EVALUASI PELAKSANAAN SMK3 DI PT IKPP MENURUT KEBIJAKAN PEMERINTAH Rinaldi Rahadian1; Bagus HJ2
ABSTRACT A lot of manufacture industry companies still have not implemented safety and health working management system. Whereas, the Indonesia government has announced a legislation to manage working safety. Indah Kiat Pulp & Paper (PT IKPP) company Tangerang, in order to fulfil safety and health working has implementing safety and health working management system in their company. To measure safety and health working management system that has been done, comparison between results data in the field with policy that set up by Indonesia government. Based on the comparison, the safety and health working management system is done about 75 percent. Keywords: evaluation, government
ABSTRAK Saat ini, banyak perusahaan industri manufaktur yang belum mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Padahal, pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur keselamatan kerja. PT Indah Kiat Pulp & Paper (PT IKPP) Tangerang, dalam rangka memenuhi tuntutan keselamatan dan kesehatan kerja, telah mengimplementasikan SMK3 di perusahaannya. Untuk mengukur kinerja SMK3 yang selama ini telah berjalan, dilakukan perbandingan antara data hasil pelaksanaan di lapangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa kinerja SMK3 yang selama ini berjalan mencapai sekitar 75%. Kata kunci: evaluasi, pemerintah
1 2
Sarjana Teknik, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
59
PENDAHULUAN Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin besar tantangan yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan manufaktur, khususnya untuk menanggulangi permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaannya. Semakin banyak aktivitas suatu perusahaan maka semakin besar peluang terjadinya kecelakaan atau insiden. Peluang terjadinya kecelakaan atau insiden ditentukan oleh seberapa besar faktor kurangnya perhatian atau kelalaian. Akibat suatu kecelakaan atau insiden, dapat dirasakan oleh perorangan, perusahaan, dan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hal penting yang harus menjadi perhatian dalam industri manufaktur meskipun tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi. Kerugian yang ditimbulkan bila ditinjau dari sisi kemanusiaan adalah penderitaan korban dan keluarganya. Bila ditinjau dari sisi ekonomi, dapat mengakibatkan kerusakan harta benda, terhentinya proses produksi, kekacauan manajemen, dan lain sebagainya yang semuanya mengakibatkan semakin tingginya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dan akan berdampak sangat negatif terhadap kelancaran manajemen suatu perusahaan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau insiden, diperlukan suatu misi operasional perusahaan yang menempatkan penjaminan jiwa, keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai sebuah syarat mutlak dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, upaya pencegahan bencana kecelakaan dan insiden merupakan tugas utama yang sangat mendesak untuk dilaksanakan dan tidak dapat ditunda lagi. Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan K3 di PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (IKPP) Tangerang dengan cara mengumpulkan data kecelakaan kerja, kesehatan kerja, data kualitas udara, data kualitas air, dan data kebakaran lingkungan kerja yang kemudian dianalisis dengan membandingkan data-data tersebut pada undang-undang dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
60
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
PT INDAH KIAT PULP & PAPER Tbk.
Permasalahan yang akan dibahas tentang SMK3 di perusahaan
Perusahaan yang diteliti
PERMASALAHAN Data yang berkaitan dengan SMK3 : - Data Kecelakaan Kerja - Data Kesehatan Kerja Karyawan - Data Kualitas Udara - Data Kualitas Air - Data Kebakaran Lingkungan Kerja
DATA Analisa data dengan membandingkan sesuai kebijakan pemerintah RI : - UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja - UU No. 25 Tahun 1992 tentang Kesehatan - Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI - Peraturan Menteri Kesehatan RI - Peraturan Pemerintah lainnya
ANALISA DATA
Kesimpulan berupa hasil penelitian terhadap SMK3 dan saran untuk memperbaiki ketidaksesuaian SMK3
KESIMPULAN & SARAN
Gambar 1 Flow Diagram Pemecahan Masalah
PEMBAHASAN Data Kecelakaan Kerja Data kecelakaan kerja yang berhasil dikumpulkan adalah data kecelakaan yang terjadi antara tahun 1997 sampai tahun 2002. Data tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Data Kecelakaan Kerja Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Jml Karyawan
925
1118
1113
1134
1156
1168
Jml jam kerja orang
2664000
3219840
3205440
3265920
3329280
3363840
Item
Jml Kecelakaan
120
72
64
48
39
37
Jumlah hari hilang
436
98
71
81.5
273
75
Freq. Rate
45.05
22.36
19.97
14.70
11.71
11.00
Sever. Rate
0.16
0.03
0.02
0.02
0.08
0.02
Accident cost (Rp.)
29,541,912
32,088,308
7,621,281
16,045,986
22,670,000
133,650,000
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
61
Berdasarkan data tersebut, selama tahun 1997 – 2002, jumlah kecelakaan yang terjadi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal itu cukup realistis karena perusahaan telah mengimplementasikan SMK3 dan menargetkan penurunan jumlah kecelakaan kerja satu tahun sebanyak 10% dari tahun sebelumnya dan mencapai tingkat kecelakaan nol (zero accident). Angka itu sudah dipenuhi dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. Penurunan angka kecelakaan itu dapat terjadi karena adanya kerja sama antara para karyawan dengan para Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Upaya sosialisasi dan pelatihan K3 serta patroli pemakaian alat pelindung diri dan berbagai upaya pencegahan kecelakaan yang dilakukan seksi K3 menjadi salah satu faktor penentu. Dengan dilakukannya sosialisasi dan pelatihan yang berkaitan dengan SMK3, sudah dapat meningkatkan kesadaran para karyawan akan arti pentingnya keselamatan kerja. Pelatihan tersebut secara tidak langsung akan membangkitkan kesadaran karyawan agar berhati-hati dalam melakukan pekerjaan. Jika kesadaran pekerja akan arti K3 sudah muncul maka diharapkan angka kecelakaan kerja akan menurun. Penurunan jumlah kecelakaan kerja ini dapat pula menurunkan tingkat kekerapan (frequncy rate) kecelakaan kerja selama tahun 1997-2002. Angka kekerapan yang terjadi sebagai berikut. 1. Pada tahun 1997 untuk 925 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 45,05 kali kecelakaan. 2. Pada tahun 1998 untuk 1118 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 22,36 kali kecelakaan. 3. Pada tahun 1999 untuk 1113 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 19,97 kali kecelakaan. 4. Pada tahun 2000 untuk 1134 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 14,70 kali kecelakaan. 5. Pada tahun 2001 untuk 1156 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 11,71 kali kecelakaan. 6. Pada tahun 2002 untuk 1168 orang karyawan yang bekerja selama 1.000.000 jam terjadi 11,00 kali kecelakaan. Tingkat keparahan (severity rate) menunjukkan bahwa perusahaan dalam waktu 1.000.000 jam waktu produktif, terdapat hari hilang akibat kecelakaan kerja dan dapat dinilai dengan uang. Tingkat keparahan (severity rate) berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal itu karena jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan (loss day) berbeda-beda untuk setiap tahunnya, tergantung pada keparahan yang diderita korban kecelakaan sehingga korban tersebut tidak dapat bekerja selama periode tertentu. Jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan kerja yang terjadi di PT IKPP akan diperhitungkan apabila korban tidak dapat bekerja lebih dari dua hari kerja. Umumnya, kecelakaan kerja yang terjadi di PT IKPP tidak mengakibatkan meninggal dunia dan cacat permanen pada korban sehingga jumlah hari kerja yang hilang akibat kecelakaan tidak terlalu banyak. Walaupun hari kerja yang hilang hanya sedikit, tetap saja dapat mengganggu aktivitas proses produksi dan mengakibatkan biaya. Biaya yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan biasanya berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya kecelakaan langsung, antara lain adalah biaya P3K, biaya pengobatan lanjutan korban ke rumah sakit,
62
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
biaya lembur pegawai lain yang menggantikan korban, dan lain sebagainya. Biaya kecelakaan tidak langsung, antara lain adalah biaya terhentinya proses produksi akibat pekerja lain berusaha menolong korban dan lain sebagainya. Dari data jumlah kecelakaan, data jumlah hari hilang, data jumlah jam kerja manusia (manhour), dan tingkat kekerapan kecelakaan (frequency rate), dapat dihitung nilai Safe-T-Score. Nilai Safe-T-Score itu menunjukkan keadaan suatu perusahaan, khususnya akibat kecelakaan pada tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Safe-T-Score menunjukkan apakah keadaan semakin membaik atau bahkan semakin memburuk. Nilai Safe-T-Score positif menunjukkan keadaan memburuk, sementara Safe-T-Score negatif menunjukkan keadaan membaik. Safe-T-Score Tahun 1998 FR 1998 = 22,36; FR 1997 = 45,05
FR1998 FR1997 22,36 45,05 FR1997 45,05 5,036 . 10 7 1.000.000 1.000.000 Safe-T-Score Tahun 1999 FR 1999 = 19,97; FR 1998 = 22,36;
FR1999 FR1998 19,97 22,36 FR1998 22,36 1,071 . 10 7 1.000.000 1.000.000
Safe-T-Score tahun 2000 FR 2000 = 14,70; FR 1999 = 19,97
FR 2000 FR1999 14,70 19,97 FR1999 19,97 2,639 . 10 7 1.000.000 1.000.000
Safe-T-Score Tahun 2001 FR 2001 = 11,71; FR 2000 = 14,70
FR 2001 FR 2000 11,71 14,70 FR 2000 14,70 2,030 . 10 7 1.000.000 1.000.000
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
63
Safe-T-Score Tahun 2002 FR 2002 = 11,00; FR 2001 = 11,71
FR 2002 FR 2001 11,00 11,71 FR2001 11,71 0,610 . 10 7 1.000.000 1.000.000 Berdasarkan perhitungan Safe-T-Score tersebut, dapat dilihat bahwa secara umum keadaan perusahaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti karena semua nilai SafeT-Score berada diantara +2,00 dan -2,00. Jika diperhatikan, menurut nilai Safe-T-Score pada tahun 1998 merupakan tahun dengan keadaan yang paling baik dibandingkan dengan tahun lainnya. Keadaan perusahaan yang paling buruk terjadi pada tahun 2002. Keadaan pada tahun 1999 lebih buruk dibandingkan dengan tahun 1998. Keadaan pada tahun 2000 lebih baik dari tahun 1999. Keadaan pada tahun 2001 kembali memburuk dibandingkan tahun 2000. Demikian pula keadaan pada tahun 2002 yang menunjukkan keadaan semakin memburuk. Tahun 1998 merupakan tahun dengan keadaan yang paling baik karena Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) baru saja terbentuk sehingga semangat untuk memperbaiki keadaan masih cukup besar. Akan tetapi, pada tahun berikutnya kinerja P2K3 dapat dikatakan mulai berkurang tanpa diketahui penyebabnya. Menurut pasal 3 Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yang termasuk syarat keselamatan kerja adalah mencegah dan mengurangi kecelakaan, memberi pertolongan pada kecelakaan, memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja, dan menyesuaikan serta menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. Hal tersebut diatur sedemikian rupa dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi jumlah kecelakaan kerja untuk mencapai jumlah tidak ada kecelakaan kerja (zero accident) sehingga tidak mengganggu kelancaran proses produksi dan dapat meminimalisasi biaya.
Data Kesehatan Kerja Karyawan Data kesehatan karyawan dikumpulkan berdasarkan data yang tercatat pada poliklinik PT IKPP. Data tersebut merupakan data penyakit yang umum diderita karyawan PT IKPP dan para karyawan tersebut memeriksakannya ke poliklinik. Data tersebut sebagai berikut.
64
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Tabel 2
No. Penyakit 1 Pharingitis 2 Common cold 3 Lain-lain 4 Gasteritis 5 Infeksi 6 Caries dental 7 Konjungtivitis 8 Dermatitis 9 URTI 10 Mialgia 11 Bronchitis 12 Asma 13 Diare 14 Obs. Febris Total
2000 80 118 86 73 15 45 36 26 37 45 36 22 44 51 714
2001 64 97 13 55 28 55 45 35 39 50 37 21 45 53 637
2002 92 246 36 143 5 30 50 50 299 166 8 2 78 61 1266
Data
Keterangan : 1 Radang tenggorokan 2 Influenza 4 Sakit maag 6 Gigi berlubang 7 Radang selaput mukose mata 8 Eksim kulit/instlamasi kulit 9 Infeksi saluran nafas atas 10 Nyeri otot 11 Radang darah bronkus 12 Sesak nafas akibat alergi 13 Buang-buang air 14 Demam lama atau radang saluran Kesehatan Karyawan PT IKPP
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam pasal 10 Undang-Undang tersebut, dijelaskan bahwa upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat harus diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. PT IKPP telah melakukan semua upaya tersebut melalui kegiatan general checkup bagi seluruh karyawan setiap satu tahun sekali. Kegiatan itu dimaksudkan untuk
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
65
meningkatkan kesehatan karyawan dan pencegahan penyakit serta sebagai upaya penyembuhan penyakit secara dini sebelum penyakit yang diderita bertambah parah. Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan pengecekan sanitasi tempat yang dianggap sebagai titik yang berpotensi menimbulkan wabah penyakit khususnya sanitasi kamar mandi. Untuk mencegah timbulnya penyakit, juga dilakukan penyuluhan dari penyelenggara kesehatan perusahaan (dokter perusahaan) kepada seluruh karyawan. Dengan demikian, diharapkan wabah penyakit dapat dicegah sebelum menjangkiti karyawan. Namun, ternyata keadaan di lapangan masih menunjukkan banyaknya karyawan yang sakit. Penyakit akibat kerja dalam PerMeNaKerTrans Nomor PER.01/MEN/1981 adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dalam peraturan tersebut, disebutkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan ke Depnakertrans, antara lain sebagai berikut. 1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat. 2. Penyakit paru-paru dan saluran pernapasan (bronkopolmuner) yang disebabkan debu kertas, vlas, henrep, dan sisal (bissinosis). 3. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal dan berada dalam proses pekerjaan. 4. Alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik. 5. Penyakit yang disebabkan persenyawaan kimia beracun. 6. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. 7. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan otot, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 8. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 9. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi yang mengion. 10. Penyakit yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawai, atau biologis yang tidak termasuk golongan penyakit akibat kerja lainnya. 11. Kanker kulit epitelioma primer. 12. Kanker paru-paru atau mesotelioma yang disebabkan asbes. 13. Penyakit infeksi atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan. 14. Penyakit yang disebabkan oleh suhu rendah/tinggi atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi. PT IKPP tidak melaksanakan pemeriksaan semua penyakit akibat kerja pada para karyawannya. Pemeriksaan penyakit akibat kerja pada karyawan PT IKPP hanya meliputi beberapa penyakit yang hanya berhubungan dengan lokasi suatu pekerjaan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan penyakit akibat bahan beracun hanya dilakukan pada karyawan yang bertugas menangani bahan kimia, seperti pada karyawan di gudang kimia dan karyawan di tempat pencucian drum bekas bahan kimia.
66
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Grafik data penyakit poliklinik PT IKPP 325
Jum lah Penderita
Pharingitis 250
Common cold Konjungtivitis
175
Dermatitis URTI
100
Mialgia 25 -50
Bronchitis 2000
2001
2002
Tahun
Diare Obs. Febris
Gambar 2 Grafik Data Penyakit Karyawan PT IKPP 2000-2002
Berdasarkan data penyakit dari poliklinik PT IKPP, dapat dilihat bahwa penyakit yang umum menyerang karyawan PT IKPP yang berkunjung ke poliklinik perusahaan adalah common cold (influenza). Hal itu karena pengaruh iklim dan cuaca serta kondisi lingkungan kerja. Peringkat penyakit selanjutnya diduduki pharingitis, URTI, mialgia, diare dan obs. Febris. Pharingitis (radang tenggorokan), dan URTI (infeksi saluran pernafasan atas), serta obs. Febris (demam lama, atau radang saluran nafas) karena kondisi lantai produksi yang lembab dan panas serta partikel debu dan kimia. Kondisi lembab dan panas di lantai produksi PT IKPP karena rata-rata mesin menggunakan boiler dan beberapa mesin menggunakan uap panas. Kondisi itu ditambah lagi dengan tidak adanya ventilator udara yang dapat mengeluarkan udara panas dari lantai produksi ke udara bebas. Ditambah lagi banyaknya partikel debu dan kimia yang tidak kasat mata di lantai produksi yang mengakibatkan penyakit tersebut. Kondisi lingkungan lantai produksi itulah yang mungkin menjadi faktor penyebab penyakit pharingitis dan URTI serta obs. Febris. Penyakit mialgia (nyeri otot) dapat disebabkan karena kegiatan mengangkat, seperti hasil observasi di seksi finishing-converting dan di seksi itu kebanyakan pekerja wanita yang bertugas menyortir kertas hasil produksi secara manual. Selain dilakukan penyortiran secara manual, juga para pekerja wanita tersebut diharuskan mengangkat kertas yang akan disortir dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup berat. Walaupun kegiatan mengangkat tersebut dilakukan oleh dua orang sekaligus tetapi apabila kegiatan itu dilakukan secara rutin dan kontinyu secara tidak langsung akan mengakibatkan penyakit nyeri otot. Penyakit diare mungkin disebabkan karena kualitas air minum yang disediakan oleh PT IKPP atau mungkin kecerobohan pekerja dalam mengkonsumsi makanan. Konsumsi makanan para pekerja PT IKPP tidak diatur oleh manajemen karena
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
67
kebanyakan pekerja tidak makan di kantin yang telah disediakan, melainkan makan di rumah makan lain di sekitar lingkungan pabrik.
Data Kualitas Udara Data kualitas udara yang digunakan sebagai data untuk dianalisis meliputi kadar partikel debu di udara dan kebisingan lingkungan kerja di PT IKPP. 1. Data Partikel Debu di Udara Data partikel debu di udara di lingkungan PT IKPP yang berhasil diperoleh, antara lain adalah data kadar partikel debu di kebun PT IKPP, Mess karyawan kantor pusat, area pengolahan limbah, dan area finishing. Data diperoleh selama periode pengukuran tahun 2003 yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Data tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3 Data Partikel Debu di Area Kebun PT IKPP Parameter SO2 CO NO2 O3 Hydrocarbon Dust Pb
Unit 3
mg/m ppm mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3
Mar '03
Jun '03
Sept '03
<26 40 88.89 25.61 27.56 145.00 0.11
<26 8572.5 28.29 130.60 <0,01 166.00 0.56
<26 948 56.74 204.00 122.23 187.00 0.65
Tabel 4. Data partikel debu di area mess Kantor Pusat Parameter
Unit
Mar '03
Jun '03
Sept '03
SO2
mg/m3
<26
<26
<26
CO
ppm
NO2 O3 Hydrocarbon Dust Pb
68
45.72
9144
971
3
57.22
19.07
85.74
3
38.41
130.60
204.00
3
31.30
<0,01
148.87
3
184.00
167.00
42.00
3
0.18
0.23
0.42
mg/m mg/m mg/m mg/m mg/m
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Tabel 5 Data Partikel Debu di Area Pengolahan Limbah
Parameter SO2 CO NO2 O3 Hydrocarbon Dust Pb
Unit mg/m3 ppm mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3
Mar '03 <26 45.72 142.54 17.61 30.25 204.00 0.55
Jun '03 <26 9715.5 20.27 130.60 <0,01 177.00 0.13
Sept '03 <26 480 77.85 204.00 118.02 63.00 0.13
Tabel 6 Data Partikel Debu di Area Finishing
Parameter
Unit
Mar '03
Jun '03
Sept '03
SO2
mg/m3
<26
<26
<26
CO
ppm
NO2 O3 Hydrocarbon Dust Pb
34.29
9144
914
3
149.11
27.22
61.94
3
35.21
97.95
204.00
3
45.27
<0,01
28.39
3
144.00
130.00
51.00
3
0.19
<0,1
0.05
mg/m mg/m mg/m mg/m mg/m
Data yang berhasil dikumpulkan tersebut akan dibandingkan dengan standar kadar partikel debu yang ditetapkan oleh pemerintah RI dalam PPRI No.41/1999, seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini.
Tabel 7 Standard Partikel Debu di Udara Menurut PPRI No.41/1999 Parameter SO2 CO NO2 O3 Hydrocarbon
Unit 3
mg/m ppm mg/m3 mg/m3 mg/m3
EQS
Metode / Peralatan
365 10000 150 235 160
Spektrofotometer NDIR Analyzer Spektrofotometer Spektrofotometer Chromatography
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
69
Tabel 7 Standard Partikel Debu di Udara Menurut PPRI No.41/1999 (lanjutan) Dust Pb
230 Hi-Vol mg/m3 3 2 Hi-Vol mg/m Sumber : www.ri.go.id/Produk_uu/index-pp99.htm
2. Data Kebisingan Lingkungan Kerja Data kebisingan lingkungan kerja yang akan dianalisis hanya meliputi kebisingan di departemen produksi PT IKPP karena di departemen tersebut terdapat mesin dengan ukuran yang besar dan menghasilkan suara yang bising. Data kebisingan tersebut adalah hasil pengukuran yang dilakukan selama periode tahun 2002 sampai tahun 2003, setiap tiga bulan sekali oleh seksi K3 PT IKPP.
70
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Tabel 8 Data Kebisingan Lingkungan Kerja No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Lokasi Pengukuran Jet cooker Operator filler CaCO3 Operator Refiner Operator SP3 Panel Room I Panel Room II Pulper 1 Pulper 2 Pulper 3 Pulper 4 T. operator pulper Operator dryer PM3 Operator wire PM3 Pemasakan Tapioka Pengaduk Tapioka PM1 Pengaduk Tapioka PM2 PM 1 bag barat PM 2 bag barat PM 3 bag barat PM 3 bag. Timur T. Istirahat PM Asah Pisau Balling Press Belakang rewinder 1 Belakang rewinder 3 Bungkus kertas/converting Cutter 1 Cutter 2 Cutter 3 Cutter 4 Cutter 5 Cutter 7 (G. Roll Barat) Depan rewinder 1 Depan rewinder 3 Gudang Label Packing Material Polar area sortir Printing Pulper cutter 3 & 1 Pulper cutter 5 & 2 Sortir selatan Sortir tengah Sortir utara
Seksi SP SP SP SP SP SP SP SP SP SP SP PM PM PM PM PM PM PM PM PM PM FC FC FC FC
Agt '03 Mei '03 Des '02 Sep '02 Jun '02 Mar '02 77.40 78.52 76.45 77.43 74.77 84.57 83.40 83.11 84.47 82.77 82.39 85.97 88.00 90.36 91.83 88.57 90.47 87.28 88.10 85.93 91.56 87.21 88.27 88.58 79.40 80.71 81.43 80.76 79.82 87.33 78.60 82.31 83.17 80.76 81.37 82.73 89.20 82.51 81.74 84.44 88.42 81.71 81.60 84.93 82.69 85.67 89.77 82.36 83.20 83.63 82.94 85.91 84.26 83.61 82.40 86.34 82.49 88.68 84.43 86.00 80.30 82.85 81.38 83.56 82.78 82.08 89.20 85.76 87.97 88.01 74.60 91.30 89.40 87.44 85.88 88.22 78.18 90.13 70.10 66.49 65.07 71.53 76.76 71.21 89.60 91.97 88.63 91.21 90.81 82.10 90.60 89.61 89.83 91.45 89.91 89.47 87.70 86.61 88.12 87.88 92.92 86.35 88.10 87.11 89.42 89.19 88.29 88.41 86.20 81.11 83.75 87.19 77.82 90.25 86.10 88.97 87.34 85.31 86.63 88.10 77.10 77.97 73.84 76.18 66.49 74.86 70.60 72.73 69.43 78.43 72.32 72.20 80.60 89.29 80.09 81.49 79.16 78.51 86.00 84.89 84.06 88.11 83.92 84.91 85.60 84.52 87.62 85.18 87.07 86.37
FC
71.10
72.11
74.10
73.59
72.65
84.80
FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC FC
87.40 84.30 84.70 83.80 83.80 65.70 88.40 84.20 70.10 61.40 75.10 75.90 85.00 84.90 74.00 68.40 73.80
85.84 81.72 85.13 84.26 81.36 81.66 83.23 82.58 60.73 53.73 72.12 73.11 85.32 79.69 74.19 70.73 69.92
85.91 79.18 81.81 82.08 82.93 73.96 87.41 87.41 62.66 48.83 76.01 77.06 85.30 83.43 73.25 73.22 75.47
82.60 83.04 85.68 83.29 83.58 79.09 85.27 88.12 60.03 61.66 75.26 79.54 85.06 86.40 74.05 69.55 72.56
80.53 84.64 84.39 81.40 81.80 83.33 86.69 83.20 65.64 54.18 73.71 75.92 85.28 82.36 71.86 71.63 71.66
80.84 82.93 81.71 85.29 78.91 80.64 85.12 86.12 57.94 59.03 74.30 72.57 82.82 84.46 74.46 68.75 72.63
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
71
Data kebisingan di departemen produksi PT IKPP tersebut akan dibandingkan dengan kebijakan pemerintah dalam KepMeNaKer No.51/1999. Dalam keputusan tersebut, dicantumkan intensitas kebisingan yang diizinkan selama periode pekerjaan setiap harinya.
Tabel 9 Standar Lama Waktu Bekerja dalam Kebisingan Menurut KepMeNaKer No.51/1999
Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan (dBA) 8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94
Menit
97 100 103 106 109 112
28.12 14.06 7.03 3.52 1.76 0.88 0.44 0.22 0.11
Detik
115 118 121 124 127 130 133 136 139
Jumlah partikel debu dan intensitas kebisingan di lingkungan pekerjaan harus berada di bawah batas yang telah ditetapkan pemerintah. Hal itu bertujuan agar orang yang berada di sekitar lokasi dapat terhindar dari partikel debu yang berlebihan yang dapat mengganggu kesehatannya karena pada dasarnya tubuh manusia dapat mentoleransi partikel debu dalam jumlah tertentu. Apabila partikel debu yang masuk ke tubuh manusia
72
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
melebihi batas toleransinya secara terus menerus, akan merugikan orang tersebut. Berdasarkan data partikel debu yang diperoleh dari PT IKPP terlihat bahwa jumlah partikel debu di semua lokasi pengujian masih dibawah ambang batas yang ditentukan oleh pemerintah sesuai PPRI No.41/1999. Dari pengamatan, masih terlihat kurang pekanya manajemen PT IKPP dalam memilih lokasi pengujian partikel debu tersebut karena pengujian hanya dilakukan di lokasi yang kurang berhubungan dengan aktivitas perusahaan. Seharusnya manajemen PT IKPP lebih memfokuskan pengambilan sampel pengujian partikel debu di lokasi yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan dan di tempat yang terdapat banyak pekerja, seperti di bagian produksi mulai dari seksi stock preparation, seksi paper machine, dan seksi finishing-converting karena disana banyak terdapat bahan kertas yang dapat menimbulkan partikel debu. Selain itu, disana juga banyak terdapat pekerja yang bekerja selama delapan jam setiap harinya. Apabila kadar partikel debu di lokasi tersebut melebihi ambang batas yang diizinkan, bukan tidak mungkin banyak pekerja yang akan terserang penyakit akibat partikel debu tersebut. Pada Pasal 2 PPRI No.41/1999 dicantumkan bahwa pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas. Menurut Pasal 16 PPRI No.41/1999, pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak, termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat. PT IKPP dalam rangka mengendalikan pencemaran udara di lingkungan perusahaannya telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan sesuai pasal tersebut. Pengendalian tersebut dilakukan dengan melakukan pengujian kadar partikel debu di udara dan melakukan upaya perbaikan (improvement) serta pencegahan agar kadar partikel debu di udara di sekitar lokasi perusahaan dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Kebisingan di lingkungan kerja adalah bunyi yang tidak dikehendaki sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran melalui media elastis. Menurut KepMeNaKer No.51/1999, intensitas kebisingan untuk melakukan suatu pekerjaan selama delapan jam setiap hari ditetapkan sebesar 85 dBA. Apabila intensitas kebisingan di tempat kerja melebihi ambang yang ditetapkan maka diperlukan upaya untuk menurunkan intensitas kebisingan tersebut maupun upaya pencegahan gangguan kesehatan akibat kebisingan tersebut. Kebisingan yang terjadi di lantai produksi pabrik PT IKPP umumnya disebabkan karena suara putaran mesin yang cukup tinggi. Hal itu terjadi karena memang
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
73
putaran mesin tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara yang bising. Untuk mencegah gangguan kesehatan para pekerjanya akibat kebisingan, PT IKPP mewajibkan semua karyawan yang akan memasuki atau akan bekerja di lantai produksi untuk memakai sumbat telinga (ear plug) yang telah disediakan oleh seksi K3. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, masih dijumpai beberapa karyawan yang tidak menaati ketentuan tersebut. Hal itu terjadi karena masih kurangnya kesadaran sebagian pekerja dan kurangnya pengawasan dari petugas yang berwenang serta tidak adanya sanksi yang tegas. Padahal, apabila seseorang bekerja selama delapan jam secara terusmenerus di lokasi dengan suara yang bising melebihi batas intensitas yang ditentukan tanpa peralatan pengaman telinga, dapat menggangu kesehatan orang tersebut sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran. Berdasarkan data kebisingan yang dihasilkan selama periode 2002-2003, dapat dilihat bahwa kebisingan di lantai produksi paling bising terjadi di seksi paper machine. Hal itu terjadi karena di seksi itu terdapat mesin berukuran besar berupa roll dalam jumlah banyak yang saling bergesekan untuk meratakan permukaan kertas. Mesin tersebut bergerak setiap hari selama 24 jam tanpa berhenti, kecuali pada saat akan dilakukan maintenance. Dapat dibayangkan apabila seorang pekerja berada di sekitar lokasi tersebut selama delapan jam setiap hari tanpa pengaman telinga. Dapat dipastikan pekerja tersebut akan mengalami gangguan pendengaran.
Data Kualitas Air Data kualitas air yang diperoleh merupakan data pengukuran terhadap kualitas air yang berasal dari PAM Tangerang dan Water Treatment Plant PT IKPP.
74
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
75
Berdasarkan data kualitas air yang diperoleh, dilakukan perbandingan tiap parameter pengukuran yang diuji dengan standar kualitas air menurut PerMenKes No.416/Menkes/Per/IX/1990, seperti berikut ini. Tabel 11 Standard Kualitas Air menurut PerMenKes No.416/MENKES/PER/IX/1990 PARAMETER TEST
UNIT
STANDARDS
Visually
Odorless
Total Dissolved Solid (TDS)
mg/L
Max. 1000
Color
PtCo
Max. 15
Turbidity
FTU
Max. 5
Physical Test Odor
Taste
Visually o
Temperature
Tasteless o
C
± 3 C at ambient temperature
-
6,5 - 8,5
mg/L
0.10
mg/L
Max. 250
mg/L
Max. 0,05
Nitrogen Nitrate (N, NO3 )
mg/L
Max. 1,0
-
mg/L
Max. 10
2-
Sulfate (SO4 )
mg/L
Max. 400
Copper (Cu)
mg/L
Max. 1,0
Zinc (Zn)
mg/L
Max. 5,0
Manganese (Mn)
mg/L
Max. 0,1
Lead (Pb)
mg/L
Max. 0,05
Magnesium (Mg)
mg/L
Max. 50
Magnesium Hardness (Mg as CaCO3)
mg/L
-
Calcium (Ca)
mg/L
75 - 200
Calcium Hardness (Ca as CaCO3)
mg/L
-
Total Hardness, as CaCO3
mg/L
Max. 500
Fluoride
mg/L
Max. 1,5
Chemical Test pH Residual Free Chlorine (Cl2 Free) -
Chloride (Cl ) 6+
Chromium Hexavalent (Cr ) -
Nitrate (NO3 )
76
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
Berdasarkan data kualitas air yang didapatkan, kualitas air minum di PT IKPP sudah layak, meskipun ada parameter tertentu yang kadarnya terlalu tinggi dan terlalu rendah bila dibandingkan dengan ketetapan pemerintah, seperti kadar nitrogen nitrat dan kadar kalsium. Berdasarkan data yang didapatkan, kadar nitrogen nitrat jauh melebihi kadar yang ditetapkan sementara jumlah kandungan kalsium dalam air minum berada di bawah batas minimal. Menurut PerMenKes No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang kualitas air, kadar nitrogen nitrat yang diizinkan maksimal 1,0 sementara kadar kalsium minimal yang ditetapkan sebesar 75. Agar air minum tersebut semakin baik kualitasnya, diperlukan upaya untuk mengurangi kadar nitrogen nitrat dan meningkatkan jumlah kalsium dalam air minum tersebut. Untuk melakukannya, diperlukan kerja sama antara manajemen PT IKPP dengan karyawan di water treatment plant dan PAM Tangerang. Diharapkan dengan meningkatnya kualitas air tersebut dapat mengurangi risiko penyakit dan kesehatan karyawan PT IKPP.
Data Kebakaran Lingkungan Kerja Data kebakaran lingkungan kerja yang diperoleh merupakan data jumlah kebakaran yang terjadi dan data hasil pencatatan seksi K3 PT IKPP yang dilakukan setiap terjadinya kebakaran. Selain itu, juga terdapat data jumlah APAR yang dimiliki oleh PT IKPP untuk penanggulangan bahaya kebakaran. Data tersebut sebagai berikut.
Tabel 12 Data Kebakaran Lingkungan Kerja Tahun
Jumlah
1997 1998 1999 2000 2001 2002
4 2 1 3 0 0
Golongan A
B
C
D
4 1 1 -
1 -
1 1 -
1 -
Keterangan: Gol. A = Kebakaran bahan padat non logam (kertas, kayu, kain, sisa pembuburan) Gol. B = Kebakaran bahan cair tau gas yang mudah terbakar (bensin, minyak pelumas, zat kimia cair) Gol. C = Kebakaran instalasi listrik bertegangan (listrik, motor, kontak, arus pendek) Gol. D = Kebakaran bahan logam
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
77
Tabel 13. Data jumlah tabung APAR
Lokasi G. Perawang G. Produksi G. Material G. Pulp G. Kimia Tangki Solar Stock Preparation Paper Machine Finishing Converting
Jumlah (unit) 12 17 10 7 4 9 5 30 59
Pada pasal 2 ayat (1) PerMeNaKerTrans No. 04/MEN/1980 tentang syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan (APAR) tercantum bahwa kebakaran dapat digolongkan menjadi empat golongan sebagai berikut. 1. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A). 2. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B). 3. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C). 4. Kebakaran logam (Golongan D). Jumlah kebakaran lingkungan kerja selama periode 1997 sampai dengan 2002 mengalami perubahan yang cukup berarti. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa jumlah kebakaran yang terjadi di PT IKPP mengalami penurunan hingga dapat dicapai keadaan suatu tahun tidak terjadi kebakaran. Kebakaran yang umum terjadi di PT IKPP adalah kebakaran akibat kertas. Karena PT IKPP merupakan perusahaan yang berproduksi dalam bidang bubur kertas dan kertas, tidak mengherankan jika kebakaran yang terjadi diakibatkan oleh kertas. Karena kertas memiliki sifat mudah terbakar, diperlukan sistem pengendalian bahaya kebakaran yang baik. Sistem pengendalian bahaya kebakaran yang diterapkan di PT IKPP adalah sistem pengendali APAR dan sistem hidrant. Jumlah APAR yang dimiliki oleh PT IKPP Tangerang adalah sebesar 265 unit, sementara jumlah hidrant sebanyak 48 unit. Bila dilihat dari jumlah tabung APAR yang dimiliki terlihat bahwa jumlahnya masih sangat kurang. Berdasarkan pasal 4 ayat (5) PerMeNaKerTrans No. Per04/MEN/1980, tercantum bahwa penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan yang lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Bila dilihat dari ketentuan tersebut berarti bahwa untuk setiap 225m2 memerlukan minimal dua buah tabung APAR. Sebagai contoh, PT IKPP memiliki gudang produksi dengan luas 12780m2 sementara berdasarkan data jumlah tabung APAR yang dimiliki hanya 17 unit. Jumlah tersebut masih sangat kurang bila dihitung berdasarkan ketentuan jarak penempatan APAR setiap maksimal 15 m. Jumlah tabung APAR yang ideal untuk luas gudang
78
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
produksi tersebut adalah sekitar 113 unit APAR. Demikian pula untuk lokasi lain, terutama yang berisiko terbakar karena menyimpan bahan yang terbuat dari kertas. Agar sistem pengendali bahaya kebakaran dapat dioperasikan pada saat terjadi kebakaran, perlu diperhatikan syarat pemasangan dan upaya pemeliharaannya. Untuk pemasangan hidrant, hendaknya dipasang di sekeliling area pabrik. Agar hidrant dapat difungsikan pada saat terjadi kebakaran, diperlukan pengecekan pada komponen pendukungnya, terutama selang air. Selang air terbuat dari bahan karet yang apabila tidak dioperasikan dalam waktu yang lama akan mengalami lengket antarpermukaannya sehingga air tidak dapat keluar. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan sekurangkurangnya satu tahun sekali. Pemasangan APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah terlihat dengan jelas, mudah dicapai, dan diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan. Selain itu, pemasangan APAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran. Semua tabung APAR sebaiknya berwarna merah. Menurut pasal 11 PerMeNaKerTrans No.04/MEN/1980, dijelaskan bahwa setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa dua kali dalam satu tahun, yaitu pemeriksaan dalam jangka enam bulan dan dua belas bulan. Pemeriksaan setiap enam bulan meliputi isi tabung, kondisi fisik tabung, dan mencocokkan berat tabung pada saat itu dengan berat yang tercantum pada badan tabung. Sementara, pemeriksaan setiap dua belas bulan dilakukan dengan membuka tutup tabung untuk memeriksa bagian dalam tabung serta isi yang harus sampai pada batas permukaan dan peralatan di dalam tabung masih dalam kondisi yang baik. Selain itu, setiap lima tahun harus dilakukan percobaan tekan pada tabung dan melakukan pengisian ulang isi tabung. Pemeriksaan tabung APAR di PT IKPP telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan tersebut. Pemeriksaan tabung APAR biasanya dilakukan setiap bulannya secara bergiliran tetapi pemeriksaan tersebut tidak disertai dengan menimbang berat APAR pada saat pemeriksaan yang harus sesuai dengan berat pada badan tabung. Pengisian ulang APAR dilakukan setiap lima tahun sekali. Bila dilihat skala industri PT IKPP sudah cukup besar dengan menghasilkan kertas dalam jumlah yang banyak sehingga untuk sistem pengendalian bahaya kebakaran, diperlukan sistem yang lebih baik, terutama jika diperhatikan hasil produksi kertas memiliki sifat yang mudah terbakar. Untuk mengurangi risiko kerugian yang besar akibat terlambatnya penanggulangan suatu kebakaran, dapat digunakan sistem pengendali bahaya kebakaran springkler yang akan bekerja secara otomatis pada saat kebakaran terjadi tanpa perlu menunggu kesigapan karyawan dan petugas pemadam kebakaran. Setelah melakukan pengolahan dan analisis terhadap data yang berhubungan dengan SMK3 di PT IKPP maka dapat diperoleh suatu hasil: Jika kinerja SMK3 yang diterapkan oleh PT IKPP diasumsikan dengan bobot penilaian 100% maka SMK3 yang selama ini berjalan masih belum sempurna. Karena masih terdapat kekurangan di masingmasing bidang penelitian, SMK3 yang berjalan selama ini hanya mampu mencapai bobot
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
79
penilaian sekitar 75%. Dalam bidang kecelakaan kerja menunjukkan jumlah kecelakaan kerja yang belum mencapai tingkat kecelakaan nihil (zero accident). Selain itu, meskipun jumlah kecelakaan kerja dari tahun ke tahun semenjak tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 telah menunjukkan penurunan namun jumlah hari hilang akibat kecelakaan masih cukup tinggi. Hal itu menunjukkan bahwasannya tingkat keseriusan kecelakaan juga masih cukup tinggi. Selain itu, jika dilihat dari hasil perhitungan Safe-T-Score dari tahun 1998 hingga tahun 2002 juga menggambarkan keadaan perusahaan yang semakin memburuk akibat adanya kecelakaan kerja. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab masih kurangnya kinerja SMK3 di PT IKPP. Akan tetapi, apabila dilihat dari hasil perbandingan dengan undang-undang keselamatan kerja No.1 tahun 1970, terutama pada pasal 3 yang menjelaskan syarat keselamatan kerja, sudah sesuai dengan pelaksanaan yang dilakukan di lapangan. Menurut pasal tersebut yang termasuk syarat keselamatan kerja adalah mencegah dan mengurangi kecelakaan, memberi pertolongan pada kecelakaan, memberi alat-alat perlindungan diri, dan menyesuaikan serta menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. Semua syarat keselamatan kerja tersebut telah dijalankan oleh PT IKPP. Bidang kesehatan kerja menunjukkan masih banyaknya karyawan yang berkunjung ke poliklinik PT IKPP. Semakin banyaknya karyawan yang berkunjung ke poliklinik PT IKPP selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja SMK3. Kesesuaian penerapan SMK3 dalam bidang kesehatan kerja di PT IKPP juga cukup sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah RI. PT IKPP telah menyelenggarakan upaya kesehatan dengan berbagai pendekatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 10 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang kesehatan. Sama halnya dengan penyakit akibat kerja dan PT IKPP juga kerap memeriksa secara berkala kesehatan karyawannya karena dalam PerMeNaKerTrans No.PER.01/MEN/1981 dicantumkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan ke DepNaKerTrans. Dalam bidang pemeliharaan lingkungan, PT IKPP melakukan pengendalian pencemaran udara dan pemantauan kualitas air yang dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah RI. Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian jumlah partikel debu di udara dan pengendalian kebisingan lingkungan kerja. Pengendalian jumlah partikel debu di udara yang dilakukan oleh PT IKPP sudah baik karena berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, ternyata hasilnya masih di bawah ambang batas yang ditentukan oleh pemerintah RI dalam PPRI No.41/1999. Pengendalian kebisingan lingkungan kerja di lantai produksi PT IKPP masih kurang baik. Hal itu terlihat pada hasil pengukuran yang telah dilakukan dan kebisingan di beberapa lokasi masih cukup tinggi dan berada di atas batas yang ditentukan dalam KepMeNaKer No.51/1999, yaitu sebesar 85 dBA. Untuk itu, diperlukan upaya perbaikan untuk menurunkan tingkat kebisingan tersebut. Selama ini, PT IKPP telah melakukan
80
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
upaya pencegahan penyakit akibat kebisingan pada karyawannya dengan memberikan alat pelindung diri berupa sumbat telinga (ear plug). Dalam bidang kebakaran lingkungan kerja, PT IKPP telah menunjukkan perubahan yang berarti. Hal itu terlihat dari jumlah kebakaran yang terjadi selama periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan hingga dapat dicapai keadaan suatu tahun tidak terjadi kebakaran. Kebakaran yang terjadi di PT IKPP lebih banyak disebabkan oleh kebakaran bahan kertas. Sistem pengendali bahaya kebakaran yang diterapkan di PT IKPP adalah sistem Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan sistem hydrant. Namun, jumlah tabung APAR yang dimiliki oleh PT IKPP masih sangat kurang, terutama untuk gudang penyimpanan bahan baku dan bahan jadi yang berisi bahan dan produk yang mengandung bahan dasar kertas. Berdasarkan pengamatan di lapangan, jarak penempatan satu APAR dengan APAR lainnya begitu jauh sehingga apabila terjadi kebakaran harus mengambil APAR dalam jarak sekitar lebih kurang 20m. Menurut PerMeNaKerTrans No. PER-04/MEN/1980 tentang syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan dalam pasal 4 ayat (5) tertulis bahwa penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, umumnya pemasangan APAR jumlahnya tidak sesuai dengan luas bangunan sebagaimana yang disyaratkan. Jika mengacu kepada PerMeNaKerTrans tersebut, untuk setiap luas bangunan 225m2 sekurangnya memiliki dua tabung APAR.
Gambar 2 Ketentuan Jarak Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
81
PENUTUP 1. Pencegahan kecelakaan kerja yang selama ini dilakukan oleh PT IKPP telah sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, keadaan perusahaan berdasarkan perhitungan Safe-T-Score dari tahun 1998 hingga tahun 2002 menunjukkan keadaan perusahaan yang semakin memburuk akibat adanya kecelakaan kerja. 2. Pemeliharaan kesehatan kerja karyawan PT IKPP sudah sesuai dengan UndangUndang No.25 tahun 1992 tentang kesehatan namun pemeriksaan penyakit akibat kerja yang dilakukan belum semuanya sesuai dengan PerMeNaKerTrans No.PER01/MEN/1981. Hal tersebut karena pemeriksaan yang dilakukan belum semuanya dikerjakan menurut persyaratan penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan kepada DepNaKerTrans. 3. Pemeliharaan kualitas udara yang dilakukan PT IKPP belum semuanya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Kadar partikel debu di udara berdasarkan pengukuran telah sesuai dengan ambang batas yang ditentukan pemerintah menurut PPRI No.41/1999. Namun, kebisingan lingkungan kerja di beberapa lokasi berdasarkan hasil pengukuran masih menunjukkan intensitas yang melebihi ambang yang ditentukan dalam KepMeNaKer No.51/1999. 4. Pemeliharaan kualitas air yang digunakan di PT IKPP telah sesuai dengan PerMenKes No.416/MENKES/PER/IX/1990. Akan tetapi, ada beberapa parameter yang kadarnya melebihi atau kurang dari kadar yang telah ditentukan. 5. Pencegahan bahaya kebakaran yang dilakukan PT IKPP sudah cukup baik. Akan tetapi, jumlah dan pemasangan tabung Alat Pemadam Api Ringan (APAR) belum sesuai dengan PerMeNaKerTrans No.04/MEN/1980, yaitu satu tabung APAR untuk jarak maksimal 15 meter. 6. Berdasarkan penilaian terhadap kekurangan SMK3 yang diimplementasikan di PT IKPP maka kinerja SMK3 yang selama ini berjalan belum terlalu baik dan baru berjalan sekitar 75%.
82
INASEA Vol. 5, No. 1, April 2004: 59-83
DAFTAR PUSTAKA Anthony, Robert N. et al. 2001. Management Control Systems. Tenth edition. New York: McGraw Hill International Editions. Plunkett, Warren R. et al. 1986. Introduction to Management. Second Edition. California: Wadsworth, Inc. Silalahi, Bennett N.B. et al. 1991. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi Pertama Cetakan Kedua. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Suma’mur P.K. 1995. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Cetakan Kedelapan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. ____________. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan kedua belas. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak, dan Waktu Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Edisi Pertama Cetakan Kedua. Surabaya: Guna Widya. _____________. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja RI. _____________. 1999. Produk Undang-Undang. www.ri.go.id/produk_uu, 09 Januari 2004.
Evaluasi Pelaksanaan…(Rinaldi Rahardian; Bagus HJ)
83