Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Etika Lingkungan Etika Lingkungan Environmental Ethics Draft as cyclostyle
Oleh Ali M.A.Rachman Institut Pertanian Bogor BOGOR 16680
Abstract
Environmental Ethics is a special values and norms in any community. It is involvement in order to harmonize, as a rule of two ways interaction consequences between or among community in social system toward ecological system by function of information, energy and material flow. It is exellent norms for community welfare yet to remind social researcher, even to urge and warning them that ethical concern only in particular characteristics of ethnography give them a distintive accent. It means we shall consider that ethnography research just produce knowledge perse.
There are five Environmental Ethics of issues suggestion to take intention and discussion in oder to its viability in globalization era by community itself i.e (1) informed consent; (2) privacy; (3) harm; (4)exploitation and (5) the consequences research for the future should be continuation of series fieldwork to learn as learning and changing process.
Umum “Etika Lingkungan”(EL) atau “Environmental Ethics” (EE) amat baik dan perlu difahami para peneliti anak bangsa yang menginginkan kesejahteran mutlak bangsa dalam pergaulan dunia yang hari ini telah memasuki taraf global. Mengenal EL atau EE ini sangat perlu bagi anak bangsa ini guna membela dan mengenal jati diri bangsa ini sebagai bangsa mandiri dalam adaptasinya terhadap sistem ekologi
page 1 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
dan berorganisasi membangun hidup rukun damai sejahtera telah bergenerasi berbilang abad dalam berbilang kurun penjajahan sehingga mampu bangun menyatakan diri bebas intervensi asing dalam dirinya dengan proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.
Pada dasarnya para pendidik dan pendiri bangsa Indonesia sangat mendambakan EL atau EE ini dalam upaya mereka untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kaedah Bhinneka Tunggal Ika. Bahwa keanekaragaman suku-suku bangsa disadari membawa keistimewaan bangsa Indonesia. EL atau EE merupakan rambu-rambu cikal bakal peradaban (civilization) yang berakar dari inti sosiobudaya (sociocultural core) bumi Indonesia sendiri yang diharapkan akan VIABILITY di tengah bangsa-bangsa dunia lainnya dengan percaya diri ditanamkan para pendidik bangsa ini secara bertingkat sejak desa hingga kesatuan nasional hingga tercipta kerangka kemerdekaan bangsa sebagaimana yang telah diproklamasikan keseluruh dunia bahwa muncullah bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia.
Gagasan tersusunnya kemerdekaan ini sepatutnya jadi bahan teliti kembali bagi anak bangsa ini agar kalau memang sesat(dalam time process- Viability terganggu) di ujung jalan(hari ini) sepatutnyalah kembali kepangkal jalan untuk bersama-sama berkifrah menjaga dan membangun harmonisasi pergaulan hidup sehari hari yang kini serasa rasanya terasa semakin perlu flashback dan muhasabah tidak hanya dalam pergaulan terbatas dalam lingkungan lokal sendiri tetapi bahkan termasuk global bahwa manusia harus menjawab pertanyaan “hidup ini untuk mencari apa”?. Saya yakin jawaban harmonisasi termasuk pilihan yang benar dan itu adalah ridha sang pencipta dunia dan segala isinya.
Definisi Etika Lingkungan
Apa sebenarnya EL atau EE itu?
EL atau EE dapat didefinisikan bahwa EL atau EE itu adalah nilai-nilai dan norma sebagai pengetahuan dalam masyarakat dan ekosistemnya yang menggambarkan kehendak harmonisasi terutama dalam lingkungannya sendiri terhadap berbagai bentuk interaksi dan segala akibat dari setiap interaksi itu baik di dalam masyarakat sendiri maupun dengan masyarakat lain. Fungsi harmanonisasi itu
page 2 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
melembutkan, mencairkan dan menyatukan apabila terjadi akibat buruk yang tidak diinginkan dalam interaksi tersebut sehingga dalam mengambil keputusan-arif bijaksana sesuai dengan situasi dan kondisinya menggambarkan keperibadian masyarakat penuh kasih sayang di dalam lingkungannya yang semakin dinamis *)
Sejarah dan Dasar Ilmu
Dalam Ekologi Manusia (cf silakan baca berbagai buku dalam antropologi sosial dan antropologi budaya, arkeologi dan sosiologi) interaksi itu terutama dalam berbagai kegiatan(cf sosial, ekonomi, perkawinan, agama, politik, pemerintahan dsb yang diatur dalam bentuk kelembagaan ) antara sesama anggota masyarakat sehubungan di dalam sistem sosial sendiri dalam masyarakat mereka sendiri dengan keterkaitan sistem ekologi(cf Odum 1971 Fundamental of Ecology) maupun dengan masyarakat lain yang di luar sistem sosial dan sistem ekologi mereka.
Dasar-dasar sumber Etika Lingkungan lainnya yang semestinya digali pula dari ETHNOGRAPHY, ilmu suku bangsa baik yang telah dibukukan maupun yang tidak atau masih belum dibukukan. Sumber bacaan dari yang dibukukan cukup banyak bisa membantu kefahaman terhadap Etika Lingkungan yang akan kita bincangkan tetapi tidak kurang pula Etika Lingkungan itu masih terpendam di dalam masyarakat yang menghendaki para peneliti anak bangsa ini mengungkapkannya.
Semoga dengan terungkapkan dari penelitian anak banggsa sendiri lebih akurat datanya dibandingkan dengan peneliti asing. Tentu saja pemahaman terhadap etika lingkungan kita harapkan tetap terpelihara dan bisa diharapkan menyumbang kepada Village – Kota-Metropole viability dengan time process dan program pembangunan bangsa ini. Dengan demikian kepercayaan terhadap diri sendiri dalam membangun bangsa dalam program pembangunan akan menanjak kontinu mendapat harkat diri berbangsa dan saling harga menghargai sesama bangsa merdeka di dunia bak kata peribahasa dapat bergaul tegak sama tinggi dan duduk sama rendah berwibawa bermartabat di tengah-tengah pergaulan dunia itu dalam semua bidang.
Pemahaman ETIKA LINGKUNGAN itu ditemukan kalau peneliti dengan secermat-cermatnya serta cukup berhati-hati untuk mendapatkan sesuatu phenomena atau hal dari FOKUS yang ditelitinya dengan BENAR( Absah, Akurat,
page 3 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Veryfikasi, Sistematik, knowledgeable). Peneliti bidang apapun yang mengkaitkan penelitiannya dengan dasar ethnology masyarakat kajiannya akan menemukaan PENGETAHUAN-Knowledge yang dihasilkan ETHNOLOGY dari sesuatu masyarakat yang ditelitinya itu. Isi knowledge itu mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat(COMMUNITY as “SOCIETY AS A WHOLE”). Knowledge seperti ini yang berkaitan dengan norma-norma sebagai pedoman bertindak dan berlaku atau berinteraksi dipanuti seluruh masyarakat dan harus dihormati semua pihak termasuk pendatang, tak terkecuali peneliti juga (harusnya) agar jangan disalah gunakan untuk sesuatu keperluan yang tidak bermanfaat bagi Viability (Keberlanjutan yang wajar sesuai dengan pertumbuhan Desa- Kampung yang diteliti itu(CF catatan kuliah Ali M.A.Rachman 2014 kuliah Ekologi Pembangunan Desa, untuk S3 PSL, IPB).
Sering-seringnya Knowledge seperti ini terabaikan begitu saja atau dianggap kurang penting. Sebaliknya malahan ada pula sangat difahami si peneliti untuk disalahgunakan oleh peneliti. Penyalahgunaan Knowledge yang dihasilkan Ethnography ini dapat kita saksikan dalam SEJARAH kehidupan masyarakat di Jawa Zaman Penjajahan Belanda oleh pemerintah Belanda khusunya dalam Perkebunan Tebu di Sawah(cf. Clifford Geertz 19.. baca “Agricultural Involution”).
Masyarakat pedesaan Jawa memang terkenal rajin berkerja. Mereka bersawah dan mampu mengolah sistem irigasi sawah dengan baik. Namun Penjajah Belanda melihat potensi rajin kerja dan kemampuan yang besar mengelola tata air yang baik ini bukan didorong maju lebih baik dalam bertani sawah yang lebih baik lagi tetapi diarahkan menanam tebu untuk kepentingan Belanda.
Bagi masyarakat pedesaan Jawa memang menanam tebu suatu hal baru. Pemerintah penjajah di zaman itu seolah-olah membantu masyarakat dengan suatu teknologi modern yaitu menanam tebu karena pasarnya internasional berbanding tanaman padi yang diangap subsistence oleh Belanda. Dalam tindakan ini dapat kita fahami bahwa penjajah Belanda telah menyalahgunakan sistem irigasi yang baik itu yang merupakan satu bentuk Eco-technologi bagi masyarakat yang sepatutnya tumbuh dan berkembang namun sebaliknya terhenti karena penanaman tebu yang orientasinya DUNIA bukan Lingkungan Lokal masyarakat. Sebaliknya Belanda mengeduk keuntungan yang amat besar dan meninggalkan masyarakat petani sawah tetap miskin tanpa meningkatkan kemakmuraannya. Mereka hidup seperti sediakala( involute).
page 4 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Masih banyak peristiwa-peristiwa terkait kebijakan pemerintah penjajahan Belanda yang mematikan Knowledge yang dihasilkan Lingkunggan Lokal masyarakat sendiri. Kebijakan seperti di atas terjadi di zaman Daendels sebagai Gubernur Jenderal Belanda. Masih banyak peristiwa serupa dalam kesejahteraan dalam masyarakat yang terganggu karena penyalahgunaan hasil penelitian oleh peneliti yang bertentangan dengan mensejahterakan masyarakat seperti halnya dalam contoh lain dalam pemerintahan Belanda di Aceh. Snough Hugronye misalnya yang menemukan Pengetahuan bahwa Aceh tak akan terkalahkan dalam peperangan kalau kunci kekuatan Aceh belum dikuasai terlebih dahulu. Snough Hugronye membocorkan Knowledge orang Aceh bahwa MUKIM satuan kecil masyarakat Aceh yang sangat penting karena kekuatan dan kepemimpinan yang kokoh ada di situ. Kalau mukim dapat dikuasai maka dengan sendirinya Aceh menjadi lemah. Maka Snough Hugronye (seorang ilmuan sosial) diutus Belanda meneliti Aceh dan hasilnya merekomendasikan: “percuma kalau raja yang ditaklukkan maka kekuatan yang sesungguhnya bukan pada raja tetapi mukim karena potensi kepemimpinan terpusat di sana karenanya perlu ditaklukkan”. Sejak mukim dikuasai maka Aceh takluk kepada Belanda. Luar biasa!
Mungkin sekali kalau kita jujur setelah merdeka kita selaku anak bangsa pun pernah LATAH mengabaikan Pengetahuan asal Ethnology ini. Mungkin hal itu dilakukan sengaja ataupun tidak sengaja (anggapan bahwa masyarakat bodoh yang karena tidak duduk dibangku sekolah sedangkan yang dianggap pintar dan berpengetahuan adalah lulusan persekolahan ataupun tidak sengaja sehingga Pengetahuan masyarakat yang amat berharga itu menjadi punah. “Etika Lingkungan” dalam hal ini sangat berat sangsinya kepada Peneliti . Oleh karenanya sebaiknyalah issue sehubungan dengan Etika Lingkungan ini dibahas dalam kuliah sehingga kesadaran meneliti sudah sejak awal dibina dan kelak dalam menerapkan hasil penelitiannya menurut ethnography tidak melanggar etika atau norma Lingkungan Lokal masyarakat apabila kelak menuliskan dan memanfaatkan sumber temuan Pengetahuan asal masyarakat ini yang konon dibanggakan namun tidak tersentuh kebaikannya dalam program Plan Change(Pembangunan/Development).
Pengalaman Lapangan
(1) Peristiwa lapangan dalam tahun 1969 di desa Cijengkol, kecamatan Cibadak, kabupaten Sukabumi yang saya saksikan sendiri mengajari saya bahwa para petani amat pandai, arif bijaksana dalam lingkungan lokalnya. Tak ada bandingannya terhadap kami yang konon belajar pertanian dari bangku universitas namun masyarakat tetap hormat kepada kami. Namun demikian mereka dalam mengambil keputusan dari setiap anjuran program yang kami bawa tetap berhati-hati dan tidak
page 5 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
radikal menolak tetapi juga tidak menerima mentah-mentah tanpa ‘testing ala mereka’ terlebih dahulu. Mereka diajari dari pengalaman berinteraksi dengan ekosistemnya sedangkan kami hanya berandai-andai dari hasil laboratorium semata yang belum tentu tepat di lapangan. Amat banyak kepandaian dan kearifan masyarakat yang diantranya dijadikn etika dalam moral ekonomi tradisi terkait dengan kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya sistem bagi hasil yaitu proses mengerjakan sawah hingga panen oleh petani yang tidak memiliki lahan sawah (panggarap) tapi ada kesempatan mengolah sawah pemilik. Bahkan bagi yang tidak ada kesempatan bagi hasil ini pun dapat kesempatan turut panen yang mereka beri nama ngederep. Dalam ngederep ini seorang yang ikut panen dapat bagian dalam ukuran tertentu yang sudah ada pula ketentuannya. Gambaran peristiwa ini merupakan satu pola hidup bersama menuju harmonisasi di dalam masyarakat. Walaupun hal ini dipandang pihak peneliti western sebagai sharing poverty tetapi hal ini menjamin kesejahteraan bersama kesetiakawanan dan kerukunan lambang keperibadian bangsa. Apa konsekwensi bagi pembangunaan ekonomi dalam pembangunan nasional dalam kenyataan ini? Adalah satu ironi kalau pembangunn masyarakat ini mencari solusinya di luar masyarakat yang tidak menyokong viability masyarakat tersebut seperti halnya kaum pemilik modal dan dinamika masyarakat dalam keterbukaan interaksi. Satu strategi pembangunan masyarakat kecil seperti ini sangat menentukan moral dan politik ekonomi yang jitu perlu difikirkan dan dioperasionalkan dalam pembangunan masyarakat desa terutama di wilayah padat penduduk dan keterbatasan lahan .
(2)Tugas lapang tahun 1982 dalam masyarakat SAD kampung Celor (kini sudah tidak jelas kemana hijrah penduduknya) saya melihat, menyaksikan dan merasakan kejujuran, etika tinggi, hormat, arif dan kasih sayang dalam persahabatan digambarkan masyarakat SAD Jambi sebagai refleksi norma lingkungan harian mereka yang diberikan kepada saya. Peristiwanya saat saya akan meninggakan kampung untuk kembali ke Jambi. Masyarakat kampung Celor membuat satu acara perpisahan pada malamnya. Dalam acara itu mereka saling berpantun, bergembira kumpul bersama sambil menempatkan saya dan rombongan adik-adik yang saya bawa dari Jambi menemani saya masuk ke dalam masyarakat di barisan duduk bagian depan. Semua duduk bersila di lantai sebuah rumah panggung. Salah satu puncak acara perpisahan itu disajikan kepada saya satu tempat makan kecil yang berisi daging tupai belang yang dibakar ( baru saya tahu kemudian). Ternyata apabila makan daging tupai belang bakar ini seseorang akan bebas racun sehingga selamat kembali di tempat semula. Gambaran ini artinya dapat menghilangkan prasangka buruk kita yang selama ini tertanam karena informasi yang keliru dari apa yang kita dapat dari luar masyarakat tentang jahat dan buruknya SAD itu.
(3)Saya mengalami tahun 1978 masuk kalender Orang Temuan Ulu Langat .
page 6 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Kalender ini saya beri nama Kalender Ekologi(cf Ali M.A.Rachman 1982 Man and Society, Fieldwork Experiences in Malaysia), karena dasarnya informasi cuaca yang jadi dasar kalender itu. Ada empat musim dalam hidup orang Temuan terkait dengan etika. Musim yang dimaksud berkaitan dengan panenan hutan. Atas dasar panenan itu pula penduduk tersebar ke empat musim itu. Keempat musim itu adalah (1) Settled mode yaitu semua penduduk berada di kampung Paya Lebar; (2) Dispersed mode yaitu orang Temuan sebagian besar keluar keseluruh bagian dalam batas wilayah mereka masuk hutan. Hanya sebagian kecil yang tinggal di Paya Lebar; (3) Nomadic mode yaitu Orang Temuan meninggalkan kampung Paya Lebar yang jauh dan membangun rumah sementara sifatnya karena panenan hasil hutan terutama waktu itu rotan manau; (4) Composite mode yaitu musim penduduk terbagi bagi kegiatannya sekitar Paya Lebar dalam keseimbangan dan dilaju sehingga masih bisa kumpul malam hari pada hari yang sama di Paya Lebar.
Kesatuan mereka berkumpul tetap di satu kampung menggambarkan mereka satu Tribe yang utuh yaitu Paya Lebar. Namun pada musim yang empat itu penduduk berkewajiban bergilir harus berada di kampung Paya Lebar. Salah satu security guide berupa aba-aba yang memerintahkan mereka semua harus kembali ke Paya Lebar apabila ada sesuatu kejadian yaitu ‘buluh ribut’(wind flute) .
Buluh atau nama lainnya bambu dibuat sebegitu rupa yang dipasang di atas pohon tinggi. Kalau angin kencang buluh itu bersuara dan dapat memancarkan suaranya mencapai radius sekitar 15 Km. Buluh ribut sebagai satu model informasi tentang alam yaitu angin kencang yang biasanya terus berlanjut dengan hujan besar disertai guruh kilat petir sangat mengerikan dan yang di yakini dalam kepercayaan Orang Temuan harus ditaati karena hal itu adalah pertanda nenek moyang mereka bernama Cemok dan Lenggoi sedang ada masalah. Maka anak cucu yaitu Orang Temuan haruslah perihatin dan harus kembali ke tempat menghentikan aktipitas masing-masing.
(4)Catatan Etika Lingkungan berikut ini adalah suatu peristiwa lapangan yang saya alami bersama pembimbing saya (A.T Rambo )dalam tahun 1979 di tengah masyarakat SEMAI turunan Monk Kmer di Cameron Higland, Malaysia ( daerah pegunungan ).Mereka mempunyai kebiasaan membakar rumah yang mereka bangun sendiri. Ini gejala apa? Jawabannya adalah Etika Lingkungan bahwa apabila ada yang meninggal di rumah maka rumah itu harus dibakar. Keterangannya sebagai berikut di bawah ini.
page 7 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Pemerintah Malaysia dalam suatu program pembangunan pemukiman baru seperti halnya pemerintah Indonesia terhadap Suku Terasing binaan Departemen Sosial Republik Indonesia. Kalau di Indonesia rumah untuk Suku Terasing ini seperti halnya Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Kubu banyak yang ditinggalkan mereka. SAD kembali ke hutan tidak mau menempati rumah yang dibangunkan untuk mereka. Sebaliknya Orang Semai di Malaysia ini tidak seperti SAD tetapi mereka membangun rumah sendiri di belakang rumah yang dibangun pemerintah untuk mereka. Phenomena di lapangan menunjukkan di pemukiman orang Semai terdapat satu rumah yang dibangun pemerintah untuk satu keluarga Orang Semai selalu terlihat ada satu rumah lagi asli bikinan masyarakat di belakang rumah yang dibangun pemerintah tersebut. Apa artinya ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini kalau hanya interview masih tidak memuaskan pertama kendala bahasa, kedua belum terjalin adanya Rapport yang baik(Cf Langnes 19..Life History) antara peneliti dan masyarakat karena kunjungan singkat (1 minggu). Kita maklum juga bahwa secara psikhis bertanya kepada anggota masyarakat dari phenomena ini dimungkinkan akan fallacy dan tidak menjadikan pertanyaan itu sebagai stimulus.Sementara berfikir-fikir seperti itu satu peristiwa terjadi yaitu salah satu rumah dibakar. Jadi yang tidak dibakar adalah rumah bangunan pemerintah. Dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan rumah yang terbakar itu habis semua.
Fakta: (1) penghuni rumah ada yang sakit dan meninggal sebelum rumah dibakar, (2)mereka tidur di rumah yang dibakar,(3) rumah yang dibangun pemerintah tidak dihuni kalau mau tidur,(4)mereka Orang Semai barulah berdiri di luar rumah yang dibangun pemerintah kalau pegawai JOA(Jabatan Orang Asli Malayia) mengunjungi mereka dengan pesawat helikopter, (5)Karenaa cuaca dingin (pegunungan)mereka menyalakan api unggun di dalam rumah yang mereka bangun sendiri. Berdasarkan kelima fakta itu saja barulah kami faham bahwa Orang Semai sangat etis menjaga hubungan baik dengan pemerintah yang mereka tahu ada niat baik dalam diri pemerintah terhadap mereka namun karena norma lingkungan yakni kepercayaan mereka setiap yang meninggal rumahnya harus dibakar adalah tidak mungkin akan membakar rumah yang dibangun pemerintah. Dapat ditarik satu knowledge yakni Etika Lingkungan terhadap lingkungan pemegang kebijakan atau lingkungan peneliti sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat tetapi acapkali peneliti/ pemegang kebijakan kurang atau tidak sempat memperhatikan etika lingkungan masyarakat yang diteliti dan yang terkena program pembangunan oleh pemegang kebijakan dalam hal ini oleh pemerintah.
page 8 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Teori Induksi Dalam Ekologi Manusia untuk memahami Etika Lingkungan patut dibahas dari sisi ARUS INFORMASI (Cf AT Rambo, 1978/9 Model Interaksi Sistem Sosial dan Ekosistem). Dalam model ini perlu melihat dasar pemahaman arus informasi dari Ekosistem dan dari Sistem Sosial. Tidak banyak perhatian ilmuan antropologi yang memperhatikan pendekatan ini kecuali A.T Rambo yang memang membangun teori Ekologi Manusia lebih banyak dari tumbuh secara induksi. Pengalaman lapangan itu memperkuat dasar fikir bahwa arus informasi berupa ‘sinyal’ alami seperti panas, dingin cahaya terang gelap dalam waktu tertentu yang lain dari biasa, angin ribut yang kadang-kadang memberi sinyal akan ada suatu peristiwa alam tertentu , dinginnya cuaca dalam waktu dan panasnya cuaca, burung-burung terbang mengitari wilayah perairan pesisir tertentu bagi masyarakat merupakan arus informasi dari alam yang memberi sinyal atau tanda akan ada perubahan cuaca dan sebagainya.
Gejala-gejala seperti di atas itu ditangkap oleh manusia dalam ulangan dan kemudian menjadikan manusia memberikan reaksi terhadap sinyal itu dan yang selanjutnya bereaksi menghadapinya. Demikian juga halnya yang terjadi sebaliknya yang dilakukan manusia memberi timbal balik kepada semua komponen sistem ekologi. Tidaklah heran kalau ada peristiwa orang masuk hutan(tidak memahami arus informasi) ia dimakan harimau. Demikian juga kadang-kadang kita terheran-heran dan ketakutan kalau orang dimakan harimau yang masuk kampung. Tetapi juga akan jadi biasa kalau orang masuk hutan tidak diapa-apakan harimau karena faham informasi jadi bisa membangun kerjasama karena ada saling mengerti saling faham ada informasi. Akan terjadi tendang balik(kick back) kalau salah informasi yang berarti terjadi eksekusi karena melanggar Etika Lingkungan.
Summer Institute Linguestic(SIL) sebuah institusi belajar bahasa di hutan Irian Jaya(Papua sekarang) membangun kampusnya di tepi Danau Bira sekitar 45 menit terbang dari Jaya Pura dgn pesawat kecil. Di danau itu telah ada pengertian bersama(adanya arus informasi bahwa APABILA diketahui buaya sedang ramah ORANG BOLEH BERENANG) antara para buaya di danau dengan kandidat SIL sehingga dapat diatur kapan waktu yang tepat manusia bisa berenangg dan berapa lama sehingga tidak terjadi musibah di makan buaya. Etika Lingkungan terjaga oleh semua pihak. Adalah tidak perlu juga kebijakan memindahkan penduduk desa secara bedol desa hanya karena gara-gara seekor harimau mengamuk dan makan manusia . Bukankah kita ada pawang yang bisa merayu harimau agar JINAK tidak perlu mengamuk lagi. Dengan demikian tidak perlu adanya bedol desa dan tidak perlu ada korban hilangnya nyawa harimau karena harus dieksekusi secara militer.
page 9 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Keterikatan Pengaruh Asing Afrika sebuah benua besar yang banyak menyimpan Etika Lingkungan juga sebagaimana halnya beberapa kasus yang diutarakan di Asia Tenggara dan Asia umumnya di atas yang tercermin dari falsafah hidup mereka(cf Janheinz Jahn, 1961 MUNTU, the new African culture). Sayangnya semua itu berkedok politik mereka masih diexploitasi resourcesnya (cf berita-berita terkini dari berbagai media massa mengajari kita ada arus informasi memberi sinyal tersimpan kurang terciptanya harmonisasi dan terabaikannya etika lingkungan di dasarkan sinyal itu) hingga hari ini dalam kehidupan modern oleh para penjajah mereka dahulu meskipun sudah bebas dan merdeka. Semua itu dasar penelitian ethnology sangat besar perannya dari negeri penjajah tersebut yang menyimpan maksud mengeduk kekayaan dari manfaat ekonomi dari resources alami yang berada di permukaan bumi ataupun yang tersimpan di dalamnya sebagaimana juga yang terjadi dengan penjajahan Indonesia.
Falsafah hidup kebanyakan masyarakat kecil dalam kampung di benua ini bukanlah mencari kesalahan kalau terjadi suatu musibah dari interaksi mereka sesama mereka atau interaksi mereka dengan orang luar kampung mereka atau bahkan sama sekali dengan orang asing. Namun mereka bertahan mencari damai agar tetap terjadi harmoni dalam semua aspek kehidupan. Aspek kepentingan ekonomi dan politik mengabaikan moral dalam ekonomi sehingga rasa belas kasihan kejujuran hilang dari peradaban mereka yang konon paling beradab (Civilize). Bagi mereka politik adu domba negeri terjajah tetap masih diperaktekkan di zaman modern ini walaupun negeri negeri ini telah merdeka dari para bekas penjajah itu tidak segan-segan dengan gayanya yang amat halus yaitu berdalih Etika Lingkungan masyarakat tempatan mencerobohi kembali negeri-negeri bekas jajahan ini.
Kejadian-kejadian di atas menunjukkan betapa pentingnya arti arus informasi dalam ekosistem manusia yang memelihara Etika Lingkungan sehingga hidup berjalan harmoni. Dalam diskusi dan kuliah perlu menjelaskan arus informasi yang selanjutnya membangun falsafah Etika Lingkungan. Adanya pantang larang (taboo) termasuk “pamali”merupakan norma yang harus ditaati masyarakat Sunda di Jawa Barat umumnya sebagaimana ditemukan di Kampung Naga(hasil kunjngn sehari 20 Desember 2014). Untuk itu perlu diolah pemahamannya karena ia merupakan harga yang mahal dari warisan leluhur masyarakat Kampung Naga bagi viability kampung mereka. Sebaliknya kefahaman resouces dan sustainability yang dikonsepkan oleh western yang tidak berakar dari dalam masyarakat itu sendiri dalam menuju modernisasi adalah besar sekali kemungkinannya sama sekali tidak cocok bagi pembangunan negeri ini. Hal itu adalah akal-akalan para penjajah ingin berkuasa kembali mengeduk keuntungan dengan dalih neo etika norms yaitu seolah-olah menjaga etikaa lingkungan dengan memoles norma lingkungan
page 10 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
masyarakat bekas jajahan. Marilah kita waspada dengan memperbanyak memahami masyarakat kita sendiri dan menggunakan tatanilai yang ada tumbuh dan dikembangkan dari bumi sendiri dan bisa kerjasama yang bebas dari exploitasi.
Etika Lingkungan dari sumber teori “Induksi” fungsi integrasi antara sistem sosial dan sistem ekologi
Berikut beberapa catatan yang perlu mendapat penekanan dalam memahami Etika Lingkungan dan patut dipertimbngkan dalam pengajaran:
(1) Arus Informasi , Energi dan Materi dari sistem sosial yang masuk ke dalam ekosistem.
Ilmu yang relevan adalah Ethnography dan EKOLOGI . Pengalaman ke lapangan yang sudah lalu sangat membantu apabila mendapat kuliah ini sehingga bagi mahasiswa yang bukan dasarnya dari ilmu sosial otomatis bisa bersama-mahsasiswa ilmu sosial belajar memahami suatu peristiwa dalam masyarakat melalui suatu penelitian dengan Pengamatan Berpartisipasi(Partisipant Observ) dan Wawancara Mendalam (Life History Method) .
(2) Arus Informasi, Energi dan Materi dari ekosistem yang masuk ke dalam sistem sosial.
Ilmu yang relevan bisa berbagai disiplin. Keberbagaian ilmu itu sebagai holistik juga turut mendapatkan keluaran Ethnography berupa Pengetahuan yang sesungguhnya. Yang merupakan etika (Lingkungan Lokal ) masyarakat kajian yang patut dilindungi peneliti dan pemegang kebijakan dalam arti yang sesungguhnya. Kalau ada keterkaitan dengan program pembangunan maka peneliti harus bertanggung jawab agar tidak menelantarkan pesan pengetahuan yang dikandung temuan itu. Apabila ini berjalan mulus maka pembangunan akan mendorong VIABILITY(Village ataupun Kota bahkan transisi di atara keduanya misalnya program transmigrasi). Penelitian tanda-tanda gejala alam, rangkaian percobaan pertanian dari usaha-usaha yang dilkukan petani dan dibandingkan dilakukan lembaga penelitian pemerintah dsb.
page 11 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
(3) Berdasarkan butir 1 dan 2 di atas mahasiswa perlu dibawa ke dalam teori Arus Informasi, energi dan materi dalam Ekologi Manusia(cf para pakar seperti Vayda, Rappaport, Rambo, etc)
(4)Berdasarkan butir 3 di atas sebagai konsekwensi perlu diajarkan metodologi sehingga dalam penelitian mahasiswa menyadari minimal ada 5 issue Etika Lingkungan yang perlu mereka fahami (1)informed consent-rapport(Cf Langnes 1973 Life History) ; (2)privacy; (3) harm; (4)exploitation; (5)consequences future research.
Dapat dijelaskan bahwa apabila rapport telah terbina dengan baik maka biasanya data arus informasi mudah terkumpulkan dengan akurat, absah, verifikasi, sistematis, berisi pengeahuan di dalamnya yang telah sistematis maka terbuka bagi peneliti khususnya semua gambaran aspek kehidupan dengan benar. Dengan demikian terbuka pula peluang lanjutan dari sisi privacy yang terselubung sehingga kekuatan dan kelemahan terbuka dengan sendirinya. Berikutnya tindakan bisa diarahkan. Niat buruk dan niat baik di dasarkan bidang ekonomi, moral dan politik pun bisa diwujudkan. Begitu pula niat-niat baik memelihara hal-hal terkait harm terhadap masyarakat bisa pula menarik pelajaran dari arti “harm” yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Sebaliknya berbuat “harm” tanpa dipandang “harm” oleh mayarakat luar ditujukan kepada masyarakat sasaran terjaga sementara keamanannya sehingga sampai satu waktu ada peneliti lain yang mengetahui rahasia itu seperti halnya yang terjadi dengan POLITIK ETIS di INDONESIA di zaman penjajahan Belanda oleh Multatuli (Cf Multatuli atau Dewes Dekker (nd) dalam novel Saidja dan Adinda). Dalam Politik Etisnya Multatuli menggugat pemerintah penjajahan Belanda terhadap kebijakannya di tanah jajahan Nusantara. Khususnya dalam ekonomi, gambaran exploitation sangat nyata berkembang di dunia penjajahan. Meskipun negeri terjajah ini telah dibebaskan dari penjajahan. Suatu tanggung jawab bagi anak bangsa ialah menanggung consequences future research untuk memulihkan diri kemungkinan berdikari bebas segala ideologi fikiran yang tertanam dan terhujam ke dalam diri bangsa atau masih terus mau menjadi penganut fikiran penjajah secara sadar ataupun tetap latah mengingat susahnya hidup menegakkan yang benar adalah benar dan yang salah tetap salah dalam pandangan Pencipta bumi dan langit ini dengan segala isinya ?
Pehatian peneliti dalam suatu penelitiannya adalah memusatkan akurasi tentang darimana sumber data? Kalau sumber data dari Interview maka yang patut diperhatikan adalah keabsahan yang disimpulkan dari interpretasi atas dasar logical construction. Kalau sumbernya dari rangsangan sesuatu stimuli asal
page 12 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
ekosistem yang didapatkan datanya dari peristiwa yang terjadi selama peneliti di lapangan dalam pengamatann berpartisipasi maka masih perlu dicari ulangan kejadian yang sama atau mirip sama.Bisa juga dikombinasikan dengan hasil verifikasi dengan wawancara mendalam. Atau bisa juga memakai kaedah laboratorium semacam penelitian bidang kimia yaitu dari pencatatan lapangan sebagai pengalaman(sebagai unknown) dibandingkan dengan hasil wawancara mendalam dengan interviewe senior(sebagai known).
Pemahaman peristiwa dalam ilmu-ilmu sosial merupakan serentetan phenomena yang muncul dalam satuan waktu tertentu. Logical construction diperlukan guna mencatat dan menarik kesimpulan hubungan phenomena satu dan lain dalam satuan waktu itu. Diperlukan pula konsep sederhana berfokus serta mudah dalam memilah bagian atau segmen terkait nilai-nilai dan norma yang rumit sehingga kefahaman terhadap falsafah etika lingkungan itu dapat terukur dengan jelas.
(5)Patut disadari dari sejumlah pengalaman lapangan tersebut di muka dasar pemikiran Etika Lingkungan sama halnya dengan ‘nyawa atau rohnya’ KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (Community Welfare) terikat menjadi satu unit dengan inti sosiobudayanya(Sociocultural Core). Error atau fallacy dalam memahami dan menerapkan Etika Lingkungan akan berakibat Kesejahteraan Masyarakat terganggu kalau hasil penelitian itu akan dikenakan ke dalam program pembangunan. Demikian pula ikatan erat Etika Lingkungan dengan Moral dan Ekonomi serta Konservasi dalam satu sisi (sebagai satu sisi kesejahteraan masyarakat). Pada sisi lain Kesejahteraan Masyarakat- Etika Lingkungan terpaut dengan sisi Eco-Technology melalui Konservasi sebagai sambungan kedua sisi Etika Lingkungan dan Eco-Technology. Kita juga dapat saksikan bahwa Kesejahteraan Masyarakat memiliki pula sisi ketiga yaitu Kerelaan berkorban dan kejujuran serta kasih sayang sesama(HONESTY). Sisi ketiga ini bersambungn dengan sisi Etika Lingkungan dan sisi Eko-Technology dalam satu segi tiga yang solid tak dapat dipecah belah sebagai satu sustainability secara viability dalam time process yang sudah seharusnya dalam plan change(Development) diperhitungkan dengan matang-matang.
Fokus Etika Lingkungan dalam ekonomi misalnya banyak disoroti terkait dengan moral dan politik. Dengan kefahaman sustainability – viability- kita menghadapi dinamika interaksi di dalam masyarakat sendiri dan ekosistemnya(LingkunganLokal) akan berbeda pemahamannnya kalau dihubungkan dengan dinamika masyarakat dengan Lingkungan Sosial Luar. Bedanya terutama ada keterkaitan dalam hal seberapa jauh viability bisa dipertahankan. Dari phenomena pengalaman yang amat panjang dinamika itu gejala perubahan
page 13 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
menuju ketergantungan. Artinya dari sisi ethnography pengetahuan yang dihasilkan dari dalam masyarakat sendiri mengalami suatu proses pertukaran unsur-unsur nilai-nilai dan norma antara LL dan LSL. Kemungkinan – kemungkinan sebagiaan kecil atau besar atau seluruhnya nilai-nilai dan norma LL diganti bentuknya menuju Etika Lingkungan bentuk baru. Masalahnya apakah Etika Lingkungan bentuk baru ini bisa dikatakan bisa mencapai harmonisasi sebagaimana dicapai harmonisasi seperti Etika Lingkungan sebelum perubahan itu?
Phenomena menunjukkan Etika Lingkungan yang terkait ekonomi tidak terlepas pula dari kaitan honesty yaitu rasa berkorban yang besar. Seringnya budi pekerti lemah lembut dari masyarakat ini dijadikan keuntungan bagi interaksi dengan LSL.(Cf Fatimah Daud 19.. Woman Factory Workers). Dalam kasus honesty yang disalah gunakan ini phenomenanya adalah exploitasi yang menimbulkan keuntungan sepihak dan membangun ekonomi LSL dengan menghisap hak-hak masyarakat LL. Namun masyarakat tidak bereaksi keras karena mereka lemah dalam posisi tawar menawar penetapan jasa ekonomi yang bahkan tidak terfikirkan mereka. Tentu dalam banyak phenomena setelah time process hal itu berubah. Kalau terjadi perubahan itu nilai-nilai LL dalam Etika Lingkungan berperanan berapa besar?
Pasangan ideal Etika Lingkungan membawa perubahan dalam pembangunan masyarakat sepatutnya adalah eko tehnologi. Eko tehnologi seperti itu menjamin viability masyarakat dengan tidak bergantung kepada teknologi LSL. Bukanlah suatu hal yang ajaib kalau ‘varietas beras hawarabatu’ di desa Cijengkol kecamatan Cibadak kabupaten Sukabumi diidamkan semua masyarakat tidak saja orang Cijengkol tetapi orang kota pun sangat meminati berasnya. Ketika beras PB5 yang diintrodusir pemerintah sebagai teknologi baru asal LSL harus ditanam masyarakat dan panenannya telah dicicipi sangat mengecewakan masyarakat karena kualitasnya amat rendah dengan ungkapan dalam bahasa Sunda ‘rasa nasinya bear morolok’ berbanding dengan hawarabatu yang kualitasnya amat baik yang mereka ucapkan dengaan ‘rasa nasinya pulen’.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pemahaman pembangunan masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat desa terutama petani kurang mempertimbangkan sosiobudaya petani itu dengan berbagai alasan. Padahal dalam konsep pembangunan sering diutarakan bahwa pembangunan masyarakat desa itu di dasarkan swadaya masyarakat desa sendiri dengan bantuan pemimpin desa dan pemimpin atas desa. Agaknya terlalu banyak dibantu sehingga pemahamannya bisa mengabaikan bahkan menganggap sepele pengetahuan masyarakat sendiri yang berakibat
page 14 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
intervensi yang pada akhirnya menjadi tergantung bantuan.
Note *) Definisi yang saya tuliskan di atas terinspirasi dari pengalaman dilapangan sejak tahun 1969-1973 di desa Cijengkol Kec. Cibadak. Sukabumi. Penduduknya hidup bersawah. Ketika itu saya bertugas lapang dalam rangka mengumpulkan data membantu kerjasama Lembaga Pengabdian Masyarakat IPB (pimpinan Dr Margono Selamet) dan pemerintah Kabupaten Sukabumi. Selain membuat laporan kepada LPM IPB, saya menulis monography desa untuk syarat tugas lapang lulus Sarjana Muda Fakultas Pertanian IPB (Cf Ali M.A.Rachman, 1969 Monography Desa Cijengkol). Ketika itu saya dibimbing Bapak Ir Sunarto(alm). Pengalaman lapangan di Cijengkol ini berlanjut dalam rangka menuliskan penelitin yang lebih mendalam terhadap sikap petani Cijengkol terhadap berbagai varietas padi dalam bidang sosiologi pedesaan sebagai major saya(cf Sikap Petani terhadap Varietas Padi Unggul).Dalam menuliskan thesis ini saya dibimbing Prof Dr Sajogyo(alm). Seterusnya pengalaman lapangan tahun 1978-1982 di dalam masyarakat Temuan Ulu Langat (cf Energy Utilization and Social Structure, Master of Arts Thesis). Ketika itu saya dibimbing oleh Prof. A.T Rambo dari University of Malaya dan berlanjut di dalam Masyarakat Hijrawan Kubu di Selangor Malaysia serta masyarakat SAD di Jambi. Semuanya itu selain dalam bentuk tulisan disertasi juga sudah tertulis di berbagai jurnal misalnya di Jurnal Mimbar Sosek, Fakultas Pertanian( kini agaknya jurnal itu sudah berkembang di Fakultas Ekologi Manusia dan Fakultas Ekonomi Managemen). Hasil kerja lapangan itu juga sudah tersajikan di berbagai pertemuan ilmiah dalam seminar-seminar termasuk seminar internasional seperti Archaeological Congress di London(cf The Social and Economic Contexts of Technological Change, by organizer Sander van der Leeuw and Robin Torernce, tentang aspek Intensification) dan sebagian menjadi bab buku misalnya(cf Profile in Cultural Evolution, Ed A.Terry Rambo and Kathleen Gillogly) untuk mengenang Elman R. Service seorang tokoh anthropologi kenamaan Amerika Serikat di dalam seri Anthropological Papers Museum of Anthropology, University of Michigan No.85, Ann Arbor, Michgan tahun 1991) Di dalam berbagai aspek pengalaman lapangan itu pun sudah saya tuliskan dalam bentuk buku yang diterbitkan IPB Press dan Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur Malayia. Sumber lain yang memperkuat inspirasi definisi ini dari lain bangsa adalah dari membaca philosophy Janheinz Jahn 1961, “MUNTU” the New African Culture, baca NTU African Philosophy, pp. 96 – 120, New York: Grove Press, INC
Ref. Cited
Ali M.A.Rachman 1969. Monography Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak,
page 15 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Kabupaten Sukabumi ( Laporan Praktek Umum ditulis menggunakan mesin tik. Laporan Praktek Umum ini sebagai syarat lulus sarjana muda Fakultas Pertanian IPB, Bogor- tidak dipublikasikan. Dari monography desa ini dapat diketahui potensi lingkunga fisik desa, seperti struktur penduduk, letak bangunn dalam desa, sawah , jalan setapak gambaran interaksi penduduk dalam potensi kepemimpinan sehingga kecenderungan memberikan gambaran Completeness, Cohesiveness dan Inclusiveness sebagai penjajakan untuk memahami viability desa dalam tahun tersebut dapat diperkirakan. Sayangnya arah pembangunan masyarakat yang terprogram oleh negara mendekati lebih liberal (cf Mosher A.T Getting Agricultural Moving dan sebagainya) sehingga potensi lokal agak teredam) . Ali M.A.Rachman 1972. Sikap Petani terhadap Varietas Padi Unggul. Kasus Petani Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi(Thesis Mayor dalam bidang ilmu Sosiologi Pedesaan(Rural Sociology). Dari thesis ini dapat ditelaah potensi lingkungan sosial seperti konsumsi beras erat kaitannya dengan penanaman padi di sawah digambarkan misalnya ketan (glutinues rice) selalu ditanam dalam bentuk memagari padi di setiap petak sawah. Pendduduk menanamnya erat kaitannya dengan kebiasaan yang sudah diadatkan tiap tahun terkait saman yaitu sedekah atau hajatan bagi anak-anak merekaa yang belajar di madrasah setelah ujian dengan makan –makan bersama. Ketan berfungsi untuk penganan, misalnya dibuat kerupuk seperti rangginang, kerupuk dapros dan sebagainya. Dapat dicatat juga ada 3 kelompok padi unggul yang sudah difahami penduduk masa itu yaitu padi unggul lokal seperti hawarabatu yaitu jenis padi bulu yang berumur panjang, padi unggul nasional yang selalu diperbaiki oleh Lembaga Peneliian Padi padian Indonesia Bogor berumur sedang dan unggul Internasional seperti padi PB5 pada waktu itu genetik cere dihasilkan IRRI (International Rice Researh Institute – Los Banos -Philippine).
Ali M.A.Rachman 1980. Energy Utilization and Social Structure. Thesis Master of Arts, bidang Human Ecology. Depertement Anthropology and Sociology, University of Malaya, Kuala Lumpur. Dari thesis ini dapat dipetik dalam memahami adapatsi dan seleksi dalam adaptasi terhadap dinamika sistem sosial maupun ekosistem ternyata aspek memelihara mengeratkan integrasi di dalam masyarakat amat penting dengan energi. Kasus kehidupan Orang Temuan memperkenalkan kepada kita bahwa ‘Nimbul’ bahasa Temuan untuk silaturrahim saling kunjung amat penting dalam kehidupan Orang Temuan. Kegiatan dalam mememilhara hubungan kekeluaargaan di dalam kampung sendiri maupun ke luar kampungg karena pernikahan mislnya sehingga membesarnya ikatan integrasi dalam masyarakat menjaga kesatuan dan keterikatannnya memerlukan energi dalam persentase yang lebih besar ketimbang konsumsi energi di dalam keluarga sendiri. Hal ini merupakan gejala yang menarik dalam evolusi sosiobudaya. Konsumsi energi ini berbarengan pengaruhnya dengan arus informaasi yang memperkuat konsumsi energi tersebut.
page 16 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
Janhein Jhan 1961 “MUNTU” the new African Culture terutama dalam “NTU” African Phylosophy (pp. 96-120, New York:Grove Press. (Etika Lingkungan yang menarik saya di uraikan di sini dalam hal memelihara harmoni dalam masyarakat. Tidak diperlukan meneliti kesalahan yang terjadi secara rinci yang cenderung mencari kambing hitam tetapi cukup memahami apabila seseorang mendapat kecelakaan perlu ditolong. Dalam suatu kejadian ada seekor kambing yang dimakan anjing. Peristiwanya di kampung A dalam kawasan kepala kampung A. Padahal kalau diteliti kambing yang mati di kampung A matinya secara alami tanpa diserang anjing. Namun kepala Kampung A mengupayakan agar si B yang berada di kampung B yang kambingnya dimakan anjing itu diberi kompensasi istilah westernnya agar tetap menmjaga harmonisasi dan berguna menghilangkan dukanya si pemilik kambing).
Fatimah Daud, 1980 Woman Factory Workers. Ini sebuah Disertasi dalam Sosiologi aantropologi . Theory ekonomi yang terkait interdependency mengajari kita setelah membaca disertasi ini adalah sosiobudaya petani pedesaan dalam hal ini gadis desa yang bekerja di pabrik elektronik milik Jepang sangat besar jasanya membantu produksi. Mereka bekerja dengan sungguh-sunguh. Sayangnya sistem ekonomi pasar bebas mengikat tatacara bekerja yang amat ketat. Hal ini bagi masyarakat pedesaan tidak cocok. Mereka bekerja dengan irama relak tapi brtanggung jawab. Titik temu keduanya tidak mudah sehingga yang senantiasa menang ialah ekonomi liberal sehingga ketidak adilan terhadap pekerja pabrik tetap berlaku karena posisi tawar menawar yang lemah di pihak pekerja pabrik asal desa.
Rambo, A.T 1982 Human Ecologgy Conceptual Approach. East West Center. Honolulu, Hawaii, USA. Dalam konsep ini pentingnya interaksi antara sesuatu sistem sosial dan sistem ekologi disambungkan dengan fungsi utamanya yaitu arus informasi, arus energi dan arus materi. Fungsi- ketiga arus ini amat besar pengaruhnya terhadap pembentukan etika lingkungan di dasarkan inti sosiobudaya yang dibangun ketiga fungsi arus tersebut. Arus energi cukup besar membangun etika linggkungan dan menyusun inti sosiobudaya seperti halnya arus informasi. Misalnya hasil penelitian menunjukkan konsumsi energi per kapita tidak tergambar sebagaimana teori mengukur kesejahteraaan yang biasa dilakukan di pemerintahan yaitu menanjak kontinu sebagai garis lurus. Kenyataan penelitian menemukan sebaliknya yaitu justru bukan garis lurus tetapi membentuk kurva “U” (cf Ali M.A.Rachman 1980. Energy Utilization and Social Structure . Human Ecology , Master of Arts Thesis, Dept of Anthropology and Sociology, Universty of Malaya, Kuala Lumpur). Ini maknanya adalah suatu proses pembangunan yang didasari sosiobudaya yang selalu berkembang bukan dasarnya energi per kapita tetapi ukuran lain. Hasil interpolasi menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat sebenarnya berkembang menurut garis lurus kalau di dasarkan konsumsi energi per masyarakat bukan konsumsi energi per kapita seperti yang selama ini disinyalir
page 17 / 18
Ali M. A. Rachman's blog | Etika Lingkungan Copyright Ali Rachman
[email protected] http://ali_rachman.staff.ipb.ac.id/2015/04/05/etika-lingkungan/
para ilmuan seperti halnya Lesly White(1949) dan secara latah diikuti oleh ilmuan sosial dan oleh praktisi kebijakan pembangunan dijadikan ukuran kesejahteraan.
Geertz, Clifford 19.. “Agricultural Involution”. Buku ini menggambarkan pencerobohan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat petani khususnya Jawa pada zaman penjajahan Belanda. Tradisi petani diubah menuju pasar liberal yang sebelumnya adalah domestik. Mereka tetap mementingkan kesejahteraan bersama. Usaha menanam tebu di sawh menggantikan padi hanya merugikan petani dan menguntungkaan penjajah. Ini merupakan satu bentuk etika dalam masyarakat petani telah dilanggar penjajah. Penjajah hanya memeras bukan membangun masyarakat.
Multatuli, nd “Saija dan Adinda”. Buku ini sejalan dengan buku Clifford Geertz juga mengkeritik pemerintah Belanda dalam kebijakannnya terhadap masyarakat jajahannya khasnya dalam bidang politik. Buku ini pula membela masyarakat dan menyadarkan bahwa penjajah Belanda perlu kembali menggunakan etika berbudi luhur terhadap penduduk bumi putra. Mereka jangan dipolitisir dan diperas untuk kepentingan penjajah.
Odum, E.P 1971 Fundamental of Ecology. W.B Sounders Coy. Kepahaman ekosistem dari interaksi abiotik , biotik dan energi. Dasar ekologi umumnya. Buku dasar pemahaman ekologi bagi mahasiswa.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Prof.Dr.Ir Cecep Kusmana Ketua Pogram Studi Lingkungan PPs IPB yang turut membaca draft cyclostyle ini dan menelaah kemungkinan menerbitkannya dalam bentuk hard copy. Saya ucapkan terima kasih banyak pula kepada pembaca budiman yang kebetulan menyaksikan dari media blog ini atas segala sarannya. Semoga bermnfaat.
page 18 / 18