Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
SK - 091304
KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Muhibbuddin Abbas*, Endang Purwanti. S1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Biodiesel dari minyak biji nyamplung telah diproses melalui 2 tahap, yakni reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis PdCl2 serta reaksi transesterifikasi dengan katalis KOH. Karakterisasi yang meliputi beberapa sifat fisik dan kimia antara lain densitas, viskositas, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan setana , serta kalor pembentukan dan pembakaran. Kalor pembakaran biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan bom kalorimeter yakni 9050 kal/g, sedangkan kalor pembentukan yang diperoleh melalui program HyperChem™ yaitu 9207,11 kal/g. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor penyusun biodiesel yang berbeda, untuk kalor pembakaran, yang dihitung adalah metil ester, trigliserida, metanol dll, sedangkan kalor pembentukan yang dihitung adalah hanya metil ester. Adapun sifat fisika dan kimia biodiesel minyak biji nyamplung antara lain berwarna kuning jernih dengan bau yang khas dan memiliki densitas (T=30°C) 0,9022 g/mL, titik nyala 152°C, viskositas kinematik (T=30°C) 11,7153 cSt, bilangan setana 74,7, bilangan asam 34,05 mg KOH/g. Kata kunci : Biodiesel, Minyak biji nyamplung, Esterifikasi, Transesterifikasi, PdCl2 , Kalor, HyperChem™ ABSTRACT Biodiesel from nyamplung seed oil was proceed in 2 stages, the esterification reaction using the catalyst PdCl2 and transesterification using KOH catalyst. Characterization of seed oil biodiesel nyamplung was done by several physical and chemical properties such as density, viscosity, acid number, saponification number, cetane number and heat of and formation combustion. Heat of combustion of biodiesel obtaine by a bomb calorimeter is 9050 cal / g, while the heat formation obtaine by HyperChem ™ program that is 9207,11 cal / g. This difference results cause of constituent factors, to heat combustion, which is calculated is methyl esters, triglycerides, methanol, etc., whereas the calculated heat formation is the only methyl ester. The physical and chemical properties of seed oil biodiesel nyamplung include clear yellow with a distinctive odor and has a density (T = 30 ° C) 0.9022 g / ml, flash point 152°C, kinematic viscosity (T = 30 ° C) 11.7153 cSt, cetane number 74.7 and acid number 34,05 mg KOH/g Keywords: Biodiesel, Nyamplung seed oil, Esterification, Transesterification, PdCl2, Heat, HyperChem™
I PENDAHULUAN Indonesia secara keseluruhan mengalami defisit minyak (minyak mentah dan hasil minyak) mencapai 7,9 miliar dolar AS pada tahun 2006. Kecenderungan ini terus berlanjut maka defisit minyak dari tahun ke tahun akan semakin bertambah karena produksi minyak mentah yang terus-menerus merosot. Pada tahun 1997 produksi minyak mentah Indonesia masih di atas 1,5 juta barel per hari dan mulai tahun 2007 tinggal 950.000 barrel per hari. Indonesia merupakan negara pengimpor hasil minyak terbesar di Asia. Hal ini disebabkan karena kapasitas kilang yang dimiliki hanya mampu menghasilkan dua pertiga dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) domestik. Swasembada BBM sangat penting karena tidak hanya untuk memperkokoh keamanan energi, tetapi juga untuk mendorong kemajuan industri (Anonim, 2007). Bersamaan dengan itu juga muncul permasalahan lain terkait dengan lingkungan yaitu pencemaran udara meningkat yang disebabkan oleh emisi gas hasil pembakaran produk minyak bumi, dimana akibat lebih lanjut dapat menyebabkan efek rumah kaca, global warming, hujan asam, dan lain-lain. Salah satu jenis bahan bakar minyak yang banyak digunakan adalah minyak diesel. Penggunaannya antara lain sebagai bahan bakar mesin truk, bis, kereta api, generator listrik, alat-alat pertanian, dan alatalat pertambangan (Srivastava dan Prasad, 2000). Mesin diesel yang menggunakan solar sebagai bahan bakar dapat mengemisikan berbagai macam gas antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
dioksida (SO2), selain itu juga menghasilkan hidrokarbon (aromatik polisiklik) dan partikulat kasar, yang semuanya berbahaya bagi kesehatan manusia (Hardjono, 2000). Salah satu bentuk energi alternatif yang saat ini mulai dikembangkan adalah biofuel yang mempunyai tingkat kelayakan teknologi cukup tinggi (Bustomi, 2008). Biodiesel juga bersifat biodegradable dan tidak beracun, di samping itu pula biodiesel memiliki flash point (temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala ) yang tinggi daripada diesel normal sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel juga menambah pelumasan mesin, menambah ketahanan mesin dan mengurangi frekuensi pergantian mesin. Keuntungan lain dari biodiesel yang cukup signifikan adalah sifat emisi yang rendah dan mengandung oksigen sekitar 10 – 11 % (Lotero,2004). Salah satu tanaman hutan yang mempunyai potensi sebagai bahan baku biofuel adalah Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.). Nyamplung ( Calophyllum Inophyllum ) di Indonesia tersebar mulai dari Sumatera Barat, Riau, jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimanatan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua (Bustomi, 2008). Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah biji mempunyai rendemen yang tinggi (bisa mencapai 74%) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Selain itu, nyamplung memiliki keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain : (1).
tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia ), regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan; (2). tanaman relatif mudah budidayakan baik tanaman sejenis (Bustomi,2008). Menurut Crane dkk (2005), Minyak Biji Nyamplung memiliki kandungan asam lemak bebas yang relatif tinggi sekitar 5,1 %, sehingga produksi biodiesel minyak biji nyamplung dilakukan melalui 2 tahap, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam,biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4 ) atau PdCl2. Beberapa hasil penelitian pembuatan biodiesel dengan katalis asam telah dipublikasikan diantaranya oleh Jeromin, dkk, (1987), Canakci dan gerpen (1999), Supranto(2005). Dan hingga sekarang belum pernah digunakan katalis PdCl2 dalam reaksi esterifikasi minyak biji nyamplung. Palladium merupakan asam lewis, dimana reaksi esterifikasi dapat juga dipercepat dengan katalis asam lewis(Ika, 2006). Palladium merupakan logam transisi yang berada pada golongan VIIIb dan banyak digunakan sebagai katalis. Garam maupun senyawa palladium telah lama dikenal penggunaanya dalam reaksi sintesis organik yaitu sebagai katalis heterogen. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini penggunaan senyawa palladium sebagi katalis homogen telah memberikan inovasi dalam reaksi sintesis organik. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan katalis PdCl2. Penggunaan katalis asam lewis, PdCl2 ini juga dikarenakan katalis asam lewis memiliki manfaat yang besar terhadap lingkungan (Cardoso, 2008). Reaksi selanjutnya adalah reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi dilakukan untuk menghasilkan metil ester. Katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi biasanya digunakan natrium hidroksida atau kalium hidroksida. Penelitian tentang transesterifikasi dengan katalis basa telah banyak dilakukan diantaranya oleh Freedman, dkk. (1984), Boocock, dkk.(1998), Darnoko dan Cheryan (2000). Pemilihan katalis basa daripada katalis asam karena reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa relatif cepat dibandingkan dengan katalis asam (Andyna, 2009), sehingga dalam penelitian ini digunakan katalis PdCl2 untuk reaksi esterifikasi dan reaksi transesterfikasi menggunakan katalis KOH. Biodiesel yang dihasilkan akan dilakukan perhitungan kalor yang dimilki biodiesel. Perhitungan kalor dilakukan untuk mengetahui efisiensi jumlah biodiesel yang digunakan untuk mesin. Nilai kalor biodiesel yang dihasilkan, akan dihitung secara teori dan eksperimen. Pada perhitungan secara eksperimen digunakan bom kalorimeter, sedangkan secara teori menggunakan Program HyperChem. Program HyperChem merupakan program yang handal dari pemodelan molekul yang telah diakui, mudah digunakan, fleksibel dan berkualitas. Dengan menggunakan visualisasi dan animasi tiga dimensi hasil perhitungan kimia kuantum, mekanika dan dinamika molekular, menjadikan HyperChem terasa sangat mudah digunakan dibandingkan dengan program kimia kuantum yang lain (Pranowo, 2006). Berdasarkan latar belakang tersebut dan keunggulankeunggulan yang terdapat pada biji nyamplung, maka biodiesel yang akan dihasilkan merupakan sumber daya alternatif. Pada penelitian ini akan diketahui senyawa – senyawa penyusun biodiesel dengan menggunakan GC MS, maka dapat ditentukan energi kalor pembentukanya, serta menentukan kalor pembakaran dengan menggunakan bom kalorimeter. Selain itu, biodiesel yang diperoleh juga Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
akan dikarakterisasi densitasnya, bilangan setana, titik nyala, viskositas dan bilangan keasaman. II METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas beaker, labu ukur, gelas ukur, erlenmeyer, batang pengaduk, buret, blender, oven, kain saringan, alat pengepres, labu leher tiga, corong pisah, pemanas, botol semprot, magnetic stirrer , thermometer, piknometer, Viskometer Oswald, bom kalorimeter, octane meter, cawan porselen dan instrumen GC-MS. 2.1.2 Bahan Bahan- bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah biji nyamplung ( Calophyllum inophyllum) SampangMadura, PdCl2 (p.a/Merck), HCl (37% p.a/Merck), padatan KOH, etanol (96% p.a/Merck), indikator PP (p.a/Merck), NaOH (assay > 98% UPT.BPPTK LIPI), asam oksalat dihidrat (assay > 98% UPT.BPPTK LIPI), metanol (98% p.a/Merck), Aquabidest. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Pemilihan Biji Nyamplung Pemilihan biji nyamplung dilakukan secara manual dengan memilih biji nyamplung yang sudah tua yang ditandai dengan kulit biji berwarna coklat dan biji didalamnya berisi dan padat. 2.2.2 Pengeringan Pengeringan dilakukan dengan mengeluarkan biji dari buahnya terlebih dahulu, sekitar ± 5 kg biji nyamplung kemudian digiling menggunakan blender, setelah itu hasilnya dilakukan pengeringan. Pengeringan dilakukan di oven pada suhu 60 oC selama 2 jam, dilakukan secara kontinyu sampai didapatkan berat konstan yang menandakan kadar air dalam biji sudah habis, kemudian kadar air biji nyamplung dihitung. 2.2.3 Pengambilan Minyak dari Biji Nyamplung Pengepresan dapat dilakukan dengan pengepresan hidrolik atau pengepresan ulir. Bji nyamplung yang sudah dihaluskan dengan blender dibungkus kain saringan dan dimasukkan ke dalam alat pengepresan kemudain dijalankan alatnya. Proses pengepresan agar efektif dilakukan bertahap sebanyak 4-6 kali. 2.2.4 Penentuan Densitas Minyak Biji Nyamplung Berat piknometer 10,274 ditimbang, lalu minyak nyamplung dimasukkan di dalamnya hingga memenuhi saluran rongga tutup botol piknometer, kemudian ditimbang beratnya dan dihitung densitasnya. 2.2.5 Uji Kandungan FFA Penentuan bilangan asam (Uji kandungan FFA) dilakukan dengan cara mengambil 2,5 ml crude oil biji nyamplung , kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 50 ml. Setelah itu etanol 96 % ditambahkan sebanyak 11,5 ml ke dalam crude oil dan dipanaskan selama 10 menit pada suhu 60 °C sambil diaduk. Minyak selanjutnya dititrasi dengan NaOH dengan konsentrasi 1 N, indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator PP 1% sebanyak 3 tetes dan titrasi dihentikan setelah larutan berwarna merah jambu.
2.2.6 Penentuan Bilangan Penyabunan Minyak Biji Nyamplung Penentuan bilangan penyabunan dilakukan dengan metode titrimetri yaitu dengan cara mentitrasi larutan sampel dan larutan blanko. Pertama-tama, ditimbang KOH dengan botol timbang sebanyak 0,4203 g dan dilarutkan dalam 96 mL etanol 96%. Larutan yang diperoleh dibagi menjadi dua, 48 mL digunakan sebagai blanko dan 48 mL lainnya direaksikan dengan 0,1167 g minyak mentah biji nyamplung yang akan digunakan sebagai larutan sampel. Titrasi larutan blanko Larutan blanko 48 mL dibagi menjadi dua bagian dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda dan masing-masing ditambahkan dengan 3 tetes indikator phenolftalein sehingga larutan blanko tersebut berwarna merah mudah dan dititrasi dengan larutan HCl 1,0068N sampai bening tidak berwarna. Volume HCl yang dibutuhkan dicatat. Titrasi larutan sampel Larutan sampel dibuat dengan cara mereaksikan 48 mL larutan blanko dengan 0,1167 g minyak biji nyamplung. Larutan sampel dipanaskan selama 10 menit pada suhu 60°C. Setelah itu larutan sampel dibagi menjadi dua bagian dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berbeda serta ditambahkan tiga tetes indikator phenolftalein sehingga larutan sampel berwarna mera muda. Larutan sampel dititrasi dengan larutan HCl 1,0068 N sampai bening tidak berwarna. Volume HCl yang dibutuhkan dicatat. 2.2.7 Tahap Degumming Crude oil biji nyamplung sebanyak 450 mL dimasukkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan pada suhu 65 °C, lalu 22,5 ml H 3PO4 85% ditambahkan ke dalam labu dengan jumlah masing-masing 5 % dari berat crude oil yang dimasukkan labu. Untuk menghilangkan getah (gum) pada minyak dilakukan pemanasan sambil terus diaduk. Larutan didiamkan selama 24 jam. Minyak dan getah dipisahkan. 2.2.8 Optimasi Jumlah Katalis Untuk Reaksi Esterifikasi Minyak Nyamplung Hasil Degumming diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu bundar ditambahkan 8,7 mL metanol ditambahkan katalis PdCl2 sebanyak 0,5% direfluks larutan campuran pada suhu 60oC selama 1 jam didinginkan dan dipisahkan katalis PdCl2 dengan cara ekstraksi . dan diperoleh 2 lapisan ( filtrat dan PdCl2 ), lalu filtrat dimasukkan ke de dalam corong pisah dikocok dan dibiarkan sampai membentuk dua lapisan dipisahkan dua lapisan tersebut (minyak nyamplung hasil esterifikasi dan lap.aquoes). Minyak nyamplung hasil esterifikasi ditentukan bilangan asamnya, kemudian dilakukan dengan cara yang sama juga untuk katalis 1% (0,0954 g) dan 1,5% (0,1477 g) 2.2.9 Esterifikasi Crude oil hasil proses degumming diukur volumenya kemudian ditentukan sebanyak 100 mL. Pre-treated oil dicampurkan dengan metanol 98 % dengan rasio molar crude oil terhadap metanol 1:20, dan katalis PdCl2 dengan rasio berat 0,5% dari crude oil. Campuran dipanaskan pada suhu 60 °C pada sistem refluks dengan disertai pengadukan. Campuran dimasukkan corong pisah dan dipisahkan kedua lapisannya. 2.2.10 Transesterifikasi Sebelum dilakukan transesterifikasi, terlebih dahulu membuat larutan kalium metoksida (CH3OK) dengan cara Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
mencampur metanol dengan katalis KOH, dimana rasio minyak dengan metanol adalah 1:20, dan katalis sebanyak 1%. Kemudian minyak hasil esterifikasi dicampurkan dengan larutan kalium metoksida yang telah dibuat dalam labu leher 3. Campuran dipanaskan pada variasi suhu 60 °C selama 60 menit dengan disertai pengadukan. Hasil reaksi selanjutnya dimasukkan dalam corong pisah dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan yang terbentuk adalah pada lapisan bawah gliserol yang merupakan produk samping transesterifikasi sedangkan lapisan atas adalah produk utamanya yaitu berupa metil ester. 2.2.11 Karakterisasi Biodiesel Minyak Biji Nyamplung Biodiesel yang dihasilkan dikarakterisasi sifat fisika dan kimianya seperti senyawa-senyawa penyusun biodiesel yang dianalisa dengan instrument KG-SM, densitas, bilangan setana, titik nyala, viskositas kinematik, bilangan asam dan kalor pembakaran. Kalor pembakaran dihasilkan dengan menggunakan bom calorimeter, sedangkan kalor pembentukan yang diperoleh melalui progrom HyperChem 8.0.8 dengan metode semi empiris. III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Persiapan Bahan Baku Pada penelitian ini digunakan biji tanaman nyamplung (Calophyllum Inophyllum ) yang akan dijadikan sebagai minyak nyamplung. Biji tanaman nyampung dikeringkan dalam oven terlebih dahulu untuk mengurangi kadar airnya. Adapun kadar air yang terkandung di dalam biji nyamplung sebanyak 31,18%. Setelah dilakukan pengeringan, dilakukan pengepresan biji nyamplung. Pengepresan dilakukan dengan cara mencincang biji nyamplung menjadi bagian kecil-kecil dengan menggunakan blender. Kemudian hasil blender tersebut dimasukkan dalam kain saringan lalu dipres dengan press ulir untuk memperoleh minyaknya. Minyak biji nyamplung yang diperoleh berwarna hijau dan masih ada getahnya yang berwarna kuning didalamnya. Rendemen yang diperoleh sebesar 33,44%. Minyak biji nyamplung pada penelitian ini memiliki densitas 0,9303 g/mL. Adapun sifat fisika-kimia dari minyak biji nyamplung secara keseluruhan bisa dilihat pada tabel 3.1. 3.2 Penentuan Bilangan Asam Minyak Biji Nyamplung Metode titrimetri digunakan untuk pengujian bilangan keasaman. Metode titrimetri dilakukan dengan cara titrasi asam basa. Crude oil nyamplung 2,5 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL. Etanol 96% sebanyak 11,5 mL ditambahkan ke dalamnya lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 10 menit sambil diaduk. Campuran tersebut ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein 1% dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,96 N yang telah distandarisasi dengan larutan HCl hingga berwarna merah jambu. Titrasi dilakukan duplo. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Bilangan keasaman yang besar menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang besar pula. Semakin tinggi bilangan keasaman, maka semakin rendah kualitas minyak atau lemak tersebut. Kandungan FFA atau bilangan asam minyak biji nyamplung yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 42,81 mg NaOH/g Minyak Nyamplung, sedangkan pada penelitian lain, Bustomi dkk (2008) memperoleh bilangan asam sebesar 59,94 mg KOH/g.
3.3 Bilangan Penyabunan Minyak Biji Nyamplung Lemak atau berat molekul dapat ditentukan dengan bilangan penyabunan. Minyak dengan berat molekul besar mempunyai bilangan penyabunan relatif kecil, sedangkan Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek mempunyai berat molekul yang relatif kecil, namun mempunyai angka penyabunan yang besar.
Bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya milligram basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Reaksi penyabunan (saponifikasi) yang terjadi seperti gambar 3.1 dibawah ini H2 O RCOOH KOH RCOOK Sabun
FFA
Gambar 3.1 Reaksi Saponifikasi
Tabel 3.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Nyamplung Sifat fisika dan kimia Nilai Densitas (g/mL) 0,9303 Bilangan Asam (mg KOH/g) 42,81 Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) 193,5955 Kadar Asam Lemak Bebas (%) 24,665 Rendemen (%) 33,44 Penampakan Hijau gelap dan kental dengan bau menyengat Bilangan penyabunan dari minyak biji nyamplung yaitu 3.6 Transesterifikasi 193,5955 mg KOH/g dan berat molekul relatifnya yaitu Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) 869,34 g/mol. Bilangan penyabunan tersebut tidak jauh beda adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) dengan hasil penelitian terdahulu seperti yang dilakukan menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan Crane et al (2005) menyebutkan bahwa bilangan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Diantara penyabunan minyak biji nyamplung yaitu sebesar 194,4 ± 6 alkhol-alkohol monohidrik yang menjadi sumber/pemasik mg KOH/g sedangkan Bustomi dkk (2008) memperoleh gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, bilangan penyabunan minyak biji nyamplung sebesar 198,1 karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi mg KOH/g. (sehingga reaksi disebut metanolisis). Reaksi transesterifikasi dalam penelitian ini menggunakan KOH sebesar 1% dari berat minyak sebagai katalis dan 3.4 Deguming perbandingan metanol terhadap minyak 1:20. Proses degumming dilakukan dengan cara 450 mL minyak nyamplung kotor dimasukkan kedalam beaker glass 3.7 Karakterisasi Biodiesel Minyak Biji Nyamplung 600 mL dan dipanaskan diatas hot plate pada suhu 65˚C Karakterisasi biodiesel menggunakan Kromatografi selama satu jam lalu ditambahkan 5% (v/v) H3 PO 4 sambil Gas HP 5890 bertujuan untuk mengetahui kadar metil ester, diaduk sampai minyak berwana kecoklatan kemudian trigliserida, metanol atau lainnya yang terkandung dalam disimpan selama 24 jam. Penambahan H3 PO 4 berfungsi biodiesel. Analisis menggunakan kromatografi gas ini, sebagai pengikat getah dan akan membentuk endapan diperoleh kadar metil ester sebesar 20,96%. Akan tetapi, dibagian dasar beaker glass. Degumming dengan tujuan kandungan lainnya yang berupa trigliserida/lainnya, belum untuk menghilangkan getah dan kandungan air yang dapat diketahui dengan menggunakan kromatografi tersebut. mungkin masih ada. Hal ini disebabkan karena kolom yang tidak sesuai dan suhu yang kurang tinggi ( karena pada GC ini digunakan suhu 3.5 Esterifikasi 2750C). Analisis selanjutnya yaitu, biodiesel dianalisis Reaksi esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar dengan menggunakan GCMS (Gas Chromatography Mass asam lemak bebas pada minyak dengan cara mereaksikan Spectrofotometry ), dengan tujuan untuk mengetahui minyak biji nyamplung dengan metanol dengan komposisi kimia biodiesel dari minyak nyamplung. Adapun menggunakan katalis PdCl2. Pemilihan katalis PdCl2 ini senyawa – senyawa yang terdapat pada biodiesel minyak dikarenakan PdCl2 merupakan katalis homogen yang biji nyamplung, yaitu : memiliki kemampuan spesifik untuk reaksi tertentu dan tidak membutuhkan suhu dan tekanan tinggi dalam reaksi, Tabel 3.2 Kandungan Senyawa yang ada di dalam Biodiesel katalis yang larut lebih mudah dikarakterisasi, seperti Biji Nyamplung menggunakan GCMS, meskipun memiliki kekurangan yaitu katalis PdCl2 sulit dipisahkan dari produknya ( Leach, Nama Senyawa Kandungan ( %) 1983).Sebelum esterifikasi dilakukan optimasi berat katalis Metil palmitat 11.82 untuk reaksi esterifikasi. Variasi berat yang dilakukan pada Metil Oleat 53.87 optimasi ini yaitu 0,5%: 1 % dan 1,5% (b/b). Optimasi ini Metil stearat 13.85 dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum yang dimiliki Metil linoleat 20.46 katalis untuk reaksi esterifikasi. Hasil optimasinya adalah Adapun kromatogram biodiesel minyak biji nyamplung katalis 0,5%. Oleh karena itu, pada reaksi esterifikasi ini hasil GC dan GCMS dapat dilihat pada gambar 3.2 dan 3.3 dilakukan dengan katalis 0,5%. Pada penelitian ini reaksi dibawah ini. esterifikasi dapat dilihat dengan terjadinya penurunan bilangan asam sebelum esterifikasi dan sesudah esterifikasi, yaitu dari 42,81 mgNaOH/g menjadi 7,5 mgNaOH/g.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 3.3 Kromatogram Hasil GC
3.4 Kromatogram Hasil GC-MS Tabel 3.3 Sifat fisika dan Kimia Biodiesel Minyak Biji Nyamplung Sifat fisika dan kimia % Yield Densitas T=30°C (g/mL) Titik Nyala (°C) Viskositas Kinematik T=30°C (cSt) Bilangan Setana Bilangan Asam (mg KOH/g) Kalor Pembakaran (kal/g) Penampakan Berdasarkan tabel di atas, tabel 3.2, senyawa penyusun dengan kandungan terbesar adalah metil oleat, yaitu sebesar 53,87 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Crane et al (2005) dan Bustomi dkk (2008) yang menyatakan bahwa kandungan asam lemak terbesar pada minyak biji nyamplung adalah asam oleat. Kandungan dari senyawa-senyawa penyusun biodiesel minyak biji nyamplung tersebut nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai kalor pembentukan dari biodiesel minyak biji nyamplung melalui kimia komputasi program HyperChem. Karakteristik biodiesel minyak biji nyamplung yang lainnya dapat dilihat pada tabel 3.3 Karakterisasi Nilai Kalor dengan Bom Kalorimeter. Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai kalor pembakaran biodiesel minyak biji nyamplung. Nilai kalor adalah jumlah satuan panas yang dihasilkan persatuan bobot bahan yang mudah terbakar pada proses pembakaran yang cukup oksigen (Syachri, 1983). Densitas menunjukkan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Standar SNI 850 – 890 Min. 100 2,3 – 6 Min. 51 Maks. 0,8 -
Nilai 51,4 0,9022 152 11,7153 74,7 34,05 9050 Kuning jernih
daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel diinjeksikan ke ruang bakar terbakar secara spontan (setelah bercampur udara ). Semakin cepat suatu bahan bakr mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik ( tinggi ) angka setana bahan bakar tersebut (Knothe, 2005). Titik nyala yang tinggi akan memudahkan penyimpanan bahan bakar, karena bahan bakar tidak akan mudah terbakar pada temperatur ruang. Namun titik nyala yang rendah akan berbahaya dalam hal penyimpanannya karena resiko penyalaan. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang besar pula. Asam lemak ini berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang
baik. Semakin tinggi angka asam, semakin rendah kualitas minyak atau lemak tersebut (Andyna, 2009). Viskositas merupakan penentuan tahanan cairan untuk mengalir pada suhu tertentu yang ditetapkan. Kekentalan ini perlu diketahui, karena berpengaruh terhadap kemudahan mengalir dan sistem injeksi. Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi Berdasarkan standar mutu biodiesel SNI-04-71822006 menyatakan bahwa batas minimal viskositas suatu biodiesel yaitu 2,3-6 cSt. Oleh karena itu, bahan bakar yang terlalu rendah viskositasnya akan memberikan pelumasan yang buruk dan akan mempercepat keausan mesin, sebaliknya viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan asap yang kotor karena bahan bakar lambat mengalir dan lebih sulit teratomisasi. Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 3.3, Beberapa parameter kualitas yang memenuhi syarat SNI adalah titik nyala,bilangan setana dan kalor pembakaran. Sedangkan parameter yang yang belum memenuhi standar adalah densitas, viskositas dan bilangan asam. 3.8 Penentuan Nilai Kalor Pembentukan Melalui Progran HyperChem Pada penelitian ini nilai kalor biodiesel minyak biji nyamplung ditentukan dengan menggunakan bom kalorimeter IKA C-200 yang selanjutnya disebut dengan kalor eksperimen. Kalor eksperimen yang diperoleh dibandingkan dengan kalor teori yang diperoleh melalui program HyperChem™ dengan metode semi empiris. Kalor teori teori tersebut berdasarkan data – data yang diperoleh dari karakterisasi dengan menggunakan instrumen GC-MS, maka dapat dihitung kalor pembentukan teori dari biodiesel nyamplung dengan menggunakan program HyperChem. Nilai kalor teori biodiesel minyak biji nyamplung diperoleh sebesar 9207,11 kal/g sedangkan kalor eksperimen diperoleh sebesar 9050 kal/g. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Minyak biji nyamplung dapat dijadikan biodiesel melalui dua tahap, yaitu reaksi esterifikasi dengan katalis PdCl2 dan transesterifikasi menggunakan katalis KOH. Adapun karakteristik biodiesel minyak biji nyamplung yang dihasilkan dan yang memenuhi syarat SNI hanya titik nyala 152°C, bilangan setana 74,7 dan kalor pembakaran 9050 kal/g, sedangkan karakteristik biodiesel yang tidak memenuhi syarat SNI adalah memiliki densitas (T=30°C) 0,9022 g/mL, viskositas kinematik (T=30°C) 11, 7153 cSt, sehingga dapat dimpulkan bahwa kualitas biodiesel yang dihasilkan masih rendah. 2. Nilai kalor pembakaran yang dihasilkan bom kalorimeter (9050 kal/g ) berbeda dengan nilai kalor pembentukan yang dihasilkan dengan menggunakan program HyperChem (9207,11kal/g ). Perbedaan ini disebabkan oleh bentuk senyawa penyusunya. Kalor pembentukan yang dihitung menggunakan program hyperChem, senyawa penyusun yang dihitung adalah hanya metil ester, sedangkan kalor pembakaran yang dihitung menggunakan bom kalorimeter, senyawa penyusun yang dihitung adalah metil ester, trigliserida, metanol dll. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh reaksi transesterifikasi asam dan basa serta optimisasi waktu reaksi dan suhu reaksi yang digunakan agar mengetahui perbandingan biodiesel yang dihasilkan. Sealin itu pula agar digunakan katalis heterogen digunakan dalam ppembuatan biosiesel selanjutnya. Serta untuk penentuan kalor pembentukan biodiesel minyak biji nyamplung dapat menggunakan metode Ab-Initio sebagai pembanding metode semi-empirical. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Ir. Endang Purwanti S.,MT, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan saran 2. Ayah, ibu dan kakak-adik - abib yang telah memberikan dukungan penuh selama mengerjakan Skripsi ini. 3. Drs. Hendro Juwono M.Si, yang telah berkenan memberikan bimbingan, motivasi, saran dan nasehatnasehat 4. Ratna Ediati, Ph.D, selaku dosen wali atas semua nasehat dan kemudahan dalam proses akademik 5. Lukman Atmaja, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA-ITS 6. Dra. Yulfi Zetra, MS. selaku koordinator Tugas Akhir Program S1 7. Tim BAN (Bisri Mustafa dan Ndaru C.S ) yang selalu menjadi penyemangat dan pantang menyerah dan Teman-teman angkatan 2007 Kimia ITS, HIMKA, PP Amantul Ummah serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini. Daftar Pustaka Andyna, JY Nurin, (2009), Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung (Caliphyllum Inophyllum), Program studi kimia, FMIPA, ITB, Bandung Anonim, (2007), Managemen Energi dan Krisis Listrik Nasional, Harian Kompas, 8 Oktober 2007 Boocock, D. G. B., S. K. Konar, V. Mao, C. Lee And S. Bullgan (1998). “ Fast Formation Of HighPurify Methyl Esters From Vegetable Oils,” JAOCS, 75 : 1167-1172. Bustomi, Sofyan, dkk.,(2008), Nyamplung (Calophyllum Inophy Llum L.)Sumber Energi Biofuel Yang Potensial, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta Canacki, M., And J. Van Gerpen ( 1999 ), “Biodiesel Production Via Acid Catalysis. Transesterification”, ASAE 42 : 1203 – 1210. Cardoso , Abiney L., Soraia Cristina Gonzaga Neves and Marcio J. da Silva., (2008). Esterification of Oleic Acid for Biodiesel Production Catalyzed by SnCl2: A Kinetic Investigation,. Departament of Chemistry, Federal University of Viçosa, Viçosa, Minas Gerais, Brazil Crane, Sylvie et al, (2005), Composition of fatty acids triacylglycerols and unsaponifiable matter in Calophyllum calaba L. oil from Guadeloupe, Phytochemistry, vol.66, hal.1825 – 1831
Darnoko, D. And M. Cheryan (2000), “Kinetics Of Palm Oil Transesterification In a Batch Reactor”, JAOCS. 80 (2) : 189-192. Freedman, B., E. H. Pryde And T.L. Mounts ( 1984), “Variable Affecting The Yields Of Fatty Esters From Transesterifiied Vegetable Oils”, JAOCS, 61: 1638-1643. Hardjono, A., (2000), “Teknologi Minyak Bumi”, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Jeromin, L., E. Peukert, And G. Wollman (1987 ), “Process For The Pre- Esterification Of Free Fatty Acids In Fats And Oils”, U.S. Pattent 4.698.186 Knothe, G, et al. (2005), The Biodiesel Handbook, Champaign, illnois, AOCS Press Leach, B. E. 1983. Applied Industrial Catalysis. Volume 2. New York : Academic Press Lotero, E., Liu, Y. Lopez, D.E. Suwannakarn, E. Bruce, D. E. Goodwin, D. G. (2004), “Synthesis Of
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Biodisel Via Acid Catalysis”, Journal. South Carolina. Pranowo, Harno D., (2006), Kimia Komputasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sari, Ika, (2006), “Sintesis Ester Glukosa Stearat Melalui Reaksi Interesterifikasi Dengan Metode Bebas Pelarut”, Departemen Kimia, Fakultas Mipa, IPB, Bogor Supranto (2005), “Design Of The Flow Process Diagram Of The Biodiesel Production From The Palm Oil Fatty Acid Destillate. In : Proceeding Of The World Renewable Energy Regional Congress And Exibition”. Jakarta April 17-21. Syachri, T.N., 1983. Pengaruh Perekat Terhadap Sifat BriketArang Kayu Tusam, Makalah Pelengkap dalam Siposium Pengusahaan Hutan Pinus tanggal 27 – 28 Juli 1983. Pusat penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor