FAKTOR RESIKO PENURUNAN BERAT BADAN INVOLUNTER PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG TAHUN 2012 Safyanti, Andrafikar (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT The study aims to determine the risk factors for involuntary weight loss in elderly Health Centre in Nanggalo at 2012 . The study was conducted by using a case-control design . The results revealed that the average energy intake of elderly men is 82.6 % and women 89.6 % RDI. It was found that 44 % of elderly less energy intake , 60% of the elderly are in poor social conditions , and 48 % of elderly has a less varied diet . The results of the bivariate analysis found that energy intake is a potential factor involuntary weight loss in the elderly and social conditions as well as a varied diet is a risk factor involuntary weight loss in the elderly . Keywords : involuntary weight loss , Elderly
PENDAHULUAN
obatan,
Kelompok usia lanjut merupakan
asupan
energi,
pendidikan,
kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin,
usia yang rentan mengalami kekurangan
ketersediaan
gizi dan lebih diperburuk oleh adanya
sosial, status kognitif, status fungsional,
penyakit
dengan
kemiskinan, status perkawinan, gangguan
ma;pl;;lnutrisi beresiko terhadap beberapa
mental, dehidrasi, ketidakmampuan fisik,
komplikasi penyakit yang mempengaruhi
dan kurangnya variasi makanan (Nisa,
kualitas hidup dan
2004). Resiko yang mungkin terjadi pada
degeneratif.
Lansia
meningkatnya resiko
pangan,
kematian 1,94 kali, sehingga usaha untuk
lansia
mempertahankan status gizi yang normal
menurunnya
akan
involuntary weight loss.
memungkinkan
lansia
status kesehatan yang
mencapai
optimal
(Nisa,
2004).
yang
depresi,
kekurangan berat
badan
gizi
kondisi
adalah
involunter/
Kondisi sosial pada lansia cenderung berpengaruh terhadap kesehatan lansia
Beberapa faktor penyebab terjadinya
mengingat pada usia tersebut para lansia
malnutrisi pada lansia diantaranya penyakit
sudah pensiun sehingga akan terdapat
infeksi, sistim imunitas, pemakaian obat-
perubahan
dari
segi
aktifitas,
kondisi
keuangan, serta hubungan dengan relasi
involunter adalah penurunan 5-10% dalam
dan orang-orang disekitarnya. Pada usia
waktu 1-12 bulan atau penurunan 2,25 kg
lansia juga penting diperhatikan variasi
dalam waktu 3 bulan (Kasmiyetti, 2005).
makanan, sebagaimana yang diungkapkan
Secara umum penelitian ini bertujuan
oleh Maryam (2008) bahwa makanan pada
untuk mengetahui faktor resiko penurunan
lansia sebaiknya memperhatikan bentuk
berat badan involunter pada lansia di
penyajian dan variasi makanan sehingga
posyandu lansia wilayah kerja puskesmas
dapat menimbulkan nafsu makan, terlebih
Nanggalo Padang tahun 2012 dan secara
lagi
telah
khusus adalah untuk diketahuinya; asupan
berbeda dari kebiasaannya. Penurunan
energi lansia, kondisi sosial lansia, variasi
berat badan involunter menurut Bouras
makanan lansia, berat badan lansia, besar
dkk, Moriguti dkk, dan Massompoor adalah
resiko asupan energi dengan penurunan
penurunan 4,5 kg atau > 5% berat badan
berat badan involunter, resiko kondisi
dalam waktu 6-12 bulan. Hal ini berbeda
sosial dengan penurunan berat badan
dengan
involunter, dan resiko variasi makanan
jika
konsistensi
pendapat
menurutnya
makanan
Huffrnan,
penurunan
dimana
berat
badan
METODE PENELITIAN Penelitian
dengan penurunan berat badan involunter diperoleh berdasarkan jumlah nilai skor
dengan
pendekatan
dalam rentang nilai 1 sampai dengan 19
retrospective dengan desain kasus kontrol.
dan
Penelitian
batasan
wilayah
dilakukan kerja
di
Posyandu
Puskesmas
di
Nanggalo
kemudian nilai
dikategorikan Median
dengan
(11,00).
Variasi
makanan diperoleh berdasarkan umlah
Padang yang berjumlah 20 unit pada tahun
nilai skor dalam rentang nilai
2012. Subjek penelitian ini adalah lansia di
dengan 32 dan kemudian dikategorikan
wilayah
dengan batasan nilai Mean (17,92).
kerja
Puskesmas
Nanggalo
Padang, 811 orang.
Analisa
Faktor resiko adalah asupan energy, kondisi
social
dan
variasi
melihat
bivariat
hubungan
7 sampai
dilakukan antara
untuk
variabel
makanan.
independen dengan variabel dependen,
Asupan energy dihitung dan dibandingkan
yakni meliputi hubungan asupan energi,
dengan AKG individu
kondisi
dan dinyatakan
sosial,
dan
variasi
makanan
cukup jika asupan ≥ 80% AKG dan kurang
dengan penurunan berat badan involunter.
jika asupan < 80% AKG. Kondisi social
Uji yang digunakan dalam analisa bivariat
2
ini adalah uji korelasi sehingga diketahui
untuk mengetahui nilai OR maka dilakukan
bermakna atau tidaknya suatu hubungan
uji
antara faktor dependen dan independen
pengkategorian data sebelumnya dengan
dan untuk melihat kekuatan hubungan
CI 95%.
Chi-Square
dengan
adanya
tersebut berdasarkan nilai r. Kemudian
HASIL DAN PEMBAHANAN 1. Analisa Univariat a. Asupan Energi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Lansia Menurut Asupan Energi Asupan Energi Kurang Cukup Jumlah
Frekuensi (n) 17 33 50
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa asupan energi kurang pada lansia lebih
% 34 66 100
sedikit daripada jumlah lansia dengan asupan energi cukup, yakni 34%.
b. Kondisi Sosial Tabel 2. Distribusi Frekuensi Lansia Menurut Kondisi Sosial Kondisi Sosial Kurang Cukup Jumlah Berdasarkan
Frekuensi (n) 15 35 50
tabel 2 diatas dapat
diketahui bahwa kondisi sosial yang kurang
% 30 70 100
baik pada lansia lebih sedikit daripada kondisi sosial yang cukup baik, yakni 30%.
c. Variasi Makanan d. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Lansia Menurut Variasi Makanan e. Variasi Makanan
f. Frekuen
g. %
si (n) i. 24 l. 26 o. 50
h. Kurang k. Cukup n. Jumlah q. r. Berdasarkan tabel 3 diatas dapat
j. 48 m. 52 p. 100
bila dibandingkan dengan jumlah lansia
diketahui bahwa lansia yang memiliki nilai
yang
memiliki
variasi
variasi makanan yang kurang lebih sedikit
cukup, yakni hanya 48%.
makanan
yang
s. 2. Analisa Bivariat a. Risiko Asupan Energi terhadap Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia t.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia Berdasarkan Asupan Energi v. Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter w. Ha u. Asup ab. Tidak sil aa. Involu x. OR 95% CI an Involunt Uji nter dan Ener er Ko y. p Value gi rel ag af. asi ah. N ai. % . n % an ao. 8 ap. 3 am al. Kura . 2 . ng 36 , 9 aq. r 0 =0 ax ay. 1 az. 6 ,23 as. OR = 1,195 av. Cuku aw. . 7 8 5 at. (0,370p 16 64 , ar. p 3,858) 0 = au. p = 1,000 bg. 1 0,1 be 0 01 bc. Juml bd. . bf. 2 0 ah 25 10 5 , 0 bj. bk. Dari tabel 4 diatas diketahui bl. Hasil uji statistik
bahwa lansia yang memiliki asupan energi
menunjukkan
kurang,
mengalami
hubungan yang bermakna antara asupan
penurunan berat badan involunter (36%)
energi dengan kejadian penurunan berat
dibandingkan
badan involunter pada lansia.
lebih
banyak
yang
tidak
mengalami
penurunan berat badan involunter (32%). 4
bahwa
tidak
terdapat
b. Risiko Kondisi Sosial terhadap Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia bm. bn. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia Berdasarkan Kondi Sosial
bo. Kondisi Sosial
cf. Kurang
bp. Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter bv. Tidak bu. Involu Involu nter nter
b z. n
ca. %
c g. 1
ch . 40
cr cq. Cukup
cs.
.
60
1
cy cx. Jumlah
de.
. 2
Berdasarkan
cb . n
cc. %
ci. 5
cj. 20 ck .
ct.
cu
20
. 80
cz.
da
10
. 25
tabel 5 diatas
db . 10
bq. H a s il U ji K o r e l a s i
br. OR 95% CI dan bs. p Value
cl. r = 0 , 4 0 6 cm.p = 0 , 0 3
cn. OR = 2,667 co. (0,753-9,450) cp. p = 0,02
involunter
(20%).
Hasil
uji
statistik
dapat diketahui bahwa lansia dengan
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kondisi sosial kurang baik, lebih banyak
yang
mengalami
badan
dengan penurunan berat badan involunter
lansia yang
pada lansia dengan kekuatan hubungan
involunter
penurunan (40%) daripada
berat
tidak mengalami penurunan berat badan
bermakna
antara
kondisi
sosial
yang sedang (r = 0,406) dan pola positif.
df. c. Risiko Variasi Makanan terhadap Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia dg. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia Berdasarkan Variasi Makanan dh. Var iasi Ma ka na n dy. Kur ang
ei. Cu kup
di. Kejadian Penurunan Berat Badan Involunter do. Tidak dn. Involu Involunt nter er ds dt. . du. n dv. % % N eb. 8 ec. 3 dz ea. 2 . 64 , 16 0 ek el. 1 em.6 ej.
.
9
36
7
,
et. 1 eq
er.
ml
.
10
ah
25
es. 2 5
dw.
dk. OR 95% CI dl. Dan p Value dx.
8 0
ep. Ju
dj. Hasil Uji Korel asi
ed. r = 0,505 ee. p = 0,000
ef. OR = 3,778 eg. (1,17012,194) eh. p = 0,048
0 0 , 0
ew. tabel 6 diatas
0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa
dapat diketahui bahwa lansia dengan
terdapat hubungan yang bermakna antara
variasi makanan kurang baik lebih banyak
kondisi sosial dengan penurunan berat
mengalami
badan involunter pada lansia dengan
ex.
involunter
Berdasarkan
penurunan (64%) daripada
berat
badan
lansia yang
kekuatan
hubungan yang sedang
(r =
tidak mengalami penurunan berat badan
0,505) dan pola positif, artinya semakin
involunter (32%). Hasil uji statistik dengan
besar kurang variasi makanan semakin
korelasi pearson diperoleh nilai p value =
besar penurunan berat badan involunter pada lansia.
6
ey. ez. PEMBAHASAN a.i.1.
tahun
Asupan
Risikonya
faktor
mengalami
dengan jenis kelamin laki-laki adalah 2050
menunjukkan
uji bahwa
kkal, dan untuk lansia perempuan dengan usia
yang
sama
2011:389).Penurunan
berat
badan
badan yang terjadi terus menerus secara
korelasi
pearson
signifikan akan mempengaruhi terhadap
tidak
terdapat
derajat
kesehatan
energi dengan terjadinya penurunan berat
degeneratif.
badan involunter pada lansia (p value = 0,101). Jika tubuh kekurangan energi, maka sumber energi selanjutnya adalah protein (Almatsier, 2004:94 dan 147). Ditinjau dari frekuensi makan sumber energi tersebut, terdapat 6% lansia yang mengkonsumsi makanan pokok kurang kali
mengkonsumsi
per
hari,
22%
sumber protein
lansia hewani
kurang dari dua kali per hari, dan 44% lansia
mengkonsumsi
sumber
protein
nabati kurang dari satu kali per hari. fb.
Seiring
Rendahnya
fc. lansia
lansia,
di
dan
beberapa
posyandu
disebabkan
oleh
berat
dapat
penyakit
asupan lansia
energi tersebut
beberapa
faktor,
diantaranya adalah kondisi fisik seperti gigi yang sudah banyak tanggal, nafsu makan yang menurun,
dan tidak ada teman
makan.
Menurut
beberapa
faktor
Fatmah yang
(2010:31),
mempengaruhi
perubahan selera makan lansia adalah kehilangan gigi, kehilangan indra perasa dan penciuman,
berkurangnya cairan
saluran cerna (sekresi pepsin) dan enzim dengan
pencernaan
proteolitik,
bertambahnya umur, kebutuhan energi pun
sekresi saliva,
berkurang rata-rata sebanyak 5% setiap 10
usus.
tahun sesudah usia dewasa (Almatsier, 2011:387).
kkal
(Almatsier,
menimbulkan
tiga
1600
lansia
hubungan yang bermakna antara asupan
dari
adalah
seorang
risiko
penurunan
involunter.Hasil
angka
Penurunan
Asupan energi lansia dapat
menjadi
bahwa
kecukupan gizi bagi lansia usia > 60 tahun
Berat Badan Involunter pada Lansia fa.
diketahui
dan
Energi
terhadap
2004
Sehingga berdasarkan AKG
fd.
berkurangnya
dan penurunan motilitas
a.i.2.
Kondisi
Sosial
dan
Risikonya terhadap Penurunan Berat Badan Involunter pada Lansia a.i.3.
Hasil
pengolahan
data
univariat terhadap variabel kondisi sosial lansia
menunjukkan
bahwa
rata-rata
adalah 11,2. Nilai kondisi sosial terendah adalah 8 dan nilai kondisi sosial tertinggi adalah 15. Dari hasil estimasi interval dapat diketahui bahwa 95% diyakini ratarata nilai kondisi sosial diantara 10,7 sampai
dengan
11,7.
Kemudian
dari
distribusi frekuensi kondisi sosial lansia diketahui bahwa 60% lansia berada pada kondisi sosial yang kurang. Hasil
a.i.4.
penelitian
yang
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi sosial dengan terjadinya penurunan berat badan involunter pada lansia (p value = 0,030) dengan kekuatan hubungan sedang (r = 0,406). Kemudian menggunakan
dengan
analisa
uji
OR
Chi-Square
(Odds
Ratio)
menunjukkan bahwa lansia dengan kondisi sosial yang kurang mempunyai peluang
Penyebab
a.i.5.
terjadinya
penurunan berat badan involunter pada lansia secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori, yakni kondisi sosial, status kesehatan, dan faktor usia (Lewko, 2003). Adapun gaya hidup dan faktor sosial yang mempengaruhi
terhadap
terjadinya
malnutrisi pada lansia diantaranya adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan, memasak,
dan gizi,
kemiskinan,
dan ketidakmampuan untuk
berbelanja
atau
isolasi/kesepian,
menyiapkan
makanan
a.i.6.
Penelitian
terhadap
lansia
yang berada di posyandu wilayah kerja Puskesmas menunjukkan
Nanggalo bahwa
52%
Padang dari
lansia
tersebut tidak memiliki teman sewaktu makan dan 96% merupakan lansia yang tidak bekerja/pensiun.
Sehingga kondisi
tersebut dapat memicu rasa kesepian yang pada akhirnya akan mempengaruhi nafsu makan para lansia tersebut.
3. Variasi Makanan dan Risikonya
bahwa terdapat hubungan yang bermakna
terhadap Penurunan Berat Badan
antara variasi makanan dengan terjadinya
Involunter pada Lansia
penurunan berat badan involunter pada
4.
Hasil
penelitian
yang
menggunakan uji korelasi menunjukkan 8
berat badan involunter (OR =2,7).
(Hickson, 2006:82).
menggunakan uji korelasi menunjukkan
dengan
2,667 kali untuk mengalami penurunan
lansia (p value = 0,0005) dengan kekuatan hubungan sedang
(r = 0,505).
Kemudian dengan menggunakan uji Chi-
tekstur makanan sehingga lansia tidak
Square dengan analisa OR (Odds Ratio)
mengalami
menunjukkan bahwa lansia dengan variasi
makanan dan terhindar dari masalah gizi
makanan yang kurang mempunyai peluang
salah (malnutrisi) (Sekartaji, 2011).
3,778 untuk mengalami penurunan berat badan involunter (OR = 3,778, p = 0,048). Kurangnya
5.
pengetahuan
kesulitan
dalam
Beberapa
6.
mencerna
hal
yang
menunjukkan variasi makanan pada lansia terutama pada lansia yang berada di
lansia tentang pemenuhan gizi, terutama
posyandu
dalam pemilihan jenis makanan yang
Nanggalo Padang adalah 36% lansia tidak
sesuai dengan kebutuhannnya merupakan
ada makanan cemilan setiap harinya, jenis
faktor yang menunjang seorang lansia
pengolahan bahan makanan 50% terdiri
mengalami kekurangan gizi (Wahyunita,
dari dua jenis, yakni digoreng dan direbus,
2010:11). Salah satu hal yang perlu
dan
diperhatikan dalam menyajikan makanan
penyajian makanan tiap harinya tidak
bagi lansia adalah kecukupan gizi dan
menarik.
74%
wilayah
lansia
kerja
Puskesmas
menyatakan
bahwa
7. 8. KESIMPULAN DAN SARAN
pada lansia.. Lansia dengan kondisi sosial
Kesimpulan hasil penelitian
yang kurang baik mempunyai risiko 2,667
asupan energi rata-rata lansia laki-laki
kali untuk mengalami penurunan berat
adalah
badan involunter.Variasi makanan memiliki
9.
1694
perempuan
kkal
adalah
(82,6% AKG) 1435
kkal
dan
(89,6%
hubungan
yang
bermakna
dengan
AKG). Lansia yang kurang memenuhi
penurunan berat badan involunter pada
asupan
sebanyak
lansia dengan nilai r = 0,505. Lansia
44%.Lansia dengan kondisi sosial kurang
dengan variasi makanan yang kurang baik
baik
Lansia
mempunyai
risiko
dengan variasi makanan yang kurang baik
mengalami
penurunan
48%. Asupan energi memiliki hubungan
involunter.
energi
adalah
adalah
sebanyak
60%.
yang tidak bermakna dengan penurunan berat badan involunter pada lansia. Kondisi sosial memiliki hubungan yang bermakna dengan penurunan berat badan involunter
10.
3,778
kali berat
untuk badan
Diharapkan kepada petugas
kesehatan Puskesmas Nanggalo Padang untuk
lebih
memperhatikan
setiap
perubahan
yang
terjadi
pada
lansia,
konseling bagi keluarga lansia agar dapat
termasuk jika terjadinya penurunan berat
lebih
badan involunter pada lansia. Selain itu
kondisi lansia yang berada di keluarganya.
juga
Diharapkan pada peneilti selanjutnya yang
diharapkan
intervensi mencegah badan
adanya
untuk
mengurangi
terjadinya
involunter
kegiatan
penurunan
pada
lansia,
atau berat seperti
penyuluhan tentang gizi lansia pada saat kegiatan
posyandu
serta
memperhatikan
dan
memahami
ingin melakukan penelitian sejenis agar menambah
dan
memperluas
jumlah
sampel maupun ruang lingkup populasi serta variabel.
memberikan
11. 12. 13. DAFTAR PUSTAKA 14. 15. Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta 16. 17. Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 18. 19. ______________. 2011.Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 20. 21. Arisman. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 22. 23. Barasi, Mary E. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga 24. 25. Beck, Mary E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: CV Andi Offset 26. 27. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga 28.
10
29. Hanum, Farida. 2008. Menuju Hari Tua Bahagia. Yogyakarta: UNY Press 30. 31. Hickson, M. 2006. Malnutrition and Ageing. Sumber Online: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti cles/PMC2563720/. Akses tanggal 8 Agustus 2012. Pukul 01:55 32. 33. Hutapea, Ronald. 2005. Sehat Ceria di Usia Senja. Jakarta: PT Rineka Cipta 34. 35. Kasmiyetti. 2005. Involuntery Weight Loos dan Penanggulangannya. Makalah. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang 36. 37. Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannya. Sumber Online : . Akses tanggal 1 November 2011. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
44. Leff, Bruce A. 2003. Involuntary Weight Loss in the Elderly. Januari Vol. 3 No 1. Maryland: Johns Hopkins University 45. 46. Lewko, Michael, et.al. 2003. Weight Loss in the Erderly: What’s Normal and What’s Not. November Vol.28 No 11. P&T 47. 48. Mahan, L. Kathleen and Sylvia Escott-Stump. 2008. Krause’s Food and Nutrition Theraphy. Canada: Sounders Elsevier 49. 50. Maryam, Siti M, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika 51. 52. Mursito, Bambang. 2001. Sehat di Usia Lanjut dengan Jamuan Tradisional. Jakarta: PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI 53. 54. Nisa, Hoirun. 2004. Faktor Determinan Status Gizi Lansia Penghuni
Panti Werdha Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2004. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan XVI No.3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 55. 56. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat ailmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta 57. 58. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: PT Buku Seru 59. 60. Robert, Daniel dkk. 2009. Asupan Energi dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha Manado, JIK Volume 4, No.1, halaman 18. Manado: Politeknik Kesehatan Depkes Manado 61. 62. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: PT Dian Rakyat 63. 64.