elah menunjukkan dirinya dengan segala kesaktiannya. Karena takutnya, mereka lalu menjatuhkan dirinya berlutut. Mereka para nelayan yang pencaharian sehari-harinya bersumber dari air, sangat mementingkan sekali akan keajaiban dewa air ini, sehingga ada diantara mereka yang segera membeli lilin dan hio untuk bersembahyang dipantai. Bu Khek Too Cu membawa perahunya merapat kepantai, tapi dia tetap saja kehilangan jejak Lie Siauw Hiong. Sambil melonjongkan mulutnya Thio Ceng lalu berkata pada ayahnya : "Thia-thia, orang lain pasti tidak dapat menyeberangi pantai untuk melarikan diri.” Tanpa terasa Bu Khek Too Cu pun tertawa dibuat-buat, mukanya tampak sangat tegang sekali, kedua pasang kakinya agak dibengkokkan, lantas perahu tersebut bertukar arahnya, dengan pesat sekali ditujukan kepantai seberangnya. Air sungai yang bergelombang tadi lama sekali baru reda kembali, tapi sekonyong-konyong dari permukaan air sungai yang sudah tenang kembali itu muncul dua buah kepala orang. Mereka itu adalah pemuda Lie Siauw Hiong dan Kim Bwee Leng. Begitu perahunya terbalik. Lie Siauw Hiong sudah mendapat sebuah akal yang sangat tepat sekali. Ia menarik Kim Bwee Leng lalu dibawanya menyelam kebawah
perahunya yang tertelungkup itu untuk bersembunyi. Akal
Lie Siauw Hiong ini ternyata tepat, karena ia tahu bahwa tiap-tiap perahu yang tertelungkup diatas air, orang dapat bersembunyi dibawahnya dengan aman dan dapat bernafas. Begitulah kedua orang itu bersembunyi dengan amannya selama sehari penuh, dibawah perahunya yang terbalik itu dengan mengerahkan tenaga dan ilmu meringankan badan agar ia tidak terbenam. Hanya yang terbenam masuk air, anggota tubuhnya dan leher kebawah. Kepalanya saja yang diatas permukaan air dibawah kekosongan perahu yang tertelungkup itu. Kim Bwee Leng yang melihat Lie Siauw Hiong begitu cerdik, lalu dia tertawa manis sekali. Dalam hatinya ia sangat memuji kepintaran kekasihnya ini. Ditengah-tengah perahu, mereka dapat merasakan bahwa lawan mereka belum lagi pergi. Maka Lie Siauw Hiong tidak berani menimbulkan riak air yang mungkin mencurigakan lawannya. Waktu dia mendengar air segenap penjuru mereka bergolak, mereka menjadi bertambah kaget saja. Tak lama antaranya mereka merasakan bahwa perahu mereka mulai bergerak perlahan-lahan, tetapi sejurus kemudian mereka merasa kaki mereka sudah membentur tanah, membuat hati mereka menjadi sangat gembira, karena mereka mengetahui bahwa perahu mereka sudah dekat tepian. Setelah ia sampai ditepi sungai, ia mendengar suara Thio Ceng yang bernada membantu mereka. Hatinya menjadi terharu atas kebaikan gadis cilik ini. Ayah gadis ini lalu menuruti perkataannya untuk pergi kepantai seberangnya. Waktu perahu itu berbalik menuju kearah seberang, Lie Siauw Hiong buru-buru menarik tangan Kim Bwee Leng untuk diajak menyelam lebih lama, sementara perahu itu jauh dari mereka agar tidak diketahui oleh ayah gadis itu.
Kemudian setelah kakinya dapat menjejak tanah, hatinya menjadi tenang dan girang. Karena kedua orang ini adalah ahli tenaga dalam, untuk mengatur perjalanan napas mereka tidak merupakan soal yang sulit, belakangan setelah dia mendapat kepastian yang musuh tangguhnya itu sudah jauh dari mereka, barulah mereka berani perlahan-lahan mengangkat kepala mereka kepermukaan air sungai itu. Waktu memandang keseluruh penjuru, mereka melihat lawan tangguh mereka sudah tidak ada lagi. Mereka baru dapat menarik nafas lega dan lalu bersama Kim Bwee Leng mendarat kepantai. Tiba-tiba Kim Bwee Leng berkata : "Untung kita masih dapat meloloskan diri kita dengan selamat.” Kedua orang ini yang tadi dapat menyaksikan tenaga dalam dari lawannya, mana mereka berani berdiam lamalama disitu, dengan menggunakan kepandaian meringankan tubuh lantas mereka dengan pesatnya melarikan diri kearah semak-semak disitu. Melihat Lie Siauw Hiong mengembangkan ilmu meringankan tubuhnya ini, diam-diam Kim Bwee Leng merasa girang sekali dan berkata : "Kepandaiannya sungguh sempurna juga.” Sambil memegang tangan Lie Siauw Hiong, mereka lari bersama-sama, sebab bila dia tidak memegang lengan Lie Siauw Siong, dia pasti tak dapat menyusulnya. Pada saat itu seluruh badannya sudah bulat-bulat
diserahkan pada orang disampingnya. Bajunya yang basah kuyup, waktu tertiup oleh angin lantas berbunyi 'ser, ser, ser'. Kim Bwee Leng lalu menarik-narik baju yang melekat ditubuhnya, Lie Siauw Hiong yang melihatnya lalu tertawa,
kakinya lantas ditotolkan ketanah, kemudian tubuhnya melayang sehingga beberapa tombak jauhnya. Waktu itu mereka berdua telah merasakan pengalaman pahit yang mereka alami selama dua hari itu sudah mulai lenyap dari benaknya, tetapi ..…. Sekonyong-konyong dibelakang mereka berdua tampak bertambah pula satu bayangan orang yang berwarna putih. Seperti kilat cepatnya ia sudah berada didekat mereka dan menotok jalan darah 'Hian-kwan-hiat' ditubuh Lie Siauw Hiong. Seketika itu Kim Bwee Leng terasa tubuh Lie Siauw Hiong berhenti larinya, hingga dia yang belum dapat menghentikan larinya, tubuhnya terdorong jauh sampai beberapa tombak, tapi tangannya terasa kosong dari pegangannya. Hal mana, sudah barang tentu telah mengejutkan sekali hati si nona. Ia lalu menoleh kebelakang, dia hanya melihat sesosok bayangan yang berwarna putih berkelebat pergi, sedang tubuh Lie Siauw Hiong tidak diketahuinya kemana perginya. Selanjutnya dia hanya mendengar suara orang yang sangat merdu berkata : "Kho-nio, orangmu aku bawa pergi, tetapi ingat, aku berlaku demikian demi kebaikanmu sendiri !” Kim Bwee Leng hanya merasa kepalanya pening sekali. Dilepaskannya kesegenap pandangannya keempat penjuru, tapi sama sekali tidak terlihat ada bayangan orang yang berbicara hingga ia merasa dan bertanya, dari manakah
datangnya suara itu ? Angin berhembus sepoi-sepoi basah, ketika Kim Bwee Leng ditinggal pergi seorang diri ditengah semak-semak belukar itu. Karena terlalu kesepian, dia menjadi takut, berulang-ulang dia berteriak : "Hiong Koko, apakah yang terjadi atas diri kau ? Dan dimanakah kau berada sekarang ini?”
Dia lalu mengejar kearah bayangan berwarna putih yang melarikan diri itu. Waktu dia sampai kembali dipantai, air sungai mengalir kearah Timur, ditengah-tengah sungai tampak sebuah kapal yang besar dengan layarnya yang telah dipasang dan kelihatan mulai berlayar menuju kearah Timur. Waktu angin datang meniup, tiba-tiba tampak olehnya sepotong papan yang sudah terbakar dihempaskan ombak kedekat kakinya. Lalu Kim Bwee Leng membungkukkan badannya memungut benda itu sambil berkata : "Kayu ini adalah yang kemarin aku bantu Hiong Koko membakarnya untuk menghangatkan badannya. Hiong Koko, kemanakah kau ?” Pengalaman hidup yang cukup pahit getir yang mereka alami selama dua hari ini, seakan-akan dirasakannya lembut sekali. Kesemuanya ini dirasakannya bagaikan mimpi saja, yang pada saat ini masih melekat diotaknya, tapi orang yang dimimpikannya itu entah sudah pergi kemana. Selama dua hari ia tidak mengecap rasa nasi dan air, ditambah lagi semangatnya menerima pukulan ini, dia pun tidak dapat mempertahankan kekuatan dirinya lebih lama lagi, maka dengan perasaan lemas sekali, tiba-tiba tubuhnya jatuh ketanah.
Ternyata dia jatuh semaput. Dalam keadaan sadar tak sadar dia mendengar ada orang yang tengah berbicara, sedangkan mulutnya terasa pahit sekali, ternyata dia telah diberi obat oleh seseorang yang dia tidak ketahui. Sejurus kemudian, orang yang bicara itu kini suaranya dapat didengarnya dengan nyata sekali. Baru saja dia ingin membuka matanya, tiba-tiba dia merasa ada sebuah tangan menyentuh badannya, kemudian disusul dengan suara 'plok
!' yang menandakan suara tepukan tangan yang saling beradu, kemudian disusul dengan suara yang kaku berkata : "Loo Ong, kau tidak boleh berlaku secara melanggar persahabatan ! Nona ini adalah aku yang pertama menjumpainya, maka patut juga rasanya akan aku yang merasainya dahulu. Tapi mengapakah kau sembarangan ingin bertindak yang hendak mendahului tindakanku ?” Lantas terdengar suara yang lainnya dan agak kasar sambil tertawa dan menjawab : "Mengapa kau harus marah, aku hanya menyentuhnya sedikit saja, apakah hubungannya denganmu ?” Orang yang pertama berkata itu lalu berkata pula : "Aku tidak mengizinkan kau menyentuhnya !” Kedua orang ini saling berebutan hendak dahulu-mendahului melampiaskan nafsu berahinya terhadap diri Kim Bwee Leng. Salah seorang diantara mereka kedengaran berkata : "Bila Su Loo Jie sudah kembali, tentu gadis ini akan dikuasainya sepenuhnya.”
Perkataan tersebut jelas menggema ditelinga Kim Bwee Leng, hingga diam-diam didalam hatinya dia memaki : "Kalian manusia-manusia busuk yang menganggap setiap wanita akan dapat kalian perbuat sesuka hati, ternyata kau ingin mampus !” Oleh karena itu, dengan sengaja Kim Bwee Leng menutup matanya rapat-rapat. Orang yang pertama tertawa terbahak-bahak sambil berkata : "Kau berlaku seolah-olah tidak kebagian saja. Tunggulah sampai nona ini siuman dulu, baru kau dengan tenang melampiaskan napsu berahimu.” Setelah berdiam sejurus, tampaknya dia sendiripun sudah tidak dapat menahan nafsu hatinya pula, maka ia lalu berkata : "Baik, baik, menurut perkataanmu, nona ini adalah milikku, bila kau ingin mendahului aku, akupun
tidak merasa keberatan, asal saja kau berikan ganti kerugian dengan uang.” Yang seorang lagi berkata dengan perasaan lega : "Omongan Tio Twa-ko akan kupenuhi. Nona ini bila dibandingkan dengan pelacur di Siu-sian-lie jauh lebih bagus. Uang satu dua thail tidak ada harganya bagiku demi buat nona ini.” Diam-diam Kim Bwee Leng menggertakkan giginya. Dia kuatir kekuatannya belum lagi pulih, maka sampai saat itu belum turun tangan juga, tiba-tiba dia merenggangkan kelopak matanya sedikit memandang. Ternyata kini dia sedang terbaring didalam cuaca yang remang-remang. Saat itu hari sudah mulai malam, secara samar-samar dia melihat dimukanya berdiri dua orang yang bertubuh kasar. Kedua orang itu lalu tertawa bersama. Belum lagi suara tertawa mereka berhenti, lantas terdengar suara jeritan tertahan, ternyata tubuh yang besar
dari Tio Twa-ko sudah melayang keudara dan jatuh keatas tanah tanpa suara. Lalu diiringi oleh hembusan nafasnya yang terakhir. Loo Ong buru-buru mundur dua tindak, setelah melihat keempat penjuru, dia melihat wanita yang dia tolongi dipantai itu pada saat itu masih terbaring ditanah, sedikitpun tidak bergerak, dia dengan perasaan kaget dan takut, dia mengira bahwa ia telah berjumpa dengan setan, lalu dia berlutut ditanah sambil manggut-manggut, sedangkan mulutnya berkemak-kemik seakan-akan orang meminta ampun agaknya. Diam-diam Kim Bwee Leng merasa geli, sewaktu Tio Two-ko itu menghampirinya, buru-buru dia mengulurkan tangan kanannya dan dengan telak sekali memukul dada si Tio Twa-ko itu.
Sekalipun kekuatannya belum pulih seratus persen, tapi orang macam Tio Twa-ko itu bagaimana dapat menahan pukulannya ini sehingga ini mengakibatkan jantungnya putus dan mampus seketika itu juga. Loo Ong tidak mengira, bahwa wanita muda ini mempunyai kepandaian silat yang tinggi. Karena percaya akan dewa-dewa, maka ia bersembahyang dan berdoa, tibatiba dadanya tertendang dan dia berguling-gulingan beberapa tindak. Dia berteriak dan baru saja dia ingin merayap bangun untuk melarikan diri, ketika dia mendengar ada orang yang membentaknya : "Tahan !” Loo Ong merasa kedua kakinya lemas sekali, kembali dia menjatuhkan dirinya berlutut. Waktu dia menoleh, ternyata pemimpinnya yang kedua, yaitu yang paling ditakutinya, yakni 'Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan, telah berdiri dibelakangnya.
Loo Ong dan Tio Loo Toa adalah anak buahnya yang beroperasi disungai Tiang-kang. Pada malam itu sewaktu dia merapatkan perahunya disalah satu tikungan ditempat itu dan mendarat untuk meronda, dia bersama Tio Loo Toa mendapatkan wanita cantik ini sedang terbaring diatas tanah, lantas mereka merencanakan maksud jahatnya itu. Waktu Tio Loo Toa mati, Loo Ong berteriak kaget, pada saat itu Sun Tiauw Wan yang sedang meronda juga disekitar tempat itu, mendengar suara teriakan tersebut diapun lekas-lekas datang. Waktu dia melihat ditanah terbaring seorang wanita, dan disampingnya ada mayat orang terpisah beberapa langkah, sedangkan Loo Ong tanpa diketahui sedang berbuat apa disitu, dengan penuh kemarahan, lalu dia sepak orang bawahannya ini. Waktu Loo Ong melihat kedatangannya,
takutnya lebih hebat bila dibandingkan dia bertemu dengan setan. Waktu Kim Bwee Leng menampak orang ini, hatinya girang sekali, maka diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Ternyata adalah kawan-kawanmu sendiri.” Karena Sun Tiauw Wan dan Tian-mo Kim Ie saling kenal mengenal, malahan diapun sudah pernah dibawa juga bertemu dengan Kim It Peng, maka Kim Bwee Leng pun kenal juga dengannya, hingga hatinya menjadi tenang. Sambil mengeluarkan suara dari lobang hidungnya, Sun Tiauw Wan lalu menundukkan kepalanya memandang pada wanita ini. Waktu dia melihat Tio Loo Toa telah mati karena pukulan yang berat sekali, diam-diam dia merasa heran, dari mana orang yang mempunyai kepandaian begitu tinggi itu muncul. Lalu dia berkata : "Aku kira binatang ini ingin memperkosa wanita ini, tapi lantas
terlihat oleh seorang pandai yang segera turun tangan terhadapnya.” Bintang-bintang memenuhi angkasa raya, bulan pada saat itu berbentuk sabit, dia melihat yang wanita ini berbaju hijau, sepasang alisnya sangat indah, hidungnya mancung sekali, sedang mulutnya berbentuk buah Tho. Diam-diam Sun Tiauw Wan berpikir : "Ternyata dia! Mengapa dia bisa datang kemari, dan bajunya compang- camping pula, sedangkan rambutnyapun kusut tak keruan ?” Lalu dia balik berpikir : "Kedua binatang yang harus mampus ini, entah telah berbuat perkara apa, sehingga satu diantaranya telah menemui ajalnya.” Dalam keheranannya, dia lalu membungkukkan badannya sambil berkata : "Kim Kho-nio, kau baik-baik saja ?” Kim Bwee Leng hanya tertawa dingin, sedikitpun dia tidak menghiraukannya.
Loo Ong yang melihat pemimpinnya begitu hormat terhadap wanita ini, saking kagetnya semangatnya dirasakan hilang sama sekali, keringat dingin mengucur deras, sedangkan seluruh badannya bergemetaran keras sekali. Sun Tiauw Wan pun tidak mengetahui, anak dara dari Raja Racun ini mempunyai rencana apa. Dia sesungguhnya tidak berani berlaku salah terhadap Kim Ie, terlebih-lebih dia tidak berani membuat marah pada anak dara dari Raja Racun ini, maka ia lalu berkata : "Aku yang rendah tidak mengetahui kedatangan nona, hingga tidak keluar menyambut dengan sepatutnya, harap dimaafkan saja dan sudi apalah kiranya nona mampir kekapal kami.” Dirinya sendiri yang termasuk salah satu pemimpin dari daerah sungai Tiang-kang, yang mempunyai orang-orang
bawahan beribu-ribu orang, pada saat itu terhadap Kim Bwee Leng dia berlaku begitu hormat sekali. Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa 'Raja Racun' dan Tian-mo Kim Ie kedudukannya didalam kalangan Kangouw dapat dibayangkan betapa tingginya. Sambil ketawa dingin Kim Bwee Leng lalu bangkit berdiri, sekalipun kakinya terasa agak lemas, tapi dia tidak terluka sama sekali. Dan yang menyebabkan ia sampai begitu lemas ialah karena selama dua hari ini tidak pernah makan ataupun minum. Sambil menunjuk pada diri Loo Ong dia berkata : "Apakah dia ini adalah anak buahmu ? Aku lihat dia ..….” Tanpa menunggu habis perkataannya, Sun Tiauw Wan sudah menjawab berulang-ulang : "Benar, benar,” badannya bergerak berputar, sedang tangannya dipukulkan dimukanya Loo Ong satu kali, hingga tubuh Loo Ong
hancur lebur karena pukulan tadi yang dilakukan dengan ilmu Tiat-see-ciang (telapak tangan pasir besi). Sebaliknya Kim Bwee Leng merasa kaget sekali. Sebenarnya dia ingin menyuruh Sun Tiauw Wan untuk memperingatinya saja, tapi tak diduga-duga Sun Tiauw Wan yang sangat telengas itu telah membunuh mati orang bawahannya itu, hingga diam-diam dia berpikir : "Dia hanya mengeluarkan dua patah kata kotor saja ..…. Aku kasihan melihatnya, tapi siapakah yang merasa kasihan terhadapku ?”
Tanpa berpikir apa-apa lagi, dia lalu mengikuti Sun Tiauw Wan, yang telah berdaya-upaya untuk menghiburnya dengan kata-kata yang manis dan menyenangkan hati si nona itu. Ho Sin yang melihat Sun Tiauw Wan pulang dengan membawa seorang wanita cantik kekapalnya, pada saat itu tidak terasa lagi dia merasa heran juga. Dia tahu Sun Tiauw Wan biasanya bekerja sangat teliti sekali. Tapi Sun Tiauw Wan yang terlebih siang dapat menerka isi hati kawannya ini, dengan lantas dia tertawa dan berkata : "Aku ingin memberitahukan kepada Twa-ko, bahwa hari ini Siauw-tee membawa seorang tamu agung datang kemari.” Ho Sin tidak menjawab perkataan kawannya, hanya memandang pada wanita dihadapannya ini. Dia melihat sinar mata Kim Bwee Leng tidak bersemangat sama sekali, tampaknya seperti seolah-olah orang yang tidak memperhatikan sesuatu disekelilingnya.
Diam-diam Ho Sin berpikir : "Orang yang begini tolol, buat apa dibawa kemari ?” Sun Tiauw Wan lalu melanjutkan perkataannya : "Nona ini adalah Kim Kho-nio, Sumoay dari Kim Ie Tay-hiap dan puteri dari Raja Utara.” Dia sengaja tidak menyebut
perkataan 'Raja Racun', tetapi hanya menyebut Raja Utara saja sebagai gantinya. Dengan perasaan terkejut Ho Sin hanya dapat mengeluarkan suara 'Oh' saja, lalu buru-buru dia menolehkan pandangannya kejurusan lain, yang tadinya terus-terusan menatap wajah si nona itu. Sambil tertawa dia berkata : "Hari ini angin mana yang telah meniup nona datang kemari ? Silahkan duduk, silahkan duduk.” Dia yang tabiatnya sangat sombong itu, merasa perkataannya yang dua patah ini sudah cukup sopan dan manis. Sun Tiauw Wan yang mendengarnya tidak terasa lagi jadi mengerutkan keningnya, karena khawatir kalau-kalau nona ini akan menjadi marah. Pada saat itu Kim Bwee Leng tidak melakukan pergerakan apa-apa, dia ternyata sedang memikirkan diri Lie Siauw Hiong. Sebentar kemudian dimeja sudah disajikan hidanganhidangan yang enak-enak, hingga Kim Bwee Leng yang memang sudah kelaparan, tanpa sungkan-sungkan lagi lantas dahar makanan yang tersedia dengan lahapnya. Diam-diam Sun Tiauw Wan tertawa sambil berkata pada dirinya sendiri : "Nafsu makan nona ini sangat mengejutkan orang, tampaknya dia seperti orang yang sudah tidak makan selama tiga hari !” Dia mana tahu bahwa Kim Bwee Leng sesungguhnya sudah tiga hari tidak makan ! Ho Sin yang melihatnya merasa cocok sekali dengan
dugaan kawannya, maka sambil tertawa diapun lalu mengambil daging sepotong besar dan minum arak yang banyak sekali, sambil dia memuji dan berkata : "Kim Khonio, silahkan makan dan minum sampai puas.” Sedang dia sendiripun tampaknya girang sekali.
Sesudah makan sebentar, Kim Bwee Leng tiba-tiba meletakkan sumpitnya, matanya melihat keluar jendela yang pada saat itu tampak gelap sekali, hatinya gundah gulana tidak keruan, sedang sepasang alisnya tampak dikerutkan. Ia kelihatan sangat bersedih hati. Ho Sin adalah orang yang semberono sekali, dan tatkala melihat pemandangan tersebut, diam-diam dia berpikir : "Nona ini mengapa dengan sekonyong-konyong tampaknya sedih sekali, seperti orang kematian suaminya saja ?” Tapi biar bagaimanapun dia takut sekali terhadap 'Raja Racun' Kim It Peng dan Tian-mo Kim Ie. maka dari itu, perkataannya hanya diucapkannya didalam hati saja, tapi tak berani mengeluarkannya barang sepatahpun. Dia tak tahu bahwa Kim Bwee Leng sesungguhnya sudah sangat lapar sekali. Melihat makanan, bagaimana dia tidak segera menyaploknya, tapi setelah makanan itu turun keperutnya, dia merasa badannya agak segar, kemudian waktu terpikir akan urusan yang banyak dan harus dia selesaikan, maka dia tidak dapat makan dengan bernafsu lagi, karena biarpun makanan itu lebih enak sekalipun, diapun pasti tidak akan dapat meneruskan makannya pula. (Oo-dwkz-oO)
Jilid 11 Diam-diam hati Sun Tiauw Wan sangat kesal sekali, kemudian dia berpikir : "Tampaknya nona she Kim ini
mempunyai urusan penting yang banyak meminta pikirannya untuk diselesaikan, sampai pada bajunya pun compang-camping. Apakah barangkali nona yang memiliki kepandaian silat yang tinggi ini yang juga menjadi sumoay pendekar nomor satu Tian-mo Kim Ie, mengalami kesukaran akibat bentrokan dengan orang lain ?” begitulah
selanjutnya ia berkata pula : "Kim Kho-nio hendak pergi kemana ? Sudikah kiranya kami mengantarkannya ?” Sekalipun dia merasa curiga, tapi dimulutnya tak satu patahpun perkataan yang keluar. Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa pertanyaannya ini telah membuat Kim Bwee Leng tertegun. Dia menghela napas dengan perasaan hancur luluh, karena dia teringat akan kejadian selama dua hari yang lalu itu, hingga sertamerta terlintas kembali dengan jelas satu persatu peristiwa yang dialaminya. Mengingat hal ini, hatinya menjadi amat sakit bagaikan diiris-iris dengan pisau belati rasanya, maka tanpa disadarinya dia telah mengucurkan airmata dihadapan kedua orang yang baginya masih asing itu. Kim Bwee Leng berpikir : "Walaupun dunia ini sangat luas, tapi dimana diriku hendak ditumpangkannya ? Ai sekalipun ada tempat untuk aku menyenderkan diriku, tapi hal itu sudah tidak perlu lagi, karena seluruh tubuhku sudah kuserahkan kepadanya, tapi dia ..…. apakah sebenarnya yang telah terjadi atas dirinya ?” Wanita ini yang seluruh perasaannya
sudah ditenggelamkan oleh perasaan cinta alias mabuk asmara, pada saat itu dia merasakan tidak ada satu perkarapun yang lebih penting daripada sidia. Walaupun ada kesenangan yang lebih bahagia sekalipun, pada saat itu dia merasa sangat menderita, tidak ada kebahagiaan yang dapat dia kecap dan tidak ada suatu perkataanpun yang dapat menghiburnya, karena soalnya yang utama ialah dia telah kehilangan orang yang dikasihinya secara mendadak, hingga ini membuat perasaannya menjadi sangat sedih. Ia merasa bahwa kehilangan pemuda itu jauh lebih besar daripada kehilangan nyawanya sendiri.
Ho Sin dan Sun Tiauw Wan tidak tahu bahwa pendekar wanita yang memiliki kepandaian silat yang tinggi dan cukup sempurna ini, pada saat itu perasaannya lahir-batin terlalu lemah bila dibandingkan dengan wanita-wanita lain. Kini dia telah terkena pukulan batin yang sangat hebat berhubung rasa kehilangan Lie Siauw Hiong menguasai seluruh perasaannya. Mereka kemudian memandang kepadanya dengan perasaan tercengang, tapi Sun Tiauw Wan tidak berani menanyakan soal apa yang telah membuat si nona bersedih itu. Karena demi menjaga keluhuran pribadinya, dia merasa tak perlu dan tak ada faedahnya akan mau tahu urusan orang lain. Tapi Ho Sin sebaliknya memaki dalam hatinya : "Melihat perempuan ini menangis terus-terusan, sungguh membuat hatiku merasa sangat tidak enak !” Oleh karena itu, dia lalu meletakkan cawan araknya diatas meja sambil menguap. Pada wajahnya terbayang perasaan tak sedap. Sun Tiauw Wan lalu memberi tanda dengan kedipan
matanya pada Ho Sin tapi dia berlaku pura-pura tidak tahu. Sejurus kemudian Ho Sin berkata dengan suara yang agak keras : "Kho-nio mempunyai urusan apakah ? Kiranya Khonio tidak keberatan, cobalah kau ceritakan padaku, agar sedapat mungkin aku dapat membantu memecahkan persoalanmu ini.” Sun Tiauw Wan yang mendengar hal ini, diam-diam lalu mendengus : "Saudaraku, terang-terangan kau ingin mencari kesukaran saja !” Kim Bwee Leng yang mendengar perkataan tersebut, lalu dia kesampingkan pikirannya yang tengah mengembara jauh-jauh dan menghapus air matanya. Diam-diam dia sesalkan dirinya sendiri, mengapa dalam suasana demikian
dia mengucurkan air mata dimuka orang yang belum begitu kenal kepadanya. Tapi sewaktu dia mendengar perkataan Ho Sin, hatinya tergerak dan lalu dia berkata : "Aku benarbenar mempunyai suatu hal yang hendak minta bantuan Ho Twa-ko untuk memecahkannya.” Waktu dia menyebut Ho Toa-ko, Ho Sin dengan sebutan sungguh membuat hati Ho Sin merasa bangga sekali, hingga sambil mengeluarkan bacotnya yang besar ia tertawa dan berkata : "Bila betul nona mempunyai suatu hal, katakanlah padaku, aku Ho Sin bukan sengaja bicara besar dihadapanmu, dalam daerah tujuh propinsi segala urusan kecil besar aku dapat membereskannya !” Pembicaraan Ho Sin ini adalah yang sebenarnya, karena dia sebagai pemimpin dari daerah sungai Tiang-kang, golongan Hitam maupun Putih dari tujuh provinsi, dengannya mempunyai perhubungan satu sama lain. Sun Tiauw Wan yang mendengar perkataan kawannya ini, diam-diam dia membanting-bantingkan kakinya sambil
berkata : "Tapi, Twa-koku, persoalan Kim Kho-nio ini sekalipun kau ingin membantu, pasti tidak akan dapat melaksanakannya.” Mendengar kata-kata Sun Tiauw Wan ini, Kim Bwee Leng hanya tersenyum saja, tapi senyumnya ini terang senyum dipaksakan, kemudian dia melanjutkan katakatanya : "Bila demikian, maka silahkan Ho Twa-ko membawa aku kekota Bu Han.” Sun Tiauw Wan sangat tercengang mendengar perkataan nona ini. Sesungguhnya dia menjadi terheran-heran oleh permintaan Kim Bwee Lang yang sangat sederhana ini. Ho Sin tiba-tiba tertawa besar dan menjawab : "Soal ini terlampau gampang sekali.”
Mereka berdua tidak pernah menduga bahwa pendekar wanita yang namanya sangat terkenal ini, mengajukan permintaan tersebut. Kim Bwee Leng menundukkan kepalanya, dan melanjutkan perkataannya : "Kemudian aku mengharapkan kau berdua menyediakan dan membuatkan aku satu kapal serta anak buahnya sekalian.” Sun Tiauw Wan tanpa terasa lagi bertambah heran saja, hingga diam-diam dia berpikir : "Kapal ayahnya yang demikian besar dan megahnya, mau dikemanakan ? Aku yang dibesarkan disungai Tiang-kang, seumurku belum pernah melihat kapal lain yang melebihi keindahan kapal ayahnya. Kenapa dia minta aku menyediakannya satu kapal lain ? Apakah barangkali nona ini dengan ayahnya telah terbit perselisihan besar yang membuat dia menjadi ngambek dan kabur ?” Sekalipun Sun Tiauw Wan cerdik dan licin, dia tidak pernah menyangka bahwa kapal Kim It Peng yang sudah dapat disebut kapal yang menjagoi dunia
pada saat itu, telah tenggelam. Oleh karena itu, dengan perasaan heran dia bertanya : "Nona minta aku menyediakan kapal, nona ingin pergi kemana lagi ?” Ho Sin tanpa segan-segan dan ragu-ragu lagi ia bertanya : "Aku mendengar perkataan Sun Jie Tee, bahwa ayah nona mempunyai satu kapal yang paling baik didunia ini, mengapakah nona tidak memakai kapal itu saja ?” Alis Kim Bwee Lang bergerak turun naik, dan sambil mengalihkan perkataan Ho Sin dia berkata : "Aku ingin berlayar mengarungi samudera. Oleh karena itu, aku harap kalian berdua mencarikan anak buahnya sekalian yang mengerti betul tentang pelayaran untuk mengemudikan kapal.”
Kim Bwee Leng yang selalu hidup manja semenjak kecil, tentu saja apa yang dia ingini pasti dapat. Maka kini sifat masa kecilnya itu masih melekat benar pada dirinya. Tanpa disadarinya permintaannya itu ahcirnya berubah seakanakan menjadi perintah. Sifatnya yang memerintah orang lain ini nyata telah diperlihatkannya, atas mana Ho Sin lalu berkata : "Hal ini juga mudah sekali, aku mempunyai banyak anak buah yang mempunyai penghidupan dan pengalaman dilaut.” Dia tidak ingin memaksa Kim Bwee Leng menjawab pertanyaannya yang belum dijawab tadi. Sun Tiauw Wan kemudian menundukkan kepalanya dan berpikir : "Dalam perkara ini tentu ada sebabnya. Tapi persoalannya ini tidak kuketahui, berhubung nona itu tak mau menceritakan duduknya persoalan yang sebenarbenarnya. Tapi sebaliknya ada suatu tanda, bahwa ia menyimpan sesuatu rahasia maka ia tidak menjawab pertanyaan saudaraku, tampaknya benar-benar dia tidak
ingin kami mengetahui urusannya, oleh karena itu, buat apa aku bertanya pula kepadanya ? Hanya mengapa nona ini benar-benar ingin sekali pergi kelaut ? Apakah sebenarnya makna perjalanannya ini ? Sungguh-sungguh tak dapat kumengerti.” Kemudian mulutnya menjawab dengan suara lantang : "Bila memang nona ingin pergi ke Bu Han, tentunya nona mempunyai urusan yang penting. Maka kalau begitu halnya, kamipun tidak perlu acapkali berlabuh, baiklah siang-malam kita berlayar saja.” Sesungguhnya dia tidak ingin Kim Bwee Leng berdiam dikapalnya lama-lama. Dengan girang hati Kim Bwee Lang berkata : "Hal yang lebih baik dari ini tidak ada lagi.” Oleh karena itu, Sun Tiauw Wan lalu memerintahkan anak buahnya berlayar, dan pada hari keduanya sebelum senja, mereka sudah sampai dikota Bu Han.
Rencana Kim Bwee Leng ialah mula-mula pergi kekota Bu Han untuk melihat rumah Lie Siauw Hiong. Dia tahu yang Lie Siauw Hiong adalah pemilik dari toko San Bwee Cu Poo Hoo. Oleh karena itu, dia ingin menyelidiki asalusul Lie Siauw Hiong lebih terang dan terliti, sekalipun perhubungannya dengan Lie Siauw Hiong sudah mencapai taraf yang paling rapat dap mesra, tapi terhadap riwayat Lie Siauw Hiong dia hanya mengetahui samar-samar saja. Adapun maksudnya untuk menyelidiki asal-usul Lie Siauw Hiong terlebih jelas, ialah disebabkan dia ingin mengetahui mengapa orang berbaju putih yang mempunyai kepandaian sangat tinggi itu telah mengikat permusuhan dengannya. Kemudian dia ingin menggunakan kapalnya berlayar ke Timur, untuk menyelidiki jejaknya Lie Siauw Hiong,
karena diam-diam dia berpendapat, bahwa tempo hari dari pantai dia melihat sebuah kapal ditengah-tengah sungai yang telah berlayar kearah Timur, kapal mana pasti adalah kapal orang sekolahan berbaju putih dan wanita cantik yang memakai kapal tersebut. Begitu kapal mereka tiba dikota Bu Han, Sun Tiauw Wan lalu berkata : "Bila nona ada keperluan penting, silahkan naik kedarat saja untuk menyelesaikannya, paling lambat malam ini atau besok pagi, aku dan saudaraku pasti akan memenuhi permintaan nona tentang kapal dan anak buahnya sekalian.” Harus diketahui bahwa pengaruh Sun Tiauw Wan didaerah Tiang-kang besar sekali, untuknya menyediakan satu kapal, pasti dalam waktu sekejap mata saja sudah dapat dipersembahkannya. Kim Bwee Leng manggutmanggut mengiakan dan menyatakan terima kasihnya.
Dengan laku yang tergopoh-gopoh dia naik kedarat, orang-orang yang melihat wanita muda yang tampaknya demikian sibuknya ini karena pikirannya agak terganggu dengan pekerjaan yang sedang diselesaikannya ini, tidak terasa mereka jadi memandang kepadanya dengan perasaan yang terheran-heran. Waktu dia melihat pandangan orang banyak tertuju kepadanya, ia menjadi agak naik darah, tapi dia tidak berdaya. Dia berniat hendak menyewa saja sebuah kereta, tapi satu potong uangpun tidak ada padanya. Karena apabila dia tidak naik kereta, dia tidak tahu dimana letaknya toko San Bwee Cu Poo Hoo dan jalan kemana yang harus ditempuhnya
menuju ketoko tersebut. Disamping itu, dia tidak sudi untuk menanyakan pada orang banyak yang memandang kepadanya itu. Sejak kecil dia mempunyai kebiasaan yang agak sombong, tentu saja dia tidak mengerti terhadap urusan didunia ini. Dia mengharapkan tanpa disengaja akan menemukan toko yang dicarinya itu. Dia berjalan sepanjang dalam kota Bu Han tiada berhenti-henti untuk mencari toko tersebut. Kemudian dia terpikir pada dirinya sendiri : "Dengan caraku begini untuk menjumpai pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo dan untuk mendapat kabar tentang pemiliknya dari pelayan-pelayannya, tidaklah pelayan-pelayan toko tersebut kelak akan menganggap aku sebagai seorang sinting saja ? Tentu saja mereka takkan mau menceritakan hal yang sebenarnya nanti kepadaku.” Melihat orang banyak dengan kesibukannya masingmasing berjalan kian kemari sepanjang jalan, dia sendiri menjadi teturutan sangat bingung.
Begitulah sambil berjalan terus-menerus, kemudian dia memandang pada sebuah gedung berpintu besar yang berwarna hitam legam dan pintu-pintunya pada saat itu terpentang lebar. Didepannya terdapat sebuah batu besar, dimana tertambat beberapa ekor kuda dan disamping pintu tersebut tampak dua orang yang berperawakan tegap sedang berdiri disitu. Diam-diam dia berpikir : "Tempat apakah rumah ini ?” Waktu dia berjalan mendekati rumah tersebut, ternyata dimuka pintu itu terdapat sebuah papan merek yang tengantung diatas pintu dan bertulisan Bu Wie Piauw
Kiok, empat huruf besar. Dan inilah ada untuk pertama kalinya dia melihat sebuah Piauw Kiok. Maka selagi dia memandang lebih teliti, sekonyong-konyong tampak dua orang gagah yang rupanya sedang memperdebatkan sesuatu, disebelah dalam, kemudian mereka segera berjalan keluar. Salah seorang antaranya ialah Sun Tiauw Wan sendiri, hingga diwaktu melihat dia berada disitu, Kim Bwee Leng menjadi sangat girang dan lalu berkata didalam hatinya : "Baiklah aku minta dia mengantarkan aku pergi ketoko San Bwee Cu Poo Hoo itu.” Sun Tiauw Wan yang kebetulan, juga melihatnya dari jauh dia sudah berlari-lari anjing mendapatkan Kim Bwee Leng dan berkata : "Kho-nio, lekas-lekas jalan !” Kim Bwee Leng melototkan matanya dan bertanya : "Kenapa ?” Dengan gugup Sun Tiauw Wan lalu menjawab : "Sebentar lagi akan kuceriterakan.” Kim Bwee Leng yang melihat sikap Sun Tiauw Wan agak gelisah, dalam hatinya dia berpikir : "Ada urusan apakah lagi ? Apakah barangkali timbul perkara yang
bersangkut-paut denganku ?” Tanpa banyak bicara lagi, diapun lalu mengikutinya berjalan pergi. Orang yang bersama-sama Sun Tiauw Wan keluar tadi, dari belakang dengan suaranya yang nyaring berkata : “Sun Jie Ko, urusan ini aku serahkan kepadamu, harap jangan sekali-kali kau melupakannya.” Sementara Sun Tiauw Wan pun sambil membalikkan kepalanya lalu menjawab : Urusan ini kau boleh serahkan kepadaku, hanya Hwan Twa-ko jangan memperhitungkan soal tersebut sebagai bebanku sendiri.”
Orang yang tersebut tadi ternyata bukan lain daripada pemimpin dari Bu Wie Piauw Kok yang bernama Hwan Tie Seng. Sun Tiauw Wan memang mempunyai hubungan persahabatan yang baik sekali dengannya, maka begitu sampai dikota Bu-han, lalu dia pergi menyambanginya. Tapi sebegitu lekas Sun Tiauw Wan sampai di Bu Wie Piauw Kok, Hwan Tie Seng dengan wajah yang kebingungan sekali segera berkata : "Sun Jie-ko, kedatanganmu sungguh kebetulan sekali.” Sun Tiauw Wan lalu balik bertanya : "Kenapa ?” Hwan Tie Seng menjawab : "Selama dua hari ini dikota Bu-han telah terjadi perkara-perkara yang hebat sekali. Soal yang pertama-tama adalah pemilik toko yang baru didirikan yaitu toko San Bwee Cu Poo Hoo bernama Lie Siauw Hiong telah hilang tanpa diketahui kemana perginya. Orang-orang pada memperbincangkan soal ini. Diantara mereka ada yang mengatakan tentu dia telah diculik orang untuk dijadikan ..….” Dengan tertawa Sun Tiauw Wan lalu memotong pembicaraan orang : "Ah, soal ini belum dapat dikatakan perkara yang besar.”
Tapi Hwan Tie Seng segera menjawab : "Sun Jie-ko tidak mengetahui, pemuda Lie Siauw Hiong ini bukanlah seorang pedagang biasa. Dia bukan saja mempunyai persahabatan dengan aku, malahan dengan salah satu 'Kong Tong Sam Coat Kiam' yaitu Tee-coat-kiam Ie It Hui diapun bersahabat secara akrab sekali. Bila ada orang yang berani merampok piauw dari orang ini, aku kuatirkan hal ini akan membuat heboh.” Dengan tertawa terbahak-bahak Sun Tiauw Wan menjawab : "Hwan Twa-ko masakan curiga bahwa aku
yang melakukan perbuatan itu” Sambil mengerutkan keningnya Hwan Tie Seng menjawab : "Aku tidak pernah menduga kau. Kemarin secara tiba-tiba Ie It Hui telah kembali kekota Han-kouw ..….” Sun Tiauw Wan lalu memotong perkataan kawannya : "Ie It Hui itu bukankah beberapa hari yang lampau telah kembali kegunung Kong Tong San ?” Terbukti dia sangat tajam sekali pendengarannya, sampai pada kejadian dibawah loteng Oey-ho-lauw, sudah diketahui seluruhnya dengan sejelas-jelasnya. Hwan Tie Seng menjawab : "Memang benar, akupun mendengar yang dia segera akan kembali kegunung Kong Tong, untuk memberitahukan perselisihan pada gurunya Lie Tay-hiap tentang munculnya kembali Chit-biauw-sinkun. Dengan tidak diketahui oleh siapapun juga, kemarin dia bersama-sama Thian-coat-kiam Cukat Toaya dan Jincoat-kiam Souw Kho-nio datang kekota Han-kouw ini, tampaknya mereka telah saling berjumpa ditengah jalan.” Sun Tiauw Wan dengan suara mengandung keheranan lalu bertanya : "Oh, sekali ini 'Kong Tong Sam Coat Kiam'
semuanya Sudah datang kekota ini, kita untuk kesekian kalinya akan melihat keramaian.” Dengan mengerutkan keningnya Hwan Tie Seng menjawab : "Tee-coat-kiam ini ketika tiba ditempat ini, lalu mendapat kabar tentang lenyapnya Lie Siauw Hiong pemilik dari toko San Bwee Cu Poo Hoo, dia menjadi sangat marah sekali. Dia segera menjumpai aku dan lalu berkata, hal ini pasti dilakukan oleh anak buah dari orangorang daerah
sungai Tiang-kang, mereka ingin menggunakan pengaruhnya untuk memeras orang ..….” Dengan muka yang berubah, Sun Tiauw Wan menjawab : "Mengapa Hwan Twa-ko mengucapkan perkataan begitu ? Sekalipun kau mengetahui bahwa aku ini perampok, tapi cara aku merampok pun mempunyai aturan tertentu. Kami mempunyai peraturan sendiri dan kami dari golongan orang yang penghidupannya diair, terhadap orang-orang yang hidup didaratan dan yang mempunyai kekayaan bertumpuk-tumpuk, sedikitpun kami tidak berhasrat atau tergiur akan kekayaan mereka itu.” Hwan Tie Seng lalu berkata pula : "Aku maka berkata begitu, karena kau Sun Jie-ko tidak mengetahui, bahwa kalau menurut pendapatku, kehilangannya pemilik tersebut mempunyai sangkut-paut dengan orang lain.” Dengan segera Sun Tiauw Wan bertanya : "Siapa ?” Hwan Tie Seng lalu memberi isyarat dengan tangannya sambil berkata : "Justru gurunya orang ini.” Sun Tiauw Wan lalu menepuk meja sambil berkata : "Hal ini sesungguhnya amat aneh sekali. Pemuda she Lie tersebut sebagai seorang pedagang, bagaimana dia sampai mempunyai hubungan dengan orang tua tersebut ?”
Hwan Tie Seng lalu berkata dengan teliti, satu per satu
dia ceritakan dari hal Lie Siauw Hiong bertemu dengan orang aneh itu untuk pertama kalinya dibawah loteng rumah makan Oey-ho-lauw, lantas entah cara bagaimana dia telah menerima undangan orang aneh itu. Hwan Tie Seng menceritakan semuanya ini pada Sun Tiauw Wan, yang mendengarkannya dengan termangu-mangu. Kemudian Hwan Tie Seng melanjutkan pula : "Menurut pendapatku, hilangnya pemuda Lie Siauw Hiong pemilik dari toko San Bwee Cu Poo Hoo ini, tentulah mempunyai hubungan yang erat dengan si Raja Racun itu.” Hati Sun Tiauw Wan tergerak, lalu dia teringat bahwa Kim Bwee Leng juga pernah menanyakan hal itu kepadanya, hanya disimpannya saja dalam hati, tidak diceritakannya pada orang lain. Hwan Tie Seng berkata lagi : "Tapi Ie It Hui menduga, bahwa orang yang melakukan pekerjaan tersebut tentunya dimaksudkan orang-orang sebawahan Ho Twa-ko dan kau Sun Jie-ko.” Sun Tiauw Wan hanya tertawa tercengang saja. Kemudian Hwan Tie Seng menyambung : "Hari ini, pagi-pagi benar, Ie It Hui bersama Suheng dan Sumoaynya pergi kearah utara, kegunung Bu Tong San. Dan sewaktu mereka hendak pergi dia masih memesan aku, yaitu dia meminta aku agar mencari jejaknya pemuda she Lie itu. Terus terang hendak kukatakan, bahwa hilangnya pemuda she Lie itu sesungguhnya terlalu aneh sekali.” "Sebaliknya dia ini sesungguhnya juga seorang yang aneh pula. Cuma aku tidak dapat menyelidikinya dengan jelas asal-usul yang sebenarnya. Begitu pula Raja Racun
Kim It Peng, jika dia bermaksud akan menentangnya, buat apakah dia mengundang pemuda itu kekapalnya ? Sudah
tentu Raja Racun ini tidak mempunyai maksud untuk berlawanan dengannya.” "Apakah barangkali kepergian orang she Lie ini dengan Kim Bwee Leng mempunyai sangkut-paut, makanya Kim Bwee Leng dengan keras kepala datang kemari ?” pikir Sun Tiauw Wan didalam hatinya. Sejurus kemudian, dia segera minta diri. Hwan Tie Sang lalu memesan, kembali kepadanya untuk menyelidiki jejak Lie Siauw Hiong. Perkataan mana seakan-akan menaruh curiga terhadap pada kawannya ini. Sun Tiauw Wan tentu saja merasa kurang senang, maka begitu jalan keluar, dia terus pergi menemui Kim Bwee Leng, karena dia kuatir bahwa Hwan Tie Seng mengenal Kim Bwee Leng sebagai anak Kim It Peng. Sebelumnya Kim Bwee Leng bertanya : "Persoalan apakah yang terjadi dan dibicarakan antara kau dengan kawanmu itu ?” Sun Tiauw Wan sudah tentu tidak mau menceritakan perkara ini kepadanya, maka dia menjawab dengan sembarangan saja. Pikiran Kim Bwee Leng waktu itu hanya semata-mata tertuju kepada Lie Siauw Hiong saja, maka persoalan yang tidak ada hubungannya dengan dirinya sendiri, tidak dia hiraukan sama sekali. Maka setelah berjalan dua tindak, Kim Bwee Leng lalu bertanya lagi : "Apakah disini ada sebuah toko yang bermerek San Bwee Cu Poo Hoo ?” Mendengar pertanyaan ini, Sun Tiauw Wan sangat terkejut sekali, diam-diam dia berpikir : "Benar saja dugaanku !”
"Aku ingin pergi ketoko San Bwee Cu Poo Hoo untuk menyelesaikan satu perkara, tapi aku tidak tahu jalan mana
yang aku harus tempuh untuk sampai ditempat tersebut. Apakah kau bisa tolong mengantarkan aku kesana ?” ulas Kim Bwee Leng selanjutnya. Dengan pura-pura tidak tahu Sun Tiauw Wan lalu balik bertanya : "Kho-nio ingin pergi ketoko San Bwee Cu Poo Hoo, apakah barangkali nona ingin membeli barang-barang permata ? Aku memang pernah mendengar tentang toko San Bwee Cu Poo Hoo itu, tapi aku tidak tahu dijalan mana letaknya.” Dengan gugup Kim Bwee Leng berkata : "Bagaimana caranya aku pergi kesana, sedang aku sendiri tidak tahu juga jalannya ?” "Gampang. Aku akan menolong Kho-nio mencarikan sebuah kereta untuk mencari toko tersebut,” jawab Sun Tiauw Wan lagi. Tapi dalam hatinya dia berpikir : "Melihat kegugupan nona ini, menandakan bahwa dia dengan pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo, orang she Lie itu tentu mempunyai hubungan yang mesra dan rapat sekali, maka terhadap perkara ini, sebaiknya aku tidak turut campur tangan.” Sun Tiauw Wan selalu memikirkan dirinya sendiri, agar dia terhindar dari segala keruwetan. Kemudian dia buruburu memanggil seseorang yang sedang berdiri dipinggir jalan. Dia menyuruh orang itu memanggil kereta dengan memberikannya sedikit uang kepadanya. Perlakuan Sun Tiauw Wan ini membuat muka Kim Bwee Leng menjadi merah dan hatinya gugup, karena ia menyangka mungkin Sun Tiauw Wan telah tahu bahwa ia benar-benar tak beruang, sedangkan mau mengatakan terus
terang bahwa ia tak beruang pada Sun Tiauw Wan untuk membayar sewa kereta ketoko San Bwee Cu Poo Hoo tersebut, amat berat lidahnya untuk mengucapkannya.
Selagi hatinya masih dalam kegugupan, keretapun telah datang, sesudah itu, Sun Tiauw Wan lalu memberikan uang sewa kereta pada tukang kereta sambil berkata : "Tahukah kau jalan ketoko San Bwee Cu Poo Hoo ?” "Tahu,” sahut tukang kereta itu. "Kalau kau tahu, antarkanlah nona ini kesana,” perintah Sun Tiauw Wan lagi kepada tukang kereta tersebut. Setelah menerima uang sewa keretanya, tukang kereta itu segera mempersilahkan Kim Bwee Leng naik dan lalu mengantarkan ketoko San Bwee Cu Poo Hoo. Sesampainya disana, kereta itu lalu diberhentikan, sedang tukang kereta itu kemudian berkata : "Pada dua hari ini pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo telah diculik orang, sehingga pintu tokonya tertutup terus.” Kim Bwee Leng lalu turun dari kereta sambil melihatlihat ketoko itu. Benar saja pintu toko tersebut ditutup rapat dan terkunci rapi, tapi dia tidak memperdulikan hal itu. Ia langsung menuju ketoko itu dan terus mengetok pintu toko itu beberapa kali. Selang sejurus lamanya, terdengar pintu dibukakan orang dari dalam, kemudian pelayan toko yang membuka pintu tersebut bertanya : "Nona ingin mencari siapa ?” Pertanyaan ini sebenarnya sangat umum dan sederhana sekali, tapi telah membuat Kim Bwee Leng bagaikan kesima dan tidak dapat menjawab pertanyaannya. Dia berdiri terbengong sejenak dan tidak tahu memikirkan ucapan apa yang harus dikatakannya, tetapi setelah berdiam diri sejurus lamanya, barulah dia berkata : "Aku datang
mencari pengurus toko ini.” Mendengar perkataan Kim Bwee Leng ini, kepala pelayan itu diulurkannya agak keluar sedikit dan dengan
cermat dia memperhatikan wajah si nona itu. Kemudian barulah dia menjawab : "Silahkan tunggu sebentar.” "Brak !” lantas pintu tersebut ditutupnya, Kim Bwee Leng terpaksa berdiri menunggu dipinggir jalan. Setelah berselang sejurus lamanya pula, pintu tersebut terbuka separuh kembali oleh pelayan itu. Pelayan tersebut lalu mempersilahkannya masuk. Kim Bwee Leng sambil membetulkan letak rambutnya yang kusut, lalu berjalan masuk. Pelayan itu melihat ada wanita muda yang demikian cantiknya, menatap terus pada gadis muda ini tanpa berkedip. Disebelah dalam didepan meja kasir terdapat beberapa kursi besar yang kokoh. Kim Bwee Leng begitu berjalan masuk, pelayan toko itu dengan hormat mempersilahkan si nona duduk. Anak dara ini yang untuk pertama kalinya datang ketempat itu, langsung berhadapan satu sama satu dengan pelayan yang belum dikenalnya itu, hatinya agak gugup. Dalam pada itu pelayan toko tersebut selalu memperhatikannya dari samping, sedangkan dia sendiri tidak berani memperhatikan pelayan itu. Selagi dia menundukkan kepalanya berpikir, sekonyongkonyong terdengar orang berdehem dua kali dihadapannya, buru-buru dia mengangkat kepalanya memandang. Tampak olehnya seorang tua kurus kering tengah memandang kepadanya dengan sinar mata yang agak ganjil. Tidak diketahuinya, mengapa dalam hatinya timbul satu perasaan yang aneh sekali. Pandangan mata orang tua kurus kering ini seakan-akan disertai suatu tenaga yang sukar dilawan.
Orang tua kurus kering ini berdehem lagi dua kali, lalu memulai pembicaraannya : "Kho-nio ada urusan apakah berkunjung kemari ?”
Dengan suara yang sangat perlahan Kim Bwee Leng menjawab : "Aku ..…. aku bersama majikanmu she Lie ..…. mempunyai perhubungan sebagai sahabat karib belaka ..….” Begitulah dengan terputus-putus dia berkata pada orang tua itu. Tapi dia selanjutnya tidak tahu, apakah yang harus dikatakannya lagi. Muka orang tua kurus kering ini tampak sedikit berubah, lalu dia berkata pula : "Lie Loopan (majikan she Lie) tidak ada dirumah, Kho-nio ada urusan apa mencari dia ?” Kim Bwee Leng lalu menjawab : "Aku tahu.” Sinar pandangan mata orang tua kurus kering itu berputar dan lalu berkata : "Nona tahu apakah ?” Sambil mengangkat kepalanya Kim Bwee Leng berkata : "Aku tahu dia tidak ada disini, aku datang kemari hanya ingin menanyakan ..….” Orang tua kurus kering itu bertanya lagi: "Siapa nama nona yang mulia ?” Kim Bwee Leng menjawab : "Aku she Kim.” Muka orang tua kurus kering itu semakin kaget dan lalu bertanya : "Apakah hubungannya nona dengan Kim It Peng ?” Mendengar pertanyaan orang tua ini, dalam hati Kim Bwee Leng merasa sangat terkejut dan berpikir, kenapa orang ini mengetahui nama 'ayahku ?' Orang tua ini tentulah salah seorang pegawai toko San Bwee Cu Poo Hoo yang sangat dipercayai, pikirnya. Orang tua ini meski tubuhnya kurus kering, tapi ia
seakan-akan mempunyai kekuatan gaib luar biasa yang
sanggup membuat Kim Bwee Leng tidak berdaya untuk menjawab pertanyaannya. Tapi biarpun demikian, akhirnya dengan perasaan raguragu si nona telah menjawab juga : "Dia adalah ayahku.” Mendengar jawaban Kim Bwee Leng, muka orang tua kurus kering itu tampak seperti terperanjat dan kulit mukanya tampak seperti sedang bergerak-gerak. Ia berdiri terpaku dan membisu sejurus lamanya. Sekonyong-konyong dia maju selangkah kemuka, sambil menunjuk kearah Kim Bwee Leng dan berkata : "Dipusarmu yang sebelah kiri, bukankah ada satu tanda tahi lalat hitam, yang bentuknya sebesar butir beras ?” Saking kagetnya, Kim Bwee Leng terlompat bangun dari kursinya dan berpikir : "Cara bagaimana orang tua ini sampai pada tanda dibadanku ia tahu sedemikian jelasnya ? Sedangkan Lie Siauw Hiong sendiri belum tentu mengetahuinya !” Dalam keherannya, persoalan yang sedang dihadapinya ini seolah-olah merupakan sebuah tekateki yang pelik sekali untuk dipecahkannya. Dada orang tua ini tampak turun naik, sedangkan matanyapun tidak putus-putusnya memandang pada Kim Bwee Leng, seakan-akan menantikan jawaban si nona, tapi Kim Bwee Leng sendiri hanya dapat balas memandang orang tua kurus kering ini dengan pandangan yang penuh mengandung aneka ragam pertanyaan. Orang tua kurus itu kemudian perlahan-laham menghela napas, sedangkan pandangan matanya terhadap anak dara itu berubah menjadi sangat lembut sekali, sedangkan badannyapun kelihatan seolah-olah berubah menjadi lemas sekali. Dia lalu menjatuhkan dirinya duduk disebuah kursi.
Setelah itu, ia melanjutkan pertanyaannya : "Ibumu itu, dia ..…. dia apakah baik-baik saja ?” Dengan perasaan curiga dan ragu-ragu, ditambah dengan pikirannya yang sangat lemah disaat itu, Kim Bwee Leng seolah-olah memikirkan sesuatu hal yang sangat aneh dan samar. Tapi akhirnya dengan suara yang hampir tak kedengaran dia berkata: "Ibu sudah meninggal dunia.” Tampak kelopak mata orang tua kurus kering itu bergerak-gerak, butir-butir air matanya tampak dengan nyata menggenangi biji-biji matanya, tapi siapapun tidak tahu, apakah air mata itu terbit karena perasaannya yang terharu ataukah perasaan yang gusar. Mulutnya tampak terbuka seakan-akan hendak mengatakan sesuatu, tapi tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Dengan badan yang sempoyongan dia berdiri, seakan-akan romannya tampak menjadi jauh lebih tua dari saat itu dan diapun menjadi jauh lebih lemah saja. Kemudian dia berjalan masuk, meninggalkan Kim Bwee Leng seorang diri dengan perasaan terheran-heran dalam ruangan itu. Tak seorangpun dapat menduga, bahwa dalam hati orang tua kurus ini berkecamuk kesedihan yang maha hebat. Kini dia sudah berhadap-hadapan dengan dara, anak kandungnya sendiri, tetapi dia masih tidak mau menceritakan hal yang sebenarnya pada anak ini. Hal ini tentu disebabkan oleh banyak faktor yang sukar diutarakannya. Lebih-lebih dia tak ingin anak daranya menerima pukulan batin yang hebat dan tidak mau pula anak daranya ini menimbulkan perasaan benci terhadap ibunya sendiri. Oleh karena berbagai persoalan itu, maka dia terpaksa berjalan pergi dengan secara diam-diam, tanpa
mengutarakan sesuatu yang sedang berperang dengan amat hebatnya didalam pikirannya.
Dia tentu saja tidak mengetahui, bahwa isterinya sendiri pada waktu yang lampau pernah mengalami kepahitan hidup bersamanya, dan dia lebih-lebih tidak mengetahui, yang pada waktu mudanya dia pernah melakukan sesuatu perkara, yang telah menyebabkan dia seumur hidupnya menderita karena akibat daripada perbuatannya itu. Setelah termangu-mangu sesaat lamanya, akhirnya Kim Bwee Leng menjadi sadar apa maksud tujuannya datang kesitu, setelah melihat sinar pandangan mata yang penuh tanda tanya dari pelayan toko tersebut. "Jika kalian tidak ingin memberitahukan aku, aku sendiri juga bisa menyelidikinya,” pikirnya. Setelah dia menetapkan pikirannya ini, lalu dia menanti sampai hari sudah menjelang malam. Didalam hati dia mengatakan : "Dia datang ketoko San Bwee Cu Poo Hoo semata-mata untuk menyelidiki riwayat hidup Lie Siauw Hiong, karena inilah merupakan persoalan yang paling diutamakannya.” Dengan menanggung kesedihan dan penderitaan yang hebat, 'Hauw Jie' telah berhasil melenyapkan perhubungan antara ayah dan anak. Waktu pertama kali dia melihat gadis yang berbaju hijau ini, hatinya tiba-tiba dirasakan tergoncang. Belakangan setelah dengan bukti-bukti yang nyata dia meyakinkan, bahwa gadis yang sedang berhadapan
dengannya itu adalah anak dara kandungnya sendiri, maka dengan berusaha sekeras-kerasnya ia telah menekan perasaan hatinya hingga berhasil. Sebagaimana diketahui perhubungan antara ayah dan ibu dengan anak laki-laki maupun anak daranya, sangatlah erat sekali. Orang yang menjadi ayah maupun ibu, umumnya lebih suka menanggung penderitaan seorang diri biar
bagaimanapun hebatnya, daripada penderitaan itu mesti dirasakan oleh anak-anaknya, meski itu bagaimanapun kecilnya juga. Tapi Kim Bwee Leng dengan sendirinya sudah tentu tidak menyadari hal ini, walaupun dia merasa sangat terharu terhadap orang tua kurus yang berhadapan dengannya. itu. Tapi perasaannya ini amat lemah dan samar sekali, jauh sekali bedanya dengan perasaannya yang sangat kuat terhadap diri pemuda Lie Siauw Hiong. Begitulah setelah menyelidiki sebentar keadaan disekitarnya, lalu dia balik kembali kepantai. Hari mulai menjelang malam, kentongan pertama berbunyi, kemudian disusul dengan kentongan yang kedua ..…. setelah dia menghitung kentongan malam itu, lalu dia memperkencang bajunya. Setelah dia memeriksa dengan teliti seluruh pakaiannya berikut sepatunya sekali, lalu mencoba-coba kegesitan
pergerakan tubuhnya, dan akhirnya dia merasa, bahwa segala sesuatunya telah berjalan sempurna seperti yang dicita-citakannya. Begitulah dengan gerak seperti seekor kucing malam, dia keluar dari dalam rumahnya, dengan mengikuti tanda-tanda yang telah dicatatnya disiang hari. Tidak lama kemudian dia telah sampai pula pada toko San Bwee Cu Poo Hoo kembali. Persangkaannya terhadap seluruh pegawai toko tersebut tidak meleset, bahwa pelayan atau pegawai toko itu adalah orang-orang biasa saja. Tapi terhadap orang tua yang dilihatnya siang hari tadi agak berbeda sekali, karena sinar matanya sangat hidup dan tajam.
Oleh karena itu, dengan lebih berhati-hati dan tanpa menerbitkan suatu suarapun, dia telah berhasil mencapai toko tersebut. Dari arah yang jauh sekali pada genting dihadapannya, terdengar suara kucing mengeong. Suara kucing itu sangat tajam dan mempengaruhi siapa yang mendengarnya. Hal itu mengingatkan orang serta-merta bahwa pada saat itu adalah dimusim Cun (semi). Dengan sinar mata yang tajam dia memandang kesekelilingnya, sedang lampu-lampu disebelah bawahnya ternyata sudah dipadamkan orang seluruhnya. Jantung si nona seolah-olah terdengar berdebaran, sekalipun dia sendiri memiliki kepandaian silat yang tinggi sekali, tapi perbuatannya ini adalah baru pertama kalinya dilakukannya. Oleh karena itu, tidak heran jika debaran hatinya menjadi bertambah keras. Tatkala itu ia berdiri diujung genting toko tersebut sambil berpikir. Beberapa kali dia bermaksud melompat turun, tapi
pada saat-saat terakhir dia tidak dapat melaksanakan niatannya dan tidak tahu pula cara bagaimana dia harus melakukan usahanya ini. Baginya pengalaman serupa ini dikalangan Kang-ouw sedikit sekali yang telah dia pelajari, apa lagi dia sekarang adalah untuk pertama kalinya terjun kedalam rimba persilatan, maka terhadap segala perkara, dia belum dapat memecahkan dengan tepat dalam waktu yang singkat. Begitulah dengan berdiam diri saja dia memandang keadaan sekelilingnya. Pekarangan toko tersebut pada saat itu sangat gelap sekali, dengan begitu, cara bagaimanakah dia dapat menyelidiki sesuatu ? Tadi dia telah merencanakan sesuatu yang harus dilakukannya, tapi waktu dia dihadapkan dengan suatu kenyataan, lain pula
kesudahannya. Pada saat itu barulah dia mengetahui, bahwa apa yang dipikirkannya semula, ternyata tak mudah dapat dikerjakan begitu saja. Begitulah dibawah naungan bintang-bintang dilangit pada malam yang agak gelap itu, dia berdiam diri saja diatas genteng toko itu, tapi waktu dia menengadah kepalanya memandang kelangit, dia melihat bintangbintang gemerlapan memancarkan sinarnya yang sebentar terang sebentar gelap, seakan-akan sedang menertawakannya. Sekonyong-konyong dari arah belakangnya terdengar suara orang yang batuk-batuk, maka dengan perasaan kaget buru-buru dia mundur setindak, waktu dia membalikkan
badannya memandang, ternyata seorang tua dengan mukanya yang sangat kaku sekali, memandangnya sambil berkata : "Kau datang lagi kemari hendak apa ?” Orang tua kurus ini ialah orang yang dijumpainya siang hari tadi, diam-diam dia berpikir : "Orang ini sungguh tinggi sekali kepandaiannya, dia datang dibelakangku, sedikitpun aku tidak mengetahuinya.” Orang tua kurus ini 'Hauw Jie' diam-diam pun berpikir : "Malam-malam begini dia datang kembali kemari, ingin berbuat apakah ia sebenarnya ? Apakah barangkali dia telah mengetahui siapa aku ?” Sambil bersiap-siap dan memusatkan seluruh perhatiannya Kim Bwee Leng tidak menjawab pertanyaan orang tua itu, sedangkan sinar mata 'Hauw Jie' tak hentihenti menatap mukanya. "Kau sebenarnya datang kemari mau apa ?” tanya orang tua itu.
Pada saat itu perasaan hati Hauw Jie sangat ragu-ragu. Kadang-kadang dia sangat mengharapkan bahwa gadis dihadapannya ini sudah mengetahui bahwa dirinya adalah ayah kandungnya sendiri. Dan kadang-kadang pula dia mengharapkan untuk selama-lamanya anaknya ini jangan mengetahui siapa dia ini sebenarnya. Kim Bwee Leng berdiam diri sejurus, lalu dia mengangkat kepalanya sambil berkata : "Aku berharap kau sudi memberitahukan kepadaku sesuatu, yaitu hal Lie Siauw Hiong, bagaimana asal-usulnya yang sebenarnya ?
Aku adalah ..….” Akhirnya dia merasa tidak enak untuk menjelaskan perhubungannya dengan Lie Siauw Hiong, lalu dengan cepat melanjutkan penjelasannya : "Aku hanya ingin mengetahui tentang riwayat hidupnya dengan sejelasjelasnya, lain tidak.” Itulah soal yang dianggapnya paling penting sekali yang hendak dia tanyakan. Dia sendiripun tidak bermaksud akan keluar malam-malam untuk menanyakan pada orang lain tentang soal ini. Oleh karena itu, cara bagaimanakah dia dapat memperoleh jawaban yang memuaskan dari pihak yang dia ajak bicara. 'Hauw Jie' sekalipun merahasiakan perhubungannya dengan Kim Bwee Leng sebagai anak dan ayah, tapi dia tidak bisa menceritakan hal Lie Siauw Hiong kepada anaknya ini, karena soal itu, berhubungan erat sekali dengan rencana Bwee San Bin yang telah diaturnya selama sepuluh tahun lebih yang lalu itu. Oleh sebab itu, bagaimana dia dapat menceritakan orang yang telah melepas budi baik terhadapnya, dan berbareng juga menceritakan rencananya, sekalipun orang dihadapannya adalah anak dara kandungnya sendiri ? Apa lagi perkataan Kim Bwee Leng diucapkannya mundur maju, dengan perasaan curiga 'Hauw Jie' malahan
menganggap yang gadis ini datang atas perintah Raja Racun Kim It Peng. Pada saat itu pikiran ayah dan anak jauh berbeda sekali dari satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, lalu Hauw Jie berkata : "Kau adalah seorang gadis remaja, tengah
malam buta begini keliaran menyelidiki riwayat orang lain, untuk apakah sebenarnya ? Lebih baik kau pulang saja lekas-lekas.” Dia tidak merasa bahwa dalam perkataannya ini mengandung perasaan kekuatiran terhadap anaknya. Tapi Kim Bwee Leng tentu saja tidak dapat mendengar suara hati ayahnya ini, diapun tidak pernah berpikir sampai kesitu pula. Ia telah dipermainkan nasib. Apa yang sedang dipikirkan oleh Kim Bwee Leng, tak lain daripada soal Lie Siauw Hiong saja. Tidak ada orang lainnya lagi kecuali Lie Siauw Hiong. Biasanya Kim Bwee Leng sangat cerdas sekali, tapi pada detik itu karena dipengaruhi oleh pikirannya yang kacau, dia tidak dapat lekas-lekas mencari jalan keluar. Dia sungguh-sungguh menjadi benci pada orang tua ini, karena tidak sudi memberitahukan hal Lie Siauw Hiong kepadanya, maka dengan penuh kemarahan dan kebencian dia berkata : "Biar bagaimanapun aku harus mengetahui riwayat hidup Lie Siauw Hiong, dan bila kau ingin menghalang-halangi, aku ..…. aku pasti tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadapmu !” Hauw Jie berkata : "Jadi kau tidak mau mendengar perkataanku ?” Sebagai jawaban Kim Bwee Leng hanya mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya dan diam-diam dia berpikir pada dirinya sendiri : "Mengapa aku harus mendengar perkataanmu ?”
Pada saat itu otaknya menjadi sangat pening sekali dan kacau, perasaannyapun tidak terkendalikan lagi, lalu dia berkata : "Kau tidak sudi aku mengetahui urusannya, maka aku akan memukulmu terlebih dahulu.” Pikirannya yang sudah sangat kacau sekali, telah
membuat si nona berpandangan sangat picik. Lalu dengan tiba-tiba dia membentak : "Kau mengapa justeru ingin tahu urusanku ?” Sepasang tangannya bergerak. Tangan kanannya sedikit dibengkokkan, sedangkan tangan kirinya disodorkan kemuka, begitulah dengan mengeluarkan suara ser, ser, dua kali, ia menggunakan seluruh kekuatannya untuk memukul 'Hauw Jie'. Dia tidak mengetahui bahwa orang tua ini adalah ayah kandungnya sendiri ! Hauw Jie pun tidak pernah menduga, bahwa si nona akan melakukan serangan yang sekonyongkonyong ini, hingga dalam kekagetannya angin pukulan itu sudah sampai didadanya. Hauw Jie hanya dapat menangkis saja, dengan melupakan bahwa sepasang tangannya itu sudah tidak berguna lagi. Oleh karena itu, bagaimanakah dia dapat menahan serangan Kim Bwee Leng ini, yang telah mendapat latihan selama sepuluh tahun dibawah asuhan Kim It Peng sendiri ? Apa lagi kepandaian Kim Bwee Leng jauh melebihinya, hingga dengan sebisa-bisanya saja dia melakukan penangkisan. Kim Bwee Leng waktu melihat orang tua ini hanya menangkis dengan tangannya saja, hatinya menjadi amat terkejut, karena dia kuatir kalau-kalau dia tak sanggup menahan daya serangan lawannya itu. Maka setelah tangan kirinya dipergunakan untuk menangkis tangan lawannya, tangan kanannya segera dipergunakan untuk menyodok iga
orang. Tapi tak disangka-sangka begitu tangan kirinya beradu dengan sepasang tangan lawannya, ia merasakan bahwa tangan lawan itu sangat lembek sekali. Dalam keheranannya ini, sekonyong-konyong saja tangannya
sudah mengenai dada pihak lawannya. Sekalipun tenaga dalam Hauw Jie amat kuat, diapun tidak dapat menahan daya serangan gadis ini, maka dengan mengeluarkan suara 'Oweeee' lantas dia memuntahkan darah segar dari mulutnya, hingga darah itu muncrat menodai baju hijau Kim Bwee Leng itu. Hal mana, sungguh membuat hati si nona merasa sangat menyesal dan tidak mengerti, mengapa pukulannya ini dapat mengakibatkan kejadian tersebut. Lalu dia berpikir : "Dengan mengandal tenaga dalamnya, lawanku ini tidak mungkin terbinasa dengan pukulanku ini. Ambil saja misalnya tentang ilmu meringankan tubuhnya. Kurang lebih dia lebih tinggi satu tingkat daripada diriku sendiri.” Dengan lemah sekali orang tua kurus kering ini bernafas dan matanya memandang keangkasa. Kini pandangannya sangat kabur. Dia merasa yang anggota tubuhnya sebelah dalam telah terluka berat. Sambil menghela napas, dia menyesalkan perjalanan nasibnya : "Mengapa aku harus mati didalam tangan anak kandungku sendiri ?” Oleh karena itu, dengan memaksakan diri dia berkata : "Kau datang kemari ..….” Kim Bwee Leng merasa seakan-akan ada semacam tenaga gaib yang menariknya menghampiri orang tua yang sudah akan mati ini. Dibawah sinar bintang-bintang Hauw Jie memandang muka anak daranya dengan perasaan girang bercampur sedih. Lalu dia berkata pada dirinya sendiri : "Aku harus mengampuninya, karena dia tidak mengetahui segala-galanya. Bila aku membuat dia merasa menyesal, maka matikupun merasa tidak tenteram.
Sedikitpun aku tidak merasa sebagai seorang yang bertanggung jawab atas penghidupannya, maka pada saat
ini sudah seharusnyalah aku memberikan dia kesenangan hidup.” Begitulah dengan menahan perasaan yang sukar sekali dicegah oleh kebanyakan manusia, dalam saat-saat kematiannya ini dia masih tetap menyembunyikan rahasia hidupnya serta tak ingin diketahui oleh anak daranya. Tapi dalam saat demikian inilah, dalam otak Kim Bwee Leng terasa sangat hampa sekali, setiap perkataan orang tua kurus ini mengandung maksud yang dalam, malahan apa yang tak diketahuinya tadi, dalam waktu sedetik saja dia sudah mengetahui dengan pasti. Kini setelah dia mengetahuinya, dia merasa bukan buatan sedihnya, dalam hati dia berpikir : "Dia ..…. apakah benar ayah kandungku sendiri ?” Sekalipun tadinya dia tidak pernah mempunyai perasaan kasih sayang terhadap ayahnya, dan juga tidak pula membencinya, tapi pada detik ini sekonyong-konyong tangisnya meledak : "Aku telah membunuh ayahku sendiri !” Kim Bwee Leng tiba-tiba meraung-raung sejadi-jadinya. Untuk penghabisan kalinya Hauw Jie tersenyum, sedangkan dari sela-sela mulutnya darah masih saja mengalir keluar. Ternyata pada saat itu dia telah meninggalkan dunia yang fana ini. Dia mati sambil tertawa. Karena girang atau sedihkah ? Rasanya tak seorangpun dapat mengetahui sebab musababnya.. (Oo=dwkz=oO)
Kota Han-yang terletak disebelah selatan sungai Han-sui, diarah barat Tiang-kang dan disebelah utara gunung Taypiat-san, yang biasa disebut gunung Ku-san, yang berhadaphadapan dari kejauhan dengan gunung Coa-san dalam wilayah kota Bu-ciang hanya terpisah oleh sebuah sungai saja. Dalam musim semi dibulan tiga, burung-burung pada beterbangan dan rumput-rumput hijau mulai membiak kembali. Dewasa itu disebelah pantai utara dari kota Hanyang, dipinggir telaga See-cu-ouw terdapat sebuah kelenteng yang bernama Sui-gwat-am. Didalam keleteng itu kini bertambah satu Nikouw (pendeta wanita) yang usianya masih sangat muda belia. Tiap-tiap pagi terdengar suara lonceng yang berbunyi. Begitulah setiap kali ia membunyikan lonceng, air mata Nikouw muda ini selamanya tidak henti-hentinya membasahi pipinya. Jika dibandingkan penghidupannya, jauh lebih sengsara daripada nikouw-niklouw yang lainnya. Ia berlatih dengan lebih rajin dan sungguh-sungguh, seakanakan dengan latihannya yang berat ini, dia dapat menghilangkan kesengsaraan batinnya yang diderita selama itu. Begitulah setiap larut malam, bila orang-orang melewati kelenteng kecil ini, dibelakang pekarangannya atau disebelah luar tembok kelenteng itu dibawah sebuah pohon besar, orang pasti akan menjumpai nikouw yang masih sangat muda usianya ini sedang melatih diri dalam ilmu meringankan tubuh yang sangat hebat, yaitu sebuah ilmu yang sangat teristimewa dikalangan Kang-ouw. Setiap bulan tanggal empatbelas, dibawah pemandangan alam yang indah permai seringkali kedapatan dia duduk seorang diri bersedih hati, seakan-akan ada suatu perasaan
mahaberat yang amat menekannya, sehingga menghimpit sekali perasaannya yang sukar dilupakan itu.
Orang yang sedang dirundung malang tak putusputusnya ini, tidak lain tidak bukan adalah Kim Bwee Leng sendiri. Tak terkatakan perih hatinya disaat itu. Kepada siapakah ia harus meminta maaf atas perbuatannya yang terkutuk itu, yang telah membunuh ayah sendiri, sekalipun perbuatan ini dilakukannya tiada dengan sengaja ? Semenjak ia masih kecil ditinggalkan ayahnya, barulah pada kali ini ia bertemu kembali, tetapi ..…. ia telah membunuhnya ! Dalam hati kecilnya ia merasa bahwa tidak ada pengampunan terhadap tindakannya ini, oleh karena itu, lalu dia melepaskan segala pengharapannya. Bahkan ingatannya terhadp Lie Siauw Hiong pun telah dilenyapkannya pula. Kemudian ia pergi kekelenteng ini menjadi nikouw untuk menebus dosa-dosanya. Tapi penghidupan yang demikian sunyi dan menyendiri ini memakan waktu yang amat panjang. Apakah dia dapat bertahan lama terhadap penghidupan yang demikian ? Ho Sin dan Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan telah mempersiapkan sebuah kapal untuk Kim Bwee Leng, tapi setelah lama mereka menunggu-nunggu si nona tidak muncul juga, merekapun terpaksa mengangkat layar dan berlayar menuju kearah Timur. (Oo-dwkz-oO)
Jilid 12 Hal ini justeru adalah yang diharap-harapkan sekali oleh Sun Tiauw Wan. Dia tidak ingin sekali, dasar pekerjaan yang telah dibuatnya selama ini akan terlibat dalam peristiwa ini, yang banyak sekali menyangkut diri gembonggembong terkenal dalam kalangan Kang-ouw. Ada kalanya
diam-diam dia berpikir pada dirinya sendiri : "Pemilik toko San Bwee Cu Poo Hoo ini sebagai pedagang mengapa mempunyai kawan orang-orang yang ternama sekali dalam kalangan Kang-ouw ? Malah tampaknya Kim Bwee Leng dengannya mempunyai hubungan yang sangat rapat sekali.” Setelah lewat tiga bulan kemudian, dipantai sungai Tiang-kang, toko San Bwee Cu Poo Hoo yang berjumlah tigabelas itu sudah ditutup semuanya. Nama Lie Siauw Hiong ini, kecuali diluar kota Bu-han Sam-cin, belum terbit peristiwa apa-apa, tapi sekarang dikota Bu-han Sam-cin pun hanya sedikit orang saja yang mengingat akan nama itu. Begitu pula Hwan Tie Seng dan Beng Pek Kie serta kawan-kawannya, dewasa itu karena sudah banyak sekali peristiwa-peristiwa yang menyangkut diri gembonggembong terkenal dalam golongan Kang-ouw, merekapun tidak lagi memikirkan tentang anak hartawan she Lie ini. Sebaliknya apakah nama Lie Siauw Hiong ini akan lenyap begitu saja untuk selama-lamanya ? Pertanyaan ini tidak seorangpun dapat menjawabnya secara tepat. Kong Tong Sam Coat Kiam secara berpencaran naik kegunung Bu Tong San untuk bertanding ilmu pedang. Penyerbuan yang dipimpin oleh Leng-hong-kiam-khek ini, ternyata mendapat perlawanan dari sembilan murid kepala
yang mendapat latihan langsung dari Cek Yang Tojin. Mereka telah bertempur enam jam lamanya, pada waktu mana Souw Eng Swat yang agak lemah kepandaiannya telah kena terpukul punggungnya sehingga memuntahkan darah segar.
Dengan demikian, Leng-hong-kiam-khek telah membuat 'Kong Tong Sam Coat Kiam' menderita penghinaan atas dirinya sendiri, dan karena mereka telah mengalami kekalahan, kemudian mereka turun gunung kembali. Cek Yang Tojin pura-pura tidak tahu. Sesungguhnya dia sedang memikirkannya daya untuk menjatuhkan partai Kong Tong. Pertama untuk menempatkan dirinya ketingkat tertinggi dalam kalangan Kang-ouw, kedua dia memikirkan pada tempo hari dia bersama Li Gok yang telah memperoleh suatu barang berharga secara tidak syah dan diam-diam mendaulatnya menjadi miliknya sendiri. Kong Tong Sam Coat Kiam yang untuk pertama kalinya menderita kekalahan, turun gunung dengan perasaan tertekan, sedangkan napas Souw Eng Swat sudah empasempis. Sekalipun dia telah diberi pengobatan yang sempurna dari obat-obatan yang dibuat oleh partai Kong Tong yang khusus untuk dipakai sebagai obat menyembuhkan patah tulang maupun luka-luka dalam, tapi setelah dipakaikan obat tersebut, lukanya sedikitpun tidak
tampak berangsur baik. Cu-kat Beng dan Ie It Hui berdua, mereka secara diamdiam telah jatuh cinta terhadap Sumoaynya. Mengingat keadaannya seperti sekarang. mereka sangat gugup sekali, mereka tidak tahu harus berbuat apa. Kedua orang ini diam-diam memaki pada partai Bu Tong yang dengan mengandalkan jumlah yang jauh lebih banyak memenangkan jumlah yang lebih sedikit, dengan demikian secara terang-terangan antara Kong Tong dan Bu Tong telah terlibat dalam permusuhan. Perselisihan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini tak mungkin agaknya dapat didamaikan kembali.
Mereka tahu, apa bila menunggu sampai mereka tiba digunung Kong Tong, barangkali luka-luka Sumoaynya in itidak akan dapat disembuhkan lagi. Cu-kat Beng seorang yang sangat pandai sekali bergaul dalam kalangan Kang-ouw, ia sangat terkenal dan diseluruh tempat dia mempunyai kenalan. Dalam pada itu tiba-tiba saja dia teringat seseorang, lalu dia berkata pada Ie It Hui : "Mengapa kita tidak pergi mencari Louw Ciang !” Ie It Hui sambil menggosok-gosok kepalanya berkata : "Jika Su-heng tidak menyebut namanya, Siauw-tee benarbenar telah hampir lupa akan orang itu. Sekarang ada ta