Empat Panelis IndonesiaAustralia Bahas Optimalisasi Sektor Maritim UNAIR NEWS – Memberantas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) menjadi salah satu hal yang patut diprioritaskan dalam kebijakan zona biru (blue zone). Sebab, penangkapan ikan secara ilegal marak terjadi di sejumlah negara dan memiliki kerugian yang besar. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Prof. Erika Techera pengajar University of Western Australia (UWA) dalam acara diskusi panel bertema In The Zone “The Blue Zone: Environment, Security, and Resources in the Indo-Pacific Maritime Realm”, Senin (22/5). Diskusi panel diselenggarakan di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga. Erika menjelaskan, penangkapan ikan secara ilegal bisa dipungkas dengan penggunaan teknologi, solusi legal formal, hingga pengerahan aparat militer. “Kita banyak berbicara tentang ketahanan pangan tetapi itu tidak akan berhasil kalau kita tidak memerangi penangkapan ikan secara ilegal,” tutur Erika. Peneliti di Ocean Institute of UWA itu mengatakan, negaranegara di kawasan zona Indo-Pasifik, khususnya Indonesia dan Australia, bisa berkolaborasi secara intensif untuk memerangi penangkapan ikan secara ilegal. Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk Perth-Australia Barat, Ade Padmo Sarwono, mengatakan pemerintah perlu mengadakan pertemuan multilateral antar petinggi negara IndoPasifik agar potensi sumber daya alam di zona biru Samudera Hindia bisa dimanfaatkan secara optimal.
Ade menambahkan, agenda-agenda yang dibahas dalam pertemuan multilateral tersebut antara lain mengenai isu-isu yang dihadapi bersama. “Dari situlah kita bisa mengetahui bagaimana potensi sumber daya alam Samudera Hindia. Inilah peran yang bisa dimainkan oleh pemimpin negara Indonesia dan Australia,” terang Ade. Peran lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh perguruan tinggi adalah memberikan kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk berkolaborasi secara akademik. Menurut Erika, kolaborasi akademik memungkinkan para peneliti untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih baik kepada para perumus regulasi. “Salah
satunya
melalui
pemberian
beasiswa.
Ketika
kita
memperoleh beasiswa, kita bisa mengubah pola pikir setelah berdiskusi dengan mahasiswa ataupun dosen dari negara lain. Kita bisa berbuat lebih baik dalam perencanaan kebijakan perikanan dan kelautan dan sebagainya,” ujar Erika menambahkan. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan sekaligus pengajar di Fakultas Perikanan dan Kelautan Prof. Dr. Sri Subekti, yang juga menjadi panelis dalam diskusi The Blue Zone menuturkan bahwa kemiskinan masih menjadi problem utama masyarakat pesisir di Indonesia. Ia menekankan agar pemerintah antar negara bisa bekerjasama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir, seperti nelayan. Dalam diskusi tersebut, Sri Subekti juga bertutur tentang kiprah yang dilakukan Konsorsium Mitra Bahari cabang Jawa Timur. Konsorsium yang beranggotakan pemerintah, swasta, dan organisasi non pemerintah terlibat dalam memberdayakan nelayan dan masyarakat pesisir, serta melindungi ekosistem di kawasan laut dan pulau-pulau terpencil.
Jalannya diskusi panel tersebut dipandu oleh moderator Prof. Gordon Flake dan dihadiri mantan Menteri Luar Negeri dan Pertahanan Australia Prof. Stephen Smith. Sebelum acara dimulai, Rektor UNAIR Prof. Dr. Mochammad Nasih dan Duta Besar Australia untuk RI Paul Grigson menyampaikan sambutannya secara langsung. Selain itu, Menteri Pertambangan dan Minyak Bumi Australia Barat Bill Johnston juga menyampaikan prakata. Acara diskusi panel ini merupakan bentuk kerjasama sisterprovince antara Jawa Timur dan Australia Barat. Selain itu, diskusi panel ini merupakan bagian dari konferensi tahunan “In The Zone” yang digelar Perth USAsia Centre. Penulis: Defrina Sukma S
Budi Pekerti, Nusantara, dan Pramuka Secara etimologi, budi pekerti terdiri atas dua unsur kata: budi dan pekerti. Budi dalam bahasa Sanskerta berarti kesadaran, pikiran, dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan, atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Kemudian dalam bahasa Arab, budi pekerti disebut dengan akhlak. Lalu dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika, dan dalam bahasa Inggris disebut ethics.
Budi pekerti adalah induk dari segala etika: tata krama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Budi pekerti dapat dibangun melalui beragam cara. Salah satunya lewat instrumen pendidikan. Mengingat budi pekerti adalah salah satu produk dari pendidikan karakter yang menjadi tema utama dalam dunia pendidikan, hingga dalam wacana berbangsa dan bernegara. Apabila dirunut lebih dalam, antara moral dan karakter, keduanya tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral (Jack Corley dan Thomas Philip. 2000). Atau dengan kata lain karakter adalah kualitas moral sesorang. Pendidikan karakter menjadi penting dan strategis dalam membangun bangsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan, dan menjadi manusia seutuhnya yang memiliki karakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Ketiga substansi psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Upaya membangun karakter bangsa itu sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya itu, yang kemudian dikenal sebagai nation and character
building.
Sejarah yang Panjang Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang terkenal dengan adat ketimuran sejak masih bernama nusantara. Kerendahan hati dan budi pekerti yang luhur seolah-olah menjadi branding nusantara sejak abad para raja-raja. Baik kerajaan Hindu, Budha, hingga Islam yang telah merangsak ke Pulau Jawa. Fakta di lapangan membuktikan kehalusan budi pekerti pendahulu kita itu. Ketika toleransi belum dikenal, namun ruhnya telah ditanam di dalam asimilasi dan akulturasi
budaya, baik budaya baru dengan budaya lama. Tak berhenti sampai disitu. Di zaman pergolakan dan penjajahan Belanda sampai Jepang, warga nusantara senantiasa memiliki budi pekerti yang luhur. Walaupun mereka dijajah oleh orangorang yang berasal dari antah-berantah, diperbudak zaman, mereka tetap tunduk patuh kepada penguasa. Sungguh, kerendahan hati yang tulus memancar dari setiap pribumi nusantara. Eksplorasi kekayaan budi pekerti yang telah diwariskan secara turun temurun berada pada puncaknya ketika bangsa ini menata diri untuk menjadi bangsa yang merdeka dari kungkungan bangsa penjajah. Menuju menjadi bangsa yang luhur memang diperlukan sebuah falsafah dan ideologi bangsa yang mampu merepresentasikan sikap dan keteguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi citacita, sekaligus menahan derasnya arus zaman. Lewat sebuah kelompok bernama PPKI, tiga orang berpikir keras sekaligus berpikir cerdas mewakili aspirasi seluruh pribumi bangsanya untuk merumuskan sebuah ideologi bangsa. Lewat buah pemikiran Soekarno, M Yamin, dan Soepomo terbentuklah Lima Sila yang kita kenal dengan Pancasila sebagai dasar acuan berbangsa dan bernegara kita, hingga detik ini! Pancasila adalah sebuah prasasti peradaban bangsa Indonesia sebagai saksi sekaligus bukti bahwa bangsa ini, yang dulu terkenal di seantero dunia dengan nama Nusantara memiliki kekayaan budaya, berbudi pekerti luhur, dan memiliki nilainilai kehidupan yang terlalu sempit apabila hanya diwakili oleh lima buah statemen yang melekat di Pancasila. Itulah mengapa, Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber, kekayaannya terlalu dalam apabila tidak dieksplorasi, dipelajari, dan diamalkan. Itulah mengapa, Pancasila mampu tetap eksis di tengah dikotomi global saat ini. Pramuka dan Budi Pekerti
Lantas, kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan beranekaragam. Dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur. Budi pekerti juga dapat menjadi dasar atau pilar utama dalam membangun kebersamaan, kesetaraan, dan persamaan hak dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat. Sempat terlintas di benak saya, mengapa budi pekerti tidak dimasukkan dalam Dasa Dharma dan Tri Satya Pramuka? Sebenarnya, Dasa Dharma dan Tri Satya yang menjadi sumpah setia seorang pramuka, merupakan esensi yang bermuara kepada budi pekerti. Inilah sebuah pertanda bahwa budi pekerti dalam pramuka apabila diibaratkan layaknya dua buah sisi mata uang yang tak akan pernah bisa dipisahkan. Seperti halnya Pancasila, budi pekerti dalam pramuka selain sebagai ujung tombak pembangun bangsa yang berbudi pekerti luhur, juga untuk digali dan dipelajari nilai-nilai luhur bangsa ini yang telah menjadi ruh gerakan pramuka Indonesia. (*) Editor: Bambang Bes.
Tim Basket Putri UNAIR Jadi Runner Up di LA Campus League 2017 UNAIR NEWS – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bola Basket Universitas Airlangga kembali menorehkan prestasi. Kali ini mereka berhasil merebut posisi terbaik kedua (runner up) dalam
turnamen LA Campus League 2017. Posisi tersebut berhasil didapatkan oleh tim basket putri UNAIR usai pertandingan di Deteksi Basketball League Arena, Surabaya, Sabtu (20/5). Valentina Vida Putri, kapten tim basket putri UNAIR, mengatakan meskipun hanya meraih posisi kedua, namun kebanggaan atas prestasi tersebut terpancar dari ekspresi para rekan satu timnya. “Kita harus latihan lebih giat lagi dan semoga nanti di liga mahasiswa kita bisa lebih mantap jiwa,” tandas Vida. Vida mengaku, persiapan dalam menyambut kejuaraan LA Campus League tahun ini belum berjalan maksimal. Ia dan rekanrekannya harus pintar membagi waktu antara pertandingan dan perkuliahan. “Persiapan
kami
masih
kurang
karena
ada
ujian
tengah
semester,” ujarnya. UKM Bola Basket UNAIR sendiri mendelegasikan dua tim secara bersamaan yakni tim putra dan tim putri. Sayangnya, tim basket putra harus tergeser di babak penyisian. Sementara itu, tim basket putri bisa lanjut sampai babak grand final. “Di babak grand final kami melawan Universitas Surabaya. Kami kalah tipis selisih 7 poin dengan mereka. Kami bisa mendapatkan skor 52. Ke depan, kami akan berlatih lebih giat lagi,” pungkas mahasiswa S-1 Pendidikan Dokter Gigi. Penulis: Akhmad Janni Editor: Defrina Sukma S
Bonus Demografi Perlu Dijawab dengan Optimisme dan Kebijakan Makro UNAIR NEWS – Bonus demografi berada di depan mata. Para penduduk usia produktif diharapkan dapat menimba ilmu seluasluasnya agar mampu mengembangkan daerah dalam menghadapi persaingan di luar. Itulah yang disampaikan Wakil Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Alivin, ketika berbicara dalam talkshow “Optimalisasi Bonus Demografi Nasional dalam Menjawab Tantangan Pembangunan Berkelanjutan”, Kamis (18/5), di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Alivin menyampaikan bahwa daerah memiliki potensi yang besar dalam mendukung bonus demografi, misalnya Trenggalek yang memiliki sumber daya laut yang melimpah. “Namun, tenaga kerja pengolahnya sangat minim sehingga perlu adanya penggebrak inovasi-inovasi anak bangsa. Saya berpikir bahwa anak daerah perlu kembali ke daerahnya,” tutur Alivin dalam acara yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan. Sejalan dengan inovasi, maka para pemuda dituntut untuk terus mengembangkan kemampuannya. Apalagi persaingan semakin ketat. “Kompetensi di dunia kerja tidak semata-mata bergantung pada lembaran ijazah, melainkan kemampuan yang dimiliki. Dulu saya tidak perlu menjadi sarjana dulu untuk masuk Astra,” tutur Eko Hariyadi Budiyanto yang merupakan direksi PT. Terminal Teluk Lamong. Senada dengan Eko, Rini Nurhayati staf Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, mengatakan bahwa kualitas tenaga
kerja
dapat
ditingkatkan
melalui
pelatihan
dan
kebijakan makro. Selain itu, Rini menekankan bahwa generasi muda perlu tumbuh dengan optimisme dan mental yang kuat dalam menghadapi persaingan global. Seminar tentang bonus demografi tersebut merupakan bagian dari acara Economic Events (Eccents) yang sudah diselenggarakan kali kesepuluh. Dalam acara Eccents, ada tiga rangkaian kegiatan yakni dialog nasional, lomba karya tulis ilmiah, dan kunjungan lapangan. Lomba karya tulis ilmiah diikuti oleh ratusan peserta universitas di Indonesia. Setelah melewati berbagai proses seleksi, disaring melalui seleksi abstrak, terpilih tiga pemenang. Juara pertama dan kedua berasal dari Universitas Gadjah Mada, dan juara ketiga berasal dari Universitas Indonesia. Penulis: Siti Nur Umami Editor: Defrina Sukma S
Meningkatkan Etos Kerja di Era MEA UNAIR NEWS – Fakultas Hukum Universitas Airlangga menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Acara yang dilaksanakan di Gedung A FH UNAIR ini dihadiri mahasiswa S-1, mahasiswa S-2 FH UNAIR, dosen, maupun kalangan umum. Ada empat pakar yang mengulas persoalan ketenagakerjaan dalam seminar yang dilangsungkan pada Rabu (17/5). Mereka adalah
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Totok Nurhandajanto, Sekretaris Umum Dewan Perwakilan Pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia Jatim Heribertus Gunawan, dan akademisi FH UNAIR Dr. Lanny Ramli. Menurut Lanny, dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN para Tenaga Kerja Indonesia dan Tenaga Kerja Asing perlu meningkatkan etos kerja agar kesejahteraan meningkat. “Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam etos tersebut terkandung gairah semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal lebih baik. Upaya tersebut untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin,” tegas Lanny. Totok selaku perwakilan dari pihak pemerintah mengatakan, bahwa Indonesia terlibat dalam perkembangan kebijakan ketenagakerjaan di tingkat regional atau ASEAN. “Pada tahun 2015 sepuluh negara-negara ASEAN mewujudkan MEA untuk menciptakan sebuah pasar tunggal berbasis produksi yang sangat kompetitif. Tujuannya, untuk mendorong pembangunan ekonomi yang adil bagi seluruh negara anggota serta memfasilitasi integrasi dengan masyarakat global,” ungkap Totok. Selain kedua pembicara, Heribertus memberikan pemaparan mengenai kebijakan penggunaan tenaga kerja asing yang meliputi pelayanan penggunaan dan rencana penggunaan tenaga asal luar negeri. Penulis: Pradita Desyanti Editor: Defrina Sukma S
Sudut Asyik di Perpustakaan UNAIR NEWS – Perpustakaan UNAIR memiliki banyak sudut menarik. Yang pasti mendukung perkuliahan. Berikut potret-potret sudut tersebut yang berhasil dijepret oleh Helmy Rafsanjani dan Yudira Pasada Lubis.
Berprestasi adalah Hal Utama, Belajar tetap Prioritas Pertama UNAIR NEWS – Para mahasiswa Universitas Airlangga tak segan membagi waktu belajarnya demi mengembangkan kemampuan lain di luar akademik. Buktinya, tak sedikit dari mahasiswa itu berhasil meraih prestasi di ajang kejuaraan olahraga, putriputrian, pertukaran mahasiswa hingga konferensi internasional. Mahasiswa S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Nurhasmadiar Nandini, menceritakan pengalamannya saat berada di Brunei Darussalam untuk keperluan penelitian. Diar, sapaan akrabnya, mengikuti program Research Exchange di Universitas Brunei Darussalam beberapa waktu lalu. Selama di Brunei, ia banyak belajar tentang pelayanan kesehatan di negara beribukota Bandar Seri Begawan. Selain itu, mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan itu berkolaborasi dengan peneliti di negeri minyak untuk menghasilkan publikasi riset di jurnal internasional bereputasi. “Di sana, saya juga memiliki supervisor. Jadi, keikutsertaan dalam program pertukaran itu tidak hanya berhenti saat penelitian selesai, tetapi juga bisa dikembangkan untuk keperluan membangun networking (jejaring),” tutur Diar, sapaan akrabnya. Selain Diar, ada pula cerita dari Negeri Kincir Angin. Mahasiswa program studi S-1 Manajemen, Evelyn Rahmadanti Darminto, bercerita tentang pengalamannya selama di Belanda. Menurutnya, kegiatan-kegiatan selama mengikuti pertukaran mahasiswa menjadi pengalaman tak ternilai. Di Belanda, ia belajar mengaktualisasi diri. Ia berani
berinteraksi dengan sesama mahasiswa, dosen, termasuk mengutarakan pendapat di saat kuliah berlangsung. “Nilai terbesar yang kita dapatkan ketika exchange adalah aktualisasi diri. Dulu, saya nggak berani ngomong ini itu. Tapi, percayalah, Evelyn dulu dan sekarang sudah berbeda. Thanks (terima kasih) UNAIR sudah memberikan saya kesempatan untuk menjadi berani beraktualisasi,” terang Evelyn, peserta Fontys University Exchange Program. Bahkan, ia mengaku ingin mendapatkan kesempatan lagi untuk mengikuti pertukaran mahasiswa. “Saya ingin kembali lagi ke sana. Sebab, selama mengikuti pertukaran, saya lebih menghargai waktu bahwa satu menit bisa mengubah segalanya,” imbuh Evelyn. Pengembangan aktualisasi diri juga dirasakan oleh Erwin Chandra, mahasiswa peraih medali emas dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) tahun 2016. Bedanya, Erwin merupakan mahasiswa yang getol untuk berinovasi untuk mengembangkan produk. Di ajang PIMNAS tahun lalu, Erwin mengusung gagasan alat uji kandungan merkuri. Tahun ini, Erwin beserta timnya tengah mengembangkan bubur berbahan kacang komak untuk penderita diabetes. “Sebagai mahasiswa, kita tidak hanya pintar di teori. Kita seharusnya juga membuat masyarakat untuk merasakan teori yang kita miliki melalui produk yang kita buat,” cerita mahasiswa Fakultas Farmasi ketika ditanya soal motivasi. Ditanya soal membagi waktu antara kesibukan akademik dan mengembangkan kemampuan non teknis, tak ada habisnya. Para mahasiswa itu tak memberi jawaban pasti tentang kiat pembagian waktu. Namun, mereka berpendapat bahwa kegiatan akademik dan non akademik, harus tetap dijalankan. Peraih medali emas cabang olahraga Ski Air dalam Pekan
Olahraga Nasional XIX, Guruh Dwi Samudra, punya jawabannya. Guruh mengatakan, ia tak pernah lupa terhadap pesan yang pernah disampaikan orang tuanya. “Latihan olahraga itu utama, tetapi belajar itu tetaplah yang pertama,” tutur Guruh yang juga Cak Surabaya tahun 2017. Selain keempat mahasiswa, ada pula enam mahasiswa berprestasi lainnya yang bercerita tentang pengalaman menariknya selama berkuliah di UNAIR. Mereka berbagi cerita dalam acara “Parents Gathering: Peran Orang Tua dalam Mendukung Budaya Akademik” yang digelar di Aula Amerta Kantor Manajemen UNAIR, Sabtu (19/5). Penulis: Defrina Sukma S
Tim Atlet Denali Disambut Ramah oleh KJRI San Francisco UNAIR NEWS – Kedatangan tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) di San Francisco, Amerika Serikat, disambut ramah oleh pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Kamis (18/5). Tim AIDeX yang merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga disambut oleh Konsul Jenderal Ardy Hermawan, Kepala Penerangan Sosial dan Budaya Frederick Bernard Loesi, dan jajarannya. M. Faishal Tamimi, atlet AIDeX, mengatakan pertemuan dengan pihak KJRI San Francisco berlangsung selama dua jam. Mengutip pesan Ardy, Faishal mengatakan bahwa para atlet diminta untuk menjaga kekompakan tim baik selama pendakian maupun pasca
pendakian. “Kami juga diminta untuk menjunjung tinggi wawasan kebangsaan dan jiwa nasionalisme oleh pihak konsulat,” tutur Faishal. Selain itu, Faishal menuturkan bahwa para tim diminta untuk menginap di Wisma Indonesia selama berada di San Francisco. Selama berada di San Francisco, tim atlet beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Sebelumnya, tim atlet harus menempuh perjalanan selama 23 jam dari Indonesia ke Amerika Serikat. Selain itu perbedaan waktu yang cukup jauh sempat membuat mereka merasa jet lag. Meski demikian, para atlet juga tetap mejaga kondisi fisik agar tetap prima sebelum pendakian. Setiap pagi, Faishal bersama dua atlet lainnya M. Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan) dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) berlari-lari kecil di sekitar kawasan Golden Gate. “Kami juga jogging di wilayah Palace of Fine Art serta melakukan check list peralatan. Kami juga salat Jumat di Islamic Society of San Fransisco. Selain itu, kondisi suhu di wilayah San Fransisco berkisar antara 13 sampai 17 derajat Celcius,” imbuh Faishal yang juga mahasiswa Fakultas Vokasi. Tim AIDeX akan mendaki Denali selama 18 sampai 22 hari. Mereka bertolak dari Surabaya ke Jakarta pada 10 Mei, kemudian berangkat ke Amerika Serikat pada 17 Mei. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Anchorage pada tanggal 21 Mei. Sedangkan, pendakian di Denali akan dimulai pada 26 Mei sampai 9 Juni. Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah tim digapai adalah Puncak Cartenz (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).
Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven summits anggota UKM Wanala. Penulis: Wahyu Nur Wahid (Manajer AIDeX) Editor: Defrina Sukma S