Pengawet Makanan Dan Minuman Benzoat..Untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap dibutuhkan 6g/kg, sementara untuk mengawetkan sari buah, saos tomat, saos sambal, jeli, manisan agar dan pangan lain dibutuhkan 1 g/kg
materi referensi: Buku Bahan Tambahan Pangan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) 2009
Kulit rajungan sebagai pengawet alami Maraknya tuntutan untuk kembali hidup seimbang dengan alam, dimana salah satunya adalah dengan meminimalisir dari hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Memasuki bulan Ramadhan ini, banyak beredar makanan yang sangat membahayakan kesehatan. Konsumen dituntut agar lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Permintaan yang tinggi diatas rata-rata dari bulan sebelumnya, membuat beberapa oknum pedagang nakal untuk melakukan kecurangan demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya. Akhir-akhir ini sering kita dengar maraknya pewarna sintetik (non-alami) untuk mewarnai makanan. Selain dipicu karena harganya yang lebih murah, warna yang dihasilkan lebih mencolok, sehingga hal ini membuat zat pewarna makanan yang tidak alami lebih menarik digunakan oleh beberapa oknum pedagang nakal. Penelitian lebih lanjut menyatakan secara pasti (ilmiah) bahwa,Makanan dan minuman yang mengandung pengawet kimia terbukti bisa mengakibatkan penyakit kanker. Hal ini tentnya sangat meresahkan. Oleh karena itu tidak heran, beberapa produsen makanan dan minuman berlomba mencari bahan pengawet alami. Salah satu pengawet alami yang kini banyak dipakai adalah kitosan yang terbuat dari kulit udang atau kulit rajungan. Kitosan sendiri selain dagingnya, cangkang rajungan ternyata juga sedang menjadi primadona. Rupanya, kulit rajungan mengandung kitosan. Ini adalah sejenis zat yang bisa digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Bagi Anda yang sudah akrab dan pernah menyantap rajungan, tentunya hal ini sudah tidak asing lagi, karena selain rajungan sudah lama menjadi menu seafood favorit. Daging rajungan yang tersembunyi dibalik kerasnya kerapas atau cangkang binatang itu, sungguh lezat terasa di lidah. Rasanya gurih, empuk dan mak nyus untuk disantap. Rajungan sendiri lebih tepatnya rasanya seperti lobster. Selain untuk digunakan sebagai pengawet alami dalam industri makanan, rajungan dapat digunakan sebagai pemanfaatan produsen kosmetik pun mulai memanfaatkan kulit rajungan itu. Karena, cangkang rajungan juga mengandung zat yang berfungsi sebagai fungisida atau bahan anti jamur yang sangat dibutuhkan oleh kulit manusia. Berlatar belakang itulah, sekarang ekspor kulit rajungan menjanjikan peluang lowongan cari kerja yang menjanjikan. Salah satu contohnya adalah Afif Firdaus. Dia pengusaha kulit rajungari, menyatakan bahwa permintaan kulit rajungan makin meningkat setiap harinya. Harga jual limbah kulit rajungan juga lumayan tinggi dan sangat saying jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Dalam sepekan, Afif bisa mengirim 5 top kulit rajungan ke pemesan. Sayang, bisnis kulit rajungan ini terbentur ketersediaan pasokan. Masalahnya adalah terkadang pasokan sering seret dan susah untuk dicari, padahal sumbernya melimpah di alam nusantara kita. Pengolahan limbah kulit rajungan sehingga layak jual tergolong sederhana dan sedikit membutuhkan kreatifitas. Secara umum adapaun prosesnya adalah dengan mencuci kulit rajungan itu sampai bersih dan lantas menjemurnya sampai kering betul. Kulit atau cangkang rajungan yang bagus untuk ekspor
adalah kulit rajungan yang besar-benar kering. Adapun harganya terbilang cukup amat menjanjikan untuk menghasilkan uang. Kulit rajungan dapat dijual Rp 1.500 per kilogram kepada beberapa eksportir kulit rajungan di Pulau Jawa, dan Rp 2.500 per kilogram kepada eksportir di Lampung. Untuk marketingnya, karena sasaran utamanya untuk diekspor, maka akan lebih mudah untuk dilakukan dengan menggunakan marketing via internet.
Mungkinkah Makanan Dan Minuman Dalam Kaleng Tanpa Bahan Pengawet Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Pada waktu ini seringkali terlihat pada label-label makanan kalengan atau minuman dalam karton kalimat “tanpa bahan pengawet”. Pihak produsen sengaja mencantumkan hal itu, karena umumnya konsumen sangat awam terhadap apa itu bahan pengawet dan selalu mengasosiasikan sebagai bahan yang beracun, sehingga cara ini akan memperlancar penjualan produknya. Akan tetapi ada pula segolongan konsumen yang tidak percaya akan kebenaran tulisan dalam label tersebut. Mereka berpikir jangan-jangan ini hanya merupakan akal produsen supaya produknya lebih laku, padahal didalamnya tetap mengandung bahan pengawet. Terlepas dari benar tidaknya kalimat yang terdapat dalam label makanan/minuman tersebut, tulisan ini akan menjawab pertanyaan tersebut dalam judul diatas. Pengawetan Dengan Panas Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi). Pengertian sterilisasi disini harus dibedakan dengan istilah steril dalam bidang medis (yaitu bebas kuman), sehingga sering disebut dengan istilah sterilisasi komersial. Dalam proses sterilisasi komersial tersebut, bahan pangan dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, sehingga semua mikroba patogen dan pembusuk dapat dihancurkan. Di dalam makanan kalengan atau minuman dalam karton yang diproses dengan baik dan benar tidak akan terdapat lagi mikroba yang membahayakan kesehatan konsumen, meskipun di dalamnya masih terdapat beberapa jenis mikroba yang tahan panas. Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirop, larutan garam, kaldu atau saus); setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup rapat. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label. Sedangkan minuman dalam karton disterilkan dengan cara yang disebut sebagai aseptic canning. Berbeda dengan cara konvensional di atas, dalam proses aseptik ini wadah (karton) dan minuman masing-masing disterilkan (dipanaskan) secara terpisah, kemudian dalam suatu ruangan yang steril minuman tadi dimasukkan kedalam karton dan ditutup rapat. Cara aseptik ini seringkali disebut juga sebagai proses UHT (ultra high temperature), karena minuman dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi selama beberapa detik. Penutupan kaleng atau karton tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan. Pada industri pengolah yang baik, makanan kaleng atau minuman dalam karton tidak akan dilemparkan ke pasaran sebelum dilakukan pengamatan apakah proses sterilisasinya baik atau tidak. Hal ini dilakukan dengan cara menyimpan produk selama dua minggu, dan selama itu dilakukan pengamatan apakah
terdapatproduk yang rusak/busuk atau tidak. Bahan Pengawet Proses sterilisasi yag dilakukan terhadap makanan kaleng atau minuman dalam karton sudah cukup menghasilkan untuk menghasilkan produk yang awet atau tahan lama disimpan tanpa mengalami pembusukan. Sehingga tidak alasan untuk menambahkan bahan pengawet ke dalamnya. Apabila ada industri pengolah yang menambahkan bahan pengawet, hal ini berarti pihak industri tersebut kurang memahami makna proses sterilisasi. Dalam beberapa hal atau untuk produk tertentu, biasa juga dilakukan penambahan bahan pengawet. Sebagai contoh, asam sitrat seringkali ditambahakan ke dalam minuman atau buah/sayuran dalam kaleng. Hal ini dilakukan selain untuk menambah citarasa, juga untuk meningkatkan keasaman produk agar daya tahan mikroba terhadap panas menjadi rendah, sehingga proses sterilisasi dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah atau waktu yang lebih singkat. Hal ini penting agar mutu produk tetap terjaga (tidak over cooking). Asam sitrat tergolong aditif makanan yang aman untuk di konsumsi (oleh FDA digolongkan sebagai GRAS = generally recognized as cafe). Selain itu, untuk produk olahan daging atau ikan biasa juga ditambahkan garam nitrat/nitrit (terutama produk olahan daging yang diinginkan warnanya kemerahan, misalnya corned beef = korned). Penambahan nitrat/nitrit ini selain untuk “memerahkan” produk daging, juga ditujukan untuk menghancurkan salah satu bakteri tahan panas yang dapat memproduksi racun, yaitu Clostridium botulinum. Selama dosis nitrat /nitrit yang digunakan memenuhi peraturan yang berlaku (untuk Indonesia : Peraturan Menteri Kesehatan), tidak usah ada kekhawatiran bahan pengawet tersebut akan meracuni tubuh. Dari uraian tersebut terjawablah pertanyaan di atas yaitu, makanan kamleng atau minuman dalam karton tidsk mengandung bahan pengawet merupakan hal yang cukup wajar, karena proses pengawetannya tidak dilakukan oleh bahan pengawet kimia tetapi oleh proses sterilisasi (menggunakan pemanasan). Hanya dalam produk tertentu (hasil olahan daging) biasa ditambahkan garam nitrat/nitrit. Asam sitrat seringkali juga ditambahkan ke dalam minuman dan sayuran/buah dalam karton/kaleng, tetapi segi keamanannya bagi tubuh cukup terjamin. **** Sumber : Suara Pembaruan, Sabtu 25 November 1989
Bahan pengawet yang terdapat pada makanan dan minuman kemasan kerapkali dituding sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Padahal, sebagai salah satu jenis bahan tambahan pangan (BTP), bahan pengawet diperlukan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang memiliki atau tidak memiliki nilai gizi. Selain pengawet, jenis BTP diantaranya adalah pewarna, perasa, dan pengemulsi. Pada makanan dan minuman, bahan pengawet yang paling banyak digunakan dan telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan badan-badan otoritas internasional dalam hal keamanan pangan seperti FDA, WHO, FAO, EU, CODEX adalah Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat. Studi dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa Natrium Benzoat adalah bahan pengawet yang sangat cocok untuk jus buah dan minuman ringan. Sedangkan Kalium Sorbat banyak digunakan pada kue, margarin, mentega, minuman soda, minuman ringan, pasta gigi, yoghurt, susu, dan lainnya. Kedua BTP tersebut telah melalui pengujian yang dibuktikan aman untuk kesehatan dan telah digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan dan minuman di Indonesia maupun di seluruh dunia selama lebih dari 80 tahun.
Sodium Benzoat secara alami terdapat pada apel, cengkih, dan kayu manis, sedangkan Kalium Sorbat secara alami terdapat pada pohon Sorbus Americana. Penggunaan Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat sebagai pengawet dikarenakan sifat bahan tersebut sebagai bahan antibakteria untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada makanan dan minuman, selain untuk menghindarkan oksidasi dan menjaga nutrisi makanan. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, penggunaan bahan tambahan pangan sangat diperlukan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang dapat merugikan kesehatan. Sementara itu, sebagian masyarakat Indonesia karena keterbatasan informasi yang didapatkannya, masih menganggap zat kimia sebagai zat yang berbahaya. Padahal banyak senyawa kimia yang aman digunakan dengan batas-batas tertentu, seperti garam, gula pasir, bumbu masak, dan lain sebagainya. Untuk menjamin keamanan produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik yang diproduksi di dalam maupun dari luar negeri, BPOM mengharuskan produsen untuk terlebih dahulu melalui proses uji coba ekstensif oleh BPOM Indonesia sebelum dipasarkan untuk konsumsi oleh masyarakat luas. Apabila produk tersebut dinyatakan lulus uji coba, maka keamanan produk tersebut untuk dikonsumsi tidak perlu diragukan lagi.***
Makanan dan Minuman Diusulkan Lampirkan Label Kandungan Pengawet PENGOLAHAN Kasus penarikan produk mi instan merek Indomie di Taiwan bukan sekadar menyedot perhatian pemerintah. Namun, kasus ini juga menjadi topik bahasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bahkan, Komisi IX DPR yang membidangi Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi pun bertindak cepat dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Bahan Tambahan Pangan untuk masa sidang selanjutnya. Panja akan mendalami dan memberi masukan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap berbagai permasalahan terkait pengamanan produk makanan dan minuman. Panitia Kerja DPR itu nantinya juga akan memberikan masukan terkait Rancangan Undang-undang Pengawasan Obat dan Makanan yang direncanakan dibuat pada 2011. Wakil Ketua Komisi IX DPR, Ahmad Nizar Shihab mengatakan, Panja akan meminta agar bahan pengawet yang terkandung dalam produk makanan dan minuman wajib dicantumkan pada komposisi produk, bukan hanya nama kimianya. "Nanti pada komposisi produk harus disebutkan mengandung bahan pengawet apa saja," kata Nizar seperti dilansir VIVANews.com, Jum’at (15/10/2010).
Salah satu rekomendasi Panja nantinya adalah bahan-bahan pengawet pada produk makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan nantinya akan disebutkan sama halnya seperti pada rokok. "Komposisi bahan pengawet tersebut harus dicantumkan dengan jelas namanya, jumlahnya, juga batas maksimum dan juga akibat dari bahan pengawet tersebut," tuturnya. Dalam kemasan rokok ,misalnya, disebutkan adanya kandungan kadar tar dan nikotin dalam jumlah tertentu. Selain itu, dalam kemasan produk rokok juga disebutkan peringatan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Namun, belum jelas seperti apa kemasan produk makanan dan minuman berbahan pengawet yang nantinya akan diwajibkan mencantumkan peringatan layaknya pada produk rokok. Sejauh ini yang berlaku adalah kewajiban mengikuti batasan kadar zat pengawet. Menurut Kepala BPOM Kustantinah, untuk kasus bahan pengawet pada mi instan, guna melindungi kesehatan masyarakat di Indonesia, batas maksimum penggunaan methyl p-hydroxybenzoate dalam kecap adalah 250 mg/kg. Ketentuan itu tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Meski demikian, dia menambahkan, setiap negara memiliki batas maksimum penggunaan methyl p-hidroxybenzoate yang berbeda. Amerika dan Kanada menerapkan batas maksimum yang diizinkan 1.000mg/kg, sedangkan di Singapura dan Brunei Darusalam 250 mg/kg serta di Hongkong sebesar 550 mg/kg. "Hasil pengujian selama lima tahun terakhir menunjukkan mie, bumbu, dan minyak tidak mengandung pengawet methyl p-hidroxybenzoate. Sedangkan kecap mengandung methyl phidroxybenzoata yang tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan," kata Kustantinah. Selain kewajiban produsen untuk mencantumkan komposisi bahan pengawet makanan yang dapat membahayakan kesehatan layaknya pada produk rokok, rapat Komisi IX DPR juga memberikan beberapa rekomendasi kepada BPOM. Lembaga pengawas obat dan makanan itu diminta untuk terus meningkatkan pelaksanaan fungsi pengawasan obat dan makanan sesuai amanat Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. BPOM juga diminta untuk meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang konsumsi produk makanan yang sehat. Selain itu, produsen makanan dan minuman diminta untuk mencantumkan informasi dalam kemasan produk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi IX DPR juga mendesak pihak-pihak terkait untuk segera melakukan langkah-langkah penyelesaian dampak kasus Indomie di Taiwan sehingga masyarakat aman. Permintaan DPR lainnya kepada BPOM adalah memperketat pengawasan post market untuk produk makanan dan minuman yang menjadi konsumsi massal dengan melaksanakan uji sampel secara periodik dan berkesinambungan. Produsen yang melanggar ketentuan itu akan diberikan sanksi tegas. Badan tersebut juga diminta untuk melengkapi perlengkapan laboratorium dan menjalin kerja sama penelitian dengan universitas dan lembaga penelitian. Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, BPOM diminta untuk menginventarisasi dan mengevaluasi berbagai peraturan terkait pengamanan obat dan makanan, termasuk peninjauan ulang standarisasi produk-produk tersebut.(*)
Penyalah gunaan formalin sebagai bahan pengawet makan?
Formalin adalah sejenis bahan kimia yang biasa digunakan untuk "mengawetkan mayat". Sayangnya, banyak oknum tidak bertanggung jawab yang menggunakannya untuk pengawet makanan. Bahaya ga sih formalin ini jika dikonsumsi..??? Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. jadi jelaskan Formalin sangat berbahaya bagi bagi kesehatan manusia. Sumber: go-kerja.com http;//warungsingkawang.wordpress.com