EVALUASI PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA (BSPS) DI KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Kosentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh M. RARA ARIZONA S. NIM 6661091661
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2015
i
ABSTRAK M. Rara Arizona S. NIM 6661091661. Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Kandung S. Nugroho, S.Sos., M.Si. dan Pembimbing II : Rahmawati, S.Sos., M.Si. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) merupakan program dari pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah agar mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Kabupaten Pandeglang salah satu dari pelaksanaan program tersebut. Rumusan penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. Penelitian menggunakan teori implementasi kebijakan publik William Dunn. Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penentuan informan menggunakan metode purposive. Teknik pengumpulan data melakukan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian bahwa pelaksanaan berjalan tidak optimal dan kurang sesuai dengan pedoman pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011. Pencapaian penerima tidak optimal, lemahnya sosialisasi, tidak terciptanya swadaya masyarakat yang baik, TPM melakukan pembelian bahan-bahan bangunan dengan tidak melibatkan penerima, terdapat masyarakat yang tidak mempunyai rumah hunian layak tetapi tidak menjadi penerima, serta ditemukan bahwa dalam proses pembangunan perbaikan rumah khususnya di Kecamatan Cadasari harus tertunda menunggu Bulan Safar (Hijriah) berakhir, hal ini berkenaan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Saran peneliti yaitu meningkatkan peran dan fungsi sekaligus memberikan sangsi tegas, sosialisasi pelaksanaan harus dilakukan secara merata, perlunya pembinaan terhadap para warga, sehingga swadaya tercipta dengan baik. Kata Kunci : Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, Evaluasi, Pelaksanaan
ii
ABSTRACT M. Rara Arizona S. NIM 6661091661. Evaluation Of Stimulant Aid Independent Housing Program in Pandeglang 2012. Studies Program of the State Administration. Faculty of Social Science and Political Science. University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor : Kandung S. Nugroho, S.Sos., M.Si. and Co. Supervisor : Rahmawati, S.Sos., M.Si. Stimulant Aid Independent Housing is a program of the government through the Ministry of Housing which aims to empower low-income people to be able to build and improve the quality of the house independently so as to occupy decent housing in a healthy and safe environment. Pandeglang one of the program. The formulation of the research is how the implementation of Stimulants Help Housing Organization in Pandeglang 2012. The study used the theory of public policy implementation William Dunn. Descriptive method with qualitative approach. Determination of informants using purposive. Data collection techniques do interviews, observation and documentation. The results of the research that goes optimal implementation and less in accordance with the guidelines for the implementation Stimulants Help Housing Organization in Permenpera No. 14 in 2011. Achievement of the recipient is not optimal, poor socialization, not the creation of nongovernmental good, community facilitators purchasing building materials to not involve the recipient, there are people who do not have a decent dwelling house but did not become a receiver, and found that in the development process home improvement, especially in Sub Cadasari should be delayed to wait Months Safar (Hijri) ends, it is concerned with local knowledge of local communities. Researchers suggest that increasing the role and function while providing a firm sanctions, socialization implementation should be carried out evenly, the need for guidance to the citizens, so that self-created properly. Keywords : Evaluation, Implementation, Stimulant Aid Independent Housing
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyalesaikan penulisan penelitian yang berjudul “EVALUASI PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
(BSPS)
KABUPATEN
PANDEGLANG
TAHUN
2012”.
Penyusunan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan penelitian ini banyak terdapat kekurangan dalam penulisan, isi dan penyampainnya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda, Ayahanda, Kakak beserta Adik tercinta yang selalu mendoakan, juga ucapan terimaksih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Penguji Sidang Skripsi 3. Kandung S. Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan sekaligus Pembimbing I Skripsi, yang memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan serta penelitian. 4. Mia Dwianna, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
iv
5. Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 6. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan sekaligus Pembimbing II Skripsi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan serta penelitian 7. Ipah Ema Jumianti S.Ip., M.Si,. Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 8. Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., Pembimbing Akademik sekaligus Ketua Penguji Sidang Skripsi yang selalu memberikan motivasi dan arahan dalam perkuliahan 9. Seluruh Dosen dan Staf Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yang selalu memberikan motivasi dalam penulisan dan penelitian 10. Seluruh Aparatur pelaksana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang serta para Warga Kecamatan Kaduhejo, Cadasari dan Pandeglang, yang membantu dalam memberikan informasi dalam proses penelitian.
Serang, Januari 2015 Penulis
M. Rara Arizona S.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................
iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah .....................................................................
17
1.3 Batasan Masalah ...........................................................................
17
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................
17
1.5 Tujuan Penelitian .........................................................................
17
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................
18
1.7 Sistematika Penulisan ..................................................................
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kebijakan Publik ........................................................
21
2.2 Implementasi Kebijakan ...............................................................
25
2.3 Evaluasi Kebijakan Publik ...........................................................
28
2.4 Evaluasi Implementasi Kebijakan ................................................
35
2.4.1 Metode Evaluasi Kebijakan ................................................
36
vi
2.4.2 Tipe Evaluasi Kebijakan .....................................................
37
2.4.3 Tujuan Evaluasi Kebijakan .................................................
40
2.5 Pemberdayaan Masyarakat ...........................................................
40
2.6 Konsep Bantuan Stimulan Perubahan Swadaya (BSPS) ............
44
2.7 Kerangka Berpikir ........................................................................
50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian .........................................................................
54
3.2 Instrumen Penelitian .....................................................................
54
3.3 Penentuan Informan .....................................................................
58
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................
61
3.5 Lokasi dan Jadwal Penelitian .......................................................
65
3.5.1 Lokasi Penelitian .................................................................
65
3.5.2 Jadwal Penelitian .................................................................
66
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .........................................................
67
4.1.1 Kabupaten Pandeglang ........................................................
67
4.1.2 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang .................
72
4.1.3 Tim Pendamping Masyarakat .............................................
73
4.1.4 Badan Keswadayaan Masyarakat ........................................
73
4.1.5 Unit Pelaksana Kegiatan ...................................................
74
4.2 Deskripsi Data ..............................................................................
74
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ....................................................
74
4.2.2 Data Informan .....................................................................
75
vii
4.3 Penyajian Data .............................................................................
77
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................
112
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ..................................................................................
125
5.2 Saran .............................................................................................
125
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rangkaian Implementasi Kebijakan .....................................
27
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ................................................................
27
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) ...........
61
Gambar 4.1 Posedur Pengajuan Dan Penyaluran Dana BSPS Tahun 2012 .........................................................................
98
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Masalah Rumah Tangga Miskin di Perkotaan dan Perdesaan ..........
4
Tabel 2.1 Indikator Evaluasi Kebijakan ...................................................
32
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi ......................................................................
33
Tabel 2.3 Pendekatan Evaluasi ................................................................
34
Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ................................................
57
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian .......................................................
59
Tabel 3.3 Daftar Secondary Informan Penelitian .....................................
60
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian ......................................................................
66
Tabel 4.1 Data Pendidikan Formal Warga di Kecamatan Cadasari .........
69
Tabel 4.2 Data Informan .........................................................................
76
Tabel 4.3 Pembahasan dan Temuan Lapangan ........................................
123
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Matriks Wawancara
Lampiran 2
Surat Permohonan Izin Mencari Data
Lampiran 3
Kartu Bimbingan / Uraian Catatan Pembimbing
Lampiran 4
Pedoman Wawancara
Lampiran 5
Membercheck
Lampiran 6
Surat Pernyataan Narasumber
Lampiran 7
Permenpera No. 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya BSPS
Lampiran 8
Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen Penyediaan Rumah Swadaya
Wilayah
Jawa
NOMOR
:
27/PK-PRS.2/PPD
BSPS/9/2012 Tentang Penetapan Penerima Dana BSPS Tahun Anggaran 2012 Kabupaten Pandeglang Lampiran 9
Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 Riwayat Hidup
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Menjalani kehidupan sebagai mahluk sosial, manusia tidak pernah terlepas
dari hal-hal yang berhubungan dengan suatu kebutuhan. Dimana kebutuhan tersebut diperlukan untuk memenuhi keberlangsungan hidup manusia setiap hari. Bagi manusia kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar, disamping kebutuhan akan sandang dan pangan. Tempat tinggal memang sangat vital bagi kehidupan manusia. Tanpa tempat tinggal yang cukup, manusia tidak akan dapat hidup dengan layak. Manusia tidak cukup dengan terpenuhinya kebutuhan sandang dan pangan, meskipun kenyataannya terdapat peringkat pemenuhan akan kebutuhan itu dari kebutuhan yang minimum hingga kebutuhan yang tidak terbatas. Perumahan dan pemukiman berfungsi sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia dan cerminan dari lingkungan sosial yang tertib, juga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai penyedia lapangan kerja pendorong pembentukan modal yang besar. Dengan berpijak pada peningkatan dan pemenuhan kebutuhan terhadap perumahan dan pemukiman, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, aktif berperan serta dalam setiap program pembangunan. Dalam hal pembangunan disegala bidang khususnya pembangunan perumahan dan pemukiman, masyarakat berperan sebagai pelaku utama, sementara pemerintah mempunyai kewajiban sebagai pihak yang berkewajiban
2
yang bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana kondusif. Demi tercapainya tujuan pembangunan nasional maupun daerah, kegiatan masyarakat dan pemerintah harus saling mendukung dan melengkapi sehingga terjadi satu kesatuan langkah. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam situasi apapun orang pasti berupaya memiliki rumah sebagai tempat tinggal bagi dirinya dan keluarganya, mengembangkan hubungan sosial dan membangun lingkungan secara bersama. Rumah sangat bermakna bagi eksistensi seorang manusia, baik sebagai pribadi, keluarga dan masyarakat. Seiring
dengan
berkembangnya
zaman,
terjadi
dikotomi
antara
aksesibilitas terhadap sumber daya perumahan dan permukiman yang semakin terbatas dan mahal, dengan kebutuhan akan lokasi tempat tinggal yang aksesibel pada tempat kerja dan usaha, fasilitas umum dan pusat layanan publik. Diperkuat dengan realitas tekanan sosial, ekonomi dan kependudukan, maka situasi seperti ini yang mendorong terjadinya konsentrasi perumahan dan permukiman yang padat, miskin dan kumuh. Penguasaan dan penggunaan lahan oleh warga masih banyak yang lemah dari sisi hukum dan administrasi, seperti bantaran sungai, pinggiran rel, tanah makam, tanah in-absentia atau menganggur maupun lahan dalam status penguasaan atau pemilikan pihak lain. Pada tahun 2012 jumlah penduduk perkotaan mencapai 54% atau sekitar 129,6 juta dari total 237,6 juta penduduk Indonesia (BPS, 2012). Pesatnya perkembangan penduduk perkotaan tersebut, yang umumnya berasal dari urbanisasi tidak selalu dapat diimbangi oleh kemampuan pelayanan kota sehingga telah berakibat pada semakin meluasnya perumahan dan permukiman kumuh.
3
Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui fakta bahwa luas perumahan dan permukiman kumuh pada tahun 2004 yang tadinya sebesar 54.000 ha telah berkembang menjadi sebesar 59.000 ha pada tahun 2009. Bahkan diperkirakan apabila tidak dilakukan penanganan maka luas perumahan dan permukiman kumuh akan tumbuh menjadi 71.860 ha pada tahun 2025 dengan pertumbuhan 1,37% pertahun (Kemenpera, 2012) Meluasnya perumahan dan permukiman kumuh di perkotaan telah menimbulkan dampak pada peningkatan frekuensi bencana kebakaran dan banjir, meningkatnya potensi kerawanan dan konflik sosial, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, menurunnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman, dan lain sebagainya. Perumahan dan permukiman kumuh yang cenderung meluas ini perlu segera ditangani, sehingga diharapkan terwujud suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang layak huni dalam suatu lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Pada Sidang Umum PBB, yang diselenggarakan tahun 2000 tercapai kesepakatan tujuan pembangunan global yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu targetnya adalah peningkatan kualitas hidup 100 juta masyarakat dunia di perumahan dan permukiman kumuh pada tahun 2020. Selanjutnya, Kongres Perumahan dan Permukiman II yang dilaksanakan pada tanggal 18-19 Mei 2009 yang lalu juga menargetkan tercapainya kota tanpa permukiman kumuh tahun 2025 dalam Agenda Menyongsong Era Baru Perumahan dan Permukiman Indonesia.
4
Pada tahun 2012, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan 7,9 juta unit Rumah Tidak Layak Huni (RLTH) ditempati oleh rumah tangga miskin, dimana 2,9 juta unit rumah berada di perkotaan dan 5.0 juta unit rumah berada di perdesaan. Tabel 1.1 Masalah Rumah Tangga Miskin di Perkotaan dan Perdesaan
No
Masalah Rumah Tangga Miskin
Perkotaan
Perdesaan
82 %
29,3 %
1
Rumah tangga tidak memiliki jamban
2
Rumah tangga tidak terlindungi air bersih
6,09 %
26,8 %
3
Rumah tangga tidak teraliri listrik
0,7 %
11,3
4
Rumah tangga tidak memiliki kepastian hokum bermukin (hak atas tanah)
33,1 %
52,7 %
Sumber : BPS 2012
Apabila dilihat secara makro, dalam hal pembangunan khususnya pembangunan perumahan dan permukiman, seharusnya dilakukan sinkronisasi antara dua sistem, yaitu perkotaan dan pedesaan. Hal ini harus diupayakan guna menghindari terjadinya over load (kelebihan beban) pada lingkungan perumahan dalam wilayah perkotaan yang dapat menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi wilayah perkotaan maupun wilayah di belakangnya (hinterland), yang biasanya adalah wilayah pedesaan. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28 H Amandemen UUD 1945, rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Menurut Undang-Undang No. 4
5
tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan diri pribadi dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta pembentukan watak, karakter dan kepribadian bangsa. Namun sayangnya hak dasar rakyat tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan daya beli masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan akan rumahnya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008, kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Sedangkan program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk mencapai tujuan serta untuk memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kebijakan perumahan dan permukiman dalam Rencana Strategis Pembangunan Perumahan 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim yang kondusif, serta koordinasi pelaksanaan kebijakan di tingkat pusat dan daerah dalam rangka pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahan dan Permukiman.
6
2. Peningkatan pemenuhan kebutuhan Rumah Layak Huni (RLH) yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) serta kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. 3. Pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM). 4. Peningkatan pendayagunaan sumberdaya pembangunan perumahan dan permukiman serta pengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan kearifan lokal. 5. Peningkatan
sinergi
pusat-daerah
dan
pemberdayaan
pemangku
kepentingan lainnya dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Sementara menurut Renstra Kementrian Perumahan Rakyat Tahun 20102014, pembangunan perumahan dan permukiman masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu: 1. Keterbatasan penyediaan rumah 2. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai 3. Permukiman kumuh yang semakin meluas Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembangunan perumahan dan permukiman harus didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komperhensif dan terpadu sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan menghasilkan suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman.
7
Kebijakan nasional tersebut kemudian dijabarkan kedalam srategi-strategi yang kemudian diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu kebijakan nasional dalam menghadapi permasalahan perumahan dan pemukiman tersebut, pemerintah menetapkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) melalui Kementrian Perumahan Rakyat. Tujuan dari program ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya ialah untuk memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Pada tahun 2006 program ini bernama Bantuan Stimulan Pembangunan Perumahan Swadaya (BSP2S) dan Peningkatan Kualitas Perumahan (PKP), dimana program ini dalam naungan Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 8 Tahun 2006, dalam
upaya
pencapaian
sasaran
peningkatan
keswadayaan
masyarakat
berpenghasilan rendah dalam menempati rumah dan lingkungan yang layak huni dan dalam rangka mendorong pemerintah Kabupaten atau Kota dalam memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memenuhi kebutuhan rumah dan lingkungan yang layak huni, pelaksanaan program tersebut melibatkan lembaga keuangan mikro/lembaga keuangan non bank (LKM/LKNB) dalam penyaluran, pencairan dan pemanfaatan stimulan program tersebut. Pada tahun 2011, program ini berubah nama menjadi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
8
(BSPS) dalam naungan Kementrian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) atas perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN-P. Pada tahun 2012, Bantuan Stimulan Perumahan swadaya (BSPS) dilaksanakan di 33 Kabupaten/Kota dari 250.000 Penerima bantuan tersebar diseluruh Indonesia. Kriteria umun Kabupaten/Kota penerima BSPS menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, meliputi : 1. Daerah tertinggal; 2. Tingkat kemiskinan; 3. Jumlah kekurangan (backlog) rumah; 4. Jumlah rumah tidak layak huni; 5. Indeks pembangunan manusia (IPM) ; dan 6. Produk domestik regional bruto; Sementara kriteria khusus Kabupaten/Kota penerima BSPS menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, meliputi : 1. Memiliki program khusus 2. Terdapat perumahan kumuh 3. Didahulukan Kabupaten/Kota yang memiliki kerja bidang perumahan. Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Bantuan
Stimulan
Perumahan
Swadaya,
pelaksanaan BSPS dilaksanakan oleh Deputi Perumahan Swadaya dan dibantu oleh Pokja Pusat, Pokja Provinsi, Pokja Kabupaten, Tenaga Pendamping
9
Masyarakat (TPM), Unit Pengelola Kegiatan (UPK) atau Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Sementara bentuk dukungan untuk penerima BSPS yakni pembuatan rumah baru (PB), peningkatan kualitas rumah (PK) dan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) berupa jalan lingkungan, jalan setapak, saluran air hujan (drainage), sarana MCK umum, penerangan jalan umum, sumber dan jaringan air bersih, tempat pembuangan sampah, sumber listrik ramah lingkungan, jaringan listrik, dan/atau sarana sosial lainnya seperti tempat ibadah atau balai warga. Dalam hal teknis pelaksanaan BSPS tahun 2012 KEMENPERA bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai bank penyalur yang berjumlah 9 ribu jaringan kantor tersebar diseluruh Indonesia. Sedangkan kriteria dan persyaratan Penerima BSPS menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, antara lain : 1. Warga Negara Indonesia 2. Masyarakat Berpehasilan Rendah (MBR) dengan penghasilan tetap atau tidak tetap 3. Sudah berkeluarga 4. Memiliki atau menguasai tanah 5. Belum memiliki rumah atau memiliki rumah tidak layak huni 6. Menghuni rumah yang akan diperbaiki 7. Belum pernah mendapat bantuan stimulan perumahan dari Kementerian Perumahan Rakyat
10
8. Didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan : a. Memiliki tabungan bahan bangunan b. Telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan c. Memiliki asset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah d. Telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan swadaya 9. Bersungguh-sungguh
mengikuti
program
bantuan
stimulan
dan
pemberdayaan perumahan swadaya 10. Didahulukan yang sudah diberdayakan melaluli Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Penyaluran dana BSPS tahun 2012 bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang ditetapkan oleh Kemenpera dan disesuaikan dengan bentuk dukungan penerima BSPS itu sendiri. 1. Perbaikan total atau pembuatan rumah baru (PB) Rp. 11 juta/unit 2. Peningkatan Kualitas (PK) Rp.6 juta/unit 3. Perbaikan Prasarana Sarana dan Utiliti (PSU) Rp. 4 juta/unit Pencapaian atas penyaluran dana Bantuan Stimulan Swadaya Masyarakat (BSPS) ditingkatan nasional pada tahun 2012 mencapai 90 %, atau 1,5 triliun dari total anggaran 1,8 triliun. Sementara dari 250 ribu penerima bantuan, terealisasi sebanyak 230 ribu penerima bantuan. Namun pencapaian keberhasilan tersebut
11
tidak sejalan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” atas Laporan Keuangan Kementrian Perumahan Rakyat tahun 2012 (LHP No : 90 A, B & C/HP/XVI/05/2013). Temuan pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern, antara lain : 1. Kebijakan pencairan daa Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak sesuai ketentuan 2. Laporan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya pada kementerian perumahan rakyat tidak memadai 3. Sistem pengendalian intern pencatatan pelaporan akun kas di bendahara pengeluaran di beberapa satker di lingkungan kementerian perumahan rakyat belum memadai Serta 4 poin temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain : 1. Belanja Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya melewati tahun anggaran sekitar sebesar Rp. 1,08 Triliun. 2. Terdapat kelebihan pembayaran pada rekanan konsultan manajemem tenaga pendamping sebesar Rp. 847,06 Juta 3. Penetapan penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tidak sesuai dengan ketentuan 4. Pendapatan bunga dari bantuan stimulan perumahan swadaya di rekening masyarakat sebesar Rp. 466,35 juta yang belum dibayarkan Salah satu Kabupaten di Indonesia yang masuk dalam kriteria penerima BSPS ialah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Perumahan dan pemukiman
12
masyarakat berpenghasilan rendah dan perumahan dibawah standar rumah layak huni masih banyak ditemukan di Kabupaten Pandeglang . Pada tahun 2012, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang menyebutkan ada 30 ribu unit rumah dalam status Rumah Tidak Layak Huni (RLTH) atau perumahan kumuh yang tersebar di 35 Kecamatan dan 335 Desa/Kelurahan. Dalam RPJMD Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2016, juga disebutkan bahwa penataan perumahan dan pemukiman menjadi prioritas dan tertuang dalam butir program pembangunan perumahan dan program lingkungan sehat perumahan. Sementara pelaksanaan Bantuan Stimulan Swadaya Masyarakat (BSPS) di Kabupaten Pandeglang, dari 3000 unit
rumah yang diajukan kepada
KEMENPERA tahun 2012, berdasarkan Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen Penyediaan Rumah Swadaya Wilayah Jawa NOMOR : 27/PK-PRS.2/PPDBSPS/9/2012 tentang Penetapan Penerima Dana BSPS Tahun Anggaran 2012 Kabupaten Pandeglang, terlampir sebanyak 544 penerima atau sekitar kurang dari 20% dari total jumlah pengajuan dan besaran jumlah yang diterima oleh penerima BSPS sebesar Rp. 6.000.000,-/orang. Penerima bantuan tersebut semuanya pada kategori peningkatan kualitas rumah (PK). Adapun 3 Kecamatan yang menerima bantuan tersebut, antara lain Kecamatan Kaduhejo, Kecamatan Cadasari dan Kecamatan Pandeglang. Semua Kecamatan yang memperoleh bantuan tersebut terletak berdekatan dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Pandeglang, padahal dari 30 ribu unit rumah yang berstatus tidak layak huni yang tersebar diseluruh Desa/Kelurahan, lebih dari 50% rumah yang berstatus tidak layak huni berada di
13
perbatasan atau pesisir Kabupaten Pandeglang (BPS Kabupaten Pandeglang 2012). Berdasarkan observasi awal, pelaksanaan Bantuan Stimulan Swadaya Masyarakat (BSPS) di Kabupaten Pandeglang terdapat permasalahan, antara lain peneliti menemukan ketidaksesuaian kualifikasi pada beberapa Penerima BSPS, seperti yang diutarakan oleh Bapak Juanda, warga Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo, bahwa penerima BSPS diwilayah beliau rata-rata merupakan warga yang berkecukupan dalam hal ekonomi dan bila dilihat dalam hal bangunan rumahpun dinilai masih bagus. Sementara dilain pihak beliau menambahkan bahwa masih banyak warga yang sangat membutuhkan, namun tidak mendapatkan program bantuan tersebut (Wawancara Hari Senin, 7 April 2014, Pk. 08.30 WIB). Selain itu, pernyataan serupa juga diutarakan oleh Bpk. Sodikin warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari, beliau mengemukakan bahwa kondisi yang terjadi pada penerima BSPS dinilai amat kontras, dimana terdapat warga tidak mampu dan mempunyai banyak tanggungan dikeluarganya serta tidak mempunyai rumah yang layak, namun warga tersebut tidak mendapatkan program BSPS, padahal mereka ikut dalam tahap pengajuan program tersebut (Wawancara Hari Senin, 7 April 2014, Pk. 13.30 WIB). Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa kualifikasi penerima BSPS tidak sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 Pasal 3 Ayat (1) tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.
14
Selain itu, peneliti juga menemukan dana Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) senilai Rp. 6.000.000,- yang diambil melalui rekening Bank BRI selama dua tahap dengan dibantu oleh BKM/UPK, tidak diberikan berupa uang langsung kepada yang bersangkutan, melainkan berupa bahan-bahan bangunan. Bahan-bahan bangunan ini disediakan oleh BKM/UPK dengan melibatkan pihak ketiga sebagai penyedia bahan bangunan. Bahan-bahan bangunan yang disediakanpun seperti kayu, semen, pasir dan batu bata tidak dengan kualitas yang baik atau tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh penerima bantuan untuk kebutuhan perbaikan rumah. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Munawaroh warga yang berasal dari Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo, bahwa dana BSPS yang diberikan sebesar Rp. 6.000.000,- hanya dipegang ketika pengambilan dari BANK, setelah itu dana tersebut diserahkan secara instruktif kepada petugas (BKM/UPK), kemudian dibelanjakan bahan-bahan bangunan oleh petugas ke toko material setempat (Wawancara hari Senin, 8 April 2014, Pk. 09.30 WIB). Pernyataan lain juga diutarakan oleh Bapak Sidik, warga Kelurahan Babakan Karang Anyar, Kecamatan Pandeglang, bahwa bahan-bahan bangunan yang diserahkan kepada beliau untuk melakukan perbaikan rumah, kualitasnya kurang baik. Misalnya untuk bahan bangunan seperti kaso, bahwa jenis kayu yang dipilih merupakan jenis kayu yang mudah rapuh (Wawancara Hari Senin, 8 April 2014, Pk. 11.20 WIB). Dari pernyataan diatas, jelas hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 Pasal 30 Ayat (1) huruf i
15
tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang menyebutkan bahwa “UPK/BKM menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara KSM” dan Pasal 38 Ayat (5) “UPK/BKM dilarang memungut kembali dana bantuan stimulan yang telah diserahkan kepada anggota KSM dan menggulirkan kepada pihak manapun”. Dalam hal operasional teknis pembangunan perbaikan rumah, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang beranggotakan MBR penerima bantuan, tidak swadaya dengan baik untuk melaksanakan pembangunan perbaikan rumah secara gotong royong. Akibatnya penerima bantuan yang melakukan perbaikan rumah harus mengeluarkan biaya untuk memberikan upah pekerja atas pembangunan perbaikan rumah. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Darlan warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang, bahwa Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) diwilayah beliau kurang swadaya dalam hal pembangunan perbaikan rumah. Akibat hal tersebut, warga yang melakukan perbaikan rumah terpaksa harus menggunakan jasa orang lain/tukang dengan konsekuensi membayar upah kerja (Wawancara Hari Senin, 8 April 2014, Pk. 14.00 WIB). Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa terjadi ketidaksesuaian pada salah satu tugas KSM yaitu membangun rumah yang mendapat bantuan swadaya sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) huruf a tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. Hal tersebut disebabkan karena dalam pelaksanaan BSPS ini MBR yang terhimpun dalam KSM tidak mendapatkan sosialisasi sejak awal dari UPK/BKM sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Negara
16
Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 Pasal 30 Ayat (1) tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang berbunyi “UPK/BKM menyosialisasikan kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya kepada masyarakat bakal calon penerima bantuan stimulan”. Sementara permasalahan lain yang menghambat dalam pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang yakni kearifan lokal. Dimana keraifan lokal tersebut merupakan keyakinan bagi warga sekitar, khususnya wilayah penerima BSPS tahun 2012. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Dana Mulyana, ST. selaku Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang, bahwa masyarakat di Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari tidak memperbaiki dan bahkan tidak membangun rumah pada bulan tertentu di Tahun Hijriah, salah satunya yaitu Bulan Safar. Sebagian masyarakat mempercayai tidak akan ada keberkahan jika membangun atau memperbaiki pada bulan tersebut. Dengan hal tersebut pelaporan atas proses pembangunan rumah yang dilakukan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) setempat mengalami keterlambatan, kerena pelaksanaan pembangunan rumah penerima BSPS, baru akan dilakukan ketika Bulan Safar berakhir (Wawancara Hari Senin, 7 April 2014, Pk. 09.30 WIB). Dari uraian diatas, peneliti ingin mencoba meneliti tentang rangkaian paling akhir dalam program yang telah dilaksanakan, yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap pelaksnaan BSPS tahun 2012. Melalui evaluasi terdapat tahapan identifikasi terhadap hal-hal yang menjadi kendala selama prooses pelaksanaan
17
dan hasil yang didapatkan akan direkomendasikan untuk dijadikan perbaikan dalam pelaksanaan BSPS selanjutnya. Maka dari itu, peneliti dapat merangkumnya dalam penelitian yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Pandenglang Tahun 2012.” 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasikan permasalahan, yaitu Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 belum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. 1.3
Batasan Masalah Untuk lebih mengfokuskan dalam proses pengkajian dan penelitian, maka
dalam penelitian ini ditetapkannya batasan masalah, yaitu mengevaluasi pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang pada priode 2012. 1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan dalam penelitian
ini yaitu bagaimanakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang priode tahun 2012? 1.5
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012.
18
1.6
Manfaat Penelitian Suatu penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberikan manfaat
atas penelitiannya tersebut. Adapun Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.1
Secara Teoritis
1. Pengembangan keilmuan Melalu penelitian ini diharapkan dapat megembangkan keilmuan, khususnya dibidang ilmu Administrasi Negara. 2. Sebagai pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun mahasiswa lain dalam mencermati suatu pelaksanaan program pemerintah dan sebagai pengembangan untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam dikemudian hari mengenai Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang. 1.6.2
Secara Praktis
1. Mampu menjadi masukan sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi pelaksana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang. 2. Mampu menyadarkan masyarakat khuususnya masyarakat Kabupaten Pandeglang untuk berperan aktif dan turut serta dalam melaksanakan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang demi tercapainya tujan program yang sebaik-baiknya. 1.7
Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN
19
Dalam bab ini menjelaskan dan menguraikan tentang latar belakang permasalahan atas penelitian yang diteliti, identifikasi masalah terhadap permasalahan yang muncul dari uraian pada latar belakang, batasan masalah Untuk lebih mengfokuskan penelitian pada masalah-masalah yang akan diteliti, rumusan masalah yaitu sejumlah hasil dari identifikasi lalu ditetapkan sebagai masalah yang paling penting yang berkaitan dengan fokus penelitian, tujuan penelitian yang mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan dan sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian berisi kosep, teori maupun pendapat ahli dan kerangka berpikir. BAB III METODE PENEITIAN Uraian tentang penjelasan metode penelitiian yang digunakan dalam penelitiian, meliputi desain penelitian, subjek penelitian,
teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran umum berisi uraian tentang identitas subyek penelitian dan hasil observasi serta wawancara, analisis hasil penelitian dan Pembahasan yang menjelaskan tentang hasil analisis. BAB V PENUTUP
20
Berisi tentang kesimpulan yang menyimpulan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan mudah dipahami, serta saran yang memberikan rekomendasi terhadap tindak lanjut dari hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Kebijakan Publik Dalam pembuatan sebuah kebijakan hendaknya didasarkan pada analisis
kebijakan yang baik sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang baik. Menurut Winarno (2007:31) ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan diantaranya, yakni: 1. Fokus utamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas. 2. Sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodelogi ilmiah. 3. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat diterapkanya terhadap lembaga-lembaga dan bidangbidang kebijakan yang berbeda. Dengan demikian analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah politik dan sosial. Berkaitan dengan ini, Dunn (2000:1) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai aktifitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan, sementara perumusan kebijakan terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi atau legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 1. Penyusunan Agenda
22
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. 2. Formulasi Kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif
23
bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. 3. Adopsi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintahan. 4. Implementasi Kebijakan Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak. 5. Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalahmasalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. Carl Friedrich (1969) pada buku Leo Agustino yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:7), mengatakan bahwa: “Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
24
tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan dan kemungkinankemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakn tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”. James Anderson (1984) pada buku Leo Agustino yang berjudul DasarDasar Kebijakan Publik (2008:7) memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik, sebagai berikut: “Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”. Menurut Leo Agustino dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:8) ada beberapa karakrteristik utama dari suatu definisi kebijakan publik : 1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. 2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisah-pisah,misalnya suatu kebijakan tidak hanya meliputi keputusan untuk mengeluarkan peraturan tertentu tetapi juga keputusan berikutnya yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaannya. 3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.jika legislatif mengeluarakan suatu regulasi yang mengharuskan para pengusaha membayar tidak kurang upah minimum yang telah dikerjakan tapi tidak ada yang yang dikerjakan untuk melaksanakan hukum tersebut,maka akibatnya tidak terjadi perubahan pada perilaku ekonomi ,sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dalam contoh ini sungguh-sungguh merupakan suatu pengupahan yang tidak di atur perundang-undangan.ini artinya kebijakan publik pun memperhatikan apa yang kemudian akan atau dapat terjadi setelah kebijakan itu di implementasikan. 4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan.
25
5. Kebijakan publik paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah. Dari beberapa definisi kebijakan publik diatas, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan yang bijak dan baik untuk kepentingan publik yang dibuat oleh pemerintah sebagai solusi atas
permasalahan-
permasalahan publik. 2.2 Implementasi Kebijakan Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:7) mengemukakan bahwa : implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usahausaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan, pemerintah desa. Pelaksanaan suatu kebijakan, menurut Grindle dalam Wahab (2008) ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan mencakup : 1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan. 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang akan diinginkan. 4. Kedudukan pembuat kebijakan.
26
5. Siapa pelaksana program. 6. Sumberdaya yang dikerahkan. Adapun makna Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier sebagaimana dikutip dalam buku Solichin Abdul Wahab (2008:65), mengatakan bahwa ,yaitu: “Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian”. Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu program yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Menurut Dunn (2003:132), mengatakan bahwa implementasi kebijakan (policy implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
27
Gambar 2.1 Rangkaian Implementasi Kebijakan Kebijakan Publik Kebijakan Publik Penjelas
Program Intervensi Proyek Intervensi Kegiatan Intervensi Publik/Masyarakat/ Bencficiaries
Sumber : Dwidjowidjoto (2004:159)
Gambar diatas
menunjukan bahwa langkah
yang dipilih untuk
melaksanakan sebuah kebijakan yaitu melalui formulasi turunan dari kebijakan publik, selanjutnya menjadi sebuah kebijakan publik penjelas, kemudian menghasilkan sebuah program intervensi yang akhirnya membentuk proyek intervensi. Dalam proyek intervensi tersebut terdapat kegiatan intervensi yang ditujukan untuk publik. Van Meter dan Van Hom (Winarno, 2002:102), membatasi implementasi kebijakan
sebagai
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
individu-individu
(kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Sementara Howlet dan Ramesh (Subarsono, 2006:13), bahwa implementasi kebijakan adalah proses untuk melakukan kebijakan supaya mencapai hasil.
28
Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhimya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. 2.3
Evaluasi Kebijakan Publik Sebuah kebijakan publik tidak dapat lepas begitu saja. Kebijakan harus
diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut sebagai “evaluasi kebijakan”. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya, sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara ‘harapan” dan “kenyataan”. Menurut Mustofadijaja (2002:45), Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan dari suatu kebijakan publik. Oleh karena itu, evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas sesuatu “fenomena” yang didalamnya terkandung pertimbangan nilai (value judgment) tertentu. Fenomena yang dinilai tergantung kepada konteksnya. Manakala konteksnya kebijakan publik, maka fenomena yang dinilai adalah berkaitan dengan “tujuan, sasaran kebijakan, kelompok sasaran yang ingin dipengaruhi, berbagai instrument kebijakan yang akan digunakan, response dari lingkungan kebijakan, kinerja yang dicapai, dampak yang terjadi, dan sebagainya. Evaluasi kebijakan publik dimaksudkan untuk melihat atau mengukur tingkat kinerja pelaksanaan suatu kebijakan publik yang latar belakang dan lasanalasan diambilnya suatu kebijakan, tujuan dan kinerja kebijakan, berbagai
29
instrument kebijakan yang dikembangkan dan dilaksanakan, response kelompok sasaran dan stakeholder lainnya serta konsistensi aparat, dampak yang timbul dan perubahan yang ditimbulkan, perkiraan perkembangan tanpa kehadiran dan kemajuan yang dicapai jika kebijakan dilanjutkan atau diperluas. Evaluasi kebijakan bisa mempersoalkan pada tataran “abstrak” berupa pemikiran, teori, ataupun paradigma yang mendasari suatu kebijakan apabila dipandang perlu. Menurut Muhadjir, (Widodo, 2007:112), evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan. Sedangkan Agustino (2006:118), kinerja kebijakan yang dinilai dalam evaluasi kebijakan, melingkupi : 1. Seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan yang dapat dicapai melalui tindakan kebijakan/program. Dalam hal ini evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu telah dicapai. 2. Apakah tindakan yang ditempuh oleh implementing agencies sudah benarbenar efektif, respontif, akuntabel, dan adil. Dalam bagian ini evaluasi kebijakan juga harus memperhatikan persoalan-persoalan hak asasi manusia ketika kebijakan itu dilaksanakan. 3. Bagaimana efek dan dampak dari kebijakan itu sendiri. Dalam bagian ini evaluator kebijakan harus dapat memberdayakan output dan outcome dari suatu implementasi kebijakan. Ketajaman penglihatan ini diperlukan oleh publik ketika melihat hasil evaluasi kebijakan, sehingga fungsinya untuk memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya menjadi realisasi dari perwujudan right t know bagi warga masyarakat. Menurut Lester dan Steward dalam Widodo (2007:126), evaluasi ditunjukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan. Sementara menurut Winarno (2002:26), sesengguhnya evaluasi kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna yaitu evaluasi kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan dan evaluasi lingkungan kebijakan.
30
Menurut Suchman dalam Winarno (2002:169), terdapat lima langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi Analisis terhadap masalah Deskripsi dan standarisasi kegiatan Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi Mekanisme apakah perubahan yang terjadi merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain. Sementara menurut Dunn (2000:601) menyatakan bahwa evaluasi
memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya nilai juga dapat dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Evaluasi kebijakan adalah proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil, yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan yang ditentukan (Sundarso, 2006:22). Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan publik merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan adanya evaluasi, kebijakan-kebijakan selanjutnya akan menjadi lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan sebelumnya. Pengukuran dan kriteria evaluasi kebijakan publik Menurut Bridgman & Davis (2000:130) Pengukuran evaluasi kebijakan publik secara umum mengacu pada empat indikator pokok yaitu : 1. Indikator input memfokuskan pada penilaian apakah sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan
31
kebijakan. Indikator ini dapat meliputi sumber daya manusia, uang atau infrastruktur pendukung lainnya 2. Indikator proses memfokuskan pada penilaian bagaimana sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat. Indikator ini meliputi aspek efektivitas dan efisiensi dari metode atau cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tertentu 3. Indikator outputs (hasil) memfokuskan penilaian pada hasil atau produk yang dapat dihasilkan dari sistem atau proses kebijakan publik. Indikator hasil ini misalnya berapa orang yang berhasil mengikuti program tertentu. 4. Indikator outcomes (dampak) memfokuskan diri pada pertanyaan dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan. Menurut Crossfield & Byrner (1994:4) evaluasi kebijakan publik merupakan penilaian kinerja dari sebuah program atau kebijakan dengan pertanyaan dasar, yaitu apakah input yang digunakan telah memaksimalkan outputnya?, apakah dampak yang diinginkan telah tercapai sebagaimana tujuan tertulisnya? Dan apakah kebijakan tersebut selaras dengan prioritas pemerintah dan kebutuhan rakyatnya?. Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi kebijakan Badjuri & Yuwono (2002:140-141) menyajikan tabel indikator evaluasi kebijakan sebagai berikut :
32
Tabel 2.1 Indikator Evaluasi Kebijakan No
Indikator
Fokus Penilaian
1
Input
a. apakah sumber daya pendukung dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan? b. berapakah SDM (sumber daya), uang atau infrastruktur pendukung lain yang diperlukan?
2
Process
3
Outputs
4
Outcomes
a. bagaimanakah sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada masyarakat? b. bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode / cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut? a. apakah hasil atau produk yang dihasilkan sebuah kebijakan publik? b. berapa orang yang berhasil mengikuti program / kebijakan tersebut? a. apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena kebijakan? b. berapa banyak dampak positif yang dihasilkan? c. adakah dampak negatifnya? seberapa seriuskah?
Sumber : Badjuri & Yuwono (2002:140-141)
Dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja dari kebijakan tersebut, para analis menggunakan tipe kriteria yang berbeda dalam mengevaluasi hasil kebijakan. Adapun kriteria evaluasi menurut William N. Dunn, 2003 dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik, sebagai berikut :
33
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi Tipe Kriteria Efektifitas Efisiensi Kecukupan Perataan Responsivitas Ketepatan
Pertanyaan Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok yang berbeda? Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Sumber : Dunn, 2003
Berdasarkan beberapa definisi evaluasi kebijakan publik oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik agar dapat dipertanggungjawabkan. Arti evaluasi dalam analisis kebijakan menjadi sangat penting, mengingan banyaknya definisi mengenai evaluasi, maka penting adanya untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi kebijakan diantarana evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi teoritis keputusan. Pendekatan-pendekatan ini dapat dilihat dalam tabel, sebagai berikut :
34
Tabel 2.3 Pendekatan Evaluasi Pendekatan
Evaluasi Semu
Tujuan Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan
Asumsi
Bentuk-bentuk utama
Ukuran manfaat Eksperimentasi sosial, atau nilai terbukti Akuntansi sosial, dengan sendirinya Pemeriksaan sosial, atau tidak Sintesis riset dan praktik konvensional
Evaluasi Formal
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program kebijakan
Tujuan dan sasaran dari pengembil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Evaluasi perkembangan, Evaluasi eksperimental, Evaluasi proses respontif, Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi keputusan Teoritis
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit digunakan oleh berbagai pelaku kebijakan
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diamdiam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Penilaian tentang dapat atau tidaknya dievaluasi. Analisis utilitas multiatribut
Sumber : Dunn, 2003
Berdasarkan beberapa penjelasan evaluasi kebijakan publik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah kebijakan politik tidak bisa lepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut “evaluasi kebijakan”. Evaluasi kebijakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk perkembangan dan kemajuan suatu negara, dengan evaluasi itulah maka
35
suatu program atau kebijakan dapat diketahui kelemahannya sejak direncanakan sampai pada pelaksanaannya untuk mencapai tujuan memenuhi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. Selain itu untuk memperoleh hasil (outcome) yang sebaik-baiknya dengan jalan dan cara yang seefesien mungkin dalam perkembangan masyarakat. 2.4
Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengertian implementasi kebijakan menurut Udoji dalam Wahab (1997),
bahwa : Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang sangat penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan berupa sekedar impian atau rencana yang tersimpan rapi didalam arsip jika tidak diimplementasikan. Sementara menurut Prof. Sofyan Effendi dalam Riant Nugroho (2003), tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu : 1. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik, jawabannya berkenaan dengan kinerja implementasi publik 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu, jawabannya berkenaan faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan implementasi kebijakan yang mempengaruhi variasi outcome dari implementasi kebijakan. 3. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja evaluasi implementasi kebijakan publik, pertanyaan ini berkenaan dengan “tugas” dari pengevaluasi untuk memilih variabel-variabel yang dapat diubah, variabel yang bersifat natural atau variabel lain yang tidak bisa diubah, tidak dapat dimasukan sebagai variabel evaluasi.
36
Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa evaluasi implementasi kebijakan berkaitan dengan bagaimana proses pelaksnaan kebijakan itu dilakukan., baik ruang lingkup para pelaksananya maupun situasi lingkungan dimana kebijakan dilaksanakan. Peranan pelaksana kebijakan sangat menentukan dengan bagaimana kebijakan itu berjalan, dan situasi lingkungan menentukan dukungan akan partisipasi publik dalam hal pelaksanaan kebijakan, demi tercapainya tujuan kebijakan tersebut. 2.4.1
Metode Evaluasi Kebijakan Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan, secara rinci Casley dan
Kumar dalam Samodra (1994:16-17) menunjukkan sebuah metode dengan enam langkah sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah, yaitu membatasi masalah yang akan dipecahkan atau dikelola dan memisahkan dari gejala yang mendukungnya, yaitu dengan merumuskan sebuah hipotesis. 2. Menentukan faktor-faktor yang menjadikan adanya masalah, dengan mengumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif yang memperkuat hipotesis. 3. Mengkaji hambatan dalam pembuatan keputusan dengan menganalisis situasi politik dan organisasi yang mempengaruhi pembuatan kebijakan. Berbagai variabel seperti komposisi staf, moral dan kemampuan staf, tekanan politik, kepekaan budaya, kemauan penduduk dan efektivitas manajemen. 4. Mengembangkan solusi-solusi alternatif. 5. Memperkirakan atau mempertimbangkan solusi yang paling layak, dengan menentukan kriteria yang jelas dan aplikatif untuk menguji kelebihan dan kekurangan setiap solusi alternatif. 6. Memantau secara terus-menerus umpan balik dari tindakan yang telah dilakukan guna menentukan tindakan selanjutnya. Berdasarkan uraian diatas, metode evaluasi kebijakan merupakan tahaptahap atau proses yang harus dilakukan dalam mengevaluasi suatu implementasi
37
kebijakan, proses tersebut dilakukan untuk terus dilakukannya perbaikan dalam pelaksanaan kebijakan yang lebih baik lagi. 2.4.2
Tipe Evaluasi Kebijakan Berdasarkan waktu pelaksanaannya, evaluasi kebijakan dibedakan menjadi
3 bagian yaitu (Dunn, 2003) : 1. Evaluasi sebelum dilaksanakan (evaluasi summative), 2. Evaluasi pada saat dilaksanakan (evaluasi proses), dan 3. Evaluasi setelah kebijakan/evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan atau evaluasi pengaruh (outcome) kebijakan. Pada prinsipnya tipe evaluasi kebijakan sangat bervariasi tergantung dari tujuan dan level yang akan dicapai. Dari segi waktu, evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi preventif kebijakan dan evaluasi sumatif kebijakan. Dalam penelitian ini evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi setelah kebijakan. Di dalam ilmu evaluasi program, ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun antara satu dengan yang lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berhubungan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut program. Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi beberapa model (Subarsono, 2006:189) yaitu : 1. Goal Oriented Evaluation Model Merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditentukan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus mencek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program.
38
2. Goal Free Evaluation Model Model ini dapat dikatakan berbeda dengan Goal Oriented Evaluation Model karena dalam melakukan evaluasi, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program akan tetapi bagaimana kerjanya program dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang sebetulnya tidak diharapkan). Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masingmasing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampillan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum, maka akibatnya jumlah penampilan khusus itu tidak banyak manfaatnya. 3. Formatif-Sumatif Evaluation Model Model ini menunjuk pada adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (evaluasi sumatif). Maka dapat disderhanakan bahwa tujuan evaluasi formatif adalah mengetahui sejauh mana program yang dirancang dapat berlangsung sekaligus mengidentifikasi hambatan. Dengan mengetahui hambatan-hambatan, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapain tujuan. Sedangkan evaluasi sumatif bertujuan untuk mengatur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif dalam evaluasi program dimaksudkan sebagai sarana untuk mengetahui posisi/kedudukan individu di dalam kelompoknya. Sementara Menurut Finance (Hanif Nurcholis, 2007:276) ada empat tipe evaluasi yaitu: 1. Evaluasi kecocokan, yaitu menilai apakah kebijakan yang ditetapkan memang cocok untuk dipertahankan, perlukah diganti dengan kebijakan lain, dan apakah kebijakan ini cocok dilakukan oleh pemerintah daerah dan bukan oleh swasta
39
2. Evaluasi efektifitas, yaitu melakukan penilaian apakah kebijakan yang dilaksanakan tersebut telah menghasilkan hasil dan dampak sesuai dengan tujuan yang diharapkan 3. Evaluasi efisiensi, yaitu melakukan penilaian berdasarkan tolok ukur ekonomis yaitu seberapa jauh tingkat manfaat dibandingkan dengan biaya dan sumber daya yang dikeluarkan. Dengan kata lain apakah input yang digunakan sebanding dengan output yang diharapkan, dan apakah cukup efisien penggunaan keuangan publik dalam mencapai dampak kebijakan. 4. Evaluasi meta, yaitu melakukan penilaian terhadap proses evaluasi itu sendiri. Apakah evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang berwenang sudah professional? Apakah evaluasi yang dilakukan tersebut sensitif terhadap kondisi sosial, kultural dan lingkungan ? Apakah evaluasi tersebut menghasilkan laporan yang mempengaruhi pilihan-pilihan manajerial. Sedangkan dalam P.P. No.39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, evaluasi dibedakan atas tiga jenis, yaitu: 1. Evaluasi pada tahap perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilaksanakan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program. Berdasarkan penjelasanan diatas, bahwa evaluasi kebijakan harus dapat disesuaikan dengan pelaksaan kebijakan, sehingga evaluasi melihat seberapa jauh pencapaian pelaksanaan juga mengetahui masalah apa saja yang telah dihadapi dan mengetahui bagaimana menyelesaikannya.
40
2.4.3
Tujuan Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus
kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Meskipun penerapan suatu kebijakan oleh pemerintah telah dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya, namun tidak selalu penerapan tersebut dapat mewujudkan semua tujuan yang hendak dicapai. Terganggunya implementasi yang menjadikan tidak tercapainya tujuan kebijakan mungkin pula disebabkan oleh pengaruh dari berbagai kondisi lingkungan yang tidak teramalkan sebelumnya. 2.5
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty” (Kartasasmita, 1997).
41
Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu (Sumodiningrat, 2002). Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu (Sumodiningrat, 2002) ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).
42
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
43
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan
masyarakat
harus
mengikuti
pendekatan
sebagai
berikut
(Sumodiningrat, 2002) ; pertama, upaya itu harus terarah. Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat
yang menjadi
sasaran. Mengikutsertakan
masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan
pengalaman
dalam
merancang,
melaksanakan,
mengelola,
dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien. Pemberdayaan
masyarakat
mengidentifikasi
masalah
penyelesaiannya,
mampu
diwilayahnya,
mampu
atau
terjadi
dimana
penyebab
mengidentifikasi
memutuskan
masyarakat
kemiskinan sumber
tindakan
yang
dan
daya harus
yang
mampu alternatif tersedia
dilaksanakan
44
(peningkatan kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan) 2.6
Konsep Bantuan Stimulan Perubahan Swadaya (BSPS) Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) pada hakekatnya adalah
program nasional yang dijalankan oleh semua kalanngan untuk menanggulangi masalah memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah agar mampu meningkatkan kualitas tempat tinggal sehingga dapat menghuni tempat tinggal dengan layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, tujuan Bantuan stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ialah untuk memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Sedangkan perumahan swadaya adalah rumah atau perumahan yang dibangun diatas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri atau berkelompok, yang meliputi perbaikan, perluasan atau pembangunan rumah baru beserta lingkungan. Masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah yang layak huni. Standar layak huni adalah persyaratan kecukupan luas, kualitas, dan kesehatan yang harus dipenuhi suatu bangunan rumah.
45
Sementara menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2012 dilaksanakan oleh Pokja Pusat, Poja Provinsi dan Pokja Kabupaten/Kota. 1. Pokja Pusat Pokja Pusat terdiri dari : a. Unsur
Deputi
Bidang
Perumahan
Swadaya
Kementerian
Perumahan Rakyat b. Unsur Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat c. Unsur Pusat Pengembangan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat Pengangkatan keanggotaan Pokja Pusat ditetapkan dengan surat keputusan Menteri. Sedangkan Tugas Pokja Pusat dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2012 adalah : a. Menyiapkan bahan perumusan pedoman pelaksanaan kegiatan b. Mengkoordinasikan
pelaksanaan
kegiatan
bantuan
stimulan
perumahan swadaya dengan lembaga terkait ditingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota c. Menyosialisasikan program kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya ditingkat provinsi dan kabupaten/kota d. Merekapiitulasi dan menveriifikasi administrasi permohonan bantuan stimulan perumahan swadaya dari Bupati/Walikota dan/atau UPK/BKM.
46
e. Menyiapkan rumusan penetapan kabupaten/kota penerima bantuan dan rencana sasaran bantuan stimulan perumahan swadaya f. Menyampaikan hasl verifikasi administrasi calon penerima bantuan stimulan kepada pokja kabupaten/kota untuk dilakukan verifikasi lapangan g. Merumuskan penetapan MBR penerima bantuan stimulan untuk ditetapkan oleh kepala satuan kerja h. Melaksanakan pengendalian dan evaluasi serta menyusun laporan pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya i. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan kepada Deputi berdasaran laporan yang disampaikan oleh UPK/BKM. 2. Pokja Provinsi Pokja Provinsi terdiri dari : a. Unsur SKPD yang menangani bidang perumahan b. Unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah c. Unsur Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional d. Unsur SKPD yang menangani bidang pemberdayaan masyarakat. Pengangkatan keanggotaan Pokja Provinsi ditetapkan dengan surat keputusan Gubernur. Sedangkan Tugas Pokja Provinsi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2012 adalah : a. Mengkoordinasikan pokja kabupaten/kota yang melaksanakan tugasnya b. Melaksanakan bimbingan teknis kepada pokja kabupaten/kota
47
c. Mengendalikan pelaksanaan tugas pokja kabupaten/kota d. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan e. Melapor pelaksanaan tugas kepada gubernur dengan tembusan kepada pokja pusat. 3. Pokja Kabupaten/Kota Pokja Kabupaten/Kota terdiri dari : a. Unsur SKPD yang menangani bidang perumahan b. Unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah c. Unsur Kantor Pertanahan d. Unsur SKPD yang menangani bidang pemberdayaan masyarakat e. Unsur SKPD yang menangani bidang sosial. Pengangkatan keanggotaan Pokja Kabupaten/Kota ditetapkan dengan surat keputusan Bupati/Walikota. Sedangkan Tugas Pokja Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2012 adalah : a. Memverifikasi
lapangan
calon
penerima
bantuan
stimulan
perumahan swadaya hasil verifikasi administrasi yang dilakukan oleh pokja pusat b. Pokja
kabupaten/kota
tidak
dapat
melaksanakan
verifikasi
lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Satuan Kerja, verifikasi lapangan dilakukan oleh Satuan Kerja dibantu oleh TPM
48
c. Menyampaikan calon penerima bantuan stimulan perumahan swadaya hasil verifikasi lapangan kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada pokja pusat d. Mengarahkan pemberdayaan
TPM
melaksanakan
masyarakat
dalam
pendampingan
pembangunan
dan
perumahan
swadaya dengan bantuan stimulan e. Menyutujui DED (Detail Engineering Design) yang disusun KSM dengan difasilitasi TPM f. Menyutujui permohonan pembayaran/pencairan dana stimulan yang dibuat UPK/BKM g. Menyutujui laporan keuangan dan pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan yyang disusun oleh UPK/BKM dengan difasilitasi TPM h. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap UPK/BKM, TPM dan KSM i. Melapor pelaksanaan tugas kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada pokja provinsi dan pokja pusat. Dalam melaksanakan tugasnya Pokja Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada TPM, UPK/BKM dan KSM sebagaimana disebutkan dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011 dijelaskan sebagai berikut : 1. TPM (Tim Pendamping masyarakat) merupakan perorangan atau badan hukum yang diangkat oleh keputusan Menteri. Adapun tugas dari TPM antara lain :
49
a. Membatu pokja kabupaten/kota melakukan verifikasi lapangan calon penerima bantuan stimulan b. Memfasilitasi KSM membuat DED berdasrkan keinginan atau kebutuhan penerima bantuan stimulan dan sesuai dengan dana yang tersedia c. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan bantuan stimulan perumahan swadaya yang dilakukan oleh KSM sesuai dengan DED d. Membina dan memberdayakan KSM e. Melapor kemajuan kegiatan (progress report) dan membuat laporan akhir kepada Satuan Kerja dengan tembusan kepada pokja pusat, pokja provinsi dan pokja kabupaten/kota. 2. UPK (Unit Pelaksana Kerja)/BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) UPK ditetapkan dengan surat keputusan Bupati/Walikota, sedangkan BKM merupakan badan hukum yang dibuat dihadapan Notaris. UPK/BKM diberi dana operasioanal dari yang bersumber dari APBN. Besar dana operasional paling banyak 3 % dari dana bantuan stimulan yang disalurkan UPK/BKM yang bersangkutan. Pembayaran dana operasional dilakukan dengan cara transfer dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ke rekening UPK/BKM yang waktunya bersamaan dengan transfer pembayaran dana bantuan stimulan. Dalam melaksanakan tugasnya UPK/BKM difasilitasi oleh TPM. Adapun tugas dari UPK/BKM, antara lain :
50
a. Menyosialisasikan kegiatan bantuan stimulan perumaha swadaya kepada masyarakat bakal calon penerima bantuan stimulan b. Melakukan penjaringan MBR dan/atau menerima hasil pendataan yang dilakukan oleh masyarakat c. Mengumumkan calon penerima bantuan stimulan d. Menetapkan calon penerima bantuan stimulan e. Mengusulkan bantuan stimulan perumaha swadaya kepada Menteri melalui Bupati/Walikota atau langsung f. Membentuk KSM penerima bantuan stimulan perumahan swadaya g. Memohon pencairan dana bantuan stimulan kepada Satuan Kerja h. Menerima dana bantuan stimulan dari KPPN i. Menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara KSM j. Melapor penerimaan dan penyaluran dana bantuan stimulan kepada Satuan Kerja dengan tembusan ke Pokja Pusat k. Melapor pelaksanaan kegiatan kepada Satuan Kerja dengan tembusan ke Pokja Pusat. 3. KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) beranggotakan MBR penerima bantuan stimulan perumahan swadaya. Jumlah KSM paling rendah 5 orang dan paling tinggi 11 orang. KSM ditetapkan oleh surat keputusan ketua UPK/BKM. Adapun tugas KSM antara lain :
51
a. Menyusun
RTK (Rencana
Tindak Komunitas) dan
DED
pembangunan perumahan PSU yang mendapat bantuan stimulan perumahan swadaya b. Membangun rumah yang mendapat bantuan stimulan perumahan swadaya c. Melapor pemanfaatan dana bantuan stimulan dan pembangunan rumah swadaya kepada UPK/BKM d. Membuat dan menyetujui daftar hadir TPM. Obyek bantuan stimulan perumahan swadaya menurut Permenpera No. 14 Tahun 2011, meliputi : Pembangunan rumah baru (PB) yaitu kegiatan pembuatan bangunan rumah layak huni diatas tanah matang, peningkatan kualitas rumah (PK) merupakan kegiatan memperbaiki komponen rumah dan memperluas rumah untuk meningkatkan sekaligus memenuhi syarat rumah layak huni, dan prasarana, sarana, utilitas umum (PSU) yang merupakan kelengkapan dan fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Adapun kriteria yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Pembangunan rumah baru (PB) a. Berada diatas tanah yang : 1) Dikuasai secara fisik dan jelas batas-batasnya 2) Bukan merupakan tanah warisan yang belum dibagi 3) Tidak dalam status sengketa 4) Penggunaannya sesuai dengan rencana tata ruang
52
b. Luas tanah bangunan paling rendah 36 meter persegi dan paling tinggi 45 meter persegi c. Merupakan rumah pertama atau satu-satunya rumah yang dimiliki dengan kondisi : 1) Rusak berat 2) Rusak sedang atau luas lantai bangunan tidak mencukupi standar minimal luas per anggota keluarga yaitu 9 meter persegi per orang 3) Bangunan yang belum selesai dari yang sudah diupayakan oleh masyarakat sampai paling tinggi struktur tengah 4) Bahan lantai, dinding, dan atap tidak layak 5) Terkena
kegiatan
konsolidasi
tanah
dalam
rangka
peningkatan kualitas lingkungan perumahan swadaya 2. Peningkatan kualitas rumah (PK), didahulukan rumah yang tingkat kerusakannya paling tinggi. a. Satu-satunya rumah yang dimiliki b. Dalam kondisi rusak ringan atau rusak sedang dengan luas lantai paling rendah 36 meter persegi dan paling tinggi 45 meter persegi c. Bahan lantai, dinding, atau atap tidak memenuhhi standar layak huni dengan luas lantai paling rendah 36 meter persegi dan paling tinggi 45 meter persegi d. Luas lantai kurang dari 36 meter persegi
53
e. Tidak mempunyai kamar tidur, kamar mandi, cuci, dan kakus (MCK) 3. Prasarana, sarana, utilitas umum (PSU), berupa jalan lingkungan, jalan setapak, saluran air hujan (drainage), sarana MCK umum, penerangan jalan umum, sumber dan jaringan air bersih, tempat pembuangan sampah, sumber listrik ramah lingkungan, jaringan listrik, dan sarana sosial lainnya seperti tempat ibadah atau balai warga. a. Mendukung pembangunan rumah baru (PB) yang mendapat bantuan stimulan yang dibangun dalam satu hamparan dengan jumlah paling rendah 20 unit, yang berada dalam satu desa atau kelurahan b. Mendukung peningkatan kualitas rumah (PK) dengan jumlah paling rendah 20 unit, yang berada dalam satu desa atau kelurahan c. Mendukung gabungan PB dan PK dengan jumlah paling rendah 20 unit, yang berada dalam satu desa atau kelurahan. Kriteria umum dan persyaratan menurut ketentuan Permenpera No. 14 Tahun 2011, diantaranya : 11. Warga Negara Indonesia 12. Masyarakat Berpehasilan Rendah (MBR) dengan penghasilan tetap atau tidak tetap 13. Sudah berkeluarga 14. Memiliki atau menguasai tanah 15. Belum memiliki rumah atau memiliki rumah tidak layak huni
54
16. Menghuni rumah yang akan diperbaiki 17. Belum pernah mendapat bantuan stimulan perumahan dari Kementerian Perumahan Rakyat 18. Didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan : e. Memiliki tabungan bahan bangunan f. Telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan g. Memiliki asset lain yang dapat dijadikan dana tambahan bantuan stimulan pembangunan atau peningkatan kualitas rumah h. Telah diberdayakan dengan sistem pemberdayaan perumahan swadaya 19. Bersungguh-sungguh
mengikuti
program
bantuan
stimulan
dan
pemberdayaan perumahan swadaya 20. Didahulukan yang sudah diberdayakan melaluli Program Nasional pemberdayaan Masyrakat (PNPM) Mandiri. Sedangkan persyaratan penerima bantuan perumahan swadaya adaah : 1. Surat permohonan Dari MBR 2. Surat pernyataan yang menyatakan : a. Belum pernah menerima bantuan stimulant PB atau PK dari kementrian perumahan rakyat b. Tanah yang dikuasai merupakan milik sendiri dan bukan tanah warisan yang belum dibagi
55
3. Surat pernyataan yang menyatakan : a. Belum memiliki rumah untuk PB atau satu-satunya rumah yang dimiliki umtuk PK b. Akan menghuni rumah yang mendapat bantuan stimulan PB atau menghuni rumah yang akan mendapat bantuan stimulan PK c. Bersungguh-sungguh mengikuti program bantuan stimulan dan pemberdayaan perumahan swadaya 4. Fotokopi sertifikat hak atas tanah, fotokopi surat bukti menguasai tanah, atau surat keterangan menguasai tanah dari epala desa/lurah 5. Fotokopi kartu keluarga dan fotokopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan domisili dilokasi pembangunan perumahan swadaya 6. Surat keterangan penghasilan dari tempat kerja bagi yang berpenghasilan tetap atau dari kepala desa/lurah bagi yang berpenghasilan tidak tetap 2.7
Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori
evaluasi dari William Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis kebijakan Publik (2000), dimana kebijakan publik merupakan sebagai suatu proses yang menggambarkan berdasar pada kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik. 1. Efektifitas Merupakan suatu hal yang berkaitan dengan target pencapaian tujuan dari usaha-usaha yang dilakukan dalam evaluasi implementasi kebijakan publik, dimana program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya memiliki pencapaian tujuan dalam menanggulangi masalah perumahan dan
56
pemukiman. Suatu hal yang sangat pentig ialah peran serta SKPD beserta unit pelaksana teknis lainnya maupun masyarakat, dan kepatuhan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan program ini. 2. Efisiensi Suatu usaha yang dilakukan untuk menghasilkan target pencapaian tujuan dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan sehingga suatu kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik, dengan usaha yang dilakukan memaksimalkan alokasi dana dan tidak mengesampingkan kualitas dari tujuan program, penetapan pelaksana teknis dan sarana pelayanan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. 3. Kecukupan Sejauh mana suatu kebijakan berjalan dalam pencapaian target dapat memuaskan kebutuhan, melalui sosialisasi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dan informasi seputar pelaksanaan serta transparansi dana yang baik sesuai ketentuan. 4. Perataan Konsekuensi adanya kebijakan yang telah dibuat, apakah hasil kebijakan memuaskan dengan memperhatikan responsivitas dari elemen-elemen masyarakat sebagai objek program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Pandeglang. 5. Responsivitas Terdapat hubungan interaksi sosial, sehingga memudahkan dalam melakukan pelayanan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.
57
6. Ketepatan Gagasan-gagasan atau asumsi yang melandasi tujuan kebijakan. Apakah kebijakan tersebut memuaskan atau tidak, ditinjau dengan memperhatikan responsivitas dari elemen-elemen masyarakat sebagai objek kebijakan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini, dapat disajikan sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
PERMENPERA NO. 14 TAHUN 2011 TENTANG TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA KEPUTUSAN PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK) 9PENYEDIAAN RUMAH SWADAYA WILAYAH JAWA NOMOR : 27/PK-PRS.2/PPDBSPS/9/2012 TENTANG PENETAPAN PENERIMA DANA BSPS TAHUN ANGGARAN 2012 KABUPATEN PANDEGLANG
Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang 2012
1. Pelakanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 belum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. 2. Kearifan lokal Lingkungan Masyarakat menjadi hambatan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012.
Evaluasi kebijakan menurut William Dunn : Efektivitas, Efisiensi, Kecukupan, Perataan, Responsifitas dan Ketepatan Tujuan yang dicapai : Memberdayakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. Sumber : Peneliti 2014
Feedback
58
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Metode penelitian sangat erat dengan tipe penelitian yang digunakan,
karena tiap-tiap tipe dan tujuan penelitian yang didesain memiliki konsekuensi pada pilihan metode pemilihan yang tepat guna mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2006:1). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang memberikan gambaran secaa rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya dilapangan (H.B. Sutopo, 2002:111). Sementara pendekatan dalam evaluasi penelitian ini menurut Wibawa dkk (1994:29), ada dua jenis kegiatan evaluasi, yaitu : 1. Evaluasi implementasi yang berusaha melihat proses pelaksanaan, yang terkait adalam pelaksana dan bagaimana pelaksanaannya 2. Evaluasi dampak kebijakan memberi perhatian lebih besar pada output dan dampak kebijakan dibandingkan dengan proses pelaksanannya. Dalam kaitannya denganm dampak, evaluasi implementasi mengamati dampak jangka pendek atau dampak sementara, sedangkan evaluasi dampak yaitu mengamati dampak jangka panjang. Dalam penelitian ini jenis evaluasi yang akan dilakukan adalah evaluasi implementasi untuk mengamati dampak jangka pendek kebijakan.
59
Penelitian kualitatif seperti yang diungkapkan oleh Bogdan dan tiaylor dalam Moleong, metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku-prilaku yang dapat diamati (Moleong, 2005:4). Metode studi kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi mengenai unit tersebut (Suryabrata, 1992:24). Dalam penelitian ini, studi terhadap unit atau individu dilakukan secara mendalam. 3.2
Instrumen Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam
prosespengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam penelitian disebut juga instrument penelitian, atau dengan kata lain bahwa pada dasarnya intrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena ini disebut dengan variabel penelitian yang kemudian ditetapkan untuk diteliti. Dalam penelitian kualitatif, menurut Irawan dalam bukunya penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Irawan, 2006:17). Sementara Nasution menyatakan : ”Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan , bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,
60
tidak ada pilihan lain hanya peneliti itu sendiri sebagai salah satu-satunya yang dapat mencapainya” (Sugiyono, 2008:223). Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Menurut Lofland dan Loflang dalam Moleong, sumber data utama dalampenelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2005:157). Pendekatan kualitatif
dicirikan
oleh
kegiatan
mengumpulkan,
menggambarkan
dan
menafsirkan tentang situasi yang dialami hubungan tertentu, kegiatan, pandangan, sikap yang dianjurkan atau tentang kecenderungan yang tampak dalam proses yang sedang berlangsung, pertentangan yang meruncing serta kerjasama yang dijalankan. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan dalam mengumpulkan data, berupa panduan wawancara, buku catatan, dan kamera. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2006:225). Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dengan amksud menggali informasi. Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam. Wawancara tersruktur adalah penelitian menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya, sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah teknik wawancara yang tidak mengutamakan pedoman wawancara secara
61
sistematis, namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi fenomena dilapangan, artinya pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Adapun kisi-kisi wawancara tidak terstruktur pada penelitian ini disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa poin-poin pokok yang akan ditanyakan kepada informan, dan dapat berkembang pada saat wawancara berlangsung. Pertanyaan dibuat sederhana serta disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, agar baik peneliti maupun informan dapat saling memahami. Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara NO
DIMENSI
KISI-KISI PERTANYAAN
1
Efektifitas
Pencapaian jumlah penerima BSPS, dan hambatan dalam pelaksanaan BSPS
2
Efisiensi
Usaha yang dilakukan dan sistem serta prosedur dalam pelaksanaan BSPS
3
Kecukupan
Mampu mengendalikan dan mampu mengatasi masalah dalam pelaksanaan BSPS
4
Perataan
Sosialisasi BSPS dan pelaksanaan BSPS
5
Responsifitas
Interaksi sosial dari masyarakat terhadap adanya pelaksanaan BSPS
Ketepatan
Kontribusi program BSPS terhadap pemberdayaan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya)
6
Sumber : Peneliti 2014
KODE INFORMAN I.1.1, I.1.2 I.2.1, I.2.2, I.2.3, I.2.4 I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4 I.1.1 I.2.1, I.2.2, I.2.3, I.2.4 I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4 I.6.1, I.6.2, I.6.3, I.6.4 I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4 I.1.1, I.1.2 I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4 I.5.1, I.5.2, I.5.3, I.5.4 I.1.2 I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4 I.5.1, I.5.2, I.5.3, I.5.4
I.3.1, I.3.2, I.3.3, I.3.4 I.4.1, I.4.2, I.4.3, I.4.4
62
2.
Observasi Observasi adalah pengaamatan dan pencatatan dan sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Husaini, 2008:54)
3. Studi Dokumentasi Dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data sekunder.Studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data melaluli bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (Moleong, 2005:217). 3.3
Penentuan Informan Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan dilokasi
penelitian secara purposive, yang merupakan metode penetapan informan dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan informasi yang dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumberdata dengan pertimbangan tertentu. Informan tersebut ditentukan dan diciptakan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan, sesuai fokus masalah penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini antara lain :
63
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian KODE INFORMAN
INFORMAN
I1.1
Drs. H. Iskandar, MM
I.1.2
Dana Mulyana, ST
I2.1
Sahrowi
I2.2
Agus Setiawan
I2.3
M. Rizal
1.2.4
Asep Sutisna
I3.1
Heri Choerullah
I3.2
Muspiah
I3.3
M. Solihin
I3.4
Sudana
I4.1
Iroh
I4.2
Sarbini
I4.3
Edi
I.4.4
Ina Hapidoh
I5.1
Ahmad Sukarna
I5.2
Samudi
I5.3
Siti Munawaroh
I.5.4
Nurhayati
I6.1 I6.2 I6.3
Dudung Sudirja Edi Suhaemi
I6.4
Deden Hidayat
Sumber : Peneliti 2014
STATUS INFORMAN Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pandeglang Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kecamatan Cadasari Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Penerima BSPS/MBR anggota KSM Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Penerima BSPS/MBR anggota KSM Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Penerima BSPS/MBR anggota KSM Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Penerima BSPS/MBR anggota KSM Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Kepala Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Kepala Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Lurah Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Lurah Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang
64
Tabel 3.3 Daftar Secondary Informan Penelitian KODE INFORMAN
INFORMAN
STATUS INFORMAN Kepala Seksi Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang Tenaga Pendamping Masyarakat, Kecamatan Kaduhejo Priode 2011 Tenaga Pendamping Masyarakat, Kecamatan Karang Tanjung Priode 2011 Ketua RT Kp. Kaduela, Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari Ketua RT Kp. Kadu Pinang, Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo
S.1
A. Jamaludin
S.2.1
Wawan
S.2.2
Uus Asnawi
S.3.1
Sulaeman
S.3.2
H. Gofur
S.3.3
Emun
S.3.4
Nurcholis
S.4.1
Suhaeti
S.4.2
Amah Maryani
S.4.3
Juanda
Warga Kp. Pasir Kalapa, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang.
Taufik Koswara Eman Nurohman
Warga Kp. Panakis, Kelurahan Babakan Karang Anyar Warga Kp. Nyimas Ropoh, Kecamatan Kaduhejo
Ajat
Buruh/Tukang Pembangunan Perbaikan Rumah Warga, Kp. Kumalirang, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang
Ujang Madi
Buruh/Tukang Pembangunan Perbaikan Rumah Warga, Kp. Kadu Pinang, Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo
S.4.4 S.4.5
S.5.1
S.5.2
Sumber : Peneliti 2014
Ketua RT Kp. Kumalirang, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Ketua RT. Kp. Panakis, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Pandeglang Warga Kp. Kadubaro, Desa Kaduela, Kecamatan Cadsari Warga Kp. Kadu Pinang, Kecamatan Kaduhejo
65
3.4
Teknik Analisis Data Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain” (Moleong 2005:248). Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak penelitian
melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data dilakukan secara terus menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya: reduksi data, penyajian data, dan verifikasi (Miles & Huberman 1992:16). Apabila digambarkan proses tersebut akan terlihat seperti berikut : Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (interactive Model) Data Collectin g
Data Reduction n
Data Display
Verification
Sumber : Miles & Huberman (1992:16)
Pada gambar diatas dapat diperoleh gambaran yaitu : 1. Reduksi data, pada tahap ini terfokus pada pemilihan penyerdehanaan dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Dalam proses ini dipilih data
66
yang relevan dengan fokus penelitian. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap selama dan sesudah pengumpulan data sampai laporan hasil. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat ringkasan data, menelusuri tema terbesar dan membuat kerangka penyajian data. 2. Penyajian data dalam kegiatan ini untuk menyususn kembali data berdasarkan klarifikasi dan masing-masing topik dipisahkan, kemudian topik yang sama disimpan dalam suatu tempat, masing-masing tempat diberi kode, hal ini dikarenakan agar tidak terjadi ketimpangan data yang telah dijaring. 3. Data yang dikelompokan yang sesuai dengan topik-topik, kemudian diteliti kembali secara cermat, dimana data yang sudah lengkap dan data belumlengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan kegiatan ini dilakukan selama penelitian berlangsung. 4. Setelah data dianggap cukup dan telah sampai kepada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya adalah menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan kesimpulan. Metode utama untuk mengkaji keakuratan data berkaitan erat dengan pengujian validitas dan reliabilitas (Miles & Huberman, 2007:292). Validitas dalam penelitian kualitatif memiliki keterkaitan dengan deskripsi dan eksplanasi, dan terlepas apakah eksplanasi-eksplanasi tersebut sesuai dan cocok dengan deskripsi atau tidak (Miles & Huberman, 2007:273) Pada umumnya dikenal dengan dua macam standar validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal dalam penelitian
67
kualitatif disebut kredibilitas, yaitu hasil penelitian memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan fakta dilapangan. Kemudian validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut transferabilitas. Hasil penelitian kualitatif memliki standar transferabilitas yang tinggi bilamana para pembaca memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang koteks dan fokus penelitian (Bungin, 2000:59). Sedangkan reliabilitas menunjuk pada keterandalan alat ukur atau instrumen penelitian.Keterandalan dari suatu alat pengukuran didefinisikan sebagai kemampuan alat untuk mengukur gejala secara kosisten yang dirancang untuk mengukur (Denzin, 2009:204). Adapun untuk pengujian keabsahan data, penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu sebagai berikut : 1. Triangulasi Istilah yang sering digunakan untuk mengaitkan proses analisis dengan proses konfirmasi adalah triangulasi. Istilah triangulasi juga bisa berarti konvergensi antar peneliti (penentuan catatan lapangan satu peneliti dengan hasil observasi peneliti lain) sekaligus konvergensi antara berbagai teori yang digunakan (Bungin, 2000:59). Tenik triangulasi biasanya merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi yang beragam untuk mengklarifikasi makna, memverifikasi pengulangan data dari suatu observasi maupun interpretasi. Namun harus dengan prinsip bahwa tidak ada observasi atau interpretasi yang 100% dapat diulang. Untuk mengurangi akan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam interpretasi, prosedur-prosedur yang beragam termasuk pengumpulan data hingga
68
mencapai titik jenuh. Triangulasi dimaksudkan lebih sebagai perangkat pembantu bagi seorang peneliti (Denzin, 2009:207). Terdapat lima tipe dasar dari teknik triangulasi, yaitu sebagai berikut : a. Triangulasi data, yaitu menggunakan sejumlah sumber data dalam penelitian. b. Triangulasi peneliti, mengguanakan sejumlah peneliti atau evaluator. c. Triangulasi teori, teori ini menggunakan beragam perspektif untuk menginterpretasikan sekelompok data tunggal. d. Triangulasi metodologis, yaitu menggunakan metode untuk mengkaji masalah data tunggal. e. Triangulasi indisipliner, yaitu dengan memanfaatkan lintas disiplin keilmuan. Proses triangulasi dalam penelitian ini dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan (Bungin, 2000:204). Keabsahan melalui triangulasi dilakukan karena dalam penelitian kualitatif, untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan dengan alat-alat uji statistik. Begitu pula materi kebenaran tidak diuji berdasarkan kebenaran alat, sehingga substansi kebenaran tergantung pada kebenaran intersubjektif. Oleh karena itu, sesuatu yang dianggap benar apabila kebanaran itu mewakili kebenaran orang banyak atau kebenaran stakeholder (Bungin, 2000:205). 2. Mengadakan membercheck Mengecek ulang atau membercheckyaitu adanya masukan yang diberikan oleh informan. Setelah hasil wawancara dan observasi dibuat kedalam transkrip, transkrip tersebut diperlihatkan kembali kepada informan untuk
69
mendapatkan konfirmasi bahwa transkrip itu sesuai dengan pandangan mereka. Informan melakukan koreksi, dan bahkan menambahkan informasi. Membercheck bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap jawaban informan saat wawancara, menghindari salah tafsir terhadap prilaku responden padaobservasi, dan mengkonfirmasi perspektif informan terhadap proses yang sedang berlangsung (Chaedar, 2009:178). Setelah membercheck dilakukan, maka informan menuliskan tandatangan sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan membercheck. 3.5
Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.5.1
Lokasi Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah dimana lokasi yang
dipilih merupakan tempat yang mendapatkan atau ikut serta dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementrian Perumahan Rakyat pada tahun 2012 di Kabupaten Pandeglang. Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Pandeglang yang meliputi Kecamatan Kaduhejo (Desa Mandalasari), Kecamatan Cadasari (Desa Kaduela), dan Kecamatan Pandeglang (Kelurahan Kabayan dan Kelurahan Babakan Kalang Anyar). 3.5.2
Jadwal Penelitian
70
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian Tahun 2014 No
Bulan
Kegiatan Ma ret
1
Penelitian Awal
2
Penyusunan Proposal
3
Bimbingan Proposal
4
Seminar Proposal
5
Revisi Proposal
6
Penelitian
7
Penyusunan hasil penelitian
8
Sidang Skripsi
9
Revisi Skripsi
April
Mei
Juni
Juli
Agu stus
Septe mber
Okto ber
Nove mber
Dese mber
Jan uari
Feb uari
71
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1
Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1
Kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten,
Indonesia. Ibukotanya adalah Pandeglang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta Samudra Indonesia di barat dan selatan. Wilayahnya juga mencakup Pulau Panaitan (di sebelah Barat, dipisahkan dengan Selat Panaitan), serta sejumlah pulau-pulau kecil di Samudra Hindia, termasuk Pulau Deli dan Pulau Tinjil. Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung paling barat Pulau Jawa. Kabupaten Pandeglang secara administratf memiliki 35 Kecamatan, 13 Kelurahan dan 322 Desa. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, Kabupaten Pandeglang memiliki penduduk sejumlah 1.149.610 jiwa (BPS Provinsi Banten). Mata pencaharian yang menjadi sektor utama masyarakat Pandeglang terletak pada bidang pertanian, hal ini disebabkan oleh letak geografis wilayah Pandeglang yang memiliki potensi yang baik untuk bidang agraris. Sektor lain yang diminati adalah sektor perdagangan. Hal ini sejalan dengm visi misi Kabupaten Pandeglang 2011-2016 “Terwujudnya Kabupaten Pandeglang sebagai Daerah Mandiri dan Berkembang di Bidang Agribisnis dan Pariwisata Berbasis Pembangunan Perdesaan” (RPJMD Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2016).
72
Pada Tahun 2012, Kabupaten Pandeglang melaksanakan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementerian Perumahan Rakyat yang dilakukan ditiga kecamatan, meliputi : 1. Kecamatan Cadasari Kecamatan Cadasari merupakan salah satu kecamatan yang merupakan wilayah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2012 dengan total jumlah penerima bantuan sebanyak 118 yang tersebar di Desa Kaduela. Luas wilayah Kecamatan Cadasari adalah 2.918,34 m2, yang meliputi 11 Desa antara lain Desa Kaduengang, Desa Pasir Peteuy, Desa Kurung Dahu, Desa Kaduela, Desa Koranji, Desa Tapos, Desa Cadasari, Desa Ciinjuk, Desa Kaungcaang, Desa Cikentrung dan Desa Tanagara. Jumlah penduduknya sebanyak 32.834 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 17.042 jiwa dan penduduk perempuan 15.798 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 8.809 serta 6.368 diantaranya merupakan rumah tangga miskin. Batas wilayah Kecamatan Cadasari sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Keroncong, sebelah Selatan berbatsan dengan Kecamatan Karangtanjung dan Kecamatan Pandeglang. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian meliputi mata pencaharian sebagai Petani sebanyak 5.361 warga, Wiraswasta sebanyak 213 warga, Buruh dan Pedagang sebanyak 849 warga, Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 166 warga, Tentara Negara Indonesia (TNI) sebanyak 872 warga. Sarana prasarana
73
yang tersedia di Kecamatan Cadasari adalah sarana ibadah seperti mesjid dan mushola, sarana pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sarana kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, dan Poliklinik, sarana air bersih seperti PDAM, sumur galian dan sumur pompa, sarana sosial seperti jalam, jembatan MCK dan tempat pembuangan sampah, dan sarana olahraga seperti lapangan bola voly dan bulu tangkis (Arsip Kecamatan Cadasari 2014). Sementara tingkat pendidikan formal warga di Kecamatan Cadasari, yaitu : Tabel 4.1 Data Pendidikan Formal Warga di Kecamatan Cadasari No
Tingkat Pendidikan
Jumlah/Orang
1
SD
1304
2
SMP
1090
3
SMA
1778
4
D1
321
5
D2
157
6
D3
1153
7
S1
1151
8
S2
115
9
S3
4
Sumber : Arsip Kecamatan Cadasari 2014
74
2. Kecamatan Kaduhejo Kecamatan Kaduhejo merupakan salah satu kecamatan yang merupakan wilayah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2012 dengan total jumlah penerima bantuan sebanyak 118 yang tersebar di Desa Mandalasari. Wilayah Kecamatan Kadu Hejo merupakan Kecamatan dipertengahan wilayah
yang berada
Kabupaten Pandeglang mempunyai 10 desa
dengan jumlah penduduk 33.880. Batas administrasi meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Majasari, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pandeglang dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Labuan. Kecamatan Kadu Hejo terletak pada jarak ± 13 km dari Kabupaten Pandeglang. Mata pencaharian 70% Petani. Sarana perhubungan yang ada sesuai dengan kondisi geografis Wilayah Kecamatan Kadu Hejo adalah perhubungan darat (angkutan jalan raya) yang menghubungkan semua desa. Kecamatan Kaduhejo terdiri dari Desa Banjarsari, Desa Banyumundu, Desa Campaka, Desa Ciputri, Desa Kadugemblo, Desa Mandalasari, Desa Palurahan, Desa Saninten, Desa Sukamanah dan Desa Sukasari (Arsip Kecamatan Kaduhejo 2014). 3. Kecamatan Pandeglang Kecamatan Pandeglang merupakan salah satu kecamatan yang merupakan wilayah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2012 dengan total jumlah
75
penerima bantuan sebanyak 213 yang tersebar di Kelurahan Kabayan dan 172 yang tersebar di Kelurahan Babakan Kalanganyar. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Pembentukan Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang di wilayah Kabupaten Pandeglang, beberapa kelurahan di Kecamatan Pandeglang sejak saat itu menjadi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Majasari, kelurahan-kelurahan yang dimaksud adalah Saruni, Sukaratu, Karaton, Cilaja, Pagerbatu. Sedangkan kelurahan-kelurahan di Kecamatan Pandeglang kini tersisa antara lain Kadomas, Babakan Kalanganyar, Kabayan, Pandeglang. Kecamatan ini juga berfungsi menjadi ibu kota Kabupaten Pandeglang. Sementara Kelurahan Kabayan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten Pandeglang yang berkedudukan di wilayah kerja Kecamatan Pandeglang. Luas wilayah Kelurahan Kabayan 427.536 Ha, dengan jumlah penduduk 38.590 jiwa. Batas wilayah bagian Utara adalah Kelurahan Pandegang dan Kelurahan Kadu Merak, bagian Timur Kecamatan Koroncong, bagian selatan Kelurahan Babakan Karang Anyar, Kelurahan Kadomas dan Kelurahan Karatoon, dan bagian barat adalah Kelurahan Pandeglang. Pusat Pemerintahan Kelurahan terletak di Kabayan, sekitar 0,2 KM dari pusat Pemerintahan Kecamatan Pandeglang dan 0,5 KM dari pusat Pemerintahan Kabupaten Pandeglang. Kelurahan Kabayan umumnya merupakan daerah daratan dan perbukitan dengan ketinggian 200 M diatas permukaan laut. Kelurahan Kabayan memiliki
76
iklim tropis dan sub curah hujan 3600 mm/tahun dan rata-rata suhu 200C – 320C. Wilayah kelurahan kabayan terdiri dari 14 Rukun Warga (RW) dan 42 Rukun Tetangga (RT) serta kelembagaan masyarakat seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM) dan Karang Taruna. Kelurahan Kabayan memiliki pegawai 22 orang, dengan latar belakang pendidikan yang beragam meliputi SMP, SMA, D3, D4 dan S1. Berdasarkan kondisi pegawai tersebut maka Kelurahan Kabayan memilki potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dalam melaksanakan program-program kelurahan untuk mencapai tuuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien (Buku Monografi Kelurahan Kabayan 2014) 4.1.2
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang terletak di Jalan Graha
Pancasila No.2. Dinas Pekerjaan Umum merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten, dipimpin oleh kepala dinas yang bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah. Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas membantu bupati melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang kebinamargaan, pengairan tata bangunan, perumahan dan pemukiman. Dinas Pekerjaan Umum dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 06 Tahun 2008 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kabupaten Pandeglang yang dimaksud pada ayat (2), melaksanakan fungsi sebagai berikut :
77
1. Penyusunan
perencanaan
bidang
kebinamargaan,
pengairan,
tata
bangunan, perumahan dan pemukiman 2. Perumusan kebijakan teknis bidang kebinamargaan, pengairan, tata bangunan, perumahan dan pemukiman 3. Pelaksanaan
urusan
pemerintah
dan
pelayanan
umum
bidang
kebinamargaan, pengairan, tata bangunan, perumahan dan pemukiman 4. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan dinas pekerjaan umum 5. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis Dinas Pekerjaan Umum 6. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 4.1.3
Tim Pendamping Masyarakat Peran Tim Pendamping Masyarakat (TPM) dalam kegiatan penyaluran
bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) merupakan peran terpenting. Karena dengan tahapan pertama dalam pendataan yang akan dilaksananakan yaitu data penerima bantuan stimulan ini harus benar-benar valid untuk mendapatkan data (by name by address) sehingga data yang masuk nantinya merupakan data yang bisa dipertanggung jawabkan oleh masing-masing TPM di masing-masing kabupaten dan kota. 4.1.4
Badan Keswadayaan Masyarakat Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan kepemimpinan
kolektif dari organisasi masyarakat warga suatu kelurahan yang anggotaanggotanya dipilih berdasarkan kriteria kemanusiaan, sehingga berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga. Kolektifitas ini penting dalam rangka
78
memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana. Masyarakat warga adalah terjemahan dari civil society yaitu himpunan masyarakat yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri yang dapat memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan kepedulian bersama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap institusi negara, keluarga, agama dan pasar. Dalam penanggulangan kemiskinan seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu BKM sebagai pimpinan kolektif adalah milik seluruh penduduk kelurahan yang bersangkutan. 4.1.5
Unit Pelaksana Kegiatan Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) mempunyai fungsi yang hampir sama
dengan BKM, bedanya UPK berada di tingkat desa sedangkan BKM terletak di kelurahan. Pengurus UPK terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Pengurus UPK berasal dari anggota masyarakat yang diajukan dan dipilih berdasarkan hasil musyawarah desa. 4.2
Deskripsi Data
4.2.1
Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
diperoleh dari hasil observasi penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh lebih banyak berupa kata-kata atau tindakan yang merupakan sumber data utama dan peneliti dapatkan melalui proses wawancara dan observasi.
79
Sumber data utama dicatat dalam catatan tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan selama proses wawancara berlangsung. Berdasarkan teknik analisis data kualitatif, data-data tersebut dianalisis selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi dilakukan reduksi untuk mencari tema dan pola serta diberi kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian sekaligus dilakukan kategorisasi. Dalam menyususn jawaban penelitian, juga diberikan kod seperti I1 - I6 menandakan daftar urutan informan Setelah memberi kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka dilakukan kategorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian di lapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut. Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tidak menggeneralisasikan jawaban penelitian. 4.2.2
Data Informan Dalam penelitaian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, penentuan informan menggunakan purposive. Informan yang ditentukan merupakan orangorang yang memiliki informasi yang dibutuhkan dan informan itu sendiri berhubungan langsung dengan masalah yang tengah diteliti. Adapun informan yang digunakan dalam penelitian diantaranya adalah :
80
Tabel 4.2 Data Informan Nama Informan Drs. H. Iskandar, MM Dana Mulyana, ST Sahrowi Agus Setiawan M. Rizal Asep Sutisna Heri Choerullah Muspiah M. Solihin Sudana Iroh Sarbini Edi Ina Hapidoh Ahmad Sukarna Samudi Siti Munawaroh Nurhayati Dudung Sudirja Edi Suhaemi Deden Hidayat Sumber : Peneliti 2014
Status Informan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pandeglang Kepala Bidang Perumahan dan Pemukiman,Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kecamatan Cadasari Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Tenaga Pendamping masyarakat (TPM) Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Badan Kswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Penerima BSPS/MBR anggota KSM Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Penerima BSPS/MBR anggota KSM Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Penerima BSPS/MBR anggota KSM Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Penerima BSPS/MBR anggota KSM Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Masyarakat berpenghasilan Rendah (MBR) bukan Penerima BSPS Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang Kepala Desa Kaduela, Kecamatan cadasari Kepala Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo Lurah Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang Lurah Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang
L/P L
Usia/Tahun 54
L
52
L
34
L
45
L
34
L
31
L
49
P
37
L
40
L
31
P
43
L
55
P
36
L
42
L
40
P
38
L
51
P
34
L L
56 55
L
43
L
46
81
Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat baik langsung ataupun tidak langsung dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. 4.3
Penyajian Data Pembahasan dalam penyajian data merupakan hasil analisis dan fakta yang
ditemukan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang digunakan. Penelitian ini menggunakan teori implementasi atau pelaksanaan kebijakan menurut William N. Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik, dimana kebijakan publik merupakan sebagai suatu proses yang menggambarkan berdasarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik yang meliputi efektifitas, kecukupan, perataan, Responsifitas, dan ketepatan. 1. Kriteria Efektivitas Dimensi efektifitas merupakan suatu yang berkaitan dengan target pencapaian tujuan dari usaha-usaha yang dilakukan. Menurut William N. Dunn, efektifitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan (maksimal) atau mencapai suatu tujuan dari diadakannya tindakan, lepas dari pertimbangan efisiensi. Dalam evaluasi pelaksanaan kebijakan publik mengenai Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya berupa pencapaian tujuan kebijakan serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Pada temuan di lapangan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 tidak
82
semua Kecamatan mendapatkan bantuan tersebut, hal ini disampaikan melalui pernyataan I.1.1 sebagai berikut : “Pelaksnaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 berjalan dengan baik. Dari 3000 penerima bantuan yang kami ajukan ke Kementerian Perumahan Rakyat, hanya 544 penerima yang ditetapkan sebagai penerima BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Terdapat dua Desa dan dua Kelurahan di tiga Kecamatan yang memperoleh bantuan ini yaitu Desa Mandalasari di Kecamatan Kaduhejo, Desa Kaduela di Kecamatan Cadasari, Kelurahan Babakan Kalang anyardan Kelurahan Kabayandi Kecamatan Pandeglang”. (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 09.45 WIB) Hal serupa diutarakan oleh I.1.2 dan S.1 mengenai pelaksnaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang, sebagai berikut : “544 penerima BSPS yang ditetapkan semuanya pada kategori perbaikan rumah atau PK, dana yang diberikan untuk perbaikan itu sendiri sebesar Rp. 6.000.000,-/penerima. Semua penerima BSPS adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayahnya”. . Terdapat hal menarik dalam jadwal pelaksanaan pembangunan rumah khususnya di Desa Kaduela. Dimana masyarakat setempat tidak memperbaiki dan membangun rumah pada bulan Safar tahun Hijriah, pembangunan rumah harus menunggu bulan tersebut berakhir (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 08.30 WIB) “Di Kabupaten Pandeglang masih terdapat cukup banyak warga yang belum memiliki rumah hunian yang layak. Penuntasannya berangsur, prioritas ditahun 2012 untuk program BSPS di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kaduhejo, Kecamatan Cadasari dan Kecamatan Pandeglang”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 09.00 WIB) Dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan diatas bahwa penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2012 berjumlah 544 orang, yang mana ini adalah hasil seleksi oleh Kementerian Perumahan Rakyat dari 3000 orang yang telah diajukan.
83
Artinya penetapan penerima bantuan tidak ditetapkan oleh pemerintah daerah, melainkan pemerintah dari pusat. Adapun pemerintah daerah dalam hal ini hanya sebatas mengkualifikasi calon penerima yang nantinya diserahkan kepada pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai penerima bantuan. Sementara itu, pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 dilakukan di tiga kecamatan, seperti yang diutarakan oleh I.4.2 terkait pelaksanaan BSPS di Desa Mandalasari Kecamatan Kaduhejo, sebagai berikut : “Pelaksanaan BSPS dilakukan akhir tahun 2012, waktu itu saya didata, dibuatkan rekening, dan diberi bantuan berupa uang senilai Rp.6.000.000,- namun langsung dibelanjakan bahan-bahan bangunan oleh TPM dan UPK. Saya tidak dilibatkan dalam proses pembelian bahan-bahan bangunan tersebut”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan serupa juga diutarakan oleh I.4.1 di Desa Kaduela Kecamatan Cadasari, sebagai berikut : “… dananya sebesar Rp. 6.000.000,- dan dibelikan bahan-bahan bangunan oleh TPM dan UPK, dan perbaikan rumah sendiri dilakukan selama 3 bulan” (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Sementara pernyataan lainnya disampaikan oleh I.4.3 dan I.4.4 di Kelurahan Kabayan dan Kelurahan Babakan Kalang Anyar Kecamatan Pandeglang, sebagai berikut : “Pelaksanaannya lancar, sekitar tiga bulan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan rumah. Dikasih uang sebesar Rp. 6.000.000,- , kita diajak ke BANK, dan uang tersebut dibelanjakan bahan-bahan bangunan oleh petugas (TPM/BKM). Pemberian dana tersebut selama dua tahap”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45WIB)
84
“Saya melakukan perbaikan rumah atas bantuan dari program BSPS. Dukungan tersebut berupa bahan-bahan bangunan yang dikirim oleh petugas. Saya hanya didampingi ke BANK untuk melakukan penarikan dana BSPS, setelahnya diserahkan langsung kepada petugas”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Selanjutnya pernyataan diutarakan oleh S.3.2 dan S.3.3 tentang pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah masing-masing, sebagai berikut : “Masyarakat mendukung dengan adanya BSPS didaerah ini, dan para penerimapun merasa lebih baik dengan rumah huniannya sekarang. Namun terlepas dari itu, banyak hal hal yang perlu dievaluasi untuk kedepan agak lebih baik lagi”. (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 15.00 WIB) “Pelaksanaan BSPS berjalan dengan baik, rumah para penerima juga sudah dibangun, meskipun belum semua warga yang menginginkan program tersebut ditetapkan menjadi Penerima BSPS.” (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 12.45 WIB) Dari peryataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 relatif berjalan dengan baik Meskipun demikian, terdapat ketidaksesuaian pada tahap pembelian bahan-bahan bangunan, dimana penerima BSPS tidak dilibatkan dalam pelaksanaan tersebut, padahal dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf i tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang menyebutkan bahwa “UPK/BKM menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara KSM” Selanjutnya
dalam
tahap
pelaksanaan
Bantuan
Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012, juga harus memperhatikan tahap pengajuan, dimana dalam tahap ini
85
dilakukannya kualifikasi calon penerima. Pernyataan dari I.2.4 selaku TPM di Kecamatan Pandeglang, sebagai berikut : “Kualifikasi penerima BSPS dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di damping oleh Tim Pendamping Masyarakat (TPM), dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang mengontrol teknis pelaksanaannya saja. Namun, yang pasti penerima BSPS harus masyarakat yang membutuhkan dan sesuai dengan kualifikasi penerima yang telah ditentukan”. (Wawancara hari Kamis, 9 Oktober 2014, Pk. 10.30 WIB) Sementara pernyataan lain disampaikan oleh I.2.2, sebagai berikut : “Kita berkordinasi dengan pihak Kecamatan dan Desa Mandalasari untuk melihat data Masyarakat yang berpeghasilan rendah, dan kami terjun kelapangan untuk mengecek langsung kondisi masyarakat. Banyak masyarakat yang layak untuk mendapatkan bantuan ini, namun nantinya tetap harus diseleksi lagi oleh pemerintah pusat”. (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 14.00 WIB) Pernyataan serupa juga diutarakan oleh I.2.3, sebagai berikut : “Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak mempunyai rumah hunian yang layak, pasti kami ajukan sebagai penerima BSPS. MBR tersebut nantinya dihimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang masing-masing berjumlah 10 orang, dengan mengacu terhadap standar-standar kualifikasi yang telah ditentukan. Tidak mungkin warga yang punya penghasilantinggi, kita ajukan sebagai penerima bantuan”. (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Sementara pernyataan lainn disampaikan oleh I.2.1, sebagai berikut: “….di Desa Kaduela banyak yang rumahnya masih panggung dengan kondisi atap rumah yang tidak tertutup dengan baik,bahkan tidak sedkit rumah yang mau roboh dan itu kebanyakan warga yang kurang mampu, jadi kami tidak terlalu kesulitan untuk mengajukan nama-nama penerima BSPS tahun 2012”. (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa dengan hadirnya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang
86
mendorong wilayah yang tergolong kurang mampu, untuk turut serta didalam pelaksanaannya. Namun proses pelaksanaan bantuan ini harus melalui tahap kulaifikasi yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Misalnya seperti dalam pernyataan diatas, bahwa disetiap Kecamatan, MBR yang mengajukan bantuan sebagai calon penerima harus wajib membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Selanjutnya hambatan yang dihadapi dalam pelaksnaaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Berikut pernyataan I.1.1 mengenai hambatan pelaksanaan BSPS secara umum : “Hambatan dalam pelaksanaan BSPS tahun 2012, banyaknya warga yang kurang swadaya dalam membangun atau memperbaiki rumah, akhirnya banyak warga yang harus menyewa orang lain untuk dipekerjakan sebagai tukang. Tentunya ini membutuhkan biaya lagi untuk upah, sementara tidak ada anggaran khusus untuk upah pekerja. Masalah lainnya ialah banyak masyarakat yang protes, karena rumahnya tidak mendapatkan bantuan, padahal rumahnya sempat diajukan sebagai penerima bantuan. Tentu ini bukan sepenuhnya tanggung jawab dari Dinas PU, karena kami sudah mengajukan dan pemerintah pusat yang menetapkan. Namun kami juga mengajukan kembali untuk warga atau wilayah yang belum mendapatkan BSPS pada periode berikutnya disesuaikan dengan kualifikasi yang telah ditentukan”. (Wawancara hari Senin,6 Oktober 2014, Pk. 09.45 WIB) Dari pernyataan diatas dapat terlihat bahwa minimnya peran serta MBR yang tergolong dalam KSM untuk swadaya dalam pelaksanaan perbaikan atau pembangunan rumah. Padahal pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) menekankan pada pemberdayaan
87
masyarakat secara swadaya untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan bantuan tersebut. Dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011, setelah proses pengajuan calon penerima diajukan, selanjutnya proses penetapan penerima ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sementara hambatan-hambatan lainnya terutama terjadi di setiap wilayah penerima bantuan, sebagaimana diutarakan oleh I.3.1 dalam pernyataan tentang hambatan pelaksanaan BSPS yang terjadi pada Desa Kaduela di Kecamatan Cadasari, sebagai berikut : “Masalah Infrastruktur jalan yang yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan BSPS di Desa Kaduela Kecamatan Cadasari, karena daerahnya pegunungan yang jalanannya kurang baik dan mengakibatkan terlambatnya pengiriman/pendistribuasian bahanbahan bangunan. Belum lagi masalah kekeliruan pembelian bahan-bahan bangunan, karena tidak sesuai dengan permintaan MBR, akibatnya bahan-bahan bangunan harus ditukarkan kembali, dan ini membutuhkan waktu yang cukup lama”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 13.15 WIB) Hal yang sama terjadi mengenai hambatan juga diutarakan oleh I.3.2 dalam pelaksanaan BSPS pada Desa Mandalasari di Kecamatan Kaduhejo, sebagai berikut : “Hambatan yang dihadapi di Desa Mandalasari Kecamatan Kaduhejo yaitu tidak tentunya cuaca yang menimbulkan keterlambatan pembangunan. Jika cuaca hujan maka proses perbaikan rumah dihentikan, karena jika dipaksakanpun tidak akan efektif hasilnya. Hambatan lain adalah distribusi barang bangunan yang terhambat oleh jalanan yang tengah dibetonisasi atau diperbaiki”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Hambatan lainnya disampaikan oleh I.3.3 dalam Pelaksanaan BSPS di Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang, sebagai berikut :
88
“… masyarakatnya kurang kompak, semua urusan tentang perbaikan rumah dilaporkan kepada BKM padahal masyarakat sendiri yang terhimpun dalam KSM sanggup menyelesaikannya. Misalnya untuk tukang bangunan, padahal BKM sudah menjelaskan bahwa perbaikan rumah dilakukan swadaya oleh KSM. Selain itu juga masalah kecelakaan dalam perbaikan rumah, masyarakat meminta biaya pengobatan kepada BKM, padahal tidak ada anggaran untuk itu, namun kami tetap mengusahakan untuk membantu”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Ditambahkan oleh I.3.4 yang mengutarakan hambatan pelaksanaan BSPS, sebagai berikut : ”Dari sejak pengajuan bantuan hingga ditetapkannya penerima BSPS, itu memakan waktu cukup lama. Para penerima bantuan menanyakan hal tersebut kepada kami, sementara kami bukan ranah untuk menetapkan penerima. Disamping itu permintaan bahan-bahan bangunan oleh penerima bantuan, dinilai terlalu berlebihan, karena diluar kriteria yang telah ditentukan oleh Dinas PU. Misalnya seperti permintaan keramik, padahal kriterianya harus lantai dari semen saja, mengingat bahwa biaya bantuan nominalnyapun terbatas”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Selanjutnya pernyataan dari S.5.2 mengenai hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan rumah penerima BSPS, sebagai berikut : “Hambatannya terjadi keterlambatan pengiriman bahan-bahan bangunan tiba dirumah warga, belum lagi jika terjadi hujan deras, maka peroses perbaikan juga dihentikan. Disisi lain ada tenggang waktu diberikan untuk per aikan rumah itu sendiri” (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 15.30 WIB) Dari pernyataan diatas bahwa dalam pelaksnaaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), selain permasalahan dalam hal minimnya swadaya, juga masalah lain terjadi dalam hal teknis pelaksanaan disemua Desa dan kelurahan terutama dalam hal pengiriman bahan-bahan
89
bangunan. Namun permasalahan ini dapat diselesaikan dengan spontanitas para pelaksana seperti BKM, UPK dan TPM yang mendampingi dalam pelaksaan langsung dilapanngan. 2. Kriteria Efisiensi Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha. Efisisensi
merupakan
suatu
usaha
yang
dilakukan
untuk
menghasilkan untuk menghasilkan target pencapaian tujuan dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan sehingga suatu kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efisiensi berkaitan dengan usaha yang dilakukan dan sistem prosedur dalam pelaksanaan BSPS. Usaha yang dilakukan untuk melaksanakan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 yang sesuai dengan target tentunya berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan, hal ini tertuang dari pernyataan I.1.1sebagai berikut : “..melakukan pendekatan sebagai bagian kerjasama dengan seluruh petugas yang terkait dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Mulai dari internal Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang, UPK yang berada di Desa, BKM yang berada di Kelurahan hinggai kepada semua lapisan masyarakat”. (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 09.45 WIB)
90
Selanjutnya usaha yang dilakukan oleh BKM Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang dikemukakan dalam pernyataan I.3.3 sebagai berikut : “Kami dari BKM beserta TPM yang melaksanakan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat dan pihak Kelurahan, sehingga BSPS dapat berjalan dan masyarakat semakin mengetahui tentang program tersebut dari awal pengajuan penerima hingga akhir pada tahap perbaikan rumah”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Penjelasan dari pihak Kelurahan Kabayan disampaikan oleh I.6.3 yang mengutarakan segai berikut : “Kelurahan menyediakan data-data masyarakat yang diserahkan kepada BKM sebagai bahan pertimbangan untuk pengusulan nama-nama calon penerima bantuan”. (Wawancara hari Jumat, 10 Oktober 2014, Pk. 10.00 WIB) Dari kedua pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa selain pendekatan kepada aparatur pelaksana dalam pelaksanaan BSPS, pendekatan kepada masyarakat adalah suatu bentuk hal yang fundamental,. Pendekatan yang mendorong untuk kerjasama guna mencapai tujuan pelaksanaan bantuan sesuai dengan tujuan program BSPS itu sendiri. Sementara di Kelurahan Babakan Kalang Anyar, pendekatan terhadap masyarakat dilakukan dengan mengadakan pertemuan langsung dengan masyarakat, seperti yang diutarakan oleh I.3.4 sebagai berikut : “Sebelum pelaksanaan BSPS dilaksanakan, kami beserta pihak dari Kelurahan, RT/RW setempat melakukan semacam sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana mekanisme pelaksanaan BSPS, terutama mekanisme pengajuannya. Kami mengarahkan untuk membentuk KSM yang terhimpun dari masyarakat yang berpenghasilan rendah dan khususnya tidak mempunyai rumah
91
hunian yang layak, demi kelengkapan pengajuan bantuan”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan lainnya juga disampaikan oleh I.6.4 mengatakan bahwa : “..bantuan semacam ini tentunya diharapkan oleh masyarakat. Jadi, kami dari pihak Kelurahan merasa senang, karena tidak begitu kesulitan ketika kita melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memberitahu tentang pelaksanaan program BSPS ini”. (Wawancara hari Senin, 13 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa pendekatan pelaksanaan BSPS di Kelurahan Babakan Kalang Anyar serupa dengan apa yang dilaksanakan oleh Kelurahan Kabayan. Dengan dilakukannya pendekatan melalui aparatur pelaksana dan melibatkan pihak dari kelurahan ini menimbulkan antusiasme masyarakat untuk ikut serta atas adanya pelaksanaan BSPS ini. Sedangkan di Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari pendekatan masyarakat dilakukan dengan bentuk sosialisasi atau rempuk warga untuk menekankan bagaimana mekanisme pelaksanaan BSPS, pernyataan yang diutarakan oleh I.3.1sebagai berikut : “UPK dan TPM melakukan sosialisasi dan arahan di Balai Desa kepada seluruh warga yang mengajukan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), agenda ini dilakukan satu sampai dua kali dalam seminggu”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 13.15 WIB) Pernyataan dari I.6.1 menambahkan tentang bagaimana bentuk pendekatan dalam sosialisasi pelaksanaan BSPS di Desa Kaduela. Pernyataan tersebut sebagai berikut : “Sebagai Kepala Desa saya turut serta mendukung dan bekerja sama dalam mencapai tujuan pelaksnaaan BSPS ini. Dukungan
92
tersebut kami berikan dengan memfasilitasi data-data masyarakat sebagai penunjang kami berikan kepada UPK BSPS di Desa iniuntuk mengkualifikasi calon penerima. Penyampaian penjelasan sebgai bagian pendekatan mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS sering dilaksanakan di Balai Desa bersama seluruh lapisan masyarakat”. (Wawancara hari Jumat, 10 Oktober 2014, Pk. 08.30 WIB) Dari pernyataan diatas, bahwa sosialisasi untuk pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), pendekatan melalui Desa dinilai penting untuk bagaimana mendorong masyarakat yang akan mengajukan bantuan tersebut, dimana mekanisme pengajuan hingga kepada teknis perbaikan rumah, wajib diketahui dan dipahami oleh MBR di Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari. Sementara pada Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo, terdapat pendekatan yang berbeda, seperti yang diutarakan oleh I.3.2 berikut ini : “Pendekatan yang kami lakukan dalam mencapai pelaksanaan BSPS dengan baik tidak hanya kami lakukan bersama TPM dan pihak dari Desa, melainkan kami juga melakukan pendekatan kepada Ibu-ibu pengajian. Dimana para Ibu-ibu ini kami berikan informasi dan arahan tentang pelaksanaan BSPS”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Hal serupa ditambahkan oleh I.6.2 dalam pernyataannya berikut ini : “..yang terpenting adalah kebutuhan masyarakat akan rumah hunian yang layak terpenuhi, kami bersama BKM dan TPM berusaha semaksimal mungkin untuk mengajukan nama calon penerima yang sangat membutuhkan. Disamping itu kamipun memberikan sosialisasi kepada warga agar persyaratan yang kurang untuk mengajukan bantuan, untuk segera dilengkapi. Dari pihak Desa kami selalu menghimbau tentang administrasi terutama seperti KTP dan KK harus segera dibuat atau diperbaharui, karena banyak di Desa ini yang warganya kurang peduli terhadap persoalan seperti itu”. (Wawancara hari Kamis, 9 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB)
93
Selanjutnya pernyataan yang diutarakan oleh S.3.1 tentang usahausaha yang dilakukan dalam pelaksanaan BSPS, sebagai berikut : “Sama-sama warga lainnya kita rempuk, juga didampingi oleh pihak UPK, TPM serta pihak dari Desa Kaduela untuk menyosialisasikan mekanisme pelaksanaan BSPS” (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 12.45 WIB) Dari kedua pernyataan diatas dapat dilihat bahwa di Desa Mandalasari, pendekatan dilakukan selain terhadap aparatur pelaksana, juga dilakukan kepada kelompok Ib-ibu pengajian. Jelas ini menunjang terhadap pelaksanaan BSPS tersebut. Disamping itu himbauan yang terus menerus dilakukan oleh pihak Desa terkait untuk melengkapi administrasi seperti KTP dan KK, dimana ini merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon penerima untuk mengajukan bantuan. Selanjutnya, usaha yang dilakukan oleh UPK dan BKM dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang dalam hal teknis pelaksanaan pebaikan rumah. Pernyataan ini disampaikan oleh I.3.3sebagai berikut : “Dalam proses teknis pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), BKM bersama TPM mendatangi langsung tempat dimana dilakukannya perbaikan rumah. Jika menemukan kendala khususnya dalam hal kekurangan bahan bangunan, kami langsung mengkoordinasikan dan segera tanggap terhadap penyediaan bahan bangunan yang kurang atau tidak layak pakai. Kebutuhan akan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, bilik, genteng, batu bata dan lainnya kami selalu mendampingi warga mempersiapkannya. Sedangkan standarisasi kebutuhan bangunan telah ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupate Pandeglang. Tidak boleh penerima bantuan membeli bahan-bahan bangunan untuk keperluan yang berlebihan atau tidak diperluka”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB)
94
Dalam pernyataan lain disampaikan oleh I.3.4 tentang usaha yang dilakukan dalam pelaksanaan BSPS, sebagai berikut : “Kami sudah mendorong KSM untuk rempuk mengerjakan perbaikan rumah satu persatu demi kswadayaan untuk menunjang kemudahan dalam perbaikan rumah penerima bantuan. Namun banyaknya kesibukan keseharian masing-masing penerima bantua yang terhimpun didalam KSM, menyebabkan minimnya kekompakan untuk dilakukan. Pada akhinya perbaikan rumah selesai tepat waktu, meskipun perbaikan rumah ada yang swadaya ada yang menggunakan jasa tukang”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan selanjutnya diutarakan oleh I.3.2 sebagai berikut : “Setelah biaya bantuan itu diserahkan dan dibelanjakan bahanbahan bangunan, mereka (penerima) kesulitan dan kebingungan untuk melakukan perbaikan rumah, karena keterbatasan biaya untuk upah para tukang. Padahal kami sudah sampaikan bahwa BSPS ini sifatnya hanya memancing semangat MBR untuk menghuni tempat tinggal yang layak dan mendorong MBR untuk memperbaiki rumahnya. Namun Alhamdulillah pada akhirnya selese tepat waktu karena dari kamipun terus mengecek perkembangan perbaikan rumah dari waktu ke waktu”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, dalam teknis pelaksanaan perbaikan rumah, bahan bangunan yang diperoleh merupakan permintaan langsung dari pihak penerima yang bersangkutan. UPK/BKM dan TPM yang menjadi fasilitator untuk mendampingi, mengontrol dan membantu seandainya penerima menemukan kendala di lapangan. Adapun standarisasi bahan bangunan itu sendiri telah ditentukan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Standarisasi ini dibuat untuk membatasi pembelian barang bangunan yang berlebihan. Sementara itu, meskipun tingkat partisipasi keswadayaan KSM untuk melakukan perbaikan rumah dinilai lemah. Namun usaha apapun yang dilakukan adalah hasil stimulus
95
dari BSPS ini. Indikisi ini terlihat dari reaktifnya masyarakat sebagai penerima bantuan yang menyeleseikannya perbaikan rumah tepat waktu dengan pendampingan sekaligus kontrol dari BKM dan TPM setempat. Disamping itu, di Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari selain UPK dan TPM, juga melibatkan sesepuh wilayah setempat demi mendorong swadaya MBR yang terhimpun dalam KSM, pernyataan oleh I.3.1 sebagai berikut : “Sempat tidak kompak, karena beberapa warga yang lain merasa iri dengan tetangganya yang mendapatkan bantuan, sementara mereka tidak mendapatkan bantuan. Hal ini membuat suasana MBR yang berada didalam KSM menjadi tidak kompak. Namun kami dari pihak UPK dan TPM beserta sesepuh disini mencoba mendorong KSM untuk swadaya, walaupun hasilnya belum maksimal”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 13.15 WIB). Pernyataan diatas menunjukan bahwa terdapat keterlibatan atau partisipasi masyarakat baik penerima bantuan maupun yang tidak menerima bantuan dinilai tidak begitu buruk karena perbaikan rumah dilakukan dengan swadaya masyarakat meski tidak maksimal. Dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), mekanisme yang sudah disampaikan dalam sosialisasi dilanjutkan pada tahap teknis pengajuan bantuan. Syarat-syarat dalam proses pengajuan bantuanpun harus dipenuhi, sebagaimana di utarakan oleh I.2.2 sebagai berikut : “Setelah didata dan diajukan menjadi calon penerima, mereka menunggu untuk proses seleksi dari pusat. Proses seleksi ini memakan waktu cukup lama sekitar hampir satu tahun sampai pada tahap pengumuman penerima bantuan diumumkan. Kemudian MBR yang terhimpun di dalam Kelompok Swadaya
96
Masyarakat (KSM) diantar ke BANK BRI selaku BANK penyalur dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), mereka membuat rekening atas nama yang bersangkutan sebagai syarat penerima bantuan”. (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 14.00 WIB) Selanjutnya dalam tahap penerimaan bantuan setelah pengumuman penerima diumumkan, MBR bersangkutan selanjutnya mengambil bantuan dengan didampingi oleh TPM, seperti diutarakan oleh I.2.3 berkenaan dengan hal tersebut sebagai berikut : “… masyarakat yang sudah diusulkan menjadi calon penerima bantuan, akan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 6.000.000,- dan itu diberikan selama dua tahap. Waktu dari penyerahan pertama sampai yang kedua kira-kira membutuhkan waktu satu bulan. Dalam penyerahan bantuan TPM beserta BKM/UPK mengawal KSM ke BANK untuk melakukan pengambilan bantuan. Dalam tahap pertama diberikan bantuan sebesar 50% dari total biaya keseluruhan”. (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan yang melengkapi dalam tahap teknis pelaksanaan juga diutarakan oleh I.2.1 sebagai berikut: “... kemudian dana BSPS tersebut langsung dibelanjakan bahan bangunan yang dibutuhkan untuk perbaikan rumah MBR yang bersangkutan”. (Wawancara hari Minggu, 5 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Juga diutarakan oleh I.2.4sebagai berikut : “Kami dari pihak TPM dalam 2-3 kali dalam seminggu melakukan kontrol terhadap proses pelaksanaan kegiatan perbaikan rumah, khawatir bahan-bahan bangunan yang sudah ada tidak dipakai, mengingat bahwa pelaksanaan yang molor dalam perbaikan rumah dapat menghambat laporan untuk mencairkan penerimaan biaya bantuan tahap yang kedua”. (Wawancara hari Kamis, 9 Oktober 2014, Pk. 10.30 WIB) Dalam
pernyataan-pernyataan
diatas
dapat
dilihat
bahwa
pelaksanaan pengajuan bantuan hingga pengumuman peneriman bantuan
97
kepada penerima, membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam pengajuan penerima diwajibkan untuk membuat rekening atas nama pribadi guna menerima biaya bantuan. Sementara
dalam
prosedur
pengajuan
Bantuan
Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS), MBR yang terhimpun dalam KSM melengkapi berkas sebagai syarat dalam pengajuan, berikut pernyataan dari penerima di Desa/Kelurahan masing-masing sewaktu mengajukan BSPS Tahun 2012, pernyataan dari I.4.1, I.4.2, I.4.4, dan I.4.3 sebagai berikut : “Pendataan pada tahap pengajuan bantuan dilakukan dengan melengkapi syarat-syarat seperti KTP, KK, Foto dan lainnya”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) “Dibuatkan rekening BANK atas nama saya sendiri, namun rekeningnya sekarang sudah hilang. Waktu itu pengambilan dana bantuannya dilakukan di BANK, saya ditemani oleh petugas dari BKM dan TPM”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) “… rumah saya difoto, melengkapi berkas sepeerti KK, KTP, dan melampirkan pas foto. Setelah beberapa lama saya dibuatkan rekening BANK oleh petugas BSPS”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) “Prosedurnya Dengan melengkapi syarat-syarat seperti KTP, KK, foto dan mengisi formulir. Rumah sayapun difoto sebagai syarat kelengkapan pengajuan”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45WIB) Dari penjelasan diatas dapat dilihat melalui pernyataan-pernyataan dari warga penerima BSPS, bahwa untuk menjadi penerima BSPS, para MBR yang terhimpun dalam KSM harus memenuhi peryaratan dalam prosedur pengajuan BSPS. Adapun prosedur pengajuan dan penyaluran BSPS dapat digambarkan sebagai berikut :
98
Gambar 4.1 Posedur Pengajuan Dan Penyaluran Dana BSPS Tahun 2012
TPM UPK/BKM MELAKUKAN SOSIALISASI BSPS KEPADA MASYARAKAT UPK/BKM MENDATA/MENJARING PARA MBR SESUAI PEDOMAN PERMENPERA NO. 14 TH 2011 UPK/BKM MENETAPKAN CALON PENERIMA BANTUAN DAN DISETUJUI KEPALA DESA/KELURAHAN UPK/BKM MEMBENTUK KSM BERJUMLAH MAKSIMAL 10 ORANG DARI CALON PENERIMA BANTUAN KSM MELENGKAPI SYARAT ADMINISTRATIF PENGAJUAN CALON PENERIMA BANTUAN DAN MEMBUAT BUKU TABUNGAN BANK DIDAMPINGI TPM DINAS PEKERJAAN UMUM MENERIMA DATA CALON PENERIMA BANTUAN DPU MENGAJUKAN DATA NAMA CALON PENERIM (KEMENPERA)
PROSES VERIFIKASI DATA CALON PENERIMA
KEMENTRIAN PERUMAHAN RAKYAT (PPK) MENERBITKAN SK PENETAPAN PENERIMA BANTUAN
Sumber : Peneliti 2014
KEMENTRIAN PERUMAHAN RAKYAT (PPK) MENGINFORMASIKAN PENETAPAN PENERIMA BANTUAN MELALUI SKPD, TPM DAN WEBSITE KEMENPERA WWW.KEMENPERA.GO.ID
KEMENTERIAN (PPK) MENYERAHKAN SK KEPADA BANK PENYALUR
MENYALURKAN DANA BSPS DALAM BENTUK BUKU TABUNGAN ATAS NAMA PENERIMA
TPM MENGUMUMKAN PENETAPAN PENERIMA DAN MENDAMPINGI KSM MENGAMBIL UANG DARI BANK
TPM DAN UPK/BKM MENDAMPINGI KSM UNTUK PEMBELIAN BAHAN-BAHAN BANGUNAN
PROSES PEMBANGUNAN
MONITORING OLEH UPK/BKM DAN TPM
99
3. Kecukupan Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas yang memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Berikut pernyataan yang dikemukakan oleh I.3.2 : “Banyak dari MBR yang menjadi penerima BSPS merayakan syukuran ketika perbaikan rumahnya telah rampung. Tandanya warga senang dengan adanya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah ini”. (Wawancara hari Selasa, 7Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Peryataan yang sama juga diutarakan oleh I.3.1 sebagai berikut : “Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 sangat membantu terhadap rumah hunian yang layak bagi MBR. Dengan adanya BSPS, warga menjadi termotivasi untuk memperbaiki rumahnya masing-masing”. (Wawancara hari Selasa, 7Oktober 2014, Pk. 13.15 WIB) Meskipun terdapat kekurangan dalam pelaksanaan bantuan, namun hasil pencapaian dari perbaikan rumah dapat dirasakan dengan baik, seperti juga yang diutarakan oleh I.4.2 sebagai berikut : “Saya menyadari, meskipun belum terlalu swadaya dalam hal teknis perbaikan rumah, paling tidak dengan hadirnya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), rumah hunian menjadi layak untuk dijadikan tempat tinggal”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan serupa juga diutarakan oleh I.4.1 sebagai berikut : “..tertolong sekali, walaupun tidak membangun sampai rumah mewah, namun paling tidak dengan hadirnya BSPS, rumah ini bisa untuk menjadi tempat tinggal yang cukup”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB)
100
Dari kedua pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa para penerima bantuan merasakan perubahan yang lebih baik atas hadirnya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayahnya masing-masing. Mereka bersyukur atas rumah hunian yang layak yang telah menjadi tempat tinggal yang nyaman. Disamping itu, terdapat penerima yang masih menginginkan bantuan, karena kondisi rumah masih belum sempurna. Walaupun demikian penerima tetap mensyukurinya. Berikut pernyataan dari I.4.3 : “Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) membuat rumah saya menjadi lebih baik, walaupun tidak terlalu bagus, namun ini cukup untuk tempat tinggal yang layak. Saya merasa bersyukur atas bantuan ini, bila tidak dibantu rumah saya mungkin sudah roboh, karena tiang-tiang dan gentengnya waktu itu kondisinya sudah rusak. Jika ada bantuan seperti ini lagi, saya masih berminat untuk mengajukan permohonan kembali”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45WIB) Sedangkan rumahnya
akibat
terdapat
penerima
kekurangan
biaya,
yang
belum
padahal
menyelesaikan
Pemerintah
sudah
memberikan sebesar Rp. 6.000.000,- berikut pernyataan dari I.4.4 : “Waktu diberitahu bahwa kami akan mendapatkan biaya bantuan pembangunan rumah, kami langsung membongkar rumah. Ternyata setelah kami hitung-hitung tidak cukup biaya yang diberikan BSPS untuk membangun, terpaksa kami harus menghentikan pembangunan ini sambil menunggu biaya tambahan lagi. Untuk sementara tinggal dibagian dapur yang kami jadikan tempat tidur, karena waktu itu atapnya tidak sempat di robohkan”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Dapat dilihat dari kedua pernyataan diatas bahwa terdapat penerima yang belum merampungkan perbaikan rumahnya karena keterbatasan biaya. Perbaikan rumah ini sebetulnya merupakan bentuk
101
stimulus untuk masyarakat supaya memperbaiki rumahnya diluar biaya yang diberikan dalam BSBS tersebut. Akan tetapi masyarakat yang melihat ini terutama penerima bantuan, merasa tidak puas bahkan ada niat untuk mengajukan kembali, padahal dalam ketentuannya yang tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1)Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentan Pedoman Pelaksanaan BSPS, syarat penerima bantuan adalah bukan penerima BSPS atau program perumahan lain yang sebelumnya sudah mendapatkan. Selanjutnya bagaimana pernyataan yang diutarakan oleh I.3.3 menanggapi tentang kepuasan masyarakat yang melaksanakan perbaikan rumah dalam program BSPS. “Para penerima bantuan belum paham semuanya tentang bagaimana sesungguhnya tujuan dari BSPS tersebut. Sebagian dari mereka terlalu mengharapkan rumah yang bagus, padahal kita tahu biaya yang diberikan terbatas, hanya sebatas stimulus saja. Namun ini bukan hal yang menghambat pelaksanaan BSPS, dari pihak kami coba untuk menjelaskan kembali tentang program bantuan ini”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Sementara pernyataan yang disampaikan oleh I.3.4 mengutarakan hal yang hampir serupa, berikut pernyataannya : “..terdapat sebagian masyarakat yang mengharapkan lebih, bahkan suka mengharapkan bantuan lebih dari para petugas teknis seperti kami. Misalnya mereka menginginkan bantuan diluar biaya yang diberikan pemerintah, mereka beralasan bahwa ada kekurangan bahan-bahan bangunan, padahal biaya bantuan sudah dikonversikan semuanya untuk bahan-bahan bangunan. Mereka seolah mengharapkan bantuan untuk rumah yang bagus, seperti di sinetron-sinetron televisi, itu ‘kan mustahil”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Dari pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa para penerima terlalu mengharapkan rumah yang bagus atas pelaksanaan perbaikan rumah dari
102
program BSPS ini, padahal tujuan dari BSPS ini sevagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1) Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentan Pedoman Pelaksanaan Berpenghasilan
BSPS
adalah
Rendah
untuk
(MBR)
agar
memberdayakan mampu
Masyarakat
membangun
dan
meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman. 4. Perataan Perataan adalah suatu kriteria untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi yang didasarkan pada pertimbangan apakah alternatif yang direkomendasikan tersebut menghasilkan lebih banyak distribusi yang adil atau wajar terhadap risorsis yang ada dalam masyarakat. Perataan merupakan konsekuensi adanya kebijakan yang telah dibuat, apakah hasil kebijakan sudah disosialisasikan dan menjadi bagian program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yaitu dengan memperhatikan masyarakat sebagai penerima bantuan. Dengan menjadi penerima bantuan, sudah pasti sosialisi tersebut dilakukan. Namun pada kenyataannya berikut pernyataan dari I.4.4: “Sama sekali saya tidak tahu tentang program pembangunan rumah ini sebelumnya, waktu itu memang saya didata namun saya tidak tahu itu BSPS, bahkan warga lain baru tahu ada program tersebut setelah rumah saya yang dibangun sudah rampung”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.15WIB) Pertanyaan lain di utarakan oleh I.4.3 sebagai berikut :
103
“Sebetulnya sosialisasi ada,seperti kumpul-kumpul warga begitu, mungkin tidak merata saja informasi dari awalnya”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45WIB) Sedangkan pernyataan dari I.5.3 yang belum mendapatkan informasi seputar pelaksanaan BSPS, berikut pernyataannya : “… tidak ada sosialisasi ketempat kami, katanya ada program tersebut ditempat lain. Namun warga disini tidak ada yang mendapatkannya”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Pernyataan serupa disampaikan Oleh I.5.4sebagai berikut : “Ada sosialisasi tapi hanya kepada beberapa orang yang dipandang rumahnya akan roboh. Padahal rumah saya juga didalamnya sudah mau roboh. Petugas sosialisasi melihat hanya luarnya saja”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 10.30 WIB) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa belum meratanya terkait sosialisasi kesetiap wilayah. Sasaran sosialisasi masih sifatnya selektif, padahal seharusnya sosialisasi pelaksanaan BSPS harus merata kesetiap wilayah dan kesetiap lapisan masyarakat. Bahkan terdapat penerima bantuan sendiri sebelumnya belum mendapatkan bantuan, ini jelas menimbulkan hambatan ketika proses pelaksanaan teknis, karena mereka belum mendapatkan pengarahan bagaimana mekanisme di lapangan. Sementara terdapat kondisi penerima bantuan, yang mana ditemukan bahwa penerima bantuan tidak sesuai dengan kualifikasi, dan akibatnya tidak meratanya sasaran dari tujuan BSPS itu sendiri, seperti yang diutarakan oleh I.4.2 berikut ini : “Sosialisasi dan informasi mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS itu dilakukan, namun yang menjadi rasa heran buat saya
104
adalah kebanyakan yang dapat bantuan disini adalah orang yang mampu dalam segi ekonomi dan jika dilihat rumahnyapun masih bagus. Namun, bila dilihat kondisi rumah saya sebelumnya, tentu layak untuk mendapatkan bantuan, sedangkan yang lain bisa dikatakan tidak layak mendapatkan bantuan”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Pernyataan serupa juga diutarakan oleh I.4.1 sebagai berikut : “…masih banyak yang belum dapat bantuan perbaikan rumah disini. Mereka tidak lolos karena syarat administrasi, harusnya petugas pelaksana bisa membantu untuk melengkapinya”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Selanjutnya S.4.1 dan S.4.3, mengutarakan tentang sosialisasi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, sebagai berikut : “Bila dikatakan merata, saya rasa belum. Namun untuk warga yang mempunyai rumah yang tidak layak nampaknya sangat terbantu”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 14.10 WIB) “Saya kecewa terhadap pelaksanaan BSPS tahun 2012, rumah saya tidak didata, saya tidak tahu kenapa. Mungkin karena ada anak-anak saya yang sudah kerja”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 10.00 WIB) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa disamping penerima bantuan mendapatkan perbaikan rumah, mereka juga ikut mengontrol jalannya pelaksanaan bantuan ini. Dimana sebagian penerima dalam pelaksnaan bantuan ini dinilai tidak sesuai dengan kualifikasi dalam ketentuan, karena temuan di lapangan terdapat banyak kondisi masyarakat yang membutuhkan rumah hunian yang layak. Persoalannya selain tidak didata oleh petugas, kelengkapan administrasi juga menjadi hambatan dalam proses pengajuan bantuan. Jika pada tahap syarat administratif ini
105
tidak lengkap maka calon penerima bantuan sudah pasti tidak lolos sebagai penerima bantuan tetap. Penegasan pernyataan lainnya diutarakan oleh I.5..2 sebagai berikut: “..satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa kenapa petugas BSPS hanya mendata kepada orang yang dikenalnya saja dan melihat kondisi rumah dari luarnya saja? Apalagi orang tersebut mempunyai peran di wilayahnya. Padahal banyak warga yang tidak kenal dengan petugas namun mereka membutuhkan bantuan rumah huni yang layak. Dimana jika dilihat dari dalam rumah kondisi atap kayu sudah dalam kondisi tidak baik”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 14.30 WIB) Pernyatan serupa disampaikan oleh I.5.1 dan S.3.4 sebagai berikut : “… tidak ada pemerataan untuk penerima BSPS ini. Untuk sosialisasi saja kami tidak tahu apalagi untuk mendapatkan bantuan”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 14.30 WIB) “… padahal kami sudah mengajukan bagi warga yang tidak mempunyai rumah hunian yang layak, namun ada saja warga lain yang iri dan merasa pendataan ini tidak adil” (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 12.30 WIB) Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, dalam proses pengajuan bantuan, tidak semua calon penerima yang mengajukan bantuan akan menjadi penerima bantuan tetap. Selanjutnya bagaimana Pemerintah Kabupaten Pandeglang melihat kondisi masyarakat dimana masih banyak Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayah lain yang membutuhkan untuk perbaikan rumah huniannya. Berikut pernyataan yang diutarakan oleh I.1.1sebagai berikut : “Pada tahun 2012, data calon penerima bantuan yang kami ajukan cukup banyak mencapai 3000 unit rumah tidak layak huni, sedangkan penetapan memakai sistem kuota, Kemenpera sendiri mengacu kepada pelaksanaan kuota daerah yang bersangkutan
106
sebelumnya. Misalnya jika Kabupaten Pandeglang tahun ini pelaksanannya baik, maka kuota untuk tahun berikutnya akan ditambah, begitupun sebaliknya”. (Wawancara hari Senin, 6 Oktober 2014, Pk. 09.45WIB) Pernyataan serupa disampaikan oleh I.1.2 sebagai berikut : “... yang menjadi permasalahan adalah bukan dari sistem pendataannya, bukan pula kesengajaan untuk tidak menetapkan penerima yang layak mendapatkan bantuan. Namun yang harus diketahui bahwa penetapan itu sendiri ditetapkan oleh pihak dari pemerintah pusat dengan berbagai macam pertimbangan kualifikasi yang telah ditentukan. Permasalahan yang sering terjadi ialah pada syarat administratif, misalnya terjadi ketidakcocokan antara nama penerima di KTP dengan yang terdapat di Kartu Keluarga (KK). Dimana pada KTP tertera nama panggilan sehari-hari, sedangkan di KK tertera nama lengkap. Kejadian seperti ini juga dapat menggugurkan calon penerima saat verifikasi data”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 08.30 WIB) Sedangkan pernyataan serupa diutarakan oleh I.3.4 tentang bagaimana hubungannya pada pengajuan calon penerima yang tidak proporsional dengan mekanisme penetapan BSPS itu sendiri, berikut pernyataanya : “Kelengkapan syarat seperti KTP, KK, foto rumah tidak layak huni yang bersangkutan dan persyaratan lainnya harus lengkap. Kami menemukan bahwa kadang-kadang ada MBR yang tidak mempunyai KK, bahkan kondisinya rusak dan hilang. Jika kami tunggu pembuatan KK ulang ‘kan waktunya lama, disamping lain berkas pengajuanpun harus segera diserahkan”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Selanjutnya pernyatan serupa juga diutarakan oleh S.2.1 dan S.2.2, sebagai berikut : “Tahun 2011 juga terdapat para warga yang mengajukan BSPS, namun tidak memperhatikan kelengkapan berkas” (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.45 WIB)
107
“... bahkan ada warga yang sengaja datang ke rumah saya untuk mengajukan nama sebagai penerima BSPS” (Wawancara hari Selasa, 7Oktober 2014, Pk. 12.45 WIB) Dari
pernyataan-pernyataan
diatas
dapat
dijelaskan
bahwa
mekanisme penetapan bantuan tidak hanya melihat dari kondisi rumah tidak
layak
huni,
melainkan
juga
mempertimbangkan
terhadap
kelengkapan administrasi. Artinya masyarakat yang hendak mengajukan bantuan juga harus memperhatikan syarat-syarat administrasi mulai dari yang paling sederhana seperti KTP dan KK yang harus terintegrasi dengan benar. Disamping itu prestasi akan suatu pelaksanaan BSPS itu sendiri menentukan kuota penerima bantuan berikutnya. Dengan mengacu terhadap pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang pada tahun-tahun sebelumnya, tentunya hal ini mestinya menimbulkan hal yang lebih baik pada periode berikutnya. 5. Responsifitas Responsifitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsifitas merupakan hal yang penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya seperti efektifitas, efisiensi dan kecukupan. Namun hal ini masih dianggap gagal jika belum menaggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan. Reponsivitas ditandai adanya hubungan interaksi sosial, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan BSPS. Peran serta masyarakat dalam
108
membantu serta mengetahui betul tentang adanya pelaksanaan BSPS merupakan upaya yang harus dibangun dari sebuah kebijakan yang dilaksanakan. Hal yang menandakan adanya interaksi antara masyarakat adalah terjalinnya kerjasama dalam hal membantu terlaksananya BSPS, namun hal tersebut tidak terlihatseperti pernyataan berikut ini oleh I.4.2: “Tidak ada yang bantu, tidak ada swadaya, semua tukang yang mengerkajan perbaikan rumah ini, kita beri upah. Adapun jika ada yang membantu, itu adalah keluarga saya saja yang sedang ada di rumah. Masyarakat disini melakukan perbaikan rumah secara sendiri-sendiri”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Sementara pernyataan serupa diutarakan oleh I.4.1sebagai berikut : “Dalam melakukan pembangunan rumah, kita melakukannya secara swadaya oleh pihak dari keluarga. Soalnya jika mengandalkan tenaga orang lain harus dikasih upah”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Selanjutnya pernyataan disampaikan oleh I.4.4, sebagai berikut : “… masih belum swadaya masyarakat disini, maunya dikasih upah saja, namun tidak bisa disalahkan, saya juga mengerti mereka juga butuh makan. Kami melakukan perbaikan rumah dengan bantuan pihak keluarga saja, namun kadang-kadang juga sering dibantu oleh tetangga disebelah rumah”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Juga pernyataan yang hampir serupa diutarakan oleh I.4.3 sebagai berikut : “… swadaya darimasyarakat dalam perbaikan rumah itu bukan dari KSM atau bukan penerima BSPS, melainkan datangnya dari warga lain yang kenal dengan saya”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45 WIB)
109
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan sudut pandang penerima BSPSdari keempat wilayah pelaksanaan, tidak adanya dukungan swadaya masyarakat secara penuh, terutama penerima/MBR yang terhimpun didalam KSM.Padahal dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan BSPS, disebutkan dalam pasal Pasal 33 ayat (1) huruf a bahwasalah satu tugas KSM yaitu membangun rumah yang mendapat bantuan secara swadaya. Ketidaktahuan masyarakat terhadap pelaksanaan BSPS juga menimbulkan
hal
positif,
dimana
responsifitas
akan
semangat
keikutsertaan dalam program ini semakin kuat. Hal tersebut diutarakan dalam pernyataan berikut ini oleh I..5.1sebagai berikut : “… bantu-bantu sebisanya saja, walaupun saya tidak dapat bantuan ini, silaturahmi itu harus tetap dijaga. Mungkin belum rezekinya saya mendapatkan BSPS tahun 2012”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 14.30 WIB) Pernyataan serupa diutarakan oleh I.5.4 sebagai berikut : “… karena tidak tahu informasi sejak awal, saya tidak mengajukan atau diajukan oleh petugas BSPS. Maklum, rumah saya terhalang oleh persawahan, cukup jauh dari kantor desa. Untuk kedepan, saya harap harus lebih merata lagi informasinya, karena keluarga seperti kami ini sangat membutuhkan.Namun demikian, dengan ikut membantu tetangga yang mendapatkan program BSPS, saya jadi mengetahui seputar mekanisme pelaksanaannya”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 10.30 WIB) Sementara itu, terdapat pernyataan oleh sebagian masyarakat di wilayah lain, seperti pernyataan oleh I.5.3 sebagai berikut : “Saya tahu tentang program BSPS, kerena waktu pengajuan itu saya sempat didata sekaligus diarahkan oleh petugas BSPS tentang mekanisme pelaksanaan di kantor Kecamatan, tapi saya
110
tidak dapat bantuan seperti tetanga-tetangga saya.Padahal rumah saya sudah tidak layak dan tanggungan kebutuhan keluarga amat banyak. Namun demikian saya pasrah aja, karena mungkin saya dianggap orang mampu disini, padahal tidak sperti itu faktanya. Seandainya saya dapat bantuan, saya akan diterima, jika tidak dapatpun, tidak apa-apa”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 10.15WIB) Pernyataan serupa diutarakan oleh I.5.2 memberikan pernyataan sebagai berikut : “Saya mengetahui tentang program bedah rumah itu, tetangga saya disekitar ini melakukan perbaikan dari program itu, namun saya tidak tau persis tentang informasi program tersebut apalagi seputar mekanisme pengajuan bantuan itu sendiri”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 14.30 WIB) Juga ditambahkan dalam pernyataan S.5.1, sebagai berikut : “.. saya menjadi tukang untuk perbaikan rumah pada pelaksanaan teknis BSPS. Waktu itu sekitar tiga bulan proses perbaikan rumah selese” (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 09.50 WIB) Selanjutnya pernyataan diutarakan oleh S.4.4, S.4.2 dan S.4.5 sebagai berikut : “Rumah saya tidak didata lagi, walaupun keadaannya masih belum layak, karena waktu itu saya telah menjadi Penerima bantuan seperti program perbaikan rumah, namun nama programnya bukan BSPS”. (Wawancara hari Rabu, 1 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) “Pendataan BSPS terlalu singkat, tanpa lebih jauh memahami rumah warga siapa yang sangat layak mendapatkan program tersebut”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 15.00 WIB) “Waktu saya dapat kabar dari pihak desa seputar pelaksanaan BSPS, saya langsung mengkonfirmasi hal tersebut dan mencari tahu bagaimana mekanisme pengajuannya. persoalannya saya pernah mempunyai pengalaman, jika kita (warga) tidak aktif menanggapi program-program pemerintah, hasilnya nanti tidak
111
akan didata.” (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 15.30 WIB) Dari pernyataan-pernyataan diatas, bahwa dapat dilihat terdapat responsifitas positif dari warga yang bukan penerima BSPS. Hal itu dibuktikan dengan turut serta dalam pelaksanaan bantuan terutama dalam perbaikan atau pembanguan rumah yang dilakukan oleh penerima. Disamping itu juga terdapat sebagian masyarakat yang terkesan pasif dalam
keikutsertaannya
dilatarbelakangi
karena
pada dalam
pelaksanaan proses
BSPS.
penetapan,
Sikap mereka
ini yang
membutuhkan dan mengajukan bantuan, ternyata tidak mendapatkannya. Selain itu juga dilatarbelakangi oleh tidak meratanya informasi seputar pelaksanaan BSPS. Dalam pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012, ditemukan
minimnya
pengetahuan
masyarakat
seputar
jenis-jenis
dukungan bantuan yang diberikan oleh pemerintah dalam program tersebut. Berikut pernyatan yang disampaikan oleh I.4.4: “Pelaksanaan BSPS itu pembangunan rumah, seperti renovasi atau perbaikan rumah”. (Wawancara hari Rabu, 3 Oktober 2014, Pk. 09.15 WIB) Pernyataan serupa juga diutarakan oleh I.4.2sebagai berikut : “… yang saya ketahui bahwa BSPS itu program perbaika rumah, bagi masyarakat yang rumahnya memiliki kerusakan atau tidak layak huni dapat mengajukan program ini”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Selanjutnya diutarakan oleh I.4.1 sebagai berikut :
112
“… waktu sosialisasi di Balai Desa, kami diberitahu bahwa BSPS itu program pemerintah dalam hal perbaikan rumah”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Juga pernyataan serua diutarakan oleh I.4.3 sebagai berikut : “Kami tahunya itu program perbaikan rumah, karena yang dikasih tahunya seperti itu. Dimana warga-warga yang mendapatkan bantuan itu semua juga melakukan perbaikan rumah”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45 WIB) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat dilihat bahwa, penerima BSPS disetiap wilayah tidak mengetahui mengenai dukungan bantuan dalam pelaksanaan BSPS tersebut sebagimana disebutkan dalam pasal 1 Permenpera No. 11 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan BSPS diantaranya adalah pembangunan rumah secara total (PB), perbaikan rumah atas kerusakan-kerusakan (PK), dan Perbaikan Prasarana Sarana dan Utiliti (PSU). Temuan ini menimbulkan pertanyaan lain atas sosialisasi yang sudah dilakukan. Apakah kadar sosialisasi tidak mengacu pada ketentuan yang sudah ditetapkan, berikut pernyataan yang diutarkan oleh I.1.2 mengenai jenis dukungan BSPS yang tidak diketahui masyarakat sebagi penerima bantuan. “Pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 menekankan pada perbaikan rumah (PK) untuk masyarakat, terutama para MBR yang tidak memiliki rumah hunian yang layak dan harus diperbaiki. Jika bentuk dukungan yang lain seperti sarana dan prasarana bagi warga, kami sudah lakukan itu pada pelaksnaan BSPS periode sebelumnya. Adapun unsur yang dilakukan dalam sosialisasi, itu disinkronkan dengan dukungan penerima bantuan di lapangan”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 08.30 WIB) Juga ditambahkan oleh I.3.2 dalam pernyataannya berikut ini :
113
“Kami melakukan sosialisasi hanya dalam konteks perbaikan rumah, terutama dalam mekanisme pelaksaannya. Hal ini dilakukan karena yang menentukan kadar sosialisasi itu bukan pihak dari UPK, melainkan dari Dinas PU Kabupaten Pandeglang, dan kami hanya menjalankan”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB) Dari kedua penjelasan diatas bahwa pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 dilakukan pada fokus perbaikan rumah, karena jenis dukungan lainnya sudah dilakukan pada periode sebelumnya. Artinya dalam hal kadar sosialisasipun dijelaskan bahwa disesuiakan dengan praktek jenis dukungan di lapangan yang dilaksanakan. Selanjutnya mengenai jadwal pelaksanaan pembangunan rumah penerima bantuan di Desa Kaduela yang bertepatan pada Bulan Safar, seperti yang diutarakan oleh I.1.2 sebelumnya, kemudian bagaimana responsifitas penerima bantuan di wilayah tersebut menanggapi, berikut pernyataan yang dikemukakan oleh I.4.1 dan I.6.1 : “Awal pelaksanaan pembangunan rumah, kami tidak langsung membangun, karena waktu itu larangan bulan. Pembangunan rumah di wilayah ini tidak dilakukan pada Bulan Safar, jika dilakukan maka tidak akan berkah” “Dari pihak desa sudah melakukan diskusi dengan TPM dan UPK setempat. Pelaksanaan pembangunan menunggu Bulan Safar berakhir. Bagaimanapun kami menghormati keyakinan sebagian warga, khususnya di Desa kaduela”. Dari pernyataan-pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa kearifan lokal tersebut berhasil didiskusikan oleh pihak desa beserta TPM dan UPK setempat untuk mencari solusi atas pelaksanaan jadwal pembangunan rumah yang sempat terhambat. Kearifan lokal setempat inipun sangat dihormati oleh seluruh lapisan masyarakat.
114
6. Ketepatan Kriteria ketepatan (appropriateness) secara dekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan suatu kriteria individu, tetapi dua atau lebih kriteria secara bersamaan. Ketepatan menandakan adanya ide-ide atau asumsi yang melandasi tujuan kebijakan tentang pelaksanaan BSPS. Apakah kebijakan tersebut telah memberikan kontribusi yang baik bagi masyarakat dan pelaksanaannya sudah sesuai dengan Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS. Pernyataan dari I.4.2 menggambarkan bagaimana pelaksanaan BSPS tersebut dilaksanakan. Pernyataan tersebut sebagai berikut : “Masih banyak yang harus evaluasi, mulai dari sosialisasi, pendataan hingga bagaimana bahan-bahan bangunan yang diberikan kepada penerima bantuan harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bahan yang baik”. (Wawancara hari Kamis, 2 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Hal serupa diutarakan oleh I.4.1 sebagai berikut : “Petugasnya harus sering melihat kondisi di lapangan, khususnya pada saat pendataan, soalnya banyak tetangga saya yang kondisi rumahnya sudah tidak baik, namun mereka belum bisa mendapatkan bantuan ini”. (Wawancara hari Jumat, 3 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) Dari kedua pernyataan diatas dapat dilihat bahwa disamping kontribusi dengan adanya BSPS ini, juga tidak terlepas terdapat kekurangan dalam proses pelaksanaannya. Dimana dalam kekurangan tersebut terjadi terutama dalam hal sosialisasi, pendataan pengajuan calon penerima, dan bahan-bahan bangunan yang diberikan kepada penerima
115
bantuan. Atas hal ini, masyarakat menginginkan perbaikan atas pelaksanaan BSPS kedepannya. Sedangkan pernyataan berbeda yang diutarakan oleh I.4.3tentang kontribusi BSPS, sebagai berikut : “Sangat membantu sekali, bila tidak ada bantuan ini rumah saya sudah roboh. Karena bantuan ini, kami jadi tidak takut bocor lagi jika ada hujan. Lantai rumah juga tidak berdebu lagi, karena sekarang udah disemen. Seandainya ada bantuan seperti ini lagi saya tidak akan menolak”. (Wawancara hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Pk. 08.45WIB) Pernyataan serupa diutarakan oleh I.4.4 sebagai berikut : “Rumah saya waktu itu habis kebakaran, saya bersama keluarga sempat sudah pasrah menempati tempat tinggal seadanya. Saya bersyukur, tidak lama untungnya ada program BSPS yang membantu. Saya waktu itu didatangi oleh pihak dari UPK untuk didata, beliau berkata bantuan pembangunan rumah”. (Wawancara hari Rabu, 1Oktober 2014, Pk. 09.15WIB) Pada pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan BSPS telah membantu terhadap warga yang sangat membutuhkan. Seperti dijelaskan oleh I.1.2 dibawah ini tentang bagaimana kualifikasi yang tertuang dalam ketentuan Permenpera No 14 tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS yang disesuaikan dengan kondisi dan budaya masyarakat, demi tujuan terlaksananya pelaksanaan program tersebut. Penyataanyang diutarakan sebagai berikut : “MBR yang menjadi penerima BSPS telah kami kualifikasi dengan baik, tentu saja ini sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pedoman pelaksanaan BSPS yang tertuang dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011. Pelaksanaan BSPS pada tiga Kecamatan di Kabupaten Pandeglang tahhun 2012 juga sudah kami sesuaikan dengan pedoman pelaksanaan, adapun hal-hal dalam ketentuan tersebut yang sekiranya kami anggap tidak baik untuk MBR, kami disetiap TPM sudah melakukan penyesesuaian
116
dengan prilaku masyarakat itu sendiri. Misalnya tentang penyerahan langsung dana yang diambil melalui BANK, kami langsung mengkonversikan dana tersebut menjadi bahan-bahan bangunan. Jika kami sesuaikan dengan pedoman, dimana dana tersebut harusnya dibawa dan dibelanjakan sendiri oleh penerima, namun kami khawatir dana tersebut malah dipakai untuk hal-hal lain yang diluar peruntukan bantuan ini. Soalnya pada tahun sebelumnya pernah terjadi, dana BSPS yang sudah diserahkan, mereka memakainya untuk keperluan membayar hutang pribadi, membeli beras, membeli baju, dan ditabung dengan dalih untuk kebutuhan sehari-hari. Tentu hal ini bukan tujuan dari BSPS itu sendiri”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 08.30 WIB) Dari pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Permenpera No 14 tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS disesuaikan dengam kondisi dan budaya masyarakat, terutama masyarakat yang berada pada tiga Kecamatan di Kabupaten Pandeglang. Hal ini dilakukan dengan dilatarbelakangi karena sumber daya manusia yang menjadi penerima BSPS dinilai masih kurang memahami peraturan baku yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan tersebut. Mengingat tujuan dari pelaksanan BSPS tersebut juga tidak dikesampingkan, maka dapat dinilai bahwa disesuaikannya pedoman pelaksanaan BSPS ini dengan kondisi dan budaya masyarakat setempat adalah bukan suatu permasalahan. Sementara kontribusi yang dirasakan oleh masyarakat atas pelaksanaan BSPS juga disampaikan oleh I.3.2, sebagai berikut : “Pelaksanaan BSPS di Kecamatan Kaduhejo, saya kira sudah berjalan dengan baik, Alhamdulillah. Semua MBR yang memiliki rumah tidak layak huni, sudah terakomodir dengan adanya BSPS”. (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 10.15 WIB)
117
Selanjutnya pernyataan serupa diutarakan oleh I.3.3, I.3.4, I.3.1 sebagai berikut : “Dari apa yang sudah dirasakan masyarakat, terlihat mereka sangat senang dengan bantuan perbaikan rumah, walaupun terdapat hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaannya”. (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) “Sudah ada perubahan, para penerima merasakan perbedaan yang baik dengan kondisi rumah yang telah dibangun” (Wawancara hari Rabu, 8 Oktober 2014, Pk. 13.00 WIB) “Mayoritas menanggapi dengan positif akan program BSPS tersebut, justru secara tidak langsung mereka terstimulus untuk membangun dan merawat rumah dengan baik” (Wawancara hari Selasa, 7 Oktober 2014, Pk. 13.15 WIB) Dari kedua penjelasan- penjelasan diatas yang diutarakan oleh BKM dan UPK di masing-masing wilayah, bahwa kontribusi pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang dinilai baik, dimana stimulus dari program ini
dirasakan positif oleh masyarakat terutama MBR yang
melakukan perbaikan rumah, meskipun masih terdapat hambatan didalamnya. 4.4
Pembahasan Hasil Penelitian Langkah selanjutnya dalam proses analisis adalah melakukan kegiatan
interpretasi hasil penelitian. Interpretasi hasil penelitian merupakkan penafsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data dan teori dan kosep para ahli sehingga dapat mengembangkan teori atau bahkan menemukan teori baru serta mendeskripsikan dari hasil data dan temuan di lapangan. Penelitian ini menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan dasar operasional yang telah ditetapkan sejak awal.
118
Berdasarkan teori yang digunakan dalam mengevaluasi pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 ialah teori evaluasi implementasi yang dipaparkan oleh William Dunn. Teori evaluasi implementasi tersebut meliputi enam kriteria, yaitu : 1. Efektifitas merupakan suatu yang berkaitan dengan target pencapaian tujuan dari usaha-usaha yang dilakukan. Menurut William N. Dunn, efektifitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan (maksimal) atau mencapai suatu tujuan dari diadakannya tindakan, lepas dari pertimbangan efisiensi. Dalam evaluasi pelaksanaan kebijakan publik mengenai Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, berupa pencapaian tujuan kebijakan serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. 2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, yang merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha. Efisiensi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menghasilkan untuk menghasilkan target pencapaian tujuan dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan sehingga suatu kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efisiensi berkaitan dengan usaha yang dilakukan dan sistem prosedur dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
119
3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas yang memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. 4. Perataan adalah suatu kriteria untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi yang didasarkan pada pertimbangan apakah alternatif yang direkomendasikan tersebut menghasilkan lebih banyak distribusi yang adil atau wajar terhadap risorsis yang ada dalam masyarakat. Perataan merupakan konsekuensi adanya kebijakan yang telah dibuat, apakah hasil kebijakan sudah disosialisasikan dan menjadi bagian program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 yaitu dengan memperhatikan masyarakat sebagai penerima kebijakan tersebut. 5. Responsifitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompokkelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsifitas merupakan hal yang penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya seperti efektifitas, efisiensi dan kecukupan. Namun hal ini masih dianggap gagal jika belum menaggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan. Reponsifitas ditandai adanya hubungan interaksi sosial, sehingga memudahkan dalam
120
pelaksanaan . Peran serta masyarakat dalam membantu serta mengetahui tentang adanya pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. Hal ini merupakan upaya yang harus dibangun dari sebuah kebijakan yang dilaksanakan. 6. Kriteria ketepatan (appropriateness) secara dekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan suatu kriteria individu, tetapi dua atau lebih kriteria secara bersamaan. Ketepatan menandakan adanya ide-ide atau asumsi yang melandasi tujuan kebijakan tentang pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. Apakah kebijakan tersebut telah memberikan kontribusi yang baik bagi masyarakat dan pelaksanaannya sudah sesuai dengan Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS. Adapun hasil penelitian dan temuan di lapangan mengenai evaluasi pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, sebagai berikut : Pertama, pencapaian jumlah penerima BSPS di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sebanyak 544 penerima dari total 3000 calon penerima yang diajukan kepada Kementerian Perumahan Rakyat oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang. Penerima BSPS adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang terhimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berjumlah 10 orang dan sudah melalui tahap kualifikasi dan verifikasi yang telah ditentukan berdasarkan Permenpera No.14
121
Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan BSPS. Dalam proses pelaksanaannya, Dinas Pekerjaan Umun berkoordinasi dengan dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) beserta Tim Pendamping Masyarakat (TPM). Dimana BKM/UPK beserta TPM mendampingi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di lapangan dalam sosialisasi mekanisme pelaksanaan dan mendata sekaligus mengkualifikasi para calon penerima dalam tahap pengajuan BSPS. Dalam pendampinganya salah satu tugas lainnya yang dijalankan TPM bersama KSM adalah membuat rekening BANK (BRI) sebagai salah satu syarat memperoleh bantuan. Dimana dana BSPS berikutnya akan dikirim kepada rekening masing-masing penerima BSPS. Proses pengiriman dana bantuan ini dilakukan melalui dua tahap, dari total dana bantuan senilai Rp. 6.000.000,Kemudian dana BSPS tersebut yang sudah diterima dikonversikan dengan cara dibelanjakan bahan-bahan bangunan untuk dilakukannya perbaikan rumah. Dimana perbaikan rumah ini (PK) adalah bentuk dukungan yang diberikan dalam program BSPS Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Dalam proses pelaksanaan perbaikan peningkatan rumah, penerima atau MBR yang terhimpun dalam KSM didampingi oleh BKM/UPK beserta TPM dimasing-masing wilayah yang melaksanakan BSPS. Pada temuan di lapangan terjadi ketidaksesuaian pada tahap pembelian bahan-bahan bangunan, dimana penerima BSPS tidak dilibatkan dalam pelaksanaan tersebut, padahal dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf i tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya yang menyebutkan bahwa
122
“UPK/BKM menyerahkan langsung dana bantuan stimulan kepada penerima bantuan stimulan dan bendahara KSM” Hambatan dalam pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang diantaranya adalah dalam tahap pengumuman atas ditetapkannya penerima bantuan oleh Kementerian Perumahan Rakyat melalui TPM disetiap wilayah pelaksanaan BSPS. Dimana para calon penerima yang gagal merasa kecewa atas hasil penetapan penerima yang dinilai tidak proporsional. Mereka menilai penerima yang mendapatkan bantuan, kebanyakan memiliki rumah hunian yang layak, sedangkan yang mempunyai rumah hunian tidak layak justru tidak mendapatkan bantuan dari program BSPS tersebut. Sedangkan hambatan yang terjadi dalam teknis pelaksanaan dibeberapa wilayah, seperti di Kecamatan Kaduhejo adalah tidak teraturnya cuaca, dimana jika cuaca hujan pelaksanaan perbaikan rumah dihentikan, karena jika dilanjutkan akan tidak efektif hasilnya. Selain itu hambatan lainnya adalah betonisasi jalan menuju rumah penerima, hal ini mengakibatkan telatnya dalam proses pengiriman bahan-bahan bangunan. Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Cadasari, pada proses pengiriman bahan-bahan bangunan terhambat oleh infrastruktur yang kurang baik, dan ditambah dengan kondisi jalanan berliku, naik dan turun karena di wilayah tersebut merupakan daerah pegunungan. Akibatnya pengiriman bahan-bahan bangunan memakan waktu yang cukup lama, apalagi jika terjadi kesalahan dalam pembelian bahan-bahan bangunan.
123
Sementara hambatan yang terjadi di Kecamatan Pandeglang, tepatnya di Kelurahan Kabayan adalah dalam proses perbaikan rumah, swadaya masyarakat dinilai masih lemah. Akibatnya banyak dari penerima bantuan menyewa tukang atau pekerja yang ahli dalam konstruksi bangunan untuk perbaikan rumah, resikonya mereka harus memberikan upah. Padahal dalam Permenpera No. 14 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan BSPS, dituntutnya peran MBR yang terhimpun dalam KSM untuk swadaya dalam pelaksanaan bantuan tersebut. Disamping itu, BKM setempat merasa kesulitan karena tidak ada anggaran untuk menangani kecelakaan pekerja pada proses perbaikan rumah. Selanjutnya hambatan yang terjadi di Kelurahan Babakan Kalang Anyar, Kecamatan Pandeglang adalah banyak dari MBR yang terhimpun dari KSM menanyakan atas pengumuman penerima bantuan. Dimana dari awal pengajuan sampai penetapan penerima, menghabiskan waktu sekitar satu tahun. Para MBR khawatir dengan rumahnya yang sudah mau roboh karena keterlambatan penetapan penerima yang diumumkan oleh TPM setempat, dimana pada awal pengajuan, mereka diberitahu bahwa pengumuman bantuan tersebut tidak akan memakan waktu yang lama. TPM setempat mengakui bahwa penetapan penerima berjalan cukup lama, dan perlu kerja keras untuk menjelaskan kepada KSM akan terlambatnya penetapan penerima tersebut. Kedua, usaha-usaha yang dilakukan oleh para aparatur pelaksana (Dinas PU, TPM, BKM/UPK dan KSM) Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Pada temuan di lapangan, secara umum pelaksanaan BSPS selain dilakukan melalui pendekatan kerjasama antara aparatur
124
pelaksana disetiap wilayah yang melaksanakan BSPS. Selain itu pendekatan juga dilakukan kepada pihak Desa/Kelurahan dan seluruh lapisan msyarakat. TPM yang berada di masing-masing wilayah mendampingi penerima bantuan pada saat pengambilan dana bantuan, pembelian bahan-bahan bangunan, hingga pengiriman bahan-bahan bangunan tiba dirumah penerima bantuan. Hal ini dilakukan TPM dan BKM/UPK untuk mengantisipasi pembelian bahan bangunan yang tidak sesuai, atau dana BSPS tersebut dibelanjakan untuk hal yang bukan peruntukannya. Sementara secara khusus, usaha yang dilakukan pada pelaksanaan BSPS di Kecamatan Pandeglang adalah bentuk kerja sama yang dilakukan pihak kelurahan adalah dengan memberikan data-data MBR untuk dijadikan landasan kualifikasi dalam tahap pengajuan bantuan. Pihak Kelurahan Kabayan dan Babakan Kalang Anyar beserta BKM setempat turut serta memberikan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat untuk pelaksanaan BSPS tersebut. Sementara usaha yang dilakukan pada pelaksanaan BSPS di Kecamatan Cadasari, UPK, TPM dan pihak dari Desa Kaduela melakukan pertemuan dengan para KSM untuk melakukan sosialisasi mekanisme pelaksanaan BSPS di wilayah tersebut. Sedangkan di Kecamatan Kaduhejo, usaha yang dilakukan adalah dengan mengajak rempuk selain bersama pihak Desa Mandalasari, juga bersama kelompok-kelompok masyarakat, seperti ibu-ibu pengajian yang dinilaipaham terhadap permasalahan rumah hunian yang tidak layak. Ketiga, berkaitan dengan kemampuan pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 dalam
125
membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya. Temuan di lapangan bahwa dengan hadirnya BSPS, dapat menekan rumah hunian yang tidak layak walaupun swadaya masyarakat masih dinilai lemah dalam pelaksanaanya. Para penerima merasakan perubahan yang lebih baik atas hadirnya BSPS. Selain itu, persepsi masyarakat tentang bantuan perbaikan rumah dari BSPS dianggap perbaikan rumah yang mewah. Akibatnya ada ketidakpuasan dari para penerima yang melakukan perbaikan dari dana senilai Rp. 6.000.000,-. Padahal bantuan ini tujuannya menstimulus warga untuk swadaya dalam perbaikan peningkatan rumah hunian yang layak, seperti yang tertuang dalam Permenpera No. 14 tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS. Keempat, berkaitan dengan keikutsertaan MBR untuk menjadi penerima BSPS dan apakah sudah menyeluruh sosialisasi yang dilakukan oleh aparatur pelaksana BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Pada temuan di lapangan, terdapat masyarakat yang berpenghasilan rendah dan mempunyai rumah tidak layak, namun mereka ternyata tidak mendapatkan program BSPS. Penyebabnya adalah yang pertama bahwa MBR tidak terdata dalam pengajuan BSPS karena kurang atau tidak meratanya sosialisasi, dan yang kedua kelengkapan administrasi MBR yang mengajukan bantuan dinilai tidak lengkap atau tidak sesuai dengan kualifikasi. Kelengkapan syarat yang dimaksud adalah ketidakcocokan dataantara data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Kartu Keluarga (KK) ataupun sebaliknya. Hal seperti ini dapat menggugurkan calon penerima, walaupun dari segi rumah hunian tidak layak.
126
Kelima, interaksi sosial yang terbangun dari adanya BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Temuan di lapangan bahwa ditemukan partisipasi masyarakat yang dinilai kurang, swadaya KSM yang lemah terutama di Kecamatan Kaduhejo dan Cadasari. Sedangkan di Kecamatan Pandeglang, ketidaktahuan masyarakat non penerima BSPS menimbulkan hal yang negatif dalam hal swadaya perbaikan ingkatan perumah. Hal tersebut dipicu karena tidak meratanya sosialisasi pelaksanaan BSPS sehingga penerima BSPS yang ditetapkan akhirnya tidak diamini oleh sebagian warga. Mereka menganggap kurang proporsionalnya penerima BSPS disekitar wilayah tersebut. Namun demikian, terdapat sebagian masyarakat lain yang ikut swadaya dalam pembangunan perbaikan rumah walaupun hal nitu tidak maksimal. Sementara dalam pelaksaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2102, terdapat beberapa dukungan bantuan, selain perbaikan rumah (PK), juga terdapat pembangunan rumah baru (PB) dan pembangunan sarana prasarana dan utilitas (PSU). Temuan dilapangaan, bahwa seluruh masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 tidak mengetahui seputar bentuk dukungan bantuan BSPS, yang mereka ketahui hanyalah perbaikan rumah (PK). Ketidaktahuan masyarakat ini terjadi karena pihak aparatur pelaksana tidak menyosialisasikannya, dan bentuk dukungan seperti PB dan PK bukan menjadi prioritas dalam pelaksanaan BSPSdi Kabupaten Pandeglang untuk tahun 2012. Keenam, kontribusi Bantuan Stimulan perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 terhadap pembangunan dan peningkatan kualitas rumah secara swadaya, dan kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan
127
menurut Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan BSPS. Pada temuan di lapangan, terdapat hal positif yang dilakukan sebagai alternatif penyesuaian kebijakan dengan prilaku masyarakat. Hal ini dilakukan untuk lebih mendorong kontribusi BSPS terhadap peningkatan kualitas rumah yang lebih baik. Pelaksanaan BSPS mampu menstimulus masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan perumahan. Hal ini tentu berkaitan dengan keinginan masyarakat untuk mempunyai rumah hunian yang layak. Pada pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 dapat dikatakan telah sesuai dengan ketentuan, meskipun terdapat kekurangan dalam hal pemerataan penerima, responsifitas dan swadaya masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tanun 2012 belum terlaksana dengan maksimal. Gambaran pembahasan penelitian disajikan sebagai berikut :
128
Tabel 4.3 Pembahasan dan Temuan Lapangan No
Kriteria
Pembahasan
Efektifitas
Pencapaian target jumlah penerima bantuan serta hambatan dalam pelaksanaan BSPS
2
Efisiensi
Usaha yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang dan prosedur menjadi penerima BSPS
3
Kecukupan
Mampu membangun dan meningkatkan kualitas rumah secara swadaya
4
Perataan
Masyarakat menjadi penerima BSPS dan sosialisasi yang menyeluruh
5
Responsitif itas
Interaksi sosial dari masyarakat dengan hadirnya pelaksanaan BSPS
Ketepatan
Kontribusi BSPS dan kesesuaian pelaksanaan menurut Permenpera No 14 Tahun 2011 terhadap perbaikan peningkatan kualitas rumah secara swadaya di Kabupaten Pandeglang
1
6
Sumber : Peneliti 2014
Temuan di Lapangan Pencapaian target penerima : a. Pencapaian penerima tidak optimal b. Penerima BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012, semuanya pada kategori PK (Perbaikan) dengan dukungan bantuan sebesar Rp. 6.000.000,c. TPM dan BKM/UPK dimasing-masing kecamatan melakukan pembelian bahan-bahan bangunan dengan tidak melibatkan penerima BSPS. Hambatan : a. Pengajuan calon penerima kurang proporsional b. Lemahnya partisipasi masyarakat dalam hal swadaya perbaikan peningkatan kulaitas rumah c. Infrastruktur jalan yang kurang baik dalam pendistribusian bahan-bahan bangunan Dinas Pekerjaan Umum membangun kerjasama dan pendekatan dalam pelaksanaan kepada : a. TPM b. BKM/UPK c. Desa/Kelurahan d. KSM e. Seluruh lapisan masyarakat a. Walaupun BSPS mampu meningkatkan kualitas rumah hunian, tetapi para penerima merasa kurang puas dengan dana Rp. 6.000.000,- dalam pembangunan perbaikan rumah b. Swadaya penerima yang terhimpun didalam KSM tidak berjalan dengan baik a. Masih terdapat masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak mempunyai rumah hunian yang layak yang belum menjadi penerima BSPS b. Sosialisasi dilakukan berupa pengarahan mekanisme pendaftaran sebagai penerima dan mekanisme pelaksanaan BSPS, namun sosialisasi tidak dilakukan secara menyeluruh kesetiap wilayah penerima BSPS c. Lemahnya kelengkapan syarat untuk mengajukan bantuan. Seperti data KTP dan KK yang tidak cocok. a. Masyarakat yang menjadi penerima BSPS secara langsung dan tidak langsung telah memberikan stimulus kepada diri mereka masing-masing dan kepada sebagian masyarakat lainnya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas rumah hunian b. Penerima BSPS tidak mengetahui jenis dukungan lain, seperti PB dan PSU, yang mereka ketahui hanya PK atau perbaikan rumah. a. Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sudah berkontribusi dalam perbaikan peningkatan kualitas rumah hunian b. Pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 kurang sesuai dengan Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan BSPS.
129
Dari pembahasan dan temuan di lapangan yang disajikan dalam tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada dasarnya pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, sudah berjalan dengan baik. Pelaksanaan program tersebut telah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan unit pelaksana, namun dalam hal sosialisasi pelaksanaan, informasi yang disampaikan terlalu sederhana dan hanya terbatas pada mekanisme pendaftaran atau pengajuan BSPS saja, tidak dalam konteks sosialisasi mekanisme pelaksanaan secara merata dan menyeluruh. Akibatnya selain terdapat masyarakat berpenghasilan rendah dengan tidak mempunyai rumah hunian layak yang tidak mengajukan bahkan tidak mengetahui tentang pelaksanaan BSPS, juga terdapat masyarakat yang menjadi penerima maupun bantuan kurang memahami tentang mekanisme pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan BSPS. Misalnya masyarakat tidak memahami tentang tujuan BSPS dalam perbaikan peningkatan rumah, dimana hal ini akan menstimulus para penerima untuk mempunyai tempat tinggal yang layak, para penerima juga tidak mengetahui tentang bentuk dukungan dalam BSPS, dimana terdapat dukungan untuk Pembangunan Rumah (PB) dan Peningkatan Sarana Prasarana dan Utilitas (PSU). Selain itu, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dibentuk hanya untuk kelengkapan administratif pengajuan bantuan saja, dan tidak ditekankan dalam hal pemberdayaan dan swadaya dalam perbaikan peningkatan kualitas rumah.
130
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka
peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 berjalan tidak optimal dan kurang sesuai dengan pedoman pelaksanaan BSPS yang tertuang dalam Permenpera No. 14 Tahun 2011. Hal ini diperoleh berdasarkan enam kriteria teori evaluasi implementasi William N. Dunn dan hasil temuan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Pencapaian penerima BSPS tidak optimal 2. TPM dan BKM/UPK dimasing-masing kecamatan melakukan pembelian bahan-bahan bangunan dengan tidak melibatkan penerima BSPS 3. Tidak terciptanya swadaya masyarakat yang baik, terutama para penerima yang terhimpun didalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 4. Lemahnya sosialisasi pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 kepada masyarakat 5. Penerima BSPS tidak mengetahui jenis dukungan lain, seperti PB dan PSU, yang mereka ketahui hanya PK atau perbaikan rumah 6. Terdapat masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak mempunyai rumah hunian yang layak tetapi tidak menjadi penerima BSPS
131
7. Proses pembangunan perbaikan rumah penerima bantuan khususnya di Kecamatan Cadasari harus menunggu Bulan Safar (Hijriah) berakhir, karena hal ini berkenaan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. 5.2
Saran Dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran yang dapat dijadikan
masukan dan pertimbangan sebagai berikut : 1. Petugas pelaksana seperti BKM/UPK hendaknya menginformasikan terlebih dahulu mengenai syarat dan kriteria masyarakat untuk menjadi penerima bantuan, sehingga tidak lagi ditemukan masyarakat yang menjadi penerima, padahal syarat dan kriteria tidak sesuai dengan ketentuan 2. Memberikan
sangsi
tegas
kepada
petugas/unit
pelaksana
seperti
BKM/UPK dan TPM yang tidak melayani masyarakat dengan fungsi yang telah ditentukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka tempat pengaduan masyarakat terhadap pelayanan yang diterima bagi masyarakat. 3. Perlunya pembinaan terhadap para warga yang terhimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), sehingga swadaya dalam pelaksanaan BSPS dapat tercipta dengan baik 4. Sosialisasi pelaksanaan BSPS harus dilakukan secara merata kepada masyarakat dengan penyampaian informasi dan mekanisme pelaksnaan secara menyeluruh kesetiap wilayah.
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung:AIPI – Puslit KP2W Lemlit Unpad. ________, 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif, Dasar - dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya. Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data Penelitian Kualitatif,Pemahaman filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:Pt Raja Grafindo Persada. Denzim, K. Norman dan Lincoln, S.Yvonna. 2000. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Dunn, W.N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gajah Mada University Press. ________, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
Publik
Edisi
kedua.
Islamy, M. Irfan. 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:Bumi Aksara. Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta:LP3ES. Miles B, Matthew dan Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Metode-metode Baru. Jakarta:Universitas Indonesia Press. Moleong. 2005. Metodologi Kualitatif Rosdakarya.
Edisi Revisi. Bandung:PT Remaja
Mustopadidjaja. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik. Jakarta:Lembaga Administrasi Negara. Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:PT.Elek Media Komputindo.
Nurcholis, Hanif. 2007. Toeri dan Praktik : Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta:Grasindo. Soehartono, Irawan. 2006. Metode Penelitian Sosial : Suatu Teknik Penelitian Bidang Ilmu Kesejahteraan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Subarsono, A.G. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. ________, 2006. Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administratif. Bandung : Alfabeta. ________, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Alfabeta. Sumodiningrat , Gunawan. 2002. Memberdayakan Masyarakat Perencana. Jakarta:Kencana Nusadwina. Sundarso, dkk. 2006. Teori Administrasi. Jakarta:Universitas Terbuka. Usman, Husaini & Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:PT. Bumi Aksara. Usman & Nurdin. 2002. Konteks Yogyakarta:Bintang Kurikulum.
Implementasi
Berbasis
Kurikulum.
Wahab, Abdul Solichin. 1997. Analisis Kebijakan. Jakarta:Bumi Aksara. Wibawa, Samodra. 1994. Jakarta:Intermedia.
Kebijakan
Publik,
Proses
dan
Analisis.
Widodo, Joko. 2007. Analisa Kebijakan Publik. Malang:Bayu Media Publishing Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta:Media Pressindo. ________, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.
Dokumen : Undang Undang Dasar (UUD) 1945 (Amandemen IV) Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana pembangunan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Stimulan Untuk Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Melalui Lembaga Keuangan Mikro / Lembaga Keuangan Non Bank Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Rencana Strategis Pembangunan Perumahan Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014 Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen Penyediaan Rumah Swadaya Wilayah Jawa Nomor : 27/PK-PRS.2/PPD-BSPS/9/2012 Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Pembentukan Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang di wilayah Kabupaten Pandeglang Peraturan Daerah Kabupaten pandeglang Nomor 06 Tahun 2008 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kabupaten pandeglang Laporan Keuangan Kementrian Perumahan Rakyat tahun 2012 (LHP No : 90 A, B & C/HP/XVI/05/2013), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jumlah Penduduk Perkotaan dan Perdesaan Tahun di Indonesia 2012, Badan Pusat Statistik Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Pandeglang 2013, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2016
Arsip Kecamatan Cadasari Tahun 2014 Arsip Kecamatan Kaduhejo Tahun 2014 Arsip Kecamatan Pandeglang Tahun 2014 Buku Monografi Kelurahan Kabayan Tahun 2014 Buku Monografi Kelurahan Babakan Kalang Anyar Tahun 2014 Buku Monografi Desa Kaduela Tahun 2014 Buku Monografi Desa Mandalasari Tahun 2014
Dokumen Lain : http://www.kemenpera.go.id/ (8 Maret 2014, Pk. 17.00 WIB) http://www.bps.go.id/ (8 Maret 2014, Pk. 17.15 WIB) http://pandeglangkab.go.id/profil.php?prof=NA== (21 September 2014, Pk. 22.30 WIB)
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA I Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang NO 1
DIMENSI Efektifitas
2
Efisiensi
3
Kecukupan
4
Perataan
5
Responsifitas
PERTANYAAN WAWANCARA a. Bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? b. Bagaimana kualifikasi pengajuan untuk menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? c. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? a. Apa usaha-usaha yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? a. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah mencukupi kebutuhan para penerima? b. Apakah para penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 telah mengerti tentang tujuan program tersebut? a. Bagaimana Pemerintah Kabupaten Pandeglang menyikapi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tdak mempunyai rumah hunian yang layak di wilayah lain dan tidak mendapatkan program BSPS? b. Bagaimana Anda menyikapi penerima BSPS diwilayah ini yang tidak sesuai dengan ketentuan Permenpera No. 14 Tahun 2011 dalam penetapan penerima? a. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 hanya dilakukan
6
Ketepatan
pada satu bentuk dukungan bantuan? a. Bagaimana kebijakan yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 agar tepat sasaran? b. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda telah berjalan sesuai dengan harapan?
PEDOMAN WAWANCARA II Tim Pendamping Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) dan Kelurahan/Desa NO 1
DIMENSI Efektifitas
2
Efisiensi
PERTANYAAN WAWANCARA a. Bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? b. Bagaimana kualifikasi pengajuan untuk menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? c. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? d. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, khususnya pelaksanaan diwilayah Anda? a. Apa usaha-usaha yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? b. Apa usaha-usaha yang dilakukan diwilayah Anda demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? c. Apa usaha-usaha yang dilakukan di Wilayah Anda demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? d. Apa syarat-syarat atau prosedur yang harus dipenuhi oleh calon penerima dalam proses pengajuan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? e. Apa usaha yang dilakukan dalam teknis pelaksanaan perbaikan peningkatan kualitas rumah dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
3
Kecukupan
4
Perataan
5
Responsifitas
6
Ketepatan
a. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah mencukupi kebutuhan para penerima? b. Apakah para penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 telah mengerti tentang tujuan program tersebut? c. a. Bagaimana Pemerintah Kabupaten Pandeglang menyikapi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tdak mempunyai rumah hunian yang layak di wilayah lain dan tidak mendapatkan program BSPS? b. Bagaimana Anda menyikapi penerima BSPS diwilayah ini yang tidak sesuai dengan ketentuan Permenpera No. 14 Tahun 2011 dalam penetapan penerima? a. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 hanya dilakukan pada satu bentuk dukungan bantuan? a. Bagaimana kebijakan yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 agar tepat sasaran? b. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda telah berjalan sesuai dengan harapan?
PEDOMAN WAWANCARA III Penerima/Non Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 NO 1
DIMENSI Efektifitas
a.
2
Efisiensi
a.
3
Kecukupan
d.
4
Perataan
a.
b.
5
Responsifitas
b.
c.
d.
e.
PERTANYAAN WAWANCARA Bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda? Bagaimana prosedur pengajuan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda? Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah mencukupi kebutuhan para penerima? Apakah di wilayah Anda sosialisasi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah dilakukan dengan baik dan merata? Sebagai warga bukan penerima BSPS, apakah di wilayah Anda sosialisasi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah dilakukan dengan baik dan merata? Sebagai penerima, bagaimana respon Anda terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? Sebagai warga bukan penerima BSPS, bagaimana respon Anda terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? Apakah Anda mengetahui tentang bentuk dukungan lain dari program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, selain bentuk dukungan pembangunan peningkatan kualitas rumah? Apakah kearifan lokal yang berada di Wilayah anda menggagu terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS?
6
Ketepatan
a. Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 telah berkontribusi baik bagi Anda? b. Bagaimana kebijakan yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 agar tepat sasaran?
1. Efektifitas Matriks Transkip Wawancara Poin ke 1 Pertanyaan Bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? Informan
I.1.1
“Pelaksnaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 berjalan dengan baik. Dari 3000 penerima bantuan yang kami ajukan ke Kementerian Perumahan Rakyat, hanya 544 penerima yang ditetapkan sebagai penerima BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012. Terdapat dua Desa dan dua Kelurahan di tiga Kecamatan yang memperoleh bantuan ini yaitu Desa Mandalasari di Kecamatan Kaduhejo, Desa Kaduela di Kecamatan Cadasari, Kelurahan Babakan Kalang anyardan Kelurahan Kabayandi Kecamatan Pandeglang”.
I.1..2
“544 penerima BSPS yang ditetapkan semuanya pada kategori perbaikan rumah atau PK, dana yang diberikan untuk perbaikan itu sendiri sebesar Rp. 6.000.000,/penerima. Semua penerima BSPS adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) diwilayahnya”. . Terdapat hal menarik dalam jadwal pelaksanaan pembangunan rumah khususnya di Desa Kaduela. Dimana masyarakat setempat tidak memperbaiki dan membangun rumah pada bulan Safar tahun Hijriah, pembangunan rumah harus menunggu bulan tersebut berakhir”.
S.1
“Di Kabupaten Pandeglang masih terdapat cukup banyak warga yang belum memiliki rumah hunian yang layak. Penuntasannya berangsur, prioritas ditahun 2012 untuk program BSPS di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kaduhejo,Kecamatan Cadasari dan Kecamatan Pandeglang”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 2 Pertanyaan Bagaimana pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda? Informan
I.4.2
“Pelaksanaan BSPS dilakukan akhir tahun 2012, waktu itu saya didata, dibuatkan rekening, dan diberi bantuan berupa uang senilai Rp.6.000.000,- namun langsung dibelanjakan barang-barang bangunan oleh TPM dan UPK. Saya tidak dilibatkan dalam proses pembelian barang-barang bangunan tersebut”.
I.4.1
“… dananya sebesar Rp. 6.000.000,- dan dibelikan bahan-bahan bangunan oleh TPM dan UPK, dan perbaikan rumah sendiri dilakukan selama 3 bulan”
I.4.3
“Pelaksanaannya lancar, sekitar tiga bulan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan rumah. Dikasih uang sebesar Rp. 6.000.000,- , kita diajak ke BANK, dan uang tersebut dibelanjakan bahan-bahan bangunan oleh petugas (TPM/BKM). Pemberian dana tersebut selama dua tahap”.
I.4.4
“Saya melakukan perbaikan rumah atas bantuan dari program BSPS. Dukungan tersebut berupa bahan-bahan bangunan yang dikirim oleh petugas. Saya hanya didampingi ke BANK untuk melakukan penarikan dana BSPS, setelahnya diserahkan langsung kepada petugas”.
S.3.2
“Masyarakat mendukung dengan adanya BSPS didaerah ini, dan para penerimapun merasa lebih baik dengan rumah huniannya sekarang. Namun terlepas dari itu, banyak hal hal yang perlu dievaluasi untuk kedepan agak lebih baik lagi.”
S.3.3
“Pelaksanaan BSPS berjalan dengan baik, rumah para penerima juga sudah dibangun, meskipun belum semua warga yang menginginkan program tersebut ditetapkan menjadi Penerima BSPS.”
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 3 Pertanyaan
Informan
Bagaimana kualifikasi pengajuan untuk menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
I.2.4
“Kualifikasi penerima BSPS dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di damping oleh Tim Pendamping Masyarakat (TPM), dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang mengontrol teknis pelaksanaannya saja. Namun, yang pasti penerima BSPS harus masyarakat yang membutuhkan dan sesuai dengan kualifikasi penerima yang telah ditentukan”.
I.2.2
“Kita berkordinasi dengan pihak Kecamatan dan Desa Mandalasari untuk melihat data Masyarakat yang berpeghasilan rendah, dan kami terjun kelapangan untuk mengecek langsung kondisi masyarakat. Banyak masyarakat yang layak untuk mendapatkan bantuan ini, namun nantinya tetap harus diseleksi lagi oleh pemerintah pusat”.
I.2.3
“Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak mempunyai rumah hunian yang layak, pasti kami ajukan sebagai penerima BSPS. MBR tersebut nantinya dihimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang masingmasing berjumlah 10 orang, dengan mengacu terhadap standar-standar kualifikasi yang telah ditentukan. Tidak mungkin warga yang punya penghasilantinggi, kita ajukan sebagai penerima bantuan”.
I.2.1
“… di Desa Kaduela banyak yang rumahnya masih panggung dengan kondisi atap rumah yang tidak tertutup dengan baik,bahkan tidak sedkit rumah yang mau roboh dan itu kebanyakan warga yang kurang mampu, jadi kami tidak terlalu kesulitan untuk mengajukan nama-nama penerima BSPS tahun 2012”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 4 Pertanyaan
Informan
I.1.1
Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? “Hambatan dalam pelaksanaan BSPS tahun 2012, banyaknya warga yang kurang swadaya dalam membangun atau memperbaiki rumah, akhirnya banyak warga yang harus menyewa orang lain untuk dipekerjakan sebagai tukang. Tentunya ini membutuhkan biaya lagi untuk upah, sementara tidak ada anggaran khusus untuk upah pekerja. Masalah lainnya ialah banyak masyarakat yang protes, karena rumahnya tidak mendapatkan bantuan, padahal rumahnya sempat diajukan sebagai penerima bantuan. Tentu ini bukan sepenuhnya tanggung jawab dari Dinas PU, karena kami sudah mengajukan dan pemerintah pusat yang menetapkan. Namun kami juga mengajukan kembali untuk warga atau wilayah yang belum mendapatkan BSPS pada periode berikutnya disesuaikan dengan kualifikasi yang telah ditentukan”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 5 Pertanyaan
Informan
Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, khususnya pelaksanaan diwilayah Anda?
I.3.1
“Masalah Infrastruktur jalan yang yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan BSPS di Desa Kaduela Kecamatan Cadasari, karena daerahnya pegunungan dan jalanannya kurang baik yang mengakibatkan terlambatnya pengiriman barang-barang bangunan. Belum lagi masalah kekeliruan pembelian barang-barang bangunan, karena tidak sesuai dengan permintaan MBR, akibatnya barang-barang bangunan harus ditukarkan kembali, dan ini membutuhkan waktu yang cukup lama”.
I.3.2
“Hambatan yang dihadapi di Desa Mandalasari Kecamatan Kaduhejo yaitu tidak tentunya cuaca yang menimbulkan keterlambatan pembangunan. Jika cuaca hujan maka proses perbaikan rumah dihentikan, karena jika dipaksakanpun tidak akan efektif hasilnya. Hambatan lain adalah distribusi barang bangunan yang terhambat oleh jalanan yang tengah dibetonisasi atau diperbaiki”.
I.3.3
“… masyarakatnya kurang kompak, semua urusan tentang perbaikan rumah dilaporkan kepada BKM padahal masyarakat sendiri yang terhimpun dalam KSM sanggup menyelesaikannya. Misalnya untuk tukang bangunan, padahal BKM sudah menjelaskan bahwa perbaikan rumah dilakukan swadaya oleh KSM. Selain itu juga masalah kecelakaan dalam perbaikan rumah, masyarakat meminta biaya pengobatan kepada BKM, padahal tidak ada anggaran untuk itu, namun kami tetap mengusahakan untuk membantu”.
I.3.4
”Dari sejak pengajuan bantuan hingga ditetapkannya penerima BSPS, itu memakan waktu cukup lama. Para penerima bantuan menanyakan hal tersebut kepada kami, sementara kami bukan ranah untuk menetapkan penerima. Disamping itu permintaan bahan-bahan bangunan oleh penerima bantuan, dinilai terlalu berlebihan, karena diluar kriteria yang telah ditentukan oleh
Dinas PU. Misalnya seperti permintaan keramik, padahal kriterianya harus lantai dari semen saja, mengingat bahwa biaya bantuan nominalnyapun terbatas”.
S.5.2
“Hambatannya terjadi keterlambatan pengiriman bahan-bahan bangunan tiba dirumah warga, belum lagi jika terjadi hujan deras, maka peroses perbaikan juga dihentikan. Disisi lain ada tenggang waktu diberikan untuk per aikan rumah itu sendiri”
2. Efisiensi Matriks Transkip Wawancara Poin ke 6 Pertanyaan
Informan
I.1.1
Apa usaha-usaha yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? “..melakukan pendekatan sebagai bagian kerjasama dengan seluruh petugas yang terkait dalam pelaksanaanBantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Mulai dari internal Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pandeglang, UPK yang berada di Desa, BKM yang berada di Kelurahan hinggai kepada semua lapisan masyarakat”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 7 Pertanyaan
Informan
I.3.3
Apa usaha-usaha yang dilakukan diwilayah Anda demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? “Kami dari BKM beserta TPM yang melaksanakan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat dan pihak Kelurahan, sehingga BSPS dapat berjalan dan masyarakat semakin mengetahui tentang program tersebut dari awal pengajuan penerima hingga akhir pada tahap perbaikan rumah”.
I.3.4
“Sebelum pelaksanaan BSPS dilaksanakan, kami beserta pihak dari Kelurahan, RT/RW setempat melakukan semacam sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana mekanisme pelaksanaan BSPS, terutama mekanisme pengajuannya. Kami mengarahkan untuk membentuk KSM yang terhimpun dari masyarakat yang berpenghasilan rendah dan khususnya tidak mempunyai rumah hunian yang layak, demi kelengkapan pengajuan bantuan”.
I.3.1
“UPK dan TPM melakukan sosialisasi dan arahan di Balai Desa kepada seluruh warga yang mengajukan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), agenda ini dilakukan satu sampai dua kali dalam seminggu”.
I.3.2
“Pendekatan yang kami lakukan dalam mencapai pelaksanaan BSPS dengan baik tidak hanya kami lakukan bersama TPM dan pihak dari Desa, melainkan kami juga melakukan pendekatan kepada Ibu-ibu pengajian. Dimana para Ibu-ibu ini kami berikan informasi dan arahan tentang pelaksanaan BSPS”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 8 Pertanyaan
Informan
Apa usaha-usaha yang dilakukan di Wilayah Anda demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
I.6.3
“Kelurahan menyediakan data-data masyarakat yang diserahkan kepada BKM sebagai bahan pertimbangan untuk pengusulan nama-nama calon penerima bantuan”.
I.6.4
“..bantuan semacam ini tentunya diharapkan oleh masyarakat. Jadi, kami dari pihak Kelurahan merasa senang, karena tidak begitu kesulitan ketika kita melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memberitahu tentang pelaksanaan program BSPS ini”.
I.6.1
“Sebagai Kepala Desa saya turut serta mendukung dan bekerja sama dalam mencapai tujuan pelaksnaaan BSPS
ini. Dukungan tersebut kami berikan dengan memfasilitasi data-data masyarakat sebagai penunjang kami berikan kepada UPK BSPS di Desa iniuntuk mengkualifikasi calon penerima. Penyampaian penjelasan sebgai bagian pendekatan mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS sering dilaksanakan di Balai Desa bersama seluruh lapisan masyarakat”.
I.6.2
“..yang terpenting adalah kebutuhan masyarakat akan rumah hunian yang layak terpenuhi, kami bersama BKM dan TPM berusaha semaksimal mungkin untuk mengajukan nama calon penerima yang sangat membutuhkan. Disamping itu kamipun memberikan sosialisasi kepada warga agar persyaratan yang kurang untuk mengajukan bantuan, untuk segera dilengkapi. Dari pihak Desa kami selalu menghimbau tentang administrasi terutama seperti KTP dan KK harus segera dibuat atau diperbaharui, karena banyak di Desa ini yang warganya kurang peduli terhadap persoalan seperti itu”.
S.3.1
“Sama-sama warga lainnya kita rempuk, juga didampingi oleh pihak UPK, TPM serta pihak dari Desa Kaduela untuk menyosialisasikan mekanisme pelaksanaan BSPS”
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 9 Pertanyaan
Informan
I.3.3
Apa usaha yang dilakukan dalam teknis pelaksanaan perbaikan peningkatan kualitas rumah dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012? “Dalam proses teknis pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), BKM bersama TPM mendatangi langsung tempat dimana dilakukannya perbaikan rumah. Jika menemukan kendala khususnya dalam hal kekurangan bahan bangunan, kami langsung mengkoordinasikan dan segera tanggap terhadap penyediaan bahan bangunan yang kurang atau tidak layak pakai. Kebutuhan akan barang-barang bangunan seperti semen, pasir, bilik, genteng, batu bata dan lainnya kami selalu mendampingi warga mempersiapkannya.
Sedangkan standarisasi kebutuhan bangunan telah ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupate Pandeglang. Tidak boleh penerima bantuan membeli bahan-bahan bangunan untuk keperluan yang berlebihan atau tidak diperluka”.
I.3.4
“Kami sudah mendorong KSM untuk rempuk mengrjakan perbaikan rumah satu persatu demi kswadayaan untuk menunjang kemudahan dalam perbaikan rumah penerima bantuan.Namunbanyaknya kesibukan keseharian masingmasing penerima bantua yang terhimpun didalam KSM, menyebabkan minimnya kekompakan untuk dilakukan. Pada akhinya perbaikan rumah selesei tepat waktu, meskipun perbaikan rumah ada yang swadaya ada yang menggunakan jasa tukang”.
I.3.2
“Setelah biaya bantuan itu diserahkan dan dibelanjakan barang-barang bangunan, mereka (penerima) kesulitan dan kebingungan untuk melakukan perbaikan rumah, karena keterbatasan biaya untuk upah para tukang. Padahal kami sudah sampaikan bahwa BSPS ini sifatnya hanya memancing semangat MBR untuk menghuni tempat tinggal yang layak dan mendorong MBR untuk memperbaiki rumahnya. Namun Alhamdulillah pada akhirnya selese tapat waktu karena dari kamipun terus mengecek perkembangan perbaikan rumah dari waktu ke waktu”.
I.3.1
“Sempat tidak kompak, karena beberapa warga yang lain merasa iri dengan tetangganya yang mendapatkan bantuan, sementara mereka tidak mendapatkan bantuan. Hal ini membuat suasana MBR yang berada didalam KSM menjadi tidak kompak. Namun kami dari pihak UPK dan TPM beserta sesepuh disini mencoba mendorong KSM untuk swadaya, walaupun hasilnya belum maksimal”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 10 Pertanyaan
Informan
Apa syarat-syarat atau prosedur yang harus dipenuhi oleh calon penerima dalam proses pengajuan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
I.2.2
“Setelah didata dan diajukan menjadi calon penerima, mereka menunggu untuk proses seleksi dari pusat. Proses seleksi ini memakan waktu cukup lama sekitar hampir satu tahun sampai pada tahap pengumuman penerima bantuan diumumkan.Kemudian MBR yang terhimpun di dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) diantar ke BANK BRI selaku BANK penyalur dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), mereka membuat rekening atas nama yang bersangkutan sebagai syarat penerima bantuan”.
I.2.3
“… masyarakat yang sudah di usulkan menjadi calon penerima bantuan, akan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 6.000.000,- dan itu diberikan selama dua tahap. Waktu dari penyerahan pertama sampai yang kedua kira-kira membutuhkan waktu satu bulan. Dalam penyerahan bantuan TPM beserta BKM/UPK mengawal KSM ke BANK untuk melakukan pengambilan bantuan. Dalam tahap pertama diberikan bantuan sebesar 50% dari total biaya keseluruhan”.
I.2.1
“... kemudian dana BSPS tersebut langsung dibelanjakan bahan bangunan yang dibutuhkan untuk perbaikan rumah MBR yang bersangkutan”.
I.2.4
“Kami dari pihak TPM dalam 2-3 kali dalam seminggu melakukan kontrol terhadap proses pelaksanaan kegiatan perbaikan rumah, khawatir bahan-bahan bangunan yang sudah ada tidak dipakai, mengingat bahwa pelaksanaan yang molor dalam perbaikan rumah dapat menghambat laporan untuk mencairkan penerimaan biaya bantuan tahap yang kedua”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 11 Pertanyaan Bagaimana prosedur pengajuan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda? Informan I.4.1
“Pendataan pada tahap pengajuan bantuan dilakukan dengan melengkapi syarat-syarat seperti KTP, KK, Foto dan lainnya”.
I.4.2
“Dibuatkan rekening BANK atas nama saya sendiri, namun rekeningnya sekarang sudah hilang. Waktu itu pengambilan dana bantuannya dilakukan di BANK, saya ditemani oleh petugas dari BKM dan TPM”.
I.4.4
“… rumah saya difoto, melengkapi berkas sepeerti KK, KTP, dan melampirkan pas foto. Setelah beberapa lama saya dibuatkan rekening BANK oleh petugas BSPS”
I.4.3
“Prosedurnya Dengan melengkapi syarat-syarat seperti KTP, KK, foto dan mengisi formulir. Rumah sayapun difoto sebagai syarat kelengkapan pengajuan”.
3. Kecukupan Matriks Transkip Wawancara Poin ke 12 Pertanyaan
Informan
Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah mencukupi kebutuhan para penerima?
I.3.2
“Banyak dari MBR yang menjadi penerima BSPS merayakan syukuran ketika perbaikan rumahnya telah rampung. Tandanya warga senang dengan adanya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah ini”.
I.3.1
“Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 sangat membantu terhadap rumah hunian yang layak bagi MBR. Dengan adanya BSPS, warga menjadi termotivasi untuk memperbaiki rumahnya masing-masing”.
I.4.2
“Saya menyadari, meskipun belum terlalu swadaya dalam hal teknis perbaikan rumah, paling tidak dengan hadirnya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), rumah hunian menjadi layak untuk dijadikan tempat tinggal”.
I.4.1
“..tertolong sekali, walaupun tidak membangun sampai rumah mewah, namun paling tidak dengan hadirnya BSPS, rumah ini bisa untuk menjadi tempat tinggal yang cukup”.
I.4.3
“Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) membuat rumah saya menjadi lebih baik, walaupun tidak terlalu bagus, namun ini cukup untuk tempat tinggal yang layak. Saya merasa bersyukur atas bantuan ini, bila tidak dibantu rumah saya mungkin sudah roboh, karena tiang-tiang dan gentengnya waktu itu kondisinya sudah rusak. Jika ada bantuan seperti ini lagi, saya masih berminat untuk mengajukan permohonan kembali”.
I.4.4
“Waktu diberitahu bahwa kami akan mendapatkan biaya bantuan pembangunan rumah, kami langsung membongkar rumah. Ternyata setelah kami hitung-hitung tidak cukup biaya yang diberikan BSPS untuk membangun, terpaksa
kami harus menghentikan pembangunan ini sambil menunggu biaya tambahan lagi. Untuk sementara tinggal dibagian dapur yang kami jadikan tempat tidur, karena waktu itu atapnya tidak sempat di robohkan”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 13 Pertanyaan
Informan
Apakah para penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 telah mengerti tentang tujuan program tersebut?
I.3.3
“Para penerima bantuan belum paham semuanya tentang bagaimana sesungguhnya tujuan dari BSPS tersebut. Sebagian dari mereka terlalu mengharapkan rumah yang bagus, padahal kita tahu biaya yang diberikan terbatas, hanya sebatas stimulus saja. Namun ini bukan hal yang menghambat pelaksanaan BSPS, dari pihak kami coba untuk menjelaskan kembali tentang program bantuan ini”.
I.3.4
“..terdapat sebagian masyarakat yang mengharapkan lebih, bahkan suka mengharapkan bantuan lebih dari para petugas teknis seperti kami. Misalnya mereka menginginkan bantuan diluar biaya yang diberikan pemerintah, mereka beralasan bahwa ada kekurangan bahan-bahan bangunan, padahal biaya bantuan sudah dikonversikan semuanya untuk bahan-bahan bangunan. Mereka seolah mengharapkan bantuan untuk rumah yang bagus”.
4. Perataan Matriks Transkip Wawancara Poin ke 14 Pertanyaan
Informan
Apakah di wilayah Anda sosialisasi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah dilakukan dengan baik dan merata?
I.4.4
“Sama sekali saya tidak tahu tentang program pembangunan rumah ini sebelumnya, waktu itu memang saya didata namun saya tidak tahu itu BSPS, bahkan warga lain baru tahu ada program tersebut setelah rumah saya rampung dibangun”.
I.4.3
“Sebetulnya sosialisasi ada,seperti kumpul-kumpul warga begitu, mungkin tidak merata saja informasi dari awalnya”.
I.4.2
“Sosialisasi dan informasi mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS itu dilakukan, namun yang menjadi rasa heran buat saya adalah kebanyakan yang dapat bantuan disini adalah orang yang mampu dalam segi ekonomi dan jika dilihat rumahnyapun masih bagus. Namun, bila dilihat kondisi rumah saya sebelumnya, tentu layak untuk mendapatkan bantuan, sedangkan yang lain bisa dikatakan tidak layak mendapatkan bantuan”.
I.4.1
“masih banyak yang belum dapat bantuan perbaikan rumah disini. Mereka tidak lolos karena syarat administrasi”.
S.4.1
S.4.3
“Bila dikatakan merata, saya rasa belum. Namun untuk warga yang mempunyai rumah yang tidak layak nampaknya sangat terbantu”. “Saya kecewa terhadap pelaksanaan BSPS tahun 2012, rumah saya tidak didata, saya tidak tahu kenapa. Mungkin karena ada anak-anak saya yang sudah kerja”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 15 Pertanyaan
Informan
Sebagai warga bukan penerima BSPS, apakah di wilayah Anda sosialisasi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 sudah dilakukan dengan baik dan merata?
I.5.3
“… tidak ada sosialisasi ketempat kami, katanya ada program tersebut ditempat lain. Namun waraga disini tidak ada yang mendapatkannya”.
I.5.4
“Ada sosialisasi tapi kebeberapa orang yang dipandang rumahnya akan roboh. Padahal rumah saya juga didalamnya sudah mau roboh. Petugas sosialisasi melihat hanya luarnya saja”.
I.5.2
“..satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa kenapa petugas BSPS hanya mendata kepada orang yang dikenalnya saja dan melihat kondisi rumah dari luarnya saja? Apalagi orang tersebut mempunyai peran diwilayahnya. Padahal banyak warga yang tidak kenal dengan petugas namun mereka membutuhkan bantuan rumah huni yang layak. Dimana jika dilihat dari dalam rumah kondisi atap kayu sudah dalam kondisi tidak baik”.
I.5.1
“… tidak ada pemerataan untuk penerima BSPS ini. Untuk sosialisasi saja kami tidak tahu apalagi untuk mendapatkan bantuan”.
S.3.4
“..padahal kami sudah mengajukan bagi warga yang tidak mempunyai rumah hunian yang layak, namun ada saja warga lain yang iri dan merasa pendataan ini tidak adil”
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 16 Pertanyaan
Informan
Bagaimana Pemerintah Kabupaten Pandeglang menyikapi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tdak mempunyai rumah hunian yang layak di wilayah lain dan tidak mendapatkan program BSPS?
I.1.1
“Pada tahun 2012, data calon penerima bantuan yang kami ajukan cukup banyak mencapai 3000 unit rumah tidak layak huni, sedangkan penetapan memakai sistem kuota, Kemenpera sendiri mengacu kepada pelaksanaan kuota daerah yang bersangkutan sebelumnya. Misalnya jika Kabupaten Pandeglang tahun ini pelaksanannya baik, maka kuota untuk tahun berikutnya akan ditambah, begitupun sebaliknya”.
I.1..2
“... yang menjadi permasalahan adalah bukan dari sistem pendataannya, bukan pula kesengajaan untuk tidak menetapkan penerima yang layak mendapatkan bantuan. Namun yang harus diketahui bahwa penetapan itu sendiri ditetapkan oleh pihak dari pemerintah pusat dengan berbagai macam pertimbangan kualifikasi yang telah ditentukan. Permasalahan yang sering terjadi ialah pada syarat administratifnya, misalnya dalam contoh kecil terjadi ketidakcocokan antara nama penerima di KTP dengan yang terdapat di Kartu Keluarga (KK). Dimana pada KTP tertera nama panggilan sehari-hari, sedangkan di KK tertera nama lengkap. Kejadian seperti ini juga dapat menggugurkan calon penerima saat verifikasi data”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 17 Pertanyaan
Informan
I.3.4
Bagaimana Anda menyikapi penerima BSPS diwilayah ini yang tidak sesuai dengan ketentuan Permenpera No. 14 Tahun 2011 dalam penetapan penerima? “Kelengkapan syarat seperti KTP, KK, foto rumah tidak layak huni yang bersangkutan dan persyaratan lainnya harus lengkap. Kami menemukan bahwa kadang-kadang ada MBR yang tidak mempunyai KK, bahkan kondisinya rusak dan hilang. Jika kami tunggu pembuatan KK ulang ‘kan waktunya lama, disamping lain berkas pengajuanpun harus segera diserahkan”.
S.2.1
“Tahun 2011 juga terdapat para warga yang mengajukan BSPS, namun tidak memperhatikan kelengkapan berkas”
S.2.2
“.. . bahkan ada warga yang sengaja datang ke rumah saya untuk mengajukan nama sebagai penerima BSPS”
5. Responsifitas Matriks Transkip Wawancara Poin ke 18 Pertanyaan
Informan
Sebagai penerima, bagaimana respon Anda terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
I.4.2
“Tidak ada yang bantu, tidak ada swadaya, semua tukang yang mengerkajan perbaikan rumah ini, kita beri upah. Adapun jika ada yang membantu, itu adalah keluarga saya saja yang sedang ada dirumah. Masyarakat disini melakukan perbaikan rumah secarai sendiri-sendiri”.
I.4.1
“Dalam melakukan pembangunan rumah, kita melakukannya secara swadaya oleh pihak dari keluarga. Soalnya jika mengandalkan tenaga orang lain harus dikasih upah”.
I.4.4
“… masih belum swadaya masyarakat disini, maunya dikasih upah saja, namun tidak bisa disalahkan, saya juga mengerti mereka juga butuh makan. Kami melakukan perbaikan rumah dengan bantuan pihak keluarga saja, namun kadang-kadang juga sering dibantu oleh tetangga disebelah rumah”.
I.4.3
“… swadaya darimasyarakat dalam perbaikan rumah itu bukan dari KSM atau bukan penerima BSPS, melainkan datangnya dari warga lain yang kenal dengan saya”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 19 Pertanyaan
Informan
Sebagai bukan penerima, bagaimana respon Anda terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012?
I.5.1
“… bantu-bantu sebisanya saja, walaupun saya tidak dapat bantuan ini, silaturahmi itu harus tetap dijaga. Mungkin belum rezekinya saya mendapatkan BSPS tahun 2012”.
I.5.4
“… karena tidak tahu informasi sejak awal, saya tidak mengajukan atau diajukan oleh petugas BSPS. Maklum, rumah saya terhalang oleh persawahan, cukup jauh dari kantor desa. Untuk kedepan, saya harap harus lebih merata lagi informasinya, karena keluarga seperti kami ini sangat membutuhkan.Namun demikian, dengan ikut membantu tetangga yang mendapatkan program BSPS, saya jadi mengetahui seputar mekanisme pelaksanaannya”.
I.5.3
“Saya tahu tentang program BSPS, kerenawaktu pengajuan itu saya sempat didata sekaligus diarahkan oleh petugas BSPS tentang mekanisme pelaksanaan di kantor Kecamatan, tapi saya tidak dapat bantuan seperti tetanga-tetangga saya.Padahal rumah saya sudah tidak layak dan tanggungan kebutuhan keluarga amat banyak. Namun demikian saya pasrah aja, karena mungkin saya dianggap orang mampu disini, padahal tidak sperti itu faktanya. Seandainya saya dapat bantuan, saya akan diterima, jika tidak dapatpun, tidak apa-apa”.
I.5.2
“Saya mengetahui tentang program bedah rumah itu, tetangga saya disekitar ini melakukan perbaikan dari program itu, namun saya tidak tau persis tentang informasi program tersebut apalagi seputar mekanisme pengajuan bantuan itu sendiri”.
S.5.1
“.. saya menjadi tukang untuk perbaikan rumah pada pelaksanaan teknis BSPS. Waktu itu sekitar tiga bulan proses perbaikan rumah selesai”
S.4.4
“Rumah saya tidak didata lagi, walaupun keadaannya masih belum layak, karena waktu itu saya telah menjadi Penerima bantuan seperti program perbaikan rumah, namun nama
programnya bukan BSPS”.
S.4.2
“Pendataan BSPS terlalu singkat, tanpa lebih jauh memahami rumah warga siapa yang sangat layak mendapatkan program tersebut”.
S.4.5
“Waktu saya dapat kabar dari pihak desa seputar pelaksanaan BSPS, saya langsung mengkonfirmasi hal tersebut dan mencari tahu bagaimana mekanisme pengajuannya. Soalnya saya pernah mempunyai pengalaman, jika kita (warga) tidak aktif menanggapi program-program pemerintah, hasilnya nanti tidak akan didata.”
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 20 Pertanyaan
Informan
Apakah Anda mengetahui tentang bentuk dukungan lain dari program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, selain bentuk dukungan pembangunan peningkatan kualitas rumah?
I.4.4
“Pelaksanaan BSPS itu pembangunan rumah, seperti renovasi atau perbaikan rumah”.
I.4.2
“… yang saya ketahui bahwa BSPS itu program perbaika rumah, bagi masyarakat yang rumahnya memiliki kerusakan atau tidak layak huni dapat mengajukan program ini”.
I.4.1
“… waktu sosialisasi di Balai Desa, kami diberitahu bahwa BSPS itu program pemerintah dalam hal perbaikan rumah”.
I.4.3
“Kami tahunya itu program perbaikan rumah, karena yang dikasih tahunya seperti itu. Dimana warga-warga yang mendapatkan bantuan itu semua juga melakukan perbaikan rumah”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 21 Pertanyaan
Informan
Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 hanya dilakukan pada satu bentuk dukungan bantuan?
I.1.2
“Pelaksanaan BSPS di Kabupaten Pandeglang tahun 2012 menekankan pada perbaikan rumah (PK) untuk masyarakat, terutama para MBR yang tidak memiliki rumah hunian yang layak dan harus diperbaiki. Jika bentuk dukungan yang lain seperti sarana dan prasarana bagi warga, kami sudah lakukan itu pada pelaksnaan BSPS periode sebelumnya. Adapun unsur yang dilakukan dalam sosialisasi, itu disinkronkan dengan dukungan penerima bantuan dilapangan”.
I.3.2
“Kami melakukan sosialisasi hanya dalam konteks perbaikan rumah, terutama dalam mekanisme pelaksaannya. Hal ini dilakukan karena yang menentukan kadar sosialisasi itu bukan pihak dari UPK, melainkan dari Dinas PU Kabupaten Pandeglang, dan kami hanya menjalankan”. Matriks Transkip Wawancara Poin ke 22
Pertanyaan
Informan
Apakah kearifan lokal yang berada di Wilayah anda menggagu terhadap pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS?
I.4.1
“Awal pelaksanaan pembangunan rumah, kami tidak langsung membangun, karena waktu itu larangan bulan. Pembangunan rumah diwilayah ini tidak dilakukan pada Bulan Safar, jika dilakukan maka tidak akan berkah”
I.6.1
“Dari pihak desa sudah melakukan diskusi dengan TPM dan UPK setempat. Pelaksanaan pembangunan menunggu Bulan Safar berakhir. Bagaimanapun kami menghormati keyakinan sebagian warga, khususnya di Desa kaduela”.
6. Ketepatan Matriks Transkip Wawancara Poin ke 23 Pertanyaan
Informan
Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 telah berkontribusi baik bagi Anda?
I.4.2
“Masih banyak yang harus evaluasi, mulai dari sosialisasi, pendataan hingga bagaimana bahan-bahan bangunan yang diberikan kepada penerima bantuan harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bahan yang baik”.
I.4.1
“Petugasnya harus sering melihat kondisi dilapangan, khususnya pada saat pendataan, soalnya banyak tetangga saya yang kondisi rumahnya sudah tidak baik, namun mereka belum bisa mendapatkan bantuan ini”.
I.4.3
“Sangat membantu sekali, bila tidak ada bantuan ini rumah saya sudah roboh. Karena bantuan ini, kami jadi tidak takut bocor lagi jika ada hujan. Lantai rumah juga tidak berdebu lagi, karena sekarang sudah disemen. Seandainya ada bantuan seperti ini lagi saya tidak akan menolak”.
I.4.4
“Rumah saya waktu itu habis kebakaran, saya bersama keluarga sempat sudah pasrah menempati tempat tinggal seadanya. Saya bersyukur, tidak lama untungnya ada program BSPS yang membantu. Saya waktu itu didatangi oleh pihak dari UPK untuk didata, beliau berkata bantuan pembangunan rumah”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 24 Pertanyaan
Informan
I.4.2
Bagaimana kebijakan yang dilakukan demi mencapai tujuan dalam pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kabupaten Pandeglang Tahun 2012 agar tepat sasaran? “MBR yang menjadi penerima BSPS telah kami kualifikasi dengan baik, tentu saja ini sudah sesuai dengan ketentuanketentuan dalam pedoman pelaksanaan BSPS yang tertuang dalam Permenpera No. 14 Tahun 201I. Pelaksanaan BSPS pada tiga Kecamatan di Kabupaten Pandeglang tahhun 2012 juga sudah kami sesuaikan dengan pedoman pelaksanaan, adapun hal-hal dalam ketentuan tersebut yang sekiranya kami anggap tidak baik untuk MBR, kami disetiap TPM sudah melakukan penyesesuaian dengan prilaku masyarakat itu sendiri. Misalnya tentang penyerahan langsung dana yang diambil melalui BANK, kami langsung mengkonversikan dana tersebut menjadi bahan-bahan bangunan. Jika kami sesuaikan dengan pedoman, dimana dana tersebut harusnya dibawa dan dibelanjakan sendiri oleh penerima, namun kami khawatir dana tersebut malah dipakai untuk hal-hal lain yang diluar peruntukan bantuan ini. Soalnya pada tahun sebelumnya pernah terjadi, dana BSPS yang sudah diserahkan, mereka memakainya untuk keperluan membayar hutang pribadi, membeli beras, membeli baju, dan ditabung dengan dalih untuk kebutuhan sehari-hari. Jelas ini bukan tujuan dari BSPS itu sendiri”.
Matriks Transkip Wawancara Poin ke 25 Pertanyaan
Informan
Apakah pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di wilayah Anda telah berjalan sesuai dengan harapan?
I.3.2
“Pelaksanaan BSPS di Kecamatan Kaduhejo, saya kira sudah berjalan dengan baik, Alhamdulillah. Semua MBR yang memiliki rumah tidak layak huni, sudah terakomodir dengan adanya BSPS”.
I.3.3
“Dari apa yang sudah dirasakan masyarakat, terlihat mereka sangat senang dengan bantuan perbaikan rumah, walaupun terdapat hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaannya”.
I.3.4
“Sudah ada perubahan, para penerima merasakan perbedaan yang baik dengan kondisi rumah yang telah dibangun”
I.3.1
“Mayoritas menanggapi dengan positif akan program BSPS tersebut, justru secara tidak langsung mereka terstimulus untuk membangun dan merawat rumah dengan baik”
MEMBERCHECK
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Jabatan
:
NIP
:
Menyatakan benar bahwa telah dilaksanakan wawancara untuk keperluan penelitian skripsi yang dilakukan oleh nama sebagaimana tersebut dibawah ini : Nama
:
M. Rara Arizona S.
NIM
:
6661091661
Fakultas
:
FISIP UNTIRTA
Program Studi
:
Ilmu Administrasi Negara
Saya tidak berkeberatan apabila hasil wawancara ini dicantumkan guna keperluan keabsahan data dalam penelitian. Demikian semoga data ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya untuk penelitian ini.
Pandeglang, 2014
Rumah Warga Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Peneliti (kiri) bersama dengan Bapak Heri Choerullah (kanan) selaku UPK Kecamatan Kaduhejo, usai melakukan proses wawancara mengenai seputar pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Ibu Ina Hapidoh, warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari yang menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Kondisi Belakang Rumah Ibu Ina Hapidoh, Warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari yang menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Kondisi dalam rumah bagian belakang Ibu Ina Hapidoh, Warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari yang menjadi Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Kondisi dalam rumah Warga Desa Mandalasari, Kecamatan Kaduhejo sebagai Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, Beliau telah memperbaiki rumah dengan menambah biaya perbaikan disamping dana dari BSPS.
Rumah Warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang sebagai Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012, Beliau telah memperbaiki rumah dengan menambah biaya perbaikan disamping dana dari BSPS.
Wawancara dengan Ibu Iroh Warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari selaku Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Kondisi Rumah Ibu Iroh (tangah) Warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari pasca dilakukan perbaikan selaku Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
(depan)
(samping)
Wawancara dengan Ibu Muspiah (kiri) selaku UPK Kecamatan Cadasari dalam Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Dinas Pekerjaan Umun Kabupaten Pandeglang yang menaungi Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Rumah Warga Babakan Kalanganyar, Kecamatan Pandeglang yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Peneliti tengah menanyakan alamat narasumber yang dituju kepada salah seorang warga di Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang.
Wawancara dengan Ila Sulastri (tengah) warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang selaku Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Wawancara dengan Bapak Edi (kanan) warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang selaku Penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Rumah Warga Kelurahan Babakan Kalanganyar, Kecamatan Pandeglang yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. (depan)
(samping)
Rumah Warga Kelurahan Babakan Kalanganyar, Kecamatan Pandeglang yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. (depan)
(samping)
Rumah Warga Desa Kaduela, Kecamatan Cadasari yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. (depan)
(samping)
Peneliti tengah menghampiri rumah warga Penerima BSPS, untuk melakukan wawancara.
Papan Program Perumahan Swadaya yang di tempel disetiap rumah warga yang mendapatkan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kabupaten Pandeglang Tahun 2012.
Rumah Ibu Ila Sulastri, Warga Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang yang telah selesai dilakukan perbaikan atas Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2012. (atap bagian luar rumah)
(belakang)
Sampul Proposal BSPS Tahap 1 yang tersisa setelah dua tahun pelaksanaan BSPS, ditemukan di dalam arsip BKM Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang.
Bapak Solihin selaku Kepala BKM Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang. Foto diambil saat sedang wawancara bersama peneliti.
Kwitansi pembelian bahan-bahan bangunan, yang masih dimiliki oleh Penerima BSPS tahun 2012 yang berasal Kp. Kumalirang, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang.
Foto rumah warga yang dilampirkan menjadi syarat pengajuan BSPS Kabupaten Pandeglang tahun 2012
(depan)
(lantai/bawah)
(samping kiri)
(samping kanan)
(dinding belakang)
RIWAYAT HIDUP PENELITI
M. Rara Arizona S., lahir di Pandeglang 12 Juni 1989, anak kedua dari tiga bersaudara dengan Ayahanda yang benama Syamsul Bahri S. dan Ibunda yang bernama Nurhaeni. Tamat pendidikan Sekolah Dasar Negeri Teluklada II di Kabupaten Pandeglang tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama YPP Sobang di Kabupaten Pandeglang tahun 2004, Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Pandeglang di Kabupaten Pandeglang tahun 2008, dan sejak tahun 2009 menempuh Pendidikan Sarjana Strata (S1) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.