UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN REZIM ANTI-KORUPSI GLOBAL: STUDI KASUS KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS DI KABUPATEN SOLOK (2003-2012)
SKRIPSI
UMI YANTI FEBRIANA SILALAHI 0806465560
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2012
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN REZIM ANTI-KORUPSI GLOBAL: STUDI KASUS KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS DI KABUPATEN SOLOK (2003-2012)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Hubungan Internasional
UMI YANTI FEBRIANA SILALAHI 0806465560
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2012
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
UMI YANTI FEBRIANA S.
NPM
0806318630
Tanda Tangan
Tanggal
'
2 Juli 2012
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh : Nama
Umi Yanti Febriana S.
NPM
0806318630
Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional
Judul Skripsi "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global: Studi Kasus Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok (2003- 2012)"
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian
persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar
Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJJ
Ketua Sidang Sekretaris Penguji Ahli Pembimbing
: Andi Widjajanto, M. Sc., M.A
: Aninda Tirtawinata, S.Sos., M.Litt.
: L Danang Widoyoko
: Dwi Ardhanariswan, S.Sos, M.Phil
Ditetapkan di Tanggal
: Depok
: 7 Juli 2012
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
)
iii
KATA PENGANTAR
Pakta integritas sebagai alat pencegahan anti-korupsi yang dikembangkan oleh Transparency International adalah sebuah rezim internasional yang bertujuan untuk mencegah praktik korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa. Di Indonesia, alat ini dikembangkan oleh Transparency International Indonesia, sebagai salah satu chapter Transparency International, pertama kali di Kabupaten Solok Sumatera Barat sejak tahun 2003. Dalam perjalanannya Pakta Integritas di Kabupaten Solok mengalami banyak tantangan dan disinyalir gagal karena esensi dari Pakta Integritas yaitu mekanisme institusi pengawasan (Komisi Transparansi) yang belum terbentuk, partisipasi masyarakat yang masih terbatas, dan simplifikasi Pakta Integritas hanya sebagai pelengkap administrasi menjadi dasar penulis untuk meneliti mengapa sampai terjadi hal demikian. Dengan menggunakan data-data yang didapat penulis melalui riset lapangan tanggal 11-18 Juni 2012 akan berusaha menganalisis penyebabpenyebab gagalnya (kurang signifikannya) Pakta Integritas sebagai rezim antikorupsi global di Kabupaten Solok. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dari penulisan skripsi ini baik secara teknis maupun substantif. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk dapat memperkaya penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga para pihak yang meneliti topik yang berkaitan.
Depok, 30 Juni 2012 Umi Yanti Febriana Silalahi
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur yang tak terkira penulis nyatakan kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus yang senantiasa menyertai penulis dari awal sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semua hanya karena anugerahNya! Terima kasih juga karena sudah memberikan orang-orang yang mau membantu penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini sampai akhir.
Rasa terima kasih sedalam-dalamnya untuk orang-orang yang secara luar biasa ditempatkan Tuhan untuk membantu penulis, yaitu:
1. Kedua orang tua penulis, E. Silalahi dan S. Sijabat, atas semua kasih sayang mereka yang tak terkatakan kepada penulis. Berkat merekalah skripsi ini rampung, terima kasih Mama, Bapak! Kepada kedua adik-adik, Kevin dan Michael yang setia mendukung penulis dengan gayanya masing-masing. Terima kasih J 2. Dwi Ardhanariswari, S.Sos, M. Phil. (Mba Riris) selaku dosen, pembimbing akademik selama 1 semester, dan pembimbing skripsi penulis yang
sudah
dengan
sabar,
supportive,
dan
bersusah
payah
memperjuangkan penulis untuk lulus tepat waktu (riset lapangan baru akan dimulai dua minggu sebelum pengumpulan skripsi). Penulis tidak tahu bagaimana cara membalas semua kebaikannya. Terima kasih Mbak!
3. Dosen-dosen pengajar di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia; Kepada Mbak Suzie Sudarman, pembimbing akademik penulis selama ini dan orang yang pertama kali menegur hati penulis tentang konsekuensi dari tidak berintegritas, sekaligus penasihat dalam pemilihan topik dan rencana penulis selepas jadi sarjana, terima kasih Mbak! Semoga Mbak sehat selalu dan semakin banyak mahasiswa UI yang digelisahkan untuk berpikir lebih jauh. J Kepada dosen-dosen pengajar Departemen Hubungan Internasional, Departemen Sosiologi, Departemen Antropologi, Departemen Politik, dan Departemen Sejarah, terima kasih untuk setiap ilmu sosial dan politik yang
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
v
dibagikan
kepada
penulis.
Pembelajaran
itulah
yang
akhirnya
memperlengkapi kerangka pemikiran penulis untuk menulis skripsi ini. 4. Kepada Penguji Ahli Pak Danang, atas kesediaannya menjadi penguji dan atas masukan-masukan yang konstruktif dalam perbaikan skripsi ini. Kepada Mas Andi Widjajanto, ketua sidang skripsi penulis, terima kasih atas masukan yang dapat membawa skripsi ini menjadi analisis HI dan bukan sekedar politik. Mbak Aninda Tirtawinata atas kesediaanya membuat notulensi yang sangat dimengerti untuk dibaca sebagai acuan revisi. 5. Teman-teman HI atas cita dan cinta yang kita bagi bersama selama 4 tahun perkuliahan. Untuk teman-teman Mastrans, Ekopolin, Pengstrat HI 2008 maaf tidak bisa menulis namanya satu-satu. But all of your names are printed in my heart J. Terkhusus untuk Mita, Melissya, Agung, Morentalisa, Nico yang mengiyakan (walaupun agak memaksa J) untuk membantu penulis di hari-hari terakhir pengumpulan skripsi di tengah kesibukannya masing-masing. Terima kasih teman-teman! I can’t make it ontime without your generous help, seriously. J
6. Kepada keluarga penulis di Solok Sumatera Barat: Pak Ilyasmadi, sebagai local partner dan bapak penulis saat riset lapangan. Atas kemurahan hati beliau lah penulis bisa mendapatkan informasi dan akses kepada para narasumber hebat. Atas penerimaan keluarga besar Pak Ilyasmadi (Ibu Lili, Uni Devi, Mak Uwo, Lusi, Gian, Reza, Ilham, Seli, Intan, dll.) sehingga penulis dapat tinggal nyaman dengan full services sekaligus diangkat menjadi keluarga. Kepada Keluarga Ibu Eni Suryani (Mama Dita) yang dengan sabar mau menerima penulis tinggal sejenak di rumah beliau dan menemani penulis menemui Bupati Solok serta mau berbagi banyak hal tentang hidup. Kepada Keluarga Pak Syamsu Rahim (Bupati Solok 2010-2015) atas pertolongan dan fasilitasinya kepada penulis untuk memperoleh data. Teruntuk Apri, Sandra, Uni Fani, Mak Ipeh, Syaif, Abang Haris, Ito Purba yang mewarnai hari-hari penulis di Arosuka Solok. Terima kasih karena mau berbagi dengan penulis J.
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
vi
Kepada seluruh aparatur Pemerintah Kabupaten yang ada di; kantor Bupati, kantor ULP –Unit Layanan Pengadaan, kantor Bappeda –Badan Pengembangan
Daerah,
kantor
Inspektorat,
kantor
BKD
–Badan
Kepegawaian Daerah, kantor Pelayanan Terpadu, yang bersedia diganggu oleh penulis di tengah jam kerja untuk meminta buku/ dokumen, tanyajawab, foto-foto, maupun sekedar nongkrong. Penulis sungguh terkesan dengan produktivitas pegawai pemkab Solok. Terima kasih secara khusus untuk Kak Ria Oktorina yang mau direpoti oleh penulis berkeliling kompleks pemerintahan Kabupaten Solok seharian dimasa beberapa minggu sebelum melahirkan putra pertamanya. Kak Ria, Bang Zal, dan Bang Rudi yang rela memberikan hari liburnya untuk direpotkan oleh penulis yang meminta ditemani ke LP Muaro Padang, terima kasih. Semoga Tuhan selalu memberkati dan menjaga kakak dan abang-abang sekalian, para laskar integritas muda Sumatera Barat! J
Kepada para aparatur Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA di
Muaro Padang yang dengan murah hati membolehkan penulis mewawancarai seorang narasumber penting di dalam LP di luar jam besuk. Ini pengalaman yang tak terkatakan, terima kasih… 7. Kepada seluruh narasumber yang penulis wawancarai, baik yang memberikan keterangan dengan senang hati atau pun dengan terpaksa (atau dipaksa oleh penulis J) terima kasih atas kesediaannya. Informasi yang dibagikan benar-benar sangat berharga dan skripsi ini rasanya tidak cukup untuk tanda terima kasih penulis kepada beliau-beliau ini. Pengalaman dan informasi yang dibagikan oleh para narasumber yang baik hati inilah yang menjadi pendorong penulis untuk mengabdi seutuhnya bagi bangsa ini sesegera mungkin.
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
...
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
Umi Yanti Febriana Silalahi
NPM
0806318630
Program Studi
Sl-Reguler Ilmu Hubungan Intemasional
Departemen
Ilmu Hubungan Intemasional
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global: Studi Kasus Kegagala n Pakta lntegritas di Kabupaten Solok (2003 - 2012)"
Beserta perangkat yang ada Gika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti m1, Universitas Indonesia berhak menyimpan, Noneksklusif mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database}, merawat, dan mempublikasikan tugas karya akhir saya selama tetap menc'antumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuatdi
Depok
Pada tanggal
Juli 2012
Yan kan
Umi Y b iana
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
viii
ABSTRAK Nama
:
Umi Yanti Febriana Silalahi
Program Studi
:
Ilmu Hubungan Internasional
Judul
:
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global Studi Kasus Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok (2003-2012)
Skripsi ini didasarkan atas hasil penelitian turun lapangan selama satu minggu (11-18 Juni 2012) mengenai Pakta Integritas di Kabupaten Solok –Sumatera Barat. Pakta Integritas adalah sebuah program anti-korupsi global yang pertama kali diperkenalkan oleh Transparency International pada tahun 1990an yang sekarang sudah dipakai sebagai alat pencegahan korupsi di lebih dari 100 negara di dunia. Penelitian difokuskan pada pencarian faktor-faktor yang membuat Pakta Integritas gagal berjalan secara utuh dengan cara mewawancarai langsung narasumber dari Transparency International Indonesia dan para pemangku kebijakan di Solok. Selain itu, skripsi ini juga merujuk pada beberapa literatur dan penelitian mengenai gerakan anti-korupsi global dan juga budaya, politik, dan demokratisasi di Indonesia. Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah proses internalisasi nilai-nilai anti-korupsi global yang baik mampu mendorong terciptanya penegakan hukum yang kuat sehingga pengaruh negatif dari situasi politik lokal dan persepsi pesimistis masyarakat terhadap budaya korupsi dapat diminimalisasi.
Kata kunci: rezim anti-korupsi global, pakta integritas
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
ix
ABSTRACT
Name
:
Umi Yanti Febriana Silalahi
Major
:
International Relations
Title
:
Factors that Cause the Failure of Global Anti-Corruption Regime: Case Study of the Failure of Pakta Integritas in Solok District, West Sumatra (2003-2012) This thesis is based on a one-week field research (June 11-18, 2012) on Pakta Integritas in Solok District, West Sumatra Province, Indonesia. Pakta Integritas is a global anti-corruption program that was firstly introduced by Transparency International in the 1990s that now has been used to prevent corruption in more than 100 countries in the world. This research is focused on finding the factors that make Pakta Integritas failed to be implemented fully and done, through interviews with source persons from Transparency International Indonesia and policymakers in Solok District. Aside than that, this thesis also refers to several literature sources and researches on global anti-corruption movements as well as culture, politics, and democratization in Indonesia. The research finding in the thesis shows the internalization process of good anti-corruption values that can help create good law enforcement so that negative influences from local political situation and public perception on corruption culture can be minimized. Keyword: Integrity Pacts, Global Anti-Corruption Regime
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
x
DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………...……i HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………..….. ii KATA PENGANTAR …………………………………………………….…...iii UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………….….iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………………....vii ABSTRAK ……………………………………………………………………viii ABSTRACT ..…………………………………………………………………..ix DAFTAR ISI …………………………………………………………………...x DAFTAR TABEL …………………………………………………………….xii DAFTAR GAMBAR ......……………………………………………………....xii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................1 1.2 Rumusan Permasalahan...............................................................................6 1.3 Pertanyaan Permasalahan...........................................................................10 1.4 Tinjauan Pustaka........................................................................................11 Gerakan Anti-Korupsi adalah gerakan virtue transnasional.........................11 New Social Movement....................................................................................14 1.5 Kerangka Konseptual ...............................................................................15 Definisi Korupsi.............................................................................................15 Rezim Anti-Korupsi Internasional.................................................................16 Global Civil Society.......................................................................................18 1.6 Metodologi.................................................................................................21 1.7 Rencana Pembabakan Skripsi...................................................................25 1.8 Tujuan dan Signifikansi Penelitian............................................................26
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
xi
BAB II PAKTA INTEGRITAS SEBAGAI REZIM ANTI-KORUPSI GLOBAL..............................................................................................................27 2.1 Pakta Integritas: Filosofi, Konsep, Praktik...............................................27 2.2 Pakta Integritas di Kolombia....................................................................30 2.3 Pakta Integritas di Meksiko......................................................................32 2.4 Pakta Integritas sebagai Sebuah Rezim Internasional .............................33 Perdebatan Teori Rezim Internasional........................................................... 33 Regime as intervening variable ..................................................................... 35 Pakta Integritas adalah Rezim........................................................................ 36 2.5 Kabupaten Solok dan Korupsi..................................................................37 2.5.1 Pemimpin Inovatif Gamawan Fauzi ................................................... 37 2.5.2 Sekilas Kondisi Korupsi di Kabupaten Solok..................................... 40 2.5.3 Pakta Integritas di Kabupaten Solok................................................... 44
BAB III TEMUAN: PENYEBAB KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS...46 3.1 Hal-hal yang menyebabkan kegagalan Pakta Integritas sebagai program anti-korupsi di Kabupaten Solok........................................................................47 3.1.1 Masalah Internalisasi Nilai-nilai Global ............................................. 48 3.1.2 Lemahnya Kekuatan Hukum yang Memayungi Pakta Integritas ....... 57 3.1.3 Pengaruh Negatif dari Local Politics.................................................. 62 3.1.4 Persepsi Pesimistis Masyarakat .......................................................... 77
BAB IV ANALISIS: MENARIK PENYEBAB KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS KE DALAM KONTEKS YANG LEBIH LUAS.....................84 4.1 Oversimplifikasi proses internalisasi nilai-nilai anti korupsi yang dilakukan dalam pergerakan masyarakat sipil....................................................84 4.2 Limitasi New Social Movement.................................................................87 4.3 Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global....................................................89
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
xii
BAB V PENUTUP...............................................................................................91 5.1 Kesimpulan................................................................................................91 5.2 Saran..........................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 94
LAMPIRAN..........................................................................................................96 DAFTAR TABEL 1.1 Contoh Pakta Integritas di Berbagai Belahan Dunia.................................7 2.1 Program-program Utama yang dibiayai oleh Donor untuk Peningkatan Pemerintahan Daerah Kabupaten Solok (2001-2010).....................................38 2.2 Kondisi dan Reformasi Birokrasi saat Gamawan Fauzi menjadi Bupati Solok......................................................................................................................42 3.2. Assessment dari Sosialisasi Pakta Integritas Kabupaten Solok............54 3.3 Ketentuan yang penting untuk di-highlight di dalam Perda Nomor 5 Tahun 2004...........................................................................................................58 3.4. Tabel Persepsi Para Aktor terhadap Stagnansi Perda Nomor 5 tahun 2004........................................................................................................................61 3.5 Penemuan penyelewengan yang dilaporkan oleh LPPI –Lembaga Pengawas dan Pengaduan Independen (2003-2004).......................................70 3.6 Penemuan penyelewengan yang dilaporkan oleh APPI –Aliansi Pendorong Pakta Integritas (2003-2007)...........................................................72 3.7 Kategorisasi dari temuan-temuan di lapangan ........................................81
DAFTAR GAMBAR 3.1 Jejaring KKN Tri-partnership Kabupaten Solok.......................................79 3.2 Model Analisis Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok..........83 4.1 Model Analisis Kegagalan Pakta Integritas sebagai Bagian dari Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global.............................................................90
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Thomas mengkategorikan
L.
Friedman
globalisasi
dalam dalam
bukunya
tiga
“The
pembabakan:
World
is
Flat”
globalization
1.0,
globalization 2.0, globalization 3.0.1 Pada tahapan globalisasi pertama, globalisasi cenderung berorientasi negara. Tahap ini berlangsung kurang lebih sejak tahun 1492, ditandai dengan pelayaran Columbus yang membuka jalur perdagangan antara Dunia Lama dan Dunia Baru, hingga sekitar tahun 1800. Tahap kedua berorientasi perusahaan, dan bertahan sejak sekitar tahun 1800 hingga 2000-an. Tahap ketiga lebih berorientasi pada individual yang gejalanya mulai dapat dilihat sejak tahun 2000-an. Di dalam globalisasi 3.0 inilah yang membuat persebaran nilai-nilai menjadi lebih cepat dan luas karena memberi peluang yang besar dengan ketersediaan jaringan internasional dan peluang lobi terhadap otoritas internasional, juga terbukanya ruang politik untuk masyarakat sipil. Akibatnya, identitas individu maupun kolektif dibentuk kembali oleh tali-temali beragam dengan aktor-aktor lain. Bisa dikatakan bahwa aspek kunci dari globalisasi adalah pembentukan ruang transnasional baru dan tidak terbatas untuk berinteraksi, sesuatu yang tidak bisa dikontrol oleh negara.
Fenomena globalisasi dalam dimensi-dimensinya (kemajuan teknologi dan informasi didukung oleh penyebaran nilai-nilai dalam level individu) dapat menjelaskan
bagaimana
gerakan
masyarakat
sipil
global
telah
berhasil
menciptakan new social movement yang menyuarakan isu-isu baru sejak tahun 1968, seperti perdamaian, kesetaraan jender, hak asasi manusia, lingkungan, AIDS/HIV, dan isu-isu lainnya. New social movement ini telah berhasil memberikan dampak signifikan terhadap kampanye global governance dalam
pembentukan rejim transparansi internasional, dibuktikan dengan hadirnya norma
1
Thomas L. Friedman, The World is Flat, (New York: Farrar, Straus and Giroux, 2006), hlm. 10.
1
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
2
transparansi yang mengalahkan makna kedaulatan negara dan menyebar melampaui batas-batas negara.2
Salah satu isu yang disuarakan oleh new social movement yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah isu anti-korupsi. Korupsi menjadi nosi pusat dalam ilmu pengetahuan untuk dua dekade belakangan ini. Diawali
ketika
korupsi menjadi agenda utama kajian pembangunan internasional sejak tahun
1990-an.3 Korupsi menjadi masalah yang memberi tekanan global yang besar karena masalah ini berkaitan erat juga dengan masalah ethics. Paparan mengenai dampak dari korupsi yaitu; hilangnya pendapatan negara, ada extra-cost dalam bisnis yang menggunakan suap-menyuap, dan hilangnya kesempatan bisnis untuk yang tidak mau menyuap, mendistorsi hukum, infrastruktur, sumber daya, dan
menghilangkan kepercayaan.4
Tujuan dari gerakan sosial global anti-korupsi ini adalah penghapusan praktik korupsi dengan implementasi sistematis dengan menggunakan strategi maksimal untuk menanggulangi isu yang mendasar, yaitu dengan seperangkat perjanjian internasional, insiatif-inisiatif dan hukum domestik, reorientasi dari
organisasi
internasional,
dan
mobilisasi
masyarakat
sipil.5
Organisasi
internasional seperti Bank Dunia, IMF (International Monetary Fund), OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), Transparency International, USAID, PBB, Kamar Dagang Internasional (International Chamber of Commerce), OAS (Organization of American States), dan Council of Europe, adalah organisasi-organisasi utama yang aktif dalam the global fight against corruption, yang juga karena organisasi-organisasi ini adalah pemain utama dalam global governance. Melihat buruknya dampak yang dihasilkan oleh korupsi, organisasi-organisasi yang menyokong program anti-korupsi ini memberikan
strategi penataan lembaga-lembaga maupun negara-negara untuk turut serta 2
Richard Holloway, “Corruptions and Civil Society Organizations in Indonesia”, diakses dari http://www.10iacc.org/download/workshops/cs30a.pdf pada 10 Oktober 2011 pk. 03.50 3 Sohpie Rushton, “Corruption and Development: The International Anti-Corruption Movement”, diakses dari http://corkonlinelawreview.com/editions/2011/03/Sophie-Rushton.pdf pada 10 Oktober 2011 pk. 04.30. 4 Jeff Everett, etc., “The Global Fight against Corruption: A foucaltian, Virtues-Ethics Framing”, Journal of Business Ethics, Vol 65 No 1 2006, hal. 1-12. Diakses dari www.jstor.org/stable/25123766 5 OpCit Sophie Ruston
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
3
mengadopsi nilai-nilai anti-korupsi. Misalnya saja dalam memberikan bantuan internasional USAID dan Bank Dunia memberika prasyarat untuk negara-negara yang akan diberikan suntikan dana dengan agenda anti-korupsi. Lembagalembaga donor ini merasa keberhasilan sebuah negara mengembalikan hutang atau dana bantuan internasional ini akan ditentukan dari sejauh mana menejemen anggaran negara dilakukan dengan bijak, dalam hal ini harus mengadopsi nilai
nilai anti-korupsi, yaitu transparan dan berakuntabilitas.6
Gerakan anti-korupsi ini menuai banyak perhatian positif setelah sebelumnya diabaikan dan dianggap tidak penting, terlebih ketika negara-negara berkembang secara terus-menerus didera konsekuensi buruk dari praktik korupsi di negaranya. Konsekuensi terbesar dari korupsi itu sendiri adalah instabilitas sosial dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak hanya dalam level domestik per negara tetapi juga efek praktik korupsi meluas ke level di luar negara dan bersifat destruktif. Dilihat sejarahnya korupsi bukanlah permasalahan global yang baru. Pertarungan global melawan korupsi dimulai dari tahun 1997, ketika Amerika Serikat pertama kali membuat Undang-Undang Praktik Korupsi Luar Negeri atau FCPA (US Foreign Corrupt Practices Act) yang merupakan respon pemerintah akan banyaknya skandal dalam industri pertahanan yang melibatkan banyak praktik-praktik bisnis Amerika, seperti perusahaan General Electric, Lockheed Martin, dan McDonnel Douglas di Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Hal ini juga menjadi pertama kalinya dalam sejarah, sebuah hukum yang dihasilkan
nasional dapat dijalankan di luar border Amerika Serikat.7 Sebelum FCPA, usahausaha perlawanan korupsi publik hanya memiliki fokus yang sempit, baik nasional maupun lokal, dibuat secara terpisah, secara rutin hanya membuat sedikit undang-undang korupsi.
Sampai beberapa dekade berjalan, Undang-Undang Praktik Korupsi Amerika Serikat (FCPA) ini pun tidak dijalankan secara optimal, karena perusahaan AS beranggapan, undang-undang ini menempatkan mereka kepada
6
Op Cit Jeff Everett Andrea Bonime-Blanc, “The Fight Against Corruption Goes Global”, Forreign Affairs 14 Februari 2012, dapat diakses dari http://www.foreignaffairs.com/articles/137219/andrea-bonimeblanc/the-fight-against-corruption-goes-global 7
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
4
posisi yang tidak kompetitif di antara perusahaan asing lainnya. Perusahaan asing bukan AS dan pemerintah lainnya pun mengatakan hal yang serupa, mereka melihat AS mengklaim teritori yurisdiksinya sendiri ketika menjalankan undangundang tersebut. Hal ini dianggap mengganggu dasar kedaualatan entitas asing lainnya.
Akan tetapi tekanan yang datang di akhir tahun 1980an dan di awal 1990 tidak hanya dari satu pihak pemerintah Amerika Serikat saja. Pemerintah AS menunjukkan frustrasi perusahaan Amerika yang sudah sejak lama relatif tidak diuntungkan jika dibandingkan dengan perusahaan yang terbebas dari “belenggu” undang-undang FCPA ini.8 Tekanan yang lain datang dari komunitas organisasi nonpemerintah
(NGO/
non-governmental
organization).
Salah
satunya
Transparency International, yang dibentuk tahun 1989 untuk mengentas korupsi di dunia. Kemudian tahun 1997, OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) meluncurkan Kovensi Anti Suap (Anti-Bribery Convention) tahun 1997, yang adalah sebuah perjanjian yang bertujuan untuk memperluas wilayah kerja anti-korupsi. OECD memotivasi banyak negara untuk ikut mengadopsi hukum yang sama dengan FCPA yang melarang penyuapan kepada pejabat asing. Sampai dengan akhir Februari 2012, 38 negara (dari 29 negara awal dan 9 lainnya, termasuk Argentina, Brazil, dan Israel) telah mengundangundangkan hukum semacam FCPA. 10 tahun belakangan, Jerman dan Perancis, yang sebelumnya bukan hanya memperbolehkan perusahaan-perusahaannya untuk menyuap pejabat asing untuk menambah atau memelihara bisnis baru di pasar asing, tetapi juga mengklaim deduksi pajak untuk mereka, akhirnya melarang
praktik-praktik ini.9 Civil society telah menjadi instrumen penting di dalam pembangunan usaha anti-korupsi internasional. Selama dua dekade ini, Transparency International telah menggali data-data yang dibutuhkan anti-korupsi dan mengembangkan banyak tools, di antaranya Corruption Perception Index, Bribe Payers Index, Global Corruption Barometer, dan Pakta Integritas. Perusahaan,
pemerintah dan para peneliti dan komunitas NGO telah mengadopsi berbagai tools
8 9
Ibid. Ibid.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
5
yang
disediakan
oleh
Transparency
International
untuk
membantu
mengembangkan program anti-korupsi.
Transparency International (TI) adalah satu-satunya organisasi non pemerintah dunia dan non-profit yang mencurahkan perhatian secara khusus memberantas korupsi. Dalam perkembangannya Transparency International dibiayai oleh berbagai macam agensi pemerintah, yayasan internasional dan
korporasi-korporasi.10 Dirintis sejak tahun 1993 dan sekarang telah memiliki lebih dari 100 afiliasi di negara-negara di dunia. TI mengklaim dirinya sebagai nonpartisan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menghilangkan rasa apatis dan toleran terhadap korupsi, dan mengimplementasikan aksi konkret untuk hal tersebut. jarigan global dari 100 afiliasi di berbagai negara digunakan untuk advokasi dan kampanye guna me-lobby pemerintah untuk mengimplementasikan reformasi anti-korupsi.11 Bagian spesial dari TI ini adalah publikasi laporan riset mendalam akan persepsi korupsi global yang diindekskan menjadi Corruption Perception Index (CPI). Pertama kali CPI dirilis tahun 1995 dan memasukkan 41
negara di dalamnya, setiap akhir tahun dirilis dan dipublikasikan, sampai tahun 2011 ada 183 negara yang dikaji persepsi korupsinya. CPI berfokus pada korupsi yang dilakukan dalam tataran sektor publik, sehingga definisi korupsi yang dipakai di dalam CPI ini adalah “abuse of public office for private gain”. Survei CPI adalah hasil kompilasi dari indeks survei-survei besar yang meliputi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi, misalnya suap di kalangan pejabat publik, penggelembungan dana dalam pengadaan barang publik, penyelewengan dana publik, atau pertanyaan yang mengarah pada seberapa kuat kebijakan anti-korupsi,
kesemuanya mengacu pada korupsi administratif dan politik.12 Alat survei yang dipakai sangat susah jika mengandalkan data empirik, yaitu data yang mengassess semua kasus suap yang dibawa ke pengadilan, karena memang TI mempercayai bahwa karakter dari korupsi itu hideous dan tidak transparan.
Sehingga alat terbaik yang digunakan dalam me-ranking negara dalam
10
Diakses dari transparency.org/about_us Dapat dilihat di dalam website resmi Transparency International www.transparency.org/about_us 12 Dapat dilihat selengkapnya di www.transparency.org/policy_research/surveys_indicies/cpi 11
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
6
terminologi korupsi ialah persepsi, yaitu mengukur pengalaman dan persepsi dari orang-orang yang secara langsung berkonfrontasi dengan realitas korupsi di negara tertentu.13
Transparency International juga memiliki banyak alat
pencegahan anti-korupsi lain yang dengan sengaja dikembangkan, salah satunya yakni Pakta Integritas.
1.2. Rumusan Permasalahan
Pakta Integritas merupakan salah satu alat (tools) yang dikembangkan Transparency International pada tahun 90-an. Tujuannya adalah menyediakan sarana bagi Pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat umum untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama dalam kontrak-kontrak pemerintah (public contracting). Pakta integritas menekankan pada pentingnya perjanjian di antara pemerintah dan pelaku usaha ketika penawaran kontrak perusahaan pemenang sehingga proses ini dapat terhindar dari penyuapan, kolusi, dan perilaku korup lainnya. Konsep, prinsip dan metode Pakta Integritas ini telah dikembangkan di berbagai negara dengan penyesuaian dan modifikasi seperlunya. Hasilnya diakui oleh berbagai lembaga dunia seperti Bank Dunia, UNDP, ADB, dapat mempersempit peluang korupsi dan menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam kontrak-kontrak pemerintah, seperti pengadaan barang dan jasa (public procurement), privatisasi, lelang bagi lisensi maupun konsesi dan sebagainya. Untuk memastikan akuntabilitas, pakta integritas juga menekankan peranan sistem pengawasan yang dipimpin oleh kelompok-kelompok civil society lokal, atau pun langsung dipimpin oleh tim dari national chapter TI.14 Contoh-contoh pelaksanaan Pakta Integritas di seluruh dunia dapat dilihat
dari tabel berikut ini:
13 14
Ibid. Diakses dari http://www.transparency.org/whatwedo/tools/integrity_pacts/3/ pada 29 Juni 2012
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
7
Tabel 1.1 Contoh Pakta Integritas di Berbagai Belahan Dunia
Nama Negara Latvia
Tahun 2005
India
2005
Oil and Natural Gas Corporation Ltd. (ONGC), perusahaan tender dan pengawas eksternal .
Mexico
2003
Transparency Mexico, Mexico’s Secretary of Public Safety, perusahaan tender
Jerman
2005
Keterangan
Pihak-‐pihak yang terlibat Perusahaan Konstruksi, Menteri Kebudayaan, Transparency International (TI)
Berlin-‐Schönefeld
Pakta integritas di Latvia dibentuk pada 2005, untuk memastikan transparansi penuh pada setiap proses implementasi proyek pembangunan gedung New Three Brothers. Pakta tersebut ditandatangani oleh Menteri Kebudayaan Latvia bersama dengan TI-‐Latvia. TI sebagai perwakilan masyarakat sipil di Latvia ditunjuk sebagai badan independen yang menjamin bahwa dana-‐dana publik digunakan dengan cukup transparan.
Pakta Integritas di India diterapkan pertama kali oleh perusahaan Oil and Natural Gas Corporation Ltd. (ONGC). PI diterapkan di sebagian besar kontrak pengadaan barang (procurement) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut sejak Juli 2005. Pada 2006, MOU antara ONGC dan TI-‐India ditandatangani dengan tujuan untuk memastikan bahwa tidak ada korupsi pada proyek tersebut. Kantor Sekretariat Keamanan Publik Mexico setuju untuk mengimplementasikan Pakta Integritas dalam sebuah tender terkait jasa asuransi properti.
Transparansi Internasional Mexico kmudian merancang sebuah badan pengawas eksternal pada semua proses tender/lelang serta menuliskan sebuah laporan mengenai proses tersebut. Laporan tersebut kemudian dipublikasikan. Sampai pada 2010, Ber Berlin-‐
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
8
Airport (Flughafen Berlin-‐Schönefeld GmbH) dan Transparency International-‐ Jerman
Schönefeld Airport akan dikembangkan untuk menjadi Airport Berlin Brandenburg International (BBI). Proses pembangunan tersebut mengucurkan dana sebesar dua miliar dollar. Flughafen Berlin-‐Schönefeld GmbH dan Transparency International Jerman menandatangani sebuah perjanjian yang mengharuskan perusahaan pengelola bandara tersebut untuk menandantangi Pakta Integritas dengan semua perusahaan peserta lelang. Perusahaan-‐perusahaan yang terlibat lelang harus memastikan bahwa suplier mereka telah menerapkan dan menandatangani prinsip Pakta Integritas.
Sumber: disadur seperlunya dari World Bank Institute15
Sampai sekarang, pertengahan tahun 2012, Pakta Integritas sudah diterapkan di lebih 20 Kabupaten-Kota di seluruh Indonesia. Bahkan pakta integritas sebagai janji publik untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi pun sudah diadaptasi oleh kantor-kantor administrasi di Indonesia, meliputi juga kabinet SBY yang menandatangani Pakta Integritas ketika dilantik. Sudah ada lima kementerian nasional yang menerapkan praktik menandatangani janji integritas. Di dari penulis perlu menegaskan perbedaan dari pakta integritas yang kerap dilihat sebagai janji publik, yang diadaptasi dengan penandatanganan seremonial berbeda dengan pakta integritas (Integrity Pacts) yang diusung oleh Transparency InternationalIndonesia (TII). Perbedaan yang paling mendasar ialah program Pakta Integritas yang dikembangkan oleh TII menekankan pada pentingnya sebuah organisasi
pengawasan
independen.
Fokus
utamanya
juga
Pakta
Integritas
yang
15
Lihat http://archive.transparency.org/content/download/2013/12187/file/nc_activities_public_contractin g.xl s
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
9
dikembangkan oleh TII adalah sektor pengadaan dan jasa yang dipercaya sebagai praktik korupsi paling dominan.16
Di Indonesia penerapan Pakta Integritas (PI) tidak berjalan mulus. PI sebagai salah satu produk dari Transparency International di Indonesia saat ini telah sangat populer dan cukup banyak institusi/ individu yang menyatakan telah menandatangani Pakta Integritas. Akan tetapi dalam modul yang dikeluarkan oleh Transparency International Indonesia tim Pakta Integritas Indonesia sendiri menyatakan ketidaksesuaian implementasi Pakta Integritas yang sesungguhnya. Penandatanganan naskah Pakta Integritas bukanlah keseluruhan konsep Pakta Integritas, itu hanyalah sebagian kecil. Bagian besarnya adalah sistem
pengawasan dan pelaksanaan butir-butir pakta integritas itu sendiri.17 Di sisi lain juga terdapat banyak institusi yang mengajukan permintaan kepada Transparency International Indonesia (TI-Indonesia) untuk difasilitasi melakukan penyusunan, penandatanganan, dan penerapan Pakta Integritas secara komprehensif tetapi belum dapat dipenuhi oleh karena jumlah staf (anggota) TI-
Indonesia yang menguasai alat (tools) Pakta Integritas ini sangat terbatas.18
Sejak Pakta Integritas digulirkan di Kabupaten Solok 10 November 2003 banyak kendala dan hambatan yang menghadang keberhasilan Pakta Integritas di Indonesia. Sehingga masih banyak agenda yang belum dapat dicapai sesuai target awal yang ditetapkan. Menurut laporan Transparency International Indonesia
tahun 2009.19 Keberhasilan Pakta Integritas di Solok secara kualitatif sangat minim, yaitu dilihat dari capaian atas prinsip-prinsip yang ada. Dari sembilan prinsip Pakta Integritas yang harus dipenuhi, baru prinsip pertama saja mengenai
‘komitmen anti-korupsi dari pemerintah’ yang capaiannya sudah baik. Sementara
16
Wawancara dengan Jonni Uyun, Staff Transparency International sekaligus PO Pakta Integritas di banyak Kabupaten-Kota di Indonesia 17 Transparency International Indonesia, “Modul: Strategi Mendorong Penerapan Pakta Integritas” 18 Wawancara dengan tim kerja Pakta Integritas TI-Indonesia Heni Yulianto pada 3 April 2012 19 Ibid.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
10
prinsip yang lainnya masih dalam kategori ‘cukup’ dan ‘buruk’ tingkat capaiannya.20 1.3.Pertanyaaan Permasalahan Berdasarkan rumusan permasalahan ada hal yang menarik untuk dikaji oleh penulis. Pakta Integritas sudah menjadi alat anti-korupsi global di mana banyak negara sudah memakainya dan mendapat pencapaian yang sangat positif untuk mencegah praktik korupsi. Setelah reformasi dan era otonomi daerah Indonesia mulai menggunakan alat ini dan Kabupaten Solok yang terpilih menjadi distrik pertama yang mengadopsi. Di tahun 2003 sampai 2005, yaitu pada masa Gamawan Fauzi menjabat sebagai Bupati, Pakta Integritas dinilai berjalan dengan baik tetapi setelah masa itu banyak pihak menilai Pakta Integritas tidak berjalan dengan baik lagi. Ada penurunan semangat untuk menjalankan Pakta Integritas seutuhnya di tahun-tahun berikutnya. Ditambah lagi kenyataan bahwa Bupati Solok pada tahun 2005-2010, Gusmal Rajalelo, beserta Sekretaris Daerahnya, Emil Diola, menjadi tahanan pidana Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Lembaga Permasyarakatan Padang sejak 2010 terkait dengan korupsi pengalihan tanah
Erfpacht21. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menggali lebih dalam apa saja yang sebenarnya membuat pakta integritas tidak berjalan dengan baik di Solok. Dalam hal ini penulis menyebut kata kegagalan karena prinsip dari Pakta Integritas ini adalah pencegahan, ketika ada praktik korupsi di Kabupaten Solok apalagi yang mengenai aktor pelaku penandatanganan Pakta Integritas, dapat dinyatakan bahwa alat pencegahan ini gagal dalam mencegah korupsi. Akan tetapi kegagalan di sini juga berarti bahwa konsep Pakta Integritas di awal tidak lagi dijalankan secara seutuhnya.22 Untuk itu penulis mempertanyakan: Mengapa program anti-korupsi global “Pakta Integritas” gagal di Kabupaten Solok
periode 2003-2012. Pemilihan periode didasarkan pada awal mula pelaksanaan
20
Transparency International Indonesia, 4 Tahun Merajut Integritas: Jalan Panjang Menuju Reformasi Sistem Pengadaan di Solok, (Jakarta: Transparency International Indonesia, 2009), hlm. 98 21 Tanah negara zaman Belanda yang sudah diusahakan oleh rakyat selama 25 tahun bisa mendapat sertifikat hak milik tanah tersebut. 22 Wawancara dengan Staf Transparency International Indonesia pada 7 Juni 2012.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
11
Pakta Integritas sampai dengan pertengahan Juni 2012, yaitu masa di mana penulis terakhir mengamati langsung pelaksanaan pakta integritas di Kabupaten Solok.
1.4.Tinjauan Pustaka Gerakan Anti-Korupsi adalah gerakan virtue transnasional
Steven Sampson dalam tulisannya “Integrity Warriors: Global Morality and the Anticorruption Movement in the Balkans”23 mengumpamakan terjadinya diversifikasi secara luas akan implementasi moral etik, yaitu melakukan hal
yang
benar,
di
bawah
payung
terminologi
‘global
governance’,
‘accountability’, ‘transparency’, atau yang disebut sebagai ethical globalization. Salah satu gerakan yang mengarah kepada governance, akuntabilitas, dan transparansi adalah pemberantasan korupsi. Perjuangan pemberantasan korupsi ini sekarang transnasional jika dilihat dari: 1) Gerakan ini berkembang pesat di manamana, dari keuangan kementerian Belgia sampai kantor bantuan di Kenya, serta ke Kolombia; 2) Gerakan pemberantasan korupsi dijadikan sebagai objek (prasyarat) dari koordinasi global. Melihat kedua unsur yang dimiliki oleh gerakan pemberantasan korupsi ini sedemikian penting, maka banyak negara yang memiliki unit anti-korupsi yang dilengkapi dengan action plan dan kampanye yang sistematis.
Aktivitas anti-korupsi diyakini Sampson sebagai bagian dari trend global ethics dan justifikasi moral dalam hubungan antar manusia. Hal ini dibuktikan bahwa anti-korupsi dan aktivitasnya mampu berkaitan dan signifikan dalam proses pembangunan, etik korporat dan bisnis, program-program HAM, komisi rekonsiliasi, bahkan yang juga berkaitan dengan integritas nasional.
Orang-orang yang berjuang memberantas korupsi disebut sebagai integrity warriors sebagaimana Transparency International juga menyebut diri para anggotanya demikian. Apa yang diperjuangkan dari perlawanan terhadap
korupsi ini sebenarnya? Komunitas ini memperjuangkan standar-standar yang 23
Steven Sampson, “Integrity Warriors: Global Morality and the Anticorruption Movement in the Balkans”dalam Understanding Corruption yang diedit oleh Chris Shore dan Dieter Haller, (Routledge Press, 2004)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
12
telah hilang akan moral dan tanggungjawab pemangku kebijakan dan pihak yang terkait. Komunitas anti-korupsi ini mewakili konsep global civil society yang berarti ada power yang menggeraknya banyak orang dari berbagai kelas sosial tanpa mempedulikan batas-batas negara memperjuangkan tujuan yang sama. Mobilisasi ini menghasilkan reaksi yang spesifik di sebuah tempat yang spesifik, dan bahkan di dalam forum yang bersifat transnasional dapat terjadi. Oleh karena itu, gerakan anti-korupsi tidak kalah booming dengan gerakan perempuan, gerakan lingkungan, dan gerakan perlindungan anak.
Sampson meyakini bahwa korupsi memang praktek sosial yang kompleks yang berasal spesifik dari lokal, maka banyak orang memiliki persepsi korupsi sebagai hal yang endemik, retorik, dan susah untuk diberantas, tetapi bukan tidak mungkin. Melihat perjalanan gerakan anti-korupsi sebenarnya dari tahun 1970 Mexico dan China telah mengadopsi kampanye anti-korupsi dan kantor-kantor gerakan anti-korupsi, bahkan Amerika Serikat pun mengambil kebijakan anti-korupsi yang ketat pada perdagangan luar negeri di tahun 1977. Namun baru berjalan efektif di tahun 1990-an, ketika korupsi menjadi isu penting. Dalam
waktu
decade
berikutnya
praktek
anti-korupsi
berdifusi
secara
transnasional dan terorganisir secara global. Sampson menyebutkan dengan singkat bahwa tidak perlu menyebutkan satu-satu secara rinci, kita sudah dapat melihat bermunculan anti-korupsi dunia dengan para aktor, korban, dan penjahat dipublikasikan.
Namun, dilema yang kemudian dihadapi oleh gerakan anti korupsi ini sebenarnya adalah apakah gerakan ini semata-mata implementasi dari ethical globalization, keharusan berbuat kebenaran (morally), atau demi menaikkan sistem rasional (rationally), yaitu pemberantasan korupsi akan membuat pasar lebih efisien, administrasi negara efektif, dan sumber pembangunan mudah dijangkau? Inilah yang disebut oleh Sampson sebagai globalisasi dari gerakan anti-korupsi, yaitu ketika gerakan anti-korupsi dijadikan sebuah objektif dan sebuah taktik demi bermacam-macam tujuan. Tujuan dari gerakan anti-korupsi yang telah terglobalisasi menjadi terdiversifikasi maknanya, 1) globalisasi
membuat gerakan anti-korupsi memperjuangkan moral dan ideologi yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
13
terdifusi; 2) globalisasi menjadikan gerakan anti-korupsi sebagai alat untuk mendapatkan tujuan strategi pribadi dari sekelompok orang.
Disebutkan pula oleh Kleber B. Ghimire melalui tulisannya berjudul “The
Contemporary
Global
Social
Movements:
Emergent
Proposals,
Connectivity, and Development Implication”24 yang meyakini bahwa gerakan sosial yang menyangkut pelepasan utang, anti-korupsi, perdagangan, pajak, sebenarnya serupa dalam hal struktur organisasi, area operasional, dan perbedaan dan persamaan tujuan. Demikian pula dikusi yang menyoroti dimensi transnasional dari pergerakan ini pun semakin meningkat dengan bertambahnya pengaruh dari public, media, dan partai politik. Yang terutama dari ide Ghimire dalam gerakan sosial ini adalah jika gerakan sosial ini dapat diukur dalam hal kapasitasnya menjadi sebuah force symbolic yang menantang relasi kuasa yang ada pada saat itu, barulah gerakan tersebut dapat dikatakan berhasil. Dalam hal ini gerakan sosial yang dominan di masa globalisasi adalah penentangan globalisasi itu sendiri, atau yang dikenal dengan gerakan anti-globalisasi. Apa unsur dari globalisasi yang ditentang? Adalah kapitalisme di dalamnya yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat, malah justru membuat masyarakat menjadi termarjinalkan. Gerakan anti-globalisasi ini diusung oleh kelompok-kelompok NGO yang mengoposisikan kelompoknya dengan pemerintah, parlemen, dan partai politik. Bahkan gerakan ini telah terdifusi di penjuru dunia dengan dibentuknya World Social Forum yang secara periodical bertemu untuk membahas capaian-capaian gerakan anti-globalisasi di setiap Negara.
Yang mau penulis lihat dari tulisan Ghimire di sini ialah bahwa gerakangerakan kontra-status quo dari femonena sosial, baik anti-globalisasi maupun antikorupsi memiliki persamaan dalam perjuangan melawan kontestasi sosial: 1) harus memiliki power yang diraih dalam proses difusi ide, mobilisasi, institusionalisasi, dan struktur organisasi yang jelas sehingga modal utama melawan status quo capitalism atau corruptive spheres dapat berlangsung apple to apple; 2) Hasil yang negatif tidak menjadi jaminan bahwa perjuangan melawan
status quo gagal. Ketika ide melawan status quo dikontestasikan dengan sebuah 24
Kleber B. Ghimire, Contemporary Global Social Movements, Civil Society and Social Movements Programme Paper Number 19, August 2005.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
14
gerakan yang berhasil memobilisasi dan mendifusi masyarakat menjadi global civil society saja kita dapat mengatakan berhasil, karena sesungguhnya kontestasi sosial melawan status quo tidak serta merta kelihatan hasilnya.
New Social Movement New Social Movement (NSM) banyak digunakan untuk menjelaskan pergerakan sosial kontemporer terkait isu lingungan, perdamaian, feminis, etnis, kelompok minoritas, dan kelompok anti-rasis. Gerakan ini dianggap lebih pas untuk didefinisikan sebagai gerakan yang berorientasi identitas dan politik kultural daripada negara dan politik kelas. NSM secara luas lebih dikenal sebagai gerakan anti-birokrat yang menjadikannya berbasis di dalam civil society.25 Isu-isu baru yang dibawa oleh NSM ini adalah isu-isu yang banyak dibawa
oleh orang-orang yang masuk di dalam kelas-menengah dan profesional yaitu. Perekrutan orang-orang di dalam organisasi NSM juga merupakan partisipasi dari orang-orang yang ’melek’ dengan isu-isu lingkungan, pergerakan perempuan, hak asasi manusia, dll. Dijelaskan oleh Fred Rose dalam menginterpretasi siapa-siapa saja orang yang berpartisipasi dalam NSM berdasarkan pekerjaan (occupation), pendidikan (education), dan pendapatan (income) adalah orang-orang yang masuk
dalam kelas menengah ke atas.26 Misalnya saja dalam pergerakan lingkungan anggota NGO Greepeace memiliki rata-rata pendapatan USD50 ribu per tahun dan 60% dari mereka semua mengenyam pendidikan tinggi.27 Hal ini membawa implikasi kepada NSM bahwa gerakan sosial yang dbawa oleh NSM adalah gerakan yang mengandung banyak kepentingan kelas menengah, ini sejalan dengan teori kelas yang menunjukkan bahwa kelas menegah memang sangat responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.28 Orang-orang yang masuk di dalam kategori kelas menengah
baru adalah para menejer dan profesional yang mengerti tentang keahlian
25
Lorna Weir, “Limitations of New Social Movement Analysis”, diakses dari https://jps.library.utoronto.ca/index.php/spe/article/download/.../8776 pada 5 Juli 2012 pukul 11.15 WIB 26 Fred Rose, “Toward a Class-Cultural Theory of Social Movements: Reinterpreting New Social Movements”, hal 464 diakses dari www.jstor.org/stable/685057 pada 4 Juli 2012 pukul 23.37 27 Ibid. 28 Ibid, hal 465
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
15
organisasional dan pengetahuan di sektor negara, korporasi, dan non-profit. Dari hal ekslusifitas NSM ini penulis melihat kelemahan-kelemahan dari perjuangan kelas menengah untuk dapat memenangkan kontestasi nilai-nilai tertentu dari isuisu baru yang diperjuangkan.
1.5.Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang dipakai oleh penulis di sini ada beberapa, yang pertama adalah korupsi, rezim anti-korupsi global, global civil society
Definisi korupsi Transparency International mendefiniskan korupsi sebagai suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang bertujuan menghasilkan keuntungan pribadi. Pengertian “keuntungan pribadi” ini harus ditafsirkan secara luas, termasuk juga di dalamnya keuntungan pribadi yang diberikan oleh para pelaku ekonomi kepada kerabat dan keluarganya, partai politik atau dalam beberapa kasus ditemukan bahwa keuntungan tersebut disalurkan ke organisasi independen atau institusi amal dimana pelaku politik tersebut memiliki peran serta, baik dari sisi keuangan
atau sosial.29 Definisi tersebut merupakan definisi korupsi yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini. Saat ini jarang sekali ditemukan penjelasan terperinci dalam hukum kriminal tentang definisi korupsi secara global. Umumnya, hukum kriminal masih mencampur tindak kejahatan korupsi dengan tindak kejahatan lainnya, yang kemudian disebut sebagai tindak pidana korupsi; misalnya penyuapan, baik pemberi maupun penerima, oleh para pejabat pemerintah baik lokal maupun asing dan perusahaan-perusahaan pribadi, pemberian uang pelicin, penipuan data dalam tender, penggelapan, pencurian, tender arisan (kolusi antar sesama tender), suap di lembaga legislatif, dan lain-lain. Biasanya bentuk dan hukuman atas pelanggaran terhadap hukum kriminal masing-masing negara berbeda meski pada intinya perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Korupsi politik seringkali diasumsikan hanya terkait dalam proses
29
Transparency International, Buku Panduan: Mencegah Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik terjemahan dari Handbook –Curbing Corruption in Public Procurement , hlm. 3
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
16
pemilihan umum, dana kampanye, atau politik uang untuk membeli suara, baik kepada rakyat dalam Pemilu atau anggota legislatif untuk memuluskan agenda tertentu yang menjadi wewenang legislatif (seperti kasus amplop di DPR). Nyatanya korupsi politik juga sering dilakukan oleh politisi yang memanfaatkan posisinya untuk bertindak sebagai ‘pelobi’ atau ‘pemeras’. Selain itu, banyak politisi senior yang melakukan korupsi politik melalui gerakan yang disebut sebagai “revolving –door”. Gerakan ini merupakan jalan singkat seorang politisi untuk menguasai atau menekan perusahaan-perusahaan negara atau swasta, agar
berada di bawah kekuasaannya atau kelompok pendukungnya.30 Korupsi adalah tindak kejahatan yang diatur. Hal tersebut berdasar pada kenyataan bahwa pemberi dan penerima suap adalah penjahat, maka diperkirakan kedua belah pihak akan berupaya untuk menutupi kejahatan mereka. Pengawasan yang ketat oleh pihak penguasa adalah upaya yang harus dilakukan untuk mengungkap praktik-praktik korupsi dan memberi hukuman atas perbuatan tersebut.31 Pakta Integritas yang akan dibahas nanti secara lebih lanjut di Bab II
adalah alat pencegahan korupsi yang berfokus pada sektor pengadaan barang dan jasa. Di dalam skripsi ini Pakta Integritas, ide awal yang diadopsi dari Transparency International dikembangkan oleh national chapter Indonesia di Kabupaten Solok menjadi alat pencegahan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa dan juga sebagai komitmen kerja antara atasan dan bawahan di dalam Pemerintah Kabupaten Solok.
Rezim Anti-Korupsi Internasional Rezim oleh Stephen Krasner didefinisikan sebagai sekumpulan asas, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan di mana harapan-harapan atas suatu isu dari setiap aktor bertemu.32 Sedangkan menurut Robert Keohane dan Joseph Nye,
rezim
dipahami
sebagai
ketetapan-ketetapan
pemerintahan
(governing arrangement) yang mempengaruhi relasi kesalingbergantungan, atau
30
Ibid Ibid. hal. 4 32 Stephen D. Krasner, “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables”, International Organization 36, Spring 1982, hlm. 185. 31
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
17
yang secara khusus dipahami sebagai jaringan aturan-aturan, norma, dan prosedur yang mengatur perilaku dan membatasi pengaruh-pengaruhnya dalam suatu isu.
Dalam sistem politik internasional yang anarkis, rezim berfungsi untuk memberikan
suatu
‘order’,
sebuah
keteraturan
meskipun
kondisi
yang
berlangsung adalah anarki. Sejauh manakah suatu keteraturan tersebut dapat dikatakan efektif untuk mengatur? Setidaknya terdapat dua ide yang menyatakan tentang hal ini: pertama, suatu rezim dikatakan efektif jika sampai titik tertentu anggota-anggota di dalamnya terikat kepada aturan-aturan/norma yang ada; atau kedua, suatu rezim dikatakan efektif jika sampai titik tertentu ia telah berhasil
mencapai atau memenuhi tujuan-tujuan tertentu.33 Perubahan iklim geopolitik, pertumbuhan perdagangan internasional oleh globalisasi, pasrtisipasi masyarakat sosial, dan dorongan moral dari Amerika Serikat untuk mempopulerkan “fight against corruption” memunculkan gerakan sosial global anti-korupsi di tahun 1990an. Pergerakan sosial secara internasional ditambah dengan inisiatif global dan lokal memicu terbentuknya sebuah turunan, yaitu tekanan untuk meningkatkan kesadaran akan korupsi dibarengi dengan promosi fasilitasi transfer pengetahuan akan format institusi dan gerakan antikorupsi. Target dari aksi gerakan sosial global ini adalah negara, organisasi, dan juga warga negara untuk bersama-sama melihat dan menyingkap efek negatif dari korupsi,
yaitu
menghambat
pembangunan.
Inisiatif-inisiatif
yang
sering
dipopulerkan oleh gerakan sosial global anti-korupsi ialah Right to Information (RTI). Bank Dunia dan NGO Transparency International telah mendorong negaranegara untuk melegislasi inisiatif Freedom of Information ini yang bertujuan
untuk meningkatkan transparansi dan mempromosikan efisiensi pemerintah.34 Maksudnya ialah bahwa ketika informasi menjadi sumber kekuasaan maka freedom of information ini dapat menanggulangi korupsi demi pembangunan, yaitu dengan berperan sebagai alat keseimbangan untuk meng-empower masyarakat untuk mengetahui kinerja pemerintah dan mengontrol pemerintah untuk tidak menyalahgunakan kuasanya. Anti-korupsi sekarang bukan lagi sebatas wacana tetapi telah menjadi sebuah
33 34
“Introduction: Three Perspective on International Regime”, Sophie, Op Cit.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
18
rezim global. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan rezim anti-korupsi itu sendiri yang meluas, dapat dilihat dengan berbagai program dan konvensi yang sudah diadopsi oleh banyak negara; 1) UNCAC (United Nations Convention on Anti Corruption), 2) Global Programme Against Corruption, 3) Donor Coordination on Corruption, 4) WTO Government Procurement Agreement/ GPA dan WTO Customs Valuation Agreement, dll.
Global Civil Society Globalisasi secara signifikan menurut Scholte35 telah melemahkan negara. Kedaulatan negara menjadi kabur sehingga membuat kapasitas negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional dan sebagai kekuatan domestik untuk menyejahterakan rakyatnya menjadi semakin dipertanyakan. Hal ini terjadi karena kenyataan bahwa negara dalam politik domestik dan internasional lebih banyak mewakili dan memperjuangkan kepentingan pemegang kekuasaan daripada kepentingan seluruh warga negara yang ada di dalam wilayah suatu negara. Ketika negara tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan warga negaranya secara responsif, muncullah aktor baru yang dianggap notabene ‘menyaingi’ negara. Aktor yang hadir menampilkan identitas baru dalam hubungan internasional kontemporer ialah non-governmental organization (NGO). Mereka ini saling berhubungan sekaligus terspesifikasi di dalam kelompok-kelompok tertentu. Yang sangat membuat kelompok ini berbengaruh dalam hubungan internasional adalah mereka juga telah membangun jaringan dan tautan antara individu-individu lintas
negara di dunia.36 Meskipun dalam studi hubungan internasional yang terdahulu sangat sulit mengakui keberadaan NGO sebagai sebuah entitas yang berpengaruh nyatanya sekarang ini
banyak
organisasi-organisasi
non-pemerintah
yang
memiliki keanggotaan, anggaran, dan power yang besar untuk mempengaruhi dan
membentuk kebijakan pemerintah.37
35
Jan Aart Scholte, “The Globalization of World Politics”, dalam John Baylis dan Steve Smith (eds.). The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. (Oxford: Oxford University Press, 2001), hal. 13 – 32. 36
Martin Griffiths dan Terry O’Callaghan, “International Relations: The Key Concepts”, (London: Routledge, 2002) hlm. 214 37 Ibid, hlm. 214
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
19
Selain
bukti-bukti
bahwa
organisasi
non-pemerintah
pun
dapat
mempengaruhi kebijakan ada juga perdebatan mengenai kriteria-kriteria sebuah organisasi dapat disebut sebagai sebuah organisasi non-pemerintah. Karakteristik yang dimiliki oleh organisasi non-pemerintah ini antara lain: (1) memiliki tingkat publicness yang rendah; (2) memiliki tingkat delegasi yang lemah; (3) serta memiliki level inclusiveness yang tinggi. Keanggotaan dari organisasi-organisasi non-pemerintah ini terdiri dari individu-individu yang tidak terkait oleh politik ataupun kelompok tertentu, dan tingkat publicness dikatakan rendah karena tidak ada institusi formal ataupun negara dan perusahaan multinasional sebagai anggotanya. Sifat dari organisasi non-pemerintah ini hampir homogen, karena anggotanya memiliki tujuan yang sama. NGO tidak bertindak sebagai pengganti pemerintah yang dapat merumuskan suatu kebijakan dalam suatu negara. Namun, NGO
dapat
melakukan
lobby,
advokasi,
maupun
networking
dalam
memperjuangkan isu-isu mereka. Karena itulah, NGO memberikan pengaruh besar dalam pembuatan kebijakan oleh pemerintah, dan bahkan dapat memunculkan pergerakan sosial di seluruh dunia. Meskipun organisasi nonpemerintah ini memiliki karakter yang independen dan berotonomi penuh, dalam kenyataannya banyak pula organisasi non-pemerintah yang bekerjasama dengan organisasi pemerintah internasional (Inter-Governmental Organization) yaitu organisasi yang dibentuk oleh pemerintah atas dasar kepentingan negara misalnya
saja PBB.38 Oleh karena itulah NGO memberikan pengaruh besar dalam pembuatan kebijakan oleh pemerintah, dan bahkan dapat memunculkan pergerakan sosial di seluruh dunia. Dari ketiga aspek tersebut, maka NGO termasuk ke dalam pemerintahan global, yang tergolong dalam direct global transnationalism, yaitu di mana setiap individu dalam masyarakat berhak memperjuangkan haknya sendiri baik lokal maupun global. Setelah mengetahui bahwa peran dari organisasi non-pemerintah yang signifikan di dalam lanskap internasional, tatanan baru di dalamnya membuat para
ahli menyebutkan bahwa global civil society is emerging.39 Global civil society
38 39
Ibid, hlm. 215 Ibid, hlm. 122
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
20
itu sendiri adalah kondisi di mana warga negara-warga negara dan kelompokkelompok dapat terjun ke dalam aktivitas politik secara independen dari negara. Secara singkat ialah, global civil society terdiri dari berbagai macam organisasi non pemerintah (NGO) yang cukup kuat untuk melakukan counterbalance kepada negara, tetapi tidak dengan cara-cara kudeta.40 Hal yang positif dari sebuah kondisi ini ialah civil society dapat mengurangi
yang koersif dari negara dan
membantu negara untuk dapat merespon kebutuhan warga negara dengan lebih cepat. Dinamika di dalam pembentukan civil society menjadi tolok ukur penting di
dalam proses demokratisasi dan pencegahan pemerintahan yang bersifat tirani.
Di dalam tahap bahwa individu-individu ini (keanggotaan NGO tidak dibatasi oleh jumlah orang di dalamnya, individu yang memiliki resources yang cukup pun bisa) dapat berinteraksi dalam level internasional, sehingga menjadi lebih kosmopolitan dan tidak lagi bergantung kepada kedaulatan negara. Hal ini terjadi karena orang-orang yang bergabung di dalam global civil society bukan hanya individu biasa, banyak di antaranya pejabat tinggi dan pakar-pakar ilmu pengetahuan.
Pertumbuhan jumlah organisasi non-pemerintah ini dipertegas juga dengan kenaikan signifikansi dari ‘people power’ dalam hubungan internasional. People power dapat berlangsung ketika pemerintah (negara) gagal dalam memberikan respon yang cepat untuk masalah sosial, politik, lingkungan, serta kebutuhan akan
kesehatan setiap individu di dalamnya.41 Sekarang telah hadir beribu-ribu organisasi non-pemerintah, jaringan politik, kelompok satu isu, asosiasi sukarela, dan pergerakan sosial yang berdiri kuat di luar dari kekuasaan negara. Sekali lagi akan dijelaskan mengapa kelompok-kelompok ini begitu signifikan42; 1. Mereka membentuk komunitas politik dan mempertahankan rasa solidaritas di antara mereka.
40
Ibid, hlm. 123
41
Ibid,hlm. 122 Ibid,hlm. 122-123
42
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
21
2. Banyak di antaranya dibentuk dalam skala global dan mereka tidak mempersoalkan batas negara sebagai hambatan di dalam aktivitas politiknya.
3. Mereka tidak memiliki perspektif tunggal bahwa hanya negara yang memiliki otoritas legal di dalam arena internasional.
4. Mereka sangat peka dengan isu-isu politik dan masalah-masalah sosial lintas negara.
Mereka sangat mempromosikan kode etik kosmopolitan yang diharapkan dapat juga menjadi sudut pandang pemerintah dalam melihat sebuah isu.
1.6.Metodologi Metode penelitian yang dipilih oleh penulis adalah metode kualitatif. Penulis menggunakan metode kualitatif dalam skripsi ini karena Neuman mengatakan bahwa penelitian kualitatif cenderung lebih terbuka
untuk
menggunakan variasi bukti dan pengungkapan isu-isu baru.43 Untuk itulah penulis memilih metode kualitatif dalam penelitian mengingat pembahasan mengenai anti-corruption movement yang dapat dikatakan masih terbatas dan tergolong sebuah isu baru di dalam kajian ilmu Hubungan Internasional. Menurut Neuman juga beberapa aspek informasi yang tidak dapat didokumentasi, maka penggunaan sumber lisan melalui wawancara sangat diperlukan. Melalui wawancara inilah yang paling tepat dan berguna karena peneliti akan memperoleh data yang lebih konkret dan dapat memberikan keuntungan tambahan yang tidak bisa didapat dengan sekadar membaca.44
Penulis melakukan riset lapangan langsung ke Kabupaten Solok pada tanggal 11-18 Juni 2012 dengan tujuan mendapatkan gambaran langsung kondisi lokal Kabupaten Solok sekaligus menyerap informasi paling aktual akan
pengimplementasian Pakta Integritas. Dengan menggunakan pedoman wawancara
43
W. Lawrence Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (Allyn & Bacon : Boston, 2003),hlm.33. 44 Ibid
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
22
dan kuesioner45 penulis berupaya untuk menjelaskan secara konstruktif kegagalan program Pakta Integritas di Kabupaten Solok.
Pedoman wawancara terbagi menjadi 3 jenis; yaitu pedoman wawancara untuk pemerintah, pedoman wawancara untuk civil society, dan pedoman wawancara untuk pelaku usaha (atau pihak swasta). Ada pun informan yang penulis dapatkan di dalam riset lapangan sangat beragam, diantaranya;
1. Ani Soetjipto (Board Of Transparency International)
2. Heni Yulianto (Project Officer Transparency International Pakta Integritas Kabupaten Solok)
3. Jonni Oeyoen (Project Officer Transparency International Pakta Integritas Bukit Tinggi)
4. Ilyasmadi (Ketua APPI – Aliansi Pendorong Pakta Integritas)
5. Desra Ediwan (Wakil Bupati Solok periode 2005-2010 dan 2010-2015)
6. H. Safrizal (Ketua KADIN Kabupaten Solok)
7. R. Ampang Limo Basa dan Zaldi Novra (Wartawan)
8. Benny dan Fauzi (Polisi Kabupaten Solok)
9. Basir, Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Solok
10. Syamsu Rahim (Bupati Kabupaten Solok periode 2010-2015)
11. Amelia (Sekretaris Inspektorat)
12. Andy (Bidang Organisasi Pemkab Solok)
13. Masber (Ketua Gapeknas – Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Kabupaten Solok)
14. Pince (Anggota Gapensi – Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia Kabupaten Solok)
15. Darmawel (Pemerintahan Umum Kab. Solok)
16. Zulfi dan Nazar (Bidang Hukum Kantor Bupati Solok)
17. Gusmal Datuk Rajalelo (Mantan Bupati Kabupaten Solok periode 2005-2010)
18. Elyunus Asmara (Ketua LAPAU, Aktivis, Notaris Kab. Solok)
19. Buspadewar Datuk Kayo Bagindo Kayo (Tokoh Adat, Mantan Anggota DPRD Orde Baru)
45
Lihat lampiran pedoman wawancara dan kuesioner.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
23
Dalam melangsungkan penelitian tersebut, terdapat sejumlah kendala di lapangan. Kendala yang pertama terkait dengan kesulitan dari narasumber untuk memberikan penjelasan secara eksplisit, yaitu ketika penulis berusaha meminta keterangan tentang praktik-praktik penyimpangan kepada pengusaha dan pemerintah. Mereka cenderung untuk menutupi atau pun mengalihkan jawaban dengan hal-hal lain. Dengan memberikan sedikit pengertian bahwa ini penelitian murni dan hasil wawancara adalah rahasia barulah informan tersebut mau menjawab meskipun ada beberapa hal implisit yang penulis interpretasikan sendiri, misalnya karena penulis didampingi orang lain yang narasumber kenal dekat informan menjadi tidak terbuka. Kendala yang kedua terkait dengan kesulitan data dokumentasi pakta integritas di Kabupaten Solok karena aparatur tidak menyimpan materi maupun buku-buku dokumentasi dari tahun 2003. Kendala yang ketiga terkait dengan kesulitan penulis untuk memindahkan data di lapangan ke dalam bentuk pernyataan tertulis/transkripsi yang dikarenakan sempitnya proses penelitian. Akan sangat bermanfaat dan efisien waktu jika yang mengerjakan transkripsi adalah orang lain, tetapi mendengarkan kembali rekaman wawancara tidak dapat diwakilkan karena transfer emosi dan jawaban implisit akan didapat dari mendengarkan langsung.
Analisa Data Analisa data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini secara garis besar meliputi tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan konseptualisasi.46 Dalam konteks penelitian ini, langkah analisa kualitatif akan diterapkan sebagai berikut : (i)
Pereduksian data. Pada tahap ini sekumpulan informasi yang didapat
akan
direduksi
ke
dalam
sebuah
pola,
kategori,
ataupun
tema,
dan
diinterpretasikan dengan menggunakan skema tertentu.47 Penulis mereduksi data yang ditemukan di lapangan menjadi kategori-kategori tertentu. Pengorganisasian
data ke dalam kategori-kategori ini didasarkan pada tema, konsep, atau kemiripan
46
Ibid., hlm.246 John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, (SAGE Publications, Inc : California, 1994), hlm.154
47
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
24
sifat.48 Kategorisasi dalam tahap ini masih terus berubah seiring dengan langkah penulis untuk memastikan bahwa telah tepat memasukkan data-data tersebut sesuai kategorisasi yang terkait. (ii)
Penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.49 Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.50 Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis melakukan penyajian data secara deskriptif analitik, yaitu melakukan pengujian terhadap perangkat kategori yang didapat untuk mencari : (1) hubungan antara kategori-kategori yang muncul dari data, ataupun (2) perbandingan antar kategori data. (iii)
Konseptualisasi. Berdasarkan penafsiran data yang dilakukan pada tahap
sebelumnya, maka penulis mengkonsepsikan dari penelitian yang telah dilakukan. Konseptualisasi ini diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang telah diajukan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, hipotesis atau teori.51 Perlu diketahui bahwa proses kategorisasi yang dilakukan terus mengalami pengecekan dan perubahan tema seiring dengan bertambahnya terus data yang didapat. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi peneliti dalam memilih metode kualitatif karena sulit untuk akhirnya memutuskan pada waktu apa proses pengumpulan data harus dihentikan. Tanpa perencanaan waktu penelitian yang matang dan keyakinan dalam proses analisa data (seperti dalam menentukan kategori dan melakukan interpretasi) penulis bisa saja terperangkap di dalam proses penelitian yang terlalu panjang dan melebihi batas waktu yang ada. Jika
terjadi hambatan di dalam proses pengkategorian, maka hasil analisa menjadi
48
Neuman, op.cit., hlm 420-421 Sugiyono, op.cit.,Hlm.249 50 Ibid., 51 Ibid., hlm.253 49
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
25
tidak pasti dan berubah seiring dengan terus dilakukannya proses pengumpulan data baru.
Berbeda dengan analisa kuantitatif, teknik analisa kualitatif berjalan secara bersamaan dengan proses pengkoleksian data, interpretasi data, dan penulisan laporan secara naratif. Hal ini memberikan tantangan tersendiri dalam proses penelitian. Namun demikian, hasil dari penelitian kualitatif mampu memberikan harapan bahwa hasil akhirnya adalah sebuah penelitian yang mendalam dan menyeluruh. Peneliti pun akan lebih merasa bebas atau fleksibel dalam melihat dan menarik temuan-temuan baru seiring jalannya penelitian. Dalam kasus penelitan ini, pemaparan yang jelas dan rinci dibutuhkan untuk dapat melihat dan meyakinkan pembaca mengenai apa saja yang membuat pakta integritas gagal di Kabupaten Solok.
1.7.Rencana Pembabakan Skripsi Penulis akan membagi penelitian ini menjadi empat bab dengan rincian sebagai berikut: 1. Bab I merupakan bagian pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan signifikansi penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka
pemikiran,
metode penelitian,
dan
sistematika
penulisan. 2. Bab II merupakan penjelasan mengenai deskripsi Pakta Integritas yang menjadi program global anti-korupsi dan dinamika pelaksanaan Pakta Integritas di berbagai negara. Penjelasan Pakta Integritas di dalam Bab ini akan mencakup sejarah awal pembentukan, tujuan dan misi program, dan pencapaian atau perubahan yang terjadi. Bab ini juga berisikan latar belakang bagaimana Pakta Integritas diadopsi pertama kali di Indonesia oleh Kabupaten Solok. 3. Bab III berisi temuan yang diperoleh oleh penulis untuk melihat dinamika pelaksanaan Pakta Integritas di Kabupaten Solok dan membuktikan secara
nyata kegagalan program anti-korupsi global Pakta Integritas ini.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
26
4. Bab IV berisi analisis hasil temuan yang penulis paparkan di Bab 3 untuk ditarik keterkaitan antar faktor penyebab kegagalan dan manifestasinya terhadap kegagalan rezim anti-korupsi global. 5. Bab V merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan atas analisis keseluruhan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis serta saran penulis terhadap permasalahan.
1.8.Tujuan dan Signifikansi Penelitian Penulisan skripsi ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk memahami fenomena program anti-korupsi global yang banyak berkembang di era globalisasi ini. Tujuan khususnya adalah untuk memahami fenomena program anti-korupsi yang tepat diterapkan di daerah-daerah di Indonesia. Signifikansi skripsi ini penulis bagi menjadi dua hal, yaitu signifikansi teoritis dan signifikansi praktis. Signifikansi teoritis dari skripsi ini ialah diharapkan dapat memberikan sumbangsih ide atau pemikiran dalam hubungan internasional akan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program antikorupsi global di negara-negara berkembang. signifikansi praktis dari skripsi ini adalah semoga mampu memberikan tambahan pemahaman kepada praktisi dan pemerhati anti-korupsi nasional dalam melihat fenomena anti-korupsi di
Indonesia.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
BAB II
PAKTA INTEGRITAS SEBAGAI REZIM ANTI-KORUPSI GLOBAL
Pakta integritas telah diterapkan atau sedang diujicobakan oleh banyak negara. Konsep perjanjian kontrak ini menarik perhatian banyak pemerintah, serta mendorong kerjasama secara lebih luas. Dalam bab ini penulis akan memaparkan konsep Pakta Integritas yang dikembangkan oleh Transparency International dan penerapannya di berbagai negara. Kemudian di bagian kedua penulis juga akan memaparkan Kabupaten Solok dan kondisi korupsi di daerah tersebut sampai akhirnya Pakta Integritas muncul sebagai program pencegahan korupsi di Kabupaten Solok.
2.1. Pakta Integritas: Filosofi, Konsep, Praktik Secara harfiah, Pakta Integritas atau Integrity Pact terdiri dari dua kata, pact dan integrity. Pact diartikan sebagai sebuah kesepakatan. Sedangkan integrity atau integritas dapat dipahami sebagai harkat atau martabat. Di dalamnya mencakup kejujuran atau moralitas yang mendorong prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Secara umum Pakta Integritas didefinisikan sebagai sebuah kesepakatan secara tertulis yang mengikat untuk tidak memberikan, menerima, suap, hadiah baik langsung maupun melalui perantara di antara seluruh pihak yang terkait, terutama yang terkait dalam pengadaan barang/ jasa publik, serta
berjanji untuk menjaga setiap proses itu secara transparan.52
Filosofi dasar PI adalah membuat transaksi bisnis di antara peserta lelang/ kontraktor menjadi lebih fair, tidak diskriminatif, transparan, dan akuntabel. Sedangkan, akses informasi yang terbuka seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengawasi seluruh proses pengadaan barang/ jasa publik, menjadi ide dasar lain yang melatarbelakangi lahirnya Pakta Integritas. Alat ini telah dijalankan di Italia, Kolumbia, Pakistan, Papua Nugini, dan Korea Selatan. Pakta integritas juga telah menjadi diskursus di berbagai negara dan organisasi internasional seperti; World Bank, ADB IFC, UNDP, dan Badan Arbitrase International Chamber of
Commerce. 52
Ibid Transparency International hal. 82
27
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
28
Risiko terjadinya korupsi terbesar adalah dalam pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah. Jumlah kebocoran anggaran negara dalam pengadaan ini bisa mencapai 30%.53 Pemerintah sendiri sudah berusaha menekan korupsi dan kebocoran anggaran dalam pengadaan barang dan jasa melalui banyak peraturan dan keputusan, tetapi dalam pelaksanaannya masih saja terjadi korupsi54. Ada banyak faktor yang menyebabkan masih terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan barang/ jasa proyek pemerintah. Antara lain; masih adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, adanya pejabat/ pegawai dan penyelenggara negara yang beraktifitas bisnis terkait jabatannya, adanya konflik kepentingan, adanya praktik pemerasan dan budaya premanisme, rendahnya keterlibatan masyarakat untuk melakukan pemantauan, kekeliruan pemahaman tentang jenis pekerjaan swakelola, lambatnya penyelesaian pengaduan dan penyelesaian masalah, kurangnya penghargaan dan lemahnya pemberian sanksi kepada pihak yang terkait, lemahnya pengawasan dalam pekerjaan dan lain-lain. Unsur-unsur utama konsep PI adalah55:
1. Sebuah janji (kontrak) antara lembaga pemerintah (panitia tender atau pengguna) dan perusahaan yang ikut serta dalam tender (peserta tender). 2. Sebuah tekad dasar dari pejabat publik (panitia tender, pengambil keputusan) untuk tidak meminta atau menerima suap, hadiah atau pembayaran tidak resmi apa pun, dan akan dikenakan sanksi jika melanggar. 3. Sebuah pernyataan dari peserta tender untuk tidak memberi dan menawarkan suap dalam bentuk apa pun yang bertujuan untuk memenangkan tender (kecuali facilitation payment – TI merekomendasinya untuk menghindari pembayaran ini); 4. Sebuah pernyataan dari peserta tender untuk mengungkapkan semua jenis pembayaran terkait pelaksanaan tender kepada publik (termasuk penyedia dan pihak perantara serta pihak yang berhubungan dengan pejabat publik atau panitia tender)
5. Komitmen penuh dari peserta tender tidak melakukan suap dan kewajiban 53
Diakses dari www.transparency.org/facts pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 13.05 Ibid 55 Transparency International, Op Cit hal. 84 54
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
29
mengungkap atau melaporkan bila ada praktik tersebut dan siap menerima sanksi bila melanggar. 6. Pernyataan tersebut dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk mewakili direksi dan tidak dapat diwakilkan kepada siapa pun. 7. Peserta tender disarankan untuk memiliki code of conduct perusahaan (yang menolak praktik suap atau perbuatan tidak etis lainnya) dan penerapan program kepatuhan dalam pelaksanaan code of conduct tersebut. 8. Pernyataan akan menerima sanksi bila ditemukan ada pelanggaran (sebagian atau keseluruhan). Pakta integritas menetapkan hak dan kewajiban seluruh pihak dalam pengadaan barang dan jasa tanpa mengurangi kualitas, penerapan dan penegakkan hukum pidana dan perdata yang berlaku di negara bersangkutan. Ini berarti bahwa penerapan konsep PI tidak merubah hukum yang sudah ada di masing-masing negara. Jika hukum setempat mengatur tentang beberapa aspek PI, maka PI dapat merujuk pada hukum tersebut. Penerapan PI dimaksudkan untuk mencapai dua tujuan utama56:
1. Memungkinakan perusahaan untuk menghindari suap dengan memperoleh jaminan bahwa; Peserta tender lainnya juga tidak melakukan praktik suap.
Lembaga pelaksana pengadaan barang dan jasa pemerintah disumpah untuk tidak melakukan korupsi, termasuk pemerasan oleh pejabat publik dan mengikuti prosedur yang transparan. 2. Membantu pemerintah mengurangi biaya tinggi dan dampak penyimpangan akibat praktik korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Sama seperti persyaratan tentang daftar hitam, pelanggaran terhadap PI juga didasari oleh bukti pelanggaran yang cukup berdasarkan fakta yang ada dan tidak meragukan seperti pengakuan bersalah, pernyataan saksi atau dokumen yang cenderung menunjukkan bahwa telah tejadi pelanggaran. Penilaian tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang menjatuhkan sanksi bekerjasama dengan
pengadilan atau jaksa penuntut umum melalui mekanisme penyelesaian konflik 56
Ibid.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
30
yang telah disetujui ketika penerapan Pakta Integritas dilakukan.
2.2. Pakta Integritas di Kolombia
Transparency International Kolombia telah menerapkan lebih dari 60 pakta integritas di berbagai sektor. Dalam hal ini, kita hanya akan membahas penerapannya di sektor telekomunikasi.
Sebuah Pakta Integritas diterapkan dalam proses tender Compartel sebuah proyek komunikasi wilayah pedesaan yang bertujuan untuk menyediakan pelayanan komunikasi bagi wilayah miskin dan terpencil.57 Compartel I, tender yang berlangsung pada 1999, dengan mengontrak operator telekomunikasi dan penyedia barang untuk 6500 titik akses telepon umum.
Pasar telekomunikasi Kolombia dibuka untuk investasi swasta pada tahun
1993, dan memungkinkan para investor asing untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan investor lokal. Telecom, perusahaan negara yang selama itu memonopoli jasa pelayanan telekomunikasi jarak jauh, namun dalam proyek Compartel, ditentukan untuk melakukan tender terbuka untuk membuka
persaingan usaha dan kesempatan investasi di wilayah pedesaan dan terpencil.
Tujuan Pakta Integritas yang tertulis di dalam website TI Kolombia adalah:
1. Meningkatkan transparansi
dalam
proses
tender pemerintah
dan
meningkatkan kredibilitas semua pihak
2. Menciptakan budaya kesukarelaan antara peserta tender, yang bertujuan untuk mendorong mereka menerapkan standar etika dan menghormati hukum di Kolombia. 3. Menyetujui persamaan aturan dan kesempatan bagi kontraktor dan lembaga publik.
57
Diakses dari www.transparenciacolombia.org.co pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 13.45
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
31
4. Memproduksi informasi mengenai peta resiko korupsi dan tahapantahapan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
5. Kementerian Komunikasi Kolombia mengundang TI Kolombia untuk menerapkan Pakta Integritas pada proyek Compartel ketika pedoman pengadaan (terms of reference) telah selesai untuk proses Compartel I. Sehingga proses tender tidak dimulai diskusi partisipatif untuk membuat pedoman pengadaan. Namun, TI dengan dukungan sejumlah ahli melakukan revisi dan memberi komentar terhadap pedoman tersebut sebagai
prasyarat
partisipasi
dalam
prosesnya;
1)
Diskusi
dan
penandatanganan Pakta Integrita secara sukarela. Pakta tersebut berisi pengumuman pemenang tender, kesepakatan batasan rahasia, tentang semua pembayaran yang diberikan pada semua pihak ketiga selama proses kontrak, 2) menandatangani pernyataan etika oleh semua pejabat dan penasehat dari Kementerian terlibat dalam proses pengadaan. Pernyataan ini termasuk mengatur larangan bagi pejabat publik untuk melakukan perbuatan yang dapat memicu terjadinya konflik kepentingan baik saat proses berlangsung maupun masa mendatang.
Dalam proses Pakta Integritas dengan kasus Compartel I, terdapat tiga aspek yang menonjol; 1) Adanya intervensi pihak ketiga (yaitu TI Kolombia) yang berperan sebagai fasilitator untuk memperkenalkan penerapan transparansi dalam proses pengadaan, termasuk tenaga ahli yang memberi masukan beberapa aspek penting lainnya, 2) Diskusi yang diselenggarakan TI untuk mempromosikan Pakta Integritas, baik proses dan konsekuensinya. Hal ini membuka kemungkinan bagi peserta diskusi mengungkapkan risiko korupsi dan melakukan upaya pencegahan dan pemberantasannya, 3) Peran TI Kolombia dalam memperkenalkan transparansi dalam proses klarifikasi persyaratan tender, dibuktikan dengan adanya permohonan dan dukungan untuk mempublikasikan hal tersebut.
Dari cerita TI Kolombia, penulis mengambil hal penting yaitu Pakta Integritas membuka jalan bagi persaingan tender yang sehat dan juga meminimalisir kebocoran dalam proses pelelangan tender.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
32
2.3. Pakta Integritas di Meksiko
Transparencia Mexicana, TI Meksiko, telah menerapkan lebih dari 45
Pakta Integritas dan memperkenalkan Social Witness sebagai sistem pemantauan. Kasus pembangkit listrik El Cajon dapat menjelaskan kerja sistem ini.58 Penerapan pakta integritas mencakup proses tender berbagai pekerjaan engineering pada pembangkit tenaga listrik berkekuatan 1.228 GWh, atau yang dikenal sebagao El Cajon. Proyek ini dikenal sebagai proyek infrastruktur terpenting di Meksiko pada dekade tersebut. Ini merupakan kali pertama pemerintahan federal, melalui the Federal Electricity Commission, menerima kehadiran pemantau independen yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil dalam proses tender sektor energi. Situasi ini memberi harapan baru pencegahan korupsi di Mexico, sehubungan dengan besarnya proyek dan reputasi sektor ini sebagai “lahan basah” korupsi.
Unsur penting dalam penerapan PI di Meksiko ini adalah:
1. Penerapan pemantau independen dari masyarakat sipil atau disebut social witness (testigo social) yang memiliki kompetensi secara teknis
2. Deklarasi integritas unilateral oleh peserta tende
3. Deklarasi integritas oleh pejabat publik
4. Pertemuan antara TI Meksiko dengan setiap peserta tender
5. Pemantauan proses evaluasi penawaran
6. Laporan akhir yang disusun oleh social witness.
Social witness diwakili oleh Transparencia Mexicana, bertindak sebagai juru bicara dan memantau seluruh tahapan prose pengadaan barang dan jasa. Peserta tender diharuskan menyerahkan Deklarasi Unilateral, yang ditandatangani oleh
direksi perusahaan kepada Transparencia Mexicana sebagai persyaratan mengikuti
58
Dinarasikan dari ringkasan laporan http://info.worldbank.org/etools/antic/detailR.asp?ID=57
Bank
Dunia,
diakses
dari
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
33
tender. Deklarasi juga diserahkan oleh pejabat publik atau panitian tender dan seluruh pejabat pemerintah yang terlibat dalam proses tender.
Dari pengalaman Transparency International Meksiko, penulis melihat social witness memiliki peran penting dalam kesuksesan pakta integritas bahkan bersifat sentral, yaitu kunci keberhasilan dari pakta integritas itu sendiri.
2.4. Pakta Integritas sebagai Sebuah Rezim Internasional Perdebatan Teori Rezim Internasional
Hasil konstruksi definisi rezim internasional sekumpulan asas, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan di mana harapan-harapan atas suatu isu dari setiap aktor bertemu.59 Sedangkan menurut Robert Keohane dan Joseph Nye, rezim dipahami sebagai ketetapan-ketetapan pemerintahan (governing arrangement) yang mempengaruhi relasi kesalingbergantungan, atau yang secara khusus dipahami sebagai jaringan aturan-aturan, norma, dan prosedur yang
mengatur perilaku dan membatasi pengaruh-pengaruhnya dalam suatu isu.
Dalam sistem politik internasional yang anarkis, rezim berfungsi untuk memberikan
suatu
‘order’,
sebuah
keteraturan
meskipun
kondisi
yang
berlangsung adalah anarki. Sejauh manakah suatu keteraturan tersebut dapat dikatakan efektif untuk mengatur? Setidaknya terdapat dua ide yang menyatakan tentang hal ini: pertama, suatu rezim dikatakan efektif jika sampai titik tertentu anggota-anggota di dalamnya terikat kepada aturan-aturan/norma yang ada; atau kedua, suatu rezim dikatakan efektif jika sampai titik tertentu ia telah berhasil mencapai atau memenuhi tujuan-tujuan tertentu.
Dalam konteks perdebatan panjang dan kompleks, penulis meminjam analisis teori rezim yang dijabarkan oleh Hizkia Polimpung dalam tesisnya
Psikoanalisis Paradoks Kedaulatan Kontemporer60 berawal dari ide dasar rezim
59
Op Cit., Stephen D. Krasner hlm. 185.
60
Hizkia Yosie Polimpung, Psikoanalisis Paradoks Kedaulatan Kontemporer, Tesis Magister FISIP UI, 2010. Hal. 24 dapat diakses dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/134135T%2027924-Psikoanalisis%20paradoks-Literatur.pdf
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
34
yang dipopulerkan oleh Krasner ‘sets of implicit or explicit principles, norms, rules, and decision making procedures around which actors’ expectations converge in a given area’ sampai ke perdebatan rezim dan multilateralisme. Salah satu pandangan neoliberal institusionalis melihat bahwa akan sangat mungkin terjadi kerjasama antar partisipan yang memiliki kepentingan yang sama, dari sini akan tercipta absolute gain. Dalam praktiknya ini tidak seutuhnya terjadi di dalam karakter aktor-aktor yang subjektif, yaitu ketika rezim internasional yang bersifat transparan dan informasi terdistribusi merata di antara setiap aktor membuat setiap aktor dapat memperhitungkan keuntungan yang didapat oleh aktor
lainnya.61
Pembahasan tentang teori rezim yang menarik yang dilihat oleh penulis sesuai untuk diadaptasi untuk menganalisis rezim anti-korupsi global adalah bagaimana perpaduan rezim dan institusionalisasi dapat menghasilkan sebuah institusi. Hal ini membuat Ruggie memandang institusi sebagai sebuah merwujudan dari suatu rezim dengan proses yang dinamakan institusionalisasi itu. Hizkia Polimpung menyimpulkan dari perdebatan teori rezim bahwa segala pembahasan seputar resim sebaiknya tidak dimulai dari institusi atau organisasi kemana
rezim
itu
terinstitusionalisasi,
melainkan
justru
pada
proses
institusionalisasi tersebut.62 Proses institusionalisasi tersebut dibedakan menjadi 3 tahap yang kemudian lebih lanjut dipaparkan oleh Ruggie sebagai ‘komunitas epistemik’ (aktor-aktor yang memiliki kesamaan dalam keyakinan dan cara pandang tertentu akan realitas), ‘rezim’ (kolektivitas respon), dan ‘organisasi’ (“rumah” bagi rezim). Jadi organisasi (jika aktornya di sini banyak negara menjadi organisasi internasional) adalah rumah bagi rezim tadi. Organisasi merupakan tempat di mana perencanaan, eksekusi, dan evaluasi rezim dilaksanakan. Perbedaan yang dilihat di sini adalah: di satu sisi rezim (jika melibatkan negara-negara disebut rezim internasional) adalah awal mula dari
organisasi internasional, tetapi di sisi lainnya organisasi internasional merupakan
61 62
Ibid. Ibid
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
35
tempat di mana rezim internasional diawasai implementasinya, dikembangkan, bahkan diciptakan varian barunya.63
Lebih lanjut lagi Polimpung mempertanyakan lebih jauh tentang dari mana berasal kesamaan keyakinan dan pandangan tersebut dan apa kriterianya sesuatu dapat diproses lebih lanjut menjadi sebuah rezim, sehingga apa saja yang menjadi kunci sukses suatu institusi dalam merawat rezim internasional pun dapat dilihat.
Hal ini dapat dilihat dari rezim memiliki dua modalitas64 yaitu indivisibilitas (indivisibility) dan ekspektasi akan keuntungan timbal-balik jangka panjang (diffuse reciprocity). Indivisibilitas adalah keuntungan mutlak yang didapat oleh setiap pihak yang berpartisipasi dalam suatu rezim. Jadi oleh karena indivisibilitas lah para aktor di dalam rezim mau bersatu di dalam prinsip-prinsip umum. Modalitas kedua adalah konsekuensi logis dari modalitas yang pertama, yaitu efek dari resim yang disepakati diharapkan mampu bertahan untuk waktu yang panjang, atau selamanya. Ketika berbicara bagaimana membentuk sebuah rezim, kesimpulan yang di dapat adalah konstruksi sosial. Sehingga hal yang terberat bagi suatu rezim untuk dapat sukses adalah mengkonstruksi suatu indivisibilitas yang dapat menyatukan kepentingan, ekspektasi, bahkan identitas para aktor di satu sisi, dan di sisi lain meyakinkan segenap partisipan tadi bahwa suatu rezim
adalah pilihan terbaik –sekaligus yang dapat menyelamatkan mereka.65 Regime as intervening variable
Mengetahui kapan sebuah rezim dimulai, bertahan, dan berganti dinyatakan penting oleh Krasner yaitu ketika melihat ‘If the principles, norms, rules, and decision-making procedures of a regime become less coherent, or if actual practice is incerasingly inconsistent with principles, norms, rules, and
procedures, then a regime has weakened’66. Jadi sebuah rezim dikatakan melemah
63
Ibid
64
Marc A. Levy, Oran R. Young, and Michael Zurn. “The Study of International Regimes”, diakses dari 65
Op Cit, Hizkia Polimpung, hal. 30
66
Op Cit, Krasner hal. 189
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
36
ketika elemen-elemen dalam rezim, yaitu prinsip-prinsip, norma-norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan semakin tidak koheren dan inkonsisten. Inkonsistensi dan ketidak-koherenan sebuah rezim dipengaruhi oleh basic causal variables. Variabel kausal dasar yang paling dominan menurut Krasner adalah: 1) egoistis kepentingan pribadi (egoistic self-interest), 2) kuasa politik (political power), 3) norma-norma dan prinsip-prinsip (norms and principles), 4) kebiasaan dan adat (habit and custom), 5) pengetahuan (knowledge). Variabel-variabel inilah yang pada akhirnya diyakini oleh Krasner sangat mempengaruhi formasi dari sebuah rezim.
Pakta Integritas adalah Rezim Setelah memahami teori rezim dan perdebatannya, penulis mendefinisikan Pakta Integritas, alat pencegahan anti-korupsi yang dikembangkan oleh Transparency International, sebagai sebuah rezim. Hal ini dikarenakan di dalam proses formasi rezim Pakta Integritas aktor-aktor yang terlibat juga diikat dalam norma, prinsip, dan prosedur pengambil kebijakan tertentu. Norma (pola nilai) dari Pakta Integritas adalah nilai-nilai kejujuran, integritas. Sedangkan prinsip (generalisasi perilaku) dari Pakta Integritas adalah transparansi dan partisipasi. Prosedur pengambil kebijakan dari Pakta Integritas adalah keseimbangan peran dari pemerintah, pelaku usaha, dan civil society.
Sebuah rezim kemudian dapat dikatakan sebagai rezim internasional ketika area tempat ekspektasi-ekspektasi antar aktor memang sudah meliputi berbagai negara. Dalam hal ini penulis menempatkan Pakta Integritas sebagai sebuah rezim internasional ketika memang Pakta Integritas telah diterapkan oleh lebih dari 15 negara national chapter Transparency International. Mengukur secara utuh proses implementasi sebuah rezim dapat menggunakan dua unsur yang pertama unsur regulatif yaitu seperangkat prinsip, aturan, tujuan, dan prosedur pengambilan kebijakan. Kedua adalah unsur konstitutif, yang banyak faktor mempengaruhinya dan dapat secara fleksibel berubah seiring berubahnya konstelasi politik. Pada dasarnya unsur konstitutif yang dipaparkan oleh Polimpung
adalah
unsur
yang
mempengaruhi
proses
generalisasi
dan
transendentalisasi agar ia dapat menjadi suatu landasan absolut bagi suatu rezim
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
37
kerjasama.67
Penulis melihat bahwa Transparency International berusaha
membawa unsur regulatif dan konstitutif ini dalam pengembangan pakta integritas di berbagai negara. Unsur regulatifnya adalah model-model adaptasi dan implementasi dari Pakta Integritas. Melihat penerapan Pakta Integritas di India, Korea, Latvia, Meksiko, Pakistan, Kolombia, Jerman, sampai Palestina yang menggunakan mekanisme tri-partnership dalam perjanjian penandatanganan Pakta Integritas.68 Unsur konstitutifnya adalah proses transendentalisasi dan generalisasi Pakta Integritas melalui komunikasi dan bahasa secara intensif dan berkelanjutan sehingga Pakta Integritas pun menjadi common term dan common language.
2.5. KABUPATEN SOLOK dan KORUPSI
Solok adalah sebuah Kabupaten di Sumatera Barat. Jarak yang penulis tempuh dari Kota Padang sampai Kabupaten Solok kurang lebih 45 kilometer, dengan 2 jam perjalanan menggunakan transportasi umum. Luas kabupaten Solok adalah 3.737 km2 yang dihuni oleh 340.000 orang69. Sektor ekonominya sangat bertumpu pada sektor pertanian.
2.2.1. Pemimpin Inovatif Gamawan Fauzi
Gamawan Fauzi adalah Bupati Solok dari tahun 1995-2005 yang menjadi tokoh nasional70 atas prestasi inovasi yang dibuatnya di Kabupaten Solok. Prestasinya sebagai Bupati, menjadi modal kemenangannya dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat tahun 2005 dan pada tahun 2009 ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri pada kabinet kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Gamawan Fauzi sangat aktif menarik bukan hanya pemerintah pusat tetapi juga
67
Ibid, Hizkia Polimpung, hal 41
68
Info World Bank, “Case Summaries: Bussiness Fighting Corruption”, diakses dari http://info.worldbank.org/etools/antic/caseStudies.asp?S=ID 69
Profil Kabupaten Solok, diakses dari http://www.solokkab.go.id/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=46 &Itemid=104 70
Meraih Bung Hatta Award 2004
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
38
agensi-agensi donor internasional.71 Gamawan Fauzi menunjukkan komitmen yang sangat kuat dalam mengimplementasi program-program nasional dan juga program para donor, yang membuat Kabupaten Solok menjadi salah satu Kabupaten yang menjadi kandidat kuat dalam desk assessment pemilihan daerah penerapan Pakta Integritas.72
Tabel 2.1 Program-program Utama yang dibiayai oleh Donor untuk Peningkatan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Solok (2001-2010)
Program
Donor
Tahun
ILGR (P2TPD)73
Bank Dunia
2003-2010
PBET74
Bank Dunia
2007-2008
LGSP75
US Aid
2007-2008
Dukungan untuk LPPI76
GTZ
2003-2004
Peningkatan Pelayanan
Asia Foundation
2004-2006
Asia Foundation
2007-2009
GTZ
2003-2006
Kartika Soekarno
2004-2005
Satu Pintu / OSS77 Penilaian Dampak
Regulasi Pakta Integritas78
Dukungan untuk Sekolah
Dasar
Foundation Sumber: Bappeda Kabupaten Solok
71
Donor-donor internasional seperti US Aid, World Bank, Asia Foundation, dan GTZ SfGG
72
Hal yang terus berulang-ulang disebutkan oleh berbagai narasumber penelitian ini. Gamawan Fauzi adalah tokoh sentral dalam Pakta Integritas. 73
ILGR –Initiative Local Government Reform , P2TPD (Program Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah)
74
PEBT –Public Education Benefit Trust
75
LGSP –Local Governance Support Program
76
LPPI –Lembaga Pengaduan dan Pemantau Independen
77
OSS –One Stop Service
78
Pakta Integritas disokong oleh donor oleh GTZ hanya dalam kurun waktu 4 tahun.
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
39
Periode
pemerintahannya
berlangsung
beberapa
saat
Orde
Baru
mengalami kemunduran (1995-1998) sampai dengan masa reformasi (1998-2005) memiliki prioritas-prioritas tersendiri. Di masa awal-awal pemerintahan Gamawan Fauzi dikenal sebagai ‘anak titipan’ dari Gubernur Sumatera Barat terdahulu Hasan Basri Durin (1987-1997) karena sebelum menjadi Bupati Solok, Gamawan menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Hasan Basri.
Kemudian dipromosikan
menjadi Kepala Dinas Humas Sumatera Barat (1993-95), beriringan menjabat sebagai sekretaris pribadi Hasan Basri. Hal ini membuat penerimaan Gamawan Fauzi di masyarakat tidak begitu baik. Buspadewar Datuk Kayo yang menjabat sebagai anggota DPRD pada masa Orde Baru mengakui hal ini kepada penulis, beliau menceritakan bagaimana di zaman itu proses pemilihan Bupati yang belum demokratis mengarah kepada dikte dari Golkar kepada seluruh anggota dewan
untuk memilih Gamawan Fauzi sebagai Bupati.79 Prioritas awal pemerintahannya sebagai Bupati adalah mencari kepercayaan masyarakat Kabupaten Solok kepada dirinya. Pada tahun 1997, di masa sebelum reformasi pun, Gamawan Fauzi telah melahirkan Unit Pelayanan Terpadu. Solok menjadi daerah pertama yang merespon dan mengaplikasikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri80 untuk pelayanan satu pintu ini.81 Unit pelayanan satu pintu ini (Unit Pelayanan Terpadu) menjadi gebrakan Gamawan Fauzi untuk good governance. Masyarakat mendapatkan pelayanan segala perizinan di daerah secara terpadu, terintegrasi menjadi satu pintu perizinan. Gamawan Fauzi pun memiliki skill interpersonal yang baik, bisa merangkul seluruh elemen masyarakat. Sangat umum diketahui oleh masyarakat Solok bahwa Gamawan Fauzi merangkul baik teman politik, maupun lawan politiknya, bergaul baik dengan pelaku bisnis dan secara kebetulan mempunyai gelar Datuk (dalam strata Minang, Datuk adalah pemimpin kaum dan
dipandang di dalam strata adat Minangkabau).
79
Wawancara yang dilakukan penulis kepada Buspadewar Datuk Kayo, anggota DPRD Kabupaten Solok masa Orde Baru. Sekarang beliau lebih dikenal sebagai Tokoh Adat . 80
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perijinan di Daerah. 81
Pelayanan Satu Pintu atau One Stop Services adalah sebuah program inovasi yang dilahirkan pada masa Bupati Solok Gamawan Fauzi. Masyarakat dimudahkan dalam hal perizinan, yaitu melalui satu pintu terpadu.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
40
Gamawan Fauzi di masa kepemimpinannya yang kedua (2000-2005) di Kabupaten Solok berprioritas untuk menciptakan reformasi birokrasi sejalan dengan euforia desentralisasi dan reformasi di masa itu. Ia membuat beberapa reformasi administratif.
2.5.2. Sekilas Kondisi Korupsi di Kabupaten Solok
Kondisi di Kabupaten Solok yang dipetakan oleh Gamawan Fauzi dalam
“International Seminar on Asian Good Practices to Fight Corruption” pada 1617 Desember 2003 dipaparkan beliau dengan sangat apa adanya. Gamawan memaparkan beberapa hal utama kondisi yang mendorong korupsi di kabupaten Solok:
1) bahwa tingkat kesejahteraan Pegawai Negeri masih rendah. yang jika dihitung gaji yang diterima tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan beban sosial yang tidak dapat dihindari dapat membuat pegawain tersebut mencari tambahan pendapatan di luar ketentuan berlaku, baik di dalam maupun di luar kantor.
2) Sistem memberantas KKN –Korupsi Kolusi dan Nepotisme belum terbangun dengan sempurna. Gamawan merasa bahwa meskipun sudah ada TAP MPR, Undang-Undang dan aturan untuk memberantas KKN telah ada seperti Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tetapi sistemnya belum terbangun dengan baik, yaitu instansi/ lembaga yang menagani kasus korupsi masih tumpang tindih dan selalu dapat intervensi dari kepentingan politik, dan komitmen untuk meneggakkan hukum dan aturan belum sungguh-sungguh.
3) Pemberantasan korupsi hanya sebatas di kalangan pejabat publik dan birokrasi pemerintah, sedangkan korupsi memiliki jaringan kuat antara birokrasi, masyarakat, dan stakeholder lainnya.
4) Budaya malu di
Kabupaten Solok semakin menipis sehingga banyak yang memaksakan diri
menambah
pendapatan
dengan
berbagai
macam
cara
tanpa
mempertimbangkan akibat hukum, mengorbankan harga diri demi
memenuhi kebutuhan/ keinginan hidup yang harus dipenuhi. 5) Tingkat
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
41
kepedulian masyarakat untuk kontrol sosial masih rendah. Masyarakat enggang memberikan informasi dan banyak yang tidak bersedia jadi saksi untuk kasus-kasus penegakan hukum.82
Gamawan Fauzi adalah sosok pemimpin yang tidak menutup mata dengan kenyataan KKN yang ada di daerahnya83. Dalam presentasinya tersebut beliau memaparkan kondisi KKN yang seperti ini menyebabkan beberapa akibat, antara lain:
1) Motivasi Kerja Lemah karena penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan,
2) Muncul istilah meja mata air dan meja air mata. Meja mata air adalah dinas/ bidang/ subbidang yang membawahi proyek-proyek pengadaan barang dan jasa, perizinan, dll., karena sibuk mengurusi banyak proyek dan cenderung memiliki pendapatan tidak resmi yang tinggi. Meja air mata adalah dinas/ bidang/ subbidang yang tidak sibuk dengan proyek-proyek, misalnya saja biro hukum, pemerintahan umum, dll.
3) Gaji tidak dianggap sebagai imbalan pekerjaan. Dalam pelaksanaan pekerjaan ada kecenderungan pegawai menganggap gaji sebagai hal tanpa kewajiban menyelesaikan tugas pekerjaan sehingga setiap menyelesaikan pelayanan masyarakat pegawai meminta imbalan lagi kepada masyarakat sebagai tambahan pendapatan tidak resmi.
4) Sikap pejabat/ pegawai yang tidak transparan. Pejabat/ pegawai yang melakukan penyimpangan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat untuk menutup perbuatnannya berusaha tidak menjelaskan sistem, aturan, dan persyaratan suatu urusan secara transparan kepada masyarakat atau pun pihak lain.
82
Transparency International, Indonesia Procurement Watch, dan GTZ, Naskah Pakta Integritas di Lingkungan Pemda Kabupaten Solok, (Solok: 2003) hal. 7 83
Didapat dari wawancara dengan salah satu Project Officer Pakta Integritas Transparency International di Dharmasraya dan Bukittinggi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
42
5) Partisipasi masyarakat rendah. Karena pegawai/ pejabat yang menutup diri untuk diakses oleh masyarakat, membuat tidak adanya kesempatan bagi
masyarakat
berpartisipasi
dalam
pelaksanaan
pembangunan,
masyarakat tidak patuh dan taat hukum.
Solusi yang ditawarkan oleh Gamawan Fauzi terhadap kondisi KKN di Kabupaten Solok penulis tabulasikan dengan tujuan untuk memperlihatkan sasaran perubahan berdasarkan kondisi yang sebelumnya diidentifikasi oleh Gamawan Fauzi. Dalam tabel di bawah memfokuskan pada reformasi birokrasi yang gencar dilakukan Gamawan Fauzi yang bertujuan untuk keadilan kesejahteraan aparatur pemerintah yang diharapkan mampu untuk mengurangi ketergantungan PNS dengan honorer di luar gaji resmi dan sektor pengadaan barang dan jasa yang transparan.
Tabel 2.2 Kondisi dan Reformasi Birokrasi saat Gamawan Fauzi menjadi Bupati Solok
Kondisi
Pelayanan Masyarakat
Reformasi Birokrasi
yang masih rendah oleh
Pembentukan Unit
Tujuan
Pelayanan Terpadu
Mengembalikan esensi dari pemerintah yang
pemerintah daerah
melayani masyarakat dengan efisien.
Gaji yang rendah
Menghapus dan
Menghilangkan
mendorong PNS
meniadakan segala bentuk kesenjangan pendapatan
untuk berKKN
penerimaan aparatur
di antara PNS dan
Adanya istilah meja
berupa honorarium, suap
meningkatkan
mata air dan meja
saat terjadi proses tender
kesejahteraan sehingga
air mata
yang selama ini tidak
pegawai/ pejabat tidak
merata dan terakumulasi
lagi terpengaruh untuk
pada beberapa pejabat
ber-KKN.
tertentu
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
43
dengan alokasi dana Rp
14 milyar-an84 pada tahun 2003, yang dialihkan menjadi tunjangan daerah yang diatur.
Sektor Pengadaan Barang dan Jasa
Pakta Integritas: Pemenang tender
Mengadakan proses
yang rentan
dan pimpinan
pengadaan barang
dengan
proyek
dan jasa yang
penyelewengan
menandatangani
bersih dan
antara Pemerintah
pakta integritas.
transparan.
dan Rekanan
Setiap pejabat dari
(pemborong)
Bupati sampai
pejabat memiliki
Komitmen pejabat
dengan eselon
beban moral
III yang dilantik
untuk tetap
harus
berintegritas.
yang rendah
Supaya setiap
menandatangani pakta integritas dan diketahui oleh atasannya.
Rendahnya partisipasi
Banyak Civil Society
Supaya pengawasan
masyarakat dalam
Organizations yang
independen yang
pengawasan
dibentuk sejak tahun
mengusung partisipasi
2000. Ada LPPI dan
masyarakat pun tercipta
APPI85
di Kabupaten Solok
84
Berdasarkan hasil penghitungan kasar Inspektorat, lembaga pengawas internal PemKab Solok, disinyalir ada 14 milyar rupiah uang yang beredar secara tidak resmi dalam proyek-proyek, honorarium pelayanan masyarakat sehingga uang ini dialokasikan untuk tunjangan daerah. 85
LPPI –Lembaga Pengawas dan Pengaduan Independen, adalah CSO pengawasan di Kab Solok yang diisi oleh orang-orang yang dipilih dengan latar belakang organisasi religi karena Gamawan Fauzi memiliki visi pembangunan Kabupaten Solok berdasar pada Etika Islam. Sedangkan APPI – Aliansi Pendorong Pakta Integritas adalah gabungan dari 24 LSM lokal yang membidangi banyak hal, misalnya pemerintahan, kehutanan, agama, dll. LSM-LSM yang ada dibawah APPI antara lain LAPAU, SURAU, PETIR, PERMATA, PERAK, PADAT, dan WIDYASMARA.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
44
2.5.3. Pakta Integritas di Kabupaten Solok
Pakta Integritas sebuah alat pencegahan anti korupsi global di sektor pengadaan barang dan jasa diterapkan pertama kali di Indonesia di Kabupaten Solok. Hal ini disebabkan oleh ketertarikan lembaga donor GTZ SfGG yang berasosiasi dengan Transparency International Indonesia (TII) terhadap inovasiinovasi yang dilakukan pemimpin daerahnya. GTZ, TII, yang juga dibantu oleh Indonesia
Procurement
Watch
(IPW)
bekerjasama
mendesain
dan
mengimplementasikan program ini di Kabupaten Solok.
Di Indonesia program Pakta Integritas dijalankan pertama kali di Kabupaten Solok. Kabupaten Solok merupakan eksperimen pertama86yang mulai dideklarasikan pada 10 November 2003. Mengapa Solok pertama kali? jawaban atas hal ini didapat penulis melalui konfirmasi langsung dengan salah satu staff TII yang menilai bahwa pendekatan pakta integritas itu salah satu yang penting adalah komitmen dari pemimpin atau kepala daerahnya. Ketika Pakta Integritas dipromosikan ke beberapa daerah di Indonesia kepala daerah Kabupaten Solok memberikan respon lebih dari pada daerah lain.87
“Proses seleksi sih ngga ada, cuma kita desk assessment aja. Sebenarnya hanya assessment media saja juga melihat apakah di daerah itu kepala daerahnya mempunyai inovasi-inovasi ketika bicara tentang menuju good governnace. Solok waktu itu menunjukkan beberapa inovasi-inovasi yang mengarah ke situ.” (Jonni Uyun, Jakarta Juni 2012) Desentralisasi memberikan pengaruh besar dalam pemilihan TII untuk mengembangkan Pakta Integritas di level kabupaten-kota. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang desentralisasi yang bermuara pada otonomi daerah berdampak banyak kepada sorotan publik yang beralih dari yang berfokus kepada pemerintah pusat menjadi lebih memperhatikan juga pemerintah daerah. Sejalan dengan undang-undang tersebut juga daerah memiliki hak-hak otonomi untuk
mengatur dirinya sendiri. Animo bantuan-bantuan dari lembaga internasional pun
86
Op Cit. Transparency International Indonesia “4 tahun merajut integritas di Solok” hal 52
87
Wawancara dengan Staff Transparency International Indonesia
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
45
berdatangan untuk membantu menggerakkan pemerintahan yang baik di daerah. Hal ini sangat terlihat di dalam penerimaan daerah Kabupaten Solok yang sebagian besar berasal dari penerimaan bantuan luar. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Solok hanya 10 milyar di tahun 2004 sedangkan penerimaan dari luar mencapai 202 milyar.88 Hal ini membuat tertariknya Transparency International Indonesia yang juga bekerja sama dengan Indonesia Procurement Watch di untuk mengembangkan Pakta Integritas di Kabupaten Solok pertama kali di Indonesia.
Inovasi-inovasi seperti apa yang sudah dimiliki oleh Kabupaten Solok sebenarnya dapat dilihat dari terobosan-terobosan good governance yang telah dimulai oleh Gamawan Fauzi sejak di awal kepemerintahannya, antara lain: pos pelayanan satu pintu (posyantu), pola partisipatif, revolving fund, LAKIP, DAUN (Dana Alokasi Umum Nagari), pakta integritas, pengadaan pengadaan barang dan jasa, giro to giro, performance agreement, anggaran berbasis kinerja, dan tunjangan daerah.
Pakta Integritas sendiri telah membuat Kabupaten Solok dikenal secara nasional dan bahkan internasional. Kabupaten Solok menjadi lokasi penelitian lebih lanjut akan pakta integritas, yang bahkan Transparency International Malaysia sempat studi banding ke Kabupaten Solok tahun 2004. Pakta Integritas disinyalir menjadi batu loncatan bagi Kabupaten Solok untuk terkenal.
“Iya kalau ngga ada Pakta Integritas ngga terkenal Kabupaten Solok. Punya apa sih Kabupaten Solok? Hasil bumi ndak ada. Hanya tani saja, bareh Solok saja. 60% hutan, ndak bisa digarap apa-apa. Komoditas unggulan apa? Apa yang mau diliat orang di Solok kalau ngga ada Pakta Integritas? Soal pertumbuhan ekonomi mana kita bisa mengalahkan Dharmasraya (Kabupaten tetangga)?”(Gusmal Datuk Rajalelo, Muaro 16 Juni 2012)
88
Depkeu RI, “Mengukur Keberhasilan Kabupaten Solok dalam Good Governance”, diakses dari http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/FOLDEREBOOK/Mengukur%20Keberhasilan%20Kab%2 0Solok%20dalam%20GCG.pdf pada 7 Juli 2012 pukul 10.19
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
BAB III TEMUAN
PENYEBAB KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS
3.1.Pendahuluan Tujuan utama Pakta Integritas adalah menyediakan sarana bagi pemerintah, perusahan swasta, dan masyarakat umum untuk mencegah terjadinya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme, terutama dalam kontrak-kontrak pemerintah (public contracting). Pertama, mendukung sektor publik untuk mendapatkan atau menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing tanpa adanya korupsi yang menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang dan jasa. Kedua, mendukung pihak penyedia pelayanan dari swasta agar dapat diperlakukan secara transparan dan dengan cara yang adil agar dapat terhindar dari adanya upaya “suap” untuk mendapatkan kontrak, dan Ketiga hal ini pada akhirnya akan dapat mengurangi biaya-biaya sehingga dapat meningkatkan daya saing dan sekaligus menghasilkan produk maupun layanan jasa yang berkualitas bagi rakyat.
Namun, tidak sebatas dalam hal public contracting, Pakta Integritas di Kabupaten Solok juga diorientasikan untuk mewujudkan aparatur penyelenggara pemerintahan yang bersih, berwibawa serta bebas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga terbentuk pemerintahan yang bersih (clean governance). Selain itu, juga untuk mewujudkan kesepakatan kejujuran bersama bagi segenap komponen, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat dalam rangka menghindari dan menjauhi praktik KKN.
Terlaksananya program Pakta Integritas di Kabupaten Solok setidaknya tergantung pada empat pilar utama, yakni: komitmen kuat dari pemerintah, dukungan stakeholder,
partisipasi
aktif
masyarakat,
serta
regulasi
yang
mendukung. Pertama, tekad Kabupaten Solok untuk menjadi kabupaten terbaik
dari yang baik tidak sekadar slogan. Ini antara lain diwujudkan sejak Gamawan
46
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
47
Fauzi memimpin pemerintahan. Ia dikenal sebagai pejabat yang konsisten menegakkan aturan dan melakukan perang terhadap korupsi. Kedua, sejak awal perencanaannya,
Pakta
Integritas
di
Kabupaten
Solok
telah
melibatkan stakeholder, baik dari kalangan pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat pada umumnya. Ketiga, komitmen transparansi dan akuntabilitas itu diwujudkan dengan keluarnya Perda No. 5 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi. Bahkan, Deklarasi Pakta Integritas sudah dilakukan sejak 10 November 2003, beberapa bulan sebelum Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa lahir.
Sebagai daerah pertama yang melakukan eksperimentasi Pakta Integritas, Kabupaten Solok perlu mendapatkan “pengawalan” tersendiri dari berbagai pihak, terutama dari TI-Indonesia sebagai penopang utamanya. Sustainabilitas Pakta Integritas di Kabupaten Solok menjadi penting untuk terus dipantau karena munculnya beragam kekhawatiran seputar keberlanjutan pelaksanaan Pakta
Integritas di Kabupaten Solok.89 Jika sebagaipilot project saja Kabupaten Solok gagal, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi daerah-daerah lainnya. Di dalam bab ini, penulis akan menjabarkan jawaban-jawaban yang ditemukan di dalam hasil penelitian riset lapangan yang bertujuan untuk mencari alasanalasan mengapa Pakta Integritas gagal diterapkan secara berkelanjutan semenjak mulai diterapkan di tahun 2003 sampai 2012, tepatnya sampai riset lapangan penulis berakhir di Kabupaten Solok pada 18 Juni 2012. Temuan-temuan dari lapangan tersebut kemudian dirumuskan menjadi konsepsi penyebab kegagalan rezim anti-korupsi global.
3.1. Hal-hal yang menyebabkan gagalnya Pakta Integritas sebagai program anti-korupsi di Kabupaten Solok.
Penulis akan menjabarkan hal-hal yang menghambat berjalannya program anti-korupsi global, pakta integritas, di Kabupaten Solok. Secara umum penulis
mendapatkan 4 hal yang didapatkan langsung dari data lapangan. Data lapangan
89
Wawancara dengan salah seorang anggota LSM lokal di Kabupaten Solok pada tanggal 11 Juni 2012.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
48
diperoleh melalui wawancara langsung yang penulis laksanakan kepada para narasumber baik yang berada di Jakarta (para staff Transparency International Indonesia) maupun narasumber-narasumber di Sumatera Barat (ada 2 narasumber yang penulis wawancara di Padang dan yang lainnya penulis wawancara di Solok). Proses wawancara berlangsung dengan meminta consent dari narasumber secara tertulis atau pun lisan untuk dicantumkan atau tidak dicantumkan identitas aslinya. Di akhir wawancara penulis juga menyertakan kuesioner, berupa pertanyaan konfirmasi atas hal-hal yang telah dijawab oleh narasumber di dalam wawancara yang sudah dilangsungkan.
3.1.1. Masalah Internalisasi Nilai-nilai Global Faktor pertama yang melatarbelakangi kegagalan pakta integritas di Kabupaten Solok adalah adanya permasalahan mendasar di dalam proses internalisasi nilai-nilai global yang diusung di dalam Pakta Integritas ini. Sebelum menjabarkan temuan di lapangan penulis akan terlebih dahulu memaparkan apa itu internalisasi dan seberapa pentingnya internalisasi itu di dalam pergerakan masyarakat sipil.
Internalisasi dalam (Global) Civil Society Perkembangan pergerakan masyarakat sipil secara global didukung oleh kemampuan untuk mensosialisasikan apa yang disebut dengan nilai-nilai bersama (shared value). Sekalipun tidak terlibat dalam struktur yang sama rigid-nya dengan pemerintah dan perusahaan, dalam artian kelompok masyarakat sipil cenderung lebih cair, namun terdapat struktur dan sistem dalam pergerakan masyarakat sipil. Struktur dan sistem tersebut dapat berbentuk hubungan jejaring, koalisi, partner, donor-implementor, serta sejumlah bentuk hubungan lainnya.
Internalisasi nilai menjadi poin krusial dalam menentukan apakah pergerakan masyarakat sipil berhasil atau tidak. Internalisasi tersebut mencakup transfer pengetahuan dan pemahaman mengenai suatu isu. Proses internalisasi
dapat terlihat dari adanya common language, common terms yang dikenal dan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
49
digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil dalam satu isu tertentu. Terje Tvedt, menyebutnya sebagai NGO speak.90
Proses internalisasi tersebut berfungsi untuk: 1. Memperkukuh rasa solidaritas, 2. Memberi identitas penanda bagi kelompok tersebut dengan kelompok-kelompok lain ataupun entitas lain seperti pemerintah dan perusahaan,
3. Menjadi sarana untuk mendorong kesinambungan pergerakan.
Proses internalisasi tersebut dapat dilakukan melalui sejumlah cara, terutama melalui transfer sumber daya, baik berupa dana, pemikiran, gagasan, keahlian (expertise), atau disebut dengan peningkatan kapasitas (capacity building). Sarana lain yang juga penting adalah: komunikasi. Proses internalisasi nilai hanya akan dapat terjadi melalui proses komunikasi yang dijalin dengan intensif. Tidak heran jika perkembangan kelompok-kelompok masyarakat sipil global terjadi dengan sangat pesat di era global. Perkembangan teknologi telekomunikasi serta lahirnya situs-situs jejaring sosial (social network) telah membantu kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk dapat berkomunikasi dengan mudah dan murah. Dengan media tersebut, masyarakat sipil mampu melakukan koordinasi serta pengaturan pergerakan dengan lebif efisien tanpa harus mengalokasikan anggaran untuk tatap muka. Social network juga memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk mengakses informasi dan pengetahuan jauh lebih cepat dibandingkan dengan era-era sebelumnya.
Proses internalisasi yang bermasalah pada internalisasi pakta integritas di Kabupaten Solok sangat menyumbang pengaruh besar terhadap kegagalan alat pencegahan anti-korupsi ini.
1. Persiapan program yang sangat terburu-buru
Pemahaman pertama kali akan indikasi masalah internalisasi berangkat dari pernyataan seorang staff Transparency Internasional-Indonesia sebagai salah
satu narasumber penulis yang mengatakan hal demikian;
90
Terje Tvedt, Development NGOs: Actors in a Global Civil Society or in a New International Social System?, Voluntas: International Journal of Voluntary and Nonprofit Organizations Vol. 13, No. 4, December 2002
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
50
“Persiapan Pakta Integritas sendiri relatif pendek. Saya katakan relatif pendek gini mulai TI masuk di Solok itu sekitar awal 2003. Sebuah proses yang pendek itulah dari Juni ke November 2003 itu, begitu dia (Gamawan Fauzi) pulang dari Seoul itu, itu yang intensif sekali. Jadi kawan-kawan waktu itu tidak lagi marathon tapi sprint! Sprint! Waktunya cuma 2 bulan karena 10 November, Gamawan menetapkan 10 November itu harus deklarasi dan sudah harus ada modulnya!” (Joni Uyun Transparency International Indonesia, Jakarta Juni 2012) Dari sini terlihat pernyataan Staff TI-I (Transparency International Indonesia) mengungkapkan perasaan takjub akan proses persiapan yang begitu cepat dan sangat diburu oleh tenggat waktu yang ditetapkan oleh Gamawan Fauzi, yang saat itu (2003) menjabat sebagai Bupati Solok. Desakan dari kepala daerah (Gamawan Fauzi) untuk mendeklarasikan 10 November 2003, sebagai tanggal “cantik” yang secara sengaja ditetapkan karena berbarengan dengan Hari Pahlawan Nasional. Hal ini juga disinyalir, dari keterangan yang penulis dapat dari salah satu narasumber yang menjabat sebagai Staf Ahli bidang Hukum saat pemerintahan Gamawan Fauzi di Solok, mengandung makna intrinsik bahwa deklarasi pakta integritas 10 November 2003 itu juga berarti Perayaan Pahlawan
Integritas.91
Dampak yang dihasilkan dari proses persiapan yang sangat terburu-buru oleh waktu dari pengamatan yang penulis bandingkan antara wawasan konsep pakta integritas yang di-imposed oleh TI-Indonesia dengan wawasan yang diterima oleh pemerintah, pelaku usaha, dan civil society lokal adalah adanya distorsi pemahaman akan konsep pakta integritas ini. Banyak hal-hal penting yang seharusnya sampai (atau terinternalisasi) oleh ketiga pemangku kebijakan ternyata tidak sampai secara utuh. Misalnya saja dalam wawancara dengan Pince, anggota
GAPENSI (Gabungan Pengusaha Indonesia) Kabupaten Solok92, ketika penulis tanyai mengenai apa yang beliau ketahui tentang Pakta Integritas;
“Itu semua kita (pengusaha) wajib tanda tangan administratif pakta integritas, tetapi dijalankan atau tidak siapa yang tahu. Kita ini pengusaha ikuti aja apa mau pemerintah.” (Safrizal, Ketua KADIN Kab Solok –Arosuka 12 Juni 2012)
91
Penjelasan ini didapat melalui wawancara dengan staf ahli Gubernur Sumatera Barat yang sempat menjabat sebagai staf ahli saat pemerintahan Gamawan Fauzi di Kabupaten Solok. Wawancara dilakukan tanggal 11 Juni 2012 92 Wawancara dilakukan di kantor GAPENSI (Gabungan Pengusaha Indonesia) Kabupaten Solok, tepatnya di Kotobaru tanggal 14 Juni 2012
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
51
Dari sini penulis menangkap gambaran bahwa pengusaha Kabupaten Solok menandatangani pakta integritas bukan atas dasar inisiatif berkomitmen terhadap janji-janji yang tertuang di dalam pakta integritas93 melainkan karena ini adalah kewajiban administratif.
Jika dilihat dari isi pakta integritas pun komitmen yang tertuang pada akhirnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pakta integritas yang dikonsepsikan oleh TII. Antara lain 9 prinsip konsep pakta integritas; Komitmen pemerintah, omitmen swasta, komitmen pemerintah dan swasta terhadap partisipasi masyarakat, pemantau independen, mekanisme pengaduan, mekanisme resolusi konflik/ penyelesaian perselisihan, perlindungan saksi, penerapan penghargaan dan hukuman, kesepakatan batasan rahasia. Komitmen pemerintah dan pelaku usaha atas partisipasi masyarakat tidak tertuang di dalam lembar komitmen. Pengusaha diharuskan melapor langsung ke Inspektorat dan/ atau BPKP (Badan Pengelola Keuangan Pemerintah) yang adalah lembaga pengawas internal dari Pemerintah Kabupaten Solok padahal yang dimaksud dari partisipasi masyarakat tersebut adalah pemantau independen. Hal ini berdampak pada pakta integritas yang bertujuan untuk transparansi dan partisipasi masyarakat pun tidak tercapai.
“Tanda-tangan 1000 kali pun ya mereka (pengusaha) tandatangan aja tetapi mereka ngerti dengan itu kan ngga tahu juga. Apalagi pelaksanaannya, Wallahualam.”94
2. Sosialisasi yang tidak efektif
Dalam mempersiapkan riset lapangan penulis banyak menghubungi mahasiswa-mahasiswa ilmu sosial yang berdomisili di Solok dan Padang untuk
meminta keterangan mengenai program pakta integritas maupun meminta 93
Lembar komitmen pakta integritas yang ditandatangani oleh setiap pengusaha yang memenangkan tender pengadaan barang dan jasa Pemerintah Kabupaten Solok terlampir di dalam Lampiran. Isinya yang tertuang adalah: 1) Tidak akan melakukan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), 2) Akan melaporkan kepada Inspektorat Kabupaten Solok dan/ atau LKPP apabila mengetahui ada indikasi KKN dalam proses pengadaan ini, 3) Akan mengikuti proses pengadaan secara bersih , transparan, dan profesional untuk memberikan hasil kerja terbaik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, 4) Apabila melanggar hal-hal yang dinyatakan dalam PAKTA INTEGRITAS ini, bersedia dikenakan sanksi administrasi, menerima sanksi pencantuman Daftar Hitam, digugat secara perdata dan/ atau dilaporkan secara pidana. 94 Wawancara dengan salah satu Staff TI-I pada tanggal 6 Juni 2012
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
52
kesediaan untuk menemani penulis melakukan riset lapangan. Alhasil, dari 4 orang mahasiswa S1 yang berdomisili di Padang dan di Solok tidak ada seorang pun yang pernah mendengar tentang pakta integritas. Mereka pun sedang sibuk dengan urusan masing-masing dan pada akhirnya tidak dapat menemani penulis. Dari sini penulis mulai mempertanyakan bagaimana sebenarnya proses sosialisasi pakta integritas ini.
Pengakuan dari salah seorang narasumber anonim, yang berhubungan cukup dekat dengan Gamawan Fauzi:
“Dari awal itu Pak Gamawan sering mengumpulkan kita (para staff PemKab) untuk sekedar ngobrol-ngobrol dan makan-makan sambil diselipkan rencanarencana pakta integritas ini. Beliau bahkan sebelumnya bilang setuju kah dengan rencana ini? Kalau tidak setuju ya tidak usah kita lakukan.” (Mantan Staf Ahli Bupati Solok –Padang 11 Juni 2012) Untuk
memperlihatkan
ketidakefektifan
sosialisasi
penulis
akan
membandingkan langsung sosialisasi normatif yang dilakukan oleh tim pendorong pakta integritas Transparency International, IPW (Indonesia Procurement Watch) dan GTZ (Deutsche Gessellschaft Fuer Technische Zusammenarbeit/ Lembaga Donor Jerman) dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintah, dan pengusaha Solok. Berikut tabel assessment dari sosialisasi Pakta Integritas di Kabupaten Solok. Jenis sosialisasi dan kegiatan penulis ambil dari buku pedoman (modul) Pakta Integritas yang mengatur metode sosialisasi sampai ke aplikasi pakta integritas di Indonesia, yang kemudian akan penulis kontraskan dengan halhal yang dirasakan langsung oleh para narasumber skripsi ini, baik pihak yang memberikan sosialisasi maupun pihak yang diberikan sosialisasi.
Jenis sosialisasi yang dilakukan untuk pakta integritas di Kabupaten Solok dilakukan secara internal dan eksternal. Secara internal sosialisasi ditargetkan pada seluruh aparatur birokrat, yaitu dengan mempersiapkan dokumen ajar interaktif dan teaming (sosialisasi dalam kelompok, lima orang menjadi satu tim sosialisasi). Begitu pula dengan sosialisasi internal yang menargetkan pengusaha kabupaten Solok, pola yang sama dengan sosialisasi birokrat. Sosialisasi eksternal
dilakukan kepada masyarakat yang dilakukan oleh LSM atau organisasi
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
53
masyarakat lain yang tergabung dalam koalisi pengawas independen. 95 Sosialisasi dimulai pertengahan November 2003 sampai pertengahan Desember 2003.96
“Kalau berbicara persiapan-persiapan ke situ ya normatif saja misalnya sosialisasi, internalisasi, dan sampai pada tahap memang mereka bersepakat semua. Langkah-langkah (persiapan) seperti itu saja.” (Joni Uyun, Transparency International Indonesia)
Kegiatan-kegiatan sosialisasi Pakta Integritas di Solok meliputi: 1) Lokakarya untuk pengenalan Pakta Integritas dan perencanaan strategis tanggal 21-24 Juli 2003, 2) Pelatihan pakta integritas dalam Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pegawai Negeri Sipil, asosiasi pengusaha, dan perwakilan LSM tanggal 5-7 September 2003, 3) Pembuatan dan finalisasi naskah pakta integritas pada September sampai Oktober 2003, dan bermuara pada 4) Deklarasi dan seremonial penandatanganan Pakta Integritas oleh Bupati dan seluruh pejabat setempat tanggal 10 November 2003. Dari semua kegiatan sosialisasi ini penulis mendapatkan kesan pelaksaan normatif dari sosialisasi berjalan lancar dan tidak terlalu tampak jelas resistensi.
“Tetapi secara normatif umum persiapan sama. Perlu sosialisasi di tingkat stakeholders, perlu memberikan pemahaman di aparatur sendiri melalui sebuah kegiatan yang namanya internalisasi. Supaya di tingkat aparatur pemahamannya juga sama. Tidak hanya di level atas. Kadang-kadang kan bisa terjadi distorsi kalau di level atas pemahaman seperti itu tidak sampai ke level bawah, pemahamannya akan berbeda.” (Joni Uyun, TII)
“Sosialisasi yang massive ya ... mungkin ... kalau kita lihat sekarang anti-korupsi secara umum lewat film, Pakta Integritas ada lewat film juga sebenarnya. Ada film yang diproduksi di Aceh, Banjar Baru, Dharmasraya, KPU Pusat. Film dokumenter. Menggambarkan proses hanya seremonialnya saja dan itu kenyataannya bisa menjadi boomerang juga bagi kita. Ini misalnya satu kota lagi rame penandatangan Pakta Integritas, liput sana-sini tetapi paska-nya itu tidak ada pendokumentasiannya. Harusnya kan ada itu tidak hanya saat seremonialnya saja. Tetapi karena kita apa nih ... budgeting dan sumber daya manusianya itu tidak ... sebenarnya alasan klasik gitu ... alasan klasik di dunia NGO. Jadi proses ke sininya itu ngga kena ... ngga ter-cover, ngga ter-potret.” (Dwipoto, TII) Sosialisasi yang normatif ini ternyata tidak mengenai sasaran sosialisasi
secara efektif karena tidak dimengerti dan tidak sesuai dengan masyarakat lokal 95 96
Op Cit, Transparency International Indonesia “4Tahun Merajut Integritas di Solok” hal 111-112 Op Cit, Naskah Pakta Integritas di Lingkungan Pemda Kab Solok hal 39
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
54
Kabupaten Solok. Penggunaan bahasa-bahasa dan istilah-istilah yang terlalu ilmiah dan asing di telinga masyarakat merupakan kelemahan sosialisasi yang dijalankan oleh Transparency International Indonesia. Di dalam tabel bawah penulis mencoba untuk meng-assess sosialisasi dari Pakta Integritas Kabupaten Solok dengan persepsi masyarakat Kabupaten Solok sendiri pada saat turun lapangan.
Tabel 3.2. Assessment dari Sosialisasi Pakta Integritas Kabupaten Solok
No.
1.
Jenis Sosialisasi Pendekatan dengan pemerintah97
Kegiatan
Pembicaraan formal Pembicaraan informal
2.
Persepsi para pihak dalam proses sosialisasi 1. PemKab merasa TI tidak banyak membantu. 2. Tanpa bantuan dari TI-I dan pihak eksternal lain pun, PemKab Solok sudah memiliki banyak inovasiinovasi anti-korupsi. 3. TI-I merasa PemKab semasa Gamawan Fauzi lebih responsif dibandingkan dengan masa-masa setelahnya (Kepemimpinan Gusmal dan Syamsu Rahim)
Pendekatan 1. Mendapatkan tokoh kunci 1. Adanya kekecewaan dengan ormas/ dari beberapa tokoh 2. Pertemuan dengan NGO/ tokoh masyarakat karena ormas/ tokoh masyarakat tidak dilibatkan, tidak masyarakat98
97
Heni Yulianto, dkk., Modul Strategi Mendorong Penerapan Pakta Integritas:Pengalaman Penerapan Pakta Integritas di Wilayah Kerja Transparency International Indonesia, hal 3. Yang disebut pemerintah di sana ialah Eksekutif (Bupati dan pejabat) dan Legislatif (DPRD). 98 Ibid, hal 5. Tujuan dari pendekatan dengan masyarakat sipil ini diasumsikan menjadi sangat strategis karena menjadi media awal tentang PI di elemen masyarakat sipil, dan menggalang barisan pendukung atau penekan ke ekstekutif. Dari sini juga diharapkan adanya agenda pertemuan berkala untuk melakukan identifikasi terhadap CSOs (Civil Society Organizations) dan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
55
3. Pertemuan intensif dengan melibatkan peserta lebih banyak.
3.
dipilih sebagai wakil officer TI. 2. Pendekatan TI-I untuk merangkul masyarakat kurang berhasil, disertai fakta bahwa Aliansi Pendorong Pakta Integritas (APPI)99 tidak eksis lagi.
Pendekatan 1. Pertemuan dengan satu 1. pelaku bisnis profesional dengan pelaku sebelum mendekati bisnis100 asosiasi
2. Pertemuan beberapa asosiasi
dengan
Pebisnis tidak memahami Pakta Integritas dengan benar. Banyaknya perbincangan, pertemuan, dan seminar tidak menjamin bahwa semua mendapat pemahaman yang setara.
3. Diskusi/ pembicaraan untuk memperkenalkan prinsip bisnis anti-suap, dan program PI. 4. Seminar dan Lokakarya 2. Pada kenyataannya sangat sedikit pebisnis Kode Etik Perilaku Usaha yang datang ke dan Prinsip Bisnis tanpa seminar dan suap. lokakarya, atau pun diskusi tentang Pakta Integritas karena mereka merasa ‘lebih baik mengurus pekerjaan, dapat penghasilan dibandingkan dikuliahi’. 4.
Promosi dan Workshop, seminar kristalisasi ide Video dokumentasi (film
1. Di awal masa deklarasi pakta
Tokoh Masyarakat yang akan sangat mendorong semangat bersama masyarakat sipil untuk pakta integritas sehingga cita-cita pakta integritas yang berbasis pendukung aliansi masyarakat sipil pun tercapai. 99 APPI (Aliansi Pendorong Pakta Integritas) adalah koalisi dari 24 LSM lokal yang terdiri dari berbagai macam LSM dengan konsentrasi yang berbeda-beda bidang, misalnya ada kehutanan, kontruksi, wartawan, keagamaan, dll. keterangan ini didapat penulis melalui wawancara dengan Ilyasmadi (Ketua APPI Kabupaten Solok) di Solok. 100 Ibid, hal 6. Sosialisasi di tahap ini sangat penting dengan harapan terbangunnya dukungan dari asosiasi-asosiasi, sebagai salah satu pemangku kebijakan yang ikut serta dalam pakta integritas.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
56
Pakta Integritas101
integritas banyak orang yang hadir, tetapi kemudian semakin menurun jumlahnya. Alasan yang dikemukakan oleh TI-I sebagai penyelenggara adalah civil society di Kab. Solok masih memiliki ego yang tinggi.
dokumenter) Pertemuan terjadwal
berkala
dan
Pelatihan-pelatihan (dasar-dasar nilai, strategi anti-korupsi), monitoring dan investigasi, community organizer, mekanisme pengelolaan pengaduan) 2. Film dokumenter yang diproduksi tidak “kena” ke masyarakat. Masyarakat banyak yang tidak tahu dan tidak paham karena bahasa dan mekanisme yang tidak dimengerti.
3. Pelatihan-pelatihan tidak berdampak riil. Mekanisme pengaduan dan monitoring dan investigasi yang dilakukan tidak berjalan konsisten karena hanya disampaikan langsung kepada Bupati. Pergantian Bupati menyebabkan mekanisme ini pun berubah.
4. Ada beberapa Officer TI-I yang mengundurkan diri sebagai officer di Solok dengan alasan jenuh dan pesimis.
101
Ibid, hal 6. Promosi dan kristalisasi ide dimaksudnkan agar elemen pemerintah, masyarakat sipil, dan pelaku bisnis secara bersama dilibatkan di dalam kegiatan dan juga proses ini diharapkan akan mampu semakin mengkristalkan pakta integritas. Istilah kristalisasi benar-benar penulis ambil dari modul PI, istilah ini mungkin sama maksudnya dengan internalisasi.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
57
Dari sini penulis mengkaitkan dengan konsep internalisasi Global Civil Society yang telah dijelaskan di atas bahwa proses membagikan nilai-nilai bersama (shared values) yang dilakukan oleh Transparency International di Indonesia tidak signifikan karena upaya riset dan memperkuat akar pengetahuan yang terburu-buru dan sosialisasi tidak diterjemahkan ke bahasa pengetahuan yang mudah dimengerti awam dalam kampanye-kampanyenya.
“Masyarakat kan ndak kenal dengan apa itu Pakta Integritas, Komisi Transparansi ini. ini kan pada tingkat Perda, pada tingkat elitemen. Masyarakat ndak tahu. Ndak tahu mereka. Tetapi karena ini masih berlaku, maka diwujudkan dalam bentuk administratif.”(Syamsu Rahim, Bupati Solok)
2.1.2. Lemahnya Kekuatan Hukum yang Memayungi Pakta Integritas Pakta integritas pertama kali dideklarasikan pada 10 November 2003 diikuti dengan penyusunan Peraturan Daerah yang menopangnya, yaitu Perda No 5 tahun 2004 tentang Transparansi Penyelenggaraan dan Partisipasi Masyarakat102, dan juga dipayungi Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yang sekarang sudah diganti dengan Keppres Nomor 54 tahun 2010103. Sebagai aktor marjinal di dalam politik global, pergerakan masyarakat sipil global menjadi penting untuk memiliki kekuatan hukum yang besar. Kekuatan hukum akan membuat posisi tawar masyarakat sipil global menjadi lebih diperhitungkan. Kekuatan hukum yang besar di sini mengacu pada ketika intrumen-instrumen dan perangkat hukum yang diproduksi gerakan masyarakat sipil dapat memayungi nilai-nilai global sehingga tidak nilai-nilai ini tidak dengan mudah terdistorsi dan tergeser oleh nilai/ kepentingan lain. Tujuan dari kekuatan hukum yang menaungi Pakta Integritas di Kabupaten Solok menjadi penting untuk
melindungi nilai-nilai yang terkandung dalam pakta integritas terkontaminasi dan
102
Dapat diakses dari http://infokorupsi.com/datafile/id/files/peraturan/p4a0ce0a474377_perdaSOLOK-5-2004.pdf 103 Dapat diakses dari http://sepp.kominfo.go.id/sepp54/file/peraturan/PERPRES%20NO%2054%20TAHUN%202010.p df
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
58
tergeser dengan kepentingan-kepentingan banyak pihak yang tidak mau menerima nilai pakta integritas ini.
Di dalam keseluruhan payung hukum ini ditemukan banyak faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya pakta integritas di Kabupaten Solok. Akan tetapi sebelum penulis memaparkan dampak lemahnya hukum terhadap kegagalan pakta integritas penulis akan menunjukkan terlebih dahulu apa saja sebenarnya yang diatur di dalam Perda Nomor 5 tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Masyarakat sehingga fungsinya menjadi signifikan di dalam kesuksesan pakta integritas.
Tabel 3.3 Ketentuan yang penting untuk di-highlight di dalam Perda Nomor 5
Tahun 2004
No.
1.
Ketentuan di dalam Perda No 5 tahun 2004104 Transparansi
Keterangan
Keadaan
dimana
setiap
orang
berhak
mengetahui setiap proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sampai hasil audit 2.
Keterbukaan
Sikap
mental
yang
mendukung
sistem
pelaksanaan pemerintahan yang transparan, yang berciri kesediaan memberikan informasi yang benar dan terbuka terhadap masukan atau permintaan orang lain. 3.
Informasi publik
Segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya dalam bentuk format apa pun, atau persyaratan
lisan
pejabat
publik
yang
berwenang,
yang
dapat
diakses
oleh
masyarakat. 104
Peraturan Daerah Kabupaten Solok nomor 5 tahun 2004 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat di dalam buku 4 Tahun Merajut Integritas di Solok hal. 141-177
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
59
4.
Komisi Transparansi
Lembaga
independen
yang
melakukan
penyelesaian
sengketa
proses mediasi dan berkaitan
dengan
berfungsi melalui
atau ajudikasi
hak
setiap
yang
orang
atas
informasi di daerah. 5.
Partisipasi Masyarakat
Keikutsertaan secara aktif setiap warga atau kelompok
masyarakat
pengambilan
dalam
keputusan,
proses
perumusan,
pelaksanaa, dan pengawasan kebijakan daerah dalam
penyelenggaraan
pemerintah,
pembangunan serta pembinaan masyarakat.
Tabel di atas memperlihatkan definisi-definisi umum mengenai apa saja yang diatur di dalam Perda Nomor 5 tahun 2004 yang banyak diperdebatkan natar lembaga pemerintah Kabupaten Solok sampai ke masyarakat sipil. Perlu diketahui bahwa proporsi “transparansi” dan “partisipasi masyarakat” di sini berbanding sejajar yaitu tidak ada ketentuan yang satu mendahului yang lain, dua-duanya penting dilaksanakan. Semenjak Perda ini diundangkan yaitu di awal tahun 2004 bersamaan dengan Keputusan Bupati untuk mengatur mekanisme pengawasan dalam transparansi dan partisipasi.
“Kelemahan yang terjadi, menurut saya, yang paling dasar adalah tidak ada dasar hukum yang kuat untuk implementasi Pakta Integritas di daerah itu. Satu-satunya dasar hukum yang kuat di Solok itu adalah Perda No. 5 tahun 2004 tentang Partisipasi dan Transparansi. Salah satu klausa di dalamnya mengamanatkan adanya semacam Komisi Transparansi yang akan menjadi semacam pengawas yang akan menjadi muara bagi seluruh pengaduan-pengaduan masyarakat. Sampai hari ini Komisi Transparansi itu tidak pernah terbentuk di Solok.” () “Pakta Integritas dalam Keppres 80 yang sekarang diganti jadi Perpres 54 tahun 2010 itu hanya menjadi persyaratan administratif. Sebenarnya justru kita (Transparency International) melihatnya ketika Pakta Integritas yang kita usung disederhanakan hanya menandatangani selembar pernyataan tanpa diiringi dengan langkah-langkah yang … bagaimana (bisa) memastikan janji itu dapat diwujudkan. Nonsense.”(Joni Uyun, TII)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
60
Pakta integritas pertama kali dideklarasikan pada 10 November 2003 diikuti dengan penyusunan Peraturan Daerah yang menopangnya, yaitu Perda No 5
tahun
2004
tentang
Transparansi
Penyelenggaraan
dan
Partisipasi
Masyarakat105, dan juga dipayungi Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, yang sekarang sudah diganti dengan Keppres Nomor 54 tahun 2010106. Di dalam keseluruhan payung hukum ini ditemukan banyak faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya pakta integritas di Kabupaten Solok.
Implikasi Perda Nomor 5 tahun 2004 terhadap pakta integritas
Perda ini diharapkan mampu menunjang dan memberikan esensi dari mekanisme good governance itu sendiri, yaitu nilai-nilai transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan. Tujuan ini diimplementasikan melalui satu hal yaitu pendirian lembaga Komisi Transparansi, yaitu sebagai lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten dan DPRD dengan menyeleksi anggotanya dengan syarat-syarat tertentu. Komisi Transparansi ini adalah lembaga pengawasan independen lokal yang berfungsi untuk mengawasi dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah penyelewengan. Inilah cita-cita dari Perda Nomor 5 tahun 2004 Kabupaten Solok ini sebenarnya. Akan tetapi dalam praktiknya perda ini sangat terabaikan.
Komisi Transparansi sampai sekarang belum terbentuk. Ini mejadi aneh ketika DPRD Kabupaten Solok sudah mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 5 tersebut tetapi kemudian tidak diikuti dengan menghasilkan peraturan pelaksanaan oleh eksekutif dan juga proses seleksi yang mandeg ditengah jalan. Tahun 2004 telah dipilih 10 orang yang diajukan oleh pemerintah untuk diseleksi lagi oleh
DPRD. Nama kesepuluh orang ini sudah ada di meja DPRD, tetapi sampai
105
Dapat diakses dari http://infokorupsi.com/datafile/id/files/peraturan/p4a0ce0a474377_perdaSOLOK-5-2004.pdf 106 Dapat diakses dari http://sepp.kominfo.go.id/sepp54/file/peraturan/PERPRES%20NO%2054%20TAHUN%202010.p df
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
61
sekarang nama kelima orang yang akan menjadi Komisi Transparansi tidak pernah muncul.
Penulis akan menjabarkan dalam tabel untuk mengkontraskan alasanalasan pemerintah, DPRD, civil society, pengusaha atas ketidakjalanan Perda Nomor 5 tahun 2004 ini.
Tabel 3.4. Tabel Persepsi Para Aktor terhadap Stagnansi Perda Nomor 5 tahun 2004
Aktor
Persepsi terhadap stagnansi Perda Nomor 5 (Tidak terbentuknya Komisi Transparasi)
Pemerintah (Bupati, Pejabat, Staff)
Menyalahkan DPRD yang tidak mau menetapkan lima orang terpilih dari tahun 2004 sampai sekarang.
Anggota DPRD
Menyangsikan independensi dari Komisi Transparansi. Tidak setuju kalau dianggap takut kehilangan wewenang/ kekuasaan akan adanya Komisi Transparansi.
Civil Society
DPRD takut wewenang/ kekuasannya dilewati oleh Komisi Transparansi (KT) karena KT ini mempunyai fungsi pengawasan juga. DPRD dan Pemerintah belum ada political will untuk diawasi oleh Komisi Transparansi.
Pengusaha
Menyayangkan karena tidak institusi formal pengaduan pengawasan.
ada dan
Ketidakhadiran Komisi Transparansi sebagai komisi yang menopang prinsipprinsip pakta integrita di kabupaten Solok, terutama di dalam memenuhi prinsip partisipasi masyarakat, adanya pemantau independen, dan mekanisme pengaduan dan resolusi konflik memberi dampak yang sangat fatal terhadap keberlangsungan pakta integritas sampai saat ini. Pakta integritas tidak dipayungi oleh hukum yang
kuat.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
62
3.1.3
Pengaruh Negatif dari Local Politics
Local politics di sini penulis kondisikan menjadi karakter-karakter dari setiap pemangku kebijakan di Kabupaten Solok yang mempengaruhi proses penerimaan nilai-nilai global yang dibawa oleh masyarakat sipil global, yaitu pakta integritas sebagai alat pencegahan anti-korupsi. Local politics menjadi salah satu faktor yang dominan menghambat proses glocalisation nilai-nilai global karena mendasarkan diri pada pengertian bahwa kondisi di sebuah daerah tertentu secara unik dan terbatas berbeda dibandingkan dengan daerah lain. Keberhasilan di sebuah daerah tidak menjamin bahwa penerapan nilai-nilai global di daerah lain pasti berhasil.
Local politics di dalam Kabupaten Solok menjadi unik ketika di dalam penemuan penulis mendapati bahwa pergerakan masyarakat sipil sudah sejak lama terbentuk melalui masyarakat adat, di mana masyarakat Minangkabau memang secara unsure kekerabatan adat sangat solider dan menggunakan unsure kekerabatan paling kecil Niniek Mamak sebagai unit pengambilan keputusan public terkecil. Hal ini penulis lihat melalui pengamatan ketika di banyak papan pengumuman, klausul perda, maupun keputusan-keputusan Bupati selalu menyertakan elemen Niniek Mamak sebagai salah satu decision making actor. Hal ini menjadi pekerjaan yang sangat menantang sekaligus tidak mudah dari aktor gerakan masyarakat sipil global untuk menembus sampai ke level masyarakat sipil lokal terbawah.
Kondisi ini penulis gambarkan ke dalam karakteristik ketiga pemangku kebijakan di Kabupaten Solok yang akan penulis jabarkan di dalam bagian ini dan juga pada akhirnya pola hubungan dari ketiga pemangku kebijakan ini akan mempengaruhi implementasi pakta integritas di sana.
2.1.2.1. Karakter Pemerintah Kabupaten Solok
Kabupaten Solok pada tahun 2012 ini memiliki jumlah aparatur, PNS,
sebanyak kurang lebih 8000 orang107 yang dinilai sangat berlebihan dan tidak
107
Berdasarkan jawaban pertanyaan yang dijelaskan oleh Bupati Syamsu Rahim
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
63
efisien. Bupati Syamsu Rahim sendiri menilai pegawai pemerintah terlalu banyak sehingga dana APDB terlalu banyak dikeluarkan untuk menggaji pegawai. Beliau juga menyebutkan jika dana tersebut akan lebih baik jika dialokasikan kepada masyarakat.
“Jadi faktor kepemimpinan kalau kita berbicara Pakta Integritas itu sangat penting karena Pakta Integritas ini tidak akan mempunyai kekuatan apaapa kalau kepala daerah juga tidak mempunyai komitmen yang kuat. Penting. Itu seperti yang saya katakan tadi Pakta Integritas ini bisa seperti bangunan pasir yang rapuh.” (Joni Uyun, TII)
Strong state dan pergerakan masyarakat sipil108
Secara teoritis, kelompok masyarakat sipil lahir dari ketidakmampuan negara serta pasar untuk membenahi sejumlah permasalahan dalam masyarakat. Keterbatasan kapasitas pemerintah, unsur birokrasi yang tidak sehat serta tidak diakomodasinya sejumlah isu di dalam ‘kepentingan nasional’ (national interest) telah membuat sejumlah isu menjadi tidak terlihat atau terabaikan. Misalnya saja dibanyak negara isu-isu seperti anak jalanan, keberadaan masyarakat adat, kerusakan
lingkungan
tidak
terakomodasi
dalam
isu-isu
strategis
yang
didefenisikan sebagai kepentingan nasional. Di banyak negara, pemerintah akan lebih
tertarik
untuk
mencantumkan
isu
ketahanan
energi,
keamanan,
perekonomian, inflasi, deflasi, sebagai isu prioritas ketimbang urusan sampah, banjir, penyandang cacat, dsb.
Mereka pun hadir untuk mengambil posisi mengawal proses pembuatan kebijakan ketika pilihan kebijakan dianggap bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum. Proses pengawalan tersebut bisa juga ditujukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam tubuh pemerintah. Di tengah absennya peran pemerintah dan kelompok-kelompok usaha inilah kelompok masyarakat
hadir dan mengambil tempat.
108
Pemahaman ini penulis dapatkan dalam diskusi dengan Morentalisa Hutapea, praktisi NGO Internasional, Advocacy Officer IESR
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
64
Sekalipun mengambil tempat di tengah negara dan pasar, namun terdapat paradoks dalam pergerakan masyarakat sipil (the paradox of civil society). Paradoks tersebut mencakup fakta bahwa pergerakan masyarakat sipil hanya akan bisa berkembang dan menjadi kuat di dalam negara yang memiliki peran pemerintahan yang demokratis. Negara yang demokratis menyediakan lingkungan yang ‘subur’ bagi masyarakat sipil untuk melakukan konsolidasi, koordinasi, pertukaran informasi dan gagasan, serta proses internalisasi nilai-nilai. Itu sebabnya peta kekuatan (baik secara jumlah maupun kapasitas) akan berjalan beriringan dengan kondisi demokrasi suatu negara.
Peran negara yang terlalu kuat/dominan akan menjadi penghambat bagi perkembangan masyarakat sipil. Hambatan tersebut dalam bentuk: 1. Upaya secara langsung untuk menghalang-halangi atau bahkan menghilangkan suatu pergerakan tertentu, 2. Memberi batasan yang rigid dalam melakukan dialog sehingga kelompok-kelompok masyarakat sipil mengalami kesulitan untuk bisa secara efektif memberi pengaruh. Hal inilah yang juga menjadi penghambat gerakan masyarakat sipil global, yaitu ketika pemerintah daerahnya arogan/ strong state. Penulis menemukan adanya arogansi pemerintah untuk enggan “disetir” oleh pihak luar banyak-banyak. Terkait dengan fenomena strong state yaitu dalam lingkup negara, di Kabupaten Solok fenomena strong state diturunkan menjadi fenomena strongmen yang direpresentasikan oleh pemimpin daerah. Pemimpin daerah atau dalam kasus Kabupaten Solok, Bupati, memiliki andil yang besar dalam menentukan berhasil atau tidaknya pergerakan masyarakat sipil.
Faktor kepemimpinan menjadi sentral dalam memaparkan karakteristik dari pemerintah dan dampaknya terhadap Pakta Integritas. Banyak pihak mengungkapkan perasaan senang ketika masa pemerintahan Gamawan Fauzi. Para
naraasumber
banyak
menyebutkan
karena
Gamawan
Fauzi
yang
menggerakkan awal mula reformasi birokrasi di Kabupaten Solok lah yang menyebabkan Solok bisa maju seperti saat ini. Meskipun demikian beberapa narasumber pun, yang penulis sinyalir merupakan lawan politik dari Gamawan Fauzi, tidak terlalu setuju akan Gamawan sebagai pusat inovasi. Mereka yang
tidak setuju menyatakan bahwa Gamawan hanya mempergunakan semua asset
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
65
yang dapat dipakainya di Kabupaten Solok untuk membesarkan namanya. Istilah yang digunakan oleh seorang narasumber Gamawan lihai dalam ‘memupuk modal karier politik’-nya.
Berbeda dengan Gamawan Fauzi, Gusmal Datuk Rajalelo yang merupakan datuk (mempunyai kaum) dan juga kader satu partai dengan Gamawan, merupakan Bupati yang banyak memiliki ‘musuh politik’. Penulis mendapat keterangan dari para ‘tim sukses / tim pendukung Gusmal’ yang menyatakan:
“Gusmal sama dengan Gamawan Fauzi mereka merangkul baik lawan maupun teman politiknya. Namun, sayang sekali nasib mereka berbeda, yang satu berhasil menjadi Menteri, yang satu berakhir di bui.”
Bupati yang sedang menjabat sekarang (2010-2015) Syamsu Rahim mengakui bahwa gaya kepemimpinan yang dipilihnya adalah gaya kepemimpinan yang situasional. Beliau menerapkan gaya seperti itu karena melihat bahwa masyarakat sudah tidak senang lagi dan jijik dengan kepemimpinan yang arogan dan masyarakat lebih merespon positif dengan pejabat yang apa adanya.
“Saya sendiri memakai kepemimpinan yang situasional artinya bisa menyesuaikan sendiri di mana pun berada. Diktaktor tidak cocok, tetapi pada saat tertentu diktaktor dan otoritatif diperlukan.” (Syamsu Rahim, Arosuka 13 Juni 2012) Penulis akhirnya mendapat pemahaman di tingkat Kabupaten Solok,
pemerintah secara keseluruhan direpresentasikan oleh karakter pemimpin daerah itu sendiri. Gamawan Fauzi sebagai pemimpin daerah yang melaksanakan pakta integritas tentunya memiliki dukungan positif dengan program anti-korupsi global ini. Sayangnya masa kepemimpinannya di Solok hanya melewati 2 tahun masa implementasi Pakta Integritas, yaitu dari mulai dideklarasikan 2003, sampai beliau menjadi Gubernur Sumatera Barat tahun 2005.
Pemimpin setelah(Gamawan Fauzi)nya, Gusmal Datuk Rajalelo, yang meneruskan program pakta integritas yang sudah dibangun bersama ternyata dinilai oleh Transparency International Indonesia (TII) tidak bisa mengawal
dengan baik program ini.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
66
“Kendala yang lain menurut saya adalah ketika pergantian pimpinan, penggantian kepala daerah, yang komitmennya tidak sekuat Pak Gamawan, Pak Gusmal ini. Dan juga secara individu dan secara personal, secara kharisma gezahnya / wibawanya tidak sekuat Pak Gamawan. Tidak mampu membuat komunikasi yang baik dengan seluruh elemen masyarakat di Solok.109 (Joni Uyun, Jakarta Juni 2012)
2.1.2.2.Karakter masyarakat sipil
Organisasi masyarakat di Solok belum pernah secara terorganisir bertujuan menjadi pengontrol sosial yang terbentuk sebelum adanya pakta integritas. Waktu itu orgnaisasi masyarakat sipil di Solok masih LAPAU (Lembaga Pemantau dan Penyalur Aspirasi Ummat) saja. Dibentuklah APPI, itu LSM yang dibentuk dari koalisi 24 LSM.
“Lazimnya di mana saja LSM lokal, mereka lebih banyak hanya berteriak, tetapi tidak tahu bagaimana saluran teriak yang paling bagus. Mereka melihat ada kecurangan, ada penyimpangan, tetapi mereka sering kalah ketika kekuasaankekuasaan itu (yang lain) dominan”.110 “Nah organisasi atau LSM lokal itu pada awalnya tidak kuat. Ngga kuat. Hanya mereka lebih kepada kesamaan ideologi, kesamaan visi saja yang membentuk aliansi. Tapi yang menggerakkan itu tidak … mungkin kurang terorganisir lah maksudnya.” (Mantan Staf Ahli Bupati Solok, Padang 11 Juni 2012)
Bagi mereka Pakta Integritas ini semacam perjanjian yang dapat dijadikan bahan acuan saat mengejar orang yang bermasalah. menurut pengakuan salah satu anggota Polresta Solok yang penulis wawancarai aparat penegak hukum dapat menjadikan pakta integritas sebagai dasar menangkap orang yang bermasalah.
“Dasar itu (pakta integritas) aja cukup. Ndak susah-susah ndak perlu cari-cari ini. Dikit aja salah bisa dikejar itu. Contohnya proses tender, sesuai dengan Pepres 54 langsung diambil pakta integritasnya begitu pun pelaksanaannya. Dari situ dikejar, gampang.” (Fauzi, Polisi –Arosuka 12 Juni 2012) Ketika penulis bertanya apa pandangan dari masyarakat tentang tidak terbentuknya Komisi Transparansi yang menjadi institusi pemantau independen di
Kabupaten Solok.
109 110
Pendapat dari salah satu anggota NGO lokal Solok Pendapat dari salah satu staf Transparency International - Indonesia
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
67
“Kadang-kadang Indonesia ini terlalu banyak lembaga. Jadi kadang-kadang lembaga ini (saling) bentrok dia. Itu satu. Yang kedua kebanyakan orang dalam.”
Partisipasi Masyarakat Kabupaten Solok dalam Prosedur Pengambilan Kebijakan
Partisipasi masyarakat di Solok menjadi sentral cita-cita dari kesuksesan pakta integritas sekaligus juga menjadi tantangan terbesar. Mengusahakan partisipasi masyarakat sudah dilakukan pemerintah Indonesia semenjak zaman Orde Baru meskipun disinyalir menjadi orde yang paling otoriter di sisi lain juga sangat menguntungkan partisipasi internal. Misalnya saja program ABRI masuk desa yang berusaha menjangkau partisipasi masyarakat dengan cara-cara
berbeda.111 Jadi yang membedakan upaya menggalang partisipasi masyarakat di zaman orde baru dan reformasi adalah inisiatif datang dari pihak mana. Orde baru mengupayakan partisipasi masyarakat yang berinisiatif dari pemerintah melalui ABRI
(Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia)
sedangkan
reformasi
mengupayakan partisipasi masyarakat secara mandiri. Penulis melihat ada missing link masa transisi partisipasi masyarakat dari Orde Baru ke zaman reformasi, yaitu masyarakat tanpa melalui masa transisi dianggap sudah mampu dan inheren berinisiatif untuk berpastisipasi.
Dalam masyarakat Minang sendiri masyarakat sebenarnya sudah memiliki partisipasi di dalam ranah informal tersendiri. Sistem adat Minang yang memiliki pemimpin-pemimpin, seperti datuk, niniek-mamak, dll. Sistem ini juga diejawantahkan ke dalam organisasi-organisasi adat, misalnya saja Kerapatan Adat Nagari (KAN), Bundo Kandung, dll.
“Cuman kelemahannya organisasi adat ini tidak punya uang untuk menggerakkan roda organisasi.” (Buspadewar, Tokoh Adat Solok) Seperti layaknya urusan adat di tempat lain memang upaya partisipasi
yang dilakukan hanya sebatas urusan adat sehingga ketika ingin memasukkan unsur adat ini ke dalam prosedur pengambilan kebijakan pemerintah lah yang ikut
111
Keterangan yang diberikan oleh Buspadewar Datuk Bagindo Kayo
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
68
membina dan meletakkan unsur-unsur kemasyarakatan untuk duduk bersama, didengar pendapatnya.
“Jadi waktu membentuk PI itu, itu kan biasa kalau dalam melahirkan suatu peraturan, itu kan datangnya dari bupati. Waktu itu yang membuat konsep PI itu, Bupati Gamawan sudah meletakkan unsur-unsur kemasyarakatan, diundangnya LSM, kelompok tani, kelompok masyarakat, bundo kandung. Jadi pokoknya ketuaketua stakeholder yang ada di masyarakat itu dihimpun. Jadi pada waktu membuat konsepnya saja, itu stakeholder sudah diundang waktu itu. Lalu dibawa ke DPR-D, kemudian dibentuk tim.” “Masukannya pada waktu forum itu pada prinsipnya memang masyarakat itu menyarankan setiap proyek pembangunan itu hendaknya masyarakat tahu. Juga hendaknya dalam pelaksanaan proyek itu juga diterima saran masyarakat. Kemudian juga berapa biayanya.” (Buspadewar, Tokoh Adat) Pada saat menginisiasi Pakta Integritas, pemerintah sangat mengupayakan terfasilitasinya partisipasi masyarakat hal itu dilihat dari di masa persiapan konsep pakta integritas yang melibatkan unsur-unsur masyarakat secara keseluruhan. Ketika awal pelaksanaan pun, Gamawan Fauzi sangat mengapresiasi partisipasi masyarakat di dalam sumbangan ide, laporan-laporan pengaduan, dan hasil investigasi. Akan tetapi setelah pemerintah setelah Gamawan Fauzi tidak lagi mengayomi seperti itu lagi. Pemerintah cenderung jauh dari masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat pun enggan untuk berinteraksi dengan pemerintah. Kesimpulan yang akhirnya di dapat dari tipe partisipasi masyarakat Kabupaten Solok ini adalah unsur kedekatan. Jika pemerintah dekat dengan masyarakat dalam artian merangkul dan mengapresiasi masyarakat, maka upaya menggalang partisipasi masyarakat pun akan berjalan dengan baik.
“Masalah itu kan pertama masalah kedekatan. Kalau tokoh adat itu dia dekat dengan masyarakat, artinya sebagai niniek mamak dia bergaul dengan anak kemenakan-kemenakannya, dengan adiknya, iparnya, diatas rumah, turun rumah, ke sawah dan ladang. Kalau pemerintah dia turun bertemu masyarakat waktunya tertentu saja; pemerintah itu sifatnya formal.” “Kedekatan itu mempengaruhi keterbukaan masyarakat, dia lebih cepat mengadu kepada niniek mamak daripada kepada pemerintah. Kalau niniek mamak itu pun dia lebih luwes untuk bisa mengadukan nasibnya, tapi kalau kepada pemerintah, karena harus datang ke kantornya, masyarakat ini enggan untuk datang. Niniek mamak kan enggak berkantor dia, di kedai kopi pun dia bisa ngomong. Ini kedekatan adat, dan barangkali di adat lain juga begitu adanya. Cuma sistemnya yang berbeda-beda. Kalau orang Minang ini kan lebih suka duduk di lapau, sambil minum kopi masuk juga pengarahan-pengarahan” (Buspadewar, Tokoh Adat Solok dan Mantan Anggota DPRD Kab Solok)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
69
Di dalam kutipan di atas sangat tergambarkan sebenarnya faktor apa yang membuat partisipasi masyarakat dalam adat Minang, yaitu budaya sangat mempengaruhi pola partisipasi. Ketika pemerintah atau pemimpinnya adalah tokoh adat yang memiliki kedekatan kultural dengan masyarakatnya, maka masyarakat akan lebih mau untuk berinteraksi dan pada akhirnya berpartisipasi di dalam prosedur pengambilan kebijakan. Dalam hal ini program Pakta Integritas sebenarnya bertujuan untuk menjembatani stagnansi antara pemerintah dengan masyarakat karena tidak selamanya pemimpin daerah itu adalah orang yang datang dari strata adat. Pakta integritas mendorong partisipasi masyarakat di atur dan distandarisasi menjadi sebuah fungsi pengawasan, pemantau, dan pelapor akan penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa serta birokrasi pemerintahan.
“Kami sekarang ngga kenal dengan mobil-mobil plat merah nih. Siapa orangnya ngga tahu. Kalau dulu pemimpin tuh dibuka kaca jendelanya, disapa. Dulu tempat saya ini tempat persinggahan (sekarang tidak lagi).” (Buspadewar, Tokoh Adat) Akan tetapi yang terjadi di masa pemerintahan Syamsu Rahim masyarakat merasa pemerintah kurang merangkul dan mengayomi masyarakat, sehingga yang timbul adalah masyarakat merasa dikucilkan dan disakiti padahal pemimpin Minangkabau itu seharusnya memenuhi filosofi adat ‘didulukan salangkah, ditinggikan serantiang’ yang artinya pemimpin itu harus masih bisa dipegang dan dicapai.
“Kalau jalan dulu target-target yang diapakan (Pakta Integritas) itu barangkali perubahan Kabupaten Solok itu memang sudah luar biasa. Tapi karena semua di atas kertas terbentur tidak jelas apakah pakta integritas ini menjadi hal yang prioritas atau tidak.”(Buspadewar, Tokoh Adat) Dampak dari partisipasi masyarakat yang demikian adalah target pakta sasaran pakta integritas tidak tercapai yaitu tidak dapat digalangnya partisipasi masyarakat secara keseluruhan untuk menopang pakta integritas. Yang terjadi sekarang ialah pakta integritas hanya ekslusif dimiliki oleh pemerintah dan pelaku
usaha. Itu pun hanya di atas kertas.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
70
LPPI (Lembaga Pengawas dan Pengaduan Independen) dan APPI (Aliansi
Pendorong Pakta Integritas)
Dua LSM yang berhasil dibentuk hasil dukungan GTZ SfGG (lembaga donor Jerman) dan Transparency International Indonesia adalah LPPI –Lembaga Pengawas dan Pengaduan Independen dan APPI –Aliansi Pendorong Pakta Integritas. LPPI yang didukung oleh GTZ sebagai wujud dari civil society di dalam good governance dipilih anggotanya yang berlatar belakang pendidikan spiritual yang diharapkan mampu untuk menjadi pengawas di dalam aktivitas pembangunan yang disponsori oleh donor-donor asing setelah masa krisis finansial 1998. LPPI banyak melaporkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pemerintah dan dinilai berprestasi baik sebagai organisasi pemantau. LPPI disponsori oleh GTZ sejak tahun 2003 sampai 2006 (4 tahun).
Di bawah ini adalah penemuan-penemuan yang berhasil dilaporkan oleh LPPI yang berdampak pada munculnya kesadaran di masyarakat akan perannya sebagai pemantau independen seiring juga dengan kesadaran dari pemerintah bahwa mereka diawasi perilakunya.
Tabel 3.5 Penemuan penyelewengan yang dilaporkan oleh LPPI –Lembaga
Pengawas dan Pengaduan Independen (2003-2004)
Kasus yang dilaporkan
Yang bertanggungjawab
1. Penjualan beras subsidi (yang
Camat terkait
diperuntukkan bagi masyarakat miskin) ke pasar bebas 2. Penjualan pupuk bersubsidi
dengan harga pasar 3. Laporan palsu dalam program
Gerakan Nasional Rehabilitasi
Kepada dinas departemen pertanian Kab. Solok
Kepada dinas departemen kehutanan Kab. Solok
Hutan Rakyat (GNRHR)112 4. Penyelewengan alokasi gaji
Kepada dinas departemen pendidikan
112
Keterangan lengkap dipaparkan oleh Uncle Black, LSM perseorangan yang berfokus pada bidang kehutanan.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
71
untuk Guru honorer
Kab. Solok
5. Permintaan biaya tambahan
Kepala sekolah terkait
kepada orangtua murid untuk seragam sekolah 6. Penjualan satu ekor sapi yang
Ketua kelompok tani
diperuntukan bagi kelompok petani oleh program nasional Sumber: Informasi yang dikumpulkan dan dinarasikan oleh penulis dalam
berbagai wawancara dengan civil society Kab. Solok
APPI adalah gabungan dari 24 LSM lokal di Kabupaten Solok yang sebelumnya
telah
terbentuk.
Macam-macam
LSM
atau
pun
organisasi
kemasyarakatan Kabupaten Solok yang bergabung di dalam APPI misalnya LAPAU, SURAU, PETIR, PERMATA, PERAK, PADAR, WIDYASWARA yang didorong oleh Transparency International Indonesia untuk mengawal pelaksanaan pakta integritas di Kabupaten Solok. Fungsi APPI hampir menyerupai LPPI, yaitu mengawasi kontrak antara pemerintah dan pelaku usaha dalam tender proyek (setiap kali ada kontrak, perwakilan APPI harus hadir sebagai saksi) dan melaporkan jika ada indikasi penyimpangan. Dampak dari hadirnya APPI juga sama dengan LPPI, yaitu munculnya kesadaran untuk mengawasi perilaku pemerintah dan swasta sekaligus sebagai aktor penyeimbang dalam good governance. Masyarakat sipil sebagai kontrol sosial dihadirkan wujudnya dengan terbentuknya APPI. Berikut di bawah ini adalah hasil temuan kasus-kasus yang diinvestigasi oleh APPI dan dilaporkan kepada Bupati Gamawan Fauzi. Akan tetapi sampai sekarang yang telah ditindaklanjuti ialah
kasus Pipa PVC di Talang, kasus yang lain tidak ditindaklanjuti.113
Tabel 3.6 Penemuan penyelewengan yang dilaporkan oleh APPI –Aliansi
Pendorong Pakta Integritas (2003-2007)
No. 1.
Temuan Kasus Pipa PVC di Talang
Keterangan Spesifikasi pekerjaan proyek yang tidak sesuai
113
Keterangan ini penulis dapat dari hasil wawancara dengan civil society Kab Solok pada 11-12 Juni 2012
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
72
2. 3.
Convention Hall Alahan Panjang Kepalobanda
Mark-up harga proyek. Spesifikasi pekerjaan proyek yang tidak sesuai
Fenomena FLAMINGO114 di Kabupaten Solok Aktor-aktor baru akibat global civil society menurut Marlies Glasius adalah mereka yang disebut mimic –peniru-niru, dengan berbagai alasan mereka meniru bentuk organisasi dari NGO yang ada. Berangkat dari mendengar cerita kesuksesan dari organisasi berbentuk NGO, dan didukung oleh kebebasan bermodel liberal dan neoliberal maka muncullah fenomena NGO mimics –serupa tapi tak sama dengan NGO. Variannya pun banyak, ada RESTANGO (Retired statesman’s NGO –NGO pesiunan), BINGO (Business interest NGO –NGO berkepentingan bisnis), GONGO (Government organized NGO –NGO yang diorganisir oleh pemerintah), FLANGO (First Lady NGO –NGO Istri Pejabat), dan FLAMINGO (the fly-by-night atau flavour-of-the-month NGO – NGO hilang
semalam atau NGO yang tren bulan ini)115
Melihat karakter LSM lokal Kabupaten Solok membuat penulis membandingkannya dengan fenomena FLAMINGO yang diutarakan oleh Glasius dengan temuan lapangan, yaitu bahwa LSM lokal di Kabupaten Solok memiliki karakteristik yang serupa dengan ciri-ciri FLAMINGO116:
1. Organisasi semu yang berpose sebagai NGO, yaitu menyebarkan proposal dengan tujuan hanya untuk menarik sponsor dari donordonor. Biasanya ini terjadi pada saat peristiwa sosial-politik besar, misalnya bencana alam besar terjadi di suatu tempat, menjamurlah
FLAMINGO-FLAMINGO ini di daerah tersebut. 114 FLAMINGO adalah istilah yang digunakan oleh Marlies Glasius untuk menyebut the fly-bynight atau flavour-of-the-month NGO –LSM yang hilang dalam semalam atau LSM yang sedang tren di bulan ini. 115 Marlies Glasius, “Dissecting Global Civil Society: Values, Actors, Organisational forms”, diakses dari http://www.opendemocracy.net/5050/marlies-glasius/dissecting-global-civil-societyvalues-actors-organisational-forms pada 25 Juni 2012 116 Ibid.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
73
2. Sebagai aktor yang sering diekslusikan dari pergerakan masyarakat sipil global (global civil society) akan tetapi sebenarnya memiliki efek sosial politik tertentu terhadap lingkungan.
Karakteristik FLAMINGO ini sejalan dengan karakter LSM lokal di Kabupaten Solok: 1) Meniru bentuk organisasi LSM tetapi dibentuk dalam tempo yang relatif singkat dan berlalu dalam tempo yang sangat cepat pula, 2) Menunggu sponsor dana dari lembaga donor (GTZ atau Asia Foundation) atau perseorangan (calon legislatif atau eksekutif misalnya).
“Saya belum lihat NGO (di Solok) yang betul-betul profesional. Hanya NGO yang dibentuk untuk dadakan. Mau pilkada waa lagi ada NGO. Menghujat kandidat-kandidat yang itu.”(Syamsu Rahim, Bupati Solok)
Penekanan secara khusus diberikan kepada LSM/ NGO yang tidak profesional (yang membedakan dengan profesional adalah mengetahui tugas dan fungsinya secara jelas) dan hanya menantikan proposal/ tawaran kegiatan untuk dibiayai oleh donor.
“Jadi yang dibenci kadang-kadang pejabat, perilaku pejabat. Kalau dikasih sangu (uang sogok) dia diam. Ya jadi bukan mengkritik, nah iya ada kepentingan. Ngga ada pekerjaan dia menggabungkan diri menjadi LSM, NGO, tapi NGO yang amatiran. Bukan yang profesional.”(Syamsu Rahim, Bupati Solok)
Hal ini dibuktikan pada awal tahun 2003, lembaga donor Jerman GTZ mensponsori program good governance di kabupaten Solok yang salah satunya adalah membiayai operasionalisasi LPPI bersama dengan pemerintah. 117 Mereka sangat aktif bekerja, melakukan pengawasan dan melaporkan penyelewengan. Begitu pula dengan APPI –Aliansi Pendorong Pakta Integritas yang disponsori oleh Transparency International Indonesia, sangat aktif menjadi pemantau independen dalam proses monitoring tender proyek maupun mengawasi kinerja para pejabat. Akan tetapi setelah GTZ dan TII tidak mensponsori lagi kedua
gabungan LSM lokal ini menjadi tidak aktif berjalan lagi. 117
Keterangan ini didapat penulis melalui perbincangan dengan Ilyasmasi, Ketua APPI
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
74
“Waktu pertama kali dicetuskan (pakta integritas), LSM terangkat ke atas. Artinya memberikan masukan-masukan di dalam penyelenggaraan pemerintah. Kalau ada yang tidak benar mereka ngomong. Nah tapi semenjak 2007 ke atas boleh dikatakan LSM Kabupaten Solok sudah hilang. Gatau saya hilangnya ke mana.” (Desra Ediwan, Wakil Bupati Solok) LSM lokal semenjak tahun 2007, yaitu masa dimana lembaga donor GTZ dan TII tidak lagi mensponsori operasionalisasi APPI dan LPPI, mengalami penurunan kegiatan bahkan akhirnya di saat penulis turun lapangan sama sekali tidak ada kegiatan lagi dari gabungan LSM lokal ini.
“Kalau dulu LSM sibuk mengawasi PI, tapi sekarang bungkam semua. Periode kami 2004 sampe 2009, semua langkah DPR-D diawasi oleh LSM. Jadi istilahnya saya, yang haram zaman dulu menjadi halal semua. Dulu nggak boleh studi banding lebih dari 3 kali dalam 5 tahun, sekarang 3 kali dalam setahun, dengan namanya berbeda-beda, ada studi banding, konsultasi, macam-macam.” (Buspadewar, Tokoh Adat) Dampak Fenomena FLAMINGO Kabupaten Solok terhadap pakta integritas ialah, konsistensi pengawalan partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah sekaligus pengadaan barang dan jasa yang transparan menjadi terhambat. Dengan hasil pengamatan penulis berani mengutarakan bahwa LSM lokal untuk pengawalan pakta integritas sama sekali sudah mati. Hal ini menjadi sangat ironis ketika pemerintah masih mengumandangkan pakta integritas sebagai program unggulan anti-korupsi di Kabupaten Solok tetapi tidak diikuti oleh LSM lokal yang partisipatif dan berkelanjutan.
“Sebenarnya, mudah-mudahan penilaian saya ini keliru, dulu kawankawan NGO Solok juga tidak sepenuh hati juga mau bekerja sama dengan TI. Ego. TI kan lembaga dari luar, yang kita datangkan juga orang luar bukan dari Solok. Kalau mereka tidak berpikiran seperti itu mungkin diujung perjalanan dinamikanya agak tinggi. Karena seluruh kapasitas building itu sudah kita lakukan. Kan tidak seharusnya juga kita senantiasa menyuapi, menyusui. Artinya ketika kita sudah membangun, kawan-kawan (harusnya) sudah bisa menyiasati lah. Jadi tidak semata-mata hanya melihat TI satu-satunya yang akan menjadi sumber bagi mereka.” (Joni Uyun, TII) Fenomena FLAMINGO di Indonesia tergambar jelas pada saat bencara tsunami di Aceh tahun 2004 lalu yang dampak dari bencana tersebut menjadi sorotan media internasional membuat banyaknya lembaga donor, yayasan, INGO
dari berbagai macam negara mengupayakan rekonstruksi Aceh secara besar-
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
75
besaran. Mekanisme rekonstruksi ini mengikutsertakan empowerment NGO lokal sebagai perpanjangan tangan mengupayakan dana, fasilitas, dan capacity building untuk rekonstruksi Aceh masa itu. Dampaknya apa? NGO lokal yang tadinya tidak pernah mendapatkan dana yang besar untuk operasionalisasi maupun gaji pegawai, semasa rekontsruksi struktur sosial masyarakat Aceh yang ikutserta di dalam rekonstruksi menjadi berbeda. mereka secara tiba-tiba ‘naik kelas’ dengan gaya hidup mewah dan sebagainya. Mereka dibayar sesuai standar internasional, yang dibandingkan ukuran standar nasional jumlahnya sangat besar! Akan tetapi selepas masa rekonstruksi, para donor mulai menarik diri dari Aceh, mereka (para FLAMINGO Aceh) menghilang satu per satu. Yang dapat ditarik dari sini ialah mekanisme bantuan donor internasional ini ternyata memberikan mimpi sesaat
saja terhadap pembangunan masyarakat sipil.118
3.1.3.4 Karakter Pengusaha Kabupaten Solok
Iklim usaha di Kabupaten Solok dapat dikatakan kondusif, usaha yang dilakukan antara lain, jasa kontruksi, pengadaan barang, perdagangan, dll. Ada sekitar 2000 orang pengusaha jasa kontruksi pengadaan barang dan jasa. Hal ini dianggap oleh Safrizal, ketua KADIN Kabupaten Solok, tidak berimbang mengingat jumlah pengusaha jasa kontruksi pengadaan barang dan jasa yang banyak.
“Jadi sehingganya tingkat persaingan sangat tajam dan sangat kritis”(Safrizal, Ketua KADIN Kab Solok)
Ada fenomena menarik bagaimana kompetisi di antara pengusaha untuk bersaing secara tidak sehat, yaitu orang-orang yang kalah dalam pemilihan tender berusaha mencari-cari peluang untuk menjerat / memfitnah pemenang atau teman sesame pengusaha dalam pemilihan tender tersebut. Ketika secara tidak sengaja
pengusaha dengan panitia bertemu di warung kopi dan berkumpul, langsung
118
Pemahaman dan pengertian ini didapat oleh penulis melalui diskusi dengan Dwi Ardhanariswari selaku dosen pembimbing dan praktisi NGO (PACIVIS)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
76
difoto dan dipublikasi ke Koran dengan judul yang berintensi mencurigai ada kolusi di sana.
“Padahal cuma ngumpul di warung kopi. Ngga ada apa-apanya. Eh sudah
muncul di Koran saja.”119
Jenis pengusaha pengadaan barang dan jasa terdiri dari, jasa kontruksi, konsultan, dan sub-kontraktor. Pakta integritas dalam pengadaan barang dan jasa memiliki kantor di Kompleks Pemerintahan Kabupaten Solok, bernama ULP (Unit Layanan Pengadaan). Semasa kepemimpinan Gusmal, ULP ini dilahirkan dengan mulanya mengalami penolakan karena para sub-kontraktor kehilangan pendapatan. Tetapi seiring berjalannya waktu, para sub-kontraktor pun pada akhirnya beralih profesi menjadi konsultan atau menjadi pengusaha.
“Lebih dari setengah pelaku bisnis di Solok tahu PI. Kalau pelaku konstruksi mungkin 100% tahu PI. Kalau pengusaha non-pengadaan mungkin fifty-fifty, tetapi semua pengusaha pengadaan baik konstruksi, konsultan, pengadaan barang da jasa tahu PI. Karena itu tadi setiap mereka menang lelang pasti tantandangan PI. Tetapi PI versi apa dulu.”(Joni Uyun, TII)
Setiap pengusaha pengadaan barang dan jasa harus bergabung ke dalam asosiasi-asosiasi Gabungan Pengusaha seperti GAPEKNAS (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional) dan GAPENSI (Gabungan Pengusaha Indonesia). Semua asosiasi ini berkumpul dan berinduk di KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Kabupaten Solok.
“Seringkali saya berdialog dengan para pelaku usaha ini jangankan satu mereka bilang, seratus pun mereka tandatangani satu dokumen itu. Kalau dari sistem dari dalamnya tidak diperbaiki. Nah dari Solok kan itu yang ingin kita perbaiki, sistem di dalamnya. Yang penting itu di sistem yang dijalankan oleh pemerintah. Pelaku usaha itu kan mengikuti sebenarnya. Mereka hanya mengikuti saja kok. Mengikuti apa pun regulasi yang dilahirkan oleh pemerintah. Ya kalau pemerintah melahirkan regulasi yang lemah ya mereka juga bisa melihat peluang-peluang untuk bermain toh. Nah dari kelemahan Keppres 80 itulah kita melihat pentingnya Pakta Integritas ini dibangun seutuhnya. Jadi tidak hanya sekedar tandatangan pernyataan tok, tidak hanya sekedar menjadi pernyataan administratif.”(Joni Uyun, TII)
119
Ibid.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
77
Pakta integritas mendapat respon positif bagi pengusaha besar karena mereka diuntungkan dengan kompetisi yang semakin fair. Sedangkan dianggap merugikan oleh para pengusaha kecul karena pada akhirnya, mereka tidak bisa ikut pemilihan tender. Hal ini dikarenakan upaya-upaya suap dan ‘uang pelicin’ ditiadakan serta transparansi di dalam pelelangan dilakukan. Akan tetapi dapat dilihat di dalam kutipan di atas bahwa implikasi pakta integritas terhadap para pengusaha ialah sekedar selembar kertas perjanjian tambahan secara administratif yang wajib ditandatangani tetapi tidak wajib dipatuhi. Mengapa? Ini dikarenakan pakta integritas hanya diatur oleh Keppres 54 tahun 2010 tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagai lampiran yang wajib disertakan saja.
3.1.4 Persepsi Pesimistis Masyarakat Faktor lain yang menyebabkan kegagalan pakta integritas di Kabupaten Solok adalah masyarakat sudah memiliki persepsi yang amat kuat tentang korupsi yang sudah terinternalisasi di dalam diri masing-masing orang. Faktor yang sangat mengejutkan sekaligus terdeteksi sedari awal oleh penulis adalah persepsi masyarakat akan korupsi. Ketika membicarakan korupsi dalam tataran nasional maka gagasan-gagasan yang muncul seketika adalah persepsi bahwa korupsi sudah sangat mengakar kuat di Indonesia.
Ketika pada penemuan di lapangan pun memang korupsi tidak hanya terjadi di pemerintahan, tetapi pelaku usaha dan masyarakat sipil pun ikut dalam praktik korupsi. Pemerintah dapat mengkooptasi LSM lokal dengan memberikan uang tutup mulut terhadap praktik-praktik penyimpangan, sekaligus juga LSM lokal yang masih bisa ‘dibeli’ aspirasinya oleh pemegang kekuasaan. Praktik pengusaha memberi uang pelicin/ sogok kepada pemerintah dan LSM lokal juga sering tidak dapat dihindari karena memang korupsi sudah membudaya. Korupsi yang sudah membudaya ini dimaksudkan penulis sebagai tidak jelasnya batas-batas perilaku korupsi dan yang bukan korupsi. Masyarakat masih menilai menerima pemberian wajar, menolak pemberian itu tidak sopan meskipun pemberian hadiah/ uang/
sogok ini jelas-jelas adalah praktik korupsi.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
78
Ketika dikontestasikan dengan pergerakan masyarakat sipil yang mendukung ide penyebaran nilai moral global, yaitu melalui pakta integritas, masyarakat sipil secara luas di Kabupaten Solok transparan, jujur, dan menghargai integritas mengalami tantangan sendiri yaitu ‘budaya korupsi’ versus ‘budaya anti-korupsi’. Di mana budaya korupsi ini bukan satu-dua dekade belakangan ini saja munculnya, seperti pergerakan budaya anti-korupsi, budaya korupsi sudah karatan menjangkit masyarakat Kabupaten Solok.
Bupati Syamsu Rahim sendiri mengungkapkan pesimismenya atas budaya korupsi kepada penulis dengan menyatakan bahwa lembaga pengawasan internal di pemerintahan sudah sebegitu lengkapnya, di DPRD ada Badan Kehormatan, di pemda ada Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, Inspektorat, dan ada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), bahkan ada pengawasan dari Tuhan. Akan tetapi, dalam kenyataannya orang-orangnya masih ada yang melakukan penyelewengan.
“Iya jadi Pakta Integritas itu kan zaman Pak Gamawan Fauzi. Itu kan hanya nomenklatur yang disebutkan sampai hari ini. Walaupun Perda-nya ada, tetapi kan tidak ditindaklanjuti oleh Bupati setelah itu (Gusmal Rajalelo). Akan tetapi ini (pakta integritas) sudah meng-Indonesia bahwa di Kabupaten Solok pakta integritas lahir di bawah kepemimpinan Pak Gamawan. Nah ini jualan Pak Gamawan dulu kan, sehingga dia menjadi populer.” (Syamsu Rahim) “Ya korupsi ini kan sudah merajalela. Saya lihat pemberantasan korupsi ini sekarang itu ngga ada yang jalan itu. Itu hanya di atas kertas. Saya berani bicara itu hanya di atas kertas. Bicara kita anti ini anti itu. Bahkan di Padang pun, Padang kota sudah ada anti-suap. Ada pin-nya itu dipakai waktu kerja. Bulat di sini (sambil menunjuk dadanya) anti-suap. Tapi itu kan hanya bahasa saja. Ngga jalan lagi saya lihat.” (Ilyasmadi, APPI) “Pakta integritas ini gagal, ngga ada dukungan pemerintah. Ngga ada dukungan pemerintah. Itu kan Pakta Integritas kan yang punya pemerintah. Untuk pemerintah kan, untuk masyarakat apaan sih. Pakta integritas untuk apa di masyarakat, ngga ada gunanya. Yang gunanya kan untuk yang punya Pakta Integritas itu kan pemerintah. Efek positifnya baru ke masyarakat. Kalau dia (pemerintah) tidak berlaku korupsi, kalau tidak menjalankan kebijakan sesuai dengan koridor hukum tentu yang dirasakan oleh masyarakat. Nah ini sekarang yang punya aja ngga mau ini. Jadi masyarakat ogah-ogahan sekarang. Ngga begitu mendukung begitu, biasa-biasa aja.” (Ilyasmadi, APPI) “Karena merubah perilaku itu sangat lama. Pegawai aja lima tahun, merubahnya sulit. Apalagi perilaku masyarakat yang sudah berkarat. Masyarakat itu banyak korupsi.”(Gusmal, Mantan Bupati Solok)
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
79
Figur 3.1 Jejaring KKN Tri-partnership Kabupaten Solok
Wartawan dan LSM yang sering membuat berita miring bisa 1. menerima uang ‘tutup mulut’ dan diam. Wartawan lokal cenderung nongkrong saja di Kantor Pemkab untuk mencari-cari kesalahan
Pemerintah
Masih ada pengusaha yang mengupayakan uang pelicin untuk memenangkan tender secara tidak adil. Pemerintah ikut menjadi pengusaha juga.
Pengusaha
Civil Society
LSM bisa memeras pengusaha bermasalah untuk memberikan sebagian keuntungan proyek agar tidak dilaporkan ke aparat hukum LSM juga bisa bermain menjadi pengusaha karena tidak sepenuhnya idealis menjadi pengawas.
Hal yang sungguh mengejutkan dalam pengamatan penulis dari hasil wawancara ditemukan jaring korupsi, kolusi, dan nepotisme yang ada di kabupaten Solok. Setiap pemangku kebijakan berpotensi dan diyakini ber-KKN dalam hubungan partnership ini.
“P engusaha ini yang berteman dengan LSM. Pengusaha kalau terjadi kongkalingkong ini lapornya ke LSM. Nanti LSM inilah yang lapor ke sanakemari. Kita dekat ini. Kecuali pengusaha ini yang karbitan. Dia ngga punya track record yang lama, bisa aja gara-gara adiknya, saudaranya bisa aja. Dia naro orang lain tapi dia yang usaha.” (Safrizal, Ketua KADIN Kab Solok) “Nah dalam perjalannya memang terjadi beberapa anggota itu (anggota pemantau independen) yang justru menjadi kontraktor, mendapatkan proyek. Itu terjadi.” (Joni Uyun, TII) Menurut pengakuan dari beberapa narasumber yang menyebutkan fungis pengawasan dari pemantau independen atau yang dalam mekanisme pemangku kebijakan pakta integritas kemudia disebut civil society yang terdiri dari para wartawan, kontributor koran, dan aktivis adat memang dinilai sangat dekat hubungannya dengan para pengusaha. Hubungan ini memberi dampak
berkurangnya independensi civil society sehingga dapat blur batas-batas civil
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
80
society dengan pelaku usaha, sebagian ada yang ‘menyebrang’ peran secara sembarangan dengan mamanfaatkan situasi.
“Soalnya pengusaha kadang-kadang ada yang wartawan. Pengusaha juga ada yang LSM. Nah di sini rumitnya di situ. Khusus Solok ya.” (Safrizal, Ketua KADIN Kab Solok)
Pemerintah sendiri pun sangat berpotensi melanggar aturan dengan menggunakan segala kuasanya untuk kepentingan pribadi terutama dapat dilihat di saat pergantian kepemimpinan Bupati.
“Biasanya di daerah kayak gitu Dek. Naik Bupati yang baru, pengusaha yang ikut pendahulunya dibabat habis-habisan.” (Safrizal. Ketua KADIN Solok) Pemerintah pun ikut turut menjadi pengusaha di dalam tender-tender
proyek. Pemilik perusahaan yang berbentuk CV atau PT tidak harus bernama pejabat tersebut, tetapi nanti dalam pelaksanaan proyek sumber dana yang dipakai CV atau PT tersebut berasal dari pejabat tersebut. Hal-hal semacam ini hanya dapat menjadi rumor yang diyakini terjadi di Kabupaten Solok.
“Ada sih ada (KKN) tapi membuktikannya ini yang susah. Tidak bisa dibuktikan.” (Pince, Pemilik CV Putera Karya, anggota Gapensi)
Dari hasil temuan di lapangan penulis mengkonsepsikan penyebabpenyebab kegagalan Pakta Integritas menjadi 4 faktor, yang penulis gambarkan di dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.7 Kategorisasi dari temuan-temuan di lapangan
No.
Kategorisasi
Temuan-temuan dari riset lapangan
1.
Masalah dalam Internalisasi Program Global Civil Society
a. Sosialisasi yang minim dan pendek waktunya. b. Masing-masing pemangku kebijakan (pemerintah, swasta, dan masyarakat) masih minim pemahamannya dengan pakta integritas c. Pakta integritas seperti
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
81
2.
Tidak adanya legalisasi hukum yang kuat yang menopang pakta integritas
a.
b.
3.
Local Politics Kabupaten Solok
a.
b. c.
4.
Persepsi Masyarakat terhadap
a.
budaya korupsi b.
bangunan pasir karena hanya sebagai alat pencitraan, barang dagangan, dan pencarian sensasi. Perda (Peraturan Daerah) Nomor 5 tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi Masyarakat yang menopang pakta integritas tidak memiliki peraturan pelaksana sampai sekarang. Komisi Transparansi dan Tim Pengelola Pengaduan yang penting tercipta sebagai bentuk legalisasi pemantau independen tidak pernah terbentuk sampai sekarang. Masyarakat sipil Kabupaten Solok masih lemah. CSOs (Civil Society Organizations) masih belum menjadi pemangku kebijakan yang setara dengan pemerintah dan swasta. Pemerintah Kabupaten Solok yang bersifat strongmen. Sosok Gamawan Fauzi sebagai pemimpin Solok yang ideal tidak tergantikan sampai sekarang. Masyarakat pesimis dengan pakta integritas, sama halnya dengan program anti-korupsi apa pun. Masyarakat pesimis dengan adanya para pemangku kebijakan yang berintegritas.
Temuan-temuan ini penulis gambarkan dengan sebuah model penyebab terjadinya kegagalan pakta integritas di Kabupaten Solok. Pakta integritas yang di
dalam bab sebelumnya telah disepakati adalah sebuah rezim internasional yang
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
82
gagal diimplementasikan secara holistik di Kabupaten Solok memiliki beberapa faktor penyebab. Dari hasil temuan wawancara dan pengamatan penulis dapat diidentifikasi adanya 4 penyebab utama dari gagalnya pakta integritas yaitu, internalisasi oleh aktor global civil society yaitu Transparency International Indonesia bermasalah, lemahnya payung hukum pakta integritas, pengaruh negatif dari local politics, dan pesimistis masyarakat terhadap korupsi.
Figur. 3.2 Model Analisis Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok
Internalisasi nilai-‐nilai anti korupsi global yang dibawa oleh GCS
Lemahnya kekuatan hukum yang menaungi pakta integritas
Persepsi Pesimistis Masyarakat terhadap Budaya Korupsi
Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok
Pengaruh negatif dari local politics
Model analisis di atas adalah: lingkaran-lingkaran yang mengelilingi ‘Kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok’ adalah faktor-faktor yang penulis temukan di lapangan, yaitu masalah dengan internalisasi pakta integritas, lemahnya kekuatan hukum yang menaungi Pakta Integritas, pengaruh negatif local politics, dan persepsi pesimistis dari masyarakat terhadap budaya korupsi.
Selain memaparkan konsepsi penyebab kegagalan Pakta Integritas, penulis juga
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
83
membuat keterkaitan di antara penyebab kegagalan tersebut. Dalam pandangan penulis faktor yang paling kuat mempengaruhi berhasil atau gagalnya Pakta Integritas adalah internalisasi nilai-nilai oleh global civil society. Jika internalisasi dilakukan dengan benar, maka dapat memperkuat kekuatan hukum yang memayungi Pakta Integritas. Jika internalisasi dilakukan dengan benar maka pengaruh negatif local politics
dan persepsi pesimistis masyarakat dapat
diminimalisir.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
BAB IV ANALISIS MENARIK PENYEBAB KEGAGALAN PAKTA INTEGRITAS KE DALAM KONTEKS YANG LEBIH LUAS
Pada bab ini penulis akan mengupayakan untuk membahas lebih luas keterkaitan antar faktor-faktor penyebab kegagalan pakta integritas di Kabupaten Solok dan manifestasinya dengan kegagalan rezim anti korupsi global. Kegagalan pakta integritas dilihat oleh penulis dengan hasil temuan penelitian berupa faktorfaktor yang mempengaruhi, mulai dari oversimplifikasi internalisasi nilai-nilai anti korupsi yang dibawa oleh Global Civil Society, lemahnya kekuatan hukum yang memayungi Pakta Integritas, pengaruh negatif dari local politics, dan persepsi pesimistis masyarakat akan budaya korupsi akan dipaparkan secara konseptual di dalam bab ini.
4.1. Oversimplifikasi proses internalisasi nilai-nilai anti korupsi yang dilakukan dalam pergerakan masyarakat sipil
Dalam temuan penulis melihat bahwa internalisasi yang dijalankan oleh actor-aktor Global Civil Society (Transparency International-Indonesia, GTZ, Indonesia Procurement Watch) di Kabupaten Solok dalam memasukkan nilai-nilai pakta integritas masih kurang baik. Sangat sedikit transfer sumber daya yang diberikan ator-aktor tersebut baik berupa dana yang minim dan terbatas, transfer gagasan dan pemikiran yang intensif di awal-awal tetapi menurun dan bahkan tidak berkelanjutan transfer nilainya. Pemahaman ini penulis sadari ketika memang dampak yang dirasakan dari peningkatan kapasitas tidak mampu menopang pakta integritas sampai saat ini. Masih di dalam tataran ideologi, aktor pendorong nilai anti-korupsi global ini pun sudah pesimis sendiri dengan pekerjaannya, ditandai dengan ada fenomena beberapa officer Pakta Integritas di Kabupaten Solok resign dengan alasan sudah jenuh. Ini memperlihatkan bahwa memang ada transfer nilai-nilai dan sumber daya yang salah di dalam internalisasi Global Civil Society. Ketika kita mengetahui bahwa memang masyarakat sipil
lahir dari ketidakmampuan negara serta pasar untuk membenahi sejumlah
84
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
85
permasalahan di dalam masyarakat, seharusnya memang aktor-aktor Global Civil Society ini sudah siap menerima resistensi yang parah sekalipun dari masyarakat dan pemerintah Kabupaten Solok.
Komunikasi di dalam Sosialisasi yang tidak mengenai masyarakat Sarana lain yang juga menjadi penting adalah komunikasi, yaitu proses internalisasi hanya akan terjadi melalui proses komunikasi yang dijalin dengan intensif. Perkembangan masyarakat sipil global terjadi dengan sangat pesat di era global yaitu ketika teknologi komunikasi, internet dan situs jejaring sosial telah membantu kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk mampu berkomunikasi dengan mudah dan murah. Dengan media tersebut juga, masyarakat sipil mampu melakukan koordinasi serta pengaturan pergerakan dengan lebih efisien tanpa harus mengalokasikan anggaran untuk tatap muka. Dalam kasus Pakta Integritas di solok, masyarakat sipil global berusaha menginternalisasi nilai-nilai global dengan teknik-teknik komunikasi yang tidak sampai ke masyarakat.
Metode sosialisasi yang digunakan oleh Transparency International Indonesia berupa publikasi modul dan aturan-aturan tertulis dalam peraturan daerah hanya dapat dimengerti secara bahasa dan substantif oleh para aktivis sosial-politik, dan para elitemen. Peluncuran film-film dokumenter pun tidak efektif ketika media ini hanya dimengerti oleh segelintir orang di Kabupaten Solok yang tertarik dengan film dokumenter. Akan lain cerita jika film sosialisasi Pakta Integritas dikemas dengan sebuah drama series, yang notabene dicintai oleh mayoritas penonton televisi nasional. Dampak dari metode sosialisasi yang tidak efektif membuat level of influence Transparency International Indonesia di Kabupaten Solok pun rendah.
Penulis menilai hal ini melalui bahwa masih banyak pemangku kebijakan yang belum mengetahui dan mengerti Pakta Integritas sebagai sebuah common language, common terms. Padahal ketika setiap elemen masyarakat sudah menyuarakan isu yang sama, istilah yang sama, trending topic yang sama proses internalisasi menjadi lebih signifikan karena berfungsi untuk: 1. Memperkukuh
rasa solidaritas, 2. Memberi identitas penanda bagi kelompok tersebut dengan
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
86
kelompok-kelompok lain ataupun entitas lain seperti pemerintah dan perusahaan, 3. Menjadi sarana untuk mendorong kesinambungan pergerakan. Mengekslusikan nilai-nilai lokal dalam memasukkan nilai-nilai global
Penyebab kegagalan Pakta Integritas di Kabupaten Solok juga tercermin dari ketidaksesuaian pendekatan yang digunakan aktor global civil society yaitu Transparency International Indonesia dalam memasukkan nilai-nilai anti-korupsi global. Dalam konsepsi glo-na-cal yang dipakai oleh Lesley Vidovich, esensi dari nilai-nilai global yang diimplementasi ke lokal bukan sekedar pendekatan topdown yang statis melainkan menghadirkan kontestasi nilai yaitu dengan menyadari dan membuka peluang signifikansi dimensi nasional dan dimensi lokal sehingga yang dihasilkan adalah asimilasi nilai-nilai global yang meyesuaikan dengan dimensi lokal.
One of our aims is to advance the significance of studying global phenomena. Yet we do not see such phenomen as universal or deterministic in the effects; thus, we also feature the continued significance of the national dimension. Further, as we do not see either global or national phenomena as totalising in their effects, we feature the significance of the local dimension. For these reasons we construct the term 'glonacal', which is phonetically pronounced, glow-nackal1
Bercermin dengan glo-na-cal, apa yang terjadi dengan Pakta Integritas di Kabupaten Solok mengalami apa yang disebut ketidaktepatan pendekatan yang dilakukan yaitu mengekslusi dimensi lokal. Misalnya saja rapat-rapat sosialisasi dan persiapan dilakukan melalui undangan formal workshop dan seminar yang sangat sedikit dihadiri oleh target partisipan karena tidak sejalan dengan dimensi lokal di Minang yang lebih suka berbincang hal-hal sosial dan kemasyarakatan di
lapau dibandingkan di kantor formal seperti itu.
1
Lesley Vidovich, “Global-National-Local Dynamics in Policy Processes: A Case of Quality Policy in Higher Education”, British Journal of Sociology, Vol. 25 No. 3 Juli 2004. Dapat juga diakses dari www.jstor.org/stable/4128693
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
87
4.2. Limitasi new social movement
New Social Movement (NSM) banyak digunakan untuk menjelaskan pergerakan sosial kontemporer terkait isu lingungan, perdamaian, feminis, etnis, kelompok minoritas, dan kelompok anti-rasis. Gerakan ini dianggap lebih pas untuk didefinisikan sebagai gerakan yang berorientasi identitas dan politik kultural daripada negara dan politik kelas. NSM secara luas lebih dikenal sebagai
gerakan anti-birokrat yang menjadikannya berbasis di dalam civil society. 2
NSM menekankan pada pergerakan ‘kontemporer’ dan gerakan sosial ‘lama’ dengan memobilisasi materi-materi yang diperlukan. Perbedaan yang mendasar antara ‘old’ dan ‘new’ social movement adalah pada istilah aktoraktornya (actors) , isu-isu (issues), nilai-nilai (values), dan cara-cara beraksi (modes of action). Gerakan yang lama, paling mementingkan gerakan buruh, yaitu bagaimana memobilisasi kelompok ini sebagai kelompok eko-sosial yang memperjuangkan pemilihan kepentingan-kepentingan, sedangkan gerakan yang baru mempromosikan tujuan-tujuan yang cut-across garis kelas, sepeti gender, ras, dan lokalitas. Sistem organisasi formal dari gerakan lama juga akhirnya berubah menjadi lebih tidak formal sekali, lebih egaliter di dalam struktur dan protes politik. Tabel di bawah akan merinci perbedaan gerakan sosial lama dan baru sehingga dari sana akan terlihat bagaimana NSM memiliki keterbatasan yang
akan mempengaruhi kegagalan rezim global.
Social Movement
‘Old’ Social Movement
New Social Movement
Actors
Partisipan dari kelas bawah (kelas buruh)
Partisipan dari kelas menengah: professional, educated young people
Issues
Perjuangan Kelas
Cross-‐cutting Garis Kelas
Values
Working Class’ interest
Middle-‐class’ interest
2
Lorna Weir, “Limitations of New Social Movement Analysis”, diakses dari https://jps.library.utoronto.ca/index.php/spe/article/download/.../8776 pada 5 Juli 2012 pukul 11.15 WIB
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
88
Modes action
of Formal
Informal
Kelemahan NSM pada akhirnya dari empat unit analisisnya, yaitu aktor, nilai, isu, dan cara-cara aksi terdapat kegagalan yaitu dalam mengartikulasi kepentingan. Ketika orang-orang yang menyuarakan isu-isu NSM adalah kelas menengah dan profesional maka kepentingan yang turut disebarkan adalah kepentingan kelas menengah. Meskipun kelas menengah adalah kelas yang paling adaptif terhadap perubahan, konsekuensi tidak terartikulasikannya tujuan NSM sampai ke level bawah sangat besar. Pakta Integritas dalam kenyataannya dikembangkan oleh TII yang beranggotakan orang-orang Jakarta yang profesional dan berpendidikan yang memiliki kemampuan berorganisasi dengan baik dan mumpuni melakukan seminar dan menyusun modul dan naskah. Akan tetapi yang tidak terlihat secara kasat mata ialah artikulasi kepentingan dari aktivitas yang dilakukan aktor. Oleh karena aktor-aktor tersebut adalah kelas menengah sangat besar kemungkinan level of reach pengartikulasian pakta integritas hanya sampai di kelas menengah masyarakat-pemerintah-swasta Kabupaten Solok. Tidak mengherankan jika orang-orang yang tidak terlalu sering berinteraksi dengan isu politik dan pemerintahan pasti tidak mengetahui pakta integritas itu apa.
Kelemahan NSM dari unit issues –isu adalah ekslusifitas packaging pakta integritas sebagai program yang baru dan kontemporer. Dampaknya ialah masyarakat-pemerintah-swasta merasa asing dengan isu baru tersebut, merasa pakta integritas bukan bagian dari struktur sosial Kabupaten Solok padahal jika dilihat budaya religi masyarakat Minang sangat menjunjung nilai-nilai kejujuran. Jadi tidak benar juga jika menganggap Pakta Integritas sebagai produk asli luar.
Kelemahan NSM selanjutnya adalah cara-cara beraksi memperjuangkan isu, NSM cenderung lebih informal sekali dibandingkan dengan gerakan sosial lama. Hal ini terkait erat dengan media kampanye, bentuk organisasional, dan evaluasi. Seiring dengan
banyaknya yayasan donor maupun lembaga
internasional yang mensponsori proyek-proyek pembangunan menyebabkan di
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
89
Kabupaten Solok dibanjiri oleh FLAMINGO3 yang berdampak pada kerentanan gerakan sosial baru ini. Gerakan sosial baru sangat tidak mengikat secara organsasional dan beraksi dengan cara-cara lebih halus, yaitu memakai pendekatan engagement.
4.3. Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global
Rezim anti-korupsi global hadir sebagai perwujudan dari upaya-upaya yang dilakukan global civil society untuk menyebarkan nilai-nilai budaya antikorupsi ke berbagai negara. Melalui Pakta Integritas yang menjadi alat pencegahan anti-korupsi yang sudah diterapkan di lebih dari 15 negara sampai saat ini masih menjadi alat pencegahan yang dengan serius dikembangkan oleh Transparency International. Di Kabupaten Solok penulis melihat pakta integritas dari level grounded yaitu melihat kesenjangan normatif dan realita bahwa sekalipun Pakta Integritas sukses melakukan pencegahan korupsi di negara-negara lain, dan bahkan pernah sukses juga pakta integritas di Kabupaten Solok semasa pemerintahan Gamawan Fauzi, tetapi tidak dijalankan lagi secara berkelanjutan sampai sekarang. Melalui temuan data lapangan, penulis melihat 4 faktor dominan yang menyebabkan kegagalan Pakta Integritas di Solok (yaitu oversimplifikasi internalisasi pakta integritas oleh Tranparancy International Indonesia. Lemahnya law enforcement yang memayungi pakta integritas, pengaruh negatif dari local politics, dan persepsi pesimistis masyrakat terhadap budaya korupsi).
Pengaruh keterbatasan new social movement dalam kegagalan rezim antikorupsi global adalah ketika karakter keterbatasan new social movement turut menjelaskan faktor-faktor penyebab gagalnya pakta integritas di Kabupaten Solok. Keterbatasan new social movement yang sering menghasilkan inkonsistensi prinsip-prinsip, norma, dan aturan dikarenakan bentuknya yang luwes dan informal membuatnya semakin mendukung bahwa ketika kesuksesan rezim ditentukan oleh koherensi dan konsistensi dari prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan, maka rezim anti-korupsi global menjadi gagal.
Di Kabupaten Solok aktor-aktor yang memasukkan nilai pakta integritas adalah 3
Penjelasan FLAMINGO ada di bab 3. FLAMINGO adalah NGO mimic yang hanya bertahan semasa peristiwa-peristiwa penting yang melibatkan banyak uang sosial yang diberikan. Setelah proyek selesai, NGO lokal itu pun menghilang.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
90
TII, yaitu LSM global yang didalamnya terdiri dari orang-orang profesional dan terpelajar yang menjadikannya ada semacam power differential antara pemasuk dengan resipien nilai-nilai anti korupsi ini.
Model analisis yang akhirnya keluar dari konsepsi kegagalan pakta integritas, yang penulis gambarkan di dalam figur di bawah, merupakan konstruksi grounded. Di mulai dari kegagalan pakta integritas di Kabupaten Solok yang disebabkan
oleh
empat
faktor
temuan
lapangan
(oversimplifikasi
internalisasi, lemahnya hukum yang memayungi pakta integritas, pengaruh negatif local politics, dan persepsi pesimisme masyarakat terhadap budaya korupsi). Temuan-temuan ini dapat menjelaskan bagaimana keterbatasan NSM (aktor, isu, nilai, dan modes of action) sejalan dengan temuan-temuan penyebab kegagalan pakta integritas. Terakhir, kesemua inkonsistensi dan ketidakkoherenan norma, prinsip, aturan, dan prosedur pengambil kebijakan dari dampak keterbatasan NSM mengusung pakta integritas, menghasilkan kesesuaian bahwa rezim anti-korupsi global ini gagal.
Figur 4.1 Model Analisis Kegagalan Pakta Integritas sebagai Bagian dari Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global
Kegagalan Rezim Anti-Korupsi Global
Keterbatasan New Social Movement
Oversimplifikasi Internalisasi
rendahnya peng. negatif law enforcement local politics
persepsi pesimistis masy. thd budaya korupsi
Kegagalan Pakta Integritas di Kab. Solok
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan Pakta
Integritas
sebagai
alat
pencegahan
praktik
korupsi
yang
dikembangkan oleh Transparency Internasional telah diadopsi oleh lebih dari 100 negara telah menjadi rezim anti-korupsi global. Hal ini dikarenakan aktor global civil society yaitu NGO Transparency International melalui national chapternya telah mengembangkan alat pencegahan anti-korupsi ini untuk dipakai dan diadopsi secara global. Indonesia yang memiliki national chapter Transparency International
Indonesia
telah
berdiri
sejak
tahun
2000
dan
memulai
mengembangkan alat pencegahan korupsi Pakta Integritas sepulang dari mengikuti International Anti-Corruption Conference di Seoul Korea Selatan pada awal 2003.
Seiring dengan berlangsungnya masa reformasi dan desentralisasi di Indonesia pada saat itu, desk assessment yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia jatuh kepada Kabupaten Solok yang memiliki Bupati Gamawan Fauzi (1995-2005) yang dipandang responsif terhadap reformasi birokrasi dan memiliki terobosan-terobosan ide dalam pengembangan good governance. Perlu digarisbawahi bahwa pada saat itu Transparency International Indonesia dan pemerintah kabupaten Solok melakukan persiapan dengan mengikutsertakan lembaga donor GTZ SfGG (Deutsche Gessellschaft Fuer Technische Zusammenarbeit – Support for Good Governance) dan Indonesia Procurement Watch (IPW) dalam mempersiapkan Pakta Integritas.
Dalam proses perjalanannya hasil evaluasi setahun berjalannya Pakta Integritas, pencapaian-pencapaian dirasakan sangat positif menunjang terciptanya governance yang bersih dan transaparan, tetapi mengalami kemunduran setelahnya tepatnya ketika Gamawan Fauzi harus melepas kepemerintahannya di Kabupaten Solok untuk maju sebagai Gubernur Sumatera Barat tahun 2005. Tahun 2007 proyek Transparency International Indonesia habis di Kabupaten
Solok dan kontrak donor GTZ untuk pakta integritas juga berakhir di tahun 2006.
91
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
92
Dari sini penurunan semangat pakta integritas sangat terasa, dengan tidak beroperasinya lagi civil society organizations seperti APPI (Aliansi Pendorong Pakta Integritas) dan LPPI (Lembaga Pemantau dan Pengawas Independen) yang tadinya aktif menyokong prinsip pakta integritas.
Dari data yang diperoleh penulis melalui turun lapangan ke Solok selama seminggu di dapat beberapa kategorisasi. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berjalannya lagi pakta integritas di Kabupaten Solok sampai sekarang (Juni 2012) adalah masalah internalisasi nilai-nilai global oleh global civil society, lemahnya kekuatan hukum yang menopang pakta integritas, pengaruh negatif dari local politics, dan persepsi pesimistis masyarakat terhadap budaya korupsi. Model analisa yang muncul dari keterkaitan faktor-faktor kegagalan tersebut dengan melihat bahwa internalisasi nilai-nilai global oleh global civil society jika dilakukan dengan benar dan maksimal dapat merubah hukum yang memayungi pakta integritas menjadi kuat, dan meminimalisasi dampak negatif dari local politics dan juga meminimalisasi persepsi pesimistis masyarakat terhadap antikorupsi.
Dari keempat faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pakta integritas sebagai rezim anti-korupsi global terdapat satu faktor dominan yang memiliki pengaruh besar yaitu oversimplifikasi internalisasi nilai-nilai anti-korupsi oleh global civil society. Ketika ditarik lebih jauh muncul kemudian adalah metode pakta integritas adalah metode yang sejalan dengan new social movement yang memiliki beberapa limitasi, di antaranya ialah aktor-aktor yang memasukkan nilai-nilai anti-korupsi adalah orang-orang kelas menengah dan profesional yang belum tentu dimengerti tujuannya oleh kelas menegah ke bawah, menggunakan media kampanye yang besar-besaran tetapi tidak punya pengaruh kuat, dan juga gerakannya
berdasarkan
isu
bukan.
Hasilnya
ialah
inskonsistensi
dan
ketidakkoherenan dari norma, aturan, prinsip, dan prosedur pengambil keputusan
yang menyebabkan rezim anti-korupsi global ini pun menjadi gagal.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
93
5.2. Saran
Penulis menyadari bahwa penelitian ini akan memiliki hasil lebih baik lagi jika memiliki lebih banyak waktu untuk mendalami pengamatan dan wawancara dengan
tokoh-tokoh
kunci
lainnya
baik
di
Kabupaten
Solok
maupun
mengobservasi langsung bagaimana NGO Transparency International Indonesia mengembangkan pakta integritas di daerah lain. Untuk itu, penulis akan sangat senang dan supportive jika ada pihak yang tertarik untuk membahas topik yang
serupa.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Creswell, John W., Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, (SAGE Publications, Inc : California, 1994) Friedman, Thomas L., The World is Flat, (New York: Farrar, Straus and Giroux, 2006) Griffiths, Martin dan O’Callaghan, Terry, “International Relations: The Key Concepts”, (London: Routledge, 2002) Jan Aart Scholte, “The Globalization of World Politics”, dalam John Baylis dan Steve Smith (eds.). The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. (Oxford: Oxford University Press, 2001) Neuman, W. Lawrence, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (Allyn & Bacon : Boston, 2003) Sampson, Steven, “Integrity Warriors: Global Morality and the Anticorruption Movement in the Balkans”dalam Understanding Corruption, Chris Shore dan Dieter Haller (ed.), (Routledge Press, 2004) Transparency International Indonesia, “Modul: Strategi Mendorong Penerapan Pakta Integritas” Transparency International Indonesia, 4 Tahun Merajut Integritas: Jalan Panjang Menuju Reformasi Sistem Pengadaan di Solok, (Jakarta: Transparency International Indonesia, 2009), hlm. 98 Transparency International, Buku Panduan: Mencegah Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik terjemahan dari Handbook –Curbing Corruption in Public Procurement Transparency International, Indonesia Procurement Watch, dan GTZ, Naskah Pakta Integritas di Lingkungan Pemda Kabupaten Solok, (Solok: 2003) Yulianto, Heni, dkk., Modul Strategi Integritas:Pengalaman Penerapan Pakta Transparency International Indonesia
Mendorong Penerapan Integritas di Wilayah
Pakta Kerja
JURNAL Everett, Jeff, dkk., “The Global Fight against Corruption: A foucaltian, VirtuesEthics Framing”, Journal of Business Ethics, Vol 65 No 1 2006
94
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
95
Ghimire, Kleber B., Contemporary Global Social Movements, Civil Society and Social Movements Programme Paper Number 19, Agustus 2005. Krasner, Stephen D., “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables”, International Organization 36, (Spring 1982) Rose, Fred, “Toward a Class-Cultural Theory of Reinterpreting New Social Movements”, www.jstor.org/stable/685057
Social Movements: diakses dari
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 Januari 1997 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perijinan di Daerah. Tvedt, Terje, Development NGOs: Actors in a Global Civil Society or in a New International Social System?, Voluntas: International Journal of Voluntary and Nonprofit Organizations, Vol. 13, No. 4, Desember 2002 Vidovich, Lesley, “Global-National-Local Dynamics in Policy Processes: A Case of Quality Policy in Higher Education”, British Journal of Sociology, Vol. 25 No. 3 Juli 2004. Dapat juga diakses dari www.jstor.org/stable/4128693
TESIS Polimpung, Hizkia Yosie , Psikoanalisis Paradoks Kedaulatan Kontemporer, Tesis Magister FISIP UI, 2010. Hal. 24 dapat diakses dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/134135-T%2027924Psikoanalisis%20paradoks-Literatur.pdf
ARTIKEL INTERNET Bonime-Blanc, Andrea, “The Fight Against Corruption Goes Global”, Forreign Affairs 14 Februari 2012, dapat diakses dari http://www.foreignaffairs.com/articles/137219/andrea-bonime-blanc/the-fightagainst-corruption-goes-global Depkeu RI, “Mengukur Keberhasilan Kabupaten Solok dalam Good Governance”, diakses dari http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/FOLDEREBOOK/Mengukur%20Keberha silan%20Kab%20Solok%20dalam%20GCG.pdf Glasius, Marlies, , “Dissecting Global Civil Society: Values, Actors, Organisational forms”, diakses dari http://www.opendemocracy.net/5050/marliesglasius/dissecting-global-civil-society-values-actors-organisational-forms Holloway, Richard, “Corruptions and Civil Society Organizations in Indonesia”, diakses dari http://www.10iacc.org/download/workshops/cs30a.pdf
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
96
http://infokorupsi.com/datafile/id/files/peraturan/p4a0ce0a474377_perda-SOLOK -5-2004.pdf http://sepp.kominfo.go.id/sepp54/file/peraturan/PERPRES%20NO%2054%20 TAHUN%202010.pdf Laporan Bank Dunia, diakses dari http://info.worldbank.org/etools/antic/detail R.asp?ID=57 Marc A. Levy, Oran R. Young, and Michael Zurn. “The Study of International Regimes”, diakses dari http://www.iiasa.ac.at/Admin/PUB/Documents/WP-94113.pdf Profil Kabupaten Solok, diakses dari http://www.solokkab.go.id/index.php? option =com content&view=category&layout=blog&id =46&Itemid=104 Rushton, Sophie, “Corruption and Development: The International AntiCorruption Movement”, diakses dari http://corkonlinelawreview.com/editions/ 2011/03/Sophie-Rushton .pdf pada 10 Oktober 2011 pk. 04.30. Transparency International www.transparency.org/about_us www.transparency.org/policy_research/surveys_indicies/cpi
Weir, Lorna, “Limitations of New Social Movement Analysis”, diakses dari https://jps.library.utoronto.ca/index.php/spe/article/download/.../8776
Universitas Indonesia
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
LAMPIRAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang Anda berikan untuk bertemu dengan saya hari ini.
Nama saya Umi Yanti Febriana, mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Secara spesifik kegiatan wawancara ini adalah salah satu cara pengumpulan data saya dalam meneliti efektivitas program anti-korupsi global yang dijalankan di Indonesia, dengan studi kasus Program Pakta Integritas di Kabupaten Solok. Untuk itu saya memilih Anda secara khusus untuk membagikan pengalaman keikutsertaan Anda di dalam proses berjalannya program Pakta Integritas ini. Proses wawancara akan berlangsung kurang lebih 1 jam. Saya akan merekam seluruh sesi wawancara karena saya tidak ingin ada komentar-komentar Anda yang ketinggalan untuk dicatat. Meskipun demikian saya tetap akan mencatat beberapa hal selama wawancara berlangsung. Semua keterangan yang Anda berikan akan dijadikan rahasia. Ini berarti segala komentar Anda hanya akan dibagikan antara saya dengan pembimbing skripsi saya yaitu Dwi Ardhaniswari (Riris) Sundrijo. Atau pun jika memang Anda menginginkan untuk secara langsung disebut sebagai di dalam penulisan. Perlu diketahui bahwa Anda tidak perlu mengungkapkan hal-hal yang tidak ingin Anda katakan dan Anda bebas untuk menghentikan jalannya wawancara kapan saja Anda inginkan.
Dengan ini, Anda bersedia untuk ikut di dalam wawancara ini.
Umi Yanti F. S.
Narasumber
Pewawancara
96 Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
Tanggal
97
PEDOMAN WAWANCARA I Topik Penelitian: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Program Anti-Korupsi Global: Studi Kasus Pakta Integritas Kabupaten Solok Sumatera Barat 2003-2010. Peneliti: Umi Yanti Febriana Silalahi Target wawancara: Pemerintah, LSM local, Swasta a. Percakapan Pengantar b. Persetujuan untuk menjadi narasumber Direkam, kerahasiaan, anonim jabatan/ profesi c. Penjelasan gambaran besar alur wawancara Bagian yang pertama akan mendiskusikan bagaimana persiapan program Pakta Integritas ini dilakukan. Yang kedua adalah mendiskusikan tentang dinamika pelaksanaan Pakta Integritas. Bagian ketiga mendiskusikan juga tentang proses evaluasi program Pakta Integritas ini. Keempat, mendiskusikan proses sosialisasi program Pakta Integritas. d. Mencari tahu tentang persiapan program pakta integritas dari sudut pandang aparatur pemerintah, LSM lok e. al, swasta. Berapa lama program Pakta Integritas (PI) ini direncanakan? Siapa yang merencanakan ide ini? Mengapa Kab. Solok yang terpilih untuk pertama kali di Indonesia menjalankan program PI ini? Tolong ceritakan apa saja bentuk persiapannya? (edukasi mengenai konsep PI, penyusunan naskah, persiapan multi-stakeholder) Mengapaa dipilih November 2003 pertama kali penandatanganan PI di Solok? Siapa saja yang diajak untuk mengikuti (ambil andil) di dalam program PI ini? Mengapa? Menurut penilaian Bapak/ Ibu bagaimana persiapan program PI ini? f.
Melihat dinamika pelaksanaan program PI dari sudut pandang aparatur pemerintah yang memprogramkan dan menandatangani pakta integritas. Bagaimana dinamika pelaksanaan PI dari tahun ke tahun? Adakah hal-hal yang menarik menurut Bapak/ Ibu? Pencapaian-pencapaian apa saja yang telah didapat dari pelaksanaan program PI? Awal pemprograman PI dilakukan saat Gamawan Fauzi menjabat sebagai Bupati Kabupaten Solok. Ketika pemerintahan administratif berganti bagaimana pelaksanaan program ini? Adakah perubahan/ adaptasi yang dilakukan? Apa saja bentuknya tolong ceritakan. Apa saja hambatan atau tantangan selama berlangsungnya PI? (Jika ada kasus-kasus khusus akan meminta untuk diceritakan dengan lebih detil) Dengan adanya istilah PI mendorong sinergisasi multi-stakeholders, bagaimana pandangan pemerintah terhadap hal ini?
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
98
Apakah kapabilitas internal seperti SDM, sarana-prasarana, dan dana menunjang dalam pelaksanaan PI? Adakah yang masih kurang menurut Bapak/ Ibu?
g. Mencari tahu bagaimana mekanisme dan proses evaluasi program PI ini dari tahun 2003 sampai 2012. Bagaimana praktik riil mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan civil society, dan swasta dengan civil societysebelum adanya program PI? Bagaimana praktik riil mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan civil society, dan swasta dengan civil societysetelah adanya program PI? Mengacu pada 9 pilar PI yaitu: Komitmen pemerintah, komitmen swasta, komitmen pemerintah dan swasta terhadap partisipasi masyarakat, pemantau independen, mekanisme pengaduan, mekanisme resolusi konflik/ penyelesaian perselisihan, perlindungan saksi, penerapan penghargaan dan hukuman, kesepakatan batasan rahasia; Menurut Bapak/ Ibu sudah cukupkah ini untuk mendukung PI di Solok? Mengapa? Setiap kapan program PI ini dievaluasi? Bentuk evaluasinya seperti apa? Secara tertulis atau lisan evaluasi tersebut? Adakah follow-up dari evaluasi tersebut? Tolong ceritakan. h. Mencari tahu upaya-upaya sosialisasi program PI ini. Sampai dengan saat ini siapa saja yang mengetahui tentang program PI ini? Menurut Bapak/ Ibu itu sudah cukup apa belum? Bagaimana upaya-upaya pemerintah dalam mensosialisasikan program ini? Target sosialisasi dari tahun ke tahun seperti apa? (melihat kemungkinan ada tahap-tahap sosialisasi dengan maksud dan tujuan tertentu) Seberapa besar prioritas pemerintah daerah dalam hal sosialisasi PI ke masyarakat Solok maupun ke daerah-daerah lain? Tolong ceritakan juga pendapat bapak dengan harapan dari pencanangan PI ini bahwa ‘Keberhasilan PI di Kabupaten Solok akan mendukung keberhasilan program PI di tempat-tempat lain.’?
i.
penutup wawancara
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
99
Pedoman Wawancara dengan Staff TI-I Pertanyaan Informatif: 1. Berapa lama program Pakta Integritas (PI) ini direncanakan? Siapa yang merencanakan ide ini?
2. Mengapa Kab. Solok yang terpilih untuk pertama kali di Indonesia menjalankan program PI ini?
3. Tolong ceritakan apa saja bentuk persiapannya? (edukasi mengenai konsep PI, penyusunan naskah, persiapan multi-stakeholder)
4. Mengapaa dipilih November 2003 pertama kali penandatanganan PI di Solok? 5. Siapa saja yang diajak untuk mengikuti (ambil andil) di dalam program PI ini? Mengapa?
6. Menurut penilaian Bapak/ Ibu bagaimana persiapan program PI ini? 7. Bagaimana juga mekanisme pembentukan koalisi LSM lokal maupun dengan Transparency International Indonesia untuk mempersiapkan PI?
8. Apa saja bentuk-bentuk keterlibatan civil society dalam pelaksanaan PI ini? 9. Tantangan-tantangan apa saja yang terjadi dalam persiapan PI? 10. Menurut pandangan Bapak/ Ibu sejauh mana civil society dilibatkan dalam PI ini? Kontribusi-kontribusi konkrit dari mulai persiapan, implementasi, dan evaluasi apa yang diberikan civil society? (misalnya dalam penyusunan naskah PI, pembuatan Perda, dsb.)
11. Menurut Bapak/ Ibu apa dampak dan pencapaian yang paling kelihatan dari PI ini?
12. Bagaimana dinamika pelaksanaan PI dari tahun ke tahun? Adakah hal-hal yang menarik menurut Bapak/ Ibu?
13. Awal pemprograman PI dilakukan saat Gamawan Fauzi (1995-2005) menjabat sebagai Bupati Kabupaten Solok. Ketika pemerintahan administratif berganti bagaimana pelaksanaan program ini? (H. Gusmal 2005-2010; Syamsu Rahim 2010-2015) Adakah perubahan/ adaptasi yang dilakukan? Apa saja bentuknya tolong ceritakan.
14. Apa saja hambatan atau tantangan selama berlangsungnya PI? (Jika ada kasus
kasus khusus akan meminta untuk diceritakan dengan lebih detil)
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
100
15. Dengan adanya istilah PI mendorong sinergisasi multi-stakeholders, bagaimana pandangan pemerintah terhadap hal ini?
16. Apakah kapabilitas internal seperti SDM, sarana-prasarana, dan dana menunjang dalam pelaksanaan PI? Adakah yang masih kurang menurut Bapak/ Ibu?
17. Bagaimana praktik riil mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan civil society, dan swasta dengan civil society sebelum adanya program PI?
18. Bagaimana praktik riil mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan civil society, dan swasta dengan civil society setelah adanya program PI?
19. Mengacu pada 9 pilar PI yaitu: Komitmen pemerintah, komitmen swasta, komitmen pemerintah dan swasta terhadap partisipasi masyarakat, pemantau independen, mekanisme pengaduan, mekanisme resolusi konflik/ penyelesaian perselisihan, perlindungan saksi, penerapan penghargaan dan hukuman, kesepakatan batasan rahasia;
20. Menurut Bapak/ Ibu sudah cukupkah ini untuk mendukung PI di Solok? Mengapa? 21. Setiap kapan program PI ini dievaluasi? Bentuk evaluasinya seperti apa? Secara tertulis atau lisan evaluasi tersebut?
22. Adakah follow-up dari evaluasi tersebut? Tolong ceritakan. 23. Apakah civil society dilibatkan di dalam evaluasi program PI setiap tahun atau periode evaluasi?
24. Bagaimana mekanisme evaluasi yang Bapak/ Ibu tahu? 25. Bentuk kontribusi evaluasi dari civil society itu seperti apa? Jika ada dokumen atau evaluasi tertulis boleh saya lihat?
26. Setelah melihat dinamika program PI dari semula sampai sekarang, menurut Bapak/ Ibu kapan sih; Masa kejayaan program PI, masa facing out, dan masa reorientasi dari PI di Kabupaten Solok?
27. Sampai dengan saat ini siapa saja yang mengetahui tentang program PI ini? Menurut Bapak/ Ibu itu sudah cukup apa belum?
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
101
28. Bagaimana upaya-upaya pemerintah dalam mensosialisasikan program ini? 29. Target sosialisasi dari tahun ke tahun seperti apa? (melihat kemungkinan ada tahap-tahap sosialisasi dengan maksud dan tujuan tertentu)
30. Seberapa besar prioritas pemerintah daerah dalam hal sosialisasi PI ke masyarakat Solok maupun ke daerah-daerah lain? Tolong ceritakan juga pendapat bapak dengan harapan dari pencanangan PI ini bahwa ‘Keberhasilan PI di Kabupaten Solok akan mendukung keberhasilan program PI di tempat-tempat lain.’?
31. Seberapa banyak pelaku bisnis yang mengetahui hal ini? 32. Para pelaku bisnis seperti apa yang ikut dalam program PI? Apakah ada persyaratan khusus, tolong jelaskan.
Pertanyaan konfirmasi: 1. Benarkah PI di Indonesia ini dibagi menjadi dua: yaitu PI untuk pelayanan publik dan PI untuk pengadaan barang dan jasa? 2. Pakta Integritas menghasilkan berapa banyak Perda, Keppres, maupun UU sejauh ini? Tolong dijelaskan dinamika penyusunan kebijakannya. 3. Apakah benar dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, Pakta Integritas hanya dicantumkan pada lampiran dan tidak pada batang tubuh Keppres tersebut? Sampai saat ini adakah perangkat hukum nasional yang menyertakan Pakta Integritas ke dalam batang tubuh perangkat hukum tersebut? 4. Apakah sekarang pegawai pemerintah di Kabupaten Solok eselon IV ke bawah sudah ttd Pakta Integritas juga? Yang tercatat di dalam buku ‘4 tahu merajut integritas di Solok’ dituliskan baru setingkat eselon III dan II saja yang sudah terjangkau Pakta Integritas. Mungkin bisa dijelaskan juga “terjangkau” di sini maksudnya sebatas sosialisasi saja atau memang ada mekanisme penandatanganan PI juga. 5. Benarkah baru 17 nagari yang disosialisasikan PI dari sekitar 79 nagari yang ada di Kabupaten Solok?
6. Kinerja APPI sangat ditentukan oleh pendanaan yang lancar dari pihak donor (siapa donor terdahulu dan sekarang?). Benarkah sekarang ini kinerja APPI mandeg karena pendanaan yang tidak memadai?
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
102
7. Apakah sekarang sudah terbentuk Komisi Transparansi (KT) dan Tim Pengelola Pengaduan (TPP) di Kabupaten Solok? 8. Apakah kalangan yudikatif seperti kejaksaan dan kepolisian sampai sekarang belum tersentuh Pakta Integritas? 9. Dari ketiga Bupati yang telah memimpin selama berlangsungnya program Pakta Integritas ; Gamawan Fauzi, Gusmal Datuk Rajolelo, dan Syamsu Rahim, siapa menurut Anda yang paling berhasil membawa Pakta Integritas ke puncak kejayaan? Mengapa?
Pertanyaan opini 1. Pakta integritas di Solok menurut Bapak sebuah prestasi yang dikarenakan faktor eksternal atau internal daerah? Atau kombinasi? Bagaimana perimbangannya? 2. Benarkah Kabupaten Solok adalah kabupaten pertama di Indonesia yang sudah menjalankan inisiatif good governance sejak sebelum masa reformasi? 3. Setujukah Anda dengan pernyataan ‘keberhasilan implementasi Pakta Integritas di Kabupaten Solok dikarenakan faktor kepemimpinan kuat’
Pertanyaan Perbandingan 1. PI sudah dilaksanakan di berapa distrik/ kabupaten/ kota? Mengapa semakin ke sini PI beralih juga menjamuri institusi-institusi? Apakah memang ada perubahan emphasizing dalam tujuan PI? 2. Membandingkan dengan kisah sukses PI di distrik lain. Di mana posisi Solok? Masihkah Solok dinyatakan daerah kabupaten paling berhasil mengimplementasikan PI dengan baik? 3. Dengan PI yang sudah sekian lama berlangsung di Indonesia. Di mana posisi PI Indonesia dengan PI negara-negara lain? Misalnya Korea Selatan?
Harapan dan Rekomendasi
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
103
1. Apa harapan Bapak untuk program PI secara khusus di Solok dan secara umum di Indonesia?
2. Saran Bapak?
Kunjungan Penulis ke Rumah Ketua KADIN Kab. Solok
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
104
Percakapan penulis di warung kopi kompleks PemKab Solok bersama pawa wartawan, LSM, dan polisi
Wawancara penulis dengan Ibu Salma (Kasubbag Umum dan Kepegawaian pada Kependudukan dan Catatan Sipil) di Kantor Pelayanan Satu Pintu Kabupaten Solok
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
105
Poster anti-suap yang ditempel di berbagai pintu masuk dan dalam ruangan kantor pelayanan satu pintu, ULP (Unit Layanan Pengadaan), dll.
Kunjungan Penulis ke Rumah Dinas Bupati Solok. Penulis bersama Ibu Eni Suryani (Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat) yang menemani penulis sampai akhirnya bertemu Bupati Syamsu Rahim dan Keluarga, yang kebetulan sedang tidak bisadifoto, dan Syaif (anak angkat Syamsu Rahim).
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
106
Kunjungan penulis ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Solok.
Kunjungan Penulis ke Kantor GAPENSI Solok (Gabungan Pengusaha Indonesia). Penulis bersama Gusfirman, Ketua GAPENSI.
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
107
Percakapan penulis dengan Pengurus GAPEKNAS Solok (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional)
Kunjungan penulis ke Lembaga Pemasyarakatan Muaro Padang
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
108
Kunjungan Penulis ke Rumah Aktivis Anti-Korupsi Sumatera Barat yang sekarang beralih profesi sebagai notaris, Elyunus Asmara.
Kunjungan Penulis ke Rumah Buspadewar Datuk Kayo Bagindo Kayo, Tokoh Adat Solok dan mantan Anggota DPRD saat Orde Baru
Universitas Indonesia Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
PERDA KABUPATEN SOLOK NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG TRANSPARANSI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH SWT BUPATI SOLOK Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat, sejalan dengan perubahan paradigma pemerintahan, maka terhadap penyelenggaraan pemrintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan diperlukan adanya transparansi dan partisipasi masyarakat; b. bahwa Pemeritahan Kabupaten Solok merupakan Organsasi publik yang dijalankan oleh Lembaga Eksekutif dan diawasi oleh Lembaga Legistatif yang senantiasamenerbitkan kebijakan-kebijakan yang berdampak langsung maupun tidak langsung; c. bahwa dalam pengamabilankebijakan yang berdampak langsung maupun tidak langung kepada masyarakat, wajib menikutkan / melibatkan atau memberi kesemaptan kepada masyrakat untuk secara terbuka menyampaikan aspirasinya; d. bahwa keterlibatan / partisipasi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kebijakan publik, akan membangun kemintraan antara pemerintah dan masyarakat untuk secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap kebehasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,b.c dan d diatas, maka perlu diatur prosedur tentang transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembnetukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Pembentukan Propinsi Sumatera Tengah (lembaran Negara Tahun 1956 Nomor25); 2. Undang-undang Nomor 7 Thaun 1971 tentang Ketentuan -ketentuan Pokok Kearsipan (Lembaran Negara Tahun1971 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2964); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344); 4. Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat (Lembaran Negara Tahun 1999Nomor 43 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3822); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbagan Keuangan Antara Pemrintahan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 9. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886); 10. Undang-undang Nomor 40 Thaun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Tahun 1999Nomor 166, Tambahan Lembaraan Negara Nomor 3887); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3866);
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
1
13. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keunagan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 16. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan PerundangUndangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 17. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SOLOK MEMUTUSKAN; Menetapkan : PERATUARAN DAERAH KABUPATEN SOLOK TENTANG TRANSPARANSI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PARTISAPASI MASYARAKAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peratuan Daerah ini yang dimaksud dengan; 1. Daerah adalah Kabupaten Solok; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Solok; 3. Kepala Daerah adalah Bupati Solok; 4. DPRD adalah dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Solok; 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris daerah kabupaten Solok; 6. Transparansi adalah keadaan dimana setiap orang berhak mengetahui setiap proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sampai hasil audit; 7. Keterbukaan adalah sikap mental, yang mendukung sistem pelasanaan pemerintahan yang transparan, yang ciri-cirinya adalah kesediaan untuk memberikan informasi yang benar dan terbuka terhadap masukan atau permintaan orang lain; 8. Prosedur adalah urutan langkah-langkah mulai dari proses perencanaan sampai selesainya pelaksaaan dari setiap kegiatan; 9. Prosedur berdampak publik adalah segala prosedur pengelolaan Pemerintahan Daerah dan DPRD, serta lembaga-lembaga lainnya yang menggunakan dana pemerintah; 10. Rapat adalah kegiatan pertemuan yang menghasilkan suatu keputusan, rekomendasi, kebijakan; 11. Rapat Kebijkan publik adalah rapat di lingkungan Pemerintah Daerah, DPRD, BUMD< BUMN, asosiasi /himpunan, yang berdampak pada warga Kabupaten Solok; 12. Informasi adalah semua bentuk komunikasi baik berupa fakta-fakta, data ataupun opini dengan mengunakan media dalam bentuk tulisan, angka grafik, maupun audio visual; 13. Informasi Publik adalah segala sesuatau yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya dalam bentuk format apapun, atau persyaratan lisan pejaba badan publik yang berwenang, yang dihasilkan, dikelola, atau dihimpun dari sumber -sumber lain, sehingga dimiliki oleh suatu badan publik yang dapat diakses oleh masyarakat. 14. Badan publik adalah penyelenggara pemerintahan di Daerah, Legistatif dan lembaga-lembaga lain yang menggunakan dana atau melakukan perjanjian pemberian kerja dengan pemerintah serta lembaga-lembaga yang menerima dan menggunakan dana dari pemerintah dan Pemerintah Daerah;
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
2
15. Komisi Transparansi dan Partisipasi adalah Lemabga Independen yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa melalui proses mediasi dan atau ajudikasi yang berkait dengan hak setiap orang atas informasi di Daerah; 16. Pejabat dokumentasi dan informasi adalh pegawai negeri sipil /pejabat yang secara khusus bertanggung jawab terhadap penyimpanan pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi dilembaga masing-masing; 17. Pemohon atau peminta informasi adalah setiap masyarakat dan subyek hukum yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang meminta informasi sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini; 18. Masyarakat adalah orang perorang, anggota masyarakat, kelompok masyarakat , yang bersifatsosiologis, fungsional serta badan hukum yang ada dan berdomisili di Kabupaten Solok yang peduli terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah; 19. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan secara aktif setiap warga atau kelompok masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pembinaan masyarakat; 20. Kebijakan Daerah adalah aturan, arahan, acuan ketentuan dan pedoman dalam penyelanggaraan Pemerintahan Daerah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan; 21. Sengketa Informasi adalah perselisihan antara pemohon/peminta informasi dengan Badan Publik atau Pejabat Dokumentasi dan Informasi dan Sengketa ini terjadi apabila adanya pengaduan dan atau keberatan dari pemohon/peminta informasi; 22. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa informasi Publik antara Badan Publik dan pemohon/peminta informasi melalui Komisi Transparansi dan Partisipasi yang bertindak sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak untuk membantu memfasilitasi penyelesaian sengketa informasi publik dengan cara musyawarah untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak yang bersengketa; 23. Ajudikasi adalah cara penyelesaian sengketa informasi publik antara Badan Publik dan Pemohon/peminta informasi melalui Komisi Transparansi dan Partisapasi yang bertindak sebagai pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa informasi publik dengan cara mengeluarkan putusan setelah mendengar, memeriksa dan menganalisis fakta-fakta dan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak; BAB II AZAS Pasal 2 Peraturan Daerah ini disusun berdasarkan atas azas: a. Keterbukaan Timbal Balik, adalah Pemerintahan Daerah dan Masyarakat saling memberi dan menerima serta menghargai perbedaan pendapat; b. Transparansi, adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan dapat diketahui oleh masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan; c. Kepastian Huku adalah dalam melaksanakan transparansi dan partisipasi masyarakat harus dilandasi oleh aturan-aturan formal dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum; d. Kesimbangan, adalah pelaksanaan transparansi dan partisipasi masyarakat dilakukan atas dasar prinsip keseimbangan yaitu seimbang antara hak dan kewajiban; e. Akuntabilitas, adalah pelaksanaan transparansi dan partisipasi masyarakat harus dapat dipertanggungjawabkan; BAB III HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Bagian Pertama Hak Pasal 3 Setiap Warga Masyarakat berhak: a. Memperoleh informasi tentang kebijakan publik; b. Berpartisipasi dalam perumusan dan penetapan kebijakan publik;
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
3
c.
Mendengarkan , mengetahui , megusulakn, mengikuti, menolak dan menerima dalm proses perumusan dan penetapan kebijakan publik; d. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi dalam rangka proses transparansi dan partisipasi. e. Berpartisipasi dalam penyelenggaraaan pemerintahan, yaitu dalam perumusan/penyusunan kebijakan publik, yang meliputi; a). Perumusan dan Penyusunan visi dan misi daerah; b). Perumusan dan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah (Rencana Srategi, Pola Dasar dan Program Perencanaan Daerah), serta Program Perencanaan Tahunan Daerah; c). Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; d). Penyusunan dan revisi rencana tata ruang daerah; e). Pengawasan, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan suatu kebijakan atau program; f). Dan lain-lain perumusan keputusan/kebijakan publik yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 4 Masyarakat dalam melaksanakan partisipasinya wajib berlaku tertif dan mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV INFORMASI YANG WAJIB DIKETAHUI MASYARAKAT Bagian Pertama Penyampaian Informasi Pasal 5 1. Setiap proses perumusan kebijakan dan hasilnay diinformasikan kepada masyarakat, malalui media massa, media Daerah, Surat kepada Camat, Wakil Nagari, Kerapat Adat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Organisasi Kemasyarakatan lainn yang terdapat di Daerah. 2. Aspek-aspek informasi kebijakan publik yang wajib disampaikan kepada masyarakat adalah: a. Informasi yang berkaiatan dengan proses perencanaan pembangunan, perencanaan anggaran, pemanfaatan anggaran, visi,misi, strategi pemangunan daerah, dan perencanaan tahunan mulai dari tingkat nagari, kecamatan,maupun kabupaten; b. Khusus untuk informasi APBD mulai dari hasil pembahasan di tingkat eksekutif, proses penganggaran sampai penetapan APBD; c. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah; d. Informasi perencanaan tata ruang mulai dari awal pelaksanaan samapi pada hasil penetapan tata ruang; e. Pelasanaan proyek pembangunan baik fisik maupun nonfisik dari hasil pengalokasian kegiatan, pengalokasian dana, penunjukan panitia lelang dan proses lelang samapi pemenang lelang disampaikan kepada masyarakat; f. Proses Pengawasan dimulai dari perencanaan objek yang diawasi, pelaksanaan samapi hasil audit; g. Nama badan publik terkait; h. Struktur Organisasi serta tugas pokok dan fungsi badan publik; i. Perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga dan proses administrasi yang dilakukan sesuai dengan kewenagan yang dimiliki; j. Prosedur dan tata cara untuk mendapat inforasi publik di badan publik yang bersangkutan; 3.
Kewajiban penyebarluasan inforasi sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat dan dengan cara yang dapat menjamin masyarakat luas mudah menjakau dan mendapatkannya. 4. Dalam hal kontrak kerja atau kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah maka kewajiban transparansi harus dicantumkan dalam kontrak keja kerja atau kesepakatan yang dibuat tersebut. 5. Tata cara penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud ayat (3) dan (4) ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah. Pasal 6
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
4
Apabila kewajiban dan batasan penyampaian informasi sebagiamana dimaksud dalam pasal 5 ayat (4) tidak dicamtumkan, maka diberlakukan ketentuan penyampaian informasi wajib dan setiap aspek yang terkait dalam kontrak atau kerjasama dapat diperoleh informasinya oleh subyek hukum secara menyeluruh.
1. 2.
3. Apabila suatu informasi telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan permintaan, ataupun setelah melalui mekanisme keberatan, sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini, maka informasi tersebut wajib dimasukan dalam daftar informasi yang wajib yanmg tersedia sebagaimana diatur dalam ayat (1). 1. 2. 3.
Bagian Kedua Ketersediaan Informasi Pasal 7 Badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat. Informasi sebagaiamana dimaksud ayat (1) meliputi antara lain: a. Daftar seluruh informasi publik yang berada dibawah penguasaannya tidak termasuk informasi yang berada dalam kategori pengecualian; b. Hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; c. Seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. Rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik; e. Perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga; f. Pendapat-pendapat badan publik; g. Prosedur pelayanan publik yang mempengaruhi hak-hak dan kewajiban masyarakat; h. Laporan mengenai akses informasi publik diatur dalam peraturan daerah ini;
Pasal 8 Untuk menilai kinerja pelayanan informasi badan publik, setiap badan publik wajib mendokumentasikan dan menyampaikan laporannya kepada Kepala Daerah dengan tembusannnya disampaikan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi. Berdasarkan tembusan laporan sebagaimana dimaksud ayat (1), oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi setiap 3 (tiga) Bulan sekali rekapnya disampaikan kepada Kepala Daerah dan DPRD Laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) bersifat terbuka umum yang memuat hal-hal sebagai berikut a. Kegiatan informasi yang dilaksanakan oleh badan publik; b. Jumlah permintaan informasi yang diterima ; c. Waktu yang diperlukan badan publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi; d. Jumlah penolakan permintaan informasi; e. Alasan penolakan permintaan informasi;
Pasal 9 Untuk mewujudkan pelayanan informasi publik yang jelas, cepat, tepat waktu, murah dan sederhana maka setiap badan publik wajib: a. Menunjuk pejabat dokumentasi dan informasi; b. Membuat dan memiliki sistem penyediaan informasi yang dapat mewujudkan ketersediaan dan pelayanan secara jelas, capat, tepat waktu, murah dan sederhana; Bagian Ketiga Informasi Yang Dikecualikan Pasal 10 Setiap badan publik wajib membuka akses informasi bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi publik kecuali : a. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi publik yang : 1. Mengungkapkan identitas informan pelapor pengadu, saksi , dan/ atau korban yang mengetahui adanya kejahatan, atau; 2. Mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan kegiatan kriminal dan terorisme, atau;
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
5
3. 4. b. c.
d.
Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat menganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat; Informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang merugikan strategi pertahanan dan keamanan nasional; 1. Informasi tentang intelijen taktik, strategi pertahanan dan keamanan negara dalam kaitannya dengan ancaman luar negeri; 2. Dokumen yang memuat tentang strategi pelasanaan peperangana; 3. Data perkiraan kemampuan militer negara lain; 4. Jumlah dan komposisi satuan tempur dan rencana pengembangannya; 5. Keadaan pangkalaln tempur; Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat melanggar kerahasiaan pribadi yaitu informasi yang 1. Mengungkapkan riwayat, kondisi dan perarawatan kesehatan fisik, psikiatrik, psikologik seseorang; 2. Mengungkapkan kondisi keuangan , aset, pendapatan, rekening banak seseorang kecuali sudah diumumkan dalam lembaran negara; 3. Mengungkapkan tentang hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapbilitas, intelektualitas, atau rekomendasi kemampuan seseorang; BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT Bagian Pertama Pelibatan Masyarakat Pasal 11 1. Setiap warga masyarakat berhak berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik. 2. Partisipasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan melalui penyampaian pikiran dan pendapat ataupun audensi, melalui surat, petisi, dengar pendapat, adan melalui orang pribadi, organisasi sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kerapatan Adat dan Bundo Kanduang. 3. Untuk Penyampaian pikiran dan pedapat sebagaimana dimaksud ayat (2) disusun mekanismenya sebagai berikut : a. Pengumuman kebijakan publik yang akan diambil dan penyampaian konsepnya kepada masyarakat luas secara efisien dan efektif b. Penyampaian jadwal dan agenda perumusan kebijakan publik yang akan diambil, serta prosedur dan media penyampaian aspirasi; c. Periode dan mekanisme tanggapan masyarakat; d. Periode penyampaian aspirasi masyarakat; e. Periode perumusan tanggapan masyarakat; f. Penyampaian tanggapan kepada masyarakat yang memberikan pendapat atau aspirasi; g. Periode kesempatan pengajuan keberatan masyarakat terhadap tanggapan yang diberikan; h. Periode kesempatan masyarakat untuk menyampaikan pengaduan karena tidak dilakukannya pelibatannya masyarakat; i. Periode perumusan kebijkan final dan hasilnya; j. Periode perumusan kebijakan publik di DPRD dengan melampirkan semua dokumenterkait termasuk aspirasi masyarakat dan tanggapan terhadap aspirasi masyarakat; k. Kesempatan akhir masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dalam pembahasan di DPRD l. Penetapan kebijakan publik; m. Pengumuman kebijakna publik; n. Sosialisasi Kebijakan publik;
1.
Membahayakan keselamatan dan kehidupan petugas penegak hukum dan /atau keluarganya, atau; Membahayakan keamanan peralatan sarana/ prasarana penegakan hukum;
Pasal 12 Agar partipasi masyarakat dapat berjalan efektif, Pemerintah Daerah dan DPRD wajib mengumumkan secara luas dan terbuka prosedur pelibatan masyarakat secara menyeluruh.
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
6
2.
Tenggang waktu pengumuman dan jadwal masyarakat untuk menyampaikan partisipasinya , sebagaimanadimaksud ayat (1) diatur sedemikian rupa, sehingga cukup waktu bagi masyarakat untuk mempersiapkan, baik pikiran dan pendapatnya sebelum proses perumusan. 3. Terhadap perumusan dan penetapan keputusan/kebijakan publik tahunan yang terprogram secara pasti dan berkala, seperti pembahasan APBD , dan lain-lain jadwal waktu penyampaian partisipasi disampaikan setiap tahun. 4. Terhadap proses perumusan dan penetapan kebijakan publik tahunan yang tidak terprogram secara pasti, pengumuman jadwal waktu pelibatan masyarakat dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum acara pembahasan dimulai; 5. Dalam hal keadaan darurat seperti terjadi bencana alam dan lain-lain yang mengharuskan pengambilan keputusan cepat, maka alasan-alasan diambilnya keputusan tersebut harus diinformasikan selambatlambatnya 1 (satu) bulan setelah keputusan diambil. Bagian Kedua Dokumentasi Proses Partisipasi Pasal 13 1. Semua dokumen terkait dnegan proses pelibatan masyarakat seperti konsep dan hasil final kebijakan publik, publikasi prosedur dan tanggapan terhadap aspirasi masyarakat, bukti pendapat masyarakat, tanggapan terhadap pendapat masyarakat, keberatan masyarakat terhadap keberatan yang diberikan dan notulensi pengambilan keputusan harus didokumentasikan dan menjadi dokumen yang terbuka untuk umum. 2. Badan Publik atau Instansi terkait wajib menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada suatu lembaga dokumentasi, informasi, dan/atau kearsipan.
1.
2. 3.
1. 2.
3. 4.
BAB VI PROSEDUR YANG WAJIB DIINFORMASIKAN KEPADA MASYARAKAT Bagian Pertama Prosedur Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 14 Segala prosedur yang berkaitan dengan aspek pelayanan umum hangs dilakukan dengan transparan dan partispatif, dimulai dad Musyawarah Nagari, lokakarya kecamatan, lokakarya daerah, sampai pada rencana penyusunan anggaran, perencanaan tata ruang / tata guna lahan, serta prosedur pemanfaatan asset daerah harus ditetapkan secara transparan dan partisipatif dengan maksud meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi yang utuh, badan publik di lingkungan pemerintahan daerah dan non pemerintahan berkewajiban membuat pertimbanganpertimbangan secara tertulis dad setiap kebijakan yang diambil. Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) setidak-tidaknya memuat pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan nasional dan atau pertimbanganpertimbangan lain yang menjadi dasar pemikiran dalam pengambilan suatu kebijakan; Bagian Kedua Prosedur Dalam Lingkungan DPRD Pasal 15 Seluruh rapat DPRD pada dasamya terbuka untuk umum. Yang dimaksudkan dengan rapat DPRD adalah semua rapat yang diselenggarakan dalam lingkungan DPRD, yang meliputi ; Rapet Panitia Musyawarah, Rapat Panitia Anggaran, Rapat Paripuma, Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, dan Rapat Panitia Khusus serta Rapat dengar pendapat Rapat-rapat sebagaimana dimaksud ayat (2) hanya mempunyai jadwal yang jelas minimal 2 minggu sebelumnya dan harus diumumkan melalui papan pengumuman DPRD, media massa dan disediakan humas DPRD. Risalah rapat harus disampaikan kepada seluruh anggota DPRD, Pemerintah Daerah dan bagi masyarakat yang membutuhkan. BAB VII
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
7
1. 2. 3. 4.
Bagian Kedua Proses Pengambilan Kebijakan Dalam Lingkungan DPRD Pasal 17 1. Rapat di lingkungan DPRD membahas kepentingan publik harus melibatkan masyarakat umum secara aktif. 2. Mekanisme Rapat DPRD' sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Tata Tertib DPRD. 3. Dalam rapat terbuka untuk umum jika bukan rapat dengar pendapat atau konsultasi publik maka masyarakat dapat hadirtetapi tidak dapat memberikan masukan atau pendapatnya. 4. Segala bentuk keputusan dan laporan hangs dapat diakses oleh masyarakat.
1. 2. 3. 4.
PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN Bagian Pertama Proses Pengambilan Kebijakan Dalam Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 16 Rapat di lingkungan pemerintah daerah jika menyangkut kebijakan publik harus merupakan rapat terbuka untuk umum. Apabila ada kebijakan khusus dari pemerintah pusat atau propinsi, maka kebijakan tersebut harus dipublikasikan melalui media massa dan disediakan informasinya melalui Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah untuk dapat diakses oleh masyarakat. Rapat-rapat pemerintah baik pusat maupun pemerintah Propinsi yang diselenggarakan di Daerah, apabila tidak diatur secara khusus oleh pemerintah pusat dan propinsi diperlakukan sama dengan rapat-rapat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Pada proses pengambilan keputusan yang erat kaitannya dengan kepentingan umum, maka rapat tersebut hangs melibatkan unsur masyarakat.
Bagian Ketiga Proses Pengambilan Kebijakan Dalam Lingkungan Badan Usaha Milik Daerah Pasal 18 Dalam melaksanakan rapat yang berkaitan dengan pemanfaatan fasilitas umum harus melibatkan seluruh unsur yang ada di dalam masyarakat Jaminan informasi dalam pertimbangan hasil-hasil keputusan secara aktif disediakan dan dapat disampaikan kepada masyarakat; Pemberlakuan kebijakan BUMN dan BUMD, berupa aspek-asp prosedur, pengambilan keputusan wajib diinformasikan disosialisasikan kepada masyarakat. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2) dan (3) tersebut diatas juga berlaku bagi organisasi pemerintah dan badan usaha milik swasta.
BAB VIII PROSEDUR MENDAPATKAN INFORMASI, PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENGADUAN Bagian Pertama Prosedur Pasal 19 1. Permintaan informasi dari masyarakat tidak perlu mencantumkan kepentingan mendapatkan informasi. 2. Pemenuhan permintaan informasi oleh masyarakat harus dapat diberikan dalam waktu selambatlambatnya 1(satu) minggu setelah permintaan. 3. Apabila dalam 1(satu) minggu belum dapat dipenuhi maka dapat dipenuhi paling lambat satu minggu setelah itu dengan ketentuan bahwa pejabat badan publik yang bersangkutan harus memberitahukan terhadap belum dapat dipenuhinya permohonan dalam tenggang waktu 1(satu) minggu. Bagian Kedua Keberatan Pasal 20
1. Setiap pemohon informasi dapat mengajukan keberatan dalam hal:
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
8
2.
a. Tidak diidentifikasinya kebijakan publik dan tahapan perumusan kebijakan publik; b. Ditolaknya permintaan informasi, kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 10; c. Tidak tersedianya informasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5; d. Tidak dipenuhinya p rmintaan informasi, tanpa dilandasi peraturan yang beraku; e. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana mestinya; f. Pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan peraturan yang beraku; g. Penyampaian informasi yang melebihi waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (3) Alasan-atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan pemohon dan pejabat terkait untuk menyelesaikan permasalahan/keberatan tersebut secara musyawarah apabila dikehendaki kedua belah pihak dan hasilnya secara tertulis disampaikan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi.
Pasal 21 1. Keberatan diajukan kepada atasan dan pejabat dokumentasi dari informasi terkait secara tertulis yang ditembuskan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi. 2. Keberatan diajukan oleh pemohon dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) had kerja setelah ditemukan alasan-alasan sebagaimana dimaksud pasal 20 ayat (1). 3. Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberi tanggapan yang diajukan oleh pemohon dalam jangk waktu 14 (empat belas) had kerja sejak diterimanya keberatan tersebut. 4. Apabila tanggapan atasan pejabat badan publik sebagaimana dimaksud ayat (1) tetap pada sikap dan putusan sebagaimana yang dilakukan bawahannya, maka tanggapan harus disertai dengan alasanalasan tertulis, yang ditembuskan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi. 5. Apabila tanggapan atasan pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) Tdak memuaskan pemohon, maka upaya keberatan dapat diajukan kekapa Komisi Transparansi dan Partisipasi sesuai dengan kewenangannya. Bagian Ketiga Pengaduan Pasal 22 1. Setiap anggota masyarakat berhak mengajukan terhadap; a. Tidak setuju dengan prosedur partisipasi masyarakat; b. Tidak pernah atau Tdak diberi kesempatan menyampaikan pendapat; c. Tidak pemah ada tanggapan terhadap pendapat yang disampaikan; d. Tidak setpju dengan tanggapan yang diberikan; e. Tidak pemah ada proses partisipasi masyarakat. 3. Pengaduan sobagaimana dimaksud ayat (1), disampaikan kepoada Kepala Daerah melalui Komisi Transparansi dan Partisipasi. 4. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterimanya pengaduan dimaksud ayat (2) pasal ini, Komisi Transparansi dan Partisipasi meneliti pengaduan tersebut dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat terkait. 4. Dalam waktu 7 (tujuh) had setelah diterimanya pengaduan yang disampaikan Komisi Transparansi dan Partisipasi sebagaimana dimaksud ayat (3) Pimpinan Unit Kerja dan atau Badan Publik hangs memberika-n tanggapan kepada pihak yang mengajukan pengaduan dengan tembusan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi. 5. Apabila tanggapan tersebut tidak memuaskan pihak yang mengajukan pengaduan, maka yang bersangkutan dapat menyampaikan pengaduannya kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi paling lama setelph 7 (tujuh) had sejak tanggapan diterima. 6. Dalam waktu 10 hari setelah menerima keberatan dari pihak yang menerima pengaduan, Komisi Transparansi dan Partisipasi setelah melakukan konsultasi dengan Kepala Daerah dapat mengundang para pihak untuk melakukan musyawarah dalam menyelesaikan sengketa atau masalah tersebut. BAB IX KOMISI TPANSPARANSI DAN PARTISIPASI Bagian Pertama Pembentukan dan Kedudukan Pasal 23
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
9
1. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (5) dan Pasal 22 ayat (6) dibentuk Komisi Transparansi dan Partisipasi. 2. Komisi Transparansi dan Partisipasi berkedudukan di Daerah.
1. 2. 3. 4. 5.
Bagian Kedua Susunan Pasal 24 Komisi Transparansi dan Partisipasi terdiri dari 5(lima) orang anggota. Komisi Transparansi dan Partisipasi dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang sekretaris merangkap anggota. Ketua dan sekretaris dipilih dad dan oleh anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi. Pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan dengan musyawarah diantara masing-masing anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi, apabila tidak tercapai kesepakat dilakukan pemungutan suara. Dalam menjalankan tugasnya Komisi Transparansi dan Partisipi dan Partisipasi didukung oleh staf sekretariat.
Bagian Ketiga Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 25 Untuk dapat diangkat sebagai anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi, seorang calon harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut: a. Warga Negara, Indonesia berusia minimal 25 Tahun. b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. c. Sehat jasmani dan rohani. d. Pendidikan minimal strata 1 (S1) e. Memiliki Integritas dan tidak sedang terpidana. f. Tidak sedang menjadi Anggota Pengurus partai politik. g. Bukan anggota TNI/POLRI atau PNS aktif. h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih kecuali jika dipidana dengan alasan pertentangan Ideologis dan politik. i. Memiliki pemahaman dibidang hak asasi manusia dan kebijakan publik. Bersedia bekerja penuh waktu. Pasal 26 Untuk menetapkan calon anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi dibentuk panitia seleksi calon yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. 2. Jumlah panitia seleksi calon Komisi terdiri dad unsur legislatif, eksekutif, Lembaga Swadya Masyarakat, Bundo Kanduung, Perguruan Tinggi, dan LKAAM yang jumlah maksimal 7 orang. 3. Calon anggota Komisi yang diajukan berdasarkan hasil seleksi maksimal berjumlah 10 (sepuluh) orang yang disertai dengan keterangan dan penjelasan tertulis. 1.
1. 2. 3. 4. 5.
Pasal 27 Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerali atas usulan masyarakat dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. DPRD memilih calon anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi yang diusulkan setelah melakukan konsultasi publik yang diawali dengan uji kelayakan dan kepatutan. Pilihan DPRD wajib disertai penjelasan. Pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), dan (3) dilakukan secara transparan dan partisipatif. Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi diangkat setiap (tiga) tahun sekali dan tidak dapat diangkat kembali untuk period berikutnya.
Pasal 28 1. Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi berhenti dari jabatannya karena: a. Telah habis masa jabatannya; b. Mengundurkan diri, atau;
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
10
c. Meninggal dunia Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Kepala Daerah atau persetujuan DPRD apabila: a. Terbukti telah melakukan tindak pidana, yang mempunyai kekuatan hukum tetap. b. Sakit jasmani atau rohani atau sebab lain yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugas selama 1 (satu) tahun penuh; c. Tidak mengikuti rapat penyelesaian sengketa berturut-turut sebanyak 6 (enam) kali rapattsidang Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi dapat diberhentikan sementara apabila sedang berada dalam proses penyidikan pidana yang diancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih. (4) Pelaksanaan ketentuan ayat (2) huruf b dan c dilaporkan oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi kepada Kepala Daerah secara tertulis dengan tembusan kepada ketua DPRD. 2.
Pasal 29 Anggota Komisi Transparansi dan Partisipasi yang berhenti sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat (1) huruf b dan c dilakukan penggantian berdasarkan hasil musyawarr.h angdota Komisi Transparansi dan Partisipasi dengan berp-doman kepada rangking hasil seleksi DPRD. Bagian Kelima Tugas dan Fungsi Pasal 30 1. Komisi Transparansi dan Partisipasi mempunyai tugas: a. mengawasi dan memfasilitasi proses transparansi dan partisipasi ; b. memfasilitasi proses penyelesaian sengketa/ masalah yang berkaitan dengan transparansi dan paitsipasi; c. mempublikasikan dan menyediakan informasi tentang kegiatan yang herhuhungan dengan transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. 2. Penyelesaian sengketa/ masalah yang berkaitan dengan transparansi dan partisipasi penyelenggaraan pemerintahan dilakukan melalui proses mediasi dan ajudikasi Setiap penyelesaian sengketa / masalah sebagaimana dimaksud ayat (2), Komisi Transparansi dan Partisipasi wajib membuat Berita Acara, Pasal 31 Dalam melaksanakan tugas tersebut pada Pasal 30 Komisi Transparansi dan Partisipasi mempunyai fungsi: a. Melakukan pengawasan terhadap kewajiban badan put sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini; b. Mengkaji, mendorong dan mengembangkan kapasitas badan publik untuk melaksanakan transparansi dan partisipasi. c. Memantau pelaksanaan dan efektifitas dan Peraturan Daerah ini; d. Memantau traasparansi dan partisipasi proses pembuatan dan pelaksanaan peratura~daerah yang berlaku. e. Memantau pelaksanaan kebijakan publik. f. Melakukan evaluasi terhadap penggunaan hak masyarakat dan pelaksanaan kewajiban badan publik yang diatur dalam Peratur Daerah ini untuk dijadikan bahan bagi penyempumaan kebijak tentang transparansi dan partisipasi dimasa mendatang; g. Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan berbagai pihak ya berkepentingan mengenai berbagai permasalahan menyangkut pelaksanaan Peraturan Daerah ini baik dalam forum khusus ya diadakan secara rutin maupun dalam acara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan/ Peraturan perundang-undang yang berlaku h. Merumuskan dan mengusulkan berbagai masukan yang merupakan aspirasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan transparansi dan partisipasi penyelenggaraan pemerintahan; i. Melakukan Evaluasi terhadap mekanisme penyebarluasan informasi publik yang wajib diberikan secara berkala sekalip tanpa adanya permintaan (proaktif) oleh badan publik terkait dan memberikan masukan agar mekanisme dimaksud menjadi lebih baik. Bagian Keenam Wewenang Pasal 32 Komisi Transparansi dan Partisipasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang:
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
11
1. 2. 3. 4. 5.
Meminta informasi dari pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyediaan dan pelayanan informasi pada badan publik dengan dengan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu; Meminta data atau bahan-bahan yang relevan yang dimiliki oleh badan publik yang terkait dengan kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini; Membahas masalah-masalah yang terjadi dalam kebijakan badan publik, baik yang akan, sedang maupun yang telah dilaksanakan dengan mengundang serta menghadirkan berbagai pihak terkait Memfasilitasi penyelesaian masalah/ sengketa yang menyangkut penyelenggaraan transparansi dan partisipasi. Memberikan usulan atau rekomendasi kepada badan publik tentang Penyelenggaraan transparansi dan partisipasi yang ditembuskan kepada kepala daerah dan DPRD.
Pasal 33 Komisi Transparansi dan Partisipasi dalam pe!aksanaan tugasnya bertanggung jawab dan wajib menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah. 2. Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari a. Laporan penyelesaian kasus; b. Laporan tahunan, yaitu laporan yang memuat Kinerja Komisi dan Lembaga-Lembaga Publik lainnya yang berhubungan dengan transparansi dan partiApasi. 1.
BAB X TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 34 1. Penyelesaian sengketan informasi atau keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (5) dan pengaduan sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (6), dilaksanakan oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi melalui proses mediasi. 2. Dalam pelaksanaan proses Mediasi sebagaimana dimaksud ayat (1), Komisi Transparansi dan Partisipasi mengundang para pihak yang bersengketa untuk melakukan musyawarah guna mencari kesepakatan kedua belah pihak. 3. Apabila kedua belah pihak yang bersengketan dapat menerima hasil musyawarah yang difasilitasi oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi, maka sengketa informasi dinyatakan selesai dan hasilnya oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi dituangkan dalam Berita Acara yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan Komisi Transparansi dan Partisipasi. Pasal 35 1. Apabila proses mediasi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (2) tidak diapai kesepakatan, maka penyelesaian selanjutnya dilakukan melalui proses Ajudikasi. 2. Proses ajudikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut a. Menetapkan jadwal penyelesaian sengketa. b. Mengundang para pihak yang bersengketa untuk datang pada suatu had dan tanggal yang ditentukan guna memberikan keterangan mengenai duduk persoalan atau sengketa yang terjadi. c. Melakukan dialog dengan para pihak. d. Mengumpulkan data dan fakta serta bukti-bukti terhadap hal yang disengketakan. e. Mendengarkan keterangan saksi (kalau ada). f. Melakukan Analisis terhadap data dan fakta serta bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. g. Kesimpulan hasil proses penyelesaian sengketa. h. Mengeluarkan Putusan hasil penyelesaian sengketa. 3. Setiap tahapan proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (2) mulai dari huruf b sampai dengan huruf h dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Pasal 36 Setiap penyelesaian s!qgketa sebagaimana dimaksud Pasal 34 dan Pasal 35 hasilnya dilaporkan oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi kepada Kepala Daerah dan DPRQ. BAB XI KETENTUAN SANKSI Bagian Pertama
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
12
Sanksi Administratif Pasal 37 1. Para pihak yang bersengketa dengan sengaja tidak memenuhi atau melaksanakan putusan yang telah ditetapkan oleh Komisi Transparans dan Partisipasi sebagaimana yang dimaksud Pasal 35 ayat (2) huruf h, diberikan peringatan tertulis secara berturut turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masingnya selama 3 (tiga) hari. 2. Bagi Pejabat Publik/ Pegawai Neged Sipil pemberian peringatan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Kepala Daerah selaku pembina Kepegawaian di Daerah. 3. Bagi pemohon informasi/ masyarakat pemberian peringatan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Kepala Daerah selaku Pelaksana Peraturan Daerah. 1. 2. 3.
1.
2.
3. 4.
5. 1. 2.
Pasal 38 Apabila setelah 7 (tujuh) had sejak peringatan ketiga (terakhir) sebagaimana dimaksud pasal 37 ayat (1) etmyata peringatan tersebut tidak diindahkan oleh salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa, maka selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan atau penyidikan. Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat(1) dilakukan oleh pejabat publik/ Pegawai Negeri Sipil, maka berdasarkan persetujuan Kepala Daerah dilakukan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Daerah. Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pemoon informasi/ masyarakat, maka berdasarkan persetujuan Kepala Daerah dilakukan penyidikan yang dilaksanakan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau pejabat penyidik yang berwenang. Bagian Kedua Sanksi Pidana Pasal 39 Apabila berdasarkan haaaasil pemeriksaan Bada Pengawas Daerah menyatakan bahwa pejabat publik sebagaimana dimaksud Pasal 38 ayat (2) dengan sengaja melalaikan atau tidak memenuhi atau tidak melaksanakan putusan yang ditetapkan oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi maka kepadanya dapat diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yard berlaku. Apabila pemohon informasi/ masyarakat dengan sengaja melalaikan atau tidak memenuhi atau melaksanakan putusan yang ditetapkan oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda sebanyak-banyaknya 1 Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Setiap orang atau Bada Hukum dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas Komisi Transparansi dan Partisipasi sesuai dengan kewenangannya, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar kewajiban transparansi dan menghalangi kegiatan partisipasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, diancam engan Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah). Tindak pidana sebagimana dimaksud ayat (2), (3), dan ayat (4) merupakan tindak pidana pelanggaran. Pasal 40 Setiap orang atau Badan Hukum yang memberikan keterangan palsu, baik lisan maupun tulisan kepada Komisi Transparansi dan Partisipasi diancam dengan pidana kurungan sebagimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Setiap orang yang dengan sengaja dan dengan melawan hukum menghancurkan, merusak, membinasakan, membuat sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, atau menghilangkan segala macam informasi publik, diancam dengan hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 41 Komisi Transparansi dan Partisipasi yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertentangan dengan peraturan perundnag-undangan yang berlaku atau tidak sesuai dengan kewenangannya dapat dituntut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Ketentuan-ketentuan yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku , secara internal diatur dalam Kode Etik Komisi Transparansi dan Partisipasi. 1.
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
13
3. Kode Etik sebagaimana diamksud ayat (2) disusun oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi dan berlaku setelah disahkan oleh Kepala Daerah. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 42 1. Selain Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagimana dimaksud Pasal 39 ayat (2) dan ayat (4) dapat juga dilaksanakan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan peraturan p&undang-undangan yang berlaku. 2. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam melakukan tugas penyidikan berwenang a. Menerima Laporan atau pengaduari dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dad kegiatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat. e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dad penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberiktahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya. i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; 3. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini membuat Berita Acara setiap tindakan tentang: a. Pemeriksaan tersangka; b. Memasuki rumah; c. Penyitaan barang; d. Pemeriksaan surat; e. Pemeriksaan saksi; f. Pemeriksaan ditempat kejadian; 4. Berita acara sebagaimana diamksud ayat (3) Pasal ini diteruskan kepada Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Umum Polisi Republik Indonesia. BAB XIII PERLINDUNGAN SAKSI Pasal 43 1. Setiap orang yang memberikan informasi mengenai pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini wajib dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Setiap orang yang termasuk kategori ayat (1), memiliki hak-hak sebagaimana diatur dalam undangundang perlindungan saksi. BAB XIV ANGGARAN DAN BIAYA PENYEDIAAN INFORMASI Bagian Pertama Anggaran Pasal 44 1. Anggaran terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Besamya anggaran Komisi Transparansi dan Partisipasi yang berasal dari APBD disusun berdasarkan rencana anggaran biaya operasional yang wajar dan pantas, diajukan setiap tahun anggaran oleh Komisi Transparansi dan Partisipasi kepada Kepala Daerah. 3. Biaya opeasional yang ditanggung APBD sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi biaya sekretariat, alat tulis kantor, insentif anggota Komisi, biaya perjalanan dinas, dan biaya operasional lainnya.
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
14
Bagian Kedua Biaya Penyediaan Informasi Pasal 45 1. Badan publik terkait hanya dapat membebani setiap orang yang meminta penjelasan dengan biaya pengadaan dan pengiriman iformasi yang diminta sebagaimana biaya yang berlaku secara umum. 2. Badan usaha/ perusahaan yang meminta informasi dapat dikenakan biaya tambahan pencarian informasi selain biaya sebagaimana dimaksud ayat (1), berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 46 1. Komisi Transparansi dibentuk selambat-lambatnya 6 bulan sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. 2. Sebelum melaksanakan tugasnya Komisi Transparansi dan Partisipasi wajib menyusun Peraturan Tata Tertib Komisi Transparansi dan Partisipasi. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 47 Pada saat berlakuknya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.
1. 2. 3.
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat menegetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Solok.
Ditetapkan di Solok Pada tanggal 29 April 2004 BUPA TI SOLOK Dto.
GAMAWAN FAUZI
www.infokorupsi.com Sentra Informasi dan Data untuk Anti Korupsi (SIDAK) Centre of Information and Data for Anti Corruption (CIDAC)
Faktor-faktor..., Umi Yanti Febriana Silalahi, FISIP UI, 2012
15