http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELESTARIAN USAHA KERAJINAN SARUNG SAMARINDA Satryawaty (Staf Pengajar Jurusan Adiminstrasi Bisnis Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak
Usaha Kerajinan Sarung Samarinda termasuk Usaha Kecil yang bidang usahanya adalah industri pengolahan (manufacturing). Di lihat dari prospek usahanya, bidang usaha ini sebenarnya mempunyai prospek yang baik, karena usaha ini dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Umumnya usaha ini banyak di jalankan oleh ibu-ibu rumah tangga, dan merupakan usaha keluarga. Kondisi krisis seperti saat ini tidak terlalu membawa dampak terhadap bidang usaha ini, sebab mereka masih bisa melakukan kegiatan usahanya meskipun harus mengurangi jumlah produksinya. Bertolak dari kondisi tersebut maka team peneliti berkeinginan untuk meneliti ”Faktor-faktor yang mempengaruhi pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda di Kecamatan Samarinda Seberang” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Sehingga kedepannya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan bantuan dan pola pembinaan yang tepat bagi para pemilik usaha kecil khususnya dalam kelompok usaha kerajinan sarung tenun Samarinda. Lima faktor yang peneliti rumuskan yang diasumsikan berpengaruh terhadap pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda adalah keterbatasan modal kerja (1), keterbatasan bahan baku (2), Keterbatasan akses pasar (3), Keterbatasan Kemampuan SDM (4), dan Keterbatasan teknologi (5) . Lima faktor tersebut digolongkan kedalam 5 kategori Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi dan Sangat Tinggi. Hasil penelitian berdasarkan deskripsi nilai rata-rata dan pengelompokan menunjukkan masing-masing variabel yang diteliti : variabel keterbatasan modal kerja mempunyai nilai ratarata 4.39 termasuk kategori Sangat Tinggi, variabel keterbatasan bahan baku mempunyai nilai rata-rata 4.14 masuk kategori Sangat Tinngi, variabel keterbatasan akses pasar nilai rataratanya 3.75 termasuk kategori Tinggi, variabel keterbatasan kemampuan SDM nilai rataratanya 4.61 termasuk kategori Sangat Tinggi, dan variabel keterbatasan teknologi nilai rataratanya 4.78 termasuk kategori Sangat Tinggi. Kata Kunci: Pelestarian, usaha kecil, modal kerja, bahan baku, Akses Pasar, SDM, Teknologi.
PENDAHULUAN Pengembangan usaha kecil masih merupakan masalah yang kompleks dan mencakup sosial ekonomi, sosio kultural yang berlaku di masyarakat, kehidupan ekonomi dan latar belakang, kebijakan pemerintah, praktek bisnis,
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
struktur pasar, dunia pendidikan dan lain-lain sangat mempe-ngaruhi kemampuan pengusaha kecil dalam menjalankan fungsi dan perannya baik terhadap faktor internal maupun external. Secara umum permasalahan internal perusahaan yang sering dihadapi pengusaha meliputi; (1) kurang mampu dalam memanfaatkan
Riset / 1464
dan memperluas peluang dan akses pasar, (2) kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan, (3) keterbatasan dalam penguasaan teknologi, (4) lemah dibidang organisasi dan manajemen. Permasalahan biasa yang dihadapi pada eksternal perusahaan adalah; (1) iklim usaha yang kurang kondusif karena masih ada persaingan yang tidak sehat, (2) sarana dan prasarana yang kurang memadai, (3) pembinaan yang masih kurang terpadu, (4) kurangnya pemahaman, kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap pengusaha kecil. Kerajinan tenun sarung Samarinda merupakan suatu warisan budaya dan sekaligus merupakan salah satu asset daerah yang keberlangsungannya membutuhkan pembinaan. Selain itu usaha ini dapat menjadi sumber tambahan pendapatan bagi ibu –ibu rumah tangga dan para remaja putus sekolah yang ada di Samarinda khususnya masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Samarinda Seberang. Kota Samarinda pada beberapa tahun yang lalu sangat terkenal dengan kerajinan sarung Samarinda baik didalam negeri maupun di mancanegara seperti Berunai, Malaysia dan Timur Tengah, yang kini keberadaannya mengalami penurunan , satu diantara penyebabnya adalah kurangnya minat masyarakat terutama generasi muda untuk berkiprah di bidang usaha kerajian sarung Samarinda ini. Kebanyakan mereka lebih memilih untuk bekarja karena lebih cepat mendapatkan uang. Informasi yang kami dapatkan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja mereka mendatangkannya dari daerah Sulawesi Selatan, tetapi hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, perlunya pembinaan yang dilakukan oleh pihak pemerintah sehingga kerajinan tenun ini tidak punah. Kurangnya minat generasi muda terhadap usaha ini juga dapat kita lihat dalam hal keterampilan teknis proses pembuatan sarung, sebagai contoh beberapa rangakaian proses produksinya misalnya dari pencelupan benang, untuk pencelupan ini ada dua tahap (Masau dan Parisi) tenaga yang memilki keterampilan tersebut hanya lima orang. Data ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya regenerasi atau pembinaan terhadap industri rumah tangga ini sehingga kerajinan sarung Samarinda bisa menjadi warisan budaya dan sumber pendapatan yang dapat menopang keberlangsungan hidup keluarga. Pemerintah daerah khususnya Kota Samarinda dalam program atau kebijakan yang berkaitan dengan Program Pembinaan dan atau Peningkatan sumber daya manusia, yang dapat dilakukan adalah dengan memotivasi generasi muda untuk belajar teknik-teknik pengolahan sarung dan tertarik menekuni bidang usaha
Riset / 1465
tersebut. Karena umumnya mereka yang tertarik dengan usaha ini adalah ibu-ibu rumah tangga baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai pengelola usaha. Usaha Kecil ada juga yang berkaitan dengan seni dan budaya yang disebut Usaha Kecil Tradisional, yaitu usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan seni dan budaya (Pandji Anoraga : 1997) Usaha Kerajinan Sarung Samarinda termasuk Usaha Kecil Tradisional yang bidang usahanya adalah industri rumah yang berkaitan dengan seni dan budaya. Di lihat dari prospek usahanya, bidang usaha ini sebenarnya mempunyai prospek yang baik, karena usaha ini dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Umumnya usaha ini banyak di jalankan oleh ibu-ibu rumah tangga, dan setiap pengrajinan tidak semuanya mempunyai kelompok-kelompok kerja. Kondisi krisis seperti saat ini tidak terlalu membawa dampak terhadap bidang usaha ini, sebab mereka masih bisa melakukan kegiatan usahanya meskipun harus mengurangi jumlah produksinya. Keberhasilan suatu usaha tidak cukup hanya dengan semangat tetapi perlu pula ditunjang dengan kemampuan manajerial, seperti kemampuan mencari sumber permodalan, mengakses pasar, memanfaatkan teknologi dan sebagainya. Selain itu hal lain yang menggangu bidang usaha ini, adanya pergeseran nilai bagi para pengusaha (penjual), yaitu dengan berpaling membeli sarung buatan pabrik yang bermotif sama dengan sarung tenun Samarinda. Perilaku ini akan menjadi hama bagi para pengrajin sarung tenun Samarinda. Jika tidak diikuti oleh suatu usaha konkrit dari pemerintah melalui instansi atau lembaga terkait, maka sama halnya kita telah membunuh secara pelan-pelan bagi kelangsungan usaha dibidang tersebut. Berangkat dari kondisi tersebut maka kami dari team peneliti bermaksud untuk melakukan suatu penelitian tentang “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelestarian Usaha Kerajinan Sarung Samarinda di Kecamatan Samarinda Seberang“ Selanjutnya yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ”Berapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi pelestarian usaha industri kerajinan Sarung Samarinda ”? Kemudian tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda.
METODE PENELITIAN
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, adapun yang menjadi obyek penelitian ini adalah pengrajinan dan sekaligus pengusaha kerajianan sarung tenun Samarinda di Kecamatan Samarinda Seberang Untuk memperoleh data peneliti langsung melakukan pengamatan pada obyek yang diteliti; yaitu melakukan observasi kepada obyek penelitian, yaitu pengusaha dan pengrajin Sarung Samarinda guna mendapatkan data yang berhubungan dengan materi yang diteliti. Kuesioner, pada langkah ini peneliti menyusun seperangkat pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan. dalam suatu kuesioner kepada responden. dengan. maksud untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari responden, Wawancara; Kegiatan ini dimaksudkan untuk melengkapi data atau informasi yang tidak dirumuskan dalam kuesioner dan atau memperjelas informasi yang sudah ditanyakan dalam kuesioner . Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis diskriptif dengan menggunakan skala likert. Langkah kerjanya pertama mendikripsikan karakteristik obyek yang diteliti. Setelah itu mendiskripsikan variabel – variabel yang diteliti . Langkah selanjutnya menganalisa variabel-variabel dan indikatornya yang dikelompokkan berdasarkan nilai rata-rata (mean), yang digambarkan dalam data ordinal, yang dikelompokan dalam lima tingkatan yaitu Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi dan Sangat Tinggi. Sedangkan panjang interval setiap tingkatan adalah nilai maksimum dikurangi nilai minimum dibagi 5, dima nilai terendah adalah 1 dan nilai tertinggi adalah 5 dan tingkatan adalah 5, jadi ( 1 – 5 / 5 ). Analisis diskripsi profil industri kecil sarung Samarinda dan para pengelola usaha sarung Samarinda dapat digambarkan bahwa Populasi pengrajin dan pengusaha Sarung Tenun Samarinda yang berlokasi di Kecamatan Samarinda Seberang di Kampung Mesjid dan yang masih aktif lebih kurang 30 pengrajin/pengusaha, sehingga peneliti menjadikan seluruh populasi sebagai sample. Analisis Diskripsi Pengelola/pengrajin industri Sarung Samarinda Profil pimpinan atau pengelola usaha kecil merupakan hal yang perlu didiskripsikan karena dapat berpengaruh terhadap penilaian interpretasi. Diskripsi profil pengelola/pengrajin industri sarung Samarinda meliputi jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan sebagaimana uraian berikut ini: Jenis Kelamin
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
Pengelola/pengrajin industri sarung Samarinda sebagian besar adalah perempuan. Dilihat dari sisi tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, laki-laki lebih bertanggungjawab untuk menghidupi keluarganya dibanding perempuan, dan laki-laki memiliki kemampuan pisik yang lebih kuat dibanding perempuan. Tetapi pada kenyataannya usaha kerajinan tenun sarung Samarinda hampir 90% dikelola oleh perempuan. Kondisi tersebut sejalan dengan temuan Andrew (1993) yang mengatakan bahwa usaha yang dijalankan oleh wanita lebih cepat tumbuh dibanding dengan usaha yang dijalankan oleh lakilaki. Umur Berdasarkan hasil observasi para pengrajin dan pengelola usaha disektor ini rata-rata berumur antara 30 – 60 tahun. Hal ini disebabkan mereka umumnya adalah perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga. Tingkat Pendidikan Dilihat dari tingkat pendidikan maka para pengrajin dan pengelola usaha kerajinan tenun sarung Samarinda memmiliki pendidikan yang sangat terbatas, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi maka pendidikan mereka sangat tidak mendukung untuk pengembangan usahanya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan umumnya tingkat pendidikan mereka hanya berkisar pada tingkat Sekolah Dasar , SLTP, dan SLTA. Jumlah anggota keluarga Anggota keluarga para pengrajin dan pengelola usaha dibidang ini kebanyakan berjumlah 3 – 6 orang. Karena mereka dalam menjalankan usaha ini umumnya berada dalam satu keluarga. Modal Usaha Berbicara tentang modal usaha dalam kelompok usaha ini untuk permodalan mereka mengalami kesulitan, sehingga untuk dapat menjalankan usahanya dengan cara : bagi hasil dengan pemilik bahan baku, berproduksi dengan cara menerima pesanan. Modal yang mereka miliki terdiri umumnya terdiri dari Aktiva Tetap (alat tenun) senilai Rp 5.000.000, dan modal kerja yang digunakan untuk membeli bahan baku, bahan pendukung lainnya. Lebih kurang Rp 1.000.000,-. TINJAUAN PUSTAKA Kewirausahaan Kewirausahaan berasal dari kata dasar wirausaha. Wirausaha adalah orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai
Riset / 1466
kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya serta mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan kesuksesan. (Meredith, 1995). Sedangkan kewirausahaan adalah semangat, perilaku dan kemampuan untuk memberikan tanggapan positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat; dengan selalu berusaha mencari pelanggan lebih banyak dan melayani pelanggan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen (Salim Siagian, 1998) Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai sifat dan keahlian yang dimiliki oleh para wirausaha, yaitu seorang yang memiliki karakter berani mengambil resiko, bijaksana dalam membuat keputusan, pandai melihat kesempatan yang terbuka dan berkemampuan menjadi manajer yang baik. (Sadono, dkk : 368) Penggolongan Wirausaha Wirausaha dapat digolongkan menjadi tiga, dilihat dari sikap, perilaku, kemampuan dan semangat, yaitu wirausaha andal, wirausaha tangguh, dan wirausaha unggul (Sadono : 371) Wirausaha Andal yaitu (1) memiliki percaya diri, bersikap mandiri dan (2) mampu mencari dan menangkap peluang usaha yang menguntungkan serta melakukan apa saja. (3) Mau dan mampu menghasilkan produk, (4) mampu berkomunikasi dengan berbagai pihak, menghadapi hidup dan menangani usaha secara terencana, jujur, benar dan disiplin (5) mencintai kegiatan usahanya serta lugas dan tangguh. (6) mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain (leadership/managerial skill) serta melakukan erluasan dan pengembangan usaha dengan resiko yang moderat. (7) berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak. Wirausaha Tangguh yaitu (1) mampu berpikir dan bertindakstrategik, adaptif terhadap perubahan dalam berusaha mencari peluang, keuntungan. (2) berusaha untuk selalu memperoleh keuntungan dengan menggunakan berbagai keunggulan untuk memuaskan pelanggan (3) Berupaya mengenali dan mengendalikan kekuatan serta kelemahan perusahaan, dengan meningkatkan kemampuan sistem pengendalian internasional (4) Berupaya untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan
Riset / 1467
perusahaannya, terutama melalui pembinaan motivasi dan semangat kerja serta pemupukan modal. Wirausaha Unggul (1) berani mengambil risiko serta mampu memperhitungkannya dalam pengelolaan kegiatan usaha (2) Berupaya untuk selalu mencapai dan menghasilkan karya bakti yang lebih baik untuk pelanggan, pemilik, pemasok, pekerja, masyarakat, bangsa dan negara. (3) Selalu berusaha antisipatif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungan usaha (4) Selalu bertindak kreatif, mencari dan menciptakan peluang pasar dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha (5) Selalu meningkatkan keunggulan srta citra perusahaan melalui inovasi baru berbagai bidang usaha.. Karakteristik Wirausaha
yang
berhasil,
adalah Percaya Diri wirausaha selalu yakin terhadap dirinya, berpikiran bebas dan bersikap independent. Berkaitan dengan kepercayaan diri, seorang wirausaha mempunyai mutu kepemimpinan dan sifat dinamis yang pada umumnya mempunyai sikap, kepribadian dan sifat yang positif terhadap diri sendiri dan masa depannya. Berorientasi Kemanusiaan; seorang wirausaha mempunyai hati yang lembut, mudah bergaul dan berkawan dengan orang-orang di sekelilingnya, tidak membedakan apakah rang tersebut klien (pelanggan), pesaing, dan pegawainya. Berorientasi Tugas dan Keputusan; seseorang wirausaha akan terus bekerja keras dan mempunyai keinginan dan semangat baja untuk bekerja keras dan berusaha, selain tahan dalam berbagai situasi juga bersungguh-sungguh. Di samping itu, setiap wirausaha mempunyai orientasi keuntungan dan sangat mementingkan pencapaian obyektif, tujuan dan hasil dari daya upayanya guna mencapai keberhasilan yang pada umumnya selalu berusaha sepenuh tenaga untuk mencapai kesuksesan. Sikap Keaslian Ide dan Kreatif; seseorang wirausaha selalu memikirkan tentang konsep asli atau original dan mempunyai pemikiran yang kreatif serta selalu mencoba memperbarui barang-barang dan jasa yang telah dicipta dan ditunjukkan di pasaran. Berorientasikan Masa Depan; seorang wirausaha senang tiasa memandang kedepan dan tidak menoleh kebelakang dalam kegiatannya, serta mempunyai pandangan meluas tentang masa depan dan kesempatan yang ada Bersedia mengambil resiko; Perusahaan selalu menghadapi resiko disebabkan ketidak
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id tentuan masa depannya. Wirausaha merupakan orang yang sengang tiasa bersedia menghadapi dan menanggung resiko dan menggap bahwa lebih tinggi resikonya maka lebih tinggilah kemungkinan untung yang akan diperoleh perusahaan. Wirausaha merupakan orang yang senantiasa bersedia menghadapi dan menanggung resiko dan menganggap bahwa lebih tinggi resikonya maka lebih tinggilah kemungkinan yang akan diperoleh perusahaan Kemampuan membuat keputusan; Seorang wirausahan merupakan seorang yang pandai membuat keputusan. Dia tahu masalah yang bakal dihadapinya di masa depan. Seorang wirausaha merupakan seorang yang pandai membuat keputusan. Dia juga dapat mengetahui berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan. Berorientasi Perencanaan; seorang wirausaha selalu mempunyai upaya untuk merencanakan semua kegiatannya Kemampuan mendirikan Perusahaan; Seorang wirausaha dapat menggunakan potensi yang dimiliki orang-orang disekelilingnya untuk mengelola perusahaan dan aktivitasnya. Kemampuan manajemen; Seorang wirausaha mampu menjadi manajer yang baik didasarkan kepada kemampuan merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengawasi. Jadi kemampuan manajemen adalah sintesis kepada semua karakteristik yang telah dibicarakan diatas. Pengertian Industri/Usaha Kecil Menurut BPS (1998), industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 1 orang dan paling banyak sembilan belas orang termasuk pengusaha. Usaha kecil ialah kegiatan usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (asset) yang kecil dan jumlah pekerja yang juga kecil. Indonesian mendifinisikan Usaha kecil sebagai perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 20 orang atau nilai asset yang kurang dari Rp 200 juta . Usaha Kecil di Indonesia di golongkan kedalam Usaha Kecil Makro dan Usaha Kecil Mikro. Usaha yang terlalu kecil dengan jumlah pekerja yag kurang dari 5 orang disebut Usaha Kecil level Mikro. Industri menengah dan besar adalah unit usaha yang mempekerjakan lebih dari dua puluh orang pekerja. Berdasarkan undang-undang no.9 tahun 1995 tentang usaha kecil dan BPS di atas dapat diketahui kriteria dari Usaha Kecil, yaitu: (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempt
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
usaha. (2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah. (3) Milik warga negara Indonesia. (4) Mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit sembilan orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. (5) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. (6) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Sementara berdasarkan Inpres no. 10 tahun 1999 tentang usaha menengah dan BPS dapat diketahui kriteria dari usaha menengah yaitu sebagai berikut : (1) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta rupiah dan paling banyak 10 milyar rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (2) Milik warga negara Indonesia (3) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari satu milyar rupiah tetapi kurang dari 50 milyar rupiah. (4) Mempekerjakan tenaga kerja lebih dari dua puluh orang. (5) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. (6) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum. HASIL PENELITIAN Analisis Diskriptif Variabel Penelitian Analisa deskrepsi variabel penelitian ini adalah merupakan hasil analisa statistic deskriptif terhadap variabel dalam penelitian yang terdiri dari lima variabel yang diduga kuat sebagai factor-faktor yang mempengaruhi pelestarian kerajinan usaha sarung Samarinda yaitu : 1). Keterbatasan modal kerja, keterbatasan bahan baku, 2) Ketebatasan akses pemasaran, 3). Keterbatasan kemampuan sumber daya manusia, dan 4). Keterbatasan teknologi.. Dimana masing-masing variable memiliki indikator atau variabel manifest untuk dapat mengukur variabel latent. Proses pengukuran variabel latent melalui variabel manifest atau indikator yang valid untuk masingmasing variabel laten dideskripsikan oleh jawaban responden. Untuk memudahkan dalam mendiskripsikan maka masing-masing indikator variabel akan diberikan kode seperti berikut : Variable keterbatasan modal kerja memiliki 3 indikator masing-masing (1) Dalam menjalankan usaha ini saya sulit mendapatkan modal kerja dengan kode indikator Smk1, (2) Saya tidak mudah untuk berhubungan dengan bank dengan kode indicator Shb2 (3) Saya tidak memiliki kelompok
Riset / 1468
kerja atau koperasi yang dapat membantu permodalan dengan kode indicator Spm3. Variable keterbatasan bahan baku memiliki 4 indicator masing-masing dijabarkan sebagai berikut (1) Bahan baku yang tersedia harganya mahal dengan kode indicator Bbm1 (2) Saya mendapatkan bahan baku dengan cara menukarkannya dengan sarung yang saya buat dengan kode Indicator Bbts2 (3) Penjual bahan baku hanya tersedia pada pembeli / penjual sarung dengan kode indikator Bbpps3 (4) Tidak tahu ada bantuan bahan baku yang diberikan oleh Dinas Perindustrian/koperasi dengan kode indikator Bbtb4 (5) Saya kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kode indikator Bbsd5 Variabel keterbatasan akses pasar memiliki 5 indikator dengan kode indicator masing-masing sebagai berikut (1) Saya menjual hasil produksi (sarung) hanya di tempat saya mendapatkan bahan baku, diberi koe indikator Mtbb1 (2) Saya tidak mengetahui cara lain untuk memasarkan hasil produksi (sarung) diberi koe indikator Tmhp2(3) Saya tidak memiliki kelompok kerja yang dapat membantu untuk memasarkan diberi koe indikator Tmkp3 (4) Saya belum pernah mengikuti pameran untuk memasarkan hasil produksi (sarung) diberi koe indikator Bpm4 (5), Saya membuat sarung dengan cara bagi hasil diberi kode indikator Mbh5 Variabel ketebatasan kemampuan SDM memiliki 5 indikator dengan kode indicator masingmasing sebagai berikut (1) Saya terampil menenun sarung karena belajar sendiri, diberi kode indikator Tmbs1 (2) Saya terampil menenun sarung karena lingkungan /tempat tinggal diberi koe indikator Tml2, (3) Saya terampil mencampur dan mengkombinasikan warna bukan karena kursus , diberi kode Mcds 3 (4) Saya mengetahui cara untuk mendesain corak sarung bukan karena kursus diberi koe indikator Mdctk4 (5) Saya tidak mengetahui cara mengakses pasar dari internet diberi koe indikator Tmapi5 Variabel keterbatasan teknologi memiliki 5 indikator (1) Saya mengetahui cara pewarnaan dari orang tua, diberi kode indikator Mpot1, (2) Tidak menggunakan alat tenun mesin diberi kode indikator Tatm2, (3) Pewarnaan tidak menggunakan zat kimia, diberi kode indikator Ptzk3 (4) Desain kombinasi warna tidak menggunakan komputer, diberi kode indikator Dkmk4 (5) Desain corak/motif sarung tidak menggunakan komputer, diberi kode indikator Dctk5 Sedangkan Variabel Pelestarian memiliki 6 indikator (1) Saya kurang berminat dengan usaha ini, karena penghasilan kecil.diberi kode (Kbupk1) (2) Saya lebih memilih pekerjaan lain yang tidak memerlukan modal diberi kode (Lptm2) (3) Saya jarang membuat /menenun sarung karena kesulitan bahan baku diberi kode (Jmkbb3) (4) Saya
Riset / 1469
membuat/menenun sarung samarinda, jika tidak ada pekerjaan lain diberi kode (Mstp4) (5) Saya tidak pernah menyimpan sarung hasil tenunan/ tidak ada stok kerajinan sarung samarinda diberi kode (Task5) (6) Ada tiga macam corak sarung Samarinda yang saya tenun dan tidak pernah berubah diberi kode (Tmctb6). Berdasarkan data pada Tabel 5.1 dapat dijelaskan indikator dari variable Keterbatasan modal kerja bahwa untuk indikator 1 (Smk1) dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju,, dan 3.33 % dari responden menyatakan Kurang Setuju, dan 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, sedangkan 26.67 % menyatakan Setuju., 63.3 % menyatakan Sangat Setuju Untuk Indicator 2 (Shb2) dari 30 responden tidak ada yang menyatakan Tidak Setuju, dan 3.33 % menyatakan Kurang Setuju, dan 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, 76.7 % menyatakan Sangat Setuju. Indikator ke 3 (Spm3), dari 30 responden 3.33 % menyatakan Tidak Setuju, dan 13.3 menyatakan Kurang Setuju, dan yang menyatakan Cukup Setuju sebesar 6.67, dan responden yang menyatakan Setuju sebesar 30 %, dan 46.7 % menyatakan Sangat Setuju. Variabel Keterbatasan Bahan Baku yang disajikan pada Tabel 5.2 dapat didiskripsikan bahwa masing-masing indicator adalah untuk indikator1 (Bbm1), dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju dan Kurang Setuju, dan 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, dan 60% menyatakan Setuju, yang menyatakan Sangat Setuju sebesar 33.3 %. Untuk indicator 2 (Bbts2) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju dan Kurang Setuju, dan Cukup Setuju tidak ada., sedangkan yang menyatakan Setuju 46.67 % dan 53.3 % dari 30 responden menyatakan Sangat Setuju. Indikator 3 (Bbpps3) dari 30 responden menyatakan 23.3 % menyatakan Cukup Setuju, dan 33.3 % dari 30 responden menyatakan Setuju, dan 43.3 % menyatakan Sangat Setuju. . Sedangkan indicator 4 (Bbtb4) dari 30 responden yang menjawab Tidak Setuju 13.3 %, dan yang Kurang Setuju, 30% dan yang menyatakan Cukup Setuju.13.3, dan 16.7 Setuju, sedangkan 26.7 % menyatakan Sangat Setuju. Kemudian indikator 5 ( Bbsd5) dari 30 responden 16.7% menyatakan Tidak Setuju ,13.3%, Kurang Setuju 23.3% Cukup Setuju 26.67% Setuju, dan 20 % Sangat Setuju. Berdasarkan data pada Tabel 5.3 diatas dapat dijelaskan indikator dari variable Keterbatasan Akses Pasar bahwa untuk indikator 1 (Mtbb1) dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju,, dan 6.67 % dari responden menyatakan Kurang Setuju, dan 10 % menyatakan Cukup Setuju, sedangkan 33.3 % menyatakan Setuju., 50 % menyatakan Sangat Setuju. Untuk Indicator 2 (Tmhp2) dari 30 responden yang menyatakan Tidak Setuju, 16.7
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id % dan yang menyatakan Kurang Setuju, 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, 23.3 % menyatakan Setuju 30 % Sangat Setuju 23.3%. Indikator ke 3 (Tmkp3), dari 30 responden 10 % menyatakan Tidak Setuju, dan 23.3 menyatakan Kurang Setuju, dan yang menyatakan Cukup Setuju sebesar 30%, dan responden yang menyatakan Setuju sebesar 23.3 %, dan 13.3 % menyatakan Sangat Setuju. Indikator 4 (Bpm4) dari 30 responden yang menjawab Tidak Setuju 10%, dan 16.7 % menjawab Kurang Setuju, 16.7 menjawab Cukup Setuju, dan 33.3% menjawab Setuju, serta 23.3 % menjawab Sangat Setuju. Kmudian untuk indicator 5 (Mbh5), dari 30 responden yang menjawab Tidak Setuju dan Kurang Setuju tidak ada, 10 % menjawab Cukup Setuju, 16.7 % menjawab Setuju, dan 73.3 % menjawab Sangat Setuju. Variabel Keterbatasan Kemampuan SDM yang disajikan pada Tabel 5.4 dapat didiskripsikan bahwa masing-masing indicator adalah untuk indikator1 (Tmbs1), dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju tidak ada, dan Kurang Setuju, dan 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, tidak ada, menyatakan Setuju, 36.67 dan yang menyatakan Sangat Setuju sebesar 56.7 %. Untuk indicator 2 (Tml2) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju tidak ada, dan Kurang Setuju, 3.33 ,dan Cukup Setuju 33.3., sedangkan yang menyatakan Setuju 40 % dan 53.3 % dari 30 responden menyatakan Sangat Setuju. Indikator 3 (Mcds3) dari 30 responden tidak ada yang menyatakan Tidak Setuju , dan Kurang Setuju, 3.33 % menyatakan Cukup Setuju 30% dan 23.3 % dari 30 responden menyatakan Setuju, dan 66.7 % menyatakan Sangat Setuju. . Sedangkan indicator 4 (Mdctk4) dari 30 responden yang menjawab Tidak Setuju , dan yang Kurang Setuju, tidak ada , 10% menyatakan Cukup Setuju. dan 23.3% menyatakan Setuju, sedangkan 66.7 % menyatakan Sangat Setuju. Kemudian indikator 5 (Bbsd5) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju , Kurang Setuju dan Cukup Setuju tidak ada sedangkan 100% menyatakan Sangat Setuju. Variabel Keterbatasan Teknologi yang disajikan pada Tabel 5.5 dapat didiskripsikan bahwa masing-masing indicator adalah untuk indikator1 (Mpot1), dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju dan Kurang Setuju, dan 6.67 % menyatakan Cukup Setuju, dan 6.63% menyatakan Setuju, dan yang menyatakan Sangat Setuju sebesar 86.7 %. Untuk indicator 2 (Tatm2) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju, Kurang Setuju, dan Cukup Setuju tidak ada., sedangkan yang menyatakan Setuju 10 % dan 90 % dari 30 responden menyatakan Sangat Setuju. Indikator 3 (Ptzk3) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju dan Kurang Setuju tidak ada, 10 % menyatakan Cukup Setuju, dan 33.3 % dari 30 responden menyatakan Setuju, dan 56.7 %
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
menyatakan Sangat Setuju. . Sedangkan indicator 4 (Dkmk4) dan indicator 5 (Dctk) dari 30 responden semua menjawab Sangat Setuju. 100% Variabel Pelestarian yang disajikan pada Tabel 5.6 dapat didiskripsikan bahwa masingmasing indicator adalah untuk indicator (1) Saya kurang berminat dengan usaha ini, karena penghasilan kecil.diberi kode (Kbupk1), dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju, 10% menjawab Kurang Setuju, 13.33% menyatakan Cukup Setuju, 26.67% menyatakan Setuju, dan yang menyatakan Sangat Setuju sebesar 50.00%. Untuk indicator 2 (Lptm2) dari 30 responden tidak ada yang menyatakan Tidak Setuju, 6.67% Kurang Setuju, 16.67% Cukup Setuju 26.67%, sedangkan yang menyatakan Setuju 33.33% dan .40 % menyatakan Sangat Setuju. Indikator 3 (Jmkbb3) dari 30 responden menyatakan Tidak Setuju 6.67% dan Kurang Setuju , 16.67% menyatakan Cukup Setuju, 16.67% yang menyatakan Setuju 26.67%dan 33.33% menyatakan Sangat Setuju. . Sedangkan indicator 4 (Mstp4) dari 30 responden yang menyatakan Tidak Setuju tidak ada, 23.33% menyatakan Kurang Setuju, 16.67%, Cukup Setuju, 20.00% Setuju dan 40% menyatakan Sangat Setuju. Indicator 5 (Task5 ) dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju , yang menjawab Kurang Setuju 16.67% yang menjawab Cukup Setuju 26.67%,, yang menjawab Setuju 33.33%, dan , yang menjawab Sangat Setuju 23.33% Indikator 6 (Tmctb6) dari 30 responden tidak ada yang menjawab Tidak Setuju , yang menjawab Kurang Setuju 6.67% yang menjawab Cukup Setuju 16.67%,, yang menjawab Setuju 16.67%, dan yang menjawab Sangat Setuju 60%. Analisis Variable – Varaibel Penelitian Selanjutnya analisis variabel penelitian dan indikatornya dikelompokkan berdasarkan nilai ratarata (mean), digambarkan dalam bentuk data ordinal yang dikelompokkan dalam lima tingkatan yakni Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi Dan Sangat Tinggi, berdasarkan posisi nilai ratarata (mean) dalam tingkatan tersebut. Panjang interval setiap tingkatan adalah nilai maksimum dikurangi nilai minimum bagi lima. Adapun pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 7.7 sebagai berikut;
Riset / 1470
Tabel 7.7. Kategori Rata-rata (mean) Variabel dan Indikatornya No
Nilai rata-rata (Mean)
Katagori
1
1,00 - 1,79
2 3 4 5
1,80 2,60 3,40 4,20
Sangat rendah (SR) Rendah (R ) Sedang (S) Tinggi (T) Sangat Tinggi
-
2,59 3,39 4,19 4,99
rata-rata 3.13, tetapi masih tergolong katagori tinggi. Tingginya nilai rata-rata variable keterbatasan bahan baku sebagai factor yang cukup signifikan mempengaruhi tingkat kelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa tidak semua pengrajin mengetahui adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah, baik melalui koperasi atau juga instansi/ lembaga-lembaga lain. Faktor ini juga tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengrajin khususnya. Kondisi ini ikut mempengaruhi terjadinya penururunan populasi pengrajin dari tahun ketahun hingga saat penelitian ini hanya tersisa 30 pengrajian. Selain itu kondisi ini menurunkan minat generasi muda untuk menekuni bidang usaha ini, terutama untuk menjadi pengrajin.
Berdasarkan hasil diskripsi dari skor jawaban responden dan rata-rata nilai presentasi (%) yang diukur melalui pertanyaan dan pernyataan dengan menggunakan skala likert dengan lima interval jawaban. . Dimana setiap pernyataan diharapkan menjadi sarana untuk mengukur sejauh mana pelestarian usaha pengrajin sarung Samarinda merespon setiap indikator dan mewakili kondisi riil yang menjadi karakteristik dan merupakan bagian yang berpengaruh dalam pelestarian usaha pengrajin sarung Samarinda tersebut
Deskripsi dan nilai rata-rata variable Keterbatasan Akses Pemasaran menunjukkan nilai rata-rata 3.75 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori tinggi Nilai rata-rata tertinggi dari semua indikator adalah Saya belum pernah mengikuti pameran untuk memasarkan hasil produksi (Mbh5) sebesar 4.63 dengan katagori sangat tinggi sedangkan nilai rata-rata terendah dari semua indikator adalah Saya belum memiliki kelompok kerja yang dapat membantu untuk memasarkan (Tmkp3) dengan nilai rata-rata 3.07, tergolong katagori sedang.
Diskripsi dari masing-masing variable dan indikatornya seperti Variabel Keterbatasan Modal Kerja, Variabel Keterbatasan Bahan Baku, Variabel Keterbatasan Akses Pasar, Variabel Keterbatasan Teknolog, dan untuk Variabel Pelestarian adalah: Deskripsi dan nilai rata-rata variable Keterbatasan Modal Kerja menunjukkan nilai ratarata 4.39 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori sangat tinggi). Nilai rata-rata tertinggi dari semua indikator adalah tidak mudah untuk berhubungan dengan bank dengan nilai rata-rata 4.65 dengan katagori sangat tinggi sedangkan nilai rata-rata terendah dari semua indikator adalah tidak memiliki kelompok kerja atau koperasi yang dapat membantu permodalan dengan nilai ratarata 4.03, tetapi masih tergolong katagori tinggi. (lihat Tabel 5.8) Tingginya nilai rata rata variable keterbatasan modal kerja sebagai factor yang cukup signifikan mempengaruhi tingkat kelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Deskripsi dan nilai rata-rata variable Keterbatasan Bahan Baku menunjukkan nilai ratarata 4.14 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori sangat tinggi (lihat Tabel 5.9). Nilai ratarata tertinggi dari semua indikator adalah Tidak tahu ada bantuan bahan baku yang diberikan oleh Dinas Perindustrian/koperasi rata-rata 4.57 dengan katagori sangat tinggi sedangkan nilai rata-rata terendah dari semua indikator adalah Saya kesulitan mendapatkan bahan baku dengan nilai
Riset / 1471
Tetapi nilai rata-rata variable keterbatasan akses pasar masih termasuk kategori tinggi berarti variable ini masih cukup signifikan mempengaruhi tingkat kelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa masyarakat pengrajin atau pengusaha masih rendah kemampuannya dalam mengakses pasar.Mereka hanya bekerja mengikuti naluri dan kemauan tetapi belum didukung oleh kemampuan manajerial. Faktor ini juga tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengrajin, dimana rata-rata tingkat pendidikan mereka SD – SLTA saja. Kondisi ini juga ikut mempengaruhi terjadinya penururunan populasi pengrajin. Deskripsi dan nilai rata-rata variable Keterbatasan Kemampuan SDM menunjukkan nilai rata-rata 4.61 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori Sangat Tinggi (lihat Tabel 5.10). Nilai ratarata tertinggi dari semua indikator adalah Saya tidak mengetahui tempat memasarkan dari internet (Tmapi5)sebesar 5 dengan katagori Sangat Tinggi sedangkan nilai rata-rata terendah dari semua indikator adalah Saya terampil menenun sarung karena belajar sendiri dan Saya terampil menenun sarung karena lingkungan /tempat tinggal dan dengan nilai rata-rata 4.43, tergolong katagori Sangat Tinggi.
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Nilai rata-rata variable Keterbatasan Kemampuan SDM termasuk kategori Sangat Tinggi berarti variable ini sangat signifikan mempengaruhi tingkat pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dilihat bahwa keterampilan tersebut hanya merupakan warisan secara turun temurun, sehingga jika tidak dibina maka secara pelan-pelan akan hilang. Selain itu kondisi ini menurunkan minat generasi muda untuk menekuni bidang usaha ini, terutama untuk menjadi pengrajin. Deskripsi dan nilai rata-rata variable Keterbatasan Akses Teknologi menunjukkan nilai rata-rata 3.75 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori Tinggi. Nilai rata-rata tertinggi dari semua indikator adalah Desain corak/motif sarung tidak menggunakan computer sebesar 4.63 dengan katagori Sangat Tinggi sedangkan nilai rata-rata terendah dari semua indikator adalah Pewarnaan tidak menggunakan zat kimia (Ptzk3) dengan nilai rata-rata 3.07, tergolong katagori Sedang, dan ninai rata-rata tertinggi dari semua indikator adalah Desain corak/motif sarung tidak menggunakan komputer (Dctk5). Nilai rata-rata variable Keterbatasan Akses Teknologi termasuk kategori Tinggi yaitu 3.75 berarti variable ini juga mempengaruhi tingkat pelestarian usaha kerajinan sarung Samarinda. Berdasarkan kondisi tersebut maka berarti keterampilan tersebut hanya merupakan warisan secara turun temurun, sehingga jika tidak dibina maka secara pelan-pelan akan hilang. Sebagai contoh saat ini di lokasi penelitian (kampung masjid) tenaga yang memiliki keterampilan mencelup benang (pewarnaan) hanya ada 5 orang. Kondisi ini ikut mempengaruhi terjadinya penururunan populasi pengrajin khususnya mereka yang terampil dalam pencelupan warna. Hal tersebut perlu tindakan nyata dari pihak-pihak atau instansi terkait untuk melakukan pembinaan sehingga kelestarian kerajinan tenun sarung Samarinda dapat dipertahankan.
hasil tenunan/ tidak ada stok kerajinan sarung Samarinda yang menunjukkan kategori Sedang berarti hampir 3.33. KESIMPULAN Berdasarkan hasil Pembahasan yang disajikan pada Bab awal maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Diskripsi Profil pengelola/ pengrajin usaha sarung Samarinda adalah : pengrajin/pengelola hamper 90% adalah wanita, umur berkisar antara 30 – 60 tahun, pendidikan SD,SLTP dan SLTA, Modal Usaha rata-rata dibawah 5 juta rupiah. Diskripsi variable penelitian masing-masing adalah untuk variable Keterbatasan Modal Kerja indicator Smk1 dari 30 responden lebih banyak menjawab Sangat Setuju 63.3%, Shb2 Variable Keterbatasan Bahan Baku indicator Bbts2 dari 30 responden 53.3% menyatakan Sangat Setuju. Variabel Keterbatasan AksesPasar untuk indicator Mbh5 dari 30 responden 73.3% menyatakan Sangat Setuju, Keterbatasan Kemampuan SDM untuk indicator Mcds3 dan Mdctk4 dari 30 responden 66.7 menyatakan Sangat Setuju. Variabel Keterbatasan Teknologi untuk indicator Dkmk 4 dan Dctk5 dari 30 responden 100% menyatakan Sangat Setuju. Analisa variable penelitian, keterbatasan modal kerja memiliki nilai rata-rata 4.39 termasuk kategori Sangat Tinggi, keterbatasan bahan baku memiliki nilai rata-rata 4.14, ketebatasan akses pemasaran memiliki nilai rata-rata 3.75, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia memiliki nilai rata-rata 4.61, dan keterbatasan teknologi memiliki nilai rata-rata 4.78. SARAN Agar sector usaha ini pelestariannya dapat dilakukan maka pihak bank atau lembaga-lembaga pemberi bantuan modal dapat memberikan kemudahan kepada mereka.
Deskripsi dan nilai rata-rata variable Pelestarian menunjukkan nilai rata-rata 3.83 dan termasuk nilai rata-rata dalam katagori Tinggi. Nilai rata-rata tertinggi dari semua indikator adalah Saya tidak pernah menyimpan sarung hasil tenunan/ tidak ada stok kerajinan sarung samarinda yaitu 4.30 termasuk kategori Tinggi, dan dari keseluruhan indikator yang memeiliki nilai rata-rata terendah adalah Saya tidak pernah menyimpan sarung hasil tenunan/ tidak ada stok kerajinan sarung Samarinda sebesar 3.03 dengan katagori Sedang. (lihat Tabel 5.13).
Kepada instansi pemberi bantuan agar bantuan itu pemanfaatannya efektif maka perlu melakukan pengawasan.
Variabel Pelestarian jika dilihat dari nilai rata-ratanya masih dalam kategori Tinggi yaitu sebesar 3.83, tetapi jika dilihat dari nilai rata-rata indikator Saya tidak pernah menyimpan sarung
Martin Perrry, Mengembangkan Usaha Kecil, Murai Kencana, 2002
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
DAFTAR PUSTAKA Anorak, Pandji, Pengantar Bisnis, Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi, Rineka Cipta, 2007, Jakarta ……, Manajemen Bisnis G. Geoffrey, Kewirausahaan Teori dan Praktek, PPM, 2005,
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 2000
Riset / 1472
Muhammad Asdar & Syamsu Alam, Sektor Informal, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Hasanudin University Press, 2006 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian Jilid 1 & 2, Alih Bahasa Jaka Wasana, Erlangga 2005, Subagyo, Pangestu, Statistik Deskriptif Edisi 4, BPFE-Yogyakarta, 2003 Sukirno, Sadona, Pengantar Bisnis, Prenada Media Jakarta, 2004 Solihin, Ismail, Pengantar Bisnis, Pengenalan Praktis dan Studi, Prenada Media Group, 2006 Jakarta
Riset / 1473
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605