Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
EVALUASI PELAKSANAAN PELATIHAN BERDASARKAN KONSEP KIRKPATRICK&KIRKPATRICK: STUDI KASUS DI PT. X BANDUNG Hotna Marina Sitorus1, Pamela Tania2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Telp 022 2032700 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Telp 022 2032700 1
Email:
[email protected]
ABSTRAK Pelatihan yang baik bukan hanya perlu dirancang dengan baik, namun juga perlu dievaluasi efektivitasnya untuk memastikan tercapainya tujuan. PT. X merupakan perusahaan konsultan SDM yang menangani pengelolaan SDM untuk para kliennya. Salah satu layanan utama PT. X adalah merancang pelatihan sesuai kebutuhan spesifik yang ditetapkan, sekaligus juga menyelenggarakan pelatihan tersebut. Saat ini PT. X lebih berfokus pada proses perancangan dan pelaksanaan pelatihan, namun belum melakukan proses evaluasi pelatihan secara memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. X berdasarkan konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick. Konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick merupakan konsep evaluasi pelaksanaan pelatihan yang dilakukan secara sistematis. Evaluasi dilakukan terhadap 4 level yaitu level reaksi, level belajar, level perilaku dan level hasil. Evaluasi level reaksi dilakukan dengan mengukur reaksi peserta pelatihan terhadap pelatihan yang dilaksanakan. Evaluasi level belajar mengukur kemampuan peserta pelatihan memahami materi yang diberikan. Evaluasi level perilaku mengukur perubahan perilaku yang terjadi pada peserta pelatihan, sementara level hasil mengukur pencapaian hasil. Penerapan konsep evaluasi Kirkpatrick & Kirkpatrick di PT. X dilakukan pada sebuah pelatihan yang diberikan pada para pramuniaga di retailer resmi sebuah perusahaan garmen di kota Bandung, dan dilakukan pada level reaksi, belajar dan perilaku. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, level reaksi pelatihan tersebut berada pada nilai 5,5 dari skala 8. Pada level belajar, kemampuan para pramuniaga meningkat dari 2,12 menjadi 3,49 (dari skala 4). Berdasarkan evaluasi level perilaku, 73,3% peserta dapat mencapai perubahan perilaku yang ditargetkan. Usulan yang dapat diberikan antara lain adalah meningkatkan kemampuan presentasi trainer, menggunakan teknik presentasi yang mampu menarik perhatian peserta, meningkatkan kemampuan komunikasi trainer, serta lebih banyak memasukkan unsur pelatihan yang menekankan pada pembentukan perilaku, misalnya role playing, simulasi atau behavior modelling. Kata kunci: evaluasi pelatihan; konsep Kirkpatrick&Kirkpatrick; kualitas SDM
Pendahuluan Persaingan dalam dunia bisnis semakin lama semakin ketat sehingga tiap organisasi perlu menyesuaikan dirinya untuk dapat bertahan. Performansi organisasi sangat tergantung pada efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya manusia sebagai salah satu elemen terpenting dalam sebuah organisasi harus terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Kualitas SDM dapat ditingkatkan melalui pelatihan dengan program yang tepat. Pelatihan yang baik bukan hanya perlu dirancang dengan baik, namun juga perlu dievaluasi efektivitasnya untuk memastikan tercapainya tujuan pelatihan tersebut. Dengan dilakukannya evaluasi, kelemahan dan masalah yang terjadi selama pelaksanaan pelatihan dapat diidentifikasi dan informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam perencanaan pelatihan di masa yang akan datang. Saat ini semakin banyak konsultan yang khusus menawarkan layanan yang terkait dengan pengelolaan SDM, termasuk di dalamnya adalah layanan pelatihan karyawan. Konsutan pelatihan bertanggung jawab dalam proses perancangan maupun pelaksanaan pelatihan bagi perusahaan kliennya. Dalam hal ini, performansi konsultan sangat ditentukan oleh program pelatihan yang I-91
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
diberikannya. PT. X merupakan perusahaan konsultan SDM yang menangani pengelolaan SDM untuk para kliennya. Salah satu layanan utama PT. X adalah merancang pelatihan sesuai kebutuhan spesifik yang ditetapkan, sekaligus juga bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan tersebut. Saat ini PT. X lebih berfokus pada proses perancangan dan pelaksanaan pelatihan, namun belum melakukan proses evaluasi pelatihan secara memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelatihan yang diselenggarakan oleh PT. X berdasarkan konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick. Pada makalah ini akan diuraikan konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick yang digunakan, metode penelitian yang dilakukan, hasil dan pembahasan, usulan perbaikan dan ditutup dengan kesimpulan Bahan dan Metode Penelitian Pelatihan merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pekerja. Werther & Davies (1996) mendefiniskan pelatihan sebagai aktivitas mengajarkan para pekerja dalam melakukan pekerjaannya saat ini. Blanchard dan Thacker (2007) mendefinisikan pelatihan sebagai program yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keahlian kepada para pekerja untuk dapat melakukan pekerjaannya secara efektif. Hal ini membantu pekerja dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya saat ini dan juga mengantisipasi perubahaan yang dapat terjadi dalam lingkungan pekerjaannya. Sama seperti program lainnya dalam pengelolaan SDM, program pelatihan perlu dievaluasi. Program evaluasi memiliki peranan yang penting untuk mengetahui tingkat efektivitas dari suatu aktivitas. Edwards et.al (2003) mengungkapkan bahwa program evaluasi adalah sebuah proses sistematis untuk menentukan kelayakan dari alternatif aktivitas-aktivitas yang sudah atau sedang diimplementasikan, biasanya untuk tujuan memilih pilihan yang lebih disukai untuk implementasiimplementasi yang akan datang. Selain itu, program evaluasi dapat digunakan sebagai metode dalam pengambilan keputusan manajerial untuk permasalahan sumber daya manusia. Menurut Kirkpatrick & Kirkpatrik (2006), untuk dapat menganalisis efektivitas pelatihan maka tidak dapat dilakukan evaluasi terhadap hasil saja melainkan perlu melakukan evaluasi terhadap reaksi peserta yang akan menunjukkan hasil pembelajaran yang diperoleh. Hasil pembelajaran tersebut kemudian diwujudkan dalam tindakan sehingga mampu mengubah perilaku. Apabila diurutkan secara terbalik, hasil yang baik diakibatkan oleh perilaku pekerja yang memuaskan. Perilaku yang baik tersebut diperoleh melalui materi yang diberikan selama pelatihan. Materi dapat diterima dengan baik apabila orang tersebut tertarik terhadap materi yang diberikan. Konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick dalam mengevaluasi pelatihan sangat intuitif dan dapat diaplikasikan secara luas pada program sumber daya manusia dimana program-program tersebut ditujukan untuk menciptakan perubahan dalam organisasi melalui individu-individu di dalamnya (Edwards et al., 2003). Evaluasi pelatihan menurut konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick (2006) dilakukan dalam 4 level sebagai berikut: 1. Level Reaksi Merupakan tahap awal evaluasi, bertujuan untuk mengukur reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan yang dialami. Diasumsikan bila program pelatihan direspon dengan baik, maka akan terjadi proses pembelajaran. Reaksi diukur dengan mengumpulkan data dari para peserta pelatihan dengan mengisi lembar evaluasi pada akhir pelatihan. Lembar evaluasi tersebut mengukur seberapa baik menurut mereka pelatihan telah dilaksanakan. 2. Level Belajar Pengukuran tingkat pembelajaran yang muncul sebagai hasil dari pelatihan. Pembelajaran khususnya mengenai kemahiran dalam menghadapi fakta, prosedur, teknik, dan informasi lain yang biasanya dilakukan dengan tes tertulis. 3. Level Perilaku Melihat perubahan perilaku secara nyata pada peserta pelatihan terhadap pekerjaannya. 4. Level Hasil Seringkali, tujuan akhir dari pelatihan adalah memberi pengaruh yang kuat pada sasaran organisasi secara umum, seperti peningkatan efisiensi atau mengurangi turnover pekerja. Level ini berfokus pada pencapaian hasil. I-92
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
Penelitian ini menerapkan konsep Kirkpatrick & Kirkpatrick di PT. X dengan mengevaluasi salah satu pelatihan yang diberikan pada para pramuniaga di retailer resmi sebuah perusahaan garmen di kota Bandung (PT. A) yang merupakan klien PT. X. PT. A menjual produk pakaian yang diproduksinya melalui retailer resmi dengan konsep butik. Setiap pengunjung butik dilayani secara personal oleh seorang pramuniaga. Evaluasi pelatihan yang dilakukan pada penelitian ini hanya mencapai level perilaku, dengan langkah sebagai berikut: 1. Penentuan kebutuhan pelatihan Kebutuhan akan pelatihan yang diperoleh melalui diskusi dan wawancara. Kebutuhan tersebut dijadikan atribut penilaian untuk evaluasi perilaku dan juga untuk penentuan materi yang akan diberikan kepada para pramuniaga. 2. Evaluasi level reaksi Reaksi diukur dengan mengumpulkan data dari para peserta pelatihan dengan mengisi lembar evaluasi pada akhir pelatihan. Para peserta pelatihan diminta untuk memberikan persepsinya mengenai materi, pembicara, fasilitas pendukung, dan keterkaitan pelatihan dengan pekerjaan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Lembar Evaluasi Kirkpatrick. 3. Evaluasi level Belajar Mengukur kemampuan para peserta pelatihan terhadap materi yang diberikan pada saat pelatihan. Pengukuran dilakukan secara tertulis oleh seorang penilai yang mengukur kemampuan para pramuniaga sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil dari tes sebelum dan sesudah pelatihan kemudian dibandingkan untuk mengetahui pengaruh dari pelatihan. 4. Evaluasi level Perilaku Dilakukan dengan mengidentifikasi perubahan perilaku para pramuniaga di tempat kerja sebagai hasil dari pelatihan yang diberikan. Evaluasi pelatihan pramuniaga dilakukan dengan oleh 30 orang mystery shopper yang secara tersembunyi mengamati dan mencatat perilaku para pramuniaga pada saat melakukan pekerjaannya, sebelum dan sesudah pelatihan. 5. Perancangan usulan perbaikan pelatihan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, disusun usulan perbaikan untuk perancangan pelatihan selanjutnya. Hasil dan Pembahasan Penentuan kebutuhan pelatihan Kebutuhan akan pelatihan diperoleh melalui wawancara dengan manajemen puncak PT. A yang merupakan klien PT. X, dan melalui focus group discussion (FGD) dengan 30 orang konsumen loyal toko retail PT. A. Hasil wawancara dan FGD ini kemudian dirumuskan menjadi tujuan pelatihan sebagai berikut: 1. Menerapkan standar pelayanan yang baru bagi para pramuniaga. 2. Memberikan pemahaman mengenai kualitas pelayanan yang lebih baik kepada para pramuniaga dan contoh-contoh penerapannya. 3. Membentuk kebiasaan atau perilaku yang baru bagi para pramuniaga dalam melakukan pekerjaannya. Selain digunakan untuk menyusun materi pelatihan, kebutuhan pelatihan tersebut juga akan dijadikan atribut penilaian untuk evaluasi level perilaku. Dari langkah ini dihasilkan 21 atribut, yang akan digunakan dalam evaluasi perilaku pramuniaga PT. A. Pelatihan ini merupakan off the job training yang dilakukan selama dua hari pada pukul 9.00-17.00 di tempat pelatihan khusus. Pelatihan diikuti oleh 15 orang pramuniaga dan disampaikan oleh 2 orang trainer secara bergantian di hari yang berbeda. Evaluasi level reaksi Tahap awal dari evaluasi berdasarkan teori Kirkpatrick & Kirkpatrick adalah tahap evaluasi level reaksi, yaitu evaluasi yang mengukur reaksi peserta pelatihan terhadap program pelatihan yang diperoleh. Reaksi terhadap pelatihan tidak menilai tingkat pembelajaran peserta pelatihan melainkan menilai sikap para peserta pelatihan terhadap pelatihan. Evaluasi terhadap reaksi I-93
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
dilakukan sesudah pelaksanaan pelatihan. Para peserta pelatihan diminta untuk memberikan persepsinya mengenai materi, pembicara, fasilitas pendukung, dan keterkaitan pelatihan dengan pekerjaan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Lembar Evaluasi Kirkpatrick yang berisi 11 pertanyaan dengan skala 8. Level reaksi yang diperoleh untuk hari pertama dan kedua masingmasing bernilai 5,16 dan 5,94 atau bernilai rata-rata 5,55. Nilai level reaksi dari para peserta pelatihan pramuniaga dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan evaluasi level reaksi, secara umum dapat disimpulkan bahwa peserta pelatihan memiliki reaksi yang cukup positif terhadap pelatihan yang mereka terima. Materi pelatihan dan fasilitas pendukung dinilai sangat baik, akan tetapi reaksi untuk faktor pembicara (trainer) mendapatkan nilai yang tidak terlalu memuaskan. Evaluasi level belajar Evaluasi level belajar ditujukan untuk mengetahui kemampuan para peserta pelatihan terhadap materi yang diberikan pada saat pelatihan. Pada level ini dinilai kemampuan pramuniaga secara perorangan mengenai penguasaan materi yang diberikan selama pelatihan. Tabel 1. Nilai level reaksi pelatihan pramuniaga No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pernyataan Materi yang diberikan berhubungan dengan pekerjaan Materi dibawakan dengan menarik Pembicara berkomunikasi secara efektif Pembicara mempersiapkan diri dengan baik Fasilitas audiovisual berfungsi efektif Handouts membantu pemahaman Materi pelatihan mudah diaplikasikan ke dalam pekerjaan Fasilitas yang disediakan sesuai Jadwal pelatihan sesuai Ada keseimbangan antara presentasi dengan keterlibatan peserta pelatihan Pelatihan ini membantu peserta untuk bekerja lebih baik Rata-rata
Pelatiha n hari ke-1 6.53 3.47 4.13 4.40 5.40 4.73 5.00 6.33 4.60
Pelatiha n hari ke-2 7.13 5.07 4.33 5.13 6.00 4.73 6.47 6.20 6.73
5.93
6.93
6.43
6.27 5.16
6.60 5.94
6.43 5.55
Rata -rata 6.83 4.27 4.23 4.77 5.7 4.73 5.74 6.27 5.67
Pengukuran level belajar dilakukan secara tertulis oleh seorang penilai yang mengukur kemampuan para pramuniaga sebelum dan sesudah pelatihan. Evaluasi dilakukan untuk 7 materi dengan cara tanya jawab dan juga penilaian terhadap demonstrasi yang ditunjukkan oleh pramuniaga. Penilai kemudian menuliskan hasil penilaiannya dalam lembar evaluasi rating scale yang menggunakan skala 0-4, dimana nilai 0 berarti pramuniaga tidak menguasai materi yang ditanyakan, sementara nilai 1, 2, 3 dan 4 masing-masing berarti tingkat penguasaan pramuniaga 025%, 25-50%, 50-75% dan 75-100%. Hasil penilaian evaluasi level belajar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Dari tabel 2 diketahui bahwa rata-rata tingkat penguasaan materi oleh pramuniaga sebelum pelatihan bernilai 2.12, yang berarti kemampuan rata-rata pramuniaga terkait materi berkisar 5075%. Setelah dilakukan pelatihan terjadi peningkatan kemampuan penguasaan materi sehingga kemampuan rata-rata dalam menguasai materi berada pada tingkat penguasaan 75-100%. Khusus untuk materi metode greetings yang distandarisasi, sebelum pelatihan seluruh peserta mendapatkan nilai 0 karena sebelum pelatihan memang belum diterapkan metode greetings yang baku. Berdasarkan evaluasi level belajar yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan para peserta pelatihan dalam memahami materi pelatihan dapat dikatakan cukup memuaskan.
I-94
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
Tabel 2. Nilai level belajar pelatihan pramuniaga No
Materi
Rata-rata Sebelum Pelatihan
Rata-rata Sesudah Pelatihan
1
Metode greetings yang distandarisasi
0.00
3.60
2
2.80
3.73
2.73
3.47
4
Memberikan pelayanan yang tepat Kefasihan dalam memberikan informasi Product Knowledge
2.67
3.53
5
Fashion Knowledge
2.07
3.20
6
Teamwork & Supervisory skill Teknik menghadapi jenis-jenis pembeli Rata-rata
2.53
3.27
2.07
3.60
2.12
3.49
3
7
Evaluasi level perilaku Merupakan tahap akhir evaluasi, level perilaku dievalusi dengan cara mengidentifikasi perubahan perilaku para pramuniaga di tempat kerja sebagai hasil dari pelatihan yang diberikan. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan dengan menggunakan lembar evaluasi yang diisi oleh para mystery shopper yang berperan sebagai pembeli. Mystery shopper melakukan kunjungan ke counter penjualan yang sama pada saat sebelum dan sesudah pelatihan dan melakukan penilaian kepada pramuniaga yang sama. Untuk meminimasi bias subyektivitas, setiap pramuniaga dinilai oleh 2 orang mystery shopper. Lembar evaluasi yang digunakan terdiri atas 21 atribut yang diidentifikasi dari tujuan pelatihan. Nilai yang diberikan merupakan penilaian dengan menggunakan pembobotan untuk setiap atribut, dimana nilai yang dapat diberikan berkisar 25 hingga 125. Hasil penilaian level perilaku untuk 15 pramuniaga peserta pelatihan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Nilai level perilaku pelatihan pramuniaga Pramuniaga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sebelum pelatihan 74.5 80.5 68.5 48 42.5 42 76 77.5 87.5 53 57.5 81 80 66.5 71.5
Setelah pelatihan 95.5 100 92 78 76.5 64 76 91 87.5 89 89 115.5 115.5 88.5 101.5
Berdasarkan penilaian yang dilakukan, seluruh peserta pelatihan mengalami perubahan perilaku yang positif, meskipun derajat peningkatan yang dimiliki setiap pramuniaga berbeda-beda. Akan tetapi jika dilihat dari target perubahan perilaku yang diinginkan, hanya 9 dari 15 peserta pelatihan (73,3%) sudah mencapai perubahan perilaku yang ditargetkan. Empat peserta lainnya (26,67%), yaitu Pramuniaga 4, 5, 6 dan 7 belum memberikan perubahan perilaku yang diharapkan.
I-95
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
Usulan Perbaikan Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, PT. X perlu memperbaiki pelatihannya terutama pada level reaksi dan level perilaku. Untuk level reaksi, perbaikan terutama perlu dilakukan pada aspek pembicara (trainer) agar dapat membawakan materi pelatihan yang menjadi lebih menarik. Beberapa usulan yang dapat diberikan kepada PT. X adalah: 1. Memastikan para pembicara melakukan persiapan dengan melakukan evaluasi diri. 2. Mendorong pembicara untuk menunjukkan sikap antusias dalam menyampaikan materi yang dibawakan agar memicu ketertarikan peserta 3. Mengingatkan pembicara untuk menggunakan tempo bicara yang bervariasi setiap 10-12 menit. 4. Membekali pembicara dengan teknik-teknik presentasi yang mampu menarik peserta pelatihan. 5. Memberikan pelatihan komunikasi pada pembicara yang dinilai kurang baik dalam keahlian berkomunikasi. 6. Mengkombinasikan pembicara senior dan yunior dalam pelatihan yang diselenggarakan, sehingga pembicara yunior dapat meneladani seniornya. 7. Untuk menyeimbangkan kualitas pembawaan materi, dapat digunakan modifikasi jadwal presentasi dimana lebih dari satu pembicara memberikan pelatihan secara bergantian dalam 1 hari pelatihan. Menurut evaluasi level belajar dan perilaku yang dilakukan, seluruh peserta pelatihan dapat menguasai materi pelatihan dengan baik, namun sebagian peserta tidak mampu menerapkannya dalam pekerjaan mereka untuk membentuk perilaku yang baru. Untuk mengubah perilaku seseorang, selain dorongan secara eksternal, dorongan dari dalam diri sendiri pun sangat dibutuhkan. Beberapa usulan yang dapat diberikan terkait perubahan perilaku pramuniaga adalah: 1. PT. X lebih banyak memasukkan unsur pelatihan yang menekankan pada pembentukan perilaku, misalnya role playing, simulasi atau behavior modelling. 2. Jika memungkinkan, pramuniaga yang belum menunjukkan perilaku yang diharapkan didampingi dan diberikan on the job training. 3. Untuk meningkatkan motivasi para pramuniaga, dilakukan pemilihan “employee of the month” secara berkala. 4. PT. A sebagai atasan langsung melakukan penilaian performansi secara berkala untuk setiap pramuniaga, dan menginformasikan hasilnya kepada para pramuniaga sebagai umpan balik. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan evaluasi level reaksi, secara umum pelatihan pramuniaga yang diadakan oleh PT. X sudah cukup baik dengan level reaksi bernilai 5.5 dari skala 8. Akan tetapi di antara 3 faktor yang diukur, faktor pembicara mendapatkan nilai reaksi terendah. 2. Hasil dari evaluasi pada level belajar adalah pelatihan sudah efektif, dimana kemampuan para pramuniaga terhadap penguasaan materi mengalami peningkatan setelah pelatihan dilakukan. Hal ini berarti setiap peserta pelatihan mampu menguasi materi pelatihan dengan baik. 3. Hasil dari evaluasi perilaku adalah pelatihan sudah cukup efektif karena perilaku 73,3% pramuniaga sudah mengalami perubahan sesuai dengan sasaran pelatihan. Akan tetapi, masih terdapat 26,67% pramuniaga yang belum mengalami perubahan perilaku sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan. 4. PT. X perlu memperbaiki pelatihannya terutama pada level reaksi dan level perilaku. Untuk level reaksi, perbaikan terutama perlu dilakukan pada aspek pembicara (trainer) agar dapat membawakan materi pelatihan yang menjadi lebih menarik. Untuk itu diusulkan kepada PT. X agar dapat mempersiapkan trainernya dengan lebih baik lagi, antara lain dengan meningkatkan kemampuan presentasi, menggunakan teknik presentasi yang mampu menarik perhatian peserta, meningkatkan kemampuan komunikasi trainer. Untuk level perilaku, usulan yang diberikan antara lain meningkatkan motivasi pekerja dengan program “employee of the month” dan pemberian umpan balik melalui penilaian performansi karyawan, serta menggunakan metode pelatihan yang yang menekankan pada pembentukan perilaku, misalnya role playing, simulasi atau behavior modelling. 1.
I-96
Simposium Nasional RAPI XI FT UMS – 2012
ISSN : 1412-9612
Daftar Pustaka Blanchard, P.N & Thacker, T.W., (2007), “Effective Training : Systems, Strategies, and Practices”, Pearson Education, Inc., 3rd edition. Edwards, J.E., Scott, J.C., & Raju, N.S, ( 2003), “The Human Resources Program-Evaluation Handbook”, Sage Publications, Inc. Kirkpatrick, D.L. & Kirkpatrick, J.D., (2006), “Evaluating Training Program”, Berrett-Koehler Publisher, Inc., 3rd edition. Werther, W.B., Jr., & Davis, K., (1996), “Human Resources and Personnel Management”, McGraw–Hill, Inc.
I-97