LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG
NOMOR
25
TAHUN
2007
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 25
TAHUN 2007
TENTANG
PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PANDEGLANG, Menimbang
:
a. bahwa Hutan Hak/Milik di Wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki nilai yang strategis dan memiliki fungsi sama dengan Kawasan Hutan Negara yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi; b. bahwa dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya alam khususnya hutan, tanah dan air yang dapat mendukung kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya serta menjaga keseimbangan hidrologi perlu pengaturan pemanfaatan Hasil Hutan Hak/Milik; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf “a” dan “b”, perlu segera ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pengaturan Pemanfaatan Hasil Hutan Hak/Milik di Wilayah Kabupaten Pandeglang;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
2
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan sebagaian Urusan Pemerintahan dalam Bidang Kehutanan kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 106); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165); 3
19. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 20. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1995 tentang Penjualan, Pemilikan dan Penggunaan Gergaji Rantai; 21. Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 22. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Tahun 1986 Nomor 5 Seri D); 23. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pandeglang (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 12 Seri D.1); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 14 Seri E.1); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG dan BUPATI PANDEGLANG MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pandeglang; 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Pandeglang; 4
4. Dinas adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pandeglang; 5. Kepala Dinas Pandeglang;
adalah
Kepala
Dinas
Kehutanan
dan
Perkebunan
Kabupaten
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas lingkup Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pandeglang yang membawahi beberapa wilayah Kecamatan; 7. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan; 8. Penatausahaan hasil hutan adalah kegiatan yang meliputi penataausahaan tentang perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaraan dan penimbunan, pengolahan dan pelaporan; 9. Lahan hak/milik adalah lahan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah; 10. Hutan Hak/Milik adalah hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah; 11. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati yang berupa Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) selain tumbuhan dan satwa liar; 12. Kayu Rakyat adalah kayu yang diproduksi dari lahan milik rakyat yang sah menurut perundang-undangan; 13. Kayu Perkebunan adalah kayu yang ditebang dari tanaman perkebunan yang sudah tidak menghasilkan komoditas utama termasuk hasil hutan yang telah dibudidayakan di areal perkebunan baik PT. Perkebunan Negara, Perkebunan besar swasta, maupun perkebunan rakyat; 14. Kayu Bulat (KB) adalah bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) Cm atau lebih; 15. Kayu Olahan adalah hasil pengolahan langsung Kayu Bulat (KB) dan atau Kayu Bulat Kecil (KBK) dan atau Bakau menjadi kayu gergajian, serpih/chip/pulp, veneer, kayu lapis dan laminating veneer lumber; 16. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) adalah bukti legalitas pengangkutan, penguasaan dan atau kepemilikan atas hasil hutan; BAB II AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengaturan Pemanfaatan Hasil Hutan Hak/Milik berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan.
5
Pasal 3 Pengaturan Pemanfaatan Hasil Hutan Hak/Milik bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan : a. Menjamin keberadaan hutan hak/milik dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; b. Mengoptimalkan fungsi hutan hak/milik yang meliputi fungsi produksi, fungsi lindung dan fungsi konservasi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari; c. Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS); d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi; e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
BAB III PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK Bagian Pertama Fungsi dan Pemanfaatan Hutan Hak/Milik Pasal 4 Hutan Hak/Milik mempunyai tiga fungsi, yaitu : 1. Fungsi Konservasi; 2. Fungsi Lindung; 3. Fungsi Produksi.
Pasal 5 (1) Pemanfaatan Hutan/Milik dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan sesuai dengan fungsinya. (2) Pemanfaatan Hutan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi pemegang hak dengan tidak mengurangi fungsinya.
6
Bagian Kedua Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Hak/Milik Paragraf 1 Rencana Penebangan Pasal 6 (1) Setiap orang dan atau badan hukum yang akan melakukan penebangan pohon bambu/rotan di hutan lahan hak/milik dan atau perkebunan, terlebih dahulu harus mendapatkan ijin penebangan dari Bupati melalui Kepala Dinas atau Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas. (2) Ijin penebangan melalui Kepala Dinas meliputi penebangan jenis-jenis yang memiliki kesamaan dengan jenis yang ada dikawasan hutan dan bernilai ekonomi tinggi yaitu Jati (Tectona Grandis), Mahoni ( Switenia SP) dan Akasia (Accasia SP), kayu perkebunan atau penebangan dengan luasan tertentu berupa hutan rakyat yang kompak dengan sistem penebangan tebang habis. (3) Ijin penebangan melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas meliputi penebangan jenis-jenis selain yang ditetapkan pada ayat (2). (4) Permohonan ijin penebangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan dilampiri : a. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tim Komisi yang terdiri dari Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas, Camat, Kepala Desa/Lurah, Kapolsek dan Unsur Pemangku Kawasan Hutan atau kebun (Perum Perhutani, Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau PT. Perkebunan Negara/Swasta); b. Bukti identitas diri/Kartu Tanda Penduduk; c. Bukti kepemilikan yang sah; d. Surat pengantar/keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat; e. Peta Lokasi Rencana Tebangan. (5) Permohonan ijin Penebangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada Bupati melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas dengan dilampiri : a. Bukti Identitas Diri/Kartu Tanda Penduduk; b. Bukti kepemilikan yang sah; c. Surat pengantar/keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat; d. Surat keterangan dari unsur Pemangku Kawasan apabila lokasi tersebut berdekatan dengan kawasan hutan Negara; e. Peta lokasi rencana tebangan.
7
(6) Setiap orang dan atau badan usaha dilarang : a. Menebang pohon dengan diameter < 20 cm; b. Menebang pohon kayu yang lokasinya memiliki kelerengan > 45 %; c. Menebang pohon kayu yang lokasinya berada di kanan kiri sungai kurang dari 50 (lima puluh) meter pada sungai kecil dan 100 (seratus) meter pada sungai besar; d. Menebang pohon kayu yang lokasinya berada pada radius kurang dari 200 (dua ratus) meter dari Sumber Mata Air; e. Menebang pohon kayu bersejarah dan atau dilindungi. (7) Kepala Dinas dan atau Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas melaksanakan pengendalian terhadap ijin penebangan di Wilayah Kabupaten Pandeglang. (8) Prosedur pengurusan ijin Peraturan/Keputusan Bupati.
penebangan
diatur
lebih
lanjut
melalui
(9) Segala biaya yang ditimbulkan dari permohonan ijin ini menjadi tanggungjawab pemohon.
Paragraf 2 Pemanenan atau Penebangan Pasal 7 (1) Setiap perorangan dan atau Badan Usaha yang akan melakukan penebangan, pemotongan dan pembelahan kayu, wajib mendaftarkan jumlah dan jenis Gergaji Mesin yang dimiliki untuk mendapat ijin memiliki/ menggunakan dari Bupati melalui Kepala Dinas. (2) Pemanenan/penebangan hanya dapat dilaksanakan pada pohon-pohon yang telah mendapatkan ijin penebangan. (3) Setiap pemegang ijin penebangan wajib menyampaikan realisasi tebangan pada setiap akhir bulan dan atau pada saat ijin penebangan berakhir. (4) Terhadap hasil tebangan wajib dilaksanakan pencatatan/atau penatausahaan hasil hutan. (5) Kepala Dinas dan atau Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas melaksanakan pengendalian terhadap ijin penebangan di wilayah Kabupaten Pandeglang.
8
Paragraf 3 Pengolahan dan Pemasaran Pasal 8 (1) Setiap orang dan atau badan usaha yang melaksanakan usaha di bidang industri pengolahan hasil hutan dan pemasaran hasil hutan wajib memiliki Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Ijin Usaha Industri (IUI). (2) Prosedur pengurusan ijin-ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (3) Kepala Dinas memberikan pertimbangan teknis/rekomendasi kepada Instansi penerbit ijin-ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Setiap orang dan atau badan usaha yang melaksanakan usaha di bidang industri pengolahan hasil hutan dan atau pemasaran hasil hutan wajib memiliki tempat penimbunan/pengumpulan hasil hutan. (5) Tempat penimbunan/pengumpulan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kepada Kepala Dinas. (6) Terhadap setiap hasil hutan yang masuk, diolah dan keluar dari tempat penimbunan/pengumpulan, wajib dilaksanakan pencatatan/ penatausahaannya. (7) Rekapitulasinya pencatatan/penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), wajib disampaikan kepada Kepala Dinas setiap bulannya. (8) Setiap hasil kayu hutan dan kayu perkebunan yang masuk ketempat penimbunan/pengumpulan hasil hutan wajib disertai dokumen/bukti legalitas hasil hutan. (9) Setiap orang dan atau badan usaha yang melaksanakan usaha di bidang industri pengolahan hasil hutan dan atau pemasaran hasil hutan wajib menyampaikan rencana pemenuhan bahan baku kepada Kepala Dinas.
Paragraf 4 Pengangkutan dan Peredaran Hasil Hutan Pasal 9 (1) Setiap orang dan atau badan usaha yang mengangkut, menguasai dan atau memiliki hasil kayu hutan dan kayu perkebunan, wajib memiliki/memegang Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan sebagai bukti legalitas pengangkutan, penguasaan dan atau kepemilikan hasil kayu hutan dan kayu perkebunan dimaksud. 9
(2) Segala bentuk perijinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) merupakan salah satu syarat penerbitan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. (3) Segala biaya yang timbul akibat permohonan penerbitan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan menjadi tanggungjawab pemohon.
BAB IV REHABILITASI HUTAN LAHAN HAK/MILIK Pasal 10 Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Pasal 11 (1) Setiap orang dan atau badan usaha yang melakukan penebangan di hutan lahan hak/milik berkewajiban melakukan rehabilitasi berupa penananaman kembali pohon yang ditebang. (2) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pengadaan bibit dalam rangka rehabilitasi hutan lahan hak milik dengan menjamin ketersediaan bibit. (3) Mekanisme rehabilitasi hutan lahan hak/milik akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan/Keputusan Bupati.
BAB V PENGENDALIAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 12 (1) Dinas beserta perangkatnya wajib melaksanakan pengendalian, pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pemanfaatan hasil hutan kayu serta peredaraannya. (2) Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi administrasi dan atau hukum.
10
BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah sebagai berikut : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti dan atau melarang sesorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa indentitasnya; d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h.
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 14
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama – lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda sebesar – besarnya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. Pasal 15 Barang siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (4) dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, diancam dengan pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 11
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, akan diatur dengan Peraturan/Keputusan Bupati. Pasal 17 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembar Daerah Kabupaten Pandeglang.
Ditetapkan di Pandeglang pada tanggal 28 Mei 2007 BUPATI PANDEGLANG, ttd A. DIMYATI NATAKUSUMAH Diundangkan di Pandeglang pada tanggal 28 Mei 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG, ttd ENDJANG SADINA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2007 NOMOR 25 Mur-Raperda Hasil Hutan- 21-Nop-2007
12