FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DAN DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO
MOHAMAD IKBAL BAHUA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pemimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Oktober 2010
Mohamad Ikbal Bahua NIM. I361070031
ii
ABSTRACT MOHAMAD IKBAL BAHUA. Factors Affecting Agricultural Extension Agents’ Performance and their Impacts on Corn Farmers’ Behavior in Gorontalo. Under direction of AMRI JAHI, PANG S ASNGARI, AMIRUDDIN SALEH and I GUSTI PUTU PURNABA. Agricultural Extension Agents had to demonstrate excellent job performance so as to convince the national as well as the local development policy makers to allocate sufficient funds for sustaining agricultural extension activities to support agricultural and rural development. In this relation, the objectives of this study were to: (1) identify internal factors affecting the agricultural extension agents’ performance in promoting corn production in Gorontalo province, (2) determine the joint effects of such factors and the agents’ performance on corn farmers’ behavior, (3) assess the extent of relationship amongst those factors affecting the agents’performance in promoting the corn production, and (4) determine the impact of the agents’ performance on the corn farmers’ behavior. The study was designed as an ex post facto research. Data were collected from a randomly selected sample consisted of 118 agents and 236 corn farmers. They were interviewed in February through April 2010. The data obtained were analyzed following the Structural Equation Model (SEM) procedure. The findings demonstrated that the agents’ characteristics, competencies, motivation and self-reliance affected the agents’ performance significantly as indicated by the following coefficients: -0,30, 0,88, 0,22 and -0,31 significant at α = 0,05. The R2 of the four variables was 0,74 significant at α = 0,05 also. Therefore, the joint effects of the four variables on the agents’ performance was 74%. The rest 26 % were the effects of the other variables that were not observed in this study. Further, the direct impact of the agents’ performance on the corn farmers’ behavior was 0,83, significant at α = 0,05. So, every single unit increase of the agents’ performance would improve a 0,83 unit of the corn farmers’ behavior. The R2 of the effect of the agents’ performance on the corn farmers’ behavior was 0,69, also significant at α = 0.05. This indicated the extent of the agents’ performance affected the corn farmers’ behavior was 69%; whereas the rest 31% was other variables’ effects excluded in this study. Keywords:
Extension agents’ characteristics, performance, farmer behavior.
iii
motivation,
self-reliance,
RINGKASAN MOHAMAD IKBAL BAHUA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Pang S Asngari, Amiruddin Saleh dan I Gusti Putu Purnaba. Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan daerah harus bertumpu pada kemampuan sendiri untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah, pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah. Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh pertanian berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat. Tujuan penelitian adalah: (1) mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo, (2) mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo, (3) mengaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo, (4) mengaji dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo yang memunyai lima kabupaten dan satu kota dari bulan Pebruari sampai April 2010. Pertimbangan lokasi penelitian, karena (1) Gorontalo adalah provinsi yang memrogramkan agropolitan dengan tanaman utama adalah jagung, (2) jumlah penyuluh pertanian didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman pangan dan (3) petani di Provinsi Gorontalo pada umumnya berusahatani jagung sebagai tanaman utama untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Unit analisis pada penelitian ini adalah penyuluh pertanian dengan jumlah populasi sebanyak 481 orang. Untuk kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Berdasarkan rumus Slovin (Sevilla, 1993) sampel penelitian ditetapkan berjumlah 118 orang penyuluh pertanian, dengan sebaran sampel setiap kabupaten/kota adalah: Kabupaten iv
Gorontalo ada 43 orang, Kabupaten Bone Bolango ada 22 orang, Kabupaten Boelemo ada 20 orang, Kabupaten Pohuwato ada 20 orang, Kabupaten Gorontalo Utara ada tujuh orang dan Kota Gorontalo ada enam orang. Penarikan sampel dilakukan dengan cara contoh acak proporsional. Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y), terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani. Metode yang digunakan adalah metode survei melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31 yang nyata pada α = 0,05, koefisien determinasi pengaruh bersama keempat peubah tersebut pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen, yang nyata pada α = 0,05. Dampak pengaruh kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung adalah 69 persen dengan koefisien pengaruh sebesar 0,83 yang nyata pada α = 0,05. Artinya peningkatan satu satuan kinerja penyuluh berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik sebesar 0,83 satuan, yaitu peningkatan pada kompetensi petani dan partisipasi petani jagung. Kesimpulan penelitian adalah: (1) faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Semua faktor internal tersebut berpengaruh nyata pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian; (2) karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh tidak langsung dan nyata pada perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian melalui dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani; (3) derajat hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh, motivasi dan kompetensi penyuluh tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong kuat, sedangkan derajat hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh, serta derajat hubungan antar peubah motivasi dengan kemandirian penyuluh tergolong lemah; (4) kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung. Kinerja penyuluh pertanian perlu diperhatikan melalui peningkatan kompetensi dan motivasi penyuluh. Kompetensi penyuluh diarahkan pada kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh. Motivasi penyuluh diarahkan pada pengembangan potensi diri dan kebutuhan berafiliasi. Perlu adanya strategi pembangunan pertanian yang lebih memperhatikan peran penyuluh pertanian dengan meningkatkan anggaran penyuluhan dan perbaikan sarana dan prasarana penyuluhan yang akan berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh dalam membantu petani berusahatani kearah yang lebih baik dan produktif. v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DAN DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI JAGUNG DI PROVINSI GORONTALO
MOHAMAD IKBAL BAHUA
Disertasi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 vii
Judul Disertasi
Nama NIM Program Mayor
: Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo : Mohamad Ikbal Bahua : I361070031 : Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Anggota
Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA Anggota
Mengetahui Koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 27 Oktober 2010
Tanggal Lulus:
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah “ Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” merupakan penelitian yang berguna untuk pengembangan sumberdaya manusia penyuluh yang berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani melaksanakan usahatani. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada proses perkuliahan. Para penyuluh pertanian dan petani di Provinsi Gorontalo yang telah memberikan informasi data selama proses penelitian diucapkan terima kasih. Kepada M. Hatta Jamil, Yohanis Kamagi, Sapar dan Narso sebagai teman seperjuangan penulis ucapkan terima kasih dan tetap berdoa, berusaha dan bersabar untuk meraih kesuksesan. Seluruh mahasiswa Gorontalo yang belajar di IPB penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mama, papa, isteri dan anak, serta saudara-saudara penulis atas segala dukungan dan doa serta kasih sayangnya selama ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2010
Mohamad Ikbal Bahua ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 25 April 1972 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Hi. Hamzah Bahua dan Ibu Nurhaida Takuwa. Tahun 1997 penulis menikah dengan Heni Jusuf dan telah dikaruniai seorang anak bernama Arliawan Safriansyah Pratama Bahua. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Gorontalo. Pendidikan Sarjana Pertanian (SP) ditempuh pada tahun 1991 di Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 1995. Pendidikan Magister Sains (M.Si) ditempuh pada tahun 2003 di Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 2005. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB atas bantuan beasiswa (BPPS) dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Pada tahun 2001 penulis diangkat sebagai PNS (dosen) pada Fakultas Pendidikan MIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Gorontalo (sekarang Universitas Negeri Gorontalo). Tahun 2002 dan 2006 penulis pernah menjadi ketua Program Studi Diploma 3 Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo. Berbagai pendidikan dan pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi dosen pernah penulis ikuti, antara lain pelatihan kompetensi dosen pertanian di Akademi Pertanian Yogyakarta tahun 2002. Sampai dengan saat ini selain dosen tetap pada Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, sejak tahun 2008 penulis tercatat sebagai salah satu dosen luar biasa pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvi
PENDAHULUAN ...................................................................................... Latar Belakang ...................................................................................... Masalah Penelitian ................................................................................. Tujuan Penelitian ................................................................................. Kegunaan Penelitian ............................................................................. Definisi Istilah .......................................................................................
1 1 4 5 6 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Pengertian Kinerja ................................................................................ Penilaian Kinerja ................................................................................... Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja .................................................. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu ......................
14 14 15 19 21
Kinerja Penyuluh Pertanian ................................................................. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian .... Karakteristik Penyuluh Pertanian .................................................... Kompetensi Penyuluh Pertanian ...................................................... Motivasi Penyuluh Pertanian ........................................................... Kemandirian Penyuluh Pertanian ....................................................
24 28 28 30 36 42
Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................................................... Karakteristik Penyuluh Pertanian ................................................... Kompetensi Penyuluh Pertanian .................................................... Motivasi Penyuluh Pertanian .......................................................... Kemandirian Penyuluh Pertanian ...................................................
47 47 53 54 55
Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Jagung ....................... Perilaku Petani ...................................................................................... Hubungan Kinerja Penyuluh dengan Perilaku Petani ........................... Konsep Usahatani .................................................................................
56 57 58 59
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ............................................ Kerangka Berpikir ................................................................................. Hipotesis Penelitian ..............................................................................
62 62 67
xi
METODE PENELITIAN ............................................................................ Desain Penelitian ................................................................................... Populasi dan Sampel ............................................................................. Populasi ............................................................................................ Sampel.............................................................................................. Data dan Instrumentasi .......................................................................... Data .................................................................................................. Instrument ........................................................................................ Validitas Instrumen ......................................................................... Reliabilitas Instrumen ...................................................................... Pengumpulan Data ................................................................................ Analisis Data .........................................................................................
68 68 73 73 73 74 74 75 76 76 77 77
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... Hasil Penelitian ...................................................................................... Kinerja Penyuluh Pertanian .............................................................
79 79 79
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian Penyuluh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usahatani Jagung .............................................................................
85
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perilaku Petani Jagung ........
86
Hubungan antar Peubah Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian Penyuluh Pertanian ..............................................
87
Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani Jagung ...................................................................................
89
Pembahasan............................................................................................ Pengaruh Karakteristik pada Kinerja Penyuluh Pertanian .............................................................
90 90
Pengaruh Kompetensi pada Kinerja Penyuluh Pertanian .............................................................
93
Pengaruh Motivasi pada Kinerja Penyuluh Pertanian .............................................................
95
Pengaruh Kemandirian pada Kinerja Penyuluh Pertanian .............................................................
98
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian pada Kinerja penyuluh pertanian ............................... 100 Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani .............................................................. 104 Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian ............................................................. 106
xii
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 107 Kesimpulan ............................................................................................ 107 Saran ...................................................................................................... 107 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 109 LAMPIRAN ................................................................................................ 119
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian ...........................
27
2. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja penyuluh .............. pertanian
70
3. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural .............................
72
4. Ukuran populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo ...................
73
5. Ukuran sampel penyuluh pertanian tiap kabupaten/kota ......................
74
6. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model kinerja penyuluh pertanian ..................................................................................
84
7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian ...................
85
8. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani ................................................................................
86
9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian ...................
88
10. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani ...............................................................
89
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya .........
22
2. Hubungan karakteristik individu dengan kompetensi ...........................
31
3. Hirarki kebutuhan Maslow ....................................................................
37
4. Program development using the Logic Model .......................................
64
5. Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika .....
65
6. Alur hubungan antar peubah penelitian ................................................
66
7. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ........................
71
8. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian .................................................................................................
79
9. Estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ..........
81
10. Statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh Pertanian ................................................................................................
82
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30 ................... 120 2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ..... 121 3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani ...................................................................................... 134 4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan partisipasi petani ...................................................................................... 136 5. Kuesioner penelitian untuk penyuluh pertanian ...................................... 138 6. Kuesioner penelitian untuk petani binaan ................................................ 176 7. Peta Wilayah Provinsi Gorontalo............................................................. 186
xvi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: (1) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA (Dosen Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor) (2) Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si (Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: (1) Dr. Ir. H. Teddy Rachmat Muliady, MM (Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelatihan Multimedia, Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian-PPMKP-BPSDMP Kementrian Pertanian) (2) Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si (Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor)
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan daerah bertumpu pada kemampuan sendiri untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah, pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah. Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh pertanian harus berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat. Kinerja penyuluh pertanian yang baik berdampak pada perbaikan kinerja petani dalam meningkatkan produksi usahatani. Kinerja penyuluh ini terarah pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani dalam melaksanakan usahatani. Informasi tentang kinerja penyuluh perlu juga untuk memertahankan motivasi kerja penyuluh. Penyuluh yang fokus pada prestasi kerja mereka akan berusaha untuk tidak sekedar mempertahankan prestasi tersebut, akan tetapi untuk lebih meningkatkan capaian-capaian yang telah diraih. 1
2
Prestasi kerja penyuluh yang baik juga berguna bagi supervisor penyuluh, antara lain untuk mempromosikan para penyuluh itu kejenjang yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar dan tanggungjawab/wewenang yang lebih luas. Informasi yang diperoleh dari evaluasi kinerja penyuluh itu dapat juga menunjukkan kelemahan yang masih ada dalam diri penyuluh pada berbagai aspek. Dalam hubungan ini supervisor dapat memotivasi penyuluh untuk memperbaiki diri mereka, apakah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang spesifik penyuluhan, pelatihan teknik pertanian, studi mandiri atau melanjutkan pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi. Selain itu evaluasi kinerja penyuluh pertanian dapat menunjukkan kompetensi penyuluh dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh petani, baik teknologi budidaya, harga, akses pasar dan permodalan maupun kebijakan pembangunan pertanian di wilayah kerja penyuluh. Dalam hubungan ini penyuluh harus memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran yang akan diimplementasikan melalui metode dan media pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat. Penyuluh pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Penyuluh yang berkinerja baik dapat memosisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator dan dinamisator yang berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Untuk itu penyuluh harus memiliki berbagai kemampuan, antara lain: kemampuan berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap mandiri dan mampu menempatkan dirinya sesuai dengan karakteristik petani. Kinerja penyuluh ini diharapkan menjadi acuan bagi pembuat kebijakan dan penyedia dana publik untuk meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh dalam membantu pemerintah daerah meningkatkan PAD. Pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui Program Agropolitan Berbasis Jagung yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan asli daerah (PAD). Produksi jagung Gorontalo melalui Program Agropolitan sampai tahun 2009 berdasarkan data dari BPS Gorontalo (2010) mencapai 800.000 ton pipilan kering, dengan tingkat produktivitas ratarata 0,49 kuintal/ha. Program Agropolitan jagung merupakan program pemerintah
3
daerah yang mengarah pada pengembangan sistem agribisnis yang berkelanjutan. Hal ini membutuhkan dukungan penyuluh untuk menyebarluaskan program agropolitan sampai ke tingkat petani. Penyuluh pertanian harus berusaha mengembangkan program agropolitan melalui sistem pembelajaran yang mengarah pada peningkatan produktivitas usahatani jagung dan pelestarian ekosistem pertanian secara berkelanjutan. Pembudidayaan jagung dan penggunaan pupuk kimia serta pestisida secara besarbesaran oleh petani akan berdampak pada menurunnya kesuburan tanah. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang akan mengakibatkan erosi di Provinsi Gorontalo. Manfaat yang diperoleh dengan diketahuinya kinerja penyuluh pertanian, antara lain: (1) tersusunnya program penyuluhan pertanian sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluhan pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) terdiseminasinya informasi teknologi pertanian secara merata sesuai dengan kebutuhan petani, (4) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan (5) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa, kinerja penyuluh pertanian perlu diperhatikan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pertanian. Aktivitas penyuluhan harus diawali dengan penyusunan program, memandu dan memfasilitasi petani melakukan indentifikasi dan analisis wilayah, merumuskan rencana
aksi,
melaksanakan
program
aksi
dan
mengakhirinya
dengan
mengevaluasi pelaksanaan program penyuluhan. Proses tersebut menuntut kinerja penyuluh pertanian yang baik sebagai manifestasi dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” perlu dilakukan. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan kinerja penyuluh pertanian secara berkelanjutan yang akhirnya akan berdampak pada perubahan perilaku petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
4
Masalah Penelitian Peningkatan kinerja penyuluh pertanian, mutlak ditingkatkan ke arah profesi yang mandiri dengan jatidiri penyuluhan yang profesional. Untuk itu diperlukan peran dan posisi penyuluh pertanian sebagai penyedia jasa pendidikan, konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani. Penyuluh pertanian dalam merencanakan program penyuluhan harus berusaha melibatkan petani dan mampu menganalisis potensi wilayah untuk merumuskan tujuan penyuluhan sesuai dengan keinginan petani. Perencanaan program penyuluhan yang tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan petani akan berdampak pada proses pembelajaran yang tidak optimal, sehingga petani hanya menjadi obyek yang harus mengikuti kemauan penyuluh. Kinerja penyuluh pertanian yang baik, mengharapkan penyuluh pertanian yang memiliki peran strategis, yaitu menjadi moderator dan fasilitator antara pemerintah, swasta, petani dan masyarakat. Penyuluh pertanian diharapkan mampu berkontribusi positif dalam pembangunan nasional, perekonomian nasional yang berdayasaing dalam kancah perdagangan internasional dan mewujudkan kemampuan daerah untuk mengelola pembangunan yang hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Kenyataannya, tidaklah mudah untuk mencapai kinerja penyuluh yang baik. Kendala dalam menghasilkan kinerja penyuluh pertanian yang baik, berkaitan erat dengan perubahan-perubahan, seperti: kebijakan pemerintah, perekonomian global, masalah sosial dan kultur masyarakat. Selain itu keadaan internal penyuluh pertanian, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi dan kemandirian dapat menyebabkan kinerja penyuluh menjadi rendah. Kinerja penyuluh yang tidak dikelola dengan baik, akan berdampak pada keadaan petani yang tidak kreatif, inovatif, takut mengambil resiko dan tidak mandiri. Petani mengembangkan usahatani tanpa adanya bantuan teknologi pertanian yang spesifik lokasi dan bimbingan pengelolaan usahatani yang baik sesuai perkembangan pasar dan permintaan masyarakat. Pada saat ini kinerja penyuluh pertanian masih rendah, karena tidak memiliki kompetensi, motivasi dan kemandirian dalam mengubah perilaku petani.
5
Uraian di atas, menimbulkan suatu pertanyaan tentang tingkat kinerja penyuluh pertanian saat ini di Provinsi Gorontalo dan apa dampak kinerja penyuluh tersebut pada perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo? Secara khusus masalah penelitian ini ialah sebagai berikut: (1) Faktor-faktor internal apa yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo? (2) Berapa besar pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo? (3) Bagaimana derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo? (4) Berapa besar dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo?
Tujuan Penelitian Kinerja penyuluh pertanian yang baik tidak hanya berdampak pada perilaku petani jagung, melainkan juga pada peningkatan produktivitas usahatani jagung yang akhirnya akan memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani. Keberhasilan penyuluh pertanian dalam melaksanakan perannya untuk meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani berhubungan erat dengan faktorfaktor internal penyuluh, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh. Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung pada kinerja penyuluh pertanian maupun perubahan perilaku petani jagung. Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo. (2) Mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo.
6
(3) Mengaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo. (4) Mengaji dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah untuk pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan terutama mengenai karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian sebagai salah satu upaya dalam memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai agen pembaruan dalam mewujudkan pembangunan pertanian yang bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan petani. Beberapa butir penting kegunaan penelitian ini antara lain: (1) Bermanfaat bagi lembaga penyuluhan dalam merumuskan kebijakan tentang tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian. (2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan sumberdaya manusia khususnya penyuluh pertanian yang mempunyai tugas fungsional di lapangan dalam memberikan informasi ilmiah yang efektif dan efisien, baik dalam bentuk informasi teknis maupun manajemen usahatani. (3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir penyuluh pertanian, serta menjadi pedoman dalam sistem rekrutmen penyuluh pertanian oleh pemerintah pusat dan daerah. (4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat. (5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model peningkatan kinerja penyuluh dalam mewujudkan program pembangunan pertanian secara berkelanjutan.
7
Definisi Istilah Untuk menjelaskan makna peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini perlu dibuat operasional tentang peubah-peubah tersebut. (1) Karakteristik adalah peubah tentang individu seorang penyuluh yang mendasari tingkah lakunya dalam melaksanakan tugas. Peubah-peubah tersebut meliputi: (1.1) Umur ialah usia penyuluh sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat pada saat penelitian ini dilaksanakan. (1.2) Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal sampai saat penelitian dilaksanakan. (1.3) Pelatihan fungsional, yaitu pelatihan yang berhubungan dengan metodologi
penyuluhan.
Diukur
berdasarkan
jumlah
pelatihan
fungsional yang pernah diikuti dalam kurun waktu satu tahun terakhir. (1.4) Pelatihan teknis, yaitu pelatihan budidaya dari penanaman sampai pasca panen. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan teknis yang pernah diikuti dalam kurun waktu satu tahun terakhir. (1.5) Masa kerja, yaitu jumlah waktu (bulan atau tahun) yang sudah dialami oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan lamanya seseorang bekerja (berprofesi) sebagai penyuluh pertanian hingga saat penelitian dilaksanakan. (1.6) Wilayah tugas, yaitu letak topografi wilayah penyuluh pertanian bertugas. Diukur berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut. (1.7) Cakupan wilayah kerja, yaitu luas wilayah administrasi yang menjadi wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan jumlah desa yang menjadi wilayah kerja. (1.8) Jumlah petani binaan, yaitu jumlah petani jagung yang dibina pada hamparan wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan jumlah petani yang dilayani oleh penyuluh. (1.9) Frekwensi interaksi dengan petani, yaitu banyaknya pertemuan dengan petani atau kelompok tani dalam rangka penyuluhan pada satu musim
8
tanam. Diukur berdasarkan banyaknya jumlah pertemuan dengan petani. (2) Kompetensi adalah jumlah skor kemampuan yang harus dimiliki penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang terdiri dari sebelas aspek kemampuan, yaitu: (2.1) Kemampuan melakukan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan menganalisis komunitas, (2) skor kemampuan menetapkan prioritas masalah, (3) skor kemampuan merancang kegiatan aksi, (4) skor kemampuan melaksanakan aksi dan (5) skor tingkat kemampuan mengevaluasi kegiatan aksi. (2.2) Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan: (1)
skor
kemampuan
memahami
keragaman
nilai-nilai
sosial
masyarakat tani, (2) skor kemampuan memahami keragaman adatistiadat dan (3) skor kemampuan memahami keragaman etika dan moral. (2.3) Kemampuan merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, (2) skor kemampuan merumuskan tujuan program penyuluhan, (3) skor kemampuan menetapkan masalah, (4) skor kemampuan menetapkan cara mencapai tujuan, (5) skor kemampuan melaksanakan penyuluhan dan (6) skor kemampuan mengevaluasi kegiatan penyuluhan. (2.4) Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai kebutuhan petani. Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia dan (2) skor kemampuan mengidentifikasi kebutuhan petani. (2.5) Kemampuan mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan membuat media penyuluhan, (2) skor kemampuan menggunakan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi dan (3) skor kemampuan menggunakan metode belajar.
9
(2.6) Kemampuan membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan membangun kemitraan usaha dan (2) skor kemampuan membangun jejaring usaha. (2.7) Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan menerapkan falsafah penyuluhan, (2) skor kemampuan menerapkan prinsip penyuluhan dan (3) skor kemampuan menerapkan etika penyuluhan. (2.8) Kemampuan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan menerapkan gaya kepemimpinan, (2) skor kemampuan keterampilan memimpin dan (3) skor kemampuan menumbuhkembangkan kelompok tani. (2.9) Kemampuan manajemen organisasi. Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan mengidentifikasi peran dan fungsi Deptan dan Pemda pada penyuluhan pertanian, (2) skor kemampuan mengidentifikasi peluang pengembangan diri dan (3) skor kemampuan mengidentifikasi peluang pengembangan karier. (2.10) Kemampuan profesionalisme penyuluh. Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan menumbuhkan komitmen pada etos kerja, (2) skor kemampuan menumbuhkan komitmen pendidikan berkelanjutan (3) skor kemampuan memahami visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor kemampuan melakukan kerjasama dengan peneliti. (2.11) Kemampuan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan mengenal benih, pupuk dan pestisida, (2) skor kemampuan mengolah lahan jagung, (3) skor kemampuan menanam jagung, (4) skor tingkat kemampuan memelihara tanaman jagung, (5) skor kemampuan memanen jagung, (6) skor tingkat kemampuan menyimpan hasil panen jagung, (7) skor kemampuan memasarkan hasil dan (8) skor kemampuan mengakses pada lembaga permodalan, pemasaran dan dinas pertanian. (3) Motivasi adalah jumlah skor yang diperoleh dari penyuluh pertanian, yang menggambarkan faktor pendorong penyuluh pertanian untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan kemampuan dirinya, yang terdiri dari:
10
(3.1) Pengembangan potensi diri. Diukur berdasarkan skor harapan atau keinginan penyuluh pertanian dalam rangka meningkatkan kualitas diri (mengikuti pendidikan formal, pelatihan, uji coba lapang teknologi spesifik lokasi dan lain-lain) untuk menjadi lebih baik. (3.2) Pengakuan dari petani binaan. Diukur berdasarkan skor harapan atau keinginan penyuluh menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari solusi, dihargai keberadaannya dan mendapat respons yang baik dari petani. (3.3) Penghasilan. Diukur berdasarkan skor harapan atau keinginan penyuluh dapat memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. (3.4) Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement). Diukur berdasarkan (1) skor keinginan akan berprestasi, (2) skor keinginan untuk berkompetisi dan (3) skor ketidaktergantungan terhadap gaji atau imbalan. (3.5) Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affiliation). Diukur berdasarkan (1) skor keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh tinggal dan bekerja, (2) skor keinginan untuk dihormati, (3) skor keinginan untuk maju dan tidak gagal dan (4) skor tingkat keinginan untuk ikutserta (berpartisipasi). (3.6) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power). Diukur berdasarkan (1) skor keinginan untuk menduduki jabatan penting dan (2) skor keinginan untuk bersaing dalam mendapatkan pengaruh. (4) Kemandirian adalah jumlah skor yang menunjukkan kecenderungan dari seorang penyuluh pertanian menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, yang terdiri dari: (4.1) Kemandirian intelektual. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian merencanakan usahatani, (2) kemandirian menentukan lahan budidaya, (3) skor kemandirian menentukan cara berproduksi, (4) skor kemandirian menentukan keputusan pemecahan masalah petani dan (f) skor kemandirian menentukan pasar untuk pemasaran hasil usahatani. (4.2) Kemandirian sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian menjaga independensi, (2) skor kemandirian menjaga hubungan dengan sesama
11
petani jagung, (3) skor kemandirian menjaga hubungan dengan kelompok tani di luar petani jagung, (4) skor kemandirian menjalin hubungan dengan kelompok pemimpin dan (5) skor kemandirian mengembangkan strategi adaptasi. (4.3) Kemandirian emosional. Diukur berdasarkan: (1) skor melepas ketergantungan dari otoritas keluarga, (2) skor melepas ketergantungan dari ikatan patron-klien, (3) skor melepas ketergantungan dari ritual kepercayaan lokal, (4) skor melepas ketergantungan dari sifat fatalistik dan (f) skor mengatasi kemungkinan adanya konflik dengan mengembangkan budaya kerjasama. (4.4) Kemandirian ekonomi. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian menggunakan aset yang berguna untuk biaya produksi usahatani, (2) skor kemandirian memanfaatkan biaya produksi usahatani, (3) skor kemandirian melakukan diversifikasi usahatani, (4) skor kemandirian memanfaatkan pendapatan usahatani dan (5) skor kemandirian gemar menabung. (5) Kinerja penyuluh adalah jumlah skor pada hasil kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, yang terdiri dari: (5.1) Melaksanakan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil analisis komunitas, (2) skor hasil penetapan masalah, (3) skor hasil rancangan kegiatan, (4) skor hasil pelaksanaan dan (5) hasil evaluasi kegiatan. (5.2) Mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan: (1) skor materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan (2) skor media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. (5.3) Merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil pengumpulan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, (2) skor rumusan tujuan program penyuluhan, (3) skor hasil penetapan masalah, (4) skor cara mencapai tujuan, (5) skor hasil pelaksanaan penyuluhan dan (6) skor hasil evaluasi kegiatan penyuluhan. (5.4) Memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai dengan kebutuhan petani. Diukur berdasarkan (1) skor hasil identifikasi sumberdaya yang tersedia dan (2) skor hasil identifikasi kebutuhan petani.
12
(5.5) Mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil pembuatan media penyuluhan, (2) skor hasil penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi dan (3) skor hasil penggunaan metode belajar. (5.6) Membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan: (1) skor membangun kemitraan usaha dan (2) skor membangun jejaring usaha. (5.7) Menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil penerapan falsafah penyuluhan, (2) skor hasil penerapan prinsip penyuluhan dan (3) skor hasil penerapan etika penyuluhan. (5.8) Menerapkan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil penerapan gaya kepemimpinan, (2) skor hasil penerapan keterampilan memimpin dan (3) skor hasil menumbuhkembangkan kelompok tani. (5.9) Manajemen organisasi. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil identifikasi peran dan fungsi Deptan dan Pemda, (2) skor hasil identifikasi peluang pengembangan diri dan (3) skor hasil identifikasi peluang karir. (5.10) Mengembangkan profesionalisme penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil penumbuhan komitmen pada etos kerja, (2) skor hasil penumbuhan komitmen pendidikan berkelanjutan, (3) skor hasil pemahaman visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor hasil melakukan kerjasama dengan peneliti. (5.11) Menerapkan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil pengenalan benih, pupuk dan pestisida, (2) skor hasil pengolahan lahan jagung, (3) skor hasil penanaman jagung, (4) skor hasil pemeliharaan jagung, (5) skor hasil panen jagung, (6) skor hasil pasca panen jagung, (7) skor pemasaran hasil dan (8) skor hasil akses pada lembaga permodalan, pemasaran dan dinas pertanian. (6) Perilaku petani adalah jumlah skor kemampun petani berusahatani jagung dan berpartisipasi dalam kelompok tani, yang terdiri dari: (6.1) Kompetensi petani pada budidaya jagung. Diukur berdasarkan tingkat kemampuan petani: (1) skor memilih benih jagung yang baik, (2) skor menggunakan pupuk, (3) skor menggunakan pestisida, (4) skor mengolah lahan, (5) skor menanam
jagung, (6) skor memelihara
13
tanaman jagung, (7) skor memanen jagung (8) skor melakukan pasca panen jagung, (9) skor mengidentifikasi masalah usahatani, (10) skor mencari solusi penyelesaian masalah, (11) skor melaksanakan kegiatan pemecahan masalah usahatani, (12) skor mengembangkan kemitraan usaha. (6.2) Partisipasi petani dalam kelompok tani. Diukur berdasarkan: (1) skor aktif berpartisipasi membayar iuran anggota, (2) skor partisipasi hadir saat pertemuan dan (3) skor partisipasi dalam memberikan sumbangan pemikiran.
14
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Kinerja (performance) adalah hasil kerja atau prestasi kerja seseorang dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Yuchtman dan Seashore (1967) mendefinisikan kinerja sebagai kemampuan suatu organisasi yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber daya yang terbatas. Lebih lanjut Yuchtman dan Seashore menjelaskan kinerja adalah sebuah pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi. Pengukuran tersebut mencakup keberhasilan pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa, kinerja merupakan perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons pada pekerjaan yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja, derajat kerja dan kualitas kerja. Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil kerja individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan individu selama periode waktu tertentu. Cardy et al.,(1995) menjelaskan bahwa, kinerja dipandang sebagai bagian dari fungsi sistem kerja dari karakateristik seorang pekerja (karyawan), karena karakteristik pekerja diasumsikan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja hal ini didasari pada perbedaan-perbedaan individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga memengaruhi kinerja. Gibson (1996) memahami kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi. Mangkunegara (2001) menjelaskan bahwa, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Menurut Yuchtman dan Seashore (1967) dan Gruneberg (1979), kinerja merupakan suatu kemampuan atau keberhasilan kerja individu dalam suatu organisasi sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi. Yuchtman dan Seashore (1967) lebih menekankan pada persepsi pekerjaan berbagai stakeholder dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Persepsi individu inilah yang diukur atau dinilai oleh pimpinan organisasi. Misalnya persepsi tentang perencanaan dan implementasi program 14
15
kerja. Gruneberg (1979) menekankan respons individu pada pekerjaan. Kinerja merupakan perilaku yang diperagakan oleh individu tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi yang ditentukan oleh hasil kerja, derajat kerja dan kualitas kerja. Menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Cardy et al.,(1995) kinerja adalah hasil kerja yang merupakan fungsi dari sistem kerja. Kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu pada periode waktu tertentu. Bernardin dan Russel (1993) lebih mengarah pada fungsi-fungsi pekerjaan dalam suatu organisasi, seperti: kegiatan belajar-mengajar, kegiatan penyuluhan, kegiatan pemasaran dan lain-lain, sedangkan Cardy et al.,(1995) lebih mengarah kepada sistem kerja seorang pekerja (karyawan) yang dipengaruhi oleh karakteristiknya. Gibson (1996) dan Mangkunegara (2001) memiliki pemahaman yang sama tentang kinerja. Kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan oleh organisasi dari individu untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih menekankan pada perilaku dan kinerja individu dalam organisasi, misalnya: kinerja individu dalam merencanakan kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya dan lain-lain. Mangkunegara (2001) lebih mengarah pada kualitas dan kuantitas hasil kerja individu dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan organisasi pada individu yang bersangkutan, contoh: standar kerja, target kerja dan implementasi kerja. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
kinerja
(performance)
dapat
didefinisikan sebagai aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari fungsi kerja aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang mempekerjakannya.
Penilaian Kinerja Kinerja organisasi ditentukan oleh penilaian kinerja individu dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja dilakukan dengan membandingkan kerja yang telah dilaksanakan seseorang (job related) dengan standar kinerja (performance standard) yang telah ditetapkan.
16
Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerja. Belows (1961) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu pengukuran periodik atas hasil kerja seorang karyawan pada suatu organisasi, dilakukan oleh atasannya atau seseorang yang ditunjuk untuk mengamati atau menilai prestasi karyawan, contohnya kinerja di bidang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Beach (1970) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis atas prestasi seorang karyawan dan potensinya untuk pengembangan organisasi. Misalnya: kinerja karyawan tersebut dalam mengembangkan program kerja dan potensi individu itu menyusun tindak lanjut program tersebut. Menurut Blanchard dan Spencer (1982), penilaian kinerja ialah proses kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Esensinya, supervisor secara formal melakukan evaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada kinerja sebelumnya dan hendak mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika kinerja karyawan tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor harus mengambil tindakan, demikian juga apabila kinerja karyawan baik, maka perilakunya perlu dipertahankan. Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi kerja individu untuk menetapkan efektivitas kerja. Bittel dan Newsroom (1996) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan menjalankan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Barry (1997) menjelaskan bahwa, penilaian kinerja merupakan bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi dan tujuan organisasi sebagai usaha menanamkan kepercayaan diri dan menunjukkan harapan karyawan didasarkan pada proses manajemen kinerja yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan, yang meliputi: kreativitas, kepercayaan, moral dan motivasi yang dapat memperkuat hubungan komunikasi antara manajer dan karyawan. Penilaian kinerja (performance appraisal) ini pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Amstrong (1998), penilaian kinerja merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk
17
diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap karyawan mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu aspek-aspek yang dinilai harus sesuai dengan hal-hal yang seharusnya dikerjakan, sebagaimana terdapat pada deskripsi pekerjaan. Simamora (1999) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dari sudut kepentingan perusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) menggunakan kriteria workload, efficiency, effectivines dan productivity untuk penilaian kinerja. Workload merupakan beban kerja yang berhasil diselesaikan. Efficiency menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectivines menunjukkan perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat ketercapaian hasil akhir setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai pada kurun waktu tertentu. Belows (1961) dan Beach (1970) memahami bahwa, penilaian kinerja perlu dilakukan periodik dan sistematis pada prestasi seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Penilaian dilaksanakan oleh atasan atau seseorang yang ditunjuk oleh organisasi untuk mengevaluasi kinerja karyawannya. Belows (1961) lebih mengarah pada penilaian kinerja individu pada suatu organisasi secara periodik, sedangkan Beach (1970) lebih mengarah pada potensi yang diberikan oleh karyawan dalam pengembangan organisasi. Blanchard dan Spencer (1982), Muchinsky (1993) serta Bittel dan Newsroom (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang penilaian kinerja. Menurut mereka penilaian kinerja adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh organisasi secara sistematis dan formal tentang hasil kerja dari seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan organisasi. Blanchard dan Spencer (1982) lebih menekankan pada evaluasi kinerja karyawan sebelumnya dan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya, hal ini berhubungan dengan penghargaan ataupun sanksi yang akan diberikan kepada karyawan tersebut. Contoh: pemberian penghargaan kenaikan jabatan atau pemberian sanksi penundaan kepangkatan. Lain halnya dengan Muchinsky (1993) yang memandang dari segi efektivitas kerja dari seorang
18
karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya efektivitas melakukan perencanaan, menentukan prioritas program kerja dan mengimplementasikannya. Bittel dan Newsroom (1996) lebih mengarah pada evaluasi formal tentang seberapa baik seseorang melakukan tugas dan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Barry (1997) dan Amstrong (1998), penilaian kinerja ialah bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi dan tujuan organisasi yang difokuskan pada pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Barry (1997) lebih mengarah pada tanggungjawab manajemen dalam menanamkan kepercayaan diri karyawan untuk memahami misi dan tujuan organisasi. Amstrong (1998) lebih mengarah pada pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Kelebihan karyawan dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperbaiki kekurangan yang dilakukan selama pelaksanaan tugasnya. Simamora (1999) dan Hwang-Sun Kang (2003) memahami bahwa, penilaian kinerja merupakan informasi pihak manajemen kepada karyawan tentang kualitas hasil pekerjaannya, yang penilaiannya didasarkan pada workload, efficiency, effectivines dan productivity dalam pelaksanaan tugas organisasi. Simamora (1999) lebih mengarah pada kepentingan perusahaan, karena karyawan hanya menerima informasi keberhasilan pelaksanaan tugasnya dan tidak mengetahui sejauh mana kinerja mereka untuk meningkatkan karir diperusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) lebih memahami pada efektivitas, efisiensi dan produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan beban kerjanya. Karyawan secara langsung dapat mengetahui kemampuan yang telah mereka hasilkan untuk kemajuan organisasi dan pengembangan karir mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan kriteria penilaian workload, efficiency, effectivnes dan productivity selama periode tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja, kontribusi, potensi dan nilai dari pekerjaan karyawan. Penilaian kinerja sebagai bentuk umpan balik organisasi pada hasil kerja karyawan yang dilaksanakan oleh
19
pimpinan, manajer atau orang-orang yang diberi wewenang sebagai landasan pengembangan misi dan tujuan organisasi.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Organisasi, baik pemerintah maupun swasta menggunakan penilaian kinerja atau prestasi kerja bagi individu pegawai atau karyawan mempunyai tujuan dan manfaat sebagai langkah administratif dan pengembangan organisasi. Ivancevich et al., (1987) mengemukakan bahwa, bagi pihak manajemen kinerja karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti: promosi jabatan, pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi dan kebutuhan pelatihan. Cherrington (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja antara lain mengidentifikasi kebutuhan latihan (training) untuk kepentingan karyawan, agar tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan dan diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya manusia. Haidee (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik pada karyawan secara regular untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat perilaku karyawan yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah pada masa yang akan datang berdasarkan prestasi dan wawasan karyawan tentang tujuan organisasi. Menurut George dan Jones (1996), manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan pengembangan karir dan memberikan kesempatan kerja yang adil, sehingga karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi tantangan masa depan. Menurut Gomez (2001), secara administratif organisasi atau perusahaan dapat menjadikan tujuan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan, termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian dan penghargaan atau penggajian. Pengembangannya adalah untuk memotivasi dan meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling untuk mengubah perilaku karyawan dengan mengadakan latihan (training).
20
Nawawi (2003) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah untuk memberikan informasi mengenai kondisi keahlian yang kurang atau tidak dikuasai karyawan sehingga berpengaruh pada efisiensi, efektivitas dan produktivitasnya dalam bekerja. Hasil tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan pelatihan, baik pada tingkat organisasi, tingkat unit kerja maupun dalam analisis individual. Ivancevich et al., (1987) dan Cherrington (1995) memandang tujuan dan manfaat penilaian kinerja merupakan kebutuhan karyawan dalam meningkatkan kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan serta membantu pihak manajemen dalam mengambil keputusan untuk pengembangan organisasi. Ivancevich et al., (1987) lebih mengarah pada pihak manajemen dalam membantu merencanakan pengembangan organisasi. Misalnya pengembangan karir, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi (gaji) dan kebutuhan pelatihan karyawan. Cherrington (1995) mengarah pada integrasi pengembangan kemampuan individu dan perencanaan yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi sumberdaya manusia. Misalnya kemampuan dan fungsi SDM pada perencanaan program, implementasi program dan evaluasi program untuk mencapai tujuan organisasi. Haidee (1995), George dan Jones (1996) menjelaskan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja adalah bentuk umpan balik pada karyawan secara reguler dalam memaparkan kelebihan dan kekurangan dari kinerja karyawan. Karyawan dapat mengetahui secara jelas akan kekurangan dan kelebihannya dalam melaksanakan pekerjaan untuk memecahkan masalah pada masa yang akan datang sesuai dengan tujuan organisasi. Haidee (1995) lebih mengarah pada umpan balik secara reguler untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat perilaku karyawan. George dan Jones (1996) lebih memahami pada kemampuan organisasi merencanakan kebutuhan sumberdaya manusia sesuai kemampuannya. Misalnya perencanaan penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan memperbaiki desain pekerjaan. Gomez (2001) dan Nawawi (2003) memahami tujuan dan manfaat penilaian kinerja
adalah
untuk
memberikan
informasi
tentang kondisi
keterampilan atau keahlian seorang karyawan, sehingga dapat dijadikan acuan atau standar oleh organisasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
21
perencanaan kebutuhan SDM. Gomez (2001) lebih memahami pada acuan atau standar dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan karyawan. Nawawi (2003) lebih mengarah pada informasi tentang kondisi keahlian dari seorang karyawan dalam melaksanakan tugas secara efektif, efisien dan produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja ialah sebagai acuan atau standar di dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan prestasi kerja dan umpan balik organisasi pada kemampuan dan keahlian karyawan. Hal ini dapat membantu pihak manajemen untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas kerja karyawan berdasarkan prestasi dan wawasannya pada tujuan organisasi.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu Menurut Gibson (1996), terdapat tiga faktor yang berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: faktor individu, psikologis dan organisasi. Faktor individu yang berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi. Faktor psikologis, yaitu: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.
Faktor
organisasi,
yaitu:
struktur
organisasi,
desain
pekerjaan,
kepemimpinan dan sistem penghargaan. Robbins (1996) menjelaskan bahwa, kinerja merupakan fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja Performance (P) = ƒ (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Faktor kesempatan adalah tingkat kinerja yang tinggi, sebagian merupakan fungsi dari tidak adanya rintangan-rintangan yang menghambat karyawan itu. Meskipun seseorang mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat. Berdasarkan hal tersebut, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dan hasil yang diharapkan.
22
Atmosoeprapto (2000) menyatakan bahwa, kinerja (performance) merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang dapat menimbulkan efek sinergik bagi individu. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh motivasi yang tinggi akan memberikan keragaan produktivitas yang lebih baik yang ditentukan oleh aspek perilaku individu, yaitu: kognitif, psikomotor dan afektif. Mangkunegara (2001) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang dapat berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: faktor kemampuan dan motivasi. Faktor kemampuan, berupa: kemampuan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Hal serupa dijelaskan pula oleh Mathis dan Jackson (2001) bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seseorang yaitu: kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, pekerjaan dan hubungan dengan organisasi. Lusthaus et al.,(2002) menyatakan bahwa, kinerja organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan organisasi yang saling terkait satu sama lain seperti pada Gambar 1.
Lingkungan Organisasi
Kinerja Organisasi
Motivasi Organisasi
Kapasitas Organisasi
Gambar 1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang memengaruhinya Kapasitas organisasi merupakan kemampuan suatu organisasi untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia. Motivasi organisasi menunjukkan kepribadian dasar organisasi dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci di dalam menentukan tingkat ketersediaan sumberdaya dan kesenangan yang mana suatu organisasi dapat menyelesaikan kegiatannya (Teddy Rachmat Muliady, 2009).
23
Siagian (2002) menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu melalui rumus P = M x K x T, yakni P adalah Performance atau kinerja, M adalah Motivasi, K adalah Kemampuan, dan T adalah Tugas yang tepat. Pandangan ini didasarkan pada rumus: The right man in the right place, doing the right job at the right time, and getting the right pay. Hal ini dapat diartikan bahwa penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berdampak pada peningkatan kepuasan kerja yang akhirnya akan bermuara pada kesediaan seseorang meningkatkan produktivitas kerja. Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) menjelaskan bahwa, imbalan atau insentif akan berpengaruh pada kinerja seseorang, hal ini berhubungan dengan motivasi kerja seseorang dalam melaksanakan tugas organisasi. Pihak manajer dituntut untuk menciptakan suasana organisasi yang dapat memotivasi karyawan untuk lebih produktif melalui sistem imbalan yang didasarkan pada struktur organisasi, desain pekerjaan, proses komunikasi di lingkungan kerja dan kepercayaan antara karyawan dan pihak manajer organisasi. Menurut Gibson (1996), Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000), faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu yaitu: faktor individu, psikologis, organisasi, kemampuan, keterampilan, motivasi dan kesempatan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih mengarah pada faktor-faktor yang bersifat umum, seperti: faktor individu, psikologis dan organisasi. Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000) memandang lebih kearah faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dapat mengembangkan potensi diri karyawan dalam meningkatkan produktivitas kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Mangkunegera (2001), Mathis dan Jackson (2001) serta Lusthaus et al., (2002) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu antara lain: motivasi kerja, lingkungan organisasi, kemampuan, hubungan antar individu dan tingkat pekerjaan. Mangkunegara (2001), Mathis dan Jackson (2001) lebih menekankan pada faktor kemampuan pengetahuan dan keterampilan, motivasi individu pada tugasnya, hubungan antar individu dan tingkat pekerjaan
24
yang dilaksanakan. Lusthaus et al.,(2002) lebih mengarah pada lingkungan organisasi, motivasi organisasi dan kapasitas organisasi. Siagian (2002), Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu didasarkan pada motivasi, kemampuan, tugas dan imbalan yang diterima individu dalam melaksanakan tugas organisasi. Siagian (2002) lebih mengarah pada motivasi, kemampuan dan tugas yang tepat pada pekerjaan individu. Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) menekankan pada imbalan atau insentif yang diterima oleh individu selama melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan memengaruhi motivasi kerja individu untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja individu dapat dipengaruhi oleh: (1) kemampuan dan keterampilan, (2) imbalan atau penghargaan, (3) tingkat sosial, (4) pengalaman kerja, (5) sikap dan kepribadian, (6) pendidikan, (7) motivasi kerja dan (8) lingkungan internal dan eksternal organisasi. Faktor-faktor tersebut akan berdampak pada keunggulan kompetitif (competitive advantage) maupun keunggulan komparatif (comparative advantage) pada kinerja seseorang dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu penilaian kinerja individu harus dilaksanakan secara teratur, akurat dan berkesinambungan.
Kinerja Penyuluh Pertanian Penyuluh merupakan mitra sejajar bagi petani yang mempunyai peran strategis dalam pembangunan pertanian. Dalam menjalankan peran tersebut, penyuluh mempunyai tugas pokok dan fungsi yang menjadi acuan dalam melakukan penyuluhan. Secara konvensional peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya menyampaikan dan memengaruhi masyarakat sasaran untuk mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya peran penyuluh selain menyampaikan inovasi pertanian juga berperan sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat sasaran. Lippitt et al., (1958) menjelaskan bahwa, peran penyuluh adalah mengembangkan kebutuhan untuk perubahan berencana, menggerakkan dan memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui kerjasama dengan
25
tokoh masyarakat dalam merencanakan perubahan sesuai tahapan pembangunan pertanian. Chamala dan Shingi (1997) berpendapat bahwa, pemberdayaan dapat menjadi tugas pokok dan fungsi penyuluhan dalam menolong warga masyarakat, antara lain: (1) mampu mengorganisasikan masyarakat desa dan mengelola kelompok tani, (2) mampu mengembangkan sumberdaya manusia dan memberi makna baru pada pengembangan kecakapan teknis dan kecakapan manajemen dan (3) mampu memecahkan masalah dan mendidik petani dengan jalan memadukan pengetahuan asli mereka dan pengetahuan modern. Menurut Haryadi et al., (2001), kinerja penyuluh pertanian merupakan eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar program penyuluhan pertanian yang ditunjang oleh motivasi kerja untuk mencapai tujuan lembaga penyuluhan. Bryan dan Glenn (2004) menyatakan bahwa, penyuluh dalam memenuhi misinya sebagai agen perubahan perlu memperluas dan mengembangkan program penyuluhan yang relevan dan berkualitas sebagai upaya memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. North Carolina Cooperative Extension (2006) menyatakan bahwa, kinerja penyuluh dapat dilihat dari kemampuannya mendesain program penyuluhan yang meliputi: (1) memahami komponen-komponen dasar program pendidikan non formal dan mengembangkan program secara partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat, agroekosistem dan potensi sumberdaya lokal, (2) mampu mempublikasikan teknologi terapan dan mengkomunikasikan informasi terbaru melaui penyusunan materi penyuluhan yang spesifik lokasi dan (3) mampu menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat dalam membangun jaringan usaha yang dinamis dan berkelanjutan. Muhammad Bansir (2008) berdasarkan penelitiannya menjelaskan bahwa, kinerja penyuluh merupakan hasil kerja yang dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja yang menyenangkan dan kebijakan organisasi penyuluhan. Lippitt et al., (1958) dan Chamala dan Shingi (1997) memahami bahwa, kinerja penyuluh pertanian merupakan peran penyuluh dalam melakukan perubahan berencana dan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan memecahkan masalahnya. Hal ini dicapai dengan mengembangkan kerjasama dengan tokoh masyarakat dan
26
meningkatkan hubungan sosial antar masyarakat. Lippitt et al., (1958) lebih menekankan pada pengembangan kebutuhan untuk perubahan berencana dan menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan melalui tindakan yang nyata dalam kehidupannya. Chamala dan Shingi (1997) lebih mengarah pada pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan mengorganisasikan, mengembangkan sumberdaya dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Haryadi et al., (2001), Bryan dan Glenn (2004) berpendapat bahwa, kinerja penyuluh pertanian merupakan eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar program penyuluhan pertanian berkualitas dan relevan dengan kebutuhan petani sebagai bagian dari misi penyuluh untuk memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. Haryadi et al., (2001) lebih mengarah pada eksistensi penyuluh memahami tugasnya, sedangkan Brayan
dan
Glenn
(2004)
lebih
memahami
kemampuan
penyuluh
mengembangkan program penyuluhan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan petani. North Carolina Cooperative Extension (2006) dan Muhammad Bansir (2008) memahami kinerja penyuluh pertanian ialah kemampuan dalam mendisain program penyuluhan, mengembangkan program secara partisipatif sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan agroekosistem yang dilaksanakan melalui kerjasama antara penyuluh dan masyarakat berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan kebijakan organisasi penyuluhan. North Carolina Cooperative Extension (2006) lebih mengarah pada kemampuan penyuluh mendisain program penyuluhan, mendidik petani dan melakukan kerjasama. Muhammad Bansir (2008) menekankan pada hasil kerja yang dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan kebijakan organisasi penyuluhan. Berdasarkan uraian di atas, maka kinerja penyuluh pertanian dapat didefinisikan sebagai hasil kerja penyuluh berdasarkan status kerja, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan motivasi penyuluh dalam mengimplementasikan program penyuluhan yang dilaksanakan melalui kerjasama antara petani dan penyuluh sesuai dengan keinginan petani, kemampuan agroekositem dan potensi sumberdaya lokal. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian dijelaskan pada Tabel 1.
27
Tabel 1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian Komponen Kinerja
Indikator Kinerja Penyuluh (Efektif, Efisien dan Relevan)
Persiapan penyuluhan
(1) Terkumpulnya data potensi wilayah dan agroekosistem secara jelas dan lengkap. (2) Tersusunnya rumusan hasil olahan data potensi wilayah agroekosistem secara jelas. (3) Tersusunnya rencana usahatani wilayah kerja secara jelas. (4) Tersusunnya rumusan kebutuhan teknologi spesifik lokasi secara jelas. (5) Tersusunnya programa penyuluhan pertanian sesuai hasil identifikasi faktor penentu. (6) Tersusunnya rencana kerja tahunan secara jelas dan terukur.
Pelaksanaan penyuluhan
(1) Tersusunnya materi penyuluhan baik berupa media cetak maupun elektronik yang sesuai kebutuhan petani dengan bahasa yang mudah dipahami petani. (2) Diterapkannya kombinasi berbagai metode penyuluhan sesuai dengan keadaan petani. (3) Terbentuknya kelompok tani secara mandiri. (4) Tumbuhnya kemitraan usaha baik dengan produsen agroinput, lembaga keuangan dan lembaga pemasaran secara baik. (5) Terumuskannya hasil penilaian kelas kelompok secara jelas dan terukur. (6) Tumbuhnya swadaya petani secara mandiri. Tersusunnya petunjuk teknis penyuluhan untuk acuan dalam melaksanakan tugasnya. (1) Tersusunnya karya tulis ilmiah di bidang penyuluhan pertanian baik yang dipublikasikan atau tidak. (2) Tersusunnya makalah ilmiah di bidang penyuluhan pertanian. (3) Tersusunnya karya tulis ilmiah populer bidang penyuluhan yang dipublikasikan pada media massa. (4) Tersusunnya naskah saran pada suatu pertemuan ilmiah. Tersusunnya laporan hasil pelaksanaan penyuluhan setelah kegiatan berakhir.
Pengembangan penyuluhan Pengembangan profesi penyuluhan
Evaluasi dan pelaporan penyuluhan Penunjang penyuluhan
(1) Terjemahan di bidang pertanian baik yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. (2) Bimbingan terhadap penyuluh dibawah jenjangnya dengan surat keterangan. (3) Mengikuti kegiatan, seperti: seminar, lokakarya dan pelatihan bidang penyuluhan dengan sertifikat atau surat keterangan. (4) Mengajar/melatih pada kursus tani/diklat penyuluhan dengan surat keterangan. (5) Mendapat penghargaan atas prestasi kerjanya dengan sertifikat.
Sumber: Keputusan Menkowasbangpan Nomor: 19/Kep/MK.WASPAN/ 5/1999.
28
Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian Karakteristik Penyuluh Pertanian Lionberger (1960) mengemukakan bahwa, karakteristik individu adalah personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seperti: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakterstik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnisnya dan kemudahan menerima inovasi. Hal ini dipertegas oleh Bandura (1977) bahwa, karakteristik individu dapat dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan dan individu saling berinteraksi. Slamet (1992) menyatakan bahwa umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor-faktor individu yang memengaruhi proses difusi inovasi. Totok Mardikanto (1993) menjelaskan karakteristik individu merupakan sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Robbins (1996) mengungkapkan beberapa karakteristik individu yang meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungjawab dan pengalaman kerja berdampak pada kinerja. Karakteristik individu akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti disiplin dan sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin. Berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai visi dan misinya secara berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas sumberdaya manusianya (SDM). SDM yang berkualitas adalah SDM yang minimal memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) competency (knowledge, skill, abilities dan experience) yang memadai; (2) commitment pada organisasi; (3) selalu bertindak cost-effectiveness pada setiap aktivitasnya dan (4) congruence of goals yaitu bertindak selaras antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi (Lako dan Sumaryati, 2002). Azwar (2003) mengemukakan bahwa, karakteristik individu meliputi berbagai faktor, seperti: motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain. Faktor-faktor tersebut berinteraksi pula dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan mempunyai kekuatan
29
besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja disebut juga sebagai persyaratan jabatan atau person specification. Ruky (2003) merinci person specification sebagai berikut: (1) kompetensi teknis (technical knowledge and skills), (2) pelatihan yang pernah diikuti, baik pelatihan kejuruan, spesialisasi, pendalaman atau latihan-latihan pelengkap, (3) pengalaman kerja, (4) motivasi (motive), (5) sistem nilai dan sikap sebagai intisari dari budaya organisasi, (6) kepribadian (personality), (7) pengetahuan (knowledge), (8) keterampilan (skills), (9) jenis kelamin, (10) umur dan (11) ukuran-ukuran fisik, seperti: berat badan, tinggi badan, minat, kesenangan, bakat dan penampilan. Lionberger (1960) dan Bandura (1977) menjelaskan karakteristik individu merupakan personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan dan individu saling berinteraksi yang berdampak pada kemudahan individu menerima inovasi. Lionberger (1960) lebih mengarah pada semua aspek kehidupan individu, seperti: umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Bandura (1977) lebih menekankan pada lingkungan dan perilaku individu yang saling berinteraksi. Slamet (1992), Totok Mardikanto (1993) dan Robbins (1996) berpendapat bahwa, karakteristik penyuluh merupakan pola hubungan dari sifat-sifat yang melekat pada individu dan faktor-faktor lingkungan seperti: umur, jenis kelamin, pendidikan, status sosial ekonomi, posisi, jabatan, status sosial dan agama yang menentukan perilaku positif yang berarti disiplin dan berhubungan dengan persyaratan jabatan atau person specification dalam suatu organisasi yang memengaruhi proses difusi inovasi. Slamet (1992) menekankan pada pola hubungan dari sifat-sifat individu yang dapat memengaruhi proses difusi inovasi. Totok Mardikanto (1993) lebih mengarah pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupannya, sedangkan Robbins (1996) lebih memahami sebagai bentuk perilaku positif yang disiplin dari individu. Azwar (2003) dan Ruky (2003) berpendapat bahwa, karakteristik individu meliputi berbagai faktor, seperti: motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain yang merupakan suatu bentuk person
30
specification individu dalam organisasi. Azwar (2003) memandang sebagai bagian dari motivasi, nilai, sikap dan interaksi dari individu, sedangkan Ruky (2003) lebih memahami hubungan karakteristik dengan kinerja individu sebagai bagian dari persyaratan jabatan dalam organisasi. Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, karakteristik penyuluh pertanian yang terdiri dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja dan lingkungan sosial budaya merupakan salah satu unsur pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang dapat menentukan kemampuan penyuluh meningkatkan kualitas kinerja yang baik untuk membantu petani dalam mengelola usahatani berdasarkan perilaku petani. Pada pelaksanaan penelitian ini karakteritik penyuluh pertanian yang dianalisis terdiri dari: karakteristik pribadi dan karakteristik lingkungan penyuluh. Karakteristik pribadi penyuluh, yaitu: umur, pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti dan pengalaman kerja. Karakteristik lingkungan penyuluh terdiri dari: lokasi tugas, luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan jumlah interaksi dengan petani. Kompetensi Penyuluh Pertanian Boyatzis (1982) menjelaskan bahwa, kompetensi merupakan kemampuan seseorang untuk menunjukkan kegiatan-kegiatan yang bersifat spesifik dalam satu lingkungan kerja yang dilakukan dengan penuh tanggungjawab, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan peran dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Gilley dan Eggland (1989), kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan tugasnya. Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa, kompetensi adalah “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion – referenced effective and/or superior performance in a job or situation.” Definisi tersebut menjelaskan bahwa, dalam menggunakan konsep kompetensi harus ada “kriteria pembanding” (criterion reference) untuk membuktikan bahwa sebuah elemen kompetensi memengaruhi baik atau buruknya kinerja seseorang. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa kompetensi merupakan karakteristik dasar
31
seseorang yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi dan bertahan cukup lama dalam diri manusia. Spencer dan Spencer (1993) menjelaskan lebih lanjut bahwa, karakteristik individu yang dapat membentuk kompetensi dan menciptakan kinerja yang baik adalah: (1) motif individu (motives), (2) ciri-ciri fisik (traits), (3) konsep diri (self concept), (4) pengetahuan (knowledge) dan (5) kemampuan teknis (skill). Hubungan kelima komponen karakteristik individu penyusun kompetensi tersebut tergambar melalui bentuk model seperti pada Gambar 2. “Tujuan”
“Aksi”
Karakteristik Individu
Perilaku
(Motif, ciri, konsep diri, pengetahuan)
Kemampuan Teknis
“Hasil”
Kompetensi
Gambar 2. Hubungan karakteristik individu dengan kompetensi Masing-masing unsur komponen pada Gambar 2 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Motif (motives), yaitu: konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif membawa, mengarahkan dan memilih, menentukan sikap dan membawa pada suatu tindakan dan tujuan yang akan dicapai dan berbeda dengan lainnya. Contoh seseorang yang ingin mencapai sesuatu karena motifnya, secara konsisten yang bersangkutan akan memilih tujuan-tujuan yang diinginkan untuk dirinya. (2) Ciri-ciri (traits), yaitu: karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten pada informasi atau situasi tertentu. Contoh, kecepatan reaksi dan penglihatan yang tajam adalah ciri fisik yang dibutuhkan oleh seorang pilot pesawat tempur. Ciri-ciri ini merupakan beberapa karakteristik yang banyak dimiliki oleh manajer yang sukses. Motif dan kompetensi yang dihasilkan merupakan intrinsik operant atau awal mula di dalam diri sebagai ciri yang paling
32
penting yang dapat memperkirakan seseorang apakah ia dapat mengerjakan tugas jangka panjang walaupun tanpa bimbingan dan supervisi. (3) Konsep diri (self concept), yaitu: sikap, nilai, atau imaginasi seseorang dan pencitraan diri. Konsep diri merupakan kepercayaan diri seseorang bahwa ia dapat bertindak secara efektif dalam setiap situasi. (4) Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam area tertentu. Penilaian dalam tes tentang pengetahuan seringkali gagal dalam memprediksi kinerja, karena mereka gagal mengukur pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan yang ada. Hal ini terjadi, karena banyak tes pengetahuan mengukur tingkat memori, sedangkan yang paling penting adalah kemampuan untuk mencari informasi. Memori mengenai fakta yang spesifik kurang penting dibandingkan dengan mencari tahu fakta mana yang eksis dan relevan dengan permasalahan yang ada. (5) Kemampuan teknis (skill), yaitu: kemampuan untuk mengerjakan tugas secara fisik dan mental. Contoh: kemampuan fisik seorang dokter gigi untuk memperbaiki gigi tanpa merusak saraf atau kemampuan programer komputer yang dapat mengatur kurang lebih 50.000 kode jalur dan memasukkannya secara bertahap dan masuk akal. Widiyatnya (1999) menjelaskan kriteria pembanding yang digunakan dalam kompetensi untuk membedakan superior performance dengan average performance adalah: (1) cross cultural interpersonal sensitivity. Kemampuan untuk memahami budaya orang lain melalui tingkah laku dan ucapannya serta untuk memprediksi bagaimana mereka akan bereaksi, (2) positive expectations of others. Kepribadian yang kuat dalam memahami formalitas dan nilai dari orang lain yang berbeda dengan diri sendiri dan kemampuan untuk mempertahankan pandangan positif ketika berada dalam tekanan dan (3) speed in learning political networks. Kemampuan untuk mengerti dengan cepat, sehingga memengaruhi apa dan siapa masing-masing orang dalam kepentingan politiknya. Stone (1999) menyatakan bahwa, untuk meningkatkan popularitas lembaga penyuluhan, penting mengenali kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan di dalam membangun kekuatan penyuluh untuk abad 21. Kompetensi penyuluh
33
tersebut dijelaskan melalui kompetensi utama penyuluh pada setiap tugas yang dilaksanakan. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 menjelaskan bahwa, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Hal ini sejalan penjelasan dari Padmowihardjo (2004) yang mengemukakan bahwa, kompetensi adalah kemampuan dan rasa tanggungjawab seseorang pada tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat dicapai hasil yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual (cognitif), kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan (affectif) dan kemampuan gerak fisik (psychomotoric). Kompetensi inti (core competency) didefinisikan sebagai pengetahuan dasar, sikap, keterampilan dan perilaku yang berperan untuk keunggulan suatu program penyuluhan. Wisconsin Cooperative Extension menyatakan bahwa suatu kompetensi adalah suatu kuantitas yang cukup dari pengetahuan, ketrampilan dan tanggung jawab untuk memenuhi tugas atau tujuan tertentu. Missouri Cooperative Extension menyatakan bahwa setiap penyuluh profesional harus memproses kekuatan-kekuatan pribadi, kemampuan sebagai pendidik, kemampuan di dalam teknologi informasi dan sebagai ahli (expert) di bidangnya (Deborah et al., 2002). Neill (2008) melalui Wisconsin Project mengidentifikasi tujuh kompetensi inti, yaitu: (1) bekerja secara efektif “seseorang memiliki dan menerapkan kebiasaan dan perilaku kerja yang efektif dengan latar belakang organisasional.”; (2) belajar secara efektif “seseorang memiliki keahlian dasar yang penting dalam membaca, menulis dan menghitung; menerapkan keahlian dalam memperoleh informasi; dan menggunakan alat-alat dan strategi.”; (3) berkomunikasi dengan jelas “seseorang mampu untuk menerapkan keahlian menulis, berbicara dan mendengarkan dengan benar dalam menyampaikan informasi, pemikiran dan pendapat secara jelas.”; (4) bekerja sama “seseorang mampu untuk bekerja dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, menyediakan informasi dan menawarkan bantuan.”; (5) bertanggung jawab “seseorang sadar akan bertanggungjawab terhadap dirinya
34
sendiri dan orang lain untuk setiap aksi dan keputusannya.”; (6) menilai diri sendiri secara positif “seseorang menerapkan prinsip kebaikan fisik dan psikologis untuk kehidupannya sendiri” dan (7) berpikir secara kritis dan kreatif “seseorang menerapkan prinsip dan strategi yang mempunyai tujuan, aktif dan berpikiran yang terorganisasi.” Personnel and Organizational Develeopment Committee (Deborah et al. 2002) memperkenalkan sebelas kompetensi inti yang diyakini sesuai untuk penyuluh profesional, yaitu: (1) Community and Social Action Processes - the ability to identify and monitor variables and issues important to community vitality (e.g., demographics, economics, human services, environmental, etc.) and the ability to use and apply these variables to program prioritization, planning, and delivery. (Proses aksi sosial - kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor variabel-variabel dan isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat (contoh: demografis, ekonomi, pelayanan manusia, lingkungan dan lain-lain) dan kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan variabel-variabel dalam memprioritas program, perencanaan dan penyerahan). (2) Diversity / Pluralism / Multiculturalism – the awareness, commitment, and ability to include one’s own as well as the other’s different cultural perception, assumptions, norms, beliefs and values. (Keaneka-ragamankesadaran, komitmen dan kemampuan termasuk rasa memiliki, seperti: budaya yang berbeda, asumsi-asumsi, norma-norma, kepercayaan dan nilainilai). (3) Educational Programming – the ability to plan, design, implement, evaluate, account for, and market significant Extension education programs that improve the quality of life for Extension learner. (Pemrograman Bidang Pendidikan-kemampuan merencanakan, desain, penerapan, mengevaluasi, menghitung dan menjual program pendidikan penyuluhan untuk memperbaiki mutu hidup pelajar penyuluhan). (4) Engagement – the ability to recognize, understand, and facilitate opportunities and to broker the necessary resources that best respond to the needs of individuals and communities. (Perikatan-kemampuan untuk
35
mengenali, memahami, memudahkan peluang dan sumber daya yang diperlukan merupakan respon terbaik terhadap kebutuhan dari individu dan masyarakat). (5) Information and Education Delivery – the mastery of communication skill (such as written and verbal), application of technology and delivery methods for supporting educational programs and guiding behavior change among Extension learners. (Informasi dan pengantar pendidikan penguasaan keterampilan berkomunikasi (seperti: lisan dan tulisan), penerapan teknologi dan
metoda-metoda
pendidikan
dan
pengantara
memandu
untuk
perubahan
mendukung perilaku
program-program
antar
pelajar-pelajar
penyuluhan). (6) Interpersonal Relations – the ability to successfully interact with diverse individuals and groups to create partnerships, networks and dynamic human systems. (Hubungan-hubungan antar pribadi-kemampuan interaksi yang sukses dengan individu dan kelompok-kelompok yang berbeda untuk menciptakan partnerships, jaringan dan sistem manusia dinamis). (7) Knowledge of Organization – an understanding of the history, philosophy, and contemporary nature of Extension. (Pengetahuan tentang organisasipemahaman sejarah, filsafat dan sifat zaman dari penyuluhan). (8) Leadership – the ability to influence a wide range of diverse individuals and groups positively. (Kepemimpinan-kemampuan untuk memengaruhi individu dan kelompok-kelompok yang berbeda secara positif). (9) Organizational Management – the ability to establish structure, organize process, develop and monitor resources and lead change to obtain educational outcomes effectively and efficiently. (Pengelolaan organisasi kemampuan untuk menetapkan struktur, mengorganisir proses, berkembang dan memonitor sumberdaya dan memimpin perubahan untuk memperoleh hasil-hasil bidang pendidikan secara efektif dan secara efisien). (10) Professionalism – the demonstration of behaviors that reflect high levels of performance, a strong work ethic, commitment to continuing education and to the mission, vision and goals of Extension. (Profesionalisme-peragaan perilaku mencerminkan tingginya tingkat dari kinerja, suatu etika keja yang
36
kuat, komitmen untuk pendidikan berkesinambungan untuk misi, visi dan sasaran penyuluhan). (11) Subject Matter – the mastery of scientific discipline, a research body of knowledge, or a technical proficiency that enhances individual and organizational effectiveness. (Bidang keahlian atau suatu kecakapan teknis guna meningkatkan efektivitas individu dan organisasi). Berdasarkan uraian di atas, maka komponen kompetensi yang dianalisis pada penelitian ini adalah semua kompetensi inti yang harus dikuasai penyuluh profesional, yaitu: (1) melaksanakan aksi sosial, (2) mengapresiasi keragaman budaya, (3) merancang program penyuluhan, (4) mempertemukan sumberdaya dengan kebutuhan petani, (5) mengelola informasi, (6) hubungan interpersonal, (7) pemahaman organisasi penyuluhan, (8) kepemimpinan, (9) mengelola organisasi, (10) profesionalisme dan (11) bidang keahlian. Motivasi Penyuluh Pertanian Dahama dan Bhatnagar (1980) menjelaskan bahwa, motivasi merupakan sebuah argumen atau kombinasi antara kepentingan, perasaan, selera dan keinginan untuk meningkatkan tindakan yang mempunyai maksud dan menyadari akan keberadaannya. Koontz et al.,(1980) mendefinisikan motivasi sebagai suatu pernyataan batin yang terwujud dengan andanya daya kekuatan untuk bertindak atau bergerak secara langsung melalui saluran perilaku yang mengarah pada tujuan atau sasaran. Soemanto (1987) memahami motivasi sebagai perubahan di dalam diri seseorang yang ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior) dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior). Hasibuan (1995) berpendapat bahwa, motivasi adalah suatu keahlian atau daya penggerak dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi untuk mencapai kepuasaan dan tujuan organisasi. Crawford (2005) menjelaskan motivasi sebagai faktor-faktor yang bisa menyebabkan orang-orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara
37
tertentu. Memotivasi berarti memengaruhi seseorang agar bersedia bertindak, meliputi: (1) identifikasi atau penghargaan terhadap kebutuhan yang tidak memuaskan, (2) pembentukan suatu tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan dan (3) menentukan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. Maslow (1956) mengembangkan motivasi melalui hirarki kebutuhan masing-masing individu. Setiap individu termotivasi dengan cara kebutuhan yang menjadi bawaan sejak lahir yang membuat individu tersebut terpuaskan dengan kebutuhannya, sehingga dapat bertahan hidup. Motivasi melalui hirarki kebutuhan Maslow di bagi menjadi dua bagian utama, yaitu: (1) kebutuhan dasar yang terdapat pada hirarki paling bawah yang terdiri dari: (a) kebutuhan fisiologis, (b) kebutuhan akan rasa aman, (c) kebutuhan akan cinta dan harta (sosial), (2) kebutuhan tumbuh yang berada di atas kebutuhan dasar yang terdiri dari: (a) kebutuhan akan penghargaan (status) dan (b) kebutuhan akan aktualisasi diri. Hirarki kebutuhan Maslow di jelaskan melalui Gambar 3.
Self-actualization personal growth and fulfilment
Esteem needs achievement, status, responsibility, reputation
Belongingness and Love needs family, affection, relationships, work group, etc.
Safety needs protection, security, order, law, limits, stability, etc.
Biological and Physiological needs basic life needs - air, food, drink, shelter, warmth, sex, sleep, etc.
Gambar 3. Hirarki kebutuhan Maslow (1) Kebutuhan fisiologis (lahiriyah), yaitu kebutuhan dasar individu, antara lain: air, makan, perlindungan, keramahan, sex, tidur dan lain-lain. Manifestasinya merupakan kebutuhan individu akan pangan, sandang dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya, seperti: rumah, kendaraan dan lain-lain menjadi motif dasar
38
dari individu mau bekerja secara efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi. (2) Kebutuhan akan rasa aman dan selamat (safety needs). Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukan, jabatan, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan baik dan penuh produktivitas bila ada jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya. (3) Kebutuhan akan cinta dan harta atau kebutuhan sosial (social needs). Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi. (4) Kebutuhan akan penghargaan atau kebutuhan prestasi (esteem needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi di bidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya serta prestis yang ditampilkannya. (5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen yang dapat mensinkronisasikan antara citra diri dan citra organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi. Istilah “hirarki” dapat diartikan sebagai tingkatan atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa, menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. Pemenuhan tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi sangat diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
39
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. McClelland (1961) mengembangkan motivasi berprestasi (achievement motivation) yang berhubungan dengan tiga kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan akan prestasi (need of achievement) n-Ach, (2) kebutuhan akan kekuasaan (need of power) n-Power dan (3) kebutuhan berafiliasi (need of affiliation) n-Affil. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement/n-Ach). Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut McClelland adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya yang dapat mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku manusia untuk mencapai suatu standar prestasi. (2) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power/n-Pow). Pengertian kebutuhan akan kekuasaan menurut McClelland adalah bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan memengaruhi orang lain yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. (3) Kebutuhan akan berafiliasi (need for affiliation/n-Affil). Pengertian kebutuhan akan berafiliasi menurut McClelland adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah, akrab, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. McClelland menjelaskan tiga karakteristik dan sikap motivasi berprestasi, yaitu: (1) pencapaian hasil kerja lebih penting daripada materi, (2) mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan dan (3) umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran kesuksesan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Umpan balik tersebut dapat diandalkan, bersifat kuantitatif dan faktual.
40
Herzberg (2000) menjelaskan bahwa, motivasi terdiri dari dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu; (1) faktor pemuas ”motivation factor” yang disebut juga satisfier atau intrinsic motivation, yaitu faktor-faktor yang sifatnya intrinsik atau bersumber dalam diri seseorang dan (2) faktor pemelihara”hygienes” yang disebut juga disatisfier atau exstrinsic motivation, yaitu faktor-faktor sifatnya yang bersumber dari luar diri dan turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupannya. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan atau pegawai termotivasi yaitu, faktor intrinsik (motivator) atau satisfiers, seperti: pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Faktor ekstrinsik (hygiene) pemelihara atau dissatisfiers, seperti: status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Karyawan atau pegawai yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan untuk memperoleh hal-hal tersebut. Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah pekerjaan itu sendiri, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain dan tanggungjawab. Faktor hygienis terdiri dari: kompensasi, kondisi kerja, status, supervisi, hubungan antara manusia dan kebijakan perusahaan atau lembaga pemerintah. Dahama dan Bhatnagar (1980), Koontz et al.,(1980) dan Soemanto (1987) menjelaskan bahwa motivasi merupakan kombinasi antara kepentingan, perasaan, selera dan keinginan yang terwujud dengan adanya kekuatan untuk bertindak atau bergerak secara langsung melalui saluran perilaku yang mengarah pada pekerjaan.
41
Dahama dan Bhatnagar (1980) dan Koontz et al.,(1980) lebih mengarah pada kombinasi kepentingan untuk mencapai tujuan yang timbul oleh adanya kekuatan untuk bertindak atau bergerak secara langsung berdasarkan saluran perilaku. Soemanto (1987) memandang sebagai reaksi dari tingkah laku yang didorong oleh keadaan dan tujuan dari tingkah laku tersebut. Hasibuan (1995) dan Crawford (2005) memahami motivasi sebagai suatu penggerak dalam mengarahkan karyawan agar bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi berdasarkan kemampuannya untuk mencapai kepuasaan dan tujuan organisasi. Hasibuan (1995) lebih mengarah pada kemampuan karyawan untuk bekerjasama sama secara efektif dan efisien. Crawford (2005) lebih memandang pada perilaku karyawan untuk bertindak yang integratif dalam mencapai kepuasan dan tujuan organisasi. Maslow (1956), McClelland (1961) dan Herzberg (2000) mengemukakan persamaan teori motivasi dari aspek kebutuhan individu yang terdiri dari: kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan individu akan faktor motivator dan faktor hygienes. Maslow (1956) memahami motivasi sebagai faktor pemenuhan kebutuhan yang bercirikan pada kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh, seorang individu tidak dapat memenuhi kebutuhan tumbuhnya jika kebutuhan dasarnya belum terpenuhi. McClelland (1961) lebih mengarah pada motivasi berperasti (achievement motivation), yaitu: kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan berafiliasi. Pada hakekatnya manusia mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Seseorang dianggap memiliki motivasi berprestasi jika mempunyai keinginan melakukan suatu karya yang lebih baik dari karya orang lain. Herzberg (2000) memandang motivasi dari dua faktor, yaitu: faktor motivator atau motivasi intrinsik (satisfiers) dan faktor pemelihara atau motivasi ekstrinsik (hygiene). Kedua faktor motivasi tersebut tidak bisa saling menggantikan dan bukan merupakan suplemen satu terhadap yang lain. Berdasarkan konsep teori motivasi di atas, maka dapat disimpulkan motivasi merupakan kondisi yang mendorong, menggerakkan, mengendalikan, membangkitkan usaha, menumbuhkan perasaan, pengambilan prakarsa dan usaha
42
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi ini dapat diamati dari perilaku yang dihasilkannya, yaitu: cara atau pola pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, motivasi berprestasi, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik individu yang akan berdampak pada kepuasaan individu terhadap hasil pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Pada penilitian ini faktor-faktor motivasi penyuluh pertanian yang di analisis adalah motivasi kebutuhan untuk berprestasi, motivasi kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan, motivasi kebutuhan untuk berafiliasi, motivasi dalam mendapatkan pengakuan petani atas tugas yang dilakukan dan motivasi atas dasar penghasilan yang baik dari hasil pekerjaannya. Kemandirian Penyuluh Pertanian Kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan. Individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga pada akhirnya akan mampu bertindak dan berpikir sendiri. Menurut Monks et al.,(2001), kemandirian meliputi: perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian mengandung pengertian: (1) keadaan seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, (2) mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, (3) memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan (4) bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Ismawan (2003) menyatakan bahwa, kemandirian merupakan suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri adanya kerjasama yang saling menguntungkan. Konsep kemandirian ini tidak hanya mencakup pengertian kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi yang didalamnya mengandung unsur penemuan diri (selfdiscovery) berdasarkan kepercayaan diri (self-confidence). Dalam pengertian sosial, kemandirian bermakna sebagai organisasi diri (self-organization) atau
43
manajemen diri (self-management). Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dan melengkapi, sehingga muncul suatu keseimbangan. Setiap keseimbangan yang dicapai akan menjadi landasan bagai perkembangan berikutnya. Havighurst (1974) menguraikan empat aspek yang dapat memengaruhi kemandirian, yaitu: (1) aspek emosi, aspek ini ditujukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orang tua, (2) aspek ekonomi, aspek ini ditujukkan dengan kemampuan mengatur ekanomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, (3) aspek intelektual, aspek ini ditujukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan (4) aspek sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung dari orang lain. Beckert (2005) menjelaskan bahwa, kemandirian emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri yang merupakan satu tolok ukur perubahan manajerial pribadinya. Penelitian tentang kemandirian emosional ini lebih sering difokuskan pada masa remaja awal, karena perubahanperubahan biologis, sosial dan emosional yang terjadi selama periode tersebut sangat signifikan. Menurut Steinberg (1993), kemandirian emosional merupakan komponen kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional individu, terutama dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara emosional mempunyai indikator-indikator, seperti: (1) remaja yang mandiri tidak serta merta lari kepada orang tua ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan; (2) remaja tidak lagi memandang orang tua sebagai orang yang mengetahui atau menguasai segalanya; (3) remaja sering memiliki energi emosional yang besar dalam rangka menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarga dan dalam kenyataannya mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya daripada orang tua dan (4) remaja mampu memandang dan berinteraksi dengan orang tua sebagai orang pada umumnya bukan semata-mata sebagai orang tua. Sarwono (2000) menjelaskan bahwa, usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan
44
pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah, maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal tersebut membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orang tua, sehingga remaja lebih percaya pada teman-teman yang senasib dengannya. Alwi (2005) berpendapat bahwa untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha untuk membimbingnya secara bertahap. Kemandirian emosional berhubungan dengan perkembangan remaja mengenai individualisasi dan melepaskan diri atas ketergantungan mereka pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua. Menurut Godfrey (2003), kemandirian ekonomi merupakan kemampuan dari suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas dapat berupa; individu, keluarga, komunitas, negara, ataupun bangsa. Kemandirian ekonomi merupakan tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas untuk mencapai visi mereka pada kehidupan yang lebih baik. Swasono (2003) mengemukakan bahwa, kemandirian ekonomi sangat dipengaruhi oleh budaya ekonomi subordinasi yang mempertahankan hegemoni ekonomi dan menumbuhkan ekonomi subordinasi tuan hamba dan taoke-koelie atau jurangan-buruh yang merupakan suatu economic slavery system sebagaimana berlaku pada zaman usaha VOC, pasca VOC, cultuurstelsel dan pasca cultuurstelsel, secara imperatif perlu diubah menjadi hubungan ekonomi yang demokratis, yaitu hubungan ekonomi yang partisipatori-emansipatori. Hal ini ditujukan untuk menghindari keterdiktean, ketertundukan, ketakmandirian dan ketergantungan ekonomi. Susilo Bambang Yudoyono (2009) mengungkapkan bahwa, bangsa yang mandiri secara ekonomi adalah bangsa yang mampu memenuhi kebutuhannya dari sumber daya dalam negeri. Namun sekeras apapun sebuah negara mencoba mandiri, tetap saja membutuhkan kerjasama dengan negara-negara lain. Menurut Ahmad Heryawan (2009), kemandirian ekonomi dapat juga berarti penciptaan
45
perdamaian dalam lingkup kecil atau lokal, hal ini dapat dicapai melalui pembangunan lokal (local development) yang bertumpu pada pemberdayaan penduduk setempat berbasis komunitas. Menurut Yustika (2007), pengertian kemandirian ekonomi tidak sekadar diarahkan untuk mengeksploitasi external factor sebagai cara memecahkan masalah, tetapi justru lebih mengaji internal factor sebagai sumber terciptanya ketidakmandirian atau ketergantungan. Identifikasi internal factor tersebut akan bermanfaat dalam tiga hal: (1) kemandirian bukan sebagai konsep yang tertutup, tetapi tetap dengan memberikan ruang bagi adanya integrasi ekonomi, (2) menemukan sumber-sumber penyebab ketergantungan sehingga membuat lebih fokus penyelesaiannya dan (3) memberikan landasan yang lebih jernih untuk mengaitkan hubungan antara kemandirian dan semangat globalisasi. Usman (2009) menjelaskan kemandirian ekonomi dari sudut pandang kekuatan dan kedaulatan suatu Negara yang sektor riilnya (supply side of the economy) adalah solid dan kuat, karena dipengaruhi oleh sektor permintaan (demand side of the ecomony), yaitu: sektor fiskal, moneter dan perdagangan internasional yang solid dan kuat, sehingga negara tersebut hidup dari sektorsektor yang memiliki keuntungan absolut (absolute advantage), keuntungan komparatif (comparative advantage) dan keuntungan kompetitif (comvetitive advantage). Masrun (1986) menjelaskan lima komponen kemandirian intelektual, yaitu: (1) bebas, artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung orang lain, (2) progresif dan ulet artinya berusaha untuk mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan harapannya, (3) inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara original, kreatif dan penuh inisiatif, (4) terkendali dari dalam, individu mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya serta mampu memengaruhi lingkungan atas usuhanya sendiri dan (5) kemantapan diri (harga diri dan percaya diri), termasuk dalam hal ini mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
46
Utami (1992) mengemukakan bahwa, individu yang mandiri secara intelektual cenderung lebih terlatih dan berpengalaman dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Pengalaman dan latihan yang lebih banyak akan membuat individu semakin baik kemampuannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Setyobudi (2009) mengatakan bahwa, kemandirian intelektual merupakan kemandirian yang dimiliki oleh manusia yang mempunyai mental, kemauan keras, sifat jujur, bertanggung jawab dan bermoral tinggi untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya. Kemandirian intelektual diperlukan dalam kehidupan individu sebagai anggota masyarakat dan warga negara tentang kemampuan serta keterampilan intelektual untuk mengembangkan konsep-konsep yang menyangkut hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia dan lembaga sosial yang ada dalam kehidupannya. Menurut Musdalifah (2007), kemandirian sosial adalah keinginan dan kemauan untuk mencapai tanggung jawab sosial. Hakikat tugas ini adalah mengembangkan diri menjadi seorang dewasa yang bertanggung jawab pada kehidupan masyrakat dan bangsa yang selalu memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam tingkah lakunya secara pribadi. Proses pertautan (ikatan) seseorang pada kelompok sosialnya dimulai sejak lahir. Kemandirian ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Unsur-unsur kemandirian yang di analisis pada penelitian ini adalah kemandirian penyuluh mengembangkan perencanaan program penyuluhan yang dapat berguna dan bermanfaat bagi petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani, yaitu: (1) kemandirian emosional penyuluh yang ditekankan pada kemampuan penyuluh mengembangkan diri dan tidak tergantung pada orang lain di lingkungannya, (2) kemandirian intelektual penyuluh ditekankan pada kemampuan pola pikir untuk mendapatkan berbagai data dan informasi untuk pengembangan program penyuluhan, (3) kemandirian ekonomi, terarah pada kemampuan suatu entitas dalam menopang kesejahteraan penyuluh dan (4) kemandirian sosial penyuluh diarahkan pada kemampuan penyuluh menyadari keyakinannya sendiri dalam membina hubungan sosial dengan lingkungan secara adaptif dan berkesinambungan.
47
Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian Karakteristik Penyuluh Pertanian 1. Umur Umur merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas individu dalam meningkatkan kinerja pekerjaan, karena umur sangat berhubungan dengan tingkat kedewasaan individu dalam berpikir, bertindak dan bekerjasama dalam suatu lingkungan organisasi. De Cecco (1968) mengemukakan bahwa, umur berpengaruh pada kematangan fisik dan emosional seseorang, di samping kemampuannya dalam menyampaikan ide-ide baru. Selain itu umur dapat menentukan perkembangan seseorang untuk beraktivitas sesuai dengan macam kegiatan yang dihadapi oleh individu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Salkind (1985) yang menjelaskan bahwa, perkembangan merupakan suatu bagian yang berhubungan dengan perubahan umur. Umur didefinisikan secara kronologis suatu kehidupan yang bersangkutan semenjak dilahirkan. Sudomo dan Jarmie (1985) mengemukakan bahwa, angkatan kerja usia muda ialah mereka yang berumur 10-34 tahun, sedangkan batas umur seorang pemuda adalah 10-40 tahun, sehingga sangat berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Semakin bertambah umur, maka beban pekerjaan akan dikurangi terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik. Szilagyi dan Wallace (1990) menyatakan bahwa, beberapa pola perilaku mengalami perubahan ketika manusia tumbuh dewasa sebagai akibat proses sosialisasi. Beberapa potensi untuk memelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia. Menurut Schemerhorn, et al.,(1997), umur atau usia seseorang berhubungan dengan kemampuan dan kemauan belajar serta fleksibilitas. Kesimpulannya, usia tidak ada hubungannya dengan kinerja seseorang, dalam hal ini orang yang lebih tua tidak kurang produktif daripada orang muda, meskipun orang yang sudah tua lebih banyak absen daripada orang yang lebih muda. Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik pribadi penyuluh pertanian yang ikut memengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu penyuluh.
Umur berpengaruh pada kemampuan penyuluh pertanian dalam
48
memelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta meningkatkan produksivitas kinerjanya. Dengan demikian umur berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. 2. Pendidikan Formal Menurut Mosher (1987) dalam masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan hendaklah ditujukan pada semua tingkatan usia. Dalam masyarakat tradisional, apa yang dipelajari oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa yang telah diketahui dan disetujui oleh generasi sebelumnya. Houle (1975) menjelaskan bahwa, pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya. Menurut Wiraatmadja (1977), pendidikan adalah usaha untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat. Pendidikan disini adalah pendidikan secara formal, seperti: SD, SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi. Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi. Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses pelaksanaannya telah direncanakan berdasarkan pada tatanan kurikulum dan proses pembelajaran yang terstruktur menurut jenjang pendidikan. Pendidikan formal yang diikuti oleh penyuluh pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut mempunyai pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan klien. Pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh dapat memengaruhi kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi seorang penyuluh dapat menyusun strategi pekerjaan sebagai bagian dari penyelesaian tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Slamet (1992) bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih
49
menguntungkan. Dengan demikian tingkat pendidikan formal berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. 3. Pelatihan Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses dalam mengembangkan potensi individu untuk mencapai tujuan organisasi. Jacius (1968) mengemukakan “istilah pelatihan menunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus.” Ungkapan ini menunjukkan kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta belajar untuk memperoleh keterampilan, keahlian yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hickerson dan Middleton (1975) mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses belajar, tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga berprestasi lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilaksanakan sebagai usaha untuk memerlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan dapat dilakukan pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang telah mengemban tugas sejak lama, hal ini bertujuan untuk memerbaharui diri individu maupun kelompok. Pelatihan dapat memerbaiki karakteristik seseorang, misalnya: (1) mengerti posisi dan tanggung jawab pada tugas dan pekerjaaan, (2) mengerti proses-proses pekerjaan yang harus dijalani, (3) memahami peranan masyarakat dalam kegiatan kerelawanan, (4) memahami pelaksanaan tugas, (5) mampu membuat perencanaan untuk memulihkan atau menolong client, (6) memahami perencanaan dan pengaruhnya pada tujuan yang akan dicapai, (7) berusaha membaur dengan masyarakat yang ditolong, (8) memahami demografi wilayah kerja, (9) memahami situasi sosial di wilayah kerja, (10) memahami bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat, (11) professional dalam bekerja, (12) berusaha mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat secara bersama dan (13) berpengalaman di wilayah kerja.
50
Menurut Michael (2002), kebutuhan latihan timbul pada saat ada kesenjangan antara apa yang diperlukan oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan. Definisi ini menjelaskan bahwa, analisis kebutuhan latihan adalah metode untuk mengetahui apakah ada kebutuhan latihan dan bila memang ada, kebutuhan latihan apa yang diperlukan untuk mengisi kesenjangan yang ada. Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pelatihan bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya Pelatihan Dasar I dan Pelatihan Dasar II. Pelatihan sifatnya tidak menyaratkan golongan kepangkatan dan tidak menyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh dalam teknologi pertanian, misalnya: pelatihan teknologi/komoditi/budidaya. Dengan demikian pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian akan berpengaruh pada kinerja mereka. 4. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut masa kerja dalam suatu organisasi. Gagne (1967) berpendapat bahwa, pengalaman ialah akumulasi proses belajar yang telah dialami seseorang. Menurut Walker (1973), pengalaman adalah akumulasi proses mengalami, memengaruhi dan memutuskan sesuatu yang baru bagi kehidupan seseorang. Hasil penelitian Bryan dan Glenn (2004) menunjukkan bahwa, pengalaman kerja memberikan efek positif pada penyuluh baru, sementara pada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja akan menunjukkan tingkat kepuasan klien. Pengalaman kerja seorang penyuluh menunjukkan kecakapan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan, baik dari segi teknis maupun perencanaan. Seorang penyuluh yang lama bekerja telah berpengalaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan klien, sehingga dapat merencanakan program untuk pengembangan usahatani dengan lebih baik. Jadi pengalaman kerja penyuluh berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
51
5. Lokasi Tugas Lokasi tugas penting diperhatikan oleh pihak manajemen organisasi, karena berpengaruh langsung pada kinerja karyawan. Menurut Nitisemito (2000), lokasi tugas atau lingkungan kerja berpengaruh pada pelaksanaan tugas. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2008) menjelaskan bahwa, jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari lahan dataran rendah sampai dataran tinggi antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung. Berdasarkan keadaan lahan budidaya jagung tersebut, maka lokasi tugas penyuluh pertanian dibedakan menjadi tiga tipologi, yaitu: wilayah dataran rendah, wilayah dataran sedang dan wilayah dataran tinggi. Tjitropranoto (2005) menjelaskan bahwa, kegiatan penyuluhan pertanian perlu memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan iklim pada lokasi petani tersebut berada. Penyuluh pertanian perlu mengidentifikasi potensi sumberdaya alam dengan baik dan menggunakannya untuk kepentingan petani sesuai dengan pilihan teknologi yang tepat dan spesifik lokasi. Kondisi lokasi tugas yang berbeda berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kegiatan penyuluh, sehingga akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda pula. Penyuluh yang bertugas di wilayah dataran rendah dan sedang akan lebih mudah dan cepat melakukan pembinaan pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di wilayah dataran tinggi. Dengan demikian lokasi tugas akan berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. 6. Luas Wilayah Kerja Luas wilayah kerja merupakan wilayah kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam melakukan pembinaan pada petani jagung. Wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh seorang penyuluh pertanian. Wilayah kerja balai penyuluh pertanian (WKBPP) merupakan satu wilayah kabupaten/kota yang secara efektif dapat dijangkau atau dilayani oleh balai penyuluh pertanian (BPP) dan tersusun atas kurang lebih sepuluh WKPP (Deptan, 2004).
52
Semakin luas wilayah kerja penyuluh pertanian, maka semakin sulit baginya untuk melakukan penyuluhan, karena akan membutuhkan waktu lama dan biaya operasional yang tinggi untuk mencapai wilayah kerjanya. Hal ini berdampak pada terlambatnya informasi pertanian yang akan disampaikan pada petani, sehingga keinginan petani untuk memperoleh informasi pertanian tidak segera terwujud. Dengan demikian luas wilayah kerja akan berpengaruh pada kinerja penyuluhan pertanian. 7. Jumlah Petani Binaan Jumlah petani binaan merupakan jumlah petani yang berada di wilayah kerja penyuluh pertanian dan tergabung dalam kelompok tani. Pembinaan kepada petani harus tertuang dalam rencana kerja mereka. Waktu kegiatan penyuluh yang tertuang dalam rencana kerja mingguan harus terbagi habis dalam bentuk kegiatan kunjungan atau pembinaan kepada petani, pertemuan dan pelatihan di BPP serta penyusunan laporan kegiatan. Atas dasar kebutuhan itu, pola latihan dan kunjungan (LAKU) mengalokasikan empat hari untuk kunjungan, satu hari untuk latihan dan satu hari untuk pelaporan. Bila jumlah petani binaan banyak, maka jumlah kelompok tani akan semakin banyak. Jumlah ideal kelompok yang dapat dibina oleh penyuluh pertanian adalah enam sampai delapan kelompok tani atau setara dengan 150 sampai 200 orang petani. Jika jumlah petani yang dibina melebihi delapan kelompok tani, maka penyuluh akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembinaan secara rutin. Dengan demikian jumlah petani yang dibina akan berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. 8. Frekwensi Interaksi dengan Petani Menurut Valera et al., (1987), prinsip penyuluhan pertanian adalah bekerja bersama sasaran (client) bukan bekerja untuk sasaran. Sasaran penyuluhan adalah kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dimulai dari apa yang diketahui dan dimiliki oleh sasaran. Dalam melaksanakan pekerjaan, penyuluh harus berkoordinasi dengan organisasi masyarakat dan pemerintah. Informasi yang disampaikan harus dua arah dan masyarakat harus ikut pada semua aspek kegiatan pendidikan atau penyuluhan tersebut.
53
Prinsip-prinsip penyuluhan lainnya, mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat, organisasi masyarakat bawah, keragaman dan perubahan budaya, kerjasama dan partisipatif masyarakat, demokrasi dalam penerapan ilmu, belajar sambil bekerja, menggunakan metode yang sesuai, pengembangan kepemimpinan, spesialisasi yang terlatih, memperhatikan keluarga sebagai unit sosial dan dapat mewujudkan kepuasan masyarakat (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Frekwensi interaksi dengan petani ialah banyaknya interaksi yang dilakukan penyuluh dengan petani dalam waktu tertentu. Penyuluhan dalam pembangunan pertanian diselenggarakan berdasarkan atas kesamaan kedudukan antara penyuluh sebagai guru dan petani serta pelaku pembangunan lainnya sebagai murid. Dengan demikian frekwensi interaksi dengan petani berpengaruh pada kinerja penyuluh. Kompetensi Penyuluh Pertanian Terkait dengan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mekanisme produksi, penyuluh seharusnya memiliki kompetensi dasar tentang pengetahuan teknis produksi pertanian. Dalam hal mekanisme pasar, penyuluh hendaknya memiliki kompetensi pengetahuan dalam hal usahatani, home economic, pemasaran produksi pertanian dan institutional economic. Keahlian penyuluh perlu untuk memfasilitasi masyarakat tani agar dapat menempatkan dirinya dalam mekanisme ekologi, yaitu pengetahuan tentang ekologi sumberdaya pertanian dan ekologi manusia. Penyuluh diarahkan untuk menguasai kemampuan sosial dalam perencanaan, metode dan evaluasi program penyuluhan. Hal ini diketahui dengan memelajari sosiologi pedesaan atau sosiologi pertanian, perubahan sosial, rekayasa sosial, social marketing, antropologi pertanian serta pengetahuan dasar tentang hubungan dan interaksi sosial yang saat ini dikenal luas sebagai “social capital.” Kemampuan penyuluh dalam merancang program penyuluhan dapat dilihat pada programa penyuluhan pertanian yang disusunnya; apakah sudah tertulis secara lengkap? apakah sudah sesuai dengan ketentuan penyusunannya? apakah sudah memenuhi kebutuhan petani dan potensi wilayah setempat? Kemampuan penyuluh dalam pelaksanaan program dapat dilihat pada kegiatan yang dilakukannya; apakah sesuai dengan programa penyuluhan
54
pertanian yang telah disusunnya? apakah berjalan lancar sesuai rencana? apakah ada partisipasi petani pada kegiatan tersebut? Kemampuan penyuluh dalam mengelola informasi dapat dilihat pada media penyuluhan yang tersedia atau pelatihan petani yang diselenggarakannya; apakah materi media/pelatihan dapat mengisi kebutuhan petani? apakah metoda yang digunakan cocok dengan situasi petani? apakah dilakukan evaluasi hasil pelatihan? Kemampuan dalam melakukan hubungan interpersonal dapat dilihat pada hubungan atau interaksi yang dilakukannya pada petani maupun stakeholder lainnya; apakah hubungan berjalan langsung atau tidak langsung? Apakah hubungan terjadi dengan intensitas yang sering atau jarang? Penyuluh pertanian yang menguasai sebelas kemampuan inti dapat disebut sebagai penyuluh profesional yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif, efisien dan relevan. Menurut Gilley and Eggland (1989), kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat berperan dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikian kompetensi berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. Motivasi Penyuluh Pertanian Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupannya. Kajian tentang motivasi memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan pencapaian kinerja seseorang. Pada dasarnya motivasi dapat mendorong penyuluh untuk bekerja keras, sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produkitvitas kerja penyuluh yang berdampak pada pencapaian tujuan lembaga penyuluhan. Sumber motivasi tersebut antara lain: (1) kemungkinan berkembang, (2) jenis pekerjaan dan (3) perasaan bangga diterima petani setempat. Di samping itu
55
terdapat beberapa aspek yang berpengaruh pada motivasi kerja penyuluh, yakni: kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, kebutuhan untuk kekuasaan, rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari organisasi penyuluh. Dengan melibatkan penyuluh dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan, output yang diharapkan serta bangga pada pekerjaan dan umpan balik dari petani dapat menjadi faktor motivasi peningkatan kinerja penyuluh. Kemandirian Penyuluh Pertanian Hubeis et al., (1992) menyatakan bahwa, kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihan yang terbaik. Menurut Dawam Rahardjo (1992), kemandirian merupakan upaya seseorang yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri dan sumberdaya yang dimiliki sebagai semangat keswadayaan. Keswadayaan dibentuk melalui keuletan, kerja keras dan jiwa kewirausahaan. Slamet (2003) menjelaskan bahwa, kemandirian penyuluh menekankan perlunya kerjasama disertai tumbuh dan berkembangnya; aspirasi, kreatifitas, keberanian menghadapi resiko dan prakarsa untuk bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan. Sumardjo (1999) menjelaskan bahwa, kemandirian penyuluh pertanian adalah kemampuan penyuluh menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi pengembangan kualitas perilaku petani dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Kemandirian penyuluh bukan berarti tidak mau bekerjasama dengan orang lain atau tergantung pada bantuan pihak lain, akan tetapi perlu adanya kerjasama untuk membina hubungan mitra kerja yang menguntungkan. Kemandirian merupakan bagian dari upaya penyuluh pertanian untuk mengembangkan potensi, kekuatan dan kepercayaan dirinya, baik dari segi emosional, intelektual, ekonomi dan sosial sebagai perwujudan dari pelaksanaan tugas penyuluh dalam membantu petani mengembangan usahatani yang dilakukan
56
melalui proses pendidikan non formal dalam bentuk perubahan perilaku. Dengan demikian kemandirian dapat berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Jagung Penyuluhan pertanian merupakan proses pembelajaran bagi petani agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi permodalan dan sumberdaya lainnya untuk meningkatkan kualitas usahatani dan kesejahteraannya. Menurut Kurt Levin (Totok Mardikanto, 1993), ada tiga macam peran penyuluh dalam melakukan penyuluhan, yaitu: (1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran, (2) menggerakkan masyarakat sasaran untuk melakukan perubahan dan (3) memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar lebih profesional maka seorang penyuluh berperan sebagai pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilisator, pembentuk kemampuan, dan keterampilan, pengelola program, pekerja kelompok dan konsultan bagi masyarakat sasaranya. Penyuluh pertanian ialah pekerja profesional yang berusaha memengaruhi atau mengarahkan keputusan inovasi selaras dengan tujuan lembaga penyuluhan. Penyuluh berfungsi sebagai mata rantai penghubung antara dua sistem sosial atau lebih. Penyuluh merupakan agen pembaruan dari badan, dinas atau organisasi yang bertujuan mengadakan perubahan-perubahan di masyarakat ke arah kemajuan yang lebih baik dengan jalan menyebar luaskan inovasi yang mereka produksi dan mereka miliki yang telah disusun berdasarkan kebutuhan klien (Roger dan Shoemaker, 1995). Kartasapoetra (1997) menguraikan peran penyuluh dalam membangun pertanian modern, antara lain: (1) sebagai peneliti, yaitu mencari input teknologi pertanian yang dapat digunakan petani untuk mengembangkan usahataninya, (2) sebagai pendidik, yaitu meningkatkan pengetahuan atau memberi informasi kepada petani, sehingga menimbulkan semangat dan kegairahan petani untuk mengelola usahataninya secara efektif dan efisien dan (3) mengembangkan sikap keterbukaan dan bekerjasama dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan
57
keluarganya. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan sebagai bentuk keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat, sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Hariadi (2006) menyatakan bahwa, penyuluh harus berperan menggugah minat masyarakat untuk lebih giat belajar dengan menggunakan berbagai metoda belajar, media penyuluhan dan teknik-teknik menyuluh. Pengetahuan dan keterampilan tersebut harus dapat diterapkan penyuluh agar masyarakat berminat untuk mengadopsi teknologi baru pada kegiatan penyuluhan. Dari uraian di atas, maka peran penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung adalah memberi dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi pertanian, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan peningkatan perilaku petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
Perilaku Petani Skinner (1953) mengungkapkan bahwa, perilaku adalah respon atau reaksi seseorang pada stimulus atau rangsangan dari luar. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan dapat menimbulkan perubahan perilaku. Respon yang diterima seseorang, akibat adanya stimulus-stimulus yang saling berinteraksi. Interaksi antara stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan tersebut memiliki konsekuensi yang memengaruhi munculnya perilaku. Asngari (2001) menjelaskan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang, dapat dilakukan dengan mengubah tiga unsur perilaku, yaitu: pengetahuan, sikap mental dan keterampilan. Perubahan masing-masing unsur akan saling memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994) menyatakan bahwa, hubungan antara perilaku dan produktivitas usahatani adalah hubungan perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan produktivitas usahatani pra panen.
58
Mosher (1987) menyatakan bahwa, petani dalam menjalankan usahatani pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu: sebagai juru tani (cultivator) dan sekaligus sebagai pengelola (manager). Untuk menjalankan kedua peran tersebut, petani dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam membudidayakan tanaman. Makeham dan Malcolm (1991) menjelaskan bahwa, bidang utama pengetahuan yang harus dimiliki petani adalah: (1) produksi dan perlindungan tanaman, (2) aspek-aspek ekonomi usahatani, (3) pemilihan alat-alat dan perawatannya, (4) kredit dan keuangan, (5) pemasaran, (6) pengelolaan tenaga kerja dan komunikasi dan (7) pencarian informasi. Selain itu, petani juga membutuhkan keterampilan untuk menetapkan pengetahuannya secara efektif serta mempu melakuan hubungan kemitraan dengan pelaku agribisnis lainnya, seperti pedagang, koperasi, pemerintah dan lembaga keuangan lainnya. Keterampilan yang harus dimiliki petani dengan berbagai tingkat kemampuan, tergantung pada relevansi keterampilan tersebut untuk situasi mereka masing-masing. Keterampilan itu berupa keterampilan dalam melakukan produksi (budidaya) dan pemasaran hasil usahatani. Berdasarkan uraian di atas, maka perilaku yang harus dimiliki petani dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani adalah pengetahuan dan keterampilan petani dalam melakukan proses produksi, yaitu: penyiapan sarana produksi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen, pasca panen dan pemasaran.
Hubungan Kinerja Penyuluh dengan Perilaku Petani Tujuan penyuluhan pertanian adalah melakukan perubahan perilaku petani, agar mereka mampu berpartisipasi aktif dalam program pembangunan pertanian untuk mengatasi masalah sosial yang mereka hadapi sebagai usaha meningkatkan produktivitas usahatani. Menurut Kartasapoetra (1997), penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas untuk memotivasi petani, agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang lebih baru sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi pertanian. Padmowihardjo (2004)
59
menjelaskan bahwa, penyuluh pertanian adalah pemandu petani, pengusaha dan pedagang untuk menemukan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam proses kepemanduan, petani, pengusaha dan pedagang pertanian bukan sebagai “murid” tetapi “mitra belajar” yang melakukan proses belajar agar menjadi berdaya dalam memecahkan masalahnya sendiri. Setiana (2005) membedakan tujuan penyuluhan pertanian, menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek, yaitu menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah pada usahatani, meliputi: perubahan pengetahuan, kemampuan, sikap dan tindakan petani. Tujuan jangka panjang, yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila petani melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usahataninya dengan cara-cara yang lebih baik, (2) better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon dan melakukan pemasaran dengan benar dan (3) better living, hidup lebih baik. Petani harus mampu menghemat dan menabung serta mampu mencari alternatif usaha lain untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kinerja penyuluh pertanian yang baik, akan berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Perubahan perilaku petani akan nampak pada peningkatan kompetensi pengelolaan usahatani dan meningkatnya partisipasi petani mengikuti penyuluhan. Peningkatan kompetensi pengelolaan usahatani, antara lain: penyediaan sarana produksi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, panen, pasca panen dan pemasaran hasil produksi. Peningkatan partisipasi petani, antara lain: aktif mengikuti pertemuan kelompok tani, berperan aktif pada setiap diskusi kelompok tani, aktif melakukan transfer teknologi pada petani lainnya dan aktif membayar iuran kelompok tani.
Konsep Usahatani Usahatani (farm) merupakan perpaduan dari alam (lahan), tenaga kerja dan modal untuk menghasilkan produksi pertanian. Mosher (1987) mendefinisikan usahatani sebagai himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat
60
atau bagian permukaan bumi tempat pertanian diselenggarakan oleh petani. Mubyarto (1991) mengemukakan bahwa, usahatani adalah himpunan dari sumbersumber alam yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti: tanah, air, sinar matahari dan bangunan yang ada di atas tanah tersebut. Definisi tersebut mengandung arti bahwa, ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting usahatani, yaitu: (1) tanah, meliputi kuantitas (luas) dan kualitasnya; (2) tenaga kerja meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitasnya; (3) modal, meliputi modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variabel dan (4) keterampilan manejemen usahatani. Menurut Battese dan Coelli (Sukiyono, 2004), usahatani sebagai rasio antara produksi usahatani observasi dengan output (produksi) dari fungsi produksi frontier. Produksi frontier merupakan produksi maksimum untuk menghasilkan sejumlah input produksi yang dikorbankan, seperti: lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen produksi. Menurut Litbang Pertanian (Sudaryanto et al., 2005), sebagai sistem usaha pertanian, usahatani merupakan suatu industri biologis yang memanfaatkan materi dan proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran. Subsistem tersebut saling terkait dan memengaruhi antara satu dengan lainnya. Usahatani dalam sistem agribisnis mencakup seluruh aktivitas produksi, penyimpanan (storage), distribusi dan processing bahan dasar dari usahatani, penyaluran input usahatani, penyediaan pelayanan penyuluhan, penelitian dan kebijakan sistem usahatani (Syahyuti, 2006). Sadjad (2009) menjelaskan bahwa, sebagai suatu sistem dalam desa, usahatani menjadi bisnis industri yang dominan. Petani akan menghasilkan produk industri primer sampai sekunder, sedangkan produk industri tersier dan kuarter bisa menjadi garapan warga desa lain. Dengan demikian, dalam desa industri akan terjadi kegiatan operasional usahatani dari subsistem primer, sekunder, tersier sampai kuarter yang dimungkinkan menjadi kegiatan di pedesaan. Subsistem primer dalam usahatani, seperti: produksi industri benih, industri pupuk organik, industri biofuel, industri alat dan mesin pertanian yang ditangani petani. Subsistem sekunder berupa usahatani di bidang produksi yang
61
menghasilkan bahan baku sampai industri pascapanen sebagai produk industri primer. Subsistem tersier memproses hasil, seperti: pakan ternak, tepung, kuliner. Subsistem kuarter yang mengatur distribusi produk akhir dan transportasi produk. Mosher (1987) dan Mubyarto (1991) memahami usahatani sebagai himpunan sumber-sumber alam seperti: tanah, air, sinar matahari dan bangunan yang dipergunakan untuk produksi pertanian yang dilaksanakan oleh petani. Mosher (1987) lebih memahami pada himpunan sumber-sumber alam yang digunakan petani untuk usaha pertanian, sedangkan Mubyarto (1991) lebih mengarah pada usaha produksi pertanian yang dipengaruhi faktor produksi, seperti: tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen usahatani. Sukiyono (2004) dan Sudaryanto et al.,(2005) memahami usahatani sebagai rasio antara produksi usahatani observasi dan output (produksi) dari fungsi produksi frontier yang memanfaatkan materi dan proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya. Sukiyono (2004) lebih memahami pada fungsi produksi frontier yang menghasilkan sejumlah input yang dikorbankan, sedangkan Sudaryanto et al.,(2005) lebih mengarah pada sistem usaha pertanian yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran. Syahyuti (2006) dan Sadjad (2009) memahami bahwa, usahatani mencakup seluruh aktivitas mulai dari proses produksi sampai pada penelitian dan kebijakan sistem usahatani yang merupakan usaha bisnis industri desa yang menghasilkan produk primer, sekunder, tersier dan kuarter. Syahyuti (2006) lebih memahami pada seluruh aktivitas produksi yang ditunjang oleh penelitian dan kebijakan usahatani, sedangkan Sadjad (2009) lebih mengarah pada usaha bisnis pedesaan yang menghasilkan produk primer, sekuder, tersier dan kuarter yang dikerjakan oleh petani dan warga desa. Berdasarkan uraian di atas, maka usahatani dapat didefinisikan sebagai sistem usaha pertanian atau bisnis industri pedesaan yang menggunakan sumbersumber alam, seperti: tanah, air, sinar matahari dan bangunan diatasnya melalui proses hayati yang dikemas dalam berbagai subsistem, mulai dari subsistem pra produksi, produksi, panen dan pasca panen serta distribusi dan pemasaran yang dapat memberikan keuntungan bagi petani dan keluarganya.
62
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Program Agropolitan jagung dilaksanakan terintegrasi dengan program pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo. Tujuan Program Agropolitan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi jagung secara berkesinambungan. Implementasi program agropolitan jagung secara melembaga dilaksanakan oleh semua pihak yang bergerak di bidang pertanian tanaman pangan, termasuk petani sebagai penerima manfaat program agropolitan. Petani sebagai pelaksana teknis usahatani jagung perlu mendapatkan berbagai informasi teknologi pertanian yang berhubungan dengan budidaya jagung termasuk penyediaan sarana produksi, modal usahatani dan peluang pasar yang dapat menjamin produksi jagung. Berbagai informasi tersebut didapatkan petani melalui pendekatan sistem penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu oleh penyuluh pertanian. Kualitas kinerja penyuluh dalam membantu petani mengelola usahatani tidak terlepas dari kompetensi dan motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai penyuluh pertanian. Kompetensi lebih terarah pada kemampuan penyuluh secara teknis dan manajerial dalam usahatani, sedangkan motivasi mengarah pada dorongan dan semangat kerja yang terintegrasi pada pelaksanaan program kerja penyuluh pertanian. Dengan adanya kompetensi dan motivasi kerja akan menghasilkan kemandirian penyuluh yang berusaha membantu petani dalam melaksanakan usahatani jagung secara mandiri dan produktif. Selain itu karakteristik pribadi penyuluh, seperti: umur, tingkat pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti, pengalaman kerja, lokasi tugas, luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan frekwensi interaksi dengan petani binaan ikut menentukan keberhasilan kinerja penyuluh dalam membantu kemandirian petani berusahatani jagung. Keterkaitan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh dan perilaku petani dapat dilakukan dengan pendekatan model logika yang disusun berdasarkan pengelolaan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja penyuluh pertanian. Faktor-faktor tersebut dapat dikonkritkan melalui suatu hasil 62
63
penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai bentuk representatif dari pengembangan model logika usahatani. Gibson (2001) mengungkapkan model logika seperti tercantum pada Gambar 4 yang menjelaskan tentang perencanaan, implementasi dan evaluasi dari pengembangan program. Pada tahap pertama diawali dengan analisis situasi, tahap kedua pengaturan prioritas program dan tahap ketiga program aksi yang terdiri dari (1) input, (2) output, (3) sasaran yang ingin dicapai dan (4) outcome yang merupakan sasaran jangka pendek dari program terutama proses pembelajaran dan jangka menengah yang merupakan aksi dari pelaksanaan program dan (5) impacts yang berisi tentang sasaran jangka panjang, yaitu kondisi ekonomi, sosial, lingkungan dan kewarganegaraan. Tahap keempat yaitu evaluasi yang mencakup fokus, koleksi data, analisis dan interpretasi serta pencatatan. Berdasarkan model logika pengembangan program pada Gambar 4, maka model logika pengembangan usahatani jagung disajikan pada Gambar 5 yang menjelaskan pengembangan usahatani jagung yang berbasis pada perubahan perilaku petani dengan memperhatikan situasi sistem penyuluhan di lokasi penelitian, yaitu; adanya produksi jagung dan kinerja penyuluh yang rendah. Hal ini perlu pengaturan atau penetapan prioritas pada beberapa faktor internal penyuluh pertanian, antara lain: karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh yang berdampak pada perubahan perilaku petani dalam memproduksi jagung. Untuk memperbaiki situasi tersebut perlu adanya input pelaksanaan sistem penyuluhan, yaitu: waktu pelaksanaan, pelaksana penyuluhan, biaya pelaksanaan, materi atau metode penyuluhan, dukungan hasil penelitian dan peralatan yang digunakan selama proses penyuluhan. Berdasarkan input tersebut, akan menghasilkan output berupa kurikulum pembelajaran usahatani jagung yang berisi tentang proses budidaya jagung dari pemilihan benih sampai pemasaran jagung. Sasaran kurikulum pembelajaran ini adalah petani binaan yang tujuannya untuk meningkatkan partisipasi petani mengikuti penyuluhan. Dengan adanya input sistem penyuluhan dan output kurikulum pembelajaran yang sudah diatur dengan baik, maka akan menghasilkan outcome jangka pendek peningkatan kompetensi petani, outcome jangka menengah peningkatan produksi jagung dan outcome jangka panjang peningkatan pendapatan petani.
64
SITUATION ANALYSIS
PRIORITY SETTING
PROGRAM ACTION
Inputs: Filters: What are the current needs and assets? Mission How do we separate symptoms from problems? What is the knowledge base?
Vision Value Mandates Resources Local dynamics Collaborators Competitor
Intended Outcomes
What we invest: Time Staf Money Materials Research Equipment
Outputs:
Out comes:
What we do: Who we reach: Work shop Training Publications Media work Curriculum Assessments Facilitation Counseling Volunteer development Recruitment Productions
Participants Customers Citizens Satisfaction
Short term:
Impacts: Medium term:
Long term:
Learning:
Action:
Conditions:
Awareness Knowledge Attitudes Skills Opinions Aspirations Motivation
Behavior Practice Decisions Policy Social-action
Economic Social Environmental Civic
EVALUATION Focus – Collect data – Analyze and Interpret – Report Sumber: University of Wisconsin-Extension Cooperative Extension Program Development and Evaluation (2001)
Gambar 4. Program development using the Logic Model Planning-Implementation-Evaluation 64
65
(Input) Masukan (Situation) Situasi • Produksi jagung rendah
(Priority Setting) Penetapan prioritas Karakteristik Penyuluh Kompetensi Penyuluh
(2) Staf/penyuluh yang akan melaksanakan penyuluhan
Motivasi Penyuluh
Kemandirian Penyuluh
(4) Materi/metode penyuluhan (5) Penelitian penyuluhan
(Outcomes) Hasil
Kurikulum Pembalajaran tentang usahatani jagung:
Jangka pendek
(1) Memilih benih jagung yang baik (2) Mengolah lahan usahatani jagung (3) Memupuk jagung
(3) Biaya pelaksanaan
Sistem penyuluhan • Kinerja penyuluh rendah
(1) Waktu pelaksanaan penyuluhan
(Output) Keluaran
(Goal) Sasaran Petani binaan
(4) Mengendalikan hama dan penyakit tanaman jagung (5) Mengairi dan menyiram jagung
Partisipasi petani
(6) Memanen jagung (6) Peralatan yang digunakan untuk penyuluhan
(7) Melakukan pasca panen jagung (8) Memasarkan jagung
Kompetensi petani jagung meningkat
Jangka menengah Produksi jagung meningkat
Jangka panjang Pendapatan
petani meningkat
Gambar 5. Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika 65
66
Berdasarkan penjelasan konsep pada tinjauan pustaka dan model logika pengembangan usahatani jagung, maka dirumuskan alur hubungan antar peubah penelitian seperti terlihat pada Gambar 6. Karakteristik Penyuluh (X1) 1. Umur 2. Masa kerja 3. Pendidikan formal 4. Pelatihan fungsional 5. Pelatihan teknis 6. Wilayah tugas 7. Cakupan wilayah kerja 8. Jumlah petani binaan 9. Frekwensi interaksi dengan petani
Kompetensi Penyuluh (X2) 1. Kemampuan aksi sosial 2. Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya 3. Kemampuan merencanakan program penyuluhan 4. Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal 5. Kemampuan mengelola informasi penyuluhan 6. Kemampuan membangun hubungan interpersonal 7. Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan 8. Kemampuan kepemimpinan 9. Kemampuan manajemen organisasi 10. Kemampuan profesionalisme penyuluh 11. Kemampuan bidang keahlian teknis
Kinerja Penyuluh Pertanian (Y1) 1. Melakukan aksi sosial 2. Mengapresiasi keragaman budaya 3. Merencanakan program penyuluhan 4. Memanfaatkan sumberdaya lokal 5. Mengelola informasi penyuluhan 6. Membangun hubungan interpersonal 7. Menyelenggarakan penyuluhan 8. Menerapkan kepemimpinan 9. Manajemen organisasi 10. Mengembangkan profesionalisme penyuluh 11. Menerapkan bidang keahlian teknis
Perilaku Petani Jagung (Y2) 1. Kompetensi petani jagung 2. Partisipasi petani jagung
Motivasi Penyuluh (X3) 1. Pengembangan potensi diri 2. Pengakuan petani 3. Penghasilan 4. Kebutuhan untuk berprestasi 5. Kebutuhan untuk berafiliasi 6. Kebutuhan untuk kekuasaan
-
Luas lahan usahatani Sarana produksi Tenaga kerja Biaya operasional
Produksi jagung
Kemandirian Penyuluh (X4) 1. Kemandirian intelektual 2. Kemandirian sosial 3. Kemandirian emosional 4. Kemandirian ekonomi
Keterangan: = Hubungan langsung = Hubungan tidak langsung = Hubungan korelasi
Gambar 6. Alur hubungan antar peubah penelitian
67
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: (1) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung. (2) Karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. (3) Terdapat hubungan nyata antara peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian. (4) Terdapat pengaruh nyata kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung.
68
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y), terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani. Untuk mengetahui pengaruh peubah bebas pada peubah terikat dan menguji hipotesis dibuat kerangka hipotetik. Kerangka hipotetik kemudian dioperasionalisasikan untuk merumuskan model persamaan pengukuran dan model persamaan struktural sesuai dengan kaidah SEM (Structural Equation Model). Model persamaan dan kerangka hipotetik penelitian sebagai berikut: • Persamaan model pengukuran (1) Pengukuran peubah karakteristik X 1.1 = λ 1 X 1 + δ 1 X 1.2 = λ 2 X 1 + δ 2 X 1.3 = λ 3 X 1 + δ 3 X 1.4 = λ 4 X 1 + δ 4 X 1.5 = λ 5 X 1 + δ 5 X 1.6 = λ 6 X 1 + δ 6 X 1.7 = λ 7 X 1 + δ 7 X 1.8 = λ 8 X 1 + δ 8 X 1.9 = λ 9 X 1 + δ 9 (2) Pengukuran peubah kompetensi X 2.1 = λ 10 X 2 + δ 10 X 2.2 = λ 11 X 2 + δ 11 X 2.3 = λ 12 X 2 + δ 12 X 2.4 = λ 13 X 2 + δ 13 X 2.5 = λ 14 X 2 + δ 14 X 2.6 = λ 15 X 2 + δ 15 68
69
X 2.7 = λ 16 X 2 + δ 16 X 2.8 = λ1 7 X 2 + δ 17 X 2.9 = λ1 8 X 2 + δ 18 X 2.10 = λ1 9 X 2 + δ 19 X 2.11 = λ 20 X 2 + δ 20 (3) Pengukuran peubah motivasi X 3.1 = λ 21 X 3 + δ 21 X 3.2 = λ 22 X 3 + δ 22 X 3.3 = λ 23 X 3 + δ 23 X 3.4 = λ 24 X 3 + δ 24 X 3.5 = λ 25 X 3 + δ 25 X 3.6 = λ 26 X 3 + δ 26 (4) Pengukuran peubah kemandirian X 4.1 = λ 27 X 4 + δ 27 X 4.2 = λ 28 X 4 + δ 28 X 4.3 = λ 29 X 4 + δ 29 X 4.4 = λ 30 X 4 + δ 30 (5) Pengukuran peubah kinerja penyuluh Y 1.1 = λ 31 Y 1 + ε 1 Y 1.2 = λ 32 Y 1 + є 2 Y 1.3 = λ 33 Y 1 + є 3 Y 1.4 = λ 34 Y 1 + є 4 Y 1.5 = λ 35 Y 1 + є 5 Y 1.6 = λ 36 Y 1 + є 6 Y 1.7 = λ 37 Y 1 + є 7 Y 1.8 = λ 38 Y 1 + є 8 Y 1.9 = λ 39 Y 1 + є 9 Y 1.10 = λ 40 Y 1 + є 10 Y 1.11 = λ 41 Y 1 + є 11 (6) Pengukuran peubah perilaku petani Y 2.1 = λ 42 Y 2 + є 12 Y 2.2 = λ 43 Y 2 + є 13
70
• Persamaan model struktural
(1) Model kinerja penyuluh Y1 =
γ1 X1 + γ2 X2 + γ3 X3 + γ4 X4 + ζ1
(2) Model perilaku petani jagung Y2 =
γ5 X1 + γ6 X2 + γ7 X3 + γ8 X4 + β Y1 + ζ2
Untuk menguji model dirumuskan rancangan pengujian model seperti dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja penyuluh pertanian Model Overall Model Fit
Model kinerja penyuluh
Model perilaku petani
Hipotesis H 0 : Matriks kovariansi data sampel tidak berbeda dengan matriks kovariansi populasi yang diestimasi. H 1 : Matriks kovariansi data sampel berbeda dengan matriks kovariansi populasi yang diestimasi. H 0 : γ 1 = γ 2 = γ 3 = γ 4 = 0: Karakteristik atau kompetensi atau motivasi atau kemandirian tidak memengaruhi kinerja penyuluh. H 1 : γ 1 > 0: Karakteristik berpengaruh positif pada kinerja penyuluh. H 1 : γ 2 > 0: Kompetensi berpengaruh positif pada kinerja penyuluh. H 1 : γ 3 > 0: Motivasi berpengaruh positif pada kinerja penyuluh. H 1 : γ 4 > 0: Kemandirian berpengaruh positif pada kinerja penyuluh. H 0 : γ 5 = γ 6 = γ 7 = γ 8 = β = 0: Karakteristik atau kompetensi atau motivasi atau kinerja penyuluh tidak memengaruhi perilaku petani. H 1 : γ 5 > 0: Karakteristik penyuluh berpengaruh positif pada perilaku petani. H 1 : γ 6 > 0: Kompetensi penyuluh berpengaruh positif pada perilaku petani. H 1 : γ 7 > 0: Motivasi penyuluh berpengaruh positif pada perilaku petani. H 1 : γ 8 > 0: Kemandirian penyuluh berpengaruh positif pada perilaku petani. H 1 : β > 0: Kinerja penyuluh berpengaruh positif pada perilaku petani.
Statistik Uji Nilai p, RMSEA, dan CFI
Kriteria Uji Diharapkan H 0 diterima, jika: p ≥ 0,05; RMSEA ≤ 0,08 dan atau CFI ≥ 0,90
Nilai t
Diharapkan H 0 ditolak, jika: nilai t-hitung ≥ 1,96
Nilai t
Diharapkan H 0 ditolak, jika: nilai t-hitung ≥ 1,96
Penjelasan peubah dan sub peubah dari model hipotetik dijelaskan pada Gambar 7 dan Tabel 3.
71
Gambar 7. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian
72
Tabel 3. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural No
Peubah Laten Eksogen
1.
Karakteristik
2.
Kompetensi
Sub peubah Umur Pendidikan formal Pelatihan fungsional Pelatihan teknis Masa kerja Wilayah tugas Cakupan wilayah kerja Jumlah petani binaan Frekwensi interaksi dengan petani Kemampuan aksi sosial Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya Kemampuan merencanakan program penyuluhan Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal Kemampuan mengelola informasi Kemampuan membangun relasi interpersonal Kemampuan kemimpinan Kemampuan manajemen organisasi Kemampuan profesionalisme penyuluh Kemampuan bidang keahlian teknis Pengembangan potensi diri Pengakuan petani Penghasilan Kebutuhan untuk berprestasi Kebutuhan untuk berafiliasi Kebutuhan untuk kekuasaan Kemandirian emosional Kemandirian intelektual Kemandirian ekonomi Kemandirian sosial
X 1.1 X 1.2 X 1.3 X 1.4 X 1.5 X 1.6 X 1.7 X 1.8 X 1.9 X 2.1 X 2.2 X 2.3 X 2.4 X 2.5 X 2.6 X 2.7 X 2.8 X 2.9 X 2.10 X 2.11 X 3.1 X 3.2 X 3.3 X 3.4 X 3.5 X 3.6 X 4.1 X 4.2 X 4.3 X 4.4
Melakukan aksi sosial Mengapresiasi keragaman budaya Merencanakan program penyuluhan Memanfaatkan sumberdaya lokal Mengelola informasi penyuluhan Membangun hubungan interpersonal Menyelenggarakan penyuluhan Menerapkan kepemimpinan Manajemen organisasi Mengembangkan profesionalisme penyuluh Menerapkan bidang keahlian teknis Kompetensi petani jagung Partisipasi petani jagung
Y 1.1 Y 1.2 Y 1.3 Y 1.4 Y 1.5 Y 1.6 Y 1.7 Y 1.8 Y 1.9 Y 1.10 Y 1.11 Y 2.1 Y 2.2
Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan
3.
Motivasi
4
Kemandirian
1.
Laten Endogen Kinerja Penyuluh
2.
Perilaku petani
Notasi
73
Populasi dan Sampel Populasi Unit pengamatan terkecil pada penelitian ini adalah penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo. Pertimbangan lokasi penelitian, karena (1) Gorontalo adalah Provinsi yang memrogramkan agropolitan dengan tanaman utama adalah jagung, (2) jumlah penyuluh pertanian didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman pangan dan (3) petani di Provinsi Gorontalo pada umumnya membudidayakan jagung sebagai tanaman utama untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Jumlah tenaga penyuluh pertanian yang tersebar di wilayah Provinsi Gorontalo adalah 481 orang dan jumlah petani binaan sebanyak 45.409 orang, dengan asumsi bahwa tugas pokok dan peran penyuluh pertanian adalah sama dan umumnya penyuluh pertanian yang ada di Provinsi Gorontalo berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Ukuran populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo Kabupaten/Kota Kabupaten Gorontalo Kabupaten Bone Bolango Kabupaten Boalemo Kabupaten Pohuwato Kabupaten Gorontalo Utara Kota Gorontalo Total Provinsi Gorontalo
Jumlah penyuluh pertanian (orang) 174 91 83 79 29 25 481
Sampel Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian. Penarikan sampelnya dilakukan dengan cara “contoh acak proporsional,” dari daftar namanama penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo yang telah tersedia. Untuk kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993), maka ukuran sampel penyuluh pertanian dengan tingkat kesalahan delapan persen adalah:
74
n =
N -----------1 + N(e)²
ni =
Ni -------- x n N
n =
481 -------------------- = 118 orang 1 + 481 (0,08)²
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = standar error ni = ukuran sampel strata i Ni = ukuran populasi strata i
Dengan diketahuinya ukuran sampel penelitian, maka secara proporsional dapat ditentukan ukuran sampel penyuluh pertanian pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Ukuran sampel penyuluh pertanian tiap kabupaten/kota No 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/Kota Kabupaten Gorontalo Kabupaten Bone Bolango Kabupaten Boalemo Kabupaten Pohuwato Kabupaten Gorontalo Utara Kota Gorontalo Total
Ukuran sampel (orang) 43 22 20 20 7 6 118
Data dan Instrumentasi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang faktorfaktor yang memengaruhi kinerja penyuluh pertanian, yang meliputi: peubah (X) dan peubah (Y). Peubah (X) yaitu: karakteristik penyuluh (X 1 ) terdiri dari dimensi: (1) umur, (2) masa kerja, (3) pendidikan formal, (4) pelatihan fungsional, (5), pelatihan teknis, (6) wilayah tugas, (7) cakupan wilayah kerja, (8) jumlah petani binaan dan (9) frekwensi interaksi dengan petani. Kompetensi penyuluh (X 2 ) terdiri dari dimensi: (1) kemampuan aksi sosial, (2) kemampuan mengapresiasi keragaman budaya, (3) kemampuan merencanakan program penyuluhan, (4) kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal, (5) kemampuan mengelola
75
informasi penyuluhan, (6) kemampuan membangun hubungan interpersonal, (7) kemampuan menyelenggarakan penyuluhan, (8) kemampuan kepemimpinan, (9) kemampuan manajemen organisasi, (10) kemampuan profesionalisme penyuluh dan (11) kemampuan bidang keahlian teknis. Motivasi penyuluh (X 3 ) terdiri dari dimensi: (1) pengembangan potensi diri, (2) pengakuan petani, (3) penghasilan, (4) kebutuhan untuk berprestasi, (5) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (6) kebutuhan untuk kekuasaan. Kemandirian penyuluh (X 4 ) terdiri dari dimensi: (1) kemandirian intelektual, (2) kemandirian sosial, (3) kemandirian emosional dan (4) kemandirian ekonomi. Peubah (Y) yaitu: kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) terdiri dari dimensi: (1) melakukan aksi sosial, (2) mengapresiasi keragaman budaya, (3) merencanakan program penyuluhan, (4) memanfaatkan sumberdaya lokal, (5) mengelola informasi
penyuluhan,
(6)
membangun
hubungan
interpersonal,
(7)
menyelenggarakan penyuluhan, (8) menerapkan kepemimpinan, (9) manajemen organisasi, (10) mengembangkan profesionalisme penyuluh dan (11) menerapkan bidang keahlian teknis. Dampak dari kinerja penyuluh pertanian adalah perubahan perilaku petani (Y 2 ), terdiri dari: (1) kompetensi petani jagung dan (2) partisipasi petani jagung. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa daftar pertanyaan (kuesioner). Jenis data yang dihimpun adalah termasuk data interval, yaitu jenis data yang berjenjang dengan jarak yang sama sesuai derajat atau intensitas masing-masing indikator peubah sesuai definisi operasionalnya. Instrument Instrumentasi merupakan proses penyusunan instrumen yang digunakan sebagai alat ukur dalam suatu penelitian. Instrumen yang digunakan pada penilitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan peubah-peubah penelitian. Instrumen penelitian akan sangat menentukan kualitas data yang dikumpulkan. Instrumen disusun dengan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menentukan peubah-peubah yang terpilih, (2) peubah-peubah tersebut dijabarkan dalam sub-peubah yang diperoleh dari teori, hasil penelitian terdahulu dan referensi lain yang relevan, (3) menjabarkan
76
sub-sub peubah dalam bentuk indikator-indikator, (4) menjabarkan indikatorindikator menjadi komponen-komponen yang dijadikan butir-butir pernyataan dan (5) menyusun kuesioner dari butir-butir pernyataan tersebut. Instrumen pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu instrumen untuk penyuluh pertanian dan untuk petani binaan. Instrumen untuk penyuluh pertanian berisi pernyataan yang mengukur: (1) karakteristik, (2) kompetensi, (3) motivasi, (4) kemandirian dan (5) kinerja penyuluh pertanian. Instrumen untuk petani berisi pernyataan yang mengukur perilaku petani, terdiri dari: (1) tingkat kompetensi petani, (2) tingkat partisipasi petani, (3) data identitas petani dan (4) data produktivitas usahatani. Validitas Instrumen Upaya untuk memperoleh instrumen yang memiliki tingkat kebenaran tinggi dilakukan dengan uji validitas. Instrumen yang valid, bila instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas instrumen dimaksudkan untuk menguji kebenaran yang terungkap dari suatu sampel (validitas internal) dan seberapa jauh kebenaran tersebut berlaku umum bagi suatu populasi yang sedang diselidiki (validitas eksternal). Validitas instrumen dalam penelitian ini difokuskan pada validitas isi (content validity), yaitu untuk mengetahui: (1) apakah substansi alat ukur telah mencerminkan seluruh isi yang dimiliki (property) dan (2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk membantu memperoleh kebenaran instrumen, telah dilakukan dengan bantuan tiga orang pakar. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen adalah index yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Instrumen yang reliabel, jika instrumen tersebut digunakan untuk mengukur gejala kedua atau ketiga kalinya maka hasilnya konsisten. Terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam suatu reliabilitas instrumen, yaitu: (1) stabilitas, (2) ketepatan (akurasi) dan (3) kesalahan pengukuran (measurement error). Stabilitas berarti bila mengukur suatu obyek berkali-kali dengan instrumen yang sama atau sebanding, akan memperoleh
77
hasil yang sama. Ketepatan (akurasi) berarti bila hasil pengukuran yang diperoleh dari instrumen merupakan hasil pengukuran yang sebenarnya. Kesalahan pengukuran, bila instrument yang digunakan bebas dari kesalahan pengukuran. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji keterandalan instrumen sebelum penelitian sesungguhnya dilaksanakan, adalah: (1) uji coba pada penyuluh dan petani yang bukan responden, terdiri dari: 15 orang penyuluh pertanian dan 15 orang petani binaan penyuluh di Provinsi Gorontalo, (2) data yang terkumpul diuji reliabilitasnya dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Hasil analisis nilai koefisien reliabilitas Cronbach Alpha instrumen penelitian untuk penyuluh pertanian yang berisi 186 item pernyataan adalah 0,943 (sangat reliabel), sedangkan instrumen untuk petani binaan yang berisi 47 item pernyataan menunjukkan hasil 0,901(sangat reliabel). Dengan demikian instrumen dapat digunakan untuk pengumpulan data pada responden sesungguhnya.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur pada responden dengan menggunakan kuesioner. Untuk mendukung data primer yang diperoleh langsung dari responden, dilakukan pengumpulan data sekunder yang berasal dari instansi terkait, seperti: dinas pertanian, badan penyuluhan dan BPP. Pengumpulan data dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, yang dilakukan dari bulan Pebruari – April 2010. Untuk membantu kelancaran pengumpulan data, penelitian ini dibantu oleh beberapa orang penyuluh pertanian sebagai pencacah yang berasal dari daerah penelitian. Para pencacah tersebut sebelumnya telah dilatih dan diarahkan oleh peneliti, terutama pemahaman tentang pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang berhubungan dengan sikap penyuluh dan petani yang menjadi responden.
Analisis Data Analisis data digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan sekaligus menguji hipotesis. Untuk menemukan model empiris hubungan kausalitas antar peubah dan faktor-faktor pendukungnya, digunakan analisis SEM (Structural Equation Model) dengan program LISREL (Linier Structural
78
Relationships). Dengan analisis SEM diharapkan dapat mendeskripsikan peubah menurut indikator-indikatornya (model pengukuran) dan menjelaskan hubungan kausalitas antar peubah (model struktural). Pengujian kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan beberapa ukuran kesesuaian model Goodness-of-Fit-Test (GFT). Suatu model struktural diindikasikan sesuai atau fit bila memenuhi tiga jenis GFT, yaitu: (1) uji khi kuadrat p-hitung ≥ 0,05, (2) Root Means Square Error of Approximation (RMSEA) ≤ 0,08 dan (3) Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0,90.
79
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kinerja Penyuluh Pertanian Kinerja penyuluh pertanian dianalisis dengan parameter model persamaan struktural, seperti dijelaskan pada Gambar 8. Umur (X1.1) Masa kerja (X1.2)
1,00
Ckpan wil. kerja (X1.7)
0,75 -0,08 -0,08 -0,02 0,05 0,14 0,69
Jml. petani binaan (X1.8)
0,60
Pend. formal (X1.3) Pelat. fungsional (X1.4)
Pelat. teknis (X1.5) Wilayah tugas (X1.6)
Karakteristik penyuluah (X1)
Melaksanakan aksos (Y1.1) 1,00
0,01
Frek. inter. dgn ptni (X1..9)
Melakukan aksos (X2.1) Meng. keragmn bdya (X2.2)
Mernc. prog. peny (X2.3) Meman.smbr dy lkl (X2.4) Mengelola informasi (X2.5)
Hub. interpersonal (X2.6) Meny. peny. pertanian (X2.7)
Kepemimpinan (X2.8) Manej. organisasi (X2.9) Profesionalisme (X2.10)
0,72
0,04 0,84
0,77 0,77
0,07
-0,25 0,60
0,91 0,71 0,61 0,76 0,83 0,81 0,82 0,88
Kompetensi penyuluh (X2)
0,45
Kinerja penyuluh (Y1) (R2 = 0,25)
0,30 0,70 0,70
0,62
0,79
-0,07 0,61
0,87 0,00
Bidang keahlian (X2.11)
0,10
0,21
0,75
Pengmb. ptnsi diri (X3.1) Pengakuan petani (X3.2)
0,69
Keb. berprestasi (X3.4)
0,59 0.50 0,77
Keb. berafiliasi (X3.5)
0,66
Motivasi penyuluh(X3)
-0,02
0,80 0,87 0,55 0,79
Mengelola informasi penyuluhan (Y1.5) Membangun relasi interpersonal (Y1.6) Penyelenggaraan penyuluhan (Y1.7) Kepemimpinan penyuluh (Y1.8) Manajemen organisasi (Y1.9)
Bidang keahlian (Y1.11)
-0,01
Perilaku petani (Y2) (R2 = 0,45)
0,12
Kemandirian sosial (X4.2) Kemandirian emosional (X4.3)
Memanfaatkan sumberdaya lokal (Y1.4)
0,75
Keb. kekuasaan (X3.6) Kemandirian intelektual (X4.1)
Merencanakan program penyuluhan (Y1.3)
Profesionalisme (Y1.10)
0,34
0,63
Penghasilan (X3.3)
Mengapresiasi keragaman budaya (Y1.2)
0,95
0,97
Kompetensi petani (Y2.1)
Partisipasi petani (Y2.2)
-0,15
Kemandirian penyuluh (X4)
Kemandirian ekonomi (X4.4)
Gambar 8. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian 79
80
Hipotesis uji kesesuaian model penelitian dinyatakan bahwa H 0 : Matriks kovariansi data sampel tidak berbeda dengan matriks kovariansi populasi yang diestimasi dan H 1 : Matriks kovariansi data sampel berbeda dengan matriks kovariansi populasi yang diestimasi. Dengan kriteria uji: H 0 diterima, jika nilai phitung ≥ 0,05; RMSEA ≤ 0,08 dan CFI ≥ 0,90. Gambar 8 menunjukkan nilai p-hitung = 0.00000 < 0,05, nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,144 > 0,08, dan nilai Comparative Fit Index (CFI) = 0,61 < 0,90. Maka H 1 diterima atau H 0 ditolak, artinya model yang diuji tidak mampu mengestimasi matriks kovariansi populasi atau hasil estimasi parameter model tidak dapat diberlakukan pada populasi penelitian. Dengan demikian hasil pengujian kesesuaian model Gambar 8 di atas menunjukkan model pengukuran tidak fit dengan data, maka model perlu diperbaiki. Hair et al., (Kusnendi, 2008) menyatakan bahwa, apabila pada model ditemukan ada indikator yang tidak valid, maka indikator tersebut dikeluarkan dari model pengukuran. Artinya, model pengukuran diperbaiki dan koefisien bobot faktor diestimasi ulang. Indikator dikatakan valid dan reliabel mengukur peubah latennya apabila: (1) secara statistik koefisien bobot faktor nyata pada tingkat kesalahan α = 0,05 dan (2) besarnya estimasi koefisien bobot faktor masing-masing indikator yang distandarkan (standardized) tidak kurang dari 0,40 atau 0,50. Dengan demikian perbaikan model yang tidak fit mengacu pada kedua hal tersebut. Setelah dilakukan perbaikan model, maka ditemukan model yang fit berdasarkan estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian dan statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian seperti pada Gambar 9 dan 10. Gambar 9 menunjukkan nilai p-hitung = 0,071 > 0,05, nilai Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,050 < 0,08 dan nilai Comparative Fit Index (CFI) = 0,97 > 0,90. Berdasarkan uji kesesuaian model, maka H 0 diterima atau H 1 ditolak, artinya model yang diuji mampu mengestimasi matriks kovariansi populasi atau hasil estimasi parameter model dapat diberlakukan pada populasi penelitian. Dengan demikian hasil pengujian kesesuaian model menunjukkan model pengukuran fit dengan data.
81
Umur (X1.1)
0,96
Masa kerja (X1.2)
0,77
Karakteristik penyuluh (X1)
0,72
Jml petani binaan (X1.8) 0,07 Merencanakan prog. penyuluhan (X2.3)
-0,30
0,06 0,90
Kompetensi penyuluh (X2)
0,88
0,59 Kinerja penyuluh (Y1) (R2=0,74)
0,80 Kepemimpinan (X2.8)
0,49 -0,11
0,22
Mengapresiasi keragaman budaya (Y1.2)
Mengelola informasi penyuluhan (Y1.5)
0,24 Pengembangan potensi Diri (X3.1)
1,00
Motivasi penyuluh (X3) 0,64
Keb.untuk berafiliasi (X3.5)
0,83 -0,31
0,50 0,25
Kemandirian intelektual (X4.1)
Kemandirian sosial (X4.2)
0,78
Kemandirian penyuluh (X4)
0,94
Kompetensi petani (Y2.1)
Perilaku Petani (Y2) (R2=0,69) 0,98
0,92
Partisipasi petani (Y2.2)
Chi-Square = 71,12, df = 55, p-hitung = 0,071, RMSEA = 0,050, CFI = 0,97
Gambar 9. Estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian Joreskog dan Sorbom (Kusnendi, 2008) menjelaskan bahwa, hasil uji kebermaknaan uji t-test pada parameter model dengan nilai statistik t-hitung ditetapkan sebesar 1,96. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
82
Umur (X1.1)
12,61
Masa kerja (X1.2)
9,36
Karakteristik penyuluh (X1)
8,53
Jml petani binaan (X1.8)
0,66 Merencanakan prog. penyuluhan (X2.3) Kepemimpinan (X2.8)
0,64
11,46
Kompetensi penyuluh (X2)
9,72 -1,11
Pengembangan 15,30 potensi diri (X3.1)
Keb.untuk berafiliasi (X3.5)
-2,58
3,34
2,19
2,59
Motivasi penyuluh (X3)
7,81
3,99 Kinerja penyuluh (Y1) (R2=0,74) 3,64
Kemandirian sosial (X4.2)
Mengelola informasi penyuluhan(Y1.5) )
2,84 -2,12
5,71 2,66
Kemandirian intelektual (X4.1)
Mengapresiasi keragaman budaya (Y1.2)
8,30
9,76
Kemandirian penyuluh (X4)
6,69 Perilaku petani (Y2) (R2=0,69) 6,52
Kompetensi petani (Y2.1)
Partisipasi petani (Y2.2)
Chi-Square = 71,12, df = 55, p-hitung = 0,071, RMSEA = 0,050, CFI = 0,97
Gambar 10. Statistik t-hitung parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian Gambar 10 menunjukkan hasil uji statistik t-hitung untuk semua hasil estimasi parameter model. Setiap indikator dikatakan nyata (signifikan) apabila nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel pada taraf nyata 0,05 yaitu sebesar 1,96. Dengan demikian persamaan model pengukuran dan model persamaan struktural pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: Persamaan model pengukuran: (1) Muatan (loading) pada peubah karakteristik penyuluh (X 1 ): X 1.1 = 0,96 X 1 X 1.2 = 0,77 X 1 X 1.8 = 0,72 X 1
83
(2) Muatan (loading) pada peubah kompetensi penyuluh (X 2 ): X 2.3 = 0,90 X 2 X 2.8 = 0,80 X 2 (3) Muatan (loading) pada peubah motivasi penyuluh (X 3 ): X 3.1 = 1,00 X 3 X 3.5 = 0,64 X 3 (4) Muatan (loading) pada peubah kemandirian penyuluh (X 4 ): X 4.1 = 0,78 X 4 X 4.2 = 0,92 X 4 (5) Muatan (loading) pada peubah kinerja penyuluh (Y 1 ): Y 1.2 = 0,59 Y 1 Y 1.5 = 0,49 Y 1 (6) Muatan (loading) pada peubah perilaku petani (Y 2 ): Y 2.1 = 0,94 Y 2 Y 2.2 = 0,98 Y 2 Persamaan model struktural: (1) Y 1 = -0,30 X 1 + 0,88 X 2 + 0,22 X 3 – 0,31 X 4 (2) Y 2 = 0,83 Y 1 Keterangan: X1 = karakteristik penyuluh, X2 = kompetensi penyuluh, X3 = motivasi penyuluh X4 = kemandirian penyuluh, Y1 = kinerja penyuluh, Y2 = perilaku petani Secara keseluruhan hasil analisis model struktural kinerja penyuluh pertanian berdasarkan model yang fit dengan data, dapat ditunjukkan melalui hubungan antar peubah/sub peubah, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, total pengaruh dan t-hitung peubah/sub peubah penelitian yang diringkas pada Tabel 6.
84
Tabel 6. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model kinerja penyuluh pertanian Langsung
Pengaruh Tdk langsung
Total
-0,30
-
-0,30
-2,58
-
-0,18
-0,18
-3,12
-
-0,15
-0,15
-2,94
0,88
-
0,88
3,34
-
0,52
0,52
5,17
-
0,44
0,44
4,45
0,22
-
0,22
2,19
-
0,13
0,13
2,37
-
0,11
0,11
2,29
-.0,31
-
-0,31
-2,12
-
-0,19
-0,19
-2,58
-
-0,15
-0,15
-2,48
Perilaku petani
-
-0,25
-0,25
-2,96
Kompetensi petani
-
-0,24
-0,24
-3,37
Partisipasi petani
-
-0,25
-0,25
-3,41
Perilaku Petani
-
0,73
0,73
4,52
Kompetensi petani
-
0,69
0,69
6,61
Partisipasi petani
-
0,72
0,72
6,89
Perilaku Petani
-
0,18
0,18
2,29
Kompetensi petani
-
0,17
0,17
2,47
Partisipasi petani
-
0,18
0,18
2,48
Perilaku Petani
-
-0,26
-0,26
-2,49
Kompetensi petani
-
-0,24
-0,24
-2,72
Partisipasi petani
-
-0,26
-0,26
-2,74
0,83
-
0,83
2,84
Kompetensi petani
-
0,78
0,78
4,01
Partisipasi petani
-
0,82
0,82
4,07
Hubungan antar peubah/sub peubah Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Kompetensi penyuluh Kompetensi penyuluh Kompetensi penyuluh Motivasi penyuluh Motivasi penyuluh Motivasi penyuluh Kemandirian penyuluh Kemandirian penyuluh Kemandirian penyuluh Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Kompetensi penyuluh Kompetensi penyuluh Kompetensi penyuluh Motivasi penyuluh Motivasi penyuluh Motivasi penyuluh Kemandirian penyuluh Kemandirian penyuluh Kemandirian penyuluh Kinerja penyuluh Kinerja penyuluh Kinerja penyuluh
Keterangan: t
Kinerja penyuluh Apresiasi keragaman budaya Pengelolaan informasi penyuluhan Kinerja penyuluh Apresiasi keragaman budaya Pengelolaan informasi penyuluhan Kinerja penyuluh Apresiasi keragaman budaya Pengelolaan informasi penyuluhan Kinerja penyuluh Apresiasi keragaman budaya Pengelolaan informasi penyuluhan
Perilaku Petani
0,05
tabel = 1,96
t-hitung
85
Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian penyuluh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usahatani Jagung Hipotesis 1: “Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh
berpengaruh
nyata
pada
kinerja
penyuluh
pertanian
dalam
pengembangan usahatani jagung.” Cara menguji Hipotesis 1 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk masing-masing peubah. Jika nilai t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 1 diterima. Hal ini dijelaskan pada Tabel 7 yang menampilkan koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian. Tabel 7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian
Karakteristik penyuluh
Kinerja penyuluh
Pengaruh langsung -0,30
Kompetensi penyuluh
Kinerja penyuluh
0,88
3,34
Motivasi penyuluh
Kinerja penyuluh
0,22
2,19
Kemandirian penyuluh
Kinerja penyuluh
-0,31
-2,12
Hubungan Antar Peubah
Keterangan: t
0,05
t-hitung
R2
-2,58 74%
tabel = 1,96
Tabel 7 menunjukkan adanya pengaruh langsung peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian masing-masing: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31 yang berbeda nyata pada α = 0,05. Secara matematik persamaan model struktural kinerja penyuluh pertanian adalah: Y 1 = -0,30 X 1 + 0,88 X 2 + 0,22 X 3 -0.31 X 4 ; Y 1 merupakan kinerja penyuluh; X 1 karakteristik penyuluh; X 2 kompetensi penyuluh; X 3 motivasi penyuluh; dan X 4 kemandirian penyuluh. Secara bersama pengaruh keempat peubah (X) tersebut pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen yang nyata pada α = 0,05. Jadi Hipotesis 1 diterima. Hal ini dapat dijelaskan bahwa: (1) Karakteristik penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan karakteristik penyuluh, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,30 satuan.
86
(2) Kompetensi penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan kompetensi penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,88 satuan. (3) Motivasi penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,22 satuan. (4) Kemandirian penyuluh secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian, berarti setiap peningkatan satu satuan kemandirian penyuluh, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian sebesar 0,31 satuan. (5) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian secara bersama-sama berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien determinasi sebesar 74 persen, sisanya 26 persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini. Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perilaku Petani Jagung Hipotesis 2: “Karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung.” Cara menguji Hipotesis 2 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk masing-masing peubah, seperti diuraikan pada Tabel 8. Tabel 8. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani Hubungan Antar Peubah Karakteristik penyuluh Kompetensi penyuluh Motivasi penyuluh Kemandirian penyuluh Kinerja penyuluh Keterangan: t
0,05
tabel = 1,96
Total Koefisien Pengaruh Langsung Tdk langsung
t-hitung
Perilaku petani
-
-0,25
-2,96
Perilaku petani
-
0,73
4,52
Perilaku petani
-
0,18
2,29
Perilaku petani
-
-0,26
-2,49
Perilaku petani
0,83
-
2,84
87
Tabel 8 menunjukkan nilai t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian pada perilaku petani jagung lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05. Pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pada perilaku petani jagung secara berurutan, yaitu: -0,25; 0,73; 0,18; -0,26 dan 0,83 yang nyata pada α = 0,05. Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian berpengaruh tidak langsung pada perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian berpengaruh langsung pada perilaku petani jagung, sehingga secara matematik persamaan model struktural perilaku petani jagung adalah: Y 2 = 0,83 Y 1 ; Y 2 merupakan perilaku petani jagung dan Y 1 merupakan kinerja penyuluh pertanian. Jadi Hipotesis 2 diterima. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Karakteristik penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan karakteristik penyuluh, akan menurunkan perilaku petani jagung sebesar 0,25 satuan. (2) Kompetensi penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kompetensi penyuluh, akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,73 satuan. (3) Motivasi penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,18 satuan. (4) Kemandirian penyuluh secara tidak langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kemandirian penyuluh, akan menurunkan perilaku petani jagung sebesar 0,26 satuan. (5) Kinerja penyuluh pertanian secara langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian, akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan. Hubungan antar Peubah Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian Penyuluh Pertanian Hipotesis 3: “Terdapat hubungan nyata antara peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian.” Cara menguji Hipotesis 3 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk
88
masing-masing hubungan antar peubah. Jika nilai t-hitung hubungan antar peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 3 diterima. Hal ini dijelaskan pada Tabel 9. Tabel 9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian Hubungan Antar Peubah Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Karakteristik penyuluh Kompetensi penyuluh Kompetensi penyuluh Motivasi penyuluh Keterangan: t
0,05
Arah/Koefisien t-hitung Hubungan
Kemandirian penyuluh
-0,11
-1,11
Motivasi penyuluh
0,06
0,64
Kompetensi penyuluh
0,07
0,66
Kemandirian penyuluh
0,50
5,71
Motivasi penyuluh
0,24
2,59
Kemandirian penyuluh
0,25
2,66
tabel = 1,96
Tabel 9 menunjukkan arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar peubah, yaitu: karakteristik dan kemandirian penyuluh, karakteristik dan motivasi penyuluh, serta karakteristik dan kompetensi penyuluh. Koefisien hubungan antar peubah tersebut: -0,11; 0,06; dan 0,07 yang tidak nyata pada α = 0,05. Kemudian terdapat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh, kompetensi dan motivasi penyuluh, motivasi dan kemandirian penyuluh. Koefisien hubungan antar peubah tersebut: 0,50; 0,24; dan 0,25 yang berbeda nyata pada α = 0,05. Jadi Hipotesis 3 diterima pada hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh, kompetensi dan motivasi penyuluh, motivasi dan kemandirian penyuluh. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Derajat hubungan peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh lemah dan bersifat negatif. (2) Derajat hubungan peubah karakteristik dan motivasi penyuluh lemah dan bersifat positif. (3) Derajat hubungan peubah karakteristik dan kompetensi penyuluh lemah dan bersifat positif.
89
(4) Derajat hubungan peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh kuat dan bersifat positif. (5) Derajat hubungan peubah kompetensi dan motivasi penyuluh lemah dan bersifat positif. (6) Derajat hubungan peubah motivasi dan kemandirian penyuluh lemah dan bersifat positif. Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani Jagung Hipotesis 4: “Terdapat pengaruh nyata kineja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung.” Cara menguji Hipotesis 4 dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel untuk masing-masing peubah. Jika nilai t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani lebih besar dari t-tabel (1,96) pada taraf nyata 0,05, maka Hipotesis 4 diterima. Hal ini dijelaskan pada Tabel 10 yang menampilkan koefisien dan thitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani. Tabel 10. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani Hubungan Antar Peubah Kinerja Penyuluh Kinerja penyuluh Kinerja penyuluh Keterangan: t
Perilaku petani Kompetensi petani Partisipasi petani 0,05
Total Koefisien Pengaruh Langsung Tdk langsung
t-hitung
0,83
-
2,84
-
0,78
4,01
-
0,82
4,07
R2
69%
tabel = 1,96
Tabel 10 menunjukkan pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung secara berurutan, yaitu: 0,83; 0,78; dan 0,82. Peubah kinerja penyuluh pertanian berpengaruh tidak langsung pada kompetensi dan partisipasi petani jagung, sehingga secara matematik persamaan model struktural perilaku petani jagung adalah: Y 2 = 0,83 Y 1 ; Y 2 merupakan perilaku petani jagung dan Y 1 merupakan kinerja penyuluh pertanian. Jadi Hipotesis 4 diterima. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
90
(1) Kinerja penyuluh pertanian secara langsung berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian, akan meningkatkan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan. (2) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada kompetensi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian, akan meningkatkan kompetensi petani jagung sebesar 0,78 satuan. (3) Kinerja penyuluh pertanian secara tidak langsung berpengaruh nyata pada partisipasi petani jagung. Setiap peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian, akan meningkatkan partisipasi petani jagung sebesar 0,82 satuan. (4) Kinerja penyuluh pertanian berpengaruh pada perubahan perilaku petani jagung dengan koefisien determinasi sebesar 69 persen, sisanya 31 persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini.
Pembahasan Pengaruh Karakteristik pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah karakteristik secara langsung berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti karakteristik penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh sebesar -0,30 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh karakteristik penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian nampak pada baik-buruknya kinerja penyuluh mengapresiasi keragaman budaya dan kinerja penyuluh mengelola informasi penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu satuan karakteristik penyuluh pertanian, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,18 satuan dan sekaligus menurunkan kinerja penyuluh pertanian mengelola informasi penyuluhan sebesar 0,15 satuan. Menurunnya kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya meliputi kurangnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan kurangnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Menurunnya pengelolaan informasi penyuluhan meliputi kurangnya jumlah media penyuluhan, kurangnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta kurangnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan.
91
Pengaruh nyata karakteristik penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian disebabkan oleh dimensi umur, masa kerja dan jumlah petani binaan penyuluh pertanian. Keadaan umur penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar antara 38 sampai 58 tahun, dengan rata-rata 50,44 tahun. Sebagian besar(63,6%) penyuluh pertanian sudah berumur antara 50 sampai 58 tahun. Hal ini berarti sebagian besar penyuluh sudah berusia lanjut, sehingga berdampak pada menurunnya kinerja penyuluh pertanian. Jika dihubungkan dengan usia pensiun penyuluh yaitu 60 tahun, maka dalam waktu sepuluh tahun yang akan datang diperkirakan jumlah penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo akan berkurang 63 persen. Kondisi ini perlu menjadi perhatian dan pertimbangan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merekrut penyuluh pertanian untuk mengganti penyuluh yang akan memasuki usia pensiun sebagai upaya meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam membantu petani mengembangkan usahataninya. Masa kerja penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar antara tujuh sampai 37 tahun, dengan rata-rata 24,7 tahun. Sebagian besar (59,3%) penyuluh pertanian mempunyai masa kerja antara 21 sampai 37 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa, penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo umumnya sudah senior dan sudah jenuh pada profesi mereka sebagai penyuluh pertanian lapangan (PPL), sehingga penyuluh tidak mampu lagi mencari informasi dan inovasi teknologi pertanian yang akan dijadikan materi penyuluhan kepada petani, kondisi ini berdampak pada menurunnya kinerja penyuluh pertanian dalam meningkatkan kinerja petani berusahatani. Jumlah petani binaan penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo berkisar antara 45 sampai 412 orang, dengan rata-rata 209 orang petani. Sebagian besar (35,6%) penyuluh mempunyai petani binaan antara 238 sampai 412 orang. Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Deptan (2004) bahwa, jumlah ideal kelompok tani yang dapat dibina oleh penyuluh pertanian adalah enam sampai delapan kelompok atau setara dengan 150 sampai 200 orang petani. Hal ini berarti jumlah petani binaan penyuluh di Provinsi Gorontalo sudah lebih dari delapan kelompok tani, sehingga berdampak pada menurunnya kinerja penyuluh pertanian dalam melayani petani di wilayah binaan.
92
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rochajat Harun (1996) tentang revitalisasi penyuluhan pertanian (kebijaksanaan dan strategi penyuluhan pertanian), yang menyimpulkan bahwa kinerja rata-rata penyuluh pertanian masih sangat rendah, yaitu 66 persen untuk mematuhi jam kerja dan 30 persen untuk kunjungan ke kelompok tani. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Osemasan (1994) mengenai tingkat pelaksanaan tugas dan kendala yang dihadapi PPL dalam penyuluhan pertanian di Kabupaten Lombok Barat, yang menyimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan tugas PPL di Kabupaten Lombok Barat belum maksimal, antara lain karena adanya kendala jumlah petani binaan yang terlalu banyak, umur penyuluh yang sudah tua, medan yang sulit dijangkau, kurangnya uang bimbingan dan masa kerja penyuluh yang menyebabkan penyuluh tersebut tidak dapat memperbaiki inovasi di bidang pertanian. Hasil penelitian Bank Dunia (Hadi, 2000) menyimpulkan bahwa, kinerja PPL sangat rendah, hal ini antara lain ditunjukkan oleh: (1) bekal pengetahuan dan keterampilan penyuluh sangat kurang, seringkali tidak cocok dengan kebutuhan petani, (2) PPL sangat kurang dipersiapkan dan kurang dilatih untuk melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Bila PPL dilatih, maka kebanyakan latihan-latihan itu tidak relevan dengan tugasnya sebagai PPL di wilayah kerjanya dan (3) dalam banyak hal, PPL telah ketinggalan informasi dari petani dan nelayan yang dilayaninya. Secara teoritis penelitian ini sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1995) yang mengemukakan satu contoh kesulitan dalam penyebaran inovasi, yaitu kegagalan dalam proses difusi kampanye air masak di Los Molinos (Peru). Kegagalan penyuluhan di Los Molinos disebabkan beberapa hal antara lain pesan yang disuluhkan bertentangan dengan norma budaya masyarakat setempat, penyuluh salah dalam merekrut kelompok acuan dan tidak melibatkan pemuka masyarakat (opinion leader) untuk menyebarkan informasi yang bersifat persuasif. Robbins (1996) menjelaskan beberapa karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungjawab dan pengalaman kerja mempunyai efek terhadap kinerja. Karakteristik individu tersebut akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti disiplin, dan sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin. Hasil penelitian
93
Bryan dan Glenn (2004) menyimpulkan bahwa, pengalaman kerja memberikan efek positif bagi penyuluh yang relatif masih baru, sementara kepada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja menunjukkan tingkat kepuasan klien yang rendah. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa faktor demografi seperti umur dapat berpengaruh nyata pada kinerja individu, karena makin bertambahnya umur menyebabkan kinerja individu tersebut menjadi menurun. Makin lama individu bekerja di bidang tertentu, berdampak kurangnya individu memperbaiki kinerjanya, karena kurangnya inovasi yang diterima, sehingga tidak terjadi suatu perubahan pada aspek-aspek perencanaan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Makin banyak jumlah masyarakat yang dilayani, akan berdampak menurunnya kinerja individu, karena keterbatasan tenaga, waktu dan biaya dari individu untuk menjangkau masyarakat yang menjadi binaannya. Dengan demikian pendapat Rogers dan Shoemaker, Robbins, Bryan dan Glenn dapat diperkuat oleh hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh nyata karakteristik penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian dari dimensi umur, masa kerja dan jumlah petani binaan penyuluh pertanian. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Departemen pertanian dan pemerintah daerah dalam mengelola penyuluh pertanian dengan memperhatikan umur penyuluh, masa kerja dan jumlah petani binaan. Pada sistem rekrutmen perlu diperhatikan umur calon penyuluh, yang akan mengganti penyuluh yang memasuki masa pensiun. Penyuluh yang masa kerjanya sudah lama perlu ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan yang berhubungan dengan perkembangan teknologi pertanian. Sistem penempatan penyuluh perlu diperhatikan dengan menempatkan satu penyuluh pada satu desa, hal ini akan memudahkan penyuluh melayani petani binaannya. Pengaruh Kompetensi pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah kompetensi berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti kompetensi penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh sebesar 0,88 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh kompetensi penyuluh pada
94
kinerja penyuluh pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh pertanian
mengapresiasi
keragaman
budaya
dan
pengelolaan
informasi
penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu satuan kompetensi penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi
keragaman
budaya
sebesar
0,52
satuan
dan
sekaligus
meningkatkan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian sebesar 0,44 satuan. Peningkatan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya meliputi: bertambahnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan bertambahnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Peningkatan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian meliputi: bertambahnya jumlah media penyuluhan, meningkatnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta meningkatnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan. Dimensi peubah kompetensi penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: (1) kemampuan merencanakan program penyuluhan, meliputi: kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, kemampuan merumuskan tujuan program penyuluhan, kemampuan menetapkan masalah petani, kemampuan menetapkan cara mencapai tujuan, kemampuan melaksanakan penyuluhan dan kemampuan mengevaluasi kegiatan penyuluhan dan (2) kemampuan kepemimpinan penyuluh, meliputi: kemampuan menerapkan
gaya
kepemimpinan,
kemampuan
menerapkan
keterampilan
memimpin dan kemampuan menumbuhkembangkan kelompok tani. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marliati (2008) tentang pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas kemandirian petani beragribisnis di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, yang menyimpulkan bahwa kompetensi penyuluh pertanian, yaitu: kompetensi komunikasi penyuluh, kompetensi pembelajaran petani dan kompetensi interaksi berpengaruh nyata (p < 0,05) pada kinerja penyuluh pertanian memberdayakan petani dengan koefisien determinasi sebesar 75 persen. Hasil penelitian Rustam Effendi (2006) tentang pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan kantor pelayanan pajak Metro, yang menyimpulkan bahwa peubah kompetensi dengan indikator pengetahuan, keterampilan dan sikap secara bersama-sama berpengaruh
95
pada kinerja karyawan kantor pelayanan pajak Metro dengan koefisien determinasi sebesar 66,8 persen yang nyata pada α = 0,05. Secara teoritis penelitian ini searah dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993) yang menjelaskan bahwa, kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia yang dapat menciptakan kinerja individu yang baik dengan dimensi: motif, ciri-ciri fisik, konsep diri, pengetahuan dan kemampuan teknis. Menurut Padmowihardjo (2004), kompetensi adalah kemampuan dan rasa tanggungjawab seseorang pada tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat dicapai hasil yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual (cognitif), kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan (affectif) dan kemampuan gerak fisik (psychomotoric). Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh nyata kompetensi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian dari dimensi kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Departemen Pertanian dan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan kinerja penyuluh pertanian yaitu, dengan meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian melalui pelatihan yang berhubungan dengan kemampuan penyuluh merencanakan program penyuluhan dan manajemen kepemimpinan penyuluh pertanian. Pengaruh Motivasi pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah motivasi berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti motivasi penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh sebesar 0,22 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh motivasi pada kinerja penyuluh pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu satuan motivasi penyuluh, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya
96
sebesar 0,13 satuan dan sekaligus meningkatkan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian sebesar 0,11satuan. Peningkatan kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya, meliputi bertambahnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan bertambahnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Peningkatan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian meliputi bertambahnya jumlah media penyuluhan, meningkatnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta meningkatnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan. Dimensi motivasi penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: (1) pengembangan potensi diri, meliputi: harapan berkesempatan mengikuti pendidikan formal, pelatihan dan melakukan percobaan lapangan teknologi spesifik lokasi dan (2) kebutuhan untuk berafiliasi, meliputi: keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh tinggal dan bekerja, keinginan untuk dihormati, keinginan untuk maju dan tidak gagal dan keinginan untuk ikut serta (berpartisipasi). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Innayah Rokhimah (2007) tentang pengaruh kemampuan dan motivasi kerja pada kinerja karyawan PT. Summit Oto Finance cabang Lampung, yang menyimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh nyata (p < 0,05) pada kinerja karyawan PT. Summit Oto Finance dengan koefisien korelasi sebesar 0,904. Hasil penelitian Marlingga (2009) tentang pengaruh motivasi dan disiplin kerja pada kinerja karyawan di PT. Garuda Indonesia Branch Office Semarang, yang menyimpulkan bahwa motivasi berpengaruh pada kinerja karyawan PT. Garuda Indonesia Branch Office Semarang dengan koefisien determinasi sebesar 30,1 persen yang nyata pada α=0,05. Hasil penelitian Bestina et al., (2006) tentang kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis nenas di Kecamatan Tambang Kabupaten Ampar, menyimpulkan bahwa motivasi penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja mereka dengan koefisien determinasi sebesar 51,3 persen yang nyata pada α=0,05. Secara teoritis penelitian ini searah dengan pendapat Siagian (2002) yang menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu melalui rumus P = M x K x T, yakni: P adalah Performance atau kinerja, M adalah Motivasi, K adalah Kemampuan, dan T adalah Tugas yang tepat. Pandangan ini
97
didasarkan pada penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berakibat pada peningkatan kepuasan kerja yang akhirnya berdampak pada kesediaan seseorang meningkatkan produktivitas kerja. Selain itu Mangkunegara (2001) menguraikan faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu adalah: (1) faktor kemampuan, yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) dan (2) faktor motivasi yang terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Penelitian oleh Elton Mayo pada perusahaan General Electric kawasan Hawthorn di Chicago, memiliki dampak pada motivasi kelompok kerja dan sikap karyawan dalam bekerja. Kontribusi hasil penelitian tersebut bagi perkembangan teori motivasi adalah: (1) kebutuhan dihargai sebagai manusia ternyata lebih penting dalam meningkatkan motivasi dan produktivitas kerja karyawan dibandingkan dengan kondisi fisik lingkungan kerja, (2) sikap karyawan dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi, baik di dalam maupun di luar lingkungan tempat kerja, (3) kelompok informal di lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan sikap para karyawan dan (4) kerjasama kelompok tidak terjadi begitu saja, tetapi harus direncanakan dan dikembangkan (Yusuf, 2008). Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata motivasi pada kinerja penyuluh pertanian dari dimensi pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi. Dengan demikian hasil penelitian dapat membantu Departemen Pertanian dan pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dengan meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dari dimensi pengembangan potensi diri dan motivasi kebutuhan untuk berafiliasi melalui peningkatan jenjang pendidikan formal penyuluh, mengikutsertakan penyuluh pada berbagai pelatihan dan perbaikan sistem administrasi lembaga penyuluhan, baik dari segi penilaian kinerja penyuluh, komunikasi dan kerjasama antar penyuluh dalam membantu petani meningkatkan produktivitas usahataninya.
98
Pengaruh Kemandirian pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah kemandirian berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Hal ini berarti kemandirian penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian dengan koefisien pengaruh sebesar -0,31 yang nyata pada α = 0,05. Pengaruh peubah kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian tersebut nampak pada baik-buruknya penyuluh pertanian
mengapresiasi
keragaman
budaya
dan
pengelolaan
informasi
penyuluhan pertanian (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan, jika terjadi peningkatan satu satuan kemandirian penyuluh pertanian, akan menurunkan kinerja penyuluh pertanian dalam mengapresiasi keragaman budaya sebesar 0,19 satuan dan sekaligus
menurunkan
kinerja
penyuluh
pertanian
mengelola
informasi
penyuluhan sebesar 0,15 satuan. Menurunnya kinerja penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya, meliputi kurangnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan kurangnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal. Penurunan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian meliputi kurangnya jumlah media penyuluhan, kurangnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta kurangnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan. Dimensi kemandirian penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: (1) kemandirian intelektual, meliputi kemandirian merencanakan usahatani, kemandirian menentukan lahan budidaya, kemandirian menentukan cara berproduksi, kemandirian menentukan keputusan pemecahan masalah petani dan kemandirian menentukan pasar untuk pemasaran hasil usahatani dan (2) kemandirian sosial, meliputi kemandirian penyuluh menjaga independensi, kemandirian penyuluh menjaga hubungan dengan sesama petani jagung, kemandirian penyuluh menjaga hubungan dengan kelompok tani di luar petani jagung, kemandirian penyuluh menjalin hubungan dengan kelompok pemimpin dan kemandirian penyuluh mengembangkan strategi adaptasi. Hasil penelitian ini tidak searah dengan penelitian Nilvia (2004) tentang identifikasi faktor-faktor kepuasan kerja pada kinerja karyawan PT Aeronurti Catering Services Batam, yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor dari kepuasan kerja yang berpengaruh nyata terhadap faktor diandalkan (dependable) dari
99
kinerja adalah faktor kemandirian, tanggung jawab, promosi, hubungan baik dengan atasan dan gaji/imbalan. Hasil penelitian Mardin (2009) tentang faktorfaktor yang berpengaruh pada kemandirian nelayan ikan demarsal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Sulawesi Tenggara, menyimpulkan bahwa pengalaman nelayan, sifat perintis nelayan dan kompetensi nelayan berpengaruh secara bersama-sama pada kemandirian nelayan dengan koefisien determinasi sebesar 54,5 persen yang nyata pada α = 0,05. Hasil penelitian Marliati (2008) tentang pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas kemandirian petani beragribisnis di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, menyimpulkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan petani beragribisnis, kinerja penyuluh pertanian memberdayakan petani, karakteristik petani (pendidikan formal dan pendidikan non formal petani) secara bersamasama berpengaruh langsung pada kemandirian petani beragribisnis dengan koefisien determinasi sebesar 95 persen yang nyata pada α = 0,05. Secara teoritis penelitian ini dapat memperkuat beberapa teori yang berhubungan dengan kemandirian antara lain pendapat Monks et al., (2001) yang mengemukakan bahwa, kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Havighurst (1974) menguraikan empat komponen kemandirian, yaitu: (1) kemandirian emosional, kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, (2) kemandirian ekonomi, kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, (3) kemandirian intelektual, kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan (4) kemandirian sosial, kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Beckert (2005) menjelaskan bahwa, kemandirian emosional (emotional autonomy) adalah kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri yang merupakan satu tolok ukur perubahan manajerial terhadap pribadi seseorang. Menurut Godfrey (2003), kemandirian ekonomi merupakan kemampuan dari suatu entitas untuk menopang kesejahteraannya. Entitas dapat berupa; individu, keluarga, komunitas, negara atau bangsa. Kemandirian ekonomi merupakan
100
tujuan antara (intermediate end) yang memfasilitasi suatu entitas untuk mencapai visi mereka pada kehidupan yang lebih baik. Kemandirian sosial merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan. Individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga pada akhirnya individu akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan teori di atas, maka hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh nyata kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian dari dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial, yang berarti penyuluh pertanian sudah mandiri atau tidak memerlukan bantuan dari segi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa kemandirian intelektual penyuluh merupakan bentuk keberhasilan penyuluh dalam mengatasi permasalahan petani sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya sendiri. Selain itu dari segi kemandirian sosial, penyuluh pertanian mampu melakukan interaksi dengan petani, tokoh masyarakat, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat tanpa harus tergantung dan menunggu aksi orang lain dalam melaksanakan program penyuluhan untuk membantu meningkatkan produktivitas usahatani. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi Departemen Pertanian dan pemerintah daerah agar dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan kemandirian penyuluh perlu diarahkan pada peningkatan dimensi kemandirian emosional dan kemandirian ekonomi penyuluh pertanian, sehingga dapat meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dalam membantu petani melaksanakan usahataninya. Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) dengan koefisien determinasi sebesar 74 persen yang nyata pada α=0,05 (Tabel 7). Hal ini berarti keempat peubah bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) sebesar 74 persen dan sisanya
101
26 persen merupakan pengaruh peubah lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Besarnya pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian merupakan konstribusi nyata dari beberapa sub peubah/dimensi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Pengaruh nyata peubah karakteristik penyuluh pada karakteristik penyuluh pertanian ditentukan oleh tiga dimensi, yaitu: umur, masa kerja dan jumlah petani binaan penyuluh (Gambar 9). Artinya bertambahnya umur, masa kerja dan jumlah petani binaan penyuluh pertanian, akan menyebabkan kinerja penyuluh pertanian menjadi menurun, sedangkan enam dimensi karakteristik penyuluh lainnya, yaitu: pendidikan formal, pelatihan fungsional, pelatihan teknis, wilayah tugas, cakupan wilayah kerja penyuluh dan frekwensi interaksi penyuluh dengan petani, dalam penelitian ini memiliki estimasi koefisien bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti keenam dimensi tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh pertanian. (2) Pengaruh nyata peubah kompetensi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh (Gambar 9). Artinya meningkatnya kemampuan penyuluh merencanakan program penyuluhan dan meningkatnya
kemampuan
kepemimpinan
penyuluh
pertanian,
akan
meningkatkan kinerja penyuluh pertanian, sedangkan sembilan dimensi kompetensi lainnya, yaitu: melakukan aksi sosial, mengapresiasi keragaman budaya, memanfaatkan sumberdaya lokal, mengelola informasi, hubungan interpersonal,
menyelenggarakan
penyuluhan,
manajemen
organisasi,
profesionalisme dan bidang keahlian dalam penelitian ini memiliki estimasi koefisien bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti kesembilan dimensi kompetensi penyuluh tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh pertanian. (3) Pengaruh nyata peubah motivasi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian ditentukan oleh dua dimensi, yaitu: pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi (Gambar 9). Artinya meningkatnya pengembangan potensi
102
diri dan meningkatnya kebutuhan untuk berafiliasi penyuluh pertanian, akan meningkatkan kinerja penyuluh pertanian, sedangkan empat dimensi motivasi penyuluh lainnya, yaitu: pengakuan petani, penghasilan, kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan untuk kekuasaan dalam penelitian ini memiliki estimasi bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti keempat dimensi motivasi penyuluh tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh pertanian. (4) Pengaruh nyata peubah kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian ditentukan oleh dua dimensi, yaitu kemandirian intelektual dan kemandirian sosial (Gambar 9). Artinya meningkatnya kemandirian intelektual dan meningkatnya kemandirian sosial penyuluh pertanian, akan menyebabkan kinerja penyuluh pertanian menurun, sedangkan dua dimensi kemandirian penyuluh, yaitu: kemandirian emosional dan kemandirian ekonomi dalam penelitian ini memiliki estimasi bobot faktor kurang dari 0,40 yang tidak nyata pada α = 0,05. Hal ini berarti kedua dimensi kemandirian penyuluh tersebut tidak valid dalam mengukur kinerja penyuluh pertanian. Meningkatnya kinerja penyuluh pertanian nampak pada semakin baiknya penyuluh pertanian mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan (Gambar 9). Meningkatnya apresiasi keragaman budaya oleh penyuluh pertanian meliputi bertambahnya materi penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan bertambahnya media penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal, sedangkan peningkatan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian meliputi bertambahnya jumlah media penyuluhan, meningkatnya penggunaan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi, serta meningkatnya penggunaan metode belajar pada setiap penyuluhan. Pengaruh bersama peubah karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian koefisien determinasinya sebesar 74 persen, yang berarti pengaruh peubah luar 26 persen cukup rendah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian. Dengan demikian karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh merupakan faktor internal yang dominan dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani
103
meningkatkan produktivitas usahatani jagung yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani jagung. Pengaruh bersama peubah individu pada kinerja penyuluh pertanian searah dengan pendapat beberapa pakar tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu. Gibson (1996) yang menjelaskan bahwa, secara teori terdapat tiga kelompok peubah yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: individu, organisasi dan psikologis. peubah individu, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Peubah organisasi, terdiri dari: potensi sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Peubah psikologis, terdiri dari: variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Menurut Atmosoeprapto (2000), kinerja merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang merupakan dua faktor yang dapat menimbulkan efek sinergik. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh motivasi yang tinggi akan memberikan keragaan yang baik berupa produktivitas kinerja individu yang lebih baik. Teori Maslow (1956) tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk diarahkan sebagai subyek-subyek yang berperan dalam organisasi. McClelland (1961) menjelaskan bahwa, motivasi berprestasi (achievement motivation) seseorang didasarkan pada kebutuhan yang erat hubunganya dengan konsep belajar. McClelland menjelaskan tiga karakteristik dan sikap motivasi berprestasi, yaitu: (1) pencapaian hasil kerja lebih penting daripada materi, (2) mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan dan (3) umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran kesuksesan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Umpan balik tersebut dapat diandalkan, bersifat kuantitatif dan faktual. Herzberg (2000) dengan teori motivasi dua faktor, yaitu faktor motivators atau satisfiers (motivasi intrinsik) dan faktor hygiene pemelihara atau dissatisfiers (motivasi ekstrinsik). Faktor motivasi tersebut tidak bisa saling menggantikan dan bukan merupakan suplemen satu terhadap yang lain. Bila dissatisfiers dipenuhi,
104
belum tentu menyebabkan timbulnya kepuasan bagi pekerja, sedangkan bila satisfiers dipenuhi, belum tentu bisa menghilangkan ketidakpuasan. Agar kepuasan bisa muncul dan ketidakpuasan bisa dihilangkan, maka dissatisfiers dan satisfiers harus dijaga dan ditingkatkan keberadaannya bersama-sama. Hasil penelitian ini menunjukkan koefisien determinasi kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen masih dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, yaitu: (1) peningkatan pada peubah yang berpengaruh langsung dan nyata, serta bersifat postif pada kinerja penyuluh pertanian, seperti kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi; (2) pengelolaan yang lebih baik pada peubah yang berpengaruh langsung dan nyata tetapi bersifat negatif pada kinerja penyuluh pertanian seperti umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial; (3) pengelolaan dan perbaikan pada peubah yang belum memberikan kontribusi nyata pada kinerja penyuluh pertanian, sehingga diharapkan dengan pengelolaan yang lebih baik pada peubah-peubah tersebut akan berdampak pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian. Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani Hasil penelitian menunjukkan bahwa, peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian berpengaruh nyata pada perilaku petani jagung (Tabel 8). Keempat peubah (X) tersebut berpengaruh tidak langsung dan nyata pada perilaku petani jagung. Artinya pengaruh keempat peubah (X) pada perilaku petani jagung melalui kinerja penyuluh pertanian, sedangkan peubah kinerja penyuluh pertanian (Y 1 ) berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani jagung (Tabel 6) dengan persamaan model struktural Y 2 = 0,83 Y 1. Persamaan di atas mengindikasikan bila terjadi peningkatan satu satuan kinerja penyuluh pertanian, maka akan terjadi perubahan perilaku petani jagung sebesar 0,83 satuan. Perubahan perilaku petani tersebut nampak pada perubahan kompetensi petani jagung sebesar 0,78 satuan dan sekaligus perubahan partisipasi
105
petani sebesar 0,82 satuan (Tabel 10). Koefisien determinasi kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen, sisanya 31 persen merupakan pengaruh peubah lain di luar penelitian ini (Gambar 9). Menurut Kartasapoetra (1997), penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku petani, yaitu dengan mendorong petani untuk mengubah perilakunya menjadi petani yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang berdampak pada baiknya kehidupan petani. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Made Ratnada dan Yusuf (Teddy Rachmat Muliady, 2009) yang menyimpulkan bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku petani adalah motivasi petani mencapai keberhasilan, wawasan petani, keaktifan petani mencari informasi dan intensitas penyuluhan. Asngari (2001) menyatakan bahwa, untuk mengubah perilaku seseorang, dapat dilakukan dengan mengubah salah satu unsur perilaku atau ketiga-tiganya, yaitu: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan pada masing-masing unsur akan saling memengaruhi perilaku seseorang. Mohamad Junus Jarmie (1994) menyatakan bahwa, salah satu hubungan antara perilaku dengan produktivitas usahatani adalah hubungan perilaku petani dalam meningkatkan produksi dengan produktivitas usahatani pra panen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, koefisien determinasi kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung sebesar 69 persen, yang berarti kontribusi kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung melalui kompetensi petani berusahatani dan partisipasi petani mengikuti kegiatan penyuluhan sangat baik. Oleh karena itu peran pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian melalui kebijakan perbaikan anggaran dan sarana penyuluhan dengan memperhatikan karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh memiliki arti yang sangat strategis dalam meningkatkan produksi jagung, sebab kinerja penyuluh pertanian yang baik akan berdampak pada perubahan perilaku petani jagung ke arah yang lebih baik pula dalam meningkatkan produktivitas usahatani jagung.
106
Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh, kompetensi dan motivasi penyuluh, motivasi dan kemandirian penyuluh yang nyata pada α = 0,05. (Tabel 9). Hal ini dapat dijelaskan bahwa, keeratan hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong tinggi dengan koefisien hubungan 0,50 satuan. Artinya apabila terjadi perubahan kompetensi penyuluh pada dimensi kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian akan meningkatkan kemandirian penyuluh pada dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh tergolong rendah dengan koefisien hubungan 0,24 satuan. Artinya apabila terjadi perubahan kompetensi penyuluh pada dimensi kemampuan merencanakan program penyuluhan
dan
kemampuan
kepemimpinan
penyuluh
pertanian
akan
meningkatkan motivasi penyuluh pada dimensi pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi. Hubungan antar peubah motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian tergolong rendah dengan koefisien hubungan 0,25 satuan. Artinya apabila terjadi perubahan motivasi penyuluh pada dimensi pengembangan potensi diri dan kebutuhan untuk berafiliasi akan meningkatkan kemandirian penyuluh pada dimensi kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Secara teoritis hasil penelitian ini searah dengan pendapat Lusthaus et al., (2002) bahwa, kinerja organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan organisasi yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Kapasitas organisasi merupakan kemampuan dari suatu organisasi untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia. Motivasi organisasi menunjukkan kepribadian dasar organisasi dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci dalam menentukan tingkat ketersediaan sumberdaya dan yang dapat menyelesaikan kegiatannya.
107
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan: (1) Faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. (2) Karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh tidak langsung pada perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian melalui dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian berpengaruh langsung pada perilaku petani. (3) Derajat hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh, motivasi dan kompetensi penyuluh tergolong rendah dan tidak berpengaruh. Derajat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong tinggi, sedangkan derajat hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh, serta derajat hubungan antar peubah motivasi dengan kemandirian penyuluh tergolong rendah. (4) Kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.
Saran Saran-saran berikut ini dirumuskan berdasarkan hasil kesimpulan di atas: (1) Pengambil kebijakan penyuluhan pertanian perlu meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerja mereka berupa kemampuan merencanakan program penyuluhan pertanian dan kemampuan kepemimpinan penyuluh.
107
108
(2) Penyuluh pertanian perlu meningkatkan motivasi pengembangan potensi diri dan kebutuhan berafiliasi untuk meningkatkan kinerja penyuluh dalam membantu petani berusahatani jagung. (3) Perlu strategi pembangunan pertanian yang lebih komprehensif yang meliputi pengembangan penyuluhan pertanian dengan meningkatkan anggaran penyuluhan serta perbaikan sarana dan prasarana penyuluhan, sehingga berdampak
pada peningkatan kinerja penyuluh dan produktivitas petani
jagung. (4) Perlu penelitian lanjutan mengenai potensi anggaran dan penataan lembaga penyuluhan dalam meningkatkan kinerja penyuluh pertanian.
109
DAFTAR PUSTAKA Buku Alwi A. 2005. Untuk 13+, Remaja Juga Bisa Bahagia, Sukses dan Mandiri. Jakarta: Pena. Amstrong M. 1998. A Hand Book of Personal Management Practice, 4th Ed. London: Kogan Page. As’ad M. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agrobisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 15 September 2001. Atmosoeprapto K. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta: PT Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik Gorontalo. 2010. Produksi Jagung Provinsi Gorontalo Tahun 2009. BPS Gorontalo. Gorontalo. Bandura A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc Belows R. 1961. Psychology of Personnel in Business Industry. Englewood Cliffs New Jersey: Prentice Hall, Inc Beach SD. 1970. The Management of People at Work. New York: Mac Milian. Bernardin JH, Russel J EA. 1993. Human Resource Management. International Ed. Singapore: McGraw Hill, Inc. Bittel R, Newsroom J. 1996, Pedoman Bagi Penyelia. (Penerjemah: Bambang Hartono) Cetakan II. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Blanchard PK, Spencer. 1982. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Boyatzis RE. 1982. The Compotent Manager, A Model for Effective Performance. New York: John Wiley and Sons. Chamala Shankariah, Shingi PM. 1997. “Establishing and Strengthening Farmer Organizations.” Dalam Improving Agricultural Extension: A Reference Manual. (Penyunting, Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofranko). Roma: FAO. 109
110
Cherrington DJ. 1995. Organizational Behavior: The Management of Individual and Organizational Performance. London; Allyn and Bacon. Crawford M. 2005. Kepemimpinan dan Kerjasama Tim dalam Manajemen Kependidikan (Leadership and Teams in Educational Management). Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Dahama PO, Bhatnagar OP. 1980. Education and Communication for Development. New Delhi: Oxford and IBH Publishing, Co. Dawam Rahardjo. 1992. Program-program Aksi untuk Mengatasi Kemiskinan dan Kesejahteraan pada PJ II. Yogyakarta: Aditya Media. De Cecco PJ. 1968. The Psychology of Learning and Insruction Educational Psychology. Englewood Cliffs, New Jersey: Printice Hall, Inc. Departemen Pertanian RI. 2004. Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Gagne MR. 1967. The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. George MJ, Jones RG. 1996. Organizational Behavior, Massachusset: AddisonWesley publishing company, Inc. Gibson I. 1996. Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Erlangga. Gibson TL. 2001. Cooperative Extension Program Planning in Wisconsin. University of Wisconsin-Extension Cooperative Extension. Madison: Wisconsin. Gilley WJ, Eggland SA. 1989. Principles of Human Resources Development. Toronto. Canada: Addison Wesley Publishing Company, Inc. Gomez CF. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset. Gruneberg MM. 1979. Understanding Job Satisfaction. London: The MacMillan Press. Hasibuan MSP. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi. Havighurts RJ. 1974. Development Tasks and Education. 3rd Ed. New York: David McKay Company, Inc. Hickerson JF, Middleton J. 1975. Helping People Learn: A Module for Training Trainer. Hawai: East-West Center. Houle OC. 1975. The Nature of Adult Education. Penyuluhan Pertanian. Edisi Ke-2. Bahan Bacaan dan Diskusi. Di edit oleh Margono Slamet. Bogor: IPB.
111
Hubeis AVS, Prabowo T, Wahyudi R. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad XXI. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Hwang-Sun Kang. 2003. ”Efficiency” Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. New York: Marcel Dekker, Inc. Ivancevich MJ, Szilagyi AD, Wallace JM. 1987, Organizational Behavior and Performance, California: Goodyearpublishing company, Inc. Jacius JM 1968. Personal Management. Tokyo: Charles E.Tutle Company. Kartasapoetra AG. 1997. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003. Tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. www.bkn.go.id/formasi.php?start=9380. [12 Oktober 2009]. Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 19/KEP/MK.WASPAN/5/1999 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/suratedaran.htm [14 Oktober 2009]. Koontz H, O’Donnell C, Weihrich H. 1980. Management, 7th Ed. Kogakusha: McGraw-Hill. Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Satu dan Multigroup Sampel dengan LISREL. Bandung: Alfabeta. Lako A, Sumaryati A. 2002. Optimalisasi Kinerja Korporasi Melalui Audit Kinerja Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Majalah Usahawan. Lippitt R, Watson J, Westley B. 1958. The Dinamic of Harcourt, New York: Brace and World, Inc.
Planned Change.
Lionberger FH. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. Ames, Iowa: The Iowa State University Press. Makeham PJ, Malcolm RL. 1991. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. Jakarta: LP3ES. Mangkunegara PAAA. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mathis LR, Jackson HJ. 2001. Human Resource Management. New York: SouthWestern College Publishing. Monks JF, Knoers, APM, Haditono RS. 2001. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
112
Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. (terjemahan, Krisnandhi). Jakarta: Yasaguna. Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. Muchinsky. 1993. Psychology Applied to Work. 1st Ed, Chicago: The Dorsey Press. Nawawi. H. 2003. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung. Neill J. 2008. Core Abilities: Bringing the Mission to the Classroom. Wisconsin Technical College System. Nitisemito AS. 2000. Manajemen Personalia. Jakarta: Gramedia. Padmowihardjo S. 2004. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Departemen Pertanian. ______________. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian. Robbins PS. 1996. Perilaku Organisasi. Edisi bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Prenhallindo. Rogers EM, Shoemaker FF. 1995. Communication of Innovation: A cross Cultural Approach. Revised Ed. New York: The Free Press. Ruky SA. 2003. SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Salkind N. 1985. Theories of Human Development. 2nd Ed. New York: John Willey and Sons, Inc. Sarwono SW. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Schermerhorn JR, Hunt JG, Osborn RN. 1997. Managing Organizational Behavior. New York: John Wiley & Sons, Inc. Setiana L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia. Sevilla CG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Siagian SP. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Simamora H. 1999. Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi kedua, Yogyakarta: YKPN. Skinner BF. 1953. Science and Human Behavior. New York: The Mac-Millan Company.
113
Slamet M. 1992. “Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas.” Dalam: Penyuluhan Pembangunan Indonesia Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh: Aida V, Prabowo T, Wahyudi R. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. ________. 2003. “Pemberdayaan Masyarakat.” Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh: Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor: IPB Press. Soemanto W. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Spencer ML, Spencer MS. 1993. Competence at Work. New York: John Wiley & Sons, Inc. Steinberg L. 1993. Adolescence. 3rd Ed. New York: Mc.Graw Hill, Inc. Sudomo, Jarmie. 1985. Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta: P2LPTK-Depdikbud. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Szilagyi AD, Wallace MJ. 1990. Organizational Behavior and Performance. New York: Harper & Collinspublishers. Tjitropranoto P. 2005. “Penyuluhan Pertanian: Masa Kini dan Masa Depan.” Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Diedit oleh: Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Press. Totok Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Valera, Martinez, Plopino. 1987. An Introduction to Extension Delivery System. Manila: Island Publishing House. van den Ban AW, Hawkins HS 1999. Penyuluhan Pertanian. (terjemahan) Second Edition. Yogyakarta: Kanisius. Walker EL. 1973. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Wiraatmadja S. 1977. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Cetakan ke-3.Jakarta: Yasaguna.
Jurnal, Artikel dan Laporan Hasil Penelitian yang dipublikasikan Ahmad Heryawan. 2009. Kemandirian Ekonomi Sebagai Upaya Perdamaian http://www.ahmadheryawan.com/kolom/94-kolom/3884-kemandirianekonomi-sebagai-upaya-perdamaian.html. [15 Oktober 2009].
114
Barry JM. 1997. “Performance Management: A Case Study.” Journal of Environmental Health. Denver: Nov 1997. Vol. 60, Edisi 4; pg. 35, 5 pgs http://proquest.umi.com/pqdweb?did=22603684&sid=14&Fmt=4&clientId =45625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010]. Beckert TE. 2005. “Fostering Autonomy In Adolescents: A Model of Cognitive Autonomy and Self Evaluation.” Journal Fostering. Number 20 Volume 3. http://aabss.org/journal2005/AABSS%20article%20FOSTERING%20AUT ONOMY.pdfhtml. P. 5: 4-8. [23 Oktober 2009]. Bestina S. Slamet H, Amiruddin S. 2006. Kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis Nenas di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Laporan Hasil Penelitian. Kendari: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kendari. http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=297&Itemid=61 [19 Mei 2010]. Bryan DT, Glenn DI. 2004. “Agent Performance dan Customer Satisfaction.” Jurnal of Extension. Number 6 Volume 42 Desember 2004. http://www.joe.org/joe/2004december/a4.php. P. 5: 4-12 [30 April 2009]. Cardy, Robert L, Dobbins, Gregory H, Carson, Kenneth P. 1995. TQM and HRM: “Improving Performance Appraisal Research, Theory, and Practice.” Revue Canadienne des Sciences de l'Administration. Montreal: Juny 1995. Vol. 12, Edisi 2; pg. 106, 10 pgs. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=6722636&sid=6&Fmt=3&clientId= 45625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010]. Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja melalui Motivasi Kerja Karyawan. Membangun Kinerja. http://cokroaminoto.wordpress.com.html [12 Juni 2008]. Deborah JM, Keith N, Jim L, Ken B. 2002. Core competencies for the cooperative system. http://www.idrc.ca/en/ev-30266-201-1-do.html [7 Agustus 2008]. Godfrey P. 2003. Toward a Theory of Economic Self Reliance (ESR). Marriot School of Management. Brigham Young University. . http://marriotschool.byu.edu/selfreliance/files/ACF185.ppt#270.18.Keyque stion. [14 September 2009]. Hadi AP. 2000. Strategi Komunikasi dalam Mengantisipasi Kegagalan Penerapan Teknologi oleh Petani. Artikel Hasil Penelitian. NTB: Fakultas Pertanian Universitas Mataram. http://suniscome.50webs.com/data/download/025%20Strategi%20Komunik asi.pdf . [19 Mei 2010]. Haidee A. 1995. “The Elements of Performance Management.” Journal Training and Development. Alexandria: Dec 1995. Vol. 49, Edisi 12; pg. 9, 2 pgs http://proquest.umi.com/pqdweb?did=8702801&sid=6&Fmt=3&clientId=4 5625&RQT=309&VName=PQD. [18 Juli 2010].
115
Hariadi SS. 2006. “Penyuluhan dengan Pendekatan Wilayah Guna Mewujudkan Desa sebagai Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Gunungkidul.” Jurnal IlmuIlmu Pertanian. Volume 2 Nomor 2. Desember 2006. Hlm 122. 119 – 127. http://stppyogyakarta.com/wp.../IIP_0202_06_Sunarru_Samsi_Hariadi.pdf [18 Juli 2010]. Haryadi, Fuad AB, Wahab SA. 2001. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin. Artikel Hasil Penelitian. Malang: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:7AGKyuSl1FsJ:ppsub.ub.ac. id/perpustakaan/abstraksi/tesis/. [18 Juli 2010]. Herzberg F. 2000. Frederick Herzberg's Motivation And Hygiene Factors. http://businessballs.com/herzberg.htm [12 September 2009]. Ismawan B. 2003. “Kemandirian: Suatu Refleksi.” Jurnal Ekonomi Rakyat. Nomor 3 Voleme 2. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_15/artikel_3. Hlm 5: 4-9 [Oktober 2009]. Jahi A, Newcomb LH. 1981. Orientation: “Adjust For Agent Characteristic.” Journal of Extension. July/August. http://www.joe.org/joe/1981july/81-4a5.pdf. Hlm 25: 23-27 [14 Oktober 2009[. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2008. Artikel Hasil Penelitian. Teknologi Tepat Guna Jagung (Zea mays L). Jakarta: http://www.ristek.go.id. [12 Oktober 2009]. Lusthaus C, Adrien M, Anderson G, Carden FM. 2002. Organizational Assessment: A framework for improving performance. IDRC. http://www.idrc.ca/en/ev-30266-201-1-do. html [25 April 2008]. Maslow A. 1956. Maslow's Hierarchy of Needs motivational model. http://businessballs.com/maslow.htm [12 September 2009]. Michael. 2002. Training Need Analysis. http://www.amxi.com/legal.htm. [27 April 2008]. McClelland CD. 1961. David C Mcclelland's Motivational Needs Theory. http://businessballs.com/davidmcclelland.htm [12 September 2009]. Musdalifah. 2007. “Perkembangan Sosial Remaja dalam Kemandirian: (Studi Kasus Hambatan Psikologis Dependensi terhadap Orang tua).” Jurnal Iqra. Volume 4 Nomor 2. Desember 2007. Hlm 50: 45-56. http://jurnaliqro.files.wordpress.com/2008/08/05-ifah-46-56.pdf [18 Juli 2010]. North Carolina Cooperative Extension. 2006. Extension Agent Competencies. http://www.ces.ncsu.edu/pods/agents/knowledge.com.shtml. [18 Juli 2010].
116
Sadjad S. 2009. Memberdayakan Usahatani. Harian Kompas, 10 September 2009. Jakarta. Hlm 3. http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/ekonomibisnis/7181-memberdayakan-usahatani.pdf. [19 Juli 2010]. Setyobudi HA. 2009. Kaum Intelektual Harus Memiliki Sifat Kemandirian yang Tinggi. Harian Umum Pelita, 17 Oktober 2009 (Persatuan Umat dan Kesatuan Bangsa). Hlm 14. http://www.harianumumpelita.com [15 Nopember 2009]. Stone B. 1999. Extension Organization of the Future: Linking Emotional Intelligence and Core Competencies. Jurnal of Extension. Number 6 Volume 37. http://www.joe.org/joe/1999december/iw4.html. Hlm 5: 4-9 [16 September 2009]. Sudaryanto T, Simatupang P, Kariyasa K. 2005. “Konsep Sistem Usaha Pertanian Serta Peranan BPTP dalam Rekayasa Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi.” Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 Nomor 3. Desember 2005. Hlm 350: 349-366. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART03-4c.pdf. [18 Juli 2010]. Sukiyono K. 2004. “Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Teknik: Aplikasi Fungsi Produksi Fronteir pada Usahatani Cabai di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong.” Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Volume 6 Nomor 2. Juni 2004. Hal 105: 104-110. http://bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2004/104.PDF. [18 Juli 2010]. Susilo Bambang Yudoyono. 2009. Kemandirian Ekonomi perlu Kerjasama Luar Negeri.http://www.detikfinance.com/read/2009/06/14/163101/1147631/4/s by-kemandirian-ekonomi-perlu-kerjasama-luar-negeri [12 Oktober 2009]. Swasono SE. 2003. “Kemandirian Ekonomi: Menghapus Sistem Ekonomi Subordinasi Membangun Ekonomi Rakyat.” Jurnal Ekonomi Rakyat. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=filemanager&func =ContentExpress/&view=409/Sri-Edi%20Swasono.doc [14Oktober 2009]. Usman M. 2009. Ekonomi Kerakyatan dan Kemandirian dalam Era Pasar Bebas. http://stiead.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=41 [12 Oktober 2009]. Widiyatnya IN. 1999. Pendekatan Kompetensi sebagai Acuan dalam Perencanaan Karir Individu untuk “Multiple Skill Employee.” Jurnal Usahawan. Nomor 08 Volume 3. Hlm 6: 4-10. Yuchtman, Seashore.1967. Performance. http://www.idrc.ca/en/ev-30226-201-1DO_TOPIC.html. [8 Maret 2008]. Yustika AE. 2007. “Memproklamasikan Kemandirian Ekonomi.” Jurnal Ekonomi Rakyat. http://kau.or.id.20.masterwebnet.comdo_pdf=1&id=96 [12 Oktober 2009].
117
Yusuf
AE. 2008. Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja. http://teknologikinerja.wordpress.com/2008/05/06/pengaruh-motivasiterhadap-peningkatan-kinerja/. [19 Mei 2010].
Tesis yang dipublikasikan Innayah Rokhimah. 2007. “Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Summit Oto Finance di Cabang Lampung.” Tesis. Lampung: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi. Universitas Lampung. http://digilib.unila.ac.id/files/disk1/13/laptunilapp-gdl-s2-2007innayahrok-638-2007_ts_-1.pdf. [19 Mei 2010]. Marlingga L. 2009. “Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan Di PT. Garuda Indonesia Branch Office Semarang.” Tesis. Semarang: Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro Semarang. http://eprints.undip.ac.id/5942/1/Lina_Marlingga.pdf. [19 Mei 2010]. Nilvia W. 2004. “Identifikasi Faktor-Faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Aeronurti Catering Services Batam.” Tesis. Bandung: Industrial Engineering and Management. Intitut Teknologi Bandung. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s22004-nilviaw-1783. [19 Mei 2010]. Rustam Effendi. 2006. “Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Metro.” Tesis. Lampung: Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. http://www.docstoc.com/docs/25327664/pengaruh-kompetensiterhadap-kinerja-karyawan-kantor-pelayanan. [19 Mei 2010].
Disertasi, Tesis, Skripsi dan Makalah yang tidak dipublikasikan Mardin. 2009. “Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kemandirian Nelayan Ikan Demersal di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara.” Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Marliati. 2008. “Pemberdayaan Petani untuk Pemenuhan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas dan Kemandirian Petani Beragribisnis (Kasus di Kabupaten Kampar Provinsi Riau).” Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Masrun. 1986. “Studi mengenai Kemandirian pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). “Laporan Hasil penelitian. [tidak diterbitkan]. Yogyakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
118
Mohamad Junus Jarmie. 1994. “Sistem Penyuluhan Pembangunan Pertanian Indonesia.” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muhammad Bansir. 2008. “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur.” Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Osemasan CI. 1994. “Tingkat Pelaksanaan Tugas dan Kendala yang Dihadapi PPL dalam Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Lombok Barat.” Skripsi. Mataram: Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Rochajat Harun. 1996. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (Kebijaksanaan dan Strategi Penyuluhan Pertanian). Makalah pada Apresiasi Manajemen dan Metodologi Penyuluhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sumardjo. 1999. “Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus di Propinsi Jawa Barat).” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Teddy Rachmat Muliady. 2009. “Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Jawa Barat.” Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Utami AB. 1992. “Hubungan Pengalaman Belajar, Kemandirian, dan Inteligensi dengan Kemampuan Menyelesaikan Masalah pada Mahasisiswa Fakultas Psikologi UNTAG '45 Surabaya.” Tesis. Program Pascasrajana. Universitas Gadjah Mada.
119
LAMPIRAN
119
120
Lampiran 1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30 FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Observed Variables X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X210 X211 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X41 X42 X43 X44 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y110 Y111 Y21 Y22 Correlation Matrix From File COBA.COR Sample Size = 118 Latent Variables X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Relationships X11-X19 = X1 X21-X211 = X2 X31-X36 = X3 X41-X44 = X4 Y11-Y111 = Y1 Y21 Y22 = Y2 Y1 = X1 X2 X3 X4 Y2 = X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 = Y1 Path Diagram options ME=ML AD=OFF MI SS EF IT=2000 set the error variance of X11 equal to free set the error variance of Y11 equal to free End of Problem Sample Size = 118
121
Lampiran 2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian DATE: 5/23/2010 TIME: 14:43 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\IKBAL_~1\COBA.SPL: FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Observed Variables X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X210 X211 X31 X32 X33 X34 X35 X36 X41 X42 X43 X44 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y110 Y111 Y21 Y22 Correlation Matrix From File COBA.COR Sample Size = 118 Latent Variables X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Relationships X11 X12 X18 = X1 X23 X28 = X2 X31 X35 = X3 X41 X42 = X4 Y12 Y15 = Y1 Y21 Y22 = Y2 Y1 = X1 X2 X3 X4 Y2 = Y1 Path Diagram EF options ME=ML AD=OFF MI SS EF IT=2000 set the error variance of X31 equal to free End of Problem Sample Size = 118
122
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Correlation Matrix to be Analyzed Y12 Y15 Y21 Y22 X11 X12 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y12 1.00 Y15 0.43 1.00 Y21 0.41 0.43 1.00 Y22 0.43 0.42 0.92 1.00 X11 0.01 -0.06 -0.19 -0.21 1.00 X12 0.07 -0.05 -0.12 -0.15 0.75 1.00 X18 0.04 -0.07 -0.17 -0.17 0.69 0.55 X23 0.46 0.21 0.50 0.59 0.06 0.08 X28 0.43 0.19 0.52 0.46 0.03 0.05 X31 0.30 0.18 0.24 0.22 0.06 0.05 X35 0.15 0.11 0.10 0.09 0.01 0.02 X41 0.16 0.04 0.07 0.10 -0.02 -0.06 X42 0.21 -0.06 0.15 0.18 -0.13 -0.07 Correlation Matrix to be Analyzed
X18 X23 X28 X31 X35 X41 X42
X18 X23 X28 X31 X35 X41 -------- -------- -------- -------- -------- -------1.00 0.11 1.00 0.01 0.72 1.00 0.04 0.22 0.20 1.00 -0.01 0.09 0.08 0.64 1.00 0.02 0.32 0.32 0.27 0.15 1.00 -0.05 0.40 0.40 0.20 0.05 0.71
Correlation Matrix to be Analyzed X42 -------X42 1.00 FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Number of Iterations = 15 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Y12 = 0.59*Y1, Errorvar.= 0.65 , R² = 0.35 (0.15) (0.097) 3.99 6.70 Y15 = 0.49*Y1, Errorvar.= 0.76 , R² = 0.24 (0.14) (0.11) 3.64 7.09 Y21 = 0.94*Y2, Errorvar.= 0.12 , R² = 0.88 (0.14) (0.039) 6.69 3.22
123
Y22 = 0.98*Y2, Errorvar.= 0.034 , R² = 0.97 (0.15) (0.039) 6.52 0.86 X11 = 0.96*X1, Errorvar.= 0.071 , R² = 0.93 (0.076) (0.069) 12.61 1.03 X12 = 0.77*X1, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.60 (0.083) (0.069) 9.36 5.83 X18 = 0.72*X1, Errorvar.= 0.49 , R² = 0.51 (0.084) (0.074) 8.53 6.53 X23 = 0.90*X2, Errorvar.= 0.18 , R² = 0.82 (0.079) (0.066) 11.46 2.79 X28 = 0.80*X2, Errorvar.= 0.36 , R² = 0.64 (0.082) (0.068) 9.72 5.39 X31 = 1.00*X3,, R² = 1.00 (0.065) 15.30 X35 = 0.64*X3, Errorvar.= 0.59 , R² = 0.41 (0.082) (0.077) 7.81 7.65 X41 = 0.78*X4, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.60 (0.094) (0.097) 8.30 4.11 X42 = 0.92*X4, Errorvar.= 0.16 , R² = 0.84 (0.094) (0.12) 9.76 1.36 Y1 = - 0.30*X1 + 0.88*X2 + 0.22*X3 - 0.31*X4, Errorvar.= 0.26, R² = 0.74 (0.12) (0.26) (0.098) (0.15) -2.58 3.34 2.19 -2.12 Y2 = 0.83*Y1, Errorvar.= 0.31, R² = 0.69 (0.29) 2.84 Correlation Matrix of Independent Variables X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------X1 1.00 X2 0.07 1.00 (0.10) 0.66 X3 0.06 0.24 1.00 (0.10) (0.09) 0.64 2.59 X4 -0.11 0.50 0.25 1.00
124
(0.10) (0.09) (0.09) -1.11 5.71 2.66 Covariance Matrix of Latent Variables Y1 Y2 X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y1 1.00 Y2 0.83 1.00 X1 -0.20 -0.16 1.00 X2 0.76 0.63 0.07 1.00 X3 0.33 0.28 0.06 0.24 1.00 X4 0.21 0.18 -0.11 0.50 0.25 1.00 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 55 Minimum Fit Function Chi-Square = 78.91 (P = 0.019) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 71.12 (P = 0.071) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 16.12 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 41.98) Minimum Fit Function Value = 0.67 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.14 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.36) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.050 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.081) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.48 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.22 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.09 ; 1.44) ECVI for Saturated Model = 1.56 ECVI for Independence Model = 7.60 Chi-Square for Independence Model with 78 Degrees of Freedom = 862.66 Independence AIC = 888.66 Model AIC = 143.12 Saturated AIC = 182.00 Independence CAIC = 937.68 Model CAIC = 278.86 Saturated CAIC = 525.13 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.053 Standardized RMR = 0.053 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.91 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.86 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.55 Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.64 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.87 Critical N (CN) = 123.02
125
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Modification Indices and Expected Change The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Y12 Y2
Decrease in Chi-Square 8.5
New Estimate -0.91
Modification Indices for LAMBDA-Y Y1 Y2 -------- -------Y12 -8.46 Y15 -1.06 Y21 --Y22 --Expected Change for LAMBDA-Y Y1 Y2 -------- -------Y12 --0.91 Y15 -0.27 Y21 --Y22 --Standardized Expected Change for LAMBDA-Y Y1 Y2 -------- -------Y12 --0.91 Y15 -0.27 Y21 --Y22 --Modification Indices for LAMBDA-X X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------X11 -0.73 0.00 0.33 X12 -0.34 0.00 0.02 X18 -0.33 0.00 0.44 X23 0.13 -0.04 0.73 X28 0.13 -0.04 0.73 X31 0.12 0.93 -0.89 X35 0.12 0.93 -0.89 X41 1.51 0.23 2.87 -X42 1.51 0.23 2.87 -Expected Change for LAMBDA-X X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------X11 --0.06 0.00 -0.04 X12 -0.04 0.00 0.01 X18 -0.04 0.00 0.05 X23 0.03 - - -0.02 -0.09
126
X28 X31 X35 X41 X42
-0.02 0.04 -0.03 0.09 -0.10
-0.12 -0.08 -0.06 0.07
0.01 0.08 -0.12 - - -0.07 0.13 --0.15 --
Standardized Expected Change for LAMBDA-X X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------X11 --0.06 0.00 -0.04 X12 -0.04 0.00 0.01 X18 -0.04 0.00 0.05 X23 0.03 - - -0.02 -0.09 X28 -0.02 -0.01 0.08 X31 0.04 0.12 -0.12 X35 -0.03 -0.08 - - -0.07 X41 0.09 -0.06 0.13 -X42 -0.10 0.07 -0.15 -Modification Indices for BETA Y1 Y2 -------- -------Y1 -5.59 Y2 --Expected Change for BETA Y1 Y2 -------- -------Y1 --1.58 Y2 --Standardized Expected Change for BETA Y1 Y2 -------- -------Y1 --1.58 Y2 --Modification Indices for GAMMA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 ----Y2 3.71 0.08 2.65 0.04 Expected Change for GAMMA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 ----Y2 -0.20 0.06 -0.18 0.02
127
Standardized Expected Change for GAMMA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 ----Y2 -0.20 0.06 -0.18 0.02 No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for PSI Y1 Y2 -------- -------Y1 -Y2 5.59 -Expected Change for PSI Y1 Y2 -------- -------Y1 -Y2 -0.49 -Standardized Expected Change for PSI Y1 Y2 -------- -------Y1 -Y2 -0.49 -The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X23 Y21 21.4 -0.11 X23 Y22 26.3 0.13 X28 Y21 22.5 0.12 X28 Y22 23.1 -0.12 Modification Indices for THETA-EPS Y12 Y15 Y21 Y22 ------ ------ ------ -----Y12 -Y15 5.59 -Y21 0.03 0.97 -Y22 0.69 0.24 --Expected Change for THETA-EPS Y12 Y15 Y21 Y22 -------- -------- -------- -----Y12 -Y15 0.17 -Y21 -0.01 0.03 -Y22 -0.03 -0.02 ---
128
Modification Indices for THETA-DELTA-EPS
X11 X12 X18 X23 X28 X31 X35 X41 X42
Y12 Y15 -------- -------0.02 0.82 1.00 0.05 0.46 0.13 0.08 2.77 0.60 0.29 1.44 0.00 0.12 0.04 0.07 2.57 0.27 3.72
Y21 Y22 -------- -------0.02 0.06 0.22 0.24 0.45 0.03 21.43 26.31 22.53 23.10 0.68 0.86 0.08 0.00 0.06 0.20 0.10 0.61
Expected Change for THETA-DELTA-EPS Y12 Y15 Y21 Y22 -------- -------- -------- -------X11 -0.01 0.04 0.00 -0.01 X12 0.05 -0.01 0.01 -0.01 X18 0.04 -0.02 -0.02 0.00 X23 -0.02 -0.09 -0.11 0.13 X28 0.04 -0.03 0.12 -0.12 X31 0.07 0.00 0.02 -0.02 X35 -0.02 0.01 -0.01 0.00 X41 0.01 0.09 -0.01 -0.01 X42 0.03 -0.11 -0.01 0.02 Modification Indices for THETA-DELTA X11 X12 X18 X23 X28 X31 -------- -------- -------- -------- -------- -------X11 -X12 0.22 -X18 0.05 0.02 -X23 0.91 0.03 2.56 -X28 0.22 0.00 1.34 --X31 0.10 0.07 0.05 0.08 0.05 1.72 X35 0.05 0.02 0.19 0.04 0.02 1.72 X41 2.00 2.03 0.10 0.20 0.01 0.79 X42 1.74 1.32 0.00 0.00 0.17 0.09 Modification Indices for THETA-DELTA X35 X41 X42 -------- -------- -------X35 -X41 0.37 -X42 1.40 ---
129
Expected Change for THETA-DELTA
X11 X12 X18 X23 X28 X31 X35 X41 X42
X11 X12 X18 X23 X28 X31 -------- -------- -------- -------- -------- --------0.09 --0.04 -0.02 --0.03 0.01 0.07 -0.02 0.00 -0.05 --0.01 -0.01 0.01 -0.01 0.01 -0.37 -0.01 0.01 -0.02 0.01 -0.01 0.24 0.05 -0.06 0.01 -0.02 0.00 0.05 -0.05 0.05 0.00 0.00 0.02 -0.02
Expected Change for THETA-DELTA X35 X41 X42 -------- -------- -------X35 -X41 0.03 -X42 -0.06 --Maximum Modification Index is 26.31 for Element ( 4, 4) of THETA DELTAEPSILON FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Standardized Solution LAMBDA-Y Y1 Y2 -------- -------Y12 0.59 -Y15 0.49 -Y21 -0.94 Y22 -0.98 LAMBDA-X X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------X11 0.96 ---X12 0.77 ---X18 0.72 ---X23 -0.90 --X28 -0.80 --X31 --1.00 -X35 --0.64 -X41 ---0.78 X42 ---0.92
130
BETA Y1 Y2 -------- -------Y1 --Y2 0.83 -GAMMA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31 Y2 ----Correlation Matrix of ETA and KSI Y1 Y2 X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y1 1.00 Y2 0.83 1.00 X1 -0.20 -0.16 1.00 X2 0.76 0.63 0.07 1.00 X3 0.33 0.28 0.06 0.24 1.00 X4 0.21 0.18 -0.11 0.50 0.25 1.00 PSI Note: This matrix is diagonal. Y1 Y2 -------- -------0.26 0.31 Regression Matrix ETA on KSI (Standardized) X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31 Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26 FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Total and Indirect Effects Total Effects of KSI on ETA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31 (0.12) (0.26) (0.10) (0.15) -2.58 3.34 2.19 -2.12 Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26 (0.08) (0.16) (0.08) (0.10) -2.96 4.52 2.29 -2.49
131
Indirect Effects of KSI on ETA X1 X2 X3 X4 ------- -------- -------- -------Y1 ----Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26 (0.08) (0.16) (0.08) (0.10) -2.96 4.52 2.29 -2.49 Total Effects of ETA on ETA Y1 Y2 -------- -------Y1 --Y2 0.83 -(0.29) 2.84 Largest Eigenvalue of B*B' (Stability Index) is 0.688 Total Effects of ETA on Y Y1 Y2 -------- -------Y12 0.59 -(0.15) 3.99 Y15 0.49 -(0.14) 3.64 Y21 0.78 0.94 (0.19) (0.14) 4.01 6.69 Y22 0.82 0.98 (0.20) (0.15) 4.07 6.52 Indirect Effects of ETA on Y Y1 Y2 -------- -------Y12 - -Y15 - -Y21 0.78 -(0.19) 4.01 Y22 0.82 -(0.20) 4.07
132
Total Effects of KSI on Y X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y12 -0.18 0.52 0.13 -0.19 (0.06) (0.10) (0.05) (0.07) -3.12 5.17 2.37 -2.58 Y15 -0.15 0.44 0.11 -0.15 (0.05) (0.10) (0.05) (0.06) -2.94 4.45 2.29 -2.48 Y21 -0.24 0.69 0.17 -0.24 (0.07) (0.10) (0.07) (0.09) -3.37 6.61 2.47 -2.72 Y22 -0.25 0.72 0.18 -0.26 (0.07) (0.10) (0.07) (0.09) -3.41 6.89 2.48 -2.74 FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PENYULUH PERTANIAN Standardized Total and Indirect Effects Standardized Total Effects of KSI on ETA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 -0.30 0.88 0.22 -0.31 Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26 Standardized Indirect Effects of KSI on ETA X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y1 - ---Y2 -0.25 0.73 0.18 -0.26 Standardized Total Effects of ETA on ETA Y1 Y2 -------- -------Y1 --Y2 0.83 -Standardized Total Effects of ETA on Y Y1 Y2 -------- -------Y12 0.59 -Y15 0.49 -Y21 0.78 0.94 Y22 0.82 0.98 Standardized Indirect Effects of ETA on Y Y1 Y2 -------- -------Y12 --Y15 --Y21 0.78 -Y22 0.82 --
133
Standardized Total Effects of KSI on Y X1 X2 X3 X4 -------- -------- -------- -------Y12 -0.18 0.52 0.13 -0.19 Y15 -0.15 0.44 0.11 -0.15 Y21 -0.24 0.69 0.17 -0.24 Y22 -0.25 0.72 0.18 -0.26 The Problem used
35136 Bytes (= 0.1% of Available Workspace)
Time used:
0.031 Seconds
134
Lampiran 3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja Coefficientsa Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Beta
2.129
.228
.022
.041
Luas Panen
5.691
Pupuk
Benih
Pestisida Tenaga Kerja
t
Sig. 9.326
.000
.053
.539
.590
.615
.944
9.252
.000
-.003
.001
-.048
-2.151
.033
.130
.039
.060
3.307
.001
-.090
.070
-.033
-1.284
.201
a. Dependent Variable: Produksi Jagung
134
135 ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
F
4420.251
5
884.050
350.388
230
1.523
4770.639
235
Sig. 580.304
.000a
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen b. Dependent Variable: Produksi Jagung Model Summary Model 1
R
R Square a
.963
Adjusted R Square .927
Std. Error of the Estimate .925
1.23427
a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja, Pestisida, Pupuk, Benih, Luas Panen Berdasarkan koefisien regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi fungsi produksi sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani sebagai berikut: Y = 2.129 + 0,022X 1 + 5.691X 2 – 0,003X 3 + 0,130X 4 – 0,090X 5 Keterangan: X 1 = Benih, X 2 = Luas panen, X 3 = Pupuk, X 4 = Pestisida, X 5 = Tenaga kerja, Y = Produksi jagung Keofisien pengaruh (R2) sebesar 0,927 (92%).
135
136
Lampiran 4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan partisipasi petani Nilai Koefisien Regresi dan Signifikansi Faktor Produksi: Benih, Luas Panen, Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja, Kompetensi Petani dan Partisipasi Petani pada Usahatani Jagung. Coefficientsa
Model 1 (Constant) Benih Luas panen Pupuk Pestisida Tenaga kerja Kompetensi petani Partisipasi petani a. Dependent Variable: Produksi jagung
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.315 .690 .015 .042 5.792 .619 -.003 .001 .125 .039 -.086 .071 .094 .096 .027 .124
Standardized Coefficients Beta .036 .960 -.047 .058 -.032 .023 .005
t 1.907 .360 9.358 -2.140 3.178 -1.214 .976 .220
Sig. .058 .719 .000 .033 .002 .226 .330 .826
136
137 ANOVAb Model 1
Sum of Squares 4423.428 347.211 4770.639
Regression Residual Total
df
Mean Square 631.918 1.523
7 228 235
F 414.956
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Partisipasi petani, Pupuk, Pestisida, Benih, Kompetensi petani, Tenaga kerja, Luas panen b. Dependent Variable: Produksi jagung
Model 1
R
R Square a
.963
Adjusted R Square .927
Std. Error of the Estimate .925
1.23404
Berdasarkan koefisien regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi fungsi produksi setelah adanya kompetensi dan partisipasi petani sebagai berikut: Y = 1,315 + 0,015X 1 + 5,792X 2 – 0,003X 3 + 0,125X 4 – 0,086X 5 + 0,94X 6 + 0,027X 7 Keterangan: X 1 = Benih, X 2 = Luas panen, X 3 = Pupuk, X 4 = Pestisida, X 5 = Tenaga kerja, X 6 = Kompetensi petani, X 7 = Partisipasi petani, Y = Produksi jagung Keofisien pengaruh (R2) sebesar 0,927 (92%).
137