TESIS
EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT
HERVINA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT
HERVINA NIM 1290761009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
HERVINA NIM 1290761009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 5 DESEMBER 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF NIP. 195012311980031015
Prof. Dr. dr. N, Adiputra, M.OH NIP. 194712111976021001 Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Tesis Ini Telah Diuji
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) Tesis ini Telah Diuji pada NIP. 195902151985102001 NIP. 194612131971071001 Tanggal 5 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Universitas Udayana, No. 4162/ UN14.4/ HK/2014 Tanggal 31 Oktober 2014
Ketua Sekretaris Anggota
: Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH : 1. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes 2. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 3. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang Maha Esa karena seijin dan berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Ekstrak Teh Hijau 3% yang Dikumur Selama Tiga Menit Lebih Meningkatkan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Dibanding Satu Manit dan Dua Menit”. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar. Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada pembimbing satu yaitu, Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, yang telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dari awal tesis ini dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH., selaku pembimbing kedua yang di dalam berbagai kesibukannya dapat menyempatkan diri untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan untuk pembuatan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PDKEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.
2.
3.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And., FAACS atas bimbingan dan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar. 4. Seluruh penguji yaitu, Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes., Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., dan Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro., atas masukan dan kritiknya kepada penulis sehinga dalam penulisannya tesis ini dapat menjadi lebih baik. 5. Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen Bagian Fisiologi yang telah mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan 6. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala Laboratorium Kimia Universitas Mahasaraswati denpasar atas ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di FKG, RSGM dan Lab. Kimia Universitas mahasaraswati Denpasar. 7. Teman-teman di FKG Universitas Mahasaraswati, khususnya Bagian Periodonsia yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh pendidikan. 8. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2012 khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan. 9. Kedua orang tua Liem Ming Lie dan Ketut Sukerti ; mertua Drs. I Wayan Sujana, MM., dan Ni Nyoman Sulasih, Amd.Keb., serta seluruh keluarga tersayang yang telah mendukung baik moril dan materiil pada saat menempuh pendidikan. 10. Kepada suami tercinta dan terkasih Drg. I Putu Indra Prihanjana, M.Kes., yang telah berkorban dan menemani semenjak awal perkuliahan, tempat menumpahkan suka dan duka, teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini 11. Putri kecil tersayangku Putu Indira Sahanjana Devi, yang selalu memberikan senyuman dan keceriannya, sehingga penulis dapat kembali bersemangat pada saat jenuh dan rasa putus asa datang, 12. Serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai terselesaikannya tesis ini. Diiringi dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada mahasiswa FKG Unmas dan Pasien RSGM FKG Unmas sebagai subjek dalam penelitian ini, karena bersedia untuk meluangkan waktu, untuk membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik untuk perbaikan kearah yang lebih baik untuk tesisi ini sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang bergerak dalam bidang kedokteran gigi.
Denpasar, Desember 2014
Penulis
ABSTRAK EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT Karies gigi merupakan demineralisasi jaringan keras gigi disebabkan oleh multifaktor. Demineralisasi terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan suasana rongga mulut yang dapat terdeteksi melalui pemeriksaan parameter saliva. Peningkatan sekresi saliva akan meningkatkan pH dan kadar bikarbonat saliva, selanjutnya diikuti dengan peningkatan kapasitas buffer saliva sehingga dapat mencegah demineralisasi gigi dan mencegah terjadinya karies gigi. Peningkatan sekresi saliva dipengaruhi oleh stimulus pada rongga mulut baik secara makanis maupun kimia. Berkumur dengan ekstrak teh hijau 3% merupakan stimulus mekanis dan kimia yang mampu meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva setelah berkumur dengan ekstrak teh hijau 3% dengan durasi berbeda-beda agar diperoleh waktu berkumur yang optimal. Rancangan penelitian eksperimental Pretest-Postest Control Group Design dilakukan, dengan besar sampel 44 orang dibagi menjadi 4 kelompok, yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Penelitian dilakukan pada mahasiswa FKG UNMAS dan pasien RSGM FKG UNMAS Denpasar penderita karies gigi. Data hasil penelitian dianalisis dengan Uji Deskriptif, untuk mengetahui rerata, simpang baku, nilai minimum dan maksimum data umur, sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. Uji Normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan uji homogenitas dengan Uji Levene untuk mengetahui distribusi keempat kelompok perlakuan. Uji efek perlakuan masing-masing kelompok sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan Uji t-paired. Uji Komparabilitas sebelum perlakuan dan analisis efek sesudah perlakuan antar kelompok menggunakan Uji One Way Anova. Uji Post Hoc dengan Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui pada kelompok mana terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) rerata peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva masing-masing kelompok sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil uji komparabilitas antar kelompok sebelum perlakuan diperoleh hasil bahwa rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva ke empat kelompok sebelum perlakuan tidak berbeda signifikan (p>0,05). Analisis efek perlakuan antar kelompok sesudah perlakuan diperoleh hasil terdapat perbedaan signifikan antara berkumur dengan ekstrak teh hijau 3% selama satu menit, dua menit dan tiga menit (p<0,05). Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dibanding satu menit dan dua menit. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan komponen aktif polifenol dalam teh hijau serta durasi berkumur selama empat menit untuk mendapat waktu berkumur yang optimal dalam meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. Kata Kunci: kumur, ekstrak teh hijau, sekresi, pH, kadar bikarbonat, dan saliva
ABSTRACT RINSING WITH 3% GREEN TEA EXTRACT FOR THREE MINUTES INCREASES THE SALIVA SECRETION, pH AND BICARBONATE LEVELS MORE THAN RINSING FOR ONE OR TWO MINUTES Dental caries is a multifactorial disease that result from the interaction between tooth and saliva (host), bacterial biofilm (agent), diet especially carbohydrates (environment) and time. Bacteria adhere to tooth surface and ferment carbohydrates causing release of acid thus demineralization of tooth surface. Carbohydrates consumtion especially between meals may lead to continuous drop of pH and not allowing enough time to return to normal thus demineralization of teeth. Saliva affects caries etiology through the rate of secretion and composition. Saliva affects the integrity of teeth by the composition of buffer system. The carbonate buffer system is the major buffer system present in saliva. Saliva secretion affected by the mechanical and chemical stimulation of the oral cavity. The increased of saliva secretion will be followed by an increased of pH and bicarbonate levels thus remineralization episode will be started. The purpose of this study was to determine the increase in secretion, pH, and bicarbonate levels of saliva after rinsing with a 3% green tea extract for one minute, two minutes and three minutes, respectively. Experimental research using Pretest-Postest Control Group Design, with 44 samples that divided in four groups, which was chosen by simple random sampling. The study was conducted in students and patients with dental caries at RSGM FKG UNMAS Denpasar. Data were analyzed by descriptive test, to analyze mean, standar deviation, score maximum and minimun. Normality test with Shapiro-Wilk test and homogenity test with Lavene’s test was using to determine the distribution of four treatment groups. The result based on Paired t-test showed there is significantly increase of saliva secretion, pH and carbonic levels between pre and post treatment in all four groups (p < 0,05). Analysis by One Way Anova test showed that the four grups before treatment are given, the saliva secretion, pH and bicarbonate levels was not significantly different (p > 0,05). Analysis by One Way Anova test showed that after the treatment was given to the four groups, the saliva secretion, pH and bicarbonate leves was significantly different (p < 0,05). Post Hoc test using LSD test showed that the increased saliva secretion, pH and carbonate leves after rinse with 3% green tea extract for 3 minutes significantly different than one minute and two minutes. It was conclude that rinse with 3% green tea extract for 3 minutes further increase saliva secretion, pH and carbonate levels than one minute and two minutes. Further research needs to be done by using the active components of green tea in order to find out the most significant active component that affects secretion, pH, and salivary bicarbonate levels. Key Words: Rinse, Green Tea Extract, Secretion, pH, Bicarbonate levels, Saliva DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................
i
LEMBAR PERSYARATAN GELAR ...................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .......................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
vi
ABSTRAK .............................................................................................
viii
ABSTRACT .............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..........................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .........................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1
Latar Belakang ....................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ...............................................................
6
1.3
Tujuan Penelitian .................................................................
6
1.3.1 Tujuan Umum ..........................................................
6
1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................
7
Manfaat Penelitian ...............................................................
7
1.4.1 Manfaat Akademik ..................................................
7
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................
8
1.4
2.1
Karies Gigi ..........................................................................
8
2.2
2.1.1 Definisi ....................................................................
8
2.2.2 Etiologi ....................................................................
8
2.2.3 Patogenesis ..............................................................
10
Saliva ...................................................................................
11
2.2.1 Definisi dan Sumber Saliva .....................................
11
2.2.2 Komposisi Saliva .....................................................
14
2.2.3 Mekanisme dan faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva ..........................................................
14
2.2.4 Fungsi Saliva ...........................................................
17
2.2.4.1 Sistem Antibakteri Saliva ..........................
17
2.2.4.2 Kapasitas Buffer Saliva .............................
18
2.2.4.3 Proses Remineralisasi Oleh Saliva ............
20
2.2.5 Metode Pengumpulan Saliva ...................................
21
2.3
Obat Kumur
....................................................................
23
2.4
Teh .......................................................................................
24
2.4.1 Klasifikasi Teh ........................................................
25
2.4.2 Komposisi Teh Hijau ...............................................
27
2.4.3 Teh Hijau Sebagai Antikariogenik ..........................
30
2.4.4 Teh Hijau yang Digunakan Dalam Penelitian .........
30
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................................
32
3.1
Kerangka Berpikir ...............................................................
32
3.2
Konsep Penelitian ................................................................
33
3.3
Hipotesis Penelitian .............................................................
34
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................
35
4.1
Rancangan Penelitian ..........................................................
35
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................
37
4.2.1 Lokasi Penelitian .....................................................
37
4.2.2 Waktu Penelitian .....................................................
37
Populasi dan Sampel ...........................................................
37
4.3.1 Populasi ...................................................................
37
4.3.2 Sampel .....................................................................
38
4.3.3 Teknik Penentuan Sampel .......................................
39
Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel .............
40
4.4.1 Variabel Penelitian ..................................................
40
4.4.2 Hubungan Antar Variabel .......................................
40
4.5
Definisi Operasional ............................................................
41
4.6
Alat dan Bahan Penelitian ...................................................
43
4.6.1 Alat Penelitian .........................................................
43
4.6.2 Bahan Penelitian ......................................................
44
4.7
Prosedur Penelitian ..............................................................
44
4.8
Protokol Penelitian ..............................................................
45
4.9
Alur Penelitian .....................................................................
54
4.10 Analisis Data .......................................................................
55
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................
57
4.3
4.4
5.1
Karakteristik Subjek Penelitian ...........................................
5.2
Analisis Deskriptif Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat
57
Saliva ................................................................................ 59 5.3
Uji Normalitas dan Homogenitas ........................................
5.4
Analisis Efek Perlakuan Terhadap Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan ............
61
62
5.4.1 Analisis Efek Perlakuan Terhadap Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan .............................
62
5.4.2 Analisis Efek Perlakuan Terhadap pH Saliva .........
63
5.4.3 Analisis Efek Perlakuan Terhadap Kadar Bikarbonat Saliva ....................................................................... 5.5
64
Analisis Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok ............................................................................
65
5.5.1 Uji Komparabilitas dan Analisis Efek Perlakuan Antar Kelompok Terhadap Sekresi Saliva .........................
65
5.5.2 Uji Komparabilitas pH Saliva dan Analisis Efek Perlakuan .................................................................
68
5.5.3 Uji Komparabilitas Kadar Bikarbonat Saliva dan Analisis Efek Perlakuan ..........................................
71
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................
75
6.1
Subjek Penelitian .................................................................
6.2
Peningkatan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan .........................................
75
78
6.2.1 Peningkatan Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan .................................................................
78
6.2.2 Peningkatan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan .................................................................
80
6.2.3 Peningkatan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan ................................................... 6.3
Perbandingan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok Sebelum Perlakuan ............................................
6.4
81
83
Perbandingan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok Sesudah Perlakuan .............................................
84
Kelemahan Penelitian ...........................................................
89
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................
90
6.5
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
91
LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................
95
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1
Empat Faktor Penyebab Karies ....................................................
9
2.2
Penurunan pH Plak Setelah Berkumur Glukosa ...........................
10
2.3
Kelenjar Saliva...............................................................................
13
2.4
Tanaman Teh (Camellia sinensis) ................................................
24
2.5
Struktur Kimia Catechin: EGCG, EGC, ECG, EGC .....................
29
3.1
Konsep Penelitian .........................................................................
33
4.1
Rancangan Penelitian ....................................................................
35
4.2
Hubungan Antar Variabel .............................................................
40
4.3
Alur Penelitian ..............................................................................
54
5.2
Gambaran Rerata Peningkatan Sekresi Saliva .............................
79
5.3
Kontrol Sekresi Saliva Pada Pusat Saliva .....................................
80
5.4
Gambaran Rerata Peningkatan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan
6.5
..................................................................................
Rerata Peningkatan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan
................................................................................ 82
81
6.6
Penjalaran Sinyal Menuju Sistem Saraf dan Pengaturan Sekresi Saliva
..................................................................................
88
DAFTAR TABEL Halaman 26
2.1
Klasifikasi Teh dan Kandungan Polifenol ....................................
5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data Umur Antar Kelompok ................
57
5.2
Hasil Uji Normalitas Data Umur Antar Kelompok ......................
58
5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Umur Subjek Penelitian .................
59
5.4
Perbedaan Rerata Umur Subjek Penelitian Antar Kelompok .......
59
5.5
Hasil Analisis Deskriptif Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (pre) dan Sesudah (post) Perlakuan .....................
5.6
Hasil Uji Normalitas Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (pre) dan Sesudah (post) Perlakuan ..
5.7
62
Perbedaan Rerata Sekresi Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan ......................................................................................
5.9
61
Hasil Uji Homogenitas Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (pre) dan Sesudah (post) Perlakuan .....................
5.8
60
63
Perbedaan Rerata pH Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan ......................................................................................
63
5.10 Perbedaan Rerata Kadar Bikarbonat Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan .................................................................
64
5.11 Uji Komparabilitas Sekresi Saliva Sebelum Perlakuan ................
65
5.12 Analisis Rerata Sekresi Saliva Sesudah Perlakuan .......................
66
5.13 Beda Nyata Terkecil Sekresi Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok ....................................................................
66
5.14 Uji Komparabilitas pH Saliva Sebelum Perlakuan .......................
68
5.15 Analisis Rerata pH Saliva Sesudah Perlakuan .............................
69
5.16 Beda Nyata Terkecil pH Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok .....................................................................
69
5.17 Uji Komparabilitas Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum Perlakuan
71
5.18 Analisis Rerata Kadar Bikarbonat Saliva Sesudah Perlakuan ......
72
5.19 Beda Nyata Terkecil pH Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok .................................................................... DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Riskesda
: Riset Kesehatan Dasar
D
: Decay
M
: Missing
F
: Filling
DMF-T
: Decay Missing Filling –Tooth
WHO
: World Health Organization
pH
: Potential of Hydrogen
dkk
: dan kawan-kawan
EGCG
: Epigallocatechin-3-gallate
EGC
: Epigallocatechin
ECG
: Epicatechin-3-gallate
EC
: Epicatechin
ml
: mililiter
72
IgA
: Immunoglobulin A
IgG
: Immunoglobulin G
HCO3-
: Bikarbonat
CO2
: Karbondioksida
H2O
: Hidrogendioksida
H2CO3
: Asam karbonat
H+
: Hidrogen
Mmol/L
: milimol per liter
HPO42-
: Hidrogen Fosfat
H2PO4-
: Dihidrogen Fosfat
Ca2+
: Kalsium
ppm
: part per milion
DNA
: Deoxyribose Nucleic Acid
Mg
: Magnesium
Cr
: Krom
Mn
: Mangan
Fe
: Ferum
Cu
: Cuprum
Zn
: Seng
Mo
: Molibden
Se
: Selenium
Na
: Natrium
P
: Fosfor
Co
: Kobalt
Sr
: Stronsium
Ni
: Nikel
K
: Kalium
F
: Fluor
Al
: Aluminium
RSGM
: Rumah Sakit Gigi dan Mulut
FKG UNMAS : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar n
: Jumlah Sampel
Th
: Tahun
SB
: Simpang Baku
Maks
: Nilai Maksimum
Min
: Nilai Minimum
p
: Nilai Kemaknaan
LAMBANG %
: persen
≤
: kurang atau sama dengan
0
: derajad celsius
C
α
: alfa
β
: beta
(+)
: positif
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Keterangan Laik Etik .......................................................
95
Lampiran 2. Penjelasan yang Disampaikan Kepada Penderita Sebelum Menandatangani Formulir Persetujuan Ikiu Serta Dalam Penelitian ...............................................................
96
Lampiran 3. Informed Comsent ............................................................
100
Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Teh Hijau .............................
101
Lampiran 5. Tabulasi Data Hasil Penelitian ...........................................
102
Lampiran 6. Dokumentasi Hasil Penelitian ............................................
104
Lampiran 7. Hasil Perhitungan SPSS Data Hasil Penelitian .................
107
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut yang tidak mendapat perhatian dengan baik akan menimbulkan kerusakan gigi, salah satunya adalah karies gigi. Karies gigi merupakan permasalahan yang sering dijumpai di rongga mulut. Karies gigi menjadi permasalahan tinggi dan paling umum di negara berkembang. Hampir seluruh penduduk di dunia pernah mengalami karies, dengan tingkat keparahan yang berbedabeda. Karies gigi yang tidak ditangani dengan baik dapat menurunkan produktifitas dan menjadi sumber infeksi lokal maupun sistemik. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) 2007, prevalensi karies gigi di Indonesia sebesar 46,5%, dengan pengalaman karies sebesar 72,1%. Prevalensi karies gigi di Provinsi Bali sebesar 37,6%, dengan pengalaman karies sebesar 68,2%. Indeks pengalaman karies (DMF-T) menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang dialami seseorang baik berupa decay/D (gigi karies atau gigi berlubang), missing/M (gigi dicabut oleh karena karies), dan filling /F (gigi yang ditambal). Indeks DMF-T secara nasional adalah sebesar 4,85, sedangkan indeks DMF-T Provinsi Bali sebesar 4,73, menunjukkan rata-rata pengalaman karies penduduk Indonesia dan penduduk Provinsi Bali lima buah gigi per orang (Anonim, 2008). Indeks DMF-T penduduk Indonesia masih tinggi, dimana menurut WHO indeks DMF-T yang masih dapat ditoleransi adalah ≤ 3, artinya jumlah gigi berlubang (D), dicabut karena karies (M),
1
dan gigi dengan tambalan yang baik (F), tidak lebih atau sama dengan tiga gigi per orang (Notohartojo dan Magdarina, 2013). Karies gigi merupakan demineralisasi jaringan keras gigi yang terjadi secara multifaktor. Multifaktor penyebab karies antara lain interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal dalam rongga mulut (agent), makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis (environment), serta dalam jangka waktu lama (time). Asam yang terbentuk pada proses glikolisis dapat menurunkan pH saliva, pH plak, dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi. Demineralisasi terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan suasana rongga mulut yang dapat terdeteksi melalui pemeriksaan parameter saliva (Suryadinata, 2012). Peran saliva dalam rongga mulut sangatlah penting, tidak hanya dalam proses terjadinya karies namun juga dalam proses remineralisasi gigi. Sekresi saliva yang memadai dan keseimbangan komposisi saliva sangat penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. Saliva melumasi dan mempertahankan rongga mulut dari iritasi faktor mekanis, termal dan kimia. Aliran saliva memiliki peran sebagai pembersih rongga mulut dapat mengangkat gula, asam dan bakteri. Kandungan elektrolit saliva, kalsium, fosfat dan fluoride berperan dalam proses remineralisasi gigi. Kadar bikarbonat, fosfat dan urea pada saliva berfungsi dalam mempertahankan kapasitas buffer rongga mulut (Gopinath dan Arzreanne, 2006; Hurlbutt dkk., 2010). Kapasitas buffer saliva merupakan mekanisme pertahanan saliva terhadap asam. Kapasitas buffer saliva terutama ditentukan oleh kandungan bikarbonat,
sedangkan fosfat, protein, amonia, dan urea merupakan faktor tambahan pada kapasitas buffer saliva. Kapasitas buffer saliva ditentukan oleh 85% konsentrasi bikarbonat, 14% konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein saliva. Bikarbonat merupakan komponen organik utama dalam saliva yang mempengaruhi peningkatan pH saliva (Suryadinata, 2012; Shetty dkk., 2013). Peningkatan aliran saliva akan mempengaruhi pH dan kadar bikarbonat saliva. Semakin banyak aliran saliva maka pH dan kadar bikarbonat saliva meningkat sehingga kapasitas buffer saliva akan meningkat (Kaur dan Shah, 2012). Kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh banyaknya sekresi dan aliran saliva. Kapasitas buffer saliva akan efektif dalam kondisi rongga mulut yang terstimulasi dimana dalam keadaan terstimulasi, sekresi dan aliran saliva akan meningkat. Salah satu mekanisme sekresi saliva merupakan kegiatan refleks tidak bersyaraf yang stimulasinya berasal dari rongga mulut. Stimulus tersebut terdiri dari stimulus mekanik dan kimiawi (Miletic dan Baraba, 2011). Stimulasi mekanik dalam bentuk kegiatan pada rongga mulut meliputi berbicara, mengunyah, dan berkumur, sedangkan stimulus kimiawi dalam bentuk kesan pengecapan (Indriana, 2011). Berkumur merupakan salah satu cara kontrol plak secara mekanis, selain menyikat gigi dan menggunakan dental floss. Penggunaan obat kumur dalam menjaga kesehatan rongga mulut telah banyak digunakan. Bahan aktif yang terkandung pada obat kumur bermanfaat dalam menjaga kesehatan gigi dan gusi. Banyak penelitian melaporkan efek berkumur dalam mencegah pembentukkan plak serta mencegah terjadinya karies dan gingivitis (Kukreja dan Dodwad, 2012).
Saat ini telah banyak berkembang penggunaan bahan alami sebagai bahan aktif obat kumur. Produk herbal obat kumur dinyatakan banyak memiliki efek farmakologi sebagai antiinflamasi, antimikroba, dan antikariogenik. Obat kumur herbal memiliki banyak keuntungan dibanding produk kimia. Obat kumur herbal mudah disiapkan di rumah serta aman digunakan sehari-hari karena mengandung bahan alami (Kukreja dan Dodwad, 2012). Teh hijau merupakan suatu produk herbal yang memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan memiliki efek antibakteri. Teh hijau relatif murah, banyak beredar di Indonesia, mudah ditemukan dan penyajiannya mudah. Teh hijau memiliki efek antibakteri dan antikariogenik yang dapat menurunkan keasaman saliva dan plak sehingga efektif dalam mencegah karies (Permatasari dkk., 2013). Teh hijau mengandung polifenol yang terdiri dari tanin dan flavonoid. Flavonoid utama yang terkandung dalam teh hijau adalah catechin. Empat kandungan utama catechin antara lain epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechin-3gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Catechin memiliki kemampuan meningkatkan pH saliva dan menghambat pertumbuhan bakteri (Awadalla dkk., 2011). Tanin yang merupakan subkelas polifenol menyebabkan rasa pahit dan sepat pada teh hijau sehingga merangsang sistem saraf sentral untuk meningkatkan laju aliran saliva yang berdampak pada peningkatan pH saliva dan kadar bikarbonat saliva (Permatasari dkk., 2013). Awadalla dkk. (2011), melaporkan penggunaan 10 ml ekstrak teh hijau 2% yang dikumur selama lima menit meningkatkan pH saliva, sedangkan penelitian
lainnya yang menggunakan konsentrasi 2% dikumur selama dua menit tidak menunjukkan efek antikariogenik. Penelitian mengenai obat kumur teh hijau dalam berbagai konsentrasi telah dilakukan dan menunjukkan hasil semakin meningkat konsentrasi yang digunakan maka semakin signifikan dalam meningkatkan pH saliva (Permatasari dkk., 2013). Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei – Juli 2014 diperoleh hasil berkumur dengan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit memiliki rerata peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva lebih tinggi dibandingkan dengan berkumur 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama satu menit dan dua menit pada penderita karies gigi (Hervina, 2014). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti menggunakan ekstrak teh hijau dengan konsentrasi lebih tinggi untuk mendapatkan durasi waktu berkumur lebih singkat. Tujuannya adalah dengan konsentrasi lebih tinggi dan durasi berkumur lebih singkat akan didapatkan hasil lebih baik atau sama dengan konsentrasi 2% yang dikumur selama lima menit. Durasi berkumur yang lebih singkat karena mempertimbangkan durasi berkumur pada umumnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah selama 30 detik sampai satu menit, sesuai yang tercantum dalam brosur obat kumur yang dijual di pasaran. Durasi berkumur mendekati waktu berkumur yang digunakan pada umumnya, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ekstrak teh hijau sebagai obat kumur di masyarakat. Pada penelitian ini peneliti menggunakan ekstrak teh hijau konsentrasi 3% yang dikumur selama satu menit, dua menit dan tiga menit untuk mendapatkan durasi
berkumur yang paling optimal dalam meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva, sehingga kapasitas buffer saliva akan meningkat dan dapat mencegah terjadinya karies gigi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama satu menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva? 2. Apakah ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama dua menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva? 3. Apakah ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit meningkatkan sekresi, pH, dan kadar bikarbonat saliva? 4. Apakah ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dibanding satu menit dan dua menit?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk membandingkan pemberian ekstrak teh hijau yang dikumur dengan durasi berbeda terhadap peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama satu menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 2. Untuk membuktikan ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama dua menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 3. Untuk membuktikan ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva 4. Untuk membuktikan ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dibanding satu menit dan dua menit.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik: Dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai ekstrak teh hijau terhadap peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva, serta dapat dijadikan acuan penelitian lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis : Dapat menambah wawasan bagi masyarakat mengenai manfaat teh hijau yang biasanya digunakan sebagai minuman juga dapat memiliki manfaat bagi kesehatan gigi dan dapat mencegah terjadinya karies gigi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karies Gigi 2.1.1 Definisi Karies gigi merupakan kerusakan gigi yang terjadi secara progresif akibat melekatnya karbohidrat pada permukaan gigi menyebabkan aktifnya metabolisme bakteri kariogenik dalam plak. Asam organik yang dibentuk dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri menyebabkan hilangnya mineral gigi sehingga menyebabkan demineralisasi gigi, membentuk kavitas dan hancurnya jaringan keras gigi (Kidd dan Bechal, 1992). 2.1.2 Etiologi Karies gigi disebabkan oleh multifaktorial meliputi empat faktor utama yaitu dental plak, karbohidrat (gula), permukaan gigi dan kondisi saliva yang mendukung, serta waktu yang lama. Empat faktor ini bekerja bersama melalui suatu mekanisme menyebabkan terjadinya demineralisasi gigi. Bakteri dalam plak gigi memiliki kemampuan fermentasi karbohidrat seperti gula, sukrosa dan glukosa membentuk asam yang menyebabkan penurunan pH plak. Demineralisasi akan terjadi apabila ke empat faktor tersebut saling mendukung (Kidd dkk., 2003).
Peranan bakteri dan faktor makanan sebagai penyebab terjadinya karies telah diteliti secara ilmiah sejak 120 tahun lalu. Konsumsi gula (dalam hal ini sukrosa) berlebih
merupakan
penyebab
utama,
dan
bakteri
Streptococcus
mutans
memfermentasi gula menjadi asam laktat yang dapat menyebabkan terjadinya 8 demineralisasi email gigi (Bradshaw dkk., 2013). Salah satu makanan yang mengandung karbohidrat adalah roti. Roti merupakan makanan yang paling sering dikonsumsi di antara waktu makan sangat berpotensi menurunkan pH plak. Penelitian mengenai jenis-jenis roti terhadap perubahan pH plak telah sering dilakukan. Penuruan pH plak setelah mengkonsumsi roti tawar lebih kecil dibandingkan setelah mengkonsumsi roti lainnya. Roti tawar dikatakan lebih aman dikonsumsi dibandingkan jenis roti olahan modern (Mortazavi dan Noin, 2011). Penggunaan roti tawar dalam penelitian ini adalah untuk memicu terjadinya penurunan pH saliva. Roti tawar digunakan karena tidak memiliki rasa sehingga tidak merangsang sekresi saliva oleh faktor kimia. Roti tawar mudah dikunyah dan mudah dibersihkan dalam rongga mulut.
Gambar 2.1 Empat Faktor Penyebab Karies (Kidd dkk., 2003). Penurunan pH plak akibat pembentukan asam mencapai dibawah lima dalam waktu satu sampai tiga menit setelah pemaparan substrat (karbohidrat). Kondisi pH plak akan menjadi asam dalam beberapa saat, kemudian akan meningkat dalam waktu 15 menit dan untuk kembali normal menjadi tujuh diperlukan waktu 30-60 menit. Perubahan pH plak ini dapat dilihat pada “Kurva Stephan” menunjukkan perubahan pH plak setelah berkumur dengan glukosa (Kidd dkk., 2003).
Gambar 2.2 pH Plak Setelah Berkumur Glukosa (Kidd dkk., 2003). 2.1.3 Patogenesis Pada keadaan normal terjadi pertukaran ion-ion antara permukaan gigi dan lapisan biologis yang menutupinya (pelikel/plak/saliva) setiap setelah konsumsi makanan dan minuman. Proses demineralisasi dapat dikembalikan melalui ion-ion kalsium dan fosfat yang terdapat dalam saliva. Demineralisasi yang terjadi melebihi kemampuan remineralisasi tubuh dapat menyebabkan hilangnya sejumlah mineral
pada email maupun dentin sehingga terjadi karies gigi. Kegagalan dalam mencegah dan menggantikan mineral yang hilang akibat proses demineralisasi menyebabkan terbentuknya kavitas pada permukaan gigi (Kidd dkk., 2003). Setelah terjadi proses demineralisasi gigi, perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh kemampuan remineralisasi. Kemampuan remineralisasi yang cukup kuat dapat menghentikan proses demineralisasi. Proses remineralisasi yang lambat akan menimbulkan proses kronis terjadinya karies gigi. Apabila proses remineralisasi tidak terjadi maka akan berkembang rampan karies atau bahkan terjadi erosi (Kidd dkk., 2003).
2.2 Saliva 2.2.1 Definisi dan Sumber Saliva Saliva merupakan sekresi eksokrin kelenjar liur ke dalam rongga mulut yang membasahi gigi dan mukosa mulut. Saliva dalam rongga mulut bisa berada dalam keadaan tidak terstimulasi atau dalam keadaan terstimulasi. Saliva tidak terstimulasi merupakan saliva yang disekresikan ke dalam rongga mulut tanpa adanya rangsangan luar, sedangkan saliva terstimulasi merupakan saliva yang disekresikan karena adanya respon terhadap rangsangan luar seperti rangsang mekanik dan kimia. Jumlah keseluruhan saliva dalam rongga mulut merupakan gabungan cairan dari kelenjar liur, gingival fold, transudat mukosa mulut, cairan mukus rongga hidung dan faring, bakteri mulut, sisa makanan, epitel deskuamasi, sel darah, serta bahan kimia obat (Almeida dkk., 2008).
Saliva disekresikan oleh tiga pasang kelenjar liur mayor, kelenjar liur minor, dan cairan sulkus gingiva. Kelenjar liur mayor terdiri dari kelenjar parotis, submandibula dan sublingual, sedangkan kelenjar liur minor tersebar pada mukosa rongga mulut terdiri dari kelenjar bukal, labial, palatal, lingual dan glossopalatinal. Ketiga kelenjar liur mayor menghasilkan jumlah dan tipe saliva yang bervariasi. Pada keadaan tidak terstimulasi, kelenjar parotis menghasilkan 25% dari total volume saliva, sedangkan kelenjar submandibula memberi kontribusi 60%, sublingual 7-8% dan kelenjar liur minor sebesar 7-8%. Pada keadaan terstimulasi, kelenjar parotis memberi kontribusi terbesar yaitu sekitar 50% dari total saliva. Tipe saliva yang dihasilkan kelenjar parotis adalah serus atau lebih cair sedangkan kelenjar submandibula dan sublingual menghasilkan sekresi mukus atau lebih kental dari sekresi kelenjar parotis (Macpherson, 2013). Letak dari masing-masing kelenjar saliva mayor dan minorsaliva serta tipe sekresinya adalah sebagai berikut (Macpherson, 2013): 1. Kelenjar Parotis Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar terletak di depan telinga belakang ramus mandibula. Saluran keluar dari kelenjar parotis melewati permukaan luar muskulus maseter dan tampak pada rongga mulut berupa papila kecil terletak berseberangan dengan molar kedua rahang atas, menghasilkan sekresi serus. 2. Kelenjar Submandibula
Kelenjar submandibula besarnya sekitar setengah dari ukuran kelenjar parotis. Posisinya berada di antara body mandibuda dan muskulus myohyloid (pada dasar mulut). Saluran keluar kelenjar submandibula muncul dari bagian posterior kelenjar menuju dasar mulut di bawah anterior lidah pada ujung papila sublingual dan tampak pada sebelah lateral frenulum lingual. Sekresi kelenjar ini merupakan campuran dari serus dan mukus. 3. Kelenjar Sublingual Kelenjar sublingual merupakan kelenjar paling kecil di antara ketiga kelenjar liur mayor, ukurannya sekitar seperlima dari kelenjar submandibula. Kelenjar ini terletak pada dasar mulut di bawah sublingual fold dari membran mukus. Sekitar 8-20 saluran keluar kelenjar ini pada rongga mulut melewati ridge dari sublingual fold atau dapat menyatu pada saluran keluar kelenjar submandibula. Sekresi utama kelenjar ini adalah mukus. 4. Kelenjar Liur Minor Kelenjar liur minor terdiri dari kelenjar bukal, labial, palatal, glossopalatinal, dan lingual. Kelenjar bukal dan labial menghasilkan sekresi serus dan mukus, kelenjar palatal dan glossopalatinal menghasilkan sekresi mukus, kelenjar lingual juga menghasilkan sekresi mukus keculai kelenjar Von Ebner pada posterior dorsum lidah menghasilkan sekresi serus.
Gambar 2.3 Kelenjar Saliva (Jarvis, 2011).
2.2.2 Komposisi Saliva Kandungan saliva terbesar terdiri dari air sebesar 99,5%, sisanya sekitar 0,5% terdiri dari bahan-bahan organik, anorganik, unsur elektrolit, komponen antibakteri, mukus dan enzim. Komposisi saliva ini bervariasi setiap individu tergantung dari makanan yang dikonsumsi, kelenjar yang menghasilkannya, jenis dan lama rangsangan, kecepatan aliran saliva, ritme biologi, obat-obatan dan beberapa penyakit tertentu yang mempengaruhi saliva (Macpherson, 2013). Kandungan organik saliva terdiri dari albumin, asam amino, amonia, amilase, glukosa, laktat, laktoferin, lipid, lisosim, mucin MUC5B dan MUC7, protein, sekretori imunoglobulin A, statherin dan urea. Kandungan anorganik saliva terdiri dari bikarbonat, kalsium, klorida, fluorida, iodide, magnesium, fosfat, potasium, sodium dan tiosianat (Macpherson, 2013). 2.2.3 Mekanisme dan Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva Sekresi saliva dalam keadaan tidak terstimulasi dipengaruhi oleh waktu dalam satu hari. Sekresi saliva dalam keadaan tidak terstimulasi menurun selama tidur dan
kembali meningkat pada saat bangun (Walsh, 2007). Rata-rata aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar 0,3-0,4 ml/menit, dan dalam keadaan terstimulasi sekitar 1,5-2,0 ml/menit. Orang dewasa menghasilkan saliva sekitar 0,5-0,6 liter perhari (Macpherson, 2013). Menurut Sherwood (2009), rata-rata 1- 2 liter saliva disekresikan setiap hari, berkisar dari laju aliran tidak terstimulasi sebesar 0,5 ml/ menit hingga laju aliran maksimal dalam keadaan terstimulasi sebesar 5 ml/menit. Sekresi saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sering disebut sebagai sekresi basal yang berfungsi untuk menjaga mulut dan tenggorokan agar selalu basah. Selain sekresi terus menerus tingkat rendah ini, sekresi saliva dapat ditingkatkan oleh dua jenis reflek saliva yaitu reflek saliva sederhana dan terkondisi. Reflek saliva sederhana terjadi ketika kemoreseptor dan reseptor tekan dalam rongga mulut merespon adanya benda atau makanan dalam rongga mulut. Reseptor-reseptor ini kemudian menghasilkan impuls serat-serat saraf aferen membawa informasi ke pusat saliva, yang terletak di medula batang otak. Pusat saliva selanjutnya mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva (Sherwood, 2009). Guyton dan Hall (2007), menyebut pusat saliva dengan nukleus salivatorius. Pada reflek saliva terkondisi, salivasi terjadi tanpa adanya stimulasi oral, melainkan melalui pikiran, penglihatan, penciuman dan pendengaran dapat memicu salivasi melalui reflek ini. Sinyal yang berasal dari luar mulut bekerja melalui korteks serebri untuk merangsang pusat saliva di medula batang otak (Sherwood, 2009).
Pusat saliva mengontrol derajat sekresi saliva melalui saraf otonom yang mensarafi kelenjar saliva. Respon simpatis dan parasimpatis di kelenjar liur bekerja tidak antagonis, baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis meningkatkan sekresi saliva tetapi
jumlah, karakteristik, dan mekanismenya
berbeda. Stimulasi
parasimpatis memiliki efek dominan dalam sekresi saliva, menghasilkan sekresi saliva secara segera, banyak, encer dan kaya enzim. Stimulasi simpatis sebaliknya menghasilkan saliva dengan volume terbatas, kental dan kaya mukus. Stimulasi simpatis menghasilkan lebih sedikit saliva, maka mulut akan terasa kering pada kondisi dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stres (Sherwood, 2009). Sekresi dan kecepatan aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain derajat hidrasi, posisi tubuh, pemaparan terhadap cahaya, stimulasi sebelumnya, ritme biologis, dan obat-obatan. Umur, berat badan, kondisi fisik, dan stimulasi fungsional juga sedikit mempengaruhi sekresi dan kecepatan aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi. Sekresi saliva dalam keadaan terstimulasi akan meningkat dipengaruhi oleh asal stimulus (pengunyahan atau pencernaan), jenis stimulus (mekanis atau kimia), reflek muntah, merokok, ukuran kelenjar saliva, indra penciuman dan pengecapan, asupan makanan, jenis kelamin. Pria memiliki sekresi saliva lebih banyak daripada wanita karena kelenjar saliva pria lebih besar daripada wanita (Rantonen, 2003). Beberapa jenis hormon juga mempengaruhi sekresi saliva seperti antidiuretik hormon dan hormon seksual. Antidiuretik hormon mempengaruhi langsung duktus
acinar kelenjar saliva dalam mensekresikan saliva. Antidiuretik hormon yang meningkatkan rearbsorpsi air di tubulus distal ginjal, juga memiliki efek serupa pada duktus kelenjar saliva. Mekanisme menahan air (water-saving) oleh antidiuretik hormon menyebabkan derajat hidrasi tubuh meningkat sehingga mempengaruhi sekresi saliva saat tidak terstimulasi. Dehidrasi tubuh akan menurunkan sekresi saliva dan meningkatkan viskositas saliva sehingga akan menimbulkan sensasi rasa haus. Rasa haus merupakan reaksi untuk menyeimbangkan cairan tubuh. Hormon seksual pada wanita dapat meningkatkan sekresi saliva, hal tersebut menyebabkan peningkatan sekresi saliva selama kehamilan dan menurun pada saat menopause. Hormon seksual pria testosteron juga meningkatkan sekresi saliva (Walsh, 2007). 2.2.4 Fungsi Saliva Saliva dalam rongga mulut selain berfungsi dalam pengunyahan dan pencernaan, juga memiliki aksi pelindung dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Saliva melindungi jaringan dalam rongga mulut melalui aksi pembersihan secara mekanis, melapisi setiap jaringan rongga mulut, kapasitas buffer, pembentuk pelikel dan melalui aktivitas antibakteri. Fungsi saliva berkaitan dengan komponen yang terkandung dalam saliva. Komponen organik dan anorganik saliva memegang peranan penting berhubungan dengan fungsi saliva sebagai faktor host dalam pertahanan terhadap karies dan remineralisasi gigi (Lumikari dan Loimaranta, 2000). Fungsi saliva yang berkaitan dengan pertahan terhadap karies antara lain sistem antibakteri saliva, kapasitas buffer saliva, remineralisasi, dan pembersih dari substrat dan asam (Walsh, 2007).
2.2.4.1 Sistem Antibakteri Saliva Saliva
mengandung
berbagai
jenis
agen
antimikroba
spesifik.
Immunoglobulin A (IgA) merupakan komponen protein saliva yang memiliki kemampuan mengikat bakteri dan mencegah perlekatan bakteri. IgG dan immunoglobulin lainnya yang berasal dari cairan sulkus juga terdapat dalam saliva namun memiliki aksi yang sangat minimal dalam antibakteri. Enzim amilase dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri rongga mulut. Lisosim memecah peptidoglikan dinding sel bakteri grampositif termasuk Sterptococcus mutans. Laktoperoksidase mengkatalasi oksidasi dari tiosianat dengan hidrogen peroksida menjadi hipotiosianat yang merupakan molekul toksik yang dapat menonaktifkan enzim
bakteri.
Histatin
menghambat
pertumbuhan
Candida
albican
dan
Streptococcus mutans. Laktoferim mengikat ion ferric dan menghambat bakteri mendapatkan nutrisi dari zat besi. Apolaktoferin juga memiliki kemampuan dalam menghambat mikroorganisme termasuk streptococcus mutans (Walsh, 2007). 2.2.4.2 Kapasitas Buffer Saliva Kapasitas buffer saliva memegang peranan yang sangat penting dalam mempertahankan pH saliva dan plak. Pada kondisi normal tanpa stimulasi, pH saliva berada di antara 6,7-7,4 (Walsh, 2007). pH kritis saliva yang dapat mempengaruhi keseimbangan mineral saliva berkisar antara 5,5 sampai 6,5. Kondisi pH saliva dalam kondisi kritis dapat menyebabkan demineralisasi email gigi (Miletic dan Baraba, 2011).
Kapasitas buffer saliva dalam keadaan tidak terstimulasi maupun terstimulasi melibatkan tiga komponen besar sistem buffer yaitu sistem bikarbonat, fosfat, dan protein. Sistem bikarbonat (HCO3-) memegang peranan paling penting dalam kapasitas buffer saliva. Konsentrasi bikarbonat pada saliva tidak terstimulasi paling tinggi mencapai 50% dari kapasitas buffer total, sedangkan dalam keadaan terstimulasi konsentrasi bikarbonat mencapai 85% dari keseluruhan kapasitas buffer saliva (Rantonen, 2003; Walsh, 2007). Kesetimbangan kimia sistem bikarbonat ini sangat rumit mengingat adanya gas karbondioksida yang dilebur dalam saliva. Peningkatan konsentrasi
asam
karbonat akan menyebabkan lebih banyak karbondioksida yang dilepas dalam saliva. Kesetimbangan kimia sistem bikarbonat adalah sebagai berikut (Rantonen, 2003): CO2 + H2O H2CO3 HCO3- + H+ Konsentrasi kadar bikarbonat pada saliva saat tidak terstimulasi sebesar 1mmol/L, dan jumlah ini meningkat menjadi 50 mmol/L pada keadaan terstimulasi. Peningkatan kadar bikarbonat dalam saliva akan diikuti peningkatan pH dan kapasitas buffer saliva. Peningkatan kadar bikarbonat saliva selain meningkatkan pH dan kapasitas buffer saliva, juga dapat memfasilitasi terjadinya remineralisasi serta menghambat pertumbuhan dan pembentukan asam oleh bakteri kariogenik (Walsh, 2007). Sistem buffer yang kedua adalah sistem fosfat, yang memberi kontribusi pada kapasitas buffer disaat sekresi saliva sedikit. Mekanisme sistem fosfat dalam kapasitas buffer adalah dengan kemampuan ion fosfat yang kedua (HPO42-) mengikat
ion hidrogen menjadi H2PO4-. Sistem buffer ketiga adalah sistem protein. Konsentrasi protein dalam saliva sangat sedikit sehingga protein memberi peran kecil terhadap kapasitas buffer saliva. Kandungan protein di dalam saliva hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer saliva yaitu melalui peptida dalam bentuk sialin membantu pembentukan amina dengan memecah protein saliva dan bakteri rongga mulut. Amina berfungsi sebagai pembentuk suasana basa dari saliva. Urea pada saliva juga dapat dipecah menjadi amonia yang memberi suasana basa saliva (Walsh, 2007). 2.2.4.3 Proses Remineralisasi Oleh Saliva Saliva mengontrol keseimbangan mineral dalam rongga mulut baik pembentukan maupun pelepasannya. Kemampuan proteksi saliva seperti aliran saliva sebagai pembersih, kapasitas buffer dan derajat saturasi yang mempengaruhi mineral akan meningkat dalam keadaan terstimulasi. Kemampuan proteksi oleh saliva ini akan berfungsi maksimal setelah konsumsi karbohidrat, dimana akan terjadi penurunan pH plak yang menyebabkan terjadinya demineralisasi. Pada keadaan ini kemampuan saliva dalam remineralisasi akan meningkat (Walsh, 2007). Saliva memiliki kemampuan proteksi secara statis yang terjadi terus menerus dan secara dinamis pada saat adanya serangan asam hasil fermentasi karbohidrat. Kapasitas buffer dan kemampuan pembersih substrat asam merupakan kemampuan proteksi dinamis saliva dalam mencegah terjadinya demineralisasi. Dibandingkan efek pembersih dari substrat asam, kapasitas buffer saliva merupakan kemampuan proteksi saliva yang lebih penting dalam proses remineralisasi gigi. Kondisi
remineralisasi dapat dicapai baik melalui kemampuan buffer maupun melalui ion kalsium (Ca2+) dan fosfat (HPO43- ) yang tedapat dalam saliva (Walsh, 2007). Komponen mineral pada saliva meningkatkan remineralisasi dan menghambat demineralisasi gigi adalah fluoride. Fluoride bisa didapatkan dari makanan atau minuman, pasta gigi maupun bahan kedokteran gigi. Kadar fluoride di atas 40 ppm dapat menghambat proses glikolisis fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam plak (Walsh, 2007). 2.2.5 Metode Pengumpulan Saliva Metode pengumpulan saliva untuk pemeriksaan parameter saliva dapat dilakukan dengan empat metode yaitu draining, spitting, suction dan swab. Prosedur untuk ke empat metode tersebut selama pengumpulan saliva posisi kepala menghadap ke depan, mata terbuka, gerakan dikontrol seminimal mungkin, dan selama prosedur berlangsung tidak diperkenankan melakukan gerakan penelanan (Tumilasci dkk., 2006). Cara pengumpulan saliva masing-masing metode pengumpulan saliva adalah sebagai berikut: 1.
Metode Draining Subyek diinstruksikan untuk menelan sisa salivanya sebelum pengumpulan saliva dimulai. Pada saat pengumpulan saliva dimulai, subyek diinstruksikan untuk mencucurkan salivanya melewati bibir ke dalam test tube melalui corong yang telah diletakkan di samping bibir. Pada akhir pengumpulan saliva, subyek
diinstruksikan untuk mengumpulkan saliva nya kemudian diludahkan (Tumilasci dkk., 2006). 2.
Metode Spitting Pada metode spitting, cara pengumpulan saliva hampir sama dengan metode draining hanya saja pada metode draining saliva dikumpulan dalam mulut di bawah lidah kemudian dicucurkan ke dalam penampung saliva setelah batas waktu yang ditentukan (Tumilasci dkk., 2006).
3.
Metode Suction Pengumpulan saliva dengan metode suction menggunakan alat berupa pipa penyerap saliva plastik (suction tip) yang diletakkan di bawah lidah untuk menyerap saliva yang disekresikan. Sebelum pengumpulan saliva dimulai, subyek diinstruksikan untuk menelan salivanya kemudian suction tip diletakkan di bawah lidah untuk menyerap sekresi saliva dan ditampung dalam penampung saliva. Pada akhir pengumpulan saliva, suction tip digerakkan pada dasar mulut untuk menyerap saliva yang tersisa (Tumilasci dkk., 2006).
4.
Metode Swab Metode swab menggunakan tiga buah cotton roll untuk menyerap saliva. Cotton roll diletakkan pada tiga tempat yaitu satu di dasar mulut di dekat saluran keluar dari kelenjar sublingual dan submaksila, kemudian dua lainnya diletakkan pada vestibulum rahang atas di dekat saluran keluar kelenjar parotis. Pada akhir pengumpulan saliva cotton roll dikeluarkan dari dalam mulut (Tumilasci dkk., 2006).
Berdasarkan
penelitian
Tumilasci
dkk.
(2006),
pengumpulan
saliva
mendapatkan sekresi saliva paling banyak pada metode suction dan paling sedikit pada metode swab. Metode draining dan spitting didapatkan jumlah sekresi saliva yang hampir sama. Pada penelitian ini akan digunakan metode spitting karena tidak membutuhkan alat khusus dalam pelaksanaannya dan hasil sekresi saliva yang diperoleh hampir sama dengan metode draining serta tidak terlalu banyak ataupun sedikit seperti pada metode suction maupun swab.
2.3 Obat Kumur Obat kumur digunakan sebagai tambahan setelah menyikat gigi dan penggunaan
dental
floss.
Berkumur
merupakan
prosedur
mekanis
untuk
meningkatkan oral hygiene. Tujuan penggunaan obat kumur antara lain sebagai penyegar nafas, mengontrol pembentukan plak, mencegah terjadinya gingivitis dan mencegah terjadinya karies gigi. Pada umumnya sebanyak 10-20 ml obat kumur digunakan untuk berkumur selama 30-60 detik kemudian dibuang. Berkumur dilakukan dua kali sehari setelah menyikat gigi (Ciancio, 2008). Kandungan dasar obat kumur terdiri dari air, alkohol, cleansing agents, bahan penambah rasa, dan pewarna. Bahan aktif obat kumur bervariasi tergantung dari jenis obat kumur, dapat digolongkan menjadi empat kelompok yaitu bahan antimikroba, fluoride, astringent salt, dan bahan penetral bau mulut. Bahan antimikroba memberi efek pada bakteri rongga mulut untuk mengontrol pembentukkan plak, mencegah
gingivitis, dan mengontrol bau nafas tidak sedap. Fluoride membantu terjadinya remineralisasi dan menjadikan gigi lebih tahan terhadap karies. Astringent salt berfungsi menyegarkan nafas, dan penetral bau mulut menginaktifasi komponen penyebab bau mulut (Ciancio, 2008). Alkohol dalam obat kumur berfungsi untuk melarutkan bahan aktif dan bahan perasa dalam obat kumur. Efek samping alkohol dalam obat kumur dilaporkan dapat menyebabkan mulut kering atau xerostomia. Penggunaan alkohol dalam obat kumur juga dilaporkan dapat memicu terjadinya kanker rongga mulut. Penggunaan alkohol dalam obat kumur tidak diajurkan untuk anak-anak di bawah usia enam tahun (Ciancio, 2008).
2.4 Teh Teh adalah minuman atau infusum yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air hangat. Teh berasal dari Negeri Cina yang telah ada kurang lebih 2700 tahun silam (Kumar dan Pandey, 2011). Pada jaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis dan assamica. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesies tunggal Camellia sinensis, anggota dari famili Camelliaceae dan genus Camellia dengan beberapa varietas khusus yaitu sinensis dan assamica (Hilyatuzzahroh, 2006).
Gambar 2.4 Tanaman Teh (Camellia sinensis) (Anonim, 2009). Teh bukan tanaman asli daerah tropis melainkan jenis tanaman sub tropis, dapat tumbuh baik pada suhu udara 13-300C dan kelembaban kira-kira 60% atau curah hujan minimum 1200 mm/tahun yang hampir merata sepanjang tahun. Tanaman teh di Indonesia dapat tumbuh baik di daerah pegunungan dengan ketinggian antara 900-1500 Masehi. Ditinjau dari jenis kelas tanah, daerah pegunungan memang sesuai bagi tanaman teh (Hilyatuzzahroh, 2006). 2.4.1 Klasifikasi Teh Berdasarkan pengolahannya, teh dapat dibedakan dalam tiga kategori utama yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam/merah (Hilyatuzzahroh, 2006; Kumar dan Pandey, 2011). 1. Teh hijau Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (non-fermented green tea), daun teh diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada pemanasan dengan suhu 850C selama tiga menit, aktivitas enzim polifenol oksidase tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan frying) secara tradisional dilakukan pada suhu 100-2000C, sedangkan pemanggangan
dengan mesin suhunya 220-3000C. Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap panas adalah warna teh dan seduhannya lebih hijau terang (Hilyatuzzahroh, 2006). 2. Oolong tea Teh oolong diproses secara semi fermentasi (semi-fermented oolong tea), dan dibuat dengan bahan baku khusus yaitu varietas sinensis yang memberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu kemudian dipanaskan pada suhu 1602400C selama 3-7 menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan (Hilyatuzzahroh, 2006). 3. Teh hitam/ merah Teh hitam atau terkadang disebut teh merah diperoleh melalui proses fermentasi (fermented black and red tea). Fermentasi dalam hal ini tidak menggunakan mikroba sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini catechin mengalami oksidasi dan akan menghasilkan thearubigin. Caranya yaitu, daun teh segar dilayukan terlebih dahulu kemudian digiling sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu sekitar 22-250C dengan kelembaban sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan 2-4 jam. Apabila proses fermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai kadar air teh kering mencapai 4 -6% (Hilyatuzzahroh, 2006).
Tabel 2.1 Klasifikasi Teh dan Kandungan Polifenol (Kumar dan Pandey, 2011) Teh Hijau Teh Hitam Fermentasi Proses Pengolahan Tanpa Fermentasi Epicatechin Theaflavin Polifenol Utama Epicatechini3-gallate Thearubigin Epigallocatechin Epigallocatechi-3-gallate
Teh Oolong Semi Fermentasi
Sifat fungsional teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam, hal ini ditunjukkan dari kandungan polifenol teh hijau jauh lebih berperan dalam mencegah kanker daripada polifenol teh hitam. Senyawa polifenol dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein dan DNA dalam sel (Hilyatuzzahroh, 2006). Kandungan polifenol teh hijau juga berperan dalam menjaga kesehatan rongga mulut karena memiliki efek antikariogenik dan meningkatkan pH saliva (Narotzki dkk., 2012). 2.4.2 Komposisi Teh Hijau Komposisi kimia teh hijau sangat unik dan komplek terdiri dari protein (1520% berat kering), asam amino (1-4% berat kering), karbohidrat (5-7% berat kering), lemak, sterol, vitamin, xanthic, pigmen, volatile compound, dan mineral. Kandungan protein yang penting adalah enzim. Asam amino terdiri dari teanin atau 5-Nethylglutamine, asam glutamat, triptopan, glisin, serin, asam aspartat, tirosin, valin, leusin, threonin, arginin, dan lisin. Karbohidrat meliputi selulosa, pektin, glukosa, fruktosa, sukrosa. Lemak terdiri dari asam linoleat. Sterol meliputi stigma sterol. Vitamin dalam teh meliputi vitamin B, C, E. Xanthic meliputi kafein, dan theopilin.
Pigmen pada teh hijau seperti klorofil dan karotenoid. Volatile compoubd terdiri dari aldehid, alkohol, ester, lakton, hidrokarbon, dan lain-lain. Kandungan mineral meliputi Ca, Mg, Cr, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co, Sr, Ni, K, F dan Al (Kumar dan Pandey, 2011; Narotzski dkk., 2012). Menurut Alamsyah (2006), bahan-bahan kimia dalam teh hijau dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma, dan enzim-enzim. 1. Substansi Fenol Substansi fenol dari teh hijau terdiri dari catechin dan flavanol. Catechin merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberi rasa pahit yang terdapat dalam polifenol daun teh. Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar dikenal sebagai catechin (Alamsyah, 2006). Catechin bersifat antikariogenik, antimikroba, antivirus, antioksidan, dan anti radiasi. Catechin (flavan-3-0ls)
teh
hijau
epigallocatechin-3-gallate
mengandung (EGCG)
empat
sebesar
kandungan
59%
dari
utama
total
yaitu
catechin,
epigallocatechin (EGC) sebesar 19%, epicatechin-3-gallate (ECG) sebesar 13,6%, epicatechin (EC) sebesar 6,4% (Awadalla dkk., 2011; Kumar dan Pandey, 2011; Narotzki dkk., 2012). Konsentrasi catechin sangat tergantung pada umur daun. Pucuk dan daun pertama paling kaya akan catechin. Kandungan catechin bervariasi tergantung pada varietas tanaman tehnya, lokasi geografis dan kondisi tempat tumbuhnya (tanah, iklim, praktisi agrikultural, penyubur), tipe teh hijau dan cara pembuatan
infusum teh hijau. Kandungan fenol lainnya adalah flavanol yaitu tanin merupakan satu di antara sekian banyak antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman pangan dan mempunyai kemampuan mengikat logam (Alamsyah, 2006; Narotzski dkk., 2012). 2. Substansi Bukan Fenol Komponen substansi bukan fenol antara lain: karbohidrat (0,75%), substansi pektin (4,9-6,6%), alkaloid pemberi rasa segar (3-4%), klorofil dan zat warna lain (0,019%), protein dan asam amino (1,4-5%), asam organik pemberi aroma sedap pada teh, substansi resin untuk aroma dan menaikkan daya tahan tanaman terhadap kondisi beku (3%), Vitamin C, K, A, B1, B2, substansi mineral (Alamsyah, 2006). 3. Substansi Penyebab Aroma Aroma teh dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa catechin. Beberapa pendapat mengenai sumber aroma dari teh yaitu berasal dari glikosida, penguraian protein, minyak esensial atau oksidasi karotenoid (Alamsyah, 2006). 4. Enzim-Enzim Enzim berperan penting sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia dalam tanaman. Enzim yang dikandung dalam daun teh di antaranya intervase, amilase, β –glukosidase, oksimetilase, protease, peroksidase, serta polifenol oksidase (Alamsyah, 2006).
Gambar 2.5 Struktur Kimia Catechin: EGCG, EGC, ECG, EC (Chatterjee dkk., 2012) 2.4.3 Teh Hijau Sebagai Antikariogenik Teh hijau berperan sebagai antikariogenik yaitu dapat mencegah terjadinya karies gigi. Keuntungan konsumsi teh hijau telah banyak dilaporkan dan menunjukkan penurunan karies dengan mengkonsumsi teh hijau pada manusia dan hewan coba. Penggunaan teh hijau dengan berkumur juga telah banyak diteliti dan diperoleh hasil bahwa berkumur dengan teh hijau dapat memproteksi email dan dentin gigi terhadap erosi dan abrasi. Teh hijau yang dikumur juga mampu menurunkan level bakteri kariogenik pada saliva seperti Streptococcus mutans dan Lactobacilli. Teh hijau dapat menurunkan aktivitas α-amilase pada saliva sehingga mengurangi potensi kariogenik dari makanan. Berkurangnya aktivitas enzim α-
amilase mencegah terbentuknya maltosa sehingga mencegah hilangnya mineral dari email gigi (Narotzki dkk., 2012). Teh hijau memiliki kandungan Epigallocatechin-3-gallate dapat mencegah pembentukan asam oleh bakteri pada plak gigi sehingga dapat mencegah penurunan pH. Penurunan pH dicegah melalui mekanisme menghambat enzim lactate dehydrogenase yang membentuk asam laktat dari piruvat. Kandungan polifenol dalam teh menghalangi perlekatan bakteri pada lapisan glikoprotein yang dapat meningkatkan pertahanan oleh saliva. Mekanisme antikariogenik dari teh didapatkan melalui pencegahan penurunan pH di sekitar enamel gigi termasuk pH saliva dan menghalagi perlekatan bakteri (Narotzki dkk., 2012). 2.4.4 Teh Hijau yang Digunakan Dalam Penelitian Teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perkebunan teh di Pegunungan Menoreh diolah di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta. Ekstrak teh hijau diproses di laboratorium Fitokimia Universitas Udayana Denpasar. Pembuatan ekstrak teh hijau menggunakan etanol 95% sehingga diperoleh ekstrak teh hijau 100%. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak teh hijau 3% diperoleh dengan melarutkan 3 gram ekstrak teh hijau 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Tes fitokimia dilakukan setelah pembuatan ekstraks teh hijau diperoleh hasil pada ekstrak teh hijau mengandung steroid (+), Flavonoid (+), Alkaloid (+), Fenolat (+), tanin (+), dan Saponin (+).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Karies gigi merupakan proses demineralisasi gigi yang disebabkan oleh multifaktorial melibatkan host (gigi dan saliva), agent (bakteri), environment (makanan), dan time (waktu). Pada penderita karies gigi terdapat bakteri Streptococcus mutans yang yang mampu hidup dalam suasana asam dan dapat
menghasilkan asam, sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang lebih tinggi serta penurunan pH saliva. Saliva memiliki kecepatan aliran saliva yang dapat mempengaruhi aksi proteksi dari saliva. Stimulasi kelenjar saliva dengan berkumur dapat meningkatkan kecepatan sekresi saliva sehingga mendukung pembersihan makanan dari rongga mulut. Semakin cepat sekresi saliva maka semakin cepat karbohidrat dapat dibersihkan dari dalam rongga mulut, serta semakin efektif saliva dalam mengurangi demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi gigi. Meningkatnya sekresi saliva juga dapat mempengaruhi komponen elektrolit saliva seperti peningkatan konsentrasi bikarbonat saliva, yang selanjutnya akan disertai peningkatan pH dan kapasitas buffer saliva. Berkumur merupakan stimulus mekanik yang dapat merangsang sekresi saliva sehingga efek proteksi saliva terhadap asam akan meningkat. Berkumur dengan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit merupakan konsentrasi, jumlah dan waktu optimal untuk melumasi rongga mulut dan meningkatkan stimulasi mekanik dalam rongga mulut. Ekstrak teh hijau akan meningkatkan perlindungan terhadap asam hasil 32 fermentasi bakteri. Kandungan catechin dalam teh hijau dapat meningkatkan pH saliva dan menghambat aktivitas biologis bakteri penyebab karies gigi, serta menghambat pembentukan asam oleh plak gigi. Tanin memiliki rasa yang sepat sehingga dapat merangsang sekresi saliva. Peningkatan sekresi saliva akan meningkatkan kadar bikarbonat dan pH saliva.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan permasalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut.
Ekstrak teh hijau 3 % dikumur selama satu menit, dua menit dan tiga menit
Faktor Eksternal:
Faktor Internal:
- Lingkungan
- Psikologis
- Makanan
- Ritme biologis
- Obat-obatan
tubuh
Sekresi saliva, pH saliva, kadar bikarbonat saliva
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka rumusan hipotesis sebagai berikut : 1. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama satu menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva.
2. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama dua menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 3. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit meningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 4. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dibanding satu menit, dan dua menit.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah penelitian eksperimental Randomized pretestposttest control group design (Pocock, 2008).
P0 O1
R P
Ra
O3
O2
P1
O4
S
O5
O7
P2
P3
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan : P
=
Populasi
R
=
Random
S
=
Sampel
Ra =
Random alokasi 35
P0 =
Kontrol, berkumur akuades selama tiga menit
P1 =
Perlakuan I, berkumur ekstrak teh hijau 3% selama satu menit
P2 =
Perlakuan II, berkumur ekstrak teh hijau 3% selama dua menit
O6
O8
P3 =
Perlakuan III, berkumur ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit
O1 =
Observasi awal sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Kontrol sebelum diberikan akuades dikumur selama tiga menit
O2 =
Observasi akhir sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Kontrol setelah diberikan akuades dikumur selama tiga menit
O3 =
Observasi awal sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan I sebelum diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit
O4 =
Observasi akhir sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan I setelah diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit
O5 =
Observasi awal sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan II sebelum diberikan perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit
O6 =
Observasi akhir sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan II setelah diberikan perlakuan ekstrak teh hijau 3% selama dua menit
O7 =
Observasi awal sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan III sebelum diberikan perlakuan ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit
O8 =
Observasi akhir sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva Kelompok Perlakuan III setelah diberikan perlakuan ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian 1. Pengumpulan sampel, pengambilan saliva, pengukuran sekresi saliva dan pengukuran pH saliva dilakukan di Ruang Preklinik Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. 2.
Pengukuran kadar bikarbonat saliva dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Mahasaraswati Denpasar
4.2.2. Waktu Penelitian Bulan Januari 2014 sampai November 2014
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan populasi penelitian adalah; 1. Populasi target
: semua penderita karies gigi.
2. Populasi terjangkau :
mahasiswa
FKG
Universitas
Mahasaraswati
Denpasar dan pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar yang menderita karies gigi dalam kurun waktu penelitian.
4.3.2 Sampel Sampel penelitian didapat dari populasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 4.3.2.1 Kriteria inklusi Sampel penelitian dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Penderita karies gigi. 2. Jenis kelamin laki-laki. 3. Umur 18 – 23 tahun 4. Tidak memiliki penyakit sistemik. 5. Tidak menggunakan alat ortodonsi, gigi tiruan atau protesa lainnya. 6. Bersedia mengikuti penelitian. 4.3.2.2 Kriteria drop out Kriteria sampel drop out adalah tidak hadir saat pengambilan data 4.3.2.3 Besar sampel Besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008) sebagai berikut:
2 σ2 xf(α.β)
n= 2
(μ1- μ2)
Keterangan:
n
= Jumlah sampel.
σ
= standar deviasi
f(α.β)
= 10,5
(μ1- μ2) 2 = selisih rerata peningkatan, sekresi, pH, dan kadar bikarbonat saliva sebelum dan sesudah berkumur ekstrak teh hijau 3% Perhitungan sampel dengan data rerata peningkatan sekresi saliva sebesar 1,62 dan standar deviasi 0,45 diperoleh hasil besar sampel 2,62 dibulatkan menjadi tiga sampel. Perhitungan sampel dengan data rerata peningkatan pH saliva sebesar 0,30 dan standar deviasi 0,15 diperoleh hasil besar sampel 1,57 dibulatkan menjadi dua sampel. Perhitungan sampel dengan data rerata peningkatan kadar bikarbonat saliva sebesar 0,99 dan standar deviasi 0,67 diperoleh hasil besar sampel 9,50 dibulatkan menjadi 10 sampel. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel di atas maka jumlah sampel yang digunakan adalah 10 sampel ditambahkan 10% menjadi 11 sampel setiap kelompok, sehingga jumlah total sampel secara keseluruhan menjadi 44 sampel. 4.3.3 Teknik Penentuan Sampel Sampel akan dipilih dari mahasiswa FKG Unmas Denpasar dan pasien RSGM FKG Unmas Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling, menggunakan bilangan acak. Sampel diberikan nomor undian kemudian dikelompokkan sebagai berikut nomor 1-11
sebagai Kelompok Kontrol, nomor 12 - 22 sebagai Kelompok Perlakuan I, nomor 23-33 sebagai Kelompok Perlakuan II, dan nomor 34 – 44 sebagai Kelompok Perlakuan III. 4.4 Variabel Penelitian dan Hubungan Antar Variabel 4.4.1 Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit, dua menit dan tiga menit.
2. Variabel Tergantung : sekresi saliva, pH saliva, kadar bikarbonat saliva. 3. Variabel Terkendali : umur, jenis kelamin, suhu ruangan, waktu. 4. Variabel rambang
: kondisi psikologis.
4.4.2 Hubungan Antar Variabel Variabel Bebas: Ekstrak teh hijau 3% - Dikumur selama satu menit - Dikumur selama dua menit - Dikumur selama tiga menit Variabel Terkendali: - Umur 18-23 tahun - Jenis kelamin laki-laki - Suhu ruangan - Waktu
Variabel Rambang: - Kondisi psikologis
Variabel Tergantung: - Sekresi saliva - pH saliva - Kadar bikarbonat saliva
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.5 Definisi Operasional 1. Berkumur Ekstrak teh hijau 3% adalah melakukan kegiatan memasukkan larutan 10 ml teh hijau yang telah diekstrak dengan konsentrasi 3% ke dalam rongga mulut, kemudian mulut ditutup dan gigi rahang atas bawah dalam keadaan oklusi atau terkatup, pipi dikembung kempiskan selama satu menit, dua menit dan tiga menit kemudian larutan kumur dibuang, larutan ini tidak ditelan. 2. Sekresi saliva adalah laju atau tingkat aliran saliva yang diukur dengan mengumpulkan saliva menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva, kemudian volumenya diukur menggunakan spuit injeksi (Tumilasci dkk., 2006). Pengumpulan saliva dilakukan selama 10
menit. Volume yang didapatkan kemudian dibagi 10, untuk mendapatkan hasil dalam ml/menit. 3. pH saliva adalah derajat keasaman saliva yang diukur dengan menggunakan pH meter digital merk Suncare buatan USA. Setiap pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan dirata-ratakan. Rata-rata pH saliva dicatat dengan ketelitian dua angka di belakang koma. Pengukuran pH dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah kumur dengan 10 ml larutan ekstrak teh hijau 3% selama satu menit dan tiga menit. 4. Kadar bikarbonat saliva adalah pengukuran bikarbonat yang dilakukan dengan metode titrasi asidimetri yaitu gas CO2 yang dihasilkan dari saliva yang dipanaskan, kemudian direaksikan dengan [Ba(OH)2] sehingga menghasilkan air barit, air barit kemudian dititrasi dengan larutan HCL 0,5M menggunakan indikator metil oranye. Titrasi dihentikan hingga larutan berwarna oranye, semakin banyak jumlah larutan HCL 0,5M yang dibutuhkan untuk menghasilkan warna oranye maka semakin tinggi kadar bikarbonat dalam saliva. Kadar bikarbonat dalam saliva ditentukan dengan melihat banyaknya HCL 0,5M untuk menghasilkan warna oranye. Kadar bikarbonat saliva dicatat dengan satuan mmol/L (Suryadinata, 2012). 5. Umur orang coba ditentukan berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran yang tercatat pada kartu identitas (KTP/ SIM) atau akta kelahiran.
6. Jenis kelamin ditentukan laki-laki ditentukan dari penampakan luar dan yang tercantum pada kartu identitas (KTP/SIM/ kartu mahasiswa) atau akta kelahiran. 7. Suhu ruangan adalah suhu pada ruangan tempat pengumpulan saliva. Suhu ruangan dikondisikan menjadi 250C dengan penggunakan pendingin ruangan (AC). 8. Waktu adalah waktu dilakukannya penelitian yaitu pukul 09.00-11.00 wita. 4.6 Alat dan Bahan Penelitian 4.6.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Alat diagnosis steril sebanyak 11 set, yang terdiri dari: kaca mulut, pinset, sonde, ekskavator, dan neerbecken 2. Autoclaf untuk sterilisasi alat diagnosis 2. Penampung saliva 3. Gelas kumur 4. Spuit injeksi 1 ml 5. pH meter digital merk Suncare buatan USA 6. Alat pengukur bikarbonat, meliputi: a. Peralatan destilasi dengan pendingin liebig b. Pipet c. Buret digital merk Brand buatan Jerman d. Tabung erlenmeyer
e. Pemanas dan pengaduk digital merk Cimarec 7. Informed consent 8. Alat tulis 9. Stopwatch 10. Kamera 4.6.2 Bahan Penelitian 1. 10 ml larutan ekstrak teh hijau 3 % 2. Larutan Ba(OH)2 0,05M 3. Larutan HCl 0,5 M 4. Indikator Metil Oranye 5. Akuades steril 6. Sabun cuci dan alkohol 90% untuk bahan sterilisasi alat diagnosis 6. Roti tawar 7. Kapas dan tissue 8. Sarung tangan 9. Masker 10. Lap dada
4.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian menyangkut:
1. Menyerahkan surat ijin penelitian kepada Direktur RSGM FKG UNMAS Denpasar, Dekan FKG UNMAS Denpasar dan Kepala Laboratorium Kimia UNMAS Denpasar. 2. Menyiapkan informed consent, dan alat-alat tulis untuk keperluan penelitian. 3. Membagikan informed consent kepada sampel yang sudah memenuhi kriteria inklusi.
4.8 Protokol Penelitian Pembuatan Ekstrak Teh Hijau 3% Daun teh hijau kering sebanyak satu kg diblender untuk mendapatkan serbuk daun teh. Serbuk daun teh dimasukkan ke dalam botol tertutup berwarna gelap dan direndam (maserasi) dengan 1,5 liter etanol 95%. Maserasi dilakukan pada suhu kamar selama tiga hari kemudian dilakukan pengadukan setiap hari. Setelah tiga hari perendaman dilakukan penyaringan. Etanol kemudian dihilangkan dengan cara diuapkan atau evaporasi. Ekstrak teh hijau 100% di lakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Ekstrak teh hijau 3% diperoleh dengan melarutkan tiga gram ekstrak teh hijau 100% dengan akuades sampai mencapai 100 ml. Protokol penelitian pada Kelompok I:
1. Sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan gerakan penelanan. 2. Setelah memasuki ruangan preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk di kursi yang telah tersedia. 3. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan dan dihabiskan dalam waktu dua menit. 4. Segera setelah sampel selesai makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 5. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium kimia
Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi sebelum berkumur dengan larutan 10 ml akuades selama tiga menit. 6. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan 10 ml akuades selama tiga menit kemudian dibuang. 7. Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 8. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi setelah berkumur dengan larutan 10 ml akuades selama tiga menit. Protokol penelitian pada Kelompok Perlakuan I:
1. Sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan gerakan penelanan. 2. Setelah memasuki ruangan preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk di kursi yang telah tersedia. 3. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan dan dihabiskan dalam waktu dua menit. 4. Segera setelah sampel selesai makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 5. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium kimia
Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi sebelum berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama satu menit. 6. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama satu menit kemudian dibuang. 7. Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 8. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi setelah berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama satu menit. Protokol penelitian pada Kelompok Perlakuan II:
1. Sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan gerakan penelanan. 2. Setelah memasuki ruangan preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk di kursi yang telah tersedia. 3. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan dan dihabiskan dalam waktu dua menit. 4. Segera setelah sampel selesai makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 5. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium kimia
Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi sebelum berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama dua menit. 6. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama dua menit kemudian dibuang. 7. Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 8. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi setelah berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama dua menit. Protokol penelitian pada Kelompok Perlakuan III:
1. Sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit, dan selama pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah, dan melakukan gerakan penelanan. 2. Setelah memasuki ruangan preklinik FKG UNMAS Denpasar, sampel disilakan untuk duduk di kursi yang telah tersedia. 3. Sampel diberikan selembar roti tawar untuk dimakan dan dihabiskan dalam waktu dua menit. 4. Segera setelah sampel selesai makan, sampel duduk yang nyaman dengan sandaran tegak, kemudian dilakukan pengumpulan saliva menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 5. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium kimia
Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi sebelum berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit. 6. Setelah saliva terkumpul, sampel diminta berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit kemudian dibuang. 7. Lima menit kemudian sampel kembali disilakan untuk mengumpulkan salivanya dengan menggunakan metode spitting, yaitu sebagai berikut: posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva. Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung. Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa saliva yang ada di rongga mulut. Saliva dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit saliva yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva. Pengumpulan saliva dilakukan selama 10 menit. 8. Jumlah saliva yang terkumpul dalam pot saliva, kemudian dilakukan pengukuran sekresi saliva dengan menggunakan spuit injeksi, pH saliva diukur dengan pH meter dan kemudian saliva dibawa ke laboratorium Unmas untuk dilakukan pengecekan kadar bikarbonat saliva. Hasil sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dicatat sebagai observasi setelah berkumur dengan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit. Cara Pengukuran Kadar Bikarbonat 1. Disiapkan satu set peralatan destilasi dengan pendingin liebig.
2. Larutan sampel saliva tiga ml diencerkan dengan tiga ml akuades (perbandingan 1:1) kemudian dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. 3. Pada bagian penampang destilat diberikan 20 ml [Ba(OH)2] 0,05M. 4. Tabung erlenmeyer yang berisi sampel dipanaskan sehingga semua gas CO2 dari sampel akan bergerak masuk ke larutan [Ba(OH)2], terjadi reaksi. Pemanasan dilakukan dengan suhu 1500C selama 15 menit. 5. [Ba(OH)2] dititrasi kembali dengan larutan HCl 0,5M menggunakan indikator metil oranye. Titrasi dihentikan jika warna larutan menjadi oranye. 6. Kadar bikarbonat dihitung berdasarkan jumlah larutan HCl 0,5M yang dibutuhkan untuk menghasilkan warna oranye.
4.9 Alur Penelitian Populasi Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi Sampel Simple Random Sampling
Pemberian Roti tawar
Pemeriksaan sekresi , pH, dan kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan
Kelompok Kontrol diberikan larutan 10 ml akuades dikumur selama tiga menit
Kelompok Perlakuan I diberikan larutan 10 ml ekstrak teh hijau3% dikumur selama satu menit
Kelompok Perlakuan II diberikan larutan 10ml ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit
Pemeriksaan sekresi, pH, dan kadar bikarbonat saliva setelah perlakuan
Analisis Data
Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.10 Analisis Data 1. Analisis Deskriptif
Kelompok Perlakuan III diberikan larutan 10 ml ekstrak teh hijau 3% dikumur selama tiga menit
Analisis deskriptif digunakan untuk memberi gambaran rerata, Simpang Baku (SB), nilai minimum dan maksimum data umur, sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva yang didapatkan dari hasil penelitian. 2. Uji Normalitas dan Homogenitas a. Uji normalitas data umur, sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dengan Uji Shapiro-Wilk karena sampelnya < 30. Data berdistribusi normal dengan nilai kemaknaan p > 0,05. b. Uji homogenitas data umur, sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva dengan Uji Levene untuk mengetahui apakah varian dua buah atau lebih kelompok data sama atau tidak. Variasi data homogen dengan nilai kemaknaan p > 0,05. 3. Uji Komparasi dan Analisis Efek Perlakuan Data terdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji statistik parametrik: a. Uji t-Paired untuk analisis perbandingan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva pre-test dan post-test pada masing-masing kelompok. Terdapat perbedaan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva pre-test dan post-test masing-masing kelompok dengan nilai kemaknaan p < 0,05. b. Uji One Way Anova untuk membandingkan rerata sekresi, pH, dan kadar bikarbonat saliva antar kelompok sebelum perlakuan dan membandingkan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sesudah perlakuan. Tidak terdapat perbedaan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva antar kelompok sebelum perlakuan dengan nilai kemaknaan p > 0,05. Terdapat
perbedaan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva antar kelompok sesudah perlakuan dengan nilai kemaknaan p < 0,05. c. Untuk mengetahui pada kelompok mana terdapat perbedaan rerata peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva, dilanjutkan dengan Uji Post Hoc yaitu Uji Least Significant Difference (LSD).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan sebanyak 44 laki-laki penderita karies gigi sebagai sampel, terbagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok akuades dikumur selama tiga menit (P0), kelompok ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit (P1), kelompok ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit (P2) dan kelompok ekstrak teh hijau 3% dikumur selama 3 menit (P3). Masing-masing berjumlah 11 orang. Berikut ini akan diuraikan karakteristik subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, uji normalitas dan homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian dianalisis berdasarkan data umur. Data umur subjek penelitian antar kelompok dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran rerata, Simpang Baku (SB), nilai minimum dan maksimum yang didapatkan dari hasil penelitian. Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Umur Antar Kelompok Kelompok Perlakuan
n
Rerata (Tahun)
SB
Maks
Min
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
20,27 20,45 20,55 20,73
1,79 1,69 1,63 1,61
23 23 23 23
18 18 18 18
Tabel 5.1 menunjukkan rerata umur sampel kelompok kontrol 20,27 + 1,79 57 dengan nilai maksimum 23 dan nilai minimum18. Rerata umur kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit adalah 20,45+1,69 dengan nilai maksimum 23 dan nilai minimum 18. Rerata umur kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit adalah 20,55+1,63 dengan nilai maksimum 23 dan nilai minimum 18. Rerata umur sampel kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur tiga menit adalah 20,73+1,61 dengan nilai maksimum 23 dan nilai minimum 18. Uji normalitas data umur diuji dengan Shapiro-Wilk. Tabel 5.2 menunjukan data umur subjek penelitian ke empat kelompok terdistribusi normal dengan nilai p > 0,05. Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Umur Antar Kelompok Variabel Antar Kelompok Umur Kontrol Akuades 3 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 1 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 2 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 3 Menit
n
p
11 11 11 11
0,269 0,381 0,542 0,291
Uji homogenitas data umur dengan Uji Levene disajikan pada Tabel 5.3. Hasil uji homogenitas data umur diperoleh hasil p = 0,991. Nilai p > 0,05 maka data umur subjek penelitian antar kelompok perlakuan adalah homogen.
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Umur Subjek Penelitian
Variabel Umur
F
p
0,036
0,991
Uji komparabilitas karakteristik subjek dengan Uji One Way Anova bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik umur subjek. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Umur Subjek Penelitian Antar Kelompok Variabel Antar Kelompok
N
Rerata (Tahun)
SB
F
p
Umur Kontrol Akuades 3 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 1 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 2 Menit Umur Perlakuan ETH 3% 3 Menit
11 11 11 11
20,27 20,45 20,55 20,73
1,79 1,69 1,63 1,61
0,138
0,936
Analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova data umur menunjukkan bahwa nilai F = 0,138 dan nilai p = 0,936. Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ke
empat kelompok tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) atau rerata umur pada ke empat kelompok adalah sama.
5.2 Analisis Deskriptif Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Data sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran rerata, Simpang Baku (SB), nilai minimum dan maksimum yang didapatkan dari hasil penelitian. Tabel 5.5 Hasil Analisis Deskriptif Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (pre) dan Sesudah (post) Perlakuan Variabel Sekresi saliva (ml/menit) Akuades 3 menit (pre) Akuades 3 menit (post) ETH 3% 1 menit (pre) ETH 3% 1 menit (post) ETH 3% 2 menit (pre) ETH 3% 2 menit (post) ETH 3% 3 menit (pre) ETH 3% 3 menit (post) pH saliva Akuades 3 menit (pre) Akuades 3 menit (post) ETH 3% 1 menit (pre) ETH 3% 1 menit (post) ETH 3% 2 menit (pre) ETH 3% 2 menit (post) ETH 3% 3 menit (pre) ETH 3% 3 menit (post)
Rerata
SB
Nilai Maksimun
Nilai Minimum
0,56 1,13 0,46 1,38 0,46 1,40 0,50 1,82
0,17 0,29 0,13 0,41 0,11 0,39 0,12 0,37
0,85 1,55 0,70 2,00 0,70 1,90 0,70 2,50
0,30 0,75 0,30 0,80 0,30 0,75 0,30 1,45
6,53 6,74 6,51 6,81 6,50 6,96 6,52 7,12
0,02 0,13 0,07 0,12 0,06 0,13 0,07 0,12
6,63 7,00 6,63 7,00 6,63 7,16 6,63 7,30
6,43 6,56 6,40 6,60 6,40 6,76 6,43 6,90
3,57
0,34
4,16
2,94
Kadar Bikarbonat saliva (mmol/L) Akuades 3 menit (pre) Akuades 3 menit (post) ETH 3% 1 menit (pre) ETH 3% 1 menit (post) ETH 3% 2 menit (pre) ETH 3% 2 menit (post) ETH 3% 3 menit (pre) ETH 3% 3 menit (post)
4,86 3,65 5,44 3,65 5,76 3,47 6,39
0,61 0,36 0,37 0,39 0,16 0,47 0,28
5,66 4,10 5,98 4,36 6,56 4,06 6,86
3,68 2,93 4,68 3,16 4,90 2,66 5,96
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan diuji normalitasnya dengan shapiro-Wilk. Pada Tabel 5.6 terlihat semua data sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva ke empat kelompok, sebelum dan sesudah perlakuan terdistribusi normal (p > 0,05). Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Perlakuan Variabel Antar Kelompok Sekresi Saliva Akuades 3 Menit (pre) Sekresi Saliva Akuades 3 Menit (post) Sekresi Saliva ETH 3% 1 Menit (pre) Sekresi Saliva ETH 3% 1 Menit (post) Sekresi Saliva ETH 3% 2 Menit (pre) Sekresi Saliva ETH 3% 2 Menit (post) Sekresi Saliva ETH 3% 3 Menit (pre) Sekresi Saliva ETH 3% 3 Menit (post) pH Saliva Akuades 3 Menit (pre) pH Saliva Akuades 3 Menit (post) pH Saliva ETH 3% 1 Menit (pre)
n
p
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
0,605 0,129 0,235 0,333 0,865 0,310 0,613 0,078 0,266 0,175 0,211 0,476
pH Saliva ETH 3% 1 Menit (post) pH Saliva ETH 3% 2 Menit (pre) pH Saliva ETH 3% 2 Menit (post) pH Saliva ETH 3% 3 Menit (pre) pH Saliva ETH 3% 3 Menit (post) Kadar Bikarbonat Saliva Akuades 3 Menit (pre) Kadar Bikarbonat Saliva Akuades 3 Menit (post) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 1 Menit (pre) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 1 Menit (post) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 2 Menit (pre) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 2 Menit (post) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 3 Menit (pre) Kadar Bikarbonat Saliva ETH 3% 3 Menit (post)
11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
0,190 0,283 0,100 0,232 0,561 0,332 0,444 0,574 0,218 0,263 0,492 0,898
Data sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan diuji homogenitasnya dengan Uji Levene. Tabel 5.7 Hasil Uji Homogenitas Data Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Perlakuan Variabel Sekresi Saliva (pre) Sekresi Saliva (post) pH saliva (pre) pH saliva (post) Kadar Bikarbonat (pre) Kadar Bikarbonat (post)
F
p
0,681 0,471 0,385 0,189 0,741 2,204
0,569 0,704 0,764 0,904 0,534 0,103
Pada Tabel 5.7 terlihat data sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dari ke empat kelompok adalah homogen (p > 0,05).
5.4 Analisis Efek Perlakuan Terhadap Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan 5.4.1 Analisis Efek Perlakuan Terhadap Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Analisis peningkatan sekresi saliva diuji berdasarkan rerata selisih sekresi saliva antara sesudah dengan sebelum perlakuan. Hasil analisis dengan Uji t-paired disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Perbedaan Rerata Sekresi Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok
Pre (ml/menit)
Post (ml/menit)
Beda Rerata
t
p
Akuades 3 Menit ETH 3% 1 Menit ETH 3% 2 Menit ETH 3% 3 Menit
0,56 0,46 0,46 0,50
1,13 1,38 1,40 1,82
0,57 0,92 0,94 1,32
-7,772 -9,348 -9,226 -15,255
0,000 0,000 0,000 0,000
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa, terdapat peningkatan rerata sekresi saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan pada ke empat kelompok. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan sekresi saliva secara bermakna pada ke empat kelompok setelah perlakuan.
5.4.2 Analisis Efek Perlakuan Terhadap pH Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Analisis peningkatan pH saliva diuji berdasarkan rerata selisih pH saliva antara sesudah dan sebelum perlakuan. Hasil analisis dengan Uji t-paired disajikan pada Tabel 5.9 berikut. Tabel 5.9 Perbedaan Rerata pH Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok
Pre
Post
Beda Rerata
t
p
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
6,53 6,51 6,50 6,52
6,74 6,81 6,96 7,12
0,21 0,30 0,46 0,60
-6,549 -6,772 -10,999 -14,167
0,000 0,000 0,000 0,000
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa, terdapat peningkatan rerata pH saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan pada ke empat kelompok. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,005, hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan pH saliva secara bermakna pada ke empat kelompok. 5.4.3 Analisis Efek Perlakuan Terhadap Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Analisis peningkatan Kadar Bikarbonat saliva diuji berdasarkan rerata selisih kadar bikarbonat saliva antara sesudah dengan sebelum perlakuan. Hasil analisis dengan Uji t-paired disajikan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10
Perbedaan Rerata Kadar Bikarbonat Saliva Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan Kelompok Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
Pre
Post
(mmol/L)
(mmol/L)
Beda Rerata
t
p
3,57 3,65 3,65 3,47
4,86 5,44 5,76 6,39
1,29 1,79 2,11 2,92
-9,860 -13,264 -11,104 -20,094
0,000 0,000 0,000 0,000
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan rerata kadar bikarbonat saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan pada ke empat kelompok. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,005. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan kadar bikarbonat saliva secara bermakna pada ke empat kelompok.
5.5 Analisis Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok 5.5.1 Uji Komparabilitas dan Analisis Efek Perlakuan Antar Kelompok Terhadap Sekresi Saliva Analisis komparabilitas dan analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata sekresi saliva antar kelompok. Uji Komparabilitas sekresi saliva sebelum perlakuan di uji dengan One Way Anova dengan hasil sebagai berikut: Tabel 5.11 Uji Komparabilitas Sekresi Saliva Sebelum Perlakuan
Kelompok
n
Rerata Sekresi (ml/menit)
SB
F
p
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
0,56 0,46 0,46 0,50
0,17 0,13 0,11 0,12
1,213
0,317
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata sekresi saliva sebelum perlakuan pada Tabel 5.11 diperoleh hasil F sebesar 1,213 dengan nilai p sebesar 0,317. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata sekresi saliva pada ke empat kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). Analisis efek perlakuan terhadap sekresi saliva dianalisis berdasarkan rerata sekresi saliva antar kelompok sesudah diberi perlakuan. Analisis kemaknaan dengan menggunakan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Analisis Rerata Sekresi Saliva Sesudah Perlakuan
Kelompok
n
Rerata Sekresi (ml/menit)
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
1,13 1,38 1,40 1,82
SB
0,29 0,41 0,39 0,37
F
p
6,412
0,001
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata sekresi saliva sesudah perlakuan pada Tabel 5.12 diperoleh hasil F sebesar 6,412 dengan nilai p
sebesar 0,001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata sekresi saliva pada ke empat kelompok setelah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna
(p< 0,05).
Uji Least Significant Difference (LSD) dilakukan untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan Kelompok Kontrol (P0). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Beda Nyata Terkecil Sekresi Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok Kelompok Beda Rerata p Akuades 3 menit dan ETH 3% 1 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 2 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 2 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 2 menit dan ETH 3% 3 menit
0,25 0,27 0,69 0,02 0,44 0,41
0,126 0,096 0,000* 0,888 0,009* 0,013*
*Berbeda bermakna Uji lanjutan dengan Uji Least Significant Difference (LSD) di atas diperoleh hasil sebagai berikut. 1. Rerata sekresi saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) tidak berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit
(rerata
Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit). 2. Rerata sekresi saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) tidak berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit
(rerata
Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit).
3. Rerata sekresi saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit
(rerata
Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). 4. Rerata sekresi saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit tidak berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit
(rerata
Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit). 5. Rerata sekresi saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit
(rerata
Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). 6. Rerata sekresi saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit
(rerata
Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit memiliki perbedaan sekresi saliva yang bermakna dengan ketiga kelompok lainnya dengan rerata sekresi saliva lebih tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi saliva daripada satu menit dan dua menit. 5.5.2 Uji Komparabilitas pH Saliva dan Analisis Efek Perlakuan
Analisis komparabilitas pH saliva sebelum perlakuan diuji berdasarkan rerata pH saliva antar kelompok sebelum perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Uji Komparabilitas pH Saliva Sebelum Perlakuan Kelompok
n
Rerata pH
SB
F
p
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
6,53 6,51 6,50 6,52
0,02 0,07 0,06 0,07
0,557
0,647
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata pH saliva sebelum perlakuan pada Tabel 5.14 diperoleh hasil F sebesar 0,557 dengan nilai p sebesar 0,647. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva pada ke empat kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). Analisis efek perlakuan terhadap pH saliva dianalisis berdasarkan rerata pH saliva antar kelompok sesudah diberi perlakuan. Analisis kemaknaan dengan menggunakan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Analisis Rerata pH Saliva Sesudah Perlakuan Kelompok
n
Rerata pH
SB
F
p
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
6,74 6,81 6,96 7,12
0,13 0,12 0,13 0,12
19,448
0,000
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata pH saliva sesudah perlakuan pada Tabel 5.15 diperoleh hasil F sebesar 19,448 dengan nilai p sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata pH saliva pada ke empat kelompok setelah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji Least Significant Difference (LSD) dilakukan untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan Kelompok Kontrol (P0). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16 Beda Nyata Terkecil pH Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok Kelompok Beda Rerata p Akuades 3 menit dan ETH 3% 1 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 2 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 2 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 2 menit dan ETH 3% 3 menit
0,06 0,22 0,37 0,15 0,31 0,15
0,252 0,000* 0,000* 0,005* 0,000* 0,007*
*Berbeda bermakna Uji lanjutan dengan Uji Least Significant Difference (LSD) di atas diperoleh hasil sebagai berikut. 1. Rerata pH saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) tidak berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit
(rerata
Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit). 2. Rerata pH saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit (rerata Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit). 3. Rerata pH saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit (rerata Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). 4. Rerata pH saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit
(rerata
Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit). 5. Rerata pH saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit
(rerata
Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit).
6. Rerata pH saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit (rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit memiliki perbedaan pH saliva yang bermakna dengan ketiga kelompok lainnya dengan rerata pH saliva lebih tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan pH saliva daripada satu menit dan dua menit. 5.5.3 Uji Komparabilitas Kadar Bikarbonat Saliva dan Analisis Efek Perlakuan Analisis komparabilitas kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar bikarbonat saliva antar kelompok sebelum perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17 Uji Komparabilitas Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum Perlakuan Kelompok
n
Rerata (mmol/L)
SB
F
p
Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
3,57 3,65 3,65 3,47
0,34 0,36 0,39 0,47
0,520
0,671
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan pada Tabel 5.17 diperoleh hasil F sebesar 0,520 dengan nilai p sebesar 0,671. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar bikarbonat saliva pada ke empat kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). Analisis efek perlakuan terhadap kadar bikarbonat saliva dianalisis berdasarkan rerata kadar bikarbonat saliva antar kelompok sesudah diberi perlakuan. Analisis kemaknaan dengan menggunakan Uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.18. Tabel 5.18 Analisis Rerata Kadar Bikarbonat Saliva Sesudah Perlakuan Rerata Kelompok n SB F p (mmol/L) Akuades 3 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 1 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 2 Menit Ekstrak Teh Hijau 3% 3 Menit
11 11 11 11
4,86 5,44 5,76 6,39
0,61 0,37 0,16 0,28
19,776
0,000
Hasil analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova rerata kadar bikarbonat saliva sesudah perlakuan pada Tabel 5.18 diperoleh hasil F sebesar 19,776 dengan nilai p sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata kadar bikarbonat
saliva pada ke empat kelompok setelah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Uji Least Significant Difference (LSD) dilakukan untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan Kelompok Kontrol (P0). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.19. Tabel 5.19 Beda Nyata Terkecil Kadar Bikarbonat Saliva Sesudah Perlakuan Antar Dua Kelompok Kelompok Beda Rerata p Akuades 3 menit dan ETH 3% 1 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 2 menit Akuades 3 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 2 menit ETH 3% 1 menit dan ETH 3% 3 menit ETH 3% 2 menit dan ETH 3% 3 menit
0,58 0,89 1,52 0,31 0,94 0,63
0,006* 0,000* 0,000* 0,130 0,000* 0,003*
*Berbeda bermakna Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference (LSD) di atas diperoleh hasil sebagai berikut. 1. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit (rerata Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit). 2. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit (rerata Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit).
3. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok akuades tiga menit (kontrol) berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit (rerata Kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). 4. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit tidak berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit (rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit). 5. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit (rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% satu menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). 6. Rerata kadar bikarbonat saliva Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit berbeda bermakna dengan Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit (rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% dua menit lebih rendah daripada rerata Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit). Kelompok ekstrak teh hijau 3% tiga menit memiliki perbedaan kadar bikarbonat saliva yang bermakna dengan ketiga kelompok lainnya dengan rerata kadar bikarbonat saliva lebih tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan kadar bikarbonat saliva daripada satu menit dan dua menit. BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subjek Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek laki-laki berumur 18 – 23 tahun dan menderita karies gigi. Subjek dipilih berjenis kelamin laki-laki karena jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sekresi saliva. Laki-laki memiliki ukuran kelenjar saliva lebih besar dari wanita dan dapat menghasilkan sekresi saliva lebih banyak daripada perempuan (Rantonen, 2003). Menurut Walsh (2007), perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan juga mempengaruhi jumlah sekresi saliva. Hormon seksual pada wanita akan meningkatkan sekresi saliva selama kehamilan dan akan menurun pada saat menopause. Pemilihan subjek laki-laki dimaksudkan agar sampel menjadi homogen dan untuk menghindari hasil penelitian yang bias karena faktor jenis kelamin. Subjek penelitian ditetapkan berumur 18 – 23 tahun karena menurut penelitian di Eropa, Amerika dan Asia termasuk Indonesia, menyatakan 80-95% dari anak-anak berumur 18 tahun mengalami karies gigi. Penderita karies gigi memiliki pH dan kadar bikarbonat lebih rendah daripada yang bebas karies (Suryadinata, 2012). Umur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sekresi saliva, dimana pada usia lanjut sekresi saliva akan menurun (Rantonen, 2003). Pada penelitian ini rerata umur sampel Kelompok kontrol 20,27 + 1,79, Kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit adalah 20,45+1,69, rerata umur Kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama 75
dua menit adalah 20,55+1,63, dan rerata umur sampel Kelompok perlakuan ekstrak teh hijau 3% dikumur tiga menit adalah 20,73+1,61. Hasil uji normalitas dan homogenitas umur pada tiap kelompok terdistribusi normal dengan dan homogen. Analisis kemaknaan dengan Uji One Way Anova data umur menunjukkan bahwa nilai F = 0,138 dan nilai p = 0,936. Hal ini berarti bahwa rerata umur pada ke empat kelompok tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05) atau rerata umur pada ke empat kelompok adalah sama. Subjek diberikan roti tawar untuk dihabiskan selama dua menit dimaksudkan untuk mendapat penurunan pH saliva. pH saliva setelah makan akan mengalami penurunan dalam waktu satu sampai tiga menit setelah pemaparan substrat (Kidd dkk., 2003). Roti tawar mengandung karbohidrat yang berpotensi menurunkan pH saliva. pH saliva akan menurun akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri menjadi asam (Bradshaw dkk., 2013). Roti tawar digunakan karena mengandung karbohidrat, serta tidak memiliki rasa dan warna yang mencolok, sehingga tidak akan menstimulasi sekresi saliva secara kimiawi atau gustatory. Sebanyak 10 ml ekstrak teh hijau digunakan dalam penelitian ini untuk dikumur sesuai dengan penelitian Awadalla dkk. (2011) yang menggunakan 10 ml ekstrak teh hijau 2% dikumur selama lima menit. Sebanyak 10 ml digunakan sesuai dengan penggunaan obat kumur yang umum digunakan yaitu sebanyak 10-20 ml selama 30 sampai 60 detik (Ciancio, 2008). Pada saat cairan obat kumur berada dalam rongga mulut dan pipi dikembungkempiskan, maka akan terjadi stimulasi yang akan mensekresikan saliva sehingga
obat kumur akan bercampur dengan saliva dalam rongga mulut. Rata-rata sekresi saliva dalam keadaan terstimulasi menurut Benn dan Thomson (2014) adalah sebesar 0,2 sampai 1,7 ml/menit. Apabila cairan obat kumur berada dalam rongga mulut selama tiga menit maka rata-rata saliva akan disekresikan sebanyak 0,6 sampai 5,1 ml, sehingga dalam waktu tiga menit akan ada sekitar 10,6 sampai 15,1 ml cairan dalam rongga mulut. Penggunaan 10 ml juga bertujuan agar subjek tetap nyaman berkumur selama tiga menit karena cairan dalam rongga mulut selama tiga menit tidak melebihi 20 ml. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Awadalla dkk. (2011) dalam hal konsentrasi ekstrak teh hijau dan durasi berkumur. Penelitian ini menggunakan konsentrasi 3% dikumur selama satu, dua dan tiga menit. Konsentrasi 3% digunakan bertujuan untuk mendapatkan durasi berkumur lebih singkat dari lima menit. Peningkatan konsentrasi mengacu pada penelitian Permatasari dkk. (2013) yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi teh hijau dalam obat kumur akan semakin signifikan dalam peningkatan pH saliva. Efek samping langsung yang terjadi selama penelitian adalah timbulnya rasa haus pada beberapa subjek selama penelitian berlangsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan dipersilahkannya subjek untuk minum segera setelah proses pengumpulan saliva akhir selesai. Efek ini dapat diabaikan karena subjek dapat melanjutkan penelitian sampai akhir dan rasa haus tidak memberikan efek pada sekresi saliva. 6.2 Peningkatan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan
6.2.1 Peningkatan Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada ke empat kelompok terjadi peningkatan rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva antara sebelum dan sesudah perlakuan. Rerata peningkatan sekresi saliva pada Kelompok I sebesar 0,57, Kelompok II sebesar 0,92, Kelompok III 0,94 dan Kelompok IV sebesar 1,31. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan sekresi saliva secara bermakna pada ke empat kelompok (p < 0,05) setelah perlakuan. Gambaran rerata peningkatan sekresi saliva sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Gambar 6.1 agar perbedaannya terlihat dengan jelas.
Gambar 6.1 Gambaran Rerata Peningkatan Sekresi Saliva Peningkatan sekresi saliva pada ke empat kelompok sesuai dengan penelitian Indriana (2011), menyatakan bahwa terjadi peningkatan kecepatan sekresi saliva setelah diberikan stimulus mekanis maupun kimiawi. Pada stimulus kimiawi memiliki rerata peningkatan sekresi saliva lebih tinggi daripada stimulus mekanis.
Pada penelitian ini stimulus diberikan dalam bentuk mengunyah roti tawar selama dua menit dan berkumur dengan ekstrak teh hijau. Subjek mendapat stimulus kimiawi dari rasa sepat teh hijau dan stimulus mekanis dari proses berkumur. Stimulasi mekanis secara langsung dalam rongga mulut baik berupa rasa, maupun sentuhan pada lidah, dan mukosa mulut serta rangsangan proprioseptif dari otot-otot pengunyahan akan merangsang pusat saliva di otak untuk mensekresikan saliva (Walsh, 2007). Reseptor-reseptor dalam rongga mulut baik kemoreseptor dan reseptor tekan akan merespon adanya stimulasi dalam rongga mulut. Reseptorreseptor ini kemudian menghasilkan impuls serat-serat saraf aferen membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva selanjutnya mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Gambaran kontrol sekresi saliva dapat digambarkan pada Gambar 6.2 (Sherwood, 2009).
Gambar 6.2 Kontrol Sekresi Saliva Pada Pusat Saliva
Pada Kelompok kontrol akuades dikumur selama tiga menit juga mengalami peningkatan sekresi saliva yang signifikan karena adanya stimulasi pada rongga mulut yang merangsang reseptor tekan pada rongga mulut yang akan meneruskan rangsangan ke pusat saliva di otak sehingga menstimulasi kelenjar saliva untuk mensekresikan saliva. 6.2.2 Peningkatan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Peningkatan rerata pH saliva juga terjadi pada ke empat kelompok. Pada Kelompok I terjadi peningkatan rerata pH saliva sebesar 0,20, pada Kelompok II sebesar 0,46, Kelompok III sebesar 0,46, dan Kelompok IV sebesar 0,60. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan pH saliva secara bermakna pada ke empat kelompok (p < 0,05) setelah perlakuan. Gambaran rerata peningkatan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Gambar 6.3 agar perbedaannya terlihat lebih jelas.
Gambar 6.3 Gambaran Rerata Peningkatan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Indriana (2011), yang menyatakan bahwa, peningkatan sekresi saliva secara langsung dapat mempengaruhi derajat keasaman (pH) rongga mulut. Peningkatan pH saliva pada ke empat kelompok disebabkan karena sebelum berkumur sampel diberikan roti tawar kemudian diukur pH saliva awal, selanjutnya diinstruksikan berkumur dan diukur kembali pH setelah berkumur. Kidd dkk (2003) menyatakan bahwa, pH saliva setelah makan akan mengalami penurunan dalam waktu satu sampai tiga menit setelah pemaparan substrat, kemudian akan meningkat dalam waktu 15 menit dan kembali normal menjadi tujuh setelah 30-60 menit. 6.2.3 Peningkatan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Peningkatan sekresi saliva dapat mempengaruhi susunan ion-ion dalam saliva. Ion-ion banyak dikeluarkan menuju muara kelenjar saliva. Rerata peningkatan kadar bikarbonat saliva pada Kelompok I sebesar 1,29, Kelompok II sebesar 1,79, Kelompok III sebesar 2,10 dan Kelompok IV sebesar 2,92. Analisis kemaknaan dengan Uji t-paired pada ke empat kelompok menunjukkan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan kadar bikarbonat saliva secara bermakna pada ke empat kelompok (p < 0,05) setelah perlakuan. Gambaran rerata peningkatan kadar bikarbonat saliva sebelum dan sesudah perlakuan disajikan dalam Gambar 6.4 agar perbedaannya terlihat lebih jelas.
Gambar 6.4 Rerata Peningkatan Kadar Bikarbonat Saliva Sebelum dan Sesudah Perlakuan Peningkatan sekresi saliva dapat mempengaruhi susunan ion-ion dalam saliva. Ion-ion banyak dikeluarkan menuju muara kelenjar saliva. Selama salivasi maksimal, konsentrasi ion saliva sangat berubah karena kecepatan pembentukan sekresi primer oleh sel asini dapat meningkat duapuluh kali lipat. Ion-ion bikarbonat disekresi oleh epitel duktus ke dalam lumen duktus. Sekresi ion-ion bikarbonat ini disebabkan oleh pertukaran pasif ion bikarbonat dengan ion klorida dan juga sebagai hasil dari proses sekresi saliva aktif (Guyton dan Hall, 2007). Besarnya kadar bikarbonat saliva pada penelitian ini dengan memanaskan saliva yang telah diencerkan dengan akuades sehingga gas CO2 yang diperoleh dari hasil pemanasan tersebut akan bereaksi dengan larutan Ba(OH)2 menjadi air barit. Hasil titrasi HCl dan air barit dengan indikator metil oranye dicatat sebagai kadar bikarbonat dalam saliva. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
cara yang paling penting untuk mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan 60% CO2 diubah menjadi bikarbonat dengan reaksi kimia sebagai berikut: CO2 + H2O H2CO3 HCO3- + H+. Pada reaksi pertama, CO2 berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat (H2CO3). Sesuai sifat asam, sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-) (Sherwood, 2009). Kapasitas buffer memegang peranan penting dalam mempertahankan pH saliva. Salah satu sistem buffer yang memegang peranan penting dalam mempertahankan pH saliva adalah sistem bikarbonat. Peningkatan kadar bikarbonat dalam saliva akan diikuti dengan peningkatan pH saliva (Walsh, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, dimana terdapat peningkatan kadar bikarbonat yang signifikan pada ke empat kelompok sebelun dan sesudah perlakuan.
6.3
Perbandingan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok Sebelum Perlakuan Data rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan
terdistribusi normal dan homogen sehingga uji komparabilitas menggunakan One Way Anova. Hasil uji komparabilitas dengan uji One Way Anova rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan masing-masing diperoleh nilai p>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata sekresi, pH dan kadar
bikarbikarbonat saliva pada ke empat kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna. Hasil Rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sebelum perlakuan antar kelompok tidak berbeda bermakna disebabkan karena pemilihan sampel pada tiap kelompok telah memenuhi kriteria inklusi, dan dialokasikan dalam kelompok perlakuan secara random. Setiap sampel pada tiap kelompok sebelum perlakuan mendapatkan perlakuan sama yaitu diberikan roti tawar untuk dihabiskan selama dua menit.
6.4
Perbandingan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Antar Kelompok Sesudah Perlakuan Data rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sesudah perlakuan
terdistribusi normal dan homogen sehingga uji efek perlakuan menggunakan One Way Anova. Hasil uji efek perlakuan dengan Uji One Way Anova rerata sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diperoleh nilai p<0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rerata sekresi, pH dan kadar bikarbikarbonat saliva pada ke empat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna. Hasil ini sesuai dengan penelitian Permatasari dkk (2013) yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada peningkatan pH saliva berdasarkan perubahan konsentrasi infusum teh hijau. Perbedaan yang signifikan antar ke empat kelompok setelah diberi perlakuan disebabkan karena pada Kelompok I diberikan akuades untuk dikumur selama tiga
menit, pada Kelompok II diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama satu menit, Kelompok III diberikan ekstrak teh hijau 3% dikumur selama dua menit dan Kelompok IV diberikan ekstrak teh hijau dikumur selama tiga menit. Hasil Uji LSD (Least Significant Different) diperoleh hasil bahwa rerata sekresi saliva sesudah perlakuan berkumur ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit lebih tinggi daripada satu menit dan dua menit. Hal serupa terjadi pada rerata pH saliva dan kadar bikarbonat saliva sesudah berkumur ekstrak teh hijau 3% selama tiga menit secara signifikan berbeda dengan satu menit dan dua menit dimana rerata pH dan kadar bikarbonat saliva sesudah berkumur ekstrak teh hijau selama tiga menit lebih tinggi daripada satu menit dan dua menit. Perbedaan rerata sekresi, pH dan kabar bikarbonat saliva sesudah perlakuan disebabkan karena pada Kelompok I diberikan akuades yang tidak mengandung bahan aktif, sehingga peningkatan sekresi, pH dan Kadar bikarbonat yang terjadi hanya disebabkan oleh stimulasi berkumur dalam rongga mulut. Pada Kelompok II, III dan IV diberi ekstrak teh hijau 3% mengandung bahan aktif yang dapat meningkatkan sekresi, pH dan kadar Bikarbonat saliva. Perbedaan sekresi, pH dan kadar bikarbonat yang signifikan antar kelompok juga disebabkan karena durasi berkumur antar kelompok yang berbeda. Indriana (2011) menyatakan bahwa komposisi dan jumlah saliva yang dihasilkan tergantung pada tipe dan intensitas stimulus. Stimulus kimiawi lebih meningkatkan sekresi saliva dibandingkan stimulus mekanik, dan semakin lama intensitas stimulus yang diberikan maka akan lebih meningkatkan sekresi saliva.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Awadalla dkk (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan jumlah bakteri Streptococcus mutans, dan pH saliva yang signifikan setelah berkumur dengan ekstrak teh hijau 2% selama lima menit. Teh hijau mengandung polifenol khususnya flavonoid merupakan senyawa yang dapat mencegah terjadinya karies gigi. Flavonoid dalam teh hijau berupa catechin terdiri dari
empat
golongan
besar
yaitu
epigallocatechin-3-gallate
(EGCG),
epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Catechin pada teh hijau mencegah turunnya pH saliva setelah makan dan mempertahankan pH saliva dalam posisi normal (Awadalla dkk., 2011). Teh hijau dapat menghambat pembentukan asam, menghambat pertumbuhan serta menghambat aktifasi glukosiltransferase dari Streptococcus mutans dan bakteri dalam plak, sehingga dapat mencegah turunnya pH saliva dan dapat meningkatkan pH saliva lebih cepat setelah mengkonsumsi glukosa (Cabrera dkk., 2006). Hirasawa dkk (2006), membuktikan terhambatnya pembentukan asam dari plak gigi dan bakteri Streptococcus mutans setelah berkumur dengan larutan Epigallocatechin gallate (EGCG) yang merupakan salah satu flavonoid teh hijau. Ekstrak teh hijau memiliki efek antikariogenik karena dapat menurunkan aktivitas α-amilase saliva. Terhambatnya aktivitas α-amilase akan menghambat pembentukan maltosa dari saripati makanan dan memperlambat fermentasi karbohidrat menjadi asam sehingga mencegah penurunan pH saliva (Narotzki dkk., 2012; Cabrera dkk., 2006).
Ekstrak teh hijau dapat mencegah pembentukan asam dan mencegah penurunan pH saliva melalui mekanisme yang menghambat enzim dehidrogenase. Pemberian ekstrak EGCG dapat mencegah terbentuknya asam laktat dari asam piruvat karena terhambatnya aktivitas enzim dehidrogenase. Polifenol dalam teh hijau secara signifikan juga dapat menghambat perlekatan bakteri pada lapisan glikoprotein sehingga mencegah penurunan pH saliva (Narotzki dkk., 2012). Kandungan tanin dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena
mampu
mengikat
zat
besi,
serta
mampu
menghambat
proses
glukosiltransferase dan mencegah perlekatan bakteri (Subramaniam dkk, 2012). Menurut Nguyen (2006) menyatakan bahwa kandungan tanin terbesar terdapat dalam daun teh yang paling sedikit mengalami fermentasi. Kandungan tanin lebih banyak terdapat dalam teh hijau yang tidak mengalami fermentasi dari pada jenis teh lainnya. Tanin memiliki rasa sepat atau pahit akan merangsang taste bud pada lidah, selanjutnya taste bud akan membentuk impuls saraf. Impuls pengecap dari dua pertiga anterior lidah mula-mula akan diteruskan ke saraf lingualis, kemudian melalui korda timpani menuju nervus fasialis, dan akhirnya ke traktus solitarius di batang otak. Sensasi pengecap dari papila sirkumvalata di bagian belakang lidah dan dari daerah posterior rongga mulut dan tenggorokan akan ditransmisikan melalui nervus glosofaringeus juga ke traktus solitarius. Begitu pula sinyal pengecap dari dasar lidah dan bagian-bagian lain di daerah faring akan ditransmisi ke traktus solitarius melalui nervus vagus (Guyton dan Hall, 2007).
Semua serabut pengecap bersinaps di batang otang bagian posterior di dalam nukleus traktus solitarius. Sejumlah besar impuls pengecapan dari traktus solitarius ditransmisikan ke dalam batang otak itu sendiri langsung ke nukleus salivatorius inferior dan superior. Area ini kemudian akan mentransmisikan sinyal ke kelenjar submandibularis, sublingualis, dan parotis untuk membantu mensekresikan saliva. Penjalaran sinyal ke sistem saraf dan pengaturan sekresi saliva dapat dilihat pada Gambar 6.5 (Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 6.6 Penjalaran Sinyal Menuju Sistem Saraf dan Pengaturan Sekresi Saliva (Guyton dan Hall, 2007) Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa berkumur dengan ekstrak teh hijau selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. Hal ini berhubungan dengan proses pembentukan impuls saraf oleh taste bud dimana sinyal akan terus dihantarkan selama taste bud tetap terpajan dengan rangsangan kecap (Guyton dan Hall, 2007). Selama rongga mulut masih melakukan aktivitas
berkumur maka stimulasi mekanis dan kimia akan tetap dihantarkan oleh taste bud ke pusat saliva, sehingga saliva akan lebih banyak disekresikan. Stimulasi berkumur selama tiga menit lebih lama daripada satu menit dan dua menit sehingga taste bud akan lebih lama terpajan oleh stimulus. Semakin lama stimulus dalam rongga mulut maka semakin kuat sinyal yang akan dikirim ke pusat saliva di otak sehingga saliva akan disekresikan lebih banyak. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Awadalla, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa ekstrak teh hijau 2% yang dikumur selama dua menit tidak memberi efek antikariogenik. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan konsentrasi dan waktu berkumur yang digunakan. Durasi berkumur dua menit kurang optimal untuk konsentrasi ekstrak teh hijau 2%. Obat kumur ekstrak teh hijau tidak mengandung bahan tambahan atau bahan pelarut lain, seperti obat kumur kemasan yang terdapat bahan tambahan lain seperti alkohol. Adanya tambahan alkohol pada obat kumur kemasan menyebabkan durasi berkumur yang disarankan sekitar 30 sampai 60 detik, agar tidak terjadi xerostomia. Hasil penelitian ini lebih baik daripada penelitian sebelumnya karena durasi berkumur yang digunakan lebih singkat dan mendekati budaya berkumur yang biasa digunakan oleh masyarakat. Penggunaan ekstrak teh hijau untuk berkumur menjadi lebih efektif dan efisien, mudah diadopsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva yang berfungsi sebagai remineralisasi gigi sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi. Meningkatnya sekresi saliva yang diikuti dengan peningkatan pH dan kadar bikarbonat saliva dapat meningkatkan
pertahanan rongga mulut dan gigi terhadap pemaparan asam oleh bakteri sehingga dapat mencegah terjadinya demineralisasi gigi dan meningkatkan sistem pertahanan terhadap terjadinya karies.
6.5 Kelemahan Penelitian Karena keterbatasan peneliti maka penelitian ini memiliki kelemahan antara yaitu peneliti menggunakan ekstrak teh hijau yang memiliki beberapa komponen aktif sebagai penyebab meningkatnya sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva, sehingga belum dapat dipastikan komponen aktif mana dalam penelitian ini yang paling signifikan dalam meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama satu menit meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 2. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama dua menit meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 3. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva.
4. Ekstrak teh hijau 3% yang dikumur selama tiga menit lebih meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva daripada satu menit dan dua menit.
7.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan komponen aktif polifenol dalam teh hijau sehingga dapat diketahui komponen aktif mana yang paling signifikan mempengaruhi sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan durasi berkumur empat menit sehingga didapatkan durasi berkumur yang optimal dalam peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva.
90 PUSTAKA DAFTAR Alamsyah, A.N., 2006. Taklukan Penyakit Dengan Teh Hijau. Jakarta. Agromedia Pustaka. Almeida, P.D.V., Gregio, A.M.T., Machado, M.A.N., Lima, A.A.S., Azevedo, L.R. 2008. Saliva Composition and Functions: a Comprehensive Review. The Journal of Contemporary Dental Practice; 9 (3): 1-11. Anonim. 2008. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Anonim. 2009. Pangan dan Kesehatan. UPT- Balai Teknologi Informasi LIPI. Awadalla, H.I., Ragab, M.H., Bassuoni, M.W., Fayed, M.T., Abbas, M.O. 2011. A Pilot Study of the Role of Green Tea Use on Oral Health. International Journal of Dental Hygiene; 9: 110-116. Benn, A.M.L, Thompson, W.M. 2014. Saliva: An Overview. New Zealand Dental Journal; September: 92-96.
Bradshaw, David, J., Lynch, Richard,J.M. 2013. Diet and the Microbial Aetiology of Dental Caries: New Paradigms. International Dental Journal; 2 (63): 64-72. Cabrera, C., Artacho, R., Gimenez, R. 2006. Beneficial Effects of Green Tea-A Review. Journal of the American College of Nutrition; 25 (2): 79-99. Chatterjee, A., Saluja, M., Agarwal, G., Alam, M. 2012. Green Tea: A Boon For Periodontal and General Health. Journal of Indian Society of Periodontology; 16 (2): 161-167. Ciancio, S.G. 2008. Mouth Rinses and Their Impact on Oral Hygiene. Access; 22 (5): 24-29. Gopinath, V.K., Arzreanne, A.R. 2006. Saliva as a Diagnostic Tool for Assessment of Dental Caries. Archieves of Orofacial Sciences; 1: 57-59. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta. EGC: 835-836. Hervina, 2014. Ekstrak Teh Hijau 3% 91 yang Dikumur Selama Tiga Menit Lebih Meningkatkan Sekresi, pH dan Kadar Bikarbonat Saliva Dibanding Satu Menit dan Dua Menit (Unpublished). Penelitian Pendahuluan. Hilyatuzzahroh, 2006. Korelasi Kadar Tanin Pada Produk Teh Komersial Dengan Aktivitasnya Sebagai Senyawa Antibakteri EPEC K1-1. Institut Pertanian Bogor. Hirasawa, M., Takada, K., Otake, S. 2006. Inhibition of Acid Production in Dental Plaque Bacteria by Green Tea Catechins. Caries Research; 40 (3): 265-270. Hurlbutt, M., Novy, B., Young, D. 2010. Dental Caries: A pH-Mediated Disease. CDHA Journal; 25 (1): 9-15. Indriana, T. 2011. Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH Karena Pengaruh Stimulus Kimiawi dan Mekanis. J Kedokt Meditek; 17 (44): 1-5. Jarvis, C. 2011. Physical Examination and Health Assessment, Edisi 6. Philadephia. Saunders. Kaur, M., Shah, S. 2012. A Study of Analytical Indicators of Saliva. Annals and Essences of Dentistry; IV:9-18.
Kidd,
E.A.M., Bechal, S.J. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Alih Bahasa: Narlan Sumawinata dan Safrida Faruk. EGC. Jakarta.
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Watson, T.F. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry. Ed. 8. Oxford University. Kukreja, B.J., Dodwad, V. 2012. Herbal Mouthwashes-a Gift of Nature. International Journal of Pharma and Bio Science; 3: 46-52. Kumar, V., Pandey,V. 2011. Green Tea The Periodontal Health Booster. General Guident ; November 2011: 66-71. Lumikari, M.L., Loimaranta,V. 2000. Saliva and Dental Caries. Adv Dent Res; 14: 40-47. Macpherson, P. 2013. The Role of Saliva in Oral Health and Disease. Dental Nursing; 9 (10): 568-573. Miletic, I., Baraba, A. 2011. Aetiological Factors for Susceptibility: Saliva (Roles, pH Scoring) and Bacteria. Journal of Minimum Interventionin Dentistry; 4 (2): 17-19. Mortazavi, S., Noin, S. 2011. Plaque pH Changes Following Consumption of Two Types Plain and Bulky Bread. Dent Res J; 8 (2): 80-84. Narotzki, B., Reznick, A.Z., Aizenbud, D., Levy, Y. 2012. Green Tea: A Promising Natural Product in Oral Health. Archieves of Oral Biology; 57: 429-435. Nguyen, M.L., 2006. A Cup of Tannins: The Link Between Tea Fermentation and Antioxidants. Oklahoma. [cited 2014 Mei 13]. Available from: www. biosurvey.ou.edu/oas/06/paper/nguyen.pdf Notohartojo, I.T., Magdarin, D.A. 2013. Penilaian Indeks DMF-T Anak Usia 12 Tahun Oleh Dokter Gigi dan Bukan Dokter Gigi di Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Media Litbangkes; 23 (1): 41-46. Permatasari, N., Cahyati, M., Alexander, F. 2013. Efektifitas Berkumur Infusum Teh Hijau Pada Perubahan pH Saliva Pada Anak SD Berusia 9-11 Tahun di SDN Dinoyo II Malang. [cited 2013 Nov. 10]. Available from: URL: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gigi/MajalahFELIX%20ALEXA NDER%20KHUSUMA.pdf.
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes, John Wiley & Sons Rantonen, P. 2003. “Salivary Flow and Komposition in Healthy and Diseased Adults” (dissertation). Finland: Helsinki University. Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta. EGC: 650652. Shetty, C., Hegde, M.N., Devadiga, D. 2013. Correlation Between Dental Caries With Salivary Flow, pH, and Buffering Capacity in Adult South Indian Population: An In-Vitro Study. Int. J. Res. Ayurveda Pharm; 4 (2): 219-223. Subramaniam, P., Eswara, U., Reddy, M. 2012. Effect of Different Types of Tea on Streptococcus mutans: An In Vitro Study. Indian Journal of Dentar Research; 23 (1): 43-48. Suryadinata, A. 2012. Kadar Bikarbonat Penderita Karies dan Bebas Karies. Sainstis; 1 (1): 35-42. Tumilasci, O.R., Cardoso, E.M.L., Contreras, L.N., Belforte, B., Arregger, A.L., Ostuni, M.A. 2006. Standardization of Simple Method to Study Whole Saliva: Clinical Use in Difefrent Pathologies. Acta Odontol Latinoam; 19 (2): 47-51. Walsh, L.J. 2007. Clinical Aspects of Salivary Biology for the Dental Clinician. International Dentistry South Africa (Australasian Edition); 2 (3): 16-20.
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 2. PENJELASAN YANG DISAMPAIKAN KEPADA PENDERITA SEBELUM MENANDATANGANI FORMULIR PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
Pendahuluan Informed Consent
pada dasarnya bertujuan menghargai hak-hak individu
guna memperoleh penjelasan yang penuh dan tepat berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan sebelum membuat persetujuan dengan benar. Informed Consent mengandung hal-hal sebagai berikut: 1. Penjelasan yang terperinci serta pemakaian bahasa yang mudah dimengerti berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. 2. Adanya jaminan bahwa penderita mendapat kebebasan untuk memutuskan apakah akan ikut serta atau menolak, sebab secara moral dan legal penderita memiliki hak untuk itu.
Penelitian ini berjudul:
EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT
Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut yang tidak mendapat perhatian dengan baik akan menimbulkan kerusakan gigi, salah satunya adalah karies gigi. Karies gigi merupakan permasalahan yang sering dijumpai di rongga mulut. Karies gigi menjadi permasalahan tinggi dan paling umum di negara berkembang. Hampir seluruh penduduk di dunia pernah mengalami karies, dengan tingkat keparahan yang berbedabeda. . Karies gigi yang tidak ditangani dengan baik dapat menurunkan produktifitas dan menjadi sumber infeksi lokal maupun sistemik. Karies gigi merupakan demineralisasi jaringan keras gigi yang terjadi secara multifaktor. Multifaktor penyebab karies antara lain interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal dalam rongga mulut (agent), makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis (environment), serta dalam jangka waktu lama (time). Asam yang terbentuk pada proses glikolisis dapat menurunkan pH saliva, pH plak, dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi. Demineralisasi terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan suasana rongga mulut yang dapat terdeteksi melalui pemeriksaan parameter saliva (Suryadinata, 2012). Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan cara berkumur dengan dengan teh hijau sehingga dapat meningkatkan aliran saliva, pH dan kadar bikarbonat saliva. Teh hijau mengandung polifenol yang terdiri dari tanin dan flavonoid. Flavonoid utama yang terkandung dalam teh hijau adalah catechin. Empat kandungan utama catechin antara lain epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC). Catechin memiliki kemampuan
meningkatkan pH saliva dan menghambat pertumbuhan bakteri (Awadalla dkk., 2011).
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peningkatan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva setelah berkumur ekstrak teh hijau 3%
Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan mengenai manfaat teh hijau yang dikumur dapat meningkatkan sekresi, pH dan kadar bikarbonat saliva sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi. 2. Menambah wawasan bagi masyarakat mengenai manfaat teh hijau yang biasanya digunakan sebagai minuman juga dapat memiliki manfaat bagi kesehatan gigi dan dapat mencegah terjadinya karies gigi. Tatalaksana Penelitian 1. Protokol sebelum penelitian: Sebelum penelitian akan dilakukan, sampel tidak diperkenankan untuk makan, minum, maupun membersihkan rongga mulutnya, selama kurun waktu 60 menit. 2. Protokol penelitian: Penelitian akan dilakukan selama kurang lebih 40 menit, dimana dua menit pertama sampel diinstruksikan untuk menghabiskan selembar roti tawar, kemudian dilakukan pengumpulan air liur selama 10 menit. Segera setelah air liur terkumpul, sampel akan diberikan 10 ml ekstrak teh hijau 3% untuk dikumur selama satu menit, dua menit dan tiga menit. Lima belas menit kemudian sampel diinstruksikan untuk mengumpulkan kembali salivanya selama 10 menit.
Selama proses pengumpulan saliva sampel tidak diperkenankan untuk berbicara, menggerakkan lidah, mengunyah dan melakukan gerakan penelanan. 3. Posisi dan teknik saat mengumpulkan saliva: -
Posisi sampel duduk dengan tenang dan diam sambil menundukkan kepala dan tangan kanan memegang pot saliva
-
Sampel diinstruksikan untuk tidak menelan selama prosedur berlangsung.
-
Sesaat sebelum prosedur pengumpulan dimulai, sampel diharuskan menelan semua sisa air liur yang ada di rongga mulut.
-
Air liur dibiarkan mengumpul di dalam rongga mulut dan setiap menit air liur yang sudah terkumpul dikeluarkan ke dalam pot saliva
-
Pengumpulan air liur dilakukan selama 10 menit
Risiko Penelitian dan Cara Penanggulangan Pada saat penelitian berlangsung ada beberapa kemungkinan risiko yang terjadi di antaranya adalah 1.
Rasa haus saat penelitian berlangsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan segera diberikan air minum setelah pengumpulan saliva terakhir selesai.
2.
Adanya
pemeriksaan
rongga
mulut
untuk
mengetahui
indeks
DMF-t
memungkinkan terjadi infeksi silang apabila ada subjek yang menderita penyakit tertentu. Hal ini telah ditanggulangi dengan digunakannya alat diagnosa steril pada saat pemeriksaan serta perlengkapan alat dan bahan sterilisasi selalu siap di lokasi penelitian yaitu RSGM FKG Unmas Denpasar.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan: 1.
Penelitian ini bersifat sukarela
2.
Walaupun prosedur penelitian ini telah dilakukan secara cermat, apabila terjadi ketidak nyamanan selama penelitian maka akan dirundingkan bersama
3.
Penelitian ini bersifat sukarela, maka peserta penelitian dapat mengundurkan diri jika menemukan hal-hal yang dirasa merugikan.
4.
Hasil penelitian akan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan keilmuan tidak untuk kepentingan publikasi komersial.
5.
Kerahasian peserta penelitian akan dijaga dengan tidak mencantumkan nama pada hasil penelitian.
6.
Penjelasan dan surat persetujuan dibuat rangkap dua, satu untuk peneliti dan satu untuk peserta penelitian.
Penutup Demi terselenggaranya penelitian ini dengan baik, maka mutlak diperlukan kerjasama yang baik antara peserta penelitian dan peneliti.
Lampiran 3. Informed Consent Kode:
INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ................................................................................................
Umur
: ................................................................................................
Jenis Kelamin : ................................................................................................ Alamat
: ................................................................................................
No KTP
: ................................................................................................
Setelah mendapatkan penjelasan secukupnya serta memahami dan menyadari manfaat dan risiko penelitian yang berjudul:
EKSTRAK TEH HIJAU 3% YANG DIKUMUR SELAMA TIGA MENIT LEBIH MENINGKATKAN SEKRESI, pH DAN KADAR BIKARBONAT SALIVA DIBANDING SATU MENIT DAN DUA MENIT
Saya dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian serta mematuhi segala ketentuan-ketentuan penelitian yang sudah saya pahami, dengan catatan apabila pada saat penelitian merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini.
Denpasar,.................................... Mengetahui, Penanggung Jawab Penelitian
Menyetujui, Peserta Penelitian
Drg. Hervina Lampiran 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Teh Hijau (.........................................)
Lampiran 5. Tabulasi Data Hasil Penelitian TABULASI DATA HASIL PENELITIAN NO.
KODE
UMUR
SEKRESI PRE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
POST
KADAR
pH PRE
BIKARBONAT POST
PRE
POST
20 21 22 23 24
NO
KODE
UMUR
SEKRESI PRE
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
POST
KADAR
pH PRE
BIKARBONAT POST
PRE
POST
44
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Gambar 6a. pH meter digital merk Suncare buatan USA
(3) (1) (4)
(2)
(5)
Gambar 6b. (1) Peralatan destilasi dengan pendingin liebig, (2). Pemanas dan pengaduk merk Cimarec, (3). Buret digital merk Brand buatan Jerman, (4). Larutan HCl 0,5 M, (5). Indikator metil orange.
Gambar 6c. Subjek menghabiskan roti tawar
Gambar 6d. Subjek duduk tegak sebelum pengumpulan saliva dimulai
Gambar 6e. Subjek mencucurkan salivanya ke dalam pot saliva
Gambar 6f. Subjek berkumur
Gambar 6g. Proses Pengukuran pH Saliva
Gambar 6h. Proses Pengukuran Sekresi Saliva
Gambar 6i. Proses Pemanasan saliva
Gambar 6j. Proses Titrasi dengan HCl 0,5M
Lampiran 7. Hasil Uji SPSS Data Hasil Penelitian
Hasil Perhitungan SPSS Data Umur Tests of Normality kelomp ok perlaku an umur responden
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
P0
df
.197
P1
Sig. 11
.168
Shapiro-Wilk
11
Statistic
df
Sig.
.200
*
.914
11
.269
.200
*
.927
11
.381
*
.942
11
.542
.917
11
.291
P2
.176
11
.200
P3
.239
11
.080
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Test of Homogeneity of Variances umur responden Levene Statistic .036
df1
df2 3
Sig. 40
.991
ANOVA umur responden Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
1.182
3
.394
113.818
40
2.845
Total
115.000
43
F
Sig. .138
.936
Hasil Perhitungan Data Sekresi Saliva Tests of Normality kelomp ok perlaku an
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
sekresi P0 saliva awal P1
df
.168
Sig. 11
.177
P2
Shapiro-Wilk
11
.122
11
Statistic
df
Sig.
.200
*
.947
11
.605
.200
*
.909
11
.235
.200
*
.968
11
.865
*
P3 sekresi P0 saliva akhir P1
.165 .224
11 11
.200 .127
.948 .887
11 11
.613 .129
.185
11
.200
*
.922
11
.333
P2
.183
11
.200
*
.919
11
.310
P3
.170
11
.200
*
.870
11
.078
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic sekresi saliva awal sekresi saliva akhir
df1
.681 .471
df2 3 3
Sig. 40 40
.569 .704
ANOVA Sum of Squares sekresi saliva awal
sekresi saliva akhir
df
Mean Square
Between Groups
.071
3
.024
Within Groups
.781
40
.020
Total
.852
43
Between Groups
2.706
3
.902
Within Groups
5.627
40
.141
Total
8.333
43
F
Sig.
1.213
.317
6.412
.001
Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable
(I) kelomp ok perlaku an
(J) kelomp ok Mean perlaku Difference an (I-J) Std. Error
sekresi saliva awal
P0
P1
.10000
.05960
.101
-.0204
.2204
P2
.09545
.05960
.117
-.0250
.2159
P3
.05455
.05960
.366
-.0659
.1750
P0
-.10000
.05960
.101
-.2204
.0204
P2
-.00455
.05960
.940
-.1250
.1159
P3
-.04545
.05960
.450
-.1659
.0750
P0
-.09545
.05960
.117
-.2159
.0250
P1
.00455
.05960
.940
-.1159
.1250
P3
-.04091
.05960
.496
-.1614
.0795
P0
-.05455
.05960
.366
-.1750
.0659
P1
.04545
.05960
.450
-.0750
.1659
P2
.04091
.05960
.496
-.0795
.1614
P1
-.25000
.15993
.126
-.5732
.0732
P2
-.27273
.15993
.096
-.5960
.0505
P3
-.69091
*
.15993
.000
-1.0141
-.3677
P0
.25000
.15993
.126
-.0732
.5732
P2
-.02273
.15993
.888
-.3460
.3005
P3
-.44091
*
.15993
.009
-.7641
-.1177
P0
.27273
.15993
.096
-.0505
.5960
P1
.02273
.15993
.888
-.3005
.3460
P3
-.41818
*
.15993
.013
-.7414
-.0950
P0
.69091
*
.15993
.000
.3677
1.0141
P1
.44091
*
.15993
.009
.1177
.7641
P2
.41818
*
.15993
.013
.0950
.7414
P1
P2
P3
sekresi saliva akhir
P0
P1
P2
P3
95% Confidence Interval
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1
sekresiprePo
.5636
11
.17334
.05226
sekresipostP0
1.1364
11
.29334
.08844
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std. Std. Mean Pair sekresiprePo 1
sekresipostP0
Error
Deviation Mean
-.57273
Sig.
Difference
.24430 .07366
(2-
Lower
Upper
t
-.73685
-.40861
df
-7.775
tailed)
10
.000
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
sekresipreP1
.4636
11
.13433
.04050
sekresipostP1
1.3864
11
.41898
.12633
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std. Std. Mean Pair 1 sekresipreP1 sekresipostP1
-.92273
Error
Deviation Mean
Interval of the Difference Lower
.32739 .09871 -1.14267
Upper -.70279
Sig. (2t -9.348
df 10
tailed) .000
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
sekresipreP2
.4682
11
.11890
.03585
sekresipostP2
1.4091
11
.39675
.11962
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std. Std. Mean
Difference
Error
Deviation Mean
Lower
Sig. (2-
Upper
t
df tailed)
Pair 1 sekresipreP2 -
-.94091
.33824 .10198 -1.16814
-.71367
-9.226 10
.000
sekresipostP2
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
sekresipreP3
.5091
11
.12613
.03803
sekresipostP3
1.8273
11
.37905
.11429
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std. Std. Mean
Error
Deviation Mean
Interval of the Difference Lower
Upper
Sig. (2t
df tailed)
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std. Std. Mean Pair 1
Difference
Error
Deviation Mean
Lower
Upper
Sig. (2t
df tailed)
sekresipreP 3sekresipost
-1.31818
.28659 .08641 -1.51072 -1.12565 -15.255 10
.000
P3
Hasil SPSS Data pH Tests of Normality kelomp ok perlaku an pH saliva awal
pH saliva akhir
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
*
.913
11
.266
P0
.164
11
.200
P1
.218
11
.152
.905
11
.211
P2
.227
11
.117
.901
11
.190
P3 P0
.250 .189
11 11
.053 * .200
.878 .898
11 11
.100 .175
P1
.170
11
.200
*
.936
11
.476
*
.916
11
.283
.908
11
.232
P2
.202
11
.200
P3
.261
11
.035
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
pH saliva awal
.385
3
40
.764
pH saliva akhir
.189
3
40
.904
ANOVA Sum of Squares pH saliva awal
pH saliva akhir
Mean Square
df
F
Between Groups
.009
3
.003
Within Groups
.206
40
.005
Total
.214
43
Between Groups
.933
3
.311
Within Groups
.640
40
.016
1.573
43
Total
Sig.
.557
.647
19.448
.000
Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable
(I) kelomp ok perlaku an
(J) kelomp ok perlaku an
pH saliva awal
P0
P1
.02364
.03057
.444
-.0382
.0854
P2
.03909
.03057
.208
-.0227
.1009
P3
.01818
.03057
.555
-.0436
.0800
P0
-.02364
.03057
.444
-.0854
.0382
P2
.01545
.03057
.616
-.0463
.0772
P3
-.00545
.03057
.859
-.0672
.0563
P0
-.03909
.03057
.208
-.1009
.0227
P1
-.01545
.03057
.616
-.0772
.0463
P3
-.02091
.03057
.498
-.0827
.0409
P0
-.01818
.03057
.555
-.0800
.0436
P1
.00545
.03057
.859
-.0563
.0672
P2
.02091
.03057
.498
-.0409
.0827
P1
P2
P3
95% Confidence Interval Mean Difference (I-J) Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
pH saliva akhir P0
P1
P2
P3
P1
-.06273
.05392
.252
-.1717
.0463
P2
-.22182
*
.05392
.000
-.3308
-.1128
P3
-.37455
*
.05392
.000
-.4835
-.2656
P0
.06273
.05392
.252
-.0463
.1717
P2
-.15909
*
.05392
.005
-.2681
-.0501
P3
-.31182
*
.05392
.000
-.4208
-.2028
P0
.22182
*
.05392
.000
.1128
.3308
P1
.15909
*
.05392
.005
.0501
.2681
P3
-.15273
*
.05392
.007
-.2617
-.0437
P0
.37455
*
.05392
.000
.2656
.4835
P1
.31182
*
.05392
.000
.2028
.4208
.15273
*
.05392
.007
.0437
.2617
P2
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pHpreP0
6.5391
11
.07231
.02180
pHpostP0
6.7473
11
.13214
.03984
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair pHpreP0 1 pHpostP0
-.20818
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-.27901
-.13735
.10543 .03179
T -6.549
df 10
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pHpreP1
6.5155
11
.07541
.02274
pHpostP1
6.8100
11
.12025
.03626
Sig. (2tailed) .000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
pHpreP1 pHpostP1
Std. Deviation
-.29455
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
.14425 .04349 -.39145
Upper
t
df
-.19764 -6.772
10
Sig. (2tailed) .000
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pHpreP2
6.5000
11
.06648
.02005
pHpostP2
6.9691
11
.13240
.03992
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
pHpreP2 pHpostP2
Std. Deviation
-.46909
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
.14145 .04265 -.56412
Upper
t
df
-.37406 -10.999
10
Sig. (2tailed) .000
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pHpreP3
6.5209
11
.07231
.02180
pHpostP3
7.1218
11
.12048
.03633
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Std.
Mean
Std.
Error
Deviation
Mean
Interval of the Difference Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Std.
Mean Pair 1
pHpreP3 pHpostP3
-.60091
Std.
Error
Deviation
Mean
Difference Lower
.14067 .04241
Sig. (2-
Upper
t
df
-.69541 -.50640 -14.167
10
tailed) .000
Hasil SPSS Data Kadar Bikarbonat Saliva Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov kelompok perlakuan kadar P0 bikarbonat P1 saliva P2 awal P3 P0
kadar bikarbonat P1 akhir P2 P3
Statistic .182
df
Shapiro-Wilk
Sig. 11
Statistic
df
Sig.
.200
*
.943
11
.561
*
.169
11
.200
.933
11
.444
.226
11
.123
.906
11
.218
.157 .210
11 11
*
.200 .192
.938 .922
11 11
.492 .332
.239
11
.080
.944
11
.574
.264
11
.031
.913
11
.263
11
*
.971
11
.898
.099
.200
a. Lilliefors Significan ce Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic kadar bikarbonat saliva awal kadar bikarbonat akhir
.741 2.204
df1
df2 3 3
Sig. 40 40
.534 .103
ANOVA Sum of Squares kadar
Between Groups
.249
df
Mean Square 3
.083
F .520
Sig. .671
bikarbonat saliva awal kadar bikarbonat akhir
Within Groups
6.379
40
Total
6.628
43
13.374
3
4.458
9.017
40
.225
22.391
43
Between Groups Within Groups Total
.159
19.776
.000
Multiple Comparisons LSD
Dependent Variable kadar bikarbonat saliva awal
(I) kelomp ok perlaku an
(J) kelompo k perlakua n
P0
P1
-.08182
.17028
.633
-.4260
.2623
P2
-.08364
.17028
.626
-.4278
.2605
P3
.10000
.17028
.560
-.2442
.4442
P0
.08182
.17028
.633
-.2623
.4260
P2
-.00182
.17028
.992
-.3460
.3423
P3
.18182
.17028
.292
-.1623
.5260
P0
.08364
.17028
.626
-.2605
.4278
P1
.00182
.17028
.992
-.3423
.3460
P3
.18364
.17028
.287
-.1605
.5278
P0
-.10000
.17028
.560
-.4442
.2442
P1
-.18182
.17028
.292
-.5260
.1623
P2
-.18364
.17028
.287
-.5278
.1605
P1
-.58182
*
.20245
.006
-.9910
-.1727
P2
-.89455
*
.20245
.000
-1.3037
-.4854
P3
-1.52727
*
.20245
.000
-1.9364
-1.1181
P0
.58182
*
.20245
.006
.1727
.9910
P2
-.31273
.20245
.130
-.7219
.0964
P3
-.94545
*
.20245
.000
-1.3546
-.5363
P0
.89455
*
.20245
.000
.4854
1.3037
P1
.31273
.20245
.130
-.0964
.7219
P3
-.63273
*
.20245
.003
-1.0419
-.2236
P0
1.52727
*
.20245
.000
1.1181
1.9364
P1
.94545
*
.20245
.000
.5363
1.3546
P2
.63273
*
.20245
.003
.2236
1.0419
P1
P2
P3
kadar bikarbonat akhir
P0
P1
P2
P3
95% Confidence Interval Mean Difference (I-J)
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Paired Samples Test Paired Differences
Mean
Std. Deviation
Pair 1 bikarbopreP0 -1.29636 bikarbopostP0
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
.43606 .13148 -1.58931
Upper -1.00342
t
Sig. (2tailed)
df
-9.860
10
.000
t
df
Sig. (2tailed)
Paired Samples Test Paired Differences
Std. Std. Error Deviation Mean
Mean Pair bikarbopreP1 1 bikarbopostP1
95% Confidence Interval of the Difference
-1.79636
Lower
Upper
.44918 .13543 -2.09813 -1.49460
-13.264
10
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1 bikarbopreP2 -2.10727 bikarbopostP2
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
.62943 .18978 -2.53013
Upper -1.68442
t -11.104
Sig. (2tailed)
df 10
.000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1 bikarbopreP3 -2.92364 bikarbopostP3
Std. Std. Error Deviation Mean .48256
Lower
Upper
.14550 -3.24783 -2.59945
t -20.094
df 10
Sig. (2tailed) .000