Membangun Benua Maritim Indonesia1 Bacharuddin Jusuf Habibie
Rektor, Ketua dan Anggota Senat Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) yang saya hormati, Para Pimpinan Institut dan Fakultas di lingkungan ITS yang saya hormati , Para mahasiswa, dosen dan seluruh sivitas akademika ITS yang saya banggakan, Hadirin dan para undangan yang saya hormati. Assalamualaikum wr wb Seraya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, perkenankanlah saya menyampaikan Selamat Ulang Tahun kepada Pimpinan dan seluruh Sivitas Akademika Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, yang telah 52 tahun mengabdikan diri berkarya untuk bangsa, sebagai salah satu pusat keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan sumberdaya manusia di bumi Indonesia. Dalam forum yang amat terhormat ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Senat dan Pimpinan Institut Teknologi 10 November (ITS), yang telah memutuskan untuk memberi anugerah “Penghargaan Sepuluh November” kepada saya, atas karya Memajukan Teknologi bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Sungguh, suatu penghargaan yang amat besar bagi saya untuk menerima penghargaan tersebut pada saat ITS merayakan hari jadinya yang ke-52 hari ini. Tanpa mengurangi arti terima kasih dan kesyukuran tersebut, saya ingin menyampaikan bahwa bagi saya -- dan saya yakin juga bagi kita semua -- apa yang telah dan akan kita perbuat dalam bentuk karya apa pun semata-mata didorong oleh semangat pengabdian kita kepada nusa dan bangsa, sebagai perwujudan dari amanah yang diberikan Tuhan, Allah SWT, kepada kita untuk mengelola bumi berupa tanah air tercinta Indonesia dengan segala isinya.
Hadirin yang terhormat Satu-satunya benua maritim dunia yang terletak di katulistiwa antara dua samudra dan dua benua adalah Benua Maritim Indonesia, yang sebagian besar meliputi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seluas 9.804.443 km2, terdiri dari 80% air dan 20% daratan, yang berupa pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya lebih dari 17.000. Masyarakat yang hidup sejak ribuan tahun di wilayah NKRI tersebut adalah suatu masyarakat pluralistik, terdiri dari lebih dari 300 kelompok etnik.
1
Orasi Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ke 52, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Grha Sepuluh November Surabaya, 10 November 2012.
1
Hidup damai dalam suatu masyarakat pluralistik hanya dapat terjadi apabila dalam kehidupan sehari-hari ada saling pengertian dan saling menghargai antar suku alam masyarakat tersebut. Saling pengertian dan saling menghargai inilah yang menghasilkan sifat atau tradisi toleransi dalam pergaulan masyarakat multi etnik tersebut, yang bernama Masyarakat Madani Indonesia di wilayah NKRI. Dengan dilantiknya anggota Kabinet Reformasi Pembangunan pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 1998, secara sistematis dan berkelanjutan mulai dilaksanakan reformasi dalam segala aspek kehidupan dan lapisan Masyarakat Madani Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa produktivitas suatu masyarakat hanya akan dapat mekar berkembang di atas kemerdekaan dan kebebasan yang bertanggung jawab dari suatu bangsa berbudaya. Sejak tanggal 23 Mei 1998 syarat ini telah dipenuhi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah NKRI, sehingga perkembangan produktivitas Masyarakat Madani Indonesia dapat dipercepat. Dengan Reformasi, maka Proses Pembudayaan, Proses Pendidikan, dan Proses Pengembangan Wahana Jam Kerja yang sudah dimulai ratusan tahun sebelumnya, dapat dipercepat dan berkembang dengan dinamis. Apabila kesemuanya berkembang seperti yang diharapkan, maka insya Allah 25 tahun sejak dimulainya reformasi -- pada tanggal 23 Mei 2023 -- sudah 60% Masyarakat Madani Indonesia tergolong masyarakat kelas menengah dengan daya beli sekitar Rp. 2 trilliun. Ini berarti pengerak utama pembangunan nasional adalah masyarakat menengah yang diharapkan meningkat menjadi 80% dari Masyarakat Madani Indonesia dengan daya beli sekitar Rp. 5 trilliun pada tahun 2045, seratus tahun usia NKRI. Ini hanya dapat tercapai jikalau kita mampu melaksanakan pembangunan nasional berkelanjutan dengan rata-rata pertumbuhan 7% sampai 8% tiap tahun, adanya pemerataan kesempatan bekerja dan pemerataan pendapatan, dengan tingkat pengangguran seminimal mungkin (2%), serta adanya stabilitas politik. Kondisi ini akan menjadi prasyarat bagi tercapainya kesejahteraan dan ketentraman Masyarakat Madani Indonesia. Itu semua dapat terjadi karena peran sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, produktif dan bekerja secara efisiens, sebagaimana telah saya paparkan di hadapan peserta Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) ke-7, di Yogyakarta sembilan hari yang lalu2.
Hadirin yang terhormat, Baiklah pada forum Dies Natalis ITS yang terhormat ini saya akan menyampaikan perhatian khusus pada perkembangan wahana jam kerja, tempat melanjutkan proses pembudayaan dan pendidikan untuk menghasilkan SDM ungul dengan daya saing dan produktivitas yang tinggi. Data statistik menunjukkan bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menyediakan 99,46 % lapangan kerja, sementara lapangan kerja yang disediakan oleh Usaha Besar (UB) hanya 2
Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani, Pidato Kunci pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) ke-7, Yogyakarta, 1 November 2012
2
mencapai 0,54%. Namun Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dalam perekonomian nasional yang dihasilkan Usaha Besar 44,9%, sedangkan hasil Usaha Kecil dan Menengah 55,1%. Gambaran ketimpangan antara lapangan kerja yang disediakan dengan PDB yang dihasilkan tersebut mencerminkan adanya: kesenjangan kualitas sumberdaya manusia kesenjangan pendidikan kesenjangan produktivitas kesenjangan penguasaan Iptek Keempat kesenjangan ini berkaitan satu sama lain dan dapat diilustrasikan dengan beberapa contoh nyata terkait (a) industri yang mengandalkan sumberdaya alam (SDA), dan (b) industri yang mengandalkan sumberdaya manusia (SDM), sebagai berikut. A. Industri yang mengandalkan pada SDA seperti Agroindustri Masalah karbohidrat dan cellulose tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan agroindustri berbasis kemitraan petani dalam rangka memperjuangkan kemandirian pangan. Pada saat ini usaha tersebut masih terpusat pada kegiatan hulu, yang nilai tambahnya relatif rendah. Tantangan ke depan yang harus dihadapi adalah meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian melalui industrialisasi pertanian terutama kegiatan agroindustri di pedesaan. Data lima tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan jumlah unit usaha agroindustri rata-rata mencapai 5,52% per tahun. Melihat tantangan ke depan tersebut, adalah wajar jikalau kita bertanya: Mengapa unit usaha agroindustri rata-rata meningkat hanya 5,52% tiap tahun? Bagaimana meningkatkan produktivitas dan daya saing unit usaha agroindustri? Pengembangan agroindustri tidak hanya ditujukan untuk peningkatan jumlah pangan dan jenis produk pangan di pasar, tetapi yang lebih penting lagi adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus meningkatkan ekonomi daerah. Untuk itu maka upaya pengembangan agroindustri dapat bersenergi positip dengan usaha mikro, kecil dan menengah. Di samping itu, ternyata dalam penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 33%, atau 36,54 juta tenaga kerja nasional. Melihat kenyataan tersebut, dalam rangka pengembangan agroindustri ada beberapa pertanyaan yang perlu kita renungkan: Apakah pendapatan petani saat ini sudah dapat mengeluarkan keluarga petani dari kehidupan di bawah garis kemiskinan? Dapatkah pendapatan petani berkembang menjadi stabil di atas garis kemiskinan? Apa kontribusi sektor pertanian terhadap neraca perdagangan, neraca pembayaran dan neraca jam kerja? Komoditas apa saja yang perlu diperhatikan dan teknologi tepat guna apa saja yang perlu dikembangkan untuk unit usaha agroindustri di pedesaan? Mekanisme kerja sama seperti apa yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan sinergi antara unit usaha agroindustri pedesaan dengan unit usaha agroindustri 3
perkebunan milik swasta atau pemerintah agar terjadi kerja sama yang saling menguntungkan? (sebagai contoh misalnya untuk komoditas gula).
Hadirin yang terhormat Komoditas dan konservasi hutan dapat dikelola sebagai unit usaha agroindustri pula. Luas hutan kita saat ini tinggal 130,68 juta hektar. Luas ini tidak boleh berkurang lagi. Pembalakan liar (illegal logging), yang terjadi di era reformasi menyebabkan penurunan drastis sebesar 4 juta hektar tiap tahun, dengan kerugian lebih besar dibanding penyelewengan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 600 triliun. Memang, dengan makin bertambahnya jumlah penduduk, maka makin bertambah pula kebutuhan akan lahan. Namun meningkatnya kebutuhan lahan itu bukan berarti harus dipenuhi dengan penebangan kayu secara sembarangan. Dalam pengelolaan kawasan hutan yang penting adalah keseimbangan antara kepentingan manusia dan kehidupan flora serta fauna. Kalau keseimbangan itu diganggu akan terjadi bencana banjir atau sebaliknya terjadi kelangkaan air, dengan kerugian bisa mencapai triliunan rupiah. Kini dari hutan hanya bisa diambil 10 persen kayunya dan 90 persen non-kayu, ini dimungkinkan dengan memanfaatkan kawasan hutan konservasi seluas 26,82 juta hektar terbuka untuk investasi, yang akan menghasilkan hasil hutan non-kayu. Dengan hanya memanfaatkan produk non-kayu, seperti getah, madu, dan rotan, maka investor yang menanamkan modalnya di kawasan konservasi otomatis menjaga pohonnya, yang sangat penting untuk menyerap dan menampung air. Penguatan pengelolaan hutan berbasis kesejahteraan masyarakat juga menjadi fokus perhatian. Kawasan konservasi itu dapat pula dijadikan wisata alam. Di samping optimalisasi kawasan konservasi hutan, perlu juga diperhatikan masalah pelestarian hutan mangrove (bakau). Mangrove memberi mempunyai banyak manfaat, antara lain: menahan terjadinya abrasi, tempat pemijahan biota laut, mengendapkan material yang dibawa oleh aliran sungai sehingga bisa mengolah bahan limbah, buahnya juga dapat dijadikan tepung dan sirup. Namun akibat ketidaktahuan masyarakat banyak terjadi kerusakan hutan bakau, termasuk akibat kegiatan pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Padahal jika mangrove dirusak tidak mudah untuk mengembalikannya. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi tentang pelestarian hutan mangrove bagi kehidupan kita. Melakukan pembenahan dan penanaman hutan di sejumlah daerah yang terparah kerusakannya. Memperbaiki kondisi hutan indonesia tidak hanya dengan melakukan penanaman pohon belaka – tidak cukup dengan menanam 1 miliar pohon misalnya -- tapi juga melakukan perubahan pola pikir dan budaya masyarakat terhadap keberadaan hutan.
Budaya menanam harus terus dikembangkan, khususnya di daerah yang mempunyai tingkat kerusakan hutan yang sangat tinggi. Budaya menanam itu harus ditumbuhkan sejak dini. Dalam rangka pelestarian hutan, perlu diintensifkan program pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), yang saat ini baru terlaksana sekitar 25% dari luas hutan yang dicadangkan, yaitu 657.118 hektar. Jumlah tersebut terletak di 104 kabupaten, dan baru 37 kabupaten yang menerbitkan izin HTR.
4
Ilustrasi lain masalah kerusakan hutan adalah yang terjadi di Papua, yang menimpa 200 ribu hektar kawasan hutan tercemar material sisa pasir tambang – yang berasal dari satu perusahaan saja -- yang sudah mencapai 300 ribu ton per hari dibuang ke sungai dan merusak ekosistem. Kalau ini berlangsung terus maka akan mengancam 30 juta hekter hutan primer di Papua. Adalah wajar dan adil kalau perusahaan pertambangan tersebut harus segera meperbaiki dampak kerusakan hutan tersebut. Di samping itu juga wajar kalau Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah menuntut ganti rugi untuk segera memperbaiki ekosistem yang sudah dicemari tersebut.
Hadirin yang terhormat Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ilustrasi lebih rinci bagaimana mengembangkan dan memfungsikan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam memasarkan produk-produk olahan perikanan ke seluruh Indonesia melalui jaringan ritel modern sebagai mitra pendorong pemasaran produk ikan, agar dapat menjangkau ke seluruh wilayah pemukiman masyarakat. Kita mengetahui pasar dalam negeri mampu menyerap 85 persen dari volume produksi perikanan sudah dipasarkan di Carrefour. Kedepan, produk UKM ini diharapkan dapat menembus wahana ritel lain, seperti: Alfamart, Alfamidi, Lottemart dan Indomaret. Hal-hal yang perlu dikembangkan dan disempurnakan antara lain bagaimana merumuskan mekanisme pembayaran antara UKM dan riteler tersebut sedemikian rupa sehingga pendapatan dan kesejahteraan para nelayan dapat lebih meningkat lagi. Hal lain adalah terkait upaya pembinaan dalam rangka memperbaiki mutu hasil olahan perikanan sehingga produk tersebut dapat dengan mudah dipasarkan di ritel modern.
Perlu dipikirkan untuk menerapkan sertifikasi kelayakan pengolahan secara bertahap kepada seluruh UKM yang bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan. Persyaratan dasar tersebut meliputi sistem produksi, sanitasi dasar kebersihan, air bersih, serta penggunaan peralatan yang memenuhi standar. Peningkatan standar kompetensi lewat program sertifikasi diharapkan akan mampu memberi nilai tambah bagi aktivitas usaha sektor UKM. Kalau sebelumnya yang mendapatkan sertifikasi hanya unit pengolahan ikan (UPI) bersekala besar, maka sekarang UPI sekala kecil perlu dibina.
KADIN dapat berperan dalam memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para pelaku usaha di daerah untuk mengangkat dan memperluas pemasaran terhadap produk UKM bidang perikanan.
Seperti diketahui, KKP telah menginisiasi program branding produk perikanan sebagai upaya memfasilitasi pemasaran produk perikanan yang diproduksi oleh UKM ke industri ritel modern. Pada saat ini terdapat 12 produk yang telah lulus dari program branding, sementara sejumlah lainnya sedang di dalam tahap karantinasisasi. Program branding meliputi cara produksi yang mengikuti standar mutu, perbaikan sisi kemasan, dan harga yang bersaing.
Dengan branding tersebut pelaku usaha ritel tidak keberatan menjual produk perikanan UKM karena telah memenuhi syarat, yaitu: terjaminnya mutu, packaging baik serta harga yang bersaing. Masuknya produk-produk perikanan lokal ke pasar ritel modern, merupakan suatu keuntungan bagi pelaku UKM, karena produk mereka dapat menjangkau masyarakat luas di 5
seluruh kawasan tanah air. Ini dimungkinkan karena mereka menyediakan stand khusus penjualan hasil olahan perikanan kepada pembeli. Dengan beberapa ilustrasi di atas diperlihatkan betapa pentingnya peran sinergi positip antara usaha mikro, kecil dan menengah dengan potensi SDA sekitarnya untuk meningkatkan kualitas SDM di segala lapisan sosial masyarakat madani di benua maritim Indonesia. Upaya tersebut sekaligus juga dapat memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan alam pada umumnya, khususnya hutan tropis yang merupakan paru-paru dunia dan menentukan iklim lokal, regional dan global. B. Industri yang mengandalkan pada SDM, seperti industri proses nilai tambah yang intensif jam kerja (labour intensive). Empat puluh tahun yang lalu saya berikan, dasar filsafah strategi proses industrialisasi yang berkelanjutan sbb: 1.
“Mulai pada akhir dan berakhir pada awal”, berarti kita memproduksi produk yang segera dibutuhkan pasar dan setelah itu secara bertahap mengembangkan kemampuan kita untuk mandiri dengan menciptakan dan menerapkan teknologi tepat guna sampai dapat menguasai proses produksi dari hampir semua komponen produk yang kita butuhkan.
2.
Menyadari bahwa dua puluh lima tahun yang akan datang bagi proses industrialisasi adalah hari ini, berarti bahwa pendidikan, pembudayaan dan peningkatan ketrampilan dan keunggulan SDM membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 25 tahun.
3.
Transformasi dan perkembangan proses industrialisasi harus dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi dan tidak mempergantungkan diri pada dana LN yang diperoleh dari pinjaman dengan persyaratan yang menguntungkan “neraca pembayaran” tetapi merugikan “neraca jam kerja”
4.
Tiap pimpinan baik di lembaga eksekutip maupun di lembaga legislatip berkewajiban memprioritaskan “neraca jam kerja” nasional. Sebagai contoh: pernah terjadi pada pengadaan pesawat angkut militer di suatu negara maju melalui suatu tender yang sudah dimenangkan oleh perusahan luar negeri dengan alasan apa saja, dilakukan tender ulang sampai dimenangkan oleh perusahaan nasional (Airbus versus Boeing). Memang, ketentuan dari WTO (dan lembaga multi nasional lain) tidak akan memperhatikan “jam kerja” masyarakat domestik, sehingga yang harus mengamankan adalah kita sendiri! Hal ini adalah wajar, karena bukankah pimpinan nasional dipilih oleh masyarakatnya sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup mereka?
5.
Usaha dan investasi pada bidang ilmu terapan dan teknologi tepat guna untuk memproduksi produk yang dibutuhkan di pasar nasional saja yang dibiayai dari hasil ekspor SDA dan energi.
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua setelah China. Pada 2020 nanti, diperkirakan telah sebanyak 58 % penduduk Indonesia menjadi masyarakat kelas menengah dengan daya beli hingga Rp 1,8 triliun. Pada 2025 diharapkan bisa tercapai pendapatan per kapita di atas 16.000 dolar AS. Sehingga pada 2025, kita akan masuk dalam 6
sepuluh negara besar di dunia dengan memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Lulusan perguruan tinggi yang sekarang hanya mencapai sekitar 8% dari jumlah penduduk, maka pada tahun 2020 jumlah lulusan perguruan tinggi sudah harus mencapai sekitar 20 %, yang memiliki keahlian dan keterampilan yang sesuai kebutuhan pasar dan wahana jam kerja di tanah air. Pertumbuhan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh inovasi, percepatan inovasi dan konektivitas antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah pemerataan pembangunan, hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian, perbaikan dan peningkatan.
Adalah wajar jikalau pasar domestik nasional menjadi penggerak utama pembangunan Masyarakat Madani Indonesia dengan memanfaatkan kelima dasar strategi proses industrialisasi di atas. Pengangkutan manusia dan barang melalui darat, laut dan udara dan pemberian informasi cepat, segera dan tepat waktu, adalah produk proses nilai tambah (PNT) yang sangat intensip jam kerja dan hanya dapat dilaksanakan oleh SDM yang mampu dan trampil. Sejarah pembangunan ekonomi di dunia telah membuktikan bahwa pada proses pertumbuhannya, produk perangkat pemikiran (brainware), perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) lokal dan nasioanal perlu diberi perlindungan dan prioritas utama, sampai SDM dan produknya mampu bersaing di pasar domestik dan pasar global. Sebagai contoh misalnya: pada masa penjajahan, hanya perusahaan pengangkutan laut yang dikendalikan atau dimiliki penjajah saja yang diperbolehkan beroperasi di wilayah Benua Maritim Indonesia, dan tertutup bagi jasa negara lain. Ketika itu, penjajah Belanda menerapkan monopoli perdagangan pala, cengkeh, perdagangan rempah-rempah, dan ditopang monopoli angkutan laut oleh KPM (Koninklijke Paketvaart-Maatschappij) yang menerapkan ketentuan “cabotage“ untuk wilayah Hindia Belanda. Cabotage adalah hak mengangkut perdagangan hanya oleh kapal-kapal berbendera negara bersangkutan, sehingga praktis barang dagangan dari Indonesia hanya diangkut kapal KPM berbendera Belanda. Ternyata praktek cabotage pernah dilakukan di Amerika Serikat, sebagai negara yang menganut sistem ekonomi liberal. Merchant Act 1920 (PL66-261), yang dikenal dengan Jones Act, mengharuskan barang-barang yang dibeli dari AS dan yang dibiayai pinjaman Exim Bank AS dan PL-480 bantuan AS hanya dapat diangkut oleh kapal-kapal berbendera AS. Kebijakan cabotage tersebut dilakukan untuk membuka lapangan kerja bagi warga AS sebagai pelaut kapal dan pekerja galangan kapal serta industri pendukung lainnya. Pertimbangan lain adalah menghubungkan kota-kota tepi pantai sekeliling AS dan sekaligus berfungsi mengawal negara dari ancaman asing, penyelundupan, dan migrasi gelap. Walaupun AS dan negara maju umumnya memperjuangkan liberalisasi perdagangan dan keuangan perbankan di dunia global, dalam perhubungan laut mereka memegang ketat kebijakan cabotage, yang mengharuskan barang diangkut oleh kapal berbendera negara tersebut. Mengapa di wilayah NKRI Benua Maritim Indonesia kita masih ragu menerapkan policy “Cabotage“ dan ragu membuat Undang-Undang yang mengamankan kebijakan Cabotage yang pernah diterapkan oleh Amerika Serikat dan Belanda? 7
Mengapa kita lebih melaksanakan peraturan WTO? sebagaimana pernah saya sebut tidak lain adalah “baju baru dari VOC“ (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)? Mengapa kita korbankan “Neraca Jam Kerja“ demi kepentingan apa yang dipelajari dari buku teks di perguruan tinggi yang hanya menonjolkan “Neraca Perdagangan“ dan “Neraca Pembayaran“ saja? Mengapa kita selalu cenderung menganggap positif hal tersebut tanpa melakukan kajiaan dan penelitian bahwa dengan mengutamakan “Neraca Jam Kerja“ akan meningkatkan kualitas daya dan saing masyarakat serta meminimalkan pengangguran? Kita perlu membuka lapangan kerja bagi para pelaut yang beroperasi di rangkaian armada jalur utama, jalur penunjang dan jalur perintis dari Sabang sampai ke Merauke. Proses Nilai Tambah Pribadi yang dilaksanakan di sekolah-sekolah pelayaran -- menengah sampai tinggi - perlu terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai kebutuhan. Kita juga perlu membuka lapangan kerja terampil untuk galangan kapal dan ahli perkapalan yang mampu mendesain kapal sesuai dengan sifat watak kelautan kita. Misalnya, kapal-kapal didesain mengikuti sifat pasang surut sungai, sehingga dalam musim apa pun bisa masuk menelusuri sungai sampai ke pedalaman. Kapal juga harus mampu melewati gelombang besar - di lautan Banda misalnya -- karena berstruktur sesuai alur yang dilaluinya. Dengan teknologi yang semakin maju, perilaku lautan Indonesia sudah bisa diperhitungkan dengan lebih canggih dalam pembuatan kapal. Ini akan membuka kesempatan membangun galangan modern pembuatan kapal-kapal sesuai dengan perilaku lautan dan kebutuhan jejaring angkutan di tanah air. Galangan kapal harus dijadikan sentra pertumbuhan masyarakat maritim mencakup pengembangan pelabuhan-pengumpul (hub ports) barang umum, produk hasil rakyat dan perikanan ditopang oleh fasilitas bunker minyak yang tersebar di pulau-pulau strategis di NKRI. Pengembangan perhubungan laut – yang mencakup pengembangan sistem jejaring jalur angkutan utama, penunjang, dan perintis -- dilaksanakan dengan membangun dan mengembangkan pelabuhan utama (hub ports). Juga perlu dikembangkan dan dibangun jaringan fasilitas galangan kapal utama yang memproduksi dan memperbaiki kapal-kapal yang sesuai dengan perilaku lautan kita dan yang mampu memasuki sungai-sungai besar. Kita perlu memikirkan, apakah di masa depan kita perlu mengembangkan dan menerapkan kebijakan “cabotage darat“ dan “cabotage udara“ untuk Masyarakat Madani Indonesia, dengan memanfaatkan Badan Usaha Jasa dan Badan Usaha Produksi yang dimiliki oleh siapa saja dan beroperasi di NKRI sesuai dengan UUD dan Peraturan Perundangan yang berlaku? Bahkan kebijakan cabotage pada prinsipnya dapat diterapkan untuk semua produk sarana dan prasarana ekonomi yang dibutuhkan dan beroperasi di wilayah NKRI, berdasarkan persaingan yang sehat!
Hadirin yang terhormat Pada Kongres Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se Eropa bulan April tahun 1958, saya dipilih untuk memimpin delegasi PPI Cabang Aachen mengikuti Kongres Pemuda para anggauta PPI 8
se Eropa di Düren. Kota Düren berada kurang lebih 50 km dari Aachen, di mana pusat keunggulan perguruan tinggi teknologi Jerman berada, yaitu RWTH-Aachen atau Rheinisch Westfählische Technische Hochschule Aachen. Pada Kongres PPI tersebut saya mendapat kehormatan untuk mempersiapkan suatu seminar yang akan membicarakan Pembangunan Indonesia. Sejak itu saya sering merenungkan dan berusaha menyusun suatu rencana pembangunan pada umumnya, khususnya masa depan industri dirgantara di Indonesia. Saya berkeyakinan bahwa permintaan akan pesawat terbang sipil akan meningkat pesat karena penumpang pesawat terbang terus meningkat dan akan mencapai puncaknya pada abad pertama melenium yang akan datang. Ini salah satu alasan utama yang menyebabkan sejak Oktober 1965 saya bekerja di perusahaan pembuat pesawat terbang sipil kecil di HFB (Hamburger Flugzeugbau) milik keluarga Blohm dengan dengan jumlah karyawan pada waktu itu sekitar 3000. HBF yang telah berkembang menjadi perusahaan AIRBUS saat ini mempunyai karyawan sekitar 16.000 orang. Kemudian, sejak tahun 1974 secara sistematis saya mendapatkan kehormatan untuk turut aktif bersama dengan seluruh bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan di tanah air, khususnya industri dirgantara dan 10 industri strategis lainnya, prasarana industri penunjangnya dan jaringan IPTEK. Dengan keyakinan bahwa sekitar 0,1 % - 0,8% dari penduduk Indonesia mampu menguasai IPTEK secanggih apa pun dalam segala bidang, seperti: industri pertanian dan kelautan, industri pertambangan, industri energi, industri jasa dan industri manufaktur; sudah mencukupi untuk mentransformasi menjadi masyarakat madani Indonesia yang sejahtera dan tentram. Industri strategis, yang pada tahun 1995 telah memiliki 48.000 karyawan, dengan karya-karya nyata telah memiliki omset sekitar 10 Milliard US$ / tahun, menjadi ujung tombak penggerak utama proses industrialisasi. Jikalau proses industrialisasi dari produk tradisional, industri pertanian kelautan dan pertambangan dimulai dari awal atau hulu maka industri manufaktur dimulai dari akhir atau hilir. Pusat-pusat keunggulan pendidikan dan penelitian dalam bidang yang sudah ada disempurnakan dan yang belum didirikan sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, dana terbatas yang tersedia sementara hanya dimanfaatkan untuk pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna. Sumberdaya manusia berpendidikan rendah, menengah dan tinggi dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pasar. Karena Industri dirgantara dengan industri penunjangnya ditentukan di Bandung, maka pusat keunggulan pendidikan dan penelitian dipusatkan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PUSPITEK. Ujung tombak industri maritim dengan galangan kapal dan industri penunjangnya ditentukan di Surabaya, maka pusat keunggulan pendidikan dan penelitian industri maritim dipusatkan di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan PUSPITEK. Berbeda dengan industri dirgantara, maka industri maritim direncanakan akan pula berkembang di Batam, Makasar dan Ambon, yang semuanya dikoordinasikan dan dibina oleh 9
Pusat Keunggulan Galangan Kapal PT. PAL Indonesia dan Pusat Keunggulan Penelitian dan Pendidikan Maritim ITS. Karya-karya nyata bidang dirgantara -- antara lain seperti CN 235 dan N250 -- dan bidang maritim -- antara lain: Caraka Jaya I, II dan III (kapal niaga dan penumpang), Mina Jaya (kapal ikan), Palwobuono (kapal kontainer dan barang di atas 10.000 DWT) dan Kapal Naruta Jaya (kapal layar container dan barang) -- adalah produk manufaktur yang telah dimulai dan perlu terus dikembangkan. Industri manufaktur lainnya seperti industri manufaktur kereta api oleh PT INKA dibina industri strategis. Sedangkan industri manufaktur mobil, sepeda motor, alat pembangkit listrik, dan sebagainya dilaksanakan oleh badan usaha swasta dalam rangka kerjasama dengan industri strategis dan pusat unggulan pendidikan dan penelitian. Semua jenis industri di atas perlu terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan dan menjawab kebutuhan benua maritim Indonesia, khususnya di NKRI. Di samping itu, keberadaan dan berkembangnya berbagai industri tersebut adalah merupakan wahana jam kerja tempat berkarya dan berkembangnya keterampilan dan kualitas SDM yang dihasilkan oleh proses pembudayaan dan pendidikan.
Hadirin yang terhormat Di penghujung orasi di hadapan forum yang amat terhormat dan mulia ini, perkenankanlah saya menyampaikan harapan kepada para dosen dan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) -- sebagai salah satu pusat keunggulan pengembangan sumberdaya manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi – untuk secara aktif ikut merajut benang masa depan bangsa. Karya-karya nyata Anda ditunggu untuk membangun dan mengembangkan peradaban di benua maritim Indonesia dengan bekal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di kampus tercinta ini. Demikian, terima kasih atas perhatian dan kesabaran hadirin sekalian.
Wassalamu’alaikum wr wb Surabaya, 10 November 2012 Bacharuddin Jusuf Habibie
10