EXECUTIVE Widiyanto Belajar Logistik, Belajar Kehidupan INTERVIEW Carmelita Hartoto Perbaikan Logistik Bukan Sekadar Infrastruktur COMPANY OF THE MONTH Combi Logistics Fokus Distribusi Logistik bagi UKM
EDISI - IV FEBRUARI 2016
Salam Redaksi
POROS MARITIM; APAKAH DI LAUT KITA BISA JAYA? “Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.” ---- Presiden RI Soekarno, tahun 1953
Sebagai sebuah negara kepulauan, pembangunan infrastruktur kelautan di Indonesia boleh dibilang tertinggal. Jangankan menjadi poros maririm dunia, bersaing dengan negara tetangga saja sulit. Ukurannya sangat mudah disebutkan, misalnya biaya logistik tinggi, inflasi yang sulit dijinakkan dan disparitas harga barang dan jasa antara wilayah di Indonesia yang lebar. Presiden Jokowi mencoba membangkitkan mimpi poros maritim dunia itu, lewat idenya membuat jalur bebas hambatan di laut; tol laut. Upaya ini tidak mudah dilakukan mengingat persoalan transportasi laut sudah akut. Kapal ternak adalah salah satu contohnya. Namun, langkah besar ini patut diapresiasi dan di dukung. Langkah pemerintah terbaru diumumkan 27 Januari lalu, dimana secara khusus ada paket stimulus yang mengakslerasikan pembangunan bidang logistik. Akankah upaya ini bisa berhasil? Kami mencoba mengupasnya di edisi ini, karena sebagai negara kepulauan pembangunan logistik tak bisa dipisahkan dari upaya mendorong terciptanya Indonesia sebagai poros maritim dunia Selamat Membaca
Supply Chain & Logistic Review adalah majalah resmi Asosiasi Logistik Indonesia yang terbit satu bulan sekali. Untuk peliputan dan iklan dapat menghubungi alamat redaksi dan marketing. Kami menerima artikel anda seputar dunia supply chain dan logistics untuk dipublikasikan di majalah
2
EDISI IV | FEBRUARI 2016
REDAKSI Pelindung Dr Nofrisel, SE, MM, CSLP Prof. Dr. Ir. Teuku Yuri M. Zagloel, M.Eng. Sc. Prof. Dr. Ir. Senator Nur Bahagia Ir. Andy Ilham Said, Ph.D Dr. Kuncoro Harto Widodo Dr. Hoetomo Lembito Erwin Raza, SE, MM Ir. R. Ananta Dewandhono, MM, MBA Fx. Sugiyanto Hasanudin Penanggungjawab Zaldy Ilham Masita Dewan Redaksi Zaldy Ilham Masita, Mahendra Rianto, Iman Kusnadi, Widiyanto, Nyoman Purnaya, Hadi Kuncoro, Aulia Febrial Fatwa, Erith Desenaldo, Clara Benarto, Tenaka Budiman, R Kunto Margono, Uda Sasmita, Eko Setyanto, Okin Purba, Daniel Utomo, Armen Aldrin. Marketing dan Administrasi Aang Wiguna, Armieta Amelia, Chrissa Nurhayati, Elsa Febriana Konsultan media indossari.com Redaksi & Marketing Gedung I Lt. 7 Kementerian Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat Phone/Fax : 021 – 3863936 Email:
[email protected] Website: www.ali.web.id
EDISI - IV FEBRUARI 2016
05 07 10 12
3
INDICATOR
16
HEADLINE
SEREMONIA ALI Member Gathering KILAS EXECUTIVE Widiyanto Belajar Logistik, Belajar Kehidupan
14
INTERVIEW Carmelita Hartoto Perbaikan Logistik Bukan Sekadar Infrastruktur
16
COMPANY OF THE MONTH Combi Logistics Fokus Distribusi Logistik bagi UKM
23
VIEW 8 Easy Way to Cut Supply Chain Logistics Costs Quickly
25
Transformation to Integration pada SCM (1)
EDISI IV | FEBRUARI 2016
19
Antara Poros Maritim dan Paket Jilid Sembilan
Dapatkan Supply Chain & Logistics Review rutin setiap edisi dengan mendaftarkan diri Anda sebagai anggota Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Bergabung lah dengan lebih dari 3.000 profesional praktisi, akademisi, regulator dan pemerhati rantai pasokan dan logistik di ALI. Daftarkan diri Anda melalui laman resmi ALI www.ali.web.id atau mengirimkan email kosong ke alamat mailing list:
[email protected]
INDICATORS
Struktur Pelabuhan di Indonesia Pelabuhan Komersial Utama
111 PELABUHAN KOMERSIAL
1129 PELABUHAN NON KOMERSIAL
914 TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI (TUKS)
Sumber: dokumen presentasi Bambang Susantono, Ph.D, Wakil Menteri Perhubungan Republik Indonesia 2009-2014
TOTAL
2154 PELABUHAN
INDICATORS
Kinerja Pelabuhan Utama & Pelabuhan Prioritas ASEAN di Indonesia Masih Rendah
Crane intensity: the number of cranes working on a vessel on average
Waktu tunggu kapal yang lama serta handling yang tidak efisien menyebabkan harga barang menjadi tidak kompetitif.
6
Sumber: dokumen presentasi Bambang Susantono, Ph.D, Wakil Menteri Perhubungan EDISI IV | FEBRUARI 2016Republik Indonesia 2009-2014
SEREMONIA ALI Member Gathering “READINESS OF INDONESIA FOR ASEAN ECONOMIC COMMUNITY VIEWS FROM EXPATRIATE PROFESSIONAL IN SUPPLY CHAIN AND LOGISTICS”. MASYARAKAT Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan peluang bersyarat. Selain penuh tantangan, MEA juga membawa berjuta peluang bagi Indonesia. Tapi ada syarat yang harus dipenuhi, negeri ini harus punya daya saing yang kuat di antara negara-negara kawasan. Dengan berlakunya MEA awal tahun ini, negara anggota ASEAN akan dihadapkan pada aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik. Pemeirntah juga akan mengintegrasikan 12 sektor prioritas, di antaranya agrobisnis, otomotif, elektronik, perikanan,
7
EDISI IV | FEBRUARI 2016
SEREMONIA
transportasi udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi. Khusus sektor logistik, implementasi MEA bakal memantik kompetisi antarperusahaan penyedia jasa logistik. Eksesnya, customer akan menuntut tingkat pelayanan tinggi, dengan biaya yang efisien sehingga harga menjadi makin kompetitif. Tantangan lain adalah mendapatkan tenaga professional logistik yang berkompeten. Persoalan MEA ini menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan ALI Member Gathering bertema “Readiness Of Indonesia For Asean Economic Community Views from Expatriate Profes-
8
EDISI IV | FEBRUARI 2016
SEREMONIA sional in Supply Chain and Logistics”. Pertemuan ini digelar Asosiasi Logistik Indonesia, Januari lalu, di Bale Bengong Resto, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Acara yang dipenuhi sekitar 112 orang ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Yap Char Hian (CEO Keppel Puninar Logistics, member of Puninar Group), Jan Willem Winkelhuijzen (Managing Director Indonesia, Malaysia, Singapore DHL Supply Chain), Danilo Jose J Sunga (profesional supply chain and logistics), dan Frank Findlow (Director of triple EFF Consulting). Pertemuan ini didukung Indosat Ooredoo, Iron Bird Logistics, Sumisho Global Logistics Indonesia, Ceva Logistics Indonesia, DHL Supply Chain Indonesia, Puninar Logistics, dan Sembada Pratama.
9
EDISI IV | FEBRUARI 2016
KILAS roan naik 3% tahun ini. “Bisnis logistik kami harap bisa berkontribusi 12%-15%,” kata Corporate Strategy Director ABM Yovie Priadi. Peluangnya bertambah setelah anak usaha perseroan PT Cipta Krida Bahari menjadi operator Pusat Logistik Berikat. Tahun lalu, kontribusi logistik ABM mencapai 11%-12%. (Bisnis.com, 5/2) Imlek Sedot Penumpang di Bandara Soetta
RI Tuan Rumah Konferensi Asosiasi Pelabuhan Dunia Indonesia bakal menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi asosiasi pelabuhan dunia atau The 30th IAPH World Ports Conference pada 2017. Konferensi ini akan diikuti 1.500 delegasi dari pelabuhan-pelabuhan di dunia dan akan digelar di Bali Nusa Dua Convention Center, pada 7-12 Mei 2017. “Partisipasi aktif dalam IAPH merupakan salah satu langkah pengembangan relasi dengan pelabuhan-pelabuhan lain di dunia,” kata Kepala Humas PT Pelindo III Edi Priyanto. (Jurnalmaritim. com, 6/2) AP I Bidik Kargo di Bali Tumbuh 10%
10
EDISI IV | FEBRUARI 2016
PT Angkasa Pura I menargetkan pertumbuhan kargo di Bali mencapai 10% tahun ini setelah resmi dibuka gudang dan logistik di Bandara Ngurah Rai. “Minimal 10% potensi kargo tumbuh,” kata Presiden Direktur Angkasa Pura I Sulistyo Wimbo Hardjito. Gudang dan logistik itu dibangun di sebelah timur, dekat landasan pacu bandara dengan luas bangunan 7.200 meter persegi dan di atas lahan 1,6 hektare. (Kontan. co.id, 5/2) Kontribusi Bisnis Logistik ABM Investasi Naik PT ABM Investama Tbk. memproyeksikan kontribusi pendapatan dari bisnis logistik terhadap pendapatan perse-
Tahun Baru Imlek diprediksi meningkatkan trafik penumpang Bandara Internasional SoekarnoHatta. PT Angkasa Pura II memperkirakan rata-rata peningkatan penumpang mencapai 7,5%. Perseroan mencatat, dalam rangka Imlek, sudah disetujui 49 penerbangan tambahan atau extra flight untuk penerbangan domestik. (Kontan.co.id, 5/2) Wisatawan China Serbu Bali General Manager PT Angkasa Pura I, operator Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, Trikora Harjo mengatakan ada sekitar 200 penerbangan ke Bali mengangkut wisatawan untuk merayakan Imlek tahun ini. “Ada sekitar 200 penerbangan dari China untuk liburan Imlek. Jumlah wisatawan itu diperkirakan mencapai 5.000-6.000 orang. (Kompas.com, 5/2)
KILAS Proyek Kereta Cepat Diprotes TNI
jung Priok-Cikarang Dry Port. (Jurnalmaritim.com, 5/2)
Mega proyek andalan prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yakni kereta cepat Jakarta-Bandung diprotes Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dan BMKG. TNI keberatan atas pemanfaatan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma sebagai salah satu lokasi stasiun karena berdampak negatif bagi pelaksanaan tugas bandara sebagai pangkalan militer. BMKG pun mengingatkan lokasi
37% Responden Memilih Belanja Online untuk Valentine
kereta berdekatan dengan sumber gempa bumi yaitu sesar aktif dan zona subduksi lempeng Samudera Hindia. (Kontan.co.id, 4/2) Dwelling Time Membaik, Kereta Peti Kemas Siap Uji Coba Pemantauan Kemenko Maritim dan Sumberdaya melalui Dashboard Online Sistem Informasi menunjukkan angka dwelling time Tanjung Priok mencapai 3,46 hari, lebih rendah dari target Presiden yaitu 4,7 hari. Setelah target tercapai, program lain guna menurunkan angka dwelling time adalah membuka jalur kereta peti kemas Pelabuhan Tan-
11
EDISI IV | FEBRUARI 2016
Survei perusahaan jasa internet, Rakuten, menunjukkan hanya 6% responden menganggap Hari Valentine 14 Februari sebagai hari paling romantis. Meski tidak dianggap sebagai hari paling romantis, mayoritas responden tetap berharap mendapatkan kado. “Ada 37% responden memilih belanja online untuk hadiah,” kata Direktur Rakuten Belanja Online Yasunobu Hashimoto. Adapun 29% menganggap hari ulang tahun pernikahan sebagai hari paling romantis. (Bisnis.com, 4/2) Proyek 3.540 Unit Kapal Ikan Perlu Supervisi Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia (APMI) menegaskan pembangunan 3.540 unit kapal ikan yang merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan membutuhkan pengawasan dan pengawalan ekstra ketat. “Tentu harus melibatkan seluruh stakeholder, jangan sampai ada yang dirugikan akibat tindakan beberapa pihak,” ujar Ahlan. (Jurnalmaritim.com, 28/1) Linc Group Rilis 8Commerce
Perusahaan bidang supply chain, Linc Group, resmi meluncurkan bisnis baru 8Commerce yang fokus memberi solusi e-commerce, termasuk teknologi, pemasaran, pemenuhan logistik, dan pengiriman terintegrasi. Pertimbangan perusahaan karena melihat maraknya geliat bisnis e-commerce yang mencapai US$1,12 miliar pada 2014 (CLSA, 2015), yang mendorong pelaku bisnis ramai membuka kanal usaha di dunia online. (Bisnis.com, 28/1) Etobee Bidik Ekspansi ke Asia Perusahaan jasa logistik berbasis digital, Etobee, akan melabarkan sayap bisnis ke negara tetangga tahun ini. Iman Kusnadi, Co-Founder Etobee mengatakan pihaknya tidak hanya beroperasi di Indonesia, tapi juga akan ekspansi ke berbagai kota besar di Asia Tenggara. “Dengan dibukanya MEA, menjadi peluang untuk berkembang ke negara lain.” Tahun ini, perseroan akan membuka bisnis di Malaysia, Bangkok, dan Vietnam. (Bisnis.com, 20/1) Aksi Terorisme Tidak Mengganggu Sektor Logistik Pengusaha logistik menegaskan aksi terorisme yang terjadi di Sarinah, Jakarta Pusat, pada 14 Januari lalu tak mengganggu kegiatan distribusi barang. “Pengusaha dan pemerintah perlu bekerja sama meningkatkan keamanan agar jangan sampai kendaraan angkutan barang yang dipakai justru disisipkan perangkat teror,” kata Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita. (Bisnis.com, 18/2)
EXECUTIVE Widiyanto General Manager Contract Logistics & Distribution PT Agility International
BELAJAR LOGISTIK, BELAJAR KEHIDUPAN “Mengapa saya tertarik dan mendalami bidang logistik selama berpuluh-puluh tahun? Karena hidup itu sendiri adalah logistik.” Begitu kata Widiyanto, General Manager Contract Logistics & Distribution PT Agility International, perusahaan logistik terintegrasi. Setiap jengkal kehidupan, apa yang dilakukan manusia, menurut dia sebetulnya mengandung esensi logistik. “Karena itu saya Logistics Review, akhir Januari lalu. Bagaimana menaklukkan ingin menyadarkan dan mengubah pankondisi geografis di sini, juga Berbeda dengan cabang ilmu lain seperti kedokteran, hukum, atau akundangan orang bahwa kita pasti lebih kenal jelas.” tansi, yang memiliki buku panduan logistik itu sangat khusus, logistik adalah ilmu yang harus mudah dan sederhana.” langsung dipraktekkan dan punya karakteristik sendiri yang tidak bisa digenerBagi Widi, panggilan akrabnya, memalisasi. Mengurusi jasa logistik pakaian, misalnya, dengan urusan logistik mie pelajari logistik tak ubahnya belajar ilmu instan berbeda lantaran punya ilmunya sendiri. “Itu tidak ada panduannya.” tentang kehidupan. Tahu logistik, berarti Widi memang mafhum betul soal logistik karena malang melintang di indusmenyesapi makna kehidupan. “Setiap tri ini. Sebelum menjabat general manager Agility sejak 2011, pria yang Januari orang secara tidak sadar mempelajari ilmu lalu genap berusia 48 tahun ini bekerja sebagai National Supply Chain Manager logistik. Konsep first in first out yang sering PT Parazelsus Indonesia. Berbagai penghargaan pun telah didapatkan, di antaditerapkan Ibu kita, misalnya, itu konsep ranya Indonesia Supply Chain Manager of The Year 2010 yang diberikan Institut logistik. Belanja bulanan di supermarket, Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Tahun lalu, Widi juga meraih The itu juga aplikasi penerapan logistik. LoBest Innovative Person dari Unilever Indonesia. Selain sebagai pendiri, dia juga gistik itu simpel dan unik. Itu kuncinya,” aktif sebagai pengajar utama di Sembada Pratama School of Logistics, satu-sa katanya kepada majalah Supply Chain & tunya sekolah logistik di Tanah Air.
12
EDISI IV | FEBRUARI 2016
EXECUTIVE Tekadnya mendorong bidang ini berNamun Widi menekankan, persoalan belum tumbuh sejalan dengan visi dan misi selesai hanya dengan SDM mumpuni. PengemAsosiasi Logistik Indonesia (ALI) yakni bangan SDM mesti dibarengi dengan pemmencerdaskan insan logistik nasional. bangunan sarana dan prasarana yang baik, “BELANJA BULANAN Atas dasar itulah, ayah tiga anak ini menaditambah dengan promosi. Dengan strategi terDI SUPERMARKET, ruh perhatian besar dalam pengembanpadu itu, logistik Tanah Air bakal melesat. ITU JUGA APLIKASI gan sumber daya manusia (SDM). Cita-ciKehadiran Pusat Logistik Berikat (PLB) awal PENERAPAN LOGIS- tahun ini, di mana dia ikut serta merumuskan tanya ingin mencetak sebanyak mungkin TIK. LOGISTIK ITU SDM mumpuni di bidang logistik dan rankonsep itu bersama Ditjen Bea dan Cukai KeSIMPEL DAN UNIK..” menterian Keuangan, bakal menjadi sentimen tai pasokan (supply chain). Dia sangat yakin bahwa SDM lokal sangat cerdas dan positif. Keberadaan PLB secara simultan diyakini berkualitas. Bahkan jika dibandingkan akan berkorelasi positif dengan turunnya biaya dengan SDM asing di kawasan ASEAN, orang Indonesia logistik nasional kendati dia belum menyebutkan berapa persenakan tampil sebagai pemenang. “Bagaimana berjualan di tase penurunan. Dia optimistis, dalam keadaan ekonomi yang Indonesia, kita jelas lebih tahu. Bagaimana menaklukkan melambat sekali pun, bisnis logistik akan terus tumbuh di Tanah kondisi geografis di sini, juga kita pasti lebih kenal jelas,” Air. Keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha adalah certegasnya. minan dukungan pengembangan bisnis logistik nasional. Ini bukan sesumbar, karena pria yang hobi berenang dan traveling ini sudah membuktikannya. Dengan fokus pada pengembangan human capital, kapasitas dan profitabilitas bisnis bisa digenjot, seperti yang dicatatkan AgilPERJALANAN KARIER ity. Dengan menitikberatkan pada pengembangan SDM, WIDIYANTO pendapatan Agility melesat hingga 300% dalam empat tahun. Dalam kurun waktu itu, karyawan juga bertambah • General Manager Contract Logistics and Distribution PT Agility Internamenjadi 1.200 orang dari 50 orang dan jumlah pelanggan tional (Agustus 2011– sekarang). pun naik tiga kali lipat. Fantastis. • General Manager Business Development PT BCS Logistics, (Agustus Oleh karena itu, kepada para mahasiswanya, dia 2010-Agustus 2011). seringkali menyerukan agar membuang rasa minder dan • National Supply Chain Manager PT Parazelsus Indonesia, perusahaan merasa kalah bersaing. SDM lokal handal, hanya saja kerdistribusi farmasi (Juli 2008-Agustus 2010). ap kurang percaya diri. Apalagi soal kemampuan bahasa • Head of Supply Chain Department PT DKSH Tunggal, perusahaan disasing, termasuk Inggris, Widi menilai syarat itu cuma faktribusi farmasi, anak usaha Diethelm Keller SiberHegner, Swiss (Mei tor pendukung yang memberi nilai tambah. “Bukan wajib. 2004-Juli 2008). Kita toh harus fokus di dalam negeri dulu.” Tak hanya • Operation and Business Manager TNT Nestle Indonesia (2003-April itu, dua poin yang menurut dia perlu dibenahi SDM lokal 2004). yakni disiplin dan manajemen waktu. “Kita masih kalah • Group Logistic Manager TNT Logistic Indonesia (Mei 2002-Mei 2003). dengan mereka [SDM asing]. Hal ini yang kadang mem• Operation Manager Davids Distribution Indonesia, perusahaan logistik buat perbedaan cukup besar.” Australia, (2000–April 2002). Pokok-pokok buah pikirannya itu tak hanya disampai• Warehouse Manager Davids Distribution Indonesia (1998-1999). kan di ruang mengajar, melainkan juga lewat pena. Widi • Senior Asst. General Manager PT GORO Yudhistira Utama, Humpuss tipikal rajin menulis. Tiga tahun lalu, dia bahkan merilis Group, (1994-1996). buku pertamanya Pedoman Logistik Indonesia. Lewat • Promotion National Manager PT ALFA Toko Gudang Rabat (Sampoerna buku itu, dia ingin berbagi dan menularkan pengalaman. Group), (1993-1994) Bulan ini, Widi menargetkan buku keduanya akan terbit. • Store Manager PT ALFA Toko Gudang Rabat, Semarang, (1992-1993). “Kalau kita bisa mencetak atau menyiapkan pengganti • Store Manager TRIMS Multi Grosir, Mentruss Group, Jakarta dan Semakita yang lebih pintar dan mumpuni dari kita, itulah serang, (1990-1992). benarnya rahasia suksesi. Kita jangan takut kalah,” tegas alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1990 ini.
13
EDISI IV | FEBRUARI 2016
INTERVIEW Carmelita Hartoto Ketua Umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA)
Perbaikan Logistik Bukan Sekadar Infrastruktur
S
etelah berjalan alot, pemilihan ketua umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) periode 2015-2019 akhirnya final. Carmelita Hartoto terpilih kembali menjadi ketua umum dalam Rapat Umum Anggota pada Desember 2015. Ini adalah kedua kalinya bagi direktur utama Andhika Lines ini memimpin asosiasi pelayaran setelah menjabat pada periode 2011-2015. Di depan mata, banyak pekerjaan rumah bagi alumnnus Webster University ini untuk menjalankan amanat para anggota. Apalagi, sektor pelayaran dan logistik kini digempur tantangan hebat dari perlambatan ekonomi global dan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN. INSA, katanya, harus menjadi saluran utama perjuangan sektor pelayaran nasional, garda terdepan mengawal pelaksanaan asas cabotage dan beyond cabotage secara kritis dan konsisten. Guna mengetahui rencana INSA terkait dengan industri logistik dan seberapa besar optimisme terhadap konsep poros maritim, majalah Supply Chain & Logistics Review mewawancarai Carmelita yang juga wakil ketua umum Kadin bidang perhubungan, awal Februari lalu, berikut petikannya:
Apa saja pencapaian INSA dalam satu periode kepengurusan Anda? Pada periode 2011–2015, banyak yang kami lakukan. Kami memperjuangkan penghapusan PPN jasa angkutan umum di laut. Dengan keluarnya PMK No.80/PMK.011/2011, PPN jasa angkutan umum ditiadakan. Kami mengusahakan penghilangan bea
14
EDISI IV | FEBRUARI 2016
INTERVIEW masuk 5% untuk impor kapal. INSA berhasil mempertahankan bea masuk 0% setelah terbit Permenkeu No.18/PML.011/2011. Kami juga mengusulkan agar ada organisasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) yang lain atau koperasi TKBM agar tidak terjadi monopoli. Semua bertujuan untuk efisiensi sehingga bisa menurunkan biaya pelayaran (freight).
bersifat parsial, sendiri-sendiri, dan tidak terintegrasi? Realisasi program langsung pada tindakan membeli kapal, membangun infrastruktur, dan lainnya. Itu hardware. Pemerintah juga harus membangun software seperti deregulasi. Semua belum tuntas terlaksana. Birokrasi di pelabuhan masih lamban, kenaikan tarif terus terjadi.
Anda kembali terpilih, program lanjutan apa yang akan Anda perjuangkan? Program kerja jangka panjang adalah mendorong kontribusi pemerintah dalam effisiensi dan peningkatan daya saing industri nasional. Kami juga ingin memaksimalkan pemberdayaan armada Merah Putih untuk angkutan domestik dan ekspor-impor.
Solusi yang ditawarkan INSA? Untuk mengefektifkan biaya logistik, sebaiknya diteropong seluruh komponen biaya. Kalau sudah begini, akan kelihatan komponen mana dari biaya tersebut yang tinggi. Bandingkan dengan negara tetangga. Kita tidak usah malu-malu melirik apa yang dilakukan negara tetangga. Singapura bukan pembanding, karena mereka bukan produsen. Contoh Thailand dan Malaysia, apa saja regulasi dan kebijakan yang diterapkan. Saat ini, pengaruh kebijakan pemerintah masih terlalu sedikit menekan biaya logistik. Kita harus berani saling membuka diri. Masing-masing harus berani menyampaikan biayanya seperti pelabuhan, pelayaran, forwarding, truck, warehouse. Nanti akan terlihat siapa yang untung paling besar.
Jangka pendeknya apa saja yang dibidik INSA? Ada 22 program jangka pendek, seperti mengawal agar bea masuk kapal impor tidak dikenakan untuk jenis kapal yang belum mampu diadakan di dalam negeri. Kami juga ingin merealisasi program beyond cabotage dengan bekerjasama dengan pihak terkait agar mendapatkan volume muatan ekspor-impor dengan armada Merah Putih. Lalu, mengefisiensikan biayabiaya pelabuhan dan penggunaan tarif rupiah di pelabuhan dalam negeri. Strategi apa yang akan Anda lakukan untuk mengejar program ini? Duduk bersama dengan pemangku kebijakan, menyamakan persepsi, dan memberi masukan yang berdampak positif. Kerja sama kami dengan pemangku kebijakan sudah terjalin dengan baik selama ini. Sebagai ketua INSA, bagaimana Anda menilai program poros maritim? Konsep yang ingin menjadikan Indonesia sebagai sentra perdagangan dunia menurut saya kurang jelas. Masing-masing pihak punya persepsi berbeda. Padahal, untuk suatu program besar, perlu konsep yang jelas dan terintegrasi di semua kementerian, bukan hanya Kementerian Perhubungan dan Kementerian Maritim, harus semua kementerian. Kalau konsepnya jelas, semua bisa tahu angkah apa yang harus dikerjakan. Kita bisa mencontoh China dengan program maritime silk road-nya. Bagaimana dengan realisasi poros maritim guna menurunkan biaya logistik? Bagaimana mau sesuai kalau realisasi program
15
EDISI IV | FEBRUARI 2016
Bagaimana persiapan kita menghadapi MEA? Apakah kita siap bersaing? Saat ini memang kita belum bisa bersaing. Namun, bila kita sudah menyadari kelemahan dan mau bangkit, saya percaya masa depan logistik dan rantai pasok di Indonesia baik, kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan akan efisien. Kuncinya, kesadaran dan nasionalisme. Kita juga harus memberi perlakuan yang sama sebagaimana negara lain memberi pelayanan terhadap industri pelayaran dan logistiknya.
HEADLINE
QUO VADIS
POROS MARITIM
M
oto TNI Angkatan Laut Indonesia “Jalesveva Jayamahe” acapkali terdengar bila menyinggung soal kelautan dan maritim. Seruan berbahasa Sansekerta yang bermakna “Di lautan kita Jaya” itu menyuratkan tekad mendalam negeri ini ingin berjaya di laut. Tekad itulah yang kini didengungkan kembali oleh pemimpin negeri ini, negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, negeri dengan 13.466 pulau yang tersebar di Nusantara. “Kita sudah lama memunggungi lautan, meski kita negara kepulauan,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidatonya ketika berkampanye sebelum terpilih menjadi orang nomor satu di Tanah Air. Presiden Joko Widodo (Jokowi) semenjak awal memang selalu menjanjikan tumpuan pembangunan infrastruktur dan logistik dalam lima tahun ke depan ada pada sektor laut. Itu sebabnya keinginan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia mengemuka. Poros maritim adalah gagasan strategis mewujudkan konektivitas antarpulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut, dan keamanan maritim. Konsep ini mendorong Indonesia agar mampu berperan dominan, mengingat keunggulan letak geografis dan geoekonomi di antara dua benua.
16
EDISI IV | FEBRUARI 2016
HEADLINE Gagasan ini tidak hanya berhenti pada tataran ide, tapi Jokowi merealisasikannya lewat program Tol Laut. Dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan membangun 24 pelabuhan, menghubungkan ASMARI HERRY barat dan timur. Pemerintah juga siap menyuntik Rp30 miliar untuk PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni guna mensubsidi operasional di wilayah timur untuk memecah ketimpangan stok barang antara wilayah barat dan timur. Selain Tol Laut, langkah faktor mengerek biaya distribusi di konkret lain demi poros maritim logistik belum terpecahkan, padaialah menegakkan kedaulatan hal kehadiran poros maritim sediwilayah laut, revitalisasi sektor anya juga untuk menekan tingginya ekonomi kelautan, dan penSEKARANG biaya logistik. Lantaran belum tereguatan serta pengembangan PEMERINTAH alisasi, daya saing produk nasional konektivitas maritim. Program MENSUBSIDI KAPAL kita masih kalah dari produk negara utama lainnya yakni merehalain. PENGANGKUT SAPI. AULIA F FATWA bilitasi kerusakan lingkungan, “Sekarang pemerintah mensubSAPI-SAPI DARI NTT konservasi biodiversity, dan sidi kapal pengangkut sapi. SapiDIKIRIM KE peningkatan kualitas dan kuansapi dari NTT dikirim ke Surabaya. Ini boros. Biayanya titas SDM kelautan. SURABAYA. mahal. Kalau pemerintah mau membangun industri penSayangnya, visi besar poros INI BOROS. golahan daging sapi di sana, itu akan lebih murah,” kata maritim belum didukung impleBIAYANYA MAHAL...” Febri kepada majalah Supply Chain & Logistics Review, mentasi. Ketua Asosiasi Badan akhir Januari. Usaha Pelabuhan Indonesia Persaingan tidak sehat—dengan swasta—setelah ad(Abupi) Aulia Febrial Fatwa menilai konsep poros anya subsidi juga menjadi perhatian Direktur PT Samudera Indonesia Tbk maritim masih jalan di tempat dalam setahun terAsmari Herry. Konsep poros maritim baginya diterjemahkan secara sederakhir. Menurut Direktur Utama Marunda Centre hana oleh pemerintah: subsidi. Padahal, di beberapa tempat—di mana Terminal ini, subsidi tarif pelayaran Pelni pun hanada subsidi seperti subsidi bongkar muat di Pelabuhan Timika, Waingapu ya menghamburkan APBN, merusak iklim usaha. dan Merauke—juga telah beroperasi swasta dengan tarif kompetitif. “VolKetidakseimbangan pembangunan di barat dan ume muatan dan sarana penunjang fasilitas pelabuhan selain yang ada di timur Indonesia yang menjadi Jawa, kurang memadai,” ujarnya. Hanya saja tidak semua memandang negatif, karena subsidi pemerintah juga dapat menjadi jembatan. Menurut Direktur Utama PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Dani Rusli, dengan subsidi, justru mendorong iklim usaha lebih kondusif. Jadi ketika subsidi dicabut, industri bisa menemukan skala keekonomian sehingga bisa bertahan dan berkembang. Di sisi lain, dukungan untuk poros maritim juga mestinya dimulai dari pelabuhan. Seluruh pelabuhan di Indonesia pun harus berbenah dan menambah produktivitasnya sebagai
17
EDISI IV | FEBRUARI 2016
HEADLINE wujud dukungan awal. Misalnya, operasional terminal, gudang dan tranporter di pelabuhan sebelumnya hanya 8 jam sehari. Bisakah beroperasi selama 24 jam? “Setelah kapasitas dinaikkan, pengembangan pelabuhan bisa dilakukan. Contoh, membangun dermaga baru. Kalau produktivitasnya sudah maksimal, penambahan dermaga baru juga akan memberi hasil optimal,” kata Dani. Di luar subsidi, soal penegakkan kedaulatan, program penenggelaman kapal (illegal fishing) pun belum berdampak positif bagi nelayan lokal. Pasalnya, sarana kapal penangkap ikan sebagai pengganti kapal-kapal ilegal tersebut belum tersedia. Praktis, poros maritim hanya sekadar gaung yang nyaring, tapi belum berimbas positif pada penurunan biaya logistik. Namun pelaku bisnis tak berdiam diri atas keresahan hendak ke mana alias quo vadis poros maritim. Salah satu jalan keluar yang ditawarkan pelaku usaha ialah bagaimana menyasar industrialisasi di Indonesia timur. Menurut Febri, Kementerian Perindustrian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bisa memudahkan perizinan pendirian usaha baru—yang termaktub juga dalam paket kebijakan ekonomi. Subsidi tarif kapal Pelni pun bukan satu-satunya langkah, tapi setidaknya bisa memberi kepastian: kejelasan adanya armada transportasi yang akan menjangkau wilayah timur. Beberapa pelabuhan di Sumatera dan Kalimantan, seperti pelabuhan di Palembang, Jambi dan Pontianak, sudah menerapkan strategi ini, kata Dani. Hasilnya tidak mengecewakan, meski kualitas harus terus ditingkatkan. Bila kepastian armada jelas, penambahan kapasitas pelabuhan konsisten dilakukan, niscaya industrialisasi akan mengikuti. “Namun, perlu diingat juga
18
EDISI IV | FEBRUARI 2016
bahwa kalau industri sudah tumbuh, kebutuhan turunannya banyak. Kebutuhan akan energi misalnya, juga harus tersedia di suatu kawasan untuk mendukung infrastruktur,” sebutnya. Adanya kapal-kapal perintis, juga perlu diperhatikan. Kapal-kapal tersebut seringkali tersedia di daerah penghubung (hub), tapi tak bisa masuk ke daerah-daerah yang lebih kecil. Bila masalah ini luput dari radar, transportasi darat akan kembali diandalkan. “Tapi kita juga tidak menutup kemungkinan DANI RUSLI menggunakan transportasi lanjutan dari pengangkutan batu bara,” kata Dani. Tentu realisasi poros maritim tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu kendalanya yakni minimnya kajian tentang berapa infrastruktur yang dibutuhkan seperti kapal penumpang, kapal kargol dan kapal untuk offshore lain. Pertanyaan kritis yang juga masih mengganggu adalah bagaimana estimasi anggaran poros maritim dunia? Ini penting mengingat tahun ini, belanda negara sesuai APBN-2016 menembus Rp2.095,7 triliun, lebih rendah dari usulan 2016. Kendati tidak mudah menegakkan kedaulatan dan membangun sistem logistik dan rantai pasok lewat laut, optimisme tetap dipertahankan. Perlu ada komitmen kuat dan waktu yang tidak singkat. Namun, langkah besar selalu dimulai dengan langkah kecil.
HEADLINE
ANTARA POROS MARITIM DAN PAKET JILID SEMBILAN Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu program kesayangan pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam lima tahun ke depan. Turunnya biaya logistik akan menjadi targetnya. Guna memangkas tingginya biaya logistik, konsep poros maritim pun dijadikan andalan.
P
ada tataran kementerian, sinergi implementasi konsep tersebut mulai berjalan. Misalnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merilis Permenhub No.6/2016 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Publik Kapal Perintis Milik Negara. Beleid ini adalah turunan Perpres No.2/2016 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Publik Kapal Perintis Milik Negara. Dalam aturan ini, Kemenhub menugaskan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) menangani angkutan perintis. BUMN ini dinilai berpengalaman, memiliki manajemen serta sumber daya memadai. Dengan penugasan itu, jaringan utama Pelni akan terkoneksi dengan jaringan kapal perintis, khususnya di kawasan Indonesia timur. Pelni akan mengoperasikan 52 kapal negara, kendati saat ini baru 46 kapal yang siap beroperasi, sementara enam kapal lainnya dalam proses docking. Selain itu, guna mendukung poros maritim, Kemenhub juga akan membangun 188 unit kapal. Proyek multiyears periode 2015-2017 itu akan menghabiskan dana hingga Rp11,840 triliun. “Ini pembangunan kapal terbanyak yang pernah kita lakukan. Untuk mendukung terwujudnya tol laut dan diharapkan selesai pada 2017,” kata Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R. Mamahit, dalam pernyataan resmi, September tahun lalu.
19
EDISI IV | FEBRUARI 2016
Sayangnya pro-kontra tetap mengemuka. Benny Woenardi, Managing Director PT Cikarang Inland Port, operator Cikarang Dryport, menganggap implementasi poros maritim salah kaprah. Pasalnya, Indonesia lebih membutuhkan kapal pengangkut peti kemas (container), bukan kapal penumpang. Arus barang lebih sering terjadi dibandingkan perpindahan manusia, dari barat ke timur. Selama setahun, program logistik juga dianggap stagnan. Pemerintah justru tidak melakukan hal krusial. Padahal, dalam membangun sistem logistik nasional, tiga hal wajib diperhatikan: arus perpindahan barang, informasi, dan uang. Dalam perpindahan barang, tujuan dalam menekan biaya harus tercapai. Subsidi, memang bisa menjadi solusi. “Tapi, pengangkutan sapi dari NTT ke Surabaya, misalnya, itu jelas jenis kapal yang dibutuhkan bukan kapal penumpang. Kalau kapal yang digunakan itu kapal Pelni, ya salah,” jelasnya kepada majalah Supply Chain & Logistics Review, akhir Januari lalu.
HEADLINE Pemerintah sebagai regulator, katanya, juga harusnya dapat menerima dan mengelola informasi terkait rute-rute pelayaran. Informasi ini mesti menjadi data valid dalam menentukan trayek pelayaran domestik. “Contohnya trayek angkot. Rute angkot gampangnya diatur. Kampung Melayu-Grogol, itu diatur. Berapa jumlah angkotnya, siapa saja pemainnya. Itu penting sekali,” kata Benny. Dengan begitu, seharusnya bisa dipetakan pengiriman barang dan ke mana saja jalurnya. Jaringan, hub (penghubung], dan transportasi semestinya bisa ditentukan dan diprediksi. Pemerintah tampaknya menyadari bahwa implementasi poros maritim perlu akselerasi. Sebab itu, pada 27 Januari lalu, Paket Ekonomi Jilid 9 dirilils. Isinya soal deregulasi di bidang logistik. “Sektor logistik perlu dibenahi demi meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota,” ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution, dalam siaran persnya. Lima titik tekan dereguasi bidang logistisk yakni pertama, tarif jasa pos komersial akan disesuaikan. Kedua, efisiensi dan penyederhanaan sistem pelayanan kepelabuhan mengingat selama ini pengguna jasa membayar secara parsial. Ketiga, sinergi BUMN membangun konsolidasi ekspor produk UMKM dan ekonomi kreatif. Keempat, penerapan sistem pelayanan terpadu kepelabuhan secara elektronik (Indonesia National Single Window) dan kelima, penggunaan rupiah dalam transaksi di sektor transportasi. Khusus soal sinergi BUMN, Benny menilai perusahaan pelat merah perlu kembali ke khittah-nya. Contoh, dalam beberapa tahun terakhir, BUMN pelabuhan yakni Pelindo (1-4), justru lebih sibuk ekspansi dengan membangun banyak anak usaha. Pelindo lebih sering berperan sebagai mediator. Fungsi utamanya dalam memperbaiki pelayanan pelabuhan justru menjadi tugas tambahan. Sebagai perbandingan, di Singapura, Port of Singapura Authority (PSA)—otoritas pengelola pelabuhan—sejak 2003 mengembangkan usaha sampai ke catering dan perhotelan. Namun, pemerintah Singapura BENNY WOENARDI menegaskan bahwa PSA harus melepas
20
EDISI IV | FEBRUARI 2016
semua kepemilikan usaha di sana. PSA memilih ekspansi di luar negeri, dan sebagai BUMN, perusahaan ini tidak mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. “BUMN kita juga harusnya bisa melakukan itu. Di samping sinergi BUMN juga sangat penting. Kita punya banyak BUMN di berbagai bidang. Semua memperoleh hak istimewa dari pemerintah, tapi kita masih melihat tidak ada sinergi antar-BUMN tersebut.” Terlepas dari itu semua, bila poros maritim dunia bisa direalisasi dengan implementasi semua paket kebijakan pemerintah, akan banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh bagi Indonesia, termauk pemerataan pembangunan antara daratan dan lautan.
PAKET KEBIJAKAN JILID 9, DEREGULASI LOGISTIK LIMA JENIS USAHA YANG DIDEREGULASI: • Pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial. • Penyatuan pembayaran jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing). • Sinergi BUMN membangun agregator/konsolidator ekspor produk UKM, geographical inidications, dan ekonomi kreatif. • Sistem pelayanan terbadu kepelabuhan secara elektronik. • Penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi. Sumber: Kemenko
COMPANY OF THE MONTH
Combi Logistics
Fokus Distribusi Logistik bagi UKM Dengan moto “Local people worldwide trust”, Combi Logistics Indonesia menjelma menjadi salah satu perusahaan nasional dengan jaringan luas di industri logistik dan rantai pasokan.
K
risis ekonomi yang menghantam Indonesia pada 1998 dan 2008 memberi pelajaran berharga. Ketika itu, perusahaan-perusahaan besar tumbang, justru sektor usaha kecil dan menengah (UKM) mampu menjadi bantalan ekonomi. UKM, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 57,9%. Berkaca dari pengalaman ini, PT Combi Logistics Indonesia menitikberatkan bisnis di segmen pasar ini. Arman Yahya, Komisaris dan juga pendiri Combi Logistics, mengisahkan, perusahaannya berdiri sejak Agustus 1991. Pada awal berdiri, perusahaan tersebut masih bernama Combi Freight dan hanya diperkuat dua karyawan. Saat ini, perusahaan makin berkembang di seluruh Indonesia dan memiliki 60 karyawan. Combi Freight kemudian berubah nama menjadi Combi Logistics pada Mei 2007. Perubahan nama itu, kata Arman, bertujuan agar lebih menjangkau dan memperbesar pangsa pasar logistik di Tanah Air. Pasalnya, bisnis Combi Logistics tidak hanya dalam pengiriman barang lewat laut dan udara, melainkan juga distribusi, pergudangan (warehouse) dan jasa kepabeanan (custom brokerage).
21
EDISI IV | FEBRUARI 2016
Meski demikian, semenjak awal berdiri, Combi Logistics memang lebih memusatkan diri pada bisnis pengiriman lewat udara. Saat ini, kantor pusat Combi Logistics di Jakarta dengan 57 orang staf yang bisa melayani segala kebutuhan konsumen, dan menjangkau Bandung, Semarang, hingga Surabaya. Strategi perusahaan yang fokus melayani bisnis UKM memiliki beberapa keunggulan. Sektor ini dinilai terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive. Saat korporasi besar terkena imbas ekonomi global, depresiasi rupiah, dan rendahnya harga minyak yang memangkas laba perusahaan minyak dunia, usaha kecil dan menengah justru bertahan. Data BPS tahun 2014 mencatat, jumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia mencapai 57,9 juta. Ketahanan bisnis sektor ini karena dinilai tidak memiliki utang luar negeri, tidak banyak utang ke perbankan karena dianggap unbankable, dan UKM biasanya berorientasi ekspor. “Sepanjang kegiatan ekspor-impor masih berjalan, mereka [UKM] masih bisa untung. Kalau misalnya kurs dolar terhadap rupiah tinggi, efeknya hanya melambat saja secara bisnis,” kata Arman kepada majalah Supply Chain & Logistics Review, awal Februari. Hanya saja Arman mengakui tahun lalu adalah peri-
COMPANY OF THE MONTH ode yang sulit bagi dunia usaha, termasuk dirasakan Combi. Di tengah perlambatan ekonomi global dan dalam negeri tahun lalu, pendapatan perseroan turun sekitar 10%. Pukulan terbesar terjadi ketika ada tuntutan penaikan gaji karyawan berpatokan pada Upah Minimum Regional yang baru di Jakarta. Jujur, katanya, tuntutan penaikan gaji dan gaji per tahun mengikuti angka inflasi memberatkan pengusaha lokal. Meski begitu, Arman sangat paham akan keunggulan dan kemampuan perusahaan. Memang, Combi masih kategori perusahaan skala menengah. Itu sebabnya Arman terjun langsung dalam operasional bisnis perseroan. “Tidak banyak orang di Indonesia yang memahami segala aspek logistik dan rantai pasokan. Saya termasuk salah satunya, itu yang membuat saya siap dan mampu bertahan di bisnis ini,“ katanya penuh optimisme. Keunggulan Combi dibanding perusahaan logistik dan supply chain skala besar lain, bahkan asing, adalah masih terjalinnya pendekatan personal dengan pelanggan. “Hal ini yang tidak ada di mereka [perusahaan besar], karena bagi perusahaan skala besar, semuanya sudah ada sesuai prosedurnya.” Dalam hal modal usaha, Arman mengakui perusahaan logistik lokal sulit menyaingi perusahaan asing. Pasalnya, perusahaan asing mendapatkan bunga murah dari perbankan. Misalnya di Jepang, katanya, suku bunga kredit untuk modal usaha hanya sekitar 3%, sedangkan di Indonesia, bunga dipatok sampai 12%. Walaupun bunga tinggi, perusahaan menengah seperti Combi mampu bertahan dan berkembang. “Saya tahu overhead cost [biaya operasional] mereka [perusahaan logistik asing] mahal. Karena itu mereka hanya mengambil perusahaan-perusahaan besar skala internasional seperti Unilever atau Loreal. Itu untuk menutupi biaya yang tinggi.” Ceruk pasar pun terbuka, lantaran kegiatan logistik dan supply chain perusahaan skala menengah dan kecil tidak diambil perusahaan asing. Peluang ini yang dimanfaatkan Combi. Bahkan, Arman yakin, inilah keunggulan perusahaannya dibanding-
22
EDISI IV | FEBRUARI 2016
“Sepanjang kegiatan eksporimpor masih berjalan, mereka [UKM] masih bisa untung.” kan dengan perusahaan lain. Sejak empat tahun lalu, Arman mulai mempercayakan teknis kegiatan usaha Combi kepada anaknya, Ardani Yahya. Dani, anak pertama Arman, juga memiliki visi dan misi yang sama dalam mengembangkan perusahaan dengan menitikberatkan pada perusahaan small medium enterprises atau UKM. “Dia [Dani] visioner. Dani menerapkan sistem reward kepada karyawan sehingga kinerja karyawan terpacu,” sebut Arman. Dalam menghadapi tahun Monyet Api, Arman siap bertempur. Combi membidik pertumbuhan bisnis paling tidak 10%. Di tengah situasi yang masih rentan, perseroan belum berencana membuka kantor cabang atau memperbesar skala bisnis. “Tahun ini, tidak ada sesuatu [event] yang cakupan skala ekonominya besar. Sesuatu seperti perhelatan yang besar,” ungkapnya. “Kalau ada event besar, akan sangat berpengaruh pada bisnis logistik dan supply chain. Misalnya ada pameran barang dari Taiwan dan China beberapa tahun lalu. Itu efeknya besar.” Janji pemerintah membangunan infrastruktur guna memangkas biaya logistik tampaknya belum berdampak besar. Pasalnya, sejumlah pokok permasalahan, seperti kenaikan tarif kargo, selama ini belum tersentuh. Pemerintah, katanya, baru memfokuskan pengangkutan berbasis manusia, bukan barang. Padahal, pengangkutan berbasis barang yang sebetulnya dibutuhkan demi memperbaiki sistem logistik nasional. Alasan itu pula yang memperkuat prediksi Arman bahwa bisnis logistik pada tahun ini masih akan bergerak stagnan.
COMBI LOGISTICS Agustus 1991 Berdiri dengan nama PT Combi Freight
1993
Mengantongi lisensi dari IATA
Mei 2007
Berubah nama menjadi PT Combi Logistics Indonesia, dengan area operasi di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
VIEW
Y L P P U S T U C S O T C I T S I G O L N I A H C Y L K C I U Q S T S O C For many manufacturing businesses, the logistics costs of operating a supply chain are a necessary evil. But those costs don’t have to be such a burden. Give your customers what they want Many manufacturers choose to add value in their service when in fact, the customers themselves gain no benefit. One good example of this is in delivery of a product to a customer. Some businesses choose to ship manufactured parts directly to their customers and include the cost of the carriage in the price of the item, when their customers would actually prefer an ex-works, factory gate price and collect it themselves. Other customers may prefer you to ship your products to them, but don’t always require an immediate delivery on the same day. Sometimes a next-day delivery will suffice. This mismatch with your customers requirement wastes time and money. Much better to re-assess your delivery strategy and uncover whether it is in fact adding value to your customer as much as you think it is. Note that the converse is also true here. If a customer sees added value in a service and can visualise how it will help them run their own business better, they will be happy to pay for it. In which case, start to offer it to improve your customer service and charge accordingly to more than cover your extra costs. Maximise use of available storage space Poor storage strategy is an area that many manufacturing businesses tolerate for too long. One example of this is an inefficient storage and retrieval system wasting time and money as additional personnel are required to locate misplaced or lost inventory. Another example is during growth periods when many manufacturers overestimate inventory growth over several years, and so invest in far too much space than is actually required. If your business is looking to reduce supply chain costs, storage space is one area that you should examine carefully. Also, develop a process and system to enable easy location and
23
EDISI IV | FEBRUARI 2016
identification of the inventory stored in your warehouse and look into whether you are underutilizing the space available. Alternatively, you may be trying to work with a storage facility that your business has outgrown in an aim to save money, but in most instances, this can actually do more harm than good. An overloaded facility causes process inefficiencies, longer lead times, increased error rates and more lost items. Select multiple transport providers If you use third party transport providers then competition between them can act as a catalyst to saving money and optimising service. While it may seem like a good idea to place all your deliveries with one supplier to maximise volume discounts, simplify the distribution interface and develop a long-standing relationship with them, it may be more worthwhile selecting several suppliers to compete on price. Utilising the services of multiple suppliers also ensures that they never get complacent and can provide you with an optimised service in terms of geographic coverage, freight types, delivery modes and standard/premium services. Automate manual processes You may be spending a large amount of money on an aspect of your supply chain that could be automated. The details of this automation depend on the particular aspect of the supply chain and your industry, but with the technological advancements of the past thirty years, many business processes can now be automated using computer systems and associated hardware. Demand forecasting, inventory planning, warehouse management, transport loading, route planning systems, hand-held scanners, radio frequency tagging, etc. are a few examples of the many you might consider. Automated processes also remove the possibility of human error, which again can save your business valuable time and cost as well as improving quality. Did you know that industry experts have estimated the combined cost of human error in UK and US businesses to be around $37 billion. How much of this total is currently being wasted in your business?
VIEW Outsourcing might not save you money Outsourcing aspects of a supply chain is a popular tactic in manufacturing businesses, especially in the physical logistics of warehousing and transport. Whilst this can be a very good tactic for many businesses to increase volume flexibility, convert fixed costs into variable costs or access hard to reach geographic locations, it is not a panacea. So don’t assume it will always save you money. To save you money, the logistics service provider would need to perform your operations more efficiently than your own business (with your transferred operational staff if that has occurred under TUPE). They will also be expecting to make a profit margin, so that needs to be financed by the savings too. It is often forgotten that your business will still need to monitor and manage the outsourced activities, both operationally and commercially. Which begs the question: if you are spending resources on overlooking the outsourced work, would it not be wiser to bring it ‘in-house’? If you’ve been outsourcing your logistics for some time, then this might be something to revisit as circumstances and economics will probably have changed. This isn’t to say that outsourcing is always the wrong route to take. The key here is to ensure the service specification is accurate and that communication between your manufacturing business and your service provider(s) is clear. Select your mode of transport wisely One of the most important and often costly activities of the supply chain is transport. Consider the mode of transport used in your supply chain and consider if there are cheaper alternatives. Road, rail or sea freight are obviously less costly than air freight, but have repercussions in terms of process lead times, inventory levels, parts availability, customer service levels and might have contractual penalties too. It’s therefore important to get multiple quotes for all the viable modes of transport to uncover the best mode of transport for your business. Different providers use different routes, different transport hubs, different transport sizes, different ports of entry/exit, etc. Shared networks are often cheaper than dedicated services but not always so consider these too. Also, don’t just consider outbound delivery to customers either – consider your inbound transport solutions, whether organised and paid directly by your business or your suppliers. For multi-site manufacturing businesses, consider your intersite transport too.
24
EDISI IV | FEBRUARI 2016
Don’t pay twice for the same insurance All businesses want to ensure the safety of their stock and cover themselves against losses, and rightly so. That is why many choose to use carrier’s insurance for premium goods, but this is costly and may not be required. That’s not the worst of it though. Often, when carriage is included in the cost of the parts from a supplier, you can find your business paying for all kinds of insurance without even being aware of it. If your business is self-insured, check your policy to see if shipment and storage of goods is already covered to the right level. If it is, the added expense of the carrier’s or warehouse provider’s insurance is not needed and your procurement staff/buyers need to ensure you’re not paying for it inadvertently in the purchase price of your bought-out parts or your logistics contracts. In some manufacturing sectors, e.g. aerospace or defence where the cost to weight ratio of parts and equipment is high, this is critical. The standard insurance of many logistics providers is insufficient to cover the insurance to the level and value required, so make sure in these cases that you cover your insurance needs via your own business and extract the requisite savings from your logistics providers and parts suppliers. Use your assets wisely Underutilised vehicle fleets, inventory, or facilities are often extremely costly in business. By simply adjusting the way your business assets are used, you can save money. For example, leasing vehicles may provide flexibility benefits but can be a more costly way to operate your fleet than purchasing them. As another example, if your business is seasonal, you may require more storage space at certain times of year. But owning more space would mean your storage facility being underutilised at other times of the year. Owning a smaller facility and renting a facility for those peak months could be a much more cost-effective solution. Alternatively, outsourcing to a third party provider could provide the flexibility you require. However, if you go this route, make sure you have a flexible pricing model based on the utilised space of a shared facility so you don’t just end up overpaying for a dedicated facility with profit on top! SOURCES: http://www.servispartconsulting.com/eight-easyways-to-cut-supply-chain-logistics-costs-quickly/
VIEW
Transformation to Integration pada SCM (1) HARI SUSANTO
P
ada kesempatan kali ini kita akan membahas masalah transformasi menuju integrasi pada Supply Chain Management atau manajemen rantai pasokan. Sebelum masuk konsep transformasi pada manajemen rantai pasokan, kita ketahui konsep logistrik secara tradisional di industri yang cepat berubah ini mulai ditinggalkan, karena efektivitas dalam penyediaan produk yang tepat waktu, dan tepat pada tempatnya sangat dibutuhkan. Seperti dalam industri yang cepat berubah, seperti Personal Computer (PC), laptop, ipad, handphone dan barang elektronik lainnya. Produkproduk tersebut mudah usang, sehingga, apabila tidak segera didistribusikan secara tepat, maka hal ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, karena kondisi industri ini tidak stabil dan tak terduga. Selain itu, permintaan konsumen yang semakin menuntut dan semakin beragam, membuat perusahaan perlu mencari cara untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produk mereka. Untuk itulah perusahaan melakukan transformasi dari konsep logistik secara tradisional menjadi konsep manajemen rantai pasokan. Terdapat perbedaan antara konsep manajemen rantai pasokan dengan konsep logistik secara tradisional. Konsep logistik secara tradisional umumnya mengacu pada aktivitas-aktivitas
25
EDISI IV | FEBRUARI 2016
yang terjadi di dalam sebuah organisasi, sedangkan rantai pasok mengacu pada jaringan beberapa organisasi yang saling bekerjasama dan berkoordinasi memenuhi kebutuhan konsumen. Perbedaan lainnya, logistik lebih fokus pada aktivitas-aktivitas seperti pengadaan, distribusi, pemeliharaan dan manajemen persediaan. Sedangkan fokus manajemen rantai pasok selain yang dilakukan dalam logistik juga beberapa aktifitas lain meliputi pemasaran, pengembangan produk baru, keuangan dan layanan konsumen (Hugos, 2003, 4). Dalam Buku ‘Information Technology for Management’, Tur-
ban et. al, (2004), dijelaskan definisi Supply Chain Management (manajemen rantai pasokan) merupakan sekumpulan aktivitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Sebelumnya kegiatan-kegiatan tersebut mencakup pem-
VIEW
belian secara tradisional dan berbagai kegiatan penting laindesain manajemen rantai pasokan, maka gambar di atas nya yang berhubungan dengan supplier dan distributor. Dari menjelaskan komponen-komponen yang berperan pelaksapengertian di atas maka suatu rantai pasokan terdiri dari penaan manajemen rantai pasokan dan proses transformasi As-Is rusahaan yang mengangkat bahan baku dari bumi/alam, perumenuju To Be. sahaan yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan Gambar di atas menunjukkan tujuan yang paling umum dan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukomponen transformasi yang melibatkan faktor manusia, proskung produk, perusahaan perakitan, distributor, dan retailer es bisnis, dan teknologi, sehingga dapat membangun pemeyang menjual barang tersebut ke konsumen akhir. Dengan sanan satu meja secara utuh, pembelian saluran, pelacakan definisi ini tidak jarang rantai pasokan juga banyak diasosiasipengiriman, dan sebagainya, untuk mendukung rantai pasokan dengan suatu jaringan value adding activities. kan keputusan Dengan model SCOR (Supply Chain Operations Keunggulan kompetitif dari manajemen rantai pasokan Reference Model) sekalipun yang merupakan standar indusadalah bagaimana ia mampu me-manage aliran barang atau tri diadopsi secara luas dan mungkin satu-satunya itu namun produk dalam suatu rantai pasokan. Dengan kata lain, model belum berhasil menangani kerangka transformasi dari tahap manajemen rantai pasokan mengaplikasikan bagaimana suatu “As-Is” untuk “To-Be” untuk proyek-proyek manajemen rantai jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusapasokan. haan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan Adapun model pendekatan untuk transformasi akan dijelaskonsumen. kan secara detail setelah bahasan ini. Secara khusus, gamManajemen rantai pasok yang efektif membutuhkan pengembar tersebut hanya menangani komponen proses bisnis dan bangan-pengembangan yang dilakukan secara simultan baik teknologi tanpa menanggulangi setiap faktor-faktor sosial atau dari sisi tingkat layanan konsumen maupun internal operating masalah manusia. Sumber: http://hari-cio-8a.blog.ugm.ac.id/ efficiencies dari perusahaan-perusahaan dalam sebuah rantai pasok. Beberapa hal yang harus diperhatikan dari tingkat layanan konsumen adalah tingkat pemenuhan pesanan (order fill rates), ketepatan waktu pengiriman (on-time delivery) dan tingkat pengembalian produk oleh konsumen dengan berbagai alasan (rate of products returned by customer for whatever reason). Dalam buku lain, Strategic Information Systems (Hunter, 2009) dijelaskan tahapan transformasi rantai pasokan yaitu transformasi As-Is menuju To-Be, yang dijelaskan dalam gambar. Setelah melakukan Gambar. Komponen Penerapan SCM dari As-Is ke To Be analisis yang tepat dan
26
EDISI IV | FEBRUARI 2016
SUPPLY CHAIN & LOGISTICS REVIEW S&L is an official monthly magazine of the Indonesian Logistics Association (ALI). Our readers are represents the supply chain & logistics profession in Indonesia, which members registered more than 3,800 professionals consisting of practitioners, academicians, regulators, and those who have interest in this field. They came from various industries, namely manufacturers, logistics providers, distributors, traders, retailers, oil & gas, and many more.
KEY READERS CLASSIFICATION Others
| 20%
Practicioners | 35% Academicians
| 25%
Regulators | 20%
2011
Logistic Provider | 30% Distributor | 20% Trader
| 15%
Retailer Oil & Gas
| 15%
55%
| 10%
OF READERS ARE INVOLVED IN THE COMPANY DECISION
KEY READER GROUPS
GOVERNMENT OFFICIALS
5%
AFFLUENT INDIVIDUAL INVESTORS
55%
FINANCIAL PROFESSIONALS
10%
INSTITUTIONAL INVESTORS
12%
SENIOR CORPORATE EXECUTIVES
18%
40% 60%
SOCIO-ECONOMIC STATUS A+
A
35% B 22% 43%
GENDER
AGE 26 - 30 31 - 35 36 - 40 41 - 45 46 - 50
30% 35% 20% 10% 5%
RATE CARD
Contact Person Aang Wiguna Armieta Amelia Charissa Nurhayati Elsa Febriana