Etika Profesi Kedokteran Indonesia Samuel Amosilo Santoso Kesek 102008060 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna no. 6, jakarta barat
[email protected]
PENDAHULUAN Kode etik kedokteran adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi dokter dan tenaga medis. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Agar dokter memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pasien, adanya kode etik kedokteran akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga medis terhadap kode etik kedokteran merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga medis merasa bila dia melanggar kode etik kedokteran nya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dirinya sendiri. PEMBAHASAN
Pengembangan kasus Seorang perempuan berumur 16 tahun datang ke tempat praktek dokter bersama pacarnya, ia berterus terang bahwa ia sudah berpacaran lama dan sudah melakukan persetubuhan dengan pacarnya. Orang tua dari kedua pihak tidak mengetahui hal ini dan sang perempuan takut jika nantinya menjadi hamil sehingga meminta dokter untuk memasangkan IUD di rahimnya agar tidak hamil. Sang dokter menolak dengan sudah menjelaskan baik buruk kepada pasangan tersebut baik dari segi medis, hukum maupun psikososial tetapi sang pacar menolak dan mengancam dokter dengan pisau dan akan membunuh sang dokter jika tidak memasangkan IUD pada rahim pacarnya. Sang dokter tidak ada pilihan lain selain memasangkan IUD pada perempuan tersebut. Prinsip Etika Kedokteran Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Sejak awal sejarah umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu manusia penyembuh dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut transaksi atau kontrak terapetik antara dokter dan pasien. Hubungan ini dilakukan secara konfidensial, dalam suasana saling percaya mempercayai, dan hormat menghormati. Sejak terwujudnya praktek kedokteran, masyarakat mengetahui dan mengakui adanya beberapa sifat mendasar yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati serta integritas ilmiah dan moral yang tidak diragukan. Imhotep dari Mesir, Hippokrates dari Yunani dan Galenus dari Roma, merupakan beberapa pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan dasar-dasar dan sendi-sendi awal terbinanya suatu tradisi kedokteran yang luhur dan mulia. Tokoh-tokoh organisasi kedokteran Internasional yang tampil kemudian, menyusun dasar-dasar disiplin kedokteran tersebut atas suatu kode etik kedokteran internasional yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di Indonesia, kode etik kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah Pancasila, sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran, maka para dokter balk yang tergabung dalam perhimpunan profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan, pendidikan dan penelitian telah
menerima Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang dirumuskan dalam pasal-pasal sebagai berikut1 : KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA KEWAJIBAN UMUM Pasal 1 Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Pasal 2 Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pasal 4 Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Pasal 5 Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. Pasal 6 Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Pasal 7 Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Pasal 7a Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien Pasal 7c Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien Pasal 7d Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pasal 8 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. Pasal 9 Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal 10 Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Pasal 11 Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal 12 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT3 Pasal 14 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal 16 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Pasal 17 Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan. Kaidah Dasar Moral Dan Teori Etika Dalam Profesi Kedokteran2
Bioetika.
Bioetika (F. Abel) adalah studi interdisipliner tentang problem yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, pada skala mikro maupun makro, termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa mendatang. Bioetika merupakan pandangan lebih luas dari etika kedokteran karena begitu saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup. Bioetika merupakan "genus", sedangkan etika kedokteran merupakan "spesies". o
Kaidah dasar Moral : Tindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence : - melindungi & mempertahankan hak yang lain - mencegah terjadi kerugian pada yang lain, - menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain. Specific beneficence : - menolong orang cacat, - menyelamatkan orang dari bahaya. - mengutamakan kepentingan pasien - memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah sakit/ pihak lain
o
bersikap baik terhadapnya" (apalagi ada yg hidup). Tidak merugikan ( nonmaleficence /primum non nocere ) Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti : - Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien - Minimalisasi akibat buruk Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal : - Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko -
o
maksimalisasi akibat baik ( termasuk jumlahnya > akibat – buruk ) Menjamin nilai pokok : "apa saja yang ada, pantas (elok) kita
hilangnya sesuatu yang penting Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko
minimal). - Norma tunggal, isinya larangan. Keadilan (Justice) Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness)
yakni : -
Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan
o
pasien yang memerlukan/membahagiakannya) Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan
mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien). Otonomi (self-determination) kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut, dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilainilai seperti :
Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling Kesetiaan (fidelity) : keep promise Privacy (dari otonomi dan beneficence) Konfidensialitas. Menghormati kontrak (perjanjian) Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien atau pihak
ketiga seperti perusahaan asuransi, pemerintah, dll. Menghindari membunuh Kesadaran moral dan tanggungjawab Kesadaran moral atau kesadaran akan kewajiban mutlak dan tanpa syarat adalah suara hati (insan kamil) yang muncul/tampak atau menyatakan diri secara unik/khas dokter sebagai
orang per orang. Melalui "jembatan" rasionalitas (kemasuk-akalan), suara hati dokter dapat berubah menjadi tanggungjawab. Unsur kesadaran moral dokter adalah sebagai berikut : -
Kewajiban mutlak yang membebani dokter Pelaksanaan kewajiban mengikat setiap dokter Kewajiban tersebut masuk akal dan layak disetujui Mengambil keputusan melaksanakan kewajiban tadi atau tidak adalah
-
tanggung jawab dokter tersebut Dokter tadi sekaligus kemudian menentukan nilai dirinya sendiri
Struktur kesadaran moral dokter ialah : -
Kewajiban moral bersifat mutlak Rasionalitas Tanggungjawab subyektif dokter tersebut
Dengan demikian, ketika suara hati dokter mempertimbangkan suatu pernyataan moral (atas dasar kenyataan obyektif yang disuarakan dalam hati/internalisasi sebagai omongan "saya" atau "orang pertama") tertentu dengan memutuskan secara benar (= bertindak etis) atau keliru (= ada kemungkinan bertindak tidak etis, tergantung situasinya), disitu otomatis melekat tanggung jawab dari dokter tersebut. Demikian pula ketika suara hati dokter tadi menilai perilaku (professional conduct/misconduct) sejawat lainnya sebagai baik-buruk, jahatsuci, bertanggungjawab-biadab, pantas-layak ditegur, dll sebagai penilaian moral tertentu, cocok atau tidak dengan nilai-nilai yang dianutnya (termasuk nilai umum profesi).
Dasar Hukum Tentang Praktik Kedokteran3 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTEK KEDOKTERAN Bagian kesatu Surat Izin Praktik Pasal 36 Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37 1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. 2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (I) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. 3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk I (satu) termpat praktik. Pasal 38 1. Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus: 1. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31,danPasal32; 2. mempunyai tempat praktik; dan 3. memiliki rekomendasi dan organisasi profesi. 2. Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang; 1. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan 2. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pelaksanaan Praktik Pasal 39 Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pasal 40 1. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti; 2. Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik. Pasal 41 1. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran. 2. Dalam hal dokter atau doktcr gigi berpraktik di sarana pelayanan kcsehatan, pimpinan sarana kesehatan wajib membuat daftar dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran. Pasal 42 Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Pasal 43 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pemberian Pelayanan Paragraf 1 Standar Pelayanan Pasal 44 1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi, 2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. 3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 2 Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi Pasal 45 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. 3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: 1. diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2. tujuan tindakan medis yang dilakukan; 3. alternative tindakan laindari risikonya; 4. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan 5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. 4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Rekam Medis Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedoktcran wajib membuat rekam medis. 2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. 3. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Pasal 47 1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. 2. Rekarm medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. 3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 4 Rahasia Kedokteran Pasal 48 1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. 2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi pcrmintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 6 Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedoktcran mempunyai hak: 1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; 2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; 3. memperoleh informasi yang iengkap dan jujur dan pasien atau keluarganya; dan 4. menerima imbahan jasa. Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: 1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; 2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; 3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; 4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila Ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan 5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Hak dan Kewajiban Pasien Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: 1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat(3);
2. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; 3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; 4. menolak tindakan medis; dan 5. mendapatkan isi rekam medis Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban; 1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; 2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; 3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan 4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Pemeriksaan dan Informed Consent Intra Uterine Device4 Profil
Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun: CuT 380A)
Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
Pemasangan dan pencabutan oleh tenaga medis (dokter atau bidan terlatih)
Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi Menular
Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi
Keuntungan Kontrasepsi IUD
Sangat efektif. 0,6 - 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan)
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti)
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai manopouse
Tidak ada interaksi dengan obat-obat
Membantu mencegah kehamilan ekktopik
Kelemahan Kontrasepsi IUD
Efek samping umum terjadi: perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit
Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar)
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan
Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, PRP dapat memicu infertilitas
Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR
Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari
Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas terlatih yang dapat melepas
Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera setelah melahirkan)
Tidakmencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal
Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu.
Yang Boleh Menggunakan
Usia reproduktif
Keadaan nulipara
Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
Setelah melahirkan dan tidak menyusui
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
Risiko rendah dari IMS
Tidak menghendaki metoda hormonal
Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 - 5 hari senggama
Perokok
Gemuk ataupun kurus
Yang Tidak Diperkenankan Menggunakan
Sedang hamil
Perdarahan vagina yang tidak diketahui
Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik
Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yangdapat mempengaruhi kavum uteri
Penyakit trofoblas yang ganas
Diketahui menderita TBC pelvik
Kanker alat genital
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
Informed Consent5-8 Sebagai pelaksanaan Pasal 45 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu mengatur kembali persetujuan Tindakan Medik dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Dasar hukum dari Peraturan ini adalah :
UU No. 23 Tahun 1992; UU No. 29 Tahun 2004; PP No. 10 Tahun 1996; PP No. 32 Tahun 1996; PERMENKES No. 920 Tahun 1986; PERMENKES No. 159b Tahun 1988; KEPMENKES No. 191 Tahun 2001; PERMENKES No. 1575 Tahun 2005; PERMENKES No. 1295 Tahun 2007.
Dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan : 1. Dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan : Persetujuan tindakan kedokteran; Keluarga terdekat; Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi; Tindakan invasif; Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi; Dokter dan dokter gigi; Pasien yang kompeten. 2. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. 3. Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat. 4. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing/ withholding life support) pada pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. 5. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
6. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran. 7. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah: 1. 2. 3. 4.
Diagnosa yang telah ditegakkan. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut. 5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain. 6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut. Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran : a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: 1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. 3. Dalam keadaan adanya pengaruh daya paksa dari seseorang (KUHP pasal 48) Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008. Tujuan Informed Consent: a.
Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
b.
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ) Pengembangan kasus Dalam kasus dokter harus menginformasikan aspek baik dan buruk pada pemasangan IUD, legalitas sang perempuan, kemungkinan jalan lain selain pemasangan IUD contohnya musyawarah pasangan tersebut kepada kedua orang tua nya kecuali jika terdapat daya paksa seperti diancam akan dibunuh, sesuai dengan pasal 48 KUHP dokter / tenaga medis tidak dipidana. Dampak Hukum Aspek Hukum Dalam Hal Pidana Kesusilaan7,8 Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; 2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan Pasal 282 1. Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. 2. Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambazan atau benda itu me!anggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 3. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah. Pasal 283 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya. 2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka oranng yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya. 3. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulis- an, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga,
bahwa tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan. Pasal 283 bis Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 282 dan 283 dalam menjalankan pencariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut. Pasal 284 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; c. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; d. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. 2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. 3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. 4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. 5. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Tentang Perlindungan Anak9 Dalam kasus sang perempuan masih berusia 16 tahun dan terdapat dampak hukum perlindungan anak jika terbukti ternyata sang pacar memaksa perempuan tersebut untuk dipasangi IUD : Pasal 81 UU 23/2002 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 82 UU 23/2002 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Aspek Hukum Dalam Hal Adanya Daya Paksa8 Jika terdapat tindakan daya paksa dari pasien (contohnya diancam akan dibunuh) maka dokter atau tenaga medis dapat melakukan tindakan medis dengan tidak dipidana. Sesuai dengan KUHP pasal 48 : “Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.”
DAFTAR PUSTAKA 1. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Diunduh dari : http://fkunhas.com/kode-etikkedokteran-indonesia-kodeki-20100926791.html. 17 Januari 2012. 2. Kaidah Dasar Moral Kedokteran Indonesia. Diunduh dari : http://www.hukor.depkes.go.id/?art=57 .17 Januari 2012 3. Praktek Kedokteran. Diunduh dari : http://www.ilunifk83.com/t93-uu-ri-no-29-tahun2004-tentang-praktik-kedokteran .17 Januari 2012 4. Inra Uterine Device. Diunduh dari : http://www.pkmi-online.com/iud.htm 17 Januari 2012. 5. Informed Consent. Diunduh dari : http://www.hukor.depkes.go.id/?abstrak=8&set=0 17 Januari 2012.
6. Informed Consent. Diunduh dari http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent .17 Januari 2012. 7. Dr.H.Yudhoyono, Susilo Bambang 2007. KUHP Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Jakarta. Permata Press. 8. Bagian kedokteran forensik FK UI. Ilmu kedokteran forensik. Edisi 1. Cetakan ke-2 Jakarta : FK UI ; 1997. 9. Komisi Perlindungan Anak. 2011. Diunduh dari
http://www.komnaspa.or.id/Komnaspa/Tentang_Kami.html, 11 Januari 2012.