Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
ETHOGRAM PERILAKU ALAMI INDIVIDU TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Robinson and Kloss, 1916) DALAM LABORATORIUM ETHOGRAM OF NATURAL BEHAVIOR OF RICEFIELD RAT (Rattus argentiventer Robinson and Kloss, 1916) IN LABORATORY Agus Wahyana Anggara1, Dedy Duryadi Solihin2, Wasmen Manalu2, Irzaman2 1
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Jl. Raya 9 Sukamandi Subang Jawa Barat 2 Institut Pertanian Bogor e-mail:
[email protected] (diterima Juli 2015, direvisi Oktober 2015, disetujui November 2015)
ABSTRAK Perilaku merupakan respons senso-motorik makhluk hidup terhadap beragam stimulus dan fluktuasi kondisi lingkungan. Pengamatan terhadap perilaku alami tikus sawah telah dilakukan pada kondisi laboratorium. Tikus sawah tersebut ditangkap dari lapangan. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan perilaku alami tikus sawah. Semua aktivitas tikus percobaan dipantau kamera CCTV dan dilakukan pengamatan saksama untuk membuat ethogram. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas normal tikus sawah sepanjang periode aktifnya pada malam hari meliputi perilaku keluar-masuk lubang sarang, mengendus, mengawasi, menjelajah, makan dan minum, merawat diri, istirahat, dan menggali tanah. Sebagian besar aktivitas dilakukan pada pukul 17:30-22:00 WIB sehingga dapat dinyatakan bahwa periode tersebut merupakan waktu puncak aktivitas tikus sawah. Hasil percobaan diharapkan dapat menjadi standar perilaku alami tikus sawah untuk dibandingkan dengan respons tikus uji ketika dipaparkan kembali vokalisasi alaminya. Vokalisasi yang memberikan perbedaan respon perilaku tikus dianggap sebagai suara bermakna komunikasi untuk manipulasi perilaku tikus sawah dalam rangka menyusun teknik pengendaliannya. Kata kunci: aktivitas har ian, noktur nal, labor ator ium, pengendalian
ABSTRACT Behavior is the senso-motoric responses of living organism related to the stimuli and fluctuations of environmental circumstances. We carried out the laboratory study of the natural behavior of the captured of wild rice field rat to explore and describe their natural behavior. CCTV cameras had been used to record the rat activities during their active period, from the dusk to the next dawn (17.00 pm - 06.00 am). Several activities of the ricefield rats were recorded and analyzed carefully to make the ethogram. The results showed that the rice field rats activities during the night consist of entry or exit their burrow, sniffing, observing, exploring, feeding (eating and drinking), grooming, resting, and digging the soil or making new burrow. Most of the activities performed at 17:30 - 22:00 pm, it is predicted that these period was the peak time of the ricefield rat’s activities. The results were expected as a standard pattern which can be compared with rat’s responses while exposured by their natural vocalization. The vocalization which give effect on the different responses could be categorized as an acoustic communication signal. It is can be used to manipulate the behavior of the ricefield rat in order to develop their population control management. Keywords: daily activities, noctur nal, labor ator y, contr ol
PENDAHULUAN
kerusakan dan kehilangan hasil terbesar komod-
Di Indonesia, dilaporkan terdapat ±164
itas padi di Indonesia (Sudarmaji dkk. 2005;
spesies tikus (Aplin et al. 2003; Singleton et al.
BPS 2009). Pada setiap tahunnya, kerusakan
2010; Suyanto dkk. 2002) dan delapan dian-
akibat serangan tikus sawah selalu menempati
taranya tercatat sebagai hama pada beragam
urutan pertama dibanding hama padi lainnya.
ekosistem (Priyambodo 2003). Tikus sawah
Tikus sawah merusak semua stadia tumbuh
merupakan salah satu hama utama penyebab
padi, sejak pesemaian hingga panen bahkan
95
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
pascapanen dalam gudang penyimpanan. Keru-
sawah berkembang sempurna sehingga mem-
sakan parah terjadi apabila tikus menyerang
iliki kemampuan belajar dan mengingat, mes-
tanaman padi stadia generatif (padi bunting
kipun
hingga siap panen), karena tanaman sudah tidak
(Brudzynski 2010). Tikus sawah mampu meng-
mampu
ingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air,
membentuk
anakan/tunas
baru
(Sudarmaji 2004; Singleton et al. 2010).
sangat
terbatas
dibanding
manusia
serta pakan beracun yang menyebabkan sakit
Tikus sawah tergolong hewan cerdik
(Brudzynski 2010). Pada percobaan laboratori-
dalam mengeksplorasi lingkungan hidupnya
um, tikus mampu belajar dan mengingat letak
karena memiliki otak yang berkembang sem-
pintu yang menyediakan pakan sebagai im-
purna (Meehan 1984; Priyambodo 2003). Roch-
balannya (Meehan 1984; Priyambodo 2003).
man dkk. (2005) menambahkan bahwa kemam-
Ragam media komunikasi tikus sawah adalah
puan inderawi tikus sawah berfungsi optimal
suara dan secara kimiawi dengan air seni dan
dalam menunjang kehidupannya, terutama se-
feromon. Tikus mengeluarkan suara peringatan
bagai hewan yang aktif pada malam hari
untuk menyampaikan bahaya dan penanda teri-
(nokturnal). Secara rutin, aktifitas harian dimu-
torial. Air seni juga sebagai penanda wilayah,
lai senja hari hingga menjelang fajar. Selama
pembawa pesan tingkat sosial, dan kondisi bi-
periode tersebut, tikus sawah mengeksplorasi
rahi
sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta
(Brudzynski 2010; Meehan 1984;). Tikus curi-
mengenali pasangan dan individu dari ke-
ga terhadap setiap benda baru (termasuk pakan)
lompok
dengan
di lingkungannya, sehingga akan menghindari
bersembunyi dalam lubang, semak belukar, atau
kontak dengan benda tersebut (Meehan 1984;
petakan sawah ketika kanopi tanaman padi telah
Singleton et al. 2010). Sifat tikus enggan me-
rimbun. Selama terdapat tanaman padi, ruang
makan umpan beracun tanpa didahului pem-
gerak (home range) berkisar 30-200 m dan teri-
berian
torial 0,25-1,10 ha. Ketika padi telah dipanen
(Priyambodo 2003; Singleton et al. 2010).
(bera pascapanen) yang berakibat ketersediaan
Tikus yang mencicipi atau memakan sedikit
pakan mulai terbatas, sebagian besar tikus
umpan beracun akut dan tidak mati (tetapi sa-
sawah berangsur pindah ke tempat tersedia pa-
kit),
kan hingga 0,7-1,0 km atau lebih, seperti pem-
pengumpanan lanjutan kadang mengalami keg-
ukiman, gudang benih, penggilingan. Pada awal
agalan karena umpan yang diberikan tidak di-
musim tanam, tikus sawah yang berhasil ber-
makan oleh tikus (Singleton et al. 2010).
lain.
Siang
hari
dilalui
tahan hidup (survive) kembali ke persawahan
tikus
betina
umpan
akan
dengan
feromon
pendahuluan
mengingatnya
seks
(pre-baiting)
sehingga
Makalah ini memaparkan hasil penga-
(Brown et al. 2003; Nolte et al. 2002).
matan perilaku alami tikus sawah dalam kondisi
Kemampuan indera dan perilaku tikus
laboratorium, dimana tikus yang diamati meru-
sawah pada habitat aslinya, menyebabkan tikus
pakan individu yang ditangkap dari populasi
memiliki beberapa kemampuan lain sehingga
liar (wild life) di lapangan. Tujuan penelitian
sering disebut hewan yang cerdik. Otak tikus
ini adalah untuk membuat standar perilaku ala-
96
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
mi tikus sawah dewasa pada tingkat individu.
berwarna putih keperakan atau putih keabu-
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan
abuan (Aplin et al. 2003).
sebagai pembanding (kontrol) terhadap perilaku tikus sawah yang pada penelitian selanjutnya
Pengamatan Perilaku
akan dipaparkan beragam vokalisasi alaminya,
Tikus uji ditempatkan dalam kandang
yang diperoleh dari perekaman di lapangan
perlakuan berupa kotak kaca seperti akuarium
(Anggara dkk. 2014) dan dalam laboratorium
berukuran 100cm x 80cm x 60cm. Bagian atas
(Anggara dkk. 2015).
kandang perlakuan ditutup dengan ram kawat berukuran mesh 0,5cm x 0,5cm agar sirkulasi
METODE PENELITIAN
udara berlangsung normal tetapi tikus uji tidak
Hewan Percobaan
bisa keluar. Sebelum tikus dimasukkan, di da-
Tikus sawah untuk percobaan merupa-
lam kandang perlakuan dibuat lansekap pema-
kan individu dari populasi alam (wildlife) yang
tang buatan dari tanah sawah yang gembur. Se-
ditangkap dalam keadaan hidup dari persawahan
lanjutnya pada sisi luar kandang dipasang 4
di
sekitarnya
kamera CCTV yang dilengkapi lampu infram-
menggunakan metode trap barrier system (TBS)
erah dari posisi atas, sisi kiri, sisi kanan, dan di
dan linear trap barrier system (LTBS) (Aplin et
bawah sejajar permukaan tanah dalam kandang
al. 2003). Aklimatisasi dalam laboratorium dil-
perlakuan. Keempat kamera CCTV tersebut
akukan selama 1 minggu sebelum perlakuan
dihubungkan dengan standalone dan monitor
pada kandang khusus berisi 10 ekor tikus. Sela-
pemantau di ruangan lain, sehingga dapat dil-
ma aklimatisasi, tikus diberi pakan gabah dan
akukan
ubi jalar, serta air minum disediakan ad libitum.
menganggu
Seleksi dilakukan untuk memperoleh tikus uji
Perekaman aktivitas alami tikus sawah dil-
jantan dan betina dewasa sehat. Individu tikus
akukan selama 3x13 jam terus menerus dalam
yang lolos seleksi kemudian diamati dan dicatat
10 ulangan (5 jantan dan 5 betina). Pada setiap
atribut biologinya, meliputi bobot badan (g),
hari, alat perekam dinyalakan pada pukul 17:00
panjang kepala+badan (cm), panjang ekor (cm),
WIB
posisi testis tikus jantan (abdominal atau scro-
Perekaman siang hari tidak dilakukan karena
tal), lebar scrotal tikus jantan, kelas vagina dan
berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan
puting susu tikus betina, serta status ke-
diketahui bahwa tikus menghabiskan seluruh
buntingan tikus betina (Aplin et al. 2003; Sudar-
waktunya di dalam lubang sarang. Selama per-
maji 2001). Warna rambut tikus sawah pada
lakuan, tikus diberi pakan tanaman padi ber-
bagian punggung (dorsal) adalah coklat tua
malai yang ditancapkan di lantai kandang perla-
kekuningan dengan bercak-bercak hitam di ram-
kuan dan air minum disediakan ad libitum da-
but sehingga terlihat berwarna coklat terang
lam botol khusus. Setiap pagi dilakukan pen-
hingga coklat tua. Ciri khas warna rambut tikus
gecekan terhadap kondisi tikus uji, peralatan
sawah adalah pada bagian perut (ventral) yang
perekaman, pembersihan kandang perlakuan,
daerah
Sukamandi
dan
97
pemeriksaan
dan
aktivitas
dimatikan
setiap tikus
pukul
saat
tanpa
perlakuan.
07:00
WIB.
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
dan penggantian tanaman padi baru.
khasnya yaitu : 1. Keluar-masuk lubang sarang Sikap atau postur badan tikus pada
Analisis Data dan Pembuatan Ethogram Setelah diperoleh rekaman aktivitas
saat keluar-masuk lubang adalah berjalan maju
tikus sawah selama 3x13 jam untuk setiap
perlahan dan posisi kepala selalu di depan.
tikus uji, selanjutnya dilakukan pemutaran
Pada lorong lubang yang menempel kaca kan-
ulang rekaman menggunakan perangkat lunak
dang perlakuan terlihat tikus sawah berjalan
khusus (dv4) pada komputer. Semua aktivitas
keluar dengan cara merangkak yaitu bergerak
tikus perlakuan diamati dengan saksama dan
maju dengan bertumpu pada telapak tungkai
dicatat detail selama 13 jam, sehingga untuk
depan dan belakang dan perut sedikit diangkat,
setiap tikus uji dimiliki 3 ulangan dari 3 hari
serta mulai aktif mengendus-endus ketika be-
perekaman. Apabila ada bagian yang harus
rada ±15cm sebelum mulut lubang. Pada saat
diamati lebih saksama maka dilakukan pem-
kepala dan tungkai depan sudah di luar
utaran balik menggunakan fasilitas rewind
lubang, tikus mengendus tanah dan udara
standalone. Data yang diperoleh berupa cata-
dengan lebih cepat (Gambar 1A) dan me-
tan jenis aktivitas, jumlah aktivitas, dan
meriksa kondisi sekitar dengan posisi kepala
rentang waktu pelaksanaan setiap aktivitas
tegak dan mengawasi sekelilingnya dengan
dari setiap tikus uji. Data tersebut selanjutnya
saksama (Gambar 1B). Perilaku tersebut
dirata-rata sebagai ethogram perilaku 1x13
diduga untuk memastikan kondisi di luar aman
jam (Brudzynski 2010; Carson 1999; Zhou et
untuk beraktivitas. Ketika tikus akan masuk
al. 1999).
lubangnya,
biasanya
didahului
perilaku
mengawasi atau menjelajah. Ketika masuk HASIL DAN PEMBAHASAN
lubang sarangnya, tikus melakukan dengan
Ethogram tikus sawah
kepala masuk mulut lubang terlebih dahulu
Selama periode malam hari yang dimu-
dan posisi ekor tegak atau tidak menyentuh
lai sejak pukul 17:30 WIB hingga pukul 06:00
tanah (Gambar 2C dan 2D). Aktivitas masuk
WIB keesokan harinya, aktivitas tikus sawah
lubang sarang dilakukan dengan posisi seperti
di laboratorium meliputi perilaku keluar-
setengah berlari sehingga terlihat lebih cepat
masuk lubang sarang, mengendus (sniffing),
daripada saat keluar lubang sarangnya.
mengawasi
(watching),
menjelajah
(exploring), makan dan minum (feeding), me-
2. Makan dan minum
rawat diri (grooming), istirahat (sleeping), dan
Aktivitas makan dan minum dil-
menggali tanah (digging). Setiap aktivitas ter-
akukan tikus sawah dalam keadaan santai/
sebut dilakukan tikus sawah dengan postur
rileks. Postur badan pada saat makan adalah
tubuh yang spesifik sehingga dengan penga-
setengah
matan berulang-ulang dapat diketahui perilaku
tungkai belakangnya, sedangkan tungkai de-
98
berdiri
dengan
bertumpu
pada
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
A
B
C
D
Gambar 1. Postur tubuh tikus sawah ketika keluar (A, B) dan masuk lubang sarangnya (C,D). pan membantu memegang makanan, serta
dilakukan sambil berdiri karena posisi botol
ekor tidak tegang/menempel ke tanah (Gambar
terletak di atas dan tikus menjilati ujung tips
2A). Pakan selama percobaan berupa tanaman
agar air keluar (Gambar 2C).
padi
bermalai
sehingga
tikus
berusaha
mengambil bulir gabah dengan melompat
3. Mengendus
(biasanya dari pematang buatan) untuk meraih
Aktivitas mengendus terlihat jelas dari
dan memotong malai yang diinginkan. Cara
gerakan hidung tikus sawah mencium-cium
lain yang dilakukan tikus adalah dengan
udara atau tanah, daun telinga tegak dan ber-
memotong anakan padi pada bagian bawah
gerak-gerak mencari sumber suara, serta ekor
rumpun padi dan mengambil gabahnya setelah
tegang dan terangkat / tidak menempel ke
malai roboh (Gambar 2B). Aktivitas minum
tanah ketika berjalan maupun saat setengah
A
C
B
Gambar 2. Postur tubuh tikus sawah saat aktivitas makan, ketika mengambil malai padi (A) dan memakannya (B), serta minum dari botol minum khusus (C).
99
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
berdiri (Gambar 3A). Saat mengendus tanah, tikus berjalan perlahan sambil mendekatkan ujung hidungnya untuk mencium permukaan tanah berulang-ulang (Gambar 3A). Ketika mengendus udara, postur khas tikus setengah berdiri
dengan
tumpuan
kedua
tungkai A
belakangnya, sambil perlahan menoleh kirikanan sambil terus mengendus udara (Gambar 3B). 4. Mengawasi Tikus sawah diam seperti patung hingga beberapa saat, pandangan fokus ke satu
B
arah (tidak menoleh kiri-kanan), kepala diangkat lebih tinggi, daun telinga tegak searah pandangan yang dituju mata, dan ekor terlihat tegang (Gambar 4A). Aktivitas dilakukan di permukaan tanah atau di atas pematang (Gambar 4B), bertengger di atas batang padi
C
(Gambar 4C), atau berdiri (Gambar 4D). Pe-
D
Gambar 4. Postur tubuh tikus sawah ketika aktivitas mengawasi sesuatu dengan posisi di aatas tanah (A), di ats pematang (B), di atas rumpun padi (C), dan berdiri (D).
A
rilaku mengawasi yang dilakukan tikus sawah diduga karena tikus merasa curiga terhadap B
sesuatu di sekitarnya sehingga perlu mendapat perhatian lebih untuk memastikan dirinya
Gambar 3. Postur tubuh tikus sawah saat
aktivitas mengendus tanah (A) dan udara (B).
aman.
100
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
perut, punggung dengan cara memutar kepala
5. Menjilati tubuh (grooming) seluruh
ke kiri dan kanan, dan diakhiri dengan mengu-
tubuhnya pada posisi tubuh setengah berdiri
sap bagian muka dengan kedua tungkai depan
dengan bertumpu pada tungkai belakangnya.
(Gambar 5B). Urutan aktivitas tersebut dil-
Perilaku ini dilakukan tikus sawah dalam kon-
akukan tikus berulang-ulang 2-3 kali dalam
disi rileks/ santai sehingga daun telinga dan
setiap grooming.
Tikus
menjilati
hampir
ekor terlihat tidak tegang (menempel di permukaan tanah) (Gambar 5A). Perilaku men-
6. Menjelajah Aktivitas
jilati badan terlihat dilakukan hampir pada
menjelajah
dilakukan
setiap ada kesempatan, terutama sehabis
dengan berjalan agak cepat pada keempat
makan, minum, menjelajah, dan mengendus.
tungkainya, pada permukaan tanah. Pada saat
Bagian tubuh yang dijilati pada umumnya
menjelajah, ekor tikus dalam kondisi tegang
dimulai dari kedua tungkai depan, dada hingga
dan selalu terangkat (Gambar 6A). Selama
B
A
Gambar 5. Postur tubuh tikus sawah saat aktivitas mer awat tubuh (gr ooming) ketika menjilati bagian perut (A) dan tungkai depan (B). aktivitas tersebut, tikus sawah terlihat banyak
yaitu mengeksplorasi semua hal yang ada di
bergerak sehingga posisinya cepat berubah
lingkungan kewilayahannya (territorial).
(Gambar 6B). Aktivitas lain yang dikategorikan sebagai menjelajah adalah perilaku tikus
7. Istirahat
bergelantungan pada penutup kandang perla-
Pada saat istirahat, tikus sawah terlihat
kuan (Gambar 6C). Diduga perilaku tersebut
santai dan bergerak lamban, posisi badan reba-
muncul karena letak atap percobaan yang ren-
han dengan bertumpu pada perutnya (Gambar
dah (80cm) masih memungkinkan tikus me-
7A) atau tiduran meringkuk, dan ekor dilipat
loncat (dari pematang atau memanjat batang
ke arah badan (Gambar 7B). Perilaku ini bi-
padi lebih dahulu) dan menggapai penutup
asanya didahului aktivitas mengawasi, men-
kandang (Gambar 6D). Meskipun secara alami
gendus, atau menjelajah, yang dilanjutkan
di lapangan tidak dijumpai aktivitas tersebut,
membersihkan badan sebelum istirahat. Tikus
perilaku bergelantungan digolongkan sebagai
betina biasanya masuk lubang sehingga jarang
aktivitas menjelajah karena bertujuan sama,
terlihat sedang istirahat, sedangkan tikus
101
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
A
B
C
D
Gambar 6. Postur tubuh tikus ketika ber jalan menjelajah (A,B) dan ber gelantungan (C,D).
jantan lebih sering terlihat beristirahat di seki-
li adalah posisi badan saat keluar dari dalam
tar tanaman padi (Gambar 7B).
lubang. Bagian ekor tikus lebih dahulu keluar dari lubang ketika aktivitas menggali (Gambar
8. Menggali
8B), sedangkan ketika lubang telah dihuni
Aktivitas menggali tanah dilakukan
sebagai sarang maka bagian moncong kepala
dengan kedua tungkai depan, dan setelah
tikus yang keluar lebih dahulu (Gambar 1A
tanah
dan 1B).
galian
menumpuk
dijejakkan
ke
belakang dengan kedua tungkai belakang
Selama percobaan berlangsung, pada
(Gambar 8A). Dalam membuat lubang sa-
umumnya/biasanya tikus sawah keluar dari
rangnya, tikus sawah melakukannya secara
lubang sarangnya pada pukul 17:30-18:00
bertahap. Perbedaan perilaku tikus keluar-
WIB. Pola perilaku yang selalu dilakukaannya
masuk lubang sarangnya dengan saat mengga-
pada setiap hari adalah keluar lubang sarang -
A
B
Gambar 7. Postur tubuh tikus sawah jantan dewasa sedang istir ahat di luar lubang sar ang (A) dan di bawah rumpun padi (B). 102
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
mengendus udara - menjelajah sambil men-
penggunaan waktu selama 13 jam antara tikus
gendus - makan - menjelajah kembali -
betina dan jantan yang diletakkan sendiri
mengawasi - mengendus - menjilati tubuhnya
(soliter) dalam kandang di laboratorium
- istirahat atau kembali menjelajah. Pola per-
menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,005),
ilaku yang lain adalah keluar lubang - men-
kecuali pada aktivitas makan dan minum
jelajah sambil mengendus - mengawasi - kem-
menunjukkan beda nyata (P<0,005). Relatif lebih rendahnya alokasi waktu digunakan tikus jantan untuk makan dan minum dikonversi ke aktivitas lain seperti menjelajah, mengendus, menggali, mengawasi, dan menjilati badan. Pada tikus jantan, alokasi waktu untuk setiap aktivitas tersebut selalu lebih tinggi daripada tikus betina meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Aktivitas makan tikus betina
A
(44 kali) lebih sering daripada tikus jantan (18 kali). Meskipun demikian, rata-rata waktu makan keduanya tidak berbeda nyata, yaitu ±2 menit setiap kali makan (Tabel 1). Menurut Sudarmaji (2004), tikus sawah jantan ketika periode aktif reproduksi akan lebih banyak menggunakan waktunya untuk mencari betina B
siap kawin dalam teritorialnya. Pada per-
Gambar 8. Postur tubuh tikus sawah sedang aktivitas mulai mengali lubang baru (A) dan ketika keluar (mundur) dari lubang yang baru digalinya (B).
tanaman padi di lapangan, tikus jantan akan berada di dalam petak lahan sawah yang telah rimbun kanopinya untuk menunggu malam guna aktivitas perkembangbiakan (mencari betina dan kawin). Dalam percobaan ini, tikus
bali menjelajah - mengendus - menjelajah -
jantan dewasa yang digunakan dalam kondisi
mengawasi - mengendus - makan - menjelajah
aktif reproduksi, terbukti dari posisi testisnya
- menjilati tubuh - istirahat. Rangkaian be-
yang
ragam aktivitas tersebut dilakukan dalam
(scrotum). Testis tikus jantan dewasa yang
rentang waktu sekitar 5 menit. Dalam
tidak aktif reproduksi berada di dalam rongga
melakukan keseluruhan aktivitas tersebut,
perut (testis abdominal) (Aplin et al. 2003).
tikus sawah terlihat selalu waspada dengan
Rekaman CCTV menunjukkan bahwa tikus
kondisi lingkungannya.
sawah jantan dewasa yang sedang aktif repro-
Analisis
varian
terhadap
alokasi
berada
di
dalam
kantung
zakar
duksi menggunakan lebih banyak waktunya
103
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
Tabel 1. Kuantifikasi aktivitas nor mal tikus sawah dalam kondisi labor ator ium. Alokasi penggunaan
Jumlah aktivitas per mal-
Lama waktu per aktivitas
waktu (%) Jantan
am (13 jam) Betina Jantan Rata
Betina
Aktivitas Tikus Sawah
Betina
Rata
Masuk lubang Istirahat Menjelajah
29,0* 12,0* 17,6*
27,8* 15,8* 18,0*
-rata 28,4 13,9 17,8
Mengendus
11,9*
14,2*
13,0
Menjilati badan Makan dan minum Menggali Mengawasi
11,6* 7,6* 4,9* 2,9*
13,7* 2,6** 6,5* 3,9*
12,7 5,1 5,7 3,4
(menit) Jantan
Rata
3,8** 1,1** 1,9*
-rata 5,8 1,9 2,0
28** 157** 48*
-rata 41,5 117 51,5
7,8* 2,8* 2,1*
45*
44*
44,5
1,9*
2,3*
2,1
171* 44* 27* 24*
139* 18** 32* 22*
155 31 29,5 23
0,9* 1,8* 1,4* 0,9*
1,2 * 2,2* 1,5* 1,3*
1,1 2,0 1,4 1,1
55* 77* 55*
untuk mencari betina siap kawin. Hal tersebut
rekaman CCTV terbukti tikus sawah tidak
terlihat dari pengurangan alokasi waktu
melakukannya sekaligus tetapi secara bertahap
makan, tetapi terdapat peningkatan alokasi
(Gambar 8). Setiap kali beraktivitas menggali
waktu untuk aktivitas menjelajah, mengendus,
dilakukan dalam durasi sekitar 1,5 menit
menggali, dan mengawasi (Tabel 1, Gambar
(Tabel 1), selanjutnya berhenti atau diselingi
9).
beraktivitas yang lain sebelum kemudian Menjelajah, mengendus, istirahat di
dilanjutkan kembali. Proses pembuatan lubang
sekitar rumpun padi, serta makan dan minum
sarang secara bertahap tersebut seperti yang
dilakukan tikus sawah dengan durasi rata-rata
dilaporkan Anggara dan Sudarmaji (2008).
2 menit per aktivitas. Istirahat dalam lubang
Dalam membuat lubang sarangnya, tikus yang
sarang merupakan aktivitas tikus dengan dura-
berkedudukan sebagai mangsa (prey) harus
si paling lama, rata-rata berlangsung 6 menit.
tetap menjaga kewaspadaan terhadap ke-
Perilaku membersihkan badan (grooming)
hadiran pemangsa di lingkungannya (Nolte et
dengan menjilati seluruh tubuh merupakan
al. 2002). Oleh karena itu, tikus sawah terlihat
aktivitas yang paling sering dilakukan tikus
berulang-ulang menggali tanah-meninggalkan
jantan maupun betina setiap ada kesempatan.
sementara-kembali menggali dan seterusnya
Tikus sawah rata-rata melakukan 155 kali ak-
dalam membuat lubang sarangnya.
tivitas tersebut selama periode 13 jam atau
Aktivitas makan dan istirahat diduga
berdurasi sekitar 1 menit setiap beraktivitas
dilakukan tikus sawah setelah memastikan
membersihkan badannya (Tabel 1). Aktivitas
kondisi aman, sehingga selalu didahului salah
mengawasi dan menggali juga dilakukan tikus
satu aktivitas mengendus, mengawasi, atau
sawah jantan dan betina dengan alokasi waktu
menjelajah. Aktivitas istirahat meliputi tikus
yang setara (tidak signifikan). Dalam mengga-
masuk kembali ke dalam lubang setelah keluar
li tanah untuk dibuat lubang sarang atau
pertama pada saat senja (28,4%) dan berada di
menambah jalur-jalur sarangnya, berdasarkan
sekitar rumpun pertanaman padi (13,9%).
104
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
Gabungan kedua aktivitas tersebut merupakan
diperoleh ketika matahari hampir tenggelam
alokasi waktu terbanyak (42,3%) yang dil-
hingga pukul 20:00 WIB (Anggara dkk.
akukan
2014). Hasil rekaman CCTV dalam percobaan
tikus
sawah
sepanjang
malam
(Gambar 9; Tabel 1).
ini membuktikan bahwa puncak aktivitas tikus
Rentang waktu selama 13 jam sepan-
sawah terjadi pada periode setelah matahari
jang malam dikelompokkan dalam 3 periode,
terbenam
hingga
yaitu pukul 17:00-22:00 WIB, pukul 22:01-
Perekaman di lapangan pada periode dini hari
02:00 WIB, dan pukul 02:01-06:00 WIB un-
juga tidak diperoleh vokalisasi tikus (Anggara
tuk mengetahui puncak aktivitas tikus sawah.
dkk. 2014). Terbukti dari pemutaran ulang
Secara keseluruhan alokasi penggunaan waktu
rekaman CCTV bahwa pada periode pukul
tikus jantan dan betina untuk beraktivitas sela-
02:01-06:00 WIB, tikus lebih banyak menga-
ma 13 jam pada malam hari relatif sama
lokasikan waktunya untuk istirahat dengan
(Gambar 9) sehingga dalam pengamatan se-
kembali masuk ke dalam lubang sarangnya
lanjutnya diambil rata-rata dari alokasi waktu
(Gambar
keduanya. Apabila keseluruhan aktivitas tikus
temunya tikus menjadi lebih kecil ketika ham-
dijumlahkan menurut pengelompokan waktu
pir semua tikus berada dalam lubang sehingga
tersebut, maka puncak aktivitas tikus sawah
pelantangan vokalisasi juga tidak dilakukan
adalah pada pukul 17:00-22:00 WIB dengan
tikus pada periode waktu tersebut.
10).
pukul
22:00
Kemungkinan
saling
WIB.
ber-
total 228 aktivitas. Pada pukul 22:01-02:00
Pada periode waktu pukul 17:00-
WIB terjadi penurunan aktivitas menjadi 93
22:00 WIB, aktivitas tikus sawah untuk istira-
aktivitas, kemudian naik kembali menjadi 177
hat di sekitar pertanaman padi, menjelajah,
aktivitas pada pukul 02:01-06:00 WIB. Pada
dan menggali tanah terlihat lebih banyak da-
penelitian
eksplorasi
ripada periode pukul 22:01-02:00 WIB dan
vokalisasi alami tikus sawah di lapangan
pukul 02:01-06:00 WIB.(Gambar 10). Pada
dijumpai fenomena bahwa vokalisasi hanya
periode pukul 17:00-22:00 WIB, sebagian be-
sebelumnya
tentang
Gambar 9. Aktivitas tikus sawah betina dan jantan.
105
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
sar aktivitas dilakukan silih berganti dan beru-
aktifnya
lang-ulang sehingga akumulasi jumlah aktivi-
10).Terlihat fenomena unik dalam pelaksaa-
tas menjadi paling tinggi. Aktivitas tikus
naan fungsi waspada oleh tikus sawah, yaitu
sawah paling sering dilakukan pada periode
perilaku menjelajah lebih sering dilakukan
pukul 22:01-02:00 WIB adalah mengendus,
pada pukul 17:00-22:00 WIB, mengendus pa-
makan dan minum, sedangkan mengawasi
da periode pukul 22:01-02:00 WIB, dan
kondisi sekeliling lebih sering dilakukan pada
mengawasi pada pukul 02:01-06:00 WIB
periode pukul 02:01-06:00 WIB (Gambar 10).
(Gambar 10). Perilaku tersebut diduga berkai-
Aktivitas mengawasi diduga merupakan per-
tan dengan puncak aktivitas tikus yang ber-
ilaku tikus untuk memastikan kondisi ling-
langsung sesaat setelah matahari terbenam
kungannya aman sebelum kembali masuk ke
hingga pukul 22:00 WIB. Pada periode terse-
dalam lubang sarangnya. Seperti yang dinya-
but tikus lebih aktif dalam menjelajah untuk
takan Nolte et al. (2002) bahwa dalam mem-
mencari pakan dan eksplorasi teritorialnya.
buat lubang sarang, tikus selalu waspada ter-
Pukul 22:01-02:00 WIB tikus lebih banyak
hadap kehadiran pemangsanya. Perilaku se-
mengendus tanah dan udara untuk memastikan
rupa diduga juga dilakukan ketika tikus akan
keamanan teritorialnya, karena pada periode
memasuki lubang sarangnya. Aktivitas mem-
tersebut tikus terlihat sering beristirahat di
bersihkan tubuh dengan menjilati seluruh ba-
bawah rumpun tanaman padi. Sikap kewaspa-
dannya dilakukan tikus pada setiap periode
daan tikus pada periode pukul 02:01-06:00
waktu sepanjang malam (Gambar 10).
WIB ditunjukkan dengan banyak aktivitas
Perilaku menjelajah, mengendus, dan mengawasi
yang
mencerminkan
pada
malam
hari
(Gambar
mengawasi. Hal tersebut diduga berkaitan
kondisi
dengan aktivitas tikus yang lain yaitu kembali
waspada selalu dilakukan di antara aktivitas
masuk ke dalam lubang sarangnya (Gambar
hidup yang lain dan apabila dijumlahkan
10)
merupakan 36,1% dari seluruh alokasi waktu
mengawasi untuk memastikan kondisi ling-
yang
didahului
dengan
aktivitas
Gambar 10. Alokasi penggunaan waktu tikus sawah untuk ber aktivitas dalam labor ator ium.
106
Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
kungannya aman.
sebelum kawin (courtship) dan beragam voka-
Perilaku merupakan tindakan atau
lisasi agonistik. Penelitian lanjutan diperlukan
tingkah laku makhluk hidup yang dikerjakan
untuk mengetahui respons tikus sawah pada
oleh otot atau kelenjar di bawah kendali otak
tingkat individu dan populasi apabila dipapar-
dan sistem saraf sebagai respons terhadap
kan kembali vokalisasi yang dilantangkannya.
rangsangan (stimulus) internal maupun ekster-
Perilaku
nal (Huntingford 1984; Lehner 1979). Bentuk
penelitian tahap ini digunakan sebagai standar
perilaku hewan yang merupakan respons ter-
untuk membandingkan dengan respons per-
hadap stimulus yang masuk terlihat dari ek-
ilaku tikus ketika dipaparkan kembali voka-
spresi, postur tubuh, atau gerakan khas yang
lisasi alaminya. Respons perilaku bisa diamati
dilakukan oleh individu hewan (Kikkawa &
dari terjadinya perubahan aktivitas tikus
Thorne 1974). Hingga saat ini, perilaku alami
sepanjang periode aktifnya pada malam hari,
tikus sawah yang terlihat dari beragam aktivi-
urutan dan durasi pelaksanaan setiap aktivitas,
tas sepanjang periode aktifnya pada malam
serta alokasi waktu yang digunakan tikus da-
hari belum banyak diteliti. Singleton et al.
lam melaksanakan setiap aktivitas hidupnya
(2010) menyatakan bahwa manipulasi perilaku
(Huntingford 1984; Zhou et al. 1999).
alami
tikus
sawah
dari
hasil
alami tikus berpotensi untuk dikembangkan guna merancang teknologi pengendalian yang
KESIMPULAN
telah ada dan dipraktekkan saat ini. Salah satu
Aktivitas tikus sawah pada malam hari meli-
tahap awal yang harus dilakukan adalah
puti istirahat di dalam lubang dan di sekitar
pemetaan dan deskripsi perilaku alami hewan
rumpun tanaman padi, menjelajah teritorial-
sasaran pengendalian. Berdasarkan hal terse-
nya, makan dan minum, membersihkan badan,
but, selanjutnya dirancang teknologi pengen-
mengendus udara dan tanah, mengawasi ling-
dalian dengan pendekatan manipulasi perilaku
kungan sekeliling, dan menggali lubang sa-
untuk penurunan natalitas atau peningkatan
rang. Aktivitas tersebut paling banyak dil-
mortalitas yang telah ada. Sebagai contoh bah-
akukan pada pukul 17:30-22:00 WIB, selan-
wa untuk dapat sukses bereproduksi, tikus ha-
jutnya pada pukul 02:01-06:00 WIB, dan peri-
rus melalui tahap bertahan hidup (survive)
ode pukul 22:01-02:00 WIB. Berdasarkan
dalam berbagai perubahan kondisi lingkungan.
hasil tersebut, puncak aktivitas tikus sawah
Selanjutnya, tikus harus bugar dan unggul
dapat dinyatakan bahwa berlangsung pada
(establish) untuk memenangkan kompetisi dan
periode pukul 17:30-22:00WIB.
mendapatkan peluang terbesar untuk memiliki keturunan. Penelitian eksplorasi vokalisasi
DAFTAR PUSTAKA
alami tikus sawah di lapangan (Anggara dkk.
Anggara, A. W. & Sudarmaji. 2008. Modul G2 : Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Dalam: H. Sembiring, Y. Samaullah, P. Sasmita, H. M. Toha, A. Guswara (editor). Modul Pelatihan
2014) dan dalam laboratorium (Anggara dkk. 2015) telah diperoleh vokalisasi percumbuan
107
Zoo Indonesia 2015 24(2): 95-108 Ethogram Perilaku Alami Individu Tikus Sawah (Rattus argentiventer, Robinson & Kloss, 1916) dalam Laboratorium Agus Wahyana Anggara, Dedy Duryadi Solihin, Wasmen Manalu, dan Irzaman
TOT SL-PTT Padi Nasional. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hlm 99-148 Anggara, A. W., Solihin, D. S., Manalu, W. & Irzaman. 2014. Vokalisasi bioakustik tikus sawah (Rattus argentiventer Robinson and Kloss, 1916) pada rentang suara terdengar di agroekosistem sawah irigasi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Zoo Indonesia, 23(2):101-108 Anggara, A. W, Solihin, D. S., Manalu, W. & Irzaman. 2015. Audible vocalization of the ricefield rat (Rattus argentiventer Robinson and Kloss, 1916) at artificial condition in laboratory. IJSBAR, 19(1):368-382 Aplin, K. P., Brown, P. R., Jacob, J., Krebs, C. J. & Singleton, G. R. (2003). Field Methods for Rodent Studies in Asia and the Indo-Pacific. Canberra: CSIRO. Brown, P. R., Leung, L. K. P., Sudarmaji & Singleton, G. R. (2003). Movements of the ricefield rat, Rattus argentiventer, near a trap-barrier system in rice crops in West Java, Indonesia. Journal Pest Management, 49(20),123-129. Brudzynski, S. M. (2010). Chapter1.1: Vocalization as an ethotransmitter. In : Brudzynski, S.M. (editor). Handbook of Mammalian Vocalization an Integrative Neuroscience Approach. 1st edition. Amsterdam: Academic Pres. pp:1-9 Carson, N. (1999). How do animals communicate? [Online]. Diambil dari http:// www.ehow.com/way5465476animalcommunication-methods.html [17 Maret 2010]. Huntingford, I. (1984). The Study of Animal Behaviour. London: Chapman and Hall Kikkawa, J. & Thorne, M. J. (1974). The Behavior of Animals. London: John Murray Publisher LTD. Lehner, P. N. (1979). Handbook of Ethological Methods. New York: Garland STPM Press. Meehan, A. P. (1984). Rats and Mice, Their Biology and Control. Tonbrigde-Great Britain: Brown Knight & Truscott ltd. Nolte, D. L., Jacob, J., Sudarmaji, Hartono, R.,
Herawati, N. A. & Anggara, A.W. (2002). Demographics and burrow use of rice-field rats in Indonesia. Proc.20th Vertebrate Pest Conf. Univ. California Davis : March 4-7 2002. pp: 75-85 Priyambodo, S. (2003). Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Yogyakarta: Penebar Swadaya. Rochman, Sudarmaji & Anggara, A.W. (2005). Bioekologi hama tikus sawah. Makalah Lokakarya Pengelolanan Tanaman Terpadu - Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi : 12-13 Desember 2005. Hlm 1-13 Singleton, G. R., Belmain, S. R. & Brow, P. R. (2010). Rodent outbreaks: an ageold issue with a modern appraisal. In: Singleton, G. R., Belmain, S. R., Brown, P. R. & Hardy, B.(editor). Rodent Outbreaks: Ecology and Impacts. Los Banos: International Rice Research Institute. Sudarmaji. (2004). Dinamika populasi tikus sawah Rattus argentiventer (Robinson & Kloss, 1916) pada ekosistem sawah irigasi teknis dengan pola tanam padipadi-bera. (Disertasi), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudarmaji, Rahmini, Herwati, N. A. & Anggara, A. W. (2005). Perubahan musiman kerapatan populasi tikus sawah di ekosistem sawah irigasi. Penelitian Pertanian, 24(3),119-125. Suyanto, A., Yoneda, M., Maryanto, I., Maharadatunkamsi & Sugardjito, J. (2002). Checklist of The Mammals of Indonesia: Scientific name and distribution area table in Indonesia including CITES, IUCN and Indonesian category for conservation. Bogor: LIPI & JICA. Zhou, W. Y., Wei, W. H. & Fan, N. C. (1999). A method for studying behaviour of small animals. In: Zhang, Z. B., Hinds, L., Singleton, G. R. & Wang, Z. W. (1999). Rodent Biology and Management. ACIAR Technical Reports no.45. International Conference on Rodent Biology and Management.Canbera: ACIAR.
108