EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR
LISA NOVALIA A24061245
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
LISA NOVALIA A24061245
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
LISA NOVALIA. Evaluasi Agronomis Padi Introduksi Sub Tropis di Daerah Tropis Bogor. (Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan dan produksi beberapa padi introduksi dari daerah sub tropis untuk pengembangan di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di University Farm, Babakan Sawah Baru, Dramaga, Bogor pada Januari – Juni 2010. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan terdiri atas 6 genotipe padi yang diacak dalam kelompok dengan 4 kali ulangan. Genotipe yang diuji ada 5 yaitu Takanari, Nongan, Sankesou, 2032-B, 2029-B dan satu varietas sebagai kontrol yaitu Ciherang. Pengamatan dilakukan terhadap (1) karakter vegetatif: tinggi tanaman, diameter batang, kandungan klorofil, panjang dan lebar daun bendera, jumlah anakan total, (2) karakter generatif dan komponen hasil: umur berbunga, umur panen, panjang malai, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, jumlah gabah total, jumlah gabah isi, persen gabah hampa, bobot seribu butir, gabah kering giling, (3) mutu beras dan nasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa padi introduksi dari daerah sub tropis ini dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan tropis Bogor. Potensi hasil produksi pada tiap genotipe yaitu antara 2.6 sampai 4.0 ton per hektar. Padi introduksi ini tidak resisten terhadap penyakit tungro. Uji mutu fisik beras menunjukkan hasil bahwa semua genotipe uji memiliki bentuk rata-rata sedang dengan ukuran panjang pada 2029B, Takanari, dan Sankesou dan ukuran sedang pada Nongan dan 2032B. Uji rasa nasi oleh panelis mengkategorikan bahwa nasi yang berwarna cerah dan bertekstur sedang hingga pulen yang disukai yaitu Nongan, 2029B dan Ciherang. Keseluruhan genotipe yang diuji memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di daerah tropis karena berumur genjah, tinggi semi dwarf, jumlah anakan tinggi dan produktif, daun tebal dan berklorofil tinggi, dan panjang malai pendek sampai sedang serta komponen hasil yang baik.
Judul : EVALUASI AGRONOMIS PADI INTRODUKSI
SUB TROPIS DI DAERAH TROPIS BOGOR Nama : Lisa Novalia NRP
: A24061245
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr.Ir. Ahmad Junaedi, MSi. NIP. 19681101 199302 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Belawan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 23 Januari 1989. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Syahrial Efendi dan Ibu Risnauli Manurung. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 060962 Belawan, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTPN Cilandak, Jakarta. Selanjutnya, penulis lulus dari SMUN 70 Bulungan Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Tahun 2006/2007 penulis aktif sebagai anggota DPM TPB, dan UKM Tenis. Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti berpartisipasi sebagai panitia Gema Nusantara (Genus). Penulis pernah magang kerja di OISCA Sukabumi Training Center, tahun 2008.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam seluruh proses penyelesaian penelitian ini dengan lancar dan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang berjudul “Evaluasi Agronomi Padi Introduksi Sub Tropis di Daerah Tropis Bogor” ini dibuat oleh penulis untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan dan komponen hasil padi sub tropis yang ditanam di daerah tropis seperti Bogor, daerah iklim yang dapat ditanami padi sepanjang tahun. Laporan ini juga ditujukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terlaksananya penelitian ini tidak lepas dari dukungan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil serta adikku Ozie yang senantiasa membantu dalam proses pencatatan pengamatan. 2. Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi. yang telah membimbing penulis selama penelitian berlangsung hingga penulisan skripsi dapat terselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Iskandar Lubis MS. dan Dr. Desta Wirnas SP., MSi. selaku penguji. 4. Teman-teman Agronomi dan Hortkultura 43. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2011 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................................ Tujuan ............................................................................................................. Hipotesis..........................................................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
3
Botani Tanaman Padi ...................................................................................... Syarat Tumbuh Tanaman Padi ........................................................................ Kondisi Musim Pertanaman Padi Pada Iklim Tropis dan Subtropis ............... Daya Adaptasi .................................................................................................
3 4 6 7
BAHAN DAN METODE ...................................................................................
9
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... Bahan dan Alat ................................................................................................ Metode Percobaan ...........................................................................................
9 9 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 13 Kondisi Umum Penelitian ............................................................................... Rekapitulasi Sidik Ragam ............................................................................... Karakter Vegetatif dan Generatif .................................................................... Produksi Gabah Kering Giling ........................................................................ Serangan Hama Penyakit ................................................................................ Karakteristik Mutu Beras ................................................................................
13 14 15 19 20 21
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 26 Kesimpulan ..................................................................................................... 26 Saran................................................................................................................ 26 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27 LAMPIRAN ........................................................................................................ 30
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perbedaan Botani antara Japonica dan Indica ................................................
4
2. Rekapitulisasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi yang Diuji di Lingkungan Tropis .................................................................................... 15 3. Keragaan Vegetatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding................... 16 4. Keragaan Generatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding ................... 18 5. Keragaan Komponen Hasil Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding ....... 19 6. Rataan Persentase Serangan Tungro pada Saat 7 MST ................................. 20 7. Karakteristik Rendemen Penggilingan Beras Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang .................................................................................................. 22 8. Karakteristik Fisik Beras Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang ................ 23 9. Karakteristik Pengujian Nasi Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang .......... 25
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Hama Penyakit yang Menyerang Padi: (A) Padi pada 7 MST Gejala Tungro (B) Wereng Hijau .................................................................. 21 2. Kelompok Beras Ukuran Sedang: (A) Nongan, (B) 2032B ........................... 24 3. Kelompok Beras Ukuran Panjang: (C) Sankesou, (D) Takanari, (E) 2029B, (F) Ciherang ................................................................................ 24 4. Keragaan Nasi pada Setiap Jenis Beras Sub tropis dan Pembanding (Ciherang) .......................................................................... 25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tata Letak Percobaan .................................................................................... 31 2. Sidik Ragam 5 Genotipe Padi Introduksi Sub Tropis dan Ciherang.............
32
3. Deskripsi Padi Varietas Ciherang .................................................................
36
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang berperan penting sebagai sumber pangan pokok di Indonesia serta penduduk Asia Tenggara dan Asia Selatan yang merupakan pusat populasi dunia. Selain sebagai sumber pangan, padi juga berperan dalam perkembangan sektor ekonomi di Indonesia. Suryana (2008) menyatakan bahwa pada subsektor tanaman pangan, komoditas padi memberikan kontribusi produktivitas yang paling besar daripada komoditas jagung, kedelai, kacang tanah, dan lainnya. Alimoeso (2009) menyatakan bahwa bisnis pangan di masa depan akan terus menarik dan tumbuh secara positif diakibatkan pertumbuhan penduduk di dunia dan di negara kita masih tetap tinggi (1.15 %). Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis basah yang cocok untuk pertanaman padi sepanjang tahun, bergantung pada ketersediaan air bagi tanaman. Ciri komponen iklim yang optimal untuk pertumbuhan padi adalah suhu relatif tinggi, musim pertanaman (growing season) sedang (3-4 bulan) sampai panjang (4-6 bulan), cahaya matahari cukup, air cukup dan terdistribusi rata hampir sepanjang musim pertanaman, suhu kering pada periode pengisian bulir sampai kematangan gabah (Huke, 1976). Saat ini, di Indonesia budidaya padi sawah didominasi di daerah Jawa dan Bali karena tanahnya yang lebih subur dengan adanya gunung-gunung vulkanik dan mengeluarkan lahar yang menyuburkan tanah (Tjondronegoro, 2008). Peningkatan produksi padi dapat dilakukan melalui perdayagunaan sumberdaya iklim. Pada sentra produksi padi yang kaya radiasi matahari dan curah hujan seperti daerah daratan rendah dan medium, sumberdaya iklim dapat digunakan untuk memacu kuantitas produksi dan optimalisasi input (Irianto et al., 2002). Potensi ini dapat digunakan untuk mengembangkan perbaikan genetik varietas padi, terutama dengan memanfaatkan introgresi gen-gen dari strain primitif, tipe liar, sub spesies japonica dan varietas lokal.
2
Suprihatno dan Daradjat (2008) mengemukakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman genetik padi japonica tropis (padi bulu) yang cukup tinggi. Introduksi padi asal sub tropis yang tersebar di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan Korea dapat menjadi salah satu upaya untuk pengadaan beras yang bermutu untuk konsumsi maupun sebagai sumber tetua untuk digunakan dalam menghasilkan varietas unggul tipe baru. Dengan demikian, evaluasi agronomis di wilayah Jawa untuk tanaman padi introduksi sub tropis perlu untuk dilakukan.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pertumbuhan dan komponen hasil beberapa padi introduksi asal sub tropis untuk pengembangan di Indonesia.
Hipotesis 1.
Padi introduksi asal sub tropis dapat beradaptasi di lingkungan tropis Bogor.
2.
Terdapat padi introduksi asal sub tropis yang ditanam di daerah tropis Bogor yang menunjukkan komponen hasil dan mutu beras yang baik.
3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991). Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio
: Spermathophyta
Sub Divisio: Angiospermae Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: Graminae
Genus
: Oryza Linn
Species
: Oryza sativa L.
Padi yang dibudidayakan terbagi menjadi dua yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat. O. sativa terdiri dari dua sub spesies yaitu indica dan japonica. Padi indica mempunyai sifat tidak toleran terhadap temperatur rendah, dan tersebar luas di daerah tropis seperti di negara-negara Asia Tenggara. Karakteristik batangnya panjang, anakan banyak dengan daun hijau muda, dan kurang responsif terhadap pemupukan. Tipe indica umumnya toleran terhadap kekeringan dan resisten terhadap hama dan penyakit serta tahan terhadap kadar alkali dalam tanah. Umumnya tipe indica mempunyai bentuk bulir sedang hingga panjang dengan kadar amilosa nasinya tinggi (pera) (Nguyen dan Van Tran, 2000). Padi tipe japonica (Oryza sativa var. japonica) merupakan varietas padi yang resisten terhadap suhu rendah yang umumnya terdapat di negara-negara di daerah sub tropis. Tipe padi japonica banyak ditanam di Jepang, Korea, Eropa (Spanyol, Portugal, Perancis, Bulgaria, Hongaria, dan Yunani) (Siregar, 1981). Tanaman ini mempunyai ciri botani yang berbeda dengan jenis padi indica (Tabel 1).
4
Tabel 1. Perbedaan Botani antara Japonica dan Indica Karakter
Japonica
Indica
Bentuk dan warna daun
Sempit, hijau tua
Lebar, hijau muda
Sudut daun bendera
Besar
Kecil
Bentuk tangkai
Pendek
Panjang
Kekuatan tangkai
Lentur dan tidak mudah
Keras dan mudah patah
patah Bentuk bulir
Pendek dan lebar
Panjang dan sempit
Tingkat kepatahan bulir
Rendah
Tinggi
Rasio panjang bulir
2.5 atau kurang
2.5 atau lebih
Daya berkecambah
Lambat
Cepat
Reaksi phenol
Negatif
Positif
Resistensi potas klorida
Tinggi
Rentan
Resistensi hama dan
Rentan
Tinggi
Toleransi suhu rendah
Tinggi
Rentan
Resistensi kekeringan
Rendah
Tinggi
Kadar amilosa
Sebagian besar rendah
Tinggi
Kerusakan endosperma
Mudah
Sulit
penyakit
oleh alkali (Nguyen dan Van Tran, 2000).
Syarat Tumbuh Tanaman Padi Berdasarkan responnya terhadap kondisi iklim, O.sativa dibagi menjadi tiga sub spesies yaitu varietas indica, japonica dan javanica. Padi tipe indica secara luas tumbuh di wilayah tropis seperti Asia Tenggara. Padi japonica teradaptasi pada daerah sejuk, secara luas tumbuh pada negara-negara beriklim sub tropis seperti di China bagian Tengah dan Utara, Korea, dan Jepang. Kedua tipe padi indica dan japonica dapat tumbuh di wilayah sub tropis seperti Taiwan.
5
Padi javanica adalah varietas yang memiliki sifat antara japonica dan indica dan secara luas banyak ditanam di Pulau Jawa. Padi javanica memiliki daun berwarna hijau muda yang lebar, kaku, dan ringan. Bulir berasnya berbentuk oval lebar dan tebal serta tidak mudah pecah (Nguyen dan Van Tran, 2000). Budidaya padi pada umumnya hampir sama di seluruh daerah maupun Negara. Perbedaan produksi padi terjadi karena sejumlah faktor, seperti keadaan biologi, lingkungan, dan sosial-ekonomi. Produksi yang rendah terjadi pada penanaman di dataran tinggi (> 2000 m di atas permukaan laut (dpl)), rendahnya curah hujan, dalamnya sumber air, dan buruknya kondisi sosial-ekonomi di daerah tropis. Sebaliknya, hasil produksi yang tinggi disebabkan oleh baiknya sistem irigasi, dan kondisi sosial-ekonomi di wilayah sub tropis. Selain itu, suhu, radiasi sinar matahari, dan curah hujan mempengaruhi hasil panen padi secara langsung yaitu melalui proses fisiologis yang berkaitan dengan pengisian biji, dan secara tidak langsung melalui ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pengamatan terhadap fisiologis tanaman, budidaya, waktu tanam, produktivitas, dan stabilitas merupakan aspek-aspek penting dalam pembudidayaan padi (Yoshida, 1981). Budidaya padi japonica seperti Koshihikari di Jepang umumnya ditanam pada musim panas. Musim tersebut mempunyai suhu dan kelembaban yang tinggi, tapi suhunya sedikit lebih rendah daripada negara-negara di daerah tropis Asia Tenggara. Oleh karena itu, padi tipe ini jika ditanam di daerah tropis perlu menerapkan teknik persemaian (10-16 hari) dan panen (90 -100 hari) yang relatif singkat (Huke, 1982). Penanaman padi japonica di Korea, seperti varietas Ilpum, dilakukan dengan menggunakan teknik irigasi berselang selama pertumbuhan padi dan penundaan drainase selama pembungaan. Metode budidaya tersebut efektif untuk memperoleh produksi dan kualitas beras yang baik. Optimisasi pertumbuhan tanaman selama musim tanam, pengendalian hama dan penyakit selama periode pematangan, dan saat panen yang tepat merupakan hal yang penting untuk memaksimalkan kualitas beras ( Shin et al., 2006).
6
Kondisi Musim Pertanaman Padi pada Iklim Tropis dan Sub tropis Iklim tropis adalah iklim yang terletak antara 0° - 23.5° LU/LS yang meliputi hampir 40 % dari permukaan bumi. Ciri-ciri iklim tropis adalah sebagai berikut: suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal, umumnya suhu udara antara 20-23°C, bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30°C, amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil, curah hujan tinggi dan umumnya lebih tinggi dari daerah-daerah lain di dunia. Wilayah ini terletak di sepanjang garis khatulistiwa seperti Brazil, Indonesia, Thailand, Filipina, Laos, dan lainnya (Syariffudin, 1996). Indonesia terletak di daerah sekitar khatulistiwa pada posisi antara 6ºLU dan 11ºLS, terdiri atas sekitar 17000 pulau di antara dua samudera yang menyebabkan suhu dan kelembaban udara selalu tinggi sehingga dikategorikan sebagai beriklim humid tropik isothermik. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai keadaan/tipe iklim seperti ini. Padi tersebar luas dan tumbuh baik di daerah antara 45º LU sampai 40ºLS. Padi tersebar dari dataran rendah hingga ketinggian 3000 m dpl (Vergara, 1976). Walaupun padi dapat ditanam sepanjang tahun di Indonesia, namun pada dasarnya menanam padi didasarkan atas ketersediaan air, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga periode tanam yaitu: musim tanam utama, pada bulan Nopember, Desember, Januari, Februari, dan Maret, musim tanam gadu, pada bulan April, Mei, Juni, Juli, dan musim tanam kemarau, pada bulan Agustus, September, dan Oktober (Surnamo, 2006). Iklim sub tropis adalah iklim yang terletak antara 23.5° - 40°LU/LS. Daerah ini merupakan peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang. Ciri-ciri iklim sub tropis adalah sebagai berikut: batas yang tegas tidak dapat ditentukan dan merupakan daerah peralihan dari daerah iklim tropis ke iklim sedang; terdapat empat musim, yaitu musim panas, dingin, gugur, dan semi, tetapi musim dingin pada iklim ini tidak terlalu dingin, begitu pula dengan musim panas tidak terlalu panas. Wilayah ini terletak di sebagian besar Eropa, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Barat, USA, Mesir dan Afrika Utara ( Syariffudin, 1996). Musim tanam padi di negara sub tropis seperti Jepang dilakukan pada April hingga awal November dengan pembagian wilayah sebagai berikut: musim utama daerah Utara, penanaman pada bulan Mei-Juni dan pemanenan pada bulan
7
Agustus-September, musim utama daerah Tengah, penanaman pada bulan AprilMei dan pemanenan pada bulan Agustus-Oktober, musim utama daerah Selatan, penanaman pada bulan April-Mei dan pemanenan September-November. Sekitar 80 % lahan pertanian padi sawah di Jepang ditanami dengan varietas Koshihikari yang memiliki kualitas rasa yang disukai oleh masyarakat Jepang dan menghasilkan produktivitas 5 ton/ha. Pada wilayah empat musim, sistem pertanian yang dilakukan adalah teknologi mekanisasi dalam setiap tahapan dari persemaian hingga panen dan menggunakan varitetas yang tahan terhadap musim dingin (Ikeda, 2002).
Daya Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Adaptasi dapat dibagi menjadi adaptasi morfologi, fisiologi, dan tingkah laku. Domestifikasi dan penyeleksian telah terjadi secara intensif dan ekstensif pada padi Oryza sativa L. Selama lebih 10000 tahun yang lalu, budidaya padi varietas O.sativa telah menyebar di seluruh dunia. Varietas ini dibudidayakan pada daerah 53ºLU dan 40ºLS dengan ketinggian 0 - 2700 m dpl. Iklim dan suhu selama musim penanaman padi bervariasi disetiap daerah. Proses adaptasi terhadap suhu dan domestifikasi penanaman padi O.sativa menyebabkan varietas ini terbagi menjadi varietas indica, japonica, dan bulu (javanica) (Nguyen dan Van Tran 2000). Evaluasi keragaan tanaman budidaya dapat dilakukan melalui penanaman pada lingkungan target. Hal ini merupakan kegiatan mengindentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis dari plasma nutfah tersebut. Karakter yang diamati dapat berupa sifat morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi oksidasi, dan sebagainya) (Swasti, 2007).
8
Penanaman varietas padi japonica pada kondisi suhu panas menunjukkan adaptasi pertumbuhan yang lambat dan pengisian bulir yang lambat, malai yang kecil, pembungaan lebih cepat karena varietas ini sensitif akan panjang hari dan suhu yang tinggi. Menurut artikel Rice Today oleh Kang (2010) penelitian penanaman padi japonica sub tropis pada daerah tropis telah dikembangkan sejak lama oleh IRRI pada tahun 1991. Program pemuliaan padi japonica IRRI ini dikenal sebagai Germplasm Utilization Value Added (GUVA), berkolaborasi dengan Republik Korea, untuk mengembangkan padi japonica sub tropis yang berkualitas baik dan berproduksi tinggi yang dapat beradaptasi dan tumbuh di daerah tropis. Program ini menghasilkan MS11 yang diuji tanam di Filipina, yaitu hasil persilangan antara padi japonica sub tropis NSIC Rc170 atau IRRI 142 dan NSIC Rc220 atau IRRI 152. MS11 menunjukkan ciri semidwarf (90 cm), umur genjah (112 hari) dan mempunyai karakteristik bulir japonica-pendek bundar, amilosa rendah (15.5 %), dan gelatinisasi rendah.
9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2010 di University Farm, Babakan Sawah Baru, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl. Pengamatan pasca panen dilaksanakan di Laboraturium Produksi, Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Laboraturium Kebun Percobaan Muara, Bogor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 genotipe padi introduksi dari Jepang dan Korea yaitu Takanari, Nongan, Sankesou, 2032-B, 2029-B dan Ciherang sebagai kontrol.
Pupuk yang digunakan adalah Urea
dengan dosis 250 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan SP-18 150 kg/ha. Pengendalian OPT menggunakan pestisida sesuai kebutuhan. Alat yang digunakan adalah alat budidaya pertanian (bak persemaian, cangkul, alat tandur jajar), jangka sorong, mistar, timbangan digital, pengukur kandungan klorofil (SPAD-klorofilmeter). Metode Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang dievaluasi adalah 6 aksesi dengan empat ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Ukuran petak yang digunakan untuk setiap satuan percobaan adalah 5 m x 3.5 m dengan jarak tanam 20x(30 + 20) cm. Tata letak percobaan disajikan pada Lampiran 1. Benih disemai terlebih dahulu di bak persemaian selama 12 hari kemudian ditanam 1 bibit per titik tanam.
10
Model statistik yang digunakan adalah: Yij
= μ+αi+βj+εij
Keterangan : Yij
= nilai pengamatan yang diberikan oleh aksesi ke-i dan kelompok ke-j
i
= 1, 2, 3, …,6
j
= 1, 2, 3,4
µ
= nilai tengah populasi
αi
= pengaruh aksesi ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= pengaruh galat umum percobaan
Apabila setelah dilakukan pengujian dengan sidik ragam menghasilkan nilai F-hitung nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian Pra Tanam Pengolahan lahan dilakukan sejak sebulan sebelum tanam dengan cara membersihkan gulma, menggemburkan, menggaru tanah dan diairi hingga berlumpur. Benih padi disemai selama 12 hari. Penanaman Penanaman dilakukan dengan menanam bibit padi di lahan dengan jarak tanam 20 x (30 + 20) cm menggunakan 1 bibit/lubang tanam. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis rekomendasi untuk Babakan Sawah Baru yaitu 250 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan SP-18 150 kg/ha. Pupuk Urea diaplikasikan 3 kali masing-masing sepertiga yaitu pada saat tanam, 3 minggu setelah tanam (MST) dan 7 MST. Pupuk KCl dan SP-18 diaplikasikan pada saat tanam. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk secara merata di seluruh permukaan lahan.
11
Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabutnya dengan tangan maupun alat pertanian. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida yang sesuai. Penyemprotan dilaksanakan apabila terlihat gejala yang menyerang dengan dosis yang disesuaikan. Panen Panen dilakukan pada saat malai telah memasuki fase masak penuh yaitu 90 % gabah telah menguning. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong malai dalam satu rumpun. Pengamatan pasca panen yang dilakukan meliputi pengamatan komponen hasil serta mutu beras dan nasi.
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh untuk masing-masing unit percobaan. Peubah yang diamati antara lain: Pengamatan vegetatif a. Tinggi tanaman, diukur mulai pangkal batang sampai ujung daun tertinggi pada 8 MST. b. Diameter batang pada saat panen ( 16 MST). c. Kandungan klorofil daun pada 7 MST. d. Jumlah anakan, dihitung jumlah seluruh anakan per rumpun pada 8 MST. Pengamatan generatif dan komponen hasil a. Umur berbunga, dengan kriteria 50 % tanaman mengeluarkan malai. b. Umur panen, dihitung jumlah hari mulai dari saat semai sampai panen. c. Jumlah anakan produktif, dihitung jumlah anakan yang bermalai. d. Jumlah malai per rumpun, dihitung dengan cara menghitung seluruh malai yang terbentuk pada saat panen. e. Panjang malai, diukur dari buku pada pangkal malai sampai ujung malai. f. Panjang dan lebar daun, diukur pada daun bendera dan 2 daun di bawahnya. g. Jumlah gabah total, dihitung dari jumlah gabah pada satu malai dari rata-rata 3 malai/rumpun. h. Persentase jumlah gabah hampa, yaitu perbandingan jumlah gabah hampa dengan gabah total.
12
i. Persentase jumlah gabah isi, yaitu perbandingan jumlah gabah isi dengan gabah total. j. Bobot 1000 butir. k. Bobot gabah kering giling per ubinan (2.5 x 2.5 ) m. l. Dugaan bobot gabah kering giling per hektar. Karakteristik mutu beras dan nasi a. Uji mutu beras: kadar amilosa, ukuran beras, dan pengapuran. b. Uji mutu nasi: tekstur nasi, aroma, warna dan rasa nasi yang diuji oleh para panelis. Pengamatan hama dan penyakit dominan.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilakukan di University Farm, Babakan Sawah Baru, Dramaga, Bogor pada Januari hingga Juni. Kondisi lahan pada bulan Januari-Maret memiliki suhu rata-rata 25.73ºC, dan curah hujan rata-rata 375.73 mm per bulan. Pada bulan April-Juni memiliki suhu rata-rata 26.56ºC, dan curah hujan rata-rata 225.73 mm per bulan. Menurut Ikeda (2000) pada daerah empat musim, padi jenis sub tropis yang dibudidayakan akan tumbuh optimum pada suhu 20ºC- 23ºC, sistem irigasi yang baik, dan pada ketinggian 0-1400 m dpl. Oleh karena itu, kondisi suhu di wilayah tropis lebih tinggi daripada daerah penanaman di wilayah sub tropis. Penyemaian merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum penanaman di lahan. Sebelum disemai, benih padi japonica dioven selama 24 jam pada suhu 45ºC lalu direndam dalam air selama 4 jam dan ditiriskan. Perlakuan tersebut bertujuan sebagai seleksi terhadap benih yang kurang baik, terapung, melayang yang harus dibuang. Selain itu, agar terjadinya proses tisiologis yaitu terjadinya perubahan kimiawi di dalam benih sehingga cepat berkecambah. Kemudian benih tersebut disemai di bak persemaian selama 12 hari. Lahan diolah sebulan sebelum penanaman dan pembasmian hama keong sawah dilakukan secara manual. Pengairan dilakukan dengan pengaturan pada saat padi memasuki fase pertumbuhan awal berumur 1-3 MST genangan air diberikan setinggi 1-3 cm. Dengan demikian, serangan keong sawah dapat ditekan untuk meminimumkan penyulaman. Pada fase primodia bunga hingga bunting dan berbunga, lahan digenangi dengan ketinggian air 5 cm untuk menekan pertumbuhan anakan yang baru. Pada fase pengisian biji, air dipertahankan setinggi 3 cm dan fase pemasakan lahan diairi dan dikeringkan secara bergantian kemudian seminggu sebelum panen, lahan dikeringkan. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi adalah walang sangit, dan penyakit tungro. Tanaman padi yang mengidap penyakit tungro menunjukkan gejala kerdil, perubahan warna daun menjadi jingga kemerahan, anakan berkurang, dan malai tidak sempurna. Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan
14
melakukan sanitasi dan penyemprotan pestisida. Gulma, singgang, dan ceceran gabah yang tumbuh (voluntir) dapat menjadi inang serangga seperti wereng hijau maupun patogen penyebab tersebarnya virus tungro. Penyemprotan pestisida dapat menekan populasi wereng hijau yang berarti mengurangi kecepatan penyebaran virus. Penggunaan insektisida dilakukan berdasarkan pengamatan. Penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif imidacloprid (racun lambung dan kontak) dengan dosis 400 g/ha ke seluruh lahan penanaman.
Rekapitulasi Sidik Ragam Berdasarkan hasil uji F pada peubah pengamatan keseluruhan genotipe padi, pada penanaman yang dilakukan di daerah tropis (Bogor) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, jumlah klorofil daun, panjang malai, panjang daun bendera, jumlah gabah total, umur berbunga, umur panen, dan bobot 1000 butir. Hasil uji F tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah diameter batang, persentase gabah hampa, persentase gabah isi, bobot per ubinan dan bobot per hektar. Nilai koefisien keragaman (KK) untuk keseluruhan peubah berkisar 2.5-24 persen (Tabel 2). Gomez dan Gomez (1995) menjelaskan bahwa nilai KK menunjukkan tingkat
ketepatan perlakuan
dalam suatu percobaan dan
menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan.
15
Tabel 2. Rekapitulisasi Sidik Ragam Pengaruh Genotipe Padi yang Diuji di Lingkungan Tropis Karakter
F-hitung
KK (%)
Genotipe Tinggi tanaman
**
4.9
Jumlah anakan total
**
15.3
Jumlah anakan produktif
*
14.7
Jumlah klorofil daun
**
4.4
Diameter batang
tn
13.5
Panjang malai
**
9.7
Panjang daun bendera
*
21.7
Lebar daun bendera
**
11.9
Jumlah gabah total
**
16.3
Persentase gabah isi
tn
3.5
Persentase gabah hampa
tn
24.0
Umur berbunga 50 %
**
3.0
Umur panen
**
2.5
Bobot 1000 butir
*
16.0
Bobot per ubinan
tn
7.9
Bobot per hektar
tn
15.4
Keterangan: KK = koefisien keragaman, *=berbeda nyata pada taraf 0.05, **=berbeda sangat nyata pada taraf 0.01, tn=tidak nyata
Karakter Vegetatif dan Generatif Keragaan karakter tinggi tanaman pada setiap aksesi padi sub tropis dengan padi Ciherang menunjukkan perbedaan tidak nyata kecuali pada padi Sankesou (Tabel 3). Tinggi tanaman yang terendah pada 2029 B yaitu 69 cm dan tertinggi Sankesou yaitu 83 cm. Kisaran tinggi tanaman yang ditunjukkan oleh semua aksesi yaitu antara 69-83 cm merupakan tinggi tanaman semi dwarf (60-90 cm). Berdasarkan Balai Besar Penelitian Padi (2008) morfologi tanaman Ciherang untuk tingginya yaitu berkisar 107-115 cm (Lampiran 3).
16
Tabel 3. Keragaan Vegetatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding
No. 1 2 3 4 5 6
Aksesi 2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
Tinggi Tanaman (cm) (8 MST) 69b 72b 74b 74b 83a 73b
Jumlah Anakan (8 MST) 20a 17a 12b 20a 16a 18a
Diameter batang (cm) (16 MST) 0.6 0.7 0.6 0.6 0.6 0.7
Kandungan Klorofil SPAD (7 MST) 38b 42a 41a 38b 38b 35c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05
Muliasari (2009) menjelaskan bahwa terdapat kecenderungan apabila bibit ditanam dengan umur muda (10 hari), maka tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan dengan bibit yang lebih tua (21 dan 25 hari) dengan jarak tanam yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara potensi bibit untuk tumbuh dan lingkungan tumbuhnya. Tinggi tanaman padi yang semidwarf berfungsi untuk tanaman lebih tegak dan tahan rebah. Diameter tanaman pada semua genotipe padi menunjukkan perbedaan tidak nyata. Ciherang dan Takanari mempunyai diameter terbesar yaitu 0.7 cm dan pada aksesi lainnya berdiameter 0.6 cm. Pengamatan diameter dilakukan karena menurut Yamin dan Moentono (2005) bahwa korelasi antara diameter batang dengan kuat batang menunjukkan hubungan yang nyata sehingga dapat dipakai sebagai kriteria seleksi untuk ketahanan rebah. Hal ini sejalan dengan Vergara et al. (1991) yang menyatakan bahwa batang besar cenderung mempunyai tangkai malai yang besar untuk menyangga malai dan memperkecil rebah. Disamping itu, batang besar mempunyai kecenderungan lebih banyak jaringan pembuluh (vascular bundles), dimana jaringan ini dapat membantu memperkuat tegaknya tanaman. Masing-masing genotipe memiliki jumlah anakan yang tidak berbeda nyata dengan Ciherang kecuali Nongan yang memiliki jumlah anakan terkecil yaitu 12 anakan. Sebaliknya, jumlah rumpun terbanyak dimiliki oleh 2029 B dan 2032B yaitu 20 anakan. Kisaran jumlah anakan yang ditunjukkan oleh semua genotipe yaitu antara 12-20 anakan (Tabel 3). Pada keseluruhan pengamatan semua genotipe, semua rumpun produktif tetapi jumlah gabah per malainya sedikit. Hal
17
ini dikarenakan oleh jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak sehingga menurunkan produktivitas dan mutu beras (Abdullah et al., 2008). Sebaliknya, jika jumlah gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama, sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan sumber mengisi limbung. Kandungan klorofil diukur menggunakan SPAD-klorofilmeter saat tanaman berumur 7 MST dan diukur pada daun ke- 3 dan ke- 4 yang terkena cahaya matahari penuh. Semua genotipe padi introduksi mempunyai jumlah kandungan klorofil yang berbeda nyata dengan padi Ciherang yang mempunyai kandungan klorofil terendah yaitu 35 SPAD. Sebaliknya, Takanari dan Nongan mempunyai kandungan klorofil paling tinggi yaitu 42 SPAD dan 41 SPAD. 2029B, 2032B dan Sankesou mempunyai kandungan klorofil yang tidak berbeda nyata satu sama lain yaitu 38 SPAD (Tabel 3). Kandungan klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif dan sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkorelasi positif nyata dengan kadar N daun dengan ambang batas kandungan klorofil kekurangan hara nitrogen (N) yaitu dibawah 35 SPAD (Argenta et al., 2004). Tiap-tiap genotipe pada saat pertumbuhan vegetatif tidak mengalami kekurangan hara dan menunjukkan bahwa padi introduksi ini memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak daripada Ciherang. Pengamatan generatif untuk umur berbunga 50 % dan umur panen pada tiap genotipe memiliki perbedaan yang tidak nyata terhadap Ciherang kecuali Nongan. Terlihat bahwa Nongan memiliki waktu berbunga dan panen yang cepat daripada genotipe lainnya maupun pembanding. Sebaran pada umur berbunga 50 % yaitu 72-86 hari (Tabel 4). Siregar (1981) menggolongkan umur padi dalam lima kelompok yaitu genjah (100-115 hari), setengah genjah (116-125 hari), setengah dalam (126-135 hari), dalam (136-150 hari) dan dalam sekali (lebih dari 150 hari). Berdasarkan penggolongan ini semua genotipe padi termasuk berumur genjah kecuali 2029 B yaitu setengah genjah (Tabel 4). Hal ini baik karena menurut Khush (1995) padi tipe baru diharapkan berumur sedang yaitu 110-130 hari.
18
Tabel 4. Keragaan Generatif Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding No. 1 2 3 4 5 6
UP (HSS)
∑AK
Aksesi
UB (HSS) 50 %
PM (cm)
PB (cm)
2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
86a 82a 72b 84a 85a 86a
117a 111a 101b 114a 114a 115a
16a 15a 11b 18a 15a 15a
19ab 22a 21a 18b 23a 22a
22b 36a 24b 23b 30ab 24b
LDB (cm) 1.12b 1.17b 1.68a 1.16b 1.19b 1.04b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05 Umur Berbunga (UB), Umur Panen (UP), ∑Anakan Produktif (∑AK), Panjang Malai (PM), dan Panjang & Lebar Daun Bendera (PB &LDB).
Padi introduksi memiliki anakan produktif cukup banyak yaitu dengan kisaran 11-18 anakan. Pada pengamatan hasil jumlah gabah per malai untuk anakan produktif, persentase bulir yang hampa sangat tinggi (Tabel 5). Menurut Horrie et al. (2006), kehampaan dan persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada nongenetik. Faktor genetik dapat diperbaiki melalui pemuliaan. Faktor nongenetik disebabkan oleh lingkungan, seperti suhu tinggi yang menyebabkan respirasi tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur. Pada Tabel 6 terlihat bahwa terserangnya penyakit tungro pada padi introduksi merupakan salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan persentase kehampaan gabah tinggi. Deptan (1983) menggolongkan panjang malai menjadi tiga yaitu pendek (<20 cm), sedang (20-30 cm), dan panjang (> 30 cm). Berdasarkan penggolongan tersebut rata-rata panjang malai keseluruhan genotipe yang diukur tergolong sedang yaitu 21 cm (Tabel 4). Panjang malai tidak berbeda nyata terhadap Ciherang (22 cm) kecuali pada 2029 B (19 cm) dan 2032B (18 cm) yang tergolong bermalai pendek. IBPGR-IRRI (1980) menyatakan bahwa daun teratas pada padi disebut daun bendera yang terletak di bawah malai. Berdasarkan sudutnya, daun bendera dapat dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu berdaun tegak, sedang, datar dan turun. Daun bendera pada keseluruhan genotipe termasuk tegak dengan panjang daun bendera yang tidak berbeda nyata terhadap Ciherang kecuali pada
19
Takanari (36 cm) dan Sankesou (30 cm) (Tabel 4). Lebar daun bendera hanya berbeda nyata pada jenis Nongan yang memiliki karakteristik yang cukup lebar yaitu 1.68 cm. Hal ini berkorelasi positif dengan kandungan klorofil yang juga termasuk tinggi pada Nongan (Tabel 3).
Produksi Gabah Kering Giling Jumlah gabah per malai sebaran jumlah gabahnya pada seluruh genotipe yaitu 84-164 butir dengan persentase rata-rata gabah hampanya lebih besar (71 %) daripada persentase gabah isi (29 %) (Tabel 5). Maka dari itu, bobot gabah kering giling per ubinannya (126 rumpun) rendah dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Tabel 5. Keragaan Komponen Hasil Genotipe Padi Introduksi dan Pembanding No. 1 2 3 4 5 6
Aksesi 2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
∑ G/M (butir) 100cd 131cb 146ab 84d 164a 102cd
% GH (persen)
% GI (persen)
B GKG/U (kg)
78 79 77 82 49 64
23 21 23 18 51 36
2.22 2.00 1.62 1.72 2.50 2.12
B GKG/ha (ton) 3.55 3.20 2.59 2.75 4.00 3.39
B 1000 (g) 22a 16b 16b 18ab 16b 22a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05 ∑ Gabah/Malai (∑ G/M), % Gabah Hampa (% GH), % Gabah Isi (% GI), Bobot GKG/Ubinan (B GKG/U), Bobot GKG/Hektar (B GKG/ha),dan Bobot 1000 butir (B 1000).
Konversi produksi per hektarnya pun rendah (sekitar 50 % potensi) karena berdasarkan Balai Besar Penelitian Padi (2008), Ciherang dapat berproduksi sekitar 6 ton/ha (Lampiran 3). Pada pengamatan, Ciherang berproduksi hanya 3.39 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan padi lainnya dengan produksi per hektar yang paling tinggi adalah Sankesou dan terendah adalah Nongan. Bobot 1000 butir pada tiap genotipe berbeda nyata lebih rendah daripada Ciherang kecuali 2029B dan 2032B (Tabel 5).
20
Serangan Hama Penyakit Menurut Nguyen dan Van Tran dalam Rice Information (2000), padi varietas japonica lebih resisten pada temperatur rendah, tetapi rendah resistensinya pada hama dan penyakit dibandingkan padi jenis indica. Hal ini ditunjukkan pada persentase terserangnya penyakit tungro ini cukup besar pada masing-masing jenis padi introduksi di setiap ulangan. Pada rata-rata ulangan tersebut terlihat persentase tertinggi terserang yaitu padi 2032B (45.0 %) dan terendah Sankesou (6.3 %) serta lainnya pada Nongan (41.3 %), Takanari (27.5 %), 2029B (22.5 %), Ciherang (12.5 %) (Tabel 6). Serangan tungro ini menyebabkan persentase gabah hampa pada setiap genotipe menjadi cukup tinggi. Menurut Muhsin dan Widiarta (2009) di Indonesia, daerah endemik hampir ada di setiap daerah yang tertular tungro, seperti Bogor, Subang, dan Garut (Jawa Barat), Pekalongan dan Klaten (Jawa Tengah), Padang Galak (Bali), dan Pinrang (Sulawesi Selatan). Tabel 6. Rataan Persentase Serangan Tungro pada Saat 7 MST Ulangan No.
Rata-
Aksesi 1
2
3
rata
4
……………………..........%............................................. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
20 20 50 50 10 20
50 60 50 50 10 10
10 10 60 60 0 20
10 20 5 20 5 0
22.5 27.5 41.3 45.0 6.3 12.5
Tanaman terserang pada umur padi memasuki pembentukan malai yaitu 7 MST (Gambar 1). Kondisi ini didukung oleh populasi wereng hijau yang cukup banyak, hama ini dikenal efektif dalam penyebaran virus. Maka dari itu, pengendalian yang dilakukan adalah sanitasi lahan atau pembuangan gulma dan penyemprotan insektisida berbahan aktif imidacloprid (racun lambung dan kontak) dengan dosis 400 g/ha ke seluruh lahan penanaman. Menurut Wirasajaswadi (2009) serangan yang terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan fatal. Sehingga, padi introduksi yang terserang masih bisa berproduksi dan tidak berbeda nyata terhadap Ciherang.
21
A
B
Gambar 1. Hama Penyakit yang Menyerang Padi: (A) Padi pada 7 MST Gejala Tungro (B) Wereng Hijau Karakteristik Mutu Beras Selain karakter-karakter agronomi, pengamatan mutu beras juga dilakukan untuk mengetahui genotipe padi introduksi sub tropis yang menunjukkan karakteristik ciri beras yang baik. Pengamatan mutu beras terdiri dari karakteristik rendemen penggilingan beras, fisik beras, dan tekstur beras. Menurut Damardjati dan Purwani (1991) secara umum kriteria dan pengertian mutu beras meliputi mutu pasar (market quality), mutu tanak (cooking quality) dan mutu rasa (eating quality). Mutu pasar ditentukan oleh sifat fisik dan penampakan beras antara lain ukuran dan bentuk beras, persentase bulir patah, persentase menir, butir rusak dan benda asing. Mutu tanak ditentukan oleh kadar amilosa dan suhu gelatinisasi. Mutu rasa ditentukan oleh faktor subjektif yang dipengaruhi oleh lokasi, suku, bangsa, lingkungan pendidikan, tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Pada Tabel 7 disajikan karakteristik rendemen penggilingan padi pada 5 genotipe padi introduksi sub tropis dengan pembanding Ciherang. Tahap awal setelah proses pemanenan adalah pengeringan gabah basah menjadi gabah kering giling yang dijemur selama 3 hari dan menghasilkan kadar air rata-rata ± 14 % yang cukup baik dalam proses penggilingan.
22
Menurut
Food
and
Agriculture
of
Organization
(2005),
proses
penggilingan gabah biasanya dilakukan pada kadar air sekitar 14 %. Butir gabah yang basah (kadar air tinggi) akan menyebabkan butir beras remuk, sebaliknya gabah yang sangat kering (kadar air terlalu rendah) butir beras juga akan patah dan dihasilkan butir-butir menir.
Tabel 7. Karakteristik Rendemen Penggilingan Beras Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aksesi
2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang Rata-rata
Kadar air Gabah (%) 14.2 14.0 14.0 14.4 13.7 13.9
Berat Gabah
Berat Berat Pecah Beras Kulit Putih ------------------gram-----------500 291 208 500 305 265 500 305 248 500 247 200 500 312 277 500 188 157
14.03
500
274.7
225.8
Beras Kepala
Rendemen
---------------%-----------
8 49 10 6 55 26
42 53 50 40 55 31
25.7
45.2
Proses penggilingan dilakukan dengan menimbang masing-masing sampel sebesar 500 gram kemudian gabah dikupas kulitnya menggunakan alat tipe roll karet. Pengupasan kulit gabah menghasilkan beras pecah kulit dengan pengurangan berat sebesar 45 %. Kemudian dilakukan pemutihan atau penyosohan dengan menggunakan mesin penyosoh tipe friksi. Pemutihan beras merupakan tahap akhir dari proses penggilingan gabah menjadi beras yang siap dimasak menjadi nasi. Proses pemutihan beras ini menghasilkan beras putih dengan pengurangan berat sebesar 18 %. Keseluruhan proses penggilingan hingga menjadi beras siap konsumsi menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 45.2 % (Tabel 7). Menurut Perpadi (2009) rendemen beras giling yang dihasilkan oleh penggilingan padi kecil (PPK) yang berkonfigurasi sederhana yaitu HuskerPolisher (H-P) rata rata sebesar hanya 55.7 % dengan kualitas beras kepala 74.3 %. Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk keseluruhan genotipe rendemen beras hasil penggilingan rendah atau berkurang sebesar 10.5 %. Kualitas beras kepala pada seluruh genotipe termasuk rendah dibawah standar (Tabel 7). Pada tiap genotipe rendemen yang tinggi terdapat pada Nongan dan Sankesou sedangkan
23
yang lainnya rendah. Menurut Perpadi (2009) dikarenakan oleh aspek budidaya padi (good farming practice) yang meliputi sifat genetik (varietas) dan perlakuan saat budidaya (benih, pupuk, penyiapan lahan, pemberantasan hama dan gulma, irigasi) yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap rendemen yang dihasilkan. Karakteristik fisik beras pada masing-masing genotipe menunjukkan bahwa ukuran beras tipe panjang dimiliki oleh aksesi 2029 B, Takanari, Sankesou dan Ciherang. Genotipe lainnya yaitu Nongan dan 2032 B termasuk beras tipe sedang. Pada fisik bentuk keseluruhan genotipe tidak beda nyata yaitu sedang dan pengapuran sebagian besar kecil kecuali pada 2029B dan Ciherang (Tabel 8). Tabel 8. Karakteristik Fisik Beras Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aksesi
Ukuran
2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
Panjang Panjang Sedang Sedang Panjang Panjang
Rasio Panjang dan Diameter Bulir Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Pengapuran Sedang Kecil Kecil Kecil Kecil Sedang
Keterangan: Ukuran : Sangat Panjang (> 7.50 mm), panjang (6.61-7.50 mm), sedang (5.51-6.60 mm), dan pendek (< 5.50 mm). Bentuk : perbandingan antara panjang dan lebar butir; butir ramping (> 3.0), sedang (2.1-3.0), dan bulat (< 2.0). Pengapuran: visualisasi persentase rata-rata pengapuran pada 10 butir/aksesi; yaitu tinggi (L = > 20%), sedang (M = 11-20%), rendah (S = < 10%), dan butir bening (0%).
Pada Gambar 2 dan 3 di bawah ini dapat dilihat untuk masing-masing genotipe untuk kelompok ukuran sedang dan panjang. Menurut Kustianto et al. (1982) bahwa secara umum beras yang diinginkan dan bernilai tinggi di pasaran adalah yang berukuran panjang atau sedang, dan mempunyai bentuk lonjong atau sedang. Maka pada semua genotipe memiliki mutu fisik yang sudah sesuai pasar.
24
Gambar 2. Kelompok Beras Ukuran Sedang: (A) Nongan, (B) 2032B
Gambar 3. Kelompok Beras Ukuran Panjang: (C) Sankesou, (D) Takanari, (E) 2029B, (F) Ciherang Tabel 9 menjelaskan mengenai karakteristik tekstur nasi pada setiap genotipe padi. Kadar amilosa merupakan penciri atau indikator rasa nasi pada masing-masing genotipe. Damardjati (1988) mengklasifikasikan kadar amilosa beras menjadi tiga, yakni rendah (10-20%) pulen, sedang (20-25%), dan tinggi (25-33%) pera sedangkan beras ketan memiliki kadar amilosa < 10%. Menurut klasifikasi tersebut, 2029B termasuk berteksur nasi sedang, Nongan, 2032B dan Ciherang termasuk nasi bertekstur pulen sedangkan Takanari dan Sankesou termasuk nasi bertekstur pera.
25
Tabel 9. Karakteristik Pengujian Nasi Genotipe Padi Introduksi dan Ciherang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aksesi
2029 B Takanari Nongan 2032 B Sankesou Ciherang
Kadar Amilosa 22.1 27.2 12.2 12.4 26.7 19.0
Nilai Skor Nasi 2.9 4.0 2.3 2.2 4.0 2.4
Tekstur Sedang Pera Pulen Pulen Pera Pulen
Selain pengujian secara objektif, juga dilakukan pengujian subjektif terhadap nasi oleh para panelis dari Balai Penelitian Padi. Pada Gambar 4 dapat dilihat penampakan nasi pada masing-masing genotipe padi introduksi. Terlihat pada gambar masing-masing penampakan nasi sub tropis bahwa terdapat perbedaan warna yaitu 2032B dan Sankesou berwarna kuning daripada jenis introduksi lainnya yang berwarna putih. Selain itu berdasarkan penilaian para panelis, semua jenis nasi tidak beraroma, dan nasi berasa hambar. Namun, sebagian besar panelis menyukai nasi yang berwarna cerah dan tekstur sedang sampai pulen seperti Nongan, 2029B dan Ciherang.
Gambar 4. Keragaan Nasi pada Setiap Jenis Beras Sub tropis dan Pembanding (Ciherang)
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Genotipe padi introduksi sub tropis yang diuji di daerah tropis Bogor memiliki daya adaptasi yang baik dan agronomis yang beragam antara lain: a) Tinggi tanaman semi dwarf 69-83 cm (Ciherang 73 cm) b) Jumlah anakan tinggi dan produktif 12-20 anakan (Ciherang 18 anakan) c) Daun tebal dan berklorofil tinggi dari pembanding Ciherang d) Umur genjah sampai sedang (101-117 hari) (Ciherang 115 hari) e) Panjang malai pendek sampai sedang (18-23 cm) (Ciherang 22 cm) f) Jumlah gabah bernas (84-164 bulir/malai) (Ciherang 102 bulir) g) Bobot 1000 butir (16-22 gram) (Ciherang 22 gram) h) Keseluruhan genotipe tidak resisten terhadap serangan hama wereng hijau dan penyakit tungro. i) Potensi hasil untuk 2029B, Takanari, Nongan, 2032B, Sankesou dan Ciherang masing-masing 3.55, 3.20, 2.59, 2.75, 4.00 dan 3.39 ton/ha. 2. Tekstur nasi yang diuji oleh para panelis dominan menyukai Nongan, 2029B dan Ciherang.
Saran Pengujian potensi hasil dapat dilakukan di daerah dataran tinggi tropis yang bebas penyakit tungro dan dilakukan pengujian nilai mutu gizi nasi. Selain itu, juga diperlukan pengujian untuk ketahanan terhadap hama dan penyakit utama daerah tropis.
27
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B., T. Soewito, dan Sularjo. 2008 . Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 27(1): 1-9. Argenta, G., P.R.F. Da Silva, and L. Sangoi. 2004. Leaf relative chlorofyll content as an indicator parameter to predict nitrogen fertilization in maize. Cienca Rural, Santa Maria: 34(5):1379-1387. Alimoeso, S. 2009. Bisnis pangan di masa depan. Sinar Tani. No. 3334 XL:10. Balai Besar Penelitian Padi. 2008. Padi Ciherang. http://epetani.deptan.go.id. [24 Sept 2010]. Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. hlm. 103-165. Dalam M. Ismunadji, S. Partohardjono, M. Syam, dan A.Widjono (Eds). Padi, Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Damardjati, D. S. dan E. Y. Purwani. 1991. Mutu Beras, hal. 875-911. Dalam S. Edi , S. D. Djojo, dan S.Mahyuddin (Eds). Padi Buku 3. Balitpa. Bogor. [Deptan] Departemen Pertanian, Satuan Pengendalian Bimas. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, dan Sayuran. Jakarta. 265 hal. Food and Agriculture of Organization. 2005. Rice : Milling. Dalam http://www.fao.org/ Indiaagronet. Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan dari : Statistical Procedure for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan J. S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hlm. Grist, D.H. 1960. Rice (Tropical Agriculture) Series. Third Edition. Long Mans. London. 466 p. Horrie, T., K. Homma, and H. Yoshida. 2006. Physiological and morphological traits associated with high yield potential in rice. Abstracts. Second International Rice Congress 2006. 26th International Rice Research Conference. p. 12−13.International Rice Research Institute. 1990. Huke, R. 1976. Geography and climate of rice. Proc. Climate and Rice. International Rice Research Intitute (IRRI). Los Banos, Philippines. p. 31-50. Huke, R. 1982. Agroclimatic and Dry-Season Maps of South, Southeast, and East Asia. International Rice Research Institute (IRRI). Los Banos, Philippines. 283 p. IBPGR-IRRI. 1980. Descriptor for Rice (Oryza sativa L.) IRRI. Manila.20 p. Ikeda. R. 2002. Rice around the world (Japan). p.114-117. In J.L. Maclean, D.C. Dawe, B. Hardy, and G.P. Hettel (Eds.). Rice Almanac. CABI Pulishing. Wallingford, Oxon.
28
Irianto, G., H. Syahbuddin, W. Estiningtyas, E. Surmaini, dan I. Las. 2002. Pendayagunaan keragaman iklim untuk meningkatkan produksi padi. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1 : 135-148. Kang, H. K. 2010. Made for the tropics. Rice Today (April-June): 34-35. Khush, G.S. 1995. Breaking the yield frontier of rice. Geo Journal 35: 329−332. Kustianto, B., A. B. Surono, T. Suhartini dan S. Kartowinoto. 1982. Perbaikan mutu beras dan rasa nasi. Dalam S. Edi, S. D. Djojo, dan S. Mayuddin (Eds.). Padi Buku 3 .Balitpa. Bogor. Luh, S. 1991. Rice Production and Utilition. The Avi Publ. Co. Westport, Connecticut. 925 p. Muhsin, M. dan I N. Widiarta. 2009. Patosistem, strategi, dan komponen teknologi pengendalian tungro pada tanaman padi. Majalah Iptek Tanaman Pangan. Vol. 4 ( 2) : 202-217. Muliasari, A. A. 2009. Optimasi Jarak Tanam dan Umur Bibit Padi Pada Sawah (Oryza sativa). Skripsi. Sarjana. Dept. AGH. Institut Pertanian Bogor. 40 hal. Nguyen, V.N. and D. Van Tran. 2000. Rice Information Vol. 2. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Phillipines. 206 p. Perpadi. 2009. Meningkatkan Rendemen dan Kualitas Beras Giling Melalui Revitalisasi Sistem Penggilingan Padi Rakyat. http:// www.perpadi.or.id.[24 Sept. 2010]. Shin, J.C., K.S. Kwak, and K.J. Choi. 2006. Cultural techniques for high quality premium rice. The Technical Report Series 21, Korean Rice Technical Working Group : 44-74. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. P.T. Sastra Hudaya. Bogor. Surnamo. 2006. Periodisasi musim tanam padi sebagai landasan manajemen produksi beras nasional. Sinar Tani. Edisi 8-14 Feb : 15. Suprihatno, B. dan A.A. Daradjat. 2008. Kemajuan dan ketersediaan varietas unggul padi. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Vol.1 : 302-322. Suryana, A. 2008. Kedudukan padi dalam perekonomian Indonesia. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Vol.1 : 10-11. Swasti, E. 2007. Potensi varietas lokal Sumatera Barat sebagai sumber genetik dalam pemuliaan tanaman padi. Inovasi Teknologi Tanaman Pangan Buku 2. hal: 409-413. Syariffuddin, A. 1996. Sain Geografi 1 untuk SMU Kelas 1. Bumi Aksara. Jakarta. 240 hal.
29
Tjondronegoro, M.P.S. 2008. Padi tanaman ekspansif dari timur ke barat. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Vol.1: 1-9. Vergara, S. B. 1976. Physiological and morphological adaptability of rice varieties to climate. In: Climate and Rice. IRRI, Philipines. Vergara, S. B., B. Verkateswarlu, M. Janoria, J. K. Ahn, J. K. Kim, and R. M. Visperas. 1991. Concept for a new plant type for direct seed flooded tropical rice In : Direct seeded flooded rice in the tropics. Wirasajaswadi, L. 2009. Penyakit Tungro dan Pengendaliannya pada Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Nusa Tenggara Barat.120 hal. Yamin, S. M. dan M.D. Moentono. 2005. Seleksi beberapa varietas padi untuk kuat batang dan ketahanan rebah tinggi. Ilmu Pertanian Vol. 12 No. 2, hal : 94- 102. Yoshida, S. 1981. Fudamentals of Rice Crop Science.The International Rice Research Institute. Philipines. 268 p.
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Tata Letak Percobaan 19. 2032 B
13. Nongan
7. Sankesou
1. Ciherang
20. Takanari
14. Ciherang
8. 2029 B
2. 2029 B
21. Ciherang
15. 2032 B
9. Nongan
3. Takanari
22. Sankesou
16. Takanari
10. 2032 B
4. Nongan
23. 2029 B
17. Sankesou
11. Takanari
5. 2032 B
24. Nongan
18. 2029 B
12. Ciherang
6. Sankesou
Ul 4
Ul 3
Ul 2
Ul 1 U
Keterangan: Ul : Ulangan
B
T
Bilangan 1-24 : Nomor petakan S
32
Lampiran 2. Sidik Ragam 5 Genotipe Padi Introduksi Sub Tropis dan Ciherang Tinggi Tanaman Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
Jumlah Kuadrat 25.95 429.39 199.98 655.33
Kuadrat Tengah 8.65 85.88 13.33
F Hitung 0.65 6.44**
Jumlah Kuadrat 25.00 170.55 99.04 294.59
Kuadrat Tengah 8.33 34.11 6.60
F Hitung 1.26 5.17**
Jumlah Kuadrat 14.42 80.30 71.86 166.58
Kuadrat Tengah 4.81 16.06 4.79
F Hitung 1.00 3.35*
Jumlah Kuadrat 15.36 151.06 42.68 209.10
Kuadrat Tengah 5.12 30.21 2.85
F Hitung 1.80 10.62**
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 4.9 % Karakter Jumlah Anakan Total Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 15.3% Jumlah Anakan Produktif Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 14.7 % Karakter Klorofil Daun Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5% 1% 2.90
4.56
KK = 4.4 %
Keterangan : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, **=berbeda nyata pada taraf 1 %
33
Lampiran 2. (Lanjutan) Diameter Batang Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
Jumlah Kuadrat 0.03 0.04 0.11 0.17
Kuadrat Tengah 0.01 0.01 0.01
F Hitung 1.13 0.94tn
Derajat Bebas 3 5 15 23
Jumlah Kuadrat 20.09 77.86 61.89 159.83
Kuadrat Tengah 6.70 15.57 4.13
F Hitung 1.62 3.77**
Jumlah Kuadrat 82.60 606.11 490.70 1179.41
Kuadrat Tengah 27.53 121.22 32.71
F Hitung 0.84 3.71*
Jumlah Kuadrat 0.02 1.04 0.33 1.40
Kuadrat Tengah 0.01 0.21 0.02
F Hitung 0.27 9.39**
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 13.5 % Panjang Malai Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 9.7 % Panjang Daun Bendera Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK =21.7 % Lebar Daun Bendera Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 11.9 % Keterangan : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, **=berbeda nyata pada taraf 1 %
34
Lampiran 2. (Lanjutan 2) Jumlah Gabah Total Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
Jumlah Kuadrat 1852.58 18924.71 5867.27 6644.56
Kuadrat Tengah 617.53 3784.94 391.15
F Hitung 1.58 9.68**
Jumlah Kuadrat 534.57 3353.80 4038.51 7926.88
Kuadrat Tengah 178.19 670.76 269.23
F Hitung 0.66 2.49tn
Jumlah Kuadrat 554.78 3237.82 4423.42 8216.02
Kuadrat Tengah 184.93 647.56 294.89
F Hitung 0.63 2.20tn
Jumlah Kuadrat 5.13 549.71 90.13 644.96
Kuadrat Tengah 1.71 109.94 6.01
F Hitung 0.28 18.30**
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 16.3 % Persentase Gabah Isi Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 3.5 % Persentase Gabah Hampa Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 24.0 % Umur Berbunga 50 % Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK =3.0 % Keterangan : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, **=berbeda nyata pada taraf 1 %
35
Lampiran 2. (Lanjutan 3) Umur Panen Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
Jumlah Kuadrat 12.79 643.21 117.00 773.00
Kuadrat Tengah 4.26 128.64 7.8
F Hitung 0.55 16.5**
Jumlah Kuadrat 15.37 154.00 129.37 298.72
Kuadrat Tengah 5.12 31.00 8.62
F Hitung 0.59 3.57*
Jumlah Kuadrat 0.10 0.31 0.48 0.88
Kuadrat Tengah 0.03 0.10 0.10
F Hitung 0.59 1.90tn
Jumlah Kuadrat 0.49 0.82 1.42 2.72
Kuadrat Tengah 0.16 0.27 0.16
F Hitung 1.03 1.73tn
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 2.5 % Bobot 1000 butir Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 16.0 % Bobot per Ubinan Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK = 7.9 % Bobot per Hektar Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 3 5 15 23
F-tabel 5%
1%
2.90
4.56
KK =15.4% Keterangan : tn= tidak nyata, *= berbeda nyata pada taraf 5 %, **=berbeda nyata pada taraf 1 %
36
Lampiran 3. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Asal
persilangan
:
Kelompok Nomor Seleksi Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata produksi Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama Penyakit
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-31///IR64 ////IR64 Padi Sawah S3383-1d-Pn-41--3-1 Cere 116 - 125 hari Tegak 107 - 115 cm 14 - 17 batang Hijau Hijau Putih Hijau Kasar pada sebelah bawah Tegak Tegak Panjang ramping Kuning bersih Sedang Sedang Pulen 23 % 27-28 gram 6 t/ha 5 - 8,5 t/ha
Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV Anjuran : Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian 500 m dpl Di lepas tahun : 2000 Pemulia : Tarjat T, Z.A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat Sumber : Balai Besar Tanaman Padi 2008