FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI FORGIVENESS PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Disusun Oleh : NURAN 107070000398
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
i
FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI FORGIVENESS PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh: NURAN 107070000398 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
ii
FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI FORGIVENESS PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh: NURAN NIM: 107070000398
Di bawah bimbingan:
Pembimbing
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi
yang
berjudul
“Faktor-Faktor
Psikologis
yang
Mempengaruhi
Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
September 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 11 Oktober 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D
Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 130 885 522
NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota:
Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi NIP. 19770608 200501 2 003
iv
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Nuran NIM : 107070000398 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undangundang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta,11 Oktober 2011
Nuran NIM: 107070000398
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto: “Belajar adalah perjuangan, perjuangan adalah pengorbanan, dan pengorbanan itu adalah meninggalkan hal-hal yang menyenangkan" (Jahja Umar)
Persembahan:
Skripsi ini kupersembahkan untuk Malaikat hidupku Papa dan Mama.. Serta pengukir senyum dalam hari-hariku Amira, Rayhan, dan Ibel..
vi
ABSTRAK A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) Oktober 2011 C) Nuran D) Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Forgiveness Pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga E) XV + 123 Halaman (belum termasuk lampiran) F) Forgiveness merupakan hal yang penting dalam suatu hubungan untuk melakukan perubahan motivasi seseorang yang disakiti sehingga dapat diperbaiki demi kepentingan antar pasangan. Forgiveness adalah peningkatan dorongan ke arah yang lebih baik atau positif, yang ditandai dengan rendahnya dorongan untuk menghindar (avoidance motivations); rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations); dan bertambahnya dorongan untuk berperilaku baik. Tingkat forgiveness dipengaruhi oleh beberapa faktor, tiga faktor yang sangat berperan penting adalah tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas. Tipe kepribadian yang digunakan adalah tipe kepribadian Jung yang terdiri dari ekstrovert dan introvert. Kualitas hubungan yang digunakan terdiri dari komitmen, kepercayaan, keintiman, dan kepuasan hubungan. Religiusitas yang digunakan terdiri dari keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tipe kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi berganda melibatkan sampel sebanyak 150 orang yang memenuhi kriteria (wanita berusia 20-60 tahun, status menikah, belum cerai, korban KDRT di LBH APIK). Alat ukur forgiveness yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur Measuring Offence-Spesific Forgiveness Scale (MOFS), sedangkan alat ukur tipe kepribadian ekstrovertintrovert yang digunakan adalah adaptasi dari alat ukur Myers Brigss Type Indicator (MBTI), kemudian untuk alat ukur kualitas hubungan yang digunakan berupa skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Guldner & Swesen, dan alat ukur religiusitas yang digunakan adalah hasil adaptasi dari alat ukur Glock & Stark. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara bersamaan tipe kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas secara signifikan mempengaruhi forgiveness (P < 0.05). Dalam penjabarannya terdapat dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap forgiveness, yaitu kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi. Hasil dari moderator variabel yang digunakan yaitu usia pernikahan secara signifikan mempengaruhi forgiveness, dengan independen variabel yang berpengaruh pada kelompok usia pernikahan tinggi yaitu kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi, kemudian pada kelompok usia pernikahan
vii
rendah didapatkan independen variabel yang berpengaruh yaitu kualitas hubungan. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dalam melakukan penelitian menggunakan variabel yang terkait dengan forgiveness yang tidak dianalisis sebagai IV, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, anak, dsb, kemudian dapat memperkaya penelitian dengan membandingkan antara forgiveness istri dari pasangan normal dan pasangan KDRT, serta lebih banyak menggunakan dan mengembangkan item – item yang lebih valid dalam mengukur konstruk – konstruk psikologisnya. G) Daftar Bacaan : 35; buku: 17 + jurnal: 11 + artikel: 3 + skripsi: 3 + hasil wawancara: 1
viii
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahiim Syukur Alhamdulillah Peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan
skripsi
dengan
judul
”Faktor-Faktor
Psikologis
Yang
Mempengaruhi Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selama pengerjaan skripsi ini Peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan, rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi Peneliti. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai Dosen Pembimbing. Terima kasih karena telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini, untuk segala ilmu yang telah Peneliti dapatkan. 2. Dua sosok penyemangat hidup yang sangat peneliti hormati dan kasihi, Papa dan Mama, Ali Muhammad Abdat dan Hamida Jaff Abdat. Rangkaian kata-kata indah tak akan dapat melukiskan rasa syukur dan terima kasih Peneliti atas segala jerih payah, kesabaran, ilmu, dan segala dukungan yang telah Papa dan Mama berikan bagi Peneliti. Terima kasih, malaikatku. 3. Kepada Pak Ikhwan Luthfi M.Psi, sebagai Dosen Pembimbing Seminar Proposal, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, kritik yang membangun, dan waktu yang diberikan kepada Peneliti. Kepada Bu Zulfa Indira M.Psi, Psi pembimbing KKL atas ilmu yang diberikan dan nasihat yang akan selalu Peneliti ingat. Ibu S.
ix
Evangeline I Suaidy dan Pak M. Avicenna M.Hsc,. Psy yang telah memberi ilmu dan menjadi motivator bagi Peneliti dalam mengembangkan ilmu psikologi dan mengikuti program beasiswa. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada Peneliti, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan. 5. Kepada Mba Rini & para Staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi. 6. Kepada LBH APIK atas izin dan bantuannya dalam pengambilan data di kantor, dan kepada seluruh responden dari LBH APIK atas kesediaan, serta kerjasamanya dalam penelitian yang dilakukan oleh Peneliti 7. Kepada Amira, Rayhan, dan Ibel yang sangat Peneliti sayangi, terima kasih untuk support, nasihat, senyuman, semangat, dan doa yang selalu diberikan. Semoga kalian dapat lebih baik lagi dari Peneliti dan kita berempat akan selalu jadi kebanggan terbesar untuk Papa dan Mama. 8. Untuk Sahabat-sahabat Peneliti, yaitu Naya, Icha, Risna, Siro, Camel, Siro, Nurul, Rifa, Linda, dan Weni atas perjalanan suka dan duka selama 4 tahun kebersamaan ini, "cerita kita masih panjang, maka jangan sudahi sampai disini". Kemudian, untuk Sahabat-sahabat Peneliti d'Bibirs, Farah, Laras, Efiy, Anya, Winda, Lala, Rara, dan Unyil, terima kasih atas tawa, tangis, cerita, dukungan, semangat, dan segala kebersamaan ini, "terbukti walaupun kita tak selalu bersama tapi justru kebersamaan ini terus terbangun". 9. Untuk The GH yaitu Iccy, Fara, Laura, Mayang, Ezzat, Epiy, dan Sukria, terima kasih untuk segala cerita cita dan cinta "atas nama persahabatan GH". Untuk Iki,sahabat juga kakak bagi Peneliti, atas seluruh dukungan dan setiap bantuan, sungguh terima kasih dari lubuk hati terdalam. Dan untuk Ami, Indah, Imel, terima kasih telah mengukir banyak cerita dalam hari-hari Peneliti. 10. Untuk Sahabat 'Buavita', yaitu Ogy, Ben, Jali, Chris, Ayu, Desy, Tari, Syiva, dan Damai terima kasih untuk setiap canda, tawa, juga amarah yang muncul, kalian adalah semangat untuk menjadi yang tercepat dan terbaik demi rencana-rencana
x
masa depan kita. Kemudian, untuk Putri, Hani, Felya, Tika, Putaw, Mail, dan teman-teman "Borocks" yang selalu menjadi semangat, motivator, pengingat dan pesaing Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih 'sahabat tak akan terganti'. 11. Untuk Sahabat 'Kita' yaitu Hani, Pras, Rudhi, Aji, Danny, Kak Amal, Rika, Kak Siro, Kak Isni yang banyak sekali membantu Peneliti dan memberikan arahan dalam mengerjakan skripsi. Kemudian, untuk Adyo, sahabat dan guru yang berusaha sabar mengahadapi Peneliti, terima kasih untuk dukungan dan kesabarannya. Dan untuk sahabat, kakak, adik, saudara, dan calon adik ipar, Dara Amalia, terima kasih untuk segala kasih, kesabaran, support, nasihat, kecerewetan, dan segala hal berarti yang sulit untuk dijabarkan. 13. Untuk teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas D yang sangat kompak dan penuh cerita, terimah kasih untuk segala kebersamaan ini. Kemudian, untuk teman-teman seperjuangan yaitu Aji, Risna, Vfah, Reza, Kak Sarah, "setiap detik menunggu, setiap semangat yang ditumbuhkan, rasa letih, bingung, dan kebersamaan dari setiap bimbingan, selamat menikmati kesuksesan ini anak-anak Pak Jahja" 14. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan. Selain itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.
Jakarta, 11 Oktober 2011
Nuran
xi
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Pengesahan Pembimbing.......................................................................
iii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian .....................................................................
iv
Lembar Orisinalitas ...........................................................................................
v
Motto dan Persembahan ....................................................................................
vi
Abstrak .............................................................................................................
vii
Kata Pengantar ..................................................................................................
ix
Daftar Isi............................................................................................................
xii
Daftar Tabel ......................................................................................................
xv
Daftar Gambar ..................................................................................................
xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii BAB 1 Pendahuluan.........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................
15
1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................
16
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................
16
1.4.1 ...............................................................................................
17
1.4.2 ...............................................................................................
17
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................
17
BAB 2 Kajian Teori ........................................................................................
19
2.1 Forgiveness .....................................................................................
19
2.1.1 Definisi forgiveness ................................................................
19
2.1.2 Dimensi yang mendasari forgiveness ......................................
21
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness .......................
26
2.1.4 Pengukuran forgiveness ..........................................................
28
2.2 Kepribadian .....................................................................................
29
2.2.1 Definisi kepribadian ...............................................................
29
2.2.2 Struktur kepribadian ...............................................................
31
2.2.3 Definisi Extroversion-Introversion .........................................
35
xii
2.2.4 Pengukuran tipe kepribadian .................................................
37
2.3 Kualitas hubungan dengan pelaku ....................................................
37
2.3.1 Definisi kualitas hubungan .....................................................
37
2.3.2 Dimensi-dimensi kualitas hubungan .......................................
38
2.3.3 Bentuk kualitas hubungan dengan forgiveness ........................
40
2.3.4 Pengukuran kualitas hubungan ...............................................
40
2.4 Religiusitas ......................................................................................
41
2.4.1 Definisi religiusitas ................................................ ..................
41
2.4.2 Dimensi-dimensi religiusitas ..................................................
42
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas ........................
44
2.4.4 Pengukuran religiusitas ..........................................................
46
2.5 Kerangka Berpikir ...........................................................................
47
2.6 Hipotesis Penelitian .........................................................................
52
BAB 3 Metode Penelitian ................................................................................
54
3.1 Populasi dan Sampel ........................................................................
54
3.2 Variabel Penelitian ...........................................................................
54
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ..........................................
55
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................
56
3.5 Pengujian Validitas Konstruk ...........................................................
62
3.5.1 Uji validitas konstruk forgiveness ...........................................
64
3.5.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian ...................................
68
3.5.3 Uji validitas konstruk kualitas hubungan ................................
72
3.5.4 Uji validitas konstruk religiusitas Glock & Stark ....................
75
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................
86
3.7 Metode Analisis Data .......................................................................
87
BAB 4 Hasil Penelitian ....................................................................................
91
4.1 Analisis Deskriptif ...........................................................................
91
4.2 Uji Hipotesis Penelitian ...................................................................
93
4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian .........................................
93
4.2.2 Pengujian proporsi masing-masing IV .................................... 102 4.3 Moderator Variabel .......................................................................... 107
xiii
4.3.1 Analisis sub kelompok ........................................................... 107 BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran .......................................................... 112 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 112 5.2 Diskusi ............................................................................................ 113 5.3 Saran ............................................................................................... 118 5.3.1 Saran metodologis .................................................................. 119 5.3.2 Saran praktis .......................................................................... 119 Daftar Pustaka ................................................................................................ 121 Lampiran
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tipologi Tipe kepribadian ...............................................................
32
Tabel 3.1 Blueprint Tipe kepribadian .............................................................
58
Tabel 3.2 Blueprint Kualitas hubungan ...........................................................
58
Tabel 3.3 Blueprint Religiusitas .....................................................................
59
Tabel 3.4 Blueprint Forgiveness .....................................................................
62
Tabel 3.5 Muatan Faktor dari Forgiveness ......................................................
66
Tabel 3.6 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran Forgiveness ..............
67
Tabel 3.7 Muatan Faktor dari item Tipe Kepribadian Ekstrovert .....................
69
Tabel 3.8 Muatan Faktor dari itemTipe Kepribadian Introvert ........................
71
Tabel 3.9 Muatan Faktor dari item Kualitas Hubungan ...................................
73
Tabel 3.10 Muatan Faktor dari item Keyakinan ................................................
76
Tabel 3.11 Muatan Faktor dari item Praktek Agama .........................................
79
Tabel 3.12 Muatan Faktor dari item Pengalaman Keagamaan ...........................
82
Tabel 3.13 Muatan Faktor dari item Pengetahuan Keagamaan ..........................
83
Tabel 3.14 Muatan Faktor dari item Konsekuensi Keagamaan ..........................
85
Tabel 4.1 Subjek berdasarkan usia pernikahan ................................................
92
Tabel 4.2 Subjek berdasarkan tingkatan forgiveness .......................................
93
Tabel 4.3 Rsquare Regresi ..............................................................................
94
Tabel 4.4 Anova dari Analisis Regresi ............................................................
95
Tabel 4.5 Koefisien Regresi ...........................................................................
96
Tabel 4.6 Penghitungan Proporsi Varians ....................................................... 103 Tabel 4.7 Median Usia Pernikahan ................................................................. 108 Tabel 4.8 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Rendah ................... 109 Tabel 4.9 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Tinggi ..................... 110
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................
51
Gambar 3.1 Analisis Konfirmatorik Skala Forgiveness ....................................
65
Gambar 4.1 Residual Plots Forgiveness ........................................................... 107
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Kuisioner Lampiran B : Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Ekstrovert Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Introvert Analisis Faktor Konfirmatorik Kualitas Hubungan Analisis Faktor Konfirmatorik Keyakinan Analisis Faktor Konfirmatorik Praktek Agama Analisis Faktor Konfirmatorik Pengalaman Keagamaan Analisis Faktor Konfirmatorik Pengetahuan Keagamaan Analisis Faktor Konfirmatorik Konsekuensi Keagamaan Lampiran C : Matriks Korelasi Antar Independent Variabel
xvii
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab satu ini akan dibahas beberapa hal yaitu, latar belakang masalah, yang di dalamnya mencakup fenomena yang terjadi, penemuan di lapangan, serta penelitianpenelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian ini. Kemudian akan dibahas juga alasan ketertarikan peneliti pada faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi forgiveness. Selain itu dalam bab ini dibahas juga mengenai perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian.
Tindak kekerasan dalam rumah
tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa. Di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dikemukakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau
1
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Hanita dkk, 2009). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial serius yang kurang mendapat tanggapan dari masyarakat karena pertama, KDRT memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup (pribadi) dan dijaga ketat privacy nya karena persoalannya terjadi dalam area keluarga. Ke dua, KDRT seringkali dianggap wajar karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga (Hasbianto, 1996). Kenyataan ini membuat istri merasa terpojok dengan tidak memiliki tempat berkeluh kesah dan berusaha menyimpan permasalahan dan menahan perasaan yang timbul dalam diri karena kurangnya pemahaman dalam mengatasi masalah. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga adalah kasus kekerasan berbasis gender yang paling sering dialami oleh perempuan. Data Komnas Perempuan menyebutkan kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang menempati urutan tertinggi yang dilaporkan. Pada tahun 2009 angka kasus kekerasan terhadap istri mencapai 17.772 kasus. Padahal pada tahun 2007 kekerasan terhadap istri hanya 1.348 kasus. Dalam tindakan kekerasan akan dikenal istilah korban yaitu orang yang disakiti dan pelaku sebagai orang yang telah menyakiti. Kekerasan merupakan salah satu bentuk dari hubungan antar dua individu, dimana individu yang satu merasa tersakiti (korban) dan karena perbuatan individu yang lain (pelaku). Akibatnya ialah
2
timbul perasaan-perasaan negatif (marah, benci, ingin balas dendam) pada pelaku kekerasan yang tak lain ialah suaminya (Komnas perempuan, 2002). Dari perlakuan menyakiti tersebut selain dapat mengakibatkan perasaan negatif yang muncul dapat pula selanjutnya menghadirkan sisi positif lain yaitu kesediaan untuk melakukan forgiveness dari diri korban. Hal ini membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama dan mendalam. Memaafkan sendiri tidak dapat menghilangkan perasaan sakit, namun setelah memaafkan rasa sakit itu dapat ditahan. Setelah memaafkan, individu menyadari bahwa kemarahan dan kebencian dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk (Enright, 2001). Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berujung dengan perceraian, namun ada pula yang tetap mempertahankan rumah tangganya dan memaafkan suami yang telah melakukan kekerasan (Hanita dkk, 2009). Sikap forgiveness disini terlihat pada beberapa kasus yang banyak menjadi bahan pembicaraan, sikap ini pasti memiliki alasan yang sangat kuat dengan latar belakang tertentu dari korban, hingga memunculkan perasaan dapat melakukan forgiveness pada pelaku. Dalam kehidupan sehari-hari, memaafkan merupakan sesuatu hal yang dianggap baik. Dalam Wikipedia (2010) dijelaskan bahwa forgiveness adalah proses menyimpulkan dendam, marah atau kemarahan sebagai akibat dari perbedaan, dianggap pelanggaran atau kesalahan, dan atau berhenti untuk menuntut hukuman atau restitusi dan juga merupakan norma yang diajarkan dalam setiap agama dan setiap agama memiliki konsep yang berbeda mengenai forgiveness.
3
Namun forgiveness merupakan sesuatu yang sulit dilakukan karena harus melibatkan dua faktor, yaitu harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menghilangkan motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 1999), karena tidak cukup dikatakan sebagai forgiveness apabila hanya menghilangkan perasaan negatif saja, namun juga harus mengembalikan perasaan positif terhadap pelaku kejahatan (Worthington, 1998). Kebanyakan hasil dari pikiran istri-istri korban kekerasan dalam rumah tangga adalah mencoba untuk mengungkapkan forgiveness dapat menjadi suatu pertolongan yang sangat berguna dalam membantu mereka yang telah terluka fisik dan psikis, menyembuhkan sebuah luka hati akibat dari sakit hati yang telah dilakukan oleh pasangannya, dan meringankan rasa sakit yang telah mereka terima sebagai akibat dari perilaku orang lain yang telah berbuat salah kepada mereka. Dikatakan sulit dilakukan karena hal ini menyangkut perasaan seseorang yang sangat dalam. Maksudnya ialah ketika seseorang telah siap menyatakan memaafkan pelaku kejahatan, maka maaf yang diberikan, seharusnya maaf secara keseluruhan tidak hanya maaf dari sebuah perkataan saja, dan secara otomatis ditumbuhkan perasaan untuk kembali berhubungan dan berpikiran positif mengenai pelaku kejahatan tersebut. Akan tetapi, kenyataannya yang terjadi dalam masyarakat dari forgiveness yang dinyatakan hanyalah sebuah perkataan saja. Hal ini juga diperkuat dengan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26-27 november 2010 dengan melakukan wawancara pribadi pada 20 mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta. Diketahui bahwa penyataan forgiveness yang diberikan bukan menjadi
penyelesaian
permasalahan
individu
4
tersebut,
akan
tetapi
masih
meninggalkan luka di hati, rasa kesal, kecewa, dan emosi negatif lain dalam dirinya, bahkan kenyataan lain yang ada sangat sulit untuk melakukan forgiveness karena dirasa beberapa permasalahan yang terjadi sudah terlalu menyakiti diri individu tersebut. Secara umum, manusia diharapkan dengan tulus memohon maaf atas kesalahan mereka dan memberi maaf atas tindakan keliru yang mengena pada mereka. Saling memaafkan merupakan salah satu bentuk tradisi hubungan antar manusia, akan tetapi tradisi ini sering kali juga hanya merupakan ritual belaka. Dengan kata lain, perilaku tersebut dilakukan namun tidak disertai ketulusan yang sungguh-sungguh. Pada sisi lain, ada mitos yang mengatakan bahwa dengan memberi maaf maka beban psikologis yang ada akan hilang. Pada kenyataannya banyak orang yang memberi maaf kepada orang lain kemudian kecewa dengan tindakan tersebut. Hal ini terjadi karena permintaan maaf sering tidak ditindaklanjuti dengan perilaku yang konsisten dengan permintaan maaf tersebut. Mc.Cullough dkk (1997) mendefinisikan forgiveness sebagai suatu perubahan motivasi, motivasi untuk melakukan pembalasan (revenge motivation) dan motivasi untuk menghindar (avoidance motivation). Penurunan kedua motivasi tersebut mencegah respon yang merusak hubungannya dengan pihak yang telah menyakiti atau melukai melainkan untuk berperilaku konstruktif terhadap pihak tersebut. McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002) menjelaskan bahwa forgiveness merupakan peningkatan dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) transgressor,
5
rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations) terhadap transgressor tersebut, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif (benevolence motivations) terhadap transgressor. Worthington (1998) menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahannya dan rasa bersalah. Selain itu, forgiveness dapat mengurangi marah, depresi, cemas dan membantu dalam penyesuaian perkawinan. Memaafkan dalam hubungan interpersonal yang erat juga berpengaruh terhadap kebahagian dan kepuasan hubungan (Fincham dkk, 2001). Penelitian ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniah. Banyak kajian mengenai forgiveness dan telah ditemukan pengaruh yang positif dari forgiveness. Seperti yang dikatakan oleh Mother Teresa (Fincham, 2009) "If we really want to love, we must learn how to forgive", lalu pernyataan dari Reinhold Niebuhr "Memaafkan adalah bentuk keindahan tertinggi dari cinta, sebagai balasannya Anda akan menerima kedamaian yang tak terkatakan dan kebahagiaan". Forgiveness
terjadi
dilatarbelakangi
oleh
bermacam-macam
tingkat
permasalahan, baik pada seorang individu atau sekelompok. Terdapat banyak
6
kelebihan dengan melakukan forgiveness. Kesadaran seperti hal-hal yang telah dibuktikan lewat beberapa penelitian sebelumnya lebih dibutuhkan untuk mengganti semua pengalaman negatif menjadi hal positif. Keinginan untuk melakukan forgiveness ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi dan faktor sebelumnya. Menurut McCullough dkk (1998), terdapat lima aspek yang dapat mempengaruhi forgiveness, yaitu determinan sosio-kognitif, peristiwa menyakitkan, tipe kepribadian, dan empati. Penelitian lain dari McCullough dkk (1997) menunjukkan bahwa forgiveness berhubungan dengan kebahagiaan psikologis, empati, permohonan maaf dan perspective taking, atribusi dan penilaian kekejaman orang yang menyakiti. Secara lebih rinci terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap forgiveness seperti yang dikemukakan oleh McCulllough dkk (1998, dalam Tri & Faturochman, 2009) faktor-faktor tersebut ialah empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya, tingkat kelukaan, tipe kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas. Faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya ialah hal-hal yang berkaitan erat dengan proses terjadinya forgiveness. Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu sikap dan perilaku seseorang yang dalam pembahasan kali ini yaitu forgiveness. Kepribadian menurut Jung (dalam Feist & Feist, 2010) menjelaskan kepribadian manusia berdasarkan tujuannya dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh masa lalu dan masa depan manusia. Jung menjelaskan berbagai macam struktur dari psyche, tipologi kepribadian manusia berdasarkan sikap dan fungsi dominan yang dimiliki oleh
7
manusia,
mekanisme
pergerakan
energi
psikis
dan
tahap
perkembangan
kepribadiannya. Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006), manusia dapat digolongkan dalam dua tipe, yaitu yang bertipe ekstravers dan manusia yang bertipe introvers. Orang yang ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Orientasi utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang yang ekstravers ini mempunyai sikap yang positif terhadap masyarakat. Berbeda dengan orang ekstravers, orang yang introvers dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasi utama tertuju ke dalam; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaian dengan dunia luar pada tipe introvers ini kurang baik, sebaliknya mempunyai penyesuaian yang baik dengan dirinya sendiri. Kajian tentang forgiveness mulai menarik untuk diteliti, beberapa pakar psikologi pun telah turut serta mengkaji mengenai forgiveness secara ilmiah, banyak hal yang telah diteliti baik mengenai tipe kepribadian, kualitas hubungan, kesehatan psikis, religiusitas, dan lain sebagainya. Pemaparan di atas mengenai tipe kepribadian juga didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang (2008). Ia telah melihat hubungan antara tipe kepribadian dan forgiveness. Akan tetapi tipe kepribadian yang diteliti di sini mengenai tipe kepribadian big five dengan forgiveness dalam dua jurnal penelitian, yang hasilnya pertama menyatakan bahwa antara kepribadian tipe big five dengan forgiveness menghasilkan signifikansi positif pada agreeableness dan signifikansi
8
negatif pada neuroticism, dan tidak terdapat signifikansi pada consciousness, extraversion, dan openness. Maka diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian big five dengan forgiveness. Dari penelitian Wang dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara kepribadian seseorang dengan forgiveness. Tipe kepribadian yang dikemukakan yaitu tipe kepribadian big five, kemudian dari pembahasan mengenai forgiveness didapatkan bahwa kepribadian sendiri termasuk ke dalam faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness pada individu. Karena pada dasarnya tipe kepribadian yang dimiliki setiap individu berbeda-beda dan memiliki pengaruh terhadap forgiveness. Menurut McCullough dkk (2001b, dalam Tri & Faturrochman, 2009) tipe kepribadian tertentu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan. Berdasarkan ciri tersebut dapat dikatakan individu dengan tipe kepribadian ini memiliki tingkat emosi yang lebih stabil atau memungkinkan untuk melakukan forgiveness. Dapat diduga bahwa terdapat hubungan antara kepribadian, tepatnya tipe kepribadian ekstravert dengan forgiveness. Penelitian lainnya yaitu penelitian yang mencari tahu mengenai hubungan antara trait kepribadin big five factors dengan forgiveness pada pasangan yang
9
menikah dalam masa pernikahan 1 hingga 5 tahun. Diketahui dari hasil penelitian tersebut terdapat hubungan yang erat antara trait kepribadian yaitu trait extraversion, agreeableness, dan openess dengan forgiveness pada pasangan yang menikah (dalam Arthasari, 2010). Penelitian lainnya yang berhubungan dengan tipe kepribadian big five factors yaitu yang dilakukan oleh McCullough (1998) menyatakan bahwa kecenderungan seseorang untuk melakukan forgiveness memiliki korelasi yang cukup erat dengan dua buah dimensi big five, yaitu neuroticism dan agreeableness, dimana orang-orang agreeableness (ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik) memiliki tingkat emosi yang lebih stabil, lebih cenderung mudah memaafkan perbuatan menyakitkan yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka. Bagi orang-orang yang memiliki kepribadian
neuroticism (mudah
mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive),
lebih cenderung sulit memaafkan perbuatan menyakitkan
yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka. Dikarenakan banyaknya penelitian mengenai tipe kepribadian big five factors yang telah dilakukan terhadap forgiveness dan dirasa masih sedikit penelitian mengenai tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, serta didukung pendapat dari McCullough mengenai hubungan tipe kepribadian ekstravert dengan forgiveness, maka berdasarkan hal tersebut peneliti berniat mengangkat tipe kepribadian yang diteliti dengan menggunakan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
10
Faktor kedua yang mempengaruhi forgiveness ialah kualitas hubungan. Menurut McCullough dkk (1998), kualitas hubungan menjadi faktor kuat yang mempengaruhi terjadinya proses forgiveness, karena individu yang memaafkan kesalahan pihak lain (pasangan) dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Di dalamnya terdapat beberapa alasan yang menjadi pemicu bahwa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan (forgiveness) dalam hubungan interpersonal. Dalam kualitas hubungan, kedekatan antara korban dan pelaku kekerasan, kadar penderitaan yang dipersepsikan subjek dan keinginan untuk berhubungan baik kembali mempengaruhi seseorang untuk memaafkan (McCullough dkk., 1998). Penelitian terdahulu lain yang mendukung kualitas hubungan dengan forgiveness dikemukakan oleh Fincham (2000) bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi individu dalam bersikap memaafkan terhadap individu lain. Hal ini biasanya terjadi dikarenakan kualitas hubungan yang dekat antara individu satu dengan individu lainnya. Dikarenakan kedekatan hubungan antara kedua individu tersebut, maka dapat memunculkan forgiveness dari dirinya. Di dalam jurnal ini dijelaskan bahwa individu yang memiliki hubungan kedekatan dengan orang yang bermasalah dengannya, akan memiliki tingkat forgiveness yang lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan yang kualitas hubungannya tidak dekat. Dalam penelitian lainnya mengenai kualitas hubungan suami dan istri dikatakan oleh Fincham dkk (2009) yang memperlihatkan bahwa dengan melakukan forgiveness memunculkan dampak yang positif atau keuntungan dengan timbulnya
11
kesejahteraan suatu hubungan. Hal ini diperkuat oleh kenyataan yaitu rata-rata suami istri yang mementingkan, mencoba, dan menyetujui forgiveness terjadi pada usia yang pernikahannya lebih lama, dan dengan melakukan forgiveness pernikahannya lebih berumur panjang, serta dirasa memuaskan. Faktor lainnya yang mempengaruhi forgiveness yaitu religiusitas. Religiusitas menurut Glock & Stark (1974) adalah apa yang diyakini seseorang sebagai kebenaran religius, apa yang seseorang lakukan sebagai bagian pengamalan keyakinan, melibatkan emosi atau pengalaman sadar dalam agama yang dianut, yang diketahui tentang keyakinan, dan bagaimana tingkah laku sehari-hari dipengaruhi agama. Di dalam religiusitas terdapat beberapa dimensi yang akan diteliti juga dalam penelitian ini, yaitu dimensi-dimensi menurut Glock & Stark, terdiri dari lima macam yaitu
dimensi keyakinan,
praktek
agama,
pengalaman,
pengetahuan,
dan
konsekuensi. Dalam salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Gorsuch dan Hao (1993, dalam Batson dkk., 2006) menyimpulkan dalam penelitiannya yang berjudul Forgiveness: An exploratory factor analysis and its relationships to religious variables, bahwa "Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat forgiveness terhadap orang lain" Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rusdi (2009) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirasat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta. Diketahui dari hasil penelitian sebelumnya bahwa agama dapat mempengaruhi secara positif terhadap fogiveness. Secara logis, peneliti berpendapat bahwa forgiveness
12
secara tidak langsung dipengaruhi oleh konsep forgiveness dalam agama Islam, seperti anjuran forgiveness dalam al-qur'an seperti dalam surat Al-Anfaal ayat 7, AnNur ayat 162, Ali Imran ayat 134, serta ayat-ayat lain di dalam al-qur'an yang menganjurkan untuk forgiveness. Agama sendiri dalam Wikipedia (2008) tidak hanya Islam, ada banyak agama lain dan semua agama berbeda-beda dalam mengajarkan mengenai forgiveness, baik agama Kristen, Yahudi, Hindu, Budha , dan begitu pula pada agama Katolik. Selain itu Edward (2002, dalam Batson dkk., 2006) menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara konstrak keyakinan (faith) dengan forgiveness, maka apabila seorang individu memiliki suatu keyakinan dalam beragama yang kuat, maka kesediaan untuk memaafkan akan berpeluang lebih besar dari yang tidak memiliki keyakinan kuat. Kanz (2000, dalam Horn) menyimpulkan bahwa religiusitas merupakan salah satu variabel yang memiliki korelasi dengan penerimaan untuk forgiveness. Maka dari teori dan hasil penelitian yang ada menunjukkan terdapat kaitan antara religi dan keinginan melakukan forgiveness. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa forgiveness merupakan salah satu cara yang dipilih agar seseorang yang disakiti dapat menyembuhkan luka hati akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Cara yang ditempuh adalah dengan menurunkan perasaan-perasaan negatif yang muncul dan meningkatkan motivasi positif, yaitu untuk berdamai atau memperbaiki hubungan dengan pelaku. (Mc.Cullough dkk., dalam Worthington, 1998).
13
Maka diketahui dari beberapa penelian dalam terjadinya forgiveness terdapat bermacam-macam faktor yang mempengaruhi berlangsungnya dan bersedianya seseorang melakukan hal tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui dan merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul "FaktorFaktor Psikologis Yang Mempengaruhi Forgiveness Pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga"
14
1.2 Pembatasan Masalah Untuk menghindari kesimpangsiuran persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut : 1. Forgiveness merupakan proses perubahan dorongan ke arah perilaku dari diri individu terhadap pelaku. Pada penelitian ini forgiveness yang dimaksud adalah peningkatan dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) pelaku, rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations) terhadap pelaku, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali (benevolence motivations) terhadap pelaku. 2. Tipe kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian tipologi Jung yaitu tipe kepribadian extrovert dan introvert. 3. Kualitas hubungan merupakan keadaan seberapa baik atau buruk interaksi pada suatu hubungan. Pada penelitian ini kualitas hubungan yang dimaksud adalah tingkat baik buruknya kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang mendalam bertujuan memudahkan proses dalam suatu hubungan antara satu dengan yang lain. 4. Religiusitas merupakan perwujudan individu penganut agama. Pada penelitian ini religiusitas yang dimaksud adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Terdapat beberapa
dimensi religiusitas, dan dalam penelitian ini religiusitas yang diukur adalah religiusitas yang dipaparkan oleh Glock & Stark (1974) yaitu dimensi keyakinan,
15
praktek agama, pengalaman keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan pengamalan keagamaan.
5. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita yaitu istri korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di bawah perlindungan LBH APIK yang berusia 20-60 tahun, status menikah dengan usia pernikahan 1-30 tahun.
1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan yaitu: 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan rumah tangga? 2. Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian yang telah peneliti rumuskan di atas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:
16
1.4.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tipe kepribadian ekstrovertintrovert, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1. Diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambahkan hasil-hasil penelitian kualitas hubungan dan religiusitas dimensi konsekuensi terhadap forgiveness pada korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti: mendorong minat teman-teman lainnya yang berkecimpung di bidang psikologi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan forgiveness, dan membantu seseorang dalam konseling pernikahan, psikiater pernikahan, dan menemukan problem solving pada pasangan yang menikah, mengingat hal tersebut masih sangat baru sehingga masih banyak hal yang dapat digali mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi forgiveness.
1.5 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab 1. Pendahuluan
17
Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, permasalahanpermasalahan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2. Landasan Teori Pada bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori tentang tipe kepribadian, teori kualitas hubungan dengan pelaku, teori religiusitas, teori forgivenes, dan kerangka berpikir.
Bab 3. Metode Penelitian Pada bab ini berisi penguraian mengenai, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tekhnik pengambilan dan sampel, desain penelitian, instrumen penelitian, tekhnik pengambilan data dan tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab 4. Analisis Hasil Penelitian Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis.
Bab 5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
18
BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab dua ini, akan dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang akan dibahas adalah mengenai teoriteori yang berkenaan dengan forgiveness yang dimulai dengan definisi, hingga teoriteori yang dibahas dari beberapa tokoh yang berbeda. Setelah itu peneliti akan membahas faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness pada korban kekerasan dalam rumah tangga. 2.1. Forgiveness 2.1.1 Definisi forgiveness Forgiveness adalah kesediaan menanggalkan kesalahan yang diakukan oleh seseorang yang telah menyakiti hati atau melakukan suatu perbuatan salah pada individu lain (Braumesiter & Exline, dalam McCullough dkk., 2003). Forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku. Sebaliknya ada keinginan adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti, walaupun orang yang telah menyakiti telah berbuat yang menyakitkan terhadap kita. (McCullough, 1997, dalam McCullough dkk., 2003). Menurut McCullough dkk (1997) menjelaskan bahwa forgiveness adalah suatu perubahan motivasi, perubahan motivasi untuk melakukan pembalasan
19
(revenge motivation) dan motivasi untuk menghindar (avoidance motivation). Penurunan kedua motivasi tersebut mencegah respon yang merusak hubungannya dengan pihak yang telah menyakiti atau melukai melainkan untuk berperilaku konstruktif terhadap pihak tersebut. Selain itu, McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002) menjelaskan bahwa forgiveness adalah proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap pelaku. Dikatakan bahwa forgiveness merupakan peningkatan dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) pelaku, rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations) terhadap pelaku, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali (benevolence motivations) terhadap pelaku. Kemudian, Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan forgiveness sebagai sikap untuk mengatasi hal- hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang yang telah menyakiti dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan rasa kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa forgiveness adalah peningkatan dorongan dari arah yang negatuntuk berperilaku ke arah yang lebih baik, yang ditandai dengan rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan kembali.
20
2.1.2 Dimensi yang mendasari forgiveness Dimensi forgiveness yang dikemukakan merupakan penjelasan lebih jauh mengenai definisi McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002). Forgiveness merupakan proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap transgressor. Tiga dorongan tersebut adalah avoidance motivations, revenge motivations, dan benevolence motivations, yang selanjutnya juga menjadi dimensi forgiveness. Penjelasan dari ke tiga dimensi yang mendasari forgiveness ialah sebagai berikut: 1) Avoidance motivations Ditandai dengan individu yang menghindar atau menarik diri (withdrawal) dari pelaku. 2) Revenge motivations Ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang ditujukan kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan berkeinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu dilukai oleh individu lain (pelaku), maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar (avoidance) dan membalas dendam (revenge). 3) Benevolence motivations Ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan adanya kehadiran benevolence, berarti juga menghilangkan kehadiran dua dimensi sebelumnya. Oleh karena itu, individu yang memaafkan, memiliki benevolence motivations yang tingi, namun di sisi lain memiliki avoidance dan revenge motivations yang rendah.
21
Selain dari tiga aspek dimensi
yang telah dijelaskan di atas, terdapat
pendapat lain mengenai dimensi yang mendasari forgivenes. Dua aspek yang selalu hadir dalam setiap definisi forgiveness, yaitu berkurangnya keinginan untuk menghindari pelaku yang telah menyakiti korban dan berkurangnya keinginan untuk membalas dendam. Menurut McCullough dkk (1998), terdapat dua aspek sistem motivasional yang menentukan respons seseorang ketika mengalami transgresi interpersonal, yaitu perasaan disakiti (feeling of hurts) dan amarah. Perasaan disakiti merupakan persepsi dan transgresi yang memotivasi seseorang untuk menghindari orang yang melakukan transgresi tersebut, baik secara fisik maupun psikologis sedangkan amarah merupakan emosi yang menyebabkan seseorang ingin membalas dendam. Ketika individu menyatakan bahwa tidak dapat memaafkan orang lain atas suatu peristiwa atau tindakan yang menyakitkan, persepsinya terhadap peristiwa atau tindakan tersebut akan menstimulasi kedua aspek tadi ke arah destruksi hubungan yang dijalani bersama pasangannya tersebut, yaitu dengan adanya motivasi yang tinggi untuk menghindar dan motivasi yang tinggi untuk membalas dendam atau melihat orang yang menyakitinya tadi memperoleh petaka (McCullough dkk, 1998). Sebaliknya ketika individu tersebut menunjukan indikasi telah memaafkan orang lain, persepsi akan orang tersebut beserta tindakan atau peristiwa yang menyakitkan yang telah dilakukan oleh pasangannya tersebut tidak lagi menciptakan motivasi untuk menghindar maupun membalas dendam, sehingga orang yang memaafkan tadi akan mengalami tranformasi motivasional yang bersifat konstruktif. Penjelasan kedua dimensi yang mendasari forgiveness ialah sebagai berikut:
22
1. Penghindaran (avoidance) Worthington (1998) menganalogikan transgresi dengan pengkondisian klasik (classical conditioning) terhadap seorang tikus dalam penelitian eksperimental. Dalam eksperimen, tikus tersebut membuat sebuah nada (stimulus terkondisi). Tikus tadi akan mengasosiakan nada dengan sengatan listrik. Asosiasi tersebut dapat terjadi dalam beberapa kali percobaan jika sengatan listrik relatif lembut. Dibandingkan dengan individu yang mengalami transgresi dan belum dapat memaafkan. Pertama, individu tersebut mengalami luka, baik yang disebabkan oleh kritik, kebohongan, ketidaksetiaan, dan sebagainya. Luka ini sebagai stimulus yang tak terkondisi, sedangkan pelaku (dalam penelitian ini berarti pasangan) berperan sebagai stimulus tak terkondisi. Setelah mengalami transgresi, individu tetap bertemu dengan trangresor. Pertemuan dengan pelaku akan membuat cemas, serupa dengan reaksi tikus yang menciutkan tubuh dan mengejang. Setelah itu ia akan berusaha untuk menghindari pelaku. Jika penghindaran pelaku tidak mungkin untuk dilakukan maka kemarahan, pembalasan, dan konfrontasi dilancarkan. Apabila kemarahan, pembalasan dan konfrontasi tersebut merupakan hal yang dianggapnya tidak rasional, destruktif, atau tidak berguna, individu tadi akan menunjukan tingkah laku yang serupa dengan tingkah laku submisif yang ditunjukan tikus, yaitu depresi, yang menunjukan bahwa ia berada dalam posisi yang lemah dan membutuhkan pertolongan.
23
2. Pembalasan (revenge) Ketika penghindaran sudah tidak lagi efektif, seorang individu dapat menyimpan dendam yang ada, kemudian membalaskannya. Terdapat beberapa alasan yang mendasari keputusan seseorang untuk membalas dendam, yaitu diperolehnya keuntungan praktis maupun materi, mencegah terjadinya persitiwa yang menyakitkan, menghayati konsekuensi dari luka yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mempertahankan harga diri, dan mempertahankan prinsip moral. Alasan utama yang menyebabkan seseorang untuk memutuskan balas dendam kepada orang yang telah menyakitinya adalah dapat diperolehnya keuntungan praktis maupun material dari orang tersebut. Ketika seseorang menyakiti orang lain, seakan-akan berhutang terhadap orang yang disakitinya itu. Memaafkan berarti meniadakan hutang tersebut, dan dapat dilakukan jika pihak yang menyakiti telah menampilkan tingkah laku yang menguntungkan pihak yang telah disakitinya. Penghilangan hutang juga dapat dilakukan dengan melakukan balas dendam. Pembalasan dendam dapat mendatangkan kepuasan atas dicapainya “keadilan” dan keimbangan. Disimpannya dendam merupakan “alat” untuk mencegah berulangnya luka. Peristiwa menyakitkan yang pernah terjadi akan lebih mudah terulang. Kemungkinan untuk kembali terluka dimasa depan akan dipertimbangkan seseorang, apapun yang dirasakannya ketika dilukai, sehingga individu tersebut akan bertanya-tanya, “apakah orang yang menyakiti saya ini akan mengulangi perbuatannya?” Memaafkan akan meningkatkan peluang berulangnya peristiwa
24
yang menyakitkan. Dengan memutuskan untuk tidak memaafkan, seseorang dapat berharap untuk mempengaruhi pihak yang menyakitinya agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang telah melukainya. Tidak memaafkan juga dapat membuat pihak yang telah menyakiti seseorang terus teringat akan perbuatannya. Memaafkan tidak memungkinkan seseorang untuk membuat pihak yang telah menyakitinya terus teringat akan perbuatannya, sebab ketika pemaafan telah terjadi, peristiwa yang menyakitkan tersebut tidak diungkitungkit kembali, dan tidak ada pula rasa bersalah yang dapat diinduksikan kepada pihak yang telah menyakiti, sehingga dengan memaafkan kontrol terhadap tingkah lakunya di masa yang akan datang tidak dapat dilakukan. Dendam juga akan disimpan jika konsekuensi dari luka yang ditorehkan oleh pihak yang menyakiti ternyata berlangsung untuk jangka waktu yang panjang. Pemaafan akan sulit timbul jika konsekuensi dari peristiwa menyakitkan yang dialami berlangsung hingga masa depan. Alasan lain disimpannya dendam adalah untuk menjaga harga diri pihak yang disakiti (Baumister et al, 1998). Banyak peristiwa menyakitkan yang dapat mengancam harga diri, sehingga pihak yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut menganggap bahwa memaafkan dapat menyebabkan mereka kehilangan harga diri. Ketidakinginan akan kehilangan harga diri tersebut membuat individu merasa ingin atau butuh mempertahankan citra bahwa memiliki kekuatan. Dari beberapa dimensi yang di paparkan di atas, peneliti akan menggunakan dimensi menurut McCullough dkk, yang berisi tiga dimensi yaitu avoidance
25
motivations,
revenge
motivations,
dan
benevolence
motivations.
Peneliti
menggunakan dimensi tersebut dikarenakan sesuai dengan definisi yang digunakan dan sesuai dengan skala yang ditemukan dan digunakan. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness Berikut ini dijelaskan secara lebih rinci beberapa faktor yang berpengaruh terhadap forgiveness yang dikemukakan oleh McCullough dkk (1998, dalam Tri & Faturrochman, 2009) yaitu: (1) Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Dengan alasan itulah beberapa penelitian menunjukkan bahwa empati berpengaruh terhadap proses pemaafan. Empati juga menjelaskan variabel sosial psikologis yang mempengaruhi pemberian maaf yaitu permintaan maaf (apologies) dari pihak yang menyakiti. Ketika pelaku meminta maaf kepada pihak yang disakiti maka hal itu bisa membuat korban lebih berempati dan kemudian termotivasi untuk memaafkannya. (2) Karakteristik serangan Faktor ini berkaitan dengan persepsi dari kadar penderitaan yang dialami oleh orang yang disakiti serta konsekuensi yang menyertainya. Seseorang akan lebih sulit untuk memaafkan kejadian-kejadian yang dianggap penting dan
26
bermakna dalam hidupnya. Misalnya, seseorang akan sulit untuk memaafkan perilaku perselingkuhan yang dilakukan suaminya dibandingkan memaafkan perilaku orang lain yang tiba-tiba menyelinap antrian. Girard dkk (dalam Tri & Faturrochman, 2009) menyebutkan bahwa semakin penting dan bermakna suatu kejadian, maka akan semakin sulit bagi seseorang untuk memaafkan. (3) Tipe kepribadian Ciri dari tipe kepribadian tententu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah dalam forgiveness cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan. Ciri-ciri tersebut memiliki kecenderungan invidu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert cenderung dapat melakukan forgiveness terhadap pelaku yang menyakiti. (4) Kualitas hubungan dengan pelaku Berdasarkan penelitian yang ada, Nelson dkk (dalam Worthington dkk, 1998) menemukan bahwa korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara korban dan pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi, terdapat kepuasan, komitmen dalam hubungan tersebut. Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam hubungan interpersonal. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada
27
dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menlain hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka (McCullough dkk., 1998). (5) Religiusitas Studi yang menunjukkan bahwa nilai dan praktek keagamaan berhubungan positif dengan sikap yang mendukung tindakan memaafkan (Gorsuch & Hao,1993). Studi lain yang dilakukan Wuthnow (2009) menunjukkan bahwa kegiatan kelompok agama yang bersifat tradisional seperti sharing dan doa bersama, terbukti membantu individu memaafkan orang lain. 2.1.5 Pengukuran forgiveness Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai forgiveness, peneliti memperoleh beberapa instrument untuk mengukur forgiveness, diantaranya yaitu: 1. Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS) 2. Transgression-Related Interpersonal Motivation Scale (TRIM) 3. The Heartland Forgiveness Scale (HFC) Adapun penjelasan mengenai instrument-instrument tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). MOFS terdiri
28
dari 10 item. Item-item dalam alat ukur ini sesuai dengan dua komponen forgiveness yaitu, resentment-avoidance dan benevolence. Kedua, Transgression-Related Interpersonal Motivation scale (TRIM). TRIM terdiri dari 12 item. Alat tes ini mengukur tingkat forgiveness berdasarkan dua sub skala yakni rendahnya tingkat menghindari pelaku (avoidance) dan rendahnya tingkat membalas (revenge). Ketiga, The Heartland Forgiveness Scale (HFC). Tediri dari 18 item. Alat tes ini membahas mengenai laporan diri yang mengukur forgiveness disposisional seseorang (yaitu, kecenderungan umum untuk memaafkan). Maka dari beberapa alat ukur yang dikemukakan, peneliti menggunakan alat ukur Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). Dikarenakan sesuai dengan kajian teori yang digunakan.
2.2 Kepribadian 2.2.1 Definisi kepribadian Menurut Pervin dan John (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas yang membolehkan kita untuk fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Pada waktu yang bersamaan, hal tersebut menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur.
29
Menurut Koentjaraningrat kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu (http://www.e-dukasi.net). Freud (dalam Feist, 2010) pada teori kepribadian adalah eksplorasinya ke dalam dunia tidak sadar dan keyakinan bahwa manusia termotivasi oleh dorongandorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari. Freud mengidentifikasikan tiga angkatan dalam kehidupan mental, yaitu alam tidak sadar, alam bawah sadar, dan kesadaran. Maka, kepribadian merupakan integrasi dari id, ego, dan superego (Chaplin, 1999). Kepribadian menurut Allport (dalam Sumadi, 2006) merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan yang lainnya, Jung tidak berbicara tentang kepribadian melainkan tentang Psyche. Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006) psyche adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Kepribadian yang dijelaskan oleh Jung dalam bentuk psyche adalah integrasi dari ego, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks, arkhetip-arkhetip (archetypes), persona, dan anima (Chaplin, 1999). Maka kepribadian adalah mengenai berbagai hal atau segala aktivitas dari individu, yang mewakili atau memperlihatkan karakteristik asli dari individu baik yang nampak maupun yang tidak nampak.
30
2.2.2 Stuktur kepribadian Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006) jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu: a. Alam sadar (kesadaran) yang berfungsi sebagai penyesuaian terhadap dunia luar b. Alam tak sadar (ketidaksadaran) yang berfungsi sebagai penyesuaian terhadap dunia dalam. 1) Struktur kesadaran Kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. a. Fungsi jiwa Suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda b. Sikap jiwa Arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya c. Tipologi jung Kedua sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan berbagai fungsi jiwa sebagai berikut:
31
Tabel 2.1 Tipologi Jung (Sumber: Sumadi, 2006) Sikap
Fungsi Jiwa
Tipe
Ketidaksadarannya
Jiwa Ekstravers Pikiran
Introvers
Pemikir ekstravers
Perasa introvers
Perasaan
Perasa ekstravers
Pemikir introvers
Pendriaan
Pendria ekstravers
Intuitif introvers
Intuisi
Intuitif ekstravers
Pendria introvers
Pikiran
Pemikir introvers
Perasa ekstravers
Perasaan
Perasa introvers
Pemikir ekstravers
Pendriaan
Pendria ekstravers
Intuitif ekstravers
Intuisi
Intuitif introvers
Pendria ekstravers
(1) Introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introver memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang ini akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka, Jung, (dalam Feist, 2010). Orang yang introvers dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasi utama tertuju ke dalam; pikiran, perasaan, serta
32
tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaian dengan dunia luar pada tipe introvers ini kurang baik, sebaliknya mempunyai penyesuaian yang baik dengan dirinya sendiri. (2) Ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif. Ektrover akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung untuk berfokus pada sikap objektif dan menekan sisi subjektifnya (dalam Feist & Feist, 2010). Orang yang ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Orientasi utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang yang ekstravers ini mempunyai sikap yang positif terhadap masyarakat. (3) Pikiran (thinking) Aktivitas intelektual logika dapat memproduksi serangkaian ide yang disebut dengan berpikir (thinking). Orang-orang yang memiliki karakteristik berpikir extrovert sangat bergantung pada pemikiran yang nyata, tetapi mereka juga menggunakan ide abstrak jika ide tersebut dapat ditransmisikan kepada mereka secara langsung. Orang-orang yang memiliki karakteristik berpikir introvert bereaksi terhadap rangsangan eksternal, tetapi interpretasi mereka
33
terhadap suatu kejadian lebih diwarnai oleh pemaknaan internal yang mereka bawa dalam dirinya sendiri dibanding dengan fakta objektif yang ada. (4) Perasaan (feeling) Jung menggunakan kata perasaan (feeling) untuk mendeskripsikan proses evaluasi sebuah ide atau kejadian. Orang-orang dengan perasaan extrovert menggunakan data objektif untuk melakukan evaluasi. Orang-orang dengan perasaan introvert mendasarkan penilaian mereka sebagian besar pada persepsi subjektif dibanding dengan fakta objektif. (5) Sensasi (sensing) Fungsi yang memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan fisik dan mengubahnya ke dalam bentuk kesadaran perseptual yang disebut dengan sensasi (sensation). Orang-orang dengan sensing extrovert menerima rangsangan eksternal secara objektif, kurang lebih sama seperti rangsangan ini eksis dalam kenyataan. Orang-orang dengan sensing introvert biasanya sangat dipengaruhi oleh sensasi subjektif akan penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan, dan lainnya. (6) Intuisi (intuition) Intuisi (intuition) meliputi persepsi yang berada jauh di luar sistem kesadaran. Orang-orang dengan intuisi extrovert selalu berorientasi pada fakta dalam dunia eksternal. Orang-orang dengan intuisi introvert dipandu oleh persepsi ketidaksadaran terhadap fakta yang umumnya subjektif dan memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kesamaan dengan kenyataan eksternal.
34
d. Persona Cara individu dengan sadar menampakkan diri ke luar (ke dunia sekitarnya). Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin
sendiri
dengan
tuntutan-tuntutan
sekitar
mengenai
bagaimana
seharusnyaorang berbuat. 2. Struktur ketidaksadaran Ketidaksadaran mempunyai dua lingkaran, yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. a. Ketidaksadaran Pribadi Ketidaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh oleh individu selama hidupnya. b. Ketidaksadaran kolektif Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. 2.2.3 Extroversion Vs Introversion Ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung untuk berfokus pada sikap objektif dan menekan sisi subjektifnya, Jung dalam Feist (2010). Introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki orientasi subjektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri
35
mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang ini akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif meraka, Jung dalam Feist (2010). Extroversion dan Introversion merupakan salah satu dimensi saling berlawanan yang dapat digambarkan oleh MBTI. MBTI mengacu pada teori Carl Gustav Jung tentang struktur kepribadian (psyche). Teori ini mengatakan bahwa manusia memiliki cara yang saling bertentangan dalam memperoleh energi psikologis (secara extroversion atau introversion); mendapatkan atau menjadi sadar akan suatu informasi (melalui pancaindra/sensing atau melalui intuisi/intuition); memutuskan atau mengambil kesimpulan tentang informasi tersebut (dengan berpikir/thinking atau dengan merasakan/feeling); dan berhadapan dengan dunia sekitar (dengan cara menghakimi/judging atau menerima saja/perceiving). Ekstrovert dalam MBTI diartikan sebagai tipe pribadi yang suka bergaul, menyenangi interaksi sosial dengan orang lain dan berfokus pada the world outside the self. Sebaliknya tipe introvert dalam MBTI diartikan sebagai mereka yang senang menyendiri, reflektif, dan tidak begitu suka bergaul dengan banyak orang. Orang introvert lebih suka mengerjakan aktivitas yang tidak banyak menuntut interaksi seperti membaca, menulis, dan berpikir secara imajinatif. 2.2.4 Pengukuran tipe kerpibadian Terdapat instrumen untuk mengukur tipe kepribadian ekstrovert -introvert yaitu Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Myers Briggs Type Indicator (MBTI) adalah suatu alat tes psikologi yang diciptakan atau dikembangkan oleh Isabel Myers dan KatharineBriggs yang mengacu pada teori Carl Gustav Jung tentang struktur
36
kepribadian (psyche). Alat ukur ini mengukur ekstrovert, sensing, introvert, dan judging pada setiap individu, hanya saja dalam penelitian ini hanya mengukur ekstrovert dan introvert dari diri individu. Alat ukur ini digunakan karena sesuai dengan teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, selain MBTI sudah pernah digunakan dan teruji pada penelitian-penelitian terdahulu. peneliti mengadaptasi dari alat ukur kepribadian Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Skala extrovert dan introvert ini terdiri dari 18 item.
2.3 Kualitas Hubungan dengan Pelaku 2.3.1 Definisi kualitas hubungan Kualitas hubungan adalah tingkat baik buruknya kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang mendalam bertujuan memudahkan proses dalam suatu hubungan antara satu dengan yang lain (Pierce dkk., 1997). Pierce dkk (1997) juga menyatakan bahwa kualitas hubungan ialah suatu hubungan intim antara satu individu dengan individu lain yang dibina untuk menuju ke arah hubungan yang lebih baik, merupakan salah satu kebutuhan pada usia dewasa muda. Dapat disimpulkan bahwa kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik sebuah interaksi yang mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya dilihat dari dimensi-dimensi yang menentukan.
37
2.3.1 Dimensi-dimensi kualitas hubungan Kualitas hubungan menurut Guldner dan Swesen (1995) ditentukan oleh empat aspek yaitu commitment, trust, intimacy, dan relationship satisfaction. 1) Komitmen (commitment) Dalam hubungan percintaan komitmen berperan sebagai penyatu ikatan antara pasangan. Seseorang yang telah berkomitmen akan senantiasa berperan sebagai pemberi dukungan bagi pasangannya yang secara konsisten berpendapat bahwa berada dalam hubunga tersebut merupakan satu keuntungan, hingga akhirnya seseorang dapat terus setia terhadap pasangannya. Selain itu, dikatakan bahwa komitmen mempunyai pengaruh yang besar dalam menjaga hubungan dan menurunkan kemungkinan individu untuk tertarik kepada lawan jenis lainnya (Brehm, 1992). Selain itu, Brehm menambahkan bahwa komitmen terhadap suatu
hubungan
dapat
mempengaruhi
kepatuhan
individu
kepada
pasangannya. 2) Kepercayaan (trust) Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan suatu hubungan. Dengan belajar untuk mempercayai orang lain, akan menimbulkan perasaan tentram pada diri sendiri. Bird dan Melville (1994, p 227) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan seseorang bahwa orang lain dapat dipercaya. Dalam hubungan percintaan, kepercayaan mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk terbuka terhadap pasangannya, khususnya dalam berbagai perasaan dan impian. Adapun kepercayaan yang tidak dibina
38
dengan baik dapat menimbulkan kecurigaan, kecemburuan, ketidakjujuran, dan salah persepsi. 3) Keintiman (intimacy) Keintiman dapat didefinisikan melalui berbagai pandangan, adapun keintiman dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu keintiman melalui interaksi secara fisik dan non-fisik. Keintiman yang digambarkan melalui interaksi secara fisik, biasanya ditunjukkan oleh pasangan yang berhubungan intim untuk mengungkapkan rasa sayang dengan sentuhan, ciuman, pelukan, belaian, atau dengan berhubungan seksual. Di lain sisi, keintiman secara non-fisik menurut Mietzner & Lin (2005) ditandai dengan kualitas kedekatan seseorang terhadap orang lain, yang ditunjukkan melalui komunikasi, yakni dengan
berbagai
perasaan, rasa saling mendukung, keterbukaan, dan kehangatan di antara pasangan. 4) Kepuasan hubungan (relationship satisfaction) Kepuasan hubungan dapat dilihat dari sejauh mana seseorang memperoleh kepuasan dari hubungan yang dijalaninya, juga ditentukan oleh kebersamaan dan komunikasi bersama pasangan. Hal ini ditandai dengan seberapa banyak setiap pasangan menyediakan waktu untuk hubungan tersebut (Guldner & Swensen, 1995). 2.3.3 Bentuk kualitas hubungan dengan forgiveness Mc.Cullough,dkk (1998) memberikan 3 bentuk kualitas hubungan (antara korban dan pelaku) yang berkaitan dengan diberikannya forgiveness, yaitu:
39
1) Adanya pengalaman atau sejarah yang dilalui bersama sehingga hal ini dapat memunculkan adanya empati pada hubungan yang ada 2) Kemampuan korban untuk memaknai bahwa peristiwa menyakitkan terjadi untuk kepentingan dirinya 3) Pelaku mampu meminta maaf atau mengkomunikasikan penyesalan, baik secara verbal atau non-verbal. 2.3.4 Pengukuran kualitas hubungan Untuk mengetahui kualitas hubungan pada seseorang dapat digunakan alat sebagai pengukur kualitas hubungan individu dengan pelaku. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi yang ada. Dimensi yang ada sebanyak 4 dimensi yaitu, komitmen, kepercayaa, keintiman, dan kepuasaan hubungan. Kemudian berdasarkan dimensi-dimensi tersebut peneliti membuat skala tersebut berdasarkan aspek-aspek yang ada, keseluruhannya berjumlah 26 item.
40
2.4 Religiusitas 2.4.1 Definisi religiusitas Gazalba (1987, dalam Risnawati dan Ghufron, 2010) mengatakan religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa latin "religio" yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Ini mengandung makna bahwa religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Menurut Thouless (1995) religius adalah sikap atau cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terkait ruang dan waktu. Anshori (1980, dalam Risnawati & Gufron, 2010) mengatakan bahwa religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati. Pendapat tersebut senada dengan Dister (dalam Risnawati dan Gufron, 2010) mengartikan bahwa religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Mujib (2006) menjelaskan bahwa religius adalah kemampuan individu untuk menjalankan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan ketakwaan. Agama adalah sebuah sistem yang berdimesi banyak. Glock & Stark (dalam Ancok, 2001) mendefinisikan agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan
41
yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock and Stark (1974) ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi pengamalan. Nashori (1997, dalam Risnawati & Gufron, 2010) menjelaskan bahwa orang religius akan mencoba selalu patuh terhadap ajaran-ajaran agamanya, selalu berusaha mempelajari pengetahuan agama, menjalankan ritual agama, meyakini doktrindoktrin agamanya, dan selanjutnya merasakan pengalaman-pengalaman beragama. Berdasarkan definisi-definisi tersebut terlihat adanya suatu kesamaan yaitu perwujudan individu penganut agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. 2.4.2 Dimensi-dimensi religiusitas Glock & Stark (1974) mengembangkan sebuah pembagian fase dimensi religiusitas, yaitu apa yang diyakini seseorang sebagai kebenaran religius, apa yang seseorang lakukan sebagai bagian pengamalan keyakinan mereka, bagaimana mereka melibatkan emosi atau pengalaman sadar mereka dalam agama yang dianut, apa yang diketahui tentang keyakinan mereka, dan bagaimana tingkah laku sehari-hari mereka dipengaruhi agama. Menurut Glock & Stark (Robertson, 1988, dalam Ancok & Suroso, 2004) dimensi-dimensi religiusitas terdiri dari lima macam yaitu:
42
1) Dimensi keyakinan Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharap untuk taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi terdapat tradisi-tradisi dalam agama yang sama. 2) Dimensi praktek agama Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu ritual dan ketaatan. Ritual seperti mengahdiri pengajian agama, sedangkan ketaatan seperti mengerjakan shalat. 3) Dimensi pengalaman keagamaan Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama baik pada suatu saat akan mencapai pengetahuan sebjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa seseorang akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural.
43
4) Dimensi pengetahuan keagamaan Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi. 5) Dimensi konsekuensi keagamaan Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Konsekuensi keagamaan tersebut di tiap komitmen agama berlainan. Maka dari itu, kita perlu suatu ketegasan secara komunal yang dapat diambil dari salah satu hukum agama yang tertulis yang terdapat di dalam kitab agama masingmasing untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menjerumuskan kehidupan bermasyarakat. 2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas Thousless (1992) mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi religiusitas, diantaranya yaitu; 1) Faktor sosial Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai dari pendidikan yang diterima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan sikap orang-orang di sekitar, dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap keagamaan individu tersebut, juga berbagai tradisi yang diterima oleh individu dari masa lampau. karena tidak seorang pun diantara
44
tiap individu yang dapat mengembangkan sikap-sikap keagamaan yang terisolasi dari orang-orang dalam masyarakat. 2) Faktor alami dalam agama Terdiri dari pengalaman mengenai dunia nyata, konflik moral dan mengenai keadaan-keadaan emosional tertentu yang tampak memiliki kaitan dengan agama. 3) Faktor konflik moral Pegalaman
mengenai
konflik
moral
antara
beberapa
kecenderungan
perilakunya sendiri dan sistem tatanan yang otoritasnya dikenali. Sistem tatanan pada umumnya disebut hukum moral, sedangkan konflik psikologik yang timbul daripadanya disebut konflik moral 4) Faktor emosional Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu yang berkaitan dengan agamanya. Namun ada sejumlah orang terjadi pengalaman-pengalaman
keagamaannya
yang
memiliki
kekuatan
dan
komitmen agama yang luar biasa, sehingga berbeda dengan pengalamanpengalaman orang lain. Karena beberapa orang menganggap dirinya
sendiri
hanya terpengaruh oleh persepsi seremonial yang bersifat visual dan ada sebagian menganggap sekedar kesibukan saja. Pendapat orang-orang beragama umumnya bahwa akibat penting dari kesadaran orang beragama adalah dorongan untuk taat kepada ajaran agama yang dipeluknya dan berperilaku
45
baik dengan sesama manusi, dan nilai emosi keagamaan itu harus dinilai dari keberhasilannya dalam membantu
tercapainya tujuan-tujuan itu.
5) Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian. 6) Faktor intelektual Kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai alat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah merupakan keberhasilan
manusia
yang
dapat
diharapkan
pengaruhnya
terhadap
perkembangan sikap keberagamaan. Beberapa faktor seperti pengaruh lingkungan sosial seseorang dan emosi, keduanya meski tidak diverbalisasikan pada umumnya sebagai bagian yang mempengaruhi sikap keagamaan, akan tetapi keduanya akan lebih kuat dengan diiringi menggunakan intelektual atau secara rasional. 2.4.4 Pengukuran religiusitas Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang merupakan penjabaran dari dimensi-dimensi teori Glock & Stark. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner, dalam bentuk angket. Pengukuran terhadap religiusitas dilakukan untuk mengukur dimensi-dimensi religiusitas yaitu keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. Dari keseluruhan item yang ada dilakukan pemilihan item-item yang tepat sesuai sampel penelitian dan digunakan 66 item pada penelitian ini.
46
2.5 Kerangka Berfikir Dalam menjalani hidup, setiap orang
tidak akan pernah terlepas dari
masalah, baik itu permasalahan pribadi maupun masalah sosial yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Dari bermacam-macam permasalahan yang mucul dengan ragam latar belakang memunculkan perasaan negatif yaitu tidak suka, tidak terima, dan atau rasa permusuhan. Jalan keluar yang baik untuk menghilangkan segala perasaan negatif tersebut ialah dengan saling memaafkan (forgiveness) antara korban dengan pelaku yanng menyakiti. Forgiveness adalah rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan kembali. Tipe kepribadian disini ialah tipe ekstrovert dan tipe introvert. Pada individu yang introvers dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasi utama tertuju ke dalam; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaian dengan dunia luar pada tipe introvers ini kurang baik, sebaliknya mempunyai penyesuaian yang baik dengan dirinya sendiri. Sedangkan, individu yang ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Orientasi utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Individu ekstravers ini mempunyai sikap yang positif terhadap masyarakat. Bagaimana dengan individu yang dapat melakukan forgiveness pada pelaku yang telah menyakiti dirinya. Sebelumnya telah diadakan penelitian oleh
47
Wang (2008) telah melakukan penelitian antara tipe kepribadian dan forgiveness. Akan tetapi tipe kepribadian yang diteliti disini mengenai kepribadian big five dengan forgiveness dalam dua jurnal penelitian, yang hasilnya pertama menyatakan bahwa antara kepribadian big five dengan forgiveness menghasilkan signifikansi positif pada agreeableness dan signifikansi negatif pada neuroticism, dan tidak terdapat signifikansi pada counsciousness, extraversion, dan openness. Maka diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian big five dengan forgiveness. Kemudian, McCullough dkk (2001) mengatakan bahwa ciri dari tipe kepribadian tertentu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter-karakter tersebut dirasa dapat dengan kuat menjadi pemicu bagi seorang individu yaitu korban untuk dapat melakukan forgiveness pada pelaku yang menyakiti. Maka, dapat diketahui dengan jelas bahwa terdapat hubungan antara kepribadian, tepatnya tipe kepribadian ekstravert dengan forgiveness. Kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik sebuah interaksi yang mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya dilihat dari dimensi-dimensi yang menentukan. Berdasarkan penelitian yang ada dari Nelson dkk (dalam Worthington dkk, 1998) menemukan bahwa korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara korban dan pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi, terdapat kepuasan, komitmen dalam hubungan tersebut. Kemudian, menurut Pierce dkk (1997), keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu hubungan dapat ditentukan oleh kualitas hubungan yang dimiliki oleh pasangan.
48
Religiusitas adalah perwujudan individu penganut agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam religiusitas terdapat beberapa dimensi yang akan diteliti juga dalam penelitian ini, yaitu dimensi-dimensi menurut Glock & Stark, terdiri dari lima macam yaitu pertama, dimensi keyakinan terdiri dari pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Kedua, dimensi praktek agama ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Ketiga, dimensi pengalaman di dalamnya memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama baik pada suatu saat akan mencapai pengetahuan sebjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa seseorang akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. Keempat, dimensi pengetahuan agama ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci, dan tradisitradisi. Kelima, dimensi konsekuensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat (hasil) dari keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Selain itu, terdapat background individu yaitu, usia pernikahan yang dapat mempengaruhi forgiveness. Faktor ini dipilih menjadi moderator variabel karena berdasarkan teori, usia pernikahan dapat menentukan besaran forgiveness.
49
Dalam penelitian lainnya yang mendukung usia pernikahan yaitu penelitian mengenai kualitas hubungan suami dan istri, Fincham dkk (2009) memperlihatkan bahwa dengan melakukan forgiveness memunculkan dampak yang positif
atau
keuntungan dengan timbulnya kesejahteraan suatu hubungan, hal ini diperkuat oleh kenyataan yaitu rata-rata suami istri yang mementingkan, mencoba, dan menyetujui forgiveness terjadi pada usia yang pernikahannya lebih lama, dan dengan melakukan forgiveness pernikahannya lebih berumur panjang, serta dirasa memuaskan. Pembahasan di atas ialah berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan forgiveness pada situasi normal yang dapat terjadi pada siapapun. Selanjutnya, peneliti ingin meneliti apakah faktor tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan lima dimensi religiusitas serta usia pernikahan memiliki pengaruh terhadap forgiveness dan faktor mana yang memiliki pengaruh paling besar yang memunculkan forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di LBH APIK. Jika di gambarkan maka akan menjadi seperti pada gambar 2.1.
50
Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir
Tipe Kepribadian
Ekstrovert
Introvert
Kualitas Hubungan
Keyakinan Religiusitas
Forgiveness
Praktek Agama Pengalaman Pengetahuan Konsekuensi
Usia Pernikahan
51
2.6 Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tinggi rendahnya forgiveness yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi rendahnya skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu tipe kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas. Bunyi hipotesis mayornya yaitu "ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga".
Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu:
Tipe kepribadian introvert berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Tipe kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Kualitas hubungan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Keyakinan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Praktek agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
52
Pengalaman agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Pengetahuan agam berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Konsekuensi agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Usia pernikahan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga
Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis di atas dilakukan dengan analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi hipotesis nihil, yang berbunyi “ tidak ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga”. Dengan demikian hipotesis nihil inilah yang akan diujikan apakah ditolak atau diterima secara statistik (signifikan).
53
BAB 3 METODE PENELITIAN
Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu ang digunakan. Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian, serta definisi operasionalnya. Selanjutnya akan dibahas juga instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan hipotesis penelitian. 3.1
Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah wanita yaitu istri korban
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), berusia 20-60 tahun yang dalam status menikah dan belum pernah bercerai, pada usia pernikahan maksimal 25 tahun, dan berada di bawah lindungan LBH APIK. Selanjutnya, jumlah sampel penelitian yang peneliti gunakan adalah sebanyak 150 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat nonprobablity sampling yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian.
3.2
Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: 1. Forgiveness
54
2. Tipe kepribadian Ekstrovert 3. Tipe kepribadian Introvert 4. Kualitas hubungan 5. Religiusitas keyakinan 6. Religiusitas praktek agama 7. Religiusitas pengalaman agama 8. Religiusitas pengetahuan agama 9. Religiusitas konsekuensi agama Dependen variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah forgiveness, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor variable).
3.3
Definisi Operasional Variabel
a. Dependent Variabel Definisi operasional
: Forgiveness : Forgiveness adalah rendahnya dorongan seseorang
untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan kembali. Skor yang diukur ialah tingkat forgiveness berdasarkan dua sub skala yakni rendahnya tingkat menghindari dan membalas dendam pada pelaku (avoidance-revenge) dan tingginya tingkat membina hubungan kembali (benevolence). b. Independent Variabel Definisi operasional
: Tipe kepribadian ekstrovert - introvert : Tipe introvert dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu
dunia di dalam dirinya sendiri dan tipe ekstrovert dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Skor yang diukur ialah ektrovert dan
55
introvet. Individu akan digolongkan ke dalam tipe dominan berdasarkan skor tipe yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada tipe lainnya. c. Independent Variabel Definisi operasional
: Kualitas hubungan : Kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik
sebuah interaksi yang mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya dilihat dari dimensi-dimensi yang menentukan. Skor yang diukur ialah dimensi komitmen, kepercayaan, keintiman, dan kepuasan hubungan d. Independent variabel Definisi operasional
: Religiusitas : Religiusitas adalah perwujudan individu penganut
agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Skor yang diukur ialah dimensi keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. 3.4
Instrumen Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan menggunakan model skala Likert,
dimana variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif) sampai terendah (sangat negatif). Intense diukur melalui satu item dengan 4 kategori jawaban, yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), “Sangat Tidak Setuju” (STS). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Penskoran tertinggi diberikan pilihan sangat setuju dan terendah pada pernyataan sangat tidak setuju untuk pernyataan favourable. Selanjutnya
56
pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Skorskor tersebut dihitung dengan dua cara yaitu melalui item favorable dan unfavorable, untuk item favorable penskorannya yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1, dan sebaliknya untuk unfavorable. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukur. Adapun empat alat ukur tersebut yaitu: a) Skala tipe kepribadian ekstrovert-introvert Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti diadaptasi dari alat ukur kepribadian Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Peneliti hanya mengambil item yang mengukur
extrovert dan introvert-nya saja. Skala
extrovert dan introvert ini disajikan dalam bentuk item-item pernyataan yang dapat diisi sendiri tanpa bantuan wawancara, skala ini terdiri dari 18 item. Item-item extrovert dianggap favorable, sedangkan item-item introvert dianggap unfavorable. Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran.
Tabel 3.1 Blue Print Skala Extrovert dan Introvert Tipe Kepribadian
Nomor item
Jumlah
Extrovert
1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17
9
Introvert
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16,
9
18 18
Jumlah
57
b) Skala kualitas hubungan Untuk mengukur kualitas hubungan individu dengan pelaku, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi yang ada. Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran. Tabel 3.2 Blue Print Kualitas Hubungan Dimensi
Item Favorable
Jumlah
Unfavorable
Komitmen
1, 2, 3, 5, 18
8, 17
7
Kepercayaan
6,19, 21, 23
12, 16, 25
7
Keintiman
7, 11, 13, 20,
15
7
9, 14, 22
5
24, 26 Kepuasan Hubungan
4, 10
26
Jumlah c) Skala religiusitas
Untuk mengukur religiusitas individu, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan telah dimodifikasi, diadaptasi dari Glock & Stark. Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran.
58
Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas Adaptasi dari Glock & Stark Dimensi
Indikator
Item Favorable
Keyakinan
Jumlah
Unfavorable
Iman kepada Tuhan
1, 2, 41
3, 10, 44, 45
7
Mukjizat
4, 46
-
2
Kehidupan setelah
47
5
2
-
6
1
-
51
1
8, 9, 10
-
3
52
53
2
kematian Syarat-syarat untuk keselamatan (kepercayaan) Syarat-syarat untuk keselamatan (aktivitas ritual) Syarat-syarat untuk keselamatan (pekerjaan) Kepercayaan yang salah
59
Pelanggaran
-
54
1
13
14
2
15
-
1
16, 49
-
2
17
59
2
20
18
2
Ibadah malam hari
19
61
2
Pentingnya
60
58
2
21
11
2
terhadap ritual yang benar Tidakan-tindakan yang salah Kepastian dan kepercayaan mengenai keyakinan Praktek
Menghadiri kegiatan
Agama
keagamaan Mengikuti siraman rohani di media elektronik Keikutsertaan dalam organisasi agama
mengikuti kegiatan keagamaan Membaca kitab suci
60
Frekuensi ibadah
22
64
2
Frekuensi berdoa
23
30
2
Sebab-sebab berdoa
25, 26, 27, 28
Berdoa untuk
24
7
2
-
29, 65, 66
3
31
62
2
-
32, 55, 57
3
Pengalaman godaan
56
33
2
Pengetahuan tentang
34
43, 63
3
35, 36, 48
-
3
37
38
2
4
keberkahan Kemampuan dalam berdoa Pengalaman
Memperkuat pengalaman Pengalaman responsive
Pengetahuan
ajaran agama Pengetahuan terhadap isi dari kitab suci Konsekuensi
Sabar
61
Jujur
39
12, 40
3
Ikhlas
-
11
1
Bekerja sama
42
-
1 66
Jumlah
d) Skala forgiveness Untuk mengukur forgiveness dari individu alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah
dengan
menggunakan
Marital
Offence-Specific
Forgiveness Scale (MOFS). Skala tersebut terdiri dari dua sub skala, yaitu resentment-avoidance dan benevolence, enam item sub skala resentmentavoidance mengukur tingkat penghindaran dan pengurangan kontak dengan orang yang menyakiti. Empat item sub skala benevolence mengukur tingkat sikap ke arah positif dari korban yang disakiti. Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran. Tabel 3.4 Blue Print Forgiveness Indikator Resentment-Avoidance Benevolence
Nomor Item
Jumlah
1, 3, 4, 6, 7, 8
6
2, 5, 9, 10
4 10
Jumlah
62
3.5
Pengujian Validitas Konstruk Adapun instrumen-instrumen yang digunakan pada validitas ini akan diuji
dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Pada instrument 1) tipe kepribadian terhadap forgiveness, 2) kualitas hubungan terhadap forgiveness, dan 3) religiusitas terhadap forgiveness, peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA (Umar, 2010) : 1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut factor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas itemitemnya. 2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat unidimensional. 3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0. 4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil
63
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor saja. 5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya. 6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable). Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan software LISREL 8.30 (Joreskog dan Sorbom, 1999). 3.5.1 Uji validitas konstruk forgiveness Peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur forgiveness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 312,74 , df = 35 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.231. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.1 dibawah ini:
Gambar 3. 1
64
Analisis Konfirmatorik dari Faktor Variabel Forgiveness
Dari gambar 3.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu forgiveness. Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut secara signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut.
65
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Forgiveness No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.57
0.07
7.88
V
2
0.69
0.07
9.72
V
3
0.50
0.08
6.59
V
4
0.31
0.08
4.11
V
5
0.43
0.08
5.74
V
6
0.04
0.08
0.47
X
7
0.83
0.07
11.08
V
8
0.90
0.07
12.80
V
9
0.80
0.07
11.36
V
10
0.60
0.08
8.00
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel diatas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 6 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif, maka diketahui tidak terdapat item yang muatan faktor nya negatif.
66
Tabel 3.6
1
1
3
V
6
7
8
9
10
1
V
5
1
V
1
6
V
7
1
V
8
10
5
1
4
9
4
1
2
3
2
1
V
V
V
V
1
1
V
V
V
1
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Forgiveness tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel 3.6 diatas, menunjukkan korelasi kesalahan dari faktor forgiveness. Diketahui hampir keseluruhan item saling berkorelasi, hanya item nomor 2 yang tidak berkorelasi dan ini sangat baik. Pada model pengukuran ini terdapat beberapa kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur, akan tetapi totalnya tidak lebih dari tiga yang berkorelasi. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan
67
didrop adalah item nomor 6, sebab tidak signifikan, yang artinya item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor. Langkah terakhir yaitu item – item forgiveness yang tidak didrop dihitung skor faktornya. Skor faktornya dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item – item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan Adapun rumus T Score yaitu (Umar, 2011) : Tscore = (10 x skor faktor) + 50. Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi T score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian ini. 3.5.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian 1. Ekstrovert Peneliti menguji apakah sembilan item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian ekstrovert. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 134.17 , df = 27 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.163. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 22.89 , df = 17 , P-value = 0.15285 , RMSEA = 0.048. Nilai Chi – Square
68
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu tipe kepribadian ekstrovert. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 berikut. Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Ekstrovert No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0. 09
0.09
1.10
X
2
0.41
0.09
4.79
V
3
0.66
0.10
6.31
V
4
0.06
0.08
0.74
X
5
0.76
0.08
9.84
V
6
0.89
0.07
12.21
V
7
0.47
0.08
5.89
V
8
-0.20
0.08
-2.37
V
9
0.55
0.08
6.95
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
69
Pada tabel diatas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 1 dan 4 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negative, maka diketahui terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu dari item nomor 8. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur. Pada pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari tipe kepribadian ekstrovert cukup banyak, hampir seluruh item saling berkorelasi. Dengan demikian secara keseluruhan item yang di drop adalah item nomor 1, 4, 8, meskipun memiliki nilai t > 1,96 , item tersebut tetap akan didrop, sebab sifat koefisien pada item tersebut bermuatan negatif dan tidak signifikan. Artinya, item nomor 8 tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor. 2. Introvert Peneliti menguji apakah sembilan item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian introvert. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 60.42 , df = 27 , P-value = 0.00023 , RMSEA = 0.091. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 37.58 , df = 25 , P-value = 0.05081 , RMSEA = 0.058 Nilai Chi – Square
70
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu tipe kepribadian introvert. Kemudian melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Pada tahap ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor pada item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor dari item, seperti pada tabel 3.8 berikut. Tabel 3.8 Muatan Faktor Tipe Kepribadian Introvert No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.10
0.10
1.06
X
2
0.08
0.10
0.78
X
3
0.31
0.10
3.19
V
4
0.11
0.10
1.09
X
5
0.62
0.09
6.79
V
6
0.46
0.09
4.94
V
7
0.64
0.09
7.04
V
8
-0.06
0.10
-0.62
X
9
0.70
0.09
7.64
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
71
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 1, 2, 4, 8 tidak signifikan. Dapat dilihat pula bahwa ternyata terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu pada item nomor 8. Pada pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari faktor tipe kepribadian introvert secara keseluruhan hampir tidak berkorelasi satu sama lain, hanya item nomor 5 dan 8 yang memiliki korelasi masing-masing terhadap 1 item. Dengan demikian secara keseluruhan terdapat item yang di drop, yaitu item nomor 1, 2, 4, 8. Yang artinya item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor. 3.5.3 Uji validitas konstruk kualitas hubungan Peneliti menguji apakah 26 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu kualitas hubungan. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 1517.71 , df = 299 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.165. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 213.43 , df = 182 , P-value = 0.05530 , RMSEA = 0.034. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kualitas hubungan. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 berikut.
72
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Kualitas Hubungan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.24
0.08
2.95
V
2
0.52
0.08
6.93
V
3
0.36
0.08
4.49
V
4
0.78
0.07
11.19
V
5
0.62
0.07
8.92
V
6
-0.50
0.08
-6.56
V
7
0.20
0.08
2.38
V
8
0.73
0.07
10.07
V
9
0.50
0.08
6.45
V
10
0.78
0.07
11.16
V
11
0.57
0.07
7.64
V
12
0.09
0.09
1.02
X
73
Tabel 3.9 Lanjutan Muatan Faktor Item Kualitas Hubungan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
13
0.58
0.07
7.92
V
14
0.82
0.07
12.12
V
15
0.74
0.07
10.22
V
16
-0.20
0.08
-2.39
V
17
0.46
0.08
5. 96
V
18
0.79
0.07
11.75
V
19
0.73
0.07
10.16
V
20
0.81
0.07
12.23
V
21
0.89
0.06
13.94
V
22
0.79
0.07
11.41
V
23
0.72
0.07
9.96
V
24
0.72
0.07
10.15
V
25
0.81
0.07
11.81
V
26
0.35
0.08
4.37
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 12 tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Dapat dilihat pula pada kolom koefisien terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu dari item nomor 6 dan 16. Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang
74
saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Dalam model pengukuran ini banyak sekali kesalahan pengukuran saling berkorelasi satu sama lain, yaitu item nomor 5, 11, 12, 14, 15, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26. Dengan demikian, dapat dikatakan item-item tersebut bersifat multidimensional. Secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 5, 6, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26 yang artinya item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor. 3.5.4 Uji validitas konstruk religiusitas Glock & Stark 1. Keyakinan Peneliti menguji apakah 22 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu religiusitas keyakinan. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 753.00, df = 209 , P-value = 0.0000 , RMSEA = 0.132. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 173.25, df = 146 , P-value = 0.06133 , RMSEA = 0.035. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas keyakinan. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
75
tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 berikut. Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Religiusitas Keyakinan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.80
0.07
11.53
V
2
0.23
0.08
2.80
V
3
0.75
0.07
10.50
V
4
0.03
0.09
0.39
X
5
0.78
0.07
11.26
V
6
0.69
0.07
9.64
V
7
0.63
0.07
8.55
V
8
0.14
0.08
1.71
X
9
0.78
0.07
11.24
V
10
0.74
0.07
10.36
V
11
0.55
0.08
7.16
V
12
-0.11
0.08
-1.37
X
13
0.49
0.08
6.01
V
14
0.83
0.07
12.25
V
15
0.64
0.07
8.68
V
16
0.22
0.08
2.72
V
76
Tabel 3.10 Lanjutan Muatan Faktor Item Religiusitas Keyakinan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
17
0.10
0.08
1.20
X
18
0.56
0.08
7.42
V
19
0.55
0.08
6.96
V
20
0.39
0.08
4.91
V
21
0.55
0.08
7.03
V
22
-0.21
0.08
-2.66
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item mana sajakah yang signifikan. Diketahui item nomor 4, 8, 12, 17 yang tidak signifikan sedangkan sisanya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 3.10 pada kolom koefisien terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu nomor 12 dan 22. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat multidimensional, artinya itemitem tersebut tidak hanya mengukur apa yang hendak diukur. Namun sayangnya, dalam model
pengukuran ini banyak sekali kesalahan pengukuran yang saling
berkorelasi satu sama lain, yaitu item nomor 13, 14, 15, 18, 19, 21, 22. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 4, 8, 12, 13,
77
14, 15, 17, 18, 19, 21, 22 , yang artinya item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor. 2. Praktek agama Peneliti menguji apakah 25 item bersifat unidimensional yang artinya mengukur hanya satu faktor yaitu religiusitas praktek agama. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 1225.02, df = 275 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.152. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 237.10,
df = 204, P-value = 0.05589 , RMSEA = 0.033. Nilai Chi – Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas praktek agama. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 berikut.
78
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Religiusitas Praktek Agama No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.61
0.08
8.07
V
2
0.29
0.08
3.47
V
3
0.10
0.09
1.18
X
4
0.20
0.08
2.39
V
5
0.07
0.08
0.87
X
6
0.09
0.08
1.03
X
7
-0.02
0.08
-0.28
X
8
-0.18
0.08
-2.10
V
9
0.13
0.08
1.65
X
10
0.45
0.08
5.58
V
11
0.53
0.08
6.79
V
12
-0.07
0.08
-0.87
X
13
0.61
0.08
7.81
V
14
0.45
0.08
5.57
V
15
0.51
0.08
6.50
V
16
0.88
0.06
13.71
V
17
0.45
0.08
5.75
V
18
-0.25
0.08
-3.02
V
19
0.76
0.07
10.67
V
79
Tabel 3.11 Lanjutan Muatan Faktor Item Religiusitas Praktek Agama No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
20
0.54
0.08
7.03
V
21
0.09
0.08
1.04
X
22
0.86
0.07
13.01
V
23
-0.50
0.08
-6.40
V
24
0.41
0.08
5.14
V
25
0.63
0.07
8.51
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel diatas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 3, 5, 6, 7, 9, 12, 21 tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Selain itu, terdapat koefisien muatan faktor item yang bernilai negatif yaitu item nomor 7, 8, 12, 18, 23. Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi satu sama lain, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat multidimensional, yaitu item nomor 9, 15, 17, 19, 21, 24. Artinya item yang kesalahan pengukurannnya saling berkorelasi dengan kesalahan pengukuran lainnya maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 15, 17, 18, 19, 21, 23, 24 yang artinya itemitem tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
80
3. Pengalaman Keagamaan Peneliti menguji apakah 7 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu religiusitas pengalaman keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 43.47 , df = 14 , Pvalue = 0.00007 , RMSEA = 0.19. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 18.13 , df = 11 , P-value = 0.07856 , RMSEA = 0.066. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas pengalaman keagamaan. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut.
81
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Religiusitas Pengalaman Keagamaan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
1.20
0.11
10.85
V
2
0.69
0.09
7.50
V
3
-0.13
0.07
-2.03
V
4
0.26
0.07
3.50
V
5
0.08
0.06
1.35
X
6
0.06
0.06
0.97
X
7
-0.08
0.06
-1.24
X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 5, 6, 7 tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Dapat dilihat pula pada kolom koefisien terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu nomor 3, 7. Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Dalam model pengukuran ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari faktor religiusitas pengalaman keagamaan tidaklah banyak, hanya terdapat dua korelasi. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 3, 5, 6, 7 , yang artinya itemitem tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
82
4. Pengetahuan Keagamaan Peneliti menguji apakah 6 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu religiusitas pengetahuan keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 53.26 , df = 9 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.182. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 8.28, df = 6 , Pvalue = 0.21846 , RMSEA = 0.050. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas pengetahuan keagamaan. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 berikut. Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Religiusitas Pengetahuan Keagamaan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.65
0.08
8.11
V
2
0.61
0.08
7.37
V
3
0.72
0.08
9.06
V
83
Tabel 3.13 Lanjutan Muatan Faktor Item Religiusitas Pengetahuan Keagamaan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
4
0.56
0.08
6.73
V
5
0.77
0.08
10.05
V
6
0.27
0.09
2.85
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor keseluruhan signifikan. Pada kolom koefisien juga tidak terdapat muatan faktor negatif. Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Pada pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari religiusitas pengetahuan keagamaan tidaklah banyak, hanya terdapat satu korelasi. Dengan demikian secara keseluruhan tidak ada item yang di drop, artinya semua item akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor. 5. Konsekuensi Keagamaan Peneliti menguji apakah 6 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu religiusitas konsekuensi keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 37.83 , df = 9 , P-value = 0.00002 , RMSEA = 0.147. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
84
satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 9.88 , df = 7 , P-value = 0.19560 , RMSEA = 0.053. nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas konsekuensi keagamaan. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14 berikut : Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Religiusitas Konsekuensi Keagamaan No
Koefisien
Standar error
Nilai t
Signifikan
1
0.49
0.09
5.37
V
2
0.74
0.11
6.82
V
3
0.06
0.09
0.64
X
4
0.49
0.09
5.37
V
5
0.45
0.09
4.94
V
6
0.49
0.11
4.27
V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 3 tidak signifikan. Dapat dilihat pula bahwa keseluruhan item muatan faktor nya positif.
85
Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, artinya item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur. Pada pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan tidaklah banyak, hanya terdapat dua korelasi. Berdasarkan hasil tersebut, maka semua item dari skala forgiveness hanya satu yang di drop yaitu item nomor 3, dan selanjutnya item-item lainnya dapat dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3.6
Prosedur Pengumpulan Data Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur Tipe Kepribadian yang bernama MBTI (Meyer Bring Type Indicator), alat ukur Kualitas Hubungan yang berupa kuesioner dari skala likert, alat ukur Religiusitas yang berupa skala adaptasi dari Glock & Stark, dan alat ukur Forgiveness yang bernama MOFS (Marital Offence-Specific Forgiveness Scale). 2. Membuat surat izin penelitian kepada pihak fakultas psikologi dan membuat surat izin melakukan penelitian di APIK. 3. Sebelum peneliti menyebarkan angket kepada korban KDRT di bawah perlindungan APIK, peneliti mendiskusikan item-item yang akan disebarkan
86
dengan HRD di APIK. Setelah membaca dan meneliti item-item tersebut, HRD disana menyeleksi item-item yang telah peneliti buat agar korban dapat mengisi angket secara efisien. Item yang dipilih merupakan item yang mewakli kondisi korban disana dan bahasanya mudah dipahami oleh seluruh korban. 4. Setelah item diseleksi oleh HRD APIK, kemudian peneliti diizinkan untuk menyebarkan angket dengan bantuan pihak APIK agar tidak mengganggu privasi setiap korban. 5. Selanjutnya, setelah mendapatkan data yang diinginkan peneliti kemudian melakukan pengolahan dan pengujian terhadap data yang sudah di dapatkan.
3.7 Metode Analisis Data Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai hubungan antara tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas yang mempengaruhi forgiveness secara empiris, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di BAB 2. Dengan dependent variable yaitu forgiveness, dan independent variable tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas, maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8
87
Dengan penjelasan sebagai berikut: Y = forgiveness a = konstan intersepsi b = koefisien regresi X1 = tipe kepribadian ekstrovert X2 = tipe kepribadian introvert X3 = kualitas hubungan X4 = dimensi keyakinan X5 = dimensi praktek agama X6 = dimensi pengalaman X7 = dimensi pengetahuan agama X8 = dimensi konsekuensi Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara forgiveness dengan tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas. Besarnya kemungkinan forgiveness yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2 . R2 merupakan proporsi varians dari forgiveness yang dijelaskan oleh tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas. Untuk mendapatkan nilai R2 , digunakan rumusan sebagai berikut:
88
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari independen variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya. Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus F (Pedhazur, 1982), yaitu sebagai berikut:
Pembagian disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah jumlah independen variabel yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 - R2) dibagi dengan N - k - 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti melakukan uji t (Pedhazur, 1982). Uji t akan dilakukan sebanyak 5 kali sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
89
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling dari koefisien b. Selama uji T, peneliti akan menulis R2 , signifikan tidaknya dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS16.
90
BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada bab empat peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif, dan pengujian hipotesis penelitian. 4.1
Analisis Deskriptif Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 150 wanita berusia 20-60 tahun
yang dalam status menikah atau pernah menikah, pada usia pernikahan maksimal 25 tahun, berada di bawah lindungan LBH APIK di Jakarta Timur. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan usia. Subjek dalam penelitian ini berasal dari usia yang berbeda meskipun masih dalam satu tahap perkembangan (dewasa), yaitu mulai dari usia 20 tahun sampai dengan 60 tahun. Kemudian akan dijelaskan pula gambaran subjek berdasarkan usia pernikahan. Subjek dalam penelitian ini berasal dari usia pernikahan yang berbeda, mulai dari usia 1 tahun sampai dengan 30 tahun. Untuk mempermudahkan perhitungan maka peneliti mengkategorikan usia pernikahan kedalam lima kategori. Tiga kategori usia pernikahan subjek dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini
91
Tabel 4.1 Tabel Subjek Berdasarkan Usia Pernikahan Usia
Jumlah
Persentase
1-5
32
21,3%
6-10
37
24,6%
11-15
27
18%
16-20
11
7,3%
21-25
15
10%
26-30
13
8,6%
Total
150
100%
Berikutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan. Subjek dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda, mulai dari SD, SMP, SMA, Diploma, S1, dan S2. Selanjutnya akan dijelaskan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi pada istri-istri yang berada di bawah perlindungan LBH APIK Jakarta Timur. Bentuk-bentuk KDRT yang di dapatkan berupa pukulan, tendangan, jambakan, tamparan, tonjokkan, dan ketika dilakukan visum telihat bekas kekerasan tersebut.
92
Berikutnya yang terakhir akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan tingkatan forgiveness terhadap pelaku yaitu suaminya. Tiga tingkatan forgiveness dari subjek dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini Tabel 4.2 Tingkatan Forgiveness Rentangan
Jumlah
Persentase
Tinggi
98
65,3%
Sedang
43
28,7%
Rendah
9
6%
Total
150
100%
Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa tingkatan forgiveness yang terjadi dan dilakukan oleh istri korban KDRT terhadap suami dengan jumlah persentase 65,3%. 4.2
Uji Hipotesis Penelitian
4.2.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua
93
apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV. Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Tabel Rsquare
Model Summary Std. Error of the Model 1
R
R Square .680a
Adjusted R Square
.462
.431
Estimate 6.93242
a. Predictors: (Constant), Konsekuensi, extrovert, Pengalaman, KualitasHubungan, Introvert, Keyakinan, Pengetahuan, PraktekAgama
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.462 atau 46,2%. Artinya proporsi varians dari forgiveness yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 46,2%, sedangkan 53,8% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap forgiveness. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
94
Tabel 4.4 Tabel Anova ANOVAb Model
Sum of Squares
1
Df
Mean Square
Regression
5813.697
8
726.712
Residual
6776.232
141
48.058
12589.929
149
Total
F 15.121
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Konsekuensi, extrovert, Pengalaman, KualitasHubungan, Introvert, Keyakinan, Pengetahuan, PraktekAgama b. Dependent Variable: Forgiveness
Jika melihat kolom ke 6 dari kiri diketahui bahwa (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen variabel terhadap forgiveness ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian ekstrovert, introvert, kualitas hubungan, religiusitas keyakinan, praktek agama, pengalaman keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan konsekuensi keagamaan terhadap forgiveness. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV tersebut
memiliki dampak
yang signifikan terhadap forgiveness.
penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.5 berikut.
95
Adapun
Tabel 4.5 Koefisien Regresi Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error 16.816
8.176
Extrovert
-.014
.075
Introvert
-.118
KualitasHubungan
Coefficients Beta
T
Sig. 2.057
.042
-.013
-.189
.851
.082
-.103
-1.430
.155
.500
.064
.529
7.764
.000
Keyakinan
.130
.114
.132
1.141
.256
PraktekAgama
.022
.117
.022
.188
.851
Pengalaman
-.078
.068
-.085
-1.151
.252
Pengetahuan
.003
.109
.002
.025
.980
Konsekuensi
.219
.080
.183
2.750
.007
a. Dependent Variable: Forgiveness
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.5 Dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut: (* signifikan) Forgiveness = 16.816 - 0.014extrovert - 0.118introvert + 0.500kualitashubungan* + 0.130keyakinan + 0.02praktekagama - 0.78pengalaman + 0.003pengetahuan + 0.219konsekuensi*
96
Dari tabel 4.5, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan (kolom ke-6), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya terhadap forgiveness
dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya koefisien regresi
kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi
yang signifikan, sedangkan sisa
lainnya tidak. Hal ini berarti bahwa dari 8 hipotesis minor hanya terdapat dua yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel tipe kepribadian ekstrovert: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.014 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian ekstrovert secara negatif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian ekstrovert maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, tipe kepribadian ekstrovert didapatkan berhubungan dengan forgiveness walau tidak signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian ekstrovert termasuk orang yang dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, tipe kepribadian ekstrovert tertuju ke luar; pikiran, perasaan,, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya. Tipe kepribadian ekstrovert ditandai dengan sikap positif dengan sekitar, yang seharusnya mengakibatkan dapat melakukan forgiveness dengan
97
apa adanya. Akan tetapi dari hasil yang ada diketahui tipe kepribadian ekstrovert tidak dapat melakukan forgiveness dengan baik. 2. Variabel tipe kepribadian introvert: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.118 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian introvert secara negatif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi tipe kepribadian introvert maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, tipe kepribadian introvert didapatkan selalu berhubungan negatif dengan forgiveness walau tidak signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian introvert termasuk orang yang dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, tipe kepribadian introvert tertuju ke dalam; pikiran, perasaan,, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Tipe kepribadian introvert ditandai dengan penyesuaian diri yang kurang baik dengan sekitar sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat melakukan forgiveness dengan apa adanya. 3. Variabel kualitas hubungan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.500 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel kualitas hubungan secara positif mempengaruhi forgiveness dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kualitas hubungan maka semakin tinggi pula forgiveness, dan dalam hal ini secara statistik signifikan. (kualitas hubungan
berpengaruh signifikan terhadap
forgiveness). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, kualitas hubungan didapatkan selalu berhubungan positif dengan forgiveness, termasuk dalam
98
penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan dalam kualitas hubungan korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara korban dan pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi terdapat kepuasan, komitmen dalam hubungan tersebut. Selanjutnya kualitas hubungan termasuk kedalam faktor yang melatar belakangi keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu hubungan antar pasangan. Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori pada kualitas hubungan. Semakin tinggi kualitas hubungan antar pasangan maka semakin tinggi pula keinginan dalam untuk melakukan forgiveness terhadapa pasangan. 4. Variabel religiusitas keyakinan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.130 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas keyakinan secara positif mempengaruhi forgiveness, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas keyakinan maka semakin tinggi pula forgiveness. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, religiusitas keyakinan didapatkan selalu berhubungan positif secara signifikan dengan forgiveness, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan religiusitas keyakinan termasuk kedalam ideologis dari seseorang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, ideologis mengarah pada sikap berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu. Religiusitas keyakinan ditandai dengan mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharap untuk taat. Maka dengan menjalani dan menaati sesuai dengan ajaran kepercayaan secara baik, forgiveness pun akan meningkat.
99
5. Variabel religiusitas praktek agama: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.022 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas praktek agama secara positif mempengaruhi forgiveness, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas praktek agama maka semakin tinggi pula forgiveness. (religiusitas praktek agama tidak berpengaruh signifikan terhadap forgiveness). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, religiusitas praktek agama didapatkan berhubungan positif dengan forgiveness walau tidak signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan responden penelitian yang digunakan ialah responden beragam agama dan dalam penelitian-penelitian sebelumnya tidak dijabarkan dengan jelas dimensi tertentu yang besar pengaruhnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari ritual, ketaatan, dan halhal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Semakin tinggi praktek agama yang ditaati atau dilakukan semakin tinggi forgiveness yang akan dilakukan. 6. Variabel religiusitas pengalaman: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,78 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas pengalaman secara negatif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas pengalaman maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas pengalaman tinggi dicirikan dengan sikap berfikir panjang dan lebih memaknai hal-hal yang terjadi dalam hubungan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Seseorang yang memiliki
100
religiusitas pengalaman yang tinggi tentunya akan berusaha memaknai dengan positif untuk mempertahankan hubungan dengan pasangan melalui melakukan forgiveness dengan baik. 7. Variabel religiusitas pengetahuan: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.003 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas pengetahuan secara positif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas pengetahuan maka semakin tinggi pula forgiveness, walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas pengetahuan yang tinggi dicirikan dengan memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritualritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Seseorang yang memiliki karakteristik religiusitas pengetahuan yang tinggi tentunya akan selalu dapat menyikapi permasalahan dengan baik. Hal yang demikian tentunya akan menimbulkan keinginan untuk melakukan forgiveness terhadap pelaku (pasangannya). 8. Variabel religiusitas konsekuensi: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.219 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas konsekuensi secara positif mempengaruhi forgiveness serta signifikan. Jadi, semakin tinggi religiusitas konsekuensi maka semakin tinggi pula forgiveness yang dilakukan, dan secara statistik signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas konsekuensi yang tinggi mengacu pada akibat-akibat (hasil) keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari sehingga mempengaruhi keinginan dalam forgiveness. Dapat diartikan individu tersebut
101
dapat mudah melakukan forgiveness karena berdasarkan latar belakang yang dimiliki. Pada tabel 4.4 koefisien regresi diatas, dari dua IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya (p) dan melihat Standardized coefficients (beta) (Umar, 2011). Maka dari tabel diatas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut: 1. Kualitas hubungan dengan beta = 0.529 2. Religiusitas konsekuensi dengan beta = 0.183 4.2.2 Pengujian proporsi varians masing–masing independent variabel Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap forgiveness. Pada tabel 4.7 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan
102
dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada forgiveness dapa t dilihat pada table 4.5 berikut : Peneliti selanjutnya juga besarnya proporsi varian DV yang merupakan sumbangan atau pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan proporsi varian setiap kali IV baru dimasukkan dalam persamaan. Bertambahnya R2 (R2 change) ini dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini: Tabel 4.6 Proporsi Varians untuk masing–masing Independent Variable
Model Summary Change Statistics R Square Model
R Square
Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
.034
.034
5.208
1
148
.024
2
.106
.072
11.761
1
147
.001
3
.403
.297
72.619
1
146
.000
4
.427
.024
6.063
1
145
.015
5
.428
.001
.270
1
144
.604
6
.433
.005
1.306
1
143
.255
7
.433
.000
.004
1
142
.952
8
.462
.029
7.562
1
141
.007
Keterangan : X1
: Tipe
kepribadian ekstrovert
X2
: Tipe
kepribadian introvert
X3
: Kualitas
hubungan
103
X4
: Religiusitas
Keyakinan
X5
: Religiusitas
praktek agama
X6
: Religiusitas
pengalaman keagamaan
X7
: Religiusitas
pengetahuan keagamaan
X8
: Religiusitas
konsekuensi keagamaan
Dari tabel diatas dapat disampaikan informasi sebagai berikut : 1. Variabel tipe kepribadian ekstrovert memberikan sumbangan sebesar 34% dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 5,208 dan df = 1, 148. 2. Variabel tipe kepribadian introvert memberikan sumbangan sebesar 72 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 11,761 dan df = 1, 147. 3. Variabel kualitas hubungan memberikan sumbangan sebesar 29,7 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 72,619 dan df = 1, 146. 4. Variabel religiusitas keyakinan memberikan sumbangan sebesar 24 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 6,063 dan df = 1, 145.
104
5. Variabel religiusitas praktek agama memberikan sumbangan sebesar 1 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 0,270 dan df = 1, 144. 6. Variabel religiusitas pengalaman keagamaan memberikan sumbangan sebesar 5 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F = 1,306 dan df = 1, 143. 7. Variabel religiusitas pengetahuan keagamaan memberikan sumbangan sebesar 0 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 0,004 dan df = 1, 142. 8. Variabel religiusitas konsekuensi keagamaan memberikan sumbangan sebesar 29 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F = 7,562 dan df = 1, 141. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 5 IV, yaitu tipe kepribadian ekstrovert, tipe kepribadian introvert, kualitas hubungan, religiusitas keyakinan, dan religiusitas konsekuensi keagamaan yang signifikan sumbangannya terhadap forgiveness, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan IV (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari kelima IV tersebut dapat dilihat mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap DV. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2 changenya, semakin besar maka semakin banyak sumbangan yang diberikan terhadap DV (Umar, 2011). Dari tabel 4.6 diatas diketahui urutan IV yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar hingga yang terkecil ialah tipe kepribadian ekstrovert dengan R2
105
change 0.024, religiusitas keyakinan 0.015, religiusitas konsekuensi keagamaan dengan R2 change 0.007, tipe kepribadian introvert dengan R2 change 0.001, dan kualitas hubungan dengan R2 change 0.000. Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisi regresi dengan metode least square dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi normal. Distribusi normal ialah satu cara untuk mengetahui apakah residualnya adalah normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan untuk kurva normal, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya, hasil persamaan regresi beserta interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah gambar 4.1 “residual plot” untuk variabel forgiveness yang dihasilkan dengan menggunakan software SPSS 16.
106
Gambar 4.1
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis regresi pada forgiveness dapat dipercaya.
4.3
Moderator Variabel
4.3.1 Analisis sub kelompok Analisis dilakukan untuk mengetahui moderator variabel yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap forgiveness. Langkah pertama dalam analisis sub kelompok adalah mencari median dari potential moderator yaitu usia pernikahan. Median yang didapatkan adalah 10,5. Hasil 10,5 ini ialah usia pernikahan 10,5 tahun. Berikut adalah tabel 4.7 yang berisi median yang dihasilkan.
107
Tabel 4.7 Median Usia Pernikahan Descriptives
Statistic Usia
Mean 95% Confidence Interval for
12.5933 Lower Bound
11.2349
Upper Bound
13.9517
Std. Error .68745
Mean
5% Trimmed Mean
12.1593
Median
10.5000
Variance
70.887
Std. Deviation
8.41945
Minimum
1.00
Maximum
40.00
Range
39.00
Interquartile Range
12.00
Skewness
.782
.198
Kurtosis
-.035
.394
Dari tabel 4.7 diatas, diketahui median yang dihasilkan ialah 10,5. Maka dengan itu, dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai ≤ 10,5 termasuk ke dalam usia pernikahan rendah, dan nilai ≥ 10,5 termasuk ke dalam usia pernikahan tinggi. Kemudian setelah di bedakan menjadi dua kelompok, maka dilakukan perhitungan
108
kelompok yang memiliki pengaruh terbesar terhadap forgiveness. Berikut adalah tabel 4.8 yang berisi koefisien regresi untuk moderator variabel usia pernikahan terhadap forgiveness yang dihasilkan dengan menggunakan software SPSS 16. Tabel 4.8 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Rendah Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
20.621
13.892
Ekstrovert
-.097
.115
Introvert
-.262
Kualitas Keyakinan
Coefficients Beta
T
Sig.
1.484
.142
-.100
-.841
.403
.151
-.210
-1.729
.088
.427
.110
.408
3.903
.000
.361
.188
.307
1.920
.059
Praktek
-.110
.189
-.094
-.582
.562
Pengalaman
-.017
.117
-.017
-.149
.882
Pengetahuan
.021
.158
.017
.132
.896
konsekuensi
.247
.134
.178
1.834
.071
a. Dependent Variable: forgiveness
Dari tabel 4.8 diatas diketahui satu dari delapan independen variabel yang mempengaruhi forgiveness pada kelompok usia pernikahan rendah yaitu kualitas hubungan dengan koefisien regresi sebesar 0,000 signifikan. Maka, kualitas hubungan mempengaruhi forgiveness pada kelompok usia pernikahan rendah istri korban KDRT. Selanjutnya, pada tabel 4.9 menghitung koefisien regresi pada kelompok usia pernikahan tinggi.
109
Tabel 4.9 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Tinggi Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
(Constant)
8.148
10.587
ekstrovert
.086
.113
introvert
-.005
kualitas
Beta
T
Sig. .770
.444
.072
.759
.451
.098
-.005
-.050
.961
.517
.079
.620
6.580
.000
-.022
.155
-.026
-.141
.888
.069
.160
.082
.433
.667
pengalaman
-.070
.092
-.085
-.758
.451
pengetahuan
.004
.166
.004
.022
.983
konsekuensi
.268
.105
.253
2.562
.013
keyakinan praktek
a. Dependent Variable: forgiveness
Dari tabel 4.9 diatas diketahui koefisien regresi kelompok usia pernikahan tinggi menghasilkan dua independet variabel yang memiliki pengaruh yaitu kualitas hubungan dengan koefisien regresi sebesar 0,000 signifikan dan religiusitas konsekuensi
dengan
koefisien
regresi sebesar
0,009
signifikan.
Hal
memperlihatkan bahwa diantara kedua kelompok yaitu kelompok usia pernikahan
110
ini
rendah dan kelompok usia pernikahan tinggi yang menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap forgiveness ialah kelompok usia pernikahan tinggi. Maka, kelompok usia pernikahan tinggi dengan independen variabel yaitu kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi mempengaruhi forgiveness pada istri korban KDRT.
111
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban KDRT. 2. Berdasarkan proporsi varians seluruhnya, forgiveness yang dipengaruhi tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas yaitu sebesar 46,2%. 3. Ditemukan satu dimensi religiusitas yang memiliki pengaruh terhadap forgiveness. Besarnya sumbangan dimensi tersebut yaitu dimesi konsekuensi keagamaan. Dimensi keyakinan, praktek agama, pengalaman keagamaan, dan pengetahuan keagamaan tidak memiliki pengaruh terhadap forgiveness dalam penelitian ini.
4. Berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel, ternyata terdapat lima variabel yang signifikan. Variabel-variabel tersebut yakni tipe kepribadian
112
ekstrovert,
tipe kepribadian introvert,
kualitas hubungan,
religiusitas
keyakinan, dan religiusitas konsekuensi keagamaan. 5. Variabel yang dominan mempengaruhi DV dilihat dari dua bagian yaitu signifikan dan besar Standardized coefficients (beta). Pada penelitian ini di dapatkan urutan IV dimulai dari yang paling besar pengaruhnya adalah kualitas hubungan dengan beta = 0.529 dan religiusitas konsekuensi keagamaan dengan beta = 0.183. 6. Variabel kelompok usia pernikahan tinggi dan kelompok pernikahan rendah memiliki pengaruh terhadap forgiveness, diketahui IV yang lebih berpengaruh berada pada kelompok usia pernikahan tinggi dengan yaitu kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi keagamaan.
5.2
Diskusi Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas hubungan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.500 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel kualitas hubungan secara positif mempengaruhi forgiveness dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kualitas hubungan maka semakin tinggi pula forgiveness, dan dalam hal ini secara statistik signifikan (kualitas hubungan
berpengaruh signifikan terhadap forgiveness). Berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, kualitas hubungan didapatkan selalu berhubungan
113
positif dengan forgiveness, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan kualitas hubungan termasuk kedalam faktor yang menjadi latar belakang keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu hubungan antar pasangan. Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori pada kualitas hubungan. Semakin tinggi kualitas hubungan antar pasangan maka semakin tinggi pula keinginan dalam untuk melakukan forgiveness terhadap pasangan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fincham,F.D yang menyatakan individu yang memiliki hubungan kedekatan dengan orang yang bermasalah dengannya, akan memiliki tingkat forgiveness yang lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan yang kualitas hubungannya tidak dekat. Selanjutnya, religiusitas pada dimensi konsekuensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.219 (p < 0.05). Pengaruh pada dimensi ini bernilai positif, artinya semakin tinggi religiusitas konsekuensi semakin tinggi pula forgiveness yang dilakukan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas konsekuensi yang tinggi mengacu pada akibat-akibat (hasil) keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari sehingga mempengaruhi keinginan dalam forgiveness. Dengan demikian mereka akan mudah melakukan forgiveness. Kemungkinan alasan signifikansi dari religiusitas dimensi konsekuensi ini dikarenakan subjek penelitian lebih terlihat memunculkan penerapan atau hasil dalam keagamaannya yang cenderung terlihat pada akhlak baik yang dalam penelitian ini yaitu dapat melakukan forgivene. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu, yang membahas mengenai religiusitas terhadap
114
forgiveness secara keseluruhan tidak pada masing-masing dimensinya (Gorsuch dan Hao,1993). Dari delapan independen variabel yang diteliti, hanya dua independen variabel yang berpengaruh signifikan terhadap forgiveness. Setelah melakukan penelitian, diketahui independen variabel yang tidak berpengaruh atau tidak signifikan yaitu tipe kepribadian ekstrovert, tipe kepribadian introvert, religiusitas keyakinan, religiusitas praktek agama, religiusitas pengalaman, dan religiusitas pengetahuan. Ketidaksesuain hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya dirasakan tidak sesuai dengan harapan peneliti. Selanjutnya, untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel tipe kepribadian jung terhadap forgiveness, tidak terdapat satupun yang berpengaruh. Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penemuan penelitian terdahulu McCullough, dkk (2001) yang mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki kepribadian ekstravers yaitu memiliki karakter bersidat sosial, keterbukaan ekspresi, asertif, hangat, tidak mementingkan diri, cenderung empatik, dan bersahabat.Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena tipe kepribadian ekstrovert tidak berpengaruh, juga introvert tidak berpengaruh terhadap forgiveness. Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini subjek lebih cenderung menunjukan kearah negatif terhadap forgiveness. Ekstrovert yang tinggi seperti sikap asertif yang ada dalam diri subjek atau kecenderungan menekan sisi subyektif dari diri subjek (perasaan-perasaan pribadi yang dimiliki) dengan
115
cukup tinggi atau berulang-ulang mungkin dapat menjadi alasan dari tidak adanya pengaruh terhadap forgivenes. Selain itu, dari hasil penelitian mengenai pengaruh religiusitas terhadap forgiveness, dengan diikut sertakan setiap dimensinya, diketahui ditemukan satu buah dimensi yang berpengaruh yaitu dimensi keyakinan yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka, terdapat pula ketidaksesuaian antara hasil pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti yaitu tidak adanya pengaruh yang signifikan antara religiusitas dimensi keyakinan, praktek agama, pengalaman, dan pengetahuan terhadap forgiveness, dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh dari religiusitas yang mencangkup lima dimensi terhadap forgiveness. Ketidaksesuaian yang paling terlihat dari hasil pada religiusitas dimensi keyakinan, karena pada penelitian sebelumnya menurut Edward (dalam Batson, 2002) yang mengemukakan terdapat korelasi positif antara konstrak keyakinan (faith) dengan forgiveness. Keyakinan yang kuat dirasakan dapat menjadi alasan untuk kesediaan dilakukannya forgiveness, maka ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan lebih banyak subjek yang tingkat keyakinan atau kepercayaan penganut dalam ketaatan yang mungkin rendah dan juga kurang dikontrol oleh peneliti. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian lain dari religiusitas yaitu pada dimensi praktek agama, pengalaman, dan pengetahuan yang didapati tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa religiusitas, yang berarti keseluruhan dimensi memiliki pengaruh terhadap forgivenes. Hal ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini
116
subjek yang diteliti dari beragam agama dan menjadi kendala karena tidak dapat difokuskan dengan jelas, juga kemungkinan karena kurangnya pendalaman keagamaan dari diri setiap subjek. Dengan demikian mereka akan sulit melakukan forgiveness. Kemudian, kemungkinan lainnya dari ketidaksesuaian empat variabel religiusitas yang tidak signifikan dalam penelitian ini, kemungkinan salah satu penyebabnya adalah perbedaan alat ukur pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini memakai item-item dari skala baku religiusitas Glock & Stark yang diadaptasi. Dalam item-item religiusitas Glock & Stark disusun berdasarkan agama kristen sebagai agama mayoritas. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian dengan beragam agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu. Kemudian, dari hasil proporsi varians independen variabel diketahui bahwa ada 5 IV yang memiliki pengaruh terhadap forgiveness pada korban KDRT, yaitu tipe kepribadian ekstrovert, tipe kepribadian introvert, kualitas hubungan, religiusitas keyakinan, dan religiusitas konsekuensi keagamaan. Berikutnya dari hasil penelitian mengenai moderator variabel didapatkan dua kelompok yaitu kelompok usia pernikahan rendah dan kelompok usia pernikahan tinggi diketahui keduanya memiliki pengaruh terhadap forgiveness. Dari dua kelompok moderator variabel yang dikemukakan, hasil menunjukan kelompok usia pernikahan tinggi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap forgiveness yaitu pertama, pada variabel kualitas hubungan yang memiliki koefisien regresi sebesar 0.000 dan kedua, pada variabel religiusitas konsekuensi dengan koefisien regresi
117
sebesar 0.009. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hubungan dan religiusitas dimensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness . Kesesuaian ini juga dapat terlihat dengan hasil penelitian yang telah dijabarkan oleh peneliti yang mendapati pengaruh yang signifikan dari faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian terhadap forgiveness didapati kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi. Tidak jauh berbeda, pada moderator variabel kelompok usia pernikahan rendah juga memiliki pengaruh yang signifikan, akan tetapi hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh pada kelompok ini yaitu kualitas hubungan dengan koefisien regresi sebesar 0.000. Hal ini dirasakan peneliti memungkinkan karena kualitas hubungan dilihat menjadi faktor yang memiliki pengaruh tinggi dari beberapa kali dilakukannya perhitungan dalam penelitian ini.
5.3
Saran Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
peneliti membagi saran menjadi 2, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti dependen variabel yang sama.
118
5.3.1 Saran metodologis 1.
Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait dengan forgiveness yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, anak, dsb. Padahal variabel tersebut menjadi sangat penting sekali, khususnya studi tentang forgiveness, untuk melakukan pengolahan data dengan baik.
2.
Untuk penelitian selanjutnya dapat diperkaya dengan membandingkan antara forgiveness istri dari pasangan normal (tidak mendapati KDRT) dan pasangan KDRT.
3.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan lebih banyak menggunakan dan mengembangkan item – item yang lebih valid dalam mengukur konstruk – konstruk psikologisnya. Pada penelitian ini seperti pada item-item tipe kepribadian, agar lebih teliti dalam memahami, menggunakan, dan menguji setiap item.
5.3.2 Saran praktis 1.
Untuk meningkatkan forgiveness, peneliti menyarankan pada para istri, terutama korban KDRT untuk lebih menitikberatkan kualitas hubungan dengan pasangan, juga memperdalam keagamaan.
2.
Selanjutnya, untuk para konselor pernikahan, dalam melakukan konseling khusunya mengenai penyelesaian masalah dan tindakan yang tepat dalam mengatasinya, agar tidak terjadi KDRT. Lalu, dapat
119
mengarahkan kliennya untuk mempelajari kehidupan dalam pernikahan dan cara mengatasi agar satu sama lain dapat belajar melakukan forgiveness. 3.
Selain itu, walaupun tipe kepribadian tidak memiliki pengaruh dalam penelitian ini, akan tetapi sebaiknya dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan, dapat melihat kepada kecocokan antara kepribadiannya untuk memperkecil terjadi tindakan yang tidak diharapkan, seperti KDRT.
120
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin & Suroso, F. A. 2004. Psikologi islami: Solusi Islam atas problem-problem psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arthasari, D. P. 2010. Hubungan antara trait kepribadian big five factors dengan forgiveness orang yang menikah. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Batson, M. D., & Shwalb, D. W. 2006. Forgiveness and Religious Faith in Roman Catholic Married Couples. Patoral Psychol. Springer Science+Business Media, Inc. Bird,G., & Melville, K. 1994. Families and intimate relationship. USA: McGrawhill, Inc. Charles, Y. G., & Rodney, Stark. 1968. American Piety: The Nature of Religious Commitment. Barkeley and Los Angeles, California: University of California Press. Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. e-dukasi. 2009. Sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Diambil pada 14 oktober 2009 dari http://www.e-dukasi.net. Enright, R. D. 2001. Forgiveness is a choice (pp. 9-23). Washington, DC: APA Life Tools. Fauqiyah, Eka. 2010. Skripsi. Hubungan religiusitas dengan happiness pada remaja panti asuhan. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fincham, F.D. 2001. Forgiveness: Integral to a science of close relationships?. Journal of personality and social psycholog. Family Institute: Florida State University. Feist, J., & Feist, G. J. 1998. Teori kepribadian. (Terjemahan Handriatno, 2010). Jakarta: Salemba Humanika. Gorsuch, R. L., & Hao, J. Y. 1993. Forgiveness: An exploratory factor analysis and its relationships to religious variables. Review of religious research. 34, 333347. Guldner, G. T., & Swensen, C. H. 1995. Time spent together and relationship quality : Long distance relationship as a test case. Journal of social & personal relationship, 12, 313-320. Hanita M., Suswandari, Nahuda, & Febiana. 2009. Buku panduan proses hukum kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta: P2TP2A.
121
Hanita, M., Suswandari, Nahuda, Febiana, Lestari & Purnomo. 2011. Buku panduan hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta: P2TP2A. Elli N Hasbianto. Kekerasan dalam rumah tangga: Sebuah kejahatan yang tersembunyi. dalam Syafiq Hasyim (ed). 1999. Menakar harga perempuan. Bandung: Mizan. Joreskog, K.G dan Sorbom, D. 1999. Lisrel 8.30. USA : Scientific Software International.inc. McCullough, M. E., Fincham, F. D., & Tsang, J. 2003. Forgiveness, forbearance, and time: The temporal unfolding of transgression-related interpersonal motivation. Journal of personality and social psychology, 84, 540-557. McCullough, M. E., Rachal, K.C., Sandage, S. J., Worthington, E. L., Brown, S. W., & Hight, T. L. 1998b. Interpersonal forgiving in close realtionships: II theoritical elaboration an measurement. Journal of personality and social psychology, 75, 1586-1603. McCullough, M, & vanOyen Witvliet, C. 2001. The psychology of forgiveness. In C. R. Synder & S. J. Lopez (Eds.), Handbook of positive psychology (pp. 446458). Oxford: Oxford Psychology Press. McCullough, M. E., Worthington, E. L., & Rachal, K. C. 1997. Interpersonal forgiving in close relationships. Journal of personality and social psychology, 73, 321-336. Nashori, H. F., & Mucharam, R. D. 2002. Mengembangkan kreativitas dalam perspektif psikologi islami. Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta. Paleari, G., Regalia, C., & Fincham, F. D. 2009. Measuring offence-spesific forgiveness in marriage: The marital offence-specific forgiveness scale (MOFS). Psychological assessment, 21, 194-209. Pedazhur, Elazar J. 1973. Multiple regression in behavioral research. New York: Holt, Rinehart, and Winston. Perempuan, Komnas. 2002. Kasus KDRT pada istri di Indonesia. Diambil pada 14 oktober 2009 dari http://www.komnasperempuan.or.id Pervin, L. A.., Daniel, C., & Oliver, P. J. 2005. Personality: Theory and research. USA: John Wiley & Sons, Inc. Pierce, G. D., Sarason, B., & Nagle. 1997. Assessing the quality of personal relationship. Journal of personal and social relationship. 14(3), 339-356. Rusdi, Ahmad. 2009. Hubungan religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa sekolah tinggi ilmu dakwah dirasat islamiyah al-Hikmah Jakarta. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
122
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Synder, C. R.,. & Lopez S. J. 2007. Positive psychology: The scientific and practical explorations of human. California: Sage Publications,Inc. Thousless, R. H. 1995. Pengantar psikologi agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Tri W. L., & Faturochman. 2009. Psikologi pemaafan. Jurnal Psikologi, 25, 1-11. Umar, Jahja. 2010. Personality needs, kepuasan kerja, dan presentasi kerja: Sebuah studi tentang moderator variabel. Jakarta: UIN Jakarta Press. Umar, Jahja. 2011. Personal Communication. Wang, Tae. 2008. Forgiveness and big five personality traits among Taiwanese undergraduates. An international journal of social behaviour and personality. Wikipedia. 2010. Forgiveness. Di ambil http://en.wikipedia.org/wiki/Forgiveness
pada
23
Oktober
2010
dari
Worthington, E. L. 1998. The pyramid model of forgiveness: Some interdiciplinary speculation about unforgiveness and the promotion of forgiveness. Dalam E. L. Worthington, J. R., (Ed), Dimension of forgiveness: Psychological research and theological perspectives (pp. 107-128). Philadelphia: Templeton Press.
123
FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Assalamu’alaikum Wr,Wb. Saya adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kerjasama yang saya harapkan adalah kesediaan anda untuk mengisi beberapa pertanyaan. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Adapun informasi atau data yang anda berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian saya dan akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
Nuran 107070000398
124
DATA DIRI (wajib diisi) o o o o o o o
Nama (Inisial) Usia Pekerjaan Agama Suku Pendidikan terakhir Lamanya menikah
: : :
tahun
: : :
PETUNJUK Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu: SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
Contoh: N0 1
Pernyataan Saya tidak pernah merasa sedih.
SS
S X
125
TS
STS
PETUNJUK Bacalah dengan seksama setiap pernyataan, lalu berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang sesuai dengan diri anda
No
Pernyataan
SS
1.
Saya akan membuat keputusan setelah terlebih dahulu mendengarkan pendapat orang lain
2.
Saya akan membuat keputusan sendiri, tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu pada orang lain
3.
Saya akan mengungkapkan hal-hal yang saya pikirkan atau yang saya rasakan secara bebas dan terbuka dengan apa adanya
4.
Saya hanya akan mengungkapkan hal-hal sebagian kecil yang saya pikirkan / rasakan, sebatas yang saya anggap penting
5.
Saya merasa tidak sendirian, banyak orang disekeliling saya
6.
Saya merasa sendirian atau saya hanya mempunyai teman akrab yang jumlahnya tidak lebih dari dua orang
7.
Saya merasa jadi pembicara yang baik daripada pendengar yang baik
8.
Saya merasa menjadi pendengar yang baik daripada pembicara yang baik
9.
Saya senang bertemu dan berkenalan dengan wajahwajah baru
10.
Saya cenderung menjaga jarak dengan orang lain
11.
Saya senang berbincang-bincang dengan orang lain tentang berbagai macam hal yang menarik
126
S
TS
STS
12.
Saya berbincang-bincang seperlunya kepada orang lain, kemudian memikirkannya sendiri
13.
Saya memilih untuk mengawali suatu pembicaraan ketika bersama orang lain
14.
Saya memilik diam dan menunggu orang lain untuk memulai pembicaraan
15.
Saya tidak perlu berpikir panjang dalam bertindak
No
Pernyataan
SS
16.
Saya berpikir panjang terlebih dahulu sebelum bertindak
17.
Saya lebih memilih untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan daripada menyimpannya
18.
Saya lebih memilih menyimpan perasaan daripada mengungkapkannya
S
TS
STS
TS
STS
PETUNJUK Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu: SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
No
Pernyataan
SS
1.
Saya mematuhi peraturan yang dibuat oleh pasangan saya
2.
Saya akan berusaha mempertahankan pernikahan walau dalam masa-masa sulit
127
S
3.
Jika hubungan kami renggang, saya akan lebih mendekatkan diri dengan pasangan
4.
Saya merasa bahagia menjalani hubungan dengan pasangan saya
5.
Saya sangat mencitai pasangan saya, maka itu saya memutuskan untuk menikah
6.
Terkadang saya berfikiran bahwa pasangan saya banyak melakukan kebohongan di belakang saya
7.
Saya dan pasangan menunjukkan rasa sayang dengan melakukan interaksi fisik
8.
Saya merasa terbebani dalam menjalani hubungan pernikahan ini
9.
Saya merasa kurang memiliki waktu untuk bersama dengan pasangan saya
10.
Saya dan pasangan bersikap terbuka atas apa yang sedang dirasakan
11.
Dengan melakukan hubungan seksual dapat mempererat keintiman dalam hubungan pernikahan
12.
Saya merasa cemburu ketika melihat pasangan saya bersahabat dengan lawan jenisnya
13.
Saya dan pasangan memiliki waktu tersendiri untuk saling berbagi cerita mengenai kejadian sehari-hari
14.
Saya merasa tidak puas dalam menjalani hubungan pernikahan
15.
Saya sulit untuk mengkomunikasikan beberapa hal pada pasangan saya
16.
Saya akan menghubungi pasangan saya berkali-kali apabila ia berada di luar rumah
17.
Setelah menikah saya merasa terikat karena pasangan saya terlalu membatasi pergaulan saya
18.
Saya yakin dapat menjaga hubungan pernikahan dengan pasangan saya
19.
Setiap hari saya dan pasangan selalu mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi
128
20.
Saya dan pasangan saling mendukung satu sama lain
21.
Setelah saya menikah saya semakin percaya pada pasangan saya
22.
Saya merasa pasangan saya kurang memperhatikan saya
23.
Saya yakin pasangan saya tidak akan menghianati saya
24.
Saya dan pasangan menghabiskan waktu luang secara rutin bersama-sama
25.
Saya merasa tidak aman dalam menjalani hubungan pernikahan saya
26.
Saya merasa dapat menjadi diri saya sendiri ketika bersama pasangan saya
PETUNJUK
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu: SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
No 1. 2.
Pernyataan
SS
Ketika saya merasa ragu akan sesuatu, saya yakin Tuhan akan memberi petunjuk Saya tahu Tuhan itu benar-benar ada, dan saya tidak meragukan-Nya
129
S
TS
STS
3.
Saya menyadari Tuhan bersama saya pada suatu waktu, tapi tidak pada waktu lain
4.
Mukjizat benar-benar terjadi sesuai yang telah diterangkan didalam kitab suci
5.
Menurut saya, tidak ada kehidupan yang kekal diakhirat nanti
6.
Saya merasa tidak ada pertolongan dari Tuhan
7.
Saya memulai setiap pekerjaan saya tanpa berdoa kepada Tuhan
8.
Saya berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain
9.
Setiap akan melakukan sesuatu perbuatan ,saya mengawalinya dengan niat
10. Saya tidak percaya bahwa ajaran-ajaran Tuhan yang tertulis didalam kitab suci adalah sebagai petunjuk bagi manusia 11. Saya membaca kitab suci tanpa memahami isi yang terkandung didalamnya 12. Menggunakan nama Tuhan untuk hal-hal yang siasia (sumpah palsu) 13. Bagi saya, Meminum-minuman yang memabukkan adalah perilaku yang dapat merugikan diri sendiri 14. Menurut saya, melakukan taruhan (judi) hanyalah sebuah permainan saja 15. Seberapa yakinkah kamu dapat menemukan tujuan dan makna hidup yang saat ini
sedang dijalani? a. Saya sangat yakin
c. Tidak yakin
b. Yakin
d. Sangat tidak yakin
130
16. Seberapa seringkah kamu menghadiri kegiatan keagamaan yang diadakan di asrama? a. Setiap hari
c. Sebulan sekali
b. Seminggu sekali
d. Kurang dari sebulan sekali
17. Apakah kamu pernah membuat catatan dari mendengarkan atau melihat tayangan
kerohanian agama di radio atau televisi?
a. Sangat teratur
c. Tidak teratur
b. Teratur
d. Tidak pernah
18. Saya tidak pernah mengikuti suatu organisasi keagamaan a. Sangat setuju
c. Tidak setuju
b. Setuju
d. Sangat tidak setuju
19. Dalam satu minggu, Seberapa banyak malam yang kamu habiskan untuk melaksanakan ibadah ? a. Setiap malam
c. Setiab bulan
b. Setiap minggu
d. Tidak sama sekali
20. Seberapa pentingkah kamu menjadi anggota dalam suatu kegiatan keagamaan? a.
Sangat penting
c. Tidak penting
b.
Penting
d. Sangat tidak penting
21. Seberapa sering kamu membaca kitab suci di asrama? a.
Setiap hari
c. 1 kali seminggu
131
b.
3 kali seminggu
d. Tidak pernah
22. Seberapa sering kamu melakukan ibadah secara sendiri? a.
Setiap hari
c. Jika ada kesempatan
b.
Setiap minggu
d. Tidak melaksakannya
23. Seberapa sering kamu memohon ampunan atas kesalahan-kesalahan yang kamu perbuat? a. Sangat Sering
c. Jika ada kesempatan
b. Sering No
d. Tidak pernah Pernyataan
SS
24. Saya bersyukur kepada Tuhan 25. Saya memohon kepada Tuhan untuk melindungi saya dari hal-hal yang buruk 26. Saya memohon ampunan atas apa yang telah saya perbuat 27.
Saya memohon kepada Tuhan untuk memelihara kesehatan saya 28. Saya memohon kepada Tuhan untuk kepentingan diri saya saja 29. Saya merasa bahwa doa-doa saya tidak di kabulkan Tuhan 30. Seberapa yakinkah kamu bahwa dosa-dosa kamu di ampuni 31. Saya merasakan kehadiran Tuhan 32. Saya merasa tidak dilindungi oleh Tuhan 33. Saya merasa terpengaruh oleh godaan setan
132
S
TS
STS
34. Saya merasa terpanggil untuk menyebarkan ilmu dan pemahaman agama yang saya milki kepada lingkungan saya 35. Didalam kitab suci mengajarkan untuk tolong menolong dan mengasihi sesama 36. Didalam kitab suci saya mengajarkan untuk menjadi orang yang sabar dan rendah hati 37. Saya berusaha sabar saat sedang menghadapi masalah, karena saya yakin Tuhan bersama orangorang yang sabar 38. Saya tergesa-tergesa dalam mengerjakan suatu pekerjaan 39. Jika saya berbuat salah, saya tidak takut untuk mengakui kesalahan saya 40. Saya menutupi kesalahan saya dengan berkata bohong 41. Saya menganggap apapun yang terjadi dalam hidup saya, adalah kehendak Tuhan 42. Saya senang melakukan tugas kebersihan bersama teman-teman saya 43. Saya merasa bosan untuk mendengarkan kisahkisah tentang sejarah agama saya 44. Saya tidak meyakini keberadaan Tuhan, tapi saya yakin kepada sesuatu kekuatan yang lebih tinggi 45. Saya tidak tahu keberadaan Tuhan, dan tidak yakin ada jalan untuk menemukanNya
46. Penyebab terjadinya mukjizat tidak dapat dijelaskan oleh akal manusia 47. Saya yakin bahwa kitab suci adalah kebenaran Tuhan
133
48. Saya yakin bahwa syaitha itu benar-benar ada 49. Saya menghadiri suatu acara keagamaan yang diadakan diasrama 50. Saya menjalin hubungan baik dengan tetangga 51. Saya merasa berat untuk menyisihkan sebagian rizki untuk berbagi dengan orang lain 52. Saya tidak Mempercayai kepada benda-benda yang dapat memberikan keberuntungan 53. Saya mempercayai kepada ramalan bintang (zodiak) 54. Berdoa untuk hal-hal yang tidak baik adalah hal yang harus dihindari 55. Saat beribadah, Saya tidak merasa sedang berhadapan dengan Tuhan 56. Saya mampu menjaga hawa nafsu dari hal-hal yang tidak berguna 57. Saya merasa tidak memiliki tujuan hidup yang terarah 58. Saya merasa malas mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di asrama 59. Saya merasa malas mengikuti dan mendengarkan pidato tentang keagamaan 60. Banyak kegiatan keagamaan yang saya ikuti 61. Menurut saya, beribadah pada Tuhan dimalam hari hanyalah membuang waktu saja 62. Saya tidak pernah mengalami pengalaman religius yang dapat merubah hidup saya 63. Di asrama, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku cerita daripada membaca kitab suci
134
64. Saya akan melaksanakan ibadah hanya jika diperintah saja 65. Tanpa berdoa, saya yakin Tuhan akan mengampuni kesalahan-kesalahan saya 66. Saat berdoa saya tidak merasa dekat dengan Tuhan
PETUNJUK
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu: SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
No
Pernyataan
SS
1.
Sejak pasangan saya memiliki sikap tidak baik, saya hanya maau sedikit berbicara padanya
2.
Walaupun pasangan saya menyakiti, saya berusaha melihat sisi lain dari apa yang terjadi, maka kami dapat memperbaiki hubungan
3.
Sejak pasangan saya bersikap tidak baik, saya merasa lebih mudah terganggu dengannya
4.
Saya memebuat pasangan saya merasa bersalah atas keadaan yang telah terjadi
5.
Sejak pasangan saya bersikap tidak baik, saya telah berusaha untuk memperbaiki hubungan dengannya
6.
Saya ingin bersikap dengan cara yang sama pada
135
S
TS
STS
pasangan seperti dia memperlakukan saya 7.
Setelah segala hal yang telah terjadi, saya sulit untuk kembali mencintai pasangan saya
8.
Saya masih menyimpan dendam untuk membalas pasangan saya atas apa yang ia lakukan
9.
Saya sungguh-sungguh telah memaafkan pasangan saya
10.
Saya memaafkan pasangan saya dengan cepat
--TERIMA KASIH --
DATE:
136
9/26/2011
TIME: 23:59
L I S R E L
8.70
BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 19812004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\OLAH DATA\SForgiveness\FORGIVENESS.LS8: ANALISIS CFA FORGIVENESS DA NI=10 NO=150 MA=KM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 KM SY FI=FORGIVENESS.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/ MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI FR LX 1 - LX 10 LK FORGIVE FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 FR TD 10 9 TD 9 7 TD 4 3 TD 3 1 TD 8 7 TD 5 2 TD 10 4 TD 8 6 TD 7 3 TD 10 5 TD 6 4 TD 8 2 PD OU TV SS MI ANALISIS CFA FORGIVENESS Number Number Number Number Number Number
of of of of of of
ANALISIS CFA FORGIVENESS Correlation Matrix
137
Input Variables 10 Y - Variables 0 X - Variables 10 ETA - Variables 0 KSI - Variables 1 Observations 150
X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
1.00 0.37 0.61 0.32 0.34 0.00
1.00 0.34 0.29 0.56 0.08
1.00 0.58 0.23 0.11
1.00 0.18 0.22
1.00 0.09
0.55
0.55
0.58
0.30
0.40
0.52
0.50
0.48
0.29
0.34
0.39
0.57
0.34
0.24
0.38
0.29
0.39
0.25
0.03
0.18
X8 --------
X9 --------
X10 --------
1.00 0.75 0.59
1.00 0.82
1.00
X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
X6 ------X1 X2 X3 X4 X5 X6 1.00 X7 0.04 X8 0.23 X9 0.12 X10 0.12
-
Correlation Matrix
X7 X8 X9 X10
X7 -------1.00 0.45 0.36 0.45
ANALISIS CFA FORGIVENESS Parameter Specifications LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
FORGIVE -------1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
THETA-DELTA
X6 -------
138
-
X1 X2 X3 X4 X5 X6
11 0 13 0 0 0
12 0 0 17 0
14 15 0 0
16 0 19
18 0
X7
0
0
21
0
0
X8
0
23
0
0
0
X9
0
0
0
0
0
X10
0
0
0
29
30
X8 --------
X9 --------
X10 --------
26 0 0
28 31
32
20 0 24 0 0 THETA-DELTA
X7 X8 X9 X10
X7 -------22 25 27 0
ANALISIS CFA FORGIVENESS Number of Iterations = 13 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X
X1
FORGIVE -------0.57 (0.07) 7.88
X2
0.69 (0.07) 9.72
X3
0.50 (0.08) 6.59
X4
0.31 (0.08) 4.11
X5
0.43 (0.08)
139
5.74 X6
0.04 (0.08) 0.47
X7
0.83 (0.07) 11.08
X8
0.90 (0.07) 12.80
X9
0.80 (0.07) 11.36
X10
0.60 (0.08) 8.00
PHI FORGIVE -------1.00
THETA-DELTA X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
X6 ------X1
0.67 (0.08) 8.95
X2
- -
0.50 (0.06) 8.21
X3
0.24 (0.05) 4.81
- -
0.70 (0.08) 8.93
X4
- -
- -
0.36 (0.06) 6.04
0.89 (0.10) 8.99
X5
- -
0.21 (0.05)
- -
- -
140
0.81 (0.09)
-
3.90 X6
- -
8.81
- -
- -
0.17
- -
1.01 (0.06) (0.12) 2.74 8.65 X7
- -
- -
0.12
- -
- -
- -
- -
- -
- (0.04) 2.77 X8
- -
-0.12
0.15 (0.04) (0.05) -2.72 2.82 X9
- -
- -
- -
- -
- -
X10
- -
- -
- -
-0.13
-0.11
(0.04) -3.72
(0.04) -3.13
- -
- -
THETA-DELTA X7 -------0.30 (0.07) 4.18
X8 --------
X8
-0.30 (0.06) -5.30
0.17 (0.06) 2.68
X9
-0.28 (0.04) -7.75
- -
0.34 (0.06) 5.89
X10
- -
- -
0.33 (0.06) 5.57
X7
X9 --------
X10 --------
0.64 (0.07) 8.60
Squared Multiple Correlations for X - Variables
141
X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
0.33
0.49
0.26
0.10
0.19
X6 -
------0.00 Squared Multiple Correlations for X - Variables X7 -------0.70
X8 -------0.83
X9 -------0.65
X10 -------0.36
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 23 Minimum Fit Function Chi-Square = 30.62 (P = 0.13) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 29.16 (P = 0.17) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.16 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 24.17) Minimum Fit Function Value = 0.21 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.041 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.16) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.042 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.084) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.57 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.63 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.58 ; 0.75) ECVI for Saturated Model = 0.74 ECVI for Independence Model = 7.34 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 1073.60 Independence AIC = 1093.60 Model AIC = 93.16 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 1133.70 Model CAIC = 221.50 Saturated CAIC = 330.58 Normed Fit Index (NFI) = 0.97 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.50 Comparative Fit Index (CFI) = 0.99 Incremental Fit Index (IFI) = 0.99 Relative Fit Index (RFI) = 0.94 Critical N (CN) = 203.58
142
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.048 Standardized RMR = 0.049 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.40 ANALISIS CFA FORGIVENESS Modification Indices and Expected Change No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
- 1.35 - 6.21 4.50 2.26
- 0.00 0.43 - 0.07
- - 0.29 2.86
- 0.09 - -
- 2.11
0.50
0.02
- -
0.37
0.23
0.05
- -
0.82
0.78
7.24
2.30
1.73
0.33
0.36
1.55
0.76
0.91
0.01
- -
- -
X6 ------X1 X2 X3 X4 X5 X6 - X7 2.04 X8 - X9 0.29 X10 1.45
-
Modification Indices for THETA-DELTA
X7 X8 X9 X10
X7 -------- - - 0.25
X8 --------
X9 --------
X10 --------
- 0.31 0.07
- - -
- -
Expected Change for THETA-DELTA X1
X2
X3
X4
X5
--------
--------
--------
--------
--------
- -0.05 - 0.15 0.11
- 0.00 0.03 - -
- - -0.02
- 0.02
- -
X6 ------X1 X2 X3 X4 X5
143
-
X6
-0.09
0.01
0.10
- -
0.09
X7
0.04
-0.01
- -
-0.04
0.03
X8
0.01
- -
0.04
-0.04
-0.14
X9
-0.04
0.05
-0.02
-0.03
0.06
X10
0.03
-0.04
0.00
- -
- -
- -0.08 - -0.02 0.05 Expected Change for THETA-DELTA
X7 X8 X9 X10
X7 -------- - - -0.03
X8 --------
X9 --------
X10 --------
- 0.02 0.01
- - -
- -
Maximum Modification Index is DELTA
7.24 for Element ( 8, 5) of THETA-
ANALISIS CFA FORGIVENESS Standardized Solution LAMBDA-X
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
FORGIVE -------0.57 0.69 0.50 0.31 0.43 0.04 0.83 0.90 0.80 0.60
PHI FORGIVE -------1.00 Time used:
144
0.031 Seconds
Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness
Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Ekstrovert
145
Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Introvert
146
Analisis Faktor Konfirmatorik Kualitas Hubungan
147
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Keyakinan
148
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Praktek Agama
149
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Pengalaman Keagamaan
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Pengetahuan Keagamaan
150
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Konsekuensi Keagamaan
151