EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI LIGA SUPER
YULITA DWI FATMASARI A44070062
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN YULITA DWI FATMASARI. Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi Liga Super. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH. Liga Super merupakan salah satu kompetisi olahraga sepakbola di Indonesia. Kompetisi ini dilakukan di berbagai lapangan yang terletak di daerah Indonesia seperti dilakukan pada Stadion Singaperbangsa Karawang, Stadion Siliwangi Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim Padang. Lapangan sepakbola yang ada, harus sesuai dengan standar FIFA dan mampu digunakan dalam berbagai kondisi. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah kualitas rumput. Kualitas rumput ditentukan oleh media, drainase, dan pemeliharaan yang baik terhadap lapangan. Buruknya kualitas lapangan yang digunakan saat pertandingan sangat merugikan pemain. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mengenai kualitas fungsional dan visual lapangan bola sebagai rujukan bagi perbaikan kualitas rumput yang baik, estetik, dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas fungsional dan visual lapangan, mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, dan memberikan usulan pemeliharaan lapangan bola yang digunakan pada ketiga lapangan yang digunakan dalam Kompetisi Liga Super dan dalam hal ini yang menjadi studi kasus yaitu Stadion Singaperbangsa, Siliwangi, dan Haji Agus Salim. Metode penelitian ini terdiri dari persiapan, pengumpulan data, dan analisis secara kualitatif dan kuantitatif mengenai hasil data yang diperoleh. Analisis kualitatif digunakan dalam mendeskripsikan lokasi dan kondisi lapangan bola yang menjadi studi kasus, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan regresi linier dengan bantuan software minitab 14 untuk mengetahui hubungan antar parameter kualitas fungsional. Selain itu, dilakukan perbandingan dengan standar yang telah disusun dari berbagai sumber terhadap kondisi lanskap tapak untuk memperoleh kesimpulan dari hasil pengamatan lapang yang dilakukan. Analisis dari segi pengelolaan dilakukan secara deskriptif
dengan membandingkan standar pelaksanaan pemeliharaan rumput dengan hasil wawancara dengan pihak pengelola. Sehingga didapat apakah yang telah dilakukan pihak pengelola lapangan bola sudah memenuhi standar pelaksanaan. Parameter kualitas fungsional yang diamati adalah ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat kering akar, panjang akar (akar terpanjang), dan elastisitas rumput yang dilihat dari gelinding bola. Parameter kualitas visual yang diamati adalah kepadatan rumput, warna, keseragaman warna, tekstur, keberadaan partikel di permukaan, dan kemurnian jenis rumput. Parameter pengelolaan yang diamati adalah pemupukan, penyiraman, pemangkasan, penyiangan dan pengendalian gulma, penggilingan, penyulaman, pengendalian hama dan penyakit. Dari hasil analisis regresi linier terhadap parameter kualitas fungsional yang dilakukan, pada Stadion Singaperbangsa diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara berat kering akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah yang ada. Pada Stadion Siliwangi diketahui bahwa ada satu indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 5% dan satu indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi antara berat kering pucuk dan berat kering akar. Korelasi nyata pada taraf α = 5% terjadi antara panjang akar dan luncuran bola. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Pada Stadion Haji Agus Salim diketahui bahwa ada satu indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi antara panjang akar dan lebar daun selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Dari ketiga Stadion yang menjadi lokasi penelitian dan menjadi lokasi beberapa pertandingan dalam Kompetisi Liga Super, dapat disimpulkan bahwa pada lapangan rumput di Stadion Singaperbangsa memiliki kualitas visual yang paling baik diantara ketiga stadion. Untuk kualitas fungsional paling baik terletak pada Stadion Haji Agus Salim. Pada Stadion Singaperbangsa terdapat 4 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu keseragaman warna rumput, keberadaan partikel dipermukaan, panjang akar, dan elastisitas rumput. Pada Stadion Siliwangi terdapat 1 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas
fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu panjang akar. Penggunaan lapangan yang lebih intensif dari lapangan yang lain dan perawatan seadanya bisa jadi menjadi salah satu masalah sehingga lapangan yang ada kurang baik. Pada Stadion Haji Agus Salim terdapat 6 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu tekstur rumput, keberadaan partikel dipermukaan, ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat kering akar, dan panjang akar. Masalah yang terjadi pada Stadion Singaperbangsa yaitu tanah yang digunakan kurang subur, untungnya diimbangi dengan penambahan pupuk kandang pada lapisan media tanam lapangan sehingga kesuburan rumput dapat meningkat. Masalah pada Stadion Siliwangi yaitu penggunaan lapangan yang cenderung tinggi menyebabkan lapanngan mengalami kebotakan. Selain itu, masalah pemeliharaan pada ketiga stadion masih memerlukan perbaikan. Maka dihasilkan rencana pemeliharaan bagi ketiga stadion tersebut untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kualitas lapangan. Pemeliharaan yang sesuai pada waktunya dan sesuai syarat pelaksanaan harus lebih diperhatikan agar kualitas fungsional maupun visual yang diinginkan dapat tercipta dengan baik. Dengan begitu diharapkan mampu menjadikan lapangan yang lebih baik secara visual dan fungsional sehingga sejajar dengan lapangan-lapangan bola yang ada di dunia dan sesuai standar FIFA sehingga dapat digunakan dalam kompetisi tingkat nasional maupun internasional. Kata Kunci : rumput, kualitas fungsional, kualitas visual, Kompetisi Liga Super lapangan sepakbola.
EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI LIGA SUPER
YULITA DWI FATMASARI A44070062
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi Liga Super” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi, baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Yulita Dwi Fatmasari A44070062
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi Liga Super
Nama
: Yulita Dwi Fatmasari
NRP
: A44070062
Departemen
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr NIP 19620118 198601 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 18 Juli 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Toto Marwoto dan Ibu Dahli Wartini. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) AlIman pada tahun 1995-1996. Pada tahun 1996-2001 penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Percontohan (SDNP) Komplek IKIP Jakarta dan mengikuti kelas akselerasi pada saat kelas tiga. Kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 115 Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 71 Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan di dalam maupun di luar akademik, seperti menjadi asisten mata kuliah Desain Penanaman Lanskap dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap pada divisi HIMASKAP Corporation dan Divisi Sosial Lingkungan. Penulis juga pernah mengikuti Sayembara Taman Ade Irma Suryani (Taman Topi) pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang dipakai untuk Kompetisi Liga Super” berdasarkan hasil kegiatan penelitian penulis. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya, memberikan masukan berupa saran serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Ibu Fitriyah Nurul Hidayati Utami, ST, MT selaku dosen penguji yang berkenan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini, dan juga seluruh staf pengajar dan staf administrasi Departemen Arsitektur Lanskap. 3. Bapak Rachmat dari KONI Karawang yang membantu pengambilan data di Karawang, Bapak Dudi pihak KODAM III/Siliwangi yang membantu pengambilan data di Bandung, Bapak Tanjung dan Bapak Nov yang membantu pengambilan data di Padang. 4. Keluarga di Jakarta (mama, papa, kakak, dan adik) dan keluarga di Bogor (mama ani, bunda, mas bambang, dan zalfa) yang tak lelah memberikan semangat. Terutama untuk mama dan papa yang tidak henti-hentinya mengingatkan, memotivasi, dan mendoakan. 5. Kakak-kakak angkatan 42 dan 43, adik-adik angkatan 45, 46, dan 47 Arsitektur Lanskap atas semangat dan doanya, juga kepada sahabatsahabat ARL 44 yang berjuang bersama selama 3 tahun terakhir ini. Terima kasih atas persahabatan, canda tawa, dan semangat yang tak lelah kalian tularkan kepada saya.
6. Eka Satria Ramadhan atas semangat, doa, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini. 7. Bina dan Naya, sahabat sejak SMP yang selalu setia mengingatkan dan memberi motivasi, Sarah yang setia membantu selama penelitian di Bandung. 8. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada, juga semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan. Bogor, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
.......................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ..xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan
dan Manfaat..........................................................................3
1.3 Kerangka Pikir
BAB II
................................................................................1
................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput
5
2.2 Jenis Rumput …………………………………………………………7 2.2.1 Rumput Manila (Zoysia Matrella [L.] Merr. ) …………………7 2.2.2 Rumput Paitan (Axonopus compressus [Swartz] Beauv.) ……….8 2.3 Lingkungan Tumbuh Rumput ………………………………………….8 2.4 Kriteria Rumput Lapangan Olahraga …………………………………10 2.5 Kualitas Visual dan Fungsional Rumput ……………………………...11 2.6 Pemeliharaan Rumput Lapangan Olahraga …………………………14 2.7 Lapangan Sepakbola ………………………………………………….15 2.8 Liga Super Indonesia
……………………………………………….17
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu …………………………………………………....19 3.2 Metode Penelitian …………………………………………………...20 3.3 Batasan Penelitian
…………………………………………………..29
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak …………………………………………………………………..30 4.2 Iklim…………………………………………………………………...32
4.3 Daya Tampung dan Penggunaan………………………………………32 4.4 Pengelola………………………………………………………………35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Media Tanam Lapangan……………………………………………….36 5.2 Jenis Rumput ………………………………………………………….37 5.3 Konstruksi Lapangan ………………………………………………….38 5.4 Kualitas Fungsional 5.4.1 Ketinggian Pangkas……………………………………………41 5.4.2 Berat Kering Pucuk ……………………………………………42 5.4.3 Berat Kering Akar ……………………………………………..44 5.4.4 Panjang Akar (Akar Terpanjang) ……………………………...45 5.4.5 Elastisitas Rumput …………………………………………….46 5.5 Kualitas Visual 5.5.1 Kepadatan Rumput…………………………………………….48 5.5.2 Warna ………………………………………………………….50 5.5.3 Keseragaman Warna …………………………………………..53 5.5.4 Tekstur Rumput………………………………………………..53 5.5.5 Keberadaan Partikel di Permukaan…………………………….54 5.5.6 Kemurnian Jenis Rumput……………………………………...56 5.6 Pengelolaan 5.6.1 Pemupukan…………………………………………………….57 5.6.2 Penyiraman…………………………………………………….58 5.6.3 Pemangkasan…………………………………………………..59 5.6.4 Penyiangan dan Pengendalian Gulma…………………………60 5.6.5 Penggilingan..………………………………………………… 61 5.6.6 Penyulaman…………………………………………………… 61 5.6.7 Pengendalian Hama dan Penyakit……………………………..62 5.7 Korelasi Antar Peubah 5.7.1 Stadion Singaperbangsa ……………………………………….63 5.7.2 Stadion Siliwangi. ……………………………………………..66 5.7.3 Stadion Haji Agus Salim………………………………………69
5.8
Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Fungsional dan Visual 5.8.1 Stadion Singaperbangsa ……………………………………….72 5.8.2 Stadion Siliwangi ……………………………………………73 5.8.3 Stadion Haji Agus Salim………………………………………74 5.8.4 Rencana Pemeliharaan ………………………………………...75
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan………………………………………………………..78
6.2
Saran……………………………………………………………79
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
..................................................................................80
...............................................................................................82
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sembilan Tim teratas dari Divisi Utama Liga Indonesia ……………….17 Tabel 2 Jenis Data yang Dikumpulkan …………………………………………21 Tabel 3 Skor, Warna, dan Notasi Rumput Lapangan Sepakbola ………………24 Tabel 4 Standar Penilaian Rumput Axonopus compressus Pada Lapangan Sepakbola ……………………………………………………………….26 Tabel 5 Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola ……………………27 Tabel 6 Standar Umum Pelaksanaan Kerja Pemeliharaan Lapangan Sepakbola ..27 Tabel 7 Kondisi Iklim Bulanan Pada Tahun 2009 di Ketiga Kota ………………32 Tabel 8 Daya Tampung dan Penggunaan Ketiga Stadion ………………………33 Tabel 9 Media Tanam Lapangan ……………………………………………….36 Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang ….38 Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung …………39 Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang ……40 Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion ………………………42 Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion ………………………42 Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion ……44 Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion ……………………46 Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion …48 Tabel 18 Tabel Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion …………….53 Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion …………………………54 Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion …55 Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion ...………………56 Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion
……..……………57
Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion ……………………58 Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion …………………59 Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion..60 Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion …………………..61 Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion……………………62
xvi
Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga Stadion ………………………………………………………………..62 Tabel 29 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Singaperbangsa …………………63 Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Siliwangi ………………………66 Tabel 31 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim ………………69 Tabel 32 Perbandingan Kualitas Rumput Ketiga Stadion ………………………72 Tabel 33 Kegiatan Pemelihaaan yang Perlu dilakukan pada lapangan Sepakbola 75 Tabel 34 Rencana Pemeliharaan ………………………………………………...76
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
……………………………………………4
Gambar 2 Tipe Pertumbuhan Rumput ……………………………………………6 Gambar 3 Morfologi Rumput Manila ……………………………………………7 Gambar 4 Morfologi Rumput Paitan
……………………………………………8
Gambar 5 Kualitas Tekstur Rumput yang Baik dan Buruk ……………………12 Gambar 6 Kualitas Densitas Rumput yang Baik dan Buruk ……………………12 Gambar 7 Kualitas Keseragaman Rumput yang Baik dan Buruk ………………13 Gambar 8 Lapangan Sepakbola …………………………………………………16 Gambar 9 Detail Ukuran Lapangan Sepakbola …………………………………16 Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………19 Gambar 11 Dasar Penentuan Titik Pengambilan Data …………………………22 Gambar 12 Ilustrasi Penentuan Grid ……………………………………………24 Gambar 13 Peta Lokasi Stadion Singaperbangsa ………………………………30 Gambar 14 Peta Lokasi Stadion Siliwangi ………………………………………31 Gambar 15 Peta Lokasi Stadion Haji Agus Salim ………………………………31 Gambar 16 Tribun Utama Stadion Singaperbangsa ……………………………33 Gambar 17 Tribun Utama Stadion Siliwangi ……………………………………34 Gambar 18 Tribun Stadion Haji Agus Salim……………………………………34 Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang ..38 Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung ………39 Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion H. Agus Salim, Padang …….40 Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion
……………………49
Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion …………51 Gambar 24 Warna Rumput Pada Stadion Singaperbangsa
……………………51
Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi ……………………………52 Gambar 26 Warna Rumput Pada Stadion Haji Agus Salim ……………………52 Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada 3 Stadion ……55 Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen ……………………………56
xviii
Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Singaperbangsa …….65 Gambar 30 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Siliwangi …………...68 Gambar 31 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim ……71
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel P-Value antar peubah pada ketiga stadion ………………….82 Lampiran 2 Ilustrasi Gambar Ketiga Stadion ……………………………………83
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang digemari semua
kelompok umur hampir di seluruh dunia. Sebagai olahraga yang banyak diminati, demam
sepakbola
telah
menjadi
suatu
fenomena
tersendiri.
Pada
perkembangannya, sepakbola telah menjelma sebagai suatu industri yang mampu memenuhi kebutuhan fisik manusia. Oleh karena itu, industri sepakbola harus dapat dikelola secara profesional agar mampu mendatangkan keuntungan ekonomi dan kepuasan penggunanya. Sepakbola telah tumbuh dan berkembang secara pesat dan matang. Perkembangan sepakbola diiringi dengan lahirnya lembaga yang mengurusinya seperti PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang menjadi induk organisasi sepakbola di Indonesia. Pada tahun 2007 dimulai beberapa kompetisi yang rutin digelar PSSI salah satunya yaitu Liga Super Indonesia. Liga Super Indonesia
merupakan
kompetisi sepakbola antar
klub
profesional
di Liga
Indonesia. LSI diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia (dahulu BLI) yang dimiliki oleh PSSI dan merupakan pertandingan antar klub-klub sepakbola yang ada di Indonesia. Lokasi pertandingan Kompetisi Liga Super ini terdapat di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia, dalam penelitian ini diambil studi kasus yaitu tiga lapangan yang berada pada Stadion Singaperbangsa Karawang, Stadion Siliwangi Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim Padang. Penelitian kali ini mengambil studi kasus tiga lapangan bola yang digunakan dalam Kompetisi Liga Super. Tiga lapangan ini yaitu Stadion Singaperbangsa Kabupaten Karawang, Stadion Siliwangi Kota Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim Kota Padang. Stadion Singaperbangsa, Karawang merupakan Stadion yang menjadi tempat latihan dari Klub Pelita Jaya. Stadion Siliwangi Bandung merupakan Stadion yang menjadi tempat latihan dari Klub PERSIB. Untuk Stadion Haji Agus Salim merupakan Stadion yang menjadi tempat latihan dari Klub Semen Padang.
2
Keberadaan lapangan sepakbola merupakan sarana paling penting untuk menunjang kegiatan olahraga ini. Sebagai suatu arena berolahraga, lapangan sepakbola harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penonton maupun pemain. Lapangan yang ada harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan FIFA dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi mengingat Indonesia sebagai negara beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam sebuah lapangan sepakbola adalah kualitas rumput yang digunakan dalam lapangan bola tersebut baik pada musim hujan dan kemarau. Kualitas rumput mampu mempengaruhi permainan dari pemain sepakbola. Kualitas rumput dapat ditentukan melalui kualitas fungsional dan visual (Turgeon, 2002). Kualitas fungsional meliputi rigiditas, elastisitas, kemampuan menahan beban, yield, verdure, perakaran, dan kemampuan memulihkan diri sedangkan kualitas visual terdiri atas densitas, tekstur, keseragaman warna, tipe pertumbuhan, dan kehalusan (Turgeon, 2002). Apabila kualitas rumput yang ada di lapangan memiliki kondisi yang buruk, menyebabkan permainan terganggu dan terkadang membahayakan keselamatan pemain. Rumput juga menyediakan permukaan yang dapat mengurangi resiko cedera ketika jatuh (Hopkins, 2000). Kualitas rumput yang digunakan harus mengikuti standar yang telah ditetapkan, tetapi pada kenyataannya masih banyak lapangan sepakbola yang tidak memenuhi standar rumput yang memadai bagi permainan ini. Menurut Turgeon (2002), kualitas visual yang baik untuk rumput adalah yang memiliki densitas yang rapat antar pucuk rumput, memiliki tekstur yang halus dilihat dari lebar helai daunnya, memiliki keseragaman rumput yang tinggi terlihat dari warna dan jenis yang ada di lapangan, dan memiliki kehalusan rumput yang baik karena mampu mempengaruhi pergerakan gelindingnya bola. Kualitas fungsional yang baik adalah memiliki rigiditas yang baik sehingga dapat menahan bola, memiliki elastisitas yang baik sehingga rumput dapat kembali ke bentuk semula setelah diinjak, kemampuan menahan beban yang baik, perakaran yang dalam, dan dapat memulihkan diri dengan baik dari kerusakan. Salah satu masalah terjadi pada Stadion Siliwangi. Setelah digunakan untuk acara Kick-fest (Kreative Independent Clothing Kommunity Festival),
3
banyak rumput yang mati akibat terinjak-injak ribuan orang. Kondisi Stadion Siliwangi yang rusak sempat menyulitkan panitia pelaksana pertandingan Persib menjamu Arema pada Juli 2010 lalu. Lapangan yang rusak tidak layak untuk menggelar suatu pertandingan bertaraf nasional (Pikiran Rakyat, 2010). Dalam suatu pertandingan, disadari atau tidak kualitas lapangan menentukan kualitas dari permainan sepakbola. Kualitas ini ditentukan oleh kondisi rumput, drainase, dan pengelolaan yang baik terhadap lapangan. Pemain akan mampu memainkan bola seperti gelinding, pantulan, dan dribbling dengan baik di lapangan rumput yang memiliki kualitas baik. Demikian juga pemain dapat melakukan gerakan dengan baik tanpa harus khawatir cedera. Sebaliknya, seberapa hebatnya pun keterampilan pemain, permainannya akan menjadi buruk apabila lapangan rumputnya buruk, misalnya becek, botak, bergelombang, atau ketinggian rumput tidak seragam. Buruknya kualitas lapangan yang digunakan saat pertandingan sangat merugikan pemain. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu evaluasi mengenai kualitas fungsional dan kualitas visual dari lapangan bola (Gambar 1). Dari evaluasi ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi untuk memperbaiki kualitas tiga lapangan yang menjadi studi kasus yang dapat mendukung aktivitas olahraga sepakbola dan dapat menciptakan lanskap lapangan sepakbola yang berfungsi baik, estetik, dan berkelanjutan.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1.
mengevaluasi kualitas fungsional dan visual tiga lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
2.
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada tiga lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
3.
memberikan usulan pemeliharaan tiga lapangan bola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super.
4
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
memberikan informasi mengenai kualitas tiga lapangan sepakbola yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
2.
menambah pengetahuan mengenai kualitas rumput yang dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
3.
sebagai rujukan dalam melakukan pemeliharaan dan peningkatan kualitas ketiga lapangan bola yang menjadi lokasi penelitian.
1.3
Kerangka Pikir Kompetisi Liga Super
Kualitas Lapangan Sepakbola Saat Ini (Identifikasi Masalah)
Kualitas Fungsional Parameter yang diukur : - Ketinggian pangkas - Berat kering pucuk - Berat kering akar - Panjang akar (akar terpanjang) - Elastisitas rumput
Kualitas Visual
Pengelolaan Pemeliharaan Parameter yang didata : - Pemupukkan - Penyiraman - Pemangkasan - Penyiangan dan Pengendalian Gulma - Penggilingan - Penyulaman - Pengendalian Hama dan Penyakit
Parameter yang diukur : - Kepadatan (Densitas) - Warna hamparan rumput - Keseragaman warna rumput - Tekstur rumput - Kemurnian jenis rumput - Keberadaan partikel dipermukaan
Standar Penilaian Kualitas Visual dan Fungsional Berdasarkan Standar yang Ada Rekomendasi Untuk Meningkatkan Kualitas Lapangan Sepakbola Lapangan Sepakbola yang Berfungsi Baik, Estetik, dan Berkelanjutan
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Rumput Rumput merupakan tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman
monokotil. Hal ini dikarenakan rumput memiliki satu buah kotiledon pada bijinya (Christians, 2001). Menurut Turgeon (2002), rumput termasuk dalam famili Poaceae, yang biasanya disebut Graminae. Rumput mempunyai bagian atas yang terdiri atas batang, daun dan organ reproduktif serta bagian bawah yang berupa akar ( Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990 ). Daun rumput ini terbagi menjadi dua, untuk bagian atas disebut sebagai blade dan untuk bagian bawah disebut sebagai sheath. Kedua bagian tersebut terhubung oleh sebuah meristem. Dari jaringan meristem inilah awal dari pertumbuhan dari sehelai rumput. Jaringan meristem pada tanaman biasa terletak pada pucuk, tetapi untuk rumput jaringan ini berada dibawah pucuk. Hal ini yang memungkinkan rumput memiliki toleransi tinggi terhadap pemangkasan dan tekanan. Selain itu, rumput memiliki bagian yang disebut crown yang merupakan pusat aktivitas dari rumput, apabila bagian ini mati maka rumput pun ikut mati (Christians, 2001). Rumput dapat diperbanyak secara generatif yaitu dengan benih dan vegetatif yaitu dengan stolon, rhizome dan lempengan (Sulistyantara, 1992). Dalam tipe pertumbuhan, rumput memiliki tiga tipe yaitu Bunch-type, Rhizomatype, dan Stoloniferous (Gambar 2). Bunch-type adalah pertumbuhan yang dipengaruhi oleh kualitas biji, dimana apabila kualitas bijinya tinggi maka akan menghasilkan rumput yang seragam. Sebaliknya, jika kualitas biji yang rendah akan menghasilkan rumput yang tidak seragam. Setelah musim tumbuh, beberapa anakan akan berkembang menjadi kelompok yang rapat mengelilingi crown. Pada beberapa rumput, perkembangan tunas mungkin juga muncul secara lateral dan menembus tanaman induk. Apabila batang lateral tersebut menembus tanaman induk berlangsung pada permukaan tanah, batang tersebut biasa disebut stolon dan apabila berada di dalam tanah maka disebut rhizome. Jadi, Rhizoma-type adalah tipe rumput yang perbanyakannya melalui akar bawah tanah yang biasa disebut rhizoma. Karena akar memiliki jangkauan yang luas, maka rumput yang
6
dihasilkannya akan seragam. Sedangkan Stoloniferous adalah tipe rumput yang perbanyakannya melalui akar atas tanah yang disebut stolon. (Christians, 2001).
Gambar 2 Tipe Pertumbuhan Rumput (Christians,2001)
Rumput memiliki fungsi penting dalam lanskap. Rumput mampu menjadi pembentuk estetika maupun menjadi tanaman konservasi. Rumput mampu membentuk pola aktivitas ruang terbuka yang diinginkan. Sebagai contoh, rumput ditanam untuk membentuk sirkulasi, tempat olahraga, tempat bermain, maupun tempat parkir mobil. Dalam hal fungsinya sebagai konservasi tanah, rumput mampu menjadi penahan erosi yang mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan tanah (run-off). Pemilihan jenis rumput dalam suattu perencanaan lanskap adalah salah satu faktor penting karena berhubungan dengan kesesuaian dan tujuan perencanaan desain tersebut.
Peruntukan rumput
lanskap
berbeda-beda,
tergantung pada area yang direncanakan. Jenis rumput yang biasa digunakan untuk lapangan olahraga yaitu Rumput Golf Bermuda, Rumput Gajah, Rumput Manila, dan Rumput Agrostis (Kumurur, 2002).
7
2.2.
Jenis Rumput
2.2.1. Rumput manila (Zoysia matrella [L.] Merr. ) Rumput Zoysia (Gambar 3) merupakan rumput yang berasal dari Asia Tenggara, Cina dan Jepang. Rumput ini merupakan rumput yang lambat pertumbuhannya, merambat, dan tahan terhadap panas. Rumput ini memiliki tekstur, warna dan kualitas yang mirip dengan Rumput Bermuda. Rumput ini merupakan
rumput
dengan
kualitas
dan
pemeliharan
tinggi
karena
pertumbuhannnya lambat. Rumput Manila juga sangat rentan terhadap nematoda yang memiliki tekstur halus dan dapat tumbuh dengan baik di daerah yang hangat. Mempunyai toleransi yang rendah terhadap suhu dingin dan tumbuh lebih lambat dibandingkan Rumput Jepang (Munandar dan Hardosuwignyo,1990). Rumput Manila memiliki stolon dan rhizome yang kuat dan bercabang ke segala arah. Rumput ini memiliki panjang ruas stolon yang seragam. Biasanya, ujung daun Rumput Manila selalu menggulung ke dalam. Helaian daun halus dan berwarna hijau tua ataupun hijau kebiruan. Rumput ini memiliki bunga yang membentuk sebuah bulir (Christians, 2001).
Gambar 3 Morfologi Rumput Manila (Christians,2001)
Rumput Manila tumbuh baik pada tanah berpasir, tanah liat berpasir, atau tanah yang banyak mengandung garam. Pertumbuhan rumput ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Misalnya, di tempat yang lembab dan agak ternaungi, daunnya lebih halus dan panjang dibandingkan rumput yang tumbuh di tempat terbuka. Rumput ini sering digunakan untuk penutup tanah lapangan olahraga, lapangan bermain, maupun tempat parkir (Kumurur, 2002).
8
2.2.2. Rumput Paitan ( Axonopus Compressus [Swartz.] Beauv.) Menurut Munandar dan Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan (Gambar 4) atau rumput karpet berasal dari India dan Amerika Tengah bagian selatan. Rumput ini merupakan rumput daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan. Rumput Paitan memiliki lebar helai daun berkisar 4 – 8 mm, tidak berbulu atau berbulu jarang pada pangkal daun. Rumput Paitan dapat membentuk hamparan yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi dangkal. Rumput Paitan dapat tumbuh pada pH tanah 4,5 – 5,5.
Gambar 4 Morfologi Rumput Paitan (Christians,2001)
Menurut Emmons (2000), Rumput Paitan memiliki daun lebar, berstolon dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paitan merupakan rumput dengan tingkat pertumbuhan yang lambat dan biasanya ditanam dengan benih. Rumput ini memiliki toleransi terhadap garam yang rendah dan suhu dingin, sehingga sangat sesuai untuk area dengan pemeliharaan minimum dan basah serta drainase yang buruk. Rumput Paitan biasa digunakan di pinggir jalan atau di daerah yang miring sebagai tanaman pengontrol erosi. Spesies ini juga dapat tumbuh di area dengan tingkat pemeliharaan rendah dengan sedikit tekanan.
2.3
Lingkungan Tumbuh Rumput Menurut Rodney (2004), pertumbuhan rumput memiliki banyak kaitan
dengan seluruh elemen pada lingkungan. Lingkungan tumbuh rumput terdiri atas suhu, kelembaban, cahaya, angin, lokasi, dan bahkan faktor manusia. Kombinasi
9
dari faktor-faktor ini adalah indikator bagaimana rumput dapat bertahan hidup dalam suatu area. Suhu adalah faktor lain untuk mengukur pertumbuhan rumput yang baik. Ada suhu minimum, optimum, dan maksimum untuk setiap spesies rumput. Suhu minimum adalah suhu paling rendah dimana rumput dapat bertahan hidup ketika musim dingin atau periode suhu sangat dingin. Suhu optimum adalah suhu dimana rumput dapat tumbuh dengan subur. Suhu maksimum dimana suhu ketika itu menjadi terlalu panas bagi rumput untuk tumbuh. Terkadang suhu maksimum akan mendorong sebagian spesies rumput melakukan dormansi dan sebagian lainnya akan menimbulkan kematian. Rumput mempunyai kisaran suhu tertentu untuk pertumbuhan optimum dan suhu optimum untuk perkecambahan biji. Biji dari setiap spesies rumput biasanya berkecambah dalam satu kisaran suhu tertentu meskipun dapat tumbuh baik dalam kisaran suhu lebih lebar (Rodney, 2004). Kelembaban adalah kondisi yang paling penting bagi kelangsungan hidup rumput. Rumput terdiri dari 90 % air. Fungsi dari air adalah menjaga turgiditas, menyalurkan nutrisi, membantu proses kimiawi dan membantu rumput dalam menghadapi fluktuasi suhu yang lebar (Rodney,2004). Angin biasanya tidak dianggap sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan rumput. Tekanan angin pada hamparan rumput tertentu berhubungan langsung pola cuaca secara keseluruhan yang terjadi saat itu. Topografi dan lokasi geografis juga mempengaruhi efek langsung terhadap pertumbuhan rumput. Hembusan angin juga dapat menyebabkan biji rumput atau hama potensial ke dalam area tertentu. Polutan dan patogen juga dapat dibawa oleh angin (Rodney,2004). Semua
tanaman
membutuhkan
cahaya
untuk
melakukan
proses
fotosintesis. Rumput membutuhkan jumlah cahaya tertentu untuk bertahan hidup namun tidak semua species rumput membutuhkan jumlah cahaya tertentu untuk bertahan hidup, namun tidak semua spesies rumput membutuhkan cahaya dalam jumlah banyak dalam mencapai pertumbuhan optimum (Rodney,2004). Faktor
manusia
adalah efek
yang
dilakukan
manusia
terhadap
perkembangan dan pertumbuhan rumput. Kegiatan yang dilakukan manusia di atas rumput memberikan efek penghancuran terhadap lingkungan dan rumput
10
tidak terkecuali. Rumput yang sedang tumbuh tidak akan tumbuh dengan baik jika di atasnya dilakukan lalu lintas baik oleh manusia maupun oleh kendaraan atau apapun yang akan merusak pertumbuhan bibit. Oleh karena itu, faktor manusia adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika akan menanam rumput (Rodney,2004).
2.4.
Kriteria Rumput Lapangan Olahraga Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), rumput untuk lapangan
olahraga mampu menghadapi berbagai tekanan, yang utama berupa aktivitas lalu lintas dengan frekuensi tinggi di atas padang rumput. Secara biologi, rumput untuk lapangan olahraga harus mempunyai kemampuan tumbuh yang baik. Rumput harus memiliki penutupan yang luas dan kemampuan tumbuh yang baik. Rumput juga harus memiliki kemampuan jelajah yang tinggi, daya regenerasi tinggi, serta ketebalan penutupan karena stolon, rhizoma maupun cabang-cabang lateral cukup tebal sehingga menjamin elastisitas yang baik. Selain itu, rumput juga harus memiliki daya adaptasi terhadap air dan suhu yang baik. Tiap rumput memiliki toleransi yang berbeda-beda. Rumput juga harus memiliki daya adaptasi yang baik terhadap tanah. Rumput Zoysia dan Bermuda adalah rumput yang beradaptasi dengan baik terhadap kondisi tanah yang kurang menguntungkan seperti kondisi topsoil yang relatif tipis pada kebanyakan lapangan olahraga. Standar rumput yang digunakan untuk lapangan bola dalam Football Stadiums Book menurut FIFA (2010) diantaranya adalah :
lapangan memiliki tinggi rumput yang sama / rata,
harus dalam kondisi yang paling baik,
memiliki rumput yang seragam,
rumput mampu meredam laju bola,
rumput menutupi seluruh lapangan bola,
bertekstur halus lembut,
memiliki perakaran kuat dan saling menjalin,
arah tumbuh ke atas,
rumput yang ada tidak menghambat pergerakan pemain,
menyediakan permukaan yang dapat mengurangi resiko cedera,
11
media tumbuh rumput menggunakan pasir bukan tanah. Media pasir mampu membuat air cepat terserap. Rumput harus memiliki fleksibilitas dan resistensi untuk mengakomodasi
aktivitas-aktivitas lari, melompat dan menginjak-injak dalam olahraga. Aktivitas menginjak-injak dalam derajat ringan akan memperpendek stolon dan ukuran batang, mengurangi ketebalan dan meningkatkan jumlah anakan atau tunas, stolon dan helaian daun. Akan tetapi jika berlebihan, aktivitas tersebut akan merobohkan rumput, mengubah warna pangkal-pangkal daun menjadi lebih putih dan pucat, menyobek helaian daun, memadatkan tanah dan meluruhkan pelapah-pelapah daun. Rumput yang baik untuk olahraga hingga batas tertentu mempunyai fleksibilitas dan toleransi yang baik terhadap kerusakan-kerusakan tersebut sehingga
padang
rumput
(turf)
tampak
selalu
hijau
(Munandar
dan
Hardjosuwignyo, 1990).
2.5
Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Menurut Emmons (2000), rumput merupakan penutup tanah yang sangat
baik untuk lapangan olahraga dan tempat rekreasi. Rumput dapat membuat permukaan yang kuat dan tahan injakan. Ketika luka, rumput mempunyai kemampuan menyembuhkan diri yang baik. Rumput juga dapat menyediakan permukaan yang baik untuk pijakan atlet dan permukaan yang lembut untuk menahan atlet ketika jatuh. Menurut Turgeon (2002), kualitas rumput ditentukan melalui dua hal yaitu kualitas visual dan kualitas fungsional. Kualitas visual rumput dapat diukur melalui empat karakter yaitu warna, tekstur, densitas, dan keseragaman (Turgeon, 2002). a.
Warna merupakan ukuran cahaya yang direfleksikan oleh rumput. Pada umumnya, semakin hijau rumput semakin menarik untuk dipandang. Kebanyakan orang lebih menyukai warna hijau yang gelap. Warna hijau yang buruk biasanya disebabkan oleh faktor kekurangan nitrogen, kekeringan atau stres suhu, penyakit, hama atau hal lain. Normal saja bagi beberapa spesies memiliki warna hijau terang. Kurangnya warna hijau gelap bukan berarti rumput dalam kondisi tidak sehat.
12
b.
Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik. Pemangkasan yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat ukuran daun menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam. Ilustrasi mengenai perbandingan tekstur rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kualitas Tekstur Rumput yang Baik dan Buruk (Christians,2001) c.
Indikator yang paling penting adalah densitas. Densitas adalah banyaknya tunas rumput dalam sebuah area. Densitas juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Rumput dalam sebuah lapangan sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan rumputnya buruk. Ilustrasi mengenai perbandingan kualitas densitas rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6
d.
Kualitas Densitas Rumput yang Baik dan Buruk (Christians,2001)
Keseragaman merupakan kombinasi dari ketiga karakter yang telah disebutkan. Rumput yang menarik memiliki penampilan yang seragam dan
13
konsisten. Apabila warna, tekstur, dan densitasnya sama dalam satu hamparan rumput, hamparan tersebut dapat dikatakan seragam. Gulma, penyakit,
perbedaan tekstur,
dan warna rumput
dapat
merusak
keseragaman rumput. Ilustrasi mengenai perbandingan keseragaman rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Kualitas Keseragaman Rumput yang Baik dan Buruk (Christians,2001) Kualitas fungsional dari rumput meliputi rigiditas, elastisitas, kemampuan menahan beban, yield, verdure, perakaran, dan kemampuan memulihkan diri. Dan istilah-istilah tersebut memiliki pengertian sebagai berikut : a. Rigiditas adalah ketahanan daun rumput
terhadap tekanan dan
berhubungan dengan katahanan tanaman rumput. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimiawi dari jaringan tanaman, kandungan air, suhu, ukuran tanaman, dan densitas. b. Elastisitas adalah kemampuan rumput untuk kembali tegak setelah tekanan diatasnya berpindah. Elastisitas rumput akan berkurang secara dramatis apabila rumput membeku. c. Kemampuan menahan beban adalah kemampuan rumput dalam menyerap beban tanpa merubah karakteristik permukaannya. Pada beberapa kasus, ketahanan ini dipengaruhi oleh daun rumput dan akar. Pada lapangan golf, ketahanan ini dapat menahan bola secara baik sehingga dapat dibidikkan sesuai target. Pada lapangan sepakbola, ketahanan ini membantu dalam mengurangi potensi cedera pada pemain. d. Yield adalah ukuran jumlah sisa potongan rumput yang telah dipangkas. Hal ini merupakan indikasi pertumbuhan rumput terhadap pemupukan, irigasi, dan faktor- faktor alami lainnya. Jumlah yield yang berlebihan,
14
mengindikasi penggunaan pupuk yang berlebihan, terutama nitrogen dan indikasi lainnya seperti perakaran lemah, toleransi terhadap stres, dan ketahanan terhadap penyakit. e. Verdure adalah jumlah rumpun rumput yang masih tertanam setelah pemotongan. Pada beberapa genotip rumput tertentu, peningkatan verdure berhubungan dengan peningkatan rigiditas dan kemampuan menahan beban. f. Perakaran adalah jumlah pertumbuhan akar dalam suatu masa tanam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah akar yang berwarna putih dan dari kedalamannya. Semakin banyak jumlah dan semakin dalam perakarannya, maka semakin baik kualitas rumputnya. g. Kemampuan memulihkan diri adalah kemampuan rumput dalam memulihkan diri setelah terserang hama penyakit, penggunaan diatasnya, dan sebagainya.
Kemampuan memulihkan diri sangat
bervariasi
bergantung pada genotip rumput dan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam maupun buatan. Faktor-faktor yang mengurangi kemampuan memulihkan diri adalah kepadatan tanah yang kurang baik, pemupukan yang berlebihan ataupun kurang, kelembaban, suhu yang kurang baik, penyinaran yang kurang baik, tanah yang masih menyimpan residu racun dan penyakit. Kedua aspek diatas harus diperhatikan untuk mencapai kualitas rumput yang baik, karena apabila kedua aspek tersebut diabaikan, selain dapat mempengaruhi penampilan dan pertumbuhan rumput, juga dapat mempengaruhi kualitas permainan.
2.6
Pemeliharaan Rumput Lapangan Olahraga Menurut Emmons (2000), memelihara kualitas rumput lapangan olahraga
dapat menjadi sulit karena efek yang merusak dari aktifitas olahraga yang dilakukan diatasnya. Rugby, sepakbola, baseball, lacrosse, dan hoki lapangan adalah olahraga yang biasanya dilakukan diatas hamparan rumput. Permasalahan utama pada lapangan olahraga yaitu pemadatan dan kualitas rumput yang buruk. Permasalahan ini dapat diatasi dengan konstruksi lapangan yang baik dan pemilihan spesies dan kultivar rumput yang sesuai. Kunci utama dalam membuat
15
lapangan olahraga yang baik adalah dengan menyediakan zona akar yang cukup. Drainase dan irigasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga rumput agar tetap padat dan subur. Lapangan dengan media pasir memerlukan irigasi yang hati-hati karena zona perakaran sangat mudah kehilangan air. Penyiraman sebaiknya tidak dilakukan sehari sebelum lapangan digunakan agar lapangan tidak digenangi air. Penyiraman segera setelah lapangan digunakan sangat disarankan untuk mempercepat pemulihan rumput. Lapangan yang menggunakan tanah liat akan mengeras jika tidak disiram secara regular. Coring untuk mengurangi kepadatan sangat penting. Coring adalah pembuatan lubang pada tanah untuk menjaga agar tanah menjadi gembur, terjaga porositasnya, terjaga kestabilan oksigen dalam tanah, dan mengurangi kepadatan tanah (Emmons, 2000). Rumput dapat mengalami kerusakan yang parah sehingga harus diganti maupun ditambal. Kegiatan penggantian ini dilakukan dengan sodding. Rumput harus dipupuk dengan baik untuk menghasilkan hamparan rumput yang padat, tingkat pemulihan diri yang baik dan sehat. Pemupukan beberapa minggu sebelum lapangan digunakan sangat diperlukan (Emmons, 2000). Pengendalian gulma dan hama penyakit yang dapat mengancam kesuburan rumput harus dikontrol. Gulma adalah permasalahan yang biasa terjadi jika terdapat titik kebotakan yang tidak segera ditambal. Olahraga yang cukup keras dapat membuat kerusakan yang cukup sering pada rumput. Penelitian menunjukkan bahwa lapangan dengan tingkat pemeliharaan yang rendah memiliki tingkat kerusakan yang lebih tinggi. Lapangan dengan media pasir adalah lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam memelihara kepadatan rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat (Emmons, 2000).
2.7
Lapangan Sepakbola Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang menggunakan lapangan
sebagai area bermainnya. Lapangan yang digunakan biasanya adalah lapangan rumput yang berbentuk persegi panjang dengan panjang 105 meter dan lebar 68 meter (FIFA,2010). Dimensi ini merupakan dimensi wajib yang digunakan dalam Piala Dunia maupun untuk semua pertandingan tingkat profesional, baik dalam
16
maupun luar negeri. Peraturan permainan memang menggunakan rentang panjang 100-110 meter dan lebar 64-75 meter, namun sangat direkomendasikan untuk lapangan baru menggunakan ukuran 105x68meter (FIFA,2010). Ilustrasi lapangan dan ukurannya dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Pada area permukaan rumput, dapat diperpanjang bukan hanya pada area bermain saja, tetapi mencapai area papan iklan yaitu sekitar 5 meter dari batas lapangan itu sendiri. Bahan yang digunakan bisa menggunakan bahan yang sama yaitu rumput atau dapat pula menggunakan beton yang mampu memfasilitasi pergerakan dari ambulans maupun keamanan. Setiap bagian tambahan yang digunakan sebagai area pemanasan, harus memiliki material permukaan yang sama dengan area permainan (FIFA,2010).
Gambar 8 Lapangan Sepakbola (FIFA,2010)
Gambar 9 Detail Ukuran Lapangan Sepakbola (FIFA,2010)
17
2.8
Liga Super Indonesia Liga Super Indonesia (LSI) atau Indonesia Super League (ISL) adalah
kompetisi sepakbola antar klub profesional level tertinggi di Liga Indonesia. LSI diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia (dahulu BLI) yang dimiliki oleh PSSI. LSI dikuti 18 tim terbaik yang akan saling bertanding satu putaran penuh kompetisi 34 pertandingan, kandang dan tandang. Musim kompetisi tidak menentu dan disesuaikan dengan kondisi atau suasana yang terjadi di Indonesia. Sponsor utama LSI adalah Perusahaan Rokok Djarum, oleh karena itu LSI secara resmi dikenal sebagai Djarum Indonesia Super League. Ide dari pelaksanaan sistem liga ini telah dikemukakan sejak tahun 2007 sebagai upaya mewujudkan profesionalisme dalam persepakbolaan nasional.
Tabel 1 Sembilan Tim Teratas dari Divisi Utama Liga Indonesia 2007 Wilayah Barat:
Wilayah timur:
1. Sriwijaya FC Palembang
1. Persipura Jayapura
2. Persija Jakarta
2. Persiwa Wamena
3. PSMS Medan
3. Deltras Sidoarjo
4. Persik Kediri
4. Arema Malang
5. Persib Bandung
5. PSM Makasar
6. Persela Lamongan
6. Persiter Ternate
7. Persitara Jakarta Utara
7. Persiba Balikpapan
8. Pelita Jaya Purwakarta
8. Persmin Minahasa
9. Persita Tangerang
9. Persijap Jepara
LSI pertama kali diselenggarakan pada tahun 2008. Kompetisi ini dilaksanakan untuk mengikuti persyaratan FIFA yang menyatakan bahwa liga teratas dari suatu negara harus diikuti oleh paling sedikit 18 klub dan setiap klub diharapkan merupakan klub profesional tanpa dibantu dana subsidi Pemerintah APBD. Pada awal LSI 2008 diadakan dengan menyeleksi sembilan tim teratas dari Divisi Utama Liga Indonesia 2007. Tim-tim tersebut dipaparkan dalam Tabel 1. Tetapi setelah diverifikasi, beberapa klub mengundurkan diri dengan alasan kekurangan dana. Sebagai penggantinya dipilihlah klub Divisi Utama Liga
18
Indonesia 2007 dengan syarat menempati posisi klasemen tepat dibawah klub yang digantikan kemudian diverikasi kembali. Format kompetisi memakai satu wilayah dan tidak ada lagi format dua wilayah. Pemenang akan ditentukan dari jumlah poin paling banyak selama 34 pertandingan. Juara akan mewakili Indonesia di Liga Champions AFC. Runner-up akan mewakili Indonesia di Piala AFC dan Liga Champions AFC dengan play-off. Tiga tim penghuni terbawah klasemen akan langsung terdegradasi. Sementara satu tim (peringkat ke-15) akan melakukan play-off melawan peringkat ke-4 Divisi Utama.
19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang
dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa yang terletak di daerah Karawang, Stadion Siliwangi yang terletak di daerah Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim yang terletak di daerah Padang. Pemilihan lokasi ini dipertimbangkan karena kesesuaian penggunaan lapangan pada saat penelitian berlangsung dan untuk perbandingan lebih lanjut dalam penilaian kualitas fungsional dan visual lapangan tersebut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian (a) Stadion Singaperbangsa , (b) Stadion Haji Agus Salim, (c) Stadion Siliwangi ( Sumber : Google Map )
20
3.2
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei dengan analisis
deskriptif. Kegiatan observasi lapang dilakukan untuk mengamati kondisi umum lokasi yang meliputi keadaan fisik lapangan terutama rumput, iklim, jenis penggunaan stadion, dan pemeliharaan. Selain itu obeservasi lapang dimaksudkan untuk pengambilan sampel rumput pada ketiga stadion. Terdapat empat tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu : 1.
Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan penentuan lokasi penelitian, penetapan tujuan dan
pembuatan usulan penelitian, permohonan izin serta persiapan survai diantaranya kegiatan persiapan alat dan penyusunan jadwal pengambilan data.
2.
Tahap Pengambilan Data Tahap ini dilakukan dengan beberapa cara. Data yang dikumpulkan berupa
data-data primer dan sekunder (Tabel 2). Studi literatur juga dilakukan dengan cara mencari standar lapangan yang sesuai FIFA. Selain itu dilakukan wawancara dengan pihak terkait, khususnya pihak pengelola Stadion Singaperbangsa, Stadion Siliwangi, dan Stadion Haji Agus Salim untuk mendapatkan data bio-fisik maupun data pengelolaan yang biasa dilakukan untuk masing-masing lapangan. Terakhir dengan mengadakan observasi langsung ke lapangan yang menjadi studi kasus untuk mengetahui kondisi lapangan serta permasalahan yang terjadi. Data primer berupa gambaran umum lokasi secara visual berupa foto dan data rumput yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang. Selain itu, dilakukan pula pengambilan sampel rumput sedalam 15cm untuk mendapatkan kualitas fungsional rumput dan diuji di laboratorium.
21
Tabel 2 Jenis Data yang Dikumpulkan N Jenis Data Variabel Pengamatan o Aspek Fisik dan Bio-Fisik 1 Kondisi umum Letak dan batas wilayah Luas Area 2 Kondisi bioJenis rumput yang fisik digunakan Media tanam Hidrologi (Sistem drainase) Iklim Konstruksi lapangan Curah Hujan Temperatur Kelemababan relative Visual Fungsional Aspek Sosial-Budaya 3 Aktivitas Pemakaian lapangan
Aspek Pengelolaan 4 Pengelolaan Fasilitas, sarana, prasarana yang sudah ada Pengelolaan yang telah dilakukan Program pengelolaan yang telah berjalan
Unit
Sumber
Titik koordinat m2 -
Pengelola
-
Survei Survei
-
Pengelola Survei / Pengelola Pengelola Pengelola Pengelola Survei Survei
mm/hr C %RH -
Survei Survei
Mengetahui kondisi lahan dan permasalahan yang ada saat ini
Survei dan wawancara dengan pengelola
Mengetahui tingkat penggunaan terhadap tapak
-
Survei / Pengelola
-
Survei / Pengelola Survei / Pengelola
Mengetahui kondisi pengelolaan yang telah berjalan
-
- Ketinggian pangkas - Berat kering pucuk - Berat kering akar - Panjang akar (akar terpanjang) - Elastisitas rumput
6. Parameter karakter visual yang diamati adalah :
- Warna hamparan rumput
Mengetahui batas tapak
-
5. Parameter karakter fungsional yang diamati adalah :
- Kepadatan (densitas)
Kegunaan Analisis
22
- Keseragaman warna rumput - Tekstur rumput - Keberadaan partikel dipermukaan - Kemurnian jenis rumput
Dalam pengambilan data, titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Dasar Penentuan Titik Pengambilan Data
Lapangan dibagi menjadi 28 titik yang tersebar pada bagian pinggir lapangan, tengah, dan daerah sekitar gawang. Angka-angka yang terdapat dalam gambar adalah urutan pengambilan data pada lapangan sepakbola. Angka-angka tersebut dibagi berdasarkan peletakan pemain yang terbagi menjadi 3 yaitu area gawang, back, dan striker. Angka 1,2,3,4,5,24,25,26,27, dan 28 merupakan angkaangka yang terletak pada bagian gawang. Angka 6,7,8,9,10,11,12,17,18,19, 20,21,22, dan 23 adalah angka-angka yang terletak pada bagian sekitar back. Angka 13,14,15, dan 16 adalah angka-angka yang terletak pada bagian tengah lapangan atau striker dimana pada bagian ini biasanya terjadi aktivitas tinggi yang dilakukan oleh banyak orang atau hampir sebagian besar dari pemain sepakbola karena merupakan bagian yang selalu dilalui pemain.
23
Parameter karakter fungsional yang diamati dalam menentukan kualitas rumput lapangan sepakbola adalah : -
Ketinggian pangkas Ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan dibandingkan untuk
mendapatkan tinggi rumput yang paling baik untuk permainan sepakbola. Tinggi rumput diukur mulai dari permukaan tanah. -
Berat kering pucuk Diukur dengan mengambil sampel rumput seluas 10 cm x 10 cm. Sampel
rumput diambil dengan cara menggunting permukaan rumput pada luasan sampel. Rumput dipangkas setinggi 3 cm dan hasil pangkasan dikeringkan dengan oven selama 24 jam dengan suhu 100 oC dan kemudian ditimbang. Terdapat 3 titik yang telah ditentukan secara acak. -
Berat kering akar Akar diambil dengan menggunakan hole sampler dengan diameter 10 cm
dengan kedalaman 10-15 cm. Akar dipisahkan dari stolon dengan cara pengguntingan. Akar kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 oC selama 24 jam, kemudian ditimbang berat keringnya. -
Panjang akar Sampel panjang akar diambil dengan hole sampler. Sampel akar diambil
tiga kali dan diukur panjang akar yang terpanjang dengan menggunakan penggaris. -
Elastisitas rumput Didapatkan dengan mengukur jarak luncuran bola dari titik jatuh bola
dengan papan sepanjang 1 m dari ketinggian 1 m tegak lurus permukaan rumput. Pengukuran jarak luncuran dilakukan pada 3 kali dari 3 titik yang telah ditentukan yang mewakili area gawang, back, dan striker. Lapangan yang memiliki kepegasan terbaik adalah lapangan yang memiliki jarak luncuran bola terpendek. Parameter karakter visual yang diamati dalam menentukan kualitas rumput lapangan sepakbola adalah : -
Kepadatan (densitas) Didapatkan dengan menghitung jumlah pucuk dalam luasan sampel 10 cm
x 10 cm. Terdapat 28 titik yang tersebar pada area gawang, back, dan striker.
24
-
Warna Kualitas penampakan warna dinilai dari warna rumput sesuai dengan
warna-warna pada Munsell Color Chart for Marketing and Merchandising dengan berbagai tingkatan skor dan notasinya (Tabel 3). Terdapat 28 titik pengambilan data yang tersebar pada area gawang, back, dan striker.
Tabel 3 Skor, Warna, dan Notasi Rumput Lapangan Sepakbola Skor Warna
Warna
Notasi
1
Kuning
2.5 Y L1
2
Hijau kuning
2.5 GY DL4
3
Hijau muda
5 GY DL4
4
Hijau
2.5 G DL1
5
Hijau tua
2.5 G DL2
6
Hijau gelap
2.5 G DK1
-
Keseragaman Keseragaman diamati dengan menggunakan plastik transparan bergaris-
garis dengan ukuran 100 cm x 25 cm berbentuk grid dengan ukuran 5 cm x 5 cm. pengamatan menggunakan plastik bergrid tersebut digunakan dari jarak ± 35 m dari lapangan bola dengan ketinggian 4 m sehingga seluruh lapangan sepakbola dapat tercakup didalamnya. Ilustrasi penentuan grid dapat dilihat pada Gambar 12.
X
X X
X
X
X
X
X
X X
X X
Gambar 12 Ilustrasi Penentuan Grid
Tanda X dalam kotak adalah warna rumput yang belang pada lapangan sepakbola. Untuk menghitung persentase keseragaman rumput dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
25
-
Tekstur Didapatkan dengan menghitung lebar rata-rata daun rumput. Sampel yang
diambil dengan jumlah jenis rumput yang digunakan. Untuk setiap jenis rumput diambil 3 sampel secara acak. -
Keberadaan partikel dipermukaan Didapatkan dengan melihat apakah terdapat sampah ataupun partikel lain
selain rumput yang ada di lapangan tersebut. -
Kemurnian jenis rumput Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam
lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Penilaian dilakukan dengan metode sisir yaitu setiap 10 cm dilakukan pemakuan terhadap rumput kemudian dicatat jenis rumput yang dilakukan pemakuan tersebut. Parameter pengelolaan pemeliharaan yang diamati dalam menentukan kualitas rumput lapangan sepakbola adalah : -
Pemupukan
-
Penyiraman
-
Pemangkasan
-
Penyiangan dan Pengendalian Gulma
-
Penggilingan
-
Penyulaman
-
Pengendalian Hama dan Penyakit Metode pengambilan data yang dilakukan untuk parameter ini adalah
dengan wawancara langsung dengan pihak pengelola sehingga diketahui frekuensi dan pengelolaan apa saja yang biasa dilakukan untuk lapangan bola tersebut.
26
3.
Tahap Analisis Tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah tahap analisis. Tahap ini
dilakukan untuk menganalisis dan menilai kondisi tapak serta karakter visual dan fungsional yang terbentuk. Penilaian dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam mendeskripsikan lokasi dan kondisi lanskap lapangan bola tersebut, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan software minitab 14 dengan analisis regresi linier untuk mengetahui hubungan antar peubah. Selain itu, dilakukan penilaian rumput dengan standar yang didapat dari berbagai sumber (Tabel 4) terhadap kondisi lanskap tapak untuk memperoleh kesimpulan dari hasil pengamatan lapang yang dilakukan.
Tabel 4 Standar Penilaian Rumput Axonopus compressus Pada Lapangan Sepakbola No Parameter Penilaian Baik Sumber 1
Kepadatan (Densitas) per 100cm2
>30 pucuk
Ayuningtyas (2007)
2
Warna hamparan rumput
Hijau muda
Ariyanti (1987)
3
Keseragaman warna rumput (%)
>85
-
4
Tekstur rumput (mm)
8-14
Ariyanti (1987)
5
Keberadaan partikel dipermukaan (%)
<20
FIFA (2011)
6
Kemurnian jenis rumput (%)
>85
FIFA (2011)
7
Ketinggian pangkas (cm)
2-5
Emmons (2000)
2
8
Berat kering pucuk (gr/100cm )
>1,5
-
9
Berat kering akar (gr/100cm2)
>1,5
-
10
Panjang akar (akar terpanjang) (cm)
4-15
Christians (2004)
11
Elastisitas rumput (dilihat dari jarak
<3
Turgeon (2000)
gelinding bola) (m)
Analisis dari segi pengelolaan dilakukan dengan cara deskriptif membandingkan standar pelaksanaan pemeliharaan rumput dengan hasil wawancara dengan pihak pengelola sehingga didapat apakah yang telah dilakukan pihak pengelola lapangan sepakbola sudah memenuhi standar pelaksanaan.
27
Menurut berbagai sumber, standar penampilan rumput dalam sebuah lapangan sepakbola tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola No
1
Standar Penampilan
Syarat-syarat Umum Pelaksanaan Perawatan dan
Rumput
Kebersihan
Hijau, halus, dan rapat
Disiram minimal sehari sekali dan pemupukan N secara berkala untuk memperbaiki warna daun (Turgeon, 2002)
2
Sejenis (tidak ada
Bebas
dari
rumput
lain dan tanaman liar,
tanaman liar )
pencabutan dilakukan setiap setelah dipakai (FIFA, 2010)
3
Tidak botak
Penyulaman dilakukan setiap sebelum, isirahat pertandingan,
dan
setelah
pertandingan
(FIFA,2010) 4
Tidak tergenang air
Kemiringan ke arah saluran air disesuaikan dengan keadaan di lapangan, drainase baik (Turgeon, 2002)
5
Ketinggian
Axonopus Compressus dengan ketinggian 2-5 cm (Ariyanti, 1987)
Menurut berbagai sumber, pada Tabel 6 akan disajikan standar umum pelaksanaan pemeliharaan lapangan sepakbola.
Tabel 6 Standar umum pelaksanaan pemeliharaan lapangan sepakbola No 1
Item Pekerjaan Pemangkasan
Alat dan Bahan Grass
Standar umum Pelaksanaan Pemeliharaan
rumput
mower,
dengan ketinggian pangkasan yang dibutuhkan
bensin
(FIFA, 2010)
- Memotong dengan arah yang teratur dan sesuai
- Pengujian ketajaman alat agar tidak merusak kualitas rumput (FIFA, 2010) 2
Coring
Garpu
- Dilakukan untuk memperbaiki pemadatan tanah
tanah,
bila tanah sudah mulai terjadi pemadatan (FIFA,
pasir
2010)
28
Tabel 6 (Lanjutan) No
Item Pekerjaan
Alat dan Bahan
Lanjutan
- Penebaran pasir pada lapisan atas tanah (FIFA,
coring.. 3
Penyiraman
Standar umum Pelaksanaan Pemeliharaan
2010). Selang,
- Air yang digunakan bersih, tidak berbau, tidak
portable
kotor, tidak sadah, tidak membawa penyakit,
sprinkler
tidak merusak dan mematikan tanaman (Arifin, 2002) - Jumlah air sesuai kebutuhan, merata dan basah sampai ke perakaran bawah agar tanaman dapat tumbuh secara optimum (Arifin, 2002)
4
Pemupukan
Pupuk,
- Memberikan nutrisi yang cukup untuk rumput
sarung
agar pulih dari stress dan membantu memperbaiki
tangan,
zona perakaran. (FIFA,2010)
air
- Unsur penting bagi pertumbuhan rumput hadir dalam jumlah yang tepat untuk pertumbuhan yang optimal (FIFA,2010). - Penyiraman
dilakukan
setelah
pemupukan.
(Arifin, 2002). 5
Pemberantasan
Knapsack
hama dan
sprayer,
dengan perusahaan yang telah terdaftar (FIFA,
pencegahannya
masker,
2010).
pestisida
- Melakukan pencegahan hama dan penyakit
- Dilakukan proses budidaya sebagai pendekatan pencegahan hama dan penyakit (FIFA, 2010). - Penyemprotan
dilakukan
sore
hari
dan
memperhatikan arah dan kecepatan angin (Arifin, 2002). 6
Pemberantasan
Sarung
gulma
tangan, pengki
- Mencabut tanaman liar dengan tidak merusak tanaman utama (FIFA, 2010). - Gulma dicabut sampai seluruh akarnya secara rutin setiap hari (Arifin, 2002).
7
Penyulaman
Sekop
tanaman
kecil, rumput
- Menggunakan rumput yang sama dengan rumput lapangan (FIFA, 2010)
29
4.
Tahap Sintesis Tahap sintesis merupakan tahap penyusunan dalam mencari alternatif
pengembangan potensi dan pemecahan masalah untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan. Hasil sintesis berupa rekomendasi terhadap pengelolaan lapangan sebagai upaya perbaikan kualitas lapangan. Selain itu, pada tahap ini dihasilkan rekomendasi pengelolaan terhadap lapangan agar lapangan tersebut dapat terus dikembangkan dan sesuai dengan kualitas yang dianjurkan oleh FIFA.
3.3
Batasan Penelitian Area penelitian yang dimaksud terbatas pada lapangan permainan
sepakbola, tidak termasuk fasilitas yang ada di dalamnya. Pemilihan lapangan sebagai studi kasus berdasarkan penggunaan lapangan selama penelitian dan digunakan dalam Kompetisi Liga Super.
30
BAB IV KONDISI UMUM
4.1
Letak Stadion Singaperbangsa terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Stadion ini berada pada pusat kota dan berdekatan dengan kantor-kantor pemerintahan Kabupaten Karawang. Stadion ini merupakan kandang dari klub Pelita Jaya. Secara geografis, stadion ini terletak pada 6°18'9.26" LS dan 107°18'20.55" BT (Gambar 13) dengan batas wilayah Utara, Barat, dan Timur yaitu Jalan Suratin, batas Selatan berbatasan dengan Jalan Jendral Ahmad Yani.
Gambar 13 Peta Lokasi Stadion Singaperbangsa ( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 ) Stadion Siliwangi terletak di Kota Bandung, Jawa Barat. Stadion ini dibangun di atas tanah milik KODAM III/Siliwangi. Stadion ini merupakan lokasi latihan dari klub Persib. Secara geografis, stadion ini ada pada 6°18'13.35" LS dan 107°18'22.95" (Gambar 14) BT dengan batas wilayah Utara yaitu Jalan Lombok, Barat berbatasan dengan Jalan Sumbawa, Timur berbatasan dengan Jalan Bangka, batas Selatan berbatasan dengan Jalan Jawa.
31
Gambar 14 Peta Lokasi Stadion Siliwangi ( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 ) Stadion Haji Agus Salim terletak di Kota Padang, Sumatera Barat. Stadion ini berada pada pusat kota dan terletak berdekatan dengan perumahan elit pejabat Sumatera Barat. Stadion ini dibangun pada tahun 1985 dan baru saja direnovasi pada tahun 2010. Stadion ini merupakan kandang dari klub PS Semen Padang dan PSP Padang. Secara geografis, stadion ini terletak pada 0°55'45.30" LS dan 100°21'27.29" (Gambar 15) BT dengan batas wilayah Utara yaitu Gedung Olahraga, bagian Selatan dan Barat berbatasan dengan Jalan Rimbo Kaluang, dan bagian timur berbatasan dengan Jalan Batang Pasaman.
Gambar 15 Peta Lokasi Stadion Haji Agus Salim ( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 )
32
4.2
Iklim Berdasarkan data iklim tahun 2009 yang didapat, ketiga lokasi penelitian
ini tidak memiliki perbedaan iklim yang terlalu mencolok. Kondisi iklim ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pengelolaan rumput seperti praktek penyiraman. Dengan curah hujan Karawang yang sedikit, membutuhkan penyiraman yang lebih intensif dibandingkan dua stadion lainnya. Pada kota Bandung yang memiliki rata-rata curah hujan lebih besar dibandingkan Karawang, sehingga penyiraman yang dilakukan tidak perlu seintensif yang dilakukan di Karawang. Dengan rata-rata curah hujan Kota Padang yang paling besar, maka praktek penyiraman yang dilakukan di lapang tidak perlu seintensif kedua lokasi lainnya. Curah hujan yang tinggi ini pula mempercepat pertumbuhan rumput pada lapangan dan meyuburkan kondisi rumput itu sendiri. Berikut data selengkapnya mengenai iklim yang berada pada ketiga kota tersaji pada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7 Kondisi Iklim Bulanan Pada Tahun 2009 di Ketiga Kota Karawang1)
Bandung2)
Padang2)
Maksimum
30
31
31,7
Minimum
24
18,3
22
Rata-rata
27
29
25,2
Maksimum
280
365,7
561
Minimum
83
0,5
133
Rata-rata
154
174,8
301,6
Rata-rata
80
79
84
Kondisi iklim bulanan Suhu udara (○C)
Curah Hujan (mm/bln)
Kelembaban nisbi (%)
Sumber data : 1. Karawang dalam angka, 2010 2. Badan Meteorologi dan Geofisika,2011
4.3
Daya Tampung dan Penggunaan Daya tampung merupakan kemampuan suatu stadion menampung
sejumlah orang di dalamnya agar tetap nyaman. Daya tampung tiap stadion berbeda-beda. Selain itu, penggunaan lapangan mempengaruhi kualitas rumput yang ada. Pada ketiga stadion yang menjadi lokasi penelitian didapat data daya tampung dan intensitas penggunaan stadion dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
33
Tabel 8 Daya Tampung dan Penggunaan Ketiga Stadion No
Stadion
Daya Tampung
Penggunaan
Intensitas
1
Singaperbangsa
25.000 penonton
Latihan tim Pelita Jaya
2 kali/bulan
Pertandingan Liga Super
3 kali/bulan
Latihan PERSIB
8 kali/bulan
Latihan fisik tentara
Setiap hari
Pertandingan Liga Super
1 kali/bulan
Latihan Semen Padang
2 kali/bulan
Pertandingan Liga Super
2-3 kali/bulan
2
3
Siliwangi
25.000 penonton
Agus Salim
28.000 penonton
Sumber : Hasil Wawancara dengan Pihak Pengelola
Gambar 16 Tribun Utama Stadion Singaperbangsa
Stadion Singaperbangsa, Karawang (Gambar 16) memiliki daya tampung sebanyak 25.000 penonton dengan 12 lantai tribun. Lapangan stadion yang menjadi kebanggan warga Karawang ini biasa dipakai untuk latihan rutin Tim Pelita Jaya dua kali sebelum pertandingan selama 1 jam maupun pertandingan Liga Super yang biasa diselenggarakan dua hingga tiga kali dalam satu bulan. Penggunaan stadion ini termasuk tinggi walaupun hanya untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Pelita Jaya. Selain untuk penggunaan tersebut, tidak diperkenankan penggunaan lapangan stadion ini. Ukuran lapangan dalam Stadion Singaperbangsa ini yaitu 105 m x 70 m.
34
Gambar 17 Tribun Utama Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi (Gambar 17), memiliki daya tampung penonton mencapai 25.000 penonton dengan 15 lantai tribun. Lapangan dalam stadion ini biasa digunakan latihan oleh PERSIB setiap minggu sebanyak 2 kali, pertandingan Liga Super sebanyak 1 kali dalam sebulan, dan juga digunakan untuk latihan fisik para tentara KODAM III/Siliwangi. Karena dibangun diatas tanah milik KODAM III/Siliwangi stadion ini bukan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau Pemerintah Kota Bandung. Dengan kondisi rumput yang sudah tidak baik karena memang merupakan stadion lama, maka dilakukan beberapa perbaikan untuk peningkatan kualitas lapangan. Ukuran lapangan dalam Stadion Siliwangi ini yaitu 105 m x 70 m.
Gambar 18 Tribun Stadion Haji Agus Salim
35
Stadion Haji Agus Salim (Gambar 18) memiliki daya tampung mencapai 28.000 penonton dengan 11 lantai pada tribunnya. Stadion ini biasa digunakan 2-3 kali dalam sebulan untuk pertandingan Liga Super. Penggunaan stadion ini termasuk tinggi walaupun hanya untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Semen Padang. Selain untuk penggunaan tersebut, tidak diperkenankan menggunakan lapangan stadion ini. Ukuran lapangan dalam Stadion Haji Agus Salim ini yaitu 105 m x 70 m.
4.4
Pengelola Stadion Singaperbangsa dikelola oleh PEMDA Kabupaten Karawang
khususnya di bawah Dinas Cipta Karya. Dengan perhatian penuh oleh PEMDA setempat, sempat dilakukan beberapa perbaikan lapangan dan melibatkan kontraktor luar yang dipilih oleh Tim Pelita Jaya itu sendiri sehingga cukup terawat dan layak digunakan dalam pertandingan. Untuk Stadion Siliwangi, stadion ini dikelola sendiri oleh KODAM III/Siliwangi Kota Bandung. Kurangnya perhatian dan pihak pengelola dan usia stadion yang cukup tua karena sudah ada sejak sekitar tahun 1950-an maka banyak diperlukan perbaikan sana-sini saat melihat langsung ke lapangan. Untuk Stadion Haji Agus Salim, dikelola oleh Pemerintah Kota Padang yang berada di bawah Dinas Pemuda dan Olahraga yang terletak tidak jauh dari stadion tersebut.
36
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Media Tanam Lapangan Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan
dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Media Tanam Lapangan Stadion
Jenis Media Tanam
Ciri umum
Sumber
Singaperbangsa
Tanah
- Warna merah hingga kuning
Soepardi,
Merah/latosol
- Kesuburannya rendah
1983
- Bertekstur liat Siliwangi
Andosol + Pasir
- Warna gelap/hitam, abu-abu, coklat tua hingga kekuningan
Soepardi, 1983
- Unsur hara sedang hingga rendah - Biasanya subur dan bertekstur gembur hingga debu Haji Agus
Entisol + Pasir
Salim
- Warna kelabu sampai kecoklatan
Soepardi,
- Cukup subur
1983
- Tekstur sedang hingga kasar
Pada Stadion Singaperbangsa, media tanamnya adalah tanah merah dan pada lapisan keduanya lapisan pasir. Pada Stadion Siliwangi, media tanam yang digunakan adalah campuran andosol dengan pasir. Pada Stadion Haji Agus Salim menggunakan media tanah entisol dan dicampur dengan pasir. Lapangan dengan media pasir adalah lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam memelihara kepadatan rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat (Emmons, 2000). Pada Stadion Singaperbangsa yang terletak di daerah Karawang, tanah merah memang memiliki tingkat kesuburan tanah yang kurang baik. Dengan kondisi seperti ini, dilakukan penambahan lapisan pupuk kandang agar rumput yang ditanam pada stadion memiliki potensi untuk tumbuh baik dan subur. Pada Stadion Siliwangi, jenis tanah yang digunakan merupakan jenis andosol.
37
Penggunaan pasir sebagai campuran dari media tanam memperbaiki keadaan tanah yaitu mampu membantu tanah menjadi bersifat porous dan mempercepat pertumbuhan rumput. Untuk Stadion Haji Agus Salim, tanah yang digunakan merupakan tanah entisol berpasir. Tanah entisol merupakan tanah yang memiliki kesuburan yang relatif baik pula. Selain itu, pencampuran tanah dengan pasir membuat tanah menjadi bersifat porous dan membuat rumput menjadi cepat tumbuh. Menurut Crum et.al (2004), jenis tanah yang lebih banyak mengandung pasir memiliki partikel yang cenderung untuk tidak menempel satu sama lain dan sangat baik untuk zona perakaran.
5.2
Jenis Rumput Jenis rumput yang digunakan dalam Stadion Singaperbangsa, Siliwangi,
dan Haji Agus Salim merupakan jenis rumput yang sama yaitu Axonopus Compressus [Swartz.] Beauv. Rumput yang digunakan merupakan salah satu alternatif untuk menghadirkan penampilan visual yang indah dan mampu mengoptimalkan penggunaan lapangan sepakbola. Menurut Munandar dan Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan merupakan rumput daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan kekeringan. Rumput Paitan dapat membentuk hamparan yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi dangkal. Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, rumput ini mampu tumbuh baik pada ketiga stadion yang terletak di Karawang, Bandung, dan Padang. Selain itu, dengan pengelolaan yang kurang intensif, rumput paitan mampu beradaptasi dengan kondisi kekeringan sekalipun. Rumput Paitan memenuhi kebutuhan akan rumput yang tahan injakan pada lapangan olahraga sehingga cocok dijadikan rumput dalam lapangan sepakbola. Rumput ini memiliki kekurangan yaitu memiliki tekstur yang agak kasar sehingga memiliki elastisitas yang rendah. Walaupun mampu menutup seluruh permukaan tanah dengan baik, menurut Turgeon (2002) tekstur yang agak kasar mampu mengurangi kecepatan dan durasi perputaran bola.
38
5.3
Konstruksi Lapangan Konstruksi pada lapangan sepakbola merupakan salah satu elemen yang
sangat penting. Dengan konstruksi yang baik, lapangan mampu digunakan pada berbagai kondisi, baik saat musim kemarau yang menyebabkan lapangan menjadi lebih berdebu dari biasanya atau pada saat musim hujan yang menyebabkan permukaan tanah lapangan sepakbola menjadi becek. Konstruksi yang baik mampu membuat keindahan lapangan rumput bertahan lebih lama, bukan hanya indah pada saat selesai dibangun. Dengan begitu, pemilihan konstruksi yang tepat harus dilakukan dengan cermat agar tanah selalu datar dan mampu menyerap air dengan baik pada saat musim hujan. Berikut susunan dan ilustrasi konstruksi untuk ketiga lapangan (Tabel 10 dan Gambar 19).
Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang No
Media
Tebal Media (cm)
1
Tanah Latosol,Pasir,Pukan (2:1:1)
20 cm
2
Ijuk dan kerikil
10 cm
3
Batu kali
10 cm
4
Pipa Paralon
diameter pipa 10 cm
Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang terlihat adanya 4 lapisan yaitu lapisan campuran tanah merah, pasir, pupuk kandang, lapisan ijuk dan kerikil, batu kali, dan pipa paralon. Media tanah yang ada memiliki ketebalan hingga 20 cm mampu memberikan ruang tumbuh bagi perakaran sehingga rumput dapat tumbuh secara optimal. Dengan kesuburan tanah
39
yang kurang baik maka ditambahkan lapisan pupuk kandang untuk meningkatkan kesuburan tanah. Ijuk yang ada berfungsi sebagai pemisah lapisan media yang halus dan kasar. Keberadaan lapisan ijuk dan kerikil ini memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase sehingga kelembaban tanah terjaga untuk pertumbuhan zona perakaran. Hirarki lapisan dari halus ke kasar dimaksudkan untuk kecepatan penyerapan air pada permukaan yang halus agar tidak terjadi genangan, namun kemudian air disimpan dalam tanah pada lapisan ijuk. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Singaperbangsa, terjadi saat air telah melewati lapisan ijuk dan kerikil menuju lapisan batu kali dan mencapai lapisan pipa paralon. Sistem drainase lapangan ini masih berfungsi dengan baik karena pada saat hujan diketahui bahwa lapangan tidak mengalami kebecekan.
Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung No
Media
Tebal Media(cm)
1
Tanah Andosol dan Pasir
10 cm
2
Kerikil
10 cm
3
Ijuk
10 cm
4
Batu
10 cm
5
Pipa paralon
diameter pipa 10 cm
Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Siliwangi diatas (Tabel 11 dan Gambar 20) dapat terlihat adanya 5 lapisan pasir dan tanah, kerikil, ijuk, batu kali,
40
dan pipa paralon. Dengan tebal media yang hanya 10 cm dan tingkat penggunaan yang cukup tinggi untuk beberapa latihan dan pertandingan, membuat pemadatan tanah lebih cepat dan memperkecil ruang akar untuk rumput, sehingga rumput yang tumbuh di lapangan ini memiliki panjang akar yang cukup pendek. Hirarki dari lapisan halus ke kasar ini dimaksudkan agar apabila terdapat air pada permukaan akan cepat terserap dengan adanya pasir dan permukaan tidak becek, kemudian pergerakan air ini dihambat pada lapisan ijuk agar air yang ada tersimpan untuk menjaga kelembaban tanah. Setelah itu baru menuju lapisan batu kali yang akan segera diteruskan ke lapisan pipa drainase yang terletak paling bawah. Sistem drainase yang ada sudah tidak dapat berfungsi dengan baik karena tanah yang memadat sehingga penyerapan air menjadi berkurang, selain itu kebotakan pada beberapa bagian lapangan juga menjadi penyebab terjadinya kebecekan lapangan setelah terjadi hujan.
Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang No
Media
Tebal Media(cm)
1
Tanah entisol dan pasir
10 cm
2
Ijuk
10 cm
3
Kerikil
10 cm
4
Pipa Paralon
diameter pipa 10 cm
Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Haji Agus Salim diatas (Tabel 12 dan Gambar 21), dapat terlihat adanya 4 lapisan yang teridiri dari tanah, ijuk, kerikil, kemudian pipa paralon. Pipa paralon sebagai drainase yang berada di
41
bagian paling bawah. Dengan tebal lapisan tanah yang hanya 10 cm membuat pemadatan tanah lebih cepat dan kurang memberikan ruang untuk perakaran rumput. Hal ini diimbangi dengan penggunaan lapangan yang hanya digunakan untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Semen Padang sehingga pemadatan tanah dapat terhindari. Setelah lapisan tanah terdapat lapisan ijuk yang berguna untuk memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase agar kelembaban tanah terjaga. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Haji Agus Salim ini, terjadi saat air yang telah meninggalkan lapisan ijuk akan segera menuju saluran drainase dengan tekstur media yang kasar yaitu kerikil dan batu kali. Pergerakan air ini sesuai dengan literatur yang ada. Sistem drainase yang ada masih kurang berfungsi dengan baik karena pada saat hujan penyerapan air kurang, sehingga lapangan menjadi becek, tetapi diimbangi dengan penutupan rumput lapangan yang cukup baik.
5.4
Kualitas Fungsional
5.4.1 Ketinggian Pangkas Ketinggian pangkas mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola. Setelah dilakukan pengamatan langsung di lapang, diketahui bahwa ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan tidak terdapat perbedaan yang mencolok karena memang menggunakan jenis rumput yang sama. Menurut Emmons (2000), ketinggian pangkas yang ideal untuk rumput paitan yaitu 2-5 cm sehingga tidak mengganggu pergerakan gelinding bola. Ketinggian pangkas pada Stadion Singaperbangsa dan Siliwangi yaitu berkisar antara 2-3 cm dan pada Stadion Haji Agus Salim berkisar antara 2-5 cm (Tabel 13). Apabila dibandingkan dengan literatur yang ada, ketinggian pangkas pada Stadion Haji Agus Salim memenuhi kriteria ketinggian ideal, sedangkan pada kedua stadion lainnya walaupun tidak sesuai kriteria pada literatur, tetapi ketinggian tersebut sudah berada pada rentang ketinggian ideal dan merupakan tinggi rumput yang baik untuk permainan sepakbola. Kurangnya ketinggian pangkas mampu mengurangi
42
elastisitas rumput dan berpengaruh kepada tingkat keamanan dalam mengatasi cedera pemain ketika jatuh dan perputaran bola.
Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion
Axonopus compressus
Ketinggian Pangkas (cm) 2–3
Ketinggian Standar (cm) 2–5
Siliwangi
Axonopus compressus
2–3
2–5
Agus Salim
Axonopus compressus
2–5
2–5
No
Stadion
Jenis Rumput
1
Singaperbangsa
2 3
5.4.2 Berat Kering Pucuk Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering pucuk dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Berat kering pucuk ini menunjukkan kualitas fungsional dari lapangan yang ada. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering pucuk rumput yang paling tinggi yaitu 3,45 gr pada Stadion Agus Salim dan berat ratarata terendah yaitu 1,19 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion Stadion Gawang
Berat sampel (gr / 100cm2) Singaperbangsa Siliwangi 1,57 1,24
Agus Salim 3,65
Back
1,89
1,47
4,63
Striker
0,42
0,87
2,08
Rata-rata
1,29
1,19
3,45
Berat kering pucuk merupakan indikator dari pertumbuhan rumput yang dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, dan jenis pemeliharaan lainnya serta faktor alami dari lingkungan yang ada di sekitar. Dari data diatas, berat kering pucuk Stadion Haji Agus Salim paling tinggi sehingga merupakan berat kering pucuk terbaik dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini dikarenakan ketinggian pangkasnya yang mencapai 2–5 cm. Daun rumput paitan yang tumbuh lebar memberi kontribusi pada tingginya berat kering pucuk. Pada stadion
43
Singaperbangsa dan Siliwangi, memiliki berat kering pucuk lebih kecil dikarenakan ketinggian pangkas 2-3 cm. Sehingga potongan yang dihasilkan lebih sedikit dibanding rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Tingginya berat kering pucuk mempengaruhi kualitas fungsional lapangan ini menjadi semakin baik. Hal ini terjadi dikarenakan berat kering pucuk menandakan kesuburan rumput itu sendiri. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki berat kering pucuk terkecil dapat disebabkan oleh kurangnya lebar daun yang dimiliki oleh rumput pada lapangan. Hal ini disebabkan karena kurang mendapat nutrisi. Paling kecilnya berat kering pucuk pada Stadion Siliwangi disebabkan oleh kondisi tanah yang sudah memadat sehingga zona perakaran rumput menjadi pendek dan sulit mendapatkan nutrisi. Selain itu, pemupukan urea pada stadion ini dilakukan dengan dosis yang berlebih yaitu 25,23 gr/m2 pada selang waktu 3 bulan padahal seharusnya menurut penelitian sebelumnya, dosis pemupukan urea yang dilakukan pada lapangan sepakbola cukup 20 gr/m2. Kelebihan dosis ini menyebabkan banyak rumput yang mati kekeringan dan banyaknya tanaman pengganggu atau gulma yang berada di lapangan mampu mengambil nutrisi yang dibutuhkan rumput itu sendiri. Intensitas penyiraman yang dilakukan pada Stadion Siliwangi pada saat musim kemarau yang 2 hari sekali juga membuat rumput menjadi lebih kering dibandingkan dua stadion lainnya, padahal pada masa pertumbuhan, rumput memerlukan kebutuhan air yang cukup. Hasil pengukuran berat kering pucuk pada Stadion Singaperbangsa yaitu 1,29 gr/100cm2 sedikit lebih besar dibandingkan Stadion Siliwangi. Hal ini dapat disebabkan dari ketinggian pangkas berkisar antara 2 - 3 cm sehingga hasil potongannya lebih sedikit dibandingkan Stadion Haji Agus Salim. Pemupukan yang dilakukan pada Stadion Singaperbangsa yaitu 20,4 gr/m2 pada selang waktu 3 bulan. Dibandingkan penelitian sebelumnya, dosis yang diberikan sudah terbilang cukup. Penyiraman yang dilakukan Stadion Singaperbangsa sudah sangat intensif yaitu 2 kali sehari pada musim kemarau dan 1 kali sehari pada musim hujan karena curah hujan yang rendah dari daerah tersebut.
44
5.4.3 Berat Kering Akar Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa berat kering akar dari masing-masing lapangan berbeda. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering akar rumput yang paling tinggi yaitu 1,88 gr pada Stadion Haji Agus Salim dan berat rata-rata terendah yaitu 0,42 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion Stadion
Singaperbangsa BKA PA (cm) (gr) / 2
100cm
Siliwangi BKA
(gr) / 100cm2
PA (cm)
Agus Salim BKA PA (cm) (gr) /
100cm2
Gawang
0,56
5
0,45
4,5
2,68
11,5
Back
0,78
10,2
0,52
5,6
2,20
10,2
Striker
0,59
6,3
0,28
4
0,76
10,1
Rata-rata
0,64
7,2
0,42
4,7
1,88
10,6
Keterangan BKA :Berat kering akar PA :Panjang Akar
Berat kering akar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, dan cara pembudidayaannya. Pada umumnya, rumput lanskap memiliki sistem perakaran sedalam ± 15 cm dari permukaan tanah (Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990). Pertumbuhan rumput dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Stress terhadap iklim dan kondisi tanah yang buruk dapat menyebabkan matinya akar rumput (Turgeon, 2002). Rumput paitan merupakan rumput yang memiliki akar serabut dan cenderung lebat. Berat kering akar terendah sebesar 0,42 gr/cm2 yang dialami oleh Stadion Siliwangi terjadi dikarenakan pemadatan tanah yang terjadi karena tingkat pemakaian lapangan yang tinggi yang berakibat pada sulitnya akar menembus tanah. Berat kering akar yang tertinggi dan merupakan berat kering akar terbaik dialami oleh Stadion Haji Agus Salim disebabkan karena memiliki panjang terpanjang dibandingkan dua stadion lainnya. Dengan kondisi tanah yang merupakan tanah yang sudah cukup subur, maka perkaran rumput mampu tumbuh dengan baik tanpa perlakuan khusus dan menembus tanah lebih dalam. Pada
45
Stadion Singaperbangsa, rata-rata berat kering akarnya yaitu 0,64 gr/cm2. Kesuburan tanah pada Stadion Singaperbangsa memang tidak sebaik pada kesuburan tanah pada Stadion Haji Agus Salim sehingga pertumbuhan akarnya tidak sebaik pada Stadion Haji Agus Salim.
5.4.4 Panjang Akar (Akar Terpanjang) Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa panjang akar dari akar terpanjang sampel rumput dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Pada Stadion Haji Agus Salim memiliki rata-rata panjang rumput yang paling panjang yaitu 10,6 cm dan Siliwangi memiliki panjang rata-rata terpendek yaitu 4,7 cm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Panjang akar sebanding dengan berat kering akar. Semakin panjang akarnya, maka berat kering akarnya pun semakin tinggi. Panjang akar terpanjang terdapat pada Stadion Agus Salim dikarenakan media tanam yang baik dan mampu ditembus akar. Perakaran yang dangkal yang terjadi pada Stadion Siliwangi terjadi karena tanah yang terlalu padat dan sulit ditembus oleh akar. Perakaran yang dangkal ini menyebabkan rendahnya penyerapan nutrisi dan hara yang dibutuhkan oleh rumput sehingga banyak rumput yang tidak subur maupun mati. Rata-rata akar terpanjang yang dimiliki rumput pada Stadion Haji Agus Salim adalah 10,6 cm. Menurut Christians (2004), rumput dengan ketinggian pangkas 1 inchi harus memiliki perakaran 2-3 inchi. Dengan demikian terlihat bahwa dengan ketinggian pangkas mencapai 5 cm, panjang akar rumput pada Stadion Haji Agus Salim mencapai 10,6 cm. Demikian pula pada panjang akar yang ada pada Stadion Singaperbangsa, dengan panjang 7,2 cm sesuai dengan ketinggian pangkas yang berkisar 2-3 cm. Pada Stadion Siliwangi, dengan panjang akar hanya mencapai 4,7 cm dengan ketinggian pangkas yang sama dengan Stadion Singaperbangsa dapat menjadi indikator bahwa rumput pada Stadion Siliwangi kurang subur dibandingkan Stadion Singaperbangsa. Dari teori yang dikemukakan Christians, Stadion Singaperbangsa dan Stadion Haji Agus
46
Salim memenuhi kriteria dan pada Stadion Siliwangi tidak memenuhi kriteria tersebut. Untuk kualitas fungsional yang baik dari rumput, panjang akar merupakan indikator yang berpengaruh besar. Panjang akar yang panjang dan mampu menembus jauh ke dalam tanah mampu menjadikan kesuburan dan kekuatan dari rumput itu sendiri. Panjang akar yang mampu menembus ke dalam mampu mengambil unsur yang dibutuhkan lebih banyak lagi dari dalam tanah sehingga menjadikan rumput menjadi subur.
5.4.5 Elastisitas Rumput Setelah dilakukan pengukuran dengan 3 kali pengulangan dari tiga titik di lapangan, diketahui bahwa jarak gelinding bola dari masing-masing lapangan berbeda. Stadion Siliwangi memiliki rata-rata gelinding bola yang paling tinggi yaitu 3,42 m dan Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata gelinding bola terendah yaitu 2,93 m. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion Sampel Sampel
Singaperbangsa Ulangan
Gawang
1
Panjang (m) 3
2
Back
Striker
Stadion Siliwangi Ulangan 1
Panjang (m) 3,65
2,98
2
3
2,75
1
Agus Salim Ulangan 1
Panjang (m) 3,6
3,30
2
3,4
3
3,38
3
3,6
3,2
1
3,60
1
3
2
3,22
2
2,98
2
3
3
3,15
3
3,50
3
2,98
1
2,7
1
3,48
1
2,9
2
2,6
2
2,90
2
3,2
3
2,75
3
4,00
3
3,4
Rata-rata
2,68
Rata-rata
3,46
Rata-rata
3,17
Rata-rata keseluruhan
2,93
Rata-rata keseluruhan
3,42
Rata-rata keseluruhan
3,23
47
Kepegasan merupakan gambaran secara luas tentang media tanam rumput (Turgeon, 2002). Makin besar jarak luncuran bola maka kepegasan makin rendah. Kepegasan merupakan salah satu indikator kualitas fungsional yang penting karena mempengaruhi permainan dan resiko cedera dari pemain, apabila kepegasan rumput baik maka resiko cedera pemain dapat diminimalisir. Dari data pada Tabel 16, terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kepegasan yang paling baik diantara dua stadion lainnya karena memiliki jarak gelinding bola yang paling kecil. Hal ini disebabkan oleh kepadatan rumput yang paling baik diantara dua stadion lainnya. Disusul Stadion Haji Agus Salim yang memiliki jarak gelinding rata-rata 3,23 m. Hal ini disebabkan karena tekstur rumput pada stadion ini paling besar diantara dua stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepegasan terendah disebabkan karena kondisi lapangan yang botak pada beberapa bagian dan rendahnya kepadatan rumput. Secara keseluruhan, kepegasan rumput Axonopus compressus memang kurang baik. Rumput ini memiliki tipe pertumbuhan rebah sehingga kurang respon terhadap kejutan. Selain itu, kepegasan juga dipengaruhi oleh kepadatan dan tekstur rumput. Kepadatan rumput yang padat akan memiliki kemampuan elastisitas hamparan rumputnya baik pula. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam (Turgeon, 2002). Dengan tekstur rumput Axonopus compressus yang lebar sehingga mengurangi kemampuan elastisitas dari rumput tersebut. Untuk lapangan sepakbola, contoh rumput yang memiliki kepegasan yang baik yaitu lapangan yang menggunakan rumput Zoysia matrella. Rumput ini merupakan rumput yang memiliki tekstur kecil sehingga memiliki kepegasan yang baik. Rumput ini merupakan rumput yang digunakan pada Stadion Gelora Bung Karno.
48
5.5
Kualitas Visual
5.5.1 Kepadatan Rumput Dari pengamatan yang dilakukan di ketiga lapangan bola, maka didapat data kepadatan rumput. Berikut Tabel 17 dan Gambar 22 yang menjabarkan mengenai kepadatan rumput yang diamati pada ketiga stadion.
Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion Singaperbangsa Densitas (pucuk/100cm2) Area Gawang 1 18 Sam pel
Warna
Siliwangi Densitas (pucuk/100cm2)
Warna
Agus Salim Densitas Warna (pucuk/100cm2)
3
18
2
16
2
2
22
3
18
2
18
2
3
34
3
5
2
18
2
4
25
3
10
2
18
2
5
12
2
8
3
22
2
24
22
2
10
1
17
2
25
18
2
14
3
16
2
26
20
3
6
2
10
2
27
24
3
19
3
8
2
28
19
2
17
2
17
2
Area Back 6 16
2
9
2
26
3
7
35
2
8
3
13
2
8
30
3
14
2
18
2
9
22
3
18
2
13
2
10
15
2
7
2
18
2
11
17
2
20
3
23
2
12
16
2
13
2
12
2
17
8
2
12
2
10
2
18
14
2
7
2
8
2
19
16
2
20
3
15
2
21
30
3
18
3
22
3
22
27
2
12
2
20
2
23
15
3
10
2
13
3
49
Tabel 17 (Lanjutan) Sam Singaperbangsa Densitas pel (pucuk/100cm2) Area Striker 13 12
Warna
Siliwangi Densitas (pucuk/100cm2)
Warna
Agus Salim Densitas Warna 2 (pucuk/100cm )
2
13
3
12
3
14
17
3
6
2
8
2
15
12
3
6
1
8
3
16
17
3
10
2
15
2
Ratarata
18,7
2,50
11,4
14,46
2,21
Keterangan Warna : 1 : Kuning 2 : Hijau Kuning
2,18 3 : Hijau Muda 4 : Hijau
Kepadatan rumput adalah banyaknya tunas rumput dalam sebuah area. Densitas juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Turgeon, 2002). Rumput dalam sebuah lapangan sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan rumputnya buruk. Intensitas pemeliharaan yang baik juga mampu mempengaruhi kepadatan rumput. Pada Gambar 22 juga terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan rumput yang tinggi dan kepadatan rumput yang paling rendah pada Stadion Siliwangi.
Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion
Dari ketiga Stadion, Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan tertinggi yaitu 18,7 pucuk/100 m2. Hal ini mampu menyebabkan kualitas visual Stadion Singaperbangsa lebih baik dibandingkan dua stadion lainnya. Nilai kepadatan
50
yang tinggi terjadi karena pemeliharaan Stadion Singaperbangsa yang lebih intensif dibandingkan stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki kepadatan terendah yaitu 11,4 pucuk per 100 m2 dapat terjadi karena jarangnya penyulaman yang dilakukan sehingga banyak lapangan yang botak. Intensitas penggunaan pada lapangan yang cukup tinggi juga mampu menyebabkan kepadatan rumput menjadi lebih rendah karena rumput tidak memiliki waktu untuk memulihkan diri dan juga pemadatan tanah yang berpengaruh kepada kesuburan pertumbuhan rumput. Stadion Haji Agus Salim memiliki kepadatan yaitu 14,46 pucuk per 100 m2 memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda jauh dengan Stadion Singaperbangsa, hal ini terjadi karena intensitas penggunaan dan pemeliharaan yang hampir sama dengan Stadion Singaperbangsa.
5.5.2 Warna Warna merupakan salah satu indikator kualitas visual yang penting. Dengan hanya melihat dari jarak jauh, penonton mampu menilai apakah kualitas warna lapangan baik atau tidak. Tabel 17 dan Gambar 23 menjabarkan mengenai data kualitas warna rumput yang diamati pada ketiga stadion. Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), warna memberikan ukuran cahaya yang direfleksikan pada rumput lanskap. Warna rumput merupakan salah satu indikator kondisi umum rumput tersebut tumbuh sehat (Turgeon, 2002). Warna kuning atau klorosis dapat mengindikasikan kekurangan gizi, atau beberapa
faktor
yang
tidak
menguntungkan
yang
mempengaruhi
pertumbuhan. Warna gelap yang tidak biasa bisa menjadi bukti dari fertilisasi berlebihan, layu, atau tahap awal penyakit. Kualitas pemangkasan juga dapat mempengaruhi warna rumput. Pemangkasan rumput yang salah dengan ujung daun bergerigi mungkin menampilkan warna cokelat abu-abu di permukaan (Turgeon, 2002).
51
Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion
Pada ketiga stadion, terlihat bahwa warna rumput yang paling baik dan mendekati warna pada literatur teradapat di Stadion
Singaperbangsa.
Disusul
dengan warna pada Stadion Haji Agus Salim dan yang terakhir yaitu Stadion Siliwangi. Dengan skor warna rata-rata 2,5 menempatkan warna rumput pada Stadion Singaperbangsa menuju warna hijau muda. Pada Stadion Siliwangi dan Haji Agus Salim memiliki warna hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan pada Stadion Siliwangi dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi. Warna hijau kekuningan pada Stadion Haji Agus Salim dapat terjadi karena kekurangan unsur hara N yang mempengaruhi warna pada rumput. Pemangkasan berlebihan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stress.
Gambar 24 Warna Rumput Pada Stadion Singaperbangsa
52
Pada Stadion Singaperbangsa memiliki skor rata-rata warna rumput 2,5 yaitu berada diantara warna hijau kuning dan hijau muda (Gambar 24). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual lebih baik dari dua stadion lainnya. Dengan warna mendekati hijau muda tetapi masih dalam tahap kekurangan unsur hara N. Pemangkasan yang terlalu sering mampu menyebabkan warna rumput menjadi lebih kekuningan karena stress.
Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,18 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 25). Warna ini pula yang mampu menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kurang subur. Kekurangan nutrisi karena akar yang pendek merupakan salah satu sebab mengapa warna pada rumput menjadi kekuningan. Warna hijau kekuningan juga dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi.
Gambar 26 Warna Rumput Pada Stadion Haji Agus Salim
53
Stadion Haji Agus Salim memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,21 yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 26). Warna ini pula menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kekurangan unsur N. Pemangkasan dengan intensitas tinggi pada saat musim hujan yaitu 3 kali/bulan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stres.
5.5.3 Keseragaman Warna Rumput Keseragaman warna rumput dipengaruhi dari berbagai macam faktor. Keseragaman ini dapat dipengaruhi adanya gulma, tekstur rumput yang tidak seragam, dan arah pemotongan yang berbeda. Pada Stadion Singaperbangsa memiliki keseragaman warna rumput yang seragam paling besar diantara kedua stadion lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh penutupan rumput yang baik dan pengendalian gulma yang baik sehingga warna rumputnya seragam. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion Stadion
Keseragaman warna (%)
Singaperbangsa
90
Siliwangi
70
Haji Agus Salim
85
5.5.4 Tekstur Rumput Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik (Turgeon, 2002). Pemangkasan yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat ukuran daun menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam. Dari ketiga stadion, lebar daun rata-rata cenderung sama yaitu 6-8 mm. Sesuai dengan karateristik rumput paitan yang memiliki lebar daun 8-14 mm (Ariyanti,1987). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.
54
Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion No
1
Nama Stadion
Singaperbangsa
Jenis Rumput
Lebar Daun Sampel (mm)
Axonopus-
Stiker
Gawang
Back
Rata-rata
6,7
6,7
7
6,8
4,3
7,3
6,3
6
8,7
8
8,7
8,5
Compressus [Swartz.] Beauv. 2
Siliwangi
AxonopusCompressus [Swartz.] Beauv.
3
Agus Salim
AxonopusCompressus [Swartz.] Beauv.
Tekstur rumput yang terbesar ada pada rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Daun yang tumbuh lebar mengindikasikan bahwa daun tumbuh dengan sehat. Namun dengan lebar tersebut, menjadikan kepegasan rumput menjadi rendah.
Pada
Stadion
Siliwangi
yang
memiliki
lebar
daun
terkecil,
mengindikasikan daun tumbuh kurang optimal dan memang terbukti memiliki akar yang pendek pada bagian striker sehingga daun mendapatkan nutrisi yang kurang. Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata lebar rumput lebih kecil dari Stadion Haji Agus Salim yaitu 6,8 cm. Dari ketiga lapangan tersebut, hanya Stadion Haji Agus Salim yang memiliki rata-rata yang berkisar antara 8-14 mm dan sesuai dengan literatur.
5.5.5 Keberadaan Partikel di Permukaan Keberadaan partikel di permukaan merupakan indikator adanya sampah di lapangan tersebut atau tidak. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya. Stadion Siliwangi menempati kebersihan terburuk karena tingkat pemakaian yang cukup tinggi dari lapangan itu sendiri, keberadaan sampah seperti kertas ataupun plastik bekas minuman yang berserakan di beberapa titik lapangan sampah tersebut ada juga karena pemeliharaan yang kurang intensif dan
55
kurangnya kesadaran dari pengguna lapangan untuk menjaga kebersihan. Selanjutnya dapat dilihat data pada Tabel 20 dan Gambar 27.
Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion Sampel Gawang
Singaperbangsa
Siliwangi
Haji Agus Salim
Keberadaan Partikel Lain (%) 5
Keberadaan Partikel Lain (%) 20
Keberadaan Partikel Lain (%) 10
Back
5
30
10
Striker
10
20
10
6,67
23,33
10
Rata-rata
Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada Ketiga Stadion
Keberadaan partikel ini mampu mempengaruhi kualitas visual dari suatu lapangan sepakbola. Apabila lapangan tersebut memiliki partikel lain selain rumput di dalamnya, maka kualitas visualnya pun akan menurun. Penggunaan Stadion yang cukup tinggi untuk Stadion Siliwangi juga menyebabkan rendahnya kebersihan dari lapangan itu sendiri hingga mencapai 23,33% dibandingkan yang lain. Nilai yang kecil pada keberadaan partikel lain mengindikasikan bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang cukup baik dan memang terlihat dari intensitas pemeliharaan yang lebih intensif dibanding yang lainnya. Kebersihan pada Stadion Haji Agus Salim yang tidak terlalu jauh dengan Stadion Singaperbangsa juga mengindikasikan bahwa memang pemeliharaan yang lebih
56
baik dibandingkan Stadion Siliwangi dan juga penggunaan yang lebih kecil dari Stadion Siliwangi.
5.5.5 Kemurnian Jenis Rumput Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Perbedaan jenis rumput merupakan indikator pengelolaan gulma. Apabila tanaman yang tidak diharapkan tumbuh, sebaiknya harus dihilangkan agar mendapatkan jenis rumput yang seragam dan mempengaruhi keseragaman warna dari lapangan itu sendiri. Data selengkapnya dapat terlihat pada Tabel 21 dan Gambar 28.
Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion Stadion
Kemurnian Jenis Rumput (%)
Singaperbangsa
70
Siliwangi
55
Agus Salim
67
Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen
Dari grafik diatas terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kemurnian jenis rumput yang lebih tinggi dibanding kedua stadion lainnya. Stadion Siliwangi memiliki nilai kemurnian jenis rumput yang buruk dikarenakan tidak adanya pengendalian gulma sehingga makin lama gulma yang ada pun menyebar hampir sebagian lapangan. Intensitas pemakaian lapangan yang tinggi
57
juga mampu mempengaruhi perkembangan gulma. Sepatu pemain bola juga mampu menyebabkan membantu penyebaran gulma lebih intensif pada daerah yang sering terkena injakan pemain.
5.6
Pengelolaan Pemeliharaan
5.6.1 Pemupukan Pemupukan pada ketiga lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu yang Berbeda dan jumlah yang berbeda. Data dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion No
Stadion
1
2
3
Singaper
Jenis Rumput Axonopus-
Musim Hujan Tidak
Musim Kemarau 3 bulan
bangsa
Compressus
dilakukan
sekali
Siliwangi
Axonopus-
Tidak
3 bulan
Compressus
dilakukan
sekali
Axonopus-
Tidak
Compressus
dilakukan
Agus Salim
Jenis Pupuk Urea
Jumlah (g/m2) 20,4
Urea
25,23
2 bulan
Daun,
13,60
sekali
Nitrogen
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian pupuk urea dilakukan dua bulan sekali dengan dosis 20 g/m2 dan pemberian pupuk NPK dilakukan sebulan sekali dengan dosis 5 g/m2. Dari ketiga lapangan, semua dosis dinilai terlalu berlebih dengan yang seharusnya dilakukan. Selain itu, dengan pemberian pupuk dan tidak segera disiram mampu menyebabkan tanaman menjadi kering. Dari segi waktu pemberian, 2 bulan sekali merupakan waktu yang cukup untuk pemupukkan. Pemupukan yang sesuai kebutuhan mampu mempengaruhi kualitas fungsional dan visual lapangan sepakbola. Pupuk yang lebih baik digunakan yaitu pupuk NPK karena pupuk ini lengkap memenuhi kebutuhan nutrisi pada rumput dan mampu memberikan beberapa kebaikan pada kualitas rumput lapangan sepakbola. Unsur Nitrogen merupakan unsur yang paling besar dibutuhkan oleh rumput (Turgeon, 2002). Unsur terpenting kedua yaitu Potassium dan diikuti kebutuhan akan unsur Phospor. Unsur nitrogen dapat mempengaruhi kualitas
58
fungsional yaitu berat kering pucuk juga kualitas visual yaitu warna dan kepadatan. Unsur Potassium penting dalam proses sintesis rumput yang membantu peningkatkan pertumbuhan rumput (Turgeon, 2002). Unsur Phospor dapat membantu meningkatkan elastisitas rumput.
5.6.2 Penyiraman Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan memenuhi kebutuhan air dari rumput. Penyiraman juga mampu mempengaruhi kualitas fungsional dari pertumbuhan pucuk dan akar. Pada Sadion Singaperbangsa, dilakukan 1 kali sehari penyiraman pada saat musim hujan dan 2 kali sehari pada saat musim kemarau yaitu pada pagi dan sore hari. Untuk Stadion Siliwangi, tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan, tetapi dilakukan 2 hari sekali pada saat musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan penyiraman 4 hari sekali pada sore hari di musim kemarau dan tidak dilakukan penyiraman pada musim hujan. Data intensitas penyiraman dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion No 1
Stadion
Musim Hujan Musim Kemarau Alat yang digunakan
Singaperbangsa
1 kali / hari
2 kali/ hari
Jet pump, selang panjang
2
Siliwangi
Tidak
2 hari sekali
dilakukan 3
Agus Salim
Pompa, selang panjang
Tidak
4 hari sekali
Sumur bor, Selang
dilakukan
(Pukul 18.00-
air
22.00)
Menurut Carpenter et al. (1975), faktor yang harus diperhatikan dalam penyiraman adalah memberikan air sehingga terjadi penetrasi minimal 15cm, memberikan air dengan kecepatan yang meminimalkan aliran permukaan, dan tidak mengairi tanaman secara berlebihan. Jika hujan tidak memadai, penyiraman intensif perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air pada rumput. Intensitas penyiraman yang lebih banyak dari dua stadion lainnya dilakukan karena
59
kelembaban dari Karawang sendiri tergolong rendah dan curah hujan yang paling rendah. Daerah yang kering dan cepat terjadinya penguapan menjadikan penyiraman dilakukan lebih intensif agar rumput tidak kekurangan air dan layu. Alat yang digunakan pada ketiga lapangan cenderung sama. Pada Football Stadium Book yang dikeluarkan oleh FIFA, lapangan disarankan memiliki sistem pengairan yang otomatis yang tertanam di lapangan. Sistem penyiraman seperti ini selain berguna untuk pertumbuhan rumput juga mampu mempermudah penyiraman singkat sesaat sebelum kick-off dimulai. Penyiraman sesaat sebelum pertandingan ini dimaksudkan agar lapangan menjadi lunak dan mengurangi stress pada rumput karena terinjak.
5.5.6 Pemangkasan Pemangkasan dilakukan agar rumput yang ada tidak melebihi tinggi yang ideal. Pemangkasan mempengaruhi kualitas fungsional yaitu elastisitas rumput dilihat dari ketinggian rumputnya dan juga mempengaruhi kualitas visual dari warna apabila pemangkasan dilakukan dengan metode yang salah. Pemangkasan harus diperhatikan intensitasnya. Apabila memangkas lebih sering mampu membuat rumput menjadi berwarna kekuningan karena tidak cukup waktu untuk memulihkan diri dari stress. Pemangkasan rumput dengan alat yang tumpul mampu membuat rumput berwarna kecoklatan. Berikut dapat dilihat Tabel 24 yang memuat intensitas pemangkasan pada ketiga stadion.
Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion No
Stadion
1
Singaperbangsa
2
3
Siliwangi
Agus Salim
Jenis Rumput Axonopus-
Musim Hujan 4 kali/
Musim Kemarau 2 kali/
Compressus
bulan
bulan
Axonopus-
4 kali/
1 kali/
Compressus
bulan
bulan
Axonopus-
3 kali/
1 kali/
Compressus
bulan
bulan
Ketinggian Pangkas (cm) 2 – 3 cm 2 – 3 cm 2 – 5 cm
60
Menurut Arifin (2002), pemangkasan minimal dilakukan 1 kali seminggu dengan hasil yang tidak bergelombang, harus rata, dan tidak terlalu pendek. Pemangkasan juga harus dilakukan dengan arah yang teratur dan sesuai dengan ketinggian pangkasan yang dibutuhkan (FIFA, 2010). Kecepatan pertumbuhan rumput pada musim hujan meningkat dibandingkan pada musim kemarau, oleh karena itu, pada musim hujan ketiga stadion melakukan pemangkasan yang lebih banyak intensitasnya dibandingkan pada musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dengan ketinggian pangkas yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion lainnya maka intensitas pemangkasannya pada musim hujan lebih sedikit dibandingkan dua stadion lainnya.
5.6.4 Penyiangan dan Pengendalian Gulma Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk menghilangkan atau memberantas gulma. Gulma yang biasa tumbuh di lapangan sepakbola biasanya adalah rumput teki (Cyperus rotundus) dan rumput belulang (Eleusine indica). Penyiangan ini dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dengan tenaga manusia.penyiangan ini dapat dilakukan setiap saat. Berikut Tabel 25 yang memuat intensitas penyiangan dan pengendalian gulma pada ketiga stadion.
Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion No
Stadion
Intensitas
Metode yang digunakan
1
Singaperbangsa
Insidental
Manual
2
Siliwangi
Tidak dilakukan
-
3
Agus Salim
Insidental
Manual
Dari data diatas, terlihat bahwa pada Stadion Siliwangi tidak melakukan penyiangan dan pengendalian gulma. Penyiangan dan pengendalian gulma ini mempengaruhi kualitas visual dari keseragaman jenis lapangan. Karena hal tersebut, keseragaman jenis rumput yang ada menjadi lebih rendah dari stadion yang lain. Perawatan yang kurang ini harus diperhatikan untuk memperbaiki kualitas visual dari lapangan tersebut.
61
5.6.5 Penggilingan Menurut Hessayon (1994), penggilingan dilakukan untuk memperkeras permukaan tanah rumput yang sudah lembek. Kegiatan penggilingan ini dilakukan dengan frekuensi berbeda-beda. Alat yang digunakan pun berbeda-beda. Berikut Tabel 26 yang memuat data intensitas penggilingan dan alat yang digunakan pada ketiga stadion.
Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion No
Stadion
Intensitas
Alat yang digunakan
1
Singaperbangsa
Insidental
Alat yang ditarik
2
Siliwangi
2 kali / tahun
Mesin balas
3
Agus Salim
1 kali / tahun
Alat yang ditarik
Pada Stadion Singaperbangsa, penggilingan dilakuan ketika sudah dirasa perlu dan keadaan tanah sudah mulai tidak rata, sedangkan untuk Stadion Siliwangi dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun dan pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan sekali setahun. Menurut Beard (1973), penggilingan diperlukan untuk menekan rumput kembali bersatu dengan tanah setelah rumput mengalami pembongkaran atau pengangkatan untuk perbaikan. Penggilingan diperlukan pada kegiatan pemeliharaan rumput lapangan olahraga dimana perataan dan permukaan yang sangat padat diperlukan. Berdasarkan teori tersebut, intensitas penggilingan yang lebih besar dari Stadion Haji Agus Salim terjadi karena intensitas pemakaian lapangan
yang
lebih
tinggi
sehingga
kemungkinan
lapangan
menjadi
bergelombang dan permukaan yang tidak rata besar. Permukaan yang tidak rata dan bergelombang mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola karena mengganggu gelinding bola dan mengganggu pergerakan pemain juga meningkatkan tingginya resiko cedera pemain bola.
5.6.6 Penyulaman Penyulaman pada ketiga stadion memiliki intensitas yang berbeda. Berikut Tabel 27 memuat intensitas penyulaman pada ketiga stadion.
62
Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion No
Stadion
Intensitas
Metode yang digunakan
1
Singaperbangsa
Setiap habis pertandingan
Manual
2
Siliwangi
Insidental
Manual
3
Agus Salim
Setiap habis pertandingan
Manual
Menurut Sulistyantara (1992), penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang telah mati, cacat, atau telah habis masa pertumbuhannya. Penyulaman ini dilakukan agar tidak ada bagian lapangan yang botak sehingga mengurangi kualitas visual dari lapangan itu sendiri. Penyulaman mempengaruhi kualitas visual dari lapangan yaitu kemurnian jenis dan kepadatan rumput. Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, penyulaman dilakukan setiap habis pertandingan. Dengan begitu, mampu memperbaiki kondisi lapangan yang botak secara segera sehingga penutupan pada kedua stadion lebih baik daripada Stadion Siliwangi.
5.6.7 Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu tindakan penting. Intensitas yang dilakukan tergantung dari kondisi yang ada. Apabila terdapat gejala-gejala serangan hama, maka dilakukan pengendalian hama secara manual. Berikut Tabel 28 yang memuat data intensitas pengendalian hama dan penyakit pada ketiga stadion.
Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga Stadion No
Stadion
Intensitas
Metode yang digunakan
1
Singaperbangsa
Insidental
Manual
2
Siliwangi
Tidak dilakukan
-
3
Agus Salim
Insidental
Manual
Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, pengendalian hama dan penyakit dilakukan insidental dan secara manual. Sesuai dengan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan saat terjadi serangan saja. Pada Stadion
63
Siliwangi, sama sekali tidak dilakukan.
Menurut
Sulistyantara (1992),
pengendalian hama penyakit bukan berarti hanya pemberantasan secara langsung, tetapi juga mencakup tindakan pencegahan terhadapnya. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan memperbaiki keadaan lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Lingkungan kotor, lembab, dan kurang sinar matahari baik bagi pertumbuhan hama penyakit tanaman.
5.7
Korelasi antar peubah
5.7.1 Stadion Singaperbangsa Pada Stadion Singaperbangsa memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat kemudian diolah berikut hasil yang tertera pada Tabel 29.
Tabel
29
Korelasi
Antar
Peubah
Kualitas
Fungsional
Pada
Stadion
Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
1
0,233
0,932
0,109
0,354
0,737
1
0,570
0,992**
0,992**
0,829
1
0,461
0,668
0,932
1
0,968 1
0,752 0,893
Singaperbangsa Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Ket :
* signifikan pada α=5%
1 ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara berat kering akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun dengan nilai korelasi yang sama yaitu 0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering akar meningkat dan panjang akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
64
)
21 20 19 18 17
Y = 14,1 + 7,2 X r = 0,850
16
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
2
Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm
Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm
2
)
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar 22
15
22 21 20 19 18 17
Y = 17,6 + 0,15 X r = 0,931
16 15
14
14
0.55
0.60
0.65 0.70 Berat Kering Akar
0.75
0.80
5
Jarak Luncuran Bola(m)
1.50 1.25 1.00
Y = - 2,36 r = 0,236
0.75 0.50 14
15
16
+ 0,195 X
9
10
(cm)
3.1
3.0
2.9
2.8
Y = 1,97 + r = 0,472
2.7
17 18 19 20 21 2 Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm )
14
22
15
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
16
17 18 19 Kepadatan Rumput
0,0510 X 20
21
22
(Pucuk/100cm2)
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar 0.80
7.00
6.90
+ 0,0183 X
Berat Kering Akar (gr)
Y = - 6,44 r = 0,770
6.95
(mm)
8 Panjang Akar
3.2
1.75
Lebar Daun
7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput 2.00
Berat Kering Pucuk (gr)
6
(gr)
6.85 6.80 6.75
Y = 0,328 r = 0,081
0.75
0.70
+ 0,0439 X
0.65
0.60
6.70 0.55
6.65 14
15
16
17 18 19 20 21 Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm2)
22
5
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Jarak Luncuran Bola (m)
Berat Kering Pucuk (gr)
1.50 1.25 1.00
Y = 0,34 r=0,695
0.75
+ 0,132
X
0.50 6
7
8 Panjang Akar
9
10
3.1
3.0
2.9
Y = 2,42 r=0,458
2.8
10
5
6
(cm)
+ 0,0712 X
7
8 Panjang Akar
9
10
(cm)
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar 2.00
7.0
Y = 6,29 + r = 0,161
0,0684 X
Berat Kering Pucuk (gr)
(mm)
9
(cm)
2.7
5
Lebar Daun
8 Panjang Akar
3.2
1.75
6.8
7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
2.00
6.9
6
6.7
1.75
Y = - 1,08 + r = 0,614
1.50
3,69 X
1.25 1.00 0.75 0.50
6.6 5
6
7
8 Panjang Akar
9
(cm)
10
0.55
0.60
0.65 0.70 Berat Kering Akar (gr)
0.75
0.80
65
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar 7.0
3.1
Lebar Daun (mm)
Jarak Luncuran Bola (m)
3.2
3.0
2.9
Y =1,78 + r = 0,378
2.8
1,78 X
6.9
6.8
Y = - 2,36 r = 0,080
6.7
+ 0,195 X
2.7
6.6 0.55
0.60
0.65 0.70 Berat Kering Akar
0.75
0.55
0.80
0.60
1.75
(gr)
3.1 3.0 2.9 2.8
Y = 2,53 + r = 0,237
0.75
0.80
(gr)
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun 2.00
Berat Kering Pucuk
Jarak Luncuran Bola (m)
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk 3.2
2.7
0.65 0.70 Berat Kering Akar
(gr)
0,308 X
1.50 1.25 1.00 0.75 0.50
Y = - 17,1 r = 0,534
+ 2,71 X
6.80 6.85 Lebar Daun
6.90
2.6 0.50
0.75
1.00 1.25 Berat Kering Pucuk
1.50
1.75
2.00
6.65
6.70
6.75
(gr)
6.95
7.00
(mm)
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola (m)
3.2
3.1
3.0
2.9
Y = - 5,19 r = 0,297
2.8
+ 1,20 X
2.7 6.65
6.70
6.75
6.80 6.85 Lebar Daun
6.90
6.95
7.00
(mm)
Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Singaperbangsa Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Pada berat kering akar dengan panjang akar didapat persamaan Y = 0,328 + 0,0439 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti pertambahan berat akar sebesar 0,0439 gram. Pada berat kering akar dengan lebar daun didapat persamaan Y = - 2,36 + 0,195 X yang berarti setiap penambahan berat kering akar sebesar 1 gram, maka lebar daun akan bertambah sebesar 0,195 cm.
66
5.7.2 Stadion Siliwangi Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka didapat hasil yang tertera pada Tabel 30.
Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar
Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
1
0,984
0,961
0,812
-0,294
-0,732
1
0,995**
0,904
-0,460
-0,842
1
0,943
-0,548
-0,893
1
-0,796
-0,992* 0,866
Lebar Daun
1
Jarak Luncuran Bola Ket :
* signifikan pada α=5%
1 ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata ini terjadi antara berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar 0,995. Korelasi nyata pada taraf 5% terjadi antara panjang akar dan luncuran bola sebesar -0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering pucuk meningkat dan berat kering akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier. Begitupula antara panjang akar dan luncuran bola. memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
67
)
13
12
11
10
Y = 0,38 + 2,35 X r = 0,396
9 4.0
4.2
4.4
4.6 4.8 5.0 Panjang Akar (gr)
5.2
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
2
Kepadatan Rumput(Pucuk/100cm
Kepadatan Rumput(Pucuk/100cm
2
)
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar 14
14
13
12
11
10
5.4
0.30
5.6
0.40 0.45 Berat Kering Akar (gr)
0.50
0.55
3.475
1.4
(m)
(gr)
1.3
Jarak Luncuran Bola
Berat Kering Pucuk
0.35
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput 1.5
1.2 1.1 1.0
Y = - 0,236 + 0,125 X r = 0,179
0.9 0.8 9
10
11 Kepadatan Rumput
3.450
3.425
3.400
3.375
9
13
7.0
0.50
(gr)
0.55
Berat Kering Akar
6.5 6.0 5.5
Y = = 8,20 – 0,193 X r = 0,810
4.5
10
11 Kepadatan Rumput
12
(Pucuk/100cm2)
13
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
7.5
5.0
Y = 3,61 – 0,0167 X r = 0,477
3.350
12
(Pucuk/100cm2)
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Lebar Daun (mm)
Y = 3,70 + 18,5 X r = 0,114
9
0.45 0.40
0.35
Y = - 0,235 + 0,139 X r = 0,282
0.30
4.0 9
10
11 12 2 Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm )
4.0
13
1.2 1.1
Y =- 0,475 + 0,356 X r = 0,217
1.0 0.9
4.2
4.4
4.6 4.8 5.0 Panjang Akar (cm)
5.2
5.4
3.400
Y = 3,73 – 0,0654 X r = 0,081 4.0
5.6
4.2
4.4
4.6 4.8 5.0 Panjang Akar (cm)
5.2
5.4
5.6
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
7.5
1.5
7.0
1.4 Berat Kering Pucuk (gr)
(mm)
5.6
3.425
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Lebar Daun
5.4
3.350 4.0
6.5 6.0 5.5
4.5
5.2
3.450
3.375
0.8
5.0
4.6 4.8 5.0 Panjang Akar (cm)
3.475
Jarak Luncuran Bola (m)
(gr) Berat Kering Pucuk
1.3
4.4
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar 1.5 1.4
4.2
Y = 13,1 – 1,52 X r = 0,414
1.3 1.2 1.1 1.0
Y = 0,177 + 2,44 X r = 0,065
0.9 0.8
4.0 4.0
4.2
4.4
4.6 4.8 5.0 Panjang Akar (cm)
5.2
5.4
5.6
0.30
0.35
0.40 0.45 Berat Kering Akar (gr)
0.50
0.55
68
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar 7.5 7.0
(gr)
3.450
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
(m)
3.475
3.425
3.400
Y = 3,57 – 0,361 X r = 0,363
3.375
6.5 6.0 5.5
Y = 8,37 – 5,7 X r = 0,696
5.0 4.5
3.350
4.0 0.30
0.35
0.40 0.45 Berat Kering Akar (gr)
0.50
0.55
0.30
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
0.50
0.55
1.5 1.4
(gr)
3.450
Berat Kering Pucuk
(m)
0.40 0.45 Berat Kering Akar (gr)
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
3.475
Jarak Luncuran Bola
0.35
3.425
Y = 3,61 – 0,156 X r = 0,298
3.400
3.375
1.3 1.2 1.1
Y = 1,84 – 0,109 X r = 0,631
1.0 0.9
3.350
0.8 0.8
0.9
1.0
1.1 1.2 Berat Kering Pucuk
1.3
1.4
1.5
4.0
4.5
5.0
5.5 6.0 6.5 Lebar Daun (mm)
(gr)
7.0
7.5
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola (m)
3.475
3.450
3.425
3.400
Y = 3,24 + 0,030 X r = 0,333
3.375
3.350 4.0
4.5
5.0
5.5 6.0 6.5 Lebar Daun (mm)
7.0
7.5
Gambar 30 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Hal hubungan antara ini terjadi pada berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar dengan persamaan Y = 0,177 + 2,44 X yang berarti setiap penambahan 1 gram berat kering akar, akan diikuti pertambahan berat kering pucuk sebesar 2,44 gram. Hubungan berbanding terbalik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami penurunan. Hubungan berbanding terbalik terjadi
69
antara panjang akar dan luncuran bola dengan persamaan Y = 3,73 – 0,0654 X yang berarti setiap akar bertambah 1 cm, maka luncuran bola mengalami penurunan sebesar 0,0654 m.
5.7.3 Stadion Haji Agus Salim Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka didapat hasil yang tertera pada Tabel 31.
Tabel 31 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Haji Agus Salim Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun Jarak Luncuran Bola Ket :
Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
1
0,942
0,958
0,469
-0,412
0,207
1
0,806
0,738
-0,693
0,419
1
0,196
-0,132
-0,199
1
-0,998** 1
0,922 -0,945
* signifikan pada α=5%
1 ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi antara panjang akar dan lebar daun sebesar -0,998. Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, panjang akar dan lebar daun memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan linier.
70
4.5
Berat Kering Pucuk(gr)
16 15 14 13 12
Y = 8,73 + 3,05 X r = 0,218
11 10 0.5
1.0
1.5 2.0 Berat Kering Akar (gr)
4.0 3.5 3.0
Y = - 2,06 + 0,381 X r = 0,186
2.5 2.0
2.5
10
)
8.7
16
8.6
15 14 13
Y = - 6,1 + 1,94 X r = 0,689
12
12
13 14 Kepadatan Rumput
15
16
17
(Pucuk/100cm2)
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
17
11
8.5 8.4 8.3
Y = 9,16 – 0,049 X r = 0,730
8.2 8.1 8.0
10 10.0
10.2
10.4
10.6
10.8 11.0 Panjang Akar (cm)
11.2
11.4
11.6
10
5.0
3.5
4.5
Berat Kering Pucuk
(gr)
3.6
3.4 3.3 3.2
Y = 2,95 + 0,0194 X r = 0,867
3.1
11
12
13 14 Kepadatan Rumput
15
16
17
(Pucuk/100cm2)
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Jarak Luncuran Bola(m)
11
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
2
Kepadatan Rumput(pucuk/100cm
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput 5.0
Lebar Daun(mm)
Kepadatan Rumput(pucuk/100cm
2
)
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar 17
4.0 3.5 3.0
Y = 1,50 + 1,04 X r = 0,403
2.5
3.0
2.0 11
12
13
14 15 16 2 Kepadatan Rumput (Pucuk/100cm )
0.5
17
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
1.0
1.5 2.0 Berat Kering Akar (gr)
2.5
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
3.0
8.8
(mm) Lebar Daun
Berat Kering Akar
(gr)
8.7 2.5
2.0
Y = - 8,13 + 0,944 X r = 0,471
1.5
8.6 8.5 8.4 8.3
Y = 8,95 – 0,268 X r = 0,512
8.2 8.1
1.0
8.0 10.0
10.2
10.4
10.6
10.8 11.0 Panjang Akar (cm)
11.2
11.4
11.6
0.5
3.5
4.5
(gr)
5.0
3.4 3.3 3.2
Y = 0.0 + 0.32 X r = 0,725
3.1 3.0
1.5 2.0 Berat Kering Akar (gr)
2.5
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
3.6
Berat Kering Pucuk
Jarak Luncuran Bola (m)
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
1.0
4.0 3.5 3.0
Y = 0.0 + 0.32 X r = 0,875
2.5 2.0
0.5
1.0
1.5 2.0 Berat Kering Akar (gr)
2.5
10.0
10.2
10.4
10.6
10.8 11.0 Panjang Akar (cm)
11.2
11.4
11.6
71
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk 3.6
4.5
3.5
Jarak Luncuran Bola (m)
Berat Kering Pucuk (gr)
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun 5.0
4.0 3.5
Y = 7,2 – 0,44 X r = 0,915
3.0 2.5
3.4 3.3 3.2
Y = -3,38 – 0,043 X r = 0,872
3.1 3.0
2.0 8.0
8.1
8.2
8.3 8.4 Lebar Daun (mm)
8.5
8.6
8.7
2.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
3.5 4.0 Berat Kering Pucuk (gr)
4.5
5.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
(m)
8.6 8.5
Jarak Luncuran Bola
(mm)
3.0
3.6
8.7
Lebar Daun
2.5
8.4 8.3
Y = 13,7 – 0,494 X r = 0,041
8.2 8.1
3.5 3.4 3.3 3.2
Y = - 0,21 + 0,325 X r = 0,253
3.1 3.0
8.0 10.0
10.2
10.4
10.6
10.8 11.0 Panjang Akar (cm)
11.2
11.4
11.6
10.0
10.2
10.4
10.6
10.8 11.0 Panjang Akar (cm)
11.2
11.4
11.6
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola (m)
3.6 3.5 3.4 3.3 3.2
Y = 8,90 – 0,672 X r = 0,213
3.1 3.0 8.0
8.1
8.2
8.3 8.4 8.5 Lebar Daun (mm)
8.6
8.7
Gambar 31 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim dan Persamaannya Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan berbanding
terbalik
ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
hubungan
yang
mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami penurunan. Pada panjang akar dan lebar daun didapat persamaan Y = 13,7 – 0,494 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti penurunan lebar daun sebesar 0,494 cm .
72
5.8
Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Fungsional dan Visual
5.8.1 Stadion Singaperbangsa Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional dan visual yang ada, maka didapatkan data yang ada pada Tabel 32 berikut.
Tabel 32 Perbandingan Kualitas Rumput Ketiga Stadion No
Parameter Penilaian
1
Kepadatan (Densitas) (pucuk/100cm2) Warna hamparan rumput
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Keseragaman warna rumput (%) Tekstur rumput (mm) Keberadaan partikel dipermukaan (%) Kemurnian jenis rumput (%) Ketinggian pangkas (cm) Berat kering pucuk(gr/100cm2) Berat kering akar pucuk(gr/100cm2) Panjang akar (akar terpanjang) (cm) Elastisitas rumput (dilihat dari jarak gelinding bola) (m)
Kondisi di Singaperbangsa 18,7 pucuk
Kondisi di Siliwangi 11,4 pucuk
Kondisi di H.Agus Salim 14,46 pucuk
Antara Hijau muda dan Hijau kekuningan 90 *
Hijau kekuningan
Hijau kekuningan
Hijau muda
70
85
>85
7
6
8*
8-14
6,67*
23,33
10*
<20
70
55
66,67
>85
2-3
2-3
2-5*
2-5
1,29
1,19
3,45*
>1.5
0,62
0,42
1,88*
>1.5
7,18*
4,69*
10,60*
4-15
2,92*
3,42
3,23
<3
Baik >30
Keterangan : * memenuhi standar
Dari 11 indikator diatas, terdapat 4 indikator yang memenuhi syarat dan 7 indikator lainnya membutuhkan perbaikan pada proses pemeliharaannya. Kepadatan rumput yang masih dibawah standar perlu dilakukan perbaikan dengan cara penyulaman segera setelah lapangan digunakan. Dengan konstruksi yang sudah baik, untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan pemberian pupuk NPK 20 gr/m2 untuk menambahkan kualitas warna dan membantu proses pertumbuhan rumput karena unsur penting yang dibutuhkan rumput termasuk dalam kandungan pupuk NPK. Untuk meningkatkan
73
kemurnian jenis rumput, harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepakbola tidak membawa gulma pada sepatu yang mereka kenakan. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan hama dan penyakit pada saat terjadi serangan. Ketinggian pangkas sebaiknya ditingkatkan agar sesuai dengan standar yang ada. Pemilihan penggunaan rumput sebenarnya sudah baik karena rumput ini memiliki penutupan tanah yang baik sehingga mengurangi cedera ketika pemain terjatuh dan minim pemeliharaan sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit. Tetapi akan lebih ideal lagi apabila digunakan rumput manila. Karena rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang menggunakan rumput paitan.
5.8.2 Stadion Siliwangi Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional dan visual pada Tabel 32 dapat terlihat bahwa dari 11 indikator diatas, terdapat 1 indikator yang memenuhi syarat dan 10 indikator lainnya membutuhkan perbaikan pada proses pemeliharaannya. Konstruksi yang ada perlu perbaikan agar sistem drainase yang ada menjadi lebih baik. Kondisi drainase yang buruk membantu perkembangan gulma menjadi lebih subur ditambah. Untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan pemberian nutrisi pada rumput yang lebih baik lagi karena memiliki akar yang pendek. Pemberian nutrisi yang cukup dan teratur dapat pula membantu meningkatkan kesuburan rumput. Dengan dosis yang ada saat ini, pemberian pupuk terlampau berlebih, karena seharusnya cukup diberikan 5gr/m2 untuk pupuk urea, dan dilakukan 2 bulan sekali. Selain itu, diperlukan pemberian pupuk penunjang lain seperti NPK yang mampu memberikan kesuburan bagi rumput. Untuk
meningkatkan
kemurnian
jenis
rumput,
harus
dilakukan
pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepakbola tidak membawa gulma pada sepatu yang mereka kenakan. Selain itu, perlu pula dilakukan pencegahan hama dan penyakit
74
pada saat terjadi gejala serangan dengan dosis yang sesuai agar lapangan rumput sehat dan bebas penyakit. Penggunaan lapangan yang berlebihan juga mampu membuat kebotakan pada beberapa bagian rumput yang sering terkena injakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan penggunaan agar rumput tidak selalu dalam kondisi stress karena terinjak. Pembatasan penggunaan ini lapangan dapat membantu memperbaiki kualitas dari lapangan. Kepedulian pihak pengelola lapangan sepak bola harus diperhatikan pula. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan insidental seperti pengendalian gulma dan hama sebaiknya dilakukan secara rutin agar kemungkinan terjadi lagi menjadi kecil. Penggilingan yang dilakukan sudah baik dengan intensitas penggunaan yang lebih besar, intensitas penggilingan dilakukan 2 kali dalam setahun agar tanah menjadi lebih rata. Pemilihan rumput yang ideal yaitu menggunakan rumput manila. Karena rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang menggunakan rumput paitan.
5.8.3 Stadion Haji Agus Salim Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional dan visual pada Tabel 32 dapat terlihat bahwa dari 11 indikator, terdapat 6 indikator yang memenuhi syarat dan 5 indikator lainnya membutuhkan sedikit perbaikan pada proses pemeliharaannya. Konstruksi yang ada perlu perbaikan agar sistem drainase yang ada menjadi lebih baik. Untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan intensitas pemangkasan dan teknik pemangkasan yang sesuai. Pemupukan yang cukup dan teratur dapat pula membantu meningkatkan kesuburan rumput. Penambahan pemberian pupuk NPK sebanyak 20 gr/m2 setiap dua bulan sekali mampu menambahkan lagi kualitas rumput yang ada. Untuk
meningkatkan
kemurnian
jenis
rumput,
harus
dilakukan
pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepak bola tidak membawa gulma pada sepatu yang
75
mereka kenakan. Selain itu, perlu pula dilakukan pencegahan hama dan penyakit pada saat terjadi gejala serangan dengan dosis yang sesuai agar lapangan rumput sehat dan bebas penyakit. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan insidental seperti pengendalian gulma dan hama sebaiknya dilakukan secara rutin agar kemungkinan terjadi lagi menjadi kecil. Penggilingan yang dilakukan sudah baik dengan intensitas penggunaannya, intensitas penggilingan dilakukan 1 kali dalam setahun agar tanah menjadi lebih rata. Pemilihan penggunaan rumput sebenarnya sudah baik karena rumput ini memiliki penutupan tanah yang baik sehingga mengurangi cedera ketika pemain terjatuh dan minim pemeliharaan sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit. Tetapi akan lebih ideal lagi apabila digunakan rumput manila. Karena rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang menggunakan rumput paitan.
5.8.4 Rencana Pemeliharaan Dari kondisi yang terdapat pada ketiga lapangan bola, maka perlu dilakukan tindakan pemeliharaan yang lebih baik. Tabel kegiatan yang perlu dilakukan pada lapangan bola dan rencana pemeliharaan yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34 berikut ini.
Tabel 33 Kegiatan Pemelihaaan yang Perlu Dilakukan Pada Lapangan Sepakbola No
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
1
Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola Hijau, subur, dan rapat
2
Sejenis (tidak ada tanaman liar )
Pengendalian gulma
3
Rumput rapi, dan merata
Pemangkasan
4
Bebas dari sampah, kotoran, bau
Pembersihan dan Penyapuan
5
Tidak tergenang air dan tidak lembab
Pendangiran dan Penggilingan
6
Bebas Hama dan Penyakit
Pencegahan dan Pengendalian Hama dan
Penyiraman dan Pemupukkan
Penyakit
76
Tabel 33 (Lanjutan) No
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
7
Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola Mampu meredam Laju Bola
8
Perakaran kuat dan saling menjalin
Pendangiran dan Pemupukkan
9
Mengurangi resiko cedera ketika
Pemangkasan dengan ketinggian rumput
jatuh
yang sesuai
Pemangkasan dan Penyulaman
Rencana pemeliharaan yang dihasilkan meliputi rencana pemeliharaan fisik agar kondisi lapangan tetap memiliki kualitas yang diinginkan sehingga kualitas estetika dan fungsionalnya tetap terjaga. Berikut Tabel 34 memaparkan Rencana Pemeliharaan untuk ketiga lapangan.
Tabel 34 Rencana Pemeliharaan No
Kegiatan
1
Penyiraman
2
Pemangkasan
3
Pemupukan
4
Penyulaman
Syarat Pelaksanaan Pemeliharaan - Penyiraman pada pagi atau sore hari. - Air yang digunakan bersih, tidak berbau, tidak kotor, tidak sadah, tidak membawa penyakit, tidak merusak dan mematikan tanaman - Jumlah air sesuai kebutuhan, merata dan basah sampai ke perakaran bawah agar tanaman dapat tumbuh secara optimum - Rumput tidak bergelombang, harus rata, dan tidak terlalu pendek dengan ketinggian rumput 2-5 cm, - Hasil pangkasan dibuang ke tong sampah - Alat yang digunakan tidak tumpul - Khusus pemupukan rumput, setelah ditabur segera disiram secukupnya untuk menghindari plasmolisis - Rumput pengganti harus jenis yang sama dan dalam kondisi sehat/lebih baik dari rumput yang akan disulam
Metode Manual
Frekuensi
Alat dan Bahan Setiap Sprinkler, Hari pada air musim kemarau 2hari sekali pada musim hujan
Menggunakan Mower
2 kali / bulan
2 buah Mower, Bensin
Manual dengan cara disebar Manual
1-2 bulan sekali
Sarung tangan, NPK=20gr /m2 Sekop kecil, rumput baru
Setiap lapangan habis digunakan
77
Tabel 34 (Lanjutan) No Kegiatan
Syarat Pelaksanaan Metode Pemeliharaan - Penyulaman jangan sampai merusak rumput yang masih sehat - Lubang tanam untuk rumput baru harus bebas pathogen Pengendalian - Mencabut rumput liar Manual Gulma dengan tidak merusak rumput utama - Gulma dicabut sampai seluruh akarnya Penyapuan dan - Menyapu seluruh area Manual Pembersihan lapangan dengan sehingga tidak ada sampah di lapangan
Frekuensi
Alat dan Bahan dengan kondisi baik
Setiap Hari
Sarung tangan, Pengki
Setiap habis dipakai
7
Penggilingan
8
Coring
Menggunakan alat Manual
Setahun Sekali 1 kali seminggu
2 buah Sapu lidi Pengki Tempat sampah Mesin giling Garpu, pasir
9
Pencegahan dan Pengendalian Hama Penyakit
Menggunakan alat
Bila ada gejala serangan
5
6
- Dilakukan saat permukaan rumput sudah tidak merata - Dengan melakukan pelubangan terhadap tanah agar terjadi pertukaran udara pada tanah - Disemprot pestisida - Penyemprotan dilakukan sore hari dan memperhatikan arah dan kecepatan angin
Sumber : Diolah dari berbagai pustaka
Knapsack sprayer, Sarung tangan, Masker Pestisida
78
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1
Simpulan Dari ketiga Stadion yang menjadi lokasi penelitian dan menjadi lokasi
beberapa pertandingan dalam Kompetisi Liga Super, dapat disimpulkan bahwa pada lapangan rumput di Stadion Singaperbangsa memiliki kualitas visual yang paling baik diantara ketiga stadion. Untuk kualitas fungsional paling baik terletak pada Stadion Haji Agus Salim. Pada Stadion Singaperbangsa terdapat 4 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu keseragaman warna rumput, keberadaan partikel dipermukaan, panjang akar, dan elastisitas rumput. Pada Stadion Siliwangi terdapat 1 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu panjang akar. Penggunaan lapangan yang lebih intensif dari lapangan yang lain dan perawatan seadanya bisa jadi menjadi salah satu masalah sehingga lapangan yang ada kurang baik. Pada Stadion Haji Agus Salim terdapat 6 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu tekstur rumput, keberadaan partikel dipermukaan, ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat kering akar, dan panjang akar. Masalah yang terjadi pada Stadion Singaperbangsa yaitu tanah yang digunakan kurang subur tetapi dapat diimbangi dengan penambahan pupuk kandang pada lapisan media tanam lapangan sehingga kesuburan rumput dapat meningkat. Masalah pada Stadion Siliwangi yaitu penggunaan lapangan yang cenderung tinggi menyebabkan lapangan mengalami kebotakan. Selain itu, masalah pemeliharaan pada ketiga stadion masih memerlukan perbaikan. Maka, dihasilkan rencana pemeliharaan bagi ketiga stadion tersebut untuk mengatasi masalah dalam meningkatkan kualitas lapangan.
79
6.2
Saran Rekomendasi yang diberikan diharapkan mampu menjadi pertimbangan
pihak pengelola stadion agar lapangan bola yang ada saat ini mampu menampilkan lapangan yang sesuai standar FIFA dan mampu digunakan dalam kompetisi tingkat nasional seperti Kompetisi Liga Super maupun kompetisi internasional. Pada Stadion Singaperbangsa diperlukan penambahan ketinggian pangkas agar rumput yang ada memiliki elastisitas lebih baik. Selain itu diperlukan pemberian pupuk dengan dosis yang lebih baik untuk memperbaiki warna rumput, dan harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif. Pada Stadion Siliwangi, perlu dilakukan banyak perbaikan agar kondisi lapangan rumput yang ada menjadi lebih baik dan sesuai standar yang ada. Perbaikan ini meliputi perbaikan sistem drainase, pemupukan, penyulaman, dan pengendalian gulma yang lebih intensif dan meningkatkan ketinggian pangkas rumput agar menambah elastisitas rumput. Pada Stadion Haji Agus Salim diperlukan beberapa perbaikan. Perbaikan ini meliputi perbaikan sistem drainase dan pengendalian gulma yang lebih intensif. Pemeliharaan yang sesuai pada waktunya dan sesuai syarat pelaksanaan harus lebih diperhatikan agar kualitas fungsional maupun visual yang diinginkan dapat tercipta dengan baik. Dengan begitu diharapkan mampu menjadikan lapangan yang lebih baik secara visual dan fungsional sehingga sejajar dengan lapangan-lapangan bola yang ada di dunia dan sesuai standar internasional sehingga dapat digunakan dalam kompetisi tingkat nasional maupun internasional.
80
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Super_Indonesia. Diakses 7 Mei 2010. Anonymous.2009.http://pikiranrakyat.com/baca/2009/11/05/liga super indonesiarapor -awal.html. Diakses 7 mei 2010. Arifin, H.S. dan Nurhayati H.S.A. Swadaya. Jakarta.
2002. Pemeliharaan Taman. Penebar
Ariyanti, Bonita. 1987. Studi Fenologi dan Distribusi Beberapa Jenis Rumput Dominan pada Lansekap Lapangan Sepak Bola Senayan (Jakarta). Skripsi ( tidak dipublikasikan ). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 66 hal. Ayuningtyas, Andhina. 2007. Kajian Kualitas Rumput Lapangan Sepakbola di Jakarta dan Bogor. Skripsi ( tidak dipublikasikan ). Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Beard, J. B. 1973. Turfgrass : Science and Culture. New York : Prentice-Hall Inc. Carpenter, P.L,T.D. Walker, and F.O Lanphear. 1975. Plants in The Landscape. WH. Freeman & Co. San Fransisco. 476p. Christians, Nick. 2001. Fundamentals of Turfgrass Management. Ann Arbor Press: Chelsea, Michigan. Crum, J. R., T. F. Wolff dan J. N. Rogers III. 2004. Agronomic and Engineering Properties of USGA Putting Greens. USGA Green Section Record. http://www.USGA.org. Diakses 7 Juli 2011 Emmons, R. D. 2000. Turfgrass Science and Management. Third Edition. Delmar. New York. 516 hal. FIFA. 2010. Football Stadiums. 5th edition. FIFA Federation Internationale de Football Association. Switzerland. Hessayon, D.G. 1994. The Lawn Expert. Waltham Cross : pbi Publication. Great Britain. Hopkins, A. 2000. Grass : It’s Production and Utilitazion. Third Edition. Blackwell Science Ltd. New Jersey. 328 hal. Munandar, A. dan S. Hardjosuwignyo. 1990. Rumput Lansekap. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 hal.
81
Rodney, J. 2004. Turfgrass Installation : Management and Maintenance. McGraw-Hill. New York. 583 hal. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB Bogor. 591 hal. Sulistyantara, B. 1992. Taman Rumah Tinggal. Penebar Swadaya. Jakarta. 194 hal. Turgeon, A.J. 2002. Turfgrass Management. Reston Publishing Company, Inc. Virginia. 355p.
82
LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel P-Value antar peubah pada ketiga stadion P-Value antar peubah di Stadion Singaperbangsa Kepadatan Rumput Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
0,850
0,236
0,931
0,770
0,472
0,614
**
0,080
0,378
0,695
0,534
0,237
0,161
0,458 0,297
P-Value antar peubah di Stadion Siliwangi Peubah
Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
0,114
0,179
0,396
0,810
0,477
**
0,282
0,696
0,363
0,217
0,631
0,298
0,414
* 0,333
P-Value antar peubah di Stadion Haji Agus Salim Peubah Kepadatan Rumput Berat Kering Akar Berat Kering Pucuk Panjang Akar Lebar Daun
Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak Luncuran Bola
0,218
0,186
0,689
0,730
0,867
0,403
0,471
0,512
0,725
0,875
0,915
0,872
**
0,253 0,212
83
Lampiran 2 Ilustrasi Gambar Ketiga Stadion
Stadion Singaperbangsa
Stadion Siliwangi
84
(Lanjutan Lampiran 2..) Stadion Haji Agus Salim