i
APLIKASI PLANTARICIN SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA DAGING SAPI BAGIAN IGA SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG
ANGGITA PANGLIPUR PUTRI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Plantaricin Sebagai Pengawet Alami pada Daging Sapi Bagian Iga Selama Penyimpanan Suhu Ruang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 22 Mei 2015
Anggita Panglipur Putri NIM D14110005
4
5
ABSTRAK ANGGITA PANGLIPUR PUTRI. Aplikasi Plantaricin Sebagai Pengawet Alami pada Daging Sapi Bagian Iga Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Dibimbing olehIRMA ISNAFIA ARIEF dan EDIT LESA ADITIA Pemanfaatan bakteri asam laktat (BAL) di dalam bahan pangan sebagai agen biopreservasi alami telah banyak diteliti, salah satunya adalah bakteriosin. Bakteriosin merupakan senyawa peptida yang diproduksi oleh bakteri asam laktat (BAL) di dalam bahan pangan dan memiliki aktivitas antimikroba. Lactobacillus plantarum merupakan salah satu bakteri asam laktat penghasil bakteriosin yang dikenal sebagai plantaricin. Plantaricin tersebut memiliki kemampuan penghabatan terhadap kelompok bakteri patogen. Aplikasi plantaricin akan menjadi alternatif untuk perkembangan dunia bioteknologi dalam bidang pengawetan makanan karena lebih aman untuk dikonsumsi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan kerja plantaricin terhadap mikroba patogen serta kualitas daging selama penyimpanan suhu ruang. Metode yang digunakan terdiri dari 2 tahap yaitu purifikasi plantaricin serta aplikasi plantaricin IIA-1A5 0.2% pada daging sapi bagian iga. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial, kemudian dilakukan uji Tukey. Hasil menunjukkan bahwa interaksi pemberian plantaricin 0.2% dengan lama penyimpanan daging sapi bagian iga berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kualitas daging. Kesimpulan yang didapatkan adalah plantaricin IIA-1A5 efektif menghambat bakteri patogen gram negatif dan positif yang terdapat di dalam daging sehingga dapat direkomendasikan sebagai pengawet alami pada daging. Kata kunci: Bakteriosin, daging iga, Lactobacillus plantarum, pengawet alami, plantaricin
ABSTRACT ANGGITA PANGLIPUR PUTRI. Application of Plantaricin as Natural Preservative on Rib Beef During Room Temperature Storage. Supervised by IRMA ISNAFIA ARIEF and EDIT LESA ADITIA Application of lactic acid bacteria (LAB) in food material as natural biopreservative agent has been studied, one of them is bacteriocin. Bacteriocin peptide compound is antimicrobial substance produced by lactic acid bacteria. Lactobacillus plantarum is a bacteriocin-producing lactic acid bacteria known as plantaricin. Plantaricin has the ability to inhibit the growth of pathogenic bacteria group. Application of plantaricin would be an alternative for the food preservation. The study was aimed to determine the effectivities of plantaricin against microbial pathogens and the effect of rib beef quality during storage at room temperature. The method used consists of two stages, those were production of plantaricin and application of plantaricin in a beef rib. Research using factorial randomized block design, then tukey test. The results showed that there was a significant (P<0.05) interaction of gived 0.2 % plantaricin with specific storage time (0, 5, 10, and 15 hours) in beef rib on the quality of meat. As conclusion,
6
plantaricin IIA-1A5 effectively inhibited pathogenic bacteria and can be recommended as a natural preservative for rib beef. Key words: Bacteriocin, Biopreservative, Lactobacillus plantarum, plantaricin, rib beef
7
APLIKASI PLANTARICIN SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA DAGING SAPI BAGIAN IGA SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG
ANGGITA PANGLIPUR PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
8
9
Judul Skripsi : Aplikasi Plantaricin Sebagai Pengawet Alami pada Daging Sapi Bagian Iga Selama Penyimpanan Suhu Ruang Nama : Anggita Panglipur Putri NIM : D14110005
Disetujui oleh
Dr Irma Isnafia Arief, SPt MSi Pembimbing I
Edit Lesa Aditia, SPt MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof.Dr.Ir. Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi Plantaricin Sebagai Pengawet Alami pada Daging Sapi Bagian Iga Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Irma Isnafia Arief, SPt MSi selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan masukan dan bimbingan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Rudi Priyanto selaku dosen Pembimbing Akademik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen beserta staf IPTP atas ilmu yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada ayahanda Ali Mustopa Sutowo dan Ibunda Sartini, serta saudara-saudara saya yang telah memberikan semangat, motivasi, doa, dukungan dan kasih sayang untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teknisi laboratorium Terpadu Dwi Febriantini yang telah meluangkan waktu dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan Dewi Elfrida Sihombing, SPt MSi atas masukan, semangat, dan dukungan yang diberikan.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Nopi Elida SPt, Hevirona Bani Adam, Radhita Chairani, Imam Turmudzi, Rio Octariza Segara, Abdul Rachman yang telah membantu pelaksanaan aplikasi penelitian sampai bermalam di laboratorium. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mei Dera Ayudia, Riskiya Tri Meilanie, Alwiyah, Rindang Laras Suhita, Uswatun Hasanah, Nida Fitria, Indah Putri Hapsari, serta teman-teman IPTP-48 atas kebersamaannya selama di IPTP. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kamar 10 A1 TPB dan APD atas kebersamaannya selama di asrama yang memberi warna berbeda di kehidupan kampus. Peneliti menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi yang membacanya.
Bogor, 22 Mei 2015
Anggita Panglipur Putri
vii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Purifikasi Plantaricin Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Amonium Sulfat Dialisis Purifikasi Menggunakan Kromatografi Kolom Aplikasi Bakteriosin Plantaricin IIA-1A5 pada Daging Iga Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Iga Analisis Kualitas Fisik Daging Iga Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Purifikasi Plantaricin IIA-1A5 Aplikasi Plantaricin IIA-1A5 pada Daging Sapi Bagian Iga SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii viii viii viii 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 9 10 13 15
viii
iiiviii
DAFTAR TABEL 1 2 3
Diameter zona hambat plantaricin IIA-1A5 terhadap bakteripathogen (mm) Aplikasi penghambatan plantaricin 0.2% pada daging sapi bagian iga Kondisi sifat fisik daging sapi pada penyimpanan suhu ruang
6 7 8
DAFTAR GAMBAR 1 2
Konsentrasi protein berdasarkan spektrofotometer (280 nm) Perubahan warna daging selama penyimpanan di suhu ruang (a) 0 jam, (b) 5 jam, (c) 10 jam, (d) 15 jam, (kanan) daging dengan plantaricin kecuali jam ke-15, (kiri) daging tanpa plantaricin
6 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Isolat Lactobacillus plantarumIIA-1A5 Supernatan bebas sel (SBS) dinetralkan dengan NaOH 1N menjadi 5.86.2 SBS dievaporasi dengan menggunakan Heidolph VV micro evaporator Supernatan ditambah serbuk amonium sulfat, penjenuhan dilakukan secara bertahap mulai dari 20%, 40%, 60%, 80%, dan 90% Presipitat plantaricin Dialisis dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 µm dan buffer potassium phosphate Aplikasi plantaricin Aplikasi plantaricin
12 12 12 12 12 12 13 13
iii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengawetan daging merupakan salah satu cara mengurangi aktivitas bakteri pada daging, daging-daging yang beredar di pasaran umumnya menggunakan lemari es sebagai alat penghambat pertumbuhan mikroba serta dilakukan pencelupan ke dalam darah agar terlihat lebih segar. Cara pengawetan menggunakan lemari es kurang efektif dilakukan di daerah yang belum terjangkau aliran listrik, sehingga perlu untuk mengganti pengawet tersebut dengan bahan pengawet yang lebih efektif dan aman bagi kesehatan manusia. Bakteriosin merupakan senyawa peptida yang diproduksi oleh bakteri asam laktat (BAL) dan memiliki aktivitas antimikroba yang dapat digunakan sebagai alternatif pengawet alami. Bakteriosin dapat digunakan dalam produk pangan segar maupun olahan karena senyawa antimikroba ini bersifat tidak toksik bagi manusia, mudah didegradasi oleh enzim proteolitik, mudah dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, serta stabil terhadap perubahan pH dan suhu (Hata et al. 2010). Lactobacillus plantarum merupakan salah satu bakteri asam laktat penghasil bakteriosin yang dikenal sebagai plantaricin (Diep et al. 1996; Holo et al. 2001; Maldonado et al. 2002). Terdapat 4 strain L. plantarumlokal yang berhasil diisolasi yaitu L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12. Strain L. plantarum tersebut memiliki kemampuan penghambatan terhadap kelompok bakteri patogen(Arief et al.2008). L. plantarum IIA-1A5 merupakan strain bakteri asam laktat indigenus asal daging sapi lokal Indonesia yang berhasil diidentifikasi menggunakan reaksi polimerase berantai (PCR, polymerase chain reaction) dan analisis sekuens 16S rRNA (Arief 2011). Arief et al. (2013) berhasil meneliti L. plantarum IIA-1A5 dapat memproduksi bakteriosin dengan beberapa karakteristik tertentu, diantaranya mampu bertahan pada suhu 80 ºC dan 121 oC masing-masing selama 30 dan 15 menit, tetap aktif pada kisaran pH 4 sampai 9, dan dapat didegradasi oleh enzim protease tripsin serta terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Kondisi daging rentan akan tingginya perkembangan bakteri serta bahan pengawet yang berbahaya dalam proses penghambatan laju pertumbuhan bakteri. Pemanfaatan bakteriosin seperti plantaricin IIA-IA5 sebagai biopreservatif alami yang mengandung senyawa antimikroba diharapkan dapat menghambat dan membunuh bakteri patogen pada daging, dalam penelitian ini khususnya daging sapi. Daging sapi merupakan produk pangan asal ternak yang paling disukai oleh masyarakat pada umumnya. Dewasa ini mulai bermunculan inovasi kuliner terkait dengan pengolahan daging iga, misalnya sub iga, iga bakar, dan sebagainya. Disamping rasanya enak dan khas, sejumlah asam amino essensial yang terdapat dalam daging memiliki nilai kecernaan yang baik sebagai salah satu sumber protein hewani. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi efektifitas plantaricin sebagai pengawet alami pada daging sapi bagian iga.
1
2
Tujuan Penelitian Mengevaluasi efektivitas plantaricin IIA-1A5 sebagai pengawet terhadap kualitas sifat fisik dan mikrobiologis daging sapi bagian iga selama penyimpanan suhu ruang. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengaplikasikan plantaricin IIA-1A5 0.2% sebagai pengawet alami pada daging sapi bagian iga selama penyimpanan suhu ruang dengan tahapan purifikasi dan analisis fisik serta mikrobiologis daging.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dimulai bulan Maret sampai bulan Juni dan dilanjutkan pada bulan September 2014. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: daging sapi bagian iga yang diperoleh dari RPH Elders, isolat L. plantarum IIA-1A5, dan bakteri indikator yaitu E. coli, S. aureus, dan Salmonella typhimurium. Media yang digunakan antara lain de Man Rogosa Sharp Broth (MRSB), de Man Rogosa Sharp Agar (MRSA), media Nutrient Agar (NA), media Nutrient Broth (NB), Yeast Extract (YE), NaCl 0.85%, larutan standar McFarlan II (populasi 8.0x108 cfu per mL), dan Mueler Hinton Agar (MHA). Selain itu juga digunakan alkohol, aquadest, aquabidest, NaOH 1%, serbuk amonium sulfat, dan buffer potassium phosphate. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, ose, timbangan analitik, mikro pipet, laminar air flow, syringe, sentrifuse, sentrifuse dingin, incubator, refrigerator, magnetic stirrer, hot plate, autoclave. Selain itu juga digunakan Heidolph VV miceo evaporator, spektofotometer UV-VIS, alat saring millipore dan minisart, mikroskop, pH meter, aw meter, vortex, oven, cawan, pisau, talenan, bunsen, membran dialisis, bunsen, sudip, minitube, kolom kromatografi pertukaran ion HiTrap SP XL 5 mL (GE Healthcare UK), dan food processor. Prosedur Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu: (1) purifikasi plantaricin; (2) aplikasi plantaricin IIA-1A5 pada daging sapi bagian iga. Purifikasi Plantaricin Purifikasi plantaricin bertujuan untuk mendapatkan plantaricin murni yang meliputi beberapa tahap, antara lain tahap purifikasi parsial dengan menggunakan
3
amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi dengan menggunakan kromatografi pertukaran ion. Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Amonium Sulfat (Modifikasi Hata et al. 2010) Sebanyak 1000 mL media MRSB ditambahkan yeast extract 3% yang telah diinokulasi dengan 10% kultur L. plantarum IIA-1A5, diinkubasi, dan disimpan pada refrigerator selanjutnya disentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 10 000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 ˚C untuk mendapatkan supernatan bebas sel (SBS). Supernatan hasil sentrifugasi kemudian disaring menggunakan membran saring Minisart diameter 0.20 µm, demikian juga NaOH 1 N yang akan digunakan untuk menetralkan pH supernatan yaitu antara 67. Seluruh tahapan ini dilakukan pada suhu dingin. SBS selanjutnya dievaporasi dengan menggunakan Heidolph VV micro evaporator sampai volumenya menjadi setengah dari volume awal pada suhu 40C. Pada masing-masing ulangan supernatan ditambah serbuk amonium sulfat sambil dihomogenkan perlahan-lahan sampai penjenuhan 90% pada suhu 4˚C. Proses penjenuhan dilakukan secara bertahap mulai dari 20%, 40%, 60%, 80%, dan 90% untuk mendapatkan endapan protein (presipitat bakteriosin). Presipitat dikoleksi pada labu erlenmeyer steril. Dialisis (Hata et al. 2010) Presipitat bakteriosin yang telah didapat selanjutnya didialisis dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 µm dan bufer potassium phosphate selama 12 jam untuk menghilangkan amonium sulfat yang bercampur dengan endapan protein. Bufer diganti sebanyak 3 kali yaitu pada jam kedua, keempat, dan keenam. Proses dialisis ini dilakukan pada suhu 4˚C. Hasil yang didapat dari proses dialisis adalah ekstrak kasar bakteriosin dari L. plantarum (plantaricin). Konsentrasi protein dari plantaricin hasil dialisis diamati menggunakan spektofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm. Purifikasi Menggunakan Kromatografi Kolom (Hata et al. 2010) Kolom HiTrap SP XL 5 mL dipasang pada penjepit kaki tiga. Kolom dibilas dengan aquabidest dan bufer fosfat pH 6.8 masing-masing 3 kali volume kolom. Sampel plantaricin hasil dialisis dimasukkan ke dalam kolom dan di bagian bawah ditampung dalam tabung steril masing-masing 5 mL. Larutan elusi dimasukkan untuk mengambil protein yang terikat pada gel dan bagian yang ditampung atau dikoleksi adalah plantaricin murni. Syringe digunakan untuk memasukkan larutan pembilas, sampel, maupun larutan elusi dengan kecepatan alir sekitar 0.8 mL per menit. Kolom dicuci kembali berturut-turut dengan menggunakan bufer dan aquabidest masingmasing sebanyak tiga kali volume kolom atau 15 mL. Seluruh tahap ini dilakukan pada suhu dingin. Konsentrasi plantaricin hasil kromatografi diukur dengan menggunakan spektofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm. Plantaricin ini selanjutnya disimpan pada suhu dingin sebelum digunakan lebih lanjut.
3
4
Aplikasi Bakteriosin Plantaricin IIA-1A5 pada Daging Sapi Bagian Iga Daging bagian iga diperoleh dari Rumah Potong Hewan Elders Bogor. Sebanyak 300 g daging iga yang telah dipotong pada tempat dan menggunakan alat steril diletakkan masing-masing pada dua wadah steril. Untuk daging dengan perlakuan plantaricin, sebanyak 0.1 µL plantaricin diencerkan dengan aquabidest sebanyak 50 mL. Plantaricin disemprotkan pada seluruh bagian daging secara merata dan ditunggu 30 menit sampai plantaricin meresap ke daging. Hal ini dilakukan di dalam laminar air flow agar tetap steril pada suhu ruang. Daging perlakuan dan daging kontrol selanjutnya dibagi pada empat plastik steril disimpan pada suhu ruang untuk dianalisa pada jam ke-0, 5, 10 dan 15 jam. Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Iga Berdasarkan jam pengamatan, baik daging kontrol maupun daging dengan perlakuan plantaricin, sebanyak 25 g daging ditambah dengan BPW 250 mL kemudian diblender. Semua alat yang digunakan dalam keadaan steril. Analisis mikrobiologi dengan pour plate method menggunakan plate count agar (PCA) untuk totalplate count (TPC), dan eosyn methylen blue agar (EMBA) untuk uji bakteri E. coli, baird parker agar (BPA) untuk uji bakteri Staphylococcus aureus, dan xylose lysine desoxycholate agar (XLDA) untuk uji bakteri Salmonela. Untuk totalplate count (TPC) jumlah pengenceran yang digunakan adalah 104, 105, 106, dan untuk uji E. coli, S. aureus, Salmonella digunakan pengenceran 101, 102, 103. Sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ˚C (AOAC 2005). Analisis Kualitas Fisik Daging Iga Analisis fisik dilakukan dengan mengetahui pH daging menggunakan pH meter (Hanna Instrument, USA), serta mengetahui aw daging menggunakan aw meter SAL-T&Sensor-Check SC Number 75. Pengukuran aw dan pH daging dilakukan pada sampel daging pada jam ke 0, 5, 10, dan 15 pada penyimpanan suhu ruang. Analisis Data Data penelitian dikoleksi dan kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan dua perlakuan dan tiga ulangan berdasarkan rancangan acak kelompok faktorial. Analisis data dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie 1995). Model linear yang digunakan sebgai berikut: Yijk= µ + kk + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan Yijk kk µ αi βj (αβ)ij
: : Nilai rata-rata hasil pengamatan respon perlakuan penambahan plantaricin asal L. plantarum IIA-1A5 ke i dan lama penyimpanan ke j (0, 5, 10, 15) jam pada ulangan ke k (1, 2, 3) : Pengaruh kelompok ulangan ke-k (1, 2, 3) : Nilai rata-rata pengamatan kualitas daging sapi bagian iga : Pengaruh perlakuan penambahan plantaricin asal L. plantarum IIA-1A5 ke i terhadap kualitas daging sapi bagian iga : Pengaruh lama penyimpanan ke j (0, 5, 10, dan 15) jam terhadap kualitas daging sapi bagian iga : Pengaruh interaksi antara perlakuan penambahan plantaricin asal L. plantarum
5
εijk
IIA-1A5 ke i dengan lama penyimpanan ke j (0, 5, 10, dan 15) jam terhadap kualitas daging sapi bagian iga : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan perlakuan penambahan plantaricin asal L. plantarum IIA-1A5 ke i dan lama penyimpanan ke j (0, 5, 10, 15) jam pada ulangan ke k (1, 2, 3).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Purifikasi Plantaricin IIA-1A5 Proses purifikasi parsial dengan menggunakan amonium sulfat 90% dilakukan untuk mengendapkan plantaricin yang merupakan protein sehingga dapat terpisah dari substansi lain yang terkandung dalam SBS dan diperoleh presipitat plantaricin. Nilai pH SBS yang diperoleh masih dalam keadaan pH asam yaitu sekitar 4.08, kemudian dinetralkan dengan NaOH 1N sehingga berada pada kisaran pH 5.8-6.2. Hal ini bertujuan untuk menetralisir asam laktat dan hidrogen peroksida yang juga dihasilkan oleh L. plantarum IIA-1A5, karena pada kondisi tersebut aktivitas bakteriosin yang terkandung dalam SBS dapat optimal. Menurut Hata et al (2010), aktivitas antimikroba yang optimal 90%-100% dari plantaricin PASM1 asal L. plantarum A-1 ditunjukan pada kisaran pH 5.5 hingga pH 7. Produksi bakteriosin terjadi pada fase pertumbuhan eksponensial dan berakhir ketika memasuki fase stasioner. Plantaricin diisolasi dari 6 L MRSB yang telah diinokulasi bakteri L. plantarum IIA-1A5 dengan populasi 9.6 x 1011 cfu mL-1. Presipitat yang diproduksi dari 6 L larutan plantaricin 1A5 menjadi 3 L supernatan bebas sel sekitar 45 g dengan rendemen sebesar 1.5%. Volume SBS mengalami pengurangan karena pada proses evaporasi terjadi pembuangan sebagian aquadest yang digunakan untuk membuat media MRSB. Proses dialisis secara difusi dilakukan untuk menghilangkan (menurunkan) konsentrasi garam amonium sulfat dan molekul berukuran kecil lainnya yang masih terkandung dalam presipitat plantaricin IIA-1A5 sehingga diperoleh plantaricin kasar. Cara untuk mendapatkan plantaricin murni adalah dengan melakukan purifikasi menggunakan kromatografi kolom. Purifikasi menggunakan kromatografi kolom pertukaran kation Hitrap SP xl dengan volume 5 mL menghasilkan sejumlah fraksi plantaricin murni dengan konsentrasi protein yang berbeda. Hasil penelitian Hata et al. (2010), total protein plantaricin PASM1 hasil kromatografi kolom menggunakan SP-sepharose fastflow adalah 0.175 mg mL-1. Protein plantaricin IIA-1A5 dielusikan dengan 10 fraksi dengan kandungan NaCl yang berbeda. Pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm diperoleh hasil konsentrasi protein plantaricin IIA-1A5 terdapat pada fraksi LE1, LE2, LE3, dan LE4. Sihombing (2014) telah menggunakan fraksi LE1 untuk diuji aktivitas antimikrob dan diaplikasikan pada daging sapi bagian topside sebagai bahan pengawet daging. Pada penelitian kali ini digunakanfraksi LE2dengan konsentrasi protein sebesar 1.6051µg mL-1sebagai pengawet daging, diaplikasikan terhadap daging sapi bagian iga pada penyimpanan suhu ruang. Konsentrasi protein yang terkandung dalam plantaricin IIA-1A5 dapat dilihat pada Gambar 1.
5
6
Gambar 1 Konsentrasi protein berdasarkan spektrofotometer (280nm) Keterangan: LE2 & LE4 mengandung plantaricin dengan konsentrasi tertinggi
Plantaricin IIA-1A5 diproduksi oleh Lactobacillus plantarum IIA-1A5 yang dapat menghambat bakteri gram negatif. Menurut penelitian Sihombing (2014) bahwa diameter zona hambat plantaricin IIA-1A5 terhadap bakteri pathogen seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Diameter zona hambat plantaricin IIA-1A5 terhadap bakteri pathogen (mm) Persentasi Plantaricin
Konsentrasi protein (µg mL-1)
0% 0.2%
0 0.153
EPEC K11
Salmonella P38
Shigella A33
0 7.21±0.23
0 7.32±0.23
0 7.14±0.26
Sumber: Sihombing (2014)
Aplikasi Plantaricin IIA-1A5 pada Daging Sapi Bagian Iga Pengaruh interaksi kualitas mikrobiologis daging sapi antara penyemprotan plantaricin 0.2% dan lama simpan terhadap total mikroba daging sapi bagian iga pada suhu ruang berbeda nyata (P < 0.05) (Tabel 2). Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) persyaratan mikrobiologis dalam daging sapi yang beredar di Indonesia adalah total plate count (TPC) 106 cfu g-1, bakteri S. aureus 102cfu g-1, bakteri Salmonella sp. negatif per 25 g, dan bakteri E. coli 101cfu g-1(SNI 2008). Keempat bakteri tersebut pada daging sapi apabila melebihi jumlah batasan normal akan mengakibatkan penyakit. Bakteri E. coli sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran. E. coli dapat tumbuh pada medium sederhana pada kisaran pH dan suhu yang luas, yaitu mulai suhu kurang dari 10 0C sampai lebih dari 40 0C (Cowan dan Talaro 2009). Tabel 2 menunjukkan bahwa plantaricin IIA-1A5 efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli sehingga hanya terjadi sedikit
7
pertumbuhan E. coli mulai pengamatan jam kelima pada penyimpanan suhu ruang. Bakteriosin dapat merusak dinding sel bakteri, sehingga menyebabkan kematian E.coli (Hata et al. 2010). Hal ini berbeda dengan kontrol, bakteri E. coli mengalami peningkatan setiap jam. Apabila mengkonsumsi bakteri ini melebihi batas maksimal dapat mengakibatkan infeksi diare dan penyakit foodborne diseases lainnya. Pada awal penyemprotan, cemaran bakteri E. colipada daging kontrol tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNI 3932-2008 yaitu maksimum 1 log cfu g-1. Menurut Kalalou et al. (2010) bahwa suspensi sel bakteri L. plantarum pada daging unta yang disimpan pada suhu 10 0C dapat menurunkan viabilitas E.coli sebesar 2 log cfu g-1. Berdasarkan hasil penelitian, plantaricin sangat efektif menghambat E. coli selama 5 jam setelah penyembelihan. Tabel 2 Aplikasi penghambatan plantaricin 0.2% pada daging sapi bagian iga Kualitas MikrobioLogis E.coli (log cfu g-1)
0 jam
cin 0.2%
cin 0.2%
Plantaricin 0.2% Kontrol PlantariSalmonella
10 jam
15 jam
Ndd
Ndd
1.80±0.13c
1.82±0.44c
1.52±0.11c
2.15±0.09b
3.54±0.55ab
4.94±0.06a
Ndd
Ndd
3.91±0.12b
4.20±0.37a
Ndd
2.18±0.12c
3.41±0.53b
4.59±0.86a
Nde
2.20±0.03d
2.22±0.07d
3.06±0.01c
2.74±1.619d
3.4±1.88b
3.4±0,60b
4.25±0.78a
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Plantari-
Kontrol Total mikroba
5 jam
Plantari-
Kontrol S.aureus (log cfu g-1)
Lama Penyimpanan
Perlakuan
cin 0.2%
Kontrol Negatif Negatif Negatif Negatif Keterangan: Angka disertai huruf yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan Interaksi berbeda nyata (p<0.05), Nd=Not detected
Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen utama pada manusia yang menyebabkan berbagai penyakit secara luas yang berhubungan dengan toxic schock syndrome sebagai akibat dari keracunan pangan. Keberadaan bakteri S. aureus dan toksin yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan (Cook dan Cook 2008). S. aureus merupakan bakteri gram positif indikator adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Populasi bakteri Staphylococcus aureus pada daging sapi bagianiga dengan penyemprotan 0.2% plantaricin menunjukkan jumlah populasi lebih sedikit dibanding daging kontrol, selama penyimpanan jam pertama, kedua, dan ketiga pada suhu ruang. Selama 5 jam S. aureus memenuhi syarat aman dan SNI sedangkan untuk kontrol di atas standar SNI. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa populasi bakteri S. aureus pada daging sapi bagian topside dengan 0.2% plantaricin lebih rendah
7
8
dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh standar SNI-3932-2008 (Sihombing 2014). Salmonella sp. merupakan bakteri patogen yang berbahaya. Salmonella selain dapat menyebabkan gejala gastroinstestinal (gangguan perut), juga menyebabkan demam tifus (Salmonella typhimurium), dan paratifus (Salmonella paratyphi). Bakteri ini tumbuh pada tingkat keasaman antara 4.5-5.4 dengan pH optimumnya sekitar 7. Salmonella sp. akan mati secara perlahan pada pH kurang dari 4.0 dan lebih dari 9.0 (Adam dan Moss 2008). Terlihat pada Tabel 2 bahwa daging sapi tidak mengandung Salmonella. Hal ini menunjukkan bahwa daging tidak terkontaminasi oleh kotoran ternak yang terinfeksi salmonellosis. Umumnya bakteri gram negatif resisten terhadap bakteriosin, namun pada keadaan tertentu bakteri gram negatif dapat menjadi sensitif terhadap bekteriosin apabila mendapat perlakuan fisik maupun kimia (Ray dan Bhunia 2007). Tabel 3 menunjukkan bahwa water activity pada pengamatan daging dengan perlakuan plantaricin 0.2% cenderung mengalami penurunan pada jam kelima. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pemberian bahan pengawet cenderung dapat menurunkan aktivitas air (Arief et al. 2012). Tabel 3 Kondisi sifat fisik daging sapi pada penyimpanan suhu ruang Lama Penyimpanan
Peubah Perlakuan 0 jam Water activity
Ratarata
10 jam
Rata-rata 15 jam
Plantaricin 0.85±0.02 0.85±0.02 0.84±0.02 0.88±0.04 0.85±0.03 0.2% Kontrol
Ratarata
pH
5 jam
0.85±0.01 0.85±0.02 0.87±0.01 0.85±0.02 0.85±0.02 0.85±0.01 0.84±0.02 0.87±0.03 0.85±0.03
Plantaricin 5.48±0.14 5.75±0.28 5.98±0.22 5.73±0.22 0.2%
5.64±0.24
Kontrol
5.33±0.25
5.35±0.28 5.50±0.24 5.56±0.27 5.51±0.17 5.41±0.23 5.62±0.28 5.58±0.24 5.62±0.22
Penurunan aw merupakan kondisi yang sesuai untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada pangan. Penurunan aktivitas air pada pangan dilakukan dengan cara menambahkan padatan, ion, koloid hidrofilik, pembekuan dan pengeringan. Namun, terjadi kenaikan aw kembali pada jam ke-10 dan jam ke-15, hal ini menunjukkan bahwa mikroba mulai tumbuh setelah jam ke-5. Sehingga plantaricin efektif mampu menghambat pertumbuhan mikroba sampai jam ke 5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pH daging sapi tanpa plantaricin (kontrol) dan daging dengan perlakuan plantaricin berada pada kondisi pH normal. Menurut Yanti et al. (2008), nilai pH daging sapi berkisar antara 5.466.29. Terlihat pada Tabel 3 bahwa pH daging kontrol pada jam pertama di bawah pH normal daging. Hal ini disebabkan penguraian glikogen berbeda. Menurut
9
Soeparno (2005), nilai daging sapi relatif rendah (asam), disebabkan oleh akibat penguraian glikogen otot oleh enzim-enzim glikolisis secara anaerob menjadi asam laktat. Kualitas daging bagian iga selama penyimpanan suhu ruang (0, 5, 10, dan 15) jam setelah perlakuan dengan plantaricin 0.2% terlihat lebih segar dan berwarna merah dibandingkan dengan daging kontrol (tanpa plantaricin). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) 0 jam
(b) 5 jam
(c) 10 jam (d) 15 jam Gambar 2 Perubahan warna daging selama penyimpanan di suhu ruang (a) 0 jam, (b) 5 jam, (c) 10 jam, (d) 15 jam, (kanan) daging dengan plantaricin kecuali jam ke-15, (kiri) daging tanpa plantaricin (jam ke-15).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Interaksi antara pemberian plantaricin IIA-1A5 0.2% dan waktu simpan daging sapi bagian iga berpengaruh nyata terhadap kualitas daging. Plantaricin IIA-1A5 efektif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus sampai populasi tidak terdeteksi pada penyimpanan sampai 5 jam pada suhu ruang. Dengan demikian plantaricin IIA-1A5 mampu berfungsi sebagai pengawet daging sapi bagian iga. Saran Secara umum, plantaricin yang disemprotkan pada daging efektif digunakan sebagai bahan pengawet alami. Perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan konsentrasi plantaricin yang lebih tinggi dari 0.2% dengan pengenceran yang lebih rendah untuk dapat mengurangi aktivitas air pada daging. Selain itu juga perlu diaplikasikan terhadap daging lain misalnya daging ayam, domba, kambing, dan sebagainya untuk mengetahui efektivitas yang lebih baik.
9
10
DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 3932:2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Adam MR, Moss O 2008. Food microbiology. 3rd Edition. [Internet]. [diunduh 18 November 2014]. Tersedia pada http://books.google.co.id/books?id. AOAC [Association Official Analitycal Chemistry]. 2005. Official Method of Analysis. 18rd Edition. Maryland (USA): AOAC International. Arief II, Maheswari RRA, Suryati T. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari daging sapi lokal di pasar tradisional daerah Bogor. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XIII/3.Bogor (ID): LPPM-IPB. Arief II. 2011. Characterization of indigenous lactic acid bacteria from beef as probiotic and identification by 16S rRNA gene sequencing. Ph.D.[Thesis]. Bogor (ID): Bogor Agricultural University. Arief II, Jakaria, Suryati T, Wulandari Z, Andreas E. 2013. Isolation and characterization of plantaricin produced by Lactobacillus plantarum strain (IIA/1A5,IIA/1B1, IIA/2B2). Media Petern. 91-100. Cook LF, Cook KV. 2008. Staphylococcus Infection, Deadly Diseases and Epidemic. Foreword: D. Heymann. (US): Chelsea House Publisher Cowan MK, Talaro KP. 2009. Microbiology: A Systems Approach. New York (US): McGraw-Hill. 10020. Diep D B, Hacarstein L S, Nes I F. 1996. Characterization of the locus responsible for the bacteriocin production in Lactobacillus plantarum C11. J. Of Bacteriology. 178: 4472–4483. Hata T, Tanaka R, Ohmomo S. 2010. Isolation and characterization of plantaricin ASM1: A new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. J . Food Microb. 137: 94-99. Holo H, Jeknic Z, Daeschel M, Stevanovic S, Nes IF. 2001. Plantaricin W from Lactobacillus plantarum belongs to new family of two-peptide lantibiotics. J Microbiology 147:643-651. Kalolou I, Zerdani I, Faid M. 2010. Antagonistic action of biopreservative Lactobacillus plantarum strain on pathogenic E.coli 0157:H7 in fresh camel meat stored at 10C. J of Dairy & Food Science. 5(1): 7-13. Maldonado A, Ruiz-Barba JL, Jime´nez-Díaz R. 2003. Purification and genetic characterization of plantaricin NC8, a novel Coculture-Inducible TwoPeptide bacteriocin from Lactobacillus plantarum NC8.J Applied and Environmental Microbiology 69: 383-389. Ray B, BhuniaA. 2007. Fundamental Food Microbiology. 4th Edition. London (GB): CRC Pr. Sihombing D E. 2014. Aktivitas antimikrob plantarisin asal Lactobacillus plantarum IIA-1A5 dan aplikasinya sebagai pengawet alami pada daging sapi [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Edisi ke-2. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta (ID): PT. Gramedia.
11
Tokuyasu K, Ono H, Hayasi K, Mori Y. 1996. Purification and characterization of extracellular chitin deacetylase from Colletotricum lindemuthianum. JBiosc Biotech Biochem. 10: 1598-1603. Yanti H, Hidayati, Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE (Polyethylen) dan plastik PP (Polypropylen) di pasar arengka kota Pekanbaru. J Peternakan. 5(1): 22-27.
11
113
LAMPIRAN Lampiran 1 Isolat Lactobacillus plantarum IIA-1A5
Lampiran 2 Supernatan bebas sel (SBS) dinetralkan dengan NaOH 1N menjadi 5.8-6.2
Lampiran 3 SBS dievaporasi dengan menggunakan Heidolph VV micro evaporator
Lampiran 4 Supernatan ditambah serbuk amonium sulfat, penjenuhan dilakukan secara bertahap mulai dari 20%, 40%, 60%, 80%, dan 90%.
Lampiran 5 Presipitat plantaricin
Lampiran 6 Dialisis dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 µm dan buffer potassium phosphate
1
2 14
Lampiran 7 Aplikasi plantaricin
Lampiran 8 Aplikasi plantaricin
15 1
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 15 Januari 1993 dari pasangan Ali Mustopa Sutowo dan Sartini. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu TK Dharmawanita Rejomulyo 1 (1998), SDN Rejomulyo II (1999), SMPN 1 Karangjati (2005), SMAN 1 Karangjati (2008), dan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga terlibat sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga mendapatkan amanah sebagai Penanggung Jawab asisten Teknik Pengolahan Telur dan Daging Unggas tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga mengembangkan diri dengan mengikuti berbagai organisasi. Pengalaman organisasi penulis sebagai bendahara divisi club unggas HIMAPROTER 2012, anggota divisi fund rising FAMM AL-AN’AM 2013-2014, bendahara listrik Asrama Putri Darmaga (APD) pada tahun 2013. Penulis juga mendapatkan amanah sebagai ketua Asrama Putri Darmaga (APD) pada tahun 2014. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis yaitu mengikuti olimpiade astronomi tahun 2009 dan 2010 tingkat Kabupaten Ngawi. Prestasi yang lain yaitu usulan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian yang berhasil didanai DIKTI pada tahun 2013. Penulis juga terpilih sebagai salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa Bidik Misi yang diberikan oleh DIKTI. Penulis menaruh minat yang tinggi pada bidang ilmu peternakan. Penulis juga memiliki ketertarikan yang tinggi pada issu-issu pendidikan, peternakan, dan lingkungan.
1