FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN JAMBAN KELUARGA DALAM PROGRAM PAMSIMAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARUAH GUNUANG TAHUN 2015
Nislawaty Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia ABSTRAK Berdasarkan deklarasi Johannesburg bahwa tahun 2015 separuh dari penduduk dunia harus mendapatkan akses sanitasi dasar (jamban). Penetapan ini mendorong pentingnya program untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap perlunya pemilikan dan penggunaan jamban. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban keluarga dalam program pamsimas wilayah kerja baruah gunuang tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional populasi penelitian adalah semua Kepala Keluarga (KK) di Nagari Baruah Gunuang sebanyak 2730 KK dengan sampel 97 KK yang diambil secara sistematik random sampling. Alat ukur dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat, dengan uji chi- square. Hasil uji statistik dapat disimpulkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban p value 0,080 < 0,05, adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap, dan peran petugas kesehatan dengan pemanfaatan jamban (p value = 0,008, p value = 0,049, p value = 0,009. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya memberikan informasi sanitasi atau penyuluhan kepada masyarakat tentang selalu memanfaatan jamban, memberikan jamban percontohan yang memenuhi syarat kesehatan memicu masyarakat selalu memanfaatkan jamban setelah program PAMSIMAS selesai dengan bantuan Petugas Kesehatan. Daftar Pustaka Kata Kunci
24 (1992 – 2014) Pemanfaatan Jamban, Peran Petugas Kesehatan, Sikap, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan.
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang setinggi – tingginya sebagai investasi bagi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG’s) Tahun 2015, dimana titik berat
pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan prepentive, dan tidak hanya kuratif. (Depkes RI, 2009) Derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis, dan keturunan. Lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan individu dan masyarakat. Keadaan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan perilaku masyarakat dapat merugikan kesehatan baik masyarakat di pedesaan maupun perkotaan yang disebabkan karena
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 42
kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dibidang kesehatan, ekonomi, maupun teknologi. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan tersebut adalah penyediaan air bersih, penyediaan jamban keluarga, kondisi rumah dan kondisi lingkungan pemukiman. (Notoadmojo , 2007) Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Lingkungan mempunyai dua unsur pokok yang sangat erat terkait satu sama lain yaitu unsur fisik dan sosial. (Azwar A, 1995) Lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti polusi air akibat pembuangan limbah kesungai atau ketempat yang tidak semestinya yang dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit seperti diare. Lingkungan sosial seperti ketidak adilan sosial yang dapat menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap status kesehatan masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis lingkungan. Masalah yang timbul akibat tingginya penyakit yang berbasis lingkungan di Indonesia pada umumnya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih dan pemanfaatan jamban yang masih rendah. (Depkes, RI 2009) Program Community Lead Total Sanitation (CLTS) yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan salah satu program sanitasi total yang dipimpin oleh masyarakat yang dilatar belakangi oleh adanya kegagalan dari proyek-proyek sanitasi sebelumnya.
Lima prioritas yang telah disepakati sebagai bagian dari strategi Sanitasi Total, yakni menghentikan praktek Buang Air Besar (BAB) terbuka, menggunakan jamban milik pribadi atau bersama untuk pembuangan semua tinja manusia, mencuci tangan dengan air pakai sabun setelah BAB serta sebelum memegang makanan, mengelola dan menyimpan air dan makanan secara aman dan mengelola limbah secara hygienis. (Depkes RI 2009) Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang disepakati seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menetapkan bahwa pada Tahun 2015 separuh dari penduduk dunia yang saat ini belum mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar (jamban) harus mendapatkannya. Sedangkan pada Tahun 2025 seluruh penduduk dunia harus mendapatkan akses terhadap sanitasi dasar. Penetapan ini mendorong pentingnya program untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap perlunya pemilikan dan penggunaan jamban. (Depkes RI, 2008) Sanitasi lingkungan di Indonesia pada umumnya dan Propinsi Sumatera Barat pada khususnya masih belum mencapai kondisi sanitasi yang memadai. Kebutuhan sanitasi dasar belum tercapai seperti pembangunan tempat pembuangan kotoran manusia. Fasilitas pembuangan tinja/pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat bahwa Tahun 2013 menunjukkan hanya 43,12% rumah tangga di Sumatera Barat yang memiliki tempat pembuangan tinja sendiri, Padahal cakupan jamban harus mencapai 100% atau semua masyarakat harus memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan dirumah.(DinKes Prov. Sumbar, 2013)
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 43
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, ada lima belas Kabupaten/Kota telah melaksanakan Program Penyedian Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang telah melaksanakan program ini dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kader nagari yang dimulai pada tahun 2012. Dari 21 Puskesmas yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sebanyak 13 wilayah kerja yang sudah ikut dalam program PAMSIMAS dan yang paling rendah jumlah Kepala Keluarga yang memiliki jamban keluarga berada di wilayah kerja Puskesmas Baruah Gunuang sebanyak 49,94% yang terdiri dari 3 Jorong (Pauh, Bigau, Banda Raik). Sehingga pada wilayah kerja yang mendapatkan program PAMSIMAS cakupan kepemilikan jamban meningkat menjadi 90%. (DinKes Kab. 50 Kota, 2013) Oleh karena itu untuk melihat keberhasilan kerja PAMSIMAS akan dilihat seberapa besar perilaku masyarakat dalam pemanfaatan jamban. Karena masih ditemukan ada sebagian masyarakat membuang tinja sembarangan seperti ke sungai dan semak-semak, sedangkan air sungai digunakan untuk keperluan lain seperti untuk mandi, mencuci pakaian, dan mencuci peralatan dapur. L.Green (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor dasar motivasi untuk bertindak meliputi : pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi, sistim nilai yang dianut masyarakat, pendidikan dan sosial ekonomi. Faktor pemungkin (enabling factor) merupakan faktor yang memungkinkan suatu motivasi pelaksana yang meliputi ketersediaan sarana SDM dan pelayanan kesehatan dan faktor penguat (reinforcing factor) merupakan faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang
meliput dukungan keluarga, personal petugas kesehatan, atasan dan lainnya. Perilaku Kepala Keluarga dalam pemanfaatan jamban keluarga berkaitan dengan faktor predisposisi dan faktor penguat yaitu tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, dan peranan petugas kesehatan. (Notoadmojo, 2010) Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada 10 orang responden yang sudah memiliki jamban keluarga, diperoleh sebanyak 40% responden yang memanfaatkan jamban dan 60 % responden tidak memanfaatkan jamban , sebanyak 70% tingkat pendidikan responden rendah yaitu tamat SD/SMP/MTs sederajat dan sebanyak 30% tingkat pendidikan responden menengah yaitu SMA/SMK sederajat , sebanyak 60% tingkat pengetahuan responden rendah tentang pemanfataan jamban, sebanyak 25% tingkat pengetahuan responden sedang tentang pemanfaatan jamban, dan sebanyak 15% tingkat pengetahuan responden tinggi tentang pemanfaatan jamban, sebanyak 70% sikap responden negatif terhadap pemanfataan jamban, sebanyak 30% sikap responden positif teradap pemanfaatan jamban dan sebanyak 30% ada peran petugas kesehatan dalam pemanfaatan jamban keluarga, sebanyak 70% tidak ada peran petugas kesehatan dalam pemanfaatan jamban. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban keluarga dalam program PAMSIMAS di wilayah kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015 TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Dalam Program PAMSIMAS di wilayah kerja Puskesmas
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 44
Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015
Total
METODE PENELITIAN Desain penelitian adalah Kuantitatif Analitik dengan pendekatan Cross Sectional, yakni suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. (Aziz E,2011). Adapun faktor resiko dalam ini Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Peran Petugas Kesehatan, dan Faktor Efeknya Pemanfaatan Jamban. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah semua KK yang memiliki jamban keluarga pada 3 (tiga) Jorong di wilayah kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota yang berjumlah 2730 KK. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Systematic Random Sample. Dengan jumlah sampel 97 orang.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Peran Petugas Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Barua Gunuang Tahun 2015
1 2 3
1 2 3
1 2
Tingkat Pendidikan Tinggi Menengah Rendah Total Tingkat Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Total Sikap Positif Negative
100
Frekuensi
(%)
44 53
45,4 54,6
97
100
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat sebagian besar responden adalah dengan pendidikan yang rendah yaitu sebanyak 56 responden (57,7%), dan sebagian besar pengetahuan responden adalah pengetahuan yang rendah sebanyak 44 responden (45,4%), dan sebagian besar responden memiliki sikap yang negatif sebanyak 49 responden (50,5%), dan dapat dilihat bahwa peran petugas kesehatan tidak berperan sebanyak 53 responden (54,6%). Tabel 2 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015 Pemanfaatan Jamban TOTAL
HASIL PENELITIAN
No
1 2
Peran Petugas Keseatan Berperan Tidak Berperan Total
97
Frekuensi
(%)
15 26 56 97 Frekuensi
15,5 26,8 57,7 100 (%)
3 50 44 97 Frekuensi 48 49
3,1 51,5 45,4 100 (%) 49,5 50,5
Tingkat Pendidi kan
Memanfaat kan
Tidak memanfa atkan
N
%
N
Rendah
19
33,9
Sedang
14
Tinggi Total
%
N
%
37
66,1
56
100
53,8
12
46,2
26
100
3
20,0
12
80,0
15
100
36
37,1
61
62,9
97
100
OR 90 % CI
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pendidikan tinggi sejumlah 15 responden, masih ada yang tidak memanfaatkan jamban sebanyak 12 orang (80%). Dari hasil statistik diperoleh p Value
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 45
P VAL UE
0,080
= 0,080 maka p > 0,05 sehingga Ho gagal ditolak, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Jamban.
Pemanfaatan Jamban TOTAL Sikap
Tabel 3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015 Pemanfaatan Jamban TOTAL Tingkat Pengetahu an memanfaat kan
Tidak memanfaat kan
N
%
N
%
N
%
Rendah
11
25,0
33
75,0
44
100
Menengah
22
44,0
28
56,0
50
100
Tinggi
3
100
0
0
3
100
Total
36
37,1
61
62,9
97
100
OR 90 % CI
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan menengah sejumlah 50 responden, masih ada yang tidak memanfaatkan jamban sebanyak 28 responden (56%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p Value = 0,008 maka p < α (0,05) maka Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga. Tabel 4 Hubungan Sikap Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015
P VA LU E
0,0 08
memanfaat kan
Tidak memanfaatka n
N
%
N
Negative
13
26,5
Positif
23
47,9
Total
36
37,1
OR 90% CI
%
N
%
36
73,5
49
100
393
25
52,1
48
100
61
62,9
97
100
(.168 – .919)
P VAL UE
0,049
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa responden dengan sikap positif sejumlah 48 responden, masih ada yang tidak memanfaatkan jamban sebanyak 25 responden (52,1%). Dari uji statistik menunjukkan bahwa nilai p Value = 0,049 maka p < α sehingga Ho ditolak. Dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara Sikap terhadap Pemanfaatan Jamban Keluarga. Tabel 5 Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2015 Pemanfaatan Jamban TOTAL Peran Petugas Kesehatan
OR 90% CI P VALU E
memanfaatk an
Tidak memanfaat kan
N
%
N
%
N
%
Tdk Berperan
13
24,5
40
75,5
57
100
297
berperan
23
52,3
21
47,7
40
100
(125 – 702)
Total
36
37,1
61
62,9
97
100
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa responden dengan berperannya peran petugas kesehatan sejumlah 40 responden, masih ada yang tidak memanfaatkan jamban sebanyak 21 responden (47,7%). Dari uji statistik menunjukkan bahwa nilai p Value = 0,009
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 46
0,009
maka p < α sehingga Ho ditolak. Dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemanfaatan Jamban Keluarga PEMBAHASAN Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Jamban diwilayah Puskesmas Baruah Gunuang Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 97 responden, tingkat pendidikan tinggi yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 12 responden (80%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,080 > 0,05 maka Ho gagal ditolak, sehingga tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan jamban keluarga.namun dalam penelitian ini masih banyaknya responden yang tidak menfaatkan jamban. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vivi (2011) diwilayah kerja puskesmas Air Bangis Kecamatan Sungai Beremas Pasaman Barat yang tidak memanfaatkan jamban pada tingkat pendidikan sebanyak 32 responden (50,2 %). Dengan hasil uji statistk diperole nilai p value 0,190 > 0,05 maka Ho gagal ditolak Pendidikan menurut Park dalam Harisandi (2000),pendidikan itu adalah seni atau proses dalam menyalurkan atau menerima pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan melalui pengajaran dan studi, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat kedewasaannya. Hal ini dapat dilihat dari kestabilan dalam berprilaku yang baik, serta adanya tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukannya. Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang dikembangkan. tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan prilaku hidup bersih. Tingkat pendidikan
yang tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam prilaku dan gaya hidup sehari – hari, khusunya dalam hal kesehatan.(Suharjo 2007) Menurut asumsi, dengan pendidikan yang tinggi maupun pendidikan yang rendah tidak mempengaruhi kebiasaan responden untuk tidak menggunakan jamban, karena kebiasan yang dilakukan responden untuk membuang tinja kesungai, kekolom menjadi kebiasaan yang tidak baik, seingga responden hanya menganggap jamban sebagai syarat untuk mendapatkan air bersih dalam program PAMSIMAS. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Pemanfaatan Jamban diwilayah Puskesmas Baruah Gunuang Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 97 responden, tingkat Pengetahuan menengah yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 28 responden (56,0%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,008 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan jamban keluarga. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meiridhawati yang meneliti tentang faktor faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban Community Led Total Sanitation (CLTS) dikenagarian kurnia selatan kecamatan sungai rumbai dengan hasil uji chi square p (0,004) < 0.05 karena nilai p value < α, maka Ho ditolak. Dan juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Chairudin (2012) yang meneliti tentang Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Desa Bontotallasa Dusun Makuring Kabupaten Maros, dengan hasil uji statistik diperoleh p (0,006 < 0,05) maka Ho ditolak.
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 47
Hal ini menunjukan bahwa kurangnya pelaksanaan promosi penggunaan jamban belum dilakukan secara optimal sebagai salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat yaitu pemberiaan informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, agar sasaran tersebut berubah dan tidak tahu menjadi tahu atau sadar dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan. Menurut Notoadmodjo (2010), pengetahuan yang bersifat kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentunya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pngetahuan responden tentang pentingnya memiliki jamban keluarga dirumah. Pengetahuan berhubungan erat dengan kemampuan intelektual seseorang. Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang memberikan rasionalisasi atau motifasi untuk melaksanakan prilaku tersebut sesuai dengan teori L Green, untuk meningkatkan pengetahuan responden dalam kepemilikan jamban keluarga perlu dilakukan promosi kesehatan dengan penyuluhan tentang pentingnya memanfaatkan jamban keluarga dirumah, merubah perilaku kearah yang lebih baik yaitu mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun, membersihkan jamban minimal satu kali seminggu agar kebersihan jamban selalu terjaga dan bersih, serta menyediakan air bersih yang cukup. Peneliti berasumsi bahwa Pemanfaatan Jamban oleh masyarakat dengan pengetahuan yang cukup memiliki kemampuan dalam memanfaatkan jamban dibanding dengan masyarakat dengan pengetahuan yang kurang. Hal ini dapat dipahami karena pengetahuan merupakan
dasar dan motivasi bagi seseorang untuk berbuat. Hubungan Sikap Dengan Pemanfaatan Jamban diwilayah Puskesmas Baruah Gunuang Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 97 responden, sikap positif yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 25 responden (52,1%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,049 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemanfaatan jamban keluarga. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Meiridhawati yang meneliti tentang faktor faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban Community Led Total Sanitation (CLTS) dikenagarian kurnia selatan kecamatan sungai rumbai dengan hasil yang tidak memanfaatkan jamban dalam sikap negative sebanyak 22 responden(20,6), berdasarkan hasil statistik chi square menunjukkan p (0,036) < 0,05 karena nilai p < α maka Ho ditolak. Dan juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Chairudin (2012) yang meneliti tentang Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Desa Bontotallasa Dusun Makuring Kabupaten Maros, dengan hasil uji statistik diperoleh p (0,003 < 0,05) maka Ho ditolak. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon terhadap suatu objek dan sikap masih merupakan sikap tertutup peran serta masyarakat yang merupakan modal utama mendukung keberhasilan setiap upaya peningkatan kesehatan masyarakat, sikap cenderung bersifat tetap terhadap kategori tertentu dari objek,orang atau situasi. Sikap yang menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, sehingga sikap selalu dapat di ukur dalam bentuk positif dan negatif.
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 48
Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau perilakunya. Sikap merupakan predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak actual dalam bentuk perilaku atau tindakan. (Green, 2000). Menurut asumsi peneliti, bahwa sikap positif masyarakat terhadap masalah kesehatan sangat besar pengaruhnya terhadap prilaku masyarakat dalam pemanfaatan Jamban keluarga, karena sikap yang positif akan mendorong terwujudnya suatu tindakan dan praktek berupa respon terhadap munculnya suatu inisiatif untuk memanfaatkan jamban keluarga. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Jamban diwilayah Puskesmas Baruah Gunuang Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 97 responden, Peran Petugas Kesehatan yang berperan dalam pemanfaatan jamban keluarga sebanyak 21 responden (47,7%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,009 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan pemanfaatan jamban keluarga. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh meiridhawati yang meneliti tentang faktor faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan jamban community led total sanitation (CLTS) dikenagarian kurnia selatan kecamatan sungai rumbai dengan uji chi square p (0,832) > 0,05 karena nilai p > α maka Ho ditolak. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peran petugas kesehatan dalam bentuk penyuluhan yang diberikan kemasyarakat tentang pentingnya memanfaatkan jamban keluarga dirumah, teori lori dalam notoadmojdo (1993) menyatakan bahwa hubungan antar manusia yang baik adalah menanamkan kepercayaan,reponsif, menghargai, menjaga rahasia, dan mendengarkan keluhan. Proses fasilitas PAMSIMAS di masyarakat pada prinsipnya adalah pemicuan terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang berkaitan perubahan kebiasaan atau prilaku BAB disembarang tempat, apakah masyarakat membangun jamban yang sehat sederhana belum menjadi prioritas dalam program PAMSIMAS. Menurut B. Kar dalam Notoatmojo bahwa perilaku kesehatan bertitik tolak adanya dukungan sosial dari masyarakat dan petugas dan ada tidaknya informasi kesehatan. Menurut asumsi peneliti, Pemanfaatan jamban sangat tergantung juga pada petugas kesehatan yang merupakan ujung tombak dalam mempromosikan dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya memanfaatkan jamban keluarga dirumah. Untuk meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluan tentang pemanfaatan jamban yaitu perlu diberikan pelatihan yang terpadu (pengetahuan dan keterampilan) mengenai jamban keluarga yang memenuhi syarat kesahatan yang baik, serta perlu juga dilakukan observasi oleh petugas kesehatan kerumah – rumah untuk memantau apakah jamban yang dimiliki oleh responden memenuhi syarat – syarat kesehatan dan
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 49
juga dimanfaatkan untuk buang air besar atau tidak. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan jamban keluarga dalam program PAMSIMAS wilayah kerja Puskesmas Baruah Gunuang Tahun 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tingkat Pendidikan Tinggi yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 12 responden (80%). 2. Tingkat Pengetahuan Menengah yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 28 responden (56,0%). 3. Sikap (+) yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 25 responden (52,1%). 4. Peran Petugas Kesehatan (+) yang tidak memanfaatkan jamban keluarga sebanyak 21 responden (47,7%) 5. Pemanfaatan Jamban yang tidak memanfaatkan jamban sebanyak 61 responden (62,9%) 6. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemanfaatan jamban di wilayah kerja puskesmas baruah gunuang tahun 2015. diperoleh p Value = 0,080 > 0,05. 7. Adanya hubungan yang signifikan antara pengetauan dengan pemanfaatan jamban keluarga diwilayah kerja puskesmas baruah gunuang tahun 2015. Diperoleh p value = 0,008 < 0,05 8. Adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemanfaatan jamban keluarga diwilayah kerja puskesmas baruah gunuang tahun 2015. Diperoleh p value = 0,049 < 0,05 9. Adanya hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan pemanfaatan jamban keluarga diwilayah kerja puskesmas baruah gunuang tahun 2015. Diperoleh p value = 0,009 < 0,05
DAFTAR PUSTAKA Abdullah (2010) Sanitasi Kesehatan. Diakses pada tanggal 23 mei 2015. Akhirmen (2005) Buku Ajar Statistika I. Padang : Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Aziz E (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Padang : Badouse Media Azwar A (1995) Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya Budiarto, (2001). Biostatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Chandra B (2007)Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. Departemen Kesehatan RI, (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI. Tentang Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta Depkes RI, Ditjen PP-PL bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat (2008) Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS), Jakarta Departemen Kesehatan RI (2009), Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman Pelaksanaan Promoosi Kesehatan di Daerah, Jakarta Departemen Kesehatan RI (2008), Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman Kemitraan Promosi Kesehatan Dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Jakarta Departemen Kesehatan RI (2009), Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Depkes RI, Jakarta Harisandi (1993). Pendidikan Dan Pengetahuan Dasar. Bandung : Galia Hasan (2002). Pokok – Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia Hidayat, A, (2007). Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : selemba medika
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 50
Ihsan (2005). Konsep Dasar Pendidikan. Jakarta : Rieneka Cipta. Kamal.K RC. Handbook on Community Led Total Sanitation Geneva: World Health Organization; 2008 Laporan tahunan (2013) Dinas Kesehatan Prov. Sumatra Barat. Notoadmojo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Pilaku, Jakarta : Rineka Cipta Notoadmojo (2010). Ilmu Prilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Rekap program PAMSIMAS Dinas Kesehatan Kab. Lima Puluh Kota Savitri (2010). Buku Informasi Keehatan Lingkungan, Padang : Seksi Penyehatan Sumatra Barat Tirtarahardja.(2005) Tingkat Pendidikan Formal diakses pada tanggal 28 juni 2015 UU Pendidikan (2003) standar pendidikan Indonesia diakses pada tanggal 28 juni 2015 UU Kesehatan (1992) Tentang Kesehatan diakses pada 25 juni 2015
Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Tuanku Tambusai Riau | 51