EVALUASI KONDISI BANGUNAN RUMAH ADAT ACEH DAN KALIMANTAN TENGAH DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH
DEWI WULANDARI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014
Dewi Wulandari NIM E24100032
ABSTRAK DEWI WULANDARI. Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah. Dibimbing oleh LINA KARLINASARI dan FENGKY SATRIA YORESTA. Rumah adat merupakan rumah tradisional yang menjadi warisan kebudayaan Indonesia. Rumah adat Aceh Cut Mutia dan rumah adat Betang Kalimantan Tengah merupakan bangunan rumah adat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang komponen bangunannya berbahan kayu. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah secara visual serta melakukan analisis struktur bangunan terhadap gempa. Identifikasi visual dilakukan pada komponen bangunan seperti atap, dinding, pintu dan jendela, lantai, drainase dan utilitas. Selanjutnya analisis struktur bangunan dilakukan dengan memodelkan struktur portal 3D menggunakan software berbasis elemen hingga (SAP 2000). Struktur dianalisis dengan menggunakan metode dinamik riwayat waktu (Time History Analysis). Hasil penilaian kondisi bangunan secara visual menunjukkan nilai kekokohan rumah adat Aceh dan Kalteng masing-masing 61.45% dan 67.65%. Nilai kekokohan tersebut menunjukkan bahwa komponen bangunan masih berfungsi namun tidak ada pemeliharaan rutin. Jenis kayu yang digunakan pada bangunan rumah adat Aceh yaitu kayu meranti merah (Shorea leprosula) dan jenis kayu yang digunakan pada rumah adat Kalteng yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Hasil analisis struktur bangunan terhadap gempa diperoleh nilai gaya dalam, tegangan aktual, dan respon gempa berupa perpindahan. Evaluasi kekuatan elemen struktur dihitung dengan menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD). Hasil analisis menunjukkan nilai aktual geser berada di bawah tegangan ijin, namun nilai tegangan aktual lentur melebihi nilai tegangan ijin. Respon struktur berupa perpindahan dari kedua bangunan menunjukkan nilai yang berbeda signifikan. Kata kunci : Analisis struktur, identifikasi visual, rumah tradisional
ABSTRAK DEWI WULANDARI. Evaluation Conditions of Aceh and Cental Kalimantan Traditional Houses in Taman Mini Indonesia Indah. Supervised by LINA KARLINASARI and FENGKY SATRIA YORESTA. The traditional houses is heritage culture of Indonesia. Cut Mutia traditional house in Aceh and Betang traditional house in Central Kalimantan are wooden houses in Taman Mini Indonesia Indah (TMII). The aims of this research was evaluated the condition of Aceh and Central Kalimantan traditional houses visually and to conduct structural analysis with earthquake based on seismic simulation. Visual assesment conducted to part of houses such as roof, walls, door and window, drainage and utility. Structure analysis of building was designed by 3D portal based on finite element software (SAP 2000). Dynamic time history analysis method (Time History Analysis) was used for analysis structure. Based on visual assessment, the both of building were in medium condition with the robustness value 61.45% and 67.65%. The robustness showed that the building components are functionable but should be maintained frequently. The wood species that used in Aceh house was red meranti (Shorea leprosula) wood and Ulin (Eusideroxylon zwageri) wood was used for Central Kalimantan house. Structure response on seismik simulation which was studied include internal force, actual tension and respon spectrum. Evaluation of the strength of structural elements by allowable stress method (ASD). The results showed the actual shear were still in below of allowable stress, but the value of actual tension excess value of allowable stress. The respon of structure on earthquake load were significant different between two houses by analysed displacement. Keywords: Structure analysis, visual assesment, traditional houses
EVALUASI KONDISI BANGUNAN RUMAH ADAT ACEH DAN KALIMANTAN TENGAH DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH
DEWI WULANDARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah Nama : Dewi Wulandari NIM : E24100032
Disetujui oleh
Dr Lina Karlinasari, S.Hut, MSc.F.Trop Pembimbing I
Fengky Satria Yoresta ST, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto. MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah evaluasi kondisi bangunan rumah kayu, dengan judul Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Adat Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Lina Karlinasari dan Bapak Fengky Satria Yoresta ST, MT selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Cut Putri Alianur, Bapak Jenong Marhusin, dan seluruh staf pegawai anjungan Aceh, Bapak Drs. Sianto, M.Si selaku Kepala UPT dan staf pegawai anjungan Kalimantan Tengah yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, serta Septian Adhitya, Deska Ari Kurniyanti, Nur Islamiah Latif, Rahmazudi, Dwi Hatmojo Kresnoadi, Syaiful Bahri yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan. Selain itu, terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman tercinta Bagus Priambodo Dewanto, Faiza Nur Ilmi, Nova Lestari, Mazaya Ghaisani, Ratna Rucitra, Adelina Fitri, Ratnasari, Inggar Damayanti, dan teman-teman THH 47 atas dukungan semangat yang diberikan selama penulisan skripsi dan keceriaannya selama perkuliahan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Dewi Wulandari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Umum Rumah Adat
11
Indeks Kondisi Bangunan
13
Faktor Perusak Bangunan
18
Anatomi Kayu
19
Kadar Air
20
Kerapatan dan Berat Jenis
20
Analisis Seismik Struktur Bangunan
20
Evaluasi Kondisi Bangunan
24
SIMPULAN DAN SARAN
25
Kesimpulan
25
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Aceh Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Kalteng Nilai tegangan ijin rumah adat Aceh dan Kalteng Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Aceh Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Kalimantan Tengah 8. Gaya dalam kolom rumah adat Aceh akibat gempa 9. Nilai tegangan kolom rumah adat Aceh akibat gempa 10. Gaya dalam kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa 11. Nilai tegangan kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa
4 5 8 9 11 13 15 21 21 22 22
DAFTAR GAMBAR 1. Denah bangunan rumah adat Aceh 2. Portal bangunan rumah adat Aceh 3. Struktur 3D bangunan rumah adat Aceh 4. Denah bangunan rumah adat Kalteng 5. Portal A-A rumah adat Kalteng 6. Portal B-B rumah adat Kalteng 7. Struktur 3D bangunan rumah adat Kalteng 8. Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940 9. Rumah adat Aceh Cut Mutia 10. Bagian rumah adat Aceh: (a) penampakkan samping rumah adat Aceh Cut meutia; (b) ruang kamar tidur bagian dalam 11. Rumah adat Betang Kalimantan Tengah 12. Bagian rumah adat Betang Kalimantan Tengah; (a) bagian belakang bangunan; (b) bagian dalam bangunan. 13. Kerusakan pada komponen lantai tiang penyangga: (a) serangan rayap kayu kering; (b) pelapukan kayu; (c) retakan disepanjang tiang 14. Kerusakan pada komponen lantai dan penutup lantai: (a) lepasnya sambungan penutup atap dengan rangka lantai; (b) balok induk yang keropos; (c) mata kayu pada balok anak. 15. Kerusakan pada komponen reng dan kaso: (a) pecah dan retak pada kaso; (b) pengeroposan pada reng; (c) patah pada reng 16. Bentuk kerusakan pada komponen tiang lantai: (a) serangan jamur pelapuk; (b) serangan rayap tanah; (c) serangan serangga perusak 17. Kerusakan pada kmponen penutup lantai: (a) lepasnya sambungan penutup lantai dengan rangka lantai; (b) lantai berlubang; (c) serangan lumut
7 7 7 8 8 9 9 10 12 12 12 13
14
14 15
16
16
18. Kerusakan pada komponen balok gording dan balok bin: (a) bercak akibat jamur; (b) serangan jamur pelapuk; (c) perubahan warna kayu 19. Kerusakan pada komponen penutup atap sirap: (a) sirap bagian luar yang retak dan pecah; (b) perubahan warna sirap bagian dalam; (c) sirap yang berlubang 20. Faktor perusak bangunan genus Trigona dengan mikroskop perbesaran 40X: (a) tampak atas lebah; (b) tampak samping lebah 21. Penampang melintang kayu secara makroskopis perbesaran 30X: (a) kayu meranti merah; (b) kayu ulin 22. Nilai perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng 23. Riwayat perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng
17
17 18 19 23 23
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil penilaian kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalteng 2. Contoh perhitungan nilai tegangan maksimum kolom akibat gaya dalam
29 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam. Salah satu bentuk dari kebudayaan ialah bangunan tradisional dari tiap propinsi yang dikenal dengan rumah adat. Keberadaan rumah adat terbukti mampu mengakomodasi kebutuhan penghuninya dan tanggap pada kondisi alam. Mengingat keberadaanya yang begitu penting, maka rumah adat perlu untuk dilestarikan dan dijaga. Bangunan atau arsitektur tradisional yang dibuat selalu dilatarbelakangi oleh kondisi lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki. Rumah adat dari 33 propinsi di Indonesia dapat dijumpai di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). TMII merupakan suatu kawasan taman wisata bertema budaya Indonesia. TMII mulai dibangun pada tahun 1975 dengan luas wilayah kurang lebih 150 hektar atau 1,5 km2 yang terletak pada koordinat 6o18’6.8”LS,106o53’47.2”BT (TMII 2012). Sebagian besar rumah adat dibangun dengan menggunakan material kayu. Kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dinilai tahan terhadap gempa. Apabila ditinjau dari segi arsitektur, bangunan dari kayu memiliki nilai estetika yang tinggi. Menurut Phansin dan de Zeuw (1970) kayu sebagai bahan konstruksi memiliki keunggulan yaitu mudah dipotong, dapat disambung secara mudah, tidak bersifat korosif, mempunyai sifat isolasi yang baik, serta memiliki sifat kekakuan dan kekuatan yang sangat baik. Namun bangunan kayu memiliki kelemahan terhadap serangan beragam faktor biologis perusak kayu. Berdasarkan hasil observasi dari ke 33 anjungan rumah adat di TMII, 23 diantaranya adalah rumah kayu. Kayu memiliki sifat higroskopis yang dapat menyerap dan mengeluarkan air sesuai dengan kondisi lingkungan, sehingga kayu dapat lembab dan kering bergantian secara berulang-ulang (Rahayu dan Coto 2008). Hal ini dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan oleh faktor biologis. Umur bangunan juga menjadi faktor dari timbulnya kerusakan. Kayu memiliki sifat keawetan yang berhubungan dengan masa pakai kayu. Rumah adat Aceh merupakan salah satu bangunan yang material penyusun bangunannya murni kayu. Terdapat keunikan di salah satu bangunan pada anjungan Aceh yaitu rumah Cut Mutia yang dipindahkan dari Aceh langsung ke TMII. Umur dari bangunan tersebut ± 175 tahun yang masih berdiri tegak dengan desain rumah panggung (Jenong, wawancara, 18 Mei 2014). Selain rumah adat Aceh, terdapat rumah adat khas Kalimanatan Tengah yang komponen penyusun strukturnya murni dari kayu. Rumah adat asal Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama rumah Betang. Bentuk rumah ini hampir mirip dengan rumah adat Aceh namun dengan skala yang lebih besar dan disusun oleh tiang penyangga yang lebih banyak. Evaluasi struktur sesuai dengan peraturan terbaru perlu dilakukan mengingat dalam perencanaan, struktur harus mampu memikul beban rencana dan mempunyai batas deformasi yang masih dalam daerah yang diijinkan. Kemampuan suatu struktur untuk memikul beban tanpa mengalami kelebihan tegangan ini diperoleh dengan menggunakan faktor keamanan dalam mendesain elemen struktur (Schoclek 1999 dalam Surya 2012).
2 Mengingat pentingnya fungsi rumah menurut Undang-undang No 4 tahun 1992 yaitu sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis bahaya kerusakan dan keamanan struktur bangunan untuk penghuninya.
Perumusan Masalah Bangunan rumah kayu merupakan bangunan yang rentan terhadap serangan faktor perusak. Kerusakan tersebut dapat berpengaruh terhadap kekuatan, terutama pada komponen struktural seperti balok dan kolom. Penelitian ini mencoba menganalisis seberapa baik kondisi eksisting dan ketahanan struktur bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah yang digunakan sebagai objek wisata di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur secara visual serta melakukan analisis struktur bangunan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah bagi perumusan kebijakan oleh pemerintah dalam pemeliharaan bangunan rumah adat di Indonesia, khususnya di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup penilaian kondisi bangunan, identifikasi kerusakan, faktor perusak, pengambilan sampel kayu dan data struktural. Selanjutnya identifikasi jenis kayu, uji sifat fisis kayu, penentuan kekokohan bangunan, dan analisis struktur bangunan. Tahap terakhir yaitu evaluasi kondisi bangunan dengan mengkaji hubungan dari seluruh komponen data yang diperoleh.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2014. Lokasi penelitian dilakukan pada anjungan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengah di
3 Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan tiga tahap, yaitu survei pendahuluan, penelitian lapang, dan analisis struktur.
Bahan Bahan utama penelitian terdiri dari dua macam bagian yaitu untuk penilaian kondisi bangunan secara visual dan analisis struktur. Bahan untuk penilaian kondisi bangunan secara visual yaitu bangunan rumah adat Aceh dan Kalimantan Tengan di TMII, tally sheet daftar penilaian kondisi tiap komponen bangunan, alkohol 70% untuk menyimpan hewan (faktor perusak) yang ditemukan, alumunium foil, plastik. Bahan untuk analisis struktur digunakan gambar rekonstruksi pada rumah adat Kalimantan Tengah dan tally sheet daftar pengukuran konstruksi bangunan rumah adat Aceh, serta sifat-sifat bahan (material properties) berupa data kerapatan, berat jenis, dan kekakuan.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: meteran, tangga, caliper, pisau cutter, lup perbesaran 10X, senter, botol film untuk menyimpan faktor perusak yang ditemukan, moisture meter, hygrometer dan thermometer, timbangan elektrik, mikroskop untuk mengidentifikasi anatomi kayu dan jenis perusak, kamera untuk dokumentasi, PC atau notebook, Microsoft Office Excel 2007, serta program Structural Analiysis Program 2000 (SAP 2000) versi 16 Evaluation.
Prosedur Analisis Data Penilaian kekokohan bangunan rumah adat Aceh dan Kalteng dilaksanakan dengan menggunakan metode rekayasa forensic dalam rangka mengevaluasi kondisi bangunan dan analisis struktur. Metode forensic adalah metode investigasi rekayasa dan penyebab kegagalan bangunan (Sulaiman 2005). Sebelum dilakukan penilaian kekokohan bangunan, perlu dilakukan pembobotan pada tiap komponen konstruksi bangunan. Suryadi (2005) telah melakukan pembobotan komponen konstruksi pada bangunan sederhana tidak bertingkat. Pada penelitian ini dilakukan penilaian kekokohan bangunan terhadap rumah panggung murni dengan kayu. Menurut Triestini (2000) komponen rumah panggung tidak jauh berbeda dengan komponen rumah dan gedung namun pada bagian lantai komponen yang utama adalah tiang-tiang penyangga rumah. Oleh karena itu dilakukan modifikasi pembobotan tiap komponen bangunan berdasarkan Suryadi (2005) untuk rumah panggung. Modifikasi dilakukan pada seluruh lingkup pekerjaan dengan pertimbangan struktur bangunan gedung yang berbeda dengan rumah panggung. Nilai pembobotan diberikan berdasarkan kriteria pertimbangan pengaruh masing-masing pekerjaan konstruksi dalam memberikan fungsi dan kekokohan bangunan terhadap faktor perusak bangunan. Teknik pembobotan pada bagian konstruksi disajikan pada Tabel 1.
4 Tabel 1 Teknik pembobotan pada tiap komponen konstruksi NoNo
A
B
C
D
E
F
Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan Atap Kuda-kuda Rangka atap Penutup atap Dinding Rangka Dinding Tiang Dinding Penutup Dinding Pintu dan Jendela Pintu Jendela Lantai Tiang Lantai Rangka lantai Penutup Lantai Drainase Alat penerimaan air buangan Saluran pembuangan Tempat pembuangan Jalan Utilitas Penerangan Air Pengatur udara Telekomunikasi Total Nilai Kekokohan
Hasil Pemeriksaan Bobot N Rusak/ Kurang Kepentingan Nilai BKx Sn Baik Sedang (BK) Ringan Sedang Parah (Sn) % 37 13 12 12 21 7 7 7 6 3 3 34 14 11 9 1 0.25
5
4
3
2
1
0.25 0.25 0.25 1 0.25 0.25 0.25 0.25 100
Untuk mendapatkan nilai kekokohan masing masing lingkup pekerjaan didapat dengan rumus: Total (BK x Sn) Nilai Kekokohan Bangunan = x100% 500 Penurunan Nilai Kekokohan =
BK−Nilai Kekokohan BK
x 100%
dimana: BK= bobot kegiatan Sn=skor nilai Penentuan kategori kondisi bangunan yang dipergunakan dalam pengamatan ini dikelompokkan dalam lima kelas kondisi, bergantung pada presentasi akhir nilai kekokohan yang diperoleh. Kategori nilai kekokohan bangunan dan predikatnya disajikan pada Tabel 2 dibawah ini:
5 Tabel 2 Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya No 1.
Nilai Kekokohan (%) 81-100
Predikat kategori Baik
2.
61-80
Sedang
3.
41-60
Rusak Ringan
4.
21-40
Rusak Sedang
5
0-20
Rusak Berat
Uraian kondisi bangunan Apabila kondisi pada komponen tersebut masih berfungsi dengan baik dan ada pemeliharaan rutin Apabila kondisi pada komponen tersebut masih berfungsi tetapi tidak ada pemeliharaan rutin Apabila kerusakan terjadi pada komponen non struktural lebih sering terlihat sebagai kerusakan pada pekerjaan finishing, seperti penutup atap, pasangan plafon, pasangan kramik, pasangan bata, plesteran dan lain-lain Apabila kerusakan terjadi pada sebagian komponen non struktural maupun struktur atap, struktur langit-langit, struktur beton, lantai dan lain-lain. Pada fasilitas utilitas kerusakan yang terjadi sudah mengganggu fungsional dari fasilitas tersebut Kerusakan yang terjadi pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun non struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya meski dengan pembiayaan yang cukup mahal
Sumber: Sulaiman (2005).
Identifikasi jenis dan anatomi kayu Identifikasi jenis kayu dilakukan dengan pengamatan ciri umum dan anatomi. Ciri umum meliputi warna, corak, tekstur, arah serat. Sedangkan ciri anatomi meliputi susunan, bentuk, dan ukuran sel. Ciri anatomi ini diamati dengan menggunakan lup perbesaran 10X dan mikroskop perbesaran 30X. Uji Sifat Fisis Kayu 1. Kadar Air (KA) Kadar air adalah banyaknya air yang ada di dalam kayu, yang pada umumnya dinyatakan sebagai persen terhadap berat kering oven kayu. Pengujian kadar air sampel kayu menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐾𝐴 =
BA − BKO × 100 BKO
Keterangan : KA = kadar air BA = berat awal BKO = berat kering oven
6 2. Kerapatan Kayu Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dalam kondisi kering udara per volume dalam kondisi kering udara menggunkan metode gravimetri. Nilai kerapatan kayu diperoleh dengan menggunakan rumus: 𝜌kayu =
m V
Keterangan : 𝜌kayu = kerapatan kayu (kg/m3) M = massa kering udara (kg) V = volume kering udara (m3) 3. Berat Jenis Kayu Berat jenis adalah nilai perbandingan antara berat kayu kondisi kering tanur per volume kayu dibagi dengan berat air pada volume yang sama menggunakan metode gravimetri. Nilai berat jenis dihitung dengan menggunakan rumus: BJ =
BKT/V 𝜌 air
Keterangan : BKT = berat kering yanur (kg) Vu = volume kering udara (m3) 𝜌 air = 1000 kg/m3 Pemodelan Struktur Bangunan Struktur bangunan dimodelkan dalam 3D menggunakan software komputer berbasis elemen hingga (SAP 2000). Pemodelan struktur 3D rumah adat Aceh dan Betang dirancang menggunakan kolom dan balok kayu seperti pada Gambar 3 dan 7. Struktur rumah adat Aceh memiliki ukuran panjang 13.2 m dan lebar 9 m seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Bangunan berupa rumah panggung yang memiliki ketinggian pondasi lantai 2.2 m dan tinggi ruang utama 1.5 m seperti pada Gambar 2. Portal A-A merupakan potongan rumah pada arah x, sedangkan portal B-B merupakan potongan rumah pada arah y. Rumah adat Aceh dibangun menggunakan 24 tiang penyangga dengan jarak antar kolom pondasi ditunjukkan pada Gambar 1. Ukuran kolom dan balok pada rumah adat Aceh ditunjukkan pada Tabel 3.
7 Portal B-B
Portal A-A
y
x
Gambar 1 Denah bangunan rumah adat Aceh
(a) Portal A-A Aceh
(b) Portal B-B Aceh
Gambar 2 Portal bangunan rumah adat Aceh
Kolom 100 dan 101
Joint atap
Kolom 2 dan 3
Gambar 3 Struktur 3D bangunan rumah adat Aceh
8
Tabel 3 Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Aceh Komponen Kolom Balok
Kode AK1 AB1 AB2 AB3
Material Kayu meranti merah Kayu meranti merah Kayu meranti merah Kayu meranti merah
Dimensi (m) d = 0.252 b = 0.38; h = 0.078 b = 0.27; h = 0.104 b = 0.272; h = 0.078
Struktur rumah Kalteng memiliki ukuran panjang 45 m dan lebar 25 m seperti pada Gambar 4. Ketinggian pondasi lantai 4.5 m dan tinggi ruang utama 3.1 m seperti Gambar 5 dan 6. Jenis kayu pada rumah Kalteng yaitu kayu ulin dengan ukuran kolom dan balok kayu yang disajikan pada Tabel 4.
y
x
Gambar 4 Denah bangunan rumah adat Kalteng
z
x
Gambar 5 Portal A-A rumah adat Kalteng
9
z
y
Gambar 6 Portal B-B rumah adat Kalteng
Joint atap Kolom 103 dan 104
Kolom 17
Kolom 1 dan 2
Gambar 7 Struktur 3D bangunan rumah adat Kalteng Tabel 4 Ukuran komponen kolom dan balok rumah adat Kalteng Komponen Kolom
Balok
Kode K1 K2 K3 K4 BL BG1 BG2 BK1 BK2 BK3
Material kayu ulin kayu ulin kayu ulin Kayu ulin kayu ulin kayu ulin kayu ulin kayu ulin kayu ulin kayu ulin
Dimensi (m) d = 0.50 d = 0.25 d = 0.60 d = 0.40 b = 0.14; h = 0.07 d = 0.20 d = 0.15 b = 0.50; h = 0.25 b = 0.25; h = 0.15 b = 0.20; h = 0.10
10 Sifat-sifat bahan (material properties) yang digunakan dalam pemodelan yaitu kerapatan, kekakuan (MOE) EL, ER, ET, poisson’s ratio (υ) υ12, υ13, υ23, dan modulus geser (G) GLR, GLT, GRT. Nilai sifat-sifat bahan ditentukan berdasarkan literatur karena terbatasnya alat yang digunakan dalam penelitian. Nilai kerapatan kayu meranti merah dan kayu ulin didapatkan dari hasil pengujian di laboratorium yaitu masing-masing 629 kg/m3 dan 983 kg/m3. Menurut PKKI nilai MOE ditentukan berdasarkan kelas kuat kayu. Kayu meranti merah termasuk dalam kelas kuat II-IV, sedangkan kayu ulin termasuk dalam kelas kuat I. Nilai MOE untuk kayu kelas kuat II-IV dan I masing-masing 8 x 108 kg/m2 dan 1.25 x 109 kg/m2. Menurut Mardikanto et al. (2011) nilai MOE tersebut belum memenuhi untuk dimasukkan ke dalam data sifat-sifat bahan karena merupakan data elastisitas hasil pengujian lentur saja (EL). Selanjutnya untuk mendapatkan nilai EL, ER, ET dan nilai modulus geser (G) digunakan konstanta elastisitas kayu rataan menurut Bodig dan Jayne (1993) yaitu: EL : ER : ET ≈ 20 : 1.6 : 1 EL : GLR ≈ 14 : 1 GLR : GLT : GRT ≈ 10 : 9.4 : 1 Analisis Seismik Struktur Bangunan Struktur bangunan dianalisis dengan metode analisis riwayat waktu (Time History Analysis) menggunakan record gempa El-Centro yang terjadi di Imperrial Valley 19 Mei 1940. Record gempa El-centro adalah salah satu record gempa alami yang sering digunakan untuk analisis dinamik struktural guna memahami kinerja sruktur tersebut. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software komputer berbasis elemen hingga (SAP 2000). Record gempa El-Centro memiliki percepatan 0.34 G seperti pada Gambar 8.
Sumber: http://peer.berkeley.edu/nga/
Gambar 8 Akselelogram gempa El-Centro 19 Mei 1940 Gaya-gaya dalam hasil analisis struktur digunakan untuk menghitung tegangan aktual elemen struktur. Evaluasi kekuatan elemen struktur dihitung dengan menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD). Metode ini membandingkan antara nilai tegangan aktual dan tegangan ijin. Tegangan ijin dihitung berdasarkan kelas kuat kayu menurut daftar IIa PKKI 1961. Kayu meranti merupakan kayu kelas kuat II-IV dan kayu ulin merupakan kayu kelas kuat I. Nilai tegangan ijin berdasarkan kelas kuat kayu menurut daftar IIa PKKI disajikan pada Tabel 5.
11 Tabel 5 Nilai tegangan ijin rumah adat Aceh dan Kalteng Tegangan Ijin Tegangan Ijin Lentur (kg/cm2) Tegangan Ijin Geser (kg/cm2)
Jenis Kayu Meranti Merah (KK II-IV) 75 8
Ulin (KK I) 150 20
Selain analisis gaya dalam, dilakukan analisis perpindahan struktur bangunan (displacement). Perpindahan struktur dilakukan untuk mengetahui respon struktur saat mengalami pembebanan gempa. Evaluasi Kondisi Bangunan Evaluasi kondisi bangunan dilakukan dengan menyatukan data hasil pengamatan visual dan analisis struktural. Data hasil pengamatan visual berupa penilaian kekokohan bangunan dan bentuk kerusakan bangunan yang didukung dengan hasil analisis seismik struktur bangunan. Sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai penentu kondisi bangunan dan ketahanananya terhadap gempa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Rumah Adat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan suatu kawasan taman wisata yang terletak di Jakarta Timur. Sejak berdirinya pada tahun 1975 sampai tahun 2000, di TMII terdiri dari 27 anjungan rumah adat, sedangkan saat ini anjungan di TMII berjumlah 33 propinsi (TMII 2012). Sebanyak 33 anjungan rumah adat di TMII, 23 di antaranya adalah rumah kayu, meskipun demikian rumah kayu tersebut tidak seluruhnya dibangun murni dengan kayu akibat sudah adanya renovasi dan pergantian komponen bangunan. Rumah Cut Mutia adalah rumah adat yang berada di dalam kawasan anjungan Aceh yang langsung dipindahkan dari tempat asalnya di Aceh kedalam TMII. Rumah ini merupakan rumah panggung yang seluruh material penyusun bangunannya murni kayu yang sudah berumur ±175 tahun (TMII 2012). Rumah ini memiliki satu ruangan di dalamya berupa ruang kamar tidur yang berada di tengah-tengah bangunan berukuran 7.87 m x 3.45 m. Tiang penyangga yang digunakan berjumlah 24 buah dengan menggunakan material kayu.
12
Gambar 9 Rumah adat Aceh Cut Mutia
(a)
(b)
Gambar 10 Bagian rumah adat Aceh: (a) penampakkan samping rumah adat Aceh Cut meutia; (b) ruang kamar tidur bagian dalam Rumah Adat Kalimantan Tengah adalah rumah Betang yang berarti kerukunan hidup. Rumah Betang dibangun pada tahun 1992 dengan menggunakan kayu ulin yang dikirim dari Kalimantan. Pada tahun 2013 diadakan renovasi terhadap lantai dasar bagian bawah bangunan yang sekarang sudah dipasang keramik. Seluruh komponen dari rumah Betang menggunakan kayu. Rumah Betang memiliki bentuk yang mirip dengan rumah Aceh namun dengan skala yang lebih besar.
Gambar 11 Rumah adat Betang Kalimantan Tengah
13
(a)
(b)
Gambar 12 Bagian rumah adat Betang Kalimantan Tengah; (a) bagian belakang bangunan; (b) bagian dalam bangunan. Indeks Kondisi Bangunan Penilaian indeks kondisi bangunan dilakukan terhadap komponen stuktural maupun non struktural secara visual. Berdasarkan metode yang digunakan, penilaian kondisi bangunan meliputi pekerjaan (1) atap, (2) dinding, (3) pintu dan jendela, (4) lantai, (5) drainase, dan (6) utilitas. Selain itu penilaian ini di khususkan pada komponen kayu yang menjadi bahan utama penyusun bangunan rumah adat. Nilai kekokohan bangunan rumah adat Aceh Cut Meutia yang diperoleh dari hasil skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural di sajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Aceh Acuan Hasil Pemeriksaan lapang Penilaian Lingkup No BK BK x Sn BKxSn Nilai Penurunan Pekerjaan (%) (Max) Kekokohan Kekokohan (%) (%) 1 Atap 37 185 124 24.8 33.33 2 Dinding 21 105 63 12.6 40 3 Pintu dan Jendela 6 30 24 4.8 20 4 Lantai 34 170 88 17.6 46.67 5 Drainase 1 5 4.25 0.85 15 6 Utilitas 1 5 4 0.8 20 Total 100 500 307.25 61.45 38.55 Survei lapang pada bangunan rumah adat Aceh yaitu rumah Cut Meutia menunjukkan penurunan kekokohan bangunan terbesar terjadi pada lingkup pekerjaan lantai, yaitu sebesar 46.6%. Kerusakan banyak terjadi pada komponen tiang lantai. Gambar 13a menunjukkan bekas serangan rayap kayu kering yang ditinggalkan berupa bubuk ekstremen coklat. Gambar 13b menunjukkan terjadinya pelapukan pada komponen tiang. Komponen tiang lantai ini merupakan bagian eksterior sehingga sering terkena hujan dan sinar matahari bergantian.
14 Menurut Hunt dan Garrat (1986), pelapukan disebabkan oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang, karena kayu bersifat higroskopis yang dapat mengembang dalam kondisi basah dan mengering dalam kering. Serta terjadi retak di sepanjang kayu (Gambar 13c).
(a)
(b)
(c)
Gambar 13 Kerusakan pada komponen lantai tiang penyangga: (a) serangan rayap kayu kering; (b) pelapukan kayu; (c) retakan disepanjang tiang Kerusakan lain yang terjadi pada lingkup pekerjaan lantai adalah pada komponen rangka lantai berupa lepasnya sambungan penutup lantai dengan rangka lantai sehingga menimbulkan celah (Gambar 14a), pengeroposan pada bagian balok induk (Gambar 14b), serta cacat berupa mata kayu (Gambar 14c).
(a)
(b)
(c)
Gambar 14 Kerusakan pada komponen lantai dan penutup lantai: (a) lepasnya sambungan penutup atap dengan rangka lantai; (b) balok induk yang keropos; (c) mata kayu pada balok anak. Lingkup pekerjaan yang memiliki nilai penurunan kekokohan tertinggi setelah lingkup pekerjaan lantai adalah pada lingkup pekerjaan atap sebesar 33.33%. Kerusakan sebagian besar ditemukan pada komponen rangka atap. Kerusakan pada reng dan kaso berupa: pecah dan retak pada komponen kaso, kayu keropos dan patah pada komponen reng seperti yang disajikan pada Gambar 15.
15
(a) (b) (c) Gambar 15 Kerusakan pada komponen reng dan kaso: (a) pecah dan retak pada kaso; (b) pengeroposan pada reng; (c) patah pada reng Lingkup pekerjaan yang memiliki nilai penurunan kekokohan terendah adalah lingkup drainase yaitu 15%. Lingkup pekerjaan drainase meliputi alat penerimaan air buangan, saluran pembuangan, tempat pembuangan dan jalan. Penilaian kondisi komponen lingkup pekerjaan drainase masih dalam kondisi baik, hanya kurang perawatan, sehingga penurunan kekokohan lingkup pekerjaan ini bernilai kecil. Nilai kekokohan bangunan rumah adat Kalimantan Tengah yang diperoleh dari hasil skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural di sajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil pemeriksaan kondisi bangunan rumah adat Kalimantan Tengah Acuan Penilaian Hasil Pemeriksaan lapang Lingkup BK BK x Sn BKxSn Nilai Penurunan No Pekerjaan (%) (Max) Kekokohan Kekokohan (%) (%) 1 Atap 37 185 123 24.6 33.33 2 Dinding 21 105 77 15.4 26.67 3 Pintu dan Jendela 6 30 27 5.4 10 4 Lantai 34 170 102 20.4 40 5 Drainase 1 5 4.5 0.9 10 6 Utilitas 1 5 4.75 0.95 5 Total 100 500 338.25 67.65 32.35 Survei lapang pada bangunan rumah adat Kalimantan Tengah menunjukkan penurunan kekokohan terbesar terdapat pada lingkup pekerjaan lantai sebesar 40%. Kerusakan sebagian besar ditemukan pada komponen tiang lantai yang berfungsi sebagai pondasi. Kerusakan tersebut berupa: terjadi perubahan warna dan lapuk akibat dari serangan jamur pelapuk, keropos akibat serangan rayap tanah, timbulnya lubang-lubang di sekitar komponen pondasi akibat serangga perusak kayu seperti yang disajikan pada Gambar 16. Komponen kolom yang terserang rayap merupakan bagian yang langsung kontak dengan tanah. Tarumingkeng (2000) bahwa rayap tanah mencapai objek serangannya karena objek tersebut langsung berhubungan dengan tanah.
16
(a)
(b)
(c)
Gambar 16 Bentuk kerusakan pada komponen tiang lantai: (a) serangan jamur pelapuk; (b) serangan rayap tanah; (c) serangan serangga perusak Kerusakan lain yang terjadi pada komponen lantai adalah pada penutup lantai berupa: lepasnya sambungan lantai (Gambar 17a), terdapat bagian lantai yang sudah berlubang (Gambar 17b). Selain itu lantai yang terserang lumut akibat kondisinya yang sering terkena hujan dan matahari (Gambar 17c). Allsopp et al. (2003) menyebutkan bahwa kerugian akibat tumbuhnya lumut dapat menyebabkan masalah-masalah struktur dan masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan. Sebagian besar kerusakan pada komponen ini terjadi pada lantai bagian luar. Menurut Priadi (2010) lantai bagian luar sering terkena paparan sinar matahari menyebabkan cat pelindung lebih cepat terkelupas dibandingkan dengan cat kayu yang ternaungi, hal ini dapat membuat bagian lantai bisa menyimpan air dan menjadi sarana infeksi spora jamur.
(a)
(b)
(c)
Gambar 17 Kerusakan pada kmponen penutup lantai: (a) lepasnya sambungan penutup lantai dengan rangka lantai; (b) lantai berlubang; (c) serangan lumut Penurunan kekokohan bangunan kedua yang memiliki nilai cukup tinggi adalah pada bagian pekerjaan atap yaitu sebesar 33.3%. Kerusakan akibat jamur sebagian besar ditemukan pada komponen atap yaitu kuda-kuda dan rangka atap berupa: perubahan warna kayu akibat rembesan air hujan, dan perubahan warna akibat serangan jamur pelapuk seperti yang disajikan pada Gambar 18.
17
(a)
(b)
(c)
Gambar 18 Kerusakan pada komponen balok gording dan balok bin: (a) bercak akibat jamur; (b) serangan jamur pelapuk; (c) perubahan warna kayu Bentuk kerusakan lain pada kompenen atap terjadi pada bagian penutup atap sirap yang mengalami perubahan warna, retak dan pecah, serta berlubang seperti yang di sajikan pada Gambar 19. Lubang ini memungkinkan timbulnya kebocoran pada bagian dalam rumah dan dapat mempengaruhi komponen bangunan lainnya. Penutup atap menggunakan kayu ulin yang dibentuk menjadi lembaran tipis sirap dapat menjaga ruangan dan komponen kayu didalam ruangan dari merembesnya air. Hal ini disampaikan oleh Saud dan Aufa (2012) bahwa susunan sirap yang berlapis-lapis menghindari air merembes ke dalam ruangan tetapi mengijinkan udara untuk bertukar ke dalam ruangan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 19 Kerusakan pada komponen penutup atap sirap: (a) sirap bagian luar yang retak dan pecah; (b) perubahan warna sirap bagian dalam; (c) sirap yang berlubang Lingkup pekerjaan yang memiliki penurunan kekokohan terendah yaitu utilitas sebesar 5%. Penilaian utilitas mencakup penerangan, air, pengatur udara/suhu dan telekomunikasi. Penurunan kekokohan lingkup pekerjaaan utilitas bernilai rendah karena rumah adat Kalteng memiliki utilitas yang sangat baik meliputi telepon, penyejuk ruangan, wifi dan penerangan di sekitar bangunan yang baik. Apabila ditinjau dari keseluruhan lingkup pekerjaan, rumah adat Aceh memiliki nilai kekokohan bangunan sebesar 61.45% dengan penurunan nilai kekokohan bangunan 38.55%, sedangkan rumah adat Kalteng memiliki nilai kekokohan bangunan sebesar 67.65% dengan penurunan nilai kekokohan bangunan 32.35%. Bangunan ini termasuk dalam predikat sedang dengan nilai kekokohan bangunan berkisar 61-80 %. Sesuai pada Tabel 2, Kondisi ini mengartikan bahwa komponen dalam bangunan masih berfungsi dengan baik namun tidak ada pemeliharaan rutin. Apabila ditinjau dari kondisi suhu dan kelembaban, rumah adat Aceh memiliki nilai suhu dan kelembaban masing-
18 masing berkisar 30-34 oC dan 45-60 %, sedangkan rumah adat Kalteng memiliki suhu dan kelembaban masing-masing berkisar 34-35 oC dan 42-45 %. Rumah adat Aceh memiliki suhu yang lebih rendah dengan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan rumah adat Kalteng. Priadi (2010) mengungkapkan bahwa di daerah dengan kelembaban yang lebih tinggi dan suhu yang lebih rendah, volume kayu yang terkena biodeteriorasi cenderung lebih tinggi. Kayu ulin pada rumah adat Kalteng dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi suhu dan kelembaban tersebut. Saud dan Aufa (2012) mengatakan bahwa kayu ulin sangat adaptif dengan kondisi luar ruangan terutama ketahanan terhadap panas dan hujan.
Faktor Perusak Bangunan Kerusakan bangunan sebagian besar terjadi pada bagian bawah bangunan yaitu komponen tiang lantai. Adapun faktor perusak yang banyak ditemukan yaitu jamur pelapuk dan rayap. Serangan jamur pelapuk dan rayap pada kedua bangunan merupakan yang paling mendominasi. Hal ini diduga karena komponen bangunan yang merupakan bahan kayu lama. Kayu memiliki sifat higroskopis yang tinggi sehingga kondisi kayu yang sering terkena paparan matahari dan hujan memicu pertumbuhan jamur pada komponen bangunan. Menurut Watt (1999) pelapukan adalah kerusakan kayu yang disebabkan oleh faktor iklim (sinar matahari, hujan, kelembaban, angin).
(a) Gambar 20
(b)
Faktor perusak bangunan genus Trigona dengan mikroskop perbesaran 40X: (a) tampak atas lebah; (b) tampak samping lebah
Selain itu ditemukan serangga pada rumah adat Kalteng yang termasuk dalam kelompok Hymenoptera. Serangga pada Gambar 20 termasuk dalam genus Trigona yang merupakan family Apidae dengan subfamili meliponinae. Menurut Syafrizal et al. (2012) Trigona termasuk dalam kelompok lebah yang merupakan serangga sosial, hidup berkelompok dalam suatu koloni yang disebut stingless bee, yaitu kelompok lebah yang tidak menyengat. CSIRO (1991) menyebutkan bahwa trigona merupakan lebah madu asli yang berukuran kecil, biasanya ditemukan dalam koloni yang besar. Goulet dan Huber (1993) menyebutkan ukuran lebah trigona terkecil memiliki panjang tubuh 1.9 mm.
19 Lebah Trigona ditemukan pada kolom tiang rumah adat Kalteng pada bagian celah-celah kayu. Lebah trigona yang ditemukan berukuran 0.4 cm dan pengambilan foto dilakukan dengan mikroskop perbesaran 40X. CSIRO (1991) menyebutkan bahwa sarang lebah trigona terdiri dari cerumen (campuran resin dan disekresikan dengan lilin) yang biasanya dibangun di cekungan pohon. Mairawita et al. (2012) juga menjelaskan bahwa lebah trigona banyak bersarang pada rongga pohon dan celah-celah dinding rumah.
Anatomi Kayu Pengamatan jenis kayu bangunan dilakukan menggunakan sampel yang didapat dari bangunan yang sudah tidak terpakai. Sampel pada rumah adat Aceh dulunya adalah merupakan tiang penyangga lantai yang menjadi pondasi, sedangkan sampel pada rumah adat Kalteng didapat dari potongan kayu sisa yang sudah tidak terpakai pada bagian lantai. Hasil identifikasi penampang melintang menunjukkan bahwa ciri makroskopis pada sampel kayu rumah Aceh merupakan kayu meranti merah (Shorea leprosula) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 21a, sedangkan rumah Betang Kalteng merupakan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 21b.
(a) Kayu Meranti Merah
(b) kayu Ulin
Gambar 21 Penampang melintang kayu secara makroskopis perbesaran 30X: (a) kayu meranti merah; (b) kayu ulin Ciri umum dari kayu meranti merah ialah warna kayu merah kecoklatan, arah serat umumnya berpadu, pori sebagian besar soliter berisi tilosis, diameter umumnya 200-300 µ, kadang lebih dari 400 µ, frekuensi 2 – 8 per mm2, jari-jari hampir seluruhnya multiseriat. Ciri khas dari kayu meranti merah lainnya ialah terdapatnya saluran damar yang aksial dan juga memiliki saluran damar yang radial. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mandang dn Pandit (1997) bahwa ciri utama dari kayu meranti merah mempunyai saluran aksial menyebar menurut garis tangensial panjang, berisi endapan berwarna putih. Ciri umum dari kayu ulin ialah warna kayu coklat kehitaman, pori tersebar merata, sebagian besar soliter dan sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial dan berisi tilosis karena kayu ulin kaya akan ekstraktif. Menurut Martawijaya et al. (2005) kayu ulin memiliki diameter pori 100-200 µ, dengan frekuensi 3-5 per mm2, jari-jari heteroseluler 2-3 seriat, serta memiliki parenkim tipe paratrakeal yang berbentuk selubung lengkap sampai aliform dan konfluen.
20 Kadar Air Evaluasi kerusakan bangunan memperlihatkan bahwa kondisi kadar air bangunan rata-rata yang diukur menggunakan moisture meter pada bangunan rumah adat Aceh yaitu sebesar 13.76%. Kadar air rata-rata pada bangunan rumah adat Kalteng sebesar 11.62%. Rumah adat Aceh memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan rumah adat Kalteng, namun kedua rumah ini berada pada kisaran kadar air kering udara menurut Kasmudjo (2010) bahwa kadar air kering udara Indonesia rata-rata 10 – 18 %. Selain itu dilakukan juga pengukuran kadar air kayu di laboratorium menggunakan sampel kayu yang didapat di lapangan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kadar air sampel pada kedua bangunan rumah adat memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Masing-masing nilai kadar air rumah Aceh dan Kalteng sebesar 11.76% dan 11.80%. Hasil pengukuran di lapangan menggunakan alat uji kadar air moisture meter berbeda dengan hasil pegukuran di laboraturium, namun kedua hasil tersebut masih masuk dalam kisaran rata-rata kadar air kering udara kayu Indonesia. Menurut Bowyer et al. (2003), perbedaan kadar air kayu dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, tempat tumbuh dan umur dari pohon. Selain itu faktor lingkungan dan waktu pengambilan data dapat menjadi alasan timbulnya perbedaan nilai KA yang dihasilkan.
Kerapatan dan Berat Jenis Berat jenis dan kerapatan dilakukan dengan menggunakan sampel kayu yang didapat di lapangan dengan tiga kali pengulangan. Hasil pengujian menunjukkan nilai BJ dan kerapatan untuk kayu meranti merah pada bangunan rumah adat Aceh masing-masing 563 dan 629 kg/m3. BJ dan kerapatan kayu ulin pada bangunan rumah adat Kalteng masing-masing 879 dan 983 kg/m3. Menurut Bowyer et al. (2003) besarnya BJ kayu berbeda-beda tergantung strukktur kayu dan perbandingan antara jumlah dinding sel dengan rongga kayu. Secara umum dapat dikatakan bahwa komponen pada rumah adat Kalteng lebih kuat dibandingkan komponen pada rumah adat Aceh karena pemilihan jenis kayu yang lebih kuat. Kerapatan dan berat jenis kayu sangat mempengaruhi kekuatan kayu. Sadiyo et al. (2012) mengungkapkan bahwa kerapatan kayu dapat menggambarkan kekuatan kayu, dimana semakin besar nilai kerapatan suatu kayu maka kayu tersebut semakin kuat.
Analisis Seismik Struktur Bangunan Analisis seismik struktur bangunan dilakukan untuk menentukan respon struktur bangunan ketika menghadapi pergerakan tanah (ground motion) akibat gempa. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode time history dari record gempa alami El-Centro 1940 diperoleh respon struktur berupa gaya dalam (gaya geser dan momen) dan deformasi struktur (perpindahan).
21 Denah dan Bentuk Bangunan Bangunan rumah adat Aceh mempunyai bentuk denah bangunan empat persegi panjang dengan ukuran 9 m x 13.2 m, sehingga perbandingan panjang dan lebar bangunan 2 : 3 dengan tinggi bangunan 7.3 m. Ruangan pada rumah adat Aceh hanya berjumlah satu yang tepat berada di tengah-tengah bangunan. Apabila ditinjau dari denah bangunan, rumah Aceh memiliki bentuk yang sangat sederhana, simetris dan seragam dalam bahan yaitu kayu sebagai material penyusun bangunan. Bangunan rumah adat Kalteng mempunyai bentuk denah seperti huruf E dengan panjang dan lebar bangunan 25 m x 45 m sehingga perbandingan panjang dan lebar bangunan 1 : 1.8 dengan tinggi bangunan 12.49 m. Apabila ditinjau dari denah bangunan menunjukkan bahwa bangunan sangat kompleks dan tidak simetris pada bagian panjang dan lebarnya, namun penyekat-penyekat ruangan pembentuk kamar susunannya sangat teratur dan simetris. Bentuk rumah yang sederhana dan simetris merupakan bangunan yang lebih tahan terhadap gempa. Seperti yang dikatakan menurut Boen (2009) bahwa struktur rumah tahan gempa yaitu denah bangunan berbentuk sederhana dan simetris, serta tinggi rumah yang proporsional. Analisis Gaya Dalam Analisis gaya dalam meliputi dua hal yaitu membandingkan nilai gaya maksimum serta menghitung nilai tegangan aktual elemen pada posisi yang berbeda. Elemen portal yang dianalisis pada rumah adat Aceh yaitu kolom 2 (AK1) dan kolom 3 (AK1) yang terletak pada bagian pojok bangunan, kolom 100 (AK1) dan kolom 101 (AK1) yang terletak pada bagian tengah bangunan. Pemilihan kolom tersebut adalah untuk melihat gaya dalam yang timbul akibat gempa pada posisi yang berbeda. Hasil analisis gaya dalam, diperoleh nilai gaya geser tertinggi terdapat pada kolom 100 (AK1) sebesar 669.24 kgf (Tabel 8) yang berbanding lurus dengan tegangan gesernya yang memperoleh nilai tertinggi sebesar 1.34 kg/cm2 (Tabel 9). Tabel 8 Gaya dalam kolom rumah adat Aceh akibat gempa Gaya Dalam Gaya Geser (kgf) Momen (kg.m)
Kolom 2 (AK1) 565.47 -1244.04
Kolom 3 (AK1) -232.17 -798.78
Kolom 100 (AK1) 669.24 -1472.32
Kolom 101 (AK1) 124.29 -945.79
Tabel 9 Nilai tegangan kolom rumah adat Aceh akibat gempa Nilai Tegangan Geser (kg/cm2) Lentur (kg/cm2)
Kolom 2 (AK1) 1.13 111.07
Kolom 3 (AK1) 0.46 70.52
Kolom 100 (AK1) 1.34 131.45
Kolom 101 (AK1) 0.25 84.44
Nilai momen dan tegangan lentur tertinggi terdapat pada kolom 100 (AK1) masing-masing sebesar -1472.32 kg.m (Tabel 8) dan 131.45 kg/cm2 (Tabel 9). Nilai tegangan lentur yang dihasilkan pada kolom 100 (AK1) melebihi tegangan lentur yang diijinkan menurut PKKI untuk kayu kelas kuat II-IV sebesar 75 kg/cm2, sehingga kolom 100 (AK1) tidak aman untuk menahan momen yang timbul. Menurut Mardikanto et al. (2011) tegangan geser kolom menyebabkan
22 deformasi berupa perpindahan horizontal. Perpindahan memiliki hubungan yang berbanding lurus degan nilai momen. Semakin jauh perpindahan elemen akibat pembebanan, maka nilai momen juga semakin tinggi. Elemen portal yang dianalisis pada rumah adat Kalteng adalah kolom 1 (K1) dan kolom 2 (K1) pada bagian pojok bangunan, kolom 17 (K4) pada bagian depan, kemudian kolom 98 (K1) dan kolom 99 (K1) yang terdapat di bagian tengahtengah bangunan. Tabel 10 Gaya dalam kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa Gaya Dalam Gaya Geser (kgf) Momen (kg.m)
Kolom 1 (K1) 709.81 -3194.12
Kolom 2 (K1) -608.46 -3242.91
Kolom 17 (K4) 8688.67 39099
Kolom 103 (K1) 1188.12 -3834.74
Kolom 104 (K1) 720.89 -6710.66
Tabel 11 Nilai tegangan kolom rumah adat Kalimantan Tengah akibat gempa Nilai Tegangan Geser (kg/cm2) Lentur (kg/cm2)
Kolom 1 (K1) 0.36 37.10
Kolom 2 (K1) 0.31 37.66
Kolom 17 (K4) 6.92 889.42
Kolom 103 (K1) 0.61 44.54
Kolom 104 (K1) 0.37 77.94
Berdasarkan hasil analisis, nilai gaya geser dan tegangan geser tertinggi pada rumah adat Kalteng terdapat pada kolom 17 (K4) masing-masing sebesar 8688.67 kgf (Tabel 10) dan 6.92 kg/cm2 (Tabel 11). Nilai gaya geser dan tegangan geser yang timbul memiliki hubungan yang berbanding lurus. Kolom 17 (K4) memperoleh nilai momen yang tinggi sebesar 39099 kg.m (Tabel 10), sehingga kolom 17 (K4) juga memperoleh nilai tegangan lentur tertinggi sebesar 889.42 kg/cm2 (Tabel 11). Tegangan aktual lentur yang dihasilkan melebihi dari tegangan lentur yang diijinkan untuk kayu kelas I menurut PKKI sebesar 150 kg/cm2. Kolom 17 (K4) merupakan tiang penyangga pada bagian pondasi yang tidak menerus sampai dinding, sehingga diduga bahwa komponen kolom 17 (K4) tidak dapat menahan momen yang timbul dan akan mengalami kerusakan ketika mengalami beban gempa. Tingginya nilai tegangan geser dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bentuk struktur, posisi kolom, dan jenis tumpuan. Posisi kolom yang terletak pada bagian bawah portal menyebabkan kolom mendapatkan gaya geser yang lebih besar dibandingkan dengan kolom lainnya. Menurut Mardikanto et al. (2011) tegangan geser merupakan perbandingan antara beban sejajar penampang dengan luas penampang geser. Nilai luas penampang antar kolom tidak jauh berbeda, sehingga nilai gaya geser mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai tegangan aktual geser. Nilai tegangan lentur dipengaruhi oleh dimensi penampang. Hal ini karena tegangan lentur merupakan perbandingan antara momen lentur dengan tahanan momen penampang kolom. Menurut Prihatmaji (2007) semakin kecil dimensi kayu pada kolom maka semakin lentur tetapi akan beresiko patah. Ukuran kayu yang proporsional dibutuhkan untuk mengurangi nilai tegangan lentur dan resiko patah.
23 Perpindahan Struktur Bangunan Respon struktur berupa perpindahan pada rumah adat Aceh diambil pada joint 24 dan pada rumah Kalteng diambil pada joint 162. Pemilihan joint tersebut karena merupakan joint atap. Respon perpindahan struktur diwakili oleh joint atap.
Displacement (m)
0,3
0,26
0,25 0,2 0,14
0,15 0,1 0,05 0
Aceh
Kalteng
Gambar 22 Nilai perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng
Displacement (m)
Berdasarkan Gambar 22 nilai respon struktur perpindahan joint atap pada sumbu x rumah adat Aceh diperoleh 0.14 m pada t = 4.04 detik, sedangkan perpindahan joint atap pada sumbu x untuk rumah adat Kalteng 0.26 m pada saat t = 4.41 detik. Gambar 23 menunjukkan grafik perpindahan joint atap Aceh dan Kalteng selama 40 detik. Apabila membandingkan antara kedua rumah, maka perpindahan struktur rumah adat Kalteng lebih tinggi daripada rumah adat Aceh. Hal ini dikarenakan struktur rumah adat Kalteng lebih tinggi dibandingkan rumah adat Aceh.
0,3 0,27 0,24 0,21 0,18 0,15 0,12 0,09 0,06 0,03 0 -0,03 0 -0,06 -0,09 -0,12 -0,15
Aceh Kalteng 10
20
30
40
Time (s)
Gambar 23 Riwayat perpindahan struktur rumah adat Aceh dan Kalteng Faktor yang mempengaruhi nilai perpindahan maksimum adalah kekakuan bangunan. Menurut Suryanita et al. (2006) bahwa kekakuan berbanding terbalik dengan perpindahan maksimum. Menurut Supit et al. (2013) kekakuan memiliki formulasi yang berbanding lurus dengan modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I), namun berbanding terbalik dengan panjang bentang (L). Rumah adat Aceh memiliki panjang bentang yang lebih kecil, sehingga rumah adat Aceh
24 memiliki kekakuan struktur yang lebih tinggi dibandingkan rumah adat Kalteng. Akibat kekakuan struktur yang lebih rendah, maka nilai perpindahan pada rumah adat Kalteng menjadi lebih besar. Kinerja Struktur Bangunan Penilaian kinerja struktur didasarkan pada kemampuan bangunan dalam menahan beban akibat gaya dalam berupa tegangan geser dan tegangan lentur. Evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kondisi struktur bila terjadi gempa. Hasil analisis pada rumah adat Aceh dan Kalteng menunjukkan bahwa kedua bangunan dapat menahan tegangan geser namun tidak dapat menahan tegangan lentur akibat momen yang timbul. Hal ini terbukti dari nilai tegangan aktual lentur bangunan yang melebihi nilai tegangan lentur yang diijinkan. Menurut Dewobroto (2006) apabila salah satu dari komponen atau elemen yang dikontrol gaya melebihi nilai-nilai yang ditetapkan maka dianggap kinerjanya tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu evaluasi kinerja struktur kedua bangunan menjadi tidak aman terhadap gempa dengan percepatan tanah 0.34 G.
Evaluasi Kondisi Bangunan Bangunan rumah Aceh dan Kalimantan Tengah termasuk rumah yang layak untuk dihuni karena masih dalam kisaran predikat sedang dengan nilai berkisar 61-80 % yaitu dengan nilai kekokohan masing-masing rumah adat Aceh dan Kalteng 61.45% dan 67.65%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi bangunan berada pada kondisi yang baik dengan berbagai kerusakan yang ditemukan. Menurut Sulaiman (2005) bangunan yang tidak layak huni adalah bangunan yang mempunyai nilai keterandalan ≤ 40%. Kerusakan yang terjadi pada bangunan sebagian besar telah mengalami perbaikan berupa penggantian komponen yang sangat rusak dan perawatan berupa pengecetan ulang pada komponen-komponen yang mengalami kerusakan. Kegiatan perawatan yang dilakukan pada rumah Aceh mencakup pembersihan terhadap debu dan kotoran yang dilakukan setiap hari, penggantian dan pengecetan ulang terhadap komponen bangunan yang rusak dilakukan ± 5 tahun sekali. Rumah adat Kalteng juga melakukan perawatan berupa pembersihan bangunan dari debu dan kotoran yang dilakukan setiap hari. Sejauh ini penggantian komponen bangunan belum pernah dilakukan karena komponen kayu struktural maupun non struktural masih berfungsi dengan baik, perawatan rutin hanya berupa pengecetan ulang pada komponen kayu yang sudah berubah warna dengan menggunakan pelitur. Berdasarkan hasil analisis struktur bangunan pada komponen kolom akibat beban gempa berupa nilai gaya dalam (geser dan momen) dan nilai tegangan memperlihatkan bahwa nilai tegangan aktual geser berada dibawah nilai tegangan ijin geser, namun untuk nilai tegangan aktual lentur melebihi nilai tegangan ijin lentur. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen kolom tersebut tidak dapat menahan momen yang timbul dan akan mengalami kerusakan akibat beban gempa. Oleh karena itu perlu dilakukan perkuatan terhadap komponen tersebut, agar aman menahan momen yang timbul.
25
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil Identifikasi bangunan rumah adat Aceh memiliki nilai kekokohan bangunan 61.45%, sedangkan rumah Kalteng memiliki nilai kekokohan bangunan 67.65% yang berarti kedua bangunan berada dalam kondisi sedang. Kondisi itu menunjukkan bahwa komponen bangunan masih berfungsi dengan baik namun tidak ada pemeliharaan rutin. Faktor perusak bangunan yang mendominasi pada kedua bangunan ialah jamur dan rayap. Jenis kayu yang digunakan pada rumah adat Aceh ialah meranti merah, sedangkan jenis kayu yang digunakan pada rumah adat Kalteng ialah kayu ulin. Berdasarkan hasil analisis struktur bangunan rumah Aceh dan Kalteng dengan permodelan struktur 3D menunjukkan struktur tidak mampu menahan gaya gempa dengan percepatan 0.34 G. Hal ini dikarenakan nilai tegangan aktual lentur lebih tinggi daripada tegangan lentur yang diijinkan.
Saran Perlu dilakukan perawatan dan perbaikan terhadap komponen bangunan yang rusak guna menjaga kondisi bangunan agar tetap aman. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan dimensi tiap komponen agar ekonomis dan aman terhadap gempa.
DAFTAR PUSTAKA Allsopp Dennis, Kenneth J Seal and Christine C. Gaylarde. 2003. Introduction to Biodeterioration ( Second edition). Cambridge (UK): Cambridge University Press. Bodig J, Jayne BA. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composite. Malabar, Florida (US): Krieger Publishing Company. Boen T. 2009. Constructing Seismic Resistant Masonry Houses in Indonesia. Jakarta (ID): United Nations Centre for Regional Development (UNCRD) Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction. USA: The Lowa State University Press. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. 1991. The Insects of Australia. Australia (AU): Melbourne University Press. Dewobroto W. 2006. Evaluasi kinerja bangunan baja tahan gempa dengan SAP2000. Jurnal Teknik Sipil. Vol 3(1):7-24. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The World: An Identification guide to families. Otawa (CA): Canada Communication Group. Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengawetan Kayu. (terjemahan Mohammad Jusuf) Edisi I. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Yogyakarta (ID): Cakrawala Media.
26 Mairawita, Hubazar T, Hasyim A, Nasir N. 2012. Potensi Trigona spp. sebagai Agen Penyebab Bakteri Ralstonia Solanacearum Phylotipe IV Penyebab Penyakit Darah pada Tanaman Pisang. J HPT Tropika. 12(1):92-101. Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor (ID): Yayasan PROSEA, Bogor dan Pusat DiklatPegawai dan SDM Kehutanan. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press. Martawijaya A, Katasujana I, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Phansin AJ and de Zeuw C. 1970. Text Book of Wood Technology Vol III. New York (US): Mc Graw Hill Book Company. Priadi T, Nandika D, Sofyan K, Achmad, Witarto AB. 2010. Biodeteriorasi komponen kayu rumah di beberapa daerah yang berbeda suhu dan kelembaban. Jurnal ITHH. 3(1):26-31. Prihatmaji YP. 2007. Perilaku rumah tradisional Jawa “joglo” terhadap gempa. Dimensi Teknik Arsitektur. 35(1):26-31. Rahayu IS, Coto Z. 2008. Pengaruh perlakuan vakum terhadap absorpsi air oleh kayu dalam proses rendaman dingin. Jurnal ITHH. 1(1):9-17. Sadiyo S, Wahyudi I, Yoresta FS, Nurhasanah, Sholihin M. 2012. Analisis kekuatan sambungan geser ganda enam jenis kayu pada berbagai sesaran menurut diameter dan jumlah baut. Jurnal Perennial. 8(2):52-61. Saud MI, Aufa N. 2012. Tanggapan terhadap iklim sebagai perwujudan nilai vernakular pada rumah bubungan tinggi. LANTING Journal of Architecture. 1(2):106-116. Sulaiman. 2005. Keterandalan konstruksi bangunan pendidikan (studi kasus pada gedung sekolah dasar) [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Supit NWA, Sumajow MDJ, Tambato WJ, Dapas SO. 2013. Struktur bangunan beton bertulang bertingkat banyak dengan variasi orientasi sumbu kolom. Jurnal Sipil Statik. 1(11):696-704 Surya M. 2012. Analisis dan Evaluasi Struktur Wing Fahutan IPB, Bogor, terhadap Ketahanan Gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 [skripsi]. Bogor (ID).Institut Pertanian Bogor. Suryadi D. 2005. Kekokohan Konstruksi Bangunan Sekolah Dasar Negeri (Studi Kasus: Kec. Cibarusah Kab. Bekasi. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknik Universitas Pakuan. Suryanita R, Mudjiatko, Hendra S. 2006. Respon struktur sistem derajat kebebasan tunggal akibat beban dinamis dengan pola pembebanan segitiga. Jurnal Sains dan Teknologi. 5(2):32-37. Syafrizal, Bratawinata AA, Sila M, Marji D. 2012. Jenis Lebah Kelulut (Trigona spp.) di Hutan Pendidikan Lempake. Mulawarman Scientifie. Vol 11(1):1118. Tarumingkeng RC. 2000. Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan: Topik-topik terpilih. Jakarta (ID): UKRIDA Press. [TMII] Taman Mini Indonesia Indah. 2012. Tentang TMII [Internet]. [diunduh 2014 April 15]. Tersedia pada: http://www.tamanmini.com/tentang-tmii.php.
27 Triestine Y. 2000. Pemanfaatan jenis kayu oleh masyarakat ambai sebagai bahan baku komponen bangunan rumah berlabuh [skripsi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Undang-Undang tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Watt DS. 1999. Building Pathology : Principle and Practice. Cambridge (UK): Cambridge The University Press.
28
LAMPIRAN
29 Lampiran 1 Hasil penilaian kondisi bangunan rumah adat Aceh dan Kalteng No A 1 2 3 B 1 2 3 C 1 2 D 1 2 3 E 1 2 3 4 F 1 2 3 4
Lingkup Pekerjaan PEKERJAAN ATAP Kuda-kuda Rangka atap Penutup atap DINDING Rangka dinding Tiang dinding Penutup dinding PINTU DAN JENDELA Pintu Jendela LANTAI Tiang lantai Rangka lantai Penutup lantai DRAINASE Alat penerimaan air buangan Saluran pembuangan Tempat pembuangan Jalan UTILITAS Penerangan Air Pengatur udara/suhu Telekomunikasi Total Nilai Kekokohan
Material
Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu
Kayu Kayu Kayu Kayu Kayu
Bobot Kepentingan (%) 37
Aceh Nilai BkxSn (Sn)
Kalteng Nilai BkxSn (Sn)
13 12 12 21 7 7 7 6
4 3 3
52 36 36
3 4 3
39 48 36
3 3 3
21 21 21
4 4 3
28 28 21
3 3 34 14 11 9 1 0.25
4 4
12 12
4 5
12 15
2 3 3
28 33 27
3 3 3
42 33 27
4
1
3
0.75
0.25
4
1
5
1.25
0.25
4
1
5
1.25
0.25 1 0.25 0.25 0.25
5
1.25
5
1.25
4 4 3
1 1 0.75
4 5 5
1 1.25 1.25
0.25 100
5
1.25 307.25 61.45
5
1.25 338.25 67.65
30 Lampiran 2 Contoh perhitungan nilai tegangan maksimum kolom akibat gaya dalam 1. Cek Tegangan geser pada kolom 1 rumah adat Kalteng Dik : V = 709.81 kgf (gaya geser berdasarkan analisis menggunakan software berbasis elemen hingga) d = 50 cm BJ = 0.879 Beban tetap + gempa 𝛾 = 5/4 Konstruksi terlindung, 𝛽 =1 Tegangan ijin geser kolom = //r = 12 kg/cm2 Luas penampang geser = A lingkaran = ¼ x 𝜋 x d2 = ¼ x 3.14 x 502 = 1962.5 Tegangan geser aktual = //r
𝑉
709.81
= 𝐴 = 1962.5 = 0.362 kg/cm2 = 0.362 kg/cm2< 12 kg/cm2.. Aman
2. Cek tegangan lentur aktual kolom 1 rumah adat Kalteng Dik:
M = -3194.12 kg.m (momen berdasarkan analisis menggunakan software berbsis elemen hingga) d= 50 cm Faktor perlemahan = 30% Tegangan ijin lentur kolom = 𝜎 lt = 150 kg/cm2 πd3
= 0.0123 m3
=W=
Tegangan lentur aktual
= 𝜎 lt = 𝑐 .𝑊 = 0.7 𝑥 0.0123 = 370977.93 kg/m2
32 𝑀
=
3.14 x 0.53
Tahanan momen lingkaran
32
3194.12
=37.098 kg/cm2 < 150 kg/cm2.. Aman
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 15 September 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Sumarno dan Ibu Tukiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2004 di SDN 1 Depok. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Depok dan lulus pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2010 penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 109 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang diantaranya yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Pangandaran dan Gunung Sawal Tasikmalaya. Pada tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi. Kemudian pada tahun yang sama juga, penulis melanjutkan mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sumber Mas Indah Plywood Gresik, Jawa Timur. Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus. Penulis juga menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai bendahara umum Himasiltan pada tahun 2012. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Kondisi Bangunan Rumah Aceh dan Kalimantan Tengah di Taman Mini Indonesia Indah dibawah bimbingan Dr Lina Karlinasari SHut, MSc, FTrop dan Fengky Satria Yoresta ST, MT.