LAPORAN PENELITIAN
Kemampuan Diagnostik Pemeriksaan Molekuler Menggunakan XPERT MTB/RIF® Dibandingkan dengan Kultur Media Cair dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru pada Pasien HIV Performance of Molecular Evaluations Using Xpert MTB/RIF® Reference to Liquid Media Culture in Diagnosing Pulmonary Tuberculosis in HIV-Infected Patients
R Nurista Afriliyantina1, Anna Uyainah ZN2, Evy Yunihastuti3, Anis Karuniawati4, Cleopas Martin Rumende5 1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 2 Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 3 Divisi Alergi-Imunologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 4 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 5 Unit Epidemiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Korespondensi: Anna Uyainah ZN. Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS dr. Cipto Mangunkusumo. Jln. Pangeran Diponegoro 71, Jakarta 10430, Indonesia. email:
[email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan. Tuberkulosis merupakan salah satu infeksi oportunistik dan penyebab kematian terbanyak pada pasien HIV. Keterlambatan diagnosis menyebabkan peningkatan kematian karena gejala dan tanda tidak khas. Pemeriksaan awal diagnostik lebih cepat dengan performa diagnosis lebih baik diperlukan untuk meningkatkan keakuratan dan kecepatan diagnosis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan molekular yaitu Xpert MTB/RIF® yang dapat mendeteksi DNA Mycobacterium tuberculosis dan data Xpert MTB/RIF® pada pasien HIV masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai diagnostik Xpert MTB/RIF® dalam mendiagnosis tuberkulosis paru pada pasien HIV. Metode. Penelitian potong lintang terhadap pasien HIV dengan kecurigaan tuberkulosis yang datang ke UPT HIV RSCM dan pasien ruang rawat penyakit dalam Gedung A RSCM dari Oktober 2012 hingga April 2013. Xpert MTB/RIF® dibandingkan dengan kultur media cair BACTEC MGIT 960®. Kemampuan diagnostik Xpert MTB/RIF® dinilai dengan membuat tabel 2x2 dan menghitung nilai sensitivitas, spesifitisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif serta rentangan nilainya menurut batas 95 % batas kepercayaan. Hasil. Sejumlah 66 subjek menjadi subjek penelitian dengan 43 subjek mendapatkan hasil kultur M. tuberculosis positif. Subjek penelitian umumnya usia 25-35 tahun (58%) dengan jenis kelamin laki-laki (73%), IMT rendah (53%) dan CD4 < 50 sel/mm3 (56%). Faktor risiko terbanyak akibat pemakaian narkoba suntik (62%) Didapatkan hasil sensitivitas Xpert MTB/RIF® adalah 93% (IK 95% 87% - 99%), spesifisitas 91,3% (IK 95% 84,5 - 98,1%), Nilai Duga Positif 95,2% (IK 95% 90,1% - 100%), Nilai Duga Negatif 87,5% (IK 95% 79,5% - 95,5%), Rasio Kemungkinan Positif 10,7 serta Rasio Kemungkinan Negatif 0,08. Simpulan. Kemampuan diagnostik Xpert MTB/RIF® dalam mendiagnosis tuberkulosis paru pada pasien HIV sangat baik. Kata Kunci: HIV, Tuberkulosis, Xpert MTB/RIF®
ABSTRACT
Introduction. Tuberculosis is one of the most common presenting illness and the leading cause of death among people living with HIV. The clinical features of pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients are not typical. The accurate diagnosis of pulmonary tuberculosis in HIV-infected patient remains a clinical challenge. Xpert MTB/RIF® is a new molecular modality for rapid diagnostic of tuberculosis. However, performance-related data from HIV-infected patients are still limited. This study aim to determine the accuracy of Xpert MTB/RIF® in diagnosing pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients. Methods. This is a cross-sectional study performed in HIV-infected patients who suspected having pulmonary tuberculosis during October 2012 to April 2013 in Cipto Mangunkusumo Hospital. We investigated the diagnostic accuracy of Xpert MTB/ RIF® compared liquid media culture.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017 |
29
R Nurista Afriliyantina, Anna Uyainah ZN, Evy Yunihastuti, Anis Karuniawati, Cleopas Martin Rumende Results. A total of 66 patients were suspected having pulmonary tuberculosis, and 43 patients were confirmed by culture examinations. Most of the patients were 25 – 35 years olds (58%), male (73%), have a low BMI (53%) and low CD4+ (56%). Most of HIV-infected patients were intravenous drugs user (62%). The sensitivity and specificity of Xpert MTB/RIF® were 93.0% (95% CI, 87.0% to 99.0%) and 91.3% (95% CI, 84.5% to 98.1%). The positive and negative predictive values were 95.2% (95% CI, 90.1% to 100%) and 87.5% (95% CI, 79.5% to 95.5%). Positive and negative likelihood ratios were 10.7 and 0.08. Conclusions. Xpert MTB/RIF® has a good performance in diagnosing pulmonary tuberculosis in HIV-infected patients. Keywords: HIV, Tuberculosis, Xpert MTB/RIF®
PENDAHULUAN Infeksi oportunistik tersering pada pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah tuberkulosis (TB).1 Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012 di Indonesia terdapat 15.000 kasus tuberkulosis pada pasien HIV (TB-HIV) baru dengan kisaran 6,2 per 100.000 penduduk.2 Penelitian yang dilakukan di klinik Unit Pusat Terpadu (UPT) HIV Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan prevalensi TB-HIV sebesar 37%.3 Salah satu penyebab kematian terbanyak pada pasien HIV adalah TB. Jenis TB terbanyak adalah TB paru, yang diagnosisnya sering tertunda akibat gejala, tanda, dan pemeriksaan foto toraks yang tidak khas, pewarnaan basil tahan asam (BTA) sputum negatif, dan waktu kultur Mycobacterium tuberculosis yang lama. Meta analisis yang dilakukan Straetemans, dkk.4,5 menunjukkan bahwa risiko kematian akan meningkat 2,2 kali pada pasien TB-HIV BTA negatif dibandingkan dengan BTA positif. Sementara itu, data di klinik UPT HIV RSCM tahun 2008 dari 246 pasien TB-HIV, hanya 58,5% pasien yang dapat dilakukan pemeriksaan hapusan mikroskopik sputum dan hanya 11,4% yang hasilnya BTA positif.6 Metode molekuler untuk deteksi M. tuberculosis mulai dikembangkan sebagai alat diagnostik baru yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan diagnosis TB secara cepat. Salah satunya adalah Xpert MTB/RIF® yang mendeteksi adanya DNA M. tuberculosis sekaligus resistensi bakteri terhadap rifampisin dalam 2 jam. Batas deteksi hapusan BTA adalah 10.000 basil/ml sputum7,8, sementara Xpert MTB/RIF® memiliki batas deteksi 1001000 basil/ml sputum untuk mendapatkan hasil positif.9 Penelitian pertama mengenai Xpert MTB/RIF® oleh Boehme, dkk.10 pada pasien dengan kecurigaan TB dan TB dengan multidrug resistant (TB-MDR), dibandingkan kultur M. tuberculosis dengan media padat maupun media cair. Dilaporkan bahwa Xpert MTB/RIF® memberikan hasil uji diagnosis TB yang baik, dengan sensitivitas 98,2% dan spesifisitas 99,2%. Khusus untuk pasien HIV, sensitivitasnya sebesar 93,9%. Lawn, dkk.11 menemukan bahwa Xpert MTB/RIF® memiliki sensitivitas 73,3% dan spesifisitas 99,2% dibandingkan kultur M. tuberculosis dengan media kultur cair. Theron, dkk.12 mendapatkan hasil yang juga berbeda, yaitu sensitivitas 69,6% dan spesifisitas 91,7%
30 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017
dibandingkan dengan media kultur cair. Dengan demikian, Xpert MTB/RIF® memiliki hasil uji diagnostik yang beragam untuk mendiagnosis TB pada pasien HIV. Indonesia termasuk negara dengan endemis tuberkulosis dan kasus HIV meningkat setiap tahun.2,13WHO mulai merekomendasikan Xpert MTB/ RIF® untuk mendiagnosis TB secara cepat, terutama pada kecurigaan TB-MDR dan TB-HIV.10,14,15 Penelitian ini bertujuan untuk menilai keandalan Xpert MTB/RIF® dalam mendiagnosis tuberkulosis paru pada pasien HIV sebagai suatu pemeriksaan diagnostik alternatif yang sensitif, spesifik dan cepat.
METODE Penelitian ini adalah studi potong lintang pada pasien HIV dengan kecurigaan TB di poliklinik HIV dan ruang rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pada bulan Oktober 2012 sampai April 2013. Sputum yang didapatkan secara langsung atau melalui induksi dengan NaCl 3% dilakukan pemeriksaan BTA, kultur pada medium cair BACTEC MGIT 960® dan Xpert MTB/RIF® di Departemen Mikrobiologi FKUI/RSCM. Pasien HIV yang berusia lebih dari 18 tahun, dengan kecurigaan klinis tuberkulosis, belum mendapatkan OAT, dan pada anamnesis terdapat gejala demam, penurunan Berat Badan (BB), batuk dan/atau yang memiliki riwayat pengobatan tuberkulosis dengan kecurigaan kambuh atau relaps dimasukkan dalam penelitian. Kriteria penolakan adalah terdapat kontra indikasi untuk dilakukan induksi sputum, seperti adanya peningkatan tekanan intrakranial dan wanita hamil yang tidak dapat mengeluarkan sputum spontan Seluruh pasien dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks, pemeriksaan laboratorium sputum, darah perifer lengkap, laju endap darah. Jumlah limfosit CD4+ dalam 3 bulan terakhir, HBsAg, dan antiHCV didapatkan dari rekam medik. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan SPSS versi 17.0, lalu dicari nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif serta rentangan nilainya menurut batas 95% interval kepercayaan (IK 95%).
Kemampuan Diagnostik Pemeriksaan Molekuler Menggunakan XPERT MTB/RIF® Dibandingkan dengan Kultur Media Cair dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru pada Pasien HIV
Penelitian ini telah mendapatkan keterangan lolos kaji etik dari Komisi Etik Kedokteran FKUI. Subjek penelitian telah dijelaskan secara lisan dan tertulis tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.
HASIL Dalam kurun Oktober 2012–April 2013, didapatkan 79 subjek dengan kecurigaan TB paru, 13 dari 79 tidak dapat diikutsertakan karena tidak dapat mengeluarkan sputum. Pemeriksaan sputum hanya dapat dilakukan pada 66 subjek yang akhirnya diikutkan dalam analisis penelitian ini (Gambar 1). Dari total subjek tersebut, didapatkan kelompok usia subjek terbanyak adalah usia 25-35 tahun dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (73%). Faktor risiko penularan HIV terbanyak adalah melalui penggunaan jarum suntik bersama (62%) seperti terlihat dalam Tabel 1. Sebagian besar (53%) malnutrisi dan lebih dari separuhnya (56%) dalam keadaan imunosupresif berat (jumlah limfosit CD4+ kurang dari 50 sel/mm3). Lima puluh lima persen subjek merupakan pasien baru diketahui HIV yang belum konsumsi antiretroviral (ARV), 9% dalam terapi ARV dan 36% putus pengobatan ARV. Delapan belas persen putus pengobatan antituberkulosis dan proporsi yang sama merupakan pasien TB relaps. Basil tahan asam ditemukan pada sputum 30% subjek (20 dari 66). Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada 64% subjek pada pemeriksaan Xpert MTB/RIF® (42 dari 66) dan 65% pada pemeriksaan kultur media cair BACTEC MGIT 960® (43 dari 66) subjek. Total diagnosis mikrobiologis tuberkulosis paru pada penelitian ini sebesar sebanyak 45 subjek. Karakteristik klinis dan radiologis subjek pada masing-masing kelompok pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 2. Dari 43 subjek dengan biakan BACTEC MGIT 960® positif didapatkan hasil Xpert MTB/RIF® positif pada 40 pasien. Hasil tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian hasil pada tiga spesimen. Dari 23 spesimen dengan hasil BACTEC MGIT 960® negatif didapatkan hasil Xpert MTB/RIF® negatif pada 21 subjek (terdapat 2 hasil positif palsu) (Tabel 3). Didapatkan sensitivitas pemeriksaan Xpert MTB/RIF® terhadap kultur media cair MGIT sebesar 93% (IK 95%: 87-99%), spesifisitas 91,3% (IK 95%: 84,5-98,1%) seperti terlihat pada tabel 3. Nilai duga positif (NDP) pemeriksaan ini sebesar 95,2% (IK 95%: 90,1-100%), nilai duga negatif (NDN) sebesar 87,5% (IK 95%: 79,5-95,5%) dan rasio kemungkinan positif (RKP) 10,7 serta rasio kemungkinan negatif (RKN) 0,08. Dari hasil resistensi dengan Xpert MTB/RIF® didapatkan 6 pasien dengan hasil rifampisin resisten, yang
juga resisten dengan pemeriksaan kultur uji kepekaan obat. Tiga di antaranya memiliki riwayat TB, tiga lainnya tanpa riwayat TB. TB-MDR terdapat pada lima subjek, terdapat riwayat tuberkulosis berulang lebih dari satu kali dan pengobatan OAT tidak pernah tuntas. Gambaran perbandingan hasil uji kepekaan obat dengan kultur dan Xpert dapat di Tabel 4. Rerata waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan sputum Xpert MTB/RIF® sejak pengiriman spesimen sampai hasil diterima adalah 1 (0 sampai 3) hari pada penelitian ini. Sementara itu, hasil kultur BACTEC MGIT 960® membutuhkan waktu pemeriksaan median 23 (7 sampai 67) hari dan hasil uji kepekaan obat dilaporkan median 20 (10 sampai 62) hari setelah hasil kultur. Median durasi mulai pasien datang atau dicurigai TB sampai pasien mendapatkan obat antituberkulosis (OAT) dengan adanya pemeriksaan Xpert MTB/RIF® adalah 6 (2 sampai 22) hari pada Xpert MTB/RIF® M. tuberculosis positif.
Gambar 1. Alur penelitian Tabel 1. Karakteristik klinis dan demografis subjek penelitian Karakteristik Kelompok usia, median (rentang) <25 tahun 25 – 35 tahun >35 tahun Jenis kelamin, n (%) Laki-laki Perempuan Tingkat pendidikan Dasar (tidak tamat SD/ SD) Menengah (SMP- SMA) Akademi/perguruan tinggi Faktor risiko transmisi HIV Pengguna narkoba suntik Heteroseksual Homoseksual Pengguna narkoba suntik+Heteroseksual
N = 66 4 (6) 38 (58) 24 (36) 48 (73) 18 (27) 2 (3) 56 (85) 8 (12) 41 (62) 16 (24) 3 (5) 6 (9)
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017 |
31
R Nurista Afriliyantina, Anna Uyainah ZN, Evy Yunihastuti, Anis Karuniawati, Cleopas Martin Rumende Karakteristik
N = 66
IMT (kg/m ) >23 18,5-23 <18,5 CD4 (sel/mm3) median (min-maks) >350 201-350 101-200 50-100 < 50 Penggunaan ARV Dalam ARV Belum ARV Putus ARV Riwayat Tuberkulosis Tanpa riwayat tuberkulosis TB relaps TB putus obat LED (mm/jam) rerata (SB) Anemia Koinfeksi Hepatitis B Hepatitis C 2
3 28 35 3 (5) 9 5 (7) (14) 12 (18) 37 (56)
6 (9) 36 (55) 24 (36) 42 (64) 12 (18) 12 (18) 50 (76) 7 (11) 22 (33)
Tabel 2. Karakteristik klinis dan radiologis
Demam Batuk BB turun Kelainan foto toraks Riwayat pengobatan tuberkulosis
BTA positif N=20
Xpert MTB/ RIF® positif N=42
20 20 20 19
41 37 41 34
Putus 2 Relaps 4
Putus 10 Relaps 7
Kultur Diagnosis BACTEC TB MGIT 960® N=66 positif N=43 42 64 38 58 42 64 33 51 Putus 9 Relaps 7
Putus 12 Relaps 12
Tabel 3. Perbandingan hasil pemeriksaan DNA M. tuberculosis menggunakan Xpert MTB/RIF® dan kultur biakan M. tuberkulosis dalam medium cair dengan mesin otomatis BACTEC MGIT 960® Hasil Xpert positif Xpert negatif Total
MGIT positif 40 3 43
MGIT negatif 2 21 23
Total 42 24 66
Tabel 4. Hasil uji kepekaan M. tuberculosis terhadap Rifampisin menggunakan metode konvensional dan deteksi gen rpoB pengkode resistensi Rifampisin menggunakan Xpert MTB/RIF® Uji Kepekaan OAT menggunakan metode konvesional XpertMTB/ No RIF® RifampStrepIsoniazid Etambutol isin tomisin
Riwayat TB
1
Resisten
Resisten
Sensitif
Sensitif
Sensitif
Tidak
2 3 4 5 6 7 8 9
Sensitif Resisten Resisten Resisten Sensitif Sensitif Resisten Resisten
Sensitif Resisten Resisten Resisten Sensitif Sensitif Resisten Resisten
Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten Resisten
Sensistif Sensitif Sensitif Sensitif Resisten Resisten Sensitif Sensitif
Sensitif Sensitif Sensitif Sensitif Sensitif Sensitif Sensitif Sensitif
Putus Tidak Putus Relaps Tidak Putus Relaps Tidak
32 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017
DISKUSI Populasi pada penelitian ini sebagian besar (56%) datang dengan kondisi imunodefisiensi berat (CD4+ kurang dari 50 sel/mm3). Hal ini dikarenakan umumnya subjek penelitian adalah pasien baru diketahui HIV dikarenakan keterlambatan diagnosis. Ditambah lagi sekitar 36% pasien dalam kondisi putus ARV. Dibandingkan dengan penelitian lain, seperti oleh Lawn, dkk.11 dari Afrika Selatan, hanya 12,6% subjek pasien yang memiliki CD4+ kurang 50 sel/µL, terlihat bahwa keterlambatan diagnosis masih merupakan masalah penting dalam penanganan HIV di Indonesia. Pasien HIV, apalagi dalam kondisi imunodefisiensi berat, gejala TB terutama batuk menjadi tidak khas dan spesimen sputum sulit didapatkan. Terlihat bahwa hanya 58 dari 79 (%) pasien yang memiliki gejala batuk, dan hanya 39 dari 79 (%) yang dapat mengeluarkan sputum secara spontan, sehingga diperlukan induksi dengan NaCl 3%. Sesudah diinduksi, 32,5% pasien tetap tidak bisa mengeluarkan sputum. Namun, prosedur ini juga tidak mudah dilakukan terutama pada pasien dengan infeksi oportunistik lain seperti infeksi otak. Jumlah pasien yang pernah putus ARV (36%), dan yang pernah putus OAT (18%), dan dicurigai TB pada penelitian ini menunjukkan bahwa adherence atau kepatuhan berobat juga masih rendah sehingga kemungkinan terjadinya resistensi ARV atau OAT menjadi sangat besar. Delapan belas persen subjek juga pernah menjalankan pengobatan TB sampai tuntas, namun kembali relaps karena kondisi imunodefisiensinya. Tidak terdeteksinya HIV pada pengobatan TB sebelumnya membuat penanganan TB pada pasien tersebut sama dengan populasi umum, sementara pada TB-HIV diperlukan pengobatan yang lebih lama untuk mencegah kekambuhan.16 Hal ini menunjukkan pentingnya tes HIV pada semua pasien TB, tidak hanya TB ekstra paru, seperti yang baru direkomendasikan oleh International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) pada tahun 2009.17 Hasil pemeriksaan sputum pada penelitian ini adalah 30% positif dengan pemeriksaan BTA, 64% positif dengan pemeriksaan Xpert MTB/RIF® dan 65% subjek positif dengan BACTEC MGIT 960®. Hasil pada pemeriksaan kultur biakan dan molekuler mendapatkan hasil yang lebih baik karena pemeriksaan molekuler dengan Xpert MTB/ RIF® memiliki kemampuan mendeteksi hingga 100-1000 basil/ml sputum sedangkan kultur biakan pada medium cair mampu mendeteksi bakteri sampai 10-100 basil/ ml sputum.9,18,19 Sementara itu pemeriksaan mikroskopis sputum BTA dapat menunjukkan hasil positif bila sputum mengandung 5.000-10.000 basil/mL.19,20 Pada pasien HIV jumlah koloni basil dalam sputum lebih sedikit salah
Kemampuan Diagnostik Pemeriksaan Molekuler Menggunakan XPERT MTB/RIF® Dibandingkan dengan Kultur Media Cair dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru pada Pasien HIV
satunya karena tidak terbentuk granuloma terutama pada subjek dengan CD4+ yang rendah.20,21 Hal ini pula yang menyebabkan hasil sputum BTA yang kebanyakan negatif pada pasien HIV. Sensitivitas Xpert MTB/RIF® pada penelitian ini adalah 93% dan spesifisitas 91,3%, NDP 95,2% dan NDN 87,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa Xpert MTB/RIF® sangat baik digunakan untuk diagnosis TB terutama pada pasien HIV. Dari berbagai penelitian didapat sensitivitas Xpert MTB/RIF® berkisar 69,6% hingga 93,9% dengan spesifisitas yang bervariasi 91,7% hingga 99,2%. Penelitian pertama dalam pembuktian diagnosis Xpert MTB/RIF® pada TB dilakukan oleh Boehme, dkk.10 dengan hasil 40% subjek pada penelitian tersebut adalah pasien HIV dan sensitivitas Xpert MTB/RIF® sebesar 93,9%. Namun penelitian Boehme, dkk.10 tersebut tidak menjelaskan secara jelas mengenai karakteristik subjek dengan koinfeksi TB-HIV dan subjek HIV terbanyak didapatkan dari daerah Afrika selatan dengan sebagian menggunakan media padat sebagai pembanding dan sebagian lagi menggunakan pembanding kultur media cair. Sehingga nilai dignostik diambil dari gabungan kedua pembanding tersebut. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan kultur media cair BACTEX MGIT 960® sebagai pembanding. Theron, dkk.12 melakukan penelitian evaluasi Xpert MTB/RIF® dalam diagnosis TB paru pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi. Pada penelitian tersebut didapatkan 130 (27%) subjek HIV dengan sensitivitas 69,6% dan spesifisitas 91,7% jika dibandingkan dengan kultur BACTEC MGIT 960®. Penelitian tersebut juga membedakan sensitivitas berdasarkan CD4+ dimana sensitivitas dan spesifisitas Xpert MTB/RIF® pada CD4+ kurang dari 200 sel/ mm3 adalah 65,2% dan 93 % sedangkan sensitivitas dan spesifisitas Xpert MTB/RIF® pada CD4+ lebih dari 200 sel/ mm3 adalah 76,2% dan 97,2%. Dari penelitian tersebut terlihat adanya peningkatan sensitivitas pada CD4+ lebih dari 200 sel/mm3 walaupun secara umum kurang menunjukkan hasil yang baik dalam mendiagnosis TB paru. Penelitian tersebut tidak menyebutkan mengenai karakteristik subjek dengan koinfeksi TB-HIV secara rinci hanya terdapat penjelasan mengenai kadar CD4+ subjek dengan median CD4+ 182 (0-935) dan lebih banyak pasien baru tanpa riwayat TB dalam penelitiannya serta spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan Xpert MTB/ RIF® dan kultur M. tuberculosis menggunakan spesimen yang berbeda di waktu berbeda. Sedangkan penelitian ini menggunakan spesimen dari sampel sputum subjek yang sama untuk kedua pemeriksaan diatas dan 36% subjek penelitian ini dengan riwayat TB sehingga mendapatkan nilai diagnostik yang lebih baik.
Lawn, dkk.11 melakukan penelitian penapisan koinfeksi TB-HIV sebelum pemberian ARV pada semua pasien HIV menggunakan Xpert MTB/RIF®. Sensitivitas dan spesifisitas Xpert MTB/RIF® yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah 73,3% dan 99,2%. Penelitian tersebut menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas Xpert MTB/RIF® yang lebih baik dalam mendiagnosis TB daripada penelitian yang dilakukan Theron, dkk.12 Namun, tetap menunjukkan hasil yang rendah untuk suatu diagnosis TB, karena prevalensi TB hanya 20% dan gejala klinis TB tidak menjadi perhatian khusus pada penelitian tersebut karena berupa penapisan pada semua pasien HIV sebelum pemberian ARV. Penyebab lainnya adalah subjek pada penelitian tersebut lebih banyak termasuk kategori stadium satu dan dua. Berbeda dengan penelitian ini lebih banyak subjek termasuk kategori stadium tiga, pemilihan subjek memerhatikan gejala dan tanda kecurigaan TB dan terdapat 36% subjek dengan riwayat TB sehingga pada penelitian ini mendapatkan hasil diagnostik yang lebih baik. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF® menggunakan teknologi molecular beacon untuk mendeteksi urutan DNA. Lima probe asam nukleat yang berbeda digunakan dengan menggunakan reaksi yang sama dan setiap probe merupakan pelengkap terhadap urutan DNA target di dalam gen RNA polimerase bakteri (gen rpoB). Probe asam nukleat ini diberi penanda sehingga akan menimbulkan sinyal berfluoresen ketika mengenali adanya target dan sebaliknya tidak bercahaya jika tidak terdapat target. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF® menggunakan tabung dengan banyak sekat didalamnya yang berisi cairan dapar dan reagen. Spesimen sputum pasien akan dicampur dengan reagen kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin yang terhubung dengan sistem komputerisasi dan hasil akan keluar dalam waktu 1 jam 45 menit.9,10,19 Hal tersebut yang memungkinkan deteksi cepat TB terutama pada pasien HIV, karena bila diagnosis tertunda maka pemberian OAT dan ARV akan tertunda sehingga menyebabkan peningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV.1 Lama waktu biakan dipengaruhi oleh jumlah koloni basil BTA dalam spesimen yang ditanam, spesies mikobakterium, penggunaan OAT lama dan resistensi obat serta proses pengolahan spesimen.22 Lama tumbuh biakan dengan menggunakan BACTEC MGIT 960® membutuhkan waktu tumbuh 16,9 hari pada hapusan BTA positif dan 21,8 hari pada hapusan BTA negatif berdasarkan penelitian Salwani, dkk.6 Waktu tumbuh dengan media cair BACTEC MGIT 960® sudah lebih baik namun sebagai penapisan awal tetap diperlukan suatu alat bantu diagnosis yang lebih cepat.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017 |
33
R Nurista Afriliyantina, Anna Uyainah ZN, Evy Yunihastuti, Anis Karuniawati, Cleopas Martin Rumende
Selain waktu pemeriksaan yang lebih singkat, pemeriksaan Xpert MTB/RIF® memiliki kelebihan lain yaitu tenaga yang dibutuhkan sedikit dan tidak memerlukan tenaga ahli untuk mengoperasikannya.7,9,23 Pemeriksaan kultur menggunakan media padat maupun cair membutuhkan waktu yang jauh lebih lama dan tenaga ahli terlatih serta laboratorium terstandarisasi yang baik. Hal ini akan berdampak terhadap keterlambatan pemberian OAT maupun ARV apabila menunggu hasil kultur dalam diagnosis TB. Waktu yang diperlukan oleh sejak pasien datang atau terdapat keluhan kecurigaan TB sampai pasien mendapatkan pengobatan OAT dengan adanya pemeriksaan Xpert MTB/ RIF® adalah 6 (2 sampai 22) hari pada Xpert MTB/RIF® M. tuberculosis positif. Data Pokdi-care di Pokdisus AIDS/UPT HIV RSCM September hingga Maret 2012 memperlihatkan rentang waktu sejak pasien datang atau terdapat keluhan kecurigaan TB sampai pasien mendapatkan pengobatan OAT adalah 18 hari. Penelitian ini mendapatkan hasil waktu lebih cepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemeriksaan Xpert MTB/RIF® dapat mempercepat diagnosis dan tatalaksana TB pada pasien HIV. Lawn, dkk.11 melaporkan waktu pemeriksaan Xpert MTB/RIF® yang diperlukan sampai didapatkan hasil positif dan terapi yaitu 3 hari. Pada peneltian tersebut median hasil kultur biakan adalah 12 hari untuk hapusan BTA positif dan 20 hari untuk hapusan BTA negatif. Pada penelitian ini rentang hasil diagnosis Xpert MTB/RIF® diterima dalam waktu 1 hari dan rentang waktu sejak pasien datang sampai OAT 6 hari karena pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tempat yang berbeda dengan tempat pemeriksaan subjek serta tergantung dari waktu kunjungan berikutnya subjek ke Pokdisus HIV terpadu RSCM. Hal ini berbeda dengan penelitian Lawn, dkk.11 di mana tempat pemeriksaan dan laboratorium berada di tempat yang sama. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF® mendapatkan hasil enam subjek resisten terhadap rifampisin dan hasil kultur uji kepekaan obat konfirmasi mendapatkan hasil yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa Xpert MTB/RIF® baik dalam diagnosis resistensi terhadap rifampisin pada pasien dengan kecurigaan TB yang resisten terhadap rifampisin. Prevalensi TB-MDR menurut laporan WHO tahun 2012 di Indonesia adalah 1,9% pada kasus baru dan 12% pada pasien yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan OAT.2 Prevalensi TB-MDR pada pasien HIV di Indonesia belum ada. Pada penelitian ini terdapat lima subjek TB-MDR, dua subjek dengan TB-MDR tanpa riwayat TB sebelumnya dan tiga subjek lainnya dengan riwayat TB. Umumnya subjek TB-MDR dengan riwayat
34 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017
tuberkulosis dan putus pengobatan OAT mendapatkan nilai IMT dan CD4 yang lebih rendah dibandingkan subjek TB-MDR tanpa riwayat tuberkulosis. Pada subjek TB-MDR diketahui mengalami riwayat tuberkulosis berulang lebih dari satu kali dan pengobatannya tidak pernah tuntas. Hal tersebut menjadi risiko TB-MDR pada subjek tersebut selain dari TB-HIV yang dialaminya. Prevalensi TB-MDR pada pasien HIV pada penelitian ini sebesar 12,5%. Hal tersebut karena pada penelitian ini terdapat 24 subjek (36%) pernah mendapatkan OAT. Hasil penelitian ini sesuai dengan prevalensi TB-MDR pada laporan WHO untuk Indonesia tahun 2012 untuk populasi TB-MDR pada pasien dengan riwayat TB. Oleh karena itu, alat diagnostik cepat dan tepat agar tata laksana tidak tertunda. Karena TB-HIV merupakan salah satu risiko TB-MDR, diperlukan pemeriksaan resistensi yang dapat dilakukan secara cepat menggunakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF®.
SIMPULAN Sebagai kesimpulan, Xpert MTB/RIF® untuk mendiagnosis TB-HIV memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik, hasil yang lebih cepat, sekaligus bisa mendeteksi resistensi Rifampisin. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien HIV yang dicurigai TB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anthony H, Maher D, Graham S. WHO TB-HIV: A Clinical Manual [Internet]. Geneva: WHO; 2004 [disitasi 2012 Jul 1]. Diunduh dari: http://whqlibdoc.who.int/publica tions/2004/9241546344.pdf. 2. World Health Organization. Tuberculosis profile in Indonesia: WHO [Internet]. Geneva: WHO; 2012 [disitasi 2013 Mei 2]. Diunduh dari: http://www.who.int/tb/data. 3. Karyadi T. Oportunistic Infections. Clinical Research Meeting 2010: HIV Management in The Era of Universal Acces; 2010 Sept 30-Oct 1; Jakarta, Indonesia. 4. Straetemans M, Glaziou P, Bierrenbach A L, Sismanidis C, van der Marieke J. Assessing tuberculosis case fatality ratio: A metaanalysis. PLoS One. 2011;6(6):e20755. 5. Straetemans M, Bierrenbach AL, Nagelkerke N, Glaziou P, Marieke J. van der. The effect of tuberculosis on mortality in HIV positive people: A meta-analysis. PLoS One. 2010;5(12):e15241. 6. Salwani D, Rahayu D, Yunihastuti E, Uyainah A. Diagnosis of tuberculosis and drug adverse reactions starting antituberculosis treatment in HIV Patients. Dipresentasikan pada: Clinical Research Meeting 2010: HIV Management in The Era of Universal Acces; 2010 Sept 30-Oct 1; Jakarta, Indonesia. 7. Reid M, Shah S. Approaches to tuberculosis screening and diagnosis in people with HIV in resource-limited settings. Lancet Infect Dis. 2009;9(3):173-84. 8. Getahun H, Harrington M, O’Brien R, Nunn P. Diagnosis of smearnegative pulmonary tuberculosis in people with HIV infection or AIDS in resource-constrained settings: informing urgent policy changes. Lancet Infect Dis. 2007;369(9578):2042-9. 9. Abravaya K, Huff J, Marshall R. Molecular beacons as diagnostic tools: technology and applications. Clin Chem Lab Med. 2003;41(4):468–74. 10. Boehme C, Nebeta P, Hilleman D. Rapid molecular detection of tuberculosis and rifampin resistance. N Engl J Med. 2010;363:1005–15. 11. Lawn SD, Brooks SV, Kranzer K. Screening for HIV-associated tuberculosis and rifampicin resistance before antiretroviral therapy: A prospective study. PLoS Med. 2011;8(7):e1001067.
Kemampuan Diagnostik Pemeriksaan Molekuler Menggunakan XPERT MTB/RIF® Dibandingkan dengan Kultur Media Cair dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru pada Pasien HIV 12. Theron G, Peter J, van Zyl-Smit R. Evaluation of the Xpert MTB/ RIF assay for the diagnosis of pulmonary tuberculosis in a high HIV prevalence setting. Am J Respir Crit Care Med. 2011;184(1):132-40. 13. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A, editors. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2008. 14. Helb D, Jones M, Story E. Rapid detection of Mycobacterium tuberculosis and rifampin-resistance using on demand near patient technology. J Clin Microbiol. 2010;48(1):229–37. 15. World Health Organization. WHO endorses new rapid tuberculosis test: a major milestone for global TB diagnosis and care [Internet]. Geneva: WHO; 2010 [Disitasi 2012 Mei 12]. Diunduh dari: www. who.int/mediacentre/news/releases/2010/tb_test_20101208/en/ index.html. 16. Khan FA, Minion J, Pai M, Royce S, Burman W, Harries AD, et al. Treatment of active tuberculosis in HIV-coinfected patients: A systematic review and meta-analysis. Clin Infect Dis. 2010;50(9):1288-99. 17. TB CARE I. International Standards for Tuberculosis Care. Edisi ke-2. The Hague: TB CARE I; 2009. 18. Piatek AS, Tyagi S, Pol AC. Molecular beacon sequence analysis for detecting drug resistance in mycobacterium tuberculosis. Nat Biotechnol. 1998;16(4):359–63. 19. Siddiqi SH, Rüsch-Gerdes S. MGIT procedure manual [Internet]. Geneva: Foundation for Innovative New Diagnostics; 2006 [Disitasi 2012 Juli 1]. Diunduh dari: http://www.finddiagnostics.org/export/ sites/default/resourcecentre/find_documentation/pdfs/mgit_ manual_nov_2007.pdf. 20. Domingo JP. Tuberculosis and HIV/AIDS. Dalam: Palomino, editor. Tuberculosis 2007 from basic science to patient care. Brazil: Bernd Sebastian Kamps and Patricia Bourcillier; 2007. 21. Schwander, Jerrold J. The human host: immunology and susceptibility. Dalam: Mario R, editor. Tuberculosis a comprehensive international approach. London: Informa Health Care; 2006. 22. Ukpe IS, Southern L. Erythrocyte sedimentation rate values in active tuberculosis with and without HIV co-infection. S Afr Med J. 2006;96(5):427-8. 23. Piatek AS, Telenti A, Murray MR. Genotypic analysis of mycobacterium tuberculosis in two distinct populations using molecular beacons: implications for rapid susceptibility testing. Antimicrob Agents Chemother. 2000;44(1):103–10.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 4, No. 1 | Maret 2017 |
35