EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG
ASEP AANG RAHMATULLAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Evaluasi Peningkatan Sumber Daya manusi Dalam Program Pendanaan Kompetisi Melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Karawang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,
Mei 2008
ASEP AANG RAHMATULLAH NIM. A 153044095
2
RINGKASAN ASEP AANG RAHMATULLAH, Evaluasi Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam Program Pendanaan Kompetisi Melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional Di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO sebagai ketua, RINA OKTAVIANI sebagai anggota komisi pembimbing. Berkaitan dengan upaya akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah meluncurkan Program Pendanaan Kompetisi berbasis Indeks Pembangunan Manusia berupa bantuan dana program untuk Kabupaten Karawang sebesar Rp. 15 milyar per tahun selama 2 tahun anggaran. Tujuan program tersebut yaitu dalam rangka mencapai IPM Jawa Barat mencapai IPM 80 yaitu disejajarkan sebagai propinsi sejahtera pada tahun 2010. Adapun muatan program berupa kegiatan yang bersentuhan dengan peningkatan indikator IPM bidang kesehatan, bidang pendidikan dan daya beli masyarakat. Asumsi dari program tersebut adalah apabila IPM kabupaten meningkat, maka tentunya akan meningkatkan IPM Propinsi Jawa Barat. Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengkaji dan meneliti serta mengevaluasi peningkatan sumber daya manusia melalui program pendanaan kompetisi bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional, sedangkan tujuan khusus dari kajian ini adalah, menganalisis kondisi awal SDM masyarakat Kabupaten Karawang, menginventarisir faktorfaktor penghambat dan pendukung program peningkatan kualitas SDM pada program pendanaan kompetisi bidang pendidikan, mengungkapkan persepsi warga belajar sasaran kegiatan keaksaraan fungsional terhadap implementasi/pelaksanaan dan kontribusi kegiatan keaksaraan fungsional dalam peningkatan kualitas SDM masyarakat Kabupaten Karawang dan merumuskan kebijakan yang dapat diterapkan oleh Satuan Pelaksana PPKIPM melalui kegiatan Keaksaraan Fungsional. Objek kajian adalah pelaksanaan evaluasi peningkatan SDM melalui program PPK-IPM bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional (KF) mencakup target dan capaian kegiatan Satlak bidang pendidikan, KBM keaksaraan fungsional dari warga belajar. Dilain pihak mengungkapkan faktor internal dan eksternal Satlak bidang pendidikan guna mengevaluasi sekaligus merumuskan alternatif strategi sebagai bahan rekomendasi keberlanjutan program. Lokasi kajian di Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat. Hasil kajian mengungkapkan bahwa dengan melihat kondisi awal masyarakat Kabupaten Karawang pendidikannya sangat rendah, dari hasil penelitian menyatakan perlu mendapatkan prioritas untuk segera dilakukan peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional, hal itu sesuai dengan tanggapan Satlak PPK IPM terhadap kondisi awal tingkat pendidikan masyarakat Karawang.Dalam kegiatan keaksaraan fungsional didukung oleh faktor penunjang yaitu adanya komitmen dan dukungan yang kuat dari Pemerintah Kabupaten Karawang, alokasi anggaran yang relatif besar, cukup besarnya dukungan dari stokeholder dan masyarakat terhadap kegiatan keaksaraan fungsional, dan tumbuhnya peningkatan minat masyarakat terhadap pendidikan. Selain faktor penunjang, terdapat faktor penghambat dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional yang merupakan kelemahan yaitu masih kurangnya koordinasi, masih kurangnya tenaga pengelola kegiatan keaksaraan dan data penyandang buta aksara di Kabupaten Karawang yang masih besar sehingga memerlukan pelayanan maksimal. Faktor penunjang 3
dan penghambat dalam pengelolaan kegiatan keaksaraan fungsional dapat dikelola oleh Satlak PPK IPM. Persepsi warga masyarakat warga belajar dan tutor terhadap penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional sudah sesuai dengan harapan.Untuk keberlanjutan program keaksaraan fungsional setelah program PPK-IPM berakhir akan dilanjutkan dengan APBD II dan peran serta masyarakat. Kegiatan Keaksaraan Fungsional ditunjang dengan beberapa pernyataan dari stakeholders untuk dapat memperkuat kegiatan ini melalui komitmen bantuan baik dana, sumber daya manusia maupun peralatan. Selain itu partisipasi dari masyarakat terus digali dan ditumbuhkan untuk menjadi pendorong bagi kegiatan keaksaraan dimasa-masa yang akan datang. Rancangan program yang dihasilkan dari evaluasi kebijakan dengan pendekatan partisipatoris melalui tahapan exit strategy menghasilkan kebijakan antara lain Pemberantasan buta aksara melalui GERTAS BUTA AKSARA (Gerakan Penuntasan Buta Aksara) mengandung makna bahwa pemberantasan buta aksara harus dilaksanakan secara menyeluruh sebagai suatu gerakan yang menyeluruh menuju masyarakat Karawang yang melek huruf (bebas buta aksara), program pendamping selain Gertas Buta juga perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dengan kegiatan-kegitan kejar Paket A, B dan C di Kecamatan-kecamatan yang angka buta aksara dan angka drop out SMP dan SMA tinggi. Kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan sebagai tindak lanjut program-program Gertas Buta dan peningkatan RLS adalah, pembentukan dan pemberdayaan taman bacaan rakyat, penyelenggaraan radio komunitas sebagai sarana komunikasi antar warga belajar, pemberdayaan komunitas warga belajar bermitra dengan LSM, perusahaan swasta/BUMN melalui program coorporate social responsibility, pemberdayaan PKBM dan Pembentukan PKBM, pembukaan SMP Terbuka di daerah yang tinggi angka DO SMP, penyelenggaraan kemitraan dengan PKK, Majelis Taklim, DKM dan Pondok Pesantren untuk penyelenggaraan keaksaraan fungsional, akselerasi penuntasan Kecamatan Bebas Buta Aksara, peningkatan kualitas Tutor KF, Tutor Paket A, B dan C.
4
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
5
EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG
ASEP AANG RAHMATULLAH
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 6
Judul Tugas Akhir : Evaluasi
Peningkatan
Sumber
Daya
Manusia
Dalam Program Pendanaan Kompetisi melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Karawang Nama
: Asep Aang Rahmatullah
NIM
: A 153044095
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA Ketua
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Tanggal Ujian : 19 Mei 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro MS
Tanggal Lulus : 30 Mei 2008
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat, tanggal 21 Mei 1978 dari Ayah H. Hapudin Asyari (alm) dan Ibu Hj. Siti Masyitoh. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di Sekolah Dasar Negeri Kujang III pada tahun 1990. Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri I Karawang tahun 1993 dan Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri I Karawang tahun 1996. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan Diploma IV pada Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor Sumedang tahun 2001. Pada Tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
(IPB) di
Bogor. Penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada tahun 1998 pada saat kuliah di STPDN dengan status ikatan dinas. Pada saat ini penulis bertugas di Sekretariat Daerah Kabupaten Karawang. Penulis menikah pada tahun 2005 dengan Tuti Sugiarti, SE dan dikaruniai satu orang anak laki-laki yaitu Habibi Akmal Faiz.
8
PRAKATA Penulis ucapkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridlhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir Kajian Pembangunan Daerah yang berjudul “Evaluasi Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Program Pendanaan Kompetisi Melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Karawang”. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan kajian ini terutama kepada Prof. Dr. Ir. Endriatmo Soetarto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku anggota, serta seluruh dosen Sekolah Pascasarjana Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah serta ucapan serupa disampaikan
kepada
rekan-rekan
seluruh
mahasiswa/i
Magister
Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam penulisan kajian ini. Dilain pihak penulis sampaikan pada isteri beserta keluarga yang senantiasa memberikan dukungan untuk menyelesaikan study. Penulis serahkan amal kebaikan yang telah membantu kepada Allah SWT semoga Yang Maha Kuasa dapat membalasnya dengan berlipat ganda. Penulis berharap semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Karawang sebagai bahan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan SDM dalam Program Pendanaan Kompetisi melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional maupun Pemerintah kabupaten lain yang memerlukan serta pihak pihak yang membutuhkan kajian studi ini. Bogor, Mei 2008 Penulis,
9
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI......................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................ Vi 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 6 1.3 Tujuan Kajian ................................................................................ 10 1.4 Manfaat Kajian ............................................................................... 11 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 12 2.1 Konsep Evaluasi dalam Peningkatan SDM melalui PPK Bidang Pendidikan......................................................................... 12 2.1.1 Pengertian dan Konsep Evaluasi .......................................... 12 2.1.2 Ragam Evaluasi.................................................................... 18 2.1.3 Indikator Evaluasi.................................................................. 20 2.1.4 Evaluasi Program.................................................................. 26 2.2 Pembangunan Sumber Daya Manusia .......................................... 27 2.2.1 Pembangunan Sumber Daya Manusia ................................. 27 2.2.2 Determinasi Keberhasilan Pembangunan SDM.................... 29 2.2.3 Kualitas SDM ........................................................................ 31 2.2.4 Evaluasi Peningkatan SDM melalui Program Pendanaan Kompetisi .............................................................................. 33 2.3 Kerangka Pemikiran....................................................................... 39 3. METODOLOGI KAJIAN .................................................................. 43 3.1 Metode Kajian ................................................................................ 43 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian................................................................ 44 3.3 Sasaran Kajian............................................................................... 44 3.4 Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data..................................... 45 3.5 Metode Perancangan Program ...................................................... 46 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................... 50 4.1 Kondisi Geografis........................................................................... 50 4.2 Aspek Administratif ........................................................................ 51 4.3 Aspek Demografis.......................................................................... 53 4.5 Aspek Sosial Budaya ..................................................................... 55 4.6 Aspek Sosial Ekonomi ................................................................... 56
10
5. GAMBARAN SINGKAT PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI BIDANG PENDIDIKAN KHUSUSNYA KEGIATAN KEAKSARAAN . 58 5.1. Kronologis Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan di Kabupaten Karawang ............................................. 58 5.2. Susunan Personalia, Tugas Pokok dan Prinsip Pengelolaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional ................................................. 58 5.3. Mekanisme dan Tata Cara Pencairan Bantuan ............................ 62 5.4. Kondisi Awal SDM Masyarakat Kabupaten Karawang Menjelang Pelaksanaan Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan ........................................................................ 69 6. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL........................................................... 78 6.1 Faktor Pendukung Kegiatan Keaksaraan Fungsional ....................... 78 6.2 Faktor Penghambat Kegiatan Keaksaraan Fungsional............................. 82
7. EVALUASI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DAN PERANCANGAN PROGRAM ............................................................. 86 7.1 Pelaksanaan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan......................................................................................... 86 7.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Implementasi Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional .................................................. 92 7.3 Keberlanjutan Program Keaksaraan Fungsional............................ 103 7.4 Exit Strategy dan Perancangan Program Keaksaraan Fungsional 106 8. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 119 8.1. Kesimpulan ....................................................................................... 119 8.2. Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 121 LAMPIRAN .............................................................................................. 123
11
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan antara Evaluasi dan Konvensional dan Evaluasi Partisipatoris ........................................................................................ 18 2. Metode Triangulasi Melalui Pendekatan Partisipatoris ........................ 47 3. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Karawang ..................... 51 4. Karakteristik Sosio Kultural masyarakat Karawang menurut kluster pegunungan, dataran dan pantai ............................................. 55 5. Jumlah Sekolah, Siswa dan Guru Tahun 2006 .................................... 71 6. Sebaran pertambahan lembaga pendidikan SD/MI - SLTP/MTs Tahun 2002 – 2006 ............................................................................. 71 7. APK dan APM Tingkat SD sampai SLTA Tahun 2004-2005................ 72 8. Pentingnya peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional merupakan prioritas untuk dilaksanakan oleh satuan pelaksana PPK-IPM ............................................................................ 75 9. Pengelolaan peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional oleh satlak PPK-IPM .......................................................... 83 10. Lokasi sasaran kegiatan keaksaraan fungsional................................ 93 11. Lokasi kelompok sasaran kegiatan keaksaraan fungsional ............... 94 12. Persepsi warga belajar terhadap implementasi pelaksanaan peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional dan pelatihan ............................................................................................ 96 13. Persepsi Tutor KF terhadap implementasi kegiatan keaksaraan fungsional dan pelatihan.................................................................... 102
12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Perkembangan Nilai Indeks Pembentuk IPM....................................... 4 2. Kerangka Pemikiran Kajian.................................................................. 42 3. Jumlah penduduk Kabupaten Karawang menurut Gender 2001-2005 54 4. Piramida Penduduk.............................................................................. 54 5. Mata Pencaharian Penduduk menurut Clustering Wilayah .................. 57 6. Organisasi Kelompok Sasaran Kegiatan Keaksaraan Fungsional ....... 59 7. Bagan alur Penyampaian SPP, Penerbitan SPM dan SP2D
PPK-
59IPM ................................................................................................ 64 8. Penduduk usia 10 Tahun menurut Ijasah Tertinggi yang Dimiliki......... 70 9. Hierarki Exit Strategi Program PPK-IPM Kegiatan Keaksaraan........... 108 10. Model Integratif Intervensi Masalah IPM Kabupaten Karawang Dengan Fokus 11 Kecamatan Sasaran ............................................. 111 11. Solusi Pemberantasan Buta Aksara dan Peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah .................................................................................... 113
13
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, diantaranya mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian luhur, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan dilandasi dengan berazaskan Pancasila, dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional, serta tanggap terhadap tuntutan dan perubahan zaman. Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan kualitas sumber daya manusia. Dalam rangka pengembangan SDM dalam era otonomi daerah, dimana UU Nomor 32 tahun 2004 sebagai landasan operasional penyelenggaraan pemerintahan, telah memberikan kebebasan kepada pemerintah kabupaten/kota dalam meregulasi jalannya pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangan yang telah ditentukan, Kenyataan ini memberikan arah bagi kabupaten/kota dalam membawa masyarakatnya untuk mencapai kemajuan-kemajuan dalam bingkai NKRI. Kabupaten Karawang, dalam konteks pengembangan sumber daya manusia telah berupaya secara sistematis agar SDM tersebut memiliki keunggulan-keunggulan yang mampu mengelola potensi daerah demi kemajuan bersama. Perjalanan panjang Kabupaten Karawang tidak lepas dari aspek kesejarahan, pada masa orde baru telah dijalankan konsep pembangunan 14
ekonomi yang menjadi fokus utama dalam pengambilan kebijakan sebagai upaya mengejar keterbelakangan dan ketertinggalan. Kebijakan tersebut mendorong upaya percepatan yang dilandasai paradigma pertumbuhan melalui jalur industrialisasi. Sarana
untuk
menjamin
terlaksananya
kebijakan
pembangunan
tersebut, maka secara politik dikembangkan konsep stabilitas di segala bidang sesuatu yang justru menjadi kontra produktif, perjalanan pemerintahan menjadi sentralistik dan dominasi pemerintah pusat terhadap daerah, dengan demikian mekanisme dan hasil perencanaan pembangunan daerah harus menyesuaikan dengan kebijakan pusat. Dalam perkembangannya, ekses lanjutan dari program industrialisasi adalah kebutuhan lahan yang memadai menyangkut aspek tata ruang, apalagi ketika Jakarta telah jenuh, maka kebutuhan tersebut sangat dirasakan oleh Kabupaten Karawang. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Karawang tidak berlangsung lama, ketika krisis ekonomi menerpa negara Indonesia, Kabupaten Karawang pun mengalami hal yang sama, krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multi dimensi membawa dampak terhadap penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Karawang. Kondisi tersebut perlu disikapi dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan strategis yang sejalan dengan hasil Sidang Majelis Umum PBB pada awal tahun 2000 yang menandai pergantian Milenium, dimana dalam deklarasi ditetapkan upaya peningkatan kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa, serta penegakan hak asasi dan kerjasama internasional untuk memajukan bangsa dengan target dan indikator yang jelas dalam konsep Millenium Developmen Goals (MDGs) dengan ditetapkan delapan tujuan utama (goal) yang perlu ditindak lanjuti oleh setiap negara yang meliputi : (1) memberantas kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar; (3) meningkatkan 15
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) mengurangi angka kematian bayi; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya; (7) menjamin pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (8) mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan. Berkaitan dengan indikator tujuan meningkatkan pendidikan dasar, yaitu menjamin semua anak, laki-laki dan perempuan dimanapun berada mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya. Dengan Indikator : Ratio partisipasi di sekolah dasar, Proporsi murid kelas 1 mencapai kelas 5, Tingkat melek huruf pada penduduk usia 15-24 tahun. Sejalan dengan tujuan tersebut, perkembangan capaian indeks pembangunan manusia tahun 2001-2005. Secara umum dapat dikatakan bahwa angka IPM Kabupaten Karawang selama periode tersebut selalu berada di atas target yang direncanakan dalam dokumen renstra. Akan tetapi jika melihat kenaikan selama 5 tahun hanya naik sebesar 4,33 point atau rata-rata tingkat pertumbuhan per tahunnya (annual growth rate) capaian IPM hanya sebesar 1,70 persen. Kondisi pertumbuhan angka IPM selama 5 tahunan disebabkan oleh terjadinya perlambatan capaian laju annual growth rate terutama terjadi pada tahun 2003 dan 2004. Pada tahun 2003 angka IPM hanya naik sebesar 0,49 point dibandingkan tahun 2002. Kemudian pada tahun 2004 angka IPM hanya naik sebesar 0,70 point dibandingkan tahun 2003. Kondisi ini tentu saja cukup memperihatinkan sebab secara kuantitatif, kenaikan dibawah 1 point tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap upaya mendongkrak angka IPM Kabupaten Karawang. Dan tentu saja hipotesa yang muncul adalah tidak terjadinya perbaikan kualitas hidup masyarakat pada periode tersebut. Uraian tersebut dapat dijelaskan secara ringkas sebagaimana Gambar 1 :
16
Gambar 1. Perkembangan Nilai Indeks Pembentuk IPM
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 2001
2002
Indeks Kesehatan
2003 Indeks Pendidikan
2004
2005
Indeks Daya Beli
Sumber : BPS. Kab. Karawang, 2005.
Berkaitan dengan upaya akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah meluncurkan Program Pendanaan Kompetisi berbasis Indeks Pembangunan Manusia berupa bantuan dana program untuk Kabupaten Karawang sebesar 15 milyar per tahun selama 2 tahun anggaran. Tujuan program tersebut yaitu dalam rangka mencapai IPM Jawa Barat mencapai IPM 80 yaitu disejajarkan sebagai propinsi sejahtera pada tahun 2010. Adapun muatan program berupa kegiatan yang bersentuhan dengan peningkatan indikator IPM bidang kesehatan, bidang pendidikan dan daya beli masyarakat. Asumsi dari program tersebut adalah apabila IPM kabupaten meningkat, maka tentunya akan meningkatkan IPM Propinsi Jawa Barat. Salah satu penerima program, Kabupaten Karawang
telah lolos
kompetisi dengan kabupaten calon penerima lainnya, tentunya kesempatan tersebut harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Daya saing masyarakat Kabupaten Karawang antara penduduk pribumi dengan pendatang
pada saat ini terlihat sangat timpang. Pada satu sisi
pendatang ke Kabupaten Karawang dengan tujuan mencari pekerjaan pada kawasan-kasawan industri yang tersebar, menambah gairah perekonomian dan industri maju dengan pesat. Tapi disatu sisi penduduk setempat yang 17
terkungkung ditengah kemiskinan dan kualitas SDM yang rendah dengan ratarata lama sekolah 7,29 tahun pada tahun 2006. Pada dasarnya permasalahan pendidikan di Kabupaten Karawang adalah disebabkan karena tingginya angka buta aksara yang mencapai 117.710 jiwa dengan angka melek huruf (AMH) 88,60, rata-rata lama sekolah baru mencapai 7,29 tahun. Hal ini menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut mengakibatkan multyplier effect di bidang kesehatan dengan pola hidup bersih dan sehat yang rendah dan pola pikir yang sederhana, sehingga mempengaruhi produktivitas di bidang ekonomi. Kondisi tersebut di atas harus diantisipasi oleh pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dengan langkah-langkah yang terkoordinasi, sinergis, efektif dan efisien serta berkesinambungan. Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut diperkuat dengan kondisi riil di lapangan maka penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional menjadi salah satu solusi peningkatan SDM di Kabupaten Karawang. Tujuan yang ingin dicapai adalah dalam kegiatan tersebut adalah : 1) membelajarkan masyarakat buta aksara (peserta didik) agar mampu
membaca, menulis, dan berhitung,
serta berbahasa Indonesia; memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang benar-benar bermanfaat bagi peningkatan mutu dan taraf hidupnya, 2) mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dihadapi oleh mereka; dan 3) melatih peserta didik untuk menggunakan keterampilan dan kompetensi keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kegiatan keaksaraan fungsional tersebut diharapkan membawa implikasi terhadap budaya dan kesadaran masyarakat dapat memprioritaskan pendidikan, kemampuan ekonomi masyarakat meningkat dan mata pencaharian masyarakat yang mayoritas bergerak di sektor informal dengan kondisi keahlian rendah dan terbatas, dapat ditingkatkan. 18
Penetapan kelompok sasaran kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) Life Skills ditetapkan mengacu kepada hasil pendataan BPS pada seluruh kecamatan di Kabupaten Karawang. Sasaran penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang Tahun 2007 adalah : a. Target Sasaran : 15.000 WB (750 Kejar) 1) Warga masyarakat usia 15-44 tahun 2) Penduduk Buta Huruf Murni 3) DO SD kelas 1, 2 dan 3. b. Lokasi Sasaran : 55 Desa di 11 Kecamatan Penetapan lokasi kelompok sasaran kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) Life Skills ditetapkan mengacu kepada hasil pendataan BPS pada seluruh kecamatan di Kabupaten Karawang. Dengan memperhatikan kondisi
nyata, maka pembahasan dalam
kajian ini akan difokuskan terhadap pelaksanaan peningkatan sumberdaya manusia dalam Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Manusia bidang pendidikan melalui kegiatan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Karawang,
dengan
pertanyaan
pokok
Kajian
Bagaimanakah
Evaluasi
Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Program Pendanaan Kompetisi Melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) di Kabupaten Karawang ?.
1.2. Perumusan Masalah Rencana pengembangan pendidikan disusun dengan memperhatikan keadaan penduduk di Kabupaten Karawang pada tahun 2005 yang berjumlah 1.934.272 jiwa, diantara jumlah penduduk tersebut, jumlah usia sekolah (7-12) tahun sebanyak 15.981 jiwa, usia sekolah (13-15) tahun sebanyak 53.957 jiwa, dan usia sekolah (16-18) sebanyak 13.832 jiwa. Bila dilihat dari angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Karawang baru mencapai 6,61 tahun, dengan kondisi 19
demikian berarti rata-rata penduduk Kabupaten Karawang hanya menyelesaikan pendidikan pada kelas 6 Sekolah dasar, sedangkan untuk angka melek huruf (AMH) pada tahun 2005 mencapai 67,98 persen (Renstra Dinas Pendidikan Kab. Karawang, 2006). Permasalahan pendidikan di Kabupaten Karawang pada dasarnya adalah disebabkan karena tingginya angka buta aksara yang mencapai 117.710 jiwa dengan angka melek huruf (AMH) 90,50 dan rata-rata lama sekolah baru mencapai 7,70 tahun. Hal ini menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut mengakibatkan multiplier effect di bidang kesehatan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang rendah dan pola pikir yang sederhana sehingga mempengaruhi produktivitas di bidang ekonomi. Kondisi ini harus diantisipasi oleh pemerintah daerah melalui peningkatan kualitas SDM (melalui pendidikan) dengan langkah-langkah yang terkoordinasi, sinergis, efektif dan efisien serta berkesinambungan. Berdasarkan hasil observasi awal yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang disinyalir bahwa akar masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan daya dukung bidang pendidikan terhadap IPM di Kabupaten Karawang disebabkan oleh faktor sebagai berikut : a. Budaya dan kesadaran masyarakat yang belum menempatkan pendidikan sebagai hal yang penting dan prioritas, b. Kemampuan
ekonomi
masyarakat
yang
terbatas
untuk
pembiayaan
pendidikan, c. Latar belakang mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan dan buruh tani, d. Akses untuk mendapatkan pendidikan masih rendah (Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang, 2006)
20
Memperhatikan uraian di atas, dapat dipahami bahwa program yang selama ini dilakukan belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan bidang pendidikan. Salah
satu
program
yang
berkaitan
langsung
dengan
upaya
peningkatan IPM bidang pendidikan yaitu Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Manusia melalui kegiatan Keaksaraan Fungsional, dengan sentuhan program yang lebih spesifik, yaitu pelaksaan kegiatan yang langsung menyentuh akar permasalahan penyebab rendahnya indek pendidikan. Oleh karena itu untuk mengetahui dan menggambarkan kondisi awal sumber daya manusia Kabupaten Karawang bidang pendidikan sebagai aspek yang menjadi akar permasalahan yang menjadi sasaran dari kegiatan keaksaraan fungsional dan guna upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia maka pertanyaan spesifik pertama yang diajukan dalam kajian ini adalah Bagaimanakah kondisi awal Sumber Daya Manusia yang menjadi sasaran dalam kerangka Program Pendanaan Kompetisi melalui
kegiatan
keaksaraan fungsional?. Dalam pengelolaan Program Pendanaan Kompetisi bidang pendidikan telah dibentuk satuan pelaksanan yang melibatkan berbagai dinas/instansi terkait selain itu didukung oleh tenaga ahli bidang pendidikan dan tim monev satuan pelaksana (satlak) PPK-IPM. Dalam proses pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional, satlak juga didukung oleh para tutor yang direkrut dari warga setempat setelah mendapatkan pelatihan-pelatihan yang diperlukan guna meningkatkan efektifitas dan daya jangkau terhadap sasaran warga belajar. Namun demikian dalam pelaksanaan program masih ditemui faktor penghambat dan
pendukung
kegiatan
keaksaraan
fungsional
yang
tentunya
akan
berpengaruh terhadap output kegiatan tersebut, hal ini tentunya harus diantisipasi sehingga tujuan dan manfaat program dapat tercapai. 21
Sesuai pernyataan di atas, kegiatan keaksaraan fungsional perlu juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga Gambaran dari output kegiatan dapat terlihat kemajuan atau keberhasilannya. Dalam implementasinya penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional didukung oleh faktor pendukung, namun masih ditemukan pula faktor penghambat sehingga perlu upaya untuk mengelolanya agar tujuan program dapat tercapai. Demikian pertanyaan spesifik kedua yang diajukan dalam kajian ini adalah : Sejauhmanakah faktor penghambat dan pendukung dari kegiatan keaksaraan fungsional dapat dikelola oleh Satlak PPK IPM sehingga tujuan program dapat tercapai ?. Indikator keberhasilan program Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah pencapaian 15.000 warga belajar di 11 kecamatan untuk memperoleh SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). SKK merupakan seperangkat kompetensi keaksaraan baku yang harus ditunjukkan oleh peserta didik atas dasar hasil belajarnya dalam tiap sub kompetensi keaksaraan (membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia) pada setiap tingkatan kemampuan keaksaraan, yaitu tingkat keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan, dan keaksaraan mandiri. SKK ini dirinci ke dalam komponen kompetensi dasar, indikator, serta proses pengalaman dan hasil belajar. Mengetahui
persepsi
warga
belajar
dalam
kegiatan
keaksaraan
fungsional perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga Gambaran dari output kegiatan dapat terlihat kemajuan atau keberhasilannya. Uraian di atas maka pertanyaan spesifik ketiga yang diajukan dalam kajian ini adalah Bagaimanakah persepsi warga belajar terhadap implementasi
22
Program
Pendanaan
Kompetisi
bidang
pendidikan
khususnya
kegiatan
keaksaraan fungsioal di Kabupaten Karawang ? Setelah mengetahui Gambaran pelaksanaan dan evaluasi terhadap kegiatan keaksaraan fungsional yang dicapai oleh satuan pelaksana yang merupakan Gambaran capaian kinerja dan manfaat serta dampak yang timbul dari kegiatan keaksaraan fungsional tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji kembali keberlanjutan program dengan merumuskan strategi ke depan. Oleh karena itu untuk mengetahui exit strategi yang dirumuskan maka pertanyaan spesifik keempat yang diajukan adalah Bagaimanakah alternatif Kebijakan yang perlu dilakukan oleh Satuan Pelaksana PPK IPM Kabupaten Karawang dalam kegiatan keaksaraan fungsional ?
1.3. Tujuan Kajian Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengkaji dan meneliti serta mengevaluasi peningkatan sumber daya manusia melalui program pendanaan kompetisi bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional, sedangkan tujuan khusus dari kajian ini adalah : a. Menganalisis kondisi awal SDM masyarakat Kabupaten Karawang sebagai sasaran Program Pendanaan Kompetisi bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional. b. Menginventarisir faktor penghambat dan pendukung kegiatan keaksaraan fungsional sehingga mampu dikelola oleh Satlak PPK IPM Bidang pendidikan. c. Mengungkapkan persepsi warga belajar sasaran kegiatan keaksaraan fungsional terhadap penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional dalam peningkatan kualitas Sumber
Daya
Manusia
masyarakat
Kabupaten
Karawang. 23
d. Merumuskan kebijakan dari hasil evaluasi yang dapat diterapkan oleh Satuan Pelaksana
PPK-IPM
dalam
peningkatan
kualitas
SDM
masyarakat
Kabupaten Karawang melalui kegiatan keaksaraan fungsional.
1.4. Manfaat Kajian Secara akademis kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menambah khasanah pengetahuan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, dilain pihak sebagai salah satu bahan kajian ilmiah menyangkut masalah pendidikan yang berkontribusi sebagai salah satu indikator dalam peningkatan Indek Pembangunan Manusia. Dalam hal ini manfaat kajian adalah sebagai berikut : 1.
Secara teoritis, kajian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk memahami tentang evaluasi pelaksanaan program peningkatan SDM dalam Program Pendanaan Kompetisi bidang Pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional di Kabupaten Karawang dan memberikan wawasan atau sharing pengetahuan bagi pembaca yang berminat dalam studi ini.
2.
Secara praktis, kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan atau informasi yang perlu dipertimbangkan terutama oleh Pemerintah Kabupaten Karawang khususnya Satuan Pelaksana PPK IPM bidang pendidikan dan kabupaten lain umumya dalam mengevaluasi pelaksanaan
peningkatan
SDM
melalui
program
PPK-IPM
bidang
pendidikan serta merumuskan kebijakan untuk keberlanjutan program peningkatan SDM dalam program pendanaan kompetisi bidang pendidikan.
24
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Evaluasi Dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan 2.1.1 Pengertian dan Konsep Evaluasi
Berkaitan
dengan
konsep
keberlanjutan
atau
berkesinambungan
(sustainability) dari program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang dalam hal ini Satlak PPK-IPM, maka menjadi krusial dilakukannya sebuah evaluasi, seperti yang diungkapkan Mikkelsen (2003) bahwa “konsep kesinambungan (sustainability) berkaitan erat dengan monitoring dan evaluasi. Evaluasi akan membantu menentukan apakah telah dicapai kesinambungan atau belum, mengingat bahwa data monitoring dimasukkan dalam evaluasi proyek”. Lebih lanjut Mikkelsen mengatakan bahwa, monitoring dan evaluasi partisipatoris merupakan alat untuk belajar dari pengalaman, dari keberhasilan dan kegagalan. untuk kemudian melakukan yang lebih baik di masa depan. Partisipasi dalam monitoring dan evaluasi mempunyai dua tujuan: (a) merupakan alat manajemen yang dapat membantu orang meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya, (b) merupakan proses pendidikan dimana para partisipan meningkatkan
kesadaran
dan
pemahamannya
akan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi situasi mereka, dan dengan demikian meningkatkan kontrol mereka terhadap proses pembangunan. Mengacu pada tujuan dilakukannya evaluasi, yakni untuk mengukur kemajuan program dan pertanggungjawaban berkait dengan anggaran yang dikeluarkan oleh pelaku program, maka evaluasi yang dilakukan, diharuskan melibatkan stakeholder yang ada, terutama masyarakat lokal. Dengan demikian,
25
bila terjadi kekurangan atau kendala atas program yang dilaksanakan dapat juga dilakukan perbaikan bersama seluruh stakeholder, terutama masyarakat lokal. Sementara untuk mengkaji efektivitas program, dapat menggunakan pendekatan sistem dan Model for Delineating Program Elements in the Evaluation Process, yang mencakup kondisi awal, faktor masukan (inputs), proses, keluaran (outputs), manfaat (outcomes) dan dampak (impacts), serta mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat baik dari lingkungan internal dan eksternal. Pendekatan sistem ini diterjemahkan dalam metode perencanaan dan evaluasi. Dalam pendekatan sistem terdapat beberapa faktor penting yang harus diketahui sebagai proses yang sistematis. Faktor-faktor tersebut, sebagai berikut :
Kondisi awal, yakni keadaan atau situasi yang terjadi sebelum program digulirkan, dapat berupa kondisi permasalahan, prioritas masalah dan kebutuhan, potensi dan sumber, intervensi/upaya yang telah dilaksanakan, kebijakan dan program yang sudah ada, dan sebagainya.
Komponen program, yakni faktor masukan (inputs) dan seluruh aktivitas program. Masukan adalah faktor-faktor utama yang digunakan dan mempengaruhi langsung jalannya aktivitas program. Aktivitas adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama program berlangsung.
Faktor-faktor antara (internal dan eksternal), yaitu berbagai faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung dari keberlangsungan program, baik yang berasal dari dalam lingkungan program (faktor internal) maupun yang berasal dari luar lingkungan program (faktor eksternal). Faktor-faktor ini juga dapat merupakan faktor pendukung atau faktor penghambat keberhasilan program
yang
akhirnya
mempengaruhi
keseluruhan
luaran
program
(outputs). 26
Keluaran (outputs), yaitu yang dikeluarkan langsung/hasil dari kegiatan program, dapat berupa kenaikan hasil fisik, keluaran jumlah, volume, dan sebagainya. Keluaran juga merupakan indikator hasil fisik dari pencapain tujuan spesifik/khusus (objectives).
Manfaat (outcomes), yaitu kegunaan/faedah/manfaat langsung yang dapat dinikmati karena adanya investasi program, dapat berupa kenaikan hasil fisik atau hasil produksi, perubahan sikap dan perilaku, perbaikan kualitas, perubahan
tingkat
kemampuan,
kesediaan
berbuat
lebih
baik,
dan
sebagainya. Umumnya juga disebut hasil fungsional atau merupakan indikator fungsional dari pencapaian tujuan spesifik/ khusus (objectives).
Dampak (impacts), yaitu akibat yang timbul karena adanya suatu investasi program (baik positif maupun negatif). Umumnya dalam jangka waktu lebih lama dari manfaat langsung dan merupakan indikator pencapaian tujuan umum (goals). Lebih lanjut Hikmat menyatakan, berdasarkan metode tersebut, aspek-
aspek yang dievaluasi dapat mencakup : 1. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan yaitu antara kondisi awal, masukan, aktivitas, faktor-faktor antara, keluaran, manfaat dan dampak. 2. Pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume kegiatan, waktu, biaya, tenaga dan sarana prasarana) dan target fungsional (perkembangan fungsifungsi sosial). 3. Dampak negatif dan positif terhadap perlindungan sosial. Jalinan hubungan antara hasil yang dicapai pada tingkat mikro (hasil program), mezzo (hasil program) sampai tingkat makro (hasil kebijakan).
27
Pengertian lebih lanjut disampaikan Claire D. Brindis et.al, 1986 (dalam Sutomo, 2002) bahwa,”evaluation is a process for describing and judging activities of the program”. Lebih rinci dikemukakan Hikmat (2004) bahwa, “evaluasi adalah proses penilaian terhadap pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja program agar diperoleh umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja program. Evaluasi dapat diartikan juga sebagai kegiatan penilaian terhadap kesesuaian antara kondisi awal, masukan, proses, keluaran, hasil dan dampak”. Mengacu pada beberapa pendapat di atas, secara global dapat dikatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses atau kegiatan penilaian suatu proyek/program
dalam
rangka
meningkatkan
kinerja
program
di
masa
mendatang. Untuk itulah penting dilakukan evaluasi seperti dikemukakan Purba bahwa, “evaluasi merupakan suatu kajian terhadap program pembangunan dengan fokus perhatian pada hasil dan dampaknya”. Evaluasi dalam konteks program pembangunan akan dikaji lebih jauh mengenai segi kemanfaatannya bagi sasaran pembangunan tersebut, dan dampak yang ditimbulkannya, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, kesesuaian dengan perencanaan berikut kajian terhadap variabel yang mempengaruhi proses ke arah hasil akhir. Kedua, dampak lanjutan atau ikutan atas hasil akhir yang dicapai serta pengaruhnya terhadap lingkungan sosial.” Berkait dengan hal tersebut, pendekatan yang dilakukan dalam evaluasi juga berbeda antara pemerhati masalah sosial, Pemerintah Daerah dan masyarakat sendiri. Ada yang menggunakan pendekatan konvensional tetapi ada pula yang cenderung menggunakan pendekatan partisipatoris. Menurut Bryant (1991:8) sebagaimana dikutip Mikkelsen, secara umum, perbedaan mendasar antara pendekatan konvensional dan pendekatan alternatif, yakni pendekatan Positivist Traditional dan the Fourth Generation Constructivist dilihat dari fokus, data, kendala data, sifat proses penilaian dan kesimpulan. Selanjutnya dapat dilihat dalam paparan sebagai berikut: 28
Fokus. Evaluasi proyek bantuan menurut pandangan seorang positivist didasarkan pada kerangka logis yang merinci tujuan dan hasil yang memang dirancang harus dihasilkan. Sedangkan menurut pandangan constructivist, fokus evaluasi adalah masalah atau situasi, bukan pada maksud semula pandangan perancang proyek. Keadaan di sini dan kini adalah yang paling penting.
Data. Para penilai positivist mencari fakta dan bertujuan mendapatkan kebenaran. Mereka ingin mengetahui secara obyektif, apa yang telah terjadi pada proyek sampai pada tanggal penilaian. Sedangkan ’generasi keempat’ (maksudnya construktivist), menaruh perhatian kepada pandangan para stakeholders, mereka pun ingin mengetahui apa yang diyakini orang sebagai sedang terjadi. Mereka bertindak lebih dari sekedar peninjau, untuk mengetahui apa arti berbagai peristiwa itu bagi masyarakat. Para penilai ’generasi keempat’ dapat menyatakan, misalnya, bahwa 100 orang telah dilatih, dan akan memperlihatkan lebih jauh dari data ini untuk menentukan apa arti jumlah yang sudah dilatih itu bagi orang banyak : apakah 100 orang yang sudah dilatih itu baik atau buruk ? Haruskah jumlah itu lebih besar ? Lebih baik ? Bagaimana hasil-hasilnya ? Apakah pelatihan merupakan syarat penyelesaian masalah ? Dan seterusnya.
Kendala data. Positivist memandang evaluasi sebagai ilmu, dan para penilai diminta untuk memperhatikan standar pengukuran, cara menjumlahkan hasil, keandalan dan keabsahan data. Ilmu evaluasi menawarkan strategi untuk memastikan bahwa data dapat diandalkan. Para penilai ’generasi keempat’ mendapatkan
kepastian
sebagian
besar
melalui
penilaian
kelebihan
informasi. Berbagai sumber memandang hal yang sama dengan cara yang sama. Jika terjadi perspektif yang berbeda selama proses evaluasi, maka
29
penilai mengetahui bahwa ada masalah yang harus diselesaikan oleh para stakeholders.
Sifat proses penilaian. Menurut pandangan seorang positivist, penilaian merupakan proses pengelolaan yang baik, dan pembagian yang cermat atas pengumpulan data, analisis dan pelaporan. Bagi seorang construcivist, penilaian merupakan proses politik, yang dipenuhi oleh negosiasi dan fasilitas, penuh kejutan dan interaksi yang terus menerus antar pelaku di berbagai lingkungan. Proses ini ditangani untuk mengemukakan masalah dan mendorong dialog.
Kesimpulan. Suatu penilaian biasanya diakhiri dengan kesimpulan mengenai apa yang terjadi dan rekomendasi untuk masa depan. Dokumen penilaian itu sendiri dianggap sangat penting karena memuat data, bukti dan hasil. Sedangkan penilaian ’generasi keempat’ lebih dipandang sebagai rekaman dalam waktu, suatu proses yang harus berlangsung terus jika diharapkan pengoperasian program meningkat. Kesimpulan dan rekomendasi memuat pernyataan
yang
memahami
potensi
kesempatan,
hambatan
dalam
pelaksanaan dan masalah-masalah yang harus dirundingkan selanjutnya supaya program dapat memperoleh manfaat dari kesempatan sekaligus mengurangi hambatan dalam kinerja. Dokumen evaluasi itu sendiri tidak sepenting proses yang dimulai oleh penilaian dan proses perundingan yang dipertahankan oleh stakeholders. Selanjutnya, sebagaimana dinyatakan PROWWESS (1990:4) yang dikutip Mikkelsen, dan Narayan, 1993 dalam Hikmat (2004), yang mempertegas kedua kubu di atas dengan melihat perbedaan pada aspek, seperti siapa, apa, bagaimana, kapan dan mengapa antara evaluasi konvensional dan evaluasi partisipatoris. Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
30
Tabel 1.
Perbedaan
antara
Evaluasi
Konvensional
dan
Evaluasi
Partisipatoris Aspek
Konvensional
Partisipatoris
Siapa (who)
Para ahli eksternal
Masyarakat, staf proyek dan fasilitator
Apa (what)
Indikator keberhasilannya ditetapkan terlebih dahulu, terutama biaya dan output produksi
Rakyat memilih sendiri indikator keberhasilannnya, yang dapat mencakup output produksi.
Bagaimana (how)
Berfokus pada obyektivitas ilmiah; menjauhkan penilai dari partisipan; keterlambatan, keterbatasan akses terhadap hasil.
Evaluasi sendiri; metode sederhana yang disesuaikan dengan budaya lokal; pembagian hasil yang terbuka dan langsung melalui keterlibatan lokal dalam proses evaluasi.
Kapan (when)
Biasanya pada waktu penyelesaian; kadang juga di pertengahan.
Menyatukan monitoring dan evaluasi; dengan demikian ada evaluasievaluasi skala kecil.
Mengapa (why)
Pertanggungjawaban biasanya merupakan ikhtisar, untuk memutuskan apakah pembiayaan akan diteruskan
Memberdayakan penduduk setempat untuk memulai, mengawasi dan mengambil tindakan perbaikan.
Sumber : PROWWESS (1990:4) dalam Britha Mikkelsen dan Deepa Narayan, Participation Evaluation. World Bank Technical Paper No. 207 (Washington D.C: The World Bank), 1993.
Namun demikian, pendekatan baru dalam evaluasi dan monitoring ini, seperti
halnya
metode
patisipatoris
lainnya,
tidak
dimaksudkan
untuk
menggantikan metode konvensional atau tradisional. Seringkali pendekatan konvensional tersebut menjadi metode yang berguna bahkan lebih efektif. Pendekatan partisipatoris ini lebih merupakan sarana untuk menciptakan dialog dan saling memahami, terutama antara pemerintah daerah dan masyarakat sebagai penerima layanan (program) mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring-evaluasi. Oleh karena itu, Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Manusia (PPK-IPM) yang berkesinambungan tergantung pada keterlibatan beberapa stakeholder baik Satuan Pelaksana, masyarakat maupun pemerintah sebagai regulator.
2.1.2. Ragam Evaluasi Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa, evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap kesesuaian antara kondisi awal, masukan, proses, 31
keluaran, hasil dan dampak. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi efisiensi, efektivitas, dampak dan tujuan serta kebijakan, sebagai berikut:
Evaluasi efisiensi, yaitu analisis hubungan antara pencapaian output dengan input (efisiensi internal) dan rasio pencapaian output dengan populasi sasaran yang membutuhkan pelayanan (efisiensi eksternal).
Evaluasi efektivitas, yaitu analisis hubungan antara outputs dengan outcomes.
Evaluasi dampak dan keberlanjutan program, meliputi analisis hubungan antara dampak pelayanan yang positif dan negatif dibandingkan dengan outcomes.
Evaluasi tujuan, meliputi pengujian hubungan tingkat efisiensi dan efektivitas program.
Evaluasi kebijakan, yaitu mereview konsep kebijakan, program, dan strategi, merumuskan "exit strategy" dari perubahan kebijakan dan merumuskan alternatif model pelayanan. Selanjutnya, untuk melakukan suatu evaluasi, ada baiknya diperhatikan
prinsip-prinsip OECD/DAC untuk kerjasama teknis dan dokumen evaluasi DAC sebagaimana dipaparkan Mikkelsen, yang menekankan tiga bidang utama untuk monitoring dan evaluasi di masa depan, yaitu: •
Pengembangan lebih lanjut dari prinsip untuk keterlibatan dan kontrol penerima bantuan. Evaluasi harus mempertimbangkan prinsip ini, yang menekankan bahwa keterlibatan negara penerima harus lebih daripada sekedar partisipasi. Arti penting dari si penerima mulai dari perencanaan, monitoring
sampai
pada
evaluasi
merupakan
syarat
utama
untuk
kesinambungan. •
Pengontrolan proyek yang secara tradisional dilakukan oleh donor, seyogyanya mulai diubah dengan bantuan yang berorientasi pada sektor dan 32
program. Bantuan yang berorientasi pada proses, dengan pelaksanaan yang lebih lambat dan hasil terukur yang lebih sedikit, namun dengan dampak pembangunan yang lebih besar diperlukan. Pengembangan lebih lanjut dari konsep kesinambungan dan pengembangan indikator-indikator yang dapat diandalkan.
2.1.3. Indikator Evaluasi Untuk melihat efektivitas dan keberlanjutan dari Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan, maka diperlukan suatu indikator. Indikator berfungsi sebagai ukuran output dan dampak, serta berfungsi sebagai Gambaran sementara bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. ”Indikator-indikator merupakan ukuran obyektif yang spesifik dari hasil proyek. Indikator output biasanya sederhana (misalnya, jumlah unit yang dihasilkan, jumlah orang yang diberi pelatihan, jumlah orang yang menerima vaksinasi, dan lain-lain). Penggunaan indikator yang menunjukkan pencapaian tujuan, misalnya dampak dan akibat pembangunan, mungkin saja rumit dan mahal. Maka dalam hal seperti itu, dapat dipertimbangkan penggunaan penilaian yang kualitatif dan kurang obyektif. (Danida, 1994:9). Selanjutnya, Mikkelsen menambahkan bahwa, indikator adalah variabel yang digunakan sebagai alat untuk memantau dan mengevaluasi perubahan. Indikator merupakan ukuran obyektif untuk perubahan, atau hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan, suatu output dari kegiatan. Indikator memberikan standar untuk mengukur, menilai, atau menunjukkan kemajuan. Meskipun demikian, hasil kajian atau analisis dalam suatu evaluasi tidak hanya bergantung dari indikator yang ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis dan interpretasi suatu evaluasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang melakukannya. Mikkelsen menjelaskan bahwa, ”kaitan antara penelitian kualitatif, 33
analisis dan interpretasi pada setiap tahap tergantung pada keterampilan, wawasan dan kemampuan serta gaya dari peneliti atau pembuat analisis sendiri. Oleh karena itu, tidak ada prasangka apriori bahwa informasi kualitatif hanya dapat
dianalisis
dan
diinterpretasikan
secara
kualitatif
pula.
Setelah
disistemasikan, maka banyak informasi kualitatif dapat ditransformasikan ke dalam angka-angka, diagram dan skala. Dalam hubungannya dengan kriteria atau indikator keberhasilan suatu evaluasi, Hikmat menyatakan bahwa, terdapat beberapa indikator berkait dengan kinerja atau proses pelaksanaan dari suatu program pembangunan, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yang terukur atau dapat dibuktikan dengan data empiris. Indikator tersebut terdiri dari, indikator masukan (inputs), indikator keluaran (outputs), indikator manfaat (outcomes) dan indikator dampak (impacts). Secara rinci sebagai berikut: 1. Indikator Masukan (Inputs) Indikator masukan yang disusun harus mengidentifikasi sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan keluaran. Indikator input mengukur jumlah sumberdaya,
seperti
pedoman/juklak/juknis,
anggaran, waktu
dan
input
SDM, lain;
peralatan, yang
digunakan
bahan, untuk
melaksanakan program. Indikator ini relatif mudah diukur dan telah digunakan secara luas, namun belum dapat menunjukkan kualitas kinerja program. Misalnya, jumlah pekerja sosial belum menunjukkan kualitas pelayanan sosial secara profesional. Pengukuran biaya seringkali tidak akurat karena banyaknya biaya yang dibebankan pada suatu program tidak memiliki kaitan dengan pencapaian sasaran program tersebut. Demikian juga, banyak biaya-biaya input seperti, gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan latihan, dan depresiasi nilai uang yang digunakan, seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya program. 34
2. Indikator Keluaran (Outputs) Indikator output digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan oleh suatu program. Dengan membandingkan keluaran dan sasaran program, dapat diketahui apakah kemajuan pelaksanaan dan pencapaian program tersebut sesuai dengan rencana. Indikator output hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu program apabila indikator ini dikaitkan dengan sasaran-sasaran program yang didefinisikan secara jelas dan terukur. Indikator keluaran lebih menitikberatkan pada hasil fisik yang dicapai, seperti jumlah orang yang mengikuti pelatihan, jumlah anak jalanan yang datang ke rumah singgah, jumlah bantuan modal usaha yang diterima, dan sebagainya. 3. Indikator Manfaat (Outcomes) Dalam program perlindungan sosial, indikator ini sangat penting untuk menunjukkan keberhasilan secara fungsional. Indikator ini mengGambarkan hasil nyata atau manfaat yang diperoleh suatu program. Namun informasi yang diperlukan untuk mengukur outcome seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karena itu setiap pengelola program perlu mengetahui berbagai metode dan teknik untuk mengukur keberhasilan program sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan program, perlu disusun indikator manfaat yang mencerminkan berfungsinya keluaran program tersebut. Contoh indikator manfaat yaitu kelangsungan pendidikan anak pada keluarga yang memperoleh bantuan usaha ekonomi produktif. 4. Indikator Dampak (Impacts) Indikator ini mengGambarkan pencapaian tujuan dalam jangka panjang seperti yang dirumuskan dalam tujuan (goals), baik dampak positif maupun 35
dampak negatif.
Indikator ini dapat diketahui, jika pengukuran dilakukan
secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dan setelah program tersebut selesai dilaksanakan. Sebagai contoh, program Usaha Ekonomi
Produktif
kesejahteraan
telah
masyarakat,
berdampak tetapi
positif
terdapat
pada
peningkatan
dampak
negatif
taraf
berupa
ketergantungan dari masyarakat terhadap bantuan modal usaha dari pemerintah. Contoh lain dari indikator dampak lainnya adalah peningkatan status kesejahteraan anak dengan dibangunnya Panti Sosial, dampak positifnya yaitu penurunan presentase anak-anak terlantar; sedangkan dampak negatif yang dapat timbul yaitu semakin ditinggalkannya pola orang tua asuh yang dapat mengakibatkan memudarkan sistem keluarga besar (extended family). Disamping itu, kita dapat pula mempergunakan indikator yang merupakan kombinasi dari indikator-indikator di atas. Sebagai contoh efisiensi dapat diukur dengan membandingkan indikator output dan indikator input. Demikian pula, peningkatan ratio indikator inputs dengan indikator outcomes dan impacts dapat menunjukkan perkembangan efektivitas program. Dengan demikian, terlihat bahwa penggunaan indikator-indikator dalam monitoring dan evaluasi tersebut, menekankan pendekatan sistem, berorientasi pada kesinambungan program, adanya proses perkembangan program mulai dari awal hingga dilakukannya monitoring dan evaluasi termasuk adanya umpan balik
untuk
perbaikan
metode
maupun
manajemen
program
serta
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil program. Selanjutnya, berkait dengan indikator keberhasilan, lebih detail dikemukakan
oleh
Feuerstein
(1990:
25-27)
sebagaimana
dikutip
Adi
36
menerangkan bahwa, ada 9 (sembilan) indikator yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan: 1. Indikator Ketersediaan (indicators of availability). Indikator ini melihat apakah indikator yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada. Misalnya, dalam suatu program pembangunan sosial, yang menyatakan bahwa diperlukan satu tenaga kader lokal yang terlatih untuk menangani 10 (sepuluh) rumah tangga, maka perlu di-cek (dilihat) apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada. 2. Indikator Relevansi (indicators of relevance). Indikator ini menunjukkan seberapa relevan ataupun tepatnya suatu teknologi atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan perempuan pedesaan, dimana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tapi ternyata kompor tersebut menggunakan lebih banyak minyak tanah atau kayu dibandingkan kompor yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut, maka teknologi yang baru ini dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan. 3. Indikator Keterjangkauan (indicators of accessibility). Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam ‘jangkauan’ pihakpihak yang membutuhkan. Misalnya, apakah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada posisi yang strategis, dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mudah datang ke Puskesmas. Atau, apakah suatu posko bencana alam berada dalam jangkauan dari korban bencana tersebut. 4. Indikator Pemanfaatan (indicators of utilization). Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran. Misalnya, 37
seberapa banyak PUS (Pasangan Usia Subur) yang memanfaatkan layanan jasa Puskesmas dalam upaya meningkatkan KB Mandiri, atau berapa banyak anak jalanan yang mengikuti kegiatan belajar baca tulis dari sekian banyak anak jalanan yang belum bisa membaca dan menulis. 5. Indikator Cakupan (indicators of coverage). Indikator ini menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut.
Misalnya,
proporsi
orang
yang
menerima
bantuan
dana
kemanusiaan untuk mengatasi kemiskinan dari sekian banyak orang-orang miskin di suatu desa. 6. Indikator Kualitas (indicators of quality). Indikator ini menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan kepada kelompok sasaran. Misalnya, apakah layanan yang diberikan oleh Organisasi Pelayanan Masyarakat (Human
Sevice
Organizations)
sudah
memenuhi
syarat
dalam
hal
keramahan, ke-responsif-an, dan sikap empati terhadap klien ataupun kualitas dari tangibles yang ada dalam proyek tersebut. 7. Indikator Upaya (indicators of efforts). Indikator ini mengGambarkan berapa banyak upaya yang sudah ’ditanamkan’ dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Misalnya, berapa banyak sumber daya manusia dan sumber daya material yang dimanfaatkan guna membangun sarana transportasi antar desa. 8. Indikator Efisiensi (indicators of efficiency). Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien), atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan. Misalnya, suatu layanan yang bisa dijalankan dengan baik oleh 4 tenaga lapangan, tidak perlu dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alasan untuk menghindari
38
terjadinya pengangguran. Bila hal ini yang dilakukan, maka yang akan terjadi adalah underemployment (pengangguran terselubung). 9. Indikator Dampak (indicators of impact). Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di masyarakat. Misalnya, apakah setelah dikembangkan layanan untuk mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu desa, maka angka penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah menurun.
2.1.4. Evaluasi Program Menurut Agusta (2001) Evaluasi PPK disini dilaksanakan terhadap wacana normatif yang tercantum dalam aturan main program (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, manual teknis/petunjuk operasional), dan efektivitas dalam mencapai hasil (outcome) proyek/kegiatan. Dengan pandangan sistemis tersebut,
evaluasi
menghasilkan
rekomendasi
bagi
perencanaan
dan
pelaksanaan program PPK. Menurut Owen (1999) mengevaluasi dampak sebuah program perlu meliputi: “(1) The range and extent of outcomes of program; (2) whether the program has been implemented as planned and how implementation has affected outcomes ; (3) evidence to funder, senior managers and politicians about the extent to which resources allocated to a program have been spent wisely; (4) informing decisions about replication or extension of the program”. Menurut Agusta (2004) studi atas impack memberikan informasi tentang efek program terhadap kesejahteraan pemanfaat secara umum. Suharto (2005) menyatakan bahwa evaluasi dapat ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana. Menurut Bramley (1996) untuk mengevaluasi efektivitas 39
program dilihat efektivitas perubahan individu, efektivitas perubahan tim, dan efektivitas perubahan organisasi. Menurut Chambers (2000) mengukur efektivitas program dilakukan dengan mengukur tujuan kegiatan dengan kriteria ekonomi yang baku yaitu: Adequacy, Equity, and Efficiency. The center efficiency question is always whether there is a better (least costly, more cost effective) means to achieve a given outcome. Dalam evaluasi program perspektif pekerjaan sosial akan dilihat eligibilitas program telah memadai sehingga dapat menjamin keberlanjutan program. Dalam efektifitas dapat dilihat bagaimana distribusi bantuan telah adil. Dan bagaimana tujuan akan dapat dicapai secara efisien (hemat biaya) dan efektifitas (ketepatan biaya) program bisa memuaskan semua pihak.
2.2. Pembangunan Sumber Daya Manusia 2.2.1. Pembangunan Sumber Daya Manusia Pengalaman sejarah membangun bangsa dan negara ternyata telah menumbuhkan kearifan-kearifan baru, yang kalau tidak menjadi alternatif, setidak-tidaknya menjadi komplemen, kearifan pembangunan yang selama ini menjiwai
pembangunan
mendasarkan
diri
pada
nasional. logika
Kearifan
production
pembangunan centered
lama
yang
development
telah
memberikan tempat bagi kelahiran kearifan pembangunan yang berdasarkan pada human centered development. Kedua kearifan itu memang mendasarkan diri pada asumsi-asumsi yang amat berbeda. Dimana Kearifan pembangunan yang mendasarkan diri pada logika production centered development
menjadikan pertumbuhan
ekonomi sebagai fokus perhatian pembangunan, dan melihat modal dan efesiensi ekonomi sebagai determinasi pertumbuhan utama, maka kearifan 40
pembangunan yang mendasarkan pada logika human centered development menjadikan manusia sebagai fokus utama pembangunan, dan aktualisasi potensi di dalam berbagai dimensinya sebagai nilai yang harus diwujudkan melalui proses pembangunan. Di dalam konteks kearifan yang mendasarkan pada human centered development ini justru kearifan, inovasi, dan daya kreasi manusia yang mempunyai potensi untuk tumbuh secara exponential, merupakan inex haustable determinant proses pembangunan itu sendiri. Karenanya human centered development merupakan conditio sine qua non dari pembangunan yang berkelanjutan. Di dalam konteks kecenderungan globalisasi yang makin meningkat, dimana globalisasi sumber (global sourcing) yang akan menjadi tumpuan “one world development “ akan makin manifest, kearifan pembangunan nasional yang mendasarkan diri pada human centered development itu menjadi semakin relevan, agar negara dan bangsa ini dapat memainkan peranan sebagai subjek yang mandiri dalam interaksi global. Disisi lain, fokus perhatian kearifan pembangunan ini pada manusia Indonesia di dalam konteks pembangunan seluruh masyarakat, akan menjadi titik konvergensi dari pluralitas masyarakat, yang mempunyai kecenderungan meningkat karena proses diferesiasi maupun fungsional yang inherent pada setiap prses modernisasi. Moeljarto (2002) mengatakam bahwa “human centered development ini harus mewarnai kegiatan pembangunan nasional kita, kalau kita menyadari implikasi interpretasi nasional kita tentang konsep tinggal landas, yang menurut pengamatan kita merupakan interpretasi beyond Rostows definition“. Pada berbagai statemant politik resmi dikatakan bahwa “tinggal landas” merupakan proses transformasi kualitatif jangka panjang dan berkesinambunggan yang menyangkut semua bidang pembangunan menuju tercapainya momentum pembangunan, dengan bertumpu pada interaksi dinamis sumber-sumber dalam 41
negeri. Dalam proses mencapai momentum pembangunan, sumber daya manusia akan menjadi sumber dinamika dan motor penggerak pembangunan. Kondisi semacam itu menempatkan logika human centered development pada posisi sentral pembangunan nasional.
2.2.2. Determinasi Keberhasilan Pembangunan SDM Banyak para pakar yang mempertanyakan validitas asumsi dasar kearifan produkction centered development,
yang mencapai determinan
keberhasilan pembangunan pada variabel-variabel ekonomi makro, seperti kapital, capital output ratio, sumber alam, dan sebagainya. Mereka berpaling pada determinan mikro-individual, yaitu kualitas sumber daya manusia, sebagai factor yang amat menentukan keberhasilan pembangunan nasional. David Mc Clelland (1967), misalnya, berpendapat bahwa suatu kualitas psikologis sumber daya manusia yang disebut achivement motivation, yaitu dorongan yang amat kuat untuk selalu berprestasi karena melalui proses mengejar prestasi akan terpuaskan inner feeling of personal accomplishment, menjadi determinan utama keberhasilan pembangunan. Negara yang berhasil membangun adalah negara yang mempunyai konsentrasi tinggi dari orang-orang yang mempunyai motivasi berkembang. Cendikiawan lain, Everett Hagen (1962), sependapat dengan Mc Clelland tentang peranan faktor makro individual, yaitu kepribadian, sebagai determinan keberhasilan pembangunan suatu negara, akan tetapi, dia menunjuk pada aspek lain dari keperibadian sumber daya manusia yang paling memegang peranan sentral dalam menentukan keberhasilan pembangunan ini. Menurut Hegen, ada empat unsur keperibadian sumber daya manusia, yaitu (i) intelegensi dan energi, (ii) orientasi nilai, (iii) kognisi, dan (iv) kebutuhan. Hegen berpendapat bahwa kualitas intelegensi dan energi, orientasi nilai dan 42
kognisi antara bangsa-bangsa di dunia relatif sama, yang membedakan kepribadian antara bangsa-bangsa adalah justru pada unsur kebutuhan. Keberhasilan pembangunan menuntut pribadi yang mempunyai kebutuhan mani pulatif
(kebutuhan untuk mengubah lingkungannya) yang tinggi, kebutuhan
agresif (kebutuhan untuk bertindak agresif) rendah dan kebutuhn pasif (kebutuhan untuk bertindak pasif)yang rendah. Kebutuhan pulatif ini terdiri dari 4 unsur yang lebih kecil, yaitu kebutuhan untuk selalu berprestasi, kebutuhan untuk mandiri, kebutuhan untuk hidup dalam lingkungan yang serba teratur) dan akhirnya kebutuhan untuk selalu memahami peristiwa yang terjadi yang masingmasing harus tinggi. Pendapat
tentang
peranan
sentral
kepribadian
manusia
dalam
pembangunan ini bukan monopoli cendikiawan, akan tetapi juga menjadi keyakinan sejumlah negarawan. Negarawan Park Chung Hee, melalui program Semaul Undong (Pembangunan Komunitas Baru) berupaya membentuk tipe kualitas manusia-manusia Korea Selatan, yaitu : a. Diligence, sikap rajin bekerja, dapat menghargai penunaian kerja yang paling sederhana tetapi dengan sempurna, b. Thrifty, sikap hemat, yang timbul sebagai konsekwensi sikap diligence, c. Self-help, sikap mandiri Dr. Mahatir Muhammad, mantan Perdana Malaysia menyadari suku etnhis Melayu tak mungkin mengejar ketinggalannya, kecuali
membangun
sumber dayanya, merancang kebijaksanaan Look East Policy, berkiblat ke timur ke
Jepang
dan
mengambil
langkah-langkah
bagaimana
mereka
dapat
menginternalisasikan ethos kerja dan kualitas kepribadian dari bangsa Jepang. Apa yang dikemukakan di atas menunjukan betapa para cendikiawan dan para negarawan melihat korelasi antara kualitas sumber daya manusia dengan derajat keberhasilan pembangunan. 43
2.2.3. Kualitas Sumber Daya Manusia Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa antara pendidikan berkualitas dengan produktivitas mempunyai korelasi yang positif.
Hal ini
bermuara pada kualitas SDM yang akhirnya akan dapat memungkinkan produktivitas organisasi. Sarah Tang, sebagaimana dikutip Supriadi (1996:57), mengemukakan bahwa “Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara Asia dan perubahan progresif dalam produksi menuju industri dan jasa berteknologi tinggi mengakibatkan meningkatnya tuntutan dari dunia usaha terhadap perlunya tenaga (SDM) yang terampil dan terdidik (berkualitas).” Menelaah ungkapan di atas jelaslah bahwa SDM sebagai tenaga kerja sangat diperlukan keterampilannya dalam melaksanakan tugas peningkatan kualitas organisasi dan menunjang pertumbuhan ekonominya. Dalam hal ini pendidikan juga memegang peranan penting untuk pemecahan masalah tersebut. Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dalam mempertahankan keseimbangan ekonomi. Hasil penelitian yang dilakukan Bramley (1991:9) mengemukakan bahwa “Ada beberapa hasil efektif dari pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM, yaitu : pencapaian tujuan, peningkatan kualitas sumber daya (SDM dan sumber daya lain), kepuasan pelanggan, dan perbaikan proses internal.” Sebelumnya, Sutermeister (1976:3) mengemukakan bahwa “Perubahan dan peningkatan kualitas SDM dipengaruhi oleh pendidikan.
Pendidikan 44
diperhitungkan sebagai faktor penentu keberhasilan seseorang, baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan aset moral, yaitu dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pendidikan merupakan investasi. Pandangan ini ditinjau dari sudut human capital (SDM sebagai unsur modal).” Konseptual tentang sosok sumber daya manusia yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara, yang dikenal dengan Manusia Indonesia Seutuhnya, di dalam menjabarkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, maka kita perlu bertitik tolak dari posisi GBHN. GBHN menegaskan bahwa karakteristik Manusia Indonesia Seutuhnya adalah : “Serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan bangsabangsa lain, dan dengan alam lingkungan“. Pemikiran di atas membagi kualitas manusia Indonesia seutuhnya menjadi dua katagori karakteristik, yaitu kualitas fisik (KF) dan kualitas non fisik (KNF) terdiri dari beberapa komponen, yaitu : 1. Kualitas kepribadian (KNF pokok yang perlu ada pada setiap individu pembangunan (kecerdasan, kemandirian, kreativitas, ketahanan mental, keseimbangan antara emosi dan ratio); 2.
Kualitas bermasyarakat keselarasan hubungan dengan sesama manusia;
3.
Kualitas berbangsa: tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara; kesadaran bahwa martabat negara dan bangsanya sama dengan martabat bangsa dan negara lain;
4.
Kualitas spiritual: religiositas dan moralitas;
5.
Wawasan
Lingkungan:
kualitas
yang
diperlukan
untuk
mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan; dan 6.
Kualitas kekaryaan; kemampuan mewujudkan aspirasi dan potensi diri dalam bentuk kerja nyata guna menghasilkan sesutu dengan mutu sebaik-baiknya. 45
Kualitas sebagaimana digambarkan di atas berkaitan dengan kualitas masyarakat.
Kualitas
masyarakatnya.
manusia
terbentuk
di
konsep
sosialisasi
Alwi
dalam
dalam
konteks
Dahlan,
struktur
pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya menyangkut pembangunan berbagai dimensi kualitas (i) kehidupan masyarakat keserasian sosial, kesetian kawasan sosial, disiplin sosial, kualitas komunikasi sosial; (ii) kualitas kehidupan sosial politik: pelaksanaan kehidupan berdemokrasi; persamaan dan ketrerbukaan akses untuk memasuki jalur kehidupan politik; mekanisme kepentingan yang terbuka; sarana dan prasarana komunikasi politik yang terbuka dan berkualitas; media massa yang bebas dan bertanggung jawab; (iii) kualitas kehidupan berkelompok kualitas yang menyangkut subsistem dari sistem sosial; dan (iv) kualitas lembaga dan
pranata
kemasyarakatan:
kemutakhiran
dan
keberlanjutan
pranata;
kemampuan institusi menumbuhkan kemandirian masyarakat; pemahaman dan pelaksanaan hak, kewajiban, dan tanggung jawab seseorang struktur institusi terbuka mekanisme sumber-sumber yang potensial dalam membangkitkan daya kemasyarakatan secara berkelanjutan. Karena dominan kualitas manusia seringkali merupakan konstruksi sosial satu bangsa, maka sulit melakukan argumentasi yang akan menyelesaikan permasalahanya. Karenanya tulisan ini akan mengambil posisi menerima deskripsi semi formal kualitas manusia sebagai sesuatu yang given.
2.2.4. Evaluasi Peningkatan SDM Melalui Program Pendanaan Kompetensi Bidang Pendidikan Dampak krisis yang sangat berdampak terhadap penurunan kualitas hidup masyarakat, telah menuntut terjadinya perubahan dalam konstelasi sosial politik masyarakat. Tuntutan terhadap reformasi di segala bidang melalui penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis 46
telah mendorong Pemerintah untuk menata kembali sistem penyelenggaraan pemerintahan yang mengedepankan etika, moral, profesionalitas aparatur melalui prinsip-prinsip good government. Demikian pula dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah, sejalan dengan bergulirnya era otonomi daerah pasca krisis ekonomi dan sosial politik yang terjadi pada pertengahan tahun 1998, melalui pemberlakuan UU Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka gerak dan dinamika penyelenggaran pemerintahan di Indonesia termasuk di Kabupaten Karawang diarahkan tetap konsisten untuk mencapai tujuan otonomi daerah, yaitu : 1. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat; 2. Pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan; 3. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pencapaian tujuan tersebut, Pemerintah Kabupaten Karawang telah menyusun kebijakan umum yang berbasis pada kebutuhan masyarakat dengan metode perencanaan pembangunan partisipatif yang bersifat “Bottom up Planning” dimana dalam prosesnya melibatkan semua komponen masyarakat pada setiap tahapan pelaksanaan perencanaan. Dengan proses tersebut diharapkan akan memberikan fokus serta antisipasi yang jelas terhadap isu-isu yang selalu mengalami perubahan pada masa yang akan datang. Metode perencanaan tersebut disusun sesuai dengan ketentuan perundangan dalam bentuk Rencana Strategi (Renstra) dengan memuat Arah dan Kebijakan Umum serta Strategi dan Prioritas Pembangunan. Selain hal tersebut, perencanaan strategis akan diperlukan sebagai instrumen untuk lebih mengarahkan tujuan yang akan dicapai serta bagaimana cara mencapainya. Disisi lain, Rencana 47
Strategis tersebut akan mengGambarkan pula bahwa rumusannya merupakan wujud dari proses akuntabilitas pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dengan adanya ukuran yang jelas sebagai penilaian kinerja pemerintah daerah. Berkaitan dengan upaya pencapaian peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Karawang dan dengan bertitik tolak dari hasil evaluasi dan review pencapaian tujuan dan sasaran Rencana Strategis Kabupaten Karawang selama kurun waktu tahun 2001 hingga 2005, maka dapat dipertimbangkan dan dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan berkaitan dengan orientasi tatanan konseptual kebijakan pembangunan selama ini. Angka-angka
kuantitatif
yang
menerangkan
perkembangan
hasil
pembangunan masyarakat secara makro tersebut sangat membantu dalam mencari pendekatan terhadap indikator keberhasilan atau kegagalan dari program dan kegiatan yang telah direncanakan. Dengan melihat perkembangan indikator makro terutama yang berkaitan langsung dengan IPM, dapat ditarik kesimpulan awal bahwa program dan kegiatan yang dilaksanakan selama ini berkaitan dengan upaya peningkatan IPM Kabupaten Karawang dapat dinilai belum menyentuh akar permasalahan pada masing-masing bidang serta belum dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama pada program-program sebagai berikut : 1.
Program-program bidang pendidikan terlihat belum diarahkan sepenuhnya pada
upaya-upaya
penanggulangan
buta
aksara,
penanggulangan
penduduk putus sekolah dan peningkatan kualitas pendidikan untuk penuntasan wajar Dikdas 9 tahun, tetapi masih lebih berorientasi pada peningkatan infrastruktur bangunan sekolah dimana berdasarkan data yang ada jumlah bangunan yang rusak berat mencapai 30%. Dengan demikian
48
konsentrasi anggaran APBD masih terfokus pada fisik bangunan sedangkan akar permasalahan utama tingginya angka buta huruf dan rendahnya ratarata lama sekolah terkait erat dengan budaya masyarakat yang belum menempatkan
pendidikan
sebagai
investasi
masa
depan
belum
sepenuhnya tertangani 2.
Program-program bidang kesehatan belum menyentuh aspek peningkatan budaya sehat masyarakat, dalam arti lebih diorientasikan pada upaya-upaya penanggulangan
daripada
pencegahan.
Hal
tersebut
memberikan
Gambaran bahwa paradigma masyarakat terhadap bidang kesehatan masih mengedepankan pada aspek pemenuhan pada pelayanan kesehatan belum menyentuh aspek-aspek yang mengembangkan budaya hidup sehat (PHBS). 3.
Pada upaya-upaya yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi sangat terlihat masih berorientasi pada upaya-upaya makro, dimana pengembangan sektor-sektor yang bersifat ekonomi yang berbasis masyarakat belum sepenuhnya dapat ditanggulangi termasuk implementasi program yang dinilai belum marata pada kantong-kantong permasalahan kelompok masyarakat yang mengalami permasalahan ekonomi. Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Manusia pada
dasarnya merupakan program akselerasi peningkatan IPM di Propinsi Jawa Barat, program ini diluncurkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan tujuan akselerasi peningkatan IPM Jawa Barat 80 pada tahun 2010, program PPK-IPM tersebut mencakup kegiatan bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli (ekonomi). Orientasi program pendanaan kompetisi akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Karawang khususnya bidang pendidikan
49
melalui keaksaraan fungsional (KF) pada dasarnya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan atau kompetensi keaksaraan bagi warga belajar. Secara spesifik orientasi tersebut ditetapkan dalam mencapai angka IPM Kabupaten Karawang 77,52 pada tahun 2010, sekaligus sebagai upaya akselerasi pencapaian target Propinsi Jawa Barat yaitu 80 pada tahun 2010. Dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan program berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas (1) lembaga kursus (2) lembaga pelatihan (3) kelompok belajar (4) pusat kegiatan belajar masyarakat, dan (5) majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Cakupan pendidikan nonformal meliputi : (1) pendidikan kecakapan hidup (2) pendidikan anak usia dini, (3) pendidikan kepemudaan (4) pendidikan pemberdayaan perempuan (5) pendidikan keaksaraan, (6) pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja (7) pendidikan
kesetaraan,
serta
pendidikan
lain
yang
ditujukan
untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Adapun tujuan kegiatan keaksaraan fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut : 1. Membelajarkan masyarakat buta aksara (peserta didik) agar mampu membaca, menulis, dan berhitung, serta berbahasa Indonesia; memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang benar-benar bermanfaat bagi peningkatan mutu dan taraf hidupnya. 2. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dihadapi oleh mereka; 3. Melatih warga belajar untuk menggunakan keterampilan dan kompetensi keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Memotivasi peserta didik sehingga mampu memberdayakan dirinya sendiri dengan menggunakan kompetensi keaksaraan. 50
5. Mengembangkan kemampuan berusaha atau bermata pencaharian sehingga mampu meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. 6. Mengembangkan kemampuan dan minat baca warga belajar sehingga mampu menjadi bagian dari masyarakat gemar membaca dan masyarakat belajar. Dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan Program Pendanaan Kompetisi Indek Pembangunan Manusia (PPK-IPM) Jawa Barat telah ditetapkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2007 tentang Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan Indek Pembangunan Manusia Jawa Barat. Disamping itu agar pelaksanaan PPK-IPM tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien perlu dilakukan upaya evaluasi dengan menganalisis kondisi awal, input, output, outcome/manfaat dan impact dari kegiatan keaksaraan fungsional, hal ini dimaksudkan untuk mengukur dan menganalisis sampai sejauhmana program tersebut dapat berjalan serta diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang khususnya oleh para pelaku program sehingga diketahui tingkat keberhasilan dan kegagalan dari program dimaksud. Selain itu hasil evaluasi berguna untuk melihat tingkat perkembangan dari pelaksanaan program mulai dari kondisi awal sebelum program dilaksanakan sampai dengan kondisi akhir dari capaian program sehingga dapat diketahui kemajuan program dan hasil-hasilnya serta dampak yang ditimbulkan, disamping itu mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi serta rekomendasi kebijakan/strategi untuk langkah perbaikan sehingga Program Pendanaan Kompetisi tersebut dapat berkelanjutan.
51
2.3. Kerangka Pemikiran Daya saing masyarakat Kabupaten Karawang antara penduduk pribumi dengan pendatang pada saat ini terlihat sangat timpang. Kabupaten Karawang didatangi oleh masyarakat pendatang yang bertujuan mencari pekerjaan pada kawasan-kasawan industri yang tersebar, menambah gairah perekonomian dan industri maju dengan pesat. Namun pada kenyataannya masyarakat Karawang masih terkungkung ditengah kemiskinan dan kualitas SDM yang rendah (dengan RLS 7,70 tahun) pada tahun 2006. Dengan letak yang sangat strategis karena merupakan daerah yang mempunyai akses langsung dengan ibukota negara serta dilalui oleh akses tol yang menghubungkan wilayah-wilayah ekonomi nasional (Bandung dan Jakarta) dalam dinamika pertumbuhannya, Kabupaten Karawang tumbuh menjadi sebuah kawasan yang menitikberatkan pada pengembangan industri berskala nasional dan internasional. Hal ini ditetapkan dengan terbitnya Keppres 53 tahun 1993 tentang penetapan Kabupaten Karawang sebagai daerah industri. Pada dasarnya permasalahan pendidikan di Kabupaten Karawang adalah disebabkan karena tingginya angka buta aksara yang mencapai 117.710 jiwa dengan angka melek huruf (AMH) 90,50 dan rata-rata lama sekolah baru mencapai 7,70 tahun. Hal ini menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut mengakibatkan multiplier effect di bidang kesehatan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang rendah dan pola pikir yang sederhana sehingga mempengaruhi produktivitas di bidang ekonomi. Kondisi ini harus diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dengan langkah-langkah yang terkoordinasi, sinergis, effisien dan efektif.
52
Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut diperkuat dengan kondisi riil di lapangan maka penyelenggaraan program keaksaraan fungsional menjadi salah satu solusi peningkatan SDM di Kabupaten Karawang. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut adalah agar budaya dan kesadaran masyarakat dapat memprioritaskan pendidikan, kemampuan ekonomi masyarakat meningkat dan mata pencaharian masyarakat yang mayoritas bergerak di sektor informal dengan kondisi keahlian rendah dan terbatas dapat ditingkatkan. Penggambaran Kerangka pemikiran, peneliti berasumsi bahwa alur pembahasan sebagai tahapan dalam kajian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kondisi awal pendidikan masyarakat Kabupaten Karawang menunjukkan rendahnya pendidikan masyarakat, tingginya buta aksara,budaya masyarakat yang kurang baik terhadap pendidikan dan rata-rata lama sekolah yang masih rendah akibat DO memungkinkan untuk ditelaah sehingga akan menjadi bahan prioritas untuk perencanaan program/kegiatan keaksaraan fungsional. b. Dalam masukan (input) kegiatan KF ditemukan faktor penunjang dan penghambat, hal tersebut tentunya perlu diantisipasi oleh Satlak PPK IPM bidang pendidikan yang nantinya dapat dikelola sehingga keluaran (output) kegiatan KF sesuai dengan tujuan yang diharapkan. c.
Keluaran (output) dan manfaat (benefit) kegiatan keaksaraan fungsional selanjutnya akan diukur melalui pengukuran persepsi dari warga belajar dan tenaga tutor dengan menggunakan angket menurut Likert sehingga nantinya akan dapat menunjukkan apakah keluaran dan manfaat dari kegiatan KF tersebut telah sesuai atau tidak dengan harapan warga belajar atau tutor.
d. Dari manfaat (benefit) dan dampak (impact) kegiatan keaksaran fungsional selanjutnya dilakukan evaluasi kebijakan melalui pendekatan partisipatoris untuk merumuskan alternatif kebijakan yang merupakan keberlanjutan program untuk diterapkan Satlak PPK IPM bidang pendidikan. 53
Penggunaan metoda analisis terhadap indikator-indikator yang mempengaruhi Evaluasi Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan khususnya pelaksanaan Keaksaraan Fungsional (KF) yang memungkinkan untuk diadakan penelaahan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut. Dari uraian tersebut diatas, maka kerangka pemikiran kajian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
54
FAKTOR PENGHAMBAT o Masih kurangnya koordinasi o Masih kurangnya tenaga pengelola KF o Angka penyandang buta aksara masih tinggi
KONDISI AWAL o o o o
Rendahnya pendidikan masyarakat Tingginya buta aksara Budaya masyarakat terhadap pendidikan Rata-rata lama sekolah masih rendah (DO)
MASUKAN (Inputs) o Alokasi anggaran program per tahun o SDM pelaksana (Satlak PPK) o Sarana-prasarana o Pedoman umum/ juklak o Adanya kewenangan Satlak o Manajemen organisasi AKTIVITAS (Activities) o Sosialiasi program KF o Penyeleksian mitra kerja o Pelatihan - pelatihan o Penyaluran dan alokasi dana o Monitoring-Evaluasi o Pelaporan dan dokumentasi
FAKTOR PENDUKUNG o Komitmen dan kebijakan Pemda o Alokasi dana yang relatif besar o Dukungan dari stakeholder dan masyrakat o Peningkatan minat masyarakat terhadap pendidikan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Kajian
KEBERLANJUTAN
EvaluasiKebjakan
KELUARAN (Outputs) o Terealisasinya anggaran program o Terlaksananya sosialiasi program o Terlaksananya seleksi tenaga tutor o Tersalurkannya dana sesuai peruntukkan o Terselenggaranya pelatihan o Terlaksananya kegiatan keaksaraan fungsional (KF) o Terlaksananya monitoring evaluasi o Tersusunnya laporan kegiatan
MANFAAT (Outcomes) o Stakeholder mengetahui & terlibat dlm kegiatan KF o Masyarakat sasaran dapat memanfaatkan kesempatan belajar o Meningkatkan kemampuan masyrakat buta aksara dlm kompetensi keaksaraan o Mengembangkan kemampuan dan minat membaca masyarakat o Kualitas program dapat ditingkatkan berdasarkan monitoring-evaluasi o Tersusunnya laporan regular sebagai acuan ke depan
DAMPAK (Impacts) o Keterlibatan masyarakat dalam prog KF meningkat o Berkurangnya masyarakat buta aksara o Tumbuhnya kemandirian masyarakat o Meningkatnya kesadaran ma-syarakaterhadap pendidikan
Persepsi warga belajar
UMPAN BALIK
42
III. METODOLOGI KAJIAN
3.1. Metode Kajian Secara umum, Creswell (1994) berpendapat, penelitian terbagi dalam dua pendekatan, yaitu kualitatif dan kuantitatif dengan masing-masing asumsinya. Sementara asumsi adalah sifat-sifat mendasar dari cara penyelidikan yang berkenaan dengan pembedaan-pembedaan penelitian kualitatif dan kuantitiatif. Perbedaan mendasarnya adalah asumsi metodologinya: penelitian kualitatif berproses secara induktif, sedangkan kuantitatif secara deduktif. Berdasarkan tipologi yang diberikan Neomen or Lawrence (2000:21-22), ada tiga jenis
penelitian berdasarkan tujuan, yakni eksplorasi, deskripsi dan
eksplanasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan Gambaran (deskripsi) mengenai Evaluasi Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan. Secara spesifik, penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis terhadap evaluasi kegiatan Keaksaraan Fungsional. Ditinjau dari segi manfaatnya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian terapan (applied reserach), karena hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan dan diterapkan dalam rangka memperbaiki kinerja program di masa yang akan datang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian evaluasi dengan menggunakan Model for Delineating Program Elements in the Evaluation Process (Shortell dan Richardson, 1978) yang dimodifikasi peneliti, yang mencakup kondisi awal, faktor masukan (inputs), proses, keluaran (outputs), manfaat (outcomes) dan dampak (impacts), serta mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat baik dari lingkungan internal dan eksternal. Pendekatan sistem ini diterjemahkan dalam bentuk evaluasi kebijakan dengan pendekatan parsipatoris melalui tahapan exit strategy.
43
Berdasarkan hal tersebut, metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan ditunjang data kuantitatif guna mengetahui persepsi dari responden. Dalam hal ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. 3.2
Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian
dilaksanakan
di
lingkungan
Pemerintah
Kabupaten
Karawang, dengan fokus penelitian dilaksanakan di Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang, sebagai dinas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sebagian urusan bidang pendidikan di Kabupaten Karawang, serta SATLAK yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan Program Pendanaan Kompisi (PPK) khususnya bidang pendidikan melalui keaksaraan fungsional. Sementara alasan ditetapkannya Kabupaten Karawang sebagai lokasi penelitian ialah berdasarkan observasi awal Kabupaten Karawang pada saat ini menduduki urutan ke 19 dari 25 Kabupaten/kota di Jawa Barat dalam hal IPM, juga hal ini berkaitan dengan tempat bekerja peneliti, dengan demikian penelitian akan lebih fokus, serta diharapkan
menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi
yang
dapat
diimplementasikan, direncanakan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September s/d Desember 2007. 3.3. Sasaran Kajian Sasaran kajian adalah pelaksanaan evaluasi peningkatan SDM melalui program PPK-IPM bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional (KF) mencakup target dan capaian kegiatan Satlak bidang pendidikan, KBM keaksaraan fungsional dari warga belajar. Dilain pihak mengungkapkan faktor internal dan eksternal Satlak bidang pendidikan guna mengevaluasi sekaligus merumuskan alternatif strategi sebagai bahan rekomendasi keberlanjutan program.
44
3.4. Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dipergunakan dalam kajian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden dengan mempergunakan kuisioner dan wawancara.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas
Pendidikan, BPS, Bapeda, Sekretariat Satlak PPK-IPM, Tim Monev dan PJP bidang pendidikan. Untuk mengukur pendapat atau persepsi responden dalam
upaya
peningkatan SDM bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional dalam program PPK-IPM maka dipergunakan wawancara dengan para pihak yang
terkait
dan
angket/kuisioner.
Dalam
angket/kuisioner
yang
akan
disampaikan kepada responden maka setiap pertanyaan/pernyataan yang diajukan diberi lima alternatif penilaian guna mengetahui pendapat/tanggapan dari responden. Penggunaan lima alternatif penilaian ini sesuai dengan skala Likert. Menurut Sugiyono (1994 : 74-75) menyatakan bahwa ”Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, ini telah ditetapkan secara specifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut dengan variabel penelitian”. Penelitian dengan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif dengan penilaian/ scored sebagai berikut :
Keterangan
Simbol
Bobot
(SS)
5
Setuju
(S)
4
Netral
(N)
3
Tidak Setuju
(TS)
2
(STS)
1
Sangat Setuju
Sangat Tidak Setuju
45
Untuk menginterprestasikan data yang diperoleh melalui angket, digunakan interprestasi data kuantitatif ke dalam data kualitatif dari masingmasing indikator yang dikembangkan dalam butir-butir pernyataan yang telah disusun sesuai dengan interprestasi yang dikemukakan oleh Sugiyono (1994 ; 74) sebagai berikut : a. Jumlah 0-20 persen masuk kategori jawaban sangat tidak setuju. b. Jumlah 21-40 persen masuk kategori jawaban tidak setuju. c. Jumlah 41-60 persen masuk kategori jawaban netral/ragu d. Jumlah 61-80 persen masuk kategori jawaban setuju. e. Jumlah 80-100 persen masuk kategori jawaban sangat setuju. Unit analisis penelitian Evaluasi Peningkatan SDM Program Pendanaan Kompetisi bidang pendidikan melalui kegiatan keaksaraan fungsional, dengan unit observasinya adalah Satuan Pelaksana (Satlak) PPK-IPM terdiri atas ketua dan anggota satlak, tim monev,ahli bidang pendidikan, PJP bidang pendidikan, disamping itu para Tutor KF dan warga belajar. Dalam hal ini penentuan sampel dilakukan dengan cara : a. Untuk Satuan Pelaksana (Satlak) Bidang Pendidikan Kabupaten Karawang berjumlah 25 Responden, terdiri atas unsur pimpinan Sekda, PJP bidang pendidikan,tim ahli bidang pendidikan, tim monev, anggota sekretariat satlak. b. Dalam menentukan ukuran sampel dari warga belajar dan tutor maka penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Sevila at all 1993:161) yaitu sebagai berikut : n =
N 1 + N e²
Keterangan : n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi e = nilai kritis (batas ketelitian yg dinginkan) yaitu 10 %
46
Dengan rumusan tersebut dapat ditetapkan distribusi sampel yang dapat memberikan sebagai berikut :
No
Unit analisis KF
1
Tutor KF
2
Warga Belajar
Jumlah Populasi
Jumlah
Nilai yang diperoleh
Jumlah Sampel
Ket
750
88,23
88
n1
15.000
99,34
99
n²
15.750
187,57
187
N
Pengumpulan data tersebut akan dilakukan melalui prosedur yang sistemik dengan mengaitkan dengan tujuan penelitian. Pada prosesnya, pengumpulan tersebut dilakukan dengan mengakses stakeholder dan satuan pelaksana serta warga belajar sasaran program. Sementara pengumpulan data primer dilakukan dengan cara triangulasi metode sebagaimana dalam Tabel : Tabel 2.
Metode Triangulasi melalui Pendekatan Partisipatoris
Teknik Pengumpulan Data Wawancara dan angket/ kuisioner
Observasi
Sumber Data
Kriteria sumber data
Cakupan Data
• Peran dan komitmen pejabat Pemda • Peran dan tugas Satlak PPK IPM
•
Tutor
• Peranan tutor dalam penyelenggaraan keaksaraan fungsional • Tanggapan/ persepsi tutor thd rekruitmen dan pelatihan
• Sosialisasi kegiatan keaksaraan fungsional oleh Satlak PPK IPM terhadap calon tutor dan warga belajar
Warga belajar sasaran kegiatan keaksaraan fungsional
• Keterlibatan warga belajar dalam proses pembelajaran. • Persepsi masyarakat terhadap kegiatan keaksaraan fungsional.
• Persepsi warga belajar terhadap kegiatan keaksaraan fungsional
Kondisi Sosial Budaya masyarakat
• Kondisi sosial ekonomi masyarakat • Kondisi tingkat pendidikan masyarakat
•
Satuan Pelaksana
•
•
Arah dan dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan keaksaraan fungsional Gambaran dukungan dan peranan Satlak PPK IPM dalam penyelenggaraan keaksaraan fungsional
Gambaran kondisi umum lokasi penelitian Gambaran kondisi awal SDM sasaran KF
47
Studi Kepustaka-an dan Dokumen tasi
Pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional
Penyelenggaraan keaksaraan fungsional
•
Faktor penunjang penghambat KF
Evaluasi KF
Kebijakan
Manfaat dan Dampak Kegiatan Keaksaraan
•
Alternatif kebijakan KF
Dinamika organisasi kepengurusaan penyelenggara KF
• Kondisi PKBM • Peran dan kapasitas PKBM selaku penyelenggara KF
• Gambaran struktur organisasi PKBM • Persepsi masyarakat terhadap pelayanan PKBM • Uraian pelaksanaan tugas dan fungsi PKBM
Dokumen laporan satlak PPK IPM
Materi Kebijakan PPK IPM materi evaluasi dan monitoring pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional
•
Kebijakan internal Satlak PPK IPM
•
Dokumen kebijakan Pendidikan/ KF
• •
dan
Gambaran umum tingkat pendidikan masyarakat Kab Karawang Kesesuaian rencana operasional kegiatan KF Prosedur dan mekanisme pengelolaan anggaran KF Rencana Kerja Stlak PPK IPM bidang pendidikan
Sumber, penelitian yang mengacu pada PROWWESS (1990:4) yang dikutip Mikkelsen, dan Narayan, 1993 dalam Hikmat (2004).
Tahapan
analisa
tersebut,
secara
umum
dilaksanakan
dengan
mengGambarkan serta menguraikan dinamika pelaksanaan kegiatan yang dalam penelitian ini difokuskan pada subjek penelitian yaitu proses peningkatan sumber daya manusia dalam program PPK-IPM pada kegiatan keaksaraan fungsional sebagai suatu upaya meningkatan angka IPM khususnya penuntasan buta aksara sebagai salah satu indikator perhitungan indeks pembangunan manusia. 3.5.
Metode Perancangan Program Metoda yang digunakan dalam evaluasi peningkatan Sumber Daya
Manusia dalam Program PPK-IPM melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten
Karawang
adalah
metode
triangulasi
dengan
pendekatan
partisipatoris melalui tahapan exit strategy. Langkah-langkah metoda perancangan program dalam kajian melalui prosedur sebagai berikut : 1. Melakukan identifikasi indikator masukan (input) yang memiliki peranan yang vital bagi pelaksanaan program peningkatan SDM pada bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional melalui saran dan masukan dari
48
warga belajar sebagai sasaran program dan satlak PPK IPM selaku pelaku program. 2. Mengukur keluaran yang dihasilkan oleh Program PPK IPM Bidang Pendidikan terhadap program peningkatan IPM bidang pendidikan dengan membandingkan keluaran dengan sasaran program. 3. Menggambarkan hasil nyata dari manfaat yang diperoleh dari PPK IPM Bidang Pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan 4. Menggambarkan pencapaian tujuan dalam jangka panjang yang dirumuskan dalam tujuan peningkatan SDM melalui PPK IPM bidang pendidikan. 5. Berdasarkan analisa hasil, menyusun rancangan program strategis dari hasil evaluasi peningkatan SDM melalui PPK IPM bidang pendidikan untuk menyusun rekomendasi kebijakan.
49
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Kondisi Geografis Kabupaten Karawang termasuk dalam wilayah pantai utara Pulau Jawa
selain kabupaten lain yang masuk wilayah tersebut yaitu Kabupaten Subang, Indramayu dan Cirebon. Memiliki luas wilayah 1.753,27 Km persegi atau 175.327 ha, dengan skala perbandingan dengan luas Propinsi Jawa Barat 3,73 % serta memiliki laut seluas 4 mil x 57 Km. Secara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 107002-1070 40 BT dan 50 56 – 60 34 LS, termasuk daerah dataran yang relatif rendah, mempunyai variasi kemiringan wilayah antara 0 – 50 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0-2 %, 2-15 %, 15-40 % dan diatas 40 % dengan suhu ratarata 270 C. Secara administrasi Kabupaten Karawang mempunyai batas-batas wilayah : - Di sebelah Utara
:
Batas Laut Jawa
- Di sebelah Timur
:
Berbatasan dengan Kabupaten Subang
- Di sebelah Tenggara
:
Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
- Di sebelah Selatan
:
Berbatasan dengan Kab. Bogor dan Cianjur
- Di sebelah Barat
:
Berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Dari letak geografis tersebut dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Karawang berada pada lokasi strategis yang merupakan wilayah persimpangan jalur perekonomian regional yaitu Jakarta – Bandung – Cirebon. Selain itu, Kabupaten Karawang juga dapat disebut sebagai wilayah hinterland dari kawasan Jabotabek sehingga diharapkan adanya dampak pengganda sehingga terdapat suatu prospek pengembangan ke depan yang tidak lebih sekedar menjadi spill over dari Jabotabek sebagai wilayah pusat pertumbuhan.
50
4.2. Aspek Administratif Implementasi otonomi daerah di Kabupaten Karawang diawali dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Karawang. yang berisi 25 bidang kewenangan yakni 11 kewenangan wajib dan 14 kewenangan lainnya. Pelaksanaan kewenangan tersebut dibentuk oleh lembaga daerah, sesuai dengan pemberlakuan PP 8 Tahun 2004 yang diarahkan pada organisasi pemerintah daerah yang efektif dan efisien yang terdiri dari 3 Badan Daerah, 2 Kantor Daerah dan 14 Dinas Daerah serta Sekretariat DPRD dan Sekretariat Daerah. Pemerintah Kabupaten Karawang Secara administrative memiliki 30 kecamatan hasil dari pemekaran wilayah tahun 2005 dengan 12 kelurahan dan 297 desa, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2 : Tabel 3. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Karawang
No
Nama Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan
No
Nama Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan
1.
Karawang Barat
8
16.
Jayakerta
2.
Karawang Timur
8
17.
Kutawaluya
10
8
3.
Telukjambe Barat
10
18.
Cilamaya Kulon
12
4.
Telukjambe Timur
9
19.
Cilamaya Wetan
12
5.
Pangkalan
8
20.
Cikampek
10
6.
Tegalwaru
9
21.
Tirtamulya
10
7.
Klari
13
22.
Jatisari
14
8.
Ciampel
7
23.
Banyusari
12
9.
Rengasdengklok
9
24.
Kotabaru
9
10.
Batujaya
10
25.
Purwasari
8
11.
Pakisjaya
8
26.
Telagasari
14
12.
Tirtajaya
11
27.
Rawamerta
13
13.
Cibuaya
11
28.
Lemahabang
11
14.
Pedes
12
29.
Tempuran
14
15.
Cilebar
10
30.
Majalaya
7
Sumber : Bag. Pemerintahan Setda Karawang, 2006
51
Pembagian wilayah administratif terbagi atas 3 kawasan yaitu : 1. Kawasan Utara Terdiri
atas
kecamatan-kecamatan
:
Pakisjaya,
Cibuaya,
Batujaya,
Kutawaluya, Pedes, Tirtajaya, Jayakerta, Tempuran, Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Rengasdengklok dan Cilebar. 2. Kawasan Tengah Terdiri atas kecamatan-kecamatan : Karawang Barat, Karawang Timur, Klari, Purwasari, Cikampek, Kotabaru, Banyusari, Tirtamulya, Jatisari, dan Rawamerta,Telagasari Lemahabang, serta Majalaya. 3. Kawasan Selatan Terdiri atas kecamatan-kecamatan : Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Ciampel, Tegalwaru, dan Pangkalan. Kondisi pembagian wilayah cukup proporsional diharapkan perencanaan pembangunan akan lebih berorientasi pada pengembangan karakteristik wilayah dengan pengelolaan potensi geografi, demografi serta keterkaitan antar wilayah dapat dijadikan dasar untuk memperhitungkan mobilitas terpadu dari seluruh sumber daya yang dimiliki Kabupaten Karawang, termasuk pertimbangan konsentrasi lokasi kegiatan pembangunan yang menjadi pusat jaringan pengembangannya. Kondisi pembagian wilayah kecamatan tersebut akan terus diupayakan penataannya agar tercipta keseimbangan antara jumlah desa di masing-masing kecamatan, sehingga luas wilayah dan potensi sumber daya alam dan kondisi demografi dapat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas, baik bidang pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat. Mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan diarahkan pada paradigma pemerintahan yang baik (Good
52
Governance),
dimana
akan
mengedepankan
aplikasi
tugas
dan
fungsi
pemerintah dalam mewujudkan aspirasi masyarakat. Mendukung pencapaian hal tersebut diperlukan aparatur pemerintah daerah yang memadai baik dari aspek jumlah yang proporsional maupun aspek kualitas yang profesional. Adapun kondisi aparatur Pemerintah Kabupaten Karawang sampai dengan tahun 2004 tercatat sebanyak 13.055 orang, dengan klasifikasi jenjang pendidikan formal S2 sebanyak 49 orang, S1 sebanyak 6.525 orang, Sarjana Muda/D3 sebanyak 1.901 orang, SMA sebanyak 4.116 orang, SMP sebanyak 263 dan selebihnya 201 orang berpendidikan SD. 4.3. Aspek Demografis Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2005 mencapai 1.985.574 jiwa, terdiri dari 1.029.477 jiwa penduduk laki-laki dan 956.097 jiwa penduduk perempuan. Dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,93 persen dan rata-rata kepadatan penduduk (density rate) 1.083 jiwa / km². Komposisi penduduk berdasarkan gender dapat dikatakan seimbang. Pada tahun 2001, dari total jumlah penduduk sebesar 1.831.008 jiwa terdapat 51 persen adalah penduduk laki-laki dan 49% adalah penduduk perempuan. Pada tahun 2005, dari total penduduk sebesar 1.985.574 jiwa, terdapat 52 persen adalah penduduk laki-laki dan 48 persen adalah penduduk perempuan. Dari perkembangan selama lima tahun tersebut diperoleh laju pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 2,81 persen dibandingkan laju pertumbuhan penduduk perempuan yang hanya sebesar 1,25 persen. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 3 :
53
Gambar 3. Jumlah Penduduk Kab. Karawang menurut Gender, 2001-2005 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 2001
2002
2003
Laki - Laki
Perempuan
2004
2005
To tal
Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2006.
Tercatat bahwa jumlah penduduk laki-laki terbesar pada kelompok umur 10 - 14 tahun sebesar 112.969 jiwa atau 10,97 persen dari total penduduk lakilaki. Sedangkan pada penduduk perempuan jumlah terbesar pada kelompok umur 30 -34 sebesar
94.454 jiwa atau 9,88 persen dari total penduduk perempuan.
Sedangkan dari sisi kelompok usia produktif jumlah terbesar penduduk laki-laki pada kelompok usia 15 - 19 tahun sebesar 112.109 jiwa atau 14,45 persen dari total penduduk laki-laki usia produktif dan perempuan pada kelompok usia 30-34 tahun sebesar 94.454 jiwa atau 12,80 persen dari total penduduk perempuan usia produktif, sebagaimana terurai dalam Gambar 4 : Gambar 4. Piramida Penduduk, 2005
75 + 70 - 74 65 - 69 60 - 64 55 -59 50 - 54 45 - 49 40 - 44 35 -39 30 - 34 25 - 29 20 - 24 15 - 19 10 - 14 5-9 0-4 150, 000
100, 000
50, 000
Laki-laki
0
50, 000
100, 000
150, 000
Perempuan
Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2006
54
Berdasarkan komposisi piramida penduduk dapat dilihat angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebagai perbandingan penduduk usia produkstif 15-64 tahun (diukur dari penduduk usia kerja) dengan penduduk usia tidak produktif (usia < 15 tahun – > 64 tahun). Pada tahun 2005 nilai dependency ratio menunjukan angka 50,00 yang berarti bahwa dari seratus orang usia produktif menanggung beban sekitar 50 orang yang tidak produktif. Jika dibandingkan dengan angka dependency ratio pada tahun 2004 sebesar 52,12 (100 orang menanggung beban sekitar 52 orang) sehingga memperlihatkan perubahan tingkat beban ketergantungan yang semakin baik. 4.4. Aspek Sosial Budaya Keadaan geografis dan fisik Kabupaten Karawang yang terbagi dalam 3 (tiga) kluster tentu akan berpengaruh terhadap kondisi karakteristik sosial budaya masyarakat Karawang. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel berikut : Tabel 4.
Karakteristik Sosio Kultural Masyarakat Karawang Menurut
Kluster Pegunungan, Dataran dan Pantai PEGUNUNGAN
DATARAN
PANTAI
Perilaku : Budaya paternalistic masih kental (Sikap hormat kepada Tokoh agama (Ulama dan ajengan) sehingga memuncul kan sikap pengkultusan (Tumut ka Ajengan Ngala Barokah)
Perilaku : Lebih terbuka dan kompleks sehingga budaya paternalistic mulai luntur dan digantikan dengan munculnya figure-figure yang berasal dari pengaruh media (Televisi). Ketokohan yang ada lebih bersifat formal dan birokrasi (Camat, Lurah) serta mantan pejabat. Budaya : Sifat kegotongroyongan mulai luntur dan sikap individualisitis mulai terasa. (hajatan dilaksanakan digedung, urunan untuk kematian dan kegiatan sosial keagamaan sudah diorganisir melalui RT,RW) Pola Konsumsi : Lebih konsumtif oleh karena keberadaan pusat-pusat perbelanjaan (mall, pasar modern)
Perilaku : Budaya paternalistic lebih kental terutama terhadap tokoh-tokoh yang dinilai menguasai sumber daya ekonomi (juragan, Bandar) dan tokoh-tokoh yang diyakini memiliki kesaktian (jawara).
Budaya : Sifat kegotongroyongan masih kental dalam hal-hal yang bersifat umum seperti ; hajatan, kematian, acara keagamaan, mengolah sawah, kebun dll. (Sapapait Sama Manis Sabagja Sacilaka) Pola Konsumsi : Lebih hemat dan memanfaatkan hasil alam yang ada disekitarnya ( Angeun Roay Ngeunah anak Roay hente Ngeunah)
Budaya : Sifat kegotongroyongan mulai luntur digantikan dengan sifat kompetisi yang kental dalam mencari mata pencaharian (melaut).
Pola Konsumsi : Lebih konsumtif dan royal akibat dipengaruhi oleh budaya setempat yang mengutamakan gengsi (bajidor, saweran, tayuban)
55
Pola Pikir : Lebih maju karena sudah memikirkan investasi dibidang pendidikan baik formal (sekolah umum) maupun pendidikan keagamaan melalui ; Pesantren dan madrasah.
Pola Pikir : Lebih maju karena lebih dan mementingkan investasi dibidang pendidikan.
Pola Hidup Bersih : Memanfaatkan sumber air bersih dari pegunungan melalui jaringan pipa ke rumahtangga.
Pola Hidup Bersih : Sudah menggunakan fasilitas air bersih secara teratur (PDAM, Jet Pump, ledeng) sehingga lebih terjaga
Mata Pencaharian : Sebagian besar adalah petani sawah tanah tadah hujan dan peladang (secara sub sisten ; hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri). Selain itu penduduk juga memanfaatkan potensi-potensi alam (batu, bamboo, kapur) sebagai tambahan penghasilan. Bahasa : Bahasa yang digunakan lebih halus dan santun serta ramah dalam berkomunikasi.
Mata Pencaharian : Lebih beragam dan terkonsentrasi pada bidang jasa, perdagangan dan industri (karyawan).
Bahasa : Bahasa yang digunakan lebih beragam karena pengaruh asimilasi penduduk pendatang.
Bahasa : Bahasa yang digunakan campuran Sunda dan jawa pesisir (jawareh) sehingga terdengar lebih kasar.
Pola Pikir kesehatan Lebih dominan memanfaatkan jasa orang pintar (dukun, paraji) daripada ke sarana kesehatan
Pola Pikir Kesehatan Lebih moderen karena telah memanfaatkan sarana kesehatan dan tenaga profesional yang ada (dokter, bidan, puskesmas, RSU)
Pola Pikir Kesehatan Lebih dominant memanfaatkan jasa orang pintar dan sebagian kecil saja menggunakan tenaga medis professional.
Pola Pikir : Kurang memperhatikan investasi dibidang pendidikan karena pengaruh orientasi jangka pendek pada pemenuhan penghasilan. (anak-anak usia sekolah diajak melaut oleh orang tuanya) Pola Hidup Bersih : Memanfaatkan sumber-sumber air yang mengalir kearah muara yang kondisinya sudah tercemar sehingga sangat beresiko bagi kesehatan (MCK di sungai dan di tambak) Mata Pencaharian : Sebagian besar adalah nelayan dan petani budiadaya (tambak, payau)
Sumber : Hasil diskusi Multi - Stakeholders dalam Penyusunan PED PPK-IPM, 2005.
4.5. Aspek Sosio-Ekonomi Kondisi aspek sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Karawang secara umum dapat langsung mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat dari aspek mata pencaharian pokok penduduk, dimana diperoleh Gambaran bahwa sebagain besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani / buruh tani, selebihnya sebagai wiraswasta di bidang jasa dan perdagangan serta buruh. Kondisi tersebut mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan sebagian wilyah Kabupaten Karawang ke arah non agraris disebabkan banyaknya lahan-lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk. Selain
hal
tersebut,
perkembangan
aspek
ekonomi
masyarakat
dipengaruhi pula oleh perkembangan Kabupaten Karawang yang sebagian
56
ditetapkan sebagai kawasan dan zone industri, termasuk berdampak terhadap beberapa kawasan sebagai pusat pengembangan sektor jasa dan perdagangan dengan kondisi orbitasi Kabupaten yang relatif dekat dengan Ibu Kota Negara. Gambar 5. Mata Pencaharian Penduduk Menurut Clustering Wilayah 80% 60% 40% 20% 0% Pertanian
Industri Pengunungan
Perdagangan Dataran
Jasa dan Lainnya
Pantai
Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2005.
Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk bekerja pada sektor industri lebih banyak berada pada wilayah pedataran yang merupakan daerah pertumbuhan kawasan industri, perdagangan dan pemukiman. Sedangkan pada kluster pegunungan dan pantai, jumlah penduduk bekerja lebih banyak terserap pada sektor pertanian. Khusus wilayah pantai sektor pertanian ditambah dengan sektor perikanan yang terkonsentrasi pada wilayah pesisir.
57
V. GAMBARAN SINGKAT PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI BIDANG PENDIDIKAN KHUSUSNYA KEGIATAN KEAKSARAAN
5.1. Kronologis Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan di Kabupaten Karawang Berkaitan dengan upaya akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah meluncurkan Program Pendanaan Kompetisi berbasis Indeks Pembangunan Manusia berupa bantuan dana program untuk Kabupaten Karawang sebesar 15 milyar per tahun selama 2 tahun anggaran. Tujuan program tersebut yaitu dalam rangka mencapai IPM Jawa Barat mencapai IPM 80 yaitu disejajarkan sebagai propinsi sejahtera pada tahun 2010. Adapun muatan program berupa kegiatan yang bersentuhan dengan peningkatan indikator IPM bidang kesehatan, bidang pendidikan dan daya beli masyarakat. Asumsi dari program tersebut adalah apabila IPM kabupaten meningkat, maka tentunya akan meningkatkan IPM Propinsi Jawa Barat. 5.2. Susunan Personalia, Tugas Pokok dan Prinsip Pengelolaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional Prinsip
pengelolaan
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
PPK-IPM
Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut : 1) Satlak PPK-IPM Provinsi berkewajiban untuk malakukan pembinaan dan pengawasan/pengendalian atas pelaksanaan Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Karawang. 2) Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang berkewajiban melaksanakan kegiatan Keaksaraan Fungsional yang didanai melalui PPK-IPM dengan baik untuk mencapai indikator kinerja yang telah disepakati.
58
3) Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang melakukan koordinasi dan kerjasama sinergis dalam pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional. 4) Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang menetapkan standar-standar atau kerangka acuan kerja/petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang lebih detail untuk kegiatan Keaksaraan Fungsional yang dilaksanakan. Untuk
meningkatkan
efektifitas
dan
cakupan
sasaran
dalam
penanganan warga belajar dan target pencapaian yang ingin dicapai maka disusun pengorganisasian kelompok warga belajar kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM dapat dilihat pada Gambar 6 : Gambar 6. Organisasi Kelompok Sasaran Kegiatan Keaksaraan Fungsional
Satlak PPK Bid. Pendidikan
PKBM
Bendahara
Bidang Tutor
Tim Teknis/ Praktisi PLS
Sekretaris
Bidang Kurikulum
Bidang Bahan Ajaran ATK
Masyarakat Warga Belajar Sumber : Satlak PPK-IPM, Tahun 2007.
Dari
bagan
organisasi
kelompok
sasaran kegiatan keaksaraan
fungsional di atas, terlihat bahwa penanggungjawab pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu ketua PKBM dengan dibantu oleh sekretaris dan bendahara serta para ketua bidang
termasuk bidang ATK/bahan pelajaran.
59
Masing-masing ketua bidang membawahi kelompok belajar yang selanjutnya langsung ke sasaran yaitu warga belajar. Adapun tugas pokok pelaksana kegiatan Keaksaraan Fungsional adalah sebagai berikut : 1)
Satlak PPK-IPM Bidang Pendidikan a. Menetapkan kebijakan umum dalam pelaksanaan program bidang pendidikan b. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan program bidang pendidikan c. Memberikan arahan kebijakan yang bersifat normatif sebagai bahan masukan untuk ketua pelaksana dan penaggungjawab program bidang pendidikan d. Mendukung
kelancaran
pelaksanaan
kegiatan
program
bidang
pendidikan. 2) Ketua PKBM a. Membuat perencanaan tentang koordinasi pelaksanaan program keaksaraan fungsional b. Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan para unit kegiatan c. Memantau pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan yang dilaksanakan oleh para unit kegiatan d. Memberikan pengarahan kepada para unit kegiatan e. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan yang dilaksnakan oleh para unit kegiatan f.
Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan
g. Menyampaikan laporan kepada ketua Satlak PPK-IPM.
60
3)
Sekretaris PKBM a. Melaksanakan tugas-tugas sekretariatan yang meliputi administrasi keuangan dan administrasi kegiatan b. Menyusun rencana kegiatan program keakaraan fungsional c. Menyusun laporan bulanan insidental apabila diperlukan serta lporan akhir. d. Melaksanakan tugas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan program keaksaraan fungsional.
4)
Bendahara PKBM a. Melaksanakan pembukuan keuangan pada buku umum dan buku kas bantu b. Menyimpan dokumentasi bukti-bukti pemasukan dan pengeluaran c. Melaksanakan pembayaran pengeluaran ata biaya sesuai dengan rencana dan kebutuhan dengan persetujuan ketua d. Melaksnakaan evaluasi dan membuat pelaporan e. Menyampaikan laporan kepada ketua f.
Melaksanakan tugas lainnya yang berhubungan dengan kegiatan program keaksaraan fungsional.
5) Ketua Bidang Tutor a. Melakukan kegiatan pelatihan tutor keaksaraan fungsional b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran program keaksaraan fungsional c. Melaksanakan kegiatan penilaian program keaksaraan fungsional d. Menyusun laporan kegiatan keaksaraan fungsional 6) Ketua Bidang Kurikulum a. Menyusun materi dan bahan ajar program keaksaraan fungsional b. Mengembangkan
pendekatan
pembelajaran
program
keaksaraan
fungsional
61
c. Mengembangkan
metode
pembelajaran
program
keaksaraan
fungsional 7) Ketua Bidang Bahan Ajar dan ATK a. Mengembangkan berbagai media pembelajaran program keaksaraan fungsional b. Menyediakan
berbagai
bahan
belajar
pembelajaran
program
keaksaraan fungsional
Dengan susunan pengurus Organisasi kelompok sasaran Kegiatan keaksaraan fungsional tersebut, maka kegiatan pengentasan buta aksara selain dapat secara optimal mencakup seluruh sasaran yang telah ditetapkan, juga diorientasikan secara kualitatif dapat memberikan dampak terhadap warga belajar berkaitan dengan pemahaman. 5.3. Mekanisme dan Tata Cara Pencairan Bantuan Mekanisme pengambilan atau pencairan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang pada prinsipnya dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Tim reviewer, pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional telah memenuhi kriteria kelayakan yaitu kegiatan tersebut telah mengarah secara sinergis kepada pencapaian sasaran kegiatan. b. Berdasarkan keabsahan penatausahaan dan pertanggungjawaban dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM dari hasil pengujian/verifikasi oleh Tim Administrasi Keuangan Satlak PPK-IPM Provinsi Jawa Barat.
62
Adapun tahapan mekanisme dan proses pencairan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Satlak PM-PM Kabupaten/kota menyampaikan permohonan pencairan dana PPK-IPM yang dilampiri rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana PPK-PM (Format pencairan dana) kepada Bupati/walikota.
2.
Bupati/Walikota menyampaikan permohonan pencairan dana PPK-IPM kepada Gubernur lawa Barat dan ditembuskan kepada Satlak PPK-IPM Provinsi yang dilampiri kuitansi penerimaan yang ditanda tangani dan cap Bupati/Walikota serta rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana PM-PM (Format Pencairan Dana);
3.
Satlak PPK-IPM Provinsi melakukan verifikasi dokumen pencairan dana tahap kesatu yang diusulkan oleh Kabupaten/kota serta menyampaikan hasil telahaan permohonan pencairan kepada Gubernur;
4.
Gubernur memberikan persetujuan permohonan pencairan dari Kab./Kota dan disampaikan/didisposisi kepada Sekretaris Daerah Provinsi/Kepala Biro Kewrigan Setda Provinsi;
5.
Sekretarts
Daerah
perintah/disposisi
Provinsi/Kepala
kepada
Biro
Bendahara
Keuangan
Bantuan
memberikan
Keuangan
untuk
merealisasikan pencairan bantuan. 6.
Bendahara Pembayaran
bantuan (SPP)
keuangan kepada
menyampaikan
Pengguna
Surat
Anggaran
Permintaan
meialui
Pejabat
Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD (Bagian Keuangan Setda) 7.
PPK-SKPD
(Bagian
Keuangan
Setda)
menerbitkan
Surat
Perintah
Membayar (SMP) dan disampaikan kepada Biro Keuangan untuk diterbitkan SP2D. 8.
Biro keuangan menerbitkan surat perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Kas Daerah Provinsi;
63
9.
Kas
Daerah
Provinsi
transfer
rekening
ke
rekening
Kas
Daerah
Kabupaten/Kota. Mekanisme tersebut selain memperlihatkan tahapan dari proses pencairan dana sekaligus memperlihatkan proses monitoring dan evaluasi dari setiap tahap pencairan, dimana secara ringkas dapat terlihat pada Gambar 7 : Gambar 7. Bagan Alur Penyampaian SPP, Penerbitan SPM dan SP2D PPKIPM Rekomendasi
SATLAK PPK-IPM PROPINSI
Persetujuan
3
GUBERNUR
2
2
4
SEKRETARIS DAERAH KARO KEUANGAN
5
Perintah/Disposisi
BUPATI
1
SATLAK PPK-IPM KABUPATEN
BENDAHARA BANTUAN KEUANGAN
6
SPP
PPK SKPD KABAG. KEU. SETDA 7
SPM
KARO KEUANGAN SETDA 8
SP2D
KAS DAERAH PROPINSI
9
Transfer
KAS DAERAH KABUPATEN Keterangan : SPP
: Surat Permohonan Pembayaran
SPM
: Surat Perintah Pembayaran
SP2D
: Surat Perintah Pencairan Dana
64
Sedangkan berkaitan dengan pencairan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan dimana tahap I sebesar 30 persen, tahap II sebesar 50 persen dan tahap III sebesar 20 persen. Adapun mekanisme pencairannya secara singkat terGambar sebagai berikut : 1. Pada tahap I sebesar 30 persen, sebagaimana mekanisme berikut : a. Satlak PM-PM Kabupaten/kota menyampaikan permohonan pencairan dana PPK-IPM yang dilampiri rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan
dana
PPK-PM
(Format
pencairan
dana)
kepada
Bupati/walikota. b. Bupati/Walikota menyampaikan permohonan pencairan dana PPK-IPM kepada Gubernur lawa Barat dan ditembuskan kepada Satlak PPK-IPM Provinsi yang dilampiri kuitansi penerimaan yang ditanda tangani dan cap Bupati/Walikota serta rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana PM-PM (Format Pencairan Dana); c. Satlak PPK-IPM Provinsi melakukan verifikasi dokumen pencairan dana tahap kesatu yang diusulkan oleh Kabupaten/kota serta menyampaikan hasil telahaan permohonan pencairan kepada Gubernur; d. Gubernur memberikan persetujuan permohonan pencairan dari Kab./Kota dan disampaikan/didisposisi kepada Sekretaris Daerah Provinsi/Kepala Biro Kewrigan Setda Provinsi; e. Sekretaris
Daerah
perintah/disposisi
Provinsi/Kepala
kepada
Bendahara
Biro
Keuangan
Bantuan
memberikan
Keuangan
untuk
merealisasikan pencairan bantuan. f.
Bendahara
bantuan
keuangan
menyampaikan
Surat
Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Pengguna Anggaran meialui Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD (Bagian Keuangan Setda)
65
g. PPK-SKPD (Bagian Keuangan Setda) menerbitkan Surat Perintah Membayar (SMP) dan disampaikan kepada Biro Keuangan untuk diterbitkan SP2D. h. Biro keuangan menerbitkan surat perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Kas Daerah Provinsi; i.
Kas Daerah Provinsi transfer rekening ke rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pencairan Dana Tahap II sebesar 50 persen (lima puluh persen), dengan ketentuan : a. Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang menyampaikan permohonan pencairan dan PPK-IPM tahap kedua yang dilampiri rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM kepada Bupati Karawang setelah mendapat rekomendasi dari Satlak PPK-IPM Provinsi dan Tim Reviewer yang telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap target kinerja mencakup penyerapan anggaran dan perkembangan pelaksanaan fisik kegiatan tahap kedua. b. Bupati Karawang mengajukan dokumen pencairan dana tahap kedua PPK-IPM kepada Gubernur dan ditembuskan kepada Satlak PPK-IPM Provinsi yang dilampiri kuitansi penerimaan yang ditandatangani dan cap Bupati Karawang serta rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM setelah mendapat rekomendasi dari Satlak PPK-IPM Provinsi dan Tim Reviewer yang telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap target kinerja mencakup penyerapan dana dan perkembangan pelaksanaan fisik kegiatan tahap kedua.
66
c. Satlak PPK-IPM Provinsi melakukan verifikasi dokumen pencairan dana tahap kedua - yang diusulkan oleh Kabupaten Karawang serta menyampaikan hasil telahaan permohonann Pencairan kepada Gubernur; d. Gubernur memberikan persetujuan permohonan pencairan dari Kab. Karawang
dan
disampaikan/didisposisi
kepada
Sekretaris
Daerah
Provinsi/Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi; e. Sekretaris
Daerah
perintah/disposisi
Provinsi/Kepala
kepada
Bendahara
Biro
Keuangan
Bantuan
memberikan
Keuangan
untuk
merealisasikan pencairan bantuan. f.
Bendahara
bantuan
keuangan
menyampaikan
Surat
Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Pengguna Anggaran melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD (Bagian Keuangan Setda) g. PPK-SKPD (Bagian Keuangan Setda) menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan disampaikan kepada Biro Keuangan untuk diterbitkian SP2D. h. Biro keuangan menerbitkan surat perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Kas Daerah Provinsi. i.
Kas Daerah Provinsi transfer rekening ke rekening Kas Daerah Kabupaten Karawang.
3. Pencairan Dana Tahap ketiga sebesar 20 persen (dua puluh persen) dengan ketentuan : a. Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang menyampaikan permohonan pencairan dan PPK-IPM tahap ketiga yang dilampiri rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM kepada Bupati Karawang setelah mendapat rekomendasi dari Satlak PPK-IPM Provinsi dan Tim Reviewer yang telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap target kinerja mencakup penyerapan anggaran dan perkembangan pelaksanaan fisik kegiatan tahap kedua.
67
b. Bupati Karawang mengajukan dokumen pencairan dana tahap ketiga PPK-IPM kepada Gubernur dan ditembuskan kepada Satlak PPK-IPM Provinsi yang dilampiri kuitansi penerimaan yang ditandatangani dan cap Bupati Karawang serta rekapitulasi daftar perincian rencana penggunaan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM setelah mendapat rekomendasi dari Satlak PPK-IPM Provinsi dan Tim Reviewer yang telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap target kinerja mencakup penyerapan dana dan perkembangan pelaksanaan fisik kegiatan tahap ketiga. c. Satlak PPK-IPM Provinsi melakukan verifikasi dokumen pencairan dana tahap
ketiga
yang
diusulkan
oleh
Kabupaten
Karawang
serta
menyampaikan hasil telaahan permohonan Pencairan kepada Gubernur; d. Gubernur memberikan persetujuan permohonan pencairan dari Kab. Karawang
dan
disampaikan/didisposisi
kepada
Sekretaris
Daerah
Provinsi/Kepala Biro Keuangan Setda Provinsi; e. Sekretaris
Daerah
perintah/disposisi
Provinsi/Kepala
kepada
Bendahara
Biro
Keuangan
Bantuan
memberikan
Keuangan
untuk
merealisasikan pencairan bantuan. f.
Bendahara
bantuan
keuangan
menyampaikan
Surat
Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Pengguna Anggaran melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD (Bagian Keuangan Setda) g. PPK-SKPD (Bagian Keuangan Setda) menerbitkan Surat Perintah Membayar (SMP) dan disampaikan kepada Biro Keuangan untuk diterbitkan SP2D. h. Biro keuangan menerbitkan surat perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Kas Daerah Provinsi; i.
Kas Daerah Provinsi transfer rekening ke rekening Kas Daerah Kabupaten Karawang.
68
Dengan mekanisme dan proses pencairan tersebut, secara teknis pengelolaan keuangan dan administrasi dilaksanakan oleh bendahara satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang dengan dibantu pembantu bendahara dengan mempunyai tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan/membayar dalam arti mendistribusikan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM kepada PenanggungJawab Program (PjP) bendahara kegiatan cek sesuai jumlah permintaan pencairan dana yang diajukan kegiatan tersebut telah mendapat persetujuan dari Ketua Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang. 5.4. Kondisi Awal SDM Masyarakat Kabupaten Karawang Menjelang Pelaksanaan Program Pendanaan Kompetisi Bidang Pendidikan Gambaran umum berkaitan dengan ketentuan pelaksanaan PPK-IPM, memberikan dasar pemahaman bahwa pelaksanaan kegiatan khususnya bidang pendidikan diorientasikan bahwa aspek kreativitas dan produktivitas sangat berpengaruh untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM). Orientasi tersebut mendasari kebijakan pembangunan Sumber Daya manusia yang kreatif dan
produktif
dengan
ukuran
bahwa
masyarakat
berpendidikan
akan
menampilkan hasil kerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Secara fisik pembangunan di Kabupaten Karawang, berjalan secara dinamis dan pesat melalui prioritas pembangunan di 4 sektor pembangunan, yaitu : pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur. pada saat ini kondisi pembangunan di kabupaten Karawang telah berjalan secara maksimal, tapi disisi lain bahwa ketertinggalan di bidang poverty (kemiskinan), ignorency
(keterbelakangan),
ekonomi,
akses
pendidikan
dan
budaya
masyarakat pada saat ini masih belum dapat mengimbangi pesatnya pembangunan di bidang fisik sehingga masalah-masalah di bidang pendidikan terus menjadi persoalan tesendiri bagi Kabupaten Karawang. Kondisi yang terjadi
69
sesuai fakta, khususnya dalam bidang pendidikan dapat di1lihat pada indikator, sebagai berikut : a.
Angka kemiskinan masih tinggi (30,65, kondisi tahun 2006)
b.
Angka pengangguran masih tinggi (68.210 jiwa, kondisi 2006)’
c.
Masih banyaknya warga masyarakat tidak mempunyai keterampilan,
d.
Banyak warga masyarakat tidak mempunyai penghasilan tetap,
e.
Rata-rata lama sekolah , baru mencapai 6,9 tahun
f.
Angka Melek Huruf (AMH) 88,60%. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas sebesar 1.614.596 jiwa, terdapat
jumlah sebesar 546.333 jiwa atau 33,84 persen hanya lulusan SD/MI. Bahkan sebesar 434.892 jiwa atau 26,94 persen tidak tamat SD dan sebesar 190.442 atau sekitar 11,80 persen tidak bersekolah. Kondisi ini sangat ironis dengan status Kabupaten Karawang yang merupakan sebuah Kota industri dengan lokasi wilayah yang dekat dengan ibukota negara, namun kualitas SDM yang dimilikinya masih dalam taraf jenjang sekolah dasar. Dapat terlihat dalam Gambar 8 sebagai berikut : Gambar 8. Penduduk usia 10 th ke atas menurut ijazah tertinggi yang dimiliki
400,000 293, 400
300,000
252, 933 218, 279
216, 613
200,000 133, 989
100,000
127, 304
114, 722
133, 363
56, 453
67, 540
0
Tdk/ blm Sklh
Tidak/ blm
SD/ MI
SLTP/ MTs
>SLTA
t mt SD
Laki-laki
Perempuan
Sumber : BPS Kabupaten Karawang, 2005.
Data tersebut juga merupakan Gambaran mengenai rata-rata lama sekolah masyarakat Karawang yang masih dalam jenjang pendidikan dasar. Jika dikaitkan dengan keberadaan sector industri, maka kondisi ini sangat tidak
70
menguntungkan bagi masyarakat sendiri, sebab kebutuhan tenaga kerja yang ada pada sektor industri mengutamakan kualitas SDM yang lebih baik dengan kemampuan adaptasi pada penggunaan mesin-mesin modern. Apalagi dalam menghadapi era globalisasi, yang mengutamakan persaingan maka menuntut kompetensi SDM yang berdaya saing. Kondisi tersebut diatas memiliki korelasi yang cukup signifikan dengan keberadaan lembaga pendidikan yang ada, di Kabupaten Karawang sampai dengan Januari 2006 terdapat 1.298 lembaga pendidikan formal dari tingkatan TK sampai dengan SLTA, dengan jumlah siswa sebanyak 334.779 siswa, yang dilayani oleh guru sebanyak 12.343 guru, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5.
Jumlah Sekolah, Siswa dan Guru Tahun 2006 Siswa
Sekolah
Jumlah Guru
No
Jenjang
1
TK
88
3652
3740
1
76
77
439
2
SD
228.339
3.719
232.058
1.046
16
1.062
5.927
3
SLTP
53.271
8.825
62.096
57
32
89
2.598
4
SMA
14.412
5.077
19.489
17
15
32
2.172
SMK
3.275
14.121
17.396
3
35
38
1.207
Jumlah
299.385
35.394
334.779
1.124
174
1.298
12.343
5
Negeri
Swasta
Jumlah
Negeri
Swasta
Jumlah
Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Karawang, 2006
Selanjutnya
akan
dikemukakan
tentang
pertambahan
lembaga
pendidikan di Kabupaten Karawang dari tahun 2002 sampai tahun 2006, sebagai berikut : Tabel 6. Sebaran Pertambahan Lembaga Pendidikan Jenjang SD/MI-SLTP/ MTs Tahun 2002 – 2006 NO
JENJANG
JUMLAH
PROSENTASE
1
SD
- 15
-0,71
2
SLTP
20
12
3
SMU
0
0
4
SMK
0
0
JUMLAH
5
12,71
Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Karawang, 2006
71
Data tersebut di atas menunjukan terdapat rata-rata pertumbuhan jumlah
sekolah
sebanyak
12,71
persen
dalam
lima
tahun
,
hal
ini
mengindikasikan pertambahan lembaga pendidikan belum mampu menampung usia anak sekolah, aspek ini juga dirasakan sebagai penyebab anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal. Berkaitan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK), serta Angka Partisipasi Murni (APM), selanjutnya akan diungkapkan data APK, dan APM pada tahun 2004 dan 2005, sebagai berikut : Tabel 7.
APK dan APM Tingkat SD sampai SLTA Tahun 2004 - 2005
APK
APM
JENJANG 2004
2005
KENAIKAN
2004
2005
KENAIKAN
SD/MI
98,36
102,46
4,10
83,12
89,95
6,83
SLTP/MTs
66,01
69,11
3,10
52,35
55,98
3,63
SLTA/MA
31,93
34,60
2.67
23,22
26,80
3,58
Sumber : Dinas Pendidikan Kab.Karawang, 2006
Dengan memperhatikan data di atas, maka kondisi pendidikan di Kabupaten Karawang cukup memprihatinkan, diperlukan upaya-upaya yang sistematis untuk meningkatkan bidang pendidikan yang melibatkan semua komponen yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan bidang pendidikan di Kabupaten Karawang. Dalam rangka mengatasai persoalan dalam bidang pendidikan Pemerintah Kabupaten Karawang terus mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi persoalan yang ada, dengan terus mencari subtansi persoalan, diantaranya memperbesar anggaran pendidikan melalui APBD, serta membuka akses kepada dunia usaha, dunia industri, maupun membuat usulan-usulan penambahan program ke provinsi maupun pusat untuk mendongkrak pencapaian IPM, khususnya dalam dunia pendidikan. Upaya Pemerintah Kabupaten Karawang ditindaklanjuti dengan membuat program-program yang menyentuh
72
pada subtansi penyelesaian masalah. Seperti program Gerakan Pemberatasan Buta Aksara (Gertas Buta), dengan kegiatannya adalah Pengembangan PKBM Plus, penyelenggaraan keaksaran fungsional dan penyelenggaraan kesetaraan. Keadaan ini menggambarkan terjadinya proses dinamisasi dalam jajaran
Pemerintah
Kabupaten
Karawang,
untuk
terus
menerus
mensosialisasikan konsep peningkatan bidang pendidikan. Para pejabat sebagai Policy Maker mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai kegiatan yang
berhubungan
dengan
bidang
pendidikan,
penyerahan
sebagaian
wewenang dalam bidang pendidikan ke Kabupaten/Kota, komitmen Bupati terpilih tahun 2005 yang mempriotitas bidang pendidikan menjadi inspirasi para policy maker dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan pendidikan. Daya saing masyarakat Kabupaten Karawang antara penduduk pribumi dengan pendatang pada saat ini terlihat sangat timpang. Kabupaten Karawang didatangi oleh masyarakat pendatang yang bertujuan mencari pekerjaan pada kawasan-kasawan industri yang tersebar, menambah gairah perekonomian dan industri maju dengan pesat. Namun pada kenyataannya masyarakat Karawang masih terkungkung ditengah kemiskinan dan kualitas SDM yang rendah (dengan RLS 7,70 tahun) pada tahun 2006. Dengan letak yang sangat strategis karena merupakan daerah yang mempunyai akses langsung dengan Ibukota negara serta dilalui oleh akses tol yang menghubungkan wilayah-wilayah ekonomi nasional (Bandung dan Jakarta) dalam dinamika pertumbuhannya, kabupaten Karawang tumbuh menjadi sebuah kawasan yang menitikberatkan pada pengembangan industri berskala nasional dan internasional. Hal ini ditetapkan dengan terbitnya Keppres 53 tahun 1993 tentang penetapan Kabupaten Karawang sebagai daerah industri. Adapun permasalahan pendidikan di kabupaten Karawang pada dasarnya disebabkan karena tingginya angka buta aksara yang mencapai 117.710 jiwa dengan angka melek huruf (AMH) 90,50 dan rata-rata lama sekolah
73
baru mencapai 7,70 tahun. Hal ini menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut mengakibatkan multiplier effect di bidang kesehatan dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang rendah dan pola pikir yang sederhana sehingga mempengaruhi produktivitas di bidang ekonomi. Kondisi ini harus diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dengan langkah-langkah yang terkoordinasi, sinergis, effisien dan efektif. Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut diperkuat dengan kondisi riil di lapangan maka penyelenggaraan program keaksaraan fungsional menjadi salah satu solusi peningkatan SDM di kabupaten Karawang. Tujuan yang ingin dicapai adalah dalam kegiatan tersebut adalah agar budaya dan kesadaran masyarakat dapat memprioritaskan pendidikan, kemampuan ekonomi masyarakat meningkat dan mata pencaharian masyarakat yang mayoritas bergerak di sektor informal dengan kondisi keahlian rendah dan terbatas,dapat ditingkatkan. Kondisi perhatian pada bidang pendidikan mulai terbentuk pada para policy maker di jajaran Pemda Kabupaten Karawang, bentuk konkrit mulai terwujudnya keadaan sadar pendidikan tersebuat antara lain : (1) secara terus menerus diadakan peninjauan kembali dan mereformasi aspek-aspek kebijakan yang masih mencerminkan kurangnya perhatian pada dunia pendidikan; (2) peningkatan sosialisasi secara terencana dan berkesinambungan tentang pentingnya pendidikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (3) mencari peluang pendaan untuk meningkatkan bidang pendidikan di Kabupaten Karawang, (4) membuka akses kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri untuk lebih peduli pada bidang pendidikan. Gambaran
kondisi
awal
serta
arah
dan
orientasi
kebijakan
pembangunan sektor pendidikan di Kabupaten Karawang mendasari penetapan indikator kinerja pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional pada PPK-IPM yang diorientasikan pencapaian Outcome sasaran sebagaimana Tabel berikut :
74
Tabel 8.
Indikator Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan TAHUN
No
Indikator Kinerja
Satuan 2007
1.
Output Terlayaninya 7.500 warga masyarakat yang buta huruf melalui program keaksaraan fungsional
2.
Outcome Meningkatnya huruf (AMH) Karawang
angka melek di kabupaten
2008
2010
Warga Belajar Kecamatan Tutor
7.500 11 375
8.000 11 400
10.000 11 500
Warga Belajar Kecamatan Tutor
7.500 11 375
8000 11 400
10000 11 500
Untuk mengetahui pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat Kabupaten
Karawang dengan melihat kondisi awal
pendidikan masyarakat yang memprihatinkan untuk mendapatkan prioritas dalam program PPK IPM bidang pendidikan khususnya melalui kegiatan keaksaraan fungsional sebagaimana hasil jawaban angket dalam Tabel 9 sebagai berikut : Tabel 9.
Pentingnya Peningkatan SDM melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Prioritas untuk Dilaksanakan oleh Satuan Pelaksana PPK IPM
No
Pernyataan
Jumlah Nilai yang Diperoleh
Jumlah Nilai yang ditetapkan
Prosentase
1
Melihat kondisi awal masyarakat Kabupaten Karawang pendidikannya sangat rendah, hal ini perlu mendapatkan prioritas untuk segera dilakukan peningkatan SDM dalam program PPK IPM melalui kegiatan keaksaraan fungsional (KF).
115
125
92%
Tingginya buta aksara menjadi alasan bagi Satlak PPK IPM untuk meningkatkan SDM masyarakat Karawang melalui kegiatan keaksaraan fungsional.
108
125
86%
Upaya merubah budaya masyarakat Kabupaten Karawang yang kurang memperhatikan pendidikan dirasa sudah optimal dilakukan oleh Pemda
74
125
59%
Rendahnya rata-rata lama sekolah di Kabupaten Karawang diakibatkan oleh masih tingginya DO sehingga menjadi prioritas sasaran kegiatan keaksaraan fungsional.
105
125
84%
Jumlah
402
500
80,4 %
2
3
4
75
Dari Tabel
9, diketahui bahwa melihat kondisi awal masyarakat
Kabupaten Karawang pendidikannya sangat rendah, hal tersebut perlu mendapatkan prioritas untuk segera dilakukan peningkatan SDM dalam program PPK IPM melalui kegiatan keaksaraan fungsional. Pernyataan tersebut ditanggapi oleh Satlak PPK IPM mendapatkan jawaban sebesar 92 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan kedalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Tingginya buta aksara menjadi alasan bagi Satlak PPK IPM untuk meningkatkan
SDM
Masyarakat
Kabupaten
Karawang
melalui
kegiatan
keaksaraan fungsional memperoleh prosentase jawaban sebesar 86 persen. Hal ini apabila diiinterprestasikan kedalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Sedangkan upaya untuk merubah budaya masyarakat Kabupaten Karawang yang kurang memperhatikan pendidikan dirasa telah optimal dilakukan oleh Pemerintah Daerah, ditanggapi oleh Satlak PPK IPM memperoleh prosentase jawaban sebesar 59 persen. Hal ini berarti netral/ ragu apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono. Selanjutnya rendahnya rata-rata lama sekolah di Kabupaten Karawang diakibatkan oleh masih tingginya DO sehingga menjadi
prioritas sasaran
kegiatan keaksaraan fungsional, pernyataan tersebut ditanggapi oleh Satlak PPK IPM memperoleh prosentase jawaban sebesar 84 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berartii setuju. Secara keseluruhan jawaban angket tentang pentingnya peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional merupakan prioritas dilakukan oleh Satlak PPK IPM memperoleh rata-rata prosentase jawaban sebesar
80,4
persen. Hal ini jika diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Dari Gambaran kondisi awal pendidikan masyarakat Kabupaten Karawang yang masih memprihatinkan menjadi prioritas sasaran dalam
76
perencanaan program, dilain pihak
hasil jawaban dari pelaksana program
menunjukan bahwa Satlak PPK IPM bidang pendidikan menyatakan pentingnya peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional merupakan prioritas untuk segera dilaksanakan (rata-rata prosentase jawaban sebesar 80,4 persen, yang berarti sangat setuju). Dari hasil perbandingan menunjukkan kondisi awal masyarakat Kabupaten Karawang pendidikannya sangat rendah, dengan jumlah buta aksara sebanyak 117.710 jiwa maka melalui kegiatan KF telah terentaskan buta aksara sebanyak 15.000 jiwa sehingga perlu dukungan program dan anggaran dari pemerintah dan APBD Kabupaten Karawang secara sinergi untuk akselerasi pengentasan target sasaran kegiatan Keaksaraan Fungsional mengingat jumlahnya masih besar, dilain pihak meningkatkan cakupan pelayanan kegiatan keaksaraan fungsional sehingga lebih optimal.
77
VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL
6.1. Faktor Pendukung Kegiatan Keaksaraan Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran bahwa Pemerintah Kabupaten karawang sangat serius dan konsisten dalam melaksanakan
pembangunan
khususnya
yang
berhubungan
dengan
peningkatan pembangunan pendidikan. Hal tersebut terkait dan didasarkan pada kebijakan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas (1) lembaga kursus (2) lembaga pelatihan (3) kelompok belajar (4) pusat kegiatan belajar masyarakat, dan (5) majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Cakupan pendidikan nonformal meliputi : (1) pendidikan kecakapan hidup (2) pendidikan anak usia dini, (3) pendidikan kepemudaan (4) pendidikan pemberdayaan
perempuan
(5)
pendidikan
keaksaraan,
(6)
pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja (7) pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Kegiatan keaksaraan fungsional (KF) dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar warga masyarakat baik yang termasuk buta aksara, aksarawan baru maupun aksarawan lanjutan. Berdasarkan data BPS tahun 2006 kabupaten Karawang menunjukkan bahwa masih terdapat 117.710 orang yang menyandang buta aksara usia 10 tahun ke atas. Sedangkan yang menjadi concern kita berdasarkan target program PPK-IPM kegiatan Pendidikan Keaksaraan adalah kelompok usia 15-44 tahun yang saat ini jumlahnya masih sekitar 15.000 orang. Masalah
buta
aksara
merupakan
salah
satu
indikator
indeks
pembangunan manusia (IPM) sehingga program pemberantasan buta aksara
78
akan membawa implikasi langsung terhadap meningkatnya IPM di Kabupaten Karawang. Keberhasilan program ini sangat dipengaruhi oleh : 1. Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program pemberantasan buta aksara dan life skills. 2. Memberikan kecakapan hidup (life skills) kepada warga bejajar sehingga dapat memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu untuk meningkatan pendapatan. 3. Kemampuan aparatur dan tutor melalui capacity building.
Berdasarkan hasil studi, warga belajar program KF, terdiri dari dua karakteristik yaitu yang berasal dari buta aksara murni dan drop out SD/MI kelas 1-3 yang masih memerlukan layanan pendidikan keaksaraan sampai memenuhi kompetensi keaksaraan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pada tahap pemberantasan menekankan pada kebutuhankebutuhan belajar secara individu yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung
tingkat
kesempatan
pada
dasar.
Kegiatan
warga
belajar
pada untuk
tahap
pembinaan
memberikan
mengembangkan
kemampuan
fungsionalnya sekaligus meningkatkan keterampilan keaksaraan mereka sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan tahap pelestarian menekankan pada bagaimana membantu warga belajar memperkuat dan mengembangkan kemampuan keaksaraan fungsionalnya, sehingga mereka dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Penentuan arah dan tujuan keaksaraan fungsional, memberikan acuan bagi
pihak
yang
menyelenggarakan
terkait kegiatan
langsung
maupun
Keaksaraan
tidak
Fungsional
langsung PPK-IPM
dalam
sehingga
menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baca, tulis dan berhitung sesuai
79
dengan Standar Kompetensi Keaksaraan (SKK). SKK merupakan seperangkat kompetensi keaksaraan baku yang harus ditunjukkan oleh peserta didik atas dasar hasil belajarnya dalam tiap sub kompetensi keaksaraan (membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia) pada setiap tingkat kemampuan keaksaraan, yaitu tingkat keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan, dan keaksaraan mandiri. SKK ini dirinci ke dalam komponen kompetensi dasar, indikator, serta proses/pengalaman dan hasil belajar. Adapun tujuan kegiatan keaksaraan fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang tahun 2007 adalah sebagai berikut : 1. Membelajarkan masyarakat buta aksara (peserta didik) agar mampu membaca, menulis dan berhitung, serta berbahasa Indonesia; memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang benar-benar bermanfaat bagi peningkatan mutu dan taraf hidupnya. 2. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dihadapi oleh mereka; 3. Melatih warga belajar untuk menggunakan keterampilan dan kompetensi keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Memotivasi peserta didik sehingga mampu memberdayakan dirinya sendiri dengan menggunakan kompetensi keaksaraan. 5. Mengembangkan kemampuan berusaha atau bermata pencaharian sehingga mampu meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. 6. Mengembangkan kemampuan dan minat baca warga belajar sehingga mampu menjadi bagian dari masyarakat gemar membaca dan masyarakat belajar. Anggaran
yang
akan
dialokasikan
pada
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional (life skills) dari dana PPK-IPM sebesar Rp. 2.899.824.000,- dalam satu tahun anggaran.
80
Dalam
pengelolaan
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
PPK-IPM
Kabupaten Karawang masih ditemui masalah teknis sebagai berikut : 1) Pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional tahun 2007 seharusnya bisa dilaksanakan di awal tahun, namun proses perencanaan kegiatan tersebut pada tahun 2007 memakan waktu cukup lama menyebabkan keterlambatan jadwal pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional. 2) Masih kurangnya kesepahaman dalam penetapan aturan penatausahaan keuangan sehubungan ditetapkannya tata cara pengelolaan keuangan PPK IPM yang tidak sepenuhnya mengacu pada Permendagri Nomor 13 tahun 2006. Adapun upaya pemecahan masalah yang dilakukan oleh Satlak PPK IPM adalah sebagai berikut: 1) Aktivitas persiapan kegiatan sudah dilaksanakan, dan berupaya secepatnya menyelesaikan penyempurnaan dokumen perencanaan dan dokumen anggaran. 2) Menyusun dan menetapkan Pedoman Pengelolaan Keuangan PPK-PM Kabupaten Karawang, dengan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional didukung oleh faktor penunjang sebagai berikut : 1. Adanya komitmen dan dukungan yang kuat dari Pemerintah Kabupaten Karawang terhadap program PPK IPM bidang pendidikan khususnya penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional. 2. Alokasi anggaran yang relatif besar selain dari Propinsi Jawa Barat melalui program PPK IPM khusus untuk penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional sebesar 2,9 milyar juga mendapat dukungan dari dana APBD kabupaten.
81
3. Cukup besarnya dukungan dari stokeholder dan masyarakat terhadap penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional. 4. Tumbuhnya peningkatan minat masyarakat terhadap pendidikan 6.2. Faktor Penghambat Kegiatan Keaksaraan Fungsional Selain
faktor
pendukung,
dilain pihak
masih
ditemukan
faktor
penghambat dalam penyelenggaraan kegiatan jalur pendidikan nonformal khususnya kegiatan Keaksaraan Fungsional yang merupakan kelemahan antara lain : 1.
Masih kurangnya koordinasi, yang disebabkan oleh keragaman dan luasnya bidang pendidikan nonformal, khususnya kegiatan Keaksaraan Fungsional yang diselenggarakan oleh PKBM. Warga belajar kegiatan Keaksaraan Fungsional sebanyak 15.000 orang yang tersebar di 11 kecamatan sasaran PPK-IPM memerlukan koordinasi yang baik dan sinergis.
2.
Tenaga
pengelola
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
masih
kurang.
Penyelenggaraan kegiatan Keaksaraan Fungsional di PKBM sebagai salah satu kegiatan pendidikan nonformal sampai saat ini sebagian besar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan nonformal. Keterlibatan mereka dalam program pendidikan nonformal ini didorong oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau karena tugas dari lembaga tempat mereka bekerja. Hal ini memberikan implikasi terhadap profesionalisme pengelolaan pendidikan nonformal, khususnya kegiatan Keaksaraan Fungsional. 3.
Data penyandang buta aksara di Kabupaten Karawang tahun 2006 adalah 117. 710 jiwa. Gambaran ini menunjukan masih banyaknya masyarakat Karawang yang belum dapat membaca dan memerlukan layanan pendidikan yang maksimal.
82
Dengan susunan personalia Satuan Pelaksana Program Pendanaan Kompetisi terdiri dari gabungan Dinas/Instansi terkait, dimana Dinas Pendidikan dan Bapeda sebagai leading sektor dalam pelaksanaannya. Hal ini tentunya memerlukan upaya yang terpadu dari masing-masing anggota Satlak dalam meningkatkan kinerjanya. Adapun untuk mengetahui hasil angket tentang peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan dapat diuraikan sebagaimana Tabel 10, sebagai berikut : Tabel 10. Pengelolaan Peningkatan SDM melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional oleh Satlak PPK IPM
No
Pernyataan
Jumlah Nilai Yang Diperoleh
Jumlah Nilai Yang ditetapkan
Prosentase
1
Komitmen dan perhatian dari Pemerintah kabupaten Karawang khususnya pelaku kegiatan yang tergabung dalam Satlak bidang pendidikan dalam peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan sudah optimal.
98
125
78%
Alokasi anggaran yang cukup besar dan dukungan stokeholder/ masyarakat dapat dimanfatkan untuk meningkatkan kinerja khusunya melalui perekrutan kekurangan tenaga pengelola dan penambahan sasaran warga belajar yang masih besar.
102
125
81,6%
Kurangnya koordinasi dalam pengelolaan kegiatan dapat diatasi oleh setiap anggota Satlak melalui peningkatan sinergitas kegiatan melalui forum rapat koordinasi rutin.
96
125
76,8%
Sosialisasi program yang dilakukan oleh Satlak PPK IPM mampu meningkatkan minat masyarakat terhadap pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan fungsional
92
125
73,6%
Jumlah
388
500
77,6 %
2
3
4
Dari Tabel 10, diketahui bahwa Komitmen dan perhatian dari Pemerintah Kabupaten Karawang khususnya pelaku kegiatan yang tergabung dalam Satlak bidang pendidikan dalam peningkatan SDM melalui kegiatan
83
keaksaraan sudah optimal. mendapatkan jawaban sebesar 78 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan kedalam interval Sugiyono berarti setuju. Alokasi anggaran yang cukup besar dan dukungan stakeholder/ masyarakat dapat dimanfatkan untuk meningkatkan kinerja khusunya melalui perekrutan kekurangan tenaga pengelola dan penambahan sasaran warga belajar yang masih besar memperoleh prosentase jawaban sebesar 81,6 persen Hal ini apabila diiinterprestasikan kedalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Sedangkan kurangnya koordinasi dalam pengelolaan kegiatan dapat diatasi oleh setiap anggota Satlak melalui peningkatan sinergitas kegiatan melalui forum rapat koordinasi rutin jawaban pernyataan tersebut memperoleh prosentase jawaban sebesar 76,8 persen. Hal ini berarti setuju apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono. Selanjutnya Sosialisasi program yang dilakukan oleh Satlak PPK IPM mampu meningkatkan minat masyarakat terhadap pendidikan
khususnya
kegiatan keaksaraan fungsional, jawaban pernyataan tersebut memperoleh prosentase sebesar 73,6 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono
berartii setuju. Secara keseluruhan jawaban angket tentang
pengelolaan peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional oleh Satlak PPK IPM memperoleh rata-rata prosentase jawaban sebesar
77,6
persen. Hal ini jika diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti setuju. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa faktor penunjang kegiatan keaksaraan fungsional meliputi adanya komitmen dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Karawang, alokasi anggaran yang relatif besar, cukup besarnya dukungan stokeholder dan masyarakat, serta tumbuhnya peningkatan minat masyarakat terhadap pendidikan. Sedangkan faktor penghambat kegiatan keaksaraan fungsional mencakup masih kurangnya koordinasi, masih kurangnya tenaga pengelola kegiatan KF, dan data penyandang buta aksara sebagai
84
sasaran program di Kabupaten Karawang yang relatif besar sehingga memerlukan layanan pendidikan yang maksimal. Selanjutnya faktor penunjang dan penghambat dalam pengelolaan kegiatan keaksaraan fungsional pada prinsipnya dapat dikelola oleh Satlak PPK IPM, hal ini sesuai jawaban angket dari Satlak PPK IPM yang memperoleh jawaban sebesar 77,6% berarti setuju. Untuk mengeliminir faktor penghambat perlu dilakukan peningkatan koordinasi melalui rapat rutin, penambahan tutor melalui rekrutmen yang selektif, dan penambahan pelayanan belajar dengan ditunjang dana memadai.
85
VII. EVALUASI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DAN PERANCANGAN PROGRAM
Dengan
uraian
hasil
analisa
terhadap
pelaksanaan
kegiatan
Keaksaraan Fungsional, maka proses evaluasi kegiatan tersebut dapat dijelaskan dengan menguraikan pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan, persepsi
warga
belajar
selaku
sasaran
kegiatan
keaksaraan
terhadap
pelaksanaan KF, uraian tindaklanjuti keberlanjutan Program Keaksaraan Fungsional
dan
perencanaan
kegiatan
sebagai
exit
strategi
Kegiatan
Keaksaaraan Fungsional yang diuraikan sebagai berikut : 7.1. Pelaksanaan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional Kegiatan monitoring dan evaluasi dimulai sejak dalam pelaksanaan dan setelah kegiatan Keaksaraan Fungsional selesai. Monitoring perlu dilakukan secara terus menerus meliputi semua aspek sejak dari pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional. Monitoring diharapkan dapat memberi informasi terutama untuk membantu mengembangkan kemajuan pelaksanaan, agar penyimpangan dapat diketahui lebih dini dan solusi dapat dilakukan lebih cepat. Monitoring sangat berguna untuk mengecek dan meyakinkan bahwa pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional telah sesuai dengan peraturan yang berlaku evaluasi sering dilakukan sebagai suatu upaya untuk melihat lebih mendalam informasi suatu program yang diinginkan. Walaupun demikian, adanya suatu sistem monitoring regular yang berfungsi dengan baik akan membantu keberhasilan pelaksanaan evaluasi. Monitoring dan evaluasi kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan fungsi manajemen sebagai umpan balik bagi perbaikan, dapat menghindarkan
86
organisasi dari mengulangi kesalahan yang sama, serta akan dapat menemukan dan mengenali berbagai masalah yang ada di dalam organisasi dan mencoba mencari solusinya. Evaluasi dilakukan dengan cara mengecek keakuratan data dalam pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional yang ada, namun dengan cara lebih bijaksana dalam memperoleh data, sehingga data yang hanya berkriteria
cukup
dapat
saja
digunakan
dalam
pelaksanaan
evaluasi.
Penggunaan data dan informasi guna melakukan evaluasi. Hasil evaluasi diperlukan untuk upaya perbaikan dalam penyelenggaraan kegiatan Keaksaraan Fungsional di masa yang akan datang. Secara umum proses monitoring dan evaluasi kegiatan ditekankan pada evaluasi terhadap perencanaan sebelumnya dan iplementasi kegiatan, secara skematik sehingga dapat menempatkan proses evaluasi dapat memberikan masukan,
tidak
hanya
pada
pelaksanaan
program,
tetapi
juga
pada
perencanaan. Perencanaan secara langsung dapat dievaluasi melalui desk evaluation, apakah perumusan program perencanaan telah memenuhi kriteria program. Selain dari itu, perencanaan dapat dievaluasi melalui pelaksanaan program,
jika
pelaksanaannya
diperoleh atau
kegagalan
di
perencanaannya.
lapangan Temuan
apakah dilapangan
salah boleh
yang jadi
menunjukkan yang salah adalah perencanaannya. Sebagai salah satu contoh pembangunan sekolah baru yang tidak dapat meningkatkan APK/APM, adapun tujuan dari pendirian USB adalah dalam rangka meningkatkan daya tampung siswa. Ternyata kesalahannya pada perencanaan, yaitu calon masukan siswa tidak dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi sekolah. Bahan-bahan yang dapat dipertimbangkan sebagai untuk evaluasi program adalah sebagai berikut: •
Laporan pengawas sekolah (SD/MI) dan pengawas bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) masing-masing cabang dinas pendidikan di kecamatan.
87
•
Hasil monitorng Tim Tingkat Kabupaten yang terdiri dari pejabat struktural dalam lingkup Pemda Karawang.
•
Berita pada media massa yang berkaitan isu-isu aktual kegiatan Keaksaraan Fungsional terutama media massa lokal.
•
Hasil berbagai rapat koordinasi Satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang termasuk koordinasi dinas dengan Cabang Dinas dan para ketua PKBM.
•
Laporan bulanan kegiatan Keaksaraan Fungsional dengan menekankan data dinamis perkembangan kegiatan pada masing-masing kecamatan dan desa sasaran kegiatan.
•
Hasil evaluasi baik evaluasi internal maupun yang dilakukan oleh pihak luar yang bersifat independen.
•
Hasil analisis pengembangan kapasitas pengelolaan kegiatan pendidikan yang menyeluruh di tingkat kabupaten, termasuk
•
Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan kegiatan PPK-IPM khususnya berkaitan dengan Program penuntasan buta aksara. Dari berbagai analisis terhadap laporan-laporan di atas diharapkan dapat
diidentifikasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh lemahnya evaluasi dan masalah mana yang disebabkan oleh lemahnya implementasi di lapangan. Kelemahan yang diakibatkan oleh perencanaan perlu mendapat perhatian agar kesalahan dalam perencanaan tahun sebelumnya tidak terulang kembali. Proses evaluasi dan monitoring pada kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM, keseluruhan menjadi tugas Penanggungjawab Program (PJP) Bidang Pendidikan Tingkat Kabupaten dan PPK-IPM Tingkat Provinsi. Tugas dan Fungsi Monitoring dan Evaluasi bidang pendidikan PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut :
88
1) Tim Monitoring dan Evaluasi PPK-IPM bidang pendidikan Kabupaten Karawang
merupakan
organ
yang
berfungsi
menjamin
kesuksesan
pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM selaku internal auditor. 2) Tim Monitoring dan Evaluasi bidang pendidikan PPK-IPM Kabupaten Karawang diketuai oleh PJP bidang pendidikan yang dibantu oleh pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) kegiatan Keaksaraan Fungsional, dan dibantu oleh anggota lainnya. 3) Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi bidang pendidikan PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah PNS di lingkungan dinas pendidikan Kabupaten Karawang yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya. 4) Tim Monitoring dan Evaluasi bidang pendidikan PPK-IPM membawahi sejumlah personel hasil seleksi yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan berbasis pada prinsip efisiensi dan efektivitas kinerja Tim. 5) Tim Monitoring dan Evaluasi bidang pendidikan PPK-IPM Kabupaten Karawang mempunyai fungsi: a. Perencanaan serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja bidang pendidikan PPK-IPM Kabupaten Karawang; b. Pelaksanaan monitoring terhadap kesesuaian antara perencanaan dengan implementasinya di awal, di tengah, dan di akhir pelaksanaan program; c. Pelaksanaan proses pendampingan bila PPTK menemui kesulitan dalam penentuan mekanisme dan disain kegiatan yang lebih rinci agar dapat mencapai target dengan jelas; d. Penyampaian laporan secara berkala bulanan, laporan tahunan, dan laporan akhir penyelenggaraan PPK-IPM kepada Bupati.
89
Monitoring dan Evaluasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pelaksanaan
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
PPK-IPM
di
Kabupaten
Karawang, mengingat banyaknya kendala dan permasalahan yang sering ditemui dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang dilaksanakan guna mendukung keberhasilan tujuan dan sasaran PPK-IPM, sehingga sasaran akhir barupa pencapaian akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Karawang dapat terwujud dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pencapaian IPM Jawa Barat yaitu 80 pada tahun 2010. Tujuan pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang, yaitu : 1) Memonitor dan mengevaluasi kemajuan pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM di Kabupaten Karawang berdasarkan pada Dokumen Perencanaan yang telah di susun dan disepakati, yaitu Participatory Business Plan, Participatory Activity Plan, Dokumen Anggaran dan Dokumen Kelengkapan lainnya. 2) Mengidentifikasi, mengantisipasi dan menganalisis permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional secara dini kemudian merumuskan alternatif pemecahannya sebagai rekomendasi kepada para pelaksana kegiatan (Satlak Bidang, PPTK, Stakeholders). Adapun yang menjadi sasaran monitoring dan evaluasi kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah : 1) Terlaksananya
kegiatan
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
PPK-IPM
Kabupaten Karawang sesuai dengan dokumen perencanaan yang telah
90
disusun dan disepakati (Participatory Activity Plan, Dokumen Anggaran dan Dokumen lainnya). 2) Terwujudnya penyusunan laporan-laporan yang meliputi laporan pencapaian kinerja pelaksanaan kegiatan, laporan realisasi fisik dan keuangan, serta rencana kerja pada bulan yang berikutnya dari kegiatan Keaksaraan Fungsional. 3) Mendukung tercapainya target keberhasilan kinerja yang merupakan tujuan dan
sasaran
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
PPK-IPM
Kabupaten
Karawang. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Tim Monev dan analisa yang dilakukan peneliti terungkap bahwa
dalam penyelenggaraan
kegiatan keaksaraan fungsional masih ditemukan beberapa permasalahan, antara lain : a. Ditinjau dari sasaran program terungkap bahwa target kegiatan keaksaraan fungsional sebanyak 117.710 jiwa, namun dari hasil capaian program baru dapat terentaskan sekitar 15.000 warga belajar yang didanai oleh Program PPK-IPM bidang pendidikan pada tahun 2007. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya sinergi dari anggaran dan program lain baik berasal dari pemerintah pusat maupun APBD Kabupaten Karawang agar target pengentasan buta aksara dapat tercapai. Di lain pihak Satlak PPK IPM dan Pemerintah kabupaten Karawang perlu juga mengkaji usulan dan rekomendasi untuk akselerasi pengentasan target buta aksara melalui usulan program dan kebijakan bidang pendidikan serta peningkatan cakupan pelayanan kegiatan keaksaraan fungsional. b. Ditinjau dari petunjuk teknis dan pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional masih ditemukan ketidaksesuian penyelenggaraan kegiatan dengan petunjuk teknis yang ada namun sifatnya kasuistis dan hanya lingkupnya kecil, sebagai
91
contoh failitas belajar warga kurang refresentatif karena sulitnya mencari tempat yang memadai. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan pelayanan yang lebih baik terhadap penyelenggaraan proses belajar masyarakat sehingga tujuan kegiatan keaksaraan dapat tercapai lebih optimal. c. Ditinjau dari efektifitas program keaksaraan fungsional terungkap bahwa anggaran kegiatan sebesar Rp. 2.899.824.000,-
yang diperuntukan untuk
pengentasan terhadap 15.000 warga belajar dinilai cukup efektif mengingat waktu penyelenggaraan singkat yaitu 30 hari dan biaya yang cukup murah sekitar Rp. 200.000,- per warga belajar telah mampu menjadikan masyarakat tadinya buta aksara menjadi mampu membaca dan menulis. Dalam proses penyelenggaraan kegiatan KF perlu merekrut tenaga tutor dari masyarakat yang
sebelumnya
diberikan
pendidikan dan
pelatihan,
disamping
itu
menyiapkan sasaran warga belajar perlu ditunjang oleh akomodasi yang cukup agar masyarakat tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. 7.2. Persepsi Warga Belajar Terhadap Implementasi Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional Yang menjadi target sasaran kegiatan keaksaraan fungsional adalah 15.000 warga belajar (750 Kejar) dengan persyaratan sebagai berikut : a. Warga masyarakat usia 15-44 tahun b. Penduduk Buta Huruf Murni c. Dropt Out (DO) SD/MI kelas 1, 2 dan 3. Penetapan lokasi kelompok sasaran kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) Life Skills ditetapkan mengacu kepada hasil pendataan BPS pada seluruh Kecamatan di Kabupaten Karawang. Lokasi kelompok sasaran yang akan diintervensi dalam Tabel 11, sebagai berikut :
92
Tabel 11. Lokasi Sasaran Kegiatan Keaksaraan Fungsional NO
SASARAN WB
KEGIATAN
LOKASI KEC.
DESA
1
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1300 WB
Pakisjaya
5
2
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1500 WB
Batujaya
5
3
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1400 WB
Cibuaya
5
4
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1400 WB
Pedes
5
5
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1300 WB
Cilebar
5
6
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1300 WB
Tempuran
5
7
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1300 WB
Cilamaya Wetan
5
8
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1400 WB
Cilamaya Kulon
5
9
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1300 WB
Rawamerta
5
10
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1400 WB
Lemahabang
5
11
Keaksaraan Fungsional plus Life Skills
1400 WB
Telukjambe Barat
5
Sumber : Satlak PPK IPM Kab. Karawang,2007
Kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM telah disosialisasikan kepada masyarakat di 55 desa di 11 kecamatan yang menjadi sasaran kegiatan PPK-IPM termasuk stakeholder sebagai unit pendukung yang terlibat. Penentuan fokus spesifik telah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Usulan yang diajukan dalam kegiatan keaksaraan fungsional dipilih berdasarkan pemikiran-pemikiran yang mendalam disertai dengan basis data yang akurat sehingga pada implementasinya diharapakan dapat menjawab tantangan
yang
semakin
kompleks.
Kegiatan
keaksaraan
fungsional
dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1. Menjalin
kemitraan
dengan
Dunia
Usaha
dan
Dunia
Industri
dan
Stakeholders yang lain (Ponpes, LSM dan Perti). 2. Melibatkan partisipasi masyarakat secara luas melalui berbagai kegiatan penyuluhan. Tata cara seleksi calon kelompok sasaran dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
93
a. Identifikasi, dalam proses identikasi data ini mengacu kepada data sasaran yang sudah ada di BPS kemudian diverifikasi lagi ke lapangan dengan menggunakan para tenaga lapangan baik Penilik PLS, TLD dan FDI dibantu oleh aparat desa setempat b. Rekruitment Warga belajar, dilakukan dengan bantuan tenaga lapangan baik Penilik PLS, TLD dan FDI dibantu oleh aparat desa setempat. Penetapan lokasi kelompok sasaran kegiatan Keaksaraan Fungsional (KF) Life Skills ditetapkan mengacu kepada hasil pendataan BPS pada seluruh Kecamatan di Kabupaten Karawang. Lokasi kelompok sasaran yang akan diintervensi adalah sebagaimana Tabel 12 : Tabel 12. Lokasi Kelompok Sasaran Kegiatan Keaksaraan Fungsional NO 1
2
3
4
5
KECAMATAN TELUKJAMBE BARAT
CILAMAYA WETAN
CILAMAYA KULON
LEMAHABANG
RAWAMERTA
DESA
PKBM
JUMLAH WB
1. KARANGMULYA
KARYA BAKTI
300
2. MEKARMULYA
AL-MUJAHIDIN
300
3. MULYAJAYA
SARI JAYA
300
4. PARUNGSARI
SURYA LAKSANA
200
5. KARANGLIGAR
PUSPA LIGAR
300
1. RAWAGEMPOL KULON
BINA BANGSA MANDIRI
200
2. RAWAGEMPOL WETAN
SENTRA WINAYA
200
3. SUKATANI
PUSPA INDAH
300
4. MUARA
SAMUDRA
300
5. TEGALSARI
UMMUL YATAMA
300
1. MUKTIJAYA
SRI MUKTI
300
2. SUKAJAYA
BINA BAHARI
300
3. TEGALURUNG
SINGAPERBANGSA 2
200
4. LANGENSARI
ANNUR AENI
300
5. SUMURGEDE
SINGAPERBANGSA 1
300
1. KARYAMUKTI
AL-FUDHOLA
300
2. LEMAHMUKTI
DEWI SARTIKA
300
3. PULOMULYA
BINA KARYA
300
4. CIWARINGIN
MIFTAHUL QULUB
200
5. PULOJAYA
MITRA JAYA ABADI
300
1. MEKARJAYA
JAYA SAMPURNA
200
2. BALONGSARI
SARI MEKAR
200
3. CIBADAK
BUDI MEKAR
300
4. PASIRKALIKI
BINA MEKAR
300
5. PAYINGKIRAN
GUNUNG JATI
300
94
6
7
8
9
10
11
TEMPURAN
CILEBAR
PEDES
CIBUAYA
BATUJAYA
PAKISJAYA
1. CIPARAGEJAYA
HAYATI PLUS
300
2. JAYANEGARA
PANGARTI
200
3. CIKUNTUL
RIYADUL FALIHIN
300
4. SUMBERJAYA
CITRA MANDIRI
300
5. DAYEUHLUHUR
MELATI
200
1. PUSAKAJAYA SELATAN
PANTURA JAYA
200
2. PUSAKAJAYA UTARA
BINA PANTURA
200
3. SUKARATU
RATU KENCANA
300
4. CIKANDE
HARAPAN BANGSA
300
5. RAWASARI
RAWASARI
300
1. SUNGAIBUNTU
MERDEKA
300
2. DONGKAL
BINA WARGA
300
3. MALANGSARI
SUDIRMAN
300
4. KENDALJAYA
BAHARI JAYA
300
5. JATIMULYA
SINGAPERBANGSA
200
1. GEBANGJAYA
BINA HARAPAN
300
2. CEMARAJAYA
BAHARI JAYA
200
3. SADARI
WANA BAHARI
300
4. KALIDUNGJAYA
MIFTAHUL ULUM
300
5. SUKASARI
RIYADUL MUTAALIMIN
300
1. BATUJAYA
AL-MUKAROHMAH
200
2. KARAYAMULYA
DARUSSALAM
300
3. KARYABAKTI
KARYABAKTI
300
4. TELUKBANGO
AL-ISLAH
300
5. KUTAAMPEL
SAUYUNAN
300
1. TELUKBUYUNG
MITRA UMAT
300
2. TANAH BARU
NURUL YAKIN
300
3. TELUKJAYA
NURUL IMAN
200
4. TANJUNGMEKAR
BAITURROHIM
300
5. SOLOKAN
KENANGA
300
Sumber : Satlak PPK IPM Kab. Karawang, 2007
Salah satu tugas Satlak PPK-IPM bidang Pendidikan adalah melaksanakan program pemberantasan buta huruf melalui kegiatan pembelajaran Keaksaraan Fungsional. (KF). Kegiatan keaksaraan fungsional merupakan kegiatan pokok yaitu mempercepat penuntasan buta aksara khususnya bagi penduduk usia 10-44 tahun. Tujuan utama program keaksaraan fungsional adalah membelajarkan warga belajar agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, dan hitung (calistung) dan kemampuan fungsionalnya sesuai kondisi daerah yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari.
95
Selanjutnya untuk mengetahui persepsi warga belajar terhadap implementasi kegiatan keaksaraan fungsional diuraikan pada Tabel 13, sebagai berikut : Tabel 13. Persepsi Warga Belajar terhadap Implementasi Pelaksanaan Peningkatan SDM melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional
No
Pernyataan
Jumlah Nilai Yang Diperoleh
Jumlah Nilai Yang ditetapkan
Prosentase
1
Masyarakat dan stakeholder lainnya mengetahui dan turut terlibat dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional
380
495
77%
Masyarakat sasaran dapat memanfaatkan kesempatan belajar dalam kegiatan keaksaraan fungsional yang dirasakan sangat membantu dalam peningkatan pengetahuan dan kemampuan keaksaraan.
365
495
74%
Kegiatan keaksaraan fungsional dirasakan manfaatnya oleh warga belajar dapat meningkatkan kemampuan dalam kompetensi keaksaraan
405
495
82%
Program pendanaan kompetisi melalui kegiatan keaksaraan fungsional mampu mengembangkan kemampuan dan minat membaca masyarakat
376
495
76%
Jumlah
1526
1980
77 %
2
3
4
Dari Tabel 13, diketahui bahwa masyarakat dan stakeholder lainnya mengetahui dan turut
terlibat dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional,
mendapat respon jawaban sebesar 77 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam
interval
Sugiyono
berarti
setuju.
Sedangkan
pernyataan
bahwa
masyarakat sasaran dapat memanfaatkan kesempatan belajar dalam kegiatan keaksaraan fungsional yang dirasakan sangat membantu dalam peningkatan pengetahuan dan kemampuan keaksaraan memperoleh prosentase jawaban sebesar 74 persen. Apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti setuju.
96
Selanjutnya pernyataan tentang kegiatan keaksaraan fungsional dirasakan manfaatnya oleh warga belajar dapat meningkatkan kemampuan dalam kompetensi keaksaraan, memperoleh prosentase jawaban sebesar 82 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Di lain pihak pernyataan tentang program pendanaan kompetisi melalui kegiatan keaksaraan fungsional mampu
mengembangkan kemampuan dan
minat membaca masyarakat, memperoleh prosentase jawaban sebesar 76%. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti setuju. Secara keseluruhan
persepsi warga belajar terhadap implementasi pelaksanaan
peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional, memperoleh prosentase jawaban sebesar 77 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono berarti setuju. Agar program keaksaraan fungsional tersebut dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang diharapkan perlu adanya tenaga tutor keaksaraan fungsional yang memiliki kompetensi di setiap kelompok belajar. Mengingat saat ini para tutor
keaksaraan
fungsional
merupakan
tenaga
sukarela
yang
belum
sepenuhnya mampu membelajarkan warga belajar KF yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dengan anak-anak, maka para tutor perlu diberikan pelatihan dan dukungan yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Atas dasar
itu
perlu
adanya
pelatihan
tutor
keaksaraan
fungsional,
guna
mempersiapkan mereka mengelola pembelajaran di kelompok belajar yang menjadi binaannya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut di atas, dan pelaksanaan pelatihan tutor berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang diharapkan, diperlukan kurikulum yang dapat dijadikan dasar, dan menggambarkan proses pelaksanaan pelatihan tersebut secara lengkap dan komprehensif. Tujuan umum kegiatan pelatihan tutor Keaksaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah tersedianya tenaga-tenaga calon tutor bersertifikat
97
di setiap kelompok belajar yang bertugas dan bertanggungjawab untuk merencanakan, mempersiapkan, mendisain, mengorganisir, dan melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal di setiap kelompok belajar. Tujuan khusus kegiatan pelatihan tutor Keaksaraan Fungsional PPKIPM Kabupaten Karawang adalah agar setelah mengikuti pelatihan tutor KF, peserta menguasai: a.
Kompetensi Dasar Sebagai Tutor Keaksaraan Fungsional. 1) Pemahaman tentang pendidikan 2) Pengelolaan kelompok belajar
b. Pemahaman Tentang Konsep Dasar Keaksaran Fungsional dan Pengelolan Pembelajaran Keaksaraan Fungsional. 1) Konsep dasar, pengertian, dan tujuan keaksaraan fungsional 2) Prinsip-prinsip penyelenggaraan program keaksaraan fungsional 3) Identifikasi potensi dan masalah lingkungan keaksaraan serta asessment kemampuan awal warga belajar 4) Perencanaan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran a) Metodologi Diskusi b) Metodologi Belajar Menulis c) Metodologi Belajar Membaca d) Metodologi Belajar Berhitung e) Metodologi Belajar Aksi 6) Penilaian pembelajaran a) Penilaian Awal b) Penilaian Proses c) Penilaian Akhir 7) Memiliki kemampuan melakukan konseling dan motivasi
98
Peserta pelatihan calon Tutor KF PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah setiap warga masyarakat yang yang
memiliki minat untuk membantu
membelajarkan sesama, dengan persyaratan: 1. Berpendidikan minimal SLTA, (atau bila tidak tersedia tenaga SLTA dimungkinkan tenaga berpendidikan SLTP/sederajat, mau dan mampu serta kompeten sebagai tutor). 2. Diutamakan bertempat tinggal di lokasi kegiatan belajar. (berasal dari daerah setempat); 3. Membawa data calon WB yang akan dibelajarkan dan direkomendasi oleh petugas yang berwenang. 4. Diprioritaskan
bagi
mereka
yang
telah
berpengalaman
dalam
penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan, namun belum pernah dilatih. 5. Peserta diharuskan membawa informasi tentang data kelompok belajar yang dibentuk dan nama-nama warga belajar yang akan dibelajarkan beserta latar belakang pendidikan tiap warga belajar. Selanjutnya tahapan kegiatan Keaksaraan Fungsional secara teknis diuraikan sebagai berikut : a. Pentaloka dan Pemasyarakatan program - Penyelenggara
: Dinas Pendidikan Kabupaten
- Peserta Sosialisasi
: Para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Aparat Kec./Desa, Para stakeholder dan masyarakat.
- Materi Sosialisasi
: Kebijakan, ruang lingkup dan sasaran Program.
- Lokasi
: 11 Kecamatan sasaran PPK
- Waktu Pelaksanaan
: Bulan Juli 2007
99
b. Penetapan Tutor dan Penyelenggara Dalam penetapan tenaga tutor dan penyelenggara terlebih dahulu dilakukan identifikasi calon tutor dan penyelenggara dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut diutamakan penduduk setempat mempunyai kemauan dan kemampuan untuk mengajar dan mengelola mengikuti pelatihan tutor keaksaraan akan dilaksanakan pada Bulan Desember 2007 c. Pelatihan Tutor Keaksaraan Fungsional -
Penyelenggara
: Dinas Pendidikan Kabupaten
-
Peserta Sosialisasi
: 750 orang tutor KF terbagi 8 tahap.
-
Materi Sosialisasi
: Kebijakan,ruang lingkup sasaran prog
-
Lokasi
: 11 Kecamatan sasaran PPK
-
Waktu Pelaksanaan
: Bulan Januari 2007
d. Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional Life Skill - Waktu Pembelajaran
:
Kegiatan pembelajaran lebih diinstensifkan dari program reguler yaitu dilaksanakan minimal 4 kali pertemuan dalam 1 minggu. @ 3 jam dijadwalkan mulai bulan Maret s/d Juli 2007 - Materi Pembelajaran : Materi pembelajaran keaksaraan fungsional menyangkut pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung serta jenis-jenis keterampilan yang dapat dikembangkan menjadi sumber mata pencaharian (life skills) serta kebiasaan hidup sehat peserta didik. - Pemberian SUKMA SUKMA diberikan kepada warga belajar yang berdasarkan evaluasi akhir dianggap telah mampu membaca , menulis dan berhitung Pembinaan kegiatan Keaksaraan Fungsional dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan pada saat dan pasca program PPK-IPM.
100
Pembinaan dilakukan oleh satlak PPK-IPM Kabupaten Karawang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang serta steakholder yang peduli pada bidang Pendidikan. Pembinaan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM merupakan upaya pengendalian secara profesional terhadap semua unsur organisasi agar unsurunsur tersebut berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna. Unsur-unsur
organisasi
itu
mencakup
peraturan,
kebijakan,
tenaga
penyelenggara, staf dan pelaksana, bahan dan alat (material), biaya, dan perangkat lainnya. Pembinaan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM mempunyai arah untuk mendayagunakan semua sumber (sumber daya alam dan sumber daya manusia) sesuai dengan rencana dalam rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan dengan mengedepankan proses pengendalian profesional kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM menekankan bahwa usaha yang dilakukan itu menggunakan jasa keahlian dan pendekatan manusiawi dengan penuh tanggung jawab. Jasa keahlian mensyaratkan penggunaan, pengetahuaan dan teknikteknik pembinaan secara ilmiah. Pendekatan manusiawi didasarkan atas pengakuan penghargaan sebaik mungkin terhadap nilai-nilai insani. Sedangkan tanggung jawab mengandung makna bahwa pembinaan sebagai faktor penarik dan faktor pendorong, diarahkan kepada semua unsur organisasi agar unsurunsur tersebut selalu bergerak dan mengarah kepada tujuan yang harus dicapai. Singkatnya, jasa keahlian, pendekatan manusiawi, dan tanggung jawab merupakan karakteristik pembinaan pendidikan luar sekolah, khususnya kegiatan pengembangan PKBM Plus Keaksaraan Fungsional PPK-IPM.
101
Untuk mengetahui persepsi tutor terhadap implementasi kegiatan keaksaraan fungsional dan pelaksanaan pelatihan diuraikan pada Tabel berikut : Tabel 14. Persepsi Tutor KF terhadap Implementasi Kegiatan Keaksaraan Fungsional dan Pelatihan
No
Pernyataan
Jumlah Nilai Yang Diperoleh
Jumlah Nilai Yang ditetapkan
Prosentase
1
Sosialisasi program PPK IPM khususnya kegiatan keaksaraan fungsional oleh Satlak PPK IPM terhadap calon tutor dan masyarakat sasaran kegiatan KF dirasa sudah memadai.
360
440
82%
Proses dan mekanisme perekrutan calon tutor oleh Satlak PPK IPM bidang pendidikan dirasa sudah sesuai harapan.
345
440
78%
Pelayanan pendidikan dan pelatihan calon tutor yang diselenggarakan oleh Satlak PPK IPM bidang pendidikan dirasa sudah memadai.
375
440
85%
Sarana dan prasarana penunjang serta akomodasi yang diterima oleh tutor dalam melaksanakan tugasnya untuk membimbing warga belajar dalam pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional dirasa sudah memadai.
320
440
73%
Jumlah
1400
1760
79,5 %
2
3
4
Dari Tabel 14, diketahui bahwa Sosialisasi program PPK IPM khususnya kegiatan keaksaraan fungsional oleh Satlak PPK IPM terhadap calon tutor dan masyarakat sasaran kegiatan KF dirasa sudah memadai mendapat respon jawaban sebesar 82 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti sangat setuju. Sedangkan pernyataan bahwa proses dan mekanisme perekrutan calon tutor oleh Satlak PPK IPM bidang pendidikan dirasa sudah sesuai harapan memperoleh prosentase jawaban sebesar 78 persen. Apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti setuju. Selanjutnya pernyataan tentang pelayanan pendidikan dan pelatihan calon tutor yang diselenggarakan oleh Satlak PPK IPM bidang pendidikan dirasa sudah memadai memperoleh prosentase jawaban sebesar 85 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono berarti sangat setuju.
102
Di lain pihak pernyataan tentang sarana dan prasarana penunjang serta akomodasi yang diterima oleh tutor dalam melaksanakan tugasnya untuk membimbing warga belajar dalam pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional dirasa sudah memadai, memperoleh prosentase jawaban sebesar 73 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan dalam interval Sugiyono berarti setuju. Secara keseluruhan persepsi tenaga tutor terhadap implementasi kegiatan keaksaraan fungsional dan pelatihan memperoleh prosentase jawaban sebesar 79,5 persen. Hal ini apabila diinterprestasikan ke dalam interval Sugiyono berarti setuju. 7.3 Keberlanjutan Program Keaksaraan Fungsional Indikator keberhasilan program Kekasaraan Fungsional PPK-IPM Kabupaten Karawang adalah pencapaian 15.000 warga belajar di 11 kecamatan untuk memperoleh SKK. SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan) merupakan seperangkat kompetensi keaksaraan baku yang harus ditunjukkan oleh peserta didik atas dasar hasil belajarnya dalam tiap sub kompetensi keaksaraan (membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia) pada setiap tingkat kemampuan keaksaraan, yaitu tingkat keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan, dan keaksaraan mandiri. SKK ini dirinci ke dalam komponen kompetensi dasar, indikator, serta proses/pengalaman dan hasil belajar. Lingkup materi pada SKK Pendidikan Keaksaraan meliputi empat komponen berikut : 1.
Kompetensi membaca Lingkup materi pembelajaran meliputi mengnal huruf, membaca huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana, kalimat yang kompleks, serta pemahaman terhadap isi teks bacaan yang ditunjukkan oleh kemampuan menjelaskan kembali isi bacaan.
103
2. Kompetensi menulis Lingkup materi pembelajaran meliputi penggunaan alat tulis dengan benar, menulis huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana, kalimat yang kompleks, serta menulis ceritera, gagasan atau pengalaman sehari-hari yang dapat difahami orang lain. 3. Kompetensi berhitung Lingkup materi pada standar kompetensi berhitung adalah mengenal angka, bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan, pengukuran, serta pengelolaan data sederhana. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan operasi hitung bilangan (tambah, kurang, kali, dan bagi) dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran ditekankan pada kemampuan menghitung panjang, keliling dan luas bangun datar, serta volume ruang dalam pemecahan masalah sehari-hari. Pengelolaan data ditekankan pada kemampuan mengumpulkan, menyajikan, dan membaca data dalam konteks kehidupan sehari-hari. 4. Kompetensi berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia Lingkup materi pembelajaran meliputi kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, pemahaman bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa persatuan, menterjemahkan kata dan kalimat dari bahasa ibu ke bahasa Indonesia atau sebaliknya, keterampilan membaca dan memahami teks bahasa Indonesia, dan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Penilaian kegiatan program Keaksaraan Fungsional (KF) yang bersifat nasional
untuk
mengukur
pencapaian
SKK
merupakan
uji
kompetensi
104
keaksaraan bagi peserta didik untuk mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA), sebagai pengganti ijazah sekolah bagi penduduk buta aksara yang sudah melek aksara. Untuk keberlanjutan program keaksaraan fungsional (KF) plus life skills setelah program PPK-IPM berakhir akan dilanjutkan APBD II dan peran serta masyarakat. Kegiatan Keaksaraan Fungsional Plus Life Skills ditunjang dengan beberapa pernyataan dari stakeholders untuk dapat memperkuat kegiatan ini melalui komitmen bantuan baik dana, sumber daya manusia maupun alat dan peralatan. Selain itu partisipasi dari masyarakat mulai terus digali dan ditumbuhkan untuk menjadi pendorong bagi kegiatan keaksaraan dimasa-masa yang akan datang. Beberapa stakeholders yang telah menyatakan komitmen diantaranya adalah; YKAI, Pupuk Kujang, PT JVC, PT Pindo Deli, PT Toyota MFG, Universitas Terbuka, Yayasan Al Masyhuriyah, dan STMIK Rosma. Stakeholders diatas, memberikan dukungan tidak hanya berupa dana tetapi juga kegiatankegiatan yang manfaatnya sejalan dengan tujuan keaksaraan fungsional yaitu akselerasi peningkatan IPM. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada umumnya dilaksanakan di luar kecamatan PPK-IPM sehingga keberadaannya akan memberikan kontribusi penyeimbang bagi 19 kecamatan yang tidak menjadi sasaran PPK-IPM. Pengendalian dan monitoring kegiatan yang dilaksanakan oleh stakeholders akan dipadukan dengan monitoring dan evaluasi Kegiatan yang dilaksanakan oleh PPK-IPM, sehingga akan muncul integrasi antara 2 kegiatan tersebut dalam rangka pencapaian IPM khususnya pada indeks AMH.Kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh PPK-IPM bidang pendidikan pada 2 tahun pertama yaitu tahun 2007 dan 2008. Pada kurun waktu tersebu, komitmen dari unsur-unsur yang lain seperti dunia usaha dan dunia industri, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat
105
terus digali untuk menjamin keberlanjutan program. Komitmen tersebut ditandai dengan peryataan surat kesediaan memberikan dukungan yang diperoleh dari stakeholders. Selain itu sebagai bagian dari komitmen untuk keberlanjutan program sebagai pendukung utama dari aspek pembiayaan, maka pada tahun 2009 sampai 2010 akan dialokasikan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional Plus dan LF pada APBD Kabupaten Karawang. 7.4 Exit Strategy dan Perancangan Program Keaksaraan Fungsional Dalam mengatasi permasalahan pemberantasan buta aksara dan peningkatan SDM melalui Program PPK IPM bidang pendidikan khususnya kegiatan keaksaraan tidak dapat dilakukan secara partial atau sektoral tetapi harus integrated approach, dalam pengertian bahwa proses pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualias SDM dan dalam proses meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan dan hal tersebut akan berkaitan dengan hasil proses pendidikan yang produktif, yaitu efektif dan efisien dengan mengoptimalkan aspek kebudayaan atau nilai-nilai serta gagasan yang umum dalam berbagai dimensi kehidupan. Dalam pemahaman yang serupa, bahwa tingkat kualitas pendidikan dari proses pembelajaran dapat dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan, baik produk dan jasa maupun pelayanan khususnya berkaitan dengan peserta didik (yang dalam hal ini adalah warga belajar buta aksara) memiliki kemampuan dan keterampilan yang relevan dengan tuntutan pola hidup masyarakat yang diharapkan proses pendidikan tersebut mempunyai kontribusi terhadap ekonomi.
106
Dalam kajian ini sekilas diuraikan exit strategy kegiatan Keaksaraan Fungsional, hal ini guna memberikan Gambaran seperlunya dengan tidak menguraikan
secara
komprehensif
mengingat
keterbatasan
waktu
dan
pembatasan masalah. Adapun prinsip dasar yang diajukan untuk exit strategy adalah : a. Pemberantasan buta aksara dan peningkatan SDM dalam Program PPK IPM melalui kegiatan keaksaraan fungsional harus menjadi komitmen semua pihak dan menjadi landasan normatif bagi pelaku program. b. Upaya pemberantasan buta aksara dan peningkatan SDM dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional harus dipandang sebagai konsekwensi logis dari tanggung jawab bersama bukan hanya Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Selain itu upaya perbaikan pendidikan masyarakat sebagai sasaran program terus dilakukan. c. Sistem pengelolaan program yang dilakukan Satlak PPK IPM jangan sampai kontra produktif bagi pelaksanaan pencapaian tujuan Program PPK IPM khususnya kegiatan Keaksaraan Fungsional, disamping itu terjalin koordinasi yang baik dalam pelaksanaannya. d. Sumber daya yang ada di desa harus dapat dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan
program,
sementara
pemerintah
kabupaten/kota
harus
memberikan dukungan diantaranya berupa dana operasional, program dan pembinaan agar terjalin sinergi.
Berdasarkan prinsip dasar tersebut, kerangka pikir untuk exit strategy Program PPK IPM melalui kegiatan Keaksaraan Fungsional dapat dilihat pada Gambar 9, sebagai berikut :
107
Gambar 9. Hierarkhi Exit Strategy Program PPK IPM Kegiatan Keaksaraan Sustainability Exit Strategy
Supporting System Programme
Makro: Kebijakan Prop.Jawa Barat - Legislasi - Kerangka konseptual
Mezzo: Kebijakan teknis PPK IPM - Teknis Administrasi - Teknis Operasional Mikro : Implementasi PPK IPM - Sosialisasi program - Realisasi anggaran KF - Perekrutan Tutor - Pelayanan pendidikan KF
Sebagai bahan untuk alternatif exit strategy maka aspirasi dan masukan dari pelaku Program PPK IPM Kegiatan Keaksaraan Fungsional selaku responden dalam hal ini Satlak PPK IPM dan kelompok masyarakat warga belajar (perwakilan masyarakat) dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi ke depan. 1. Saran atau masukan Satlak PPK IPM bidang pendidikan, diantaranya : a. Untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan keaksaraan fungsional diharapkan semua stokeholder mengetahui dan terlibat dalam kegiatan keaksaraan. b. Masyarakat sasaran diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan untuk belajar. c.
Kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan masyarakat buta aksara dalam kompetensi keaksaraan.
108
d. Kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan dan minat masyarakat untuk membaca dan menulis. e. Kualitas program PPK IPM melalui kegiatan keaksaraan fungsional diharapkan lebih ditingkatkan. Inti dari saran-saran tersebut menyatakan bahwa dalam pengelolaan kegiatan Keaksaraan Fungsional (Mezzo/kebijakan teknis) hendaknya setiap stokeholder terlibat, masyarakat sasaran dapat memanfaatkan kesempatan belajar, kegiatan keaksaraan fungsional dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kompetensi keaksaraan dan kemampuan dan minat membaca serta kualitas program keaksaraan fungsional lebih ditingkatkan. 2. Saran atau masukan masyarakat warga belajar penerima program : a. Keterlibatan
masyarakat
dalam
kegiatan
Keaksaraan
Fungsional
diharapkan lebih meningkat. b. Melalui kegiatan Keaksaraan Fungsional diharapkan berkurangnya masyarakat buta aksara c. Tumbuhnya kemadirian masyarakat untuk mau belajar dan berkembang. d. Melalui
kegiatan
keaksaraan
fungsional
diharapkan
meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Inti
dari
saran-saran
tersebut
(mikro/Implementasi
program)
menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan keaksaraan fungsional diharapkan lebih meningkat, melalui kegiatan keaksaraan fungsional diharapkan berkurangnya masyarakat buta aksara dan tumbuhnya kemandirian masyarakat untuk mau belajar dan berkembang serta diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Dengan
penetapan
sasaran
tersebut,
maka
diperlukan
suatu
perencanaan program yang diharapkan sebagai suatu siklus yang dinamis, secara
terus
menerus
berubah
sesuai
dengan
perubahan
kebutuhan
109
pengembangan. Namun demikian dalam pengembangan penyusunan rencana perlu memiliki kerangka pengembangan yang jelas sebagai panduan bagi para perencana di kabupaten khususnya berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pendidikan Non Formal bagi masyarakat. Dalam menetapkan mekanisme dan desain program untuk mencapai IPM yang ditargetkan, maka perlu dibentuk konsep dasar secara sistematis yang melandasi penetapan mekanisme dan desain program dimaksud. a. Isu pokok yang dominan, kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Karawang
adalah
dengan
menetapkan
program
bidang
pendidikan sebagai program utama dalam pencapaian akselerasi IPM Kabupaten Karawang sesuai target Provinsi Jawa Barat. b. Pemetaan masalah secara spasial, maka konsentrasi masalah berada pada seluruh wilayah kecamatan yang tergabung dalam cluster pesisir dan pantai (8 Kecamatan) serta tiga kecamatan dalam kelompok cluster pedataran. c. Faktor keterkaitan antar kegiatan dalam satu wilayah atau satu kelompok sasaran.
Pada
bidang
pendidikan
sebagai
program
utama
akan
mengintervensi seluruh desa pada 11 kecamatan sasaran. Pada bidang kesehatan, pada tahun pertama hanya akan mengintervensi 5 desa pada 11 kecamatan dan pada bidang daya beli menyesuaikan pada kelompok sasaran kegiatan. Berdasarkan perumusan ketiga point tersebuit diatas maka mekanisme program/ kegiatan akan dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : 1. Model Integratif, dalam bentuk :
110
a. Model Integratif 1 (I1) merupakan model intervensi terpadu dari programprogram pendidikan, kesehatan dan daya beli secara integratif pada suatu wilayah atau kelompok sasaran. b. Model Integratif 2 (I2) merupakan model intervensi dengan melihat kemungkinan dilakukannya kombinasi intervensi baik antara kegiatan pendidikan dengan kesehatan (I2a); kegiatan pendidikan dengan daya beli (I2b); serta kegiatan kesehatan dengan daya beli (I2c). 2. Model Parsial (P) jika wilayah sasaran hanya diintervensi oleh satu kegiatan saja meliputi : P1 jika hanya mengintervensi bidang pendidikan; P2 hanya mengintervensi bidang kesehatan ; dan P3 jika hanya mengintervensi bidang daya beli saja. Model ini pada prinsipnya lebih didasarkan pada kapasitas serta skala prioritas kelompok sasaran. Terutama pada bidang kesehatan dan daya beli yang tidak memungkinkan dilakukan kepada seluruh desa pada 11 kecamatan sasaran, melainkan dilakukan secara bertahap. Pendekatan program tersebut secara integral dapat dirumuskan secara ringkas pada Gambar sebagai berikut : Gambar 10. Model Integratif Intervensi Masalah IPM Kabupaten Karawang dengan Fokus 11 Kecamatan Sasaran
111
Kriteria pemilihan program disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan Tim Satlak Provinsi yaitu untuk kluster 3 lebih bersifat layanan dasar yang berbasis aktifitas. Sebagaimana telah disampaikan bahwa bidang pendidikan merupakan unsur utama dalam akselerasi IPM yaitu peningkatan Angka Melek Huruf serta Rata-rata Lama Sekolah. Dengan demikian maka kegiatan layanan dasar yang ditawarkan adalah Program Pemberantasan Buta Aksara melalui Kegiatan Sosialisasi Pemberantasan Buta Aksara dan pentingnya pendidikan bagi masyarakat, Kegiatan keaksaraan fungsional, Kegiatan Kejar Paket A, B dan C. Kegiatan
pengembangan
Community
Development
dengan
stakeholders. Dengan program-program diatas permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan khususnya yang menyangkut tingginya angka buta huruf dan masih rendahnya rata-rata lama sekolah di kabupaten karawang di harapkan dapat di akselerasi penyelesaiannya melalui program PPK-IPM yang nantinya akan di integrasikan dengan program-program pendidikan dalam APBD II, APBD I, APBN dan kepedulian dari stakeholders lainnya. Program-program tersebut akan menjadi prioritas setelah Program PPK-IPM berakhir. Sedangkan kegiatan yang bersifat investasi terutama dalam meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan serta capacity building aparatur Dinas Pendidikan akan dibiayai melalui APBD II sesuai dengan skala prioritas kebutuhan. Dengan adanya undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mensyaratkan anggaran pendidikan minimal 20 persen
dari APBD dan di Kabupaten Karawang pendidikan termasuk skala
prioritas utama pembangunan daerah diharapkan indeks pendidikan dapat meningkat.
112
Adapun roadmap solusi pemberantasan buta aksara dan peningkatan rata-rata lama sekolah sebagaimana Gambar 11 : Gambar 11. Solusi Pemberantasan Buta Aksara dan Peningkatan Rata-Rata Lama Sekolah
INDEKS PENDIDIKAN
RLS
STRATEGI
RUMUSAN SOLUSI
AKAR MASALAH
AMH
Budaya dan kesadaran masyarakat belum memprioritaskan pendidikan
Kemampuan ekonomi masyarakat terbatas
Mayoritas latar belakang mata pencaharian sebagai buruh dan nelayanan
Akses terhadap pendidikan masih rendah
Pemberantasan buta aksara dan meningkatkan rata-rata lama sekolah melalui : a. Sosialisasi pemberantasan buta aksara; b. Penyelenggaraan keaksaraan fungsional; c. Penyelenggaraan Paket A setara SD; d. Penyelenggaraan Paket B setara SMP; e. Penyelenggaraan Paket C setara SMA; f. Peningkatan kemampuan staf dinas; g. Pelatihan tutor KF, Paket A, Paket B dan Paket C; h. Peningkatan manajemen bagi kepala SD, SMP dan SMK dan komite sekolah bagi SD, SMP, SMA/SMK
Pengembangan Komunitas (Community Building) : a. Pemberdayaan PKBM; b. Dunia Usaha dan Industri; c. Perguruan Tinggi (UNSIKA)
a. Bimbingan teknis dan pelatihan budidaya ikan mas, lele dan jamur merang; b. Pembuatan leafleat, buku tentang budi daya ikan mas, lele dan jamur merang
a. Memberikan kartu BAGUS (Bantuan Untuk Siswa) b. Membangun dan merehabilitasi gedung SD/SMP; c. Membangun ruang laboratorium dan perpustakaan SMP; d. Membangun USB SMK kelautan di Cilamaya; e. Membangun USB SMP; f. Mengembangkan SMP terbuka.
Memberikan sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya pendidikan
Peningkatan peran serta stakeholders pendidikan dalam pembiayaan pendidikan masyarakat tidak mampu
Memberikan tambahan keterampilan (life skill) bagi warga belajar di bidang budidaya ikan mas, lele dan jamur merang
Memberikan beasiswa dan meninggalkan sarana dan prasarana pendidikan
113
Secara garis besar, penyusunan perencanaan sebagai penjabaran akar masalah, rumusan solusi dan strategi peningkatan angka indeks pendidikan sekaligus mengGambarkan siklus program pengentasan Buta Aksara dan sebagai tindaklanjut keberlanjutan kegiatan Keaksaraan Fungsional PPK-IPM yang dipilah dalam tiga tahap pengembangan kegiatan, yaitu: 1) persiapan, 2) pengembangan, dan 3) evaluasi. 1. Tahap persiapan Merupakan tahap yang menentukan kualitas dari capaian sasaran dari kegiatan penuntasan Buta Aksara, disebabkan bahwa tahapan ini merupakan komponen input, yang terdiri dari dua komponen yaitu peningkatan kompetensi penyelenggaran pendidikan luar sekolah di tingkat kabupaten (dinas dan cabang dinas) serta ditingkat pelaksana (PKBM) dan pendataan sasaran
kegiatan.Dalam
tahapan
ini
diperlukan
penetapan
personil
perencana dan pelaksana kegiatan yang tepat dan memiliki kualifikasi pendidikan formal dan pengalaman dalam proses pembelajaran dengan mengutamakan termasuk
proses
pemberdayaan
dan
peran
serta
masyarakat,
penetapan masyarakat sebagai sasaran warga belajar yang
seoptimal mungkin dapat dikualifikasi berdasarkan derajat pendidikan formal. 2. Tahap pengembangan Merupakan kegiatan utama dalam implementasi pengembangan kegiatan Keaksaraan Fungsional dimana prosesnya diawali analisis kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan program penuntasan Buta Aksara yang dilakukan melalui rivew terhadap berbagai peraturan dan kebijakan pendidikan baik kebijakan pemerintah pusat maupun Kabupaten. Selanjutnya melakukan analisis situasi kondisi pendidikan formal berkaitan dengan rasio serapan lembaga pendidikan formal dibandingkan dengan tingkat pendidikan
114
penduduk secara menyeluruh sehingga dapat diintervensi kesenjangan jumlah secara kualitatif termasuk diuraikan dalam bentuk data perwilayah kecamatan dan desa. Hasil indentifikasi kesenjangan kemudian dianalisis berdasarkan kriteria isu strategis berkaitan dengan program pemberantasan Buta Aksara, sehingga faktor-faktor yang terkait dengan kesenjangan rasio pelayanan pendidikan formal dengan jumlah penduduk buta aksara dapat diidentifikasi sebagai isu strategis. 3. Tahap Evaluasi Dalam tahapan ini, penyusunan perencanaan sebagai siklus kegiatan dalam pengentasan Buta Aksara, dalam arti bahwa perencanaan kegiatan mempertimbangkan hasil evaluasi tahun sebelumnya sebagai informasi dalam penetapkan progran tahun yang berjalan. Pada tahapan ini ditekankan pula proses penyusunan rencana evaluasi untuk tahun berikutnya. Dengan adanya evaluasi yang terus menerus, diharapkan pelaksanaan program menjadi lebih baik dari tahun ke tahun. Sebagai suatu sub sistem, proses evaluasi dalam pelaksanaan program Keaksaraan Fungsional merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang dapat memberikan masukan sebagai alternatif pengambilan kebijakan pada
penyusunan
perencanaan
pengentasan
dan
pengembangan
masyarakat yang telah bebas buta aksara, termasuk dapat ditetapkan indikator-indikator
sebagai
tahapan
pelaksanaan
kegiatan
baik
yang
ditetapkan sebagai sasaran tahunan maupun yang ditetapkan Program strategis yang dapat menjawab dan merupakan pemecahan dari isu-isu strategis yang telah diidentifikasi.
115
Dengan Proses tersebut, sebagai masukan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi ke depan (exit strategy). Sebagai salah satu kebijakan peningkatan IPM Bidang Pendidikan yang merupakan bagian dari peningkatan indikator IPM secara keseluruhan mempunyai kemampuan strategis yang manfaatnya berperan besar dalam peningkatan pembangunan daerah melalui strategi/kebijakan sebagai berikut : 1. Pemberantasan buta aksara melalui GERTAS BUTA AKSARA (Gerakan Penuntasan Buta Aksara) mengandung makna bahwa pemberantasan buta aksara harus dilaksanakan secara menyeluruh sebagai suatu gerakan yang menyeluruh menuju masyarakat Karawang yang melek huruf (bebas buta aksara). 2. Program pendamping selain Gertas Buta juga perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dengan kegiatan-kegitan kejar Paket A,
B dan C di kecamatan-kecamatan yang
angka buta aksara dan angka drop out SMP dan SMA tinggi. Kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan sebagai tindak lanjut program-program Gertas Buta dan peningkatan RLS adalah : a. Pembentukan dan pemberdayaan taman bacaan rakyat. b. Penyelenggaraan radio komunitas sebagai sarana komunikasi antar warga belajar. c.
Pemberdayaan komunitas warga belajar bermitra dengan Corporate Social Responsibility.
d. Pemberdayaan PKBM dan Pembentukan PKBM. e. Pembukaan SMP Terbuka di daerah yang tinggi angka DO SMP. f.
Penyelenggaraan kemitraan dengan PKK, Majelis Taklim, DKM dan Pondok Pesantren untuk penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional.
116
g. Akselerasi Penuntasan Kecamatan Bebas Buta Aksara. h. Peningkatan kualitas Tutor KF, Tutor Paket A, B dan C.
Dari hasil penelitian dan pengamatan terhadap warga belajar sasaran KF menunjukkan bahwa persepsi warga belajar terhadap implementasi pelaksanaan peningkatan SDM melalui kegiatan keaksaraan fungsional, memperoleh prosentase jawaban sebesar 77 persen yang berarti setuju terhadap implementasi pelaksanaan KF. Dilain pihak agar program keaksaraan fungsional tersebut dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang diharapkan perlu adanya tenaga tutor keaksaraan fungsional yang memiliki kompetensi di setiap kelompok belajar. Atas dasar itu perlu adanya pelatihan tutor keaksaraan fungsional, guna mempersiapkan mereka mengelola pembelajaran di kelompok belajar yang menjadi binaannya. Persepsi tenaga tutor terhadap implementasi kegiatan keaksaraan fungsional dan pelatihan memperoleh prosentase jawaban sebesar 79,5 persen berarti setuju terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam hal ini persepsi warga belajar dan tutor terhadap penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional telah sesuai dengan yang diharapkan, namun masih perlu upaya perbaikan agar lebih optimal diantaranya melalui peningkatan kinerja Satlak PPK IPM dan pengelola PKBM. Untuk keberlanjutan program keaksaraan fungsional setelah berakhir akan dilanjutkan dengan APBD II dan peran serta masyarakat serta pernyataan dan komitmen stakeholders. Sebagai bahan untuk alternatif exit strategy maka aspirasi dan masukan dari pelaku program dalam hal ini Satlak PPK IPM dan warga belajar dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan program ke depan. Kegiatan Keaksaraan Fungsional Plus Life Skills ditunjang dengan beberapa pernyataan dari stakeholders untuk dapat memperkuat kegiatan ini melalui komitmen bantuan baik dana, sumber daya manusia maupun alat dan peralatan. Dilain pihak partisipasi dari masyarakat mulai terus digali dan
117
ditumbuhkan untuk menjadi pendorong bagi kegiatan keaksaraan dimasa-masa yang akan datang. Pada kurun waktu tersebu, komitmen dari unsur-unsur yang lain seperti dunia usaha dan dunia industri, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat terus digali untuk menjamin keberlanjutan program. Komitmen tersebut ditandai dengan peryataan surat kesediaan memberikan dukungan yang diperoleh dari stakeholders. Selain itu sebagai bagian dari komitmen untuk keberlanjutan program sebagai pendukung utama dari aspek pembiayaan, maka pada tahun 2009 sampai 2010 akan dialokasikan dana kegiatan Keaksaraan Fungsional Plus dan LF pada APBD Kabupaten Karawang. Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan salah satu kebijakan peningkatan IPM Bidang Pendidikan yang merupakan bagian dari peningkatan indikator IPM secara keseluruhan mempunyai kemampuan strategis yang manfaatnya berperan besar dalam peningkatan pembangunan daerah, menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi ke depan (exit strategy) melalui kebijakan antara lain Pemberantasan buta aksara melalui GERTAS BUTA AKSARA (Gerakan Penuntasan Buta Aksara), dan Program pendamping selain Gertas Buta juga perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dengan kegiatan-kegitan kejar Paket A, B dan C di Kecamatan-kecamatan yang angka buta aksara dan angka drop out SMP dan SMA tinggi. Selanjutnya kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan sebagai tindak lanjut program Gertas Buta dan peningkatan RLS, yaitu pembentukan dan pemberdayaan taman bacaan rakyat, penyelenggaraan radio
komunitas
sebagai
sarana
komunikasi
antar
warga
belajar,
penyelenggaraan Kejar Paket A, Paket B dan Paket C, pemberdayaan PKBM dan Pembentukan PKBM, pembukaan SMP Terbuka di daerah yang tinggi angka DO SMP, penyelenggaraan kemitraan dengan PKK, Majelis Taklim, DKM dan Pondok Pesantren untuk penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional, dan akselerasi Penuntasan Kecamatan Bebas Buta Aksara, serta peningkatan kualitas Tutor KF, Tutor Paket A, B dan C.
118
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Kondisi awal masyarakat Kabupaten Karawang pendidikannya sangat rendah, dengan jumlah buta aksara sebanyak 117.710 jiwa.Melalui kegiatan KF telah terentaskan buta aksara sebanyak 15.000 jiwa sehingga perlu dukungan program dan anggaran dari pemerintah dan APBD Kabupaten Karawang secara sinergi untuk akselerasi pengentasan target sasaran KF mengingat jumlahnya masih besar, dilain pihak meningkatkan cakupan pelayanan kegiatan keaksaraan fungsional.
2.
Faktor
pendukung
dan
penghambat
dalam
pengelolaan
kegiatan
keaksaraan fungsional dapat dikelola oleh Satlak PPK IPM. Untuk mengeliminir faktor penghambat perlu dilakukan peningkatan koordinasi melalui rapat rutin, penambahan tutor melalui rekrutmen yang selektif, dan penambahan pelayanan belajar dengan ditunjang dana memadai. 3.
Persepsi warga belajar dan tutor terhadap penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional telah sesuai dengan yang diharapkan, namun masih perlu upaya perbaikan agar lebih optimal diantaranya melalui peningkatan kinerja Satlak PPK IPM dan pengelola PKBM.
4.
Untuk keberlanjutan program keaksaraan fungsional setelah berakhir akan dilanjutkan dengan APBD II dan peran serta masyarakat serta pernyataan dan komitmen stakeholders. Sebagai bahan untuk alternatif exit strategy maka aspirasi dan masukan dari pelaku program dalam hal ini Satlak PPK IPM dan warga belajar dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan program ke depan.
119
8.2. Rekomendasi Kebijakan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan salah satu kebijakan peningkatan IPM Bidang Pendidikan yang merupakan bagian dari peningkatan indikator IPM secara keseluruhan mempunyai kemampuan strategis yang manfaatnya berperan besar dalam peningkatan pembangunan daerah, menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi ke depan (exit strategy) melalui kebijakan sebagai berikut : a. Pemberantasan buta aksara melalui GERTAS BUTA AKSARA (Gerakan Penuntasan Buta Aksara) yang berarti bahwa pemberantasan buta aksara harus dilaksanakan secara menyeluruh sebagai gerakan yang menyeluruh menuju masyarakat Karawang yang melek huruf (bebas buta aksara). b. Program pendamping selain Gertas Buta juga perlu dilaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dengan kegiatan-kegitan kejar Paket A, B dan C di Kecamatan-kecamatan yang angka buta aksara dan angka drop out SMP dan SMA tinggi. Kegiatan-kegiatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan sebagai tindak lanjut program-program Gertas Buta dan peningkatan RLS adalah : a. Pembentukan dan pemberdayaan taman bacaan rakyat. b. Penyelenggaraan radio komunitas sebagai sarana komunikasi antar warga belajar. c. Pemberdayaan komunitas warga belajar bermitra dengan LSM, perusahaan swasta/BUMN melalui program Corporate Social Responsibility. d. Pemberdayaan dan Pembentukan PKBM. e. Pembukaan SMP Terbuka di daerah yang tinggi angka DO SMP. f.
Penyelenggaraan kemitraan dengan PKK, Majelis Taklim, DKM dan Pondok Pesantren untuk penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional.
g. Akselerasi penuntasan Kecamatan bebas buta aksara. h. Peningkatan kualitas Tutor KF, Tutor Paket A, B dan C.
120
DAFTAR PUSTAKA Adi, Rukminto Isbandi, 2003, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Adimiharja, Kusnaka dan Harry Hikmat,2003, Modul Latihan: Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora BPS, BAPENAS, UNDP, 2001, Laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001 Menuju Konsensus Baru ; Demokrasi dan Pembangunan Indonesia, Jakarta BPS Kabupaten Karawang, 2006, Karawang Dalam Angka, Karawang Budimanta, Arif, Adi Prasetijo dan Bambang Rudito,2004, Corporate Social Responsibility; Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. Jakarta: IISD, Carrol, Archie B, 1996, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management. Ohio, USA: South Western College Publishing Creswell, John W, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California, London, New Delhi: Sage Publication Hikmat, Harry, 2004, Aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Perlindungan Sosial. Materi Lokakarya Nasional Monev Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Bappenas Inpres Nomor 5 tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas dan Pemberantasan Buta Aksara. Jones, Gareth R, 2001, Organizational Theory. New Jersey, USA: Prentice Hall, Inc., Keputusan Bupati Karawang Nomor 147.05/Kep.072-Huk/107 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana (Satlak) Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (PPKIPM). Khan, M. Roubal Arif,2002, Efektivitas Program Pemberdayaan Ekonomi untuk Orang Tua dan Anak Jalanan di Surabaya, Depok: Tesis, Universitas Indonesia Lawrence, Neumann W, 2000, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn & Bacon
121
Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2007 tentang Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (PPKIPM) Jawa Barat. Pemerintah Kabupaten Karawang, Karawang Tahun 2000 – 2005
2001,
Rencana
Strategis
Kabupaten
Sugiyono, 1994, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung. Sevilla,at all, 1993, Pengantar Metode Penelitian, Universitas Indonesia, Jakarta Sutomo, Sumengen, 2002, Metode Praktis Penelitian Social. Jakarta Steiner, George A. and John F. Steiner, 1994, Business, Government, and Society: a Managerial Perspective, Text and Cases. Singapore: McGraw Hill Book Co Wibowo, Pamadi, 2006, Rentang Program CSR di Mata Para Ahli Pemasaran. Jakarta: Jurnal Galang, Volume 1 No. 2
122