305
BAB III KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM TEKS NOVEL
BANA>TU‘R-RIYA>DH KARYA RAJA>’ ASH-SHA>NI‘I: KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINIS PSIKOANALISIS HELENE CIXOUS Penelitian kritik sastra feminis psikoanalisis dalam karya sastra adalah penelitian sebuah karya sastra dengan memfokuskan kajian pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya bahwa pembaca perempuan biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada tokoh perempuan, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya (Wiyatmi, 2012:26). Penelitian ini membahas kekerasan terhadap perempuan dalam teks novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i dengan menggunakan kajian kritik sastra feminis psikoanalisis menurut Helene Cixous. Helene Cixous adalah seorang novelis, penulis drama dan kritikus feminis. Dalam teorinya, Cixous memusatkan perhatiannya pada dua macam, yaitu a). Hegemoni oposisi biner dalam kebudayaan barat, dan b). Praktik penulisan feminim yang dikaitkan dengan tubuh (Moi via Ratna, 2013:200-201). Latar cerita novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i terjadi di kota Riyadh (Saudi Arabia-Timur Tengah), maka penelitian ini difokuskan pada praktik penulisan feminim khususnya yang membahas mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam teks novel Bana>tu‘r-Riya>dh. Adapun tahapan penelitian ini yaitu sebagai berikut. Pertama, interpretasi yaitu upaya memahami karya sastra dengan memberikan tafsiran berdasarkan sifat-sifat karya sastra itu. Dalam arti sempit, interpretasi adalah usaha untuk memperjelas arti bahasa dengan sarana analisis,
305
306
parafrasa dan komentar. Sedangkan, dalam arti luas, interpretasi adalah menafsirkan makna karya sastra berdasarkan unsur-unsur beserta aspek-aspeknya yang lain, seperti jenis sastranya, aliran sastranya, efek-efeknya, serta latar belakang sosial historis yang mendasari kelahirannya (Abrams dan Pradopo via Wiyatmi, 2012:3-4). Kedua, analisis yaitu penguraian karya sastra atas bagianbagaian atau norma-normanya (Pradopo via Wiyatmi, 2012:4). Ketiga, penilaian yaitu usaha untuk menentukan kadar keindahan (keberhasilan) karya sastra yang dikritik. Penilaian terhadap karya sastra juga dilakukan tidak dengan semenamena, tetapi berdasarkan pada fenomena yang ada dalam karya sastra yang dinilai, kriteria dan standar penilaian, serta pendekatan yang digunakan (Wiyatmi, 2012:4). A. Definisi Kekerasan terhadap Perempuan Tindak kekerasan yang terkait dengan perbedaan jenis kelamin dikenal dengan istilah gender based violence (La Pona via Sugihastuti, 2007:171). Menurut Saraswati (via Sugihastuti, 2007:171), kekerasan adalah tindakan yang dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perseorangan atau lebih, yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Kekerasan tersebut dibedakan dalam dua bentuk, yaitu kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan luka pada fisik hingga mengakibatkan kematian, dan kekerasan psikologis yang berakibat pada timbulnya trauma berkepanjangan pada korban terhadap hal-hal tertentu yang telah dialaminya. Dalam pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Nairobi pada tahun 1985, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan adalah sebagai berikut.
307
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat pada penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau pemerasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi (Sugihastuti, 2007:172). Menurut La Pona (via Sugihastuti, 2007:172), kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik. B. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan Berdasarkan situs terjadinya, kekerasan terhadap perempuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekerasan yang terjadi pada arena domestik atau kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan pada arena publik. Pembedaan antara kedua ranah ini didasarkan atas unsur relasi sosial antara korban dan pelaku (Landes via Sugihastuti, 2007:172). Oleh karena itu, kekerasan yang dilakukan oleh pelaku yang memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan, meskipun dilakukan di sektor publik, di pasar misalnya, kekerasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan domestik. Sebaliknya, bila kekerasan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau perkawinan, meskipun dilakukan di dalam rumah, dikategorikan sebagai kekerasan sektor publik (Sugihastuti, 2007:172-173).
308
Hasbianto (via Sugihastuti, 2007:173) menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (selanjutnya disebut kekerasan domestik) adalah suatu bentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional atau psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga. Meiyanti (via Sugihastuti, 2007:173) menjelaskan jenis-jenis kekerasan domestik terhadap perempuan sebagai berikut. Pertama, kekerasan seksual yang meliputi pemaksaan dalam melakukan hubungan seksual, pemaksaan selera seksual sendiri, dan tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kedua, kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan kekerasan fisik pada perempuan yang menjadi korbannya (La Pona
via
Sugihastuti,
2007:173).
Kekerasan
fisik
dilakukan
dengan
menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan barang atau senjata. Ketiga, kekerasan ekonomi seperti tidak memberikan uang belanja, dan memakai atau menghabiskan uang istri. Keempat, kekerasan emosional yang meliputi mencela, menghina, mengancam atau menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak, serta mengisolasi istri dari dunia luar. Kekerasan terhadap perempuan dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kekerasan seksual dan nonseksual (Dzuhayatin dan Yuarsi via Sugihastuti, 2007:173-174). Perbedaan antara kedua jenis kekerasan tersebut adalah ada atau tidaknya unsur kehendak seksual. Jika terdapat unsur kehendak seksual, maka kekerasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Sebaliknya,
309
jika unsur tersebut tidak dominan, maka kekerasan tersebut termasuk dalam kategori kekerasan non seksual. Berdasarkan uraian tersebut di atas secara rinci dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Diagram Kekerasan terhadap Perempuan Kritik Sastra Feminis Psikoanalisis (Helene Cixous)
1. Hegemoni Oposisi Biner dalam Kebudayaan Barat
2. Praktik Penulisan Feminim yang Dikaitkan dengan Tubuh Langkah-langkah Analisis Kekerasan terhadap Perempuan
1. Interpretasi
2. Analisis
3. Penilaian
Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan
1. Kekerasan Domestik
1. Fisik
3. Ekonomi
2. Kekerasan Publik
1. Seksual
2. Non Seksual
2. Emosional 1. Fisik
2. Emosional
Gambar 4. Skema Kekerasan terhadap Perempuan (Teori Kritik Sastra Feminis Psikoanalisis Helene Cixous) Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pada penelitian ini dibahas mengenai dua jenis kekerasan terhadap perempuan dalam teks novel Bana>tu‘r-
Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i, yaitu a). Kekerasan domestik (yang meliputi
310
kekerasan fisik, emosional dan ekonomi), dan b). Kekerasan publik yang terdiri dari kekerasan seksual dan non seksual (yang meliputi kekerasan emosional dan fisik). Akan tetapi, tidak seluruhnya diaplikasikan karena disesuaikan dengan bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam teks novel Bana>tu‘r-Riya>dh. Hasil penelitian ini diuraikan sebagai berikut. 1. Kekerasan Domestik Kekerasan domestik, yaitu tindak kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga yang terdapat dalam novel Bana>tu‘r-Riya>dh. Berdasarkan pembacaan terhadap novel Bana>tu‘r-Riya>dh, kekerasan domestik terhadap perempuan yang terdapat dalam novel ini meliputi kekerasan fisik, emosional dan ekonomi. Adapun bentuk-bentuk kekerasan tersebut diuraikan sebagai berikut. a. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona via Sugihastuti, 2007:179). Selain itu, Meiyanti (via Sugihastuti, 2007:179), menjelaskan bahwa kekerasan fisik melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan benda atau senjata. Setelah pembacaan terhadap novel Bana>tu‘r-Riya>dh, ditemukan bahwa tokoh perempuan yang menerima bentuk kekerasan fisik adalah Qamrah. Adapun tindak kekerasan fisik terhadap tokoh perempuan Qamrah dalam novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut.
311
1. Kekerasan Fisik terhadap Tokoh Qamrah Dalam novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i, tokoh perempuan Qamrah mendapat kekerasan fisik dari suaminya (Ra>syid). Adapun bentuk-bentuk kekerasan fisik yang dilakukan oleh Ra>syid terhadap Qamrah tersebut dijelaskan sebagai berikut. a. Cengkeraman dengan Kasar Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid mencengkeram lengan Qamrah dengan kasar saat dia marah adalah sebagai berikut.
.)7002881 ، (الصانع....)(ممسكا بذراعها بعنف.... Mumsika>n bi>dzira>‘iha> bi>‘anfin (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Artinya: Ra>syid mencengkeram lengan istrinya dengan kasar (AshSha>ni‘i, 2007:18). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan fisik pertama yang menimpa Qamrah, yaitu Ra>syid mencengkeram lengannya dengan kasar. Tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh Ra>syid tersebut terjadi saat keduanya bertengkar di apartemen. Pertengkaran tersebut terjadi karena kemarahan Ra>syid pada Qamrah yang mendatangi Karey di sebuah hotel tempat Karey singgah. Maksud kedatangan Qamrah ke tempat Karey tersebut adalah untuk memperingatkannya agar dia tidak mengganggu kehidupan rumah tangga Qamrah dengan Ra>syid. Hal itu dilakukan oleh Qamrah karena dia curiga, cemburu dan kecewa setelah melihat foto-foto mesra Ra>syid bersama Karey yang disimpan oleh Ra>syid di komputer miliknya. Akan tetapi, setelah mengetahui bahwa Qamrah mendatangi Karey, Ra>syid sangat marah dan bersikap kasar pada
312
Qamrah, yaitu Ra>syid mencengkeram lengan Qamrah dengan kasar (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Secara fisik, susunan tulang laki-laki ukurannya lebih besar dari tulang perempuan. Selain itu, perimbangan pada otot di tubuh laki-laki juga lebih banyak daripada kandungan lemaknya (An-Nu‘aimi, 2000:17). Sehingga, tindakan Ra>syid terhadap Qamrah, yaitu Ra>syid mencengkeram lengan Qamrah dengan kasar tersebut menyakiti fisik Qamrah. Maka, tindakan Ra>syid tersebut termasuk tindak kekerasan fisik terhadap perempuan. Kekerasan fisik adalah tindak kekerasan yang melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh seperti seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan benda atau senjata (Meiyanti via Sugihastuti, 2007:179). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Ra>syid, yaitu dia mencengkeram lengan Qamrah dengan kasar sehingga menyakiti fisik Qamrah. Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa tindakan Ra>syid, yaitu dia mencengkeram lengan Qamrah dengan kasar tersebut menyakiti fisik Qamrah. Sehingga, hal tersebut termasuk tindak kekerasan fisik terhadap perempuan. Karena mencengkeram lengan istri dengan kasar melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh, yaitu tangan. Dalam Islam, seorang suami seharusnya menjadi pelindung bagi istriya, baik itu dari perlakuan buruk dirinya sendiri maupun dari orang lain. Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an (4:34) yang artinya, ‘‘Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari
313
hartanya....’’. Maka, tindakan Ra>syid tersebut bukanlah tindakan yang melindungi perempuan sebagaimana yang Allah perintahkan kepada laki-laki (suami) terhadap perempuan (istrinya), karena tindakan tersebut bersifat menyakiti perempuan secara fisik. b. Mendorong Tubuh dengan Keras Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid mendorong tubuh Qamrah dengan keras saat keduanya berada di kamar tidur adalah sebagai berikut.
وإذا بو يفاجئها بفعل مل خيطر ذلا على بال ! كانت ردة فعلها ادلفاجئة لو وذلا.... .)702881 ،يف حينها أن صفعتو بقوة ! (الصانع ....Wa idza> bi>hi yufa>ja’uha> bi>fi‘lin lam yakhthir laha> ‘ala> ba>lin! Ka>nat raddatu fi‘liha> al-mufaja’atu lahu wa laha> fi> chi>niha> anna shaf‘atahu bi>quwwatin! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Artinya: ....Ra>syid melakukan sesuatu yang sama sekali tak pernah diduganya. Dia mendorong kembali dengan keras (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan fisik kedua yang menimpa Qamrah, yaitu Ra>syid mendorong tubuh Qamrah saat keduanya berada di kamar tidur. Hal tersebut dikarenakan kemarahan Ra>syid terhadap Qamrah yang mendekatinya untuk melakukan hubungan biologis, tetapi Ra>syid menolaknya dengan amarah dan sikap kasar pada istrinya. Kemudian dia mengenakan pakaiannya dan pergi meninggalkan Qamrah yang menangis di kamar tidur (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Biasanya, laki-laki kelelahan setelah menghabiskan banyak waktunya untuk bekerja setiap hari di luar rumah. Maka, ketika pulang ke rumah, dia membutuhkan istirahat dan ketenangan. Karena itu, laki-laki menjauhkan diri dari perempuan ketika bekerja di luar rumah dan ketika pulang ke rumah. Akan tetapi,
314
meskipun penjauhan diri tersebut jelas sebabnya, hal tersebut tidak membuat perempuan senang. Karena penjauhan diri tersebut membuat perempuan merasa diabaikan dan merasa tidak dicintai oleh suaminya (An-Nu‘aimi, 2000:472). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah dan Ra>syid, yaitu Qamrah mendekati suaminya untuk berhubungan biologis dengannya. Hal itu dia lakukan karena dia berpikir bahwa Ra>syid tidak menyentuh istrinya sejak mereka bermalam di Roma dikarenakan dia malu untuk memulai hubungan biologis tersebut dengannya. Akan tetapi, saat Qamrah mendekatinya, Ra>syid marah dan bersikap kasar padanya, yaitu dia mendorong tubuh Qamrah dengan keras di tempat tidur. Kemudian, dia mengenakan pakaiannya lalu pergi meninggalkan Qamrah yang menangis di kamar tidur. Tindakan Ra>syid tersebut dilakukannya karena saat itu dia kelelahan setelah bekerja seharian di luar rumah sehingga dia membutuhkan istirahat dan ketenangan. Selain itu, tindakan tersebut juga dikarenakan Ra>syid tidak mencintai Qamrah sehingga dia bersikap acuh pada istrinya termasuk dalam kehidupan seksual di antara keduanya. Akan tetapi, meskipun tindakan Ra>syid terhadap Qamrah tersebut memiliki alasan, yaitu dia ingin beristirahat dan membutuhkan ketenangan, tindakan tersebut tetap merupakan tindak kekerasan fisik terhadap perempuan dikarenakan tindakan tersebut menyakiti fisik perempuan, yaitu tubuhnya. Kekerasan fisik adalah tindak kekerasan yang melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh (Meiyanti via Sugihastuti, 2007:179). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Ra>syid terhadap Qamrah, yaitu dia mendorong tubuh Qamrah dengan kasar.
315
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa Ra>syid sebagai seorang suami tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, salah satunya yaitu menafkahi kebutuhan batin istrinya dengan cara yang patut sebagaimana yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’an (2:223) yang artinya, ‘‘Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya....’’. c. Menampar Pipi Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid menampar pipi kanan Qamrah saat keduanya bertengkar adalah sebagai berikut.
! أتتها الصفعة مدوية على خدىا األمين Atatha> ash-shaf‘atu mudwiyyatan ‘ala> khaddiha> al-aiman (AshSha>ni‘i, 2007:18). Artinya: Dia (Ra>syid) menampar pipi kanan Qamrah (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan fisik ketiga yang menimpa Qamrah, yaitu Ra>syid menampar pipi kanan Qamrah saat mereka bertengkar. Pertengkaran tersebut terjadi setelah Ra>syid mengetahui bahwa Qamrah menemui Karey di hotel tempat Karey singgah. Qamrah mendatangi Karey karena dia merasa curiga, cemburu dan sakit hati dengan Ra>syid yang ternyata mempunyai hubungan khusus dengan Karey. Karena itulah Qamrah mencaci Karey di depan Ra>syid. Akan tetapi, Ra>syid yang merasa kesal dan tidak terima atas perkataan Qamrah mengenai Karey tersebut, seketika itu dia menampar pipi Qamrah (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18).
316
Seorang
anak
perempuan
yang
tumbuh
menjadi
remaja,
maka
pandangannya pada hal di sekitarnya akan berubah. Perempuan mulai melihat laki-laki sebagai orang yang dia butuhkan dalam kehidupannya. Dia mengharapkan laki-laki tersebut bisa memberikan perhatian padanya, menghargai keperempuanannya, dan menghormati dirinya yang selalu ingin bersama laki-laki tersebut (An-Nu‘aimi, 2000:128-129). Hal tersebut sebagaimana perasaan Qamrah terhadap Ra>syid, yaitu dia ingin laki-laki yang dicintainya bisa memberikan perhatian padanya, menghargai keperempuanannya, dan menghormati dirinya yang selalu ingin bersama laki-laki tersebut. Dengan demikian, tindakan Ra>syid menampar pipi Qamrah tersebut merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Qamrah terhadap Ra>syid. Karena, tindakan tersebut dinilai sebagai tindakan yang tidak menghargai dan tidak menghormati seorang perempuan. Tindakan seorang suami yang menampar istrinya merupakan tindakan yang menyakiti fisik istri. Sehingga, sikap yang demikian itu merupakan tindak kekerasan fisik terhadap perempuan. Menurut La Pona (via Sugihastuti, 2007:179), kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya. Selain itu, Meiyanti (via Sugihastuti, 2007:179), menjelaskan bahwa kekerasan fisik melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan benda atau senjata. Hal itu sebagaimana yang dialami oleh Qamrah, yaitu dia menjadi korban kekerasan fisik berupa tamparan yang dilakukan oleh suaminya.
317
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh Ra>syid terhadap Qamrah tersebut dikarenakan kemarahan Ra>syid terhadap Qamrah. Kemarahan merupakan emosi yang paling berbahaya, karena ada kemungkinan orang yang marah berusaha menyakiti target kemarahannya (Ekman, 2003:188). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Ra>syid, yaitu dia marah dan kemarahannya itu membuatnya menyakiti Qamrah dengan tamparan. d. Meludahi Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid meludahi Qamrah sebelum meninggalkan apartemen pada saat mereka bertengkar adalah sebagai berikut.
.)7002881 ،وتبصق عليو باستحقار (الصانع Watabashshaqa ‘alaihi bi>stichqa>rin (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Artinya: Ra>syid meludahinya (Qamrah) (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa kekerasan fisik keempat yang menimpa Qamrah, yaitu Ra>syid meludahi Qamrah sebelum meninggalkan apartemen saat mereka bertengkar (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Tindakan Ra>syid tersebut merupakan ungkapan kejijikannya terhadap Qamrah. Kejijikan adalah sebuah perasaan keengganan terhadap sesuatu yang membuat orang ingin meludah (Ekman, 2003:273). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Ra>syid, yaitu dia meludahi Qamrah karena perasaannya jijik terhadapnya. Menurut La Pona (via Sugihastuti, 2007:179), kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya. Selain itu, Meiyanti (via Sugihastuti, 2007:179), menjelaskan bahwa kekerasan
318
fisik melibatkan penggunaan alat atau anggota tubuh seperti memukul, menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan benda atau senjata. Hal itu sebagaimana tindak kekerasan fisik yang dilakukan Ra>syid terhadap Qamrah, yaitu dia meludahinya. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa sikap-sikap sebagaimana yang ditampakkan oleh Ra>syid tersebut merupakan karakter laki-laki yang tidak saleh. Karena, laki-laki yang saleh memperlakukan istrinya dengan cara yang patut, meskipun terdapat hal-hal yang tidak dia sukai dari istrinya. Hal itu sebagimana yang diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman dalam Al-Qur’an (4:19) yang artinya, ‘‘Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya’’. e. Pemaksaan Penggunaan Alat Kontrasepsi Tertentu Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid memaksa Qamrah untuk mengkonsumsi obat anti hamil adalah sebagai berikut.
السبب،ظلت قمرة تبحث بني تلك الدقائق عن السبب احلقيقي لنفوره منها السبب الذي يدفعو إلجبارىا على تناول حبوب منع،احلقيقي وراء استخفافو هبا ، على الرغم من حترقها اإلجناب طفلة منو (الصانع،احلمل طوال ىذه األشهر .)7702881 Zhallat Qamratu tabchatsu baina tilka ad-daqa>’iqi ‘ani‘s-sababilchaqi>qiyyi li>nufu>rihi minha>, as-sababul-chaqiqiyyu wa ra>’a istikhfa>fihi bi>ha> as-sababu alladzi> yadfa‘uhu li>-ijba>riha> ‘ala> tana>wali chubu>bi man‘il-chamli thiwa>la ha>dzihil-asy-huri, ‘ala>‘rraghmi min tuchchariqiha> al-inja>bi thiflatan minhu (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11).
319
Artinya: Dia mencari tahu hal apa yang membuat Ra>syid meremehkan dirinya. Tetapi di antara segala bentuk pencarian itu, Qamrah penasaran mengapa Ra>syid memaksanya mengonsumsi obat anti hamil pada saat keinginannya untuk memiliki momongan tengah menggebu (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan fisik kelima yang menimpa Qamrah berupa pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi tertentu yang dilakukan oleh suaminya (Ra>syid), yaitu dia memaksa istrinya (Qamrah) untuk mengkonsumsi obat anti hamil (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Meskipun, tindakan Ra>syid tersebut dilakukannya dengan alasan untuk menunda memiliki anak hingga kuliahnya selesai, tetapi hal tersebut berdampak buruk bagi kesehatan Qamrah. Karena, mengkonsumsi obat anti hamil merupakan metode kontrasepsi buatan yang tidak baik untuk kesehatan perempuan. Hal itu dikarenakan kontrasepsi buatan dapat menimbulkan efek negatif berupa penambahan berat badan, munculnya jerawat serta flek hitam di sekitar hidung dan pipi, migrain, hipertensi serta berkurangnya libido perempuan. Selain itu, mengonsumsi obat-obatan pencegah kehamilan juga dapat menimbulkan gangguan pada siklus menstruasi. Sehingga, darah haid tidak keluar selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, atau darah haid tersebut dapat keluar sedikit demi sedikit, tetapi tidak teratur hingga mengganggu bagi perempuan muslimah yang harus menunaikan kewajiban ibadah seperti salat dan puasa. Sedangkan, efek paling berat dan serius dari penggunaan kontrasepsi buatan tersebut, yaitu terjadinya infeksi rahim, pendarahan di luar waktu menstruasi, kehamilan di luar kandungan serta meningkatnya risiko kanker payudara (Anton, 2008:147-148). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah, yaitu dia
320
mengalami penambahan berat badan hingga menyebabkannya terlihat lebih tua dari umurnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa Ra>syid mementingkan dirinya sendiri tanpa mempertimbangan dampak buruk bagi istrinya (Qamrah). Padahal, penggunaan metode kontrasepsi buatan tersebut, yaitu mengkonsumsi obat anti hamil berdampak buruk bagi kesehatan Qamrah. b. Kekerasan Emosional Kekerasan emosional terhadap perempuan merupakan tindak kekerasan yang melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2007:183). Dari pembacaan terhadap novel Bana>tu‘r-
Riya>dh, ditemukan bahwa tokoh perempuan yang menerima bentuk kekerasan emosional di lingkungan domestik adalah Qamrah, Ummi Nuwair dan Chafshah. Adapun tindak kekerasan emosional terhadap tokoh perempuan dalam novel
Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut. 1. Kekerasan Emosional terhadap Tokoh Qamrah Kekerasan emosional terhadap tokoh Qamrah dalam novel Bana>tu‘r-
Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut. a. Mengacuhkan Data tekstual yang menunjukkan bahwa Qamrah diacuhkan oleh suaminya (Ra>syid) adalah sebagai berikut.
بل أنو مل يلمسها منذ،وىا ىي جتد نفسها أمام زوج ال يشعر باجنذاب حنوىا .)288107 ،تلك الليلة ادلشؤومة يف روما (الصانع
321
Waha> hiya tajidu nafsaha> ama>ma zaujin la> tas‘uru bi>njidza>bin nachwaha>, bal annahu lam yalmasha> mundzu tilkal-lailati almasy’u>mati fi> Ru>ma> (Ash-Sha>ni‘i, 2007:2). Artinya: Dan saat ini dia tinggal bersama seorang laki-laki yang tidak merasakan ketertarikan cinta dan kelembutan, bahkan dia tidak pernah menyentuhnya sejak malam terakhir yang menjemukan di Roma (Ash-Sha>ni‘i, 2007:2). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional pertama yang menimpa Qamrah, yaitu sikap Ra>syid yang acuh terhadapnya. Sehingga, sikap acuh Ra>syid tersebut membuatnya tidak peka terhadap istrinya, yaitu dia tidak merasakan ketertarikan cinta dan kelembutan terhadap istrinya, bahkan dia tidak pernah menyentuhnya sejak malam terakhir yang menjemukan di Roma (Ash-Sha>ni‘i, 2007:2). Hubungan biologis serta kecenderungan untuk melakukannya bukan hanya keinginan laki-laki, tetapi juga perempuan. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, yaitu perempuan memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh laki-laki untuk membangkitkan keinginan biologisnya. Sehingga, laki-laki yang tidak mengetahui hal tersebut, pada umumnya, dia akan berpandangan bahwa perempuan tidak senang melakukan hubungan tersebut (An-Nu‘aimi, 2000:627). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah, yaitu ketika Ra>syid tidak memenuhi kebutuhan istrinya secara biologis, maka hal tersebut membuat Qamrah mengalami tekanan psikologis, yaitu munculnya perasaan tidak dicintai dan tidak diinginkan oleh suaminya. Kekerasan emosional terhadap perempuan (istri), yaitu tindak kekerasan yang melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2007:183). Hal itu sebagaimana kekerasan emosional yang dilakukan Ra>syid terhadap istrinya, yaitu berupa sikap acuh yang membuatnya tidak peka dengan kebutuhan batin istrinya.
322
Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa yang dibutuhkan seorang istri terhadap suaminya bukan hanya materi, tetapi juga kasih sayang. Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah, yaitu dia merasa tidak bahagia meskipun Ra>syid selalu mencukupi kebutuhan ekonominya bahkan tanpa diminta sekalipun. Hal itu dikarenakan suaminya tidak merasakan ketertarikan cinta serta kelembutan terhadapnya. b. Tatapan Mata yang Penuh Amarah Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid menatap Qamrah dengan tatapan mata yang penuh amarah adalah sebagai berikut.
،التقت العيون يف حلظة رىيبة ! كانت عيناىا مليئتني باخلوف والذىول.... ابتعد عنها بسرعة وارتدى ثيابو.وكانت عيناه مليئتني بغضب مل تر مثلو من قبل .)702881 ،على عجل وغادر الغرفة وسط دموعها واعتذاراهتا (الصانع ....Iltaqat al-‘uyu>nu fi> lachzhatin rahi>batin! Ka>nat ‘aina>ha> mali>’ataini bi>l-khaufi wa‘dz-dzuhu>li, wa ka>nat ‘aina>hu mali>’ataini bi>ghadhabin lam tara mitslahu min qablu. Ibta‘ada ‘anha> bi>sur‘atin wartada> tsiya>bahu ‘ala> ‘ajalin wa gha>dara al-ghurfata wasatha dumu>‘iha> wa‘tadza>ra>tiha> (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Artinya:....Mendadak kedua mata Qamrah dipenuhi rasa takut. Kedua mata Ra>syid dikuasai amarah yang belum pernah dilihat wanita itu sebelumnya. Segera, Ra>syid menjauhi tempat tidur dan mengenakan pakaiannya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bentuk kekerasan emosional kedua berupa tindakan non verbal, yaitu tatapan kedua mata Ra>syid yang dipenuhi amarah hingga membuat Qamrah ketakutan. Karena sebelumnya dia belum pernah melihat suaminya semarah itu kepadanya. Kemudian Ra>syid pergi meninggalkan Qamrah, setelah dia menjauhi tempat tidur dan mengenakan pakaiannya. Kemarahan Ra>syid tersebut dikarenakan Qamrah mendekatinya
323
untuk berhubungan biologis dengannya, padahal dia tidak mencintai Qamrah dan tidak berkeinginan untuk melakukannya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:6). Ketika laki-laki mengalami fase diam dan mengasingkan diri dari perempuan yang penyebabnya tidak bisa dipahami oleh perempuan, maka perempuan akan merasa takut dan gelisah. Dia akan mulai bertindak serampangan karena tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Pada saat itu, yang pertama terlintas di benak perempuan adalah, laki-laki sadar akan keadaan jiwanya tersebut dan sengaja memperlakukan perempuan (istrinya) dengan cara tersebut. Sehingga, perempuan menduga bahwa dia telah melakukan kebodohan hingga menyebabkan laki-laki (suaminya) marah kepadanya. Pada saat itu, perempuan akan mulai melakukan beberapa upaya yang tidak masuk akal untuk membuat laki-laki menerima dan memaafkan dirinya lalu kembali pada keadaan biasa (An-Nu‘aimi, 2000:239). Hal tersebut di atas sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah ketika mendapati suaminya (Ra>syid) diam dan menjauhkan diri darinya, yaitu dia merasa takut dan gelisah serta menduga bahwa dia telah berbuat salah kepada suaminya hingga suaminya bersikap demikian terhadapnya. Maka, Qamrah pun akhirnya bertindak serampangan, yaitu dia mendekatinya, hingga Ra>syid menjadi sangat marah kepadanya karena tindakan Qamrah tersebut bagi Ra>syid adalah mengganggu ketenangannya. Sikap Qamrah yang demikian itu menunjukkan ketidakpahaman seorang istri mengenai kebutuhan seorang laki-laki (suaminya) untuk diam dan mengasingkan diri dari perempuan pada suatu waktu. Sehingga, respon Ra>syid yang demikian itu menjadi bentuk penegasan atas kemarahannya terhadap Qamrah. Kekerasan emosional terhadap perempuan yaitu kekerasan yang
324
melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2007:183). Hal itu sebagaimana kekerasan emosional yang dilakukan Ra>syid terhadap Qamrah, yaitu dia melakukan tindakan non verbal berupa tatapan mata yang penuh amarah terhadap Qamrah hingga membuat istrinya itu ketakutan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa laki-laki (suami), pada suatu ketika memang membutuhkan waktu untuk diam dan mengasingkan diri dari perempuan (istri). Sedangkan, perempuan pada suatu ketika juga membutuhkan waktu agar suaminya mendengarkannya dan mengerti perasaannya. Akan tetapi, karena keduanya tidak memahami satu sama lain, maka yang terjadi adalah kemarahan dan pertengkaran. c. Tidak Toleran Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid bersikap tidak toleran terhadap Qamrah dalam hal cara berpakaian adalah sebagai berikut.
.كانت ترتدي عند خروجها معطفا طويال فوق ثياهبا مع حجاب أسود أو رمادي ليس ما تلبسني مالبس.حىت لباسها ىذا أصبح بعد فرتة مصدر إزعاج لراشد عادية مثل باقي احلرمي ؟ كأ نك تتعمدين حترجيين قدام أصدقائي هبذه ادلالبس .)7702881 ،ادلبهذلة ! وتسأليين ليش ما أطلع معك ! (الصانع Ka>nat tartaddi> ‘inda khuru>jiha> mu‘thafa>n thawi>la>n fauqa tsiya>biha> ma‘a chija>bin aswada au rama>diyyan. Chatta> liba>suha> ha>dza> ashbacha ba‘da fatratin mashdara iz‘a>jin li>-Ra>syidin. Laisa ma> talbasi>na mala>bisa ‘a>diyatan mitsla ba>qi> al-chari>mi? Kaannaka tata‘ammadi>na tachriji>ni> qada>ma ashdiqa>’i> bi>ha>dzihi almala>bisi almubhadzilati! Watas’ali>ni> laisya ma> athla‘u ma‘aki! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Artinya: Setiap kali keluar apartemen, Qamrah mengenakan mantel panjang dengan hijab hitam. Ini sekadar bagian kecil dari
325
kenyataan yang dihadapi. Kebiasaan berpakaian seperti ini sering memancing amarah Ra>syid. ‘‘Pakaian kumal itu lagi? Apa kamu sengaja mempermalukan aku di depan teman-temanku? Biar mereka semua mencibirku lantaran tidak becus memilih istri?’’ (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional ketiga yang menimpa Qamrah berupa sikap Ra>syid yang tidak toleran terhadapnya dalam hal cara berpakaian, yaitu Ra>syid seringkali memarahinya karena dia memakai pakaian yang menutup seluruh tubuhnya termasuk wajahnya sebagaimana kebiasaan perempuan Saudi pada umumnya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Kebiasaan berpakaian perempuan Saudi, yaitu ketika berada di tempat umum, mereka memakai jubah hitam tebal atau abayah. Selain itu, mereka juga memakai syal untuk menutupi rambutnya dengan penutup wajah penuh. Mereka memakai pakaian berwarna hitam untuk menutupi tubuhnya agar saat terkena cahaya matahari, lekuk-lekuk tubuh mereka tidak terlihat. Karena, jika pakaian yang digunakan berwarna cerah, maka saat terkena pancaran sinar matahari, lekuklekuk tubuh mereka akan terlihat. Terlebih jika pakaian yang digunakan itu transparan atau tidak tebal, maka akan lebih transparan saat terkena sinar matahari (Diana, 2014:2-3). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Qamrah, yaitu dia memakai abaya hitam dan syal untuk menutupi rambutnya dengan penutup wajah penuh. Hal itulah yang membuat Ra>syid seringkali marah kepadanya karena cara berpakaian Qamrah yang demikian itu, menurut Ra>syid, tidak sesuai dengan kebiasaan cara berpakaian perempuan Amerika sehingga dia merasa malu jika teman-temannya di Amerika mengetahui penampilan istrinya yang demikian itu. Sikap Ra>syid yang demikian itu termasuk salah satu bentuk tindak kekerasan emosional yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Kekerasan
326
emosional yaitu kekerasan yang melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2007:183). Hal itu sebagaimana sikap Ra>syid yang tidak toleran terhadap cara berpakaian Qamrah, yaitu dia memarahi dan mencaci Qamrah karena dia tidak menyukai cara berpakaiannya. Sehingga, Qamrah tidak mendapat kebebasan dalam hal cara berpakaian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga Qamrah dan Ra>syid adalah perbedaan latar belakang antara Qamrah dan Ra>syid. Sedangkan, salah satu ciri pernikahan yang bahagia, yaitu adanya kesamaan latar belakang masing-masing individu (suami istri) (Wisnuwardhani, 2012:95-96). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah dan Ra>syid, yaitu perbedaan latar belakang antara keduanya menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga mereka, berupa terjadinya tindak kekerasan emosional yang dilakukan oleh Ra>syid terhadap Qamrah. Qamrah sejak kecil terbiasa hidup di kota Riyadh, Saudi Arabia, sehingga dia terbiasa mengikuti kebiasaan-kebiasaan masyarakat Saudi termasuk cara berpakaian perempuan Saudi. Sedangkan, Ra>syid yang telah lama tinggal di Amerika memiliki pandangan yang berbeda dari Qamrah dalam hal cara berpakaian perempuan. Menurutnya, kebiasaan cara berpakaian perempuan Amerika seperti pada umumnya, yaitu berpakaian terbuka dan tidak berjilbab itu lebih menarik baginya dan sesuai perkembangan zaman. d. Melepas Jilbab Istri di Tempat Umum dengan Paksa
Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid melepas jilbab Qamrah di bioskop dengan paksa adalah sebagai berikut.
327
بعد أن وصال واختذا مقعده.أحلت عليو يف أحد األ يام أن يصطحبها إ ى السينما ىي تبتسم خبجل، فاجأتو بنزع معطفها وحجاهبا،يف القاعة وىي إ ى جانبو بعد أن تأملها بطرف عينو لبضع ثوان قال.وحتاول قراءة أفكاره يف تلك اللحظة .)7702881 ، (الصانع.... احلجاب أرحم- 0 ذلا جبالفة Allachat ‘alaihi fi> achadil-ayya>mi an yashthachabi>ha> ila>‘s-si>nima>. Ba‘da an washala> wattakhadza>n maq‘adahu fi>l-qa‘a>ti wa hiya ila> ja>nibihi, faja’atahu bi>naz‘i mi‘thafiha> wachija>bi>ha>, hiya tabtasimu bi>khajalin watacha>wala qira>’ata afka>rihi fi> tilkal-lachzhati. Ba‘da an ta’ammalaha> bi>tharfi ‘ainihi li>bidh‘a tsawa>nin qa>la laha> bi>jila>fatin al-chija>bu archamu....! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Artinya: Suatu hari Qamrah merengek untuk ditemani pergi ke bioskop. Pada saat keduanya telah sampai di sana dan duduk bersebelahan, tiba-tiba Ra>syid melepas mantel Qamrah dan membuka hijabnya. Qamrah berusaha memberikan senyuman dan membaca pikiran Ra>syid sambil menunggu apa sebenarnya yang dia inginkan. ‘‘Jangan kenakan pakaian kumal itu lagi...!’’ (AshShani‘i, 2007:11). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional keempat yang menimpa Qamrah berupa tindakan Ra>syid yang melepas jilbab Qamrah dengan paksa saat keduanya menonton film di bioskop. Selain itu, dia juga memarahi serta mencaci maki Qamrah karena dia tidak suka istrinya berpakaian yang menutup seluruh tubuhnya sebagaimana cara berpakaian perempuan muslimah di Saudi (Ash-Shani‘i, 2007:11). Otak laki-laki sulit sekali berubah secara cepat dari keadaan berpikir dan berkonsentrasi kepada keadaan berperasaan dan bersimpati. Sementara otak perempuan mudah melakukan hal tersebut, yaitu berperasaan dan bersimpati (An-Nu‘aimi, 2000:27). Hal itu sebagaimana saat Ra>syid melepas jilbab Qamrah pada waktu keduanya menonton film di bioskop. Saat itu, Qamrah tersenyum karena perasaannya bersimpati pada tindakan Ra>syid tersebut. Perasaan tersebut muncul karena dia mengira Ra>syid ingin melakukan sesuatu sebagaimana selayaknya perlakuan seorang suami ketika
328
dia berhasrat terhadap istrinya. Akan tetapi, sebagaimana uraian yang tersebut di atas, ternyata tindakan Ra>syid itu tidak seperti apa yang dipikirkan Qamrah. Ternyata, Ra>syid melakukan hal tersebut karena ketidaksukaannya serta kemarahannya terhadap cara berpakaian Qamrah yang tidak seperti apa yang dia inginkan. Selain itu, Ra>syid juga tetap berkonsentrasi dengan film yang dia tonton saat itu meskipun Qamrah tersenyum padanya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dimaknai bahwa sikap Ra>syid, yaitu melepas jilbab istri di depan umum dengan paksa menampakkan kepribadiannya sebagai seorang suami yang tidak toleran terhadap istrinya dalam hal cara berpakaian. Selain itu, sebagai seorang muslim, dia (Ra>syid) juga bukan laki-laki yang saleh. Hal itu dikarenakan dia melarang istrinya memakai jilbab padahal itu adalah perintah Allah sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an (33:59) yang artinya sebagai berikut. Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (AlQur’an, 2010 [33]:59). e. Menekan Batin Istri Data tekstual yang menunjukkan bahwa Qamrah mengalami tekanan disebabkan jauhnya jarak antara dia dan Ra>syid adalah sebagai berikut.
قضت بني.عندما زارت قمرة الرياض يف عطلة رأس السنة مل يكن راشد معها ، العودة بعد أن ميل الوحدة.أىلها ما يقارب الشهرين آملة أن يطلب منها راشد بل إن إحساسها كان يقول ذلا أنو يتمين أن تبقى،إال أنو مل يسأذلا يوما أن تعود .)7702881 ،يف الرياض والتعود ! (الصانع
329
‘Indama> zarat Qamratu Ar-Riya>dhi fi> ‘uthlati ra’si‘s-sannati lam yakun Rasyidun ma‘aha>. Qadhat baina ahliha> ma> yuqa>ribu asysyahraini a>milatun an yathluba minha> Ra>syidun. Al-‘audatu ba‘da yamalla al-wachdata, illa annahu lam yas’alha> yauma>n an ta‘u>da, bal inna ichsa>saha> ka>na yaqu>lu laha> annahu yatamanna> an tabqa> fi>‘r-Riya>dhi wa la> ta‘u>du! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Artinya: Ketika Qamrah mengunjungi Riyadh pada liburan awal tahun, Ra>syid tak bersamanya. Dia (Qamrah) menghabiskan liburan dengan keluarganya selama dua bulan sesuai permintaannya pada Ra>syid. Setelah sebulan kepulangannya (Qamrah), dia (Ra>syid) seharipun tidak menanyakan kapan dia (Qamrah) akan kembali, tetapi perasaannya (Qamrah) mengatakan bahwa Ra>syid berharap dia (Qamrah) menetap di Riyadh dan tidak kembali (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Berdasarkan data tekstual tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional keenam yang menimpa Qamrah berupa tekanan batin dari Ra>syid, yaitu ketika Qamrah mengunjungi Riyadh pada liburan awal tahun, Ra>syid tidak bersamanya. Sehingga, Qamrah sendirian menghabiskan liburan dengan keluarganya di Riyadh selama dua bulan sesuai permintaannya pada Ra>syid. Akan tetapi, Ra>syid tidak pernah menanyakan kabar Qamrah serta kapan dia akan kembali ke Amerika. Hal tersebut membuat Qamrah tertekan dan merasa bahwa Ra>syid berharap dia (Qamrah) tetap berada di Riyadh dan tidak kembali lagi ke Amerika bersama Ra>syid (Ash-Sha>ni‘i, 2007:11). Sikap Ra>syid terhadap Qamrah tersebut membuat Qamrah tertekan karena merasa ditolak dan diabaikan oleh suaminya (Ra>syid). Perasaan tertolak dan diabaikan adalah perasaan yang menyakitkan bagi perempuan. Karena, secara tidak disadari dia merasa dirinya tidak berhak menerima pemberian dari laki-laki. Perasaan semacam ini telah ada pada perempuan semenjak dia masih kanakkanak.
Yaitu
ketika
perempuan
harus
menyembunyikan
perasaannya,
kebutuhannya dan keinginannya. Perasaan yang tersembunyi pada perempuan ini
330
secara tidak sadar menimbulkan perasaan takut ketika membutuhkan orang lain karena dia merasa tidak mungkin mendapatkan sesuatu yang diinginkannya (AnNu‘aimi, 2000:143). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah, yaitu dia menyembunyikan keinginannya agar Ra>syid menghubunginya serta menanyakan kabarnya ketika dia berada di Riyadh pada liburan awal tahun. Perasaan tersebut muncul karena dia merasa tertolak dan diabaikan oleh suaminya (Ra>syid). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa perasaan Qamrah yang demikian itu merupakan tabiat perempuan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti pembenaran terhadap sikap laki-laki (suami) yang tidak peduli terhadap perasaan istrinya. Karena salah satu kewajiban laki-laki adalah bertanggungjawab untuk memberi dan memperhatikan istrinya. f. Intensitas Pertemuan yang Rendah Data tekstual yang menunjukkan bahwa intensitas pertemuan Ra>syid dan Qamrah sangat rendah adalah sebagai berikut.
.)7702881 ،(الصانع....كانت لقاءاهتا وراشد معدودة Ka>nat liqa>’a>tuha> wa Ra>syidun ma‘du>datun.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16). Artinya: Intensitas pertemuan Ra>syid dan Qamrah sangat rendah.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16). Berdasarkan data tekstual tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional ketujuh yang menimpa Qamrah berupa rendahnya intensitas pertemuan Ra>syid dengannya (Qamrah). Hal itu dikarenakan kesibukan Ra>syid di kampus sehingga dia terkesan sering meninggalkan Qamrah sendiri di apartemen (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16).
331
Laki-laki mengira bahwa setelah harta tercukupi, maka keluh kesah serta gelisah tidak akan mengusik perasaan perempuan. Dia juga mengira bahwa pemberian harta yang cukup akan membuat perempuan selalu bahagia. Hal tersebut dikarenakan ketidakpahaman laki-laki terhadap realitas bahwa harta tidak bisa menggantikan perasaan bosan, gelisah dan mengeluh pada perempuan. Harta tidak bisa menghilangkan semua perasaan tersebut karena baik ketika dalam keadaan kaya atau miskin, gelombang kejiwaan perempuan memiliki karakter tetap. Sehingga, ketika gelombang perasaan tersebut bergerak turun ke tingkat paling bawah, keadaan jiwa perempuan menunjukkan tanda-tanda bosan jengkel dan banyak mengeluh (An-Nu‘aimi, 2000:331-332). Sebagaimana yang terjadi terhadap Qamrah, yaitu dia tetap merasa kesal, gelisah, bahkan tidak bahagia meskipun suaminya Ra>syid selalu mencukupi kebutuhan ekonominya. Hal itu dikarenakan uang yang Ra>syid berikan kepada Qamrah tersebut tidak bisa menggantikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh Qamrah dari Ra>syid. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa kasih sayang dari orang yang dicintai tidak bisa digantikan dengan uang. Demikian pula dalam kehidupan berumah tangga, uang bukan solusi untuk segala permasalahan. g. Meremehkan dan Serakah Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid bersikap meremehkan terhadap istrinya dan serakah dalam hal kepemilikan apartemen adalah sebagai berikut.
332
كان كمن يقول أن ال.أغاظها تصرفو كثريا خاصة عندما أظهر عدم اكرتاثو بثورهتا ، وكأهنا شقتو وحده ! (الصانع،شأن ذلا يف حتديد أساسيات ىذه الشقة .)77 02881 Agha>zhaha> tasharrufuhu katsi>ra>n kha>shatan ‘indama> azhara ‘adama iktira>tsihi bi>tsu>ratiha>. Ka>na kaman yaqu>lu an la> sya’na laha> fi> tachdi>di asa>siyya>ti ha>dzihi‘sy-syaqqati, wa kaannaha> syaqqatuhu wachdahu! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16). Artinya: Sikap Ra>syid yang meremehkan dan menafikan pekerjaan orang lain, sering membuat istrinya marah. Memang Ra>syid pernah mengatakan bahwa Qamrah tidak berperan dalam pengaturan apartemennya. Semuanya seakan menunjukkan bahwa apartemen itu adalah milik Ra>syid sendiri (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional kedelapan yang menimpa Qamrah, yaitu sikap Ra>syid yang meremehkannya dan sikap serakah Ra>syid dalam hal kepemilikan apartemen. Seakan-akan apartemen itu miliknya sendiri (Ash-Sha>ni‘i, 2007:16). Dalam pernikahan diperlukan adanya kerjasama antara suami dan istri termasuk dalam hal berpikir, berencana dan mengambil keputusan penting secara bersama-sama yang juga berkaitan langsung dengan perjalanan hidup keduanya untuk masa depan (An-Nu‘aimi, 2000:21). Oleh karena itu, ketika salah satu pihak meremehkan atau serakah dalam hal kepemilikan yang terdapat dalam rumah tangga, maka hal tersebut akan menimbulkan tekanan batin bagi pihak yang lain. Selain itu, juga menimbulkan permasalahan antara suami dan istri sehingga memicu terjadinya ketidakharmonisan rumah tangga. Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Qamrah, yaitu dia merasa tertekan ketika suaminya (Ra>syid) meremehkannya dan tidak melibatkannya dalam pengaturan sehingga seolah-olah apartemen tersebut milik Ra>syid sendiri.
333
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa sikap laki-laki (suami) yang serakah dan meremehkan perempuan (istri) menyebabkan terjadinya tekanan batin pada istri seperti munculnya perasaan tidak berguna, diperlakukan tidak adil dan tidak dihargai oleh pasangan hidupnya. h. Ancaman Data tekstual yang menunjukkan bahwa Ra>syid mengancam akan mengembalikan Qamrah pada keluarganya di Saudi adalah sebagai berikut.
ومن بعدىا برتكبني أول طيارة،شويف يا حرمة ! اجليّة بتجني واالعتذار بتعتذرين ،وتطسني على بيت أىلتس وال عاد أبغي أشوف خشتس ىنا مرة ثانية (الصأنع .)7002881 Syu>fi> ya> charamatu! Al-jayyatu bi>taji>n wal-i‘tidza>ru bi>ta‘dziri>n wa man ba‘daha> bi>tarkabi>n awwalu thayya>ratin watathsi>n ‘ala> baiti ahlatsin wala> ‘a>da abghi> asyu>fu khasyatas huna> marratan tsa>niyyatan (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Artinya: Selanjutnya suara Ra>syid datar tapi sangat mewakili kemarahan. ‘‘Apa kamu ingin aku pesankan tiket ke Saudi dan kamu tidak akan kembali lagi selamanya?’’(Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Berdasarkan data tekstual tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan kesembilan yang menimpa Qamrah berupa ancaman yang dilakukan oleh Ra>syid, yaitu dia mengancam akan mengembalikan Qamrah pada keluarganya di Saudi dan tidak mengizinkannya untuk kembali bersamanya ke Chicago selamanya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:18). Sikap Ra>syid yang mengancam istrinya tersebut dapat dimaknai bahwa Ra>syid akan menceraikan Qamrah apabila Qamrah
tidak
mengikuti
semua
peraturan
Ra>syid
termasuk
tidak
mempermasalahkan hubungannya dengan Karey. Dalam Islam, hak untuk menceraikan berada pada laki-laki (suami). Hal itu sebagaimana firman Allah
334
dalam Al-Qur’an (65:1) yang artinya ‘‘Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) masa iddah-nya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu’’. Ancaman yang dilakukan Ra>syid tersebut merupakan bentuk perlawanan Ra>syid terhadap sikap Qamrah yang mempermasalahkan hubungannya dengan Karey. Secara psikologis, perempuan berupaya mengadakan perubahan dan penyempurnaan diri pada diri laki-laki dengan berbagai cara, dengan keyakinan bahwa usahanya tersebut menunjukkan cintanya pada laki-laki. Namun, yang dirasakan oleh laki-laki adalah perempuan ingin menguasai dirinya dan tidak menerima dirinya apa adanya (An-Nu‘aimi, 2000:374). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Qamrah terhadap Ra>syid yang menjalin hubungan dengan perempuan lain. Sehingga, dengan kesabarannya, Qamrah ingin agar Ra>syid mengakui kesalahannya dan mengakhiri hubungannya dengan Karey. Akan tetapi, karena Ra>syid tidak mencintai Qamrah dan tidak menyukai banyak hal dalam dirinya, maka Ra>syid berkeinginan untuk menceraikan istrinya dengan ungkapan berupa ancaman. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa tindakan Ra>syid dengan mengancam Qamrah tersebut membuat Qamrah merasa takut, tertekan dan memberontak pada sikap Ra>syid yang mengkhianati Qamrah, yaitu menjalin hubungan dengan Karey.
335
i. Tidak Bertanggungjawab Data
tekstual
yang
menunjukkan
bahwa
Ra>syid
tidak
mau
bertanggungjawab atas kehamilan istrinya (Qamrah) adalah sebagai berikut.
أتت ورقة الطالق إ ى والد قمرة بعد وصوذلا للرياض،وكما حدث مع سدمي.... .)2702881 ، (الصانع....بأسبوعني Wa kama> chadatsa ma‘a Sadi>m, atat waraqatu‘th-thala>qi ila> wa>lidi Qamratu ba‘da wushu>liha> li>‘r-Riya>dh bi>-usbu‘i>na (AshSha>ni‘i, 2007:21). Artinya: Sebagaimana yang terjadi pada Sadi>m, dia (Ra>syid) memberikan surat cerai pada ayah Qamrah dua minggu setelah kedatangan Qamrah di Riyadh (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional kesepuluh yang menimpa Qamrah berupa sikap Ra>syid yang tidak bersedia untuk bertanggungjawab atas kehamilannya. Sikap Ra>syid yang tidak bersedia untuk bertanggungjawab tersebut ditampakkan melalui tindakantindakannya, yaitu dia memarahi, memaki dan menampar pipi Qamrah ketika Qamrah mengatakan padanya bahwa dia hamil. Setelah itu, terjadi pertengkaran antara Qamrah dan Ra>syid, kemudian Ra>syid menyuruh Qamrah pulang sendirian ke Riyadh. Akan tetapi, dua minggu setelah kedatangan Qamrah di Riyadh, dia (Ra>syid) mengirimkan surat cerai kepada ayah Qamrah sebagai tanda putusnya hubungan pernikahan mereka (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Qamrah memberitahu Ra>syid mengenai kehamilannya dengan perasaan takut karena sebelumnya Ra>syid pernah mengatakan bahwa dia tidak siap memiliki anak selama masa kuliahnya belum selesai. Oleh karena itu, Ra>syid memaksa Qamrah untuk mengkonsumsi obat anti hamil. Sehingga, Qamrah merasa terbebani dengan kenyataan bahwa Ra>syid tidak ingin memiliki anak.
336
Namun, sesuai tabiatnya, perempuan ketika merasa terbebani dan memikirkan suatu permasalahan, maka dia tanpa melalui pemikiran akan merasa perlu seseorang yang dapat diajak bicara. Perempuan melakukan hal tersebut untuk mencari kepuasan pikiran, karena setelah dia mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya, maka dia akan merasakan ketenangan (An-Nu‘ami, 2000:114-115). Hal itu sebagaimana yang dilakukan Qamrah, yaitu dia memberitahukan mengenai kehamilannya pada Ra>syid. Akan tetapi, Ra>syid betul-betul tidak bersedia untuk bertanggungjawab terhadap bayi yang dikandung Qamrah tersebut. Oleh karena itu, Ra>syid menyuruh Qamrah pulang ke Riyadh, kemudian dia menceraikannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa sikap Ra>syid tersebut merupakan salah satu bentuk sikap seorang laki-laki (suami) yang tidak bertanggungjawab pada keluarganya. Sehingga sikap emosional laki-laki (suami) yang demikian itu melukai perasaan istri. 2. Kekerasan Emosional terhadap Tokoh Ummi Nuwair Kekerasan emosional terhadap tokoh Ummi Nuwair dalam novel
Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut. a. Penganiayaan Terhadap Anak Data tekstual yang menunjukkan bahwa suami Ummi Nuwair menganiaya anaknya (Nuwair) adalah sebagai berikut.
أن األب مسع من اجلريان كالما عن ابنو اشتاط لو غضبا فدخل على ابنو يف.... حجرتو واهنال عليو بالضرب بيديو ورجليو حىت أصيب الولد بكسور يف القفص .)702881 ، (الصانع....الصدري واألنف وإحدى الذراعني
337
....Anna‘l-abba sami‘a minal-ji>ra>ni kala>ma>n ‘an‘ibnihi isyta>tha lahu ghadhaba>n fa>dakhala ‘ala> ibnihi fi> chujratin wanha>la ‘alaihi bi>‘dh-dharbi bi>yadaihi wa rijlaihi chatta> ushi>ba al-waladu bi>kusu>rin fi>l-qafshi ash-shadri> wal-anfi wa ichda> adz-dzira>‘aini.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Artinya: ....Ayahnya mendengar perkataan tetangganya mengenai perbuatan anak laki-lakinya (Nuwairy), sehingga sang ayah pun masuk ke kamar Nuwairy dengan marah dan memukul menggunakan tangan dan kakinya sehingga Nuwairy mengalami retak tulang iga, hidung, dan salah satu lengannya.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Berdasarkan data tekstual tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional pertama yang menimpa Ummi Nuwair, yaitu tindakan suaminya yang menganiaya anak laki-lakinya (Nuwair). Peristiwa itu terjadi setelah sang ayah mendengar perkataan tetangganya mengenai perbuatan Nuwair yang suka bergaya dan berpenampilan seperti anak perempuan. Kemudian, sang ayah pun masuk ke kamar Nuwairy dengan marah dan memukul menggunakan tangan dan kakinya. Sehingga, Nuwairy mengalami retak tulang iga, hidung, dan salah satu lengannya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami Ummi Nuwair terhadap Nuwairy tersebut berdampak buruk pada psikologis Ummi Nuwair. Karena, secara psikologis, perempuan bersifat emosional dan mudah menangis (Nurhayati, 2012: 29-30). Hal itu sebagaimana yang dialami oleh Ummi Nuwair, yaitu ketika melihat dan mengingat anaknya yang dianiaya oleh ayahnya, maka dia marah, merasa tidak tega, sedih dan menangis. Sikap tersebut terjadi karena melihat orang yang dicintai menderita dan dia tidak bisa menolongnya, merupakan hal yang sangat menyakitkan dan melukai perasaannya sebagai seorang ibu.
338
Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa tindakan suami Ummi Nuwair yang menganiaya anak laki-lakinya (Nuwairy) tersebut tidak hanya menimbulkan luka fisik pada Nuwairy. Di samping itu, hal tersebut juga menyebabkan luka batin bagi Ummi Nuwair yang menyaksikan penderitaan Nuwairy yang dianiaya oleh ayah kandungnya sendiri. Selain itu, tindakan suami Ummi Nuwair tersebut menampakkan bahwa dia berkepribadian kasar dan pemarah. Lazimnya, sebagai kepala rumah tangga, seharusnya laki-laki mengayomi, menjadi teladan dan melindungi keluarganya sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an (4:34) yang artinya, ‘‘Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya....’’. b. Tidak Adil dalam Berpoligami (Menikah Lebih dari Satu) Data tekstual yang menunjukkan bahwa suami Ummi Nuwair bersikap tidak adil terhadapnya adalah sebagai berikut.
، (الصانع....ترك األب ادلنزل بعد ىذه احلادثة ليعيش مع زوجتو الثانية .)702881 Taraka al-abbu al-manzila ba‘da ha>dzihi‘l-cha>ditsati li>ya‘i>sya ma‘a zaujatihi ats-tsa>niyyati.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Artinya: Setelah kejadian itu, sang ayah meninggalkannya dan hidup bersama istri kedua.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional kedua yang menimpa Ummi Nuwair, yaitu sikap suaminya yang tidak adil dalam berpoligami. Sikap tidak adil suami Ummi Nuwair tersebut ditampakkan melalui tindakan-tindakannya terhadap Ummi Nuwair dan anak laki-
339
lakinya (Nuwairy) , yaitu setelah dia melakukan penganiayaan terhadap Nuwairy, dia memilih untuk hidup bersama istri keduanya dan tidak peduli lagi dengan keadaan Ummi Nuwair beserta Nuwairy yang menderita akibat perbuatannya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:5). Sikap suami Ummi Nuwair yang tidak adil tersebut merupakan kezaliman terhadap perempuan (istri) karena, ketika dia memilih hidup bersama istri kedua dan tidak peduli dengan keadaan istri pertamanya (Ummi Nuwair), berarti dia tidak memenuhi hak-hak Ummi Nuwair seperti kebutuhan finansial, pakaian, biologis, perhatian dan kasih sayang, baik yang bersifat lahir maupun batin. Selain itu, dia juga tidak bertanggungjawab dalam membiayai pengobatan, pendidikan dan kebutuhan Nuwairy sehari-hari. Sehingga, semua tanggungjawab tersebut ditanggung oleh Ummi Nuwair sendiri. Dengan demikian, dia tidak memenuhi syarat untuk beristri lebih dari satu sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an (4:3) yang artinya sebagai berikut. Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka nikahilah seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim (Al-Qur’an, 2010[4]:3). Ketika permasalahan terjadi dan perempuan menyalahkan laki-laki, biasanya, laki-laki tidak banyak mempedulikan tuduhan tersebut. Hal itu disebabkan laki-laki membayangkan perempuan sebentar lagi dapat mendalami pemikirannya untuk melihat masalah sebenarnya, yaitu kebenaran bahwa dirinya (laki-laki) tidak bersalah dan perempuanlah yang bertanggungjawab atas permasalahan yang terjadi. Laki-laki bertindak seperti itu karena dia
340
membayangkan perempuan juga berpikir seperti dirinya (An-Nu‘aimi, 2000:210211). Sebagaimana sikap suami Ummi Nuwair, yaitu dia merasa dirinya tidak bersalah sehingga dia melimpahkan tanggung jawab pada istrinya (Ummi Nuwair). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa kehidupan rumah tangga adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Oleh karena itu, dalam membangun rumah tangga keduanya memiliki hak dan kewajiban yang seharusnya ditunaikan bersama agar kehidupan rumah tangga berlangsung harmonis. 3. Kekerasan Emosional terhadap Tokoh Chafshah Kekerasan emosional terhadap tokoh Chafshah dalam novel Bana>tu‘r-
Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut. a. Tidak Memperhatikan dan Tidak Menghiraukan Istrinya Data tekstual yang menunjukkan bahwa Kha>lid tidak memperhatikan dan tidak menghiraukan Chafshah adalah sebagai berikut.
حتول بعد الزواج،زوجها خالد الذي كان يف غاية الدماثة والرقة أثناء فرتة ادللكة .)2702881 ، ال يعبأ هبا وال يلتفت لرغباهتا (الصانع.إ ى شخص آخر Zaujuha> Kha>lidun alladzi> ka>na fi> gha>bati ad-dama>tsati wa‘r-riqati atsna>’a fatratil-malikati, tuchawwilu ba‘da‘z-zawa>ji ila> syakhshin a>kharin. La> ya‘bi’u bi>ha> wa la> yaltafat li>raghiba>tiha> (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Artinya: Suaminya (Chafshah), yaitu Kha>lid memiliki pembawaan ramah dan lembut sepanjang waktu, tetapi setelah menikah dia berubah menjadi sosok yang lain. Dia tidak memperhatikan dan tidak menghiraukan keinginannya (Chafshah) (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21).
341
Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional pertama yang menimpa Chafshah, yaitu sikap suaminya (Kha>lid) yang tidak memperhatikan dan tidak menghiraukan keinginannya. Sebelumnya, Kha>lid memiliki pembawaan ramah dan lembut tetapi setelah menikah dia berubah menjadi sosok yang lain. Dia tidak memperhatikan dan tidak menghiraukan keinginannya (Chafshah) (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Secara psikologis, dunia luar perempuan adalah dunia penuh kedamaian, cinta, kasih sayang dan tolong menolong. Oleh karena itu, perempuan terlihat banyak memberi perhatian pada sisi cinta, hubungan dengan orang lain, berbincang-bincang panjang lebar, berorganisasi, saling menolong dan memiliki ketenangan jiwa (An-Nu‘aimi, 2000:32-33). Hal itu sebagaimana kepribadian Chafshah, yaitu dia banyak memberi perhatian pada sisi cinta, hubungan dengan orang lain dan ketenangan jiwa. Maka, ketika suaminya tidak lagi perhatian dan tidak menghiraukan keinginannya, dia pun merasa kecewa terhadap perubahan sikap suaminya. Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa perempuan butuh diperhatikan dan dihiraukan oleh laki-laki (suaminya). Hal itu dikarenakan tabiat perempuan yang senang dengan perhatian pada sisi cinta, hubungan dengan orang lain dan saling tolong menolong. b. Tidak Peduli dengan Keadaan Istri Data tekstual yang menunjukkan bahwa Kha>lid tidak peduli dengan keadaan Chafshah adalah sebagai berikut.
342
أثناء محلها.فهو ال يهتم إذا ما غضبت وال يذىب هبا إ ى الطبيب إذا مرضت وكانت تذىب مع أختها الكربى،كانت تذىب مع والدهتا دلتابعة تطور احلمل .)2702881 ، (الصانع....،نفلة لشراء مستلزمات الطفلة بعد الوالدة Fa>huwa la> yahtammu idza> ghadhibat wa la> yadzhabu bi>ha> ila>‘ththabibi idza> maridhat Atsna>’a chamliha> ka>nat tadzhabu ma‘a wa>lidatiha> li>-muta>bi‘ati tathawwuril-chamli, wa ka>nat tadzhabu ma‘a ukhtiha> al-kubra> Naflata li>-syira>’i mustalzama>ti ath-thiflati ba‘da al-wila>dati.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Artinya: Dia (Kha>lid) tidak memahami apabila istrinya (Chafshah) marah dan dia juga tidak mengantarkannya ke dokter apabila istrinya sakit. Sewaktu dia hamil, dia pergi bersama ibunya untuk memeriksakan perkembangan kehamilannya, dan dia pergi bersama kakak perempuannya, Naflah, untuk belanja keperluan bayi setelah kelahiran.... (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional kedua yang menimpa Chafshah berupa ketidakpedulian Kha>lid terhadapnya. Ketidakpedulian Kha>lid tersebut ditampakkan melalui sikapsikapnya, yaitu dia (Kha>lid) tidak memahami, apabila istrinya (Chafshah) marah dan dia juga tidak mengantarkannya ke dokter, apabila istrinya sakit. Sewaktu istrinya hamil, Kha>lid tidak menemaninya untuk memeriksakan perkembangan kehamilannya sehingga Chafshah pergi bersama ibunya. Sedangkan, untuk belanja keperluan bayi, Chafshah pergi bersama kakak perempuannya, Naflah (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Pada masa kehamilan, penting bagi perempuan untuk lebih menjaga kesehatan dan perkembangan janin. Sehingga, pada masa kehamilan, perempuan membutuhkan hal-hal penting, yaitu 1). Kondisi dan lingkungan kehamilan yang mendukung, 2). Sikap orang-orang yang berarti, 3). Mengikuti tips sehat masa kehamilan, 4). Memperhatikan nutrisi penting bagi ibu hamil, dan 5). Sikap suami yang siaga (memahami perubahan psikologis istri, memberi perhatian yang lebih,
343
dan membantu melayani istri. Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang suami yang bertanggung jawab akan memberi perhatian yang lebih terutama ketika istrinya sedang hamil (Jahja, 2013:160-168). Sikap Kha>lid yang tidak peduli terhadap keadaan istrinya tersebut dapat dinilai sebagai salah satu karakter suami yang tidak saleh. Karena dia sengaja menyusahkan istrinya yang berbakti kepadanya. Sedangkan dalam Islam, laki-laki (suami) berkewajiban melindungi, memberi nafkah baik lahir maupun batin serta tidak mencari-cari alasan untuk menyusahkan istri yang taat kepadanya. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an (4:34) yang artinya sebagai berikut. Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh Allah Maha tinggi, Maha besar (Al-Qur’an, 2010 [4]:34). Berdasarkan uraian di atas dapat dimaknai bahwa sikap Kha>lid yang tidak peduli terhadap keadaan istrinya (Chafshah) tersebut dapat dinilai sebagai salah satu sikap seorang laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Karena, dalam Islam, suami diperintahkan untuk berbuat baik kepada istrinya. c. Pelit terhadap Istri Data tekstual yang menunjukkan bahwa Kha>lid bersikap pelit terhadap istrinya adalah sebagai berikut.
344
وإمنا....وأكثر ما كان يغيظها يف خالد ىو خبلو ادلستفز وتقتريه غري ادلربر عليها .)2702881 ،كان يعطيها عندما تلح يف الطلب حىت تشعر بادلهانة (الصانع Wa aktsaru ma> ka>na yaghi>zhuha> fi> Kha>lidin huwa bakhiluhu almustafizzu wa taqti>ruhu ghairul-mubarrari ‘alaiha>.... wa innama.... ka>na yu‘thi>ha> ‘indama> talichchu fi>‘th-thalabi chatta> tasy‘uru bi>lmuha>nati (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Artinya: dan yang paling membuatnya (Chafshah) marah pada Kha>lid adalah sifat pelitnya dan dia bersikap pelit tanpa ada alasan padanya (Chafshah).... dan ketika dia memberikan yang diminta oleh istrinya, dia menghina hingga istrinya merasa terhina (AshSha>ni‘i, 2007:21). Berdasarkan data tekstual tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional ketiga yang menimpa Chafshah berupa sifat pelit suaminya (Kha>lid) yang tanpa disertai alasan terhadapnya. Kepribadiannya yang pelit itu ditampakkan melalui sikap-sikapnya, yaitu dia tidak memberi istrinya (Chafshah) uang belanja saat istrinya meminta kepadanya, dan apabila dia mau memberi uang belanja, maka uang itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan Chafshah. Hal itu sering membuat Chafshah marah karena Kha>lid memiliki penghasilan lebih dari cukup bahkan terkadang dia menggunakan uangnya bersama teman-temannya. Sikap Kha>lid tersebut membuat Chafshah merasa terhina apabila minta uang atau kebutuhan padanya (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Bagi perempuan, kebutuhannya pada orang lain adalah hal yang membingungkan. Yang paling celaka adalah apabila dia memiliki permintaan, tetapi ditolak oleh laki-laki atau dia mengalami kegagalan dalam mendapatkan keinginan tersebut. Keadaan ini akan mengakar kuat dan mengendap di alam bawah sadar perempuan (An-Nu‘aimi, 2000:145). Hal itu sebagaimana yang terjadi terhadap Chafshah, yaitu ketika dia meminta uang belanja kepada suaminya (Kha>lid), tetapi Kha>lid tidak memberinya, atau suaminya memberi uang
345
belanja kepadanya, tetapi dengan jumlah yang tidak cukup sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan Chafshah. Sikap Kha>lid yang demikian itu mengakar kuat dalam benak Chafshah sehingga dia merasa terhina marah dan kecewa terhadap suaminya. Dalam Islam, sikap Kha>lid yang demikian itu merupakan sikap yang dinilai tidak benar karena seorang suami berkewajiban menafkahi istrinya termasuk dalam kebutuhan ekonomi. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam AlQur’an (2:233) yang artinya, ‘‘Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut’’. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa memberi nafkah merupakan kewajiban suami kepada istri, baik istrinya meminta ataupun tidak meminta. Maka, suami yang baik tentu memberikan nafkah bagi istrinya tanpa perlu diminta dan tidak membuat istrinya merasa terhina. d. Sikap Ibu Mertua yang Mendukung Tindakan Anaknya Data tekstual yang menunjukkan bahwa ibu Kha>lid mendukung tindakan Kha>lid terhadap Chafshah adalah sebagai berikut.
! كانت أمو العقربة كما تلقبها تساعده وتصفق لو يف تقتريه وتنكيده عليها.... .)2702881 ،(الصانع ....Ka>nat ummuhu al-aqrabatu kama> tulaqqabuha> tusa>‘iduhu wa tashfiqu lahu fi> taqti>rihi wa tanki>dihi ‘alaiha! (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Artinya: Ibu Khalid yang sering dipanggil ‘Aqrabah (kalajengking)’ oleh Khalid seringkali mendukung tindakan anaknya dan perlakuannya kepada Hafshah (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional keempat yang menimpa Chafshah tidak hanya dilakukan
346
oleh suaminya (Kha>lid), tetapi juga dilakukan oleh ibu mertua Chafshah yang sering ikut campur dalam urusan rumah tangganya bersama Kha>lid. Bentuk kekerasan emosional yang menimpa Chafshah tersebut berupa sikap ibu Kha>lid yang mendukung tindakan Kha>lid terhadap Chafshah (Ash-Sha>ni‘i, 2007:21). Secara psikologis, laki-laki berpandangan bahwa dengan meminta pertolongan berarti bahwa perempuan percaya kepadanya dan mengharapkan agar dia (laki-laki) mengerahkan upayanya untuk mewujudkan permintaan tersebut. Dengan demikian, perasaan ini membuat laki-laki kuat dan mendorongnya untuk lebih banyak memberi kepada perempuan (An-Nu‘aimi, 2000:144-145). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Chafshah dan Kha>lid, yaitu permintaan Chafshah kepada Kha>lid agar dia memberi uang belanja kepadanya, hal itu berarti bahwa dia mengharapkan agar suaminya mengerahkan upaya untuk mewujudkan permintaan tersebut sehingga kebutuhannya dapat tercukupi. Dalam Islam, sikap ibu Kha>lid yang mendukung tindakan Kha>lid terhadap Chafshah tersebut merupakan sikap yang tercela karena tolong menolong diperbolehkan hanya dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Hal itu sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an (5:2) yang artinya, ‘‘Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah sungguh Allah sangat berat siksa-Nya’’. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa sikap ibu Kha>lid yang mendukung tindakan Kha>lid terhadap Chafshah tersebut merupakan
347
sikap yang tercela. Selain itu, dia sebagai orangtua seharusnya menasehati anaknya agar tidak bersikap buruk terhadap istrinya. 2. Kekerasan Publik Kekerasan publik adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan korban meskipun kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah (wilayah domestik) (Sugihastuti, 2007:172-173). Setelah melalui pembacaan teks novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i, ditemukan adanya tindak kekerasan publik non seksual yang bersifat emosional terhadap tokoh Sadi>m. Adapun kekerasan emosional yang menimpa tokoh Sadi>m tersebut diuraikan sebagai berikut. 4. Kekerasan Emosional terhadap Tokoh Sadi>m Kekerasan emosional terhadap tokoh Sadi>m dalam novel Bana>tu‘r-Riya>dh karya Raja>’ Ash-Sha>ni‘i diuraikan sebagai berikut. a. Wali>d Sulit Dihubungi (Tidak Bertanggungjawab) Data tektual yang menunjukkan bahwa Wali>d sulit dihubungi oleh Sadi>m adalah sebagai berikut.
ختلت عن ثباهتا واتصلت بو لتجد ىاتفو النقال مقفال ثابرت على االتصال بو على مدار األسبوع ويف أوقات خمتلفة علها تنجح يف الوصول إليو ولكن ىاتفو ، (الصانع....! النقال ظل مقفال وخط غرفتو الثابت مشغول باستمرار .)102881 Takhallat ‘an tsaba>tiha> wattashalat bi>hi li>tajida ha>tifahu an-naqa>la muqfala>n tsa>barat ‘ala>‘l-ittisha>li bi>hi ‘ala> mada>ril-usbu>‘i wa fi> auqa>tin mukhtalifatin ‘allaha> tanjachu fi>l-wushu>li ilaihi walakin ha>tifahu an-naqa>la zhalla muqfila>n wa khaththa ghurfatahu‘tstsa>bita masyghu>lun bi>stimra>rin ! (Ash-Sha>ni, 2007:7).
348
Artinya: Dia (Sadi>m) kecewa atas kesetiaannya. Dia menghubunginya (Wali>d) tetapi handphone-nya tidak aktif. Dia tetap menghubunginya terus selama seminggu dan pada waktuwaktu yang berbeda, dia semakin sering menghubungi Wali>d, tetapi handphone-nya tetap tidak aktif dan jaringan tetap sibuk terus-menerus (Ash-Sha>ni, 2007:7). Berdasarkan data tekstual di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk kekerasan emosional yang menimpa Sadi>m, yaitu sikap Wali>d yang tidak bertanggungjawab terhadap Sadi>m setelah keduanya melakukan hubungan terlarang selayaknya suami istri. Sikap Wali>d yang demikian itu ditampakkan melalui tindakantindakannya, yaitu dia sengaja menghindari Sadi>m sehingga ketika dihubungi, handphone-nya tidak aktif (Ash-Sha>ni, 2007:7). Bagi laki-laki, hubungan seksual adalah sesuatu yang bisa membuat lakilaki merasakan cinta dan dia memerlukannya. Sedangkan, bagi perempuan segalanya bertolak belakang, perempuan merasa membutuhkan dan ingin melakukan hubungan seksual, apabila dia telah mendapatkan perasaan cinta (romantis). Maka dapat dikatakan bahwa cinta bagi perempuan adalah kunci agar dia bisa merasakan kebutuhan dan keinginan untuk melakukan hubungan seksual (An-Nu‘aimi, 2000:588). Hal itu sebagaimana yang terjadi dengan Sadi>m, yaitu dia melakukan hubungan biologis dengan Wali>d karena dia telah mendapatkan perasaan cinta dengan Wali>d. Akan tetapi sikap Sadi>m tersebut membuatnya menyesal karena hubungan tersebut dilakukannya tidak dalam ikatan pernikahan. Sikap Wali>d tersebut membuat Sadi>m merasa kecewa karena dia tidak bersedia bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukannya bersama Sadi>m, ternyata Wali>d tidak sebaik yang dipikirkan olehnya selama ini. Kecewa dengan tindakan orang lain juga membuat seseorang marah, khususnya apabila
349
orang tersebut adalah orang yang sangat dipedulikan. Memang tampak aneh, apabila seseorang marah pada orang yang dicintai, tetapi pada kenyataannya, orang yang dicintai juga orang yang bisa sangat menyakiti dan mengecewakan. Pada tahap awal hubungan yang romantis, orang mungkin menghibur banyak fantasi tentang orang yang dicintai, maka orang tersebut menjadi marah, ketika orang yang dicintai gagal memenuhi fantasi yang dia idealkan (Ekman, 2003:184185). Hal itu sebagaimana yang dialami oleh Sadi>m, yaitu kekecewaannya terhadap Wali>d juga membuatnya marah pada laki-laki itu. Kemarahan Sadi>m tersebut dikarenakan Wali>d menyakiti perasaan Sadi>m dan dia tidak sesuai dengan apa yang dikhayalkan oleh Sadi>m selama ini, yaitu dia tidak bersungguhsungguh untuk menikahi Sadi>m padahal mereka telah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa sikap Wali>d tersebut menampakkan kepribadian Wali>d sebagai laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Sehingga, sikap Wali>d tersebut melukai perasaan perempuan serta merugikan perempuan sebagai korban kekerasan emosional yang dilakukan oleh laki-laki.