Etika dalam Serat Sana Sunu Karya R. Ng. Yasadipura II Tri Widiatmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, FKIP, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. Letjen. Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo, 57512 Telp.: 0271 593156. Fax.: 0271 591065, email:
[email protected] Abstrak Serat Sana Sunu tedapat banyak nilai-nilai etika yang perlu diteladani dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kandungan ajaran pendidikan budi pekerti luhur, berperilaku yang sopan, bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat dalam menjalani kehidupan banyak tertuang dalam ajaran Serat Sana Sunu. Ajaran tersebut dapat dipetik bermacam-macam ajaran-ajaran moral, etika dan nasihat-nasihat yang berguna dalam kehidupan masyarakat pada saat ini dan yang akan datang. Kata-kata kunci: Serat Sana Sunu, Etika.
Pendahuluan Sastra daerah di Indonesia mengandung berbagai nilai-nilai luhur yang patut dilestarikan, salah satunya adalah sastra Jawa yang tercermin dalam Serat Sana Sunu karya R.Ng. Yasadipura II. Peradaban yang dirumuskan dalam kitab-kitab Jawa kuna sudah berlangsung selama berabad-abad dalam pentas sejarah dunia. Kehidupan masyarakat Jawa sejak dulu kala penuh dengan nilai keluhuran, kewibawaan, kemuliaan dan keagungan, sehingga layak dijadikan kaca benggala, cermin penjelas buat generasi muda sekarang. Warisan yang ditinggalkan nenek moyang itu perlu sekali diuri-uri, supaya putra wayah tidak kepaten obor dan cita-cita akan berlanjut secara kesinambungan (Purwadi, 2007:15) Secara etimologi, sana sunu berasal dari kata sana dan sunu, dari kata Sansekerta sasana dan sunu. Kata sasana dari kata sas yang artinya mengajar, ajaran. Sunu berarti anak laki-laki. Jadi maksud pengarang yaitu ajaran, nasihat kepada anak laki-laki. Tetapi tentunya dalam hal ini bukan hanya anak laki-laki saja melainkan untuk semua anak. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adapt, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Menurut Endraswara (2010:35-36) etika adalah seperangkat aturan atau norma tak tertulis yang mengatur tata cara hidup manusia agar terstruktur dan terarah. Etika diciptakan sebagai alat pengukur atau pengontrol kehidupan agar manusia dapat menjalankan esensinya sebagai makhluk hidup yang berbeda dari makhluk hidup yang lain. Dalam Serat Sana Sunu tedapat banyak nilai-nilai etika yang perlu diteladani dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran tersebut antara lain: taat dalam menjalankan perintah agama, khususnya agama Islam. Kemudian diajarkan tentang hal-hal yang berkenaan dengan cara berpakaian, cara makan, cara tidur, cara berjalan, bagaimana bepergian, cara bersopan santun, cara bermusyawarah, tenggang rasa, menerima tamu, dan sebagainya. Sehingga dapat dipetik bermacam-macam ajaran-ajaran moral, etika dan 149
No.2 / Volume 21 / 2012 WIDYATAMA
nasihat-nasihat yang berguna dalam kehidupan masyarakat pada saat ini dan yang akan datang.
Etika Orang Jawa Etika merupakan keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya, Magnis Suseno dalam Indraswara (2010:13): jadi di mana mereka menemukan jawaban pertanyaan: bagaimana saya harus membawa didi, sikapsikap, dan tindakan-tintakan mana yang harus saya kembangkan agar hidup saya sebagai manusia berhasil. Orang Jawa pandai bermain symbol etika. (Indraswara, 2010:14) Setiap dia mengangguk, belum tentu hatinya tunduk. Begitu pula ketika dia menggelengkan kepala, belum tentu tidak setuju. Orang Jawa dalam sikap dan pekerti penuh dengan semu (simbol), yang perlu dipahami satu sama lain yang tengah berinteraksi. Sikap hormat tidak merupakan jaminan ketaatan.Orang-orang desa telah belajar bahwa sikap tunduk pada otoritas ada manfaatnya, tetapi tidak berarti bahwa mereka rela melaksanakan apa yang dituntut oleh otoritas itu. Orang Jawa mempunyai cara untuk mengatakan ya, dan, tergantung dari ungkapan, kata yang sama bisa berarti segala apa dari ’setuju’ sampai ’barangkali’ ataupun ’tidak’ secara menghina. Etika menurut Indraswara (2010:43) tidak akan lepad dari tatakrama. Etika itu ungkapan filosofi yang membangun norma kehidupan. Adapun tatakrama lebih identik dengan sopan santun. Tatakrama adalah wujud perilaku yang sopan dan santun, sesuai dengan nilai-nilai tradisi Jawa. Tatakrama dalam wujudnya, sering direalisasikan pula ke dalam tindak berbahasa yang disebut unggah-ungguh. Tatakrama Jawa adalah kewajiban yang dilakukan agar orang Jawa memiliki budi pekerti luhur. Bila orang Jawa meninggalkan tatakrama, dengan sendirinya akan dilecehkan oleh masyarakatnya. Untuk itu, orang Jawa dalam tindak berbahasa selalu menerapkan unggah-ungguh. Unggah-ungguh adalah tidak berbahasa yang mendasarkan pada perbedaan posisi. Kedudukan, umur, dan kenal tidaknya seseorang akan mempengaruhi unggah-ungguh. Konsep raja yang agung-binathara, semula dimaksudkan sebagai personifikasi ketertiban makrokosmos yaitu yang menjadi inti kosmologi: ningrat, juga mempengaruhi unggahungguh kawula alit. Serat Sana Sunu Kyai Yasadipura II, adalah salah seorang pujangga terkenal dar Surakarta. Kitab Sasana Sunu atau Serat Sana Sunu merupakan karya yang dibuat tahun 1819 Masehi. Kyai Yasadipura II adalah putra Kyai Yasadipura I, seorang pujangga yang terkenal pula di kalangan kerajaan. Gelar pertama kali penewu merupakan karier awal Kyai Yasadipura II dalam pengabdiannya di Kadipaten dengan nama Kyai Ngabehi Ranggawarsita I, kemudian diangkat menjadi Bupati Anom bernama R. Ng. Yasadipura II. Dan selanjutnya diangkat menjadi Bupati Carik dan diberi nama R.T. Sastranagara (jaman Susuhunan P.B. IV). Karya-karya R. Ng. Yasadipura II antara lain: 1) Serat Panitisastra Jawa berisi macammacam petunjuk yang bermanfaat bagi orang hidup; 2) Darmasunya Jarwa berisi 161
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
kefilsafatan; 3) Serat Arjuna Sastra atau Lokapala; 4) Serat Wicara Keras berisi rasa tidak puas terhadap keadaan pada jaman itu; 5) Serat Kawidasanama Jarwa menerangkan tentang beda arti kata yang pada dasarnya mempunyai kesamaan makna.
Isi Serat Sana Sunu Serat Sana Sunu merupakan kitab yang berisi nasehat kepada remaja pada umumnya dalam menjalani kehidupan. Diajarkan bagaimana menjalankan perintah agama, khususnya Islam. Ada juga beberapa nasehat yang sudah tidak sesuai lagi diterapkan dalam menjalankan kehidupan saat ini. Karena situasi dan kondisi sudah sangat berbeda pada saat penciptaan kitab ini. Meskipun begitu sebagian besar masih sangat berguna dan bermanfaat untuk waktu sekarang. Karya sastra Jawa Serat Sana Sunu berisi tentang nilai-nilai pendidikan Kandungan ajaran pendidikan budi pekerti luhur dalam menjalani kehidupan tertuang dalam Serat Sana Sunu meliputi: Pertama ajaran untuk bertakwa kepada Allah SWT dan senantiasa bersyukur atas rahmad Allah SWT. Bersyukur karena kita telah dijadikan Allah SWT menjadi manusia bukan menjadi hewan. Usia manusia yang menentukan adalah Allah, lama dan tidaknya hidup di dunia menjadi kehendak Allah SWT. Sehingga dalam menjalani hidup orang senantiasa harus pasrah dan berusaha menjalaninya dengan baik. Kedua ajaran untuk tidak mengagungkan kekayaan dunia. Kekayaan diibaratkan sebagai isteri tua, sedangkan rejeki adalah isteri kedua. Kita tidak boleh terlalu mencintai keduanya yaitu kekayaan dan rejeki tersebut. Sebab dengan sikap terlalu mencintai tersebut dapat menimbulkan kesengsaraan. Ketiga ajaran untuk mencari ilmu dan bekerja keras untuk mencapai kebahagiaan. Dalam mencari sandang pangan orang dilarang meminjamkan uang yang berbunga, sebab hal tersebut bukan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang-orang terdahulu kita dan tidak layak dilakukan. Maka manusia harus dapat mencari naskah dengan cara yang halal. Dan tidak lupa selalu bersyukur atas pendapatan yang diterima, dan bersyukur kepada Allah SWT atas kemurahan-Nya. Keempat ajaran untuk melaksanakan rukun Islam. Rukun Islam tidak boleh dilupakan. Dalam ajaran ini, kita harus dapat membedakan yang halal dan yang haram. Orang beragama harus selalu patuh pada ajaran agama dan tidak boleh melanggarnya. Apabila melanggar larangan maka berakibat kesengsaraan. Kelima ajaran dalam berpakaian. Bagi anak muda dalam menghadiri pertemuan tidak boleh bersolek hanya awut-awutan. Maka diajarkan bahwa keperjamuan maupun pertemuan harus berdandan yang rapi. Keenam ajaran persahabatan. Ketuju ajaran dalam tatacara makan. Kedelapan ajaran menghormati orangtua dan tamu. Kesembilan ajaran dalam bersikap sopan dan santun dalam bertutur kata. Kesepuluh ajaran untuk saling menghormati dalam berperilaku di masyarakat. Serat Sana Sunu terdiri dari 14 pupuh tembang (syair): 26 bait dhandhanggula, 40 bait sinom, 38 bait asmaradana, 38 bait kinanthi, 27 bait dhandhanggula, 30 bait megatruh, 28 bait sinom, 35 bait pocung, 35 bait dhandhanggula, 31 bait sinom, 40 bait dhandhanggula, 41 bait kinanthi, 40 bait dhandhanggula, 36 bait mijil. Tidak semua isi bait tembang akan dijelaskan di sini, mengingat keterbatasan tempat. Hanya beberapa bait yang dipandang penting saja yang akan dibahas. R. Ng. Yasadipura mengatakan bahwa janganlah mengira bahwa kita ini akan hidup lama dan jangan pula mengira bahwa kita hidup hanya sebentar saja. Ini bukan urusan kita, tentang usia panjang dan pendek itu memang sudah takdir. Hanya kita diminta WIDYATAMA
162
No.2 / Volume 21 / 2012 WIDYATAMA
memikirkan tentang mati dalam hidup. Artinya mematikan hawa nafsu. Karena kita ini dijadikan oleh Tuhan, maka tak usah khawatir, asal dengan keinginan yang betul-betul maka kita pasti dapat melaksanakannya. Haywa cipta cekaking ngaurip, yeku dudu ciptaning kawula, dawa cendhak wus papancen, mung ciptaan sutengsun, mati ana sajroning urip, mangkono pan winenang, cipta kang saestu, madhep kamawuleng suksma, tan sumelang ananira saking Widhi widagdeng cipta maya. Dalam ajaran tersebut setiap manusia wajib bersyukur atas karuania Allah SWT, karena telah memberikan kehidupan ini. Panjang maupun pendek usia manusia hidup di dunia sudah menjadi kehendak Allah SWT. Oleh karena itu menusia harus menjalani kehidupannya dengan sebaik-baiknya, pasrah dan tidak mengumbar hawa nafsu. Karena hidup di dunia ini sampai kapan manusia tidak mengetahuinya, maka diajarkan untuk menjalani kehidupan dengan baik. R.Ng. Yasadipura juga menasihatkan bahwa manusia dalam hidup tidak boleh tinggi hati dan sombong. Bila berteman, kita disuruh menganggap mereka itu saudara. Bila memberi pertolongan tidak perlu orang lain mengetahui. Tidak boleh membanggakan diri. Lawan apawonga mitra kaki, sujanma kang gedhe ngamalira, hiya ingkang ngamal soleh, kang anamur ing laku, kalakuwan kang marang becik, yaiku janma ingkang tan umbag tan sengung, yen tetulung tan katara, mring liyane aniyat sedekah pikir tumameng kautaman. Ajaran yang tertuang di atas jelas bahwa manusia dalam menjalani hidup harus memiliki rasa tenggang rasa. Meskipun memiliki kekayaan maupun kepandaian janganlah tinggi hati dan menyombongkan diri. Kesombongan dan kecongkakan tidak akan membawa manfaat. Kita diwajibkan santun dan memiliki rasa persaudaraan terhadap sesama. Memberi prtolongan bagi yang membutuhkan adalah ajaran yang perlu diteladani. Dan apabila memberi pertolongan pada orang lain maka tidak boleh membanggakan diri. Orang Jawa memili susila dengan dirinya sendiri akan mendapatkan penghormatan dibandingkan dengan orang yang melanggar susila. Dengan demikian jelas bahwa manusia dalam hidup berdampingan dengan orang lain, harus memilki rasa saling tolong menolong terhadap sesama. Seseorang yang sedang makan sebaiknya mengikuti tatacara makan Nabi Muhammad. Beliau makan dengan duduk tanpa berbicara. Sopan-santun cara makan dihadapan tamu juga harus dipakai. Tamu dipersilakan makan dan pemilik rumah tidak boleh mengajak berbicara kecuali bila tamu tersebut mengajak bicara. Pemilik rumah tidak boleh menyelesaikan makan lebih dahulu sebelum tamu selesai makan. Dan apabila seseorang makan bersama-sama tidak boleh mencela makanan yang sudah dihidangkan. Nahan warna kaping sapta kang winuwus, kalamun sira abukti, pribadi neng wismanipun, nganggoa lakuning ngelmi, manut Jeng Rasul kinaot. Mung nyarakna pasuguhira mring tamu, wusing mengkono sireki, hiya haywa muwus-muwus, mung yen tamunira angling, ngajaka selang wiraos. Wus lakune sanadyan sira wus tuwuk, iriden denira bkti, ngantenana ing tamu, tuwin lamun sira bukti, lan janma keh hya mengkono. Saenggone miwah sira yen mertamu, pan hiya mengkono ugi, haywa sembrana ing kabu, memoyok sajroning galih, sega iwak kurang kaot. Tata cara makan menurut ajaran Nabi Mihammad harus diikuti bagi kita semua sebagai manusia yang beretika. Mulai akan makan hingga selelsai harus disertai dengan doa, dan juga ucapan syukur kepada Allah, yang telah memberikan rejeki-Nya. Tatacara makan di Jawa adalah dengan cara duduk dan tidak boleh berdiri, sampai selesai makan. 163
WIDYATAMA
Sihindun Arumi. Wacana Peringatan Dalam Bahasa Indonesia ...
Dalam keadaan makan juga tidak boleh sambil berbicara. Apabila ada tamu yang disuguhi makan, maka tuan rumah harus mengerti sopan santun orang sewaktu makan. Pemilik rumah tidak boleh menyelesaikan makan terlebih dahulu sebelum tamunya selesai makan. Lain lagi apabila orang bertamu dan disuguhi hidangan, maka dalam tatacara makan, apapun yang dihidangkan oleh tuan rumah tidak boleh mencela adanya hidangan yang telah disediakan tadi. Apabila mengambil makanan, ambillah yang berada dihadapan terdekat, sehingga tidak harus mengulurkan tangan terlampau jauh. Masalah makan, bagi orang Jawa tidak akan sepuas-puasnya, asal sudah isi, sudah cukup. Dan apabila tuan rumah menyuruh mengambil lagi ataupun untuk menyuruh menghabiskan makanan, tidak serta merta menuruti perkataan tuan rumah tersebut. Apabila ditawari makanan, biasanya juga tidak selalu bergegas mau. Hal-hal inilah yang harus diajarkan bagi anak-anak muda sekarang agar selalu memperhatikan tatacara dan etika dalam bertamu. Diwaktu subuh hendaknya bangun dan segera membersihkan diri, agar tidak tertidur lagi. Apabila matahari sudah terbit dan masih tertidur, mengakibatkan menjauhkan rahmat dan menyempitkan pikiran. Apabila tidur siang, sebaiknya waktu ashar segera bangun. Yen turu ing wengi sira, wektu subuh sira nuli, tangiya asusuciya, haywa kabanjur yen guling, srengenge wusa inggil, maksih ngenak-enak turu, belubuh namanira, ngrandataken barang kapti, ngadohaken rahmat ngrupakaken nalar. Lamun turu ing rahina, sauwise tengah ari, ing wektu ngasar tangiya, karana wong aguling, lamun kasoren kongsi, sapratelon sudaneki, muring-muring lir wong nginglung kanganglangan. Tidur juga menjadi perhatian di dalam serat Sana Sunu ini. Dalam tidur sebaiknya tidur delapan jam. Di sepertiga mala yaitu pukul dua atau tiga sebaiknya bangun dan berdoa mohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa yang telah dilakukan. Pagipagi harus segera bangun, dan menjalankan aktivitas yang harus dijalani. Orang dianjurkan untuk tidak menikmati tidur, dan dapat menahan rasa kantuk. Karena dengan menahan rasa kantuk, di Jawa dinamakan menjalan tirakat, maka akan mendapatkan keberuntungan. Apabila seseorang kedatangan tamu harus disambut dengan baik. Bertutur kata harus hati-hati, berbicara tidak perlu keras-keras. Dalam berbicara harus bijaksana, tidak boleh marah-marah meskipun sikap tamu tersebut kurang pantas. Kepada utusan tidak boleh berbicara tentang sesuatu yang rahasia, untuk menghindari salah paham apabila utusan tadi suka berkata tidak jujur dan berbohong. Yen sireku, tamuwan kongkonanipun, sanak pawong sanak, myang kanca miwah priyayi, myang wong gedhe-gedhe myang para bandara. Dena emut, ing caraka urmatipun, duteku pan padha, lan kang anduta upami, duga-duga gedhe ciliking caraka. Den atanduk, anggepensajroning kalbu, padha lan kang duta, lire mangkana ta kaki, den ngati-ati denira angucap. Kang saestu, lir ngucap lawan kang ngutus manawa ing mangkya, ature lan kang anuding, kukurangan miwah gesehing wicara. Selang surup, marma dn awas den emut, ing wewekasira, sorana ing wuwus kedhik, dimen resep ing wewekasira. Yen arengu, sira carakeku, bok wawadul marang, kang angutus akeh kedhik, karya rengat amecahken pawong mitra. Etika ketika bertamu perlu menyesuaikan tempat, waktu, dan kepada siapa harus bertamu. Tinggi rendahnya strata sosial akan berpengaruh dalam bertamu. Dalam ajaran WIDYATAMA
164
No.2 / Volume 21 / 2012 WIDYATAMA
ini diajarkan bagaimana menerima tamu. Untuk menjadi tuan rumah yang baik maka yang mesti dilakukan adalah pertama adalah mempersilakan tamu untuk masuk, kemudian dipersilahkan duduk. Menyambut tamu hendaknya dengan raut muka yang cerah, jangan memperlihatkan raut muka yang masam maupun marah. Apabila kedatangan tamu tersebut agak lama maka berikan minuman dan hidangan sesuai kemampuan. Dalam berbicara jangan memancing sesuatu yang membuat tidak enak perasaan, dan jangan bicara keraskeras meskipun sikap tamu tersebut kurang pantas. Kesimpulan dan Saran Serat Sana Sunu merupakan ajaran pujangga yang perlu diperkenalkan kepada generasi muda. Ajaran-ajaran dan nilai-nilai etika yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan sarana pendidikan etika beragama dan bermasyarakat. R. Ng. Yasadipura II mengajarkan tentang berbakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berbuat kebaikan kepada sesama manusia, keikhlasan, tanpa mengharap pujian, saling menghormati, dan ajaranajaran tentang bagaimana hidup selaras dan seimbang. Karya ini perlu dibaca generasi muda di masa globalisasi yang serta modern dan canggih seperti saat ini sehingga nilainilai luhur yang terkandung di dalamnya dapat menjadi pegangan dalam bersosialisasi sesuai dengan budaya orang Jawa.
Daftar Rujukan Asmoro Achmadi. (2004). Filsafat dan Kebudayaan Jawa. Sukoharjo: Cendrawasih. Jumeiri Siti Rumidjah (Alih Bahasa). (2008). Serat Sana Sunu.Yogyakarta. Kepel Press. Purwadi. (2009). Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka Suwardi Endraswara. (2010). Etika Hudip Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.
165
WIDYATAMA