekitar 56%. Dari semua Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi di Rumah Sakit “X” tersebut sekitar 60 % terjadi di ruang perawatan. Didalam pelayanan di rumah sakit seperti yang tertuang dalam undangundang nomor 44 tahun 2009
bahwa rumah sakit berkewajiban memberi
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, oleh karena itu rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
5
Sementara itu di unit rawat inap Rumah Sakit “X” telah terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang mencapai 60% dari total insiden, padahal perawat merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit. Hal ini menunjukan bahwa dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien di ruang rawat inap belum mengutamakan aspek keselamatan pasien secara optimal. Keadaan ini disebabkan belum diketahuinya penyebab yang berhubungan dengan Insiden Keselamatan Pasien oleh perawat di unit rawat inap Rumah Sakit “X” sehingga pihak manajemen tidak dapat melakukan pencegahan secara tepat terhadap terjadinya insiden tersebut. Dengan diketahuinya penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh perawat di unit rawat inap, akan lebih mudah dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya Insiden Keselamatan Pasien.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Melakukan identifikasi penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh perawat di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui : 1.3.2.1
Analisa hubungan pendidikan perawat sebagai penyebab Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.2
Analisa hubungan pengalaman kerja perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.3
Analisa
hubungan
kompetensi
perawat
dengan
Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. 1.3.2.4
Analisa hubungan umur perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.5
Analisa hubungan kompleksitas pengobatan dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
6
1.3.2.6
Analisa hubungan kerja sama dalam unit dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.7
Analisa hubungan gangguan atau interupsi pada perawat saat bekerja dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.8
Analisa
hubungan
komunikasi
perawat
dengan
Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. 1.3.2.9
Analisa hubungan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional yang dipakai perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.10 Analisa hubungan kenyamanan tempat kerja perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan rumah
sakit,
sehingga
melalui
penelitian
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit.
1.4.2 Bagi institusi rumah sakit dan unit rawat inap Insiden keselamatan pasien merupakan salah indikator mutu layanan di rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi manajemen di Rumah Sakit “X” Jakarta dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman, dan bermutu tinggi. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat pula. Disamping itu hasil penelitian ini dapat juga menjadi masukan untuk Bagian Keperawatan dalam mengelola perawat di lapangan sehingga Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
7
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lebih aman dan tidak terjadi insiden keselamatan pasien, dan keselamatan pasien menjadi lebih terjamin.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan pengajaran tentang Keselamatan Pasien terutama dalam hal aplikasinya dilapangan. Mengingat keselamatan pasien merupakan issue penting didalam perumahsakitan, diharapkan dalam pemberian materi kuliah tentang keselamatan pasien dapat lebih mendalam dan aplikatif.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tatakelola Rumah Sakit dan Tatakelola Klinis Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan kesehatan yang memiliki banyak komponen yang saling berinteraksi, dengan demikian diperlukan tata kelola atau governance. Rumah sakit memiliki elemen-elemen yang membuat rumah sakit menjadi organisasi yang penuh dengan risiko, antara lain : 1.
Pasien, yang memiliki banyak variabel antara lain jenis penyakit, umur, ras, sex, pendidikan, ekonomi, budaya, dan sosial.
2.
Staf, antara lain memiliki variabel kompetensi, keterampilan, pendidikan, motivasi, dan kesesuaian
3.
Proses, yang meliputi perbedaan, pedoman, guideline, dan prosedur
4.
Sumber daya,
5.
Informasi, yang harus memperhatikan kualitas dan sesuai bila diperlukan, siap untuk dimanfaatkan
6.
Organisasi; yang meliputi elemen filosofi, visi, misi, dukungan untuk perbaikan pelayanan. Keenam elemen di atas akan berdampak pada profesionalitas pelayanan
yang berujung pada risiko, terutama bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit memerlukan tatakelola dalam menjalankan organisasinya. Tata kelola atau governance adalah tindakan atau sikap dalam membentuk kebijakan dan keseteraan (sebuah organisasi, atau kumpulan orang). “Governance is the action or manner of conducting the policy and affairs of (a state, organisation, or people) – Concise Oxford Dictionary (10th Edition)”
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
9
Dalam tata kelola / governance di rumah sakit terdapat dua komponen risiko yaitu: Corporate governance dan Clinical governance seperti yang dikutip dari Jacobalis S (2003). 1. Corporate governance yang menyebabkan risiko layanan usaha (corporate risk) seperti : a.
Risiko kerugian asset
b.
Risiko kerugian pendapatan bisnis
c.
Risiko kerugian tuntutan hukuman
d.
Risiko kesalahan SDM
e.
Risiko kerugian akibat kelemahan sistem prosedur operasional baku atau petunjuk pelaksanaan
f.
Risiko korupsi, tindak criminal, ketidakjujuran karyawan
g.
Risiko kerugian akibat bahaya kesejahteraan tenaga kerja yang tinggi.
2. Clinical governance a.
Risiko complain pasien
b.
Risiko klaim pasien
c.
Risiko kejadian-kejadian kritis (Critical incidents)
d.
Risiko malpraktek
e.
Risiko infeksi nosokomial
f.
Risiko kesalahan medis
g.
Risiko K3 (insiden keselamatan kerja)
Bentuk risiko governance yang saat ini tengah menjadi salah satu fokus para praktisi rumah sakit seluruh dunia adalah clinical governance yakni yang terkait dengan keselamatan pasien.
2.2 Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2.2.1 Latar Belakang Sejak awal tahun 1990, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
10
bermacam-macam konsep dasar. Program regulasi yang diterapkan terutama pada rumah sakit pemerintah seperti Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, dan ISO. Meskipun program-program tersebut telah dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur, proses maupun outcome, namun masih saja terjadi adverse event yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu, perlu penerapan program lain yang lebih mengena langsung pada hubungan dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan (Kertadikara, 2008). Dari berbagai cara meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, mulai dari Quality Assurance, Total Quality Control sampai yang terbaru Continuing Total Quality Improvement (CTQI), sebenarnya berbasis yang relatif sama yaitu “upaya”, jadi yang terpenting tidak hanya dibicarakan kebaikan dan keunggulan, tetapi paling penting adalah dapat dikerjakan. Ada 3 aspek mutu yaitu aspek klinis, aspek efiseinsi, dan aspek Patient Safety (Sabarguna, 2009). Aspek Patient Safety merupakan upaya menjaga mutu dengan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Yahya, 2006). Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu staf medis yang terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak muncul hambatan internal dalam pelaksanaannya. Ada lima karakteristik hambatan personal yang sering muncul dalam penerapan patient safety ini, yaitu (1) visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak jelas, (2) takut dihukum, (3) sistem untuk menganalisis kesalahan tidak memadai, (4) tugas masing-masing staf yang terlalu kompleks, dan (5) teamwork Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
11
yang tidak adekuat (Kalisch BJ., Aebersold M. 2006 dalam Lestari, 2006).
2.2.2 Definisi Keselamatan Pasien Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011,
Tentang
Keselamatan
Pasien
Rumah Sakit). Menurut IOM, keselamatan pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (near miss). Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO World Alliance For Patient Safety, Forward Programme, 2006-2007) mengungkapkan bahwa “Safe care is not an option. It is the right of every patient who entrusts their care to our health care system” yaitu pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan kesehatan. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
12
Dalam PERMENKES RI Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011) disebutkan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut selanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2.2.3 Tujuan Program Keselamatan Pasien Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS), tujuan program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain : 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2.2.4 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Komite Keselamatan Pasien yang dibentuk Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) yang juga disupervisi oleh Departemen Kesehatan tahun 2008 mencanangkan tujuh langkah keselamatan pasien yang harus dijalankan di tiap rumah sakit, antara lain adalah : 1.
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
2.
Pimpin dan dukung staf. Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
13
3.
Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah
4.
Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS.
5.
Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6.
Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7.
Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan
2.2.5 Rekomendasi Kebijakan terkait Keselamatan Pasien Rekomendasi Kebijakan Tingkat Nasional terkait Keselamatan Pasien. Untuk kebijakan tingkat nasional, IOM merekomendasikan beberapa hal yang terkait keselamatan pasien antara lain adalah (Kohn, 2000) : 1. Pembuatan standar untuk organisasi kesehatan dimana organisasi kesehatan harus memberikan perhatian yang besar untuk program keselamatan pasien. Regulator dan badan akreditasi mengharuskan organisasi
kesehatan
untuk
mengimplementasikan
program
keselamatan pasien. 2. Pembuatan standar untuk profesi kesehatan yakni dengan test periodik bagi dokter, perawat dan tenaga lain, sertifikasi, pembuatan kurikulum keselamatan pasien, pelatihan, konferensi, jurnal dan publikasi lain. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
14
2.2.6 Lima Prinsip Keselamatan Pasien Selain program , Kohn (2000) menyusun pula lima prinsip untuk merancang safety system di organisasi kesehatan yakni : 1) Prinsip 1 : Provide Leadership meliputi : a. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama/prioritas b. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama c. Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk program keselamatan d. Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisis error dan redesign sistem e. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi “unsafe” dokter 2) Prinsip 2 : Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses yakni: a. Design job for safety b. Menyederhanakan proses c. Membuat standar proses 3) Prinsip 3 : Mengembangkan tim yang efektif 4) Prinsip 4 : Antisipasi untuk kejadian tak terduga : a. Pendekatan proaktif, b. Menyediakan antidotum dan c. Training simulasi. 5) Prinsip 5 : Menciptakan atmosfer “Learning”
2.2.7 Enam Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
15
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). 2.2.7.1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai
individu
yang
akan
menerima
pelayanan atau
pengobatan; kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk
memperbaiki
proses
identifikasi,
khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan / atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien , seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir gelang identitas pasien, dan lain – lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/ atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi unutuk dapat diidentifikasi.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
16
2.2.7.2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan. Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan / atau prosedur untuk perintah lisan dan telpon. Kebijakan dan / atau prosedur juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. 2.2.7.3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert) Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse event) seperti obat-obatan yang terlihat mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/ NORUM), obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
17
sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat (50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan / atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yangperlu di waspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. 2.2.7.4. Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi adalah sesuai yang menghawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping itu asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
18
Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda yang mudah dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan pada saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multivel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk : 1.
Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
2.
Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang
3.
Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / atau implant yang dibutuhkan.
Tahap sebelum insisi (Time Out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. 2.2.7.5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
19
infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (seringkali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan / atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. 2.2.7.6. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. 2.3 Insiden Keselamatan Pasien Dalam Institue of Medication, patient safety didefinisikan sebagai: “An adverse event results in unintended harm to the patient by an act of commission or omission rather than by the underlying disease or condition of the patient.” Sementara dalam Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah. setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Depkes, 2008). Namun demikian,
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
20
penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit sangat kompleks, melibatkan semua bagian dalam sistem yang berlaku dalam rumah sakit. 2.3.1. Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, insiden keselamatan pasien terdiri dari : 2.3.1.1 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan ( Reason, 1990 dalam To Err Is Human : Building A Safer Health System.) 2.3.1.2 Kejadian Tidak Cedera (KTC) Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera. 2.3.1.3 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Kejadian Nyaris Cedera adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien. 2.3.1.4 Kejadian Potensial Cedera (KPC) Kejadian Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan. 2.3.1.5 Kejadian Sentinel Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi pada Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
21
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata 'sentinel' terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (Mis. Amputasi pada kaki yang salah, dst) sehingga pecarian fakta-fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
2.3.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Insiden Keselamatan Pasien The Institute of Medicine’s (IOM’s), melalui laporannya yang berjudul To Err is Human: Building a Safer Health System yaitu : “Health care is composed of large set of interacting system— paramedic, and emergency, ambulatory, impatient care, and home health care; testing imaging laboratories; pharmacies; and so fort-that are coupled in loosely connected but intricate network of individuals, teams, procedures, regulations, communications, equipment, and devices that function with diffused management in a variable and uncertain environment. Physicians in community practice may be so tenuously connected that they do not even view themselves as part of the system of care” Laporan tersebut menekankan bahwa yang meningkatkan pencegahan terhadap insiden (adverse event) adalah berupa faktor yang sistemik, artinya, tidak hanya berasal dari kinerja seorang perawat, dokter, atau tenaga kesehatan lain (Sanders M et al, 1993). Laporan tersebut juga memberi perhatian pada faktor komunitas manusia yang terlibat pada masalah pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien dihasilkan dari interaksi atau kecenderungan dari beberapa faktor yang diperlukan kecuali beberapa faktor yang tidak sesuai. Kekurangan pada faktor-faktor tersebut terlihat pada sistem, telah lama ada sebelum terjadi suatu insiden. Yang menjadi poin penting adalah pada pemahaman bahwa ada kebutuhan untuk menyadari dan memahami fungsi dari banyaknya sistem yang masing-masing berkaitan dengan setiap penyedia layanan kesehatan dan bagaimana kebijakan serta tindakan yang diambil pada suatu bagian (dalam sistem tersebut) akan berdampak pada kemanan, kualitas dan efisiensi pada sistem bagian lainnya. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
22
Sebuah istilah yang dikenal dalam bidang keselamatan pasien adalah bahwa setiap sistem secara sempurna dirancang untuk meraih hasil yang didapatkan (Henrisken et al, 2008). Istilah tersebut dipopulerkan oleh seorang dokter. Donald Berwick dari Institut Pengembangan Pelayanan Kesehatan, yang sangat fokus pada dasar sistem. Dengan perspektif sistem, fokus adalah pada interaksi dan kebergantungan di antara banyak komponen (yang membentuk sistem) dan tidak berarti hanya komponen di dalam sistem tersebut saja. Beberapa peneliti telah mengusulkan beberapa model sistem dengan faktor. Berikut ini adalah perbandingan elemen-elemen model pada sistem sosioteknikal: Tabel 2.1 Model Sistem Sosioteknikal Authors
Elemen-lemen model/faktor-faktor pada model sistem Henriksen, Kaye, Morisseau 1. Karakteristik Individu 1993 2. Sifat Dasar Pekerjaan 3. Interaksi antara sistem dan manusia 4. Lingkungan Fisik 5. Lingkungan sosial/Organisasi 6. Manajemen 7. Lingkungan Eksternal Vincent 1998 1. Karakteristik pasien 2. Faktor Pekerjaan 3. Faktor individu 4. Lingkungan kerja 5. Faktor manajemen dan organisasi Carayon, Smith 2000 1. Manusia (disiplin ilmu) 2. Teknologi dan Perangkat 3. Lingkungan Fisik 4. Target organisasi 5. Proses pelayanan Pendekatan sistem memberikan perspektif yang luas dalam mencari solusi dalam lingkungan secara fisik dan budaya. Sebagai contoh yaitu bagaimana pengaturan unit, prosedur pelayanan kesehatan, transfer pengetahuan oleh organisasi (organizational knowledge transfer), kesalahan teknis, kurangnya kebijakan dan prosedur, komunikasi antar Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
23
tim dan isu dalam ketenagaan mempengaruhi seorang individu dalam memberikan layanan yang aman dan berkualitas. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akan menghasilkan error atau kesalahan (Carayon, 2003). Menurut Carayon (2003), tipe error dan bahaya dapat terklarifikasi menurut domain atau kejadian dalam spectrum pelayanan kesehatan. Akar permasalahan dari bahaya teridentifikasi menurut definisi berikut yaitu: a. Latent Failure yaitu melibatkan pengambilan keputusan yang mempengaruhi kebijakan, prosedur organisasi dan alokasi sumber daya b. Active Failure yaitu kontak langsung dengan pasien c. Organizational failure yaitu kegagalan secara tidak langsung yang melibatkan
manajemen,
budaya,
organisasi,
proses/protokol,
transfer pengetahuan dan faktor eksternal. d. Technical failure yaitu kegagalan secara tidak langsung dari fasilitas atau sumberdaya eksternal. Depkes, (2008) mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya
insiden
keselamatan
pasien
adalah:
faktor
eksternal/luar rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen, faktor lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas & kinerja, faktor tugas, faktor pasien, dan faktor komunikasi. Sementara Quality/AHRQ
itu
(2003)
Agency
for
mengatakan
Healthcare bahwa
Research
factor
yang
and dapat
menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah : komunikasi, arus informasi yang tidak adekuat, masalah SDM, hal-hal yang berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur kerja, kegagalan teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Bagan (gambar 2.1) di bawah ini menunjukkan komponenkomponen atau faktor-faktor yang perlu dipahami tentang dasar terjadinya adverse event atau insiden keselamatan pasien. Bagan tersebut Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
24
menunjukkan bagaimana setiap faktor berinteraksi satu sama lain. Ketika faktor-faktor tersebut berfungsi secara bersamaan akan terbentuk barrier atau sistem pertahanan terhadap insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah. Namun, apabila terdapat kekurangan atau ketidaksesuaian pada komponen-komponen tersebut dan satu sama lain bergerak terpisah maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem sehingga adverse event dapat terjadi (Henriksen et al, 2008). Bagan di bawah ini juga menunjukkan akar permasalahan sampai penyebab langsung terjadinya insiden keselamatan pasien. Meski tersusun secara bertingkat, setiap faktor tersebut tetap memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien, seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berkontribusi pada Insiden Keselamatan Pasien (Adverse Event) di Pelayanan Kesehatan (Henriksen Kerm et al, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
25
Kekurangan yang terjadi akibat tidak berfungsinya komponenkomponen sistem pertahanan tersebut menggambarkan “holes” atau “lubang-lubang” pada tiap lapisan pertahanan sehingga kondisi yang demikian membentuk apa yang lebih dikenal sebagai model “Swiss Cheese” . Gambar 2.2 Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” Diagram (Reason, 1991)
Pada pelayanan kesehatan, kesalahan ‘aktif’ dapat disebabkan oleh beberapa pelaku pelayanan kesehatan, seperti dokter, perawat, teknisi, dan lain-lain, yang berada pada pelaksanaan atau tindakan, bertanggung jawab pada pasien hingga pada ‘ujung tajam’ (lihat Gambar 2.3) (Cook R et al, 1994). Kondisi laten adalah faktor potensial yang tersembunyi dan tertidur dalam sistem pelayanan kesehatan, faktor potensial ini terdapat atau terjadi pada hulu di tingkatan yang lebih terpencil, jauh dari ujung aktif (Henriksen Kerm et al, 2008).
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
26
Gambar 2.3 Model ‘Swiss Cheese’ yang Menggambarkan lapisan pertahanan, hambatan dan perlindungan secara berturut-turut
Kondisi laten semacam ini lebih terorganisir, kontekstual, dan berdifusi pada dasar bagan atau sistem yang terkait- dijuluki ‘ujung tumpul’. Penampakkan antara kondisi laten dan kesalahan aktif pada gambar di atas menunjukkan bahwa perawat, yang merupakan pemberi layanan kesehatan yang akhir berinteraksi dengan pasien, adalah batas terakhir dari pencegah insiden keselamatan pasien (medical error), dan karenanya paling rentan. Dengan demikian, perawat dapat mewarisi kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan
yang
seharusnya
diambil
(omission)
oleh
orang/petugas lain yang berperan dalam sistem pelayanan kesehatan (Reason J, 1990). Dengan demikian pula, dapat disimpulkan bahwa potensi yang menyebabkan insiden keselamatan pasien sebenarnya sudah ada atau terjadi jauh sebelum dilakukannya pelayanan kesehatan pada pasien dan perawat merupakan barrier terakhir dari terjadinya insiden tersebut pada pasien. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien yang disampaikan oleh Carayon & Smith (2000); AHRQ (2003);
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
27
Depkes (2008); Henriksen, et al (2008); Vincent (1998); dapat disimpulkan meliputi : 2.3.2.1 Karakteristik Individu Pada gambar
2.1 (bagan tentang
faktor-faktor yang
berkontribusi pada insiden keselamatan pasien) terlihat bahwa karakteristik individu merupakan faktor yang berada pada barisan pertama yang memiliki dampak secara langsung pada mutu pelayanan dan meskipun mutu tersebut masih kemungkinan dipertimbangkan untuk dapat diterima atau masih di bawah standar baku. Karakteristik individu termasuk di antaranya adalah kualitas yang dibawa individu tersebut ke dalam pekerjaan-seperti pengetahuan, tingkat keterampilan, pengalaman, kecerdasan, kemampuan mendeteksi, pendidikan dan pelatihan, dan bahkan sikap seperti kewaspadaan, kelelahan, dan motivasi.
2.3.2.2 Sifat Dasar Pekerjaan Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan itu sendiri dan meliputi pula sejauh mana prosedur yang digunakan terdefinisi dengan baik, sifat alur kerja, beban pasien pada puncak dan tidak, ada atau tidak adanya kerja sama tim, kompleksitas perawatan, fungsional alat dan masa penyusutan, interupsi dan pekerjaan yang ‘bersaing’, dan persyaratan fisik / kognitif untuk melakukan pekerjaan. Meskipun studi empirik terhadap dampak faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan tidak sebanyak studi pada faktor-faktor manusia, faktor ini tetap ada (Henrisken, Kerm., et al. 2008). Dengan memperhatikan
literature
mengenai
faktor-faktor
yang
berhubungan manusia, ada banyak penelitian pada dampak dari pekerjaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja manusia sebagian besar diambil dari pertahanan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
28
terkait operasi dan demikian pula pada industri lain yang sangat berbahaya dimana kinerja keahlian manusia memainkan peran penting.
2.3.2.3 Faktor lingkungan fisik Yang terkait dengan faktor lingkungan fisik meliputi pencahayaan, suara, temperature atau suhu ruangan, susunan tata ruang, ventilasi. Pengelolaan gedung rumah sakit harus benarbenar mamikirkan keselamatan baik bagi pasien maupun keselamatan staf didalamnya dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur di dalam Permenkes
nomor
1204/SK/X/2004
tentang
Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Keuntungan dari lingkungan fisik kerja yang sengaja dirancang untuk sifat dasar pekerjaan yang dilakukan telah dipahami dengan baik pada industri lain yang berisiko tinggi selama
bertahun-tahun.
Baru-baru
ini,
profesi
pelayanan
kesehatan telah mulai mengapresiasi hubungan antara lingkungan fisik (seperti desain pekerjaan, peralatan, dan rancangan fisik) dan kinerja petugas (seperti efisiensi, pengurangan kesalahan, dan kepuasan kerja). Pada garis ketiga di gamabr 2.1 juga memperhitungkan pentingnya lingkungan fisik pada pelayanan kesehatan.
2.3.2.4 Faktor interaksi antara sistem dan manusia Yang termasuk dalam faktor ini meliputi perlengkapan atau peralatan medis, lokasi atau peletakan alat-alat, pengontrolan alat, pengontrolan perangkat lunak, penguasaan kertas kerja, penguasaan teknologi informasi. Kesalahan medis sangat jarang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara individu, namun Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
29
lebih banyak disebabkan karena kesalahan system di rumah sakit yang menyebabkan rantai dalam system terputus (Walshe & Boaden, 2006). Interaksi sistem dan manusia menunjuk pada tata dimana dua sistem berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem. Perawat menggunakan perangkat medis dan peralatan secara
intensif
dan
dengan
demikian
memiliki
banyak
pengalaman. Tetapi seringkali terdapat kesesuaian yang kurang antara desain kontrol dan tampilan perangkat dengan kemampuan serta pengetahuan dari pengguna atau perawat itu sendiri.
2.3.2.5 Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di dalam organisasi melakukan perkerjaan mereka. Pengertian ini dapat mengacu lingkungan suatu departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik, cabang, atau suatu organisasi secara keseluruhan. Iklim lingkungan organisasi adalah konsep sistem yang dinamis (Davis, 1996). Lingkungan pekerjaan yakni lingkungan organisasi rumah sakit dapat menentukkan kualitas dan keamanan pelayanan perawat kepada pasien. Sebagai jumlah tenaga terbesar dalam ketenagaan kesehatan, perawat mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk memberikan variasi dan perubahan kebutuhan pasien. Kesalahan pada manusia (human error) dapat didefinisikan sebagai kegagalan dari perencanaan dari tindakan mental atau fisik yang terjadi atau penggunaan perencanaan yang salah dalam mencapai suatu dampak atau keluaran. Kesalahan merupakan suatu fenomena kognitif karena mencerminkan tindakan manusia akibat dari aktivitas kognitif. Near miss dapat didefinisikan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
30
sebagai peristiwa, siatuasi, atau kejadian yang dapat tetapi belum terjadi yang menyebabkan konsekuensi yang merugikan pasien. Kejadian near miss merupakan potensi menjadi suatu faktor yang dapat menjadi tindakan kesalahan atau membahayakan apabila tidak ada perubahan dalam meminimalkan kejadiannya (Institut of Medicine, 2004).
2.3.2.6 Faktor Manajemen Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien, kemudahan
akses
personel,
pengembangan
karyawan,
kemampuan kepemimpinan, kebijakan pimpinan dalam hal SDM, financial, peralatan dan teknologi. Membangun budaya kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil merupakan langkah pertama dalam menetapkan keselamatan pasien rumah sakit (DepKes, 2008). Kondisi yang tidak terencana dengan baik, kurang tepatnya keputusan, atau tidak mengambil suatu tindakan, berkaitan dengan manajer dan siapa pun yang berada pada jajaran pengambil keputusan, adalah periode laten karena semua itu terjadi sejak sangat lama, jauh dari tindakan pada 'akhir lancip' (dalam Swiss Chesse Model) atau pada tindakan akhir yang dilakukan oleh perawat
dan petugas
kesehatan
lainnya.
Keputusan sering dibuat dengan cara longgar, tidak fokus, agak kacau. Karena konsekuensi pengambilan keputusan bertambah secara terus-menerus, berinteraksi dengan variabel lainnya, dan tidak mudah untuk mengisolasi dan menentukkan, orang-orang yang
membuat
kebijakan
organisasi,
membentuk
budaya
organisasi, dan melaksanakan keputusan manajerial jarang bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sebagai contoh, tidak adanya komitmen yang serius untuk meningkatkan kualitas dan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
31
keamanan pelayanan pada level manajemen adalah sebuah kondisi laten atau sulit diubah yang bisa menjadi semu pada waktu dimana konsekuensi insiden hanya ketika "kesalahan penghakiman" menyelaraskan atau membiasakan diri dengan variabel sistem lain seperti beban dan gangguan kerja yang berlebihan, pemasangan peralatan yang dirancang buruk, dan jadwal cepat dan padat dalam melayani pasien (Henrisken, Kerm., et al. 2008). Pada akhirnya, faktor manajemen sangat menentukan dan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan termasuk pada terjadinya insiden keselamatan pasien.
2.3.2.7 Lingkungan Eksternal Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan dasar, demograpi, teknologi terbaru, kebijakan pemerintah, tekanan ekonomi, kebijakan kesehatan, kesadaran masyarakat, iklim politik. Tekanan eksternal dapat memberikan dampak terhadap usaha meningkatkan keselamatan pasien. Tekanan eksternal dapat berupa tuntutan hukum, tuntutan masyarakat terhadap mutu dan keselamatan pasien. Lingkungan eksternal merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat
memiliki komitmen
yang tinggi dalam
menerapkan mutu melalui keselamatan pasien (Henriksen, et. Al, 2008). Tekanan lingkungan eksternal lainnya berupa regulasi nasional terhadap kompetensi SDM pada pelayanan kesehatan (standarisasi profesi, penilaian kompetensi staf, sertifikasi) dan untuk institusi berupa akreditasi rumah sakit (Cahyono, 2008). Meski dalam faktor manajemen terkesan bahwa faktor ini lah yang menjadi sumber permasalahan, namun hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh atau lingkungan luar. Pelayanan kesehatan adalah sistem terbuka, sebagaimana yang terlihat di bagan 2.1, Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
32
setiap tingkatan pada sistem akan mempengaruhi sistem yang lebih rendah dan dipengaruhi oleh sistem yang lebih tinggi sebagai timbal baliknya.
2.4 Manajemen Keperawatan Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan perawatan, pengobatan dan bantuan terhadap para pasien. Sementara tugas manajer keperawatan adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin serta mengontrol keuangan, material, dan sumber daya manusia yang ada unutuk memberikan perawatan seefektif mungkin bagi setiap pasien dan keluarganya. (Gillies, 1996). Tahapan
proses
keperawatan
meliputi
menilai,
mendiagnosa,
merencanakan, menerapkan, mengevaluasi, menilai kembali, mendiagnosa kembali, dan merencanakan kembali. Proses manajemen keperawatan sejajar dengan proses keperawatan sehingga manajemen keperawatan dimaksudkan untuk memudahkan. Proses manajemen keperawatan seperti juga proses keperawatan, terdiri dari pengumpulan data, identifikasi masalah, pembuatan rencana, pelaksanaan rencana, dan evaluasi hasil. (Gillies, 1996). Proses manajemen keperawatan lebih dapat dimengerti melalui pendekatan system yaitu rangkaian kejadian yang saling berhubungan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap system terdiri atas lima unsure yaitu: masukan/input, proses, keluaran/output, control dan umpan balik/feedback. Masukan terdiri atas informasi, personalia, peralatan, dan persediaan. Proses dalam manajemen keperawatan terdiri atas kelompok manajerial yang memiliki kekuasaan terhadap perencanaan, pengarahan dan pengawasan operasi keperawatan. Output dari proses manajemen keperawatan adalah perawtana pasien, pembangunan staf dan penelitian. Pengawasan yang digunakan dalam manajemen keperawatan diantaranya penilaian prestasi kinerja karyawan. Sementara mekanisme umpan balik (feed back) yang digunakan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
33
terdiri atas laporan keuangan, audit asuhan keperawatan, dan jaminan keselamatan. (Gillies, 1996).
2.4.1 Pengertian Perawat Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawaatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 1999). Karakteristik keperawatan sebagi profesi menurut Gillies (1996) yaitu (a) memiliki ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia yang sistemis dan khusus, (b) mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia secara konstan melalui penelitian, (c) melaksanakan pendidikan melalui pendidikan tinggi, (d) menerapkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia dalam pelayanan,
(e) berfungsi secara otonomi dalam
merumuskan kebijakan dan pengendalian praktek profesional, (f) memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat diatas kepentingan pribadi, berpegang teguh pada tradisi leluhur dan etika profesi serta (g) memberikan
kesempatan
untuk
pertumbuhan
profesional
dan
mendokumentasikan proses perawatan 2.4.2 Peran dan Fungsi Perawat Gartinah,dkk (1999) dalam Yully (2011) mengemukakan bahwa dalam praktek keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut : a.
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan menggunakan proses keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
34
b.
Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau keluarganya.
c.
Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat menerimanya.
d.
Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada secara terkoordinasi.
e.
Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
f.
Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar menjadi sehat.
g.
Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat melakukan tugasnya.
2.4.3 Pelayanan Keperawatan Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Wales, 2010). Manajemen keperawatan merupakan pengelolaan aktivitas keperawatan yang dilakukan oleh para perawat dalam upaya Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
35
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat, sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan (Gillies, 1996) Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, Carpetino (1999) mengemukakan bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntut adanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya dua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan
dari
fakasional menjadi
profesional dan
terjadinya
pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi yang rendah akan berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan Puskesmas dan beralih ketempat pelayanan kesehatan lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu. Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai 40% dengan pendidikan strata satu dan dua (Ilyas, 2001).
2.4.4 Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah Keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic, dan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
36
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Menurut Ali (1997) Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari Pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi). Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya
memenuhi
kebutuhan klien. Menurut Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu: a.
Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi
b.
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
c.
Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki
d.
Kebutuhan akan harga diri
e.
Kebutuhan aktualisasi diri
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Asuhan Keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
2.4.5. Kompetensi perawat Kompetensi merupakan suatu kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
37
efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang dipersyaratkan (DepKes, 2006). SDM merupakan salah satu pilar dalam organisasi, SDM sebagai salah satu faktor produksi harus benar – benar merupakan unsur utama yang menciptakan dan merealisasikan keselamatan pasien, hal ini ditampilkan dalam kompetensi yang dimiliki (Cahyono, 2008).
Tingkat kompetensi perawat di Rumah Sakit “X” terdiri dari 5 tingkatan yaitu: 1. Perawat Klinik (PK) I a.
Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III Keparawatan dengan Pengalaman kerja0 th sampe dengan 3,5 th
Pendidikan S1 Ners / S1 Kebidanan dengan Pengalaman kerja0 th – 3,5 th
b.
Pelatihan
Pelatihan BTLS (dewasa/anak/ibu hamil)
Pelatihan perawatan luka
Service excellence
Pelatihan penanggulangan infeksi nosokomial
Pelatihan Patient Safety (Keselamatan Pasien)
Pelatihan kebakaran/disaster
Pelatihan komunikasi terapeutik
Pelatihan pelayanan islami
Pelatihan manajemen asuhan keperawatan
Pelatihan praktek profesi keperawatan etis legal dan peka budaya
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
38
2. Perawat Klinik (PK) II a.
Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III Keparawatan dengan Pengalaman kerja3,6 th – 6,5 th
Pendidikan S1 Ners / S1 Kebidanan dengan Pengalaman kerja3,6 th – 6,5 th
b.
Pelatihan
Pelatihan PK I (up date)
Pelatihan BTCLS (dewasa/anak/ibu hamil)
Pelatihan kardiologi dasar
Pelatihan perawatan luka
Pelatihan perawat professional
Peelatihan perawat kamar bedah I (untuk perawat OK)
Pelatihan perawat endoscopi (untuk perawat endoscopi)
Pelatiihan perawat HD (untuk perawat HD)
Pelatihan perawat maternitas I (RB)
Pelatihan perawat medical bedah I (untuk perawt medical bedah)
Pelatihan perawt pediatric dan perinatologi I (untuk perawat anak)
Pelatihan perawat emergensi I (untuk perawat UGD)
3. Perawat Klinik (PK) III a.
Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III dengan Pengalaman kerja6,6 th sampai dengan pension. Setiap 3 tahun diberikan kenaikan jenjang karir melalui assessmen kompetensi pada level III A, III B, III C, III D, dan III E. setelah III E diadakan assessment kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
39
Pendidikan S1 (Ners) / S1 Kebidanan dengan ,Pengalaman kerja6,6 th sampai dengan 9,5 th.
Pendidikan S2 Ners Spesialis dengan Pengalaman kerja0 – 3,5 th
b.
Pelatihan
Pelatihan PK II (Up date)
Pelatihan BTCLS lanjutan /ACLS
Pelatihan perawat mahir ICU II (untuk perawat ICU)
Pelatihan perawat pediatric dan perinatologi II ( untuk perawat anak dan kebidanan)
Pelatihan perawat medical bedah II (perawat medical bedah)
Pelatihan maternitas II (untuk kebidanan)
Pelatihan pediatric dan perinatologi II (perawat anak)
Pelatihan emergensi II (untuk perawat UGD)
4. Perawat Klinik (PK) IV a.
Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan S1 (Ners) / S1 Kebidanan dengan Pengalaman kerja9,6 th sampai dengan pension. Setiap 3 tahun diberikan kenaikan jenjang karir melalui assessmen kompetensi pada level IV A, IV B, IV C, dan IV D. setelah IV D diadakan assessmen kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun
Pendidikan S2 Ners – Spesialis dengan Pengalaman kerja3,6 th – 6,5 th
Pendidikan S3 Keperawatan dengan Pengalaman kerja0 – 3,5 th
b.
Pelatihan
Pelatihan PK III (Up date)
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
40
5. Perawat Klinik (PK) V a.
Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan S2 Ners – Spesialis dengan Pengalaman kerja6,6 tahun sampai pension. Setiap 3 tahun diadakan assessmen kompetensi untuk refresh.
Pendidikan S3 keperawatan dengan Pengalaman kerja3,6 tahun sampai dengan pension.
Setiap 3 tahun diberikan
kenaikan jenjang karir melalui assessmen kompetensi pada level V A dan V B.
setelah V B diadakan assessmen
kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun. b.
Pelatihan Pelatihan PK IV (Up date)
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
41
BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT “X”
3.1. Keyakinan Dasar, Nilai Dasar dan Tata Nilai Rumah Sakit “X” 3.1.1. Keyakinan Dasar Rumah Sakit “X” Keyakinan dasar ini diterapkan sebagai pembangkit semangat dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pengguna jasa rumah sakit. Keyakinan tersebut antara lain : a.
Bekerja sebagai ibadah kepada Allah SWT
b.
Hubungan berbasis kepercayaan
c.
Prakarsa
d.
Kerja Tim
e.
Focus ke customer
f.
Profesionalisme
3.1.2. Nilai Dasar Rumah Sakit “X” Nilai dasar Rumah Sakit “X” merupakan pemandu terwujudnya visi dan misi di atas serta suatu sikap yang harus dimiliki oleh semua karyawan Rumah Sakit “X”. Nilai dasar tersebut antara lain: Kejujuran : Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan karena Allah SWT semata. Integritas
: Kemampuan untuk mewujudkan apa yang telah kita katakan.
Kebersihan : Kebersihan jiwa, tindakan dan lingkungan kerja Penghargaan atas martabat manusia : Sikap menghargai manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Keikhlasan : Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan karena Allah SWT semata. Keterbukaan Pikiran : Kemampuan untuk menerima pendapat orang lain.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
42
3.1.3. Tata Nilai Rumah Sakit “X” Tata nilai dalam pemberian jasa pelayanan yang berlaku Rumah Sakit “X” adalah mengutamakan ketulusan dan kejujuran, menghargai martabat manusia, keadilan, kerja sama dan prakarsa.
3.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit “X” 3.2.1 Tugas Rumah Sakit “X” : Melaksanakan
upaya
kesehatan
secara
berdayaguna
dan
berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
3.2.2 Fungsi Rumah Sakit “X” : 3.2.2.1. Menyelenggarakan pelayanan medis; 3.2.2.2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis; 3.2.2.3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan; 3.2.2.4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan; 3.2.2.5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; 3.2.2.6. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
3.3. Sistem Manajemen mutu Akreditasi Rumah Sakit dan ISO 9001:2008 3.3.1 Sistem Manajemen mutu Akreditasi Rumah Sakit Rumah Sakit “X” telah menerapkan system manajemen mutu akreditasi tingkat dasar (lima pelayanan) oleh Badan Akreditasi Departemen Kesehatan RI pada bulan April 1998. Lima pelayanan yang telah diakreditasi yaitu Unit Gawat Darurat, Administrasi, Keperawatan, Pelayanan Medik dan Rekam Medik dengan hasil lulus. Saat ini Rumah Sakit “X” telah mendapat Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Standar Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
43
Pelayanan pada tanggal 9 Desember 2009 dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Depertemen Kesehatan RI.
3.3.2 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Selain menerapkan system manajemen mutu
akreditasi rumah
sakit, Rumah Sakit “X” juga telah mengikuti penilaian ISO 9001: 2000. persiapan penilaian ISO 9001: 2000 dimulai pada tanggal 13 Juni 2002 dengan mempersiapkan dokumen manual mutu, prosedur mutu Prosedur Operasional Baku Rumah Sakit “X”. Selanjutnya pada tanggal 22 November 2002, Rumah Sakit “X” mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2000 untuk semua pelayanan. Hingga kini, Rumah Sakit “X”
tetap
mempertahankan sertifikat ISO 9001: 2000 dengan melakukan renual tiga tahun sekali; tahun 2005, 2008 dan 2011. Pada tanggal
18 Juli
2010 telah di upgrade menjadi ISO 9001:2008 untuk semua pelayanan.
3.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit “X” Berdasarkan Keputusan Direktur Rumah Sakit “X” No: 193/ RSHJ/ WAS/ SK/ VIII/ 2009 tentang Bagan Struktur Organisasi Rumah Sakit “X”, Rumah Sakit “X” terdiri dari Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur Pelayanan dan SDM dan Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan yang kemudian membawahi beberapa bagian, antara lain : Bagian Keperawatan, Bagian Pelayanan Klinik, Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Sistim Informasi Manajemen (SIM), Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan dan Akuntansi, Bagian Umum, Bagian Mutu, Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (MK3L), Komite Medik, Komite Keperawatan. Dalam menjalankan kegiatan dalam sebuah organisasi perlu dilakukan pengorganisasian supaya kegiatan dapat berjalan dengan teratur, lancar dan sistematis. Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi diperlukan struktur organisasi. Berdasarkan surat keputusan Direktur tentang strukutur organisasi Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
44
Rumah Sakit “X” terdiri dari Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur Pelayanan dan SDM, Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, yang kemudian membawahi beberapa bagian yaitu: 3.4.1 Bagian Keperawatan Bagian Keperawatan membawahi 3 sub bagian yaitu: a.
Sub Bagian Pengembangan Keperawatan
b.
Sub Bagian Penunjang Keperawatan yang membawahi Koordinator Gizi
c.
Sub Bagian Pelayanan Keperawatan yang membawahi Kepala Ruangan Rawat Inap, Rawat Jalan, PICU, dan NICU, ICU, Keperawatan ICU, OK, Ruang Bersalin, Perinatal, Neonatus, UGD, Keperawatan UGD, Sentral Opname, Poli Sore.
3.4.2
Bagian Pelayanan Medik Bagian Pelayanan Medik dipimpin oleh Kepala Bagian Pelayanan
Medik sebagai Penanggung jawab yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah melaksanakan pengelolaan kegiatan pelayanan medis rawat jalan dan rawat inap. Adapun fungsinya yaitu: a.
Penyusunan rencana kebutuhan pelayanan serta pengembangan pelayanan medis.
b.
Koordinasi pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi kegiatan dan mutu pelayanan medis.
c.
Pengumpulan
dan
pengolahan
data
utilisasi
serta
koordinasi
pengusuluan peralatan medis.
Bagian pelayanan medik membawahi beberapa unit yaitu: a.
Sub Bagian Farmasi yang membawahi Koordinator Distribusi Rajal, Koordinator Distribusi Ranap dan Koordinator Gudang Farmasi.
b.
Laboratorium Klinik membawahi koordinator laboratorium Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
45
c.
Bank Darah
d.
Radiologi membawahi Koordinator Radiologi
e.
Hemodialisa
f.
Rehabilitasi Medik membawahi Koordinator Rehabilitasi Medik
g.
Koordinator Rekam Medik
3.4.3 Bagian SDM Bagian SDM dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Bagian SDM membawahi beberapa koordinator sub bagian yaitu: Kesekretariatan, Pengelolaan SDM, dan Pengembangan SDM. 3.4.4 Bagian SIM Bagian SIM dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah melakukan control dokumen, pelaksanaan desain dan operasi, serta pengembangan desain dan sistem. 3.4.5 Bagian Pemasaran Bagian Pemasaran dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah melaksanakan kegiatan promosi, informasi, handling complain, pengaturan keamanan, serta perencanaan pengembangan produk. 3.4.6 Bagian Keuangan dan Akuntansi Bagian Keuangan dan Akuntansi dipimpin oleh Kepala Bagian yang menjabat sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan. Sub Bagian Keuangan membawahi: a.
Koordinator JP3
b.
Koordinator Penerimaan (Bendahara) Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
46
c.
Koordinator Pengeluaran (Bendahara)
d.
Koordinator Penagihan Piutang
e.
Koordinator Penganggaran dan Akuntansi
3.4.7 Bagian Umum Bagian umum dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan. Tugasnya adalah melaksanakan urusan umum yang menunjang kegiatan di rumah sakit. 3.4.8 Komite Mutu Komite Mutu dipimpin oleh seorang Ketua Komite sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Bagian ini terdiri dari empat sub komite yaitu, sub komite Mutu & Manajemen Risiko, sub komite K3 dan Patient Safety, sub komite kesehatan lingkungan, dan sub komite Infeksi Nosokomial & CSSD.
Adapun tugasnya adalah sebagai berikut: a.
Sub komite Mutu & Manajemen Risiko adalah membuat atau revisi dokumen
ISO
9001:2000,
melaksanakan
tinjauan
manajemen,
melaksanakan audit internal, membuat dan memantau pengisian PPI, membuat pencapaian sasaran mutu RS, dan memastikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di Rumah Sakit “X” berjalan sesuai dengan rencana yang tertulis, membuat manajemen risiko terintegrasi pada semua kegiatan di RS. b.
Sub komite K3 dan Patient Safety adalah membuat dan monitoring program patient safety. Bekerjasama dengan sub komite mutu dan manajemen risiko dalam pengendalian dan monitoring risiko. Analisa terhadap keselamatan dan kesehatan terhadap manusia, alat, dan lingkungan sampai pekerjaan tersebut dinyatakan aman. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
47
c.
Sub komite kesehatan Lingkungan adalah menciptakan lingkungan rumah sakit yang sehat yang meliputi penyehatan ruang dan bangunan, makanan dan minuman, air dan tempat pencucian, penanganan sampah dan limbah rumah sakit, sterilisasi dan disinfeksi, serta pengendalian serangga dan bintang pengganggu.
d.
Sub komite infeksi nosokomial & CSSD adalah melakukan pemantauan dan pencegahan kejadian infeksi nosokomial, melakukan sterilisasi sentral semua instrument dan perlengkapan lain yang harus steril dalam rangka pelayanan.
3.4.9 Komite Medik Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dairi tenaga ahli atau profesi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada Direktur Utama dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Komite medik, merupakan wadah non struktural kelompok professional medis yang keanggotaannya terdiri dair Ketua Kelompok Staf Medis atau yang mewakili. Pembentukan Komite Medik ditetapkan oleh Direktur Utama untuk Pengalaman kerja3 (tiga) tahun. Komite Medik dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama. Tugas Komite Medik adalah memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusun standar pelayanan medis, hak klinis khusus kepada Staf Medis Fungsional, program pelayanan, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. 3.4.10 Komite Keperawatan Komite keperawatan merupakan wadah non struktural kelompok professional keperawatan yang keanggotaannya terdiri dari ketua kelompok staf atau yang mewakili. Komite Keperawatan ditetapkan oleh Direktur Utama untuk Pengalaman kerjakerja 3 (tiga) tahun. Komite Keperawatan dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama. Tugas Komite Keperawatan adalah memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusun standar pelayanan keperawatan, Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
48
pengawasan dan pengendalian mutu keperawatan, program pelayanan, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
3.5 Produk yang Dihasilkan Rumah Sakit “X” 3.5.1 Pelayanan Rawat Jalan Rawat Jalan di Rumah Sakit “X” memiliki 16 Poliklinik yang ditangani oleh dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis yang berpengalaman di bidangnya. Poliklinik itu terdiri dari : a) Poliklinik Kulit-Kelamin dan Perawatan Wajah b) Poliklinik Mata c) Poliklinik Gigi d) Poliklinik Akupuntur e) Poliklinik Jantung f) Poliklinik Kebidanan dan Kandungan g) Poliklinik Penyakit Dalam h) Poliklinik Anak i) Poliklinik Syaraf j) Poliklinik THT dan Kepala Leher k) Poliklinik Paru dan Pernafasan l) Poliklinik Umum m) Poliklinik Bedah n) Poliklinik Kesehatan Jiwa o) Poliklinik Konsultasi Gizi p) Poliklinik Rehabilitasi Medis
3.5.2 Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit “X” mempunyai 218 tempat tidur yang terbagi atas kelas Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III. Kelas SVIP 4 buah tempat tidur, kelas VIP 15 buah tempat tidur, kelas I 35 buah tempat tidur, kelas II 84 buah tempat tidur, kelas III 53 buah tempat tidur, Neonatus 12 buah tempat Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
49
tidur, NICU 2 buah tempat tidur, ICU 5 buah tempat tidur, Ruang Bersalin 8 buah tempat tidur. Fasilitas yang tersedia di kamar Super VIP dan VIP terdiri dari 1 tempat tidur setiap kamar, 1 set meja kursi tamu/sofa, 1 set meja makan, kamar mandi, lemari, kulkas, AC, dan Televisi. Fasilitas yang tersedia pada kelas I terdiri dari 2 tempat tidur di setiap ruangan, AC, Televisi, kamar mandi dan 1 set meja kursi tamu/sofa. 3.5.3 Pelayanan Kamar Bedah (OK) Ruang tindakan operasi yang tersedia bejumlah tiga kamar digunakan untuk semua jenis operasi. Pasien kamar bedah bisa beraal dari Rawat inap, rawat jalan, Ruang Bersalin, dan Gawat Darurat. 3.5.4 Pelayanan Ruang Bersalin Sub bagian ruang Bersalin merupakan sub bagian keperawatan yang memiliki kapasitas sembilan tempat tidur dan tiga ruang tindakan. Untuk kelahiran normal dilakukan di ruang tindakan. Sedangkan untuk kelahiran yang diharuskan seccio dialihkan ke kamar bedah. Pasien yang telah melahirkan, diobservasi dahulu antara 2-3 jam, kemudian dibawa ke ruang rawat gabung ibu dan bayi. 3.5.5 Pelayanan Ruang Intensif Care Unit (ICU) dan Intensive Cardio Care Unit (ICCU) Sub bagian ICU/ICCU merupakan ruangan yang disiapkan untuk pasien yang membutuhkan perawatan secara intensif dan khusus. Pasien ICU/ICCU membutuhkan banyak alat bantu perawatan dan perhatian lebih sehingga tempatnya harus dipisahkan dengan pasien lain. Sub bagian ICU/ICCU memiliki tujuh tempat tidur yang artinya hanya bisa menerima tujuh pasien. 3.5.6 Pelayanan Gawat Darurat Unit Gawat Darurat Rumah Sakit “X” dilengkapi dengan kamar bedah minor (ruang tindakan) yang dilengkapi oksigen dan alat penyedot lendir (suction) sentral, ruang resusitasi, dan ruang observasi. Peralatan medis yang Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
50
mendukung dalam kegiatan di unit ini di antaranya alat pemicu jantung, EKG Monitor, Ventilator, Saturasi O2 dan lain-lain. 3.5.7 Pelayanan Farmasi Sub bagian Farmasi merupakan salah satu bagian pelayanan untuk pasien. Kegiatan yang dilaksanakan dalam sub Bagian Farmasi Rumah Sakit “X” meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan, distribusi dan evaluasi. Dalam pendistribusian, untuk pasien rawat inap maupun ruang bersalin, ICU/ICCU atau gawat darurat, obat diambil oleh POS (pembantu orang sakit atau Asisten Perawat) yang akan diserahkan kepada perawat jaga ruangan untuk diberikan pada pasien yang dirawat sesuai dengan jadwal pemberian obatnya. 3.5.8 Pelayanan Laboratorium Sub Bagian Laboratorium Rumah Sakit “X” menyediakan fasilitas pemerikasaan hematologi seperti pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, retikulosit, pemeriksaan kimia klinik seperti pemeriksaan ginjal, lemak, liver fungsi test, pemeriksaan immunoserologi, urinalisa, dan faeces, bakteriologi, mikrobiologi, dan Pantologi Anatomi. Dalam menyediakan darah, laboratorium Rumah Sakit “X” bekerja sama dengan PMI (Palang Merah Indonesia). 3.5.9 Pelayanan Radiologi Untuk menunjang ketepatan deteksi problem kesehatan pasien, Rumah Sakit “X” melengkapi Unit Radiologi dengan alat X-Ray, CT Scan (Computerized Tomography Scanning), USG (Ultra Sono Graphy) Doppler, Dental X-Ray, Panoramix dan Flouroscopy. Sub bagian ini melayani asien rawat jalan maupun pasien dari luar yang membawa surat pengantar dari dokter yang merujuk. 3.5.10 Sub Bagian Gizi Rumah Sakit Sub bagian gizi Rumah Sakit “X” adalah salah satu unit dari penunjang Pelayanan Keperawatan. Sub bagian ini melayani pasien yang menjalani perawatan di rawat inap dan karyawan di bagian yang mempunyai risiko terjadinya infeksi nosokomial. Makanan yang diberikan disesuaikan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
51
dengan kondisi dan jenis penyakit serta diet yang diberikan oleh dokter yang merawat. 3.5.11 Sub Bagian Pemeliharaan Alat Kesehatan Pemeliharaan di Rumah Sakit “X” mempunyai dua metode yaitu preventive maintenance dan corrective maintenance. preventive maintenance adalah pemeliharaan alat kesehatan secara rutin yang dilakukan setiap tiga bulan sekali dan corrective maintenance adalah pemeliharaan perbaikan alat kesehatan yang rusak yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Setiap bagian dapat langsung menghubungi petugas alat kesehatan untuk memperbaiki alat yang rusak. Alat kesehatan yang memerlukan perawatan atau perbaikan dapat dilakukan di tempat atau dapat dibawa ke workshop jika tidak dapat diselesaikan di tempat (bagian yang bersangkutan). 3.6
Sumber Daya Manusia Rumah Sakit “X” Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, aset terbesar yang dimiliki rumah sakit adalah sumber daya manusia. Rumah Sakit “X” memiliki jumlah SDM sebanyak 751 orang yang berkontribusi dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan semaksimal mungkin. Komposisi SDM Rumah Sakit “X” dapat dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, profesi, dan status karyawan. Untuk tingkat pascasarjana terdapat 20 orang, tingkat sarjana 102 orang, tingkat Diploma IV 1 orang, tingkat Diploma III 400 orang, tingkat Diploma I 1 orang. Tingkat SLTA atau setaranya terdapat 213 orang dan SMP 10 orang serta tingkat SD terdapat 4 orang. Untuk perinciannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
52
Tabel 3.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan Pasca Sarjana
Sarjana
S2 Administrasi RS S2 Agama S2 Anak S2 Anasthesi
1 1 2 2
S2 Bedah S2 Jantung S2 Jiwa S2 Kebidanan
1 1 0 1
S2 Kulit S2 Mata
2 1
S2 Paru S2 Patologi Klinik S2 Penyakit Dalam
0
S2 Radiologi S2 Rehab Medik S2 Syaraf S2 THT
1
S1 Administrasi Niaga S1 Agama S1 Akuntansi S1 Apoteker S1 Arabic S1 Ekonomi S1 Hukum S1 Kedokteran Gigi S1 Kedokteran Umum S1 Keperawatan S1 Kesehatan Masyarakat
SD, SMP,
Diploma
1 4 6 7
SLTA
1 10 16 3
SD 4 SKKA 6 SMA 159 SMAK 7
0 7 1 2
D1 Sekretaris D3 Akuntansi D3 Analis Kesehatan D3 Anasthesi D3 Manajemen Inf & Dokumen D3 Askes D3 Farmasi D3 Fisioterapi
1 0 16 9
SMEA SMF SMP SPK
6 17 10 1
6 43
D3 Gizi D3 Kebidanan
8 28
SPRG STM
3 14
12
261
1
D3 Keperawatan D3 Kesehatan Lingkungan D3 Kesehatan Masyarakat
1
1
S1 Komputer S1 Manajemen Informatika S1 Manajemen Administrasi
2
D3 Keuangan
2
1 1
S1 Pendidikan S1 Psikologis
1 3
9 0
2
S1 Sosial
2
S1 Teknik S1 Teknik Informatika S1 Teknik Sipil
1
D3 Manajemen D3 Manajemen Industri D3 Manajemen Informatika D3 Manajemen Perbankan D3 Refraksionis D3 Rekam Medik D3 Teknik Elektromedik D3 Teknik Informatika D3 Teknik Rontgen
2 1
2
1 1
1 10
9 0
2 1 10
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
53
D3 Teknik Sipil D4 Gizi
1 1 402
TOTAL 20 102 Sumber: Bagian SDM RS X Tahun 2012 Berdasarkan Ketenagaan atau Profesi Tabel 3.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Profesi S No. 1.u
Medis
2.m
Paramedis Perawatan
Ketenagaan
b 3.e
Paramedis Penunjang
4. 5.
Penjaga Orang Sakit Non Medis TOTAL
Dokter Apoteker Perawat Bidan Anasthesi Analis Laboratorium Refraksionis Radiografer Teknik Elektromedik Fisioterapi Asisten Apoteker Ahli/ Penata Gizi
Jumlah 27 7 309 29 3 26 2 11 2 9 32 9 45 240 751
Sumber: Bagian SDM RS X Tahun 2012 3.7 Sarana dan Prasarana Selama berdiri, Rumah Sakit “X” terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan melengkapi saran dan prasarana yang dibutuhkan. Hingga kini, sarana dan prasarana yang tersedia adalah sebagai berikut : 1.
Listrik
: 935 KVA +Genset 450 KVA
2.
Air Bersih
: kapasitas 144 m3
3.
Pengelolaan limbah cair dengan menggunakan sistem Sewerage Waste Treatment Plant (SWTP) dengan system biofilter aerob dan anaerob.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
227
54
Selain itu juga menggunakan system Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan kapasitas 4 m3. 4.
Pengelolaan limbah padat rumah tangga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan kapasitas container sampah 6 m3. Limbah padat medis dengan kapasitas incinerator 1.000 liter.
5.
Telepon
: 28 saluran
6.
Ambulance
: 3 unit
7.
Ambulance jenazah
: 3 unit (2 bekerja sama dengan pihak ketiga)
8.
Kendaraan operasional
: 4 unit
9.
Kamar bedah
10. Perpustakaan 11. Kantin dan operasi 12. Anjungan Tunai Mandiri (BNI, BCA, Mandiri) 3.8 Kinerja Rumah Sakit “X” Keberhasilan suatu rumah sakit dapat dilihat dari kinerja rumah sakit tersebut. Kinerja berasal dari pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit kepada para pelanggannya dalam periode wwaktu tertentu. Beberapa indikator kinerja rumah sakit adalah sebagai berikut : 3.10.1. Bed Occupancy Rate (BOR) Merupakan persentase pemanfaatan tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini dapat memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur. Nilai parameter dari BOR yang ideal antara 60% 85% (Wjayanto, 2008). Angka BOR Rumah Sakit “X” selama 3 tahun terakhir, yaitu tahun 2009 dan 2010 telah mencapai nilai yang ideal yaitu 66 % dan 67,1 %, pada tahun 2011 terjadi penurunan yaitu 55,3 %, hal ini disebabkan karena adanya renovasi ruang perawatan Hasanah I. Rumus BOR: Jumlah Hari Perawatan (HP) x 100% Jumlah Tempat Tidur x Hari
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
55
3.10.2. Bed Turn Over (BTO) BTO merupakan frekuensi pemakaian tempat tidur. Menunjukkan berapa kali tempat tidur terpakai dalam satu periode. Dengan indikator ini dapat dilihat tingkat efisiensi pemakaian tempat tidur (Wijayanto, 2008). BTO yang ideal berkisar 40 - 50 kali. BTO Rumah Sakit “X” pada tahun 2009, 2010 dan 2011 sebesar 70 kali, 71 kali dan 60 kali. Hal ini menunjukkan bahwa BTO Rumah Sakit “X” tidak ideal karena melebihi angka BTO yang ideal. Agar Rumah Sakit “X” dapat mencapai BTO yang ideal, sebaiknya Rumah Sakit “X” menambah jumlah tempat tidur di rawat inap. Rumus BTO : Jumlah Pasien Keluar (Hidup + Mati) Jumlah tempat tidur
3.10.3. Length of Stay (LOS) LOS merupakan rata-rata lama rawat seorang pasien di rumah sakit. Selain berguna untuk menentukan tingkat efisiensi, juga dapat memberi gambaran tentang mutu pelayanan rumah sakit. Nilai LOS yang ideal adalah antara 3 - 6 hari (Wijayanto, 2008). Pada tahun 2009 - 2011, LOS Rumah Sakit “X” telah mencapai nilai yang ideal, yaitu 3,5 hari. 3.10.4. Turn Over Interval (TOI) TOI merupakan rata-rata hari tempat tidur tidak diisi dari saat diisi terakhir sampai saat diisi berikutnya. Nilai ideal TOI adalah 1 - 3 hari (Wijayanto, 2008). Pada tahun 2009, 2010, dan 2011, TOI Rumah Sakit “X” termasuk dalam angka yang ideal, yaitu 2 hari, 2 hari, dan 3 hari. Rumus TOI :
(Jumlah TT x Hari)- Hari perawatan RS Jumlah pasien (hidup + mati) Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
56
3.9 Gambaran Umum Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X” 3.9.1 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil Sesuai dengan standar ketenagaan keperawatan di Rumah Sakit Kemenkes RI tahun 2005, untuk itu ditetapkan Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit “X” sebagai berikut: Table 3.3 Pola Ketenagaan Perawat No
Jabatan Pelayanan
Jumlah
1
Kepala Bidang Keperawatan
1
Kualifikasi Personil Pendidikan : S1/S2 Keperawatan Pelatihan :
2
3
4
Ka.Sub.Pelayanan
1
1. Service Excellent 2. Leadership/Managerial Skill 3. Manajemen Keperawatan 4. Manajemen Umum Pendidikan : S1 Keperawatan
Keperawatan
Pelatihan :
Ka.Sub.Pengembangan
1. Leadership Skill 2. Manajemen Pelayanan Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum. Pendidikan : S1 Keperawatan
1
keperawatan
Pelatihan :
Ka.Sub.Penunjang
1. Leadership Skill 2. Manajemen Pelayanan Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum. Pendidikan : S1 Keperawatan
keperawatan
1
Pelatihan : 1. Leadership Skill 2. Manajemen Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum.
Pelayanan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
57
5
Kapala Ruang Perawatan
1
Pendidikan : S1 Keperawatan /D3 Kebidanan Pelatihan : Service Excellent, Leadership Skill, Manajemen Kepala Ruangan, pasien safety, Pengendalian infeksi nosokomial.
6
Klinikal Instruktur Ruang
2
Perawatan
Pendidikan : S1 Keperawatan/D3 Keperawatan/Kebidanan Pelatihan : Clinikal Instruktur, Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
7
Ka.Tim Perawatan
2-3
Pendidikan : S1 Keperawatan Pelatihan : Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
8
PJ.Shift Perawatan
3-4
Pendidikan : S1 Keperawatan Pelatihan : Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
9
Pelaksana Perawatan
Sesuai
Pendidikan : D3 Keperawatan
standar
Pelatihan : Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
58
ruangan
10
Pembantu Orang sakit (POS)
Komunikasi Terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, Interpretasi EKG, Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 10 kasus terbanyak, Perawatan Keperawatan Islami, Pengendalian Infeksi Nosokomial, Pelatihan Terapi Cairan, Analisa gas darah, Pemberian Terapi Oksigen dan analisa hasil Lab Elektrolit dan gula darah.
Sesuai
Pendidikan : SMU+
standar
Pelatihan : Service Excellent, Pelatihan POS.
ruangan
3.9.2 Standar Fasilitas Jumlah dan jenis peralatan di ruang rawat inap bervariasi tergantung dari jenis ruangannya: (ruang dewasa, ruang anak-anak, ruang bayi dan ruang maternitas). Ketentuan yang dipakai mengenai ruangan rawat inap di Rumah Sakit “X” adalah : -
Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata.
-
Tersedia ruangan khusus atau isolasi
-
Penerangan yang adequat
-
Suhu ruangan dengan AC central/split, suhu antara 22°C – 25°C
-
Kelas SVIP
: 1 kamar, 1 orang
-
Kelas VIP
: 1 kamar, 1 orang
-
Kelas I
: 1 kamar, 2 orang
-
Kelas II
: 1 kamar, 4 orang
-
Kelas III
: 1 kamar, 5 orang
-
Ruang isolasi
: 1 kamar, 1 orang
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
59
Standar alat-alat yang sangat mendasar yang harus tersedia di ruang perawatan, antara lain: 1.
Tempat tidur khusus (dapat diatur posisi pasien sesuai kebutuhan, dengan menggunakan remote ataupun manual)
2.
Alat pengukur tekanan darah, ada disemua ruang perawatan
3.
Pulse oxymetri, ada sesuai kebutuhan ruangan
4.
Alat BPM
5.
Alat Syringe Pump
6.
Alat Infus Pump
7.
Alat E K G, ada di semua ruangan
8.
Alat pengukur suhu (thermometer), ada sesuai kebutuhan pasien
9.
Alat penghisap (suction) baik manual atau sentral
10. Oksigen manual atau sentral 11. Lampu sorot untuk melakukan tindakan (sesuai kebutuhan) 12. Trolley Emergency yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergency : Laringoskop, ambu bag, O2, obat-obatan (Sulfat Atropin, adrenalin, dll) 13. Stetoscope sesuai kebutuhan pasien 14. Kursi Roda 15. Lampu Rontgen 16. Timbangan Dewasa
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
60
BAB 4 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
4.1. Kerangka Teori Merujuk pada model sistem milik Henriskey, Kaye, Morisseau (1993) dalam Henriksen, Kerm., et al (2008) bahwa elemen-elemen yang terkait pada kejadian inseiden keselamatan pasien faktor karakteristik individu, faktor sifat dasar pekerjaan, faktor lingkungan fisik, interaksi system dan manusia, faktor lingkungan organisasi dan lingkungan sosial, faktor manajemen, faktor lingkungan eksternal, dan faktor pasien.
Gambar 4.1 Kerangka Teori Insiden Keselamatan Pasien (Henriskey, Kaye, Morisseau 1993 dalam Henrisken, Ker., et al, 2008) Karakteristik individu : Pengetahuan, Keterampilan, Kapabilitas sensori & memori, Training & edukasi, Kelelahan & kewaspadaan, Tingkat pendidikan, Pengalaman kerja, Usia, motivasi, keterampilan, dst
Sifat Dasar Pekerjaan : alur atau cara kerja, beban pekerjaan, kerja sama tim, kompleksitas pekerjaan, kemampuan kognitif Interaksi antara Sistem dan Manusia : system, peralatan, teknologi informasi, dst
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Lingkungan Fisik : desain tempat dan peralatan kerja, suhu, kebisingan, pencahayaan Lingkungan social/Organisasi: lingkungan organisasi, Komunikasi, SOP, Kekuasaan & kepemimpinan, dst
Manajemen: Struktur orgsnisasi, budaya safety, kepemimpinan, staffing, dst
Lingkungan Eksternal : Kebijakan kesehatan, demographyc, dst
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
61
4.2. Kerangka Konsep Sebagai landasan pikir untuk melakukan penelitian disusun kerangka konsep yang dikembangkan lebih fokus berdasarkan teori yang mengacu pada tinjauan pustaka. Kerangka konsep dapat dikatakan sebagai rangkuman dari kerangka teori (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Di dalam penelitian ini, variabel independen dibatasi yakni meliputi karakteristik individu, sifat dasar pekerjaan, dan lingkungan organisasi. Pemilihan ketiga variable utama ini adalah karena mengingat ketiga variable ini yang kemungkinan dapat diukur dengan indikator yang lebih jelas. Adapun sub variabel yang termasuk di dalamnya, seperti tingkat pekerjaan, masa kerja, dan usia adalah pembatasan yang dilakukan oleh peneliti, mengingat pembuat model (Henriskey, et al (1993)) yang dirujuk tidak membatasi variable apa yang termasuk dalam variable utama. Namun demikian, penentuan variabelvariabel pendukung tersebut sesuai dengan apa yang tertera dalam penjelasan dari pembuat konsep (Henriskey, et al (1993)) tersebut. Sementara, variable dependen yang diteliti difokuskan pada Insiden Keselamatan Pasien. Peneliti ingin mengetahui hubungan antara variable independen meliputi faktor karakteristik individu perawat (tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi, umur), faktor sifat dasar pekerjaan (kompleksitas pengobatan pasien, kerja sama dalam unit dan gangguan atau interupsi), faktor lingkungan & organisasi (komunikasi, Standar
Prosedur Operasional,
kenyamanan tempat kerja) dengan variabel dependen yaitu Insiden Keselamatan Pasien.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
62
Kerangka konsep penelitian dapat dijelaskan dalam diagram konseptual sebagai berikut : Variabel independen
Variabel dependen
Karakteristik individu : 1. Pendidikan 2. Pengalaman kerja 3. Kompetensi 4. Umur
Sifat dasar pekerjaan : 1. Kompleksitas pengobatan 2. Kerja sama dalam unit 3. Gangguan atau interupsi
Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap RS X
Lingkungan organisasi & social : 1. Komunikasi 2. Standar Prosedur Operasional 3. Kenyamanan tempat kerja
Gambar 4.2. Kerangka konsep penelitian faktor – faktor yang berhubungan dengan risiko insiden keselamatan pasien oleh perawat
4.3. Hipotesis 4.3.1 Hipotesis mayor Karakteristik individu, faktor sifat dasar pekerjaan, dan faktor lingkungan organisasi & sosial sebagai penyebab terjadinya Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
63
4.3.2. Hipotesis minor 4.3.2.1 Semakin rendah tingkat pendidikan perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.2 Semakin pendek pengalaman kerja perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.3 Semakin rendah tingkat kompetensi perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.4 Semakin muda umur perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.5 Semakin kompleks pengobatan pasien semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.6 Semakin rendah kerja sama antar perawat dalam memberikan pelayanan semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. 4.3.2.7 Semakin banyak gangguan atau interupsi pada perawat saat bekerja semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. 4.3.2.8 Semakin tidak efektif komunikasi perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.9 Semakin rendah pelaksanaan Standar Prosedur Operasional oleh perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”. 4.3.2.10 Semakin tidak nyaman tempat kerja semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
64
4.4. Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Variable independen Pendidikan Ijazah yang diperoleh pada bidang keperawatan Pengalaman kerja
Periode waktu dalam tahun dimana perawat bekerja di unit rawat inap RS X
Cara Ukur
Alat Ukur
Mengisi Kuesioner
Kuesioner
Mengisi Kuesioner
Kuesioner
Hasil Ukur 1. D3 Keperawatan 2. S1 Keperawatan
Skala Ukur Ordinal
Lama Bekerja … tahun Rasio Untuk kepentingan analisis, dilakukan pengelompokan kembali berdasarkan nilai median : 1. ≤ 6 tahun 2. > 6 tahun
Kompetensi
Level kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang dibuat oleh komite keperawatan RS X
Mengisi Kuesioner
Kuesioner
1. PK I 2. PK II 3. PK III 4. PK IV 5. PK V
Ordinal
Untuk kepentingan penelitian, jenjang kompetensi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
65
dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cut of point : Kompetensi rendah : PK I dan PK II Kompetensi tinggi : PK III, PK IV, PK V Umur
Usia perawat pada saat mengisi kuesioner
Mengisi Kuesioner
Kuesioner
….tahun
Rasio
Untuk kepentingan analisis, dilakukan pengelompokan kembali: 1. ≤ 30 tahun 2. > 30 tahun
Kompleksitas Pengobatan
Rata-rata jumlah diagnose Mengisi penyakit pada pasien yang Kuesioner ditangani di unit tempat bekerja selama 1 bulan
Kuesioner
1. Sangat setuju Nominal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
66
skor dan uji normalitas: (1) Kompleks ≤ 10 (2) Tidak Kompleks >10 Kerja sama dalam Persepsi perawat terhadap Mengisi unit iklim kerja sama antar Kuesioner perawat, antara perawat dan dokter, dan antara perawat dan POS (Pembantu Orang Sakit) di unit tempat bekerja
Kuesioner
Gangguan atau interupsi
Kuesioner
Adanya aktivitas lain yang Mengisi harus dilakukan pada saat Kuesioner sedang memberikan pelayanan kepada pasien
1. Sangat setuju Ordinal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas : Kerjasama kurang ≤ 5 Kerjasama baik > 5 1. Sangat setuju Odinal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
67
berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas: Gangguan tinggi n >10 Gangguan rendah ≤ 10 Komunikasi
Keaktifan interaksi verbal Mengisi perawat dengan sesama Kuesioner perawat dan antar profesi di unit tempat bekerja, serta dengan pasien/keluarga pasien yang terkait dengan asuhan keperawatan
Kuesioner
Standar Prosedur Persepsi perawat terhadap Mengisi Operasional standar prosedur Kuesioner operasional yang sistematis dan mudah dijalankan
Kuesioner
1. Sangat setuju Ordinal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas: Komunikasi tidak efektif ≤ 9 Komunikasi efektif > 9 1. Sangat setuju Nominal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
68
analisis, peneliti mengelompokannya kembali: Persepsi tidak baik ≤ 13 Persepsi baik > 13 Kenyamanan tempat kerja
Persepsi perawat terhadap Mengisi pencahayaan, suhu, dan Kuesioner tingkat kebisingan dalam mendukung konsentrasi kerja
Kuesioner
1. Sangat setuju Nominal 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, peneliti mengelompokannya kembali: Tidak nyaman ≤ 13 Nyaman > 13
Variable dependen Insiden Setiap kejadian yang tidak Mengisi Keselamatan disengaja dan kondisi yang Kuesioner Pasien mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien
Kuesioner
1. Tidak Pernah 2. Kadang-Kadang 3. Sering 4. Selalu
Nominal
Untuk kepentingan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
69
analisis, peneliti mengelompokannya kembali: IKP Positif ≤ 90% skor IKP Negatif > 90% skor
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
70
BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN
5.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat inap, dengan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya insiden keselamatan pasien oleh objek penelitian. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan
pendekatan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan
dengan survei analitik pendekatan kuantitatif menggunakan desain cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara variable-variabel yang termasuk risiko dan efek dengan cara pendekatan pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama. Sehingga dengan desain ini hasil dapat diperoleh dengan cepat dan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variable risiko maupun variable efek.
5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit “X” di Jakarta khususnya di unit rawat inap. Dengan waktu penelitian atau pengambilan data yaitu pada bulan Desember Tahun 2012.
5.3. Populasi dan Sampel 5.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Rumah Sakit “X” yang memiliki Pengalaman kerjalebih dari 1 tahun.
5.3.2. Sampel 5.3.2.1. Kriteria Inklusi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
71
Responden yang memliki profesi sebagai perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit “X”, memiliki Pengalaman kerjalebih dari 1 tahun. 5.3.2.2. Kriteria Eksklusi Responden yang bekerja di Rumah Sakit “X” berprofesi perawat namun menduduki jabatan struktural dan perawat yang sedang melaksanakan cuti. 5.3.2.3. Besar Sampel Besar sampel untuk penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sampel minimal untuk satu populasi (Lemeshow et.al) , yaitu: N. Z21-α/2PQ
n=
d2 (N-1)+Z21-α/2PQ n = Jumlah yang dibutuhkan N = Jumlah Populasi Z 1-α/2 = tingkat kepercayaan sebesar 95% p = Proporsi keadaan yang akan dicari p=50% (0,5) q = (1-p) d = sampling error sebesar 10% n = 225. (1.96)2 . (0.5). (0.5) (0.1)2. (225-1) + (1.96)2. (0.5). (0.5) = 216.09 2.24 + 0.9604 = 67
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
72
Berdasarkan perhitungan menggunakan
rumus diatas
dari jumlah populasi sebesar 225 orang maka besar minimal sampel yang diperlukan adalah 67 orang. Untuk menghindari adanya drop out sample maka peneliti menambah jumlah sampel sebanyak 10% dengan begitu jumlah sampel keseluruhan adalah 74 orang. Namun berdasarkan pengalaman dari peneliti sebelumnya yang sudah melakukan penelitian ditempat yang sama, bahwa pengisian kuesioner oleh perawat mengalami kesulitan dalam hal pengembalian kuesioner, hal ini disebabkan kesibukan perawat dalam pekerjaan rutinnya. Oleh karena itu pada penelitian yang saya lakukan penyebaran kuesioner lebih banyak, yakni sejumlah 115 kuesioner.
5.3.2.4. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan propotion random sampling yaitu pengambilan sampel dengan memproporsikan sampel berdasarkan ruangan atau unit kerja perawat. Sehingga diharapkan keseluruhan sampel mewakili setiap ruangan atau unit kerja yang ada. Namun demikian, pemilihan responden juga mempertimbangkan kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini serta pertimbangan peneliti dan dari kepala ruangan atau kepala perawat di tiap ruangan rawat inap sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.
5.4.
Teknik Pengumpulan Data 5.4.1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer. Sumber data primer berasal dari kuesioner yang memuat beberapa
faktor
yakni
faktor
karakteristik
individu
perawat
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
73
(pendidikan,
masa kerja, kompetensi, umur), faktor sifat dasar
pekerjaan (kompleksitas pengobatan pasien, kerja sama dalam unit dan gangguan atau interupsi), faktor (komunikasi, Standar
lingkungan & organisasi
Prosedur Operasional, kenyamanan tempat
kerja). 5.4.2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengukur variable independen dan dependen. Kuesioner berisi pernyataan – pernyataan yang terkait, untuk karakteristik individu mengenai variabel tingkat pendidikan, masa kerja, kompetensi, dan umur; untuk sifat dasar pekerjaan berisi pernyataan terkait variabel kompleksitas pengobatan, kerjasama dalam unit, dan gangguan atau interupsi saat bekerja; serta untuk lingkungan organisasi dan sosial yang berisi pertanyaan terkait komunikasi, Standar Prosedur Operasional dan kenyamanan tempat kerja.
5.4.3. Cara Pengumpulan Data Cara pengumpulan data untuk data kuantitatif adalah melalui instrument kuesioner yang diisi dengan cara mengisi kuesioner.
5.4.4. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian saat pengumpulan data dengan cara meminta persetujuan dari pihak rumah sakit. Kemudian peneliti menyebarkan kuesioner kepada unit-unit terkait dengan meminta persetujuan dengan kepala ruangan.
Setelah kepala ruangan
menyetujui peneliti meminta sampel untuk mengisi kuesioner. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner adalah 10 menit hingga 15 menit. Kuesioner diisi pada hari kuesioner tersebut diberikan dan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
74
dikembalikan pada hari kuesioner diberikan setelah diisi oleh responden.
5.5. Uji Penelitian 5.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 orang perawat di Rumah Sakit “X”. uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dapat dimengerti oleh perawat. Untuk melihat validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan pengujian yaitu : 1) Uji validitas instrumen mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Pengolahan uji validitas instrumen penelitian ini dengan menggunakan metode Item-Total Correlation.Pernyataan dinyatakan valid, jika r hitung ≥ r tabel (Priyatno,2009). 2) Uji reliabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat pengukur yang sama. Dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua. Dengan teknik ini alat pengukur (kuesioner) dibelah menjadi dua, kemudian dilakukan uji korelasi dengan rumus korelasi product moment antara belahan pertama dengan belahan kedua (Soekidjo Notoatmodjo,2010)
5.6.
Analisis Data Analisis data penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara: 1.
Analisis Univariat
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
75
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi berupa gambaran statistik deskriptif dari masing-masing variabel.
2.
Analisis Bivariat Dilakukan analisis hubungan antara setiap variabel bebas dengan variabel terikat untuk melihat apakah hubungan yang terjadi bermakna secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Squre untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas kategorik dengan variabel terikat kategorik (Hastono, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
76
BAB 6 HASIL PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian ini menggunakan kuesioner yang belum pernah ada sebelumnya, sehingga terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas didapatkan hasil dari perbandingan antara nilai r hasil dengan nilai r table (0,4132), terdapat beberapa pernyataan dalam kuesioner yang tidak valid. Untuk pernyataan yang tidak valid lebih disebabkan karena kurang jelasnya pernyataan tersebut karena berupa pernyataan positif dan negative. Untuk itu dilakukan perubahan susunan kalimat sehingga pernyataan lebih jelas dan penyusunan
kembali posisi kalimat positif dan negative untuk
mempermudah pemahaman pernyataan.
6.1.
Hasil Analisis Univariat Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah perawat yang bekerja di RS X yang berjumlah 100 orang. Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi atau proporsi dari seluruh variabel independen dan dependen yang diteliti. Variabel independen pada penelitian ini terdiri dari karakteristik individu, meliputi usia, pendidikan, Pengalaman kerjadan kompetensi, kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan, komunikasi, Standar Prosedur Operasional dan kenyamanan tempat kerja. Sementara itu, Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah Insiden Keselamatan Pasien.
6.1.1. Karakteristik Individu Dalam penelitian ini, yang dimaksud karakteristik individu responden adalah mencakup umur, pendidikan terakhir, jenjang kompetensi, dan masa kerja. Frekuensi tiap variable yang mewakili karakteristik individu tersebut dapat dilihat pada table berikut ini:
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
77
Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Variabel Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
D3
75
75%
S1
25
25%
Total
100
100%
Distribusi pendidikan responden (perawat pelaksana) adalah pada pendidikan D3 dan S1 Keperawatan. Dari hasil analisis univariat diketahui bahwa responden yang berpendidikan D3 jauh lebih banyak dibandingkan responden berpendidikan S1, dimana jumlah responden berpendidikan D3 adalah 75 responden atau sekitar 75%, sementara sisanya berpendidikan S1, yaitu 25 responden atau sekitar 25%.
Table 6.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Variabel Pengalaman Kerja ≤ 6 tahun
Frekuensi
Persentase (%)
77
77%
> 6 tahun
23
23%
Total
100
100%
Pengalaman kerja responden adalah dalam rentang 2 – 18 tahun. Untuk kepentingan penelitian, pengalaman kerja dikelompokkan dari nilai median pengalaman kerja tersebut, yaitu 6 tahun. Dari tabel 6.2 terlihat bahwa responden yang memiliki lama kerja ≤ 6 tahun adalah lebih banyak yaitu sejumlah 77 responden, sementara yang memiliki pengalaman kerja > 6 tahun adalah 23 responden.
Table 6.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenjang Kompetensi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
78
Variabel Jenjang Kompetensi Kompetensi rendah
Frekuensi
Persentase (%)
51
51%
Kompetensi tinggi
49
49%
Total
100
100%
Jenjang kompetensi perawat di RS X terdiri dari level PK (Perawat Klinik ) I hingga PK V, penetapan jenjang kompetensi ini berdasarkan pendidikan, Pengalaman kerjadan pelatihan, kemudian dilakukan penilaian secara periodik oleh Komite Keperawatan.
Untuk meningkatkan level,
seorang perawat perlu mengikuti berbagai jenis pelatihan, termasuk pelatihan keselamatan pasien. PK I dan PK II dapat dijadikan satu kelompok karena memiliki kesamaan pada keikutsertaan dalam pelatihan keselamatan pasien pada tingkatan yang sama. Sementara, pada PK III dan V telah mengikuti pelatihan yang lebih lengkap termasuk mengenai keselamatan pasien dalam tingkat lanjutan dan telah memiliki pengalaman yang lebih lama dalam tahap implementasi penuh. Dari tabel 6.3 diketahui bahwa sebanyak 51 responden berkompetensi rendah atau dalam level PK I dan II, sementara sisanya 49 responden lainnya berkompetensi tinggi atau sudah dalam level PK III, IV, danV.
Tabel 6.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Variabel Umur ≤ 30 tahun
Frekuensi
Persentase (%)
51
51%
> 30 tahun
49
49%
Total
100
100%
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
79
Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa rata-rata usia perawat yang menjadi responden adalah 30 tahun sehingga untuk kepentingan penelitian, usia responden dikelompokkan berdasarkan nilai mean sehingga terbentuk kelompok responden berusia ≤ 30 tahun sejumlah 51 orang dan responden berusia > 30 tahun sebanyak 49 atau 49% dari total responden.
6.1.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kompleksitas
Pengobatan
(Asuhan
Keperawatan),
Kerjasama,
Gangguan/Interupsi, Komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan Kenyamanan Tempat Kerja Rumah Sakit “X”
Variabel kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan/ interupsi, komunikasi, kenyamanan tempat kerja dan standar prosedur operasional dikembangkan dengan menggunakan data primer responden yang kemudian di analisis dengan memperhatikan nilai tengah skor dan normalitas persebaran data, seperti terlihat dalam table 6.5.
Tabel 6.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kompleksitas Pengobatan Variabel Kompleksitas Pengobatan Kompleks
Frekuensi
Persentase (%)
61
77%
Tidak Kompleks
39
23%
Total
100
100%
Tabel 6.5 di atas menggambarkan distribusi responden berdasarkan setiap variabel. Terdapat sejumlah 61 responden yang berpersepsi bahwa pasien yang dilakukan perawatan di unit kerjanya adalah kompleks. Artinya,
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
80
sebagian besar responden memiliki persepsi bahwa asuhan keperawatan yang dilakukan adalah kompleks.
Tabel 6.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kerjasama dalam Unit Variabel Kerjasama Kerjasama kurang
Frekuensi
Persentase (%)
75
75%
Kerjasama baik
25
25%
Total
100
100%
Variabel kerjasama, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpersepsi kerjasama kurang yaitu sebanyak 75 responden atau sekitar 75%, sementara yang mempunyai persepsi kerjasama baik hanya 25 responden atau sekitar 25%.
Tabel 6.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Gangguan/interupsi saat bekerja Variabel Gangguan
Frekuensi
Persentase (%)
Tinggi
64
64%
Rendah
36
36%
Total
100
100%
Pada table 6.7, variabel gangguan/interupsi saat bekerja, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpersepsi mengalami gangguan tinggi pada saat bekerja yaitu sebanyak 64 responden atau sekitar 64%, sementara yang mempunyai persepsi gangguan rendah saat bekerja terdapat 36 responden atau sekitar 36%.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
81
Tabel 6.8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Komunikasi
Variabel Komunikasi Tidak efektif
Frekuensi
Persentase (%)
57
57%
Efektif
43
43%
Total
100
100%
Pada table 6.8, variabel komunikasi, menunjukkan bahwa 57 atau sekitar 57% responden berpersepsi komunikasi tidak efektif, yang berarti bahwa mekanisme komunikasi antar profesi, dan antar sesama perawat tidak berjalan dengan baik walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh dengan yang berpersepsi komunikasi efektif. Sementara responden yang mempunyai persepsi komunikasi efektif terdapat 43 responden atau sekitar 43%.
Tabel 6.9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) Variabel SPO Persepsi tidak baik
Frekuensi
Persentase (%)
16
16%
Persepsi baik
84
84%
Total
100
100%
Variabel Standar Prosedur Operasional menunjukkan sebaliknya, sebesar 84 orang berpersepsi baik terhadap SPO yang berarti bahwa sebagian besar responden telah mengetahui adanya SPO, mengerti, dan mendapatkan kegunaan SPO dalam menjalankan asuhan keperawatan yang aman, dan sekitar 16% bisa dikatakan tidak mengetahui adanya dan manfaat SPO di unit kerjanya.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
82
Tabel 6.10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kenyamanan Tempat Kerja
Variabel Kenyamanan Tidak Nyaman
Frekuensi
Persentase (%)
88
88%
Nyaman
12
12%
Total
100
100%
Pada table 6.10, variabel kenyamanan tempat kerja, menunjukkan bahwa 88% responden berpersepsi tempat kerja tidak nyaman yang berarti bahwa responden sebagian besar merasakan ketidaknyamanan diruang perawatan tempat bekerjanya. Sementara responden yang mempunyai persepsi tempat kerja nyaman terdapat 12 responden atau sekitar 12%. Persepsi atau penilaian yang kurang baik terhadap masing-masing variabel menggambarkan kecenderungan responden terhadap kejadian insiden keselamatan pasien. Semakin baik persepsi terhadap variabel-variabel tersebut maka akan semakin risiko terjadinya
IKP di unit tempat kerja
responden.
6.1.3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Variabel IKP pada penelitian ini berdasarkan skor yang dihitung dari berbagai pertanyaan tentang insiden keselamatan pasien. Apabila skor kurang dari atau sama dengan 90% maka dimasukkan ke kelompok IKP Positif yang berarti menyebabkan IKP, dan jika skor lebih dari 90% dimasukkan dalam kelompok IKP Negatif yang berarti tidak menyebabkan IKP. Penentuan angka 90% ini berdasarkan kenyataan di lapangan dimana IKP adalah insiden yang dapat berakibat fatal jika terjadi kepada pasien dan rumah sakit harus mengutamakan keselamatan pasien dalam memberikan pelayanan, oleh karena itu perawat tidak di tolerir melakukan kesalahan ketika memberikan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
83
pelayanan kepada pasien. Pada tabel 6.11 berikut ini tergambar distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian IKP:
Tabel 6.11. Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit “X” Variabel
Frekuensi
Persentase
IKP Positif
51
51%
IKP Negatif
49
49%
Total
100
100%
Tabel 6.11. menunjukkan bahwa sebaran IKP terlihat cukup mengkhawatirkan, dimana 51 IKP Positif (51%) yang berdasarkan penilaian responden pernah melakukan kesalahan dan mengakibatkan insiden keselematan pasien di unit kerja masing-masing. Sementara, jumlah IKP Negatif tidak jauh berbeda yakni 49 (49%).
6.2.
Hasil Analisis Bivariat
6.2.1. Hubungan antara Pendidikan dengan Insiden Keselamatan Pasien Table 6.12. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Pendidikan
IKP
Perawat
Positif n
Pendidikan
35
Total Negatif
% 47%
n 40
%
n
53%
75
OR
P
(95% CI)
value
% 100%
D3
0.492
Pendidikan
16
64%
9
36%
25
100%
51
51%
49
49%
100
100%
0.2 – 1.2
S1 Jumlah
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.204
84
Dari table 6.12 di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berpendidikan D3 jauh lebih banyak dari yang berpendidikan S1. Sebagian besar, sebanyak 47%, dari jumlah responden yang berpendidikan D3 menyebabkan IKP (IKP Positif). Sementara pada responden yang berpendidikan S1 memiliki proporsi yang lebih besar terhadap IKP. Akan tetapi, jumlah perbedaan proporsi kedua kelompok responden berdasarkan pendidikan ini tidak cukup menunjukkan hubungan antara variabel pendidikan dengan terjadinya IKP. Hal ini juga terlihat pada P-value sebesar 0.204 yang menunjukkan
tidak ada perbedaan proporsi atau tidak ada
hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan dengan kejadian IKP.
6.2.2. Hubungan antara Pengalaman kerjadengan Insiden Keselamatan Pasien Table 6.13 Distribusi Responden Menurut Pengalaman kerjaPerawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Masa Kerja
IKP Positif
Total Negative
OR
P
(95% CI)
value
n
%
n
%
n
%
≤ 6 tahun
35
64%
20
36%
55
100%
3.172
> 6 tahun
16
36%
29
64%
45
100%
1.395 – 7.210
Jumlah
51
51%
49
49%
100 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbagi dalam kelompok masa kurang dan sama dengan 6 tahun dan lebih dari 6 tahun. Jumlah responden yang memiliki Pengalaman kerja≤ tahun adalah 55 orang sementara responden > 6 tahun adalah 45 orang. Pada kelompok responden yang memiliki lama kerja ≤ 6 tahun, sebanyak 35 orang terkait atau menyebabkan kejadian IKP (IKP Positif) sementara 20 lainnya tidak demikian. Sementara, pada kelompok responden yang telah bekerja > 6
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.010
85
tahun, distribusi terhadap keterkaitannya dengan IKP bertolak belakang dengan kelompok responden dengan Pengalaman kerja≤ 6 tahun. Pada kolom p value dapat terlihat angka 0.010, dengan demikian bermakna bahwa ada perbedaan proporsi antara Pengalaman kerjadengan terjadinya IKP. Dengan kata lain, ada hubungan yang signifikan antara Pengalaman kerjadengan kejadian IKP. Dengan nilai OR sebesar 3.1 atau 3, dapat diintepretasikan pula bahwa kelompok Pengalaman kerja≤ 6 tahun berisiko 3 kali lebih besar menyebabkan insiden keselamatan pasien.
6.2.3. Hubungan antara Kompetensi dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.14 Distribusi Responden Menurut Kompetensi Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Kompetensi
IKP
Perawat
Kompetensi
Positif
Total
OR (95% CI)
Negative
n
%
n
%
n
%
32
63%
19
37%
51
100%
Rendah
2.659
Kompetensi
P value
19
39%
30
61%
49
100%
51
51%
49
49%
100
100%
1.2 – 5.9
0.028
Tinggi Jumlah
Table 6.14 menunjukkan proporsi antara kelompok responden berdasarkan kompetensi dan hubungannya dengan kejadian insiden keselamatan pasien (IKP). Dari keseluruhan, total responden berkompetensi rendah hampir sama dengan responden berkompetensi tinggi. Angka menunjukkan responden yang berkompetensi tinggi adalah 49 sementara Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
86
responden berkompetensi rendah adalah 51 responden. Pada kelompok berkompetensi tinggi, responden yang terkait atau menyebabkan kejadian IKP (IKP Positif) adalah sebanyak 19. Angka tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan
jumlah
responden
berkompetensi
menyebabkan IKP (IKP Negatif).
tinggi
yang
tidak
Sementara itu, pada kelompok
berkompetensi rendah, responden yang terkait atau menyebabkan IKP jauh lebih banyak (32 orang) dibandingkan dengan yang tidak menyebabkan IKP (19 orang). P-value menunjukkan angka 0.028, artinya lebih kecil dari nilai p value α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi antara kompetensi dengan kejadian insiden keselamatan pasien, atau ada hubungan yang bermakna antara kompetensi dengan insiden keselamatan pasien. Dilanjutkan dengan nilai OR sebesar 2.98 atau 3, yang berarti responden, dalam hal ini perawat, yang memiliki kompetensi rendah memiliki risiko 3 kali lebih besar menyebabkan kejadian IKP dibandingkan yang memiliki kompetensi tinggi.
6.2.4. Hubungan antara Usia dengan Insiden Keselamatan Pasien Berikut ini analisis yang menggambarkan hubungan antara kelompok usia dengan risiko dan kejadian Insiden Keselamatan Pasien di RS X:
Table 6.15 Distribusi Responden Menurut Usia Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Usia
IKP
Responden
Positif
Total Negative
OR
P
(95% CI)
value
n
%
n
%
n
%
≤ 30 tahun
32
63%
19
37%
51
51%
2.66
> 30 tahun
19
39%
30
61%
49
49%
1.2 – 5.9
Jumlah
51
51%
49
49%
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.028
87
Dari table di atas dapat diketahui bahwa jumlah kelompok usia ≤ 30 tahun adalah 51 responden, lebih banyak dibandingkan kelompok usia > 30 tahun yang berjumlah 49 responden. Pada variabel usia ini terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki kecenderungan menyebabkan IKP (IKP Positif). Sebaliknya, pada kelompok usia > 30 tahun, hanya sebagian kecil yang terkait atau menyababkan IKP. Di akhir perhitungan analisis didapatkan nilai p-value sebesar 0.028 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan potensi insiden keselamatan pasien. Dengan nilai OR sebesar 2.6 atau 3, dapat diintepretasikan pula bahwa kelompok usia ≤ 30 tahun berisiko 3 kali lebih besar menyebabkan insiden keselamatan pasien.
6.2.5. Hubungan
antara
Kompleksitas
Pengobatan
dengan
Insiden
Keselamatan Pasien Pada table 6.16 di bawah ini, terlihat bahwa responden yang memiliki persepsi bahwa pengobatan yang kompleks berjumlah lebih banyak (61 orang) dibandingkan jumlah responden yang berpersepsi sebaliknya (39 orang). Dari kelompok responden yang memilki persepsi bahwa asuhan keperawatan kompleks, sebanyak 29 orang tersebut terkait atau menyebabkan IKP (IKP Positif), sementara 32 orang lainnya tidak terkait atau menyebabkan IKP (IKP Negatif). Sedangkan, pada kelompok responden yang memiliki persepsi kompleksitas pengobatan tidak kompleks, sebagian besar di antaranya justru terkait atau menyebabkan IKP. Dari proporsi keduanya telah terlihat bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kedua kelompok (tidak kompleks dan kompleks) pada risiko menyebabkan insiden keselamatan pasien. Hal itu diperkuat lagi dengan nilai p-value yang lebih besar dari nilai p-value sebesar 0.255.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
88
Table 6.16 Distribusi Responden Menurut Kompleksitas Pengobatan pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Kompleksitas
IKP
Asuhan
Positif
Total Negative
keperawatan
n
%
n
%
n
%
Kompleks
29
48%
32
53%
61
100%
Tidak
22
56%
17
47%
39
100%
51
51%
49
49%
100 100%
Kompleks Jumlah
OR
P
(95% CI)
value
0.7 0.3 – 1.6
0.509
6.2.6. Hubungan antara Kerja Sama dengan Insiden Keselamatan Pasien Table 6.17 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerjasama pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Kerjasama dalam Asuhan Keperawatan Kerjasama kurang Kerjasama Baik Jumlah
IKP Positif
Total Negative
n
%
n
%
n
%
26
68%
12
32%
38
100%
25
40%
37
60%
62
100%
51
51%
49
49%
100 100%
OR
P
(95% CI)
value
3.207 1.4 – 7.5
Gambaran perbedaan proporsi antara kerjasama dengan risiko terjadinya insiden keselamatan pasien (IKP) ditunjukkan pada table 6.17 di atas. Dari segi proporsi kerjasama, kelompok responden yang memiliki persepsi terhadap kerjasama yang kurang baik berjumlah lebih sedikit, yaitu 38 orang, dibandingkan dengan responden yang berpersepsi kerjasama sudah baik, yaitu 62 orang. Pada kelompok yang berpersepsi kerjasama kurang baik, terlihat bahwa sebanyak 26 responden terkait atau menyebabkan IKP (IKP Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.012
89
Positif) sementara 12 lainya tidak. Artinya, pada kelompok responden yang memiliki persepsi kerjasama kurang baik, sebagian besar terkait atau menyebabkan kejadian IKP. Sementara pada kelompok yang berpersepsi baik terhadap kerjasama, 37 responden atau sebagian besar responden tidak terkait atau tidak menyebabkan kejadian insiden keselamatan pasien. Perbedaan proporsi diperkuat dengan angka p-value sebesar 0.012 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kerjasama dengan risiko menyebabkan insiden keselamatan pasien. Pada nilai OR sebesar 3.2 dapat diartikan bahwa kelompok yang memiliki persepsi kerjasama kurang baik memiliki risiko 3 kali lebih besar menyebabkan IKP dibandingkan dengan kelompok yang memiliki perspesi kerjasama yang baik.
6.2.7. Hubungan antara Gangguan/Interupsi dengan Insiden Keselamatan Pasien Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan proporsi nilai pada responden berdasarkan persepsinya pada gangguan/ interupsi dan risiko menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Table 6.18 Distribusi Responden Menurut Persepsi Gangguan / Interupsi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Gangguan/ Interupsi
Gangguan
IKP Positif
Total Negative
n
%
n
%
n
%
36
56%
28
44%
64
100%
tinggi
OR
P
(95% CI)
value
1.8
Gangguan
15
42%
21
58%
36
100%
51
51%
49
49%
100
100%
0.8 - 4.1
0.233
rendah Jumlah
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
90
Dari tabel di atas, diketahui bahwa jumlah responden yang berpersepsi terhadap gangguan pada asuhan keperawatan gangguan tinggi lebih banyak dibandingkan yang berpersepsi sebaliknya. Sementara itu, pada kelompok yang berpersepsi adanya gangguan/ interupsi yang tinggi dalam asuhan keperawatan memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda dalam hal risiko terjadinya insiden keselamatan pasien. Pada kolom p value dapat terlihat angka 0.233, dengan demikian bermakna bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan/interupsi pada saat kerja dengan kejadian IKP.
6.2.8. Hubungan antara Komunikasi dengan Insiden Keselamatan Pasien Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi jumlah responden yang terbagi dalam variable komunikasi yang terkait dengan risiko insiden keselamatan pasien. Jumlah responden yang memiliki persepsi terhadap komunikasi efektif pada asuhan keperawatan adalah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok yang memilikki persepsi sebaliknya. Namun demikian tidak terlihat perbedaan proporsi yang signifikan jika dibandingkan dengan risiko yang menyebabkan insiden keselamatan pasien. Pada kelompok responden yang memiliki persepsi komuniksi efektif, sebanyak 29 responden tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien dan 28 respoden menyebabkan insiden keselamatan pasien. Sedangkan pada kelompok responden yang memiliki komunikasi efektif, sebanyak 23 responden menyebabkan insiden keselamatan pasien dan 20 respoden tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien. Tidak adanya perbedaan proporsi atau hubungan yang signifikan ditunjukkan pula oleh nilai p-value sebesar 0.818, lebih besar dari nilai alpha. Secara jelas, persebaran proporsi antara kedua kelompok berdasarkan variable komunikasi adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
91
Table 6.19 Distribusi Responden Menurut Persepsi Komunikasi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Persepsi
IKP
terhadap Komunikasi Komunikasi
Positif
Total Negative
n
%
n
%
n
28
49%
29
51%
57
P
(95% CI)
value
%
tidak efektif Komunikasi
OR
0.840 23
54%
20
46%
43
100%
56
55%
44
44%
100 100%
(0,4-1.8)
0.818
efektif Jumlah
6.2.9. Hubungan antara SPO dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.20 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap SPO pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Persepsi
IKP
terhadap SPO
Persepsi
Positif
Total Negative
n
%
n
%
n
%
9
56%
7
44%
16
100%
Tidak Baik Persepsi Baik
42
50%
42
50%
84
100%
Jumlah
51
56%
49
44%
100 100%
OR
P
(95% CI)
value
1.286 0.4 – 3.7
Tabel 6.20 di atas berisi persebaran jumlah responden berdasarkan persepsinya terhadap SPO dan risiko yang menyebabkan terjadinya insiden
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.853
92
keselamatan pasien. Kelompok responden yang memiliki persepsi baik pada SPO berjumlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki persepsi tidak baik kepada SPO. Pada kelompok yang memiliki persepsi baik dan menyebabkan IKP (IKP Positif) adalah 42 responden sementara kelompok sebaliknya berjumlah 9 responden, sementara yang memiliki persepsi tidak baik dan menyebabkan IKP berjumlah 9 sementara yang tidak menyebabkan IKP (IKP Negative) adalah 7 responden. Nilai P-value pada tabel di atas adalah 0.853 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi atau hubungan yang bermakna antara variable persepsi pada SPO dengan insiden keselamatan pasien.
6.2.10. Hubungan antara Kenyamanan Tempat dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.21 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap Kenyamanan dalam Tempat Kerja pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
IKP
Kenyamanan dalam
Positif
Total Negative
Tempat Kerja
n
%
n
%
n
%
Tidak
46
52%
42
48%
88
100%
Nyaman Nyaman
5
42%
7
58%
12
100%
Jumlah
51
51%
49
49%
100
100%
OR
P
(95% CI)
value
1.533 0.5 – 5.2
Jumlah responden yang memiliki persepsi bahwa tempat kerja tidak nyaman adalah
jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki
persepsi sebaliknya. Pada kelompok persepsi bahwa tempat kerja tidak
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
0.703
93
nyaman, jumlah responden yang terkait atau menyebabkan insiden keselamatan pasien jauh lebih banyak, yakni 46 responden, sementara sisanya tidak terkait atau tidak menyebabkan IKP (IKP Negatif). Namun demikian, pada kelompok yang memiliki persepsi nyaman pada tempat kerja, jumlah responden yang tidak terkait atau tidak menyebabkan IKP lebih banyak dari responden yang terkait atau menyebabkan IKP (IKP Positif). Pada variable kenyamanan tempat yang dihubungkan dengan kejadian insiden keselamatan pasien, terlihat bahwa nilai p-valuenya adalah 0.703 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi yang siginifikan atau hubungan yang bermakna antara keduanya.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
94
BAB 7 PEMBAHASAN 7.1. Pelaksanaan Penelitian Rancangan penelitian dimulai pada Oktober 2012 dan mulai dilakukan pengambilan data pada pertengahan Desember dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner berisi tentang pernyataan-pernyataan yang harus dipilih sesuai dengan persepsi dan kenyataan yang dihadapi perawat di Ruang Rawat Inap RS X mengenai insiden keselamatan pasien. Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap 115 perawat yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi akan tetapi kuesioner yang kembali hanya 100, sudah melebihi jumlah sampel minimum. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dan dibahas satu per satu untuk menjawab tujuan penelitian ini sendiri.
7.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian dan referensi mengenai keselamatan pasien masih terbilang sedikit di tingkat nasional, sehingga sulit pula untuk mencari pembanding untuk memperkaya pembahasan. Selain itu, isu keselamatan pasien dapat dikatakan sensitive untuk dinilai pada petugas kesehatan, dalam hal ini perawat. Dari segi pengambilan data, akan lebih baik jika menggunakan metode wawancara untuk memastikan responden mengerti betul tentang apa yang ditanyakan. Akan tetapi, dengan keterbatasan peneliti yang juga adalah seorang yang bekerja maka hal ini tidak dapat dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
95
7.3. Hasil
Analisis
Penyebab
Kejadian
Insiden
Keselamatan
Pasien
Berdasarkan Karakteristik Individu (Usia, Pendidikan, Pengalaman kerjadan Kompetensi), Kompleksitas Pengobatan, Kerjasama, Gangguan/ Interupsi, Komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan Kenyamanan Tempat Kerja.
Insiden keselamatan pasien tidak terjadi hanya karena satu atau dua penyebab melainkan banyak penyebab yang bisa berkontribusi, mulai dari sistem yang menggerakkan pelayanan kesehatan, sarana & prasarana sampai dengan kinerja perseorangan yang bersentuhan langsung dengan pasien, yang kesemuanya berkolaborasi sehingga insiden tidak dapat dicegah. Demikian pula pada pengendaliannya, suatu variabel yang berisiko menyebabkan insiden keselamatan pasien harus dikendalikan secara menyeluruh meliputi sistem dan lingkungan yang melingkupinya. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap sepuluh variabel, yaitu usia, pendidikan, masa kerja, kompetensi, kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan/ interupsi, komunikasi, Standar Prosedur Operasioanl (SPO), dan kenyamanan tempat kerja. Dari kesepuluh variabel tersebut terdapat empat variabel yang menjadi penyebab insiden keselamatan pasien (IKP) yakni usia, masa kerja, kompetensi dan kerjasama. Enam variabel lain yang tidak menjadi penyebab bisa jadi berhubungan pula dengan terjadinya insiden keselamatan pasien akan tetapi dapat dikendalikan oleh sistem dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Pada variabel usia, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan sebab terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”, yakni semakin meningkatnya usia perawat maka terjadinya IKP semakin kecil sementara semakin muda usia perawat kecenderungan terjadi IKP semakin besar. Secara teori, umur berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan maturasi, dalam arti meningkatnya umur akan meningkat pula kedewasaan/ kematangan secara
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
96
teknis dan psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya (Siagian, 1999). Davis dan Newstrom berpendapat bahwa semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkat kepuasan kerja dan semakin berprestasi. Penelitian ini sejalan pula dengan teori Robbins (2003) yang menyatakan bahwa usia dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin dewasa usia perawat semakin baik kinerjanya dalam asuhan keperawatan yang aman atau yang tidak menyebabkan IKP. Hubungan yang bermakna ini pun diperkuat dengan nilai OR yang menjelaskan bahwa semakin muda usia perawat maka ia memiliki risiko asuhan keperawatan yang tidak aman (baca: menyebabkan IKP) 3 (tiga) kali lebih besar dari perawat yang dengan usia yang lebih tua. Perawat dengan usia yang lebih dewasa/ tua memiliki kematangan dalam berpikir dan bertindak serta memiliki kemampuan untuk mengenali dan mencegah bahaya yang didapatkannya seiring dengan perkembangan usia dan kematangannya.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suhartati
(2002) bahwa terdapat kecenderungan semakin tua usia perawat semakin etik dalam melakukan asuhan keperawatan. Kenyataan ini akan membuatnya lebih berhati-hati dan memperhatikan secara seksama terhadap asuhan keperawatan yang ia lakukan Sementara
pada
variabel
pendidikan,
hasil
penelitian
tidak
menunjukkan hal yang serupa dengan variabel usia. Variabel pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Menurut Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP-PPNI, 1999), yang dimaksud dengan perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikannya pada pendidikan formal keperawatan minimal lulusan D3 Keperawatan.
Latar belakang pendidikan akan
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pekerjaannya (Likert dalam Gibson, 1996). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar keinginan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya (Siagian, 1997). Hasil
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
97
penelitian yang dilakukan oleh Anugrarini (2010) mengungkapkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman keselamatan pasien. Namun demikian, hal tersebut tidak terbukti pada penelitian ini. Hal ini bisa disebabkan karena pendidikan perawat pelaksana di Rumah Sakit ‘X’ hampir seragam, yakni merupakan lulusan D3. Tetapi dalam bekerja tidak hanya pendidikan formal saja yang harus dimiliki oleh perawat melainkan harus dilengkapi dengan berbagai pelatihan-pelatihan yang mendukung terhadap pekerjaan yang tidak didapatkan selama menjalankan
pendidikan.
Sehingga
dalam
hal
pebedaan
pendidikan
Pengalaman kerjadan pelatihan-pelatihan yang didapatkan selama di Rumah Sakit ‘X’ ini telah mampu mereduksi perbedaan yang besar antara lulusan D3 dengan S1. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan di Rumah Sakit ‘X’ ini dapat dikatakan cukup sering, hampir setiap bulan dilaksanakan IHT (In House Training) yang meningkatkan kemampuan perawat pelaksana. Selain itu, terdapat sistem yang menjadi sarana terjadinya transfer wawasan dan skill antara satu perawat dengan yang lain, dalam hal ini adalah briefing atau ‘operan’ dari satu shift ke shift lain dimana terjadi diskusi mengenai masalah asuhan keperawatan yang perlu diatasi pada saat itu. Menurut Alfredsdottir & Bjondottir. K (2008) pengalaman kerja menjadi salah satu faktor kunci dalam keselamatan pasien di rumah sakit. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan Nurwidia (2012), Pengalaman kerja menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap asuhan keperawatan yang aman bagi pasien. Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian ini dimana pengalaman kerja menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian insiden keselamatan pasien. Pengalaman kerja menjadi faktor yang berhubungan secara siginifikan pada kejadian insiden keselamatan pasien karena ada kecenderungan dimana perawat yang telah bekerja lama di rumah sakit memiliki kemampuan lebih baik dalam melakukan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien. Pengalaman kerja berkaitan dengan pengalaman
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
98
seseorang, dan pengalaman sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Pengalaman kerja yang dimiliki oleh perawat akan memberikan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku pada perawat tersebut yang menunjangnya dalam bekerja. Dengan Pengalaman kerja yang lebih lama tentunya perawat akan memiliki pengalaman yang lebih lama pula dalam menangani pasien dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Selain karena pengalaman yang telah banyak dimiliki, Pengalaman kerja juga membuat perawat pelaksana lebih terampil dan berhatihati agar asuhan keperawatan yang dilakukan tidak menimbulkan cedera bagi pasien. Dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan, ditemukan pula bahwa IKP yang terjadi selama ini lebih banyak dilakukan oleh perawat yang masih muda dengan Pengalaman kerja yang masih terbilang baru. Variabel yang lain adalah kompetensi, dari hasil penelitian juga menunjukkan hubungan yang signifikan pada kejadian insiden keselamatan pasien. Kompetensi yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat kemampuan perawat dengan tingkat pendidikan tertentu setelah melalui Pengalaman kerjadan berbagai pelatihan, jadi kompetensi lebih kearah skill perawat yang difokuskan hanya untuk perawat professional klinik. Perawat professional adalah perawat dengan latar belakang pendidikan tinggi, minimal D3 keperawatan, sementara perawat klinik adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung kepada pasien/klien. Sehingga yang termasuk kedalam
kelompok
kompetansi keperawatan
adalah
perawat
dengan
pendidikan minimal D3 yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien/klien. Dengan penetapan tingkatan kompetensi ini menentukan terhadap pengembangan jenjang karier professional perawat klinik melalui system asesmen secara periodik yang dilakukan oleh Komite Keperawatan. Namun demikian tingkat pendidikan saja tidak cukup menjamin untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien, sehingga tetap perlu dilakukan pelatihan-pelatihan keterampilan yang terkait dengan pelaksanaan asuhan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
99
keperawatan, karena yang paling dominan sebagai pembeda dalam tingkat kompetensi perawat yang rendah dengan yang tinggi adalah pelatihan-pelatihan yang sudah dilakukan oleh perawat. Keadaan ini terbukti dari bermaknanya tingkat kompetensi terhadap kejadian insiden keselamatan pasien, dimana perawat yang memiliki tingkat kompetensi rendah memiliki kecenderungan menimbulkan insiden keselamatan pasien daripada yang tingkat kompetensinya tinggi. Fenomena ini jelas menunjukan bahwa pelatihan sangat penting dalam mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien. Pelatihan dinyatakan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat. Keterampilan yang dimaksud dalam hal ini adalah keterampilan dalam berbagai bentuk antara lain physical skil, intellectual skill, social skill, dan managerial skill (Rivai dan Sagala, 2009). Jika dikaitkan dengan pendapat tersebut maka pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pelatihan yang berorientasi pada peningkatan intellectual skill yang berhubungan dengan keselamatan pasien. Banyaknya pelatihan yang telah diikuti perawat mempengaruhi tingkat kompetensi perawat. Sistem jenjang kompetensi yang disusun dan dijalankan oleh Komite Keperawatan Rumah Sakit ‘X’ ini dinilai dari pendidikan, masa kerja, performa yang ditunjukkan pada saat menjalankan asuhan keperawatan serta banyaknya pelatihan yang sudah diikuti perawat tersebut. Hal yang demikian bisa menjadi pengaruh yang kuat dalam menentukkan baik tidaknya seseorang dalam menjalankan asuhan keperawatan, termasuk bagaimana perawat tersebut melakukan asuhan keperawatan yang aman dan tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien. Akan tetapi secara statistic, pendidikan yang juga merupakan komponen jenjang kompetensi perawat pelaksana tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap terjadinya IKP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar perawat di rumah sakit ini berpendidikan D3 akan tetapi meskipun demikian tidak sedikit pula yang telah memiliki Pengalaman
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
100
kerjayang sangat lama, bahkan jauh lebih lama dibandingkan yang berpendidikan S1. Sementara rumah sakit ini giat menyelenggarakan pelatihan bagi perawat sehingga kemampuan dan keterampilan perawat berpendidikan D3 pun jadi ter-Upgrade. Oleh sebab itu walaupun dalam penelitian ini pendidikan tidak berpengaruh terhadap kejadian insiden keselamatan pasien, tetapi tidak berarti demikian dengan kompetensi, karena didalam kompetensi pendidikan hanya salah satu kriteria yang menentukan tingkat kompetensi seseorang. Pelatihan yang sudah diikuti oleh perawat merupakan salah satu kriteria yang menentukan tingkat kompetensi perawat, semakin banyak pelatihan yang sudah dilakukan maka semakin tinggi tingkat kompetensi perawat. Pelatihan dan tes yang dilakukan oleh Komite Keperawatan Rumah Sakit “X” nyata menunjukkan adanya perbedaan kinerja dari tiap jenjang kompetensi. Hal yang demikian bisa menjadi pengaruh yang kuat dalam menentukkan baik tidaknya seseorang dalam menjalankan asuhan keperawatan, termasuk bagaimana perawat tersebut melakukan asuhan keperawatan yang aman dan tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kompetensi dengan kejadian insiden keselamatan pasien. Pada hasil statistik juga menunjukkan nilai OR sebesar 2.9 yang dapat diartikan bahwa responden, dalam hal ini perawat, yang berkompetensi rendah memiliki kecenderungan 3 (tiga) kali lebih besar dari yang berkompetensi tinggi untuk menyebabkan insiden keselamatan pasien. Sebuah angka yang signifikan sehingga perlu diperhatikan Komite Keperawatan Rumah Sakit “X” untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam rangka meningkatkan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien. Hasil ini sejalan dengan usia seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan insiden keselamatan pasien. Kondisi ini dapat dipahami karena pada umumnya perawat yang memiliki kompetensi rendah cenderung usianya relative lebih muda.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
101
Penelitian yang dilakukan AHRQ (2007) menyebutkan bahwa pasien dikategorikan ke dalam pasien kompleks adalah pasien dengan dua atau lebih kondisi penyakit meliputi sakit fisik, sakit mental, atau keduanya, pasien dengan perawatan yang baru atau berulang dalam satu tahun, berkontribusi terhadap peningkatan risiko kematian, dan pasien dengan suatu kondisi yang dapat mempengaruhi kondisi yang lain seperti perubahan ekspektasi harapan hidup, interaksi antara pengobatan yang digunakan dan atau kontraindikasi terapi. Dari penelitian yang sebelumnya dilakukan Hoffman dan Rohe (2010), didapatkan beberapa faktor
yang
berkontribusi menyebabkan insiden
keselamatan pasien. Salah satunya adalah faktor pasien yang tidak lain adalah bentuk pengobatan yang diperlukan, termasuk kompleksitas pengobatan yang meliputi: penyakit, faktor sosial, kondisi psikis,hubungan antara pasien dengan pihak rumah sakit. Namun demikian, penelitian ini belum mampu menunjukkan hubungan yang bermakna antara kompleksitas pengobatan dengan kejadian insiden keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat. Hal ini bisa disebabkan banyak hal. Dari sisi responden, perawat pelaksana bisa jadi merasakan perbedaan asuhan keperawatan yang perlu dilakukan pada pasienpasien di unit tempat ia bekerja. Akan tetapi, dengan Pengalaman kerjaminimum satu tahun perawat pelaksana bisa jadi telah terbiasa dengan kondisi tersebut. Disamping itu dari jawaban-jawaban pada kuesioner terlihat bahwa rata-rata perawat tidak merasa kesulitan dengan asuhan keperawatan yang perlu dilakukan di unit perawatan. Hal ini juga dapat dikarenakan diagnose yang tidak terlalu kompleks seperti halnya di ruang perawatan khusus, ICU, mengingat pengambilan data hanya dilakukan pada ruang perawatan umum. Kerjasama tim merupakan suatu kelompok kecil orang dengan keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran kinerja dan pendekatan yang mereka jadikan tanggung jawab bersama (Katzenbach & Douglas, dalam Cahyono, 2008). Kerjasama
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
102
merupakan bentuk attitude dari perawat dalam bekerja di dalam tim karena membuat individu saling mengingatkan, mengoreksi, berkomunikasi sehingga peluang terjadinya kesalahan dapat dihindari. Dalam penelitian ini, kerjasama juga menjadi faktor yang bermakna pada terjadinya insiden keselamatan pasien. Dengan nilai OR 2.99, faktor kerjasama menjadi indikator bahwa perawat yang memiliki persepsi kurang baik terhadap kerjasama memiliki kecenderungan menyebabkan insiden keselamatan pasien 3 (tiga) kali lebih besar dari perawat yang memiliki persepsi sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan kenyataan dilapangan bahwa dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat melakukannya hanya kepada pasien yang menjadi tanggungjawabnya dari pada bekerja dalam tim. Setiap perawat memiliki tanggung jawab dan tugasnya tersendiri terhadap pasien sehingga perawat lain tidak saling mengetahui terhadap pekerjaan rekannya. Keadaan ini jelas tidak akan terjadi saling cross check terhadap pekerjaan masing-masing sehingga potensi timbulnya kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan akan besar. Dengan demikian, hasil secara statistik ini bisa menjadi masukan bagi pihak rumah sakit untuk meningkatkan kerja sama antara perawat. Tidak hanya untuk meningkatkan kinerja dalam asuhan keperawatan tetapi juga untuk meningkatkan keselamatan pasien selama melakukan perawatan. Secara statitistik, gangguan atau interupsi pada penelitian ini tidak berhubungan secara signifikan dengan terjadinya insiden keselamatan pasien pada ruang perawatan inap. Ketidakbermaknaan ini bisa dikarenakan gangguan atau interupsi sudah membudaya di rumah sakit ini. Tugas perawat di ruang perawatan tidak hanya melakukan asuhan keperawatan tetapi juga melakukan pekerjaan administrative seperti pengisian rekam medis, memfasilitasi pasien makan, berpakaian, mengantar dan menjemput pasien saat konsul ke unit atau rumah sakit lain, dan mengisi formulir lain yang terkait dengan asuhan keperawatan. Di luar itu, perawat di rumah sakit ini juga dilibatkan dalam
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
103
kegiatan rumah sakit yang menyebabkan terjadinya interaksi dengan banyak pihak dan terlibat dalam pekerjaan lain di luar asuhan keperawatan. Agency
for
Healthcare
Research
and
Quality/AHRQ
(2003)
mengungkapkan masalah komunikasi seperti kegagalan komunikasi verbal dan non verbal, miskomunikasi antar staf, antar shift, komunikasi yang tidak terdokumentasi dengan baik, merupakan hal yang dapat menimbulkan kesalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Manojlovich (2007) manyatakan bahwa buruknya komunikasi antara dokter dan perawat merupakan salah satu penyebab insiden atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien yang dapat berdampak pada kematian pasien, terutama di ruangan-ruangan intensif yang menangani kondisi kritis pada pasien. David Berlo (1960) dalam Wulan (2011), menyatakan bahwa kualitas komunikasi ditentukan oleh karakter empat elemen komunikasi, yaitu sumber, pesan, saluran, dan penerima karakter sumber atau yang berinisiatif yang mempengaruhi keefektifan adalah keahlian berkomunikasi, pengetahuan, sikap, dan latar belakang budaya. Dalam hal ini, sumber komunikasi yang ada di ruang perawatan adalah dokter, perawat dan pasien. Untuk karakter pesan yang menentukkan keefektifan adalah struktur, isi, kode, dan perlakuan. Dalam hal ini, di rumah sakit tempat penelitian dilakukan pesan terdapat pada buku operan shift, catatan perawat yang dipegang sendiri oleh perawat yang bersangkutan, dan lembar catatan medik harian pada berkas rekam medis. Sedangkan untuk karakter penerima yang mempengaruhi keefektifan adalah keahlian komunikasi, pengetahuan, sikap dan latar belakang budaya. Komunikasi di rumah sakit yang menjadi sumber dan penerima di sini adalah dokter, perawat dan pasien sehingga komunikasi merupakan bentuk attitude dari petugas kesehatan tersebut. Akan tetapi, faktor komunikasi pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan. Komunikasi yang terjadi di ruang perawatan biasanya tidak hanya secara lisan tetapi juga dalam bentuk tulisan. Komunikasi lisan yang
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
104
telah berjalan dinilai cukup baik, hal ini dapat terlihat pada penilaian responden terhadap komunikasi dengan rekan kerjanya pada kuesioner. Briefing atau ‘operan’ menjadi sarana untuk berkomunikasi secara lisan perihal asuhan keperawatan yang perlu dilakukan perawat pelaksana yang menjalankan shift selanjutnya. Namun demikian, dari hasil pengamatan di lapangan, komunikasi tertulis yang dijalankan di lapangan sebenarnya telah menunjukkan risiko terjadinya insiden keselamatan pasien. Salah satu bentuk komunikasi secara tertulis adalah pengisian rekam medis. Dari sekian IKP yang dilaporkan, pernah terjadi masalah komunikasi yang menyebabkan terjadinya IKP yang disebabkan kurang lengkapnya pengisian rekam medis sehingga menimbulkan persepsi yang salah dari perawat terhadap kondisi pasien yang sebenarnya. Dengan demikian, meski secara statistik komunikasi tidak memiliki hubungan yang bermakna pada kejadian IKP akan tetapi variabel ini tetap perlu diperhatikan untuk menjaga keamanan pada asuhan keperawatan. Peran perawat dalam keselamatan pasien yaitu memelihara keselamatan pasien melalui transformasi lingkungan keperawatan yang lebih mendukung keselamatan pasien dan peran perawat dalam keselamatan pasien melalui penerapan standar keperawatan (IOM, 2000). Rumah Sakit ini telah lama memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengatur pelaksanaan asuhan keperawatan secara tertulis dan detail. Akan tetapi, dari hasil analisis statistik, penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang bermakna antara persepsi perawat terhadap SPO dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Dilihat dari distribusinya, perawat yang memiliki persepsi baik berjumlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki persepsi tidak baik. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa SPO cukup terinternalisasi pada perawat sehingga mendukung terhadap pelaksanaan pekerjaan. Namun demikian terlihat bahwa masih terdapat perawat yang memiliki persepsi tidak baik terhadap SPO yakni sekitar 16% dari responden, hal ini bisa terjadi karena tidak semua perawat mengetahui mengenai jenis SPO apa saja yang ada di unit kerjanya, sehingga
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
105
masih terdapat perawat yang bekerja tidak berdasarkan SPO yang ada. Dengan demikian, perlu dilakukan sosialisasi dan pengawasan yang lebih intensif terhadap pelaksanaan SPO sehingga perawat pelaksana dapat mengubah persepsi terhadap SPO selama ini dan dapat merasakan kebermanfaatan adanya SPO untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien. Variable lain yang terkait dengan insiden keselamatan pasien adalah faktor lingkungan fisik yang meliputi: pencahayaan, tingkat kebisingan, temperature atau suhu ruangan, susunan tata ruang, dan ventilasi. Pengelolaan gedung rumah sakit harus benar-benar memikirkan standar keselamatan baik bagi pasien maupun keselamatan staf dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur di dalam Permenkes nomor 1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dari hasil analisis, faktor kenyamanan tempat kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Jika melihat distribusi jumlah perawat berdasarkan persepsi terhadap kenyamanan tempat kerja, sebagian besar memiliki persepsi kurang baik terhadap kenyamanan tempat kerja. Meski demikian, kenyamanan tempat kerja tetap tidak cukup menjadi faktor penentu terlaksananya asuhan keperawatan yang berpotensi menimbulkan terjadinya insiden keselamatan pasien. Kondisi setiap ruang perawatan di Rumah Sakit ‘X’ ini berbeda-beda. Ada yang telah direnovasi sehingga ruangan menjadi lebih terang tetapi ada pula yang masih dalam kondisi lama dimana lantai dan pencahayaan alami yang kurang menyebabkan ruang perawatan dirasa kurang mendukung bagi perawat pelaksana, terutama bagi perawat dengan Pengalaman kerjabaru. Meskipun demikian, dengan melihat angka IKP yang sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa perawat yang menjadi responden telah mampu beradaptasi dengan kondisi tempat kerja dan kemampuan mereka pun telah terasah untuk tetap menjalankan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
106
7.4. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sementara, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Dalam penelitian ini, jumlah kejadian IKP (IKP Positif) berjumlah sedikit lebih besar daripada jumlah tidak terjadi IKP (IKP Negatif), yakni 51 atau 51%. Angka ini meliputi hampir separuhnya. Sementara itu, jika dilihat dari persebaran atau distribusi nilai setiap variabel (independen, red), memiliki risiko menimbulkan insiden keselamatan pasien. Jika melihat variabel yang berhubungan secara signifikan dengan IKP, yaitu usia, masa kerja, kerjasama dan kompetensi, maka hasil ini bisa menjadi dasar yang tajam untuk melakukan intervensi pada peningkatan kerjasama, kemampuan atau kompetensi perawat untuk mengurangi risiko terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan. Namun demikian, dengan adanya variabel kerja sama yang juga berhubungan secara bermakna dengan terjadinya IKP maka intervensi juga perlu dilakukan secara komunal. Meski varian perawat di Rumah Sakit ini cukup beragam diharapkan keberagaman tersebut bisa menjadi faktor yang mendukung terlaksananya sharing ilmu dan pengalaman sehingga pencegahan terhadap IKP bisa dilakukan secara bersama-sama dan terjaga kontinuitasnya.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
107
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan mencari penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien, baik itu yang berasal dari individu perawat seperti usia, pendidikan, masa kerja, dan kompetensi maupun yang terkait dengan lingkungan seperti kompleksitas pengobatan pada pasien, kerjasama dengan sesama profesi, gangguan/ interupsi, komunikasi, persepsi terhadap SPO dan kenyamanan tempat kerja. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : 8.1.1 Ada hubungan yang bermakna antara usia perawat dengan terjadinya IKP di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. Semakin dewasa/ tua usia perawat
semakin
berhubung
tinggi
risiko
terjadinya
insiden
keselamatan pasien di ruang perawatan tersebut. 8.1.2 Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan perawat dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. 8.1.3 Ada hubungan yang bermakna antara Pengalaman kerjadengan terjadinya insiden keselamatan pasien 8.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara tingkat kompetensi dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. Semakin tinggi kompetensi perawat semakin rendah risiko terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. 8.1.5 Tidak ada hubungan yang bermakna antara kompleksitas pengobatan dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
108
8.1.6 Ada hubungan yang bermakna antar kerjasama dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. semakin baik kerjasama antara perawat maka semakin rendah risiko terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” 8.1.7 Tidak ada hubungan yang bermakna antara gangguan/ interupsi dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” 8.1.8 Tidak ada hubungan yang bermakna antara komunikasi dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” 8.1.9 Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap SPO dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” 8.1.10 Tidak ada hubungan yang bermakna antara kenyamanan tempat kerja dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” Dengan bermaknanya keterkaitan antara usia, masa kerja, dan kompetensi dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu merupakan variabel yang lebih berpengaruh dari yang lainnya dalam terjadinya insiden keselamatan pasien di unit rawat inap. Termasuk pula variable kerjasama yang cenderung dipengaruhi karakter individu yang terbuka satu sama lain. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak SDM sebagai salah satu dasar dalam mengelola SDM pada perawat di unit rawat inap rumah sakit supaya lebih memperhatikan
karakteristik
individu,
sehingga
pelayanan
yang
mengutamakan keselamatan pasien dapat terwujud dengan baik. Intervensi SDM dapat dimulai sejak penerimaan sampai proses pembinaan perawat yakni dalam penerimaan perawat baru untuk memperhatikan latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi yang dimiliki, dan karakter yang
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
109
terbuka pada sistem yang ada serta bersedia ditingkatkan kemampuannya demi terlaksananya asuhan keperawatan yang aman bagi pasien serta melakukan pembinaan bagi perawat yang tidak disiplin dalam bekerja.
8.2
Saran Penelitian ini hanya dilakukan di unit rawat inap menggunakan metoda cross sectional dengan analisis univariat dan bivariat saja. Analisis dengan bivariat hanya akan menunjukkan variable independen yang berhubungan dengan variable dependen secara terpisah satu sama lain sehingga tidak bisa secara mutlak dijadikan kesimpulan sebagai acuan untuk melakukan intervensi atau perbaikan system secara menyeluruh di rumah sakit. Namun demikian berdasarkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data awal untuk melakukan intervensi oleh Rumah Sakit “X” dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dalam asuhan keperawatan di unit rawat inap. Intervensi tersebut perlu dilakukan oleh beberapa pihak yang terkait sehingga terjadi sinergi yang baik untuk mendukung keselamatan pasien di unit rawat inap rumah sakit secara menyeluruh. Adapun saran – saran yang dapat kami berikan adalah : 8.2.1. Pihak Rumah Sakit “X” 1. Melalui Komite Keperawatan serta Komite Mutu, Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan SPO terkait keselamatan pasien meliputi: Identifikasi Pasien; Kebijakan Komunikasi yang efektif dalam pemberian informasi dan edukasi; Pedoman Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai; Checklist Safe Surgery di Kamar Bedah; Kebijakan Cuci Tangan; Kebijakan Pengurangan Risiko Pasien Jatuh 2. Mengalokasikan dana yang cukup untuk melaksanakan pelatihan keselamatan pasien untuk meningkatkan tingkat kompetensi perawat.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
110
3. Membuat kebijakan untuk penerapan system reward dan pembinaan bagi perawat
dalam upaya meningkatkan pelaksanaan program
keselamatan pasien, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Bagian SDM.
8.2.2. Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X” 1. Dalam melakukan penempatan tenaga perawat diruang perawatan supaya lebih merata jenjang kompetensinya, sehingga dalam suatu ruang rawat inap terdiri dari PK I sampai PK V yang menyebar secara merata. 2. Kepala
ruangan
harus
melakukan
sosialisasi
secara
rutin
diruangannya mengenai Standar Prosedur Operasional yang ada di unit rawat inap, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan supaya sesuai dengan SPO sehingga dapat lebih menjamin keselamatan pasien. Bagi perawat yang dalam melakukan asuhan keperawatan tidak sesuai dengan SPO harus diberikan sangsi berupa teguran lisan sampai tertulis dan ditembuskan ke Bagian SDM. 3. Setiap pergantian shift dilakukan briefing mengenai keselamatan pasien yang dipimpin oleh kepala ruangan atau yang mewakilinya, sehingga pelaksanaan keselamatan pasien akan lebih membudaya pada semua perawat. 4. Membuat kombinasi dan jumlah yang tepat dalam penempatan tenaga perawat, terutama dengan mempertimbangkan usia dan kompetensi perawat. 5. Meningkatkan kerjasama tim antara perawat dan antara perawat dengan profesi lain melalui pelaksanaan outbound secara bersamasama.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
111
8.2.3. Komite Keperawatan Rumah Sakit “X” 1. Melakukan
ronde
keperawatan
secara
rutin
dan
dilakukan
monitoring dan tindak lanjut terhadap temuan yang terkait dengan keselamatan pasien. 2. Melakukan penilaian berkala secara konsisten terhadap kompetensi perawat dan melakukan tindak lanjut nyata dari hasil penilaian tersebut. 3. Melakukan rekredential kepada perawat minimal setiap 1 tahun sekali, walaupun tanpa ada kenaikan jenjang kompetensi sehingga kompetensi perawat akan lebih terkontrol. 4. Pelatihan yang terkait keselamatan pasien supaya kedalaman materinya diberikan sama untuk semua level kompetensi, sehingga pengetahuan dan keterampilan perawat mengenai keselamatan pasien akan lebih merata.
8.2.4. Kepada Bagian SDM Rumah Sakit “X” 1. Melakukan
pengelolaan
SDM
bekerjasama
dengan
bagian
keperawatan dan komite keperawatan dimulai dari seleksi perawat, sampai pembinaan untuk memastikan perawat yang diterima dan bekerja sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. 2. Meningkatkan disiplin pegawai dengan melakukan pembinaan terhadap SDM yang kinerjanya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan memberikan reward bagi perawat yang berprestasi. 3. Bekerja sama dengan bagian keperawatan dalam penilaian kinerja perawat kontrak untuk menentukkan perpanjangan atau penghentian kontraknya.
8.2.5. Bagi peneliti selanjutnya
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
112
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur variable lain yang belum diteliti. Penelitian dapat dilakukan dengan metode observasi dan wawancara yang mendalam agar faktor yang berhubungan dapat lebih tergali, karena keselamatan pasien merupakan hal yang sangat kompleks yang tidak cukup dilihat dari penilaian kuesioner saja. Untuk itu, diharapkan agar penelitian selanjutnya dilakukan dengan desain studi kohort dengan analisis hingga multivariat. Studi kohort yang merupakan studi jangka panjang akan menunjukkan variable yang secara konsisten menjadi penyebab insiden keselamatan pasien dalam kurun
waktu
tertentu.
Sementara,
analisis
multivariat
akan
menunjukkan variable yang paling berpengaruh di antara variable lain yang menyebabkan insiden keselamatan pasien sehingga bentuk dan sasaran intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan insiden keselamatan pasien pun akan lebih fokus.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
AHRQ (2003), Publication No. 07-E005. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality Maret: 151. www.ahrq.gov, diperoleh 30 Agustus 2012 Anderson B, Root Cause Analysis: Simplified Tools and Techniques, Fagerhaug T Quality Press, Milwaukee, 2000. Anugrahini, C. (2010). Hubungan faktor individu dan organisasi dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman patient safety di RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan. Ballard, K.A. (2003). Patient Safety: A Share Responsibility. Online Journal of issues in nursing. Volume 8 – 2003 No.3 Being Open. Communicating Patient Safety Incidents with Patients and their Carers. The National Patient Safety Agency, 2005. http://www.npsa.nhs.uk/site/media/documents/1456_Beingopenpolicy1_11.pdf, diperoleh 30 Agustus 2012 Cahyono, J.B. (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Carayon, Pascale, Ayse P. Gurses. Nursing Workload and Patient Safety—A Human Factors Engineering Perspektive. Patient Safety and Quality: An Advance-Based Handbook for Nurses: Chapter 30. Vol. 2. 2008 Clarcke, Sean P, Nancy E. Donaldson. Nurse Staffing and Patient Care Quality and Safety in Nursing Practice. Patient Safety & Quality: An Evidence Based Handbook for Nurses: Chapter 25. Vol. 2. 2008. Cook R, Woods D. Operating at the sharp end: the complexity of human error. In: Bogner M, ed. Human error in medicine. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.; 1994. p. 255-310. Dean L. Gano,Copyright, Apollo Root Cause Analysis – A New Way of Thinking, Third edition, 2007 DepKes. (2006). Pedoman Pengembangan Jenjang Karir Professional Perawat. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, DepKes RI _______.(2008) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta, KKPRS
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
_______.(2009) Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 44 Tahuun 2009, tentang Rumah Sakit, Jakarta
_______.(2009) Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 36 Tahuun 2009, tentang Kesehatan, Jakarta
_______.(2011) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1691/Menkes/Per/VIII/2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
No.
Dineen, M. (2002) Six Steps to Root Cause Analysis 18 September Consequence (Oxford, 2002, ISBN 0-9544328-0-0)
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. (2008). Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keprrawatan Klinik di Sarana Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. Gilies, D.A. (1994). Nursing Management: A system approach. (Third edition). Philadelphia: WB. Sauders Henriksen, K., et. Al (2008). Patient Safety and Quality: an evidence base handbook for nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications. February 2011, http://www.ahrq.gov/QUAL/nurseshdbk/ Diperoleh 4 Agustus 2012 Hughes, R.G., & Clancy, M.C. (2005). Working Conditions that support patient safety. J Nurs Care Qual. Vol. 20, No. 4, pp. 289-292 Ilyas, Y. (1999). Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Cetakan pertama. Depok: Badan Penerbit FKM UI Joint Commission International, Standar Akreditasi Rumah Sakit, Enam Sasaran Keselamatan Pasien. edisi ke-4. Januari 2011 L.T. Kohn, J.M. Corrigan, and M.S. Donaldson, eds., To Err IsHuman: Building a SaferHealth System (Washington: National Academies Press, 1999). L.L. Leape, “Error inMedicine,” Journal of the AmericanMedical Association 272, no. 23 (1994): 1851–1857; and J.R. Reason, Human Error (New York: Cambridge University Press, 1990).
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Manojlovich, M.,et. al. (2007). Healthy work environment, nurse-physician communication, and patient’s outcomes. American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43 Notoatmodjo, S. Prof. Dr, Metodologi Penelitian Kesehatan, Ed. Rev. – Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Reason J, Carthey J, deLeval M. Diagnosing “vulnerable system syndrome”: an essential prerequisite to effective risk management. Qual Health Care 2001;10(Suppl. II):ii21-ii25. Reason, J. (2000). Human Error: modes and management. BMJ. 2000 March 18:320 (7237):768-770 Sanders M, McCormick E. Human factors engineering and design. New York: McGraw-Hill; 1993. Shaw, R., et.al. (2005). Adverse events and near miss reporting in the NHS. Qual Saf Health Care, 2005, Aug; 14(4): 279-283 Siagian, S.P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta The National Patient Safety Agency, Seven Steps to Patient Safety A guide for NHS staff SSG/2003/01 – April 2004 (including the RCA tool kit) www.npsa.nhs.uk/health/resources/7steps, diperoleh 30 Agustus 2012 Trinkoff, A.M., et.al (2007). Personal safety for nurses. http://www.ahrq.gov/. diperoleh Vincent, C., Taylor-Adams, S.E., Stanhope, N. (1998). Framework for analysis risk and safety in clinical medicine (British Medical Journal, 1998) pp 316,1154-7. WHO. (2005). World alliance for patient safety: WHO draft guidelines for adverse events reporting and learning systems. WHO: Geneva. _____.(2007). Nine life saving patient safety solution. http://www.who.int. Diperoleh 4 Agustus 2012 Yuliana, Terry. Analisis Pemberian Kompensasi Finansial dan Non Finansial dengan Kinerja Perawat PNS di Instalasi Rawat Inap A, B, C Rumah Sakit Bhayangkara TK I R. Said Sukanto Kramat Jati Tahun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Yully Harta Mustikawati. (2011). Analisis determinan Kejadian Nyaris Cedere dan Kejadian Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan.
xiii
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Lampiran 1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner 1 Case Processing Summary N Cases
% 82.6
Valid 19 Exclude 4 17.4 d(a) Total 23 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .645
N of Items 30 Item Statistics
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9 c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16 c17 c18 c19 c20
Mean 1.89 2.63 1.53 2.58 2.95 3.74 3.79 3.53 3.53 3.16 3.11 3.47 2.11 2.68 2.11 3.68 3.16 3.37 3.47 3.21
Std. Deviation .875 1.012 1.020 .607 .780 .452 .419 .612 .612 .958 .567 .612 .809 .946 1.049 .582 .834 .597 .513 1.032
N 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
c21 c22 c23 c24 c25 c26 c27 c28 c29 c30
3.16 2.79 2.89 2.26 2.79 3.05 3.05 2.63 3.05 2.68
.501 .535 .658 .733 .535 .621 .621 .895 .780 .885
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
Item-Total Statistics (Hasil Uji validitas)
c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9 c10 c11 c12 c13 c14 c15 c16 c17 c18 c19 c20 c21 c22 c23 c24 c25 c26
Scale Mean if Item Deleted 86.16 85.42 86.53 85.47 85.11 84.32 84.26 84.53 84.53 84.89 84.95 84.58 85.95 85.37 85.95 84.37 84.89 84.68 84.58 84.84 84.89 85.26 85.16 85.79 85.26 85.00
Scale Cronbach's Variance if Corrected Alpha if Item Item-Total Item Deleted Correlation Deleted 43.140 .032 .654 46.257 -.218 .685 42.819 .031 .657 43.596 .039 .648 45.433 -.168 .669 41.006 .529 .620 41.094 .560 .620 42.485 .177 .638 43.152 .093 .644 45.655 -.177 .678 44.497 -.072 .655 40.813 .495 .622 52.164 .731 .718 37.468 .511 .599 42.719 .033 .658 40.246 .499 .615 40.099 .329 .623 38.228 .770 .594 39.702 .667 .607 43.918 -.052 .667 40.544 .545 .616 41.205 .465 .624 40.140 .444 .617 41.287 .260 .631 42.094 .273 .632 41.778 .263 .632 Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
c27 c28 c29 c30
85.00 85.42 85.00 85.37
40.222 37.813 38.000 38.801
.465 .514 .589 .445
.616 .601 .598 .611
Scale Statistics
Mean Variance 88.05 44.275
Std. Deviation 6.654
N of Items 30
Uji Validitas Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n-2 r table = 0.4132
**) Menentukan nilai r hasil perhitungan Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom "Corrected Item-Total Correlation" ***) Keputusan Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan dengan nilai r hasil dengan nilai r tabel, ketentuan: bila r hasil> r tabel, maka pertanyaan tersebut valid
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Hasil Uji Validitas Reabilitas Kuesioner 2 Case Processing Summary N Cases
Valid Excluded( a) Total
% 19
82.6
4
17.4
23 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .840
N of Items 20 Item Statistics
Mean 3.79
Std. Deviation .419
3.63 3.42 3.58 3.58
.761 .507 .769 .769
19 19 19 19
3.74 3.84
.452 .375
19 19
d38 d39
3.47 3.89
.513 .315
19 19
d40 d41 d42 d43
3.53 3.95
.513 .229
19 19
3.42 3.11
.507 .658
19 19
d44 d45
3.63 3.42
.496 .507
19 19
d46 d47
3.74 3.84
.452 .375
19 19
d48 d49 d50
2.95 2.74
1.177 1.098
19 19
2.11
1.150
19
d31 d32 d33 d34 d35 d36 d37
N 19
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Item-Total Statistics,
Scale Mean if Item Deleted 65.58
Scale Variance if Item Deleted 38.702
Corrected Item-Total Correlation .774
Cronbach's Alpha if Item Deleted .824
65.74 65.95
35.982 39.942
.696 .423
.818 .833
d34 d35
65.79 65.79
35.509 35.509
.744 .744
.815 .815
d36 d37 d38 d39
65.63 65.53
40.690 40.485
.350 .480
.836 .833
65.89 65.47
39.544 40.930
.481 .467
.831 .835
d40 d41
65.84 65.42
37.363 42.702
.843 .053
.818 .843
d42 d43
65.95 66.26
39.497 38.316
.495 .511
.831 .829
d44 d45 d46 d47
65.74 65.95
42.316 39.053
.054 .568
.845 .828
65.63 65.53
39.801 40.708
.509 .432
.831 .834
d48 d49
66.42 66.63 67.26
32.146 33.357 48.538
.703 .659 .434
.816 .819 .896
d31 d32 d33
d50
Uji Validitas Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n-2 r table = 0.4132
**) Menentukan nilai r hasil perhitungan Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom "Corrected Item-Total Correlation" ***) Keputusan Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan dengan nilai r hasil dengan nilai r tabel, ketentuan: bila r hasil> r tabel, maka pertanyaan tersebut valid Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Lampiran 2 Crosstabs Case Processing Summary
Valid N Pendidikan * IKP90
100
Percent 100.0%
kat_pengkerja * IKP90 Kat_kompetensi * IKP90
100 100
100.0% 100.0%
0 0
kat_usia * IKP90 kompleks1 * IKP90 kerjasama * IKP90 gangguan * IKP90
100 100 100 100
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
komunikasi * IKP90 SPO4 * IKP90
100 100 100
100.0% 100.0% 100.0%
Kenyamanan * IKP90
N
Cases Missing Percent 0 .0%
Total N 100
Percent 100.0%
.0% .0%
100 100
100.0% 100.0%
0 0 0 0
.0% .0% .0% .0%
100 100 100 100
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
0 0 0
.0% .0% .0%
100 100 100
100.0% 100.0% 100.0%
Pendidikan * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 35 40 46.7% 53.3% 16 9 64.0% 36.0% 51 49 51.0% 49.0%
IKP Pendidikan
D3 Keperawatan S1 Keperawatan
Total
Count % within Pendidikan Count % within Pendidikan Count % within Pendidikan
Total 75 100.0% 25 100.0% 100 100.0%
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Chi-Square Tests Value 2.254b 1.614 2.280
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.232
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .133 .204 .131
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.168
.102
.135
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12. 25.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for Pendidikan (D3 Keperawatan / S1 Keperawatan) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.492
.193
1.253
.729
.498
1.067
1.481
.843
2.604
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
kat_pengkerja * IKP90 katmk * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 35 20 63.6% 36.4% 16 29 35.6% 64.4% 51 49 51.0% 49.0%
IKP katmk
<= 6 tahun > 6 tahun
Total
Count % within katmk Count % within katmk Count % within katmk
Total 55 100.0% 45 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests Value 7.810b 6.726 7.913
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
7.731
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .005 .010 .005
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.009
.005
.005
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22. 05.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for katmk (<= 6 tahun / > 6 tahun) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
3.172
1.395
7.210
1.790
1.151
2.782
.564
.374
.852
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Kat_kompetensi * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 32 19 62.7% 37.3% 19 30 38.8% 61.2% 51 49 51.0% 49.0%
IKP Kat_kompetensi
Kompetensi Rendah
Count % within Kat_kompetensi Count % within Kat_kompetensi Count % within Kat_kompetensi
Kompetensi Tinggi Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 5.745b 4.826 5.801
5.688
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .017 .028 .016
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.027
.014
.017
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24. 01.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for Kat_ kompetensi (Kompetensi Rendah / Kompetensi Tinggi) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
2.659
1.186
5.964
1.618
1.073
2.439
.608
.400
.926
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Total 51 100.0% 49 100.0% 100 100.0%
kat_usia * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 32 19 62.7% 37.3% 19 30 38.8% 61.2% 51 49 51.0% 49.0%
IKP kat_ usia
<= 30 tahun > 30 tahun
Total
Count % within kat_usia Count % within kat_usia Count % within kat_usia
Total 51 100.0% 49 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 5.745b 4.826 5.801
df 1 1 1
5.688
Asymp. Sig. (2-sided) .017 .028 .016
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.027
.014
.017
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24. 01.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for kat_usia (<= 30 tahun / > 30 tahun) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
2.659
1.186
5.964
1.618
1.073
2.439
.608
.400
.926
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
kompleks1 * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 29 32 47.5% 52.5% 22 17 56.4% 43.6% 51 49 51.0% 49.0%
IKP kompleks1
Kompleks
Count % within kompleks1 Count % within kompleks1 Count % within kompleks1
Tidak Kompleks Total
Total 61 100.0% 39 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .749b .436 .750
.741
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .387 .509 .386
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.418
.255
.389
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19. 11.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for kompleks1 (Kompleks / Tidak Kompleks) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.700
.312
1.571
.843
.575
1.234
1.203
.783
1.849
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
kerjasama * IKP90 ks_kat * IKP90 Crosstabulation IKP90 IKP ks_kat
Total
Total
1.00
Count
2.00
% within ks_kat Count
26 68.4% 25
Tidak IKP 12 31.6% 37
IKP
% within ks_kat Count
40.3% 51
59.7% 49
100.0% 100
% within ks_kat
51.0%
49.0%
100.0%
38 100.0% 62
Chi-Square Tests
Pearson ChiSquare Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
7.443(b)
1
.006
6.362
1
.012
7.579
1
.006
7.369
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.008
.006
.007
100 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.62. Risk Estimate
Odds Ratio for ks_kat (1.00 / 2.00) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
3.207
1.368
7.515
1.697
1.170
2.461
.529
.318
.882
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
gangguan * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 36 28 56.3% 43.8% 15 21 41.7% 58.3% 51 49 51.0% 49.0%
IKP gangguan
Tinggi Rendah
Total
Count % within gangguan Count % within gangguan Count % within gangguan
Total 64 100.0% 36 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.961b 1.421 1.967
df 1 1 1
1.941
Asymp. Sig. (2-sided) .161 .233 .161
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.212
.117
.164
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17. 64.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for gangguan (Tinggi / Rendah) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
1.800
.788
4.113
1.350
.867
2.102
.750
.507
1.110
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
komunikasi * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 28 29 49.1% 50.9% 23 20 53.5% 46.5% 51 49 51.0% 49.0%
IKP komunikasi
Tidak Efektif Efektif
Total
Count % within komunikasi Count % within komunikasi Count % within komunikasi
Total 57 100.0% 43 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests Value .187b .053 .187
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.185
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .665 .818 .665
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.691
.409
.667
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21. 07.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for komunikasi (Tidak Efektif / Efektif) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.840
.380
1.855
.918
.626
1.348
1.094
.726
1.648
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
SPO4 * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 9 7 56.3% 43.8% 42 42 50.0% 50.0% 51 49 51.0% 49.0%
IKP SPO4
Persepsi Tidak Baik Persepsi Baik
Total
Count % within SPO4 Count % within SPO4 Count % within SPO4
Total 16 100.0% 84 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests Value .210b .034 .211
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.208
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .647 .853 .646
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.787
.427
.648
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 84.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for SPO4 (Persepsi Tidak Baik / Persepsi Baik) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
1.286
.438
3.772
1.125
.695
1.822
.875
.482
1.587
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Kenyamanan * IKP90 Crosstab IKP90 Tidak IKP 46 42 52.3% 47.7% 5 7 41.7% 58.3% 51 49 51.0% 49.0%
IKP Kenyamanan
Tidak Nyaman
Count % within Kenyamanan Count % within Kenyamanan Count % within Kenyamanan
Nyaman Total
Total 88 100.0% 12 100.0% 100 100.0%
Chi-Square Tests Value .475b .146 .477
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.471
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .491 .703 .490
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.550
.352
.493
100
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 88.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for Kenyamanan (Tidak Nyaman / Nyaman) For cohort IKP90 = IKP For cohort IKP90 = Tidak IKP N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
1.533
.452
5.201
1.255
.624
2.523
.818
.484
1.384
100
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Tabel frekuensi
Variabel Usia (sebelum dikategorikan) Statistics usiaasli N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
100 0 30.55 .616 30.00 6.163 22 46
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
10
Frequency
8
6
4
2 Mean =30.55 Std. Dev. =6.163 N =100 0 20
25
30
35
40
45
50
usiaasli
Variabel Usia (setelah dikategorikan) kat_usia
Valid
<= 30 tahun > 30 tahun Total
Frequency 51 49 100
Percent 51.0 49.0 100.0
Valid Percent 51.0 49.0 100.0
Cumulative Percent 51.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
80
Frequency
60
40
20
Mean =1.49 Std. Dev. =0.502 N =100 0 0.5
1
1.5
2
2.5
kat_usia
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Pendidikan Statistics Pendidikan N
Valid Missing
100 0 1.25 .044 1.00 .435 1 2
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Pendidikan
Valid
D3 Keperawatan S1 Keperawatan Total
Frequency 75 25 100
Percent 75.0 25.0 100.0
Valid Percent 75.0 25.0 100.0
Cumulative Percent 75.0 100.0
Histogram
100
Frequency
80
60
40
20 Mean =1.25 Std. Dev. =0.435 N =100 0 0.5
1
1.5
2
2.5
Pendidikan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Kompetensi
Kat_kompetensi
Valid
Kompetensi Rendah Kompetensi Tinggi Total
Frequency 51 49 100
Percent 51.0 49.0 100.0
Valid Percent 51.0 49.0 100.0
Cumulative Percent 51.0 100.0
Histogram
80
Frequency
60
40
20
Mean =1.49 Std. Dev. =0.502 N =100 0 0.5
1
1.5
2
2.5
Kat_kompetensi
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Masa Kerja (sebelum dikategorikan) Statistics Masakerja N
Valid Missing
100 0 6.70 .455 6.00 4.552 2 18
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean =6.7 Std. Dev. =4.552 N =100 0 0
5
10
15
20
Masakerja
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Masa Kerja (setelah dikategorikan) kat_masakerja
Valid
<= 10 tahun > 10 tahun Total
Frequency 77 23 100
Percent 77.0 23.0 100.0
Valid Percent 77.0 23.0 100.0
Cumulative Percent 77.0 100.0
Histogram
100
Frequency
80
60
40
20 Mean =1.23 Std. Dev. =0.423 N =100 0 0.5
1
1.5
2
2.5
kat_masakerja
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Kompleksitas Pengobatan Statistics skor_kompleleks N
Valid Missing
100 0 10.23 .144 10.00 1.441 7 15
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
skor_kompleleks
Valid
7 8 9 10 11 12 13 15 Total
Frequency 4 7 14 36 23 10 5 1 100
Percent 4.0 7.0 14.0 36.0 23.0 10.0 5.0 1.0 100.0
Valid Percent 4.0 7.0 14.0 36.0 23.0 10.0 5.0 1.0 100.0
Cumulative Percent 4.0 11.0 25.0 61.0 84.0 94.0 99.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean =10.23 Std. Dev. =1.441 N =100 0 6
8
10
12
14
16
skor_kompleleks
Variabel Kompleksitas Pengobatan (Setelah dikategorikan)
kompleks1
Valid
Kompleks Tidak Kompleks Total
Frequency 61 39 100
Percent 61.0 39.0 100.0
Valid Percent 61.0 39.0 100.0
Cumulative Percent 61.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
100
Frequency
80
60
40
20 Mean =1.39 Std. Dev. =0.49 N =100 0 0.5
1
1.5
2
2.5
kompleks1 Variabel Kerjasama Statistics kerjasama_skor N Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Valid Missing
100 0 6.0600 .13913 6.0000 1.39132 4.00 8.00
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
30
Frequency
20
10
Mean =6.06 Std. Dev. =1.391 N =100 0 3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
kerjasama_skor
kerjasama
Valid
Kerjasama Kurang Kerjasama Baik Total
Frequency 75 25 100
Percent 75.0 25.0 100.0
Cumulative Percent 75.0 100.0
Valid Percent 75.0 25.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Gangguan Statistics skor_gangguan N
Valid Missing
100 0 13.04 .131 13.00 1.310 10 16
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean =13.04 Std. Dev. =1.31 N =100 0 8
10
12
14
16
18
skor_gangguan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
gangguan
Valid
Tinggi Rendah Total
Frequency 64 36 100
Percent 64.0 36.0 100.0
Valid Percent 64.0 36.0 100.0
Cumulative Percent 64.0 100.0
Variabel Komunikasi Statistics skor_komunikasi N Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Valid Missing
100 0 8.74 .194 9.00 1.936 5 12
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Histogram
25
Frequency
20
15
10
5 Mean =8.74 Std. Dev. =1.936 N =100 0 4
6
8
10
12
14
skor_komunikasi
komunikasi
Valid
Tidak Efektif Efektif Total
Frequency 57 43 100
Percent 57.0 43.0 100.0
Valid Percent 57.0 43.0 100.0
Cumulative Percent 57.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel SPO Statistics skor_spo N
Valid Missing
100 0 10.50 .194 11.00 1.936 5 14
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Histogram
40
Frequency
30
20
10
Mean =10.5 Std. Dev. =1.936 N =100 0 5
7.5
10
12.5
15
skor_spo SPO4
Valid
Persepsi Tidak Baik Persepsi Baik Total
Frequency 16 84 100
Percent 16.0 84.0 100.0
Valid Percent 16.0 84.0 100.0
Cumulative Percent 16.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Variabel Kenyamanan tempat kerja Statistics skor_kenyamanan N
Valid Missing
100 0 11.14 .267 11.00 2.674 5 20
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Histogram
25
Frequency
20
15
10
5 Mean =11.14 Std. Dev. =2.674 N =100 0 5
10
15
20
skor_kenyamanan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Kenyamanan
Valid
Tidak Nyaman Nyaman Total
Frequency 88 12 100
Percent 88.0 12.0 100.0
Valid Percent 88.0 12.0 100.0
Cumulative Percent 88.0 100.0
Variabel Insiden Keselamatan Pasien Statistics ikp_skor N
Valid Missing
100 0 34.70 .331 35.00 3.311 24 40
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
Histogram
20
Frequency
15
10
5
Mean =34.7 Std. Dev. =3.311 N =100 0 25
30
35
40
ikp_skor
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
IKP90
Valid
IKP Tidak IKP Total
Frequency 51 49 100
Percent 51.0 49.0 100.0
Valid Percent 51.0 49.0 100.0
Cumulative Percent 51.0 100.0
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Lampiran 3 KUESIONER
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya, Dede Sri Mulyana, mahasiswa Program Pascasarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, akan mengadakan penelitian mengenai “Analisis penyebab Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya Insiden Keselamatan Pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” Jakarta. Kerahasiaan dan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh karena itu, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini dengan sejujurnya dan memberikan penilaian yang objektif sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Pernyataan dalam kuesioner ini sebanyak 50 pernyataan, merupakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kondisi umum pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i selama bekerja di Rumah Sakit. Bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i akan sangat membantu dan besar manfaatnya dalam penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
A. Latar Belakang Responden No Responden*
: ………………………………………………
Unit Kerja
: ………………………………………………
Usia
: ….……………………………………………
Pendidikan Terakhir
: ………………………………………………
Berapa lama Anda bekerja di rumah sakit ini ? …… tahun ……bulan Berapa lama Anda bekerja di area/unit kerja Anda sekarang ini ?..…tahun…… bulan Jenjang Kompetensi
PK I
PK II
PK III
PK IV
PK V
B. Petunjuak Pengisian 1. Survey ini bertujuan untuk meminta anda memberikan pendapat mengenai pekerjaan anda sehari-hari dalam memberikan pelayanan kepada pasien terkait dengan isu-isu keselamatan pasien. Survey ini kira-kira memerlukan 10 – 15 menit untuk mengisi keseluruhan pernyataan. 2. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah menjawab pernyataan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya. 3. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i, karena kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda. 4. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pernyataan dijawab, oleh karena itu mohon diteliti kembali apakah semua pernyataan telah dijawab. 5. Silakan Anda mengisi dengan membubuhkan tanda ceklist ( V ) pada kolom yang anda anggap benar, yaitu: Kuesioner 1, SS = Sangat Setuju; S = Setuju; KS = Kurang Setuju; SKS = Sangat Kurang Setuju. Kuesioner 2, Tidak pernah; Kadang-kadang; Sering; Selalu. Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
6. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini, mohon periksa kembali jawaban anda dan pastikan sudah lengkap terisi semua pernyataan dalam kuesioner ini. C. Kuesioner 1 (Sebelum Uji Validitas –Reliabilitas) No
Pernyataan
SS
S
KS
SKS
Kompleksitas Pengobatan 1
Dalam satu bulan terakhir Anda sering menangani pasien dengan dua diagnose atau lebih
2
Anda mampu menangani perawatan pasien di unit tempat Anda bekerja secara sendiri
3
Pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien membutuhkan bantuan rekan kerja
4
Anda mengalami kesulitan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang banyak mendapatkan tindakan medis
5
Anda mengalami kesulitan bilamana pasien mendapatkan obat lebih dari 3 macam Kerja sama dalam unit
6
Rekan kerja perawat di satu unit mampu membantu menyelesaikan permasalahan dalam asuhan keperawatan
7
Rekan kerja perawat di satu unit mampu bekerja sama dengan baik dalam memberikan pelayanan pada pasien
8
Rekan kerja perawat di satu unit memberi bantuan
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
9
Rekan kerja perawat di satu unit selalu mengingatkan jika ada teman yang melakukan kesalahan
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan pada pasien 10
Tidak ada teman kerja yang bisa membantu ketika dibutuhkan dalama memeberikan asuhan keperawatan pada pasien Gangguan atau interupsi
11
Anda selalu mendapatkan pekerjaan di luar tanggung jawab sebagai perawat pelaksana
12
Keharmonisan dan hubungan baik antara perawat pelaksana telah terjalin di unit tempat Anda bekerja
13
Anda
tidak
pernah
melakukan
beberapa
pekerjaan di tempat Anda bekerja dalam satu waktu secara bersamaan 14
Anda mendapatkan pekerjaan lain yang harus dilakukan pada saat sedang memberikan pelayanan kepada pasien
15
Pembagian
tugas
dan
tanggung
jawab
pekerjaan tidak jelas Komunikasi 16
Rekan kerja perawat di satu unit mampu menciptakan komunikasi yang baik, sehingga mendorong
untuk
memberikan
pelayanan
terbaik kepada pasien 17
Dokter
memberikan
instruksi
yang
jelas
mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh perawat Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
18
Rekan kerja saling mengingatkan jika ada yang mengalami
kesulitan
dalam
pelaksanaan
asuhan keperawatan 19
Saling bertukar informasi mengenai kondisi pasien yang menjadi tanggung jawabnya
20
Tidak selaliu menggunakan teknik SBAR dalam melakukan komunikasi dengan profesi lain. Standar Prosedur Operasional
21
Standar
Prosedur
tindakan
Operasional
asuhan
mengenai
keperawatan
mudah
dimengerti 22
Standar
Prosedur
tindakan
Operasional
asuhan
mengenai
keperawatan
mudah
diterapkan 23
Standar Prosedur Operasional mudah diperoleh ketika membutuhkannya
24
Standar Prosedur Operasional yang ada di unit tempat bekerja membuat pekerjaan tidak efektif dan efisien
25
Pada saat bekerja tidak pernah melihat Standar Prosedur Operasional Baku Kenyamanan tempat kerja
26
Kondisi sarana dan prasarana di tempat anda bekerja
mendukung
dalam
memberikan
pelayanan yang aman bagi pasien 27
Tingkat pencahayaan di ruang perawatan mendukung dalam memberikan pelayanan yang
aman
bagi
pasien,
misalnya
saat Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
memeriksa bagian tubuh pasien, dll 28
Suhu
ruangan
ditempat
anda
bekerja
mendukung dalam memberikan pelayanan yang aman bagi pasien 29
Tingkat kebisingan ditempat anda bekerja mendukung dalam memberikan pelayanan yang aman bagi pasien
30
Sistim pendingin udara/AC tidak berfungsi dengan baik
D. Kuesioner 2 No
31
Pernyataan
Tidak
Kadang- Sering
Pernah
kadang
Selalu
Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat dari suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
32
Salah
memberikan
obat
kepada
pasien
sehingga menyebabkan pasien mengalami gangguan kesehatan diluar penyakitnya 33
Pasien ditempat anda bekerja terjatuh dari tempat tidur sehingga pasien mengalami cedera
34
Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam medik pasien, sehingga terjadi kesalahan dalam
pemberian
tindakan
dan
pasien
mengalami cedera 35
Proses komunikasi antara petugas tidak efektif
sehingga
terjadi
insiden
yang Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
mengakibatkan cedera pada pasien 36
Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang mengakibatkan insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak mengakibatkan cedera
37
Salah memberikan obat kepada pasien tetapi tidak mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan lain
38
Pasien ditempat anda bekerja terjatuh dari tempat tidur tetapi pasien mengalami cedera
39
Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam medik pasien, sehingga terjadi kesalahan dalam pemberian tindakan tetapi pasien tidak mengalami cedera
40
Proses komunikasi antara petugas tidak efektif sehingga terjadi insiden tetapi tidak mengakibatkan cedera pada pasien
41
Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang mengakibatkan Kejadian Nyaris Cedera, atau terjadinya
insiden
yang
belum
sampai
terpapar ke pasien
42
Hampir salah memberikan obat kepada pasien tetapi obat belum diberikan karena segera diketahui
43
Pasien ditempat anda bekerja hampir terjatuh dari tempat tidur tetapi tidak jadi karena segera diketahui oleh petugas
44
Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam medik pasien, tetapi segera diketahui dan Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
dilakukan perbaikan 45
Proses komunikasi antara petugas tidak efektif tetapi tidak terjadi insiden pada pasien
46
Penyimpanan obat yang namanya hamper sama diletakan berdekatan
47
Penyimpanan
obat
kemasananya
hamper
yang sama
rupa/bentuk diletakan
berdekatan 48
Pasien yang dirawat dipasang gelang identitas pasien
49
Pasien yang dirawat dilakukan assessment risiko pasien jatuh
50
Penandaan
area
yang
akan
dioperasi
dilakukan diruang rawat inap
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Lampiran 4 KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya, Dede Sri Mulyana, mahasiswa Program Pascasarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, akan mengadakan penelitian mengenai “Analisis penyebab Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya Insiden Keselamatan Pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” Jakarta. Kerahasiaan dan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh karena itu, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjawab kuesioner ini dengan sejujurnya dan memberikan penilaian yang objektif sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Pernyataan dalam kuesioner ini sebanyak 50 pernyataan, merupakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kondisi umum pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i selama bekerja di Rumah Sakit. Bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i akan sangat membantu dan besar manfaatnya dalam penelitian ini. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
A. Latar Belakang Responden No Responden*
: ………………………………………………
Unit Kerja
: ………………………………………………
Usia
: ….…………………………………………..
Pendidikan Terakhir
: ………………………………………………
Berapa lama Anda bekerja di rumah sakit ini ? …… tahun ……bulan Berapa lama Anda bekerja di area/unit kerja Anda sekarang ini ?..…tahun…… bulan Jenjang Kompetensi
PK I PK II PK III PK IV PK V
B. Petunjuak Pengisian 7. Survey ini bertujuan untuk meminta anda memberikan pendapat mengenai pekerjaan anda sehari-hari dalam memberikan pelayanan kepada pasien terkait dengan isu-isu keselamatan pasien selama anda bekerja di RS “X” Jakarta. Survey ini kira-kira memerlukan 10 – 15 menit untuk mengisi keseluruhan pernyataan. 8. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah menjawab pernyataan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya. 9. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i, karena kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda. 10. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pernyataan dijawab, oleh karena itu mohon diteliti kembali apakah semua pernyataan telah dijawab. 11. Silakan Anda mengisi dengan membubuhkan tanda ceklist ( V ) pada kolom yang anda anggap benar, yaitu: Kuesioner 1, SS = Sangat Setuju; S = Setuju; KS = Kurang Setuju; SKS = Sangat Kurang Setuju. Kuesioner 2, Tidak pernah; Kadang-kadang; Sering; Selalu.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
12. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini, mohon periksa kembali jawaban anda dan pastikan sudah lengkap terisi semua pernyataan dalam kuesioner ini.
C. Kuesioner 1 (Pasca Uji Validitas-Reliabilitas) No
Pernyataan
SS
S
KS
SKS
Kompleksitas Pengobatan 1
Anda sering melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang mempunyai dua diagnose penyakit atau lebih
2
Pasien yang mempunyai dua diagnose penyakit atau lebih, sulit dilakukan asuhan keperawatan
3
Pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien yang mempunyai dua diagnose penyakit atau lebih membutuhkan bantuan rekan kerja
4
Anda tidak mengalami kesulitan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang banyak mendapatkan tindakan medis Kerja sama dalam unit
5
Rekan kerja perawat di ruangan dapat membantu menyelesaikan
permasalahan
dalam
asuhan
keperawatan 6
Rekan kerja perawat di ruangan mampu bekerja sama dengan baik dalam memberikan pelayanan pada pasien
7
Rekan
kerja
perawat
di
ruangan
saling
mengingatkan jika ada teman yang melakukan
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien 8
Rekan kerja perawat di ruangan bisa membantu ketika dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Gangguan atau interupsi 9
Anda sering mendapatkan pekerjaan lain di luar tugas dan tanggung jawab anda sebagai perawat pelaksana
10
Pada saat bekerja anda suka melakukan lebih dari satu pekerjaan dalam waktu yang sama
11
Anda suka mendapatkan pekerjaan lain yang harus dilakukan
ketika sedang memberikan
asuhan
keperawatan kepada pasien 12
Keharmonisan dan hubungan baik antara perawat di ruangan tempat anda bekerja telah terjalin dengan baik
13
Pengaturan tugas dan tanggung jawab pekerjaan diantara perawat sudah sesuai dan adil Komunikasi
14
Rekan
kerja
perawat
di
ruangan
mampu
menciptakan komunikasi yang baik, sehingga mendorong untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien 15
Dokter memberikan instruksi tertulis dengan jelas mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh perawat
16
Rekan kerja saling mengingatkan jika ada yang Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
mengalami kesulitan dalam melaksanakan asuhan keperawatan 17
Sesama rekan kerja saling bertukar informasi mengenai kondisi pasien yang menjadi tanggung jawabnya
18
Selalu menggunakan teknik SBAR (Situation, Background, Assessment, Rekomendation) dalam melakukan komunikasi dengan profesi lain Standar Prosedur Operasional
19
Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai tindakan asuhan keperawatan dapat dimengerti dan dipahami dengan baik
20
Standar
Prosedur
Operasional
mempermudah
tindakan asuhan keperawatan 21
Standar Prosedur Operasional mudah diperoleh ketika membutuhkannya
22
Standar Prosedur Operasional yang sudah ada membuat pekerjaan menjadi efektif dan efisien
23
Selama bekerja di ruang perawatan belum pernah membaca Standar Prosedur Operasional terkait asuhan keperawatan Kenyamanan tempat kerja
24
Kondisi sarana dan prasarana di tempat anda bekerja mempermudah dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
25
Tingkat
pencahayaan
mendukung
dalam
di
ruang
memberikan
perawatan asuhan
keperawatan yang aman bagi pasien 26
Suhu ruangan ditempat anda bekerja mendukung Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien 27
Tingkat
kebisingan
mendukung
dalam
ditempat
anda
memberikan
bekerja asuhan
keperawatan yang aman bagi pasien 28
Sistim pendingin udara/AC di ruangan tempat anda bekerja berfungsi dengan baik
D. Kuesioner 2 Tidak Pernah
No
Pernyataan
29
Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
KadangSering Selalu kadang
atau tidak melakukan asuhan keperawatan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kejadian nyaris cedera atau kejadian tidak diharapkan pada pasien 30
Salah memberikan obat kepada pasien sehingga menyebabkan pasien mengalami
gangguan
kesehatan lain diluar penyakitnya 31
Pasien yang dirawat ditempat anda bekerja terjatuh dari tempat tidur sehingga pasien mengalami cedera
32
Terjadi kesalahan dalam pengisian data rekam medik pasien
33
Komunikasi antara petugas kesehatan tidak efektif sehingga terjadi insiden yang merugikan pasien
34
Melaksanakan asuhan keperawatan kepada
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
pasien yang mengakibatkan insiden yang merugikan pasien 35
Salah memberikan obat kepada pasien tetapi tidak
mengakibatkan
terjadinya
gangguan
kesehatan lain 36
Pasien yang dirawat ditempat anda bekerja terjatuh dari tempat tidur tetapi pasien tidak mengalami cedera
37
Komunikasi antara petugas kesehatan tidak efektif tetapi tidak mengakibatkan terjadinya insiden yang merugikan pasien
38
Memberikan
asuhan
keperawatan
kepada
pasien yang mengakibatkan Kejadian Nyaris Cedera 39
Hampir salah memberikan obat kepada pasien tetapi obat belum diberikan karena segera diketahui
40
Pasien ditempat anda bekerja hampir terjatuh dari tempat tidur tetapi tidak jadi karena segera diketahui oleh petugas
41
Instruksi dokter tidak jelas sehingga terjadi salah
pengertian
dalam
melaksanakan
pelayanan 42
Obat
yang
mempunyai
rupa/bentuk
dan
namanya hampir sama diberi tanda 43
Melakukan metode 6 Benar dalam pelayanan obat kepada pasien. (Benar Pasien, Benar Obat, Benar Dosis, Benar Cara/rute pemberian, Benar Waktu, Benar Dokumentasi) Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
44
Penyimpanan obat yang rupa/bentuk dan namanya hampir sama diletakan terpisah
45
Pasien yang dirawat dipasang gelang identitas pasien
46
Pasien yang dirawat dipasang gelang risiko pasien jatuh
47
Pasien yang dirawat dipasang gelang risiko alergi obat
48
Pasien
yang
dirawat
dilakukan
assessment/penilaian risiko pasien jatuh 49
Penandaan area pada pasien
yang akan
dioperasi dilakukan diruang rawat inap 50
Anda
mencuci
memberikan
tangan
asuhan
setiap
selesai
keperawatan
kepada
pasien.
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013