Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
1
EVALUASI NILAI PERSEDIAAN OBAT DAN BIAYA PEMAKAIAN OBAT PASIEN JKN DI PUSKESMAS WILAYAH CIBEUNYING KOTA BANDUNG Arif Budiman , Angga Prawira Kautsar, Insan Sunan K, Riza Yuniar, Safitri Yuniasih, Shinta Dewi Larasati, Syafitri Kirana Riezkya Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Jatinangor-Sumedang ABSTRAK Tujuan Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ialah mencapai jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi Rakyat Indonesia salah satunya melalui Puskesmas. Puskesmas menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah memiliki peran krusial sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan pusat dan pelayanan kesehatan diwilayahnya. Evaluasi biaya berdasarkan payer prespective dalam pelaksanaan JKN diperlukan mengingat BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan sebagai healthcare prayer yang bertanggung jawab membayar biaya kesehatan. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui nilai persediaan dan biaya pemakaian obat pasien JKN di Puskesmas Wilayah Cibeunying Kota Bandung. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2015 hingga Februari 2016, menggunakan desain observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan data secara retrospektif. Analisis data dengan metode Analisis ABC Indeks Kritis untuk melihat nilai persediaan dan pemakaian obat. Data yang digunakan yaitu data primer dari kuesioner nilai kritis obat, data sekunder diperoleh dari data pemakaian obat LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) Puskesmas Wilayah Cibeunying Kota Bandung. Hasil Analisis ABC Indeks Kritis Kelompok A sebanyak 10 (4,78%) item obat, Kelompok B sebanyak 95 (45,45%) item obat dan kelompok C sebanyak 104 (49,76%) item obat. Total biaya pemakaian obat sebesar Rp. 3.019.206.629,- dan penyakit terbanyak adalah Myalgia dengan biaya pemakaian obat sebesar Rp.36.290.261,- hingga Rp.303.011.685,-. Kata Kunci: Analisis ABC Indeks Kritis, Cibeunying, JKN, LPLPO, Myalgia
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
2
ABSTRACT The purpose of National Healthcare Insurance (NHI) program is to reaching the health insurance for all the people of Indonesia,one of them is Public Healthcare Center (PHC). PHC as the First Level of Healthcare Facilities belonging to the Regional Government has a crucial role as the central activator of development vision of healthcare centers and as the healthcare centers the region. In the implementation of NHI there is the funds of PHC operational derived from the NHI capitation funds which includes funding the procurement and supply of drugs. The purpose of this study is to determine the value of inventory and cost of drug usage at the JKN patients in PHC Cibeunying Territory, Bandung. The research was held in Septermber 2015 until February 2016. This study was conducted using observational design analysis with cross sectional method and retrieval of data retrospectively. Analysis of the data by the method of ABC Analysis Critical Index to see the value of inventories and use of drugs. The data used are primary data from questionnaires of critical value of drugs and secondary data from drug usage data from PHC Cibeunying Territory LPLPO, Bandung. The result of ABC Analysis Critical Index Group A is 10 (4.78%) items of drug, Group B is 95 (45.45%) item of drug, and Group C Is 104 (49.76%) item of drug. The total cost of drug usage is IDR. 3,019,206,629, and most widely diseases is Myalgia with the cost of drug uesage is IDR.36.290.261, - to IDR.303.011.685,-. Keywords: ABC Analysis Critical Index, Cibeunying, JKN, LPLPO, Myalgia.
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
3
(Cahyanti, 2012). Puskesmas menjadi
PENDAHULUAN Keadaan sehat dan mendapatkan kesehatan adalah hak dari setiap warga negara.
Pemerintah
berkomitmen
menyelenggarakan jaminan kesehatan di seluruh Indonesia, karena masih kurangnya kecukupan
jaminan
kesehatan
bagi
masyarakat (Ali dan Moertjahyo, 2008).
fasilitas layanan kesehatan paling banyak melayani pengobatan para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Diperkirakan dari total layanan kesehatan yang diakses peserta JKN, sekitar 79,5% dilaksanakan di Puskesmas (Supriyantoro, 2015). Salah satu pelayanan penunjang yang terpenting di puskesmas yaitu pelayanan obat (Razak,
Dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2012). 2014
tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional, pelayanan
kesehatan
dilakukan
pada
fasilitas kesehatan yang telah melakukan perjanjian
kerjasama
dengan
BPJS
Kesehatan. Disebutkan pada Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 47 BAB
Kegiatan puskesmas
penyediaan dilakukan
obat
di
berdasarkan
kebutuhan pemakaian dan permintaan obat. Data tersebut kemudian di dokumentasikan dalam Laporan Pemakaian dan Permintaan Obat (LPLPO) (Oktaviani, 2015).
IV mengenai Pelayanan Kesehatan bahwa
Dokter memiliki peran vital dalam
Puskesmas termasuk dari FKTP (Depkes
pelayanan kesehatan khususnya untuk
RI, 2014) .
penentuan pemberian obat utama atau obat
Puskesmas tombak
dalam
masyarakat.
merupakan pelayanan
Puskesmas
ujung
kesehatan memberikan
alternatif (Musnelina, 2004). Dari uraian diatas, evaluasi biaya pemakaian
obat
pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dilakukan
dengan
kepada masyarakat dalam wilayah tertentu
dimana
BPJS
pasien payer
Kesehatan
JKN
dapat
prespective, dan
Dinas
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
4
Kesehatan sebagai healthcare payer yang
METODE
memiliki tanggung jawab untuk membayar
Penelitian
dilakukan
dengan
biaya kesehatan dan memberikan manfaat
membuat izin etik penelitian yang ditujukan
yang banyak dari pengeluaran seminimal
kepada komite etik. Penelitian dilaksanakan
mungkin (Levine, et al., 2002). Healthcare
di Puskesmas UPT yang terdapat di
payer
keputusan
Wilayah Cibeunying Kota Bandung selama
berdasarkan informasi luaran kesehatan dan
Oktober 2015 hingga Februari 2016,
analisis
menggunakan
dapat
ekonomi
memberi
untuk
memperbaiki
desain
sistem yang sudah ada (Lancry, et al.,
deskriptif
2001).
sectional dan pengambilan data secara
Untuk mengevaluasi persediaan obat di Puskesmas, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Analisis ABC Indeks Kritis.
Analisis
ABC
Indeks
Kritis
merupakan cara penting yang digunakan di seluruh dunia untuk mengidentifikasi item obat yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar sehingga dapat dikontrol dan mencari pengurangan biayanya dengan menetapkan intervensi kelas A, sehingga terlihat obat-obat yang jarang digunakan dan dapat dilakukan penghematan biaya persediaan obat (Abate, 2013).
dengan
observasional
pendekatan
cross
retrospektif. Responden dalam penelitian ini merupakan seluruh dokter fungsional yang
berjumlah
24
orang,
karena
diasumsikan paling mengerti mengenai peresepan selama ini dilaksanakan di puskesmas
UPT
Cibeunying
dengan
kriteria inklusi dokter yang berperan dalam peresepan obat bersedia mengisi kuesioner nilai kritis obat dan kriteria ekslusi ialah dokter yang melakan peresepan namun tidak mengisi kuesioner. Sehingga dalam penilitan ini terdapat 23 orang yang menjadi responden yang terdiri dari 3 orang dokter gigi dan 20 orang dokter umum. Pemrosesan
data
dilakukan
dengan
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
5
pengumpulan data primer yang diperoleh
pemakaian
dari pengisian kuesioner nilai kritis dan
pemakaian yang terkecil;
data sekunder dari data pemakaian obat Puskesmas
Laporan
obat
sampai
A
dengan
dan
pemakaian 70% dari keseluruhan
Permintaan Obat (LPLPO), serta data kasus
pemakaian obat, kelompok obat B
penyakit terbanyak di Puskesmas. Untuk
dengan
menganalisis
obat
keseluruhan pemakaian obat dan
dilakukan dengan metode Analisis ABC
kelompok obat C dengan pemakaian
Indeks Kritis. Analisis biaya pemakaian
10% dari keseluruhan pemakaian
obat dilakukan dengan menghitung biaya
obat.
nilai
Pemakaian
c. Kelompok
terbesar
persediaan
pemakaian dikali dengan Harga Eceran Terendah
(HET)
generik
berdasarka
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
pemakaian
20%
dari
2. Analisis ABC Investasi a. Menghitung total investasi setiap jenis obat;
Indnesia Nomor 436 Tahun 2013. Analisis
b. Dikelompokkan berdasarkan nilai
data dilakukan dengan langkah-langkah
investasi obat dari yang terbsesar
sebagai berikut:
hingga yang terkecil; c. Kelompok obat A dengan nilai
A. Evaluasi Nilai Persediaan Obat
investasi 70% dari keseluruhan Langkah dalam menentukan Analisis pemakaian obat, kelompok obat B ABC Indeks Kritis adalah (Suciati, 2006; dengan nilai investasi 20% dari Quick et al., 2012): keseluruhan pemakaian obat dan 1. Analisis ABC Pemakaian kelompok obat C dengan nilai a. Menghitung total pemakaian obat; investasi 10% dari keseluruhan b. Data
pemakaian
obat pemakaian obat.
dikelompokkan berdasarkan jumlah 3. Menentukan Nilai Kritis Obat pemakaian,
diurutkan
dari
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
6
a.
Menyusun kriteria nilai kritis obat;
b.
Membagikan
kuesioner
yang
berupa daftar obat kepada dokter untuk mendapatkan nilai kritis obat, dengan kriteria yang telah ditentukan. Dokter yang mengisi
a. Mendata
kasus
penyakit
terbanyak yang terjadi di Wilayah Cibeunying Kota Bandung. b. Memasukkan
data
pemakaian
dari LPLPO ke dalam excel; c. Memasukkan harga obat perunit
kuesioner adalah dokter yang
menggunakan
berpengaruh terhadap peresepan
Tertinggi (HET) obat generik
dan pemakaian obat.
untuk
4. Menentukan Nilai Indeks Kritis Obat
data
Harga
Eceran
pemakaian
obat
LPLPO tahun 2014.
(NIK) Untuk mendapatkan NIK obat dengan menggunakan
perhitungan
sebagai
berikut:
A. Evaluasi Nilai Persediaan Obat Analisis
ABC
digunakan
untuk
NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi +
mengetahui konsumsi obat tahunan untuk
(2 x Nilai Kritis)
menentukan item-item-item obat mana dalam
yang memiliki porsi dana terbesar dan
kelompok A, B dan C indeks kritis
mengetahui obat mana yang moving-nya
dengan kriteria:
kecil atau tidak sama sekali. Metode ini
a. Kelompok A dengan NIK 9,5 – 12;
dalam proses pengadaan digunakan untuk
b. Kelompok B dengan NIK 6,5 – 9,4
memastikan
c. Kelompok C dengan NIK 4 – 6,4.
dengan prioritas masyarakat dan menaksir
Evaluasi Biaya Pemakaian Obat
frekuensi pemesanan yang mempengaruhi
Pasien BPJS:
keseluruhan persediaan (Quick et al, 2012).
Pengelompokkan
B.
HASIL DAN PEMBAHASAN
obat
ke
bahwa
pengadaan
sesuai
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
7
digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat
1. Analisis ABC Pemakaian Hasil
dari
pengelompokkan
obat
berdasarkan analisis ABC Pemakaian dapat
pasien.
Tingginya
penggunaan
obat
mengakibatkan perputaran obat terjadi dengan cepat. Obat-obat yag termasuk
dilihat pada Tabel 2.
kedalam kelompok B memiliki penjualan Tabel 1. Pengelompokkan Obat dengan Analisis
rata-rata dan perputaran agak lambat, ABC Berdasarkan Nilai Pemakaian Periode Presentase
Jumlah
Presentase
Item Obat
Pemakaian
Pemakaian
(%)
(unit)
(%)
sehingga monitoring obat-obat tersebut
Jumlah Kelompok Item
A
15
7,18
4.696.563
69,01
B
21
10,05
1.390.716
20,44
C
173
82,78
718.106
10,55
Jumlah
209
100,00
6.805.385
100,00
tidak terlalu ketat. Sedangkan kelompok obat C memiliki jumlah pemakaian yang rendah namun jumlah item obat yang lebih banyak dibandingkan kelompok A dan B. Oleh karena itu, memerluka perhatian
Januari– Desember 2014
apakah obat tersebut perlu disingkirkan Menurut
Quick
et
al.,
(2012)
untuk mengurangi jumlah jenis obat di
komposisi persediaan pemakaian obat yang
investasi sediaan (Seto, 2012).
baik ialah kelompok A terdiri dari 10-20%
2. Analisis ABC Nilai Investasi
item obat tetapi mencakup 75-80% dari
Hasil
dari
pengelompokkan
obat
total penggunaan obat. Kelompok B dengan
berdasarkan analisis ABC Nilai Investasi
10-20% dari jumlah item obat mencakup
dapat dilihat pada Tabel 2.
15-20%
total
penggunaan
obat
dan
kelompok C dengan 60-80% dari total jumlah item obat namun hanya mencakup 5-10% penggunaan obat. Dari
hasil
diatas
kelompok
A
memilik jumlah pemakaian tinggi yang
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
8
Tabel 2. Pengelompokkan Obat dengan Analisis
Kelompok A pada nilai investasi
ABC Berdasarkan Nilai Investasi Periode Januari–
merupakan barang dengan jumlah item
Desember 2014
kecil namun jumlah investasi rupiah yang PresenPresenKelom-
Jumlah
Jumlah
tase
Investasi (Rp)
Investasi
tase Item pok
Item (%)
tinggi, sehinggda diperlukan kontrol lebih ketat dan verifikasi pencatatan lebih sering.
(%)
Kelompok B memiliki jumlah investasi leih rendah dibandingkan dengan kelompok A
A
19
9,09
2.080.014.334
69,89
B
32
15,31
615.438.787
20,38
C
158
75,60
323.753.508
10,72
Jumlah
209
100
3.019.206.629
100
sehingga diperlukan pengawasan setiap 3 bulan sekali. Sedangkan kelompok C hanya memberikan pengaruh keil terhadap biaya Analisis ABC berdasarkan investasi mengelompokkan persediaan berdasarkan klsifikasi pada basis volume keuangan tahunan. Dengan analisis ABC ini dapat
yang dibutuhkan sehingga perlu monitor apakah obat-obat ini perlu dikurangi jumlah variasinya (Heizer dan Render, 2010). 3. Analisis ABC Nilai Kritis
diketahui obat mana saja yang memiliki Analisis nilai kritis ini berujuan untuk nilai investasi rendah, sedang, atau tinggi mengelompokkan obat berdasarkan dampat (Suciati, 2006). tiap Menurut Suciati (2006), kelompok A
jenis
obat
terhadap
kebutuhan
kesehatan pasien (suciati, 2006).
dan B menyerap biaya investasi sebesar 90% dari total investasi keseluruhan atau dalam penelitian ini mencapai 90,27%, sehingga diperlukan
perhatian khusus
untuk pengendalian persediaan agar dapat terkontrol.
Penentuan nilai kritis obat dilakukan menggunakan rata-rata nilai kritis dari kuesioner yang diberikan kepada dokter fungsional, karena diasumsikan paling mengerti mengenai peresepan selama ini dilaksanakan
di
puskesmas.
Dari
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
pengelompokkan
terhadap
9
nilai
kritis
diperoleh hasil sebagai berikut Tabel 3. Tabel 3. Pengelompokkan Obat dengan Analisis
Dan yang terakhir adalah kelompok Z, yaitu obat-obatan
yang
dapat
diganti,
kekosongan lebih dari 48 jam dapat ditoleransi. Kelompok Z menjadi kelompok
ABC Berdasarkan Nilai Kritis: Jumlah
Presentase
Item Obat
(%)
X
31
14,83
Y
166
79,43
Z
12
5,74
Jumlah
209
100
Kelompok
dengan item obat yang paling sedikit, yaitu sebanyak 12 item obat dengan presentase 5,74% dari jumlah item obat. Apabila persediaan kelompok Z habis tidak berbahaya karena biasanya hanya digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri atau obat yang diragukan
Kelompok X adalah kelompok obat manfaatnya
dan
mahal
namun
tidak
yang tidak boleh diganti dan harus selalu memiliki kelebihan manfaat dibanding obat tersedia dalam rangka porses perawatan yang sejenis, namun obat-obat dalam pasien, kekosongan obat tidak dapat kriteria ini dapat menjadi pilihan sekunder ditoleransi. Dari hasil perhitungan terdapat jika obat yang diperlukan kosong walau 31 item obat (14,83%) dari total item obat. harganya mahal (Modeong, dkk., 2014). Kelompok Y menjadi kelompok dengan item obat terbanyak, yaitu sebanyak 166 item obat (79,43%) dari jumlah obat. Kelompok Y adalah obat-obat yang dapat diganti dengan obat lain yang tersedia walaupun tidak memuaskan atau tidak sesuai
dengan
keinginan,
kekosongan
kurang dari 48 jam masih dapat ditoleransi.
4. Analisis ABC Indeks Kritis Dari hasil data nilai pemakaian dan nilai investasi kelompok diberi nilai, yaitu kelompok A dengan nilai 3, kelompok B dengan nilai 2 dan kelompok C dengan nilai 1. Sedangkan untuk nilai kritis diberi nilai yaitu X nilai 3, Y nilai 2, dan Z nilai 1. Sehingga
didapatkan
hasil
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
10
pengelompokkan obat Nilai Indeks Kritis
penggunaannya
tidak
dapat
ditunda
Tabel 4.
sehingga tidak boleh terjadi kekosongan.
Tabel 4. Pengelompokkan Obat dengan Analisis
Kelompok B dengan NIK 6,5-9,4 sebanyak
ABC Indeks Kritis Periode Januari– Desember
95 item obat (45,45%) dari total item obat.
2014:
Kekosongan obat ini dapat ditoleransi tidak Kelompok
Jumlah
Presentase
Item
Item (%)
NIK
A
9,5-12
10
4,78
B
6,5-9,4
95
45,45
C
4-6,4
104
49,76
209
100
lebih dari 24 jam, dengan frekuensi pemesanan lebih jarang. Pengawasan dan monitoring pada kelompok B tidak terlalu
Jumlah
ketat dibandingkan dengan kelompok A. Dan kelompok C dengan NIK 4-6,4
Rumus analisis ABC indeks kritis
sebanyak 104 item obat (49,76%) dari total
menunjukkan bahwa nilai kritis obat
item obat. Kekosongan obat kelompok ini
memiliki nilai dua kali lebih tinggi daripada
dapat lebih dari 24 jam, dan pengawasan
nilai pakai dan nilai investasi. Atau dengan
dan
kata lain prioritas pengaduan obat bukan
kelompok C dilakukan lebih longgar
didasarkan pada nilai investasinya atau nilai
dibandingkan dengan kelompok A dan B.
pengontrolan
monitoring
pada
pakainya, tetapi seberapa penting obat B. Biaya Pemakaian Obat Pasien BPJS tersebut memiliki nilai penting berdasarkan Data
nilai farmakologinya. Sebanyak 10 item obat (4,78%) yang tergolong kedalam kelompok A indeks kritis dengan NIK 9,5-12. Obat-obat tersebut
haruslah
mendapat
perhatian
karena memiliki nilai pakai, nilai investasi juga nilai kekritisan yang tinggi karena
pemulihan
Laporan
pengobatan
kesehatan
pasien
dan BPJS
menghasilkan data berupa jumlah angka kesakitan pasien BPJS tahun 2014. Hasil data penelitian penyakit terbanyak yang terdapat di Wilayah Cibeunying periode Januari–Desember
2014
terdapat
5
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
11
penyakit terbanyak dengan jumlah 9.523
penyakitnya tidak diberikan di Puskesmas
kasus, yaitu Myalgia 2.589 kasus (27,19%),
melainkan di fasilitas kesehatan tingkat
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
lanjutan.
dengan 2.330 kasus (24,47%), Nasofaring Tabel 5. Daftar Penyakit Terbanyak di commoncolddengan 2.291 kasus (24,06%), Puskesmas Wilayah Cibeunying Gastro sebanyak 1.313 kasus (13,79%) dan Presentase
Pulpa sebanyak 1.000 kasus (10,50%).
No
Penyakit
ICD
Total (%)
Daftar
tidak
1
Myalgia
M.79.1
2589
27,19
termasuk penyakit PROLANIS, dan data
2
ISPA
JO6
2330
24,47
yang
3
J OO
2291
tidak
penyakit
dapat
tersebut
ditelusuri,
karena
Nasofaring
24,06
Commoncold
termasuk
data
eksklusi.
PROLANIS
(Program Pengelolaan Penyakit Kronis) termasuk ekslusi karena termasuk kedalam
4
Gastro
K 29
1313
13,79
5
Pulpa
K04
1000
10,50
9523
100
Jumlah
program PRB atau Program Rujuk Balik Myalgia merupakan kasus penyakit dimana dalam pengobatannya diperlukan terbanyak di Wilayah Cibeunying kota keperawatan
jangka
panjang
yang Bandung, hal ini sejalan dengan riset
dilaksanakan
di
Fasilitas
Kesehatan kesehatan dasar Departemen Kesehatan
Tingkat
Pertama
dan
dilanjutkan
ke Republik Indonesia tahun 2007 yang
Fasilitas
Kesehatan
Rujukan
lanjutan.
Dimana
pelayanan
Tingkat menunjukkan bahwa 13 jenis penyakit yang dalam menonjol diseluruh Indonesia salah satu
pemberian
obat
dilakukan
dengan diantaranya
adalah
penyakit
kerjasama antara Apotek atau depo Farmasi musculoskeletal).
Obat-obat
yang
yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan digunakan
untuk
penyakit
ini
yaitu
(BPJS Kesehatan, 2014). Sehingga dalam parasetamol, dan obat golongan NSAID pengadaan obat-obat yang spesifik terhadap
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
12
seperti diklofenak dan ibuprofen (Depkes,
Amoksilin syr kering Botol
Rp 66.053.880
Tablet
Rp 61.138.935
Botol
Rp 57.544.344
Na. Diklofenak 50 mg
Tablet
Rp 54.980.031
Obat Batuk Hitam Plus
Botol
Rp 47.687.310
Botol
Rp 42.324.832
Neurotropik tablet
Tablet
Rp 38.909.760
Zinc dispersibel
Tablet
Rp 36.290.261
125 mg/ml
2006). Obat tersebut sejalan dengan nilai kekritisan
obat
yang
digunakan
di
Multivitamin dan Mineral/Pehavral Kotrimoksazol Suspensi
puskesmas wilayah Cibeunying.
240 mg/5 ml
Jumlah biaya dari pemakaian obat di seluruh Puskesmas Wilayah Cibeunying
Obat Batuk Anak Syrup/Mezinex
Kota Bandung, ialah Rp. 3.019.206.629 dari pemakaian 209 item obat. Hasil pengelompokkan
obat
dengan
biaya
pemakaian terbesar dilihat pada Tabel 6.
Dari daftar biaya pemakaian obat diatas sejalan penggunaannya dengan 5 kasus penyakit terbanyak di Wilayah
Tabel 6. Pengelompokkan Obat dengan biaya
Cibeunying. Golongan obat yang miliki pemakaian terbesar periode Januari-Desember
nilai biaya pemakaian obat tertinggi ialah
2014:
golongan obat Antiinfeksi. Hal ini sejalan Biaya Pemakaian Nama Obat
Satuan (Rp.)
dengan
banyaknya
kasus
ISPA
Tablet
Rp 303.011.685
Nasofaring
Botol
Rp 241.428.000
pengobatannya biasa menggunakan obat
Glucosamin 250 mg
Tablet
Rp 221.796.000
antibiotik atau antiinfeksi. Untuk jenis obat
Vit. Sirup Anak 60 ml
botol
Rp 196.222.500
Parasetamol 500 mg
Tablet
Rp 143.541.862
Ambroxol Syrup
Botol
Rp 122.797.620
AINS mendudukuki peringkat kedua biaya
Botol
Rp 101.070.855
pemakaian
Paket
Rp 90.720.000
Tablet
Rp 88.896.528
Paket
Rp 86.022.000
Tablet
Rp 79.577.932
Amoksilin Kap. 500 mg
Commoncold
dan yang
Etil Klorida Semprot 100 ml
Parasetamol syr 120
Analgetik,
Antipiretik,
terbesar
Antiinflamasi,
sebanyak
Rp.
mg/5 ml 60 ml
541.020.748,- obat golongan ini juga
Obat Anti TBC Kat II FDC Amlodipine 5 mg
sejalan dengan kasus penyakit terbanyak di Wilayah ini seperti untuk pengobatan
Obat Anti TBC Kat I FDC Antasida DOEN tablet
Myalgia, Pulpa dan ISPA serta Nasofaring
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
13
Commoncold juga menggunakan golongan
Saran
obat ini bila gejala disertai demam dan nyeri.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
efektivitas
biaya
pengobatan spesifik penyakit yang diderita.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan
Simpulan Jumlah
analisis
pemakaian
obat
di
Puskesmas Wilayah Cibeunying pada tahun 2014 sebanyak 6.805.385. Dengan Nilai Indeks Kritis 9,5-12 Kelompok A sebanyak 10 item obat (4,78%) dari total item. Kelompok B NIK 6,5-9,4 sebanyak 95 item obat (45,45%) dari total item obat. Dan kelompok C NIK 4-6,4 sebanyak 104 item obat (49,76%) dari total item obat. Total biaya pemakaian obat di Puskesmas Wilayah Cibeunying pada tahun 2014 sebesar Rp. 3.019.206.629,-. Dan penyakit terbanyak yang terjadi di wilayah ini ialah Myalgia dengan total kasus 2.589 kejadian dengan total biaya pemakaian obat sebesar Rp.36.290.261,hingga Rp.303.011.685,-.
untuk penyediaan obat di Puskesmas Kota Bandung terutama di wilayah Cibeunying. Dan analisis lebih lanjut unuk peramalan persediaan
permintaan
selanjutnya
seperti
Quantity
(EOQ)
obat
periode
Economic untuk
Order
menghitung
pemesanan dengan biaya optimum dan seimbang antara biaya persediaan dan biaya tambahan. Pendekatan matematika lainnya yang dapat digunakan ialah permalan permintaan dan waktu pemesanan kembali atau
Re-Order
Point
(ROP)
untuk
memperkirakan Safety Stock (SS) atau jumlah persediaan yang memadai. DAFTAR PUSTAKA Cahyanti, A. N., & Purnama, B. E. (2012). Pembangunan
Sistem
Informasi
Manajemen Puskesmas Pakis Baru Nawangan. Speed-Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 4(4).
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
14
Depkes RI. 2006. Profil Pengendalian Penyakit
dan
Penyehatan
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan
Nasional.
Lingkungan Tahun 2005. Dirjen
Jakarta: Departemen Kesehatan
PP&PL. Jakarta.
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri
Modeong, N., & Rasdianah, N. (2014).
Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
analisis
tentang
jamkesmas
Pedoman
Pelaksanaan
perencanaan dengan
obat metode
Program
Jaminan
Kesehatan
kombinasi abc dan ven di instalasi
Nasional.
Jakarta:
Departemen
farmasi rumah sakit umum daerah
Kesehatan Republik Indonesia
Dr.
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen
Operasi.
Jakarta:
Salemba Empat.
M. 2001. Using Health Outcomes Data to Inform Decision-Making : Payer
Perspective.
Levine, M., Taylor, R., Ryan, M., Sculpher, 2002.
Healthcare
Decision-Making Payers.
tahun
kabupaten 2013.
KIM
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Musnelina, L., Afdhal, A. F., Gani, A., & Andayani, P. 2004. Pola Pemberian Ntibiotika
Pengobaan
Demam
Tifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-
Pharmacoeconomics. 2 : 39-47.
M.
gorontalo
Dunda
Keolahragaan, 2(3).
Lancry, P., O’Connor, R., Stempel, D., Raz,
Healthcare
MM
by
Respiratory
Medicine. 96 : 31-38.
2002. Makara kesehatan 8 (1), 2731. Oktaviani, A., & Baroroh, F. 2015. Studi Pengelolaan Obat Sebelum dan Sesudah JKN di Puskesmas Jetis
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Kota Yogyakarta. Pharmaciana, 5 (1).
Farmaka Vol. 14 No. 1 2016
15
manajemen pelayanan kesehatan. Quick, J.D., Rankin, J.R, Dias, Vimal. 2012. Inventory Management in Managing Edition,
Drug
Supply.Third
Managing
access
to
09: 19-26. Supriyantoro. 2015. Peran Puskesmas era JKN. Surat Kabar Pos Kota 28 Mei 2015.
medicines and health technologies.
http://poskotanews.com/2015/05/2
Arlington: Management Sciences
8/puskesmas-memegang-peran-
for Health.
penting-pada-era-jkn/.
Razak Abd, Padmudji Gunawan, Harsono. 2012.
Analisis
Pengelolaan Distribusi
Obat dan
Efesiensi Pada
Tahap
Penggunaan
di
Puskesmas. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 2. (3). Seto, Soerjono., Nita, Yunita., Triana, Lily. 2012. Manajemen farmasi: apotek, farmasi rumah sakit, pedagang besar farmasi, industri farmasi. Surabaya:
Airlangga
University
Press. Suciati, S., Adisamito, Wiku B. B. 2006 Anlaisis
Perencanaan
Obat
Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi
Farmasi.
Jurnal
tanggal, 12 Maret 2016].
[diakses