INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
Evaluasi Cerpen Ave Maria Karya Idrus dari Dimensi Psikologi Kepribadian Heru Supriyadi Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya ABSTRACT Not only does a man do love affairs but also a woman does. This may happen due to the feminism (woman liberation). This reality is reflected in a short story “Ave Maria” by Idrus. In this story, Wartini (Zulbahri’s wife) is described as a man who is expert in playing the piano. With her expertise in playing piano, she could arouse her previous love which had died out with Zulbahri’s brother (Syamsu). Zulbahri, Wartini’s husband, felt betrayed becouse of this. To evaluate each characters in this short story “Ave Maria”, the researcher analysis it by using personality psychology dimension.
Keywords: love affair, woman, feminism, evaluation, personality psychology “Ave Maria” merupakan cerpen karya Idrus yang diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka, Jakarta, pada tahun 1948. Cerpen tersebut terbit dalam buku bunga rampai berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Berkaitan dengan hal itu, cerpen yang peneliti evaluasi adalah “Ave Maria” cetakan ke-22 tahun 2004. Meskipun “Ave Maria”, tahun 1948 sudah terbit, permasalahan yang terdapat di dalamnya sangat relevan dengan era saat ini yang superkompleks. Perselingkuhan yang terdapat dalam cerpen tersebut sangat aktual sebagai topik pembicaraan.
62
INSAN 8 No. 1, AprilUniversitas 2006 © 2006, Vol. Fakultas Psikologi Airlangga
Pada saat ini perselingkuhan tidak hanya dilakukan oleh kaum pria. Perselingkuhan dilakukan juga oleh kaum wanita. Untuk memperoleh gambaran secara konkret dapat disimak melalui sinopsis sebagai berikut. Sinopsis Cerpen “Ave Maria” Pernikahan antara Zulbahri dengan Wartini sangat berbahagia meskipun mereka sudah delapan bulan belum ada tanda-tanda akan memiliki keturunan. Bahkan kebahagiaan tersebut bertambah ketika karya sastra Zulbahri banyak mendapat perhatian khalayak dan para ahli. Tidak lama kemudian, Zulbahri mendapat firasat bahwa kebahagiaan yang ia rasakan akan sirna, bertukar dengan kesusahan dan kesengsaraan. Firasat tersebut
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
mulai tampak menjadi kenyataan ketika Zulbahri menerima surat dari adiknya, Syamsu, yang berada di Shonanto akan kembali ke Jakarta tinggal bersama Zulbahri. Dalam keadaan demikian Zulbahri khawatir bahwa cinta monyet antara Wartini dan Syamsu yang sudah padam akan menyala kembali. Surat dari Syamsu membuat pikiran Zulbahri kacau balau dan terbengkelai pekerjaannya. Apabila Zulbahri menolak kedatangan Syamsu, tentu Zulbahri dipandang rendah oleh orang-orang di kampungnya. Dalam hal ini Zulbahri merasa menjadi perampok milik Syamsu. Kekalutan jiwa Zulbahri diutarakan kepada Wartini. Dalam hal ini, Wartini menanggapi bahwa kekalutan Zulbahri terlalu berlebihan. Wartini menjelaskan bahwa cinta Wartini kepada Syamsu tidak masuk ke dalam hati. Syamsu benar-benar kembali ke Jakarta tinggal bersama Wartini dan Zulbahri. Pada suatu saat Zulbahri sedang sakit kepala dan tidur saja di kamarnya, Syamsu bersama Wartini bermain musik. Wartini memainkan piano, Syamsu memainkan biola. Mereka berdua memainkan lagu “Ave Maria” karya Gonnod. Mereka berdua memainkan lagu itu penuh perasaan. Tanpa disadari, setelah lagu itu selesai, Wartini tibatiba menangis dan Syamsu segera meletakkan biolanya di atas piano. Wartini menangis karena terkenang masa silam ketika memainkan lagu itu bersamasama. Wartini dengan tersedu-sedu, perlahan mengungkap tanya kepada Syamsu sebagai berikut: “Syam, dapatkah seorang
perempuan mencintai dua orang laki-laki sekaligus?” kemudian Syamsu menjawab “Tidak, Tini, hanya seorang ibu kepada anak-anaknya dapat. Engkau sehat, Wartini. Hanya aku….” Dalam keadaan demikian, Zulbahri dari kejauhan mendengarkan baik-baik. Zulbahri merasa tahu benar bagaimana hubungan antara Wartini dengan Syamsu. Meskipun demikian ketika hal tersebut dikonfirmasikan, Wartini tetap mengelak. Atas dasar hal itu, Zulbahri meninggalkan kota Jakarta, pindah ke kota Malang. Zulbahri sangat sulit melupakan Wartini sehingga ia semakin hari semakin kurus. Hal ini mengakibatkan Zulbahri sakit dan dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Setelah Zulbahri sembuh, dokter melarang Zulbahri pergi ke Jakarta, namun perkataan dokter tidak dihiraukan. Seminggu sesudah itu ia ke Jakarta untuk meminta Wartini kembali kepada Syamsu. Di tengah perjalanan pulang ke Jakarta, timbul perasaan Zulbahri ingin membunuh Wartini dan Syamsu, namun berdasarkan pertimbangan psikologis keinginan tersebut diurungkan. Setiba di Jakarta, Zulbahri langsung menuju rumah Wartini/Syamsu. Sesampai di rumahnya, dari jendela, Zulbahri melihat Wartini sangat berbahagia sedang memainkan lagu “Ave Maria” bersama Syamsu. Pandangan Zulbahri lebih tertuju pada Wartini yang tampak badannya agak gemuk--menunjukkan Wartini sedang hamil. Tanpa disadari air mata Zulbahri menggenang, ia mengatakan “Sungguh berbahagia engkau Wartini. Tidak, tidak, aku tidak akan mengganggumu.” Setelah itu ia INSAN Vol.Universitas 8 No. 1, April 2006 © 2006, Fakultas Psikologi Airlangga
63
Evaluasi Cerpen Ave Maria Karya Idrus dari Dimensi Psikologi Kepribadian
lari meninggalkan Wartini dan Syamsu menuju ke hotel. Zulbahri tidak dapat tinggal di hotel berlama-lama karena kondisi keuangannya menipis. Akhirnya ia tinggal di sebuah rumah bergang kecil. Di tempat tersebut ia mencari hiburan membaca buku, namun sia-sia. Dalam keadaan demikian, pakaiannya tidak terurus. Setelah ia membaca cerita pendek dalam suatu majalah, ia sadar bahwa selama ini hidupnya hanya memenuhi kepentingan pribadi. Oleh karena itu dengan arus kesadaran yang sesadar-sadarnya, Zulbahri masuk barisan jibaku untuk kepentingan nusa dan bangsa. Metode dan Pendekatan Setiap karya sastra mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sehubungan dengan hal itu, Redyanto Noor (2004:29) mengungkapkan bahwa unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam, misalnya dalam cerita rekaan berupa tema, amanat, alur (plot), tokoh dan penokohan, latar (setting), dan pusat penceritaan (point of view). Unsurunsur ekstrinsik misalnya psikologi. Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik merupakan satu kesatuan yang bersifat integral sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam penelitian cerpen “Ave Maria”, karya Idrus, unsur yang dominan adalah tokoh dan penokohan, oleh karena itu dalam artikel ini peneliti menganalisis unsur tersebut sebagai tahap awal. Setelah itu peneliti membuat evaluasi cerpen “Ave Maria” dari dimensi psikologi kepribadian.
64
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
HASIL Tokoh Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh (Aminuddin, 2004:79). Dalam hal ini tokoh terdiri atas sepuluh ragam: tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, tokoh sederhana dan bulat, tokoh antagonis, tokoh statis, tokoh berkembang, tokoh tipikal dan tokoh netral (Nurgiantoro, 2000: 176-190). Berdasarkan sinopsis cerpen “Ave Maria”, tokoh yang penting untuk dibicarakan yaitu Zulbahri, Wartini, dan Syamsu. Tokoh Zulbahri dalam cerpen “Ave Maria” termasuk tokoh utama. Hal itu dapat dilihat bahwa Zulbahri tokoh yang paling terlibat dengan makna dan tema cerita. Tokoh Zulbahri paling banyak terlibat dengan tokoh lain (Syamsu dan Wartini). Selain itu, Zulbahri, tokoh yang banyak memerlukan waktu penceritaan. Wartini ter masuk tokoh bulat (kompleks). Dalam hal ini ia sebagai sosok wanita munafik. Di depan Zulbahri, ia mengatakan cintanya hanya untuk Zulbahri, namun di depan Syamsu, Wartini mengatakan “Dapatkah seorang perempuan memiliki dua laki-laki sekaligus?” Wartini tidak memiliki kepribadian yang konsisten. Syamsu termasuk tipe tokoh berkembang. Ketika kecil ia ada hubungan cinta monyet, namun ketika ia berada di Shonanto, seolah Syamsu tidak ada hubungan apa-apa dengan Wartini. Sekembali dari Shonanto, pada mulanya Syamsu dapat menjaga diri dan kehormatan, namun sedikit demi sedikit
Heru Supriyadi
berubah. Ia perlahan-lahan mencintai Wartini (merusak hubungan Wartini dengan Zulbahri). Dengan kata lain, Syamsu mengalami perubahan (perkembangan perwatakan) akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd dan Lewis, dalam Nurgiantoro, 2000:188). Penokohan Albertime Minderop (2005:2) mengartikan penokohan sebagai karakterisasi yang berarti metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi. Tujuan analisis ini untuk mencapai suatu pemahaman tentang ketabahan individu dalam suatu komunitas tertentu melalaui pandangan-pandangannya yang mencerminkan pandangan-pandangan warga dalam komunitas yang bersangkutan (Furchan, 2005:7). Dalam hal ini penokohan terdiri atas tiga variasi: 1. teknik ekspositaris, 2. teknik dramatik, dan 3. teknik identifikasi tokoh. 1. Teknik Ekspositoris Teknik ekspositoris disebut juga sebagai teknik analitis. Dalam hal ini pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Dalam cerpen “Ave Maria” Idrus menggunakan teknik ekspositoris untuk mendeskripsikan sosok Zulbahri. Untuk memperoleh secara jelas dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut. “Masih jelas teringat oleh kami, hari perkenalan kami dengan Zulbahri. Baju jasnya sudah robek-robek, di bagian
belakang tinggal hanya benang-benang saja lagi, terkulai seperti ekor kuda.” (Idrus, 2004:13)
Teknik ekspositoris yang lain dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut. K ami terharu dan kasihan mendengarkan cerita Zulbahri itu. Ia menengadah ke langit bertaburan bintang itu. Air matanya tergenang ... Aku pergi tinggal di sebuah rumah di gang kecil. Yang menjadi hiburan bagiku tinggal hanya buku-buku lagi. Aku selalu mencari, mencari tempat jiwaku bergantung. Sekian lama aku mencari, tapi sia-sia belaka. Aku menjadi tak acuh kembali kepada diriku. Pakaianku tak kuhiraukan pula, kadang-kadang pakai sepatu, kadang-kadang tidak. (Idrus, 2002:19-20 )
Dengan teknik ini penggambaran tokoh menjadi lebih konkret. 2. Teknik Dramatik Jika teknik ekspositoris, pengarang memberikan deskripsi, dalam teknik dramatik para tokoh ditampilkan mirip dengan drama. Dengan teknik ini cerita akan lebih efektif. Teknik dramatik terdiri atas delapan jenis yaitu teknik cakapan, teknik laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, teknik pelukisan fisik (Burhan Nurgiantoro, 2000:201-210). Dalam cerpen “Ave Maria”, Idrus memanfaatkan penokohan dramatik bentuk teknik cakapan, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, dan teknik pelukisan latar. INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
65
Evaluasi Cerpen Ave Maria Karya Idrus dari Dimensi Psikologi Kepribadian
Teknik cakapan dimaksudkan untuk mencerminkan kedirian tokoh dan menunjukkan perkembangan plot. Hal ini misalnya pada kutipan sebagai berikut. Adakah yang hendak kaubicarakan dengan daku, Zul? Ceritakanlah. Perkataan Wartini menambah semangatku untuk menguraikan segalagalanya kepadanya. Begitulah kami termenung setelah kuceritakan bahwa Syamsu, adikku hendak pindah dari Shonanto ke Jakarta dan hendak tinggal bersama kami. Kuterangkan pula bahwa aku tak dapat menolak. Jika kutolak, aku dipandang rendah oleh orang kampungku. Wartini pun mengerti tentang hal itu. Tentang bahayanya Syamsu tinggal bersama kami, terus terang pula kuuraikan kepada Wartini. Takutmu berlebih-lebihan, Zul. Aku cinta kepadamu. Syamsu hanya teman mainku di waktu kecil. Cinta demikian tak masuk ke dalam hati. Cinta monyet, kata orang. (Idrus, 2004:16)
Teknik cakapan terdapat pula pada kutipan sebagai berikut. “Mengapa menangis, Tini? Engkau bersedih?” “Aku terkenang pada masa silam. Pernah kita memainkan lagu ini dulu bersama-sama.” “Ya, waktu itu takkan dapat kulupakan selama-lamanya, Tini. Waktu itu aku sedang penuh dengan cita-cita yang sangat tinggi.” “Dan semua cita-cita itu kandas bukan, Syam? Engkau tak meneruskan pelajaran biolamu.” (Idrus, 2004:17)
66
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
Teknik pikiran dan perasaan mengungkap bagaimana keadaan jalan pikiran, serta perasaan tokoh dalam banyak hal yang mencerminkan sifat kediriannya. Hal ini dalam cerpen “Ave Maria” dapat dilihat sebagai berikut. Tak ada yang dapat dicela tentang pergaulan Syamsu dan Wartini. Keduanya hormat-menghormati. Hatiku jugalah yang berkata-kata bahwa aku seorang perampok. Hatiku berkata, aku berdosa terhadap Syamsu. Dan kata hatiku, cinta Wartini tak lama lagi akan timbul kembali terhadap Syamsu. Perasaan-perasaan yang demikian menjadikan daku sangat curiga. Segala percakapan Wartini kupikir-pikirkan kalaukalau ada mempunyai arti lain ... (Idrus, 2004:17)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pengarang melalui tokoh Zulbahri mengungkapkan kekacauan pikiran dan perasaannya. Dalam hal ini Zulbahri merasa was-was bahwa api cinta antara Waatini dan Syamsu yang sudah padam menyala kembali. Karena khawatirnya, segala kata Wartini kepada Syamsu dipikir-pikir. Teknik arus kesadaran dimanfaatkan oleh Idrus dalam cerpennya “Ave Maria”. Teknik tersebut berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah karena keduanya menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang ber usaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh. Dalam hal ini tanggapan indra bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi. Arus
Heru Supriyadi
kesadaran sering disamakan dengan sinandika (monolog interior). Hal ini dapat dilihat sebagai berikut. Begitulah keadaanku sampai waktu kita berkenalan pertama kalinya. Aku heran sekali. Waktu aku melihat majalah di bawah meja bundar ini, entah dari mana timbul keinginanku hendak membaca carita pendek yang selalu ada dalam tiap-tiap majalah itu. Kuakui, sangatlah besar pengaruhnya ceritacerita pendek itu kepada jiwaku. Baru aku insaf bahwa kehidupanku yang dulu-dulu itu semata-mata berdasarkan kepentingan diri sendiri belaka. Aku sangat menyesal. (Idrus, 2004:20)
Teknik pelukisan latar dimanfaatkan Idrus dalam cerpen “Ave Maria “ sebagai prasarana untuk menggugah imaginasi pembaca sehingga apa yang diungkapkan menjadi lebih hidup. Hal tersebut dapat dilihat di bawah ini . Angin malam mendesir-desirkan daun – daun jarak. Bulan semakin terang. Zulbahri berhenti berbicara. Dari kantongnya dikeluarkannya sehelai kertas, diberikannya kepada ayah. Air teh yang disediakan ibu dia tak disinggung – singgungnya. Ia berdiri lalu meninggalkan kami ... (Idrus, 2004:20)
Untuk melukiskan situasi malam terang bulan, Idrus mengungkapkan angin malam mendesir-desirkan daun-daun jarak. Bulan semakin terang. Hal ini dimaksudkan bahwa lukisan suasana untuk mengantarkan Zulbahri dengan pikiran bersihnya mengabdikan kepada nusa dan bangsa menjadi tentara jibaku. Selain itu teknik pelukisan latar dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut.
Pada malam seperti ini pula, Zulbahri berpisah dengan kami buat selamalamanya. Siapa yang takkan terkenang kepada kejadian itu. Kami melihat ke bulan purnama raya, dengan segala kenangkenangan kepada Zulbahri yang telah dapat memperbaharui jiwanya. Dari radio umum kedengaran lagu Menuetto in G ciptaan Beethoven. (Idrus, 2002:20)
3. Teknik Identifikasi Tokoh Dalam bidang penokohan, Idrus juga memanfaatkan identifikasi tokoh. Cara ini ada dua ragam yaitu prinsip pengulangan dan prinsip pengumpulan. Pada prinsip pengulangan, pengarang mengulang-ulang sifat kedirian tokoh sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas. Prinsip pengumpulan dalam hal ini kedirian tokoh diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh cerita. Dalam cerpen “Ave Maria” pengarang memanfaatkan cara prinsip pengulanganprinsip pengumpulan tidak terdapat di dalamnya. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut. … Anehnya, sungguhpun Wartini menerangkan bahwa ia hanya mencintai aku sendiri, tapi hatiku terus berkata bahwa Wartini lebih dekat kepada Syamsu. Aku merasa diriku sebagai seorang perampok.… Hatiku jugalah yang berkata-kata bahwa aku adalah seorang perampok. (Idrus, 2002:17)
Evaluasi Cerpen “Ave Maria” dari Dimensi Psikologi Kepribadian Agus Sujanto, Harlem Lubis, dan Taufig Hadi (2001 : 3) mengartikan psikologi INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
67
Evaluasi Cerpen Ave Maria Karya Idrus dari Dimensi Psikologi Kepribadian
kepribadian sebagai psikologi khusus yang membahas tentang psikhe seseorang. Sehubungan dengan hal itu, E Koeswara (1991 : 4) menjelaskan bahwa semua faktor yang menentukan atau mempengaruhi tingkah laku manusia merupakan objek penelitian dan pemahaman para ahli psikologi kepribadian. Untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi tokoh dalam cerpen “Ave Maria” dari dimensi psikologi kepribadian dapat disimak melalui deskripsi dan eksplanasi sebagai berikut. 1. Zulbahri sebagai seorang suami termasuk berkepribadian pria tipe perasaan. Dalam dirinya dihantui perasaan bahwa kedatangan Syamsu dari Shonanto ke Jakarta untuk tinggal serumah dengan Zulbahri dan istrinya (Wartini) sangat membahayakan. Zulbahri merasa khawatir bahwa api cinta antara Syamsu dengan Wartini yang sudah padam menyala kembali. Sehubungan dengan itu Tracy Cabot (2000:112) menyatakan bahwa pria perasaan bersifat sensitif dan mudah dilukai. Zulbahri yang telah menikahi Wartini, merasa bahwa dirinya “seorang perampok” karena sebenarnya Wartini pernah menjadi kekasih Syamsu ketika masih kecil, walaupun hal itu hanya cinta monyet. Penelitian tentang cerpen “Ave Maria” karya Idrus dari dimensi Psikologi kepribadian menggunakan landasan pijak psikologi sastra. Suwardi Endraswara (2003:96) berpendapat bahwa Psikologi Sastra merupakan kajian
68
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Dalam hal ini karya sastra dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspekaspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh. Dalam hal ini, psikologi kepribadian didasarkan atas cara pendekatan (approach) terdiri atas dua macam teori. (1) Teori yang mempunyai cara pendekatan tipologis (typological approach) misal teori Plato dan Hipocrates Galenus. (2) Teori yang menggunakan cara pendekatan penafsiran (trais approach) misal dari Freud dan teori Jung (Suryabrata, 2005:4). Untuk menganalisis cerpen “Ave Maria” karya Idrus, peneliti menggunakan pendekatan Freud. Hal ini karena untuk memaknai karya sastra yang peneliti analisis berdasarkan teori penafsiran (Sumadi Suryabrata, 2005:4). Partini Sardjono Pradotokusumo (2005:55) mengartikan penafsiran adalah menafsirkan sebuah teks dan menyusun tafsiran-tafsiran itu secara sistematik. Menurut hemat peneliti, Zulbahri tidak merebut Wartini dari tangan Syamsu. Hal itu karena ketika Zulbahri menikah dengan Wartini keadaan Wartini vakum (tidak memiliki kekasih). Oleh karena itu Wartini sah sebagai istri Zulbahri, dan sepenuhnya Wartini menjadi hak Zulbahri. Superego Zulbahri dalam menyikapi perselingkuhan antara Wartini dengan Syamsu tidak tepat. Seharusnya Zulbahri tidak meninggalkan Wartini begitu saja, melainkan mengajak Wartini dan Syamsu duduk satu meja menyelesaikan
Heru Supriyadi
persoalan “bagaimana sebaiknya dan bagaimana seharusnya.” Dalam hal ini Zulbahri tidak perlu meninggalkan Jakarta menuju ke Malang. Pada kenyataannya kepergian Zulbahri ke kota Malang untuk mencari ketenangan tidak menyelesaikan persoalan. Di kota tersebut, rasa sakit hatinya terhadap Wartini dan Syamsu semakin menjadi-jadi yang mengakibatkan ia jatuh sakit, dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Oleh karena itu, setelah sembuh ia kembali ke Jakarta. Di tengah perjalanan, Zulbahri timbul perasaan ingin membunuh Wartini dan Syamsu, namun berdasarkan pertimbangan psikologis niat tersebut diurungkan. Hal ini menunjukkan Zulbahri sadar bahwa membunuh bukan solusi yang baik. Di Jakarta, ia tidak dapat tinggal berlama-lama di hotel karena keuangannya menipis. Ia memilih tinggal di sebuah kampung bergang kecil. Di sinilah ia banyak membaca buku. Setelah membaca sebuah cerpen, ia sadar bahwa kehidupan masa lalunya selalu menuntut kepentingan pribadi (egois) sehingga hidupnya tidak tenang. Akhirnya ia sadar yang sesadar-sadarnya memilih jalan hidup menjadi anggota barisan jibaku untuk membela nusa dan bangsa. Atas solusi tersebut, Zulbahri merasa hidupnya bermakna. Pilihan jalan hidup tersebut menurut peneliti merupakan solusi yang sangat baik pada masa itu.
kemudian pikiran dan perasaan Syamsu berubah mencintai Wartini. Kepribadian Syamsu dikusai id. Berdasarkan hasil observasi, Syamsu terklasifikasi sebagai pria tipe auditory yaitu pria yang lebih memperhatikan suara (Cabot, 2000:90). Hal itu dapat dibuktikan begitu ia selesai memainkan musik lagu “Ave Maria” bersama Wartini, disadari atau tidak Syamsu terlena, jatuh cinta kepada Wartini sehingga terjadilah perselingkuhan. Seharusnya Syamsu tahu diri bahwa Wartini istri sah Zulbahri. Syamsu dalam hal ini sebaiknya mengekang id (alam bawah sadarnya) menjaga keutuhan keluarga (Zulbahri dengan Wartini). Bagaimanapun Syamsu melakukan perbuatan yang tidak etis. Ia merampas istri Zulbahri yang seharusnya menghargai dan melindunginya. Syamsu sosok pria yang ekstrem karena membuat situasi keluarga Zulbahri ceraiberai. Dalam hal ini Syamsu terperangkap cinta Wartini. 3. Sosok Wartini terklasifikasi tipe wanita hetaira yaitu berhubungan dengan pria dengan maksud untuk menarik eros atau cintanya. Wanita tipe ini berbahaya karena tidak pernah mengadakan hubungan yang kekal. Dia dengan mudah berpindah dari pria yang satu ke pria lain (Sebatu, 1994:110). Kepiawaiannya bermain piano ia salah gunakan untuk membuat orang lain jatuh cinta.
2. Syamsu (adik Zulbahri) pada mulanya menghargai Wartini sebagai istri Zulbahri. Akan tetapi beberapa lama INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
69
Evaluasi Cerpen Ave Maria Karya Idrus dari Dimensi Psikologi Kepribadian
Di depan Zulbahri, Wartini berikrar bahwa tidak mungkin Wartini jatuh cinta kepada Syamsu. Akan tetapi di depan Syamsu, Wartini mengatakan “Dapatkah seorang wanita mencintai dua orang sekaligus?” Dalam hal ini Wartini egois, pengecut, dan plin-plan. Ia tidak dapat mengekang id, dan superegonya tidak berfungsi dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Korrie Layun Rampan (2005:21) mengungkapkan bahwa pengarang membeberkan kenyataan yang ada, seperti apa yang dilihat oleh mata jasmani sehari-hari. Sebaiknya, walaupun Wartini sangat mencintai Syamsu, ia harus dapat menghalang-halangi id-nya sehingga perkawinannya dengan Zulbahri dapat terbina dengan baik. Tokoh
SIMPULAN Berdasarkan deskripsi dan eksplanasi pada subbahasan sebelumnya dapat peneliti simpulkan sebagai berikut. Cerpen “Ave Maria” terdiri atas tiga tokoh penting yaitu Zulbahri, Syamsu, dan Wartini. Isi cerpen tersebut sangat relevan dengan zaman emansipasi wanita (Women’s Lib) yang berakibat sering terjadi perselingkuhan dilakukan oleh wanita. Pengarang dalam cerpen “Ave Maria” memanfaatkan teknik penokohan berbagai ragam, yaitu teknik ekspositoris, dramatik, dan teknik identifikasi tokoh. Berdasarkan psikologi kepribadian,
Kelebihan
Kekurangan
1. Zulbahri dapat menghalang-halangi id-nya yang berkeinginan untuk membunuh Wartini dan Syamsu. 2. Setelah perkawinannya dengan Wartini gagal, ia dengan kesadarannya melakukan kompensasi positif masuk tentara jibaku membela nusa dan bangsa.
1. Zulbahri keliru dalam menyikapi hubungan Wartini dengan Syamsu. Sebaiknya Zulbahri tidak perlu meninggalkan rumahnya. Zulbahri sebaiknya mengajak Wartini dan Syamsu duduk satu meja untuk menyelesaikan persoalan. 2. Zulbahri tidak berani menghadapi Syamsu walaupun sebenarnya Wartini sepenuhnya hak Zulbahri.
S Y A M S U
1. Berpenampilan tenang dan percaya diri. 2. Berjiwa optimis dan militan untuk dapat meraih kembali mantan kekasihnya yang sudah menikah.
1. Pengganggu keharmonisan perkawinan Zulbahri dan Wartini. 2. Seorang pemuda yang ekstrem.
W A R T I N I
1. Pandai bermain piano dengan penuh perasaan sehingga Syamsu empati. 2. Wanita tipe hetaira, pandai membangkitkan kembali cinta Syamsu yang sudah rapuh.
1. Egois, Pengecut, dan plin-plan 2. Tidak mau tahu tentang kewajiban seorang istri.
Z U L B A H R I
70
Paparan tersebut dapat dibuat tabel evaluasi sebagai berikut.
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
Heru Supriyadi
baik Zulbahri, Syamsu, maupun Wartini tidak digambarkan sebagai tokoh “hitamputih” yang berarti tokoh yang baik digambarkan baik sekali, tokoh yang jahat, jahat sekali. Pengarang dalam cerpen “Ave Maria” menggunakan teknik campuran yaitu masing-masing tokoh memiliki sisi baik sekaligus memiliki sisi buruk. Sesuatu yang menjadi benang merah pemicu retaknya perkawinan dalam cerpen “Ave Maria” ialah perselingkuhan. Dalam hal ini penyelewengan berarti meracuni cinta. Penyelewengan merupakan pelanggaran dasar atas komitmen sebuah perkawinan. PUSTAKA ACUAN Aminuddin. (2004) Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cabot, Tracy. (2000). Rahasia Membuat Pria Jatuh Cinta. Jakarta: Pustaka Delapratasa. Endraswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yoyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama. Fundyartanta. (2005). Psikologi Kepribadian Frentiamisme. Yog yakarta: Zenith Publisher. Furchan, H. Arief. (2005). Studi Tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Idrus (2004). Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Jakarta: Balai Pustaka. Koswara, E. (1991). Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco. Minderop, Albertime. (2005). Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Noor, Redyanto, dkk. 2000). Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo Nurgiyantoro, Burhan. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yog yakarta: Gadjah Mada University Press. Paduska, Bernard. (2000). 4 Teori Kepribadian : Eksistensialis, Behaviaris, Psikoanalitik, Aktualisasi Diri. Jakarta: Restu Agung. Pradotokusumo, Partini Sardjono. (2005), Pengkajian Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Sarana. Rampan, Korrie Layun.(2005). Tokoh-tokoh cerita Pendek Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Sebatu, Alfons. (1994). Psikologi Jung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sujanto, Agus. Harlem Lubis dan Taufig Hadi. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Bina Aksara. Sur yabrata, Sumadi. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006
71