Peran Swasta, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan dan Perlindungan Infrastruktur dan Sumber Daya Pertanian
209
EVALUASI TINGKAT KESESUAIAN KATAM TERPADU PADA KOMODITAS PADI DI PROVINSI BANTEN Evaluation on Conformity of Integrated Cropping Calendar for Rice Plant in Banten Yuti Giamerti, A. Fauzan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln. Ciptayasa Km. 01 Ciruas, Serang, Banten 42182 E-mail:
[email protected] ABSTRACT Farmers as downstream actors of agricultural sector have great risks in facing climate uncertainty, changes in rainfall patterns, and climate variability. To meet rice demand from domestic production, rice production in 2015 has been targeted as much as 73.4 million tons of dry unhulled rice (GKG). The presence of technological innovation of Information System of Integrated Cropping Calendar (Katam) which contains important information about rice plant is expected to provide confidence and assurance to policy makers, extension agents, and farmers in arranging definitive needs of seeds, varieties, fertilizers, and agricultural mechanization. BPTP Banten had conducted socialization and distribution of Katam to extension agents every ahead of planting season. The purpose of this research was to determine the degree of conformity between Katam recommendation with its application in the field. Research was conducted in April 2015, made use of rainy season 2014/2015 data revealed through interview with field extension agents guided by structured questionnaires. The study was conducted in 41 districts spreading across 6 regencies in Banten Province and selected randomly. Conformity assessment was based on three parameters: planting time, varieties, and fertilizer application, in which score 1 is given for perfect conformity, while score 0 is given for perfect uncorformity. Conformity data were analyzed using the percentage of conformity. The results showed that recommendation of planting time have higher degree of suitability (30.95%) compared to the use of varieties of recommendation (21.95%) and fertilizer application (7.31%). Keywords: rice, Katam, cropping time, variety, fertilizer ABSTRAK Petani sebagai pelaku hilir sektor pertanian makin memiliki risiko yang besar dalam menghadapi ketidakpastian iklim, perubahan pola curah hujan, dan variabilitas iklim. Untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2015 sebesar 73.400.000 ton gabah kering giling (GKG). Kehadiran teknologi inovasi Sistem Informasi Katam Terpadu (SI Katam Terpadu) yang memuat informasi penting seputar tanaman padi diharapkan dapat memberikan keyakinan dan kepastian kepada pengambil kebijakan, penyuluh, serta petani di daerah untuk menyusun kebutuhan definitif benih, jenis varietas, pupuk, dan mekanisasi pertanian. BPTP Banten telah melakukan sosialisasi dan distribusi Katam kepada para penyuluh setiap menjelang musim tanam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara rekomendasi Katam dengan penerapan di lapangan. Penelitan dilakukan pada bulan April 2015 dengan data MH 2014/2015 yang digali melalui wawancara dengan penyuluh lapangan berpanduan pada kuesioner. Penelitian dilakukan pada 41 kecamatan yang tersebar di 6 kabupaten di Provinsi Banten dan dipilih secara acak. Penilaian kesesuaian didasarkan pada tiga parameter, yaitu waktu tanam, varietas, dan penggunaan dosis pupuk, di mana yang sesuai mendapatkan skor 1 dan yang tidak sesuai mendapatkan skor 0. Data kesesuaian dianalisis menggunakan persentase kesesuaian. Hasil penelitian ini menunjukkan rekomendasi waktu tanam memiliki tingkat kesesuaian lebih tinggi (30,95%) dibandingkan dengan penggunaan varietas rekomendasi (21,95%) dan pemupukan (7,31%). Kata kunci: padi, Katam, waktu tanam, varietas, pemupukan
PENDAHULUAN Komoditas tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, dan industri dalam negeri. Setiap tahunnya komoditas tanaman cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan sehingga dari sisi ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, timbul kerisauan akan terjadinya keadaan
210
Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional dan Peningkatan Kesejahteraan Petani
“rawan pangan”. Petani sebagai pelaku hilir sektor pertanian makin memiliki risiko yang besar dalam menghadapi ketidakpastian iklim, perubahan pola curah hujan, dan variabilitas iklim. Untuk memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri, telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2015 sebesar 73.400.000 ton gabah kering giling (GKG). Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai sasaran produksi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan produksi yang luar biasa. Produksi padi di Provinsi Banten tahun 2014 sebesar 2.045 juta ton GKG menurun sebesar 37,72 ribu ton atau turun sebesar 1,81% bila dibandingkan produksi padi tahun 2013. Produktivitas rata-rata Provinsi Banten adalah 5,4 t/ha masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional, yaitu 4,5 t/ha (BPS Banten 2014). Kehadiran teknologi inovasi Sistem Informasi Katam Terpadu (SI Katam Terpadu) memuat informasi penting seputar tanaman padi. SI Katam Terpadu diharapkan dapat memberikan keyakinan dan kepastian kepada pengambil kebijakan, penyuluh, serta petani di daerah untuk menyusun kebutuhan definitif benih, jenis varietas, pupuk, dan mekanisasi pertanian. Teknologi ini diharapkan mampu menjamin keberhasilan produksi padi pada tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Dalam menyediakan rekomendasi teknologi spesifik lokasi dan informasi untuk mengantisipasi anomali iklim yang cenderung menurunkan produksi padi dibutuhkan Katam. Katam adalah perangkat untuk mempermudah stakeholder dan petani dalam menentukan waktu tanam, varietas, dosis pemupukan, dan potensi gangguan OPT sehingga diharapkan kegagalan panen akan terhindar. Katam bersifat dinamis dan masa berlakunya hanya satu tahun (musim hujan dan musim kemarau). Peta Katam disusun berdasarkan kondisi aktual di lapangan dan kondisi potensial dengan menggunakan analisis klimatologis. Kondisi aktual diketahui dari luas tanam dan intensitas penanaman, sedangkan kondisi potensial disimpulkan melalui analisis dan ketersediaan air berdasarkan curah hujan. Katam terpadu yang akurat dan valid diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi jagung dan kedelai sekaligus menghindarkan petani dari risiko yang berkaitan dengan ketidakpastian iklim, seperti kekeringan dan banjir karena sifat faktor perubahan iklim sangat dinamis dan berdampak tidak sama antarwilayah. Dengan demikian, risiko dampak perubahan iklim dapat diminimalkan dan dilakukan sedini mungkin berdasarkan karakteristik spesifik lokasi (Balitbangtan 2013). Produktivitas padi dipengaruhi oleh kesesuaian penggunaan VUB, waktu tanam, dosis pupuk, dan serangan OPT dengan sangat nyata (Srihartanto et al. 2015). Dalam pelaksanaannya, BPTP berperan di daerah dalam 1) menyediakan katam dan pola tanam menurut lokasi sentra produksi padi; 2) menyediakan informasi dan teknologi adaptif terhadap perubahan iklim; serta 3) mendampingi penerapan teknologi spesifik lokasi, penerapan Katam, dan teknologi adaptif perubahan iklim. BPTP Banten telah melakukan sosialisasi dan distribusi Katam kepada para penyuluh setiap menjelang musim tanam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara rekomendasi Katam dengan penerapan di lapangan.
METODE PENELITIAN Penelitan dilakukan pada bulan April 2015 dengan data MH 2014/2015 yang digali dengan wawancara kepada penyuluh lapangan berpanduan pada kuesioner. Penelitian dilakukan pada 41 kecamatan yang tersebar di 6 kabupaten/kota di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon yang dipilih secara acak. Penilaian kesesuaian didasarkan pada tiga parameter, yaitu waktu tanam, varietas, dan penggunaan dosis pupuk, yang sesuai mendapatkan skor 1 dan yang tidak sesuai mendapatkan skor 0. Data kesesuaian dianalisis menggunakan persentase kesesuaian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Katam Terpadu memuat rekomendasi penentuan waktu tanam, varietas, pemupukan, OPT, dan alsintan. Sosialisai dalam bentuk media cetak, elektronik, siaran TV, dan radio sudah dilaksanakan setiap menjelang musim tanam, termasuk MH 2014/2015. Evaluasi perlu dilakukan untuk
Peran Swasta, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan dan Perlindungan Infrastruktur dan Sumber Daya Pertanian
211
menghimpun umpan balik dari Katam Terpadu yang sudah disosialisasikan guna menentukan masalah yang akan diperbaiki ke depan dalam upaya meningkatkan efektivitas dan manfaat SI Katam Terpadu di lapangan. Hasil evaluasi tingkat kesesuaian tiga rekomendasi Katam Terpadu dapat dilihat pada Gambar 1.
Prosentase (%)
Tingkat Kesesuaian Katam 35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
Rekomendasi Katam Gambar 1. Persentase tingkat kesesuaian rekomendasi katam terpadu: 1 = waktu tanam, 2 = varietas, dan 3 = pemupukan pada MH 2014/2015 di Provinsi Banten
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rekomendasi waktu tanam memiliki tingkat kesesuaian lebih tinggi (30,95%) dibandingkan dengan penggunaan varietas rekomendasi (21,95%) dan pemupukan (7,31%). Hal ini menunjukkan bahwa petani di Provinsi Banten lebih banyak mengaplikasikan rekomendasi awal waktu tanam dibandingkan rekomendasi varietas dan dosis pemupukan. Waktu Tanam Penetapan awal musim tanam padi merupakan salah satu strategi penting dalam budi daya pertanian Indonesia (Naylor et al. 2001, 2007), khususnya tanaman pangan yang sangat berkaitan dengan anomali iklim. Pada subsektor tanaman pangan, iklim sangat berpengaruh terhadap pola dan waktu tanam, potensi kehadiran bencana banjir, kekeringan, dan organisme pengganggu tanaman, serta pemilihan varietas terkait bencana yang terjadi (Pramudia et al. 2013). Katam secara tradisional sudah dikembangkan oleh petani secara turun temurun dengan berbagai istilah yang berbeda di setiap daerah, namun demikian berbagai kearifan lokal tersebut tidak sepenuhnya dijadikan acuan dalam awal musim tanam karena perubahan iklim dan makin sulitnya menemukan indikator penanda musim. Fluktuasi curah hujan yang sangat dinamis akibat munculnya anomali iklim menyebabkan terjadinya pergeseran awal musim hujan dan musim kemarau yang berdampak pada perubahan waktu tanam yang dapat memengaruhi maju mundurnya waktu tanam sehingga sangat menyulitkan petani yang telah terbiasa dengan Katam yang dilakukan. Petani di Provinsi Banten pada umumnya memiliki lahan sawah tadah hujan, air tidak tersedia setiap saat sehingga rekomendasi waktu tanam hanya bisa dilaksanakan pada sawah irigasi. Pola budi daya yang hanya akan mulai mengolah tanah pada saat kondisi air cukup jadi bukan melakukan persiapan olah tanah lebih dulu sambil menunggu air datang (cukup), sedangkan waktu olah tanah bisa mencapai sepuluh hari. Hal ini menyebabkan saat air sudah dianggap cukup dan semestinya sudah melakukan tanam, petani baru memulai semai dan pengolahan tanah. Ketidaksesuaian rekomendasi Katam karena terjadinya pergeseran waktu tanam satu dasarian (sepuluh hari) sampai dengan lima dasarian pada musim tanam (MT) I tahun 2013 di Kalimantan Selatan (Sabur 2014). Rendahnya kesesuaian waktu tanam di Provinsi Banten juga dipengaruhi terbatasnya alat mesin pertanian untuk olah tanah (traktor) sehingga menyebabkan mundurnya waktu tanam, meskipun air sudah mencukupi jika traktor masih digunakan di wilayah lain maka sawah akan dibiarkan kosong, padahal sawah sudah siap untuk ditanami.
212
Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional dan Peningkatan Kesejahteraan Petani
Kondisi lainnya adalah terkait dengan budaya lokal (local wisdom), masyarakat Banten masih banyak yang menerapkan kearifan lokal dalam penentuan waktu tanam. Sebagai contoh, di Kabupaten Lebak tidak ada aktivitas nyawah (budi daya padi di sawah) pada bulan rewah dan masyarakat Baduy memiliki kalender tersendiri dalam bercocok tanam padi. Rasi bintang sangat penting bagi masyarakat Baduy. Pada saat Bintang Kartika muncul cocok untuk bercocok tanam karena pada saat itulah tanah sedang dingin, sebaliknya ketika Bintang Kidang mulai terbenam di cakrawala barat dan tidak dapat terlihat adalah saat yang tidak tepat untuk menanam padi karena tanah sedang panas dan banyak serangan hama (Permana 2003). Varietas Variabilitas iklim antarmusim tanam semakin meningkat dalam dasawarsa terakhir baik pada MT I, II, maupun III. Kondisi demikian akan berdampak kepada kerawanan bencana, baik banjir, kekeringan, maupun perkembangan OPT tertentu. Dengan demikian, informasi penggunaan varietas dan kebutuhan benih dengan memperhatikan musim tanam sangat diperlukan. Strategi yang dapat ditempuh dalam menyelamatkan produksi padi salah satunya adalah penerapan teknologi adaptif terutama varietas adaptif dan tahan (Las et al. 2011). Tingkat kesesuaian pengguanan varietas rekomendasi tidak lepas dari preferensi petani terhadap varietas padi dan peranannya dalam distribusi varietas di setiap wilayah. Ruskandar et al. (2008) menyatakan bahwa hal yang berpengaruh cukup besar terhadap preferensi petani adalah produktivitas, fisik tanaman, rasa nasi, tekstur nasi, dan ketahanan hama penyakit. Informasi tentang varietas yang adaptif dalam SI Katam Terpadu diharapkan mampu memperkecil dampak perubahan iklim serta memberikan gambaran yang mudah dan cepat baik pada tingkat kabupaten maupun tingkat kecamatan seluruh Indonesia. Penggunaan varietas sesuai dengan rekomendasi Katam MK 2014 di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, yaitu menggunakan varietas Inpari-13 memberikan hasil tinggi (9,81 t/ha GKP) dibandingkan dengan perlakuan penggunaan varietas yang tidak sesuai dengan rekomendasi Katam, yaitu sebesar 7,23 t/ha GKP (Supriyadi et al. 2015). Di Provinsi Banten varietas yang direkomendasikan berbeda-beda di masing-masing kabupaten tergantung dengan kondisi wilayah masing-masing, namun hanya sebesar 21,95% yang menggunakan varietas sesuai dengan rekomendasi Katam. Petani di Provinsi Banten sebagian besar masih menyukai varietas Ciherang dan IR-64 (Tabel 1) karena petani masih menilai kedua varietas tersebut memiliki produksi yang tinggi dan sudah adaptif di Banten. Varietas yang tersebar di Provinsi Banten masih didominasi oleh varietas lama, sedangkan varietas baru masih sangat sedikit diminati petani. Selain penamaan Inpari dengan angka yang membingungkan petani, petani beranggapan semua varietas Inpari sama. Ketidaksesuaian terjadi karena masalah ketersediaan benih varietas yang direkomendasikan pada saat musim tanam tiba tidak tersedia, sedangkan UPBS BPTP sebagai penyedia benih sumber untuk kebutuhan benih di Provinsi Banten, produksinya masih terbatas dan akses petani ke BPTP Banten yang sangat jauh sehingga petani menggunakan benih dari pertanaman sebelumnya. Pemupukan SI Katam Terpadu dilengkapi dengan rekomendasi pupuk yang disesuaikan dengan varietas yang disarankan dengan menggunakan prinsip pemupukan berimbang. Pemupukan berimbang merupakan kunci peningkatan hasil tanaman, efisiensi penggunaan pupuk, dan peningkatan pendapatan petani secara ramah lingkungan. Haliday et al. (1998) menyatakan bahwa tanaman yang dibudidayakan saat ini umumnya membutuhkan unsur hara dari berbagai jenis dan dalam jumlah yang banyak sehingga hampir dapat dipastikan bahwa tanpa dipupuk tanaman tidak mampu memberikan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi dapat dilakukan melalui perbaikan teknologi budi daya, antara lain melalui pemupukan berimbang berdasarkan status hara dan kebutuhan tanaman (Wasito et al. 2010).
Peran Swasta, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan dan Perlindungan Infrastruktur dan Sumber Daya Pertanian
213
214
Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional dan Peningkatan Kesejahteraan Petani
Kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh tiga faktor utama yang saling berkaitan, yaitu ketersediaan hara dalam tanah, pasokan hara melalui irigasi, dan bahan organik, serta kebutuhan hara tanaman. Oleh karena itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat spesifik lokasi dan spesifik tanaman dan varietas (Setyorini et al. 2013). Rekomendasi pemupukan pada Katam bersifat spesifik lokasi level kecamatan dengan memperhatikan perubahan status hara P dan K tanah yang dipengaruhi oleh tingkat pengelolaan lahan sawah yang dilakukan petani, produktivitas tanaman padi per kecamatan, penggunaan bahan pembaik tanah seperti bahan organik, biochard, dan kapur, jenis tanaman dan varietas, pola tanam, dan MT. Pada wilayah dengan ketersediaan hara P dan atau K yang tinggi seperti banyak lahan sawah di Jawa dan Bali (Sofyan et al. 2004) untuk penggunaan pupuk majemuk dengan kandungan P dan K yang tinggi oleh petani tidak efisien. Kandungan N yang tinggi juga menyebabkan tanaman rentan terserang hama dan penyakit. Tingkat kesesuaian penggunaan pupuk di Provinsi Banten memiliki persentase terkecil (7,31%) dibandingkan dengan rekomendasi waktu tanam dan varietas. Penggunaan pupuk oleh petani di daerah masih tergantung dengan RDKK yang mengacu pada subsidi pemerintah daerah, sedangkan rekomendasi pemupukan pada Katam pada umumnya dosis lebih tinggi dibandingkan dengan RDKK. Tingginya subsidi pupuk yang dialokasikan pemerintah membebani Kementerian Pertanian. Penggunaan pupuk yang lebih rasional dan spesifik lokasi diharapkan dapat menurunkan jumlah subsidi pupuk dalam jangka panjang tanpa mengurangi produksi padi (Zaini 2012). Selain itu, petani yang memiliki daya beli pupuk yang kecil akan memenuhi kebutuhan pupuk sesuai dengan daya belinya. Penggunaan pupuk organik masih rendah karena menurut petani penggunaan pupuk organik tidak praktis, selain baunya menyengat, aplikasi pupuk organik sebelum tanam menambah biaya tenaga kerja angkut dan tabur pupuk. Penambahan jerami 2 t/ha ke sawah dinilai petani akan menghambat pengolahan tanah. Penggunaan pupuk organik dari kompos jerami sebanyak 2 t/ha dapat menyumbangkan hara K setara 50 kg KCl/ha/musim (Dobbermann and Fairhurst 2000). Peningkatan kandungan K dan Si di tanah akan membuat batang tanaman menjadi lebih kuat sehingga lebih tahan terhadap serangan hama penggerek batang dan wereng coklat, serta tanaman tidak mudah rebah sehingga hasil gabah tinggi (Idris et al. 1979; Huber and Amy 1985; Perrenound 1990).
KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat kesesuaian Katam Terpadu di Provinsi Banten secara keseluruhan masih sangat kecil di mana rekomendasi waktu tanam memiliki tingkat kesesuaian lebih tinggi (30,95%) dibandingkan dengan penggunaan varietas rekomendasi (21,95%) dan pemupukan (7,31%). Hal ini menunjukkan rekomendasi Katam Terpadu belum sepenuhnya dijadikan acuan oleh petani dalam melaksanakan usaha tani padi. Perlu pendekatan yang lebih intensif terhadap penyuluh dan petani dalam penggunaan Katam Terpadu untuk menyikapi perubahan iklim yang tidak menentu dengan harapan peningkatan produksi bisa tercapai. Selain itu, perlu pembenahan dalam sistem penyediaan benih unggul dan pupuk agar kebutuhan akan varietas unggul dan pupuk yang sesuai dengan rekomendasi bisa terpenuhi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Drs. Mayunar, Zuraida Yursak, S.P., M.Si., Ivan Mamba’ul Munir, S.Pt., dan Ir. Asep Wayu atas dukungannya dalam pelaksanaan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA [BPS Banten] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2014. Banten dalam angka. Serang (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Banten.
Peran Swasta, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan dan Perlindungan Infrastruktur dan Sumber Daya Pertanian
215
[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2013. Katam Terpadu. Penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice: nutrient disorders & nutrient management. Los Banos (PH): International Rice Research Institute and Potash & Phosphate Institute of Canada. Halliday DJ, Trenkel ME. 1998. IFA world fertilizer use manual. Paris (FR): International Fertilizer Industry Association. Haryani D, Umiarsih R, Maureen CH, Astuti Y. 2012. Keragaan ketersediaan benih dan usaha tani padi di Provinsi Banten. Dalam: Membangun Kemampuan Inovasi Berbasis Potensi Wilayah. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 72–85. Huber DM, Arny DC. 1985. Interactions of potassium with plant disease. In: Munson RD, editor. Potassium in agriculture. Madison, W.I (US): American Society of Agronomy. p. 467−488. Idris MD, Hossain MH, Choudry FA. 1979. The effect of silicon on lodging of rice in presence od added nitrogen. Plant Soil. 43: 691−695. Las I, Pramudya A, Runtunuwu E, Setyanto P. 2011. Antisipasi perubahan iklim dalam mengamankan produksi beras nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4(1): 76−86. Naylor RN, Battisti DS, Vimont DJ, Falcon WP, and Burke MB. 2007. Assessing risk of climate variability and climate change for Indonesian rice agriculture. PNAS. 104(19). Permana CE. 2003. Religi dalam tradisi bercocok tanam sederhana [Internet]. [diunduh 2015 jan 13]. Tersedia dari: https://cecepekapermana.wordpress.com/2009/02/22/religi-dalam-tradisi-bercocok-tanam/. Perrenound S. 1990. Potasium and plant healt. Bern (CHE): International Potash Institute. Pramudia A, Estiningtyas W, Susanti E, Suciantini. 2013. Fenomena dan perubahan iklim Indonesia serta pemanfaatan informasi iklim untuk Katam Terpadu. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Ruskandar A, Wahyuni S, Nugraha US, Widyantoro. 2008. Preferensi petani terhadap beberapa varietas unggul padi. Seminar Nasional Padi. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sabur A. 2014. Efektivitas informasi waktu tanam pada sistem informasi Katam Terpadu versi 1.6 tahun 2013 di Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi; 2014 Agu 6−7; Banjarbaru, Indonesia. Banjarbaru (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Setyorini D, Kasno A. 2013. Penyesuaian rekomendasi pemupukan tanaman padi dan palawija. Katam terpadu. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Srihartanto E, Fibrianti, Wahyuningrum RD. 2015. Evaluasi tingkat kesesuaian Katam Terpadu dan pengaruhnya terhadap produktivitas padi di DI Yogyakarta. Prosiding. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sofyan A, Nurjya, Kasno A. 2004. Status hara tanah sawah untuk rekomendasi pemupukan. Dalam: Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Supriyadi H, Sunandar N. 2015. Pengaruh penggunaan varietas unggul baru rekomendasi Katam Terpadu terhadap peningkatan produktivitas padi sawah di Kabupaten Kuningan. Prosiding. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Wasito, Sarwani M, Ananto EE. 2010. Persepsi dan adopsi petani terhadap teknologi pemupukan berimbang pada tanaman padi dengan indeks pertanaman 300. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 29(3): 157−165. Zaini Z. 2012. Pupuk majemuk dan pemupukan hara spesifik lokasi pada padi sawah. JIPTP. 7(1):1−7.