1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN POSBINDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BEJI TAHUN 2014 Wahyu Liansyah, Puput Oktamianti, S.KM. MM Departemen Administerasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok. Email :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan pos pembinaan terpadu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Beji Kecamatan Beji tahun 2014. Menggunakan metode deskriptif studi cross sectional dengan jumlah sampel 66 orang. Analisa data menggunakan Uji kai-kuadrat. Hasil penelitian didapatkan pemanfaatan pos pembinaan terpadu lanjut usia di wilayah kerja puskesmas Beji sebesar 47,0% dengan faktorfaktor yang berhubungan adalah pekerjaan (p = 0,01), pendapatan (p=0,01), dukungan keluarga (p=0,01), dukungan petugas puskesmas (p =0,02) dan faktor kebutuhan (p=0,00). Untuk meningkatkan pemanfaatan pos pembinaan terpadu maka perlu dilakukan pengelolaan manajemen program lansia dengan lebih terencana, sosialisasi kepada masyarakat tentang fungsi, tujuan dan manfaat program posbindu lansia, pengadaan sarana penunjang, pelatihan kader dan kerja sama lintas sektor. Kata kunci : Posbindu lansia, pemanfaatan, faktor yang mempengaruhi.
ABSTRACT This study aims to determine the factors that influence the utilization of integrated postal development elderly in the region of the sub-district public health centers in 2014 Beji. Using descriptive cross-sectional study with a sample of 66 people. Data analysis using the chi-square test. Utilization of research results in the get older postal of integrated development in the region of 47.0% to the factors associated are: employment (0,01), family support (p=0,01), health care workers (p = 0,02) and factors support the need (p = 0,00). To increase the utilization of integrated postal coaching is necessary for the management of the elderly with more planned programs, outreach to the community about the functions, objectives and programs utilizationpostal development elderly, procurement support, training cadres and intersectoral collaboration. Key words: Postal development elderly, utilization, factors affecting.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
2 PENDAHULUAN Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat termasuk lanjut usia dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Setiap upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat merupakan investasi bagi pembangunan negara. Prinsip non diskriminatif mengandung makna bahwa semua masyarakat harus mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk lanjut usia. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk tetap dapat hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomi, oleh karena itu diperlukan pelayanan kesehatan terhadap lansia dengan membentuk Pos Pelayanan Terpadu usia lanjut/Posbindu lansia (Kemenkes, 2010). Propinsi Jawa Barat di tahun 2010 Umur Harapan Hidup (UHH) adalah 68,0, sedangkan angka UHH untuk kota Depok di tahun 2010 adalah paling tinggi se-Jawa Barat yaitu mencapai angka 73,10 dan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 menunjukkan kenaikan yang sangat berarti sehingga berdampak pada besarnya populasi lansia. Pelayanan kesehatan lanjut usia dimulai dari tingkat masyarakat di kelompok-kelompok lanjut usia dan pelayanan disarana pelayanan kesehatan dasar dengan mengembangkan puskesmas santun lanjut usia serta pelayanan rujukannya di Rumah Sakit, di beberapa daerah wadah tersebut menggunakan nama yang berbeda-beda seperti: Karang Wredha, Pusaka, Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu), Karang Lanjut Usia dan lain-lain (Komnas Lansia, 2010). Melihat besarnya manfaat posyandu lansia sudah semestinya sasaran pemanfaatan kegiatan pelayanan ini dapat semaksimal mungkin tetapi kenyataannya cakupan pelayanan posbindu tersebut masih rendah, terlihat di di wilayah kerja puskesmas Beji jumlah pelayanan kesehatan pada kelompok umur 60 tahun keatas pada tiga tahun terakhir jumlah kunjungan pelayanan lanjut usia di wilayah puskesmas Beji baik di Pos Pembinaan Terpadu Lansia pada tahun 2011 adalah 36,53% dari 4.219 jumlah sasaran (jumlah penduduk 43.504 jiwa), tahun 2012 adalah 22,8% dari 3.345 jumlah sasaran (jumlah penduduk 61.920 jiwa) dan di tahun 2013 adalah 22,43%, dan angka tersebut masih jauh dari target SPM nasional yaitu 70%. Lawrance Green dalam Notoadmodjo (2003) mendiskripsikan tiga faktor utama perilaku kesehatan dalam pemanfaatan pelayanan yaitu faktor predisposisi (Predisposing factor) mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, tradisi dan kepercayaan terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai, tingkat social ekonomi
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
3 dan sebagainya. Faktor pemungkin (Enabling factor) meliputi ketersediaan fasilitas kesehatan dimasyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang menunjang di fasilitas tersebut, seperti puskesmas, posyandu dan lain-lain, selanjutnya adalah faktor penguat (Reinforcing factor) meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, termasuk juga peraturan/undang-undang yang berlaku. Menyadari pentingnya pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, serta berbagai masalah yang ada dalam penyelenggaraan posyandu lansia tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Posbindu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Beji Tahun 2014” TINJAUAN TEORITIS Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan proses pendaya-fungsian layanan kesehatan oleh masyarakat. Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azwar 2010). 1. Model Pemanfaatan Teori Andersen Andersen dalam Notoadmodjo (2003) mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam tiga kategori utama, yaitu: a) Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics) Digunakan
untuk
menggambarkan
fakta
bahwa
setiap
individu
mempunyai
kecenderungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, digolongkan ke dalam tiga kelompok: a. Ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin dan umur b. Struktur sosial, seperti : pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya. c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan penyakit. Setiap orang memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, frekewensi penyakit akan menunjukkan pola penggunaan pelayanan yang berbeda pula, selain itu gaya hidup, stuktur sosial
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
4 serta kepercayaan terhadap kemanfaatan dan kemanjuran terhadap obat atau pelayanan pengobatan akan mempengaruhi karakteristik mereka. b) Karakteristik pendukung (Enabling Characteristics) Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Karakteristik ini mencerminkan bahwa penggunaan pelayanan kesehatan tergantung pada kemampuaannya dalam membayar, ketersediaan pelayanan kesehatan, jarak juga jumlah tenaga kesehatan, sebagaimana asumsi Andersen bahwa semakin banyak dan semakin dekat pelayanan serta semakin sedikit ongkos yang dikeluarkan, akan semakin tinggi tingkat pemanfaatan terhadap pelayanan tersebut. c) Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics) Kedua faktor yang disebutkan diatas yaitu predisposisi dan pendukung dapat terwujud dalam tindakan mencari pelayanan pengobatan apabila individu tersebut merasakannya sebagai suatu kebutuhan, dengan kata lain kebutuhan adalah rangsangan langsung yang mendorong penggunaan pelayanan kesehatan, bilamana predisposisi dan enabling itu ada. 2. Model Perilaku Kesehatan Lawrance Green Sedangkan Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) mendiskripsikan tiga faktor utama dalam perilaku kesehatan adalah: a) Faktor Predisposisi (Predisposing factor) Faktor ini mencakup Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, tradisi dan kepercayaan terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai, tingkat social ekonomi dan sebagainya.Kadang-kadang kepercayaan dan sistem nilai yang berkembang dimasyarakat itu menghambat perilaku positif di masyarakat. b). Faktor pemungkin (Enabling factor) Faktor ini meliputi ketersediaan fasilitas kesehatan dimasyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang menunjang di fasilitas tersebut, seperti puskesmas, posyandu dan lainlain, faktor ini disebut juga faktor pendukung. c). Faktor penguat (Reinforcing factor) Meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, termasuk juga peraturan/undang-undang yang berlaku.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
5 METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan studi observasional non eksperimental dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yang bersifat analitik, dimana data variabel dependen dan independen didapat pada waktu sesaat dan bersamaan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan uji hipotesis dalam rangka mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dan dependen. 2. Lokasi Dan Waktu Penelitian. Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Beji Kecamatan Beji kota Depok dan waktu penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei- Juni 2014. 3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua para lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji pada tahun 2014 berjumlah 3.345 orang, baik yang memanfaatkan pelayanan di posbindu maupun yang tidak memanfaatkan. Besar sampel dari penelitian ini adalah menggunakan rumus dari teori Lameshow (1997) dalam (Elfindri, 2011) yaitu : n = z21 – α /2 ∗p ∗ q d2 n = Jumlah sampel yang dibutuhkan Z = Nilai baku distribusi normal, (derajat kepercayaan 95%= nilai baku 1,96) P =Proporsi lansia yang memanfaatkan pelayanan (0,22), diperoleh dari angka pencapaian pemanfaatan posbindu wilayah Puskesmas Beji tahun 2013 sebesar 22,43%. q = 1 – 0.22 = 0.78 d = Derajat akurasi/tingkat kepercayaan yang diharapkan dalam penelitian ditetapkan 5%. n = (1,96)2 (0,22) (1- 0,22) 0,12 n = (3,84)(0,22)(0,78) 0,01 N = 0,065/0,01 = 66 responden
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
6 HASIL 1. Pemanfaatan Posbindu Data mengenai pemanfaatan posbindu lansia diperoleh dari jawaban atas pertanyaan pada kuesioner tentang kehadiran responden di posbindu. Pemanfaatan posbindu lansia di golongkan kategori tidak aktif apabila kehadiran responden ke posbindu ≤ 1 kali dalam 3 bulan terakhir, pemanfaatan posbindu lansia digolongkan dalam kategori aktif jika responden hadir ke posbindu lansia 2-3 kali dalam 3 bulan terakhir, berikut hasil penelitian terhadap responden tentang pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji; Alasan terbesar tidak datang untuk memanfaatkan posbindu adalah dikarenakan tidak sempat/sibuk sebanyak 33,3%, di urutan kedua adalah karena lansia merasa tidak sedang sakit sebesar 22,7%. Sedangkan untuk alasan memanfaatkan posbindu jawaban yang paling banyak adalah karena ingin periksa tekanan darah dan timbang berat badan sebanyak 81,8%, di urutan kedua adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan dan pencegahan penyakit sebesar 43,9%. 2. Umur Responden Pada penelitian ini umur rata-rata responden adalah 61,5 dengan umur responden terendah adalah umur 50 tahun dan umur responden yang paling tinggi adalah usia 80 tahun. Pada analisis bivariat umur responden dibagi menjadi 2 kategori sesuai pedoman batasan umur dari Kemenkes yaitu pra lansia (45-59 tahun) dan lansia (60 tahun keatas), didapatkan jumlah responden dengan kategori umur pralansia adalah sebanyak 29 responden lansia sebanyak 37 responden. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,22 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Nilai OR hasil analisis adalah 1,9, hal ini berarti bahwa kategori umur lansia mempunyai kecenderungan 1,9 kali untuk memanfaatkan posbindu lansia daripada kategori umur pralansia. 3. Jenis Kelamin Responden Pada penelitian ini jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan sebanyak 53 responden (80,3%) sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki ada 13 responden (19,7%).
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
7 Tabel.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pemanfaatan Posbindu Lansia Jenis Kelamin
Pemanfaatan Posbindu
Jumlah
Tidak Aktif
Aktif
Laki-laki
10 (76,9%)
3 (23,1%)
13 (100%)
Perempuan
25 (47,2%)
28 (52,8%)
53 (100%)
P value
0,06
Dari tabel diatas terlihat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki yang aktif memanfaatkan posbindu lansia sebesar 23,1% sedangkan yang tidak aktif adalah sebesar 76,9%. Responden dengan jenis kelamin perempuanyang aktif memanfaatkan posbindu sebesar 52.8% sedangkan yang tidak aktif sebesar 47,2%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,06 pada α = 0,05 dan nilai dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Terlihat bahwa proporsi lansia dengan jenis kelamin perempuan yang aktif dalam pemanfaatan Posbindu lebih besar dari proporsi laki-laki. Nilai OR dari hasil anlisis adalah = 3,733 hal ini berarti bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan mempunyai kecenderungan 3,7 kali untuk memanfaatkan posbindu lansia dari pada laki-laki. 4. Pendidikan Jenjang pendidikan responden diketahui dari jawaban responden mengenai pendidikan terakhir yang diselesaikan selanjutnya peneliti membagi pendidikan responden menjadi dua kategori yaitu pendidikan rendah jika kurang dari SLTA dan pendidikan tinggi jika ≥ SLTA. Hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan responden yang termasuk dalam kategori rendah sebesar 71,2%, pendidikan tinggi sebesar 28,8% dengan jumlah pendidikan terbanyak adalah tamat SLTP sebesar 31,8%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,41 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
8 5. Pekerjaan Menurut Badan Pusat Statistik adalah
kegiatan responden yang dilakukan dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan/keuntungan paling sedikit selama satu jam selama seminggu yang lalu, bekerja selama satu jam tersebut dilakukan secara berturutturut dan tidak terputus. Dari 66 responden mayoritas adalah bekerja yaitu sebesar 69,7% dan sisanya adalah tidak bekerja sebesar 30,3%. Berdasarkan analisis diddapatkan bahwa responden yang tidak bekerja yang aktif memanfaatkan posbindu lansia adalah sebesar 70,0%, sedangkan yang tidak aktif sebesar 30,0%. Responden yang bekerja yang aktif memanfaatkan posbindu sebesar 37,0% dan yang tidak aktif adalah sebesar 63,0%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,01 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan atau status bekerja dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. 6. Pendapatan Pendapatan responden diketahui dari jumlah pemasukan atau penghasilan responden dalam satu bulan, dibagi menjadi dua kategori yaitu dibawah Upah Minimum Regional (UMR) kota Depok dan diatas UMR apabila ≥ UMR kota Depok (UMR kota Depok tahun 2014 adalah Rp. 2.024.000,-), dari hasil analisis data diketahui bahwa lansia dengan kategori pendapatan di bawah UMR sebanyak 40 responden (60,6%) dan lansia dengan kategori diatas UMR sebanyak 26 responden (39,4%). Berdasarkan analisis di dapatkan tingkat pendapatan di bawah UMR yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia sebesar 57,5%sedangkan yang tidak aktif adalah sebesar 42,5%. Responden dengan kategori pendapatan di atas UMR yang aktif dalam pemanfaatan posbindu adalah sebesar 30,8% sedangkan yang tidak aktif sebesar 69,2%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,45 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendapatan responden dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
9 7. Pengetahuan Responden Pengetahuan responden adalah pernyataan responden mengenai pengetahuan dan pemahaman yang berhubungan kegiatan pelayanan posbindu lansia, diukur dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner, selanjutnya dilakukan penjumlahan dan didapatkan nilai ratarata (mean) 6,59, pengetahuan rendah bila nilai kurang dari mean, pengetahuan baik apabila nilai total sama dengan atau diatas dari mean, nilai terendah adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 10. Dari hasil analisis data didapatkan jumlah responden dengan pengetahuan kategori kurang sebanyak 31 responden (47,0%)
dan responden dengan tingkat pengetahuan kategori baik
sebanyak 35 responden (53,0%). Berdasarkan analisis, responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia sebesar 38,7% sedangkan yang tidak aktif adalah sebesar 61,3%. Responden dengan pengetahuan baik yang aktif dalam pemanfaatan posbindu adalah sebesar 54,3% sedangkan yang tidak aktif sebesar 45,7%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,22 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. 8. Sikap Responden Hasil wawancara kuesioner tentang sikap didapatkan nilai rata-rata (mean) 29.48 dengan nilai minimum 23 dan nilai maksimum adalah 33, sikap tersebut dibagi menjadi 2 kategori yaitu sikap positif dan sikap negatif. Hasil penelitian didapatkan sikap responden lansia terbesar adalah lansia bersikap negatif tentang posbindu lansia adalah sebanyak 38 responden (57,6%), bersikap positif sebanyak 28 responden (42,4%). Hasil uji statistik didapatkan p value 0,14 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
10 9. Akses Keposbindu Lansia Akses adalah Persepsi responden terhadap jarak yang harus di tempuh responden dari rumah menuju posbindu lansia, dibedakan menjadi dua kategori yaitu sulit dan mudah menurut persepsi responden. Berikut gambaran akses responden menuju posbindu: Hasil uji statistik didapatkan p value 0,42 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara akses dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. 10. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah pernyataan mengenai peran anggota keluarga yang dirasakan oleh responden terhadap pelayanan posbindu lansia, antara lain: menganjurkan untuk datang, mengingatkan jadwal, menemani dan mengantar ke tempat kegiatan posbindu, dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak adanya dukungan dan ada dukungan. Dari hasil penelitian didapatkan data sebagaimana yang ada didalam tabel dibawah ini; Tabel.2 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Posbindu Lansia Dukungan Keluarga
Pemanfaatan Posbindu
Jumlah
Tidak Aktif
Aktif
Tidak Mendukung
20 (71,4%)
8 (28,6%)
28 (100%)
Mendukung
15 (39,5%)
23 (60,5%)
38 (100%)
P value
0,01
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa responden yang tidak mendapat dukungan dari keluarga ada 28,6% yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia, 71,4% tidak aktif. Responden yang mendapat dukungan keluarga 60,5% aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia, dan 39,5% tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia. Secara proporsional lansia yang mendapat dukungan keluarga lebih besar jumlahnya dalam pemanfaatan posbindu dibandingkan dengan yang tidak mendapat dukungan keluarga. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,01 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Nilai OR dari hasil analisis adalah 3,8.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
11 11. Dukungan Kader Dukungan kader adalah peran kader dalam menunjang dan mendukung lansia dalam pemanfaatan posbindu, dalam hal ini di bagi menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak adannya dukungan. Berdasarkan analisis didapatkan responden yang menyatakan tidak adanya dukungan kader ada 26,7% yang aktif dalam pemanfaatan posbindu, dan responden yang tidak sebesar 73,3%. Responden yang menyatakan adanya dukungan dari kader ada 52,9% yang aktif dalam pemanfaatan posbindu sedangkan yang tidak aktif sebesar 47,1%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,08 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan kader dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Nilai OR hasil analisis adalah 3,0. 12. Dukungan Petugas Puskesmas Dukungan petugas puskesmas adalah pernyataan responden mengenai peran petugas puskesmas yang terwujud dalam informasi, kehadiran petugas, pelayanan, saran dan motifasi dari petugas kesehatan. Tabel.3 Hubungan Dukungan Petugas Dengan Pemanfaatan Posbindu Lansia Dukungan Petugas
Pemanfaatan Posbindu
Jumlah
Tidak Aktif
Aktif
Tidak Mendukung
11 (73,3%)
4 (26,7%)
15(100%)
Mendukung
24 (47,1%)
27 (52,9%)
51 (100%)
P value
0,02
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa responden yang menyatakan tidak adanya dukungan petugas hanya 26,7% yang aktif, dan 73,3% tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia. Responden yang menyatakan petugas mendukung dalam kegiatan pelayanan posbindu 52,9% aktif memanfaatkan posbindu lansia dan yang tidak aktif sebesar 47,1%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,02 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan petugas dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Nilai OR hasil analisis adalah 5,8.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
12 5.13 Faktor Kebutuhan Dari tabel diatas terlihat dari 66 responden yang di wawancarai 36,4% menyatakan tidak membutuhkan keberadaan posbindu dan sebanyak 63,6% menyatakan membutuhkan keberadaan posbindu dengan alasan responden membutuhkan posbindu tiga alasan terbesar adalah karena dalam rangka memeriksakan dan memantau kesehatan sebesar 46,9%, memperoleh layanan kesehatan lebih mudah sebanyak 33,3% serta untuk mendapatkan peningkatkan pengetahuan dan info kesehatan sebanyak 19,7%. Tabel.4 Hubungan Faktor Kebutuhan Dengan Pemanfaatan Posbindu Lansia Pemanfaatan Posbindu Faktor Kebutuhan
Jumlah
Tidak Aktif
Aktif
Tidak Membutuhkan
20 (83,3%)
4 (16,7%)
24 (100%)
Membutuhkan
15 (35,7%)
27 (64,3%)
42 (100%)
P value
0,00
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa responden yang merasa posbindu bukan sebagai suatu kebutuhan dan aktif dalam kegiatan posbindu sebesar 16,7%, sedangkan yang tidak aktif sebesar 83,3%. Responden yang menyatakan membutuhkan posbindu yang aktif memanfaatkan posbindu sebesar 64,3%, sedangkan yang tidak aktif sebesar 35,7%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,00 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor kebutuhan
dengan pemanfaatan posbindu lansia di
wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. Nilai OR hasil analisis adalah 9,0. PEMBAHASAN 1. Pemanfaatan Posbindu Lansia di wilayah Puskesmas Beji Hasil analisis terhadap pemanfaatan posbindu lansia di wilayah puskesmas Beji tahun 2014 didapatkan hasil dari 66 responden, yang aktif memanfaatkan posbindu lansia adalah sebesar 47,0% dengan alasan terbesar responden datang ke posbindu lansia adalah dalam rangka periksa tekanan darah dan timbang berat badan sebesar 81,8%, untuk mengetahui kondisi
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
13 kesehatan dan pencegahan penyakit sebesar 43,9%. Sedangkan lansia yang tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu adalah sebesar 53,0%. Alasan terbesar tidak datang untuk memanfaatkan posbindu adalah dikarenakan tidak sempat/sibuk sebanyak 33,3%, di urutan kedua adalah karena lansia merasa tidak sedang sakit sebesar 22,7%. Kesibukan lansia ini beberapa diantaranya disebabkan karena lansia tersebut masih ada yang bekerja, sedangkan yang tidak bekerja diantaranya karena membantu menjaga cucu yang ditinggal bekerja oleh kedua orang tua mereka sehingga lansia tidak bisa datang ke posbindu.Sedangkan lansia yang tidak datang ke layanan posbindu karena merasa sehat-sehat saja atau tidak sedang sakit disebabkan kesalahfahaman bahwa posbindu lansia merupakan tempat layanan atau diperuntukkan bagi lansia yang mengalami masalah kesehatan saja atau sakit. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan posbindu lansia antara lain dengan sosialisasi keberadaan dan kegiatan pelayanan serta manfaat posbindu yang ada di RW setempat kepada lansia, pihak keluarga dan masyarakat, didukung oleh penyebaran informasi dan motifasi oleh kader, tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, membangun kerja sama dengan berbagai kalangan masyarakat dan LSM, membuat perencanaan program lansia sesuai kebutuhan masyarakat lansia, memperkuat dukungan keluarga dan masyarakat dimana lansia tersebut tinggal, meningkatkan pengetahuan kader melalui pelatihan kader, pengetahuan masyarakat dan lansia melalui penyuluhan, pengetahuan tentang hidup sehat, mandiri dan produktif di usia tua serta mengupayakan bantuan sarana penunjang kegiatan dari Pemerintah Daerah, swasta serta Dinas Kesehatan. 2. Umur Hasil penelitian menunjukkan umur rata-rata responden adalah 61,5 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,22 (p value > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubunganyang bermakna antara umur dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. Hal ini walaupun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan pemanfaatan posbindu lansia akan tetapi secara proporsional terlihat ada perbedaan antara umur dan pemanfaatan pelayanan posbindu lansia yaitu proporsi terbanyak yang memanfaatkan posbindu lansia adalah kelompok umur 60 tahun keatas yang secara aktif
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
14 memanfaatkan posbindu lansia yaitu sebesar 54,1% sedangkan untuk kategori umur pralansia hanya 37,9%. Dapat disimpulkan bahwa banyaknya usia lansia yang memanfaatkan posbindu adalah karena proses kemunduran yang mereka alami sehingga ada keinginan untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat dalam rangka mengetahui kondisi tekanan darah, cek gula darah, kadar kholesterol, asam purin, penurunan berat badan serta pelayanan kesehatan lainnya maupun pelayanan atau kegiatan lain yang bermanfaat di posbindu lansia. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Wartini (2013), Tri Ariyani (2011) Andayani (2010) di Puskesmas Pasar Rebo Jakarta Timur, Vita Sutanto (2006), yang dari hasil penelitian mereka menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan pemanfaatan posbindu lansia. 3. Jenis Kelamin Sullivan dan Thompson dalam Smet (1993) menyatakan bahwa wanita lebih banyak melaporkan adanya penyakit dan menyampaikan keluhan kepada dokter dibandingkan laki-laki. Perempuan memiliki alat reproduksi yang lebih kompleks dibanding laki-laki dan secara sosial perbedaan-perbedaan ini menimbulkan pola penyakit dan pola akses terhadap pelayan kesehatan yang berbeda pula. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,06 (p value > 0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubunganyang bermakna antara jenis kelamin dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji, meskipun secara statistik disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan pemanfaatan posbindu lansia tetapi dari penelitian ini menunjukkan secara proporsional adanya perbedaan antara jenis kelamin dengan pemanfaatan posbindu lansia, bahwa dari 31 responden yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia yang berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 52,8% sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki,yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia adalah sebesar 23,1%. 4. Pendididikan Hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan responden yang termasuk dalam kategori rendah sebesar 71,2%, pendidikan tinggi sebesar 28,8% dengan jumlah pendidikan terbanyak
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
15 adalah tamat SLTP sebesar 31,8%. Dari 31 responden yang aktif memanfaatkan pelayanan posbindu lansia terdapat perbedaan secara proporsional dalam pemanfaatan posbindu lansia dimana tingkat pendidikan lansia yang rendah lebih banyak yang aktif memanfaatkan pelayanan posbindu lansia yaitu sebesar 51,1% dibandingkan dengan lansia yang berpendidikan tinggi sebesar 36,2%. Namun data tersebut bukan bearti menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah membuat lansia lebih banyak yang memanfaatkan posbindu, kemungkinan biasnya adalah dalam penelitian ini mayoritas lansia yang menjadi responden adalah lansia dengan pendidikan rendah, jika penelitian ini melibatkan responden yang lebih besar dengan tingkat pendidikan yang seimbang tentunya akan memberikan hasil yang relatif berbeda. Tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih membantu dalam menerima pesan yang disampaikan. Sesuai dengan pendapat Sutanto (2000) dalam Sigalingging (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakinmudah menerima penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan, karena pendidikan sangat mempengaruhi cara berpikir dan membawa perubahan perilaku yang positif dalam meningkatkan kesehatannya. Dalam penelitian ini dapat diketahui sebagian besar responden adalah berpendidikan rendah dan sesuai dengan laporan Kemenkes (2010) yang menyatakan bahwa kondisi pendidikan kelompok lanjut usia masih sangat memprihatinkan, karena sebagian besar lanjut usia memiliki pendidikan yang rendah. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan terhadap pemanfaatan posbindu lansia dengan nilai P = 0,41 (p value > 0,05). Keluarga dengan pendidikan rendah perilaku upaya pemeliharaan kesehatan biasanya merupakan kebutuhan yang terakhir. Oleh karena itu mereka perlu diberikan pendidikan kesehatan yang lebih menarik dan mengena yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan lingkungan mereka. 5. Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan responden lansia yang tidak bekerja secara proporsional memanfaatkan posbindu (70.0%) lebih besar dibandingkan lansia yang bekerja, hal ini disebabkan adanya kesempatan daripada lansia tersebut untuk datang dalam kegiatan posbindu tersebut karena tidak adanya aktifitas pekerjaan yang mengikat. Dari 46 lansia yang bekerja ada 17 (37,0%) yang aktif dalam pemanfaatan posbindu, diasumsikan bahwa meskipun lansia
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
16 tersebut memiliki aktifitas secara financial namun mereka masih berusaha untuk datang ke pelayanan posbindu dalam rangka memeriksakan kesehatan mereka, asumsi lainnya adalah pekerjaan yang mereka jalani adalah pekerjaan yang tidak mengikat sehingga dapat datang di pelayanan posbindu dimana jam buka posbindu adalah pada jam kerja setiap bulannnya. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,01 (p value > 0,05), yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. Penelitian ini seuai dengan penelitian sebelumnya yaitu Wartini (2013) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan pemanfaatan posbindu lansia. 6. Pendapatan Responden dengan tingkat pendapatan di bawah UMR yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia sebesar 57,5% sedangkan yang tidak aktif adalah sebesar 42,5%. Responden dengan kategori pendapatan di atas UMR yang aktif dalam pemanfaatan posbindu adalah sebesar 30,8% sedangkan yang tidak aktif sebesar 69,2%. Hasil uji statistik didapatkan p value 0,45 pada α = 0,05 dapat disimpukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendapatan responden dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah kerja Puskesmas Beji tahun 2014. UMR adalah Upah minimum regional suatu daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan berbagai pertimbangan diataranya adalah agar nilai pendapatan para pekerja tidak melorot dibawah kebutuhan hidup minimum, merupakan perkembangan ekonomi pendapatan perkapita masyarakat. Secara proporsional terlihat bahwa lansia yang dengan pendapatan di bawah UMR yang aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia terlihat lebih besar, hal ini dimungkinkan adanya faktor lain yang yang lebih berperan terhadap perilaku pemanfaatan posbindu, diantaranya dukungan keluarga yang cukup baik akan membuat lansia lebih bergairah untuk datang ke pelayanan posbindu. Hal ini sesuai dengan penelitian Fuad (2008) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga menjadi motivasi bagi lansia dalam memanfaatkan Posyandu lansia (Sumiati, 2012). Responden yang memiliki pendapatan diatas UMR lebih banyak yang tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu yaitu sebesar 69,2%hal ini berhubungan dengan kemampuan untuk
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
17 menjangkau atau membayar jasa layanan sehingga yang merasa memiliki kemampuan financial lebih, memilih tempat pengobatan swasta atau dokter praktek sebagai tempat memeriksakan kondisi kesehatan mereka. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.45 (p value > 0,05), bearti tidak ada hubungan antara pendapatan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. Semestinya posbindu berupaya meningkatkan mutu dan variatif layanan sehingga lebih menarik minat para lansia untuk datang memanfaatkan posbindu. 7. Pengetahuan Dalam penelitian ini lebih besar proporsinya pada lansia yang memiliki pengetahuan yang baik terhadap posbindu yaitu sebesar 54,3% sedangkan pengetahuan kurang sebesar 38,7%. Hal ini disebabkan para lansia telah mendapat informasi tentang posbindu lansia dari kader dan petugas kesehatan serta teman lansia mereka. Dalam Notoadmodjo (2003) disebutkan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Walupun demikian pengetahuan baik tidak menjamin seseorang untuk berperilaku baik dalam masalah kesehatan. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p = 0,22 > 0,05. Hal ini memberi arti bahwa tidak selalu keluarga yang mengetahui tentang posyandu lansia mau memanfaatkan posyandu lansia. Ada faktor lain yang menyebabkan keluarga tidak memanfaatkan posyandu lansia misalnya anggapan masyarakat bahwa pelayanan di posyandu lansia tidak menguntungkan untuk kesehatannya atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan lansia, lansia mengetahui kegiatan dan manfaat daripada posbindu lansia tetapi mereka masih banyak yang tidak dapat memanfaatkannya karena adanya faktor-faktor fisik, kesempatan, daya tarik posbindu di wilayah mereka. Faktor keluarga juga berperan dimana keluarga tidak memberikan pemahaman untuk bertindakatau ada pengalaman yang dilihat, didengar tentang kegiatan posyandu tidak memuaskan. Hal ini selaras dengan pendapat Notoatmojo (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu yang sesuai setelah seseorangmelakukan panca inderanya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar seseorang maka semakin tinggi pengetahuannya.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
18 8. Sikap Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p = 0,14 > 0,05.Hal ini memberi arti bahwa tidak selalu keluarga yang sikap positif tentang posyandu lansia mau memanfaatkan posyandu lansia. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa meskipun sikap lansia terhadap posbindu sudah baik, namun kenyataannya tindakan dari lansia atau masyarakat banyak yang tidak memanfaatkan pelayanan posbindu, rendahnya cakupan posbindu disebabkan berbagai faktor seperti adanya balai pengobatan atau praktek dokter lain yang dimanfaatkan oleh sebagian lansia untuk memeriksakan kesehatannya dan juga karena kesempatan dari lansia itu sendiri yang tidak ada untuk mendatangi kegiatan pelayanan di posbindu lansia disebabkan karena kesibukan menjaga cucu yang ditinggal orang tuanya beraktifitas. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Murniati (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan keaktifan kelompok lansia di Puskesmas Depok Jaya. Dari jawaban responden melalui daftar pertanyaan yang diberikan diketahui bahwa ada 15,1% responden yang menyatakan bahwa posbindu lansia tidak bermanfaat dan keberadaannya tidak terlalu penting atau tidak perlu diteruskan, hal ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, seperti masih ada lansia yang belum sepenuhnya mendapat informasi tentang manfaat posbindu lansia, keadaan posbindu yang begitu-begitu saja atau tidak mengalami kemajuan baik dari segi kegiatan maupun sarana yang tersedia, keaktifan petugas dan kesungguhan pihak terkait untuk mengelola program lansia. 9. Akses Proporsi yang aktif memanfaatkan pelayanan posbindu lansia lebih besar pada pralansia dan lansia yang akses keposyandu lebih mudah dan lebih dekat yaitu sebesar 68,2% dibandingkan pra/lansiadengan akses sulit sebesar 31,8%, dari semua lansia yang pernah datang ke posbindu tersebut 53,0% datang dengan berjalan kaki. Secara proporsional ada perbedaan antara responden dengan akses mudah dibandingkan responden dengan akses sulit. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,42 (p value > 0,05), bearti tidak ada hubungan yang bermakna antara akses ke posbindu lansia dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
19 Puskesmas Beji. Walaupun lokasi posbindu menurut lansia jauh dan sulit, tetapi apabila adanya dukungan dari pihak keluarga yang cukup baik, seperti mengantar lansia ke tempat layanan posbindu maka lansia dapat mengakses pelayanan tersebut dengan mudah. 10. Dukungan keluarga Dukungan keluarga terhadap pralansia dan lansia untuk mengikuti kegiatan posbindu lansia adalah lebih besar proporsinya pada lansia yang aktif memanfaatakan dan mendapat dukungan yaitu sebesar 60,5% sedangkan yang aktif tetapi tidak mendapat dukungan sebesar 28,6%, sebagaian besar bentuk dukungan yang diberikan keluarga adalah berupa mengingatkan jadwal sebesar 36,4%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,01(p value < 0,05), bearti ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. Hal ini sesuai dengan pendapat Andersen (1968) dalam Muhazam (1995) menggambarkan determinan individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada (1) predisposisi keluarga untuk menggunakan pelayanan kesehatan (2) kemampuan mereka untuk melaksanakannya (3) kebutuhan mereka terhadap jasa pelayanan. 11. Dukungan Kader Menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003) perubahan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kader maupun petugas dari tenaga kesehatan puskesmas. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,08 (p value > 0,05), bearti tidak ada hubungan antara dukungan kader dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji, akan tetapi secara proporsional lansia yang aktif dalam pemanfaatan dan menyatakan mendapat dukungan dari kader sebesar 52,9% lebih besar dari pada lansia yang aktif dan menyatakan tidak adanya dukungan dari kader 26,7%. Adanya dukungan dari kader mendorong timbulnya perilaku pemanfaatan posbindu oleh lansia sehingga mereka merasa nyaman dan mau untuk datang ke pelayanan posbindu lansia.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
20
12. Dukungan Petugas Puskesmas Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap dan perilaku petugas kesehatan merupakan faktor pendorong atau penguat seseorang terhadap perilaku kesehatan. Pada penelitian ini 54 responden (81,8%) menyatakan bahwa petugas sudah baik dalam memberikan dukungan dalam pemanfaatan posbindu lansia, tetapi sebanyak 35 responden (53,0%) tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu lansia. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,02 (p value > 0,05), bearti tidak ada hubunganyang bermakna antara dukungan petugas puskesmas dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji, hal ini memperlihatkan bahwa walaupun dukungan petugas sudah cukup baik tetapi keterbatasan lansia itu sendiri seperti adanya penurunan fungsi fisik, rasa malas untuk datang ke posyandu karena lelah dan hambatan-hambatan lainnya yang membuat lansia kesulitan untuk datang ke posbindu. Untuk mengatasi hal ini maka perlu sekali dukungan dari keluarga atau orang terdekat untuk membantu lansia tersebut dalam memanfaatkan posbindu. 13. Faktor Kebutuhan Andersen dalam Notoadmodjo (2003) menyatakan faktor predisposisi dan pendukung dapat terwujud dalam tindakan mencari pelayanan kesehatan apabila individu tersebut merasakannya sebagai suatu kebutuhan, dengan kata lain kebutuhan adalah rangsangan langsung yang mendorong penggunaan pelayanan kesehatan, bilamana predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, karena merupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit.Dengan demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat. Untuk menumbuhkan rasa membutuhkan pada lansia terhadap pelayanan posbindu dapat dilakukan dengan memberikan motifasi kepada lansia dan masyarakat bahwa posbindu adalah tempat dimana kita bisa memantau kesehatan secara rutin yang sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit atau mencegah penyakit bertambah parah karena dilakukan deteksi sedini mungkin, sehingga lansia akan merasakan bahwa dirinya membutuhkan pelayanan kesehatan tersebut, tentu saja posbindu harus lebih meningkatkan mutu layanan dan strata posbindu.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
21 Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,00 (p value < 0,05), bearti ada hubungan antara faktor kebutuhan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji, lansia yang aktif memanfaatkan posbindu lansia lebih besar proporsinya pada kelompok yang membutuhkan posbindu lansia dibandingkan dengan yang tidak membutuhkan posbindu lansia. Hal ini disebabkan oleh persepsi lansia itu sendiri yang mengalami berbagai macam keluhan dan penyakit sehingga merasa perlu untuk mendatangi posbindu untuk datang mengecek kesehatan mereka dan mengharapkan mendapat obat dari keluhan mereka tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Zarniyeti (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor kebutuhan dengan pemanfaatan posbindu lansia di Wilayah Kota Pariaman Sumatera Barat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1. Posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji sebagian besar dimanfaatkan oleh lansia dengan umur 60 tahun keatas. 2. Tingkat pendidikan masyarakat lansia di wilayah Puskesmas Beji umumnya masih rendah, dalam penelitian ini rata-rata diketahui tingkat pendidikan terbanyak adalah SMP sederajat. 3. Sikap lansia terhadap posbindu diketahui 42,4% bersikap positif terhadap posbindu. 4. Tingkat pengetahuan lansia diketahui 53,0% dengan tingkat pengetahuan baik. 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, Pengetahuan dan sikap terhadap pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. 6. Ada hubungan yang bermakna antara variabel pekerjaan dan pendapatan terhadap pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. 7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel akses, dukungan dari kader posbindu terhadap pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji. 8. Ada hubungan yang bermakna antara variabel dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan dan faktor kebutuhan terhadap pemanfaatan posbindu lansia di wilayah Puskesmas Beji.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
22 Saran 1. Sosialisasi kepada lansia dan pihak keluarga tentang manfaat dari mengikuti kegiatan posbindu lansia, karena keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam pemanfaatan posbindu lansia. 2. Bagi masyarakat dan keluarga diharapkan adanya peningkatan dukungan positif agar kesehatan dan kebutuhan lansia dapat terpenuhi dengan optimal 3. Masyarakat lansia dapat memanfaatkan posbindu lansia yang bukan hanya sebagai sarana pelayanan kesehatan saja, tetapi juga sebagai tempat memperoleh informasidan kegiatan lainnya yang bermanfaat. 4. Bagi Puskesmas peningkatan manajemen program promosi kesehatan dalam bentuk advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat perlu dilaksanakan secara rutin untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang fungsi, tujuan dan manfaat dari program posbindu lansia. 5. Pengadaan sarana penunjang di posbindu yang belum lengkap seperti alat tes laboratorium sederhana untuk meningkatkan jenis dan kualitas layanan serta menjadi daya tarik lansia untuk datang ke posbindu lansia. 6. Memberikan pelatihan dan penyegaran kader untuk meningkatkan keterampilan kader dalam melayani dan membantu pelaksanaan posbindu lansia serta pemberian reward kepada kader. 7. Peningkatan kerja sama lintas sektoral sehingga kegiatan posbindu lansia bukan hanya pelayanan kesehatan saja yang bisa diberikan tetapi juga pelayanan lain yang diperlukan lansia dalam upaya peningkatan kwalitas hidup sesuai tujuan diadakannya posbindu lansia serta sesuai UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 139. 8. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan, perbaikan pengelolaan manajemen program posbindu mulai dari kegiatan masukan (input) termasuk kerjasama dengan berbagai sektor, pelaksanaan dan pengelolaan proses (progress), keluaran (output) dengan aspek teknis dan manajerial penyediaan sarana, prasaranaserta informasi.
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
23
DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul. (2010). Pengantar Adminstrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara Andersen, & Newman. (1973). Societal and individual determinants of medical care utilization in the United States. (Online) www.milbank.org/uploads/documents/, diakses pada tanggal 12 April 2013 Andayani, (2010), Analisis Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia Pada Pralansia Dan Lansia Di Wilayah Kerja Puskesamas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur ;FKM Universitas Indonesia. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Putra BPS, (2011). Statistik Penduduk Lanjut Usia Indonesia 2010. Jakarta Depkes RI. (2003). Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta ___________. (2003). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta ___________. (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional, Depertemen Kesehatan RI, Jakarta Elfindri,& dkk. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan, Baduose Media, Jakarta Green, Lawrance,& M. W Kreuter, (2005) Health Program Planning and Educational and Ecological Approach. Mc. Graw Hill. London Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta, Direktorat Bina Kesehatan Komunitas Kementerian Kesehatan RI. (2012). Penuaan dan Kesehatan.2012. Prees Release. Jakarta Komnas Lansia (2010). Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Komnas Lansia. Jakarta Muninjaya, Gde (2004). Manajemen Kesehatan, Jakarta: EGC
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014
24 Madunde. J,& dkk, (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara, Jurnal, Manado, FKM Universitas Sam Ratulangi. Muzaham, Fauzi. (1995). Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta, Universitas Indonesia Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. ___________. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. ___________. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Fitriasih, Nina. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Diwilayah Kerja Puskesmas Semuli Raya Kabupaten Lampung Timur. Skripsi, Depok : FKM UI Puskesmas Beji. (2013). Profil Puskesmas Beji Tahun 2013, Depok Jawa Barat Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Pers Sumiati,& dkk. (2012). Posyandu Elderly Utilization Analysis In The Work Area Health Center Wonorejo Samarinda 2012 Years, Jurnal Kesehatan Singgalingging, G. (2011). Pengaruh Sosial Budaya Dan Sosial Ekonomi Keluarga Lansia Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan. Jurnal Kesehatan Sari. Dewi.(2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak tahun 2012-2013. Tesis, FKM Universitas Indonesia Sutanto,Vita. (2006). Faktor-faktor yng berhubungan dengan pemanfaatan program pos pembinaan terpadu pada lansia di wilayah binaan puskesmas pancoran mas depok tahun 2006. Skripsi. FKM UI, Depok. Zarniyeti. (2011), Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia Oleh Lanjut Usia ( ≥ 60 tahun) Di Wilayah Kota Pariaman Sumatera Barat. Skripsi FKM Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang…, Wahyu Liansyah, FKM UI, 2014