EKSTRAK DAUN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) SEBAGAI PENGAWET DAGING SAPI IRIS SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
NUNIK RUSLIYANI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus) sebagai Pengawet Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Nunik Rusliyani NIM D14080194
ABSTRAK
NUNIK RUSLIYANI. Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus) sebagai pengawet Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin. Dibimbing oleh TUTI SURYATI dan ZAKIAH WULANDARI. Daun bambu tali (Gigantochloa apus) tersedia melimpah serta diketahui mengandung senyawa fenol yang berpotensi menghambat kerusakan pada daging. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektifitas penggunaan ekstrak daun bambu tali sebagai pengawet alami dan pengaruhnya terhadap sifat sensori daging sapi iris selama penyimpanan dingin. Uji konfrontasi zona hambat ekstrak daun bambu tali (EDB) terhadap bakteri alami dari daging, E. coli dan Salmonella sp. Dilakukan sebagai uji pendahuluan. Aplikasi EDB pada daging dilakukan dengan merendam daging selama 2 jam dengan konsentrasi EDB:akuades sebesar 90:10 dan 50:50. Daging kemudian ditiriskan dan disimpan selama 0, 3, dan 6 hari pada suhu 4-7 oC. Hasil uji konfrontasi menunjukkan bahwa terdapat penghambatan terhadap bakteri patogen oleh EDB, namun berdasarkan total perhitungan bakteri (TPC) daging perlakuan masih memiliki TPC yang melebihi batas maksimal SNI daging (2009). EDB dengan perbandingan 90:10 pada daging menghasilkan total fenol sebesar 209.16 mg EAG 100-1 g BK sampel. Pengaruh EDB terhadap sifat sensori daging ialah warna daging menjadi lebih cokelat dan bau khas daging menjadi lemah. Sebagai kesimpulan, meskipun EDB dapat menghambat bakteri pada uji konfrontasi, tetapi belum efektif dalam mengawetkan daging sapi iris selama penyimpanan dingin. Kata kunci : daging sapi iris, ekstrak daun bambu, pengawet, penyimpanan dingin.
ABSTRACT NUNIK RUSLIYANI. The Bamboo Leaf Extract (Gigantochloa apus) as Preservative on Beef Slices During Chilled Storage. Supervised by TUTI SURYATI and ZAKIAH WULANDARI. The bamboo’s leaves (Gigantocloa apus) are bunch available and they are known contain phenol which patented to reduce beef rotten. This research was aimed to evaluate the effectivity of bamboo’s leaves as natural preservative and their effect on sensory characteristics of beef slice during chilled storage. The confrontation test of bamboo’s leaves extract (EDB) against the natural’s beef bacteria, E. coli and Salmonella sp. weredone at preliminary research. Meat slices were soaked in EDB solution with concentration 90:10 and 50:50 (EDB:aquades) for 2 hours. And then, the meat slices were stored in refrigerator for 0, 3, and 6 days. The result of
confrontation test showed that the pathogen bacteria was reduced by EDB, but the TPC of beef treated by EDB was still higher than maximum of SNI regulation (2009). EDB with concentration 90:10 resulted total phenolic was 209.16 mg EAG 100-1 g dry matter sample. The extract (EDB) influence to beef’s quality is beef’s color to become browner and beef’s odors become disappear. As conclusion, althought EDB can inhibit bacteria growth at confrontation test, but not effective to preserve the beef’s slice during chilled storage. Key words: beef slices, bamboo leaf extract, chilled storage, preservative.
EKSTRAK DAUN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) SEBAGAI PENGAWET DAGING SAPI IRIS SELAMA PENYIMPANAN DINGIN
NUNIK RUSLIYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus) sebagai Pengawet Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin. Nama : Nunik Rusliyani NIM : D14080194
Disetujui oleh
Tuti Suryati,SPt MSi Pembimbing I
Zakiah Wulandari, STP MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen IPTP
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus) sebagai Pengawet Daging Sapi Iris selama Penyimpanan Dingin. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat dan seluruh umat manusia yang senantiasa istiqomah dijalan-Nya. Terimakasih penulis ucapkan kepada Tuti Suryati, SPt MSi dan Zakiah Wulandari, STP MSi sebagai pembimbing skripsi, Dr Ir Henny Nuraini, MSi , prof Dr Ir I Komang G Wiryawan dan M. Sriduresta S, SPt MSc sebagai dosen penguji skripsi, selanjutnya Ir Niken Ulupi, MSi sebagai dosen pembimbing akademik, serta Devi Murtini, SPt dan Dwi Febriantini yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, tim PKM bambu, serta teman-teman lainnya atas doanya. Semoga hasil yang disajikan dalam penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan teknologi pengawetan hasil ternak Indonesia. Bogor, Mei 2013
Nunik Rusliyani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Uji Determinasi Uji Fitokimia Pengamatan Zona Hambat Penelitian Utama Nilai pH Total Fenol Uji Mikrobiologis Daging dengan TPC Analisis Sensori SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi vi vi 1 1 1 1 1 1 2 2 2 5 5 5 5 6 7 7 8 8 9 10 11 13
DAFTAR TABEL 1 Zona penghambatan bakteri untuk ekstrak daun bambu tali 2 Nilai pH 3 Rata-rata dan simpangan baku nilai total fenol ekstrak daun bambu tali dengan perlakuan yang berbeda 4 Hasil perhitungan TPC pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin 5 Hasil uji mutu hedonik pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin
6 7 8 9 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Metode perhitungan zona bening Diagram alir penelitian utama Zona penghambatan bakteri dengan ekstrak daun bambu tali Zona penghambatan bakteri dengan amoxylin
3 3 6 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil uji fitokimia ekstrak daun bambu tali Hasil uji fitokimia ekstrak daun bambu tali Analisis ragam total fenol Analisis ragam bau pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin Analisis ragam pH daging perlakuan Perendaman sampel sesuai perlakuan Gambar pohon dan ekstrak daun bambu tali
13 14 15 15 15 15 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena kandungan gizinya yang lengkap. Konsumsi daging diharapkan dapat memenuhi keseimbangan gizi mayarakat. Potensi pencemaran pada daging sapi iris lebih rentan karena permukaannya yang luas. Reaksi yang terjadi semakin cepat sehingga mudah mengalami kerusakan. Keterbatasan umur simpan tersebut menjadi tantangan untuk mencari bahan pengawet yang aman. Salah satunya adalah penggunaan bahan alami seperti daun bambu tali (Gigantochloa apus). Bambu umumnya dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan kerangka bangunan tradisional. Hasil sampingnya berupa daun bambu dengan ketersediaan melimpah belum dimanfaatkan. Potensi daun bambu mengandung komponen bioaktif cukup tinggi, antara lain mengandung flavon, lakton dan asam fenolat yang bersifat antioksidan dan antimikrobial (Zhang et al. 2005). Pemanfaatan daun bambu sebagai bahan pengawet alami pada daging sapi iris belum banyak dilakukan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, ekstrak daun bambu dapat mempertahankan masa simpan daging sapi iris selama penyimpanan dingin, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan efektivitas penggunaan ekstrak daun bambu tali tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas penggunaan ekstrak daun bambu tali (Gigantochloa apus) sebagai pengawet alami dan pengaruhnya terhadap sifat sensori daging sapi iris selama penyimpanan dingin. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup penggunaan ekstrak daun bambu tali (Gigantochloa apus) pada daging sapi iris dalam keadaan dingin. Tujuan penggunaannya ialah untuk memperpanjang masa simpan daging sapi iris sebelum pengolahan yang bersifat alami. Uji pendahuluan yang dilakukan yaitu uji penghambatan bakteri ekstrak daun bambu tali terhadap bakteri alami yang diambil dari daging sapi iris segar, E. coli dan Salmonella sp. Penelitian utama terdiri dari pengukuran nilai pH, TPC, total fenol, dan mutu hedonik.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2012. Penelitian pendahuluan meliputi uji determinasi dilaksanakan di Herbarium Bogoriense, bidang Botani LIPI-Bogor dan uji fitokimia di Balitro-Bogor. Lokasi
2
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Penelitian Uji konfrontasi menggunakan bakteri uji Salmonella sp., bakteri alami dari pembusukan daging sapi iris segar, dan E.coli dengan media agar MHA (Mueller Hinton Agar). Media agar tumbuh bakteri PCA (Plate Count Agar) digunakan pada uji TPC serta analisis total fenol menmggunakan Folin-C dan Na2CO3. Peralatan Penelitian Esktrak daun bambu tali dipekatkan dengan vakum evaporator tipe membran-vacumpumpe (vacumbrand GMBH + CO KG Alfred-zippe-str4). Total fenol dianalisis dengan spektrofotometer UV-vis jenis GeneQuant 1300. Prosedur Penelitian Pembuatan Ekstrak Daun Bambu (Modifikasi Safitri 2010 dan Dong et al. 2003). Daun bambu tali segar di cuci sampai bersih, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Daun bambu tersebut dihancurkan dengan blender sampai berbentuk serbuk dan ditambahkan akuades dengan perbandingan 1:4. Lalu dipanaskan pada suhu 60 oC di dalam waterbath selama 4 jam. Air yang diperoleh setelah pemanasan disaring dengan kain saring dan disaring ulang menggunakan kertas whatman 41 setelah disentrifugasi dengan kecepatan 1 000 rpm selama 15 menit. Terakhir di evaporasi pada suhu 50 oC sampai kepekatan 25% dari sebelumnya. Ekstrak 50:50 dibuat dari 50% ekstrak dicampur 50% akudes steril untuk setiap pembuatan larutannya. Ekstrak 90:10 dibuat dari 90% ekstrak dicampur 10% akudes steril untuk setiap pembuatan larutannya. Pengambilan Bakteri dari Daging dan Persiapan Media (BAM 2001). Daging sapi iris segar sebanyak 25 gram disimpan pada suhu ruang selama 15 menit dengan tujuan pembusukkan, kemudian dicampur nutrient broth 225 ml dan dihomogenkan menggunakan blender, kemudian dilakukan metode gores dalam pembiakannya dengan media nutrient agar (NA). Populasi bakteri yang telah dibiakan tersebut disesuaikan dengan standar mac.farlane pada tingkat kekeruhan yang sama sehingga populasi bakteri tersebut sebanyak 108 koloni g1 selanjutnya dilakukan pengenceran sampai 105 dan 106 koloni g-1. Penghambatan Bakteri Metode Difusi Agar Sumur (Modifikasi Bintang 1993). Masing-masing sebanyak 1 ml kultur bakteri patogen dan bakteri alami daging yang telah diencerkan dipipet kedalam cawan petri dengan media MHA sebanyak 20 ml/cawan dan dihomogenkan. Sebanyak 50µl ekstrak terkonsentrasi
3
3
dipipet kedalam sumur. Diameter penghambatan berupa zona bening diukur dengan jangka sorong (Gambar 1). Koloni bakteri patogen indikator Zona bening
Sumur diisi ekstrak daun bambu tali
Gambar 1 Metode perhitungan zona bening Sumber: Sunaryo (2011) Diameter rata-rata = A+B+C+D 4 Diameter penghambatan (mm) = diameter rata-rata (mm) – 7 mm. Penelitian Utama Penelitian utama merupakan penelitian aplikasi langsung pada produk (daging sapi iris). Diagram alir penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis tambahan meliputi pengukuran nilai pH dan kadar air (AOAC 2005).
Gambar 2 Tahapan proses penelitian utama
4
Perendaman Daging dalam Ekstrak Daun Bambu Tali. Daging sapi sebanyak 300 g diiris dengan pisau steril. Setiap pemotongan menggunakan alas plastik yang berbeda. Larutan ekstrak daun bambu dimasukkan kedalam kantung plastik HDPE steril yang telah di isi daging sampel. Perendaman dilakukan selama dua jam. Daging ditiriskan dan disimpan di dalam refrigerator pada suhu 4-7 oC selama 6 hari. Total Mikroba (BAM 2001). Analisis dilakukan secara duplo persampel. Pengenceran dilakukan hingga 1:107. Perhitungan total bakteri mengacu pada perhitungan Angka Lempeng Total (ALT) menurut BAM-FDA (2001). Analisis Total Fenolat (Modifikasi Tangkanakul et al. 2009). Persiapan pengujian total fenol yaitu sampel diekstraksi menggunakan metanol 100% pada suhu ruang. Rasio sampel dan metanol 1:10 untuk daun bambu segar dan 1:5 untuk daging yang sudah dihomogenisasi. Ekstrak sampel diencerkan 10 kali dengan akuades dan diambil sebanyak 2 ml untuk direaksikan dengan 10 ml pelarut Folin-Ciocalteu dalam labu volumetrik berkapasitas 25 ml. Setelah 30 detik dan sebelum 8 menit, 8 ml NaCO3 7.5% ditambahkan dan ditepatkan hingga tera labu dengan akuades. Larutan dipanaskan dengan waterbath dengan suhu 40 o C selama 30 menit. Absorbansi diukur pada 765 nm. Kurva standar dipersiapkan menggunakan 0, 0.5, 1, dan 1.5 ml larutan stok galat (8 mg 100-1 ml) dalam 25 ml campuran reaksi. Penilaian Organoleptik (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian menggunakan skala 1 sampai 5. Penelis yang diperlukan ialah panelis agak terlatih sebanyak 20 orang dengan metode mutu hedonik pada daging yang telah direbus. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola linier untuk uji total fenol dan uji organoleptik. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan untuk rancangan acak lengkap pola linier adalah: Yij = μ+αi +βj +εij Keterangan : Yij = Variabel respon akibat perlakuan pemberian taraf ke-i dan ulangan ke-j Μ = Nilai rataan umum αi = Pengaruh perlakuan perendaman daging dalam larutan ekstrak daun bambu ke-i βj = Pengaruh ulangan taraf ke-j i = Perlakuan ( 1,2,3, dan 4) j = Ulangan 1, 2, dan 3 Analisis Data Data nilai total fenol dan pH dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA). Data hasil uji kronfrontasi, fitokimia dan TPC dianalisis secara deskriptif. Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan analisis statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis. Hasil yang menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05), maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan.
5
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Uji Determinasi Daun bambu diambil dari lahan pinggir sungai Desa Cangkurawok, Lingkar Kampus IPB, Darmaga. Sampel diketahui namanya “daun bambu tali” pada awal pengambilan sampel untuk bahan uji determinasi setelah wawancara dengan pemilik tanah. Uji determinasi dilaksanakan untuk menentukan secara pasti jenis daun bambu yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil pengujian di Herbarium Bogoriense, bidang Botani LIPI-Bogor, dapat dibuktikan bahwa daun bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Gigantochloa apus (Schult.) Kurz (Lampiran 1). Bambu tali (Gigantochloa apus) termasuk jenis bambu dengan batang agak rapat dan tegak (Lampiran 7). Daun bambu yang diambil dan dijadikan bahan uji ialah daun bambu tali dewasa dan muda, berada pada posisi 154-190 cm dari ujung batang diatas permukaan tanah. Uji Fitokimia Identifikasi selanjutnya mengenai kandungan dari ekstrak daun bambu tali melalui uji fitokimia. Uji fitokimia secara kualitatif dilakukan di Balitro-Bogor. Hasil uji fitokimia ekstrak air daun bambu tali dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasilnya menunjukkan bahwa daun bambu tali positif lemah mengandung senyawa fenolik, flavonoid dan tanin. Kandungan yang positif pada daun bambu ialah saponin, triterperoid dan glikosida. Kandungan dengan positif lebih kuat ialah senyawa alkaloid. Senyawa tersebut memiliki keunggulan menghambat mikroba dan bersifat antioksidan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam memperpanjang masa simpan daging sapi iris selama penyimpanan dingin. Tanin menurut Akmal (2008) mempunyai sifat membentuk senyawa kompleks dengan ikatan peptida dari protein, sehingga ketersediaan protein berkurang dalam pangan. Hal ini berakibat pada pertumbuhan mikroba menjadi terhambat karena kekurangan makanan dalam pangan berupa protein tersebut. Senyawa alkaloid menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri. Terpenoid merupakan zat pengatur pertumbuhan tanaman. Salah satu golongan terpenoid yang berpotensi sebagai antimikroba adalah triterpenoid. Triterpenoid (C30) termasuk senyawa yang merupakan komponen aktif dalam obat (Pratiwi 2008). Saponin dan tannin yang terdapat dalam ekstrak daun bambu tali juga menunjukkan bahwa ekstrak daun bambu tali mempunyai bahan aktif permukaan. Senyawa ini berpotensi untuk menurunkan permeabilitas dinding sel bakteri sehingga senyawa antibakteri dapat masuk kedalam sitosol bakteri dan menghambat pertumbuhannya (Safitri 2010). Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan menurut Bintang (2010) dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid dan alkaloid yang merupakan senyawa polar.
6
Pengamatan Zona Hambat Kemampuan ekstrak daun bambu tali sebagai antimikroba dilakukan dengan pengamatan zona hambat bakteri metode difusi agar sumur. Besarnya zona penghambatan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada zona penghambatan bakteri oleh ekstrak daun bambu tali. Ekstrak dengan kepekatan 70 kali mampu melawan bakteri patogen Salmonella sp. dan E. coli pada populasi 106 dan 105 koloni g-1. Kepekatan ekstrak 70 kali artinya kepekatan ekstrak tersebut menjadi 70% sehingga jika pembuatan 100 ml ekstrak pekat harus ditambahkan 30 ml akuades dalam pencapaiannya. Tabel 1 Zona penghambatan bakteri untuk ekstrak daun bambu tali (Gigantochloa apus) Diameter zona hambat Bakteri Populasi Ekstrak Amoxycilin ………………….mm……………….. a 6 Salmonella sp. 10 9.29 ± 1.78 12.88 ± 1.17 a 5 E. coli 10 8.53 ± 2.87 Tidak Terukur Bakteri Daging b 105 5.78 ± 2.11 18.19 ± 4.17 a
Penggunaan ekstrak kepekatan 70 kali; b Penggunaan ekstrak kepekatan 10 kali.
Batasan cemaran E. coli dalam daging ialah 1x101 koloni g-1 (SNI 2009), sedangkan zona hambat yang terbentuk pada populasi 105 sebesar 8.53 ± 2.87 mm. Kemungkinan E. coli pada populasi 101 dapat dihambat dengan ekstrak kepekatan lebih rendah dari 70 kali, sehingga dilakukan pengenceran kepekatan ekstrak menjadi 10 kali dan digunakan untuk menghambat bakteri yang secara alami diambil dari daging. Zona hambat yang terbentuk pada bakteri alami daging populasi 105 tidak sebening pada kedua bakteri patogen yang diujikan (Gambar 3) dengan diameter zona hambat sebesar 5.78 ± 2.11 mm. Hal ini, karena didalam daging secara alami masih terdapat berbagai jenis mikroba yaitu bakteri bercampur dengan kapang, khamir, dan mikroba lainnya. Bakteri yang terdapat dalam daging tidak dilakukan identifikasi secara spesifik seperti pada Salmonella sp. dan E. coli.
a
b
c
Gambar 3 Zona Penghambatan atau zona bening dengan ekstrak daun bambu tali (a) Salmonella sp. 106 kolonig-1, (b) E. coli 105 koloni g-1, (c) Bakteri alami daging 105 koloni g-1.
7
7
Salmonella sp. dan E. coli termasuk bakteri gram negatif. Kedua bakteri tersebut memiliki kekuatan tumbuh yang berbeda. Sugiastuti (2002) menjelaskan bahwa E. coli mempunyai kisaran suhu pertumbuhan yang sangat luas yaitu 15-45 o C dan pH optimum 7-7.5. Berbeda dengan Salmonella sp. pH optimum untuk pertumbuhannya 6.5-7.5. Berdasarkan karakteristik tersebut ekstrak daun bambu tali mampu efektif menghambat pertumbuhannya secara optimum pada kondisi yang lebih asam. Kondisi asam tersebut dapat diakibatkan oleh ditambahkannya ekstrak daun bambu tali pada media tumbuh bakteri Salmonella sp. dan E. coli. Namun, kekuatan zona hambat ekstrak daun bambu tali masih di bawah Amoxylin sebagai antibakteri. Hasilnya menunjukkan pada penghambatan E. coli tidak dapat terukur (Tabel 1) karena zona beningnya membesar, saling menyatu dan bertabrakan melewati batasan diameter yang lain (Gambar 4).
c
b
a
Gambar 4 Zona penghambatan atau zona bening dengan amoxylin (a) Salmonella sp. 106 koloni g-1, (b) E. coli 105 koloni g-1, (c) Bakteri alami daging 105 koloni g-1.
Penelitian Utama Nilai pH Daging Perlakuan Hasil pengukuran nilai pH daging tercantum pada Tabel 2. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai pH antara lain pemberian antibiotik, spesies, dan stres sebelum dipotong (Soeparno 2005). Ekstrak daun bambu mampu menggeser pH daging menjadi sedikit lebih rendah dari pH normal daging segar (5.4-5.8). Semakin besar konsentrasi ekstrak daun bambu pada daging perlakuan, maka nilai pH semakin turun.
Perlakuan
Tabel 2 Nilai rata-rata pH daging perlakuan Rata-rata nilai pH
Segar/ normal daging Kontrol NaNO2 Ekstrak 50:50 Ekstrak 90:10
5.44+ 0.04 5.53+ 0.04 5.40+ 0.11 5.24+ 0.05 5.20+ 0.21
8
Total Fenol Daging yang telah direndam selama 2 jam diuji total fenol sebagai indikator kemampuan antioksidannya. Hasil uji total fenol dapat dilihat pada Tabel 3. Total fenol rata-rata tertinggi terdapat pada daging yang direndam ekstrak daun bambu 90:10 yaitu 209.16 mg EAG 100-1 g BK sampel (Tabel 3). Nilai rata-rata total fenol pada daging yang direndam ekstrak daun bambu 90:10 berbeda nyata dengan daun bambu segardan daging yang direndam ekstrak daun bambu 50:50 (P<0.05). Semakin tinggi penambahan ekstrak daun bambu pada daging, semakin tinggi nilai total fenolnya. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa fenol yang ada pada daun bambu tali dapat larut dalam air. Senyawa fenol yang terdapat pada daun segarsebelum dibuat dalam bentuk ekstrak masih bercampur dengan senyawa yang lainnya, sehingga nilai total fenolnya tidak begitu besar dibandingkan daging yang direndam ekstrak 90:10 (Tabel 3). Tabel 3 Rata-rata dan simpangan baku nilai total fenol ekstrak daun bambu tali dengan perlakuan yang berbeda Perlakuan Daging + ekstrak 50:50 Daging + ekstrak 90:10 Daun Bambu Segar
Rata-Rata (mg EAG 100-1 g BK sampel)a 132.76a+6.88 209.16b+13.04 140.78a+1.39
a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda, maka berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Senyawa fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan apabila tidak berdiri sendiri. Ekstrak daun bambu berusaha menghambat terjadinya auotoksidasi pada daging. Kandungan lemak pada daging yang dapat memacu proses oksidasi daging sehingga cepat mengalami ketengikan. Pengujian ini dilakukan karena senyawa fenolik berkontribusi langsung terhadap kekuatan antioksidan. Faktor pendukung lainnya yang bekerja sebagai antioksidan ialah daun bambu mengandung senyawa flavonoid. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaiatan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar (Kumalaningsih 2007). Uji Mikrobiologis Daging dengan Total Plate Count (TPC) Jumlah total mikroba pada daging dapat dilihat dengan uji total plate count (TPC). Hasil perhitungannya tercantum pada Tabel 4. Perhitungan dilakukan pada hari ke 0, 3, dan 6 masa penyimpanan. Hasilnya menunjukkan pada H-0 jumlah mikroba pada daging masih aman untuk dikonsumsi pada sampel kontrol, nitrit, dan daging yang direndam ekstrak perbandingan 90:10. Daging dengan perendaman ekstrak 50:50 jumlah mikrobanya melebihi dari standar SNI cemaran mikroba, jadi tidak layak untuk dikonsumsi, karena batasan cemaran mikroba untuk TPC pada SNI ialah 1 x 106 koloni g-1 (SNI 2009).
9
9
Tabel 4 Hasil perhitungan TPC pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin Perlakuan Kontrol NaNO2 Ekstrak 50:50 Ekstrak 90:10
0 7.42 x 105 2.41 x 105 1.12 x 106 9.83 x 105
Populasi mikroba pada hari ke3 6 Populasi mikroba (koloni g-1) 1.36 x 108 5.32 x 107 8 7.52 x 10 8.00 x 106 7 2.10 x 10 5.32 x 107 1.30 x 107 3.37 x 107
Semua sampel pada hari ke-6 berada diatas batasan cemaran mikroba 1X106 koloni g-1(SNI 2009). Penyimpanan suhu dingin 4-7 oC pada refrigerator hanya menekan pertumbuhan bakteri saja, tidak bisa mematikannya (Estiasih dan Ahmadi 2011). Hal ini dipengaruhi oleh jumlah mikroba awal pada hari ke-0 daging kontrol berada mendekati batasan cemaran mikroba yaitu sebanyak 7.42X105 koloni g-1 (SNI 2009). Soeparno (2005) menjelaskan bahwa jumlah mikroba awal merupakan faktor yang berpengaruh terhadap masa simpan atau daya tahan daging segar, sehingga masa simpannya menjadi berkurang. Analisis Sensori Penilaian uji sensori terhadap daging sapi iris yang telah diberikan perlakuan melalui uji mutu hedonik. Uji mutu hedonik ialah penilaian kesan baikburuk suatu produk. Penilaian tersebut meliputi tekstur, warna, bau dan rasa. Hasil uji mutu hedonik disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji mutu hedonik pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin Peubah Tekstur Warna Bau Khas Daging Rasa Khas Daging
Penilaian Organoleptika,b. Kontrol NaNO3 Ekstrak Ekstrak Daging NaNO3 500 ppm 50:50 90:10 Segar 125 ppm 4.00a 3.20a 3.60a 3.85a 3.25a 3.65a 4.10ab 1.85c 4.20ab 4.60a 4.25ab 3.40b 4.40a 4.05a 3.55ab 3.05b 4.15ab 3.70a 3.75a 3.75a 3.05a 3.15a 3.70a 3.15a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. (Uji selang berganda Duncan). b Skor tekstur: 1=sangat lembut/ 2=lembut/ 3=agak kasar/ 4=kasar/ 5=sangat kasar Skor warna:1=putih/ 2=putih keabuan/ 3=abu-abu/ 4=abu kemerahan/ 5=abu-kecoklatan Skor bau khas daging: 1=tidak tercium/ 2=sangat lemah/ 3=lemah/ 4=agak kuat/ 5=kuat Skor rasa khas daging: 1=tidak terasa/ 2=sangat lemah/ 3=lemah/ 4=agak kuat/ 5=kuat
Tekstur. Hasil analisis pada tekstur menunjukkan bahwa tekstur semua sampel tidak berbeda nyata yaitu agak kasar (P>0.05). Soeparno (2005) menyatakan bahwa perebusan mempengaruhi kualitas tekstur daging. Temperatur pemasakan mempengaruhi kelenturan moifibrilar, sedangkan lama waktu pemasakan lebih mempengaruhi pelunakan kolagen. Protein miofibrilar hampir mengalami koagulasi atau denaturasi sempurna pada temperatur 60 oC, sehingga pemasakan pada temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan pengeringan dan kealotan protein miofibril yang mengalami koagulasi. Selama proses pemasakan yang berlangsung lama pada suhu 80-90 oC akan terjadi denaturasi kolagen secara
10
penuh menjadi gelatin, hal ini yang menyebabkan keempukan pada daging (Lawrie 1995). Warna. Hasil uji organoleptik menunjukkan warna sampel berbeda satu sama lainnya. Sesuai dengan hasil uji Kruskal-Wallis nilai P<0.05 (terjadi perbedaan yang nyata). Warna daging kontrol masih bersifat alami setelah direbus yaitu berwarna abu kemerahan. Pigmen merah pada sampel tersebut menunjukkan belum terdenaturasi sempurna pigmen myoglobin didalam daging. Karena, perebusan mempengaruhi warna daging menjadi abu-abu atau cokelat. Lawrie (1995) menjelaskan bahwa pigmen yang berpengaruh pada warna daging yang dimasak adalah globin hemikromogen yang berwarna coklat jika terdenaturasi. Faktor lain yang berpengaruh dalam warna cokelat daging yang dimasak ialah terjadinya “karamelisasi” karbohidrat dan reaksi tipe Maillard (antara gula dan grup-grup amino). Sampel daging yang direndam ekstrak daun bambu tali perbandingan 50:50 berbeda dengan 90:10. Kandungan tanin yang menyebabkan warna cokelat kemungkinan lebih banyak terdapat pada daging yang direndam ekstrak 90:10. Bau. Agar menghasilkan bau, zat harus bersifat menguap, sedikit larut dalam air atau minyak (Setyaningsih et al. 2010). Hasil analisis Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang nyata pada sampel (P<0.05). Pemasakan mempengaruhi struktur senyawa yang terkandung didalam daging. Pada daging yang direndam ekstrak 90:10 menunjukkan nilai yang paling kecil atau mutu bau khas daging yang lemah. Hal ini karena pengaruh senyawa pada ekstrak daun bambu berikatan dengan nutrient daging yang terlarut selama pemanasan berlangsung, sehingga bau khas daging menjadi lemah dari bau normalnya. Rasa. Hasil analisis Kruskal-Wallis pada rasa khas daging sampel menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) yaitu masih dimiliki oleh semua sampel. Namun, sampel yang direndam ekstrak daun bambu tali menunjukkan nilai yang lebih kecil dibanding yang lainnya, karena ekstrak daun bambu mengandung senyawa fenol seperti flavonoid yang berasa pahit. Ditambah mengandung senyawa tanin saponin dan alkaloid. Hal ini menunjukkan ekstrak daun bambu mempengaruhi rasa khas daging secara alami, tapi tidak menghilangkan rasa khas daging tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak daun bambu tali terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri yaitu Salmonella sp., E.coli dan bakteri alami dari daging pada uji konfrontasi, namun belum berhasil pada uji TPC dengan aplikasi langsung ke daging selama penyimpanan 3-6 hari. Total fenol tertinggi pada daging yang direndam ekstrak 90:10. Semakin tinggi penambahan ekstrak daun bambu, semakin tinggi nilai total fenolnya. Penggunaan ekstrak daun bambu tali berpengaruh terhadap warna daging menjadi cokelat dan bau khas daging menjadi lemah.
11
11
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun bambu tali sebagai pengawet alami pada daging sapi iris dengan mengkaji secara spesifik jenis bakteri merugikan pada daging. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kesukaan konsumen pada daging sapi iris yang telah di berikan perlakuan tersebut (uji hedonik).
DAFTAR PUSTAKA Akmal. 2008. Pengaruh pemberian daun sengon (Albizzia falcataria) hasil rendaman dengan larutan Ca(OH)2 terhadap bobot karkas dan bobot organ pencernaan ayam pedaging. JIIP. 11:200-207. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of Analysis. Washington DC (US): AOAC. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Di dalam: Larry M, James T. P. Aerobic Plate Count [Internet]. Washington DC (US): FDA; [diunduh pada 7 Maret 2013]. Tersedia pada: http://www.fda.gov. Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari Streptococcus lactis BCC2259 [disertasi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batasan cemaran mikroba. Standar Nasional Indonesia 7388:2009. Jakarta (ID): BSN Dong HS, Pan GJ, Ki SO, Jae HK, Hee JC, Jong CK. 2003. A single oral dose toxicity study of bamboo leaf water extract in Sprague-dawley rats. J Applied Pharmacol. 11: 200-203. Estiasih T, Ahmadi K. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Ed ke-2. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Kumalaningsih S. 2007. Antioksidan Alami. Ed ke-2. Surabaya (ID): Trubus Agrisarana. Lawrie RA. 1995. Ilmu Daging. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta (ID): UIPress. Terjemahan dari: Meat Science. Ed ke-5. Pratiwi SI. 2008. Aktivitas antibakteri tepung daun jarak (Jatropha curcas l.) Pada berbagai bakteri saluran pencernaan ayam broiler secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Safitri M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB pr. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
12
Sugiastuti, S. 2002. Kajian aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak daun sirih (piper betle L.) pada daging sapi giling [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunaryo D. 2011. Karakteristik ketahanan bakteri asam laktat indigenous dadiah sebagai kandidat probiotik pada kondisi saluran pencernaan in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tangkanakul P, Auttaviboonkul P, Niyomit B, Lowvitoon N, Chaeroen-tamawat P, Trakoontivakorn G. 2009. Antioxidant capacity, total phenolic content and nutritional composition of Asian foods after processing. IRJ. 16: 571580. Zhang Y, Bili B, Boyi L, Yiping R, Xiaowei T, Zhang Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods by reversed-phase high-performance liquid chromatography with ultraviolet diode array detection. J Chromatography.1065: 177–185.
13
Lampiran 1 Hasil uji determinasi
13
14
Lampiran 2 Hasil uji fitokimia ekstrak daun bambu tali
15
15
Lampiran 3 Analisis ragam total fenol SK Perlakuan Galat Total
DB 2 6 8
JK 10579.0 438.6 11017.6
KT 5289.51 73.09
F 72.37
P 0.0001
Keterangan : P< 0.05 = berbeda nyata.
Lampiran 4 Analisis ragam bau khas daging pada daging sapi iris selama penyimpanan dingin. SK DB JK KT F P Perlakuan 5 23.567 4.713 4.251 0.001 Galat 114 126.400 1.109 Total 119 149.967 Keterangan : P< 0.05 = berbeda nyata.
Lampiran 5 Analisis ragam nilai pH daging perlakuan SK DB JK KT Perlakuan 4 0.15614 0.0304 Galat 5 0.06035 0.01207 Total 49 0.21649 Keterangan : P> 0.05 = tidak berbeda nyata.
Lampiran 6 Gambar perendaman sampel perlakuan
Lampiran 7 Gambar pohon dan ekstrak daun bambu tali
F 3.23
P 0.1150
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Mei 1990 di Jatinangor, Sumedang. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Rusyana dan Ibu Komariyah. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cicalengka, Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan di TPB, penulis aktif di Mesjid AlHurriyyah divisi BIRENA (Bimbingan Remaja dan Anak-anak). Kegiatan penulis di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor aktif di FAMM Al-An’aam sebagai sekretaris Divisi PSDM (Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa) pada tahun 2009/2010, Anggota Divisi ISC (Islamic Student Center) pada tahun 2011/2012. Penulis menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis juga aktif mengikuti lomba-lomba dan kepanitiaan seperti juara harapan Craziest Bussiness Plan 2011 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan lolos PKM-P di danai DIKTI serta mengikuti kepanitiaan MPF divisi konsumsi (2010) dan PAK (2011 dan 2012).