EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah)
Oleh : NURINA PANGKAURIAN A14204012
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah)
Oleh : NURINA PANGKAURIAN A14204012
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN NURINA PANGKAURIAN. EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO). Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah. (Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS). Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan didasari kenyataan bahwa pemerintah tidak bisa sendiri mengatasi permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Inisiatif sektor swasta, dalam hal ini adalah perusahaan,
dapat
dilakukan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) Perseroan yang juga diwajibkan paksa oleh pemerintah untuk melaksanakan CSR melalui kebijakan yang dikeluarkan tersebut di atas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu penyebab belum terserapnya tenaga kerja di Kota Semarang dan sekitarnya adalah masih kurangnya keterampilan yang dimiliki para pencari kerja dengan kebutuhan yang diminta perusahaan. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang merespon permasalahan tersebut dengan mengadakan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed intensif dan penempatan tenaga kerja di perusahaan kepada calon tenaga kerja khususnya wanita untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dibidang garmen (Disnakertrans, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan deskripsi dan analisis tentang kebijaksanaan dan wujud pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di PT Jamsostek Cabang Semarang. Selain itu, penelitian ini berfokus pada evaluasi Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, dengan melihat output, outcome dan effect program pelatihan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap
peserta pelatihan, sebagai salah satu bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial PT. Jamsostek Cabang Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero), Cabang Semarang, yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juni 2008. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner, dan didukung oleh data kualitatif. Data dianalisis dengan tabulasi silang, Uji Chi-Square, dan Korelasi Rank Spearman, dengan bantuan software SPSS 13.0. dan Microsoft Excel 2007. PT Jamsostek (Persero) memandang tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan sebagai upaya compliance plus atau beyond compliance. Selain untuk memenuhi kewajiban, perusahan juga menyadari bahwa terdapat tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan demi keberlanjutan usaha. Jenis program tanggung jawab sosial yang dilaksanakan adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, serta Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta. Sifat program tangung jawab sosial perusahaan PT. Jamsostek (Persero) sebagian besar bersifat philanthropy pada program Kemitraan, charity pada program Bina Lingkungan, dan pada program DPKP terdapat program yang bersifat charity dan philanthropy, namun ada juga yang bersifat corporate Citizenship. Progam Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dalam pandangan perusahaan bersifat philanthropy, namun dalam pelaksanaannya justru bersifat charity. Output pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan menurut persepsi responden sesudah pelatihan, dipengaruhi oleh status perkawinan dan pengalaman kerja. Keragaan Pelatihan (pelatih, fasilitas, materi pelatihan, dan
metode pelatihan) tidak mempengaruhi output pelatihan. Outcome pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan menurut persepsi responden setelah bekerja, tidak dipengaruhi oleh Output pelatihan. Effect pelatihan adalah kepuasan kerja dan produktivitas kerja. Produktivitas kerja tidak dipengaruhi oleh Outcome pelatihan, namun dipengaruhi oleh variabel kepuasan kerja yaitu pekerjaan dan hubungan antar pribadi. PT. Jamsostek (Persero) hendaknya mengarahkan program tanggung jawabnya ke arah pemberdayaan, dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap tahap proses pengambilan keputusan. PT Jamsostek (Persero) juga perlu memperhatikan isu lingkungan yang sedang menjadi topik utama dunia saat ini. Program pelatihan sejenis hendaknya diperbanyak agar dapat mengurangi pengangguran dan menambah angka kepesertaan Jamsostek. PT Jamsostek (Persero) juga harus mengevaluasi keberlanjutan progam, untuk mengetahui secara pasti jumlah peserta pelatihan yang masih bekerja. Selain itu, diperlukan data yang akurat mengenai lulusan pelatihan yang tidak lagi bekerja di perusahaan garmen dan sedang mencari pekerjaan agar dapat diikutkan pada program khusus penempatan kerja peserta Jamsostek.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah)” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI SERTA TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN
DALAM
NASKAH.
DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2008
Nurina Pangkaurian A14204012
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Nurina Pangkaurian
Nomor Pokok
: A14204012
Judul
: Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus Ujian :
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabupaten Semarang, 24 Januari 1987, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Basim Syahri dan Siti Mukarromah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bandarjo I Ungaran pada tahun 1998, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Ungaran dan lulus tahun 2001.
Penulis kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Ungaran pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Selama SMU, penulis pernah menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS SMUN 1 Ungaran, Sekretaris Umum ROHIS SMUN 1 Ungaran, dan Koordinator Litbang dan Evaluasi Ambalan Diponegoro Cut Nyak Dien SMUN 1 Ungaran. Penulis bergabung dengan Remaja Masjid Istiqomah Kabupaten Semarang pada tahun 2002 hingga 2004. Penulis juga pernah menjuarai berbagai perlombaan, seperti dalam kejuaraan Pramuka Putri, Juara I Siswa Teladan Putri Tingkat Kabupaten Semarang tahun 2003, dan finalis berbagai lomba kecakapan berbahasa Inggris. Penulis juga pernah menjadi siswa pertukaran pelajar yang mewakili Jawa Tengah ke Queensland, Australia, pada selama bulan Juli-Agustus tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota IAAS (International Association of Agricultural and Related Sciences) angkatan IOP-12 tahun 2004-2005, dan Sahabat PILI (LSM Pusat Informasi Lingkungan Indonesia) tahun 2004-2005. Penulis pernah menjadi finalis Pekan Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2007. Penulis juga pernah menjadi
Asisten Praktikum untuk mata kuliah Sosiologi Umum, Sosiologi Pedesaan, Pengantar Ilmu Kependudukan, dan Ilmu Penyuluhan.
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim, Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial PT. Jamsostek (Persero) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah) ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kepada khataman nabiyyin Muhammad S.A.W. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Di dalam tulisan ini, penulis mendeskripsikan pelaksanaan tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero), dan memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi output, outcome, dan effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed sebagai salah satu program tanggung jawab sosial PT. Jamsostek (Persero) Cabang Semarang.
Bogor, Agustus 2008
Nurina Pangkaurian
UCAPAN TERIMA KASIH
Untaian syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala kemudahan atas segala urusan yang penulis hadapi, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan, serta doa selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dan penulisan Skripsi ini, yaitu : 1. Keluarga tercinta. Bapak (Basim Syahri) dan Ibu (Siti Mukarromah), dan Adikku (Arya Pangkurian), dan seluruh keluarga besar, terima kasih atas bantuan doa, keikhlasan, dan kesabarannya dalam mendampingi penulis selama ini. 2. Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS, sebagai dosen pembimbing Studi Pustaka dan Skripsi yang penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan ini. 3. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, yang telah bersedia menjadi Dosen Penguji Utama. Terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan. 4. Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si, yang telah bersedia menjadi Dosen Penguji Wakil Departemen. Terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan. 5. Ir. Dwi Sadono, MS, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan semangat dan motivasi kepada penulis terutama dalam bidang akademik.
6. My Pals, especially Eno, Nani, Arta, Leo, Tyas, Juli dan Teman-teman KPM 41, SEMANGAT!!! 7. Bapak Gunawan Saptogiri (Disnakertrans Semarang), Bapak Rudy (PT Jamsostek Cabang Semarang), Bapak Rizky (PT SC Enterprises), Bapak Sugiharto, Ibu Dwi (LPK ASA Group Semarang), Bu Rebecca (PT Honey Lady Utama), Mbak Dwi (LPK ASA Group Semarang), Mbak Vera (PT Samwon Busana Indonesia), Bapak Thing (PT SC Enterprises), seluruh staf pengajar LPK ASA Group Semarang, dan Sie. Bidang Pengawasan Disnakertrans Kabupaten Semarang, terima kasih atas bantuan penelitian yang diberikan. 8. Iswahyudi, atas doa dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Terima kasih karena telah mendampingi penulis selama penelitian. 9. My Second Home, Wisma Shinta Family Angkatan 2005-2007, terutama untuk Ria, Mbak Iis, Nisa, Ana, Rani, Teni, Tami, Deedee, Widi, Ani, Wulan, Teman-teman KKP Galuh Timur 2007 (Agnez, Jafar, Fitri, Ilma, Prima, dan Tyo) yang mengajari how to share each other, Rizka, Wina, my Ubuntu friend Agusta, dan my all new friends at Fairus. 10. Charolina Margaretha, Rianti T. Marbun, dan Sushane Sarita sebagai teman seperjuangan dari sejak Studi Pustaka hingga Skripsi. 11. Mbak Maria, Mbak Nisa, Mbak Rahma, Mbak Hana, Mas Piat, Bapak Haji, Adiba Copy, dan Petugas-petugas LSI, yang telah membantu penulis selama menempuh studi di IPB.
12. Tidak lupa penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Agustus 2008
Penulis, Nurina Pangkaurian
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
BAB I
Halaman xvii xix xx
PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ..............................................................
1 4 6 7
PENDEKATAN TEORITIS .....................................................
8
2.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan....................................... 2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ............... 2.1.2 Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ................ 2.1.3 Paradigma Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ........... 2.2 Evaluasi .................................................................................. 2.3 Pelatihan dan Evaluasi Pelatihan .......................................... 2.4 Perubahan Perilaku................................................................. 2.5 Kepuasan Kerja ...................................................................... 2.6 Produktivitas Kerja ................................................................ 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ........................ 2.8 Kerangka Pemikiran. .............................................................. 2.9 Hipotesis Kerja ....................................................................... 2.10 Definisi Operasional.............................................................
8 8 9 13 16 19 22 26 29 30 32 36 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
45
3.1 Metode Penelitian .................................................................. 3.2 Lokasi Penelitian .................................................................... 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 3.4 Teknik Pengambilan Sampel..................................................
45 46 46 47
BAB II
BAB IV
BAB V
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................... 3.5.1 Uji Validitas.................................................................. 3.5.2 Uji Reliabilitas .............................................................. 3.5.3 Uji Chi Square .............................................................. 3.5.4 Uji Korelasi Rank Spearman ........................................
48 49 51 52 53
PROFIL PT JAMSOSTEK (PERSERO)................................
55
4.1 Sejarah Singkat Perusahaan ................................................... 4.2 Visi, Misi, Nilai dan Motto Perusahaan ................................. 4.3 Program Jamsostek dan Pembayaran Jaminan ....................... 4.4 Struktur Organisasi ................................................................
55 57 59 62
KEBIJAKSANAAN DAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN ........................................................... 65 5.1 Kebijaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) ................................................................................. 5.2 Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) ................................................................................. 5.2.1 Konsep Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) ....................................................................... 5.2.2 Jenis Program Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) ................................................ 5.2.2.1 Program Kemitraan ......................................... 5.2.2.2 Program Bina Lingkungan .............................. 5.2.2.3 Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) .............................................. 5.2.3 Koordinasi Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan .............................................. 5.3 Analisis Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial PT. Jamsostek (Persero) .........................................................
65 66 66 68 70 75 78 89 91
BAB VI GAMBARAN UMUM PROGRAM PELATIHAN PENGGUNAAN MESIN JAHIT HIGH SPEED ................................................. 97 6.1 Deskripsi Kegiatan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed ............................................................................. 97 6.2 Penempatan Kerja Lulusan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed ............................................................................. 103
6.3 Analisis Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed .............................................................................. BAB VII EVALUASI PELATIHAN PENGGUNAAN MESIN JAHIT HIGH SPEED............................................................................. 7.1 Karakteristik Responden ....................................................... 7.2 Keragaan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed .... 7.3 Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya .................................. 7.3.1 Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed 7.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Pelatihan Mesin Jahit High Speed................................................ 7.3.2.1 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed .................................. 7.3.2.2 Hubungan antara Keragaan Pelatihan dengan Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed .................................. 7.4 Outcome Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.................................. 7.4.1 Outcome Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed .................................................................... 7.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Outcome Pelatihan Mesin Jahit High Speed................................. 7.5 Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ................................... 7.5.1 Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed . 7.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Effect Pelatihan Mesin Jahit High Speed................................................ 7.6 Analisis ................................................................................... 7.6.1 Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Keterampilan ...... 7.6.2 Output, Outcome, Effect Pelatihan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya .......................... BAB VIII
105
109 109 113 116 116 117
117
122 124 124 125 127 127 131 135 135 138
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................
140
8.1 Kesimpulan ............................................................................ 8.2 Saran .......................................................................................
140 142
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN .................................................................................................
145 149
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
Tabel 2.1 Paradigma Kedermawanan Sosial Perusahaan ........................................ 14 Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ............................................................. 52 Tabel 5.1 Realisasi Program Kemitraan Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 ... 74 Tabel 5.2 Realisasi Program DPKP Bergulir Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 ............................................................................................. 83 Tabel 5.3 Realisasi Program DPKP Tidak Bergulir Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 ............................................................................................ 88 Tabel 5.4 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Jamsostek (Persero) Program Kemitraan ................................................................. 92 Tabel 5.5 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Jamsostek (Persero) Program Bina Lingkungan ....................................................... 93 Tabel 5.6 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Jamsostek (Persero) Program DPKP ........................................................................ 94 Tabel 5.7 Realisasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Semarang Tahun 2007................................................. 96 Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Lulusan Pelatihan Berdasarkan Jabatan di Perusahaan Garmen, 2008 ................................................................. 104 Tabel 7.1 Jumlah dan Persentase Peserta Pelatihan Mesin Jahit High Speed Berdasarkan Karakteristik Individu, 2008 ............................................ 111 Tabel 7.2 Jumlah dan Persentase Penilaian Responden terhadap Keragaan Pelatihan Mesin Jahit High Speed, 2008 ............................................... 114 Tabel 7.3 Jumlah dan Persentase Perubahan Perilaku Responden Sebelum dan Sesudah Pelatihan, 2008 ................................................................. 117 Tabel 7.4 Hasil Analisis Chi Square antara Karakteristik Individu dengan Perubahan Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Pelatihan, 2008 ................................................................ 118 Tabel 7.5 Hasil Analisis Chi Square antara Karakteristik Individu dengan Perubahan Tingkat Keterampilan Sebelum dan Sesudah Pelatihan, 2008 .................................................................. 120
Tabel 7.6 Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Keragaan Pelatihan terhadap Perubahan Perilaku Sebelum dan Sesudah Pelatihan, 2008 .... 122 Tabel 7.7 Jumlah dan Persentase Perubahan Perilaku Responden Sesudah Pelatihan dan Setelah Bekerja, 2008........................................ 124 Tabel 7.8 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman antara Output dengan Outcome, 2008 .................................................... 126 Tabel 7.9 Jumlah dan Persentase Kepuasan Kerja Responden, 2008 ................... 127 Tabel 7.10 Jumlah dan Persentase Penilaian Supervisor terhadap Produktivitas Lulusan Pelatihan Dibandingkan dengan Karyawan Lain Non Pelatihan, 2008 ................................................... 130 Tabel 7.11 Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Faktor-faktor Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja, 2008 .............................. 132 Tabel 7.12 Tingkat Perubahan Pengetahuan Peserta Pelatihan, 2008 ................... 135 Tabel 7.13 Tingkat Perubahan Keterampilan Peserta Pelatihan, 2008 .................. 137 Tabel 7.14 Hasil Analisis Hubungan Antar Variabel Penelitian pada Pelatihan Mesin Jahit High Speed, 2008.............................................................. 139
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 2.1 Ruang Lingkup CSR ........................................................................... 11 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Evaluasi Program Tanggung Jawab Perusahaan PT. Jamsostek (Persero) (Kasus Pelatihan Mesin Jahit High Speed oleh PT. Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah) ....................... 35 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) ....................................... 63 Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Semarang........ 64
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Jadwal Penelitian .............................................................................. 150 Lampiran 2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 151 Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ......................................................................... 153 Lampiran 4 Panduan Pertanyaan .......................................................................... 160 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian .................................................................... 166 Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Kuesioner ........................................................... 167 Lampiran 7 Hasil Uji Non parametric Correlation .............................................. 169 Lampiran 8 Daftar Realisasi Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) PT Jamsostek (Persero) Tahun 2007................................... 180 Lampiran 9 Daftar Realisasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) Tahun 2007 ................................................ 181
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu masalah fundamental bangsa Indonesia adalah tantangan internal, yaitu kesenjangan yang ditandai dengan adanya pengangguran dan kemiskinan (Sumodiningrat, 1999). Menurut data terbaru yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2007, angka kemiskinan di Indonesia berjumlah 37,17 juta orang (16,58 persen). Hal ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan kondisi pada bulan Maret 2006 yaitu sebesar 39,05 juta jiwa atau sekitar 17,75 persen (BPS, 2006). Berbeda dengan propinsi Jawa Tengah, dibandingkan pada tahun 2006, angka kemiskinan meningkat dari 5,9 juta jiwa atau 18,32 persen menjadi 6,56 juta jiwa atau 20,43 persen dari total penduduk Jawa Tengah pada tahun 2007. Salah satu faktor
yang mempengaruhi
peningkatan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah adalah pengangguran. Pada tahun 2007, angka pengangguran mencapai 1.291.595 orang atau meningkat 98.630 orang dari tahun sebelumnya (Sugiya, 2007). Dalam upaya penanggulangan masalah sosial tersebut di atas, Indonesia merumuskan beberapa strategi penanggulangan kemiskinan berdasarkan atas ratifikasi Indonesia terhadap Millenium Declaration pada tahun 2000. Millenium Declaration mencetuskan inisiatif pembangunan yang disebut Millenium Development Goals (MDGs). Deklarasi tersebut mengandung delapan tujuan yang harus dicapai tiap negara sebelum tahun 2015, dan mengangkat tema umum yaitu pemberantasan kemiskinan tahun 2015 (End Poverty 2015 Millenium Campaign). Delapan tujuan tersebut meliputi penghapusan kemiskinan, pendidikan untuk
semua, persamaan gender dan pemberdayaan perempuan, perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan reproduksi, pelestarian lingkungan hidup, dan kerja sama global untuk pembangunan (Pitaloka, 2008). Witoelar (2007), menyatakan bahwa masing-masing tujuan dalam MDGs memiliki hubungan saling ketergantungan (interdependensi), baik dalam pencapaian
tujuan
maupun
kesalingtergantungan
para
stakeholder.
Kesalingtergantungan para stakeholder tersebut menunjuk pada ketergantungan multi-stakeholder, yaitu tidak satupun tujuan yang dapat dicapai oleh pemerintah sendiri, sektor swasta dan masyarakat sipil juga harus dilibatkan dalam waktu yang lama dan berlanjut agar tujuan dapat tercapai. Ditekankan pula mengenai pentingnya kontribusi perusahaan dalam pencapaian MDGs, terutama dalam bentuk kemitraan (Jalal, 2007). Kemitraan tersebut berupa kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat madani termasuk LSM, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi profesi dan sebagainya. Inisiatif sektor swasta, dalam hal ini adalah perusahaan, yang berorientasi MDGs dapat dilakukan melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebagai kontribusi perusahaan dalam proses pembangunan. Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan, didasari kenyataan bahwa pemerintah tidak bisa sendiri mengatasi permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Keterlibatan seluruh sektor baik pemerintah, swasta dan masyarakat sangatlah diperlukan. Dalam hal ini, peran swasta dan masyarakat tidak berposisi menggantikan tugas pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menanggulangi kemiskinan, namun ikut bertanggungjawab mewujudkan tujuan-
tujuan tersebut. Perusahaan diharapkan memiliki komitmen untuk bekerjasama dengan pemerintah, sesuai dengan MDGs. Komitmen tersebut diwujudkan melalui program-program tanggung jawab sosial perusahaan. Pencapaian MDGs dalam upaya menanggulangi kemiskinan oleh perusahaan dilakukan melalui kegiatankegiatan bisnis perusahaan yang menjamin keberlanjutan kehidupan. Fokusnya adalah melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan berbasis utama pada bisnis inti perusahaan, serta memperhatikan aspek lokalitas dan bermitra dengan pihak eksternal perusahaan. Kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia didasari atas UU Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 Pasal 74, yang berbunyi: “Setiap perseroan diwajibkan mengalokasikan sebagian laba bersih tahunan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR)”. Artinya,
setiap perseroan wajib
melaksanakan CSR. Bila tidak, perusahaan akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (walaupun dalam undang-undang tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai sanksi yang akan diberikan). Perseroan
yang
juga
diwajibkan
paksa
oleh
pemerintah
untuk
melaksanakan CSR melalui kebijakan yang dikeluarkan tersebut di atas adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wibisono (2007), menyatakan bahwa BUMN merupakan institusi ekonomi yang dituntut untuk menghasilkan laba sebagaimana perusahaan bisnis lainnya, juga dituntut untuk berfungsi sebagai alat pembangunan nasional dan berperan sebagai institusi sosial. Peran sosial BUMN antara lain dituangkan melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-
236/MBU/2003, yang mengikat BUMN untuk membentuk unit khusus yang menyelenggarakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Praktek CSR oleh BUMN khususnya dalam penelitian ini adalah PT Jamsostek, adalah hal yang menarik untuk dikaji. Salah satu faktornya adalah pelaksanaan CSR BUMN yang berlatar belakang untuk memenuhi kewajiban sehingga dapat dimungkinkan terdapat unsur keterpaksaan (compliance) dan juga dimungkinkan bahwa potensi dan komitmen pelaksanaan CSR perusahaanperusahaan BUMN akan lebih besar dan dibandingkan perusahaan-perusahaan swasta lainnya.
1.2 Perumusan Masalah Pencapaian tujuan MDGs merupakan wujud upaya suatu negara untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya yang berakar pada kemiskinan dan upaya memenuhi kewajiban negara untuk menyejahterakan rakyatnya. Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan
komitmen
tersebut
dalam
upaya
untuk
menyejahterakan
masyarakat. Jawa Tengah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia juga ikut serta mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDGs. Keterlibatan sektor swasta melalui tanggung jawab sosial diperlukan untuk ikut membantu pemerintah dan ikut bertanggungjawab dalam upaya mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. PT Jamsostek (Persero) merupakan salah satu BUMN yang bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial menurut Undang-undang Republik
Indonesia No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. Kegiatan tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero) khususnya PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang merupakan bagian dari perwujudan Good Corporate Governance (GCG) terhadap stakeholders terkait, yang menjadi kewajiban tiap BUMN yang ada di Indonesia (Jamsostek, 2007). Bentuk-bentuk tanggung jawab sosial perusahaan melalui programprogram yang dilaksanakan perusahaan berdasarkan paradigma yang dianut, dan dengan sasaran serta cara tertentu akan membawa dampak-dampak, baik positif maupun negatif. Dampak-dampak tersebut akan mempengaruhi kinerja operasi perusahaan dan hubungan perusahaan dengan masyarakat, sehingga akan dapat dilihat bentuk mana yang paling menguntungkan atau paling tepat bagi masyarakat, dan juga membawa keuntungan bagi perusahaan. Pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diperlukan untuk membantu mengatasi masalah sosial yang ada di sekitar perusahaan. Misalnya menyangkut kemiskinan, pengangguran, atau lingkungan (Marta, 2006). Angka pengangguran di Kota Semarang mencapai angka lebih dari 230.000 orang. Menurut Kasubdin Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, Gunawan Saptogiri, belum terserapnya tenaga kerja secara maksimal disebabkan masih kurangnya ketrampilan yang dimiliki para pencari kerja dengan kebutuhan yang diminta perusahaan. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang yang, merespon permasalahan tersebut dengan mengadakan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed intensif dan penempatan tenaga kerja di perusahaan kepada calon tenaga kerja khususnya wanita untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dibidang garmen (Disnakertrans, 2007).
Kebijaksanaan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan saling berkaitan. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi bentuk dan program yang akan dijalankan dalam mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi di sekitar lingkungan perusahaan. Bentuk dan program tanggung jawab ini akan membawa dampak baik positif maupun negatif, sehingga dapat dilihat keberhasilan dan keuntungan baik jangka pendek dan jangka panjang yang didapat dari pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam mengenai bagaimana PT Jamsostek (Persero) menjalankan tanggung jawab sosialnya, terutama mengenai keberhasilan program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed. Melalui studi evaluatif ini akan dapat disimpulkan apakah program tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero) tersebut dapat dikatakan berhasil atau sebaliknya. Berdasarkan paparan di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kebijaksanaan dan wujud pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang? 2. Bagaimana output, outcome dan effect Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap peserta pelatihan?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan deskripsi dan analisis tentang kebijaksanaan dan wujud pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang. 2. Mengetahui output, outcome dan effect Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap peserta pelatihan, sebagai salah satu bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan mengenai pelaksanaan CSR yang dapat menanggulangi permasalahan sosial yang ada di sekitar lingkungan perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pelaksanaan CSR PT Jamsostek
(Persero)
selanjutnya, khususnya di bidang pelatihan sejenis. Bagi penulis dan kalangan akademisi diharapkan mampu memberikan informasi dan pemahaman dalam upaya persiapan penelitian lebih lanjut. Bagi khalayak diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai CSR lebih lanjut sehingga dapat menjadi bahan evaluasi publik.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.1.1 Definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Salah satu definisi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dikemukakan oleh Schermerhon (1993) sebagaimana dikutip Suharto (2006) yaitu sebagai bentuk kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. Secara konseptual, CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan
para
pemangku
kepentingan
(stakeholders)
berdasarkan
prinsip
kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana, 2005 sebagaimana dikutip Suharto, 2007). The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Fox, et al, 2002 sebagaimana dikutip Zainal, 2006). CSR dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas (Sankat dan Clemant K, 2002 sebagaimana dikutip Zainal, 2006). Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat dipahami bahwa CSR merupakan komitmen dari bisnis atau usaha untuk mengakomodasi kepentingan
internal dan eksternal, yang memperhatikan aspek sosial masyarakat serta pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh stakeholders perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bersama dan meningkatkan kualitas kehidupan melalui hubungan kemitraan.
2.1.2 Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Corporate Social Responsibiliy (CSR) meliputi strategi dan program pengembangan masyarakat. CSR tidak hanya dipahami sebagai filantropi perusahaan, namun juga sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana, dan berorientasi pada pencapaian keuntungan sosial jangka panjang bagi perusahaan dan masyarakat (Suharto, 2007). Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, CSR tidak hanya bersifat eksternal, namun juga internal. Hal tersebut dinyatakan dengan CSR berusaha untuk mengakomodasi kepentingan internal dan eksternal perusahaan serta
perlunya
pengintegrasian
keseluruhan
stakeholders.
Stakeholders
didefinisikan sebagai seseorang atau organisasi yang mempunyai bagian dari kepentingan pada korporat ataupun memiliki hubungan saling mempengaruhi aktivitas korporat. Pihak-pihak tersebut bisa saja bagian internal maupun eksternal perusahaan yang biasanya diasumsikan oleh komunitas lokal (Zainal, 2006). Stakeholders yang dimaksud adalah stakeholders internal dan stakeholders eksternal perusahaan. Green Paper dari Komisi Masyarakat Eropa (2001) sebagaimana dikutip Wibisono (2007) mengemukakan dua dimensi tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu internal dan eksternal. Dalam dimensi-dimensi tersebut terdapat beberapa
aspek yang masing-masing memiliki stakeholders. Lebih lanjut, Zainal (2006) dan Wibisono (2007) menjelaskan ruang lingkup tanggung jawab sosial suatu perusahaan dalam beberapa aspek. Aspek-aspek yang menjadi fokus adalah manajemen perusahaan, tempat kerja, pasar, lingkungan, dan komunitas lokal. Manajemen perusahaaan yang merupakan bagian dari stakeholders internal hanya terdiri dari karyawan beserta keluarganya. Hal ini dikarenakan, karyawan beserta keluarganya juga merupakan bagian dari entitas sosial masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan, bahkan yang paling dekat, dan mendapat pengaruh secara langsung atas operasi perusahaan. Pemegang saham, direksi dan manajemen profesional dari aspek manajemen perusahaan serta para investor, penyalur, pemasok dan pesaing dari aspek pasar, bukan merupakan bagian dari ruang lingkup CSR, karena mereka lebih pada sisi ekonomi atau fokus pada pencapaian laba semata, bukan aspek sosial. Aspek-aspek tersebut terlingkupi dalam konsep CSR. Stakeholders yang terkait dengan aspek-aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tiga aktivitas yang digolongkan sebagai kegiatan CSR adalah, (1) di tempat kerja, meliputi keselamatan kerja, bantuan bagi karyawan yang terkena musibah, fasilitas kesehatan, dana pensiun, softloan, pengembangan skill karyawan, dan kepemilikan saham, (2) aktivitas sosial, yaitu dengan memberikan beasiswa dan memberdayakan ekonomi secara berkelanjutan, (3) aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan. Perusahaan harus ikut menjaga kelestarian lingkungan dan melakukan produksi yang ramah lingkungan (Impresario, 2006).
Karyawan dan Keluarganya Internal Tempat Kerja
Ruang Lingkup CSR Pasar
Eksternal
Konsumen
Komunitas termasuk masyarakat luas
Komunitas Lokal
Lingkungan
Pemerintah, pers, lingkungan hidup
Gambar 2.1. Ruang Lingkup CSR
CSR juga dapat disebut sebagai model investasi sosial perusahaan. Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, Nigam (1998) melihat melalui perspektif pengembangan masyarakat dalam melakukan praktik bisnis yang mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan sosial. Nigam (1998) memberikan contoh yaitu dengan mengembangkan jaringan bisnis perusahaan melalui program pengembangan masyarakat. Strategi yang dilakukan adalah dengan merekrut masyarakat lokal untuk mengisi pekerjaan dengan tingkat keahlian yang rendah, mengembangkan usaha mikro pendukung aktivitas perusahaan, dan membangun
infrastruktur
masyarakat.
Kesemuanya
menguntungkan
perusahaan
dan
masyarakat lokal sekitar perusahaan (Nigam, 1998). Strategi tersebut disebut Linking Core Business Activities with Community Development, yang menghubungkan pengembangan masyarakat dengan aktivitas utama bisnis, dapat mengurangi biaya sehingga menjadi sangat efektif. Merekrut masyarakat lokal, membuat penyesuaian dalam perencanaan atau pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mengembangkan penyedia barang dan jasa lokal akan meningkatkan dampak positif pengembangan masyarakat tanpa menaikkan biaya marjinal dalam melaksanakan bisnis. Pandangan perusahaan mengenai CSR sebagai modal investasi perusahaan didukung oleh Wibisono (2007) yang menyatakan bahwa dunia usaha di masa mendatang dapat memandang CSR bukan lagi sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center). Menurut Archie B. Caroll dalam Suharto (2007), Tanggung jawab Sosial Perusahaan secara konseptual dipahami sebagai bentuk kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines. Triple Bottom Lines dicetuskan oleh John Elkington yang menekankan economic prosperity, enviromental quality, dan social justice. Perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan, tapi juga harus terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan (Impresario, 2006). Triple Bottom Lines tersebut dikenal dengan 3P, yaitu: a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia, khususnya bagi warga sekitar perusahaan. c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati.
2.1.3 Paradigma Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut
Saidi
(2004),
Motivasi
perusahaan
dalam
melakukan
kedermawanan sosial dapat dijelaskan dalam tiga tahapan atau paradigma yang berbeda (Tabel 2.1), yaitu: a.
Corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan.
b.
Corporate philanthropy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya berasal dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
c.
Corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.
Hibah sosial adalah bantuan kepada suatu organisasi nirlaba untuk kegiatan sosial, pendidikan, sedekah, atau kegiatan lain yang melayani kemaslahatan masyarakat dengan hak pengelolaan hibah sepenuhnya pada penerima. Hibah sosial umumnya adalah untuk keperluan sesaat dan konsumtif. Hibah pembangunan adalah bantuan selektif kepada satu organisasi nirlaba yang menjalankan suatu kegiatan atau agenda yang sejalan dengan organisasi pemberi bantuan. Dapat pula dikatakan hibah sosial berangkat dari paradigma
kedermawanan sosial/sedekah sedangkan hibah pembangunan berangkat dari paradigma pengembangan masyarakat atau community development (Saidi, 2004).
Tabel 2.1. Paradigma Kedermawanan Sosial Perusahaan Tahapan
Charity
Philanthropy
Corporate Citizenship
Motivasi
Agama, tradisi, adat
Norma etika dan hukum universal: redistribusi kekayaan
Pencerahan diri rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi
Mengatasi sesaat
Mencari mengatasi masalah
Memberikan kontribusi masyarakat
masalah
dan akar
kepada
Pengelolaan
Jangka pendek, menyelesaikan masalah sesaat
Terencana, terorganisir, terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan
Pengorganisasian
Kepanitiaan
Yayasan/ dana abadi: profesionalisasi
Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain
Penerima Manfaat
Orang miskin
Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi
Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah (sosial maupun pembangunan) dan keterlibatan sosial
Inspirasi
Kewajiban
Kepentingan bersama
Sumber : Saidi (2004)
Perusahaan tidak hanya bertindak sebagai aktor ekonomi belaka, namun juga menempatkan dirinya sebagai aktor sosial yang juga berinteraksi dengan masyarakat sekitar (Zainal, 2006). Archie B. Carrol dalam Saidi (2004), mengembangkan satu konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Piramida ini terdiri atas empat jenjang tanggung jawab perusahaan. a. Tanggung jawab Ekonomis. Perusahaan haruslah menghasilkan laba. Sebuah perusahaan tentu harus memiliki nilai tambah sebagai prasyarat untuk berkembang. Laba adalah pondasi yang diperlukan bagi kehidupannya.
b. Tanggung jawab Legal. Dalam mencapai tujuannya mencari laba itu, sebuah perusahaan harus menaati hukum. c. Tanggung jawab Etis. Perusahaan menjalankan hal yang baik dan benar, adil, dan fair. Perusahaan harus menghindarkan diri dari praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Norma-norma masyarakat menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan. d. Tanggung jawab Filantropis. Ini mensyaratkan perusahaan untuk memberi kontribusi kepada publik. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas kehidupan semua.
Cara pandang perusahaan dalam menerapkan CSR dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu : a.
Sekadar basa-basi atau keterpaksaan. Artinya CSR hanya dipraktikkan lebih karena faktor eksternal (external driven). Berikutnya adalah Reputation
driven,
motivasi
pelaksanaan
CSR
adalah
untuk
(compliance).
CSR
mendongkrak citra perusahaan. b.
Sebagai
upaya
memenuhi
kewajiban
diimplementasikan karena memang ada regulasi hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena adanya market driven. Selain itu, terdapat motivasi untuk meraih penghargaan atau reward. c.
Compliance plus atau beyond compliance. CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sekadar ekonomi untuk mengejar profit, namun juga tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan
investasi
demi
pertumbuhan
dan
keberlanjutan
(sustainability) usaha.
Perusahaan dapat melaksanakan CSR baik melalui keterlibatan secara langsung, baik dengan perusahaan menyelenggarakan sendiri program CSR, ataupun melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan juga dapat bermitra dengan pihak lain dan ada juga yang bergabung dengan suatu konsorsium.
2.2 Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan program atau proyek sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematis dan objektif.
Soekartawi (1999) sebagaimana
dikutip Fauziah (2007) mengemukakan bahwa dalam menilai keefektifan suatu program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Klausmeier
dan
Goodwin
sebagaimana
dikutip
Fauziah
(2007)
mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses yang kontinyu di dalam memperoleh dan menginterpretasikan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas kemajuan peserta didik mencapai tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku.
Kedua definisi ini sama-sama ingin melihat perubahan yang terjadi setelah adanya program atau proyek. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan atau penerapan. Departemen Pertanian (1990) mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi program, yaitu : 1. Evaluasi Input Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program. 2. Evaluasi Output Evaluasi output adalah penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Contoh output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berperilaku (aras konatif) dan perubahan perilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatannya sehari-hari sehingga membentuk suatu pola.
3. Evaluasi Effect (efek) Evaluasi efek adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan output-output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru tampak setelah program selesai. 4. Evaluasi Impact (dampak) Evaluasi impact adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.
Berbeda dengan Departemen Pertanian yang mengemukakan empat tahapan evaluasi, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2007), hanya mengemukakan tiga jenis evaluasi untuk mengevaluasi suatu program, yaitu : 1.
Evaluasi Input Evaluasi ini menilai penggunaan segala sumber daya (orang, barang dan jasa) yang diukur dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran (output).
2.
Evaluasi Output Evaluasi pada tahap ini menilai sejauh mana barang atau yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan dapat mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program, serta kebijakan.
3.
Evaluasi Outcome Segala sesuatu yang mencerminkan keluaran (output) dari kegiatankegiatan dalam satu program disebut dengan outcome. Outcome biasanya diukur setelah beberapa saat tertentu, tergantung kepada jenis kegiatan yang dijalankan. Evaluasi outcome adalah penilaian terhadap hasil yang mencerminkan output program.
2.3 Pelatihan dan Evaluasi Pelatihan Pada hakekatnya setiap individu maupun kelompok selalu dituntut untuk belajar dan meningkatkan kemampuannya agar dapat mempertahankan hidupnya, karena dengan belajar akan menghasilkan perubahan, yaitu didapatnya kemampuan yang baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Salah satu peningkatan kemampuan ataupun proses belajar antara lain melalui kegiatan pelatihan. Pelatihan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu training. Kata “latihan” yang selama ini sering digunakan sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu exercise. Exercise atau “latihan” merupakan salah satu metode pengajaran, sehingga latihan sebenarnya tidak sama dengan pelatihan, karena pelatihan bermakna lebih dari sekedar latihan. Metode latihan bisa merupakan salah satu metode yang dipakai dalam suatu pelatihan. Menurut Inpres Nomor 15 tahun 1974 tentang Pelaksanaan Keppres Nomor 34 tahun 1972: Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan metodenya
mengutamakan praktik daripada teori. Hickerson dan Middleton (1975) secara sederhana mendefinisikan Pelatihan sebagai proses belajar yang dirancang untuk merubah penampilan atau keragaan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dari sikap yang diperlukan dalam melaksanakan tugas seseorang serta diharapkan akan dapat mempengaruhi penampilan kerja baik orang yang bersangkutan maupun organisasi tempat bekerja. Tracey (1977) mengemukakan beberapa komponen yang perlu dievaluasi dalam pelatihan. Konponen-komponen tersebut adalah: (1) Peserta Pelatihan; (2) Instruktur atau Pelatih; (3) Isi; (4) Urutan dan Alokasi Waktu; (5) Strategi, dan(6) Materi, Alat, dan Fasilitas Pelatihan. Leagans (1961) sebagaimana dikutip Purba (2006), mengemukakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Fasilitas Pelatihan Hamalik (2001) sebagaimana dikutip Wahyudi (2006) menyatakan bahwa fasilitas pelatihan merupakan bagian dari program pelatihan yang perlu disiapkan oleh tenaga yang berwenang dengan bantuan tenaga ahli di bidangnya. Komponen-komponen yang berasal dari fasilitas fisik yang mempengaruhi
efisiensi
belajar
seperti
yang
dinyatakan
oleh
Padmowihardjo (1994) sebagaimana dikutip Komalasari (2003) yaitu alat bantu pelatihan, alat peraga, ruangan dan perlengkapan, dan sarana mobilitas.
b. Pelatih Salah satu unsur program pelatihan yang menentukan efektivitas pelatihan adalah pelatih (instruktur). Pelatih memegang peranan yang penting karena pelatih yang akan membantu peserta pelatihan untuk menambah pengetahuan, merubah perilaku menjadi produktif dan meningkatkan kecakapan serta keterampilan mereka melalui kegiatan pelatihan. Pelatih harus dapat membuat peserta dapat saling berinteraksi dengan baik atau membuat terjadinya proses komunikasi banyak arah, bukan satu arah (Purba, 2006). c. Materi pelatihan Komponen-komponen
yang
berasal
dari
materi
pelatihan
yang
mempengaruhi efisiensi belajar dalam pelatihan adalah : banyaknya materi pelatihan; besarnya materi pelatihan; urutan mata ajaran; kualitas materi pelatihan, kegunaan materi pelatihan, dan
pengorganisasian materi
pelatihan (Padmowihardjo, 1994 sebagaimana dikutip Komalasari, 2003). d. Metode Metode adalah cara-cara atau prosedur yang digunakan fasilitator dalam interaksi belajar dengan memperhatikan seluruh sistem untuk mencapai suatu tujuan.
Karakteristik peserta pelatihan seperti jenjang pendidikan, pekerjaan, pengalaman bekerja, motivasi dan minat pribadi mempengaruhi aspek moral, intelektual tingkat berpikir dan pengetahuan. Padmowihardjo (1994) sebagaimana dikutip Komalasari (2003) menjelaskan mengenai berbagai sifat peserta yang
menentukan efektifitas belajar dalam pelatihan. Sifat-sifat tersebut antara lain : bakat; kematangan mental; kematangan fisik; sikap mental; kesehatan; umur dan kelamin. Berdasarkan uraian tersebut, karakteristik lulusan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed yang diduga berpengaruh terhadap dampak pelatihan adalah umur, pendidikan, pekerjaan atau pengalaman bekerja yang dilihat sebagai latar belakang pekerjaan, motivasi, dan ditambahkan juga status pernikahan. Lebih lanjut Tracey (1977) menjelaskan tentang Following Up Graduates yang digunakan untuk melihat apakah peserta pelatihan dari suatu sistem pelatihan menunjukkan kewajiban dan tugas pekerjaan mereka dengan profisiensi yang dapat diterima. Follow Up sangat penting bagi peserta pelatihan, instruktur atau pelatih, perancang sistem, manager pelatihan, dan manajemen lini. Untuk mengumpulkan data Follow Up dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara pertama adalah dengan On-site Follow Up yang dilakukan mengobservasi dan mewawancarai lulusan pelatihan, supervisor dan pihak manajemen. Cara kedua adalah dengan meminta laporan dari supervisor operasional. Cara ketiga dilakukan dengan survei melalui kuesioner.
2.4 Perubahan Perilaku Menurut
kajian
psikologi
dalam
perspektif
perilaku
(behavioral
perspective), Para "behaviorist" memasukkan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan "tanggapan" (responses), dan lingkungan ke dalam unit "rangsangan" (stimuli). Pelatihan merupakan proses “produksi perilaku”, karena peserta pelatihan sesudah mengikuti pelatihan harus memiliki nilai tambah berupa perubahan sikap dan atau sistem nilai, peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Hickerson dan Middleton (1975) perubahan mencakup tiga komponen perilaku antara lain : (1) pengetahuan (cognitive); (2) sikap (affective), dan (3) keterampilan (psychomotor). Hamalik (2001) menyatakan bahwa aspek pengetahuan adalah informasi yang tersimpan dan terstruktur. Aspek sikap, mengandung nilai-nilai, sikap perilaku dan perasaan sebagai dasar perilaku. Aspek keterampilan adalah serangkaian tindakan dengan tujuan untuk mengamati, mengungkapkan kembali, merencanakan dan melakukan, baik yang bersifat reproduktif maupun bersifat produktif. Bloom, et. al (1971) mengembangkan klasifikasi hasil atau tujuan belajar yang dikenal dengan Taksonomi Tujuan Belajar Bloom yaitu: a. Ranah Kognitif Mengklasifikasikan tujuan-tujuan yang meningkatkan kemampuan intelektual. Individu harus dapat lebih dari mengingat, menentukan permasalahan utama, dan kemudian memberikan umpan balik terhadap materi maupun ide, metode, atau prosedur yang telah dipelajari. •
Pengetahuan (Knowledge) Pada tahap ini individu dapat mengingat berbagai hal yang pernah dipelajarinya dan tersimpan dalam ingatannya. Berbagai hal ini dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan tersebut, digalipada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).
•
Pemahaman (Comprehension)
Pada tahap ini individu mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dan arti berbagai hal yang pernah dilakukan dan dipelajarinya.
Ditunjukkan
dengan
kemampuan
individu
menerangkan, menerjemahkan, dan menginterpretasikan sesuatu yang dilihat dan didengarnya dengan menggunakan kata-kata sendiri. •
Penerapan (Application) Kemampuan individu untuk mengapplikasikan (dalam pikiran) apa yang telah dipelajari (kaidah atau metode bekerja) pada kondisi yang berbeda atau konkret dan baru.
•
Analisa (Analysis) Mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.
•
Sintesa (Synthesis) Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian yang dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru.
•
Evaluasi (Evaluation) Individu dinyatakan dapat memberikan penilaian terhadap sesuatu atau membanding keunggulan atau kelemahan sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.
b. Ranah Afektif Kategori tujuan yang meningkatkan kemampuan merasakan, emosi, atau derajat penerimaan atau penolakan. •
Penerimaan (Receiving) Mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu.
•
Menanggapi (Responding) Mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
•
Penilaian (Valuing) Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.
•
Organisasi (Organization) Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
•
Menghayati Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi dan menjadi pegangan nyata dan jenis dalam mengatur kehidupannya sendiri.
c. Ranah Psikomotorik Hasil belajar ini direfleksikan dalam bentuk kecepatan, ketepatan, kekuatan, dan kemulusan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas tertentu.
2.5 Kepuasan Kerja Hasibuan (1997) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap dan emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu pegawai berbeda standar kepuasannya. Menurut Handoko
(1994) sebagaimana dikutip Faudji (2005),
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2002) adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaannya melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan
pengembangan
karier,
hubungan
dengan
pegawai
lainnya,
penempatan kerja, jenis pekerjaan, sruktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja (Mangkunegara, 2002) yaitu: a. Faktor Pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Umar
(2005)
menyebutkan
bahwa
kepuasan
karyawan
terhadap
pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor berdasarkan Job Description Index (JDI)
meliputi
pembayaran,
pekerjaan
itu
sendiri,
promosi
pekerjaan,
kepenyeliaan dan rekan kerja. Menurut Hasibuan (1997), kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Balas jasa yang adil dan layak b. Penempatan yang tepat dan sesuai dengan keahlian c. Berat ringannya pekerjaan d. Suasana dan lingkungan pekerjaan e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinan g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak
Panggabean (2004) sebagaimana dikutip Hamdani (2006) membagi variabel-variabel kepuasan kerja dalam tiga kelompok, yaitu: a. Karakteristik pekerjaan terdiri dari keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, keberartian tugas, otonomi dan umpan balik. b. Karakteristik organisasi mencakup skala usaha, kompleksitas, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran, lamanya beroperasi, usia kelompok kerja dan kepemimpinan. c. Karakteristik individu terdiri dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan dan jumlah tanggungan.
Mangkunegara (2002) menjelaskan mengenai kompensasi yang ditujukan untuk menjamin keadilan baik secara eksternal maupun internal karyawan. Kompensasi meliputi bentuk pembayaran tunai langsung, pembayaran tidak langsung dalam bentuk manfaat karyawan, dan insentif untuk memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk mencapai produktivitas yang semakin tinggi. Kompensasi mengandung arti tidak sekadar hanya dalam bentuk finansial saja, seperti yang langsung berupa gaji, upah, komisi, bonus, serta tidak langsung berupa asuransi, bantuan sosial, uang cuti, uang pensiun, pendidikan, dan sebagainya, tetapi juga bukan bentuk finansial. Bentuk ini berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Bentuk pekerjaan berupa tanggung jawab, perhatian, kesempatan dan penghargaan, sementara bentuk lingkungan pekerjaan berupa kondisi kerja, pembagian kerja, status dan kebijakan. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan cerminan perasaan pegawai yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaannya yang nampak dalam sikap kepositifan dan kenegatifan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja dapat kita simpulkan sebagai berikut : a. Pekerjaan, menyangkut penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian dan berat ringannya pekerjaan. b. Kompensasi, menyangkut balas jasa yang adil dan layak meliputi gaji, tunjangan,
asuransi,
kesempatan
untuk
promosi
jabatan
ataupun
penghargaan atas suatu prestasi. c. Kondisi kerja, menyangkut peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan atau fasilitas kerja dan suasana atau lingkungan kerja.
d. Hubungan antar pribadi, menyangkut kedekatan, pemberian semangat dan dorongan sesama rekan kerja. Hubungan dengan atasan atau pimpinan, menyangkut kedekatan, kesempatan untuk memberikan usul/ide/saran kepada atasan dan apresiasi terhadap usul/ide/saran yang diberikan.
2.6 Produktivitas Kerja Produktivitas kerja dapat diartikan sebagai suatu ukuran sejauh mana sumber-sumber daya digabungkan dan dipergunakan dengan baik dapat mewujudkan
hasil-hasil
tertentu
yang
diinginkan
(Atmosoprapto
2000
sebagaimana dikutip Faudji, 2005) . Secara filosofis, produktivitas mempunyai pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Umar, 2005). Produktivitas diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa dan dipengaruhi oleh (Simanjuntak, 1985): a. Menyangkut kualitas dan kemampuan seorang karyawan yang dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik b. Sarana pendukungnya •
lingkungan kerja : tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, sarana dan peralatan produksi serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri.
•
kesejahteraan : sistem pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan kelangsungan kerja.
c. Supra sarana yang terdiri dari : kebijakan pemerintah, hubungan antara pengusaha dan pekerja dan kemampuan manajemen perusahaan.
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Penelitian Mulyadi (2007) yang berjudul Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Usaha Pengembangan Masyarakat, di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, membahas mengenai tanggung jawab sosial PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (PT Telkom) dalam usaha pengembangan masyarakat. Pelaksanaan tanggung jawab sosial PT Telkom didasari motif altruisme dan membentuk citra positif. Pelaksanaan tersebut belum berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Masyarakat penerima program kemitraan dan bina lingkungan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengelolaan program masih bersifat jangka pendek dan menyelesaikan masalah sesaat, sehingga program tanggung jawab sosial Telkom masih berada pada lingkup community service. Penelitian Setianingrum (2007) yang berjudul Analisis Community Development sebagai Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di PT ISM Bogasari Four Mills, Jakarta, menyatakan bahwa program CSR yang dilaksnakan Bogasari lebih bersifat charity. Bogasari juga telah mengarahkan program CSR ke arah pengembangan masyarakat, dengan menerapkan prinsip partisipasi dan pemberdayaan. Penelitian Purba (2006) yang berjudul Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat PT Astra International Tbk, Kasus Kelompok Kerja Daur Ulang
Kertas, membahas mengenai program pengembangan masyarakat PT Astra dengan pembentukan Kelompok Kerja Daur Ulang Kertas melalui pelatihan. Pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Astra telah memberi tambahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta pelatihan. Para peserta baru mengetahui cara mendaur ulang kertas setelah mengikuti pelatihan. Faktor karakteristik individu yang berhubungan dengan perubahan pengetahuan adalah jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan motivasi mengikuti pelatihan. Usia tidak ada hubungan dengan perubahan pengetahuan peserta. Usia, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan motivasi mengikuti pelatihan berhubungan dengan sikap peserta. Jenis kelamin tidak berhubungan
dengan
sikap
peserta.
Faktor
keragaman
pelatihan
yang
berhubungan dengan perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) adalah kelengkapan fasilitas, relevansi materi pelatihan, kemampuan pelatih, dan relevansi metode pelatihan. Karakteristik inovasi ada hubungannya dengan keputusan adopsi inovasi daur ulang kertas. Alasan responden mengadopsi inovasi adalah untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang positif, membuat daur ulang tidak rumit, solidaritas sesama teman dan adanya dampingan pemasaran oleh PT Astra International Tbk. Alasan responden tidak mengadopsi adalah menjadi anggota Pokja tidak mendapat penghasilan tetap, tidak sebanding dengan pengorbanan waktu.
2.8 Kerangka Pemikiran Kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia didasari atas UU No.40 tahun 2007, pasal 74. Upaya tanggung jawab sosial tersebut merupakan bagian dari sinergitas antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mewujudkan rumusan MDGs. Perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan didasari atas beberapa prinsip yang disebut triple bottom lines. Konsep tersebut meliputi tangung jawab perusahaan untuk mendapatkan laba (Profit), tanggung jawab terhadap kesejahteraan manusia (People), dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup (Planet). Setiap perusahaan memiliki kebijaksanaan tersendiri dalam memenuhi kewajiban tersebut. Kebijaksanaan ini berkaitan dengan paradigma yang akan dianut perusahaan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Terdapat tiga paradigma yang dianut perusahaan, yaitu charity, philantrophy, dan corporate citizenship. Masing-masing memiliki perbedaan dan konsep-konsep yang berbeda-beda dan akan mempengaruhi bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Kebijaksanaan perusahaan akan menentukan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan. Bentuk-bentuk yang beragam program tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, diharapkan tepat sasaran, bermanfaat, efisien, dan efektif baik bagi stakeholders perusahaan, khususnya masyarakat dan perusahaan itu sendiri. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang melaksanakan program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Keberlanjutan program ini adalah dengan menyalurkan lulusan pelatihan kepada beberapa perusahaan garmen di sekitar Kota Semarang,
untuk dijadikan karyawan atau buruh garmen. Pelaksanaan program pelatihan ini melibatkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang dan LPK ASA Group Semarang. Program ini bertujuan untuk mengurangi pengangguran di wilayah Kota Semarang dengan mempersiapkan tenaga kerja siap pakai, khususnya di bidang garmen. Evaluasi Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku peserta pelatihan dan melihat seberapa besar kepuasan kerja dan produktivitas lulusan pelatihan di perusahaaan dimana ia bekerja. Perubahan perilaku peserta Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dipengaruhi oleh karakteristik individu (peserta pelatihan) yang mencakup usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja sebelum mengikuti pelatihan, dan motivasi mengikuti pelatihan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor keragaan pelatihan yang meliputi instruktur atau pelatih, materi pelatihan, metode pelatihan dan fasilitas pelatihan.
Hal-hal tersebut
merupakan input dan proses pelatihan yang akan mempengaruhi perubahan perilaku pelatihan. Output pelatihan berupa perubahan perilaku pelatihan sesudah pelatihan, yang menunjukkan kemampuan mereka menggunakan Mesin Jahit High Speed dan memahami materi pelatihan. Outcome pelatihan berupa penempatan kerja yang akan menghasilkan perubahan perilaku setelah bekerja. Selanjutnya akan dilihat effect program pelatihan terhadap produktivitas kerja di perusahaan dan hubungannya dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja diukur dari pekerjaan, kompensasi, kondisi kerja, hubungan antar pribadi. Produktivitas dilihat dari kualitas dan kemampuan kerja dalam menghasilkan barang atau jasa, yang dapat
dilihat dengan menilai apakah peserta pelatihan dari suatu sistem pelatihan menunjukkan kewajiban dan tugas pekerjaan mereka dengan profisiensi yang dapat diterima (following up graduates) di tempat mereka bekerja. Produktivitas kerja dinilai oleh supervisor. Konsep input, output, outcome, dan effect yang digunakan dalam penelitian ini,
menggunakan gabungan konsep yang
dikemukaan oleh Departemen Pertanian (1990) dan konsep yang dikemukakan oleh Depperindag (2007). Konsep berpikir yang telah diuraikan sebelumnya disajikan dalam gambar kerangka pemikiran sebagai berikut :
INDIVIDU KARAKTERISTIK a. Usia b. Status Perkawinan c. Pengalaman Kerja d. Latar Belakang e.
EFFECT KEPUASAN KERJA a. Pekerjaan b. Kompensasi c. Kondisi Kerja d. Hubungan antar pribadi
Pendidikan Motivasi Mengikuti Pelatihan OUTPUT Perubahan Perilaku Sesudah Pelatihan
OUTCOME: Perubahan Perilaku Setelah Bekerja PRODUKTIVITAS KERJA
KERAGAAN PELATIHAN a. Instruktur atau Pelatih b. Fasilitas Pelatihan c. Materi Pelatihan
Keterangan :
d. Metode Pelatihan
Mempengaruhi
KEBIJAKSANAAN DAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero)
2.9 Hipotesis Kerja 1.
Perubahan perilaku peserta pelatihan sesudah pelatihan (output) dipengaruhi
oleh
faktor
karakteristik
individu
(usia,
status
perkawinan, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan motivasi mengikuti pelatihan) dan keragaan pelatihan (instruktur atau pelatih, materi pelatihan, metode pelatihan dan fasilitas pelatihan). 2.
Perubahan perilaku peserta pelatihan setelah bekerja (outcome) dipengaruhi oleh perubahan perilaku peserta pelatihan sesudah pelatihan (output).
3.
Produktivitas kerja (effect) dipengaruhi oleh perubahan perilaku peserta pelatihan setelah bekerja (outcome), dan dipengaruhi oleh kepuasan kerja.
2.10
Definisi Operasional Beberapa definisi operasional dari konsep-konsep yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Karakteristik individu adalah ciri-ciri pribadi individu peserta Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed yang dapat menggambarkan keadaan para peserta pelatihan. Karaketeristik individu dalam penelitian ini mencakup usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan motivasi mengikuti pelatihan.
1. Usia adalah lama waktu hidup peserta pelatihan sejak dilahirkan sampai pada saat pelatihan dilaksanakan, diukur dalam tahun. Dikategorikan menjadi : •
Muda (18-20 tahun), diberi skor 1
•
Dewasa (21-24 tahun), diberi skor 2
2. Status Perkawinan adalah keterangan diri mengenai perkawinan peserta pelatihan saat pelatihan berlangsung. Dikategorikan menjadi Belum Menikah (1) dan Menikah (2). 3. Latar belakang pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh responden pada saat pelatihan dilaksanakan. Dikategorikan menjadi: •
SLTP/ sederajat diberi skor 1
•
SLTA/sederajat diberi skor 2
4. Pengalaman Kerja adalah aktivitas ekonomi yang sedang atau pernah dilakukan responden pada saat sebelum pelatihan berlangsung. Dikategorikan menjadi : •
Tidak Bekerja diberi skor 1
•
Bekerja Non Garmen diberi skor 2
•
Bekerja di Garmen diberi skor 3
5. Motivasi
adalah
kebutuhan
yang
dirasakan
seseorang
yang
mendorongnya mengikuti Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed. Dikategorikan menjadi : •
Menambah Keterampilan diberi skor 1
•
Mendapat Pekerjaan diberi skor 2
•
Menambah Keterampilan dan Mendapat Pekerjaan diberi skor 3
6. Keragaan Pelatihan adalah komponen-komponen yang terdapat dalam pelatihan (instruktur atau pelatih, materi pelatihan, metode pelatihan dan fasilitas pelatihan). Diukur dengan memberikan pertanyaan mengenai penilaian peserta pelatihan terhadap keragaan pelatihan, mulai dari “sangat setuju” dengan skor 4, “setuju” dengan skor 3, “tidak setuju” dengan skor 2, dan “sangat tidak setuju” dengan skor 1. a. Instruktur atau Pelatih adalah orang yang menyampaikan materi kepada peserta pelatihan, dinilai melalui: penguasaan dan penyampaian materi, kemampuan mengajar, dan kemampuan menjalin komunikasi dengan peserta. Diukur dengan memberikan empat pertanyaan yang masing-masing diberi skor 1-4 oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total pada setiap jawaban. Dengan demikian
skor maksimum adalah 16 dan skor minimum
adalah 4. Dengan menggunakan jarak interval, dikategorikan menjadi :
b. Fasilitas
•
Tidak Mampu, apabila skor responden 4-9
•
Mampu, apabila skor responden 10-16 Pelatihan
:
tingkat
kelayakan
pakai,
dan
kelengkapan alat dan bahan pelatihan. Tingkat ketersediaan fasilitas diukur melalui skor penilaian peserta pelatihan tentang kelengkapan dan kondisi alat dan bahan pelatihan,
dan suasana ruang. Diukur dengan memberikan tiga pertanyaan yang masing-masing diberi skor 1-4 oleh responden kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total pada setiap jawaban. Dengan demikian skor maksimum adalah 12 dan skor minimum adalah 3. Dengan menggunakan jarak interval, dikategorikan menjadi : •
Tidak Lengkap dan Tidak Layak, apabila skor responden 3-7
•
Lengkap dan Layak, apabila skor responden 8-12
• Materi Pelatihan : menyangkut relevansi materi yang dilihat berdasarkan pernyataan peserta pelatihan terhadap kesesuaian materi yang diberikan dalam pelatihan dengan tujuan perubahan perilaku yang ingin dicapai. Diukur dengan memberikan empat pertanyaan yang masing-masing diberi skor 1-4 oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total pada setiap jawaban. Dengan demikian
skor maksimum adalah 16 dan skor minimum
adalah 4. Dengan menggunakan jarak interval, dikategorikan menjadi : •
Tidak Relevan, apabila skor responden 4-10
•
Relevan, apabila skor responden 11-16
• Metode Pelatihan: relevansi dan pelaksanaan cara atau teknik yang digunakan dalam penyampaian materi pelatihan. Diukur dengan
memberikan
skor
penilaian
peserta
terhadap
kesesuaian materi serta pelaksanaan metode pelatihan. Diberikan dua pertanyaan yang masing-masing diberi skor 14 oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai total pada setiap jawaban. Dengan demikian
skor
maksimum adalah 8 dan skor minimum adalah 2. Dengan menggunakan jarak interval, dikategorikan menjadi : •
Tidak Relevan, apabila skor responden 2-5
•
Relevan, apabila skor responden 6-8
7. Perubahan Perilaku adalah perbedaan tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan menurut persepsi peserta pelatihan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan teknik recall kepada lulusan pelatihan, dengan hanya mengukur perbedaan tingkat pengetahuan dan keterampilan. Perubahan perilaku sesudah pelatihan merupakan output pelatihan. Perubahan perilaku setelah bekerja merupakan outcome pelatihan. Perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan
menurut
persepsi
peserta
pelatihan,
dinilai
dengan
memberikan 10 soal perbandingan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan. Skor maksimum 30 dan skor minimum 0. Dengan menggunakan jarak interval dikategorikan menjadi: •
Rendah, apabila skor responden 0-14
•
Tinggi, apabila skor responden 15-28
Perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan menurut persepsi peserta pelatihan, dinilai dengan memberikan 11 pertanyaan. Skor
maksimum 33 dan skor minimum 0. Dengan mengunakan jarak interval sehingga dikategorikan menjadi : •
Rendah, apabila skor responden 0-16
•
Tinggi, apabila skor responden 17-33
8. Perubahan perilaku setelah bekerja merupakan perubahan dari sejak lulus dari pelatihan dan kemudian bekerja, menurut persepsi lulusan pelatihan. Perubahan tingkat pengetahuan setelah bekerja menurut persepsi lulusan pelatihan,
diinilai dengan memberikan 10 soal
perbandingan antara pengetahuan sesudah pelatihan dan setelah bekerja. Skor maksimum 30 dan skor minimum -30. Adanya tanda minus
menunjukkan
penurunan
tingkat
pengetahuan.
Dengan
menggunakan jarak interval dikategorikan menjadi: • Rendah , apabila skor responden (-30)-0 •
Tinggi, apabila skor responden 1-30
Perubahan tingkat keterampilan setelah bekerja menurut persepsi lulusan pelatihan diinilai dengan memberikan 11 soal perbandingan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan. Skor maksimum 33 dan skor minimum -33. Adanya tanda minus menunjukkan penurunan tingkat
keterampilan.
Dengan
menggunakan
jarak
interval
dikategorikan menjadi: • Rendah , apabila skor responden (-33)-0 • Tinggi, apabila skor responden 1-33 9. Kepuasan
Kerja
adalah
cerminan
perasaan
pegawai
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaanya yang
nampak dalam sikap kepositifan dan kenegatifan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Diukur dengan memberikan pertanyaan mengenai penilaian lulusan pelatihan yang telah bekerja terhadap pekerjaanya, mulai dari “sangat setuju/sangat puas” dengan skor 4, “setuju/puas” dengan skor 3, “tidak setuju/tidak puas” dengan skor 2, dan “sangat tidak setuju/sangat tidak puas” dengan skor 1. Diukur dengan memberikan 15 pertanyaan, yang masing-masing diberi skor 1-4 oleh responden. Kepuasan kerja tersebut meliputi Pekerjaan, Kompensasi, Kondisi Kerja, dan Hubungan Antar Pribadi. 10. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Pengukuran dilakukan berdasarkan penilaian karyawan terhadap penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan pekerjaan, dan berat ringannya pekerjaan. Diberikan tiga pertanyaan, dengan skor maksimum 12 dan skor minimum 3. Dengan menggunakan jarak interval dikategorikan menjadi: •
Tidak Puas , apabila skor responden 3-7
•
Puas, apabila skor responden 8-12
11. Kompensasi, menyangkut balas jasa yang adil dan layak. Pengukuran dilakukan berdasarkan penilaian karyawan terhadap gaji, tunjangan, asuransi, kesempatan untuk promosi jabatan ataupun penghargaan atas suatu prestasi. Diberikan empat pertanyaan, dengan skor maksimum 16 dan skor
minimum 4. Dengan
dikategorikan menjadi :
menggunakan jarak interval
•
Tidak Puas, apabila skor responden 4-10
•
Puas, apabila skor responden 11-16
12. Kondisi kerja adalah suasana dalam lingkungan kerja. Pengukuran dilakukan berdasarkan penilaian karyawan terhadap peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan atau fasilitas kerja dan suasana atau lingkungan kerja. Diberikan dua pertanyaan, dengan skor maksimum 8 dan skor
minimum 2. Dengan
menggunakan jarak interval
dikategorikan menjadi : •
Tidak Puas , apabila skor responden 2-5
•
Puas, apabila skor responden 6-8
13. Hubungan antar pribadi adalah interaksi yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Pengukuran dilakukan berdasarkan hubungan antar sesama rekan, menyangkut kedekatan, pemberian semangat dan dorongan sesama rekan kerja. Hubungan dengan atasan atau pimpinan, menyangkut kedekatan, kesempatan untuk memberikan usul/ide/saran kepada atasan dan apresiasi terhadap usul/ide/saran yang diberikan. Diberikan lima pertanyaan, dengan skor maksimum 20 dan skor minimum 5. Dengan menggunakan jarak interval dikategorikan menjadi : •
Tidak Puas, apabila skor responden 5-12
•
Puas, apabila skor responden 13-20
14. Produktivitas kerja adalah
tingkatan efisiensi dalam memproduksi
barang-barang atau jasa-jasa. Diukur dengan penilaian supervisor lulusan pelatihan dengan memberikan satu pertanyaan mengenai
produktivitas kerja lulusan dibandingkan dengan karyawan lain yang berasal bukan dari pelatihan mulai dari “luar biasa” dengan skor 5, “diatas rata-rata” dengan skor 4, “rata-rata” dengan skor 3, “dibawah rata-rata” dengan skor 2, dan “tidak memuaskan” dengan skor 1.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif serta didukung oleh data kualitatif. Evaluasi Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dilakukan pada tahap output, outcome dan effect melalui metode kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara terstruktur. Tujuannya adalah untuk mengamati setiap variabel dan melihat hubungan antar variabel. Kuesioner yang diberikan merupakan kuesioner tertutup dan semi terbuka. Pemberian kuesioner tersebut dilakukan pada tahap input dan pada tahap effect. Pada tahap output dan outcome, digunakan teknik recall, dengan menggunakan kuesioner. Pengisian kuesioner melalui wawancara terbimbing (guided interview) dilakukan pada tahap effect untuk mengukur produktivitas kerja lulusan pelatihan yang dinilai oleh supervisor. Perbedaan pendekatan penelitian saat mengevaluasi output, outcome dan effect terjadi karena pelatihan berlangsung pada tahun 2006 hingga Mei 2008, sementara pemberian kuesioner berlangsung pada bulan Mei dan Juni 2008, sehingga diperlukan teknik recall. Selain itu, LPK ASA Group sebagai pelaksanan pelatihan, tidak melakukan pre-test maupun post-test kepada peserta pelatihan. Penilaian akhir melalui simulasi tes masuk garmen juga tidak dilakukan berdasarkan standar penilaian yang baku dan tidak tercatat, sehingga recall dilakukan berdasarkan persepsi responden. Data kualitatif yang diperoleh dalam
penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan bersifat melengkapi data kuantitatif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero), Cabang Semarang, yang terletak di Kota Semarang, Jawa Tengah. Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penelusuran kepustakaan media cetak, internet, televisi dan penjajagan awal untuk mendapat informasi-informasi dari narasumber tertentu mengenai perusahaan-perusahaan yang telah melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja. Lokasi tersebut dipilih karena PT Jamsostek merupakan salah satu BUMN yang melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. PT Jamsostek juga merupakan penerima penghargaan Annual Report Award 2006, yang salah satu kriteria penilaian Good Corporate Governance adalah dengan mewujudkan tanggung jawab sosial kepada para stakeholders. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan bulan Juni 2008, rincian kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara mendalam kepada responden dan informan, memberikan kuesioner kepada responden serta dengan melakukan observasi lapang. Observasi lapang dilakukan dengan melakukan pengamatan saat pendaftaran di Disnakertrans Kota Semarang, ketika pelatihan
berlangsung, dan saat berada di lingkungan perusahaan responden bekerja. Data respon sebagian besar menggunakan Skala Likert, karena skala ini memberi peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan. Skala Likert memberikan pilihan jawaban yang berjenjang, maka setiap pilihan jawaban bisa diberi skor. Wawancara mendalam merupakan teknik pengambilan data dengan melakukan percakapan dua arah dalam suasana kesetaraan dan akrab. Dengan melakukan wawancara mendalam dimaksudkan adalah “temu muka berulang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya ataupun situasi sosial sebagaimana yang ia ungkapkan dalam bahasanya sendiri. Analisis data sekunder digunakan untuk mendapatkan jawaban serta data yang dapat dipertangungjawabkan secara hukum baik berupa dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Analisis data sekunder diperoleh dari kajian literatur dari dokumen tentang kondisi umum daerah penelitian dan data pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil analisis data sekunder tersebut dikaitkan dengan konsep dan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, informan adalah pihak manajemen PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang khususnya yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dan berhubungan dengan kepentingan masyarakat, Disnakertrans Kota Semarang dan LPK ASA Group Semarang. Informan yang dipilih untuk mengetahui produktivitas kerja
lulusan pelatihan adalah supervisor lulusan pelatihan yang telah bekerja di perusahaan garmen. Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dilaksanakan pada tahun 2006 hingga 2008. Pada tahun 2006 terdapat 120 orang peserta pelatihan (satu tahap dengan satu angkatan), pada tahun 2007 terdapat 600 orang peserta pelatihan (tiga tahap dengan lima angkatan) dan tahun 2008 terdapat 120 orang peserta pelatihan (satu angkatan hingga Mei 2008). Total jumlah peserta pelatihan hingga bulan Mei 2008 adalah 840 orang peserta pelatihan, namun dalam setiap angkatan tidak semua peserta pelatihan yang telah lulus dapat ditempatkan ke perusahaan garmen yang telah ditetapkan. Ada yang berhenti bekerja ataupun kontrak kerja mereka tidak diperpanjang, sehingga responden yang dipilih adalah peserta pelatihan yang berhasil ditempatkan di perusahaan garmen setelah pelatihan selesai dan hingga saat penelitian berlangsung masih berstatus sebagai buruh atau karyawan perusahaan garmen. Responden dipilih dari lulusan pelatihan yang telah bekerja di empat perusahaan. Perusahaan tersebut adalah PT Morich Indo Fashion, PT SC Enterprises, PT Samwon Busana Indonesia, dan PT Honey Lady Utama. Jumlah responden adalah 30 orang. Pemilihan keempat perusahaan dan responden dipilih secara sengaja karena kemudahan akses penelitian.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk dapat menjelaskan kebijakan dan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Pesero), serta keberhasilan program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High
Speed, dinilai dari output, outcome dan effect pelatihan. Data yang diolah dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis data kuantitatif diperoleh dari kuesioner dan data sekunder terkait yang telah diolah sesuai dengan tujuan pengumpulan data tersebut. Data primer yang berhasil dikumpulkan terlebih dahulu diolah dan ditabulasikan. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Selanjutnya, data kuantitatif yang telah ditampilkan dalam tabulasi silang dilakukan pengujian statistik dengan Korelasi Rank Spearman untuk data dengan skala minimal ordinal, dan dengan uji statistik non parametrik Chi Square untuk data dengan skala minimal nominal pada taraf nyata (α) 0,05, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk dapat melihat kasus yang terjadi. Pengolahan dan analisis data masing-masing variabel akan diproses dengan menggunakan software SPSS 13.0. dan Microsoft Excel 2007. Penyajian data kuantitatif tersebut didukung dengan analisa kualitatif, sehingga memperoleh hasil analisa data yang lebih baik.
3.5.1 Uji Validitas Uji validitas kuesioner digunakan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati. Umar (2003) menjelaskan langkah-langkah pengujian validitas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. 2. Melakukan uji coba pengukuran tersebut pada sejumlah responden. 3. Mempersiapkan tabulasi.
4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan skor total memakai rumus teknik korelasi Pearson Product Moment sebagai berikut :
Keterangan:
r = nilai koefisien korelasi Pearson n = jumlah responden x = skor pertanyaan y = skor total
Uji validitas kuesioner dilakukan pada 30 responden dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Hasil uji validitas menunjukkan seluruh pertanyaan kuesioner penelitian untuk dinyatakan valid. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi lebih besar dari 0,361 (r tabel untuk n= 30 pada selang kepercayaan 95%). Berdasarkan hasil uji validitas dari 13 pertanyaan penelitian bagian Keragaan Pelatihan, dinyatakan bahwa semua pertanyaan valid. Pertanyaan penelitian bagian Kepuasan Kerja terdiri dari 15 pertanyaan, dan terdapat satu pertanyaan yang tidak valid, sehingga
pertanyaan tersebut dihilangkan.
Pertanyaan yang dihilangkan adalah salah satu pertanyaan dari tiga pertanyaan mengenai kondisi kerja. Setiap pertanyaan mengenai perubahan perilaku sebelum dan sesudah pelatihan, serta perubahan perilaku sesudah pelatihan dan setelah
bekerja dinyatakan valid. Hasil uji validitas kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.5.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui derajat ketepatan, ketelitian keakuratan dan keterandalan alat ukur (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian. Teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach’s Alpha, dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : r11= Reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan = Jumlah varians butir = varians total
Hasil uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui dihitung dengan bantuan software SPSS 13.0 for Windows. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai Cronbach’s Alpha pada setiap bagian pertanyaan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Pertanyaan
r hit Cronbach’s Alpha
Keragaan Pelatihan
0,8478
Perubahan Pengetahuan Sebelum Pelatihan dan Sesudah Pelatihan
0,9475
Perubahan Pengetahuan Sesudah Pelatihan dan Setelah Bekerja
0,9561
Perubahan Keterampilan Sebelum Pelatihan dan Sesudah Pelatihan
0,9623
Perubahan Keterampilan Sesudah Pelatihan dan Setelah Bekerja
0,9512
Kepuasan Kerja
0,9140
Sumber : Hasil Pengolahan dan Analisis Data Penelitian (2007)
Secara umum, dari hasil perhitungan di atas didapat bahwa kuesioner yang disebarkan reliabel. Bahkan, sebagian besar bagian pertanyaan penelitian menunjukkan angka reliabilitas lebih besar dari 0,9 yang berarti bahwa kuesioner tersebut sangat reliabel.
3.5.3 Uji Chi Square Analisis Chi Square merupakan analisis statistik non parametrik, dengan menggunakan skala nominal dan ordinal dalam bentuk angka dan frekuensi yang berupa data skor (Iskandar, 2008). Hasil uji Chi Square menghasilkan nilai Asympyotyc Significance (Asymp. Sig.) yang menunjukkan ada tidaknya hubungan antara dua faktor yang diteliti, dan kemudian diperbandingkan dengan nilai α (0,05). Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp. Sig. adalah Asymp. Sig. lebih kecil dari nilai α (0,05), maka Ho ditolak, dimana: Ho
: Tidak terdapat perbedaan antara tingkat perubahan perilaku (pengetahuan dan keterampilan) sebelum dan sesudah pelatihan dengan variabel-variabel karakteristik individu.
H1
:
Terdapat
perbedaan
antara
tingkat
perubahan
perilaku
(pengetahuan dan keterampilan) sebelum dan sesudah pelatihan dengan variabel-variabel karakteristik individu. Rumus Uji Chi Square :
Keterangan : x2 = Chi Square fo = Frekuensi hasil observasi fe = Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian, dengan membagikan jumlah subyek dalam sampel kategori subyek.
3.5.4 Uji Korelasi Rank Spearman Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak memerlukan prasyarat data terdistribusi normal. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan terikat yang berskala ordinal (non parametrik). Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-). Korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat juga besar. Korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel bersifat tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Rumus Korelasi Rank Spearman :
Keterangan : rs = Nilai koefisien Rank Spearman di = Disparitas (x1-x2) n = Banyaknya Pengamatan
Hasil uji Korelasi Rank Spearman juga menghasilkan nilai probabilitas atau p-value. Jika p-value lebih kecil dari nilai α (0,05), maka tolak Ho, dimana: Ho
: Tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel yang diuji.
H1
: Terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel yang diuji.
BAB IV PROFIL PT JAMSOSTEK (PERSERO)
4.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT Jamsostek (Persero) merupakan salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial menurut Undang-undang Republik Indonesia No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. BUMN lain yang ditugaskan menyelenggarakan program jaminan sosial adalah PT ASKES, PT ASABRI, dan PT TASPEN. PT ASKES bertugas memberikan jaminan atau asuransi kepada Pegawai Negeri Sipil, khususnya di bidang kesehatan. PT ASABRI merupakan penyelenggara jaminan sosial bagi Anggota ABRI/TNI, sedangkan PT TASPEN merupakan perusahaan asuransi untuk pensiunan pegawai negeri. PT Jamsostek (Persero) sendiri adalah penyelenggara jaminan sosial bagi karyawan perusahaan atau swasta. Perlindungan Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja dimulai pada tahun 1947 dengan dikeluarkannya UU No. 33 tahun 1947 jo UU No. 2 tahun 1951, tentang kecelakaan kerja, dan mewajibkan pengesahan pembayaran ganti rugi kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. Hal tersebut didukung dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perburuhan No. 15/1957, yang mengatur tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial buruh, dan dilaksanakan oleh Yayasan Sosial Buruh. Melalui Keputusan Menteri Perburuhan No. 5/1969, dibentuk Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS) untuk melaksanakan program asuransi sakit, hamil, melahirkan dan meninggal dunia. Program ini diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3/1967 yang kepesertaannya secara sukarela. Disamping itu, YDJS juga melaksanakan
program-program hari raya, cuti, sakit, dan meninggal dunia bagi pekerja yang bekerja pada pemborong di PT Caltex Pacific Indonesia, yang diatur dengan Peraturan Direkur Hubungan Perburuhan No. 4/1968. Setelah itu diterbitkan UU No. 14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja mengatur tentang penyelenggaraan/asuransi sosial bagi tenaga kerja beserta keluarganya, yang pelaksanaannya akan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 1970, YDJS menyelenggarakan asuransi kecelakaan kerja bagi tenaga kerja sektor konstruksi yang diatur melalui Surat Keputusan Gubernur. YDJS juga ditunjuk sebagai penyelenggara program-program yang berkaitan dengan hari raya, cuti, sakit, kecelakaan kerja, meninggal dunia bagi tenaga kerja yang bekerja pada pemborong di sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Hal ini diputuskan berdasarkan SKB Menaker dan Menteri Pertambangan No. 660/kpts/Men/1975 dan No. 205/Kpts/M/Pertamb/1975. Pada tanggal 5 Desember 1977, pemerintah menerbitkan PP No. 33/1977 tentang Pelaksanaan Program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program Astek. Bersamaan dengan itu, diterbitkan pula PP No.34/1977 tentang Perum Astek sebagai badan penyelenggara program Astek. Program yang ditangani masih terbatas pada Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK), Asuransi Kematian (AK), dan Tabungan Hari Tua (THT). Pada tahun 1990, status Astek sebagai Perum kemudian berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) melalui PP No. 19/1990. Pada tahun yang sama, Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Permen No. 40/1990 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja (JPKTK). Pada tahun 1992 JPKTK dikukuhkan dalam
UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan nama Jaminan Pemeliharaan kesehatan (JPK). UU yang berlaku efektif 1 Juli 1992 mewajibkan perusahaan menyelenggarakan empat program Jamsostek, yakni Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Dalam PP No. 36 tahun 1995, PT Jamsostek (Persero) bertugas menyelenggarakan program Jamsostek yang berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992 guna dapat memberikan perlindungan dasar bagi tenaga kerja beserta keluarganya terhadap resiko kecelakaan, sakit, kematian dan hari tua. Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan amandemen tersebut, yang kini berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.
4.2 Visi, Misi, Nilai-nilai dan Motto Perusahaan Rumusan visi PT Jamsostek (Persero) yaitu “Menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta”. PT Jamsostek (Persero) dalam mewujudkan visinya sebagai badan penyelenggara program
jaminan sosial bagi tenaga kerja yang terpercaya, menetapkan misinya sebagai berikut: 1. Meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan dan manfaat kepada peserta berdasarkan prinsip profesionalisme; 2. Meningkatkan jumlah kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja; 3. Meningkatkan budaya kerja melalui peningkatan kualitas SDM dan penerapan Good Corporate Governance (GCG); 4. Mengelola dana peserta secara optimal dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudent); 5. Meningkatkan corporate value dan corporate image.
PT Jamsostek (Persero) juga mencantumkan Nilai-nilai Perusahaan (Corporate Value) yang dipandang penting guna membentuk budaya kerja SDM Jamsostek dalam memberikan pelayanan terbaik kepada peserta, sehingga dapat memberikan kepuasan semua pihak yakni peserta, karyawan, dan perusahaan. Ketiganya tergambar pada logo Jamsostek berupa huruf “J” atau Jamsostek yang terpisah menjadi tiga bagian yang menunjukkan mitra Jamsostek. PT Jamsostek (Persero) yang memiliki motto “Pelindung Pekerja Mitra Pengusaha” ini, lebih menonjolkan corporate values dan lebih memerinci nilai-nilai yang mendasari pencapaian visi dan misi perusahaan. Nilai-nilai Perusahaan (Corporate Value) adalah: 1. Komitmen dan integritas yang tinggi, dengan tanggung jawab yang besar; 2. Mendahulukan kepuasan dan kepentingan peserta; 3. Kejujuran dan kreativitas;
4. Kerjasama kelompok yang dinamis dan harmonis; 5. Perbaikan dan pembelajaran yang terus menerus (Continous Learning and Improvement); 6. Kepercayaan dan saling menghormati; 7. Kepemimpinan yang efektif (Effective Leadership); 8. Sadar biaya (Cost Consciousnes); 9. Berbasis pada kompetensi (Core Competence Board).
4.3 Program Jamsostek dan Pembayaran Jaminan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme Asuransi Sosial. Program Jamsostek memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program Jamsostek, terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis. Program Jamsostek wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, Joint Venture, PMA), Yayasan, Koperasi, Perusahaan Perorangan yang memekerjakan tenaga kerja paling sedikit sepuluh orang atau membayar seluruh upah paling sedikit Rp.1000.000,00 atau lebih per bulan. Program Jaminan tersebut dikatakan melalui jalur formal. Selain jalur formal tersebut, PT Jamsostek (Persero)
menerima pendaftaran peserta melalui jalur informal. Peserta tersebut bisa berasal dari tenaga kerja yang persuahaannya belum bergabung dengan Jamsostek, maupun tenaga kerja di sektor informal seperti, pedagang kaki lima, tukang ojek, tukang becak, sopir, penjual di pasar, dan sebagainya. Adapun program-program yang diselenggarakan oleh Jamsostek adalah Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. a. Jaminan Hari Tua Dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada tenaga kerja karena : 1. Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau 2. Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh Dokter. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu. 3. Terkena PHK dengan masa kepesertaan 5 tahun 6 bulan. Jumlah Pembayaran jaminan hari tua sebesar 5,70 dari upah sebulan (3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja) b. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga kerja, suami atau istri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Jaminan ini meliputi : 1. Rawat jalan tingkat pertama 2. Rawat jalan tingkat lanjutan 3. Rawat inap 4. Pemeriksa kehamilan dan pertolongan persalinan
5. Penunjang diagnostik 6. Pelayanan khusus 7. Pelayanan gawat darurat Jumlah Pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 6% dari upah sebulan, bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga. c. Jaminan Kecelakaan Kerja Jaminan ini diberikan apabila dalam pekerjaan pekerja yang mengikuti program Jamsostek mengalami kecelakaan. Kelompok I
:
0,24% dari upah sebulan
Kelompok II :
0,54% dari upah sebulan
Kelompok III :
0,89% dari upah sebulan
Kelompok IV :
1,27% dari upah sebulan
Kelompok V :
1,74% dari upah sebulan
d. Jaminan Kematian Jaminan Kematian dibayarkan apabila Peserta Jamsostek mengalami meninggal dunia sebesar 0,30 persen dari upah sebulan.
Saat ini, menurut data Jamsostek tahun 2007, PT Jamsostek (Persero) telah melindungi 22 persen atau sekitar lebih dari 35 juta jiwa dari seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia. Dari 22 persen tersebut, sekitar 40 persen berasal dari keikutsertaan perusahaan-perusahaan, dan sisanya merupakan tenaga kerja di sektor informal dan tenaga kerja yang mendaftar tanpa melalui perusahaan ia bekerja. Sedikitnya jumlah peserta ini, diakibatkan karena 60 persen dari jumlah
tenaga kerja di Indonesia berada di sektor informal. Program perlindungan tenaga kerja di sektor informal melalui Jamsostek belum memiliki peraturan resmi yang mengaturnya. Selama ini peraturan yang ada, hanya mewajibkan perusahaanperusahaan mengikutsertakan tenaga kerja mereka dalam program Jamsostek. Karyawan Jamsostek membentuk Yayasan Dana Pensiun Pegawai Jamsostek untuk menjamin masa tua karyawan PT Jamsostek (Persero) dalam menjalani masa pensiun. Yayasan ini berdiri karena belum adanya instansi yang mengurus pensiunan pegawai Jamsostek. Yayasan tersebut berdiri sendiri, terpisah dari PT Jamsostek (Persero), baik dari segi pengawasan maupun pertanggungjawaban.
4.4 Struktur Organisasi Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Nomor: KEP/190/082007 bulan Agustus 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek (Persero), dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) (Sumber: www.jamsostek.co.id)
Bentuk bagian Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKP dan PBL) pada Kantor Pusat berupa biro, yang bertanggung jawab langsung ke Direktur Utama. Hal tersebut berbeda dengan bagian-bagian lain yang berbentuk divisi, dimana divisi tersebut bertanggung jawab kepada Direktur yang menaungi divisi tersebut yang berada pada dua tingkat wewenang di atasnya. Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Semarang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang
Bagian perusahaan yang mengurus PKP/PBL pada Kantor Cabang Semarang berbentuk suatu divisi. Divisi ini berada di bawah koordinasi Pimpinan Kantor Cabang dan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada Kantor Wilayah, yang akan melaporkan pertanggungjawaban tersebut ke Biro PKP dan KBL ke Kantor Pusat. Sebagaimana dinyatakan dalam wawancara bersama Bapak RY sebagai Kabid Progsus dan PKP/KBL PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang berikut ini: “Iya.. biro – biro teknis. Jadi gini.. karena lingkupnya tidak sebesar divisi – divisi yang lain.. kayak direktur utama di bawahnya ada direktur – direktur teknis. Ya kan.. ada direktur operasi pelayanan, ada direktur umum dan SDM , ada direktur perencanaan pengembangan dan informasi.., ada direktur keuangan, direktur investasi, direktur kepatuhan terus biro PKBL itu belum dibikin satu direktorat sendiri.. biro yang pertanggung jawabannya.. tidak ke direktur-direktur itu tapi langsung ke direktur pusat.”(Bapak RY) “... kalo di cabang Semarang ada bidang khusus kan yang menangani itu terus di kanwil juga ada kan bagian khusus yang menangani itu... ya kan. Dan terus ke pusat lagi ke biro PKBL dan terus lagi ke direktur utama.”(Bapak RY)
BAB V KEBIJAKSANAAN DAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
5.1 Kebijaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero)
PT Jamsostek (Persero) memandang bahwa perusahaan ini memiliki suatu beban tanggung jawab sosial kepada peserta dan non peserta Jamsostek yaitu masyarakat umum ataupun
masyarakat lingkungan. Bahkan, tanggung jawab
sosial kepada masyarakat ataupun lingkungan sudah menjadi kewajiban tiap BUMN yang ada di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Negara BUMN No.236/MBU/ 2003, yang mengisyaratkan tiap BUMN melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Alokasi dana yang digunakan adalah sebesar dua persen dari total laba setelah dikurangi pajak. Urgensi terhadap perusahaan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan adalah agar perusahaan dan peserta Jamsostek dapat saling menjaga hubungan dan peserta menjadi loyal terhadap kepesertaannya pada program Jamsostek. Selain itu, tanggung jawab sosial perusahaan yang ditujukan kepada masyarakat atau lingkungan dapat menjadi unsur promotif dan menjaga citra positif perusahaan. Dengan demikian, harapan PT Jamsostek (Persero) adalah masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu, sehingga masyarakat umum khususnya tenaga kerja dari sektor informal tertarik untuk menjadi peserta Jamsostek. “Kalo internalnya otomatis menjaga hubungan dengan mereka supaya mereka betah dengan Jamsostek loyal terhadap Jamsostek kan otomatis kan..memberikan pinjaman.. pinjaman koperasi, penjangkit pengobatan otomatiskan semakin seneng terhadap jamsostek harapannya gitu supaya loyal, betah, tidak pengen keluar. Untuk masyarakat umum ya kan paling gak mereka bisa memiliki rasa tumpuhan, punya rasa memiliki terhadap Jamsostek, ikut
melindungi ya kan,yang jelas dari unsur promotif akan ada unsur promotif Jamsostek itu apa, program-program dari kami..” (Bapak RY)
Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan mengacu pada visi dan misi PT Jamsostek (Persero). Visi PT Jamsostek (Persero) yaitu “Menjadi lembaga penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta”, dan memiliki motto “Pelindung Pekerja Mitra Pengusaha”, menciptakan komitmen PT Jamsostek (Persero) untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada peserta Jamsostek melalui Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) dan melaksanakan Program Kemitraan, dengan harapan mitra binaan tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah, sehingga dapat menambah tenaga kerja yang terserap untuk dijadikan peserta Jamsostek. Selain itu, dapat membangun citra positif sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas. Hal tersebut sesuai dengan misi Jamsostek yaitu “Meningkatkan corporate value dan corporate image dan Meningkatkan jumlah kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja”.
5.2 Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) 5.2.1 Konsep Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), tidak hanya dipahami sebagai filantropi perusahaan, namun juga sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana, dan berorientasi pada pencapaian keuntungan sosial jangka panjang bagi perusahaan dan masyarakat (Suharto, 2007). CSR juga dapat dipahami sebagai model investasi sosial perusaaan yang
disebut linking core business activities with community development. Strategi ini dilakukan dengan merekrut masyarakat lokal, membuat penyesuaian dalam perencanaan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mengembangkan penyedia barang dan jasa lokal akan meningkatkan dampak positif pengembangan masyarakat tanpa menaikkan biaya marjinal dalam melaksanakan bisnis (Nigam, 1998). Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan manajemen perusahaan (Bapak RY), terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, dinyatakan bahwa tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero) dilakukan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar sehingga dapat mengurangi pengangguran, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga dapat terserap menjadi peserta Jamsostek. Selain itu, tanggung jawab sosial kepada peserta dilakukan untuk menjaga loyalitas peserta dalam mengikuti program Jamsostek. Dengan demikian, perusahaan mendapat keuntungan ekonomis dan memperoleh citra positif yang baik di mata peserta dan masyarakat, sedangkan peserta
Jamsostek
merasa
memperoleh
perlindungan
dan
diperhatikan
kesejahteraannya. Masyarakat secara umum memperoleh bantuan di berbagai bidang (kesehatan, pendidikan, agama, infrastruktur, dan lain-lain), khususnya terjadi pengembangan usaha kecil dan koperasi melalui program kemitraan yang akan meningkatkan iklim pertumbuhan ekonomi yang positif. Peningkatan peserta Jamsostek yang didapat dari program kemitraan dan bina lingkungan merupakan model investasi sosial perusahaan, karena pelaksanaan program tersebut bertujuan untuk menguntungkan perusahaan sesuai dengan bisnis utama PT Jamsostek (Persero),
yaitu asuransi perlindungan tenaga kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja, dan citra positif PT Jamsostek (Persero) akan menambah keikutsertaan peserta Jamsostek, dan akan menguntungkan perusahaan. PT Jamsostek (Persero) memandang tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan sebagai upaya compliance plus atau beyond compliance. Tanggung jawab sosial perusahaan diimplementasikan berdasarkan adanya regulasi hukum dan aturan yang memaksanya. “Jadikan gini, PT Jamsostek sementara ini punya program dua, iya kan. Masyarakat peserta sama masyarakat non peserta, nah... sehingga pandangan kami kalo kepada peserta udah merupakan kewajiban , ya paling gak klo masih ada sisa keuntungan sebagian kita sisihkan ke masyarakat non peserta yah.. trus yang kedua masyarakat umum.. masyarakat lingkungan..dan sebagainya.. ini malah udah menjadi kewajiban bahkan diwajibkan setiap BUMN, jadi sebuah BUMN diwajibkan peduli kepada masyarakat.” (Bapak RY)
Selain itu, PT Jamsostek (Persero) menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sekedar untuk mengejar profit, namun juga masyarakat dan lingkungan. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan sebagai investasi perusahaan di masa datang dengan membangun citra positif dan promotif perusahaan. “...setelah citra positif muncul kan akhirnya kepengen tau semakin mendalami Jamsostek itu apa ujung-ujungnya mungkin bisa mendaftar sebagai peserta... ”(Bapak RY)
5.2.2 Jenis Program Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero) PT Jamsostek (Persero) memiliki dua jenis program tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu untuk peserta dan non peserta Jamsostek atau masyarakat umum. Dengan demikian, ruang lingkup CSR PT Jamsostek (Persero) adalah lingkup eksternal yang ditujukan kepada :
a. Pasar, yaitu konsumen dalam hal ini peserta Jamsostek. Kegiatan CSR dilakukan melalui Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) b. Komunitas lokal, yaitu masyarakat luas dan lingkungan dalam hal ini non peserta Jamsostek. Kegiatan CSR dilakukan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Sumber pendanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) berasal dari dua persen dari laba perusahaan setelah dikurangi pajak. Tidak dapat ditetapkan secara pasti jumlah alokasi dana untuk program DPKP tiap tahunnya. Pelaksanaan program DPKP tergantung pada alokasi dana yang diterima setelah penganggaran untuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) mengacu pada Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2003 dan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007. Adanya kebijaksanaan pemerintah yang memberikan perhatian penuh kepada Usaha Kecil serta Bina Lingkungan, diharapkan mampu menciptakan kesempatan berusaha, kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merupakan tujuan dari pembangunan nasional.
Visi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
meliputi: a. Menjadikan mitra binaan sebagai unit usaha yang produktif, efisien, dan profitable;
b. Menjadikan mitra binaan sebagai unit usaha yang mempunyai produk/jasa unggulan yang mampu bersaing di pasar lokal, regional dan global; c. Menjadikan mitra binaan sebagai sokoguru otonomi daerah, dan perekonomian nasional; d. Membina lingkungan perusahaan sehingga masyarakat sekitarnya merasa ikut memiliki keberadaan PT Jamsostek (Persero).
5.2.2.1 Program Kemitraan Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Misi Program Kemitraan adalah memberikan kontribusi kepada usaha kecil dalam bentuk peningkatan usaha dan bina lingkungan, sehingga dapat bersinergi dengan program jaminan sosial tenaga kerja, dengan memenuhi prinsip fairness, transparency dan accountability. Sasaran program adalah mitra strategis Jamsostek dan usaha kecil agar yang sesuai persyaratan dan tepat sasaran. Usaha kecil yang telah mengajukan proposal pinjaman modal kerja dan telah mendapatkan pinjaman modal kerja dari dana Program Kemitraan kemudian disebut Mitra Binaan. Usaha kecil adalah kegiatan usaha masyarakat dengan kriteria sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp.200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan; b. Memiliki omzet maksimal Rp.1 milyar per tahun; c. Mempunyai ijin usaha dan telah beroperasi minimal satu tahun kecuali suatu usaha yang dirintis oleh BUMN Pembina dengan menggunakan dana
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan ketentuan beroperasi minimal satu tahun tidak diperlukan; d. Bukan menjadi mitra binaan BUMN lain; e. Mempunyai prospek untuk dikembangkan; f. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak cabang atau aliansi; g. Belum mempunyai akses perbankan; h. Dapat berbadan hukum seperti PT, Koperasi, CV, Fa atau tidak berbadan hukum atau Perorangan.
Lembaga Penyalur atau pendamping adalah badan usaha atau instansi atau lembaga yang memiliki kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan BUMN Pembina dalam menyalurkan pinjaman dana Program Kemitraan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Penyaluran dalam bentuk pendampingan, executing maupun chanelling. BUMN Penyalur dan Lembaga Penyalur pembiayaan diberikan prinsip bagi hasil dengan rasio bagi hasil mulai dari 10 persen (10:90) sampai dengan maksimal 50 persen (50:50). Biaya administrasi (bunga pinjaman) per tahun sebesar enam persen flat dan khusus untuk pangan sebesar tiga persen flat per tahun. Dana tersedia untuk Program Kemitraan terdiri dari saldo awal tahun, penyisihan laba setelah dikurangi pajak maksimal sebesar dua persen, penerimaan angsuran pokok pinjaman, hasil pengembangan seperti jasa administrasi pinjaman atau bagi hasil, bunga deposito dan jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional, dan pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN atau instansi lain. Pengggunaan dana Program Kemitraan terdiri dari:
a. Pinjaman Biasa, yaitu pinjaman yang diberikan kepada mitra binaan untuk membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; b. Pinjaman Khusus, yaitu pinjaman diberikan kepada mitra binaan untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat jangka pendek (paling lama satu tahun) dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan; c. Beban pembinaan (hibah) maksimal sebesar 20 persen, hanya digunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan mitra binaan seperti untuk membiayai promosi dan pameran, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, penelitian dan pengembangan dan hal-hal yang meyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan.
Pendapatan dari hasil pengembangan Program Kemitraan berasal dari penerimaan bunga pinjaman (bunga administrasi) dari debitur dan penerimaan bunga deposito dan jasa giro. Beban operasional secara nasional diperoleh dari maksimal sebesar 100 persen dari hasil pengembangan dan besarnya sesuai dengan persetujuan pemegang saham.
Mekanisme Penyaluran Pinjaman Penyaluran pinjaman modal kerja kepada usaha kecil dilakukan oleh Kantor Cabang selaku pelaksana teknis. Kantor Cabang menerima proposal dari usaha kecil, kemudian melakukan seleksi administrasi dan survei kepada Calon Mitra Binaan (CMB). Setelah itu menetapkan apakah CMB layak dibina atau tidak. Jika
layak, maka akan ditentukan apakah CMB menerima pinjaman maksimal atau lebih dari Rp.100.000.000,00 kemudian mengusulkan ke Kantor Wilayah untuk ditetapkan menjadi Mitra Binaan. Alokasi penggunaan dana Program Kemitraan tiap tahunnya ditetapkan minimal 85 persen dialokasikan untuk dana Program Kemitraan yang sifatnya bergulir dan 15 persen dialokasikan untuk dana Program Kemitraan yang sifatnya tidak bergulir.
Mekanisme Penyaluran Dana Hibah a. Program Dana Hibah untuk Pendidikan dan Pelatihan Bantuan yang ditetapkan dan diperuntukkan membiayai pendidikan dan pelatihan mitra binaan yang pelaksanannya dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan; b. Program Dana Hibah untuk Promosi atau Pameran Produk c. Bantuan yang ditetapkan dan diperuntukkan membiayai kegiatan promosi dan pameran produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh mitra binaan; d. Program Dana Hibah untuk Magang Mitra Binaan Bantuan yang ditetapkan dan diperuntukkan membiayai kegiatan pemagangan mitra binaan pada perusahaan yang lebih besar dan usahanya sejenis dalam rangka meningkatkan mutu kerja atau hasil produksi; e. Program Dana Hibah untuk Penelitian dan Pengembangan Bantuan yang ditetapkan dan diperuntukkan membiayai kegiatan penelitian dan pengkajian penyusunan studi pengembangan usaha mitra binaan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha secara efektif dan efisien.
Akumulasi penyaluran dana Program Kemitraan PT Jamsostek (Persero) pada tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 9. Daftar Realisasi Program Kemitraan Kantor Cabang Semarang tahun 2007, dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Realisasi Program Kemitraan Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 No
PROGRAM
JUMLAH
ANGGARAN (Rp)
REALISASI JUMLAH
TOTAL (Rp)
1.
Kemitraan
28 Mitra
280 000 000
11 Mitra
312 000 000
2.
Pendidikan dan Pelatihan/Pengembangan
70 Mitra
120 000 000
70 Mitra
118 195 000
3.
Pameran/Promo
4.
Beban Operasional JUMLAH
104 000 000
74 535 700
5 500 000 509 500 000
504 730 700
Sumber : Daftar Realisasi DPKP Kantor Cabang Semarang Tahun 2007
Berdasarkan hasil realisasi tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara jumah anggaran dan realisasi program. Program Kemitraan justru membengkak walaupun jumlah yang direalisasikan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dianggarkan. Hal ini dikarenakan jumlah pinjaman untuk tiap mitra binaan membutuhkan dana yang lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya. Perbedaan jumlah realisasi program pendidikan dan pelatihan/pengembangan menunjukkan sedikit selisih, walaupun sudah tersalurkan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan jumlah untuk tiap sasaran yang berbeda-beda dan jumlahnya tidak tetap. Sisa hasil anggaran akan dialihkan untuk program pada tahun berikutnya (2008) atau juga dapat digunakan untuk menutupi jumlah non performance loan yang tinggi. Non performance Loan (NPL) sendiri adalah jumlah pinjaman yang tidak dikembalikan melalui cicilan, atau adanya Mitra Binaan yang tidak lancar
membayar cicilan atau membayar tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan saat membayar cicilan pinjaman.
5.2.2.2 Program Bina Lingkungan Program Bina Lingkungan adalah program yang diadakan di suatu wilayah dengan melibatkan masyarakat sekitarnya untuk kelangsungan hidup PT Jamsostek (Persero) yaitu dengan memberdayakan potensi Sumber Daya Manusia dan lingkungan perusahaan untuk menunjang kegiatan operasional sehari-hari, sehingga masyarakat sekitar merasa ikut memiliki keberadaan PT Jamsostek (Persero). Program Bina Lingkungan juga dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program Bina Lingkungan dimaksudkan dalam rangka meningkatkan kepedulian PT Jamsostek (Persero) terhadap pembinaan lingkungan masyarakat terutama di sekitar lokasi PT Jamsostek (Persero) berada, dengan beberapa bentuk kegiatan yang telah ditetapkan. Program Bina Lingkungan bertujuan memberdayakan potensi sumber daya manusia dan lingkungan PT Jamsostek (Persero) berada untuk menunjang kegiatan operasional sehari-hari, sehingga masyarakat sekitarnya merasa ikut memiliki keberadaan PT Jamsostek (Persero). Sasaran Program Bina Lingkungan (PBL) adalah penyaluran dana yang tepat sasaran dan sesuai persyaratan, masyarakat menyadari keberadaan PT Jamsostek (Persero), ada rasa memiliki PT Jamsostek (Persero), dan diupayakan dilaksanakan dengan tiga mitra (pemerintah, masyarakat, dan perusahaan).
Dana tersedia PBL terdiri dari saldo awal tahun lalu, penyisihan laba setelah dikurangi pajak maksimal sebesar dua persen, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana PBL. Penggunaan Dana PBL sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Pembiayaan pelaksanan secara nasional sebesar lima persen dari penyaluran PBL pada tahun berjalan, dalam tiap kasus. Dana PBL disalurkan kepada masyarakat di lingkungan Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Cabang PT Jamsostek (Persero) bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Lingkungan perusahaan yang dimaksud disini dapat dijabarkan dan diprioritaskan dalam skala yang lebih kecil adalah pada tingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW) dan kelurahan seta kecamatan sekitar lokasi perusahaan. Dalam hal pembinaan lingkungan dalam skala kecil sudah dianggap cukup memadai, maka pembinaan lingkungan dapat ditingkatkan dalam skala yang lebih besar yaitu pada tingkat kota/kabupaten dan provinsi. PBL merupakan program yang bersifat rutin. Sifat penyaluran dana PBL adalah Hibah (tidak bergulir). Bentuk bantuan diberikan dalam bentuk fisik, atau dalam hal tertentu dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. Alokasi penggunaan dana PBL ditetapkan dalam bentuk program kegiatan bina lingkungan sebagai berikut : a. Bantuan Bencana Alam (gempa bumi, tanah longsor, kebakaran dan kebanjiran) yang paling dibutuhkan atas mereka yang terkena musibah; b. Bantuan Pendidikan Masyarakat Sekitar
Bantuan pendidikan baik pendidikan formal meliputi perbaikan gedung dan menambah fasilitas yang kurang memadai maupun pendidikan dalam bentuk kursus, pelatihan yang diselenggarakan disekitar perusahaan; c. Bantuan Pengembangan Sarana dan Prasarana Umum (pengembangan sarana Mandi, Cuci, Kakus (MCK), pompanisasi air bersih, taman bermain anak-anak, perbaikan saluran, perbaikan sekolah dan lainlain); d. Bantuan sarana ibadah (mushola, gereja, masjid, dan sarana ibadah agama lainnya yang berada di lingkungan perusahaan); e. Bantuan peningkatan kesehatan masyarakat Bantuan kesehatan meliputi bantuan dalam hal timbulnya wabah penyakit, kekurangan gizi, pengobatan cuma-cuma dan lain-lain; f. Bantuan Pelestarian Alam
Terdapat perbedaan antara kegiatan Bina Lingkungan yang dahulu yang mengacu pada Surat Menteri Negara BUMN Nomor: S-366/MBU/2002 tentang Program Bina Lingkungan. Perbedaan tersebut adalah tidak adanya Bantuan Pelestarian Alam, namun terdapat Bantuan Pelestarian Seni dan Budaya setempat, Bantuan Peningkatan Prestasi Olahraga Masyarakat, dan Bantuan Peningkatan Keamanan Lingkungan. Pelaksanaan penyaluran dilakukan oleh Kantor Pusat melalui Biro PKP/PBL yang sifatnya nasional, di lingkungan wilayah operasional PT Jamsostek (Persero) dan didasarkan pada adanya permintaan yang disampaikan ke Kantor Pusat. Kantor wilayah berfungsi sebagai penyalur dana PBL, dan jika Kantor Cabang
membutuhkan dapat mengajukan kepada Kantor Wilayah sesuai tersedianya anggaran. Terlebih dahulu Kantor Cabang melakukan survei dan besar kecilnya anggaran ditetapkan oleh Kantor Wilayah. Pertanggungjawaban Kantor Cabang berada di dalam koordinasi Kantor Wilayah. Akumulasi penyaluran dana Program Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) hingga tahun 2007 dapat dilihat pada Lampiran 9. Daftar Realisasi Program Bina Lingkungan Kantor Cabang Semarang tahun 2007 tidak diketahui karena saat pengambilan data tersebut, Bidang Umum dan Personalia belum melaporkan penyaluran dana untuk Program Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang.
5.2.2.3 Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) PT Jamsostek (Persero) selain menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, memandang masih banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya. Upaya-upaya tersebut antara lain berupa dukungan terhadap perumahan, pendidikan, pelatihan, pengembangan bidang usaha kecil dan koperasi dan sarana pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja peserta Jamsostek. Dengan adanya dukungan tersebut, diharapkan dapat menjadi dukungan langsung dalam upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan bagi tenaga kerja peserta dan keluarganya. Pelaksanaan program peningkatan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya dilaksanakan melalui program yang disebut Program DPKP (Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta). Penyelenggaraan DPKP merupakan salah
satu upaya PT Jamsostek (Persero) dalam rangka mewujudkan good corporate governance dalam lingkungan usaha perusahaan. DPKP sendiri adalah dana yang dihimpun dari penyisihan laba PT Jamsostek (Persero) atau sumber lainnya dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja peserta program Jamsostek dan atau keluarganya yang dikategorikan kurang mampu menurut ketentuan yang berlaku. Selain itu, membantu usaha kecil yang mempunyai keterkaitan dengan PT Jamsostek (Persero) yang bersifat padat karya, serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan keberadaan PT Jamsostek (Persero) maupun penyelenggaraan Jamsostek. DPKP tidak dimaksudkan untuk memupuk laba, sehingga pengelolaan keuangan DPKP berpedoman kepada ketentuan-ketentuan pengelolaan organisasi nirlaba. Tujuan penyelenggaraan program DPKP adalah agar peserta Jamsostek dapat merasakan manfaat langsung diselenggarakannya Jamsostek, selain empat program yang ditetapkan tanpa menunggu peristiwa kematian, kecelakaan kerja dan pensiun serta membantu meningkatkan peranan dan citra PT Jamsostek (Persero) selaku Badan Penyelenggara program Jamsostek. DPKP hanya dapat disalurkan kepada : a. Peserta Jamsostek yang dibuktikan dengan mempunyai sertifikat kepesertaan perusahaan dan Kartu Peserta Jamsostek; b. Penerima bantuan yang bersifat kolektif adalah instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Asosiasi Pemberi Kerja dan Koperasi Karyawan; c. Penerima bantuan yang bersifat massal adalah warga sekitar PT Jamsostek (Persero) dan sekitar Perusahaan pemberi kerja peserta Jamsostek;
d. Penerima bantuan diluar ketentuan diatas harus mendapat persetujuan Komisaris terlebih dahulu. Penyaluran DPKP terdiri dari dua sifat, yaitu Bergulir (pinjaman/revolving fund) dan Tidak Bergulir (hibah). DPKP bergulir dialokasikan untuk pemberian pinjaman dan investasi jangka panjang. Jenis-jenis pinjaman yang dapat diberikan adalah : a. Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) Menyangkut dana sebagian uang muka Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (RS) atau Rumah Sangat Sederhana (RSS) bagi peserta Jamsostek. Pinjaman ini dimaksudkan untuk membantu menyediakan dana awal (sebagian uang muka KPR) kepada tenaga kerja peserta Jamsostek untuk mendapatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dari Bank. Tujuan program ini adalah meningkatkan kesejahteraan dan membantu tenaga kerja peserta Jamsostek terhadap kebutuhan pemilikan rumah. Tipe rumah yang dapat diberikan pinjaman adalah termasuk kriteria RS dan RSS dengan luas bangunan maksimal tipe 36. Syarat utama bagi yang mengajukan pinjaman adalah telah terdaftar sebagai peserta program Jamsostek minimal satu tahun dan memiliki Kartu Peserta Jamsostek, belum memiliki rumah sendiri dan bersedia dipotong gajinya untuk pembayaran angsuran PUMP kepada PT Jamsostek (Persero). b. Pinjaman Dana Koperasi Karyawan/Pekerja Pinjaman dana kepada Koperasi Tenaga Kerja pada Perusahaan peserta program Jamsostek dengan syarat belum mendapat bantuan pinjaman dari dana Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), telah berdiri minimal satu tahun, dan aset aktiva yang dimiliki tidak lebih dari Rp.500 juta. Program ini dimaksudkan
sebagai bentuk kepedulian PT Jamsostek (Persero) dalam rangka mengembangkan usaha perkoperasian di lingkungan pekerja. Tujuan program ini adalah agar usaha Koperasi Karyawan/Pekerja dapat berkembang sebagaimana layaknya suatu usaha dapat bersaing dengan usaha swasta lainnya yang pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup anggotanya sebagai peserta program Jamsostek. Besarnya pinjaman dana maksimal 30 persen dari nilai asset yang dimiliki Koperasi Karyawan/Pekerja. c. Pinjaman Dana Talangan Modal Kerja Pinjaman dana talangan modal kerja kepada perusahaan kecil dan menengah sektor jasa konstruksi yang mengerjakan proyek fisik bersifat padat karya yang dibiayai dari anggaran Pemerintah dengan maksud membantu kontraktor golongan kecil dan menengah terhadap kebutuhan dana awal yang disyaratkan untuk mengerjakan proyek-proyek yang dibiayai pemerintah. Tujuan pinjaman ini adalah agar kontraktor golongan kecil dan menengah, memperoleh dana awal untuk memulai pengerjaan proyek (Nilai proyek maksimal satu milyar rupiah). d. Pinjaman Dana Usaha Kecil Sektor Jasa Pelayanan Kesehatan Program ini dimaksudkan untuk membantu usaha kecil bidang pelayanan jasa kesehatan (provider) milik swasta yang telah menjalin kerjasama dengan PT Jamsostek dalam bentuk pinjaman dana yang dipergunakan untuk membiayai perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana. Tujuan pemberian pinjaman ini adalah agar provider dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja peserta Jamsostek beserta keluarganya. e. Pinjaman dana lainnya yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan peserta program Jamsostek.
Pinjaman-pinjaman tersebut di atas memiliki jangka waktu peminjaman maksimal lima tahun. Tingkat suku bunga pinjaman di bawah bunga pasar yang berlaku dan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) dan secara berkala akan dilakukan peninjauan. Investasi jangka panjang yang dialokasikan adalah investasi pada rumah susun sewa, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pembentukan badan pengelola. Investasi ini hanya dapat dilakukan di daerah-daerah yang tergolong padat industri dan diikat dengan perjanjian yang sah dan dikelola melalui kerjasama dengan pihak ketiga, dengan berdasar pada prinsip saling menguntungkan. Akumulasi penyaluran dana Program DPKP PT Jamsostek (Persero) pada tahun 2007, dapat dilihat pada Lampiran 8. Daftar Realisasi Program DPKP Bergulir Kantor Cabang Semarang tahun 2007, dapat dilihat pada Tabel 5.2. Realisasi yang jauh lebih kecil dari anggaran disebabkan karena sedikitnya jumlah pemohon pinjaman, khususnya pinjaman PUMP. Buruh di sekitar Kota Semarang akan segera mendapat kemudahan kepemilikan rumah dengan adanya pembangunan Rumah Susun Sehat dan Sederhana yang dibangun khusus untuk buruh dan pekerja dengan penghasilan menengah ke bawah yang telah selesai awal tahun 2008 ini, sehingga permohonan kredit uang muka perumahan menjadi lebih sedikit.
Tabel 5.2 Realisasi Program DPKP Bergulir Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 NN o
PROGRAM
11.
PUMP
22.
KOPKAR
33.
Provider Pelayanan Kesehatan
JUMLAH (Rp) 200 Mitra
REALISASI
ANGGARAN
JUMLAH
TOTAL (Rp)
2 000 000 000
71 Mitra
550 500 000
5 Mitra
500 000 000
1 Mitra
50 000 000
5 Mitra
100 000 000
JUMLAH
-
2 600 000 000
600 500 000
Sumber : Daftar Realisasi DPKP Kantor Cabang Semarang Tahun 2007
Hanya terdapat satu koperasi karyawan yang diberi pinjaman dikarenakan hanya ada satu dari Koperasi Karyawan yang telah lolos seleksi dan memenuhi syarat. Tidak adanya bantuan pinjaman Layanan Jasa Kesehatan dikarenakan tidak adanya pemohon yang mengajukan pinjaman. Dana sisa realisasi dapat dibebankan pada anggaran tahun 2008. Penggunaan DPKP Tidak Bergulir dialokasikan untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh PT Jamsostek (Persero) terutama di bidang kesehatan dan bidang pendidikan.
Bidang Kesehatan a. Bantuan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bantuan fasilitas pelayanan kesehatan kepada Rumah Sakit dimaksudkan untuk menambah kuantitas dan kualitas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien umumnya dan khususnya pasien peserta Jamsostek. Bantuan dapat diberikan dalam bentuk penambahan ruangan/paviliun, renovasi, peralatan kesehatan dan peralatan non medis. Tujuan adanya bantuan ini adalah meningkatkan pelayanan dan tindakan kesehatan kepada peserta Jamsostek baik program JKK maupun program JPK.
b. Bantuan Mobil Ambulans Dimaksudkan untuk membantu Rumah Sakit atau Pusat Pelayanan Kesehatan (PPK) milik Pemerintah atau Kawasan Industri dalam menyediakan sarana kesehatan terutama bidang mobilisasi pasien dari PPK I ke PPK II atau sebaliknya, dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien peserta Jamsostek dan masyarakat umum. Bantuan diberikan dalam bentuk mobil jenis mini bus dengan syarat dan kualifikasi ambulans beserta perlengkapannya, diberi atribut atau identitas dengan cat seperti Nama Rumah Sakit/PPK dengan tulisan Sumbangan PT Jamsostek (Persero). Kepemilikan ambulans atas nama Rumah Sakit/PPK atau Pemda, dan tidak diperbolehkan atas nama pribadi/perorangan. c. Pelayanan Kesehatan Cuma-cuma Kegiatan pemberian layanan kesehatan cuma-cuma dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Jamsostek atau masyarakat sekitarnya yang padat industri dan lingkungan kumuh. Adapun tujuan program ini adalah untuk melaksanakan fungsi sosial Jamsostek dalam memelihara, menjaga, dan meningkatkan kesehatan peserta Jamsostek atau masyarakat sekitarnya serta menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Penerima bantuan adalah peserta
Jamsostek
penyelenggaraan
dan
keluarganya
serta
masyarakat
sekitar
lokasi
baik di lingkungan perusahaan peserta Jamsostek maupun
Kantor PT Jamsostek (Persero). Bantuan diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan dan pengobatan tingkat I, pemberian vitamin, operasi bibir sumbing, katarak, dan sunatan massal.
Bidang Pendidikan a. Bantuan Beasiswa Jamsostek Bantuan ini dimaksudkan sebagai upaya PT Jamsostek (Persero) untuk memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan fasilitas bagi anak-anak tenaga kerja peserta Jamsostek, dengan tujuan membantu meringankan tenaga kerja peserta Jamsostek dalam membiayai pendidikan anak-anaknya. Beasiswa diberikan dalam bentuk uang, untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi yang diberikan. Persyaratan penerima bantuan adalah putra-putri pekerja peserta Jamsostek dengan ranking satu hingga 10 dan peserta Jamsostek sebagai orang tua mereka, memiliki upah maksimum 150 persen dari UMP/UMK setempat. Beasiswa diberikan untuk satu tahun dengan jumlah yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direksi PT Jamostek (Persero) setiap tahun anggaran. Selama menerima beasiswa, prestasi tidak boleh turun dari ranking 10. b. Program Pelatihan Kerja Pelatihan dimaksudkan untuk menyediakan fasilitas bagi tenaga kerja peserta Jamsostek dalam meningkatkan kualitas agar menjadi tenaga kerja profesional dan mandiri untuk persiapan alih profesi. Pelatihan dan alih profesi bertujuan meningkatkan kualitas pekerja yang akan meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan peserta serta menimbulkan rasa percaya diri bagi tenaga kerja agar dapat tetap bekerja. Persyaratan untuk mendapat program ini adalah: tenaga kerja peserta Jamsostek yang masih aktif dan non aktif (ter-PHK) dan memiliki Kartu Peserta Jamsostek serta belum mengambil hak program Jaminan Hari Tua (JHT); usia maksimal 40 tahun; tenaga kerja mempunyai minat dan niat untuk
meningkatkan kemampuannya sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimiliki dalam rangka untuk alih profesi baik mandiri maupun secara berkelompok.
Jenis Pelatihan yang dapat dilakukan bersifat keterampilan, antara lain meliputi bidang: pelatihan yang berhubungan dengan garmen; otomotif; perbengkelan; elektronik; komputer; keahlian yang berhubungan dengan jasa konstruksi; manajemen keuangan dan usaha; manajemen pemasaran dan produksi; dan pelatihan keterampilan lainnya yang tepat guna bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan tujuan alih profesi.
Bantuan
yang
dapat
diberikan
adalah
dalam
bentuk
sebagai
peserta
pendidikan/pelatihan secara berkelompok dan diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero) yang bekerjasama dengan pihak lain/Instansi yang berkompeten atau dalam bentuk pembiayaan apabila pelaksanaan pelatihan/kursus dilakukan langsung melalui Lembaga Pendidikan/Pelatihan setempat. Bantuan pembiayaan dapat diberikan maksimal 75 persen dari keseluruhan biaya pelatihan/kursus. Pembayaran dilakukan oleh pihak PT Jamsostek (Persero) bersamaan dengan bagian pembiayaan yang menjadi kewajiban pihak tenaga kerja, yaitu 25 persen dari keseluruhan biaya pelatihan/kursus. c. Bantuan Pembangunan atau Rehabilitasi Balai Latihan Kerja (BLK) Bantuan ini dimaksudkan untuk membantu pemerintah pusat dan daerah untuk pembangunan/renovasi /rehabilitasi BLK dan meningkatkan fasilitas BLK. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia
khususnya peserta Jamsostek dalam memenuhi permintaan tenaga kerja profesional, dan menciptakan lapangan kerja. d. Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja Bantuan ini bermaksud memberikan bantuan dana kepada tenaga kerja peserta program Jamsostek berpenghasilan rendah yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja sesuai ketentuan yang berlaku, sementara yang bersangkutan belum dapat mengambil hak program Jaminan Hari Tua (JHT). Tujuan program ini adalah untuk mengantisipasi dan meredam timbulnya gejolak sosial yang lebih luas akibat peristiwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dialami tenaga kerja peserta Jamsostek.
Persyaratan penerima bantuan adalah: telah menjadi peserta
Jamsostek minimal satu tahun; mengalami Pemutusan Hubungan Kerja; upah terakhir yang diterima maksimum 150 persen UMP setempat; belum pernah mendapat bantuan bantuan keuangan dari PT Jamsostek (Persero); dan penerimaan bantuan tidak boleh dikuasakan kepada pihak lain.
Akumulasi penyaluran dana Program DPKP baik bergulir maupun tidak bergulir, hingga tahun 2007, dapat dilihat pada Lampiran 8. Daftar Realisasi Program DPKP Tidak Bergulir Kantor Cabang Semarang tahun 2007, dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Realisasi Program DPKP Tidak Bergulir Kantor Cabang Semarang Tahun 2007 PROGRAM Beasiswa
JUMLAH 186 orang
ANGGARAN (Rp) 260 000 000
Pelatihan TK
REALISASI JUMLAH
TOTAL (Rp)
209 orang
258 400 000
600 orang
350 000 000
Bantuan BLK
49 500 000
Bantuan Ambulans
320 000 000
1 mobil
292 800 000
Pelayanan Kesehatan
3 unit
30 000 000
Bantuan PPK
2 unit
50 000 000
111 005 000
429 orang
150 000 000
19 600 000
PHK Beban Operasional
10 000 000
JUMLAH
820 000 000
1 081 305 000
Sumber : Daftar Realisasi DPKP Kantor Cabang Semarang Tahun 2007
Program-program yang bersifat insidental, antara lain pemberian ambulans, bantuan pembangunan untuk masjid, dan bantuan perbaikan bangunan Rumah Sakit. Disebut insidental karena menyesuaikan permohonan masyarakat dan pihak-pihak yang bermitra dengan Jamsostek, seperti Rumah Sakit, Balai Pengobatan, ataupun UKM. Permohonan yang disetujui berdasarkan proposal yang memenuhi syarat setelah dilakukan survei terlebih dahulu. Biasanya pihak yang mengajukan proposal terlebih dahulu yang akan mendapatkan bantuan, jika memenuhi syarat. Pihak yang terlambat mengirimkan proposal dapat diajukan menjadi sasaran program pada tahun berikutnya jika dana disediakan. Penentuan jenis bantuan dan jumlah dana yang dialokasikan pada tiap wilayah, ditentukan oleh Kantor Pusat. Kantor Cabang hanya berfungsi sebagai pelaksana teknis yang harus menyalurkan dana yang diterima sesuai dengan program yang telah ditentukan.
Apabila jumlah dana untuk salah satu program ternyata diperkirakan akan tersisa, maka tidak bisa dialihkan ke program lain. Dana tersebut harus disalurkan sejumlah yang telah ditentukan. “Jadi, dari pusat mungkin mereka udah punya konsep, udah punya tim survei, yang kami tidak tahu. sehingga setelah turun ke bawah kita, eeeehmm....Semarang ngasih bantuan ambulan sekian..ya udah...kami hanya menjalankan saja. Ada bantuan 300 juta kami harus memberikan bantuan 300 juta. kan harus memberikan bantuan ke A, betul Anda butuh ambulans, ya udah... kami carikan mobil 300 juta, kalo ada sisa boleh ga kita kasih ke B, ga boleh......!”(Bapak RY)
5.2.3 Koordinasi Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero)
Pelaksanaan tanggung jawab sosial PT Jamsostek (Persero) selalu berkaitan dengan divisi-divisi lainnya. Keterkaitan tersebut terlihat dalam koordinasi antar divisi di dalam perusahaan, khususnya Divisi Pemasaran dan Divisi Umum dan Personalia, ketika akan menyelenggarakan suatu program. Program-program dengan sasaran atau yang menyangkut peserta Jamsostek dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan jumlah kepesertaan Jamsostek dan dibandingkan dengan dana yang dialokasikan untuk program tersebut. Data mengenai kepesertaan program Jamsostek tersebut dimiliki oleh Divisi Pemasaran. Dengan demikian, sebelum menentukan jumlah, jenis, dan dana yang akan dialokasikan, Divisi PKBL perlu meminta data kepesertaan dari Divisi Pemasaran. Divisi Pemasaran juga dapat memberikan pertimbangan mengenai program-program apa saja yang dapat meningkatkan jumlah peserta Jamsostek. Program-program dengan sasaran masyarakat umum, Divisi PKBL perlu berkoordinasi dengan Divisi Umum dan Personalia. Hal ini dilakukan karena
masyarakat umum yang akan mengajukan proposal pinjaman dana kemitraan ataupun permintaan bantuan sosial dikirim melalui Divisi Umum. Divisi Umum juga dipandang paling memahami keadaan wilayah sekitar, dan sering berhubungan dengan Pemerintah Daerah setempat. Proposal-proposal ataupun pengajuan-pengajuan dari masyarakat tersebut, kemudian diverifikasi dan dilakukan penyaluran bantuan oleh Divisi PKBL. “Di cabang Semarang otomatis terkait... contoh.. di program bidang khusus ini kan ada CSR PKBL yang untuk masyarakat umum dan peserta jamsostek... kan peserta Jamsostek itu kan yang memiliki divisi divisi pemasaran kan yang memiliki otomatiskan saling koordinasi.. yang punya peserta... kalo untuk masyarakat umum otomatis selalu koordinasi dengan bidang umum. Karena bidang umumlah yang tahu keadaan pemda. Ya kan.. karena pemda selalu meminta sumbangan apa – apa selalu melalui bidang umum. Ya kan.. masyarakat di sekitar ini butuh untuk perbaikan jalan dan sebagainya minta ke bidang umum... bidang umum baru ke bidang sini... melalui bina lingkungan... ”(Bapak RY)
Koordinasi dengan perusahaan-perusahaan lain, khususnya BUMN adalah dengan menunjuk salah satu BUMN, yaitu Sucofindo untuk menjadi koordinator CSR BUMN. Dibentuk suatu perkumpulan BUMN yang saling mengikat, namun tidak formal. Pada kegiatan bantuan terhadap UKM atau Mitra Binaan BUMN, setiap BUMN melaporkan daftar Mitra Binaan mereka kepada Sucofindo. Dengan demikian dapat dicek kembali siapa saja yang menjadi Mitra Binaan suatu BUMN. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya pihak yang menjadi Mitra Binaan dua BUMN. Mitra Binaan yang telah mendapat bantuan, namun masih membutuhkan pinjaman, hanya dapat meminta dana pada BUMN yang telah menjadi mitranya dan tidak diperkenankan meminta kepada pihak lain atau BUMN lain. Jadi, seseorang atau badan usaha yang telah menjadi Mitra Binaan suatu BUMN akan menjadi Mitra Binaan BUMN tersebut seterusnya dan tidak dapat menjadi Mitra Binaan dua atau lebih BUMN.
Evaluasi program dilakukan oleh Kantor Wilayah setempat. Hasil evaluasi diperoleh dari data laporan pelaksanaan program. Selain itu, juga dibentuk tim khusus untuk memonitoring pelaksanan program pada saat penyeleksian sasaran maupun pada saat penyaluran bantuan. Pada saat program berjalan juga dilakukan evaluasi untuk melihat sejauhmana program berjalan sesuai dengan rencana.
5.3 Analisis Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial PT Jamsostek (Persero)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero) dilakukan dalam bentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang ditujukan kepada masyarakat luas, serta Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang ditujukan khusus pada peserta program Jamsostek. Program Kemitraan terdiri dari pinjaman dan hibah. Pinjaman Biasa yang diberikan melalui program Kemitraan merupakan bentuk tanggung jawab sosial PT Jamsostek yang bersifat filantropik. Pinjaman tersebut diberikan dalam rangka membantu mitra binaan untuk memulai kegiatan usahanya agar kemudian dapat bekerja secara mandiri. Pinjaman Khusus yang diberikan bersifat karitatif karena merupakan bantuan yang bersifat menyelesaikan masalah sesaat atau jangka pendek. Program hibah yang diberikan untuk pendidikan, pelatihan, magang, maupun penelitian dan pengembangan merupakan program yang bersifat filantropik. Program hibah untuk promosi maupun pameran adalah program-program yang bersifat karitatif.
Tabel 5.4 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero) Program Kemitraan JENIS PROGRAM
BENTUK Pinjaman Biasa
PINJAMAN/BERGULIR
Pinjaman Khusus Pendidikan dan Pelatihan Promosi atau Pameran Produk
HIBAH/TIDAK BERGULIR
Pembiayaan Kegiatan Promosi dan Produk Unggulan Mitra Binaan Magang Mitra Binaan Penelitian dan Pengembangan
SIFAT Philanthropy Charity Philanthropy Charity Charity Philanthropy Philanthropy
PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang pada tahun 2007 melaksanakan semua bentuk Program Kemitraan yang ditetapkan oleh PT Jamsostek (Persero) sesuai dengan Tabel 5.4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang sebagian besar melaksanakan program yang bersifat filantropik melalui Program Kemitraan. Program Bina Lingkungan merupakan kegiatan yang memiliki sasaran masyarakat luas dan bukan mitra binaan dengan memberikan bantuan-bantuan tertentu. Program dilakukan berlandaskan akan kedermawanan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dengan orientasi menyelesaikan masalah dengan segera dan berorientasi jangka pendek. Dengan demikian Program Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) bersifat karitatif. Tabel 5.5 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero) Program Bina Lingkungan JENIS BANTUAN Bencana Alam Pendidikan Masyarakat Sekitar Pengembangan Sarana dan Prasarana Umum Sarana Ibadah Peningkatan Kesehatan Masyarakat Pelestarian Alam
SIFAT Charity Philanthropy Charity Charity Charity Charity
Hanya bantuan pendidikan masyarakat sekitar yang bersifat filantropik. Hal ini dikarenakan selain memberikan bantuan pembangunan perbaikan gedung dan penambahan fasilitas, juga dilakukan bantuan pemberian kursus atau pelatihan di sekitar perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) terdiri dari program pinjaman dan Investasi Jangka Panjang yang merupakan program Bergulir. Selain itu, Program DPKP juga dialokasikan untuk menunjang kegiatankegiatan di bidang kesehatan dan bidang pendidikan, yang merupakan program Tidak Bergulir. Program Bergulir sebagian besar adalah program yang bersifat filantropik. PUMP bersifat karitatif karena hanya berfungsi sebagai hibah sosial yang menyelesaikan masalah sesaat atau berorientasi jangka pendek. Begitu juga dengan Pinjaman Dana Talangan Modal Kerja yang hanya membantu kontraktor untuk memenuhi kebutuhan dana awal dalam mengerjakan proyek. Pinjaman tersebut hanya berorientasi jangka pendek, karena kebutuhan dana selanjutnya ditanggung oleh kontraktor.
Tabel 5.6 Konsep dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero) Program DPKP JENIS PROGRAM
PINJAMAN/TIDAK BERGULIR
BIDANG
BANTUAN
SIFAT
Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP)
Charity
Pinjaman Dana Koperasi Karyawan/Pekerja
Philanthropy
Pinjaman Dana Talangan Modal Kerja
Charity
Pinjaman Dana Usaha Kecil Sektor Jasa Pelayanan Kesehatan
Philanthropy
Investasi Panjang
Philanthropy
Jangka
Bantuan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kesehatan
Bantuan Ambulans
Mobil
Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma
HIBAH/BERGULIR
Pendidikan
Bantuan Jamsostek
Beasiswa
Program Kerja
Pelatihan
Corporate Citizenship Charity Charity Philanthropy Philanthropy
Bantuan Pembangunan atau Rehabilitasi BLK
Corporate Citizenship
Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja
Charity
Program-program bergulir yang bersifat filantropik bertujuan untuk membangun kemandirian masyarakat dan merupakan bantuan hibah pembangunan. Dengan adanya bantuan tersebut,diharapkan penerima dapat secara mandiri meningkatkan kesejahteraan peserta dan mitra Jamsostek. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang pada tahun 2007 merealisasikan pemberian bantuan PUMP, Koperasi Karyawan, dan Bantuan Provider Layanan Kesehatan, rincian pelaksanaan program dapat dilihat pada Tabel 5.2. Bantuan fasilitas pelayanan kesehatan dikategorikan corporate citizenship karena bantuan ini ditujukan untuk masyarakat umum, khususnya peserta Jamsostek dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Dengan demikian, PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang melaksanakan program yang sesuai dengan motto perusahaan, yaitu melindungi pekerja, dalam hal ini di bidang kesehatan. Melalui
program ini, perusahaan telah menginternalisasi kebijakan-kebijakan ke dalam program, sesuai dengan misi meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan dan manfaat kepada peserta berdasarkan prinsip profesionalisme. Bantuan Pembangunan dan Rehabilitasi BLK dikategorikan corporate citizenship karena tujuan program adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia baik peserta maupun masyarakat luas dan dapat menciptakan lapangan kerja. Terciptanya lapangan kerja, akan menambah kepesertaan Jamsostek. Selain itu, dapat dikatakan bahwa bantuan pembangunan merupakan hibah sosial, sedangkan adanya peningkatan mutu sumber daya manusia mengindikasikan adanya pengembangan masyarakat dan dapat disebut sebagai hibah pembangunan. Internalisasi program tersebut dalam kebijakan perusahaan tertuang dalam misi meningkatkan jumlah kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja. Kedua program yang telah disebutkan dapat memenuhi kepentingan masyarakat dan juga kepentingan perusahaan. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang pada tahun 2007 merealisasikan beberapa program DPKP, yaitu pemberian beasiswa, pelatihan, bantuan BLK, bantuan Ambulans, pelayanan kesehatan, bantuan provider pelayanan kesehatan, dan bantuan PHK. Realisasi program tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang tahun 2007, dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Realisasi Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang Tahun 2007 JENIS PROGRAM Kemitraan Bina Lingkungan
BANTUAN Pameran/Promo Kemitraan Pendidikan/Pelatihan/Pengembangan Bantuan Bencana Alam Pengembangan Sarana dan Prasarana
SIFAT Charity Philanthropy Philanthropy Charity Charity
Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta
Umum Sarana Ibadah Pinjaman Uang Muka Perumahan Pinjaman Dana Koperasi Karyawan/ Pekerja Bantuan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Bantuan Beasiswa Bantuan Mobil Ambulans Program Pelatihan Kerja Bantuan Pembangunan dan Rehabilitasi BLK Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma Bantuan Keuangan Pemutusan Hubungan Kerja
Charity Charity Philanthropy Corporate Citizenship Philanthropy Charity Philanthropy Corporate Citizenship Charity Charity
Secara umum, dapat dikatakan bahwa sebagian besar pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang masih bersifat karitatif. Filantropi perusahaan masih dalam bidang pendidikan dan kegiatan usaha. Hanya satu program yang mengarah pada corporate citizenship, yaitu bantuan fasilitas pelayanan kesehatan yang memperhatikan kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat umum, khususnya peserta program Jamsostek.
BAB VI GAMBARAN UMUM PROGRAM PELATIHAN PENGGUNAAN MESIN JAHIT HIGH SPEED
6.1 Deskripsi Kegiatan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed A. Latar Belakang Situasi ketenagakerjaan sekarang masih ditandai dengan banyaknya masalah dan tantangan yang harus diselesaikan akibat kebijaksanaan makro pemerintah dengan adanya kenaikan BBM. Dampak selanjutnya terhadap masyarakat cukup memberatkan, terutama dikarenakan kesempatan kerja yang ada pada sektor formal (di perusahaan) masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan perkembangan iklim usaha yang belum baik. Dari angka statistik IPK Disnakertrans Kota Semarang, jumlah pencari kerja yang terdaftar 23.292 orang, jumlah pencari kerja yang dapat ditempatkan 5.352 orang. Jumlah pencari kerja yang dihapus 11.842 orang. Sisa pencari kerja yang belum ditempatkan sejumlah 10.824 orang dari jumlah angkatan kerja yang ada di Semarang. Sumber daya manusia yang ada di Kota Semarang cukup banyak, masalahnya bukan pada aspek kuantitas tetapi pada aspek kualitas yang masih menunjukkan mutu sumber daya manusia (SDM) yang masih relatif rendah. Dalam kondisi perkembangan otonomi berkaitan dengan daya gerak Pemerintah Daerah, hal ini menjadi peluang Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan potensi dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dalam pembangunan. Komponen yang tidak dapat diabaikan disamping aspek sumber daya manusia itu sendiri, perlu diarahkan pada peningkatan pelayanan publik untuk kegiatan pasar kerja dan bursa kerja yang lebih luas dan penciptaan
kesempatan kerja atau berusaha yang produktif, khususnya bagi masyarakat di daerah pinggiran Kota Semarang dengan membentuk wirausaha baru, dan memberikan lapangan kerja bagi penganggur (setengah penganggur). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, yaitu melaksanakan kerja sama dengan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang serta LPK ASA Group, dengan melaksanakan peningkatan keterampilan atau pelatihan untuk penempatan pada perusahaan Garmen. Program peningkatan keterampilan atau pelatihan ini merupakan bantuan dari PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang dari anggaran Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) tidak bergulir (hibah) tahun 2006.
B. Maksud dan Tujuan Maksud Maksud
diadakannya
kegiatan
ini
adalah
mengatasi
masalah
ketenagakerjaan (banyaknya penganggur atau pencari kerja) yang ada di daerah khususnya di Kota Semarang, dimana APBD saat ini dirasa kurang memadai. Tujuan Pelaksanaan Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja ini bertujuan: 1. Meningkatkan keterampilan para pencari kerja sehingga siap pakai di bidang Menjahit High Speed;
2. Menyalurkan tenaga kerja siap pakai pada perusahaan garmen di Kota Semarang dan sekitarnya sehingga dapat mengurangi pengangguran; 3. Menambah jumlah peserta program Jamsostek di wilayah Kantor Cabang PT Jamsostek (Persero) Semarang.
C. Pelaksanaan Kegiatan Sebelum kegiatan dimulai, pertama-tama adalah melakukan koordinasi antara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang dengan Kantor Cabang PT Jamsostek (Persero) Semarang dan LPK ASA Group. Adapun pembahasan dalam koordinasi sebagai berikut: a. Membicarakan teknis pelaksanaan pelatihan b. Menentukan jadwal pelatihan c. Menentukan cara pencairan dana maupun pertanggungjawaban (SPJ) d. Menentukan syarat-syarat peserta program pelatihan e. Menentukan personil yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan termasuk pengajar f. Menentukan perusahaan yang merekrut pencari kerja yang telah selesai melaksanakan pelatihan g. Menentukan
sistem
pertanggungjawaban
serta
pelaporan
akhir
pelaksanaan kegiatan
D. Sosialisasi kepada Masyarakat Pencari Kerja Untuk memasyaratkan program ini dibuat surat pemberitahuan kepada Kepala Camat se-Kota Semarang yang diteruskan ke Kelurahan mengenai
program pelatihan penempatan ini. Selain itu program ini diumumkan melalui papan pengumuman yang ada di Disnakertrans Kota Semarang serta diberitakan melalui Web Disnakertrans www.disnakertrans-kotasemarang.or.id.
E. Rekruitmen dan Kriteria Peserta Pelatihan Rekruitmen peserta pelatihan ditujukan pada pencari kerja wanita sebanyak-banyaknya dengan tujuan apabila jumlah pendaftar melebihi target akan diikutkan pada tahap berikutnya. Kriteria peserta pelatihan adalah: a. Usia 18-24 tahun b. Pendidikan minimal SLTP, namun diutamakan SLTA c. Tinggi badan minimal 150 cm d. Tidak buta warna
F. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan pelatihan dilakukan selama 30 hari untuk setiap angkatan atau periode pelatihan. Tempat pelatihan adalah LPK ASA Group yang terletak di Jl. Kelud Raya No.2 Sampangan Semarang.
G. Pembiayaan Biaya untuk pelatihan yang dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh PT Jamsostek (Persero) sebesar 60 juta rupiah untuk 120 peserta pelatihan. Adapun rincian pembiayaan pelatihan adalah sebagai berikut: Belanja Honor Tidak Tetap
Rp. 10.900.000,00
a. Honor Pengarah 1xRp. 300.000,00
Rp. 300.000,00
b. Honor Penanggung Jawab 1xRp.250.000,00
Rp. 250.000,00
c. Honor Staf Administrasi 5xRp.150.000,00
Rp. 750.000,00
d. Honor Pengajar 8JPX30Hr xRp. 40.000,00
Rp. 9.600.000,00
Belanja Operasional Lainnya
Rp. 35.000.000,00
a. Konsumsi Peserta 125 x30Hr x Rp.3.500,00
Rp. 13.125.000,00
b. Penggandaan Materi/Naskah 120 pkt x Rp.7.500,00
Rp. 900.000,00
c. Sewa Ruang Pelatihan 30 Hr x Rp.550.000,00
Rp. 16.500.000,00
d. Konsumsi Rakor 10 x 2 xRp.12.000,00
Rp. 240.000,00
e. Sertifikat dan Tanda Pengenal 120 x Rp.7.500,00
Rp. 900.000,00
f. Laporan dan Dokumentasi 1 x Rp.400.000,00
Rp. 400.000,00
g. ATK 1pkt x Rp.635.000,00
Rp. 635.000,00
h. Pembukaan dan Penutupan 1pkt xRp.900.000,00
Rp. 900.000,00
i. Seleksi 1x Rp.600.000,00
Rp. 600.000,00
j. Perjalanan/Sosialisasi 16 x Rp.50.000,00
Rp. 800.000,00
Pengadaan Bahan Pelatihan
Rp. 14.100.000,00
a. Kain 10m x 120 x Rp.8.500,00
Rp. 10.200.000,00
b. Benang 3 roll x 120 x Rp.6.500,00
Rp. 2.340.000,00
c. Sekoci, Jarum, dll 1 pkt x Rp. 1.560.000,00 JUMLAH TOTAL
Rp. 1.560.000,00 Rp. 60.000.000,00
H. Materi Pelatihan Materi pelatihan yang diberikan pada saat Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High
Speed
adalah: pengenalan berbagi jenis
mesin dan
cara
pengoperasiannya; menjahit berbagai pola; menjahit dan kemudian memasang bagian-bagian baju atau kaos; melatih kelincahan tangan di semua mesin, dan membuat kaos. Pelatihan diakhiri dengan simulasi test masuk garmen.
I. Penempatan Peserta peningkatan Keterampilan atau pelatihan telah diusahakan penempatannya ke berbagai perusahaan garmen yaitu PT Morich Indo Fashion, PT Ungaran Sari Garmen, PT Glory Industry, PT Samwon Busana Indonesia, PT SINABRO, PT ASAINDO, PT SC Enterprise, PT Arindo Garmentama, PT Batam Textile Industry, dan PT Honey Lady Utama.
J. Hambatan a. Tidak semua pendaftar program ini dapat diterima, hal ini karena adanya persyaratan yang ditentukan perusahaan, sehingga penyeleksian dilakukan sesuai kehendak perusahaan. b. Meskipun telah mempunyai keahlian atau keterampilan dan memenuhi persyaratan yang ditentukan, perusahaan masih juga mengadakan seleksi di
luar kriteria yang telah ditetapkan. Seleksi tersebut antara lain kesesuaian tinggi badan dan berat badan serta performance.
K. Penyelesaian Bagi yang tidak lolos seleksi, dapat diikutsertakan program peningkatan keterampilan atau pelatihan di luar program ini, sehingga mereka dapat tertampung baik melalui keterampilan lagi ataupun di bidang kewirausahaan. Bagi yang telah lolos seleksi dan masuk pelatihan, disarankan agar selalu menjaga penampilan atau performance sehingga pada akhir pelatihan, dapat langsung diterima perusahaan.
6.2 Penempatan Kerja Lulusan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed
Responden berjumlah 30 orang, yang bekerja di empat perusahaan (PT Morich Indo Fashion, PT Samwon Busana Indonesia, PT SC Enterprises, dan PT Honey Lady Utama). Jabatan responden dapat dilihat pada Tabel 6.1 di bawah ini: Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Lulusan Pelatihan Berdasarkan Jabatan di Perusahaan Garmen Tahun 2008 Jumlah (orang)
Persentase (%)
Helper
2
6,67
Cutting
2
6,67
Leader
1
3,33
Operator
25
83,33
30
100
Jabatan
JUMLAH
Banyaknya responden yang merupakan lulusan pelatihan bekerja sebagai operator, menunjukkan bahwa sebagian besar responden dapat mengoperasikan
mesin jahit High Speed, bahkan ada salah seorang responden yang menjadi Leader. Leader merupakan pemimpin dari suatu Line, yang bertanggungjawab pada kinerja Line yang dipimpinnya. Leader memiliki tugas ganda, yaitu menjalankan tugas operator dan menjadi
tangan kanan supervisor. Helper
umumnya hanya sebagai pembantu umum, jika dalam masa tertentu Helper tidak menunjukkan prestasi kerja, maka akan segera dikeluarkan. Cutting bekerja untuk memotong pola jahitan yang akan diserahkan kepada operator. Pada umumnya selang waktu mereka lulus dari pelatihan, kemudian disalurkan ke beberapa perusahaan garmen, hingga resmi bekerja memakan waktu rata-rata dua minggu, walaupun sebagian besar responden hanya membutuhkan satu minggu sejak lulus dari pelatihan hingga resmi bekerja. Empat minggu merupakan selang waktu yang paling lama bagi responden untuk resmi bekerja di suatu perusahaan garmen. Saat akan masuk kerja, semua perusahaan melakukan tes ulang kepada lulusan pelatihan. Tes ulang tersebut adalah menjahit dengan pola tergambar dan menjahit tanpa pola tergambar. Selain itu, perusahaan juga menilai kelincahan dalam menjahit, dan performance tiap lulusan pelatihan. Beberapa perusahaan juga mengadakan pelatihan pada buruh garmen yang baru diterima kerja. Hal ini dilakukan karena perusahaan ingin memantapkan dan meningkatkan keterampilan buruh garmen dalam bekerja sehingga dapat produktif dalam bekerja. Perusahaan yang melakukan pelatihan adalah PT Samwon Busana Indonesia dan PT SC Enterprises. Perusahaan yang tidak melakukan pelatihan pada buruh yang baru diterima bekerja dikarenakan telah melakukan seleksi yang ketat pada saat penerimaan karyawan atau memang membutuhkan buruh garmen yang berjumlah banyak dalam waktu yang mendesak, sehingga mempercayakan
akan kemampuan menjahit pada lulusan pelatihan. PT Honey Lady Utama misalnya, perusahaan ini siap menampung ratusan buruh garmen jika LPK mampu menyiapkan. Bahkan, perusahaan ini menyatakan masih membutuhkan 1000 orang operator jahit terampil langsung kerja. Lama kerja responden berkisar antara satu hingga 22 bulan, dengan ratarata lama bekerja adalah sembilan bulan. Responden yang bekerja lebih dari 12 bulan (satu tahun) menandakan bahwa lulusan pelatihan dianggap produktif, sehingga kontrak kerja mereka dapat diperpanjang menjadi lebih dari satu tahun. Jumlah lulusan pelatihan yang kontraknya diperpanjang tersebut sebanyak 12 orang (40 persen).
6.3 Analisis Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dibiayai dari anggaran Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) tidak bergulir atau hibah tahun 2006. Program ini merupakan hibah di bidang pendidikan dan merupakan bagian dari Program Pelatihan Kerja. Program pelatihan tersebut bersifat filantropik, karena merupakan bantuan yang berupa hibah pembangunan. Tujuan program adalah meningkatkan keterampilan kerja masyarakat, khususnya wanita untuk memenuhi kebutuhan akan buruh di bidang garmen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program yang dilaksanakan, berusaha untuk mengatasi salah satu akar masalah pengangguran, yaitu kurangnya keterampilan pencari kerja. Lebih lanjut, program ini dapat dikatakan sebagai salah satu program yang berkaitan dengan aktivitas bisnis inti perusahaan (linking core business with
community development), yaitu bisnis asuransi tenaga kerja. PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang dengan merekrut masyarakat lokal, yaitu masyarakat Kota Semarang dan sekitarnya untuk mengisi jabatan dengan tingkat keahlian rendah, yaitu keterampilan menggunakan mesin jahit High Speed untuk mengisi lowongan buruh garmen. Setelah menjadi buruh garmen, diharapkan mereka menjadi peserta program Jamsostek. Selain dapat mengurangi pengangguran di Kota Semarang dan meningkatkan mutu sumber daya manusia di bidang garmen, program ini juga menguntungkan perusahaan, dengan bertambahnya jumlah peserta Jamsostek. Peserta pelatihan sendiri menilai bahwa program pelatihan ini sangat membantu mereka untuk menambah keterampilan dan mendapatkan pekerjaan. Adanya program pelatihan ini, membuat peserta pelatihan memandang positif keberadaan PT Jamsostek (Persero), khususnya Cabang Semarang dan Disnakertrans Kota Semarang. Peserta pelatihan, mengakui akan senang untuk menjadi peserta Jamsostek, karena PT Jamsostek (Persero) mengadakan programprogram yang dapat mengurangi angka pengangguran. Mereka berharap agar PT Jamsostek (Persero) terus menjadi pendukung dalam program pelatihan sejenis. Namun, ada beberapan peserta pelatihan yang telah bekerja, hingga saat ini tidak bersedia diikutkan dalam program asuransi Jamsostek, dengan cara tidak mengembalikan formulir permohonan asuransi ke pihak manajemen perusahaan. Hal tersebut disebabkan mereka menilai potongan untuk biaya asuransi Jamostek terlalu besar, sedangkan manfaat yang diperoleh dari adanya asuransi Jamsostek kurang dapat dirasakan secara nyata. Perusahaan garmen tempat bekerja juga sering berlaku curang, dengan tidak memberikan klaim asuransi
Jamsostek khususnya kepada buruh yang sedang cuti hamil atau melahirkan. Bahkan, sebagian besar perusahaan langsung mengganti posisi buruh tersebut dengan orang lain atau secara tidak langsung memaksa buruh mengundurkan diri, kecuali buruh tersebut dianggap memiliki prestasi yang baik. Seperti yang dialami oleh ME (24 tahun): “....... kalau cuti melahirkan, hanya dapet gaji tok, asuransi melahirkan ga dikasih Koreanya, padahal harusnya dapet gaji dan Jamsostek.............”(ME, 24 tahun)
PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang dalam program pelatihan tersebut hanya sebatas memberikan biaya pelatihan. Rekruitmen peserta pelatihan dilakukan oleh Disnakertrans Kota Semarang, dan penempatan kerja dilakukan oleh LPK ASA Group Semarang. Monitoring dan evaluasi tidak dilakukan dengan baik dan berkelanjutan, sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun pandangan perusahaan program pelatihan bersifat filantropik, namun pada kenyataannya program ini lebih cenderung bersifat karitas. Perusahaan hanya memberikan dana tanpa ada upaya untuk menjamin keberlanjutan program pelatihan ini. Monitoring
hanya dilakukan pada saat pelatihan berlangsung, setelah
pelatihan dan penempatan kerja, diserahkan sepenuhnya ke LPK, sehingga perusahaan tidak mendapat kepastian berapa jumlah peserta pelatihan yang dapat terserap menjadi buruh garmen dan kemudian terdaftar sebagai peserta Jamsostek. Setelah itu, PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang tidak memiliki data pasti mengenai jumlah peserta Jamsostek dari pelatihan tersebut yang masih bekerja, mengingat buruh garmen sangat mudah berotasi atau bahkan berhenti bekerja. Program pelatihan ini hanya nampak baik dan berhasil saat pelatihan berlangsung, namun setelah pelatihan selesai tidak ada yang menjamin bahwa
lulusan pelatihan akan menjadi peserta Jamsostek dalam jangka waktu tertentu. Akibatnya, PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang tidak mendapat jumlah kepesertaan yang sesuai dengan yang diperkirakan. Selain itu, tidak adanya pengawasan setelah lulusan pelatihan diterima bekerja dapat membuat perusahaan garmen mangkir untuk mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek. Lulusan pelatihan juga dapat tidak mendaftarkan diri sebagai peserta Jamsostek, karena merasa potongan asuransi Jamsostek terlalu tinggi. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan kerja buruh garmen menyangkut kompensasi dan dapat berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja buruh garmen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa program pelatihan yang bersifat karitas membuat pengawasan dan evaluasi PT Jamsostek (Cabang Semarang) kurang, sehingga tidak diketahui dengan pasti bagaimana jumlah kepesertaan Jamsostek dari program tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dalam hal kompensasi.
BAB VII EVALUASI PELATIHAN PENGGUNAAN MESIN JAHIT HIGH SPEED
7.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini merupakan ciri-ciri pribadi individu lulusan peserta Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed yang dapat menggambarkan keadaan para lulusan pelatihan. Responden dalam penelitian ini adalah lulusan pelatihan LPK ASA Group yang mengikuti program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, yang dilakukan berdasarkan kerjasama LPK ASA Group, Disnakertrans Kota Semarang dan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang. Responden adalah lulusan pelatihan yang telah ditempatkan ke beberapa perusahaan garmen di Kota Semarang dan sekitarnya dan yang masih berstatus sebagai buruh di perusahaan garmen tersebut. Responden berjumlah 30 orang dan mengikuti pelatihan pada periode tahun 2006, 2007, dan 2008 Angkatan Pertama. Pada tahun 2006 terdapat 120 orang peserta pelatihan (satu tahap dengan satu angkatan), pada tahun 2007 terdapat 600 orang peserta pelatihan (tiga tahap dengan lima angkatan) dan tahun 2008 terdapat 120 orang peserta pelatihan (satu angkatan hingga Mei 2008). Total jumlah peserta pelatihan hingga bulan Mei 2008 adalah 840 orang peserta pelatihan, namun dalam setiap angkatan tidak semua peserta pelatihan yang telah lulus dapat ditempatkan ke perusahaan garmen yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan banyak lulusan pelatihan yang gagal dalam tes masuk perusahaan atau tidak lolos seleksi performance. Selain itu, menurut Kasubdin Penempatan Tenaga Kerja & Trans Kota Semarang, Gunawan
Saptogiri (GS), pada tahun 2006 hingga Tahap I tahun 2007, angka penyerapan lulusan pelatihan tersebut masih tergolong kecil, dikarenakan perusahaanperusahaan garmen tidak bersedia menerima lulusan pelatihan begitu saja, namun mengutamakan yang telah memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama selama satu hingga dua tahun. Bahkan menurutnya, hingga Tahap I tahun 2007, angka penempatan lulusan pelatihan bisa di bawah 50 persen. Lebih lanjut, menurut GS, buruh garmen wanita sangat cepat berotasi, khususnya lulusan pelatihan. Maksudnya adalah buruh garmen wanita tidak bisa bertahan lama, dan lebih cepat berpindah atau keluar. Hal ini dikarenakan menikah, tidak dapat memenuhi target produksi, habis masa kontrak, atau tidak betah dengan sistem kerja garmen yang bisa mengharuskan mereka lembur hingga larut malam, dan dapat juga diakibatkan karena suasana kerja yang keras dan menuntut produktivitas tinggi sehingga mereka kurang dapat berhubungan baik dengan senior ataupun atasan di perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, jumlah lulusan pelatihan yang masih bekerja hingga saat ini sangat jauh dari jumlah pada awal penempatan. Bahkan, ada perusahaan yang tidak ada lagi mempekerjakan lulusan pelatihan dan tidak lagi menerima lulusan pelatihan. Rata-rata dalam setiap perusahaan garmen yang ikut bekerjasama dalam program ini, hanya memiliki kurang dari 20 orang lulusan pelatihan. Terkecuali jika perusahaan tersebut baru menerima beberapa orang lulusan pelatihan dari suatu angkatan baru. Karakteristik Responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.1, yang berdasarkan lima kategori. Kategori-kategori tersebut adalah usia, status
perkawinan, latar belakang pendidikan terakhir, pengalaman kerja, dan motivasi mengikuti pelatihan.
Tabel 7.1 Jumlah dan Persentase Peserta Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Berdasarkan Karakteristik Individu, 2008 Karakteristik Responden
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Muda (18-20)
16
53,33
Status Perkawinan
Dewasa (21-24) Belum Menikah
Pendidikan Terakhir
Menikah SLTP/Sederajat
14 25 5 5 25 23 3 4
46,67 83,33 16,67 16,67 83,33 76,67 10,00 13,33
4
13,33
17
56,67
9
30,00
Usia
Pengalaman Kerja Sebelum Pelatihan
Motivasi Mengikuti Pelatihan
SLTA/Sederajat Tidak Bekerja Bekerja Non Garmen Bekerja di Garmen Menambah Keterampilan Mendapat Pekerjaan Menambah Keterampilan dan Mendapat Pekerjaan
Jumlah lulusan pelatihan lebih banyak pada golongan Muda, yaitu sebesar 53,33 persen, karena yang mengikuti program pelatihan mayoritas lulusan sekolah menengah yang tidak berniat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan memutuskan untuk bekerja. Selain itu, dikarenakan pada golongan pemuda ini masih berstatus pengangguran tanpa pengalaman dan atau belum mempunyai penghasilan tetap. Berdasarkan Tabel 7.1, diketahui jumlah peserta pelatihan yang berstatus menikah hanya sebanyak lima orang atau sebesar 16,67 persen. Sedikitnya lulusan pelatihan yang bekerja dan berstatus menikah dikarenakan umumnya mereka mengundurkan diri akibat menikah, kemudian ikut suami dan menjadi ibu rumah
tangga atau berhenti setelah cuti melahirkan. Setelah cuti melahirkan, umumnya mereka enggan untuk kembali kerja, karena sibuk mengurus anak. Sebagaimana dinyatakan dalam wawancara bersama Bapak GS sebagai Kasubdin Penempatan Tenaga Kerja & Transmigrasi Kota Semarang berikut ini: “.... jadi, buruh-buruh garmen itu muternya cepet mbak. ehm.. biasanya jarang yang lama kerja. Ya... itu karena nikah, trus ikut suami, ga kerja lagi, trus keluar. Ato nanti punya anak, nanti kan sibuk ngurus anak to mbak... yo wes...metu sisan.., perusahaan juga kadang nggak mau nunggu lama yang lagi cuti. kalo ada yang cuti, perusahaan nanti bisa masukkin orang lagi... kan ga boleh kosong to mbak..., nek yang baru lebih bagus?hayo...ya mending sama yang itu...”(Bapak GS)
Berdasarkan Tabel 7.1, diketahui hanya sebanyak lima orang atau sebesar 16,67 persen yang berpendidikan terakhir SLTP/sederajat. Perusahaan-perusahaan garmen pada umumnya cukup keberatan untuk menerima karyawan atau buruh dengan latar belakang pendidikan terakhir SLTP/sederajat. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa lulusan SLTP/sederajat kurang berkompeten dalam dunia kerja. Sebagaimana dinyatakan dalam wawancara bersama Ibu DS sebagai staf LPK ASA Group Semarang. “ Biasane jarang perusahaan sing gelem nrimo cah SMP.. Kita sih mau terima aja untuk pelatihan, karena emang syaratnya kan minimal SMP to mbak.. tapi nek pas pengiriman yo, perusahaan pengenne nek ngirim 10 sing SMP siji opo loro wae, sing liyane SMA....gelemgelem wae si..tapi yo ojo akeh-akeh cah SMPne...kan saiki lulusan SMP ki piye..... ngono lho mbak! Koyo’ kurang iso diandalkelah istilahe, yo ono malah sing ra gelem blas SMP, njalukke SMA kabeh...” (Ibu DS) [“ Biasanya jarang ada perusahaan yang mau menerima lulusan SMP.. Kita sih mau terima saja untuk pelatihan, karena memang syaratnya kan minimal SMP kan mbak.. tapi kalau pas pengiriman ya perusahaan inginnya kalau mengirim 10 orang yang SMP satu atau dua saja, yang lainnya SMA... mau-mau saja si..tapi jangan banyak-banyak anak SMPnya...kan sekarang lulusan SMP itu gimana....gitu lho mbak!Seperti kurang bisa diandalkanlah istilahnya, ya ada juga yang tidak mau sama sekali SMP, mintanya SMA semuanya.....”(Ibu DS)]
Banyaknya responden yang tidak memiliki pengalaman kerja, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diakibatkan karena sebagian besar merupakan golongan pemuda yang merupakan lulusan sekolah tingkat menengah yang memutuskan untuk bekerja. Selain itu, karena kurangnya keterampilan yang mereka miliki,
maka mereka menjadi pengangguran, sehingga mengikuti program pelatihan agar dapat menambah keterampilan dan mendapat pekerjaan, mengingat lowongan menjadi buruh garmen selalu terbuka. Motivasi mendapat pekerjaan menjadi utama karena tujuan program pelatihan ini adalah untuk mengurangi pengangguran dan lulusan pelatihan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed melalui LPK ASA tersebut, dijamin pasti akan disalurkan ke perusahan-perusahaan garmen yang mau menerima lulusan pelatihan LPK ASA dalam Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, meskipun masih diadakan seleksi penerimaan buruh, dengan melakukan tes oleh perusahaan garmen yang bersangkutan. Sebagaimana dinyatakan dalam wawancara bersama NE, buruh garmen PT SC Enterprises: “...lha iki aku wingi kae kan bar lulus, meh langsung nggolek kerja wae. Tapi angel tenan saiki nggolek kerjo mbak...pas ono pengumuman ning RT-RT jare saka Disnakertras Semarang ono lowongan garmen, iso langsung kerjo, disalurke langsung, tapi kudu melu pelatihan ndisik... biayane gratis. ...............sing mbayari jare Jamsostek ngono to mbak... yo ra popo melu wae...kan lumayan, opo meneh disalurke ning garmen langsung..tapi yo kuwi, ndadak melu pelatihane ndisik....”(NE, 18 tahun). [“.. lha ini aku kemarin itu kan baru lulus, mau langsung mencari kerja saja. Tapi susah sekali sekarang mencari kerja mbak...waktu ada pengumuman di RT-RT katanya dari Disnakertrans Semarang ada lowongan garmen, bisa langsung kerja, disalurkan langsung, tapi harus ikut pelatihan dahulu...biayane gratis, .........yang membayari katanya Jamsostek gitu mbak..ya ga apa-apa ikut saja...kan lumayan, apalagi disalurkan ke garmen langsung..tapi ya itu, harus ikut pelatihan dahulu...”(NE, 18 tahun).]
7.2 Keragaan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Keragaan pelatihan adalah komponen-komponen yang terdapat dalam pelatihan. Keragaan pelatihan dalam penelitian ini antara lain instruktur atau pelatih, fasilitas pelatihan, materi pelatihan dan metode pelatihan. Pelaksana pelatihan merupakan LPK ASA Group Semarang. Secara lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 7.2
Tabel 7.2 Jumlah dan Persentase Penilaian Responden terhadap Keragaan Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, 2008 Keragaan Pelatihan Tidak Mampu Pelatih Mampu Tidak Lengkap dan Tidak Layak Fasilitas Pelatihan Lengkap dan Layak Tidak Relevan Materi Pelatihan Relevan Tidak Relevan Metode Pelatihan Relevan
Jumlah (Orang) 0 30
Persentase (%) 0,00 100
2
6,67
28 4 26 3 27
93,33 13,33 86,67 10,00 90,00
Berdasarkan Tabel 7.2, diketahui bahwa semua responden (100 persen) menyatakan pelatih mampu mengajarkan dan menyampaikan materi dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan bahwa pelatih sangat berpengalaman dan terampil dalam bidang garmen. Selain itu, suasana pelatihan berlangsung secara informal, sehingga komunikasi yang terjalin antara peserta pelatihan dan pelatih berlangsung akrab. Sebagian besar pelatih adalah perempuan, sehingga memudahkan interaksi dalam menyampaikan materi. Fasilitas Pelatihan yang berada di LPK ASA Group terdiri dari Ruangan, Mesinmesin, Jarum, Benang, Kain Perca, dan Kertas Pola. Gedung yang ditempati oleh LPK ASA Group terdiri dari dua unit. Unit pertama terletak di Kompleks Kampus Unnes Semarang yang berada di wilayah Sampangan, sedangkan unit kedua terletak di Langensari, Kabupaten Semarang. Mulai Juni 2008, LPK ASA Group menggabungkan dua unitnya tersebut menjadi satu kompleks di Eks-Gedung Samsat, Tambakaji, Semarang. Tempat ini merupakan bantuan dari Disperindag Kota Semarang pada LPK ASA Group. Gedung dengan lima lantai ini, selain digunakan untuk kantor dan ruang belajar, juga dilengkapi dengan asrama untuk peserta pelatihan.
Berdasarkan penilaian peserta pelatihan terhadap fasilitas pelatihan, hanya terdapat dua orang atau sebesar 6,67 persen menyatakan bahwa fasilitas tidak lengkap dan tidak layak. Sebanyak 28 orang atau sebesar 93,33 persen menyatakan bahwa fasilitas lengkap dan layak digunakan. Mesin-mesin yang digunakan untuk pelatihan adalah mesin-mesin baru dari bantuan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang. Selain mesin-mesin baru, LPK juga mendapat bantuan Alat Tulis Kantor (ATK) serta lemari, meja, dan kursi kantor dari PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang. Materi Pelatihan
menyangkut relevansi materi yang dilihat berdasarkan
pernyataan peserta pelatihan terhadap kesesuaian materi yang diberikan dalam pelatihan dengan tujuan perubahan perilaku yang ingin dicapai. Berdasarkan Tabel 7.2, diketahui bahwa sebanyak empat orang atau sebesar 13,33 persen menyatakan materi pelatihan tidak relevan, 26 orang atau sebesar 86,67 persen menyatakan bahwa materi pelatihan relevan terhadap tujuan perubahan perilaku yang ingin dicapai. Dalam penyusunan materi pelatihan, sebagaimana yang dinyatakan oleh SG (Direktur LPK ASA Group Semarang), penyusunan materi disesuaikan dengan kebutuhan pada proses produksi perusahaan garmen. Materi pelatihan disusun sesuai dengan ketentuan yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan garmen. Diharapkan, dengan penguasaan materi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, peserta pelatihan yang telah lulus dapat dengan mudah mendapat pekerjaan di perusahaan garmen dengan keterampilan yang telah dipelajari dalam pelatihan.
Berdasarkan Tabel 7.2, hanya terdapat tiga orang atau sebesar 10 persen yang menyatakan bahwa metode tidak relevan dengan pelaksanaan penyampaian materi pelatihan. Sebagian besar peserta pelatihan, yaitu sebanyak 27 orang atau sebesar 90 persen menyatakan bahwa metode pelatihan relevan. Metode yang digunakan adalah praktik langsung. Dengan demikian, peserta pelatihan dilatih dengan menggunakan mesin jahit tiap harinya, sehingga akan terampil dalam mengoperasikan mesin jahit. Hal ini merupakan tujuan pokok pelatihan, sehingga dapat membantu lulusan pelatihan dalam bekerja.
7.3 Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 7.3.1 Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Output pelatihan merupakan perubahan perilaku sesudah pelatihan, yaitu perbedaan tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan sebelum dan sesudah dilaksanakannya pelatihan. Perubahan perilaku ini berdasarkan persepsi responden terhadap pengetahuan dan keterampilan mereka sebelum dan sesudah pelatihan. Perubahan tingkat pengetahuan dinilai dari jumlah skor dari sepuluh pertanyaan mengenai pengetahuan terhadap materi pelatihan. Perubahan tingkat keterampilan dinilai dari jumlah skor dari sebelas pertanyaan mengenai kemampuan dalam mempraktekkan materi yang telah diajarkan. Hasil perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan, sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7.3.
Tabel 7.3 Jumlah dan Persentase Perubahan Perilaku Responden Sesudah Pelatihan, 2008 Perubahan Perilaku Tingkat Pengetahuan Rendah Tinggi
Jumlah (orang) 16 14
Persentase (%) 53,33 46,67
Tingkat Keterampilan
Rendah Tinggi
18 12
60,00 40,00
Berdasarkan nilai perubahan pada tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan perubahan tingkat pengetahuan peserta pelatihan sesudah pelatihan. Terdapat 16 orang atau sebesar 53,33 persen peserta pelatihan yang memiliki perubahan tingkat pengetahuan yang tergolong rendah. Peserta pelatihan yang memiliki perubahan tingkat pengetahuan di atas tergolong tinggi, berjumlah 14 orang atau sebesar 46,67 persen. Dengan demikian secara keseluruhan, tingkat perubahan pengetahuan sesudah pelatihan tergolong rendah. Tingkat keterampilan peserta pelatihan sesudah pelatihan mengalami peningkatan. Terdapat 18 orang atau hanya sebesar 60 persen yang mengalami tingkat perubahan keterampilan tergolong rendah. Jumlah peserta pelatihan yang mengalami peningkatan tingkat keterampilan tergolong tinggi adalah 12 orang atau hanya sebesar 40 persen. Jadi, tingkat perubahan keterampilan peserta pelatihan sesudah pelatihan tergolong rendah.
7.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Pelatihan PenggunaanMesin Jahit High Speed 7.3.2.1 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Output Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Perubahan perilaku yang dalam penelitian ini mencakup perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan. Hubungan antara perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan dengan karakteristik individu yang mencakup usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan terakhir, pengalaman kerja, dan motivasi mengikuti pelatihan dianalisis dengan
menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non parametrik Chi Square. Uji-uji tersebut
menggunakan skala nominal dan ordinal dalam
bentuk angka dan frekuensi yang berupa data skor (Iskandar, 2008). Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp Sig. adalah jika nilai Asymp Sig (2-sided) lebih kecil dari nilai α=(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti bahwa terdapat perbedaan antara variabel-variabel yang diuji.
Hubungan
karakteristik individu dengan perubahan pengetahuan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7.4.
Tabel 7.4 Hasil Analisis Chi Square antara Karakteristik Individu dengan Perubahan Tingkat Pengetahuan Sesudah Pelatihan, 2008 Karakteristik Usia Status Perkawinan Pendidikan Terakhir Pengalaman Kerja Motivasi
Asymp.Sig. (2-sided) 0,732 0,009 0,513 0,005 0,982
Keterangan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
Berdasarkan Tabel 7.4, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa variabelvariabel karakteristik individu tidak memiliki perbedaan dengan perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan. Hanya status perkawinan dan pengalaman kerja yang menunjukkan adanya perbedaan pada perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan. Tidak ada perbedaan antara usia muda dan dewasa dengan perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa terdapat peserta pelatihan pada kategori pemuda dan dewasa ada yang memiliki tingkat perubahan pengetahuan yang tergolong tinggi. Begitu juga sebaliknya, ada juga
peserta pelatihan pada kategori pemuda dan dewasa memiliki tingkat perubahan pengetahuan yang rendah. Berdasarkan Tabel 7.4, terdapat perbedaan perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan antara yang sudah menikah dengan yang belum menikah. Menurut staf LPK ASA Group Semarang, wanita yang telah menikah cenderung lebih telaten dan lebih cermat dalam menjahit. Hal ini yang membuat mereka dapat menerima materi dengan mudah dan cenderung lebih cepat dibandingkan yang lainnya. Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan antara yang berpendidikan SLTP/ sederajat dengan yang berpendidikan SLTA/sederajat. Hal ini disebabkan mereka sama-sama memperoleh materi pelatihan dan metode yang sama dan dimulai dari ketidaktahuan terhadap materi pelatihan yang tidak diajarkan saat mereka berada di bangku sekolah, sehingga pengetahuan mereka sesudah pelatihan tidak berbeda dengan yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Terdapat perbedaan perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan dengan berbagai pengalaman kerja yang dimiliki responden. Responden yang pernah bekerja di bidang garmen, memiliki tingkat pengetahuan terhadap materi pelatihan lebih baik, karena materi pelatihan tidak jauh berbeda dengan yang mereka tahu saat bekerja dulu. Hal tersebut membuat mereka dapat meningkatkan pengetahuan mereka lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Tidak terdapat perbedaan perubahan tingkat pengetahuan sesudah pelatihan terhadap berbagai motivasi yang dimiliki responden. Hal ini disebabkan mereka
sama-sama memperoleh materi pelatihan dan metode yang sama sehingga perubahan pengetahuan mereka tidak dipengaruhi oleh motivasi. Hubungan karakteristik individu dengan perubahan keterampilan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7.5.
Tabel 7.5 Hasil Analisis Chi Square antara Karakteristik Individu dengan Perubahan Tingkat Keterampilan Sesudah Pelatihan, 2008 Karakteristik Usia Status Perkawinan Pendidikan Terakhir Pengalaman Kerja Motivasi
Asymp.Sig. (2-sided) 0,654 0,046 1,000 0,013 0, 426
Keterangan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
Berdasarkan Tabel 7.5, secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa variabelvariabel karakteristik individu tidak memiliki perbedaan
dengan perubahan
tingkat keterampilan sesudah pelatihan. Hanya pengalaman kerja
dan status
perkawinan yang menunjukkan adanya perbedaan pada perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan. Tidak terdapat perbedaaan perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan antara peserta pelatihan usia muda dan dewasa. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa terdapat peserta pelatihan pada kategori Muda dan Dewasa ada yang memiliki tingkat perubahan keterampilan yang tergolong tinggi. Begitu juga sebaliknya, ada juga peserta pelatihan pada kategori pemuda dan dewasa memiliki tingkat perubahan keterampilan yang rendah. Terdapat perbedaan perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan antara yang sudah menikah dengan yang belum menikah. Peserta pelatihan yang telah menikah lebih cermat dan telaten
dalam mengerjakan sesuatu. Hal tersebut
membuat hasil jahitan mereka lebih rapih dibandingkan dengan yang lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta pelatihan yang telah menikah cenderung lebih terampil. Tidak terdapat perbedaan perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan antara
peserta
pelatihan
yang
lulusan
SLTP/sederajat
maupun
lulusan
SLTA/sederajat. Pelatihan tidak pernah membedakan tingkat pendidikan peserta pelatihan. Semua memperoleh materi pelatihan dan metode yang sama dan dimulai dari ketidaktahuan terhadap materi pelatihan yang tidak diajarkan saat mereka berada di bangku sekolah, sehingga keterampilan mereka sesudah pelatihan tidak berbeda dengan yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Terdapat perbedaan perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan dengan berbagai pengalaman kerja peserta pelatihan. Hal tersebut dikarenakan responden yang pernah bekerja di bidang garmen dan mengikuti pelatihan yang menggunakan metode praktek langsung tiap harinya dapat menjadi lebih terampil dan terlatih dalam mengoperasikan mesin jahit. Selain itu, mereka menjadi lebih lincah dan cepat dalam mengoperasikan mesin jahit High Speed. Responden yang belum pernah bekerja di bidang garmen banyak mengalami kesulitan dan lebih lambat belajar dalam mengoperasikan mesin jahit High Speed. Tidak terdapat perbedaan perubahan tingkat keterampilan sesudah pelatihan dengan berbagai motivasi yang dimiliki peserta pelatihan. Hal ini disebabkan mereka sama-sama memperoleh materi pelatihan dan metode yang sama sehingga perubahan keterampilan mereka tidak dipengaruhi oleh motivasi.
7.3.2.2 Hubungan Keragaan Pelatihan terhadap Perubahan Perilaku Sesudah pelatihan
Hubungan antara perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan dengan keragaan pelatihan yang mencakup pelatih, fasilitas pelatihan, materi pelatihan, dan metode pelatihan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank Spearman menyatakan hubungan antara kedua variabel yang ordinal dan tidak memerlukan prasyarat data terdistribusi normal. Nilai korelasi ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi Spearman. Hasil analisis korelasi Rank Spearman yang menunjukkan hubungan antara keragaan pelatihan terhadap perubahan perilaku pelatihan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7.6.
Tabel 7.6 Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Keragaan Pelatihan terhadap Perubahan Perilaku Sesudah Pelatihan, 2008 Perubahan Perilaku Pengetahuan Keterampilan Keragaan Pelatihan Koefisien Koefisien p-value p-value Korelasi Korelasi Pelatih Fasilitas Pelatihan -0,286 (0,126) 0,247 (0,188) Materi Pelatihan -0,026 (0,891) -0,080 (0,674) Metode Pelatihan 0,116 (0,542) 0,193 (0,307) ** Berhubungan nyata pada taraf 0,01 (2-tailed)
Berdasarkan Tabel 7.6, tidak ada keragaan pelatihan yang berhubungan nyata dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan Koefisien Korelasi antara perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan adalah 0,873 dengan nilai p-value adalah 0,000 yang lebih kecil dari nilai α= 0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan
sesudah pelatihan memiliki terdapat hubungan yang signifikan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka akan semakin tinggi tingkat keterampilan. Pelatih tidak memiliki hubungan yang nyata dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan. Perilaku peserta pelatihan tidak dipengaruhi oleh kemampuan dan sikap pelatih pada saat menyampaikan dan mengajar materi pelatihan. Materi pelatihan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan. Perilaku peserta tidak dipengaruhi oleh relevansi materi pelatihan. Fasilitas tidak memiliki hubungan yang nyata dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan. Kelengkapan dan kelayakan fasilitas pelatihan tidak mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan mereka. Fasilitas pelatihan dinilai lengkap dan layak, serta dapat membantu peserta pelatihan dalam melaksanakan pelatihan. Metode pelatihan tidak memiliki hubungan nyata dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan. Metode yang digunakan secara umum adalah praktik langsung dan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam mengoperasikan mesin jahit High Speed. Metode pelatihan yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab dan sebagian besar praktik langsung telah memberikan pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam mengoperasikan mesin jahit High Speed.
7.4 Outcome Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 7.4.1 Outcome Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Outcome pelatihan merupakan perubahan perilaku, yaitu perbedaan tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan setelah bekerja. Perubahan perilaku ini berdasarkan persepsi responden terhadap tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka sesudah pelatihan dan setelah mereka bekerja. Perubahan tingkat pengetahuan dinilai dari rata-rata jumlah skor dari sepuluh pertanyaan mengenai pengetahuan terhadap materi pelatihan baik sesudah pelatihan maupun setelah bekerja. Perubahan tingkat keterampilan dinilai dari rata-rata jumlah skor dari sebelas pertanyaan mengenai kemampuan dalam mempraktekkan materi yang telah diajarkan baik sesudah pelatihan maupun setelah bekerja. Hasil perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan setelah bekerja dapat dilihat pada Tabel 7.7.
Tabel 7.7 Jumlah dan Persentase Perubahan Perilaku Responden Setelah Bekerja, 2008 Perubahan Perilaku Rendah Tingkat Pengetahuan Tinggi Rendah Tingkat Keterampilan Tinggi
Jumlah (orang) 16 14 11 19
Persentase (%) 53,33 46,67 36,67 63,33
Berdasarkan nilai pada Tabel 7.7 tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan tingkat pengetahuan peserta pelatihan setelah bekerja yang ditandai dengan adanya skor yang bernilai negatif. Terdapat 16 orang atau sebesar 53,33 persen peserta pelatihan yang memiliki perubahan tingkat pengetahuan tergolong rendah. Peserta pelatihan yang memiliki perubahan tingkat pengetahuan tergolong tinggi berjumlah 14 orang atau sebesar 46,67 persen. Dengan demikian
secara keseluruhan, tingkat perubahan pengetahuan setelah bekerja tergolong rendah. Hal ini dikarenakan, setelah bekerja mereka hanya menghadapi satu tugas tertentu, sehingga pengetahuan lain yang mereka miliki tidak digunakan bahkan mengalami penurunan pengetahuan. Pengetahuan yang meningkat hanya sebatas tugas yang mereka kerjakan. Tingkat keterampilan peserta pelatihan setelah bekerja sebagian besar mengalami peningkatan. Sebanyak 19 orang atau sebesar 63,33 persen mengalami peningkatan keterampilan yang tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan setelah bekerja, mereka menghadapi satu jenis tugas tertentu, sehingga mereka mengalami peningkatan dalam menyelesaikan satu jenis tugas tersebut.
7.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Outcome Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed Evaluasi Outcome dilakukan dengan menganalisis perubahan perilaku setelah bekerja dengan uji korelasi Rank Spearman. Perubahan perilaku yang dimaksud adalah perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan sesudah pelatihan (Output) dengan perubahan tingkat pengetahuan dan keterampilan setelah bekerja (Outcome). Hasil analisis korelasi Rank Spearman yang menunjukkan hubungan antara Output dan Outcome Pelatihan dapat dilihat pada Tabel 7.8. Tabel 7.8 Hasil analisis Korelasi Rank Spearman antara Output dengan Outcome Pelatihan, 2008 OUTCOME Pengetahuan Keterampilan OUTPUT Koefisien Koefisien p-value p-value Korelasi Korelasi -0,071 0,708 -0,259 0,167 Pengetahuan -0.082 0,667 -0,226 0,230 Keterampilan *Berhubungan nyata pada taraf 0,05 (2-tailed) **Berhubungan nyata pada taraf 0,01 (2-tailed)
Berdasarkan Tabel 7.8, diketahui bahwa output pelatihan tidak berhubungan nyata dengan outcome pelatihan. Hal tersebut disebabkan lulusan pelatihan yang telah bekerja, hanya ditempatkan pada satu bagian khusus dengan satu jenis tugas tertentu. Lulusan pelatihan tidak menggunakan keterampilan yang dimiliki sepenuhnya sesudah pelatihan, karena mereka hanya menggunakan satu jenis keterampilan untuk satu tugas tertentu. Misalnya, lulusan pelatihan yang bekerja sebagai operator mesin jahit dan bertugas menjahit bagian lengan saja, tidak akan menggunakan keterampilan yang dimilikinya dalam mengobras atau memasang kancing. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan garmen yang melakukan pelatihan ulang terhadap buruh garmen baru, dan menurut responden, mereka lebih mudah belajar melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan daripada pelatihan yang dilaksanakan di LPK ASA Group.
“ Diajari maneh mbek Miss Lim kae, wonge apikan banget..ning ra iso ngomong indonesia lancar ngono lho mbak..biasane dikancani mbek mbak Dian.......Nek ngajari tenanan, seko ASA kae mung ngono-ngono tok, mesinne wae jek sing kuno kae lho mbak...gek mudeng tenan aku bar diajari Miss Lim kae....”(ME, 24 tahun) [ Diajari lagi dengan Miss Lim itu, orangnya baik sekali..tapi, tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar gitu lho mbak..biasanya ditemani mbak Dian..Kalau mengajar serius, dari ASA itu cuma gitu-gitu aja, mesinnya saja masih yang kuno itu lho mbak..aku baru paham sekali setelah diajari Miss Lim itu....”(ME, 24 tahun)] “.. Saya itu sampai membuat metode yang berbeda lho mbak...Pelatihan yang pertama dulu, tiap pagi sebelum pelatihan dimulai ya tho..saya kumpulin anak-anak di depan, trus saya suruh teriak ‘Saya Bisa!!’ berulang kali mpe 20 menit ada kok. Hasilnya tu beda sama yang ga saya suruh kumpulin di depan...’ lebih OK yang saya kumpulin gitu mbak...”(Bapak RZ)
7.5 Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 7.5.1 Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed
Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja dan produktivitas kerja lulusan pelatihan yang telah bekerja di suatu perusahaan garmen. Kepuasan kerja adalah cerminan perasaan pegawai yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaannya yang nampak dalam sikap kepositifan dan kenegatifan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Kepuasan kerja dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kategori pekerjaan, kompensasi, kondisi kerja dan hubungan antar pribadi. Jumlah dan persentase kepuasan kerja responden dapat dilihat pada Tabel 7.9
Tabel 7.9 Jumlah dan Persentase Kepuasan Kerja Responden, 2008 Kepuasan Kerja Puas Tinggi Kompensasi Puas Tidak Puas Kondisi Kerja Puas Tidak Puas Hubungan Antar Puas Pribadi Tidak Puas Pekerjaan
Jumlah (orang) 23 7 17 13 21 9 26 4
Persentase (%) 76,67 23,33 56,67 43,33 70,00 30,00 86,67 13,33
Berdasarkan Tabel 7.9, hanya tujuh orang atau sebesar 23,33 persen yang menyatakan ketidakpuasan terhadap pekerjaan mereka. Sebanyak 23 orang lainnya atau sebesar 76,67 persen menyatakan puas terhadap pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa lulusan pelatihan cenderung puas bekerja sesuai dengan keahlian dan berat ringannya pekerjaan. Lulusan pelatihan juga cenderung puas dengan waktu yang disediakan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Kepuasan ini dikarenakan mereka mendapat pekerjaan dan memperoleh penghasilan, mengingat mendapatkan pekerjaan sangat sulit bagi mereka. Ketidakpuasan lebih diakibatkan karena terkadang mereka diharuskan untuk lembur hingga malam hari untuk mengejar target produksi, khususnya bagi yang sudah berkeluarga cenderung keberatan dengan adanya lembur. “....aku nduwe anak cilik ki...., so’ dong nek kon lembur tekan mbengi, nnggo ngoyak target, opo meneh nek seko Maissy iso suwi, ngantek nritik ngono lho..., saake anakku, aku teko wes turu...kan yo butuh kasih sayang ngono lho mbak...”(ME, 24 tahun). [“...aku mempunyai anak kecil ini..., kadang kalau disuruh lembur sampai malam, untuk mengejar target, apa lagi kalau dari Maissy bisa lama, sampai teliti dan rumit banget begitu lho...kasihan anakku, aku datang sudah tidur..kan ya butuh kasih sayang gitu lho mbak...”(ME, 24 tahun)]
Berdasarkan penilaian lulusan pelatihan terhadap kompensasi pada Tabel 7.9, sebanyak 17 orang atau sebesar 56,67 persen menyatakan puas. Terdapat 13 orang atau sebesar 43,33 persen menyatakan tidak puas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lulusan pelatihan cenderung puas dengan kompensasi yang mereka dapat. Kepuasan tersebut dikarenakan mereka mendapat pekerjaan dan mendapat penghasilan bila bekerja di perusahaan garmen. Rata-rata gaji mereka tidak jauh berbeda denga UMR setempat. Selain itu, terdapat tunjangan atau asuransi Jamsostek yang diperoleh dari perusahaan. Berdasarkan penilaian lulusan pelatihan terhadap kondisi kerja hanya ada sembilan orang atau sebesar 30 persen yang tidak puas terhadap kondisi kerja. Sebanyak 21 orang atau sebesar 70 persen menyatakan bahwa mereka puas terhadap kondisi kerja mereka saat ini. Artinya, lingkungan kerja tergolong nyaman, aman dan bersih.
Hal tersebut didukung oleh sistem keamanan yang cukup ketat dan fasilitas keselamatan kerja yang lengkap. Rata-rata tiap perusahaan garmen telah memiliki standar operasional prosedur keselamatan kerja, serta dilengkapi dengan ketersediaan obat-obatan. Fasilitas untuk bekerja, misalnya peralatan produksi dalam kondisi baik dan selalu terawat, sehingga dapat memperlancar proses produksi yang dilakukan buruh garmen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lulusan pelatihan puas terhadap kondisi tempat kerja mereka. Berdasarkan penilaian lulusan pelatihan terhadap hubungan antar pribadi, hanya terdapat empat orang atau sebesar 13,33 persen yang menyatakan tidak puas terhadap hubungan mereka dengan rekan kerja dan atasan. Sebanyak 26 orang atau sebesar 86,67 persen menyatakan puas terhadap hubungan mereka dengan rekan kerja dan atasan. Nilai tersebut memberi arti bahwa lulusan pelatihan puas terhadap interaksi antara rekan dan atasan. Sesama rekan kerja menjalin hubungan baik dan saling memberikan dorongan, semangat, dan kerja sama secara positif. Selain itu, hubungan dengan atasan terjalin dengan baik serta kemauan atasan untuk menerima serta menghargai saran atau kritik yang disampaikan. Berdasarkan hasil penelitian, lulusan pelatihan yang tergolong tidak puas adalah lulusan pelatihan yang bekerja pada PT Morich Indo Fashion dan PT Samwon Busana Indonesia. Menurut lulusan pelatihan yang bekerja di kedua perusahaan tersebut, ketidakpuasan hubungan antar pribadi dikarenakan rekan kerja yang lebih senior bersikap tidak ramah pada buruh yang baru bekerja. Selain itu, atasan cenderung bersikap memaksa mereka untuk bekerja lembur, jika target memproduksi pesanan harus membutuhkan tambahan waktu tanpa kompensasi yang layak.
“....sing seko ASA ketoke wis do metuh kabeh kok mbak...nek ono paling yo siji loro, aku mbek kancaku wae meh metu.....senior-seniore ki do galak mbek cah anyar, judes ngono lho mbak....supervisore meneh, galakke pol!...nek ora melbu sedina trus surat ijine telat wae langsung kon metu...!”(RS, 21 tahun, buruh garmen PT Morich Indo Fashion) [“....yang dari ASA sepertinya sudah keluar semua kok mbak..kalau ada mungkin satu dua, aku dan temenku saja mau keluar...senior-seniornya galak-galak dengan anak baru. judes gitu lho mbak... supervisor apalagi, galak banget!kalau tidak masuk sehari, lalu surat ijin telat aja langsung disuruh keluar...!” (RS, 21 tahun, buruh garmen PT Morich Indo Fashion) “....Koreane galak-galak tur pelit.....nek njaluk njahite kudu tekan nritik.....” (ME, 24 tahun, buruh garmen PT Samwon Busana Indonesia). [“...Orang Koreanya galak-galak dan pelit. Kalau minta menjahit harus sampai teliti dan rumit banget....” (ME, 24 tahun, buruh garmen PT Samwon Busana Indonesia)]
Produktivitas kerja adalah tingkatan efisiensi dalam memproduksi barangbarang atau jasa-jasa. Diukur dengan penilaian supervisor lulusan pelatihan dengan memberikan satu pertanyaan mengenai produktivitas kerja lulusan dibandingkan dengan karyawan lain yang berasal bukan dari pelatihan. Penilaian supervisor ataupun staf HRD perusahaan lulusan pelatihan bekerja dapat dilihat pada Tabel 7.10.
Tabel 7.10 Jumlah dan Persentase Penilaian Supervisor terhadap Produktivitas Lulusan Pelatihan Dibandingkan dengan Karyawan Lain Non Pelatihan, 2008 Nilai Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 3 10,00 2 2 6,67 3 11 36,67 4 13 43,33 5 1 3,33 Total 30 100 Keterangan : 1: Tidak memuaskan; 2: Di bawah rata-rata; 3: Rata-rata; 4: Di atas rata-rata; 5: Memuaskan
Berdasarkan nilai pada Tabel 7.10, maka dapat disimpulkan bahwa lulusan pelatihan mayoritas di atas rata-rata. Namun, sebagian besar lulusan pelatihan dibandingkan dengan yang bukan lulusan pelatihan adalah rata-rata atau bahkan di bawah rata-rata. Banyak perusahaan garmen yang menilai buruh lulusan fresh
graduate dari lembaga pelatihan atau kursus tidak sebaik buruh yang sudah berpengalaman. Bahkan, terdapat beberapa perusahaan garmen yang tidak lagi bersedia menerima lulusan fresh graduate lembaga atau kursus karena kemampuan dan keterampilannya dianggap di bawah rata-rata dan akan menghambat Line untuk memproduksi sesuai target.
7.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Effect Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed
Hubungan antara perubahan perilaku setelah bekerja (outcome) dengan produktivitas kerja diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai p-value antara perubahan tingkat pengetahuan setelah bekerja adalah 0,679 yang lebih besar dari nilai α= 0,05 sehingga terima Ho. Nilai p-value antara perubahan tingkat keterampilan setelah bekerja adalah 0,060 yang lebih besar dari nilai α= 0,05 sehingga terima Ho. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan perilaku sesudah pelatihan dan sesudah bekerja dengan produktivitas kerja. Hal tersebut disebabkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan perilaku sesudah pelatihan dengan perubahan perilaku setelah bekerja. Produktivitas kerja merupakan bagian dari bekerjanya responden dalam perusahaan garmen. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja tidak mempengaruhi adanya perubahan perilaku sehingga perubahan perilaku tidak berhubungan dengan produktivitas kerja.
Hubungan antara faktor-faktor tingkat kepuasan kerja yang mencakup pekerjaan, kompensasi, kondisi kerja, dan hubungan antar pribadi dengan produktivitas kerja dianalisis dengan menggunakan Rank Spearman. Hasil uji statistik korelasi Rank Spearman antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja dapat dilihat pada Tabel 7.11.
Tabel 7.11 Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Faktor-faktor Kepuasan Kerja dengan Produktivitas Kerja, 2008 Kepuasan Kerja Koefisien Korelasi Pekerjaan 0,518** Kompensasi 0,058 Kondisi Kerja 0,072 Hubungan Antar 0,517** Pribadi ** Berhubungan nyata pada taraf 0,01 (2-tailed)
p-value 0,003 0,361 0,705
Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
0,003
Signifikan
Berdasarkan Tabel 7.11 tersebut di atas, didapat bahwa yang berhubungan signifikan dengan produktivitas kerja adalah pekerjaan dan hubungan antar pribadi. Nilai probabilitas atau p-value pekerjaan sebesar 0,003 yang lebih kecil dari nilai α= 0,05 jadi tolak Ho. Koefisien korelasi antara pekerjaan dengan produktivitas kerja sebesar 0,518. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan atau pengaruh yang signifikan antara pekerjaan dengan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan lulusan pelatihan bertujuan untuk mendapat pekerjaan dengan ditempatkan di suatu bagian perusahaan, sehingga puas jika ditempatkan di salah satu posisi kerja. Dengan demikian, ia akan bekerja sesuai dengan tugas dan target produksi perusahaan. Penempatan kerja biasanya dilakukan melalui seleksi atau tes terlebih dahulu. Jadi, tiap orang akan mendapatkan tugas yang sesuai dengan kemampuannya agar dapat bekerja dengan
baik. Waktu yang diberikan perusahaan akan membuat buruh garmen bekerja tepat waktu dan memenuhi target produksi yang diharapkan. “ ....wah, nek seko Maisy kae’ nggawene nganti nritik...kok mbak..sing biasane sejam entuk 100 iso mung 40 tok nek Maisy.trus kon lembur mbek Koreane, yo iso entuk target akhire...”(ME, 24 tahun) [...”wah, kalau dari Maisy itu, membuatnya sampai teliti dan rumit...kok mbak..yang biasanya sejam dapat 100 bisa hanya 40 saja kalau Masiy. Lalu disuruh lembur oleh Orang Koreanya, ya bisa mencapai target akhirnya...]”(ME, 24 tahun)
Kompensasi tidak berhubungan signifikan dengan produktivitas kerja. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai p-value sebesar 0,759 yang lebih besar dari nilai α= 0,05, sehingga terima Ho. Lulusan pelatihan bertujuan untuk mendapat pekerjaan dan mendapat penghasilan. Jadi, seberapa besar gaji yang diberikan tidak mempengaruhi produktivitas kerja asalkan tidak kurang dari upah minimum setempat. Hal ini dikarenakan jika mereka tidak bekerja sesuai target, maka akan dipecat dan akan kehilangan pekerjaan, dan kemudian tidak mendapat penghasilan. Posisi buruh garmen yang sebagian besar adalah buruh kontrak juga membuat mereka tidak berani menuntut banyak kompensasi. Mereka hanya ingin tetap bekerja dan mendapat penghasilan. Berdasarkan hasil uji, nilai p-value kondisi kerja sebesar 0,705 yang lebih besar dari nilai α= 0,05 jadi terima Ho. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kerja dengan produktivitas kerja. Secara umum, suasana dan lingkungan kerja perusahaanperusahaan garmen sudah baik untuk menciptakan kondisi kerja. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, produktivitas responden lebih ditekankan karena mereka ingin bekerja dan untuk itu mereka harus bekerja dengan baik dan mampu memenuhi target perusahaan.
Koefisien korelasi antara hubungan antar pribadi dengan produktivitas kerja adalah sebesar 0,517, dengan nilai p-value sebesar 0,003 yang lebih kecil dari nilai α= 0,05 jadi tolak Ho. Lulusan pelatihan yang tidak menjalin hubungan baik dengan rekan kerja atau atasan merasa bekerja di bawah tekanan dan tidak dapat bekerja dengan tenang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara bersama RS (21 tahun): “....sing seko ASA ketoke wis do metuh kabeh kok mbak...nek ono paling yo siji loro, aku mbek kancaku wae meh metu.....senior-seniore ki do galak mbek cah anyar, judes ngono lho mbak....supervisore meneh, galakke pol!...nek ora melbu sedina trus surat ijine telat wae langsung kon metu...!”(RS, 21 tahun, buruh garmen PT Morich Indo Fashion) [“....yang dari ASA sepertinya sudah keluar semua kok mbak..kalau ada mungkin satu dua, aku dan temenku saja mau keluar...senior-seniornya galak-galak dengan anak baru. judes gitu lho mbak... supervisor apalagi, galak banget!kalau tidak masuk sehari, lalu surat ijin telat aja langsung disuruh keluar...!” (RS, 21 tahun, buruh garmen PT Morich Indo Fashion)
Berdasarkan keterangan dari supervisor RS, yaitu Ibu WD, buruh garmen tersebut bekerja tidak dapat memenuhi target dan menghambat kinerja operator lainnya. Hal tersebut membuat supervisor sering memberikan teguran pada buruh garmen tersebut. Teguran tersebut justru dinilai sebagai sikap tidak ramah dan membuat ketidakpuasan terhadap hubungan antar pribadi lulusan pelatihan. Supervisor sendiri menilai bahwa produktivitas kerja lulusan pelatihan tersebut masih di bawah rata-rata.
7.6 Analisis 7.6.1 Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Keterampilan
Tingkat pengetahuan dan keterampilan tiap peserta pelatihan berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari jumlah skor total masing-masing peserta pelatihan terhadap tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka, baik sebelum pelatihan, sesudah
pelatihan, maupun setelah bekerja. Perbedaan ini akan mempengaruhi tingkat perubahan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan. Untuk melihat sejauhmana perbedaan tersebut, maka peserta pelatihan dikategorikan menjadi dua, yaitu 15 peserta pelatihan dengan skor terendah dan 15 peserta pelatihan dengan skor tertinggi. Secara lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 7.12.
Tabel 7.12 Tingkat Perubahan Pengetahuan Peserta Pelatihan, 2008 Pengetahuan 15 Orang dengan Skor Terendah 15 Orang dengan Skor Tertinggi
Sebelum Pelatihan (P1)
Sesudah Pelatihan (P2)
Setelah Bekerja (P3)
P2-P1
P3-P2
177
407
399
230
-8
343
505
562
162
57
Berdasarkan Tabel 7.12, terdapat peningkatan pengetahuan sesudah pelatihan, dimana 15 orang dengan skor terendah mengalami peningkatan yang lebih besar, yaitu 230 angka dibandingkan dengan 15 orang dengan skor tertinggi, yaitu 162 angka.
Setelah bekerja, justru 15 orang dengan skor terendah
mengalami penurunan pengetahuan sebesar delapan angka. Kelompok 15 orang dengan skor tertinggi mengalami peningkatan pengetahuan sebesar 57 angka. Hal tersebut menunjukkan bahwa peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang tinggi hanya akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah. Inilah yang disebut sebagai “pengaruh pagu” atau ceiling effect (Shingi dan Mody, 1974 dalam Rogers, 1985). Peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang tinggi telah banyak memiliki pengetahuan mengenai materi pelatihan sebelum pelatihan dilaksanakan, sehingga perolehan informasi atau pengetahuan dari
pelatihan lebih sedikit dibandingkan dengan peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah. Terjadi penurunan pengetahuan pada peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah setelah mereka bekerja, walaupun perubahan tingkat pengetahuan mereka setelah pelatihan lebih tinggi, menunjukkan bahwa perbedaan semula dalam perolehan informasi atau pengetahuan antara kedua kelompok tetap sama. Kelompok dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah masih menjadi kelompok dengan skor pengetahuan yang lebih rendah (399) dibandingkan dengan kelompok yang memiliki tingkat pengetahuan awal yang tinggi (562), walaupun mereka telah bekerja. Penurunan pengetahuan pada peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah dikarenakan setelah bekerja mereka hanya akan menghadapi satu jabatan saja dengan tugas yang sama, sehingga pengetahuan mereka yang lain tidak digunakan, sehingga terjadi penurunan tingkat pengetahuan. Peserta dengan tingkat pengetahuan awal yang tinggi justru mengalami peningkatan pengetahuan setelah bekerja karena dengan menghadapi satu jabatan dengan satu tugas, justru membuat mereka lebih mengetahui lebih mendalam mengenai jabatan dan tugas tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa penurunan tingkat pengetahuan yang dialami tidak akan sebesar peserta pelatihan dengan tingkat pengetahuan awal yang rendah karena mereka mempunyai tingkat pengetahuan awal yang lebih tinggi. Perubahan tingkat keterampilan peserta pelatihan setelah pelatihan dan setelah bekerja dapat dilihat pada Tabel 7.13.
Tabel 7.13 Tingkat Perubahan Keterampilan Peserta Pelatihan, 2008 Keterampilan
Sebelum Pelatihan (K1)
Sesudah Pelatihan (K2)
Setelah Bekerja (K3)
K2-K1
K3-K1
170
382
387
212
5
358
523
605
165
82
15 Orang dengan Skor Terendah 15 Orang dengan Skor Tertinggi
Berdasarkan Tabel 7.13 tersebut di atas,
terdapat peningkatan keterampilan
sesudah pelatihan, dimana 15 orang dengan skor terendah mengalami peningkatan sebesar 212 angka, lebih besar dibandingkan kelompok 15 orang dengan skor tertinggi yang hanya mengalami peningkatan sebesar 165 angka. Setelah bekerja, justru kelompok 15 orang dengan skor terendah hanya mengalami peningkatan keterampilan sebesar lima angka, sedangkan kelompok 15 orang dengan skor tertinggi mengalami peningkatan sebesar 82 angka. Kelompok dengan tingkat keterampilan awal yang tinggi akan mengalami peningkatan keterampilan yang lebih sedikit dikarenakan mereka telah mempunyai
tingkat
keterampilan
yang
lebih
tinggi
sebelum
pelatihan
dibandingkan dengan peserta pelatihan yang tingkat keterampilan awal yang rendah. Setelah bekerja, peserta pelatihan yang memiliki tingkat keterampilan awal yang rendah hanya akan sedikit mengalami peningkatan keterampilan karena mereka hanya menghadapi satu jabatan dengan satu tugas saja. Hal tersebut membuat mereka hanya akan lebih terampil pada satu pekerjaan tertentu, sedangkan keterampilan yang baru saja didapatkan dari pelatihan tidak digunakan, sehingga keterampilan tersebut bisa mengalami penurunan. Peserta pelatihan dengan tingkat keterampilan awal yang tinggi, walaupun hanya menghadapi satu jabatan dengan satu tugas mengalami peningkatan yang lebih besar, dikarenakan
mereka akan lebih terampil pada pekerjaan tertentu, dan penurunan keterampilan tidak terlalu besar, karena keterampilan awal mereka yang lebih tinggi.
7.6.2 Output, Outcome, dan Effect Pelatihan Beserta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Uji Chi Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dengan perubahan perilaku sesudah pelatihan. Berdasarkan hasil uji Chi Square dinyatakan bahwa hanya status perkawinan dan pengalaman kerja yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku sesudah pelatihan (output). Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan tentang hubungan antar variabel penelitian, dapat diikhtisarkan pada Tabel 7.14. Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara keragaan pelatihan dengan output pelatihan, hubungan antara output dengan outcome pelatihan yaitu perubahan perilaku setelah bekerja. Uji Korelasi Rank Spearman juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara outcome pelatihan dengan effect pelatihan yaitu kepuasan dan produktivitas kerja. Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman dinyatakan bahwa Keragaan Pelatihan tidak mempengaruhi output pelatihan, yaitu perubahan perilaku sesudah pelatihan. Selanjutnya, diperoleh bahwa output pelatihan tidak mempengaruhi outcome pelatihan.
Tabel 7.14 Hasil Analisis Hubungan Antar Variabel Penelitian pada Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, 2008 Variabel Bebas (Independent)
Variabel Terikat (Dependent)
Keterangan
Karakteristik Individu a.
Usia
Tidak Signifikan
b.
Status Perkawinan
c.
Pendidikan Terakhir
d.
Pengalaman Kerja Sebelum Pelatihan
e.
Motivasi Pelatihan
Signifikan Output Pelatihan
Tidak Signifikan Signifikan
Mengikuti
Tidak Signifikan
Keragaan Pelatihan a.
Pelatih
Tidak Signifikan
b.
Fasilitas Pelatihan
c.
Materi Pelatihan
Tidak Signifikan
d.
Metode Pelatihan
Tidak Signifikan
Output Pelatihan
Tidak Signifikan
Output Pelatihan
Outcome Pelatihan
Tidak Signifikan
Outcome Pelatihan
Produktivitas Kerja
Tidak Signifikan
Kepuasan Kerja a.
Pekerjaan
b.
Kompensasi
c.
Kondisi Kerja
d.
Hubungan Pribadi
Signifikan Produktivitas Kerja
Tidak Signifikan Tidak Signifikan
Antar
Signifikan
Produktivitas kerja tidak berhubungan signifikan atau tidak dipengaruhi oleh outcome pelatihan. Produktivitas kerja berhubungan signifikan dengan variabel kepuasan kerja, yaitu pekerjaan dan hubungan antar pribadi. Jadi, Produktivitas kerja dipengaruhi oleh kepuasan terhadap pekerjaan dan hubungan antar pribadi.
BAB VIII PENUTUP
8.1 Kesimpulan PT Jamsostek (Persero) memandang tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan sebagai upaya compliance plus atau beyond compliance. Selain untuk memenuhi kewajiban berdasarkan atas regulasi hukum yang memaksanya, perusahan juga menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sekedar mengejar profit, namun juga tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan demi keberlanjutan usaha. Pelaksanan tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan atas upaya pengembangan investasi perusahaan di masa datang dengan membangun citra positif dan promotif perusahaan. Walaupun dalam pandangan PT Jamsostek (Persero) pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan tersebut dilandasi adanya kesadaran tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, secara umum kepentingan untuk pengembangan investasi di masa depan dan pembentukan citra positif dan promotif perusahaan lebih menonjol. Program-program yang dilaksanakan juga lebih diutamakan agar dapat membantu perusahaan dalam beroperasi dan menjalankan kewajibannya. Ruang Lingkup tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) adalah lingkup eksternal berupa pasar, yaitu peserta Jamsostek melalui program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP), dan komunitas lokal, yaitu masyarakat luas dan lingkungan sekitar perusahaan melalui program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Sifat program tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) sebagian besar bersifat philanthropy pada program Kemitraan, charity pada
program Bina Lingkungan, dan pada program DPKP sebagian besar bersifat charity dan philanthropy, namun terdapat program yang bersifat corporate citizenship. Bantuan yang bersifat corporate citizenship adalah bantuan fasilitas pelayanan kesehatan dan bantan pembangunan atau rehabilitasi BLK. Sebagian besar program yang dilaksanakan masih sebatas “karitas” (charity), tanpa memperhatikan aspek “pengembangan” dan “pemberdayaan” masyarakat. PT
Jamsostek
(Persero)
Cabang
Semarang
pada
tahun
2007,
merealisasikan program tanggung jawab sosial perusahaan berupa program kemitraan, pendidikan, pelatihan, dan pinjaman dana koperasi karyawan sebagai program yang bersifat philanthropy. Realisasi program yang bersifat charity berupa bantuan pameran/promo, bantuan bencana alam, pembangunan sarana dan prasarana umum, pembangunan sarana ibadah, dan bantuan pinjaman uang muka perumahan. Progam yang bersifat corporate citizenship adalah pemberian bantuan fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagian besar program yang dilaksanakan oleh PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang juga masih sebatas “karitas” (charity). Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed menurut pandangan perusahaan merupakan program yang bersifat philanthropy dengan sasaran masyarakat luas di sekitar lingkungan perusahaan dengan strategi linking core business activities with community development. Dalam pelaksanaannya, program ini justru lebih mengarah pada program charity. Perusahaan hanya sebatas memberikan bantuan dana, dan tidak menjamin keberlanjutan program. Pengawasan dan evaluasi PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang kurang, sehingga tidak diketahui dengan pasti bagaimana jumlah kepesertaan Jamsostek
dari program tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dalam hal kompensasi. Output pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan dipengaruhi oleh status perkawinan dan pengalaman kerja. Output pelatihan tidak dipengaruhi oleh Keragaan Pelatihan (pelatih, fasilitas, materi pelatihan, metode pelatihan). Outcome pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan sesudah pelatihan dan setelah bekerja tidak dipengaruhi oleh output pelatihan. Effect pelatihan berupa kepuasan kerja dan produktivitas kerja, dimana produktivitas kerja tidak dipengaruhi oleh outcome pelatihan, namun dipengaruhi oleh pekerjaan dan hubungan antar pribadi.
8.2 Saran Upaya tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero) telah dijalankan berdasarkan kebijakan yang ada di perusahaan dan didukung oleh Peraturan dari Menteri BUMN mengenai pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), serta Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP). Saran penulis adalah agar pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dari ketiga jenis program di atas, dapat mengarah pada bentuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Masyarakat penerima program PKBL dan DPKP perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan ikut mengevaluasi program. Diperlukan juga upaya perusahaan untuk membantu mengentaskan akar permasalahan yang ada di masyarakat, melalui peningkatan kapasitas yang berkelanjutan. Selain itu, PT Jamsostek (Persero) sebaiknya
memperluas lingkup kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan di bidang lingkungan, untuk merespon isu pemanasan global yang sedang menjadi topik utama dunia saat ini. Perusahaan perlu memperkuat pemberian bantuan yang bersifat filantropik yang bertujuan untuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, dengan mengutamakan pencapaian kemandirian masyarakat. Program-progam dengan bentuk pemberian pinjaman, hanya menyamakan sistem pemberian bantuan perusahaan dengan sistem kredit perbankan. Bedanya, perusahaan memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah dan tidak berorientasi pada laba dari hasil pengembalian pinjaman yang diberikan. Berdasarkan, hasil evaluasi terhadap Program Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed, berikut ini adalah saran yang dapat diberikan penulis agar pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan PT Jamsostek (Persero) Cabang Semarang dapat menjadi lebih baik. Proses pelatihan harus lebih ditingkatkan kualitasnya. Hal tersebut dilakukan agar dapat menghasilkan lulusan pelatihan yang lebih terampil dan angka penerimaan lulusan pelatihan di perusahaan garmen dapat mencapai 100 persen, serta angka pemutusan hubungan kerja lulusan pelatihan dapat dikurangi. PT Jamsostek (Persero) hendaknya mengadakan banyak program pelatihan sejenis, untuk menyerap tenaga kerja dan menambah angka kepesertaan Jamsostek. Adanya lulusan pelatihan yang terkena PHK setelah bekerja hendaknya diatasi dengan mengadakan pelatihan serta penempatan kerja, khususnya bagi peserta Jamsostek yang menganggur dan kemudian disalurkan ke perusahaan
tertentu, agar tetap menjadi peserta Jamsostek. Peserta pelatihan yang keluar dari perusahaan garmen hendaknya diwajibkan melapor ke Disnakertrans Semarang, dan yang masih ingin bekerja hendaknya dapat diikutkan program khusus. PT Jamsostek (Persero) harus melakukan evaluasi baik saat pelatihan berjalan, maupun saat penempatan kerja peserta pelatihan, agar diketahui dengan pasti jumlah peserta pelatihan yang diterima bekerja. Evaluasi selanjutnya juga harus dilaksanakan dengan periode tertentu, untuk melihat jumlah peserta pelatihan yang masih bertahan di perusahaan garmen. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan program. Peserta pelatihan yang keluar dari perusahaan garmen hendaknya diwajibkan melapor ke Disnakertrans Semarang, dan yang masih ingin bekerja hendaknya dapat diikutkan program khusus.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2006. Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2006. Berita Resmi Statistik No. 47 / IX / 1 September 2006.
Bloom, Benjamin S, et. al. 1971. Handbook on Formative and Summative Evaluation of Student Learning. USA: Mc Graw-Hil Book Company.
Departemen Pertanian. 1990. Sistem Monitoring dan Evaluasi Proyek Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Jakarta. Departemen Pertanian.
Depperindag, 2007. Implementasi Sistem Anggaran Berbasis Kinerja. http://rokeu.depperin.go.id/files/5ANGGARAN-BASIS-KINERJA.ppt – .htm . Akses tanggal 4 Juli 2008.
Disnakertrans. 2007. Dunia Kerja Membutuhkan Pelatihan Khusus. http://disnakertranskotasemarang.or.id/index.php?kmte_action=news.detailNews&id_news= 19&PHPSESSID=d97233c250e286f769dfe277570aa62e. Akses tanggal 1 Maret 2008.
Faudji, Eka Sri M. 2005. Pengaruh Program Pendidikan dan Pelatihan Internal terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Fauziah, Nur Rahmah. 2007. Evaluasi Program Pendampingan Kelompok Tani Pendampingan Kelompok Tani oleh LSM pada Usahatani Sayuran Organik (Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani oleh LSM Elsppat di Kampung Cijulang, Desa Sukaharja, Kecamata Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Hasibuan, M. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hickerson, J dan John Middleton. 1975. Helping People Learn : A Modul for Trainers: Modul Manager’s Guide. Honolulu : East West Communication Center.
Impresario. 2006. Corporate Social Responsibility: Refleksi Pelaksanaan Good Corporate Governance .Impresario, Media Komunikasi Stakeholder BRI Nomor IX 2006.
Iskandar, 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta : Gaung Persada Press.
Jalal. Antara CSR, Pencapaian MDGs dan Penghargaan dari MetroTV. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=2007112907202 0. Akses tanggal 1 Maret 2008.
Jamsostek, 2007. Pedoman GCG. http://www.jamsostek.co.id/info/about.php?id=51 . Akses tanggal 1 Maret 2008.
Komalasari, L.N. 2003. Analisis Keragaan Pelatihan Superb Competency Pemerintah Daerah Kota Bogor. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Mangkunegara, A.A. 2002. Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Marta,
M. Fajar. 2006. Dari Moneter Hingga Desa Binaan. http://www.kompas.com/kompascetak/0106/01/opini/3737896.htm. Akses tanggal 10 Oktober 2007.
Nigam, Amit. 1998. Investing in People, Sustaining Communities through Improved Business Practice A Community Development Guide for Companies.
Pitaloka, Dyah. 2008. CSR untuk Pencapaian MDGs. Suara Merdeka 5 Februari 2008.
Purba, Yuliana. 2003. Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat PT Astra International Tbk (Kasus Kelompok Kerja Daur Ulang Kertas, Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Kotamadya Jakarta Utara). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Rogers, Everett M (editor). 1985. Komunikasi dan Pembangunan. Perspektif Kritis. Jakarta: LP3ES.
Saidi, Zaim dan Hamid Abidin. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah. Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta : Piramedia.
Setianingrum, Ingelia Putri. 2007. Analisis Community Development Sebagai Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus PT ISM Bogasari Flour Mills, Jalan Raya Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Setyaningsih, Sri. 2006. Analisis Hubungan Kompensasi dan Kepuasan Kerja pada PT Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Ummah Leuwiliang Bogor. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Simanjuntak, Payaman. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LP Fakultas Ekonomi UI.
Sodikin, Rahmad. 2006. Pengaruh Pelatihan terhadap Produktivitas Kayawan di PT Gunung Madu Plantations. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Sugiya,
Ari. 2007. Jajak Pendapat HUT Ke-57 Jawa Masalah Kemiskinan dan Pengangguran Belum http://64.203.71.11/kompas-cetak/0708/22/jateng/58484.htm. tanggal 1 Maret 2008.
Tengah Terurai. Akses
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta : Refika Aditama.
. 2007. Pekerjaan Sosial di Industri Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Jakarta : Refika Aditama.
Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tracey, William R. 1977. Designing Trainig and Development Systems. Pakistan: Taraporevala Publishing Industries Private Limited in association with American Management Association, Inc.
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wahyudi, 2006. Efektivitas Pelatihan Budidaya Lebah Madu (Kasus pada Alumni Pelatuhan Budidaya Lebah Madu Kelurahan Urug, Tasikmalaya, Jawa Barat). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Wahyuni, Ekawati Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Grafika Mardi Yuana.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing.
Witoelar, Erna. 2007. Think, Feel and Act ASEAN: Towards ASEAN Community 2015. Makalah Presentasi pada Diskusi Panel Think, Feel and Act ASEAN: Towards ASEAN Community 2015: : RETHINKING ASEAN, Toward ASEAN Community 2015. Jakarta. http://www.aseanfoundation.org/seminar/aseanforum/papers/ASEAN%2 0Forum%20panel%20-%20MDGs%20&%20ASEAN2015%20%20Erna%20Witoelar%20-%207%20Aug%2007%20%20rev.%20version.ppt. Akses tanggal 1 Maret 2008.
Zainal, Rabin Ibnu. 2006. Best Practices: Corporate Social Responsibility (CSR), Sebuah Pengalaman Membangun Multistakeholder Engangement Bagi Penerapan CSR di Kabupaten Muba, SUMSEL. Unsri .
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian No. I
II
III
IV
Kegiatan
Lokasi
Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 Penyusunan Proposal Penelitian dan Kolokium Orientasi Lapangan Lapangan Penyusunan draft dan IPB revisi Konsultasi proposal IPB Kolokium IPB Studi Lapangan Pengumpulan data Lapangan Analisis data Lapangan Penulisan Laporan Akhir Penyusunan draft dan IPB revisi laporan Konsultasi laporan IPB Ujian Skripsi Ujian/Seminar IPB Perbaikan IPB
Juni Juli Agustus 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Lampiran 2. Teknik Pengumpulan Data Tujuan 1.
Mengetahui kebijaksanaan perusahaan terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan
Variabel • • •
Sejarah Perusahaan Peraturan Perundangan Komitmen dan kebijakan Perusahaan
Informasi yang Dibutuhkan • Profil perusahaan • Aturan Perusahaan (visi, misi, filosofi perusahaan) • Pandangan perusahaan terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan • Struktur organisasi perusahaan • Divisi yang menangani kegiatan CSR dan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat • Kordinasi antar divisi dalam melaksanakan kegiatan CSR • Tata aturan pelaksanaan kegiatan CSR • Ketentuan Alokasi dana
Sumber Informasi •
•
•
Manajemen Perusahaan, khususnya yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan CSR dan berhubungan dengan kepentingan masyarakat Peraturan perundangundangan mengenai pelaksanaan CSR Keputusan Menteri BUMN dan Keputusan Direksi Perusahaan yang menyangkut pelaksanaan program CSR dan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat
Teknik Pengumpulan Data • Wawancara mendalam • Analisis data sekunder • Observasi
Instrumen Penelitian •
Panduan pertanyaan wawancara mendalam
2.
Menganalisis pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan
•
Programprogram CSR yang dilakukan
• • • • •
3.
Mengetahui output, outcome, dan effect Program Pelatihan Mesin Jahit High Speed terhadap peserta pelatihan
• • • •
Input Pelatihan Output Pelatihan Outcome Pelatihan Effect Pelatihan
•
• • •
• •
untuk kegiatan CSR Strategi dan Kerangka kerja perusahaan Tujuan pelaksanaan program Bentuk-bentuk program CSR Alokasi dana Sasaran program Strategi dan Kerangka kerja program pelatihan Karakteristik Responden Keragaan Pelatihan Perubahan Perilaku Setelah Pelatihan dan Setelah Bekerja Kepuasan Kerja Produktivitas Kerja
•
• • • • •
Manajemen Perusahaan, khususnya yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan CSR dan berhubungan dengan kepentingan masyarakat Lulusan program pelatihan yang telah bekerja Supervisor HRD Perusahaan Garmen Disnakertrans Kota Semarang LPK ASA Group Semarang
• • •
• •
Wawancara mendalam Analisis data sekunder Observasi
•
Panduan pertanyaan wawancara mendalam
Wawancara Analisis data sekunder
• •
Kuesioner Panduan Pertanyaan
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Diisi oleh peneliti No.Responden Hari/Tanggal Pengisian
: :
PETUNJUK UMUM Saya, Nurina Pangkaurian, mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, saya mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya. Kuesioner ini berkaitan dengan kegiatan Pelatihan Mesin Jahit High Speed yang dilakukan atas kerjasama LPK ASA Group, Disnakertrans, dan PT Jamsostek (Persero) Semarang. KERAHASIAAN JAWABAN ANDA AKAN DIJAMIN DAN JAWABAN ANDA HANYA DIPERGUNAKAN UNTUK PENELITIAN DAN TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN STATUS ANDA DI PERUSAHAAN MAUPUN DI MASYARAKAT. Terima Kasih
Karakteristik Responden (Lingkarilah jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda) 1. Nama : 2. Usia saat mengikuti pelatihan : 3. Status perkawinan saat mengikuti pelatihan : a. Belum Menikah b. Menikah 4. Pendidikan Terakhir : a. SLTP/sederajat b. SLTA/sederajat 5. Pekerjaan Saya sebelum mengikuti pelatihan a. Tidak Bekerja b. Bekerja (sebutkan pekerjaan Anda.....................................................) 6. Motivasi mengikuti pelatihan (boleh lebih dari satu): a. Menambah Keterampilan b. Mendapat pekerjaan c. lainnya..................................................................................................
I. Lingkarilah jawaban pernyataan di bawah ini yang sesuai dengan pilihan Anda, yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan Anda!!! A. PELATIH 1. Pelatih menguasai dan memahami setiap materi pelatihan yang disampaikan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
2. Pelatih menyampaikan materi pelatihan dengan baik dan tepat sasaran. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 3. Pelatih menjalin hubungan baik dengan peserta pelatihan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 4. Pelatih mampu mengajar materi pelatihan dengan baik. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju B. FASILITAS PELATIHAN 5. Bahan dan Alat Bantu Pelatihan sangat lengkap. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 6. Kondisi bahan dan alat bantu Pelatihan yang tersedia sangat baik. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 7. Kondisi Ruang Belajar Pelatihan memadai. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju C. MATERI PELATIHAN 8. Materi sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 9. Materi yang disampaikan menarik untuk dipelajari. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 10. Materi mudah dipahami oleh peserta pelatihan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 11. Materi pelatihan dapat membantu dalam mengatasi permasalahan dalam pekerjaan saya sekarang. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
D. METODE PELATIHAN 12. Pilihan metode yang digunakan tepat. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 13. Metode yang digunakan dilaksanakan dengan benar. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
II. Isilah titik-titik di bawah ini sesuai keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan Anda!! 1. 2. 3. 4.
Perusahaan Saya Bekerja :............................................................................ Lama Saya Bekerja di Perusahaan........................................................bulan Jabatan Saya : ............................................................................................... Selang waktu Saya menyelesaikan pelatihan dan hari dimana Saya dipanggil untuk bekerja?..................minggu. 5. Perusahaan melakukan tes ulang kepada Saya sebelum Saya diterima bekerja. a. Ya b. Tidak 6. Perusahaan melatih kembali/melakukan pelatihan sebelum Saya mulai bekerja. Ya b. Tidak Ada III. Lingkarilah jawaban pernyataan di bawah ini yang sesuai dengan pilihan Anda yang menunjukkan keadaan sebenarnya, BUKAN harapan Anda!!!! A. PEKERJAAN 1. Penempatan Saya di Perusahaan Saya bekerja saat ini. a. Sangat Puas c. Tidak Puas b. Puas d. Sangat Tidak Puas 2. Jabatan kerja sesuai dengan kemampuan yang Saya miliki. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 3. Waktu yang disediakan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju B. KOMPENSASI 4. Gaji bulanan yang Saya terima. a. Sangat Puas c. Tidak Puas b. Puas d. Sangat Tidak Puas 5. Gaji Saya, dibandingkan dengan gaji di perusahaan lain dengan posisi/jabatan yang sama. a. Sangat Puas c. Tidak Puas b. Puas d. Sangat Tidak Puas 6. Tunjangan/ Asuransi Jamsostek. a. Sangat Puas c. Tidak Puas b. Puas d. Sangat Tidak Puas 7. Bonus atau penghargaan yang diterima jika bekerja dengan baik dan menunjukkan prestasi. a. Sangat Puas c. Tidak Puas b. Puas d. Sangat Tidak Puas
C. KONDISI KERJA 8. Lingkungan Saya bekerja nyaman, aman dan bersih. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 9. Fasilitas bekerja tersedia dengan lengkap dan dalam kondisi baik. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 10. Fasilitas Keselamatan kerja tersedia dengan lengkap dan dalam kondisi baik. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju D. HUBUNGAN 11. Hubungan dengan rekan kerja berjalan dengan baik. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 12. Sesama rekan kerja saling memberikan dorongan, semangat, dan kerjasama secara positif. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 13. Karyawan menjalin hubungan baik dengan atasan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 14. Atasan menerima usul, saran atau kritikan dari karyawan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju 15. Atasan menghargai usul, saran, atau kritikan dari karyawan. a. Sangat Setuju c. Tidak Setuju b. Setuju d. Sangat Tidak Setuju
SEBELUM PELATIHAN Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
SESAAT SESUDAH PELATIHAN
PERNYATAAN
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
PENGETAHUAN Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Single Needle Saya mengetahui dan memahami Mesin Obras Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Bartrek Saya mengetahui dan memahami Mesin Kancing Saya mengetahui dan memahami Mesin Over deek Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Otomatis Saya mengetahui dan memahami berbagai pola jahitan Saya mengetahui dan memahami cara memasang benang dan jarum ke dalam suatu mesin jahit Saya mengetahui dan memahami cara mengobras Saya mengetahui dan memahami cara membuat setelan/kaos
KETERAMPILAN Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Single Needle Saya terampil menggunakan Mesin Obras Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Bartrek Saya terampil menggunakan Mesin Kancing Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Over deek Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Otomatis Saya terampil dalam memasang benang dan jarum ke dalam suatu mesin jahit Saya terampil dalam membuat berbagai pola jahitan Saya terampil dalam mengobras Saya terampil dalam menggunakan mesin dengan lincah dan cepat Saya terampil membuat setelan/kaos
Beri tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan Anda yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya, BUKAN harapan Anda!!!
SAAT INI (SETELAH BEKERJA)
PERNYATAAN
Sangat Tidak Setuju
PENGETAHUAN Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Single Needle Saya mengetahui dan memahami Mesin Obras Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Bartrek Saya mengetahui dan memahami Mesin Kancing Saya mengetahui dan memahami Mesin Over deek Saya mengetahui dan memahami Mesin Jahit Otomatis Saya mengetahui dan memahami berbagai pola jahitan Saya mengetahui dan memahami cara memasang benang dan jarum ke dalam suatu mesin jahit Saya mengetahui dan memahami cara mengobras Saya mengetahui dan memahami cara membuat setelan/kaos
KETERAMPILAN Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Single Needle Saya terampil menggunakan Mesin Obras Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Bartrek Saya terampil menggunakan Mesin Kancing Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Over deek Saya terampil menggunakan Mesin Jahit Otomatis Saya terampil dalam membuat berbagai pola jahitan Saya terampil dalam memasang benang dan jarum ke dalam suatu mesin jahit
Tidak Setuju
Sangat Setuju
Setuju
Saya terampil dalam mengobras Saya terampil dalam menggunakan mesin dengan lincah dan cepat Saya terampil membuat setelan/kaos
Lampiran 4. Panduan Pertanyaan PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM MANAJEMEN PERUSAHAAN Hari/Tanggal Lokasi Nama Responden/Informan Jabatan
: : : :
1. Bagaimana pandangan perusahaan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan? Bagaimana urgensinya terhadap perusahaan Anda dan untuk masyarakat? 2. Mengapa perusahaan tergerak untuk menyelenggarakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)? 3. Bagaimana tanggapan perusahaan mengenai CSR untuk membangun citra positif? 4. Apakah di kebijakan perusahaan tercantum strategi CSR?Bagaimana kebijakan perusahaan dalam menyelenggarakan program CSR? 5. Implementasi pelaksanaan CSR dimasukkan dalam misi perusahaan? Yang mana?(internalisasi visi dan misi perusahaan dalam pelaksanaan CSR) 6. Apakah kerangka kerja pelaksanaan CSR perusahaan mengacu pada visi dan misi perusahaan? 7. Apakah pelaksanaan CSR perusahaan saat ini merespon UU No.40 tentang Persereoan Terbatas pasal 74 yang mewajibkan pelaksanaan CSR? 8. Apakah terdapat perbedaan CSR saat ini dengan sebelumnya? 9. Apakah alokasi dana CSR masih sebesar 2 persen dari laba perusahaan? 10. Bagaimana struktur organisasi perusahaan? 11. Apakah perusahaan memiliki divisi khusus CSR?Jika ya, bagaimana sejarah divisi tersebut diadakan? 12. Dalam Struktur Organisasi cabang semarang, kenapa tidak ada divisi CSR? 13. Dalam Struktur Organisasi menurut Keputusan Direksi tahun 2007, PKBL masih bersifat biro, apa maksudnya? 14. Bagaimana koordinasi antar divisi dalam menyelenggarakan CSR? 15. Berapa jumlah divisi regional perusahaan?
16. Apakah perusahaan memiliki anak perusahaan? 17. Apakah perusahaan memiliki unit bisnis pendukung? 18. Apakah anak perusahaan atau unit bisnis pendukung tersebut ikut menjalankan CSR atau jusru sebagai unit pelaksana? 19. Siapa saja mitra perusahaan? 20. Berapa jumlah peserta/konsumen Jamsostek saat ini?dengan kriteria? 21. Program-program CSR apa saja yang telah dijalankan oleh perusahaan? 22. Apakah program-program tersebut bersifat insidental ataukah terencana? 23. Apa latar belakang, motivasi, dan tujuan perusahaan menyelenggarakan program-program CSR tersebut? 24. Siapa yang menjadi sasaran tiap-tiap program CSR yang dilaksanakan perusahaan? Bagaimana menentukan sasaran tersebut? 25. Bagaimana strategi dan penyelenggaraan program CSR tersebut?
(pengorganisasian) tiap-tiap
26. Berasal dari manakah sumber dana dalam menyelenggarakan CSR? 27. Berapa dana yang dialokasikan untuk kegiatan CSR? Bagaimana menentukan jumlah alokasi dana tersebut? 28. Apakah perusahaan melakukan kerjasama atau bermitra dengan pihak lain dalam menyelenggarakan program-program CSR? 29. PUKK terdiri dari bergulir dan tidak bergulir, PBL masuk pada tidak bergulir, apakah PBL merupakan bagian dari program PUKK, bagaimana kedudukan program ini? 30. Siapa saja yang dimaksud dengan mitra binaan? 31. Ada pinjaman berbunga, bunga yang didapat untuk apa?bukankah prinsipnya nirlaba? 32. Apakah perusahaan mengalami kendala dalam menyelenggarakan program-program CSR? 33. Menurut Anda, apakah program CSR yang dijalankan telah mencapai dan sesuai dengan tujuan yang direncanakan? 34. Apakah program-program CSR yang dilaksanakan masih berlanjut hingga saat ini? 35. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi tiap-tiap program CSR tersebut?
36. Sejauhmana evaluasi tersebut dapat menjadi masukan untuk program berikutnya? 37. Apakah terdapat kerugian yang dirasakan oleh perusahaan dalam menjalankan program CSR? 38. Menurut Anda, bagaimana seharusnya bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM TERKAIT PROGRAM PELATIHAN Hari/Tanggal Lokasi Nama Responden/Informan Jabatan
: : : :
1. Apa latar belakang perusahaan menyelenggarakan program Pelatihan Mesin Jahit High Speed? 2. Apa tujuan diadakannya program ini? 3. Bagaimana koordinasi dengan PT Jamsostek , Disnakertrans Kota Semarang dan LPK ASA Group dalam menyelenggarakan program pelatihan? 4. Apakah terdapat tim khusus untuk menyelenggarakan program ini? 5. Apakah program ini merupakan program insidental atau program yang telah menjadi program tahunan? 6. Bantuan apa saja yang diberikan perusahaan dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI (DISNAKERTRANS) KOTA SEMARANG Hari/Tanggal Lokasi Nama Responden/Informan Jabatan
: : : :
1. Apa latar belakang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang menyelenggarakan program Pelatihan Mesin Jahit High Speed? 2. Apa tujuan diadakannya program ini? 3. Bagaimana koordinasi dengan PT Jamsostek dan LPK ASA Group dalam menyelenggarakan program pelatihan? 4. Apakah terdapat tim khusus untuk menyelenggarakan program ini? 5. Apakah program ini merupakan program insidental Disnakertrans atau program yang telah menjadi program tahunan? 6. Bagaimana sistem seleksi peserta pelatihan? 7. Bagaimana sistem penempatan lulusan pelatihan ke perusahaanperusahaan garmen? 8. Selama menyelenggarakan program pelatihan ini, kendala apa saja yang dihadapi? 9. Apa manfaat yang dirasakan oleh Disnakertrans terhadap penyelenggaraan program ini? 10. Apakah terdapat kerugian yang dirasakan oleh Disnakertrans dalam menyelenggarakan program ini? 11. Apakah Disnakertrans melakukan evaluasi terhadap program pelatihan ini? 12. Jika ya, bagaimana sistem evaluasinya? 13. Apa saran Anda terhadap program pelatihan selanjutnya?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM LPK ASA GROUP SEMARANG Hari/Tanggal Lokasi Nama Responden/Informan Jabatan
: : : :
1. Bagaimana LPK ini dapat bekerjasama dengan pihak PT Jamsostek dan Disnakertrans Kota Semarang dalam menyelenggarakan program Pelatihan Mesin Jahit High Speed? 2. Menurut LPK ASA Group, apa tujuan diselenggarakannya program ini? 3. Siapa yang menentukan materi pelatihan? 4. Bagaimana sistem penilaian yang diberikan LPK untuk menentukan kelulusan peserta pelatihan? 5. Apakah terdapat kendala dalam menyelenggarakan program pelatihan ini? 6. Apa manfaat yang dirasakan oleh LPK ASA Group atas terselenggaranya program ini? 7. Apakah terdapat kerugian yang dirasakan oleh LPK ASA Group dalam menyelenggrakan program ini? 8. Apa saran Anda terhadap program pelatihan selanjutnya?
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM PESERTA PELATIHAN Hari/Tanggal Lokasi Nama Responden/Informan Jabatan
: : : :
1. Dari manakah Anda mengetahui program pelatihan ini? 2. Apakah Anda mengetahui bahwa program pelatihan ini disponsori oleh PT Jamsostek? 3. Bagaimana pendapat Anda terhadap program pelatihan ini? 4. Sejauh ini bagaimana penilaian Anda terhadap PT Jamsostek? 5. Apa saran Anda terhadap program pelatihan selanjutnya?
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Semarang
Suasana Pelatihan di LPK
Wawancara dengan Kabid Progsus dan ` PKP/KBL PT Jamsostek Semarang
Wawancara dengan Pelatih LPK ASA Group
Wawancara Mendalam dengan Responden Gambar Tanda Peserta Pelatihan
Mesin Jahit High Speed Bantuan PT Jamsostek Cabang Semarang
Contoh Gambar Pola Materi Pelatihan
Lampiran 6. Hasil Uji Validitas Kuesioner A. Uji Validitas Keragaan Pelatihan PLT1
PLT2
PLT3
PLT4
FP1
FP2
FP3
MTR1
MTR2
MTR3
MTR4
MTD1
MTD2
PERTANYAAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
PEARSON
0,607
0,555
0,382
0,634
0,699
0,642
0,663
0,575
0,478
0,553
0,635
0,667
0,816
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
B. Uji Validitas Kuesioner Kepuasan Kerja PERTANYAAN
PK1
PK2
PK3
KMP1
KMP2
KMP3
KMP4
KK2
KK3
HB1
HB2
HB3
HB4
HB5
1
2
3
4
5
6
7
9
10
11
12
13
14
15
PEARSON
0,815
0,888
0,626
0,524
0,707
0,705
0,556
0,505
0,513
0,694
0,765
0,708
0,731
0,806
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
C. Uji Validitas Perubahan Pengetahuan Sesudah Pelatihan PERTANYAAN
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
PEARSON
0,903
0,871
0,707
0,802
0,894
0,844
0,826
0,916
0,913
0,542
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
D. Uji Validitas Perubahan Pengetahuan Setelah Bekerja PERTANYAAN
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
PEARSON
0,877
0,882
0,691
0,731
0,8699
0,8499
0,723
0,784
0,6999
0,8201
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
E. Uji Validitas Perubahan Keterampilan Sesudah Pelatihan PERTANYAAN
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10
K11
PEARSON
0,84
0,907
0,851
0,848
0,895
0,864
0,887
0,809
0,849
0,854
0,782
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
F. Uji Validitas Perubahan Keterampilan Setelah Bekerja PERTANYAAN
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
K9
K10
K11
JUMLAH
8
13
10
11
9
13
9
14
14
9
11
PEARSON
0,771
0,847
0,831
0,848
0,8601
0,805
0,729
0,847
0,805
0,824
0,878
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Keterangan : r tabel (n=30) 5% adalah 0,361 r hitung > r tabel = valid r hitung < r tabel = tidak valid
Lampiran 7. Hasil Uji Nonparametric Correlations A. Hasil Uji Crosstabs dan Chi Square antara Karakteristik Individu dengan Perubahan Perilaku Sesudah Pelatihan Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
pengetahuan setelah pelatihan * usia responden
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
pengetahuan setelah pelatihan * status perkawinan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
pengetahuan setelah pelatihan * latar belakang pendidikan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
pengetahuan setelah pelatihan * pengalaman kerja
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
pengetahuan setelah pelatihan * motivasi ikut pelatihan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
keterampilan setelah pelatihan * usia responden
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
keterampilan setelah pelatihan * status perkawinan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
keterampilan setelah pelatihan * latar belakang pendidikan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
keterampilan setelah pelatihan * pengalaman kerja
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
keterampilan setelah pelatihan * motivasi ikut pelatihan
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
pengetahuan setelah pelatihan * usia responden Crosstab Count usia responden Muda(18Dewasa(2 20th) 1-24th) pengetahuan setelah pelatihan
RENDAH
9
TINGGI
Total
Total
7
16
7
7
14
16
14
30
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
1
Asymp. Sig. (2-sided) ,732
,000
1
1,000
,117
1
,732
Value ,117(b)
Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1,000
Linear-by-Linear Association
,113
1
,509
,736
N of Valid Cases 30 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,53.
pengetahuan setelah pelatihan * status perkawinan Crosstab Count status perkawinan belum menikah menikah pengetahuan setelah pelatihan
RENDAH
16
0
16
9
5
14
25
5
30
TINGGI
Total
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) ,009
4,527
1
,033
8,784
1
,003
Value 6,857(b)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
,014 6,629
1
,010
N of Valid Cases 30 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,33.
,014
pengetahuan setelah pelatihan * latar belakang pendidikan Crosstab Count latar belakang pendidikan SLTP pengetahuan setelah pelatihan
SLTA
Total
RENDAH
2
14
16
TINGGI
3
11
14
5
25
30
Total
Chi-Square Tests
1
Asymp. Sig. (2-sided) ,513
,027
1
,870
,429
1
,513
Value ,429(b)
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
,642
Linear-by-Linear Association
,414
1
,433
,520
N of Valid Cases 30 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,33.
pengetahuan setelah pelatihan * pengalaman kerja Crosstab Count pengalaman kerja BEKERJA TIDAK NON BEKERJA DI BEKERJA GARMEN GARMEN pengetahuan setelah pelatihan
RENDAH
0
0
16
7
3
4
14
23
3
4
30
TINGGI
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Total
16
Asymp. Sig. (2-sided)
df
10,435(a) 13,188
2 2
,005 ,001
8,932
1
,003
30
a 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,40.
keterampilan setelah pelatihan * usia responden Crosstab Count usia responden Muda(18Dewasa(2 20th) 1-24th) keterampilan setelah pelatihan
RENDAH
9
TINGGI
Total
Total
9
18
7
5
12
16
14
30
pengetahuan setelah pelatihan * motivasi ikut pelatihan Crosstab Count
motivasi ikut pelatihan MENAMBAH KETERAMPIL MENAMBAH AN DAN KETERAMPIL MENDAPAT MENDAPAT AN PEKERJAAN PEKERJAAN pengetahuan setelah pelatihan
2
9
5
16
TINGGI
2
8
4
14
4
17
9
30
Total Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value ,037(a) ,037
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) ,982 ,982
1
,851
df
,035 30
a 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,87.
keterampilan setelah pelatihan * usia responden Crosstab Count usia responden Muda(18Dewasa(2 20th) 1-24th) keterampilan setelah pelatihan Total
Total
RENDAH
RENDAH TINGGI
9
Total
9
18
7
5
12
16
14
30
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
,201(b)
1
,654
,006
1
,940
,201
1
,654
Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1-sided)
,722
Linear-by-Linear Association
,194
N of Valid Cases
30
1
,471
,659
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,60.
keterampilan setelah pelatihan * status perkawinan Crosstab Count status perkawinan belum menikah menikah keterampilan setelah pelatihan
RENDAH TINGGI
Total
Total
17
1
18
8
4
12
25
5
30
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
df
4,000(b)
1
,046
2,250
1
,134
4,033
1
,045
Exact Sig. (2-sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1-sided)
,128
Linear-by-Linear Association
3,867
N of Valid Cases
30
1
,068
,049
a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.
keterampilan setelah pelatihan * latar belakang pendidikan Crosstab Count latar belakang pendidikan
Total
SLTP keterampilan setelah pelatihan
SLTA
RENDAH
3
15
18
TINGGI
2
10
12
5
25
30
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
Exact Sig. (2-sided)
,000(b)
1
1,000
,000
1
1,000
,000
1
1,000
Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1-sided)
1,000
Linear-by-Linear Association
,000
N of Valid Cases
30
1
,682
1,000
a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
keterampilan setelah pelatihan * pengalaman kerja Crosstab Count
keterampilan setelah pelatihan
pengalaman kerja BEKERJA TIDAK NON BEKERJA DI BEKERJA GARMEN GARMEN 17 1 0
RENDAH TINGGI
Total
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
8,439
18
6
2
4
12
23
3
4
30
Chi-Square Tests
Value 8,744(a) 10,159
Total
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) ,013 ,006
1
,004
df
30
a 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,20.
keterampilan setelah pelatihan * motivasi ikut pelatihan Crosstab Count
motivasi ikut pelatihan MENAMBAH KETERAMPIL MENAMBAH AN DAN KETERAMPIL MENDAPAT MENDAPAT AN PEKERJAAN PEKERJAAN keterampilan setelah pelatihan
2
9
7
18
TINGGI
2
8
2
12
4
17
9
30
Total Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Total
RENDAH
Asymp. Sig. (2-sided)
df
1,705(a) 1,793
2 2
,426 ,408
1,324
1
,250
30
a 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,60.
B. Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Keragaan Pelatihan dengan Perubahan Perilaku Sesudah Pelatihan
Nonparametric Correlations Correlations pengetahuan setelah pelatihan Spearman's rho
pengetahuan setelah pelatihan
keterampilan setelah pelatihan
pelatih
fasilitas pelatihan
materi pelatihan
metode pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
keterampilan setelah pelatihan
fasilitas pelatihan
pelatih
materi pelatihan
metode pelatihan
1,000
,873(**)
.
-,286
-,026
,116
. 30
,000 30
. 30
,126 30
,891 30
,542 30
,873(**)
1,000
.
-,327
-,080
,193
,000 30
. 30
. 30
,077 30
,674 30
,307 30
.
.
.
.
.
.
. 30
. 30
. 30
. 30
. 30
. 30
-,286
-,327
.
1,000
-,105
,147
,126 30
,077 30
. 30
. 30
,581 30
,437 30
-,026
-,080
.
-,105
1,000
,216
,891 30
,674 30
. 30
,581 30
. 30
,251 30
,116
,193
.
,147
,216
1,000
,542 30
,307 30
. 30
,437 30
,251 30
. 30
C. Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Perubahan Perilaku Sesudah Pelatihan dengan Perubahan Perilaku Setelah Bekerja
Nonparametric Correlations Correlations pengetahuan setelah pelatihan Spearman's rho
pengetahuan setelah pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keterampilan setelah pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan setelah bekerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keterampilan setelah bekerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
keterampilan setelah pelatihan
pengetahuan setelah bekerja
keterampilan setelah bekerja
1,000
,873(**)
-,071
-,259
.
,000
,708
,167
30
30
30
30
,873(**)
1,000
-,082
-,226
,000
.
,667
,230
30
30
30
30
-,071
-,082
1,000
,573(**)
,708
,667
.
,001
30
30
30
30
-,259
-,226
,573(**)
1,000
,167
,230
,001
.
30
30
30
30
D. Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Perubahan Perilaku Setelah Bekerja dengan Produktivitas Kerja
Nonparametric Correlations Correlations
produktivitas kerja Spearman's rho
produktivitas kerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan setelah bekerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
keterampilan setelah bekerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan setelah bekerja
keterampilan setelah bekerja
1,000
,079
,347
.
,679
,060
30
30
30
,079
1,000
,573(**)
,679
.
,001
30
30
30
,347
,573(**)
1,000
,060
,001
.
30
30
30
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
E. Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman antara Produktivitas Kerja dengan Kepuasan Kerja
Nonparametric Correlations Correlations
pekerjaan
kompensasi
kondisi kerja
hubungan antar pribadi
produktivitas kerja
Spearman's rho
pekerjaan
kompensasi
kondisi kerja
hubungan antar pribadi produktivitas kerja
Correlation Coefficient
1,000
,323
,327
,479(**)
,518(**)
Sig. (2-tailed)
.
,081
,078
,007
,003
N
30
30
30
30
30
Correlation Coefficient
,323
1,000
,132
,145
,058
Sig. (2-tailed)
,081
.
,486
,444
,759
N
30
30
30
30
30
Correlation Coefficient
,327
,132
1,000
,385(*)
,072
Sig. (2-tailed)
,078
,486
.
,036
,705
N
30
30
30
30
30
Correlation Coefficient
,479(**)
,145
,385(*)
1,000
,517(**)
Sig. (2-tailed)
,007
,444
,036
.
,003
N
30
30
30
30
30
Correlation Coefficient
,518(**)
,058
,072
,517(**)
1,000
Sig. (2-tailed)
,003
,759
,705
,003
.
N
30
30
30
30
30
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 8. Daftar Realisasi Program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) PT Jamsostek (Persero) tahun 2007 Kontribusi Kepada Masyarakat dan Pekerja Jamsostek Sampai Dengan 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta ( DPKP )
No
KETERANGAN
UNIT
JUMLAH ( Juta rupiah )
BERGULIR 1. Rumah Susun Sewa 2. Pinjaman Uang Muka Perumahan
809 Kamar
56,500
50,501 Tenaga Kerja
334,919
3. Pinjaman Koperasi Pekerja
306 Koperasi
33,777
4. Pinjaman DMTK
151 Kontraktor
5. Pinjaman Provider Pelayanan Kesehatan
25 Rumah Sakit
JUMLAH DANA BERGULIR
1,802 2,441 429,439
TIDAK BERGULIR (HIBAH) 6. Mobil Ambulance 7.
Renovasi Rumah Sakit & Bantuan Peralatan Medis
8. Bantuan Rumah Sakit Pemerintah (PPK I) 9. Bantuan BLK 10. Bantuan Pelatihan Tenaga Kerja
184 Mobil
33,068
268 Unit
33,614
297 Rumah Sakit 38 Unit 4,506 TK
2,403 111,290 3,039
11. Bantuan Beasiswa
59,622 Tenaga Kerja
62,113
12. Bantuan PHK
59,375 Tenaga Kerja
14,004
13. Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma JUMLAH DANA TIDAK BERGULIR Sumber: www.jamsostek.co.id
1,398 Kegiatan
16,298 175,836
Lampiran 9. Daftar Realisasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Jamsostek (Persero) Tahun 2007
Kontribusi Kepada Masyarakat dan Pekerja Jamsostek Sampai Dengan 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
No
KETERANGAN
UNIT
JUMLAH ( Juta rupiah )
1. Program Kemitraan BERGULIR - Jumlah Penyaluran - Jumlah Penyaluran
6,643 Mitra Binaan 30 Propinsi
JUMLAH DANA BERGULIR
130,565 130,565
TIDAK BERGULIR (HIBAH) - Pendidikan & Pelatihan
4,472 Mitra Binaan
11,250
- Pemasaran & Promosi
1,130 Mitra Binaan
8,488
1 Mitra Binaan
2
- Pemagangan JUMLAH DANA TIDAK BERGULIR
19,740
2. Pogram Bina Lingkungan - Jumlah Penyaluran Sumber: www.jamsostek.co.id
39,894 Unit/ Kegiatan
26,468