Electronic Filing Melalui Website Direktorat Jenderal Pajak: Implementasi, Kendala, dan Strategi Optimasi Winnendra Dwi Saputra dan Neni Susilawati Ilmu Administrasi Fiskal Program Ekstensi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Proses pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang panjang dianggap mulai menimbulkan banyak permasalahan dikarenakan jumlahnya yang sangat besar dan terus bertambah tanpa diimbangi dengan penambahan jumlah pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Pemanfaatan e-filing merupakan salah satu jawaban terbaik mengatasi masalah ini. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis implementasi pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi melalui e-filing, kendala yang dihadapai, dan strategi optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak. Konsep penting dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan, electronic government, dan strategi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berdasarkan tujuannya termasuk penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Implementasi kebijakan e-filing melalui website ini sudah baik, namun masih terdapat beberapa kendala. Sejumlah kendala yang dihadapi adalah pada kurangnya infrastruktur, unsur behavioral dari Wajib Pajak Orang Pribadi, keterbatasan waktu, sumber daya manusia, cara berkomunikasi, serta kesadaran sikap para petugas Ditjen Pajak di lapangan. Strategi yang digunakan oleh Ditjen Pajak untuk optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak adalah dengan menetapkan target dan membuat peraturan pendukung.
Electronic Filing via Directorate General of Taxation’s Website: Implementation, Obstacles, and Optimization Strategy
Abstract The long administration process of Personal Income Tax Return causes a lot of problems because of its large amount and continuing growth without adding officers in the Directorate General of Taxation (DGT). e-Filing is one of the best solutions to overcome this problem. This study aims to analyze implementation of the annual report of personal income tax through e-filling, obstacles in the policy implementation, and strategies to optimize the use of e-filing via the Directorate General of Taxation‟s website. The important concepts used are policy implementation, electronic government, and strategies. This research used qualitative approach with descriptive study and in-depth interview as data collection technique. The results of this study indicate that the implementation of e-filing policies via website is good, but there are still some obstacles. Some obstacles faced are the lack of infrastructure, the behavioral factors of the individual taxpayer, the limited time, human resources, the way to communicate, and the attitude of the officers in Taxation Office. The strategies used by the Directorate General of Taxation to optimize the use of e-filing via the Directorate General of Taxation‟s website are by setting targets and arrange supporting regulations. Keywords: Implementation Policy; e-Filing; Personal Income Tax.
Pendahuluan
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Bila ditarik dalam lima tahun ke belakang pada postur penerimaan negara dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), maka sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, prosentase penerimaan negara dari sektor pajak terhadap total penerimaan negara selalu di atas 70% (Nota Keuangan dan Rancangan APBN TA 2014). Namun, apabila diperhatikan lebih dalam realisasi penerimaan PPh pada Tahun 2013, dapat terlihat fakta bahwa jenis PPh Pasal 25/29 Badan mendominasi penerimaan PPh, yakni sebesar 37,13% dari total penerimaan PPh. Sementara kondisi sebaliknya terdapat pada jenis PPh 25/29 Orang Pribadi yang hanya sekitar 1,05% dari total penerimaan PPh. Melihat fakta tersebut, maka akan terasa aneh, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2012 berada pada urutan keempat terbesar di dunia (“Top Ten Countries With The Highest Population”, 2012). Oleh karena itu, perlu langkah yang tepat untuk menjaring lebih banyak penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi. Menyadari hal tersebut, Ditjen Pajak melakukan reformasi perpajakan dimana salah satunya adalah pada administrasi pajak. Hal ini tentunya seiring pula dengan Misi Ditjen Pajak yakni, “Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat”. Salah satu bagian dari administrasi pajak yang dilakukan reformasi adalah pada mekanisme penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu mekanisme penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) adalah melalui sistem Drop Box sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-19/PJ/2009 yang kemudian diganti dengan PER-26/PJ/2012 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan. Melalui sistem Drop Box, total SPT Tahunan PPh yang diterima oleh Ditjen Pajak didominasi oleh SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi karena memang jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi sangat besar jumlahnya dibanding dengan jenis Wajib Pajak lainnya (Buku Laporan Tahunan Ditjen Pajak 2011). Data di lapangan menyebutkan bahwa dalam kurun waktu Tahun 2007 hingga 2011, jumlah pegawai Ditjen Pajak relatif konstan. Sementara jumlah SPT Tahunan PPh yang dikelola semakin besar. Sebagai contoh, pada tahun 2010, jumlah SPT Tahunan PPh yang diterima Ditjen Pajak adalah sebanyak 8.202.309 SPT, yang kemudian meningkat sebanyak 1.130.317 SPT pada tahun 2011, atau menjadi 9.332.626 SPT. Sementara, jumlah pegawai Ditjen Pajak pada akhir tahun 2010 dan 2011 masing-masing adalah 32.741 dan 31.736 orang, atau kurang dari 0,5% dari jumlah SPT yang diterima pada masing-masing tahun (Buku
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Laporan Tahunan Ditjen Pajak 2011). Hal tersebut tentu mengakibatkan bertambahnya beban kerja dari para pegawai yang lambat laun akan menurunkan kualitas kerja dan produktifitas organisasi. Apabila kondisi ini terus terjadi, dipastikan bahwa Ditjen Pajak tidak akan mampu mengoptimalkan penggalian potensi dan memperluas basis subjek pajak sehingga penerimaan pajak tidak akan bisa mencapai target yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka kemudian Ditjen Pajak menganggap perlu melakukan terobosan dengan memanfaatkan teknologi. Pada negara-negara di kawasan Asia Tenggara, penggunaan internet sendiri juga sudah cukup berkembang. Negara Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia adalah tiga negara di kawasan tersebut yang memiliki pengguna internet cukup tinggi. Pada tahun 2012, prosentase pengguna internet dibanding dengan estimasi jumlah populasi negara-negara tersebut berturut-turut adalah sebesar 78,01%, 75,00%, dan 60,74%. Untuk Negara Indonesia sendiri, pada tahun 2012, jumlah pengguna internet berada di kisaran angka 55.000.000 (lima puluh lima juta), atau 22,12% dari estimasi jumlah populasi di tahun 2012 (Sumber : Internet World Stats, 2012). Menjawab dan menyikapi meningkatnya kebutuhan komunitas Wajib Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia akan tingkat pelayanan yang harus semakin baik, membengkaknya biaya pemrosesan laporan pajak, dan keinginan untuk mengurangi beban proses administrasi laporan pajak menggunakan kertas maka pada tahun 2012, maka diluncurkanlah sistem pelayanan perpajakan berbasis internet, yakni e-filing melalui website Ditjen Pajak (www.pajak.go.id). e-Filing diharapkan menjadi salah satu solusi guna menangani besarnya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan disampaikan. Namun, sejak awal berjalannya sistem e-filing ini yang efektif berlaku sejak tanggal 1 Februari 2012 hingga pertengahan Tahun 2013, respon Wajib Pajak masih dianggap minim, sehingga SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang disampaikan secara manual melalui Drop Box masih sangat banyak. Pada tahun 2012, jumlah SPT yang disampaikan melalui e-filing pada website Ditjen Pajak hanya sebanyak 7.507 SPT. Sementara data sampai dengan tanggal 20 Mei 2013, jumlah SPT yang disampaikan melalui e-filing pada website Ditjen Pajak sebanyak 24.474 SPT (Sumber: Ditjen Pajak). Oleh karena itu, pada tahun 2014 ini perlu dilakukan beberapa upaya tambahan oleh Ditjen Pajak guna memaksimalkan penerapan aplikasi ini dalam rangka mengurangi beban administrasi dan beban biaya (cost of collection) yang besar dalam melakukan penerimaan, pengolahan, dan pengarsipan SPT di sepanjang tahun. Selain itu, pentingnya inovasi berbasis
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
teknologi ini diharapkan mengarahkan DJP menuju administrasi perpajakan yang lebih ramping. Berdasarkan uraian di atas tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis implementasi Pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara e-filing melalui website Ditjen Pajak. 2. Mengidentifikasi kendala yang dihadapi Ditjen Pajak dan Wajib Pajak dalam pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak. 3. Menganalisis strategi untuk optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak.
Tinjauan Teoritis Nugroho (2013, 7) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah strategi untuk mengatur masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan. Tahapan-tahapan pembuatan kebijakan adalah diawali dengan perumusan masalah, formulasi kebijakan, rekomendasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Dunn, 2003, 109). Pada tahapan implementasi kebijakan, menurut Grindle (Subarsono, 2005, 93) terdapat dua variabel besar yang dapat mempengaruhinya, yaitu isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Masing-masing variabel tersebut masih dipecah lagi menjadi beberapa item. Variabel isi kebijakan ini mencakup (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group...; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan...; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Kemudian, variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Edward III memberikan pandangan lain mengenai implementasi kebijakan. Edwards III (1984, 9-10) merumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan. Kebijakan pajak adalah kebijakan fiskal dalam arti yang sempit, yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebagai tax base, siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa saja yang akan dikenakan pajak ataupun yang dikecualikan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menentukan prosedur pelaksanan kewajiban pajak terutang (Mansury, 1999, 1-2). Membahas e-filing, maka hal tersebut tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai electronic government (e-government). Jin dan Tae dalam Al-Hakim (2007, 342) memberikan definisi teknis e-government, yaitu sebagai pendukung layanan yang cepat dan akurat untuk pekerjaan umum oleh teknologi informasi secara online. Kim dalam Al-Hakim (2007, 347349) menyatakan bahwa e-government tercermin dalam tiga pola hubungan, yaitu, menyangkut hubungan Government to Government (G2G), Government to Business (G2B), dan Government to Citizen (G2C). Dalam e-government dikenal pula apa yang disebut Sistem Informasi Manajemen (SIM). Tujuan dari dibentuknya SIM adalah supaya organisasi memiliki suatu sistem yang dapat diandalkan dalam mengelola data menjadi informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusankeputusan strategis (Kumorotomo dan Margono, 2004, 13-14). e-Filing memiliki kedudukan yang penting dalam administrasi perpajakan. Tujuan dari administrasi perpajakan menurut Silvani yang dikutip oleh Rosdiana (2011) adalah untuk mendorong terjadi suatu kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance). Kepatuhan pajak sukarela tersebut dapat didorong apabila administrasi perpajakan secara tegas menunjukkan dapat mendeteksi dan menangkap wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya atau Wajib Pajak yang tidak patuh, serta menerapkan sanksi sesuai dengan aturan yang ada tanpa adanya suatu pengecualian. Salah satu asas dalam perpajakan yang kita kenal adalah asas ease of administration. Unsur-unsur yang membentuk asas ease of administration adalah asas certainty, convenience, efficiency dan simplicity. Asas certainty (kepastian) seperti menurut Adam Smith mengandung pengertian bahwa semua pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum (Soemitro, 2004, 26). Asas convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang “menyenangkan”/ memudahkan wajib pajak, misalnya pada
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
saat menerima gaji atau penghasilan lain seperti saat menerima bunga deposito. Asas efficiency dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak (antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban pajak) lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Menurut asas simplicity, Sistem yang sederhana akan memudahkan Wajib Pajak sehingga akan memberikan dampak positif bagi para Wajib Pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak (Rahman, 2010, 25). Rosdiana dan Tarigan (136-140) mengatakan dalam pemungutan pajak, juga harus diperhatikan asas efisiensi. Asas efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi fiskus dan sisi wajib pajak. Dari sisi fiskus pemungutan pajak dapat dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya bisa seminimal mungkin. Dengan kata lain pemungutan pajak dikatakan efisien jika cost of compliance-nya rendah. Dari sisi fiskus istilah yang lebih tepat digunakan untuk mengukur efisiensi adalah administrative cost dan enforcement cost. Administrative cost merupakan biaya yang harus dikeluarkan
pemerintah
untuk
menjalankan
sistem
administrasi
perpajakan.
Jadi
administrative cost bukan hanya gaji pegawai pajak tetapi juga biaya operasional lainnya seperti biaya untuk melakukan penyuluhan/sosialisasi perpajakan dan biaya yang dikeluarkan dalam menghadapi keberatan dan atau banding wajib pajak. Enforcement cost adalah biaya yang terkait dengan penegakan hukum dan keadilan. Menurut Nurmantu (2005, 148-149), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Nurmantu, yakni: kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan SPT PPh Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi kepatuhan formal. Sedangkan kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif / hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi juga kepatuhan formal.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Penerapan e-filing melalui website baru memasuki tahun ketiga, sehingga masih terus dibutuhkan sosialisasi perpajakan. Sosialisasi perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya wajib pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik peraturan maupun tata cara perpajakan melalui metode-metode yang tepat (Rohmawati, Prasetyono, dan Rimawati, 2013, 4). Untuk mencapai keberhasilan suatu program, dalam hal ini adalah e-filing melalui website diperlukan strategi yang tepat. Bryson (2004, 2) mengungkapkan bahwa perencanaan strategi merupakan proses yang berulang (Strategy Change Cycle). Strategy Change Cycle merupakan sebuah proses manajemen strategi, bukan hanya proses perencanaan strategi. Menurut Bryson, langkah-langkah atau tahapan dalam proses manajemen strategi yang disebut dengan Strategy Change Cycle, yaitu initiate and agree on making a strategic process; identity organizational mandates; clarify organizational mission and values; asses the external and internal environments to identity strengths, weaknesses, opportunities, and threats; identity the strategic issues facing the organization; formulate strategies to manage the issues; review and adopt the strategies or strategic plan; establish an effective organizational vision; develop an effective implementation process; dan reassess the strategies and the strategic planning processes.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena untuk memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun fenomena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah strategi optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak. Jika dilihat dari tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif (descriptive research). Sedangkan berdasarkan manfaat penelitian, penelitian yang dilakukan termasuk penelitian murni. Kemudian, jika dilihat dari dimensi waktu, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross-sectional studies, karena penelitian hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membaca dan mengumpulkan data dari peraturan-peraturan perpajakan, literatur berupa buku, paper atau makalah, artikel, jurnal, maupun peraturan
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
terkait, majalah atau surat kabar, baik yang berbentuk media (hardcopy) dan juga elektronik. Sedangkan studi lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara mendalam dilakukan dilakukan terhadap akademisi, praktisi, Wajib Pajak, dan Direktorat Jenderal Pajak. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan baik pada saat pengumpulan data berlangsung, maupun setelah selesai pengumpulan data pada periode tertentu secara induktif dan mencari pola dan model. Miles dan Huberman dalam Emzir (2012, 129-135) menyatakan ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu reduksi data (data reduction), model
data
(data
display),
dan
penarikan/verifikasi
kesimpulan
(conclusion
drawing/verification).
Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis implementasi pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara e-filing melalui website Ditjen Pajak dilakukan berdasarkan variabel isi kebijakan (content of policy) dan variabel konteks (context of implementation). Kedua variabel tersebut kemudian memiliki beberapa penjabaran. Implementasi e-filing melalui website berdasarkan variabel isi kebijakan (content of policy) dijabarkan lagi berdasarkan pihak yang kepentingannya dipengaruhi (interest affected), jenis manfaat yang diperoleh (types of benefits), perubahan yang diharapkan (extent of change envisionel), kedudukan pengambil keputusan (site of decision making), pelaksana program (program implementors), dan sumber daya pendukung (resources committed) Segala kemudahan yang diberikan melalui Drop Box cukup memberikan nilai positif bagi penyampaian SPT Tahunan oleh Wajib Pajak. Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir, yakni pada Tahun 2011 hingga Tahun 2013, jumlah SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak selalu meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011, total sebanyak 8.177.233 SPT diterima oleh Ditjen Pajak. Pada tahun berikutnya, terjadi peningkatan sebanyak 1.056.223 SPT, atau total sebanyak 9.233.456 SPT diterima pada Tahun 2012. Kemudian, pada Tahun 2013, jumlah tersbut meningkat lagi menjadi 9.946.294 SPT. Namun, jumlah yang semakin banyak itu ternyata menambah antrian pada titik-titik penyampaian SPT Tahunan tiap tahun. Hal ini penulis anggap sebagai hajatan tahunan bagi Ditjen Pajak. Wajib Pajak Orang Pribadi pengguna Formulir 1770S dan 1770SS manual inilah yang akan dipengaruhi agar beralih menggunakan e-filing melalui website.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Begitu tingginya jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi mengharuskan Ditjen Pajak membuat e-filing yang dianggap sebagai terobosan terbaik saat itu. Jumlah SPT yang tinggi dan tidak sebanding dengan jumlah Sumber Daya Manusia yang dimiliki Ditjen Pajak mulai menimbulkan masalah dalam implementasi Drop Box beberapa tahun terakhir. Dipilihnya Formulir 1770S dan 1770SS menjadi prioritas Ditjen Pajak dalam pengembangan awal efiling melalui website tidak terlepas dari jumlahnya yang paling banyak jika dibandingkan dengan jenis SPT Tahunan lainnya. Selain itu, kedua formulir ini memiliki bentuk yang sangat sederhana. Pada tahun 2014 ini, Ditjen Pajak berharap memperoleh tambahan pengguna e-filing. Tambahan tersebut oleh Ditjen Pajak diusahakan dari SPT Tahunan milik para Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebab kepada PNS-lah tujuan pemasaran e-filing bisa cukup banyak dilakukan oleh Ditjen Pajak berdasarkan kajian yang telah dilakukan. Dijelaskan oleh Suwitri (2008, 86-89) bahwa menurut Grindle, suatu program yang memberikan manfaat secara kolektif atau terhadap banyak orang akan lebih mudah untuk memperoleh dukungan dan tingkat kepatuhan yang tinggi dari target groups atau masyarakat banyak. e-Filing melalui website ini juga dirancang dan disajikan oleh Ditjen Pajak dengan berbagai bentuk manfaat positif (types of benefits) bagi para Wajib Pajak Orang Pribadi pengguna Formulir 1770S dan 1770SS. “Lebih Mudah, Lebih Murah, dan Lebih Cepat”, begitulah jargon yang selama ini digunakan oleh Ditjen Pajak dalam tiap kesempatannya menyosialisasikan e-filing kepada Wajib Pajak. Tiga hal itulah yang bisa ditawarkan oleh e-filing. Bentuk kemudahan pertama adalah bahwa penyampaian SPT dapat dilakukan secara kapan saja. Kapan saja di sini adalah bahwa Wajib Pajak dapat menyampaikan secara bebas 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Kemudahan selanjutnya adalah dalam hal pengisian SPT. SPT yang disampaikan pastilah SPT yang lengkap, sebab aplikasi akan memberikan warning apabila Wajib Pajak tidak lengkap mengisi kolom isian SPT secara online. Dengan begitu, maka tidak ada lagi Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan yang mungkin akan diterima apabila Wajib Pajak tidak lengkap menyampaikan SPT melalui Drop Box. Hal positif selanjutnya yang ditawarkan oleh e-filing kepada Wajib Pajak adalah prosesnya yang murah. Pelaporan SPT Tahunan melalui e-filing dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun selama Wajib Pajak memiliki cukup device serta didukung oleh jaringan internet. Time cost merupakan salah satu bentuk intangible compliance cost. Waktu normal yang dibutuhkan untuk mengisi SPT melalui e-filing tidaklah lama.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Pemanfaatan e-filing jelas menawarkan kecepatan jika dibanding dengan penyampaian SPT Tahunan pada Drop Box. e-Filing dianggap sebagai jawaban atas antrian panjang yang sering terjadi pada tanggal-tangal mendekati batas akhir penyampaian SPT Tahunan pada tiap tahunnya. Perubahan yang diharapkan dapat dirasakan (extent of change envisionel) oleh Wajib Pajak adalah pada penurunan compliance cost, dimana dapat berupa direct money cost, seperti biaya pencetakan dan penggandaan formulir-formulir perpajakan dan biaya transportasi pengurusan perpajakan. Ruang ini memberikan kesempatan bagi para peneliti lain untuk menghitung seberapa besar efisiensi dan efektifitas riil yang dapat diraih dari sistem e-filing jika dibandingkan dengan Drop Box. Di Ditjen Pajak, perubahan yang diharapkan melalui implementasi e-filing ini adalah dapat mengurangi administration cost; mempermudah pengelolaan SPT Tahunan Orang Pribadi dan dapat mengurangi pekerjaan-pekerjaan yang bersifat klerikal; menghemat ruang penyimpanan dokumen di KPP; tenaga Ditjen Pajak dapat lebih dimanfaatkan untuk menggali potensi dan mengejar target penerimaan; dan mengurangi antrian penyampaian SPT di KPP. Kebijakan untuk mengembangkan dan optimasi pemanfaatan e-filing muncul pada kegiatan Transformasi Kelembagaan yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan pada Tahun 2013. Dalam salah satu hasil dari apa yang telah diagendakan didalamnya adalah pembentukan tim yang mengembangkan pemanfaatn e-filing. Jadi, di dalam kegiatan Transformasi Kelembagaan dibentuk tim gabungan dari beberapa direktorat untuk membahas berbagai hal terkait e-filing dalam sebuah forum yang disebut sebagai „Minilab‟. Tim e-filing dalam Minilab terdiri atas beberapa orang dari perwakilan beberapa direktorat, yakni dari Direktorat Transformasi Proses Bisnis (TPB), Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TTKI), danDirektorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas). Kesemua direktorat yang aktif berperan (site of decision making) menentukan kebijakan ini berada di lingkungan Kantor Pusat Ditjen Pajak. Namun, dari kesemuanya pembuat kebijakan tersebut, yang kemudian masih turut andil dalam implementasinya adalah Direktorat P2 Humas dan TTKI. Sementara pelaksana sebenarnya di lapangan atau pihak yang bersentuhan langsung oleh Wajib Pajak memberikan pelayanan e-filing adalah KPP, yang secara organisatoris merupakan unit vertikal setingkat Eselon III yang di atasnya disupervisi oleh Kantor Wilayah (Kanwil) masing-masing dan juga satu kantor pendukung yaitu Kantor Layanan Infomasi dan Pengaduan (KLIP).
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Jadi, dalam hal ini terdapat dua jenis hubungan, yakni hubungan horizontal, yakni hubungan antara unit vertikal yang setingkat atau antar unit eselon yang setingkat. Kemudian juga terdapat hubungan vertikal, yakni hubungan antara unit vertikal Ditjen Pajak seperti hubungan dari KPP dengan Kanwil-nya atau langsung ke direktorat terkait di Kantor Pusat. Secara geografis, jarak antara pengambil keputusan, dalam hal ini berada di Kantor Pusat memang jauh bagi beberapa KPP mengingat luasnya wilayah geografis Indonesia. Jauhnya jarak geografis pengambil keputusan dengan pelaksana paling bawah, memang berpotensi besar menimbulkan keterlambatan pengambilan keputusan yang sesuai. Selain itu, berpotensi pula terjadinya miskomunikasi dan penyimpangan dari tujuan. Namun perlu diperhatikan pula bahwa pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan merupakan satu organisasi yang sama, jadi secara organisatoris seharusnya tidak ada masalah. Kemudian, untuk mengatasi jarak geografis tadi, Unit Eselon I dalam hal ini adalah Direktur Jenderal Pajak dalam menetapkan kebijakannya melalui Peraturan Dirjen Pajak diiringi dengan penetapan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (Nomor SE-1/PJ/2014) yang berisi petunjuk pelaksanaan dan Standart Operating Procedur (SOP) yang jelas dan rinci. Penyampaian semua peraturan tersebutpun sudah dilakukan secara digital dengan menguploadnya pada laman portal Ditjen Pajak yang langsung dapat diakses oleh semua unit dan juga secara manual dengan surat dari unit tertinggi sampai unit paling bawah. Aplikasi e-filing murni 100% dibuat oleh Ditjen Pajak melalui tenaga para Pejabat Pranata Komputer. Pejabat Pranata Komputer merupakan programmer Ditjen Pajak yang ditempatkan pada Direktorat TTKI. Hal ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak memiliki sumber daya manusia yang cukup dapat diandalkan secara kualitas. Berdasarkan data Bulan Juni 2014, Direktorat TTKI memiliki 37 orang Pejabat Pranata Komputer yang mayoritas telah berpendidikan sarjana dan memiliki usia yang masih cenderung muda dan produktif, yakni berusia 31-35 tahun. Wajib Pajak dapat meminta pelayanan e-filing melalui KPP ataupun KP2KP terdekat. Khusus yang terkait dengan permohonan memperoleh e-FIN, sebagaimana diatur, Wajib Pajak dapat mengajukan ke KPP terdekat. Terdapat 331 KPP dan 207 KP2KP yang tersebar di seluruh Indonesia dengan sumber daya manusia sebanyak 24.364 orang (Sumber: SIKKADitjen Pajak, 2014). Pada data Tahun 2011 diketahui Pegawai Ditjen Pajak sebanyak 5.311 orang adalah berpendidikan sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajatnya, dan sisanya berpendidikan mulai dari Diploma I hingga Doktor (S-3). Sejak tahun 2011 tidak ada penerimaan pegawai pada Ditjen Pajak untuk tingkat pendidikan sampai dengan SMA atau sederajat. Artinya jumlah 5.311 orang tersebut lama kelamaan akan
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
semakin berkurang dengan adanya pegawai yang pensiun, sedangkan yang masuk adalah pegawai berpendidikan di atas SMA. Aplikasi yang ada sangat mudah, sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh banyak orang. Mengingat sebagian besar pegawai di Ditjen Pajak sebagai pelaksana program (program implementors) memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi untuk dapat menerima materi tentang pelayanan dan aplikasi e-filing, maka secara kualitas kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik. Sebagaimana penjelasan Suwitri (2008, 86-89) terhadap model Grindle bahwa kemampuan pelaksana program akan mempengaruhi keberhasilan implementasi program tersebut. Dalam implementasi e-filing baik oleh Kantor Pusat, dalam hal ini terutama adalah TTKI dan di KPP, didapati beberapa sumber daya pendukung (resources committed) yang dianggap masih kurang dapat dipenuhi oleh Ditjen Pajak. Hal tersebut cukup mempengaruhi keberhasilan implementasi. Dukungan dari sisi insfrastruktur merupakan hal yang dianggap kurang oleh TTKI. Seringkali aplikasi tidak dapat berfungsi dikarenakan keterbatasan server yang digunakan, terlebih saat Bulan Maret disaat banyak sekali Wajib Pajak mengakses website e-filing. Kemudian, usulan-usulan penyediaan infrastruktur sudah disampaikan kepada sub direktorat terkait agar di tahun-tahun mendatang hal tersebut tidak terulang lagi. Analisis implementasi berikutnya terhadap e-filing melalui website adalah berdasarkan variabel konteks (context of implementation). Dalam analisis ini, variabel konteksdijabarkan lagi berdasarkan dua faktor, yaitu kekuasaan, minat, dan strategi pihak yang terlibat (power, interest, and strategies of actors involved), dan karakteristik rejim dan institusi (institution and regime characteristics). e-Filing merupakan salah satu dari enam program kerja strategis yang dilakukan oleh Ditjen Pajak. Maka sangat tepat pada tahun ini didorong kepada Wajib Pajak untuk menggunakan e-filing. Dan untuk mencapai tujuannya tersebut, Ditjen Pajak juga melakukan beberapa hal, sebagaimana telah sedikit diurai sebelumnya bahwa Ditjen Pajak pekerjaan mulai dari penyempurnaan aturan hingga pengembangan aplikasi. Kantor pajak tahun ini berfokus pada penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan secara elektronik atau electronic filling. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Yoyok Satiotomo mengatakan penggunaan Drop Box makin dikurangi. Bahkan, mulai tahun ini, kantor pajak tidak lagi menempatkan Drop Box di keramaian seperti tahun sebelumnya. Drop Box hanya ada di kantor pajak (Primartantyo, 2014, 1-4). Jika kita melihat secara keseluruhan SPT yang disampaikan Wajib Pajak dalam beberapa tahun terakhir, jumlah SPT Tahunan Orang Pribadi yang diterima oleh Ditjen Pajak
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
pada Tahun 2014 terdapat kecenderungan untuk turun. Setidaknya data sampai dengan 13 Mei 2014, jumlah SPT Tahunan Orang Pribadi yang diterima hanya sebanyak 5.571.730 SPT atau jauh menurun sebanyak 3.829.756 SPT dari tahun sebelumnya. Jumlah penurunan terbesar adalah pada jenis SPT Tahunan Formulir 1770SS yang turun sebanyak 3.076.526 SPT (Sumber: Ditjen Pajak). Hal ini bukan merupakan kabar yang baik bagi Ditjen Pajak mengingat jumlah SPT Tahunan Orang Pribadi yang diterima sejak Tahun 2011 hingga Tahun 2013 selalu mengalami kenaikan. Namun, justru pada saat Ditjen Pajak mengeluarkan kebijakan untuk mendorong masyarakat untuk e-filing, jumlah SPT yang diterima mengalami kecenderungan untuk turun. Dari sudut pandang yang dipakai oleh Direktorat PKP, mereka menganggap bahwa seharusnya e-filing ini dapat meningkatkan kepatuhan. Kepatuhan dalam hal ini adalah kepatuhan formal. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan seharusnya dapat meningkatkan kepatuhan. Namun, kenyataan di lapangan menyebutkan e-filing ini belum mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak secara nasional. Jumlah SPT e-filing yang diterima Ditjen Pajak hingga saat ini ditengarai berasal dari Wajib Pajak yang memang sudah patuh menyampaikan SPT Tahunan dan bukan berasal dari Wajib Pajak baru atau Wajib Pajak yang belum patuh yang kemudian dengan adanya efiling menjadi patuh secara formal. Jadi, secara tersirat, terdapat dua kepentingan berbeda dalam hal ini dimana di satu sisi Ditjen Pajak melalui Direktorat PKP mengecar capaian rasio kepatuhan SPT Tahunan, sedang di sisi lain Direktorat P2 Humas, TPB, dan TTKI berusaha mengejar implementasi inisiatif kegiatan Transformasi Kelembagaan dan pencapaian target e-filing dimana keduanya merupakan tanggung jawab Menteri Keuangan. Dalam hal ini, pada akhirnya, secara kompromis diputuskan bahwa tanggung jawab Menteri Keuangan-lah yang kemudian harus didahulukan. Kemudian, seperti yang telah diulas sebelumnya bahwa Direktorat PKP tidak banyak berperan dalam kebijakan e-filing. Namun, jika menganalisis secara lebih parsial mengenai implementasi kebijakan efiling saja, secara program bisa dikatakan berhasil. Peningkatan jumlah pengguna e-filing saat ini memang luar biasa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, akan tetapi fenomena turunnya jumlah SPT Tahunan yang diterima merupakan fenomena yang harus diperhatikan. Perlu diperhatikan faktor lain yang mungkin menyebabkan hal itu terjadi, seperti penurunan trust masyarakat kepada pemerintah. Dalam setiap implementasi suatu kebijakan pasti melekat beberapa kendala yang harus dihadapi. Kendala yang dihadapi Ditjen Pajak dan Wajib Pajak dalam pemanfaatan e-filing
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
melalui website dikelompokkan ke dalam empat hal, yaitu terkait dengan sumber daya, komunikasi, kesadaran dan sifat responsif (compliance and responsiveness) para pelaksana program, serta kegiatan sosialisasi yang dianggap kurang. Sebagaimana telah diurai sebelumnya mengenai kualitas Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, Ditjen Pajak dianggap memiliki kualitas Sumber Daya Manusia yang cukup baik. Namun di sisi lain, bila melihat kuantitas dari sumber daya manusia, ternyata masih dirasakan kurang. Isu dan pernyataan-pernyataan dari Dirjen Pajak mengenai jumlah pegawai yang kurang sudah banyak mengemuka di media. Dalam implementasi e-filing pun masih dirasakan oleh beberapa petugas khususnya bagi yang bersentuhan langsung dengan Wajib Pajak. Sedangkan kendala terkait dengan sumber daya pendukung, mulai dari insfrastruktur berupa pengadaan server dan beberapa perangkat lain yang dianggap kurang oleh Direktorat TTKI, komputer dan jaringan internet pada KPP, dan dana berhubung e-filing ini adalah merupakan kebijakan yang cukup mendadak dan bersifat add hock. Struktur organisasi yang cukup besar di Ditjen Pajak mengharuskan tiap unitnya, mulai unit teratas hingga unit terbawah menjalin komunikasi satu sama lain dalam rangka implementasi suatu kebijakan, termasuk implementasi kebijakan optimasi pemanfaatan efiling melalui website Ditjen Pajak. Terkait kurangnya insfrastruktur, hal itu disebabkan oleh lambatnya koordinasi. Hal tersebut kurang dapat dikomunikasikan secara lebih baik. Faktor penghambat komunikasi seperti usia harus bisa diatasi dalam kaitannya terhadap kendala hubungan antara Ditjen Pajak kepada Wajib Pajak (implementor dan target group). Sebagaimana diketahui bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak muda lagi pasti agak kesulitan jika harus dihadapkan dengan teknologi. Hal itu menjadi kendala tersendiri karena menjadi senjata Wajib Pajak untuk resisten. Kendala komunikasi terakhir adalah pada hubungan antara Ditjen Pajak kepada pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud di sini adalah pada penyedia layanan e-mail, khususnya layanan e-mail yang gratis yang digunakan oleh sebagian besar Wajib Pajak di Indonesia, yakni “Yahoo Mail” dan “Google Mail”. Banyak keluhan yang diterima oleh Direktorat TTKI terkait lamanya e-mail balasan dari aplikasi e-filing baik pada saat registrasi ataupun pada proses-proses selanjutnya. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan penyedia jasa e-mail tersebut memperkecil bandwidth apabila mereka menangkapbanyak e-mail dari satu account tertentu, dalam hal ini Ditjen Pajak. Beberapa contoh kejadian di lapangan menggambarkan adanya ketidaksesuaian sikap dan kesadaran para implementor, diantaranya adalah petugas e-FIN yang tidak menginput
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
semua data permohonan Wajib Pajak pada aplikasi e-FIN sehingga data yang direkam tidak sempurna. Akibatnya, data yang seharusnya dapat dimanfaatkan tidak ada karena belum terekam dengan baik. Contoh selanjutnya adalah bahwa terdapat pegawai Ditjen Pajak yang mengharuskan menggunakan e-filing. Hal ini tentu keliru, karena kebijakan e-filing yang berlaku sekarang adalah kebijakan non-mandatory, jadi merupakan opsi bagi Wajib Pajak dan bukanlah sebuah keharusan yang harus dilaksanakan. Wajib Pajak masih diperbolehkan memanfaatkan Drop Box, Pos, kurir atau jasa pengiriman tercatat sebagai cara menyampaikan SPT miliknya. Hal ini tentunya dapat membingungkan Wajib Pajak. Kendala terakhir yang dihadapi Ditjen Pajak adalah sosialisasi pajak yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dianggap kurang. Pemahaman yang keliru akan e-filing dapat menghambat Ditjen Pajak. Selain intensitas sosialisasi yang dianggap kurang, materi sosialisasi juga harus dibenahi. Materi sosialisasi juga seharusnya dibenahi. Materi yang disiapkan oleh P2 Humas untuk disampaikan kepada Wajib Pajak hanya terkait tata cara e-filing saja, sedang materi mengenai penghitungan pajaknya tidak banyak disampaikan. Akibatnya, banyak terjadi Wajib Pajak salah mengisi SPT Tahunannya melalui e-filing dan menyebabkan SPT Tahunan mereka menjadi Lebih Bayar. Hal tersebut tentunya menambah beban pekerjaan KPP karena mereka harus segera melakukan tindak lanjut atas SPT tersebut apakah dilakukan penelitian dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak atau bahkan pemeriksaan. Pada Tahun 2014 ini, Ditjen Pajak melakukan beberapa hal strategis dalam rangka optimasi pemanfaatan electronic filing melalui website Ditjen Pajak. Strategi optimasi dimulai melalui negosiasi persetujuan para pihak pengambil keputusan utama dimana pada tahap ini Ditjen Pajak berupaya merencanakan strategi dan langkah utama yang harus diambil dalam kebijakan optimasi pemanfaatan e-filing melalui website. Langkah kedua yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi mandat organisasi. Pada tahap ini Ditjen Pajak menyampaikan setiap aturan atau perintah dari tingkat pusat disampaikan secara cepat melalui laman portal Ditjen Pajak pada jaringan intranet serta melakukan sosialisasi yang diperuntukkan bagi pegawai di seluruh unit Ditjen Pajak. Langkah ketiga yang dilakukan adalah mengklarifikasi misi organisasi. Tujuan dibentuknya Ditjen Pajak sejalan dengan visinya adalah sebagai institusi pemerintah penghimpun pajak negara. Maka dengan e-filing inilah salah satu cara yang digunakan Ditjen Pajak guna memberikan pelayanan terbaik dengan harapan meningkatnya voluntary tax compliance dan tercapainya target penerimaan pajak yang ditetapkan.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Langkah
keempat
adalah
mengidentifikasi
peluang
dan
tantangan
serta
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi. Kekuatan Ditjen Pajak dalam strategi optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak adalah pada sumber daya manusia yang cukup secara kualitas. Sebaliknya, kelemahannya adalah pada kurangnya jumlah pegawai Ditjen Pajak secara kuantitas. Di sisi lain, 55 juta penduduk Indonesia yang telah menggunakan internet merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Ditjen Pajak dalam optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak karena e-filing merupakan salah satu aplikasi berbasis internet. Langkah kelima adalah mengidentifikasi isu kebijakan strategis yang dihadapi organisasi. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu strategis adalah penyempurnaan sistem administrasi perpajakan, maka kemudian e-filing dipilih sebagai jawaban terbaik guna meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan mengurangi beban administrasi dalam pengelolaan SPT Tahunan Orang Pribadi. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan tingkat voluntary tax compliance yang diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak. Langkah keenam adalah melakukan review, mengadopsi, serta merumuskan strategi. Apa yang ditetapkan pada Minilab dalam Transformasi Kelembagaan merupakan rumusan secara garis besar. Sementara deskripsi langkah-langkah detil dilakukan oleh beberapa direktorat yang memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak. Langkah ketujuh yaitu mendeskripsikan langkah-langkah. Langkah ini merupakan yang sangat penting. Pada bagian ini akan disoroti beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak dalam rangka optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak. Kebijakan yang dikeluarkan dalam dua arah, baik untuk implementor atau yang bersifat ke dalam Ditjen Pajak sendiri maupun kepada Wajib Pajak sebagai target group. Kebijakan bagi implementor (untuk Ditjen Pajak sendiri) dilakukan dengan membuat dan menetapkan target e-filing serta membuat aturan-aturan yang diterbitkan untuk optimasi pemanfaatan e-filing. Selain itu, langkah lain juga ditempuh dengan memanfaatkan e-mail dan SMS blast serta dengan memanfaatkan Kring Pajak 500200 untuk mengingatkan Wajib Pajak yang telah memiliki e-FIN namun belum melaporkan SPT secara e-filing. Penetapan target 700.000 e-filing untuk Tahun 2014 dijadikan patokan bagi Ditjen Pajak sebagai strategi optimasi pemanfaatan e-filing. Dalam Minilab Transformasi Kelembagaan, Ditjen Pajak mengharapkan pengguna e-filing dari kalangan PNS sebanyak 300.000-400.000 Wajib Pajak. Hal tersebut belum termasuk PNS dari Kementerian Keuangan
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
sebanyak 30.000-40.000 orang yang memang diwajibkan oleh Menteri Keuangan untuk memanfaatkan e-filing. Selebihnya, yakni sebanyak 250.000-350.000 Wajib Pajak akan diupayakan dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja pada sektor lain. Dirjen Pajak beserta pada direktur terkait kebijakan e-filing, sejak Bulan Desember 2013 sampai dengan Bulan Mei 2014 mengeluarkan beberapa kebijakan baik berupa Surat, Surat Edaran, hingga Instruksi dalam rangka optimasi e-filing. Untuk kebijakan bagi Wajib Pajak Ditjen Pajak menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2014. Dalam peraturan ini diatur permohonan memperoleh e-FIN secara kolektif pada pemberi kerja tertentu, yakni pemberi kerja yang memiliki Pegawai Tetap dengan jumlah minimal 1.000 orang yang memiliki alamat surat elektronik (email). Selanjutnya, Ditjen Pajak juga menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-62/PJ/2014. Hal krusial yang dibahas dalam peraturan ini adalah bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2013 secara e-filing melalui website setelah batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi namun tidak melewati tanggal 30 April 2014 dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT. Namun, kebijakan itu masih dianggap memiliki kerikil hukum. Jelas pada Undang-Undang KUP Pasal 3 ayat (3) bahwa batas penyampaian SPT bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, yakni 31 Maret. Langkah kedepalan, atau yang terakhir dilakukan adalah menilai kembali strategi serta perbaikan dan pengembangan ke depan. Dari semua kendala yang ditemui selama implementasi, Ditjen Pajak melakukan evaluasi. Dalam hal insfrastruktur, Direktorat TTKI telah melakukan evaluasi. Sementara, untuk mengatasi kendala lainnya adalah dengan pembenahan pola sosialisasi dan perbaikan proses bisnis. Pembenahan pola sosialisasi sangat dibutuhkan guna menghindari benturan antar unit di lapangan dalam melakukan sosialisasi pada suatu titik yang sama. Dalam hal proses bisnis, maka akan berkaitan dengan peraturan yang diterbitkan, dimana masih diperlukan perbaikan terhadap peraturan yang masih berbenturan dengan peraturan lain. Dalam hal ini, Direktorat TPB-lah yang melakukan perbaikan proses bisnis. Selain peraturan, Direktorat TPB juga menilai kembali tingkat kemudahan aplikasi.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut :
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
1. Implementasi kebijakan optimasi pemanfaatan e-filing melalui website Ditjen Pajak sudah terlaksana dengan baik. Implementasi kebijakan e-filing melalui website ini dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kebijakan itu sendiri, pegawai Ditjen Pajak yang berkaitan sebagai implementor kebijakan, serta Wajib Pajak sebagai target group kebijakan. 2. Kendala utama yang ditemui dalam implementasi kebijakan optimasi pemanfaatan efiling melalui website Ditjen Pajak adalah pada insfrastruktur dan behavioral dari Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan kendala lain adalah terkait dengan keterbatasan waktu, sumber daya manusia, cara berkomunikasi, serta kesadaran sikap para petugas Ditjen Pajak di lapangan. 3. Strategi yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dalam optimasi Wajib Pajak agar beralih menggunakan e-filing melalui website Ditjen Pajak sudah cukup baik. Strategi dilakukan mulai
dari
negosiasi
persetujuan
para
pihak
pengambil
keputusan
utama;
mengidentifikasi mandat; mengklarifikasi misi; mengidentifikasi peluang dan tantangan serta mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan; mengidentifikasi isu kebijakan strategis yang dihadapi; review dan mengadopsi serta merumuskan strategi; mendeskripsikan langkah-langkah; serta menilai kembali strategi serta perbaikan dan pengembangan ke depan. Dengan menetapkan target e-filing melalui website Ditjen Pajak serta menerbitkan banyak aturan pendukung baik ditujukan ke unit yang berkaitan dengan implementasi efiling maupun yang ditujukan kepada Wajib Pajak cukup mampu meningkatkan SPT efiling melalui website Ditjen Pajak.
Saran Beberapa saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Sosialisasi memiliki peran yang cukup penting dalam setiap implementasi suatu kebijakan. Oleh sebab itu, penulis juga berhadap agar Ditjen Pajak membuat rencana sosialisasi yang lebih terstruktur serta memperbaiki pola kerja sama antar unit di lapangan. Rencana sosialisasi yang terstruktur mulai dari perencanaan waktu, sasaran sosialisasi, pelaksana sosialisasi, metode dan alat pendukung yang baik diharap dapat memberikan hasil yang lebih baik. Komunikasi antar KPP dan Kanwil perlu dibangun agar tidak terjadi lagi tumpang tindih kegiatan sosialisasi di lapangan. Di sisi lain, untuk
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
mengatasi kendala keterbatasan Sumber Daya Manusia, Ditjen Pajak diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan pihak lain melalui outsourcing atau swakelola. 2. Sebagai kunci keberhasilan dari implementasi kebijakan berbasi teknologi informasi, Ditjen Pajak kedepan diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala yang bersifat teknis dengan melakukan pengadaan insfrastruktur pendukung agar kendala tidak berfungsinya aplikasi karena beban yang terlalu berat dapat dihindari. Selain itu, pengembangan aplikasi juga terus dilakukan agar tercipta aplikasi yang dianggap lebih user friendly. Demikian pula pada perbaikan pola komunikasi dengan pihak ketiga yang mempengaruhi keberlangsugan aplikasi e-filing ini. Di sisi lain, Ditjen Pajak agar membenahi struktur tim e-filing pada tingkat Kantor Pusat agar pekerjaan ini dapat dilakukan oleh lebih banyak pihak yang terlibat. Dengan dibangunnya tim yang lebih besar dan kuat, maka diharapkan kendala komunikasi diantara para implementor dapat dihindari. 3. Diharapkan kepada Ditjen pajak agar sesegera mungkin memikirkan strategi-strategi baru sebagai persiapan mengejar target pada tahun berikutnya. Hal ini dilakukan supaya tidak ada lagi banyak waktu terbuang sehingga perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan bisa lebih optimal.
Daftar Referensi Buku : Al-hakim, Latif. (2007). Global E-Government – Theory. Applications. and Benchmarking. Idea Group Publishing. Bryson, John M dan Farnum K. Alston. (2004). Creating and Implementing Your Strategic Plan: A Workbook For Public And Nonprofit Organizations. United States of America: Jessey Bass. Creswell, John W. (2013). Research Design (Pendekatan Kualitatif. Kuantitatif. dan Mixed). Yogyakarta: Pusaka Pelajar. Edward III, George C (edited). (1984). Public Policy Implementing. Jai Press Inc. LondonEngland. Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers. Grindle, Merilee S. (1980). Politics and Policy Implementation in The Third World. Princnton University Press. New Jersey. Kumorotomo, Wahyudi. dan Subando Agus Margono. (2004). Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-Organisasi Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mansury, R. (1999). Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4). Nurmantu, Safri. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor Indonesia.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014
Rahman, Abdul. (2010). Panduan Pelaksanaan Administrasi Perpajakan Untuk Karyawan. Pelaku Bisnis dan Perusahaan. Bandung: Penerbit Nuansa. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2011). Panduan Lengkap Tata CaraPerpajakan di Indonesia. Jakarta: Visimedia. Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. (2005). Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Soemitro, Rachmat dan Kania Sugiharti. (2004). Asas dan Dasar Perpajakan (edisi kedua). Bandung: PT. Refika Aditama. Subarsono, AG. (2005). Analisis Kebijakan Publik Teori. Konsep dan Aplikasi (Cetakan 1). Pustaka Pelajar. Suwitri, Sri. Konsep Dasar Kebijakan Publik, Badan penerbit Universitas Diponegoro: Semarang, 2008. Laporan lembaga : Direktorat Jenderal Pajak. (2012). Buku Laporan Tahunan Ditjen Pajak 2011. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak. Jurnal online : Rohmawati. Lusia. Prasetyono. dan Rimawati. (2013). Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo Madura. Pengaruh Sosialisasi dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas pada KPP Pratama Gresik Utara). unduh tanggal 28 Februari 2014 dari http://asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/7-PENGARUHSOSIALISASI-DAN-PENGETAHUAN-PERPAJAKAN-TERHADAP-TINGKATKESADARAN-DAN-KEPATUHAN-WAJIB-PAJAK.pdf. Publikasi elektronik : Internet World Stats. (2012). Asia Internet Use. Population Data and Facebook Statistics. Diunduh tanggal 30 Januari 2014 dari http://www.internetworldstats.com/stats3.htm#asia. Internet World Stats. (2012). Top Ten Countries With The Highest Population. Diunduh tanggal 30 Januari 2014 dari http://www.internetworldstats.com/stats8.htm. Direktorat Jenderal Anggaran. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2013). Nota Keuangan dan Rancangan APBN TA 2014. Diunduh tanggal 28 Februari 2014 dari http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NK%202014.pdf. Primartantyo, Ukky. (2014). Kantor Pajak Hapus Drop Box SPT. Diunduh tanggal 7 Juni 2014 dari http://www.tempo.co/read/news/2014/03/17/058562992/Kantor-Pajak-Hapus-DropBox-SPT.
Electronic filing..., Winnendra Dwi Saputra, FISIP UI, 2014