EVALUASI KEBERHASILAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN PELAYANAN PUBLIK PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR (Studi Kasus Empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2012)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
M.Aziz Irwanto 105020100111075
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
EVALUASI KEBERHASILAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN PELAYANAN PUBLIK PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR ( Studi Kasus Empat Kabupaten Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2012) M.Aziz Irwanto Moh. Khusaini Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] Abstrak Dalam mengevaluasi tentang kinerja keuangan daerah dan pelayanan publik. Kabupaten Tulungagung dan Jombang merupakan kabupaten yang diteliti karena daerah tersebut merupakan daerah yang berprestasi dalam menyelenggarakan pemerintah daerah. Sedangkan Kabupaten Situbondo dan Probolinggo sebagai daerah pembanding karena daerah tersebut merupakan daerah dengan berpendapatan rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan tingkat kinerja keuangan daerah yang diteliti dan daerah pembanding tahun 2008-2012 dan mengetahui serta mendiskripsikan tingkat kualitas pelayanan publik pada bidang pendidikan dan kesehatan anatar daerah yang diteliti dan derah pembanding tahun 2008-2012. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif deskriftip. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik kepustakaan. Setelah data terkumpul dianalisis menggunakan indeks kinerja keuangan daerah dan indeks kinerja pelayanan publik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kinerja keuangan daerah tertinggi yaitu Kabupaten situbondo dengan prosentase sebesar 47,72%, Kabupaten Tulungagung dengan tingkat prosentase sebesar 44,46% berada pada urutan kedua, Kabupaten Jombang pada urutan ketiga dengan prosentase sebesar 44,03% dan pada urutan terendah Kabupaten Probolinggo dengan prosentase sebesar 41,51%. Pada kinerja pelayanan publik urutan pertama dengan prosentase sebesar 33,89% adalah Kabupaten Situbondo, pada urutan yang kedua yaitu Kabupaten Tulungagung dengan prosentase sebesar 33,46%, diurutan yang ketiga terdapat Kabupaten Probolinggo dengan prosentase sebesar 33,31% dan Kabupaten Jombang adalah kabupaten terendah dengan prosentase sebesar 33,26%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk pengembangan pada sektor ekonomi untuk mengurangi dependensi fiskal, meningkatkan dalam pengelolaan belanja daerah sehingga akan meningkatakn dalam belanja modal dan melakukan pengembangan dalam program inovatif setiap daerah. Kata kunci : Kinerja Keuangan Daerah dan Kinerja Pelayanan Publik
A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pulau terbanyak dengan berbagai macam budaya setiap daerahnya. Dengan adanya perbedaan budaya tersebut menyebabkan terjadinya suatu perbedaan tata cara pengeloloaan dalam keuangan daerah maupun penyediaan pelayanan publik. Dari tahun ke tahun sistem pemerintahan yang ada di Indonesia mengalami perubahan. Pada orde lama sistem pemerintahannya menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem sentralistik adalah sistem yang hanya berfokus pada pemerintahan pusat yaitu semua kegiatan pemerintahan yang mengatur adalah pemerintah pusat. Saat terjadinya reformasi mengakibatkan adanya perubahan sistem pemerintahan yaitu menjadi sistem desentralisasi, sistem yang memberikan wewenagan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri.
Pelaksanaan sistem desentralisasi mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dan pemerintah daerah. Sistem desentralisasi ini diharapkan mampu memberikan sesuatu yang berbeda dari sistem sentralisasi sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera. Tujuan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum sepenuhnya berhasil. Dalam hal ini dindikasikan dengan ketergantungan fiskal yang relatif tinggi. Masih adanya ketergantungan yang besar daerah otonom terhadap pemerintah pusat yaitu mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat dalam membiayai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah. Dengan melihat kondisi seperti ini pemerintah pusat mampu memberikan suatu penelian terhadap pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah mampu membenahi dirinya sediri menjadi daerah yang lebih mandiri dan berprestasi. Ketergantungan daerah terhadap fiskal adalah bukan merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem desentralisasi. Permasalahan lain yang terjadi adalah tentang kualitas pelayanan publik yang kurang memadai. Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat kurang memadai terutama didaerah yang jauh dari daerah perkotaan. Dilihat dari fisik bangunan, jumlah guru dan berbagai fasilitas sekolah. Namun, pemerintah pusat tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di daerah-daerah polosok, pemerintah pusat hanya memperbaiki sistem kebijakan pendidikan yang setiap tahunnya berubah-ubah namun tidak ada perubahan pada perbaikan infrastruktur pendukungnya. Selain dari aspek pendidikan, aspek pelayanan kesehatan juga merupakan salah satu aspek dalam pelayanan publik yang patut mendapat perhatian khusus. Dalam kenyataannya, tidak semua kalangan masyarakat yang dapat menikmati fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memadai. Kesempatan pemerataan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam mendapatkan dan menikmati fasilitas kesehatan mutlak diwujudkan dalam era desentralisasi. Dari berbagai masalah kinerja pemerintah daerah dan pelayanan publiknya disetiap daerah, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kinerja. Disini dibuktikan dengan adanya daerah-daerah yang berprestasi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri. Semua ini tidak terlepas dari kerjasama pemerintah daerah dan masyarakatnya demi meningkatkan hasil dan pelayanan publik yang lebih baik. Dari berbagai masalah kinerja pemerintah daerah dan pelayanan publiknya disetiap daerah, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kinerja. Disini dibuktikan dengan adanya daerah-daerah yang berprestasi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri. Semua ini tidak terlepas dari kerjasama pemerintah daerah dan masyarakatnya demi meningkatkan hasil dan pelayanan publik yang lebih baik. Diantara beberapa kabupaten yang berprestasi menurut keputusan menteri dalam negeri yaitu kabupaten yang ada di Jawa Timur diantaranya adalah Kabupaten Tulungagung, Jombang dan Pacitan adalah salah satu kabupaten yang berprestasi. Kabupaten Tulungagung dinilai berprestasi dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah yang meliputi aspek keuangan daerah, kepegawian, penyelenggaraan urusan pemerintah dan aspek perkembangan ekonomi daerah. Dengan terciptanya daerah yang berpresatsi akan mengurangi ketergantungan kebijakan fiskal terhadap pemerintah daerah dan memberikan pelayanan yang publik yang memadai bagi masyarakat setiap daerahnya. Namun selain daerah Tulungagung, ada daerah yang masih mempunyai kekurangan keuangan daerah diantaranya ditiga kabupaten yaitu (Jombang, Situbondo dan Probolinggo). Melihat kejadian seperti ini, memeliki daya tarik tersendiri untuk diteliti dan di telusuri lebih lanjut apabila dihubungkan dengan kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Tujuan dibuat daerah pembanding adalah untuk melihat perbandingan anatara daerah yang berprestasi dengan daerah yang tidak berprestasi, apakah benar Kabupaten Tulungagung benar-benar menjadi daerah yang berprestasi. Penelitian lebih lanjut akan difokuskan pada penyelenggaraan pemerintah dalam aspek evaluasi keberhasilan kinerja keuangan daerah serta pelayanan publik terhadap masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan di empat kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur.
B. KERANGKA TEORITIS Otonomi Daerah Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu outus yang berarti sendiri dan nomos berarti undang-undang. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5. "Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan" (Undang-Undang Otonomi Daerah 2004: 4). Desentralisasi Secara politis, desentralisasi dalam pengertian devolusi dilakukan untuk memenuhi tuntutan golongan minoritas yang menuntut otonomi dalam wilayahnya. Makin tinggi praktek-praktek diskriminasi, akan makin kuat menciptakan tuntutan akan otonomi. Tuntutan tersebut ditujukan agar golongan minoritas dapat menikmati hak-hak yang sama dengan yang dinikmati oleh golongan mayoritas. Diberbagai belahan dunia, desentralisasi juga dipakai sebagai suatu alat untuk meredam suatu gejolak politik yang ditimbulkan oleh golongan sparatis. Atas dasar berbagai pendapat maka dapat disimpukan adanya dua tujuan utama dari kebijakan desentralisasi Kinerja Keuangan Daerah Kinerja dapat diartikan sebagai suatu kegitan. Definisi mengenai kinerja disampaikan secara lebih luas oleh Fausitino Cordosa Gomes (dalam Mankunegara, 2005) mengatakan bahwa kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diartikan sebagai tingkat efektifitas dan efisiensi pemerintah daerah dalam mengelola sumberdaya materiil untuk menghasilkan output yang produktif. Pada dasarnya pengukuran kinerja keuangan daerah menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan yang lainnya, ketiga bidang analisis tersebut meliputi: a. Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial. b. Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat. c. Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan. Ketergantungan Fiskal Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi adalah bagaimana daerah dapat mengatasi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dalam hak ketergantungan fiskal untuk kebutuhan segala kegiatan pembangunan daerah (Kuncoro, 2004). Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efektif dan efisien untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Untuk melihat ketergantungan fiskal pemerintah daerah dapat dilakukan dengan mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dan mengukur kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah khususnya dibidang keuangan, dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan bila didanai sepenuhnya oleh Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil. Mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan menggunakan indikator Derajat Desentralisasi Fiskal. Sedangkan untuk Melihat kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah khususnya dibidang
keuangan, dapat diukur dari seberapa jauh kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil. Kapasistas Penciptaan Pendapatan Kapaisitas pencipataan pendapatan berhubungan dengan tingkat perekonomian di daerah otonom. Beberapa ahli mengatakan bahwa pengeluaran untuk infastruktur dan sektor sosial akan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara karena daerah mengetahui karakteristiknya sendiri. (Khusaini, 2006:45). Dalam penciptaan modal yaitu harus mempresentasikan peran kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah Daerah dapat meningkatkan penerimaan daerahnya melalui setimulus fiskal dalam perekonomian di Derah otonom yang bersangkutan. Kapasistas pencipataan Modal tidak semata berguna bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Melalui ini akan meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai desentralisasi fiskal dan mengurangi ketergantungan daerah pada bantuan pemerintah pusat. Proporsi Belanja Modal Definisi mengenai belanja modal dapat disampaikan oleh Khusaini (2006:219) yang mengemukakan belanja modal adalah, “Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk mebiayai kegiatan investasi”. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi pemerintah yaitu penempatan sejumlah dana dan barang dalam jangka panjang untuk investasi pemebelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh mamfaat ekonomi, sosial dan mafaat lainnya. Proporsi belanja modal dapat menjadi salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat didaerah otonom. Investasi pemerintah dalam pemenuhan fasilitas dan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi didaerah. Kontribusi Sektor Pemeritah Peran pemerintah sebagai fasilitator penunjang kegiatan ekonomi menjadi peran sentral perkembangan ekonomi disuatu daerah. Kontribusi sektor pemerintah dapat berjalan dengan efektif apabila didukung dengan pola pengelolaan keuangan daerah yang efisien. Melalui desentralisasi fiskal, kontribusi pemerintah dalam perekonomian tidak semata mejadi kewajiban pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan memberikan ruang yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk berperan dalam memajukan perekonomian didaerah. Kontribusi pemerintah daerah dalam menggerakkan perekonomian di daerah otonom dapat menjadi indikator dalam menilai kinerja keuangan daerah. Kinerja Pelayanan Publik Peran pemerintah daerah sangat menyentuh kehidupan masyarakat, bahkan peran pemerintah sering menjadi pusat layanan bagi keperluan masyarakat. Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah ini berujung kepada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengatakan bahwa pelayanan publik tidak semata menjadi tujuan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal, pelayanan publik merupakan kewajiban yang harus diberikan pemerintah daerah bagi masyarakat. adanya desentralisasi fiskal diharapkan pelayanan publik akan lebih efektif dan efisien serta dapat dinikmati dan dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Kinerja pelayanan publik adalah salah satu indikator dalam menilai keberhasilan dalam menyelenggrakan pemerintah daerah. Adanya layanan publik yang akan memudahkan akses dalam
menikmati fasilitas layanan publik yang telah disediakan oleh pemeritah daerah merupakan aspek penting dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pelayanan publik tidak semata-mata hanya peran pemerintah namun peran aktif masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pelayanan publik masyarakat tidak hanya sebagai objek penikmat dari pelayanan publik tersebut tetapi juga berperan langsung dalam menjalankan pelayanan publik tersebut. Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Berdasarkan UU nomor 20 Tahun 2003 pasal 11 ayat 1 tentang Pendidikan Nasional, Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara. Kewajiban pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan pendidikan adalah mutlak harus diwujudkan terlebih dahulu dalam era desentralisasi ini. Meskipun pendidikan merupakan perioritas yang harus diwujudkan oleh pemerintah daerah, namun berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Dalam hal ini pemerintah daerah harus selalu konsisten dalam menyediakan pelayanan pendidikan. Pelayanan pendidikan merupakan kunci keberhasilan pendidikan didaerah. Sehingga dalam jangka panjang akan tercipta suatu pertumbuhan daerah yang positif disegala aspek. Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 1992 pasl 7 tentang Kesehatan, Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyrakat. Melalui desenralisasi kewajiban dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat namun juga pemerintah derah. Pemberian wewenang diharapkan setiap daerah mampu memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal terhadap seluruh masyarakat. Optimalisasi pelayanan kesehatan didaerah otonom menjadi salah satu indikator penting dalam menilai keberhasilan pemerintah daerah melaksanakan desentralisasi fiskal. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya didindikasikan dengan kemapanan dalam segi ekonomi namun juga menyangkut aspek sosial dan kesehatan. Pada saat ini, pelayanan publik oleh aparatur pemerintah masih banyak kelemahan sehingga belum bisa memenuhi kualitas pelayanan publik yang diharapkan masyarakat. Pelayanan publik dibidang kesehatan merupakan salah satu bidang terbesar pelayanan publik yang dilakukan pemerintah setelah bidang pendidikan. Hal ini disebabkan karena pelayanan kesehatan merupakan jenis pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan. Setiap orang pasti membutuhkan pelayanan kesehatan dalam hidupnya, untuk itu pemerintah sesuai dengan amanah UUD1945 wajib menyediakan fasilitas dan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tersebut juga harus dipermudah sehingga masyarakat mendapatkan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan. C. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut (Bambang dan Lina, 2010:42) penelitian deskriftip adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Hasil akhir dari penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas.
Definisi operasional dan pengukuran variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu : kinerja keuangan daerah dan kinerja pelayanan publik. Variabel kinerja keuangan daerah dalam penelitian ini akan menggunkan simbol (IKKD) dimana simbol ini akan digunkan dalam rumus rasio penghitungan. Variabel kinerja keuangan daerah terdiri atas empat sub-variabel yaitu: 1.
2.
3.
4.
Ketergantungan Fiskal (IKF) Untuk melihat prosentase tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadapap bantuan pemerintah pusat. Indikator ini dirumuskan sebagai prosentase Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi Belanja Pegawai dalam Total Pendapatan Anggran Daerah. Kapasitas Pencipataan Pendapatan (IKPP) Variabel ini menunjukakan kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah berdasarkan pencipataan pendapatan masing-masing daerah. Indikator ini dirumuskan sebagai prosentase total PAD dalam PDRB kabupaten bersangkutan. Proporsi Belanja Modal (IPBM) Variabel menunjukkan arah pengelolaan belanja pemerintah pada mamfaat jangka panjang, sehingga memberikan multiflier yang lebih besar terhadap perekonomian. Indikator ini dirumuskan sebagai prosentasi dari belanja modal dalam total belanja anggaran daerah. Kontribusi sektor pemerintah (IKSP) Variabel ini menunjukkan kontribusi pemerintah dalam menggerakkan perekonomian. Nilainya dinyatakan prosentase total bealanja pemerintah dalam PDRB kabupaten bersangkutan.
Variabel kinerja pelayanan publik akan diberikan simbol (IKP) dalam peneitian ini, kinerja pelayanan publik terdiri dari enam sub-variabel yaitu : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah Siswa per Sekolah SD dan SMP (IJSS1) Mengindikatorkan Prosentase daya tampung siswa SD dan SMP terhadap sekolah disuatu daerah. Dirumuskan dengan sekolah SD dan SMP yang ada per jumlah siswa SD dan SMP Jumlah Siswa per Sekolah SMA Sederajat (IJSS2) Mengindikatorkan Prosentase daya tampung siswa SMA terhadap sekolah disuatu daerah. Dirumuskan dengan sekolah SMA yang ada per jumlah siswa SMA. Jumlah Siwa per Guru SD dan SMP (IJSG1) Mengindikatrokan ketersedian tenaga pendidik dengan siswa yang diajarkan untuk tingkat SD dan SMP. Dirumuskan dengan jumlah guru SD dan SMP per jumlah Siswa SD dan SMP. Jumlah Siwa per Guru SMA Sederajat (IJSG2) Mengindikatrokan ketersedian tenaga pendidik dengan siswa yang diajarkan untuk tingkat SMA. Dirumuskan dengan jumlah guru SMA per jumlah Siswa SMA. Ketersedian Fasilitas Kesehatan (IKFH) Ketersedian fasilitas kesehatan dinyatakan dalam rasio terhadap 10 ribu penduduk (jumlah ini digunkan untuk mendekatkannya dengan sekala kecamatan) atau dibagi dengan jumlah kecamatan yang ada. Fasilitas kesehatan dimaksud adalah rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu dan balai pengobatan. Ketersedian Tenaga Kesehatan (IKTK) Ketersedian tenaga kesehatan dinyatakan dalam rasio terhadap 10 ribu penduduk (jumlah ini digunkan untuk mendekatkannya dengan sekala kecamatan) atau dibagi dengan jumlah kecamatan yang ada. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter, tenaga paramedis dan pembantu paramedis.
Metode Analisis Rumusan masalah yang pertama akan dijawab melalui rasio index kinerja keuangan daerah dengan rumus rasio (menurut Darmawan. Et.al., 2008) yang terangkum dalam evaluasi pemekaran wilayah yang dirilis oleh Bappenas. Rumus rasio index tersebut adalah : IKKD i t = ((100-IKF i t) + IKPP i t + IPBM i t +IKSP i t) / 4 Keterangan
:
IKKD
: Index Kinerja Keuangan Daerah
IKF
: Index Ketergantungan Fiskal
IKPP
: Index Kapasitas Penciptaan Pendapatan
IPBM
: Index Proporsi Belanja Modal
IKSP
: Index Kontribusi Sektor Pemerintah
i
: Kabupaten
t
: Tahun yang Bersangkutan
Rumus lainnya: IKF = ( Dana Alokasi Umum –Belanja Pegawai) X100% Total Pendapatan Daerah IKPP = Produk Domestik Regional Bruto
X100%
Pendapatn Asli Daerah IPBM =
Belanja Modal
X100%
Total Belanja Daerah IKSP =
Total Belanja Daerah
X100%
Produk Domestik Regional Bruto Rumusan Masalah yang Kedua dijawab melalaui rasio index kinerja pelayanan publik (kesehatan dan Pendidikan) dengan rasio (menurut Dermawan et.al.,2008) adalah: PPI i t = (IJSS1 i t +(100-IJSS2 i t) + IJSG1 i t + (100-IJSG2 i t) + IKFK i t + IKTK i t ) / 6 Keterangan
:
IKPP
: Index Kinerja Pelayanan Publik
IJSS1
: Index Jumlah Siswa Per Sekolah SD dan SMP
IJSS2
: Index Jumlah Siswa Per Sekolah SMA
IJSG1
: Index Jumlah Siswa Per Guru SD dan SMP
IJSG2
: Index Jumlah Siswa Per Guru SMA
IKFK
: Index Ketersedian Fasilitas Kesehatan
IKTK
: Index Ketersedian Tenaga Kesehatan
Rumus lainnya: IJSS1 = Jumlah Sekolah SD dan SMP X 100% Jumlah Siwa SD dan SMP IJSS2 =
Jumlah Sekolah SMA
X 100%
Jumlah Siwa SMA IJSG1 = Jumlah Guru SD dan SMP X 100% Jumlah Siwa SD dan SMP IJSG2 =
Jumlah Guru SMA
X 100%
Jumlah Siwa SMA IKFK = Jumlah Faisilitas Kesehatan X 100% Jumlah Penduduk IKTK = Jumlah Tenaga Kesehatan X 100% Jumlah Penduduk D. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu meneliti tingkat kinerja keuangan derah dan kinerja pelayanan publik di empat kabupaten Provinsi Jawa Timur. Kinerja Keuangan Daerah Penilian yang dilakukan dalam kinerja keuangan daerah menggunakan empak aspek antara lain kemandirian fiskal, kapasitas pencipataan pendapatan, proporsi belanja modal dan kontribursi sektor pemerintah. Hasil penelitian tingkat kinerja keuangan di empat kabupaten Provinsi Jawa Timur (Tulungagung, Jombang, Situbondo dan Probolinggo) tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut :
Grafik 1 : Kinerja Keuangan Derah Kabupaten Tulungagung, Jombang, Situbondo dan Probolinggo Tahun 2008-2012 (dalam Persen)
60.00% 50.00% 40.00%
Tulungagung Jombang
30.00%
Situbondo 20.00%
Probolinggo
10.00% 0.00% 2008
2009
2010
2011
2012
Average
Berdasarkan grafik 1, kinerja keuangan daerah di empat kabupaten Jawa Timur menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Dilihat dari rata-rata tahun 2008-2012, Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten dengan tingkat kinerja keuangan yang tertinggi yang selanjutnya diikuti oleh Kabupaten, Tulungagung, Jombang dan Probolinggo. Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten dengan tingkat kinerja keuangan tertinggi yaitu dengan prosentase 47,72% (Grafik 1). Hal ini tidak terlepas dari empat variabel dalam kinerja keuangan Kabupaten Sitobondo. Khususnya dalam kontribusi sektor pemerintah dan proporsi belanja modalnya. Kabupaten Tulungagung memeliki prosentase dengan tingkat kinerja keuangan yang baik juga yaitu sebesar 44,46% (Grafik 1). Kinerja keuangan Kabupaten Tulungagung tidak terlepas dari peran kontribusi sektor pemerintah yang memberikan kontribusi yang paling tinggi dan ketergantungan atas kebijakan fiskalnya paling kecil. Kabupaten Jombang menempati pada urutan yang ketiga dalam tingkat kinerja keuangan daerah yakni dengan tingkat prosentasinya sebesar 44,03% (Grafik 1). Peyumbang terbesar pada kierja keuangan Kabupaten Jombang adalah pada sektor kontribusi sektor pemerintah. Kabupaten Probolinggo merupakan kabupaten dengan tingkat kinerja keuangan daerah yang terendah yaitu sebesar 41,51% (Grafik 1). Dari keempat variabel tersebut yang paling berperan dalam menunjang kinerja keuangan adalah pada kontribusi sektor pemerintahnya dan pada kapasitas proporsi belanja modal, Kabupaten Probolinggo juga merupakan salah satu kabupaten dengan tingkat ketergantungan fiskal tertinggi diantara empat kabupaten yang dievaluasi. Kinerja Pelayanan Publik Kinerja pelayanan publik adalah salah satu tingkat pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Setiap masyarakat berhak mendapatkan pelayanan dan menikmati pelayanan publik yang sudah disediakan oleh pemerintah. Dalam penelitian ini, pelayanan publik akan lebih ditekankan pada tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan jalan yang hanya akan menilai fasilitas dan tenaga pelayanan yang disediakan oleh pemerintah. Penliaian pelayanan pada sektor pendidikan akan menilai tentang ketersedian fasilitas gedung dan tenaga pendidik mulai dari jenjang SD,SMP, SMA dan SMK Negeri. Hasil penelian
akan diperbandingkan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang diindikatorkan dengan Tingkat Angka Partisipasi Murni (APM). Semakin tinggi APM berarti banyak anak sekolah disuatu daerah pada tingkat pendidikan tertentu. Penilian pada sektor kesehatan akan menilai ketersediaan fasilitas kesehatan dan tenga medis. Peniliain akan dirasiokan terhadap jumlah penduduk dalam suatu kecamatan. Grafik 2 : Kinerja Pelayanan Publik Kabupaten Tulungagung, Jombang, Situbondo dan Probolinngo Tahun 2008-2012 (dalam Prosentase)
34.40% 34.20% 34.00% 33.80% 33.60% 33.40% 33.20% 33.00% 32.80% 32.60% 32.40% 32.20%
Tulungagung Jombang Situbondo
Probolinggo
2008
2009
2010
2011
2012
Average
Berdasarkan Grafik 2, kinerja pelayanan publik diempat kabupaten yang diteliti menunjukkan perkembangan yang tidak setabil. Secara rata-rata, kinerja pelayanan publik Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten terbaik dengan tingkat presentase 33,89%. Kabupaten Tulungagung berada diurutan yang kedua dengan prosentase 33,46%. Diurutan ketiga terdapat Kabupaten Probolinggo dengan prosentase 33,31% dan diurutang yang terahir adalah Kabupaten Jombang dengan prosentase kinerja pelayanan pubklinya sebesar 33,26%. Kinerja pelayanan publik Kabupaten Situbondo pada tahun 2008-2010 mengalami peningkatan yaitu dengan prosentase masing-masing 33,64%, 33,65% dan 34,25%. Pada tahun 2011-2012 mengalami penurunan dengan masing-masing prosentase yaitu 33,92% dan 33,31%. Kinerja pelayanan publik Kabupaten Tulungagung pada tahun 2008-2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu masing-masing sebesar 33,28%, 33,37% dan 33,56%. Pada tahun 2011 menurun menjadi 33,43%, namun pada tahun 2012 mengalami peningkaan yaitu dengan prosentase sebesar 33,64%. Kinerja pelayanan publik Kabupaten Probolinggo pada tahun 2008-2009 mengalami kenaikan yaitu sebesar 33,49% dan33,62%. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan yaitu dengan prosentase masing-masing sebesar 33,27% dan 33,01%. Pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 33,16%. Kinerja pelayanan publik Kabupaten Jombang pada tahun 2008-2010 mengalami peningkatan yaitu masing-masing prosentase sebesar 33,14%, 33,28% dan 33,38%. Pada tahun 2011-201 mengalami penurunan dengan masing-masing prosentase sebesar 33,30% dan33,19%.
E. PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi kinerja keuanagn daerah dan pelayanan publik di empat Kabupaten di Jawa Timur (Tulunggaung, Jombang, situbondo dan Probolinggo) Tahun 2008-2012 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
Kinerja keuangan daerah yang paling tertinggi yaitu pada Kabupaten Situbondo. Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten pembanding dimana kinerja keuangan daerahnya lebih baik dari daerah yang di teliti yaitu Kabupaten Tulunggaung dan Kabupaten Jombang. Sedangkan Kabupaten Pembanding lainnya yaitu Kabupaten Probolinggo merupakan Kabupaten dengan Kinerja keuangan daerah terendah. Kontribusis sektor pemerintah dan proporsi belanja modal merupakan aspek yang sangat mempengaruhi baiknya tingkat kinerja keuangan daerah otonom pembanding. Sebagai daerah yang diteliti yaitu Kabupaten Tulungagung menempati pada peringkat kedua, Kabupaten Tulungagung memeiliki kontribusi sektor pemerintah yang baik dan merupakan kabupaten dengan tingkat dependensi fiskal yang terkecil. Kabupaten Jombang merupakan kabupaten dengan tingkat kinerja keuangan daerah ketiga dari empat kabupaten yang dievaluasi. Penyumbang terbesar pada kinerja keuangan daerahnya adalah pada kotribusi sektor pemerintah. Namun Kabupaten Situbondo merupakan kabupaten dengan tingkat kapasitas fiskal terendah kedua setelah Kabupaten Tulungagung. Sedangkan pada Kabupaten Probolinggo merupakan kabupaten dengan tingkat kinerja keuangan daerah terendah dari empat daerah yang dievaluasi. Kabupaten Probolinggo merupakan kabupaten dengan tingkat Kapasitas Penciptaan Pendapatan dan Kapsitas Penciptaan Modalnya tertinggi diantara empat daerah yang dievaluasi, namun Kabupaten Probolinggo merupakan kabupaten dengan kapasitas fiskalnya paling tinggi. Secara umum kinerja pelayanan publik antara kabupaten pembanding dan kabupaten yang diteliti berimbang. Pelayanan publik tertinggi yaitu terletak pada Kabupaten Situbondo. Pada tingkatan yang kedua yaitu Kabupaten Tulungagung dan urutan yang ketiga yaitu Kabupaten Probolinggo. pada urutan yang terahir yaitu Kabupaten Jombang. Diantara empat kabupaten yang diteliti, perbedaan jaraknya tidak terlalu jauh hanya memiliki perbedaan silisih yang sedikit antara kabupaten yang lainnya. Ketersediaan fasilitas dan tenaga dalam bidang pelayanan pendidikan dan kesehatan tergolong sudah cukup memadai. Kinerja keuangan daerah dan pelayanan publik memeiliki hubungan yang erat. Pengelolaan kinerja keuangan yang baik dan efisien akan memberikan ketersediaan anggaran yang mencukupi untuk penyediaan pelayanan publik yang memadai baik dari sisi ketersediaan fasilitas maupun maupuan tenaga pelayanan. Namun kinerja keuangan daerah bukan merupakan satu-satunya faktor keberhasilan penyediaan pelayanan publik yang memadai bagi masayrakat. Dependensi fiskal dan kapasitas penciptaan pendapatan yang rendah merupakan permasalahan yang umum di empat Kabupaten yang dievaluasi. Selain itu pemrintah kabupaten yang dievaluasi menunjukkan pengeluaran belanja yang sangat tinggi pada pos belanja pegawai dibandingkan dengan dengan belanja modal. Sehingga diharapakn diempat kabupaten yang bersangkutan dapat melakukan efisiensi pengelolaan anggaran daerah untuk pos penegluaran yang tidak perlu dan dialihkan ke pembiayaan belanja modal yang berorientasi pada pembangunann saranan dan prasarana publik yang menunjang bagi pengembangan sektor ekonomi.
Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut: 1.
Pengembangan sektor ekonomi diharapkan dapat diwujudkan oleh empat kabupaten yang dievaluasi. Sehingga dapat memebuka pos penerimaan baru dan mengerungi kecenderungan dependensi fiskal bagi kabupaten yang bersangkutan serta meningkatkan
2.
3.
pendapatan daerah melalui dengan pengembangan sumber daya alam yang ada disetiap daerah tersebut. Pengembangan ini hendaknya lebih berorientasi pada ekonomi dan dan memperhatikan sumber daya yang ada di masing-masing daerah yang bersangkutan. Pengelolaan belanja daerah diharapkan dapat dikelola dengan seefisen mungkin dengan melakukan pengurangan pada pengeluaran yang tidak perlu. Sehingga memungkinkan ketersediaan anggaran untuk memebiayai belanja modal yang menunjang bagi kegiatan ekonomi dan pelayanan masyarakat khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan. Penambahan pada fasilitas dan tenaga kesehatan disetiap daerah perlu ditingkatakan lagi serta pengembangan program yang inovatif yaitu dengan memberikan program pendidikan dan kesehatan gratis, diharapkan dapat diterapakan oleh empat kabupaten yang dievaluasi agar dapat memberikan pelayanan publik bukan hanya diindikasikan dengan besarnya kuantitas fasilitas dan tenaga kesehatan namun perlu pula diperhatikan tingkat aksebilitas masyarakat terhadap layanan tersebut.
Daftar Pustaka Arianto, Kurniawan. 2011. Aspek Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Dalam Pelayanan Persalinan Di Indonesia.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Alexander, Sirait Robby. 2010. Pengaruh Pengeluaran Publik Daerah Di provinsi Jawa Barat Terhadap Angka Kematian Bayi: Analisis Data Panel. FEUI. Jakarta. Brodjonegoro, Bambang. 2003. Dua Setengah Tahun Desentralisasi Fiskal dan Dampaknya Terhadap Upaya Mengurangi Kemiskinan dan Mendorong Investasi. Malang: Kongres ISEI. Dermawan et.al. 2008. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Kerja sama dengan Bappenas dan UNDP. Jakarta: BRIDGE. Fattah, Sanusi dan Irman. 2009. Analisis Ketergantungan Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan Pada Era Otonomi Daerah. Sulawesi Utara: Universitas Hasunuddin. Gede, Bisma dan susanto Hery. 2010. Evalusi Kinerja Keuangan daerah Pemerintah Nusa Tenggara Barat. Ganec Swara vol. 4 No.3. Mataram: Universitas Mataram. Hari, Adi priyo. 2003. Dampak Desentralisasi FiskalTerhadap Pertumbuhan Ekonomi. Diponegor: Universitas Kristen Satya Wacana. Hal:3-4. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120-2881. 2011.Tentang Peringkat dan Status Kinerja Pelayanan Pemerintah Daerah Secara Nasional Tahun 2011. Khusaini, Mohammad. 2006. Ekonomi Publik Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah.Cet 1. Malang: BPFE Universitas Brawijaya. Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mangkunegara,Anwar,P. 2005. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama. Miftahul Jannah, Lina dan Praseto, Bambang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Ramadhani Yudhitira, Anggar. 2012. Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik (Kesehatan dan Pendidikan Provinsi Bali). Malang: Universitas Brawijaya Malang. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Sarundjang. 2002. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 5 tentang Pemerintahan Daerah . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. _________________Nomor 20 Tahun 2003 pasal 11 ayat 1 tentang Pendidikan Nasional. _________________Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. _________________Nomor 25 Tahun 1999 Tentang perimbangan Keuangan. Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yudhoyono, Bambang. 2003. Otonomi Daerah: Desentralisasi dan pengembanagn SDM Apratur Pemda dan Anggota DPR. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.