FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT MELAKUKAN CUCI TANGAN DI RS.TELOGOEJO SEMARANG Siska Kusumaningtiyas*)., Sri Puguh Kristiyawati**), S. Eko Ch Purnomo***) *) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang **) Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang ***)Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang ABSTRAK
Angka kejadian infeksi nosokomial yang diperoleh dari berbagai sumber menunjukan angka kejadian yang tinggi. Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial disebabkan karena berbagai hal, seperti tidak patuhnya perawat untuk melakukan tindakan universal precautions yaitu dengan cuci tangan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Desain penelitian ini adalah survey studi korelasi dengan pendekatan cross sectional, jumlah sampel 70 responden dengan teknik Cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan karateristik responden berdasrkan umur menunjukan sebagian besar responden mempunyai umur 21-40 tahun, jenis kelamin perempuan, berpendidikan S1 keperawatan, mempunyai lama kerja >10 tahun, memiliki fasilitas lengkap 11 ruangan, sebagian besar perawat patuh melakukan cuci tangan. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur, pendidikan, lama kerja dengan kepatuhan cuci tangan, Tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan cuci tangan, Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan cuci tangan ini tidak dapat dianalisis hal ini dikarenakan semua responden berjenis kelamin perempuan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah diharapkan agar pihak rumah sakit mampu menurunkan angka kejadian penyebaran infeksi nosokomial, untuk fasilitas kesehatan yang ada di rumah sakit dilakukan pemeliharaan wastafel dengan mengecek fungsi wastafel setiap ruangan. Kata Kunci
: usia, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, fasilitas dan kepatuhan cuci tangan ABSTRACT
Infection incident number nosocomial that got from various source demos tall incident number. Infection incident number height nosocomial caused because matters, like not the obedient nurse to do universal action precautions that is with washes hand to prevent the happening of infection nosocomial. This research will aims to detect factors that obedience level washes nurse hand at Telogorejo hospital Semarang. This research design survey correlation study with approaches cross sectional, sample total 70 respondents with technique cluster sampling. Research result shows characteristic respondent base on age demos a large part has age 21-40 year, woman sex, educated s1 nursing, has long work >10 year, has complete facilities 11 rooms, a large part obedient nurse does to wash hand. Research result shows there connection between age, education, year of service with obedience washes hand, there is no connection between facilities with obedience washes hand, sex connection with obedience wash this hand can not be analyzed this matter caused by all respondents is woman sex. Recommendation from this research result supposed so that hospital side can to demote
1
infection distribution incident number nosocomial, for well-being facilities exist in hospital is done wash basin maintenance with check wash basin function every room. Key words
: age, sex, education, year of service, facilities and obedience washes hand
PENDAHULUAN Rumah sakit adalah suatu tempat di mana banyak orang yang ingin mendapatkan perawatan yang baik dan ingin mendapatkan kesembuhan. Terkadang penyakit yang semula hanya ada satu penyebab penyakit, justru di rumah sakit tersebut seseorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain dikarenakan infeksi yang didapatkan di rumah sakit atau bisa disebut infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).
penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukan angka 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi nosokomial (Yayasan Spirita, 2006, ¶1). Terjadinya infeksi nosokomial dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial), baik faktor yang ada dalam diri (badan/tubuh) penderita sendiri, maupun faktor yang ada di sekitarnya. Selain itu ada faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial, yaitu faktor intrinsik yang meliputi umur, jenis kelamin, dan dari faktor keperawatan yang meliputi lamanya hari perawatan, menurunnya standar perawat dan banyaknya penderita, kondisi umum, risiko terapi, adanya penyakit lain serta faktor mikroba patogen juga memberi kontribusi terhadap terjadinya infeksi nosokomial di suatu rumah sakit (Darmadi, 2008, hlm.21).
Pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun pasien dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaannya tentu kurang baik, sehingga daya tahan tubuhnya menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman–kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita dengan mudah (Darmadi, 2008, hlm.2). Salah satu parameter pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit adalah terkendalinya infeksi nosokomial. Tingginya angka infeksi nosokomial menjadi masalah yang penting di suatu rumah sakit, jika kondisi pasien menjadi buruk maka lama perawatan pasien akan bertambah panjang, hal tersebut akan sangat merugikan pasien dan keluarga karena semakin lama pasien dirawat maka akan bertambah biaya rawat (Setiyawati, 2008, dalam Yosi,2008, ¶2).
Selain faktor tersebut juga terdapat faktor yang datang dari luar (extrinsik factor) yaitu petugas pelayanan medis, peralatan medis, lingkungan, makanan dan minuman, penderita lain dan pengunjung. Faktor dari luar yang lain yaitu faktor ketidakpatuhan dari perawat untuk melakukan tindakan keperawatan, perawat tidak melakukan cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan keperawatan (Syaifudin, 2004, hlm.11). Angka kepatuhan cuci tangan menurut Maryunani (2011, hlm.366) bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hanya 33%.
Menurut data Surveilens World Health Organisation (WHO) angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit sekitar 3 – 12% (Depkes, 2004). Survei prevalensi meliputi 55 rumah sakit di 14 negara berkembang pada empat wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara , dan Pasifik Barat) bahwa rata-rata 8,7% dari seluruh pasien rumah sakit menderita infeksi nosokomial, jadi pada setiap saat terdapat 1,4 juta pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat di rumah sakit (Tietjen, Bossemeyer
Tingkat kepatuhan pekerja kesehatan dalam menjaga dirinya melalui upaya membersihkan tangan masih sangat rendah, maka perlu digalangkan terus menerus kampanye membersihkan tangan. Hasil penelitian tentang kebersihan tangan yang dilakukan tahun 2006 oleh Hartanti menyebutkan adanya protokol standar, penyediaan sarana mencuci tangan, aktivitas penyuluhan, dan evaluasi kinerja dapat meningkatkan kepatuhan kebersihan
& McIntosh, 2004, hlm.20). Di Indonesia 2
tangan di departemen penyakit meningkat dari 46% hingga 77%.
dalam
melakukan cuci tangan, kondisi pasien dan banyaknya pasien.
Di rumah sakit kebiasaan cuci tangan petugas/perawat merupakan tindakan yang paling penting sekali dalam upaya mencegah dan mengendalikan infeksi nosokomial (Schaffer,et.al., 2000, hlm.69). Hal ini mengingat rumah sakit merupakan gudangnya mikroba patogen (Darmadi, 2008, hlm.13). Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan strategi yang efektif yaitu dengan cuci tangan (Besman, et.al., 2009, hlm.19). Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode universal precautions (kewaspadaan universal) (Nursalam & Kurniawati, 2011, hlm.81).
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan cuci tangan perawat di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi korelasi yang merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2002, hlm.142). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2002, hlm.146).
Dasar kewaspadaan universal adalah melalui cuci tangan secara benar, pengunaan alat pelindung, desinfeksi dan pencegahan tusukan alat tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh (Nursalam, Ninuk, & Kurniawati, 2011, hlm.82). Kegagalan untuk melakukan kebersihan tangan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama terjadinya infeksi rumah sakit dan penyebaran multiresistensi di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Maryunani, 2011, hlm.363).
Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di bangsal rawat inap Bogenvil 4, Bogenvil 3, Bogenvil 2, Anyelir 2, Anyelir 3 & 4, Cempaka 1 & HND, Cempaka 2, ICU, CCU, PICU, NICU. Rumah Sakit Telogorejo Semarang pada tahun 2012 sejumlah 235 orang.
Rumah sakit Telogorejo Semarang saat ini sedang menggalakkan perilaku cuci tangan pada tenaga kesehatan, khususnya perawat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Tenaga kesehatan khususnya perawat adalah salah satu tenaga di rumah sakit yang secara langsung berinteraksi dengan pasien dan menjadi sumber penyebab terjadinya infeksi nosokomial. Fasilitas serta poster tentang langkah-langkah melakukan cuci tangan secara baik dan benar sudah tersedia di tiap ruangan. Dari hasil wawancara kepada salah satu perawat yang bertugas di bagian Development Rumah Sakit Telogorejo pada hari Senin tangal 22 Oktober 2012 menyebutkan bahwa masih terdapat perawat yang enggan untuk melakukan cuci tangan dengan berbagai alasan di antaranya keterbatasan waktu yang digunakan untuk
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster sampling, suatu cara pengambilan sempel bila objek yang diteliti atau sumber data sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan terdiri atas kelompok yang masing-masing heterogen, maka caranya adalah berdasarkan daerah dari populasi yang telah ditetapkan. Cluster dilakukan dengan cara melakukan randomisasi dalam dua tahap, yaitu randomisasi untuk cluster/menentukan sampel daerah kemudian randomisasi/menentukan orang/unit yang ada
3
diwilayahnya/dari populasi cluster terpilih (Hidayat, 2008, hlm.33).
yang
diharapkan dapat meningkatkan kinerja, dan dapat menyalurkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien (Saragih dan Rumapea, 2010, hlm.44).
Dalam pengumpulan data menggunakan Alat lembar karakteristik berisi identitas responden yang terdiri atas: kode responden, umur responden, jenis kelamin responden, pendidikan terakhir responden, dan lama kerja. lembar observasi untuk mengukur lengkap atau tidak lengkap fasilitas yang digunakan untuk melakukan cuci tangan yang disediakan oleh rumah sakit dan untuk mengukur patuh atau tidaknya perawat dalam melakukan cuci tangan.
2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70 Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square (X2) menggunakan tingkat kemaknaan 5% (0.05).digunakan uji statistik chi-square. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
Frekuensi
Presentase
70 0 70
100.0% 0% 100.0%
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin 100 % perempuan.
DAN
1. Karakteristik responden berdasarkan usia Jenis kelamin terbentuk dari dimensi biologis, hal tersebut dapat digunakan untuk menggolongkan ke dalam dua kelompok biologis yaitu pria dan wanita (Saragih dan Rumapea, 2010). Jenis kelamin dalam penelitian ini tidak dapat di nilai atau di analisis karena semua responden berjenis kelamin perempuan.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70 Usia ≤20 tahun 21 – 40 tahun 41 – 60 tahun Jumlah
Frekuensi 0 44 26 70
Persentase 0 62,9% 37,1% 100.0%
3. Karakteristik pendidikan.
responden
berdasarkan
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa distribusi frekuensi usia responden 21-40 tahun sebanyak 44 responden (62,9%)
Pendidikan
Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Usia seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya (Evin, 2009, hlm.56).
D3 keperawatan S1 keperawatan Jumlah
Frekuensi
Presentase
20
28,6%
50
71,4%
70
100.0%
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa frekuensi pendidikan terbanyak adalah S1 keperawatan sebanyak 50 responden (71,4%).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden berusia 21 – 40 tahun. Umur 21-40 tahun bagi peawat dianggap sebagai umur yang sudah matang, sehingga umur 21-40 tahun bagi perawat
4
atau berkarya (Supratman, 2008, hlm.23). Orang yang punya pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi dari segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman (Gibson, 2009, hlm.184).
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang (Suharto, 2000, dalam Sukamto, 2007).
5. Responden berdasarkan fasilitas Tabel 5.5 Distribusi frekuensi fasilitas di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Saragih dan Rumapean (2010) yang menyatakan mayoritas responden berpendidikan Diploma sebanyak 74 perawat (88,10%), dan Sarjana Keperawatan sebanyak 10 perawat (11,90%). Dasar penataan pendidikan perawat adalah menuju tatanan profesionalisme dan globalisasi. Profesionalisme perawat harus menyelesaikan pendidikan akademik dan profesi, di samping itu international council of nursing (ICN) menuntut seorang perawat yang akan memberikan pelayanan harus melalui sertifikasi dan uji kompetensi untuk memperoleh register nurse (RN) (Warianto, 2007, dalam Saragih dan Rumapea, 2010).
Fasilitas Lengkap Tidak lengkap Jumlah
Persentase
<5tahun
20
28,6%
5 - 10 tahun
10
14,3%
>10 tahun
40
57,1%
Jumlah
70
100.0%
13
100.0%
Fasilitas kesehatan merupakan prasarana dalam pelayanan kesehatan. Fasilitas yang baik akan mempengaruhi minat perawat untuk melakukan cuci tangan sehingga perawat sadar dan peduli akan kesehatannya, hal ini terbukti jika sesorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik akan mempunyai taraf kesehatan yang lebih baik. Hal ini akan membuat individu merasa bertanggung jawab terhadap kesehatannya dan akan memanfaatkan fasilitas dengan baik (Suharto, 2000, dalam Sukamto, 2007, hlm.81).
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70 Frekuensi
Presentase 84,6% 15,4%
Berdasarkan tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa fasilitas yang lengkap terdapat di 11 ruangan (84,6%).
4. Responden berdasarkan lama kerja
Lama kerja
Frekuensi 11 2
Fasilitas atau sarana diperlukan untuk mendukung terjadinya perilaku patuh, menurut Notoatmodjo ( 2003, hlm. 89) perilaku dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap dan fasilitas. Penelitian ini justru ketersediaan fasilitas kesehatan tidak berpengaruh pada kepatuhan perawat.
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang lama kerjanya >10 tahun sebanyak 40 responden (57,1%). Hasil penelitian sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pengalaman atau masa kerja adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dialami selama perjalanan kerja (Wursono, 2003, hlm.89). Semakin lama seseorang menggeluti bidang pekerjaannya semakin terampil seseorang dalam bekerja
Pihak rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan kesehatan akan selalu melengkapi fasilitas. Rumah sakit Telogorejo Semarang sendiri sudah melengkapi fasilitas untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial, di antaranya melengkapi dengan poster
5
tentang langkah-langkah melakukan cuci tangan secara baik dan benar sudah tersedia di tiap ruangan. Kepatuhan perawat dalam menggunakan fasilitas kesehatan dapat disebabkan oleh banyak faktor. Perawat yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan dapat disebabkan karena tidak mengetahui adanya fasilitas, tidak mengetahui cara penggunaan fasilitas, atau keterbatasan waktu yang digunakan untuk menggunakan fasilitas, kondisi pasien dan banyaknya pasien.
7. Hubungan usia dengan kepatuhan cuci tangan Tabel 5.7 Hubungan usia dengan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70 Kepatuhan cuci tangan Usia
6. Responden berdasarkan kepatuhan cuci tangan
≤20 tahun 21 – 40 tahun 41 – 60 tahun Total
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70 Kepatuhan cuci tangan Patuh Tidak patuh Jumlah
Frekuensi
Presentase
49 21
70,0% 30,0%
70
100.0%
total
Tidak patuh patuh F % F % 0 0 0 0
F 0
2 0
45 .5
2 54 4 ,5
4 100. 4 0
1
3, 8
2 96 5 .2
2 100. 6 0
2 1
30 .0
4 70 9 .0
7 100. 0 0
% 0
X2
13.4 73
p valu e
0.00 0
Berdasarkan uji statistik menggunakan ChiSquare didapatkan nilai x2hitung = 13.473 sehingga lebih besar dari x2tabel = 3.841 maka Ha diterima dan di dapatkan nilai ρ value sebesar 0,000 dengan nilai ρ < 0,05, sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara usia dengan kepatuhan perawat menjalankan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa responden yang patuh menjalankan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan sebanyak 49 (70,0%) responden. Tenaga kesehatan khususnya perawat adalah salah satu tenaga di rumah sakit yang secara langsung berinteraksi dengan pasien, Perilaku cuci tangan perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan perawat dan pasien dalam pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (Besman, et.al., 2009, hlm.2).
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa usia mempengaruhi kepatuhan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena usia akan mempengaruhi jiwa seseorang yang menerima untuk mengolah kembali pengertian-pengertian atau tanggapan, sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka proses pemikirannya lebih matang. Semakin lanjut umurnya semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti dari pada usia muda (Notoatmodjo, 2003, hlm.95).
Sedangkan menurut Hasibuan (2003, ¶7) menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
8. Hubungan pendidikan dengan kepatuhan cuci tangan
6
Tabel 5.8 Hubungan pendidikan dengan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
pendi dikan
D3 keper awata n S1 keper awata n Total
Kepatuhan cuci tangan Tidak patuh patuh F % F % 1 90 2 1 8 .0 0. 0
total
F 2 0
% 100. 0
3
6, 0
4 9 7 4. 0
5 0
100. 0
2 1
30 .0
4 7 9 0. 0
7 0
100. 0
X2
48.0 00
sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai atau informasi yang baru diperkenalkan, sebaliknya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2003, hlm.76).
p valu e
Hasil penelitian ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maskuri (2010) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Infeksi Nosokomial Terhadap Perilaku Cuci Tangan Perawat Di Ruang Flamboyan Dan Kenanga RSUD.Dr. H. Soewondo Kendal” diperoleh hasil p value 0,000 yang berarti ada pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang infeksi nosokomial terhadap prilaku cuci tangan perawat diruang flamboyan dan kenanga RSUD. Dr. H. Soewondo Kendal.
0.00 0
Berdasarkan uji statistik menggunakan ChiSquare didapatkan nilai x2hitung = 48.000 sehingga lebih besar dari x2tabel = 3.841 maka Ha diterima dan di dapatkan nilai ρ value sebesar 0,000 dengan nilai ρ < 0,05, sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat menjalankan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
9. Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan cuci tangan Tabel 5.9 Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
Tingkat pendidikan perawat dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri lewat tahapan-tahapan tertentu, seperti penggunaan buku dan lain-lain, Menurut Feuer Stein et.al (dalam Niven 2002, hlm.25). Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Secara luas pendidikan yang mencangkup seluruh proses kehidupan baik formal maupun informal yang hasilnya merupakan seperangkat perubahan tingkah laku. Semakin tinggi pendidikan seorang maka seorang cenderung berperilaku kepatuhan baik.
Jenis kelamin
Perempu an Laki-laki Total
Kepatuhan cuci tangan Tidak patuh F % 1 90 8 .0 3 6, 0 2 30 1 .0
total
patuh F % 2 10 .0 4 94 7 .0 4 70 9 .0
F 2 0 5 0 7 0
% 100. 0 100. 0 100. 0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui jenis kelamin dengan kepatuhan cuci tangan tidak patuh 21 responden (30,0%), Jenis kelamin perempuan dengan kepatuhan cuci tangan patuh sebanyak 49 responden (70,0%). Hasil penelitian menunjukan hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan cuci tangan ini tidak dapat dianalisis. Hal ini dikarenakan semua responden berjenis kelamin perempuan. Dalam penelitian ini
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
7
tidak dapat menilai tingkat kepatuhan lakilaki dan perempuan karena responden dalam penelitian ini semua responden berjenis kelamin perempuan.
pekerjaannya semakin terampil seseorang dalam bekerja atau berkarya (Supratman, 2008, hlm.67). 11.Hubungan fasilitas dengan kepatuhan cuci tangan
10.Hubungan lama kerja dengan kepatuhan cuci tangan
Tabel 5.11 Hubungan fasilitas dengan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
Tabel 5.10 Hubungan lama kerja dengan kepatuhan cuci tangan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang tahun 2013 n=70
Lama kerja
<5 tahun 5-10 tahun >10 tahun Total
Kepatuhan cuci tangan Tidak patuh patuh F % F % 1 90 2 10 8 .0 .0 1 10 9 90 .0 .0 2 5. 3 95 0 8 .0 2 30 4 70 1 .0 9 .0
total
F 2 0 4 4 2 6 7 0
% 100. 0 100. 0 100. 0 100. 0
X
2
48.0 95
p valu e
fasilit as
Tidak lengk ap Leng kap
0.00 0
Total
Berdasarkan uji statistik menggunakan ChiSquare didapatkan nilai x2hitung = 48.095 sehingga lebih besar dari x2tabel = 5.991 maka Ha diterima dan di dapatkan nilai ρ value sebesar 0,000 dengan nilai ρ < 0,05, sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat menjalankan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Kepatuhan cuci tangan Tidak patuh patuh F % F % 1 50 1 5 .0 0. 0 4 35 7 6 .4 3. 6 5 38 8 6 .5 1. 5 0
total
F 2
% 100. 0
1 1
100. 0
1 3
100. 0
X2
133
p valu e
0.71 5
Berdasarkan uji statistik menggunakan ChiSquare dengan fisher exact test didapatkan nilai x2hitung = 0.133 sehingga kurang dari nilai x2tabel = 3.841 maka Ha ditolak dan didapatkan nilai ρ value sebesar 0,000 dengan nilai ρ < 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak adanya hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat menjalankan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Lama kerja merupakan salah satu faktor dalam diri manusia yang sangat menentukan dalam tahap penerimaan rangasang. Pada proses persepsi langsung orang yang punya pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi dari segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman (Suharto, 2000, dalam Sukamto 2007, hlm.42).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan tidak berpengaruh pada kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan. Patuh atau tidaknya perawat dalam cuci tangan, dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya fasilitas. Meskipun peralatan tersedia jika kesadaran perawat untuk cuci tangan sangat rendah kemungkinan juga tidak akan menggunakan fasilitas untuk cuci tangan. Fasilitas kesehatan terpenuhi ataupun tidak jika perilaku seseorang tetap tidak patuh, maka juga akan tetap tidak patuh (Prawira, 2010, hlm.67).
Hasil penelitian ini dikuatkan dengan teori yang mengatakan bahwa pengalaman atau masa kerja adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang dari peristiwaperistiwa yang dialami selama perjalanan kerja (Wursono, 2003, hlm.105). Semakin lama seseorang menggeluti bidang
8
Hasil penelitian ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfianti (2010) yang menyatakan bahwa hasil analisis didapatkan nilai p 0,079 yang berarti tidak terdapat hubungan antara fasilitas dengan tingkat kepatuhan cuci tangan perawat.
Dalam penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba area penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di rumah sakit lain untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di rumah sakit Telogorejo dengan rumah sakit lain. Peneliti hanya melakukan lima varabel yang terkait dengan kepatuhan yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja dan fasilitas kesehatan. diharapkan peneliti selanjutnya dapat melaksanakan penelitian dengan variabel lainnya seperti lingkungan dan kepribadian.
KESIMPULAN Karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan sebanyak 44 responden (62,9%). jenis kelamin menunjukkan bahwa semua responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 70 responden (100%). Pendidikan S1 keperawatan sebanyak 50 responden (71,4%). Lama kerja >10 tahun sebanyak 40 (57,1%).fasilitas lengkap 11 ruangan (84,6%).ada hubungan antara usia dengan kepatuhan cuci tangan dengan p=0.000. ada hubungan antara pendidika dengan kepatuhan cuci tangan dengan p=0.000. ada hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan cuci tangan dengan p=0.000. tidak ada hubungan antara fasiitas dengan kepatuhan cuci tanga dengan p=0,715.
DAFTAR PUSTAKA Arfianti.
(2010). Hubungan Fasilitas Kesehatan Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Medan: Universitas Darma Agung
Darmadi.
(2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika.
SARAN
Depkes RI. (2004). Surveilans Infeksi Di Rumah Sakit. http://Depkes RI.com/diperoleh 10 November 2012.
1. Bagi perawat Perawat yang berusia 21-40 tahun diberi penyuluhan tentang dampak apa saja yang akan terjadi apabila tidak melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Bagi perawat yang mempunyai lama kerja <5 tahun dan 5-10 tahun lebih baik dibimbing dan diawasai oleh perawat senior yang bekerja <10 tahun. Bagi perawat yang berpendidikan D3 diharapkan meningkatkan kepatuhan dan diharapkan bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 2. Bagi Rumah Sakit hasil penelitian ini diharapkan mampu menurunkan angka kejadian penyebaran infeksi nosokomial, untuk fasilitas kesehatan yang ada di rumah sakit dilakukan pemeliharaan wastafel dengan mengecek fungsi wastafel setiap ruangan. 3. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan dasar dalam keperawatan. 4. Bagi penelitian selanjutnya
Gibson. (2009). Teori Perkembangan Kognitif. Jakarta: EGC Hidayat Aziz Alimul. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. . (2008). Riset Keperaatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Maskuri
9
(2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Infeksi Nosokomial Terhadap Perilaku Cuci Tangan Perawat Di Ruang Flamboyan Dan Kenanga RSUD.Dr. H. Soewondo Kendal. Kendal: PSIK Stikes Kendal.
Maryunani A. (2011). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. CV Trans Info Media.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Yosi,
Meila, S,. (2010). Hubungan Antara Perilaku Cuci tangan Perawat Dengan Pertumbuhan Bakteri Aerob Penyebab Infeksi Nosokomial. http://FK UMY .diperoleh 9 November 2012.
Supratman, (2008). Model-Model Supervisi Keperawatan Klinik. Diambil pada 20 Mei 2013 dari. http:.www.lib.ui.ac.id/
Notoatmodjo, S. (2002). Metode penelitian kesehatan, edisi revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta _______, (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. _______. (2010). Metode Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wursono, (2003). Dasar-dasar Manajemen Personalia. Jakarta: Pustaka Dian
Penelitian
Niven, (2002). Psikologi Kesehatan, Edisi Kedua, Jakarta: EGC. Potter
& Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta:EGC.
Proverawati Atikah & Eni Rahmawati. ((2012). Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta: Muha Medika. Saryono & Aggriyana Tri Widianti. (2010). Catatan Kuliyah Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Saragih
& Rumpea. (2010). Hubungan karakteristik Perawat dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia. Medan: Universitas Darma Agung
Sugiyono. (2005). Statistik untuk penelitian. Jawa Barat: IKAPI Sukamto, A. (2007). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Klien Tentang Hipertensi Dengan Kepatuhan Dalam Menjalankan Diit Hipertensi. Semarang: Universitas Diponegoro. Syaifudin
Abdul Bari. (2004). Pencegahan Infeksi Untuk Pelayanan Kesehatan Sumber Daya Terbatas.
D. (2008). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi Nosokomial Di rumah Sakit Tugu Semarang. Semarang: Stikes Telogorejo.
Panduan Fasilitas Dengan Jakarta:
10