II LANDASAN TEORI
Definisi 1 (Turunan Fungsi f ) Turunan fungsi f pada bilangan dinyatakan dengan f ′ (a ) adalah
f ( x ) ≠ 0 maka disebut PD tak homogen. a
f (a + h ) − f (a ) , (2.1) f ′ (a ) = lim h h →0 jika limit ini ada. (Kreyszig, 1993) Definisi 2 (Turunan Parsial) Misalkan f adalah fungsi dua variabel x dan y , dengan x adalah variabel yang berubah-ubah dan y adalah variabel tetap.
Dimisalkan y = b dengan b adalah suatu konstanta, sedemikian sehingga fungsi variabel tunggal x adalah g ( x ) = f ( x , b ) . Jika g
mempunyai turunan di a , maka
turunan parsial dari f terhadap x di ( a , b ) dinyatakan dengan f x ( a , b ) . Jadi f x (a , b ) = g ′ (a ) dengan
(2.2)
g ( x ) = f (x ,b ) .
Menurut persamaan (2.1), maka persamaan (2.2) menjadi f ( a + h, b ) − f ( a , b ) (2.3) f ( a,b ) = lim . x h h→0 Jika dimisalkan titik (a ,b ) berubah-ubah dalam persamaan (2.3) maka f x menjadi fungsi dua variabel. Jika f adalah fungsi dua variabel, turunan parsialnya adalah fungsi f x yang didefinisikan oleh f (x + h , y ) − f (x , y ) f x ( x , y ) = lim . h h →0 (Stewart, 1993) Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Linear Suatu Persamaan Diferensial Biasa (PDB) orde ke-n adalah linear ketika persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk dny d n −1 y + a1 ( x ) +… a0 ( x ) n dx dx n −1 dy … + a n −1 ( x ) + an ( x ) y = f ( x ) dx ( a0 ( x ) ≠ 0 )
Fungsi
a0 ( x ) , a1 ( x ) ,… , an ( x
)
disebut
Sedangkan persamaan diferensial dikatakan homogen jika f ( x ) = 0 . Ketika koefisien adalah fungsi konstan, persamaan diferensial dapat dikatakan memiliki koefisien konstan. Kecuali jika keadaan sebaliknya, harus selalu diasumsikan bahwa koefisien adalah fungsi kontinu dan a0 ( x ) ≠ 0 di setiap interval pada suatu persamaan adalah terdefinisi. Jika suatu PDB orde ke-n tidak dapat ditulis pada bentuk umum di atas maka disebut PDB taklinear orde ke-n. (Farlow, 1994) Solusi PDB Linear Orde Dua Persamaan diferensial linear orde ke-dua mempunyai bentuk ay ′′+by ′+cy = 0 dengan
a , b dan c konstanta dan a ≠ 0 . Persamaan ar 2 + br + c = 0 disebut persamaan karakteristik dari persamaan diferensial di atas. Akar-akar r1 dan r2 dapat dicari dengan menggunakan rumus r12 =
−b ± b 2 − 4ac . 2a
Sifat 1 ( b 2 − 4ac > 0 ) Jika akar-akar r1 dan r2 dari persamaan karakteristik adalah real dan berbeda maka solusi umum dari ay ′′+by ′+cy = 0 adalah y = c1 e r x + c 2 e r x . 1
2
Sifat 2 ( b − 4ac = 0 ) Jika persamaan karakteristik mempunyai satu akar real r , maka solusi umum dari ay ′′+by ′+cy = 0 adalah 2
y = c1e rx + c 2 xe rx .
Sifat 3 ( b 2 − 4ac < 0 ) Jika akar-akar persamaan karakteristik adalah bilangan kompleks r1 = α + i β dan r2 = α − i β maka solusi umum dari ay ′′+by ′+cy = 0 adalah y = e α x (c1 cos β x + c 2 sin β x ) . c1 dan c 2 adalah konstanta real. (Farlow, 1994)
PDP Linear Orde Dua Bentuk umum persamaan diferensial parsial orde dua dalam dua variabel dinyatakan dalam Au xx + Bu xy + Cu yy + Du x + Eu y + Fu = G
(2.4)
koefisien pada persamaan diferensial, jika
2
3
dengan A , B , C , D , E , F , G adalah konstanta real dan u adalah fungsi dari x dan y yang diberikan.
Titik singular yang tidak memenuhi (2) disebut sebagai titik singular tak-regular. (Goode, 1991)
Jenis 1 (Persamaan Eliptik) Jika persamaan diferensial parsial di atas memenuhi B 2 − 4 A C < 0 maka persamaan (2.4) memiliki tipe eliptik. Jenis 2 (Persamaan Parabolik) Jika persamaan diferensial parsial di atas memenuhi B 2 − 4 A C = 0 maka persamaan (2.4) memiliki tipe parabolik. Jenis 3 (Persamaan Hiperbolik) Jika persamaan diferensial parsial di atas memenuhi B 2 − 4 A C > 0 maka persamaan (2.4) memiliki tipe hiperbolik. (Farlow, 1994)
Deret Taylor Andaikan f adalah suatu fungsi dengan turunan ke- ( n + 1) , yaitu f ( n +1) ( x ) ada untuk
Nilai dan Vektor Eigen Jika A adalah matriks n × n , maka vektor taknol x di dalam R n dinamakan vektor eigen (eigen vector) dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x yaitu, Ax = λ x untuk suatu skalar λ . Skalar λ dinamakan nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan λ . (Anton, 1988)
setiap x pada suatu selang buka I yang mengandung a. Maka untuk setiap x di I berlaku f ′′ ( a ) 2 f ( x ) = f ( a ) + f ′ ( a )( x − a ) + (x − a) 2! n f ( ) (a ) n +… + (x − a ) + Rn (x ) n! dengan sisa R n ( x ) diberikan oleh rumus Rn (x ) =
f
(c ) n +1 (x − a) ( n + 1)! ( n +1)
dan c suatu titik antara x dan a . (Purcell, 1987) Deret Frobenius Asumsikan bahwa x0 = 0 adalah titik singular regular pada persamaan diferensial dalam bentuk P ( x ) y ′′ ( x ) + Q ( x ) y ′ ( x ) + R ( x ) y ( x ) = 0.
(2.5) Suatu deret Frobenius dalam bentuk
Titik Biasa dan Titik Singular Titik x = x 0 disebut sebagai titik biasa pada persamaan diferensial y ′′ + P ( x ) y ′ + Q ( x ) y = 0
jika
P ( x0 )
Q ( x0 )
dan
masing-masing
analitik di x = x 0 . Setiap titik yang bukan titik biasa pada persamaan di atas, maka disebut sebagai titik singular. (Goode, 1991)
Titik Singular Regular dan Tak-Regular Titik x = x 0 disebut sebagai titik singular regular pada persamaan diferensial y ′′ + P ( x ) y ′ + Q ( x ) y = 0
jika dan hanya jika diikuti dua kondisi yang memenuhi : 1. x 0 adalah titik singular pada persamaan di atas. 2. Fungsi p (x ) = (x − x 0 ) P (x ) dan q (x ) = (x − x 0 ) Q (x ) 2
x = x0.
analitik
di
∞
∞
n=0
n=0
y ( x ) = x r ∑ cn x n = ∑ cn x n + r ,
dengan c n suatu konstanta, dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial. Parameter r harus dipilih sedemikian sehingga ketika deret tersebut disubstitusi ke dalam persamaan diferensial, koefisien pangkat terkecil pada x adalah nol. Hal tersebut dinamakan sebagai Persamaan Indeks. (Goode, 1991) Persamaan Indeks Misalkan terdapat PD homogen orde ke-2 y ′′ + a ( x ) y ′ + b ( x ) y = 0,
dengan asumsi bahwa x = 0 merupakan titik singular regular. Diberikan deret Frobenius dalam bentuk ∞
∞
n=0
n=0
y ( x ) = x r ∑ cn x n = ∑ cn x n + r ,
dengan koefisien c 0 , c1 ,… dan r ditentukan sehingga deret tersebut memenuhi persamaan diferensial. Diasumsikan c 0 ≠ 0 . Penurunan pada deret Frobenius akan dihasilkan
4
∞
Persamaan Helmholtz Persamaan Helmholtz memiliki bentuk ∇ 2φ + λφ = 0
y ′ = ∑ ( n + r ) c n x n + r −1 n =0
∞
y ′′ = ∑ ( n + r )( n + r − 1) c n x n + r − 2 . n =0
Substitusi y , y ′ dan y ′′ ke dalam PD homogen orde ke-2 yang diberikan ∞
∑( n + r )( n + r −1)c x
n + r −2
n
n =0
+
∞
∞
n =0
n =0
a ( x ) ∑( n + r ) c n x n +r −1 + b ( x ) ∑cn x n +r = 0 .
Persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut ∞
∑( n + r )( n + r −1)c x n
n =0
n + r −2
+
∞
∞
n =0
n =0
xa( x ) ∑( n + r ) cn x n+r −2 + x 2b ( x ) ∑cn x n +r −2 = 0.
(2.6) Karena x = 0 merupakan titik singular regular maka xa ( x ) dan x 2b ( x ) memiliki perluasan deret pangkat dalam bentuk xa ( x ) = α 0 + α1x + α 2 x 2 + α 3 x 3 + ……
dengan ∇ 2 adalah operator Laplace, λ adalah konstanta, dan φ adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada ruang Euclid R3 dimensi 2 atau 3. Persamaan Helmholtz termasuk pada persamaan diferensial parsial eliptik. (Haberman, 1987) Persamaan Bessel Suatu persamaan diferensial linear orde kedua yang dinyatakan sebagai ⎛ w2⎞ 1 v ′′ + v ′ + ⎜1 − 2 ⎟v = 0 , s s ⎠ ⎝
dengan s terdefinisi pada
adalah konstanta taknegatif disebut sebagai persamaan Bessel orde ke-w. (Farlow, 1994)
∞
Γ ( p ) = ∫ t p −1e −t dt ,
Substitusi perluasan deret pangkat di atas ke dalam persamaan (2.6) akan menghasilkan ⎡⎣ r ( r − 1) + α 0 r + β0 ⎤⎦ C 0 x r − 2 + ⎡⎣(1 + r ) rC 1 + =0 (2.7)
[Lihat Lampiran 1] Persamaan tersebut akan memenuhi jika dan hanya jika koefisien pangkat x terkecil sama dengan nol. Dalam hal ini ⎣⎡ r ( r − 1) + α 0 r + β 0 ⎦⎤ C 0 = 0, karena asumsi c0 ≠ 0
maka
dan w
Definisi 3 (Fungsi Gamma) Fungsi Gamma didefinisikan sebagai
x 2b ( x ) = β 0 + β1x + β 2 x 2 + β 3 x 3 + ……
(1 + r ) α 0C1 + rα1C 0 + β0C 1 + β1C 0 ] x r −1 +
[0, ∞]
r ( r − 1) + α 0 r + β 0 = 0.
Persamaan kuadrat pada r disebut sebagai persamaan kuadratik / persamaan indeks pada PD homogen orde ke-2. (Andrews, 1991) Operator Laplace Suatu operator yang dinyatakan sebagai ∂ 2u ∂ 2u ∇ 2u = 2 + 2 ∂x ∂y disebut operator Laplace dua dimensi dalam koordinat kartesian. Sedangkan ∂ 2u 1 ∂u 1 ∂ 2u ∇ 2u = 2 + + ∂r r ∂r r 2 ∂θ 2 disebut operator Laplace dua dimensi dalam koordinat polar. [Lihat Lampiran 2] (Haberman, 1987)
p >0.
0
(Goode, 1991) Lemma 1 (Fungsi Gamma) Untuk semua p > 0 , Γ ( p + 1) = p Γ ( p ) .
Bukti: ∞
Γ ( p + 1) = ∫ t p e −t dt 0
∞
∞
= ⎡⎣ −t p e −t ⎤⎦ + p ∫ t p −1e −t dt 0
= p Γ ( p ).
0
(Goode, 1991) Metode Pemisahan Peubah Misalkan diberikan PDP orde kedua dimensi 2 ⎛ ∂ 2u ∂ 2u ⎞ ∂ 2u =c2 ⎜ 2 + 2 ⎟ . (2.8) 2 ∂t ∂y ⎠ ⎝ ∂x
Metode pemisahan peubah dimulai dengan menunjukkan bahwa peubah waktu t dapat dipisahkan dari peubah x, dan y dengan pemisahan perkalian dalam bentuk u ( x , y , t ) = h (t ) φ ( x , y ) . (2.9)
φ ( x , y ) adalah fungsi yang belum diketahui pada peubah x, dan y.
5
Substitusi persamaan (2.9) ke persamaan (2.8) didapatkan ⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ d 2h φ ( x , y ) 2 = c 2 h (t ) ⎜ 2 + 2 ∂y dt ⎝ ∂x
dalam
⎞ ⎟. ⎠ Setelah pemisahan peubah akan diperoleh 1 1 d 2 h 1 ⎛ ∂ 2φ ∂ 2φ ⎞ = ⎜ + ⎟ = −λ . c 2 h dt 2 φ ⎝ ∂x 2 ∂y 2 ⎠
Untuk h (t ) dan φ ( x , y ) masig-masing akan
Langkah 1: Penentuan penyelesaian khusus dari PDP dengan pemisalan perkalian u ( x , t ) = X ( x )T (t ) . Substitusi ke dalam PD didapat X ( x )T ′′ (t ) − a 2 X ′′ ( x )T (t ) = 0 . Setelah pemisahan peubah akan diperoleh X ′′ T ′′ = 2 = λ konstanta. X aT Untuk masing-masing X ( x ) dan T (t )
diperoleh PDB dan PDP berikut d 2h ∂ 2φ ∂ 2φ + = −λφ . = −λ c 2 h dan 2 dt ∂x 2 ∂y 2 Untuk persamaan PDP yang diperoleh, dapat dipisahkan lagi antara peubah x dan y dengan cara yang sama seperti metode pemisahan peubah waktu t dengan peubah x dan y. Dengan demikian u ( x , y , t ) = h (t ) φ ( x , y )
dengan penyelesaiannya adalah X ( x ) dan
(Haberman, 1987)
Langkah 2: Dengan memasukkan penyelesaian ke dalam syarat batas, diperoleh X ( 0 )T (t ) = 0 ,
adalah penyelesaian dari u tt = c 2 (u xx + u yy ) .
Metode d’Alembert Metode d’Alembert diilustrasikan untuk sebuah solusi persamaan gelombang 1dimensi. Langkah awal adalah membuat kuadrat padanan persamaan gelombang 1dimensi, sehingga dari kuadrat padanan tersebut didapatkan persamaan karakterstik. Selanjutnya mentransformasi solusi persamaan karakteristik, dengan memisalkan ξ = x − ct dan η = x + ct yang kemudian akan diperoleh transformasi akhir untuk u ( x , t ) = ω (ξ ,η ) .
Langkah berikutnya adalah menurunkan persamaan u ( x , t ) = ω (ξ ,η ) secara parsial dan mensubtitusikannya ke dalam persamaan gelombang 1-dimensi sehingga hasil akhir akan diperoleh u ( x , t ) = F ( x − ct ) + G ( x + ct ) . Dengan F dan G adalah fungsi sembarang yang dapat diturunkan dua kali. (Andrews, 1991) Metode Fourier Solusi PDP orde dua dapat berupa solusi deret Fourier. Berikut ini solusi deret Fourier diperoleh dengan ilustrasi sebuah persamaan gelombang. Misalkan diketahui permasalahan nilai awal dan nilai batas homogen berikut u tt − a 2u xx = 0, u ( x , 0) = ϕ ( x ) , ut ( x , 0) = ψ ( x ) .
u ( 0, t ) = 0, u ( l , t ) = 0, 0 ≤ x ≤ 1, t ≥ 1.
diperoleh PDB berikut X ′′ ( x ) − λ X ( x ) = 0 , T ′′ (t ) − λ a 2 T (t ) = 0 T (t ) . Dengan demikian u = X ⋅T
adalah
penyelesaian dari u tt − a u xx = 0 . 2
X ( l )T (t ) = 0 , untuk semua t ≥ 0 . Untuk
X diperoleh persamaan nilai eigen X ′′ − λ X = 0 dengan syarat nilai batas X ( 0 ) = X ( l ) = 0 . Penyelesaian tak trival
hanya
didapatkan untuk nilai eigen n 2π 2 λn = − 2 ( n = 1, 2,3…) , yaitu fungsi l nπ x . Untuk λ = λn eigen X n ( x ) = C n sin l didapatkan penyelesaian persamaan diferensial bagi T , yaitu nπ a nπ a T n (t ) = A n cos t − B n sin t . Dengan l l mendefinisikan konstanta C n A n dan C n B n sebagai A n dan B n kembali, diperoleh nπ a nπ a ⎞ nπ ⎛ u n ( x ,t ) = ⎜ An cos t + B n sin t ⎟ sin x l l ⎠ l ⎝ sebagai penyelesaian persamaan diferensial homogen u tt − a 2u xx = 0 , dengan syarat nilai
batas u ( 0, t ) = u ( l , t ) = 0.
Langkah 3: Pemenuhan syarat nilai awal untuk penyelesaian dengan bentuk deret berikut ∞
u ( x ,t ) = ∑un ( x ,t ) n =1
∞ nπa nπa ⎞ nπ ⎛ = ∑⎜ An cos t + Bn sin t ⎟ sin x l l ⎠ l n =1 ⎝ (2.10)
6
pada syarat nilai u ( x , 0) = ϕ ( x ) , ut ( x , 0) = ψ ( x ) ,
awal dengan
pemilihan konstanta A n dan B n yang sesuai, diperoleh ∞ ∞ nπ nπa nπ An sin x = ϕ ( x ) , ∑ Bn sin x =ψ ( x ) ∑ l l l n =1 n =1 nπ a Bn Dengan demikian didapat A n dan l sebagai koefisien deret fourier dari ϕ ( x ) dan
ψ ( x ) pada pembentukan deret Fourier bagi nπ a x . Untuk l memperoleh rumus ini, misalkan ϕ ( x ) dan
pembentukan fungsi eigen sin
ψ ( x ) adalah fungsi ganjil dengan periode 2l , kemudian dengan menggunakan rumus koefisien Fourier diperoleh 1 2 nπ An = ∫ϕ ( x ) sin x dx , l0 l
2 nπ ψ ( x ) sin x dx . (2.11) nπa ∫0 l Dengan demikian persamaan (2.10) dengan koefisen A n dan B n seperti pada persamaan (2.11) adalah penyelesaian masalah nilai awal dan nilai batas homogen yang dicari. (Nugrahani, 2005) 1
Bn =