EKSTRAKSI MINYAK DAN RESIN NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) DENGAN CAMPURAN PELARUT HEKSAN-METANOL
AURADELIA FEBRIANI PAHAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstraksi Minyak dan Resin Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Dengan Campuran Pelarut HeksanMetanol adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Auradelia Febriani Pahan NIM F34120145
ABSTRAK AURADELIA FEBRIANI PAHAN. Ekstraksi Minyak dan Resin Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dengan Campuran Pelarut Heksan-Metanol. Dibimbing oleh IKA AMALIA KARTIKA Biji nyamplung memiliki kandungan minyak yang tinggi (51.19%), sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku minyak nabati. Biji nyamplung juga mengandung resin dengan kandungan senyawa fenolik yang bermanfaat untuk kesehatan. Pada penelitian ini biji nyamplung diekstraksi dengan metanol dan heksan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kondisi proses terhadap rendemen dan sifat fisikokimia minyak dan resin nyamplung, serta untuk mendapatkan kombinasi perlakuan yang menghasilkan minyak dan resin nyamplung dengan rendemen dan kualitas terbaik. Penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan faktor-faktor, yaitu waktu ekstraksi (5-7 jam), suhu (40-50°C) dan nisbah heksan/metanol (4:2, 3:3, 2:4). Hasil analisis ragam menunjukkan waktu ekstraksi mempengaruhi rendemen minyak, suhu mempengaruhi rendemen resin dan nisbah heksan/metanol mempengaruhi rendemen minyak, rendemen resin dan bilangan asam minyak. Perlakuan yang menghasilkan rendemen minyak terbaik adalah waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2, sedangkan yang menghasilkan rendemen resin terbaik adalah waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 2:4. Minyak nyamplung hasil perlakuan tersebut mempunyai bilangan asam 12.4 mg KOH/g, bilangan iod 126.6 g iod/100 g minyak dan densitas 0.885 g/mL. Resin nyamplung mempunyai bilangan asam 184.8 mg KOH/g, dan nilai ini sesuai dengan standar gondorukem. Kata kunci: ekstraksi, heksan, metanol, minyak, nyamplung, resin.
ABSTRACT AURADELIA FEBRIANI PAHAN. Solvent Extraction of Calophylum Oil and Resin Using Hexane-Methanol Mixture. Supervised by IKA AMALIA KARTIKA Calophyllum seeds contain high oil content (51.19%), so they are potential to be used as raw material source for vegetable oil production. Calophyllum seeds contain also resin containing beneficial phenolic compound for health. In this study, calophyllum seeds were extracted using hexane-methanol mixture to obtain oil and resin. The objective of this study was to investigate the effect of process condition on oil and resin yields and their physicochemical characteristic, and to obtain the best process condition in oil and resin production from calophyllum seeds. Experiment was carried out using Randomized Complete Design with 3 factors, i.e. extraction time (5-7 hours), temperature (40-50°C) and hexane to methanol ratio (4:2, 3:3 and 2:4). The result of variance analysis showed extraction time affected significantly oil yield, temperature affected resin yield and hexane to methanol ratio affected oil and resin yield and acid value of oil. Best oil and resin yields were respectively obtained on 5 h extraction time, 50°C temperature and 4:2 hexane to methanol ratio, and 5 h extraction time, 50°C temperature and 2:4 hexane to
methanol ratio. At these conditions, the oil had acid value of 12.4 mg KOH/g, iodine value of 126.6 g iodine/100 g and density of 0.885 g/mL. The resin had acid value of 184.8 mg KOH/g and its value was accorded with resin standard of gondorukem. Keywords: calophyllum, extraction, hexane, methanol, oil, resin.
RINGKASAN AURADELIA FEBRIANI PAHAN. Ekstraksi Minyak dan Resin Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dengan Campuran Pelarut Heksan-Metanol. Dibimbing oleh IKA AMALIA KARTIKA Nyamplung (Calophyllum inophyllum) adalah salah satu jenis tanaman yang tumbuh di daerah berpasir seperti di tepi sungai atau pesisir pantai. Tanaman ini sering disebut sebagai bintangur atau kapur naga. Minyak nyamplung mengandung resin yang bersifat toksik sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak nyamplung pada umumnya diekstraksi dengan metode pengepresan, sehingga minyak yang dihasilkan bercampur dengan resin dan memiliki bilangan asam yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan alternatif metode ekstraksi yang dapat menghasilkan minyak dengan bilangan asam yang rendah dan terpisah dari resin. Dalam penelitian ini dikembangkan metode ekstraksi dengan menggunakan 2 jenis pelarut untuk mengekstraksi minyak dan resin dari biji nyamplung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol terhadap rendemen dan sifat fisikokimia minyak dan resin yang dihasilkan, serta untuk mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi minyak dan resin dari biji nyamplung. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu persiapan dan karakterisasi bahan baku, ekstraksi minyak dan resin, serta pengujian produk. Persiapan dan karakterisasi bahan baku dilakukan dengan pengupasan buah nyamplung untuk memisahkan biji dari cangkang dan pengeringan biji hingga kadar air ± 5–6 %. Ekstraksi dilakukan dengan mengecilkan ukuran bahan dengan blender, kemudian diekstraksi selama 5–7 jam pada suhu 40–50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2. 3:3 dan 2:4. Filtrat kemudian dipisahkan dalam labu pemisah dan dievaporasi. Pengujian minyak dan resin yang dilakukan meliputi bilangan asam, bilangan iod dan densitas untuk minyak serta bilangan asam untuk resin. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 3 faktor, dan dianalisis dengan ANOVA (α = 0.05) dan uji lanjut Duncan. Berdasarkan hasil uji proksimat, biji nyamplung memiliki kadar minyak (39.43%) yang tinggi sehingga potensial digunakan sebagai bahan baku minyak nabati, sedangkan cangkang nyamplung memiliki kadar serat kasar (45.29%) yang tinggi sehingga potensial untuk dijadikan sumber lignoselulosa. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu ekstraksi mempengaruhi rendemen minyak, suhu mempengaruhi rendemen resin dan nisbah heksan/metanol mempengaruhi rendemen minyak, rendemen resin dan bilangan asam minyak. Perlakuan yang menghasilkan rendemen minyak terbaik (93.9% untuk basis bobot minyak potensial, 47.8% untuk basis bobot biji yang diesktraksi) adalah waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2, sedangkan yang menghasilkan rendemen resin terbaik (16.7%) adalah waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 2:4. Minyak nyamplung hasil perlakuan tersebut mempunyai bilangan asam 12.4 mg KOH/g, bilangan iod 126.6 g iod/100 g minyak dan densitas 0.885 g/mL. Resin nyamplung mempunyai bilangan asam 184.8 mg KOH/g dan nilai ini sesuai dengan standar resin gondorukem.
Ekstraksi Minyak dan Resin Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Dengan Campuran Pelarut Heksan-Metanol
AURADELIA FEBRIANI PAHAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini yang berjudul Ekstraksi Minyak dan Resin Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Dengan Campuran Pelarut Heksan-Metanol berhasil deiselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT. selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan arahan selama penyusunan skripsi, teknisi dan laboran pada Laboratorium Teknologi Industri Pertanian atas kesediaannya dalam membantu penulis selama melaksanakan penelitian, serta rekan-rekan seperjuangan Departemen Teknologi Industri Pertanian angkatan 49 atas semangat dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Iyung Pahan, MM dan Ir. Ratna Dewita sebagai orangtua, serta Amelia Muthia Kanza, Faiza Ayu Lestari, Icha Pebriyanti, Nosi Mareta Atno dan Noviza Hayatinur sebagai sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan materil dan moril kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2016 Auradelia Febriani Pahan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Metode Rancangan Penelitian dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakeristik Bahan Baku Ekstraksi Minyak dan Resin SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
iv iv iv 1 1 2 2 2 2 4 5 5 5 14 14 15 15 19 28
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik biji dan cangkang hasil pengupasan buah nyamplung 2 Rendemen dan sifat fisikokimia minyak dan resin yang dihasilkan dari proses ekstraksi biji nyamplung
5 8
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir proses ekstraksi biji nyamplung 2 Rendemen minyak nyamplung (basis bobot minyak potensial dalam biji) pada berbagai kombinasi perlakuan 3 Rendemen minyak nyamplung berdasarkan bobot biji yang diekstraksi pada berbagai kombinasi perlakuan 4 Rendemen resin pada berbagai kombinasi perlakuan 5 Bilangan asam minyak nyamplung pada berbagai kombinasi perlakuan 6 Bilangan iod minyak nyamplung pada berbagai kombinasi perlakuan
3 9 10 11 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur Analisis Proksimat 2 Metode pengujian kualitas minyak dan resin 3 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji
19 22 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang Nyamplung (Calophyllum inophyllum) adalah salah satu jenis tanaman yang tumbuh di daerah berpasir seperti di tepi sungai atau pesisir pantai. Tanaman ini sering disebut sebagai bintangur atau kapur naga. Tanaman nyamplung tersebar secara luas di dunia, yaitu di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat dan Amerika Serikat. Penyebaran tanaman nyamplung di Indonesia terdapat di daerah-daerah pesisir pantai, antara lain Taman Nasional (TN) Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata Batu Karas, Pantai Carita Banten, Pulau Yapen, Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN Berbak (Pantai Barat Sumatera). Tanaman nyamplung tumbuh di wilayah pantai berpasir yang marginal dan toleran terhadap kadar garam, serta pada tanah liat dengan drainase yang baik dan pH 4-7.4 (Litbang Kehutanan 2008). Buah nyamplung dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati (BBN). Hal ini disebabkan biji nyamplung mengandung minyak yang tinggi, yaitu berkisar antara 40-73% (Syakir dan Karmawati 2013). Pemanfaatan buah nyamplung sebagai bahan baku untuk BBN tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan, begitu pula dengan lahan pertumbuhannya yang tidak berkompetisi dengan lahan yang digunakan untuk tanaman pangan. Potensi biji nyamplung juga didukung oleh produktivitasnya yang tinggi, yaitu sebesar 20 ton/ha per tahun. Produktivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman jarak (5 ton/ha per tahun) dan tanaman sawit (6 ton/ha per tahun) (Bustoni et al. 2009). Minyak nyamplung merupakan produk hasil ekstraksi dari biji nyamplung. Minyak ini tidak dapat digunakan sebagai bahan pangan karena minyak nyamplung mengandung resin yang bersifat toksik. Senyawa toksik tersebut adalah phythalic acid ester (Anggraini et al. 2014). Senyawa ini memiliki efek merugikan kepada manusia seperti embryotoxicity, spermatoxicity dan carcinogecity, tetapi memiliki sifat plastifikasi dan adhesi yang baik, sehingga memungkinkan penggunaan resin ini dalam industri lem, cat, tinta, pestisida, kabel listrik dan film (Jarosova 2006). Minyak nyamplung memiliki berbagai macam khasiat bagi kesehatan. Minyak nyamplung dapat digunakan untuk pengobatan rematik kronis, radang tulang, radang sendi dan ankilosis. Selain itu minyak nyamplung digunakan sebagai obat luar untuk menyembuhkan luka dan bisul kronis, serta dapat menyembuhkan penyakit paru-paru karena dapat merangsang pembentukan selaput lendir (Dweck dan Meadows 2002). Resin nyamplung mengandung senyawa-senyawa fenolik dan polifenolik, seperti calophyllolide yang bermanfaat sebagai antioksidan (Liu et al. 2015). Menurut Syakir dan Karmawati (2013), minyak nyamplung diproses melalui tiga tahapan proses, yaitu karakterisasi, ekstraksi dan degumming (pemisahan getah). Proses karakterisasi meliputi pengupasan, perajangan, pengeringan, penumbukan dan pengukusan. Proses ekstraksi dilakukan dengan pengepresan, dan proses degumming dilakukan dengan penambahan asam fosfat 1%. Proses ekstraksi secara mekanis menghasilkan minyak dengan kandungan resin di dalamnya,
2
sehingga bilangan asamnya tinggi, berkisar antara 54.18–59.95 mg KOH/g. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode ekstraksi yang dapat menghasilkan minyak yang terpisah dari resinnya dan memiliki bilangan asam yang rendah. Penurunan bilangan asam dapat dilakukan dengan memisahkan fraksi-fraksi resin dari minyak. Ekstraksi dengan menggunakan dua jenis pelarut dapat menjadi solusi untuk menghasilkan minyak dengan bilangan asam yang rendah dan terbebas dari resin. Proses ekstraksi yang optimal dapat meningkatkan rendemen dan sifat-sifat fisikokimia dari produk yang dihasilkan. Studi ekstraksi minyak nyamplung dengan menggunakan pelarut non-polar (petroleum eter) dan polar (metanol) dengan perbandingan 75% dan 25% berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen (Anggraini et al. 2014). Selain jenis pelarut, menurut Ramadhan dan Phaza (2010), faktor-faktor lainnya yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah persiapan bahan sebelum ekstraksi, ukuran bahan, sifat dan jumlah pelarut, metode yang digunakan, kondisi operasi selama proses ekstraksi berlangsung dan proses pemisahan pelarut. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian terhadap proses ekstraksi biji nyamplung untuk mendapatkan rendemen minyak dan resin yang optimal dengan sifat fisikokimia yang baik.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol terhadap rendemen dan sifat fisikokimia minyak dan resin yang dihasilkan. Selain itu, juga bertujuan untuk mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik dalam proses ekstraksi minyak dan resin dari biji nyamplung.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah nyamplung yang diperoleh dari KHDTK Carita. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan H2SO4 pekat, H2SO4 0.325 N, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N, NaOH 1.25 N, katalis CuSO4:Na2SO4, Na2S2O3 0.1 N, asam borat 2%, KOH 0.1 N, larutan pati 1%, KI 15%, larutan Wijs, kloroform, indikator mensel, indikator PP, heksan, metanol, etanol dan akuades. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, gelas piala, labu erlenmeyer, labu Kjedhal, kertas saring, plastik, gegep, cawan porselin, cawan aluminium, tanur, oven, labu leher tiga, piknometer, hot plate stirrer, magnetic bar, blender, termometer, pendingin balik dan alat gelas lainnya.
Metode Tahapan penelitian yang dilakukan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu persiapan dan karakterisasi bahan baku, ekstraksi dan pengujian mutu produk (Gambar 1).
3
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku Tahap persiapan bahan baku meliputi pengupasan buah nyamplung untuk memisahkan biji dari cangkang dan pengeringan biji hingga kadar air ± 5-6%. Biji kering selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dengan bobot masing-masing 100 g. Cangkang dan biji dikarakterisasi dengan menganalisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar minyak, kadar serat dan kadar karbohidratnya. Prosedur analisis parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Mulai Buah Nyamplung Pengupasan
Cangkang
Biji Nyamplung
Karakterisasi (Analisis Proksimat)
Pengeringan Pengecilan ukuran Ekstraksi (T = 40-50ºC, t = 5-7 jam) Penyaringan
Heksan dan Metanol (nisbah 4:2. 3:3. 2:4) Ampas
Pemisahan Fraksi minyak dan heksan
Fraksi resin dan metanol
Evaporasi
Evaporasi
Minyak
Resin
Pengujian minyak
Pengujian resin Selesai
Gambar 1 Diagram alir proses ekstraksi biji nyamplung Ekstraksi Tahap ekstraksi minyak diawali dengan pengecilan ukuran biji nyamplung. Biji sebanyak 100 g dan 100 mL metanol digiling menggunakan blender selama 5
4
menit, kemudian ke dalamnya ditambahkan metanol dan heksan dengan tiga nisbah yang berbeda, yaitu 4:2, 3:3 dan 2:4. Nisbah pelarut didasarkan terhadap perbandingan antara jumlah pelarut dan bahan. Menurut Kartika et al. (2013) perbandingan pelarut terhadap bahan 6:1 memiliki rendemen yang lebih tinggi. Proses ekstraksi minyak dan resin dilakukan dalam labu leher tiga pada suhu 40ºC dan 50ºC dengan waktu ekstraksi 5 jam dan 7 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, campuran minyak, resin dan pelarut dipisahkan dari ampas menggunakan penyaring vakum. Campuran minyak, resin dan pelarut kemudian dimasukkan ke dalam labu pemisah untuk memisahkan fraksi heksan dan minyak serta fraksi metanol dan resin. Kedua fraksi tersebut selanjutnya dievaporasi untuk mendapatkan minyak dan resin. Selanjutnya minyak dan resin dihitung rendemennya. Berikut rumus untuk menghitung rendemen minyak dan resin: 1. Rendemen minyak (%) basis berat biji yang digunakan berat minyak (g) Rendemen minyak (%) = × 100% berat biji (g) 2. Rendemen minyak (%) basis berat minyak potensial dalam biji berat minyak (g) Rendemen minyak (%) = × 100% berat minyak potensial (g) 3. Rendemen resin (%) basis berat biji yang digunakan berat resin (g) Rendemen resin (%) = × 100% berat biji (g) Pengujian Mutu Produk Tahap akhir dalam penelitian ini adalah pengujian mutu minyak dan resin yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan untuk minyak meliputi bilangan asam, bilangan iod dan densitas, sedangkan resin hanya diuji bilangan asamnya saja. Metode pengujian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan 2 kali ulangan. Faktor-faktor yang diteliti adalah waktu ekstraksi (A) (5 jam dan 7 jam), suhu (B) (40°C dan 50°C) dan nisbah antara heksan dan metanol (C) (4:2, 3:3 dan 2:4). Data dianalisis menggunakan ANOVA (α = 0.05) dan uji lanjut Duncan. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut (Sastrosupadi 2000): Yijk = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + ɛijk Keterangan : Yijk = Nilai respon pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k. µ = Nilai rata-rata umum. Ai = Pengaruh faktor waktu ekstraksi pada taraf ke-i (i = 5 jam dan 7 jam). Bj = Pengaruh faktor suhu ekstraksi pada taraf ke-j (j = 40°C dan 50°C).
5
Ck
= Pengaruh faktor nisbah antara heksan dan metanol pada taraf ke-k (k = 4:2, 3:3 dan 2:4). (AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j. (AC)ik = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor C taraf ke-k. (BC)jk = Pengaruh interaksi antara faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k. (ABC)ijk = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k ɛijk = Pengaruh galat atau error dari faktor-faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan faktor C taraf ke-k.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Karakteristik bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Karakteristik biji dan cangkang hasil pengupasan buah nyamplung Parameter Biji (%, bb) Cangkang (%, bb) Kadar air 37.05 16.42 Kadar abu 1.42 3.41 Kadar protein 8.50 1.64 Kadar minyak 39.43 4.68 Kadar serat 2.44 45.29 Kadar karbohidrat 11.16 28.56 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa dengan kandungan minyak yang tinggi, biji nyamplung sangat potensial sebagai sumber minyak nabati. Kandungan air yang tinggi menyebabkan pengeringan biji dibutuhkan sebelum proses ekstraksi agar hasilnya maksimal. Komposisi asam lemak minyak nyamplung didominasi oleh asam lemak tidak jenuh, seperti asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam oleat (35.48%) dan asam linoleat (33.87%) merupakan asam lemak utama yang terkandung dalam minyak nyamplung (Muhammad et al. 2014). Cangkang nyamplung mengandung serat yang tinggi, yang terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin (Senthil dan Mohan 2015). Kadar karbohidrat yang tinggi memungkinkan cangkang nyamplung digunakan sebagai bahan perekat alami karena kandungan pati dalam karbohidrat dapat dimanfaatkan sebagai perekat dalam pembuatan kertas, bahan tambahan semen dan pengikat papan serat gipsum (Burrel 2003). Cangkang nyamplung sangat potensial sebagai bahan baku untuk kertas, papan partikel dan sebagainya.
Ekstraksi Minyak dan Resin Biji nyamplung yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses ekstraksi minyak dan resin adalah yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 50–70°C
6
selama 48-72 jam untuk mengurangi kandungan air di dalam biji. Pengeringan dilakukan untuk menghambat aktivitas enzim yang dapat merusak bahan serta aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme (Wirawan dan Anasta 2013). Kandungan air mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan. Bahan berkandungan air tinggi lebih sulit untuk diekstrak dibandingkan dengan bahan berkandungan air rendah (Vossen 2007). Hal ini disebabkan heksan merupakan pelarut non-polar yang tidak larut dalam air, sehingga kandungan air dalam permukaan dan sel bahan menghalangi kontak antara pelarut dengan bagian sel yang mengandung minyak (Melanie dan Fithriani 2015). Kandungan air yang tinggi dalam bahan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis yang menurunkan mutu minyak (Apendi et al. 2013) Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah campuran heksan dan metanol. Heksan digunakan sebagai pelarut non-polar untuk mengekstraksi minyak yang terdapat pada bahan. Menurut Nasution (2011), sifat polaritas asam lemak mempengaruhi kelarutan minyak dalam pelarut. Asam lemak polar akan cenderung larut pada pelarut polar dan asam lemak non-polar akan larut pada pelarut nonpolar. Minyak yang memiliki rantai karbon panjang akan mudah larut dalam pelarut non-polar, sedangkan minyak dengan rantai karbon pendek akan mudah larut dalam pelarut polar. Minyak nyamplung merupakan jenis minyak non-polar dikarenakan memiliki rantai karbon yang panjang dalam strukturnya, sehingga minyak nyamplung akan cenderung larut dalam pelarut non-polar seperti heksan, kloroform dan toluen. Metanol digunakan sebagai pelarut polar untuk mengekstraksi resin yang terdapat dalam bahan. Menurut Jos et al. (2011), jenis dan polaritas pelarut mempengaruhi proses ekstraksi resin. Pelarut polar merupakan pelarut yang cocok digunakan untuk mengekstraksi resin dikarenakan polaritas yang lebih tinggi dan titik didih yang lebih rendah. Metanol (29.7 MPa1/2) merupakan pelarut yang memiliki sifat polar yang lebih tinggi dibandingkan dengan etanol (26.2 MPa1/2) dan isopropil alkohol (23.5 MPa1/2) berdasarkan nilai parameter kelarutan Hildebrand (Lee et al. 2003; Carvalho et al. 2013; Ebnesajjad dan Landrock 2014). Ekstraksi merupakan metode pemisahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan. Senyawa-senyawa sebagian besar terkandung dalam dinding sel dan sebagian kecil terperangkap dalam matriks sel. Dalam proses ekstraksi, pelarut akan melakukan kontak dengan bahan dan berdifusi ke dalam dinding sel dan matriks sel. Pelarut kemudian mengambil senyawa-senyawa yang berada di dalam sel, sehingga terjadi perpindahan dari fasa padat (bahan) ke fasa cair (pelarut). Pelarut yang telah bercampur dengan senyawasenyawa kemudian berdifusi ke dalam pori-pori untuk keluar dari padatan dan menjadi misela (campuran antara senyawa-senyawa dan pelarut). Ekstraksi yang efisien membutuhkan pelarut yang dapat menembus dinding sel seutuhnya dan memiliki polaritas yang tidak berbeda jauh dengan kandungan senyawa-senyawa (Li et al. 2014; Bonturi et al. 2015; Evon et al. 2007; Egbuna et al. 2014). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi, antara lain adalah jenis pelarut, ukuran partikel, suhu operasi, pengadukan dan waktu ekstraksi (Egbuna et al. 2014; Margaretta et al. 2011). Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak antara partikel dan pelarut, sehingga laju perpindahan massa akan semakin besar dan jarak difusi akan semakin kecil. Hal ini merupakan alasan mengapa perlu dilakukan pengecilan ukuran bahan baku.
7
Pengecilan ukuran juga dimaksudkan untuk merusak dinding sel sehingga memudahkan difusi senyawa-senyawa terlarut. Jenis pelarut mempengaruhi ekstraksi berdasarkan struktur kimianya, semakin serupa struktur kimia pelarut dan senyawa-senyawa maka akan semakin banyak senyawa-senyawa yang dapat diekstrak oleh pelarut. Pengadukan berperan untuk mempercepat perpindahan massa dari permukaan partikel ke dalam larutan dan mencegah terjadinya pengendapan. Waktu mempengaruhi proses ekstraksi, semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin banyak pula ekstrak yang dapat diperoleh. Namun jumlah ekstrak akan menjadi konstan ketika tercapai kondisi kesetimbangan. Pada umumnya kelarutan zat terlarut yang terekstraksi akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat laju difusi sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat (Evon et al. 2015; Margaretta et al. 2011; Abu-arabi et al. 2000). Resin sebagian besar berada dalam matriks sel. Resin nyamplung mengandung senyawa metabolit sekunder seperti senyawa fenolik dan polifenol yang larut dalam pelarut organik, seperti metanol, etanol, aseton dan etil asetat. Pelarut organik dapat mengekstraksi senyawa-senyawa organik polar maupun nonpolar, seperti alkaloid, fenol, hidrokarbon aromatik, asam lemak dan lemak. Pelarut akan melakukan kontak dengan permukaan dan berdifusi ke dalam jaringan sel. Resin yang terdapat dalam sel kemudian diserap oleh fasa cair (pelarut) dan proses ini terjadi dalam pori-pori fasa padat (bahan). Pelarut kemudian berdifusi dari poripori sel untuk keluar dari sel bahan (Gil-Chavez et al. 2013; Koleva dan Simeonov 2014). Proses ekstraksi minyak dan resin yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan rendemen dan mutu seperti yang disajikan pada Tabel 2. Rendemen Rendemen minyak merupakan perbandingan antara bobot minyak yang dihasilkan dengan bobot minyak potensial yang terdapat dalam bahan atau bobot bahan yang digunakan, sementara rendemen resin adalah perbandingan antara bobot resin yang dihasilkan dengan bobot bahan yang digunakan. Semakin tinggi rendemen minyak yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin tinggi potensi bahan untuk dijadikan sebagai sumber minyak nabati. Hasil analisis ragam pada parameter rendemen minyak basis bobot minyak potensial dalam biji menunjukkan bahwa waktu ekstraksi, nisbah heksan/metanol dan interaksi antara waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor waktu ekstraksi menunjukkan bahwa rendemen minyak yang dihasilkan dari perlakuan waktu ekstraksi 5 jam berbeda nyata dan nilainya lebih tinggi dari perlakuan waktu ekstraksi 7 jam. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor nisbah heksan/metanol menunjukkan rendemen minyak yang dihasilkan dari perlakuan nisbah heksan/metanol 4:2 berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya dan nilainya paling tinggi. Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi antara waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol menunjukkan bahwa perlakuan- perlakuan A1B2C1, A1B1C1, A2B1C1 dan A2B2C1 berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan perlakuan-
8
Tabel 2 Rendemen dan sifat fisikokimia minyak dan resin yang dihasilkan dari proses ekstraksi biji nyamplung Minyak Waktu
Nisbah Suhu Heksan/ Metanol
40°C 5 jam 50°C
40°C 7 jam 50°C
Rendemen Basis Bobot Minyak (%)
Rendemen Basis Bobot Biji (%)
Bilangan Asam (mg KOH/g)
4:2
92.7±0.2
47.1±0.1
15.1±2.2
3:3
85.4±0.3
43.5±0.1
2:4
70.5±2.4
4:2
Resin Densitas (g/mL)
Rendemen Basis Bobot Biji (%)
Bilangan Asam (mg KOH/g)
132.4±5.7
0.927±0.000
09.4±0.6
182.7±14.3
10.7±0.8
129.5±0.9
0.923±0.004
11.7±0.4
185.0±18.7
35.9±1.1
09.4±1.2
121.8±6.1
0.902±0.002
14.8±1.3
169.0±13.3
93.9±1.4
47.8±0.6
12.4±1.1
126.6±5.0
0.885±0.030
09.6±0.1
178.6±03.1
3:3
81.6±1.3
41.4±0.7
10.6±2.4
134.1±2.2
0.914±0.018
13.2±0.7
177.3±07.2
2:4
70.9±2.2
36.2±1.1
08.0±0.5
137.0±5.1
0.891±0.045
16.7±0.4
184.8±03.8
4:2
92.0±2.2
46.9±1.1
17.6±2.8
130.5±5.4
0.894±0.045
10.1±0.6
169.4±34.6
3:3
80.0±1.1
40.6±0.5
11.6±1.4
123.7±1.0
0.910±0.017
12.7±0.2
173.2±07.3
2:4
67.3±2.2
34.2±1.1
08.8±0.5
131.9±5.3
0.880±0.031
13.8±0.3
158.7±14.6
4:2
90.7±0.6
46.2±0.2
16.7±2.3
124.7±2.6
0.884±0.031
09.7±0.0
173.0±17.5
3:3
83.6±1.4
42.6±0.6
12.2±0.8
136.9±4.7
0.860±0.002
12.7±0.5
175.8±15.8
2:4
63.2±3.1
32.2±1.6
07.7±2.0
125.3±2.2
0.881±0.033
15.6±1.0
170.2±05.5
Bilangan Iod (g iod/100 g)
9
A2B2C3
A2B2C2
A2B2C1
A2B1C3
A2B1C2
A2B1C1
A1B2C3
A1B2C2
A1B2C1
A1B1C3
A1B1C2
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 A1B1C1
Rendemen Minyak (%) basis bobot minyak
perlakuan A1B1C2, A2B2C2, A1B2C2 dan A2B1C2, serta perlakuan-perlakuan A1B2C3, A1B1C3 dan A2B1C3. Perlakuan A2B2C3 berbeda nyata dengan perlakuanperlakuan lainnya.
Perlakuan Keterangan: A1 = waktu ekstraksi 5 jam A2 = waktu ekstraksi 7 jam B1 = suhu 40°C B2 = suhu 50°C C1 = nisbah heksan/metanol 4:2 C2 = nisbah heksan/metanol 3:3 C3 = nisbah heksan/metanol 2:4 Gambar 2 Rendemen minyak nyamplung (basis bobot minyak potensial dalam biji) pada berbagai kombinasi perlakuan Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi nisbah heksan/metanol, rendemen minyak juga semakin tinggi. Hal ini membuktikan bahwa minyak nyamplung tergolong jenis minyak non-polar karena asam lemak penyusunnya didominasi oleh asam lemak rantai panjang (C18:1 dan C18:2). Rendemen minyak tertinggi (93.9%) diperoleh dari perlakuan waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2 (A1B2C1). Menurut Margaretta et.al. (2011) semakin lama waktu ekstraksi, maka rendemen akan semakin tinggi. Pada penelitian ini rendemen minyak dengan waktu ekstraksi 5 jam lebih tinggi dibandingkan dengan waktu ekstraksi 7 jam. Hal ini menandakan bahwa kondisi kesetimbangan telah tercapai dan minyak dapat diekstraksi secara optimum pada waktu ekstraksi 5 jam. Kondisi kesetimbangan dalam ekstraksi adalah keadaan dimana zat terlarut yang ada dalam bahan tidak dapat larut lagi dalam pelarut dan konsentrasi minyak dalam larutan tetap sama sebelum mengalami penurunan (Tagora et al. 2012). Hasil analisis ragam pada parameter rendemen minyak berdasarkan bobot biji yang diekstraksi menunjukkan hasil yang sama dengan rendemen minyak berdasarkan bobot minyak potensial dalam biji. Waktu ekstraksi, nisbah heksan/metanol dan interaksi antara waktu ekstraksi, suhu dan nisbah
10
heksan/metanol berpengaruh secara nyata terhadap rendemen minyak. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa rendemen minyak tertinggi (47.8%) juga diperoleh dari perlakuan waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2.
Rendemen Minyak (%) basis bobot biji
60 50 40 30 20 10 A2B2C3
A2B2C2
A2B2C1
A2B1C3
A2B1C2
A2B1C1
A1B2C3
A1B2C2
A1B2C1
A1B1C3
A1B1C2
A1B1C1
0
Perlakuan Gambar 3 Rendemen minyak nyamplung berdasarkan bobot biji yang diekstraksi pada berbagai kombinasi perlakuan Hasil analisis ragam pada parameter rendemen resin menunjukkan bahwa suhu, nisbah heksan/metanol dan interaksi antara suhu dan nisbah heksan/metanol berpengaruh secara nyata terhadap rendemen resin (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu menunjukkan bahwa rendemen resin yang dihasilkan dari perlakuan suhu 40°C berbeda nyata dengan yang dihasilkan dari perlakuan suhu 50°C, dan nilainya lebih tinggi. Menurut Ashgari et al. (2011), suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi resin karena adanya peningkatan penyerapan kandungan resin yang berada dalam matriks sel. Hal ini disebabkan kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik sehingga solubilitas meningkat dan pelarut lebih mudah untuk memecahkan zat terlarut yang terikat oleh daya tarik antarmolekul. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor nisbah heksan/metanol menunjukkan rendemen resin yang dihasilkan dari perlakuan nisbah heksan/metanol 2:4 berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya, dan nilainya paling tinggi. Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi suhu dan nisbah heksan/metanol menunjukkan bahwa perlakuan B2C3 berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Demikian pula dengan perlakuan B1C3. Perlakuan B2C2 dan B1C2 berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Demikian pula dengan perlakuan B1C1 dan B2C1. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin rendah nisbah heksan/metanol, rendemen resin semakin tinggi. Hal ini membuktikan bahwa resin lebih larut dalam pelarut polar (metanol) daripada perlarut non-polar (heksan). Rendemen tertinggi (16.7%) diperoleh dari perlakuan waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan metanol 2:4 (A1B2C3).
A2B2C3
A2B2C2
A2B2C1
A2B1C3
A2B1C2
A2B1C1
A1B2C3
A1B2C2
A1B2C1
A1B1C3
A1B1C2
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 A1B1C1
Rendemen Resin (%)
11
Perlakuan Gambar 4 Rendemen resin pada berbagai kombinasi perlakuan
Sifat Fisikokimia Minyak dan Resin Bilangan Asam Salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas minyak adalah bilangan asam. Bilangan asam merupakan jumlah asam lemak bebas yang dihitung berdasarkan bobot molekul asam lemak atau bobot campuran asam lemak. Semakin tinggi bilangan asam, maka semakin rendah mutu minyak yang dihasilkan (Dewi dan Hidajati 2012). Asam lemak bebas merupakan jenis asam lemak yang lepas dari ikatan trigliserida dikarenakan terjadinya proses hidrolisis atau proses oksidasi. Salah satu indikator kerusakan produk minyak dan lemak dapat dilihat dari kandungan asam lemak bebas di dalamnya (Supardan et al. 2012). Bilangan asam yang rendah dalam minyak menandakan bahwa minyak stabil (tidak mudah bereaksi) dan semakin rendah bilangan asam maka semakin lama pula umur simpan minyak (Dasari dan Goud 2013; Nwabueze dan Okocha 2008). Minyak yang stabil tidak mudah bereaksi dengan keadaan sekitarnya, seperti udara, cahaya dan panas sehingga tidak mudah rusak dan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan minyak yang tidak stabil. Hasil analisis ragam pada parameter bilangan asam minyak menunjukkan bahwa nisbah heksan/metanol berpengaruh secara nyata terhadap bilangan asam minyak nyamplung (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bilangan asam minyak yang dihasilkan dari perlakuan-perlakuan nisbah heksan/metanol 4:2, 3:3 dan 2:4 berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya. Bilangan asam minyak terendah (6.94 mg KOH/g minyak) diperoleh dari perlakuan waktu ekstraksi 7 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 2:4 (A2B2C3). Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi nisbah heksan/metanol bilangan asam minyak semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan asam dipengaruhi oleh jumlah heksan. Pada penelitian ini pelarut heksan tidak hanya mengekstraki trigliserida, tetapi juga asam-asam lemak bebas, khususnya asam lemak oleat dan linoleat yang larut dalam pelarut non-polar.
A2B2C3
A2B2C2
A2B2C1
A2B1C3
A2B1C2
A2B1C1
A1B2C3
A1B2C2
A1B2C1
A1B1C3
A1B1C2
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 A1B1C1
Bilangan Asam Minyak (mg KOH/g minyak)
12
Perlakuan Gambar 5 Bilangan asam minyak nyamplung pada berbagai kombinasi perlakuan Hasil analisis ragam menunjukkan waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap bilangan asam resin (Lampiran 3). Bilangan asam resin nyamplung berkisar antara 158.7–185.0 mg KOH/g resin. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan bilangan asam resin gondorukem yang berkisar antara 160–190 mg KOH/g resin (SNI 7636: 2011). Hal ini menandakan bahwa pengaplikasian resin nyamplung tidak berbeda jauh dengan gondorukem jika dilihat berdasarkan bilangan asamnya. Gondorukem diaplikasikan sebagai bahan pendarih (sizing agent) dalam industri kertas, pelunak plester, campuran perona mata (eye shadow), batik, sabun, vernis, isolasi alat listik dan tinta cetak. Gondorukem juga dapat digunakan sebagai bahan perekat dengan pemacu perekatan (adhesion promoter) dan pemacu kekentalan (viscosity promoters) (Khadafi et al. 2014). Bilangan asam resin nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan asam minyak. Hal ini disebabkan resin nyamplung mengandung senyawa-senyawa fenolik, seperti 4-phenylcoumarin calophylloidea, dehydrocycloguanandin (DCG) dan calophyllin-B (CPB). Selain itu resin nyamplung mengandung calophyllolide, senyawa coumarine yang merupakan senyawa polifenolik dan derivat dari asam sinamat. Kandungan senyawa-senyawa fenolik dan coumarine menunjukkan sifat antioksidan, seperti anti-inflamasi, anti kanker dan anti-mikroba, sehingga potensial untuk diaplikasikan dalam pengobatan (Chavan et al. 2013; Liu 2015; Dai dan Mumper 2010). Bilangan Iod Dalam penentuan kualitas minyak, salah satu parameter yang digunakan adalah bilangan iod. Dengan mengetahui bilangan iod minyak, dapat diketahui ketidakjenuhan minyak (Novitriani dan Sapitri 2014). Bilangan iod merupakan jumlah gram iod yang dapat terikat oleh 100 gram minyak. Asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak mempengaruhi bilangan iodnya. Dalam minyak terdapat sejumlah asam lemak tidak jenuh yang mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyaknya ikatan rangkap atau tidak jenuh
13
ditunjukkan dari jumlah iod yang diserap (Effendi et al. 2012). Semakin banyak jumlah iod yang diserap menandakan semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak dan semakin tidak jenuh minyak tersebut. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan nisbah heksan/metanol, serta interaksi antara waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol berpengaruh secara nyata terhadap bilangan iod minyak nyamplung (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi antara suhu dan nisbah heksan/metanol menunjukkan bahwa perlakuan B2C2 berbeda nyata dengan pelakuan B2C1, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya, seperti perlakuan B1C1, B2C3, B1C3 dan B1C2. Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi antara waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol menunjukkan bahwa perlakuan A1B2C3 berbeda nyata dengan perlakuan A1B1C3, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan lainnya, seperti perlakuan A2B2C2, A1B2C2, A1B1C1, A2B1C3, A2B1C1, A1B1C2, A1B2C1, A2B2C3, A2B2C1 dan A2B1C2. Dari Gambar 6 bilangan iod tertinggi (137.02 g iod/100 g minyak) dihasilkan dari waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 2:4 dan bilangan iod terendah (121.83 g iod/100 g minyak) dihasilkan dari waktu ekstraksi 5 jam, suhu 40°C dan nisbah heksan/metanol 2:4.
Bilangan Iod (g iod/100 g minyak)
140 135 130 125 120 115 A2B2C3
A2B2C2
A2B2C1
A2B1C3
A2B1C2
A2B1C1
A1B2C3
A1B2C2
A1B2C1
A1B1C3
A1B1C2
A1B1C1
110
Perlakuan Gambar 6 Bilangan iod minyak nyamplung pada berbagai kombinasi perlakuan Penentuan perlakuan terbaik minyak dapat dilihat dari pengaplikasian minyak tersebut. Minyak dengan bilangan iod yang tinggi merupakan jenis minyak terbaik untuk digunakan sebagai minyak pengering. Minyak dapat terbagi menjadi tiga berdasarkan kemampuan menyerap oksigen, yaitu minyak non-pengering, semipengering dan pengering (Ochigbo dan Ikechukwu 2011). Minyak pengering memiliki kemampuan untuk menyerap oksigen yang tinggi dan bereaksi untuk membentuk jaringan yang kuat, kokoh dan elastis dengan kemampuan membentuk lapisan pelindung yang tahan terhadap cuaca (weather-resistant). Reaksi ini sering disebut sebagai polimerisasi oksidatif, dan hal ini merupakan alasan digunakannya minyak pengering sebagai pengikat oleoresin dalam vernis, lak dan cat. Minyak pengering merupakan minyak yang sangat diminati dalam industri pelapis (coating
14
industry) (Ejikeme dan Ibemesi 2007; Ochigbo dan Ikechukwu 2011; Isiuku dan Ibamesi 2015). Minyak nyamplung dengan bilangan iod yang lebih rendah potensial digunakan sebagai sumber minyak nabati untuk bahan baku sampo, kondisioner, losion, krim, salep dan produk kosmetik lainnya dalam bentuk cair, pasta atau bubuk (Axelrod dan Gajria 2011). Minyak nyamplung sering digunakan secara khusus untuk penyakit kulit dan rematik. Hal ini disebabkan minyak nyamplung memiliki efek pelembab untuk kulit, menyembuhkan efek iritasi seperti inflamasi dan ruam merah pada kulit, eskim, serta menyembuhkan luka dan mencegah infeksi. Minyak nyamplung memiliki efek penghilang rasa sakit dan digunakan untuk penyakit rematik, linu dan sakit saraf (Athari dan Nasir 2014; Prabakaran dan Britto 2012; Kilham 2004). Densitas Densitas atau berat jenis minyak merupakan massa minyak per satuan volume pada suhu tertentu. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap densitas (Lampiran 3). Densitas minyak nyamplung berkisar antara 0.860–0.927 g/mL. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan densitas minyak sawit mentah yang berkisar antara 0.899–0.920 g/mL (Codex 1999). Dalam kenyataannya, sering terjadi pemalsuan minyak dengan mencampurkan sesuatu yang tidak penting atau tidak dibutuhkan, sehingga kualitasnya menjadi menurun dan tidak sesuai standar. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan bobot minyak, sehingga produsen mendapatkan keuntungan lebih. Pengujian keaslian minyak dapat dilakukan dengan pengujian viskositas, densitas, indeks refraktif dan optical rotating power (Ebong et al. 2014; Do et al. 2015).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rendemen dan sifat fisikokimia minyak nyamplung yang dihasilkan dari penelitian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi proses ekstraksi. Waktu ekstraksi mempengaruhi rendemen minyak, suhu mempengaruhi rendemen resin dan nisbah heksan/metanol mempengaruhi rendemen minyak, rendemen resin dan bilangan asam minyak. Perlakuan terbaik diperoleh pada waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 4:2 untuk rendemen minyak, waktu ekstraksi 5 jam, suhu 50°C dan nisbah heksan/metanol 2:4 untuk rendemen resin dan bilangan iod jika digunakan sebagai minyak pengering, waktu ekstraksi 5 jam, suhu 40°C dan nisbah heksan/metanol 2:4 untuk bilangan asam minyak, dan waktu ekstraksi 5 jam, suhu 40°C dan nisbah heksan/metanol 2:4 untuk bilangan iod jika digunakan sebagai bahan baku untuk produk-produk kosmetik, farmasi, biodiesel, dll.
15
Saran Peningkatan rendemen minyak dan resin dapat dilakukan dengan menambah variasi waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik. Metode ekstraksi dengan dua stage menggunakan dua pelarut dapat menjadi alternatif lain untuk menghasilkan minyak dan resin dengan rendemen yang lebih tinggi. Peningkatan sifat fisikokimia minyak dan resin dapat dilakukan dengan mengganti jenis pelarut polar dan non-polar yang digunakan, sehingga memungkinkan memperbaiki sifat fisikokimianya.
DAFTAR PUSTAKA Abu-Arabi MK, Allawzi MA, Al-Zoubi HS, Tamimi A. 2000. Extraction of jojoba oil by pressing and leaching. Chemical Engineering Journal 76: 61-65. Anggraini D, Istianingsih D, Gunawan S. 2014. Pengaruh prosentase solvent non polar dalam campuran pelarut terhadap pemisahan senyawa non polar dari minyak nyamplung (Calophyllum inophyllum). Jurnal Teknik Pomits. 3(1): 23 – 26. Apendi, Widayaka K, Sumarmono J. 2013. Evaluasi kadar asam lemak bebas dan sifat organoleptik pada telur asin asap dengan lama pengasapan yang berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1): 142-150. Ashgari J, Ondruschka B, Mazaheritehrani M. 2011. Extraction of bioactive chemical compounds from the medicinal asian plants by microwave irradiation. Journal of Medicinal Plants Research 5(4): 495-506. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. 16th Edition. Washington DC (US): The Association of Official Analytical Chemist. Inc. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. 18th Edition. Washington DC (US): The Association of Official Analytical Chemist. Inc. Athari M dan Nasir SM. 2004. Taxonomic perspective of plant species yielding vegetable oils used in cosmetics and skin care product. Africal Journal of Biotechnology 4(1):36-44. Axelrod GS dan Gajria A. 2011. Tamanu Oil Product. US Patent. US 7959905 B2. New Jersey (US): T.H.F Publication, Inc. Bonturi N, Matsakas L, Nilsson R, Christakopoulos P, Miranda EA, Berglund KA, Rova U. 2015. Single cell oil producing yeasts Lipomyces starkeyi and Rhodosporidium toruloides: Selection of extraction strategies and biodiesel property prediction. Energies 8(6): 5040-5052 doi:10.3390/en8065040. Burrel MM. 2003. Starch: The need for improved quality or quantity-An overview. Journal of Experimental Botany 54(382):451-456 doi: 10.1093/jxb/erg049. Bustoni S, Rostiwati R, Sudrajat R, Kosasih S, Anggraini I, Leksono B, Irawanti S, Kurniaty R, Syamsuwida D, Effendi R et al.. 2009. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) sumber energi biofuel yang potensial. Ed revisi. Bogor (ID): Badan Litbang Kehutanan.
16
Carvalho SP, Lucas EF, Gonzalez G, Spinelli LS. 2013. Determining Hildebrand solubility parameter by ultraviolet spectroscopy and microcalorimetry. J. Braz. Chem. Soc. 24(12): 1998-2007. Chavan SB, Kumbhar RR, Deshmukh RB. 2013. Calophyllum imophyllum Linn ("honne") oil, a source for biodiesel production. Research Journal of Chemical Science 3(11): 24-31. Codex Alimentarius. 1999. Codex Standard For Named Vegetable Oils (CX/FO Stan 210-1999). Rome (IT): FAO and WHO. Dai J dan Mumper RJ. 2010. Plant phenolic: Extraction, analysis and their antioxidant and anticancer properties. Molecules 15(10): 7313-7352 doi:10.3390/molecules15107313. Dasari SR dan Goud VV. 2013. Comparative extraction of castor seed oil using polar and non polar solvents. International Journal of Current Engineering and Technology: 121-123. Dewi MTI dan Hidajati N. 2012. Peningkatan mutu minyak goreng curah menggunakan adsorben bentonit teraktivasi. UNESA Journal of Chemistry 1(2): 47-53. Do TKT, Hadji-Minaglou F, Antoniotti S, Fernandez X. 2015. Authenticity of essential oils. Trends in Analytical Chemistry 66: 146-157. Dweck AC dan Meadows T. 2002. Tamanu (Calophyllum inophyllum) - The African, Asian, Polynesian and Pacific Panacea. International Journal of Cosmetic Science 24: 1-8. Ebnesajjad S dan Landrock AH. 2014. Adhesives Technology Handbook. California (USA):William Andrew Publishing. Ebong ST, Akpabio GT, Attai ES, Oji HE. 2014. Adulteration detection in some edible oil products in Nigeria. International Journal of Research Studies in Science, Engineering and Technology 1(4): 68-72. Effendi AM, Winarni, Sumarni W. 2012. Optimalisasi penggunaan enzim bromelin dari sari bonggol nanas dalam pembuat minyak kelapa. Indo. J. Chem. Sci 1(1): 1-6. Egbuna SO, Umeh JI, Eze K. 2014. Process design features of a 5 tonnes/day multi – stage, intermittent drainage, continuous full immersion, vegetable oil solvent extraction plant. International Journal of Research in Engineering and Technology 3(10): 71-81. Ejikeme PM dan Ibemesi JA. 2007. New alkyd resin systems from blends of melon seed and linseed oils: The case of entaerythritol as polyhydric alcohol. J. Chem. Soc. Nig. 32(2): 184-190. Evon P, Vandenbossche V, Pontalier PY, Rigal L. 2007. Direct extraction of oil from sunflower seeds by twin-screw extruder according to an aqueous extraction process: Feasibility study and influence of operating conditions. Industrial Crops and Products Journal 26(3):351-359 doi:10.1016/j.indcrop.2007.05.001. Gil-Chavez J, Jose A, Ayala-Zavala F, Heredia J, Supelveda D, Yahia EM, Gustovo AG. 2013. Technologies for extraction and production of bioactive compounds to be used as nutraceuticals and food ingredients: An overview. Comprehensive Review in Food Science and Food Safety 12(1): 5 -23 doi: 10.1111/1541-4337.12005.
17
Isiuku BO dan Ibamesi JA. 2015. The impact of blending soybean oil fatty acid (SBA) with melon seed oil fatty acid (MSA) on the oxygen absorption of soybean oil fatty acid. Asian Journal of Natural & Applied Sciences 4(2): 513. Jarosova A. 2006. Phythalic acid esters (PAEs) in the food chain. Czech J. Food Sci. 24(5): 223-231. Jos B, Pramudono B, Aprianto. 2011. Ekstraksi resin dari kayu manis berbantu ultrasonik dengan menggunakan pelarut alkohol. Reaktor 13(4): 231-236. Kartika IA, Yani M, Ariono D, Evon P, Rigal L. 2013. Biodiesel production from jatropha seeds: Solvent extraction and in situ transesterification in a single step. Fuel 106:111-117 doi:10.1016/j.fuel.2013.01.021. Khadafi M, Rostika I, Hidayat T. 2014. Pengolahan gondorukem menjadi bahan pendarihan sebagai aditif pada pembuatan kertas. Jurnal Selulosa 4(1): 1724. Kilham C. 2004. Tamanu oil: A tropical remedy. HerbalGram 63: 26-31. Koleva V dan Simeonov E. 2014. Solid liquid extraction of phenolic and flavanoid compound from Cotinus coggygria and concentration by nanofiltration. Chemical and Biochemical Engineering Quarterly Journal 28(4): 545-551 doi:10.15255/CABEQ.2014.2006. Lee JN, Park C, Whitesides GM. 2003. Solvent compatibility of poly(dimethylsiloxane)-based microfluidic devices. Analytical Chemistry 75 (23): 6544-6554 doi:10.1021/ac0346712. Leksono B, Windyarini E, Hasnah TM. 2014. Budidaya Tanaman Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L) Untuk Bioenergi Dan Prospek Pemanfaatan Lainnya. Bogor (ID): IPB Press. Li Y, Naghdi FG, Garg S, Adarme-Vega TC, Thurecht KJ, Ghafor WA, Tannock S, Schenk PM. 2014. A comparative study: The impact of different lipid extraction methods on current microalgae lipid research. Microbal Cell Factories 13:14. Liu W, Liu Y, Chen Z, Chiou W, Tsai Y, Chen C. 2015. Calophyllolide content in Calophyllum inophyllum at different stage of maturity and its osteogenic activity. Molecules 20(7): 12314-12327 doi:10.3390/molecules200712314. [Litbang Kehutanan] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel Yang Potensial. Jakarta (ID): Litbang Kehutanan. Margaretta S, Handayani SD, Indraswati N, Hindarso H. 2011. Ekstraksi senyawa phenolik Pandanus amaryllifolius Roxb sebagai antioksidan alami. Widya Teknik 10(1): 21-30. Melanie S dan Fithriani D. 2015. Rendemen minyak dari mikroalga Spirulina sp. dan Chlorella sp. dengan teknik pemecahan dinding sel.Widyariset 1(1): 6170. Muhammad FR, Jatranti S, Qadriyah L, Mahfud. 2014. Pembuatan biodiesel dari minyak nyamplung menggunakan pemanasan gelombang mikro. Jurnal Teknik Pomits. 3(2): 154-159. Nasution YM. 2011. Penetapan kadar asam lemak bebas dalam minyak goreng yang digunakan untuk pembuatan mie instan di PT. Indofood. [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
18
Novitriani K dan Sapitri N. 2014. Efektivitas air perasan buah nanas (Ananas comocus) pada peningkatan nilai mutu minyak kelapa (Coconus nucifera). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada 11(1):24-29. Nwabueze TU dan Okocha KS. 2008. Extraction performances of polar and nonpolar solvents on the physical and chemical indices of African Breadfruit (Treculia africana) seed oil. African Journal of Food Science (2): 119 – 125. Ochigbo SS dan Ikechukwu AA. 2011. Effect of presence of free fatty acids on the drying of oil/drying catalysts mixtures. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 5(7): 198-203. Prabakaran K dan Britto SJ. 2012. Biology, agroforestry and medicinal value of Calophyllum inophyllum L. (clusiacea): A review. International Journal of Natural Product Research 1(2):24-33 Ramadhan AE dan Phaza HA.2010. Pengaruh konsentrasi etanol, suhu dan jumlah stage pada ekstraksi resin jahe (Zingiber Officinale Rosc) secara batch. [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Senthil R dan Mohan K. 2015. Comparison of yield and fuel properties of thermal and catalytic Calophyllum inophyllum seed sheel pyrolytic oil. Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences Special Issue 9: 119-126. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara uji makanan dan minuman SNI 2891-1992. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2011. Gondorukem SNI 7636:2011. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Supardan MD, Hasnidar, Indarti E. 2012. Karakteristik lemak kakao hasil ekstraksi menggunakan bantuan ultrasonik. Jurnal Hasil Penelitian Industri 25 (1): 2834. Syakir M dan Karmawati E. 2013. Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati. Bogor (ID): Badan Litbang Kehutanan. Tagora BPS, Sirait R, Iriany. 2012. Penentuan kondisi keseimbangan unit leaching pada produksi eugenol dari daun cengkeh. Jurnal Teknik Kimia USU 1(1): 10-14. Vossen PM. 2007. Organic Olive Production Manual Volume 3505 of Publication. Californa (US): UCANR Publication. Wirawan AK dan Anasta N. 2013. Analisis permeasi air pada dehidrasi osmosis pepaya (Carica papaya). Agritech 33(3): 303-310.
19
Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat 1. Kadar Air (AOAC 2005) Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit dan ditimbang bobotnya. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium kosong dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Cawan aluminium kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga bobot cawan konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 gram). Kadar air dihitung dengan rumus: Kadar air (%) =
(x − y) × 100% (x − a)
Keterangan : x = bobot cawan dan sampel sebelum pengeringan (g) y = bobot cawan dan sampel setelah pengeringan (g) a = bobot cawan kosong (g) 2. Kadar Abu (AOAC 2005) Cawan porselen kosong dipijarkan dalam tanur selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam tanur, kemudian diabukan hingga diperoleh abu berwarna putih dan berat yang konstan. Pengabuan tahap pertama dilakukan pada suhu 400 oC dan dilanjutkan dengan pengabuan pada suhu 550oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar Abu (%) =
W2 × 100% W1
Keterangan: W1 = bobot sampel sebelum pengabuan (g) W2 = bobot sampel setelah pengabuan (g) 3. Kadar Protein (SNI 01-2891-1992) Sampel sebanyak 0.1 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 mL, kemudian ditambahkan 1 g campuran katalis (CuSO4 : NaSO4 = 5:6) dan 2.5 mL H2SO4 97%. Labu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan (sekitar 1 jam). Setelah didinginkan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam desilator (labu dibilas dengan akuades minimal 3 kali), lalu ditambahkan 15 mL NaOH 6 N ke dalam desilator. Campuran ini didestilasi selama 10 menit, sebagai penampung digunakan erlenmeyer 100 mL berisi 10 mL larutan asam borat 2% yang telah diberi 2-3 tetes indikator mensel. Destilasi dihentikan bila volume larutan telah menjadi dua kali volume awal. Selanjutnya sampel dititrasi oleh H2SO4 0.02 N. Prosedur yang sama dilakukan untuk blanko (tanpa sampel). Kadar protein kasar dihitung dengan rumus: Kadar Protein (%) =
(V1 − Vo ) × N H2 SO4 × 0.014 × Fk × 100% W
20
Keterangan : V1 = Volume H2SO4 0,02 N yang digunakan untuk titrasi sampel (mL) V0 = Volume H2SO4 0,02 N yang digunakan untuk titrasi (mL) W = Bobot Sampel (g) N = Normalitas H2SO4 yang digunakan untuk titrasi Fk = Faktor konversi 4. Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Sampel (sisa pengujian kadar air) sebanyak 2-3 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi kapas, lalu selongsong dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu, selongsong dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang terhubung dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksan, disuling dan ditampung ke dalam erlenmeyer. Ekstrak lemak yang tertinggal di labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama kurang lebih 1 jam. Pengeringan ini diulangi hingga bobot tetap. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar Lemak (%) =
W1 − W0 × 100% W
Keterangan : W1 = bobot labu tetap setelah dikeringkan (g) W0 = bobot labu awal (g) W = bobot sampel (g) 5. Kadar Serat Kasar (AOAC 1995) Sampel (sisa pengujian kadar lemak) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL. 100 mL H2SO4 0.325 N ditambahkan dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit, kemudian ditambahkan NaOH 1.25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan menggunakan kertas Whatman No. 40 yang telah ditimbang sebelumnya. Kertas saring kemudian dicuci dengan menggunakan air panas, 25 mL H2SO4 dan etanol 95%. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110 oC hingga bobotnya konstan. Kertas saring kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar serat kasar dihitung dengan rumus: Kadar serat kasar (%) =
A1 × 100% Ao
Keterangan: A0 = bobot sampel (g) A1 = bobot endapan kering (g) 6. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat ditentukan dengan menggunakan metode by difference, yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam
21
menghitung kadar karbohidrat dengan metode by difference. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar lemak + % kadar serat kasar)
22
Lampiran 2 Metode pengujian kualitas minyak dan resin 1. Bilangan Asam (AOAC 1995) Sampel sebanyak 5 – 10 g ditimbang dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian 25 mL alkohol netral 95% ditambahkan dan dipanaskan hingga mendidih. Setelah didinginkan, ditambahkan 2 tetes indikator phenolphthalein dan kemudian larutan dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N hingga berwarna merah muda yang tidak hilang selama beberapa detik. Bilangan asam dihitung dengan rumus: Bilangan asam =
A × N × 56.1 G
Keterangan: A = jumlah KOH untuk titrasi (ml) N = normalitas larutan KOH G = bobot contoh (g) 2. Bilangan Iod Sampel sebanyak 0.25 g ditimbang dalam erlenmeyer dan dilarutkan dalam 10 mL kloroform. Kemudian ke dalam sampel ditambahkan larutan Wijs sebanyak 25 mL. Erlenmeyer kemudian ditutup dan dibiarkan bereaksi selama 30 menit di tempat gelap sambil beberapa kali dikocok untuk mengikat brom. Kemudian ke dalamnya ditambahkan KI 15% sambil terus dikocok. Selanjutnya ditambahkan aquades yang telah dididihkan sebanyak 100 mL. Iod yang tersisa dalam larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N hingga larutan berwarna kuning pucat. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes indikator larutan pati 1% dan kemudian titrasi dilanjutkan hingga warna biru hilang. Blanko dbuat dengan perlakuan yang sama. Bilangan iod dihitung dengan rumus: Bilangan iod =
(a − b) × N × 12.69 G
Keterangan: a = larutan Na2S2O3 untuk blanko (mL) b = larutan Na2S2O3 untuk sampel (mL) N = normalitas larutan Na2S2O3 G = bobot contoh (g) 3. Densitas Piknometer 10 mL ditimbang bobotnya. Piknometer kemudian diisi dengan sampel minyak dan ditera hingga sampai batas yang ditentukan, lalu ditimbang. Pengulangan dilakukan sebanyak 2 kali dan hasil analisis dinyatakan dalam rataan hitungannya. Densitas dihitung dengan rumus: ρt =
M1 − Mo Vt
23
Keterangan: 𝜌𝑡 = densitas pada suhu (g/mL) M1 = bobot piknometer yang berisi sampel (g) M0 = bobot piknometer kosong (g) Vt = volume piknometer yang berisi air pada suhu tertentu (mL)
24
Lampiran 3 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji Keterangan: A = Waktu ekstraksi B = Suhu C = Nisbah heksan/metanol Hasil analisis ragam rendemen minyak basis bobot minyak potensial dalam biji Sumber Kuadrat Kuadrat db F hitung Pr > F keragaman Jumlah Rata-rata A 1 55.2370 55.2370 17.72 0.0012 B 1 2.5285 2.5285 0.81 0.3855 AB 1 0.0176 0.0176 0.01 0.9413 C 2 2403.4901 1201.7450 385.45 <.0001 AC 2 27.6061 8.8030 2.82 0.0989 BC 2 4.0086 2.0043 0.64 0.5430 ABC 2 40.6036 20.3018 6.51 0.0122 Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu ekstraksi Grup Duncan Rata-rata a 82.493 b 79.459
N 12 12
Perlakuan 5 7
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata a 92.319 b 82.635 c 67.975
N 8 8 8
Perlakuan 4:2 3:3 2:4
Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N Perlakuan a 93.880 2 A1B2C1 a 92.660 2 A1B1C1 a 92.035 2 A2B1C1 a 90.700 2 A2B2C1 c b 85.395 2 A1B1C2 c b 83.565 2 A2B2C2 c b 81.620 2 A1B2C2 c 79.960 2 A2B1C2 d 70.925 2 A1B2C3 d 70.480 2 A1B1C3 d 67.275 2 A2B1C3 e 63.220 2 A2B2C3
25
Hasil analisis ragam rendemen minyak basis bobot biji Sumber Kuadrat Kuadrat db keragaman Jumlah Rata-rata A 1 13.9690 13.9690 B 1 0.5612 0.5612 AB 1 0.0051 0.0051 C 2 620.2425 310.1212 AC 2 5.3200 2.6600 BC 2 0.9142 0.4571 ABC 2 11.8022 5.901
F hitung
Pr > F
19.14 0.77 0.01 424.97 3.65 0.63 8.09
0.0009 0.3977 0.9347 <.0001 0.0580 0.5511 0.0060
Hasil uji lanjut Duncan terhadap waktu ekstraksi Grup Duncan Rata-rata N a 41.979 12 b 40.453 12
Perlakuan 5 7
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N a 47.004 8 b 42.016 8 c 34.629 8
Perlakuan 4:2 3:3 2:4
Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi, suhu dan nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N Perlakuan a 47.765 2 A1B2C1 a 47.100 2 A1B1C1 a 46.920 2 A2B1C1 a 46.230 2 A2B2C1 c b 43.465 2 A1B1C2 c b 42.555 2 A2B2C2 c 41.430 2 A1B2C2 c 40.615 2 A2B1C2 e d 36.240 2 A1B2C3 e d 35.875 2 A1B1C3 e 34.240 2 A2B1C3 f 32.160 2 A2B2C3 Hasil analisis ragam rendemen resin Sumber Kuadrat db keragaman Jumlah A 1 0.0852 B 1 4.2084 AB 1 0.7385 C 2 124.0086 AC 2 2.5903 BC 2 3.6806 ABC 2 0.5643
Kuadrat Rata-rata 0.0852 4.2084 0.7385 62.0043 1.2951 1.8403 0.2821
F hitung
Pr > F
0.22 10.95 1.92 161.32 3.37 4.79 0.73
0.6462 0.0062 0.1909 <.0001 0.0690 0.0296 0.5003
26
Hasil uji lanjut Duncan terhadap suhu Grup Duncan Rata-rata a 12.932 b 12.094
N 12 12
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N a 15.256 8 b 12.592 8 c 9.690 8
Perlakuan 50 40
Perlakuan 4:2 3:3 2:4
Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi suhu dan nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N Perlakuan a 16.175 4 B2C3 b 14.337 4 B1C3 c 12.967 4 B2C2 c 12.217 4 B1C2 d 9.727 4 B1C1 d 9.652 4 B2C1 Hasil analisis ragam bilangan asam minyak Sumber Kuadrat db keragaman Jumlah A 1 11.8441 B 1 5.6648 AB 1 1.3067 C 2 196.0921 AC 2 14.8597 BC 2 4.4616 ABC 2 0.5432
Kuadrat Rata-rata 11.8441 5.6648 1.3067 98.0460 7.4298 2.2308 0.2717
Hasil uji lanjut Duncan terhadap nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N a 15.439 8 b 11.262 8 c 8.484 8 Hasil analisis ragam bilangan asam resin Sumber Kuadrat db keragaman Jumlah A 1 544.2585 B 1 79.7526 AB 1 31.3959 C 2 221.1412 AC 2 33.4124 BC 2 307.6808 ABC 2 60.0267
Kuadrat Rata-rata 544.2585 79.7526 31.3959 110.5706 16.7062 153.8404 30.0133
F hitung
Pr > F
3.11 1.49 0.34 25.78 1.95 0.59 0.07
0.1030 0.2457 0.5686 <.0001 0.1843 0.5714 0.9315
Perlakuan 4:2 3:3 2:4
F hitung
Pr > F
1.92 0.28 0.11 0.39 0.06 0.54 0.11
0.1909 0.6053 0.7449 0.6850 0.9430 0.5945 0.9003
27
Hasil analisis ragam bilangan iod minyak Sumber Kuadrat db keragaman Jumlah A 1 11.9851 B 1 37.5500 AB 1 29.2604 C 2 28.8380 AC 2 1.2901 BC 2 224.4878 ABC 2 241.8354
Kuadrat Rata-rata 11.9851 37.5500 29.2604 14.4190 0.6450 112.2439 120.9177
F hitung
Pr > F
0.67 2.08 1.62 0.80 0.04 6.23 6.71
0.4305 0.1744 0.2266 0.4717 0.9649 0.0139 0.0110
Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi suhu dan nisbah heksan/metanol Grup Duncan Rata-rata N Perlakuan a 135.513 4 B2C2 b a 131.408 4 B1C1 b a 131.200 4 B2C3 b 126.845 4 B1C3 b 126.620 4 B1C2 b 125.665 4 B2C1 Hasil uji lanjut Duncan heksan/metanol Grup Duncan a a b a b a b a c b a c b a c b a c b c b c b c b c
terhadap interaksi waktu ekstraksi, suhu dan nisbah Rata-rata 137.025 136.890 134.135 132.360 131.860 130.455 129.490 126.650 125.375 124.680 123.750 121.830
Hasil analisis ragam densitas minyak Sumber Kuadrat db keragaman Jumlah A 1 0.0030 B 1 0.0026 AB 1 0.0000 C 2 0.0010 AC 2 0.0005 BC 2 0.0008 ABC 2 0.0014
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Kuadrat Rata-rata 0.0030 0.0026 0.0000 0.0005 0.0002 0.0004 0.0007
Perlakuan A1B2C3 A2B2C2 A1B2C2 A1B1C1 A2B1C3 A2B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A2B2C3 A2B2C1 A2B1C2 A1B1C3
F hitung
Pr > F
4.03 3.45 0.01 0.65 0.31 0.50 0.97
0.0678 0.0878 0.9420 0.5412 0.7357 0.6170 0.4080
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 20 Februari 1995 dari ayah Iyung Pahan dan ibu Ratna Dewita. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum bioproses pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga aktif sebagai sekretaris Human Resources Development Himalogin dan sebagai bendahara umum Himalogin. Bulan Juni-Agustus 2015 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Sumiasih Oleochemical Industry, Bekasi dengan judul Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu Proses Produksi Asam Stearat Tipe SA1801 di PT. Sumiasih Oleochemical Industry.